Jurnal Psikologi Islami, 1(1), Juni (2005): 5-16.
DARI KALAM SAMPAI KE API: Psikologi Islami Kemarin, Kini, Esok Hanna Djumhana Bastaman Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia
INTISARI Tulisan ini bermaksud menggambarkan perjalanan pengembangan psikologi Islami di Indonesia. Diawali oleh penerbitan Jurnal Psikologi Islami KALAM, munculnya berbagai aktivitas dan publikasi ilmiah, masuknya mata kuliah psikologi Islami dalam kurikulum pendidikan psikologi di berbagai perguruan tinggi, hingga terbentuknya organisasi profesi yang secara khusus berupaya melakukan pengembangan psikologi Islami, yaitu Asosiasi Psikologi Islami (API). Tulisan ini juga menegaskan perbedaan psikologi Islami dan psikologi kontemporer pada umumnya. Psikologi Islami adalah sebuah corak psikologi yang berlandaskan citra, wawasan, konsep dan filsafat manusia (menschanschauung) menurut ajaran Islam. Itulah yang paling membedakan Psikologi Islami dengan corakcorak psikologi kontemporer. Citra dan filsafat manusia menurut ajaran Islam menunjukkan bahwa fitrah atau hakikat manusia adalah suci dan beriman, memilikir ruh dan memiliki martabat tinggi sebagai khalifah Tuhan di muka bumi. Psikologi Islami secara eksplisit mengakui adanya dimensi ruhaniyyah di samping tridimensional organobiologi, psiko-edukatif dan sosio-kultural yang sampai saat ini dianut oleh psikologi dan psikiatri modern. Kata Kunci: Psikologi Islami, KALAM, API Awalnya adalah KALAM (19921994 , sebuah jurnal sederhana yang dikelola beberapa orang mahasiswa idealis Yogyakarta yang memimpikan hadirnya sebuah corak psikologi yang serat dengan nilai-nilai Islam: Psikologi Islami. Benarbenar sebuah jurnal sederhana yang sering baru bisa terbit dengan merogoh kantong para redaksinya sendiri dan donasi beberapa orang simpatisan. Bisa juga kadang-kadang tidak bisa terbit karena pengelolanya sedang sibuk menghadapi ujian semester. Tetapi di balik kederhanaan itu terasa semangat idealisme dan dedikasi tinggi para pengelolanya yang mencoba mempublikasikan berbagai pemikiran mengenai psikologi yang Islami. Mereka berhasil menghimpun tulisan-tulisan bermutu para pakar psikologi, pendidikan, sosial, filsafat, ahli agama, dan pakarpakar berbagai bidang keilmuan lainnya. Tulisan-tulisan itu ternyata berisi gagasan dan pemikiran yang ingin mendekatkan (kembali) psikologi dengan agama sudah )1
ada sejak lama, hanya saja masih sporadis sifatnya. KALAM sebagai jurnal pemikiran psikologi Islami berjasa dalam mempublikasikan dan mensosialisasikannya. Bahkan pada waktu itu telah mulai diterbitkan buku-buku yang temanya mendekatkan psikologi dengan Islam dan menegakkan paradigma psikologi yang Islami2. Di kota Bengawan, tepatnya di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), untuk pertama kali dalam sejarah psikologi di Indonesia diselenggarakan “Simposium Nasional Psikologi Islami 1994”. Sebuah temu ilmiah hasil kerjasama KALAM, IMAMUPSI (waktu itu bernama FOSIMAMUPSI) dengan UMS yang berhasil menghadirkan para pembicara ternama dari kalangan perguruan tinggi (khususnya psikologi), pakar kesehatan jiwa, ahli agama, filosof, dan pendidik, serta dihadiri ratusan peserta dari seluruh Nusantara, baik perseorangan maupun utusan berbagai perguruan tinggi, lembaga sosial dan keagamaan. Pada
Jurnal Psikologi Islami, 1(1), Juni (2005): 5-16.
