FORMULASI COOKIES BERBASIS PATI GARUT (Maranta arundinaceae Linn.) DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TORBANGUN (Coleus amboinicus Lour) SEBAGAI SUMBER ZAT GIZI MIKRO
ANITA LUSIYA DEWI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ABSTRACT ANITA LUSIYA DEWI. Formulation of Arrowroot (Maranta arundinaceae Linn.) Starch Cookies by Adding Torbangun (Coleus amboinicus Lour) Flour as Micronutrient Source1. Under direction of RIZAL DAMANIK. Food is one of the basic of human needs that have to be compiled with. Therefore, the government in Indonesia have organized it by the Laws of Food in 1996 Number 7. Laws of Food in 1996 Number 7 also organize about food security. Food security is one of the concept where most of people- individuals and families-citizens of the country could get their needs of food easily. Food diversification is one of the efforts to establish food security. And, one of the most important of food diversification concept is to diversify carbohydate sources. This research based on Presidential Regulation Number 22 Year 2009 and Ministry of Agricultural Regulation Number 43 Year 2009 for increasing food consumption diversification through balanced diet. Carbohydrate sources are not only from rice, but also from other crops like tubers. Tubers in Indonesia are very large amount and kinds. One of them is arrowroot (Maranta arundinaceae Linn.). Many people have known about arrowroot but the research of arrowroot utilizations are still lack. So, it`s so important to make it in research. The purpose of this research was to get the most appropriate formulation of arrowroot starch and torbangun flour cookies as micronutrients sources. The experimental design used in this study was a randomized block design. The level of adding torbangun flour to arrowroot starch was 0%, 10%, 15%, and 20%. The study showed that the 10% adding of torbangun flour was the most organoleptic level. The addition of torbangun flour also could be the sources of micronutrient of calcium (376.60 mg/100g) and iron (3.83 mg/100g). It is recommended that the people should eat 100-gram cookies per day to fulfill the nutrient requirement. Keywords: arrowroot, starch, torbangun, cookies, micronutrient
1
This research was funded by Indofood Riset Nugraha (IRN) Research Grant 2010/2011
RINGKASAN ANITA LUSIYA DEWI. Formulasi
Cookies Berbasis Pati Garut (Maranta arundinaceae Linn.) dengan Penambahan Tepung Torbangun (Coleus amboinicus Lour) sebagai Sumber Zat Gizi Mikro. Pembimbing RIZAL DAMANIK. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki. Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan menyebutkan bahwa pangan merupakan hak asasi bagi setiap individu di Indonesia. Selain itu, UU RI No. 7 Tahun 1996 juga mengatur tentang konsep ketahanan pangan. Salah satu konsep pencapaian ketahanan pangan adalah upaya penganekaragaman pangan agar tidak terjadi ketergantungan pangan hanya pada satu bahan pokok. Ketergantungan bahan pangan misalnya terjadi pada beras. Dewasa ini, pemerintah
mulai
mengusahakan
makanan
pendamping
yang
dapat
mensubstitusi beras, yaitu mie dan roti. Diketahui bahwa pembuatan mie dan roti menggunakan bahan dasar tepung terigu. Namun, gandum sebagai bahan dasar pembuatan tepung terigu tidak tumbuh subur di Indonesia sehingga harus mengimpor gandum dari luar negeri. Hal ini menyebabkan ketergantungan impor Indonesia akan pihak luar menjadi meningkat. Pengeluaran dana untuk penyediaan gandum pun meningkat. Oleh karena itu, terdapat upaya diversifikasi pangan di Indonesia yang kemudian ditindaklanjuti oleh Perpres No. 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal dan Permentan No.43/Permentan/OT.140/10/2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Hal ini dilatarbelakangi akan sumber daya pangan lokal di Indonesia yang tersedia cukup melimpah, namun pemanfaatannya kurang maksimal. Salah satunya adalah umbi garut. Umbi garut (Maranta arundinaceae Linn.) tersedia cukup banyak, akan tetapi penelitian ilmiah dan pemanfaatan oleh masyarakat masih tergolong rendah. Pembuatan cookies menggunakan pati garut dirasa akan meningkatkan nilai tambah umbi garut. Akan tetapi, hal ini masih dirasa kurang jika hanya menyumbang sebagai sumber karbohidrat. Oleh karenanya, penting dilakukan peningkatan nilai tambah yaitu zat gizi mikro. Dewasa ini, pemenuhan zat gizi mikro masih belum terlalu diperhatikan. Padahal, walaupun jumlah kebutuhannya sedikit, namun pemenuhan zat gizi mikro penting adanya. Peningkatan nilai mutu
zat gizi mikro dipilih menggunakan torbangun. Hal ini dikarenakan torbangun mengandung zat gizi mikro yang tinggi. Oleh karenanya, diharapkan torbangun dapat menjadi alternatif pemenuhan zat gizi mikro pada cookies pati garut. Kandungan gizi tepung torbangun yaitu kadar air 7.81 (%bb), kadar abu 11.95 (%bk), kadar protein 19.82 (%bk), kadar lemak 7.91 (%bk), kadar karbohidrat 61.05 (%bk), kadar serat pangan 67.22 (%bk), kadar besi 70.77 mg/100g, kadar kalsium 1258.29 mg/100g, kadar fosfor 97.42 mg/100g, kadar zinc 4.18 mg/100g, dan kadar vitamin C 67.60 mg/100g. Cookies pati garut dengan penambahan tepung torbangun diformulasikan dalam empat taraf yaitu, 0% (selanjutnya disebut kontrol), 10%, 15%, dan 20%. Setelah dilakukan uji organoleptik, diketahui presentase penerimaan cookies oleh panelis, yaitu cookies yang dapat diterima oleh panelis adalah cookies kontrol dan F1 (10% penambahan tepung torbangun) dengan nilai penerimaan keseluruhan mencapai 100%. Sedangkan untuk cookies F2 (15% penambahan tepung torbangun) dan F3 (20% penambahan tepung torbangun) masing-masing hanya 32% dan 24% yang tidak mencapai setengah dari jumlah panelis yang ada. Analisis fisik yang dilakukan meliputi uji kekerasan, kerenyahan, dan aktivitas air (aw) pada cookies kontrol dan terpilih (F1). Kekerasan cookies F1 lebih rendah dari cookies kontrol, yaitu 833.25 (gf), sedangkan cookies kontrol 902.17 (gf). Begitu pula dengan kerenyahannya, cookies kontrol lebih renyah dibandingkan dengan cookies F1, yaitu 626.98 (gf), sedangkan cookies F1 605.85 (gf). Aktivitas air cookies kontrol lebih rendah (0.368) dibandingkan aktivitas air cookies F1 (0.391).
Uji one-sample t-test menunjukkan bahwa
cookies kontrol berbeda nyata dengan cookies F1(p<0.05). Analisis kimia yang dilakukan meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, serat pangan, besi, kalsium, fosfor, zinc, dan vitamin C pada cookies kontrol dan terpilih (F1). Kandungan energi cookies F1 lebih tinggi (528 Kal/100g) dibandingkan cookies kontrol (527 Kal/100g). Kadar air cookies kontrol lebih tinggi (4.17%bb) dibandingkan cookies F1 (3.70 %bb). Kadar abu cookies F1 lebih tinggi (1.84 %bk) dibandingkan cookies kontrol (1.01 %bk). Kadar protein cookies F1 lebih tinggi (10.52 %bk) dibandingkan cookies kontrol (9.06 %bk). Kadar lemak cookies F1 lebih rendah (23.64 %bk) dibandingkan cookies kontrol (25.55 %bk). Kadar karbohidrat cookies kontrol lebih tinggi (64.52 %bk) dibandingkan cookies F1 (64.14 %bk). Kadar serat iv
pangan cookies F1 lebih tinggi (5.19 %bk) dibandingkan cookies kontrol (3.94 %bk). Kadar serat kasar cookies kontrol lebih rendah (0.82 %bk) dibandingkan cookies F1 (1.35 %bk). Kadar besi cookies F1 lebih tinggi (3.76 mg/100g) lebih tinggi dibandingkan dengan cookies kontrol (1.63 mg/100 g). Kadar kalsium cookies F1 lebih tinggi (405.18 mg/100 g) dibandingkan cookies kontrol (265.35 mg/100 g). Kadar fosfor cookies F1 lebih tinggi (30.08 mg/100 g) dibandingkan dengan cookies kontrol (27.47 mg/100 g). Kandungan zinc cookies F1 lebih tinggi (0.81 mg/100 g) dibandingkan dengan cookies kontrol (0.67 mg/100 g). Begitu pula dengan kandungan vitamin C, cookies F1 lebih tinggi (1.04 mg/100 g) dibandingkan dengan cookies kontrol (1.01 mg/100 g).
Uji one-sample t-test
menunjukkan bahwa cookies kontrol berbeda nyata dengan cookies F1(p<0.05). Berdasarkan syarat mutu yang ditetapkan oleh SNI 01-2973-1992 tentang Mutu dan Cara Uji Biskuit, maka kandungan gizi cookies yang memenuhi syarat yaitu kandungan energi (minimal 400 Kal/100 g), maka baik cookies kontrol maupun cookies F1 dapat memenuhi persyaratan tersebut. Kandungan air maksimal 5%, maka baik cookies kontrol maupun cookies F1 dapat memenuhi persyaratan tersebut. Kadar abu cookies adalah maksimum 1.5% (bk), kadar cookies kontrol dapat memenuhi syarat mutu, sedangkan cookies F1 tidak memenuhi syarat mutu. Cookies F1 menunjukkan kadar abu lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan mineral cookies F1 yang tinggi. Menurut Soediaoetama (1996), kadar abu menggambarkan banyaknya mineral yang tidak terbakar menjadi zat yang tidak dapat menguap. Kandungan protein minimal 9%, maka baik cookies kontrol maupun F1 dapat memenuhi persyaratan tersebut. Kadar lemak yang digunakan sebagai syarat mutu cookies minimum 9.5% (bk), maka baik cookies kontrol maupun cookies F1 tidak dapat memenuhi persyaratan tersebut. Syarat mutu kadar karbohidrat minimum 70% (bk), maka baik cookies kontrol maupun cookies F1 tidak dapat memenuhi persyaratan tersebut. Kadar serat kasar cookies yang disyaratkan adalah maksimum 0.5%, maka baik cookies kontrol maupun cookies F1 tidak dapat memenuhi persyaratan tersebut. Hal ini dikarenakan karakteristik bahan baku yang digunakan (pati garut & tepung torbangun) berbeda dengan bahan baku standar SNI (tepung terigu).
v
FORMULASI COOKIES BERBASIS PATI GARUT (Maranta arundinaceae Linn.) DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TORBANGUN (Coleus amboinicus Lour) SEBAGAI SUMBER ZAT GIZI MIKRO
ANITA LUSIYA DEWI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul
: Formulasi Cookies Berbasis Pati Garut (Maranta arundinaceae Linn.) dengan Penambahan Tepung Torbangun (Coleus amboinicus Lour) sebagai Sumber Zat Gizi Mikro
Nama
: Anita Lusiya Dewi
NRP
: I14070039
Disetujui,
Dosen Pembimbing
drh. M. Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD NIP. 19640731 199003 1 001
Diketahui. Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001
Tanggal Disetujui :
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa penulis haturkan sholawat dan salam kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW sebagai suri tauladan dan panutan yang telah memberi petunjuk dan ilmu sehingga dapat membuka hati dan pikiran penulis. Atas semangat, dorongan, dan kerja keras serta bantuan dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Formulasi Cookies Berbasis Pati Garut (Maranta arundinaceae
Linn.)
dengan
Penambahan
Tepung
Torbangun
(Coleus
amboinicus Lour) sebagai Sumber Zat Gizi Mikro” yang merupakan salah satus syarat memperoleh gelar Sarjana Gizi di Fakultas Ekologi Manusia (FEMA). Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. drh. M. Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD selaku dosen pembimbing yang senantiasa meluangkan waktunya untuk memberi bimbingan, masukan, dan motivasi kepada penulis. 2. Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MS selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji utama atas masukan dan sarannya demi kesempurnaan skripsi. 3. Prof. Dr. Ir. H. Hardinsyah, MS selaku dosen pembimbing akademik. 4. Kedua orangtua di rumah Tony Gunawan dan Sularti yang selalu memberikan dukungan baik material maupun spiritual serta Kurnia Feriyanti, S.Pd, kakak tercinta, atas masukan dan saran-sarannya. 5. Indofood Riset Nugraha (IRN) 2010/2011 atas dana hibah penelitian dan bimbingannya sehingga penelitian ini berjalan dengan baik dan lancar. 6. Pak Mashudi selaku teknisi dan pembimbing laboratorium atas masukan dan bimbingannya yang sangat berharga. 7. Laboran – laboran Pak Basri, Pak Nur, Ibu Titi, Ibu Nina, Mbak Santi, atas bantuan dan masukan yang sangat berharga. 8. Teman-teman pembahas: Linda Dwi Jayanti, Fitriani Aziz R, dan Debby. 9. Teman-teman angkatan 44 (Panji, Chya, Kak Umi, Luminaire), KOPLAG`S, kakak kelas 43 (Kak Eva, Kak Ande, Kak Aim, Kak Miftah, Kak Reti), adek kelas 45 dan 46 yang telah memberikan bantuan, motivasi, kritik, dan saran yang sangat berarti buat penulis. Bogor,
Agustus 2011
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Karanganyar pada tanggal 1 Januari 1989. Penulis merupakan putri kedua dari pasangan Tony Gunawan dan Sularti. Pendidikan penulis diawali pada tahun 1994-1995 di TK Demakan II Karanganyar. Tahun 1995-2001 penulis melanjutkan masa pendidikannya di SD Negeri 1 Sumowono. Pada tahun 2001-2004 penulis melanjutkan pendidikan di SMP Pangudi Luhur Ambarawa dan pada tahun 2004-2007 di SMAN 1 Salatiga. Pada tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Setelah satu tahun mengikuti program Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis melanjutkan studi di Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA). Selama masa perkuliahan penulis aktif dan berpartisipasi dalam kegiatan kemahasiswaan dan kepanitiaan. Penulis pernah menjadi anggota Forum of Scientist Students (FORCES), Sekretaris 2 Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi (HIMAGIZI) 2009-2010, Vice Treasurer di International Asscosiaton of Student in Agricultural and Related Sciences (IAAS) Local Committee IPB 2009-2010, Staf Pengabdian Masyarakat Ikatan Lembaga Mahasiswa Ilmu Gizi Indonesia (ILMAGI) tahun 2010 – 2011. Selama kuliah penulis pernah mendapatkan beasiswa Tanoto Foundation periode 2009-2011. Pada tahun 2008 Penulis mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan (PKMM) dengan judul “Jelly Kelor Berkhasiat dan Bergizi (Jelor Khatzi) sebagai sumber Vitamin C dan Beta Karoten”. Penulis mendapatkan dana hibah penelitian dari Indofood melalui Indofood Riset Nugraha (IRN) 2010/2011 dalam menyelesaikan penelitian untuk skripsi ini. Sebagian hasil penelitian dalam skripsi ini pernah dipresentasikan (poster presentation) dalam acara The 7th Asia Pacific Conference on Clinical Nutrition (APCCN) yang diselenggarakan oleh Asia Pacific Clinical Nutrition Society (APCNS) dan Thai Clinical Nutrition Society (TCNS) di Bangkok, Thailand pada tanggal 6 – 8 Juni 2011. Abstrak penelitian juga dipublikasikan dalam Thai Journal of Clinical Nutrition (TJCN) pada bulan Juni 2011.
DAFTAR ISI DAFTAR ISI .................................................................................................
x
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
xiv
PENDAHULUAN Latar Belakang .................................................................................... Tujuan ................................................................................................. Kegunaan Penelitian .............................................................................
1 2 3
TINJAUAN PUSTAKA Umbi Garut ............................................................................................ Pati ........................................................................................................ Pati Garut .............................................................................................. Tanaman Torbangun ............................................................................. Mineral .................................................................................................. Kalsium ................................................................................................. Fosfor .................................................................................................... Zat Besi ................................................................................................. Zinc ....................................................................................................... Cookies ................................................................................................. Bahan-bahan Cookies ........................................................................... Gula ................................................................................................ Lemak ............................................................................................. Telur................................................................................................ Susu Skim....................................................................................... Uji Organoleptik ..................................................................................... Warna ............................................................................................. Tekstur ............................................................................................ Aroma ............................................................................................. Rasa ...............................................................................................
4 5 5 6 9 10 11 12 13 14 14 14 14 15 15 16 16 17 17 17
METODE Desain, Waktu, dan Tempat ................................................................. Bahan dan Alat ..................................................................................... Tahapan ............................................................................................... Pembuatan Tepung Torbangun ............................................................ Perancangan Formulasi Cookies Pati Garut dengan Penambahan Tepung Torbangun ............................................................................... Uji Organoleptik .................................................................................... Analisis Fisik dan Kimia Cookies .......................................................... Analisis Efisiensi Zat Gizi Cookies........................................................ Rancangan Percobaan ......................................................................... Pengolahan dan Analisis Data ............................................................. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Tepung Torbangun ............................................................ Pengaruh Teknologi terhadap Kandungan Gizi Tepung Torbangun ..... Kandungan Gizi Bahan Baku Pati Garut dan Tepung Torbangun ........
19 19 20 20 21 22 23 23 24 24
25 26 29
Pembuatan Cookies Pati Garut dengan Penambahan Tepung Torbangun ............................................................................................ Karakteristik Organoleptik Cookies Pati Garut dengan Penambahan Tepung Torbangun ............................................................................... Analisis Fisik Cookies Pati Garut dengan Penambahan Tepung Torbangun ............................................................................................ Analisis Kandungan Gizi Cookies Pati Garut dengan Penambahan Tepung Torbangun ............................................................................... Analisis Efisiensi Zat Gizi Cookies ........................................................
35 36 43 44 50
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ......................................................................................... Saran ...................................................................................................
53 54
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... LAMPIRAN ..................................................................................................
55 60
xi
DAFTAR TABEL Tabel 1
Komposisi kimia pati garut ........................................................
6
Tabel 2
Kandungan gizi daun torbangun per 100 gram..........................
8
Tabel 3
Syarat Mutu Cookies menurut SNI 01-2973-1992 .....................
14
Tabel 4
Formulasi cookies pati garut dengan penambahan tepung torbangun .......................................................................
21
Tabel 5
Kandungan gizi pati garut dan tepung torbangun ......................
31
Tabel 6
Analisis fisik cookies kontrol dan penambahan 10% torbangun
43
Tabel 7
Kandungan gizi cookies kontrol dan penambahan tepung torbangun 10% ..........................................................................
45
Harga per mg zat gizi mikro .......................................................
52
Tabel 8
DAFTAR GAMBAR Gambar 1
Umbi garut sebelum dan sesudah dikupas .............................
4
Gambar 2
Daun Torbangun .....................................................................
7
Gambar 3
Diagram alir tahapan penelitian ...............................................
20
Gambar 4
Diagram alir pembuatan tepung torbangun .............................
20
Gambar 5
Proses pembuatan cookies (Faridah 2008 – modiikasi) .........
23
Gambar 6
Tepung torbangun ...................................................................
25
Gambar 7
Tepung pati garut ....................................................................
30
Gambar 8
Perbandingan ulangan 1 dan 2 ..............................................
35
Gambar 9
Skor rata-rata uji mutu hedonik panelis terhadap atribut warna, tekstur, aroma, dan rasa cookies ................................
37
Skor rata-rata kesukaan panelis terhadap atribut warna, tekstur, aroma, rasa, dan keseluruhan cookies .......................
40
Tingkat penerimaan panelis terhadap cookies terhadap atribut warna, tekstur, aroma, rasa, dan keseluruhan .............
42
Gambar 10 Gambar 11
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1
Prosedur analisis sifat fisik (Giantine 2007) ............................
61
Lampiran 2
Prosedur analisis kimia ...........................................................
62
Lampiran 3
Form Uji Organoleptik .............................................................
67
Lampiran 4
Hasil Analisis Kimia Tepung Torbangun ................................
69
Lampiran 5
Hasil analisis fisik cookies kontrol dan torbangun ...................
77
Lampiran 6
Hasil Analisis Kimia cookies ....................................................
78
Lampiran 7
Uji One-Sampel Statististic T-Test analisis fisik dan kimia cookies ....................................................................................
81
Hasil uji hedonik cookies pati garut dan dengan penambahan tepung torbangun ....................................................................
83
Lampiran 9 Hasil uji mutu hedonik cookies pati garut dan dengan penambahan tepung torbangun ..............................................
85
Lampiran 10 Uji sidik ragam karakteristik organoleptik ................................
87
Lampiran 11 Analisis efisiensi zat gizi cookies .............................................
90
Lampiran 8
PENDAHULUAN Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki. UU RI Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan menyebutkan bahwa pangan merupakan hak asasi bagi setiap individu di Indonesia. Oleh karena itu, terpenuhinya kebutuhan pangan di dalam suatu negara merupakan hal yang mutlak harus dipenuhi. Konsep ketahanan pangan di Indonesia berdasar pada UndangUndang RI Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Ketahanan pangan adalah suatu kondisi di mana setiap individu dan rumah tangga memiliki akses secara fisik, ekonomi, dan ketersediaan pangan yang cukup, aman, serta bergizi untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan seleranya bagi kehidupan yang aktif dan sehat. Selain itu, aspek pemenuhan kebutuhan pangan penduduk secara merata dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat juga tidak boleh dilupakan. Beras merupakan makanan pokok bagi penduduk Indonesia sehingga ketergantungan penduduk akan ketersediaan beras sangat tinggi. Pemerintah mulai mengusahakan makanan pendamping yang dapat mensubstitusi beras, yaitu mie dan roti. Pembuatan mie dan roti menggunakan bahan dasar tepung terigu. Namun, gandum sebagai bahan dasar pembuatan tepung terigu tidak tumbuh subur di Indonesia sehingga harus mengimpor gandum dari luar negeri. Hal ini menyebabkan ketergantungan impor Indonesia akan pihak luar menjadi meningkat. Pengeluaran dana untuk penyediaan gandum pun meningkat. Oleh karena itu, terdapat upaya diversifikasi pangan di Indonesia yang kemudian ditindaklanjuti oleh Perpres No. 22 Tahun 2009 tentang Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal dan Permentan No.43/Permentan/OT.140/10/2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Hal ini dilatarbelakangi akan sumber daya pangan lokal di Indonesia yang tersedia cukup melimpah, namun pemanfaatannya kurang maksimal. Salah satunya adalah umbi garut (Maranta arundinaceae Linn.). Umbi garut tersedia cukup banyak, akan tetapi penelitian ilmiah dan pemanfaatan oleh masyarakat masih tergolong rendah. Salah satu olahan utama umbi garut adalah pati garut sebagai salah satu bentuk karbohidrat alami yang murni dan memiliki kekentalan yang tinggi. Pati garut memiliki daya cerna yang tinggi sehingga baik untuk pencernaan. Pati garut dapat digunakan sebagai alternatif pengganti tepung terigu dalam
2
penggunaan bahan baku olahan aneka macam kue, mie, roti kering, bubur bayi, glukosa cair, dan diet pengganti nasi. Hal ini didukung oleh penelitian Susanty (2002), Puspowati (2003), dan Sitorus (2004) yang diacu dalam Herminiati (2005) bahwa pati garut dapat dimanfaatkan untuk membantu memenuhi kebutuhan gizi anak-anak usia 6 sampai 36 bulan melalui pembuatan makanan sapihan. Pembuatan cookies menggunakan pati garut dirasa akan meningkatkan nilai tambah umbi garut. Akan tetapi, hal ini masih dirasa kurang jika hanya menyumbang sebagai sumber karbohidrat. Oleh karenanya, penting dilakukan peningkatan nilai tambah yaitu zat gizi mikro. Dewasa ini, pemenuhan zat gizi mikro masih belum terlalu diperhatikan. Padahal walaupun jumlah kebutuhannya sedikit, namun pemenuhan zat gizi mikro penting adanya. Peningkatan nilai mutu zat gizi mikro dipilih menggunakan torbangun. Hal ini dikarenakan torbangun mengandung zat gizi mikro yang tinggi. Oleh karenanya, diharapkan torbangun dapat menjadi alternatif pemenuhan zat gizi mikro pada cookies pati garut. Kandungan gizi tepung torbangun yaitu kadar air 7.81 (%bb), kadar abu 11.95 (%bk), kadar protein 19.82 (%bk), kadar lemak 7.91 (%bk), kadar karbohidrat 61.05 (%bk), kadar serat pangan 67.22 (%bk), kadar besi 70.77 mg/100g. kadar kalsium 1258.29 mg/100g, kadar fosfor 97.42 mg/100g, kadar zinc 4.18 mg/100g, dan kadar vitamin C 67.60 mg/100g. Baik kiranya mengembangkan potensi pati garut dalam berbagai aspek industri dan perdagangan. Misalnya, menjadi cookies yang telah menjadi snack favorit bagi beberapa orang. Menurut SNI 01-2973-1992, cookies merupakan salah satu jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah bila dipatahkan dan penampang potongannya bertekstur padat (BSN 1992). Cookies dengan penggunaan tepung non-terigu biasanya termasuk ke dalam golongan short dough. Cookies merupakan salah satu makanan yang banyak digemari oleh semua kalangan dan dapat dikonsumsi kapan saja.
Tujuan Penelitian Tujuan Umum Penelitian arundinaceae
“Formulasi
Linn.)
dengan
Cookies
Berbasis
Penambahan
Pati
Tepung
Garut
Torbangun
(Maranta (Coleus
amboinicus Lour) sebagai Sumber Zat Gizi Mikro” bertujuan untuk mendapatkan formula cookies berbasis pati garut dengan penambahan torbangun yang tepat.
3
Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Mendapatkan informasi kadar gizi pati garut sebagai bahan dasar pembuatan cookies.
2. Mendapatkan tepung torbangun sebagai bahan penyerta pembuatan cookies.
3. Mendapatkan formula cookies pati garut dan tepung torbangun yang tepat. 4. Mengevaluasi sifat fisik dan kimia cookies berbasis pati garut dengan penambahan torbangun.
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu adanya produk pangan atau camilan sehat sebagai sumber zat gizi mikro, terutama kalsium dan zat besi.
