DAYA HAMBAT EKSTRAK AIR DAN ETANOL KELADI TIKUS (Typhonium flagelliforme) TERHADAP ENZIM TIROSIN KINASE SECARA IN VITRO
YUSUF AFFANDI
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
PENGUJIAN DAYA PENGHAMBATAN EKSTRAK AIR DAN ETANOL KELADI TIKUS (Typhonium flagelliforme) TERHADAP ENZIM TIROSIN KINASE SECARA IN VITRO
YUSUF AFFANDI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2006 Judul
: Daya Hambat Ekstrak Air dan Etanol Keladi Tikus (Typhonium flagelliforme) terhadap Enzim Tirosin Kinase Secara In Vitro
Nama
: Yusuf Affandi
NIM
: G44201079
Menyetujui : Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Dyah Iswantini Pradono, M.Agr.
Dra. Gustini Syahbirin, M.S.
NIP 131956706
NIP 131842414
Mengetahui : Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S. NIP 131473999
Tanggal lulus :ABSTRAK
YUSUF AFFANDI. Daya Hambat Ekstrak Air dan Etanol Keladi Tikus (Typhonium flagelliforme) terhadap Enzim Tirosin Kinase Secara In Vitro. Dibimbing oleh DYAH ISWANTINI PRADONO dan GUSTINI SYAHBIRIN. Enzim tirosin kinase berperan penting dalam perkembangan sel kanker. Senyawa-senyawa yang dapat menginhibisi aktivitas enzim tersebut mampu menghambat perkembangan sel kanker. Keladi tikus (Typhonium flagelliforme) merupakan salah satu tanaman yang memiliki potensi sebagai tanaman obat kanker. Pada penelitian ini diuji daya hambat ekstrak air dan etanol tanaman keladi tikus terhadap aktivitas tirosin kinase. Ekstrak hasil maserasi keladi tikus (kadar air 6,56%) dalam tiga pelarut, yaitu etanol 70%, air demineralisasi (akuadem), dan air panas menghasilkan rendemen berturut-turut sebesar 1,07, 1,02, dan 1,07%. Penentuan daya inhibisi ketiga ekstrak tersebut ditentukan menggunakan metode ELISA (enzyme linked immunosorbent assay). Hasilnya dibandingkan terhadap genistein sebagai kontrol positif. Pada konsentrasi 300 ppm, genistein memiliki daya hambat terhadap enzim tirosin kinase sebesar 6,71% sedangkan pada konsentrasi 700 ppm sebesar 12,89%. Pada konsentrasi 700 ppm, ekstrak etanol dan air panas memiliki daya hambat masing-masing sebesar 28,49 dan 33,03%. Daya hambat terbesar berasal dari ekstrak akuadem 300 ppm, yaitu sebesar 76,10%. Adanya daya hambat tersebut menunjukkan bahwa keladi tikus berpotensi sebagai obat antikanker.
ABSTRACT
YUSUF AFFANDI. Inhibition Capacities of Water and Ethanol Extracts from Rodent Tuber (Typhonium flagelliforme) to In Vitro Tyrosine Kinase Activity. Under supervision of DYAH ISWANTINI PRADONO and GUSTINI SYAHBIRIN. Tyrosine kinase is an enzyme which plays important roles in cancer cell growth. Compounds that can inhibit enzyme activity should be able to inhibit cancer cell growth. Rodent tuber (Typhonium flagelliforme) is a potential plant for cancer medicine. In this research, the inhibition capacities of water and ethanol extracts from rodent tuber to tyrosine kinase activity were examined. Extract from maserated dried rodent tuber (moisture content of 6,56%) in three solvents, namely 70% ethanol, aquademineralize, and hot water were obtained in different yields 1,07, 1,02, and 1,07%, respectively. Determination of their inhibition capacities to tyrosine kinase activity from those extracts were performed using ELISA (enzyme linked immunosorbent assay) method. The results were compared with genistein as a positive control. At 300 ppm concentration, genistein inhibition capacity to tyrosine kinase was 6,71% while at 700 ppm concentration was 12,89%. At 700 ppm concentration, inhibition capacities ethanol extract and hot water were 28,49 and 33,03%, respectively. The greatest inhibition effect was resulted by aquademineralize extract at 300 ppm concentration with 76,10% of inhibition. The inhibition effect from all three extracts suggested that rodent tuber is able to be used as anticancer medicine.
PRAKATA
Alhamdulillahhirobbil’aalamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala karunia-NYA sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Karya ilmiah ini memiliki judul “Daya Hambat Ekstrak Air dan Etanol Keladi Tikus (Typhonium flagelliforme) terhadap Enzim Tirosin Kinase Secara In Vitro”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Dyah Iswantini Pradono, M.Agr dan Dra. Gustini Syahbirin, MS selaku pembimbing atas segala bimbingan, arahan, serta dorongan semangat selama penelitian dan dalam penyusunan karya ilmiah ini. Penulis juga berterima kasih untuk Dana Hibah Penelitian A2 atas materi dan bantuan dana yang diberikan pada penelitian ini. Terima kasih tak terhingga kepada kedua orang tua tercinta (bapak dan ibu), adik tersayang (Ason, Endah, dan Nisa), dan Mbak Ayu yang tanpa menyerah memberi semangat, dorongan, doa yang tulus, kesabaran, dan kasih sayang, serta seluruh keluarga di Kalideres dan semua saudaraku di Asrama IPB Sukasari. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Pak Sabur, Bu Yeni, Pak Uus, Om Eman, Mas Toni, dan Mas Heri atas segala fasilitas dan kemudahan yang telah diberikan. Selain itu, penghargaan tak terhingga penulis sampaikan kepada Tim Jamu (Wiwi, Tri, Maya, Salim) atas semua bantuan serta rekan-rekan Kimia 38, 39, dan 40 atas persahabatan, dukungan, dan doanya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2006 Yusuf Affandi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 12 Oktober 1983 sebagai anak kedua dari lima bersaudara, putra dari pasangan Adi Purwanto dan Siti Alifah. Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 84 Jakarta dan memperoleh kesempatan melanjutkan studi di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB sebagai hadiah juara I lomba Pesta Sains Tingkat Nasional 2001 yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa FMIPA IPB. Penulis memilih Departemen Kimia. Pada tahun 2004 penulis melaksanakan praktik lapangan di Badan Pengawas Obat dan Makanan Jakarta.
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA Keladi tikus (Typhonium flagelliforme) Kanker Enzim Protein Tirosin Kinase Uji Aktivitas Enzim PTK ELISA Uji Toksisitas Larva Udang BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Metode Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air Ekstraksi Kandungan Fitokimia Uji Toksisitas Larva Udang Uji Daya Inhibisi terhadap Enzim Aktivitas Tirosin Kinase SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
ix ix ix 1 1 2 2 3 3 3 3 3 5 6 6 8 9 10 10 10 12
DAFTAR GAMBAR Halaman
1 Tanaman keladi tikus (Typhonium flagelliforme) 2 Struktur genistein 3 Rendemen ekstrak keladi tikus 4 Nilai LC50 ekstrak keladi tikus 5 Nilai absorbans hasil uji ELISA 6 Nilai persen inhibisi ekstrak terhadap aktivitas tirosin kinase
2 3 6 8 8 9
DAFTAR TABEL Halaman 5 7
1 Data kadar air keladi tikus 2 Hasil penapisan fitokimia
DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil determinasi tanaman keladi tikus 2 Prosedur pembuatan reagen-reagen yang digunakan dalam uji fitokimia 3 Bagan alir penelitian 4 Penentuan kadar air dan rendemen 5 Aktivitas, absorbans, persen inhibisi, dan nilai LC50 ekstrak keladi tikus 6 Contoh perhitungan nilai LC50 ekstrak keladi tikus
Halaman 13 14 15 16 17 18
PENDAHULUAN Kanker atau tumor merupakan penyakit paling mematikan di dunia setelah jantung koroner. Setiap tahun lebih dari 10 juta orang melakukan diagnosis kanker dan menghabiskan dana sekitar $60 milyar.
