DAFTAR PUSTAKA David, F.R 1999. Strategic Management. 7th Edition. Prentice Hall International. New Jersey. Halaman 23. Direktorat Jenderal Perikanan, 1994. Petunjuk Teknis Pengelolaan Pelabuhan Perikanan. Direktorat Bina Prasarana. Direktorat Jenderal Perikanan. Jakarta. 140 halaman. Direktorat Jenderal Perikanan, 2000. Pedoman Pengelolaan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan. Direktorat Jenderal Perikanan. Departemen Pertanian. Jakarta. 76 halaman. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2001. Buku Manual Operasional Pelabuhan Perikanan/Pangkalan Pendaratan Ikan. Direktorat Prasarana Perikanan Tangkap. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Jakarta. 132 halaman. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2002. Laporan Tahunan Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta Tahun Anggaran 2002. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. 51 halaman. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2004. Laporan Tahunan Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta Tahun Anggaran 2004. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. 43 halaman. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2004. Rencana Strategis (Renstra) tahun 2005-2009 dan Perencanaan Kinerja (Renja) Tahun 2005 PPS Nizam Zachman Jakarta. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Halaman 18-37. Firmansyah, 2004. Analisis Ekspor Ikan Tuna Indonesia dari Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta. Program Studi Magister Manajemen Agribisnis. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Ttidak dipublikasikan. Halaman 86. Furuta, N. 2002. Dampak Bantuan Pinjaman dari Pemerintah Jepang terhadap Perikanan Tangkap di Indonesia : Studi Kasus tentang Pengembangan Pelabuhan PPS Jakarta oleh OECF (JBIC). Program Studi Teknologi Kelautan. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak dipublikasikan. Halaman 137. Hayami dan Kikuchi, 1987. Dilema Ekonomi Desa. Suatu pendekatan Ekonomi Terhadap Perubahan Kelembagaan di Asia. Penerjemah Zahara D. Noer. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Halaman 34.
116
Hayati, R. 2001. Strategi Peningkatan Kinerja Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat. Program Studi Magister Manajemen Agribisnis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak dipublikasikan. Halaman 8. Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 1082/Kpts/OT.210/10/99 tentang Tata Hubungan Kerja Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan Dengan Instansi Terkait Dalam Pengelolaan Pelabuhan Perikanan. 12 halaman. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP.26 I/MEN/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelabuhan Perikanan. Jakarta. 17 halaman. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP.10/MEN/2004 tentang Pelabuhan Perikanan. Jakarta. 21 halaman. Kinnear, TC and Taylor. 1996. Marketing Research : An Applied Approach. Mc Graw Hill Book Company. Singapore. Halaman 36. Lubis, E. 2000. Pengantar Pelabuhan Perikanan (Buku I). Laboratorium Pelabuhan Perikanan Jurusan PSP. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 71 halaman. Mubyarto, 1987. Politik dan Pembangunan Pedesaan. Cetakan kedua. Penerbit Sinar Harapan. Jakarta. 196 halaman. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 23 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (Perum) Prasarana Perikanan Samudera (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 48). Jakarta. 21 halaman. Purwaka, T. 2004. Pokok-Pokok Pikiran Untuk Mengembangkan Grand Design Kelembagaan Kelautan dan Perikanan. Materi Kuliah Program Pascasarjana. Program Studi Teknologi Kelautan (TKL-PPKP). Bogor. 43 halaman. Rangkuti, F. 2002. Analisis SWOT. Tehnik Membedah Kasus Bisnis. Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis untuk menghadapi Abad 21. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 188 halaman. Ruttan, V. W. 1985. Tiga Kasus Terjadinya Pembaharuan Kelembagaan. Dalam Kasryno, Faisal dan Stepanek, Joseph F (Peny). Dinamika Pembangunan Pedesaan. Yayasan Obor Indonesia dan Penerbit PT. Gramedia. Jakarta. Halaman 56. Saaty T. 1991. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. Seri Manajemen No. 134. PT. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta. 112 halaman.
117
Suparman, A. 2004. Formulasi Strategi Pengembangan Perusahaan Umum Prasarana Perikanan Samudera di Indonesia. Program Studi Magister Manajemen Agribisnis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak dipublikasikan. Halaman 6. Susilowati, B. 2003. Analisis Peran Pelabuhan Perikanan dan Hubungannya dengan Kesejahteraan Masyarakat (Studi Kasus di Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta Kelurahan Penjaringan Jakarta). Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak dipublikasikan. Halaman 94. Undang Undang Nomor : 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118). Jakarta. 56 halaman. Wheelen,T.L dan J.David Hunger. 2000. Strategic Management Business Policy, Concept and Cases. 8th Edition. Prentice Hall. Upper Saddle River. New Jersey. Halaman 26.
118
LAMPIRAN
Lampiran 1 Mekanisme masuknya komoditas perikanan di PPS Nizam Zachman 1
DARI LAUT Pemakaian jasa melapor kedatangan kapal
LAPORAN KEDATANGAN KAPAL ke PPS NZ mengisi Form Rangkap 2 (dua) : 1. Dinas Perikanan DKI Jakarta 2. Perum. PPS
Transit shed/ Perusahaan/TLC - Pengisian Formulir PPS NZ
IKAN
Kapal - Transhipment - Ijin Ka.PPS NZ dan Bea Cukai
Perusahaan Procesing/ industri perikanan - Pengisian Formulir PPS NZ
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) - untuk dilelang
EKSPOR 2
DARI DARAT Pemakai jasa mengisi form yang sudah disediakan PPS NZ, lalu menyerahkannya ke Petugas PPS NZ di Pintu Masuk
POS MASUK PPS NZ Rangkap 3: 1. UPT PPS NZ 2. Dinas Perikanan DKI Jakarta 3. Perum PPS
119
- PPI/TPI - Industri Perikanan/ Perusahaan Processing - Kapal - Lain-lain
Lampiran 2 Mekanisme pemasaran dan distribusi ikan di PPS Nizam Zachman KAPAL TUNA
DERMAGA DIDARATKAN KAPAL PERIKANAN (LAUT)
DARI KAPAL KE KAPAL PELABUHAN LAUT
TLC (EKSPOR SEGAR)
KAPAL ANGKUT TUNA BEKU
PELABUHAN LAUT
TUNA LOKAL
PENGECER
DERMAGA
KAPAL TRADISIONAL
TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI)
DERMAGA
DIANGKUT LEWAT TRUK (DARAT)
UDANG SEGAR/ BEKU
IKAN SEGAR
E K S P O R
IKAN SEGAR/BEKU
INDUSTRI PERIKANAN/PERUSAHAAN PROCESING DAN PEMBEKUAN
PUSAT PEMASARAN IKAN
PENGEPAKAN
120
PENGECER
L O K A L
Lampiran 3 Mekanisme keluarnya komoditi perikanan di PPS Nizam Zachman
TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) PUSAT PEMASARAN IKAN (PPI)
Coldstorage PERUM PPS/Industri Perikanan/Perusahaan Procesing/ Perorangan di Kawasan PPS NZ
PPS NZ MEMBUAT SURAT JALAN : - Surat Bukti Lelang - Surat Bukti Lainnya
POS KELUAR PPS NZ Pemeriksaan Surat Jalan
KELUAR PPS NZ
Membuat Surat Jalan masing-masing
Keterangan : 1. a. Surat jalan dapat diberikan apabila pemilik ikan melampirkan Surat Bukti Lelang dan Surat Bukti Lainnya b. Pelayanan surat jalan dilakukan di Kantor Tempat Pelelangan Ikan (TPI) c. Tembusan surat Jalan diberikan kepada Petugas PPS NZ di Pos Pintu Keluar PPS NZ 2. Perum PPS/Perusahaan/Perorangan yang membawa komoditi perikanan keluar kawasan PPS NZ harus menyerahkan bukti kepemilikannya/Surat Jalan pada Petugas PPS NZ di Pos Pintu Keluar PPS NZ
121
Lampiran 4 Pelayanan ekspor di PPS Nizam Zachman
UPT PPS NZ
Mengkoordinasikan Pelayanan Kegiatan Ekspor – Impor di Kawasan PPS NZ
DINAS PERIKANAN DKI JAKARTA
KANTOR BEA DAN CUKAI
Mengeluarkan Sertifikat Mutu Ekspor Hasil Perikanan
KELUAR KAWASAN PPS NZ
Mengeluarkan Dokumen Ekspor – Impor (PEB)*
*) Pemberitahuan Ekspor Barang Sesuai dengan SK Menteri Pertanian No. 1082/Kpts/OT.210/10/99 tentang Tata Hubungan Kerja UPT PPS dengan Instansi Terkait dinyatakan bahwa UPT PPS NZ bertugas mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan ekspor impor dengan instansi terkait lainnya.
122
Lampiran 5 Inventarisasi faktor internal dan faktor eksternal KUESIONER STRATEGI PENINGKATAN KAPASITAS KELEMBAGAAN PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN Pertanyaan dimaksudkan untuk menginventarisasi tentang faktor internal (kekuatan dan kelemahan) serta faktor eksternal (peluang dan ancaman) yang paling mempengaruhi kinerja Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman. KEKUATAN
KELEMAHAN
PELUANG
1. Tersedianya fasilitas pelabuhan yang lengkap 2. Pelabuhan sebagai pusat aktivitas perekonomian masyarakat 3. Letak geografis yang strategis karena berada pada posisi dekat dengan daerah penangkapan ikan (fishing ground) di laut teritorial atau ZEE 4. Dekat pasar domestik dan luar negeri 5. Pada saat musim ikan menjadi tempat persinggahan bagi nelayan dari daerah lain 6. Memiliki armada penangkapan ikan yang didominasi oleh kapal motor 7. Memiliki areal untuk pengembangan pelabuhan
1. Pengetahuan dan kemampuan SDM rendah 2. Kuantitas dan kualitas produk masih rendah dan diversifikasi produk belum beragam 3. Dukungan dan koordinasi instansi terkait masih lemah 4. Pengelolaan pelabuhan belum didukung peraturan yang memadai 5. Kurangnya dana operasional dan pemeliharaan fasilitas prasarana pelabuhan 6. Informasi pasar belum dikuasai dengan baik karena belum dikembangkannya teknologi sistem informasi 7. Belum berfungsinya kesyahbandaran perikanan
1. 2.
3.
4.
5.
6. 7.
8.
123
Meningkatnya konsumsi ikan Peningkatan devisa berkaitan dengan ekspor dari produk perikanan Peningkatan PNBP dan PAD melalui pelayanan jasa di pelabuhan Permintaan komoditi perikanan di pasar domestik dan luar negeri meningkat Pembangunan sarana dan prasarana di pelabuhan menambah peluang usaha Kemudahan mendapatkan bantuan kredit dari perbankan. Kemajuan teknologi penginderaan jarak jauh (Remote sensing) dan citra satelit serta informasi internet Bertambahnya minat investor terhadap sektor perikanan
ANCAMAN 1.
2. 3. 4. 5. 6.
7.
8.
