DAYA INHIBISI EKSTRAK ROSELLA (Hibiscus sabdariffa) TERHADAP ENZIM ALFA-AMILASE, ALFA-GLUKOSIDASE DAN LIPASE SECARA IN VITRO
ILUL URIFAH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
ABSTRACT
ILUL URIFAH. (In Vitro) Inhibition of α-Amylase, α-Glucosidase and Lipase by Roselle (Hibiscus Sabdariffa) Extracts by In Vitro Method. Supervised by ENDANG PRANGDIMURTI, FRANSISCA R. ZAKARIA. Obesity is caused as the result of an imbalance between energy intake and expenditure. Moreover, obesity is a strong risk factor for various diseases, such as hypertension, arteriosclerosis, diabetes mellitus. The aim of the present study is to evaluate the ability of roselle aqueous extract (RAE) to inhibit porcine pancreas lipase, S. Cerevisiae α-glucosidase, Bacillus. sp α-amylase and porcine pancreas α-amylase activity in vitro. Fresh roselle flower was extracted by aquadest at 70, 85 and 100o C for 15 and 30 minutes. We also analyzed total soluble phenolic content of the extract by the Folin-Ciocalteu reagent and total acidity by titratable acidity methods. The results indicated that RAE without pH treatment had more than 80% inhibitory activity for lipase, α-glucosidase and both α-amylase. Next we treated the pH of RAE similiar to intestinal digestion condition as follow : the pH was reduced to pH 2 for 30 minutes and than increased to pH 6,8. The pH treated RAE had no effect on α-glucosidase and low inhibition on lipase activity but it showed the highest inhibition activity against α-amylase. Kinetic studies revealed uncompetitive inhibition of RAE on α-amylase porcine pancreas. Based on its strong α-amylase inhibitory RAE seems promising to be an anty obesity agent, although needs further study to proof in vivo efficacy. Keywords: roselle, α-amylase, α-glucosidase, lipase, inhibition kinetic
RINGKASAN
ILUL URIFAH. Daya Inhibisi Ekstrak Rosella (Hibiscus Sabdariffa) terhadap Enzim Alfa Amilase, Alfa Glukosidase dan Lipase Secara In Vitro. ENDANG PRANGDIMURTI dan FRANSISCA R. ZAKARIA.
Perubahan pola hidup yang menjurus kepada westernisasi dan sedentary berdampak pada peningkatan resiko obesitas. Menurut WHO, obesitas telah menjadi epidemi global dan menjadi problem kesehatan yang harus segera diatasi sebab orang yang mengalami obesitas memiliki resiko tinggi terkena berbagai penyakit kronis seperti penyakit kardiovaskular, hipertensi, diabetes tipe 2 dan kanker. Pencegahan peningkatan prevalensi obesitas dapat dilakukan dengan pembatasan asupan kalori karbohidrat dan lemak. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan konsumsi pangan yang memiliki komponen bioaktif yang dapat menghambat kerja enzim pemecah karbohidrat (α-amilase, α-glukosidase) dan lemak (lipase). Komponen bioaktif yang mampu menurunkan daya cerna karbohidrat dan lipid dalam tubuh dapat dilakukan dengan cara menghambat kerja enzim lipase, α-glukosidase dan α-amilase. Tujuan penelitian ini adalah mengamati pengaruh kondisi ekstraksi dan kondisi pH pencernaan secara in vitro terhadap kemampuan inhibisi enzim α-amilase, α-glukosidase dan lipase dari ekstrak rosella. Tahapan penelitian ini yaitu : penentuan rasio rosella dengan larutan pengekstrak (aquades), pembuatan ekstrak pada berbagai kondisi pemanasan, pengaturan pH simulasi sistem pencernaan dan pengujian kinetika inhibisi dari ekstrak yang memiliki daya inhibisi paling tinggi. Penentuan rasio bunga rosella dengan larutan pengekstrak (aquades) dilakukan dengan perbandingan 1:1; 1:2; 1:3; 1:4 dan 1:5 (b/v). Hancuran sampel diekstraksi pada suhu 70o C selama 15 menit pada penangas air bergoyang. Ekstrak yang diperoleh dari hasil penyaringan diukur total padatan terlarut (TPT) nya menggunakan refraktometer. Rasio yang menghasilkan TPT terbesar digunakan untuk tahap berikutnya yaitu tahap pembuatan ekstrak pada berbagai kondisi pemanasan. Pada tahap ini sampel diekstraksi dengan aquades pada suhu 70o C, 85o C, 100o C selama 15 dan 30 menit pada penangas air bergoyang. Ekstrak yang dihasilkan (disebut ekstrak awal) kemudian diukur pH, total asam tertitrasi (TAT), total fenol, daya inhibisi enzim α-amilase, α-glukosidase dan lipase. Pada tahap berikutnya sebagian ekstrak awal diatur pHnya menyerupai sistem pencernaan tubuh yaitu lambung dan usus halus. Mula-mula pH ekstrak diatur menjadi pH 2,0 menggunakan HCl, lalu didiamkan selama 30 menit, kemudian pH dinaikkan ke 6,8 menggunakan NaOH. Selanjutnya ekstrak diukur daya inhibisi α-amilase, α-glukosidase dan lipase. Pada uji kinetika inhibisi digunakan sederetan konsentrasi ekstrak. Ekstrak dengan konsentrasi terbaik kemudian dijadikan kandidat bagi pelaksanaan uji kinetika inhibisi α-amilase.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tingkat rasio rosella dan aquades (larutan pengekstrak) 1:3 menggambarkan tingkat warna yang lebih gelap serta memiliki total padatan terlarut (TPT) paling besar (0,6%) dibandingkan tingkat rasio yang lain. Total padatan terlarut pada rasio 1:1, 1:2, 1:4 dan 1:5 berturutturut adalah 0,1%, 0,3%, 0,2%, 0,2%. Nilai keasaman (pH) ekstrak pada berbagai kondisi ekstraksi berkisar antara 2,78-2,86. Kondisi ekstraksi 100o C selama 30 menit menghasilkan TAT ekstrak rosella tertinggi sebesar 9,06% (0,0906 ml 0,1 N NaOH/100 ml ekstrak rosella). Total fenol tertinggi didapat dari kondisi ekstraksi 100o 30 menit pada taraf signifikansi p = 0,07 sebesar 0,67 mg GAE/g rosella segar (kadar air 81% (bb)). Pada ekstrak awal, perbedaan interaksi suhu dan waktu ekstraksi tidak berpengaruh terhadap daya inhibisi α-amilase dan α-glukosidase. Interaksi suhu dan waktu ekstraksi berpengaruh pada daya inhibisi lipase dengan taraf signifikansi p = 0,1. Kisaran inhibisi ekstrak awal rosella terhadap enzim αamilase, α-glukosidase dan lipase secara berurutan adalah 92,93-98,65%; 82,6593,53% dan 85,78-94,17%. Dibandingkan dengan ekstrak awal, ekstrak yang diberi perlakuan pH simulasi sistem pencernaan menunjukkan penurunan daya inhibisi untuk ketiga enzim. Kisaran daya inhibisi enzim α-amilase adalah 8,48-40,39%, sedangkan kisaran daya inhibisi enzim lipase adalah 2,64%-41,15%. Daya inhibisi α-amilase terbaik pada ekstrak yang mengalami perlakuan pH sistem pencernaan didapat pada hasil ekstraksi 70o C 15 menit sebesar 40,39%. Semua ekstrak rosella yang mengalami perlakuan pH sistem pencernaan tidak lagi memiliki daya inhibisi α-glukosidase. Daya inhibisi enzim lipase terbaik pada ekstrak yang mengalami perlakuan pH sistem pencernaan didapat dari hasil ekstraksi 100O C sebesar 33,85-41,15%. Kinetika penghambatan ekstrak rosella terhadap kerja enzim α-amilase pankreas babi adalah penghambatan unkompetitif.
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Daya Inhibisi Ekstrak Rosella (Hibiscus Sabdariffa) Terhadap
Enzim Alfa-Amilase, Alfa-Glukosidase Dan
Lipase Secara In Vitro adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Oktober 2011
Ilul Urifah NRP F251090031
@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor Tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulisan ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber a.Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya
ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah b.Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
DAYA INHIBISI EKSTRAK ROSELLA (Hibiscus Sabdariffa) TERHADAP ENZIM ALFA-AMILASE, ALFA-GLUKOSIDASE DAN LIPASE SECARA IN VITRO
ILUL URIFAH
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Nancy Dewi Yuliana, STP
Judul Tesis
: Daya Inhibisi Ekstrak Rosella (Hibiscus sabdariffa) Terhadap Enzim Alfa-Amilase, Alfa-Glukosidase Dan Lipase Secara In Vitro Nama : Ilul Urifah NRP : F251090031 Program Studi : Ilmu Pangan
Disetujui, Komisi Pembimbing Dr. Ir. Endang Prangdimurti, M.Si Ketua
Prof. Dr. Ir. Fransisca R. Zakaria, M.Sc Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Ilmu Pangan
Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc
Tanggal Ujian: 26 Oktober 2011
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan Karunia-NYA sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Shalawat dan salam untuk Nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabat dan para pengikutnya. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2011 sampai Juli 2011 ini adalah Daya Inhibisi Ekstrak Rosella (Hibiscus Sabdariffa) Terhadap Enzim Alfa-Amilase, Alfa-Glukosidase Dan Lipase Secara In Vitro. Terima kasih penulis ucapkan kepada: 1. Dr. Ir. Endang Prangdimurti, M.Si dan Prof.Dr. Ir. Fransisca R. Zakaria, M.Sc selaku pembimbing atas bimbingan dan bantuan dana selama pelaksanaan penelitian. 2. Suamiku, Deddy Wahyu Setiadi, atas doa, dorongan, kesetiaan, kesabaran dan kasih sayangnya selama ini. 3.
Orang tuaku Bapak Djamari, Ibu Surinah adik-adikku Itom dan Novi atas doa, dukungan kesempatan dan kasih sayangnya.
4. Teman2 seperjuangan IPN 2009 Fenny, Hermawan, Dian, Wanny, Riyanti, Bu Indah, Rizqi, Tina, Imel, bu Wida, Rangga dan pak Supri. 5. Teman2 di Wisma Intan Evi, mba Fita, Nunuz, Ria dan Tia. 6. Seluruh teman yang membantu penulis selama kuliah dan penulisan karya ilmiah ini yang tidak mungkin disebutkan satu-persatu. Semoga karya ilmiah yang sederhana ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2011 Ilul Urifah
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Malang pada tanggal 09 April 1982 sebagai anak sulung dari pasangan Djamari dan Surinah. Pada tahun 1999 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Turen Malang. Pendidikan sarjana ditempuh di Program studi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang pada tahun 1999. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan pendidikan sekolah Pascasarjana (S2) di Ilmu Pangan IPB atas biaya sendiri.
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL............................................................................................. DAFTAR GAMBAR........................................................................................ DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................
i ii iii
1 PENDAHULUAN.......................................................................................... 1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1.2 Perumusan Masalah..................................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian......................................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian....................................................................................... I.5 Hipotesis......................................................................................................
1 1 2 3 3 3
2. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 2.1 Pencernaan dan Penyerapan........................................................................ 2.1.1 Pencernaan dan Penyerapan Karbohidrat................................................. 2.1.2 Pencernaan dan Penyerapan Lipid (Lemak) ............................................ 2.2 Enzim.......................................................................................................... 2.2.1 Enzim α-Amilase dan Inhibitornya.......................................................... 2.2.2 Enzim α-Glukosidase dan Inhibitornya.................................................... 2.2.3 Enzim Lipase dan Inhibitornya................................................................ 2.3 Kinetika Inhibisi Enzim.............................................................................. 2.3.1 Penghambatan Kompetitif........................................................................ 2.3.2 Penghambatan Nonkompetitif.................................................................. 2.3.3Penghambatan Unkompetitif..................................................................... 2.4 Rosella.........................................................................................................
4 4 6 8 10 12 14 15 15 18 18 19 19
3. METODOLOGI PENELITIAN................................................................... 3.1 Tempat dan Waktu...................................................................................... 3.2 Bahan dan Alat............................................................................................ 3.3 Metode Penelitian........................................................................................ 3.3.1 Penentuan Kadar Air dengan Metode Oven............................................. 3.3.2 Penentuan Rasio Pelarut........................................................................... 3.3.3 Pembuatan Ekstrak pada Berbagai Kondisi Ekstraksi............................. 3.3.4 Prosedur Analisis Ekstrak........................................................................ (a) Total Fenol................................................................................................... (b) Total Asam Tertitrasi................................................................................... (c) Uji Inhibisi Enzim α-amilase Secara In Vitro.............................................. 1. Uji Inhibisi Enzim α-amilase Bacillus sp Secara In Vitro............................. 2.Uji Inhibisi Enzim α-amilase Pankreas Babi Secara In Vitro........................ (d) Uji Inhibisi enzim α-glukosidase secara In Vitro........................................ (e) Uji Inhibisi enzim lipase secara In Vitro..................................................... 3.3.5 Pengaturan pH Simulasi Sistem Pencernaan............................................ 3.3.6 Kinetika Penghambatan Enzim................................................................
22 22 22 22 24 24 25 25 25 25 25 25 27 28 29 30 31
4. HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................... 4.1 Penentuan Rasio Rosella dengan Larutan Pengekstrak (Aquades).............
32 33
4.2 Karakterisasi Ekstrak................................................................................... 4.2.1 Nilai Keasaman (pH)................................................................................ 4.2.2 Total Asam Tertitrasi............................................................................... 4.2.3Total Fenol................................................................................................ 4.3 Pengujian Pengaruh pH Sistem Pencernaan Terhadap Daya Inhibisi Enzim................................................................................................................. 4.3.1 Inhibisi Enzim α -Amilase Secara In Vitro.............................................. a. Inhibisi enzim α-amilase Bacillus sp............................................................. b. Inhibisi enzim α-amilase pankreas babi........................................................ 4.3.2 Inhibisi Enzim α-Glukosidase secara In Vitro.......................................... 4.3.3 Inhibisi Enzim Lipase secara In Vitro...................................................... 4.4 Kinetika Inhibisi Enzim α-Amilase Pankreas Babi.....................................
34 34 35 37 40 41 41 44 45 47 50
5. KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................... 52 5.1 Kesimpulan.................................................................................................. 52 5.2 Saran............................................................................................................ 53
i
DAFTAR TABEL
1. Enzim-enzim pencernaan utama................................................................... 2. Berbagai faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi enzim...................... 3. Kandungan kimiawi kelopak bunga rosella.................................................. 4. Jumlah larutan pada analisis aktivitas inhibisi alfa amilase.......................... 5. Jumlah larutan pada analisis aktivitas inhibisi alfa glukosidase................... 6. Jumlah larutan pada analisis aktivitas inhibisi lipase....................................
4 16 20 27 29 30
DAFTAR GAMBAR 1. Pencernaan dan penyerapan karbohidrat....................................................... 2. Pencernaan dan penyerapan lemak................................................................ 3. Struktur acarbosa........................................................................................... 4. Reaksi hidrolisis asam lemak........................................................................ 5. Model umum inhibisi kompetitif................................................................... 6. Model umum inhibisi nonkompetitif............................................................. 7. Model umum inhibisi unkompetitif............................................................... 8. Struktur kimia (-)- asam hidroksi sitrat{(-)-HCA}...................................... 9. Diagram alir penelitian.................................................................................. 10. Nilai total padatan terlarut pada berbagai rasio sampel dan aquades.......... 11. Nilai pH dan total asam tertitrasi ekstrak rosella........................................ 12. Kadar total fenol ekstrak rosella.................................................................. 13. Daya inhibisi ekstrak rosella terhadap enzim α-amilase............................. 14. Daya inhibisi ekstrak rosella terhadap enzim α-glukosidase...................... 15.Daya inhibisi ekstrak rosella terhadap enzim lipase.................................... 16. Pola kinetika inhibisi ektrak rosella............................................................
8 10 13 15 17 18 19 21 23 33 35 39 43 46 49 51
DAFTAR LAMPIRAN
1.a Data Kadar Air Kelopak Rosella................................................................. 1.b. Data nilai pH ekstrak awal......................................................................... 2. Uji Anova nilai pH........................................................................................ 3. Data total fenol........................................................................................ 4. Uji Anova total fenol..................................................................................... 5. Data total asam tertitrasi................................................................................ 6. Uji Anova total asam tertitrasi...................................................................... 7.a.Data inhibisi ekstrak rosella pH awal terhadap enzim α-amilase Bacillus sp................................................................................................... 7.b.Data inhibisi ekstrak rosella pH awal terhadap enzim α-amilase Bacillus sp................................................................................................... 7.c.Data inhibisi acarbosa terhadap kerja enzim α-amilase Bacillus sp............ 8. Uji Anova daya inhibisi ekstrak rosella terrhadap enzim α-amilase Bacillus sp.................................................................................................. 9. Data inhibisi ekstrak rosella terhadap enzim α-amilase pankreas babi......... 10.a.Data inhibisi ekstrak rosella pH awal terhadap enzim α-glukosidase...... 10.b.Data inhibisi ekstrak rosella pH awal terhadap enzim α-glukosidase...... 10.c.Data inhibisi acarbosa terhadap kerja enzim α-glukosidase...................... 11. Uji Anova daya inhibisi ekstrak rosella terhadap enzim α-glukosidase...... 12.a.Data inhibisi ekstrak rosella pH awal terhadap enzim lipase.................... 12.b.Data inhibisi ekstrak rosella pH pencernaan terhadap enzim lipase......... 13. Uji Anova daya inhibisi ekstrak rosella terhadap enzim lipase................... 14. Penentuan konsentrasi ekstrak.................................................................... 15. Kinetika inhibisi ekstrak rosella..................................................................
62 62 63 64 65 67 68 70 71 72 73 76 77 78 79 80 81 82 83 87 88
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perubahan pola hidup yang menjurus ke westernisasi dan sedentary mengakibatkan perubahan pola makan masyarakat yang mengarah pada pola makan tinggi kalori dan tinggi lemak, sehingga berdampak meningkatkan risiko obesitas. Obesitas adalah suatu kondisi dimana lipid tubuh berada dalam jumlah berlebihan yang terjadi akibat ketidakseimbangan masukan energi dan keluaran energi dalam jangka waktu yang lama. Saat ini sekitar 1,6 milyar orang dewasa di seluruh dunia mengalami berat badan berlebih (overweight) dan sekurangkurangnya 400 juta diantaranya mengalami obesitas. Pada tahun 2015, diperkirakan 2,3 miliar orang dewasa akan mengalami overweight dan 700 juta di antaranya obesitas (WHO. 2003). Menurut RISKESDAS (2008),
pada tahun
2007 prevalensi nasional obesitas umum pada penduduk Indonesia berusia > 15 tahun adalah 10,3%. Prevalensi berat badan berlebih pada anak laki-laki usia 6-14 tahun adalah 9,5% dan pada perempuan 6,4%. Angka ini hampir sama dengan estimasi WHO sebesar 10% pada anak usia 5-17 tahun. Menurut WHO (2003), obesitas telah menjadi epidemi global dan menjadi masalah kesehatan yang harus segera diatasi, sebab orang yang mengalami obesitas memiliki resiko tinggi terkena berbagai penyakit kronis seperti penyakit kardiovaskular, hipertensi, diabetes tipe 2, dan kanker. Pencegahan peningkatan prevalensi obesitas dapat dilakukan dengan mendorong masyarakat mengkonsumsi pangan fungsional yang berfungsi untuk membatasi asupan kalori dengan jalan menghambat kerja enzim pemecah karbohidrat (α-amilase, α-glukosidase) dan lemak (lipase). Beberapa pangan fungsional yang telah dipercaya mampu menurunkan berat badan secara tradisional adalah jamu-jamuan. Jamu-jamuan adalah minuman fungsional yang umumnya merupakan hasil ekstraksi dari tanaman-tanaman obat. Belakangan ini komponen bioaktif dari beberapa jenis tanaman obat secara empiris dilaporkan mempunyai aktivitas biologis yang berguna untuk menghambat absorpsi
2
karbohidrat dan lipid dalam tubuh yang disebut dengan carbohydrate blocker dan lipid blocker. Carbohydrate blocker adalah substansi yang menurunkan daya cerna atau memperlambat daya cerna pati yang mengakibatkan tingkat penyerapan energi tubuh menjadi lebih rendah (Celeno et al. 2007). Lipid blocker adalah substansi yang mempengaruhi penurunan daya cerna atau memperlambat daya cerna lipid yang mengakibatkan tingkat penyerapan energi tubuh menjadi lebih rendah. Substansi yang dapat menghambat terjadinya pembentukan emulsi lipid dalam tubuh juga dapat disebut sebagai lipid blocker. Substansi yang mampu menurunkan daya cerna karbohidrat dan lipid dalam tubuh diduga dengan cara menghambat kerja enzim α-amilase, α-glukosidase dan lipase. Beberapa hasil penelitian melaporkan kerja enzim α-amilase, α-glukosidase, dan lipase dapat dihambat oleh beberapa ekstrak tanaman, umumnya disebut inhibitor enzim, salah satunya adalah kelopak bunga rosella. Pada penelitian kali ini daya inhibisi ekstrak rosella dilihat pada pH ekstrak awal dan setelah dilakukan simulasi pH sistem pencernaan. Simulasi pH sistem pencernaan bertujuan untuk melihat daya inhibisi ekstrak setelah berada pada sistem pencernaan. Hansawasdi et al (2000) menyatakan ekstrak metanol rosella kering mampu menghambat kerja enzim α-amilase sampai 100%. Diduga kemampuan inhibisi ekstrak rosella tersebut karena kandungan asam hibiscus rosella. Sejauh ini kajian terhadap kemampuan inhibisi enzim tersebut hanya menggunakan ekstrak awal, tanpa melihat pengaruhnya setelah ekstrak melalui kondisi pencernaan dan kinetika penghambatannya. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dilihat pula kemampuan inhibisi enzim setelah melalui kondisi pencernaan secara in vitro serta kinetika penghambatannya.