Diperkirakan akan muncul 15 juta kasus baru pada tahun 2020. Kanker menyebabkan 6 juta kematian per tahun atau 12% dari populasi dunia (WHO 2004). Setiap hari 1500 orang meninggal karena kanker dan satu dari empat kematian juga disebabkan oleh kanker. Kanker merupakan penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal dan tak terkontrol. Sel-sel tersebut terbentuk karena terjadinya mutasi gen sehingga mengalami perubahan baik bentuk, ukuran, maupun fungsi dari sel tubuh yang asli. Timbulnya kelainan sel-sel tubuh diduga dipicu oleh beberapa senyawa atau zat kimia tertentu seperti karbon, makanan dan minuman instan, residu pestisida, asap rokok, radiasi nuklir, asap kendaraan, dan pola makan yang salah. Kanker juga dapat disebabkan oleh faktor genetik atau keturunan dan karsinogenik yang dihasilkan oleh tubuh sendiri secara alamiah (f 2004). Pengobatan kanker secara medis yang biasa dilakukan selama ini adalah dengan terapi pembedahan, penyinaran, dan kemoterapi. Namun pengobatan secara medis relatif mahal dan memiliki efek samping antara lain mual, pusing, diare (Simadibrata 2004), pengurangan sel darah putih (Hukom 2004), terjadinya malnutrisi (Hariani 2004), kebotakan, kulit rusak, dan nafsu makan berkurang. Hal ini menyebabkan banyak penderita kanker cenderung mencari alternatif pengobatan lain. Penemuan tanaman-tanaman obat yang menunjukkan efek farmakologis terhadap penyakit kanker terutama yang telah mengalami uji secara ilmiah telah memberikan alternatif dalam mengatasi dan mengobati penyakit kanker. Salah satu dari tanaman obat di Indonesia yang berpotensi sebagai obat kanker adalah keladi tikus. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dardanella (2005) menunjukkan bahwa keladi tikus memiliki daya inhibisi terhadap aktivitas enzim tirosin kinase paling besar diantara tanaman obat asli Indonesia seperti mengkudu dan mahkota dewa. Di samping menggunakan enzim tirosin kinase, penelitian pencegahan kanker juga dapat dilakukan terhadap enzim siklooksigenase. Menurut Sivula (2005) dalam disertasinya menyebutkan bahwa NSAIDs (nonsteroidal antiinflammatory drugs) yang merupakan inhibitor selektif enzim siklooksigenase berguna untuk pencegahan atau pengobatan kanker payudara dan kerongkongan. Ciri-ciri keladi tikus adalah berdaun tunggal yang muncul dari umbi, berwarna hijau segar, dan tersusun di roset. Panjang daun 6-16 cm, berbentuk lonjong dengan ujung menajam seperti tombak . Keladi tikus memiliki ciri khas yaitu mahkota bunganya unik mirip keladi (ekor) tikus. Bunganya muncul dari roset akar, bertangkai, panjang 4-8 cm, dan kelopak bunga bulat lonjong berwarna kekuning-kuningan. Bagian atas kelopak memanjang 5-21 cm dan ujungnya meruncing menyerupai ekor tikus. Umbi keladi tikus ini berbentuk bulat rata sebesar buah pala. Bagian dalam maupun luar umbi berwarna putih. Enzim tirosin kinase berperan dalam mengendalikan pertumbuhan sel. Semakin banyak kadar enzim tirosin kinase atau semakin besar aktivitasnya, maka pertumbuhan sel semakin tidak terkendali akibatnya timbul tumor atau kanker. Penelitian ini bertujuan menguji dan membandingkan khasiat ekstrak air, ekstrak air panas dan ekstrak etanol tanaman keladi tikus sebagai antikanker berdasarkan daya inhibisinya terhadap aktivitas enzim tirosin kinase.
TINJAUAN PUSTAKA Keladi tikus (Typhonium flagelliforme) Keladi tikus (Typhonium flagelliforme) atau Typhonium divaricatum termasuk ke dalam divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, kelas Monocotyledoneae bangsa Araceles, suku Araceae, marga Typhonium, dan jenis flagelliforme. Keladi tikus memiliki nama lain laoshu yu (Tionghoa) dan rodent tuber (Inggris). Di Indonesia, tanaman ini pertama kali ditemukan tahun 1998 oleh Drs. Patoppoi Pasau di Pekalongan, Jawa Tengah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman keladi tikus dalam waktu relatif singkat dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan sel kanker, menghilangkan efek buruk kemoterapi, sebagai antivirus, dan anti bakteri. Menurut Sudewo (2004), selain dapat mengatasi kanker, keladi tikus juga dapat digunakan untuk obat sakit pinggang, ambien, gangguan kulit, dan keringat berlebih di malam hari. Keladi tikus juga dapat menetralisir racun-racun dari narkoba. Hanya saja bagi pecandu yang telah sembuh, tidak boleh kembali mengonsumsi narkoba. Jika kembali memakai narkoba, maka dalam darah akan timbul kekebalan terhadap keladi tikus.
Bagian keladi tikus yang digunakan adalah seluruh tanamannya, dari daun hingga ke umbinya. Semuanya digerus dan ditambah air sedikit. Air saringannya itu yang diminum rutin. Ekstrak tanaman ini terasa hangat dan asam. Keladi tikus berkhasiat sebagai antiradang, antipembengkakan, dan dapat membekukan darah atau mengurangi pendarahan.
Gambar 1 Tanaman keladi tikus Keladi tikus dapat menimbulkan gatal pada tenggorokan, mulut, dan kulit karena mengandung racun. Untuk mengatasi racun tersebut, perlu perlakuan khusus seperti mencucinya dalam air mengalir. Selain itu, bisa juga ditambahkan madu untuk menghilangkan gatal di mulut. Tanaman ini jika direbus akan kehilangan khasiatnya dan yang lebih penting lagi menyebarkan gatal luar biasa. Kanker Tumor adalah istilah umum untuk menunjukkan adanya pertumbuhan tidak normal suatu massa atau jaringan. Tumor terbentuk karena adanya mutasi pada biosintesis sel, yaitu kekeliruan DNA karena terpotong, tersubstitusi, atau ada pengaturan kembali, adanya adisi dan integrasi bahan genetik virus baru ke dalam gen sel, dan adanya perubahan ekspresi gen. Tumor yang membahayakan atau malignant tumor disebut kanker Kanker adalah sekelompok penyakit yang disebabkan oleh sel-sel abnormal yang tumbuh dan berkembang biak secara cepat dan tak terkendali. Kelompok sel ini yang akhirnya menyerang dan merusak jaringan tubuh yang sehat (Wijayakusuma 1997). Bahan-bahan pemicu kanker disebut karsinogen atau bahan yang bersifat karsinogenik. Bahan-bahan yang masuk dalam kelompok karsinogen (Mangan 2003, Herba 2003): 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Senyawa kimia: aflatoksin B1, ethionine, asbestos, nikel, krom, arsen, arang, tar, asap rokok dan oral contrasepsi. Radiasi yang berlebihan terutama radiasi sinar matahari, sinar X, nuklir, dan gelombang elektromagnetik. Makanan tertentu seperti makanan yang diawetkan, mengandung zat pewarna, penyedap, makanan yang dimasak dengan cara diasapkan atau dipanggang. Virus seperti virus RNA, virus DNA, dan virus EB . Pemberian hormon tumbuh yang berlebihan. Iritasi kronis dan inflamasi kronis dapat berkembang menjadi kanker. Kelemahan genetik sel-sel pada tubuh sehingga memudahkan munculnya kanker Faktor keturunan. Pengaruh ini akan lebih kuat pada kaum wanita. Enzim Protein Tirosin Kinase (PTK)
Terdapat dua kelompok protein kinase: (1) protein kinase yang memfosforilasi jenis spesifik serin dan treonin dan (2) protein kinase yang memfosforilasi jenis spesifik residu tirosin. Protein kinase terdapat baik di membran plasma maupun di dalam sitoplasma. Inhibitor spesifik enzim tirosin kinase yang umum digunakan adalah senyawa isoflavonoid genistein. Genistein (4’,5,7trihidroksiisoflavon) merupakan prekursor umum dalam biosintesis antimikrobial pitoaleksin dan pitoantisipin pada tumbuhan polong-polongan, dan molekul nutraceutical penting yang terdapat dalam biji kedelai. Genistein dapat menghambat kerja DNA topoisomerase dan tirosin protein kinase seperti yang dimiliki oleh antioksidan dan aktivitas inhibitor siklus sel. Genistein memblok EGF-mediated tirosin fosforilasi di dalam sel karsinoma epidermal manusia dan menghambat fosforilasi dari EGF-reseptor atau pada substrat tirosin kinase (Dixon 2002).
