62 dasar putih kemudian dicoret hitam diatasnya. Tangannya tidak bebas seperti wayang kulit, hanya berupa gambar. Wayang ini kemudian diberi tangkai untuk ditancapkan di batang pisang.
•
Wayang Beber Wayang Beber merupakan wayang yang berupa gulungan ilustrasi gambar dan
dalang menarasikan kisahnya sesuai dengan gambar yang ada. Bentuk narasi semacam ini mirip dengan balada ilustrasi di abad pertengahan Eropa. Wayang Beber merupakan jenis wayang yang hampir punah dan sudah jarang dimainkan dan termasuk wayang tertua. Selama beberapa lama wayang ini sempat dianggap sudah punah sampai kemudian ditemukan di desa Karang Talun pada tahun 1963.
Gambar 2.39 Gambar Pertunjukan Wayang Beber
63
Gambar 2.40 Gambar Salah Satu Ilustrasi Wayang Beber
•
Wayang Kulit Wayang Kulit merupakan salah satu bentuk wayang yang paling terkenal dari
Indonesia. Wayang ini dibuat dari kulit sapi atau kerbau yang dikeringkan lalu diukir dan diwarnai dengan mewah dan penuh detil, kemudian dimainkan dibelakang layar linen putih yang diterangi cahaya lampu minyak. Di jaman sekarang penerangan sudah memakai pencahayaan modern. Penonton hanya menyaksikan bayangan yang bergerak pada layar saja. Pada wayang kulit, sendi dan siku wayang dapat diputar dan digerakkan karena disambung dengan semacam mur dari kulit. Tongkat untuk memegangnya dibuat dari tanduk kerbau. Cerita yang biasa dikisahkan dari wayang ini adalah kisah Ramayana, Mahabharata, atau Serat Menak. Wayang kulit sering dipertunjukkan pada upacaraupacara ritual seperti ruwatan atau selamatan. Biasanya dimainkan semalam suntuk dari sekitar jam 9 malem sampai ham 5 pagi dan membutuhkan sekitar 8 jam untuk mengisahkan epos Ramayana atau Mahabharata.
64
Gambar 2.41 Gambar Bayangan Pada Pertunjukan Wayang Kulit
Gambar 2.42 Gambar Salah Satu Boneka Wayang Kulit
65 •
Wayang Golek Wayang Golek juga termasuk wayang yang sangat populer di Indonesia,
terutama di daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah. Badan boneka dibuat dengan kayu akasia yang dibentuk dan diukir dengan detail yang baik, dicat dengan tangan, kemudian diberi pakaian yang terbuat dari batik yang dijahit dari kain bekas. Pakaian ini diganti setiap tahun. Wayang golek juga memiliki sendi dan dioperasikan dari bawah dengan tongkat yang menyambung ke tangan dan ke badan serta kepala wayang. Ada spekulasi kalau bentuk wayang model ini berasal dari Cina dan datang ke Jawa di abad ke-17. Wayang ini mulanya berkembang di daerah pesisir utara dan merupakan wilayah kerajaan Islam tertua di Jawa. Wayang Golek juga sering mengisahkan Mahabharata, Ramayana, dan Serat Menak.
Gambar 2.43 Gambar Deretan Boneka Wayang Golek
66 •
Wayang Topeng dan Wayang Orang Wayang Topeng atau Wayang Orang dikenal dengan sebutan Wayang Wong,
merupakan bentuk pertunjukan teatrikal dengan pemain atau penari baik mengenakan atau tidak mengenakan topeng. Umumnya mengisahkan cerita bertema kerajaan Jenggala seperti kisah Raden Panji Asmarabangun dari Jenggala dan Putri Candra Kirana dari Kediri. Kisah ini dikenal dengan judul Smaradhana atau “Api Asmara”. Awalnya pertunjukan wayang topeng hanya dilakukan untuk hiburan bagi kalangan aristokrat di keraton-keraton Yogyakarta dan Surakarta, namun dengan berjalannya waktu kesenian ini pun menjadi bentuk hiburan rakyat. Penokohan dibedakan atas jenis gerakan dan kostum yang dipakai masing-masing penari.
Gambar 2.44 Gambar Pertunjukan Wayang Topeng
•
Wayang Krucil atau Wayang Klitik Wayang Krucil atau Wayang Klitik dapat dikatakan merupakan gabungan antara
wayang kulit dan wayang golek. Wayang ini dibuat dan dimainkan seperti wayang kulit
67 yang hanya memakai bayangan, besarnya pun hampir sama dengan wayang kulit. Namun wayang ini menggunakan papan kayu dan bukan kulit. Namun karena terbuat dari kayu, wayang ini cepat rusak dan hancur, meski di sisi lain kehancuran itu merupakan hiburan tersendiri ketika adegan perang atau pertarungan. Pertunjukkan berikutnya harus membuat wayang baru lagi dan membuat pengeluarannya amat mahal. Kadang bagian tangan atau bagian yang mudah rusak diganti dengan kulit. Wayang ini mendapat namanya dari suara ‘klitik klitik’ yang dihasilkan ketika sedang pertunjukan. Wayang klitik banyak mengisahkan cerita-cerita mengenai kerajaan Jenggala, Kediri, dan Majapahit. Banyak diantaranya termasuk cerita rakyat seperti Raden Panji dan Cindelaras atau Damarwulan.
Gambar 2.45 Gambar Boneka Wayang Klitik
•
Jenis-jenis Wayang Lainnya Wayang-wayang diatas merupakan wayang yang cukup dikenal di Indonesia
terutama di Jawa. Selain itu masih ada wayang jenis lain seperti Wayang Sasak yang berkembang di Lombok, Wayang Suluh yang merupakan wayang modern dan biasa
68 dipakai untuk kegiatan penyuluhan pada masa awal kemerdekaan, Wayang Wahyu yang bertujuan mengajarkan ajaran Kristiani, Wayang Kancil yang menghadirkan kisah Si Kancil, dan lain sebagainya.
Gambar 2.46 Gambar Beberapa Wayang Suluh
2.2.4 Batik Jawa
2.2.4.1 Sekilas Mengenai Batik Dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Batik (2007), batik adalah istilah yang digunakan untuk menyebut kain bermotif yang dibuat dengan teknik resist menggunakan material lilin. Kata Batik berasal dari bahasa Jawa yang berarti menulis. Teknik membatik telah dikenal sejak ribuan tahun yang silam. Tidak ada keterangan sejarah yang cukup jelas tentang asal usul batik. Ada yang yang menduga teknik ini berasal dari bangsa Sumeria, kemudian dikembangkan di Jawa setelah dibawa oleh para pedagang India. Saat ini batik bisa ditemukan di banyak negara seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, India, Sri Lanka, dan Iran. Selain di Asia, batik juga sangat populer
69 di beberapa negara di benua Afrika. Walaupun demikian, batik yang sangat terkenal di dunia adalah batik yang berasal dari Indonesia, terutama dari Jawa. Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun temurun, sehingga kadang kala suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai saat ini, beberapa motif batik tadisional hanya dipakai oleh keluarga keraton Yogyakarta dan Surakarta. Batik merupakan karya seni budaya bangsa Indonesia yang dikagumi dunia. Diantara berbagai jenis tekstil tradisional yang dibuat menggunakan teknik celup rintang, tidak ada satupun yang seindah dan sehalus batik Indonesia. Nilai yang ada pada batik Indonesia tidak terbatas hanya pada keindahan penampilan, namun juga keindahan rohani yang hadir melalui ragam hias penyusun pola dengan makna filosofis yang mendalam sebagai hasil dari paduan budaya Hindu-Jawa dan Cina di bumi pertiwi. Baik dalam warna, desain, dan cara pembuatannya, semuanya merupakan simbolisme tersendiri yang mengekspresikan jiwa dari mereka yang membuat, mengenakan, dan menjaganya sebagai warisan serta harta budaya. Keindahan macam ini tidak dimiliki batik buatan negara lain.
2.2.4.2 Sejarah Batik Menurut pemaparan dalam buku Batik : Fabled Cloth of Java (Elliot, 2004, p2240), teknik pengembangan batik sudah dikenal sejak jaman dahulu kala dan sulit untuk dilacak asal muasalnya. Entah sejak kapan dan dimana orang pertama kali menggunakan lilin, tumbuh-tumbuhan, parafin, atau bahkan lumpur sebagai teknik pewarnaan pakaian. Namun di Pulau Jawa lah batik muncul sebagau suatu bentuk seni yang penting di Asia.
