LAPORAN PENELITIAN LANJUT BIDANG ILMU
PEMBERIAN EKSTRAK DAUN MENGKUDU ANTI BAKTERI SALMONELLA TYPHIMURIUM TERHADAP PERFORMA PUYUH
Oleh: Ir. Tuty Maria Wardiny, MSi Ir. T. Eduard Azwar Sinar, MA
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS TERBUKA 2012
0
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN LANJUT BIDANG ILMU LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS TERBUKA 1. a. Judul Penelitian
: Pemberian Ekstrak Daun Mengkudu Anti Bakteri Salmonella typhimurium terhadap Performa Puyuh b. Bidang Penelitian : Keilmuan c. Klasifikasi Penelitian : Lanjut 2. Ketua Peneliti a. Nama Lengkap : Ir. Tuty Maria Wardiny, MSi b. NIP : 19640302 198910 2 001 c. Golongan/Pangkat : III/d / Penata Tk. I d. Jabatan Akademik : Lektor e. Fakultas/Unit Kerja : MIPA f. Program Studi : Agribisnis 3. Anggota Peneliti a. Jumlah Anggota : 1 orang b. Nama Anggota/Unit : Ir. T. Eduard Azwar Sinar, MA/Puskom c. Program Studi : Agribisnis 4. a. Periode Penelitian : April – November 2012 b. Lama Penelitian : 8 bulan 5. Biaya Penelitian : Rp 30.000.000,- (Tiga puluh juta rupiah) 6. Sumber Biaya : Universitas Terbuka 7. Pemanfaatan Hasil : Seminar nasional, Jurnal Nasional, Pengayaan Bahan Ajar
Jakarta, Desember 2012 Mengetahui: Dekan FMIPA-UT
Ketua Peneliti,
Dr. Nuraini Soleiman, M.Ed. NIP 19540730 198601 2 001
Ir. Tuty Maria W, M.Si NIP 19640302 198910 2 001
Mengetahui, Ketua LPPM
Menyetujui, Kepala Pusat Penelitian
Dra. Dewi A. Padmo, Ph.D NIP 19610724 198710 2 001
Dra.Endang Nugraheni, M.Ed,MSi. NIP 19570422 198605 2 001
i
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................... ABSTRAK ........................................................................................................
i ii iii
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................ Latar Belakang .................................................................................................. Perumusan Masalah .......................................................................................... Tujuan Penelitian .............................................................................................. Manfaat Penelitian .............................................................................................
1 1 3 3 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... Puyuh ................................................................................................................ Kebutuhan Nutrisi Puyuh ................................................................................. Mengkudu ......................................................................................................... Ekstraksi ...........................................................................................................
5 5 6 7 9
BAB III. METODOLOGI ................................................................................. Waktu dan Tempat ............................................................................................ Ternak ............................................................................................................... Kandang dan Peralatan ..................................................................................... Perlakuan ........................................................................................................... Rancangan Percobaan ........................................................................................ Prosedur Pelaksanaan ........................................................................................ Peubah yang Diukur ..........................................................................................
10 10 10 10 10 11 11 13
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... Senyawa Aktif dalam Ekstrak daun Mengkudu ............................................... Hasil uji Sumur ................................................................................................. Pengaruh ekstrak Daun Mengkudu terhadap Performa Puyuh ..........................
15 15 15
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN................................................................. Simpulan ............................................................................................................ Saran .................................................................................................................. DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... LAMPIRAN .....................................................................................................
23 23 23 24 27
17
ii
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun mengkudu sebagai antibakteri Salmonella thyphimurium terhadap penampilan puyuh starter. Rancangan Acak Lengkap (RAL) digunakan untuk menganalisa data yang diperoleh dari penelitian ini. Dua ratus empat puluh ekor puyuh umur sehari dibagi menjadi empat perlakuan dan tiga ulangan dan setiap ulangan terdiri dari dua puluh ekor puyuh umur sehari. Empat perlakuan air minum yang diberikan adalah: kontrol, air minum+ vita chicks (R0), air minum+ 5% ekstrak daun mengkudu (R1), air minum+ 10% ekstrak daun mengkudu (R2), dan air minum+15% ekstrak daun mengkudu (R3). Parameter yang diukur adalah daya hambat terhadap Salmonella typhimurium, konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi pakan, dan mortalitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi ransum dan mortalitas nyata (P<0,05) dipengaruhi oleh perlakuan, tetapi tidak berbeda nyata terhadap pertambahan bobot badan, dan konversi ransum. Pemberian 15% estrak daun mengkudu dalam air minum memberikan perlakuan terbaik karena dapat menurunkan mortalitas, dan memiliki daya hambat tertinggi yaitu 6 mm terhadap Salmonella typhimurium. Ini termasuk kedalam kategori sedang karena berada diantara 5-10 mm. Juga meningkatkan performa karena menurunkan mortalitas walaupun tidak berbeda nyata untuk pertambahan bobot badan dan konversi pakan (P<0,05). Kata kunci : Ekstrak daun mengkudu, puyuh, Salmonella typhimurium ABSTRACT This research was conducted to evaluate the effect of Morinda citrifolia leaf extract as antibacteria of Salmonella typhimurium to the performance of quail period during 1-4 weeks. A Completely Randomized Design (CRD) was used to analyze the data obtained from this research. Two hundred and fourty Day Old Quails were divided into 4 treatment groups with 3 replications and 20 quails in each replicate. Four treated drinks were: control drink with vita chicks (R0), drink with 5% Morinda leaf extract (R1), drink with 10% Morinda leaf extract (R2), and drink with 15% Morinda leaf extract (R3). The parameters observed were inhibition zone of Salmonella typhimurium, feed intake, body weight, feed conversion ratio, and mortality, The result of this research showed that 15% Morinda leaf extract has 6 mm of inhibition zone towards Salmonella typhimurium bacteria. It categoried as a medium antibiotic strength because it ranging between 5-10 mm. Also decreased performance by increased the mortality, although not significantly different from weight gain and conversion ratio (P<0,05). Keywords : Morinda leaf exctract, quail, performances, Salmonella typhimurium
iii
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 telah mencapai 237.641.326 jiwa (BPSI, 2010). Mengingat jumlah penduduk setiap tahun mengalami peningkatan dan dalam rangka mencukupi konsumsi protein hewani masyarakat, maka penyediaan protein hewan yang berasal dari ternak perlu mendapat perhatian yang serius dari Pemerintah. Salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah dengan cara meningkatkan produktivitas ternak. Puyuh merupakan
salah satu ternak unggas yang berpotensi untuk dibudidayakan
dikalangan masyarakat Indonesia, untuk dapat dimanfaatkan daging dan telurnya. Didalam pemeliharaannya puyuh tidak membutuhkan kandang yang luas dan sudah mulai bertelur pada umur 6-7 minggu. Populasi puyuh yang meningkat dari tahun ke tahun membuktikan bahwa puyuh merupakan salah satu komoditi unggas yang semakin populer di masyarakat (Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2012). Meningkatnya populasi ternak puyuh mengindikasikan banyaknya masyarakat yang berminat untuk memelihara puyuh dan mengonsumsi produk-produk yang dihasilkan dari burung puyuh, khususnya daging dan telur yang memiliki banyak kandungan gizi. Salmonella sp. merupakan salah satu bakteri patogen yang
dapat
mengakibatkan infeksi pada saluran pencernaan dan demam tiroid. Mortalitas pada unggas dibawah umur dua minggu dapat mencapai 100%. Guna mencegah hal ini, peternak pada umumnya memberikan antibiotik. Antibiotik dapat menekan pertumbuhan bakteri-bakteri patogen, namun disayangkan penggunaan antibiotik berakibat buruk bagi ternak dikarenakan resistensi ternak terhadap jenis-jenis mikroorganisme patogen tertentu. Selain itu, residu dari antibiotik akan terbawa dalam produk-produk ternak seperti daging, telur, susu dan akan berbahaya bagi konsumen yang mengkonsumsinya. Peternakan puyuh yang ramah lingkungan dan Feed quality for food safety merupakan tuntutan konsumen akan produk ternak yang sehat, aman dan terbebas dari residu antibiotik
berbahaya.