O
HO
OH
O OH
Gambar 2 Struktur senyawa genistein. Uji Aktivitas Enzim PTK Penelitian ini menggunakan uji aktivitas enzim dengan memakai metode enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) atau uji kadar imunosorbent terikat enzim. Metode ELISA merupakan metode yang paling luas digunakan untuk menguji yang dikenal dengan enzyme immunoassay (EIA). Terdapat dua teknik dasar yaitu, direct ELISA yang mendeteksi antigen dan indirect ELISA yang mendeteksi antibodi. Metode ini menggunakan lempeng mikro yang terdiri atas sejumlah sumur yang dangkal. ELISA Metode ELISA merupakan metode analisis yang didasarkan reaksi antara antigen dan antibodi yang dideteksi oleh antibodi yang lain. Metode ini sangat bermanfaat untuk mengukur senyawa tertentu dalam larutan seperti serum, urin dan supernatan dari jaringan (culture supernatant). Metode ini banyak digunakan di laboratorium untuk mendeteksi adanya komponen antigen atau komponen antibodi dari sampel yang diuji. Ada beberapa variasi teknik ELISA secara umum, yaitu langsung (direct), tidak langsung (indirect), kompetitif, sandwich, dan modifikasi dari semua teknik ini. Masing-masing teknik memiliki fungsi yang berbeda. Teknik langsung yaitu kompetitif dan sandwich umumnya digunakan untuk pendeteksian antigen sedangkan teknik tidak langsung untuk pendeteksian antibodi (Voller et al. 1979). Secara umum metode ELISA banyak dipilih karena merupakan uji serologis yang relatif cepat dan murah untuk dilakukan di laboratorium. Uji Toksisitas Larva Udang (Artemia salina Leach) Meyer et al. (1982), memperkenalkan suatu metode uji toksisitas terhadap larva udang (Artemia salina Leach) atau uji brine shrimp lethality test (BSLT) yang digunakan sebagai metode untuk memantau adanya aktivitas farmakologik (termasuk antikanker) dari suatu ekstrak tanaman sehingga pada akhirnya dapat terisolasi senyawa aktifnya. Uji toksisitas ini mempunyai keuntungan antara lain waktu pelaksanaan cepat, biaya relatif murah, praktis dan sederhana, tidak memerlukan teknik aseptis dan perawatan khusus, menggunakan sampel relatif sedikit, tidak memerlukan serum hewan, mempunyai spektrum farmakologi yang luas, hasil uji berkorelasi baik dengan beberapa metode uji sitotoksik, dan hasilnya dapat dipercaya. Data yang diperoleh dapat diolah untuk mendapatkan nilai LC50 (lethal concentration 50, yaitu konsentrasi yang menyebabkan kematian larva udang 50% dari populasi seluruhnya) dengan selang kepercayaan 95%.
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan ialah tanaman keladi tikus, etanol, akuadem, pereaksi Mayer, Dragendorf dan Wagner, NaOH, serbuk logam Mg dan Zn, amil alkohol, eter, asam asetat anhidrida, HCl pekat, H2SO4
pekat, FeCl3, reagen folin-ciocalteau, Na2CO3, dan akuades Alat yang digunakan ialah alat-alat kaca, alat-alat ekstraksi, evaporator putar, cawan porselin, pinggan porselin, pipet Mohr, pipet volumetrik, neraca analitik, aerator, oven, tabung mikrofuse, mikrofuse, inkubator, spektrofotometer UV/Vis, dan peralatan ELISA. Metode Penelitian Penentuan Kadar Air Cawan porselein dikeringkan pada suhu 105oC selama 30 menit kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Serbuk keladi tikus kering sebanyak 3 gram dimasukkan ke dalam cawan porselin dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 3 jam kemudian didinginkan dalam eksikator lalu ditimbang. Serbuk keladi tikus kering dalam cawan dikeringkan lagi selama 3 jam pada suhu 105oC, didinginkan lalu ditimbang kembali. Prosedur dilakukan berulang-ulang sampai diperoleh bobot yang tetap. Ekstraksi Air Akuadem Serbuk keladi tikus diekstrak secara maserasi dengan air akuadem lalu disaring. Filtrat yang dihasilkan kemudian dikeringkan dalam evaporator putar hingga diperoleh residu kering (ekstrak air akuadem). Ekstraksi Air Kran Serbuk keladi tikus ditempatkan di dalam gelas piala lalu disiram air kran yang sudah dididihkan. Selanjutnya gelas piala beserta isinya dipanaskan hingga larutan tersisa setengahnya lalu dibiarkan pada suhu ruang supaya dingin. Setelah dingin, campuran disaring dan filtratnya dikeringkan dalam evaporator putar hingga diperoleh residu kering (ekstrak air akuadem). Ekstraksi Etanol Serbuk keladi tikus kering diekstraksi dengan etanol 70% hingga filtrat terakhir menunjukkan hasil negatif untuk uji alkaloid kemudian disaring dan dipekatkan dengan evaporator putar. Uji Fitokimia (Metode Harborne 1996) Uji Alkaloid. Sebanyak 1 gram ekstrak dilarutkan dengan kloroform dan beberapa tetes NH4OH kemudian disaring dalam tabung reaksi tertutup. Ekstrak kloroform dalam tabung reaksi dikocok dengan 10 tetes H2SO4 2 M lalu lapisan asamnya dipisahkan dalam tabung reaksi yang lain. Lapisan asam ini diteteskan pada lempeng tetes dan ditambahkan pereaksi Dragendorf, Mayer dan Wagner yang akan menimbulkan endapan dengan warna berturut-turut merah jingga, putih, dan coklat. Uji Terpenoid dan Steroid. Sebanyak 2 gram ekstrak tanaman dilarutkan dengan 25 mL etanol panas (50oC) kemudian disaring kedalam pinggan porselin lalu diuapkan sampai kering. Residu ditambahkan eter lalu ekstrak eter dipindahkan ke dalam lempeng tetes kemudian ditambahkan 3 tetes anhidrida asam asetat dan 1 tetes H2SO4 pekat (Uji Lieberman-Buchard). Warna merah atau ungu menunjukkan kandungan triterpenoid sedangkan warna hijau atau biru menunjukkan kandungan steroid. Uji