PENGARUH PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN TERHADAP DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DI KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
NUR IKHWAN KHUSAINI
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PENGARUH PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN TERHADAP DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DI KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
NUR IKHWAN KHUSAINI
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PENGARUH PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN TERHADAP DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DI KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
NUR IKHWAN KHUSAINI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN Nur Ikhwan Khusaini (E34103048). Pengaruh Perubahan Penutupan Lahan Terhadap Distribusi Suhu Permukaan di Kota Bogor Dengan Menggunakan Citra Satelit Landsat dan Sistem Informasi Geografis. Dibimbing oleh Dr. Ir. Lilik B Prasetyo, M.Sc dan Dr. Ir . Endes N. Dahlan, MS. Kota Bogor mengalami banyak perubahan luas lahan dalam beberapa tahun terakhir. Kondisi ini disebabkan karena meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitasnya. Terbatasnya area untuk pemukiman dan aktivitas penduduk menyebabkan berubahya fungsi lahan. Keadaan ini akan mempengaruhi suhu permukaan Kota Bogor. Pengindraan jarak jauh dilakukan untuk memperoleh data spasial dalam waktu yang singkat dan akurasi yang tinggi. Selain itu, pengindraan jarak jauh akan memudahkan penggunanya untuk mendapatkan informasi tanpa melakukan survey langsung kelapangan, dan akan lebih baik jika dalam penggunaanya digabungkan dengan sistem informasi geografis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi perubahan penutupan lahan dan distribusi suhu permukaan dan hubungan antara keduanya di Kota Bogor dari tahun 1997 dan 2006. Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor dan pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan dan Permodelan Spasial, Fakultas Kehutanan, IPB dimulai dari bulan November 2007 hingga Februari 2008. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa citra Landsat 5 TM (Path 122 Row 65) tanggal 28 Juli 1997 dan Llandsat 7 ETM (Path 122 Row 65) tanggal 26 Juli 2006, Peta Batas Administratif Kecamatan Kota Bogor, data pendukung berupa data kependudukan. Alat yang diperlukan untuk pengolahan data dan analisis data yaitu satu set komputer beserta perangkat lunak ERDAS Imagine 9.0 untuk pengolahan citra dan analisis data, ArcView untuk pengolahan Sistem Informasi Geografis dan layout peta, Microsoft Excel untuk perekapan data dan pembuatan grafik, GPS untuk pengecekan lapangan. Pengolahan data Landsat meliputi layer stack, koreksi geometrik, pemotongan citra, klasifikasi penutupan lahan, uji akurasi. Untuk mengetahui distribusi suhu dilakukan konversi nilai-nilai pixel pada citra Landsat. Hasil penelitian menunjukan bahwa Kota Bogor mengalami penurunan luas wilayah pada penutupan lahan badan air, vegetasi, ladang,dan semak dan rumput. Penurunan luas wilayah terbesar pada penutupan lahan ladang yaitu sebesar 385,38 Ha. Sedangkan peningkatan luasan terjadi pada wilayah penutupan lahan ladang terbangun. Peningkatan luasan wilayah tebangun sebesar 405,99 Ha. Peningkatan luas terbangun ini sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk 205.218 Jiwa dengan pertambahan rumah tangga sebanyak 46.578. Distribusi suhu permukaan di Kota Bogor pada Tahun 1997 hingga 2006 terjadi peningkatan luas penyebaran pada kelas suhu 24-28 OC dan terjadi penurunan luas penyebaran pada kelas suhu 20-24 OC.
Perubahan luas lahan disebabkan oleh penambahan populasi penduduk dan aktivitasnya. Perubahan ini tidak hanya mempengaruhi luas lahan tetapi juga mempengaruhi distribusi suhu permukaan. Akan tetapi, perubahan luas lahan bukan satu-satunya faktor yang menyebabkan perubahan suhu. Salah satu faktor yang lainnya adalah gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global.
Kata kunci : Perubahan Jumlah Penduduk, Perubahan Penutupan Lahan, Perubahan Distribusi Suhu Permukaan.
SUMMARY Nur Ikhwan Khusaini (E34103048). The Influence of Land Coverage Alteration to Surface Temperatures Distribution in Bogor Using Landsat Image and Geographic Information System. Under Supervision of Dr. Ir. Lilik B Prasetyo, M.Sc and Dr. Ir . Endes N. Dahlan, MS. Bogor has many alteration in land coverage this recent years. This condition caused by increasing the number of citizen and their activity. Limited area for residence and human activity make the change of land function. Thus, will influence surface temperature in Bogor. Remote sensing try to get spatial data in a short time and wide area with high accuracy. These will make the user easier to get information without doing any field survey, and better if it is combined with Geographic Information System. The aims of this study are to identify land coverage alteration, distribution of surface temperature and both relation in Bogor from 1997 until 2006. The study was conducted in Bogor and then I analyzed the data in Environment Analysis and Spatial Modeling Laboratory, Faculty of Forestry started from November 2007 until February 2008. I used landsat 5 TM image (Path 122 Row 65) on July 28th 1997 and landsat 7 ETM (Path 122 Row 65) on July 26th 2008., district boundary map of Bogor, and demography data. Besides, I also used computer with ERDAS Imagine 9.0 for analyze the image, Arcview for processing Geographic Information System and map layout, Microsoft Excel for tabulation, and ground check point using GPS. Landsat data processing includes layer stack, geometric correction, subset image, land coverage classification and accuracy test were analyzed. Temperature distribution was known from the value of pixels on landsat images. The result of this study show that Bogor has declined in body water coverage, vegetation, field, bushes and grass. The biggest declining happened on field coverage as wide as 385,38 Ha. While the increasing broad area was in land built area with 405,99 Ha which was equal to the number of human population as much 205.218 peoples. There were increasing distribution area of the surface temperature from 24-28° C and decreasing happened in the range of 20-24° C. Land coverage alteration influenced by increasing the number of human population and their activity. And this alteration not only influence in the point of those land coverage but also will influence the surroundings and the surface temperature. But, the alteration of land coverage not the only factor which influence the surface temperature. There are a lot of factors and one of it is gas house effect which caused global warming.
Keywords: Human population total change, land coverage alteration, surface temperature distribution
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Perubahan Penutupan Lahan Terhadap Distribusi Suhu Permukaan di Kota Bogor Dengan Menggunakan Citra Satelit Landsat dan Sistem Informasi Geografis adalah benarbenar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Mei 2008
Nur Ikhwan Khusaini NRP E34103048
Judul Skripsi Nama NIM
: Pengaruh Perubahan Penutupan Lahan Terhadap Distribusi Suhu Permukaan di Kota Bogor Dengan Menggunakan Citra Satelit Landsat dan Sistem Informasi Geografis : Nur Ikhwan Khusaini : E34103048
Menyetujui : Komisi Pembibing
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Lilik B Prasetyo, M.Sc. NIP. 131 760 841
Dr. Ir . Endes N. Dahlan, MS. NIP. 130 875 594
Mengetahui: Dekan Fakultas Kehutanan IPB,
Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 131 578 788
Tanggal lulus :
i
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT atas segala karunia, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan umatnya yang senantiasa istiqomah hingga akhir zaman dan semoga kita termasuk di dalamnya. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanalan pada bulan November 2007 – Februari 2008 adalah Pengaruh Perubahan Penutupan Lahan Terhadap Distribusi Suhu Permukaan di Kota Bogor Dengan Menggunakan Citra Satelit Landsat dan Sistem Informasi Geografis. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya ilmiah yang disusun masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, diharapkan adanya masukan, kritik dan saran dari pembaca untuk memperlancar dan memperoleh hasil penelitian selanjutnya yang lebih baik. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Mei 2008
Penulis
ii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sragen, 11 Oktober 1985 sebagai anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Suparlan dan Ibu Sunarti. Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak Aisyiah Pantirejo dan diselesaikan Tahun 1991, Sekolah Dasar MI Pantirejo hingga kelas 3 dan melanjutkan di SDN 1 Bendo
yang diselesaikan Tahun
1997, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SMP MTA Gemolong diselesaikan Tahun 2000 dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di SMU N 1 Sragen diselesaikan pada Tahun 2003. Pada Tahun 2003 penulis masuk ke jenjang pendidikan perguruan tinggi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI di Departemen Konssevasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan yang selanjutnya memilih bidang minat Laboratorium Analisis Lingkungan dan Permodelan Spasial. Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Penulis mengikuti kegiatan lapang dan profesi bidang kehutanan antara lain : Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di KPH Kuningan pada Tahun 2006 dan Praktek Kerja Lapang di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru pada Tahun 2007. Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan penulis menyusun sebuah karya ilmiah yang berjudul Pengaruh Perubahan Penutupan Lahan Terhadap Distribusi Suhu Permukaan di Kota Bogor Dengan Menggunakan Citra Satelit Landsat dan Sistem Informasi Geografis, di bawah bimbingan Dr. Ir. Lilik B Prasetyo, M.Sc dan Dr. Ir . Endes N. Dahlan, MS.
iii
UCAPAN TERIMA KASIH Sebagai manusia biasa yang memiliki keterbatasan, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu diperlukan kritik dan saran dari pembaca sebagai sarana untuk memperbaiki dan menyempurnakan bagi kegiatan penelitian lainnya. Kritik dan saran dapat disampaikan melalui e-mail (
[email protected]). Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Allah SWT, sujud syukur atas segala rahmat dan hidayah-Nya. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 2. Allah SWT, sujud syukur atas segala rahmat dan hidayah-Nya 3. Ibu Sunarti, Bapak Suparlan, Kakaku Yunita Eni Ekowati, Adikku Fitria Adi Jaya, dan Saudariku Ambar P. Oentari yang telah memberikan doa, harapan, motivasi dan dukungan baik moril maupun spirituil. 4. Dr Dr. Ir. Lilik B Prasetyo, M.Sc dan Dr. Ir . Endes N. Dahlan, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan, bimbingan dan saran selama penelitian hingga penyelesaian karya ilmiah ini. 5. Ir. Ahmad Hadjib, MS. selaku Dosen Penguji wakil dari Departemen Manajemen Hutan dan Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto, M.Sc. selaku Dosen Penguji wakil dari Departemen Teknologi Hasil Hutan. 6. Bappeda Kota Bogor, PPLH-IPB, dan Biotrop atas bantuan data-datanya. 7. Bapak Yudi Setiawan atas bimbingannya dalam pembuatan model distribusi suhu permukaan. 8. Bilaluddin Khalil sebagai teman seperjuangan atas bantuan dan dukungannya. 9. Handy dan Jamal selaku kakak kelas yang telah memberikan masukan dan bimbingan 10. Saudaraku di Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata 40: Karlina Fitri, Veronica Mariam, Reni Rahmayulis, Dwi Retno Rahayuni, Dede Hendra, Ardiansyah, Imran dan rekan KSHE 40 lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan dan dukungan selama penelitian, seminar dan sidang. 11. Asyrafi, Aziz Hanggumantoro, Ferianto Puri Irwan Radiardi, Edy Saefrudin dan Nunus Subardiyono atas pertemanan selama kuliah.
iv
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah mencurahkan segala tenaga, waktu maupun pikirannya kepada penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.
v
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ........................................................................................ i RIWAYAT HIDUP............................................................................................. viii DAFTAR TABEL............................................................................................... ixii DAFTAR
GAMBAR
viiix DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... x BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1 1.2. Tujuan Penelitian .................................................................................... 2 1.3. Manfaat Penelitian .................................................................................. 2 1.4. Latar Belakang ........................................................................................ 2 BAB II TNJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 3 2.1. Penutupan Lahan..................................................................................... 3 2.1.1. Permukaan Bervegetasi........................................................................ 3 2.1.2. Permukaan Terbuka (Tidak Bervegetasi)............................................. 4 2.1.3. Tipe penutupan Lahan Kota Bogor ...................................................... 5 2.2. Suhu ........................................................................................................ 5 2.3. Pengindraan Jauh .................................................................................... 8 2.3.1. Analisis Digital .................................................................................... 8 2.3.2. Karakteristik Saluran Spektral / Saluran Landsat TM ......................... 11 2.4. Sistem Informasi Geografis...................................................................... 12 BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ....................................... 14 3.1. Letak Geografis Dan Luas ...................................................................... 14 3.2. Kondisi Fisik Lingkungan....................................................................... 14 3.2.1. Topografi.............................................................................................. 14 3.2.2. Klimatologi .......................................................................................... 15 3.2.3. Geologi................................................................................................. 15 3.3. Keadaan Penduduk.................................................................................. 15 BAB IV METODOLOGI ................................................................................... 16
vi
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................. 16 4.2. Alat dan Bahan........................................................................................ 16 4.3. Metode Penelitian ................................................................................... 17 4.3.1. Layer Stack........................................................................................... 17 4.3.2. Koreksi Geometrik ............................................................................... 17 4.3.3. Pemotongan Citra (Subset) .................................................................. 18 4.3.4. Klasifikasi Penutupan Lahan................................................................ 18 4.3.5. Uji Akurasi ........................................................................................... 19 4.3.6. Konversi Band 6 Menjadi Suhu Udara Permukaan ............................. 19 4.3.7. Pewarnaan Ulang (Recode).................................................................. 20 4.3.8. Hasil ..................................................................................................... 20 4.4. Analisis Data ........................................................................................... 21 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................. 23 5.1. Penutupan Lahan..................................................................................... 23 5.1.1. Kategori Kelas Penutupan Lahan Kota Bogor ..................................... 23 5.1.1.1. Lahan Bervegetasi (vegetasi pohon rapat dan vegetasi pohon campuran)................................................................................................ 23 5.1.1.2. Ladang............................................................................................... 24 5.1.1.3. Sawah ................................................................................................ 25 5.1.1.4. Semak dan Rumput ........................................................................... 26 5.1.1.5. Terbangun ......................................................................................... 27 5.1.1.6. Badan Air .......................................................................................... 28 5.1.1.7. Tidak Data......................................................................................... 28 5.1.2. Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 1997.......................................... 28 5.1.3. Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 2006.......................................... 31 5.2. Perubahan Penutupan Lahan ................................................................... 34 5.3. Distribusi Suhu Permukaan..................................................................... 38 5.3.1. Distribusi Suhu Permukaan Berdasarkan Hasil Konversi Citra Landsat Band 6 Tahun 1997 ................................................................................. 39 5.3.1. Distribusi Suhu Permukaan Berdasarkan Hasil Konversi Citra Landsat Saluran 6 Tahun 2006 ............................................................................. 42 5.4. Perubahan Distribusi Suhu Permukaan................................................... 46
vii
5.5. Pengaruh Perubahan Penutupan Lahan Terhadap Distribusi Suhu Permukaan............................................................................................... 47 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 49 6.1. Kesimpulan ............................................................................................. 49 6.2. Saran........................................................................................................ 49 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 50 LAMPIRAN........................................................................................................ 52
viii
DAFTAR TABEL No
Judul Tabel
Halaman
1.
Luas dan Presentase Tipe Penutupan Lahan di Kota Bogor ..................... 4
2.
Karakteristik Spektral Landsat TM........................................................... 11
3.
Data Kependudukan Kota Bogor Tahun 2006 .......................................... 15
4.
Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 1997............................................... 28
5.
Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 2006............................................... 33
6.
Data Kependudukan Kota Bogor Tahun 1997 dan 2006 .......................... 35
7.
Distribusi Suhu Permukaan Tahun 1997................................................... 39
8.
Distribusi Suhu Permukaan Tahun 2006................................................... 44
9.