1. 2 Perumusan Masalah Obesitas merupakan masalah kesehatan yang banyak ditemui dewasa ini. Obesitas di anggap sebagai salah satu pemicu meningkatnya berbagai penyakit degeneratif yang ada, sehingga diperlukan pemecahan masalah untuk mengatasi hal tersebut. Sudah banyak penelitian yang mencoba untuk mengatasi hal tersebut,
3
salah satunya adalah dengan memanfaatkan senyawa bioaktif yang terdapat pada berbagai tanaman. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa senyawa bioaktif pada berbagai tanaman mampu menghambat kerja enzim-enzim pencernaan seperti α-amilase, α-glukosidase, dan lipase. Penghambatan kerja enzim pencernaan akan berdampak pada menurunnya absorpsi zat makanan dalam tubuh. Rendahnya absorpsi zat makanan akan mengakibatkan berkurangnya energi yang masuk ke dalam tubuh sehingga diharapkan terjadi keseimbangan energi yang masuk dan energi yang keluar. Adanya keseimbangan energi ini akan mengurangi kelebihan energi yang harus disimpan dalam bentuk triasilgliserida yang akan berdampak pada berkurangnya berat badan.
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengamati pengaruh kondisi ekstraksi dan kondisi pencernaan in vitro terhadap kemampuan inhibisi enzim α-amilase, αglukosidase, dan lipase dari ekstrak rosella.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi bagaimana cara ekstraksi rosella yang dapat berdampak pada inhibisi enzim dan informasi ada atau tidaknya perubahan daya hambat/inhibisi enzim setelah melalui proses pencernaan in vitro.
I.5 Hipotesis 1. Ekstrak rosella memiliki aktivitas penghambatan terhadap enzim α-amilase, α-glukosidase dan lipase. 2. Kondisi ekstraksi mempengaruhi aktivitas penghambatan enzim. 3. Kondisi pencernaan in vitro mempengaruhi aktivitas penghambatan enzim.
4
2. TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Pencernaan dan Penyerapan Sebelum nutrisi di dalam makanan dapat dimetabolisme oleh tubuh maka makanan tersebut harus dikunyah, dicerna, dan diserap, dimana akan terjadi perubahan dari bentuk makronutrien menjadi mikronutrient dan komponen unit penyusunnya (Berdanier et al. 2006). Tabel 1. Enzim-enzim pencernaan utama Sumber Kelenjar saliva
Enzim α-amilase saliva
Substrat Pati
Kelenjar lingualis Lambung
Lipase lingual
Trigliserida
Pepsin
Protein dan polipeptida
Lipase lambung Tripsin
Trigliserida Protein dan polipeptida
Kimotripsin
Protein dan polipeptida
Elastase
KarboksipeptidaseA
Elaastin, beberapa protein lain Protein dan polipeptida
KarboksipeptidaseB
Protein dan polipeptida
Kolipase
Gelembunggelembung lemak Trigliserida Monogliserida lemak
Eksokrin pankreas
Lipase pankreas
Fungsi atau Produk Katalitik Hidrolisis ikatan α, menghasilkan, α-limit dekstrin, maltotriosa dan maltosa Asam lemak dan 1,2 diasilgliserol Memecah ikatan peptida yang berdekatan dengan asam amino aromatik Asam lemak dan gliserol Memecah ikatan peptida di sisi karboksil asam amino basa (arginin atau lisin) Memecah ikatan peptida di sisi karboksil asam amino aromatik Memecah ikatan peptida di sisi karboksil asam amino alifatik Memecah asam amino terminal karboksil yang mempunyai rantai samping aromatik atau alifatik yang bercabang Memecah asam amino terminal karboksil yang mempunyai rantai samping basa Memudahkan terbukanya bagian aktif lipase pankreas dan
asam
5
Mukosa usus halus
Ester kolesteril hidrolase α-amilase pankreas Ribonuklease Deoksiribonuklease Fosfolipase A2 Enteropeptidase Aminopeptidase
Ester kolesteril Pati RNA DNA
Kolesterol
Fosfolipid Tripsinogen Polipeptida
Karboksipeptidase
Polipeptida
Endopeptidase
Polipeptida
Dipeptidase Maltase
Dipeptida Maltosa, maltotriosa, α- dekstrin Laktosa Sukrosa, maltosa, maltotriosa, α-dekstrin, maltosa, maltotriosa, Trehalosa Asam nukleat
Asam lemak, fosfolipid Tripsin Memecah asam amino terminal dari peptida Memecah terminal karboksil asam amino dari peptida Memecah antar gugus residu di bagian tengah peptida Dua asam amino Glukosa
Laktase Sukrase α-dekstrinase/ α-glukosidase Trehalase Nukleasedan enzim-enzim terkait Berbagai peptidase
Sitoplasma sel mukosa Sumber : Ganong et al. 2003
Sama seperti α-amilase saliva Nukleotida Nukleotida
Galaktosa dan glukosa Fruktosa dan glukosa
Glukosa
Glukosa Pentosa, purin, basa pirimidin
Di, tri dan Asam amino tetrapeptida
Pencernaan makanan dimulai dari mulut, selanjutnya tahap terakhir dari pencernaan semua komponen utama makanan dan absorpsi komponen pembangunnya ke dalam darah terjadi di dalam usus halus (Lehninger. 1994). Pencernaan bahan makanan utama merupakan proses yang teratur yang melibatkan kerja sejumlah besar enzim pencernaan (Tabel 1). Enzim kelenjar saliva dan kelenjar lingualis mencerna karbohidrat dan lemak; enzim lambung mencerna protein dan lemak; serta enzim yang berasal dari bagian eksokrin pankreas mencerna karbohidrat, protein, dan lemak (Ganong et al. 2003).
6
2. 1. 1 Pencernaan dan Penyerapan Karbohidrat Karbohidrat adalah senyawa yang tersusun atas unsur-unsur C, H dan O. Dalam makanan terdapat 2 kelompok besar karbohidrat yaitu: 1. Karbohidrat yang tersedia (available carbohydrate) termasuk dalam karbohidrat yang dapat dicerna dan diserap sebagai karbohidrat dalam tubuh. Bentuk karbohidrat ini meliputi monosakarida, disakarida, dan oligosakarida dan polisakarida β-glukan. 2. Karbohidrat yang tidak tersedia (unavailable carbohydrate) yaitu karbohidrat yang tidak dapat dihidrolisis sehingga tidak dapat diserap. Bentuk karbohidrat yang termasuk kelompok ini adalah oligosakarida (rafinosa, stakhiosa), selulosa, lignin dan serat (Muchtadi et al. 1993) Karbohidrat mulai dicerna pada mulut secara mekanik dengan pengunyahan dan kimiawi oleh enzim α-amilase saliva yang menghidrolisis karbohidrat kompleks menjadi gula-gula sederhana. Pencernaan lebih lanjut terjadi di usus halus dengan bantuan enzim α-amilase pankreatik, sukrase usus, maltase usus dan laktase usus (Astawan M. 2009). α-amilase pankreatik merupakan enzim yang berperan dalam memotong ikatan α-1,4 glikosida secara acak. Enzim ini akan memotong maltosa menjadi maltosa (90%), maltotriosa, glukosa dan amilopektin menjadi dekstrin, maltosa dan maltotriosa (Balagopalan, 1988). Pada brush border, yaitu membran mikrovili usus halus, oligosakarida dan disakarida akan dipecah menjadi unit-unit heksosa penyusunnya seperti glukosa, fruktosa dan galaktosa (Murray et al. 1997). Isomaltase atau α-dekstrinase, terutama berperan dalam hidrolisis ikatan α-1,6, bersama-sama dengan maltase dan sukrase akan memecah maltotriosa dan maltosa. Sukrase akan memecah sukrosa menjadi satu molekul fruktosa dan satu molekul glukosa. Laktase akan menghidrolisis laktosa menjadi glukosa dan galaktosa dan trehalase akan menghidrolisis trehalosa, suatu dimer ikatan α-1,1 glukosa menjadi 2 molekul glukosa (Ganong et al. 2003). Karbohidrat setelah dicerna dalam usus akan diserap oleh dinding usus halus dalam bentuk monosakarida. Monosakarida sebagian besar dibawa oleh aliran darah menuju hati dan sebagian kecil lainnya dibawa ke sel jaringan
7
tertentu dan mengalami proses metabolisme lebih lanjut (Gambar 1). Di dalam hati, monosakarida mengalami proses sintesis menghasilkan glikogen, dioksidasi menjadi CO2 dan H2O atau dilepaskan untuk dibawa oleh aliran darah ke bagian tubuh yang memerlukan (Subardi et al. 2008). Transpor sebagian besar heksosa secara unik dipengaruhi oleh jumlah Na+ di dalam lumen usus halus. Konsentrasi Na+ yang tinggi pada permukaan mukosa sel mempermudah influks gula ke dalam sel-sel epitel. Glukosa dan galaktosa masuk ke dalam sel dengan cara difusi terfasilitasi menggunakan kotranspoter atau simport, sodium-dependent glucose transporter (SGLT). Perbedaan konsentrasi Na+
bagian luar dan dalam sel
menyebabkan Na+ dan glukosa mampu masuk ke dalam sel. Di dalam sel Na+ akan bergerak menuju ruang intraseluler lateral kemudian melalui transpor aktif dikeluarkan dari dalam sel, sedangkan glukosa masuk ke dalam interstitium dengan cara difusi terfasilitasi melalui GLUT-2. Dari sini kemudian glukosa terdifusi ke dalam darah. Mekanisme transpor glukosa secara langsung juga akan mengangkut galaktosa. Transpor fruktosa tidak tergantung pada Na+ atau transport glukosa dan galaktosa. Transpor fruktosa dari lumen usus halus ke dalam enterosit melalui difusi terfasilitasi menggunakan GLUT 5, kemudian masuk ke interstitium melalui GLUT 2 (Ganong et al. 2003). Kelebihan karbohidrat akan diubah menjadi lemak dan disimpan di dalam jaringan lemak. Beberapa glukosa yang melalui jaringan otot juga dapat diubah menjadi glikogen untuk disimpan (Muchtadi et al, 1993). Absorpsi karbohidrat dapat dihambat dengan senyawa bioaktif dari tanaman yang berfungsi sebagai senyawa kompetitor enzim αamilase dan α-glukosidase (Lee SH et al. 2010).
8
Gambar 1. Pencernaan dan penyerapan karbohidrat. Sumber: http//:www. google. com
2. 1. 2 Pencernaan dan Penyerapan Lipid (Lemak) Lipid adalah sekelompok senyawa heterogen, meliputi lemak, minyak, steroid, malam (wax) dan senyawa terkait, yang berkaitan lebih karena sifat fisiknya daripada sifat kimianya. Lipid merupakan senyawa konstituen yang penting dalam makanan karena nilai energi yang dihasilkan tinggi, mengandung vitamin-vitamin larut lemak dan mengandung asam lemak esensial yang terkandung dalam lemak makanan alami (Botham dan Mayes. 2003) Pencernaan lipid mulai di duodenum dengan melibatkan enzim lipase pankreas (Tabel 1.). Enzim ini menghidrolisis ikatan 1 dan 3 triasilgliserida, sehingga hasil utamanya adalah asam lemak bebas dan 2 monoasilgliserida. Enzim ini bekerja pada lemak yang telah diemulsikan (Ganong et al. 2003). Pada lambung lipid akan bercampur dengan cairan lambung dan dipecah menjadi droplet-droplet halus dengan bantuan kontraksi lambung. Droplet-droplet halus tersebut akan memudahkan terjadinya emulsifikasi dan enzim bekerja karena luas area yang semakin banyak (Berdanier et al. 2006). Emulsifikasi bertujuan untuk membentuk misel-misel sehingga lemak yang bersifat tidak larut dalam air dapat
9
bersatu dengan enzim lipolitik yang bersifat larut dalam air. Misel cenderung membentuk agregat sehingga perlu distabilkan dengan garam empedu dari duodenum. Garam empedu merupakan agen pengemulsi yang kuat dengan 2 sisi (hidrofobik dan hidrofilik). Dalam duodenum droplet-droplet tersebut dilarutkan oleh garam empedu. Trigliserida yang telah teremulsifikasi siap dicerna oleh lipase pankreas menjadi asam lemak dan monogliserida (Astawan M. 2009). Lipid yang telah dicerna selanjutnya diserap pada membran sel mukosa (Gambar 2). Pada membran sel mukosa misel-misel garam empedu melepaskan diri dan meninggalkan permukaan sel mukosa. Dalam sel mukosa, asam lemak bebas monoasilgliserol disintesis kembali menjadi triasilgliserol yang setelah bergabung dengan albumin, kolesterol, dan lain-lain membentuk kilomikron. Kilomikron akan masuk ke dalam darah, sampai ke hati dan jaringan lain yang memerlukannya. Sebelum masuk ke dalam sel, triasilgliserol dipecah dulu menjadi asam lemak bebas dan gliserol oleh lipoprotein lipase. Asam lemak dapat bersenyawa kembali dengan gliserol membentuk lemak yang kemudian diangkut oleh pembuluh getah bening. Selanjutnya, lemak disimpan di jaringan adiposa (jaringan lemak). Jika dibutuhkan, lemak akan diangkut ke hati dalam bentuk lesitin yang dihidrolisis oleh lipase menjadi asam lemak dan gliserol (Subardi et al. 2008). Beberapa senyawa bioaktif dapat menurunkan penyerapan lipid antara lain dengan cara : menghambat aktivitas lipase pankreas, berikatan dengan senyawa lipid (misel kolesterol sebagai lipid netral), berikatan dengan asam empedu yang diperlukan untuk emulsi lipid dan mengganggu stabilitas misel (Kirana et al. 2005).
10
Gambar 2. Pencernaan dan penyerapan lemak. Sumber: http//:www. google. com
2.2 Enzim Enzim adalah molekul protein tak hidup yang dihasilkan oleh setiap sel hidup (eukariota dan prokariota). Di dalam sel, protein enzim melakukan ribuan reaksi kimia yang membuat sel hidup dapat mengekstrak energi dari lingkungan, mengubah sumber energi menjadi molekul yang bermanfaat, memperbaiki dan membangun diri sendiri, melakukan pembuangan hasil samping dan melakukan replikasi diri. Enzim merupakan protein yang tersusun atas asam-asam amino yang membentuk struktur tiga dimensi yang kompleks. Enzim adalah protein dengan demikian sifat protein juga berlaku pada enzim. Suhu yang terlalu tinggi akan merusak struktur tiga dimensi enzim dan aktivitasnya. Demikian pula pH dan tekanan osmosis yang terlalu tinggi atau rendah akan mengurangi/merubah fungsi enzim.
11
Pada keseluruhan struktur enzim hanya sebagian kecil yang berfungsi mengadakan interaksi dengan substrat yang disebut sebagai sisi aktif. Sisi aktif pada protein enzim terdiri dari rangkaian beberapa asam amino yang terdapat dalam konfigurasi yang khusus sedemikian rupa, sehingga gugus fungsionalnya dapat berinteraksi dengan substrat secara benar. Asam-asam amino yang lain berperan memberikan bentuk ruang tertentu pada sisi aktif, sehingga hanya substrat dengan konfigurasi yang tepat yang dapat masuk ke dalam sisi aktif tersebut. Reaksi kimia yang terjadi pada gugus fungsional dan substrat meliputi pelepasan dan pengikatan elektron atau atom-atom hidrogen, oksigen, phospat, sulfur, pembentukan dan pergeseran ikatan ganda atau penguraian ikatan kovalen. Sebelum membentuk produk (P), enzim (E) berikatan dengan substrat (S) pada sisi aktifnya membentuk kompleks ES. Molekul enzim sangat selektif walaupun spesifitasnya
beragam
(Suhartono.
1989).
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi enzim dan aktivitas enzim antara lain: 1. Temperatur atau suhu: umumnya enzim bekerja pada suhu yang optimum. Apabila suhu turun, maka aktivitas akan terhenti tetapi enzim tidak rusak. Sebaliknya, pada suhu tinggi aktivitas menurun dan enzim menjadi rusak. 2. Air : Air berperan dalam memulai kegiatan enzim, contoh pada waktu biji dalam keadaan kering kegiatan enzim tidak kelihatan. Baru setelah ada air, melalui imbibisi mulailah biji berkecambah. 3. pH : Perubahan pH dapat membalikkan kegiatan enzim, yaitu mengubah hasil akhir kembali menjadi substrat. 4. Hasil akhir : Kecepatan reaksi dalam suatu proses kimia tidak selalu konstan. Misal, kegiatan pada awal reaksi tidak sama dengan kegiatan pada pertengahan atau akhir reaksi. Apabila hasil akhir (banyak), maka akan menghambat aktivitas enzim. 5. Substrat : Substrat adalah zat yang diubah menjadi sesuatu yang baru. Umumnya, terdapat hubungan yang sebanding antara substrat dengan hasil akhir apabila konsentrasi enzim tetap, pH konstan, dan temperatur konstan. Jadi, apabila substrat yang tersedia dua kali lipat, maka hasil akhir juga dua kali lipat.