Simposium Nasional yang sarat keakraban itulah diluncurkan untuk pertama kali di tanah air Psikologi Islami yang disepakati dengan rumusan sebagai berikut: Psikologi Islami adalah corak psikologi yang berlandaskan citra manusia menurut ajaran Islam, yang mempelajari keunikan dan pola prilaku manusia sebagai ungkapan pengalaman interaksi dengan diri sendiri, lingkungan sekitar, dan alam keruhanian, dengan tujuan meningkatkan kesehatan mental dan kualitas keagamaan3. Psikologi Islami adalah psikologi ilmiah yang memiliki landasan filosofis, konsep manusia, metodologi, fungsi, ruang lingkup dan tujuan seperti halnya psikologi pada umumnya. Bahkan lebih luas dan diharapkan dapat memperkaya khazanah keilmuan psikologi di tanah air4. Sementara ini psikologi Islami dikembangkan sebagai pendekatan altarnatif atas psikologi kontemporer. Ia berangkat dari kesadaran adanya ketimpangan yang merugikan akibat terpisah dan terkotak-kotaknya antara sains dengan agama. Psikologi Islami pun oleh sementara orang dianggap sebagai “indigenous psychology” yakni corak psikologi yang bertolak dari nilai-nilai budaya tertentu (cq. nilai-nilai Islami) yang paling tepat untuk menjelaskan tingkah laku orang-orang yang hidup dalam lingkungan budaya itu (cq. kaum muslimin). Tentu saja corak regional ini berlainan dengan visi para perintisnya yang mencitrakan Psikologi Islami sebagai suatu gerakan islamisasi psikologi global yang diharapkan kelak menjadi suatu aliran psikologi tersendiri dengan misi merealisasikan “rahmatan lil‟alamin” dalam wujud pengembangan mental sehat dan iman mantap. Dalam kurun waktu sebelas tahun sejak Simposium Nasional 1994, telah diselenggarakan berbagai simposium nasional dengan temu ilmiah yang membahas berbagai tema Psikologi Islami, dan 5 (lima) di antaranya atas prakarsa
FOSIMAMPUSI yang bekerjasama dengan beberapa perguruan tinggi di Jawa Barat, DKI, D.I. Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur yaitu: 1. Simposium Nasional Psikologi Islami I di Universitas Muhammadiyah Surakarta, 11-13 November 1994. Tema: Konsep Psikologi yang Berwawasan Islam sebagai Pendekatan Alternatif atas Psikologi Modern. 2. Simposium Nasional Psikologi Islami II di Universitas Padjadjaran Bandung, 13-15 Desember 1996. Tema: Membangun Metodologi Psikologi Islami sebagai Langkah Strategis dalam Membangun Psikologi yang Berawawasan Islam. 3. Dialog Nasional Tokoh Psikologi Islami, 28-39 November 1997 di Universitas Darul Ulum, Jombang. 4. Simposium Nasional Psikologi Islami III di Universitas Wangsa Manggala, 1999. Tema: Aplikasi Psikologi Islami. 5. Simposium Nasional Psikologi Islami IV di Universitas Indonesia, 21 Juli 2000. Tema: Membangun Kepribadian Masa Depan. 6. Simposium Nasional Psikologi Islami V di Universitas Islam Bandung, 21 Juli 2001. Tema: Optimalisasi Peran Psikologi Islami dalam Peningkatan Kualitas Diri, Keluarga, dan Masyarakat Indonesia. 7. Semiloka Psikologi Islami yang diadakan di UIN Jakarta, 24-25 Agustus 2002, momentum yang melahirkan sebuah asosiasi profesi “Asosiasi Psikologi Islam”, disingkat API. Pada kesempatan ini dideklarasikan eksistensi Asosiasi Psikologi Islami (API) yang kemudian bergabung dalam wadah
Jurnal Psikologi Islami, 1(1), Juni (2005): 5-16.
Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI). 8. Kongres I Asosiasi Psikologi Islami di Universitas Muhammadiyah Surakarta, Oktober 2003. 9. Seminar Nasional Psikologi Islami di Universitas Gadjah Mada 2004. Tema: Memahami Keragaman Masyarakat Indonesia. Hasil kerja bareng Asosiasi Psikologi Islami dan IPLF Fakultas Psikologi UGM. 10. Seminar Nasional Psikologi Islami di Universitas Gadjah Mada 2004. Tema: Psikologi Islami Sebagai Antitesis Psikolog Ego. Hasil kerja bareng Asosisasi Psikologi Islami dan Fakultas Psikologi UGM. Sebelum Simposium Nasional Psikologi Islami 1994 di UMS, sesungguhnya telah disipakan sebuah buku psikologi Islami pertama di Indonesia. Buku pertama psikologi Islami yang terbit di Indonesia dan peluncurannya dilakukan bersamaan dengan Simposium Nasional I Psikologi Islami 1994 adalah “PSIKOLOGI ISLAMI: Solusi Islam atas Problem-problem Psikologi” karya Djamaludin Ancok & Fuad Nashori Suroso (Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1994), sebuah buku yang hingga kini telah dicetak lima kali. Menyusul belakangya adalah penerbitan berbagai buku psikologi Islami. Beberapa di antaranya: 1. “Membangun Paradigma Psikologi Islami” suntingan Fuad Nashori; SIPRESS, Yogyakarta, 1994. 2. “Integrasi Psikologi dengan Islam: Menuju Psikologi Islami” karya H. D. Bastaman; Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1995. 3. “Psikologi Islami: Agenda untuk Aksi” karya H. Fuad Nashori, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1997.