Suhu Permukaan Pada Setiap Penutupan Lahan....................................... 47
ix
DAFTAR GAMBAR No
Judul Gambar
Halaman
1
Peta Lokasi Penelitian ................................................................................. 16
2
Bagan Alir Pengolahan dan Analisis Data .................................................. 21
3
Analisis Overlay.......................................................................................... 22
4
(a) Hutan CIFOR di wilayah Kecamatan Bogor Barat ............................... 24 (b) Kebun Raya Bogor di wilayah Kecamatan Bogor Tengah ................... 24
5
(a) Ladang Singkong di Cimahpar-Bogor Utara......................................... 25 (b) Ladang Talas di Situgede-Bogor Barat ................................................. 25
6
(a) Sawah belum ditanami di Situgede-Bogor Barat .................................. 26 (b) Sawah Siap Panen di Situgede-Bogor Barat ......................................... 26
7
(a) Rumput di Halaman Istana Bogor-Bogor Tengah ................................. 27 (b) Rumput di Kebun Raya Bogor-Bogor Tengah...................................... 27
8
(a) Bangunan di wilayah Kecamatan Bogor Tengah .................................. 27 (b) Perumahan Taman Yasmin-Bogor Barat............................................... 27
9
Situ Gede di wilayah Kecamatan Bogor Barat ........................................... 28
10
Peta Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 1997 ......................................... 29
11
Peta Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 2006 ......................................... 32
12
Grafik Perubahan Penutupan Lahan............................................................ 35
13
Peta Distribusi Suhu Permukaan Bogor Tahun 1997.................................. 40
14
Peta Distribusi Suhu Permukaan Kota Bogor 2006 .................................... 43
15
Grafik Perubahan Distribusi Suhu Permukaan ........................................... 46
x
DAFTAR LAMPIRAN No
Judul Lampiran
Halaman
1.
Hasil Perhitungan Uji Akurasi Citra Landsat TM 1997............................ 52
2.
Hasil Perhitungan Uji Akurasi Citra Landsat ETM 2006 ......................... 54
3.
Penutupan Lahan Perkecamatan Tahun 1997 ........................................... 56
4.
Penutupan Lahan Perkecamatan Tahun 2006 ........................................... 56
5.
Distrribusi Suhu Permukaan Perpenutupan Lahan Tahun 1997 ............... 57
6.
Distrribusi Suhu Permukaan Perpenutupan Lahan Tahun 2006 ............... 58
7.
Distribusi Suhu Permukaan Perkecamatan Tahun 1997 ........................... 59
8.
Distribusi Suhu Permukaan Perkecamatan Tahun 2006 ........................... 60
I.PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Kota Bogor dalam perkembangannya hingga masa sekarang ini telah
mengalami banyak perubahan, terutama dalam hal penutupan lahan. Kondisi tersebut di sebabkan oleh semakin meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitasnya, sehingga untuk dapat menampung peningkatan penduduk dengan berbagai aktivitasnya dibutuhkan lahan tinggal yang semakin luas pula. Terbatasnya lahan yang tersedia untuk tempat tinggal dan aktivitas perekonomian menyebabkan terjadinya perubahan fungsi dari ruang terbuka hijau menjadi lahan terbangun. Hal inilah yang menjadi dilema di berbagai kota besar di Indonesia tidak terkecuali Kota Bogor. Permasalahan yang ada sekarang adalah bahwa di satu pihak masyarakat perkotaan membutuhkan suatu lingkungan yang indah, nyaman, dan sehat dan dilain pihak, pemerintah dan masyarakat membutuhkan lahan untuk tempat tinggal dan tempat berbagai aktivitas manusia. Ruang terbuka hijau berfungsi sebagai pengendali lingkungan perkotaan yang mampu menetralisir polusi, menciptakan iklim mikro, dan menimbulkan kesan indah sangat dibutuhkan masyarakat kota. Perubahan penutupan lahan tidak hanya mengurangi keindahan kota tetapi juga mengurangi kenyamanan lingkungan. Dampak yang ditimbulkan akibat berkurangnya luasan ruang terbuka hijau adalah perubahan unsur-unsur iklim. Perubahan unsur-unsur iklim yang terjadi antara lain suhu, radiasi, kecepatan angin, dan keawanan. Dari keempat unsur-unsur iklim tersebut suhu merupakan unsur yang dapat dirasakan langsung perubahannya oleh manusia. Menurut Effendy (2007), peningkatan suhu di daerah perkotaan ini menyebabkan perbedaan distribusi suhu permukaan dengan daerah pinggir kota dengan wilayah ruang terbuka hijau yang masih cukup luas. Fenomena perbedaan distribusi suhu di perkotaan dengan daerah pinggiran kota ini biasa disebut “Pulau Panas” atau “Heat Island”. Menurut Landsberg (1981) dalam Wisnu (2003) Heat island adalah suatu fenomena suhu udara di daerah yang padat bangunan lebih tinggi dari pada suhu udara terbuka sekitarnya.
2
Pemanfaatan data penginderaan jauh beberapa tahun belakangan ini berkembang pesat seiring berkembangnya teknologi. Teknologi penginderaan jauh memungkinkan untuk mendapatkan data spasial dalam waktu yang relatif singkat dan areal yang luas dengan ketelitian yang cukup tinggi dibandingknn dengan cara konvensional. Hal ini tentunya sangat memudahkan pengguna data tersebut untuk mendapatkan informasi yang diperlukan tanpa harus datang langsung kelokasi. Apabila digabungkan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) maka akan semakin mempermudah kita untuk mengetahui perubahan iklim yang terjadi akibat penutupan lahan. 1.2.
Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui perubahan penutupan lahan di Kota Bogor pada Tahun 1997 dan Tahun 2006. 2. Mengetahui distribusi suhu permukaan di Kota Bogor pada Tahun 1997 dan Tahun 2006. 3. Mengetahui pengaruh perubahan luasan penutupan lahan terhadap distribusi suhu permukaan di Kota Bogor.
1.3. Manfaat Penelitian Manfaat yang didapatkan dari penelitian ini adalah : 1. Memberikan informasi mengenai pengaruh perubahan penutupan lahan terhadap suhu di Kota Bogor. 2. Bahan masukan dan pertimbangan sebagai dasar kebijakan dalam pengembangan Kota Bogor dan sekitarnya lebih lanjut oleh pihak pemerintah maupun stakeholder. 3. Dalam jangka panjang data ini juga dapat digunakan sebagai bahan studi lanjutan.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penutupan Lahan Lillseland dan Kiefer (1990) menjelaskan bahwa penggunaan lahan atau tata guna lahan (land use) berhubungan dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan tertentu, sedangkan penutupan lahan (land cover) lebih merupakan perwujudan fisik suatu obyek dan menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap obyek tersebut. 2.1.1. Permukaan Bervegetasi Menurut Griffith (1976) dalam Wisnu (2003) antara vegetasi dan unsur iklim terutama untuk suhu dan curah hujan secara pasti terdapat hubungan yang erat. Namun, secara tidak langsung faktor tanah juga ikut menentukan. Daerah hutan dapat menyebabkan kelembaban tinggi sehingga akan memicu terjadinya hujan. Sehingga suhu disekitarnya relatif rendah jika dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Hasil penelitian Martono (1996) menemukan perubahan penutup lahan hutan, semak belukar, dan tegalan menjadi taman rekreasi di Cangkringan, Sleman, mempunyai pengaruh berarti terhadap kondisi klimatologis. Pengaruh ini sejalan dengan perkembangan daerah padat penduduk dan sarana transportasi yang mempunyai peranan cukup besar. Perubahan parameter iklim diperkirakan terjadi dalam kurun waktu. Oleh karena itu penggunaan lahan perlu dimonitor secara periodik. Lahan bervegetasi menyerap radiasi matahari dalam proses transpirasi dan fotosintesis. Radiasi yang -sampai ke permukaan tanah akan digunakan untuk evaporasi. Lahan bervegetasi memiliki suhu lebih mantap (kisaran suhu malam dan siang kecil) jika dibandingkan lahan yang jarang vegetasi. Pepohonan merupakan ekosistem kota yang membentuk pengendalian bahang terasa dan penambahan bahang laten (laten heat) serta menjadikan pohon sebagai tempat penyimpanan bahang yang diterimanya. Selain itu pepohonan dapat mengurangi kecepatan angin yang selanjutnya berpengaruh terhadap suhu. Pengurangan kecepatan angin menyebabkan berkurangnya pertukaran termodinarnik antara lapisan udara sehingga menghasilkan suhu yang
4
lebih tinggi di daerah yang terlindung baik siang maupun malam hari (Murdiarso dan Suharsono, 1992). Lahan bervegetasi menyerap radiasi matahari dalam proses transpirasi dan fotosintesis. Radiasi yang sampai ke permukaan tanah akan dibsnakan untuk evaporasi. Lahan bervegetasi memiliki suhu lebih mantap (kisaran suhu pada siang dan malam hari yang kecil) jika dibandingkan lahan yang jarang atau tidak bervegetasi (Martono, 1996). 2.1.2. Permukaan Terbuka (Tidak bervegetasi) Daerah perkotaan ditandai dengan adanya permukaan berupa parit, selokan dan pipa saluran drainase, sehingga hujan yang jatuh sebagian menjadi aliran permukaan, tidak meresap ke dalam tanah. Akibatnya air untuk evaporasi menjadi kurang tersedia. Penguapan di daerah ini menjadi sedikit meyebabkan keadaan tidak sejuk jika dibandingkan dengan daerah pedesaan yang penuh vegetasi. Bangunan akan memperlambat pergerakan angin dan mengurangi gerak udara secara horisontal. Hal ini akan memicu beberapa gas polutan terkonsentrasi di dekat permukaan karena faktor pendispersian polutan hanya tergantung pada gerak udara vertikal yang selanjutnya mengakibatkan pemanasan di dekat permukaan bangunan (Fardiaz, 1992 dalam Wisnu, 2003). Kota dengan dominasi bangunan dan jalan akan menyimpan kemudian melepaskan panas lebih cepat pada siang hari. Bangunan-bangunan kota dapat mengurangi efek aliran udara sehingga proses pengangkutan dan penumpukan panas kota menjadi lebih lambat. Kondisi iklim pada lapisan perbatas dicirikan oleh tingkat perubahan permukaan. Permukaan yang didominasi oleh bangunan secara aerodinamik merupakan permukaan yang kasar pada lapisan pembatas kota. Konsekuensinya di dalam lapisan pembatas tersebut proses-proses transfer panas massa dan momentum akan berlangsung sangat efektif (Murdiarso dan Suharsono, 1992). Aspal, plesteran, atap seng merupakan material yang cepat menyerap dan melepaskan panas sehingga menyebabkan perbedaan antara perkotaan dan pedesaan. Hilangnya sebagian besar permukaan bervegetasi berlanjut pada berkurangnya air resapan dan menurunkan kelembaban lokal terutama pada kondisi siang hari. Perumahan, gedung, kantor membentuk permukaan yang tidak
5
teratur sehingga memperlambat angin dan melewatkan energi lebih besar oleh permukaan (Sutamiharja, 1992) Penelitian Hakim et al. (1993) mendapatkan bahwa pengubahan 10 % wilayah pertanian menjadi pemukiman menyebabkan perubahan albedo sebesar 2 %, radiasi global 2 %, suhu permukaan 2 % dan suhu udara 2 %. Perubahan ketersediaan energi paling sensitif terhadap perubahan suhu permukaan dan suhu udara. Hakim menjelaskan bahwa pada daerah pertanian ketersediaan energi permukaan (Rn) kecil, sebab radiasi diserap oleh kanopi tanaman. Daerah pemukiman yang tanahnya relatif terbuka, radiasi langsung sampai ke permukaan tanah sehingga mengakibatkan Rn lebih besar. 2.1.3. Tipe Penutupan Lahan Kota Bogor Menurut Haris (2006) melalui hasil analisis data citra Landsat ETM pada bulan Januari 2003 disampaikan bahwa tipe penutupan lahan Kota Bogor terbagi menjadi 10 kelas dengan presentase sebagaimana disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Luas dan Presentase Tipe Penutupan Lahan di Kota Bogor No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tipe Penutupuan Lahan Vegetasi rapat Vegetasi campuran Ladang Sawah Semak dan rumput Area terbangun Lahan kosong Badan air Awan Bayangan awan Total
Luasan (Ha) 400,83 3.507,91 1.122,99 869,37 444,43 3.961,85 397,16 17,23 324,64 162,09 11.208,5
Presentase (%) 3,58 31,30 10,02 7,76 3,97 35,35 3,54 0,15 2,90 1,45 100
Sumber : Haris, 2006. 2.2. Suhu Menurut Handoko (1994) suhu merupakan gambaran umum energi suatu benda. Heat Island adalah suatu fenomena dimana suhu udara kota yang padat bangunan lebih tinggi daripada suhu udara terbuka di sekitarnya baik di desa maupun pinggir kota. Pada umumnya suhu udara yang tertinggi akan terdapat di pusat kota dan akan menurun secara bertahap ke arah pinggir kota sampai ke desa. Suhu tahunan rata-rata di kota lebih besar sekitar 3° K di bandingkan dengan pinggir kota. Heat island atau pulau panas terjadi karena adanya
6
perbedaan dalam pemakaian energi, penyerapan, dan pertukaran panas antara daerah perkotaan dengan pedesaan (Landsberg, 1981 dalam Wisnu 2003). Menurut Lowry (1966) terjadinya perbedaan suhu udara antara daerah perkotaan dengan pedesaan disebabkan oleh lima sifat fisik permukaan bumi : 1. Bahan Penutup Permukaan Permukaan daerah perkotaan tcrdiri dari beton dan semen yang memiliki konduktivitas kalor sekitar tiga kali lebih tinggi daripada tanah berpasir yang basah. Keadaan ini akan menyebabkan permukaan kota menerima dan menyimpan energi yang lebih banyak daripada pedesaan. 2. Bentuk dan Orientasi Permukaan Bentuk dan orientasi permukaan kota lebih bervariasi daripada daerah pinggir kota atau pedesaan, sehingga energi matahari yang datang akan dipantulkan berulang kali dan akan mengalami beberapa kali penyerapan serta disimpan dalam bentuk panas (heat). Sebaliknya, daerah di pinggir kota atau pedesaan yang menerima pancaran adalah lapisan vegetasi bagian atas. Selain itu, padatnya bangunan di perkotaan juga dapat mengubah pola aliran udara yang bertindak sebagai perombak dan meningkatkan turbulensi. 3. Sumber Kelembaban Di perkotaan air hujan cenderung manjadi aliran permukaan akibat adanya permukaan semen, parit, selokan dan pipa-pipa saluran drainase. Di daerah pedesaan sebagian besar air hujan meresap ke dalam tanah sehingga tersedia cadangan air untuk penguapan yang dapat menyejukkan udara. Selain itu, air menyerap panas lebih banyak sebelum suhu menjadi naik 1° C, dan memerlukan waktu yang lama untuk melepaskannya. Hal ini berarti bahwa pohon-pohon yang banyak di pedesaan akan menyerap air dalam jumlah yang banyak dan melepaskannya ke atmosfer sehingga menjaga suhu udara tetap sejuk, serta menyerap lebih banyak panas, dan melepaskannya dalam jangka waktu yang lebih panjang. 4. Sumber Kalor. Kepadatan penduduk kota yang lebih tinggi akan mengakibatkan bertambahnya sumber kalor sebagai akibat dari aktivitas dan panas metabolisme penduduk.
