Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
KAJIAN PRODUKSI GARAM ASAM ORGANIK SEBAGAI PENGHAMBAT BAKTERI Salmonella typhimurium DAN Escherichia coli SECARA IN VITRO (The Study of Organic Acid Salt Production from Complete Feed Silage to inhibit Salmonella typhimurium and Escherichia coli Isolated from Chicken) W. NEGARA1, M. RIDLA2, A.D. LUBIS2, W. WINARSIH3 dan N. RAMLI2 1
Pusat Teknologi Produksi Pertanian BPPT, Jl. M.H. Thamrin No. 8, Jakarta 10340 2 Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor 3 Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
ABSTRACT The development of antimicrobial resistance in bacteria has become a global problem. This study was designed to determine the bactericidal activity of organic acid salts as an alternatives to antibiotic on Salmonella typhimurium and Escherichia coli isolated from chicken (106 CFU/ml). antibacerial activity analyzed using agar well diffusion method with organic acid salts dose at 12.5, 25 and 50%. The result showed that organic acid salts Ca-J (CaOH + SRKJ effluent), Zn-J (ZnO + SRKJ effluent), Zn-S (ZnO + SRKS effluent) and Zn-U (ZnO + SRKU effluent) had antibacterial activity on S. typhimurium and organic acid salt Na-J (NaOH + SRKJ), Ca-J, Zn-J, Na-S (NaOH + SRKS), Zn-S and Zn-U had antibacterial activity on E. coli isolated from chicken (P < 0.05). Organic acid salt Zn-J from complete feed corn silage showed the strongest bactericidal effect on S. typhimurium and E. coli isolated from chicken. Key Words: Organic Acid Salt, Escherichia coli, Silage Effluent, Salmonella typhimurium ABSTRAK Adanya resistensi bakteri patogen dan residu dari penggunaan antibiotik sebagai growth promotor pada ternak menyebabkan adanya pembatasan pemberian growth promotor tersebut. Salah satu alternatif yang dapat digunakan sebagai pengganti antibiotik adalah asam organik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan garam asam organik yang diproduksi dari cairan silase ransum komplit dalam menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhimurium, E. coli K9 dan E. coli yang diisolasi dari ayam secara In vitro. Garam asam organik dibuat dengan cara mereaksikan cairan silase (silase ransum komplit berbasis hasil samping jagung (SRKJ), hasil samping sawit (SRKS), dan hasil samping ubi kayu (SRKU) dengan 4 jenis basa (NaOH, CaOH, KOH, dan ZnO). Jumlah garam asam organik yang dihasilkan pada penelitian ini adalah sebanyak 12 jenis. Percobaan tahap 1 (in vitro) bertujuan untuk mengetahui daya hambat 12 jenis garam asam organik yang berasal dari ketiga jenis silase terhadap 106 CFU/ml S. typhimurium dan E. coli yang diisolasi dari ayam. Sedangkan dosis garam yang digunakan pada tahap ini sebesar 12,5, 25 dan 50%. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan faktorial 2 faktor, dimana faktor pertama merupakan jenis garam dan faktor kedua merupakan dosis garam. Analisis statistik menggunakan program SAS versi 9.1 dengan uji lanjut Duncan. Hasil percobaan in vitro menunjukkan garam asam organik Zn-J yang diproduksi dari cairan silase ransum komplit jagung dan basa ZnO mempunyai daya hambat paling baik terhadap S. typhimurium dan E. coli yang diisolasi dari ayam (P < 0,05) pada dosis minimal 12,5% dibandingkan dengan garam asam organik Na-J, K-J, Ca-J, Na-S, K-S, Ca-S, Zn-S, Na-U, K-U, Ca-U dan Zn-U. Kata Kunci: Cairan Silase, Garam Asam Organik, Escherichia coli, Salmonella typhimurium
641
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