12
6. Zat-zat penghambat : Zat-zat penghambat adalah zat-zat kimia yang menghambat aktivitas kerja enzim. Contoh, garam-garam dari logam berat (Subardi et al. 2008). 2. 2. 1 Enzim α-Amilase dan Inhibitornya Salah satu enzim yang termasuk dalam hidrolase adalah amilase. Termasuk ke dalam golongan enzim amilase adalah α-amilase, β-amilase, glukoamilase dan pullulanase. α -amilase mempunyai spesifitas memotong ikatan α-1,4-glikosida pada pati secara acak dan tidak akan memotong cabang yang memiliki ikatan α-1,6 glikosida. Hasil akhir pencernaan α-amilase adalah maltodextrin linear yang pendek, yang dapat berupa glukosa, maltosa, maltotriosa, maltotetraosa,
maltopentosa,
dan
maltoheksosa
α-dekstrin
(Nigam & Singh. 1995). Cara kerja α-amilase pada molekul amilosa terjadi melalui dua tahap: pertama, degradasi yang sangat cepat amilosa menjadi maltosa dan maltotriosa yang terjadi secara acak. Yang kedua pembentukan glukosa dan maltosa dari amilosa sebagai hasil akhir dan caranya tidak secara acak. Kerja αamilase pada molekul amilopektin akan menghasilkan glukosa, maltosa dan berbagai α-limit dextrin yaitu oligosakarida yang terdiri dari 4 atau lebih residu gula yang semuanya mengandung ikatan α-1,6. Aktifitas α-amilase ditentukan dengan
mengukur
hasil
degradasi
pati
atau
dari
kadar
dekstrinnya
(Winarno. 1995) Reaksi enzim α-amilase tidak dihambat oleh ikatan α-1,6 glikosidik walaupun ikatan tersebut tidak dipotong oleh α-amilase. Hampir semua enzim αamilase termasuk metaloenzim kalsium yaitu mempunyai ion Ca
2+
dalam
strukturnya untuk meningkatkan stabilitas enzim (Crueger & Crueger. 1984). Beberapa hasil ekstrak tanaman yang terbukti secara empiris mampu menghambat enzim α-amilase adalah: Caulerpa prolifera (rumput laut), Caulerpa racemosa (rumput laut), Phyllanthus amarus, daun teh, Spondias mombin, Marrubium radiatum, Salvia acetabulosa, Eleusine coracana, jewawut, Ecklonia cava, Cassia abbreviate, Talinum portulacifolium (Frossk), kelopak rosella kering, kayu secang (Hansawasdi et al. 2000; Teixera et al. 2007; Ali et al. 2006;
13
Bhandari et al. 2008; Fred-Jaiyesimi et al. 2008; Thalapaneni et al. 2008; Loizzo et al. 2008; Shobana et al. 2009; Shai et al. 2009; Chethan et al. 2008; Zega Y. 2009; Lee et al. 2010 ). Diduga komponen bioaktif yang mampu menghambat enzim α-amilase adalah: asam hibiscus
pada ekstrak rosella dan komponen
polifenol seperti asam gallat, asam vanillic, kuercetin dan trans-sinamat pada jewawut (Hansawasdi et al. 2000; Chethan et al. 2008). Pada umumnya interaksi molekular flavonoid dengan protein terbagi menjadi dua tipe yaitu interaksi Van der Waals, dimana cincin aromatik nonpolar dapat berinteraksi dispersi dengan residu asam amino, dan interaksi elektrostatis. Fenol umumnya berinteraksi dengan protein secara elektrostatik. Ikatan hidrogen merupakan interaksi yang paling penting. Grup OH dapat bertindak sebagai donor hidrogen juga akseptor hidrogen terhadap residu asam amino dan ikatan peptida (Dangles & Dufour. 2005). Obat yang termasuk dalam golongan inhibitor α-amilase dan α-glukosidase adalah acarbosa (Robyt. 2005). Acarbosa bekerja secara reversibel kompetitif terhadap enzim hidrolase α-amilase pankreatik dan enzim-enzim pencernaan di usus halus seperti isomaltase, sukrase dan maltase. Acarbosa merupakan serbuk berwarna putih dengan berat molekul 645,6 dan bersifat larut dalam air. Rumus empirik acarbosa adalah C25H43NO18 dan struktur kimianya dapat dilihat pada Gambar 3 (Slagle. 2002; Bayer. 2004)
Gambar 3. Struktur acarbosa (Sumber: Robyt. 2005)
14
2. 2. 2 Enzim α-Glukosidase dan Inhibitornya Enzim α-glukosidase (EC 3.2.1.20) adalah enzim yang mengkatalisasi pemecahan ikatan α-1,6 glikosida. Enzim ini berfungsi untuk melanjutkan kerja αamilase, yaitu menghidrolisis lanjut α-limit dextrin menjadi glukosa (Berdanier et al. 2006). Alfa-glukosidase pada pencernaan mamalia berada pada permukaan membran brush border sel usus halus dan merupakan enzim yang mengkatalisis proses akhir pencernaan karbohidrat pada proses pencernaan (Lebovitz. 1997). Beberapa hasil penelitian melaporkan kerja enzim α-glukosidase mampu dihambat oleh ekstrak tanaman: kayu devil (Alstonia scholaris), Adhatoda vasica Nees., Ecklonia cava, Monarda punctata. kayu secang ( Jong-Anurakkun et al. 2007; Gao et al. 2007; Lee et al. 2010, Diana. 2010). Diduga komponen bioaktif pada ekstrak kayu devil (Alstonia scholaris) yang mampu menghambat kerja enzim α-glukosidase adalah: kuercetin 3-O-β-D-xylopyranosyl (1”-2”)-β-Dgalactopiranosid dan (-)-lioniresinol 3-O-β-D-glucopiranosid (Jong-Anurakkun et al. 2007). Mayur et al (2010) menyatakan keseluruhan campuran flavonoid dari ekstrak tanaman Carpesium abrotanoides menunjukkan penghambatan non kompetitif terhadap kerja enzim α-glukosidase yang berasal dari kapang. Acarbosa diketahui sebagai produk fermentasi dari beberapa spesies Actinoplanes. Acarbosa efektif menghambat beberapa enzim pemecah karbohidrat yaitu : α-glucosidase (Schmidt et al. 1982 diacu dalam Robyt 2005), glukoamilase (Aleshin
et
al.
1994
diacu
dalam
Robyt
2005),
siklomaltodextrin
glukaniltransferase (CGTase) (Strokopytov et al. 1995 diacu dalam Robyt. 2005), α-amilase (Brzozowski & Davies. 1997 diacu dalam Robyt 2005), dan dextran sukrase (Kim et al 1998 diacu dalam Robyt 2005). Acarbosa adalah pseudotetrasakarida yang memiliki cincin pseudogula [[4,5,6-trihidroksi-3(hidroksimetil)-2-sikloheksan-1-yl]amino]-alfa-D-glucopiranosil-1(1 4)-O-(alfa)D-glucopiranosil-(1
4)-D-Glukosa. Mekanisme inhibisi acarbosa terhadap
enzim-enzim tersebut diatas dikarenakan ikatan cincin sikloheksan dan nitrogen yang menyerupai daerah transisi dimana enzim membelah ikatan glikosidik (Junge et al.1980; Truscheit et al. 1981 diacu dalam Robyt 2005).
15
2. 2. 3 Enzim Lipase dan Inhibitornya Lipase ( Triasilgliserol asilhidolase, EC 3.2.1.20) adalah enzim yang dapat larut dalam air dan bekerja dengan mengkatalisis hidrolisis ikatan ester dalam substrat lipid yang tidak larut dalam air seperti trigliserida berantai panjang(Winarno. 1995). Lipase berfungsi mengkatalisis trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak seperti pada Gambar. 4 Kerja enzim lipase dapat dihambat oleh ekstrak: monarda punctata, blueberry, lingonberry, cloudberry, strawberry dan raspberry, actinidia arguta, flavangenol (McDougall et al. 2008; Jang et al. 2008; Shimada et al. 2009; Yamada et al. 2010). McDougall et al (2008) menyatakan komponen bioaktif pada tanaman berri yang mampu menghambat kerja enzim lipase diduga tanin beserta turunannya seperti ellagitannin, proantosianidin. Ikatan hidrogen antara grup karbon dari ikatan peptida protein dan grup hidroksil dari golongan fenol yang termasuk dalam tanin, yang diketahui sebagai interaksi hidrofobik, merupakan mekanisme utama dalam interaksi kompleks tanin-protein (Haslan. 1974)
Gambar 4. Reaksi hidrolisis asam lemak Sumber : http://www. biologypedia.wordpress.com
2.3 Kinetika Inhibisi Enzim Kinetika enzim adalah salah satu cabang enzimologi yang membahas faktorfaktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi enzimatis. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah konsentrasi enzim, substrat, produk, senyawa inhibitor dan aktivator, pH dan jenis pelarut yang terdapat pada lingkungan, kekuatan ion dan suhu. Pembentukan komplek enzim substrat (ES) membatasi kecepatan reaksi enzimatis. Artinya kecepatan maksimum reaksi
16
enzim dicapai pada tingkat konsentrasi substrat yang sudah mampu mengubah seluruh enzim menjadi kompleks ES. Pada konsentrasi substrat dibawah konsentrasi tersebut reaksi enzim bergantung pada konsentrasi substrat yang ditambahkan, sedangkan pada konsentrasi substrat diatas konsentrasi tersebut, kecepatan reaksi tidak tergantung pada konsentrasi substrat. Dengan kata lain, reaksinya menjadi bersifat ordo ke nol. Pada Tabel 2, dapat dilihat beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi dan informasi yang dapat diperoleh dengan mengubah-ubah faktor tersebut.
Tabel 2. Berbagai faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi enzim Faktor yang mempengaruhi Jenis Konsentrasi
Keterangan yang dapat Diperoleh
Faktor Konsentrasi
enzim, Mekanisme reaksi, Parameter kinetika
Substrat,
Produk (Km, V, Ki)
inhibitor, Aktivator Faktor luar
Suhu
Parameter
pH
perubahannya
termodinamika yang
penting
dan dalam
pengikatan substrat Konstanta
dielektrik Jenis ikatan dan muatan protein enzim
dan kekuatan ion Faktor dalam
Struktur substrat dan Sifat-sifat interaksi dengan enzim produk
Golongan fungsional pada lokasi enzim
Struktur enzim
Sifat biologis enzim, asam amino yang berperan pada lokasi aktif
Sumber: Suhartono. 1989
Beberapa senyawa bioaktif dari tumbuhan ketika ditambahkan ke dalam reaksi enzimatis dapat berperan sebagai aktivator dan juga inhibitor. Secara kimiawi, suatu inhibitor tidak dapat dibedakan dari aktivator. Setelah mereka berinteraksi dengan enzim, barulah dapat dibedakan antara aktivator dan inhibitor. Aktivator, berikatan dengan enzim dan menyebabkan kenaikan kecepatan reaksi
17
enzim, sedangkan inhibitor berikatan dengan enzim dan menyebabkan penurunan kecepatan reaksi enzim. Umumnya inhibitor menghambat kerja enzim dengan tiga jenis penghambatan, yakni penghambatan kompetitif, non kompetitif dan unkompetitif (Suhartono. 1989). 2. 3.1 Penghambatan Kompetitif Suatu bahan yang berkompetisi secara langsung dengan suatu substrat normal untuk suatu daerah (site) ikatan enzim dikenal dengan suatu inhibitor kompetitif. Inhibitor seperti ini biasanya menyerupai substrat dimana secara spesifik mengikat daerah aktif enzim. Reaksi akan terjadi dan produk akan dihasilkan, walaupun enzim bereaksi dengan inhibitor. Produk yang dihasilkan dari inhibitor akan berbeda jenisnya dengan produk yang dihasilkan oleh substrat (Voet&Voet. 2001). Pada penghambatan kompetitif inhibitor menyebabkan berubahnya harga KM (menjadi lebih besar dari KM semula), tanpa mengubah tingkat kecepatan maksimum Vmaks enzim. Jadi, enzim masih mampu mencapai kecepatan maksimum normalnya, walaupun dalam jangka waktu yang lebih lama, jika pada lingkungan tersebut terdapat senyawa inhibitor. Akan tetapi, adanya inhibitor menyebabkan enzim membutuhkan konsentrasi substrat yang lebih besar, untuk mencapai harga Vmaks-nya. Penghambatan oleh inhibitor kompetitif dapat diatasi atau dikurangi dengan menambahkan konsentrasi substrat yang memperbesar peluang bagi substrat untuk berikatan dengan sisi aktif pada enzim (Suhartono. 1989). Model umum untuk inhibisi kompetitif diberikan pada Gambar 5. di bawah ini :
Gambar 5. Model umum inhibisi kompetitif
18
2. 3. 2 Penghambatan Nonkompetitif Pada jenis inhibisi non-kompetitif antara substrat dan inhibitor tidak memiliki kesamaan struktur. Efek penghambatan akan terjadi karena inhibitor berikatan dengan sisi allosterik enzim, dan akan mengubah sisi aktifnya. Akibat dari jenis inhibisi ini adalah terjadinya penurunan Vmaks tanpa mengubah nilai KMnya. Pada inhibisi non-kompetitif, inhibitor dapat membentuk ikatan dengan enzim dalam keadaan bebas, disamping dapat membentuk ikatan dengan komplek enzim-substrat (Gambar 6). Ikatan inhibitor terhadap enzim bebas dan enzimsubstrat dapat menyebabkan terbentuknya kompleks enzim-inhibitor atau enzimsubstrat-inhibitor yang bersifat tidak produktif karena tidak dapat membentuk produk. Produk hanya akan terbentuk jika ikatan inhibitor lepas dari kompleks enzim-substrat-inhibitor. Reaksi sampingan yang sangat merugikan akibat pengaruh inhibitor pada jenis penghambatan ini adalah besarnya peluang sisi aktif enzim untuk berubah secara permanen dari keadaan alami jika kompleks enziminhibitor memiliki ikatan yang sangat kuat. Hal ini akan menyebabkan enzim kehilangan reaktifitasnya secara permanen (Voet&Voet. 2001).
Gambar 6. Model umum inhibisi nonkompetitif
19
2. 3. 3 Penghambatan Unkompetitif Suatu penghambatan jenis unkompetitif merupakan senyawa yang berikatan secara reversibel pada molekul kompleks enzim substrat, membentuk kompleks Enzim Substrat Inhibitor (ESI) yang bersifat inaktif sehingga tidak dapat menghasilkan produk. Inhibitor tidak berikatan dengan molekul enzim bebas (E) (Suhartono. 1989). Umumnya, inhibisi unkompetitif terjadi akibat adanya akumulasi produk dari reaksi enzim itu sendiri dan sangat jarang dijumpai pada reaksi enzim yang melibatkan hanya satu substrat dan satu produk. Pola kinetika yang terbentuk akibat adanya inhibitor pada jenis inhibisi unkompetitif ini adalah terjadinya penurunan nilai KM dan Vmaks dari keadaan normalnya (Voet &Voet. 2001). Model umum untuk inhibisi unkompetitif diberikan pada Gambar 7 di bawah ini :
Gambar 7. Model umum inhibisi unkompetitif
2. 4 Rosella Rosella (Hibiscus sabdariffa L) adalah sejenis perdu, tumbuh dari biji/benih dengan ketinggian yang bisa mencapai 3 - 5 meter serta mengeluarkan bunga hampir sepanjang tahun (Anonym. 2008). Ketika masih muda, batang dan daunnya berwarna hijau. Ketika beranjak dewasa dan sudah berbunga, batang akan berwarna coklat kemerahan dan bunganya muncul pada ketiak daun. Bunga rosella adalah bunga yang berwarna merah karena kandungan antosianinnya yang tinggi (Mardiah et al. 2009).
20
Rosella berkhasiat diuretik (melancarkan air seni), antiseptik, menurunkan panas,
meluruhkan
dahak,
antiradang,
antihipertensi,
antibakteri
dan
memperlancar buang air besar (menstimulasi gerak peristaltik usus). Kelopak bunga rosella dapat mengatasi panas dalam, sariawan, kolesterol tinggi, gangguan jantung, sembelit, mengurangi resiko osteoporosis dan mencegah kanker darah. Senyawa asam amino yang terdapat pada bunga rosella yaitu arginin yang berperan dalam proses peremajaan sel tubuh. Sebagai obat tradisional bunga rosella berkhasiat sebagai antiseptik, aprodisiak, diuretik, dan lain-lain (Rostinawati. 2009). Secara umum, komposisi kimia kelopak bunga rosella basah dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan kimiawi kelopak bunga rosella 100g rosella kering 100 g rosella basah b) Kalori 44 kal b) 4-10 g d,f) Air 86,20g 5,4-9.45 g a) Protein 16 g b) Lemak 0,1 g b) b) 16 g e) Karbohidrat 11, 1 g 11,7 g c) Serat 2, 5 g b) 7-11 g a) Abu 1, 0 g b) 486 mg e) Kalsium 160 mg b) 0,36 g c) Fosfor 60 mg b) Besi 3, 8 g b) b) Beta-karoten 285 mg b) 21-89,4 mg a) Asam askorbat 14 mg Tiamin 0, 4 mg b) b) Riboflavin 0,5 mg Niacin 14 mg b) a) b) Sumber: Ibrahium et al (1971); Duke (2008); c) Kijparkon et al (2009); d)
Wikipedia (2011); e) Obtrando (2011); f) Winarti et al (2011)
Keterangan : ( - ) : data belum tersedia
Antosianin merupakan pigmen warna yang paling banyak pada rosella. Kadar antosianin pada rosella adalah 1,5g/100g(b.k) (Du & Francis. 1973). Antosianin adalah pigmen larut air yang secara alami terdapat pada berbagai jenis
21
tumbuhan. Pigmen ini memberikan warna pada bunga, buah, dan daun. Antosianin merupakan sub-tipe senyawa organik dari keluarga flavonoid, dan merupakan anggota kelompok senyawa yang lebih besar yaitu polifenol (Kevin et al. 2008). Selain kandungan antosianin yang tinggi, komponen bioaktif rosella antara lain terdiri dari anisaldehida, asam sitrat, β-sitosterol, senyawa flavonoid seperti quercetin dan tanin, levo asam askorbat, beta karoten, protocaterchuic acid delphinidin, galaktosa, glossypentin, hibiscetin, mukopolisakarida, pectin, asam stearat, dan lilin (wax) (Tseng et al. 1997; Tsai et al. 2001; Bokura et al. 2003; Prenesti et al. 2005; Hirunpanich et al. 2005; Qi et al. 2005; Christian et al. 2006; Lin et al. 2007; Agoreyo et al. 2008; Kao et al. 2009; Khosravi et al. 2009; Khosravi2 et al. 2009). Hansawasdi et al (2000) menyatakan asam hibiscus pada ekstrak rosella menghambat pemecahan pati dengan cara menghambat kerja enzim α-amilase. Griebel (1939) dan Bachtez (1948) menyatakan kadar asam hibiscus (HCA) pada rosella adalah 13,6-15.3%. Asam hibiscus (Gambar 8) yang terdapat dalam ekstrak rosella dapat menghambat produksi lemak dari karbohidrat pada percobaan yang dilakukan terhadap tikus (Tee et al. 2002). Ekstrak kelopak bunga rosella mengandung asam hibiscus, atau asam (+)-hydroxycitric {(+)-HCA}. Isomernya yaitu asam (-)-hydroxycitric {(-)-HCA}, merupakan bahan aktif utama yang terdapat pada buah Garcinia indica dan Garcinia cambogia, yang merupakan suatu inhibitor dari citrate lyase. Oleh karena itu, (-)-HCA tersebut diusulkan sebagai suatu agen antiobesitas. Asam hibiscus atau (+)-HCA mengalami proses racemization dengan bantuan enzim yang dikeluarkan flora normal usus untuk berubah menjadi (-)-HCA (Carvajal-Zarrabal et al. 2005).
Gambar 8. Struktur kimia (-)- asam hidroksi sitrat{(-)-HCA}
22
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juli 2011 di Laboratorium Biokimia Pangan dan Kimia Pangan Departemen Ilmu Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor.
3. 2 Bahan dan Alat Bahan Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah bunga rosella segar berumur 3 minggu dari daerah Darmaga. Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah lipase pankreas babi tipe II (Sigma L3126), enzim α-glukosidase dari Saccharomyces cerevisiae (Sigma G-5003), α-amilase dari Bacillus sp (Tipe II A) (Sigma A-6380), α-amilase dari pankreas babi (Sigma A-3176) , p-nitrofenil laurat (pNP laurat) (Sigma 61716), p-nitrofenil-α-D-glukofiranosa (Sigma N1377), pati kentang terlarut (Merck), acarbosa (Glucobay), bufer Tris, asam 3.5dinitrosalisilat (DNS), sodium asetat, bufer fosfat, natrium karbonat, NaH2PO4, NaCl, CaCl2, NaOH, Na-K-tartarat, bromtimolblue, pereaksi folin, metanol 95%, aquades.
Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain gelas piala, gelas ukur, labu takar, tabung reaksi, pipet volumetrik, pipet tetes, mikropipet, bulb, neraca analitik, refraktometer, sentrifus, spektrofotometer UV-vis, penangas air,penangas air bergoyang, vortex dan hot plate.
3. 3 Metode Penelitian Tahap awal penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan hasil ekstraksi rosella optimum berdasarkan nilai total padatan terlarut yang diperoleh. Selanjutnya hasil ekstraksi dengan total padatan tertinggi tertinggi digunakan dalam pengujian inhibisi senyawa bioaktif tanaman terhadap kerja enzim
23
α-amilase, α-glukosidase dan lipase. Diagram alir penelitian seperti pada Gambar 9.
Penentuan rasio rosella dengan larutan pengekstrak /aquades ( 1:1; 1:2; 1:3; 1:4; 1;5)
-
Pembuatan ekstrak pada berbagai kondisi pemanasan Suhu: 70, 85, 100 oC Lama pemanasan ; 15 dan 30 menit
Ekstrak rosella
Pengaturan pH simulasi sistem pencernaan
Analisis: - Daya inhibisi enzim α amilase - Daya inhibisi enzim α glukosidase - Daya inhibisi enzim lipase
Analisis: - Total polifenol - pH - TAT - Daya inhibisi enzim α amilase - Daya inhibisi enzim α glukosidase - Daya inhibisi enzim lipase
Pengujian kinetika inhibisi (ekstrak terpilih)
Gambar 9. Diagram alir penelitian
24
3.3.1 Penentuan Kadar Air dengan Metode Oven (Apriyantono et al. 1989) Prinsip metode ini adalah sampel dikeringkan dalam oven 100 - 102 o C sampai diperoleh berat yang tetap. Cawan dikeringkan dalam oven, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel dimasukkan dalam cawan dan dioven selama 6 jam pada suhu 100 - 102 o C. Didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai berat tetap.
Perhitungan Kadar air (%) = (wet basis)
Kehilangan berat (g)
x 100
Sampel sebelum kering (g)
3.3.2 Penentuan Rasio Pelarut Ekstraksi pada berbagai rasio dilakukan untuk menentukan ekstrak yang memiliki nilai total padatan terlarut tertinggi untuk digunakan pada tahap selanjutnya. Bunga rosella seberat 50 gram ditambah aquades dengan perbandingan 1:1; 1:2; 1:3; 1:4 dan 1:5 kemudian dihancurkan menggunakan blender selama 3 - 4 menit. Hancuran sampel diekstraksi pada suhu 70o C selama 15 menit pada penangas air bergoyang. Hasil ekstraksi kemudian disaring menggunakan delapan lapis kain saring sampai ekstrak tidak mengandung padatan yang terlihat. Penyaringan dilakukan secara manual, diperas menggunakan tangan, dan dihentikan apabila busa mulai keluar. Ekstrak diukur total padatan terlarutnya menggunakan refraktometer.