7
5. Kualitas Udara Udara perkotaan banyak mengandung bahan-bahan pencemaran yang berasal dari kegiatan industri dan kendaraan bermotor, sehingga mengakibatkan kualitas udaranya menjadi lebih buruk bila dibandingkan dengan kualitas udara di pedesaan. Suhu udara berdasarkan estimasi dari Landsat band 7 yang telah dikorelasikan dengan data suhu stasiun permukaan menghasilkan model regresi umum untuk kasus Cekungan Bandung adalah y = 0,011637x + 18,5774 dengan y adalah suhu permukaan dan x adalah nilai digital number dari data band 7 (Mujiasih,1999 dalam Wisnu 2003). Sementara itu, Givoni dalam Wisnu (2003) mengemukakan lima faktor berbeda yang tidak terikat satu sama lain yang menyebabkan berkembangnya heat Island : 1. Perbedaan keseimbangan seluruh radiasi antara daerah perkotaan dengan daerah terbuka di sekitarnya. 2. Penyimpanan energi matahari pada gedung-gedung di kota selama siang hari dan dilepaskan pada malam hari. 3. Konsentrasi panas yang dihasilkan oleh aktivitas sepanjang tahun di perkotaan (transportasi, industri dan sebagainya). 4. Evaporasi dari permukaan dan vegetasi di perkotaan lebih rendah dibandingkan dengan daerah pedesaan. 5. Sumber panas musiman, yaitu pemanasan dari gedung-gedung pada musim dingin dan pemanasan dari pendingin ruangan pada musim panas, yang akhirnya akan dilepaskan ke udara kota. Teori tersebut sesuai dengan pendapat Owen (1971) yang menyebutkan beberapa faktor yang mendorong terciptanya heat island : 1. Adanya lebih banyak sumber yang menghasilkan panas di perkotaan daripada di lingkungan luar kota. 2. Adanya beberapa bangunan yang meradiasikan panas lebih banyak daripada lapangan hijau atau danau.
8
3. Jumlah permukaan air persatuan luas di dalam perkotaan lebih kecil daripada di pedesaan, sehingga di kota lebih banyak panas yang tersedia untuk memanaskan atmosfer dibandingkan dengan di luar kota. Selain itu, keadaan di kota dengan bangunan-bangunan bertingkat dan tingkat pencemaran udara yang tinggi dapat menyebabkan timbulnya suatu "kubah debu" (dust dome), yaitu semacam selubung polutan (debu dan asap) yang menyelimuti kota. Hal ini disebabkan oleh pola sirkulasi atmosfir atas kota yang unik dan mengakibatkan terjadinya perbedaan suhu yang tajam antara perkotaan dengan daerah sekitarnya, sehingga udara panas akan berada di atas perkotaan dan udara dingin akan berada di sekitar perkotaan tersebut. 2.3. Penginderaan Jauh 2.3.1. Anisis Digital Pada umumnya, informasi yang dapat diekstraksi dari sebuah citra satelit secara geomatris adalah obyek yang dapat berupa garis dan obyek yang berupa area. Analisis merupakan suatu cara untuk mendapatkan informasi dari data. Ada dua cara analisis yang dapat diterapkan untuk memperoleh informasi dari data citra, yaitu analisis visual (analog) dan analisis digital (numerik). Analisis secara digital, karena sifatnya kuantitatif dapat menggali kandungan yang sebenarnya dari data yang bentuknya digital (Lillesand dan Kiefer, 1990). Pengolahan data digital meliputi proses transformasi data yang diterima dalam bentuk numerik. Secara garis besar, proses analisis data citra sebagai berikut : 1. Pemulihan Citra (Image Restoration) Kegiatan ini dilakukan untuk memperbaiki data citra yang mengalami distorsi pada saat ditransmisikan ke bumi, ke arah gambaran yang lebih sesuai dengan gambaran sebenarnya. Nilai digital tidak selalu tepat secara radiometrik dalam kaitannya dengan tingkat energi obyek secara geometrik maka letak kenampakannya pun tidak tepat benar. Teknik koreksi bertugas untuk memperkecil masalah ini dan menciptakan data citra yang lebih bermanfaat bagi analisis. Koreksi ini terdiri atas :
9
1. Koreksi Radiometrik Sistem Landsat menggunakan jajaran detektor jamak untuk mengindera beberapa garis citra secara bersama-sama pada tiap satuan cermin. Karena sifat keluaran detektor tidak tepat sama dan keluaran berubah sesuai dengan tingkat perubahan waktu maka diperlukan kalibrasi keluarannya. Nilai kalibrasi ini digunakan untuk mengembangkan fungsi koreksi bagi tiap detektor. 2. Koreksi Geometrik Prosedur
yang
diterapkan
pada
koreksi
geomatrik
biasanya
memperlakukan distorsi ke dalam dua kelompok yaitu distorsi yang dipandang sistematik atau dapat diperkirakan sebelumnya dan dan distorsi pada dasarnya dirancang secara acak atau tidak dapat diperlukan sebelumnya. Distorsi sistematik dikoreksi dengan menerapkan rumus yang diturunkan dengan membuat model matematik atas sumber distorsi. 2. Penajaman Citra ( image enhacement ) Teknik penajaman ini dilakukan dengan untuk menonjolkan kontras yang jelas kelihatan diantara objek di permukaan bumi. Pada umumnya kegiatan ini meningkatkan informasi yang dapat di interpretasi secara visual. Proses penajaman citra satelit secara garis besar terdiri dari dua kelompok pengoperasian yaitu penajaman per point dan penajaman lokal. Termasuk kelompok pengoperasian pertama adalah perentangan kontras (contrast stretching) baik dengan peralatan histogram (histogram equalized stretching), penisbahan citra (image rationing) dan utama (principal component transformation). Adapun dari operasi penghalusan (smoothing- operation) dan transformasi komponen penajaman lokal terdiri penajaman tepi (edge enhancement). 3. Klasifikasi Citra ( image classification) Pengenalan pola spektral merupakan salah satu bentuk pengenalan pola secara otomatik. Kelompok titik mencerminkan pemerian multi dimensional tanggapan spektral tiap kelompok jenis tutupan yang di interpretasi. Teknik kuantitatif dapat menerapkan interpretasi secara otomatis data citra digital. Pada proses ini maka tiap pengamatan pixel (picture elemet) dievaluasi dan ditetapkan pada suatu kelompok informasi, jadi mengganti arsip data citra dengan suatu matrik jenis kategori.
10
Klasifikasi adalah proses mengelompokkan pixel-pixel ke dalam kelaskelas atau kategori yang telah ditetapkan berdasarkan nilai kecerahan (Brightness Value/BV) atau Digital Number (DN) pixel yang bersangkutan. Berdasarkan tekniknya, klasifikasi dapat dibedakan atas klasifikasi manual dan klasifikasi kuantitatif. Pada klasifikasi manual, pengelompokan pixel ke dalam suatu kelas yang ditetapkan dilakukan oleh interpreter secara manual berdasarkan nilai kecerahan DN contoh yang diambil dari area contoh (training area). Menurut Lillesand dan Kiefer (1990), teknik klasifikasi citra secara digital dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu klasifikasi secara terbimbing (supervised
classification),
klasifikasi
tidak
terbimbing
(unsupervised
classification) dan klasifikasi hibrida (hibrid classfication) yang merupakan gabungan dari dua cara di atas. Pada klasifikasi terbimbing, seorang analis citra mengawasi prosedur pengenalan pola spektral dengan memilih kelompok atau kelas-kelas informasi yang diinginkan dan selanjutnya memilih contoh-contoh kelas (training area) yang mewakili setiap kelompok. Perhitungan statistik yang dilakukan terhadap contoh-contoh kelas setiap kelas digunakan sebagai dasar klasifikasi. Proses klasifikasi ini akan berhasil bila kelas-kelas spektral yang dipilih dapat dipisahkan dan contoh-contoh kelas yang dipilih mampu mewakili seluruh data. Selanjutnya pendekatan terbimbing disederhanakan menjadi tiga tahap yaitu tahap penentuan kelas contoh (training set), tahap klasifikasi dan ekstrapolasi, serta tahap penyajian hasil (output). Klasifikasi kemiripan kemungkinan maksimum (maximum likehood classification) merupakan metode klasifikasi yang paling banyak digunakan dalam sebagian besar terapan algoritma klasifikasi ini, nilai peluang (probabilitas) masuknya suatu pixel yang belum dikenal ke setiap kelas dihitung oleh komputer. Kemudian pixel tersebut akan dimasukkan menjadi anggota salah satu kelas yang nilai peluangnya paling tinggi atau dikelaskan sebagai "tak dikenal" (unclassified) bila nilai peluangnya dibawah peluang ambang yang telah ditetapkan oleh analis. Klasifikasi tidak terbimbing lebih banyak menggunakan algoritma yang mengkaji sejumlah besar pixel tidak dikenal dan membaginya ke
11
dalam sejumlah kelas berdasarkan pengelompokan natural nilai spektral citra. Anggapan dasarnya adalah bahwa nilai di dalam suatu jenis tutupan tertentu seharusnya saling berdekatan pada suatu ruang pengukuran, sedangkan data pada kelas yang berbeda harus dapat dipisahkan secara komparatif. Kelas yang dihasilkan dari klasifkasi tidak terbimbing adalah kelas spektral. Ketelitian klasifikasi merupakan suatu kriteria penting dalam menilai hasil dari pemrosesan citra penginderaan jauh bagi suatu sistem klasifikasi penutupan
atau
penggunaan
lahan
yang
disusun
berdasarkan
data
penginderaan jauh. Badan Survey Geologi Amerika Serikat (USGS) telah mensyaratkan tingkat ketelitian sebagai kriteria utama bagi sistem klasifikasi penutupan atau penggunaan lahan yang disusun yaitu : 1. Tingkat ketelitian klasifikasi / interpretasi minimum dengan menggunakan penginderaan jauh harus tidak kurang dari 85 %. 2. Ketelitian klasifikasi / interpretasi harus lebih kurang sama untuk beberapa kategori (Lillesand dan Kiefer, 1990) 2.3.2. Karakteristik Saluran Spektral / Saluran Landsat TM Sistem Thematic Mapher meliput lebar sapuan (scanning) sebesar 185 km, direkam dengan menggunakan tujuh saluran panjang gelombang, yaitu tiga saluran panjang gelombang tampak, tiga-saluran panjang gelombang inframerah dekat, dan satu saluran panjang gelombang inframerah termal. Panjang gelombang dan karakteristik saluran spektral yang digunakan pada setiap saluran Landsat TM dijelaskan pada Tabel 2. Tabel 2. Karakteristik Spektral Landsat TM Saluran / Band
1
Panjang Gelombang (m)
0,45 - 0,52
Karakteristik Dirancang untuk membuahkan peningkatan penetrasi ke dalam tubuh air, dan juga untuk mendukung analisis sifat khas penggunaan lahan tanah dan vegetasi. Pada batas kisaran atas adalah puncak penyerapan klorofil yang sangat dibutuhkan untuk membedakan tanah dari vegetasi dan tanaman berdaun lebar dan berdaun jarum
12
Saluran / Band
Panjang Gelombang (m)
Karakteristik
0,52-0,60
Terutama dirancang untuk penginderaan puncak pantulan vegetasi pada spektrum hijau yang terletak diantara dua spektral serapan klorofil. Tanggapan pada saluran ini dimaksudkan untuk menekankan pembedaan vegetasi dan penilaian kesuburan.
0,63-0,69
Merupakan saluran terpenting untuk memisahkan vegetasi. Saluran ini berada pada salah satu bagian serapan klorofil dan memperkuat kontras antara kenampakan vegetasi dan bukan vegetasi, juga menajamkan kontras antara kelas vegetasi.
0,76 - 0,90
Dipilih agar tanggapan terhadap sejumlah biomassa vegetasi yang terdapat pada daerah kajian. Hal ini membantu identifikasi tanaman dan akan memperkuat kontras antara tanaman-tanah dan lahan-air.
1,55- 1,75
Penting untuk menentukan jenis tanaman, kandungan air pada tanaman dan kondisi kelembaban tanah. Saluran ini juga penting untuk membedakan antara awan, salju, dan es.
6
2,08-2,35
Saluran ini penting untuk pemisah formasi batuan. Perbandingan saluran 5 dan 7 digunakan untuk pemetakan secara hidrotermal perubahan batuan sehubungan dengan kandungan mineral.
7
10,4 - 12,5
Saluran infra merah termal yang dikenal bermanfaat untuk klasifikasi vegetasi, pemisah kelembaban tanah dan sejumlah gejala lain yang berhubungan dengan panas.
2
3
4
5
Sumber : Lillesand dan Kiefer, 1990. 2.4. Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah cabang dari teknologi informasi yang didefinisikan sebagai sistem informasi berbasis komputer yang dapat melakukan penyimpanan, editing, manipulasi, transformasi analisis, dan penyajian terhadap data bereferensi geografis. Adapun fungsi utama yang terdapat dalam sebuah SIG adalah : 1. Perolehan Data (Data Capture) Fungsi perolehan data dalam citra SIG terbagi dalam dua jenis data, yaitu data grafis (peta melalui proses digitasi, citra dan sebagainya) dan data tabular (entry data dilakukan melalui keyed-in atau dari file yang telah ada). 2. Penyimpanan dan Manipulasi Data (Data Storage and Manipulalion) Fungsi kedua merupakan tempat pengelolaan dan editing data. Semua pekerjaan aktualisasi dan penambahan-penambahan data baru dapat dilakukan dalam sebuah SIG.
13
3. Analisis Data (Data Analysis) SIG juga mempunyai kemampuan analisis yang dapat digunakan untuk menghasilkan informasi-informasi baru dan dapat dimanfaatkan untuk membantu proses pengambilan keputusan. Beberapa jenis analisis yang dapat dilakukan adalah database query, analisis spasial dan modeling. 4. Penayangan Data (Data Display) Semua data dan informasi yang tersimpan dalam SIG dapat ditampilkan dalam bentuk peta, laporan-laporan.
III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Letak Geografis dan Luas Kota Bogor terletak diantara 106° 43' 30" BT - 106° 51' 00" BT dan 06° 30' 30" LS - 06° 41' 00 " LS serta mempunyai ketinggian rata-rata minimal 190 meter, maksimal 350 meter dengan jarak dari ibukota kurang lebih 60 kilometer. Kota Bogor mempunyai luas wilayah 118,50 km2 yang terbagi menjadi 6 kecamatan yaitu Kecamatn Bogor Barat, Kecamatan Tanah Sareal, Kecamatan Bogor Utara, Kecamatan Bogor Tengah, Kecamatan Bogor Timur, dan Kecamatan Bogor Selatan. Adapun batas-batas Kota Bogor adalah: 1. Selatan
: Berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor.
2. Timur
: Berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor.
3. Utara
: Berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Bojong Gede dan Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor.
4. Barat
: Berbatasan dengan Kecamatan Kemang dan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor.
3.2. Kondisi Fisik Lingkungan 3.2.1. Topografi Kemiringan Kota Bogor berkisar antara 0 - 15 % dan sebagian kecil daerahnya mempunyai kemiringan antara 15 - 30 %. Jenis tanah hampir di seluruh wilayah adalah Latosol coklat kemerahan dengan kedalaman efektif tanah lebih dari 90 cm dengan tekstur tanah yang halus serta bersifat agak peka terhadap erosi. Kedudukan topografis Kota Bogor di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor serta lokasinya yang dekat dengan ibukota negara merupakan potensi yang strategis untuk perkembangan dan pertumbuhan kegiatan ekonomi. Kedudukan Bogor di antara jalur tujuan Puncak atau Cianjur juga mcrupakan potensi strategis bagi pertumbuhan ekonomi.