4. “Fitrah dan Kepribadian Islam: Sebuah Pendekatan Psikologis” karya Abdul Mujib, Darul Falah, Jakarta 1999. 5. “Metodologi Psikologi Islami” suntingan Rendra Krestyawan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000. 6. “Jiwa dalam Al-Qur‟an” karya Achmad Mubarok, Penerbit Paramadina, Jakarta, 1999. 7. “Psikologi Qur‟ani” karya Achmad Mubarok, Penerbit Pustaka Firdaus, Jakarta, 2001. 8. “Nuansa-nuansa Psikologi Islam” karya Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir; PT Raja Grafindo, Jakarta, 2001. 9. “Mimpi Nubuwat: Seri Psikologi Islami” karya H. Fuad Nashori, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002. 10. “Agenda Psikologi Islami: Seri Psikologi Islami” karya H. Fuad Nashori, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002. 11. “Mengembangkan Kreatifitas dalam Perspektif Psikologi Islam” karya H. Fuad Nashori, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002. 12. “Risalah Cinta: Seri Psikologi Islam” karya Abdul Mujib, Sri Gunting, Jakarta 2002. 13. “Apa Arti Tangisan Anda: Seri Psikologi Islam” karya Abdul Mujib, Sri Gunting, Jakarta, 2002. 14. “Potensi-potensi Manusia” karya Fuad Nashori, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003. 15. “Paradigma Psikologi Islami” karya Baharuddin, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004. 16. “Kiat-kiat Kreatif Penulis Muslim Indonesia” karya Fuad Nashori, Qur‟anic Media Pustaka, Yogyakarta, 2005. Gejala yang menggembirakan itu tampaknya secara kondusif disemarakkan
Jurnal Psikologi Islami, 1(1), Juni (2005): 5-16.
pula pada awal tahun 2000 ini oleh berbagai publikasi mengenai “kecerdasan spiritual” dan “tasauf terapan” baik karyakarya terjemahan maupun karya putera tanah air yang mau tak mau melibatkan pandangan agama (Islam) mengenai dimensi kejiwaan dan keruhanian manusia. Hampir semua karya tersebut dihasilkan penulis-penulis yang bukan psikolog5. Sejak 1994, wacana psikologi Islami bergulir di perguruan tinggi, terutama di perguruan tinggi Islam bersama dengan terbitnya buku-buku yang membahas masalah Psikologi Islami6. Di beberapa perguruan tinggi Islam, seperti IAIN (sekarang UIN) Jakarta, Universitas Islam Indonesia (UII) dan Universitas Muhammadiah Surakarta (UMS), Psikologi Islami dijadikan mata kuliah wajib di Fakultas dan Jurusan Psikologi. Sedangkan di beberapa perguruan tinggi negeri wacana Psikologi Islami masih sering dipertanyakan dan belum masuk secara resmi dalam kurikulum, baik sebagai mata kuliah wajib maupun pilihan. Hal ini dengan pengecualian di Program Studi Psikologi Universitas Diponegoro. Di sini mata kuliah Psikologi Islami telah ditawarkan sebagai mata kuliah pilihan. Sekalipun demikian wacana Psikologi Islami ternyata mendapat sambutan luar biasa hangat dari generasi muda, terutama para mahasiswa Fakultas Psikologi. Berbagai kajian dan diskusi telah mereka lakukan secara intensif dengan semangat tinggi yang menghasilkan berbagai tulisan mengenai psikologi Islami. Bahkan terbit antologi dan majalah yang memuat hasil hasil pemikiran dan hasil diskusi mengenai Psikologi Islami yang dikelola sendiri oleh para mahasiswa. Yang sangat menggembirakan adalah organisasi mahasiswa fakultas/program studi psikologi FOSIMAMPUSI (Forum Silaturahmi Mahasiswa Muslim Psikologi) yang berdiri 1991 dan kemudian berganti nama menjadi IMAMUPSI (Ikatan Mahasiswa Muslim Psikologi Indonesia) turut berperan serta mengembangkan
Psikologi Islami di tanah air. Sebuah ungkapan ghirah yang menakjubkan. Sekalipun landasan-landasan Psikologi Islami telah ditegakkan, wacananya telah digulirkan, konsepnya telah dikuliahkan dan metodologinya telah diajukan, serta bidang-bidang penerapan telah dijajagi melalui berbagai diskusi, simposium, dan buku-buku serta perkuliahan dan berbagai dialog, tetapi bagi generasi muda perkembangan Psikologi Islami sejauh ini ditanggapi terlalu lambat dan hanya “berputar-putar” sekitar konsep yang abstrak-teoritis ketimbang konkrit dan aplikatif. Memang benar, landasan ilmiah, wacana dan konsep, serta metodologi sangat diperlukan untuk tegaknya suatu wawasan ilmiah, tetapi pengembangan dan dinamisasinya terjadi melalui kegiatan riset dan penerapan dalam masyarakat. Kedua kegiatan itulah yang sejauh ini kurang digarap para pemikir dan konseptor Psikologi Islami sebelumnya. Tetapi yang amat menggembirakan adalah saat ini para mahasiswa sendiri yang tergabung dalam IMAMUPSI mulai berprakarsa mengajukan berbagai gagasan dan konsep orisinal yang berorientasi terapan. Mereka mengadakan berbagai kegiatan diskusi, temu