Peradaban pesisir dan pulau Belajar dari kejayaan masa lampau
DAUD ARIS TANUDIRJO JURUSAN ARKEOLOGI, FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
Jangan anggap masa lampau sebagai kenangan, tetapi jadikan sebagai pelajaran
NUSANTARA ISLANDS IN BETWEEN DARATAN ASIA
SAMUDRA PASIFIK
SAMUDRA HINDIA BENUA AUSTRALIA
Sejak sekitar 5000 th lalu DARATAN ASIA TAIWAN
MIKRONESIA
FILIPINA
PAPARAN SUNDA
0
o
BORNEO MELANESIA
WALLACEA
Peradaban maritim Nusantara mulai berkembang pesat ketika para penutur bahasa Austronesia mulai bermigrasi dari Cina Selatan atau Taiwan ke Filipina dan Indonesia, lalu menyebar ke barat hingga Madagaskar dan ke timur hingga New zealand
Diaspora penutur Austronesia terjadi relatif secara cepat dan berlangsung pada ruang geografis yang sangat luas. Buktinya kini masih dapat dilihat dari persebaran bahasa Austronesia, mulai dari Madagaskar di barat hingga Easter Island di timur, dan dari Taiwan dan Mikronesia di utara hingga New Zealand di selatan lebih dari setengah belahan bumi
Taiwan
Mikronesia
Easter Island
Madagaskar
New Zealand
Hal itu dapat terjadi karena mereka telah menguasai teknologi dan navigasi kelautan yang canggih, a.l. double cano (catamaran) dengan layar ganda yang dapat melaju cepat dan memuat banyak orang maupun barang
Dengan teknologi itu, mereka dapat melakukan migrasi lompat katak dan arus balik
Leap-frogging migration
Homeland Stepping island Peripheral island
Pola migrasi tadi menciptakan jejaring komunitas dan pertukaran barang yang luas dan kemudian memicu semacam globalisasi sejak sekitar 3.500 tahun lalu. Budaya Austronesia menjadi budaya dominan karena mereka menguasai dua kunci utama proses global, yaitu komunikasi (bahasa Austronesia) dan transportasi (teknologi kapal cepat dan bermuatan banyak). Proses global selalu ditandai oleh pertukaran manusia, budaya, dan komoditas (terutama barang bermartabat = prestigious good).
Pola hubungan komunitas penutur Austronesia di wilayah intinya (Nusantara) menyebabkan budaya budaya yang berkembang menjadi beragam tetapi memiliki kesamaan inti budaya cikal bakal Bhinneka Tunggal Ika
DARATAN ASIA TAIWAN
MIKRONESIA
Batu agate dari Cina Selatan
FILIPINA
Obsidian Bismarck di Bukit tengkorak (3200 BP) 3300 BP gerabah Lapita di Bismarck
PAPARAN SUNDA
0
o
BORNEO
3500 BP WALLACEA
MELANESIA
Batu obsidian atau kaca vulkanis dari Talasea (Kepulauan Bismarck) sering dipertukarkan hingga daerah-daerah yang jauh baik ke Asia Tenggara maupun ke Polinesia menempuh jarak beribu-ribu kilometer. Sebagian komunitas penutur Austronesia hidup sebagai pengelana lautan (seanomad) yang menjadi perantara pertukaran barang dan budaya
Obsidian dari Talasea (Melanesia) di Sabah Gerabah Asia Tenggara di Bismarck Melanesia
• Dulunya, para ahli selalu berpikir bahwa pelayaran pelaut Austronesia ke barat hanya berhenti hingga Sumatera atau Tahiland selatan. Ternyata tidak, justru mereka berlayar hingga ke India (lebih dari 3.000 tahun lalu) atau bahkan ke pantai timur Afrika (2.500 tahun lalu). Hal ini dibuktikan dengan keberadaan sejumlah barang asal India (a.l. manikmanik karnelian, batangan besi, gerabah Arikhamedu) yang dulu ditukar dengan kapur barus, rempah, bulu burung, dsb). Bahkan, penelitian arkeologi di India menemukan jejakjejak tanaman dan artefak yang berasal dari Asia Tenggara (Indonesia) di beberapa pelabuhan purba India dan Pakistan
Temuan sisa tanaman dan pasak kayu asal Asia Tenggara di India dan Pakistan (termasuk kayu jati dan gaharu) membuktikan peran penting para pelaut Austronesia dalam jejaring perdagangan ke barat
.
Sanganakallu sites (3.300 BP)
Kor Diji
Citrus lemon, areca (pinang), mango, and sandalwood
.