15
3.2.2. Klimatologi Kota Bogor mempunyai ketinggian dari permukaan laut minimal 190 meter dan maksimal 330 meter. Keadaan cuaca dan udara yang sejuk dengan suhu rata-rata setiap bulan adalah 26 °C dan kelembaban udaranya kurang lebih 70 %. Suhu terendah di Bogor adalah 21,8 °C, paling sering terjadi pada bulan Desember dan Januari. Arah mata angin dipengaruhi oleh angin muson. Bulan Mei - Maret dipengaruhi angin Muson Barat dengan arah mata angin 6 % terhadap arah Barat. 3.2.3. Geologi Jenis tanah hampir di seluruh wilayah adalah Latosol coklat kemerahan dan sebagian bcsar mengandung tanah liat serta bahan-bahan yang berasal dari letusan gunung berapi, sehingga keadaan tanahnya mengandung tanah liat, batubatuan dan pasir. Ketahanan tanah di daerah ini bisa mencapai 2 sampai 5 kg/cm2, sedangkan pada tempat yang tidak berbatu masih menahan 1,50 kg/cm2. 3.3. Keadaan Penduduk Berdasarkan data kependudukan Kota Bogor yang disajikan pada Tabel 3 diketahui jumlah penduduk Kota Bogor 2006 mencapai 879.138 jiwa dengan kepadatan rata-rata mencapai 7419 jiwa/km2. Wilayah dengan jumlah penduduk terbanyak terdapat pada Kecamatan Bogor Selatan namun memiliki kepadatan penduduk terkecil yaitu 5.547 jiwa/km2. Kecamatan Bogor Tengah memiliki kepadatan tertinggi dibandingkan dengan kecamatan lain yaitu mencapai 13.047 Jiwa/km2. Kepadatan yang tinggi tersebut disebabkan karena wilayah Kecamatan Bogor Tengah merupakan pusat aktivitas pemerintahan, perekonomian, perindustrian dan pariwisata serta terdapatnya sarana dan prasarana yang mendukung sehingga banyak masyarakat bermukim di wilayah ini. Tabel. 3. Data Kependudukan Kota Bogor Tahun 2006
No. 1 2 3 4 5 6
Wilayah Bogor Selatan Bogor Timur Bogor Utara Tanah Sereal Bogor Tengah Bogor Barat Jumlah
Jumlah Penduduk 170.909 89.237 153.843 163.226 106.075 195.808 879.098
Luas (km2) 30,81 10,15 17,72 18,84 8,13 32,85 118,50
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bogor, 2006.
Kepadatan Penduduk (Jiwa/km2) 5.547 8.792 8.682 8.664 13.047 5.961 7.419
16
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan data dan pengecekan lapangan dilakukan di Kota Bogor sebagai mana terlihat pada Peta Aministratif Kota Bogor pada Gambar 1 Tahap selanjutnya berupa pengolahan data yang dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan dan Permodelan Spasial Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor Waktu pelaksanaan penelitian yaitu mulai dari penyusunan proposal, pengambilan data lapangan hingga pengolahan dilaksanakan selama 4 bulan. Penelitian dilakukan pada bulan November 2007 – Februari 2008.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian. 4.2. Alat dan Bahan Alat yang diperlukan untuk pengolahan data dan analisis data yaitu satu set komputer beserta perangkat lunak ERDAS Imagine 9.0 untuk pengolahan citra, ArcView untuk pengolahan Sistem Informasi Geografis dan analisis data, Microsoft Excel untuk pengolahan data estimasi suhu, GPS untuk pengecekan lapangan, kamera dan alat tulis.
17
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa Citra Landsat TM (Path 122 Row 65) tahun penyiaman dari Tahun 1991, Tahun 1997, Tahun 2001 dan Tahun 2006, peta batas administratif kecamatan, data pendukung berupa data kependudukan. 4.3. Metode Penelitian Kegiatan Pengolahan citra Landsat TM dan ETM menggunakan perangkat lunak ERDAS Imagine. Pengolahan citra Landsat TM dan ETM meliputi layer stack, koreksi geometrik, pemotongan citra, klasifikasi penutupan lahan, uji akurasi untuk hasil klasifikasi penutupan lahan dan konversi band 6 menjadi suhu udara permukaan. 4.3.1. Layer stack Layer stack merupakan suatu proses pengkonversian dan penggabungan band. Band yang berbentuk .Tiff dikonversi menjadi bentuk .img, dan penggabungan band dilakukan sesuai kebutuhan. Pada penelitian ini band yang digabungkan adalah band 1, 2, 3, 4, 5, dan 7, sedangkan untuk band 6 hanya dikonversi dari bentuk .Tiff menjadi .Img. 4.3.2. Koreksi Geometrik Data citra yang telah dilayer stack kemudian di koreksi berdasarkan koordinat geografisnya yang disebut dengan koreksi geometrik. Proses koreksi geometrik dilakukan dengan dua cara yaitu koreksi citra ke peta acuan atau koreksi citra ke citra acuan yang telah terkoreksi (Jaya, 1997 dalam Haris, 2006). Pada penelitian kali ini koordinat yang digunakan adalah Universal Transverse Mercator (UTM) dan sebagai acuan adalah citra Tahun 2006 yang telah terkoreksi. Penggunaan koordinat UTM dimaksudkan untuk mempermudah proses analisis. Adapun langkah-langkah pengkoreksian citra adalah sebagai berikut: a. Koreksi geometrik citra menggunakan titik ikat medan (GCP) pada citra Landsat yang akan dikoreksi dengan peta atau citra acuan. Pada penelitian ini yang digunakan adalah citra Tahun 2006 yang telah terkoreksi (proses georeferensi dari citra ke citra). Dari citra yang
18
akan dikoreksi diambil koordinat filenya, dan citra acuan diambil koordinat lintang dan bujur pada lokasi yang sama. b. Pencarian harga error dari titik kontrol agar dapat diketahui tingkat kesalahan pengolahan, dengan harga error maksimum 0,1. c. Jika error mendekati 0,5 maka dapat dilakukan koreksi dengan interpolasi nearest neighbours. 4.3.3. Pemotongan Citra (Subset) Pemotongan citra dilakukan sesuai dengan sesuai daerah penelitian. Pada penelitian ini citra yang telah terkoreksi dipotong dengan peta Batas Administratif Kota Bogor yang diperoleh dari BAPPEDA Kota Bogor. 4.3.4. Klasifikasi Penutupan Lahan Klasifikasi merupakan kegiatan proses pengelompokan dari nilai-nilai spektral pada citra. Terdapat dua metode pengelompokan kelas yaitu klasifikasi terbimbing dan klasifikasi tidak terbimbing. Klasifikasi yang digunakan pada penelitian ini adalah klasifikasi terbimbing yang menggunakan training sample. Adapun langkah yang dilakukan adalah : a. Pengambilan Sampel Sebelum dilakukan proses klasifikasi peta diambil daerah latihan (training sample areas) dengan menggunakan peta rupa bumi sebagai acuan. Pengambilan sampel berdasarkan pada kenampakan warna yang terdapat pada citra atau pengamatan visual. Sampel dibagi dalam kelas lahan bervegetasi (vegetasi rapat dan campuran), ladang, sawah, semak dan rumput, area terbangun, dan badan air. b. Proses Klasifikasi Klasifikasi dilakukan terhadap hasil sampling dengan menggunakan metode
pengkelas
kemiripan
maksimum
(maximum
likehood
classification). Metode klasifikasi pengkelas kemiripan maksimum yaitu metode
mempertimbangkan
kemiripan
spektral
dengan
spektral
maksimum suatu objek yang dominan akan dimasukkan menjadi satu kelas dan jika nilai spektralnya jauh dari maksimum akan dimasukkan kedalam kelas lain. Pada proses klasifikasi ini akan diperoleh citra kelas pentupan lahan dan presentase penutupan lahan dari masing-masing kelas.
19
4.3.5. Uji Akurasi Proses uji akurasi hanya dilakukan pada pengolahan penutupan lahan. Kegiatan uji akurasi digunakan untuk menilai seberapa besar kesesuaian antara hasil klasifikasi dengan kondisi tutupan lahan dilapangan. Uji akurasi dilakukan dengan cara memasukan titik ikat medan (GCP) yaitu titik-titik sample di lapangan pada citra yang telah diklasifikasikan yaitu titik-titik sample di lapangan. 4.3.6. Konversi Band 6 menjadi Suhu Udara Permukaan Data citra yang dikonversi adalah nilai-nilai pixel pada band 6 citra landsat yang disebut digital number (DN). Menurut USGS dalam Panuju et al. (2003) Konversi data citra menjadi data temperatur menggunakan 2 tahapan konversi yaitu: 1. Konversi Digital Number (DN) menjadi spectral Radiance (Lλ) Radiance (Lλ) = (gain x DN)+ offset Dimana : Lλ = Radian Spektral dalam watt Gain merupakan konstanta: 0,05518 DN (Digital Number) berasal dari nilai pixel pada citra Offset merupakan konstanta 1,2378 Rumus diatas merupakan hasil penyederhanaan dari rumus : Lλ = ((Lmax-Lmin)/(QCALmax-QCALmin)x (QCAL-QCALmin)+Lmin Dimana: QCALmin=1, QCALmax=255, dan QCAL=Digital Number Lmin dan Lmax adalah radian spektral (spektral radiance) menjadi temperatur. 2. Konversi Radian Spektral (Spectral Radiance) menjadi temperatur. Citra band thermal (band 6) dapat dikonversi menjadi peubah fisik dengan asumsi bahwa emisinya adalah satu. Persamaan konversi radian spektral menjadi temperatur adalah sebagai berikut: T = K2/ln(K1/ Lλ+1) Dimana: T
= Temperatur
20
K1 = Konstata dalam watts dengan nilai 666,09 ETM+ dan 607,76 untuk TM K2 = Konstata Kelvin dengan nilai 1282,71 untuk ETM+ dan 1260,56 untuk TM Lλ = Radian Spektral dalam watt. 4.3.7. Pewarnaan Ulang (Recode) Hasil dari pengklasifikasian diwarnai ulang (recode) sesuai dengan keinginan. Pewarnaan ulang ini ditujukan untuk mempermudah dalam mengenali kelas-kelas baik dalam penutupan lahan maupun suhu permukaan. 4.3.8. Hasil Hasil dari semua proses pengolahan citra dihasilkan 2 jenis peta yaitu peta penutupan lahan dan peta distribusi suhu permukaan. Pada tiap jenis peta terdiri dari 2 peta yaitu peta Tahun 1997 dan Tahun 2006. Semua peta yang dihasilkan akan dihitung luasannya. Hasil dari perhitungan luasan digunakan untuk proses analisis yaitu dengan membandingkan luasan berdasarkan tahun. Tahapan pengolahan citra ini dapat dilihat pada Gambar 2.
21
Gambar 2. Bagan Alir Pengolahan dan Analisis Data. 4.4. Analisis Data Hasil overlay dianalisis untuk mengetahui perkembangan suhu udara permukaan akibat adanya perubahan tutupan lahan di Kota Bogor. Overlay
22
dilakukan antara peta penutupan lahan dengan peta administratif kecamatan untuk mengetahui luasan penutupan lahan pada setiap kecamatan di Kota Bogor. Hasil dari overlay tersebut kemudian dibandingkan antara Tahun 1997 dengan Tahun 2006. Kemudian dilakukan pula overlay antara peta distribusi suhu dengan peta administratif untuk mengetahui luasan distribusi suhu permukaan pada setiap kecamatan di Kota Bogor. Dari hasil overlay tersebut kemudian dilakukan perbandingan pola distribusi suhu permukaan pada setiap kecamatan. Selain itu, dilakukan pula overlay antara peta distribusi suhu permukaan dengan peta penutupan lahan untuk rnengetahui hubungan penutupan lahan dengan distribusi suhu. Proses overlay peta-peta dapat dijelaskan pada Gambar 3.
Gambar 3. Analisis Overlay.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Penutupan Lahan Penginderaan jarak jauh dapat digunakan dengan mudah untuk mengenali suatu penutupan lahan pada suatu wilayah di permukaan bumi, hal tersebut sesuai dengan asumsi bahwa suatu objek di permukaan bumi yang memiliki kondisi penutupan lahan yang sama akan mempunyai sifat-sifat reflektansi yang sama pula dan asumsi bahwa variasi variabel ganda (multivariant) nilai digital pada suatu area mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kondisi penutupan lahannya (Lillesand and Kiefer, 1979). Pengolahan citra Landsat TM dan ETM Kota Bogor di analisis dan diklasifikasikan
berdasarkan
survey
pendahuluan
yang
telah
dilakukan
sebelumnya. Berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan secara umum, Kota Bogor diklasifikasikan menjadi 7 kelas penutupan lahan, yaitu: 1. Lahan bervegetasi pohon (vegetasi pohon rapat dan vegetasi pohon jarang) 2. Ladang 3. Sawah 4. Semak dan rumput 5. Area terbangun 6. Badan air 7. Tidak ada data. 5.1.1. Kategori Kelas Penutupan Lahan Kota Bogor 5.1.1.1.
Lahan Bervegetasi pohon (vegetasi pohon rapat dan vegetasi pohon campuran) Lahan bervegetasi pohon pada penelitian ini tidak membedakan antara
vegetasi rapat dan vegetasi campuran. Hal tersebut dikarenakan bahwa jenis lahan bervegetasi pohon rapat dan jenis lahan bervegetasi pohon jarang memberikan pengaruh yang hampir sama terhadap perubahan suhu. Selain itu, dengan pertimbangan bahwa lokasi penelitian mempunyai area yang tidak terlalu luas dan merupakan kawasan perkotaan maka lahan bervegetasi pohon rapat dan lahan bervegetasi pohon jarang tidak perlu dibedakan.
24
Berdasarkan penjelasan di atas maka beberapa contoh dari kategori lahan bervegetasi pohon di Kota Bogor adalah hutan tanaman keras (Hutan Litbang CIFOR dan Kebun Raya Bogor) yang disajikan pada Gambar 4, sempadan sungai, tanaman pekarangan rumah berupa tanaman keras dengan luasan yang bisa dideteksi citra landsat TM dan ETM sebagai lahan bervegetasi dan beberapa tempat pemakaman umum.
(a)
(b) Gambar 4. (a) Hutan Litbang CIFOR di wilayah Kecamatan Bogor Barat. (b) Kebun Raya Bogor di wilayah Kecamatan Bogor Tengah. 5.1.1.2.
Ladang Ladang yang dimaksud berupa lahan pertanian kering dan pekarangan
rumah yang ditanami bukan tanaman keras. Untuk lahan pertanian kering pada musim penghujan atau pada kondisi tertentu ada yang berubah fungsi menjadi lahan pertanian basah (sawah) yang ditanami dengan tanaman padi dengan kondisi lahan sering tergenang air. Area ladang di Kota Bogor terutama banyak dijumpai di Kecamatan Bogor Utara (Tegal Gundul, Tanah Baru, Ciluar, Cimahpar, dan Katulampa) seperti terlihat pada Gambar 5.
25
(a)
(b) Gambar 5. (a) Ladang Singkong di Cimahpar-Bogor Utara. (b) Ladang Talas di Situgede-Bogor Barat. 5.1.1.3.
Sawah Sawah di Kota Bogor berupa sawah beririgasi dan sawah tadah hujan.