Saponin. Sebanyak 1 gram ekstrak tanaman dimasukkan ke dalam gelas piala dan ditambahkan 100 mL air panas lalu dididihkan selama 5 menit kemudian disaring dan filtrat digunakan untuk pengujian. Uji saponin dilakukan dengan pengocokan 10 mL filtrat di dalam tabung tertutup selama 10 menit. Timbulnya busa hingga selang waktu 10 menit (buih stabil) menunjukkan adanya saponin. Uji Kuinon. Sebanyak 1 gram ekstrak tanaman ditambah 100 mL air panas, dididihkan selama 5 menit lalu disaring. Ke dalam 10 mL filtrat ditambahkan beberapa tetes NH4OH 1N. Warna merah yang terbentuk menunjukkan adanya kuinon. Uji Tanin. Sebanyak 1 gram ekstrak tanaman ditambahkan 100 mL air panas, dididihkan selama 5 menit lalu disaring. Sebagian filtrat ditambahkan FeCl3. Terbentuknya warna biru tua atau hitam kehijauan menunjukkan terdapatnya tanin. Uji Toksisitas Larva Udang (LC50) Telur udang ditetaskan dalam gelas piala berisi 200 mL air laut dan dilengkapi dengan aerator. Setelah
dua hari, telur udang akan menetas menjadi naupili atau larva udang. Ekstrak kasar ditimbang dan dilarutkan dalam air laut sehingga didapatkan konsentrasi 10, 100, 500, dan 1000 ppm. Sebanyak 10 ekor larva udang ditempatkan pada masing-masing sumur yang telah diberi ekstrak. Jumlah larva udang yang mati dihitung setelah 24 jam. Data yang didapat dianalisis menggunakan program ‘Analisis Probit’ dengan derajat kepercayaan 95 % untuk mendapatkan nilai LC50. Sebagai kontrol digunakan air laut tanpa penambahan ekstrak (Meyer et al. 1982). Penentuan Daya Inhibisi Ekstrak terhadap Aktivitas Enzim Tirosin Kinase Pelapisan pada Lempeng Mikro Uji protein tirosin kinase (PTK) disediakan dengan sumur yang dapat dipindahkan sehingga pengujian dapat dilakukan hanya dengan jumlah sumur yang diperlukan dalam percobaan khusus. Pelapisan dilakukan dengan cara-cara berikut. Plastik penutup dilepaskan dari tempatnya, kemudian jumlah sumur yang diperlukan ditempatkan dalam lempeng pengangga. Sampel larutan stok substrat PTK (Polimer sintetik acak poli-Glu-Tyr, PGT) dicairkan, dan sebanyak 125 µL substrat tersebut ditambahkan ke dalam masing-masing sumur lalu lempeng mikro ditutup. Selanjutnya lempeng diinkubasi sepanjang malam pada suhu 37oC. Jika diperlukan waktu pelapisan dapat diperpendek menjadi 4 jam. Setelah itu, substrat PTK yang tidak terlapis dibuang dan masing-masing sumur dicuci dengan 200 µL buffer pencuci (PBS-Tween 20) kemudian buffer pencuci dibuang dan sumur dikeringkan selama 2 jam dengan suhu 37oC. Pengujian Protein Tirosin Kinase Pelarut BTK dengan konsentrasi 1x dibuat dengan cara sebanyak 1 mL BTK konsentrasi 10x dilarutkan dengan 9 mL air deionisasi. Sebanyak 32,5 µL EGFR (130U) dicairkan kemudian ditambahkan 292,5 µL BTK (1x) (setiap 10 µL mengandung 4U). Campuran ini diaduk lalu disimpan dalam es. Larutan stok ATP dicairkan kemudian sebanyak 128 µL larutan ATP dilarutkan dengan 3,2 mL BTK (1x), dicampurkan lalu disimpan dalam es. Disiapkan tiga buah vial yang berukuran 600 µL untuk masing-masing ekstrak, satu vial untuk kontrol EGFR dan satu vial untuk genistein. Sebanyak 20 µL EGFR dimasukkan ke dalam setiap vial, lalu ditambahkan 20 µL ekstrak 300 ppm untuk vial khusus sampel, 20 µL genistein untuk vial khusus kontrol, dan 20µL air bebas ion sebagai kontrol EGFR (kontrol negatif). Setiap vial diinkubasi di dalam es selama 10 menit. Sebanyak 90 µL BTK (1x) yang mengandung ATP dimasukkan ke dalam masing-masing sumur. Sebagai blanko digunakan 20 µL BTK (1x) yang dimasukkan ke dalam sumur. Untuk kontrol digunakan EGFR sebanyak 20 µL (4U) dan sampel yang diuji, dilarutkan dengan perbandingan 1:1 atau 1:2 dan seterusnya dalam BTK. Konsentrasi akhir ATP dalam reaksi PTK adalah 0,3 mM. Setelah itu sumur-sumur ditutup dan diinkubasi pada temperatur kamar selama 30 menit. Campuran dikeluarkan dari masing-masing sumur lalu sumur dicuci dengan 200 µL buffer pencuci hingga lima kali pengulangan. Setelah itu sebanyak 100 µL larutan antibodi konjugat HRP dengan pelarutan yang tepat dimasukkan ke dalam sumur. Sumur ditutup dan diinkubasi selama 30 menit pada temperatur ruangan. Larutan substrat peroksidase segar dibuat dengan cara pelarutan satu tablet 0-Phenylenediamine (OPD) dan satu tablet urea hidrogen peroksida dalam 20 mL air deionisasi, dicampurkan sampai larut dan hindarkan dari cahaya sampai digunakan, larutan ini tidak untuk disimpan. Setelah itu, larutan antibodi dikeluarkan dari sumur kemudian masing-masing sumur dicuci dengan 200 µL buffer pencuci. Pencucian dilakukan lima kali. Selanjutnya sebanyak 100 µL larutan substrat OPD segar ditambahkan pada masingmasing sumur dan diinkubasi selama tujuh menit dalam keadaan gelap pada suhu ruangan. Warna oranyekuning akan muncul dalam sumur yang positif. Reaksi dihentikan dengan penambahan 100 µL H2SO4 2,5 N pada masing-masing sumur. Sumur diukur serapannya pada 492 nm. Pengukuran harus dalam waktu 30 menit dalam mikroplat ELISA yang ditetapkan pada hari penambahan larutan penghenti. Kurva aktivitas PTK dapat dibuat dengan kontrol EGFR, dilakukan dengan proses yang sama tetapi dengan sedikit modifikasi pada konsentrasi EGFR. Sebanyak 5 µL EGFR (20U) dicairkan dan ditambah 45 µL BTK 1x kemudian dicampurkan. Ini menunjukkan pada 8U EGFR/20µL, dibuat seri larutan dari EGFR dengan BTK sehingga mewakili 0,25U, 0,5U, 1U, 2U, dan 4U EGFR.