TINJAUAN PUSTAKA Garut (Maranta arundinaceae Linn.) Tanaman garut (Maranta arundinaceae Linn.) secara taksonomi dapat digolongkan ke dalam Kingdom Plantae, Divisio Magnoliophyta, Kelas Liliopsida, Ordo Zingiberalis, Familia Marantaceae, Genus Maranta, dan Spesies Maranta arundinaceae Linn. Secara umum masyarakat Jawa Barat (Sunda) menyebutnya dengan patat sagu, irut, arut, garut, jelarut. Sedangkan di Amerika arrow-root. Garut merupakan tanaman semak semusim yang memiliki tinggi 75-90 cm, umbi atau rhizoma yang berwarna putih atau cokelat muda ini berukuran 20–45 cm dengan diameter 2–5 cm. Batangnya semu, bulat membentuk rimpang berwarna hijau, daunnya tunggal, bulat memanjang dengan ujung runcing berpelepah, berbulu, dan berwarna hijau. Bunganya merupakan bunga majemuk berbentuk tandan dengan kelopak bunga berwarna hijau sedang mahkotanya berwarna putih. Tanaman garut memiliki akar serabut (Peter 2007).
Gambar 1 Umbi garut sebelum dan sesudah dikupas Umbi garut segar mengandung nutrisi yang cukup tinggi sebagai bahan pangan, yaitu 19.4–21.7% pati, 1.0– 2.2% protein, 69–72% air, 0.6–1.3% serat, 1.3–1.4% kadar abu, serta sedikit gula (Rukmana 2000). Umbi tanaman garut adalah sumber karbohidrat yang memiliki kandungan indeks glikemik rendah (GI=14) dibanding jenis umbi-umbian yang lain sehingga sangat bermanfaat bagi kesehatan terutama untuk penderita diabetes atau penyakit kencing manis (Marsono 2002). Kelebihan umbi garut yang lain adalah kandungan fosfor dan besi yang lebih tinggi, yaitu sebesar 22 mg dan 2 mg tiap 100 g, dibandingkan dengan tepung terigu sehingga sangat baik untuk pertumbuhan tulang dan gigi bagi anak-anak dan usia lanjut (Direktorat Gizi Depkes 2010). Umbi garut segar dapat menghasilkan pati dengan rendemen 15–20%. Selain itu umbi garut juga dapat diolah menjadi tepung garut. Tepung atau pati
5
garut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku produk pangan seperti roti, kue kering (cookies), cake, mie, makanan ringan, dan aneka makanan tradisional. Tepung garut dapat digunakan sebagai campuran tepung terigu pada industri makanan, misalnya pada pembuatan roti tawar dengan proporsi tepung garut 10–20%, pada mie sebesar 15–20%, bahkan pada kue kering sampai 100% (Rukmana 2000).
Pati Pati merupakan salah satu bentuk utama dari karbohidrat dalam makanan. Pati adalah polisakarida yang dibentuk dari sejumlah molekul glukosa dengan ikatan -glikosidik. Oleh karena itu, pati disebut juga karbohidrat kompleks. Pati alami biasanya mengandung amilopektin lebih banyak daripada amilosa. Butiran pati mengandung amilosa berkisar antara 15–30%, sedangkan amilopektin berkisar antara 70–85%. Perbandingan antara amilosa dan amilopektin akan berpengaruh pada sifat kelarutan dan derajat gelatinisasi pati (BeMiller & Whistler 2009).
Pati Garut Pati garut merupakan hasil olahan utama dari umbi garut sebagai salah satu bentuk karbohidrat alami yang murni dan memiliki kekentalan yang tinggi. Kekentalan dipengaruhi oleh keasamaan air yang digunakan dalam proses pengolahanya (Kay 1973). Berdasarkan penelitian Mariati (2001), kadar pati pada beberapa varietas umbi garut cukup tinggi, berkisar antara 92.24–98.78%, kadar pati tepung garut 83.38–89.05%. Kadar amilosa pati garut 29.67–31.34% dari total pati, kadar amilosa pada tepung garut 24.81–27.82%. Menurut Kay (1973) pati garut memiliki sifat-sifat, antara lain: (1) mudah larut dan mudah cerna sehingga cocok untuk makanan bayi dan orang sakit, (2) memiliki bentuk oval dengan panjang 15–17 mikron, (3) varietas banana memiliki granula lebih besar dibandingkan varietas creole, (4) suhu awal gelatinisasi adalah 70oC, (5) mudah mengembang jika kena panas dengan daya mengembang 54%, dan (6) ada beberapa syarat untuk kepentingan komersial, yaitu memiliki warna putih bersih, kadar air tidak boleh lebih dari 18.5%, kandungan abu dan serat rendah, pH 4.5–7, kekentalan 512–640 satuan Brabender.
6
Pati garut dapat digunakan sebagai alternatif pengganti tepung terigu dalam penggunaan bahan baku olahan aneka macam kue, mie, roti kering, bubur bayi, glukosa cair, dan diet pengganti nasi. Hal ini didukung oleh penelitian Susanty (2002), Puspowati (2003), dan Sitorus (2004) yang diacu dalam Herminiati (2005) bahwa pati garut dapat dimanfaatkan untuk membantu memenuhi kebutuhan gizi anak-anak usia 6 sampai 36 bulan melalui pembuatan makan sapihan. Pati garut diperoleh dari rimpang garut yang telah berumur 8 – 12 bulan (Widowati et al. 2002). Tabel 1 Komposisi kimia pati garut Komposisi Kimia Kadar air (%bb) Kadar abu (%bk) Kadar protein (%bk) Kadar lemak (%bk) Kadar karbohidrat (%bk) Sumber : Pratiwi (2008)
Pati Garut 10.05 0.31 0.23 0.55 98.92
Tanaman Torbangun (Coleus amboinicus Lour) Tanaman torbangun (Coleus amboinicus Lour) merupakan tanaman yang biasa disebut dengan nama tanaman atau daun bangun-bangun. Orang Simalungun biasa menyebut tanaman ini dengan nama Torbangun atau Tarbangun. Sedangkan orang Batak Toba atau Karo menyebut tanaman ini dengan Bangun-bangun (Damanik et al. 2001). Masih menurut Damanik et al. (2001), dalam bahasa Simalungun ’bangun’ berarti bangkit, mereka percaya bahwa ibu yang baru melahirkan pasti lemah dan membutuhkan kekuatan untuk penyembuhan. Pemberian tanaman torbangun dapat mengembalikan kondisi ibu ke kondisi yang seimbang. Selain itu daun torbangun telah digunakan oleh masyarakat Batak Sumatera Utara sebagai makanan yang dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas ASI serta status gizi anak yang dilahirkan (Damanik 2005). Botani Tanaman Torbangun Tanaman ini memiliki nama-nama yang berbeda untuk setiap daerah dan suku bangsa,
yaitu tramun (Gayo), daun jinten (Karo), ajeran (Jawa), maja
nereng (Madura), dan iwak (Bali) (Adi 2006). Tanaman torbangun merupakan Kingdom Plantae (tumbuhan), Subkingdom Tracheobionta Superdivisio Spermatophyta (menghasilkan biji), Divisio
(berpembuluh),
Magnoliophyta
(berbunga), Kelas Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil), Sub-kelas Asteridae, Ordo Lamiales, Familia Lamiaceae, dan Genus Coleus
7
Gambar 2 Daun torbangun (Coleus amboinicus Lour) Tidak hanya di Indonesia saja. tanaman ini pun mempunyai nama yang berbeda di berbagai negara seperti di Vietnam dikenal dengan nama Tan day la (Vietnam), Zuo shou xiang, Yin du bo he, Dao shou xiang (Cina), Kuuban oregano (Jepang), Country borage, Indian mint, atau Mexican mint yang merupakan tanaman perdu mirip dengan pohon nilam, berbatang relatif lunak dengan tekstur daun yang tidak rata (Damanik 2009). Karakteristik Tanaman Torbangun Tanaman torbangun (Coleus amboinicus Lour) tumbuh liar di daerah pegunungan dan tempat lain sampai pada ketinggian 1100 m di atas permukaan laut. Tanaman ini termasuk ke dalam famili Labiate dan merupakan tumbuhan perdu yang batangnya tebal, lunak, dan agak berkayu. Tanaman ini bercabangcabang dengan tinggi sampai 1 meter. Batangnya beruas-ruas dan ruas yang menyentuh tanah akan keluar akar. Daun tunggal, tebal berdaging, letaknya berhadapan, bertangkai, bentuk bulat telur dengan ujung runcing, dan tepi daun bergerigi. Tulang daun menonjol seperti jala dan berbau harum bila diremas. Daun dari tanaman ini sering digunakan sebagai obat sedangkan bijinya tidak dipakai (Damanik 2006). Pada keadaan segar helaian daun tebal, sangat berdaging dan berair, tulang daun bercabang-cabang dan menonjol sehingga membentuk bangunan menyerupai jala, permukaan atas berbungkul-bungkul. berwarna hijau muda, dan kedua permukaan berambut halus berwarna putih (Rumetor 2008). Damanik (2007) mengemukakan bahwa daun torbangun (Coleus amboinicus Lour) merupakan tanaman terna sekuler tahunan atau agak menyerupai semak, tidak berumbi, percabangan, agak berbentuk galah, berbulu halus pada saat muda dan lokos jika sudah tua. Santosa (2001) menyatakan bahwa torbangun tidak diketahui asal usulnya dan dikenal sebagai terna tahunan daerah tropis, hidup di dataran rendah hingga ketinggian kira-kira 1100 m di atas permukaan laut.
8
Penelitian yang dilakukan oleh Rumetor (2008) menunjukkan bahwa tanaman daun torbangun (Coleus amboinicus Lour) tidak tahan terhadap curah hujan dan penyinaran yang berlebihan (mudah busuk atau layu). Tanaman ini akan tumbuh baik apabila terdapat tanaman pelindung. Tanaman torbangun dapat dipanen paling cepat umur 2 bulan yang pada kondisi tanah dan iklim yang sesuai. Produksinya cukup tinggi dengan umur panen yang relatif singkat sehingga dapat menjamin ketersediaannya. Kandungan Zat Gizi Daun Torbangun Menurut Rumetor (2008), dalam tanaman daun torbangun (Coleus amboinicus Lour) ditemukan tiga komponen utama yang berkhasiat. Komponen pertama adalah senyawa-senyawa yang bersifat laktagogum, yaitu komponen yang dapat menstimulir produksi kelenjar air susu pada induk laktasi. Komponen kedua adalah komponen gizi dan komponen ketiga adalah komponen farmaseutika
yaitu
senyawa-senyawa
yang
bersifat
buffer,
antibakterial,
antioksidan, pelumas, pelentur, pewarna, dan penstabil. Selain mengandung zat aktif, daun torbangun kaya akan kandungan zat gizi. Manfaat lain daun torbangun telah diteliti oleh Sihombing (2000) yang melaporkan bahwa penggunaan daun torbangun dikombinasikan dengan hati ikan dan vitamin C maupun
tanpa
vitamin
C,
dapat
meningkatkan
ketersediaan
Fe
yang
direfleksikan dengan peningkatan kadar Hb dan Ferritin darah. Tabel 2 Kandungan gizi daun torbangun per 100 gram Komposisi Gizi Energi kalori (Kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Zat Besi (mg) Magnesium (mg) Kalsium(mg) Potasium (mg) Abu (g) Serat (g) Karoten total Vitamin B1 (μkg) Vitamin C (mg) Air (%) Berat dapat dimakan(%) Sumber: Mahmud et al. (2009)
Kandungan 27 1.3 0.6 4.0 13.6 62.5 279 52 1.6 1.0 13288 0.16 5.1 92.5 66
Kandungan kimiawi dalam daun torbangun (Coleus amboinicus Lour) antara lain kalium, minyak atsiri (2%), karvakrol, isoprofil-o-kresol, karvon, limonen, dihidrokarvon, dihidrokarveol, asetaldehida, furol, dan fenol (Adi 2006).
9
Semua zat kimia itu didapatkan di bagian daunnya. Efek farmakologis tanaman ini adalah berbau harum, getir, dan rasa tebal di lidah (Damanik 2009).
Mineral Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak karena itulah yang disebut abu (Winarno 2008). Menurut Soediaoetama (1996), kadar abu menggambarkan banyaknya mineral yang tidak terbakar menjadi zat yang tidak dapat menguap. Jumlah mineral yang diperlukan manusia setiap harinya hanya sedikit dan umumnya kurang dari setengah gram. Walaupun begitu, mineral memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan (Almatsier 2004). Sampai sekarang telah diketahui ada 14 unsur mineral yang berbeda jenisnya diperlukan manusia agar memiliki kesehatan dan pertumbuhan yang baik. Unsur-unsur seperti natrium, klor, kalsium, fosfor, magnesium, dan belerang terdapat dalam tubuh dengan jumlah yang cukup besar dan karenanya disebut unsur mineral makro. Sedangkan unsur mineral lain seperti besi, iodium, mangan, tembaga, zinc, kobalt, dan fluor hanya terdapat dalam tubuh dengan jumlah yang kecil sehingga disebut unsur mineral mikro. Di dalam tubuh unsur mineral berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno 2007). Kelarutan mineral dalam bahan pangan dapat berubah selama persiapan, pengolahan, penyimpanan, dan tergantung pengaruh lingkungan seperti potensial reduksi dan tingkat keasaman (pH) serta senyawa-senyawa yang dapat membentuk kompleks atau kelat dengan mineral (Prangdimurti 1992). Kandungan mineral yang terkandung dalam bahan makanan dan minuman dapat berkurang atau hilang karena proses pengolahan. Menurut Fuerstenau dan Han (2003), kehilangan mineral selama proses pengolahan sayur dan buah bervariasi disebabkan berbagai seperti faktor genetik, penanganan panen, kandungan zat dalam tanah yang bervariasi, kesuburan tanah dan pH, faktor lingkungan, dan kematangan dari tanaman. Proses pengolahan seperti canning, boiling, steaming, blanching, dan baking merupakan proses-proses yang dapat mengakibatkan terjadinya kehilangan mineral dari bahan pangan.
10
Kalsium Kalsium adalah salah satu unsur penting di dalam tubuh yang tergolong sebagai mineral makro. Kalsium dapat membentuk tulang dengan bekerja sama dengan fosfor, magnesium, tembaga, mangan, seng, boron, fluorida, vitamin A, C, D, dan trace element. Fungsi utama kalsium adalah mengisi kepadatan (densitas) tulang. Kalsium di dalam tulang mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai integral dari struktur tulang dan sebagai tempat penyimpanan kalsium. Kalsium juga berperan dalam pembentukan gigi (Wirakusumah 2007). Angka kecukupan kalsium rata-rata per hari orang Indonesia ditetapkan menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi LIPI (2004). Remaja hinggga dewasa memiliki kebutuhan kurang lebih 800 mg per hari. Kebutuhan kalsium dapat diperoleh dari makanan. Menurut Wirakusumah (2007) sumber kalsium terbaik adalah susu dan produk olahannya seperti yoghurt, es krim, keju, ikan yang dapat dimakan bersama tulangnya, kacang-kacangan dan produk olahannya, buah dan sayur seperti brokoli, kangkung, caysim, dan lain-lain. Sayuran hijau merupakan sumber kalsium yang baik. namun menurut Almatsier (2004) bahan makanan ini mengandung banyak zat yang meghambat penyerapan kalsium seperti serat, fitat, dan oksalat. Almatsier (2004) menyatakan bahwa dalam keadaan normal, sebanyak 30-50% kalsium yang dikonsumsi diabsorpsi oleh tubuh. Kemampuan absorpsi lebih tinggi pada masa pertumbuhan dan menurun pada proses menua. Kemampuan absorpsi pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan pada semua golongan usia. Absorpsi kalsium terjadi di bagian atas usus halus yaitu duodenum. Absorpsi utama terhadap kalsium dilakukan secara aktif dengan menggunakan alat angkut protein-pengikat kalsium. Vitamin D meningkatkan absorpsi pada mukosa usus dengan cara merangsang produksi protein-pengikat kalsium. Aktivitas fisik juga berpengaruh baik terhadap absorbsi kalsium. Jika enzim laktase tersedia dalam jumlah yang cukup, maka laktosa juga dapat meningkatkan absorbsi kalsium. namun jika defisiensi laktase, maka justru akan menghambat absorbsi. Lemak dapat meningkatkan waktu transit makanan melalui saluran cerna. Hal ini dapat member waktu lebih banyak untuk absorbsi kalsium. Absorbsi kalsium lebih baik bila dikonsumsi dengan makanan. Pada umumnya, dianjurkan rasio kalsium:fosfor di dalam makanan di antara 1:1 dan 2:1 (Almatsier 2004).
11
Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan, tulang kurang kuat, mudah bengkok, dan rapuh. Kadar kalsium darah yang sangat rendah dapat menyebabkan tetani atau kejang (Almatsier 2004).
Fosfor Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak di dalam tubuh, yaitu 1% dari berat badan. Kurang lebih 85% fosfor di dalam tubuh terdapat sebagai garam kalsium fosfat, yaitu bagian dari kristal hidroksiapatit di dalam tulang dan gigi yang tidak dapat larut. Hidroksiapatit memberi kekuatan dan kekakuan pada tulang. Fosfor di dalam tulang berada pada perbandingan 1:2 dengan kalsium. Fosfor selebihnya terdapat di dalam semua sel tubuh, separuhnya di dalam otot dan di dalam cairan ekstraseluler. Fosfor merupakan bagian dari asam nuklet DNA dan RNA yang terdapat dalam tiap inti sel dan sitoplasma tiap sel hidup. Sebagai fosfolipid, fosfor merupakan komponen struktural dinding sel. Sebagai fosfat organik, fosfor memegang peranan penting dalam reaksi yang berkaitan dengan penyimpanan atau pelepasan energi dalam bentuk Adenin Trifosfat (ATP) (Almatsier 2004). Fosfor merupakan salah satu jenis dari mineral makro yang diperlukan untuk tubuh untuk kalsifikasi tulang dan gigi, mengatur pengalihan energi, absorpsi dan transportasi yang gizi, bagian dari ikatan tubuh esensial, dan pengaturan keseimbangan asam-basa. Fosfor terdapat di semua sel makhluk hidup, oleh karena itu fosfor terdapat di dalam semua makanan, terutama makanan yang kaya protein. Kekurangan fosfor menyebabkan kerusakan tulang, sedangkan kelebihan fosfor akan menyebabkan kejang (Almatsier 2004). Fosfor merupakan zat penting dari semua jaringan tubuh. Fosfor penting untuk fungsi otot dan sel-sel darah merah, pembentukan adenosine trifosfat (ATP) dan 2,3-difosfogliserat (DPG), dan pemeliharaan keseimbangan asam-basa, juga untuk sistem saraf dan perantara metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Kadar normal serum fosfor berkisar 2.5 dan 4.5 mg/dl dan dapat setinggi 6 mg/dl pada bayi dan anak-anak. Fosfor merupakan anion utama dalam cairan intraseluler. Sekitar 85% fosfor terletak dalam tulang dan gigi, 14% dalam jaringan lunak, dan kurang dari 1% dalam cairan ekstraseluler (Mima & Poamela 2001).
12
Fosfor adalah anion utama dari cairan intraseliler (CIS). Karena simpanan intraseluler besar, pada kondisi akut tertentu, fosfor dapat bergerak ke dalam atau keluar sel, menyebabkan perubahan dramatik pada fosfor plasma. Secara kronis, peningkatan subtansial atau penurunan dapat terjadi dalam kadar fosfor intraseluler tanpa perubahan kadar bermakna. Jadi, kadar fosfor plasma tidak selalu menunjukan kadar intraselular. Meskipun kebanyakan laboratorium dan laporan elemen fosfor, hampir semua fosfor yang ada dalam tubuh berbentuk fosfat (PO43-) dan istilah fosfor dan fosfat sering digunakan secara bertukaran (Mima & Poamela 2001).
Zat besi Besi memainkan peranan yang sangat penting dalam gizi dan kesehatan (Meiri 2005). Zat besi berfungsi untuk membantu metabolisme energi sebagai kofaktor enzim-enzim, meningkatkan hemoglobin darah, sebagai sistem kekebalan
tubuh,
dan
pelarut
obat-obatan.
Kekurangan
besi
dapat
mengakibatkan anemia dan menurunnya fungsi kekebalan tubuh (Almatsier 2004). Jumlah seluruh besi di dalam tubuh orang dewasa sekitar 3-5 g, 70% terdapat dalam haemoglobin dan 25% terdapat di dalam hati, limpa, dan sumsum tulang. Metabolisme zat besi tampak unik karena kecilnya pertukaran besi dengan lingkungan saetiap harinya. Pada dasarnya ada 5 proses metabolisme zat besi dalam tubuh yaitu penyerapan, transportasi, pemantapan dan pengawetan, penyimpanan, dan pembuangan (Meiri 2005). Angka kecukupan besi rata-rata per hari orang Indonesia ditetapkan menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi LIPI (2004).
Remaja hinggga dewasa memiliki kebutuhan
kurang lebih 13-19 mg per hari untuk laki-laki, dan 26 mg per hari untuk wanita. Menurut British Nutrition Foundation (1995), berdasarkan kandungan besinya makanan dibagi menjadi tiga kelompok yaitu makanan dengan kandungan besi rendah yaitu kurang dari 0.7 mg (besi/1000 Kal), makanan dengan kandungan besi sedang yaitu antara 0.7-1.9 mg (besi/1000 Kal), dan makanan dengan kandungan besi tinggi yaitu lebih dari 2.0 mg (besi/1000 Kal). Fe terdapat dalam bahan makanan hewani, kacang-kacangan, dan sayuran berwarna hijau tua. Pemenuhan Fe oleh tubuh memang sering dialami sebab rendahnya tingkat penyerapan Fe di dalam tubuh, terutama dari sumber Fe nabati yang hanya diserap 1-2%. Penyerapan Fe asal bahan makanan
13
hewani dapat mencapai 10-20%. Fe bahan makanan hewani (heme) lebih mudah diserap daripada Fe nabati (non heme). Keanekaragaman konsumsi makanan sangat penting dalam membantu meningkatkan penyerapan Fe di dalam tubuh. Kehadiran protein hewani, vitamin C, vitamin A, asam folat, zat gizi mikro lain dapat meningkatkan penyerapan zat besi dalam tubuh (Gizi.net 2007). Menurut Almatsier (2004), penyerapan besi meningkat dengan adanya vitamin C. Vitamin C sangat membantu penyerapan besi non-heme dengan mengubah bentuk feri menjadi fero. Juga membentuk gugus besi-askorbat yang tetap larut pada pH lebih tinggi dalam duodenum.
Zinc (Zn) Total zinc dalam tubuh kita adalah 1,5 – 2,5 g (Linder 2006). Diperkirakan dalam tulang mengandung 60 mg zinc dan akan meningkat pada masa pertumbuhan yaitu 0,46 μmol/g (30ug/g). Pada orang dewasa total zinc tubuh berkisar 1,5 g pada wanita dan 2,5 g pada laki-laki (King and Keen 1998). Zinc sebagian besar ada dalam tulang dan tidak dapat digunakan untuk metabolisme (Linder 2006). Almatsier (2004) merincikan lagi bahwa zinc sebagian besar berada di dalam hati, pankreas, ginjal, otot dan tulang. Jaringan yang banyak mengandung zinc adalah bagian mata, kelenjar prostat, spermatazoa, kulit rambut dan kuku. Zinc adalah komponen lebih dari 300 enzim dan yang penting diperlukan untuk sintesa DNA, pergantian sel dan sintesa protein (Firmansyah 2004). Linder (2006) juga menyebutkan bahwa zinc juga berperan dalam reaksi-reaksi yang berkaitan dengan sintesis dan degradasi karbohidrat, protein, lipida dan asam nukleat. Dengan demikian zinc esensial untuk pertumbuhan, pematangan seks, fungsi kognitif dan imun serta reproduksi (Kartono & Soekatri 2004). Absorpsi zinc juga berkompetisi dengan ion-ion metal transisi, terutama Fe²+/Fe³+ dan Cu²+ dan sebaliknya penyerapan zinc memerlukan energi dan akan meningkat oleh sitrat (Linder 2006).
Cookies Menurut SNI 01-2973-1992, cookies merupakan salah satu jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah bila dipatahkan dan penampang potongannya bertekstur padat (BSN 1992). Cookies
14
dengan penggunaan tepung non-terigu biasanya termasuk ke dalam golongan short dough. Cookies yang dihasilkan harus memenuhi syarat mutu yang ditetapkan agar aman untuk dikonsumsi. Syarat mutu cookies yang digunakan merupakan syarat mutu yang berlaku secara umum di Indonesia berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2973-1992), seperti tercantum pada tabel berikut ini: Tabel 3 Syarat Mutu Cookies menurut SNI 01-2973-1992 Kriteria Uji Kalori (Kalori/100 gram) Air (%) Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) Abu (%) Serat kasar (%) Logam berbahaya Bau dan rasa Warna Sumber: (BSN 1992)
Klasifikasi Minimum 400 Maksimum 5 Minimum 9 Minimum 9.5 Minimum 70 Maksimum 1.5 Maksimum 0.5 Negatif Normal dan tidak tengik Normal
Bahan-Bahan Cookies Gula Gula merupakan bahan yang banyak digunakan dalam pembuatan cookies. Jumlah gula yang ditambahkan biasanya berpengaruh terhadap tesktur dan penampilan cookies. Fungsi gula dalam proses pembuatan cookies selain sebagai pemberi rasa manis, juga berfungsi memperbaiki tesktur, memberikan warna pada permukaan cookies, dan mempengaruhi cookies. Meningkatnya kadar gula di dalam adonan cookies, akan mengakibatkan cookies menjadi semakin keras. Dengan adanya gula, maka waktu pembakaran harus sesingkat mungkin agar tidak hangus karena sisa gula yang masih terdapat dalam adonan dapat mempercepat proses pembentukan warna. Jenis gula yang umum digunakan yaitu gula bubuk (icing sugar) untuk adonan lunak dan gula kastor (gula pasir yang halus butirannya). Jenis gula lain yang dapat digunakan untuk memberikan karakteristik flavor yang berbeda, antara lain: madu, brown sugar, molase, malt dan sirup jagung (Faridah 2008). Lemak Lemak merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan cookies. Kandungan lemak dalam adonan cookies merupakan salah satu faktor yang berkontribusi pada variasi berbagai tipe cookies. Di dalam adonan, lemak memberikan fungsi shortening dan fungsi tekstur sehingga cookies/biskuit
15
menjadi lebih lembut. Selain itu, lemak juga berfungsi sebagai pemberi flavor. Selama proses pencampuran adonan, air berinteraksi dengan protein tepung terigu dan membentuk jaringan teguh serta berpadu. Pada saat lemak melapisi tepung, jaringan tersebut diputus sehingga karakteristik makan setelah pemanggangan menjadi tidak keras, lebih pendek dan lebih cepat meleleh di dalam mulut (Faridah 2008). Lemak yang biasanya digunakan pada pembuatan cookies adalah mentega (butter) dan margarin. Gunakan lemak sebanyak 65 – 75 % dari jumlah tepung. Presentase ini akan menghasilkan kue yang rapuh, kering, gurih dan warna kue kuning mengkilat. Untuk mendapatkan rasa dan aroma dalam pembuatan cookies dan biskuit, mentega dan margarin dapat dicampur, pergunakan mentega 80% dan margarin 20%, perbandingan ini akan menghasilkan rasa kue yang gurih dan lezat. Jangan menggunakan lemak berlebihan, akibatnya kue akan melebar dan mudah hancur, sedangkan jumlah lemak terlalu sedikit akan menghasilkan kue bertekstur keras dengan rasa seret dimulut (Faridah 2008). Margarin cenderung lebih banyak digunakan pada pembuatan cookies karena harganya relatif lebih rendah dari butter. Fungsinya untuk menghalangi terbentuknya gluten. Lemak mungkin adalah bahan yang paling penting diantara bahan baku yang lain dalam industri cookies/biskuit. Telur Telur berpengaruh terhadap tekstur produk patiseri sebagai hasil dari fungsi emulsifikasi, pelembut tekstur, dan daya pengikat. Penggunaan kuning telur memberikan tekstur cookies yang lembut, tetapi struktur dalam cookies tidak sebaik jika digunakan keseluruhan bagian telur. Merupakan pengikat bahanbahan lain, sehingga struktur cookies lebih stabil. Telur digunakan untuk menambah rasa dan warna. Telur juga membuat produk lebih mengembang karena menangkap udara selama pengocokan. Putih telur bersifat sebagai pengikat/pengeras. Kuning telur bersifat sebagai pengempuk (Faridah 2008). Susu Skim Susu skim berbentuk padatan (serbuk) memiliki aroma khas kuat dan sering digunakan pada pembuatan cookies. Skim merupakan bagian susu yang mengandung protein paling tinggi yaitu sebesar 36.4%. Susu skim berfungsi memberikan aroma, memperbaiki tesktur dan warna permukaan. Laktosa yang terkandung di dalam susu skim merupakan disakarida pereduksi, yang jika
16
berkombinasi dengan protein melalui reaksi maillard dan adanya proses pemanasan akan memberikan warna cokelat menarik pada permukaan cookies setelah dipanggang (Faridah 2008).