Secara umum sawah juga dapat dibedakan menjadi dua yaitu sawah belum ditanami sampai awal masa tanam dan sawah siap panen. Sawah belum ditanami sampai awal masa tanam pada umumnya tegenang air hal ini mungkin sekali sawah pada citra Landsat TM dan Landsat ETM terdeteksi sebagai badan air. Pada kelas penutupan lahan berupa sawah ini hampir sama dengan ladang pada musim kemarau atau pada kondisi tertentu dapat berubah fungsi menjadi ladang. Lahan persawahan banyak dijumpai pada Kecamatan Bogor Barat (Kelurahan Situ Gede, Balumbang Jaya, dan Margajaya) serta Kecamatan Bogor Selatan (Kelurahan Cikaret). Contoh lahan persawahan dapat dilihat pada gambar 6.
26
(a)
(b) Gambar 6. (a) Sawah belum ditanami di Situgede-Bogor Barat. (b) Sawah Siap Panen di Situgede-Bogor Barat. 5.1.1.4.
Semak dan Rumput Tipe kelas penutupan lahan semak dan rumput di kategorikan sebagai
lahan yang penutupan lahannya di dominasi rumput dan tumbuhan bawah. Di Kota Bogor kelas penutupan lahan ini sebagian besar luasan dijumpai di Kecamatan Bogor Barat (Kelurahan Menteng) berupa lapangan golf dan Kecamatan Bogor Tengah berupa padang rumput di depan halaman Istana Bogor dan padang rumput yang merupakan tempat bermain di Kebun Raya Bogor). Pada Gambar 7 dapat dilihat contoh penutupan lahan semak dan rumput di Kota Bogor.
27
(a)
(b) Gambar 7. (a) Rumput di Halaman Istana Bogor-Bogor Tengah. (b) Rumput di Kebun Raya Bogor-Bogor Tengah. 5.1.1.5.
Terbangun Kategori dari kelas penutupan lahan area terbangun ini adalah berupa
bangunan dan daerah pengerasan termasuk didalamnya jalan aspal ataupun beton. Kategori dari kelas penutupan lahan area terbangun ini sangat mendominasi kawasan di Kecamatan Bogor tengah diluar area Istana Bogor dan Kebun Raya Bogor. Contoh gambar penutupan lahan terbangun ini dapat dilihat pada Gambar 8. Seiring pertumbuhan penduduk di Kota Bogor diperkirakan luas area terbangun ini akan semakin bertambah.
(a) (b) Gambar 8. (a) Bangunan di wilayah Kecamatan Bogor Tengah. (b) Perumahan Taman Yasmin-Bogor Barat.
28
5.1.1.6.
Badan Air Kategori lahan yang termasuk kedalam kelas penutupan badan air ini
adalah danau dan sungai. Kelas penutupan lahan ini berada di sepanjang Sungai Cisadane, Sungai Ciliwung dan Situ Gede di Kecamatan Bogor Barat. Contoh gambar badan air ini dapat dilihat pada Gambar 8. Badan air ini keberadaannya sangat mempengaruhi keberadaan sawah yang bertipe irigasi. Di Kecamatan Bogor Barat keberadaan Situ Gede dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat untuk mengairi sawah mereka.
Gambar 9. Situ Gede di wilayah Kecamatan Bogor Barat. 5.1.1.7.
Tidak Ada Data Kelas penutupan lahan Tidak ada data adalah pentupan lahan yang tertutup
oleh awan dan bayangan awan sehingga tidak dapat diketahui kondisi sesungguhnya. Kelas penutupan ini disebabkan karena kondisi cuaca pada saat pengambilan citra. 5.1.2. Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 1997 Dari hasil pengolahan citra Landsat TM pada tanggal 28 Juli 1997 diperoleh luasan dan persentase penutupan lahan di Kota Bogor dengan Overall Classification Accuracy 87,80% sebagaimana disajikan pada tabel 4. Pada Gambar 10 dapat dilihat distribusi suhu permukaan di Kota Bogor Tahun 1997. Tabel 4. Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 1997 No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Penutupan Lahan Badan air Vegetasi pohon Sawah Ladang Semak dan rumput Terbangun Jumlah
Tahun 1997 Luas (Ha) Persentase (%) 107,73 0,91 2.813,94 23,84 702,00 5,95 2.641,23 22,38 345,15 2,92 5.191,65 43,99 11.801,70 100,00
Overall Classification Accuracy 1997= 87,80%
29
Gambar 10. Peta Penutupan Lahan Kota Bogor 1997.
30
Total luas wilayah Kota Bogor pada Tahun 1997 berdasarkan pengolahan citra adalah 11.801,61 Ha. Luasan penutupan lahan terbesar di Kota Bogor Tahun 1997 adalah pada kelas area terbangun yaitu seluas 5.191,65 Ha dengan persentase 43,99 % dari total luas wilayah Kota Bogor. Kelas penutupan lahan ini tesebar pada seluruh kecamatan di Kota Bogor. Tipe penutupan lahan ini mendominasi sebagian besar wilayah di Kecamatan Tanah Sereal, Bogor Utara, Bogor Barat, Bogor Tengah, dan Bogor Timur. Pada Kecamatan Bogor Tengah di luar area Istana Bogor dan Kebun Raya Bogor hampir seluruh wilayahnya tertutupi tipe penutupan lahan ini, hal ini dikarenakan Kecamatan Bogor Tengah merupakan pusat perekonomian dan pusat pemerintahan Kota Bogor. Sedangkan luas area terbangun terkecil terdapat di Kecamatan Bogor Selatan. Luasnya area terbangun di Kota Bogor dikarenakan Kota Bogor merupakan salah kota yang memiliki potensi lebih dibandingkan dengan kota yang lain dengan lokasi yang strategis sekitar 56 km dari DKI Jakarta yang merupakan ibukota negara. Secara tidak langsung Kota Bogor mendapatkan perhatian
lebih
sebagai
kota
penyangga
yang
sangat
mempengaruhi
perkembangannya. Sebagai kota penyangga Kota Bogor mempunyai aktivitas perekonomian yang cukup tinggi. Tingginya aktivitas perekonomian ini menimbulkan
kecenderungan
masyarakat
untuk
tinggal
disekitar
pusat
perekonomian dengan tujuan mendapatkan akses yang mudah untuk melakukan kegiatan ekonomi. Hal ini dibuktikan dengan kondisi Kecamatan Bogor Barat yang sebagian besar wilayahnya ditutupi oleh area terbangun. Penutupan lahan terluas kedua di Kota Bogor pada Tahun 1997 adalah kelas penutupan lahan bervegetasi pohon yaitu dengan luasan 2.813,94 Ha yang menutupi 23,84 % dari total luasan wilayah Kota Bogor. Kondisi ini dikarenakan Kota Bogor memiliki Hutan CIFOR (Center for International Research) yang berada di Kecamatan Bogor Barat dan Kebun Raya Bogor yang berada Kecamatan Bogor Tengah. Selain itu, kondisi penutupan lahan Kota Bogor pada Tahun 1997 terutama di Kecamatan Bogor Selatan masih banyak tersebar area yang ditutupi vegetasi walaupun itu kemungkinan bukan merupakan hutan melainkan hanya perkebunan saja. Kecamatan Bogor Utara pada Tahun 1997 juga
31
pada sebagian wilayahnya yaitu di Kelurahan Tanah Baru masih terdapat beberapa area yang ditutupi dengan vegetasi. Ladang di Kota Bogor pada Tahun 1997 merupakan tutupan lahan terluas ketiga dengan luasan 2.641,23 Ha yang berarti menutupi 22,38 % dari total luas wilayah Kota Bogor. Ladang tersebar merata di 4 kecamatan yaitu Kecamatan Tanah Sereal, Bogor Barat, Bogor Utara, dan Bogor Selatan. Sedangkan di Bogor Tengah hanya sebagian kecil dari wilayahnya yang ditutupi oleh ladang. Secara umum ladang menyebar pada pinggiran Kota yang letaknya berjauhan dari pusat kota yang berada di Bogor Tengah. Walaupun Kota Bogor mempunyai curah hujan bulanan yang cukup tinggi yaitu 250-335 mm ternyata kondisi pertaniannya tidak didominasi oleh sawah. Berdasarkan hasil pengolahan citra Landsat TM Tahun 1997 luasan sawah di Kota Bogor adalah sebesar 702 Ha yaitu 5,95 % dari total luasan Kota Bogor. Kondisi persawahan di Kota Bogor ada yang berupa sawah tadah hujan dan sawah irigasi. Sebagian besar luasan sawah di Kota Bogor berada di wilayah Kecamatan Bogor Barat. Semak dan rumput memiliki luas penutupan lahan urutan kelima yaitu sebesar 345,15 Ha menutupi 2,29 % dari total luasan Kota Bogor. Semak dan rumput sebagian besar terdapat di padang rumput Istana Bogor dan padang golf di Kecamatan Bogor Barat. Sedangkan luasan penutupan lahan terkecil adalah badan air dengan luasan sebesar 107,73 Ha yang menutupi 0,91 % dari total luasan Kota Bogor. Komponen penyusun Badan air di Kota Bogor ini di dominasi oleh Sungai Cisadane, Sungai Ciliwung dan Situ Gede yang terletak di Kecamatan Bogor Barat. 5.1.3. Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 2006 Dari hasil pengolahan citra Landsat ETM penyiaman 27 Juni 2006 diperoleh penutupan lahan yang disajikan pada Gambar 11. dengan akurasi 90,24 %. Tiap-tiap kelas penutupan lahan menunjukan perbedaan baik presentase maupun luasannya. Berikut ini kelas penutupan lahan, luasan, dan persentase dari luas wilayah Kota Bogor disajikan pada tabel 5.
32
Gambar 11. Peta Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 2006.
33
Tabel 5.Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 2006 No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Penutupan Lahan Badan air Vegetasi pohon Sawah Ladang Semak dan rumput Terbangun Jumlah
Tahun 2006 Luas (Ha) persentase (%) 92,16 0,78 2.717,28 23,02 797,31 6,76 2.255,85 19,11 341,46 2,89 5.597,64 47,43 11.801,70 100,00
Overall Classification Accuracy 1997= 90,24% Luas penutupan lahan terbesar di Kota Bogor pada Tahun 2006 adalah kelas penutupan lahan terbangun dengan luasan 5.597,70 Ha yaitu 47,43 dari total luasan Kota Bogor. Dari lima kecamatan yang ada di Kota Bogor 4 diantaranya didominasi oleh kelas penutupan terbangun. Kelas penutupan lahan terbangun ini mendosminasi di Kecamatan Bogor Barat, Tanah Sereal, Bogor Utara, Bogor Tengah, dan Bogor Timur. Diperkirakan luasan kelas penutupan lahan terbangun ini akan terus bertambah seiring pertambahan jumlah penduduk. Pertambahan jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan ruang yang lebih untuk tempat tinggal dan berbagai aktivitasnya. Penutupan lahan terluas kedua di Kota Bogor pada Tahun 2006 adalah kelas penutupan lahan bervegetasi pohon yaitu dengan luasan 2.717,28 Ha yang menutupi 23,02 % dari total luas Kota Bogor. Penutupan lahan vegetasi terletak menyebar di Kecamatan Tanah Sereal, Bogor Utara, Bogor Timur, dan Bogor Selatan. Di Kecamatan Bogor Barat terletak mengelompok di Hutan CIFOR (Center for International Research) dan di Kecamatan Bogor Tengah terletak mengelompok di Kebun Raya Bogor. Sebagian besar luasan kelas penutupan lahan bervegetasi terdapat di Bogor Selatan. Ladang di Kota Bogor pada Tahun 2006 memiliki luasan 2.255,85 Ha yang berarti menutupi 19,11 % dari total luas Kota Bogor. Kecamatan Bogor Selatan adalah kecamatan yang memiliki luas ladang paling luas. Kecamatan lain yang memiliki luas ladang yang cukup luas juga adalah Kecamatan Bogor Utara. Kecamatan Bogor Tengah memiliki luas penutupan lahan berupa ladang yang paling kecil dibandingkan kecamatan lainnya. Hal ini disebabkan sebagian luasan di Kecamatan Bogor Tengah telah terbangun untuk menunjang berbagai kegiatan ekonomi dan pemerintahan. Selain itu, Kecamatan Bogor Tengah berdasarkan
34
hasil pengolahan citra memiliki luasan yang paling kecil dibandingkan kecamatan yang lain yaitu hanya seluas 825,21 Ha. Kondisi pertanian berupa ladang ini di Kota Bogor terletak menyebar dipinggiran Kota. Kondisi persebaran ladang ini terlihat jelas pada peta penutupan lahan Tahun 2006 yaitu pada gambar 11. Dari hasil klasifikasi berdasarkan pengecekan lapang kelas penutupan lahan berupa sawah di Kota Bogor pada Tahun 2006 seluas 797,31 Ha menutupi 6,76 % dari total luasan Kota Bogor. Sebagian besar luasan sawah di Kota Bogor pada Tahun 2006 terdapat di Kecamatan Bogor Barat dan Kecamatan Bogor Selatan. Dari hasil survey langsung dilapangan diketahui bahwa kondisi hidrologi pada area pertanian di Kecamatan Bogor Barat dan Kecamatan Bogor Selatan cukup bagus untuk persawahan. Area pertanian di dua kecamatan ini sering tergenang air. Ketersediaan air inilah yang menyebabkan banyak masyarakat yang menjadikan areal pertaniannya menjadi sawah. Berdasarkan rekapitulasi luasan hasil pengolahan citra Landsat ETM 2006 kelas penutupan lahan berupa semak dan rumput di Kota Bogor pada Tahun 2006 adalah seluas 341,46 Ha dengan persentase 2,89 % dari total luasan Kota Bogor. Pada tahun 2006 ini semak dan rumput terluas di Kecamatan Bogor Selatan. Pada peta penutupan lahan 2006 yaitu pada gambar 11. terlihat bahwa semak dan rumput terletak menyebar di Kecamatan Bogor Selatan. Selain di Kecamatan Bogor Selatan semak dan rumput juga terdapat di padang rumput Istana Bogor dan padang golf di Kecamatan Bogor Barat. Kelas penutupan lahan dengan luasan terkecil pada tahun 2006 di Kota Bogor adalah badan air. Luasan badan air di Kota Bogor seluas 92,16 Ha yang berarti menutupi 0,78 % dari total luasan Kota Bogor. Komponen penyusun Badan air di Kota Bogor ini di dominasi oleh Sungai Cisadane, Sungai Ciliwung dan Situ Gede yang terletak di Kecamatan Bogor Barat. 5.2. Perubahan Penutupan Lahan Dari hasil pengolahan citra Landsat TM 1997 dan ETM 2006 diketahui bahwa perubahan penutupan lahan di Kota Bogor terjadi pada setiap kelas penutupan lahan. Perubahan penutupan lahan sangat dipengaruhi oleh perubahan jumlah penduduk dengan berbagai aktifitasnya dalam memenuhi kebutuhan
35
hidup. Peningkatan luasan penutupan lahan terjadi pada kelas penutupan lahan berupa sawah dan kelas penutupan lahan terbangun. Tabel 6. Data Kependudukan Kota Bogor Tahun 1997 dan 2006
No. 1 2 3 4 5 6
Wilayah Bogor Selatan Bogor Timur Bogor Utara Tanah Sereal Bogor Tengah Bogor Barat Jumlah
Jumlah Rumah Tangga 1997 2006 28.041 39.050 14.151 18.594 23.506 35.187 26.613 35.517 19.421 24.256 36.047 41.753 147.779 194.357
Jumlah penduduk 1997 2006 131.756 170.909 66.976 89.237 101.436 153.843 119.651 163.226 103.973 106.075 150.088 195.808 673.880 879.098
