DEMOGRAFI DAN POPULASI KUMBANG Elaeidobius kamerunicus Faust (COLEOPTERA:CURCULIONIDAE) SEBAGAI PENYERBUK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DI PERKEBUNAN PT. AGRI ANDALAS, PROVINSI BENGKULU
MEGA SARI APRINIARTI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Demografi dan Populasi Kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera:Curculionidae) sebagai Penyerbuk Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Perkebunan PT. Agri Andalas, Provinsi Bengkulu adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2011 Mega Sari Apriniarti NRP G352090041
ABSTRACT MEGA SARI APRINIARTI. Demography and Population of Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera:Curculionidae) as a Pollinator of Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq) in PT. Agri Andalas Plantation, Bengkulu Province. Supervised by TRI ATMOWIDI and SIH KAHONO.
Elaeidobius kamerunicus is an insect pollinator of oil palm. These weevil live and thrive in the male flowers of oil palm. The aims of the research were to study demography and population of E. kameunicus in male flower of oil palm. Demography study of the weevil were observed in the laboratory. One individual male and female of weevil were reared in the box, feeding by one spikelet of male flower. Observation of demographic study were conducted from 2nd day after rearing, until the weevil died.
Populations of E. kamerunicus in oil palm
plantations were measured by using a sampling method. We selected nine spikelet per bunch of male flower and counted the number of weevil per spikelet. The number of weevil per spikelet and number of spikelet per bunch were counted to determine the number of weevil per bunch. We counted the numbers of anthesis male flower per hectare to determine the number of weevil per hectare. Environmental parameters i.e temperature, humidity, light intensity, and rainfall were measured. The relationship between weevil population and environmental parameters were analyzed by Principal Component Analysis (PCA). Results showed that weevil E. kamerunicus tooks 14-17 days to grow from egg to imago. Statistics demography of the weevil were: generation time (T) was 19 days, gross reproduction rate (G) was 11 individuals, the net reproductive rate (Ro) was 5 individual and intrinsic growth rate (r) was 0.24. Population of the weevil on oil palm age 3 and 6 years were higher in January (41.102 individuals per hectare) and February (153.226 individuals per hectare). While, the lower population of the weevil were found in March (22.618 individuals per hectare) and April (98.693 individuals per hectare). In average, fruit set of oil palm age 3 and 6 years were 82,8% and 83,3%, respectively. Keyword : Weevil, Elaeidobius kamerunicus, population, demography, fruit set.
RINGKASAN MEGA SARI APRINIARTI. Demografi dan Populasi Kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera:Curculionidae) sebagai Penyerbuk Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Perkebunan PT. Agri Andalas, Provinsi Bengkulu. Dibimbing oleh TRI ATMOWIDI dan SIH KAHONO.
Kelapa sawit (Elaeis guneensis Jacq) merupakan tanaman komoditas yang sangat penting. Kelapa sawit tidak hanya digunakan sebagai bahan bakar industri, tetapi juga digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan sabun, obat-obatan, dan kosmetik. Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu (monoecious), namun bunga jantan dan bunga betina tumbuh secara terpisah, sehingga proses penyerbukan dibantu oleh agens penyerbuk. Serangga penyerbuk utama kelapa sawit adalah kumbang Elaeidobius kamerunicus. Kumbang tersebut mempunyai kemampuan penyerbukan lebih baik dibandingkan serangga lain. Kumbang tersebut hanya dapat makan dan berkembang biak pada bunga jantan kelapa sawit. Kumbang E. kamerunicus bersifat holometabola (metmorfosis sempurna), yaitu perkembangan dimulai dari telur, larva, pupa, dan imago. Populasi kumbang E. kamerunicus perlu dijaga dan ditingkatkan untuk menunjang produktivitas perkebunan kelapa sawit. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mempelajari demografi kumbang E. kamerunicu di laboratorium, (2) Mempelajari populasi kumbang E. kamerunicus sebagai penyerbuk kelapa sawit di perkebunan, dan (3) Mempelajari efektivitas populasi kumbang E. kamerunicus dalam penyerbukan, yang diukur dari buah yang terbentuk (fruit set). Studi demografi kumbang dilakukan dengan memelihara satu pasang kumbang jantan dan betina dalam kotak pemeliharaan yang telah diberi satu spikelet bunga jantan anthesis. Siklus hidup dan data demografi kumbang dihitung. Percobaan dilakukan dalam 4 kali ulangan. Suhu dan kelembaban udara di laboratorium dicatat selama pemeliharaan dan pengamatan kumbang. Pengukuran populasi kumbang dilakukan pada bunga jantan anthesis tanaman kelapa sawit umur 3 tahun dan 6 tahun dengan menggunakan metode sampling. Pengukuran populasi kumbang dilakukan di tiga blok dan setiap blok diambil 3
pohon. Setiap pohon diambil masing-masing tiga spikelet dari bagian pangkal, tengah, dan ujung tandan bunga jantan kelapa sawit. Pengukuran faktor lingkungan yang meliputi suhu, kelembaban udara, dan intensitas cahaya dilakukan selama pengamatan populasi kumbang. Data demografi dan siklus hidup kumbang E. kamerunicus ditampilkan dalam neraca dan kurva ketahanan hidup. Silklus hidup kumbang di deskripsikan dan dihitung data demografi yang meliputi waktu generasi (T), laju reproduksi kotor (G), laju reproduksi bersih (Ro), dan laju pertumbuhan intrinsik (r). Data populasi kumbang ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik batang. Populasi kumbang dan faktor lingkungan dianalisis dengan korelasi Pearson dan ditampilkan dalam bentuk Principle Component Analysis (PCA) dengan program R. Pengukuran pembentukan buah dilakukan dengan cara menghitung persentase buah kelapa sawit hasil penyerbukan. Penelitian menunjukan bahwa perkembangan E. kamerunicus sebagai berikut: fase telur dan larva instar 1 adalah 2-3 hari, larva instar 2 adalah 3-4 hari, larva instar 3 adalah 2-3 hari, larva instar 4 adalah 2-4 hari, pupa adalah 3-4 hari, imago betina adalah 14-29 hari, dan imago jantan adalah 17-32 hari. Angka mortalitas tertinggi (13%) terjadi pada fase larva dan total mortalitas dari fase telur sampai imago adalah 28%. Statistik demografi kumbang E. kamerunicus adalah waktu generasi (T) adalah 19 hari, laju reproduksi kotor (G) adalah 11 individu, laju reproduksi bersih (Ro) adalah 5 individu, dan laju pertumbuhan intrinsik (r) adalah 0,24. Kondisi lingkungan di laboratorium tempat pemeliharaan kumbang adalah kelembaban 79,76% (70-96%) dan suhu 29,96 oC (26-33 oC). Populasi kumbang E. kamerunicus di perkebunan kelapa sawit umur 3 tahun, ditemukan tertinggi (41.102 individu per hektar) pada bulan Januari 2011 dan terendah (22.618 individu per hektar) pada bulan Maret 2011. Pada tanaman kelapa sawit umur 6 tahun, populasi kumbang E. kamerunicus tertinggi (153.226 individu per hektar) ditemukan bulan Februari 2011 dan populasi terendah (98.693 individu per hektar) pada bulan April 2011. Populasi kumbang E. kamerunicus di perkebunan cukup untuk penyerbukan optimum, yaitu minimum 20.000 individu per hektar. Populasi kumbang di areal perkebunan kelapa sawit 3 tahun dan 6 tahun, dipengaruhi oleh jumlah spikelet. Parameter lingkungan, yang
meliputi intensitas cahaya, suhu udara, dan kelembaban tidak berpengaruh secara signifikan terhadap populasi kumbang per tandan. Rata-rata nilai fruit set di areal perkebunan kelapa sawit di PT. Agri Andalas adalah 83%. Pembentukan buah pada umur 3 dan 6 tahun masing-masing adalah 82,8% dan 83,3%. Kumbang E. kamerunicus berperan penting dalam membantu penyerbukan kelapa sawit.
Kata kunci: kumbang, Elaeidobius kamerunicus, demografi, populasi, fruit set, kelapa sawit.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh Karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan Karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
DEMOGRAFI DAN POPULASI KUMBANG Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera:Curculionidae) SEBAGAI PENYERBUK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DI PERKEBUNAN PT. AGRI ANDALAS, PROVINSI BENGKULU
MEGA SARI APRINIARTI
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Biosains Hewan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Sulistijorini, M.Si.
Judul Tesis
: Demografi dan Populasi Kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera:Curculionidae) sebagai Penyerbuk Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Perkebunan PT. Agri Andalas, Provinsi Bengkulu.