Uji Organoleptik Pengujian inderawi adalah pengujian bahan secara subjektif dengan menggunakan panca indera manusia. Walaupun peralatan telah berkembang pesat, namun penilaian makanan dengan menggunakan indera tetap penting karena ada beberapa karakteristik makanan hanya dapat dinilai dengan indera manusia. Penilaian inderawi sangat penting dalam pengembangan produk makanan kaitannya dengan perbaikan gizi. Uji organoleptik atau disebut juga pengujian secara sensory evaluation didasarkan atas indera penglihatan, indera pencium, indera perasa, dan mungkin indera pendengar. Penentuan penerimaan terhadap produk makanan dapat dilakukan melalui uji hedonik atau kesukaan (Setyaningsih et al. 2010). Terdapat beberapa uji organoleptik yang biasa digunakan dalam industri pangan diantaranya uji kesukaan (hedonik) dan uji mutu hedonik. Pada uji hedonik panelis diminta tanggapannya mengenai kesukaan dan ketidaksukaan terhadap suatu produk, sedangkan untuk uji mutu hedonik tanggapan yang diberikan berdasarkan kesan baik atau buruk. Menurut Rahayu (1998), biasanya uji hedonik bertujuan untuk mengetahui respon panelis terhadap sifat mutu yang umum misalnya warna, aroma, tekstur, dan rasa. Melalui uji hedonik akan diketahui sifat mutu minuman yang dihasilkan baik rasa, aroma, warna, dan tekstur. Sedangkan uji mutu hedonik ingin mengetahui respon terhadap sifat-sifat produk yang lebih spesifik. Warna Warna merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan produk dan turut dalam menentukan mutu dari produk. Menurut Setyaningsih (2010), meskipun warna paling cepat dan mudah dalam memberi kesan, tetapi paling sulit diberi deskripsi dan sulit cara pengukurannya. Pemilihan warna yang tepat dan sesuai tentu akan menarik minat dan keinginan dari konsumen untuk membeli. Menurut Winarno dan Rahayu (1994), selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan. Baik tidaknya cara pencampuran atau cara pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna yang seragam dan merata.
17
Menurut
Vaclavik
dan
Christian
(2003),
intensitas
warna
juga
dapat
mempengaruhi persepsi dari rasa makanan atau minuman. Warna yang kuat dapat menyebabkan persepsi terhadap rasa yang kuat. Tekstur Tekstur merupakan salah satu faktor penting dalam penentuan mutu bahan pangan. Tekstur dan konsistensi suatu bahan akan mempengaruhi cita rasa yang ditimbulkan oleh bahan tersebut. Menurut Winarno (2008), dari penelitian-penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa perubahan tekstur atau viskositas bahan dapat mengubah rasa dan bau yang timbul karena dapat mempengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel reseptor olfaktori dan kelenjar air liur. Manusia dapat mengetahui tekstur suatu makanan atau minuman dengan menggunakan indera peraba seperti tangan, kulit, mulut, bibir, dan lidah. Penginderaan tentang tekstur yang berasal dari sentuhan dapat ditangkap oleh keseluruhan permukaan kulit, tetapi biasanya jika orang ingin mengetahui tesktur suatu bahan digunakan ujung jari tangan (Setyaningsih et al. 2010). Aroma Aroma merupakan hasil kombinasi antara rasa dan bau. Aroma dapat dideteksi dengan menggunakan epithelium olfaktori bagian atas dari rongga hidung
(Vaclavik&Christian
2003).
Manusia
mampu
mendeteksi
dan
membedakan sekitar 16 juta jenis bau karena mempunyai 10-20 juta sel olfaktori yang bertugas mengenali dan menentukan jenis bau yang masuk (Winarno 2008). Manusia menggunakan hidung sebagai alat untuk mendeteksi aroma dan bau. Pembauan disebut pencicipan jarak jauh karena manusia dapat mengenal enaknya makanan yang belum terlihat hanya dengan mencium baunya dari jarak jauh (Setyaningsih et al. 2010). Temperatur dari makanan juga dapat mempengaruhi aroma. Makanan hangat memberikan aroma yang lebih kuat dibandingkan dengan makanan dingin. Rasa Rasa merupakan faktor penentu daya terima konsumen terhadap produk pangan. Vaclavik dan Christian (2003) mengemukakan bahwa rasa dari makanan adalah kombinasi dari lima rasa dasar yaitu asin, manis, asam, pahit, dan umami. Rasa itu sangat kompleks dan sulit untuk digambarkan. Gula, alkohol, aldehid, dan beberapa jenis asam amino dapat memberikan rasa manis dengan rentang yang sangat luas. Sedangkan rasa asam bisa didapatkan dari
18
vinegar, jus lemon, dan asam organik lain yang terdapat pada buah-buahan. Seseorang dapat membedakan rasa suatu minuman dengan menggunakan indera pencicip yaitu lidah. Menurut Setyaningsih (2010), putting pencicip manusia hanya dapat membedakan empat cicip dasar yaitu manis, pahit, asin, dan asam. Diluar keempat cicip dasar itu puting pencicip tidak terangsang atau responsif. Menurut Winarno (2008), waktu terjadinya rangsangan dan timbulnya rasa sangat cepat yaitu 1,5 x 10-3. Rasa suatu produk pangan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, temperatur, konsistensi, dan interaksi dengan komponen rasa yang lain serta jenis dan lama pemasakan.
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama lima bulan dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai Maret 2011, bertempat di laboratorium Institut Pertanian Bogor Dramaga, Bogor. Analisis fisik dilakukan di Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU), analisis kimia dilakukan di Laboratorium Analisis Zat Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Sedangkan uji organoleptik dilakukan di Laboratorium Organoleptik, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat Bahan Bahan yang digunakan terdiri atas bahan utama dan bahan pendukung. Bahan utama adalah umbi garut dan daun torbangun. Pati garut didapatkan dari Koperasi Bumi Pertiwi Indonesia, PT Aurduri Mitrasarana, Malang-Jawa Timur dengan merek Bambu Putih. Bahan pendukung yang digunakan adalah susu skim, margarin, gula halus, lemak, dan telur. Bahan kimia yang digunakan adalah aquades, HCl, NaOH, H2SO4, HNO3, alkohol, dan bahan-bahan untuk analisis proksimat. Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian dibagi dalam empat kelompok, yaitu alat untuk membuat tepung daun torbangun, alat untuk membuat cookies, alat untuk analisa dan alat untuk uji organoleptik. Peralatan untuk membuat cookies antara lain baskom plastik, pisau, talenan, sendok kecil, oven, mixer, sodet, piping bag, kuas, dan loyang. Alat-alat untuk analisa fisik cookies yaitu Texture Analyzer XT-21 dan aw meter Shibaura WA-360. Peralatan analisis kimia meliputi cawan porselen, erlenmeyer, labu Kjeldahl, Soxhlet, tanur, oven, bunsen, pipet, kertas saring, labu kaca, gelas ukur, timbangan dan desikator. Peralatan untuk analisa fisik adalah sentrifuse, pH meter, penangas air, timbangan, labu takar, gelas piala, buret, pisau, dan cawan pengukur. Sedangkan untuk uji organoleptik digunakan kertas kuisioner, pulpen, air putih, sampel uji, piring, dan kertas tissue.
20
Tahapan Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan. Tahapan penelitian disajikan pada Gambar 3. Pembuatan tepung torbangun
Analisis kandungan gizi tepung torbangun
Formulasi cookies
Formula cookies kontrol
Formula cookies torbangun I
Formula cookies torbangun III
Formula cookies torbangun II
Uji Organoleptik
Formula terpilih
Analisis zat gizi, dan serat pangan & kasar
Analisis biaya pembuatan cookies
Gambar 3 Diagram alir tahapan penelitian
Pembuatan Tepung Daun Torbangun Daun torbangun dicuci hingga bersih Kemudian dimasukkan ke dalam drumdryer pada suhu 60oC selama 20 detik Selanjutnya, tepung diayak menggunakan ayakan mesh 80 Gambar 4 Diagram alir pembuatan tepung torbangun
21
Perancangan Formula Cookies Formulasi cookies pati garut dengan penambahan daun torbangun didapatkan dari hasil modifikasi penelitian Yulan Isnaharani (2007) pada skripsi berjudul “Pemanfaatan Tepung Jerami Nangka (Artocarpus heterophyllus Lmk.) dalam Pembuatan Cookies Tinggi Serat.” Formula tersebut dapat dilihat pada tabel 4: Tabel 4 Formulasi cookies pati garut dengan penambahan tepung torbangun Bahan Pangan Pati Garut Tepung Torbangun Susu Skim Gula Halus Margarin Mentega Kuning Telur
Kontrol (g) 125.00
F1 (10%) (g) 125.00
F2 (15%) (g) 125.00
F3 (20%) (g) 125.00
0.00
12.50
18.75
25.00
30.00 40.00 30.00 30.00 18.00
30.00 40.00 30.00 30.00 18.00
30.00 40.00 30.00 30.00 18.00
30.00 40.00 30.00 30.00 18.00
Penambahan tepung torbangun didasarkan pada adisi (penambahan) yang menggunakan rasio penambahan pati garut : tepung torbangun. Artinya, dalam F1 (10%), yaitu penambahan tepung garut 10% setiap penambahan 125 g pati garut, yaitu 12.5 g. Begitu juga dengan F2 (15%) dan F3 (20%), berturutturut yaitu 18.75 g dan 25 g. Penetapan formula F1 (10%), F2 (15%), dan F3 (20%) didasarkan pada klaim cookies yaitu sebagai sumber zat gizi mikro. Di mana peraturan BPOM (2003) menyatakan suatu produk pangan dalam bentuk padat minimal mengandung 15% angka kecukupan gizi (AKG) zat gizi mikro untuk dapat disebut sebagai sumber zat gizi mikro. Perlu diketahui bahwa penetapan formulasi bawah (F1=10%) menggunakan aplikasi microsoft excel dengan rumus perhitungan. Di mana pada formulasi 10% penambahan torbangun akan menyumbang zat gizi besi sebesar 15% AKG. Proses pembuatan cookies pati garut dan tepung torbangun terdiri dari beberapa tahap, yaitu penimbangan bahan, pencampuran bahan (mixing), pencetakan adonan, pemangganggan dengan oven, pendinginan (cooling), dan pengemasan. Adapun skema proses pembuatan cookies dapat dilihat pada Gambar 5.
22
Lemak, gula, garam dan bahan pengembang dicampur sampai terbentuk krim homogen dengan menggunakan mixer Selanjutnya, ditambahkan telur dan dikocok dengan kecepatan rendah dan selama pembentukan krim dapat ditambahkan bahan pewarna dan essence Pada tahap akhir ditambahkan susu, pati garut, dan tepung daun torbangun secara perlahan Pengadukan dilakukan sampai terbentuk adonan yang cukup mengembang dan mudah dibentuk Cookies dicetak sesuai dengan selera Cookies dioven pada suhu 160-200oC dengan lama pembakaran 10 -15 menit Gambar 5 Proses pembuatan cookies (Faridah 2008 – modifikasi) Uji Organoleptik Pada uji hedonik panelis diminta tanggapannya mengenai kesukaan dan ketidaksukaan terhadap suatu produk, sedangkan untuk uji mutu hedonik tanggapan yang diberikan berdasarkan kesan baik atau buruk. Menurut Rahayu (1998), biasanya uji hedonik bertujuan untuk mengetahui respon panelis terhadap sifat mutu yang umum misalnya warna, aroma, tekstur, dan rasa. Uji organoleptik yang dilakukan pada pembuatan minuman suplemen Torbangun adalah uji hedonik dan mutu hedonik. Melalui uji hedonik akan diketahui sifat mutu minuman yang dihasilkan baik rasa, aroma, warna, dan tekstur. Sedangkan uji mutu hedonik ingin mengetahui respon terhadap sifat-sifat produk yang lebih spesifik. Uji organoleptik dilakukan terhadap panel agak terlatih. Hal ini dikarenakan lebih mudah mendapatkan panel agak terlatih di Departemen Gizi Masyarakat. Panel agak terlatih adalah panel yang seringkali dijadikan panelis secara musiman atau kadang-kadang, sehingga sering dikumpulkan untuk mendapatkan latihan sebentar atau diberi penjelasan secukupnya. Mahasiswa Gizi Masyarakat, seringkali menjadi panelis bagi penelitian skripsi sebelumnya, juga didukung oleh mata kuliah tentang uji organoleptik. Oleh karena itu, panel agak terlatih lebih mudah didapatkan. Uji organoleptik dengan panel agak terlatih membutuhkan 15 – 25 orang (Setyaningsih et al. 2010). Pengujian dilakukan dengan menyajikan satu piring dengan bersekat yang masing-masing berisi empat potong cookies. Setiap piring berisi empat
23
perlakuan dan diberi kode dari tiga angka acak yang berbeda tiap piringnya. Dalam uji hedonik panelis diminta untuk menilai tingkat kesukaan produk dengan skala 1 – 9, yaitu (1) Amat sangat tidak suka, (2) Sangat tidak suka, (3) Tidak suka, (4) Agak tidak suka, (5) Biasa, (6) Agak suka, (7) Suka, (8) Sangat suka, dan (9) Amat sangat suka. Pada uji mutu hedonik, panelis diminta untuk memberikan penilaian terhadap sifat produk meliputi warna dengan nilai (1) Hijau kehitaman, (2) Hijau tua, (3) Hijau, (4) Hijau muda, (5) Cokelat, (6) Cokelat muda, (7) Cokelat kekuningan, (8) Krem, dan (9) Putih gading. Tekstur dengan nilai (1) Amat sangat rapuh, (2) Sangat rapuh, (3) Rapuh, (4) Agak rapuh, (5) Biasa, (6) Agak renyah, (7) Renyah, (8) Sangat renyah, dan (9) Amat sangat renyah. Aroma dengan nilai (1) Amat sangat langu, (2) Sangat langu, (3) Langu, (4) Agak langu, (5) Biasa, (6) Agak harum, (7) Harum, (8) Sangat harum, dan (9) Amat sangat harum. Rasa dengan nilai (1) Amat sangat pahit, (2) Sangat pahit, (3) Pahit, (4) Agak pahit, (5) Hambar, (6) Agak manis, (7) Manis, (8) Sangat manis, dan (9) Amat sangat manis.
Analisis Fisik dan Kimia Cookies Analisis fisik yang meliputi: uji kekerasan (Giantine 2007) dan uji aktivitas air (aw). Analisis kimia yang dilakukan meliputi: Kadar Air (AOAC 1995), Kadar Abu Metode Gravimetri (AOAC 1995) , Kadar Protein metode mikro kjeldahl (AOAC 1995) , Kadar Lemak (AOAC 1995), Kadar Serat Pangan Metode Enzimatis (AOAC 1995) , Kadar Serat Kasar (SNI 01-2891-1992), Kadar Karbohidrat (Winarno 1997) , Kadar Ca Metode AAS (Apriyantono et al. 1989) , Kadar Fosfor Metode Spektrofotometri, Kadar Besi
dan Seng Metode AAS
(Apriyantono et al. 1989) , Analisis Vitamin C, dan Analisis Nilai Energi (Almatsier 2004).
Analisis Efisiensi Zat Gizi Cookies Analisis biaya pembuatan cookies dilakukan untuk menentukan harga jual cookies formula terpilih. Analisis ini dilakukan untuk skala industri kecil. Analisis biaya pembuatan membutuhkan data harga bahan baku pembuatan cookies, harga kemasan, upah tenaga kerja, dan harga alat untuk pembuatan cookies beserta kapasitas alat tersebut.
24
Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Faktor yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penambahan daun torbangun pada adonan pati garut, terdiri dari atas empat taraf yaitu penambahan tepung torbangun sebesar 0 persen, 10 persen, 15 persen, dan 20 persen dari total kombinasi tepung yang digunakan dalam cookies dengan dua periode pembuatan cookies sebagai kelompok. Model rancangan percobaan adalah sebagai berikut: Yij = + Ai + Eij Keterangan: Yij
= Nilai pengamatan respon karena pengaruh presentase. Penambahan tepung torbangun terhadap pati garut taraf ke-i pada tingkat adisi pada ulangan ke-j
i
= banyaknya taraf tingkat penambahan tepung torbangun (i = 0%, 10%, 15%, dan 20%)
j
= banyaknya ulangan (j = 1,2)
= rataan sebenarnya
Ai
= pengaruh tingkat penambahan tepung torbangun taraf ke-i
Eij
=kesalahan percobaan karena pengaruh penambahan tepung torbangun terhadap pati garut taraf ke-i pada ulangan ke-j
Pengolahan dan Analisis Data Hasil penilaian organoleptik dianalisa menggunakan analisis ragam program SPSS 16, jika ada data berbeda nyata maka dilanjutkan dengan Uji Duncan (Setyaningsih dkk. 2010). Analisis fisik dan kimia dianalisis dengan menggunakan uji beda one-sample t-test.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Tepung Torbangun Torbangun (Coleus amboinicus Lour) telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Batak, Sumatera Utara sebagai makanan yang dapat memperlancar ASI. Menurut Rumetor (2008), dalam tanaman daun torbangun (Coleus amboinicus Lour) ditemukan tiga komponen utama yang berkhasiat. Komponen pertama adalah senyawa-senyawa yang bersifat laktagogum, yaitu komponen yang dapat menstimulir produksi kelenjar air susu pada induk laktasi. Komponen kedua adalah komponen gizi dan komponen ketiga adalah komponen farmaseutika
yaitu
senyawa-senyawa
yang
bersifat
buffer,
antibakterial,
antioksidan, pelumas, pelentur, pewarna, dan penstabil. Dilihat secara aspek gizi, dapat digunakan sebagai salah satu bahan pangan sumber zat gizi mikro, yaitu mineral seperti besi (Fe), kalsium (Ca), dan magnesium (Mg). Sihombing (2000) melaporkan bahwa penggunaan daun torbangun dikombinasikan dengan hati ikan dan vitamin C maupun tanpa vitamin C, dapat meningkatkan ketersediaan Fe yang direfleksikan dengan peningkatan kadar Hb dan Ferritin darah. Rumetor (2008) menambahkan bahwa tanaman torbangun dapat dipanen paling cepat umur 2 bulan pada kondisi tanah dan iklim yang sesuai. Upaya pemanfaatan torbangun sebagai sumber zat gizi mikro, terutama besi dan kalsium, dipilih digunakan sebagai bahan adisi untuk cookies yang menggunakan pati umbi garut sebagai bahan dasarnya. Torbangun dipilih digunakan sebagai tepung dengan tujuan agar dapat dipadukan dengan pati garut.
Gambar 6 Tepung torbangun Pembuatan tepung torbangun dipilih dengan menggunakan drumdryer pada suhu 60 – 80 oC selama 20 detik. Alasan pemilihan drumdryer sebagai alat pembuatan tepung dikarenakan waktunya yang singkat dalam pemaparan panas pada torbangun. Hal ini memberikan efek positif terhadap kualitas torbangun
26
yang dihasilkan, baik dari segi gizi maupun penampakannya. Kandungan gizi dapat terjaga serta tepung yang dihasilkan masih berwarna hijau cerah. Pada pembuatan tepung torbangun, hanya menghasilkan 10% dari berat basahnya. Misalnya, berat basah torbangun adalah 2.500 gram, maka hanya menghasilkan 250 gram tepung torbangun. Hal ini dikarenakan kandungan air yang tinggi pada torbangun segar, yaitu 92,5% dalam 100 gram torbangun.
Pengaruh Teknologi terhadap Kandungan Gizi Tepung Torbangun Seperti telah dijelaskan di atas, drumdryer dipilih sebagai salah satu teknologi yang digunakan untuk melakukan pengeringan dan pembuatan torbangun. Salah satu bentuk aplikasi teknologi dalam mengolah bahan pangan yang paling sering dilakukan adalah pengeringan. Menurut Pramono (1993) pengeringan adalah proses pindah panas dan kandungan air secara simultan. Udara panas yang dibawa oleh media pengering akan digunakan untuk menguapkan air yang terdapat di dalam bahan. Uap air yang berasal dari bahan akan dilepaskan dari permukaan bahan ke udara kering. Pengeringan pada dasarnya bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan yang dikeringkan. Proses pengeringan memberikan beberapa keuntungan, antara lain masa simpan produk kering lebih lama, untuk biji-bijian hasil pertanian, viabilitas biji lebih terjamin, dan memperkecil dan meringankan volume produk sehingga memudahkan penanganan, penyimpanan, dan transportasi (Hendy 2007). Proses pengeringan bahan pangan dilakukan dengan bantuan alat pengering. Ada beberapa jenis alat pengering yang diklasifikasikan berdasarkan prinsip pengeringannya. Alat pengering yang banyak ditemui antara lain drum dryer, spray dryer, freeze dryer, tray dryer, dan fluidized bed dryer.
Alat
Pengering Silinder (Drum Dryer) adalah salah satu alat pengering dengan sistem konduksi. Alat pengering silinder bekerja berdasarkan prinsip pengeringan produk yang bersentuhan langsung dengan permukaan drum (silinder) yang berputar dengan kecepatan yang telah diatur. Drum berputar pada sumbu horizontal dan dipanaskan secara internal dengan uap air atau medium pemanas lain. Bahan yang menempel pada drum (silinder) secara perlahan-lahan akan diubah menjadi produk kering. Setelah ¾ putaran, produk kering akan dikikis dengan pisau pengikis sehingga terpisah menjadi bentuk lembaran kasar (Hendy 2007).
27
Produk yang dikeringkan dengan alat pengering silinder bervariasi mutunya. Ada empat variabel yang mempengaruhi mutu produk kering hasil pengeringan dengan drum dryer yaitu tekanan uap dan suhu medium pemanas, kecepatan putaran silinder, jarak antara drum (silinder), dan kondisi bahan pangan. Tekanan uap dan suhu medium menentukan suhu drum atau silinder yang akan kontak dengan produk. Kecepatan putaran drum menentukan waktu kontak antara produk dengan perumukaan drum panas. Jarak antara drum akan menentuan ketebalan lapisan produk akhir yang terbentuk. Kondisi bahan pangan akan menentukan kecepatan putar dan jarak antara drum yang akan digunakan (Moore 1995). Ada beberapa keuntungan pengeringan dengan alat pengering drum adalah dapat menghemat pemakaian panas (bersifat ekonomis) karena kecepatan pengeringan yang tinggi, dapat meningkatkan daya cerna, dan dapat mengawetkan produk yang dihasilkan. Namun ada pula kelemahannya yakni adanya keterbatasan jenis produk yang dapat dikeringkan. Penggunaan alat pengering drum terbatas pada produk yang berbentuk bubur atau pasta (produk dengan viskositas tinggi atau kental) dan bahan pangan yang tahan suhu tinggi dalam waktu singkat (Hendy 2007). Menurut Lawrencer et al. (2005) diacu dalam Rumetor (2008), jenis komponen yang menyusun senyawa lactagogum adalah 3-ethyl-3-hydroxy-5alphaandostran-17-one,
3,4-dimethyl-2-oxocyclopent-3-enylacetic
acid,
monomethyl succinate, phenylmalonic acid, cyclopentanol, 2-methyl acetate dan methylpyro glutamate, senyawa sterol, steroid, asam lemak, dan asam organik. Dilihat dari senyawa penyusun laktagogum, diketahui bahwa komponen tersebut terdiri dari senyawa organik. Senyawa organik merupakan turunan dari golongan senyawa yang diketahui sebagai hidro-karbon, sebab senyawa tersebut terbuat dari hidrogen dan karbon. Menurut Sumardjo (2008), sukar untuk mengetahui sifat umum senyawa organik karena jumlah senyawa organik yang sangat banyak. Sebagian besar senyawa organik tidak larut dalam air, tetapi larut dalam larutan non-polar seperti eter, benzene, dan kloroform. Dalam proses pengeringan menggunakan drumdryer, tidak digunakan pelarut-pelarut tersebut sehingga kandungan laktagogum masih tetap terjaga. Sumardjo (2008) juga menyatakan bahwa titik didih atau titik lebur senyawa organik mencapai 300 oC, sehingga penggunaan suhu 60 – 80oC pada proses pengeringan masih tergolong aman untuk laktagogum.