Berkembangnya pesaing yang dapat menyediakan sarana prasarana sejenis Meningkatnya degradasi sumberdaya pesisir dan lautan Intensitas pencurian ikan tinggi Penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan Menurunnya stock ikan di perairan Duplikasi peraturan dan beragamnya jenis pungutan perikanan Persaingan pasar domestik dan dunia terhadap komoditi perikanan meningkat Gangguan kebersihan dan keamanan
Lampiran 6 Keputusan Menteri Pertanian No.1082/Kpts/OT.210/10/99 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 1082/Kpts/OT.210/10/99 TENTANG TATA HUBUNGAN KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS PELABUHAN PERIKANAN DENGAN INSTANSI TERKAIT DALAM PENGELOLAAN PELABUHAN PERIKANAN MENTERI PERTANIAN, Menimbang
:
a. Bahwa dalam rangka kelancaran pelaksanaan pengelolaan pelabuhan perikanan, telah ditetapkan Tata Hubungan Kerja antara UPT Pelabuhan Perikanan dengan Perum Prasarana Perikanan Samudera dan instansi terkait lainnya dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 329/Kpts/OT.210/5/1991. b. Bahwa dalam penerapannya masih ditemukan tumpang tindih tugas di lapangan, sehingga perlu untuk menetapkan kembali batas tugas, wewenang dan tanggung jawab dengan instansi yang terkait dalam pengelolaan pelabuhan perikanan. c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b perlu menyempurnakan dan menetapkan Keputusan Menteri Pertanian tentang Tata Hubungan Kerja UPT Pelabuhan Perikanan dengan Instansi Terkait dalam Pengelolaan Pelabuhan Perikanan.
Mengingat
:
1. Undang Undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1990 tentang Perusahaan Umum (PERUM) Prasarana Perikanan Samudera. 3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1998 tentang Kedudukan, Tugas, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen. 4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 122/M Tahun 1998 mengenai Susunan Kabinet Reformasi Pembangunan. 5. Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan Perhubungan Nomor 492/Kpts/Ik.120/7/96 tentang Penyederhanaan Nomor SK.1/AL.003/PHIB-96 Perijinan Kapal Perikanan 124
6. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1016/Kpts/OT.210/12/1998 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen. MEMUTUSKAN : Menetapkan :
KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN TENTANG TATA HUBUNGAN KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS PELABUHAN PERIKANAN DENGAN INSTANSI TERKAIT DALAM PENGELOLAAN PELABUHAN PERIKANAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan : a. Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelabuhan Perikanan adalah instansi di lingkungan Departemen Pertanian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perikanan dan mempunyai tugas mengelola Pelabuhan Perikanan Samudera, Pelabuhan Perikanan Nusantara, dan Pelabuhan Perikanan Pantai. b. Instansi terkait adalah instansi pemerintah, Perum dan atau swasta yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi pelabuhan perikanan. c. Perum adalah Perusahaan Umum Prasarana Perikanan Samudera yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1990. d. Sarana pelabuhan perikanan adalah sarana-sarana yang menunjang fungsi pelabuhan perikanan yang meliputi sarana pokok, sarana fungsional dan sarana penunjang. e. Sarana pokok adalah sarana yang dipergunakan untuk menjamin keselamatan umum, termasuk untuk tempat berlabuh dan bertambat serta bongkar muat hasil perikanan. f. Sarana fungsional adalah sarana yang secara langsung dimanfaatkan untuk keperluan sendiri maupun diusahakan lebih lanjut oleh BUMN, BUMD, Badan Hukum Indonesia dan perorangan. g. Sarana penunjang adalah sarana yang secara tidak langsung meningkatkan kesejahteraan nelayan dan masyarakat umum. h. Sarana komersial adalah sarana di pelabuhan perikanan yang dapat dikelola secara produktif dan ekonornis. i. Sarana non komersial adalah sarana di pelabuhan perikanan yang tidak dapat dikelola secara produktif dan ekonomis. j. Sarana pelayanan umum adalah sarana di pelabuhan perikanan yang pemanfaatannya oleh masyarakat umum. k. Swasta adalah badan usaha atau perorangan yang melakukan kegiatan usaha di pelabuhan perikanan. l. Pelayanan teknis kapal perikanan adalah pelayanan kepada kapal perikanan yang meliputi pelayanan Surat Tanda Bukti Lapor Kedatangan/Keberangkatan 125
Kapal (STBLKK), Surat Izin Berlayar (SIB) dan Pengawasan Penangkapan Ikan. Pasal 2 Pelabuhan Perikanan sebagai prasarana perikanan mempunyai fungsi dan peranan sebagai : a. Pusat pengembangan masyarakat nelayan. b. Tempat berlabuh kapal perikanan. c. Tempat pendaratan ikan hasil tangkapan. d. Tempat untuk memperlancar kegiatan-kegiatan kapal perikanan. e. Pusat penanganan dan pengolahan hasil perikanan. f. Pusat pemasaran dan distribusi ikan hasil tangkapan. g. Pusat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan. h. Pusat pelaksanaan penyuluhan dan pengumpulan data dan i. Pusat pengawasan penangkapan dan pengendalian pemanfaatan sumberdaya ikan. Pasal 3 (1) Instansi yang terkait dalam pengelolaan pelabuhan perikanan terdiri atas : a. UPT Pelabuhan Perikanan. b. Perum. c. Dinas Perikanan. d. Kesehatan Hewan. e. Kesehatan Pelabuhan. f. Imigrasi. g. Bea dan Cukai. h. Karantina Ikan dan i. Polri. (2) Kewenangan masing-masing instansi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah sebagai berikut : a. UPT Pelabuhan Perikanan mempunyai wewenang dan tanggung jawab : 1. Menyelenggarakan pembangunan, pengembangan, pemeliharaan dan pengelolaan sarana pokok dan penunjang yang menjadi asset pemerintah. 2. Menyelenggarakan pelayanan teknis terhadap kapal perikanan. 3. Menyelenggarakan keamanan, ketertiban dan kebersihan di pelabuhan perikanan. 4. Menyelenggarakan fungsi kesyahbandaran khususnya dalam menerbitkan Surat Izin Berlayar (SIB) bagi kapal perikanan di pelabuhan perikanan yang terletak di luar daerah lingkungan kerja pelabuhan umum dan 5. Mengkoordinasikan kegiatan instansi terkait di pelabuhan perikanan. b. Perum mempunyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan pelayanan barang dan atau jasa dan pengusahaan sarana komersial pelabuhan perikanan. 126
c. Dinas Perikanan mempunyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan pembinaan teknis perikanan sesuai dengan kewenangan Pemerintah Daerah di bidang perikanan. d. Kantor Syahbandar mempunyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan pengawasan yang berkaitan dengan keselamatan bagi kapal perikanan. e. Kantor Kesehatan pelabuhan mempunyai wewenang dan tanggung jawab melakukan penanganan dan pengawasan kesehatan di pelabuhan perikanan antara lain meliputi pemberian vaksinasi, pengobatan yang sakit, dan pemeriksaan yang meninggal di kapal perikanan untuk menanggulangi/ mencegah timbulnya/berjangkitnya penyakit menular. f. Kantor Imigrasi mempunyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan pengawasan terhadap Anak Buah Kapal (ABK) asing yang keluar/masuk wilayah Republik Indonesia. g. Kantor Bea dan Cukai mempunyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan pengawasan terhadap barang-barang muatan kapal perikanan dari/ke luar negeri yang berkaitan dengan pabean. h. Karantina Ikan mempunyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan karantina ikan baik antar area maupun antar negara. i. Polri mempunyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan penanganan, penyidikan dan penanggulangan kasus-kasus kejahatan umum/kriminal. BAB II PENGELOLAAN SARANA POKOK PELABUHAN PERIKANAN, PELAYANAN TAMBAT LABUH DAN BONGKAR MUAT Pasal 4 Pengelolaan Sarana Pokok Pelabuhan Perikanan (1) UPT Pelabuhan Perikanan mempunyai kewajiban, wewenang dan tanggung jawab : a. Melaksanakan pembangunan, pengembangan dan rehabilitasi dermaga dan kolam pelabuhan. b. Melaksanakan pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan pemecah gelombang (break water), sarana bantu navigasi dan turap (revetment) serta sarana penunjang Iainnya. (2) Perum mempunyai kewajiban, wewenang dan tanggung jawab : a. Melaksanakan pemeliharaan dermaga dan kelengkapannya antara lain bolder, vender, penerangan dan lantai dermaga. b. Melaksanakan pemantauan dan pengawasan atas kondisi dermaga dan kolam pelabuhan secara berkala dan berkesinambungan.
127
Pasal 5 Pclayanan Tambat Labuh dan Bongkat Muat (1) UPT Pelabuhan Perikanan rnempunyai kewajiban, wewenang dan tanggung jawab : a. Mengkoordinasikan instansi-instansi yang terkait dengan kegiatan pelayanan kapal-kapal perikanan dalam kolam pelabuhan. b. Melaksanakan pengawasan dan pemberian izin kapal perikanan keluar/ masuk kolam pelabuhan dengan menerbitkan Surat Tanda Bukti Lapor Kedatangan/Keberangkatan (STBLKK) dan c. Melakukan pemantauan kegiatan pemberian pelayanan tambat labuh dan bongkar muat. (2) Perum mempunyai kewajiban, wewenang dan tanggungjawab : a. Melaksanakan pelayanan tambat labuh dan bongkar muat. b. Menata kegiatan kapal-kapal perikanan di kolam pelabuhan. c. Memberikan pelayanan kebutuhan perbekalan kapal (es, garam, BBM dan lain-lainnya). d. Melaksanakan pemungutan jasa tambat labuh dan e. Menerima dan mengelola jasa tambat labuh sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. BAB III PENGELOLAAN TANAH KAWASAN INDUSTRI Pasal 6 (1) UPT Pelabuhan Perikanan mempunyai kewajiban, wewenang dan tanggung jawab : a. Melaksanakan pemantauan dan pengawasan atas kondisi prasarana pendukung kawasan industri. b. Mengkoordinasikan pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan prasarana pendukung kawasan industri perikanan meliputi jalan, drainase, dan penerangan. c. Memberikan rekornendasi atas pembangunan dalam rangka pemanfaatan tanah kawasan industri berdasarkan Rencana Induk (master plan) Pelabuhan dan d. Melakukan pemantauan dan pengawasan atas penggunaan tanah kawasan industri oleh pihak ketiga sesuai dengan peruntukannya berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan. (2) Perum mempunyai kewajiban, wewenang dan tanggungjawab : a. Melaksanakan pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan prasarana pendukung di dalam kawasan industri perikanan meliputi jalan, drainase, dan penerangan. b. Menyewakan tanah kepada pihak ketiga untuk kegiatan industri/usaha perikanan. 128
c. Membuat perjanjian dengan pihak ketiga atas penggunaan tanah kawasan industri yang disewakan. d. Memproses dan menyimpan sertifikat hak atas tanah kawasan iridustri di lingkungan wilayah kerja pelabuhan penkanan atas nama Perum. e. Memungut bea atas penggunaan tanah kawasan industri dari pihak ketiga, yaitu berupa bea pembangunan (development charge) dan sewa atas tanah; dan f. Menerima dan mengelola penerimaan sewa atas tanah kawasan industri sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB IV PENGELOLAAN SARANA FUNGSIONAL, SARANA PENUNJANG DAN PENGUSAHAAN BARANG DAN ATAU JASA YANG BERASAL DARI PIHAK KETIGA Pasal 7 PengeIolaan Sarana Fungsional (1) Perum mempunyai kewajiban, wewenang dan tanggung jawab membangun, mengembangkan, memelihara, mengelola dan mengusahakan : a. Sarana pasar grossir ikan (Tempat Pelelangan Ikan). b. Cold storage dan gudang ikan. c. Pabrik es. d. Bengkel dan dok kapal. e. Ruang penanganan, pengolahan dan pengepakan ikan. f. Bangunan/ruang kantor, gudang dan pertokoan. g. Tangki dan bahan bakar. h. Alat angkut, bongkar muat dan alat bantu lainnya. i. Jasa sarana telekomunikasi. j. Bangunan sebagai sarana pemasaran ikan. (2) Dalam hal kapasitas pengelolaan barang dan atau jasa yang dilakukan oleh Perum belum dapat memenuhi kebutuhan pemakai jasa di pelabuhan perikanan, Perum dapat melakukan kerjasama dengan pihak ketiga dan diketahui oleh UPT Pelabuhan Perikanan. Pasal 8 Pengelolaan Sarana Penunjang dan Pengusahaan Barang dan atau Jasa yang Berasal dari Pihak Ketiga (1) UPT Pelabuhan Perikanan mempunyai kewajiban, wewenang dan tanggung jawab membangun, mengembangkan, memelihara sarana penunjang yang meliputi : a. Balai Penyuluhan Nelayan. b. MCK. c. Sarana peribadatan. 129
d. Pos Keamanan; dan e. Penerangan jalan di luar kawasan industri. (2) Perum mempunyai kewajiban, wewenang dan tanggungjawab : a. Menyediakan fasilitas pelayanan telepon, teleks, dan faxsimile. b. Menyediakan fasilitas pelayanan listrik; dan c. Menyediakan fasilitas pelayanan air bersih. (3) Perum dapat bekerjasama dengan pihak ketiga dalam hal penyaluran bahanbahan perbekalan kapal antara lain umpan, es, air, garam, BBM serta penyediaan bahan-bahan dan atau suku cadang kapal perikanan.