Konsumen rela membayar dengan biaya
1
berlipat demi mendapat makanan yang sehat, aman dan terbebas dari residu kimia. Hasil penelitian Rusiana dan Iswarawanti (2010) mengungkapkan sebanyak 85% daging dan 37% hati ayam broiler di Jabotabek mengandung residu kelompok antibiotik penisilin cukup besar. Jika daging dan hati ayam itu dikonsumsi dalam jangka waktu cukup panjang menyebabkan teratogenic effect, carcinogenic effect, mutagenic effect dan resisten terhadap antibiotik sendiri. Teratogenic effect adalah kandungan antibiotik bisa menyebabkan efek buruk untuk ibu yang mengandung, terutama untuk janinnya. Ibu yang mengandung bisa mengalami keguguran atau bayi yang dilahirkan cacat. Kalau carcinogenic effect, adalah antibiotik yang masuk ke dalam tubuh yang dapat menyebabkan munculnya penyakit kanker. Sedangkan mutagenic effect, adalah antibiotik yang dapat menimbulkan mutasi bagi mikroorganisme seperti bakteri. Guna memenuhi tuntutan konsumen tersebut, maka diperlukan zat aditif alami pengganti antibiotik yang mampu meningkatkan produksi ternak tanpa mempunyai efek samping bagi ternak dan konsumen yang mengkonsumsinya. Tanaman herbal seperti kunyit, temulawak, jahe merah, bawang putih, daun salam, mengkudu sudah biasa digunakan peternak untuk menggantikan antibiotik. Berbagai penelitian tentang buah atau daun mengkudu telah dilakukan terhadap ayam, biasanya dalam bentuk tepung. Akan tetapi belum banyak pengkajian yang dilakukan terhadap puyuh apalagi pemberiannya dalam bentuk ekstrak daun mengkudu. Karena itu dilakukanlah penelitian pendahuluan secara in vitro berupa Uji Sumur Difusi untuk mengetahui konsentrasi terbaik ekstrak mengkudu terhadap bakteri Salmonella typhimurium. Pemberian dalam bentuk ekstrak daun mengkudu diharapkan dapat mengurangi kandungan saponin, sehingga tidak mengganggu pencernaan pakan dan pertumbuhan puyuh. Jika tubuh ternak sehat dan nutrisi yang dibutuhkan cukup maka performan ternak akan meningkat dan terjadi penurunan konversi ransum serta mortalitas sehingga menguntungkan peternak. Penggunaan ekstrak daun mengkudu di suatu peternakan diharapkan dapat mengurangi biaya pemeliharaan dengan hasil panen yang cukup maksimal dan mudah didapat. Daun mengkudu digunakan oleh peternak dengan merebusnya di dalam air untuk mendapatkan ekstrak, yang diberikan pada ternak melalui air minum agar terjamin
2
homogenitas, absorpsi lebih cepat, dosis lebih seragam, dan dapat mengurangi iritasi mukosa lambung apabila diberikan dalam bentuk sedian padat. Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan untuk menghasilkan produk peternakan yang sehat, aman dan terbebas dari residu antibiotik yang berbahaya.
1.2. Perumusan Masalah Meningkatnya kebutuhan protein hewani seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan tuntutan produk berupa Feed quality for food safety, membuat peternak harus mencari ternak unggas alternatif selain ayam serta bahan pakan alami pengganti antibiotik. Permasalahannya, belum banyak penelitian mengenai ekstrak daun mengkudu sebagai tanaman herbal pengganti antibiotik kimiawi terhadap performa puyuh. Hal tersebut yang mendorong peneliti untuk mengkaji mengenai pengaruh ekstrak daun mengkudu terhadap performa puyuh. Masalah yang ingin dikaji pada penelitian ini adalah: 1.
Berapa besar zona hambat anti bakteri Salmonella typhimurium
2.
Bagaimana penampilan (pertambahan bobot badan, konsumsi dan konversi ransum) puyuh starter yang diberi ekstrak daun mengkudu dalam air minum
3.
Berapa persentase ekstrak daun mengkudu yang dapat menggantikan antibiotik sintetis dalam air minum puyuh.
4.
Bagaimana mortalitas puyuh selama penelitian berlangsung
1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1.
Mengukur zona hambat dari ekstrak daun mengkudu terhadap Salmonella typhimurium
2.
Mengkaji penampilan (pertambahan bobot badan, konsumsi dan konversi ransum) puyuh yang menggunakan ekstark daun mengkudu pada air minum.
3.
Mengukur persentase optimum ekstrak daun mengkudu dalam air minum.
4.
Menghitung mortalitas puyuh stater
3
1.4.
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Pemanfaatan bahan alami sebagai alternatif pengganti antibiotik sintetis 2. Informasi pemberian ekstrak daun mengkudu yang paling efektif bagi peternak 3. Menghasilkan produk peternakan yang
sehat dan aman untuk
dikonsumsi.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Puyuh ( Coturnix coturnix japonica ) Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil, berkaki pendek dan dapat diadu.