ilmiah, publikasi, dan sosialisasi untuk “membumikan” Psikologi Islami dalam kehidupan nyata. Tanpa mengurangi penghargaan terhadap kegiatan-kegiatan serupa yang diselenggarakan para mahasiswa di perguruan tinggi lainnya, sebagai contoh adalah acara pelatihan “Human Development Program Berdasarkan Perspektif Psikologi & Islam” yang diselenggarakan pada pertengahan Maret 2003 oleh para mahasiswa yang tergabung dalam IMAMUPSI Fakultas Psikologi UI. “Human Development Program” dirancang sebagai pelatihan untuk mengembangkan potensi dan kompetisi SDM yang sangat diperlukan untuk meningkatkan daya tahan umat dalam menjalani abad XXI yang penuh tantangan sekaligus peluang. Isinya antara lain memberikan warna dan nilai-nilai Islami
Jurnal Psikologi Islami, 1(1), Juni (2005): 5-16.
pada berbagai bidang terapan psikologi seperti: Pengembangan Pribadi, Psikologi Perkembangan, Psikologi Sosial, Psikologi Pendidikan, dan Psikopatologi & Psikoterapi. Program ini pun dilengkapi dengan pelatihan-pelatihan: Achievement Motivation Training, Basic Management & Leadership, Perencanaan & Pengembangan Profesi dengan menerapkan asas-asas Accelerated Learning dan pendekatan psikologis yang Islami. Sebuah usaha yang patut dihargai dari generasi muda calon-calon pemimpin dan cendikiawan Muslim masa depan. Sejarah menunjukkan bahwa perkembangan pesat suatu aliran psikologi selalu dipelopori generasi muda dan dipacu oleh semangat mereka. Semoga usaha para generasi muda serupa ini mampu berperan dan menunjang pengembangan Psikologi Islami sebagai sebuah pendekatan alternatif dalam lingkungan psikologi di tingkat nasional dan internasional. Amin ya Robbal „Alamin. Saat ini Psikologi Islami telah memiliki sebuah wadah organisasi yaitu Asosiasi Psikologi Islami disingkat API yang didirikan dan dideklarasikan pada tanggal 25 Agustus 2003. Berdirinya Asosiasi Psikologi Islami adalah Amanat Semiloka Nasional Psikologi Islami yang berlangsung pada 24-25 Agustus 2002 di Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sampai hari ini Asosiasi Psikologi Islami (API) tercatat secara resmi di Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) sebagai salah satu di antara sekitar 10 asosiasi/ikatan psikologi. Pengurus awal yang masa kepengurusannya ditentukan sampai dengan kongres API pertama (2003) ditugaskan untuk menyusun AD/ART dan menyelenggarakan Kongres API. Saat Kongres API API pertama sedang berlangsung, AD/ART dengan lambang asosiasinya telah tersusun Alhamdulillahirabbil „alamiin. Sebagai ketua kepengurusan awal Asosiasi Psikologi Islami saya sendiri menilai belum banyak yang dilakukan selama
periode 2002-2003 ini. Insya Allah dalam kepengurusan berikutnya yang dipegang generasi muda penuh dedikasi dan idealisme yang tinggi Asosiasi Psikologi Islami akan lebih dinamis geraknya. Situasi saat ini sangat kondusif untuk pengembangan lebih lanjut Psikologi Islami. Respon positif dari para mahasiswa dan generasi muda muslim bersemangat, para peminat psikologi Islami yang loyal, sarjana-sarjana agama yang memberi landasan filosofis agamis, para ulama yang memberi pencerahan, para dosen, ilmuan psikologi dan psikolog serta ilmuan lainnya yang terbuka pikirannya, demikian pula dukungan dari lembaga-lembaga kajian seminat dan perguruan-perguruan tinggi Islam merupakan tulang punggung yang kokoh bagi berkembangnya Psikologi Islami di tanah air. Lebih-lebih dengan berubahnya sebagian IAIN menjadi UIN dan dikembangkannya jurusan psikologi menjadi fakultas psikologi sudah dipastikan Psikologi Islami masuk ke dalam kurikulum. Selain itu teknologi internet yang lintas-geografis mempermudah saling tukar informasi mengenai berbagai hal termasuk kajian psikologi dan Islam yang semuanya membuka kesempatan luas untuk menjalin kerjama internasional. Ini adalah peluang yang harus dimanfaatkan. Bagi mata uang yang bermuka ganda, di samping peluang tentu ada tantangan. Lebih lebih dengan exist-nya Asosiasi Psikologi Islami (API) sebagai wadah menghimpun diri dan pusat kegiatan gerakan Psikologi Islami maka tantangan dan tentangan akan lebih terbuka, baik dari luar maupun dari dalam. Tantangan dan tentangan dari luar terutama berupa kekhawatiran bahwa Psikologi Islami akan mengacaukan dunia psikologi kontemporer yang sudah mapan, bahkan prasangka akan terjadi Islamisasi sosial-politik-sains-budaya yang diawali dengan Islamisasi psikologi. Semua prasangka atau kekhawatiran ini sebenarnya bersumber dari kurangnya informasi mengenai Islamisasi psikologi
Jurnal Psikologi Islami, 1(1), Juni (2005): 5-16.