BAB V PELAYANAN KAPAL, PASAR GROSIR IKAN DAN PELAKSANAAN EKSPOR IMPOR Pasal 9 Pelayanan Kapal (1) Kapal perikanan berbendera Indonesia maupun berbendera asing yang masuk ke pelabuhan perikanan wajib melapor ke UPT Pelabuhan Perikanan, Kantor Syahbandar, Kantor Kesehatan Pelabuhan, Kantor Imigrasi, Kantor Bea Cukai dan Perum pada saat masuk dan atau keluar pelabuhan perikanan. (2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), instansi yang dilaporkan mempunyai kewajiban, wewenang dan tanggungjawab: a. UPT Pelabuhan Perikanan, melaksanakan pengawasan kapal perikanan dan memberikan pelayanan penerbitan Surat Tanda Bukti Lapor Kedatangan/Keberangkatan Kapal (STBLKK). b. Kantor Syahbandar, memeriksa dan menyimpan Surat Kapal (asli) dan Daftar Anak Buah Kapal (ABK). c. Kantor Kesehatan Pelabuhan, melaksanakan pemeriksaan kesehatan ABK. d. Kantor Imigrasi, melaksanakan pemeriksaan dokumen apabila terdapat ABK warga negara asing. e. Kantor Bea dan Cukai, melaksanakan pemeriksaaan muatan yang berkaitan dengan barang-barang pabean; dan f. Perum memberikan pelayanan : 1) Perbekalan kapal dan ABK. 2) Tambat labuh. 3) Bengkel dan dok kapal; dan 4) Jasa/fasilitas/barang lainnya. (3) Kapal yang melakukan bongkar muat hasil perikanan mendapatkan pelayanan: a. Penyediaan tenaga dan sarana bongkar muat oleh Perum. b. Pengawasan barang-barang pabean oleh Kantor Bea dan Cukai. 130
c. Pembinaan rnutu hasil perikanan oleh Dinas Perikanan; dan d. Pengecekan penggunaan alat penangkapan ikan dan hasil tangkapannya oleh UPT Pelabuhan Perikanan. (4) Kapal yang secara khusus masuk pelabuhan perikanan untuk melakukan perbaikan/docking wajib mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari UPT Pelabuhan Perikanan, dan selanjutnya dilakukan : a. Pemeriksaan kerusakan kapal oleh Syahbandar; dan b. Pelayanan perbaikan oleh Perum. (5) Kapal-kapal perikanan yang akan rneninggalkan pelabuhan perikanan wajib memperoleh pelayanan/penyelesaian administrasi kepelabuhanan (port clearance) mengenai : a. Pemenuhan kewajiban-kewajiban penggunaan fasilitas/barang dan atau jasa dan Perum dan atau swasta. b. Pengecekan kesehatan Anak Buah Kapal (ABK) dan Kantor Kesehatan Pelabuhan. c. Pengecekan muatan kapal dan Kantor Bea dan Cukai. d. Pengecekan ABK asing dan Kantor Imigrasi. e. Surat Tanda Bukti Lapor Kedatangan/Keberangkatan Kapal (STBLKK) dari UPT Perikanan; dan f. Surat Izin Berlayar (SIB) dan Kantor Syahbandar Perikanan. Pasal 10 Pasar Grosir Ikan (1) Perum mempunyai kewajiban, wewenang dan tanggungjawab membangun, mengembangkan dan mengelola pasar grosir ikan beserta sarana pendukungnya. (2) Penyelenggaraan kegiatan pasar grosir ikan di pelabuhan perikanan dilaksanakan oleh Dinas Perikanan berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku dan ketentuan yang digariskan oleh Perum. (3) UPT Pelabuhan Perikanan mempunyai kewajiban, wewenang dan tanggung jawab melaksanakan pengawasan atàs penyelenggaraan pasar grosir ikan. Pasal 11 Pelaksanaan Ekspor impor (1) Pelayanan dalam pelaksanaan ekspor impor hasil perikanan dan bahan alat perikanan di pelabuhan perikanan meliputi : a. Sertifikat mutu ekspor hasil perikanan dan Dinas Perikanan. b. Dokumen ekspor impor dan Kantor Bea dan Cukai. c. Sertifikat kesehatan ikan hidup (ekspor) dan Petugas Karantina Ikan. d. Sertifikat kesehatan ikan hidup (impor) apabila disyaratkan negara tujuan oleh Petugas Karantina Ikan; dan e. Pelayanan tenaga dan sarana bongkar muat dari Perum.
131
(2) Pelayanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikoordinasikan oleh UPT Pelabuhan Perikanan. BAB VI PEMBINAAN MUTU HASIL PERIKANAN, PENYULUHAN, DATA DAN STATISTIK, DAN PENGAWASAN PENANGKAPAN IKAN Pasal 12 Pembinaan Mutu Hasil Perikanan (1) Untuk menjamin mutu hasil perikanan yang didaratkan/diberangkatkan dari pelabuhan perikanan, Dinas Perikanan wajib memberikan pembinaan dalam kegiatan penanganan, pengolahan, pengepakan dan pengangkutan hasil perikanan. (2) Pembinaan mutu hasil perikanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikoordinasikan oleh UPT Pelabuhan Perikanan. Pasal 13 Penyuluhan (1) Dinas Perikanan wajib menyelenggarakan penyuluhan kepada nelayan dan atau pengusaha perikanan di pelabuhan perikanan. (2) Pelaksanaan penyuluhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dikoordinasikan oleh UPT Pelabuhan Perikanan. (3) Penggunaan sarana pelabuhan perikanan untuk keperluan penyuluhan dilakukan setelah mendapatkan persetujuan UPT Pelabuhan Perikanan. Pasal 14 Data dan Statistik (1) Pengumpulan data dan statistik perikanan di pelabuhan perikanan dilakukan oleh Dinas Perikanan dan UPT Pelabuhan Perikanan (2) Setiap unit usaha yang beroperasi di pelabuhan perikanan (Perum, Koperasi, Swasta) wajib memberikan data yang dibutuhkan oleh Dinas Perikanan dan UPT Pelabuhan Perikanan. (3) Pelaksanaan pengumpulan data dan statistik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikoordinasikan oleh UPT Pelabuhan Perikanan. Pasal 15 Pengawasan Penangkapan Ikan (1) Dalam rangka pengendalian penangkapan ikan, sewaktu-waktu dapat dilakukan pemeriksaan teknis atas kapal perikanan yang bersandar di pelabuhan perikanan oleh Pengawas Penangkapan Ikan setelah diterbitkan Surat Perintah Pemeriksaan oleh UPT Pelabuhan Perikanan.
132
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, Pengawas Penangkapan Ikan bertanggung jawab dan memberikan laporan hasil pemeriksaannya kepada UPT Pelabuhan Perikanan. (3) Hasil pemeriksaan kapal perikanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) selanjutnya dilaporkan oleh Kepala UPT Pelabuhan Perikanan kepada Direktur Jenderal Perikanan secara berkala atau sewaktu-waktu apabila dianggap perlu. BAB VII KEAMANAN, KETERTIBAN DAN KEBERSIHAN Pasal 16 (1) Penyelenggaraan keamanan dan ketertiban di pelabuhan perikanan menjadi wewenang dan tanggung jawab UPT Pelabuhan Perikanan. (2) Dalam penyelenggaraan keamanan dan ketertiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khususnya pengelolaan pas masuk dan parkir UPT Pelabuhan Perikanan mempunyai kewajiban wewenang dan tanggung jawab : a. Membangun, mengembangkan dan memelihara fasilitas fisik keamanan, dan ketertiban; b. Menyelenggarakan pas masuk dan parkir; c. Memungut dan mengelola bea pas masuk dan parkir sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; d. Menata kegiatan arus kendaraan masuk dan atau keluar serta parkir di lingkungan pelabuhan perikanan; dan e. Melaksanakan pengawasan terhadap kegiatan keluar masuk kendaraan/ orang dan muatan dan dari ke pelabuhan perikanan. (3) Dalam rangka menjaga keamanan dan ketertiban di lingkungannya masingmasing setiap unit kerja/unit usaha yang beroperasi di pelabuhan perikanan dapat membentuk Satuan Pengamanan (Satpam) intern. (4) Apabila terjadi kasus, yang mengganggu keamanan dan ketertiban lingkungan, maka Satpam intern wajib melaporkan kepada UPT Pelabuhan Perikanan melalui pimpinan unit kerja/unit usahanya masing-masing untuk mendapatkan penyelesaian lebih lanjut. Pasal 17 (1) UPT Pelabuhan Perikanan mempunyai kewajiban, wewenang dan tanggung jawab menyelenggarakan kebersihan di pelabuhan perikanan. (2) UPT Pelabuhan Perikanan mempunyai kewajiban, wewenang dan tanggung jawab melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan kebersihan pada unit kerja/unit usaha di pelabuhan perikanan.
133
(3) UPT Pelabuhan Perikanan mempunyai kewajiban, wewenang dan tanggung jawab membangun, mengembangkan, dan mengelola sarana fisik kebersihan dan Instalasi Pengolahan Limbah. BAB VIII PEMBINAAN ORGANISASI PROFESI KELOMPOK TENAGA KERJA DAN KOPERASI Pasal 18 (1) Pembinaan organisasi profesi, kelompok tenaga kerja dan atau serikat pekerja serta koperasi dilakukan oleh Dinas Perikanan. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila menghadapi permasalahan dikoordinasikan oleh UPT Pelabuhan Perikanan untuk selanjutnya diselesaikan dengan instansi yang berwenang. BAB IX LAIN-LAIN Pasal 19 (1) Dalam rangka pemberdayaan Perum, Pemerintah dapat melakukan penyertaan modal melalui pembangunan dan atau pengembangan sarana fungsional sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Sumber modal sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri Pertanian berdasarkan usul dari Perum setelah berkonsultasi dengan Direktur Jenderal Perikanan. BAB X PENUTUP Pasal 20 Dengan berlakunya Keputusan ini maka Keputusan Menteri Pertanian Nomor 329/Kpts/OT.210/5/1991 dan Nomor 03/Kpts/OT.210/1/1993 dinyatakan tidak berlaku.
