DARI REDAKSI
Robot dan Masa Depan
Saat ini, robot yang paling maju mampu berpikir, bertindak dan berinteraksi layaknya manusia. Boleh dibilang manusia telah „memanusiakan‟ robot. Perkembangan teknologi ini sangat menakjubkan dengan populasi yang terus beranjak naik di banyak negara, terutama untuk menunjang sektor industri.
Di Indonesia pengembangan robot terbentur pada soal klasik. Apalagi kalau bukan dana, yang menyebabkan perkembangan robot di Indonesia belum semaju seperti negara-negara di Asia lainnya, seperti Jepang, Korea Selatan, dan China. Namun, ini juga harus dimaklumi karena perkembangan teknologi ini baru dimualai sekitar satu dekade lalu yang ditandai dengan banyaknya pelajar dan mahasiswa Indonesia yang mendulang prestasi di ajang kompetisi robot internasional. Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) pada 1990 menggelar kompetsisi robot tingkat nasional. Setelah itu, gaungnya tidak terdengar lagi. Namun, bukan berarti dunia robotika berhenti berkembang. Jauh sebelumnya, di era 1980-an, kebijakan nasional pengembangan riset dan teknologi diarahkan dengan melibatkan permesinan otomatis. Mirip teknologi robot, walaupun tidak bisa dibilang robot. Hal ini bisa dilihat dari dikembangkannya laboratorium Mesin Perkakas Teknik Produksi dan Otomasi (MEPPO), kerja sama BPPT dengan ITB dan industri strategis, serta Laboratorium Elektronika Terapan (LET) di LIPI. Walaupun hasilnya masih terbatas pada penciptaan mesin-mesin otomatis yang belum bisa disebut robot.
militer, teknologi robot tetap dikembangkan. Lembaga Pengkajian Teknologi (Lemjitek) TNI AD yang ada di Karangploso, Malang, Jawa Timur, pada 2009 lalu telah mampu menciptakan robot tempur dengan sistem kendali jarak jauh yang memanfaatkan gelombang radio. Perkembangan lainnya dilakukan oleh Agus Martoyo, seorang guru SMK di Tegal, yang berhasil menciptakan robot pebatik yang mampu memercepat proses pembuatan pola batik tulis dengan hasil produksi lebih tinggi dibandingkan proses manual. Bicara soal robot, orang Indonesia memang dikenal kreatif. Pakar Robotika dari Universitas Indonesia, Dr. Ir. Wahidin Wahab, M.Sc., kini tengah mengembangkan robot pematung yang akan mampu membantu tugas para pematung. Ke depan, tampaknya harus ada kemamuan politik dari pemerintah dan juga upaya sungguh-sungguh dari para insinyur agar perkembangan teknologi robotika dapat dimanfaatkan dan memberikan nilai tambah bagi perekonomian Indonesia, Hal ini bisa dilakuakn mengingat Indonesia memunyai modal kreativitas, pengetahuan yang cukup mumpuni dalam pengembangan teknologi ini dengan segudang prestasi kelas dunia yang membanggakan.*** Aries R. Prima Pemimpin Redaksi
Perkembangan robot pun menjadi sporadis dan tidka terarah. Mereka yang berhasrat mengembangkan robot, terus melakukannya tanpa dukungan apapun dari pemerintah. Di lingkungan
Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung
IKPT dan WIJAYA KARYA
2
Akankah Peran Manusia Digantikan Robot? Aries R. Prima – Engineer Weekly Perkembangan robotika telah mengalami kemajuan yang sangat mengagumkan yang ditandai dengan pengembangan berbagai jenis robot yang digunakan dalam bidang medis, penerbangan, konstruksi, pemindaian wilayah, pertanian, dan jasa lainnya. Robot tidak harus berstruktur menyerupai manusia (humanoid). Namun, yang jelas, robot ini diciptakan untuk memudahkan atau membant manusia melakukan berbagai kegiatannya, termasuk juga kegiatan yang sangat berisiko bagi keselamatan atau kesehatan penggunanya. Terlepas dari dampak yang dihasilkan, pesawat pembom tanpa awak adalah termasuk robot yang dibuat untuk tujuan tertentu. Selain digunakan untuk keperluan keamanan dan militer, robot difungsikan secara luas di bidang lainnya. Untuk bidang konstruksi, misalnya, dunia mengenal ERO Robot yang digunakan untuk merontokkan bangunan dan mendaur ulang betonnya. Robot yang dirancang oleh Omer Haciomeroglu ini sangat membantu mengurangi “limbah” dan menjawab tantangan penghematan enggunaan sumberdaya alam dalam sebuah proyek konstruksi. “ERO adalah robot dekonstruksi beton yang dirancang untuk membongkar struktur beton bertulang yang memungkinkan bahan bangunan itu digunakan kembali untuk bangunan beton pra-pabrikasi baru,” ujarnya. Di dunia penerbangan, dikenal pesawat tanpa awak yang digunakan untuk berbagai keperluan. Autonomous System Technology Related Airborne Evaluation and Assesment (ASTRAEA), sebuah lembaga pengkajian teknologi penerbangan di Inggris, telah berhasil merancang dan menguji sebuah pesawat penumpang yang terbang tanpa awak (pilot) ketika mengudara. Pilot di dalam pesawat yang disebut sebagai “The Flying Test Bed” ini hanya melepaslandaskan dan mendaratkan pesawat. Sisanya, perjalanan sepanjang 500 mil dilakukan oleh pilot di darat yang dipandu oleh National Air Traffic Services (NATS), pengatur lalu lintas penerbangan di Inggris. Walaupun belum ada regulasi yang mengatur penerbangan pesawat penumpang tanpa awak ini, tetapi penelitian tetap dikembangkan. Bukan tidak mungkin, ke depannya, pesawat penumpang ini benarbenar dapat dioperasikan tanpa pilot di pesawat.
