1
UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK KASAR DAUN Acalypha indica Linn. TERHADAP BAKTERI Salmonella choleraesuis DAN Salmonella typhimurium
Naskah Publikasi
Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains
Oleh : Ika Pratiwi
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009
i
2
PENGESAHAN NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK KASAR DAUN Acalypha indica Linn. TERHADAP BAKTERI Salmonella choleraesuis DAN Salmonella typhimurium
Oleh : Ika Pratiwi NIM. M0404041
Telah dipertahankan di depan Tim Penguji pada tanggal 12 Januari 2009 dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Surakarta, Pembimbing I
Pembimbing II
Tjahjadi Purwoko, M.Si. NIP. 132 262 264
Dr. Sunarto, M.S. NIP. 131 947 766
Mengetahui Ketua Jurusan Biologi
Dra. Endang Anggarwulan, M.Si. NIP. 130 676 864
ii
2009
13
UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK KASAR DAUN Acalypha indica Linn. TERHADAP BAKTERI Salmonella choleraesuis DAN Salmonella typhimurium
Ika Pratiwi Jurusan Biologi, Fakultas matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Penyakit infeksi merupakan penyakit yang banyak menyerang masyarakat di negara berkembang. Salmonella merupakan salah satu genus bakteri yang patogen terhadap manusia. Spesies yang sering menginfeksi adalah S. thypimurium dan S. choleraesuis. Tanaman anting-anting (Acalypha indica Linn.) adalah salah satu tanaman obat yang berpotensi sebagai antibakteri karena mengandung senyawa kimia seperti saponin, tanin, flavonoid, acalyphin dan minyak atsiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi penghambatan bakteri ekstrak kasar daun A. indica dan menetapkan kosentrasi ekstrak untuk menghambat bakteri S. choleraesius dan S. typhimurium. Ekstrak diencerkan dengan aquades steril sehingga didapatkan konsentrasi 6,25mg/L, 12,5mg/L, 18,75mg/L, 25mg/L, 31,25mg/L dan 0mg/L (kontrol). Kemudian pertumbuhan koloni diukur dengan metode gravimetri. Hasil penelitian menunjukkan adanya penghambatan pertumbuhan bakteri S. thypimurium dan S. choleraesuis pada konsentrasi uji ekstrak daun A. indica. Penghambatan pertumbuhan koloni bakteri terbesar pada konsentrasi 25mg/L dan 31,2mg/L.
Kata Kunci : Antibakteri, Salmonella thypimurium, Salmonella choleraesuis, Acalypha indica,
2
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit infeksi merupakan penyakit yang banyak menginfeksi penduduk di negara berkembang. Kemiskinan dan kesadaran akan kebersihan lingkungan yang sangat rendah merupakan penyebab timbulnya penyakit infeksi. Kemiskinan membuat masyarakat tidak mampu berobat sehingga berujung pada kematian. Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang banyak terdapat kasus infeksi (Anggraini, 2006). Salmonella adalah salah satu bakteri Enterobacteriaceae yang bersifat patogen terhadap manusia dan hewan. Infeksi Salmonella dapat menyebabkan tiga sindrom klinis yaitu gastroenteritris, demam enterik, dan bakterimia. Salmonella choleraesuis dan Salmonella typhimurium merupakan Salmonella non-typhoid dan bersifat patogen dan secara ekstrim menginvasi manusia. Salmonella choleraesuis menyebabkan septikemia dan infeksi fokal sedangkan
S.
typhimurium menyebabkan gastroenteritris pada manusia. Kebanyakan dari penduduk Indonesia khususnya masyarakat tradisional masih mengandalkan pengobatan alami dari tanaman yang berkhasiat obat, warisan dari nenek moyang. Sebagian dari mereka beranggapan bahwa tanaman obat lebih berkhasiat dan lebih murah daripada obat kimia yang berasal dari dokter (Akinyemi et al., 2006). Salah satu tanaman obat yang bersifat antibakteri adalah Acalypha indica Linn. atau lebih dikenal dengan nama Anting-anting. Anting-anting merupakan gulma yang sangat umum ditemukan tumbuh liar di pinggir jalan, lapangan rumput, maupun di lereng gunung (Peni, 2003). Bagianbagian tanaman anting-anting digunakan untuk pengobatan tradisional, buahnya dapat digunakan untuk mengobati asma, batuk, bronchitis, dan sakit telinga. Seluruh bagian tanaman digunakan sebagai ekspektoran, laksatif, diuretik, pneumonia, dan rematik. Daunnya digunakan untuk mengobati penyakit kulit. Tanaman ini mengandung sejumlah senyawa aktif hasil dari metabolit sekunder seperti tanin, saponin, dan flavonoid. Selain itu ekstrak air dari anting-anting mempunyai aktivitas antibakteri (Das et al., 2005).
