Public Disclosure Authorized
Public Disclosure Authorized
Public Disclosure Authorized
Public Disclosure Authorized
Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
Tanggapan & Kesiapsiagaan Terhadap Bencana:
Dari Inovasi hingga Praktik Teladan Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
84035 1
Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
Tanggapan & Kesiapsiagaan Terhadap Bencana:
Dari Inovasi sampai Praktik Teladan
Foto Sampul: Para pembangun perempuan menunjukkan sebuah maket perumahan mereka dari lokasi desa baru mereka di Batur, Yogyakarta. Para penduduk desa ini telah direlokasi jauh dari “zona merah” Gunung Merapi. Foto: Rosaleen Cunningham untuk Sekretariat JRF
Laporan ini disusun oleh Sekretariat JRF (Java Reconstruction Fund) dengan kontribusi dari Bank Dunia sebaga Badan Mitra serta tim proyek. Sekretariat JRF dipimpin oleh JRF Manager, Shamima Khan, dengan anggota tim: David Lawrence, Anita Kendrick, Inayat Bhagawati, Lina Lo, Puni Ayu Indrayanto, Shaun Parker, dan Heri Wahyudi Tim ini didukung oleh Amenah Smith, Inge Susilo, dan Olga Lambey. Penulis Kontributor: Rosaleen Cunningham Fotografer: Fauzan Ijazah Penyunting Bahasa: Ivan Lanin Penerjemah: Hindra Cahyadi Rancangan & Tata Letak: Studio Rancang Imaji Percetakan: PT Mardi Mulyo
daftar isi
Daftar Isi Mengenai JRF Sambutan Ketua Bersama JRF Perjalanan JRF
2 4 6 8
Ringkasan Eksekutif Dukungan JRF terhadap Proses Pemulihan Pascabencana di Jawa Portofolio JRF: Mencapai Hasil yang Signifikan Pemulihan Perumahan dan Infrastruktur Masyarakat Pemulihan Mata Pencaharian Pembiayaan JRF: Pengelolaan Sumber Daya untuk Hasil Berkualitas Penutupan JRF
10 11
Bab 1 - JRF: Model Tanggapan Bencana yang Dapat Diadaptasi Jawa: Wilayah Rawan Bencana Struktur dan Tata Kelola JRF Peningkatan Kemitraan dan Transparansi melalui Komunikasi Model yang Strategis dan Efektif untuk Rekonstruksi Pascabencana Peristiwa Penting dalam Operasi JRF Kisah JRF 1: Perempuan Bertekad: Kekuatan Semangat Kisah JRF 2: Relokasi Bantul: Menuju Tempat yang Lebih Aman
16
12 12 13 14 15
17 19 20 22 24 26 28
Bab 2 - Portofolio JRF: Beradaptasi dengan Perubahan Kebutuhan, Mencapai Hasil Menyesuaikan Tanggapan JRF dengan Kebutuhan Rekonstruksi Hasil Portofolio: Mencapai Hasil yang Permanen Pemulihan Perumahan dan Infrastruktur Masyarakat Pemulihan Mata Pencaharian Kisah JRF 3: Penguatan Mata Pencaharian: “Bukan Sekadar Uang” Kisah JRF 4: Lebih dari Pemulihan: JRF Menciptakan Peluang Baru bagi Masyarakat yang Telah Pulih
30 31 32 34 39 44
46
Bab 3 - Pembiayaan JRF: Pengelolaan Sumber Daya untuk Hasil Berkualitas Alokasi dan Pencairan kepada Proyek Biaya Proyek Pembiayaan JRF – Kesimpulan Kisah JRF 5: Masyarakat Merapi: Kehidupan Baru di luar Zona Merah
48
Bab 4 - Penutupan JRF: Pembelajaran yang Didapatkan untuk Hasil Berkesinambungan Kisah JRF 6: Pangandaran Enam Tahun Kemudian: Mempersiapkan Diri Menghadapi yang Terburuk untuk Mencegah yang Terburuk
58
51 54 54 56
64
Lampiran Lembar Fakta Lembar Fakta 1: Proyek Perumahan Sementara Lembar Fakta 2: Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas (Rekompak) Lembar Fakta 3: Pemulihan Mata Pencaharian di DIY dan Jawa Tengah (Pemulihan Mata Pencaharian JRF—GIZ) Lembar Fakta 4: Akses terhadap Pembiayaan dan Pembangunan Kapasitas untuk Usaha Mikro dan Kecil yang Terdampak Gempa (Pemulihan Mata Pencaharian JRF—IOM)
66 66 68
Daftar Akronim dan Singkatan
92
72
80
86
Mengenai JRF
Dibentuk pada tahun 2006, Java Reconstruction Fund (JRF) merupakan kemitraan antara Pemerintah Indonesia dan para donor dengan mandat untuk mendukung rehabilitasi dan rekonstruksi Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Barat menyusul terjadinya gempa dan tsunami.