Nama
: Mega Sari Apriniarti
NRP
: G352090041
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Tri Atmowidi, M.Si Ketua
Dr. Sih Kahono Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi/ Mayor Biosains Hewan
Dr. Bambang Suryobroto
Tanggal Ujian: 22 Agustus 2011
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2010 ini ialah Demografi dan Populasi Kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera:Curculionidae) sebagai Penyerbuk Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Perkebunan PT. Agri Andalas, Provinsi Bengkulu. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Tri Atmowidi, M.Si dan Bapak Dr. Sih Kahono selaku pembimbing, serta Ibu Dr. Sulistijorini, M.Si sebagai penguji luar komisi yang telah memberikan banyak saran. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda Fahrozi, ibunda Dewi Murni, kakanda Fasmar Toni, Ikman Iriadi, dan adinda Ade Okta Purnama, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2011
Mega Sari Apriniarti
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bengkulu pada tanggal 20 April 1986 dari ayah Fahrozi dan ibu Dewi Murni. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2004 penulis lulus Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih program studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Bengkulu dan lulus pada tahun 2008. Kemudian pada tahun 2009 diterima di Sekolah Pascasarjana Mayor Biosains Hewan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL …………………………………………………………….
iii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………
iv
PENDAHULUAN Latar Belakang .......................................................................................
1
Tujuan ……………………………………………………………….… 2 Manfaat …….. …………………….…….…………………………….
3
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kelapa sawit ……………………………………..………….
4
Penyerbukan pada Kelapa Sawit ………………………………………
5
Morfologi dan Demografi Kumbang Elaeidobius kamerunicus ……… 6 METODE Waktu dan Tempat ………….………………………………...……….
8
Alat dan Bahan ……………………………………………….………..
8
Metode Penelitian ……………………………………………………... 8 Studi Demografi Kumbang E. kamerunicus ………..…………….. 8 Pengukuran Populasi Kumbang E. kamerunicus …….…………… 9 Pengukuran Pembentukan Buah (Fruit Set) ……………………… 10 Analisa data …………………………………………..…………... 10 HASIL Siklus Hidup dan Demografi Kumbang E. kamerunicus …………..…. 12 Populasi kumbang E. kamerunicus di Perkebunan Kelapa Sawit …….
15
Pembentukan Buah (Fruit Set) Kelapa sawit ………………..……....... 19 PEMBAHASAN Morfologi, Siklus Hidup dan Demografi Kumbang E. kamerunicus …. 21 Populasi kumbang E. kamerunicus di Perkebunan Kelapa Sawit …….. 24 Pembentukan Buah (Fruit Set) Kelapa sawit ………………………….. 26 SIMPULAN DAN SARAN…………………………………………………… 27 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………….………… 28
DAFTAR TABEL
Halaman 1 Waktu yang diperlukan masing-masing fase dalam perkembangan kumbang E. kamerunicus di laboratorium …………………………….
13
2 Statistik demografi kumbang E. kamerunicus yang dipelihara di laboratorium ………………………………………………………..
13
3 Neraca kehidupan kumbang E. kamerunicus yang dipelihara di laboratorium ………………………………….……………………..
14
4 Korelasi Pearson (r) antara jumlah kumbang per tandan dengan parameter lingkungan ………………………………………………….
5 Nilai fruit set tandan buah kelapa sawit, dibeberapa blok pengamatan....
18
20
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Bunga betina dan bunga jantan kelapa sawit …………………………
4
2 Perkebunan kelapa sawit umur 3 dan 6 tahun …………………………
9
3 Tahapan siklus hidup kumbang E. kamerunicus ……………………….
12
4 Kurva ketahanan hidup kumbang E. kamerunicus ……………………
14
5 Jumlah kumbang per tandan, jumlah spikelet per tandan dan curah hujan
16
6 Jumlah kumbang per hektar pada kelapa sawit umur 3 dan 6 tahun …....
17
7 Jumlah kumbang per tandan pada waktu pengamatan berbeda ………..
17
8 Biplot hasil analisis Principle Component Analysis (PCA) …………… .
19
9 Buah kelapa sawit hasil penyerbukan dan partenokarpi ……………….
20
PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guneensis Jacq) merupakan tanaman komoditas yang sangat penting. Dalam perkembanganya saat ini, kebutuhan minyak nabati dari kelapa sawit terus meningkat. Kelapa sawit tidak hanya digunakan sebagai bahan bakar industri, tetapi juga digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan sabun, obat-obatan, dan kosmetik. Dibandingkan dengan tanaman lainnya, kelapa sawit mampu menghasilkan lebih banyak minyak nabati (Siregar 2006). Kelapa sawit memainkan peranan penting dalam industri pertanian. Beberapa aspek positif dalam budidaya kelapa sawit, yaitu (1) Kelapa sawit efisien tumbuh sebagai tanaman monokultur dan penggunaan pestisida jarang diperlukan jika kondisi tanah dipelihara secara tepat. Kondisi tanah yang tepat dapat membangun habitat alami predator hama kelapa sawit; (2) Kelapa sawit melindungi tanah dari erosi sepanjang tahun; dan (3) Kelapa sawit menyerap lebih banyak karbon (C) per satuan luas dibandingkan dengan tumbuhan lain di hutan hujan tropis (Fairhurst & Mutert 1999). Kelapa sawit termasuk dalam tanaman monokotil dengan ciri-ciri: batang tegak lurus, tinggi 15-20 m, pelepah daun menempel pada batang dengan duri yang tajam. Kelapa sawit merupakan tanaman monoecious, yaitu bunga jantan dan bunga betinanya tumbuh dalam satu pohon. Perbedaan waktu mekar bunga jantan dan betina kelapa sawit menyebabkan penyerbukan oleh angin kurang optimal. Proses penyerbukan kelapa sawit dibantu oleh serangga untuk memindahkan serbuksari ke kepala putik (Tandon et al. 2001). Serangga pada umunya tertarik pada bunga karena serbuksari, nektar, dan aroma yang dikeluarkan oleh bunga. Serbuksari menyediakan protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral dalam berbagai komposisi tergantung spesies tanaman. Nektar menyediakan gula yang diperlukan untuk membentuk energi yang diperlukan pada saat terbang (Kevan 1999).
Di Indonesia, serangga penyerbuk kelapa sawit diantaranya adalah lebah, Thrips hawaiiensis (Thysanoptera:Thripidae), dan Elaeidobius kamerunicus. Menurut Thapa (2006) beberapa spesies lebah dari genus Apis dan 12 serangga lain juga membantu penyerbukan kelapa sawit. Pada tanaman kelapa sawit, kumbang E. kamerunicus
mempunyai kemampuan penyerbukan lebih efektif
dibandingkan dengan serangga lainnya. Kumbang tersebut hanya dapat hidup dan berkembang biak pada bunga jantan kelapa sawit (Syed 1982). Untuk menunjang produktivitas perkebunan kelapa sawit, populasi kumbang E. kamerunicus perlu ditingkatkan dan dipertahankan Di negara-negara maju, serangga penyerbuk lebih diperhatikan dalam beberapa dekade. Penyerbukan dengan serangga, kini menjadi bagian dari praktek manajemen standar dalam industri perkebunan. Di negara berkembang, peranan serangga penyerbuk masih sering diabaikan oleh banyak orang, termasuk oleh pembuat kebijakan, pemerhati lingkungan, peneliti, penyuluh, dan petani (Thapa 2006). Dalam penelitian ini dipelajari demografi dan populasi kumbang E. kamerunicus sebagai penyerbuk kelapa sawit, khususnya di Provinsi Bengkulu.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mempelajari demografi kumbang E. kamerunicus yang berasal dari perkebunan kelapa sawit PT. Agri Andalas, Provinsi Bengkulu. 2. Mempelajari populasi kumbang E. kamerunicus serangga penyerbuk kelapa sawit di perkebunan PT. Agri Andalas, Provinsi Bengkulu. 3. Mempelajari efektivitas penyerbukan oleh kumbang E. kamerunicus yang diukur dari buah yang terbentuk (fruit set).
Manfaat Manfaat penelitian ini adalah : 1. Data mengenai demografi kumbang yang dipelajari di laboratorium digunakan untuk memprediksi laju pertumbuhan populasi kumbang di perkebunan. 2. Data populasi kumbang di perkebunan dapat digunakan dalam strategi peningkatan produksi buah melalui penyerbukan yang optimal. 3. Pengetahuan tentang pengaruh faktor lingkungan terhadap populasi kumbang digunakan untuk memelihara dan meningkatkan populasi kumbang.
