PENGARUH KEBIJAKAN PERUSAHAAN, KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA, KONDISI FISIK DAN FASILITAS PENUNJANG TERHADAP KESELAMATAN PENUMPANG PENGGUNA ANGKUTAN UMUM DEASY ARIYANTI RAHAYUNINGSIH STIE Trisakti
[email protected] PENDAHULUAN transportasi di Indonesia saat ini K ondisi menunjukkan kondisi yang sangat mempri-
hatinkan. Terjadinya kemacetan, pelanggaran lalu lintas dan kecelakaan adalah masalah yang paling sering tampak di permukaan sebagai masalah lalu lintas. Oleh sebab itu kehadiran angkutan umum yang massal dan cepat merupakan suatu keharusan bagi kota besar, Jakarta. Tapi tampaknya untuk memelihara angkutan umum yang konvensional pun, Jakarta dapat dikatakan gagal. Sehingga akhirnya warga memilih menggunakan kendaraan sendiri yang dalam perspektif penggunaan ruang dipandang tidak efisien. Akibatnya terjadi kemacetan yang memboroskan energi serta waktu dan merugikan semua pihak. Kemacetan itu sendiri mengakibatkan kerugian tujuh triliunan rupiah setiap tahunnya, dan hal ini memperburuk kondisi angkutan umum di Indonesia. Kondisi macet telah mengakibatkan life time kendaraan angkutan umum semakin berkurang, terlebih lagi di jaman yang serba mahal membuat para pengusaha angkutan umum menekan harga perawatan kendaraannya. Kondisi ini terlihat seperti benang kusut dan lingkaran yang tak berkesudahan. Macet disebabkan kondisi dan pelayanan angkutan umum ke masyarakat tapi akibat macet juga menurunkan kualitas pelayanan angkutan umum. Menurut hasil jajak pendapat Litbang Kompas, September, sebanyak 70.4 %
masyarakat Jakarta tidak puas dengan pelayanan angkutan umum. Sedangkan tata ruang, jaringan jalan, sistem transportasi moda terpadu, rencana dan kebijakan angkutan umum, populasi kendaraan, pengaturan lalu lintas, penegakan hukum, ketersediaan sumberdaya dan aturan bisa dikatakan sebagai akar masalah transportasi di Jakarta. Keselamatan penumpang angkutan umum dapat ditunjukkan apabila penumpang merasa nyaman, tidak mengalami kecelakaan dan tidak mengalami perampokan (kejahatan). Berbagai fakta di media menunjukkan bahwa human error, kondisi fisik transportasi yang sudah tua atau tidak layak untuk beroperasi dan fasilitas penunjang angkutan yang tidak memadai menempati persentase terbesar sebagai faktor penyebab timbulnya kecelakaan atau musibah yang menimpa sistim transportasi di Indonesia sedangkan selebihnya disebabkan oleh kebijakan perusahaan atau kebijakan pengusaha angkutan umum. Kita perlu mengakui bahwa kualitas angkutan umum di Indonesia sangat buruk, karena keselamatan penumpang bukan merupakan prioritas utama utama bagi penyedia jasa angkutan umum dan sayangnya pemerintah terkesan membiarkan saja dan tidak melakukan upaya perbaikan. Kondisikondisi tersebut dapat menganggu keselamatan penumpang sehingga penumpang merasa tidak nyaman (tidak aman) dalam menaiki angkutan umum (metromini) dan faktor-faktor lain
yang mengindikasikan timbulnya kecelakaan serta bagaimana mengelola kualitas pelayanan sehingga dapat memuaskan penumpang angkutan umum. Hal-hal tersebut perlu mendapatkan perhatian yang cukup besar dan hal inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian ini. Peneliti mengembangkan sejumlah faktor yang berperan dalam terciptanya keselamatan penumpang ditinjau dari sisi pengemudi dan penumpang angkutan umum. Hal ini disebabkan salah satu sumber buruknya pelayanan kendaraan umum adalah para pengusaha dan supir angkutan umum. Selain itu indikasi kemungkinan adanya perbedaan kenyataan yang terjadi diantara pengemudi dan penumpang angkutan umum mengenai kualitas sumber daya manusia (pengemudi), kebijakan pengusaha angkutan umum, kondisi fisik dan fasilitas penunjang dan keselamatan penumpang angkutan umum dan selanjutnya peneliti mampu memberikan solusi untuk mencegah atau meminimalisasi timbulnya kecelakaan atau musibah yang menimpa sarana transportasi di Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh bukti empiris adanya pengaruh kebijakan pengusaha angkutan umum, kualitas sumber daya manusia, kondisi fisik angkutan dan fasilitas penunjang terhadap keselamatan penumpang pengguna angkutan umum (metromini) ditinjau dari sisi pengemudi dan penumpang angkutan umum dan perbedaan-perbedaan persepsi yang mungkin terjadi antara pengemudi dan penumpang angkutan umum terhadap kualitas pengemudi, kebijakan perusahaan, kondisi fisik dan fasilitas penunjang serta keselamatan penumpang. Kebijakan Perusahaan Bisnis angkutan umum sebenarnya merupakan proyek rugi. Soalnya bisnis angkutan memiliki nilai penyusutan yang lebih besar ketimbang proyek-proyek lain. Hutagulung pada Kontan online.com (2002) menyatakan bahwa bisnis transportasi merupakan proyek merugi, karena bisnis transportasi hanya menempati