Klasifikasi puyuh menurut
Radiopoetra (1996) adalah sebagai berikut: Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Subphylum
: Vertebrata
Class
: Aves
Famili
: Phasianidae
Genus
: Coturnix
Species
: Coturnix coturnix japonica
Puyuh mempunyai dua fase pemeliharaan yaitu fase pertumbuhan dan fase produksi (bertelur). Fase pertumbuhan dibagi menjadi dua fase yaitu starter (0-3 minggu) dan grower (3-5 minggu), sedangkan fase produksi berumur diatas 5 minggu. Puyuh manpu menghasilkan telur sebanyak 250-300 butir/tahun. Puyuh jantan dewasa memiliki bobot badan sekitar 100-140 gram, sedangkan yang betina beratnya antara 120-160 gram dan mulai bertelur pada umur 35-42 (Anggorodi, 1995). Puyuh menghasilkan telur dan daging yang mempunyai nilai gizi dan rasa yang lezat, bulunya sebagai bahan aneka kerajinan atau perabot rumah tangga lainnya, kotorannya sebagai pupuk kandang ataupun kompos yang baik dapat digunakan sebagai pupuk tanaman (Setianto, 2005).
Sumber: http://www.anneahira.com/images/article/jual-burung-puyuh.jpg
2.2. Kebutuhan Nutrisi Puyuh
5
Kebutuhan nutrisi puyuh secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kebutuhan Zat Nutrisi Puyuh pada Periode Starter sampai Periode Layer Periode
Protein minimum (%)
Anak Puyuh (Starter) Pertumbuhan (Grower) Petelur (Layer)
Energi minimum ( kkal/kg)
19 17
2800 2600
17
2700
Sumber : SNI ( 2006)
Performa ternak adalah pencerminan dari keseluruhan aktivitas organ tubuh. Untuk mencapai performa maksimal, perlu mengetahui dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi performa ternak diantaranya, pertambahan bobot badan, bobot badan, konsumsi pakan, konsumsi air minum, konversi pakan, dan mortalitas (Kartasujana dan Suprijatna, 2005). Kaharuddin (2007) menyatakan bahwa bobot badan puyuh pada umur 4 minggu berkisar 68,09-72,18 gram dengan ransum yang memiliki energi 2900 kkal/kg dan protein 24%. Bobot badan unggas dipengaruhi antara lain oleh kualitas dan kuantitas makanan yang diberikan. Menurut Guler (2005), pertambahan bobot badan puyuh yang dicapai pada setiap minggunya adalah 3,86 gram pada minggu pertama; 5,32 gram pada minggu kedua; 5,87 gram pada minggu ketiga; 4,08 gram pada minggu keempat. Bobot badan dan pertambahan bobot badan yang dicapai sangat mempengaruhi persentase karkas dan persentase organ dalam. Kisaran persentase bobot karkas puyuh adalah 70-72,4. Konsumsi pakan sangat bergantung pada kualitas pakan yang diberikan. Agar pertumbuhan dan produksi maksimal, jumlah dan kandungan zat-zat makanan yang diperlukan puyuh harus terpenuhi. Puyuh mengonsumsi pakan agar kebutuhan energinya terpenuhi, untuk berlangsungnya proses-proses biologis di dalam tubuh secara normal (Suprijatna, 2002). Rataan konsumsi pakan puyuh selama 4 minggu adalah 260,45 gram/ekor (Kaharuddin, 2007). Konsumsi ransum puyuh dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Konsumsi Ransum Puyuh
6
Umur (hari) 1 7 14 21 30 35 -
7 14 21 30 35 42
Konsumsi (g/ekor/hari) 2 4 8 10 12-15 > 15
Sumber : Sritharet (2002)
Teknik pemberian pakan yang baik dapat menekan angka konversi pakan sehingga keuntungan bertambah. Konversi pakan menjadi daging atau telur harus berlangsung secara efisien dan ekonomis untuk memperoleh keuntungan (Suprijatna, 2002). Menurut Kaharuddin (2007) kisaran konversi pakan pemeliharaan puyuh periode pertumbuhan adalah 3,91-4,17, sedangkan Setianto (2005) tentang pemberian cassava dan tepung indigofera sebagai pengganti jagung dalam ransum puyuh sebagai kontrol memiliki konversi pakan 4,31-5,12.
2.3. Mengkudu (Morinda citrifolia Linn) Mengkudu merupakan tanaman tropis yang banyak ditemukan di berbagai tempat di Indonesia dan telah lama dikenal sebagai tanaman obat, tanaman ini pada umumnya mempunyai daun yang rimbun, menghijau, cukup menonjol dibandingkan dengan tanaman di sekitarnya. Selama ini yang menonjol dari tanaman mengkudu adalah buahnya, namun demikian Bangun dan Sarwono (2002) menjelaskan kalau daun mengkudu mengandung xeronine yang dikenal dapat membantu penyerapan protein.
7
Tabel 3. Hasil analisis proksimat, mineral dan vitamin mengkudu (as fed) Komponen
Tepung Daun
Kadar air (%) Kadar Abu (%) Protein Kasar (%) Lemak Kasar (%) Serat Kasar (%) Ca (%) P (%) Fe (ppm) Zn (ppm) Β-karoten (ppm) Vitamin C (ppm)
9,36 9,84 22,11 7,65 11,75 10,30 0.12 437 35.80 161 406
Sari Buah
88,06 0,94 1,21 0,26 1,05 0,08 1,22 8,78 3,50 1,30 1247
Sumber : Wardiny (2006)
Kandungan kimia daun dan buah mengkudu (Morinda citrifolia) secara umum adalah alkaloid, saponin, flavonoid, terpenoid dan antrakinon, disamping itu daunnya juga mengandung polifenol. Senyawa-senyawa terpenoid merupakan senyawa hidrokarbon isometrik yang sangat berguna bagi tubuh yaitu membantu tubuh
dalam
proses
sintesis
organik
dan
pemulihan
sel-sel
tubuh
(Syamsuhidayat, Hutapea 1991). Sangadji, dkk (2005) menyatakan bahwa pemberian tepung daun mengkudu sebesar 15% dalam ransum yang berbentuk crumble dapat meningkatkan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan menurunkan nilai konversi ransum. Hal ini sesuai dengan pendapat Wardiny (2006) yang menyatakan bahwa pemberian 9% tepung daun mengkudu dalam ransum ayam petelur dapat meningkatkan produksi, menurunkan konversi ransum dan kandungan kolesterol kuning telur ayam negeri. Syahruddin, E., dkk (2011) menyatakan bahwa pemberian tepung daun mengkudu fermentasi sampai level 21% tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum pada ayam broiler. Hal ini menunjukkan bahwa tepung daun mengkudu fermentasi aman digunakan sebagai bahan pakan alternatif ayam broiler.
