DAFTAR PUSTAKA
Abogado EL, Yoma RL. 1998. Development of Philipine Maritime Surveilance Capability. Papers in Australian Maritime Affairs No. 5, October, 1998: p. 27– 52. Anonimous. 1997. Laporan Akhir Proyek Pengelolaan Lingkungan Kawasan Pesisir dan Lautan Tahun Anggaran 1997/1998. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup bekerja sama dengan Pusat Studi Wawasan Nusantara, Hukum dan Pembangunan. Jakarta: hlm 22–52. Anwar C. 1995. Zona Ekonomi Eksklusif di dalam Hukum Internasional. Jakarta: Sinar Grafika: 454 hlm. Aqorau T. 2000. Illegal, Unreported and Unregulated Fishing : Considerations for Developing Countries. Document AUS : IUU/ 2000/ 18: 10 pp. Bjordal A. 2002. “A Fishery Manager's Guidebook - Management Measures and Their Application (Chapter 2: The Use of Technical Measures in Responsible Fisheries: Regulation of Fishing Gear). Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome, Italy: 29 pp. Blanchard, 1998. System Engineering Management. New York: John Wiley & Sons: 504 pp. Blanchard BS, Fabrycky WJ. 1981. System Engineering and Analysis. Englewood Cliffs (NJ) : Prentice-Hall: 703 pp. Bourgeois R, Jesus F. 2004. Participatory Prospective Analysis : Exploring and anticipating challenges with stakeholders. Bogor : UNESCAP-CAPSA: 90 pp. Cochrane KL. 2002 “A Fishery Manager's Guidebook - Management Measures and Their Application (Chapter 1: Fisheries Management.)”. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome, Italy: 20 pp. Cochrane KL. 2002 “A Fishery Manager's Guidebook - Management Measures and Their Application (Chapter 5: The Use of Scientific Information in The Design of Management Strategies”. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome, Italy: 42 pp. Coyle RG. 1996. System Dynamics Modelling. London: Chapman & Hall : 413 pp. Dahuri R. 2000. Pendayagunaan Sumberdaya Kelautan Untuk Kesejahteraan Rakyat. Jakarta : LISPI.: 146 hlm. Dahuri R. 2002. Membangun Kembali Perekonomian Indonesia Melalui Sektor Perikanan dan Kelautan. Jakarta : LISPI: 157 hlm. Dahuri R. 2003. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Bidang Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Lautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor: 233 hlm.
155
David FR. 1998. Strategic Management. Prentice Hall. International Inc. New Jersey: 525 pp. Davis JM. 2004. “Monitoring Control Surveillance and Vessel Monitoring System Requirements to Combat IUU Fishing”. Australian Fisheries Management Authority. Canberra, Australia: 17 pp. Departemen Kelautan dan Perikanan, Proyek Pengawasan dan Perlindungan Jasa Kelautan dan Ekosistem Laut. 2001. Laporan Akhir Penyusunan Design Vessel Monitoring System (VMS). Jakarta : DKP: hlm 1-2. Departemen Kelautan dan Perikanan, Proyek Pengawasan dan Perlindungan Jasa Kelautan dan Ekosistem Laut. 2001. Laporan Akhir Penyusunan Grand Design Monitoring, Control and Surveillance (MCS). Jakarta : DKP: hlm 1. Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Ditjen Perikanan Tangkap. 2003. Pengrusakan Sumberdaya Perikanan Tangkap Akibat Maraknya IUU (Illegal, Unreported and Unregulated) Fishing: 4 hlm. Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2005. Draft Kebijakan Kelautan Nasional versi 6. 7 Juli 2005. Jakarta: 91 hlm. Dewan Maritim Indonesia. 2006. Kajian Penunjang RUU Maritim tentang Sistem Pertahanan Keamanan Laut. Jakarta: 33 hlm. Dinas Pembinaan Hukum TNI AL. 1995. Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut. Jakarta : 482 hlm. Dinas Pembinaan Hukum TNI AL . 2001. Himpunan Peraturan PerundangUndangan Bidang Maritim. Jakarta: 320 hlm. Dinas Pembinaan Hukum TNI AL. 2001. Kewenangan Perwira TNI AL sebagai Penyidik. Jakarta: 42 hlm. Dinas Penerangan TNI AL. 2002. Keamanan Laut Tanggung Jawab Siapa?, artikel seperti tercantum pada Situs TNI AL, 19 September 2002. Eriyatno. 1999. Ilmu Sistem. Bogor: IPB Press: 147 hlm. FAO. 1995. The Code of Conduct for Responsible Fisheries. Rome: 41 pp. FAO. 1997. Report on Indonesia/FAO/DANIDA. Workshop on The Assessment on The Potensial of The Marine Fshery Resources of Indonesia. Rome: 247 pp. FAO. 1998. Integrated Coastal Area Management and Agriculture, Forestry and Fisheries. FAO Guidelines. Rome: 256 pp. Fauzi A. 2004. “Pengembangan Kelembagaan Kelautan dan Perikanan : Perspektif Ekonomi Kelembagaan.” Makalah disampaikan pada Seminar “PeningkatanKapasitas Kelembagaan Kelautan Perikanan dalam Mewujudkan Pemanfaatan Sumberdaya Kelautan Perikanan bagi Kesejahteraan Bangsa”, Hotel Salak, Bogor 13 April 2004: 7 hlm. Flewweling P. 2001. Fisheries Management and MCS in South Asia. Comparative Analysis. FAO the United Nation. Rome : 56 pp.