70 Batik dikenal di berbagai negara seperti Cina, Jepang, India, Thailand, Turki bagian Timur, Eropa, dan Afrika, dan mungkin berkembang selama beberapa kali di tempattempat ini. Beberapa ahli percaya kalau proses ini berasal dari India dan kemudian dibawa ke Mesir. Menurut catatan, tanpa sebab yang jelas, para penduduk Mesir membuat desain kain dengan cara yang mirip dengan proses pembuatan Batik. 700 tahun kemudian metode ini sampai ke Cina dan Jepang. Dipercaya bahwa Batik yang ditemukan di Jepang dibuat di Cina pada masa Dinasti Tang. Batik tertua yang ditemukan berasal dari abad ke-16, namun pada masa itu batik sudah menjadi tradisi kuno sejak lama sekali. Catatan dari pantai Malabar di tahun 1516 menyatakan mengenai suatu kain yang dilukis dan menjadi komoditas eksport. Catatan yang menyebutkan batik Jawa muncul di tahun 1518, dimana batik tulis dinyatakan sebagai batik buatan tangan terbaik. Seratus tahun kemudian, kata ‘batik’ juga muncul dari daftar barang-barang yang dikirim ke Sumatra. Kata ‘batik’ sendiri sebenarnya bukan berasal dari bahasa Jawa Kuno dan sumbernya pun tidak jelas. Namun pada penerjemahan, kata ‘batik’ dikaitkan dengan ‘titik’ sehingga dalam bahasa Indonesia sekarang batik dapat diartikan ‘baris dan titik’. Ada juga yang menyebutnya ‘banyak titik’. Bagaimanapun asalnya, penggunaan batik dalam masyarakat mencerminkan kehidupan sosial dalam struktur masyarakat Jawa yang selalu berubah seiring dengan perkembangan jaman. Selama 2000 tahun, pantai utara Jawa merupakan kawasan dagang yang ramai pelaut dan pedagang dari berbagai penjuru dunia. Kondisi laut Jawa yang tenang di luar lingkaran badai menarik rute dagang antara Kairo dan Nagasaki, Lisbon dan Macao, London dan Moluca, serta Amsterdam dan Madagaskar. Berbagai macam jenis barang dari berbagai penjuru dunia mengalir dan diperdagangkan di tempat
71 ini. Letak yang strategis ini pulalah yang menarik baik pedagang, pelaut, perompak, pemuka agama, sampai pada kolonialisme bangsa-bangsa asing. Budha, Hindu, dan Islam, ketiganya meninggalkan jejak tersendiri dalam tradisi batik Indonesia. Elemen desain pada batik juga dapat ditemukan pada candi-candi yang banyak didirikan di masa kejayaan agama Hindu dan Budha. Misalnya saja motif lingkaran-lingkaran yang saling berinterseksi, dimana dalam batik dikenal sebagai motif Kawung. Kedatangan bangsa India juga membuka era baru dalam peradaban di Jawa, terutama dalam perkembangan teknologi bercocok tanam, transportasi sederhana, penggunaan hewan, dan masih banyak lagi termasuk dengan masuknya sistem kasta yang membawa Jawa pada budaya feodalnya. Abad ke-13 merupakan masa keemasan kerajaan Majapahit yang menguasai hampir seluruh wilayah Jawa, namun peperangan dan berbagai masalah internal membuat wilayah Majapahit mengecil dan 250 tahun kemudian yang tersisa hanyalah kesultanan Yogyakarta dan kasunanan Surakarta, sementara pantai utara Jawa menjadi wilayah dagang yang semakin aktif. Komunitas Muslim mulai datang pada awal abad ke-12 dengan pengaruh besar dari Malaka dan Sumatra. Agama Islam pun mulai berkembang dengan datangnya pedagang-pedagang Arab. Pada era ini para pedagang Arab menjadi pemimpin di jalurjalur perdagangan mancanegara. Agama Islam yang menawarkan kesetaraan bagi para pengikutnya mendapat sambutan yang baik dan sistem kasta Hindu pun mulai ditinggalkan. Desain dan penggunaan batik juga didorong oleh masyarakat Muslim sebagai simbol ekspresi sosial dalam berpakaian. Para pedagang juga memperluas pemasaran batik, namun karena agama Islam melarang penggunaan ikon manusia maka
72 desain dan motif batik di era ini pun mengalami perubahan. Bentuk-bentuk baru yang bergaya kaligrafi diperkenalkan dan menjadi evolusi penting dalam dunia batik. Pengaruh budaya Cina dalam nuansa batik juga tidak kalah pentingnya dengan pengaruh Muslim maupun Hindu-Buddha. Sejak abad ke-9 sebenarnya Cina dan Jawa sudah melakukan hubungan dagang, menukar batik dengan sutra, porselen, dan komoditi dari Cina lainnya. Bahkan Jawa selalu mengirimkan kain berwarna sebagai bukti persembahan kepada Kaisar Cina. Motif-motif bernuansa Cina seperti bunga-bunga dan hewan seperti singa serta warna-warna yang cerah memberikan inovasi batik yang baru. Perdagangan Cina dan Jawa mulai berkurang dan terhenti pada masa dinasti Qing yang memang melarang pelayaran serta perdagangan dengan asing. Meski demikian di tahun 1700an sudah ratusan ribu pedagang dari Cina yang tingal dan menetap di Indonesia. Banyak dari mereka yang menikah dengan penduduk Jawa. Pendudukan Portugis dan Belanda tidak disambut dengan baik oleh para pemimpin Jawa. Belanda namun berbeda dengan Portugis, berhasil menguasai Jawa dan menjadikan Batavia sebagai pusat perdagangan. Mereka juga menguasai wilayah pantai utara Jawa tanpa halangan dan memperdagangkan kapas atas ijin sultan sebagai ganti perlindungan keamanan terhadap Yogyakarta dan Surakarta. Kedatangan Belanda membawa dampak besar dalam sistem kemasyarakatan Jawa. Batik-batik daerah pantai utara juga banyak mendapat pengaruh Belanda. Abad ke-18, VOC berada di ambang kebangkrutan. Perang Napoleon mengubah wajah benua Eropa dan berpengaruh ke daerah-daerah jajahan termasuk Jawa. Di masa inilah Batik mulai dicatat sejarah dan perkembangannya secara teratur oleh pihak yang kemudian berwenang.
73 Saksi kunci dalam perkembangan batik adalah Sir Rhomas Stamford Raffles yang tiba di Jawa tahun 1811 ketika Inggris mulai menggantikan Belanda. Raffles mempelajari bahasa Jawa, menemukan Borobudur serta merestorasi candi-candi kuno lainnya, menulis buku “History of Java”, serta mengumpulkan dan mencatat berbagai koleksi flora, fauna, tekstil, dan artifak yang ada di Jawa. Dalam bukunya Raffles menggambarkan ada berbagai cara penggunaan batik bersama dengan berbagai pola. Dia juga menulis detil bagaimana batik dibuat. Selama pendudukan Inggris di Jawa, Inggris mengekspor katun cetak mereka ke Jawa dan penduduk Jawa mendapatkan perspektif baru dalam pembuatan batik. Inggris juga mengeksport kain mori yang kemudian menggantikan penggunaan kain tenunan tangan yang selama ini digunakan. Kain ini kemudian menjadi kain dasar batik mulai dari abad ke-19 dan desain motif menjadi lebih detil. Raffles mencatat ada ratusan jenis motif batik di Jawa. Namun seabad kemudian G. P. Rouffaer menemukan kalau ada lebih dari seribu jenis motif batik. 4 tahun setelah kedatangan Raffles, Belanda kembali menguasai Indonesia sampai seabad lebih. Jawa menjadi batu kunci ekonomi Belanda yang kemudian menjalankan sistem kerja paksa. Masyarakat Jawa asli yang bukan bangsawan atau pedagang mendapat tempat paling rendah dalam strata sosial, sementara Belanda menempati strata tertinggi masyarakat di jaman itu. Meski demikian dari tahun 1815 sampai 1860, Pulau Jawa mengalami ledakan populasi sampai 2 kali lipat. Tahun 1900an jumlahnya kembali bertambah sampai 2 kali lipat lagi. Ledakan populasi, meningkatnya jumlah tenaga kerja, munculnya jalan-jalan dan rel kereta api, semua itu membuat produksi batik ikut berkembang pesat. Dengan berkembangnya ekonomi dan
74 semakin banyaknya produsen batik, semakin banyak pula yang mampu membeli batik. Dari tahun 1850 sampai 1939 dihasilkan batik-batik terbaik dari Jawa. Industri batik sempat menghadapi tantangan di tahun 1929 ketika muncul kain yang lebih murah dan diimport dari Jepang. Kemudian muncul Perang Dunia II serta gerakan antikolonialisme. Banyak pabrik yang tutup dan industri batik mengalami keterpurukan. Baru kemudian setelah Indonesia merdeka industri ini mulai bangkit dan batik menjadi simbol kain nasional. Menurut penelusuran Elliot (2004, p176-196), awal kemerdekaan merupakan masa-masa yang kacau dan penuh ketidakpastian di Indonesia. Segalanya berubah, mulai dari kehidupan feodal di Jawa, kebangsawanan yang hancur, berpindahnya kekuasaan, dan juga naiknya derajat para pekerja batik terutama wanita. Pekerjaan pengrajin batik yang tadinya dianggap pekerja rendah yang dibayar murah kemudian menjadi pekerjaan prestisius karena dianggap membutuhkan keterampilan tinggi. Batik jenis cap dan kemudian sablon yang lebih praktis proses pembuatannya kemudian mendominasi pasar. Desain pun tak lagi ditentukan oleh pemegang kekuasaan di masyarakat feodal Jawa, namun oleh produsen itu sendiri terutama kalangan menengah. Meski demikian bukan berarti industri batik lepas dari masalah. Pada masa-masa ini masyarakat Jawa juga sedang menyukai busana gaya barat. Hal ini menyebabkan batik sudah tak digunakan di kota besar yang padat. Ada juga yang mencoba membuat batik dengan ukuran yg sangat panjang seperti kain-kain di toko kain, namun hal itu sulit dilakukan dan selama ini batik yang paling panjang adalah untuk kegunaan kain panjang. Kebanyakan batik menjadi komoditi mass production yang dibuat dengan sablon. Kebijakan pemerintah juga tidak terlalu membantu perkembangan industri batik. Kebijakan import kain dari luar negri juga tidak banyak menolong karena pengusaha
75 kesulitan dalam melakukan eksport kecuali mereka yang memiliki koneksi yang bagus. Sementara Singapura dan Malaysia mulai ikut berkompetisi dalam memproduksi batik ‘Jawa’ yang lebih murah. Dengan semua kesulitan yang ada, batik tetap diperjuangkan dan dijadikan simbol kain nasional. Presiden Sukarno merintis Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI) di berbagai daerah yang terkenal dengan usaha batiknya di Indonesia, terutama di pulau Jawa. Muncul juga nama K. R. T Hardjonagoro. Beliau memadukan motifmotif batik pesisiran dan pedalaman serta membuat desain baru darinya. Beliau juga memadukan unsur motif Bali dalam desain batik. Semuanya menghasilkan apa yang disebut dengan “Batik Indonesia”. Presiden Soekarno sangat menyukai karyanya dan konon membeli semua jenis batiknya secara pribadi, dan batik jenis baru ini pun meledak di pasaran. Ada banyak produsen batik yang kemudian meniru caranya, namun tidak bisa sehalus dan seindah batik buatan Hardjonagoro. Pada masa pemerintahan Presiden Suharto, ia dan istrinya berusaha menjadikan batik sebagai gaya hidup bangsa Indonesia. Presiden Suharto mengeluarkan dekrit yang menyatakan batik sebagai pakaian formal resmi. Oleh karena itu di acara-acara resmi orang Indonesia sering terlihat memakai pakaian yang terbuat dari batik, bukan jas dan kemeja berdasi ala barat. Ibu Tien Suharto, istrinya, juga membuat gebrakan gaya berpakaian di Indonesia dengan desain batik. Ia menyukai batik coklat buatan Putri Ayu Harjowiratmo yang dikhususkan untuk kalangan ningrat. Jawa kemudian mengalami periode yang cukup makmur dan tradisi penggunaan batik tetap bertahan hingga sekarang. Bermunculan pula banyak nama dalam dunia batik seperti Iwan Tirta, Achmad Yahya, Ahcmad Said, H. Mohammed Masina, Ardiyanto Pranata, Bagong Kussudiardja, Abas Alibasyah, dan juga Danar Hadi.