urutan keempat setelah bisnis property, perkebunan dan makanan serta minuman, sehingga bisnis transportasi tersebut bukan merupakan satu-satunya sumber hidup. Akan tetapi usaha angkutan ini dapat menjadi suatu yang menjanjikan apabila dikelola dengan baik sehingga menjadi bisnis yang sehat dan berdampak pada pelayanan transportasi masyarakat. Pelayanan transportasi yang baik dan berkesinambungan akan tercipta jika terdapat pola kerja yang baik dan tetap antara pengemudi dan pengusaha angkutan umum bukan pola hubungan tidak tetap dengan sistem borongan. Perangin pada Kompas (2003) menyatakan bahwa pada pola “kejar setoran” ini pengemudi tidak hanya bertugas mengemudikan kendaraan untuk mencapai tujuan dengan selamat dan sesuai aturan. Pengemudi juga bertanggung jawab atas pendapatan yang tidak tetap. Untuk mencapai setoran, pengemudi akan berupaya dengan segala cara termasuk kebut-kebutan, ugal-ugalan dan lain sebagainya. Kondisi ini berlawanan dengan hubungan kerja perusahaan transportasi di sejumlah negara di luar negeri, yang mana pengemudi digaji tetap, tinggal berfikir bagaimana membawa penumpang dengan selamat dan sesuai aturan berlalu lintas. Tak akan ada bis berhenti jika bukan di halte. Pada sistem borongan dipilih pengusaha angkutan berdasarkan hitungan ekonomis untuk bertahan. Sedangkan pada angkutan kota dan perkotaan, tarif ditetapkan pemerintah berdasarkan daya beli masyarakat. Namun karena pemerintah tidak memberikan subsidi yang memadai sehingga tidak terjadi kesesuaian tarif dengan biaya operasionalisasi kendaraan. Kondisi tersebut disiasati dengan penerapan sistem borongan. Pengemudi dihitung sebagai variable cost sehingga mudah diturunkan. Jika pengemudi dihitung sebagai fixed cost, maka biaya operasional akan naik, sedangkan permintaan saat ini adalah justru cenderung menurun (Kompas 2003). Pengusaha angkutan umum di satu sisi ingin memberikan servis yang baik kepada masyarakat karena kegiatan operasional ang-
kutan umum adalah memberikan jasa kepada masyarakat pengguna angkutan umum tersebut. Terkait dengan kegiatan tersebut, maka pengusaha angkutan umum perlu sekali memperhatikan unsur-unsur terkait dengan pemberian jasa tersebut. Pengusaha umumnya mengkaitkan unsur-unsur pemberian jasa dengan kebijakan perusahaan, diantaranya memangkas biaya operasi, tarif angkutan kota, biaya perawatan dan kesejahteraan pengemudi angkutan. Pengusaha angkutan sudah sepatutnya untuk selalu melakukan perawatan terhadap armada yang dimilikinya dengan mengecek kondisi sarana dan prasarana yang dimiliki armadanya, bukan melakukan pengecekan saat pengusaha akan memperbaharui izin operasional. Seperti pada tingkat pusat terdapat aturan bahwa pengusaha angkutan darat dilarang untuk menyewa armada dari luar negeri. Menurut Organda aturan tersebut dipandang sebagai hambatan untuk peremajaan kendaraan. Djauhari pada Kompas (2003), menyatakan ada kecenderungan bahwa pengoperasian usaha angkutan dipermudah oleh pemerintah, tetapi kualitas dan standar pelayanan diabaikan. Kebijakan pengusaha angkutan tersebut tidak terlepas dari campur tangan pemerintah karena pengusaha yang ingin memangkas biaya operasi dan memperhatikan biaya perawatan mesin biasanya menghendaki pemerintah agar melakukan penghapusan terhadap pajak izin usaha, izin trayek, kir, pajak pertambahan nilai dan kenaikan bahan bakar minyak (BBM) serta mengupayakan adanya kenaikan tarif angkutan. Adanya kenaikan tarif angkutan kota, disatu sisi bisa menjerumuskan pengusaha angkutan bis karena secara psikologis penumpang menuntut adanya peningkatan mutu pelayanan sedangkan disisi lain mengganggu kesejahteraan hidup pengemudi (kelangsungan keluarga). Padahal pengusaha angkutan umum masih berharap memperoleh keuntungan dari bisnis tersebut. Begitupula yang terjadi pada pemerintah yang menghadapi dilema saat menetapkan besar kecilnya tarif angkutan kota, karena merosotnya
daya beli pengguna jasa angkutan kota yang mengakibatkan pengusaha terus merugi akibat kenaikan harga bahan bakar minyak dan suku cadang. Silaen pada Kompas (2003) menyatakan bahwa kebanyakan pengusaha metro mini terjerat utang ke tengkulak, pemilik toko onderdil dan toko ban, sehingga sebagai jaminan, pengusaha biasanya menggadaikan Surat Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB). Oleh sebab itu hampir 80% pengusaha metromini tidak memegang BPKB. Kesemua ini dilakukan perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Jika melihat permasalahan yang dihadapi pengusaha angkutan umum ditinjau dari kenaikan tarif angkutan dan kualitas pelayanan yang diberikan bagaikan perumpamaan surga dan neraka. Seperti penumpang jatuh dari bus karena pengemudi tidak berhenti di tempat yang telah ditentukan. Perilaku pengemudi semacam ini adalah tanggung jawab perusahaan. Tetapi sampai sejauh ini pengusaha jarang melakukan tindakan pembenahan, mereka seolah-olah tutup mata dan tutup telinga. Kesalahan seperti itu merupakan human error. Sedangkan mechanical error itu sendiri adalah banyak metromini yang beroperasi tidak memiliki kaca belakang (copot). Ironisnya metromini tanpa kaca belakang itu lewat di jalan protokol. Hal ini tentunya menjadi bahan pertanyaan bagi wisatawan asing di Indonesia mengenai mutu angkutan umum di Indonesia berikut pelayanan yang dihasilkan dari angkutan seperti itu. Semua ini terjadi karena pemerintah tidak bisa memainkan peran sentralnya selaku pembuat kebijakan karena antara peraturan perundang-undangan yang ada dengan penerapan di lapangan sering tidak berjalan seiring. Pemerintah melalui elite-elitenya di lapangan, acap kali mengabaikan peraturan perundang-undangan yang ada karena lebih mementingkan urusan pribadi. Bahkan fokus terhadap urusan pribadi acap kali melahirkan pejabat yang cenderung mencari kambing hitam setiap kali terjadi kecelakaan.
