Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan
DEKONTAMINASI SALMONELLA SP. PADA KARKAS AYAM MENGGUNAKAN ASAM ORGANIK DAN KLORIN ANDRIANI1, M. SUDARWANTO2, dan D.W. LUKMAN2 1 Balai Penelitian Veteriner, Jl. R.E. Martadinata No. 30, Bogor16114 Laboratorium Kesmavet, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor Jl. Agatis Kampus IPB Darmaga
2
ABSTRAK Asam organik adalah substansi antimikrobial yang digunakan dalam bahan pangan dan telah dipercaya aman bagi konsumen apabila ditambahkan pada suatu bahan pangan. Pemberian asam organik pada penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektivitasnya sebagai dekontaminan karkas ayam dengan klorin yang sudah biasa digunakan di rumah potong ayam. Analisis mikroba Salmonella sp. yang berasal dari 36 karkas ayam telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh dekontaminasi mikroba Salmonella sp. dari asam organik (asam asetat dan asam laktat) dan klorin pada karkas yang disimpan pada suhu kamar. Karkas ayam direndam selama 30 detik dalam larutan asam organik konsentrasi 3 dan 4%, begitu juga dalam klorin konsentrasi 20 ppm. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa asam organik lebih efektif digunakan sebagai dekontaminan karkas ayam apabila dibandingkan dengan klorin. Asam asetat konsentrasi 4% adalah dekontaminan yang paling efektif digunakan sebagai dekontaminan karkas ayam. Kata kunci: Asam organik, Salmonella sp., dekontaminasi, karkas ayam
PENDAHULUAN Daging atau karkas ayam merupakan bahan pangan asal hewan sebagai sumber protein hewani yang baik bagi manusia. Setiap tahun dilaporkan kebutuhan daging ayam sebagai bahan pangan di Indonesia terus meningkat, sehingga tuntutan keamanan pangan dari produk ini juga meningkat. Selain itu daging ayam merupakan komoditas yang paling banyak diperdagangkan dan banyak disukai karena memiliki serat daging yang pendek dan lunak sehingga mudah dicerna. Kontaminasi mikroorganisme pada karkas ayam merupakan masalah kesehatan masyarakat yang perlu diperhatikan karena selain dapat menyebabkan penurunan kualitas karkas ayam juga dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi konsumen yaitu penyakit yang disebarkan melalui bahan makanan (foodborne disease). Laporan dari CDC menyatakan bahwa di negara yang sudah maju maupun negara yang sedang berkembang, kejadian foodborne disease yang disebabkan oleh bakteri prosentasenya lebih besar jika dibandingkan dengan agen penyebab yang lain. Salmonella sp. merupakan salah satu bakteri yang bersifat pathogen, dan merupakan agen penyebab foodborne disease. Karkas
102
ayam merupakan salah satu bahan pangan yang bertindak sebagai sumber penularan Salmonellosis pada manusia. Menurut SHANE (1992), kontaminasi mikroorganisme pada karkas ayam dapat dikurangi dengan menggunakan larutan klorin 20 ppm. Tetapi SIRAGUSA (1995) melaporkan bahwa klorin kurang efektif digunakan sebagai dekontaminan untuk menghilangkan mikroorganisme yang terdapat pada karkas. Selain kemampuan klorin sebagai antimikroba hanya sesaat, juga efek sampingnya dapat meninggalkan residu pada karkas yang bersifat toksik jika dikonsumsi oleh manusia. Oleh karena itu, dengan adanya hasil laporan tersebut maka perlu dicari bahan lain yang dapat digunakan sebagai dekontaminan pada karkas yang bersifat efektif dengan tidak meninggalkan residu sehingga aman dikonsumsi manusia. Asam organic seperti asam asetat dan asam laktat dapat digunakan sebagai bahan dekontaminan pada karkas ayam karena asam organik memiliki aktivitas sebagai bakterisidal yang baik dan oleh FDA telah diakui aman digunakan sebagai preservasi bahan makanan. Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan kemampuan asam organik dan klorin sebagai dekontaminan karkas ayam
Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan
terhadap keberadaan mikroorganisme Salmonella sp. Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat sehingga diperoleh larutan dekontaminan yang mampu mengurangi semaksimal mungkin Salmonella sp. pada karkas ayam sehingga dapat mengurangi kejadian foodborne disease yang ditularkan melalui karkas ayam. MATERI DAN METODE Pengambilan sampel Sampel berupa karkas ayam diperoleh dari rumah potong ayam di Pondok Rumput, Bogor. Karkas yang diambil untuk penelitian dipilih karkas yang sudah siap dikirim ke pasar dengan berat rata-rata 1,0 kilogram. Rancangan percobaan Dalam penelitian ini perlakuan yang diberikan adalah perendaman karkas dalam larutan asam organic yaitu asam asetat 3% dan 4% dan asam laktat 3% dan 4%. Perendaman dalam klorin 20 ppm dilakukan sebagai pembanding bahan antimicrobial yang umumnya digunakan di rumah potong. Perendaman dalam larutan asam organik sebagai faktor perlakuan A, yaitu larutan asam asam asetat 3% (A1) dan 4% (A2); asam laktat 3% (A3) dan 4% (A4); dan klorin 20 ppm (A5). Sebagai control (A6) digunakan karkas ayam yang tidak diberi perlakuan. Setelah direndam selama 30 detik kemudian karkas disimpan pada suhu kamar (25-27°C). Faktor perlakuan B adalah waktu pengamatan sample. Pemeriksaan sample dilakukan sebanyak enam kali yaitu jam ke-0 (B1) adalah 0 jam setelah diberi perlakuan, jam ke-2 (B2) adalah 2 jam setelah diberi perlakuan, jam ke-4 (B3) adalah 4 jam setelah perlakuan, jam ke-6 (B4) adalah 6 jam setelah perlakuan, jam ke-8 (B5) adalah 8 jam setelah perlakuan, dan jam ke-10 (B6) adalah 10 jam setelah perlakuan. Dengan demikian perlakuan yang dicobakan adalah sebanyak 6 (perlakuan A) x 6 (perlakuan B) = 36 kombinasi perlakuan. Masing-masing kombinasi perlakuan diulang sebanyak 3 kali.
Mengukur nilai pH karkas Nilai pH karkas diukur menggunakan alat pH meter. Pengukuran dilakukan setiap dua jam pada bagian karkas setelah diambil untuk sample uji pemeriksaan Salmonella sp. ANALISIS KUALITATIF Mendeteksi adanya cemaran Salmonella sp. pada karkas diperlukan tahapan sebagai berikut. Sampel yang akan diuji ditumbuhkan pada media cair sebagai pre-enrichment dan enrichment, kemudian ditumbuhkan lagi pada media agar selektif. Setelah terjadi pertumbuhan kemudian dilakukan uji biokimia untuk mendapatkan hasil Salmonella sp. secara presumtif. Selanjutnya dilakukan uji serologi untuk menentukan serotipenya (FAO, 1979). Media pre-enrichment yang digunakan pada penelitian ini adalah larutan buffered peptone water. Sebanyak 25 gram sample daging ayam yang akan diuji dihomogenisasikan terlebih dahulu dalam 225 ml larutan buffered peptone water dan diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37°C. Setelah itu kemudian ditanam pada media enrichment Rappaport Vassiliadis broth dan diinkubasikan pada suhu 42°C. Setelah diinkubasikan selama 24 jam kemudian ditanam pada media agar selektif xylose lysine deoxycholate dan diinkubasikan lagi selama 24 jam pada suhu 37°C. Sebanyak tiga koloni yang terpilih ditanam pada media agar miring triple sugar iron agar dan lysine iron agar. HASIL DAN PEMBAHASAN Secara fisik mengurangi atau menghilangkan mikroorganisme kontaminan yang terdapat pada permukaan karkas dengan cara mencuci dengan air untuk membersihkan karkas sudah biasa dilakukan oleh masyarakat. Tetapi adanya bakteri patogen yang mengkontaminasi karkas dapat berperan sebagai sumber kontaminasi silang yang dapat mencemari bahan makanan lain dan peralatan yang digunakan. Asam organik seperti asam asetat dan asam laktat dapat digunakan sebagai dekontaminan pada karkas ayam karena asam organik memiliki aktivitas bakterisidal yang baik dan oleh FDA telah diakui aman
103
Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan
digunakan untuk bahan makanan. Menurut MOSSEL (1984) untuk mengatasi kontaminasi karkas dari agen infeksi enterik selain diterapkan pengolahan yang higienis perlu dilakukan dekontaminasi karkas, antara lain dengan menggunakan larutan asam organik. Larutan asam organik dengan konsentrasi 1% sampai 3% sebagai bahan untuk dekontaminasi karkas biasanya tidak memberikan perubahan jumlah bakteri pada daging (SMULDERS dan GREER, 1998).