PENDAHULUAN Saluran pencernaan merupakan organ terpenting bagi ternak yang berhubungan dengan pencernaan pakan dan penyerapan nutrisi (SANTOS, 2005). Menurut PEDROSO et al. (2005) pada saluran pencernaan ayam berusia satu hari (DOC) terdapat komunitas bakteri yang kompleks. Komunitas bakteri (komensal dan patogen) di dalam saluran pencernaan akan berinteraksi intra komunitas bakteri dan dengan inang melalui jaringan dari organ pencernaan ayam (APAJALAHTI, 2005). Bakteri komensal penting bagi inang untuk mengidentifikasi dan melawan bakteri patogen di dalam saluran pencernaan (APAJALAHTI, 2005). Bakteri patogen seperti Salmonella typhimurium dan Escherichia coli akan bersaing dalam memperoleh nutrisi dengan bakteri komensal yang ada di saluran pencernaan ayam. Selain itu bakteri patogen dapat menghasilkan produk metabolit yang berbahaya bagi inang. Hal ini dapat mengakibatkan pertumbuhan ternak terganggu dan meningkatkan peluang terjangkit penyakit. Penggunaan antibiotik sebagai feed aditif telah lama digunakan dalam pakan unggas untuk menstabilkan keadaan mikroba di dalam saluran pencernaan, meningkatkan performan, dan mencegah timbulnya penyakit infeksi di saluran pencernaan (MILES et al., 1984; WALDROUP et al., 1985). Selain untuk mengobati infeksi, sejak tahun 1990 antibiotik mulai digunakan pada dosis rendah sebagai pemacu pertumbuhan dengan cara menghambat infeksi subklinis (MACKENZIE, 2003). Akan tetapi penggunaan antibiotik secara intensif dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan timbulnya bakteri patogen yang resisten (PHILLIP et al., 2004; RAY et al., 2006). LUANGTONGKUM et al. (2006) melaporkan bahwa persentase bakteri patogen yang resisten lebih tinggi terjadi pada peternakan konvesional yang menggunakan antibiotik dibandingkan dengan peternakan organik. Selain itu penggunaan antibiotik dapat meninggalkan residu pada produk ternak (GRIGGS dan JACOB, 2005). Oleh karena itu, sejak 1 Januari 2006 Uni Eropa telah memberlakukan pelarangan penggunaan antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan pada ternak (MACKENZIE, 2003). Salah satu alternatif yang dapat digunakan sebagai pengganti antibiotik adalah asam
642
organik (REVINGTON, 2002). Asam organik dapat mengurangi komponen toksik yang diproduksi oleh bakteri, mengurangi koloni bakteri patogen di dinding usus, mencegah kerusakan sel epitel usus, (LOPEZ et al., 1995; GRIGGS dan JACOB, 2005; GUNAL et al., 2006) dan meningkatkan performans ayam (DENLI et al., 2003; LEESON et al., 2005). Asam organik ini dapat dihasilkan sebagai by product dari proses pembuatan silase. Silase merupakan proses pengawetan pakan melalui fermentasi bakteri yang menghasilkan asam organik (MC DONALD et al., 1991). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji efektifitas garam asam organik yang berasal dari silase ransum komplit dalam menghambat S. typhimurium dan E. coli. MATERI DAN METODE Kerangka pemikiran penelitian ini dijabarkan dalam tahapan kegiatan penelitian seperti pada diagram (Gambar 1). Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, Laboratorium Histopatologi Bagian Patologi FKH dan Kandang C Fakultas Peternakan IPB. Bahan yang digunakan adalah cairan silase yang diperoleh dari silase ransum komplit berbasis jagung (SRKJ), hasil samping sawit (SRKS) dan hasil samping ubi kayu (SRKU). Kandungan nutrisi silase ransum komplit dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan nutrisi dari silase ransum komplit berbasis hasil samping pertanian Kandungan nutrisi (%BK)
SRKJ
SRKS
SRKU
BK
30,46
42.33
29.9
Protein kasar
12,81
12.81
12.82
Lemak kasar
6,38
10.53
6.96
19,68
26.10
17.78
7,79
10.88
9.89
BETN
55,74
42.72
59.90
TDN
Serat kasar Abu
67,00
67.00
67.24
Kalsium
0,29
0.30
0.33
Pospor
0,55
0.60
0.55
Sumber: LENDRAWATI (2008)
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
Pembuatan silase ransum komplit berbasis hasil samping jagung (SRKJ), hasil samping sawit (SRKS), hasil samping ubi kayu (SRKU) Cairan SRKJ
Cairan SRKS
Cairan SRKU