Luas (km2) 30,81 10,15 17,72 18,84 8,13 32,85 118,50
Kepadatan Penduduk (Jiwa/km2) 1997 2006 4.276 5.547 6.599 8.792 5.724 8.682 6.351 8.664 12.789 13.047 4.569 5.961 5.687 7.419
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bogor, 1998 dan 2006
6000
Luas (Ha)
5000 4000 1997
3000
2006
2000 1000 0 Badan air
Vegetasi
Sawah
Ladang
Semak dan Terbangun rumput
Penutupan Lahan
Gambar 12. Grafik Perubahan Penutupan Lahan. Pada Gambar 12 terlihat bahwa dari berbagai kelas penutupan lahan di Kota Bogor, yang mengalami peningkatan jumlah luasan paling besar adalah kelas penutupan lahan terbangun. Luasan kelas penutupan lahan bertambah dari 5191,65 Ha pada Tahun 1997 bertambah menjadi 5597,64 Ha. Hal ini berarti luasan penutupan lahan terbangun di Kota Bogor mengalami peningkatan sebesar 405,99 Ha yaitu sebesar 7,82 % dari luasan penutupun lahan terbangun Tahun 1997. Peningkatan luasan area terbangun di Kota Bogor ini berbanding lurus dengan pertumbuhan penduduk sebagaimana disajikan pada Tabel 6 Pada Tahun
36
1997 jumlah penduduk Kota Bogor sebesar 673.880 jiwa dengan kepadatan 5.687 Jiwa/km2 yang terdiri dari 147.779 rumah tangga, sedangkan pada Tahun 2006 jumlah penduduk Kota Bogor mengalami peningkatan menjadi 879.098 jiwa dengan kepadatan 7.419 Jiwa/km2 yang terdiri dari 194.357 rumah tangga. Walaupun Kecamatan Bogor Tengah merupakan pusat kota, namun perubahan luasan menjadi area terbangun tidak begitu besar. Hal tersebut dikarenakan Kecamatan Bogor Tengah sudah hampir mencapai kapasitas maksimal terbangun. Peningakatan luasan terbangun terbesar terletak di Kecamatan Bogor Selatan. Pada gambar 10 dan gambar 11 yaitu peta penutupan lahan 1997 dan 2006 terlihat bahwa perkembangan area terbangun terjadi dari pusat kota kearah pinggiran kota. Peningkatan luasan terbangun ini biasanya area yang dibangun untuk pemukiman beserta fasilitasnya berupa jalan dan pengerasan pekarangan. Selain kelas penutupan lahan terbangun, kelas penutupan lahan berupa sawah juga mengalami peningkatan luasan. Luasan kelas penutupan lahan sawah pada Tahun 1997 sebesar 702,00 Ha dan mengalami peningkatan luasan menjadi 797,31 Ha pada Tahun 2006. Luasan penutupan lahan berupa sawah meningkat sebesar 95,31 Ha yaitu sebesar 13,58 % dari luasan penutupan lahan berupa sawah pada Tahun 1997. Sebagaimana telah dijelaskan diawal yaitu bahwa untuk lahan pertanian kering (ladang) pada musim penghujan atau pada kondisi tertentu ada yang berubah fungsi menjadi lahan pertanian basah (sawah)
yang ditanami
dengan tanaman padi dengan kondisi lahan sering tergenang air. Jadi, dapat disimpulkan bahwa perubahan ini tidak permanen karena pada suatu waktu dengan kondisi yang berbeda dapat berubah fungsi lagi menjadi ladang kembali. Perubahan permanen hanya akan terjadi bila sawah
dirubah menjadi lahan
terbangun. Penurunan luasan penutupan lahan terjadi pada kelas penutupan lahan berupa badan air, semak dan rumput, ladang, dan vegetasi pohon. Penutupan lahan yang mengalami penurunan luasan terbesar adalah kelas penutupan lahan yang berupa ladang. Penurunan luas penutupan lahan berupa ladang adalah sebesar 385,38 Ha yang berarti mengalami penurunan luasan sebesar 14,59 %. Penurunan luasan ladang ini mungkin terjadi karena makin tingginya kebutuhan
37
penduduk Kota Bogor akan tempat tinggal sebagai akibat terjadinya pertumbuhan penduduk. Selain itu, perubahan luas ladang ini juga dikarenakan sebagian luasan mengalami perubahan fungsi menjadi area pertanian basah (sawah). Kondisi perubahan penutupan lahan dari ladang menjadi sawah ini berlaku juga sebaliknya seperti telah dijelaskan sebelumnya. Penutupan lahan berupa vegetasi pohon dalam kurun waktu 1997 hingga 2006 mengalami penurunan luasan sebesar 96,66 Ha yang berarti vegetasi telah terjadi konversi lahan bervegetasi sebesar 3,44 % dari luasan vegetasi pohon Tahun 1997. Penurunan luasan penutupan lahan bervegetasi pohon selain karena adanya kebutuhan lahan yang lebih untuk tempat tinggal dan konversi ke kelas penutupan lahan lainnya juga disebabkan karena ditebangnya beberapa pohon peneduh jalan. Ditebangnya pohon peneduh jalan ini biasanya dikarenakan kondisi pohon yang sudah terlalu tua, sehingga agar tidak membahayakan pengguna jalan maka pohon di tebang. Penutupan lahan berupa semak dan rumput juga mengalami penurunan luasan yaitu sebesar 3,6 Ha yang berarti mengalami penurunan luasan sebesar 1,04 % dari luasan penutupan lahan berupa semak dan rumput Tahun 1997. penurunan luasan semak dan rumput ini paling sedikit jika dibandingkan dengan kelas penutupan lahan lainnya. Hal ini disebabkan karena semak dan rumput di Kota Bogor sebagian besar luasannya berada pada lapangan golf dan padang rumput Halaman Istana Bogor. Pada kedua tempat ini kemungkinan terjadinya konversi lahan sangat kecil sekali. Berdasarkan citra Landsat TM Tahun 1997 dan ETM 2006 badan air di Kota Bogor juga mengalami penurunan luasan yaitu sebesar 15,57 Ha dengan persentase 14.45 %. Penurunan luasan badan air di Kota Bogor ini kondisinya berbeda dengan kelas penutupan lahan lainnya. Perubahan luasan badan air di Kota Bogor ini sangat dipengaruhi oleh waktu pengambilan citra karena sebagian besar luasan badan air didominasi oleh sungai yaitu sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane. Pada dasar permukaan Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane terdapat banyak bebatuan sehingga apabila pada saat pengambilan citra kondisi debit air sungai menurun maka kemungkinan sungai akan terdeteksi sebagai terbangun.
38
5.3. Distribusi Suhu Permukaan Pada penelitian ini suhu yang digunakan adalah suhu permukaan yang berarti bahwa suhu yang didapatkan berasal dari hasil pemotretan satelit pada waktu itu juga. Jadi, suhu permukaan ini merupakan suhu pada satu waktu dan bukan merupakan suhu rataan dari berbagai waktu dan berbagai kondisi. Perlu diketahui juga bahwa suhu ini adalah suhu yang ditangkap citra diatas permukaan suatu benda di permukaan bumi sehingga hasilnya akan sangat berbeda dengan suhu yang didapat dengan pengukuran manual menggunakan termometer. Distribusi suhu permukaan didapatkan dengan cara mengkonversi band 6 citra
Landsat
menggunakan
perangkat
lunak
ERDAS
Imagine
9.0.
Pengkonversian band 6 ini dilakukan dengan membuat model pada model maker yang ada pada lunak ERDAS Imagine 9.0. Model maker dibuat untuk mengkonversi nilai-nilai pixel pada band 6. Menurut USGS dalam Panuju et al. (2003) konversi data citra menjadi data temperatur menggunakan 2 tahapan konversi yaitu : 3. Konversi Digital Number (DN) menjadi spectral Radiance (Lλ) Radiance (Lλ) = (gain x DN)+ offset Dimana : Lλ = Radian Spektral dalam watt Gain merupakan konstanta: 0,05518 DN (Digital Number) berasal dari nilai pixel pada citra Offset merupakan konstanta 1,2378 Rumus diatas merupakan hasil penyederhanaan dari rumus : Lλ = ((Lmax-Lmin)/(QCALmax-QCALmin)x (QCAL-QCALmin)+Lmin Dimana: QCALmin=1, QCALmax=255, dan QCAL=Digital Number Lmin dan Lmax adalah radian spektral (spektral radiance) menjadi temperatur. 4. Konversi Radian Spektral (Spectral Radiance) menjadi temperatur.
39
Citra band thermal (band 6) dapat dikonversi menjadi peubah fisik dengan asumsi bahwa emisinya adalah satu. Persamaan konversi radian spektral menjadi temperatur adalah sebagai berikut: T = K2/ln(K1/ Lλ+1) Dimana: T = Temperatur K1 = Konstata dalam watts dengan nilai 666,09 ETM+ dan 607,76 untuk TM K2 = Konstata Kelvin dengan nilai 1282,71 untuk ETM+ dan 1260,56 untuk TM Lλ = Radian Spektral dalam watt. Proses klasifikasi suhu permukaan dibedakan menjadi 11 kelas suhu permukaan yaitu < 20 OC, 20-21 OC, 21-22 OC, 22-23 OC, 23-24 OC, 24-25 OC, 2526 OC, 26-27 OC, 27-28 OC, 28-29 OC, ≥ 29 OC. Klasifikasi dilakukan secara otomatis oleh model pada model maker ERDAS Imagine 9.0 berdasarkan 11 kelas di atas. Dari hasil klasifikasi citra Landsat TM 1997 dan ETM 2006 didapatkan suhu terendah 20 OC dan suhu tertinggi 29 OC. Pada kelas suhu < 20 OC dan ≥ 29 O
C dari hasil klasifikasi tidak ditemukan di Kota Bogor.
5.3.1.
Distribusi Suhu Permukaan Berdasarkan Hasil Konversi Citra Landsat Band 6 Tahun 1997 Dari hasil konversi citra Landsat TM 1997 diperoleh 9 kelas distribusi
suhu dengan luasan berbeda-beda untuk tiap kelasnya. Hasil perhitungan luasan pada tiap kelas distribusi suhu disajikan pada Tabel 7 sedangkan distribusi suhu dapat dilihat pada gambar 13. Tabel 7. Distribusi Suhu Permukaan Tahun 1997 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Suhu (OC) <20 20-21 21-22 22-23 23-24 24-25 25-26 26-27 27-28 28-29 ≥29 Jumlah
Luas (Ha) 0 225,00 727,20 3231,00 2152,44 2021,40 2345,40 902,52 300,24 9,00 0 11914,2
Persentase (%) 0 1,89 6,10 27,12 18,07 16,97 19,69 7,58 2,52 0,08 0 100
40
Gambar 13. Peta Distribusi Suhu Permukaan Bogor Tahun 1997.
41
Dari hasil konversi diperoleh kelas suhu yang memiliki distribusi yang cukup luas adalah kelas suhu 22-23 OC hingga kelas suhu 25-26 OC pada masingmasing kelas suhu tersebut memiliki sebaran suhu lebih dari 2000 Ha, bahkan kelas suhu 22-23 OC memiliki penyebaran suhu 3231,00 Ha dengan persentase 27,12 % dari total luasan Kota Bogor. Sedangkan untuk kelas suhu 20-21 OC, 2122 OC, 26-27 OC, 27-28 OC, dan 28-29 OC memiliki luasan kurang dari 1000 Ha bahkan untuk kelas suhu 28-29 OC penyebarannya hanya sebesar 9,00 Ha yaitu hanya 0,08 % dari total luasan Kota Bogor. Kelas suhu 20-21 OC memiliki luasan 225,00 Ha dengan persentase 1,89 % dari total luasan Kota Bogor. Berdasarkan hasil layout antara Peta Distribusi Suhu Permukaan Tahun 1997 dengan Peta Admnistratif Kota Bogor. Kelas suhu 20-21 OC menyebar di 5 kecamatan yaitu Kecamatan Bogor Barat, Tanah Sereal, Bogor Timur, Bogor Tengah, dan Bogor Selatan. Sedangkan di Kecamatan Bogor Utara tidak ditemukan adanya penyebaran kelas suhu ini. Dari hasil layout antara Peta Distribusi Suhu Permukaan Tahun 1997 dengan Peta Penutupan Lahan 1997 didapatkan bahwa kelas suhu 20-21 OC tersebar pada seluruh kelas penutupan lahan tidak terkecuali kelas penutupan lahan terbangun. Luasan terbesar dari kelas suhu ini terdapat pada kelas penutupan lahan bervegetasi. Terdapatnya kelas suhu 20-21
O
C pada area
terbangun mungkin disebabkan terdapatnya vegetasi disekitar terbangun. Kondisi vegetasi disekitar bangunan memberikan efek lebih dingin ke area sekitarnya. Kelas suhu 21-22 OC memiliki luas 727,20 Ha atau sebesar 6,10 % dari total luasan Kotan Bogor. Luasan terbesar dari kelas suhu ini terdapat pada kelas penutupan lahan bervegetasi dengan luasan 330,84 Ha. Jika dilihat sebaran perkecamatan kelas suhu ini memiliki sebaran terluas di Kecamatan Bogor Selatan yaitu sebesar 128,16 Ha. Besarnya luasan kelas suhu ini di Kecamatan Bogor diduga disebabkan Kecamatan Bogor Selatan memiliki tutupan lahan bervegetasi yang luas pula. Kelas suhu 22-23 OC merupakan kelas suhu dengan luas penyebaran terbesar yaitu dengan luasan 3231,00 Ha dengan persentase 27,12 % dari total luasan Kota Bogor. Kelas suhu ini menyebar diseluruh kelas penutupan lahan dan di seluruh kecamatan. Penutupan lahan yang memiliki luasan kelas suhu 22-23 OC
42
terbesar adalah pentutupan lahan bervegetasi dengan luasan 1146,24 Ha dan sebaran terbesar terdapat di Kecamatan Bogor Selatan dengan luasan 1458,72 Ha. Kelas suhu 23-24 OC, 24-25 OC, 25-26 OC merupakan suhu yang sebaran luasannya hampir sama yaitu dengan luasan 2152,44 Ha, 2021,40Ha, 2345,40 Ha dengan persentase masing-masing 18,07 %, 16,97 %, 19,69 % dari total luas Kota Bogor. Penyebaran luasan ketiga kelas suhu ini merata di seluruh kelas penutupan lahan dan seluruh kecamatan. Persentase ketiga kelas suhu dari luasan total tiap kelas luasan tutupan lahan dan luasan tiap kecamatan tidak berbeda jauh. Kelas suhu 26-27 OC memiliki luas penyebaran 902,52 Ha yang berarti 7,58 % dari total luas Kota Bogor. Luasan terbesar kelas suhu ini terdapat di kelas penutupan lahan terbangun. Kelas suhu ini memiliki penyebaran terluas di Kecamatan Bogor Barat dengan luas 234,36 Ha. Jika dibandingkan dengan luasan masing-masing kecamatan persentase penyebaran terbesar di Kecamatan Bogor Tengah yaitu sebesar 22,32 %. Kelas suhu 27-28 OC menyebar pada seluruh kelas penutupan lahan dan seluruh kecamatan dengan luasan 300,24 Ha berarti 2,52 % dari total luasan Kota Bogor memiliki suhu antara 27 OC hingga 28 OC. Dilihat dari luasan perpenutupan lahannya 94,12 % Kelas suhu ini terdapat pada penutupan lahan terbangun yaitu sebesar 282,60 Ha. Kelas suhu 28-29 OC merupakan kelas suhu dengan penyebaran terkecil dengan luas penyebaran 9,00 Ha yaitu hanya 0,08 % dari total luasan Kota Bogor yang memiliki suhu 28 OC hingga 29 OC. Kelas suhu ini menyebar tidak merata pada semua kelas penutupan lahan dan kecamatan. Kelas suhu ini hanya terdapat pada kelas penutupan lahan ladang dan terbangun dengan luasan masing-masing adalah 0,36 Ha dan 7,20 Ha. Dari proses layout dengan Peta Kecamatan hanya pada Kecamatan Bogor Utara yang tidak terdapat penyebaran kelas suhu ini. 5.3.2.