134
Pasal 21 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : J a k a r t a Pada tanggal : 13 Oktober 1999
MENTERI PERTANIAN,
SOLEH SOLAHUDDIN
SALINAN Keputusan ini disampaikan Kepada Yth : 1. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan. 2. Menko EKUIN. 3. Menko Wasbang dan PAN. 4. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas. 5. Menteri Dalam Negeri. 6. Menteri Kehakiman. 7. Menteri Keuangan. 8. Menteri Perhubungan. 9. Menteri Kesehatan. 10. Kepala Kepolisian RI. 11. Kepala BPKP. 12. Pimpinan unit kerja Eselon I lingkup Departemen Pertanian. 13. Gubernur Kepala Daerah Propinsi di seluruh Indonesia. 14. Direksi Perum Prasarana Perikanan Samudera. 15. Para Kepala UPT Pelabuhan Perikanan.
135
Lampiran 7 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 23 Tahun 2000 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PRASARANA PERIKANAN SAMUDERA
Menimbang
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. Bahwa dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998 tentang Perusahaan Umum (Perum), maka pengaturan tentang Perusahaan Umum (Perum) Prasarana Perikanan Samudera sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1990 tentang Perusahaan Umum (Perum) Prasarana Perikanan Samudera perlu disesuaikan. b.
Mengingat
: 1.
Bahwa sehubungan dengan hal tersebut dalam huruf a, maka dipandang perlu untuk mengatur kembali peraturan tentang Perusahaan Umum (Perum) Prasarana Perikanan Samudera dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 5 ayat 2 dan Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945.
2.
Undang Undang Nomor 19 Prp Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1989).
3.
Undang Undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 1969 tentang Bentuk-bentuk Usaha Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2890) menjadi Undang Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2904).
4.
Undang Undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3299).
5.
Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 1996 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3661).
6.
Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998 tentang Perusahaan Umum (Perum) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3732); 136
MEMUTUSKAN : Menetapkan
: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PRASARANA PERIKANAN SAMUDERA BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : (1) Perusahaan Umum (Perum) Prasarana Perikanan Samudera, yang selanjutnya disebut Perusahaan, adalah Badan Usaha Milik Negara sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 9 Tahun 1969, yang bidang usahanya berada dalam lingkup tugas dan kewenangan Menteri, dimana seluruh modalnya dimiliki negara berupa kekayaan negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham. (2) Pembinaan adalah kegiatan untuk memberikan pedoman bagi perusahaan di bidang perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian dengan maksud agar Perusahaan dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara berdaya guna dan berhasil guna serta dapat berkembang dengan baik. (3) Pengawasan adalah seluruh proses kegiatan penilaian terhadap perusahaan dengan tujuan agar perusahaan melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik dan berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (4) Pemeriksaan adalah kegiatan untuk menilai perusahaan dengan cara membandingkan antara keadaan yang sebenarnya dengan keadaan yang seharusnya dilakukan, baik dalam bidang keuangan maupun dalam bidang teknis operasional. (5) Pengurusan sebagai badan usaha adalah kegiatan pengelolaan perusahaan dalam upaya mencapai tujuan perusahaan sebagai badan usaha, sesuai dengan kebijakan pengembangan usaha yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan pembinaan yang digariskan oleh Menteri. (6) Menteri Keuangan adalah Menteri yang mewakili pemerintah dalam setiap penyertaan kekayaan negara yang dipisahkan untuk dimasukkan ke dalam Perusahaan. (7) Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang perikanan. (8) Direksi adalah organ perusahaan yang bertanggung jawab atas kepengurusan perusahaan untuk kepentingan dan tujuan perusahaan serta mewakili perusahaan baik di dalam maupun di luar pengadilan. (9) Dewan Pengawas adalah organ perusahaan yang bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi dalam menjalankan kegiatan kepengurusan perusahaan.
137
BAB II PENDIRIAN PERUSAHAAN Pasal 2 Perusahaan yang didirikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1990 dilanjutkan berdirinya dan meneruskan usaha-usaha selanjutnya berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini. BAB III ANGGARAN DASAR PERUSAHAAN Bagian Pertama Umum Pasal 3 (1) Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah Badan Usaha Milik Negara yang diberi tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan usahausaha pelayanan kepada pengguna jasa pelabuhan perikanan dan usahausaha lain yang berkaitan dengan perikanan. (2) Perusahaan melakukan usaha-usaha berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku. (3) Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini, terhadap perusahaan berlaku Hukum Indonesia. Bagian Kedua Tempat Kedudukan dan Jangka Waktu Pasal 4 Perusahaan berkedudukan dan berkantor pusat di Jakarta. Pasal 5 Perusahaan didirikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan. Bagian Ketiga Sifat, Maksud dan Tujuan Pasal 6 Sifat usaha dari Perusahaan adalah menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengurusan perusahaan.
138
Pasal 7 Maksud dan tujuan perusahaan adalah untuk : (1) Meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan melalui penyediaan dan perbaikan sarana dan atau prasarana pelabuhan perikanan. (2) Mengembangkan wiraswasta perikanan serta untuk merangsang dan atau mendorong usaha industri perikanan dan pemasaran hasil perikanan. (3) Memperkenalkan dan mengembangkan teknologi pengolahan hasil perikanan dan sistem rantai dingin dalam perdagangan dan distribusi bidang perikanan. (4) Menumbuhkembangkan kegiatan ekonomi perikanan sebagai komponen kegiatan nelayan dan masyarakat perikanan. Bagian Keempat Kegiatan dan Pengembangan Usaha Pasal 8 Untuk mencapai maksud dan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Perusahaan menyelenggarakan usaha-usaha sebagai berikut : (1) Melaksanakan usaha pelayanan umum bidang kegiatan prasarana perikanan. (2) Menyediakan fasilitas-fasilitas yang ada kaitannya dengan program pemerintah dalam mengembangkan industri perikanan di Indonesia. (3) Membangun, memelihara dan mengusahakan dermaga untuk bertambat dan bongkar muat ikan. (4) Jasa terminal. (5) Membantu mengatasi masalah-masalah yang dihadapi nelayan/kapal yang berkaitan dengan sarana atau prasarana pelabuhan perikanan. (6) Mengoperasionalkan dan memberikan bantuan manajemen pengelolaan aset pihak ketiga yang berkaitan dengan usaha perikanan. (7) Melakukan kegiatan lain yang dapat menunjang tercapainya maksud dan tujuan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, dengan persetujuan Menteri Keuangan. Pasal 9 Untuk mendukung pembiayaan kegiatan perusahaan dalam rangka mencapai maksud dan tujuan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, perusahaan dapat : (1) Melakukan kerjasama usaha atau patungan (joint venture) dengan badan usaha lain. (2) Membentuk anak perusahaan. (3) Melakukan penyertaan modal dalam badan usaha lain. 139
Pasal 10 (1) Perusahaan menyelenggarakan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 pada : a. Pelabuhan Perikanan di Muara Baru, Jakarta. b. Pelabuhan Perikanan di Pekalongan, Jawa Tengah. c. Pelabuhan Perikanan di Belawan, Sumatera Utara. d. Pelabuhan Perikanan di Brondong, Jawa Timur. e. Pelabuhan Perikanan di Lampulo, Daerah Istimewa Aceh. f. Pelabuhan Perikanan di Pemangkat, Kalimantan Barat. g. Pelabuhan Perikanan di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. h. Pelabuhan Perikanan di Tarakan, Kalimantan Timur. i. Pelabuhan Perikanan di Prigi, Jawa Timur. (2) Penambahan pelabuhan-pelabuhan perikanan lainnya ditetapkan dengan Keputusan Presiden atas usul Menteri, setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan. Bagian Kelima Modal Pasal 11 (1) Modal perusahaan merupakan kekayaan negara yang dipisahkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan tidak terbagi atas sahamsaham. (2) Besarnya modal perusahaan pada saat Peraturan Pemerintah ini diundangkan adalah sebesar seluruh nilai penyertaan modal negara dalam perusahaan. Pasal 12 Setiap penambahan dan pengurangan penyertaan modal negara dalam perusahaan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 13 (1) Penerbitan obligasi dalam rangka pengerahan dana masyarakat oleh perusahaan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. (2) Rencana penerbitan obligasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus diberitahukan oleh perusahaan kepada para kreditor tertentu. Pasal 14 (1) Apabila perusahaan menerbitkan obligasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), dan selanjutnya negara melakukan pengurangan penyertaan modal pada perusahaan, maka pengurangan penyertaan modal negara tersebut harus diberitahukan kepada kreditor sebelum ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 140
(2) Pengurangan penyertaan modal negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak boleh merugikan kepentingan pihak ketiga. Pasal 15 Semua alat-alat likuid yang tidak segera diperlukan oleh perusahaan disimpan dalam bank sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagian Keenam Pembinaan Pasal 16 (1) Pembinaan perusahaan dilakukan oleh Menteri Keuangan dan pelaksanaan pembinaan sehari-hari dilakukan oleh Menteri. (2) Pembinaan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan menetapkan kebijakan pengembangan usaha. (3) Kebijakan pengembangan usaha merupakan arah dalam mencapai tujuan Perusahaan, baik menyangkut kebijakan investasi, pembiayaan usaha, sumber pembiayaannya, penggunaan hasil usaha perusahaan dan kebijakan pengembangan lainnya. (4) Pembinaan sehari-hari sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan memberikan pedoman bagi Direksi dan Dewan Pengawas dalam menjalankan kegiatan operasional perusahaan. (5) Pedoman sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) disusun berdasarkan kebijakan pengembangan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (2). (6) Dalam rangka memantapkan pembinaan dan pengawasan perusahaan, Menteri Keuangan dan Menteri sewaktu-waktu apabila diperlukan dapat meminta keterangan dari Direksi dan Dewan Pengawas. Pasal 17 Menteri Keuangan dan atau Menteri tidak bertanggung jawab atas segala akibat perbuatan hukum yang dilakukan perusahaan dan tidak bertanggungjawab atas kerugian perusahaan melebihi nilai kekayaan negara yang telah dipisahkan ke dalam perusahaan, kecuali apabila : (1) Menteri Keuangan dan atau Menteri baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perusahaan semata-mata untuk kepentingan pribadi. (2) Menteri Keuangan dan atau Menteri terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan perusahaan; atau (3) Menteri Keuangan dan atau Menteri langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perusahaan.
141
Bagian Ketujuh Direksi Pasal 18 (1) Kepengurusan perusahaan dilakukan oleh Direksi. (2) Jumlah anggota Direksi paling banyak 5 (lima) orang, dan seorang diantaranya diangkat sebagai Direktur Utama. (3) Penambahan jumlah anggota Direksi melebihi jumlah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dilakukan dengan persetujuan Presiden.