3
Manfaat tanaman ini sebagai obat tradisional merupakan nilai tambah untuk meningkatkan fungsi anting-anting agar tidak sekedar menjadi gulma atau tanaman hias. Belum banyak penelitian untuk mengetahui daya antibakteri antinganting terhadap jenis lain dari genus Salmonella, apakah tanaman ini mempunyai aktifitas menghambat atau mematikan bakteri penyebab penyakit. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian terhadap aktifitas antibakteri dari ekstrak metanol daun anting-anting dalam upaya pencarian bahan alternatif untuk pengendalian penyakit bakterial, terutama oleh bakteri S. choleraesuis dan S. typhimurium.
B. Perumusan Masalah 1.
Apakah ekstrak kasar daun A. indica Linn., mempunyai aktivitas penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri S. choleraesius dan S. typhimurium ?
2.
Bakteri manakah yang paling terhambat pertumbuhannya oleh ekstrak kasar daun A. indica Linn., S. choleraesius atau S. typhimurium ?
C. Tujuan Penelitian 1.
Membandingkan pengaruh aktivitas ekstrak kasar daun A. indica Linn. terhadap pertumbuhan bakteri S. choleraesius dan S. typhimurium.
2.
Mengetahui jenis Salmonella yang paling terhambat pertumbuhannya oleh ekstrak kasar daun A. indica Linn.
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat luas dan industri mengenai penggunaan ekstrak kasar daun A. indica Linn. sebagai alternatif tanaman obat yang mempunyai daya antibakteri, terutama untuk mengatasi penyakit yang disebabkan oleh bakteri S. choleraesius dan S. typhimurium. Selain itu dapat dijadikan referensi untuk penelitian lebih lanjut tentang daya antibakteri A. indica Linn. terhadap mikrobia lain.
4
BAHAN DAN METODE A. Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah blender elektrik, tabung reaksi, kertas saring steril, cawan petri, inkubator, gelas ukur, labu erlenmeyer, gelas beker, timbangan elektrik, hot plate, rotary evaporator autoclave, bor gabus (cork borer), bunsen, jarum ose, kain, alumunium foil, cawan porselin, mortar dan pipet, kamera. Bahan yang digunakan adalah serbuk daun Acalypha indica Linn., yang diperoleh dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO2T) Tawangmangu Karanganyar, Biakan murni bakteri Salmonella choleraesuis dan Salmonella typhimurium yang didapat dari Universitas Setia Budi serta PAU Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada, media NA, akuades steril, etanol 70% dan metanol 1%, dan metanol absolut.
B. Cara Kerja 1. Penyiapan Inokulum Bakteri Biakan murni Salmonella choleraesuis dan Salmonella typhimurium ditumbuhkan dalam media Nutrien Agar (NA). Agar pertumbuhan bakteri merata, sebelumnya media NA cair (suhu 50 0C) dan satu ose bakteri dicampur dalam tabung reaksi, kemudian divortex. Setelah itu dituang dalam cawan petri dan diinkubasi selama 24 jam dalam suhu 37 0C. Untuk uji antibakteri bakteri yang telah ditumbuhkan dicetak dengan bor gabus ukuran diameter 0,5 cm setebal 1-2 mm. 2. Pembuatan Serbuk Daun Acalypha indica Linn. Bagian tanaman yang digunakan untuk pembuatan ekstrak adalah daun. Masing-masing tanaman dipilih daun yang sehat dan segar pada urutan ketiga sampai dengan kelima dari ujung cabang dengan penampilan, umur dan ukuran yang relatif seragam, kemudian dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan debu dan kotoran lain. Setelah itu daun ditiriskan, lalu dikeringanginkan di bawah sinar matahari secara tidak langsung dengan ditutup kain berwarna hitam. Daun yang telah kering dibuat serbuk dengan blender elektrik, kemudian disimpan
5