2.4. Ekstraksi 8
Salah satu cara untuk mengeluarkan suatu zat warna diperlukan suatu metode yaitu metode ekstraksi. Metode ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan yang berasal dari suatu padatan atau cairan dengan menggunakan bantuan pelarut. Pemisahan terjadi atas dasar kelarutan yang berbeda dari komponen-komponen yang dipisahkan terhadap dua pelarut yang tidak saling bercampur. Berdasarkan bentuknya ekstraksi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: (1) Ekstraksi padat-cair, yaitu substansi yang di ekstraksi terdapat dalam campuran yang berbentuk padat. (2) Ektraksi cair-cair, yaitu subtansi yang di ekstraksi yang terdapat dalam campuran berbentuk cairan. Ekstraksi tradisional atau sederhana dapat dilakukan dengan cara perebusan. Cara perebusan merupakan yang paling mudah dengan alat-alat yang sederhana pula. Adapun prinsip pengolahannya yaitu, bahan yang akan di ekstrak, di rebus dalam pelarut air dengan perbandingan tertentu, bahan di rebus sampai terjadi larutan ekstrak, lalu diangkat dan di dinginkan lalu di saring, larutan ekstrak siap digunakan (Indraswari, 2008).
9
III. METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilakukan pada bulan April sampai dengan Mei 2012 di daerah Sukabumi.
3.2. Ternak Penelitian ini menggunakan 240 ekor Day Old Quail (DOQ) yang dibagi ke dalam 4 perlakuan dan 3 ulangan, setiap ulangan terdiri atas 20 ekor puyuh. DOQ unsexing yang ada ditimbang dan dipilih yang memiliki berat badan yang sama yaitu 10-11 gram.
3.3. Kandang dan Peralatan Kandang yang digunakan sebanyak 12 buah kandang koloni terbuat dari kayu dilengkapi ram kawat. Ukuran kandang untuk anak puyuh (DOQ) lebarnya 60 cm, panjang 120 cm dan tinggi 30 cm, kandang tersebut dibagi menjadi 12 unit kandang. Setiap kandang diisi dengan 20 ekor anak puyuh. Pada setiap kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat air minum serta lampu 40 watt. Ukuran kandang untuk 1 m2 dapat diisi 90-100 ekor anak puyuh, selanjutnya menjadi 60 ekor untuk umur 10 hari sampai lepas masa anakan. Terakhir menjadi 40 ekor/m2 sampai masa bertelur. Dalam sistem perkandangan yang perlu diperhatikan adalah temperatur kandang yang ideal atau normal berkisar 20-250 C; kelembaban kandang berkisar 30-80%; penerangan kandang pada siang hari cukup 25- 40 watt, sedangkan malam hari 40-60 watt (hal ini berlaku untuk cuaca mendung/musim hujan).
3.4. Perlakuan Perlakuan pada penelitian ini berdasarkan dari Uji Sumur Difusi yang dilakukan secara in vitro terhadap Salmonella typhimurium.
10
Adapun perlakuannya adalah jumlah pemberian ekstrak daun mengkudu dalam air minum : (R0) :
air minum + vita chick
(R1) : air minum + 5% ekstrak daun mengkudu (R2) : air minum + 10% ekstrak daun mengkudu (R3) : air minum + 15% ekstrak daun mengkudu
3.5. Rancangan Percobaan Penelitian dilakukan menurut Rancangan Acak Lengkap (Steel dan Torrie, 1995), dengan 4 (empat) perlakuan dan 3 (tiga) ulangan dengan 20 (dua puluh) ekor Day Old Quail (DOQ) untuk setiap ulangan. Model statistik untuk percobaan ini adalah sebagai berikut : Yij = + i + ij Keterangan : Yij
= Nilai pengamatan dari perlakuan ke-i ulangan ke-j
= Nilai rata-rata sesungguhnya
i
= Pengaruh perlakuan ke-i
ij
= Galat
i
= R1, R2, R3, R4
j
= 1,2,3 Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan sidik
ragam (analysis of variance/ANOVA) dan jika menunjukkan pengaruh yang nyata dilanjutkan dengan Uji Kontras Orthogonal (Steel dan Torrie, 2005).
3.6. Prosedur Pelaksanaan Uji Sumur Difusi (Pratiwi, 2008) Uji sumur difusi dilakukan untuk mengetahui konsentrasi terbaik ekstrak mengkudu terhadap bakteri Salmonella typhimurium. Uji ini merupakan uji kuantitatif. Sebelum melakukan uji difusi, terlebih dahulu dilakukan peremajaan bakteri. Bakteri harus diremajakan terlebih dahulu sebelum digunakan untuk uji antibakteri. Bakteri dibiakkan pada agar miring yang telah disterilkan, kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C. Kultur bakteri tersebut diambil
11
sebanyak satu ose dan diinokulasikan ke tabung reaksi yang berisi 10 ml media cair Natrium Broth steril. Kemudian diinkubasi pada shaker water bath selama 24 jam. Kultur bakteri yang telah diremajakan diambil sebanyak 50 µl menggunakan pipet mikro lalu dimasukkan ke dalam cawan petri steril. Selanjutnya media selektif agar steril 15 ml dituangkan ke dalam cawan petri, lalu dicampur merata dan dibiarkan memadat pada suhu kamar. Setelah media memadat, dibuat lubang berdiameter 0,5 cm menggunakan pangkal pipet tetes, lalu ditetesi dengan ekstrak daun mengkudu 5%, 10%, dan 15%, kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Daya antibakteri masing-masing perlakuan ditunjukkan oleh diameter zona bening disekitar lubang. Pengukuran adanya kekuatan antibiotik terhadap bakteri menurut Pratiwi (2008) digunakan metode dari Davis Stout dengan ketentuan: sangat kuat (daerah hambat 20 mm atau lebih), kuat (daerah hambat 10-20 mm), sedang (daerah hambat 5-10 mm) dan lemah (daerah hambat <5 mm).
Tahap Persiapan Kandang dan peralatan seperti tempat makan dan minum terlebih dahulu dibersihkan dengan disinfektan sebelum puyuh dipelihara. Pemasangan lampu pijar 40 watt di atas kandang yang digunakan sebagai sumber cahaya dan pemanas. Penentuan letak kandang dilakukan secara acak dan untuk memudahkan pencatatan, masing-masing kandang diberi tanda sesuai dengan perlakuan yang diberikan. Setiap kandang diisi dengan 20 ekor puyuh hasil
12
pengacakan. Sekeliling kandang ditutup plastik, bila siang hari dibuka dan ditutup pada malam hari.