HASIL DAN PEMBAHASAAN Kadar Air Tanaman keladi tikus yang masih segar memiliki kadar air sebesar 92,41% (Tabel 1). Hasil tersebut diperoleh setelah mengeringkan tanaman itu dalam oven bersuhu 40 oC selama tujuh hari. Suhu oven diatur agar tidak melebihi nilai tersebut. Hal ini dimaksudkan agar kandungan komponen-komponen kimiawinya tidak rusak. Nilai kadar air berguna untuk memperkirakan bobot kering yang akan diperoleh dari sejumlah sampel basah keladi tikus. Berdasarkan Tabel 1, maka 100 g sampel basah keladi tikus akan menghasilkan 7,59 g bobot kering. Tabel 1 Kadar air tanaman keladi tikus Keladi tikus Kadar air (%) Sampel segar 92,41 Sampel kering 6,56 Kadar air sampel yang akan digunakan perlu diperiksa terlebih dahulu. Kandungan air dalam suatu bahan memengaruhi daya tahannya terhadap serangan mikroba sehingga dapat diperkirakan cara penanganan terbaik bagi sampel dalam hal tempat dan waktu penyimpanan. Bila kandungan air yang terkandung dalam suatu bahan berkisar antara 3 sampai dengan 7%, maka kestabilan optimum bahan akan tercapai dan pertumbuhan mikrob dapat dikurangi sehingga dapat memperpanjang masa simpan tanaman kering (Winarno 1997). Sampel kering keladi tikus yang digunakan memiliki kadar air sebesar 6,56%. Ekstraksi Metode yang digunakan untuk proses ini adalah maserasi. Hal ini bertujuan mencegah rusaknya senyawa metabolit sekunder yang tidak tahan terhadap suhu tinggi. Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi tanaman keladi tikus adalah air kran, akuadem, dan etanol 70%. Pada awal proses maserasi, seluruh serbuk keladi tikus yang akan digunakan, direndam menggunakan heksana. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan komponen lemak yang mungkin akan mengganggu proses penanganan ekstrak selanjutnya. Ampas yang tersisa selanjutnya diekstrak masing-masing menggunakan pelarut etanol 70% dan air demineral. Ekstrak etanol 70% dipekatkan menggunakan rotavapor pada suhu 40 oC untuk mencegah kemungkinan terjadinya kerusakan komponen yang terkandung dalam ekstrak. Digunakannya beberapa pelarut yang berbeda dimaksudkan untuk melihat pengaruh perbedaan kepolaran dari pelarut terhadap kandungan senyawa kimia dalam hasil ekstraksi. Etanol memiliki dua gugus yang berbeda kepolarannya yaitu gugus hidroksil yang bersifat polar dan gugus alkil yang bersifat non polar. Adanya dua gugus tersebut diharapkan senyawa-senyawa dengan tingkat kepolaran berbeda akan terekstrak ke dalam etanol. Selain itu, produksi skala industri biasanya menggunakan pelarut etanol. Pelarut air digunakan selain karena pendekatan aplikasi dalam masyarakat, juga karena air lebih bersifat polar dibandingkan dengan etanol sehingga dapat menarik senyawa yang memiliki tingkat kepolaran tinggi. Pengeringan ekstrak menggunakan pengering beku. Prinsip penghilangan air dengan cara ini tidak jauh berbeda dengan sistem pengeringan biasa. Pada sistem pengeringan biasa (kering udara), suhu udara yang dialirkan disekeliling bahan lebih tinggi dari suhu bahan dan menyebabkan tekanan uap air di dalam bahan lebih tinggi daripada tekanan uap air di udara sehingga terjadi perpindahan uap air dari bahan ke udara. Pada pengering beku, bahan dibekukan terlebih dahulu dan es yang terjebak di dalamnya dibuang dengan pompa vakum (es menyublim). Dengan demikian air dapat disingkirkan tanpa merusak bahan yang dikeringkan (Daintith 1990). Selain itu, juga dapat mencegah kemungkinan hilangnya senyawaan tertentu yang tidak tahan terhadap panas sebab pada cara ini tidak ada penggunaan kalor dalam proses pengeringannya. Serbuk keladi tikus diseduh dengan air mendidih lalu diaduk sampai dingin kemudian disaring. Hal ini didasari oleh pemakaian tradisional rimpang sebagai obat, yaitu dengan cara diseduh. Disamping itu keladi tikus tidak boleh direbus karena kalau direbus khasiatnya akan hilang. Ekstrak etanol 70% yang dihasilkan berbentuk oily berwarna hijau kecoklatan dengan rendemen sebesar 1,02%. Rendemen dari ekstrak air demineral dan ekstrak air panas diperoleh masing-masing sebesar 1,07%.
Rendemen (%b/b)
1.07 1.07 1.06 1.05 1.04 1.03 1.02 1.01 1 0.99
1.07
1.02
Ekstrak Ekstrak Ekstrak etanol akuadem air panas Rendemen ekstrak keladi tikus
Gambar 3 Rendemen ekstrak keladi tikus Nilai rendemen berfungsi untuk memperkirakan bobot ekstrak dari sejumlah sampel kering. Misalkan kita memiliki 100 g sampel kering dengan kadar air 6,56% akan diekstraksi menggunakan pelarut air panas. Nilai rendemen untuk air panas adalah 1,07% sehingga akan dihasilkan bobot ekstrak sebesar 0,9998 g. Rumus perhitungan kadar air dan rendemen terdapat pada Lampiran 4. Kandungan Fitokimia Uji fitokimia dilakukan pada sampel basah, serbuk kering. Ekstrak kasar yang diperoleh digunakan untuk mengetahui jenis senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam setiap bahan. Uji yang dilakukan meliputi uji alkaloid, steroid, terpenoid, saponin, kuinon, dan tanin. Menurut Dalimartha (1998), alkaloid terdapat pada daun dan percabangannya, namun kandungan paling banyak terdapat dalam akar. Dalam hal ini alkaloid ditemukan pada sampel segar keladi tikus, sampel kering, ekstrak etanol, ekstrak akuadem, dan ekstrak air panas. Hal ini menunjukkan bahwa alkaloid pada keladi tikus adalah alkaloid yang bersifat non polar dan polar. Adanya kandungan alkaloid ditandai dengan terbentuknya larutan berwarna merah jingga dengan pereaksi Dragendorf, warna coklat dengan pereaksi Wagner dan endapan putih dengan pereaksi Mayer. Berdasarkan tabel 2 juga dapat disimpulkan bahwa keladi tikus tidak mengandung steroid. Alkaloid yang berasal dari tanaman obat diketahui memiliki efek toksisitas terhadap sel kanker (Alexandrova et al. 2000), dapat menginduksi apoptosis pada sel kanker manusia serta terbukti efektif dan ampuh untuk pengobatan pasien kanker payudara metastatik. Oleh karena itu, alkaloid yang terkandung dalam ekstrak kasar tanaman diduga memiliki peran tertentu dalam menghambat aktivitas enzim tirosin kinase. Golongan alkaloid dilaporkan memiliki aktivitas biologis yang berbeda-beda dan memiliki kegunaan yang bermacam-macam. Aktivitas tersebut antara lain sebagai anti-viral, anti-fungal, anti-inflammatori, dan aktivitas yang bersifat toksik. Tumbuhan dapat menimbulkan gangguan besar karena kemampuannya membentuk kompleks dengan protein melalui ikatan hidrogen. Beberapa diantaranya menghambat fosfodiesterase, aldoreduktase, monoamina oksidase, protein kinase balik traskriptase, DNA polimerase, dan lipooksigenase (Harborne 1996). Bila kandungan sel tumbuhan bercampur dan membran menjadi rusak selama proses isolasi, golongan tersebut cepat sekali membentuk kompleks dengan protein. Akibatnya sering menghambat kerja enzim. Menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI 1978) kandungan terpenoid pada daun sekitar 2,5 −4,8%. Hal lain yang dapat memengaruhi kandungan senyawa dalam tanaman adalah ketinggian tempat tumbuh dan lingkungan disekitar tempat tumbuh. Selain itu, dipengaruhi juga oleh umur tanaman sehingga kandungan dan komposisinya dapat berbeda-beda (LIPI 1978). Pada penelitian ini, terpenoid ditemukan pada sampel segar dan sampel kering (Tabel 2). Uji fitokimia pada sampel segar dan kering juga membuktikan bahwa proses pengeringan sampel pada suhu 40 oC ternyata tidak merusak kandungan senyawa metabolit sekundernya. Hal ini dibuktikan dengan adanya alkaloid, triterpenoid, saponin, dan tanin baik dalam sampel segar maupun dalam sampel kering. Tanin terdapat dalam sampel segar keladi tikus, sampel kering, ekstrak etanol, ekstrak akuadem, dan ekstrak air panas. Dapat dikatakan bahwa tanin pada keladi tikus adalah tanin yang bersifat non polar dan