156
Flewwelling P.1995. An Introduction to Monitoring, Control and Surveillance for Capture Fisheries. FAO Fisheries Technical Paper No. 338. Rome, FAO. p. 7–20. Flewwelling P, Cullinan C, Balton D, Sautter RP, Reynolds JE. 2003. Recent Trends in Monitoring, Control and Surveillance Systems for Capture Fisheries. FAO Fisheries Technical Paper No. 415. Rome, FAO: 212 pp. Gates B. 2000. Business@the Speed of Thought : using a digital nervous system. Viking : Ringwood,Vic.: 470 pp. Hall S. 2002 “A Fishery Manager's Guidebook - Management Measures and Their Application (Chapter 3: The Use of Technical Measures in Responsible Fisheries: Area and Time Restrictions). Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome, Italy : 231 pp. Hamzah A. 1988. Laut, Territorial dan Perairan Indonesia: Himpunan Ordonansi, Undang-Undang dan Peraturan lainnya. Jakarta : Akademika Pressindo: 336 hlm. Hardjomidjojo H. 2002. Analisis Prospektif (tidak dipublikasikan). Bogor : Jurusan Teknologi Industri Pertanian FATETA, IPB: 25 hlm. Honeycutt, J. 2000. Knowledge Management Strategies. Seattle : Microsoft Press : 272 pp. Jackson MC. 2000. System Approaches to Management. New York: Kluwer Academic/ Plenum Publishers: 472 pp. Kahaner L. 1996. Competitive Intelligence. New York: Simon & Schuster : 300 pp. Kelleher K. 2002. Planning Cost-effective Fisheries Monitoring, Control and Surveillance in Mozambique. Ministry of Fisheries. Mozambique : 58 pp. Kinnear TL, Taylor. 1991. Marketing Research, An Applied Approach. Mc.Graw Hill. USA: 653 pp. Kusnadi. 2000. Nelayan : Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial. Bandung : Humaniora Utama Press: 244 hlm. Law AM, Kelton WD. 2000. Simulation Modelling and Analysis. New York: McGraw-Hill: 784 pp. Likadja FE, Bessie DF. 1988. Hukum Laut dan Undang-Undang Perikanan. Jakarta: Ghalia Indonesia: 126 hlm. Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk . Jakarta: Grasindo. hlm 1-10, 58-65. Markas Besar TNI AL. 2002. Pokok-Pokok Pikiran TNI AL Tentang Keamanan di Laut (KAMLA). Jakarta: hlm 12-13, 16. Markas Besar TNI AL. 2005. Gagasan tentang Pembentukan Coast Guard Indonesia (CGI). Jakarta: 38 hlm. Markas Besar TNI AL. 2003. Prosedur Tetap Penanganan Tindak Pidana di Laut oleh TNI Angkatan Laut. Jakarta: 75 hlm.
157
Martono H. 1997.Internalisasi Sistem P3LE ke dalam Sistem Pengawasam Pengelolaan Hidup Khususnya Wilayah Pesisir dan Laut. Di dalam:Rapat Kerja Teknis Bidang Pengembangan Pengawasan Lingkungan Hidup dengan Sistem P3LE Wilayah Pesisir dan Laut; Jakarta, 2 – 5 September 1997. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup: 8 hlm. Midgley G .2000. Systemic Intervention. New York: Kluwer Academic/Plenum Publisher: 447 pp. Nikijuluw VPH. 1994. Sasi Sebagai Suatu Pengelolaan Sumberdaya Berdasarkan Komunitas (PSBK) di Pulau Saparua, Maluku. Jurnal Penelitian Perikanan Laut, 93 : 79-82. Pakpahan A, Djauhari A, Suryana A. 1989. Diversifikasi Pertanian dalam Proses Mempercepat Laju Pembangunan Nasional : Hasil Konpernas X Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan : 395 hlm. Peraturan Ketua Badan Koordinasi Keamanan Laut Nomor: PER – 01 / Ketua / BAKORKAMLA / 10 / 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelaksana Harian Badan Koordinasi Keamanan Laut. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 tahun 2005 tentang Badan Koordinasi Keamanan Laut. Purwaka TH. 2006. Prospek Pengaturan Otonomi Daerah di Wilayah Laut berdasarkan UU no. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (tidak dipublikasikan). Jakarta : Forum Ekonomi Kelautan Indonesia: 68 hlm. Purwaka TH. 2005. Tinjauan dan Analisis Peraturan Perundangan-undangan Pengelolaan Wilayah Pesisir : Bidang Perikanan Tangkap (tidak dipublikasikan). Jakarta : Forum Ekonomi Kelautan Indonesia: 42 hlm. Rangkuti F. 2006. Analisis SWOT : Tehnik Membedah Kasus Bisnis – Reorentasi Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama: 187 hlm. Saaty TL. 1988. Decision Making For Leaders: The Analytical Hierarchy Process for Decision in Complex World. RWS Publication, Pittsburgh : 291 pp. Satria A. 2002. Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir. Cidesindo: 130 hlm.
Jakarta : Pustaka
Satria A . 2002. Menuju Desentralisasi Kelautan. Jakarta : Pustaka Cidesindo: 210 hlm. Spendolini M. 1992. The Benchmarking Book. New York : Amacom : 299 pp. Subagyo PJ. 1993. Hukum Laut Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta: 167 hlm. Sularso A. 2003. Permasalahan IUU (Illegal, Unregulated, Unreported) Fishing. http://tumoutou.net/702-05123/aji_sularso.htm. [20 Agustus 2006] Supranto J. 2006. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan Untuk Menaikkan Pangsa Pasar. Rineka Cipta. Jakarta : 300 hlm.
158
Sutjipto A. 2003. Peran TNI AL dalam Mendukung Industri Kelautan dan Perikanan, artikel di Situs DKP, 6 Pebruari 2003. Underwood L. 1998. Intelligent Manufacturing. Universities Press (India) Pvt. Ltd: 236 pp. Umar H. 2001. Strategic Management in Action. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta: 420 hlm. Widodo J, Aziz KA, Priyono BE, Tampubolon GH, Naamin N dan Djamali A. 1998. Potensi dan Penyebaran Sumberdaya Ikan Laut di Perairan Indonesia. Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Laut di Indonesia, LIPI : 251 hlm.
159
LAMPIRAN
Lampiran 1. Identifikasi dan analisis faktor-faktor kunci landasan operasional MCS Aspek MCS 1. Lisensi
Faktor Kunci
1.
Pengurusan perizinan masih sulit, dan memerlukan waktu yang cukup lama
2.
Sering terjadi pemalsuan perizinan
3.
Banyak izin yang dikeluarkan bukan oleh pejabat yang berwenang
4.
Izin harus dikeluarkan oleh beberapa lembaga
5.
Keterbatasan penataan perijinan, yang merupakan cikal bakal terjadinya suatu pelanggaran
6.
Karakteristik perijinan perizinan usaha perikanan yang melekat dis etiap kapal perikanan dan harus selalu berada diatas kapal perikanan. Luasnya cakupan jenis ijin meliputi keaslian dokumen (tidak palsu), masa berlaku izin, serta kesesuaian antara IUP dan SPI/SIKPI.