Analisis asam organik parsial Direaksikan dengan NaOH, KOH, CaOH dan ZnO pada berbagai tingkat pH Garam asam organik
Direaksikan dengan NaOH, KOH, CaOH dan ZnO pada berbagai tingkat pH
Direaksikan dengan NaOH, KOH, CaOH dan ZnO pada berbagai tingkat pH
Garam asam organik
Garam asam organik
Uji daya hambat terhadap Salmonella typhimurium dan Eschericiha coli ayam (in vitro) Gambar 1. Diagram alir kerangka pemikiran
Basa yang digunakan untuk pembuatan garam asam organik adalah NaOH, KOH, CaOH dan ZnO. Kultur bakteri S. thypimurium dan E. coli ayam diperoleh dari Laboratorium Bakteriologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Media yang digunakan pada penelitian tahap ini meliputi Muller Hinton agar (Difco), Nutrient broth (Oxoid) dan Nutrient agar. Sedangkan alat yang digunakan adalah silo untuk membuat silase, mesin cuci untuk menyaring cairan silase, sentrifuse, oven, mortar grinder, spektrofotometer (Campspec seri 2000) laminar flow, pH meter dan peralatan analisis mikrobiologi. Pengujian in vitro Metode pengujian yang digunakan adalah metode difusi sumur (CINTAS et al., 1995) yang telah dimodifikasi. Pengujian in vitro dilakukan dengan menggunakan kultur S. typhimurium dan E. coli ayam sebesar 106 cfu/ml. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan faktorial dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah garam asam organik dari silase ransum komplit yang terdiri dari 12 jenis (Tabel 2) dan faktor kedua merupakan dosis garam yaitu 12,5, 25 dan 50%. Analisis ragam menggunakan program SAS versi 9.1, bila berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Duncan.
Tabel 2. Jenis-jenis garam asam organik dari silase ransum komplit
Basa
Jenis garam asam organik dari cairan silase ransum komplit Basis jagung Basis sawit Basis ubi kayu
NaOH
Na-J
Na-S
Na-U
KOH
K-J
K-S
K-U
CaOH
Ca-J
Ca-S
Ca-U
ZnO
Zn-J
Zn-S
Zn-U
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji zona hambat garam asam organik menggunakan metode agar sumur difusi menunjukkan bahwa garam asam organik Ca-J, Zn-J, Zn-S dan Zn-U dapat menghambat pertumbuhan S. typhimurium, sedangkan garam yang dapat menghambat E. coli ayam adalah Na-J, Ca-J, Zn-J, Na-S, Zn-S dan Zn-U (P < 0,05). Hal ini sesuai dengan pernyataan RICKE et al. (2005) bahwa asam organik merupakan bahan antimikroba yang dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Pada penelitian ini rataan zona hambat dari bakteri uji dipengaruhi oleh jenis dan dosis garam asam organik. Berdasarkan hasil uji lanjut (Tabel 3) dapat diketahui bahwa garam Zn-J yang berasal dari silase ransum komplit
643
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
jagung (SRKJ) memiliki daya hambat terbaik terhadap S. typhimurium dan E. coli ayam (0,34 dan 0,33 cm) dibandingkan dengan garam lainnya pada dosis minimal 12,5%. Selain itu hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dosis garam berpengaruh nyata terhadap daya hambat garam terhadap bakteri uji. Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa garam asam organik yang berasal dari SRKJ memiliki nilai rataan zona hambat tertinggi terhadap bakteri uji pada setiap dosis dibandingkan garam asam organik dari SRKS dan SRKU. Hal ini disebabkan oleh perbedaan kandungan asam organik dari masing-masing silase.
Kandungan asam organik yang dominan dari ketiga silase ransum komplit adalah asam laktat (Tabel 4). Sehingga kemungkinan jenis garam yang mendominasi pada penelitian ini adalah garam asam laktat. Silase ransum komplit jagung memiliki kandungan asam laktat paling tinggi dibandingkan dengan SRKS dan SRKU. Hal ini diduga mengakibatkan daya hambat dari garam asam organik SRKJ lebih tinggi dibandingkan dengan SRKS dan SRKU. Asam asetat dapat menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella dan Campylobacter.