dalam wadah tertutup. Serbuk daun kering akan digunakan untuk membuat ekstrak. 3. Pembuatan Ekstrak Daun Acalypha indica Linn. Serbuk simplisia daun A. indica Linn. sebanyak 500 g direndam dalam 1 L metanol, dishaker 24 jam dengan kecepatan 120 rpm. Setelah itu disaring dan diambil filtratnya. Selanjutnya dikeringkan dengan rotary evaporator pada suhu 40 0C hingga didapat ekstrak kental. Ekstrak kental kemudian dibuat konsentrasi dengan membagi ekstrak kental dalam 5 berat (1,25 mg, 2,50 mg, 3,75 mg, 5 mg, 6,25 mg) dan masing-masing ditambahkan aquades streril 200ml. Sehingga didapatkan konsentrasi ekstrak 6,25 mg/L, 12,50 mg/L, 18,75 mg/L, 25 mg/L, 31,25 mg/L dan 0 (kontrol) (Lestarini, 1999, Masduki, 1996, Ogbebor dan Adekunle, 2005). 4. Uji Antibakteri dengan Metode Cawan Petri Pertama kali dilakukan uji perbandingan kontrol aquades dan kontrol metanol untuk mengetahui apakah ada aktivitas penghambatan dari pelarut matanol dalam media Nutrien Agar (NA), kemudian inokulum bakteri S. choleraesuis dan S. typhimurium diinokulasikan pada masing-masing kontrol dan diinkubasi selama 2 x 24 jam. Hasil biakan bakteri difoto untuk dibandingkan dengan pertumbuhan bakteri yang diuji dengan ekstrak. Medium Nutrien Agar sebanyak 6 g ditambah agar 0,5 g dilarutkan dalam 300 ml aquades steril dan dididihkan dalam suhu 100 0C. Setelah mendidih media dibagi dalam tabung reaksi masing-masing 10 ml kemudian disterilkan dengan autoclave selama 15 menit pada suhu 121 0C. Selanjutnya media didinginkan sampai suhu 50 0C kemudian dicampur dengan ekstrak 10 ml untuk masing-masing konsentrasi dan dituang ke dalam cawan petri secara aseptik. Cetakan bakteri diinokulasikan tepat ditengah-tengah media uji secara aseptik. Setelah biakan bakteri berumur berkisar 2 hari diameter koloninya dihitung. Proses perhitungan diameter koloni untuk masing-masing konsentrasi dimulai setelah ada pertumbuhan bakteri kemudian dibandingkan dengan kontrol.
6
D. Teknik Pengumpulan Data Data hasil penelitian berupa data kuantitatif yang menunjukkan besarnya luas koloni bakteri (dinyatakan dalam mm2) pada masing-masing tingkatan konsentrasi ekstrak. Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial. Masing-masing kombinasi perlakuan dengan 3 ulangan dengan ketentuan sebagai berikut : B : 1. Bakteri S. choleraesuis 2. Bakteri S. typhimurium K : Konsentrasi ekstrak metanol daun A. indica Linn., dalam media uji ada 6 taraf, yaitu 1. 0 mg/ml (kontrol) 2. 6,25 mg/L 3. 12,50 mg/L 4. 18,75 mg/L 5. 25 mg/L 6. 31,25 mg/L Kombinasi perlakuan adalah sebagai berikut : K0
K1
K2
K3
K4
K5
K6
B1
B1K0
B1K1
B1K2
B1K3
B1K4
B1K5
B1K6
B2
B2K0
B2K1
B2K2
B2K3
B2K4
B2K5
B2K6
D. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan General Linear Model (GLM)Univariat Analysis of Varian untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan pada tiaptiap perlakuan dan selanjutnya diuji dengan “Tamhene” taraf uji 5% untuk membandingkan hasil uji yang diperoleh.
7
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolat bakteri S. choleraesuis dan S. typhimurium. Isolat bakteri merupakan biakan murni suatu bakteri yang diisolasi dari suatu tempat atau bahan. Isolat bakteri dalam penelitian ini adalah S. choleraesuis dan S. typhimurium yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi USB dan PAU UGM Yogyakarta. Isolat bakteri yang diperoleh kemudian diremajakan masingmasing dalam 5 agar miring (NA). Pada awal kerja penelitian dilakukan uji perbandingan kontrol untuk mengetahui pengaruh pelarut metanol dalam uji antibakteri. Hasil uji perbandingan kontrol dapat diketahui bahwa baik kontrol metanol dengan kontrol aquades mempunyai luas koloni bakteri yang hampir sama (tidak bebeda nyata). 1. S. choleraesuis Salmonella choleraesuis merupakan salah satu spesies Salmonella yang bersifat patogen terhadap manusia. Serotipe ini menunjukkan lebih banyak menyebabkan bakterimia pada manusia yang secara luas menginvasi usus dan atau darah (Chiu et al., 2004). Morfologi secara umum berbentuk batang dengan flagella peritrik, tidak berspora, berukuran 1-3,5µm x 0,5-0,8 µm. Menyertai infeksi oral, ada invasi awal pada aliran darah (dengan luka fokal yang mungkin pada paru-paru, tulang, meninges, dan lainnya) (Brooks et al., 2005). 2. S. typhimurium Salmonella typhimurium berbentuk batang dengan flagella peritrik, tidak berspora. Menggunakan sitrat sebagai sumber karbon dan memfermentasikan laktosa dan sukrosa. Bakteri ini menyebabkan luka meradang pada usus besar dan kecil, merupakan bakteri yang paling banyak menginfeksi manusia. Salmonella typhimurium mempunyai kemampuan untuk melalui asetilasi antigen-O yang mengubah konformasi, dan membuat S. typhimurium sulit untuk dikenali antibodi.