3.3.3 Pembuatan Ekstrak pada Berbagai Kondisi Ekstraksi Rosella ditambah aquades dengan perbandingan tertentu (sesuai hasil tahap sebelumnya) kemudian dihancurkan menggunakan blender selama 3 menit. Hancuran sampel diekstraksi pada suhu 70o C, 85o C, 100o C selama 15 dan 30 menit
pada
penangas
air
bergoyang.
Masing-masing
sampel
disaring
menggunakan kain saring, kemudian sampel ditepatkan kembali pada ke satu volume tertentu. Karakterisasi ekstrak yang dihasilkan meliputi pH, total asam
25
tertitrasi (TAT), total fenol, daya inhibisi enzim α-amilase, α-glukosidase dan lipase.
3.3.4 Prosedur Analisis Ekstrak (a) Total fenol (Strycharz dan Shetty. 2002) Larutan standar asam galat dibuat dengan berbagai konsentrasi yaitu 50, 100, 150, 200 dan 250 ppm. Larutan standar atau sampel sebanyak 0,5 ml dilarutkan dalam 2,5 ml aquades, 0,5 ml etanol 95%, 2,5 ml folin ciocalteau 50% kemudian divortex. Setelah itu larutan didiamkan selama 5 menit dalam ruang gelap kemudian ditambahkan 0,5 ml Na2CO3 5% dan divortex kembali. Larutan didiamkan dalam ruang gelap selama 1 jam, berikutnya larutan diukur absorbansinya pada λ 725 nm. (b) Total asam tertitrasi (Fardiaz. 1989 ) Sampel 10 gram dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan diencerkan sampai tanda tera dengan air destilasi. Sampel yang sudah diencerkan sebanyak 10 ml dipindahkan kedalam erlenmeyer dan ditambahkan 2 tetes bromtimol blue. Titrasi dilakukan dengan menggunakan larutan NaOH 0,08 N sampai timbul warna biru. Total asam tertitrasi = ml 0,1 NaOH x N NaOH x Faktor Pengenceran x 100% gram ekstrak (c) Uji inhibisi enzim α-amilase Uji inhibisi α-amilase dilakukan mengggunakan dua sumber enzim yang berbeda yaitu dari Bacillus sp dan pankreas babi. Uji inhibisi terhadap enzim αamilase pankreas babi hanya dilakukan pada ekstrak yang mempunyai daya hambat paling tinggi karena hanya digunakan sebagai pembanding saja. - Uji inhibisi enzim α-amilase Bacillus sp secara in vitro ( Cengiz et al. 2010) Persiapan reagen: Enzim dibuat dengan melarutkan 1 unit/ml enzim α-amilase dari Bacillus sp (tipe II A) pada aquades dingin. Aktivitas inhibisi enzim α-amilase dideteksi dengan menggunakan substrat larutan pati (1%) pada bufer fosfat 20mM (pH 6,9)
26
yang berisi sodium klorida 6,7mM. Pereaksi DNS dibuat dengan mencampurkan 20 ml larutan Na-K-tartarat, 50 ml DNS dan aquades hingga diperoleh volume akhir 100 ml. Larutan Na-K-tartarat diperoleh dengan melarutkan 30 g Na-Ktartarat dalam 20 ml NaOH 2M diatas plat pemanas (jangan sampai mendidih). Larutan DNS diperoleh dengan melarutkan 1094,88 mg asam 3,5 dinitrosalisilat dalam 50 ml air suling pada suhu 45-50o C. Kontrol positif yang digunakan pada penelitian ini adalah acarbosa 0,5 mg/ml yang diperoleh dari pelarutan 1 tablet glukobay (50 mg acarbosa) dalam 100 ml HCl 2 N.
Prosedur Analisis: Campuran reaksi terdiri dari blanko, kontrol A, kontrol B, dan sampel. Tabel 4 menunjukkan kombinasi jumlah ekstrak, bufer fosfat, dan enzim yang diberikan pada blanko, kontrol A, kontrol B, sampel serta acarbose sebagai kontrol positif. Blanko digunakan untuk menghitung gula-gula sederhana awal pada substrat yang bukan hasil hidrolisis enzim. Kontrol A digunakan untuk menghitung seluruh gula baik gula awal maupun gula sederhana hasil hidrolisis enzim. Kontrol B bertujuan untuk menghitung gula sederhana awal pada substrat dan ekstrak rosella sedangkan sampel bertujuan untuk menghitung gula sederhana awal pada substrat dan ekstrak rosella serta gula hasil hidrolisis enzim dengan dengan adanya inhibitor yaitu ekstrak rosella. Masing-masing campuran reaksi diinkubasi dalam penangas air pada suhu 37o C selama 30 menit. Selanjutnya DNS di tambahkan dan diinkubasi selama 5 menit pada air mendidih. Setelah itu aquades ditambahkan dan diukur absorbansinya pada spektrofotometer λ 540 nm.
27
Tabel 4. Komposisi larutan pada analisis aktivitas inhibisi alfa amilase Larutan Blanko (µl) Kontrol A Kontrol B Sampel Acarbose (µl) (µl) (µl) (µl) Ekstrak
-
-
100
100
100
Bufer
200
100
100
-
-
Enzim
-
100
-
100
100
Pati
100
100
100
100
100
DNS
200
200
200
200
200
Aquades
4000
4000
4000
4000
4000
Aktivitas inhibisi sampel dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: Keterangan : A1 = Absorbansi kontrol A – Absorbansi blanko A2 = Absorbansi sampel – Absorbansi kontrol B
- Uji inhibisi enzim α-amilase pankreas babi secara in vitro (Thalapaneniet al. 2008) Persiapan reagen: Reagen A adalah bufer natrium fosfat 20 mM dengan penambahan natrium klorida 6,7 mM yang ditepatkan pH nya sampai 6,9 menggunakan NaOH 1M. Larutan natrium fosfat dibuat dengan mencampurkan 2,7602 gram natrium fosfat monobasic (BM 137,99) dalam 1 liter aquades. Larutan natrium klorida dibuat dengan mencampurkan 0,3915 gram NaCl (BM 58,44) dalam 1 liter aquades. Larutan natrium fosfat ditambahkan pada larutan natrium klorida dengan perbandingan 1:1 kemudian pH ditepatkan sampai 6,9. Larutan substrat diperoleh dengan memanaskan 1 g pati kentang terlarut dalam 100 ml reagen A sambil diaduk sampai mendidih selama 15 menit dan volume ditepatkan kembali menjadi volume awal dengan penambahan aquades. Larutan enzim α-amilase dibuat dengan melarutkan 0,1 mg α-amilase pankreas babi 10 unit/mg dalam 1 ml
28
aquades dingin. Pereaksi DNS dibuat seperti pada uji inhibisi enzim α-amilase Bacillus sp.
Prosedur Analisis: Uji inhibisi α-amilase pankreas babi sama dengan uji inhibisi terhadap α-amilase Bacillus sp. (d) Uji Inhibisi enzim α-glukosidase secara in vitro (Mayur et al. 2010 dengan modifikasi) Persiapan reagen: Uji inhibisi enzim α-glukosidase (Saccharomyces cerevisiae tipe I) secara in vitro dilakukan dengan menggunakan model penghambatan pemecahan substrat p-nitrofenil-α-D-glukofiranosa menjadi p-nitrofenil (berwarna kuning) dan glukosa oleh enzim α-glukosidase. Aktivitas inhibisi enzim diukur berdasarkan warna hasil reaksi menggunakan spektrofotometer pada λ 410nm. Enzim α-glukosidase berasal dari Saccharomyces cerevisiae tipe I dengan aktivitas 0,2 unit/ml. Aktivitas inhibisi enzim α-glukosidase dideteksi dengan menggunakan substrat p-nitrofenil-α-D-glukofiranosa 0,5mM. Bufer yang digunakan adalah bufer kalium fosfat 0,1 M dengan pH 7,0. Kontrol positif yang digunakan pada penelitian ini adalah acarbosa 0,5 mg/ml yang diperoleh dari pelarutan 1 tablet glukobay (50 mg acarbosa) dalam 100 ml HCl 2 N.
Prosedur Analisis: Campuran reaksi terdiri dari blanko, kontrol A, kontrol B, dan sampel. Tabel 5 menunjukkan kombinasi jumlah ekstrak, bufer fosfat, dan enzim yang diberikan pada blanko, kontrol A, kontrol B, sampel serta acarbose sebagai kontrol positif. Keterangan blanko, kontrol A, kontrol B, sampel sama dengan uji inhibisi α-amilase. Masing-masing campuran reaksi diinkubasi dalam penangas air pada suhu 37o C selama 30 menit. Reaksi enzim dihentikan dengan memasukkan campuran reaksi ke dalam penangas air suhu 100o C selama 5 menit.
29
Setelah itu aquades ditambahkan dan diukur absorbansinya pada spektrofotometer λ 410nm. Tabel 5. Komposisi larutan pada analisis aktivitas inhibisi alfa glukosidase Larutan
Blanko (µl)
Kontrol A (µl)
Kontrol B (µl)
Sampel (µl)
Acarbose (µl)
Ekstrak
-
-
100
100
100
Bufer
200
100
100s
-
-
Enzim
-
100
-
100
100
Substrat
100
100
100
100
100
Aquades
2000
2000
2000
2000
2000
Aktivitas inhibisi sampel dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: Keterangan : A1 = Absorbansi kontrol A – Absorbansi blanko A2 = Absorbansi sampel – Absorbansi kontrol B
(e) Uji Inhibisi enzim lipase secara in vitro (Mc Dougall GJ et al. 2008) Persiapan reagen: Lipase pankreas babi tipe II (Sigma L3126) dilarutkan dalam aquades (10mg/ml). Untuk penentuan aktivitas secara in vitro digunakan Tris bufer pH 8,2 100 mM dan p-nitrofenil laurat (pNP laurat) digunakan sebagai substratnya. Stok substrat 0,08% berat/volume pNP laurat dilarutkan dalam 5mM sodium asetat (pH 5,0) yang mengandung 1% triton X-100 kemudian dipanaskan pada air mendidih selama 1 menit agar didapatkan larutan yang sempurna kemudian didinginkan pada suhu ruang. Prosedur Analisis: Campuran reaksi terdiri dari blanko, kontrol A, kontrol B, dan sampel. Tabel 6 menunjukkan kombinasi jumlah ekstrak, bufer Tris, dan enzim yang diberikan pada blanko, kontrol A, kontrol B, dan sampel. Keterangan blanko,
30
kontrol A, kontrol B, sampel sama dengan uji inhibisi α-amilase. Masing-masing campuran reaksi diinkubasi pada 37o C selama 2 jam. Reaksi enzim dihentikan dengan memasukkan campuran reaksi ke dalam penangas air suhu 100o C selama 5 menit. Selanjutnya aquades ditambahkan pada campuran reaksi. Campuran reaksi kemudian disentrifugasi pada 4000 rpm selama 15 menit dan dibaca menggunakan spektrofotometer pada λ 410 nm.
Tabel 6. Komposisi larutan pada analisis aktivitas inhibisi lipase Larutan Blanko (µl) Kontrol A Kontrol B Sampel (µl) (µl) (µl) Ekstrak
-
-
50
50
Bufer
200
50
150
-
Enzim
-
150
-
150
Substrat
450
450
450
450
Aquades
4000
4000
4000
4000
Aktivitas inhibisi sampel dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: Keterangan : A1 = Absorbansi kontrol A – Absorbansi blanko A2 = Absorbansi sampel – Absorbansi kontrol B
3.3.5 Pengaturan pH Simulasi Sistem Pencernaan Sebagian ekstrak diatur pHnya menyerupai sistem pencernaan tubuh yaitu lambung dan usus halus. Mula-mula pH ekstrak diatur menjadi pH 2,0 menggunakan HCl, lalu didiamkan selama 30 menit, kemudian pH dinaikkan ke 6,8 menggunakan NaOH. Selanjutnya ekstrak diukur daya inhibisi α-amilase, αglukosidase dan lipase. Prosedur analisis uji inhibisi α-amilase, α-glukosidase dan lipase sama dengan prosedur 3.3.3 di atas.
31
3.3.6 Kinetika Penghambatan Enzim Prosedur uji kinetika inhibisi mirip dengan penentuan daya inhibisi, namun pada uji kinetika, konsentrasi substrat divariasikan (1%; 1,25%; 1,5%; 1,75%; 2,0%; 2,25%; 2,5%). Sebelum uji ini dilakukan perlu diketahui dahulu pada konsentrasi berapa ekstrak rosella memberikan hambatan maksimumnya. Untuk itu sederetan konsentrasi ekstrak (25%; 50%; 75%; 100%) akan diujikan. Ekstrak dengan konsentrasi terbaik kemudian dijadikan kandidat bagi pelaksanaan uji kinetika inhibisi. Data yang diperoleh kemudian dikonversi dan diinterpretasikan ke dalam persamaan Lineweaver-Burk dalam bentuk grafik. Konsentrasi substrat diubah menjadi 1/[substrat] pada sumbu X, dan kecepatan reaksi pembentukan produk hasil hidrólisis enzim diubah menjadi 1/kecepatan pada sumbu Y. Selanjutnya dicari persamaan garis yang terbentuk dan tipe hambatannya berdasarkan perpotongan garis antara kinetika enzim normal dan kinetika enzim setelah mendapat perlakuan ekstrak rosella.
32
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penentuan Rasio Rosella dengan Larutan Pengekstrak (Aquades) Ekstraksi adalah proses pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu campuran homogen menggunakan pelarut cair (solvent) sebagai agen pemisah. Salah satu tujuan ekstraksi pada tanaman obat adalah untuk memperoleh komponen bioaktif yang berkhasiat sebagai pangan fungsional. Komponen bioaktif dari suatu bahan pangan memegang peranan penting dalam memberikan efek kesehatan. Komponen aktif yang terdapat pada bahan tanaman dikenal dengan istilah fitokimia. Pengertian fitokimia adalah suatu bahan dari tanaman (phytos = tanaman), yang dapat memberikan fungsi-fungsi fisiologis untuk pencegahan penyakit. Bahan yang dimaksud adalah senyawa kimia berupa komponen bioaktif yang dapat digunakan untuk pencegahan atau pengobatan penyakit (Ardiansyah. 2006). Menurut Hansawasdi et al (2000), Jong-Anurakkun et al (2007), Chethan et al (2008) dan McDougall et al (2008) komponen bioaktif yang berperan sebagai inhibitor enzim α-amilase, α-glukosidase dan lipase termasuk dalam golongan polifenol dan asam hibiscus yang mudah larut dalam air. Menurut Suradikusuma (1989), senyawa fenol yang berikatan dengan protein maupun gula glikosida cenderung mudah larut pada pelarut aquades dibandingkan dengan senyawa yang lain. Air merupakan pelarut polar yang mampu melarutkan zat kimia tertentu,zat terlarut (solute), yang bersifat polar. Senyawa polar memiliki momen dipol, sehingga selalu punya muatan, antar sesama senyawa polar akan saling larut karena muatanmuatan didalamnya akan saling berikatan. Senyawa non polar akan lebih sulit larut dalam air yang bersifat polar karena tidak mempunyai momen dipol, sehingga tidak memiliki muatan untuk berikatan dengan senyawa polar (Bloch. 2006). Perbandingan antara sampel dan pelarut yang tepat akan menghasilkan ekstrak dengan total padatan terlarut tertinggi yang diharapkan dapat sebagai sumber senyawa bioaktif yang optimum.
Pada tahap ini dilakukan 5 variasi perbandingan antara rosella dan aquades yaitu 1:1; 1:2; 1:3; 1:4 dan 1:5. Berdasarkan hasil ekstraksi diketahui rasio rosella
33
dan aquades 1:3 memiliki tingkat warna yang lebih gelap, nilai total padatan terlarut sebesar 0,6%, dibandingkan dengan rasio lainnya. Total padatan terlarut pada rasio 1:1, 1:2, 1:4 dan 1:5 secara berturut-turut adalah 0,1%, 0,3%, 0,2%, 0,2%. Menurut Chumsri et al (2008) total padatan terlarut ekstrak rosella segar dengan rasio rosella dan aquades 1:5 pada suhu 60o C selama 60 menit adalah 0,8%. Perbedaan hasil penelitian tersebut diduga karena perbedaan suhu dan
Total padatan terlarut
waktu ekstraksi serta jenis rosella yang digunakan.
Total padatan terlarut; 1˸3; 0,6% Total padatan terlarut; 1˸2; 0,3% Total padatan terlarut; 1˸1; 0,1%
Total padatanTotal padatan terlarut; 1˸4; terlarut; 1˸5; 0,2% 0,2%
Perbandingan rosella dan aquades
Gambar 10. Nilai total padatan terlarut pada berbagai rasio sampel dengan aquades.
Pada rasio 1:1 dan 1:2 sampel tidak seluruh terendam setelah dihancurkan dengan blender, masih ada sebagian hancuran sampel tidak terendam dalam aquades, sehingga tidak semua hancuran sampel dapat terekstrak sempurna. Pada rasio 1:3; 1:4 dan 1:5 seluruh hancuran sampel dapat terendam sempurna dalam aquades. Perbandingan sampel dan aquades sebesar 1:3 memiliki total padatan terlarut paling tinggi sebab dengan meningkatnya jumlah pelarut yang digunakan ekstrak yang didapat semakin encer dan menghasilkan total padatan terlarut yang lebih rendah.
34
4.2 Karakterisasi Ekstrak Proses ekstraksi dilakukan pada penangas air bergoyang dengan 3 variasi suhu 70o C, 85o C, 100o C dan 2 variasi waktu 15 dan 30 menit. Ekstrak yang telah dihasilkan kemudian ditepatkan kembali pada volume 230 ml (setiap 1ml ekstrak mengandung 0,21 gram kelopak rosella basah) dan diukur pH masingmasing ekstrak setelah ditepatkan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa semakin tinggi dan lama waktu ekstraksi maka volume ekstrak semakin tinggi. Diduga pada suhu yang semakin tinggi kemampuan sampel menahan air dan komponen- komponen larut air semakin rendah sehingga semakin banyak komponen larut air yang terbebaskan dan bercampur dengan aquades. Hal tersebut menyebabkan volume ekstrak akhir sama atau lebih besar dari volume awal. Peningkatan suhu akan menurunkan kemampuan bahan pangan menahan air yang mungkin disebabkan oleh perubahan-perubahan akibat pemanasan yang tidak dapat kembali (Purnomo. 1995). Menurut Duke (2008) rosella segar memiliki kadar air sebesar 80%. Karakterisasi ekstrak dilakukan dengan melihat pH, total fenol dan total asam tertitrasi. Analisis pH, total fenol dan total asam tertitrasi dilakukan untuk mengetahui karakter dari ekstrak yang digunakan dalam analisis inhibisi enzim, sehingga dapat diamati hubungan antara karakter ekstrak dengan kemampuan farmakologi ekstrak. 4. 2. 1 Nilai Keasaman (pH) Skala pH bersifat logaritmik, yang berarti perbedaan 1 unit pH dari 2 buah larutan menunjukkan bahwa larutan yang satu mempunyai konsentrasi H+ 10 kali konsentrasi H+ pada larutan yang lain. Istilah pH ditentukan oleh persamaan berikut : pH = log 1 = - log [H+] [H+] Pengukuran pH adalah salah satu prosedur yang paling penting, karena pH menetukan banyak peranan penting dari struktur dan aktivitas makromolekul biologi seperti aktivitas katalitik enzim (Lehninger. 1994).
35
Perlakuan suhu dan lama pemanasan pada saat ekstraksi tidak berpengaruh pada pH ekstrak. Nilai keasaman (pH) awal ekstrak rosella relatif seragam yaitu antara 2,78-2,86 (Gambar 11, Lampiran 1), sedangkan pH minuman rosella komersial pada umumnya antara pH 3-4. Rosella mengandung asam-asam organik seperti asam sitrat, asam askorbat dan asam hibiscus yang akan menyebabkan ekstrak rosella menjadi bersifat asam. Hart et al (2003) menyatakan total asam pada sampel akan berkorelasi dengan nilai pH sampel. Pada umumnya semakin tinggi asam pada sampel maka nilai pH akan semakin rendah, akan tetapi hal tersebut tidak berlaku pada beberapa kondisi. Hasil uji analisis sidik ragam menunjukkan nilai pH tidak berbeda pada berbagai kondisi ekstraksi (Lampiran 2).