Kualitas Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia merupakan elemen pokok dan asset perusahaan yang paling penting dalam suatu organisasi, karena sumber daya manusia mempengaruhi efisensi dan efektivitas organisasi. SDM merupakan suatu investasi yang jika dikembangkan dan dikelola secara efektif akan memberikan imbalan bagi organisasi dalam bentuk produktivitas yang lebih besar. Dalam konteks pelayanan, peran SDM sangat besar, karena berhasil atau tidaknya suatu pelayanan sangat tergantung pada SDM nya. Karena jika pelayanan yang diberikan bisa menumbuhkan kepuasan pelanggan, maka pelangganpun akan terus membelanjakan penghasilannya kepada produk atau jasa yang kita hasilkan. SDM bisa diibaratkan sebagai dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu sisi dengan sisi lainnya. Sisi satu adalah keahlian (skill) sedangkan sisi yang lain adalah karakter. Perlu diakui bahwa setiap perusahaan pasti akan memilih SDM yang memiliki kedua sisi mata uang sekaligus. Artinya setiap perusahaan akan lebih menyukai SDM yang mempunyai keahlian dan karakter yang baik. Hal ini juga tidak terlepas dari permasalahan yang diungkapkan oleh Departemen Perhubungan yang merumuskan bahwa kondisi keselamatan, keamanan transportasi keterbatasan sumber daya manusia, administrasi negara serta dana pembangunan transportasi, pencemaran lingkungan, penggunaan energi yang tidak optimal, jaringan prasarana dan pelayanan yang kurang baik serta belum terpadu serta daya saing usaha transportasi nasional dipandang tak kalah bermasalah dan masih memprihatinkan. Selain itu kenyataan yang dialami oleh pengusahan angkutan umum yang berusaha mendapatkan SDM yang ideal, paling tidak memprioritaskan kepada pengemudi yang memiliki karakter yang baik meskipun kompetensinya kurang. Sedangkan pengemudi yang baik adalah pengemudi yang memiliki ketrampilan dalam mengemudi, memiliki emosi, kejiwaan, kesehatan jasmani dan reflek gerak yang baik. Tetapi secara filosofi pada kondisi saat ini,
pengemudi adalah mereka yang hanya lulus uji ketrampilan dasar mengemudi saja sedangkan faktor logika dan nalar tidak masuk dalam filosofi berkendara mereka. Jadi yang ditonjolkan adalah sifat mamalianya saja yaitu mau menang sendiri, tidak sabar, egois dan tidak mau kalah. Pada angkutan umum, adanya prioritas terhadap pilihan yang ada tersebut tidak berdampak, justru pelanggaran lalu lintas dan tabrak lari yang dilakukan oleh pengemudi tetap terjadi karena ketidakmampuan mereka memahami peraturan lalu lintas sehingga menimbulkan kecelakaan dan kasus yang sering terjadi adalah pengemudi melarikan diri setelah menabrak. Oleh sebab itu Departemen Perhubungan mengupayakan penyempurnaan regulasi berupa pola sertifikasi pengemudi angkutan umum sehingga melalui sertifikasi ini diperoleh SDM yang berkualitas dalam sistem transportasi Indonesia. Kompetensi pengemudi harus ditingkatkan sesuai dengan bidang keahliannya. Dengan kata lain, pengemudi tersebut perlu ditingkatkan ilmu dan pengalamannya agar bisa meningkatkan kompetensi SDM. Sedangkan dalam membangun sisi karakter dilakukan dengan pembinaan berupa pemberian contoh-contoh pengalaman yang membangkitkan kesadaran nurani, training-training yang membangkitkan kecerdasan emosional dan spiritual. Hal ini dilakukan agar mereka tidak mudah mengeluh, tidak selalu menuntut dan tidak selalu merasa kurang. Kondisi Fisik dan fasilitas Penunjang Kualitas kendaraan umum yang lalu lalang setiap hari di jalan layak umumnya tidak layak lagi dipakai. Seperti metromini, kopaja, mikrolet maupun bajai dan bemo banyak yang seharusnya tidak laik jalan. Bahkan untuk beberapa rute seperti jurusan merak, gerbong kereta api pun tidak pantas dipergunakan. Bukan karena bodinya yang miring dan sudah keropos tetapi kendaraan umum tersebut mengotori lingkungan karena asap hitam tebal yang keluar dari knalpot, atau ban yang dipakai
aus atau rem yang sudah tidak berfungsi. Mengenai kondisi kendaraan tersebut, maka perlu dilakukan pemeriksaan secara ketat, kalau perlu Indonesia meniru negara lain yaitu Inggris. Di Inggris, apabila pengemudi ingin memperpanjang surat tanda nomor kendaraan (STNK) maka diwajibkan melewati pemeriksaan mengenai kualitas ban, kondisi rem, lampu-lampu hingga pembersih kaca. Bahkan untuk ban bukan hanya dilihat masih ada ulir atau tidak, melainkan setiap satu tahun ban mobil harus diganti karena dianggap sudah tidak kenyal dan bisa berbahaya apabila dipakai di jalan bebas hambatan. Jadi kendaraan-kendaraan yang memenuhi persyaratan saja yang layak dan diizinkan untuk dipakai. Tapi kenyataannya pada saat pemeriksaan kir kendaraan umum, tidak ada sama sekali pemeriksaan kondisi kendaraan yang sebenarnya dilakukan, yang terjadi adalah pengemudi yang membayar bea tersebut menyelipkan uang kepada petugas maka kendaraan itu pasti akan di cap lolos pemeriksaan. Permasalahan yang ada tersebut merupakan gambaran umum yang terjadi pada angkutan umum. Sedangkan kondisi spesifik atau khusus yang ada pada angkutan umum di Indonesia saat ini adalah tidak adanya petunjuk penyelamatan diri pada angkutan umum di darat baik melalui awak bis (standar keselamatan bis) ataupun kertas petunjuk penyelamatan, awak bis yang tidak memiliki pengetahuan tentang standar keselamatan, tidak tersedianya alat pemecah kaca yang seharusnya berada dibeberapa tempat di dalam bis, pintu hidrolik yang canggih dan berfungsi untuk memudahkan serta membuat perjalanan lebih aman, pintu bis tidak dapat dibuka dengan dua cara yaitu otomatis dan mekanis, law enforcement tidak tersistematisasi, pengawasan kendaraan yang semrawut (uji laik jalan atau kir yang dilakukan dengan benar seharusnya dapat menjamin keamanan), mengganti ban gundul dengan ban baru sebelum uji laik jalan dan setelah itu mereka menggunakan kembali ban gundul tersebut, tidak adanya standar pembu-