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit (E. guineensis Jacq) adalah salah satu tanaman palma yang menghasilkan minyak nabati tertinggi di dunia, dengan produksi 2.000-3.000 kg/ha. Kelapa sawit merupakan tumbuhan monokotil dengan tinggi pohon mencapai 24 m. Sistem perakaran serabut kelapa sawit yang distribusinya mengarah ke bawah dan ke samping di dalam tanah, memungkinkan untuk penyerapan nutrisi dan air yang lebih baik. Kelapa sawit mempunyai daun majemuk menyirip, berwarna hijau tua dan pelepah daun berwarna hijau muda. Pelepah daun dengan 150-250 pasang daun, dengan panjang daun berkisar 80-120 cm dan lebar 3-5 cm (Kee et al. 2004). Bunga jantan kelapa sawit terdapat pada bagian tandan yang sebut spikelet. Pada tanaman kelapa sawit, spikelet bunga jantan berjumlah puluhan hingga ratusan spikelet. Pada tanaman dewasa, jumlahnya berkisar 100-300 spikelet. Setiap spikelet terdapat 700-1.200 bunga yang dapat menghasilkan 80 gram serbuksari selama masa anthesis. Tandan bunga betina kelapa sawit ukurannya lebih besar dan mempunyai lebih dari 2.000 bunga per tandan. Waktu reseptif bunga betina kelapa sawit adalah 36-48 jam. Bunga jantan dan betina kelapa sawit (Gambar 1) berada dalam satu pohon (monoecious) tetapi berada pada tandan yang berbeda. Perbedaan waktu anthesis antara bunga jantan dan betina, menyebabkan penyerbukan sendiri jarang terjadi, sehingga diperlukanya agens untuk penyerbukan. Penyerbukan pada umumnya dilakukan oleh serangga, yaitu kumbang E. kamerunicus.
a
b
Gambar 1 Bunga betina anthesis (a) dan bunga jantan anthesis (b) kelapa sawit
Buah kelapa sawit mempunyai warna yang bervariasi dari hitam, ungu, oranye hingga merah. Buah terkumpul dalam satu tandan dan terletak diantara pelepah daun. Minyak nabati dihasilkan oleh buah dan kandungan minyak akan meningkat seiring dengan kematangan buah. Buah kelapa sawit memiliki beberapa lapisan yaitu eksokarp (kulit), mesokarp (serabut buah), endokarp (cangkang pelindung biji), dan endosperm atau kernel (Kee et al. 2004).
Penyerbukan dan Pembentukan Buah Kelapa Sawit Polinasi atau penyerbukan adalah proses perpindahan serbuksari dari kepalasari ke stigma dalam satu bunga atau bunga yang berbeda. Penyerbukan merupakan langkah awal dalam proses reproduksi tumbuhan. Penyerbukan tumbuhan dapat terjadi secara biotik dan abiotik. Penyerbukan biotik terjadi dengan bantuan hewan, sedangkan penyerbukan abiotik terjadi dengan bantuan angin, air, dan gravitasi (Kevan 1999). Hewan-hewan penyerbuk dapat digunakan sebagai bioindikator dalam ekosistem, yaitu (1) Sebagai individu yang aktivitasnya dipengaruhi oleh lingkungan; (2) Sebagai populasi yang dipengaruhi oleh perubahan lingkungan, dan (3) Sebagai spesies yang berkelompok, berinteraksi dengan individu lain dan lingkungan (Kevan 1999). Hubungan antara tanaman dan penyerbuk merupakan bentuk interaksi dalam ekosistem pertanian yang berkelanjutan (Siregar 2009). Penyerbukan tanaman oleh hewan berpengaruh terhadap produksi dan pembentukan biji yang lebih baik (Richards 2001). Menurut Obute (2010) proses penyerbukan dapat menghasilkan dan meningkatkan produksi biji sebesar 35%. Agens penyerbuk pada tanaman umumnya dilakukan oleh serangga. Penyerbuk biasanya tertarik dengan zat yang terkandung pada bunga. Serangga penyerbuk kelapa sawit tertarik dengan senyawa volatil yang dihasilkan oleh bunga pada fase anthesis. Kumbang E. kamerunicus menunjukkan ketertarikan pada bunga jantan kelapa sawit dengan tingkat kemekaran 100%. Hal ini disebabkan oleh komposisi kompleks dari senyawa volatil dengan konsentrasi tinggi. Pada saat anthesis, bunga jantan dan betina kelapa sawit mengeluarkan bau khas yang bersifat attractant bagi kumbang E. kamerunicus. Senyawa volatil mudah menguap dan berwarna kekuning-kuningan. Penyulingan 1 kg bunga
jantan dan betina kelapa sawit dapat menghasilkan 0,7 g dan 0,2 g minyak volatil. Lajis et al. (1985) melaporkan bahwa senyawa yang terkadung dalam minyak tersebut adalah 1-methoxy-4 (2-propenyl) benzene atau estragole. Kumbang E. kamerunicus bersifat spesifik dan beradaptasi dengan baik pada tanaman kelapa sawit. Kumbang ini juga dapat beradaptasi dengan iklim di Indonesia, yaitu pada musim hujan dan musim kering. Penyerbukan pada bunga kelapa sawit oleh E. kamerunicus lebih efektif dibandingkan penyerbukan dengan Thrips hawaiiensis. Thrips kurang efektif pada musim hujan, sehinggga menyebabkan hasil panen yang tidak stabil (Siregar 2006). Keefektifan E. kamerunicus dalam penyerbukan kelapa sawit ditunjukkan dengan meningkatnya hasil panen menjadi 57,7-64,7%. Semakin banyak serbuksari yang menyerbuki putik, akan meningkatkan pembentukan buah normal, yang berkisar antara 7076% dan menurunkan buah abnormal. Jumlah serbuksari yang sampai pada putik mempengaruhi persentase pembentukan buah normal (Widiastuti & Palupi 2008). Pada tandan bunga kelapa sawit, tidak seluruh bunga mampu diserbuki. Buah yang terbentuk tanpa proses penyerbukan dan fertilisasi disebut partenokarpi.
Buah
partenokarpi
ini
biasanya
tanpa
biji
dan
kurang
menguntungkan bagi program pembentukan biji/benih (Pardal 2001). Buah kelapa sawit normal hasil penyerbukan, berwarna kuning kemerahan hingga keunguan dan di dalam buah terdapat biji. Buah partenokarpi berukuran lebih kecil dari buah normal, berwarna putih atau kuning pucat, dan tidak memiliki biji.
Morfologi dan Demografi Kumbang E. kamerunicus Kumbang E. kamerunicus berasal dari Kamerun, Afrika Barat. Kumbang ini termasuk dalam famili Curculionidae. Kumbang ini bersifat host-spesific pada bunga jantan kelapa sawit. Kumbang E. kamerunicus memiliki 3 bagian tubuh utama, yaitu kepala, toraks, dan abdomen. Imago kumbang E. kamerunicus berukuran kecil (1,8-4,0 mm) (O’Brien & Woodruff 1986), memiliki moncong yang panjang, sayap depan (elytra) tebal dan sayap belakang tipis (membraneus) (Oberprieler et al. 2007). Kumbang jantan dicirikan dengan moncong yang lebih pendek, terdapat tonjolan pada pangkal elytra, dan adanya rambut-rambut yang cukup banyak. Kumbang betina dicirikan dengan ukuran moncong lebih panjang,
tidak ada tonjolan pada elytra, dan memilki rambut yang lebih sedikit. Kumbang E. kamerunicus bersifat holometabola atau metamorphosis sempurna, yaitu siklus hidupnya terdiri dari telur, larva, pupa, dan imago (Wiegmann & Kim 2009). Demografi merupakan kajian mengenai populasi, yang meliputi jumlah, struktur, dan pertumbuhan. Populasi selalu berubah pada lingkungan dengan sumberdaya yang terbatas. Sebagian besar populasi terbentuk oleh individuindividu yang berbeda umur dan ukuran tubuh. Kebutuhan makanan dan ruang setiap individu pada umumnya juga berbeda. Model perkembangan populasi dapat disusun berdasarkan hasil pengumpulan data kerapatan populasi atau jumlah individu pada waktu tertentu. Pengamatan populasi tersebut mencakup berbagai umur, yang terbagi dalam waktu tertentu. Hasil pengamatan dicatat ke dalam tabel kajian dinamika populasi yang disebut neraca kehidupan (life table). Dari neraca kehidupan, didapatkan informasi mengenai kelahiran (natalitas), kematian (mortalitas), dan peluang untuk berkembang biak. Parameter-parameter yang umunya diukur dalam demografi adalah laju reproduksi kotor (G), laju reproduksi bersih (R0), waktu generasi (T), dan laju pertumbuhan intinsik (r). Dengan demikian, diperoleh data ketahanan hidup dalam kelas umur tertentu (Price 1997). Ketahanan hidup (proporsi hidup) suatu kelompok atau spesies tertentu pada umumnya diilustrasikan dalam bentuk kurva ketahanan hidup. Kurva ketahanan hidup dibangun berdasarkan kelompok individu-individu dari usia yang sama. Paling tidak ada 3 tipe kurva ketahanan hidup, yaitu tipe I, II, dan III. Kurva tipe I mempunyai karakteristik angka kematian yang rendah pada umur muda dan tinggi pada tahap dewasa. Tipe I umumnya terjadi pada sebagian besar mamalia. Kurva tipe II dicirikan dengan angka kematian yang konstan dari umur muda sampai dewasa. Kurva tipe III dicirikan dengan kematian tinggi terjadi pada individu muda. Kurva tipe III biasanya ditemukan pada organisme yang mempunyai kemampuan menghasilkan banyak keturunan, seperti pada serangga (Begon et al. 1996).