8
B. Uji Antibakteri dari Ekstrak Kasar Daun A. indica Linn. Terhadap S. choleraesuis dan S. typhimurium. Uji antibakteri
dilakukan dengan metode cawan petri dimana metode ini
merupakan modifikasi dari metode difusi cair. Modifikasi metode ini terletak pada media uji yang langsung dicampurkan dengan ekstrak uji pada konsentrasi yang telah ditentukan dan menginokulasikan bakteri uji pada tengah-tengah media uji. Berbeda dengan metode difusi cair yang menggunakan media agar cair yang telah dicampur dengan agen antibakteri. Pertumbuhan bakteri ditentukan dari tingkat kekeruhan dengan penyinaran cahaya tampak pada panjang gelombang tertentu. Pada umumnya tingkat kesulitan dari kedua metode ini tidak jauh berbeda, tetapi metode cawan petri dinilai lebih baik karena dapat diketahui secara umum kemampuan agen antibakteri dalam menghambat pertumbuhan koloni bakteri berdasarkan konsentrasi yang ditetapkan. Metode serupa juga telah dilakukan oleh Kartika (2008) dengan menggunakan ekstrak daun A. indica Linn., yang diujikan pada Staphylococcus aureus dan Munir (2007) dengan ekstrak Ocimum sanctum yang diujikan pada jamur Corynespora cassicola. Kedua penelitian tersebut dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan penentuan metode uji antibakteri dalam penelitian ini. Hasil pengamatan setelah inkubasi dua hari didapatkan rata-rata pertumbuhan koloni S. choleraesuis dan S. typhimurium mengalami penghambatan yang ditunjukan pada semua konsentrasi. Luas pertumbuhan koloni dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Luas (mm2) pertumbuhan koloni bakteri S. choleraesuis dan S. typhimurium dengan pemberian ekstrak kasar daun A. indica Linn. pada kelima kosentrasi (mg/L) dibandingkan dengan kontrol. Kosentrasi A.indica mg/L
S. choleraesuis
S. typhimurium
0 (Kontrol) 20300a 5050a b 6,25 1950 1330b bc 12,50 950 333bc 18,75 383c 283c d 25,00 20 50d d 31,25 20 50d Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama dan pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Tamhane taraf 5%.
9
Pada Tabel 1 terlihat adanya aktivitas penghambatan pertumbuhan koloni bakteri bila dibandingkan dengan kontrol. Konsentrasi ekstrak 25mg/L dan 31,25mg/L menunjukkan aktivitas penghambatan pertumbuhan bakteri terbesar baik pada S. choleraesuis dan S. typhimurium. Pada dasarnya semua konsentrasi uji
ekstrak kasar daun A. indica Linn. menunjukkan potensi penghambatan.
Semakin tinggi konsentrasi ekstrak maka aktivitas penghambatan pertumbuhan koloni bakteri semakin besar. Pada konsentrasi terendah (6,25mg/L) aktivitas penghambatan A. indica Linn., cukup tinggi, hal ini dibuktikan dengan luas koloni yang kecil di kedua bakteri (berbeda nyata dengan kontrol), sehingga pada konsentrasi terbesar mulai dari 25mg/L pertumbuhan bakteri sangat kecil. Pada konsentrasi terendah luas koloni dari kedua bakteri perbedaannya tidak terlalu signifikan, diduga karena kedua bakteri ini mempunyai metabolisme yang hampir sama dalam melawan zat antibakteri, sehingga mulai pada konsentrasi 25mg/L tidak ada pertumbuhan koloni di kedua bakteri ini. Hal ini kemungkinan juga disebabkan range konsentrasi yang tidak terlalu jauh. Rata-rata luas pertumbuhan koloni S. choleraesuis dan S. typhimurium
setelah pemberian ekstrak A. indica dapat
disajikan dalam grafik di bawah ini.