28
Berdasarkan penjelasan tersebut, diketahui bahwa secara teoritis, kandungan laktagogum masih terdapat di dalam tepung torbangun. Namun, untuk kepastian yang lebih akurat, diperlukan analisis zat aktif secara kimiawi. Nilai plus pada tepung torbangun ini, menunjukkan bahwa nantinya, cookies torbangun bisa juga dikonsumsi oleh ibu-ibu menyusui. Menurut Lawrence et al. (2005) diacu dalam Rumetor (2008), laktagogum merupakan komponen yang dapat menstimulir produksi kelenjar air susu pada induk laktasi. Damanik et al. (2006) menambahkan bahwa laktagogum dapat meningkatkan produksi susu diduga karena laktagogum berperan dalam proliferasi sel sekresi mamari. Walaupun cookies torbangun mengandung laktagogum, tetapi cookies ini masih bisa dikonsumsi oleh masyarakat pada umumnya. Dikarenakan periode proliferasi sel sekresi mamari hanya akan terjadi kepada ibu pada masa laktasi sehingga laktagogum hanya akan berperan terhadap ibu pada masa laktasi, Dan, aman dikonsumsi oleh masyarakat pada umumnya. Menurut Fuerstenau dan Han (2003), proses pengolahan seperti canning, boiling, steaming, blanching, dan baking merupakan proses-proses yang dapat mengakibatkan terjadinya kehilangan mineral dari bahan pangan. Oleh karenanya. sebelum dilakukan pengeringan dengan drumdryer tidak dilakukan boiling, steaming, maupun blancing dan baking guna meminimalisasi terjadinya kerusakan atau pengurangan kandungan mineral pada torbangun. Palupi et al. (2007) menyatakan bahwa pada umumnya garam-garam mineral tidak terpengaruh secara signifikan dengan perlakuan kimia dan fisik selama pengolahan. Dengan adanya oksigen, beberapa mineral kemungkinan teroksidasi menjadi mineral bervalensi lebih tinggi, namun tidak mempengaruhi nilai gizinya. Meskipun beberapa komponen pangan rusak dalam proses pemanggangan bahan pangan, proses tersebut tidak mempengaruhi kandungan mineral dalam bahan pangan.
Sebaliknya, perlakuan panas akan sangat
mempengaruhi absorpsi atau penggunaan beberapa mineral, terutama melalui pemecahan ikatan yang membuat mineral-mineral tersebut kurang dapat diabsorpsi meskipun dibutuhkan secara fisiologis. Fitat, serat, protein, dan mineral diduga merupakan komponen utama sebagai penyusun kompleks tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan mineral tepung torbangun akibat pengeringan menggunakan drumdryer tidak mengalami kerusakan atau pengurangan secara signifikan. Pengeringan akan menyebabkan kerusakan vitamin C dikarenakan
29
menggunakan temperatur yang tinggi. Hal ini sejalan dengan pendapat Poedjiaji dan Suprihatin (2006), dengan berkurangnya air dalam bahan pangan, kandungan senyawa-senyawa seperti protein, karbohidrat, lemak, dan mineral konsentrasinya akan meningkat tetapi vitamin dan zat wama pada umumnya rusak atau berkurang (Marliyati et al. 1992). Berkurangnya asam askorbat atau vitamin C akibat pengeringan berkisar dari 10%-50%. Pencucian, pemasakan, pengeringan, dan perlakuan lain menyebabkan sebagian dari susutnya vitamin C (Haris & Karmas 1989). Lebih lanjut, Haris dan
Karmas (1989) menyatakan
bahwa proses oksidasi asam askorbat dapat dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim oksidase serta katalis tembaga dan besi. Adanya
proses
vitamin C pada buah-buahan mengalami penurunan sekitar 20%
blancing, karena
pengaruh panas dari air yang digunakan untuk memblancing. Selanjutnya pada saat pengeringan vitamin C mengalami penyusutan hampir setengah dari total vitamin yang ada dalam bahan. penyusutan dikarenakan panas suhu pengeringan yang tinggi dan lamanya waktu pengeringan. Vitamin C akan rusak pada suhu sekitar 35°C sedangkan suhu pada saat pengeringan 60–80°C, maka hal ini merupakan faktor penyebab kerusakan vitamin C.
Kandungan Gizi Bahan Baku Pati Garut dan Tepung Torbangun Pati merupakan salah satu bentuk utama dari karbohidrat dalam makanan. Pati garut merupakan hasil olahan utama dari umbi garut sebagai salah satu bentuk karbohidrat alami yang murni dan memiliki kekentalan yang tinggi. Menurut Kay (1973) pati garut memiliki sifat-sifat, antara lain: (1) mudah larut dan mudah cerna sehingga cocok untuk makanan bayi dan orang sakit, (2) memiliki bentuk oval dengan panjang 15-17 mikron, (3) varietas banana memiliki granula lebih besar dibandingkan varietas creole, (4) suhu awal gelatinisasi adalah 70oC, (5) mudah mengembang jika kena panas dengan daya mengembang 54%, dan (6) ada beberapa syarat untuk kepentingan komersial, yaitu memiliki warna putih bersih, kadar air tidak boleh lebih dari 18,5%, kandungan abu dan serat rendah, pH 4.5-7, kekentalan 512-640 satuan Brabender. Pati garut dapat digunakan sebagai alternatif pengganti tepung terigu dalam penggunaan bahan baku olahan aneka macam kue, mie, roti kering, bubur bayi, glukosa cair, dan diet pengganti nasi. Hal ini didukung oleh penelitian Susanty (2002), Puspowati (2003), dan Sitorus (2004) yang diacu dalam
30
Herminiati (2005) bahwa pati garut dapat dimanfaatkan untuk membantu memenuhi kebutuhan gizi anak-anak usia 6 sampai 36 bulan melalui pembuatan makan sapihan. Pati garut diperoleh dari rimpang garut yang telah berumur 8 – 12 bulan (Widowati et al. 2002). Hal ini yang melatarbelakangi dipilihnya pati garut sebagai bahan dasar cookies. Diharapkan cookies pati garut memberikan kemudahan penyerapan pada proses pencernaan, sehingga zat-zat gizi yang dikandung di dalam cookies juga mudah diserap, terutama zat gizi mikronya, khususnya kalsium dan zat besi.
Gambar 7 Tepung pati garut Pati garut didapatkan dari Koperasi Bumi Pertiwi Indonesia, PT Aurduri Mitrasarana, Malang-Jawa Timur dengan merek Bambu Putih. Kandungan gizi yang terkandung di dalam pati garut merek bambu putih ini adalah energi 135 kkal, protein 7 g, karbohidrat 85.2 g, vitamin B1 0.9 mg, kalsium 8 mg, fosfor 22 mg, dan zat besi 1.5 mg. Kandungan gizi pati garut diharapkan dapat diperkaya dengan adanya penambahan tepung torbangun dalam adonan. Pati garut ini sudah mendapatkan ijin Departemen Kesehatan Republik Indonesia dengan nomor izin Dep.Kes.RI.No. SP0578/13.06/98. Izin yang didapatkan dari Depkes ini merupakan salah satu faktor penguat bahwa pati garut merek Bambu Putih sudah layak digunakan sebagai bahan dasar pembuatan cookies. Analisis tepung torbangun yang dilakukan meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, serat pangan, besi, kalsium, fosfor, dan zinc. Hasil analisis disajikan pada tabel 5.
31
Tabel 5 Kandungan gizi pati garut dan tepung torbangun Komposisi Kadar air (%bb) Kadar abu (%bk) Kadar protein (%bk) Kadar lemak (%bk) Kadar karbohidrat (%bk) Kadar serat pangan (%bk) Kadar besi (mg) Kadar kalsium (mg) Kadar fosfor (mg) Kadar zinc (mg) Vitamin C (mg)
Pati Garut 5.30 2.30 7.00 0.20 85.20
Tepung Torbangun 7.81 11.95 19.82 7.91 61.05
-
67.22
1.50 8.00 22.00 -
70.77 1258.29 97.42 4.18 67.60
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa tepung torbangun memiliki kandungan mineral besi dan kalsium yang tinggi, sehingga tepat kiranya untuk dipadukan dengan pati garut sebagai sumber zat gizi mikro. Pati garut dengan keunggulan sebagai sumber karbohidrat dan energi yang mudah dicerna, sedangkan tepung torbangun sebagai sumber zat gizi mikro, terutama besi dan kalsium.
Kadar Air Berdasarkan Tabel 5, diketahui bahwa kadar air pati garut dan tepung torbangun adalah 5.30% (bb) dan 7.81% (bb). Kadar air yang demikian, menunjukkan kadar air yang rendah, sehingga memperkecil risiko kerusakan bahan baku dikarenakan berbagai reaksi biokimia yang berlangsung dengan media air. Menurut deMan (1997), penurunan mutu makanan secara kimia dan mikrobiologi dapat dipengaruhi oleh kadar air. Beberapa kerusakan seperti pertumbuhan mikroba, reaksi pencoklatan, dan hidrolisis lemak juga dapat disebabkan oleh kandungan air yang tinggi. Lebih lanjut Winarno (1995) menyatakan bahwa kadar air 3-7% mencapai kestabilan yang optimum serta dapat mengurangi pertumbuhan mikroba dan reaksi kimia yang merusak seperti hidrolisis dan oksidasi lemak.
Kadar Abu Sudarmadji et al. (1997) menyatakan abu sebagai zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu berhubungan dengan mineral suatu bahan. Berdasarkan Tabel 5, diketahui bahwa kadar abu
32
pati garut sebesar 2.30% (bk), sedangkan tepung torbangun adalah 11.95% (bk). Menurut Soediaoetama (1996), kadar abu menggambarkan banyaknya mineral yang tidak terbakar menjadi zat yang tidak dapat menguap. Kadar abu yang tinggi pada tepung torbangun menunjukkan suatu indikasi tingginya kadar mineral pada tepung torbangun.
Kadar Protein Berdasarkan Tabel 5, diketahui bahwa kadar protein pati garut dan tepung torbangun berturut-turut adalah 7.00% (bk) dan 19.82% (bk). Diketahui bahwa kadar protein tepung torbangun lebih tinggi dibandingkan pati garut. Dalam pembuatan cookies kadar protein dapat digunakan sebagai pengikat bahan satu sama lain sehingga menghasilkan adonan yang kalis.
Kadar Lemak Tabel 5 menunjukkan kadar lemak tepung torbangun lebih tinggi dibandingkan kadar lemak pati, yaitu berturut-turut 7.91% (bk) dan 0.20% (bk). Kadar lemak pada suatu bahan pangan mempengaruhi daya simpannya. Semakin tinggi kadar lemak, maka daya simpannya semakin rendah. Hal ini disebabkan adanya proses ketengikan dalam bahan pangan yang mengandung lemak. Ketengikan terjadi karena molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak tidak jenuh mengalami oksidasi. Lemak dalam bahan pangan, selain untuk menambahkan nilai kalori, juga sebagai penambah cita rasa dan memperbaiki tekstur. Dalam cookies, tambahan lemak berasal dari penambahan margarine dan mentega putih.
Kadar Karbohidrat Berdasarkan Tabel 5 diketahui kadar kaborhidrat pati garut sebesar 85.20% (bk), sedangkan tepung tobangun 61.05% (bk). Diketahui bahwa komponen karbohidrat merupakan komponen gizi utama dalam pati garut. Kadar karbohidrat pada sampel dihitung dengan metode by difference.
Kadar Serat Pangan Serat pangan bukanlah zat gizi, namun sangat dibutuhkan oleh tubuh dalam sistem pencernaan baik serat pangan larut air maupun tidak larut air. Menurut Hudaya (2008), serat dibutuhkan dalam jumlah 20 – 30 g/hari untuk
33
menghindari kelebihan lemak jenuh, kolesterol gula, natrium serta membantu mengontrol berat badan. Berdasarkan Tabel 5, diketahui bahwa kadar serat pangan tepung torbangun mencapai 67.22% (bk). Kadar serat pangan pada tepung torbangun sebagai bahan baku sumber zat mikro, dapat memberikan dampak negative terhadap penyerapannya, khususnya Fe non-heme yang terikat pada serat, sehingga menurunkan penyerapan Fe non-heme.
Kadar Besi Berdasarkan tabel 5, diketahui bahwa kadar zat besi pada pati garut dan tepung torbangun berturut-turut adalah 1.50 mg dan 70.77 mg. Menurut British Nutrition Foundation (1995), berdasarkan kandungan besinya makanan dibagi menjadi tiga kelompok yaitu makanan dengan kandungan besi rendah yaitu kurang dari 0.7 mg (besi/1000 Kal), makanan dengan kandungan besi sedang yaitu antara 0.7-1.9 mg (besi/1000 Kal), dan makanan dengan kandungan besi tinggi yaitu lebih dari 2.0 mg (besi/1000 Kal). Berdasarkan British Nutrition Foundation, maka pati garut termasuk pada bahan pangan berkadar besi sedang, sedangkan tepung torbangun merupakan bahan pangan berkadar besi tinggi. Oleh karena itu, tepung torbangun digunakan sebagai bahan pangan sumber zat besi. Namun, perlu diketahui bahwa penyerapan besi non-heme hanya 1 – 2 %, sehingga pemenuhan zat besi heme juga tetap diperlukan untuk mencegah anemia.
Kadar Kalsium Kalsium merupakan unsur penting dalam tubuh sebagai mineral makro. Selain untuk mencegah osteoporosis dan pertumbuhan gigi dan tulang, kalsium juga berperan dalam proses pembekuan darah. Menurut Wirakusumah (2007) sumber kalsium juga terdapat pada kacang-kacangan dan produk olahannya, buah dan sayur seperti brokoli, kangkung, caysim, dan lain-lain. Sayuran hijau merupakan sumber kalsium yang baik. Berdasarkan Tabel 5, kadar kalsium pati garut adalah 8.00 mg, sedangkan tepung torbangun mencapai 1258.29 mg. Oleh karena itu, diharapkan tepung torbangun dapat meningkatkan kadar kalsium dalam cookies berbasis pati garut dan tepung torbangun. Perlu diketahui juga bahwa menurut Almatsier (2004) sayuran mengandung banyak zat yang meghambat penyerapan kalsium seperti serat, fitat, dan oksalat.
34
Kadar Fosfor Fosfor merupakan salah satu jenis dari mineral makro yang diperlukan untuk tubuh untuk kalsifikasi tulang dan gigi, mengatur pengalihan energi, absorpsi dan transportasi zat gizi, bagian dari ikatan tubuh esensial, dan pengaturan keseimbangan asam-basa. Fosfor terdapat di semua sel makhluk hidup, oleh karena itu fosfor terdapat di dalam semua makanan, terutama makanan yang kaya protein. Kekurangan fosfor menyebabkan kerusakan tulang, sedangkan kelebihan fosfor akan menyebabkan kejang (Almatsier 2004). Fosfor dapat membantu peningkatan penyerapan kalsium. Altmatsier (2004) menambahkan agar penyerapan kalsium baik, maka rasio antara kalsium:fosfor sebaiknya antara 1:1 atau 2:1. Berdasarkan Tabel 5 kadar fosfor dalam pati garut dan tepung torbangun berturut-turut adalah 22.00 mg dan 97.42 mg. Diharapkan kadar fosfor pada cookies dapat meningkatkan penyerapan kalsium. Perbandingan kalsium:fosfor dalam pati garut, yaitu 1:2,75 tepung torbangun 72:1. Kadar fosfor pada pati garut lebih tinggi dibandingkan kadar kalsiumnya, tidak sesuai dengan kadar yang dianjurkan Almatsier (2004), sedangkan kadar fosfor pada tepung torbangun berbanding sangat kecil dengan kadar kalsiumnya. Diharapkan perpaduan keduanya akan menghasilkan produk pangan dengan perbandingan kalsium dan fosfor yang baik.
Kadar Zinc Zinc adalah komponen lebih dari 300 enzim dan yang penting diperlukan untuk sintesa DNA, pergantian sel dan sintesa protein (Firmansyah 2004). Linder (2006) juga menyebutkan bahwa zinc juga berperan dalam reaksi-reaksi yang berkaitan dengan sintesis dan degradasi karbohidrat, protein, lipida dan asam nukleat. Dengan demikian zinc esensial untuk pertumbuhan, pematangan seks, fungsi kognitif dan imun serta reproduksi (Kartono&Soekatri 2004). Kandungan Zn pada bahan pangan atau makanan dapat menghambat penyerapan zat besi. Hal ini dikarenakan muatan ion Zn yang sama dengan Fe pada saat penyerapan yaitu 2+, Zn2+ dan Fe2+. Kadar Zn pada tepung torbangun adalah 70.77 mg.
Kadar Vitamin C Vitamin C adalah Kristal putih yang mudah larut dalam air. Dalam keadaan kering, vitamin C cukup stabil, tetapi dalam keadaan larut, vitamin C
35
mudah rusak karena bersentuhan dengan udara (oksidasi) terutama bila terkena panas. Vitamin C mereduksi besi feri menjadi fero dalam usus halus, sehingga mudah diabsorbsi. Absorbsi besi dalam bentuk non-heme meningkat empat kali lipat bila ada vitamin C. Vitamin C juga berperan dalam memindahkan besi dari transferin di dalam plasma darah ke feritin hati. Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa kadar vitamin C tepung torbangun adalah 67.60 mg. Diharapkan kadar vitamin C dapat dipertahankan dalam pembuatan cookies, sehingga dapat membantu meningkatkan absorbsi besi.
Pembuatan Cookies Proses
pembuatan
cookies
berbahan
dasar
pati
garut
dengan
penambahan tepung torbangun merupakan modifikasi pembuatan cookies oleh Faridah (2008). Gula, lemak, dan margarin dicampur sampai terbentuk krim homogen dengan menggunakan mixer. Kehomogenan campuran terlihat jika adonan sudah terlihat putih. Kemudian ditambahkan telur dan dikocok dengan kecepatan rendah. Kocok adonan hingga tercampur rata, jangan terlalu lama mengocok karena dapat merusak protein telur. Selanjutnya, ditambahkan pati garut (untuk formula F1, F2, dan F3 ditambahkan pati garut yang sudah di dry mixing dengan tepung daun torbangun) secara perlahan. Kemudian tambahkan susu skim dan campur hingga kalis dan mudah dibentuk. Selanjutnya, cetak cookies sesuai dengan selera. Oven cookies yang pada suhu ±180oC dengan lama pembakaran 10 -15 menit. Pembuatan cookies
dilakukan pengulangan
sebanyak dua kali untuk menguji realibilitas (kesahihan) formula yang telah didapatkan. Formula yang baik, akan menghasilkan cookies yang memiliki kualitas
yang
sama
dalam
setiap
kali
pengulangan.
perbandingan antara ulangan 1 dan ulangan 2.
Gambar 8 Perbandingan ulangan 1 dan 2
Berikut
gambar
36
Karakteristik Organoleptik Cookies Pengujian inderawi adalah pengujian bahan secara subjektif dengan menggunakan panca indera manusia. Walaupun peralatan telah berkembang pesat, namun penilaian makanan dengan menggunakan indera tetap penting karena ada beberapa karakteristik makanan hanya dapat dinilai dengan indera manusia. Penilaian inderawi sangat penting dalam pengembangan produk makanan kaitannya dengan perbaikan gizi. Uji organoleptik atau disebut juga pengujian secara sensory evaluation didasarkan atas indera penglihatan, indera pencium, indera perasa, dan mungkin indera pendengar. Penentuan penerimaan terhadap produk makanan dapat dilakukan melalui uji hedonik atau kesukaan (Setyaningsih et al. 2010). Uji organoleptik yang dilakukan untuk cookies pati garut dan tepung torbangun adalah uji hedonik (kesukaan) dan mutu hedonik. Uji hedonik digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis tehadap cookies meliputi warna, aroma, rasa, tekstur, dan keseluruhan. Uji mutu hedonik dilakukan untuk mengetahui kesan baik atau buruk terhadap cookies atau kesan spesifik cookies pati garut dan tepung torbangun terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur. Uji organoleptik dilakukan oleh 25 panelis. Jumlah panelis didasarkan pada macam panel yang dipilih dan tujuan melakukan organoleptik. Panel adalah alat atau instrument yang terdiri dari orang atau sekelompok orang yang bertugas menilai sifat atau mutu benda berdasarkan kesan subjektif. Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis. Terdapat enam macam panel, yaitu panel pencicip perorangan (Individual Expert), panel pencicip terbatas, panel terlatih, panel tak terlatih, panel agak terlatih, dan panel konsumen. Kali ini uji organoleptik dilakukan terhadap panel agak terlatih. Hal ini dikarenakan lebih mudah mendapatkan panel agak terlatih di Departemen Gizi Masyarakat. Panel agak terlatih adalah panel yang seringkali dijadikan panelis secara musiman atau kadang-kadang, sehingga sering dikumpulkan untuk mendapatkan latihan sebentar atau diberi penjelasan secukupnya. Mahasiswa Gizi Masyarakat, seringkali menjadi panelis bagi penelitian skripsi sebelumnya juga didukung oleh mata kuliah tentang uji organoleptik. Oleh karena itu, panel agak terlatih lebih mudah didapatkan. Uji organoleptik dengan panel agak terlatih membutuhkan 15 – 25 orang (Setyaningsih 2010). Hasil data uji organoleptik diolah dengan menggunakan uji ragam dan apabila terdapat perbedaan nyata (P<0,05), maka dilanjutkan dengan uji Duncan.
37
Uji Duncan dilakukan untuk menguji perbedaan di antara semua perlakuan formulasi yang ada pada percobaan.
Uji Mutu Hedonik Setyoningsih dkk. (2010) menyatakan bahwa uji mutu hedonik digunakan untuk mengetahui kesan panelis terhadap sifat produk secara lebih spesifik. Berdasarkan penilaian 25 panelis terhadap mutu hedonik cookies kontrol, formulasi penambahan 10% tepung torbangun, 15% tepung torbangun, dan 20% tepung torbangun, diketahui bahwa keempat cookies memiliki sifat mutu hedonik yang berbeda. Penilaian mutu hedonik tersebut dapat dilihat pada Gambar 7
Skala Uji Mutu Hedonik
berikut: 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
warna
tekstur
aroma
rasa
Uji Mutu Hedonik
Kontrol
8,188
7,148
7,248
7,148
F1 (10%)
5,384
5,944
4,716
5,14
F2 (15%)
4,32
5,572
3,588
4,16
F3 (20%)
3,012
5,288
3,248
2,984
Gambar 9 Skor rata-rata uji mutu hedonik panelis terhadap atribut warna, tekstur, aroma, dan rasa cookies Warna Warna merupakan salah satu unsur yang dilihat pertama kali pada suatu produk. Warna merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan produk dan turut dalam menentukan mutu dari produk. Menurut Setyaningsih (2010), meskipun warna paling cepat dan mudah dalam memberi kesan, tetapi paling sulit diberi deskripsi dan sulit cara pengukurannya. Pemilihan warna yang tepat dan sesuai tentu akan menarik minat dan keinginan dari konsumen untuk membeli. Warna dalam cookies ini dipengaruhi oleh bahan baku pati garut, tepung torbangun, mentega putih, margarine, gula, dan telur. Sidik ragam menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p<0.05) terhadap atribut warna (Lampiran 10). Analisis kemudian dilanjutkan pada uji Duncan yang menunjukkan bahwa perlakuan berupa penambahan tepung
38
torbangun berpengaruh nyata terhadap atribut warna. Pengaruh pemberian tepung torbangun dapat terlihat pada nilai mutu hedonik terhadap atribut warna yang terletak pada subset yang berbeda pada masing-masing formulasi (Lampiran 10). Cookies kontrol memiliki penilaian warna krem, cookies F1 (10%) memiliki penilaian warna cokelat, F2 (15%) memiliki penilaian warna hijau muda, sedangkan F3 (20%) memiliki penilaian warna hijau.
Tekstur Tekstur merupakan salah satu faktor penting dalam penentuan mutu bahan pangan. Menurut Winarno (2008), dari penelitian-penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa perubahan tekstur atau viskositas bahan dapat mengubah rasa dan bau yang timbul karena dapat mempengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel reseptor olfaktori dan kelenjar air liur. Penginderaan tentang tekstur yang berasal dari sentuhan dapat ditangkap oleh keseluruhan permukaan kulit, tetapi biasanya jika orang ingin mengetahui tesktur suatu bahan digunakan ujung jari tangan (Setyaningsih et al. 2010). Analisis sidik ragam menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p<0.05) terhadap atribut tekstur (Lampiran 10). Analisis kemudian dilanjutkan pada uji Duncan yang menunjukkan bahwa perlakuan berupa penambahan tepung torbangun berpengaruh nyata terhadap atribut tekstur. Pengaruh pemberian tepung torbangun dapat terlihat pada nilai mutu hedonik terhadap atribut tekstur yang terletak pada subset yang berbeda pada cookies kontrol dan formulasi (Lampiran 10). Cookies formulasi berada pada subset yang sama, namun memiliki nilai yang berbeda yang secara uji sidik ragam memiliki perbedaan yang nyata. Persamaan letak subset Cookies kontrol memiliki penilaian tekstur renyah, cookies F1 (10%) memiliki penilaian tekstur agak renyah, F2 (15%) memiliki penilaian tekstur agak renyah, sedangkan F3 (20%) memiliki penilaian tekstur biasa.
Aroma Aroma merupakan hasil kombinasi antara rasa dan bau. Aroma dapat dideteksi dengan menggunakan epithelium olfaktori bagian atas dari rongga hidung (Vaclavik dan Christian 2003). Manusia menggunakan hidung sebagai alat untuk mendeteksi aroma dan bau. Pembauan disebut pencicipan jarak jauh
39
karena manusia dapat mengenal enaknya makanan yang belum terlihat hanya dengan mencium baunya dari jarak jauh (Setyaningsih et al. 2010). Analisis sidik ragam menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p<0.05) terhadap atribut aroma (Lampiran 10). Analisis kemudian dilanjutkan pada uji Duncan yang menunjukkan bahwa perlakuan berupa penambahan tepung torbangun berpengaruh nyata terhadap atribut aroma. Pengaruh pemberian tepung torbangun dapat terlihat pada nilai mutu hedonik terhadap atribut aroma yang terletak pada subset yang berbeda pada cookies kontrol dan formulasi (Lampiran 10). Formulasi 15% dan 20% penambahan tepung torbangun menempati subset yang sama, namun memiliki nilai yang berbeda yang secara uji sidik ragam memiliki perbedaan yang nyata. Cookies kontrol memiliki penilaian aroma harum, cookies F1 (10%) memiliki penilaian aroma biasa, F2 (15%) memiliki penilaian aroma agak langu, sedangkan F3 (20%) memiliki penilaian aroma langu.