Lokasi Kegiatan JRF
Uni Eropa, pemerintah Belanda, Inggris, Kanada, Denmark, dan Finlandia, serta Asian Development Bank (ADB) memberikan komitmen lebih dari US$90 juta untuk membantu pembangunan kembali daerah terkena gempa dan tsunami di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Komitmen para donor ini diresmikan melalui penandatanganan perjanjian kontribusi bersama Bank Dunia, yang bertindak sebagai Wali Amanat JRF. JRF membina hubungan kerja erat dengan Pemerintah Indonesia di semua tingkatan. Tim Teknis Nasional (TTN) dan Tim Koordinasi Nasional (National Coordinating Team, NCT) Pemerintah membantu memastikan konsolidasi upaya dalam rekonstruksi Jawa dengan berkoordinasi erat dengan JRF. Setelah mandat NCT dan TTN berakhir pada kuartal ketiga 2008, JRF bekerja bersama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dalam koordinasi rekonstruksi secara keseluruhan. Pemerintah daerah menyediakan pengawasan pelaksanaan proyek dan panduan umum. Keberadaan Multi Donor Fund untuk Aceh dan Nias (MDF) menyediakan model positif dan struktur administratif yang memungkinkan pembentukan cepat JRF. Hal ini mencakup kemampuan untuk dengan cepat mengembangkan, membiayai, dan melaksanakan proyek; mengoordinasikan sumber daya internasional untuk tujuan bersama; menghindari duplikasi kerja; menciptakan sinergi; dan mengurangi biaya transaksi untuk donor maupun penerima manfaat. Pemerintah Indonesia menghargai kelenturan dari pendekatan ini. Pemerintah Indonesia dapat memanfaatkan dana ini untuk menambah sumber dayanya dan membiayai rekonstruksi dan pembangunan dengan melaksanakan proyek melalui badan pemerintah dan mitra lain.
Jawa Barat
Peta Indonesia
Jawa Tengah DIY
Lokasi Kegiatan JRF
Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
5
Mengenai JRF
4
Dengan gembira kami mempersembahkan laporan terakhir Java Reconstruction Fund (JRF) yang menandai penutupan program rekonstruksi pascabencana yang sangat sukses. Dalam enam tahun terakhir, JRF telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap pemulihan dan rekonstruksi Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. JRF berhasil memberikan dampak yang besar, khususnya dalam membantu masyarakat membangun kembali rumah dan mata pencaharian mereka menyusul terjadinya beragam bencana, yaitu gempa bumi Mei 2006, tsunami Juli 2006 di Jawa Barat, dan letusan Gunung Merapi di tahun 2010. Keberhasilan ini tercapai melalui kepemimpinan Pemerintah Indonesia yang kuat, kemitraan yang luas, dan pengelolaan yang baik atas sumber daya JRF. Koordinasi pemerintah pusat dan tingkat provinsi atas JRF memastikan keselarasan program ini dengan agenda rekonstruksi Pemerintah Indonesia secara keseluruhan. Sumber daya berlimpah yang berasal dari kontribusi para donor dan pengelolaan yang baik atas sumber daya juga merupakan faktor penting bagi keberhasilan program ini. Selain itu, hal yang tak kalah pentingnya adalah komunikasi strategis yang memungkinkan JRF untuk terus mempertahankan transparansi dan pertanggungjawaban pada seluruh portofolionya.