dan Psikologi Islami. Islamisasi psikologi merupakan respon yang mendukung isu Islamisasi sains sebagai salah satu tema internasional Kebangkitan Islam abad XV Hijriah. Isu Islamisasi sains muncul karena para ilmuan muslim melihat hal-hal merugikan akibat terpisah dan terkotakkotaknya Sains dan Teknologi dengan Agama7. Dengan demikian Islamisasi sains merupakan keinginan dan usaha untuk menghubungkan kembali sains dengan agama dalam visi modern, dan memandang sains sebagai upaya manusia untuk membuka rahasia-rahasia Sunatullah (Hukum Alam) yang semuanya disadari oleh kesadaran bahwa Agama (Iman) dan Sains (Akal) merupakan kurnia khusus Allah SWT kepada umat manusia. Bagaimana dengan Islamisasi psikologi? Islamisasi psikologi pada hakikatnya merupakan pemikiran untuk menjadikan wawasan Islam mengenai manusia sebagai landasan psikologi yang sedang kita kembangkan: Psikologi Islami. Kita mengetahui bahwa psikologi (apapun alirannya) selalu memiliki filsafat manusia tertentu sebagai landasannya. Ini bukan berarti menghapus atau menganggap salah sama sekali teori-teori, wawasan-wawasan, sistem, metode dan teknik-teknik pendekatan yang sudah ada dan berkembang dewasa ini, melainkan bertujuan untuk melengkapi, menyempurnakan, dan memberi kerangka acuan baru bagi konsep-konsep yang sudah ada. Islamisasi psikologi dilandasi oleh keyakinan bahwa kebenaran hakiki tersurat secara verbal dalam firmanfirman-Nya (Al-Qur‟an) dan tersirat dalam Sunnatullah (Hukum Alam), termasuk sunnatullah yang bekerja pada diri manusia sendiri. Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri sehinggal jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur‟an adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa
sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu? (QS. Fushshilat: 53) Dengan demikian Psikologi Islami adalah sebuah corak psikologi yang berlandaskan citra, wawasan, konsep dan filasafat manusia (menschanschauung) menurut ajaran Islam. Itulah yang paling membedakan Psikologi Islami dengan corak-corak psikologi kontemporer. Citra dan filsafat manusia menurut ajaran Islam menunjukkan antara lain bahwa fitrah atau hakikat manusia adalah suci dan beriman8, memiliki ruh9, dan memiliki martabat tinggi sebagai khalifah Tuhan di muka bumi10. Psikologi Islami secara eksplisit mengakui adanya dimensi ruhaniah di samping tridimensional organo-biologi, psiko-edukatif, dan sosio-kultural yang sampai saat ini dianut oleh psikologi dan psikiatri modern. Dengan diakuianya dimensi ruhaniah pada diri manusia, Psikologi Islami merespon sindiran Prof. Malik Badri yang mengatakan: “Modern psychology is pyschology without soul studying man without soul”11. Dimensi ruhani (spiritual)- lepas dari apapun tafsirannya-merupakan karakteristik manusia seperti ujar Victor Frankl12: “Man lives in three dimensions: the somatic, the mental, and the spiritual. The spiritual dimension cannot be ignored, for it is what makes us human”. Sejak awal sudah diduga bahwa tantangan terbesar terhadap pengembangan Psikologi Islami berasal dari kalangan ilmuan dan psikolog muslim sendiri yang umumnya belum bersedia menempatkan wahyu di atas akal dan menjadikan AlQur‟an (dan Hadits) sebagai tolok ukur kebenaran-ilmiah psikologi. Reaksi mereka pada umumnya cenderung keras dan over-critic terhadap perbedaan pandangan di antara kita sendiri. Sikap kurang terbuka dan kurang toleran terhadap perbedaan pendapat ini seakanakan melupakan petunjuk Rasulullah SAW bahwa perbedaan pendapat di antara umat adalah rahmat. Agama Islam sendiri memberi tuntunan bahwa perbedaan
Jurnal Psikologi Islami, 1(1), Juni (2005): 5-16.