Rasa Rasa merupakan faktor penentu daya terima konsumen terhadap produk pangan. Vaclavik dan Christian (2003) mengemukakan bahwa rasa dari makanan adalah kombinasi dari lima rasa dasar yaitu asin, manis, asam, pahit, dan umami. Rasa itu sangat kompleks dan sulit untuk digambarkan. Seseorang dapat membedakan rasa suatu minuman dengan menggunakan indera pencicip yaitu lidah. Rasa suatu produk pangan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, temperatur, konsistensi, dan interaksi dengan komponen rasa yang lain serta jenis dan lama pemasakan. Analisis sidik ragam menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p<0.05) terhadap atribut rasa (Lampiran 10). Analisis kemudian dilanjutkan pada uji Duncan yang menunjukkan bahwa perlakuan berupa penambahan tepung torbangun berpengaruh nyata terhadap atribut rasa. Pengaruh pemberian tepung torbangun dapat terlihat pada nilai mutu hedonik terhadap atribut rasa yang terletak pada subset yang berbeda pada masing-masing formulasi (Lampiran 10). Cookies kontrol memiliki penilaian rasa manis, cookies F1 (10%) memiliki penilaian rasa hambar, F2 (15%) memiliki penilaian rasa agak pahit, sedangkan F3 (20%) memiliki penilaian rasa sangat pahit.
40
Uji Hedonik Menurut
Rahayu
(1998),
biasanya
uji
hedonik
bertujuan
untuk
mengetahui respon panelis terhadap sifat mutu yang umum misalnya warna, aroma, tekstur, dan rasa. Melalui uji hedonik akan diketahui sifat mutu minuman yang dihasilkan baik rasa, aroma, warna, dan tekstur. Penilaian uji hedonik terhadap cookies kontrol, fomulasi penambahan tepung torbangun 10%, formulasi penambahan tepung torbangun 15%, dan formulasi penambahan tepung torbangun 20% dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 10 Skor rata-rata kesukaan panelis terhadap atribut warna, tekstur, aroma, rasa, dan keseluruhan cookies Warna Warna merupakan salah satu syarat suatu produk dapat diterima oleh konsumen. Oleh karena itu, uji kesukaan terhadap warna perlu diketahui. Berdasarkan sidik ragam yang dilakukan pada penilaian tingkat kesukaan cookies, dapat diketahui bahwa tingkat kesukaan terhadap warna cookies berbeda nyata antar formulasi (p<0.05) (Lampiran 10). Uji Duncan juga menunjukkan
bahwa
perlakuan
berupa
penambahan
tepung
torbangun
berpengaruh pada penerimaan cookies. Hal ini dapat dilihat pada nilai atribut warna yang berada pada subset yang berbeda satu sama lain (Lampiran 10). Penerimaan warna cookies kontrol yaitu suka, formulasi 10% agak suka, formulasi 15% agak tidak suka, dan formulasi 20% tidak suka.
Tekstur Tekstur merupakan salah satu faktor penting dalam penentuan mutu bahan pangan. Tekstur dan konsistensi suatu bahan akan mempengaruhi cita rasa yang ditimbulkan oleh bahan tersebut. Berdasarkan sidik ragam yang
41
dilakukan pada penilaian tingkat kesukaan cookies, dapat diketahui bahwa tingkat kesukaan terhadap tekstur cookies berbeda nyata antar formulasi (p<0.05) (Lampiran 10). Uji Duncan juga menunjukkan bahwa perlakuan berupa penambahan tepung torbangun berpengaruh pada penerimaan cookies. Hal ini dapat dilihat pada nilai atribut tekstur yang berada pada subset yang berbeda satu sama lain (Lampiran 10). Penerimaan tekstur cookies kontrol yaitu suka, formulasi 10% agak suka, formulasi 15% biasa, dan formulasi 20% agak tidak suka.
Aroma Aroma merupakan salah satu faktor penerimaan panelis terhadap cookies. Seperti halnya dengan penerimaan terhadap warna, cookies kontrol lebih diterima oleh panelis dibandingkan dengan yang lain. Berdasarkan sidik ragam yang dilakukan pada penilaian tingkat kesukaan cookies, dapat diketahui bahwa tingkat kesukaan terhadap aroma cookies berbeda nyata antar formulasi (p<0.05) (Lampiran 10). Uji Duncan juga menunjukkan bahwa perlakuan berupa penambahan tepung torbangun berpengaruh pada penerimaan cookies. Hal ini dapat dilihat pada nilai atribut aroma yang berada pada subset yang berbeda satu sama lain (Lampiran 10). Penerimaan aroma cookies kontrol yaitu suka, formulasi 10% biasa, formulasi 15% agak tidak suka, dan formulasi 20% tidak suka.
Rasa Rasa sangat mempengaruhi penerimaan panelis terhadap cookies. Berdasarkan sidik ragam yang dilakukan pada penilaian tingkat kesukaan cookies, dapat diketahui bahwa tingkat kesukaan terhadap rasa cookies berbeda nyata antar formulasi (p<0.05) (Lampiran 10). Uji Duncan juga menunjukkan bahwa perlakuan berupa penambahan tepung torbangun berpengaruh pada penerimaan cookies. Hal ini dapat dilihat pada nilai atribut rasa yang berada pada subset yang berbeda satu sama lain (Lampiran 10). Penerimaan rasa cookies kontrol yaitu suka, formulasi 10% biasa, formulasi 15% agak tidak suka, dan formulasi 20% tidak suka.
42
Keseluruhan Uji organoleptik terhadap cookies pati garut dengan penambahan tepung torbangun secara keseluruhan diukur berdasarkan uji kesukaan. Uji keseluruhan ini menentukan apakah cookies layak untuk diproduksi. Berdasarkan sidik ragam yang dilakukan pada penilaian tingkat kesukaan cookies, dapat diketahui bahwa tingkat kesukaan terhadap rasa cookies berbeda nyata antar formulasi (p<0.05) (Lampiran 10). Uji Duncan juga menunjukkan bahwa perlakuan berupa penambahan tepung torbangun berpengaruh pada penerimaan cookies. Hal ini dapat dilihat pada nilai atribut keseluruhan yang berada pada subset yang berbeda satu sama lain (Lampiran 10). Penerimaan keseluruhan cookies kontrol yaitu suka, formulasi 10% biasa, formulasi 15% agak tidak suka, dan formulasi 20% tidak suka.
Penerimaan Cookies Menurut Miftakhurohmah (2011), sebuah produk dikatakan dapat diterima oleh konsumen jika penilaian tingkat kesukaan (uji hedonik) terhadap produk memiliki nilai di atas lima pada penilaian sembilan skalar garis. Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa tingkat penerimaan produk cookies per formulasi
Presentase Penerimaan
adalah sebagai berikut: 120 100 80 60 40 20 0 warna (%)
tekstur (%)
aroma (%)
rasa (%)
keseluruhan (%)
Kontrol
100
100
100
100
100
F1 (10%)
88
92
84
80
100
F2 (15%)
40
60
32
32
32
F3 (20%)
16
40
12
12
24
Gambar 11 Tingkat penerimaan panelis terhadap cookies terhadap atribut warna, tekstur, aroma, rasa, dan keseluruhan Berdasarkan presentase penerimaan cookis oleh panelis, dapat diketahui bahwa cookies yang dapat diterima oleh panelis adalah cookies kontrol dan F1
43
(10% penambahan tepung torbangun) dengan nilai penerimaan keseluruhan mencapai 100%. Sedangkan untuk cookies F2 (15% penambahan tepung torbangun) dan F3 (20% penambahan tepung torbangun) hanya 32% dan 24%, tidak mencapai setengah dari jumlah panelis yang ada.
Analisis Fisik Cookies Pati Garut dengan Penambahan Tepung Torbangun
Analisis fisik dilakukan untuk mengetahui mutu produk cookies yang dihasilkan secara objektif. Analisis fisik yang dilakukan meliputi uji kekerasan dan uji aktivitas air (aw). Hasil analisis fisik dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Analisis fisik cookies kontrol dan penambahan 10% torbangun Sampel
Jenis Analisis
Kontrol
Kekerasan (gf) Kerenyahan (gf) Aktivitas Air (aw)
F1 (10%) 902.170 626.980 0.368
833.24 605.85 0.391
Kekerasan dan Kerenyahan Berdasarkan uji One-Sampel T-Test yang dilakukan, diketahui bahwa tingkat kekerasan dan kerenyahan cookies kontrol dan F1 berbeda nyata p=0.000 (p<0.05) (Lampiran 7). Hal ini berarti bahwa penambahan tepung torbangun berpengaruh nyata pada penurunan kekerasan dan kerenyahan cookies. Cookies dengan penambahan tepung torbangun 10% dapat menurunkan tingkat kekerasan cookies. Semula cookies kontrol memiliki tingkat kekerasan 902.170 (gf), kemudian menurun kekerasannya menjadi 833.24 (gf) dengan penambahan tepung torbangun 10%. Menurut Indriyani (2007), tingkat kekerasan salah satunya dipengaruhi oleh kadar serat kasarnya.
Serat
kasar
dapat
menyebabkan
cookies
kehilangan
kekerasannya. Hal ini disebabkan bahwa ikatan kolektif pati garut menurun seiring dengan peningkatan serat kasar. Oleh karenanya, kekerasan dan kerenyahan cookies F1 menurun nilainya seiring dengan penambahan tepung torbangun. Serat kasar cookies F1 (1.35 %bk) lebih tinggi dibandingkan kadar cookies kontrol (0.82 %bk) (Tabel 7) sehingga tingkat kekerasan cookies F1 lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Kekerasan cookies juga dipengaruhi oleh keberadaan bahan lain dalam formula cookies. Cookies kontrol memiliki tingkat kerenyahan 626.980 (gf), sedangkan cookies dengan penambahan tepung torbangun 10% menjadi 605.85 (gf).
44
Tingkat kerenyahan salah satunya dipengaruhi oleh aktivitas air. Labuza (1982) menyatakan bahwa aktivitas air pada rentang 0.35 – 0.5 dapat menurunkan kerenyahan pada makanan ringan. Tabel 6 menunjukkan bahwa aktivitas air F1 (0.391) lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (0.368) sehingga kadar kerenyahan F1 lebih kecil dibandingkan dengan kontrol.
Aktivitas Air (aw) Aktivitas air (aw) menggambarkan jumlah air bebas yang dapat menunjang reaksi biologis atau kimiawi. Nilai aw ini mempengaruhi daya tahan produk terhadap serangan mikroba (Winarno 2008). Aktivitas air merupakan perbandingan tekanan parsial uap air dalam bahan dengan tekanan uap air jenuh. Selain itu, aktivitas air dapat pula dinyatakan sebagai RH kesetimbangan dibagi 100. Semakin tinggi nilai aw suatu bahan, semakin tinggi pula kemungkinan tumbuhnya jasad renik dalam bahan pangan tersebut (Syarief & Halid 1993). Cookies merupakan salah satu produk pangan yang memiliki umur simpan relatif lama karena memiliki nilai aw yang rendah sehingga jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya juga rendah.
Berdasarkan uji One-Sampel T-Test yang dilakukan, diketahui bahwa tingkat aktivitas air cookies kontrol dan F1 berbeda nyata p=0.001 (p<0.05) (Lampiran 7). Penambahan tepung torbangun sebanyak 10% ternyata meningkatkan aktivitas air menjadi 0.391 dibandingkan cookies kontrol yang semula memiliki aktivitas air hanya 0.368. Perbedaan nilai aktivitas air dapat disebabkan karena sifat bahan itu sendiri serta tekanan uap air, kelembaban, dan suhu pada saat pengukuran. Fennema (1985) menyebutkan bahwa nilai aw juga tergantung pada sifat alami bahan, perubahan fisik yang terjadi selama perpindahan air, suhu, kecepatan desorpsi, dan tingkatan air selama desorpsi. Namun, kadar air cookies kontrol maupun F1 masih tergolong rendah (aman) untuk masa penyimpanan cookies yang relatif lama. Hal ini sejalan dengan pernyataan Labuza (1982) bahwa jamur dapat mulai tumbuh pada selang aktivitas air 0.6 – 0.7, kemudian mikroorganisme berbahaya dapat mulai tumbuh dan produk menjadi beracun pada selang aktivitas air 0.7 – 0.75.
Analisis Kandungan Gizi Cookies Analisis cookies pati garut dengan penambahan tepung torbangun yang dilakukan meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar
45
karbohidrat, serat pangan, besi, kalsium, fosfor, zinc, dan vitamin C. Hasil analisis disajikan pada tabel 7. Tabel 7 Kandungan gizi cookies kontrol dan penambahan tepung torbangun 10% Komposisi Energi (Kal/100 gram) Kadar air (%bb) Kadar abu (%bk) Kadar protein (%bk) Kadar lemak (%bk) Kadar karbohidrat (%bk) Kadar serat pangan (%bk) Kadar serat kasar (%bk) Kadar besi (mg) Kadar kalsium (mg) Kadar fosfor (mg) Kadar zinc (mg) Vitamin C (mg)
Kontrol
F1 (10%) 528 4.17 1.01 9.06 25.55 64.52 3.94 0.82 1.63 265.35 27.47 0.67
527 3.70 1.84 10.52 23.64 64.14 5.19 1.35 3.76 405.18 30.08 0.81
1.01
1.04
Kandungan Energi Nilai energi makanan dapat diperoleh menggunakan bomb calorimeter. Cookies kontrol memiliki nilai energi sebesar 528 kkal per 100 gram, sedangkan nilai energi cookies dengan penambahan 10% tepung torbangun sebesar 527 kkal per 100 gram. Komponen terbesar penyumbang energi pada cookies kontrol dan formulasi penambahan 10% tepung torbangun adalah lemak dan karbohidrat.
Uji one-sample t-test menunjukkan bahwa kandungan energi
cookies kontrol berbeda nyata dengan cookies F1 (p<0.05) (Lampiran 7). Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa sumbangan energi terbesar cookies berasal dari lemak dan karbohidrat. Akan tetapi, karbohidrat dan lemak cookies menurun seiring dengan penambahan torbangun. Hal ini menyebabkan energi cookies pun menurun seiring dengan penambahan torbangun. Menurut SNI 01-2973-1992 tentang mutu dan cara uji biskuit, nilai energi untuk biskuit minimal sebesar 400 kkal/100 g. Jika dibandingkan dengan persyaratan minimum nilai energi biskuit pada SNI, nilai energi cookies kontrol dan formulasi pati garut dengan penambahan 10% tepung torbangun berada di atas persyaratan nilai energi biskuit yang ditetapkan pada SNI. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa berdasarkan nilai energinya, cookies kontrol dan formulasi pati garut dengan penambahan 10% tepung torbangun yang dihasilkan telah memenuhi persyaratan mutu biskuit. Cookies biasa digunakan sebagai camilan atau snack. Kebutuhan energi yang harus dipenuhi pada waktu camilan adalah 20% dari kebutuhan energi
46
selama satu hari. Waktu camilan dibagi dua dalam sehari, yaitu selingan pagi dan selingan sore dengan pembagian 10% kebutuhan energi per satu kali waktu camilan/selingan. Almatsier (2004) menyatakan bahwa kebutuhan terhadap energi dan zat-zat gizi tergantung pada pelbagai faktor seperti umur, jenis kelamin, berat badan, iklim, dan akttivitas fisik. Jika merujuk pada kebutuhan energi rata-rata masyarakat Indonesia, yaitu 2000 kkal, maka energi yang harus dipenuhi dari snack adalah 400 kkal. Cookies yang dihasilkan memiliki berat ±8 gram, maka dalam 100 gram terdapat ±12 cookies. Untuk memenuhi kebutuhan energi per sekali waktu makan selingan, yaitu 200 kkal, maka takaran saji cookies, baik kontrol maupun F10, adalah 5 keping. Kekurangan kalori dapat dipenuhi dari sumber makanan atau minuman yang lain.
Kadar Air Berdasarkan Tabel 8, diketahui bahwa kadar air cookies kontrol dan penambahan tepung torbangun 10 % adalah 4.17% (bb) dan 3.70% (bb). Uji one-sample t-test menunjukkan bahwa kadar air cookies kontrol berbeda nyata dengan cookies F1 (p<0.05) (Lampiran 7). Kadar air dapat dipengaruhi oleh lama pemanggangan serta sifat bahan pangan. Fitria (2007) menyatakan bahwa daya ikat atau kekompakan adonan cookies disebabkan oleh kandungan gluten. Akan tetapi, pada pati garut tidak terdapat gluten sehingga adonan tidak terikat sempurna dan kurang kompak yang juga dikarenakan rendahnya kandungan protein pati garut. Penambahan bahan pangan lain pada adonan (torbangun) menyebabkan ikatan semakin merenggang karena kapasitas ikatan protein pati garut semakin lemah. Hal ini menyebabkan adonan semakin poros dan laju penguapan lebih cepat sehingga kadar air menurun. Menurut deMan (1997), penurunan mutu makanan secara kimia dan mikrobiologi dapat dipengaruhi oleh kadar air. Beberapa kerusakan seperti pertumbuhan mikroba, reaksi pencoklatan, dan hidrolisis lemak juga dapat disebabkan oleh kandungan air yang tinggi. Akan tetapi, baik kadar air cookies kontrol maupun F1, menunjukkan kadar air yang rendah sehingga memperkecil risiko kerusakan bahan baku dikarenakan berbagai reaksi biokimia yang berlangsung dengan media air. Lebih lanjut Winarno (1995) menyatakan bahwa kadar air 3-7% mencapai kestabilan yang optimum serta dapat mengurangi pertumbuhan mikroba dan reaksi kimia yang merusak seperti hidrolisis dan oksidasi lemak. Hal ini didukung pula oleh nilai aktivitas air yang tergolong
47
rendah. Yaitu, 0.368 untuk cookies kontrol dan 0.391 untuk cookies F1 dimana menurut Labuza (1982) nilai tersebut belum memicu pertumbuhan jamur dan mikroba. Syarat Mutu Cookies menurut SNI 01-2973-1992 menyatakan bahwa kandungan air maksimal 5%, maka baik cookies kontrol maupun cookies torbangun dapat memenuhi persyaratan tersebut.
Kadar Abu Sudarmadji et al. (1997) menyatakan abu sebagi zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu berhubungan dengan mineral suatu bahan. Kadar abu cookies kontrol adalah 1.01(%) bk sedangkan cookies fomula 1.84% (bk).
Uji one-sample t-test menunjukkan
bahwa kadar abu cookies kontrol berbeda nyata dengan cookies F1 (p<0.05) (Lampiran 7). SNI 01-2973-1992 menunjukkan bahwa syarat mutu kadar abu cookies adalah maksimum 1.5% (bk). Cookies formula menunjukkan kadar abu lebih tinggi. Hal ini dikarenakan kandungan mineral cookies yang tinggi. Menurut Soediaoetama (1996), kadar abu menggambarkan banyaknya mineral yang tidak terbakar menjadi zat yang tidak dapat menguap. Penambahan tepung torbangun meningkatkan kandungan mineral cookies sehingga meningkat pula kadar abunya.
Kadar Protein Berdasarkan Tabel 8, diketahui bahwa kadar protein cookies kontrol dan penambahan tepung torbangun 10 % berturut-turut adalah 9.06% (bk) dan 10.52% (bk). Uji one-sample t-test menunjukkan bahwa kadar protein cookies kontrol berbeda nyata dengan cookies F1 (p<0.05). (Lampiran 7). Berdasarkan Syarat Mutu Cookies menurut SNI 01-2973-1992 yang menyatakan kandungan protein minimal 9, maka baik cookies kontrol maupun torbangun dapat memenuhi persyaratan tersebut.
Kadar Lemak Kadar lemak yang digunakan sebagai syarat mutu cookies SNI 01-29731992 minimum 9.5% (bk). Kadar lemak cookies kontrol 25.55% (bk) dan cookies formula 23.64% (bk). Uji one-sample t-test menunjukkan bahwa kadar lemak cookies kontrol berbeda nyata dengan cookies F1 (p<0.05) (Lampiran 7).
48
Kandungan cookies yang tinggi diduga disebabkan penggunaan mentega putih juga margarin. Penambahan tepung torbangun menurunkan kadar lemak cookies. Penambahan tepung torbangun menyebabkan ikatan antar molekul pada adonan kurang kuat sehingga terdapat banyak rongga pada adonan. Hal ini menyebabkan adonan semakin poros sehingga laju penguapan semakin meningkat pada saat pengovenan. Oleh karenanya, lemak pada adonan mudah keluar (memisah) dari adonan pada saat pengovenan.
Kadar Karbohidrat Kadar karbohidrat cookies kontrol 64.52% (bk), sedangkan cookies formula 64.14% (bk). Uji one-sample t-test menunjukkan bahwa kadar karbohidrat cookies kontrol berbeda nyata dengan cookies F1 (p<0.05) (Lampiran 7).
Menurut SNI 01-2973-1992, syarat mutu kadar karbohidrat
minimum 70% (bk). Kadar karbohidrat tidak dapat memenuhi syarat mutu yang ditetapkan oleh SNI. Kadar karbohidrat dihitung menggunakan metode by difference sehingga kadarnya dipengaruhi oleh keberadaan kadar zat gizi lainnya, seperti air, abu, lemak, dan protein. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar abu, lemak, dan protein tergolong tinggi oleh karenanya menurunkan kadar karbohidrat yang terdapat pada cookies.
Kadar Serat Pangan Serat pangan bukanlah zat gizi, namun sangat dibutuhkan oleh tubuh dalam sistem pencernaan baik serat pangan larut air maupun tidak larut air. Menurut (Hudaya 2008), serat dibutuhkan dalam jumlah 20 – 30 g/hari untuk menghindari kelebihan lemak jenuh, kolesterol gula, natrium serta membantu mengontrol berat badan. Namun, menurut Tensiska (2008), serat pangan memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap penyerapan mineral. Serat pangan memberikan pengaruh negatif terhadap penyerapan kalsium, besi, seng, dan magnesium. Kadar serat pangan pada cookies kontrol adalah 3.94%, sedangkan pada cookies formula 5.19%.
Uji one-sample t-test menunjukkan
bahwa kadar serat pangan cookies kontrol berbeda nyata dengan cookies F1 (p<0.05) (Lampiran 7).
49
Kadar Serat Kasar Serat kasar (crude fiber) merupakan analisis proksimat bahan pangan. yaitu bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia (asam sulfat dan natrium hidroksida) (Rusilanti&Kusharto 2007). Serat kasar pada cookies kontrol 0.82% dan cookies formulasi 1.35%. B Uji one-sample t-test menunjukkan bahwa kadar serat kasar cookies kontrol berbeda nyata dengan cookies F1 (p<0.05) (Lampiran 7). Kadar serat cookies yang disayaratkan pada SNI 01-2973-1992 adalah maksimum 0.5%. Perbedaan atau tidak terpenuhinya syarat mutu kadar serat kasar cookies didasarkan pada perbedaan bahan baku yang digunakan. Penentuan syarat mutu kadar serat kasar cookies adalah menggunakan bahan baku tepung terigu, sedangkan saat ini menggunakan pati garut ditambah tepung torbangun yang memiliki karakteristik yang berbeda.
Kadar Besi Tujuan pembuatan cookies pati garut dan tepung torbangun adalah sebagai sumber zat gizi mikro. Besi merupakan salah satu zat gizi mikro, yaitu mineral. Kadar besi cookies kontrol adalah 1.63 mg/100 g, sedangkan cookies torbangun sebesar 3.76 mg/100 g. Uji one-sample t-test menunjukkan bahwa kadar besi cookies kontrol berbeda nyata dengan cookies F1 (p<0.05) (Lampiran 7). Persentase terhadap AKG besi, cookies kontrol hanya mencukupi 6% kecukupan, sedangkan cookies torbangun 15% kecukupan. Berdasarkan peraturan BPOM (2003), cookies pati garut maupun torbangun merupakan cookies sumber zat besi karena mengandung 15% AKG zat besi pada bahan pangan kering.
Kadar Kalsium Kadar kalsium cookies kontrol adalah 265.35 mg/100 g, sedangkan cookies torbangun 405.18 mg/100 g. Uji one-sample t-test menunjukkan bahwa kadar kalsium cookies kontrol berbeda nyata dengan cookies F1 (p<0.05) (Lampiran 7). Persentase terhadap AKG kalsium, cookies kontrol telah mencukupi 33% kecukupan, sedangkan cookies torbangun 51% kecukupan. Berdasarkan peraturan BPOM (2003), baik cookies kontrol maupun F1 dapat digunakan sebagai cookies tinggi kalsium karena mengandung lebih dari 30% kebutuhan AKG.
50
Kadar Fosfor Kadar fosfor di dalam suatu bahan pangan dapat membantu ataupun justru menurunkan penyerapan kalsium. Perbandingan yang dianjurkan yaitu kalsium:fosfor, 1:1 atau maksimal 2:1 (Almatsier 2004). Kadar fosfor cookies kontrol adalah 27.47 mg/100 g, sedangkan cookies formulasi adalah 30.08 mg/100 g. Uji one-sample t-test menunjukkan bahwa kadar fosfor cookies kontrol berbeda nyata dengan cookies F1 (p<0.05) (Lampiran 7). Perbandingan kandungan kalsium dan fosfor pada cookies kontrol adalah 16:1. sedangkan cookies formula 27:1. Hal ini diduga kandungan fosfor tidak cukup membantu meningkatkan penyerapan kalsium.
Kadar Zinc Keberadaan zinc pada suatu bahan pangan atau makanan bersamaan dengan besi akan berkorelasi negative dalam hal penyerapannya. Hal ini dikarenakan muatan ion Zn yang sama dengan Fe pada saat penyerapan yaitu 2+, Zn2+ dan Fe2+. Kadar Zn pada cookies kontrol sebesar 0.67 mg, sedangkan cookies dengan penambahan 10% tepung torbangun 0.81 mg. Uji one-sample ttest menunjukkan bahwa kadar zinc cookies kontrol berbeda nyata dengan cookies F1 (p<0.05) (Lampiran 7). Barunawati (2000) menyatakan bahwa penyerapan zinc akan menurun jika memiliki perbandiangan besi:zinc sebesar 2:1. Pada cookies kontrol maupun F1 perbandingan Fe:Zn adalah 2:1. Hal ini menunjukkan bahwa penyerapan Fe tidak terganggu oleh keberadaan zinc.
Kadar Vitamin C Vitamin C dapat membantu penyerapan zat besi. Kadar vitamin C pada cookies kontrol adalah 1.01 mg/100g dan cookies formula 1.04 mg/100g. Uji onesample t-test menunjukkan bahwa kadar vitamin C cookies kontrol berbeda nyata dengan cookies F1 (p<0.05) (Lampiran 7). Vitamin C sebagai enhancer penyerapan zat besi dapat terganggu dengan adanya kandungan zinc yang tinggi pada cookies.