polar. Tabel 2 Hasil penapisan fitokimia Sampel
S
K
E
A
P
Alkaloid
+++
+
-
++
+
Triterpenoid
+++
+
-
++
+
Steroid
+++
-
-
-
+
Saponin
+++
-
-
+
+
Tanin
+++
-
-
+
+
Kuinon Keterangan: S : Segar K : Kering E : Etanol 70% A : Akuadem P : Air panas
(+) : Hasil positif (- ) : Hasil negatif
Saponin merupakan senyawa glikosida terpenoid atau glikosida steroid. Saponin adalah senyawa aktif yang menimbulkan busa jika dikocok dalam air. Tabel 2 menunjukkan saponin terdapat pada sampel segar, sampel kering, ekstrak akuadem, dan ekstrak air panas. Saponin tidak terdapat pada ekstrak etanol mungkin karena etanol kurang bersifat polar dibandingkan dengan air. Jadi saponin yang terdapat dalam keladi tikus bersifat polar sehingga hanya terekstrak oleh air. Keberadaan saponin di dalam ekstrak akuadem diduga menyebabkan tingginya daya inhibisi ekstrak tersebut. Saponin diketahui dapat mengakibatkan hemolisis darah (Harborne 1996). Kuinon hanya ditemukan pada ekstrak etanol sedangkan pada sampel segar keladi tikus, sampel kering, ekstrak akuadem, dan ekstrak air panas tidak ditemukan. Hal ini menunjukkan bahwa kuinon dalam keladi tikus bersifat non polar. Pada pengujian fitokimia sampel segar dan sampel kering, kedua sampel tersebut hanya diseduh oleh air panas sehingga kuinon tidak terekstrak karena senyawa tersebut bersifat non polar. Disamping itu, sebelum sampel diekstrak oleh etanol, sampel dicuci terlebih dahulu menggunakan heksana. Akibatnya lemak-lemak yang mengganggu dapat dihilangkan sehingga kuinon yang bersifat non polar dan jumlahnya relatif sedikit dapat terekstrak oleh etanol. Uji Toksisitas Larva Udang Larva udang yang digunakan berumur 48 jam. Pada kondisi ini larva udang berada pada kondisi yang paling peka terhadap kondisi lingkungan. Hal ini disebabkan dinding sel larva masih lunak sehingga senyawa asing dalam air laut yang diserap melalui dinding selnya akan segera memengaruhi hidup larva tersebut. Senyawa asing yang bersifat toksik itu akan mengakibatkan kematian bagi larva udang tersebut. Jika larva berumur lebih dari 48 jam dikhawatirkan kematiannya bukan disebabkan toksisitas ekstrak melainkan oleh terbatasnya persediaan makanan. Jumlah larva udang yang mati akibat penambahan ekstrak kasar dianalisis dengan menggunakan analisis Probit. Hasil pengujian menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70%, ekstrak air panas, dan ekstrak akuadem diduga mengandung senyawa bioaktif yang bersifat toksik karena nilai LC50nya kurang dari 1000 ppm, yaitu berturut-turut sebesar 168,68, 593,65, dan 785,27 ppm (Gambar 4). Dugaan tersebut didasarkan pada pernyataan Meyer et al 1982, yang menyatakan bahwa senyawa yang mempunyai nilai LC50 lebih kecil dari 1000 ppm dikatakan memiliki potensi bioaktivitas. Senyawa bioaktif adalah senyawa kimia yang dapat memberikan efek atas jaringan biologi, yang selanjutnya diharapkan dapat bermanfaat sebagai obat yang mampu menghambat perkembangan mikroorganisme penyebab penyakit bahkan mampu membunuh mikroorganisme tersebut. Hal ini mengiindikasikan bahwa ketiga ekstrak tersebut memiliki aktivitas yang dapat mempengaruhi fungsi fisiologis dari organ, jaringan, atau sel jika digunakan serta sangat berpotensi sebagai obat. Hasil penelitian berbagai lembaga penelitian di Malaysia .dan beberapa negara menunjukkan bahwa sari keladi tikus dapat menghambat pertumbuhan dan menghancurkan sel kanker serta menghilangkan efek buruk kemoterapi (Novalina 2003). Sebagian besar tanaman yang memiliki nilai toksisitas yang tinggi memiliki potensi sebagai antikanker, karena toksisitas yang dimilikinya tersebut dapat pula bekerja pada fase tertentu dari siklus sel tumor.
785.2659 800
593.6494
LC 50 (ppm)
700 600 500 400
168.6824
300 200 100 0
Etanol
Air kran
Akuadem
Gambar 4 nilai LC50 ekstrak keladi tikus. Menurut Meyer ei al. (1982), suatu ekstrak atau fraksi dari suatu tanaman dianggap memiliki efek positif terhadap uji kematian larva udang jika LC50nya kurang dari 1000 ppm, hanya spektrum keaktifannya masih sangat luas. Uji toksisitas larva udang tidak spesifik untuk antitumor, akan tetapi kemampuannya untuk mendeteksi 14 dari 24 ekstrak Euphorbiaceae yang aktif terhadap uji 9PS dan mendeteksi 2 dari 6 spesies yang aktif terhadap uji 9KB memungkinkan uji toksisitas larva udang dapat digunakan sebagai uji praskrining senyawa bioaktif. 0.551
0.6
0 . 47 7
Absorbans
0.5
0 . 53
0.492
0. 4 8
0 . 4 45
0 . 39 4
0.4
0. 3 6 9
0.3 0.2
0.114
0.1 m
m
pp 0
A
ir
pa
pa n
na
s
as
30 ir A
Ak
ua
de m
0%
70
0
30 0
pp
pp
m
m pp 0 70
0 E
ta n
ol 7
70 %
E
ta n
ol
st en i G
pp m
m
30
70 ei n
n ei ist en G
0
30 0
0 70 FR G E
pp
pp
m pp
m pp 30 0 FR EG
m
0
Gambar 5 Nilai absorbans hasil uji ELISA
90 7 6 ,1
80 70 60 40 20
m 00
0p
s7
30 A
ir
pa
pa
na
na s
30 em ku ad
pp
pm
m pp 0
70 0p A
l7 0% an o Et
E
- 1 1 ,1 1 pm
pm 30 0%
ei n7 is t G
en
is t en G
0p
00 pp
pp ei n3 00
70 FR G E
m
m
0p pm
pm
30 0p
R
F G E
- 3 ,14
0
ta no l7
0
0 -2 0
12 ,8 9
6 ,7 1
10 -1 0
3 3 ,0 3
28 ,4 9
30
A ir
% inhibisi
50
Gambar 6 Nilai persen inhibisi ekstrak terhadap aktivitas tirosin kinase. Uji Daya Inhibisi terhadap Enzim Tirosin Kinase Konsentrasi yang digunakan pada pengujian ini adalah konsentrasi yang berada di bawah nilai LC50 dari tiap ekstrak. Hal ini dilakukan untuk mengetahui daya hambat aktivitas enzim pada keadaan yang praktis tidak toksik (practically non toxic), sehingga dapat diketahui tingkat kekuatan dari ekstrak yang digunakan pada kondisi yang paling aman bagi tubuh. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Dardanella (2005) menunjukkan bahwa konsentrasi optimum ekstrak keladi tikus sebesar 300 ppm. Konsentrasi yang digunakan dalam pengujian sebesar 300 ppm dan 700 ppm untuk masing-masing ekstrak. Pengujian dilakukan dengan kontrol negatif (tanpa penambahan ekstrak) dan kontrol positif (mengandung genistein pada konsentrasi 300 ppm dan 700 ppm). Hasil yang diperoleh berupa nilai absorbansi dari aktivitas enzim tirosin kinase. Semakin kecil nilai absorbansi yang dihasilkan (Gambar 5) menunjukkan daya inhibisi yang semakin besar terhadap aktivitas enzim tirosin kinase (Gambar 6) karena produk yang dihasilkan oleh enzim tersebut akan semakin sedikit. Hal ini dilihat dari intensitas warna dari produk yang semakin pudar. Hasil uji menunjukkan bahwa ekstrak kasar etanol 70% dan ekstrak kasar air panas keladi tikus pada konsentrasi 300 ppm tidak memiliki daya hambat terhadap aktivitas enzim tirosin kinase. Hal ini terlihat dari daya inhibisi yang bernilai negatif atau dibawah kontrol negatif (EGFR). Adapun ekstrak kasar air demineral pada konsentrasi 300 ppm memiliki daya inhibisi sebesar 76,1%. Nilai tersebut lebih besar dari nilai daya inhibisi kontrol positif genistein pada konsentrasi 300 ppm yaitu sebesar 6,71% (Gambar 6). Nilai daya inhibisi untuk ekstrak kasar keladi tikus etanol 70% dan air panas pada konsentrasi 700 ppm secara berturut-turut adalah sebesar 28,49 dan 33,03% (Gambar 6). Daya inhibisi terhadap aktivitas enzim tirosin kinase untuk kedua ekstrak diatas melebihi nilai daya inhibisi pada kontrol positif genistein konsentrasi 700 ppm yaitu sebesar 12,89% dan daya inhibisi kedua ekstrak pada konsentrasi 300 ppm. Berdasarkan nilai diatas, maka dapat dinyatakan bahwa ekstrak kasar akuadem pada konsentrasi 300 ppm memiliki daya hambat yang paling besar terhadap aktivitas enzim tirosin kinase.