Luas pertumbuhan koloni bakteri (mm2)
25000
20000
15000
10000
5000
0 0
6.25
12.5
18.75
25
31.25
Konsentrasi ekstrak kasar daun A. indica (mg/L) S. choleraesuis
S. typhimurium
Gambar 1. Grafik rata-rata pertumbuhan koloni S. choleraesuis dan S .typhimurium setelah pemberian ekstrak kasar daun A. indica Linn.
10
Persentase penghambatan bakteri dari ekstrak kasar daun A. indica setelah dihitung dengan rumus dan didapatkan hasil seperti pada Tabel 2 dibawah ini. Tabel 2. Persentase penghambatan pertumbuhan koloni S. choleraesuis dan S. typhimurium oleh ekstrak kasar daun A. indica Linn. Kosentrasi (mg/L)
S. choleraesuis
0 (Kontrol) 6,25 12,50 18,75 25,00 31,25
S .typhimurium
0,000 90,394 95,320 98,113 99,901 99,901
0,000 73,663 93,405 94,396 99,009 99,009
Persentase penghambatan koloni bakteri dapat menggambarkan secara umum kemampuan dari ekstrak kasar daun A. indica Linn. Besarnya persentase penghambatan pertumbuhan bakteri S. choleraesuis dan S. typhimurium disajikan pada Gambar 2.
100 80 60
(%)
Persentase penghambatan luas koloni bakteri
120
40 20 0 6.25
12.5
18.75
25
31.25
Konsentrasi ekstrak kasar daun A. indica (mg/L)
Gambar 2. Grafik prosentase penghambatan pertumbuhan koloni S. choleraesuis dan S .typhimurium setelah pemberian ekstrak kasar daun A. indica Linn.
Berdasarkan Tabel 2, dapat diketahui bahwa ekstrak kasar daun A. indica Linn. efektif dalam menghambat pertumbuhan S. choleraesuis dan S. typhimurium. Berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwa pengaruh ekstrak kasar daun A. indica Linn., tidak berbeda nyata antar jenis bakteri, namun demikian pada ekstrak kasar daun A. indica Linn., mempunyai pengaruh pada masing-masing bakteri. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya perbedaan nyata perlakuan konsentrasi ekstrak kasar daun A. indica dengan kontrol. Penelitian uji antibakteri ekstrak A. indica Linn., telah dilakukan oleh Kartika (2008) pada
11
Staphylococcus aureus. Hasil penelitian menunjukkan aktivitas penghambatan luas koloni yang cukup besar ( 93%) bila dibandingkan dengan penghambatan pada S. choleraesuis dan S. typhimurium dengan konsentrasi yang lebih besar. Hal ini diduga dipengaruhi oleh kandungan senyawa metabolit sekunder pada ekstrak kasar daun A. indica Linn. Persentase kandungan senyawa metabolit sekunder dapat berbeda untuk tiap tanaman meskipun dalam satu spesies. Hal ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti perbedaan tempat tumbuh, kandungan hara dalam tanah, kandungan air, pH, suhu dan musim.
C. Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Ekstrak Kasar Daun A. indica pada Pertumbuhan S. choleraesuis dan S. Typhimurium Pada hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat aktivitas penghambatan pertumbuhan koloni S. choleraesuis dan S. typhimurium pada variasi konsentrasi ekstrak kasar daun A. indica Linn. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak maka daya penghambatan bakteri juga semakin besar. Hal ini disebabkan karena konsentrasi senyawa kimia yang terkandung di dalamnya juga semakin besar (Tabel 1). Secara umum peningkatan kosentrasi ekstrak akan meningkatkan persentase penghambatan pertumbuhan, meskipun responnya tidak selalu linier (Sunarto et al., 1999). Penghambatan pertumbuhan bakteri S. choleraesuis dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4.
A B Gambar 3. Penghambatan pertumbuhan bakteri S. choleraesuis pada konsentrasi ekstrak 18,75 mg/L bila dibandingkan dengan kontrol. Keterangan : A. Kontrol, B. Media uji konsentrasi 18,7 mg/L
12
Penghambatan pertumbuhan bakteri S. typhimurium dapat dilihat pada Gambar 4.