Distribusi Suhu Permukaan Berdasarkan Hasil Konversi Citra Landsat Saluran 6 Tahun 2006 Dari hasil konversi citra Landsat ETM 2006 diperoleh 9 kelas distribusi
suhu dengan luasan berbeda-beda untuk tiap kelasnya. Proses konversi pada citra Landsat ETM 2006 berbeda dengan konversi citra Landsat TM 1997. Perbedaan
43
Gambar 14. Peta Distribusi Suhu Permukaan Kota Bogor 2006.
44
proses konversi pada kedua citra ini adalah pada nilai konstanta yang digunakan. Dengan rumus yang sama yaitu T = K2/ln(K1/ Lλ+1) pada pengolahan citra Landsat ETM 2006 konstanta yang digunakan adalah K1 sebesar 666,09 dan K2 sebesar 1282,71, sedangkan pada proses konversi citra Landsat TM 1997 nilai konstanta yang digunakan adalah K1 sebesar 607,76 dan K2 sebesar 1260,56. Dari perhitungan luasan pada tiap kelas suhu didapat luasan penyebaran yang berbeda-beda pada setiap kelasnya. Hasil perhitungan luas dan persentase tiap kelas suhu permukaan Tahun 2006 disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Distribusi Suhu Permukaan Tahun 2006 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Suhu (OC) <20 20-21 21-22 22-23 23-24 24-25 25-26 26-27 27-28 28-29 ≥29 Jumlah
Luas (Ha) 0 51,12 600,84 3211,56 1919,52 2409,12 2396,16 971,64 334,44 19,80 0 11914,2
Persentase (%) 0 0,43 5,04 26,96 16,11 20,22 20,11 8,16 2,81 0,17 0 100
Dari hasil konversi citra Landsat ETM 2006 diketahui bahwa Kota Bogor memiliki suhu minimum 20 OC dan suhu tertinggi 29 OC. Dari suhu 20 OC hingga 29
O
C dibagi menjadi 9 kelas distribusi suhu permukaan. Kelas suhu yang
memiliki luasan terbesar terdapat pada kelas suhu 22-23 OC sedangkan kelas suhu yang memiliki luasan terkecil adalah kelas suhu 28-29 OC. Kelas suhu 20-21 OC memiliki sebaran luasan yang tidak begitu luas yaitu sebesar 51,12 Ha atau sebesar 0,43 % dari total luas Kota Bogor. Kelas suhu 2021 OC ini tidak terdapat diseluruh kecamatan di Kota Bogor. Kelas suhu ini terdapat di Kecamatan Bogor Barat, Bogor Utara, Bogor Tengah, dan Bogor Selatan. Jika dilihat dari sebaran kelas suhu pada tutupan lahan kelas suhu ini tidak terdapat pada penutupan lahan semak dan rumput. Sebaran kelas suhu ini
45
sebagian besar luasannya terdapat pada penutupan lahan vegetasi dengan luas 39,6 Ha. Kelas suhu 21-22 OC memiliki luasan sebesar 600,84 Ha atau sebesar 5,04 % dari total luas Kota Bogor. Luasan kelas suhu 21-22 OC ini tersebar di seluruh kecamatan di Kota Bogor dan tersebar di seluruh kelas penutupan lahan. luasan terbesar kelas suhu 21-22 OC ini adalah penutupan lahan vegetasi. Sedangkan kecamatan dengan luasan terbesar kelas suhu 21-22 OC pada Kecamatan Bogor Selatan. Pada Kecamatan Bogor Selatan mempunyai luas penutupan vegetasi yang cukup besar sehingga diduga faktor yang mempengaruhi kelas suhu 21-22 OC ini adalah penutupan lahan vegetasi. Kelas suhu 22-23 OC memiliki luasan penyebaran terbesar yaitu sebesar 3211,56 Ha atau berarti 26,96 % dari total luasan Kota Bogor. Kondisi kelas suhu ini tidak jauh berbeda dengan kelas suhu 21-22 OC yaitu tersebar di seluruh kecamatan di Kota Bogor dan tersebar di seluruh kelas penutupan lahan. Selain itu, luasan terbesar kelas suhu 22-23 OC ini adalah penutupan lahan vegetasi. Sedangkan kecamatan dengan luasan terbesar kelas suhu 22-23
O
C pada
Kecamatan Bogor Selatan. Jadi, dapat diketahui bahwa kelas suhu 22-23 OC ini diduga dipengaruhi oleh penutupan lahan bervegetasi. Kelas suhu 23-24 OC, 24-25 OC, 25-26 OC merupakan suhu yang sebaran luasannya hampir sama yaitu dengan luasan 1919,52 Ha, 2409,12 Ha, 2396,16 Ha dengan persentase masing-masing 16,11 %, 20,22 %, 20,11 % dari total luas Kota Bogor. Penyebaran luasan ketiga kelas suhu ini merata di seluruh kelas penutupan lahan dan seluruh kecamatan. Persentase ketiga kelas suhu dari luasan total tiap kelas luasan tutupan lahan dan luasan tiap kecamatan tidak berbeda jauh. Kondisi ini menyebabkan ketiga kelas suhu ini sulit untuk diduga faktor yang mempengaruhi penyebarannya. Kelas suhu 26-27 OC dan 27-28 OC memiliki luas penyebaran sebesar 971,64 Ha dan 334.44 Ha atau berarti 8,16 % dan 2,81 Ha dari total luas Kota Bogor. Kelas suhu ini tersebar pada seluruh kecamatan di Kota Bogor. Jika dilihat dari sebaran luas perpenutupan lahan, kelas suhu 26-27 OC ini sebagian besar luasannya terdapat pada penutupan lahan terbangun.
46
Kelas suhu 28-29 OC merupakan kelas suhu dengan penyebaran terkecil dengan luas penyebaran 19,80 Ha yaitu hanya 0,17% dari total luasan Kota Bogor yang memiliki suhu 28 OC hingga 29 OC. Kelas suhu ini menyebar tidak merata pada semua kelas penutupan lahan dan kecamatan. Kelas suhu ini hanya terdapat pada kelas penutupan lahan ladang dan terbangun dengan luasan masing-masing adalah 1,08 Ha dan 18,36 Ha. 5.4. Perubahan Distribusi Suhu Permukaan Dari hasil perbandingan antara peta distribusi suhu Tahun 1997 dan peta distribusi suhu Tahun 2006 diketahui perubahan distribusi suhu yang terjadi antara Tahun 1997 dengan Tahun 2006. Perubahan suhu yang terjadi pada Tahun 1997 dengan Tahun 2006 disajikan pada gambar 15. 3500 3000
Luasan (Ha)
2500 2000
1997 2006
1500 1000 500 0 <20 20-21 21-22 22-23 23-24 24-25 25-26 26-27 27-28 28-29 ≥29 Suhu(O(OC) Suhu C)
Gambar 15. Grafik Perubahan Distribusi Suhu Permukaan. Dari grafik diatas terlihat bahwa pada semua kelas distribusi suhu terjadi perubahan luasan penyebaran. Penurunan luas penyebaran terjadi pada kelas suhu antara 20-21 OC hingga kelas suhu 23-24 OC dan peningkatan luas penyebaran terjadi pada kelas suhu 24-25 OC hingga 27-28 OC. Penurunan luas terbesar terjadi pada kelas suhu 23-24 OC yaitu sebesar 232,92 Ha sedangkan peningkatan luasan terbesar pada kelas suhu 24-25 Ha yaitu sebesar 387,72 Ha. Berdasarkan grafik diatas secara umum kita bisa mengetahui bahwa luasan suhu yang semakin rendah mengalami penurunan luasan. Pada suhu yang semakin
47
tinggi mengalami peningkatan luasan. Semakin luasnya kelas distribusi suhu 2425 OC hingga 27-28 OC ini mungkin disebabkan karena adanya perubahan fungsi lahan menjadi area terbangun. Walaupun pada Tahun 1997 terjadi peristiwa El-Nino yang menyebabkan terjadinya kekeringan diberbagai wilayah di Indonesia. Namun kondisi suhu Tahun 2006 memiliki sebaran kelas suhu semakin tinggi semakin besar dibandingkan dengan sebaran suhu Tahun 2006. Hal ini mungkin disebabkan pengolahan citra Landsat pada penelitian ini menggunakan konversi dari nilainilai pixel pada citra bukan menggunakan estimasi antara data citra dengan data suhu stasiun permukaan yang suhunya merupakan suhu rataan. 5.5. Pengaruh Perubahan Penutupan Lahan Terhadap Distribusi Suhu Permukaan Salah satu faktor yang mempengaruhi distribusi suhu permukaan adalah jenis penutupan lahan. Martono (1996) dalam penelitiannya menyatakan bahwa perubahan penutupan lahan memberikan pengaruh yang berarti (significance) terhadap iklim mikro. Setiap jenis penutupan lahan memiliki suhu minimum dan maksimum yang berbeda-beda. Selain itu, berdasarkan hasil perhitungan luasan kelas suhu perpenutupan lahan didapatkan luasan yang berbeda-beda pada tiap penutupan lahan. Tabel 9. Suhu Permukaan Pada Setiap Penutupan Lahan No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Penutupan Lahan Badan air Vegetasi Sawah Ladang Semak dan rumput Terbangun
Suhu Permukaan (OC) Tahun 1997 20-28 20-28 20-28 20-29 20-28 20-29
Suhu Permukaan (OC) Tahun 1997 20-28 20-28 20-28 20-29 21-28 20-29
Penutupan lahan secara tidak langsung memberikan pengaruh terhadap suhu pada tempat penutupan lahan itu sendiri dan wilayah sekitar sekitarnya. Dari hasil layout antara peta penutupan lahan dengan peta distribusi suhu permukaan dihasilkan distribusi suhu permukaan perpenutupan lahan. Pada Tabel 9 terlihat bahwa suhu minimum dan suhu maksimum antara penutupan lahan yang satu dengan yang lainnya tidak terlalu berbeda. Hal tersebut membuktikan bahwa
48
penutupan lahan tidak hanya berpengaruh pada kondisi suhu tempat penutupan lahan itu sendiri tetapi juga berpengaruh pada kondisi suhu wilayah sekitarnya. Menurut Martono (1996), pada daerah terbangun (kering) radiasi matahari akan diubah menjadi panas terindra yang meningkatkan suhu. Sedangkan pada daerah bervegetasi radiasi matahari akan diserap oleh permukaan daun yang digunakan untuk proses fotosintesis sehingga akan menurunkan suhu radiasi. Berdasarkan Tabel 4 dan Tabel 5 penutupan lahan di Kota Bogor mengalami peningkatan luasan daerah terbangun yang mengakibatkan meningkatnya luasan kelas suhu yang semakin tinggi sebagaiman terlihat pada Tabel 7 dan Tabel 8. Penurunan luas area bervegetasi (vegetasi pohon, ladang, semak dan rumput) di Kota Bogor dari Tahun 1997 hingga Tahun 2006 akibat adanya perubahan fungsi menjadi area terbangun menyebabkan terjadinya peningkatan suhu permukan. Apabila kondisi ini terus terjadi seiring bertambahnya jumlah penduduk maka area bervegetasi di Kota Bogor akan terus berkurang. Oleh karena itu, perlu dibuat suatu kebijakan yang mungkin diterapkan agar perubahan fungsi lahan terjadi seminimal mungkin. Kebijakan yang mungkin bisa diterapkan adalah dengan menerapkan pembangunan bangunan secara vertikal. Sedangkan, untuk mengurangi kenaikan suhu sebaiknya ditanam berbagai tanaman di beberapa space di Kota Bogor. Menurut Dahlan (2004), adapun tempat di perkotaan yang dapat ditanami tanaman adalah di pekarangan rumah, sekitar gedung, taman kota, taman atap, tempat parkir, sisi jalan, kuburan, dan sempadan sungai.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1.Kesimpulan Adapun kesimpulan yang dapat di ambil dari penelitian ini adalah 1. Penutupan lahan di Kota Bogor diklasifikasikan menjadi 7 kelas penutupan lahan yaitu (1) lahan bervegetasi (2) ladang (3) sawah (4) semak dan rumput (5) area terbangun (6) badan air (7) tidak ada data (awan dan bayangan awan). Namun, pada citra tidak dideteksi adanya awan. 2. Terjadi perubahan penutupan lahan antara selang waktu 1997 hingga 2006. Area terbangun mengalami peningkatan penutupan lahan terbesar. Faktorfaktor yang mempengaruhi perubahan penutupan lahan antara lain pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan berbagai aktivitas manusia yang mengharuskan adanya perubahan fungsi dari tutupan lahan. 3. Pada Tahun 1997 hingga 2006 di Kota Bogor terjadi peningkatan luas distribusi suhu yaitu pada kelas 24-28 OC dan terjadi penurunan luas distribusi suhu yaitu pada kelas 20-24 OC.. Perubahan penutupan lahan tidak hanya berpengaruh pada kondisi suhu tempat penutupan lahan itu sendiri tetapi juga berpengaruh pada kondisi suhu wilayah sekitarnya. 4. Penutupan lahan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi distribusi suhu di Kota Bogor. 4.2.Saran Perlu dibuat suatu kebijakan yang mungkin diterapkan agar perubahan fungsi lahan terjadi seminimal mungkin. Kebijakan yang mungkin bisa diterapkan adalah dengan menerapkan pembangunan bangunan secara vertikal. Sedangkan, untuk mengurangi kenaikan suhu sebaiknya ditanam berbagai tanaman di beberapa space di Kota Bogor. Menurut Dahlan (2004), adapun tempat di perkotaan yang dapat ditanami tanaman adalah di pekarangan rumah, sekitar gedung, taman kota, taman atap, tempat parkir, sisi jalan, kuburan, dan sempadan sungai.