TAT (%) dan pH
d 9.06 c 6.63
a 5.43
a' 2.85
a' 2.85
a 5.74
a 5.57 a' 2.86
a' 2.85
b 6.23 a' 2.78
a' 2.86
Kondisi Ekstraksi
Total asam tertitrasi (%) pH
Gambar 11. Nilai pH dan total asam tertitrasi ekstrak rosella
4. 2. 2 Total Asam Tertitrasi Total asam tertitrasi adalah penentuan total asam yang terdapat pada sampel. pH merupakan kekuatan asam pada sampel, sedangkan total asam tertitrasi adalah jumlah asam yang terdapat pada sampel (Hart et al. 2003). Penentuan total asam tertitrasi dapat dilakukan menggunakan titrasi asam basa. Prinsip titrasi asam basa melibatkan reaksi antara asam dengan basa, sehingga akan terjadi perubahan pH larutan yang dititrasi. Dalam prosedur ini sejumlah volume tertentu dari asam
36
dititrasi oleh larutan basa, biasanya sodium hidroksida (NaOH) yang mempunyai konsentrasi yang diketahui dengan tepat. NaOH ditambahkan perlahan-lahan sampai titik netralisasi asam tercapai (pH 7). Dengan mengetahui volume dan konsentrasi NaOH yang ditambahkan, konsentrasi asam di dalam larutan dapat dihitung. Pemetaan pH larutan terhadap jumlah NaOH yang ditambahkan sampai titik netralisasi disebut kurva titrasi (Lehninger. 1994). Data hasil penelitian nilai total asam tertitrasi menunjukkan perlakuan ekstraksi menghasilkan TAT yang berbeda pada ekstrak rosella, sedangkan pH tidak. Hal tersebut diduga karena jenis asam yang terekstrak berbeda pada berbagai kondisi ekstraksi, sehingga total asam tertitrasi tidak berkorelasi negatif terhadap pH ekstrak. Al-Shoosh (1997) menyatakan jenis asam organik pada rosella terdiri atas asam hibiscus ((-)-Hydroxycitricacid/ HCA), asam malat, asam askorbat, asam sitrat dan asam oksalat. Data hasil penelitian nilai total asam tertitrasi ekstrak rosella terlampir pada Lampiran 5. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam diketahui suhu dan waktu ekstraksi berpengaruh terhadap total asam tertitrasi ekstrak rosella (Lampiran 6). Hasil penelitian menunjukkan secara umum semakin banyak panas yang diterima semakin tinggi total asam tertitrasi ekstrak rosella (Gambar 11), kecuali pada suhu ekstraksi 70o C. Ekstrak 70o C selama 30 menit memiliki total asam tertitrasi yang lebih rendah daripada ekstrak pada kondisi 70o C 15 menit. Hal tersebut diduga karena adanya beberapa asam organik yang tidak tahan terhadap pemanasan, pada kondisi ekstraksi yang semakin lama akan semakin banyak asam organik yang mengalami kerusakan, terutama asam askorbat. Beberapa faktor yang merusak asam askorbat selama pengolahan adalah pemanasan dan penghancuran bahan makanan. Bahan makanan yang telah dipotong dalam bentuk lebih kecil lebih mudah kehilangan kandungan asam askorbat selama proses blanching (pemanasan) dengan air, semakin tinggi suhu dan waktu blanching jumlah asam askorbat yang rusak semakin tinggi (Odland & Eheart. 1975; deMan. 1999). Widjanarko (2008) menyatakan asam askorbat sangat sensitif terhadap senyawa oksidator, sinar dan pemanasan. Asam askorbat dapat rusak pada pemanasan yang ringan dan mudah teroksidasi bila terlarut dalam suatu pelarut, misalnya aquades.
37
Kandungan total asam tertitrasi pada kondisi ekstraksi 100o C 30 menit lebih tinggi daripada pada kondisi ekstraksi 100o C 15 menit. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Permawati (2008) yang menyatakan semakin lama waktu ekstraksi pada simpilisia gandarusa maka zat kimia yang terekstrak semakin banyak. Total asam tertitrasi yang dihasilkan pada kondisi ekstraksi 100 o C 30menit menghasilkan total asam tertitrasi paling tinggi dibandingkan dengan kondisi ekstraksi lainnya. Diduga pada suhu yang lebih tinggi asam-asam organik yang bersifat tahan panas semakin banyak yang terekstrak. Beberapa asam organik yang bersifat tahan panas antara lain asam hibiscus (HCA), asam sitrat, asam malat dan asam oksalat. Asam-asam tersebut akan terurai jika dipanaskan pada suhu diatas 100o C. Secara berturut-turut titik didih HCA, asam sitrat, asam malat dan asam oksalat adalah 182o C, 175o C, 135o C dan 100o C ( Jena et al. 2002; Wikipedia. 2011).
4. 2. 3 Total Fenol Karakter dari komponen fenolik adalah memiliki cincin aromatik dengan satu atau lebih yang berikatan dengan gugus hidroksil. Terdapat lebih dari 8000 struktur fenolik tersebar pada kingdom tanaman yang telah dilaporkan (Strack. 1997). Bentuk komponen fenolik tersebar mulai dari bentuk paling sederhana, bentuk dengan berat molekul ringan, cincin aromatik tunggal hingga kompleks tanin serta turunan polifenol. Klasifikasi komponen fenolik terbagi dalam dua grup yaitu flavonoid dan non flavonoid (Crozier et al. 2006). Analisis terhadap total fenol sampel dilakukan dengan menggunakan pereaksi Folin-Ciocalteau. Pengukuran total fenol dengan metode FolinCiocalteau didasarkan pada reaksi oksidasi-reduksi. Reagen folin yang terdiri dari asam fosfomolibdat dan asam fosfotungstat akan tereduksi oleh senyawa polifenol menjadi molibdenum-tungsten (The Grape Seed Method Evaluation Committee, 2001). Reaksi ini membentuk kompleks warna biru. Semakin tinggi kadar fenol pada sampel, semakin banyak molibdenum-tungsten yang terbentuk akibatnya nilai absorbansinya meningkat. Standar polifenol yang digunakan pada uji total fenol adalah asam gallat (asam 3,4,5-hidroksibenzoat) dengan konsentrasi 50,
38
100, 150, 200, dan 250 ppm. Asam gallat merupakan asam organik yang memiliki kestabilan yang lebih baik daripada asam tanat. Pada asam gallat gugus OH pada karboksil belum melepaskan hidrogen, sedangkan pada asam tanat hidrogen telah dilepaskan (Crozier et al. 2006) . Data hasil perhitungan total fenol dapat dilihat pada Gambar 12. Persamaan linier asam gallat yang diperoleh berdasarkan percobaan adalah y = -0.0044x + 0.1021, dimana y adalah nilai absorbansi dan x adalah konsentrasi (ppm). Persamaan yang diperoleh dari kurva standar (Lampiran 3) tersebut akan digunakan untuk menentukan kadar fenol pada sampel. Pada umumnya flavonoid tanaman berada dalam bentuk glikosida. Kelarutan flavonoid bergantung pada gugus hidroksil dan gulanya. Gugus hidroksil dan gula akan meningkatkan kelarutan flavonoid pada air, sedangkan gugus metil dan turunan isopentil akan menyebabkan flavonoid bersifat hidrofobik (tidak larut air). Antosianin merupakan komponen fenolik dalam bentuk glikosida, antosianin berikatan dengan gula pada posisi C ke-3 dan kadang-kadang pada posisi C yang lain (Taiz & Zeiger. 2002). Beberapa flavonoid lain seperti mirisetin, kuercetin, isorhamnetin dan kaempferol juga banyak ditemui dalam bentuk glikosidanya. Umumnya konjugasi dengan glikosida terjadi pada cincin atom C nomor 3, tetapi dapat juga terjadi pada cincin atom C 5, 7, 4, 3 (Crozier et al. 2006). Marete et al (2009) menyatakan beberapa komponen fenolik di alam membentuk kompleks dengan protein. Analisis sidik ragam dengan selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa suhu ekstraksi berpengaruh terhadap total fenol ekstrak rosella, sedang waktu ekstraksi tidak berpengaruh terhadap total fenol ekstrak (Lampiran 4). Pada uji lanjut analisis ragam dengan taraf signifikansi p < 0,05 terlihat masing-masing suhu ekstraksi saling berbeda nyata. Interaksi antara suhu dan waktu inkubasi saling berpengaruh terhadap total fenol ekstrak pada taraf signifikansi p = 0,07.
Total fenol (mg GAE/g)
39
a 0.49
ab 0.53
b 0.57
ab 0.55
b 0.59
c 0.67
Kondisi Ekstraksi
Gambar 12. Kadar total fenol ekstrak rosella
Suhu ekstraksi sangat mempengaruhi terlepasnya komponen fenol dari rosella. Diduga semakin tinggi suhu ekstraksi akan meningkatkan jumlah membran yang pecah akibat pemanasan dan komponen fenol dapat terekstrak. Pada kondisi ekstraksi 70-85o C diduga komponen fenol yang terekstrak sebagian besar adalah komponen fenol dalam bentuk glikosida, sedangkan fenol yang berikatan dengan protein atau fenol murni jumlahnya lebih sedikit. Dengan semakin meningkatnya suhu maka jumlah fenol dalam bentuk glikosida diduga akan semakin menurun. Menurut Taiz & Zeiger (2002) gugus hidroksil dan gula akan meningkatkan kelarutan flavonoid pada air. Marete et al (2009) menyatakan pada suhu ekstraksi di atas 70o C protein dan enzim pengoksidasi telah terdenaturasi sehingga jumlah protein pada ekstrak tanaman feverfew (Tanacetum parthenium) sangat rendah. Diketahui dengan semakin meningkatnya suhu ekstraksi feverfew maka senyawa hasil oksidasi komponen fenol yang berikatan dengan protein semakin kecil. Xu et al (2006) menyatakan dengan semakin meningkatnya suhu ekstraksi pada huyou (Citrus paradisi Changshanhuyou) jumlah komponen fenolik dalam bentuk glikosida akan semakin menurun. Sebagian besar komponen fenol yang terekstrak pada kondisi ekstraksi 100o C diduga adalah tanin. Ekstraksi pada suhu 100o C dapat menyebabkan gula dan beberapa komponen organik pada tanaman pecah dan menghasilkan ekstrak dengan warna yang gelap. Tanin adalah golongan polifenol yang tahan terhadap pemanasan (Pansera et al. 2004; Winarno. 1997).
40
Total fenol ekstrak berkisar antara 0,49-0,67 mg GAE/g rosella basah (kadar air 81% (bb)). Data kadar air dapat dilihat pada Lampiran 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi suhu dan waktu ekstraksi pada 70-85o C (15 dan 30 menit) tidak berpengaruh terhadap total fenol ekstrak rosella kecuali pada suhu 100o C (15 dan 30 menit). Pada suhu ekstraksi 70-85o C diduga PPO masih aktif sehingga interaksi suhu dan waktu ekstraksi tidak banyak berpengaruh terhadap total fenol ekstrak. Enzim PPO akan memungkinkan sejumlah komponen fenolik teroksidasi menjadi bentuk quinon. Suhu diatas 50o C akan menstimulasi kerja enzim yang bersifat panas sedang seperti PPO yang menyebabkan perubahan yang signifikan pada polifenol. Aktivitas optimum enzim berbeda pada setiap tanaman, PPO memiliki aktivitas pada suhu optimum 30-90o C (Capecka et al. 2005; Crozier et al. 2006; Diwakar & Mishra. 2011). Flavonoid pada teh hitam, katekin dan gallokatekin, akan teroksidasi oleh PPO menjadi bentuk quinon yaitu katekin quinon dan gallokatekin quinon (Wan et al. 2008). Diduga pada suhu 100o C PPO sudah tidak aktif lagi sehingga semakin lama interaksi suhu dan waktu ekstraksi, total fenol ekstrak akan semakin meningkat. Menurut Ayerdi et al (2007), 1 gram rosella kering, dengan kadar air 5% akan setara dengan 18 g rosella basah, yang diekstraksi menggunakan campuran air, metanol dan aseton pada suhu ruang selama 60 menit mengandung total fenol sebesar 0,02 mg GAE/g. Perbedaan hasil penelitian dengan literatur disebabkan oleh beberapa hal yaitu suhu dan waktu ekstraksi, jenis pelarut, berat sampel dan jenis rosella yang digunakan.
4.3 Pengujian Pengaruh pH Sistem Pencernaan terhadap Daya Inhibisi Enzim pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. pH didefinisikan sebagai logaritma aktivitas ion hidrogen (H+) yang terlarut. Semua reaksi enzim dipengaruhi oleh pH medium tempat reaksi terjadi. Pada umumnya enzim aktif pada pH netral, yakni pH cairan mahluk hidup, kecuali enzim pepsin yang bekerja
41
pada kisaran pH 1-2,5. Kisaran keaktifan enzim dapat mencapai pH 5-9, atau pada konsentrasi ion Hidrogen 10-9 - 10-5 M (Suhartono . 1989). Bahan makanan yang masuk ke dalam tubuh mulai dicerna di mulut dan dilanjutkan pada organ-organ pencernaan seperti lambung yang memiliki kisaran pH 1-2 dan usus halus dengan kisaran pH 6.8-7.00. Pengujian daya inhibisi enzim dilakukan pada dua nilai pH yang berbeda, yakni pH ekstrak awal dan pada pH 6,8-7 setelah didiamkan selama 30 menit pada pH 2 sebagai simulasi kondisi pH pada pencernaan 4. 3. 1 Inhibisi enzim α-Amilase secara In Vitro Aktivitas inhibisi enzim α-amilase dilakukan menggunakan 2 enzim dari sumber yang berbeda yaitu α-amilase dari Bacillus sp dan α-amilase yang berasal dari pankreas babi. Babi merupakan hewan mamalia yang merupakan sumber enzim yang murah. Alfa-amilase dari Bacillus sp lebih sulit dihambat daripada aktivitas enzim yang lain. Inhibisi enzim α-amilase menggunakan ekstrak amadumbe (Colocasia esculenta) terhadap berbagai sumber enzim yaitu air liur manusia, barley, kentang, Bacillus sp, Aspergillus sp dan pankreas babi menunjukkan α-amilase dari Aspergillus sp paling tidak bisa dihambat diikuti dengan α-amilase dari kentang dan Bacillus sp (McEwan et al. 2010). Hasil penelitian Marshall et al (1975) menunjukkan inhibitor α-amilase dari kacang jogo (Phaseolus vulgaris) tidak mampu menghambat kerja enzim α-amilase dari Bacillus subtilis, Bacillus licheniformis, rye dan gandum barley. Inhibitor kacang jogo mampu menghambat kerja enzim α-amilase dari pankreas babi sebesar 97%. a. Inhibisi enzim α-amilase Bacillus sp. Enzim α-amilase terdapat pada tanaman, jaringan mamalia dan tersebar luas pada berbagai mikroba. Bacillus merupakan sumber enzim α-amilase jenis thermofil. Genus bacilli penghasil enzim α-amilase antara lain B. acidocaldarius, B. amyloliquifaciens, B. caldolyticus, B. coagulans, B. licheniformis, B. sterothermophillus dan B. subtillis (Suhartono. 1989). Kontrol positif yang digunakan dalam penelitian ini adalah acarbosa yang diekstrak dari obat tablet dengan merk glukobay. Acarbosa merupakan obat
42
antidiabetes yang telah beredar banyak di pasaran dengan kemampuan inhibisi
Inhibisi enzim α-amilase Bacillus sp (%)
enzim α-amilase dan α-glukosidase.
a 93.81
a 92.93
a 97.29
a 94.08
a 93.40
a 98.65
pH awal pH 6,8
b' 40.39 a' 8.48
a' 18.99
a' 9.25
a' 13.91
a' 11.57
Kondisi Ekstraksi
Gambar 13. Daya inhibisi ekstrak rosella terhadap enzim α-amilase Keterangan: aktivitas anti α-amilase acarbosa pH awal : 98, 76% ; pH simulasi sistem pencernaan : 65, 22% Hasil penelitian inhibisi ekstrak rosella terhadap α-amilase dari Bacillus sp menunjukkan inhibisi ekstrak pH awal berbeda dengan ekstrak yang telah mengalami perlakuan (Gambar 13, Lampiran 7). Pada ekstrak awal rosella memiliki daya inhibisi cukup tinggi sebesar 92,93 - 98,65%. Berdasarkan analisis sidik ragam diketahui bahwa pada ekstrak awal adanya perbedaan suhu dan waktu ektraksi tidak berpengaruh pada daya inhibisi α-amilase. Acarbosa sebagai kontrol positif tidak berbeda nyata dengan inhibisi ektrak rosella, nilai aktivitas penghambatannya adalah sebesar 98,76%. Keberadaan asam-asam organik dan asam hibiscus pada ekstrak awal mampu menurunkan pH ekstrak sampai dengan 2,75. Asam-asam organik pada rosella merupakan faktor penting dalam hubungannya dengan penghambatan kerja enzim α-amilase. Selain asam-asam organik komponen bioaktif yang diduga mampu menghambat enzim α-amilase pada rosella adalah komponen polifenol seperti asam gallat, asam vanillat, kuercetin dan trans-sinamat (Hansawasdi et al, 2000; Chethan et al, 2008).
43
HCA dan asam-asam organik lain mampu menghambat kerja enzim α-amilase dengan cara membuat pH medium dalam suasana asam dengan cara melepaskan H+ ke dalam medium. Hansawasdi et al (2000) menyatakan HCA mampu menghambat kerja enzim α-amilase dengan cara menurunkan pH secara ekstrim sampai dengan pH 3. HCA merupakan inhibitor lemah bagi kerja enzim α-amilase pada pH 3,5-7. Diduga perubahan gugus-gugus ionik pada enzim akan mengakibatkan perubahan struktur kuartener enzim karena terganggunya ikatan elektrostatik. Hart et al (2003) menyatakan asam amino bersifat amfoterik, artinya berperilaku sebagai asam dan mendonasikan proton pada basa kuat, atau dapat juga berperilaku sebagai basa dan menerima proton dari asam kuat. Menurut Muchtadi et al (1993) pada umumnya enzim bersifat amfolitik yang berarti enzim mempunyai konstanta disosiasi pada gugus asam maupun pada gugus basanya, terutama pada residu terminal karboksil dan gugus terminal aminonya. Struktur kuartener enzim dipertahankan oleh ikatan peptida, ikatan disulfida, ikatan hidrogen dan ikatan elektrostatik. Ikatan elektrostatik merupakan ikatan garam antara gugus yang bermuatan berlawanan pada rantai samping asam amino. Diperkirakan perubahan keaktifan enzim akibat perubahan pH lingkungan disebabkan oleh terjadinya perubahan ionisasi pada gugus ionik enzim, pada sisi aktifnya atau sisi lain yang secara tidak langsung mempengaruhi sisi aktif. Gugus ionik berperan dalam menjaga konformasi sisi aktif untuk mengikat substrat. Acarbosa sebagai kontrol positif diketahui masih memiliki daya inhibisi sebesar 65,22% pada pH sistem pencernaan. Hasil analisis sidik ragam ekstrak pada pH sistem pencernaan, menunjukkan suhu dan waktu ekstraksi berpengaruh terhadap inhibisi enzim α-amilase (Lampiran 8). Ekstrak 70O C selama 15 menit memiliki daya inhibisi paling besar yaitu 40,39%. Diduga pada kondisi ekstraksi menggunakan suhu dan waktu yang lebih tinggi komponen polifenol yang berperan dalam menghambat α-amilase mulai terdegradasi atau terpolimerisasi. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Kim dan Goodner (2009) ekstraksi suhu tinggi menghasilkan antosianin paling tinggi pada jagung ungu, akan tetapi suhu tinggi mendegradasi antosianin dengan sangat cepat. Suhu sedang (70o C selama 20 menit) merupakan kombinasi yang paling bagus untuk menghasilkan
44
antosianin dan total fenol pada jagung ungu. Polifenol dapat membentuk kompleks dengan protein enzim sehingga menyebabkan kehilangan kemampuan katalisatornya. Diduga komponen fenolik yang berperatn sebagai anti α-amilase di usus adalah fenolik yang terekstrak pada suhu paling rendah (70o C) dan tahan terhadap perubahan pH. b. Inhibisi enzim α-amilase pankreas babi. Inhibisi menggunakan ekstrak rosella terhadap kerja enzim α-amilase dari pankreas babi hanya dilakukan pada pH ekstrak awal. Pemilihan ekstrak yang digunakan untuk analisis berdasarkan kemampuan inhibisinya pada pH awal dan setelah mendapat perlakuan pH. Berdasarkan daya inhibisi pada enzim α-amilase Bacillus sp, ekstraksi pada kondisi 70o C 15 menit tetap memiliki kemampuan inhibisi yang masih cukup tinggi (40,392%) sehingga hanya ekstrak tersebut yang digunakan untuk analisis kali ini. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ekstrak pada kondisi 70o C 15menit memiliki daya inhibisi yang hampir sama dengan terhadap α-amilase Bacillus sp maupun α-amilase pankreas babi (Lampiran 9). Diduga ekstrak rosella mampu menghambat kerja enzim α-amilase dari pankreas babi pada berbagai kondisi ekstraksi, disebabkan ekstrak rosella memiliki kemampuan inhibisi terhadap kerja α-amilase Bacillus sp. Enzim α-amilase dari pankreas babi lebih sensitif mudah dihambat dibandingkan dengan α-amilase Bacillus sp. Mc Ewan et al (2010) menyatakan dari ekstrak amadumbe (Colocasia esculenta) memiliki daya inhibisi 2 kali lebih besar terhadap kerja enzim α-amilase dari pankreas babi daripada α-amilase Bacillus sp. Hasil penelitian Marshall et al (1975) menunjukkan α-amilase dari Bacillus subtilis, Bacillus licheniformis tidak mampu dihambat oleh ekstrak kacang jogo. Ekstrak kacang jogo mampu menghambat kerja α-amilase pankreas babi sebesar 97%, α-amilase saliva manusia sebesar 94% dan α-amilase pankreas manusia sebesar 100%. Asam hibiscus atau HCA hasil ekstraksi menggunakan metanol dan aseton pada rosella kering mampu menghambat kerja enzim α-amilase pankreas babi sampai dengan 100% pada konsentrasi 1M (Hansawasdi et al. 2000)
45
4.3.2 Inhibisi Enzim α-Glukosidase secara In Vitro Inhibisi reaksi enzim merupakan salah satu strategi utama dalam perancangan pangan fungsional. Inhibisi dari suatu reaksi yang dikatalisis enzim dapat menghambat jalur metabolik utama dengan memblok pembentukan dari suatu metabolit essensial maupun metabolit yang tidak diinginkan. Alfaglukosidase merupakan enzim-enzim yang berperan pada proses hidrolisis karbohidrat makanan menjadi glukosa dan monosakarida lainnya (Kim et al. 2007). Pada penderita diabetes mellitus, inhibisi terhadap enzim α-glukosidase dapat menyebabkan penghambatan absorpsi glukosa, sehingga menurunkan keadaan hiperglikemia setelah makan. Acarbosa merupakan obat golongan inhibitor α-glukosidase dan dipasarkan dengan nama glucobay. Acarbosa merupakan
suatu
oligosakarida
yang diperoleh
dari
proses
fermentasi
mikroorganisme Actinoplanes utahensis. Acarbosa merupakan serbuk berwarna putih dengan berat molekul 645,6. Rumus empiriknya adalah C25H43NO18 (Slagle2002; Bayer. 2004). Hasil uji inhibisi enzim pada Gambar 14 menunjukkan bahwa keseluruhan ekstrak awal memiliki daya inhibisi terhadap kerja enzim α-glukosidase yaitu berkisar 82,65-93,53%, sedang ekstrak pada pH saluran pencernaan tidak mampu menghambat kerja enzim tersebut (Lampiran 10). Analisis sidik ragam ekstrak awal menunjukkan suhu dan waktu ekstraksi tidak mempengaruhi daya inhibisi α-glukosidase dari ekstrak rosella (Lampiran 11). Acarbosa sebagai kontrol positif memiliki kemampuan inhibisi lebih besar daripada inhibisi ekstrak rosella baik pada pH awal maupun pada pH sistem pencernaan. Daya inhibisi acarbosa pada masing-masing pH adalah sebesar 100%.