Pengaruh perlakuan terhadap nilai pH karkas Kondisi pH merupakan salah satu faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan makanan. Rataan pH karkas ayam yang diukur dengan menggunakan pH meter pada kelompok sampel perlakuan yang direndam dalam asam organik (asam asetat dan asam laktat konsentrasi 3 dan 4%), kelompok sample yang direndam klorin, dan kelompok control dapat dilihat pada Table 1 dan Gambar 1.
Tabel 1. Nilai pH pada karkas ayam yang direndam asam organik dan klorin selama penyimpanan pada suhu kamar Waktu (jam) 0 2 4 6 8 10 Rata-rata
Kontrol 6,1 ± 0,3a 6,1 ± 0,3 abc 6,0 ± 0,2 a 6,0 ± 0,2 a 6,0 ± 0,2 a 6,1 ± 0,2 a 6,1 ± 0,2
AA 3% 6,1 ± 0,2 a 6,1 ± 0,2 ab 5,9 ± 0,1 a 5,8 ± 0,1 ab 5,9 ± 0,3 a 6,0 ± 0,2 a 6,0 ± 0,2
Perlakuan AA 4% AL 3% 6,0 ± 0,2 a 6,1 ± 0,2 a 5,7 ± 0,4 c 6,0 ± 0,4 abc a 5,7 ± 0,5 5,9 ± 0,2 a a 5,7 ± 0,1 5,9 ± 0,3 a a 5,8 ± 0,1 5,8 ± 0,2 a b 5,8 ± 0,2 6,0 ± 0,2 ab 5,8 ± 0,3 6,0 ± 0,2
AL 4% 6,1 ± 0,3 a 5,8 ± 0,3 bc 5,8 ± 0,1 a 5,8 ± 0,1 a 5,8 ± 0,1 a 5,8 ± 0,1 a 5,8 ± 0,2
Klorin 6,3 ± 0,3 a 6,3 ± 0,4 a 6,2 ± 0,2 a 6,2 ± 0,2 a 6,1 ± 0,2 a 6,0 ± 0,1 ab 6,2 ± 0,2
Keterangan: Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (P>0,05). AA = asam asetat AL = asam laktat
6.4 6.2 pH karkas
6 5.8 5.6 5.4 0
2
4
6
8
10
waktu penyimpanan Kontrol
AA 3%
AA 4%
AL 3%
AL 4%
Klorin 20 ppm
Gambar 1: Nilai pH karkas ayam yang direndam asam asetat, asam laktat, dan klorin selama penyimpanan pada suhu kamar
104
Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan
Perendaman karkas menggunakan asam organik dapat menyebabkan penurunan pH daging. Rata-rata nilai pH karkas yang diberi perlakuan menggunakan asam organik lebih rendah daripada control tetapi tidak berbeda nyata (P>0,05). Nilai pH yang terendah terdapat pada karkas yang direndam dalam asam asetat 4%, meskipun tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan kelompok asam laktat 4%. Dari Tabel 1 tersebut juga dapat dilihat bahwa makin tinggi konsentrasi asam organik yang digunakan maka pH karkas juga semakin rendah. Sebaliknya karkas yang direndam dalam klorin memperlihatkan pH yang lebih tinggi daripada kontrol ataupun karkas yang direndam dalam asam organik. Hal ini terjadi karena klorin adalah larutan yang bersifat basa, sehingga karkas yang direndam dalam klorin akan mengalami perubahan pH ke arah yang bersifat basa. SIRAGUSA (1995) menyatakan bahwa dengan memperpanjang waktu perendaman karkas dalam asam organik dapat menurunkan pH daging. Menurut DICKENS dan WHITTEMORE (1997), perendaman menggunakan asam asetat konsentrasi 0,6% selama 2,5 menit tidak menyebabkan perubahan organoleptik karkas. Waktu perendaman karkas selama 30 detik menggunakan asam organik (asam asetat dan
asam laktat) konsentrasi 3 dan 4% dalam penelitian ini mampu menurunkan pH karkas akan tetapi tidak menyebabkan perubahan organoleptik. Pada penelitian ini, kelompok kontrol mengalami penurunan nilai pH karkas mencapai 6,0. Sedangkan kelompok karkas yang direndam menggunakan asam organik 4% memiliki nilai pH lebih rendah daripada kelompok kontrol meskipun tidak berbeda nyata (P>0,05) yaitu mencapai 5,8. Nilai pH yang lebih rendah dari 6,0 ini dapat menyebabkan perubahan faktor intrinsik yaitu perubahan pH ke arah yang lebih asam, sehingga kondisi seperti ini dapat menyebabkan pengaruh yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan mikroorganisme yang terdapat dalam karkas. Pengaruh perlakuan terhadap prevalensi Salmonella sp Pada penelitian ini, uji Salmonella sp. yang terdapat di dalam karkas dilakukan secara kualitatif. Pada Tabel 2 dapat dilihat prevalensi Salmonella sp karkas ayam. Pada penelitian ini, uji Salmonella sp. yang terdapat di dalam karkas dilakukan secara kualitatif. Kelompok kontrol ditemukan prevalensi Salmonella sp.