Tabel 3. Rataan zona hambat dari masing-masing garam asam organik penelitian terhadap Salmonella typhimurium dan Escherichia coli ayam Rataan zona hambat (cm) Garam
----------------- Dosis (%) ----------------12,5
25
50
Na-J K-J Ca-J Zn-J Na-S K-S Ca-S Zn-S Na-U K-U Ca-U Zn-U
0,34f ± 0,09 -
Salmonella typhimurium 1,16b ± 0,14 0,42e ± 0,01 0,68c ± 0,05
c 0,65 ± 0,05 1,30a ± 0,11 0,51d ± 0,03 0,71c ± 0,02
Na-J K-J Ca-J Zn-J Na-S K-S Ca-S Zn-S Na-U K-U Ca-U Zn-U
0,33de ± 0,03 0,33de ± 0,12 0,01g ± 0,00 0,29e ± 0,04
Escherichia coli ayam 0,43c ± 0,11 0,37cd ± 0,04 0,30de ± 0,03 0,18f ± 0,04 0,31de ± 0,09
0,62a ± 0,03 de 0,30 ± 0,07 0,52b ± 0,03 0,51b ± 0,01 0,18f ± 0,04 0,32de ± 0,10
Superskrip yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P < 0,05)
644
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
Pada penelitian ini dosis garam asam organik yang digunakan sangatlah tinggi. Hasil percobaan pendahuluan menunjukkan penggunaan dosis garam asam organik di bawah 12,5% belum dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji. Oleh karena itu, dosis minimal yang digunakan pada penelitian ini 12,5%. Hal ini disebabkan rendahnya konsentrasi asam organik yang dikandungnya. Rendahnya konsentrasi asam organik ini terlihat pula dari persentasi jenis garam asam organik yang dapat menghambat S. typhimurium dan E. coli ayam. Menurut STRAUSS dan HAYLER (2001) dalam MROZ (2005) dan ENTANI et al. (1998), konsentrasi minimal dari asam laktat dan asam asetat agar dapat menghambat S. typhimurium adalah 0,3 dan 0,1%. Sedangkan menurut perhitungan, konsentrasi asam laktat dan asam asetat tertinggi yang terkandung di garam asam organik pada dosis 50% hanya sebesar 0,09% dan 0,02% dengan asumsi semua asam organik terikat dalam bentuk garam (Tabel 4). Hasil yang diperoleh juga menunjukkan bahwa S. typhimurium lebih tahan terhadap perlakuan garam asam organik dari silase ransum komplit dibandingkan Escherichia coli. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Musgrove et al. (2006) menggunakan isolat bakteri Salmonella dan E. coli dari telur ayam. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa
bakteri Salmonella relatif lebih resisten terhadap bahan antimikroba dibandingkan bakteri E. coli. Penelitian mengenai resistensi Salmonella terhadap bahan antimikroba dilakukan juga oleh ESAKI et al. (2004). Hasilnya menunjukkan selain resisten terhadap beberapa antibiotik bakteri Salmonella juga memiliki resistensi terhadap asam nalidixic dan oxolonic. Efektifitas dari garam asam organik dalam menghambat bakteri uji dipengaruhi oleh kandungan, jenis, dan bentuk asam organiknya. Aktivitas antibakteri asam organik akan tinggi apabila berada dalam bentuk tak terdisosiasi. Asam organik yang tak terdisosiasi akan berdifusi masuk kedalam membran sel bakteri patogen dan menghancurkan sitoplasmanya atau menghambat pertumbuhan (inaktivasi enzim dekarboksilase dan katalase bakteri) (MROZ, 2005; INDRESH, 2007). Kombinasi asam organik dapat membantu efektifitas dari garam asam organik pada penelitian ini dalam menghambat pertumbuhan S. typhimurium dan E. coli ayam. CHAVEERACH et al. (2002) dan JARQUIN et al. (2007) melaporkan hal yang sama dimana aktivitas bakterisidal dari kombinasi asam organik lebih baik dibandingkan dengan asam organik tunggal dalam menghambat bakteri Campylobacter dan S. enteritidis.