7. 8.
Jumlah lembaga terkait pemberi ijin baik di pusat dan daerah yang jumlahnya banyak
9.
Lemahnya sistem pencatatan, pendataan dan pengawasan perahu/kapal yang menurut peraturan perundang-undangan tidak diwajibkan untuk memiliki izin, padahal jumlahnya besar atau banyak. Masih banyak terjadinya pemalsuan dokumen Surat Penangkapan Ikan (SPI).
10.
Responden A
B
C
D
E
F
G
H
3,43508
2,18154
2,22683
3,04795
3,04795
1,81145
2,37957
2,67183
3
3
3
2
3
2
2
3
4
2
3
3
4
2
2
3
4
2
4
4
3
2
3
3
3
2
1
3
3
2
2
2
2
2
2
4
2
2
3
2
4
2
1
4
4
2
3
3
4
3
1
4
1
1
3
2
4
2
4
3
4
2
2
3
4
2
1
2
4
2
2
3
3
3
4
3
3
2
3
3
160
Lampiran 1. Lanjutan. Aspek MCS
Faktor Kunci
A
B
C
D
E
F
G
H
11.
Beredarnya dokumen palsu dan dijual kepada pemilik kapal serta banyaknya izin yang dikeluarkan bukan oleh pejabat berwenang. 3
2
4
4
3
2
3
3
12.
Dokumen perijinan yang dimiliki pengusaha/nelayan sering tidak lengkap
4
2
4
3
4
2
2
3
13.
Proses perizinan satu atap dgn waktu pelayanan 7 hari kerja belum sepenuhnya berjalan dengan optimal
3
2
1
2
3
2
2
2
4
2
4
3
4
1
2
3
14. Kejelasan dan ketegasan pembagian wewenang dan operasional perijinan pusat daerah yang belum sepenuhnya ditindaklanjuti pejabat berwenang daerah. 2. Legislasi
2,8845
3
1,5874
1,5874
2,8845
1,81712
2
2,28943
Terjadi konflik mengenai perbatasan wilayah perairan dengan negara tetangga (UU belum jelas)
4
3
1
1
4
3
2
2
2.
Masih kurangnya peraturan perundang-undangan baru yang dapat menjadi landasan pelaksanaan MCS.
2
3
1
2
2
1
2
2
3.
Undang-Undang Perikanan No. 9 Tahun 1985 tidak berbicara soal kelembagaan pengawasan maupun kewenangan. 3
3
4
2
3
2
2
3
1.
161
Lampiran 1. Lanjutan Aspek MCS
Faktor Kunci
3. Koordinasi 1. Antar Lembaga
2,55304
2,09216
1
2,14765
2,55304
1,66055
2,09216
2
Belum ada satu lembaga yang dapat melakukan koordinasi terhadap semua unsur yang berperan dalam penerapan MCS 2
3
1
2
2
3
3
2
2.
Belum adanya kesamaan persepsi di antara berbagai lembaga mengenai pelaksanaan MCS
3
2
1
3
3
2
2
2
3.
Jumlah lembaga terkait sangat banyak membutuhkan sistem kelembagaan dan pembagian tugas pokok, wewenang dan tanggung jawab terpadu
4
2
1
3
4
1
2
2
4.
Jumlah lembaga yang banyak membutuhkan jangka waktu yang tidak singkat untuk setiap kegiatan operasional dan koordinasi
4
2
1
3
4
2
2
2
5. Luasnya cakupan kegiatan pelaksanaan MCS memerlukan memerlukan koordinasi segala ini
2
2
1
2
2
1
2
2
6. Pelaporan dengan jumlah lembaga yang banyak membutuhkan Sistem Informasi dan Manajemen terpadu efektif dan efisien
3
2
1
3
3
2
2
2
7.
Inspeksi dan patroli pengawasan membutuhkan kelembagaan khusus menyangkut bidang hukum, penyidikan, pengawasan, patroli dan ekspor impor agar kegiatan tersebut tidak merugikan Negara Indonesia.
2
2
1
3
2
1
2
2
8.
Penegakan hukum di laut tidak mungkin diwujudkan dan ditangani oleh satu instansi tanpa keterlibatan instansi yang berwenang lainnya.
2
2
1
1
2
2
2
2
9.
Sistem penegakan hukum di laut seharusnya dibangun dengan prinsip mensinergikan semua potensi kekuatan nasional yang ada.
2
2
1
1
2
2
2
2
162
Lampiran 1. Lanjutan Aspek MCS 4. Pelatihan MCS
Faktor Kunci 1. Masih terbatas sumberdaya manusia yang memahami sistem MCS perikanan 2.
Belum ada lembaga khusus Nasional atau Daerah yang menangani Pengembangan SDM bidang MCS
3. MCS mencakup multi aspek sehingga diperlukan aneksasi sistem yang sudah ada 4.
2,44949
2,21336
1,18921
1,18921
2,44949
1,68179
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
1
1
2
2
2
2
3
3
1
1
3
1
2
2
3
2
1
1
3
2
2
2
Belum adanya kemampuan trainer nasional yang terakreditasi secara internasional dalam segala bidang cakupan MCS
163
Lampiran 1. Lanjutan Aspek MCS
Faktor kunci
5. Prosedur 1. Kurangnya kemampuan inspeksi di laut dan hanya menggunakan Inspeksi dan inspeksi di pelabuhan Boarding 2. Infrastruktur, sarana dan prasarana yang kurang memadai 3. Terbatasnya jumlah pengawas dalam penerapan Log Book Perikanan (LBP) dan Lembar Laik Operasi (LLO)
2,44949
2
1,54221
1,92936
2,36297
1,68179
2
2,21336
3
2
4
3
3
2
2
3
1
2
2
2
1
1
2
2
3
2
1
2
3
2
2
2
4.
Kemampuan SDM Pengawas LBP dan LLO yang masih perlu ditingkatkan
2
2
1
2
2
2
2
2
5.
Kurangnya pemahaman nelayan/pemilik perahu mengenai pentingnya penerapan LBP dan LLO
2
2
1
2
2
2
2
2
6.