Tahap Pemeliharaan Pemeliharaan puyuh dilakukan ketika puyuh berumur 1 hari sampai 4 minggu. Ketika puyuh datang terlebih dahulu diberi air gula dan Vitachick untuk mengurangi stress akibat transportasi. Ransum dan air diberikan secara ad libitum. Sisa pakan puyuh ditimbang setiap 7 hari sekali. Kebersihan kandang, tempat minum dan tempat pakan dilakukan setiap hari. Pemberian vitamin pada air minum dilakukan setelah pengacakan dan penimbangan untuk mengurangi cekaman (stress). Pengecekan suhu kandang dilakukan setiap hari.
Pemberian Ekstrak Daun Mengkudu Pemberian ekstrak daun mengkudu dilakukan pagi hari pada pukul 07.00 sebelum pemberian air minum dengan dosis 5%, 10% dan 15% dari kebutuhan air minum puyuh setiap minggunya.
Pemberian Pakan dan Air Minum Pemberian pakan dilakukan pada pagi hari pukul 07.00. Pakan puyuh diberikan secara ad libitum. Sedangkan untuk pemberian air minum dilakukan setelah puyuh tersebut meminum ekstrak mengkudu. Air minum yang diberikan sesuai dengan kebutuhan air minum puyuh setiap minggunya.
3.7. Peubah yang Diukur 1. Zona hambat anti bakteri Salmonella typhimurium Dilakukan Uji Sumur Difusi
2. Konsumsi Ransum (g/ekor) Konsumsi ransum dihitung berdasarkan jumlah ransum yang diberikan dalam satu minggu dikurangi sisa ransum pada akhir minggu tersebut.
3. Pertambahan Bobot Badan (g/ekor)
13
Pertambahan bobot badan rata-rata setiap minggu diukur berdasarkan bobot badan pada akhir minggu dikurangi bobot badan pada awal minggu.
4. Bobot Badan akhir (g/ekor) Bobot badan akhir rata-rata per ekor diukur dengan menimbang puyuh pada akhir pemeliharaan.
5. Konversi Ransum Konversi ransum dihitung berdasarkan jumlah konsumsi rataan dibagi dengan pertambahan bobot badan rata-rata setiap minggu selama penelitian.
6. Mortalitas (%) Angka mortalitas diperoleh dari jumlah puyuh yang mati seluruhnya dibagi dengan jumlah awal puyuh pada awal percobaan dikalikan seratus persen.
14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Senyawa Aktif Dalam Ekstrak Daun Mengkudu Berdasarkan uji kualitatif ekstrak daun mengkudu mengandung alkoloid, saponin, fenolik, flavonoid, triterfenoid dan glikosida (Tabel 4). Flavonoid berkhasiat sebagai antioksidan (Hadisaputra, 2008). Senyawa alkaloid dilaporkan mempunyai aktifitas sebagai antibakteri sedangkan senyawa tanin bisanya berfungsi untuk melapisi lapisan mukosa pada organ supaya terlindung dari infeksi bakteri. Senyawa saponin dilaporkan dapat meningkatkan permeabilitas dinding usus, memperbaiki penyerapan nutrien dan juga menghambat aktivitas enzim urease (Erika, 2000). Tabel 4. Hasil Uji Kualitatif Fitokimia Ekstrak Daun Mengkudu Golongan Senyawa Alkoloid Saponin Tanin Fenolik Flavonoid Triterfenoid Steroid Glikosida
Hasil Kualitatif +++ ++++ + ++ ++++ ++++
Keterangan : - (negatif), + (Positif Lemah) ++ (Positif ), +++ (Positif Kuat), ++++ (Positif Kuat Sekali) Sumber : Wati, R. A et al. 2008
4.2.
Hasil Uji Sumur Hasil analisis uji sumur menunjukkan bahwa ekstrak daun mengkudu
dengan konsentrasi 10% dapat menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella
15
typhimurium dengan zona hambat 3 mm sedangkan
pada konsentrasi 15%
memiliki zona hambat 6 mm.
Gambar 1. Media Agar Sebelum Uji Daya Hambat Ekstrak Daun Mengkudu Terhadap Salmonella Typhimurium
Gambar 2. Media Agar Setelah Uji Daya Hambat Ekstrak Daun Mengkudu Terhadap Salmonella Typhimurium
Zona hambat ekstrak daun mengkudu terhadap Salmonella typhimurium lebih kecil dibandingkan dengan zona hambat ekstrak daun ciplukan (5,6 mm) dengan konsentrasi 10% (Taryati, 2010), tepung daun jarak (6,8 mm) dengan konsentrasi 10% (Pratiwi, 2008) dan ekstrak daun tanjung (12,16 mm) dengan dosis 1 g/ml (Noor, 2006). Zona hambat penggunaan ekstrak daun mengkudu mempunyai kekuatan antibiotik bersifat sedang, karena zona hambatnya diantara 5-10 mm (Pratiwi, 2008). Flavonoid yang terkandung dalam ekstrak daun mengkudu berperan secara
langsung
sebagai
antibiotik
dengan
menggangu
fungsi
dari
mikroorganisme seperti bakteri atau virus (Waji, 2009). Hal ini yang menyebabkan konsentrasi ekstrak daun mengkudu 10% dan 15% mempunyai
16
daya hambat terhadap Salmonella typhimurium. Aktivitas biologis senyawa flavonoid terhadap bakteri Salmonella typhimurium dilakukan dengan merusak dinding dari bakteri Salmonella typhimurium yang terdiri atas lipid dan asam amino akan bereaksi dengan gugus alkohol pada senyawa flavonoid sehingga dinding sel akan rusak dan senyawa tersebut dapat masuk ke dalam inti sel bakteri. Selanjutnya dengan inti sel bakteri juga senyawa ini akan kontak dengan DNA pada inti sel bakteri Salmonella typhimurium dan melalui perbedaan kepolaran antara lipid penyusun DNA dengan gugus alkohol pada senyawa flavonoid akan dapat terjadi reaksi sehingga akan merusak struktur lipid dari DNA bakteri Salmonella typhimurium sehingga inti sel bakteri juga akan lisis dan bakteri Salmonella typhimurium juga akan mengalami lisis dan mati (Gunawan, 2009). Senyawa bioaktif flavonoid dan alkaloid pada ekstrak daun mengkudu dapat digunakan alternatif antibiotik. Hal ini ditunjukkan dengan adanya zona hambat yang dimiliki oleh ekstrak daun mengkudu terhadap Salmonella typhimurium.