A B Gambar 4. Penghambatan pertumbuhan bakteri S. typhimurium pada konsentrasi ekstrak 18,7 mg/L bila dibandingkan dengan kontrol. Keterangan : A. Kontrol, B. Media uji konsentrasi 18,7 mg/L
Senyawa kimia yang terkandung dalam A. indica Linn., seperti tanin, saponin, flavonoid, aclyphin dan minyak atsiri diduga sebagai agen antibakteri meskipun tingkat efektifitas dalam menghambat bakteri berbeda tergantung dari spesies bakteri, karena masing-masing spesies bakteri mempunyai mekanisme tersendiri dalam melawan agen antibakteri. Selain itu kandungan senyawa kimia dari individu tanaman A. indica Linn., bisa juga bervariasi banyaknya. Hal ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu, ketinggian tempat tumbuh, kelembapan udara dan tanah, intensitas cahaya dan ketersediaan air. Tidak konsistennya pengaruh yang ditimbulkan oleh ekstrak alami bahan antibakteri tergantung dari cara ekstraksi, umur, bagian organ tanaman yang diekstrak serta lingkungan tempat tumbuh tanaman dan suhu. Selain itu penghambatan pertumbuhan bakteri bisa dilakukan semua jenis bahan aktif dalam ekstrak (Sunarto et al.,1999).
D. Penghambatan pertumbuhan bakteri S. choleraesuis dan S. typhimurium Adanya aktivitas antibakteri ini diduga dari aktivitas senyawa kimia seperti saponin, tanin, flavonoid, acalyphin, dan minyak atsiri. Senyawa yang diduga teraktif dari A. indica Linn., adalah acalyphin dengan kandungan 0,03% (Healthcare, 2007, Lenny, 2006). Senyawa ini diduga sebagai senyawa teraktif dari A. indica Linn., meskipun mekanisme penghambatan bakteri belum jelas. Acalyphin mempunyai rantai sianida (HCN) yang bersifat racun sehingga diduga
13
sianida masuk dalam struktur sel
S. choleraesuis dan S. typhimurium dan
meracuninya sehingga mengganggu proses metabolisme dalam sel bahkan mematikan sel. Selain itu rantai alkohol dalam acalyphin diduga melisiskan lapisan lipid dalam dinding sel bakteri S. choleraesuis dan S. typhimurium sehingga memudahkan senyawa antibakteri untuk masuk dan merusak dinding sel. Selain itu adanya senyawa kimia dalam ekstrak A. indica Linn., yaitu tanin, saponin, minyak atsiri dan flavonoid juga mempunyai aktifitas antibakteri. Tanin mempunyai aktivitas antibakteri dengan cara mempresipitasikan protein, menginaktifkan enzim dan destruksi fungsi materi genetik (Masduki, 1996). Permeabilitas sel yang terganggu menyebabkan sel tidak dapat melakukan aktivitas sehingga pertumbuhannya terhambat atau bahkan mati (Harborne, 1996). Flavonoid
mempunyai
aktifitas
antibakteri
dengan
mengganggu
fungsi
metabolisme mikroorganisme dengan merusak dinding sel dan mendenaturasi protease sel mikroorganisme (Pelczar et al., 1988). Saponin mempunyai aktivitas antibakteri yaitu dengan merusak membran sitoplasma dan membunuh sel (Assani, 1994). Minyak atsiri dapat menghambat pertumbuhan atau mematikan bakteri dengan menghambat ataupun mengganggu proses pembentukan membran dan dinding sel, sehingga membran atau dinding sel tidak terbentuk atau terbentuk tidak sempurna (Depkes, 1985). Senyawa – senyawa antimikroba menurut Pelczar dan Chan (1988) akan bekerja mempengaruhi permeabilitas membran sitoplasma sel, dimana sitoplasma berfungsi mengatur keluar masuknya zat antara sel dan lingkungan luar. Membran sel bakteri gram negatif tersusun atas lapisan peptidoglikan yang tipis dan lapisan fosfolipid. Membran sel merupakan protein yang tertanam dan menyatu dengan lapisan rangkap molekul-molekul fosfogliserida dengan ujung hidrofobiknya yang menghadap ke dalam dan ujung hidrofiliknya yang menghadap keluar. Adanya protein tersebut akan memungkinkan molekul, air, dan ion-ion dapat masuk ke dalam sel. Senyawa-senyawa berkonsentrasi tinggi akan berdifusi dan ditangkap oleh sensor hidrofilik. Komponen hidrofilik akan mengikat molekul-molekul senyawa yang akhirnya menyebabkan lisisnya seluruh membran lipoprotein. Senyawa antibakteri dapat melisisiskan membran sel dengan melarutkan lapisan