pendapat ini dapat diselesaikan tuntas melalui dialog-dialog terhormat yang saling menghargai pandangan pihak lain, jujur, terbuka dan ilmiah yaitu musyawarah yang penuh hikmah. Dalam hal ini seringnya forum forum ilmiah dan banyaknya publikasi tulisan mengenai Psikologi Islami mudah-mudahan dapat mengurangi kesalah pahaman dan mendekatkan pandangan-pandangan berbeda. Salah satu sudut pandang mengenai Psikologi Islami sejak awal teramati adalah pandangan dari kubu (saya lebih senang menggunakan sebutan kelompok rekan-dialog) yang menginginkan psikologi yang Islami benar-benar dijabarkan langsung dari konsep-konsep Al-Qur‟an mengenai manusia tanpa melibatkan teori, prinsip, konsep dan hasilhasil temuan psikologi yang sudah ada. Nafs al-ammarah, al-lawwamah, almuthmainnah, qalb, „aql, dan ruh adalah contoh konsep-konsep Al-Qur‟an yang harus dijabarkan menjadi unsur-unsur kejiwaan dalam struktur kepribadian. Kelompok-rekan-dialog yang umumnya menguasi ilmu keagamaan dan banyak menggunakan pendekatan deduktif-filosofi ini biasanya hasil analisisnya adalah sebuah konstruk kepribadian (personality construct) yakni citra manusia dengan karakteristik abstrak-ideal yang kurang menggambarkan secara empiris “man in situation”. Mereka mempelajari seluk beluk kejiwaan manusia langsung dari AlQur‟an dan sabda Rasul SAW (al-Hadits) dan mereka merasa lebih pas dengan istilah Psikologi Islam ketimbang Psikologi Islami. Kelompok rekan-dialog lain pada umumnya adalah mereka yang belajar psikologi di perguruan tinggi-perguruan tinggi umum. Mereka menguasai teoriteori dan prinsip-prinsip psikologi serta metode rasional-ilmiah yang cenderung empiris. Di antara mereka ada yang merasa kurang mantap dengan disiplin ilmu psikologi yang mereka pelajari karena mengamati berbagai kelemahan mendasar
dari psikologi kontemporer terutama dalam hal kurang utuhnya konsep manusia yang melandasinya. Di satu pihak mereka meyakini bahwa konsep yang paling benar dan mantap mengenai manusia terkandung dalam Al-Qur‟an dan Hadits (ajaran Islam), akan tetapi di lain pihak pengetahuan keagamaan mereka pada umumnya tergolong rata-rata saja. Mereka –dengan keawamannya- mencoba merujuk pada Al-Qur‟an dan Hadits untuk mendapat pencerahan dengan melakukan pendekatan induktif. Kelompok rekandiskusi ini berusaha mengintegrasikan psikologi kontemporer dengan ajaran Islam mengenai manusia dan terlibat dalam usaha pengembangan psikologi yang berorientasi pada nilai-nilai Islam. Mereka mengajukan sebutan Psikologi Islami dengan pertimbangan bahwa cukup banyak teori, prinsip, metode, dan teknikteknik serta hasil-hasil temuan psikologi yang baik dan bermanfaat bagi kemanusiaan serta sejalan dengan asasasas dan nilai Islam. Rasanya tidak tepat kalau itu diabaikan. Adakah titik-temu di antara kedua kelompok rekan-dialog itu? Seharusnya ada karena keduanya saling membutuhkan dan masing-masing memiliki apa yang dibutuhkan pihak lain. Kelompok pertama sangat menguasai ilmu keagamaan, tetapi penguasaan keilmuan psikologi dan pengalaman menghadapi problema psikologis mungkin tidak sebanyak kelompok kedua. Padahal metodologi dan penjelasan ilmiah psikologis sangat diperlukan untuk menjadikan jabaran ayatayat Al-Qur‟an lebih membumi. Sebaliknya kelompok kedua besar kemungkinan lebih menguasai keilmuan dan metodologi psikologi ketimbang kelompok yang pertama, tetapi penguasaan mereka atas ilmu keagamaan tergolong awam. Dialog dan kerjasama di antara kedua kelompok rekan-dialog Insya Allah akan menimbulkan sinergi luar biasa dalam pengembangan Psikologi Islami, karena mustahil Psikologi Islami berkembang tanpa dasar-dasar keilmun
Jurnal Psikologi Islami, 1(1), Juni (2005): 5-16.