76 2.2.4.3 Batik Masa Sekarang Batik sudah tidak menjadi pakaian sehari-hari meski masih dipakai dalam acara resmi. Di kota-kota besar kebanyakan orang memakai pakaian gaya barat. Sementara di daerah-daerah masih dapat ditemukan orang yang mengenakan sarung dan kain panjang. Jumlah pengrajin batik pun semakin berkurang. Bila dulu ada 700.000 lebih pengrajin batik di sepanjang pantai utara Jawa, dalam 13 tahun jumlahnya berkurang drastis hingga tersisa sekitar 250.000 pengrajin saja karena bermacam-macam sebab. Beberapa kalangan pun memiliki pandangan yang berbeda-beda terhadap batik. Ada yang menganggap batik sesungguhnya adalah batik yang dibuat dengan etika, estetika, dan filosofi tersendiri sehingga menganggap rendah batik-batik jenis baru yang lebih cerah dan bervariasi. Ada juga yang mengatakan pandangan seperti itu justru membatasi kreativitas seni dalam membatik dan membatasi ragam keindahan batik itu sendiri. Pertanyaan estetika batik yang sederhana adalah ‘apakah batik itu sendiri memberi inspirasi, memancing, dan penuh dengan energi?’ Ada banyak faktor untuk menilai apakah selembar batik benar-benar bagus atau tidak, halus atau kasar, dan sebagainya. Status pembuat batik pun dapat menjadikan betapa pentingnya sebuah batik. Batik yang dibuat oleh putri kerajaan memiliki nilai lebih tersendiri meskipun mungkin bukan yang terbaik dalam pengerjaannya karena dianggap memiliki nilai-nilai spiritual tersendiri. Siapa yang memakai batik pun juga memberi nilai lebih pada si batik, semakin tinggi statusnya semakin tinggi pula nilainya. Para desainer batik modern sendiri pada akhirnya selalu mencari inspirasi yang baru dalam berkarya. Di masa sekarang ini proses membatik sudah semakin digantikan oleh penggunaan cap dan terutama sablon. Batik tulis terbatas pada kalangan menengah atas yang benar-benar kaya. Selain menjadi simbol aspek kehidupan masyarakat dan
77 budaya Jawa, batik menjadi lebih dan lebih sebagai inspirasi bagi para desainer tertentu. Karya-karya ini kadang dipajang di tembok sebagai bentuk seni atau upacara keagamaan, yang ironisnya merupakan fungsi kain ini pada mulanya. Setelah 200 tahun batik menggenapi alur perjalanannya.
2.2.4.4 Penggunaan Batik Sampai abad ke-20 batik digunakan secara eksklusif untuk kebutuhan berpakaian dan juga pada waktu-waktu upacara tertentu. Di dalam suatu masyarakat yang memiliki jenjangnya, kelas yang berbeda dapat dilihat dari jenis dan pola kain. Batik merupakan kain yang ideal untuk negara dengan cuaca tropis. Sebagai pakaian batik juga praktis karena tidak membutuhkan kancing, resleting, maupun pin. Berikut ini merupakan berbagai jenis pakaian Jawa yang menggunakan batik : •
Sarung merupakan kain sepanjang sekitar 180 cm yang ujung lebarnya dijahit sehingga menyatu dan tidak memiliki akhir. Terdapat bagian kepala dan bagian badan, bagian kepala biasanya berbentuk ornamen segitiga 2 baris (motif tumpal) dan biasanya ada di tengah atau ujung sarung. Bagian badan adalah 2/3 atau 3/4 bagian sarung. Sarung merupakan pengaruh budaya Melayu yang dikenakan kebanyakan oleh masyarakat pesisir Indonesia.
•
Dodot merupakan kain batik yang dipakai oleh bangsawan, terutama para sultan, pasangan pengantin, atau penari kerajaan. Kain ini memiliki kualitas yang sangat baik.
78 •
Kain panjang memiliki panjang sekitar 250 cm dan lebar sekitar 107 cm. Merupakan jenis pakaian yang lebih formal daripada sarung. Dipakai baik oleh pria maupun wanita dengan cara membebatkannya pada pinggang. Salah satu ujungnya membujur ke atas-bawah tepat di depan antara kedua paha. Lilitan untuk pria dilakukan dari kanan ke kiri, sedang untuk wanita dari kiri ke kanan. Kain ini juga sering disebut dengan istilah ‘jarit’. Pada acara resmi, ujung kain yang berada di luar dibuat belipit agar lebih rapi dan indah.
•
Batik Pagi-Sore merupakan versi Jawa dari pakaian yang bisa dibalik. Jenis ini dibagi secara diagonal dengan desain dan warna yang berbeda.
•
Selendang merupakan kain panjang yang tidak lebar dan dipakai secara eksklusif oleh wanita sebagai syal atau semacam tas sederhana. Dapat dipakai untuk menggendong bayi, membawa barang, maupun sekedar diletakkan di bahu untuk penghias. Ukurannya sama dengan kemben, namun selendang di keraton ukurannya hampir sama dengan kain panjang.
•
Ikat Kepala hanya dipakai oleh kaum pria. Berupa penutup kepala kotak yang diikat secara elegan dan membentuk turban.
•
Kemben merupakan kain penutup dada pada wanita, digunakan di bagian atas badan untuk mengamankan kain panjang atau sarung. Kemben bisa dipakai sebagai sehari-hari maupun sebagai dalaman kebaya dengan cara dibebatkan di bagian atas tubuh. Batik kemben berbentuk persegi panjang dengan lebar sekitar 50cm dan panjang sekitar 250 cm.
79 Keterangan diatas diambil dari buku Batik : Fabled Cloth of Java (Elliot, 2004, p32-35), The Book of Batik (Kerlogue, 2004, p135-139), dan Batik : Pengaruh Zaman dan Lingkungan (Doellah, 2002, p21-23). Selain sebagai busana, batik juga dijadikan hiasan tambahan atau kelengkapan upacara. Masyarakat Cina misalnya menggunakan batik sebagai kain penutup altar. Selain itu dikenal juga acara umbul-umbul batik untuk upacara kerajaan. Seiring dengan perkembangan jaman, penggunaan batik merambah ke sektor kelengkapan rumah tangga seperti taplak meja, hiasan dinding, serbet makan, penutup ranjang, boneka, sampai tirai eksotis. Di Jaman sekarang batik sendiri sudah menjadi pakaian resmi dalam acara-acara formal. Batik juga dipakai sebagai busana malam dan menunjukkan nilai prestisius tersendiri bagi pemakainya. Para desainer pakaian banyak yang mengadaptasi batik sebagai gaun yang anggun, busana cocktail, dan jenis-jenis pakaian lainnya termasuk pakaian pria.
2.2.4.5 Batik Pedalaman dan Batik Pesisiran Pada dasarnya, batik dibagi menjadi 2 jenis yaitu Batik Pedalaman dan Batik Pesisiran. Keduanya dibedakan berdasarkan motif dan aturan estetika batik yang berlaku, ciri-ciri khas batik, serta daerah batik tersebut diciptakan. Menurut Nian S. Djoemena (1986, p8-9) dalam bukunya Ungkapan Sehelai Batik, batik pedalaman merupakan batik yang berasal dari Surakarta (Solo) dan Yogyakarta. Motif hias mereka bersifat simbolis dan berlatarkan budaya Hindu-Jawa. Warna yang dipakai biasanya warna sogan, cream, indigo (biru), hitam, dan putih. Oleh
80 karena itu umumnya batik jenis ini adalah batik Keraton yang umumnya memiliki aturan baku. Dalam bahasa Belanda, batik ini disebut jenis batik Vorstelanden. Sementara batik pesisiran merupakan batik di luar Yogyakarta dan Solo. Warnawarna dan motif hias batik pesisiran jauh lebih variatif serta lebih cerah daripada batik pedalaman. Umumnya bersifat naturalistis dengan berbagai pengaruh kebudayaan asing seperti Cina dan Belanda. Karena sifat dan warnanya inilah maka batik daerah Garut, Banyumas, Ponorogo, dan sejenisnya juga dimasukkan dalam kelompok batik pesisiran meskipun daerah-daerah tersebut tidak terletak di pinggir pantai.
2.2.4.6 Batik dan Keraton Menurut buku Batik : Pengaruh Zaman dan Lingkungan (Doellah, 2002), pada jaman dahulu, pembuatan batik yang pada tahap pembatikannya hanya dikerjakan oleh putri-putri di lingkungan keraton dipandang sebagai kegiatan yang penuh nilai kerohanian yang memerlukan pemusatan pikiran, kesabaran, dan kebersihan jiwa yang dilandasi dengan permohonan, petunjuk, dan rida Tuhan Yang Maha Esa. Itulah sebabnya ragam hias batik senantiasa menyembulkan keindahan abadi yang mengandung nilai-nilai perlambang yang berkaitan erat dengan latar belakang penciptaan, penggunaan, dan penghargaan yang dimilikinya. Batik keraton memiliki pola-pola tradisional yang sudah ada sejak dulu di keraton-keraton Jawa. Tata susun ragam hias dan pewarnaannya merupakan paduan mengagumkan antara unsur seni, adat, pandangan hidup, dan kepribadian lingkungan yang melahirkannya, yakni lingkungan keraton. Karya seni para putri dan seniman
81 keraton ini tercipta melalui proses kreatif yang selalu terkait dengan pandangan hidup dan tradisi yang ada di lingkup keraton serta ditunjang oleh teknologi pada saat itu. Batik keraton pada dasarnya merupakan batik pedalaman, oleh karena itu sebagian besar pola-pola batik keraton mencerminkan pengaruh Hindu-Jawa yang pada zaman Pajajaran dan Majapahit berpengaruh sangat besar dalam seluruh tata kehidupan dan kepercayaan masyarakat Jawa dan pada masa kemudian menampakkan nuansa Islam dalam penyederhanaan bentuk hiasan yang berkait dengan manusia dan satwa. Meskipun susunan ragam hias batik keraton memiliki aturan baku, namun berkat kebebasan menyusun serta memilih ragam hias utama, isen, dan ragam hias pengisi, terdapat jenis pola semen yang cukup banyak jumlahnya. Hiasan utama berupa burung Garuda dan pohon hayat yang mencerminkan unsur mitologi Hindu-Jawa, sementara hiasan pengisi berupa beragam tetumbuhan merupakan unsur asli Jawa, dan penyederhanaan wujud merupakan pengaruh budaya Islam yang melarang manusia dan satwa ditampilkan secara nyata dalam karya seni. Penyederhanaan wujud seperti ini menjadi kecenderungan pola umum batik, kecuali beberapa pola seperti Sudarawerti yang menampilkan sosok manusia secara nyata. Pengaruh Islam juga dapat terlihat pada pola Kawung dan Bouraq. Pada awalnya, pembuatan batik keraton secara keseluruhan mulai dari penciptaan dan pembuatan ragam hias hingga pencelupan akhir dikerjakan dalam keraton dan dibuat khusus untuk keluarga raja. Pola-pola dan pembatikan dikerjakan oleh para putri istana, sedang pekerjaan lanjutan dilaksanakan oleh para abdi dalem. Dengan demikian jumlah kain yang dihasilkan pun sangat terbatas. Seiring dengan kebutuhan yang semakin meningkat, kegiatan pembatikan pun muncul di luar tembok istana.