4.3. Pengaruh Ekstrak Daun Mengkudu terhadap Performa Puyuh Hasil penelitian pemberian ekstrak daun mengkudu dalam air minum terhadap penampilan puyuh dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Pengaruh Ekstrak Daun Mengkudu Terhadap Penampilan Puyuh Perlakuan R0 R1 R2 R3
PBB (g/ekor)
Konsumsi Ransum (g/ekor)
Konversi Ransum
84,29±1,51 84,84±13,06 84,37±5,68 87,52±3,80
201,08±12,92 a 228,35± 9,34 b 232,93±12,32 b 234,02±15,02 b
2,39±0,16 2,73±0,34 2,76±0,06 2,68±0,29
17
Superskrip yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) Keterangan: R0 = air minum + vita chick; R1 = air minum + 5% ekstrak daun mengkudu; R2 = air minum + 10% ekstrak daun mengkudu; R3 = air minum + 15% ekstrak daun mengkudu
Dari hasil sidik ragam menunjukkan penggunaan ekstrak daun mengkudu berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsumsi ransum, sedangkan terhadap pertambahan bobot badan dan konversi ransum penggunaan ekstrak daun mengkudu tidak berbeda nyata (P>0,05).
4.3.1. Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum Konsumsi ransum adalah jumlah ransum yang dikonsumsi puyuh yang diberikan secara ad libitium. Pemberian ekstrak daun mengkudu diberikan kedalam air minum puyuh setiap harinya, hal ini dilakukan karena pemberian dalam bentuk ekstrak itu homogenitasnya lebih terjamin, absorpsi lebih cepat, dosis lebih seragam dan dapat mengurangi iritasi mukosa lambung apabila diberikan dalam bentuk sedian padat. Dari data rataan konsumsi ransum pada Tabel 5 di atas dapat dilihat bahwa rataan konsumsi ransum puyuh berdasarkan analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun mengkudu dalam air minum puyuh memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap konsumsi ransum. Konsumsi ransum yang diberi ekstrak daun mengkudu dalam air minum lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol (Tabel 5). Rataan konsumsi ransum berkisar antara 201,08-234,02 g/ekor, disini terlihat rataan perlakuan
R3 (ekstrak daun mengkudu 15%)
konsumsi
ransumnya paling tinggi. Hal ini dapat disebabkan karena air minum yang mengandung ekstrak daun mengkudu memiliki rasa pahit dan sedikit berbau. Menurut Prawirokusumo (1994) unggas memiliki jumlah alat perasa relatif
18
sedikit tetapi unggas dapat membedakan rasa dalam larutan, dan Appleby et al., (1992), mengatakan bahwa rasa pahit tidak disukai oleh ternak unggas dan unggas lebih menyukai rasa manis. Karena berkurangnya air minum yang diminum oleh puyuh maka puyuh lebih banyak mengonsumsi ransum sehingga temboloknya penuh. Berbeda dengan puyuh yang diberi perlakuan kontrol (R0), mereka minum lebih banyak dibandingkan puyuh yang diberi ekstrak daun mengkudu sehingga menyebabkan puyuh temboloknya cepat penuh dan konsumsi ransumnya sedikit. Selain itu terjadinya mortalitas pada R0 sehingga menyebabkan jumlah puyuh berkurang dan konsumsi ransumnyapun semakin sedikit. 4.3.2. Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Badan Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria pertumbuhan, dimana laju pertumbuhan pada mulanya terjadi sangat lambat kemudian cepat, selanjutnya menurun dan berhenti setelah tercapai umur dewasa. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun mengkudu dalam air minum berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap pertambahan bobot badan. Pertambahan bobot badan puyuh selama penelitian berkisar antara 84,29-87,52 g/ekor. Walaupun secara statistik tidak berbeda nyata, namun secara rataan terlihat pertambahan bobot badan R3 (15% ekstrak daun mengkudu ) memiliki bobot badan yang tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Tabel 5). Hal ini berbanding positif dengan konsumsi pakan, perlakuan R3 (15% ekstrak daun mengkudu ) nyata mengonsumsi ransum lebih banyak dibandingkan perlakuan kontrol. Sehingga pertambahan bobot badannya lebih tinggi, bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Woodard et al., (1973) dan Kaharuddin (2007).
19
Woodard et al. (1973) menjelaskan bahwa bobot badan puyuh yang optimal pada minggu ke empat dengan energi pakan 2880 kkal/kg dan protein pakan 25% adalah 76,5 gram. Menurut Kaharuddin (2007) bobot badan pada umur sama yang dicapai berkisar 68,09-72,18 gram dengan ransum yang memiliki energi 2900 kkal/kg dan protein 24%. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian 15% ekstrak daun mengkudu pada air minum dapat menghasilkan bobot badan akhir yang optimal. 4.3.3. Pengaruh Perlakuan terhadap Konversi Ransum Konversi ransum adalah jumlah ransum yang dikonsumsi dibagi dengan berat badan yang diperoleh. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun mengkudu pada air minum puyuh tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap konversi pakan. Rataan konversi ransum puyuh selama 4 minggu 2,392,76. Menurut Kaharuddin (2007) kisaran konversi ransum pemeliharaan puyuh periode pertumbuhan adalah 3,91-4,17, sedangkan penelitian Taryati (2010) kisaran rataan konversi ransum pada minggu ke-4 adalah 3,63-3,84. dan Bintang et al.,(2008) melaporkan bahwa penambahan antibiotika dan ampas mengkudu sebagai
sumber
senyawa
bioaktif
terhadap
performens
ayam
broiler
menghasilkan rataan konversi ransum 1,66-1,72. Sedangkan penelitian Fenita et al.,(2008) menyebutkan bahwa pengaruh pemberian air buah mengkudu (Morinda citrijolia L) terhadap performans dan berat organ dalam ayam broiler memiliki rataan konversi ransum 1,63-1,76. Pada penelitian ini konversi ransum ekstrak daun mengkudu walaupun tidak berbeda nyata, tetapi secara rerata terlihat lebih tinggi.
Hal ini
menunjukkan bahwa puyuh kurang efisien dalam menggunakan ransum untuk
20
mencapai bobot badan tertentu karena energi yang dihasilkan dari ransum digunakan juga untuk membentuk kekebalan tubuh puyuh tersebut. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya mortalitas puyuh yang diberi ekstrak daun mengkudu.