Kurangnya kesadaran Nelayan/Pengusaha untuk menerapkan LBP dan LLO secara benar
3
2
1
2
3
1
2
2
3
2
4
2
3
2
2
3
4
2
1
1
3
2
2
2
7. Kurangnya kemampuan petugas untuk inspeksi di kapal atau di laut 8.
Karakteristik perijinan perizinan usaha perikanan yang melekat di setiap kapal perikanan dan harus selalu berada di atas kapal perikanan membutuhkan inspeksi di darat dan di laut.
164
Lampiran 1. Lanjutan. Aspek MCS 6. Program Observer
Faktor Kunci 1. Terbatasnya sarana, prasarana dan sumberdaya manusia dalam pelaksanaan penyidikan pelanggaran kelautan
2,28545
2
1,19623
1,59714
2,1324
1,6245
1,7411
1,86607
1
2
2
2
1
2
2
2
2. Sering terjadi penyalahgunaan wewenang oleh aparat yang melakukan penyidikan terhadap pelanggaran di laut
4
2
3
3
2
1
2
2
3. Sistem pengawasan yang perlu melibatkan peran aktif masyarakat belum merata untuk seluruh wilayah
1
2
1
1
1
2
2
1
2
2
1
2
2
2
2
2
3
2
1
1
3
1
1
2
4. Sistem pengawasan yang perlu melibatkan peran aktif masyarakat jumlahnya masih terbatas. Belum di semua pusat kegiatan perikanan telah ditempatkan Pengawas Perikanan. 5. Belum semua zona konservasi, pesisir dan pulau kecil mempunyai Pengawas
165
Lampiran 1. Lanjutan. Aspek MCS
Faktor Kunci 6. Kapasitas SDM pengawas yang masih perlu ditingkatkan. 7.
3
2
1
1
3
2
2
2
3
2
1
3
3
2
2
2
Inspeksi, patroli, penyidikan dan pengawasan membutuhkan kelembagaan khusus menyangkut bidang hukum, penyidikan, pengawasan, patroli dan ekspor impor agar kegiatan tersebut tidak merugikan negara Indonesia.
8. Penegakan hukum di laut tidak mungkin diwujudkan dan ditangani oleh satu instansi tanpa keterlibatan instansi yang berwenang lainnya.
2
2
1
1
2
2
2
2
9. Sistem penegakan hukum di laut seharusnya dibangun dengan prinsip mensinergikan semua potensi kekuatan nasional yang ada.
3
2
1
1
3
1
1
2
10. Karakteristik perikanan dan kelautan yang memerlukan program observer di darat dan di laut.
3
2
1
3
3
2
2
2
166
Lampiran 1. Lanjutan. Aspek MCS
Faktor Kunci
7. Sistem 1. Data kurang akurat karena kurang verifikasi Perencanaan 2. Pembaharuan data tidak dilakukan secara terus menerus Data dan MCS 3. Belum semua wilayah memiliki sistem komputerisasi 4. Kurangnya aksesibilitas informasi dan teknologi
3,13752
2
1
1,66851
2,62725
1,41421
1,56142
1,90339
3
2
1
2
3
2
2
2
4
2
1
3
4
1
2
2
4
2
1
1
2
2
2
2
2
2
1
2
2
2
2
2
3
2
1
1
3
1
1
2
3
2
1
3
2
2
2
2
5. Jumlah lembaga terkait sangat banyak membutuhkan sistem kelembagaan dan pembagian tugas pokok, wewenang dan tanggung jawab 6. Jumlah lembaga yang banyak membutuhkan jangka waktu yang tidak singkat untuk setiap kegiatan operasional dan koordinasi terpadu
167
Lampiran 1. Lanjutan. Aspek MCS
Faktor Kunci 7. Luasnya cakupan kegiatan pelaksanaan MCS memerlukan memerlukan koordinasi segala ini 8.
Pelaporan dengan jumlah lembaga yang banyak membutuhkan Sistem Informasi dan Manajemen terpadu efektif dan efisien
9.
Program Computerized Data Base (CDB) masih terbatas pada pelabuhan tertentu
10. Jumlah operator CDB di daerah terbatas 11. Kemampuan SDM yang masih terbatas 12. Lemahnya sistem kelembagaan dan sarana prasarana CDB. 13. Kurangnya pemahaman pihak pelabuhan dalam melaksanakan Kepmen 29/2003.
3
2
1
2
3
1
2
2
4
2
1
3
2
2
2
2
3
2
1
1
3
1
1
2
3
2
1
1
3
1
1
2
3
2
1
1
3
1
1
2
2
2
1
1
2
1
1
1
4
2
1
2
4
2
2
2
4
2
1
3
2
2
2
2
14. Penolakan pihak pelabuhan karena menyangkut tanggung jawab yang harus dipikul dan melaksanakan ancamannya.
168
Lampiran 1. Lanjutan. Aspek MCS 8. Pembagian Wewenang Pusat dan Daerah
Faktor Kunci 1. 2.
Kurangnya kemamp uan dalam mengelola sumberdaya kelautan dan perikanan secara bertanggung jawab. keterbatasan penataan perijinan, yang merupakan cikal bakal terjadinya suatu pelanggaran.
2,05977
2,10398
1,41421
2,53918
2,02966
1,62239
2,10398
1,83401
3
2
1
2
3
2
2
2
3
2
2
3
3
2
2
2
3.
Kurangnya armada dan sarana prasarana pengawasan yang tangguh di lapangan.
1
2
1
2
1
1
2
1
4.
Masih terbatasnya sarana pengawasan di daerah,
2
2
1
2
2
1
2
2
5.
Belum optimalnya kewenangan perikanan dan kelautan di daerah
3
2
1
3
1
1
2
1
6.
Belum berkembangnya lembaga pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan di daerah,
2
2
1
2
2
2
2
2
7. 8.
Kurangnya tenaga pengawas perikanan. Kejelasan dan ketegasan pembagian wewenang dan operasional perijinan pusat daerah yang belum sepenuhnya ditindaklanjuti pejabat berwenang di daerah.