82 Pembatikan di luar istana mula-mula hanya dalam bentuk kegiatan rumah tangga yang dikelola oleh para kerabat dan abdi dalem di luar keraton. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan akan batik, usaha rumah tangga ini berkembang menjadi industri yang dikelola oleh para saudagar. Mereka mempekerjakan para pembatik terampil dan mengawasi seluruh proses pembatikan. Oleh karena itu hasilnya pun menjadi lebih halus dan lebih indah dibanding sebelumnya. Kehadiran para saudagar batik yang semula hanya untuk memenuhi kebutuhan lingkungan istana mendorong masyarakat di luar tembok keraton yang tadinya hanya memakai kain tenun juga ingin mengenakan batik. Para saudagar ini pun mengambil kesempatan dan membuat batik yang diperuntukkan bagi pasar masyarakat luas. Melihat hal ini akhirnya pihak keraton Surakarta dan Yogyakarta membuat ketentuan mengenai pemakaian pola batik dimana sejumlah pola hanya boleh dikenakan oleh raja dan keluarga istana. Pola yang diatur tersebut adalah ‘pola larangan’. Pemberlakuan adanya pola larangan hanya terdapat di istana-istana Surakarta dan Yogyakarta meskipun jenisjenis pola larangan tidak sama antar istana Mataram. Menurut catatan, pemberlakuan pola larangan lebih rinci di Yogyakarta dibanding Surakarta. Namun seiring dengan waktu, kebijakan ini makin diperlonggar, dan pola yang dulunya hanya boleh dipakai di lingkungan keraton dan upacara-upacara religius menjadi pola batik yang dapat dipergunakan oleh masyarakat umum. Batik keraton sejak dulu hingga sekarang tidak berubah baik warna maupun tampilannya, bahkan polanya tidak mengalami perubahan. Oleh karena itu hampir dapat dikatakan bahwa batik keraton hampir tidak dipengaruhi oleh jaman. Meski demikian, dengan berkembangnya keadaan, batik yang semula berasal dari keraton menghasilkan batik lain yang merupakanmodifikasi dari batik keraton. Secara keseluruhan pengertian
83 batik keraton mencakup batik yang terdapat pada keraton Surakarta, keraton Yogyakarta, pura Mangkunegaran, pura Pakualaman, keraton Kasepuhan dan Kanoman di Cirebon, serta keraton Sumenep di Madura. Hanya keraton Yogyakarta dan Surakarta yang termasuk jenis batik pesisiran. Masing-masing keraton memiliki ciri-ciri batik yang berbeda-beda. Keraton Yogyakarta dan Surakarta merupakan penerus dinasti Mataram dan batiknya terdiri atas pola geometri dan pola non geometri, memiliki warna khas, serta mengikuti aturan tertentu dalam tata susun polanya.
•
Keraton Surakarta Batik Keraton Surakarta penuh dengan isen halus dan secara keseluruhan tampak
indah dan cantik. Warna yang digunakan adalah warna-warna lembut dalam perpaduan yang serasi antara rona yang satu dengan rona yang lain. Warna tradisional batik keraton Surakarta adalah biru sampai biru kehitaman, krem, dan coklat kemerahan. Sampai sekarang batik keraton Surakarta masih dibuat oleh para saudagar batik setempat meski jumlahnya sudah jauh berkurang dibanding sebelum kemerdekaan.
•
Pura Mangkunegaran Gaya pola batik Mangkunegaran serupa dengan batik keraton Surakarta, tetapi
dengan warna soga coklat kekuningan. Batik dari tempat ini selangkah lebih maju dalam penciptaan pola dibanding keraton Surakarta. Keindahan pola batik Mangkunegaran juga mencerminkan karya seni yang matang melalui pengaturan isen, peletakan hiasan penyusun pola, serta tampilan yang lebih luwes dan serasi. Batik pura Mangkunegaran
84 dibuat oleh pengusaha batik Surakarta yang umumnya juga membuat batik untuk keraton kasunanan.
•
Keraton Yogyakarta Keraton Yogyakarta dan Surakarta memiliki ragam pola batik yang hampir sama
karena sama-sama berasal dari pola batik kerajaan Mataram. Perbedaannya adalah pada pola parang dan lereng dimana gaya Surakarta mengenakannya dari kanan dan miring ke kiri bawah sedangkan Yogyakarta miring dari kiri atas ke kanan bawah. Batik keraton Yogyakarta setia mematuhi aturan yang berlaku selama turun temurun sehingga terkesan kaku dan kurang kreatif. Paduan antara soga dan putih sangat kontras sehingga membuat bidang putihnya tampak mencolok. Pola geometri keraton Yogyakarta sangat khas, besar-besar, dan sebagian diantaranya diperkaya dengan parang dan nitik.
•
Pura Pakualaman Wilayah Pakualaman merupakan bagian dari Kasultanan Yogyakasta yang
terbelah akibat persengketaan antara Kasultanan Nyayogyakarta dengan Thomas Stamford Raffless yang menjabat sebagai Letnan Gubernur Jendral Inggris di tahun 1813. Oleh karena itu unsus budaya keduanya memiliki banyak persamaan termasuk dalam batik dan polanya. Gaya pola dan warna batik pura Pakualaman mulai berubah sejak adanya hubungan keluarga yang erat antara keraton Surakarta dan pura Pakualaman saat Sri Paku Alam VII menikahi putri Sri Susuhunan Paku Buwono X. Putri inilah yang memberi warna dan nuansa Surakarta pada batik Pakualaman sehingga terasa gabungan antara Yogyakarta dan Surakarta pada batik wilayah ini.
85
•
Keraton Cirebon Cirebon dibawah pemerintahan Sunan Gunung Jati merupakan pusat kerajaan
Islam tertua di Jawa dan sekaligus merupakan pelabuhan penting dalam lalu lintas perdagangan. Kedua keratonnya menghasilkan pola batik dengan gaya yang tidak terdapat di wilayah lain. Batik Cirebon semula dibuat khusus untuk para sultan terutama dalam kaitan upacara keagamaan, hiasan istana, dan penolak bala. Pola batik Cirebon menunjukkan adanya pengaruh budaya Cina. Hal ini antara lain tampak dari bentuk penghiasan mendatar seperti lukisan serta ragam hias khas mega dan wadasan dalam pola Mega Mendung dan Wadasan. Batik Cirebon umumnya berwarna dasar kuning gading atau kuning muda. Warna yang dipakai lainnya adalah coklat soga, biru muda, biru tua, dan hitam. Tidak ada aturan khusus dalam penggunaan pola sehingga tata susunnya cukup bebas dan berani, namun banyak yg kosong dan sederhana.
•
Keraton Sumenep Berbeda dengan batik Madura pada umumnya, keraton Sumenep memiliki batik
berwarna kecoklat-coklatan soga, hampir menyerupai batik keraton Mataram. Meski demikian terdapat juga batik dengan warna biru tua atau hitam dan putih, namun dengan tambahan sedikit rona hijau dan merah. Ragam hias dan ciri-ciri Mataram diperkirakan berpengaruh ketika Mataram menguasai Sumenep. Sebagian bedar pola batik tempat ini adalah jenis pola non-geometri, menggambarkan kehidupan laut, burung, serta bunga yang ditata dengan tata susun yang cantik.
86
2.2.4.7 Batik di Luar Keraton Batik di luar wilayah dan aturan keraton biasanya merupakan batik pesisiran. Meskipun berada di luar keraton namun batik-batik ini juga tetap mendapatkan pengaruh dari keraton dalam pola dan desainnya, dimana pola tersebut dipadukan dengan ragam hias daerah masing-masing sesuai dengan selera masyarakat daerah setempat. Dalam penjabaran H. Santosa Doellah (2002, p112-113), batik pengaruh keraton ini muncul sejalan dengan pergolakan-pergolakan yang terjadi ketika pulau Jawa menjadi ajang pertikaian sesama raja Jawa serta antara raja Jawa dengan bangsa Belanda. Budaya batik terus terbawa dan masuk, kemudian berkembang di suatu wilayah bersamaan dengan peristiwa politik yang terjadi. Daerah-daerah yang sampai sekarang terkenal sebagai daerah pengerjaan batik di luar Yogyakarta dan Solo serta keraton-keraton yang sudah disebutkan sebelumnya antara lain adalah Banyumas, Garut, Indramayu, serta Cirebon. Daerah-daerah ini merupakan wilayah yang bersentuhan langsung dalam sejarah kerajaan Mataram abad ke-17.
•
Batik Indramayu Kawasan yang disebut juga dengan nama Dermayu ini pada mulanya merupakan
bagian dari kerajaan Galuh. Dan saat itu di daerah Dermayu sudah berkembang budaya membatik yang diperoleh dari pedagang Cina yang datang dari daerah Lasem sehingga batik Dermayu juga memiliki ciri khas Lasem baik pola maupun cara pembuatannya. Proses pewarnaannya menggunakan Nila dan umumnya batik ini hanya menerapkan satu warna. Seiring dengan berkembangnya kerajaan Mataram, para petani Mataram kemudian datang ke wilayah ini dan membawa pola-pola batik keraton Mataram.
87 •
Batik Garutan Terletak di dekat Gresik dan Tasikmalaya, batik Garutan menyiratkan berbagai
pengaruh dan khazanah. Selain pengaruh keraton, dapat dirasakan pengaruh Cina dan Belanda. Warna kuning gading yang lembut mendominasi sebagian besar batik Garutan.
•
Batik Banyumas Pengaruh pola batik keraton di Banyumas berawal dari datangnya pengungsi
Mataram saat pecah perang Diponegoro. Pengaruh pola keraton tampak dalam gaya yang berbeda di tempat ini, warna batiknya sesuai dengan warna batik keraton dengan nuansa soga yang berada di antara Yogyakarta dan Surakarta, yaitu warna coklat kuning kemerahan dan putih kekuningan.