Tabel 2. Prevalensi Salmonella sp. pada karkas ayam yang direndam asam asetat, asam laktat selama penyimpanan pada suhu kamar Perlakuan
Waktu penyimpanan (jam) 0
2
4
6
8
10
Kontrol Asam asetat 3%
3 (100 %) 3 (100 %)
3 (100 %) 3 (100 %)
3 (100 %) 3 (100 %)
3 (100 %) 2 (66 %)
3 (100 %) 1 (33 %)
3 (100 %) 3 (100 %)
Asam asetat 4%
0 (0 %)
0 (0 %)
0 (0 %)
0 (0 %)
0 (0 %)
0 (0 %)
Asam laktat 3% Asam laktat 4%
2 (66 %) 1 (33 %)
3 (100 %) 1 (33 %)
2 (66 %) 0 (0 %)
3 (100 %) 0 (0 %)
2 (66 %) 0 (0 %)
2 (66 %) 2 (66 %)
Klorin
2 (66%)
3 (100%)
2 (66%)
3 (100%)
3 (100%)
3 (100%)
100% mulai jam ke-0 sampai jam ke-10 waktu pengamatan. Begitu juga kelompok karkas ayam yang direndam dalam klorin 20 ppm memberikan hasil yang sama yaitu pada semua karkas yang diuji ditemukan kontaminan Salmonella sp. Klorin dengan konsentrasi kurang dari 250 ppm memberikan pengaruh dekontaminasi
karkas yang sama seperti pada penggunaan air tanpa klorinasi (CUTTER dan SIRAGUSA, 1995). Penggunaan klorin 20 ppm dalam penelitian ini memiliki pengaruh sebagai dekontaminan yang kecil. SIRAGUSA (1995) menyatakan penggunaan klorin untuk tujuan dekontaminasi karkas memiliki pengaruh yang kecil bahkan tidak berpengaruh terhadap pengurangan
105
Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan
banyaknya kontaminan, kecuali jika dilakukan secara berulang. Hal ini disebabkan karena klorin sangat mudah terikat oleh bahan-bahan organic yang terdapat pada karkas sehingga efek antimikrobialnya menurun. Kelompok perlakuan asam asetat 3% menunjukkan hasil positif Salmonella sp. pada semua jam waktu pengamatan, dengan prevalensi 100% pada waktu pengamatan jam ke-0 sampai jam ke-4. Pada jam ke-6 waktu pengamatan terjadi penurunan angka prevalensi, dengan prevalensi terendah pada jam ke-8 (33%). Kemudian pada jam ke-10 terjadi kenaikan lagi mencapai 100%. Asam asetat konsentrasi 4% mampu memperlihatkan efektivitasnya dalam mengurangi atau menghilangkan kontaminasi Salmonella sp. dalam karkas sampai 0%, sejak jam ke-0 sampai jam ke-10 waktu pengamatan. Asam asetat dan asam laktat termasuk dalam kelompok asam organik lipofilik lemah yang memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan makanan (RAHMAN, 1999). Asam asetat memiliki sifat lipofilik yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan asam laktat, sehingga asam asetat lebih mudah menerobos membran dinding sel mikroorganisme dibanding asam laktat. Oleh sebab itu asam asetat memiliki kemampuan antimikrobial yang lebih efektif jika dibandingkan dengan asam laktat (RAY dan SANDINE, 1992). Penggunaan asam asetat sebagai bahan pengawet pada bahan makanan dinyatakan mempunyai efek bakterisidal yang lebih baik dibandingkan asam organik yang lain (D' AOUST, 1989; RAHMAN, 1999). Pada penelitian ini larutan asam organik dengan konsentrasi 3% mampu untuk mengurangi jumlah bakteri Salmonella sp., sedang asam asetat dengan konsentrasi 4% merupakan dekontaminan yang terbaik untuk menekan jumlah kontaminan pada karkas. Dekontaminasi karkas menggunakan asam organik dengan konsentrasi 4% selain dapat mengurangi jumlah bakteri kontaminan yang terdapat dipermukaan karkas juga dapat mengurangi penyebaran kontaminasi pada bagian lain yang tidak kontak dengan kontaminan.