1
3
4
4
4
3
3
4
3
2
2
3
2
2
2
2
dan
prasarana
serta
pengawasan
fasilitas
sumberdaya
169
Lampiran 2. Identifikasi dan analisis faktor kunci pelaksanaan MCS Aspek MCS
Faktor Kunci
1.Kapasitas di laut
1. Jumlah kapal patroli pengawas baru pada kawasan strategis penangkapan ikan dan jumlahnya belum memadai.
Responden A
B
C
D
E
F
G
H
1,81712
1,41421
1
1,69838
1,69838
1,12246
1,7818
1,5874
1
1
1
1
1
1
2
1
3
1
1
2
3
1
1
2
3
2
1
2
2
2
2
2
1
2
1
3
1
1
2
1
2
2
1
2
2
1
2
2
2
1
1
1
2
1
1
1
2. Belum ada penempatan kapal pengawas pendukung di luar kawasan strategis terutama di daerah pesisir, pulau-pulau kecil, kawasan konservasi dan daerah perbatasan. 3. Penempatan kapal patroli terbatas di daerah strategis, di pelabuhan utama, sulit mencapai wilayah terpencil dan perbatasan, karena armada kapal terbatas 4. Umumnya pengawasan dilakukan oleh TNI AL, tenaga pengawas DKP masih terbatas 5.
Infrastruktur, sarana dan prasarana surveillance masih kurang memadai
6.
Pengelolaan dan konservasi sumberdaya laut masih rendah (sering terjadi pencemaran laut dan penggunaan alat penangkapan ikan yang merusak lingkungan laut)
170
Lampiran 2. Lanjutan Aspek MCS
Faktor Kunci
2. Pengawasan 1.Terbatasnya jangkauan pengawasan MSA dan Radar Pantai Udara 2. Terbatasnya jumlah radar pantai dan Maritime Surveillance Aircraft (MSA) 3. Mahalnya biaya investasi dan operasi MSA dan radar pantai 4. Kurang jumlah SDM dalam bidang operasi MSA dan radar pantai 5. Lemahnya kapasitas kelembagaan MSA dan radar pantai 6. Terbatasnya sarana dan prasarana pengawasan 7. Mahalnya biaya pengadaan pesawat dan radar pantai 8. Kerjasama dengan TNI AU hanya untuk melihat kondisi perairan dari atas untuk mendeteksi pelanggaran
2,05977 3
1,68179 2
1,48774 3
1,09051 1
1,79547 3
1,54221 2
1,54221 2
1,62239 3
3 2
2 1
1 1
1 1
1 2
2 1
2 1
1 1
1 3
2 2
2 2
1 1
1 3
2 1
2 1
2 2
2 1
2 1
2 1
2 1
2 1
2 1
2 1
2 1
3
2
1
1
3
2
2
2
171
Lampiran 2. Lanjutan Aspek MCS
Faktor Kunci
3. Identifikasi 1. Keterbatasan dalam pelaksanaan pemasangan identitas kapal Kapal 2. Rendahnya respon atau minat dari para pemilik kapal penangkap ikan untuk pemasangan VMS.
2,58667 2
1,87614 1
1 1
2,50529 4
1,9626 2
1,25992 1
1,85175 2
1,5874 2
3
2
1
2
3
2
2
2
3. Ketakutan Pengusaha akan adanya pembebanan terhadap pemasangan transmiter di kapalnya.
1
1
1
3
1
1
2
1
4. Pengusaha menganggap dalam jangka pendek pemasangan transmitter tidak ada manfaat
3
2
1
3
2
2
1
1
5. Pengusaha takut adanya tambahan pungutan lagi apabila ada pendaftaran identifikasi kapal
3
3
1
3
3
1
2
2
2
3
1
1
2
1
2
2
4
2
1
3
2
2
2
2
3
2
1
3
3
1
2
2
4
2
1
2
1
1
2
1
6. Pengusaha keberatan apabila kegiatan kapalnya diawasi. 7. Penolakan pihak pelabuhan untuk identifikasi kapal karena menyangkut tanggung jawab yang harus dipikul dan melaksanakan ancamannya. 8. Tingkat pemasangan transmitter terhadap jumlah kapal yang berpangkalan masih belum merata untuk setiap pelabuhan. 9. Lemahnya sistem identifikasi perahu/kapal yang menurut peraturan perundang-undangan tidak diwajibkan untuk memiliki izin, padahal jumlahnya besar atau banyak.
172
Lampiran 2. Lanjutan Aspek MCS 4. Laporan Boarding
Faktor Kunci 2,44949
2
1
1,5874
1,90637
1,41421
1,7818
1,7818
1.
Terbatasnya jumlah pengawas dalam penerapan LBP dan LLO
2
2
1
2
2
2
2
2
2.
Kemampuan SDM Pengawas LBP dan LLO yang masih perlu ditingkatkan
2
2
1
2
2
1
2
2
3.
Kurangnya pemahaman nelayan/pemilik perahu mengenai pentingnya penerapan LBP dan LLO
3
2
1
2
1
1
2
1
4.
Kurangnya kesadaran nelayan/pengusaha menerapkan LBP dan LLO secara benar
3
2
1
1
2
2
2
2
2
2
1
2
2
2
2
2
3
2
1
1
3
1
1
2
untuk
5.
Pelaksanaan kewenangan pelabuhan belum maksimal, termasuk dalam melaksanakan ancaman pelanggaran
6.
Penggunaan Logbook belum diterapkan secara benar oleh nelayan
173
Lampiran 2. Lanjutan Aspek MCS
Faktor Kunci 2,54366
5. Laporan Movement
2,01577
1,23599
2,06381
2,18604
1,66248
1,97747
1,83782
1. Masih terbatasnya jumlah alkom (hanya di pelabuhan perikanan dan tempat pendaratan), sehingga belum merata untuk seluruh wilayah Indonesia.