atan karoseri oleh pemerintah dan belum adanya pelatihan dan penyempurnaan kendaraan. Berdasarkan kondisi tersebut pemerintah hendaknya memperhatikan komponen kenyamanan dan komponen keselamatan. Jika pemerintah perlu menetapkan suatu pilihan, maka yang terjadi sebaiknya mengurangi komponen kenyamanan bukan komponen keselamatan, maksudnya adalah lebih baik berdesakan di bis dengan bangku rusak atau AC mati daripada membiarkan ban gundul atau mesin mobil rusak tetapi kursinya nyaman. Keselamatan Penumpang Semakin sulitnya menjalankan bisnis angkutan, membuat pengusaha angkutan berlomba mencari jalan agar dapat bertahan hidup dan salah satunya adalah dengan mengabaikan unsur keselamatan penumpang. Dalam membangun sektor perhubungan di Indonesia, penghargaan terhadap nyawa manusia sangat memprihatinkan. Nyawa manusia dianggap sepele dan hanya diukur berdasarkan premi asuransi. Prioritasnya adalah keuntungan ekonomi jika melibatkan pihak swasta. Alhasil tiap bulan bangsa kita selalu mencatat sebagian besar warganya meninggal dunia akibat kecelakaan saat memanfaatkan sarana transportasi. Salah satunya adalah peristiwa kecelakaan 54 penumpang bus pariwisata AO Transport yang terdiri atas pelajar kelas dua Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) I Yayasan Pembinaan Generasi Muda, Sleman Yogyakarta. Peristiwa tragis ini hendaknya menjadi pelajaran bagi bangsa Indonesia dalam membenahi kisruhnya sektor transportasi, khususnya angkutan umum. Peristiwa tragis yang sering terjadi di jalan raya ini hampir tidak pernah ada solusi yang konkret agar pengemudi mengutamakan keselamatan bersama (safety first) sehingga kecelakaan serupa tidak terulang. Dalam peristiwa kecelakaan, ada beberapa pihak yang terkait dengan masalah tanggung jawab keselamatan perangkutan atau transportasi yaitu operator (crew), regulator (pemerintah) dan pemilik atau pengusaha pe-
rangkutan dan ditambah satu pihak lagi yaitu masyarakat pengguna jasa transportasi. Umumnya masyarakat tidak peduli pada safety first sebab mereka menganggap peristiwa itu tidak terjadi pada diri mereka saat ini melainkan terjadi pada orang lain. Kebijakan dalam Keselamatan Penumpang Dikun selaku Ketua Masyarakat Transportasi Nasional yang juga Deputi Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Bapenas Bidang Sarana dan Prasarana berpendapat bahwa keselamatan publik merupakan tanggung jawab pemerintah akan tetapi tidak ada konsep, kebijakan dan strategi yang jelas. Ini terlihat dari anggaran pemerintah yang tidak dialokasikan secara layak untuk mendukung terwujudnya sistem transportasi yang memperhitungkan keselamatan masyarakat. Kebijakan hendaknya dituangkan pada konsistensi pemerintah dalam melaksanakan sertifikasi kelaikan jalan. Misalnya sistem kir, sertifikasi kelaikan jalan, pembenahan administrasi pemberian SIM dan audit keselamatan pada setiap lokasi rawan. Audit keselamatan dapat dilakukan dengan mengukur kembali geometri jalan, mengaudit rambu, marka dan kontrol lalu lintas, penambahan beton pemisah jalan jika tingkat kerawanan tinggi dan pendanaan secara sharing dengan pemerintah daerah. Selain itu perusahaan angkutan juga perlu diaudit, sehingga jika ditemukan hal-hal yang tidak sesuai standar, izin trayek atau izin operasi, maka izin atau keberadaan angkutan umum tersebut dapat dicabut dan kendaraanya di grounded. Peran asuransi dalam hal ini tidak hanya memberikan santunan jika terjadi kecelakaan, melainkan pula mensosialisasikan pencegahan terhadap kecelakaan. Dalam kaitannya dengan prasarana yang menunjang proses terciptanya kepentingan dan keselamatan publik, maka kelengkapan pengaman angkutan umum hendaknya menjadi ketentuan wajib dalam praktik. Selain itu pengaturan transportasi Indonesia juga hendak-
nya mengikuti kaidah dalam kebijakan transportasi yaitu engineering, education dan law enforcement. Meskipun angkutan umum darat tidak semewah angkutan darat, tetapi perawatan dan pemeriksaan secara rutin perlu dilakukan, selain itu petunjuk keselamatan diri jika terjadi kecelakaan perlu dicantumkan, kemudahan membuka pintu bis secara otomatis maupun mekanis dan pengemudi juga dibekali mengenai standar keselamatan sehingga dia tidak hanya mampu mengemudikan kendaraan tetapi juga memiliki tanggung jawab terhadap nyawa penumpang. Oleh sebab itu perlu adanya pengawasan dalam membuat SIM sehingga SIM memang hanya diberikan kepada orang yang layak dan mampu mengemudi. METODA PENELITIAN Penelitian ini menggunakan purposive sampling method dimana, sampel pada penelitian ini adalah para penumpang dan pengguna setia angkutan umum dan pengemudi khususnya angkutan umum metromini di beberapa wilayah di Jakarta. Alasannya adalah pada angkutan umum ini memiliki risiko kecelakaan yang sangat besar. Penumpang yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penumpang yang rutin menggunakan alat transportasi ini dalam aktivitas sehari-harinya. Kebijakan perusahaan atau pengusaha angkutan umum ini disusun berdasarkan pada Peraturan Pemerintah RI No 44/1993 dan PP No 42/1993, Undang-Undang RI NO 14/1992, UU lalu Lintas dan Keputusan Menteri Perhubungan No KM 35 Tahun 2003, yang berkaitan dengan Lalu Lintas, Kendaraan dan Pengemudi. Kebijakan perusahaan adalah kebijakan pengusaha angkutan umum atau pihak perusahaan yang berkaitan dengan sistim transportasi di Indonesia meliputi peremajaan armada metromini, menentukan kriteria dalam merekrut pengemudi, mengadakan pelatihan kepada pengemudi, memperhatikan kesejahteraan pengemudinya (asuransi) dan menetapkan jumlah setoran pengemudi ke pemilik angkutan yang
kadangkala merugikan pengemudi (mendorong pengemudi bertindak brutal dalam menjalankan kendaraannya, karena mengejar setoran) dan kurangnya pengawasan terhadap keberadaan beberapa sopir tembak dan hal-hal lainnya. Kualitas pengemudi, kondisi fisik dan fasilitas penunjang dan keselamatan penumpang diukur dengan instrumen Service Quality (Kualitas Jasa). Kualitas pengemudi dalam penelitian ini meliputi indikator kemampuan pengemudi dalam mengemudi angkutan umum, memahami mengenai tata cara berlalu lintas, rambu-rambu marka jalan, persyaratan tehnis, laik jalan serta berkendaraan. Kondisi fisik dan fasilitas penunjang meliputi kondisi fisik mesin, lampu sen, stir dan perlengkapan lain yang menunjang dalam mengemudi, perawatan kendaraan, fasilitas penunjang (kipas angin, sound system), standar keamanan dan emisi tertentu, kelaikan beroperasi, keselamatan pengemudi yang meliputi sabuk kelamatan dan rem.