Tabel 4. Konsentrasi maksimum asam organik parsial yang terkandung di dalam garam asam organik penelitian Silase
konsentrasi asam organik (x10-3%) tartat
Malat
askorbat
benzoat
laktat
asetat
sitrat
Suksinat
fumarat
2,30 2,03 2,04
3,00 1,18 0,89
4,31 2,50 6,38
SRKU SRKS SRKJ
1,23 1,53 0
5,29 4,78 6,18
1,96 0 0
3,26 2,54 3,11
dosis 12,5% 11,80 3,80 18,50 0 21,50 0
SRKU SRKS SRKJ
2,45 3,05 0
10,60 9,55 12,40
3,93 0 0
6,52 5,09 6,22
dosis 25% 23,70 7,60 37,00 0 43,10 0
4,60 4,06 4,08
6,01 2,35 1,78
8,61 4,99 12,80
13,00 10,20 12,40
dosis 50% 47,30 15,20 74,00 0 86,10 0
9,20 8,13 8,15
12,00 4,70 3,55
17,20 9,98 25,50
SRKU SRKS SRKJ
4,90 6,10 0
21,20 19,10 24,70
7,85 0 0
Hasil perhitungan berdasarkan kandungan asam organik dari masing-masing silase ransum komplit (SRKU= silase ransum komplit ubi kayu; SRKS= silase ransum komplit sawit; SRKJ= silase ransum komplit jagung)
645
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar garam asam organik yang dapat menghambat S. typhimurium dan E. coli ayam merupakan garam Zn. Garam asam organik Zn akan terdisosiasi menjadi ion asam organik dan ion Zn. Ada kemungkinan daya hambat pada penelitian ini dipengaruhi pula adanya ion Zn. Menurut CHOUDHURY dan SRIVASTAVA (2001), Zn merupakan mineral mikro yang esensial dan dibutuhkan dalam jumlah sedikit untuk pertumbuhan bakteri, akan tetapi dapat bersifat toksik pada konsentrasi yang tinggi. Hasil penelitian BABICH dan STOTZKY (1978) menunjukkan konsentrasi 10 mM Zn2+ dalam bentuk ZnSO4.7H2O dapat menghambat pertumbuhan E. coli. Zn2+ pada konsentrasi yang tinggi dapat juga bersifat toksik bagi bakteri gram positif seperti bakteri asam laktat. Oleh karena itu, tingginya penggunaan dosis garam Zn mengakibatkan terakumulasinya ion Zn yang kemungkinan dapat bersifat toksik bagi S. typhimurium dan E. coli ayam. Sebaliknya pada penelitian ini terlihat bahwa mineral Na, K dan Ca kurang mempengaruhi daya hambat dari garam asam organik terhadap S. typhimurium dan E. coli ayam dibandingkan Zn. Menurut Barabesi et al. (2007) Bacillus subtilis dapat mengikat ion Ca dan berperan dalam biomineralisasi kalsium dalam bentuk kalsium karbonat. Lebih lanjut menurut BARABESI et al. (2007), secara umum kemampuan bakteri dalam mengendapkan kalsium berhubungan dengan sistem metabolisme bakteri yang memungkinkan terjadinya peningkatan pH di dalam sel menjadi basa. Selain itu pada keadaan pH netral, bakteri dapat mengikat ion kalsium pada permukaan selnya. Menurut NORRIS et al. (1996), bakteri E. coli dapat mempertahankan kadar Ca di dalam sel lebih rendah 1 000 kali dibandingkan kadar Ca di luar sel. Hal ini disebabkan oleh rendahnya permeabilitas dari membran sel, kemampuan buffering capacity dan sistem ekskresi seluler yang efektif (NORRIS et al. 1996). Beberapa hasil penelitian menunjukkan kemampuan dari bakteri untuk bertahan pada lingkungan dengan konsentrasi natrium yang tinggi. Bakteri dapat mempertahankan perbandingan konsentrasi ion Na+ dan K+ antara di dalam sitoplasma dengan lingkungan luar (DIMROTH, 1987). Konsentrasi ion K+ di
646