46
a 92.35
a 87.94
a 88.24
a 82.65
a 89.41
Inhibisi enzim αglukosidase
a 93.53
pH awal pH 6,8
Kondisi ekstraksi
Gambar 14. Daya inhibisi ekstrak rosella terhadap enzim α-glukosidase Keterangan: Nilai penghambatan pada pH 6,8 sebesar 0% ; Aktivitas anti α-amilase acarbosa pH awal : 100% ; pH simulasi sistem pencernaan : 100%
Daya inhibisi ekstrak awal rosella diduga karena kandungan HCA, flavonoid dan komponen polifenol lain pada ekstrak rosella yang saling sinergis. HCA dan asam-asam organik lain mampu menghambat kerja enzim α-glukosidase dengan cara membuat pH medium dalam suasana asam. Diduga perubahan gugusgugus ionik pada enzim akan mengakibatkan perubahan struktur kuartener enzim karena terganggunya ikatan elektrostatik seperti yang telah dijalaskan oleh Muchtadi et al (1993) dan Hart et al (2003). Flavonoid pada ekstrak tanaman devil tree (Alstonia scholaris) yang memiliki daya inhibisi α-glukosidase adalah kuercetin
3-O-β-D-xylopyranosyl
(1”-2”)-β-D-galactopyranoside
dan
(-)-
lyoniresinol 3-O-β-D-glucopyranoside (Jong-Anurakkun et al, 2007). Beberapa golongan flavonoid lain
yang diduga mampu menghambat kerja enzim
α-glukosidase adalah: naringenin, kaempferol, luteolin, apigenin, katekin, epikatekin, diadzein, epikatekin galat, turunan glikosida kuersetin seperti rutin dan isokuersetin (Tadera et al. 2006; Jo SH. 2010). Ekstrak pada pH saluran pencernaan tidak mempunyai lagi aktivitas inhibisi enzim. Hal tersebut diduga karena beberapa hal yaitu: sebagian besar komponen bioaktif, terutama golongan flavonoid, mengalami perubahan bentuk struktur glikosidanya sehingga tidak mampu lagi menghambat kerja enzim α-glukosidase.
47
Webb dan Ebeler (2004) menyatakan perubahan pH medium akan mempengaruhi sifat fisiologi flavonoid secara signifikan dan berakibat pada aktivitas biologinya. Shahidi dan Naczk (2004) perubahan pH medium pada saat fementasi akan menyebabkan perubahan fisiologi komponen polifenol pada daun teh, epikatekin dan epigalokatekin akan ter epimerisasi menjadi katekin dan galokatekin. Hasil penelitian Hakkinen (2000) pada lima tanaman berri menunjukkan bahwa proses juicing dan penghancuran dapat mengakibatkan kehilangan beberapa senyawa flavonoid. Selain hal tersebut diatas diduga HCA dan asam-asam organik lainnya tidak memiliki lagi aktivitas biologis dengan cara membuat pH ekstrak dalam suasana asam sehingga enzim terdenaturasi. Kuersetin adalah kelompok flavonol pada flavonoid yang banyak ditemukan sebagai O-glikosida. Flavonoid adalah komponen terbesar senyawa polifenol yang berisikan lima belas atom karbon dengan cincin aromatik berikatan melalui tiga jembatan karbon. Daun dan kulit buah umumnya mengandung kuersetin dalam konsentrasi yang cukup tinggi (Crozier et al. 2006). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan secara in vitro diketahui ekstrak rosella tidak memiliki aktivitas anti α-glukosidase. Ganong et al (2003) menyatakan enzim α-glukosidase berada pada mukosa usus halus. Ekstrak tanaman yang mampu menghambat kerja α-glukosidase harus tahan terhadap perubahan pH sistem pencernaan.
4. 3. 3 Inhibisi enzim Lipase secara In Vitro Aktivitas inhibisi enzim lipase merupakan salah satu indikator yang menunjukkan penghambatan absorpsi zat makanan, sehingga energi yang masuk ke dalam tubuh dapat berkurang. Pada tahap ini seluruh ekstrak rosella awal dan ekstrak yang telah diberi perlakuan pH dianalisis terhadap daya inhibisi enzim lipase. Pengujian pada seluruh kondisi ekstraksi bertujuan untuk melihat pengaruh pH dan kondisi ekstraksi terhadap daya inhibisi ekstrak rosella (Lampiran 12). Hasil analisis menunjukkan, bahwa ekstrak rosella awal memiliki daya inhibisi enzim lipase lebih besar daripada ekstrak yang mengalami perlakuan pH sistem pencernaan. Ekstrak rosella awal memiliki rata-rata daya inhibisi enzim
48
lipase 85,78-94,17%, sedangkan ekstrak rosella yang telah mengalami perlakuan pH memiliki daya inhibisi enzim lipase 2,64-41,15% (Gambar 15, Lampiran 13). Hasil uji lanjut analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu dan waktu ekstraksi pada pH awal memberikan pengaruh daya inhibisi ekstrak terhadap kerja enzim lipase pada taraf signifikansi p > 0,1 (Lampiran 13). Interaksi suhu dan waktu ekstraksi pada pH simulasi sistem pencernaan memberikan pengaruh daya inhibisi ekstrak terhadap kerja enzim lipase pada taraf signifikansi p < 0,05. Analisis uji t-test inhibisi enzim lipase menunjukkan bahwa terdapat perbedaan daya inhibisi antara ekstrak pH awal dan pH sistem pencernaan pada taraf signifikasi p < 0,05. Analisis sidik ragam ekstrak yang telah mengalami perlakuan pH sistem pencernaan menunjukkan hasil ekstraksi suhu 100o C memiliki aktivitas penghambatan paling tinggi dan berbeda nyata dengan hasil ekstraksi pada suhu 70o C dan 85o C. Ekstrak pada suhu 100o C memiliki daya inhibisi 33,85-41,15%. Diduga inhibisi ekstrak awal sangat dipengaruhi oleh keberadaan HCA pada rosella. Jena et al (2002) menyatakan HCA pada ekstrak Garcinia cambogia menyebabkan pH ekstrak tersebut bersifat asam. Aktivitas anti lipase ekstrak awal kemungkinan disebabkan oleh HCA dan asam-asam organik pada ekstrak rosella. Pada pH asam kondisi lingkungan akan dipenuhi ion-ion H+. Diduga perubahan sifat asam amino-asam amino penyusun enzim akan mempengaruhi struktur tiga dimensi enzim sehingga enzim tidak dapat bekerja secara optimum. Keberadaan ion H+ dapat mempengaruhi sifat asam amino penyusun enzim. Hart et al (2003) menyatakan asam amino bersifat amfoterik artinya dapat berperilaku sebagai asam dan basa. Muchtadi et al (1993) menyatakan perubahan keaktifan enzim oleh perubahan pH lingkungan disebabkan oleh terjadinya perubahan ionisasi pada gugus ionik enzim, pada sisi aktifnya atau sisi lain yang secara tidak langsung
mempengaruhi
sisi
aktif.
Perlakuan
pH
sistem
pencernaan
mengakibatkan pH ekstrak rosella bersifat netral sehingga HCA serta asam-asam organik lain tidak lagi mampu menghambat kerja enzim lipase. Suhu ekstraksi berpengaruh terhadap daya inhibisi enzim lipase ekstrak awal rosella, tetapi waktu ekstraksi tidak berpengaruh terhadap inhibisi enzim
49
lipase (Lampiran 14). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan kondisi ekstraksi pada suhu 85o C (30 menit) menghasilkan ekstrak yang memiliki daya inhibisi lipase berbeda nyata dengan hasil ekstraksi pada suhu 100o C (15 dan 30 menit). Anti lipase ekstrak hasil interaksi suhu dan waktu pada 70o C tidak berbeda nyata dengan hasil ekstraksi pada interaksi suhu dan waktu 85o C maupun 100o C. Diduga pada suhu ekstraksi pada suhu 100o C (15 dan 30 menit) senyawa bioaktif
Inhibisi enzim lipase (%)
yang tidak tahan panas telah mengalami kerusakan.
ab 89.58
ab 92.17
ab 92.56
b 94.19
a 86.05
a 85.78 pH awal pH 6,8
b' 41.15 a' 6.56
a' 6.03
a' 2.64
b' 33.85
a' 4.76
Kondisi ekstraksi
Gambar 15. Daya inhibisi ekstrak rosella terhadap enzim lipase
Gondoin et al (2010) menyatakan strictinin disinergiskan dengan polifenol lain dalam ekstrak teh putih, yaitu teh yang pembuatannya diproses lebih sederhana daripada teh hijau, memiliki aktivitas penghambatan enzim lipase paling tinggi dibandingkan dengan ekstrak teh hijau dan teh hitam. Strictinin diduga sebagai komponen paling penting dalam menghambat kerja enzim lipase. Komponen bioaktif pada tanaman berry yang mampu menghambat kerja enzim lipase diduga tanin beserta turunannya seperti tanin elagat, proantosianidin. (McDougall. 2008). Senyawa bioaktif golongan tanin maupun non tanin kemungkinan bekerja saling sinergis dengan asam-asam organik pada ekstrak rosella dalam menghambat kerja enzim lipase. Ekstrak
yang telah
mengalami
perlakuan
pH sistem pencernaan
menunjukkan interaksi suhu dan waktu ekstraksi pada 100o C (15 dan 30 menit) memiliki daya inhibisi paling tinggi. Hal tersebut diduga karena komponen
50
bioaktif yang terekstrak tetap stabil meskipun telah diberi perlakuan pH pencernaan. Komponen bioaktif yang terekstrak pada interaksi suhu dan waktu 70o C dan 85o C ( 15 dan 30 menit) diduga telah mengalami perubahan struktur akibat perubahan pH sistem pencernaan, selain itu pada saat suhu 70-85o C kemungkinan enzim polifenol oksidase (PPO) masih aktif sehingga komponen fenol yang terekstrak teroksidasi oleh enzim PPO. Komponen polifenol memiliki beberapa sifat antara lain cepat membentuk kompleks dengan protein dan sangat peka terhadap oksidasi enzim PPO. Suhu diatas 50o C akan menstimulasi kerja enzim yang bersifat panas sedang seperti PPO yang menyebabkan perubahan yang signifikan pada polifenol (Capecka et al. 2005; Crozier et al. 2006). Aktivitas enzim PPO berbeda pada setiap tanaman, PPO memiliki aktivitas pada suhu optimum 30-90o C (Diwakar & Mishra. 2011). Diduga antosianin tidak berperan sebagai komponen anti lipase pada ekstrak yang telah mengalami perlakuan pH sistem pencernaan. Antosianin merupakan pigmen warna terbesar yang terdapat pada rosella. Antosianin tidak stabil terhadap perubahan pH. Pada pH rendah antosianin akan berwarna merah dan pada pH tinggi akan menjadi violet dan kemudian menjadi biru (Winarno. 1997). 4.4 Kinetika Inhibisi Enzim α-Amilase Pankreas Babi Konsentrasi ekstrak kasar yang digunakan dalam uji kinetika inhibisi adalah 0,5M. Pemilihan ini didasarkan atas kemampuan inhibisi yang hampir sama pada beberapa konsentrasi ekstrak (Lampiran 14). Hasil analisis kinetika enzim menurut persamaan Michaelis-Menten dan turunannya (Lineweaver-Burk) dapat dilihat pada Lampiran 15. Hasil persamaan garis yang terbentuk, terhadap nilai konsentrasi substrat dan kecepatan, pada masing-masing perlakuan melalui persamaan LineweaverBurk menunjukkan penurunan nilai KM dan Vmaks. Pola kinetika yang terbentuk setelah penambahan ekstrak mengakibatkan penurunan nilai KM dari 13,280 mM menjadi 4,77 mM juga penurunan nilai Vmax dari 0,91 menjadi 0,06. Berdasarkan gambar pola kinetika Lineweaver-Burk pada Gambar 16 dan perubahan nilai KM serta Vmaks yang cukup signifikan, dapat ditarik kesimpulan ekstrak rosella
51
menghambat kerja enzim α-amilase pankreas babi dengan cara sebagai inhibitor unkompetitif.
y = 56,013x - 2,7449 R² = 0,9541
non inhibitor
1/V
inhibitor
y = 13,358x - 0,1936 R² = 0,9959
1/ [S]
Gambar 16. Pola kinetika inhibisi ekstrak rosella Diduga ekstrak rosella akan menghambat kerja enzim α-amilase setelah enzim tersebut berikatan dengan substrat. Menurut Suhartono (1989) inhibitor unkompetitif merupakan senyawa yang berikatan secara reversibel pada molekul kompleks Enzim Substrat, membentuk kompleks Enzim Substrat Inhibitor (ESI) yang bersifat inaktif, artinya tidak dapat menghasilkan produk. Inhibitor unkompetitif tidak dapat berikatan dengan molekul enzim bebas.
52
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Rasio perbandingan sampel dan pelarut yang paling baik untuk mendapatkan ekstrak dengan total padatan tertinggi adalah 1:3. Nilai keasaman (pH) ekstrak pada berbagai kondisi ekstraksi berkisar antara 2,78-2,86. Kondisi ekstraksi 100o C selama 30 menit menghasilkan TAT ekstrak rosella tertinggi sebesar 9,06% (0,0906 ml 0,1 N NaOH/100 ml ekstrak rosella). Total fenol tertinggi didapat dari kondisi ekstraksi 100o C 30 menit pada taraf signifikansi p = 0,07 sebesar 0,67 mg GAE/g rosella basah (kadar air 81% (bb)). Pada ekstrak awal, perbedaan interaksi suhu dan waktu ekstraksi tidak berpengaruh terhadap daya inhibisi α-amilase dan α-glukosidase. Interaksi suhu dan waktu ekstraksi berpengaruh pada daya inhibisi lipase dengan taraf signifikansi p = 0,1. Kisaran inhibisi ekstrak awal rosella terhadap enzim α-amilase, α-glukosidase dan lipase secara berurutan adalah 92,93-98,65%; 82,6593,53% dan 85,78-94,17%. Dibandingkan dengan ekstrak awal, ekstrak yang diberi perlakuan pH simulasi sistem pencernaan menunjukkan penurunan daya inhibisi untuk ketiga enzim. Kisaran daya inhibisi enzim α-amilase adalah 8,48-40,39%, sedangkan kisaran daya inhibisi enzim lipase adalah 2,64%-41,15%. Daya inhibisi α-amilase terbaik pada ekstrak yang mengalami perlakuan pH sistem pencernaan didapat pada hasil ekstraksi 70o C 15 menit sebesar 40,39%. Semua ekstrak rosella yang mengalami perlakuan pH sistem pencernaan tidak lagi memiliki daya inhibisi α-glukosidase. Daya inhibisi enzim lipase terbaik pada ekstrak yang mengalami perlakuan pH sistem pencernaan didapat dari hasil ekstraksi 100o C sebesar 33,85-41,15%. Kinetika penghambatan ekstrak rosella terhada kerja enzim α-amilase pankreas babi adalah penghambatan unkompetitif.
53
5.2 Saran Studi lebih lanjut tentang bentuk konformasi enzim pada pH asam perlu dilakukan untuk melihat pengaruh bentuk konformasi terhadap aktivitas enzim. Diperlukan studi tentang bentuk asam hidroksisitrat (HCA) pada pH tubuh (6,87,0) dan komponen-komponen fenol yang tahan terhadap panas. Penelitian lebih lanjut tentang ekstrak rosella yang mengalami perlakuan detanisasi (penghilangan kadar tanin) perlu dilakukan untuk melihat aktivitas ekstrak dalam uji daya inhibisi enzim.
54
DAFTAR PUSTAKA
A Finger. 1994. In-vitro studies on the effect of polyphenol oxidase and peroxidase on the formation of polyphenolic black tea constituents. Jounal of the Science of Food and Agriculture 66: 293-305 Agoreyo FO, Agoreyo BO, Onuorah MN. 2008. Effect of Aqueous Extract of Hibiscus Sabdariffa and Zingiber Officinale on Blood Cholesterol and Glucose Levels on Rats. AJB 21: 3949-3951. Aleshin AE, Firsov LM, Honzatko RB. 1994. J.Bio Chem. 269: 15631–15639. Dalam Robyt JF. 2005. Inhibition, Activation, and Stabilizationof αamylase Family Enzymes. Biologia. 16: 17-26. Ali H, Houghton PJ, Soumyanath A. 2006. Alpha-amylase Inhibitory Activity of Some Malaysian Plants Used to Treat Diabetes; with Particular Reference to Phyllanthus amarus. Journal of Ethnopharmacology, 107 (3): 449-455. Al Shoosh WAB. 1997. Chemical Composition of Some Roselle {Hibiscus sabdariffa) Genotypes, Thesis Faculty of Agriculture. University of Khartoum. Anokwuru CP, Esiaba I, Ajibaye O, Adesuyi AO. 2011. Polyphenolic Content and Antioxidant Activity of Hibiscus sabdariffa Calyx. Research Journal of Medicinal Plant 5(5): 557-566. Anonim, 2008. Mukaddimah & Manfaat Rosella. http: //www. Ict-100-1001refineries-1068-1-mukadima.com. [ 9 November 2010]. Anonim. 2009. Tahun 2030 Prevalensi Diabetes Melitus di Indonesia Mencapai 21.3 juta orang. http://www.depkes .go.id [11 November 2010]. Anonim. 2010. Lipase. http://www.wikipedia.com [ 21 Desember 2010] Anonim. 2011. Extension Circular Hibiscus http://www.suagcenter.com [21 Desember 2010] Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budijanto S. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. IPB. Bogor. Ardiansyah. 2006. Bawang Putih Untuk Kesehatan. Lab. Of Nutrition, Tohoku University Sendai, Jepang. Askandar T. 1993. Diabetes Mellitus di Dalam Masyarakat Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan. 21:42-62 Astawan M. 2009. Hand Out Metode Evaluasi Nilai Biologis Komponen Pangan. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Ayerdi SGS, Arranz S, Serrano J, Goni I. 2007. Dietary Fiber Content and Associated Antioxidant Compounds in Roselle Flower (Hibiscus sabdariffa L.) Beverage. Universidad Complutense de Madrid, Spain. Bachtez M. 1948. Mexican Drugs, Plants and Foods. IX Hibiscus acid. Giencia (mex) 43:7644. Balagopalan C, Padmaja G, Nanda SK, Moorthy SN. 1988. Cassava in Food. Feed and Industry. CRC Press. Boca Raton. Bayer. 2004. Precose (Acarbossse Tablets). http://www.drugs.com [12 Juli 2011] Berdanier CD, Dwyer J, Feldman EB. 2006. Handbook of Nutrition and Food Second Edition. CRC Press.