Penumpang angkutan umum merasakan aman dan nyaman saat mengendarai metromini dari bahaya kecelakaan dan gangguan kejahatan. Keselamatan penumpang akan tercipta apabila didukung oleh kendaraan yang memenuhi persyaratan tehnis dan laik jalan dan juga adanya keramahan dan kesabaran pengemudi. Pengujian Hipotesis 1 Pengujian hipotesis 1 ini terdiri atas dua bagian yaitu: H1a Kualitas sumber daya manusia (pengemudi metromini), kondisi fisik dan fasilitas penunjang dan kebijakan pengusaha berpengaruh terhadap keselamatan penumpang metromini ditinjau dari persepsi pengemudi metromini. Berdasarkan H1a tersebut maka peneliti melakukan serangkaian pengujian analisa regresi berganda, dengan dikhususkan pada obyeknya yaitu pengemudi metromini.
Tabel 1 Model Summary dan Anova Model
R
R Square
Adjusted R Square
F
Sig
1
0,247
0,061
-0,040
0,606
0,617
Tabel 1 menunjukkan bahwa hubungan antara masing- masing variabel yaitu kualitas SDM, kebijakan pengusaha angkutan umum, kondisi fisik dan fasilitas penunjang serta keselamatan penumpang sangat lemah, karena nilainya di bawah 0,5. Selain itu nilai adjusted R square yang menunjukkan angka negatif maka analisa dilakukan terhadap R Square sebesar 0,061, analisanya adalah variabel dependen yaitu keselamatan penumpang dapat dijelaskan oleh variabel independen yaitu kualitas SDM, kebijakan pengusaha angkutan umum dan kondisi fisik sebesar 6,1% dan sisanya sebesar 93,9% dijelaskan oleh variabel lain.
Selanjutnya untuk nilai F hitung sebesar 0,606 dengan probablitas sebesar 0,617 yang nilainya lebih besar daripada 0,05, maka model regresi tersebut tidak dapat digunakan untuk memprediksi keselamatan penumpang atau dapat dikatakan bahwa kualitas SDM, kebijakan pengusaha, kondisi fisik dan fasilitas penunjang secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap keselamatan penunpang. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa dari persepsi pengemudi menunjukkan bahwa kualitas SDM, kebijakan pengusaha, kondisi fisik dan fasilitas penunjang secara bersamasama tidak berpengaruh terhadap keselamatan penumpang. Sehingga H1a gagal diterima. Hal
ini dilatarbelakangi adanya anggapan dari pengemudi bahwa keselamatan penumpang pada dasarnya merupakan suatu faktor keberuntungan saja. Sedangkan variabel-variabel yang ditunjukkan pada penelitian ini merupakan faktor pendukung saja terciptanya keselamatan penumpang.
H1b Kualitas sumber daya manusia (pengemudi metromini), kondisi fisik dan fasilitas penunjang dan kebijakan pengusaha berpengaruh terhadap keselamatan penumpang metromini ditinjau dari persepsi penumpang metromini.
Tabel 2 Model Summary dan Anova Model
R
R Square
Adjusted R Square
F
Sig
1
0.305
0.093
-0.004
0.954
0.428
Tabel 2 menunjukkan bahwa hubungan antara masing- masing variabel yaitu kualitas SDM, kebijakan pengusaha angkutan umum, kondisi fisik dan fasilitas penunjang serta keselamatan penumpang sangat lemah, karena nilainya di bawah 0,5. Selain itu nilai adjusted R square yang menunjukkan angka negatif maka analisa dilakukan terhadap R Square sebesar 0,093, analisanya adalah variabel dependen yaitu keselamatan penumpang dapat dijelaskan oleh variabel independen yaitu kualitas SDM, kebijakan pengusaha angkutan umum dan kondisi fisik sebesar 9,3% dan sisanya sebesar 90,7% dijelaskan oleh variabel lain. Selanjutnya untuk nilai F hitung sebesar 0,954 dengan probablitas sebesar 0,428 yang nilainya lebih besar dari 0,05, maka model regresi tersebut tidak dapat digunakan untuk memprediksi keselamatan penumpang atau dapat dikatakan bahwa kualitas SDM, kebijakan pengusaha, kondisi fisik dan fasilitas penunjang secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap keselamatan penumpang. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa dari persepsi penumpang menunjukkan bahwa kualitas SDM, kebijakan pengusaha, kondisi fisik dan fasilitas penunjang secara bersamasama tidak berpengaruh terhadap keselamatan
penumpang. Sehingga H1b gagal diterima. Hal ini dilatarbelakangi adanya anggapan dari penumpang bahwa keselamatan penumpang ditunjang oleh faktor lain yang berperan besar dalam terciptanya keselamatan Sedangkan variabel-variabel yang ditunjukan pada penelitian ini hanya merupakan faktor pendukung terciptanya keselamatan penumpang. Pengujian Hipotesis 2 H2 Terdapat perbedaan persepsi antara pengemudi angkutan umum dan penumpang angkutan umum mengenai kualitas sumber daya manusia (pengemudi). Berdasarkan hipotesis 2 tersebut, peneliti melakukan serangkaian penelitian yang membandingkan dua kelompok yaitu pengemudi dan penumpang metromini terhadap beberapa variabel yang diajukan dalam penelitian ini yaitu kualitas sumber daya manusia (pengemudi), kebijakan pengusaha angkutan umum, kondisi fisik dan fasilitas penunjang dan keselamatan penumpang. Pengujian dilakukan menggunakan Independent Sample T Test, yaitu membandingkan dua kelompok sampel yang mana data yang digunakan adalah berdistribusi normal.