dalam sitoplasma lebih tinggi dibandingkan di luar sel, sebaliknya konsentrasi ion Na+ di dalam sitoplasma lebih rendah dibandingkan konsentrasi di luar sel. Menurut GOLDMAN et al. (1962), pada suhu yang optimum untuk pertumbuhannya (30oC) bakteri asam laktat dapat tahan terhadap konsentrasi NaCl yang tinggi. Menurut CALDWELL dan HUDSON (1973), natrium merupakan nutrien yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri rumen. Lebih lanjut menurut CALDWELL dan HUDSON (1973), bakteri rumen dapat tahan terhadap 15mM ion Na+. KESIMPULAN Garam asam organik Zn-J yang berasal dari silase ransum komplit jagung dan basa ZnO memiliki daya hambat terbaik terhadap S. typhimurium dan E. coli ayam secara in vitro dibandingkan garam asam organik Na-J, K-J, Ca-J, Na-S, K-S, Ca-S, Zn-S, Na-U, K-U, CaU dan Zn-U. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mendapatkan metode yang lebih baik untuk memproduksi garam asam organik, sehingga dapat meningkatkan kandungan asam organik di dalam garam. UCAPAN TERIMAKASIH Hibah kompetisi dengan judul “Desain Model Pabrikasi Silase Terpadu Serta Evaluasi Terhadap Kualitas Produknya” Dikti 2008. DAFTAR PUSTAKA APAJALAHTI, J. 2005. Comparative gut microflora, metabolic challenges, and potential opportunities. J. Appl. Poult. Res. 14: 444 – 453. BABICH, H. and G. STOTZKY. 1978. Toxicity of zinc to fungi, bacteria, and coliphages: influence of chloride ions. J. Appl. Enviromental Microbiol. 36(6): 906 – 914. BARABESI, C., A. GALIZZI, G. MASTROMEI, M. ROSSI, E. TAMBURINI and B. PERITO. 2007. Bacillus subtilis gene cluster involved in calcium carbonate biomineralization. J. Bacteriol. 189(1): 228 – 235.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
CALDWELL, R.D. and R.F. HUDSON. 1974. Sodium, an obligate growth requirement for predominant rumen bacteria. Applied Microbiology 27(3): 549 – 552. CHAVEERACH, P., D.A. KEUZENKAMP, H.A.P. URLINGSP, L.J.A. LIPMAN and F. VAN KNAPEN. 2002. In vitro study on the effect of organic acids on Campylobacter jejuni/coli populations in mixtures of water and feed. J. Poult. Sci. 81: 621 – 628. CHOUDHURY, R. and S. SRIVASTAVA. 2001. Zinc resistance mechanisms in bacteria. Current Science 81(7). DENLI, M., F. OKAN and K. ÇELIK. 2003. Effect of dietary probiotic, organic acid and antibiotic supplementation to diets on broiler performance and carcass yield. Pakistan J. Nutrition 2(2): 89 – 91. DIMROTH, P. 1987. Sodium ion transport decarboxylases and other aspects of sodium ion cycling in bacteria. Microbiological Reviews 51(3): 320 – 340. ENTANI, E., M. ASAI, S. TSUJIHATA, Y. TSUKAMOTO and M. OHTA. 1998. Antibacterial action of vinegar against food-borne pathogenic bacteria including Escherichia coli O157 : H7. J. Food Protection 61(8): 953 – 959. ESAKI, H., A. MORIOKO, K. ISHIHARA, A. KOJIMA, S. SHIROKI, Y. TAMURA and T. TAKAHASHI. 2004. Antimicrobial susceptibility of Salmonella isolated from cattle, swine and poultry (2001 – 2002): report from the Japanese Veterinary Antimicrobial Resistance Monitoring Program. J. Antimicrobial Chemotherapy 53: 266 – 270. GOLDMAN, M., R.H. DEIBEL and C.F. NIVEN JR. 1962. Interrelationship betweeen teniperature and sodium chloride on growth of lactic acid bacteria isolated from meat-curing brines. http: www.jb.asm.org. (9 Februari 2009).