Analisis Efisiensi Zat Gizi Cookies Analisa biaya dilakukan untuk mengetahui perkiraan biaya yang akan dikeluarkan sebelum melakukan suatu usaha. Penggolongan biaya menurut perubahan volume produk terdiri dari biaya tetap, variabel, dan semi variabel.
51
Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya konstan, tidak dipengaruhi oleh intensitas atau aktivitas volume kegiatan sampai dengan tingkat usaha tertentu (Hiswaty 2002). Hiswaty (2002), menyatakan bahwa biaya variabel merupakan biaya yang jumlah totalnya akan berubah sesuai dengan perubahan intensitas volume kegiatan, misalnya biaya bahan baku dan biaya bahan penolong lainnya. Biaya semi variabel adalah biaya variabel yang dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya seperti beban tenaga kerja, peralatan, dan umur peralatan. Analisis biaya pembuatan produk dilakukan untuk mengetahui harga jual produk cookies kontrol dan cookies dengan penambahan 10% tepung torbangun. Analisis
biaya
pembuatan
dilakukan
berdasarkan
harga
masing-masing
komponen penyusun, peralatan yang digunakan, jumlah pekerja dan kapasitas produksi . Profit atau laba diperoleh karena produk dijual dengan harga tertentu. Dengan demikian, harga jual merupakan inti dari seluruh kegiatan usaha (Bartono 2005). Berdasarkan analisis harga yang dilakukan, harga untuk cookies kontrol adalah Rp 29.750,88/kg sedangkan harga untuk cookies F1 adalah Rp 40.028,79/kg. Total biaya produksi adalah total biaya bahan per kg produk (biaya variabel) dan total biaya dasar produksi. Biaya seluruh bahan baku meliputi biaya pati garut, tepung torbangun, margarin, mentega putih, gula halus, telur, dan susu skim. Biaya dasar produksi adalah penjumlahan dari total biaya penyusutan alat, harga sumber energi, upah pekerja, biaya pengangkutan per produk dan over head dalam satuan per kg produk. Biaya penggunaan peralatan meliputi biaya untuk pembelian oven, roller, pisau, loyang, kuas, dan gunting. Dalam penggunaan peralatan, terdapat perawatan, penyusutan alat sehingga juga perlu dipertimbangkan. Biaya untuk sumber energi yang digunakan adalah biaya pengeluaran untuk listrik dan gas. Kandungan kalsium dan zat besi pada produk makanan komersil sudah cukup banyak beredar di pasaran. Namun, biasanya sumber zat gizi tersebut berasal dari suplementasi bukan berasal dari bahan alami. Berdasarkan perhitungan efisiensi zat gizi cookies pati garut dengan penambahan tepung torbangun, maka dapat diketahui sebagai berikut:
52
Tabel 8 Harga per mg zat gizi mikro Merek Kontrol Torbangun Cookies Komersil A Cookies Komersil B
harga per kg (Rp) 29.751 40.029 60.000 45.000
per 100 gram BDD 100 100 100 100
Ca
Fe
265,35 405,18 690 240
1,63 3,76 4.2 4.2
harga per mg Ca (Rp)
harga per mg Fe (Rp)
11,21 9,88 8,70 18,33
1.825,22 1.064,60 1.428,57 1.047,62
Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa harga kalsium per mg cookies torbangun lebih murah dibandingkan dengan cookies kontrol, komersial A, dan komersial B. Begitu pula dengan kandungan zat besinya. Oleh karena itu, cookies torbangun layak digunakan sebagai alternatif camilan sumber kalsium dan zat besi.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pati garut dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan cookies. Kandungan gizi yang terkandung di dalam pati garut merek bambu putih ini adalah energi 135 kkal, protein 7 g, karbohidrat 85.2 g, vitamin B1 0.9 mg, kalsium 8 mg, fosfor 22 mg, dan zat besi 1.5 mg. Cookies pati garut sebagai sumber zat gizi mikro dapat diperoleh melalui panambahan tepung torbangun. Kandungan gizi tepung torbangun yaitu kadar air 7.81 (%bb), kadar abu 10.93 (%bk), kadar protein 18.14 (%bk), kadar lemak 7.10 (%bk), kadar karbohidrat 63.12 (%bk), kadar serat pangan 61.51 (%bk), kadar besi 70.92 mg/100g, kadar kalsium 3519.12 mg/100g, kadar fosfor 48.71 mg/100g, kadar zinc 38.55 mg/100g, dan kadar vitamin C 67.60 mg/100g. Formulasi yang dilakukan dalam pengembangan produk berbahan dasar pati garut dengan penambahan tepung torbangun dilakukan dengan cara Rancangan Acak Lengkap (RAL). Faktor yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penambahan daun torbangun pada adonan pati garut, terdiri dari atas empat taraf yaitu penambahan tepung torbangun sebesar 0 persen, 10 persen, 15 persen, dan 20 persen dari total kombinasi tepung yang digunakan dalam cookies dengan dua periode pembuatan cookies sebagai kelompok. Analisis fisik yang dilakukan meliputi uji kekerasan, kerenyahan, dan aktivitas air (aw) pada cookies kontrol dan terpilih (F1). Kekerasan cookies F1 lebih rendah yaitu 833.25 (gf) dengan tingkat kerenyahan 605.85 (gf), dibandingkan cookies kontrol 902.17 (gf) dengan tingkat kerenyahan 626.98 (gf). Aktivitas air cookies kontrol lebih rendah (0.368) dibandingkan aktivitas air cookies F1 (0.391). Analisis kimia yang dilakukan meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, serat pangan, besi, kalsium, fosfor, zinc, dan vitamin C pada cookies kontrol dan terpilih (F1). Kandungan energi cookies F1 lebih tinggi (528 Kal/100g) dibandingkan cookies kontrol (527 Kal/100g). Kadar air cookies kontrol lebih tinggi (4.17%bb) dibandingkan cookies F1 (3.70 %bb). Kadar abu cookies F1 lebih tinggi (1.84 %bk) dibandingkan cookies kontrol (1.01 %bk). Kadar protein cookies F1 lebih tinggi (10.52 %bk) dibandingkan cookies kontrol (9.06 %bk). Kadar lemak cookies F1 lebih rendah (23.64 %bk) dibandingkan cookies kontrol (25.55 %bk). Kadar karbohidrat cookies kontrol lebih tinggi (64.52 %bk) dibandingkan cookies F1 (64.14 %bk). Kadar serat pangan cookies F1 lebih tinggi (5.19 %bk) dibandingkan cookies
54
kontrol (3.94 %bk). Kadar serat kasar cookies kontrol lebih rendah (0.82 %bk) dibandingkan cookies F1 (1.35 %bk). Kadar besi cookies F1 lebih tinggi (3.76 mg/100g) lebih tinggi dibandingkan dengan cookies kontrol (1.63 mg/100 g). Kadar kalsium cookies F1 lebih tinggi (405.18 mg/100 g) dibandingkan cookies kontrol (265.35 mg/100 g). Kadar fosfor cookies F1 lebih tinggi (30.08 mg/100 g) dibandingkan dengan cookies kontrol (27.47 mg/100 g). Kandungan zinc cookies F1 lebih tinggi (0.81 mg/100 g) dibandingkan dengan cookies kontrol (0.67 mg/100 g). Begitu pula dengan kandungan vitamin C, cookies F1 lebih tinggi (1.04 mg/100 g) dibandingkan dengan cookies kontrol (1.01 mg/100 g). Uji onesample t-test menunjukkan bahwa cookies kontrol berbeda nyata dengan cookies F1 (p<0.05).
Saran Cookies pati garut dengan penambahan tepung torbangun memberikan after taste yang sedikit pahit dan juga menimbulkan aroma yang langu. Perbaikan mutu pangan cookies, bisa dilakukan dengan cara memberikan flavor yang kuat. Flavor yang bisa digunakan, yaitu kopi, mocca, cokelat, butter cookies, dan lain sebagainya. Guna meminimalisasi after taste dan aroma langu yang dihasilkan, maka perlu pengkajian ulang mengenai alat pengering yang digunakan misalnya fluidized bed dryer, freeze dryer, spray dryer, dan tray dryer. Serta perlu pengkajian lebih lanjut terhadap kadar dan efektivitas zat aktif (laktagogum) di dalam cookies torbangun.
DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1995. Official Method of Analysis of Association of Official Analytical Chemist. Ed ke-14. AOAC inc. Airlington. Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Yasni S, Budiyanto S. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor: IPB Press. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2003. Pedoman Klaim Pangan dan Gizi. Jakarta: BPOMRI. Barunawati M. 2000. Keragaan konsumsi pangan dan kadar mineral besi (Fe) dan zinc (Zn) dalam serum darah ibu hamil. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. BeMiller J, Whistler R. 2009. Starch: Chemistry and Technology. 3rd edition. USA: Macmillan Publishing Solutions. British Nutrition Foundation.1995. Iron: Nutritional and Physiological Significance. London: Chapman & Hall. Damanik et al. 2001. Consumption of bangun-bangun leaves (Coleus amboinicus Lour) to increase breast milk production among Batakneese women in North Sumatra Island, Indonesia. Proceedings of the Nutrition Society of Australia: 25. ___________. 2001. Tradisi Sukubangsa Batak Simalungun Mengkonsumsi Daun Bangun-Bangun (Coleus amboinicus Lour) untuk Meningkatkan Produksi ASI Dalam L Nuraida dan RD Hariyadi (Eds.) Prosiding Seminar Nasional Pangan Tradisional dan Suplemen (hal 1-6). Bogor: Pusat Kajian Makanan Tradisional IPB. ___________. 2005. Effect of consumption of torbangun soup (Coleus amboinicus Lour) on Micronutrient intake of the Bataknese Lactating women. Media Gizi dan Keluarga. Vol 29 No.1. ___________. 2006. Lactagogue effects of Torbangun, a Bataknese Traditional Cuisine. Asia Pacific Journal of Clinical Nutrition 2006;15 (2): 267-274. __________ . 2007. Traditional Usage of Coleus Amboinicus Lour among Bataknese Lactating Women in Indonesia. Malaysian Journal of Medical Sciences 2007; 14(S1): 155. __________. 2009. Torbangun (Coleus amboinicus Lour): a Bataknese Traditioal Cuisine Perceived as Lactagogue by Bataknese Lactating Women in Simalungun, Sumatera, Indonesia. Journal of Human Lactation 2009; 25(1): 64-72.
56
_________. 2009. Traditional Consumption of Torbangun (Coleus amboinicus Lour) among Bataknese People in Indonesia. Ann Nutr Metab. 2009; 55 (Supll 1): 450. [DEPKES] Departemen Kesehatan. 2010. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta : Bharata deMan JM. 1997. Kimia Makanan. Bandung: Penerbit ITB. Faridah A. 2008. Patiseri. Jakarta : Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Departemen Pendidikan Nasional. Fennema OR. 1985. Food Chemistry. New Yoek: Marcel-Dekker Inc. Firmansyah A. 2004. Aspek Klinik Pengembangan Produk Makanan bagi Tumbuh Kembang Anak. In Hardinsyah dan Puruhita, A. ed. Prosiding Inovasi Pangan dan Gizi untuk Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak, Mei 10-11, 2004, Jakarta-Indonesia, American Soybean Association, pp.5164. Fleche G. 1985. Chemical Modification and Degradation of Starch. New York: Marcell Dekker Inc. Fuerstenau MC, Han KN. 2003. Principle of Mineral Processing. USA: Society for Mining, Metallurgy, and Exploration, Inc. [Gizi.net]. 2007. Ketersediaan besi. www.gizi.net [31 Oktober 2010] Giantine NM. 2007. Pemanfaatan Pati Ubi Jalar Putih (Ipomoea batatas L.) dan Pati Garut (Maranta arundinacea L.) Termodifikasi untuk Produk Bubur gel Instan dan Roti Manis [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hendy. 2007. Formulasi bubur instan berbasis singkong (Manihot esculenta Crantz) sebagai pangan pokok alternatif [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Herminiati A. 2005. Pengembangan Biskuit dari Campuran Dekstrin Garut dan Tepung Pisang untuk Terapi Gizi Tikus Penderita Auti [tesis]. Bogor: Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Hiswaty. 2002. Pengaruh penambahan tepung ikan nila merah (Oreochromis sp) terhadap karakteristik biskuit [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Indriyani A. 2007. Cookies tepung garut (Maranta arundinaceae L) dengan pengkayaan serat pangan [skripsi]. Yogyakarta: Fakultas Tekonologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Kartono D, Soekatri M. 2004. Angka Kecukupan Mineral: Besi, Iodium, Seng, Mangan, Selenium. In Soekirman, et al. eds. Prosiding Ketahanan
57
Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. WNPG. 17-19 Mei 2004. Jakarta: LIPI. Kay DE. 1973. Root crops. The Tropical Product. London: Institute Foreign and Common Wealth Office. King JC, Keen CL. 1998. Modern Nutrition in Health and Disease. USA: Lippincottt Williams & Wilkins.. Labuza T P. 1982. Shelf Life Dating of Foods. Connecticut: Food and Nutrition Press. Linder MC. 2006. Nutrisi dan Metabolisme Mikromineral. Jakarta: UI Press. Mahmud et al. 2009.Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Jakarta: Elex Media Komputindo. Mariati. 2001. Karakteristik Fisikokimia Pati dan Tepung Garut (Maranta arundinaceae L.) dari beberapa varietas lokal [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Marliyati SA. Sulaeman A. Anwar F. 1992. Pengolahan Pangan Tingkat Rumah Tangga. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Marsono Y. 2002. Indeks Glisemik Umbi-umbian. Agritech Vol 22 No. 1 Tahun 2002. Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Meiri E. 2005. Mempelajari kandungan mineral dan ketersediaan biologis (bioavailabilitas) Fe secara in vitro pada sayuran lokal daerah Palangkaraya dan sekitarnya [skripsi]. Departemen Ilmu Tekhnologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Miftakhurohmah. 2011. Pengaruh substitusi keong tutut (Bellamnya javanica) terhadap mutu fisikokimia dan organoleptik nugget tinggi kalsium dan sumber protein [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Mima M, Poamela LS. 2001. Keseimbangan Cairan Elektrolit dan Asam. Jakarta: EGC. Moore JG. 1995. Drum Dryer. Di dalam : Mujumdar AS (ed). Handbook of Industrial Drying. New York: Marcel Dekker. Inc. Muchtadi TR. 1989. Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor: PAU Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Palupi NS, Zakaria FR, Prangdimurti E. 2007. Pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi pangan [modul e-learning ENBP]. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pangan. Institut Pertanian Bogor. Peter KV. 2007. Underutilized and Underexploited Horticultural Crops. India: New India Publishing Agency.
58
Poedjiadi A, Supriyanti FM. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI press. Pramono L. 1993. Mempelajari karakteristik pengeringan teh hitam CTC (Curling Tearing Crushing) tipe FBD (Fluidized Bed Dryer) [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Prangdimurti E. 1992. Interaksi Mineral dengan Senyawa Lain dalam Bahan Pangan. Bogor: Pusat Antar Universita Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Pratiwi R. 2008. Modifikasi pati garut (Marantha arundinacea) dengan perlakuan siklus pemanasan suhu tinggi-pendinginan (Autoclaving-Cooling Cycling) untuk menghasilkan pati resisten tipe III [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Rahayu WP. 1998. Penuntun Praktikum Organoleptik. Bogor: Jurusan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. Rukmana R. 2000. Garut : Budidaya dan Pasca Panen. Yogyakarta : Kanisius. Rumetor SD. 2008. Suplementasi daun bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour) dan zinc-vitamin E dalam ransum untuk memperbaiki metabolisme dan produksiI susu kambing peranakan etawah [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Rusilanti, Kusharto CM. 2007. Sehat dengan Makanan Berserat. Jakarta: AgroMedia Pustaka. Santosa CM. 2001. Khasiat konsumsi daun bangun-bangun (Coleus ambonicius Lour) sebagai pelancar sekresi air susu ibu menyusui dan pemacu pertumbuhan bayi [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Setyaningsih D, Apriyantono A, Sari MP. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. Bogor: IPB Press. Standar Nasional Indonesia. 1992. SNI: 01-2973-1992 Mutu dan Cara Uji Biskuit. Jakarta: Dewan Standar Nasional Indonesia. Standar Nasional Indonesia. 1992. SNI: 01 – 2891 – 1992 Analisis Serat Kasar. Jakarta: Dewan Standar Nasional Indonesia. Sulaeman A. Anwar F. Rimbawan. Marliyati SA. 1995. Metode Penetapan Zat Gizi. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Sudarmadji D. 2008. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta: Penerbit Kedokteran. EGC. Syarief R, Halid H. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor.
59
Tensiska. 2008. Serat makanan [makalah]. Bandung: Jurusan Teknologi Industri Pangan. Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjajaran. Vaclavik VA, Christian EW. 2003. Essntials of Food Science Second Edition. New York: Kluwer Academic/Plenum Publishers. Widowati S, Suismono, Suarni, Sutrisno, Komalasari. 2002. Petunjuk Teknis Pembuatan Aneka Tepung dari Bahan Pangan Sumber Karbohidrat Lokal. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Winarno FG, Rahayu TS. 1994. Bahan Tambahan untuk makanan dan Kontaminan. Jakarta: Pustaka Sinar harapan. Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi Edisi Revisi. Bogor: M-BRIO PRESS. Wirakartakusumah MA. 1981. Kinetics of Starch Gelatinization and Water Absorption in Rice [PhD Disertation]. Madison: University Wisconsin. Wirakusumah ES. 2007. Mencegah Osteoporosis. Jakarta: Niaga swadaya.
LAMPIRAN
61
Lampiran 1 Prosedur analisis sifat fisik (Giantine 2007) 1. Uji Kerasan Pengukuran kekerasan cookies dilakukan dengan menggunakan Texture Analyzer XT-21. Probe yang digunakan adalah P 2. jarak probe dikalibrasi sesuai dengan tinggi cookies (4.00 mm). Cookies yang akan diukur kekerasannya diletakkan di bawah probe, lalu tekan ”Quick Run Test“. Setelah pengukuran selesai, nilai kekerasan cookies dapat dilihat pada layar komputer. 2. Uji Aktivitas Air (aw) Pengukuran aktivitas air (aw) dilakukan dengan menggunakan alat aw meter ”Shibauru aw meter WA- 360”. Sebelum digunakan, alat dikalibrasi dengan NaCl jenuh yang memiliki nilai aw 0.7547, 0.7529, dan 0.7509 yang berturut-turut pada suhu 20, 25, dan 290C dengan cara memasukkan NaCl jenuh tersebut dalam wadah aw dilakukan setelah indikator proses pengukuran telah selesai. Bila aw yang terbaca tepat 0.750 maka bagian switch diputar sampai mencapai tepat 0.750. Pengukuran aw sampel dilakukan dengan cara yang sama dengan kalibrasi alat yaitu sampel kurang lebih 1 g dimasukkan dalam wadah aw meter. Pembacaan nilai aw dilakukan setelah indikator proses pada layar penunjuk menunjukkan proses pengukuran telah selesai.
62
Lampiran 2 Prosedur analisis kimia 1. Penetapan kadar air dengan metode Oven (Apriyantono et al 1989) Cawan kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang (untuk cawan alumunium didinginkan selama 10 menit dan cawan porselen didinginkan selama 20 menit). Kemudian timbang dengan cepat kurang lebih 5 gram sampel yang sudah dihomogenkan dalam cawan. Angkat tutup cawan dan tempatkan cawan beserta isi dan tutupnya di dalam oven selama 6 jam. Hindari kontak antara cawan dengan dinding oven. Untuk produk yang tidak mengalami dekomposisi dengan pengeringan yang lama, dapat dikeringkan selama 1 malam (16 jam). Selanjutnya pindahkan cawan ke desikator, tutup dengan penutup cawan, lalu didinginkan. Setelah dingin timbang kembali. Keringkan kembali ke dalam oven sampai di peroleh berat yang tetap. Berat sampel (gram) = W1 Berat sampel setelah dikeringkan (gram) = W2 Kehilangan berat (gram) =W3 Persen kadar air (dry basis) = W3 X 100 W2 Persen kadar air (wet basis) = W3 X 100 W1 2. Kadar Abu Metode Gravimetri (AOAC 1995) Cawan kosong dipanaskan dalam oven kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Sampel ditimbang kurang lebih 3 g dan diletakkan dalam cawan, kemudian dibakar dalam kompor listrik sampai tidak berasap. Cawan kemudian dimasukkan ke dalam tanur. Pengabuan dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama pada pada suhu sekitar 4500C dan tahap kedua pada suhu 5500C, pengabuan dilakukan sekitar 2-3 jam. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator, setelah dingin cawan kemudian ditimbang. Persentase dari kadar abu dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut : Abu (%) = Bobot abu (g) x 100% Bobot sampel (g) 3. Penetapan kadar protein dengan metode Mikro Kjeldahl (Apriyantono et al 1989) Timbang sampel kira-kira akan membutuhkan 3-10 ml HCl 0,01 N atau 0,02 N ), pindahkan ke dalam labu kjeldahl 30 ml. Tambahkan 1.9 ± 0.1 g K2SO4, 40 ± 10 mg HgO, dan 2.0 ± 0.1 ml H2SO4 untuk setiap 10 mg bahan organik diatas 15 mg. Kemudian tambahkan beberapa butir batu didih. Didihkan sampel selama 1-1,5 jam sampai cairan jernih. Dinginkan, tambahkan sejumlah kecil air secara perlahan-lahan (hati-hati tabung menjadi panas), kemudian dinginkan. Pindahkan isi labu ke dalam alat destilasi. Cuci dan bilas labu 5-6 kali dengan 1-2 ml air, pindahkan air cucian ini ke dalam alat destilasi. Letakkan erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml larutan H2BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian metil merah 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian metilen blue 0.2% dalam alkohol) dibawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam di bawah larutan H3BO3. Lalu, tambahkan 8-10 ml larutan NaOH-Na2S2O3, kemudian lakukan destilasi sampai tertampung kirakira 15 ml destilat dalam erlenmeyer. Bilas tabung kondenser dengan air, dan tampung bilasannya dalam erlenmeyer yang sama. Encerkan isi erlenmeyer
63
sampai kira-kira 50 ml kemudian titrasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Lakukan juga penetapan blanko. % N = (ml HCl-ml blanko) X normalitas X 14,007 X 100 mg sampel % Protein = % N X faktor konversi atau Protein (%) = (Vol titrasi x 0.014 x N HCl x 6,25 x 100)/Berat sampel 4. Kadar lemak (AOAC 1995) Labu lemak terlebih dahulu dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C, dan didinginkan dalam desikator serta dihitung beratnya. Contoh sebanyak 5 gram dalam bentuk kering dibunngkus dalam kertas saring, kemudian dimasukkan ke dalam alat ekstrasi soxhlet. Alat kondensor diletakkan di atas dan labu lemak secukupnya. Selanjutnya dilakukan refluks selama minimal 6 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam labu lemak berwarna jernih. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstrasi dikeringkan dalam oven bersuhu 1050C untuk mengeluarkan sisa pelarut hingga mencapai berat yang konstan, kemudian didinginkan dalam desikator. Labu lemak kemudian ditimbang dan berat lemak dapat diketahui. Kadar lemak (% bb) = Berat lemak (gram) x 100% Berat contoh (gram) 5. Kadar Karbohidrat (Winarno 1997) Kadar karbohidrat ditentukan by difference yaitu hasil pengurangan dari 100 % dengan kadar air, kadar protein, kadar lemak, dan kadar abu sehingga kadar karbohidrat sangat berpengaruh kepada faktor kandungan zat gizi lainnya. Penentuan dengan cara ini kurang akurat dan merupakan pertimbangan kasar sebab karbohidrat dihitung termasuk serat kasar yang tidak menghasilkan energi. Serat kasar adalah fraksi karbohidrat yang sukar dicerna. Karbohidrat (%) = 100% - % kadar (air + protein + lemak + abu) 6. Kadar Serat Pangan Metode Enzimatis (AOAC 1995) Sampel diekstrak lemaknya dengan pelarut petroleum eter (hexane) pada suhu kamar selama 15 menit kemudian dikeringkan pada suhu ruang. Sejumlah 1 g sampel bebas lemak (w) dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan 25 ml 0.1 M buffer fosfat pH 6 dan dibuat suspensi. Lalu ditambahkan 0.1 ml termamyl, ditutup dengan alufo dan diinkubasi pada suhu 100oC selama 15 menit, diangkat dan didinginkan, kemudian ditambahkan 20 ml akuades dan pH diatur menjadi 1.5 dengan menambahkan HCl 4 M. Selanjutnya ditambahkan 100 mg pepsin, ditutup dan diinkubasi pada suhu 40oC dalam wadah bergoyang selama 60 menit (shaker water bath). Kemudian ditambahkan 20 ml akuades dan pH diatur menjadi 6.8, lalu ditambahkan 100 mg pankreatin, ditutup dan diinkubasi pada suhu 40oC selama 60 menit dalam wadah bergoyang (shaker water bath), dan terakhir pH diatur dengan HCl menjadi 4.5. Selanjutnya disaring dengan kertas saring Whatman No.40 yang sebelumnya telah diketahui bobot keringnya kemudian dicuci dengan 2 x 10 ml aquades, 2 x 10 ml etanol 95%, dan 2 x 10 ml aseton, lalu dikeringkan pada suhu 105oC sampai berat tetap (sekitar 12 jam) dan ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (D1/B1). Kemudian diabukan dalam tanur 500oC selama minimal 5 jam dan ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (I1/B2). Nilai blanko diperoleh dengan cara yang sama namun tanpa menggunakan sampel. Nilai TDF (% bb) = ([(D1 – B1) – (I1 – B2)]/w) x 100 % Keterangan :
64
D1 = berat sampel setelah dioven I1 = berat sampel setelah ditanur B1 = berat blanko setelah dioven B2 = berat blanko setelah ditanur w = berat sampel *Kehilangan lemak dan komponen lain (air) selama ekstraksi lemak diperhitungkan secara matematis. 7. Serat Kasar (SNI 01 – 2891 – 1992) Masukkan 2 – 4 gram sampel bebas lemak ke dalam labu Erlenmeyer 500 mL. tambahkan 50 mL H2SO4 1,25%, kemudian didihkan selama 30 menit menggunakan pendingin tegak. Tambahkan 50 mL NaOH 3,25%, kemudian didihkan selama 30 menit. Dalam keadaan panas, saring menggunakan corong Buchner dengan kertas saring yang sudah diketahui beratnya. Cuci endapan yang terdapat pada kertas saring dengan menggunakan H2SO4 1,25% panas, air panas, dan etanol 96%. Angkat kertas saring beserta isinya, masukkan ke dalam cawan yang telah diketahui bobotnya. Kemudian keringkan pada suhu 105oC, masukkan dalam desikator, lalu timbang. Berat Residu = Berat Serat Kasar % Serat Kasar = Wi – Wo X 100% Ws Wo : Berat Kertas Saring Wi : Berat Kertas Saring + Residu Setelah Dikeringkan Ws : Berat contoh 8. Analisis Kadar Ca Metode Atomic Absorbsion Spectrofotometry (AAS) (Apriyantono et al. 1989) Preparasi sampel untuk kadar kalsium dilakukan dengan menggunakan pengabuan basah. Sampel yang mengandung 5-10 gram padatan ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu kjedhal. Lalu ditambahkan larutan 10 mL H2SO4, 10 ml HNO3 serta beberapa batu didih. Larutan kemudian dipanaskan sampai tidak berwarna gelap dan ditambahkan 10 ml aquades sampai larutan tidak berwarna atau berwarna kuning, lalu panaskan kembali sampai berasap. Larutan dibiarkan sampai dingin kembali dan tambahkan 5 ml aquades, didihkan sampai berasap. Larutan disaring dengan kertas whatman 42 kemudian dibaca dengan menggunakan AAS. Kadar Ca = (a – b) x V 10 x W Keterangan: a = Konsentrasi Larutan Blanko (mg/ml) b = Konsentrasi Larutan Sampel (mg/ml) v = Volume Ekstrak w = Berat Sampel 9. Analisis Kadar Fosfor Metode Spektrofotometer a. Persiapan pereaksi Vanadat-Molibdat 20 gram ammonium molibdat dilarutkan dalam 400 mL aquades hangat kemudian didinginkan. Timbang 1 g vanadat dilarutkan ke dalam 30 mL akuades mendidih. Setelah dingin, tambahkan asam nitrat pekat sambil diaduk. Larutan molibdat dimasukkan ke dalam larutan vanadat, diaduk lalu diencerkan hingga volume 1 liter. b. Persiapan larutan fosfat standar 3,834 g potassium dihidrogen fosfat kering dilarutkan ke dalam akuades dan diencerkan hingga volume 1 liter. Sebanyak 25 mL larutan tersebut
65
dimasukkan ke dalam labu takar 250 mL dan diencerkan sampai tanda tera (1 mL = 02 P2O5). c. Pembuatan kurva standar Larutan fosfat standar diambil sebanyak 0; 0,25; 5; 10; 20; 30; 40 dan 50 mL lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL. Masing-masing ditambahkan 25 mL pereaksi vanadat-molibdat kemudian ditera. Larutan didiamkan selama 10 menit, kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 400 nm. d. Penetapan sampel Sampel yang telah dipreparasi dipipet 1 mL dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL. tambahkan 25 mL pereaksi vanadat-molibdat pada masing-masing labu takar dan diencerkan sampai tanda tera. Setelah didiamkan sampel diukur panjang absorbannya pada panjang gelombang 400 nm. Konsentrasi fosfor dapat diketahui melalui kurva standar berdasarkan absorbans yang terbaca. Perhitungan: %P2O5 = (100/1000 x fp x konsentrasi fosfor x 100) / mg sampel P (mg/100g) = P2O5 X
𝐵𝐴 𝑃
𝐵𝑀 P2O5
10. Analisis Kadar Besi Metode dan Seng (Zn) Atomic Absorbsion Spectrofotometry (AAS) (Apriyantono et al. 1989) Preparasi sampel untuk penetapan kadar zat besi dilakukan dengan pengabuan basah. Sampel ditambahkan sebanyak ± 0.2 g dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Kemudian ditambahkan 10 ml H2S04 dan 10 ml HNO3, dipanaskan perlahan-lahan sampai larutan tidak berwarna gelap lagi (semua zat organik telah teroksidasi) larutan ditambahkan aquades sehingga menjadi tidak berwarna atau menjadi kuning dan didihkan sampai berasap. Setelah itu didinginkan kemudian diencerkan dalam labu takar 100 ml sampai tanda tera, blanko dipersiapkan seperti proses di atas dan juga larutan standar besi. Sampel dan blanko diukur dan dibuat kurva. Zat Besi (ppm) = (absorban sampel – absorban blanko) x fp x 100% x 1000 ppm mg sampel
11. Analisis Vitamin C (Sulaeman et al. 1995) a. Pembuatan larutan standar Timbang 0.02 gram vitamin C murni, tambahkan 2 gram asam oksalat Kristal. Kemudian masukkan ke dalam labu takar 100 mL dan encerkan dengan alat suling sampai tanda tera. Pipet 10 mL dan titrasi dengan larutan dye sampai berwarna merah jambu muda. Tunggu sampai warna tersebut tidak berubah selama 15 detik (jumlah mL larutan dye ini digunakan untuk menentukan ekivalen vitamin C). b. Pembuatan larutan contoh Timbang kurang lebih 10 gram bahan dan setelah ditimbang digerus bersama 10 gram asam oksalat Kristal di dalam mortar dengan menggunakan lat penggerus. Masukkan campuran bahan ke dalam labu ukur 250 mL. isi labu ukur dengan air suling dan kocok, kemudian tambahkan air suling hingga tanda tera. Saring dan tampung filtratnya daam Erlenmeyer bersih dan kering. Pipet 10 mL dan masukkan ke dalam Erlenmeyer 50 mL, kemudian titrasi dengan larutan dye sampai berwarna merah jambu selama 15 detik (lakukan triplo). Ekivalen vitamin C (E) = mg vitamin C murni mg dye standar
66
Vitamin C/100 gram bahan = 100/A x fp x v E A = berat bahan fp = faktor pengenceran v = ml larutan dye yang digunakan E = ekivalen vitamin C Larutan dye A adalah titran.