55
Bernfeld P. 1951. Enzymes of Starch Degradation and Synthesis. p. 379-428. Dalam : Advances in Enzymology, Nord. F.F. (Ed), Interscience Publishers, New York. Bhandari MR, Jong-Anurakkun N, Hong G, Kawabata J. 2008. AlphaGlucosidase and Alpha-amylase Inhibitory Activities of Nepalese Medicinal Herb Pakhanbhed (Bergenia ciliata, Haw.). J Food Chem 106 (1): 247-252. Bloch DR. 2006. Organic Chemistry Demystified. The McGraw-Hill Companies, Inc. Bokura H, Kobayashi S. 2003. Chitosan Decreases Total Cholesterol in Women: a Randomized, Double Blind, Placebo-Controlled Trial. EJCN 57: 721-25. Brzozowski AM, Daveis MJ. 1997. Biochemistry 36: 10837–10845. Dalam Robyt JF. 2005. Inhibition, Activation, and Stabilizationof α-amylase Family Enzymes. Biologia. 16: 17-26. Cai YZ, Luo Q, Sun M, Corkea H. 2004. Antioxidant Activity and Phenolic Compound of 112 Traditional Chinese Medicinal Plants Associated With Anticancer. Life Sciences 74: 2157-2184. Capecka E, Marcezeek A, Leja M.2005. Antioxidant activity of fresh and dry Herbs of some Lamiciae species. J Food Chemistry 93:223-226. Carjavall-zarrabal O, et al. 2005. The Consumption of Hibiscus Sabdariffa Dried Calyx Ethanolic Extract Reduced Lipid Profile in Rats. Plant Foods for Human Nutrition 60: 153-159 Cengiz S, Cavaz L, Yurdakoc K. 2010. Alpha-amylase Inhibition Kinetics by Caulerpenyne. Mediteranian Marrine Research. Celleno L, MV Tolaini, A D’amore, NV Perricone, HG Preuss. 2007. A Dietary Supplement Containing Standardized Phaseolus vulgaris Extract Influences Body Composition of Overweight Men and Women. Journal Med Science 41 : 45-52. Chethan S, Sreerama YN, Malleshi NG. 2008. Mode Of Inhibition Of Finger Millet Malt Amylases By The Millet Phenolics. Food Chemistry 111 (1): 187-191. Christian KR, Nair MG, Jackson JC. 2006. Antioxidant and Cyclooxygenase Inhibitory Activity of Sorrel (Hibiscus sabdariffa). JFCA 19: 778-783. Chumsri P, Sirichote A, Itharat A. 2008. Studies on the optimum conditions for the extraction and concentration of roselle (Hibiscus sabdariffa Linn.) extract. J Sci Technol 30:133-139. Crozier A, Clifford MN, Ashihara H, editor. 2006. Plant Secondary Metabolites; Occurrence,Structure and Role in the Human Diet. Blackwell Publishing Ltd. Crueger W & Crueger A. 1984. Biotechnology: A Textbook of Industrial Microbiology. Department of Bacteriology University of Wisconsin. Crushnet social winemarking. 2011. Titratable Acidity, Total Acidity, TA.http://www. Crushpad.com [1 Juli 2011]. Diwakar SK dan Mishra SK. 2011. Purification and Biochemical Characterization of Ionically Unbound Polyphenol Oxidase From Musa paradisiaca Leaf. Taylor and Francis. Group.
56
deMan JM. 1999. Principles of Food Chemistry Third Edition. A Chapman & Hall Food Science Book. Diana. 2010. Aktivitas Anti-Hiperglikemik Dari Minuman Fungsional Berbasis Kumis Kucing (Orthosipon aristatus BI. Miq) Secara In vitro dan Exvivo. Skripsi Institut Pertanian Bogor. Bogor. Du CT, Francis FJ. 1973. Anthocyanins of roselle (Hibiscus sabdariffa L.) J. Food Sci. 38 : 810-812. Duke. 2008. Rosella (Hibiscus Sabdariffa). http://creasofft wordpress.com. [21 Desember 2010] Fardiaz S. 1989. Penuntun Praktikum Mikrobiologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fasoyiro B, Babalola SO, Owosibo T. 2005. Chemical Composition and Sensory Quality of Fruit-Flavoured Roselle (Hibiscus sabdariffa) Drinks. Journal of Agricultural Sciences 1 (2): 161-164. Fred-Jaiyesimi A, Kio A, Richard W. 2009. Alpha-Amylase Inhibitory Effect of 3‚-olean-12-en-3-yl (9Z)-hexadec-9-enoate Isolated from Spondias mombin Leaf. Food Chemistry 116 (1): 285-288. Ganong WF. 2003. Review of Medical Physiology. Widjajakusumah D, Irawati D, Siagian M, Moeloek D, Pendit BU, penerjemah; Widjajakusumah D, editor. San Fransisco. Mc Graw Hill. Gao H, Huang Y, Gao B, Li P, Inagaki C, Kawabata J. 2007. Inhibitory Effect on A-Glucosidase by Adhatoda Vasica Nees. Food Chemistry 108 (2008) 965– 972 Griebel C. 1939. Hibiscus" Flowers ", a drug used in the Preparation of some products which can be obtained from Hibiscus sabdariffa L. Boll studi. Informaz . Palermo 15: 73-95. Gondoin A. Grussu D,Stewart D, McDougall GJ. 2010. White and Green Tea Polyphenols Inhibit Pancreatic Lipase Invitro. Food Research International 43 :1537–1544 Hagerman AE. 2002. Condensed Tannin Structural Chemistry. Department of Chemistry and Biochemistry, Miami University. Oxford. Hakkinen S. 2000. Flavonols and Phenolic Acids in Berries and Berry Products. Doctoral Dissertation. Kuopio University Publications D. Medical Sciences 221 Hansawasdi C, Kawataba j, Kasai T. 2000. α-amilase Inhibitor from Roselle (Hibiscus Sabdariffa linn) Tea. Laboratory of Food Biochemistry Hokkaido University Japan. Heyne. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Badan Litbang Kehutanan, Jakarta. Hirunpanich V, Upaiat A, Morales NP, Bunyapraphatsara N, Sato H, Herunsale A, Suthisiang C. 2005. Hypocholesterolemic and Antioxidant Effects of Aqueous Extract From the Dried Calyx of Hibiscus Sabdariffa in Hypercholesterolemic Rats. JEP 103: 252-260. Houghton JD, Hendry GAF. 1995. Natural Food Colorants. Springer Page.53-59. Ibrahium MEH, Karamalla KA, and Khattab, AH. 1971. Biochemical studies on Karkade (roselle). (Hibiscus sabdariffa). Sud.J. Food. Sci and Tech. 3 (1): 37-39
57
Jena BS, Jayaprakasha GK, Singh RP, Sakariah KK. 2002. Chemistry and Biochemistry of (−)-Hydroxycitric Acid from Garcinia. J Agric .Food Chem 50: 10−22 Jong-Anurakkun N, Bhandari M R, Kawabata J. 2006. A-Glucosidase Inhibitors from Devil Tree (Alstonia scholaris). Food Chemistry 103: 1319–1323 Jo SH, Ka EH, Lee HS, Apostolidis E, Jang HD, Kwon YI. 2010. Comparison of Antioxidant Potential and Rat intestinal α-Glucosidases inhibitory Activities of Quercetin, Rutin, and Isoquercetin. Journal of Applied Research in Natural Products 2(4): 52-60. Junge B, Boshagen H, Stoltefuss J, Muller L. 1980. pp. 123-137. Dalam Robyt JF. 2005. Inhibition, Activation, and Stabilizationof α-amylase Family Enzymes. Biologia. 16: 17-26. Kao ES, Tseng TW, Lee HJ, Chan KC, Wang CJ. 2006. Anthocyanin Extracted from Hibiscus Sabdariffa Atteuate Oxidized LDL-Mediated Foam Cell Formation Involving Regulation of CD36 Gene. Chem bio int. 179: 212218. Kevin Gould, Kevin MD, Chris W. 2008. Anthocyanins: Biosynthesis, Functions, and Applications. Springer Page.283-29 Khosravi HM, Khanabadi BAJ, Ardekani MA, Fatehi F. 2009. Effect of Sour Tea (Hibiscus sabdariffa) on Lipid Profile and Lipoproteins in Patients with Type II Diabetes. Acm J 15: 889. Kijparkorn S, Somporn UJ, Ittitanawong WP. 2009. Antioxidant and Acidifier Properties of Roselle (Hibicussabdariffa Linn.) Calyx Powder on Lipid Peroxidation, Nutrient Digestibility and Growth Performance in Fattening Pigs. Thai J. Vet. Med. 39(1): 41-51 Kim D, Park KH, Robyt JF. 1998. J. Microbiol.Biotech-nol. 8: 287–290. Dalam Robyt JF. 2005. Inhibition, Activation, and Stabilizationof α-amylase Family Enzymes. Biologia. 16: 17-26. Kim JS, Kwon CS, Son KH. 2000. Inhibition of Alpha-Glucosidase and Amylase Buluteolin, a Flavonoid. Bioscience, Biotechnology, Biochemistry 64(11): 2458-2461. Kim Y dan Goodner KL. 2009. Anthocyanin And Polyphenolic Changes By Various Processing Treatments Of Purple Corn. www.sensusflavors.com [1 Juli 2011] Kirana C, P PF Rogers, LE Bennet, MY Abeywardena, GG Patten. 2005. Naturally Derived Micelles for Rapid in vitro Screening of Potential Cholesterol-Lowering Bioactives. Journal of Agricultural Food Chemistry. 53: 4623-4627. Lebovitz. 1997. Alpha-glucosidase inhibitor. Endrocrinology and Metabolism Clinics of North America. 26:539-551. Lee SH et al. 2010. Dieckol Isolated from Ecklonia Cava Inhibits A-Glucosidase and A-Amylase In vitro and Alleviates Postprandial Hyperglycemia in Streptozotocin-Induced Diabetic Mice. Journal Food and Chemical Toxicology. 48: 2633–2637.
58
Lehninger AL. 1994. Principles of Biochemistry. Thenawidjaja M, penerjemah; Jakarta: Penerbit Erlangga. Lin J, Fera MAD, Baile CA. 2005. Green Tea Polyphenol Epigallocatechin Gallate Inhibits Adipogenesis and Induces Apoptosis in 3T3-L1 Adipocytes. Obesity Research. Vol. 13. Lin TL et al. 2007. Hibiscus Sabdariffa Extracst Reduces Serum Cholesterol in Men and Women. Nut res 27: 1401-45. Loizzo MR, Saab AM., Tundis R, Menichini F, Bonesi M, Piccolo V, Statti GA, Cindio B, Houghton PJ, Menichini F. 2008. In vitro Inhibitory Activities of Plants Used in Lebanon Traditional Medicine Against Angiotensin Converting Enzyme (ACE) and Digestive Enzymes Related to Diabetes. Journal of Ethnopharmacology 119 (1): 109-116. Mardiah, Lukmanul Hakim , Lia Amalia , Agus Sulaeman, Zaldi Lesmana . 2009. Extraction Of Roselle Stem And Calyx (Hibiscus sabdariffa L.) As A Natural Red Dye. Universitas Juanda. Bogor. Mardiah. 2010. Ekstraksi Kelopak Bunga Dan Batang Rosella (hibiscus sabdariffa l.) Sebagai Pewarna Merah Alami. Unniversitas Juanda. Bogor. Marete E. Jacquier JC, O'Riordan D. 2009. Effects of extraction temperature on the phenolic and parthenolide contents, and colour of aqueous feverfew (Tanacetumparthenium) extracts. Food Chemistry 117: 226–231. Marshall JJ and Lauda CM. 1975. Purification and Properties of Phaseolamin an Inhibitor of α-amylase, from kidney bean. Phaseolus Vulgaris. Journal of Biological Chemistry 250(20): 8030-8037. Mayur B, Sandez S, Shrutí S, Sung-Yum S. 2010. Antioxidant and α-Glucosidase Inhibitory Properties of Carpesium abrotanoides L. Journal of Medical Plant Research 4(15) : 1547-1553 Mc Dougall GJ, Kulkarni NN, Stewart D. 2008. Berry Polyphenols Inhibit Pancreatic Lipase Activity In vitro. Journal of Food Chemistry 115; 193199. Mc Ewan R, Madivha RP, Djarova T. Oyedeji OA. Opoku AR. α-amylase Inhibitor of amadumbe (Colocasia esculenta): Isolation, purificationand selectivity toward α-amylase from Various Sources. African Journal of Biochemistry Research Vol. 4(9): 220-224 Milkowska K, Strzelecka H.1995. Flos Hibisci. The methods of identification and estimation of crude drug. Ilerba.- Polonica. 41:11-16. Muchtadi D. 2010. Hand Out Kuliah. Metabolisme Seluler Komponen Pangan. Pascasarjana Ilmu Pangan. Institut Pertanian Bogor. Muchtadi D, Palupi NS, Astawan M. 1993. Metabolisme Zat Gizi Sumber, Fungsi dan Kebutuhan Bagi Manusia. Pustaka sinar harapan. Jakarta. Murray, R.K, Granner, D.K, Mayes, P.A dan Rodwell, V.K. 1997. Biokimia Harper. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Naczk M, T Nichols, D Pink, F Sosulski. 1994. Condensed Tannins in Canola Hulls. J Agric Food Chem 42: 2196-2200. Nigam T & Singh. 1995. Enzyme and Microbial System Involved in Sparch Processing Starch. Enzyme Microb. Technol. 17; 770-778.
59
Nurochman R. 1986. Isolasi dan Penentuan Karakteristik Fisik Senyawa Alkaloid dari Buncis(Phaseolus vulgaris). Abstrak. Penelitian tanaman obat di beberapa perguruan tinggi di Indonesia. DEPKES RI. Jakarta. Obtrando. 2011. Rosella (Hibiscus sabdariffa). http://obtrando.wordpress.com [ 9 September 2011] Odland D and MS Eheart. 1975. Ascorbic acid, mineral and quality retention in frozen broccoli blanched in water, steam and ammonia-steam. J. Food Sci 40: 1004-1007. Pansera MR, Iob GA, Atti-Santos AC , Rossato, Atti-Serafini L, Cassel E. 2004. Extraction of Tannin by Acacia mearnsii with Supercritical Fluids. Brazilian Archives of Biology and Technology an International Journal. Prakash L, Majeed M. 2008. Natural Actives Lend Color to Cosmetic and More. Http:// www.sabinsacosmetics.com [2 oktober 2010]. Permawati M. 2008. Karakterisasi Ekstrak Gandarusa (Gendarussae folium). Skripsi Universitas Indonesia. Jakarta. Prenesti E, Berto S, Daniele PG, Toso S. 2005. Antioxidant Power Quantification and Cold Infusion of Hibiscus Sabdariffa Flower. Food Chem 100: 433438. Puska P, Nishida, Porter. 2003. Obesity and Overweight. World Health Organization. Qi Y, Chin KL, Malekian F, Berhane M, Gager J. 2005. Biological Characteristics, Nutritional, and Medical Value of Roselle, Hibiscus sabdariffa. Agri res ext cent 604. [RISKESDAS]. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan RI Robyt JF. 2005. Inhibition, Activation, and Stabilizationof α-amylase Family Enzymes. Biologia. 16: 17-26. Rostinawati T. 2009. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Bunga Rosella (hibiscus sabdariffa l.) Terhadap escherichia coli, salmonella typhi dan staphylococcus aureus dengan Metode Difusi Agar. Universitas Padjadjaran. Jatinangor. Schmidt DD et al. 1982. pp. 5-15.In: Creutzfeldt,W.(ed.) First International Symposium on Acarbose, Excerpta Medica, Amsterdam. Dalam Robyt JF. 2005. Inhibition, Activation, and Stabilizationof α-amylase Family Enzymes. Biologia. 16: 17-26. Shai LJ et al. 2009. Yeast α Glucosidase Inhibitory and Antioxidant Activities of Six Medicinal Plants Collected in Phalaborwa, South Africa. South African Journal of Botany 76 : 465–470 Shimada T et al. 2009. Preventive Effect of Pine Bark Extract (Flavangenol) on Metabolic Disease inWestern Diet-Loaded Tsumura Suzuki Obese DiabetesMice. Hindawi Publishing Corporation Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine. Shobana S, Sreerama YN, Malleshi NG. 2009. Composition and Enzyme Inhibitory Properties of Finger Millet (Eleusine coracana L.) seed Coat
60
Phenolics: Mode of Inhibition of α-glucosidase and Pancreatic Amylase. Food Chemistry, 115 (4): 1268-1273. Silochem. 2010. Ikatan Kimia. http://www. Silochem’s blog. Com. Slagle M. 2002. α-glukosidase Inhibitors. Souther Med Journal [ 12 juli 2011] Strack D and Wray. 1992. Anthocyanins. InJ. B. Harborne (ed.). TheFlavonoids:Advances in ResearchSince1986. Chapman & Hall. London. Strokopytov B, Penninga D, Roseboom HJ, Kalk KH, Dijkhuizen L, Dijkstra BW. 1995. Biochemistry 34: 2234–2240. Dalam Robyt JF. 2005. Inhibition, Activation, and Stabilizationof α-amylase Family Enzymes. Biologia. 16: 17-26. Strycharz S dan Shetty K. 2002. Effect of Agrobacterium Rhizogenes on Phenolic Content of Menthapulegium Elite Clonal Line for Phytoremediation Applications Subardi, Nuryani, Pramono S. 2008. Biologi. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. Suhartono MT. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Suradikusuma, E. 1989. Kimia Tumbuhan. Depdikbud, Dirjen Dikti, PAU Ilmu Hayati, IPB, Bogor. Sutedja L. 2005. Bioassay of Antidiabetes Based on α-Glucosidase Inhibitory Activity. In Functional foods Trends and challenges. Funct. Food Prod. Technol. pp.309-315. Tadera K, Minami Y, Takamatsu K, Matsuoka T. 2006. Inhibition of αglukosidase and α-amylase by flavonoids. J Nutr Sci. 52: 149-153 Taiz L, Zeiger E. 2002. Plant Physiology. 3rd. Snauer asocc. USA TDC Sénégal. 1997. Etude Technico-Économique Pour la Valorization du Bissap Hibiscus sabdariffa L. Rapport Provisoire 87. Tee PL, Yusof S, Mohamed S, Umar NA. Mustapha. 2002. Effect of Roselle (Hibiscus sabdariffa L.) on Serum lipid of Sprague Dawley Rats. Nutrition and Food Science 32:190–196 Teixeira VL, Rocha FD, Houghton PJ, Kaplan MAC, Pereira C. 2007. AlphaAmylase inhibitors from Brazilian seaweeds and their hypoglycemic potential. Fitoterapia,78 (1): 35-36. Thalapaneni NR, Chidambara KA, Ellappan T, Sabapithi ML, Mandal SC. 2008. Inhibition of Carbohydrate Digestive Enzymes by Talinum portulacifolium (Frossk) Leaf extract. Journal of Complementary and integrative medicine 5; 11. The Grape Seed Method Evaluation Committee. 2001. Grape Seed Extract white Paper. Http://www.activin.com [1 Juli 2011] Tsai PJ, McIntosh J, Pearce P, Camden B, Jordan BR. 2001. Anthocyanin and Antioxidant Capacity in Roselle (Hibiscus sabdariffa) Extract. Food res int 35: 351-356. Tseng TH, Kao ES, Chu CY, Chou FP, Wu HWL, Wang JC. 1997. Protective Effect of Dried Flower Extracts of Hibiscus Sabdariffa Against Oxidative Stress in Rat Primary Hepatocyte. Food chem toxic 35: 1159-1164. Webb MR dan Ebeler SY. 2004. Comparative Analysis of Topoisomerase IB inhibition and DNA Intercalation by Flavonoids and Similiar Compound:
61
Structural Determinates of Activity. Biochemical Journal Immediate Publications. WHO. 2003. Obesity and Overweight, Global Strategy on Diet Physical Activity and Health. http://www. WHO. Int [9 November 2010]. Widjanarko SB. 2008. Karakteristik Vitamin C. http://www. Fein, Food Energi Info.com [30 September 2011]. Wikipedia. 2011. Asam oksalat. http://www. Wikipedia. Com [4 September 2011] . 2011. Asam malat. http://www. Wikipedia. Com [4 September 2011] . 2011. Asam sitrat. http://www. Wikipedia. Com [4 September 2011] Winarno FG. 1997. Enzim Pangan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Winarti S, Sudaryanti, Usman DS. 2011. Karakteristik Dan Aktivitas Antioksidan Rosela Kering (Hibiscus sabdariffa L.). Seminar Nasional PATPI. Wiryawan A, Retnowati R, Sabarudin A. 2007. Kimia Analitik. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Departemen Pendidikan Nasional. Xu Guihua, Ye Xingqian, Chen Jianchu, Liu Donghong . 2006. Effect of Heat Treatment on the Phenolic Compounds and Antioxidant Capacity of Citrus Peel Extract. J. Agric. Food Chem. 55 (2) : 330–335 Yamada K, Murata T, Kobayashi K, Miyase T, Yoshizaki F. 2010. Lipase Inhibitor Monoterpene and Monoterpene Glycosides from Monarda Punctata. Phytochemistry 71 :1884–1891
62
Lampiran 1.a Data Kadar Air Kelopak Rosella Kadar air (%) =
kehilangan berat (g)
x 100
Sampel sebelum kering (g) Kehilangan berat = berat sampel mula-mula – berat sampel setelah dikeringkan
Kadar air (%) = 2- 0,38 x 100 2 = 81%
Lampiran 1.b Data nilai pH ekstrak pH awal Kondisi Ekstraksi
Ulangan
pH
70OC 15 menit
1 2
2,85 2,85
70OC 30 menit
1 2
2,85 2,85
85OC 15 menit
1 2
2,87 2,94
85OC 30 menit
1 2
2,80 2,90
100OC 15 menit
1 2
2,79 2,77
100OC 30 menit
1 2
2,78 2,94
63
Lampiran 2. Uji Anova nilai pH
Univariate Analysis of Variance
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:pH Type III Sum of Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
5
.003
.941
.516
97.413
1
97.413
2.858E4
.000
Waktu
.000
1
.000
.061
.813
Suhu
.007
2
.003
.971
.431
waktu * suhu
.009
2
.005
1.352
.328
Error
.020
6
.003
Total
97.449
12
.036
11
Corrected Model Intercept
Corrected Total
.016
a. R Squared = ,440 (Adjusted R Squared = -,027)
64
Lampiran 3. Data total fenol Kurva standar
Kurva Standar Larutan Asamy Galat = 0,0044x - 0,1021 Absorbansi
R² = 0,9902
Konsentrasi (ppm)
Kondisi Ekstraksi
Ulangan Absorbansi
Konsentrasi (ppm)
Konsentrasi ( mg GAE/g rosella basah )
Rata-rata
70OC 15 menit
1 2
0,364 0,364
105,93 105,93
0,49 0,49
0,49
70OC 30 menit
1 2
0,404 0,405
115,02 115,25
0,53 0,53
0,53
85OC 15 menit
1 2
0,426 0,452
120,02 125,93
0,55 0,58
0,57
85OC 30 menit
1 2
0,404 0,459
112,75 127,52
0,52 0,59
0,55
100OC 15 menit
1 2
0,491 0,436
134,80 122,30
0,62 0,56
0,59
100OC 30 menit
1 2
0,544 0,543
146,84 146,61
0,68 0,67
0,67
Contoh perhitungan total fenol X : konsentrasi asam galat; y : absorbansi Y = 0,0044x- 0,1021 0,364= 0,0044x – 0,1021 X= 105,93 ppm Konsentrasi (mg GAE/g)
= 105,93 mg asam galat x 230 ml 1000 ml ekstrak 50g = 0,49 mg GAE/g
65
Lampiran 4. Uji Anova total fenol
Univariate Analysis of Variance
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:fenol Type III Sum of Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
.039
a
5
.008
9.922
.007
Intercept
3.865
1
3.865
4.882E3
.000
Waktu
.004
1
.004
5.568
.056
Suhu
.030
2
.015
19.168
.002
waktu * suhu
.005
2
.002
2.853
.135
Error
.005
6
.001
Total
3.909
12
.044
11
Corrected Total
a. R Squared = ,892 (Adjusted R Squared = ,802)
Post Hoc Tests Suhu Homogeneous Subsets Fenol Duncan Subset suhu
N
1
70
4
85
4
100
4
Sig.