Pattanam (3.000 – 2.500 BP)
Sangana Kallu Arikhamedu
Pattanam
Citrus lemon, areca (pinang), mango, and teakwood
Kor Diji (around 4.000 BP ?) Banana phytolith
Bukti-Bukti di Afrika • Di Kamerun, baru-baru ini ditemukan phytolith pisang yang berasal dari 2500 tahun lalu
• Di daerah Afrika lain terdapat sejumlah tanaman berasal dari Nusantara, antara lain yam, pisang, dan taro (keladi) yang hampir pasti dibawa oleh penutur Austronesia
Fenomena ini biasanya ditandai dengan meningkatnya desentralisasi, glokalisasi, dan kompetisi untuk mencari identitas diri Hegemoni budaya dominan mulai menurun diikuti menciutnya jejaring global menjadi regional
0
Silk road DARATAN ASIA TAIWAN
FILIPINA
Sejak sekitar 2.500 tahun lalu pertukaran atau perdagangan jarak jauh berkurang, diganti jejaring lokal. Di Kawasan Asia MIKRONESIA Tenggara setidaknya muncul 3 jejaring regional yang masih saling terkait
PAPARAN SUNDA o
BORNEO MELANESIA
WALLACEA
Jejaring di perairan Laut Cina Selatan Penelitian arkeologi di Taiwan, Filipina Utara, Vietnam dan Thailand menunjukkan ada jejaring pertukaran komoditas, yang paling menonjol adalah anting-anting dari batu giok (ling-ling o) dan gantungan berbentuk hewan kepala dua. Kedua jenis artefak ini menjadi “barang bermartabat” baru yang diperdagangkan pada waktu itu. Jejaring perdagangan ini meluas hingga Semenanjung Malaka, Kalimantan Utara, hingga Thailand selatan (Hung and Bellwood, 2010).
The Distribution of jade ornaments in Island Southeast Asia
Jejaring lain melibatkan Vietnam, Semenanjung Melayu, Kepulauan Indonesia hingga Papua ditandai dengan sebaran benda-benda logam asal Dongson (Vietnam)
Kedua jejaring regional lalu bergabung sehingga menjangkau Cina – Kepulauan Asia Tenggara – India – Asia Barat – Afrika. Dalam jejaring itu Indonesia memegang peran sentral dan kondisi ini dimanfaatkan oleh kaum elites untuk mendirikan kerajaan-kerajaan bercorak Hindu (Kutai, Sriwijaya, Aruteun dsb)
Kurun waktu 2.500 – 1.000 tahun lalu, kapalkapal besar Nusantara mendominasi jalur perdagangan laut yang sangat luas. Dicatat dalam berbagai sumber sejarah dengan beragam istilah Sangara (sewn plank ? lash lug?) Silappadikaram (istilah umum) Kollantoni, Kolandiapha Kolandia Kun-lun-po (Kun-lun-tan) kapal besar 200 ft. isi 600 orang, 4 layar tancap
Sifat masyarakat pesisir dan pulau
Sebagai perantara interaksi dan fasilitator pergerakan manusia, budaya, dan komoditas
Mobilitas yang tinggi menyebabkan mereka lebih terbuka, egalitarian, toleran, penuh inisiatif, progresif, dan berjiwa merdeka
memiliki solidaritas tinggi dan loyal pada penguasa yang disegani Sebaliknya, tidak mudah tunduk dan dikendalikan berbagai aturan kelompok “ ” yang belum tentu jahat (social bandits) harus diperhitungkan dalam pembangunan masyarakat maritim
Menuju pembentukan kerajaan (Haas, 1982) • Dalam masyarakat yang kompleks berbasis perdagangan
(maritim), keberhasilan elite (penguasa) sangat tergantung pada kemampuan managerial leadership dengan mengendalikan produksi dan pasokan bahan (komoditas) serta mengendalikan pertukaran antar wilayah. • Namun, untuk mampu mengendalikan kadang dibutuhkan
kekuatan lain yaitu : police and/or military powers. Tidak hanya untuk melindungi sumberdaya dari ancaman luar tetapi juga melindungi komunitas yang berada di bawah naungannya. • Itulah yang dilakukan oleh Sriwijaya
Pendiri Sriwijaya, Dapunta Hyang mampu memanfaatkan peluang pelayaran India – Cina dengan menguasai perairan Selat Malaka dan mengamankan jalur ini dengan menundukkan Bangka, Melayu (Jambi) dan Sumatera Selatan
Sriwijaya berhasil bukan karena kaya sumberdaya alam, tetapi mampu mengembangkan managerial power Sediakan jasa keamanan jalur pelayaran dan pelabuhan transito yang nyaman dan aman Miliki armada kapal kuat sediakan transportasi ke India maupun Cina Sediakan jasa pendidikan sebelum ke India
Keberhasilan Sriwijaya sebagai kerajaan maritim didasarkan pada kemampuannya menerapkan managerial leadership, antara lain menjamin : ketersediaan komoditas yang dibutuhkan pedagang dari berbagai asal dan kebutuhan pengamanan jalur perdagangan armada kapal yang kuat jasa pelabuhan yang sangat baik untuk berbagai kegiatan kebijakan keterbukaan budaya multikulturalisme
Bagaimana dengan Majapahit ?