Pasal 19 Yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perorangan yang : (1) Memenuhi kriteria keahlian, integritas, kepemimpinan, pengalaman dan berkelakuan baik serta memiliki dedikasi untuk mengembangkan usaha guna kemajuan perusahaan; (2) Mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi anggota Direksi, Komisaris atau Dewan Pengawas yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan atau Perum dinyatakan pailit; dan (3) Berkewarganegaraan Indonesia. Pasal 20 (1) Antara anggota Direksi dilarang memiliki hubungan keluarga sampai derajat ketiga baik menurut garis lurus maupun garis ke samping, termasuk hubungan yang timbul karena perkawinan. (2) Jika hubungan keluarga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terjadi sesudah pengangkatan anggota Direksi, maka anggota Direksi tersebut harus mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan untuk dapat melanjutkan jabatannya. (3) Permohonan kepada Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diajukan dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) bulan sejak terjadinya hubungan keluarga. (4) Anggota Direksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dapat melanjutkan jabatannya sampai dikeluarkannya keputusan Menteri Keuangan bagi anggota Direksi tersebut mengenai dapat atau tidak dapat melanjutkan jabatan. (5) Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diberikan dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan terhitung sejak permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diajukan.
142
(6) Dalam hal keputusan Menteri Keuangan belum dikeluarkan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (5), Menteri Keuangan dianggap memberikan keputusan bahwa anggota Direksi dapat melanjutkan jabatannya. Pasal 21 Anggota Direksi dilarang memangku jabatan rangkap : (1) Direktur Utama atau Direktur pada Badan Usaha Milik Negara, Daerah dan Swasta atau jabatan lain yang berhubungan dengan kepengurusan perusahaan. (2) Jabatan struktural dan fungsional lainnya dalam instansi/lembaga Pemerintah Pusat atau Daerah. (3) Jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundangundangan yang berlaku.
Pasal 22 (1) Anggota Direksi diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Keuangan berdasarkan usul Menteri. (2) Anggota Direksi diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun, dan dapat diangkat kembali. Pasal 23 (1) Anggota Direksi dapat diberhentikan sebelum habis masa jabatannya oleh Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Menteri, apabila berdasarkan kenyataan anggota Direksi : a. Tidak melaksanakan tugasnya dengan baik; b. Tidak melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan dan atau ketentuan Peraturan Pemerintah ini; c. Terlibat dalam tindakan yang merugikan perusahaan; d. Dipidana penjara karena melakukan perbuatan pidana kejahatan dan atau kesalahan yang bersangkutan dengan kepengurusan perusahaan. (2) Keputusan pemberhentian karena alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, huruf b dan huruf c diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan membela diri. (3) Pembelaan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan secara tertulis dan disampaikan kepada Menteri Keuangan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak anggota Direksi yang bersangkutan diberitahu secara tertulis oleh Menteri Keuangan tentang rencana pemberhentian tersebut.
143
(4) Selama rencana pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) masih dalam proses, maka anggota Direksi yang bersangkutan dapat melanjutkan tugasnya. (5) Jika dalam jangka waktu 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal penyampaian pembelaan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) Menteri Keuangan tidak memberikan keputusan pember-hentian anggota Direksi tersebut, maka rencana pemberhentian tersebut menjadi batal. (6) Pemberhentian karena alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d, merupakan pemberhentian tidak dengan hormat. (7) Kedudukan sebagai anggota Direksi berakhir dengan dikeluarkannya keputusan pemberhentian oleh Menteri Keuangan. Pasal 24 (1) Direksi diberi tugas dan mempunyai wewenang untuk : a. Memimpin, mengurus dan mengelola perusahaan sesuai dengan tujuan perusahaan dengan senantiasa berusaha meningkatkan daya guna dan hasil guna perusahaan. b. Menguasai, memelihara dan mengurus kekayaan perusahaan. c. Mewakili perusahaan di dalam dan di luar pengadilan. d. Melaksanakan kebijakan pengembangan usaha dalam mengurus perusahaan yang telah digariskan Menteri Keuangan. e. Menetapkan kebijakan perusahaan sesuai dengan pedoman kegiatan operasional yang ditetapkan oleh Menteri. f. Menyiapkan Rencana Jangka Panjang serta Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan. g. Mengadakan dan memelihara pembukuan dan administrasi perusahaan sesuai dengan kelaziman yang berlaku bagi suatu perusahaan. h. Menyiapkan struktur organisasi dan tata kerja perusahaan lengkap dengan perincian tugasnya. i. Melakukan kerjasama usaha, membentuk anak perusahaan dan melakukan penyertaan modal dalam badan usaha lain dengan persetujuan Menteri Keuangan. j. Mengangkat dan memberhentikan pegawai perusahaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. k. Menetapkan gaji, pensiun/jaminan hari tua dan penghasilan lain bagi para pegawai perusahaan serta mengatur semua hal kepegawaian lainnya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. l. Menyiapkan Laporan Tahunan dan laporan berkala. (2) Untuk menyelenggarakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Direksi berwenang menetapkan kebijakan teknis dan non teknis sesuai dengan kebijakan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e.
144
Pasal 25 (1)
Dalam menjalankan tugas-tugas perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 : a. Direktur Utama dapat bertindak atas nama Direksi berdasarkan persetujuan para anggota Direksi lainnya. b. Para Direktur berhak dan berwenang bertindak atas nama Direksi, masing-masing untuk bidang yang menjadi tugas dan wewenangnya.
(2)
Apabila salah satu atau beberapa anggota Direksi berhalangan tetap menjalankan pekerjaannya atau apabila jabatan itu terluang dan penggantinya belum diangkat atau belum memangku jabatannya, maka jabatan tersebut dipangku oleh anggota Direksi lainnya yang ditunjuk sementara oleh Menteri Keuangan.
(3)
Dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan terhitung sejak terjadinya keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Menteri Keuangan menunjuk anggota Direksi yang baru untuk memangku jabatan yang terluang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
(4)
Apabila semua anggota Direksi berhalangan tetap menjalankan pekerjaannya atau jabatan Direksi terluang seluruhnya dan belum diangkat, maka sementara waktu pengurusan perusahaan dijalankan oleh Dewan Pengawas.
(5)
Dalam menjalankan tugas dan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf c, Direksi dapat melaksanakan sendiri atau menyerahkan kekuasaan tersebut kepada : a. Seorang atau beberapa orang anggota Direksi; atau b. Seorang atau beberapa orang pegawai Perusahaan baik sendiri maupun bersama-sama; atau c. Orang atau badan lain. d. Yang khusus ditunjuk untuk hal tersebut. Pasal 26
Dalam melaksanakan tugasnya Direksi wajib mencurahkan perhatian dan pengabdiannya secara penuh pada tugas, kewajiban dan pencapaian tujuan perusahaan. Pasal 27 Anggota Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (5) huruf a tidak berwenang mewakili perusahaan apabila : (1)
Terjadi perkara di depan pengadilan antara perusahaan dengan anggota Direksi yang bersangkutan.
(2)
Anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan perusahaan.
145
Pasal 28 Besar dan jenis penghasilan Direksi ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 29 (1)
Rapat Direksi diselenggarakan sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan sekali.
(2)
Dalam rapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibicarakan hal-hal yang berhubungan dengan Perusahaan sesuai dengan tugas, kewenangan dan kewajibannya.
(3)
Keputusan rapat Direksi diambil atas dasar musyawarah untuk mufakat.
(4)
Dalam hal tidak tercapai kata mufakat, maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
(5)
Untuk setiap rapat dibuatkan risalah rapat. Pasal 30
(1)
Rencana Jangka Panjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf f, sekurang-kurangnya memuat : a. Evaluasi pelaksanaan Rencana Jangka Panjang sebelumnya. b. Posisi perusahaan pada saat perusahaan menyusun Rencana Jangka Panjang. c. Asumsi-asumsi yang dipakai dalam penyusunan Rencana Jangka Panjang. d. Penetapan sasaran, strategi, kebijakan dan program kerja Rencana Jangka Panjang beserta keterkaitan antara unsur-unsur tersebut.
(2)
Rancangan Rencana Jangka Panjang yang telah ditandatangani bersama dengan Dewan Pengawas disampaikan kepada Menteri Keuangan melalui Menteri, untuk disahkan.
(3)
Pengesahan oleh Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan setelah dibahas bersama dengan Menteri. Pasal 31
(1)
Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf f sekurang-kurangnya memuat : a. Rencana kerja Perusahaan. b. Anggaran Perusahaan. c. Proyeksi keuangan pokok Perusahaan. d. Hal-hal lain yang memerlukan pengesahan oleh Menteri Keuangan.
(2)
Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan kepada Menteri Keuangan melalui Menteri, paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum tahun anggaran dimulai, untuk memperoleh pengesahan. 146
(3)
Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disahkan oleh Menteri Keuangan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah tahun anggaran berjalan.
(4)
Dalam hal Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan belum disahkan oleh Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan tersebut dianggap sah untuk dilaksanakan sepanjang telah memenuhi ketentuan tata cara penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan.
(5)
Kewenangan pengesahan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat dilimpahkan oleh Menteri Keuangan kepada Menteri. Bagian Kedelapan Dewan Pengawas Pasal 32
(1)
Pada Perusahaan dibentuk Dewan Pengawas.
(2)
Jumlah anggota Dewan Pengawas disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan paling sedikit 2 (dua) orang dan paling banyak 5 (lima) orang, seorang diantaranya diangkat sebagai Ketua Dewan Pengawas.
(3)
Dewan Pengawas dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan tujuan perusahaan. Pasal 33
Yang dapat diangkat sebagai Dewan Pengawas adalah orang perorangan yang : (1)
Memiliki dedikasi, memahami masalah-masalah manajemen perusahaan dan dapat menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya; dan
(2)
Mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi, Komisaris atau Dewan Pengawas yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan, Perum dinyatakan pailit. Pasal 34
Anggota Dewan Pengawas tidak dibenarkan memiliki kepentingan yang bertentangan dengan atau mengganggu kepentingan perusahaan. Pasal 35 Dewan Pengawas terdiri dari unsur-unsur pejabat departemen teknis yang bersangkutan, Departemen Keuangan dan departemen/instansi lain yang kegiatannya berhubungan dengan Perusahaan, atau pejabat lain yang diusulkan oleh Menteri.
147
Pasal 36 (1)
Anggota Dewan Pengawas diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Keuangan berdasarkan usul Menteri.
(2)
Anggota Dewan Pengawas diangkat untuk masa jabatan yang sama dengan anggota Direksi dan dapat diangkat kembali.
(3)
Pengangkatan anggota Dewan Pengawas tidak bersamaan waktunya dengan pengangkatan anggota Direksi. Pasal 37
(1)
Anggota Dewan Pengawas dapat diberhentikan sebelum habis masa jabatannya oleh Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Menteri, apabila berdasarkan kenyataan anggota Dewan Pengawas : a. Tidak melaksanakan tugasnya dengan baik. b. Tidak melaksanakan ketentuan perundang-undangan dan atau ketentuan Peraturan Pemerintah ini. c. Terlibat dalam tindakan yang merugikan Perusahaan; atau d. Dipidana penjara karena dipersalahkan melakukan perbuatan pidana kejahatan dan atau kesalahan yang berkaitan dengan tugasnya melaksanakan pengawasan dalam perusahaan .
(2)
Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), huruf a, huruf b dan huruf c diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan membela diri.
(3)
Pembelaan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan secara tertulis dan disampaikan kepada Menteri Keuangan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak anggota Dewan Pengawas yang bersangkutan diberitahu secara tertulis oleh Menteri Keuangan tentang rencana pemberhentian tersebut.
(4)
Selama rencana pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) masih dalam proses, maka anggota Dewan Pengawas yang bersangkutan dapat menjalankan tugasnya.
(5)
Jika dalam jangka waktu 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal penyampaian pembelaan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) Menteri Keuangan tidak memberikan keputusan pemberhentian anggota Dewan Pengawas tersebut, maka rencana pemberhentian tersebut menjadi batal.