14
fosfolipid dari membran sel bakteri sehingga akan menghambat pertumbuhan dinding sel (Fessenden dan Fessenden,1999). Pada lingkungan dengan tekanan osmotik yang tinggi dapat menyebabkan pecahnya sel apabila tidak ada dinding sel yang memiliki kekuatan untuk menahan tekanan tinggi. Bakteri gram-negatif hanya mempunyai satu lapisan yang merupakan 5-20% dari bahan dinding sel. Permeabilitas yang tinggi akan mudah ditembus agen antibakteri. Penghambatan juga dapat terjadi terhadap enzim yang bekerja dalam sel. Membran sitoplasma merupakan tempat terjadinya reaksi enzim, sehingga jika reaksi enzim tidak dapat berjalan normal maka hal tersebut akan berpengaruh pada pembentukan sejumlah senyawa toksin penyebab penyakit (endotoksin dan eksotoksin). Pada Salmonella endotoksin dan eksotosin sangat berperan dalam menyebabkan penyakit pada inang. Sehingga aktivitas senyawa kimia melalui penghambatan pembentukan enzim dapat mengurangi bahkan menghilangkan kemampuan Salmonella dalam menyebabkan penyakit. Menurut Pelczar dan Chan (1988) enzim merupakan sasaran potensial senyawa antibakteri. Penghambatan ini umumnya bersifat irreversible yaitu terjadi perubahan, sehingga enzim menjadi tidak aktif. Aktivitas enzim yang terhenti atau mekanisme kerja enzim yang terganggu mempengaruhi pembentukan sel bakteri. Menurut Jawetz et al., (2001), aktivitas kerja gabungan dari beberapa senyawa antibakteri dapat lebih efektif dibandingkan dengan daya kerja masingmasing senyawa. Namun dimungkinkan juga, senyawa-senyawa antibakteri yang memiliki persentase terbesar dapat mempengaruhi keefektifan daya kerjanya. Disisi lain aktivitas kerja gabungan dari beberapa senyawa antibakteri dapat juga kurang efektif dibandingkan dengan daya kerja masing-masing senyawa (Rusdi, 1990). Dilihat dari masing-masing aktivitas antibakteri senyawa kimia dalam A. indica maka penghambatan pertumbuhan bakteri S. choleraesuis dan S. typhimurium kemungkinan dapat dilakukan oleh semua senyawa kimia atau hanya salah satu senyawa kimia. Hal tersebut belum bisa dipastikan dan perlu adanya penelitian lebih lanjut.
15
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Ekstrak kasar daun Anting – anting ( A.. indica Linn.) pada kosentrasi 25 mg/mL,
31,2
mg/mL
mampu
menghambat
pertumbuhan
bakteri
S.choleraesuis dan S. typhimurium dengan persentase penghambatan 99,901% dan 99,009%. 2. Kemampuan ekstrak A. indica Linn., tidak berbeda nyata dalam menghambat pertumbuhan bakteri S. choleraesuis dan S. typhimurium, diduga karena ke dua bakteri mempunyai metabolisme yang sama dalam melawan agen antibakteri. B. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian pengaruh ekstrak daun Anting – anting ( A. indica Linn.) terhadap bakteri lain dan pada hewan uji (in vivo) untuk mengetahui tingkat toksisitasnya. 2. Perlu adanya penelitian untuk mengetahui jumlah kadar kandungan senyawa kimia ekstrak daun Anting – anting ( A. indica Linn.). 3. Perlu adanya analisis aktivitas masing-masing senyawa kimia antibakteri teraktif pada Anting-anting (A. indica Linn.) yang bersifat antimikroba.
DAFTAR PUSTAKA
Akinyemi, K.O., K.O. Oluwa, E.O. Omomigbehin. 2006. Antimicrobial Activity of Crude Extract of Three Medical Plants Used in Shouth-West Nigerian Flok Medicine on Some Foodborne Bacterial Pathogens. African Journal of Traditional, Complementary and Alternative Medicines. 3 (4): 13-22. Anggraini, A. 2006. Kajian Aktifitas Antimikroba Bakteri Asam Laktat Hasil Isolasi dari Dadih Terhadap Pertumbuhan Bakteri Salmonella thypi. http:// digilib.ib.itb.ac.id. [27 Maret 2008]. Assani, S. 1994. Ultra struktur, Morfologi dan Pewarnaan Kuman, dalam buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran, 10-17. Binarupa Aksara, Jakarta. Brooks, G.F., J.S. Butel dan S.A Morse. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Penerbit Salemba, Jakarta.