2
2
1
2
2
2
2
2
2. Alat komunikasi hanya fokus untuk pengawasan perikanan, belum mencakup aspek lainnya.
2
3
1
3
2
2
3
2
1
2
1
3
1
2
2
1
2
2
1
3
2
2
3
2
3
1
1
1
2
1
1
1
3
2
1
1
3
2
2
3
2
2
1
2
2
1
2
2
3. Perlunya penambahan jumlah operator alkom 4. Perlunya peningkatan kapasitas SDM alkom. 5. Mahalnya sarana pengawasan penggunaan radar satelit untuk pemantauan. 6. Pengawasan dengan penggunaan radar satelit yang ada sekarang baru 3 kali seminggu, seharusnya setiap hari. 7. Daerah operasi radar satelit yang ada baru pada Laut Arafuru
174
Lampiran 2. Lanjutan Aspek MCS
Faktor Kunci 8. Kurangnya kesadaran pengusaha/pemilik kapal untuk memberikan laporan movement secara benar 9. Keterbatasan dalam transmitter kapal
pelaksanaan
3
2
1
3
3
2
2
2
3
2
1
3
2
1
2
2
3
2
2
3
3
2
2
2
3
4
1
1
1
1
1
2
3
2
4
4
3
3
pemasangan
10. Ketakutan Pengusaha akan adanya pembebanan terhadap pemasangan transmiter di kapalnya. 11. Pengusaha menganggap dalam jangka pemasangan transmitter tidak ada manfaat
pendek
12. Pengusaha takut adanya tambahan pungutan lagi apabila ada pendaftaran identifikasi kapal 13. Pengusaha diawasi.
keberatan
apabila
kegiatan
kapalnya 4
2
1
1
2
2
2
2
14. Penolakan pihak pelabuhan untuk identifikasi kapal karena menyangkut tanggung jawab yang harus dipikul dan melaksanakan ancamannya.
4
2
1
3
3
1
2
2
15. Tingkat pemasangan transmitter terhadap jumlah kapal yang berpangkalan masih belum merata untuk setiap pelabuhan
3
2
1
3
3
2
2
2
175
Lampiran 2. Lanjutan Aspek MCS
Faktor Kunci 2,59456
2,0751
1,33498
2,61661
2,09744
1,55441
1,87786
1,82939
6. Penggunaan 1. VMS
Keterbatasan dalam pelaksanaan pemasangan vessel monitoring system (VMS).
2
2
1
3
2
1
2
2
2.
Rendahnya respon atau minat dari para pemilik kapal penangkap ikan untuk pemasangan VMS.
2
2
1
2
2
1
2
2
3.
Ketakutan Pengusaha akan adanya pembebanan terhadap pemasangan VMS di kapalnya.
3
2
1
3
3
2
2
2
4.
Pengusaha menganggap dalam jangka pendek pemasangan transmitter untuk VMS tidak ada manfaat
4
2
2
3
2
2
2
2
5.
Penilaian pengusaha VMS hanya bermanfaat pada sisi pemerintah dalam mengawasi kapal perikanan
4
2
2
3
2
2
2
2
6.
Pengusaha takut adanya tambahan pungutan lagi di VMS karena di daerah sudah banyak pungutan
3
2
3
3
3
2
2
3
7.
Pengusaha keberatan diawasi melalui VMS
2
2
1
1
2
1
1
1
8.
Penolakan pihak pelabuhan dengan VMS karena menyangkut tanggung jawab yang harus dipikul dan melaksanakan ancamannya.
2
1
3
1
2
2
1
9.
Tingkat pemasangan VMS terhadap jumlah kapal yang berpangkalan masih belum merata untuk setiap pelabuhan
2
3
1
3
2
1
2
2
3
2
1
3
3
2
2
2
2
2
2
3
2
2
2
2
apabila
kegiatan
kapalnya
10. Biaya pemasangan VMS yang mahal 11. Belum ada koordinasi dengan pihak luar negeri menyangkut VMS, sehingga sering muncul masalah dengan kapal perikanan asing dan kapal berbendera asing
176
Lampiran 2. Lanjutan Aspek MCS
Faktor Kunci
7. Pengawas 1. Pantai (Coast 2. Guard) dan Kelompok 3. Pengawas Masyarakat 4.
Belum adanya pengawas pantai di Indonesia Jumlah pantai yang perlu dijaga dan diawasi sangat luas dan banyak
3,1748
2,28943
1
1,51309
2,82843
1,90637
1,90637
2,13983
4
3
1
1
4
2
2
2
2
2
1
1
2
2
2
2
Pengawasan pantai mengandalkan sistem pengawasan kelompok masyarakat
4
3
1
3
4
3
3
3
Sistem pengawasan yang perlu melibatkan peran aktif masyarakat belum merata untuk seluruh wilayah
4
2
1
2
2
2
2
2
5. Sistem pengawasan yang perlu melibatkan peran aktif masyarakat jumlahnya masih terbatas
4
2
1
2
4
2
2
2
6. Sistem komunikasi dan koordinasi antar kelompok pengawas masyarakat antar lokasi atau wilayah belum terpadu
2
2
1
1
2
1
1
2
177
Lampiran 2. Lanjutan Aspek MCS 8. Penyidik Perikanan PPNS
Faktor Kunci 2,52147
2
1
1,76801
2,37957
1,64067
1,81145
1,81145
1.
Belum di semua pusat kegiatan perikanan telah ditempatkan Pengawas Perikanan.
2
2
1
3
2
2
2
1
2.
Belum semua zona konservasi, pesisir dan pulau kecil mempunyai Pengawas
3
2
1
1
3
2
2
2
3.
Kapasitas SDM ditingkatkan.
3
2
1
2
2
2
2
2
4.
Pelaporan dengan jumlah lembaga yang banyak membutuhkan sistem informasi dan manajemen terpadu, efektif dan efisien
2
2
1
3
2
1
2
2
5.
Inspeksi dan patroli pengawasan membutuhkan kelembagaan khusus menyangkut bidang hukum, penyidikan, pengawasan, patroli dan ekspor impor agar kegiatan tersebut tidak merugikan negara Indonesia. Penegakan hukum di laut tidak mungkin diwujudkan dan ditangani oleh satu instansi tanpa keterlibatan instansi yang berwenang lainnya.
3
2
1
3
3
2
2
2
3
2
1
1
3
2
2
2
2
2
1
1
2
1
1
2
6.
7.
pengawas
yang
masih
perlu
Sistem penegakan hukum di laut seharusnya dibangun dengan prinsip mensinergikan semua potensi kekuatan nasional yang ada.
178
Lampiran 2. La njutan Aspek MCS
Faktor Kunci 2,24619
2,10398
1
1,64645
2,13518
1,68179
1,83401
1,83401
9. Alat Komunikasi (ALKOM)
1. Masih terbatasnya jumlah alkom (hanya di pelabuhan perikanan dan tempat pendaratan), sehingga belum merata untuk seluruh wilayah Indonesia.