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2010 sampai bulan April 2011. Pengamatan siklus hidup dan demografi E. kamerunicus dilakukan di Laboratorium Kebun Biologi Sumber Belajar, Universitas Bengkulu. Pengukuran populasi kumbang, pembentukan buah (fruit set), dan faktor lingkungan, dilakukan di perkebunan kelapa sawit PT. Agri Andalas di Provinsi Bengkulu.
Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah kotak pemeliharaan serangga (12 cm x 10 cm x 18 cm), tissue, mikroskop stereo, counter, kain kasa, penggaris, lup, kantung plastik, tali, gunting tanaman, cutter, tangga, kamera, pinset, kuas, tube, cawan petri, thermohygrometer, dan lux meter. Bahan yang digunakan adalah kumbang E. kamerunicus, bunga jantan kelapa sawit, alkohol 70%, dan air.
Metode Penelitian Studi Demografi Kumbang E. kamerunicus Pemeliharaan kumbang E. kamerunicus diperlukan bunga jantan kelapa sawit yang bebas dari kumbang. Tandan bunga jantan kelapa sawit yang hampir mekar ditutup menggunakan kain kasa halus pada bagian atasnya sekitar 30%. Pengambilan bunga bebas dari kumbang dilakukan saat bunga sedang mekar dan spikelet tersebut digunakan untuk pemeliharaan kumbang. Satu pasang kumbang E. kamerunicus (jantan dan betiana) dimasukan dalam kotak pemeliharaan yang telah diberi satu spikelet bunga jantan bebas kumbang yang beralaskan tissue. Bagian atas kotak pemeliharaan ditutup dengan kain kasa. Pengamatan dilakukan mulai hari kedua setelah imago diletakkan dalam kotak pemeliharaan sampai selama 28 – 35 hari.
Pengamatan demografi kumbang
meliputi jumlah telur, larva, pupa dan imago yang dihasilkan dari sepasang imago dan dicatat lama waktu pada setiap stadiumnya. Percobaan tersebut dilakukan
dalam 4 kali ulangan. Kondisi lingkungan, yaitu suhu dan kelembaban udara diukur selama pemeliharaan kumbang di laboratorium.
Pengukuran Populasi Kumbang E. kamerunicus Pengukuran populasi kumbang E. kamerunicus dilakukan pada bunga jantan kelapa sawit dengan metode sampling. Sampling populasi dilakukan dengan mengambil masing-masing 3 spikelet dari bagian pangkal, tengah, dan ujung tandan bunga jantan kelapa sawit. Jumlah kumbang E. kamerunicus per spikelet dan jumlah spikelet per tandan dihitung untuk mengetahui jumlah kumbang per tandan. Populasi kumbang per hektar dihitung berdasarkan jumlah kumbang per tandan dikalikan dengan jumlah bunga jantan anthesis per hektar. Pengukuran populasi kumbang dilakukan pada tanaman kelapa sawit umur 3 dan 6 tahun (Gambar 2). Lokasi pengukuran populasi kumbang dilakukan di 6 blok dan di setiap blok dipilih 3 pohon. Pada tanaman kelapa sawit umur 3 tahun, blok yang digunakan adalah blok Ketenong, Tanjung Nyamauk, dan Keramat. Pada tanaman kelapa sawit umur 6 tahun, blok yang digunakan adalah blok Sungai mumpo, Sungai Draye, dan Tebat Sekedi (Lampiran 1). Faktor lingkungan, meliputi suhu, kelembaban udara, dan intensitas cahaya diukur selama pengamatan populasi kumbang. Intensitas cahaya diukur dengan luxmeter, suhu dan kelembaban udara diukur dengan thermohygrometer.
a
b
Gambar 2 Perkebunan kelapa sawit umur tiga tahun (a) dan umur enam tahun (b) Pengukuran Pembentukan Buah (Fruit Set)
Pengukuran pembentukan buah (fruit set) tanaman kelapa sawit dilakukan dengan metode sampling. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 tandan dari setiap bloknya. Pengukuran dilakukan pada bulan Desember, Januari dan Februari 2011, yaitu sekitar 5-6 bulan setelah pengukuran populasi kumbang. Pengukuran pembentukan buah dilakukan dengan cara menghitung jumlah buah kelapa sawit hasil penyerbukan dan dihitung presentasenya.
Analisis Data Siklus hidup kumbang E. kamerunicus dideskripsikan dan disusun dalam neraca kehidupan. Komponen-komponen yang diukur dalam neraca kehidupan meliputi (Price 1997): x = kelas umur kohort (hari) ax = jumlah individu yang hidup pada setiap umur pengamatan lx = proporsi individu yang hidup dx = jumlah individu yang mati di setiap kelas umur qx = proporsi individu yang mati Lx = jumlah rata-rata individu pada kelas umur x dan kelas umur berikutnya, x+1 Tx = jumlah individu yang hidup pada kelas umur
x = 0 (x = 1 adalah
kelas umur terakhir) ex = harapan hidup individu pada setiap kelas umur mx = jumlah anak betina yang lahir pada kelas umur tertentu px = proporsi individu yang hidup pada kelas umur x Statistik demografi kumbang yang dihitung meliputi: laju reproduksi kotor (G), laju reproduksi bersih (Ro), waktu generasi (T) dan laju pertumbuhan intrinsik (r). Rumus-rumus yang digunakan adalah: G = mx Ro = lxmx T = xlxmx/ lxmx r = ln R0/T
Data populasi kumbang ditampilkan dalam
tabel dan grafik batang.
Hubungan antara populasi kumbang dengan faktor lingkungan dianalisis menggunakan korelasi Pearson dan ditampilkan dalam bentuk biplot berdasarkan Principle
Component
Analysis
(PCA)
dengan
program
R.
Persentase
pembentukan buah dihitung dengan rumus:
Jumlah buah tipe 1 Pembentukan buah =
x 100% Jumlah buah tipe 1 + tipe 2
Katerangan: Buah tipe 1: buah hasil penyerbukan; Buah tipe 2: buah partenokarpi
HASIL Siklus Hidup dan Demografi Kumbang E. kamerunicus Hasil pengamatan kumbang E. kamerunicus di laboratorium diketahui bahwa kumbang tersebut bersifat holometabola, yaitu perkembangan dari telur, larva, pupa, dan imago (Gambar 3). Kondisi lingkungan tempat pemeliharaan kumbang di laboratorium, adalah rata-rata kelembaban 79,76% (70-96%) dan suhu udara 29,96 oC (26-33 oC).
1 mm
a
b
1 mm
c
1 mm
1 mm
d
e
Gambar 3 Tahapan dalam siklus hidup kumbang E. kamerunicus: telur (a), larva (b), pupa (c), imago betina (d), imago jantan (e). Gambar telur diambil dari Kurniawan (2010).
Perkembangan kumbang E. kamerunicus dari telur sampai menjadi imago memerlukan waktu rata-rata 15,75 hari (14-17 hari). Waktu yang diperlukan fase telur – larva instar 1 adalah 2-3 hari, larva instar 2 adalah 3-4 hari, larva instar 3 adalah 2-3 hari, larva instar 4 adalah 2-4 hari, pupa adalah 3-4 hari, imago betina adalah 14-29 hari, dan imago jantan adalah 17-32 hari (Tabel 1). Tabel 1 Waktu yang diperlukan masing-masing fase dalam perkembangan kumbang E. kamerunicus di laboratorium Lama (hari) Rata-rata (kisaran) 2,75 (2-3) 3,25 (3-4) 2,75 (2-3) 2,75 (2-4) 3,5 (3-4) 18,75 (14-29) 24,3 (17-32)
Fase Telur – larva instar 1 Larva instar 2 Larva instar 3 Larva instar 4 Pupa Imago betina Imago jantan
Hasil perhitungan statistik demografi kumbang didapatkan nilai waktu generasi (T) adalah 19 hari, laju reproduksi kotor (G) adalah 11 individu, laju reproduksi bersih (Ro) adalah 5 individu, dan laju pertumbuhan intrinsik (r) adalah 0,24 (Tabel 2).