Tabel 3 Group Statistics
KUALI TAS KON KEB KES
RES pengemudi penumpang pengemudi penumpang pengemudi penumpang pengemudi penumpang
N
Mean 65.84 53.78 39.4688 28.0000 20.4375 23.7500 26.6563 18.8750
32 32 32 32 32 32 32 32
Berdasarkan tabel 3 terlihat bahwa rata-rata kualitas SDM, kondisi fisik dan fasilitas penunjang, kebijakan pengusaha angkutan umum dan keselamatan penumpang memiliki rata-rata nilai yang berbeda. Perbedaan mendasar terlihat pada kualitas SDM, kondisi fisik dan fasilitas penunjang dan keselamatan penumpang. Hal ini disebabkan karena selama ini pengemudi menganggap bahwa jasa atau pelayanan yang diberikan kepada penumpang selama ini sudah mencukupi, jika ada kekurangan-kekurangan dalam pelayanan tersebut hanya merupakan unsur penunjang saja. Sedangkan penumpang mengharapkan pengemudi selaku seseorang yang memberikan jasa pelayanan sudah sewajarnya memberikan pelayanan yang maksimal kepada penumpang. Karena
St d. Dev iation 7.510 13.336 7.32201 11.36491 7.26875 8.93706 3.23897 3.90822
St d. Error Mean 1.328 2.358 1.29436 2.00905 1.28495 1.57986 .57257 .69088
pelayanan yang baik dan maksimal akan berdampak pada kepuasan pelanggan. Hal ini sedikit banyak memberikan pengaruh adanya perbedaan hasil dan kesenjangan atau gap baik dari pemberi pelayanan maupun yang menikmati pelayanan tersebut. Perbedaan tidak terlalu besar pada variabel kebijakan perusahaan, karena kebijakan tersebut diturunkan dari pemerintah kepada pengusaha metromini. Jadi pengusaha selaku pelaksana dari instruksi, keputusan pemerintah tersebut. Keputusan berada ditangan pengusaha apakah pengusaha tersebut akan menjalankannya saja atau berusaha untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada. Sedangkan penumpang menikmati akhir dari pelaksanaan keputusan atau instruksi pemerintah tersebut. Tabel 4 T Test
Independent Samples Test Lev ene's Test f or Equality of Variances
F KUALI TAS
KON
KEB
KES
Equal v ariances assumed Equal v ariances not assumed Equal v ariances assumed Equal v ariances not assumed Equal v ariances assumed Equal v ariances not assumed Equal v ariances assumed Equal v ariances not assumed
4.717
2.589
1.086
2.517
Sig. .034
.113
.301
.118
t-t est f or Equalit y of Means
t
df
Sig. (2-tailed)
Mean Dif f erence
St d. Error Dif f erence
95% Conf idence Interv al of t he Dif f erence Lower Upper
4.458
62
.000
12.06
2.706
6.654
17.471
4.458
48.863
.000
12.06
2.706
6.625
17.500
4.799
62
.000
11.4688
2.38991
6.69139
16.24611
4.799
52.953
.000
11.4688
2.38991
6.67510
16.26240
-1.627
62
.109
-3.3125
2.03643
-7.38327
.75827
-1.627
59.529
.109
-3.3125
2.03643
-7.38663
.76163
8.672
62
.000
7.7813
.89731
5.98756
9.57494
8.672
59.934
.000
7.7813
.89731
5.98633
9.57617
Tabel 4 menunjukkan bahwa F hitung untuk kualitas dengan Equal Variance Assumed (diasumsi kedua varians sama atau menggunakan pooled variance t test) adalah 4.717 dengan probabilitas 0.034. Karena probabilitas < 0.05, maka kedua varians adalah berbeda. Berbedanya kedua varians membuat penggunaan varians untuk membandingkan rata-rata populasi dengan t test sebaiknya menggunakan dasar Equal variance not assumed. (diasumsi kedua varians adalah tidak sama). Keputusannya pada output terlihat bahwa nilai probabilitas adalah 0.00. Karena probabilitas < 0.05 maka Ha diterima, dengan kesimpulan terdapat perbedaan antara pengemudi dan penumpang metromini mengenai kualitas SDM (pengemudi metromini). Hal ini terjadi karena selama ini pengemudi selalu menganggap diri mereka sudah cukup layak dan memahami mengenai aturan berlalu lintas dan hal-hal yang terkait dengan pelayanan kepada penumpang. Tapi selama ini pula banyak sekali penumpang yang merasa selalu dikecewakan dengan tingkah laku pengemudi dalam mengemudikan kendaraannya dan penumpang merasa tidak puas atas pelayanan yang diberikan pengemudi kepada penumpang selama beberapa ini. Hal ini terlihat dari karaknya kecelakaan yang diakibatkan oleh pengemudi metromini yang teledor dan ceroboh dalam mengemudikan kendaraannya. Pengujian Hipotesis 3 H3 Terdapat perbedaan persepsi antara pengemudi angkutan umum dan penumpang angkutan umum mengenai kebijakan pengusaha angkutan umum Tabel 4 menunjukkan bahwa F hitung untuk kualitas dengan Equal Variance Assumed (diasumsi kedua varians sama atau menggunakan pooled variance t test) adalah 1.086 dengan probabilitas 0.301. Karena probabilitas >0.05, maka kedua varians adalah identik yaitu tidak terdapat antara kedua varians untuk mem-
bandingkan rata-rata populasi dengan t test sebaiknya menggunakan dasar Equal variance Assumed (diasumsi kedua varians adalah sama). Keputusannya adalah pada output terlihat angka sebesar 0,109. Karena probablilitas >0.05 maka Ha gagal diterima kesimpulannya adalah terdapat perbedaan antara pengemudi dan penumpang metromini mengenai kebijakan pengusaha. Hal ini terjadi karena para pengemudi dan penumpang memiliki persepsi sama mengenai kebijakan tersebut. Kebijakan tidak menimbulkan polemik perbedaan karena kebijakan pengusaha pada dasarnya diturunkan dari pemerintah. Sehingga pengusaha sebagai pelaksana dari instruksi atau keputusan pemerintah dan penumpang hanya menerima akibat dari pelaksanaan intruksi atau keputusan pemerintah. Pengujian Hipotesis 4 H4 Terdapat perbedaan persepsi antara pengemudi angkutan umum dan penumpang angkutan umum mengenai kondisi fisik dan fasilitas penunjang. Tabel 4 menunjukkan bahwa F hitung untuk kualitas dengan