Sebagai penutup, kami menyatakan kekaguman kami terhadap kekuatan dan daya tahan yang ditunjukkan oleh masyarakat Jawa sepanjang proses rekonstruksi. Kami juga berterima kasih kepada seluruh mitra JRF, termasuk donor, pemerintah pusat, pemerintah tingkat provinsi dan daerah, IOM dan GIZ, serta Sekretariat JRF atas upaya mereka dalam memastikan keberhasilan program rekonstruksi. Terlebih penting lagi, kami mengucapkan terima kasih kepada masyarakat Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Barat atas rasa kepemilikan yang tinggi terhadap program JRF. Kami bangga karena telah bermitra dengan mereka dalam perjalanan pembangunan kembali yang luar biasa ini.
Armida S. Alisjahbana Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional
Stefan Koeberle Kepala Perwakilan Bank Dunia
Julian Wilson Kepala Delegasi Uni Eropa
Dalam kilas balik JRF ini kami juga sangat menghargai pendekatan inovatif yang sekarang menjadi model yang diterima untuk kesiapsiagaan dan rekonstruksi bencana. Dengan memanfaatkan pengalaman dan pembelajaran yang didapatkan dari program rekonstruksi tsunami di Aceh dan Nias, pemerintah dan JRF telah mengadaptasi program dan pendekatan yang pertama kali digunakan di Aceh untuk menanggapi kebutuhan daerah yang unik dan terus berubah di Jawa. Adopsi pendekatan perumahan berbasis masyarakat telah menghasilkan salah satu program rekonstruksi perumahan terbesar yang dilaksanakan dengan kecepatan yang sangat tinggi. Gabungan peningkatan keterampilan dan akses terhadap pembiayaan telah menghasilkan inovasi dalam pemulihan mata pencaharian. Kegiatan kesiapsiagaan terhadap bencana yang terintegrasi ke dalam semua proyek JRF telah membangun keterampilan dan infrastruktur untuk memberikan posisi yang lebih kuat kepada masyarakat dalam menghadapi bencana pada masa depan. Kami gembira karena pengalaman JRF akan terus memberi kontribusi terhadap upaya rekonstruksi, jauh melampaui wilayah operasinya dan lama setelah program berakhir pada bulan Desember 2012. Pembelajaran yang didapatkan dari inovasi JRF memberi kontribusi terhadap upaya pemulihan dan rekonstruksi di seluruh Indonesia dan seluruh dunia. Dengan luas dan dalamnya pengalaman yang didapatkan melalui upaya pemulihan di Jawa dan rekonstruksi lain di seluruh Indonesia pada dekade terakhir, Indonesia mulai mengemuka sebagai salah satu pemimpin dunia dalam upaya tanggap bencana dan rekonstruksi.