DAFTAR PUSTAKA Aliati, SA. 2007. Kajian Kawasan Lindung yang Ramah Lingkungan (Studi Kasus di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor. Alikodra, HS, dan S.H. Rais. 2004, Bumi Makin Panas Banjir Makin Luas Menyibak Tragedi Kehancuran Hutan. Penerbit Nuansa. Bandung. Ardhiningrum, SR. 2002. Perubahan Iklim Bogor (Studi Kasus Lima Kecamatan di Bogor) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. IPB. Bogor. Badan Pusat Statistik Kota Bogor. 1998. Kota Bogor Dalam Angka Tahun 1998. BPS Kota Bogor. Bogor. Badan Pusat Statistik Kota Bogor. 2006. Kota Bogor Dalam Angka Tahun 2006. BPS Kota Bogor. Bogor. Dahlan, EN. 2004. Membangun Kota Kebun (Garden City) Bernuansa Hutan Kota. Bogor. . 2007. Analisis Kenutuhan Luasan Hutan Kota Sebagai Sink Gas Co2 Antropogenik Dari Bahan Bakar Minyak dan Gas di Kota Bogor Dengan Pendekatan Sistem Dinaik [Desertasi]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Effendi, S. 2007. Keterkaitan Ruang Terbuka Hijau Dengan Urban Heat Island Wilayah Jabotabek. [Desertasi]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Hakim, L.S., Istiglal, A., dan Popi R. 1993. Analisis Sentivitas Berbagai Parameter Ketersediaan Energi Permukaan oleh Perubahan Fungsi Tataguna Lahan (Studi Kasus di Banjarmasin Kalimantan Selatan). Prosiding Pertemuan Teknis Penelitian Tanah dan Agroklimat 18-21 Februari. Puslitanag. Bogor. Haris, IV. 2006. Analisis Distribusi dan Kecukupan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh (Studi Kasus di Kota Bogor) [Skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumber Daya hutan dan Ekowisata. IPB. Bogor. Handoko. 1998. Klimatologi Dasar. Pustaka Jaya. Jakarta. Lillesand, TM., dan R.W. Kiefer. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
51
Lowry, WP. 1969. Weather and life: An introducing to Biometeorology. Academic Press. New York. Martono DN. 1996. Pengeruh Perubahan Penutupan Lahan Terhadap Iklim Mikro (Studi Kasus Kecamatan Cangkringan Sleman). Majalah Lapan no.76. LAPAN. Jakarta Timur. Murdiarso, D dan Suharsono, H. 1992. Peranan Hutan Kota dalam Pengendalian Iklim Kota. Prosiding Seminar Sehari Iklim Perkotaan. PERHIMPI. KLH EMDI. Jakarta. Okarda, B. 2005. Pengaruh Perubahan Penutupan Lahan Terhadap Perubahan Distribusi Suhu Permukaan di Kabupaten Cianjur Dengan Menggunakan Citra Satelit Landsat TM dan Sistem Informasi Geografis. [Skripsi]. Bogor: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Owen, OS. 1975. Natural Resources Coservation: An Ecological Approach. Second Edition. Macmilan Publishing Co. Inc. New York. Panuju, D., B. Trisasongko. dan Y. Setiawan. 2003. Variasi Spasio Temporal Temperatur Kawasan Urban Sebagai Indikator Kualitas Lingkungan. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Prahasta, E. 2001. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Informatika Bandung. Bandung. Prahasta, E. 2002. Sistem Informasi Geografis : ”Tutorial Arcview”. Informatika Bandung. Bandung. Sutamiharja, RTM. 1971. Efek Rumah Kaca Pada Iklim Perkotaan. Sejuta Pohon Untuk Perbaikan Iklim Perkotaan. PERHIMPI. KLH EMDI. Jakarta. Wisnu, L. 2003. Pengaruh Tipe Penutupan Lahan Terhadap Distribusi Suhu Permukaan di Kota Bogor. [Skripsi]. Bogor: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil Perhitungan Uji Akurasi Citra Landsat TM 1997 CLASSIFICATION ACCURACY ASSESSMENT REPORT ----------------------------------------Image File : f:/lanjutan olahan penelitian/klasifikasi/final/19972ndrecode2.img User Name : nanang Date : Thu Feb 03 13:01:55 2008
ERROR MATRIX -------------
Classified Data --------------Badan air Ladang Semak dan rumpu Sawah Vegetasi Terbangun Column Total
Classified Data --------------Badan air Ladang Semak dan rumpu Sawah Vegetasi Terbangun Column Total
Reference Data -------------Badan air ---------- ---------1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Ladang ---------0 0 8 0 0 0 0
Semak dan ---------0 0 0 4 0 0 2
1
8
6
Reference Data -------------Sawah Vegetasi ---------- ---------0 0 1 0 1 0 0 0 5 0 0 9 0 0
Terbangun ---------0 0 1 0 0 0 8
Row Total ---------1 2 10 4 5 9 10
9
41
1
7
9
----- End of Error Matrix -----
53
ACCURACY TOTALS ---------------Class Users Name Accuracy --------------
Reference
Classified
Number
Producers
Totals
Totals
Correct
Accuracy
----------
----------
-------
---------
1
1
1
Badan air 50.00% Ladang 80.00% Semak dan rumpu 100.00% Sawah 100.00% Vegetasi 100.00% Terbangun 80.00%
1
2
1
100.00%
8
10
8
100.00%
6
4
4
66.67%
7
5
5
71.43%
9
9
9
100.00%
9
10
8
88.89%
Totals
41
41
36
---
---
Overall Classification Accuracy =
87.80%
----- End of Accuracy Totals -----
KAPPA (K^) STATISTICS --------------------Overall Kappa Statistics = 0.8501 Conditional Kappa for each Category. -----------------------------------Class Name ---------Badan air Ladang Semak dan rumput Sawah Vegetasi Terbangun
Kappa ----1.0000 0.4875 0.7515 1.0000 1.0000 1.0000 0.7437
----- End of Kappa Statistics -----
54
Lampiran 2. Hasil Perhitungan Uji Akurasi Citra Landsat ETM 2006 CLASSIFICATION ACCURACY ASSESSMENT REPORT ----------------------------------------Image File : f:/lanjutan olahan penelitian/klasifikasi/final/2006recode.img User Name : nanang Date : Thu Feb 03 13:07:28 2008
ERROR MATRIX -------------
Classified Data --------------Badan air Ladang Semak dan rumpu Sawah Vegetasi Terbangun Column Total
Classified Data --------------Badan air Ladang Semak dan rumpu Sawah Vegetasi Terbangun Column Total
Reference Data -------------Badan air ---------- ---------1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Ladang ---------0 0 8 0 0 0 0
Semak dan ---------0 0 0 3 0 0 3
1
8
6
Reference Data -------------Sawah Vegetasi ---------- ---------0 0 0 0 0 0 0 0 7 0 0 8 0 1
Terbangun ---------0 0 0 0 0 0 9
Row Total ---------1 1 8 3 7 8 13
9
41
1
7
9
55
----- End of Error Matrix -----
ACCURACY TOTALS ---------------Class Users Name Accuracy --------------
Reference
Classified
Number
Producers
Totals
Totals
Correct
Accuracy
----------
----------
-------
---------
1
1
1
Badan air 100.00% Ladang 100.00% Semak dan rumpu 100.00% Sawah 100.00% Vegetasi 100.00% Terbangun 69.23%
1
1
1
100.00%
8
8
8
100.00%
6
3
3
50.00%
7
7
7
100.00%
9
8
8
88.89%
9
13
9
100.00%
Totals
41
41
37
---
---
Overall Classification Accuracy =
90.24%
----- End of Accuracy Totals -----
KAPPA (K^) STATISTICS --------------------Overall Kappa Statistics = 0.8793 Conditional Kappa for each Category. -----------------------------------Class Name ---------Badan air Ladang Semak dan rumput Sawah Vegetasi Terbangun
Kappa ----1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 0.6058
----- End of Kappa Statistics -----
56
Lampiran 3. Penutupan Lahan Perkecamatan Tahun 1997
Penutupan Lahan Badan air Ladang Semak dan rumput Sawah Vegetasi Terbangun
Bogor Barat Ha % 45,00 0,38 431,73 3,62 97,83 0,82 270,36 2,27 414,45 3,47 1140,48 9,56
Tanah Sereal Ha % 6,93 0,06 502,74 4,21 66,78 0,56 151,65 1,27 441,36 3,70 1179,09 9,88
Luas Perkecamatan (Ha) Bogor Utara Bogor Tengah Ha % Ha % 9,09 0,08 14,22 0,12 508,95 4,27 28,26 0,24 74,25 0,62 26,64 0,22 66,78 0,56 5,400 0,05 330,66 2,77 146,61 1,23 942,93 7,90 604,08 5,06
Bogor Timur Ha % 11,43 0,10 277,92 2,33 11,25 0,09 53,91 0,45 200,07 1,68 529,20 4,43
Bogor Selatan Ha % 33,57 0,28 904,14 7,58 70,92 0,59 160,29 1,34 1301,76 10,91 872,28 7,31
Lampiran 4. Penutupan Lahan Perkecamatan Tahun 2006
Penutupan Lahan Badan air Ladang Semak dan rumput Sawah Vegetasi Terbangun
Bogor Barat Ha % 34,02 0,29 323,82 2,71 91,62 0,77 254,79 2,14 492,03 4,12 1203,57 10,09
Tanah Sereal Ha % 6,03 0,05 418,59 3,51 29,16 0,24 144,18 1,21 585,27 4,90 1165,32 9,77
Luas Perkecamatan (Ha) Bogor Utara Bogor Tengah Ha % Ha % 9,27 0,08 10,71 0,09 536,13 4,49 19,17 0,16 42,93 0,36 20,52 0,17 48,24 0,40 4,86 0,04 292,86 2,45 160,11 1,34 1003,23 8,41 609,84 5,11
Bogor Timur Ha % 13,23 0,11 157,14 1,32 24,66 0,21 67,5 0,57 163,62 1,37 657,63 5,51
Bogor Selatan Ha % 25,65 0,21 814,77 6,83 134,64 1,13 279,9 2,35 1045,44 8,76 1042,56 8,74
57
Lampiran 5. Distrribusi Suhu Permukaan Perpenutupan Lahan Tahun 1997 Luas Perpenutupan Lahan (Ha)
Suhu <20 20-21 21-22 22-23 23-24 24-25 25-26 26-27 27-28 28-29 >29
Badan air Ha % 0,00 0,00 5,76 0,05 8,28 0,07 35,64 0,30 16,92 0,14 17,28 0,15 16,92 0,14 7,20 0,06 0,72 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00
vegetasi Ha % 0,00 0,00 115,20 0,98 330,84 2,80 1146,24 9,71 475,92 4,03 340,20 2,88 299,16 2,53 85,68 0,73 19,44 0,16 0,00 0,00 0,00 0,00
sawah Ha % 0,00 0,00 13,68 0,12 54,72 0,46 253,44 2,15 146,88 1,24 109,08 0,92 90,00 0,76 23,04 0,20 10,80 0,09 0,00 0,00 0,00 0,00
ladang Ha % 0,00 0,00 48,96 0,41 178,92 1,52 916,92 7,77 572,40 4,85 425,16 3,60 381,60 3,23 99,36 0,84 23,40 0,20 0,36 0,00 0,00 0,00
semak dan rumput Ha % 0,00 0,00 4,32 0,04 16,92 0,14 61,92 0,52 72,36 0,61 69,84 0,59 71,64 0,61 30,24 0,26 7,56 0,06 0,00 0,00 0,00 0,00
terbangun Ha % 0,00 0,00 29,52 0,25 128,16 1,09 781,56 6,62 839,88 7,12 1044,36 8,85 1474,56 12,49 653,11 5,53 238,60 2,02 7,20 0,06 0,00 0,00
58
Lampiran 6. Distrribusi Suhu Permukaan Perpenutupan Lahan Tahun 2006 Luas Perpenutupan Lahan (Ha) Suhu <20 20-21 21-22 22-23 23-24 24-25 25-26 26-27 27-28 28-29 >29
Badan air Ha % 0,00 0,00 3,24 0,03 21,96 0,19 30,60 0,26 12,96 0,11 13,68 0,12 8,28 0,07 2,88 0,02 1,08 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00
vegetasi Ha % 0,00 0,00 39,60 0,34 365,04 3,09 1260,00 10,68 256,68 2,17 604,44 5,12 162,72 1,38 32,04 0,27 16,20 0,14 0,00 0,00 0,00 0,00
sawah Ha % 0,00 0,00 2,16 0,02 58,68 0,50 412,20 3,49 53,28 0,45 165,96 1,41 52,20 0,44 8,64 0,07 6,48 0,05 0,00 0,00 0,00 0,00
ladang Ha % 0,00 0,00 4,32 0,04 112,32 0,95 958,32 8,12 296,28 2,51 635,40 5,38 171,36 1,45 56,52 0,48 24,12 0,20 1,08 0,01 0,00 0,00
semak dan rumput Ha % 0,00 0,00 0,00 0,00 12,24 0,10 137,16 1,16 55,08 0,47 101,16 0,86 32,40 0,27 9,72 0,08 4,32 0,04 0,00 0,00 0,00 0,00
terbangun Ha % 0,00 0,00 1,44 0,01 17,64 0,15 371,88 3,15 1227,60 10,40 863,28 7,31 1956,60 16,58 859,68 7,28 282,60 2,39 18,36 0,16 0,00 0,00
59
Lampiran 7. Distribusi Suhu Permukaan Perkecamatan Tahun 1997
Suhu <20 20-21 21-22 22-23 23-24 24-25 25-26 26-27 27-28 28-29 >29
Bogor Barat Ha % 0,00 0,00 18,36 0,15 85,32 0,70 503,64 4,14 448,92 3,69 469,80 3,86 619,20 5,08 234,36 1,92 69,48 0,57 1,08 0,01 0,00 0,00
Tanah Sereal Ha % 0,00 0,00 1,08 0,01 25,56 0,21 503,64 4,14 544,68 4,47 468,36 3,85 568,08 4,67 199,44 1,64 69,12 0,57 3,96 0,03 0,00 0,00
Luas Perpenutupan Lahan (Ha) Bogor Bogor Utara Tengah Ha % Ha % 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 10,80 0,09 21,24 0,17 33,84 0,28 365,40 3,00 47,88 0,39 423,36 3,48 54,00 0,44 526,68 4,33 135,00 1,11 464,04 3,81 316,44 2,60 144,72 1,19 181,44 1,49 28,44 0,23 75,24 0,62 0,00 0,00 2,88 0,02 0,00 0,00 0,00 0,00
Bogor Timur Ha % 0,00 0,00 13,32 0,11 67,32 0,55 358,92 2,95 243,72 2,00 189,36 1,56 183,60 1,51 49,32 0,41 12,96 0,11 0,36 0,00 0,00 0,00
Bogor Selatan Ha % 0,00 0,00 177,84 1,46 490,68 4,03 1458,72 11,98 465,12 3,82 295,20 2,42 295,56 2,43 146,52 1,20 61,92 0,51 1,08 0,01 0,00 0,00
60
Lampiran 8. Distribusi Suhu Permukaan Perkecamatan Tahun 2006
Suhu <20 20-21 21-22 22-23 23-24 24-25 25-26 26-27 27-28 28-29 >29
Bogor Barat Ha % 0,00 0,00 10,08 0,08 96,84 0,80 616,32 5,06 427,68 3,51 514,08 4,22 536,76 4,41 199,44 1,64 48,96 0,40 0,00 0,00 0,00 0,00
Tanah Sereal Ha % 0,00 0,00 0,00 0,00 23,76 0,20 617,76 5,07 445,68 3,66 581,76 4,78 477,36 3,92 176,40 1,45 59,40 0,49 1,80 0,01 0,00 0,00
Luas Perpenutupan Lahan (Ha) Bogor Bogor Utara Tengah Ha % Ha % 0,00 0,00 0,00 0,00 0,36 0,00 5,76 0,05 23,76 0,20 40,32 0,33 475,56 3,91 68,04 0,56 333,72 2,74 136,08 1,12 399,24 3,28 87,48 0,72 511,20 4,20 280,80 2,31 185,04 1,52 157,68 1,29 44,64 0,37 72,72 0,60 0,36 0,00 8,64 0,07 0,00 0,00 0,00 0,00
Bogor Timur Ha % 0,00 0,00 0,00 0,00 13,68 0,11 161,64 1,33 234,36 1,92 227,52 1,87 295,56 2,43 141,84 1,16 42,12 0,35 2,16 0,02 0,00 0,00
Bogor Selatan Ha % 0,00 0,00 34,56 0,28 394,56 3,24 1293,84 10,63 392,76 3,23 654,48 5,37 375,48 3,08 158,04 1,30 80,64 0,66 8,28 0,07 0,00 0,00