Keberadaan beberapa senyawa metabolit sekunder pada ekstrak kasar yang diujikan, diduga memiliki peran tersendiri dalam menghambat aktivitas enzim tirosin kinase. Alkaloid yang berasal dari tanaman obat diketahui memiliki efek toksisitas terhadap sel kanker (Alexandrova et al. 2000), dapat menginduksi apoptosis pada sel kanker manusia serta terbukti efektif dan ampuh untuk pengobatan pasien kanker payudara metastatik. Oleh karena itu, alkaloid yang terkandung dalam ekstrak kasar tanaman diduga memiliki peran tertentu dalam menghambat aktivitas enzim tirosin kinase. Ekstrak akuadem 300 ppm, etanol 700 ppm, dan air panas 700 ppm menunjukkan sifat inhibitor yang cukup baik terhadap aktivitas enzim tirosin kinase bahkan memiliki daya hambat yang lebih besar dari pada kontrol positif genistein. Hal ini sangat berguna sebagai bukti ilmiah pada kajian beberapa tanaman yang berpotensi sebagai antikanker.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Tanaman keladi tikus mengandung senyawa-senyawa seperti alkaloid, triterpenoid, saponin, tanin, dan kuinon. Tanaman keladi tikus segar memiliki kandungan air sebesar 92,41%. Rendemen yang dihasilkan bila keladi tikus diekstrak menggunakan pelarut etanol 70%, akuadem, dan seduhan air kran berturut-turut sebesar 1,02, 1,07, dan 1,07%. Tanaman keladi tikus berpotensi menghambat aktivitas enzim tirosin kinase pada konsentrasi tertentu. Ekstrak kasar air demineral pada konsentrasi 300 ppm mempunyai daya inhibisi sebesar 76,10%. Pada konsentrasi ekstrak yang lebih tinggi yaitu 700 ppm, ekstrak etanol 70% mempunyai daya hambat sebesar 28,49% sedangkan ekstrak air panas 700 ppm sebesar 33,03%.
Saran Perlu dilakukan fraksinasi dengan kromatografi terhadap ekstrak kasar yang mempunyai daya inhibisi paling tinggi dan dilakukan uji ELISA terhadap fraksi-fraksi yang dihasilkan, sehingga dapat diketahui senyawa spesifik yang dapat menghambat aktivitas enzim tirosin kinase. Selain itu, perlu dilakukan pengujian terhadap sel kanker.
DAFTAR PUSTAKA Alexandrova R, Varadinova T, Velcheva M, Genova P. 2000. Cytotoxic Effect of Isoquinoline Alkaloid on Tumor Cell Lines. Experimenl Pathol Parasit 4: 8-14. Cancer Information Service. 2002. Genetic testing for BRCA1 and BRCA2: its your choice. http://cis.nci.nih.gov/fact/3-62 htm. Dalimartha S. 1998. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid 1. Jakarta: Trubus. Dardanella D. 2005. Penapisan beberapa tanaman asli Indonesia yang berpotensi sebagai antikanker secara enzimatis [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Dixon RA, Ferreira D. 2002. Molecules of Interest. Phytochemistry 60:205-211. Harborne JB. 1996. Metode Fitokimia: Cara Menganalisis Tanaman. Terjemahan K. Padmawinata & I Sudiro. Bandung: ITB Pr. Hariani R. 2004. Dukungan Nutrisi pada Penderita Kanker dengan Malnutrisi. Seminar Sehari RS Kanker Dharmais, 18 September 2004. Herba. 2003. Panduan Pengembangan Tana-man Obat. http://www.karyasari.com
[1 Juni 2005]
Hukom RA. 2004. Transfusi Komponen Darah pada Penderita Kanker. Seminar Sehari RS Kanker Dharmais, 18 September 2004. LIPI. 1978. Tumbuhan Obat. Bogor: Lembaga Biologi Nasional-LIPI. Mangan Y. 2003. Cara Bijak Menaklukkan Kanker. Jakarta: Agromedia Pustaka. Meyer et al. 1982. Brine Shrimp: A Convenient General Bioassay for Active Plant Constituents. Planta Med 45: 31-34. Novalina SP. 2003. Penggunaan Tanaman Obat Sebagai Upaya Alternatif dalam Terapi Kanker. [Makalah Pribadi]. http://rudyct.topcities.com/pps702_1034/novalina.htm [1 April 2005] Sivula A. 2005. Prognostic Significance of Cyclooxygenase-2 in Breast and Esophageal Carcinoma. Helsinki: Helsinki Univ. Simadibrata M. 2004. Diare dan Konstipasi Akibat Kemoterapi. Seminar Sehari RS Kanker Dharmais. 18 September 2004. Soedibyo M. 1993. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (II). Jakarta: Depkes RI. Sudewo B. 2004. Tanaman Obat Populer. Jakarta: Agromedia Pustaka. Supretno B. 2005. Keladi Tikus. http://GajahSora.com [13 Juni 2005] Syukur C dan Hernani. 2001. Budi Daya Tanaman Obat Komersial. Bogor: Penebar Swadaya. Voller A, Bidwell DE, Bartleft A. 1979. Microplate enzyme immunoassay for the imunodiagnosis of virus infections. Di dalam Rose NR, Friedman H, editor. Manual of Clinical Laboratory Immunology. Ed ke-3. Washington: American Society for Microbiology. Wijayakusuma HMH. 1997. Hidup Sehat Secara Hembing. Buku 6. Jakarta: Gramedia. Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia. WHO. 2004. Cancer. http://www.who.com. int/cancer [1 April 2005]
LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil determinasi tanaman keladi tikus (Typhonium flagelliforme)
Lampiran 2 Prosedur pembuatan reagen-reagen yang digunakan dalam uji fitokimia
► Pereaksi Dragendroff Bismut subnitrat (basic), BiNO3(OH)2 BiO(OH) ditimbang sebanyak 0.85 gram, kemudian dilarutkan dalam pelarut campuran CH3COOH glasial 10 mL dengan 40 mL H2O. Campuran ini kemudian ditambahkan larutan KI (KI sebanyak 8 gram dilarutkan dalam 20 mL H2O). ► Pereaksi Mayer HgCl2 ditimbang sebanyak 1,3 gram kemudian dilarutkan dalam 30 mL H2O dan dihomogenkan (larutan 1). KI ditimbang sebesar 5 gram lalu dilarutkan kedalam 30 mL H2O kemudian dihomogenkan (larutan 2). Larutan 1 dan 2 kemudian dimasukkan kedalam labu takar 100 mL dan ditambahkan H2O hingga tanda tera. Pereaksi ini disimpan pada botol coklat atau berwarna untuk menghindari kerusakan. ► Pereaksi Wagner KI ditimbang sebesar 2 gram dan I2 ditimbang sebanyak 2,5 gram. Keduanya dimasukkan kedalam gelas piala dan ditambahkan H2O sebanyak 100 mL lalu dihomogenkan. Setelah itu, larutan disaring dan disimpan dalam botol coklat atau berwarna. ► Pereaksi Lieberman-Burchard Asam sulfat pekat dipipet sebanyak 5,0 mL lalu dimasukkan kedalam gelas piala dan disimpan dalam penangas es (dalam keadaan dingin). Setelah itu ditambahkan asam asetat anhidrat sebesar 5,0 mL dan volume akhir dijadikan 50 mL dengan pelarut etanol p.a (~ 40 mL etanol p.a).