Tabel 2 Statistik demografi kumbang E. kamerunicus yang dipelihara di laboratorium Ulangan
G 7
Ro 2,8
T 20
r 0,05
1 2
14
6,3
17,94
0,29
3
12
4,8
18,25
0,32
4
10
5,4
20,19
0,31
Rata-rata
11
5
19
0,24
Keterangan : G : laju reproduksi kotor, Ro : laju reproduksi bersih, T : waktu generasi, dan r : laju pertumbuhan intrinsik.
Berdasarkan neraca kehidupan kumbang E. kamerunicus, angka mortalitas tertinggi (13%) terjadi pada fase larva. Mortalitas total yang terjadi dari fase telur sampai imago sebesar 28% (Tabel 3). Tabel 3
Neraca kehidupan kumbang E. kamerunicus yang di pelihara di laboratorium Jumlah hidup (ax) 5,75
Fase Telur
Jumlah Mati (qx) (%) 0
Harapan hidup (ex) 6,6
Larva
5,75
13
4,8
Pupa
3,5
7
6
Imago
2,5
8
6,8 28
Total
Keterangan: sex ratio imago jantan dan betina adalah 1:1 Bentuk kurva ketahanan hidup (survivorship curve) kumbang E. kamerunicus tipe III, yaitu kematian individu yang tinggi terjadi pada fase muda atau pradewasa (Gambar 4).
1.2
Ix (Proporsi hidup)
1
Telur
0.8
Larva 0.6 0.4 0.2
Pupa Imago
0 1 2 10 14 15 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
X (Hari)
Gambar 4 Kurva ketahanan hidup kumbang E. kamerunicus
Populasi Kumbang E. kamerunicus di Perkebunan Kelapa Sawit Berdasarkan hasil pengukuran populasi kumbang E. kamerunicus di perkebunan kelapa sawit umur 3 tahun, populasi kumbang yang tertinggi (7.201 individu per tandan) ditemukan pada bulan Januari 2011 dan terendah (3.402 individu per tandan) pada Agustus 2010. Sedangkan untuk kelapa sawit berumur 6 tahun, populasi kumbang paling tinggi 2011 (18.077 individu per tandan) terjadi pada Februari dan terendah (11.918 individu per tandan) pada bulan Desember 2010 (Gambar 5). Jumlah spikelet per tandan pada bunga jantan kelapa sawit umur 3 tahun, tertinggi (114 spikelet per tandan) ditemukan pada bulan Januari 2011 dan terendah (68 spikelet per tandan) pada Juli 2010. Pada tanaman kelapa sawit umur 6 tahun, jumlah spikelet pada bunga jantan tertinggi (153 spikelet per tandan) ditemukan pada Februari 2011 dan terendah (119 spikelet per tandan) pada bulan Desember 2010. Curah hujan tertinggi (349 mm) pada perkebunan kelapa sawit terjadi pada Desember 2010 dan terendah (115 mm) terjadi pada Februari 2011 (Gambar 5).
Jumlah kumbang/ tandan
25000 Jumlah kumbang/ tandan
10000
20000
8000
15000
6000
10000
4000 2000
5000 0
0
Agust Des (2010)
Juli Agust Des Jan Feb Mar (2011) (2010)
Jan
b Jumlah spikelet/ tandan
Jumlah spikelet/ tandan
a
Feb Mar Apr (2011)
140 120 100 80 60 40 20 0 Juli Agust Des (2010)
Jan
200 150 100 50 0
Agust Des (2010)
Feb Mar (2011)
Jan
c
Feb
Mar Apr (2011)
d 500
Curah hujan (mm)
Curah hujan (mm)
500 400 300 200 100 0
400 300 200 100 0
Jul
Agst (2010)
Des
Jan
Feb (2011)
Mar
Agst Des (2010)
e
Jan
Feb Mar (2011)
Apr
f
Gambar 5 Jumlah kumbang per tandan kelapa sawit berumur 3 tahun (a) dan umur 6 tahun (b), jumlah spikelet per tandan umur 3 tahun (c) dan umur 6 tahun (d), curah hujan dari Juli 2010 – Maret 2010 (e) dan dari Agustus 2010 – April (f). Garis bar pada grafik menunjukkan standart error.
Gambar 6 Jumlah spikelet per tandan selama bulan Juli 2010 – Maret 2011 pada kelapa sawit umur 3 tahun (a) dan Agustus 2010 – April 2011 pada kelapa sawit umur 6 tahun (b). Garis bar pada grafik menunjukkan standar error.
Populasi kumbang E. kamerunicus di perkebunan kelapa sawit umur 3 tahun, tertinggi (41.102 individu per hektar) terjadi pada Januari 2011 dan terendah (22.618 individu per hektar) ditemukan pada bulan Maret 2011. Pada tanaman kelapa sawit umur 6 tahun, populasi kumbang E. kamerunicus tertinggi (153.226 individu per hektar) ditemukan pada Februari 2011 dan terendah (98.693 individu per hektar) pada April 2011 (Gambar 6).
Jumlah kumbang/ ha
Jumlah kumbang/ ha
50000 40000 30000 20000 10000 0 Jul
Ags Des (2010)
Jan
180000 160000 140000 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0 Ags Des (2010)
Feb Mar
(2011)
a
Jan
Feb Mar Apr
(2011)
b
Gambar 6 Jumlah kumbang per hektar pada kelapa sawit umur 3 tahun di bulan Juli 2010 – Maret 2011 (a) dan umur 6 tahun dari bulan Agustus 2010 – April 2011 (b). Garis bar pada grafik menunjukan standart error.
Ukuran populasi kumbang penyerbuk E. kamerunicus bervariasi pada waktu pengamatan yang berbeda. Ukuran populasi kumbang pada pagi-siang hari lebih tinggi dibandingkan dengan siang-sore hari (Gambar 7). 120000
JUmlah kumbang/ tandan
40000 Jumlah kumbang/ tandan
100000
30000 20000 10000
80000 60000 40000 20000 0
0 08.00-10.00 10.01-12.00 12.01-14.00 Waktu
08.00-10.0010.01-12.0012.01-14.00 Waktu
a
b
Gambar 7 Jumlah kumbang per tandan pada waktu pengamatan yang berbeda pada kelapa sawit umur 3 tahun (a) dan kelapa sawit umur 6 tahun (b). Garis bar pada grafik menunjukan standart error.
Hasil pengukuran parameter lingkungan di areal perkebunan kelapa sawit umur 3 tahun dan 6 tahun, yaitu intensitas cahaya berkisar 126.000-638.000 lux, suhu udara berkisar 26 – 32 oC, dan kelembaban berkisar 70 – 88%. Curah hujan yang tercatat setiap bulan, selama bulan Juli – Maret tergolong tinggi, yaitu mencapai 349 mm. Berdasarkan analisis, di areal perkebunan kelapa sawit umur 3 tahun dan 6 tahun, intensitas cahaya, suhu, dan kelembaban tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap populasi kumbang per tandan. Jumlah spikelet per tandan memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap jumlah populasi kumbang per tandan (Tabel 4 dan Gambar 8). Tabel 4
Korelasi Pearson (r) antara jumlah kumbang per tandan dengan parameter lingkungan Tanaman umur 3 tahun
Tanaman umur 6 tahun
Parameter lingkungan
Korelasi Pearson (r)
r2
Nilai P
Korelasi Pearson (r)
r2 0.0026
Nilai P
Intensitas cahaya
-0.0086
0.0011
0.9871
-0.0096
0.9856
Suhu udara
0.1097
0.0014
0.836
-0.0708
0.0091
0.8938
Kelembaban
-0.0609
0.0001
0.9086
-0.0098
0.0001
0.9853
Spikelet per tandan
0.8498
0.6192
0.0321
0.9989
0.9972
0.0001
-2
2
1
2
Des
0.4
0.2
jan
-0.8
-0.6
-0.4
-0.2
0.0
0.2
0.4
1
Ic
0
RH
Suhu Jan
Mar
SPT
KPT
-1
Suhu IC
-2
-2
SPT KPT
Apr
0.2 PC2
des
feb
-0.6 -0.4 -0.2 0.0
RH
Agust
0
IC suhu
-4
-0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0.0
PC2
0
2
juli agust
mar
-1
0.6
0
2
-2
0.4
-4
KPT SPT
Feb -0.6
PC1
(a)
-0.4
-0.2
0.0
0.2
0.4
0.6
PC1
(b)
Gambar 8 Biplot hasil analisis Principle Component Analysis (PCA) antara jumlah kumbang per tandan dengan jumlah spikelet, intensitas cahaya, suhu udara, dan kelembaban relatif di perkebunan kelapa sawit umur 3 tahun (a) dan 6 tahun (b). IC : intensitas cahaya, Suhu : suhu udara, RH : kelembaban relative, SPT : spikelet per tandan, KPT : kumbang per tandan, Jan : Januari, Feb : Februari, Mar : Maret, Apr : April, Jul ; Juli, Agust : Agustus, Des : Desember.