psikologi yang terintegrasi dengan konsep manusia menurut Al-Qur‟an, al-Hadits dan ajaran Islam. Apalagi deduktif dan induktif merupakan dua pendekatan yang diperlukan dalam mengembangkan suatu wawasan. Masalah lain yang mungkin menimbulkan debat berkepanjangan yang akan menguras pikiran adalah tentang nama corak psikologi yang kita kembangkan: Psikologi Islam atau Psikologi Islami? Dalam “Simposium Nasional Psikologi Islami 1994” sudah diajukan bermacam-macam nama seperti: Psikologi Qur‟an, Psikologi Qur‟ani, Psikologi Tasaufi, Nafsiologi, Psikologi Ilahiah, Psikologi Islam, dan Psikologi Islami. Simposium menetapkan Psikologi Islami dengan pertimbangan lebih netral dan tidak (terlalu) eklusif serta tidak menimbulkan reaksi dari pihak reaktif. Selain itu secara strategis diharapkan dapat merangkum berbagai aliran, teori dan asasasas psikologi kontemporer yang masih sejalan dengan asas-asas Islam, karena Islami bukan berarti pseudo Islam melainkan sesuai atau sejalan dengan karakter Islam sekalipun asalnya bukan berasal dari Islam. Bila kita cermati banyak sekali asas-asas dan teori psikologi yang sejalan dengan asas-asas Islam dan sangat diperlukan untuk menjelaskan sifatsifat manusia seperti digambarkan dalam kajian Islam. Contohnya, teori modelling, dari Bandura sama dengan keteladanan yang sagat penting dalam ajaran Islam. Tidak kah hal itu sesuai Islam? Dalam hal ini nama Psikologi Islami kiranya masih sangat relavan sebelum berkembang menjadi psikologi yang benar-benar mantap landasan filsafat Islamnya, luas ruang lingkupnya, kuat metodologinya, efektif dan teruji diagnostiknya yang didukung oleh hasilhasil penelitian yang meyakinkan serta dimatangkan oleh pengalaman lapangan yang banyak. Mengenai nama –sekalipun kita tidak skeptis seperti William Shakespare dengan ucapan “What is in a name?” nya- mudah-mudahan masalah
nama ini tidak menjadi batu sandungan dalam pengembangan Psikologi Islami. Semoga panji-panji Psikologi Islami akan berkibar di pentas dunia keilmuan psikologi di Nusantara dan di dunia internasional. Semoga Psikologi Islami dapat berkembang menjadi psikologi yang turut mewujudkan rahmatan lil „alamin bagi manusia dan kemanusiaan. Amin ya Robbal „Alamiin. CATATAN 1. KALAM: Media Pemikiran Psikologi Islami. Yogyakarta, awal tahun 90-an (1992-1994). 2. Antara lain karya-karya: Malik B. Badri (Dilema Psikolog Muslim); M. „Utsman Najati (Al-Qur‟an dan Ilmu Jiwa), dan karya-karya Prof. Zakiah Darajat mengenai Kesehatan Jiwa dan Psikologi Agama. 3. Seluruh makalah yang disampaikan dalam Simposium Nasional Psikologi Islami 1994 dihimpun dalam buku “Psikologi Islam” suntingan M. Thoyibi dan M. Ngemron. Muhammadiyah University Press; UMS Surakarta, 1996. 4. Sebagai Perbandingan: a. Landasan filosofis Psikologi Islami adalah asas-asas mengenai manusia yang diungkap AlQur‟an dan hukum alam (sunnatullah) yang bekerja dalam diri manusia, dengan lain perkataan: tidak saja temuantemuan iptek di bidang psikologi, tetapi juga asas-asas keagamaan mengenai manusia. Oleh karena itu untuk membuka rahasia sunnatullah mengenai manusia, Psikologi Islami menggunakan nalar dan keimanan sekaligus. b. Seperti halnya sains yang memiliki fungsi pemahaman (uderstanding), pengendalian (control), dan peramalan (prediction) Psikologi Islami pun memiliki ketiga fungsi itu, bahkan ditambah dengan fungsi
Jurnal Psikologi Islami, 1(1), Juni (2005): 5-16.
5.