Ada pula batik wilayah lain yang tidak terlalu dipengaruhi aturan-aturan keraton namun ada di pulau Jawa. Wilayah tersebut antara lain Pekalongan, Lasem, Kerek, Juana, Gresik, dan Madura di luar keraton Sumenep, serta banyak wilayah-wilayah lainnya. Enurut Fiona Kerlogue (2004, p31-35), batik di wilayah-wilayah ini memiliki ciri khas dengan cara yang berbeda dari batik keraton maupun batik pengaruh keraton. Umumnya batik mereka terbentuk dengan masuknya budaya asing yang berakultirasi dan kemudian berimbas pula pada pola dan ciri khas batiknya.
•
Pekalongan Kisah batik Pekalongan berbeda dengan batik-batik Yogyakarta, Surakarta,
maupun Cirebon. Kota ini baru muncul di abad ke-17 dan ketika kemunculannya
88 langsung menarik banyak imigran. Kota ini tumbuh dengan baik dari pertanian dan juga mampu menghasilkan kain sendiri meskipun masih banyak kain yang didatangkan dari luar. Imigran Arab ikut ambil andil dalam industri Batik Pekalongan di abad ke-19, begitu pula dengan bangsa Eropa yang melihat peluang dalam industri batik di Pekalongan. Pekalongan termasuk salah satu wilayah pertama yang menggunakan sistem batik cap dan juga memasukkan unsur budaya Eropa dalam desain batik mereka.
•
Lasem Pada abad ke-19 mereka terkenal dengan produksi batik yang menggunakan
warna merah terang dan unsur budaya Cinanya. Sampai sekarang masih banyak pengusaha keturunan Cina yang memiliki perusahaan batik dengan mempekerjakan wanita-wanita Jawa sebagai pembuat batiknya dari awal hingga proses akhir.
•
Kerek Kerek berada di dekat Tuban, sebelah utara Jawa Timur. Batik Kerek banyak
menggunakan warna merah dari pohon mengkudu dan biru indigo. Batik kerek termasuk sederhana dan cara pembuatannya memberikan gambaran cara pembuatan batik tua di masa lalu. Batik ini juga disebut ‘batik lurik’.
•
Juana Dekat dengan kota Rembang dan Pati, batik Juana mulanya merupakan
komoditas eksport ke Sumatra dan Bali sehingga mereka mengadaptasi pengaruh lokal masing-masing dalam batik mereka.
89
•
Gresik Gresik merupakan salah satu kota pusat industri Batik yang juga memasarkan
batiknya ke Sumatra. Batik Gresik ada yang langsung dilukis atau diwarnai diatas kain untuk memudahkan proses pewarnaan. Namun kebanyakan batik Gresik merupakan batik cap.
•
Madura Batik Madura di luar keraton menunjukkan kemiripan dengan batik-batik pantai
utara Jawa yang lebih cerah dan terang. Batik madura terkenal dengan warna coklat dan warna merah apinya, mereka dikenal akan penggunaan warna yang lebih kaya dibanding daerah lain.
Disamping semua yang sudah diatas ada pula jenis-jenis batik lain seperti batik di luar pulau Jawa seperti daerah Jambi. Selain itu ada juga pembagian jenis batik lain yang dikategorikan berdasarkan pengaruh asing seperti batik pengaruh India, batik Belanda, batik Cina, dan kemudian batik Djawa Hokokai yang mendapatkan pengaruh unsur budaya Jepang ketika masa penjajahan Jepang.
2.2.4.8 Pola dan Motif Batik Jawa Batik merupakan suatu bentuk seni tekstil di Indonesia dengan berbagai motif dan bentuk yang bermakna. Kerlogue (2004, p74) nerpendapat kalau batik dilihat secara
90 simbolis oleh berbagai kalangan, dihargai, dan dianggap penting oleh budaya yang membuatnya. Makna-makna batik sebagian diasosiasikan dengan cara batik digunakan, bagaimana cara melipatnya, dimana mereka ditempatkan, dan kepada siapa mereka diberikan. Sebagai tambahannya, banyak motif yang memiliki makna tertentu. Elliot (2004, p68-69) menjabarkan bahwa diantara ribuan motif dan ragam hias batik, yang paling dikenal adalah pola dan motif larangan, dimana ada masanya motifmotif tersebut merupakan motif-motif terlarang yang hanya boleh digunakan oleh penghuni keraton dan keluarga raja serta dalam upacara adat atau keagamaan yang bersifat sakral. Dekrit tersebut dikeluarkan pada abad ke-18. Meski demikian, penduduk pantai utara tidak terlalu mengetahui atau menanggapi larangan tersebut dan sekarang ini juga hal seperti itu sudah tidak terlalu berlaku lagi. Masyarakat umum sudah dapat menikmati penggunaan pola-pola ini dalam pakaian batik mereka baik formal maupun pakaian sehari-hari. Berikut ini merupakan 8 pola larangan :
•
Kawung Motif ini mengingatkan pada buah aren, bunga dengan 4 kelopak, atau lotus sederhana. Ada kemungkinan motif ini berkembang dari bentuk sirip ikan. Kawung merupakan motif tua yang melambangkan kepercayaan di Jawa akan dunia yang teratur dan tanda silang di tengahnya menunjukkan sumber energi yang tiada batas.
•
Parang
91 Parang merupakan pola pedang yang menyimbolkan kekuatan serta pertumbuhan dan motif ini dipakai oleh para penguasa. Tidak boleh ada satu pun motif yang rusak atau menurut kepercayaan itu akan menghancurkan kekuatan yang ada pada kain. Bentuk motif ini mengingatkan pada bentuk keris.
•
Parang Rusak Versi variasi diagonal yang lebih elegan dari pola parang. Fungsinya hampir sama dengan pola parang.
•
Cemukiran Motif yang dipakai oleh para bangsawan keluarga raja. Motif ini sedikit mirip parang dengan wujud yang seperti sinar.
•
Sawat Merepresentasikan sayap burung Garuda yang menurut legenda memiliki tubuh manusia dan paruh elang. Konon ini adalah burung yang dikendarai Dewa Wisnu.
•
Udan Liris Udan liris dapat diartikan sebagai hujan ringan. Motif ini mengkombinasikan berbagai variasi desain dan bentuk natural dalam deret diagonal yag paralel. Motif ini merupakan simbol kesuburan yang penting dalam hal pertanian.
92 •
Semen Desain
semen
penuh
dengan
simbolisme
yang
merepresentasikan
kepercayaan penduduk Jawa dan penghormatan akan kesuburan. Gunung melambangkan tenpat para dewa dan paviliun atau kuil menunjukkan tempat pertapaan atau meditasi. Sayap memberi makna akan pergerakan alam spiritual, sedangkan hewan melambangkan bumi sendiri. Burung, terutama Garuda merupakan wujud penguasa surga, sedangkan ular atau naga menyimbolkan ibu bumi, dunia bawah tanah, dan juga mahluk lautan.
•
Alasalasan Motif ini memiliki kemiripan dengan pola semen, namun tidak ada unsur gerbang maupun paviliun. Motif ini lebih merepresentasikan beragamnya flora dan fauna yang juga menyimbolkan produktivitas dan perlindungan panen. Pola ini kadang diaplikasikan dengan garis emas.
93
Gambar 2.47 Gambar 8 Pola Larangan
94 Selain 8 pola diatas, masih banyak ragam hias lain yang juga dipakai dalam peristiwa atau upacara tertentu. Pola Sidomukti misalnya, dipakai oleh pasangan pengantin pria dan wanita. Ragam hias ini melambangkan harapan akan masa depan yang baik serta penuh kebahagiaan untuk kedua mempelai. Pola Sido Asih, Sido Mulyo, dan Sido Luhur juga merupakan pola batik untuk pasangan pengantin. Pada upacara perkawinan, orang tua pengantin dapat mengenakan batik ragam hias truntum yang berarti menuntun. Hias truntum juga melambangkan cinta yang bersemi. Konon seorang ratu yang dilupakan oleh rajanya membatik untuk mengisi kesepiannya. Kegiatan membatuk sang ratu ini menarik hati raja dan ia selalu mengunjunginya untuk melihat proses pembatikan, dan kemudian cinta keduanya pun bersemi kembali (Djoemena, 1986, p11-14). H. Santosa Doellah (2002, p20-21) memaparkan batik juga dapat dibagi melalui pola bentuknya, dimana pola-pola yang ada dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu pola geometri, dan pola non-geometri. Ragam hias yang termasuk pola geometri secara umum adalah ragam hias yang memiliki unsur-unsur garis dan bangun seperti garis miring, bujur sangkar, persegi panjang, trapesium, belah ketupat, jajar genjang, lingkaran, dan bintang, serta disusun secara berulang-ulang sehingga membentuk suatu kesatuan pola. Pola geometri terdiri atas pola ceplok atau ceplokan dan pola garis miring seperti pola parang dan pola lereng. Pola ceplok merupakan pola yang cenderung sejajar. Motif Kawung termasuk pola ceplok yang sangat kuno. Pola parang merupakan pola yang amat terkenal dalam kelompok pola garis miring. Pola ini terdiri dari satu atau lebih ragam hias yang disusun membentuk deretan sejajar dengan sudut miring 45º. Pola parang memiliki ragam hias belah ketupat, sementara pola lereng tidak memilikinya.
95 Pola non-geometri sendiri terbagi menjadi empat kelompok, yaitu pola semen, pola lung-lungan, pola buketan, dan pola pinggiran. Meski ragamnya amat banyak, pola semen dan lung-lungan mendominasi kelompok pola non-geometri. Ragam hias utama yang menyertai pola semen adalah meru, suatu gubahan menyerupai gunung yang diambil dari nama gunung Mahameru. Hiasan utama pada pola ini adalah gambar Garuda yang dikenal dalam bentuk motif sawat, lar, maupun mirong. Pola lung-lungan juga hampir mirip dengan pola semen. Namun pola lung-lungan tidak selalu lengkap dan kadang tidak mengikuti ragam hias meru. Pola buketan mudah dikenali lewat rangkaian bunga atau kelopak bunga dengan kupu-kupu, burung, atau berbagai satwa kecil yang mengelilinginya. Semua unsur tersebut tampil dalam suatu kesatuan yang selaras. Pola ini termasuk pola pesisiran yang sangat jarang ditemui dalam batik keraton, dan sebagian besar batik Belanda memakai pola jenis ini. Dan terakhir pola pinggiran disebut pinggiran karena unsur hiasnya merupakan unsur hias yang biasa digunakan untuk hiasan pinggir atau hiasan pembatas. Ada juga pola-pola khusus dari keraton Cirebon yang tidak bisa dimasukkan dalam pola-pola diatas seperti pola paksi naga liman, kereta kasepuhan, dan cerita panji. Penataan ragam hiasnya adalah horisontal mengikuti pengaruh budaya Cina.