berbentuk burung yang telah ada, karya dari kelompok penelitian SK Gupta di University of Maryland, Amerika Serikat ini, bisa melakukan gerakan terbang terbalik, berputar, bahkan menyelam. Kemampuan ini dimungkinkan karena penggunaan sejenis bahan nilon berkualitas tinggi dan micro controller yang mereka ciptakan dari hasil penelitian selama 8 tahun. Robot ini dapat diaplikasikan dalam bidang pertanian untuk mengusir burung di ladang atau sebagai alat pemindai atau pemantau wilayah. Menariknya, karena sangat mirip dengan burung sungguhan, dalam beberapa “penerbangannya” robot yang diberi nama Robo Raven ini pernah diserang oleh seekor elang, karena dianggap sebagai “musuh”.
Robot Berotak Dengan perkembangan sains dan teknologi yang begitu cepat, terutama teknologi pemprograman komputer, bukan hal yang mustahil bahwa suatu saat akan tercipta sebuah robot yang mempu berinteraksi seperti dan dengan manusia. Sangat mudah untuk membuat mata, telinga, atau indera buatan lainnya. Namun, perlu penelitian dan percobaan lanjutan yang akan memungkinkan robot untuk menyimpan memori, mengambil keputusan, dan kemudian berinteraksi atas “aksi” yang diterimanya. Mudahnya, robot memerlukan “otak” untuk mencapai tingkatan ini. Berbagai kelompok peneliti di dunia sedang mengembangkan kemampuan “otak” ini yang nantinya bisa dibenamkan dalam robot berupa manusia. Mirip seperti tokoh Data, “robot” berbentuk manusia yang mampu berinteraksi, dalam film seri Stratek: The Next Generation. Apatah ketika sudah berkembang jauh, robot akan mengambil alih peran manusia di masa depan? Jawabannya ada pada manusia. Sejauh mana manusia ingin robot ini dapat berperan sesuai kebutuhan penciptanya.***
“Robot” terbang lain yang berhasil diciptakan adalah sebuah robot berbentuk burung, yang benar-benar bisa terbang layaknya seekor burung. Berbeda dengan robot
Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung
IKPT dan WIJAYA KARYA
3
Keabadian Digital Aries R. Prima – Engineer Weekly Manusia dapat hidup „abadi‟ di masa mendatang, setidaknya pikirannya tetap eksis walaupun tanpa tubuh biologisnya. Keadaan semacam ini sering disebut „keabadian digital‟. Pikiran dan semua memori dalam otaknya bisa dipindahkan ke dalam komputer dalam „tubuh‟ yang bisa berbentuk apapun, termasuk robot yang berbentu manusia (humanoid). Mind uploading atau pengunggahan pikiran adalah teknologi yang terpenting untuk mendukung keabadian digital seperti yang diungkapkan oleh Ryan Kurzweil, seorang insinyur di Google, pada sebuah konferensi tentang masa depan yang diadakan di Amerika Serikat.