Pembentukan Buah (Fruit Set) Kelapa Sawit Nilai pembentukan buah kelapa sawit berbeda pada setiap bloknya. Pada tanaman kelapa sawit umur 3 tahun, pembentukan buah di blok Ketenong sebesar 88,2 % dan 79,1%, blok Tanjung Nyamuk sebesar 86,5% dan 83,1%, dan blok Keramat sebesar 83,5% dan 75,9%. Pada tanaman kalapa sawit umur 6 tahun, pembentukan buah di blok Sungai Mumpo sebesar 84,1% dan 87,7%, blok Sungai Draye sebesar 87,7% dan 78,8%, dan blok Tebat Sekedi sebesar 80,4% dan 81,4% (Tabel 5). Penentuan tipe brondolan buah hasil penyerbukan dan buah tanpa penyerbukan didasarkan pada perbedaan, seperti warna, ukuran, dan ada tidaknya biji pada buah. Buah kelapa sawit hasil penyerbukan umumnya memiliki ukuran lebih besar, warna buah kuning kemerahan hingga keunguan, dan memiliki biji. Buah tanpa penyerbukan mempunyai ukuran lebih kecil, warna putih atau kuning pucat, dan buah tidak mengandung biji (Gambar 9).
Tabel 5 Nilai fruit set tandan buah kelapa sawit di beberapa blok pengamatan Jumlah Buah Umur
Blok
Persentase (%) Total
Tipe 1
Tipe 2
Fruit set
Tipe 1
Tipe 2
(%)
Tiga tahun
Ketenong
772
103
875
88,2
11,7
88,2
(Desember)
Tanjung Nyamuk
902
140
1042
86,5
13,4
86,5
Keramat
689
136
825
83,5
16,4
83,5
Ketenong
803
213
1016
79,1
20,9
79,1
Tanjung Nyamuk
798
163
961
83,1
16,9
83,1
Keramat
795
252
1047
75,9
24,1
75,9
Rata-rata
793,2
167,8
961
82.8
17,2
82,8
Enam tahun
Sungai Mumpo
1504
286
1790
84,1
15,9
84,1
(Januari)
Sungai Draye
1543
217
1761
87,7
12,3
87,7
Tebat Sekedi
1412
345
1758
80,4
19,6
80,4
Sungai Mumpo
1596
225
1821
87,7
12,3
87,7
Sungai Draye
1557
420
1977
78,8
21,2
78,8
Tebat Sekedi
1431
329
1760
81,4
18,6
81,4
1507,2
303,7
1811,2
83,3
16,7
83,3
(Januari)
(Februari)
Rata-rata
Keterangan: tipe 1: buah hasil penyerbukan; tipe 2: buah partenokarpi
a
b
Gambar 9 Buah kelapa sawit hasil penyerbukan (a) dan tanpa penyerbukan (partenokarpi) (b).
PEMBAHASAN Morfologi, Siklus Hidup, dan Demografi Kumbang E. kamerunicus Kumbang E. kamerunicus merupakan penyerbuk kelapa sawit yang hidup dan berkembang pada bunga jantan kelapa sawit. Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola) dengan siklus hidupnya dimulai dari telur, larva, pupa dan imago. Pada penelitian ini, penulis tidak berhasil menemukan telur kumbang E. kamerunicus. Hal ini dikarenakan kesulitan dalam pengamatan karena ukuran telur yang sangat kecil. Menurut Arfin (2009), telur kumbang E. kamerunicus ukurannya kecil, warna kuning keputih-putihan, berbentuk lonjong dan kulitnya licin mengkilap. Telur kumbang diletakkan pada spikelet yang bercampur dengan serbuksari sehingga sulit untuk diamati. Fase larva kumbang terjadi dalam 4 instar, yang berlangsung selama 7-10 hari. Penentuan instar pada larva berdasarkan pada ukuran, dan bentuk tubuh larva. Larva kumbang E. kamerunicus memiliki tubuh berwarna kuning pekat dengan kepala berwarna kecoklatan. Larva kumbang ini termasuk dalam tipe scarabaeiform, dimana kepala dan tubuh mudah dibedakan, dengan bentuk tubuh melengkung (Triplehorn & Johnson 2005). Pupa E. kamerunicus berwarna kuning terang dan memiliki rambut-rambut halus pada tubuhnya. Pada fase ini, organ-organ tubuh kumbang sudah mulai terbentuk, seperti moncong, sayap dan tungkai. Berdasarkan pengamatan, fase pupa berlangsung selama 3-4 hari. Pupa kumbang E. kamerunicus tidak dibungkus kokon sebagai pelindung dan termasuk dalam tipe pupa exarate (Triplehorn & Johnson 2005). Imago kumbang E. kamerunicus berwarna coklat kehitaman. Berdasarkan pengamatan, lama hidup imago adalah 14-29 hari (imago betina) dan 17-32 hari (imago jantan). Pada fase imago, penentuan kumbang E. kamerunicus jantan dan betina lebih mudah diamati. Kumbang jantan memiliki tubuh yang lebih besar, adanya tonjolan di bagian atas elytra, moncong sedikit lebih pendek, dan memiliki rambut-rambut halus dan lebih banyak dibandingkan kumbang betina. Kumbang E. kamerunicus betina memilki ciri-ciri, yaitu tubuh lebih kecil, bagian elytra datar tanpa tonjolan, moncong lebih panjang, dan adanya sedikit rambut-rambut
halus di tubuhnya. Ukuran tubuh kumbang jantan dan betina E. kamerunicus berbeda. Tubuh kumbang jantan (3–3,5 mm) lebih besar dibandingkan kumbang betina (3 – 3,3 mm). Waktu yang diperlukan kumbang E. kamerunicus dari telur sampai menjadi imago adalah 15,75 hari (14-17 hari). Waktu perkembangan ini tidak jauh berbeda dengan yang dilaporkan oleh Syed (1982), yaitu 19 hari. Hussein et al. (1991) juga melaporkan waktu perkembangan E. kamerunicus adalah 15 hari. Di Afrika Barat, Tuo et al. (2011) melaporkan waktu perkembangan kumbang E. kamerunicus di Afrika Barat adalah 10 hari. Berdasarkan hasil perhitungan demografi kumbang, diketahui rata-rata waktu generasi (T) adalah 19 hari. Hal ini berarti kumbang E. kamerunicus membutuhkan waktu sekitar 19 hari untuk perkembangan dari telur sampai menjadi imago. Laju reproduksi kotornya (G) adalah 11 individu. Laju reproduksi kotor merupakan suatu pendugaan keturunan betina yang dihasilkan dalam satu generasi. Laju reproduksi bersih (Ro) kumbang ini adalah 5 individu. Laju reproduksi bersih merupakan gambaran pertumbuhan populasi yang berkaitan dengan jumlah keturunan betina yang dihasilkan dalam suatu generasi. Berdasarkan Price (1997), jika nilai Ro = 1, maka suatu populasi akan stabil, akan tetapi jika nilai Ro>1, maka populasi akan meningkat. Laju pertumbuhan intrinsik (r) kumbang ini adalah 0,24. Nilai r merupakan tingkat kenaikan pertumbuhan pada suatu populasi dalam keadaan konstan. Hasil pengamatan demografi dalam penelitian ini tidak jauh berbeda dengan yang dilaporkan Hussein & Rahman (1991) yaitu nilai rata-rata waktu generasi (T) kumbang E. kamerunicus adalah 15,4 hari, laju reproduksi bersih (Ro) adalah 3,46 individu, dan laju pertumbuhan intrinsiknya adalah 0,085. Kurniawan (2010) juga melaporkan bahwa kumbang E. kamerunicus mempunyai waktu perkembangan telur sampai imago berkisar 20-25 hari, masa inkubasi telur berkisar 2-3 hari, lama stadium larva berkisar 2-6 hari, lama stadium pupa berkisar 3-6 hari, lama hidup imago jantan 9-31 hari dan betina berkisar 5-21 hari. Laju reproduksi kotor (G) kumbang ini adalah 5 individu, laju reproduksi bersih (Ro) adalah 3,12 individu, waktu generasi (T) adalah 16, 34 hari dan laju pertumbuhan intrinsik (r) adalah 0,029.