2.2.4.9 Seni Pembuatan Batik Untuk sepenuhnya mengapresiasi, maka seseorang harus mengerti bagaimana cara batik ini dibuat dan bagaimana siatu proses yang rumit dan panjang, diulang-ulang, membutuhkan kesadaran, ketelitian, serta keahlian tertentu (Elliot, 2004, p50). Di setiap batik yang benar, penggunaan lilin adalah untuk mencegah meresapnya pewarna ke kain
96 ketika proses pewarnaan. Misalnya untuk membuat motif bunga berwarna merah dengan latar biru, pertama-tama lilin diaplikasikan ke kain dan membentuk motif bunga merah tersebut. Kain kemudian diberi warna biru. Setelah proses pewarnaan biru selesai, lapisan lilin dilepas dengan cara dikerok, dan kali ini bagian berwarna biru yang ditutupi lilin. Kemudian kain diberi warna merah. Barulah lilin benar-benar dilepas dan tampil motif bunga merah dengan latar biru. Dengan proses seperti itu, semakin banyak warna yang dibutuhkan maka semakin banyak pengulangan proses pemberian lilin dan pewarnaan. Batik yang benarbenar bagus adalah batik yang bolak-balik, sehingga pengaplikasian lilin dilakukan di kedua sisi. Tidak heran bila batik Jawa yang benar-benar baik membutuhkan hampir satu tahun untuk membuat 1-2 lembar yard kain. Sutra merupakan jenis kain yang mudah diaplikasikan dengan lilin, namun kebanyakan pengrajin batik lebih memilih katun sebagai pilihan kain. Sebelum dibuat menjadi batik, kain ini memerlukan persiapan tersendiri agar dapat menerima lilin dengan mudah. Setelah diukur dan digunting dalam ukuran yang tepat kain kemudian dijahit pinggir. Kain kemudian direbus dan diberi minyak untuk memberi warna dasar serta untuk mempersiapkan serat kain ketika proses pewarnaan. Kain kemudian dicuci dan selagi basah dilipat dengan lipatan selebar 12 inci, diletakkan diatas papan kayu, lalu dipukul-pukul untuk memperhalus serat kain serta mempermudah penyerapan lilin. Desain motif kemudian digambar diatas kain dengan pensil. Dengan pengalaman bertahun-tahun sebagian pengrajin umumnya hafal dengan motif yang harus mereka gambar. Untuk yang baru mulai belajar mereka biasanya menggambar diatas kertas terlebih dahulu. Barulah kain bisa menerima lilin.
97 Batik yang digambar dengan tangan ini dikemudian hari disebut batik tulis, merupakan jenis batik yang pengerjaannya paling memakan waktu, paling prestisius, serta paling mahal diantara semua batik yang ada. Alat untuk menuliskan lilin diatas kain adalah canting, merupakan alat sederhana yang tidak ditemukan di wilayah di dunia selain Jawa. Canting digunakan seperti pena tinta, dicelupkan di larutan lilin, kemudian ditiup terlebih dahulu supaya agak dingin, baru lilin digambarkan diatas kain. Pemberian lilin pertama kali biasanya dilakukan oleh pengrajin batik yang sudah ahli dah berpengalaman karena lapisan lilin pertama inilah yang menunjukkan kualitas sebuah batik. Untuk proses lilin selanjutnya bisa dikerjakan oleh orang lain dan cenderung lebih mudah karena tinggal menyalin ulang. Penemuan cap membawa revolusi baru dalam dunia industri batik. Dengan cap para pekerja dapat memberi lilin 20 lembar kain dalam sehari daripada menghabiskan 45 hari untuk menggambari 1 lembar kain saja dengan lilin. Pekerjaan pemberian lilinpun menjadi didominasi kaum pria mengingat pria lebih kuat dalam menangani cap daripada wanita, sementara para wanita melakukan pewarnaan. Industri batik pun menjadi semakin berkembang dan menarik minat pedagang dari Arab dan Cina untuk ikut ambil andil dalam industri batik. Hal yang menarik, penggunaan cap tidak membuat batik tulis semakin turun nilainya. Cap kadang dikombinasikan dengan teknik tulis biasa. Baik resep larutan lilin, maupun larutan pewarnaan, banyak yang dirahasiakan proses pembuatannya. Secara umum pewarnaan menggunakan bahan-bahan alami yang dicampur dengan semacam minyak, biji buah, dan larutan pengental yang kemudian direbus menjadi satu. Keragaman serta kedetilan dalam warna juga menjadi ukuran kualitas suatu batik. Daerah yang berbeda umumnya memiliki warna khas yang berbeda. Namun di jaman sekarang kebanyakan batik menggunakan pewarna sintetis. Karena lilin
98 memiliki titik didih yang rendah, pewarnaan batik tidak bisa dilakukan dengan cara perebusan biasa. Batik harus direndam dengan air dingin atau hangat-hangat kuku dalam pewarnaannya. Setelah proses pewarnaan selesai dan lapisan lilin terakhir dilepas, batik digantung diatas rak bambu atau dibentangkan di tanah sampai kering. Batik menudian dilipat dan sedikit ditekan seperti diseterika. Batik kemudian dilipat rapi dan dibungkus. 5 lembar batik biasanya dibungkus jadi satu berdaasarkan polanya lalu dihitung sebagai satu kodi. Batik yang benar-benar panjang biasanya digulung seperti kain jaman sekarang, sedangkan batik tulis yang istimewa dibungkus secara individual.
Gambar 2.48 Gambar Proses Membatik
99 2.2.5 Ramalan
http://en.wikipedia.org/wiki/Divination (2007) menyatakan meramal merupakan usaha untuk mencari informasi yang diinginkan dengan menginterpretasikan tanda-tanda yang ada maupun hal-hal berbau supernatural yang terjadi. Sementara dalam konteks lain, meramal dapat diartikan memprediksi masa depan melalui hal-hal mistis dimana kadang dapat memiliki tujuan komersial tersendiri. Kegiatan ini biasanya dipandang skeptis oleh banyak pihak, terutama mereka yang amat menekankan unsur rasionalitas dan bukti-bukti ilmiah. Meramal juga kadang dianggap sebagai takhayul belaka. Meskipun begitu kegiatan meramal merumakan fenomena budaya yang universal yang ada di hampir setiap agama dan budaya dari jaman dahulu kala sampai era sekarang ini. Dalam artikel yang tertulis pada http://en.wikipedia.org/wiki/Fortune_telling (2007), para ilmuwan percaya kalau beberapa faktor menjelaskan mengapa ramalan bisa begitu populer dan sepertinya akurat, yaitu : 1.
Prediksi hampir selalu menggunakan kalimat yang tidak terlalu jelas dan cukup umum sehingga prediksi itu sendiri tidak pernah salah, namun interpretasi seseorang bisa salah.
2.
Bias konfirmasi mendorong seseorang untuk mencari masalah dimana prediksi lebih akurat daripada mencari yang tidak akurat.
3.
Penanya yang meminta diramal biasanya tidak menyadari kalau pernyataan yang dibuat mengkin melukiskan kenyataan dirinya, namun sebenarnya bisa dialami oleh banyak orang.
100 4.
Para peramal biasanya menunjukan keahlian untuk menilai seseorang dan mengatakan apa yang ingin mereka dengar.
5.
Orang yang melakukan peramalan untuk dirinya sendiri lebih menggunakan reaksinya terhadap stimulasi tertentu (misalnya menggunakan Tarot) sebagai cara menata pikiran dengan lebih tenang atas apa yang mereka pikirkan.
6.
Prediksi ramalan dapat menjadi sumber kesenangan dan pengalihan.
7.
Prediksi dapat menurunkan ketakutan akan masa depan yang tidak jelas.
8.
Saat membuat keputusan yang berdasarkan pada informasi yang tidak sempurna, peramal dapat menurunkan tingkat kegelisahan dengan menebak.
9.
Dapat menjadi sumber eksternal yang mendorong seseorang memutuskan atau bertahan pada keputusannya.
10.
Prediksi dapat menjadi penyebab perubahan sikap yang menyebabkan prediksi itu dapat menjadi benar dengan sendirinya. (Contohnya kisah seorang raja yang diramalkan kalau anaknya akan membunuh dirinya. Sang Raja menjadi membenci anaknya dan memperlakukannya dengan tidak baik sehingga kelak anaknya justru punya motif untuk membunuh ayahnya. Itu merupakan salah satu contoh yang sudah ekstrim dalam kasus ini yang terdapat pada literatur kuno di berbagai negara)
11.
Peramalan dalam konteks yang berhubungan dengan sistem kepercayaan seseorang memiliki kemungkinan tinggi untuk dipercaya.
Metode peramalan sendiri ada bermacam-macam dan berbagai jenis denagn menggunakan media maupun tanda-tanda alam yang berbeda-beda. Yang terkenal dan sering ditemukan antara lain :
101 1. Astrology – menggunakan ilmu perbintangan 2. Aura-Soma – berdasarkan warna 3. Cartomancy – menggunakan kartu, Tarot termasuk dalam jenis ini 4. Cheiromancy atau Palmistry – menggunakan telapak tangan atau membaca garis tangan 5. Geomancy – membaca tanda-tanda Bumi, Feng Shui termasuk jenis ini 6. Graphology – melalui tulisan tangan 7. Numerology – berdasarkan angka 8. Oneiromancy – berdasarkan mimpi
Masih banyak lagi metode-metode lain seperti berdasarkan pada tingkah laku kucing, pada kristal dan batu-batuan, gerakan jari, nama, tapak kaki, gerakan api, dan lain sebagainya. Namun metode-metode tersebut di Indonesia sendiri kurang terlalu populer. Astrologi termasuk yang paling populer di Indonesia kalau melihat selalu ada ramalan nasib baik berdasarkan zodiak maupun shio di berbagai tabloid dan majalah.