Gagasan ini didukung oleh seorang ilmuwan terkenal, Stephen Hawking, yang menyatakan bahwa otak mampu berdiri sendiri di luar tubuh dan mendukung manusia untuk memeroleh “keabadian” ini. “Otak manusia itu seperti sebuah program dalam pikirian, seperti komputer. Jadi, secara teoritis, sebenarnya sangat memungkinkan menyalin isi otak ke komputer dan mendukung kehidupan setelah mati,” ujar Hawking.***
Global Positioning System (GPS) Aries R. Prima – Engineer Weekly
Di jaman modern seperti sekarang ini, perkembangan teknlogi sangat membantu dalam banyak aktivitas manusia. Salah satunya adalah teknologi yang disebut sebagai Global Positioning System atau GPS. Teknologi ini pertama kali dikembangkan oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat (AS) pada awal 1960-an. Melalui alat canggih ini, kita bisa mengetahui berbagai posisi tempat-tempat di dunia. Sistem GPS yang kita gunakan saat ini terinspirasi saat peluncuran sistem satelit transit (The Navy Navigation Satelite System) yang digunakan untuk navigasi militer AS pada 1964. Awalnya teknologi ini hanya diizinkan untuk keperluan militer. Pada
1984, Presiden Ronald Reagan mengijinkan sebagian kemampuannya digunakan untuk keperluan lain. Inventor GPS adalah Roger K. Easton, seorang ilmuwan yang bekerja pada The Naval Research Laboratory (NRL). Dalam perkembangannya, GPS sudah terintegrasi dalam telepon pintar. Bahkan dari berbagai fitur navigasi seperti google maps, Sygic, fitur GPS tetap menjadi primadona. Saat ini, fungsinya tak hanya untuk mengetahui jarak dari titik tertentu. Penggunaannya semakin meluas. Kita bisa menemukan dengan cepat di mana letak mesin-mesin ATM, pom bensin, rumah sakit, dan rumah makan. Semua bisa diakses dari telepon pintar dalam genggaman.***
Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung
IKPT dan WIJAYA KARYA
4
TEKNOLOGI ROBOT Robot Bedah, Bikin Bedah Jadi Mudah Aries R. Prima – Engineer Weekly Pembedahan dengan teknik robotik telah berkembang sejak era 1980-an. Bahkan di Amerika Serikat penggunaan robot bedah (robotic surgery) sudah sangat rutin dilakukan pada berbagai jenis tindakan pembedahan seperti hysterectomy (angkat rahim), myomectomy (pengangkatan myoma), radical prostatectomy (operasi kanker prostat) dan lain sebagainya. Dunia medis di Indonesia pun sudah mengadopsi teknologi robot.// Dengan menggunakan alat medis canggih seperti robot bedah, dokter dapat menjangkau tempat-tempat yang sulit dijangkau jika hanya menggunakan teknologi laparoskopik biasa. Pada awal perkembangan pembedahan, irisan yang lebar memang diperlukan untuk mencapai organ yang dibedah. Kemudian, berkembang teknologi laparoskopik, dimana hanya diperlukan beberapa lubang kecil. Nah, sekarang berkembang teknik terbaru dengan menggunakan tangan-tangan robot. Dalam praktik robotic surgery ini, tangan ahli bedah hanya berfungsi menggerakkan tuas dalam konsol khusus yang terhubung dengan tangan-tangan robot tersebut. Salah satu terobosoan dalam teknologi dunia medis yang patut dicatat adalah operasi bedah jantung dengan menggunakan robot yang dilakukan pertama kali di akhir 1988. Saat itu, dr. Ralph Damiano di rumah sakit di Pennsylvania, Amerika Serikat, melakukan operasi by-pass jantung pada 17 pasiennya. Penggunaan robot dalam operasi bedah jantung ini ternyata mampu mengurangi dampak getaran tangan para ahli bedah saat mengoperasi jantung dan bagian dalam tubuh lainnya. Sebelum menggunakan robot, saat proses bedah jantung konvensional, bagian dada pasien dibuka dan ahli bedah memasukan tangan ke dalam rongga dada untuk melakukan potongan pada bagian dekat organ sasaran. Sebuah operasi yang tidak memerlukan irisan dalam ukuran besar, potongan atau irisan yang dibuat mungkin besarnya hanya beberapa millimeter saja. Namun getaran tangan dirasakan sangat mengganggu sehingga diperlukan bantuan robot. Selain meminimalisir getaran tangan, operasi jantung dengan menggunakan robot juga bisa dilakukan dengan jarak jauh, bahkan dari luar negeri sekalipun. Robot bedah adalah teknologi terkini dan masih sangat mahal. Tidak semua rumah sakit mempunyai teknologi jenis ini. Di Indonesia pun, kabarnya, hanya beberapa rumah sakit swasta di Jakarta yang memilikinya,