67
Lampiran 3 Form Uji Organoleptik Nama : Tanggal : Jenis Kelamin : Kode : Bahan : Cookies Pati Garut dan Tepung Torbangun Lembar Uji Mutu Hedonik (Kesukaan) Dihadapan saudara disajikan empat macam Cookies Pati Garut dan Tepung Torbangun dengan kode tertentu. Saudara diminta untuk memberikan penilaian terhadap keempat sampel sesuai dengan tingkat kesukaan saudara, dengan ketentuan di bawah ini: Pengisian dilakukan dengan cara membuat garis vertikal pada setiap mistar sesuai dengan ketentuan. Cantumkan kode sesuai dengan label pada setiap garis vertikal yang diberikan. Diharapkan Saudara berkumur terlebih dahulu dengan air mineral sebelum mencoba ke formula lainnya.
Warna
: I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I Hijau Cokelat Putih Kehitaman Gading
Tekstur
: I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I Amat Biasa Amat Sangat Sangat Rapuh Renyah
Aroma
: I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I Amat Biasa Amat Sangat Sangat Langu Harum
Rasa
: I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I Amat Hambar Amat Sangat Sangat Pahit Manis Komentar:................................................................................................................. ................................................................................................................................. ................................................................................................................................. ................................................................................................................................. ................................................................................................................................. ................................................................................................................................. ...................................
68
Nama : Tanggal : Jenis Kelamin : Kode Produk : Bahan : Cookies Pati Garut dan Tepung Torbangun Uji Kesukaan (Hedonic Test) Dihadapan saudara disajikan empat macam Cookies Pati Garut dan Tepung Torbangun dengan kode tertentu. Saudara diminta untuk memberikan penilaian terhadap keempat sampel sesuai dengan tingkat kesukaan saudara, dengan ketentuan di bawah ini. a. Pengisian dilakukan dengan cara membuat garis vertikal pada setiap mistar sesuai dengan ketentuan dan kode produk. Cantumkan kode sesuai dengan label pada setiap garis vertikal yang diberikan. b. Diharapkan Saudara berkumur terlebih dahulu dengan air mineral sebelum mencoba ke formula lainnya.
Warna
: I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I Amat Sangat Biasa Amat tidak suka Sangat suka
Tekstur
: I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I Amat Sangat Biasa Amat tidak suka Sangat suka
Aroma
: I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I Amat Sangat Biasa Amat tidak suka Sangat suka
Rasa
: I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I Amat Sangat Biasa Amat tidak suka Sangat suka
Keseluruhan : I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I Amat Sangat Biasa Amat tidak suka Sangat suka Komentar:................................................................................................................. ................................................................................................................................. ................................................................................................................................. ................................................................................................................................. .......................
69
Lampiran 4 Hasil Analisis Kimia Tepung Torbangun Tabel 1 Kadar air tepung torbangun Kod e Sam pel 1 2
Ber at sa mp el 5,0 1 5,0 0
Berat cawan (g)
Cawan + sampel (g)
Berat akhir (g)
Berat sampel kering (g)
Berat hilang (g)
dry base (%)
wet base (%)
6,22
11,23
10,83
4,61
0,40
8,56
7,89
5,82
10,82
10,43
4,61
0,39
8,44
7,79
Contoh Perhitungan Kadar air b/k (%) = (Kehilangan berat/ Berat sampel setelah dikeringkan) x 100% = (0,40 / 4,61) x 100% = 7,89 % Kadar air b/b (%) = (Kehilangan berat / Berat sampel) X 100 % = (0,40 / 5,01) x 100% = 7,79 %
Tabel 2 Kadar abu tepung torbangun Kod e sam pel
Berat sampel (g)
1
3,02
22,76
23,09
0,33
2
3,04
22,80
23,13
0,33
B.cawan awal (g)
B cawan akhir (g)
B. Abu (g)
% abu 10,8 9 10,9 7
berat kering (%) 8,56 8,44
abu (bk) 11,9 1 11,9 8
Rata -rata (%) 11,9 5
Contoh Perhitungan kadar abu b/b (%) = (berat abu / berat sampel) x 100%) = (23.0930 - 22.7645) x 100% 3,0155 = 10,89 % kadar abu b/k (%) = kadar abu (b/b) / kadar berat kering x100% = 10,89 /(100 - 8,56) x 100% =11,91 % Tabel 3 Kadar protein tepung torbangun Kode sampel A1 A2
Berat sampel g
N HCl
0,1023 0,1053
0,0979 0,0979
Vol. Titrasi
Protein
mL
bb % 2 2,4
16,747 19,524
Protein Bahan kering 8,56 8,44
bk % 18,32 21,32
Contoh Perhitungan Protein % (b/b) = (Vol titrasi x 0.014 x N HCl x 6,25 x 100) / Berat sampel = (2 X 0.014 X 0,0979 x 6,25 x 100) 0,1023 g = 16,75 % Protein % (b/k) = kadar protein (b/b) / (100 - kadar bahan kering) X 100 %
Ratarata 19,82
70
= 16,75 / (100 – 8,56) x 100 = 18,32 % Ket : N HCl = 0,0979, faktor konversi (fk) = 6,25, dan MR nitrogen = 14 Tabel 4 Kadar lemak tepung torbangun Kode sampe l 1
Berat sampe l 5,0126
B. labu awal 110,0864
B.labu akhir 110,4528
B.lema k 0,3664
7,31
8,56
7,99
2
5,0266
110,0825
110,4424
0,3599
7,16
8,44
7,82
% lemak
berat kering
lemak bk
Rata -rata 7,91
Contoh perhitungan Lemak % (b/b) = (berat lemak / berat sampel) X 100 % = 0,3664/ 5,0126 X 100 % = 7,31 % Lemak % (b/k) = kadar lemak (b/b) / (100 - kadar bahan kering) X 100 % = 7,31 /(100 – 8,56) x 100 % = 7,99 % Tabel 5 Kadar karbohidrat tepung torbangun Kode sampe l
Kdr Air (b/b )
1
7,89
2
7,79
Kdr Abu 10,8 9 10,9 7
Kdr protein
Kdr lemak
Kdr KH (bb)
Berat kering
Kdr KH (bk)
16,75
7,31
57,16
8,56
62,52
19,52
7,16
54,56
8,44
59,59
Rata -rata
61,0 5
Contoh perhitungan: Kadar KH (b/b) = 100% - % (air + abu + protein + lemak) = 100 % - (7,89 + 10,89 + 16,75 + 7,31) = 57,16 % Kadar KH (b/k) = kadar KH (b/b) / ( 100 - berat bahan kering) x 100% = 57,16 / (100 – 8,56) X 100 % = 62,52 % Tabel 6 Kadar serat pangan tepung torbangun D1
I1
1,135
0,1857
1,1549
0,1737
B1
B2
0,00095
0,00055
W
TDF (%bb)
kadar bahan kering
TDF (%bk)
1,5327
61,91
8,56
67,71
1,6052
61,10
8,44
66,74
Keterangan : D1 = berat sampel setelah dioven I1 = berat sampel setelah ditanur B1 = berat blanko setelah dioven B2 = berat blanko setelah ditanur w = berat sampel contoh perhitungan: TDF (%bb) = ([(D1-B1) – (I1-B2)] / w) x 100% = ([(1,135 – 0,00095) – (0,1857 – 0,00055)] / 1,5327) x 100% = 61,91%
rataan 67,22
71
= TDF (%bb) / (100 – kadar bahan kering) x 100% = 61,91 / (100 – 8,56) x 100% = 67,71 %
TDF (%bk)
Gambar 7 Kurva Standar Analisis Ca konsentrasi (ppm) peak 0 2 4 6 8 10
0 7.2 13 18.5 24.5 30.5
Kurva Standar Analisis Ca Axis Title
40
y = 2,998x + 0,623 R² = 0,998
30 20
peak
10
Linear (peak)
0 0
2
4
6
8
10
12
Axis Title
Tabel 8 Kadar kalsium tepung torbangun Berat sampel aliquot 1.0698 1.0498
50
A
b
2.998 0.623
peak sampel 7.9 8.2 5
kadar Kalsium mg/100g ppm 1222,81 12228,15 1293,77 12937,71 1258,29 12582,93
Contoh perhitungan : Berdasarkan kurva standar Ca di atas, maka persamaan linier yang dapat digunakan untuk mencari kadar Ca sampel adalah : Y = aX + b dimana Y = puncak standar atau sampel = 2,998X + 0,623 X = konsentrasi Ca (ppm) a = slope (kemiringan secara statistik) b = intercept ( titik perpotongan terhadapY) Jika tinggi puncak sampel dengan berat 1,0698 g dalam 50 ml aliquot adalah 7,9 kotak, faktor pengencer 100 dan tinggi puncak blanko 5, maka kadar Ca adalah: Y = (tinggi puncak sampel dalam aliquot x fp) – tinggi puncak blanko Y = aX + b aX + b = (tinggi puncak sampel dalam aliquot x fp) – puncak blanko
72
X (ppm) = ((tinggi puncak sampel dalam aliquot x fp) – puncak blanko) – b a X (ppm) = ((7,9 x 100) – 5) – (0,623) = 261,6334 ppm 2,998 Karena X (ppm) merupakan konsentrasi Fe sampel dari volume aliquot maka kadar Fe sampel (mg/100 g) dengan berat 1,0464 g adalah : Kadar Fe = X(ppm) x ml aliquot Berat sampel (g) = 261,6334 ppm x 50 ml 1,0698g = 261,6334 mg/1000 g x 50 ml 1,0698 g = 12,2281 mg/g = 1222,81 mg/100g = 12228,1 ppm Gambar 9 Kurva Standar Analisis Fe konsentrasi peak (ppm) 0 0.5 1 2 3
0 1.8 3.2 7.2 10.3
Kurva Standar Analisis Fe 12 10
y = 3,474x - 0,016 R² = 0,997
8 6
peak
4
Linear (peak)
2 0 -2 0
Berat sampel 1.0698 1.0498
1
2
3
4
Tabel 10 Kadar zat besi tepung torbangun kadar Fe aliquo peak A b t sampel mg/100g ppm 70.921848 709.21848 53.2 3.47 4 4 50 4 0.016 70.627812 706.27812 52 7 7 0.5
70.774830 5
707.74830 5
Contoh perhitungan : Berdasarkan kurva standar Fe di atas, maka persamaan linier yang dapat
73
digunakan untuk mencari kadar Fe sampel adalah : Y = aX + b dimana Y = puncak standar atau sampel = 3,474X – 0,016 X = konsentrasi Fe (ppm) a = slope (kemiringan secara statistik) b = intercept ( titik perpotongan terhadap Y) Jika tinggi puncak sampel dengan berat 1,0698 g dalam 50 ml aliquot adalah 53,2 kotak, faktor pengencer 100 dan tinggi puncak blanko 5, maka kadar Fe adalah: Y = (tinggi puncak sampel dalam aliquot x fp) – tinggi puncak blanko Y = aX + b aX + b = (tinggi puncak sampel dalam aliquot x fp) – puncak blanko X (ppm) = ((tinggi puncak sampel dalam aliquot x fp) – puncak blanko) – b a X (ppm) = ((53,2 x 1) – 0,5) – (-0,016) = 15,1744ppm 3,474 Karena X (ppm) merupakan konsentrasi Fe sampel dari volume aliquot maka kadar Fe sampel (mg/100 g) dengan berat 1,0464 g adalah : Kadar Fe = X(ppm) x ml aliquot Berat sampel (g) = 15,1744 ppm x 50 ml 1,0698g = 15,1744 mg/1000 g x 50 ml 1,0698 g = 0,7092 mg/g = 70,92 mg/100g = 709,2 ppm Gambar 11 Kurva Standar Analisis Zn konsentrasi (ppm) peak 0 0.5 0.75 1 2
0 35.5 52.5 70.1 140
Kurva Standar Zn peak
150
y = 69,92x + 0,181 R² = 1
100
peak
50
Linear (peak)
0 0
1
2
3
konsentrasi
Kode sampel
Berat sampel
Tabel 12 Kadar zinc tepung torbangun peak kadar Zn aliquot a b sampel mg/100g ppm
74
A1 A2
1,0698 1,0498
50
69,92
0,181
69 4,265952 42,65952 65,5 4,108811 41,08811 5 4,187382 41,87382
Contoh perhitungan : Berdasarkan kurva standar Zn di atas, maka persamaan linier yang dapat digunakan untuk mencari kadar Zn sampel adalah : Y = aX + b dimana Y = puncak standar atau sampel = 69,92X + 0,181 X = konsentrasi Zn (ppm) a = slope (kemiringan secara statistik) b = intercept ( titik perpotongan terhadap Y) Jika tinggi puncak sampel dengan berat 1,0698 g dalam 50 ml aliquot adalah 69 kotak, faktor pengencer 100 dan tinggi puncak blanko 5, maka kadar Zn adalah: Y = (tinggi puncak sampel dalam aliquot x fp) – tinggi puncak blanko Y = aX + b aX + b = (tinggi puncak sampel dalam aliquot x fp) – puncak blanko X (ppm) = ((tinggi puncak sampel dalam aliquot x fp) – puncak blanko) – b a X (ppm) = ((69 x 1) – 5) – (0,181) = 0,9127ppm 69,92 Karena X (ppm) merupakan konsentrasi Fe sampel dari volume aliquot maka kadar Fe sampel (mg/100 g) dengan berat 1,0464 g adalah : Kadar Fe = X(ppm) x ml aliquot Berat sampel (g) = 0,9127 ppm x 50 ml 1,0698g = 0,9127 mg/1000 g x 50 ml 1,0698 g = 0,0427 mg/g = 4,27 mg/100g = 42,7 ppm Gambar 13 Kurva Standar Analisis Fosfor Vol Standar Konsentrasi (mg) Absorbansi 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25
0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25
0.000 0.195 0.301 0.466 0.617 0.767
Absorbansi
Kurva Standar Fosfor 1 y = 3,009x + 0,014 R² = 0,996 absorbansi
0,5 0 0
0,1
0,2
Konsentrasi
0,3
Linear (absorbansi)
75
Tabel 14 Kadar fosfor tepung torbangun Berat sampel aliquot 1.0698 1.0498
50
A
b
3.009 0.0147
FP Absorbansi 10
0.693 0.734
Rata-rata
kadar kadar P P2O5 mg/100g mg/100g 210.7018 93,65 227.6944 101,20 219.20
97,42
Contoh perhitungan : Berdasarkan kurva standar Fosfor di atas, maka persamaan linier yang dapat digunakan untuk mencari kadar Fosfor sampel adalah : Y = aX + b dimana Y = puncak standar atau sampel = 3,009X + 0,014 X = konsentrasi Fosfor (ppm) 𝐲−𝒃 𝒙= a = slope (kemiringan secara statistik) 𝒂 b = intercept ( titik perpotongan terhadap Y)\ x = 0,693 – 0,014 3,009 X = 0,2257 Kadar P2O5 (mg/100g)
P (mg/100g)
= (konsentrasi P x FP x 100) / berat sampel = (0,2257 x 10 x 100) / 1,0698 = 210,70
= P2O5 X
𝐵𝐴 𝑃
𝐵𝑀 P2O5
= 210,70 x (2 x 32) 144 = 93,65
Gambar 15 Kurva Standar vitamin C Kurva standard vit C Konsentrasi Volume titrasi (mg) (mL) 0 0 0.2 32.4 0.4 62.1 0.6 81.5 0.8 103.6
76
mL titrasi
Kurva Standar Vitamin C 120 100 80 60 40 20 0
y = 128,1x + 4,66 R² = 0,988 Volume titrasi (mL)
0
0,5
1
Linear (Volume titrasi (mL))
konsentrasi
Tabel 16 Kadar vitamin C tepung torbangun Berat sampel 5,09 5,04
A
b
FP
128,1
4,66
1
Rata-rata
kadar vit C titrasi (mL) mg/100g 56,5 79,50567 47,6 66,5093 73,01
Contoh Perhitungan : Berdasarkan kurva standar vitamin C di atas, maka persamaan linier yang dapat digunakan untuk mencari kadar vitamin C sampel adalah : Y = aX + b dimana Y = puncak standar atau sampel = 128,1X + 4,66 X = konsentrasi vitamin C (ppm) 𝐲−𝒃 𝒙= a = slope (kemiringan secara statistik) 𝒂 b = intercept ( titik perpotongan terhadap Y)\ x = 56,5 – 4,66 128,1 X = 0,4047 Kadar Vitamin C(mg/100g)
= (konsentrasi P x FP x 100) / berat sampel = (0,4047 x 10 x 100) / 5,09 = 79,51
77
Lampiran 5 Hasil analisis fisik cookies kontrol dan torbangun Tabel 17 Uji kekerasan dan kerenyahan cookies pati garut dan dengan penambahan tepung torbangun no
Kekerasan (gf)
Kode
1
K-U1
1
811.7
635.5
2
977.5
689.2
3
834.2
568.3
4
801.4
547.3
5
707.0
352.5
826.4
558.6
1
956.4
776.8
2
839.4
552.5
3
1019.8
787.9
4
941.3
587.9
5
1133.0
771.9
978.0
695.4
1
728.4
537.0
2
849.0
633.7
3
816.8
705.8
4
786.5
668.2
5
729.4
508.1
782.0
610.6
1
938.6
783.4
2
882.3
606.2
3
837.6
511.7
4
928.8
606.0
5
835.0
498.4
884.5
601.1
Rata-rata
2
K-U2
Rata-rata
3
H-U1
Rata-rata
4
H-U2
kerenyahan (gf)
Rata-rata
kekerasan
kerenyahan
902.17
626.98
833.24
605.85
Tabel 18 Uji aktivitas air cookies pati garut dan dengan penambahan tepung torbangun No 1 2 3 4
kode
aw
K-U1 (1)
0.394
K-U1 (2)
0.400
K-U2 (1)
0.341
K-U2 (2)
0.335
H-U1 (1)
0.440
H-U1 (2)
0.439
H-U2 (1)
0.342
H-U2 (2)
0.342
rata2 0.397 0.368 0.338 0.440 0.391 0.342
78
Lampiran 6 Hasil Analisis Kimia cookies Tabel 19 Kandungan energi cookies pati garut dan dengan penambahan tepung torbangun sampel
ulangan
energi
rataan
cookies kontrol
1 2
527 528
528
cookies F1
1 2
529 525
527
Tabel 20 Kandungan air cookies pati garut dan dengan penambahan tepung torbangun Kod e Sam pel KU1 KU2 TU1 TU2
Berat samp el 3,028 3,051 5 3,020 6 3,081 0
Berat cawan (g)
Cawan + sampel (g)
Berat akhir (g)
Berat sampel kering (g)
6,3978
9,4258
9,2972
2,89935
Berat hilang (g) 0,1286 5
5,6788
8,7303
8,6051
2,9263
5,6339
8,6544
8,5306
6,7159
9,7969
9,6951
dry base (%)
wet base (%)
4,44
4,25
0,1252
4,28
4,10
2,8968
0,1238
4,27
4,10
2,9792
0,1018
3,42
3,30
Tabel 21 Kandungan abu cookies pati garut dan dengan penambahan tepung torbangun Kod e sam pel KU1 KU2 TU1 TU2
Berat sampel (g)
B.cawan awal (g)
B cawan akhir (g)
3,0366
33,7641
33,7931
3,0389
24,8593
24,88895
3,0938
21,2757
21,33085
3,0475
21,9660
22,0196
B. Abu (g) 0,029 0 0,029 7 0,055 2 0,053 6
% abu 0,9 6 0,9 8 1,7 8 1,7 6
berat kering (%)
abu (bk)
4,44
1,00
4,80
1,02
4,29
1,86
3,42
1,82
Ratarata (%) 1,00 1,02 1,86 1,82
Tabel 22 Kandungan protein cookies pati garut dan dengan penambahan tepung torbangun Kode sampe l KU1 KU2 TU1 TU2
Berat sampel g 0,1494 0,1204 0,1000 0,1378
N HCl 0,097 9 0,097 9 0,097 9 0,097 9
Vol. Titrasi mL
Protein bb %
Bahan kering
Protein bk %
1,65
9,46
4,46
9,90
1,1
7,83
4,80
8,22
1,2
10,28
4,26
10,74
1,6
9,95
3,39
10,30
79
Tabel 23 Kandungan lemak torbangun Kode Berat samp samp B. labu el el awal 3,006 KU1 4 111,5631 3,048 KU2 9 103,8392 3,088 TU1 8 105,6938 3,063 TU2 7 109,3621
cookies pati garut dan dengan penambahan tepung
B.labu akhir
B. lemak
% lemak
berat kering
lemak (bk)
112,3043
0,7412
24,65
4,46
25,80
104,5816
0,7424
24,35
3,75
25,30
106,4351
0,7413
24,00
4,26
25,07
110,0197
0,6576
21,46
3,39
22,22
Tabel 24 Kandungan karbohidrat cookies pati garut dan dengan penambahan tepung torbangun Kode Sampel
Air
KU1 KU2 TU1 TU2