(6)
Pemberhentian karena alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d, merupakan pemberhentian tidak dengan hormat.
(7)
Kedudukan sebagai Dewan Pengawas berakhir dengan dikeluarkannya keputusan pemberhentian oleh Menteri Keuangan. Pasal 38
(1)
Dewan Pengawas bertugas untuk :
148
a. Melaksanakan pengawasan terhadap pengurusan perusahaan yang dilakukan oleh Direksi. b. Memberi nasihat kepada Direksi dalam melaksanakan kegiatan pengurusan Perusahaan. (2)
Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a termasuk pengawasan terhadap pelaksanaan : a. Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan. b. Ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini. c. Kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan pedoman yang disusun oleh Menteri. d. Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 39
(1)
Dewan Pengawas dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban : a. Memberikan pendapat dan saran kepada Menteri Keuangan dan Menteri mengenai Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan yang diusulkan Direksi. b. Mengikuti perkembangan kegiatan perusahaan, memberikan pendapat dan saran kepada Menteri Keuangan dan Menteri mengenai setiap masalah yang dianggap penting bagi pengurusan perusahaan. c. Melaporkan dengan segera kepada Menteri Keuangan dan Menteri apabila terjadi gejala menurunnya kinerja perusahaan. d. Memberikan nasihat kepada Direksi dalam melaksanakan pengurusan perusahaan.
(2)
Dewan Pengawas melaporkan pelaksanaan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada Menteri Keuangan dan Menteri secara berkala dan sewaktu-waktu apabila diperlukan. Pasal 40
Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, Dewan Pengawas mempunyai wewenang sebagai berikut : (1)
Melihat buku-buku, surat-surat serta dokumen-dokumen lainnya, memeriksa kas untuk keperluan verifikasi dan memeriksa kekayaan perusahaan.
(2)
Memasuki pekarangan, gedung dan kantor yang dipergunakan oleh perusahaan.
(3)
Meminta penjelasan dari Direksi dan atau pejabat lainnya mengenai segala persoalan yang menyangkut pengelolaan perusahaan.
(4)
Meminta Direksi dan atau pejabat lainnya dengan sepengetahuan Direksi untuk menghadiri Rapat Dewan Pengawas perusahaan.
(5)
Menghadiri rapat Direksi dan memberikan pandangan-pandangan terhadap hal-hal yang dibicarakan.
(6)
Berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini, memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu. 149
(7)
Berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini atau Keputusan Rapat Pembahasan Bersama, melakukan tindakan pengurusan perusahaan dalam hal Direksi tidak ada; dan
(8)
Memberhentikan sementara Direksi, dengan menyebutkan alasannya Pasal 41
Untuk membantu kelancaran pelaksanaan tugas Dewan Pengawas, Menteri Keuangan dapat mengangkat seorang Sekretaris Dewan Pengawas atas beban perusahaan. Pasal 42 Jika dianggap perlu Dewan Pengawas dalam melaksanakan tugasnya dapat memperoleh bantuan tenaga ahli yang diikat dengan kontrak untuk waktu tertentu atas beban perusahaan. Pasal 43 Semua biaya yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugas Dewan Pengawas dibebankan kepada perusahaan dan secara jelas dimuat dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan. Pasal 44 (1)
Rapat Dewan Pengawas diselenggarakan sekurang-kurang 3 (tiga) bulan sekali.
(2)
Dalam rapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dibicarakan hal-hal yang berhubungan dengan perusahaan sesuai dengan tugas, kewenangan dan kewajiban Dewan Pengawas.
(3)
Keputusan rapat Dewan Pengawas diambil atas dasar musyawarah untuk mufakat.
(4)
Dalam hal tidak tercapai kata mufakat, maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
(5)
Untuk setiap rapat dibuat risalah rapat. Bagian Kesembilan Penetapan Tarif Pasal 45
Atas usul Direksi, Menteri menetapkan tarif bagi jasa dan fasilitas-fasilitas tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
150
Bagian Kesepuluh Satuan Pengawasan Intern Pasal 46 (1)
Satuan Pengawasan Intern melaksanakan pengawasan intern keuangan dan operasional perusahaan.
(2)
Satuan Pengawasan Intern sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipimpin oleh seorang Kepala yang bertanggung jawab kepada Direktur Utama. Pasal 47
Satuan Pengawasan Intern bertugas : (1)
Membantu Direktur Utama dalam melaksanakan pemeriksaan intern keuangan dan operasional perusahaan serta menilai pengendalian, pengurusan dan pelaksanaannya pada Perusahaan serta memberikan saransaran perbaikannya.
(2)
Memberikan keterangan tentang hasil pemeriksaan atau hasil pelaksanaan tugas Satuan Pengawasan Intern sebagaimana dimaksud dalam huruf a kepada Direksi. Pasal 48
Direksi wajib memperhatikan dan segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan atas segala sesuatu yang dikemukakan dalam setiap laporan hasil pemeriksaan yang dibuat oleh Satuan Pengawasan Intern. Pasal 49 Atas permintaan tertulis Dewan Pengawas, Direksi memberikan keterangan hasil pemeriksaan atau hasil pelaksanaan tugas Satuan Pengawasan Intern sebagaimana dimaksud dalam pasal 47 huruf b. Pasal 50 Dalam pelaksanaan tugasnya, Satuan Pengawasan Intern wajib menjaga kelancaran pelaksanaan tugas satuan organisasi lainnya dalam perusahaan sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. Bagian Kesebelas Sistem Akuntansi dan Pelaporan Pasal 51 Tahun buku Perusahaan adalah tahun takwim, kecuali jika ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
151
Pasal 52 Perhitungan Tahunan dibuat sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku. Pasal 53 Dalam waktu 5 (lima) bulan setelah tahun buku perusahaan ditutup, Direksi wajib menyampaikan Laporan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf l kepada Menteri Keuangan dan Menteri, yang memuat sekurangkurangnya: (1)
Perhitungan Tahunan yang terdiri dari neraca akhir tahun buku yang baru lampau dan perhitungan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan serta penjelasan atas dokumen tersebut.
(2)
Laporan mengenai keadaan dan jalannya perusahaan serta hasil yang telah dicapai.
(3)
Kegiatan utama Perusahaan dan perubahan selama tahun buku.
(4)
Rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan perusahaan.
(5)
Nama anggota Direksi dan Dewan Pengawas; dan
(6)
Gaji dan tunjangan lain bagi anggota Direksi dan Dewan Pengawas. Pasal 54
(1)
Laporan Tahunan ditandatangani oleh semua anggota Direksi dan Dewan Pengawas serta disampaikan kepada Menteri Keuangan dan Menteri.
(2)
Dalam hal ada anggota Direksi atau Dewan Pengawas tidak menandatangani Laporan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus disebutkan alasannya secara tertulis. Pasal 55
(1)
Perhitungan Tahunan disampaikan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan kepada Direksi untuk diperiksa.
(2)
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan oleh Akuntan Publik yang ditunjuk oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dengan ketentuan bahwa hasil pemeriksaannya disetujui oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
(3)
Apabila perusahaan mengerahkan dana masyarakat, Perhitungan Tahunan dilakukan oleh Akuntan Publik.
(4)
Laporan hasil pemeriksaan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan atau Akuntan Publik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) disampaikan secara tertulis oleh Direksi kepada Menteri dan Menteri Keuangan, untuk disahkan. 152
pemeriksaan
(5)
Perhitungan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diumumkan dalam surat kabar harian. Pasal 56
(1)
Pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (4) membebaskan Direksi dari tanggung jawab terhadap segala sesuatunya yang termuat dalam Perhitungan Tahunan tersebut.
(2)
Dalam hal dokumen Perhitungan Tahunan yang diajukan dan disahkan tersebut ternyata tidak benar dan atau menyesatkan maka anggota Direksi dan Dewan Pengawas secara langsung bertanggung jawab terhadap pihak ketiga yang dirugikan.
(3)
Anggota Direksi dan Dewan Pengawas dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) apabila terbukti bahwa keadaan tersebut bukan karena kesalahannya. Pasal 57
(1)
Laporan berkala baik laporan triwulan, laporan semester maupun laporan lainnya tentang kinerja perusahaan disampaikan kepada Dewan Pengawas.
(2)
Tembusan laporan berkala sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada Menteri Keuangan dan Menteri. Pasal 58
Laporan Tahunan, Perhitungan Tahunan, laporan berkala dan laporan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Bagian ini, disampaikan dengan bentuk, isi dan tata cara penyusunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagian Keduabelas Pegawai Perusahaan Pasal 59 Pengadaan, pengangkatan, penempatan, pemberhentian, kedudukan, kepangkatan, jabatan, gaji/upah, kesejahteraan dan penghargaan kepada pegawai perusahaan diatur dan ditetapkan oleh Direksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pasal 60 Bagi perusahaan tidak berlaku segala ketentuan eselonisasi jabatan yang berlaku bagi Pegawai Negeri.
153
Bagian Ketigabelas Penggunaan Laba Pasal 61 (1)
Setiap tahun buku, perusahaan wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih untuk cadangan tujuan, penyusutan dan pengurangan lainnya yang wajar.
(2)
Empat puluh lima persen (45 %) dari sisa penyisihan laba bersih sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipakai untuk : a. Cadangan umum yang dilakukan sampai cadangan mencapai sekurangkurangnya 2 (dua) kali lipat dari modal yang ditempatkan. b. Sosial dan pendidikan. c. Jasa produksi. d. Sumbangan dana pensiun; dan e. Sokongan dan sumbangan ganti rugi.
(3)
Penetapan persentase pembagian laba bersih Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri Keuangan. Pasal 62
(1)
Seluruh laba bersih setelah dikurangi penyisihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 disetorkan sebagai Dana Pembangunan Semesta.
(2)
Dana Pembangunan Semesta yang menjadi hak Negara wajib disetorkan ke Bendahara Umum Negara segera setelah Laporan Tahunan disahkan sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini. Bagian Keempatbelas Ketentuan Lain-lain Pasal 63
Tata cara penjualan, pemindahtanganan atau pembebanan atas aktiva tetap Perusahaan serta penerimaan pinjaman jangka menengah/ panjang dan pemberian pinjaman dalam bentuk dan cara apapun serta tidak menagih lagi dan menghapuskan dari pembukuan piutang dan persediaan barang oleh perusahaan ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Pasal 64 Pengadaan barang dan jasa perusahaan yang menggunakan dana langsung dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pasal 65 (1)
Selain organ Perusahaan, pihak lain manapun dilarang turut mencampuri pengurusan perusahaan. 154
(2)
Organ perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah Direksi dan Dewan Pengawas.
(3)
Departemen/instansi pemerintah tidak dibenarkan membebani perusahaan dengan segala bentuk pengeluaran.
(4)
Perusahaan tidak dibenarkan membiayai keperluan pengeluaran departemen/ instansi pemerintah. Pasal 66
(1)
Direksi hanya dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri agar perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan persetujuan Menteri Keuangan.
(2)
Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan kekayaan Perusahaan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
(3)
Anggota Direksi yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya, tidak bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian tersebut. Pasal 67
(1)
Anggota Direksi dan semua pegawai perusahaan yang karena tindakantindakan melawan hukum menimbulkan kerugian bagi perusahaan, diwajibkan mengganti kerugian tersebut.