2
3
.5100 .5600 .6325 1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,001.
66
ANOVA Fenol Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
.039
5
.008
Within Groups
.005
6
.001
Total
.044
11
F 9.922
Post Hoc Tests Interaksi Homogeneous Subsets Fenol Duncan Subset for alpha = 0.05
interaks i
N
1
2
3
1
2
.4900
2
2
.5300
.5300
4
2
.5550
.5550
3
2
.5650
5
2
.5900
6
2
Sig.
.6750 .067
.089
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Sig. .007
67
Lampiran 5. Data total asam tertitrasi Kondisi ekstraksi sampel O 70 C 15 menit
Ulangan
1 2 O 70 C 30 menit 1 2 O 85 C 15 menit 1 2 O 85 C 30 menit 1 2 O 100 C 15 menit 1 2 100OC 30 menit 1 2 Contoh perhitungan total asam tertitrasi: Total asam tertitrasi
Berat sampel (g)
ml 0,1 NaOH
TAT (%)
Rata-rata
pH
10,078 10,107 10,098 10,109 10,1 10,008 10,026 10,102 10,009 10,099 10,034 10,106
0,8 0,8 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,8 0,8 1,1 1,1
6,569 6,699 5,404 5,449 5,642 5,839 5,600 5,532 6,458 6,007 9,130 8,986
6,63
2,85 2,85 2,85 2,85 2,84 2,87 2,8 2,9 2,77 2,79 2,94 2,78
= ml 0,1 NaOH x N NaOH x Faktor Pengenceran x 100% gram ekstrak
6,569%
= 0,8 x 0,08 x 10 x 100% 10,078
5,43 5,74 5,57 6,23 9,06
68
Lampiran 6. Uji Anova total asam tertitrasi
Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:totalasam Type III Sum of Source
Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
18.460
a
5
3.692
154.697
.000
Intercept
498.199
1
498.199
2.087E4
.000
Waktu
.691
1
.691
28.961
.002
Suhu
8.985
2
4.493
188.236
.000
waktu * suhu
8.784
2
4.392
184.025
.000
Error
.143
6
.024
Total
516.802
12
18.604
11
Corrected Total
a. R Squared = ,992 (Adjusted R Squared = ,986)
Post Hoc Tests suhu Homogeneous Subsets Duncan Subset Suhu
N
1
85
4
5.6525
70
4
100
4
Sig.
2
3
6.0300 7.6475 1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,024.
69
Waktu Dependent Variable:total asam tertitrasi 95% Confidence Interval waktu
Mean
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
15
6.203
.063
6.049
6.358
30
6.683
.063
6.529
6.838
ANOVA Totalasam Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
18.460
5
3.692
.143
6
.024
18.604
11
F
Sig.
154.697
Post Hoc Tests Interaksi Homogeneous Subsets Duncan Subset kombinasi
N
1
70*30
2
5.4250
85*30
2
5.5650
85*15
2
5.7400
100*15
2
70*15
2
100*30
2
Sig.
2
3
4
6.2350 6.6350 9.0600 .096
1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,024.
.000
70
Lampiran 7.a. Data inhibisi ekstrak rosella pH awal terhadap enzim α-amilase Bacillus sp Kondisi Ekstraksi 700C, 15mnt
Ulangan 1 2
700C, 30mnt
1 2
850C, 15mnt
1 2
850C, 30mnt
1 2
1000C, 15mnt
1 2
1000C, 30mnt
1 2
Inhibisi (%) 95,67 93,78 93,23 92,56 95,13 93,51 93,91 89,18 98,65 96,62 94,59 99,32 93,23 83,76 99,32 100,00 92,56 98,65 93,23 89,18 99,32 100,00 95,26 100,00
Rata-rata (%) 94,72 92,90 94,32 91,54 97,63 96,96 88,50 99,66 95,60 91,20 99,66 97,63
71
Lampiran 7.b. Data inhibisi ekstrak rosella pH saluran pencernaan terhadap enzim α-amilase Bacillus sp Kondisi ekstraksi 700C, 15mnt
Ulangan 1 2
700C, 30mnt
1 2
850C, 15mnt
1 2
850C, 30mnt
1 2
1000C, 15mnt
1 2
1000C, 30mnt
1 2
Inhibisi (%) 37,28 36,63 42,29 45,37 8,74 7,84 8,74 8,61 33,42 22,24 12,98 7,33 7,84 9,38 9,25 10,54 13,88 18,12 11,70 11,95 12,98 11,18 12,47 9,64
Rata-rata (%) 36,95 43,83 8,29 8,68 27,83 10,15 8,61 9,90 16,00 11,83 12,08 11,05
72
Lampiran 7. c. Data inhibisi Acarbosa terhadap kerja enzim α-amilase Bacillus sp
- pH awal Sampel Acarbosa
Inhibisi (%) 98,76 98,76
Rata-rata (%) 98,76
- pH simulasi sistem pencernaan Sampel Acarbosa
Inhibisi (%) 65,21 65,21
Rata-rata (%) 65,21
73
Lampiran 8. Uji Anova daya inhibisi ekstrak rosella terhadap enzim α-amilase Bacillus sp
a. pH awal
Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects
Type III Sum of Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
6
11.744
1.030
.477
117401.149
1
117401.149
1.030E4
.000
.442
1
.442
.039
.850
Suhu
16.711
2
8.356
.733
.514
waktu * suhu
38.158
2
19.079
1.674
.255
Error
79.795
7
11.399
Total
127705.054
14
150.256
13
Corrected Model Intercept Waktu
Corrected Total
70.461
a. R Squared = .469 (Adjusted R Squared = .014)
74
b. pH saluran pencernaan
Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects
Type III Sum of Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
5363.791
a
6
893.965
33.466
.000
Intercept
10799.861
1
10799.861
404.298
.000
Waktu
638.502
1
638.502
23.903
.002
Suhu
320.246
2
160.123
5.994
.030
waktu * suhu
465.677
2
232.838
8.716
.013
Error
186.988
7
26.713
Total
13555.130
14
5550.780
13
Corrected Total
a. R Squared = .966 (Adjusted R Squared = .937)
Post Hoc Tests suhu Homogeneous Subsets Duncan Subset suhu
N
1
2
100
4
12.7410
85
4
14.1228
70
4
control
2
Sig.
3
24.3250 65.0000 .745
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 26.713.
1.000
75
Waktu Dependent Variable:amilase6.8 95% Confidence Interval waktu
Mean
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
15
24.357
2.279
18.781
29.934
30
9.768
2.279
4.192
15.345
ANOVA amilase6.8 Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
Df
Mean Square
F
5363.791
6
893.965
186.988
7
26.713
5550.780
13
33.466
Post Hoc Tests Interaksi Homogeneous Subsets Duncan Subset for alpha = 0.05 Interaksi
N
1
2
70*30’
2
8.4830
85*30’
2
9.2545
100*30’
2
11.5680
100*15’
2
13.9140
85*15’
2
18.9910
70*15’
2
Kontrol
2
Sig.
3
40.1670 65.0000 .099
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Sig. .000
76
Lampiran 9. Data inhibisi ekstrak rosella pH awal terhadap enzim α-amilase pankreas babi
pH awal Kondisi Ekstraksi 700C, 15menit
Ulangan 1
Inhibisi (%) 95,43
Rata-rata (%) 96,15
2
96,88 82,45 85,82
84,14
77
Lampiran 10.a. Data inhibisi ekstrak rosella pH awal terhadap enzim α-glukosidase Kondisi Ekstraksi 700C, 15mnt
700C, 30mnt
850C, 15mnt
850C, 30mnt
1000C, 15mnt
1000C, 30mnt
Ulangan Inhibisi (%) 1 91,77 89,41 2 95,29 97,65 1 97,65 88,24 2 89,41 94,12 1 88,24 88,24 2 88,24 87,06 1 84,70 87,06 2 89,41 91,77 1 89,41 88,24 2 78,82 74,12 1 88,24 80,00 2 94,118 95,294
Rata-rata (%) 90,59 96,47 92,94 91,77 88,24 87,65 85,88 90,59 88,82 76,47 84,12 94,706
78
Lampiran 10.b. Data inhibisi ekstrak rosella pH pencernaan terhadap enzim α-glukosidase Kondisi ekstraksi 700C, 15mnt
Ulangan 1 2
700C, 30mnt
1 2
850C, 15mnt
1 2
850C, 30mnt
1 2
1000C, 15mnt
1 2
1000C, 30mnt
1 2
Inhibisi (%) 37,28 36,63 42,29 45,37 8,74 7,84 8,74 8,61 33,42 22,24 12,98 7,33 7,84 9,38 9,25 10,54 13,88 18,12 11,70 11,95 12,98 11,18 12,47 9,64
Rata-rata (%) 36,95 43,83 8,29 8,68 27,83 10,15 8,61 9,90 16,00 11,83 12,08 11,05
79
Lampiran 10.c. Data inhibisi acarbosa terhadap enzim α-glukosidase
- pH awal Sampel Inhibisi (%) Rata-rata (%) Acarbosa 100,00 100,00 100,00
- pH saluran pencernaan Sampel Inhibisi (%) Rata-rata (%) Acarbosa 100,00 100,00 100,00
80
Lampiran 11. Uji Anova
daya inhibisi ekstrak rosella
terhadap enzim α-
glukosidase
a. pH awal
Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:gluksidase Type III Sum of Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
6
59.110
2.561
.122
107785.848
1
107785.848
4.669E3
.000
Waktu
11.533
1
11.533
.500
.503
Suhu
100.746
2
50.373
2.182
.183
35.696
2
17.848
.773
.497
Error
161.594
7
23.085
Total
115403.581
14
516.256
13
Corrected Model Intercept
waktu * suhu
Corrected Total
354.662
a. R Squared = .687 (Adjusted R Squared = .419)
81
Lampiran 12.a. Data inhibisi ekstrak rosella pH awal terhadap kerja enzim lipase Kondisi Ekstraksi 700C, 15mnt
Ulangan 1 2
700C, 30mnt
1 2
850C, 15mnt
1 2
850C, 30mnt
1 2
1000C, 15mnt
1 2
1000C, 30mnt
1 2
Inhibisi (%) 89,66 88,24 91,31 89,11 88,96 90,21 94,71 94,81 89,16 89,61 96,33 95,13 97,43 96,63 90,73 91,96 85,51 86,76 85,44 86,46 85,32 85,91 85,81 86,09
Rata-rata (%) 88,95 90,21 89,59 94,76 89,39 95,73 97,03 91,35 86,14 85,95 85,61 85,95
82
Lampiran 12.b. Data inhibisi ekstrak rosella pH pencernaan terhadap kerja enzim lipase
Kondisi Ekstraksi 700C, 15menit
Ulangan 1 2
700C, 30menit
1 2
850C, 15menit
1 2
850C, 30menit
1 2
1000C, 15menit
1 2
1000C, 30menit
1 2
Inhibisi (%) 6,54 6,15 6,44 7,12 5,00 7,12 7,40 4,62 0,00 0,00 7,12 3,46 4,52 6,35 2,50 5,67 50,58 48,078 32,98 32,98 31,73 40,48 31,92 31,25
Rata-rata (%) 6,35 6,78 6,06 6,01 0,00 5,29 5,43 4,09 49,33 32,98 36,11 31,59
83
Lampiran 13. Uji Anova daya inhibisi ekstrak rosella terhadap enzim lipase a. pH awal
Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:lipase Type III Sum of Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
5
24.945
2.964
.109
97316.135
1
97316.135
1.156E4
.000
5.221
1
5.221
.620
.461
115.288
2
57.644
6.850
.028
4.214
2
2.107
.250
.786
Error
50.494
6
8.416
Total
97491.351
12
175.216
11
Corrected Model
124.723
Intercept Waktu Suhu waktu * suhu
Corrected Total
a. R Squared = .712 (Adjusted R Squared = .472)
Post Hoc Tests suhu Homogeneous Subsets Lipase Duncan Subset suhu
N
1
2
100
4
85.9142
70
4
90.8748
85
4
Sig.
90.8748 93.3722
.052
.269
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 8.416.
84
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:lipase Type III Sum of Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
5
24.945
2.964
.109
Intercept
97316.135
1
97316.135
1.156E4
.000
interaksi
124.723
5
24.945
2.964
.109
Error
50.494
6
8.416
Total
97491.351
12
175.216
11
Corrected Model
124.723
Corrected Total
a. R Squared = .712 (Adjusted R Squared = .472)
Post Hoc Tests interaksi Homogeneous Subsets Duncan Subset interaksi
N
1
2
100C30
2
85.7830
100C15
2
86.0455
70C15
2
89.5795
89.5795
70C30
2
92.1700
92.1700
85C15
2
92.5575
92.5575
85C30
2
Sig.
94.1870 .070
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 8.416.
.180
85
b. pH saluran pencernaan
Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:lipase6.8 Type III Sum of Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
5
607.230
25.230
.001
2840.502
1
2840.502
118.023
.000
3.247
1
3.247
.135
.726
2959.155
2
1479.577
61.476
.000
73.749
2
36.875
1.532
.290
Error
144.405
6
24.067
Total
6021.057
12
Corrected Total
3180.555
11
Corrected Model
3036.151
Intercept Waktu Suhu waktu * suhu
a. R Squared = .955 (Adjusted R Squared = .917)
Post Hoc Tests suhu Homogeneous Subsets lipase6.8 Duncan Subset Suhu
N
1
2
85
4
2.3800
70
4
6.2982
100
4
Sig.
37.4778 .302
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 24.067.
86
Tests of Between-Subjects Effects
Type III Sum of Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
5
607.230
25.230
.001
Intercept
2840.502
1
2840.502
118.023
.000
interaksi
3036.151
5
607.230
25.230
.001
Error
144.405
6
24.067
Total
6021.057
12
Corrected Total
3180.555
11
Corrected Model
3036.151
a. R Squared = .955 (Adjusted R Squared = .917)
Post Hoc Tests interaksi Homogeneous Subsets Duncan Subset interaksi
N
1
85C15
2
.0000
85C30
2
4.7600
70C30
2
6.0340
70C15
2
6.5625
100C30
2
33.8015
100C15
2
41.1540
Sig.
.248
2
.185
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 24.067.
87
Lampiran 14. Penentuan konsentrasi ekstrak [Ekstrak (M)]
Ulangan
Inhibisi (%)
0,25
1 2 1 2 1 2 1 2
0,97 0,97 0,97 0,98 0,97 0,95 0,97 0,97
0,50 0,75 1
Rata-rata (%) 0,97 0,98 0,96 0,97
88
Lampiran 15. Kinetika inhibisi ekstrak rosela 1. Standar Maltosa [maltosa] (%) 0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00
Absorbansi 0,235 0,406 0,557 0,699 0,868 0,998
Absorbansi
y = 0,7633x + 0,2455 R² = 0,9988
Konsentrasi maltosa (%)
Kurva standar maltosa
89
Lampiran 15 lanjutan 1. Standar (pati+ enzim) [pati]
Absorbansi
1,000 1,250 1,500 1,750 2,000 2,250 2,500
0,8 0,98 1,145 1,269 1,456 1,646 1,853
[pati] bereaksi rataan 0,73 0,96 1,18 1,34 1,59 1,84 2,11
Kecepatan rataan
1/[pati]
1/kecepatan rataan
0,07 0,09 0,12 0,13 0,16 0,18 0,21
1,000 0,800 0,667 0,571 0,500 0,444 0,400
13,77 10,39 8,49 7,46 6,31 5,45 4,75
2. Sampel (pati+enzim+ekstrak rosela) [pati] Absorbansi 1,000 1,250 1,500 1,750 2,000 2,250 2,500
0,369 0,436 0,459 0,557 0,593 0,674 0,719
[pati] bereaksi rataan 0,162 0,250 0,280 0,408 0,455 0,561 0,620
Kecepatan rataan
1/[pati]
1/Kecepatan rataan
0,02 0,03 0,03 0,04 0,05 0,06 0,06
1,000 0,800 0,667 0,571 0,500 0,444 0,400
61,81 40,07 35,75 24,50 21,97 17,81 16,12
90
Lampiran 15. Lanjutan
1.Plot Lineweaver-Burk
y = 56,013x - 2,7449 R² = 0,9541
non inhibitor
1/V
inhibitor
y = 13,358x - 0,1936 R² = 0,9959
1/ [S]
Contoh perhitungan: Plot Lineweaver-Burk inhibitor: 1/Vmaks = 15,65mM Vmaks = 1/ 15,65mM = 0,06
Km/ Vmaks
= 74,78mM
Km/ 0,06
= 74,78mM
Km
= 4,77mM