Abu
4,25 4,10 4,10 3,30
Protein
Lemak
KH (%bb)
Bahan Kering
KH (%bk)
9,46 7,83 10,28 9,95
24,65 24,35 24,00 21,46
60,68 62,75 59,84 63,53
4,44 4,28 4,27 3,42
63,50 65,55 62,51 65,78
0,96 0,98 1,78 1,76
Tabel 25 Kadar kalsium cookies pati garut dan dengan penambahan tepung torbangun Kode sampel KU1 KU2 TU1 TU2
Berat sampel
aliquot
1,0592 1,0573 1,0356 1,0411
a
50
peak sampel
b
3,485
21 19 30 29,5
0,071
kadar Ca mg/100g ppm 278,67 252,03 409,70 400,65
2786,67 2520,28 4097,03 4006,48
Tabel 26 Kadar besi cookies pati garut dan dengan penambahan tepung torbangun Kode sampel KU1 KU2 TU1 TU2
Berat sampel
aliquot
1,0592 1,0118 1,0356 1,0411
50
a
peak sampel
b
9,008
kadar Fe mg/100g ppm
4,1 4 8 8,1
-0,488
1,62 1,64 3,75 3,78
16,18 16,39 37,45 37,79
Tabel 27 Kadar zinc cookies pati garut dan dengan penambahan tepung torbangun Kode sampel KU1 KU2 TU1 TU2
Berat sampel 1,0592 1,0573 1,0411 1,0277
aliquot
50
a
34,88
b
1,156
peak sampel 9,2 9 9,5 10,5
kadar Zn mg/100g ppm 0,68 0,66 0,74 0,88
6,83 6,57 7,36 8,85
80
Tabel 28 Kadar fosfor cookies pati garut dan dengan penambahan tepung torbangun Kode sampe l KU1 KU2 TU1 TU2
Kadar P2O5 Berat sampel 1,0472 5 1,0345 5 1,0258 1,0344
aliquo t
10
a
F P
b
3,009 2
0,014 7
absorbans i
mg/100g
Kadar Fosfor (mg/100g )
0,2055
60,54
26,91
0,211 0,2245 0,2245
63,05 67,97 67,40
28,02 30,21 29,96
10
Tabel 29 Kadar vitamin C cookies pati garut dan dengan penambahan tepung torbangun Kode Sampel KU1 KU2 TU1 TU2
Berat sampel 10,0848 10,1283 10,1427 10,0546
a
b
FP
167,7
-1,21
1
kadar vit C titrasi (mL) mg/100g 0,5 1,0111 0,5 1,0068 0,6 1,0641 0,5 1,0141
Tabel 30 Kadar serat pangan cookies pati garut dan dengan penambahan tepung torbangun Kode Kertas Saring Sampel + serat B1 KU1 KU2 TU1 TU2
B2 KS1 1,09 1,075 97 1,13 1,0447 0,00 0,00 02 095 055 1,10 1,0202 47 1,12 1,0277 185
ks2 KS 1,12 2,22 72 69 1,08 2,21 74 76 1,09 2,20 54 01 1,10 2,23 87 06
KS+A BU1 1,145 0 1,173 2 1,152 4 1,159 9
KS+A KS+A BU2 BU D (g) I 1,142 2,287 0,06 0,02 1 1 020 09 1,187 2,360 0,14 0,09 4 6 300 8 1,125 2,278 0,07 0,02 7 1 800 51 1,151 2,311 0,08 0,02 6 5 095 68
Kadar Serat 3,6186 4,2692 5,1460 5,2301
Tabel 31 Kadar serat kasar cookies pati garut dan dengan penambahan tepung torbangun Kode sampel
KS
KS+abu
W
serat kasar (%)
KU1
1,1049
1,1147
1,2466
0,7861
KU2
1,1218
1,1325
1,2597
0,8494
TU1
1,1040
1,1195
1,2442
1,2458
TU2
1,1313
1,1499
1,2766
1,4570
81
Lampiran 7 Uji One-Sampel Statististic T-Test analisis fisik dan kimia cookies Tabel 32 One-Sampel Statististic T-Test Uji Kekerasan, Kerenyahan, dan Aktivitas Air (aw) N Kekerasan Kerenyahan Aw
Mean
Std. Deviation Std. Error Mean
4 8.6772E2 4 6.1642E2 4 .3793
84.65323 57.29912 .04863
42.32661 28.64956 .02432
Tabel 33 One-Sampel T-Test Uji Kekerasan, Kerenyahan, dan Aktivitas Air (aw) Test Value = 0 T Kekerasan Kerenyahan Aw
Sig. (2tailed)
Df
20.501 21.516 15.597
3 3 3
95% Confidence Interval of the Difference
Mean Difference
.000 .000 .001
Lower
867.72500 616.42500 .37925
Upper
733.0228 525.2493 .3019
1002.4272 707.6007 .4566
Tabel 34 One-Sampel Statististic T-Test kandungan gizi cookies pati garut dan dengan penambahan tepung torbangun N
Mean
Energi Air Abu Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Besi Zinc Fosfor VitC SeratMakanan SeratKasar
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Std. Deviation
5.2725E2 3.9375 1.4250 9.7900 24.5975 64.3350 3.3526E2 2.6975 .7400 1.0225 28.7750 4.5675 1.0875
Std. Error Mean
1.70783 .43084 .47955 1.10145 1.61403 1.59082 81.54105 1.23273 .09933 .02500 1.58237 .76691 .32149
.85391 .21542 .23977 .55073 .80701 .79541 40.77052 .61637 .04967 .01250 .79119 .38346 .16075
Tabel 35 One-Sampel T-Test kandungan gizi cookies pati garut dan dengan penambahan tepung torbangun Test Value = 0
t Energi Air Abu
617.452 18.278 5.943
Sig. (2tailed)
df 3 3 3
.000 .000 .010
Mean Difference 527.25000 3.93750 1.42500
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper 524.5325 3.2519 .6619
529.9675 4.6231 2.1881
82
Test Value = 0
Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Besi Zinc Fosfor VitC SeratMakanan SeratKasar
t 17.777 30.480 80.883 8.223 4.376 14.900 81.800 36.369 11.911 6.765
df 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Sig. (2Mean tailed) Difference .000 9.79000 .000 24.59750 .000 64.33500 .004 335.26250 .022 2.69750 .001 .74000 .000 1.02250 .000 28.77500 .001 4.56750 .007 1.08750
*Signifikansi lebih kecil dari p = 0,05 , berbeda nyata
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper 8.0373 11.5427 22.0292 27.1658 61.8037 66.8663 205.5125 465.0125 .7360 4.6590 .5819 .8981 .9827 1.0623 26.2571 31.2929 3.3472 5.7878 .5759 1.5991
83
Lampiran 8 Hasil uji hedonik cookies pati garut dan dengan penambahan tepung torbangun Paneli s
Kontrol
10% (847)
15% (726)
20% (259)
war na
tekst ur
aro ma
ras a
keseluru han
war na
tekst ur
aro ma
ras a
keseluru han
war na
tekst ur
aro ma
ras a
keseluru han
war na
tekst ur
aro ma
ras a
keseluru han
1
7.0
7.0
7.2
7.0
7.0
4.5
4.5
4.5
4.5
4.5
4.0
4.0
4.0
4.0
4.0
3.2
3.3
3.3
3.3
3.2
2
8.5
8.5
8.0
9.0
8.5
6.0
6.5
4.0
2.5
6.0
4.0
7.5
5.0
4.5
4.0
3.0
5.5
3.5
3.5
3.5
3
6.0
7.0
5.5
7.0
7.0
6.5
7.0
7.0
6.5
6.5
4.5
6.0
5.0
3.0
3.5
3.5
6.0
5.0
4.0
4.0
4
7.0
8.0
8.0
6.2
6.0
8.4
7.4
7.5
7.0
6.4
4.5
4.2
4.0
4.5
3.5
4.0
3.0
3.5
4.0
3.0
5
8.0
8.0
6.0
8.0
7.0
6.0
7.0
5.0
4.0
5.0
4.0
6.0
4.5
3.5
4.0
3.0
7.5
4.0
4.5
4.5
6
7.0
6.0
7.0
8.0
7.0
6.0
6.0
5.0
6.0
5.0
4.0
6.0
5.0
3.0
4.0
3.0
5.0
2.0
2.0
3.0
7
7.8
7.5
8.2
8.4
7.7
6.9
7.2
7.7
7.8
4.6
6.2
7.4
3.7
6.8
6.6
4.6
6.8
4.3
4.5
5.6
8
9.0
8.0
9.0
9.0
8.0
6.0
6.0
5.0
4.0
5.0
5.0
5.0
4.0
5.0
3.0
4.0
4.0
3.0
3.0
4.0
9
7.0
7.0
5.0
5.0
6.0
6.0
6.0
6.0
5.0
6.0
5.0
5.0
6.0
4.0
5.0
5.0
4.0
4.0
4.0
5.0
10
8.0
5.0
8.0
7.0
8.0
6.0
6.0
7.0
6.0
7.0
4.0
4.0
6.0
5.0
5.0
3.0
3.0
4.0
4.0
4.0
11
8.0
8.0
8.0
8.0
8.0
5.0
4.0
4.0
4.0
5.0
4.0
4.0
4.0
4.0
4.0
4.0
3.0
2.0
3.0
3.0
12
8.3
8.5
7.8
7.6
7.6
2.2
7.7
3.1
3.0
6.4
1.7
6.7
2.5
2.6
6.0
1.3
6.8
1.7
1.7
5.5
13
8.0
9.0
8.9
9.0
9.0
6.4
4.0
6.8
7.3
6.3
5.0
6.0
3.2
4.4
3.8
2.6
1.5
1.5
1.0
1.5
14
8.5
8.3
8.4
8.4
8.0
5.0
5.3
5.0
5.6
6.0
4.7
5.0
4.7
5.0
5.0
4.0
4.0
4.0
4.0
4.0
15
6.0
5.4
6.0
6.0
6.0
5.0
4.6
5.0
4.4
4.7
4.0
3.8
3.5
2.8
3.0
3.2
3.2
2.8
2.2
2.2
16
6.0
7.0
7.0
7.0
7.0
7.0
7.0
6.0
6.0
7.0
4.0
4.0
4.0
4.0
4.0
3.0
3.0
3.0
2.0
2.0
17
9.0
8.0
8.0
8.0
8.0
6.0
7.0
6.0
7.0
7.0
4.0
4.0
3.0
3.0
3.0
2.0
2.0
1.0
2.0
1.0
18
7.0
6.0
7.0
7.0
7.0
6.0
7.0
6.0
6.0
6.0
4.0
4.0
4.0
4.0
4.0
3.0
3.0
3.0
3.0
3.0
84
Paneli s
Kontrol
10% (847)
15% (726)
20% (259)
war na
tekst ur
aro ma
ras a
keseluru han
war na
tekst ur
aro ma
ras a
keseluru han
war na
tekst ur
aro ma
ras a
keseluru han
war na
tekst ur
aro ma
ras a
keseluru han
19
7.6
7.0
7.0
7.5
7.0
7.0
6.6
3.8
5.0
6.0
4.0
5.0
2.0
4.0
5.0
5.0
5.0
3.0
4.0
5.0
20
8.0
8.0
7.0
8.0
8.0
5.0
5.0
5.0
5.0
5.0
5.0
5.0
5.0
5.0
5.0
3.0
5.0
3.0
3.0
3.0
21
8.0
7.6
7.6
8.4
6.5
4.8
5.0
5.0
4.3
4.5
3.5
3.0
3.3
2.0
2.7
3.0
2.7
2.3
1.6
2.0
22
6.5
7.4
7.8
7.3
7.0
4.3
5.4
4.2
4.8
4.8
4.8
4.7
2.4
2.3
2.2
2.8
4.0
3.0
3.2
3.3
23
8.0
9.0
8.0
9.0
9.0
3.0
5.0
5.0
5.0
5.0
2.0
4.0
4.0
4.0
4.0
1.0
2.0
3.0
3.0
1.0
24
8.0
8.0
7.0
7.0
5.0
6.0
6.0
5.0
5.0
5.0
5.0
6.0
4.0
3.6
5.0
6.0
6.5
4.5
4.5
5.0
25
7.0
6.5
7.0
8.0
7.5
3.0
6.0
7.0
4.5
5.0
2.0
3.5
3.0
3.5
3.5
1.5
4.5
4.0
2.5
3.0
Ratarata
7.6
7.4
7.4
7.6
7.3
5.5
6.0
5.4
5.2
5.6
4.1
5.0
4.0
3.9
4.1
3.3
4.2
3.1
3.1
3.4
85
Lampiran 9 Hasil uji mutu hedonik cookies pati garut dan dengan penambahan tepung torbangun Mutu Hedonik no
Kontrol (319) warna
tekstur
10% (847)
aroma
rasa
warna
tekstur
15% (726)
aroma
rasa
warna
tekstur
20% (259)
aroma
rasa
warna
tekstur
aroma
rasa
1
8.3
7.0
6.5
7.7
5.0
4.5
4.4
4.4
4.0
6.0
3.5
7.0
4.5
5.6
3.0
3.6
2
8.5
9.0
9.0
7.6
4.0
6.5
6.0
3.0
4.6
8.5
5.0
4.5
2.0
7.6
3.0
1.6
3
7.4
7.0
5.0
7.0
5.0
5.9
5.6
6.5
3.6
5.0
4.7
6.5
3.0
4.5
4.0
3.6
4
8.3
5.3
8.0
6.2
6.4
5.8
4.0
6.2
4.0
6.1
2.7
4.7
2.0
7.0
1.8
3.7
5
9.0
9.0
6.0
7.0
7.0
7.0
5.0
4.0
5.0
6.5
4.5
3.4
3.0
7.6
4.7
3.0
6
8.0
8.0
7.0
8.0
4.0
5.0
5.0
5.0
2.8
7.0
4.0
5.0
2.0
7.0
2.0
2.0
7
8.4
8.5
8.5
5.7
6.2
7.8
2.8
5.7
5.8
7.6
4.4
3.2
4.3
7.1
3.6
2.3
8
8.7
7.0
6.0
8.0
6.0
5.0
4.0
6.0
5.0
8.0
7.0
4.0
4.0
6.0
8.0
3.0
9
7.0
7.0
5.0
6.0
6.0
6.0
5.0
5.0
5.0
5.0
4.0
5.0
4.0
4.0
3.0
4.0
10
7.0
8.7
7.0
7.0
4.0
8.0
4.0
6.0
3.0
6.0
2.0
4.0
2.0
6.0
7.0
7.0
11
8.0
8.0
6.0
7.0
5.0
7.0
5.0
4.0
5.0
5.6
4.0
4.0
3.0
4.0
3.0
3.0
12
8.6
7.5
6.5
8.0
3.9
6.8
4.8
5.6
5.4
3.0
1.8
4.7
4.3
6.3
1.6
1.5
13
8.3
8.1
8.1
8.5
4.0
3.8
3.8
6.0
2.4
3.8
2.3
2.2
1.5
1.3
1.3
1.8
14
8.4
8.4
8.4
7.5
5.6
6.5
4.6
5.5
4.5
4.4
3.4
5.2
3.3
3.5
2.4
3.4
15
7.7
6.8
6.8
6.0
4.7
4.7
4.9
4.4
4.0
4.3
3.7
3.7
3.3
3.8
3.2
3.3
16
8.0
7.0
8.0
7.0
6.0
7.0
7.0
6.0
5.0
6.0
6.0
4.0
3.0
6.0
4.0
2.0
17
9.0
1.8
9.0
6.0
6.8
4.5
7.0
4.6
4.4
7.0
4.0
3.8
1.7
9.0
1.0
3.0
18
8.0
6.0
7.0
7.0
7.0
8.0
4.0
6.0
4.0
4.0
3.0
4.0
3.0
3.0
2.0
3.0
19
9.0
3.3
7.3
7.0
5.6
4.0
3.5
4.0
4.3
5.6
4.0
4.0
4.3
5.6
2.7
4.0
20
8.0
8.0
8.0
8.0
4.0
5.0
5.0
6.0
4.0
5.0
3.0
6.0
2.0
4.0
5.0
3.0
21
7.7
8.0
6.8
7.7
5.0
7.0
5.0
5.8
3.8
4.6
1.8
3.5
3.3
3.6
2.5
2.3
86
Mutu Hedonik no
Kontrol (319) warna
tekstur
10% (847)
aroma
rasa
warna
tekstur
15% (726)
aroma
rasa
warna
tekstur
20% (259)
aroma
rasa
warna
tekstur
aroma
rasa
22
8.4
5.3
8.3
6.8
5.4
6.8
3.8
4.8
4.4
5.6
1.9
2.6
2.8
4.7
2.4
3.5
23
9.0
9.0
8.0
7.0
6.0
4.0
4.0
5.0
5.0
7.0
2.0
2.0
1.0
5.0
3.0
1.0
24
8.0
7.0
7.0
8.0
6.0
5.0
3.7
5.0
5.0
3.7
3.0
4.0
5.0
3.0
3.0
4.0
25
8.0
8.0
8.0
7.0
6.0
7.0
6.0
4.0
4.0
4.0
4.0
3.0
3.0
7.0
4.0
2.0
Rata-rata
8.2
7.1
7.2
7.1
5.4
5.9
4.7
5.1
4.3
5.6
3.6
4.2
3.0
5.3
3.2
3.0
87
Lampiran 10 Uji sidik ragam karakteristik organoleptik Tabel 22 Sidik ragam uji mutu hedonik cookies pati garut dan dengan penambahan tepung torbangun Sum of Squares Between Groups
df
Mean Square
F
363.026
3
121.009
Warna Within Groups
74.066
96
.772
Total
437.092
99
50.265
3
16.755
Tekstur Within Groups
243.041
96
2.532
Total
293.306
99
Between Groups
245.935
3
81.978
Aroma Within Groups
159.945
96
1.666
Total
405.880
99
Between Groups
233.068
3
77.689
Within Groups
102.716
96
1.070
Total
335.784
99
Between Groups
Rasa
Sig.
156.843
.000
6.618
.000
49.204
.000
72.610
.000
Tabel 23 Uji lanjut Duncan mutu hedonik warna cookies pati garut dan dengan penambahan tepung torbangun Subset for alpha = 0.05 Perlakuan
N
Penambahan 20% Penambahan 15% Penambahan 10% Kontrol
1 25 25 25 25
Sig.
2
3
4
3.0120 4.3200 5.3840 8.1880 1.000
1.000
1.000
1.000
Tabel 24 Uji lanjut Duncan mutu hedonik tekstur cookies pati garut dan dengan penambahan tepung torbangun Subset for alpha = 0.05 Perlakuan
N
Penambahan 20% Penambahan 15% Penambahan 10% Kontrol
1 25 25 25 25
2
5.2880 5.5720 5.9440 7.1480
Sig.
.173
1.000
Tabel 25 Uji lanjut Duncan mutu hedonik aroma cookies pati garut dan dengan penambahan tepung torbangun Subset for alpha = 0.05 Perlakuan Penambahan 20% Penambahan 15% Penambahan 10%
N
1 25 25 25
2
3.2480 3.5880 4.7160
3
88
Kontrol
25
7.2480
Sig. .354 1.000 1.000 Tabel 26 Uji lanjut Duncan mutu hedonik rasa cookies pati garut dan dengan penambahan tepung torbangun Subset for alpha = 0.05 Perlakuan
N
Penambahan 20% Penambahan 15% Penambahan 10% Kontrol
1 25 25 25 25
Sig.
2
3
4
2.9840 4.1600 5.1400 7.1480 1.000
1.000
1.000
1.000
Tabel 27 Sidik ragam hedonik cookies pati garut dan dengan penambahan tepung torbangun Sum of Squares
Warna
Tekstur
Aroma
Rasa
Keseluruhan
Mean Square
df
Between Groups
264.765
3
88.255
Within Groups
121.722
96
1.268
Total
386.488
99
Between Groups
146.166
3
48.722
Within Groups
154.537
96
1.610
Total
300.702
99
Between Groups
259.780
3
86.593
Within Groups
108.520
96
1.130
Total
368.300
99
Between Groups
292.474
3
97.491
Within Groups
115.692
96
1.205
Total
408.166
99
Between Groups
229.552
3
76.517
Within Groups
104.838
96
1.092
Total
334.390
99
F
Sig.
69.605
.000
30.267
.000
76.603
.000
80.897
.000
70.067
.000
Tabel 28 Uji lanjut Duncan hedonik warna cookies pati garut dan dengan penambahan tepung torbangun Subset for alpha = 0.05 Perlakuan
N
1
Penambahan 20%
25
Penambahan 15%
25
Penambahan 10%
25
Kontrol
25
2
3
4
3.2680 4.1160 5.5200 7.5680
89
Sig.
1.000
1.000
1.000
1.000
Tabel 29 Uji lanjut Duncan hedonik tekstur cookies pati garut dan dengan penambahan tepung torbangun Subset for alpha = 0.05 Perlakuan
N
Penambahan 20% Penambahan 15% Penambahan 10% Kontrol
1 25 25 25 25
Sig.
2
3
4
4.1720 4.9520 5.9680 7.4040 1.000
1.000
1.000
1.000
Tabel 30 Uji lanjut Duncan hedonik aroma cookies pati garut dan dengan penambahan tepung torbangun Subset for alpha = 0.05 Perlakuan
N
Penambahan 20% Penambahan 15% Penambahan 10% Kontrol
1 25 25 25 25
Sig.
2
3
4
3.1360 3.9920 5.4240 7.3920 1.000
1.000
1.000
1.000
Tabel 31 Uji lanjut Duncan hedonik rasa cookies pati garut dan dengan penambahan tepung torbangun Subset for alpha = 0.05 Perlakuan
N
Penambahan 20% Penambahan 15% Penambahan 10% Kontrol
1 25 25 25 25
Sig.
2
3
4
3.1000 3.9000 5.2080 7.6160 1.000
1.000
1.000
1.000
Tabel 32 Uji lanjut Duncan hedonik keseluruhan cookies pati garut dan dengan penambahan tepung torbangun Subset for alpha = 0.05 Perlakuan Penambahan 20% Penambahan 15% Penambahan 10% Kontrol Sig.
N
1 25 25 25 25
2
3
4
3.3720 4.1120 5.5880 7.3320 1.000
1.000
1.000
1.000
90
Lampiran 11 Analisis efisiensi zat gizi cookies a. Analisis biaya pembuatan cookies F0 Tabel Biaya bahan dasar pembuatan cookies F0
No.
1 2 3 4 5 6 7
Bahan (Formula)
Torbangun Pati Garut Mentega Putih Margarin Susu Skim Telur Gula Halus Jumlah
Berat Dalam Formula
Persentase (Komposisi)
Harga per Kg
Harga Bahan Per kg Produk
Gram
%
Rupiah
Rupiah
0,00 125,00 30,00 30,00 30,00 18,00 40,00 273,0
0,0 45,8 11,0 11,0 11,0 6,6 14,7 100,0
124.511,0 3.000,0 2.500,0 1.500,0 40.000,0 2.000,0 6.000,0 179.511,0
0,0 1.511,0 302,2 181,3 4.835,2 145,1 967,0 7.941,8
Tabel Biaya dasar produksi dalam pembuatan cookies F0 No 1 2 3 4 5
Rincian
Biaya per Hari
Kapasitas Produksi
Biaya Dasar Produksi/kg
Biaya Susut Alat/kg Biaya Energi/kg Biaya Tenaga Kerja/kg Biaya Pengangkutan/kg Biaya Overhead/kg
642.493,15 21.300.000,00 5.350.000,00 350.000,00 24.431,10
3000 3000 3000 3000 3000
214,16 7.100,00 1.943,60 116,70 8,10
Jumlah
9.382,56
Harga Pabrik (Industri) atau Harga Pokok Produk (HPP) sesuai rendemen = (100/Randemen) x (Σ harga bahan /kg + Σ biaya susut alat/kg + Σ biaya tenaga kerja/kg + Σ biaya energi/kg + Σ biaya transportasi/kg + Σ biaya over head/kg) + laba perusahaan)) =(100/86) X (7.942,80 + 9.382,56 + 8.260,40) = 29.750,88 /kg b. Analisis biaya pembuatan cookies F1 Tabel Biaya bahan dasar pembuatan cookies F1
No.
1 2 3 4 5 6
Bahan (Formula)
Torbangun Pati Garut Mentega Putih Margarin Susu Skim Telur
Berat Dalam Formula
Persentase (Komposisi)
Harga per Kg
Harga Bahan Per kg Produk
Gram
%
Rupiah
Rupiah
13,00 125,00 30,00 30,00 30,00 18,00
4,5 43,7 10,5 10,5 10,5 6,3
124.511,0 3.000,0 2.500,0 1.500,0 40.000,0 2.000,0
6.225,6 1.442,3 288,5 173,1 4.615,4 138,5
91
No.
7
Bahan (Formula)
Berat Dalam Formula
Persentase (Komposisi)
Harga per Kg
Harga Bahan Per kg Produk
Gram
%
Rupiah
Rupiah
6.000,0 179.511,0
923,1 13.806,3
Gula Halus Jumlah
40,00 286,0
14,0 100,0
Tabel Biaya dasar produksi dalam pembuatan cookies F0 No 1 2 3 4 5
Rincian
Biaya per Hari
Kapasitas Produksi
Biaya Dasar Produksi/kg
Biaya Susut Alat/kg Biaya Energi/kg Biaya Tenaga Kerja/kg Biaya Pengangkutan/kg Biaya Overhead/kg
642.493,15 21.300.000,00 5.350.000,00 350.000,00 24.431,10
3000 3000 3000 3000 3000
214,16 7.100,00 1.943,60 116,70 10,10
Jumlah
9384,56
Harga Pabrik (Industri) atau Harga Pokok Produk (HPP) sesuai rendemen = (100/ Rendemen) x (Σ harga bahan /kg + Σ biaya susut alat/kg + Σ biaya tenaga kerja/kg + Σ biaya energi/kg + Σ biaya transportasi/kg + Σ biaya over head/kg) + laba)) =(100/86) X (13.806,30 + 9348,56 + 11.269,90) = 40.028,79 /kg Tabel 10 Harga per mg zat gizi mikro Merek
harga per kg (Rp)
Kontrol Torbangun Cookies Komersil A Cookies Komersil B
29.751 40.029 60.000 45.000
per 100 gram BDD 100 100 100 100
Ca
Fe
265,35 405,18 690 240
1,63 3,76 4.2 4.2
harga per mg Ca (Rp)
harga per mg Fe (Rp)
11,21 9,88 8,70 18,33
1.825,22 1.064,60 1.428,57 1.047,62
Harga zat gizi pangan
= harga pangan / kandungan gizi
Harga per mg Ca
= Rp 29.751 X 100 g 1000 g 265,35 mg = Rp 11,21
Harga per mg Ca