4.3.4. Pengaruh Perlakuan terhadap Mortalitas Penggunaan ekstrak daun mengkudu dalam air minum puyuh yang dipelihara selam 4 minggu memberikan pengaruh yang nyata terhadap mortalitas (P<0,05). Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun mengkudu dengan konsentrasi 5%, 10%, dan 15% memberikan pengaruh yang berbeda dengan pemberian vita chicks (R0). Namun R1, R2, dan R3 pengaruhnya sama terhadap mortalitas puyuh. Tabel 3. Pengaruh Ekstrak Daun Mengkudu Terhadap Mortalitas Puyuh Perlakuan R0 R1 R2 R3
Mortalitas (%) 4,00±1,00 a 1,00±0 b 1,33±0,58 b 0,67±0,58 b
Keterangan: rataan dengan superskrip yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05)
Tabel 3 menunjukkan bahwa persentase mortalitas R0 lebih tinggi, sedangkan R3 (ekstrak daun mengkudu 15%) persentase mortalitasnya paling rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun mengkudu dapat menekan persentase mortalitas puyuh pada periode starter. Senyawa bioaktif alkaloid dan flavonoid yang terkandung dalam ekstrak daun mengkudu yang berfungsi sebagai antioksidan dan antibakteri diperkirakan dapat menurunkan persentase mortalitas.
21
Mortalitas
1.50
1.00
Perlakuan R0 R1 R2 R3
0.50
0.00 1
2
3
4
minggu
Gambar 2. Pengaruh Perlakuan Terhadap Mortalitas Puyuh Starter
Pada Gambar 2. menunujukkan bahwa persentase mortalitas pada setiap minggunya cenderung menurun dan perlakuan R3 (ekstrak daun mengkudu 15%) pada minggu ke2 sampai ke-4 terlihat persentase mortalitasnya mencapai 0%. Ekstrak daun mengkudu 15% lebih efektif digunakan untuk menekan persentase mortalitas pada puyuh periode starter. Persentase mortalitas pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian lainnya yaitu Sinurat et al.,(2009) melaporkan bahwa pemanfaatan kunyit dan temulawak dalam dosis rendah sebagai imbuhan pakan untuk ayam broiler dapat menekan persentase mortalitas sampai 1,1%,
22
V. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Ekstrak daun mengkudu dapat digunakan sebagai antimikroba karena dapat menghambat pertumbuhan Salmonella typhimurium. Pemberian ekstrak daun mengkudu pada air minum puyuh periode starter berpengaruh nyata terhadap mortalitas, konsumsi pakan dan air minum, namun tidak berbeda nyata terhadap bobot badan, konversi pakan, persentase karkas dan persentase
organ
dalam.
Pemberian
ekstrak
daun
mengkudu
mampu
meningkatkan daya hidup puyuh starter dan menekan mortalitas. Pemberian ekstrak daun mengkudu 15% dalam air minum memiliki bobot badan yang tinggi.
Saran Perlu adanya penelitian lebih lanjut dampak dari pemberian ekstrak daun mengkudu terhadap saluran pencernaan untuk mengetahui keefektifan dari ekstrak daun mengkudu sebagai alternatif antimikroba.
23
DAFTAR PUSTAKA Anggorodi, H. R. (1995). Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum. Appleby, M. C., Hughes, B. O. & Elsen A. H. (1992). Poultry Production System, CAB International. Wallingford. Oxon. Bangun, A.P., dan Sarwono, B., (2002). Sehat dengan Ramuan Tradisional: Khasiat dan Manfaat Mengkudu. Jakarta: Agromedia Pustaka. Bintang, I. A.K., Sinurat, A. P. dan Purwadaria, T. (2008). Penambahan Antibiotika dan Ampas Mengkudu sebagai Sumber Senyawa Bioaktif terhadap Performans Ayam Broiler. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 13 (1):7-11 Bouliane, M. (2003). Can We Farm Poultry Without Antimicrobials?.Fac.Of Veterrinary Medicine, Univ. Of Montreal, Quebec. BPSI. (2010). Tabel Hasil Sensus Penduduk 2010. Diambil 12 Januari 2012 dari http://dds.bps.go.id/eng/aboutus.php?sp=0 Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan . (2012). Populasi puyuh tahun 2007 – 2009. Diambil 18 April 2012 dari http://ditjennak.deptan.go.id/index.php?page=statistikpeternakan&action=inf o. Fenita, Y., Hidayat., Sukma, M. (2008). Pengaruh Pemberian Air Buah Mengkudu (Morinda citrijolia L) terhadap performans dan Berat Organ Dalam Ayam Broiler. Jurnal Sain Peternakan Indonesia. 3(2): 55-61 Guler, T. (2005). The effect of coriander seed (Coriandrum sativum L.) as diet ingredient on the performance of Japanese quail. Journal of Animal Science. 35 (4): 260-266 Gunawan, I. W. A. (2009). Potensi buah pare (Momordica charantia L) sebagai antibakteri Salmonella Typhimurium. Diambil 4 April 2012 dari http:// www.wordpress.com. Indraswari, A. (2008). Optimasi pembuatan ekstrak daun dewandaru (Eugenia uniflora L) menggunakan metode maserasi dengan parameter kadar total senyawa fenolik dan flavonoid. Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta. Kaharuddin , D. (2007). Performan puyuh hasil pembibitan peternakan rakyat di Kota Bengkulu. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Edisi Khusus. 3: 396 – 400. Kartasujana, R. & Suprijatna, E. (2005). Manajemen Ternak Unggas. Jakarta: Penebar Swadaya. Noor, S.M., (2006). Analysis of secondary chemical compounds and antibacterial test of Mimusops elengi L. Extract against Salmonella typhi and Shigella boydii. Wartazoa, 2: 46-63. Ohl, M.E. and Miller, S.I. (2001). Salmonella: A model for bacterial pathogenesis. Annu Rev. Med., 52: 259-274. Penyiapan Kandang Budidaya Burung Puyuh. (2012). Diambil 18 April 2012 dari http://agromaret.com/artikel/528/penyiapan_kandang_budidaya_burung_ puyuh.