dimana RS Bunda merupakan pelopor robotic surgery di Indonesia yang sudah mengaplikasikan teknologi canggih ini sejak awal 2012. Robotic surgery memang teknologi pembedahan paling modern yang masih mahal. Namun, sangat memudahkan ahli bedah dalam melakukan pembedahan. Dampaknya terhadap pulih pascaoperasi pun lebih cepat dibandingkan dengan pembedahan konvensional. Menurut Dr. Ivan R. Sini MD FRANZCOG GDRM SpOG, Direktur Pengembangan Produk & Teknologi Bundamedik Healthcare System RS Bunda, Menteng Jakarta, mengatakan penggunaan teknologi bedah robotik punya kelebihan yang tidak dimiliki dalam operasi pembedahan konvensional, seperti bedah invasif dan laparoskopi. “Dengan teknologi robotic surgery, kami mampu meminimalisir luka operasi, memberikan kemudahan untuk memastikan adanya perdarahan, menjangkau daerah yang sulit terlihat dan meminimalisir trauma pascaoperasi,” katanya. Namun, dia mengatakan, tidak semua tindakan operasi mampu dikerjakan dengan teknik bedah robotik. Robotic surgery biasanya digunakan untuk kasus yang cukup kompleks, seperti operasi jantung, operasi rahim , operasi prostat dan operasi saluran kemih serta pencernaan. Dalam dunia medis, robot dapat memberikan layanan kesehatan keselamatan yang lebih tinggi dan presisi. Lalu muncul kekhawatiran bahwa di masa mendatang robot akan menggantikan tugas seorang dokter. Hal itu banyak dibantah para dokter di banyak negara maju yang selama ini bekerja dengan bantuan robot. Menurut mereka, robot tidak akan menggantikan dokter, tetapi membantu mereka melakukan pembedahan dengan cara yang lebih mudah dan tentunya dengan standar yang sangat tinggi. Bedah robot juga bukan tanpa risiko. Buktinya, seorang pria berusia 41 di Chicago, AS, pada 2007 mengalami komplikasi dan meninggal dunia setelah menjalani operasi dengan menggunakan Da Vinci Surgical System Robot yang sampai kini masih dianggap sebagai robot bedah paling canggih. Malpraktik, nyatanya toh bisa juga „dilakukan‟ robot. ***
Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung
IKPT dan WIJAYA KARYA
5
TEKNOLOGI KEDOKTERAN Semakin Kecil, Mudah dan Murah Aries R. Prima – Engineer Weekly Pada 2011 jumlah rumah sakit umum dan khusus di Indonesia tercatat sekitar 1.721. Jumlah yang selalu meningkat sejak tahun 2008. Belum lagi jika ditambah sekitar 9.321 pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) yang tersebar di seluruh Tanah Air pada tahun yang sama. Peningkatan jumlah ini tentu saja harus dibarengi dengan peningkatan jumlah fasilitas dan alat kesehatan yang memadai, selain mutu pelayanannya. Menurut sebuah sumber, saat ini Indonesia masih mengimpor sekitar 90% alat-alat kesehatannya dari luar negeri.
batasannya sendiri. Orang tidak boleh terlalu sering diterpa sinar X, karena efek ionisasi tubuh. Selain itu peralatan ini biasanya luar biasa mahal,” ujar dosen program studi teknik fisika ITB ini. Dia menambahkan bahwa kekurangan pada sifat ultrasonik dan pada sinyal listrik saling ditutupi oleh kelebihan masing-masing. Kendala teknis dari alat yang masih dalam tahap riset dasar ini adalah tidak mudah mendapatkan resolusi yang bagus dengan gelombang ultrasonik dan sinyal listrik. Jadi hasilnya belum bisa sebaik sinar X. “Tapi cukuplah untuk mendapatkan diagnosa,” katanya.
“Alat kesehatan yang kita produksi sendiri masih sangat minim. Bahkan bisa dibilang tidak ada yang buatan penuh kita. Paling kita bisa membuat termometer dan alat yang berteknologi tidak terlalu tinggi,” kata Deddy Kurniadi, Guru Besar dalam bidang ilmu instrumentasi industri dan tomografi, Institut Teknologi Bandung (ITB).
Alat ini sudah diujicobakan di rumah sakit Dr. Sutomo, Surabaya dan dokter yang menggunakan alat ini bisa memperoleh data dan pola yang lebih lengkap dan jelas dibanding dengan menggunakan alat ultrasonografi (USG).
Menurutnya, kendala pengembangan dan produksi alat kesehatan di dalam negeri sangat kompleks. Salah satunya adalah kita tidak punya industri komponen. Para peneliti kesulitan mendapatkan komponen tertentu di Indonesia untuk karya penelitiannya. Selama ini mereka harus memesan ke luar negeri melalui internet. “Industri komponen dan industri kimia dasar kita masih lemah,” imbuhnya.