JARQUIN, R.L, G.M. NAVA, A.D. WOLFENDEN, A.M. DONOGHUE, I. HANNING, S.E. HIGGINS and B.M. HARGIS. 2007. The Evaluation of organic acids and probiotic cultures to reduce Salmonella enteriditis horizontal transmission and crop infection in broiler chickens. Int. J. Poult. Sci. 6 (3): 182 – 186. LEESON, S., H. NAMKUNG, M. ANTONGIOVANNI and E.H. LEE. 2005. Effect of butyric acid on the performance and carcass yield of broiler chickens. J. Poult. Sci. 84: 1418 – 1422. LENDRAWATI. 2008. Kualitas fermentasi dan nutrisi silase ransum komplit berbasis hasil samping jagung, sawit, dan ubi kayu. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. LÓPEZ, S., C. VALDÉS, C.J. NEWBOLD and R.J. WALLACE. 1995. Decreased methane production and altered fermentation in response to the addition of fumaric acid to the rumen stimulation technique (rusitec). Winter Meeting on the British Society of Animal Production Paper 109. LUANGTONGKUM, T., Y. TERESA. MORISHITA, A.J. ISON, S. HUANG, P.F. MCDERMOTT and Q. ZHANG. 2006. Effect of conventional and organic production practices on the prevalence and antimicrobial resistance of Campylobacter spp. in poultry. J. Appl. Environmental Microbiol. 72(5): 3600 – 3607. MACKENZIE, D. 2003. Antibiotic Ban Cuts Drug Resistant Bug. www. newscientist.com/news. ns. (16 Juni 2008). MCDONALD, P., A.R. HENDERSON and S.J.E. HERON. 1991. The Biochemistry of Silage Second Edition. Great Britain: Chalcombe Publications. MILES, R.D., D.M. JANKY and R.H. HARMS. 1984. Virginiamycin and broiler performance. J. Poult. Sci. 63: 1218 – 1221.
GRIGGS, J.P. and J.P. JACOB. 2005. Alternatives to antibiotics for organic poultry production. J. Appl. Poult. Res. 14: 750 – 756.
MROZ ZDZISLAW. 2005. Organic acids as potential alternatives to antibiotic growth promoters for pigs. Advances in Pork Production 16: 169 – 182.
GUNAL, M., G. YAYLI, O. KAYA, N. KARAHAN and O. SULAK. 2006. The effects of antibiotic growth promoter, probiotic or organic acid supplementation on performance, intestinal microflora and tissue of broilers. International J. Poult. Sci. 5(2): 149 – 155.
MUSGROVE M.T, D.R. JONES, J.K. NORTHCUTT, N.A. COX, M.A. HARRISON, P.J. FEDORKA-CRAY and S.R. LADELY. 2006. Antimicrobial resistance in Salmonella and Escherichia coli isolated from commercial shell eggs. J. Poult. Sci. 85: 1665 – 1669.
INDRESH, H.C. 2007. Organic acid, plant extract can be effective choice for antibiotic alternatives. Feed International 9: 10 – 12.
NORRIS, V., S. GRANT, P. FREESTONE, J. CANVIN, N. SHEIKH, I. TOTH, M. TRINEI, K. MODHA and R.I. NORMAN. 1996. Calcium signalling in bacteria. J. of Bacteriology. 178(13): 3677 – 3682.
647
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
PEDROSO, A.A, J.F.M. MENTEN and M.R. LAMBAIS. 2005. The structure of bacterial community in the intestines of newly hatched chicks. J. Appl. Poult. Res. 14: 232 – 237.
REVINGTON, B. 2002. Feeding poultry in the postantibiotic era. http://ag.ansc.purdue.edu/ poultry/multistate/Multi-state.pdf (23 Februari 2008).
PHILLIP, I., M. CASEWEL, T. COX, B. DE GROOT, C. FRIIS, R. JONES, C. NIGHTINGALE, R. PRESTON and J. WADELL. 2004. Does the use of antibiotics in food animals pose a risk to human health? A critical review of published data. J. of Antimicrobial Chemotherapy 53: 28 – 52.
RICKE, S.C. 2003. Perspectives on the use of organic acids and short chain fatty acids as antimicrobials. J. Poult. Sci. 82: 632 – 639.
RAY, K.A., L.D. WARNICK, R.M. MITCHELL, J.B. KANEENE, P.L. RUEGG, S.J. WELLS, C.P. FOSSLER, L.W. HALBERT and K. MAY. 2006. Antimicrobial susceptibility of Salmonella from organic and conventional dairy farms. J. Dairy Sci. 89: 2038 – 2050.
648
SANTOS JR, A.A. 2005. Poultry intestinal health through diet formulation and exogenous enzyme supplementation. Disertasi. North Carolina: Graduate Faculty of North Carolina State University. WALDROUP, P.W., G.K. SPENCER, P.E. WAIBEAL, C.L. QUARLES and R.J. GRANT. 1985. The use of bambermycins (flavomycin) and halofuginone (stenorol) in diets for growing turkey. J. Poult. Sci. 64: 1296 –1301.