(2)
Ketentuan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terhadap anggota Direksi diatur oleh Menteri Keuangan, sedangkan terhadap pegawai Perusahaan diatur oleh Direksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 68
Semua surat dan surat berharga yang termasuk kelompok pembukuan dan administrasi perusahaan disimpan di tempat perusahaan atau tempat lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 69 (1)
Pembubaran perusahaan dan penunjukan likuidaturnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(2)
Semua kekayaan perusahaan setelah diadakan likuidasi, menjadi milik negara.
(3)
Likuidatur mempertanggungjawabkan likuidasi kepada Menteri Keuangan.
(4)
Menteri Keuangan memberi pembebasan tanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan yang telah diselesaikan likuidatur.
155
Pasal 70 Pimpinan satuan organisasi dalam perusahaan bertanggung jawab melakukan pengawasan melekat dalam lingkungan tugasnya masing-masing. BAB IV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 71 Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua ketentuan pelaksanaan yang telah ditetapkan dan diberlakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1990, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti dengan ketentuan baru yang ditetapkan dan diberlakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. BAB V KETENTUAN PENUTUP Pasal 72 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1990 dinyatakan tidak berlaku. Pasal 73 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 7 April 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd ABDURRAHMAN WAHID Diundangkan di Jakarta pada tanggal 7 April 2000 Pj. SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd BONDAN GUNAWAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 48 156
Lampiran 8 Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP.26I/MEN/ 2001
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP. 26 I/MEN/2001 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PELABUHAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang
: a.
Bahwa dalam rangka menunjang peningkatan produksi perikanan dan pengelolaan sumber daya ikan yang bertanggung jawab, dipandang perlu menetapkan Organisasi dan Tata Keja Pelabuhan Perikanan.
b. Bahwa untuk itu perlu ditetapkan Organisasi dan Tata Kerja Pelabuhan Perikanan dengan Keputusan Menteri. Mengingat
: 1. Undang Undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3299). 2. Undang Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convention on Biobgical Diversity (konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Keanekaragaman Hayati (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nornor 3556). 3. Undang Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3669). 4. Undang Undang Nomor 22. Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nornor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041). 5. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3409). 6. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendailan Pencemaran dan/atau Perusakan Laut (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 33816).
157
7. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952). 8. Keputusan Presiden Nomor 234/M Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 289/M Tahun 2000. 9. Keputusan Presiden Nomor 165 Tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Departemen sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 2001. 10. Keputusan Presiden Nomor 177 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi dan Tuga Departemen sehagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 38 Tahun 2001. 11. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP. 01/MEN/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kelautan dan Perikanan. Memperhatikan : Persetujuan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dalam surat Nomor 85/M.PAN/4/2001, tanggal 4 April 2001. MEMUTUSKAN : Menetapkan
: KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PELABUHAN PERIKANAN BAB I Bagian Pertama Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Pasal 1
(1) Pelabuhan perikanan adalah unit pelaksana teknis Departemen Kelautan dan Perikanan di bidang prasarana pelabuhan perikanan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perikanan Tangkap. (2) Pelabuhan perikanan dipimpin oleh seorang Kepala. Pasal 2 Pelabuhan perikanan mempunyai tugas melaksanakan fasilitasi produksi dan pemasaran hasil perikanan tangkap di wilayahnya dan pengawasan pemanfaatan sumberdaya penangkapan untuk pelestariannya. 158
Pasal 3 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pelabuhan Perikanan menyelenggarakan fungsi : (1) Perencanaan, pengembangan, pemeliharaan, serta pemanfaatan sarana pelabuhan perikanan. (2) Pelayanan teknis kapal perikanan, dan kesyahbandaran pelabuhan perikanan. (3) Koordinasi pelaksanaan urusan keamanan, ketertiban, dan pelaksanaan kebersihan kawasan pelabuhan perikanan. (4) Pengembangan dan fasilitasi pemberdayaan masyarakat perikanan. (5) Pelaksanaan fasilitasi dan koordinasi di wilayahnya untuk peningkatan produksi, distribusi, dan pemasaran hasil perikanan. (6) Pelaksanaan pengawasan penangkapan, pemasaran, mutu hasil perikanan.
penanganan,
pengolahan,
(7) Pelaksanaan pengumpulan, pengolahan, dan penyajian data dan statistik perikanan. (8) Pengembangan dan pengelolaan sistem informasi dan publikasi hasil riset, produksi, dan pemasaran hasil perikanan tangkap di wilayahnya. (9) Pemantauan wilayah pesisir dan fasilitasi wisata bahari. (10) Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga. Bagian Kedua Pasal 4 Klasifikasi pelabuhan perikanan : (1)
Pelabuhan Perikanan Samudera.
(2)
Pelabuhan Perikanan Nusantara. Pasal 5
(1) Pelabuhan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dikelompokkan menjadi Pelabuhan Perikanan yang belum diusahakan dan Pelabuhan Perikanan yang diusahakan. (2) Pelabuhan perikanan yang belum diusahakan adalah pelabuhan perikanan yang seluruh sarananya dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan. (3) Pelabuhan perikanan yang diusahakan adalah pelabuhan perikanan yang sebagian sarananya dikelola secara produktif dan ekonomis oleh Perum.
159
BAB II SUSUNAN ORGANISASI Bagian Pertama Pelabuhan Perikanan Samudera Pasal 6 Pelabuhan Perikanan Samudera yang belum diusahakan terdiri dari : (1)
Bidang Pengusahaan.
(2)
Bidang Tata Operasional.
(3)
Bagian Tata Usaha.
(4)
Kelompok Jabtan Fungsional. Pasal 7
Bidang Pengusahaan mempunyai tugas melaksanakan pembangunan, pemeliharaan, pengembangan dan pendayagunaan sarana dan prasarana, pelayanan jasa, fasilitasi usaha dan wisata bahari, pemberdayaan masyarakat perikanan, koordinasi peningkatan produksi hasil perikanan, pengendalian lingkungan, koordinasi urusan keamanan dan ketertiban, serta pelaksanaan kebersihan kawasan pelabuhan perikanan. Pasal 8 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Bidang Pengusahaan menyelenggarakan fungsi : (1)
Penyusunan rencana dan pelaksanaan pembangunan, pengembangan, pemeliharaan, pendayagunaan sarana dan prasarana, pengendalian lingkungan, koordinasi urusan keamanan dan ketertiban, serta pelaksanaan kebersihan kawasan pelabuhan perikanan.
(2)
Pelayanan jasa, fasilitasi usaha dan wisata bahari, pemberdayaan masyarakat perikanan, koordinasi peningkatan produksi dan pemasaran hasil perikanan. Pasal 9
Bidang Pengusahaan terdiri dari : (1)
Seksi Sarana.
(2)
Seksi Pelayanan dan Pengembangan Usaha. Pasal 10
(1) Seksi Sarana mernpunyai tugas melakukan penyusunan rencana dan pelaksanaan pembangunan, pengembangan, pemeliharaan, pendayagunaan
160
sarana dan prasarana pelabuhan perikanan, pengendalian lingkungan, koordinasi urusan keamanan dan ketertiban, serta pelaksanaan kebersihan. (2) Seksi Pelayanan dan Pengembangan Usaha mempunyai tugas melakukan pelayanan jasa, fasilitas usaha dan wisata bahari, pemberdayaan masyarakat perikanan, koordinasi peningkatan produksi dan pemasaran hasil perikanan. Pasal 11 Bidang Tata Operasional mempunyai tugas me!aksanakan pelayanan teknis kapal perikanan dan kesyahbandaran perikanan, fasilitasi pemasaran dan distribusi hasil perikanan, pengumpulan, pengolahan, penyajian data dan statistik perikanan, serta pengembangan dan pengelolaan sistem informasi dan publikasi perikanan. Pasal 12 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Bidang Tata Operasional menyelenggarakan fungsi : (1) Pelayanan teknis kapal perikanan dan kesyahbandaran perikanan. (2) Fasilitasi pemasaran dan distribusi hasil perikanan, pengumpulan, pengolahan, penyajian data dan statistik perikanan serta pengembangan dan pengelolaan sistem informasi dan publikasi perikanan. Pasal 13 Bidang Tata Operasional terdiri dari : (1)
Seksi Kesyahbandaran Penikanan.
(2)
Seksi Pernasaran dan Informasi. Pasal 14
(1) Seksi Kesyahbandaran Perikanan mempunyai tugas melakukan pelayanan teknis kapal perikanan dan kesyahbandaran perikanan. (2) Seksi Pemasaran dan Informasi mempunyai tugas melakukan fasilitasi pemasaran dan distribusi hasil perikanan, pengumpulan, pengolahan, dan penyajian data dan statistik perikanan, serta pengembangan dan pengelolaan sistem informasi dan publikasi perikanan. Pasal 15 Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan administrasi keuangan, kepegawaian, persuratan, kearsipan, perlengkapan, rumah tangga, pelaporan, dan pengelolaan administrasi pelayanan masyarakat perikanan.
161
Pasal 16 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Bagian Tata Usaha menyelenggarakan fungsi : (1)
Pelaksanaan administrasi keuangan.
(2)
Pelaksanaan administrasi kepegawaian, persuratan, kearsipan, perlengkapan, rumah tangga, pelaporan, dan pengelolaan administrasi pelayanan masyarakat perikanan. Pasal 17
Bagian Tata Usaha terdiri dari: (1) Subbagian Keuangan. (2) Subbagian Umum. Pasal 18 (1) Subbagian Keuangan mempunyai tugas melakukan administrasi keuangan. (2) Subbagian Umum mempunyai tugas melakukan administrasi kepegawaian, persuratan, kearsipan, perlengkapan, rumah tangga, pelaporan, dan pengelolaan administrasi pelayanan masyarakat perikanan.