2.2.6 Bahasa Jawa
Dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Jawa (2007) dinyatakan bahwa Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan penduduk suku bangsa Jawa terutama di beberapa bagian Banten terutama di kabupaten Serang dan Tangerang, Jawa Barat khususnya kawasan Pantai utara terbentang dari pesisir utara Karawang, Subang,
102 Indramayu dan Cirebon, Jawa Tengah & Jawa Timur di Indonesia. Bahasa Jawa pada dasarnya terbagi atas dua klasifikasi dialek, yaitu: •
Dialek Sosial
•
Dialek Lokal
Karena bahasa ini terbentuk dari gradasi-gradasi yang sangat berbeda dengan Bahasa Indonesia maupun Melayu, meskipun tergolong rumpun Austronesia. Sedangkan dialek daerah ini didasarkan pada wilayah, karakter dan budaya setempat. Perbedaan antara dialek satu dengan dialek lainnya bisa antara 0-70%. Untuk klasifikasi berdasarkan dialek daerah, pengelompokannya mengacu kepada pendapat E.M. Uhlenbeck (1964) di dalam bukunya A Critical Survey of Studies on the Languages of Java and Madura. Dialek sosial dalam Bahasa Jawa berbentuk sebagai berikut :
1.
Ngoko
2.
Ngoko andhap
3.
Madhya
4.
Madhyantara
5.
Kromo
6.
Kromo Inggil
7.
Bagongan
8.
Kedhaton
Kedua dialek terakhir digunakan di kalangan keluarga Kraton dan sulit dipahami oleh orang Jawa kebanyakan.
103 Bahasa Jawa adalah bahasa yang membedakan gaya bahasa secara sosial menjadi tiga tingkatan, yaitu: ngoko, madya dan krama. Selain itu dikenal pula apa yang disebut kata-kata honorifik untuk merendahkan diri dan meninggikan lawan bicara. Kata-kata ini disebut kata-kata krama andhap dan krama inggil. Bahasa-bahasa lain yang juga membedakan gaya-gaya bahasa adalah bahasa Sunda, bahasa Madura dan bahasa Bali. Di bawah ini disajikan contoh sebuah kalimat dalam beberapa gaya bahasa yang berbeda-beda ini. •
Bahasa Indonesia: “Maaf, saya mau tanya rumah kak Budi itu, di mana?”
1.
Ngoko kasar: “Eh, aku arep takon, omahé Budi kuwi, nèng*ndi?’
2.
Ngoko alus: “Aku nyuwun pirsa, dalemé mas Budi kuwi, nèng endi?”
3.
Ngoko meninggikan diri sendiri: “Aku kersa ndangu, omahé mas Budi kuwi, nèng ndi?”
4.
Madya: “Nuwun sèwu, kula ajeng tanglet, griyané mas Budi niku, teng pundi?”
5.
Madya alus: “Nuwun sèwu, kula ajeng tanglet, dalemé mas Budi niku, teng pundi?”
6.
Krama andhap: “Nuwun sèwu, dalem badhé nyuwun pirsa, dalemipun mas Budi punika, wonten pundi?”
7.
Krama: “Nuwun sewu, kula badhé takèn, griyanipun mas Budi punika, wonten pundi?”
8.
Krama inggil: “Nuwun sewu, kula badhe nyuwun pirsa, dalemipun mas Budi punika, wonten pundi?”
104 *
nèng adalah bentuk percakapan sehari-hari dan merupakan kependekan dari bentuk
baku ana ing yang disingkat menjadi (a)nêng.
Dengan memakai kata-kata yang berbeda, dalam sebuah kalimat yang secara tatabahasa berarti sama, seseorang bisa mengungkapkan status sosialnya terhadap lawan bicaranya dan juga terhadap yang dibicarakan. Namun harus diakui bahwa tidak semua penutur bahasa Jawa mengenal semuanya. Biasanya mereka hanya mengenal ngoko dan sejenis madya.
2.3 Hasil Survey Lapangan
Wawancara dilakukan secara ringan dan informal kepada beberapa pengguna Tarot di Indonesia. Diantaranya Ani Sekarningsih, Leonardo Rimba, Edward, dan Peter. Keempat-empatnya membuka jasa konsultasi dengan menggunakan Tarot. Ani Sekarningsih merupakan praktisi Tarot dan juga pemilik Padepokan Tarot Indonesia. Beliau menulis buku Bunga Rampai Wacana Tarot dan juga membuat Tarot Wayang. Menurutnya Tarot sebenarnya sangat rasional dan mencakup banyak disiplin ilmu, terutama Ilmu Psikologi. Selain itu mencakup juga ilmu sosiologi, antropologi, bahkan sampai kepada ilmu bisnis dan ekonomi. Simbolisme dan makna pada Tarot juga dirancang untuk disesuaikan dengan kondisi psikologis manusia. Oleh karena itulah Tarot dapat dipakai sebagai media pendekatan psikologis untuk mencari akar penyebab suatu masalah, bukan untuk meramal masa depan atau halhal yang berbau gaib. Tarot juga bertujuan untuk membuka wawasan dan pikiran atas
105 jatidiri seseorang, bukan membuat seseorang menjadi tergantung pada Tarot dan penggunanya. Peter Valentino dan Edward yang juga praktisi Tarot sependapat dengan pandangan ini. Mereka memakai Tarot sebagai media terapi dan konseling dengan harapan para pelanggannya bukan mencari dia karena bergantung pada Tarot, melainkan karena ingin membuka pikiran untuk mengatasi permasalahan. Pandangan Tarot sebagai sesuatu yang klenik merupakan hal yang salah. Menurut Ani Sekarningsih, Tarot belakangan ini semakin berkembang dan banyak peminatnya. Dapat dilihat dengan bagaiman Toko Buku Kinokuniya mendistribusikan cukup banyak produk Tarot ini yang berarti permintaannya banyak. Begitu pula dengan Edward yang mengasumsi kalau kemungkinan pemilik Tarot baik sebagai pemakai maupun kolektor bisa mencapai ribuan di Indonesia. Sementara Leonardo Rimba menyatakan pengguna Tarot bahkan di Jakarta sekalipun masih sangat terbatas dan tidak terlalu banyak orang yang memiliki Tarot.
2.4 Data Pendukung
2.4.1 Data Kompetitor
Tarot Wayang sejauh ini merupakan satu-satunya jenis dek kartu yang diterbitkan di Indonesia dan juga satu-satunya yang mengambil budaya Indonesia sebagai temanya. Tokoh-tokoh wayang yang tergambar dalam Tarot wayang juga tidak diambil dari sembarang wayang. Ia mengambil khusus dari wayang koleksi Hamengkubuwono ke IX di Yogyakarta. Prosesnya juga tidak mudah. Karena, untuk
106 mengeluarkan wayang-wayang tersebut dari tempatnya, harus melalui ritual-ritual khusus. Dalam Tarot Wayang, wayang merupakan simbolisme bayang-bayang kepribadian manusia. Tarot Wayang dibuat untuk menemukan jati diri berdasarkan pengamatan melalui pendakian spiritual dan berlandaskan kearifan budaya. Tarot Wayang menempatkan tokoh-tokoh wayang pada setiap kartu yang dilengkapi kata kunci yang sudah baku. Demikian pula kelima warna latar belakang kartu telah mendasari kartu-kartu Tarot Wayang. Arkana Utama ditandai warna dasar hitam sebagai lambang misteri. Sedangkan Arkana Penunjang diwakili warna kuning (lambang api), Biru cerah (lambang air), Ungu (lambang udara) dan Hijau menjadi lambang bumi atau tanah.
Gambar 2.49 Beberapa Kartu dari Dek Tarot Wayang
107 2.4.2 Perkembangan Tarot di Indonesia
Bila melihat forum-forum Tarot internasional, dapat dikatakan kebanyakan pemilik
Tarot
mayoritas
adalah
wanita.
Pada
(http://www.tarotforum.net/showthread.php?t=75981),
Aecletic salah
Forum
misalnya
seorang
member
menyatakan presentase wanita pemilik Tarot hampir mencapai 80% bila dibanding dengan pria. Begitu pula dengan mereka yang memiliki minat untuk dibacakan Tarot oleh pemilik Tarot, umumnya adalah kaum wanita. Meskipun demikian bukan berarti angka itu tidak dapat berubah. Di Indonesia sendiri bila melihat nama-nama yang ada tidak dapat dipastikan berapa presentasi pemilik tarot antara pria dan wanita, namun sepertinya tidak se ekstrim secara internasional mengingat ada banyak nama pria yang juga membuka jasa pelayanan konsultasi Tarot secara terang-terangan. Para pria juga biasanya cukup suka dibacakan Tarot, namun lebih bermotif main-main daripada benar-benar hendak mengkonsultasikan masalah. Kepopuleran Tarot yang meningkat dapat dilihat dengan bermunculannya jasajasa konsultasi dengan menggunakan Tarot di berbagai tempat. Selain membuka praktek di rumah, beberapa pembaca Tarot di Jakarta juga membuka praktek di sejumlah bilangan cafe atau pusat perbelanjaan. Ada juga pembaca Tarot yang membuka praktek konsultasinya lewat jasa telepon premium, lewat internet, atau sekedar mempromosikan jasa mereka lewat situs masing-masing. Ada nama-nama seperti Brissa Eden, Leonardo Rimba, Citra Prima, dan juga Ani Sekarningsih. Selain itu di banyak acara seperti pentas seni atau bazaar biasanya dapat ditemukan jasa konsultasi Tarot yang umumnya selalu ramai pengunjung.
108 Sampai sejauh ini Toko buku Kinokuniya merupakan satu-satunya toko buku di Indonesia yang mendistribusikan dan menyuplai kartu Tarot dalam jumlah yang cukup banyak. Harga kartu Tarot sendiri berkisar antara Rp 150.000,- sampai Rp 500.000,atau bahkan lebih. Kisaran harga tersebut menyebabkan tidak banyak orang di Indonesia yang menjadikan Tarot sebagai bentuk koleksi tersendiri, dan kalaupun ada biasanya jumlahnya tidak banyak. Sementara pengguna Tarot mancanegara banyak yang mengkoleksi puluhan atau bahkan ratusan jenis kartu Tarot.