Equal Variance Assumed (diasumsi kedua varians sama atau menggunakan pooled variance t test) adalah 2,589 dengan probabilitas 0,113. Karena probabilitas > 0,05, maka kedua varians adalah identik yaitu tidak terdapat perbedaan antara kedua varians membuat penggunaan varians untuk membandingkan rata-rata populasi dengan t-test sebaiknya menggunakan dasar Equal Variance Assumed (diasumsi kedua variance adalah sama). Keputusannya adalah pada output terlihat nilai probabilitas sebesar 0,00. Karena probabilitas <0.05, maka Ha diterima. Kesimpulannya adalah terdapat perbedaan antara pengemudi dan penumpang metromini mengenai kondisi fisik dan fasilitas penunjang. Persepsi yang berbeda ini disebabkan karena masing-masing pengemudi dan penumpang melihat kenyataan yang sebenarnya mengenai kondisi yang ada pada
angkutan umum tersebut. Hal ini tidak bisa dipungkiri, bahwa kondisi angkutan umum beserta fasilitas penunjang yang ada benar-benar memprihatinkan bagi keselamatan penumpang. Sedangkan bagi pengemudi, kondisi semacam ini sudah sepatutnya yang tyerjadi pada angkutan umum, karena menurut pengemudi sangat tidak memungkinkan tariff murah dengan kondisi yang mewah atau Lux. Pengujian Hipotesis 5 H5 Terdapat perbedaan persepsi antara pengemudi angkutan umum dan penumpang angkutan umum mengenai keselamatan penumpang angkutan umum Tabel 4 menunjukkan bahwa F hitung untuk kualitas dengan Equal Variance Assumed (diasumsi kedua varians sama atau menggunakan pooled variance t test) adalah 2.517 dengan probabilitas 0.118. Karena probabilitas > 0.05, maka Ha gagal diterima atau kedua varians adalah identik maksudnya tidak adanya perbedaan antara kedua varians membuat penggunaan varians untuk membandingkan rata-rata populasi dengan t test dan sebaiknya menggunakan dasar Equal Variance Assumed (diasumsi kedua varians adalah sama). Keputusannya adalah pada output tampak nilai 0,00. Karena probabilitas <0.05 maka Ha diterima, kesimpulannya adalah terdapat perbedaan antara pengemudi dan penumpang metromini mengenai keselamatan penumpang. Maksudnya adalah pada dasarnya setiap orang tidak ingin mengalami kecelakaan lalu lintas, namun ada kalanya keinginan tersebut tidak diiringi oleh niat hati para pengemudi, mereka lebih cenderung untuk mengejar setoran dengan atau tanpa memperhatikan keselamatan penumpang. Pengemudi menganggap bahwa mereka sudah berusaha untuk hati-hati tapi usaha yang mereka lakukan tidak maksimal sepenuhnya diimbangi dengan kenyataan yang ada. Hal ini berbeda dengan keinginan yang diinginkan oleh penumpang, meskipun tarif metromini tidak semaksimal bis AC tapi kese-
lamatan tetap harus diperhatikan. Keselamatan adalah diatas segala-galanya tanpa melihat besaran tarif angkutan umum tersebut. Sedangkan bagi pengemudi ada kalanya berpendapat, kalau mau selamat hendaknya bayar mahal. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang terdapat pada bab sebelumnya menyimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh kualitas SDM pengemudi metromini, kondisi fisik dan fasilitas penunjang dan kebijakan pengusaha terhadap keselamatan penumpang ditinjau dari sisi pengemudi dan penumpang metromini. Selain itu berdasarkan hasil perbandingan antara persepsi pengemudi dan penumpang metromini disimpulkan bahwa terdapat perbedaan dalam hal kualitas SDM, kondisi fisik dan fasilitas penunjang dan keselamatan penumpang. Tapi dilain pihak tidak terdapat perbedaan persepsi antara pengemudi dan penumpang dalam hal kebijakan pengusaha angkutan umum. Implikasi Salah satu sumber buruknya pelayanan kendaraan umum disebabkan oleh para pengusaha dan pengemudi angkutan umum. Oleh sebab itu sebaiknya persaingan antara supir dan supir disudahi dengan persaingan kendaraan umum dan kendaraan pribadi. Sehingga melalui penelitian ini diharapkan para pengusaha angkutan umum melakukan pembenahan terhadap mutu pelayanan, kondisi fisik, fasilitas dan standar keamanan yang terdapat pada angkutan umum tersebut. Hal ini nantinya akan berdampak bahwa penumpang merasakan sesuatu yang lebih (aman, hemat dan nyaman) saat menaiki angkutan umum dibandingkan angkutan pribadi. Keterbatasan Ruang lingkup penelitian ini tidak meliputi semua trayek atau wilayah metromini di Jakarta, hanya meliputi trayek-trayek tertentu
saja dan obyek penelitian ini hanya pengemudi dan penumpang metromini saja, sehingga hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan kepada kondisi penumpang dan pengemudi angkutan umum yang lain. Peneliti mengalami kesulitan dalam menyebarkan kuesioner kepada pengemudi metromini karena pengemudi kurang kooperatif dan kurang paham dalam menjawab kuesioner. Penelitian ini memberikan hasil yang kurang maksimal karena beberapa pengemudi kurang konsentrasi dalam menjawab kuesioner tersebut. Peneliti menggunakan instrumen untuk mengukur kualitas sumber daya manusia (pengemudi), kondisi fisik dan fasilitas penunjang, kebijakan perusahaan dan keselamatan penumpang yang sebagian diadaptasi dari UndangUndang, Peraturan-Peraturan dan Keputusan Menteri yang berkaitan dengan lalu lintas dan angkutan jalan, kendaraan dan pengemudi, Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penyelenggaraan angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum dan teori mengenai Service Quality, sehingga pemaknaan kata dari masing-masing pertanyaan ada terlalu baku dan umumnya kurang dipahami oleh responden khususnya pengemudi metromini.