Berdasarkan perhitungan neraca kehidupan kumbang E. kamerunicus, diperoleh jumlah individu hidup pada fase telur dan larva instar-1 sebesar 5,75 individu. Jumlah individu hidup yang sama antara fase telur dan larva instar-1, dikarenakan pada saat pemeliharaan, telur tidak berhasil ditemukan, sehingga diasumsikan jumlah larva instar-1 sama dengan jumlah telur. Ketahanan hidup pada fase larva diduga berkaitan dengan kondisi lingkungan yang mendukung, karena larva masih hidup di dalam spikelet. Selain itu, kemungkinan belum banyak serangan parasit yang dapat mengakibatkan penurunan jumlah individu. Asumsi yang dilakukan bahwa fase telur sama dengan larva instar-1, menyebabkan tidak adanya penurunan jumlah individu dan tidak terdapat kematian pada kedua fase tersebut. Angka mortalitas tertinggi kumbang (13%) terjadi pada fase larva. Tingkat kematian yang tinggi pada fase larva (pradewasa) diduga karena struktur tubuh larva yang masih lemah. Pengaruh dari faktor luar pada saat pemeliharaan juga menentukan mortalitas. Selain itu, tingkat mortalitas yang tinggi pada larva ini dapat disebabkan oleh adanya musuh alami yang berupa parasit ataupun predator. Poinar et al. (2002) melaporkan bahwa parasit yang ditemukan pada kumbang E. kamerunicus, ialah nematode Elaeolenchus parthenonema yang menginfeksi kumbang. Efek nematode parasit tersebut adalah meningkatnya angka mortalitas dan dapat mensterilkan kumbang betina. Selain nematoda, tungau juga ditemukan pada spikelet bunga jantan dan kemungkinan memarasit tubuh imago kumbang. Keberadaan tungau ini diduga menjadi kompetitor kumbang dalam pencarian pakan. Pada lebah Osmia sp. dilaporkan juga diparasit oleh tungau pada bagian abdomenya. Tungau ini tidak membunuh lebah, tetapi membatasi ketersedian makanan berupa serbuksari (Bosch & Kemp 2001). Tingginya mortalitas kumbang E. kamerunicus pada fase larva (13%) dan total mortalitas sebesar 28%, sesuai dengan penelitian yang dilaporkan Hussein & Rahman (1991), bahwa angka mortalitas tertinggi (60%) terjadi pada tahap larva dan total mortalitasnya adalah 94%. Tingginya mortalitas pada fase pradewasa, tergambar dalam kurva ketahanan hidup kumbang E. kamerunicus adalah tipe III. Dalam kurva tersebut ditunjukkan bahwa mortalitas tertinggi terjadi pada fase pradewasa (larva).
Populasi Kumbang E. kamerunicus di Perkebunan Kelapa Sawit Populasi kumbang E. kamerunicus pada tanaman umur 3 tahun tertinggi (7.201 individu per tandan atau 41.102 individu per hektar ) ditemukan pada Januari 2011 dan terendah (3.402 individu per tandan atau 22.618 individu per hektar) ditemukan pada Agustus 2010. Pada kelapa sawit tanaman umur 6 tahun, populasi kumbang tertinggi (18.077 individu per tandan atau 153.226 individu per hektar) ditemukan pada Februari 2011 dan terendah (11.918 individu per tandan atau 98.693 individu per hektar) ditemukan pada Desember 2010. Populasi kumbang yang diukur pada setiap blok di perkebunan tersebut, masih diatas populasi minimum untuk penyerbukan optimum. Seperti yang dilaporkan oleh Syed (1979), bahwa populasi kumbang kelapa sawit untuk penyerbukan optimum selama periode pembungaan sekitar 20.000 individu per hektar. Perbedaan populasi kumbang pada kelapa sawit umur 3 tahun (bulan Juli, Agustus, Desember, Januari, Februari, Maret) dan 6 tahun (bulan Agustus, Desember, Januari, Februari, Maret, April) dapat terjadi karena jumlah spikelet per tandan pada setiap pohon berbeda, sehingga mempengaruhi populasi kumbangnya. Jumlah spikelet per tandan pada kelapa sawit umur 3 tahun, yang tertinggi (114 spikelet per tandan) ditemukan pada bulan Januari 2011 dan terendah (68 spikelet per tandan) ditemukan pada bulan Juli 2010. Pada tanaman kelapa sawit umur 6 tahun, jumlah spikelet tertinggi (153 spikelet per tandan) ditemukan pada bulan Februari 2011 dan terendah (119 spikelet per tandan) pada Desember 2010. Selain jumlah spikelet per tandan, populasi kumbang per tandan diduga secara tidak langsung dipengaruhi faktor cuaca. Pada bulan Juli-Desember memiliki curah hujan yang cukup tinggi, yaitu mencapai 349 mm. Curah hujan yang cukup tinggi dapat menyebabkan rontoknya serbuksari dan tingginya kelembaban spikelet yang dapat memicu pembusukan bunga. Ukuran populasi kumbang E. kamerunicus yang efektif untuk penyerbukan diketahui dari banyaknya jumlah individu yang ditemukan. Interval waktu yang digunakan pada saat pengukuran populasi di perkebunan memiliki rentang waktu yang luas (dari pagi – sore hari), sehingga dapat diketahui waktu efektif dalam penyerbukan. Berdasarkan waktu pengamatan, ukuran populasi kumbang setiap waktu pengamatan adalah 28.133 individu (pukul 08.00 – 10.00 WIB), 28.705
individu (pukul 10.01 – 12.00 WIB), dan 19.063 individu (pukul 12.01 – 14.00 WIB). Demikian pula pada kelapa sawit umur 6 tahun, ukuran populasi kumbang pada setiap interval waktu adalah 79.772 individu (pukul 08.00 – 10.00 WIB), 84.628 individu (pukul 10.01 – 12.00 WIB), dan 28.815 individu (pukul 12.01– 14.00 WIB). Berdasarkan data populasi tersebut, diketahui bahwa kumbang E. kamerunicus efektif dalam penyerbukan, yaitu pada pukul 08.00 – 14.00 WIB. Hal ini memperkuat pernyataan Prada et al. (1998), bahwa kumbang E. kamerunicus mempunyai waktu efektif dalam penyerbukan, yaitu pukul 8.30 – 1.30 dengan jumlah 31.318 individu, dan waktu aktivitas maksimumnya adalah pukul 10.30 – 11.00. Waktu efektif penyerbukan juga ditunjukkan dengan frekuensi kunjungan kumbang E. kamerunicus pada bunga betina kelapa sawit. Anggriani (2010) melaporkan terdapat 128 kumbang/30 menit yang mengunjungi bunga betina kelapa sawit. Sama seperti beberapa serangga penyerbuk lainya, E. kamerunicus menggunakan waktu sebagai sinyal dalam pencarian makanan. Serangga juga sensitif terhadap kondisi iklim, yang dapat mempengaruhi sekresi nektar dan keberadaan serbuksari pada bunga (Singh 2008). Berdasarkan analisis parameter lingkungan yang diukur tidak berdampak langsung terhadap populasi kumbang E. kamerunicus. Serangga polinator umumnya dipengaruhi oleh parameter lingkungan dalam perilaku pencarian pakan, seperti suhu udara yang mempengaruhi mobilitas serangga penyerbuk. Pada lebah, diperlukan suhu optimal 27-35oC untuk melakukan pencarian pakan. Pada suhu lingkungan yang lebih rendah, maka energi yang dibutuhkan terlalu besar untuk mencapai suhu optimal tersebut, sehingga umumnya lebah tidak akan terbang (Cooper et al. 1985). Berdasarkan uji PCA, diketahui bahwa intensitas cahaya, suhu udara, dan kelembaban udara, tidak berpengaruh secara signifikan terhadap populasi kumbang per tandan pada perkebunan umur 3 dan 6 tahun. Jumlah spikelet per tandan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap populasi kumbang. Berdasarkan pengamatan, jumlah spikelet per tandan berkaitan dengan tinggi rendahnya populasi kumbang per tandan.