16
Chiu, S., Chiu C.H., Lin T.Y. 2004. Salmonella enterica serotype choleraesuis Infection in a Medical Center in Norther Taiwan. J. Microbiol Immunol Infect. 37 : 99-102. Chiu, C.H., Su L.H., Chu Chishih. 2004. Salmonella enterica serotype choleraesuis : Eidemiology, Pathogenesis, Clinical Disease, and Treatment. Clinical Microbiology Reviews. 17 (2) : 311-312. Das A.K., F. Ahmed, N.N. Biswas, S. Dev and M.M. Masud. 2005. Diuretic Activity of Acalypha indica. Pharmaceutical Sciences. 4 (1). Departemen Kesehatan. 1985. Tanaman Obat Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Duraipandiyan, V., M. Ayyanar, S. Ignacimuthu.2006. Antimicrobial Activity of Some Ethnomedicinal Plants Used by Paliyar Tribe from Tamil Nadu, India. BMC Complementary and Alternative Medicine. Fessenden, R. and J. S. Fessenden. 1999. Kimia Organik. Jilid II. Penerjemah: Pudjaatmaka, A. H. Penerbit Erlangga, Jakarta. Gopalakrishnan V, Rao K.N.V., Loganathan V., Shanmuganathan S., Bollu V.K., Sharma T.B. 2000. Antimicrobial activity of extracts of Acalypha indica Linn. Indian Journal of Pharmaceutical Sciences. 62(5): 347-50. Harborne, J. B. 1996. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Terbitan kedua. ITB, Bandung. Healthcare T. 2007. PDR for Herbal Medicines. www.naturalnews.com/np/N/Nettle-Leaf.html [8 November 2008]. Jawetz, E, Melnick, G. E dan Adelberg, C. A. 2001. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 1. Diterjemahkan oleh bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Salemba Medika, Surabaya. Jean, S. S., J. Y.Wang, P. R Hsueh. 2006. Bacterimia caused by Salmonella enterica serotype Choleraesuis in Taiwan. Journal of Microbiology, Immunology and Infection. 39: 358-365. Karsinah .1994. Bakteri Gram-Negative Bentuk Batang dalam Mikrobiologi Kedokteran. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Kartika, R. P. T. 2008. Perbandingan Pengaruh Ekstrak Kasar Daun Ekor Kucing (Acalypha Hispida Brum F.) dan Daun Anting - Anting (Acalypha Indica Linn.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus Aureus Secara In Vitro. Skripsi. Fakultas MIPA Sebelas Maret Surakarta, Surakarta.
17
Lenny, S. 2006. Senyawa Flavonoid, Fenilpropanoid dan Alkaloid. USU, Medan. Masduki, I. 1996. Efek Antibakteri Ekstrak Biji Pinang (Areca catechu) Terhadap S. aureus dan E. coli. Cermin Dunia Kedokteran. 109 : 21-24. Munir, M. 2007. Potensial Penghambatan Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum sactum) Terhadap Pertumbuhan Corynespora cassicola (Berk and Curt), Penyebab Gugur Daun pada Tanaman Karet (Havea brasiliensis Muel.Arg). Skripsi. Fakultas MIPA Sebelas Maret Surakarta, Surakarta. Ogbebor, N., A.T. Adekunle. 2005. Inhibition of Conidial Germination and Mycelial Growth of Corynespora cassicola (Berk and Curt) of Rubber (Havea brasiliensis Muel.Arg) Using Extracts of Swome Plants. African Journal of Biotechnology. 4 (9) : 996-1000. Pelczar, M. J. and E.C.S. Chan. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi II (diterjemahkan oleh R.S. Hadioetomo, Teja Imam, S.W.S Tjitrosomo dan Sri Lestari Angka). Universitas Indonesia Press, Jakarta. Peni, D.K. 2003. Pertumbuhan Kadar Saponin dan Aktivitas Nitrat Reduktase Anting-anting (A. indica L.) pada Konsentrasi Asam Giberelat yang Berbeda. Skripsi. Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta, Surakarta. Rusdi. 1990. Tetumbuhan Sebagai Sumber Bahan Obat. Pusat Penelitian Universitas Andalas, Padang. Sunarto, Solichatun, Lystyawati L., Etikawati, N., dan Susilowati A. 1999. Aktivitas Antifungal Ekstrak Kasar Daun dan Bunga Cengkeh (Syzigium aromaticum L.) Pada Pertumbuhan Cendawan Perusak kayu. Jurnal Penelitian BioSMART.(2). 20-27.