24
Pratiwi, S. I. (2008). Aktivitas antibakteri tepung daun jarak (Jatropha curcas L,) pada berbagai bakteri saluran pencernaan ayam broiler secara in vitro. Skripsi. Fakultas Pertanaian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Radiopoetra , (1996). Zoologi. Erlangga, Jakarta. Rusiana dan Iswarawanti, D.N. (2010). Mengerikan, sebanyak 85% daging ayam broiler mengandung antibiotik. Diambil 25 Pebruari 2010 dari http://www.poultryindonesia.com. Sangadji, I., Wardiny, T.M., Bestari, J., Allaily, F.O., Meryana, Nurjannah, dan Parakkasih, A.. (2005). Pemberian Tepung Daun Mengkudu yang Telah Diproses Terhadap Penampilan Ayam Broiler. Jurnal Ilmiah IMPASJA Vol. I No.2. Bogor: Ikatan Mahasiswa Pascasarjana Jambi. Setianto, J. (2005). Penggunaan cassava dan tepung indigofera sebagai pengganti jagung dalam ransum terhadap performans puyuh petelur pada umur 1-5 minggu. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. 7 (2): 76-81. Sinurat, A. P., Purwadaria, T., Bintang. I.A.K., Ketaren, P.P., Bermawe, N., Raharjo, M. dan Rizal, T.M. (2009). Pemanfaatan Kunyit dan Temulawak sebagai Imbuhan Pakan untuk Ayam Broiler. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 14(2):90-96. SNI. (2006). Pakan Puyuh. Badan Standarisasi Nasional Sritharet, N. (2002). Effects of heat stress on histological features in pituicytes and hepatocytes, and enzyme activities of liver and blood plasma in Japanese quail (Coturnix japonica). Journal of Poultry Science. 39 (2): 167-178. Steel, R. G. D. & Torrie, J. H. (2005). Prinsip dan Prosedur Statistika SuatuPendekatan Biometrik. Cetakan ke -4. Jakarta: Gramedia Pustaka. Syahruddin, E., dkk. (2011). Pengaruh Pemberian Daun Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Fermentasi Terhadap Kandungan Kolesterol Karkas Ayam broiler. JITV 16(4): 266-271. Syamsuhidayat, S.S. dan Hutapea J.R. (1991). Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Badan Litbang Kesehatan, Depkes RI. Suprijatna, E. (2002). Ilmu Dasar Ternak Unggas. Jakarta: Penebar Swadaya. Taryati. (2010). Evaluasi Penambahan Ekstrak Ciplukan (Physalis angulata) Dalam Air Minum Terhadap Daya Hambat Bakteri Salmonella Thpimurium dan Performa Puyuh (Coturnix coturnix japonica) 0-4 Minggu. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. USDA. (2008). Housing, Husbandry, Care & Welfare of Selected Birds. Diambil 18 April 2012 dari http://www.nal.usda.gov/awic/pubs/Birds08/birds.shtml. Waji, R. A. (2009). Flavonoid (Quercetin). Makalah Kimia Organik Bahan Alam. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Hasanuddin. Makassar. Wardiny, T.M.. (2006). Kandungan Vitamin A,C Dan Kolesterol Telur Ayam Yang Diberi Mengkudu Dalam Ransum. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Wati, et al., (2008). Kajian Pemberian Ekstrak Daun Mengkudu (Morinda Citrifollia Lignosae) Sebagai Antibakteri Alami Salmonella thypimurium dan Pengaruhnya Terhadap Performa Ayam Pedaging. PKM Penelitian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
25
Woodard, A.E., Abplannalp, H., Wilson, W. O., & Vohra, P. (1973). Japanese Quail Husbandry In The Laboratory. University of California. Davis. USA.
26
Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup Peneliti
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENELITI Nama Tempat, tanggal lahir Alamat e-mail
: Ir. Tuty Maria Wardiny, MSi. : Jakarta, 2 Maret 1964 : Bumi Pesanggrahan Mas Jl. Griya II Blok J2 – Petukangan Selatan, Jakarta Selatan :
[email protected]
Pendidikan: Tingkat Perguruan Tinggi Studi S1 Institut Pertanian Bogor Peternakan S2 Ternak
Institut Pertanian Bogor
Gelar
Tahun Tamat
Insinyur
1986
Master Sains
2006
Bidang
Ilmu
Pengalaman kerja penelitian Enumerator pada penelitian Treasur Study Universitas Terbuka, tahun 2008
profesional - Staf akademik di Pusat Antar Universitas Universitas Terbuka : 1988-1993 - Staf akademik di Pusat Komputer Universitas Terbuka : 1993-2000 - Staf akademik di FMIPA Universitas Terbuka, Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian : 2000-sekarang
Daftar publikasi yang relevan dengan usul penelitian yang diajukan : 1. Suplementasi Jamu Ternak pada Ayam Kampung di Peternakan Unggas Sektor 4 (Ketua, 2011) 2. Aksesibilitas dan Intensitas Mahasiswa dalam Tutorial Online (Anggota, 2011) 3. Penggunaan Temulawak sebagai Feed Additive dan Substitusi Tepung Daun Mengkudu untuk Meningkatkan Performan Ayam Broiler (Ketua, 2010) 4. Persepsi Civitas Akademika di UPBJJ_UT terhadap Perolehan Sertifikat ISO 9001:2008 (Anggota, 2010) 5. Model Pemberdayaan Masyarakat Usahatani di daerah Bogor, Gunung Kidul, dan Lampung Timur (anggota, 2009) 6. Tanggap Kebal ayam Pedaging yang Diberi Temulawak (anggota, UT, 2008)
27
7. 8. 9. 10.
11.
Pengaruh Pemberian Mengkudu terhadap Kandungan Kolesterol Telur Ayam (Ketua, UT, 2008) Manfaat Jamu Hewan terhadap Ayam Buras (Ketua, UT, 2006). Evaluasi Hubungan antara Indeks Bentuk Telur dengan Persentase DOC yang Menetas pada Ayam Kampung Galur Arab (Ketua, UT, 2002). Pemanfaatan Mikroorganisme Efektif (EM-Bio) dalam Ransum yang Menggunakan Pakan Lokal pada Ayam Buras Periode Pertumbuhan (Anggota, UT, 2000). Substitusi Jagung dengan Tepung Gaplek terhadap Penampilan Ayam Broiler (Ketua, UT, 1998).
28
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ANGGOTA PENELITI BIODATA PRIBADI
Nama Tempat/Tanggal Lahir Alamat Rumah
: Tengku Eduard Azwar Sinar : Petumbukan, 27 November 1959 Pamulang Estat Blok H2/12 : Jl. Duku VI Pamulang 15417
E-mail
[email protected] :
Pendidikan :
1990-1993 : Master of Education (MEd.), Physchology of Education, Faculty of Education, University of Victoria, , B.C., Canada
1979 – 1983 : Insinyur (Ir.), Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor, Indonesia
KARYA ILMIAH (dalam 5 tahun terakhir)
Sinar, T.E.A. dan Wardiny, T.M. (2008) Tanggap Kebal Ayam Pedaging yang Diberi Temulawak
Padmo, D., Sinar, E., Belawati, T. (2004). Quality assurance of the learning process: A case of Universitas Terbuka. Paper presented at the 8th AAOU Conference on Open Learning and Distance Education, Shanghai, 28-30 November 2004.
Belawati, T., Padmo, D., & Sinar, T.E. (2003). Application of Educational Media at Universitas Terbuka (The Indonesian Open University), Will be published in ‘Distance Education in the Commonwealth Countries’. Vancouver, B.C.: Commonwealth of Learning.
29