Lampiran 3 Bagan alir penelitian
Lampiran 4 Penentuan kadar air dan rendemen
Kadar air tanaman keladi tikus basah Bobot Bobot Cawan + Ulangan Cawan (g) Sampel (g) 1 32.5348 33.6351 2 33.1534 34.1538 3 31.6297 32.6308
Bobot Basah (g)
Bobot Kering (g)
Kadar Air (%)
1.0003 1.0004 1.0011
0.0786 0.0694 0.0979
92.14 93.06 92.04
x = 92.41 Kadar air sampel kering keladi tikus Bobot Bobot Cawan + Ulangan Cawan (g) Sampel (g) 1 33.1600 35.1624 2 32.1954 33.1643 3 33.1628 34.1643
Bobot Basah (g)
Bobot Kering (g)
Kadar Air (%)
1.0024 1.0017 1.0015
0.9399 0.9325 0.9367
6.23 6.98 6.47
x = 6.56 Perhitungan:
Bobot Basah( g ) − Bobot Kering ( g ) x100% Bobot Basah ( g ) Kadar Air (%) = Data rendemen hasil ekstraksi Pelarut Serbuk Vial kosong sampel (g) (g) Etanol 70% Air demineral Air panas
Vial + ekstrak (g)
Bobot ekstrak (g)
Rendemen (%)
4.9939 5.0084
154.1208 149.9612
154.5201 150.6403
0.3993 0.6791
1.07 1.02
5.0024
244.5203
246.3501
0.5472
1.07
Perhitungan:
Bobot ekstrak ( g )
Rendemen (%) = (1 − kadar air sampel
)
ker ing x serbuk sampel ( g )
x100%
Lampiran 5 Aktivitas, absorbans, persen inhibisi, dan nilai LC50 ekstrak keladi tikus .1 67
208 154.5201 0.3993 1.07 mineral 5. 0084 149.9 612 150.64 91 1 .0
C50 di ti 8 399 Air .008 150.6 1. pan 44.5 1 0. Per
la
ek kus 15 3 de 4 40 02 as 20 54 hi
st
ra
4. 1. mi 14 3
52 07 ne 9. 0.
5
.0 24 1 ng
3 72 tu
: R demen (%) = 
Lampir si, kstr
inhibi e al 5.0084 149.9612 244.5203 246.35 rhitungan: Rendeme
an 5 Aktiv dan ni ak kel 154.52
1.07 150.
A 6403 0 Air pa .5472 )= piran
01 0 n (% Lam
itas, absorbans, per lai L adi t 01 0. ir dem .6791 nas 5. 1.07 5 Akti
tas, absorbans, persen inhibisi, da n nilai LC50 ekst r ak keladi tikus Jumlah larva udang
n g mati angan 3 0 1 1 1 500 1000 10 10 0 0 0 0 0 0 0
ya Ulangan 1 Ulangan 2 0 0 0 0 100 2 2 4 6 5 10 10 0 0 0 100 2 1 1
100 1 1 1
500 2 2 3
500 5 4 4
1000 9 9 8 Ekstrak Kasar Konsentrasi a(ppm) Absorbans Persen Inhibisi (%) EGFR 300 0.477 0.00 700 0.551 0.00 Geniste i n 300 0.445 6.71 700 0.480 12.89 Ekstrak Etanol 70% 300 0.492 -3.14 700 0.394 28.49 Ekstrak Akuadem 300 0.114 76.10 Ek strak Air panas 300 0.530 -11.11 700 0.369 33.03 a epidermal gr owth factor receptorPerhitungan : Persen Inhibisi Ekstrak Etanol 70% 700ppm =  Nilai LC50 ekstrak keladi tikus Ekstrak kasar L
.00 10.00 100.00 500.00 1000.00 .00 10.00 100.00 500.00 1000.00 .00 .00 .00 10.00 10.00 10.00 100.00 100.00 100.00 500.00 500.00 500.00 1000.00 1000.00 1000.00
10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0
10.0 1.0 2.0 6.0 10.0 10.0 1.0 3.0 5.0 10.0 10.0 10.0 10.0 1.0 1.0 1.0 2.0 2.0 3.0 4.0 6.0 5.0 10.0 10.0 10.0
3.988 4.047 4.584 6.928 8.969 3.988 4.047 4.584 6.928 8.969 3.988 3.988 3.988 4.047 4.047 4.047 4.584 4.584 4.584 6.928 6.928 6.928 8.969 8.969 8.969
Confidence Limits for Effective VAR00001 95% Confidence Limits Prob VAR00001 Lower Upper .01 .02 .03 .04 .05 .06 .07 .08 .09 .10 .15 .20 .25 .30 .35 .40 .45 .50 .55 .60 .65 .70 .75 .80 .85 .90
-1361.11040 -1181.85092 -1068.11652 -982.55856 -912.96377 -853.72767 -801.78919 -755.28448 -712.99031 -674.05846 -512.87018 -384.76284 -274.85815 -176.16035 -84.70212 2.08279 86.04820 168.68236 251.31653 335.28194 422.06685 513.52508 612.22288 722.12757 850.23490 1011.42318
-5728.40150 -5065.35377 -4645.08480 -4329.20818 -4072.48071 -3854.14499 -3662.86590 -3491.74314 -3336.24940 -3193.24644 -2602.89151 -2136.61163 -1740.04524 -1388.46358 -1069.17929 -776.27305 -509.42851 -274.35587 -80.63018 68.35497 182.33863 275.77477 359.92102 442.73571 531.45668 636.65498
-661.92499 -555.39415 -487.39019 -435.95809 -393.90827 -357.93758 -326.23970 -297.71318 -271.63389 -247.49857 -145.85638 -62.15889 13.10633 85.24404 158.59890 238.26881 331.89601 451.57997 612.61087 824.09746 1082.68994 1381.89295 1721.46608 2110.48300 2571.73940 3158.53821
6.012 -3.047 -2.584 -.928 1.031 6.012 -3.047 -1.584 -1.928 1.031 6.012 6.012 6.012 -3.047 -3.047 -3.047 -2.584 -2.584 -1.584 -2.928 -.928 -1.928 1.031 1.031 1.031
.39878 .40466 .45841 .69281 .89692 .39878 .40466 .45841 .69281 .89692 .39878 .39878 .39878 .40466 .40466 .40466 .45841 .45841 .45841 .69281 .69281 .69281 .89692 .89692 .89692