1
2
1
2
1
2
2
1
2. Alat komunikasi hanya fokus untuk pengawasan perikanan, belum mencakup aspek lainnya.
3
3
1
3
3
1
2
2
2
2
1
3
2
2
2
2
3
2
1
3
3
2
2
2
3
2
1
1
2
2
2
2
3. Perlunya penambahan jumlah operator alkom 4. Perlunya peningkatan kapasitas SDM alkom. 5. Pelaporan dengan jumlah lembaga yang banyak membutuhkan sistem informasi dan manajemen terpadu, efektif dan efisien 6. Inspeksi dan patroli pengawasan membutuhkan kelembagaan khusus menyangkut bidang hukum, penyidikan, pengawasan, patroli dan ekspor impor agar kegiatan tersebut tidak merugikan negara Indonesia.
2
2
1
1
2
2
2
2
7. Penegakan hukum di laut tidak mungkin diwujudkan dan ditangani oleh satu instansi tanpa keterlibatan instansi yang berwenang lainnya.
2
2
1
1
2
2
2
2
8. Sistem penegakan hukum di laut seharusnya dibangun dengan prinsip mensinergikan semua potensi kekuatan nasional yang ada.
3
2
1
1
3
1
1
2
179
Lampiran 2. Lanjutan Aspek MCS
Faktor Kunci 2,53918
2,10398
1
1,18921
2,44949
1,68179
1,92936
2
10. Radar dan 1. Mahalnya sarana pengawasan penggunaan radar satelit satelit untuk pemantauan.
2
2
1
1
2
2
2
2
2. Pengawasan dengan penggunaan radar satelit yang ada sekarang baru 3 kali seminggu, seharusnya setiap hari.
3
2
1
4
3
2
3
2
3. Daerah operasi radar satelit yang ada baru pada laut Arafuru
4
2
1
1
3
1
1
2
3
2
1
1
3
2
2
2
2
2
1
1
2
2
2
2
2
3
1
1
2
1
2
2
3
2
1
1
3
2
2
2
2
2
1
1
2
2
2
2
4. 5. 6. 7. 8.
Terbatasnya jumlah radar pantai Terbatasnya jangkauan pengawasan radar pantai Mahalnya biaya investasi dan operasi radar pantai Kurang jumlah SDM dalam bidang operasi radar pantai Lemahnya kapasitas kelembagaan radar pantai
180
Lampiran 3. Matriks QSPM Pengembangan MCS Alternatif Strategi Faktor
Bobot
kunci
StrategI 1
Strategi 2
Strategi 3
Strategi 4
Strategi 5
Strategi 6
Strategi 7
Strategi 8
Strategi 9
Strategi 10
AS
TAS
AS
TAS
AS
TAS
AS
TAS
AS
TAS
AS
TAS
AS
TAS
AS
TAS
AS
TAS
AS
TAS
Peluang A
0,0530
4
0,2120
4
0,2120
2
0,106
3
0,159
2
0,106
4
0,212
4
0,212
3
0,159
3
0,159
3
0,159
Peluang B
0,0594
4
0,2376
4
0,2376
4
0,2376
3
0,1782
4
0,2376
4
0,2376
4
0,2376
4
0,2376
4
0,2376
4
0,2376
Peluang C
0,0463
4
0,1852
4
0,1852
4
0,1852
2
0,0926
2
0,0926
3
0,1389
4
0,1852
3
0,1389
3
0,1389
3
0,1389
Peluang D
0,0463
4
0,1852
4
0,1852
2
0,0926
3
0,1389
3
0,1389
4
0,1852
3
0,1389
3
0,1389
2
0,0926
3
0,1389
Peluang E
0,0495
4
0,1980
4
0,1980
3
0,1485
3
0,1485
3
0,1485
4
0,198
4
0,198
3
0,1485
3
0,1485
3
0,1485
Peluang F
0,0463
4
0,1852
4
0,1852
3
0,1389
3
0,1389
3
0,1389
3
0,1389
3
0,1389
3
0,1389
3
0,1389
3
0,1389
Peluang G
0,0472
4
0,1888
4
0,1888
3
0,1416
4
0,1888
3
0,1416
4
0,1888
4
0,1888
3
0,1416
3
0,1416
3
0,1416
Peluang H
0,0472
4
0,1888
4
0,1888
3
0,1416
3
0,1416
3
0,1416
3
0,1416
3
0,1416
3
0,1416
3
0,1416
2
0,0944
Peluang I
0,0453
4
0,1812
4
0,1812
2
0,0906
3
0,1359
3
0,1359
3
0,1359
3
0,1359
3
0,1359
3
0,1359
3
0,1359
Ancaman J
0,0594
2
0,1188
4
0,2376
2
0,1188
3
0,1782
2
0,1188
2
0,1188
2
0,1188
2
0,1188
2
0,1188
3
0,1782
Ancaman K
0,0472
3
0,1416
4
0,1888
3
0,1416
2
0,0944
3
0,1416
2
0,0944
2
0,0944
3
0,1416
4
0,1888
4
0,1888
Ancaman L
0,0472
4
0,1888
3
0,1416
3
0,1416
3
0,1416
4
0,1888
3
0,1416
2
0,0944
2
0,0944
4
0,1888
4
0,1888
Ancaman M
0,0505
2
0,1010
2
0,1010
4
0,202
2
0,101
4
0,202
3
0,1515
2
0,101
3
0,1515
4
0,202
4
0,202
Ancaman N
0,0530
3
0,1590
3
0,1590
2
0,106
3
0,159
2
0,106
2
0,106
2
0,106
2
0,106
4
0,212
3
0,159
Ancaman O
0,0556
1
0,0556
2
0,1112
2
0,1112
2
0,1112
2
0,1112
3
0,1668
3
0,1668
2
0,1112
4
0,2224
3
0,1668
Ancaman P
0,0495
2
0,0990
4
0,1980
4
0,198
2
0,099
4
0,198
2
0,099
2
0,099
4
0,198
4
0,198
3
0,1485
Ancaman Q
0,0472
1
0,0472
2
0,0944
1
0,0472
2
0,0944
2
0,0944
2
0,0944
2
0,0944
2
0,0944