Pembentukan Buah (Fruit Set) pada Kelapa sawit Hasil perhitungan pembentukan buah di areal perkebunan kelapa sawit umur 3 dan 6 tahun yang dilakukan pada bulan Desember – Februari, menunjukan bahwa E. kamerunicus memiliki peran yang penting dalam membantu penyerbukan. Efektivitas E. kamerunicus dalam membantu penyerbukan ditunjukkan dari persentase pembentukan buah yang dihasilkan. Pembentukan buah kelapa sawit pada Desember 2010 dan Januari 2011 untuk blok Ketenong masing-masing 88,2% dan 79,1%, blok Tanjung Nyamuk, masing-masing 86,5% dan 83,1%, dan blok Keramat, masing-masing 83,5% dan 75,9%. Pada tanaman kelapa sawit umur 6 tahun, nilai pembentukan buah yang diperoleh pada bulan Januari – Februari untuk blok Sungai Mumpo, masing-masing 84,02% dan 87,6%, blok Sungai Deraye, masing-masing 87,6% dan 78,7%, dan blok Tebat Sekedi, masing-masing 80,3% dan 81,3%. Rata-rata nilai pembentukan buah yang cukup tinggi (82,8% dan 83,3%) pada kelapa sawit umur 3 dan 6 tahun. Hasil ini mendukung pernyataan Ponnamma (1999), bahwa introduksi kumbang E. kamerunicus dapat meningkatkan jumlah pembentukan buah sampai 78,3%. Perhitungan pembentukan buah dilakukan pada bulan Desember 2010 – Februari 2011 atau 5-6 bulan setelah pengamatan populasi kumbang E. kamerunicus. Perhitungan pembentukan buah tersebut dilakukan sekitar 5-6 bulan dari waktu anthesis dan reseptif bunga kelapa sawit (Burgarelli et al.2002)
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Dalam
siklus
hidupnya,
kumbang
E.
kamerunicus
mengalami
metamorfosis sempurna, yaitu telur, larva, pupa dan imago. Rata-rata waktu yang diperlukan kumbang E. kamerunicus dari telur sampai menjadi imago adalah 15,75 hari. Statistik demografi kumbang E. kamerunicus yang didapatkan adalah sebagai berikut: waktu generasi kumbang (T) adalah 19 hari, laju reproduksi kotor (G) adalah 11 individu, laju reproduksi bersih (Ro) adalah 5 individu, dan laju pertumbuhan intrinsic (r) adalah 0,24. Mortalitas tertinggi terjadi pada fase larva, yaitu mencapai 13% dan mortalitas total dari telur sampai menjadi imago adalah 28%. Pada kelapa sawit umur 3 dan 6 tahun, populasi kumbang E. kamerunicus tertinggi terjadi pada Januari dan Februari 2011 dan populasi terendah terjadi pada Agustus dan Desember 2010. Jumlah spikelet per tandan berpengaruh secara signifikan terhadap ukuran populasi kumbang. Rata-rata pembentukan buah tanaman kelapa sawit yang diukur adalah 83%. Tingginya nilai pembentukan buah tersebut menunjukkan bahwa kumbang E. kamerunicus efektif dalam membantu penyerbukan kelapa sawit.
Saran Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai kemampuan jelajah dan mobilitas terbang kumbang E. kamerunicus dalam kaitannya dalam penyerbukan. Keberadaan musuh alami populasi kumbang perlu diteliti lebih lanjut untuk mengetahui pengaruhnya terhadap populasi kumbang. Selain itu, perlu dilakukan penelitian yang intensif mengenai siklus hidup kumbang, sehingga diketahui jumlah telur yang dihasilkan per betina, sebagai standar fekunditas dalam satu generasi. Penggunaan pestisida pada tanaman kelapa sawit perlu dikurangi sehingga memperkecil efeknya terhadap populasi kumbang.
DAFTAR PUSTAKA
Anggriani A. 2010. Estimation of Elaedobius kamerunicus Faust (Coleoptera:Curculionidae) Population by Trapping and Their Activities on Flower of Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq). School of Life and Technology-ITB. Arfin HG. 2009. Agroekologi dan Produktivitas Kelapa Sawit Kaitanya dengan Serangga Penyerbuk Di PT. Bina Sains Cemerlang, Minamas Plantation, SUMATERA SELATAN. Bogor: Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB. Begon M, Harper JL, Townsend CR. 1996. Ecology: Individuals, Population, and Communities Ed. Ke-3. London: Blacwell Science. Bosch J. Kemp W. 2001. How to Manage the Blue Orchard Bee. Sustainable Agriculture Network, Beltsville, MD. Bulgarelli J, Carlos C, Rolbin R. 2002. Male Inflorescences, Population of Elaeidobious kamerunicus and Pollination in A Young Commercial Oil Palm Plantation in A Dry Area of Costa Rica. ASD Oil Palm Papers 24: 32-37. Cooper DP, Schaffer WM, Buchmann SL. 1985. Temperature Regulation of Honey bees (Apis mellifera) Foraging in The Sonoran Desert. J exp Biol 144:1-15. Fairhurst TH, Mutert E. 1999. Introduction To Oil Palm Production. Better. Crops Inter 13:3-6. Hussein MY, Rahman WHA. 1991. Life tables for Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera: Curculionidae) in oil palm. Planter 67:3-8. Hussein MY, Lajis NH, Ali JH. 1991. Biological and Chemical Factors Associated with The Successful Introduction of Elaeidobius kamerunicus Faust, The Oil Palm pollinator in Malaysia. International Symposium of Pollination IV. 288:81-87. Kee NS, von Uexkull H, Hardter R. 2004. Botanical Aspects of the Oil Palm Relevant to Crop Management. Malaysia, Agromac sdn. Kevan PG. 1999. Pollinators as Bioindicators Of The State Environment: Species, Activity and Diversity. Agric Ecosys and Enviro 74:373–393.
Kurniawan Y. 2010. Demografi Dan Populasi Kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera:Curculionidae) Sebagai Penyerbuk Kelapa Sawit (Elaeis guneensis Jacq) [tesis]. Bogor : Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Lajis NH, Hussein MY, Toia RF. 1985. Extraction and Identification of the Main Compound Present in Elaeis guineensis Flower Volatiles. Pertanika 8:105-108. Oberprieler RG, Marvaldi AE, Anderson RS. 2007. Weevils, Weevils, Weevils Everywhere. Zootaxa 1668:491–520. Obute GC. 2010. Pollination: A Threatened Vital Biodiversity Service to Human and The Environment. Int. J Biodvers Conserv 2:1-13. O’Brein CW, Woodruff RE. 1986. First Records In The United State And South America Of The African Oil Palm Weevil, Elaeidobius subvittatus And Elaeidobius kamerunicus (Faust) (Coleoptera:Curculionidae). Entomol. Circ. 284. Pardal SJ. 2001. Pembentukan Buah Partenokarpi Melalui Rekayasa Genetika. AgroBio 4:45-49. Poinar GO, Jackson TA, Bell NL, Wahid MB. 2002. Elaeolenchus parthenonema n. g., n. sp. (Nematoda: Sphaerularioidea : Anandranematidae n. fam.) parasitic in the palm-pollinating weevil Elaeidobius kamerunicus Faust, with a phylogenetic synopsis of the Sphaerularioidea Lubbock, 1861. Syst Parasitol 52:219–225. Ponnamma KN. 1999. Diurnal Variation in The Population of Elaeidobius kamerunicus on The Anthesising Male Inflorescences of Oil Palm. Planter 75:405-410. Prada M, Molina D, Villarroel DM, Barrios R, Diaz A. 1998. Efectivity of two pollinator species of the genus Elaeidobius (Coleoptera:Curculionidae) in oil palm crop. Bioagro 10:3-10. Price PW. 1997. Insect Ecology Ed. Ke-3. New York : John Wiley & Sons. Richards AJ. 2001. Does Low Biodiversity Resulting from Modern Agricultural Practice Affect Crop Pollination and Yield. Annal Bot 88:165-117. Singh MM. 2008. Foranging Behaviour of The Himalayan Honeybee (Apis cerana F.) on Flowers of Fagopyrum esculentum M. and Its Impact on Grain Quality and Yield. Ecoprint 15 : 37-46. Siregar AZ. 2006. Kelapa Sawit : Minyak Nabati Berprospek Tinggi. Medan : USU Repository.
Siregar AZ. 2009. Serangga Berguna Pertanian. Medan : USU Press. Syed RA. 1979. Studies On Oil Palm Pollination By Insects. Bull Ent Res 69:213224. Syed RA. 1982. Insect Pollination of Oil Palm: Feasibility of Introducing Elaeidobius spp. [Species] Into Malaysia [From Africa]. Proceedings of the International Conference on Oil Palm in Agriculture in the Eighties, Pushparajah, E.Chew, P.S. (eds.).- Kuala Lumpur (Malaysia): PPP (ISP), 1982. Pp 263-289. Tandon R, Manohara TN, Nijalingappa BHM, Shivanna KR. 2001. Pollination And Pollen-pistil Interaction In Oil Palm, Elaeis guineensis. Annal Bot 87:831-838. Thapa RB. 2006. Honeybees And Other Insect Pollinators Of Cultivated Plants : A Review. J Inst Agric Anim Sci 27:1-23. Tuo Y, Koua HK, Hala N. 2011. Biology of Elaeidobius kamerunicus and Elaeidobius plagiatus (Coleoptera : Curculionidae) Main pollinator of Oil Palm in West Africa. Eurojournals 49:426-432. Widiastuti A, Palupi ER. 2008. Viabilitas Serbuk Sari Dan Pengaruhnya Terhadap Keberhasilan Pembentukan Buah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq). Biodiversitas 9:35-38. Wiegmann BM, Kim JW, Trautwein DM. 2009. Holometabolous Insect (Holometabola). The Timetree of life 31:260-263.