6.
pengembangan (development) dan fungsi pendidikan (education). c. Ruang lingkup Psikologi Islami selain meliputi dimensi-dimensi ragawi (fisik-biologi), kejiwaan (psikologi) dan lingkungan (sosiokultural) seperti halnya psikologi umumnya, juga meliputi dimensi ruhani (spiritual). d. Psikologi Islami selain menggunakan metode ilmiah (methode of science) sebagai metode yang saat ini paling populer di lingkungan sains, juga menggunakan metode ilmiah lainnya yaitu metode keyakinan (method of tenacity), metode otoritas (method of authority) dan metode intuisi (method of intuition). Bahkan Do‟a dapat dikembangkan sebagai metode untuk mendapatkan bimbingan Ilahi untuk meraih kebenaran ilmiah. Mengapa tidak? Misalnya: Danah Zohar & Ian Marshall. SQ: Spiritual Intelligence: The Ultimate Intelligence. Bloomsbury Publishing Plc, London, 2000. Ary Ginanjar Agustian. ESQ (Emotional Quotient: Rukun Iman dan 5 Rukun Islam). Penerbit ARGA. Jakarta. 2001. Hidayat Nataatmadja: “Intelligensi Spiritual: Intelligensi Manusia-manusia Kreatif, Kaum Sufi dan Para Nabi”; Perenial Press, 2001. Toto Tasmara: Kecerdasan Ruhaniah. Gema Insani Press, Jakarta, 2001. Dalam hal ini agama tanpa dukungan sains akan menjadi tidak mengakar pada realitas dan penalaran, sedangkan sains yang tidak dilandasi nilai-nilai dan asas-asas agama serta sikap keagamaan yang baik akan berkembang menjadi tak terkendali yang menimbulkan dampak destruktif. Lebih-lebih dalam kurun Sains dan Teknologi canggih seperti sekarang ini.
“Semua anak Adam dilahirkan fitrah (dalam keadaan asli-suci). Ibu bapaknya lah yang menjadikannya yahudi, nasrani dan majusi”. HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah r.a. 8. “Kemudian dia menyempurnakannya dan meniupkan ke dalam tubuh-nya Ruh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagimu pendengaran, penglihatan dan hati, (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur”. (QS. AlSajadah (32): 9. 9. “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifat di muka bumi ini”. QS. Al-Baqarah (2): 30. 10. Frankl, Victor E. 1973. The Doctor and The Soul. New York: Penguin Books, hlm, 9. 7.
DAFTAR PUSTAKA Agustian, A. G. 2001. ESQ (Emotional Questient: Rukun Iman dan 5 Rukun Islam). Jakarta: Penerbit ARGA. Ancok, D. & Surono, F. N. Psikologi Islami. Cetakan ke-5. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Badri, M. B. 1996. Dilema Psikologi Muslim. Jakarta: Penerbit AlKautsar. Baharuddin. 2004. Paradigma Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bastaman, H. D. 1995. Integrasi Psikologi dengan Islam: Menuju Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Krestyawan, R. (ed). 200o. Metodologi Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Mubarok, A. 1999. Jiwa dalam AlQur‟an” Jakarta: Penerbit Paramadina. Mubarok, A. 2001. Psikologi Qur‟ani. Jakarta: Penerbit Pustaka Firdaus. Mujib, A. 1999. Fitrah dan Kepribadian Islam: Sebuah Pendekatan Psikologis. Jakarta: Darul Falah. Mujib, A. 2001. Nuansa-nuansa Psikologi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo.
Jurnal Psikologi Islami, 1(1), Juni (2005): 5-16.
Mujib, A. 2002. Risalah Cinta: Seri Psikologi Islam. Jakarta: Sri Gunting. Mujib, A. 2002. Apa Arti Tangisan Anda: Seri Psikologi Islam. Jakarta: Sri Gunting. Najati, M. U. 1988. Al-Qur‟an dan Ilmu Jiwa. Bandung: Penerbit Pustaka. Nashori, F. 1994 (ed). 1994. Membangun Paradigma Psikologi Islami”. Yogyakarta; SIPRESS. Nashori, F. 1997. Psikologi Islami: Agenda untuk Aksi. Jakarta: Pustaka Pelajar. Nashori, F. 2002. Mimpi Nubuwat: Seri Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Nashori, F. 2002. Agenda Psikologi Islami: Seri Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Nashori, F. 2002. Mengembangkan Kreatifitas dalam Perspektif
Psikologi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Nashori, F. 2003. Potensi-potensi Manusia” Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Nashori, F. 2005. Kiat-kiat Kreatif Penulis Muslim Indonesia. Yogyakarta: Qur‟anic Media Pustaka. Nataatmadja, H. 2001. Inteligensi Spiritual: Inteligensi Manusiamanusia Kreatif, Kaum Sufi dan Para Nabi. Jakarta: Perenial Press. Tasmara, T. 2001. Kecerdasan Ruhaniah. Jakarta: Gema Insani Press. Thoyibi, & Ngemron, M. (ed). 1996. Psikologi Islam. Surakarta: Muhammadiyah University Press; UMS. Zohar, D. & Marshall, I. 2000. Spiritual Intelligensi: The Ultimate Intelligence. London: Bloomsbury Publishing Plc.
صدق اهلل العظيم