Tampaknya ada kecenderungan alat-alat kesehatan di masa depan akan berukuran semakin kecil, walaupun tidak harus semuanya, terutama jika memerlukan akurasi yang tinggi. Bagi negara kepulauan seperti Indonesia dengan tingkat kesejahteraan dan pembangunan infrastruktur yang belum merata, ukuran dan harga alat medis menjadi perhatian utama.
Bersama dengan timnya, dia sedang mengembangkan alat untuk “mengintip” bagian dalam tubuh manusia yang disebut electrical impedance tomography (EIT), sebuah alat yang lebih sederhana dan lebih murah dari produk yang sudah ada. Dengan menggunakan gelombang ultrasonik dan gelombang elektrik simultan untuk melihat bagian dalam sebuah obyek, dia berharap produk ini sebagai alternatif yang lebih aman buat tubuh manusia.
Tren Alat Kesehatan
“Tren teknologi instrumentasi medik, ke depannya, ukurannya akan semakin kecil atau portable, terutama untuk consumer devices. Dan penggunaannya lebih ke arah pencegahan dengan konektivitas yang luas,” jelas Prof. Dr. Ir. Tati R. Mengko, Ketua kelompok keilmuan teknik biomedika ITB.
“Sinar X memang sudah terbukti keunggulannya, dan resolusinya bagus. Tapi sinar ini punya
Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung
IKPT dan WIJAYA KARYA
Guru besar program studi teknik elektro ITB itu juga menjelaskan bahwa pasar instrumentasi medis akan terus berkembang di masa depan serta semakin mudah dioperasikan, lebih nyaman, dan lebih murah. Menyinggung mengenai alat kesehatan produksi lokal, Tati menjelaskan bahwa Indonesia belum mampu membuat alat-alat berteknologi tinggi seperti kelompok medical instrument dan medical imaging. Baru mampu membuat dan mengembangkan consumer medical devices dan diagnostic, patient monitoring and therapy, kelompok peralatan dengan teknologi menengah seperti termometer digital dan alat pengukur tekanan darah digital.
Hingga kini, Tati bersama kelompoknya telah banyak melakukan pengembangan alat-alat khusus untuk membantu kaum difabel, seperti alat bantu komunikasi yang mirip dengan alat yang digunakan fisikawan terkemuka dunia, Stephen Hawking. Juga alat seperti stetoskop digital yang mampu merekam data medis pasien dan dapat ditampilkan kembali dalam bentuk audio maupun citra. “Secara teknis, kita mampu mewujudkan ini semua. Tinggal bagaimana dukungan dan keberpihakan semua kalangan, terutama pengambil kebijakan dan kalangan industri, bisa ditingkatkan, diperbaiki, dan direalisasikan,” pungkasnya.***
Menurutnya, sangat penting Indonesia mengembangkan alat medis yang dapat dipergunakan sendiri di rumah tangga, untuk alat kontrol umum kesehatan di puskesmas, dan alat untuk menangani korban kecelakaan atau bencana. Namun ini juga tidak mudah dilakukan segera karena terkendala dengan rendahnya kegiatan penelitian dan pengembangan, sumberdaya manusia yang terbatas, serta minimnya industri alat kesehatan di Indonesia. Masa Depan Teknik Biomedika Senada dengan Deddy Kurnaidi, dengan peningkatan kebutuhan instrumen medis, ia menyatakan bahwa Indonesia akan banyak membutuhkan ahli di bidang teknik biomedika ke depannya. “Masa depan seorang ahli teknik biomedika akan sangat cerah, sesuai dengan tingkat kesadaran kesehatan masyarakat yang semakin baik,” ujarnya. Saat ini belum ada program studi teknik biomedika di perguruan tinggi Indonesia pada tingkat sarjana.
Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung
IKPT dan WIJAYA KARYA
7
Engineer Weekly Pelindung: A. Hermanto Dardak, Heru Dewanto Penasihat: Bachtiar Siradjuddin Pemimpin Umum: Rudianto Handojo, Pemimpin Redaksi: Aries R. Prima, Pengarah Kreatif: Aryo Adhianto, Pelaksana Kreatif: Gatot Sutedjo,Webmaster: Elmoudy, Web Administrator: Zulmahdi, Erni Alamat: Jl. Bandung No. 1, Menteng, Jakarta Pusat Telepon: 021- 31904251-52. Faksimili: 021 – 31904657. E-mail:
[email protected] Engineer Weekly adalah hasil kerja sama Persatuan Insinyur Indonesia dan Inspirasi Insinyur.