Polanya sama dengan Sriwijaya Ciptakan pelabuhan yang kosmoplitan Menguasaan wilayah nusantara melalui managerial
power hubungan antara pusat dan daerah tidak bersifat penaklukan
Keunggulan lain Majapahit adalah memadukan antara keberhasilan di sektor agraris bersamaan dengan maritim (paduan agraris – maritim) komoditas unggulan adalah hasil pertanian dan rekayasa di daratan
Konsep Wawasan Nusantara
“Sumpah Palapa” Mahapatih Gadjah Mada adalah upaya mewujudkan managerial leadership Dalam “sumpah palapa” (1334 M) “huwus kalah Nusantara, isun amukti palapa, ……”
Bentuk Kabinet Baru dengan Lembu Nala, panglima armada laut Majapahit, sebagai Rakai Tumenggung Kuasai perairan dan pelabuhan strategis di Selat Malaka maupun Kawasan Timur Indonesia
Bukti-bukti pelabuhan Majapahit berciri kosmopolitan
Arca-arca kecil dari terakota yang mencerminkan berbagai bangsa hindu di kota Majapahit
Uang Cina tersedot ke Majapahit karena dapat digunakan di sini (bandingkan dengan “euro” yang bisa digunakan juga di mana mana)
Pola Perdagangan Yang Ideal Membentuk Pola Dendritik
Pola ini akan lebih berpotensi menjamin ketersediaan barang dan jasa karena melibatkan banyak pihak. Di sisi lain, juga meningkatkan pemerataan kesejahteraan
Dari collecting ke producing O Sesungguhnya belum banyak sumberdaya laut
yang dimanfaatkan oleh masyarakat pesisir dan pulau-pulau. Pemanfaatan sumberdaya laut masih pada tataran subsisten (memenuhi kebutuhan dasar saja) “mengumpulkan” (collecting), belum mengelola dan menghasilkan (producing). O Lagipula, mitos bahawa sumberdaya laut itu
tetap saja melimpah dan tidak terbatas masih dominan. Ada anggapan, jika sumberdaya menipis di suatu wilayah, akan dapat diperoleh di tempat lain laut sebagai ruang bebas diakses (open-access atau no-man’s territory)
• Anggapan yang tidak benar ini berpotensi menimbulkan konflik di tengah menguatnya otonomi daerah. • Namun, cara pikir ini masih menjadi dasar kebijakan pemerintah. Kalau hasil tangkapan menurun, yang disalahkan adalah prasarana (peralatan) dan cara (teknologi) yang kurang memadai.
• kenyataannya sumberdaya laut memang semakin berkurang antara lain karena eksplorasi berlebih, pencurian, dan perubahan lingkungan yang menghambat regenerasi sumberdaya
Apalagi, sumberdaya laut seringkali bersifat musiman dan rentan terhadap perubahan iklim yang kini semakin sulit diramalkan., meningkatkan prasarana dan teknologi eksplorasi saja tidak akan memecahkan masalah, bahkan bisa memperburuk kondisi yang ada.
Yang dibutuhkan adalah kebijakan terpadu (a) menghilangkan mitos sumberdaya laut yang tidak (b)
(c) (d)
(e)
terbatas, mengubah cara pikir “mengumpulkan” menjadi “menghasilkan” melalui budidaya sumberdaya laut, peragaman bidang usaha baru a.l ekowisata, pelestarian lingkungan laut, dan peningkatan prasarana dan teknologi yang lebih adaptif.
Lesson Learned 1. pembangunan jaringan perhubungan laut dua arah yang dapat memadukan potensi daratan – perairan (laut, sungai, danau) dengan mengutamakan keterlibatan masyarakat secara luas dari hulu ke hilir, akan memberikan peluang pemerataan kesejahteraan yang lebih baik Untuk itu perlu didukung dengan : pengembangan produk unggulan setiap wilayah Pemberdayaan masyarakat yang terlibat Kebijakan kemitraan modal besar, menengah dan kecil. Monopoli harus dihindari
2. Pembangunan armada maritim yang tangguh, baik sebagai fungsi transportasi, distribusi, maupun pertahanan-keamanan 3. Pembangunan pelabuhan di lokasi-lokasi strategis untuk menghubungkan jalur-jalur laut utama, dengan didukung fasilitas yang memadai, layanan prima, serta suasana nyaman, aman, pluralistik, dan berwawasan pelestarian lingkungan 4. Pembangunan teknologi kelautan yang mampu mendukung kemandirian armada dan pelabuhan Indonesia serta mampu menciptakan inovasi dalam budidaya sumberdaya laut
5. Pendidikan yang mampu menyeadiakan SDM
kelautan yang handal, tidak hanya dalam ketrampilan mengumpulkan (collecting) sumberdaya, tetapi juga pembudidayaan (producing) dan pengelolaan sumberdaya laut, serta berwawasan kelestarian (sustainability) 6. Pembangunan sistem hukum yang mampu menjamin keamanan, mengatur wilayah perairan, mencegah konflik, dan membangun sinergi dengan mengedepankan rasa keadilan dan keberpihakan pada masyarakat luas.
THANK YOU