Pasal 19 Pelabuhan Perikanan Samudera yang diusahakan terdiri dari : (1) Bidang Pengembangan. (2) Bidang Tata Operasional. (3) Bagian Tata Usaha. (4) Kelompok Jabatan Fungsional. Pasal 20 Bidang Pengembangan mempunyai tugas melaksanakan pembangunan, pemeliharaan, pengembangan dan pendayagunaan sarana dan prasarana, pelayanan jasa, fasilitasi usaha dan wisata bahari, pemberdayaan masyarakat perikanan, koordinasi peningkatan produksi hasil perikanan, pengendalian lingkungan, urusan keamanan dan ketertiban, serta pelaksanaan kebersihan kawasan pelabuhan perikanan. Pasal 21 Dalam melaksanakan tugas sebagamana dimaksud dalam Pasal 20 Bidang Pengembangan menyelenggarakan fungsi : 162
(1) Penyusunan rencana dan pelaksanaan pembangunan, pengembangan, pemeliharaan, pendayagunaan sarana dan prasarana, pengendalian lingkungan, koordinasi urusan keamanan dan ketertiban, serta pelaksanaan kebersihan kawasan pelabuhan perikanan. (2) Pelayanan jasa, fasilitasi usaha dan wisata bahari, pemberdayaan masyarakat perikanan, koordinasi peningkatan produksi dan pemasaran hasil perikanan, serta dan pengendalian lingkungan. Pasal 22 Bidang Pengembangan terdiri dari : (1) Seksi Sarana. (2) Seksi Tata Pelayanan. Pasal 23 (1) Seksi Sarana mempunyai tugas melakukan penyusunan rencana dan pelaksanaan pembangunan pengembangan, pemeliharaan, serta pendayagunaan sarana dan prasarana, pengendalian lingkungan, koordinasi urusan keamanan dan ketertiban, serta pelaksanaan kebersihan kawasan pelabuhan perikanan. (2) Seksi Tata Pelayanan mempunyai tugas melakukan pelayanan jasa, fasilitasi usaha dan wisata bahari, pemberdayaan masyarakat perikanan, koordinasi peningkatan produksi dan pemasaran hasil perikanan. Pasal 24 Bidang Tata Operasional mempunyai tugas melaksanakan pelayanan teknis kapal perikanan dan kesyahhandaran perikanan, fasilitasi pemasaran dan distnibusi hasil perikanan, pengumpulan, pengolahan, penyajian data dan statistik perikanan, serta pengembangan dan pengelolaan sistem informasi dan publikasi perikanan. Pasal 25 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Bidang Tata Operasional menyelenggarakan fungsi : (1) Pelayanan teknis kapal perikanan dan kesyahbandaran perikanan. (2) Fasilitasi pemasaran dan distribusi hasil perikanan, pengumpulan, pengolahan, penyajian data dan statistik perikanan serta pengembangan dan pengelolaan sistem informasi dan publikasi perikanan. Pasal 26 Bidang Tata Operasional terdiri dari : (1) Seksi Kesyahbandaran Perikanan. (2) Seksi Pemasaran dan Informasi. 163
Pasal 27 (1) Seksi Kesyahbandaran Perikanan mempunyai tugas melakukan pelayanan teknis kapal perikanan dan kesyahbandaran perikanan. (2) Seksi Pemasaran dan Informasi mempunyai tugas melakukan fasilitasi pemasaran dan distribusi hasil periknan, pengumpulan, pengolahan, dan penyajian data dan statistik perikanan, serta pengembangan dan pengelolaan sistem informasi dan publikasi perikanan. Pasal 28 Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan administrasi keuangan, kepegawaian, persuratan, kearsipan, perlengkapan, rumah tangga, pelaporan, dan pengelolaan administrasi pelayanan masyarakat perikanan. Pasal 29 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Bagian Tata Usaha menyelenggarakan fungsi : (1) pelaksanaan administrasi keuangan. (2) pelaksanaan administrasi kepegawaian, persuratan, kearsipan, perlengkapan, rumah tangga, pelaporan, dan pengelolaan administrasi pelayanan masyarakat perikanan. Pasal 30 Bagian Tata Usaha terdiri dari : (1) Subbagian Keuangan. (2) Subbagian Umum. Pasal 31 (1)
Subbagian Keuangan mempunyai tugas melakukan adnninistrasi keuangan.
(2)
Subbagian Umum mempunyai tugas melakukan administrasi kepegawaian, persuratan, kearsipan, perlengkapan, rumah tangga, pelaporan, dan pengelolaan administrasi pelayanan masyarakat perikanan. Bagian Kedua Pelabuhan Perikanan Nusantara Pasal 32
Pelabuhan Perikanan Nusantara yang belum diusahakan terdiri dari : (1)
Seksi Tata Pengusahaan.
(2)
Seksi Tata Pelayanan. 164
(3)
Subbagian Tata Usaha.
(4)
Kelompok Jabatan Fungsional. Pasal 33
Seksi Tata Pengusahaan mempunyai tugas melakukan pembangunan, pemeliharaan, pengembangan dan pendayagunaan sarana dan prasarana, pelayanan jasa, fasilitasi usaha dan wisata bahari, pemberdayaan masyarakat perikanan, koordinasi peningkatan produksi hasil perikanan, pengendalian lingkungan, koordinasi urusan keamanan dan ketertiban, serta pelaksanaan kebersihan kawasan pelabuhan perikanan. Pasal 34 Seksi Tata Pelayanan mempunyai tugas melakukan peiayanan teknis kapal perikanan dan kesyahbandaran perikanan, fasilitasi pemasaran dan disfribusi hasil perikanan, pengumpulan, pengolahan, penyajian data dan statistik perikanan, serta pengembangan dan pengelolaan sistem informasi perikanan. Pasal 35 Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan administrasi keuangan, Kepegawaian, persuratan, kearsipan, perlengkapan, dan rumah tangga, pelaporan, dan serta pengembangan dan pengelolaan sistem informasi dan publikasi perikanan. Pasal 36 Pelabuhan Perikanan Nusantara yang diusahakan terdiri dari : (1)
Seksi Pengembangan.
(2)
Seksi Tata Pelayanan.
(3)
Subbagian Tata Usaha.
(4)
Kelompok Jabatan Fungsional. Pasal 37
Seksi Pengembangan mempunyai tugas melakukan pembangunan, pemeliharaan, pengembangan dan pendayagunaan sarana dan prasarana, pelayanan jasa, fasilitasi usaha dan wisata bahari, pemberdayaan masyarakat perikanan, koordinasi peningkatan produksi hasil perikanan, pengendalian lingkungan, koordinasi urusan keamanan dam ketertiban, serta pelaksanaan kebersihan kawasan pelabuhan perikanan.
165
Pasal 38 Seksi Tata Pelayanan mempunyai tugas melakukan pelayanan teknis kapal perikanan dan ksyahbandaran perikanan, fasilitasi pemasaran dan distribusi hasil perikanan, pengumpulan, pengolahan, penyajian data dan statistik perikanan, serta pengembangan dan pengolahan sistem informasi perikanan. Pasal 39 Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan administrasi keuangan, kepegawaian, persuratan, kearsipan, perlengkapan, rumah tangga, pelaporan, dan pengelolaan administrasi pelayanan masyarakat perikanan. BAB III KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL Pasal 40 Kelompok Jabatan Fungsional di lingkungan pelabuhan perikanan mempunyai tugas melaksanakan kegiatan pengawasan penangkapan ikan, pengawasan mutu hasil perikanan, dan kegiatan fungsional lain yang sesuai dengan tugas masingmasing jabatan fungsional berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 41 (1)
Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari Pengawas Perikanan, Pengawas Benih, Pengendali Hama dan Penyakit Ikan, Penyuluh Perikanan, Arsiparis, Pranata Komputer, Statistasi, Pustakawan, dan jabatan fungsional lainnya yang diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2)
Masing-masing kelompok jabatan fungsional dikoordinasikan oleh seorang tenaga fungsional yang ditetapkan oleh Kepala.
(3)
Jumlah pejabat fungsional sebagaimanan dimaksud pada ayat (1) Pasal ini ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja.
(4)
Jenis dan jenjang jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB IV TATA KERJA Pasal 42
Dalam melaksanakan tugas, pimpinan satuan organisasi dan kelompok jabatan fungsional wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi baik dalam lingkungan masing-masing maupun antar satuan organisasi dalam
166
lingkungan pelabuhan perikanan serta dengan instansi lain di luar pelabuhan perikanan sesuai tugas masing-masing. Pasal 43 Setiap pimpinan satuan organisasi wajib mengawasi pelaksanaan tugas bawahan masing-masing dan apabila terjadi penyimpangan agar mengambil langkahlangkah yang diperlukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 44 Setiap pimpinan satuan organisasi bertanggung jawab memimpin dan mengkoordinasikan bawahan masing-masing dan memberikan bimbingan serta petunjuk pelaksanaan tugas kepada bawahannya. Pasal 45 Sebap pimpinan satuan organisasi dan kelompok jabatan fungsional wajib mengikuti dan mematuhi petunjuk dan bertanggung jawab kepada atasan masingmasing serta menyampaikan laporan berkala tepat pada waktunya. Pasal 46 Setiap laporan yan diterima oleh pimpinan satuan organisasi dari bawahan, wajib diolah dan dipergunakan sebagai bahan penyusunan laporan lebih lanjut dan untuk rnemberikan petunjuk kepada bawahan. Pasal 47 Dalam penyampaian laporan kepada atasan, tembusan laporan wajib disampaikan pula kepada satuan organisasi lain yang secara fungsional mempunyai hubungan kerja. Pasal 48 Dalam melaksanakan tugas, setiap pimpinan satuan organisasi dibantu oleh pimpinan satuan organisasi di bawahnya dan dalam rangka pemberian bimbingan kepada bawahan masing-masing wajib mengadakan rapat berkala. BAB V NAMA, JENIS, DAN LOKASI Pasal 49 Nama, jenis, dan lokasi pelabuhan perikanan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
167
BAB VI KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 50 Perubahan organisasi dan tata kerja pelabuhan perikanan menurut Keputusan ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dan Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 51 Dengan berlakunya Keputusan ini, Keputusan Menteri Eksplorasi Laut dan Perikanan Nomor 69 Tahun 2000 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelabuhan Perikanan dinyatakan tidak berlaku kecuali untuk Pelabuhan Perikanan Nusantara Tual dan Pelabuhan Perikanan Pantai yang belum diserahkan kepada Daerah. Pasal 52 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 1 Mei 2001 MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, ttd SARWONO KUSUMAATMADJA
Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Biro Hukum dan Organisasi ttd Narmoko Prasmadji
168
Lampiran : Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP.261/MEN/ 2001 tentang Organisasi Pelabuhan Perikanan
PELABUHAN PERIKANAN YANG BELUM DIUSAHAKAN PELABUHAN PERIKANAN YANG DIUSAHAKAN No Nama Pelabuhan 1
2
Pelabuhan Perikanan Samudera
Pelabuhan Perikanan Nusantara
Jenis
Lokasi
1. BELUM DIUSAHAKAN
2. Cilacap 3. Bungus
Sulawesi Tenggara Jawa Tengah Sumatera Barat
2. DIUSAHAKAN
1. Jakarta 2. Belawan
DKI Jakarta Sumatera Utara
1. BELUM DIUSAHAKAN
1. Tanjung Pandan 2. Ternate 3. Ambon 4. Pelabuhan Ratu 5. Sibolga 6. Kejawanan
Kep. BangkaBelitung Maluku Utara Maluku Jawa Barat
1. 2. 3. 4.
Jawa Timur Jawa Timur Jawa Tengah Kalimantan Barat
2. DIUSAHAKAN
1. Kendari
Propinsi
Brondong Prigi Pekalongan Pernangkat
Sumatera Utara Jawa Barat
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, ttd SARWONO KUSUMAATMADJA
Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Biro Hukum dan Organisasi ttd Narmoko Prasmadji
169
STRUKTUR ORGANISASI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA YANG DIUSAHAKAN KEPALA
BAGIAN TATA USAHA SUBBAGIAN KEUANGAN
SUBBAGIAN UMUM
BIDANG PENGEMBANGAN
BIDANG TATA OPERASIONAL
SEKSI SARANA
SEKSI KESYAHBANDARAN PERIKANAN
SEKSI TATA PELAYANAN
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
170
SEKSI PEMASARAN DAN INFORMASI
STRUKTUR ORGANISASI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA YANG BELUM DIUSAHAKAN KEPALA
BAGIAN TATA USAHA SUBBAGIAN KEUANGAN
SUBBAGIAN UMUM
BIDANG PENGUSAHAAN
BIDANG TATA OPERASIONAL
SEKSI SARANA
SEKSI KESYAHBANDARAN PERIKANAN
SEKSI PELAYANAN DAN PENGEMBANGAN USAHA
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
171
SEKSI PEMASARAN DAN INFORMASI
STRUKTUR ORGANISASI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA YANG DIUSAHAKAN KEPALA
SUBBAGIAN TATA USAHA
SEKSI PENGEMBANGAN
SEKSI TATA PELAYANAN
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
172
STRUKTUR ORGANISASI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA YANG BELUM DIUSAHAKAN KEPALA
SUBBAGIAN TATA USAHA
SEKSI TATA PENGUSAHAAN
SEKSI TATA PELAYANAN
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
173