KESIMPULAN Hasil penelitian menggunakan asam organik yaitu asam asetat dan asam laktat konsentrasi 3% dan 4% serta klorin 20 ppm sebagai pembanding bahan dekontaminan, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Karkas ayam yang diperoleh dari rumah potong ayam di Pondok Rumput, Bogor, 100 % mengalami kontaminasi Salmonella sp. sehingga tidak sesuai dengan aturan yang telah ditentukan dalam SNI No. 016366-2000. 2. Nilai pH karkas ayam yang direndam dalam larutan asam organik (asam asetat dan asam laktat) konsentrasi 4% mengalami penurunan nilai pH yang tidak berbeda nyata (P>0,05) menjadi 5,8. 3. Klorin konsentrasi 20 ppm tidak mampu menghilangkan kontaminan Salmonella sp. yang terdapat pada karkas ayam. 4. Asam organik baik asam asetat maupun asam laktat dengan konsentrasi 3% dan 4% dapat digunakan sebagai bahan dekontaminan karkas ayam. 5. Asam asetat dengan konsentrasi 4% dapat disarankan untuk bahan dekontaminan yang terbaik karena dapat mengurangi mikroorganisme kontaminan di permukaan karkas ayam sehingga di bawah ambang batas yang ditentukan oleh SNI No. 016366-2000 sampai jam ke-10 waktu pengamatan. DAFTAR PUSTAKA CUTTER CN, and GR. SIRAGUSA. 1995. Application of chlorin to reduce population of Escherichia coli on beef. J. Food Safety 15:67-75. D'AOUST JY. 1989. Salmonella. Di dalam: DOYLE MP, editor. Foodborne bacterial pathogens. New York: Marcel Dekker, Inc. Hlm 327-413. DICKENS JA, and WHITTEMORE AD. 1997. Effects of acetic acid and hydrogen peroxide aplication dring dfeathering on the mcrobiological qality of boiler crcasses pior to evisceration. Poultry Sci. 76:657-660. FAO. 1979. Manuals of food quality control. Rome. MOSSEL D. 1984. Intervention as the rational approach to control disease of microbial etiology transmitted by foods. J. Food Safety 6, 89-104.
106
Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan
RAHMAN MS. 1999. Handbook of food preservation. New York: Marcel Dekker Inc. RAY B dan SANDINE WE. 1992. Acetic, propionic, and lactic acids of starter culture bacteria as biopreservatives. Di dalam RAY B., DAESCHEL M., editor. Food Biopreservatives of Microbial Origin. Tokyo: CRC Pres. Hlm 104 - 133. SHANE SM. 1992. The significance of Campylobacter jejuni infection in poultry: A. Review.
SIRAGUSA GR. 1995. The effectiveness of carcass decontamination system for controlling the presence of pathogens on the surface of meat animal carcasses. J. Food Safety 15:229-238. SMULDERS FJM and GREER GG. 1998. Integrating microbial decontamination with orgainic acids in HACCP Programmes for Muscle Foods: Prospects and Controversies. Int. J. Food Microbiol. 44, 149-169.
107