4
0,1888
3
0,1416
Ancaman R
0,0495
1
0,0495
4
0,1980
1
0,0495
2
0,099
2
0,099
3
0,1485
3
0,1485
3
0,1485
3
0,1485
2
0,099
Ancaman S
0,0556
2
0,1112
2
0,1112
4
0,2224
2
0,1112
4
0,2224
2
0,1112
2
0,1112
3
0,1668
4
0,2224
3
0,1668
Ancaman T
0,0463
4
0,1852
3
0,1389
2
0,0926
3
0,1389
2
0,0926
4
0,1852
2
0,0926
2
0,0926
3
0,1389
3
0,1389
Ancaman U
0,0377
4
0,1508
4
0,1508
3
0,1131
3
0,1131
3
0,1131
4
0,1508
3
0,1131
3
0,1131
2
0,0754
3
0,1131
181
Lampiran 3. Lanjutan Alternatif Strategi Faktor kunci
Strategi 1
Strategi 2
Strategi 3
Strategi 4
Strategi 5
Strategi 6
Strategi 7
Strategi 8
Strategi 9
Strategi 10
Bobot
AS
TAS
AS
TAS
AS
TAS
AS
TAS
AS
TAS
AS
TAS
AS
TAS
AS
TAS
AS
TAS
AS
TAS
Kekuatan A
0,0533
4
0,2132
4
0,2132
4
0,2132
4
0,2132
3
0,1599
4
0,2132
3
0,1599
2
0,1066
4
0,2132
4
0,2132
Kekuatan B
0,0475
4
0,1900
4
0,1900
3
0,1425
4
0,19
3
0,1425
3
0,1425
4
0,19
3
0,1425
3
0,1425
3
0,1425
Kekuatan C
0,0533
4
0,2132
4
0,2132
2
0,1066
3
0,1599
2
0,1066
3
0,1599
2
0,1066
2
0,1066
4
0,2132
4
0,2132
Kekuatan D
0,0475
4
0,1900
4
0,1900
4
0,19
3
0,1425
4
0,19
4
0,19
3
0,1425
3
0,1425
3
0,1425
4
0,19
Kekuatan E
0,0508
2
0,1016
4
0,2032
3
0,1524
3
0,1524
2
0,1016
4
0,2032
4
0,2032
3
0,1524
2
0,1016
3
0,1524
Kekuatan F
0,0533
2
0,1066
4
0,2132
3
0,1599
4
0,2132
3
0,1599
3
0,1599
3
0,1599
4
0,2132
4
0,2132
2
0,1066
Kekuatan G
0,0498
2
0,0996
3
0,1494
3
0,1494
4
0,1992
3
0,1494
4
0,1992
4
0,1992
3
0,1494
3
0,1494
3
0,1494
Kekuatan H
0,0533
3
0,1599
4
0,2132
3
0,1599
3
0,1599
4
0,2132
3
0,1599
3
0,1599
4
0,2132
4
0,2132
4
0,2132
Kekuatan I
0,0441
4
0,1764
3
0,1323
3
0,1323
3
0,1323
4
0,1764
3
0,1323
3
0,1323
3
0,1323
2
0,0882
4
0,1764
Kelemahan J
0,0377
4
0,1508
3
0,1131
3
0,1131
4
0,1508
3
0,1131
3
0,1131
4
0,1508
3
0,1131
2
0,0754
3
0,1131
Kelemahan K
0,0475
4
0,1900
4
0,1900
1
0,0475
3
0,1425
2
0,095
1
0,0475
2
0,095
2
0,095
3
0,1425
3
0,1425
Kelemahan L
0,0370
4
0,1480
4
0,1480
4
0,148
3
0,111
4
0,148
2
0,074
2
0,074
4
0,148
4
0,148
3
0,111
Kelemahan M
0,0432
4
0,1728
2
0,0864
3
0,1296
2
0,0864
3
0,1296
3
0,1296
4
0,1728
2
0,0864
2
0,0864
3
0,1296
Kelemahan N
0,0444
4
0,1776
3
0,1332
3
0,1332
3
0,1332
3
0,1332
3
0,1332
4
0,1776
2
0,0888
2
0,0888
3
0,1332
Kelemahan O
0,0432
2
0,0864
3
0,1296
3
0,1296
3
0,1296
3
0,1296
3
0,1296
4
0,1728
2
0,0864
3
0,1296
3
0,1296
Kelemahan P
0,0377
4
0,1508
3
0,1131
3
0,1131
3
0,1131
3
0,1131
3
0,1131
4
0,1508
2
0,0754
3
0,1131
3
0,1131
Kelemahan Q
0,0403
3
0,1209
4
0,1612
2
0,0806
3
0,1209
3
0,1209
2
0,0806
3
0,1209
2
0,0806
2
0,0806
2
0,0806
Kelemahan R
0,0444
3
0,1332
4
0,1776
4
0,1776
3
0,1332
4
0,1776
2
0,0888
2
0,0888
3
0,1332
3
0,1332
3
0,1332
Kelemahan S
0,0475
3
0,1425
3
0,1425
2
0,095
3
0,1425
3
0,1425
3
0,1425
4
0,19
3
0,1425
2
0,095
3
0,1425
Kelemahan T Total Prioritas
0,0475
1
0,0475 61,407 4
4
0,1900 68,949 1
1
0,0475 54,476 9
3
0,1425 57,317 8
2
0,095 57,666 7
2
0,095 58,522 6
2
0,095 58,591 5
2
0,095 54,209 10
3
0,1425 61,515 3
3
0,1425 6,153 2
182
Lampiran 4: Daftar Responden Expert NO
KATEGORI
1
Departemen Kelautan dan Perikanan Pusat
2
Perwira Operasi Markas Besar TNI AL
3
Departemen Perhubungan (KPLP) Pusat
4
Pakar Hukum Laut Internasional
5
Perwira Operasi TNI AL Kepulauan Riau
6
Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Riau
7
Pengusaha Perikanan Kepulauan Riau
8
PPNS Perikanan Kepulauan Riau
184
Lampiran 5. Daftar Stakeholder No 1
Stakeholder Perwira operasi Lantanal Tanjung Pinang
2
Bea cukai Tanjung
3 4
KPLP Syahbandar Tanjung Pinang
5 6
Satpol Air Dinas Perikanan
7 8
Pengusaha perikanan (skala besar) Pengusaha perikanan (skala kecil)
9
Tokoh masyarakat pantai Tanjung Pinang
10 11
Penyidik TNI AL PPNS
12
Dinas Perikanan Kabupaten
185