Rekomendasi Penelitian yang akan datang hendaknya mengambil perwakilan sampel pengemudi dan penumpang yang berada di masing-masing trayek atau area metromini di di wilayah Jakarta sehingga hasil penelitian bisa digeneralisasi. Peneliti perlu menciptakan suatu trik atau cara yang semenarik mungkin dan tidak menimbulkan kesan serius ketika meminta pengemudi untuk menjawab kuesioner sehingga pengemudi tertarik dan konsentrasi dalam menjawab kuesioner sehingga diperoleh hasil yang maksimal. Pertanyaan dalam kuesioner bersifat baku dan tidak bersifat umum, sehingga perlu dilakukan survei mendalam terhadap pertanyaanpertanyaan dalam kuesioner tersebut agar pertanyaan tersebut mudah dipahami oleh responden dan memiliki kualitas yang baik, khususnya bagi para pengemudi dan penumpang metromini. Penelitian yang akan datang dengan topik serupa perlu menyertakan indikator-indikator yang disusun oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi untuk mengetahui unsur-unsur kelaikan transportasi, prasarana pendukung dan manusia yang mengoperasikannya.
REFERENSI: Anonim. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM 35 Tahun 2003, Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum. Anonim. News Agregator.Pengusaha Angkutan Gusar. http://www.kaltimpost.web.id/index.asp?Berita=Ekonomi& id-144478 Anonim. Peraturan Pemerintah RI Nomor 42 Tahun 1993., Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan. Anonim. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1993., Kendaraan dan Pengemudi. Anonim. Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 14 Tahun 1992. Penjelasan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Umum. Anonim. Undang-Undang., Lalu Lintas; Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas., www.dephub.go.id/modules/upload-file/files/Bab % 20 VIII.doc., Jakarta Anonim. Pengusaha Sambut Dingin Rencana Kenaikan Tarif Angkutan Umum. http://www.kompas.com/kompas-cetak/0303/22/metro/201378.htm Anonim. Organda DKI Ogah Tindak Sopir Menaikkan Tarif Sepihak. http://www.sinarharapan.co.id/berita/0301/09/jab06.html Anonim. Ketika warga Tak Punya Pilihan. http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0310/18/Fokus/630212.htm Anonim. Filosofi Berkendaraan Bermotor. http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0310/fokus/630591.html
Anonim. 2007. Keselamatan Transportasi. http://opini.wordpress.com/2007/01/02/keselamatan-transportasi. Anonim. 2007. Keselamatan Transportasi. http://utara-bintang.blogspot.com/2007/01/tahun-2007 Anonim. Mengapa Kita Ragu Melakukan Penerbitan. http://www.kompas.com/kompas-cetak/0308/30/opini/521075.htm Anonim. Kisruhnya Perangkutan Republik. http://unisosdem.org/article_fullyversion.php?aid=2966&coid=3&caid=3&gid=1 Anonim. My Professional Works. http://bsetiawan55.bloggerteam.com/entry.php?u=bsetiawan55&e_id=48967 Anonim. Masalah Transportasi Di Jakarta, Masalah Teknis atau Politis?. http://www.trotoar.org/forum/archieve/index.php/t-56.html Arief ,M. 2006. Pemasaran Jasa dan Kualitas Pelayanan. Bayumedia Publishing Malang. Budi. 2005. Pengaruh Overall Satisfaction, Commitment dan Trust Terhadap Future Intentions Penonton Teater Koma di Jakarta., Skripsi Jurusan Manajemen Tidak Dipublikasikan., Jakarta. Ghozali, I. 2005. Analisis Multivariate Dengan Program SPSS., Badan Penerbit Universitas Diponegoro., Semarang. Hutagulung., M. 2005. Wajar Kalau Ada Kompensasi. www.kontan-online.com. No. 22, Tahun IX, 7 Maret Iqbal., M. 2007. Pelayanan yang Memuaskan: Kisah, Refleksi, Arti, Strategi,SDM dan Benang Merah Pelayanan. Penerbit Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.,Jakarta Sadipun., KM. Tarif Angkutan Dari 1987-2002 Jurang Kenaikan dan Pelayanan, Ibarat Surga dan Neraka. http://www.sinarharapan.co.id/berita/0301/08/sh04.html Santoso., S dan F Tjiptono. 2002. Riset Pemasaran. Penerbit Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta Suyanti. 2006. Analisis Pengaruh Quality, Risk dan Brand Terhadap Overll Satisfaction Pada Konsumen Kosmetik Sari Ayu Di Jakarta Barat., Skripsi Jurusan Manajemen Tidak Dipublikasikan., Jakarta.