2.5 Data Penyelenggara
Periplus Edition
Periplus Edition merupakan salah satu penerbit buku yang terbesar di Asia. Perusahaan ini berdiri pada tahun 1988 di Berkeley, California, dengan tujuan untuk memproduksi buku berkualitas tinggi mengenai Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Perusahaan ini kemudian memindahkan pusat operasionalnya ke Asia dan sekarang ini mengurus kantor-kantor dan kegiatan-kegiatan operasionalnya di Hong Kong, Kuala Lumpur, Singapura, dan Jakarta. Penerbitan Periplus kemudian menjadi dikenal karena buku-buku terbitannya yang berkualitas tinggi, terutama mengenai publikasi buku-buku travel. Meski demikian Periplus juga menerbitkan judul-judul non-fiksi serius lain di hampir setiap kategori buku. Setiap tahunnya Periplus menerbitkan lebih dari 100 judul di berbagai bidang mulai dari buku memasak, arsitektur, interior, ekologi, sejarah, biografi, kerajinan
109 tangan, budaya, kamus, bahasa, literatur, kesehatan, peta, fotografi, agama, seni, dan masih banyak lagi. Semua buku umumnya mengangkat Asia dalam berbagai subjek dengan menggunakan bahasa Inggris. Tema utama yang hendak diangkat Periplus adalah mengangkat pengertian yang lebih baik mengenai Asia kepada dunia melalui penulisan yang baik serta desain buku yang elegan. Dedikasi akan kualitas di berbagai bidang lah yang membedakan bukubuku Periplus dengan penerbit-penerbit lain di Asia Tenggara. Produk-Produk yang dipublikasikan di bawah Periplus, Tuttle, dan Journey Imprints didistribusikan di seluruh toko buku di dunia. Sekarang ini Periplus sudah memiliki kantor editorial serta kantor pemasaran di Singapura, Tokyo, Vermount (Amerika), Kuala Lumpur, dan Jakarta. Di Indonesia sendiri, Periplus berdiri pada tahun 1999 dan mendistribusikan berbagai buku dan majalah import kepada para konsumennya di Indonesia. Pertama kali toko buku ini dibuka di Bandara Adisucipto, Yogyakarta. Selama bertahun-tahun toko buku Periplus berkembang pesat dan sekarang sudah memiliki lebih dari 35 toko buku di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, dan Bali. Semuanya bertempat di daerah-daerah strategis kota. Konsep Periplus sebagai toko buku adalah menjadi sebuah toko butik yang memanjakan pelanggannya dengan kenyamanan dan buku serta majalah dengan kualitas terbaik. Untuk mendukung konsep tersebut, beberapa toko dilengkapi dengan cafe, dimana pelanggan bisa melihat-lihat buku dan majalah, atau sekedar bersantai. Tokotoko buku Periplus juga memiliki berbagai macam buku yang lengkap dengan range yang luas. Semuanya demi kepuasan konsumen. Toko Buku Periplus juga merupakan
110 toko yang didesain sengan gaya kontemporer Indonesia dan atmosfer yang nyaman serta pegawai yang ramah.
Kantor Perusahaan dan Pusat Distribusi :
Periplus Publishing Airport Business Park 364 Innovation Drive North Clarendon, VT 05759-9436 PHONE: 1-800-526-2778 or 1-802-773-8930 FAX: 1-800-329-8885 or 1-802-773-8930 EMAIL:
[email protected]
2.5 Data Produk
Produk “Javanese Folktales Tarot” yang akan dibuat dan paling utama adalah 22 kartu Arkana Mayor. Kartu-kartu ini akan memakai cerita rakyat sebagai isi ilustrasi yang memberi makna. Direncanakan unsur wayang serta batik akan menjadi elemen desain dalam pembuatan kartu ini. Simbologi dan makna diselaraskan dengan maknamakna yang cukup dikenal dan universal dan tidak terlalu berbeda dengan dek Tarot jenis lain pada umumnya. Hal itu supaya para pengguna Tarot tidak kesulitan ketika menggunakannya. Berikut ini adalah kartu-kartu yang akan dibuat dan garis besar makna pada ilustrasinya :
111
No
Nama Kartu Tarot
Makna Kartu Tarot
0 The Fool
Awal Mula, Spontanitas, Kenaifan, Kebodohan, Kepolosan
I The Magician
Aksi, Kesadaran, Kekuatan, Konsentrasi, Potensi, Bakat, Kreatifitas, Intensi, Motivasi, Kepintaran, Rencana
II The High Priestess
Intuisi, Kepekaan, Suara Hati, Pasif, Potensi, Misteri
III The Empress
Feminim, Kewanitaan, Ibu, Kehidupan, Materi, Kecantikan, Fisik, Natural
IV The Emperor
Maskulin, Ayah, Struktur, Kekuasaan, Ketegasan, Keteraturan, Kepemimpinan
112 V The Hieropant
Pendidikan, Rasionalitas, Pengetahuan, Pemahaman, Tradisi, Disiplin, Konvensional, Organisasi
VI The Lovers
Relasi, Hubungan, Cinta, Sex, Nilai-nilai Personal, Pernikahan, Dedikasi, Kesetiaan, Moral, Etika, Kasih Sayang
VII The Chariot
Kemenangan, Sukses, Dominasi, Keinginan Kuat, Percaya Diri, Emosi, Kontrol Keras
VIII Strenght
Kontrol Lembut, Kesabaran, Penerimaan, Stamina, Toleransi, Kebaikan, Persuasif, Ketahanan
IX The Hermit
Kesunyian, Pemahaman, Introspeksi, Fokus ke Dalam, Personal, Kebijaksanaan, Kesendirian
X The Wheel of
Nasib, Kejutan, Perubahan, Pergantian
Fortune
Arah, Keberuntungan / Kesialan, Perkembangan
113 XI Justice
Keadilan, Prinsip Etis, Legal, Kejujuran, Kesamarataan, Tanggung Jawab, Keputusan, Keseimbangan, Karma
XII The Hanged Man
Penyerahan diri, Menyerah, Berubah Pikiran, Melihat dari sudut pandang lain, Menunggu Kesempatan, Pengorbanan, Tanpa Pamrih
XIII Death
Penyelesaian, Transisi, Eliminasi, Perubahan, Kembali ke Awal, Reinkarnasi, Mengikuti Nasib
XIV Temperance
Pengendalian Diri, Kerendahan Hati, Netral, Keseimbangan, Harmoni, Penyembuhan, Konsolidasi
XV The Devil
Godaan, Keterbudakan, Situasi yang tak diinginkan, Ketidak hati-hatian, Ketakutan, pikiran sempit, ketidak pedulian, Negatif, Ketidak percayaan
XVI The Tower
Perubahan mendadak, Chaos, Kehancuran, Krisis, Ledakan Emosi, Kejatuhan, Penderitaan, Kejutan Mendadak
114 XVII The Star
Harapan, Positif, Ketenangan, Berkat, Inspirasi, Motivasi, Membuka Hati, Murah Hati, Kedamaian, Harmoni
XVIII The Moon
Ketakutan, Ketidak nyamanan, Ilusi, Kesalahpahaman, Tidak Realistis, Imajinasi, Fantasi, Tersesat, Kebingungan
XIX The Sun
Pencerahan, Kebenaran, Kebahagiaan, Pusat Perhatian, Antusiasme, Kepercayaan Diri, Expansif
XX Judgement
Pengadilan, Kelahiran Kembali, Keputusan, Transformasi, Kebahagiaan, Panggilan Hidup, Pertobatan
XXI The World
Integrasi, Keseluruhan, Kesatuan, Kesempurnaan, Pemenuhan, Mencapai Tujuan, Solusi yang baik
Tabel 2.1 Kartu dan Makna yang Hendak Dibuat
115 2.6 Target Audience
2.6.1 Sasaran Primer
Target pemasaran dari pembuatan kartu Tarot ini adalah pria dan wanita, namun lebih diutamakan kepada wanita. Memiliki kecenderungan lebih terbuka dalam melihat hal-hal yang berbau ramalan, dan kebanyakan pemilik kartu Tarot adalah wanita. Mereka memiliki kondisi ekonomi yang cukup baik sampai baik sekali, serta memiliki tingkat pendidikan yang cukup tinggi. Selain menyukai hal-hal yang berbau ramalan, target utama pemasaran juga memiliki ketertarikan dalam hal-hal berbau budaya serta sering pergi ke toko buku, terutama toko-toko buku import seperti Kinokuniya, Periplus, atau Kharisma. Oleh karena itu lingkungan tempat tinggal mereka merupakan lingkungan kota besar.
2.6.2 Sasaran Sekunder
Selain para pengguna Tarot langsung, perancangan pembuatan kartu Tarot in juga ditargetkan kepada mereka yang hobi mengkoleksi Tarot atau mengkoleksi sesuatu yang berhubungan dengan budaya Jawa. Wisatawan asing juga menjadi target pemasaran sekunder mengingat umumnya wisatawan asing yang pergi ke Indonesia amat menyukai budaya-budaya Indonesia, sering membeli pernak-pernik Indonesia, serta tidak menganggap Tarot sebagai sesuatu yg terlalu mahal.
116 2.7 Faktor Pendukung dan Penghambat
2.7.1 Faktor Pendukung
Tarot merupakan hal yang menarik untuk dipelajari terutama dalam masalah ramal meramal, karena peramalan nasib sendiri merupakan sesuatu yang menarik bagi manusia. Oleh karena itu banyak yang tertarik baik untuk menggunakan Tarot maupun meminta diramalkan dengan Tarot. Manusia menyukai ramalan karena mereka mengharapkan yang terbaik dalam hidup mereka. Selain itu di jaman sekarang ini, beragam jenis Tarot menarik minat kolektor untuk mengumpulkannya. Tarot menjadi barang yang layak dikoleksi karena keragaman serta keindahannya. Budaya Jawa sendiri merupakan budaya yang mendunia dan amat terkenal karena keindahan dan keanggunannya. Banyak orang di dunia ini yang tahu atau setidaknya pernah mendengar wayang, batik, maupun candi-candi Jawa.
2.7.2 Faktor Penghambat
Sayangnya cerita rakyat sendiri merupakan hal yang mulai terlupakan seiring dengan berjalannya waktu. Sudah tidak banyak yang benar-benar ingat akan kisah-kisah cerita rakyat secara utuh. Judul yang dapat diingat secara gamblang pun tidak banyak. Apresiasi terhadap seni dan budaya dalam negri semakin lama juga semakin berkurang.
117 Tarot sendiri kadang mendapat anggapan negatif, entah itu sikap skeptis atau dianggap berhubungan dengan hal-hal berbau klenik. Orang terkadang juga takut untuk diramal karena takut dibacakan nasib yang buruk. Selain itu harga Tarot dapat dikatakan cukup mahal, sementara Tarot sendiri bukan termasuk barang dengan kebutuhan mendesak. Oleh karena itu pemilik Tarot di Indonesia tidak terlalu banyak, dan juga cukup selektif dalam memilih jenis Tarot yang disukai.