Kemitraan dan keterlibatan masyarakat telah menjadi salah satu kunci keberhasilan JRF. Anak-anak ini melintasi jalan konblok yang dibangun oleh masyarakat melalui proyek Rekompak. Foto: Fauzan Ijazah untuk Sekretariat JRF
Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
7
Sambutan Ketua Bersama JRF
Sambutan Ketua Bersama JRF
6
Perjalanan JRF: 2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Mei: Gempa bumi Jawa
Juni: Proyek Perumahan Sementara IOM selesai
Maret: Proyek Pemulihan Mata Pencaharian IOM dimulai Juni: Tanggal penutupan JRF diperpanjang dari Juni 2009 ke Desember 2010
Januari: Tanggal penutupan JRF diperpanjang dari Desember 2010 ke Desember 2011
Juni: Tanggal penutupan JRF diperpanjang dari Desember 2011 ke Desember 2012
Mei: Pertemuan akhir Komite Pengarah JRF
Agustus: Proyek Perumahan Sementara CHF selesai
Maret-April: Kajian Paruh Waktu dan penelaahan hasil serta status sementara JRF diselesaikan Mei: Proyek Pemulihan Mata Pencaharian GIZ dimulai
Oktober-November: Gunung Merapi meletus
Juni: Proyek Pemulihan Mata Pencaharian IOM selesai
Juli: Tsunami Jawa Barat Oktober: Program JRF dibentuk Desember: Proyek Perumahan Sementara IOM & CHF serta permukiman tetap Rekompak dimulai
Oktober: Proyek Pemulihan Mata Pencaharian IOM dan GIZ didukung oleh Komite Pengarah JRF
September: Proyek Pemulihan Mata Pencaharian GIZ selesai
Juni: Tanggal penutupan Rekompak Desember: Tanggal penutupan program JRF
Ringkasan Eksekutif Dukungan JRF terhadap Proses Pemulihan Pascabencana di Jawa
Dukungan teknis yang diberikan melalui proyek pemulihan mata pencaharian yang dilaksanakan oleh IOM telah mendorong perkembangan pertanian organik dan menyediakan akses yang lebih baik kepada pasar. Foto: Koleksi IOM
Dukungan Java Reconstruction Fund terhadap pemulihan pascabencana di Jawa berada pada tahun terakhirnya, setelah berhasil memberikan tanggapan terhadap berbagai bencana sesuai dengan kondisi dan perubahan yang ada. JRF didirikan pada tahun 2006 berdasarkan permintaan Pemerintah Indonesia untuk mendukung upaya pemulihan Pemerintah dalam menanggapi bencana yang menimpa Jawa pada bulan Mei dan Juli tahun itu. Sekitar US$94 juta dalam bentuk hibah disediakan oleh tujuh donor. JRF dijadwalkan akan ditutup pada bulan Desember 2011, tapi diperpanjang berdasarkan permintaan Pemerintah untuk menanggapi letusan Gunung Merapi pada akhir 2010 yang memengaruhi banyak wilayah yang sama yang telah tercakup dalam JRF. Dukungan JRF terhadap rekonstruksi setelah terjadinya bencana 2006 selesai pada tahun 2011, dan pelaksanaan kegiatan rekonstruksi pascaMerapi yang didanai oleh JRF akan selesai pada bulan Juni 2012. Program JRF secara keseluruhan akan berakhir pada tanggal 31 Desember 2012. Pemerintah Indonesia dikenal luas dengan pengelolaan rekonstruksi pascabencana di Jawa yang efisien dan efektif. Pemerintah Indonesia terutama dikenal karena keberhasilannya menyelesaikan program ekstensif rekonstruksi perumahan dengan sangat cepat. Lebih dari 200.000 rumah berhasil dibangun dalam waktu kurang dari dua tahun—suatu prestasi yang luar biasa— dengan menggunakan pendekatan berbasis masyarakat yang diadaptasi dari program perumahan inovatif yang diperkenalkan di bawah Multi Donor Fund untuk Aceh dan Nias (MDF). Pendekatan strategis JRF terhadap rekonstruksi pascabencana memberi kontribusi kepada keberhasilan ini dan telah membuahkan hasil positif di bidang rekonstruksi perumahan dan infrastruktur masyarakat serta pemulihan mata pencaharian, yang menekankan pengurangan risiko bencana serta pengelolaan dan pembangunan kapasitas daerah untuk dapat menanggapi terjadinya bencana masa depan dengan lebih baik. Hasil akhirnya adalah masyarakat yang lebih kuat dan lebih tangguh, yang lebih siap menghadapi kejadian masa depan. Laporan ini adalah laporan tahunan terakhir mengenai program rekonstruksi pascabencana JRF di Jawa yang sangat berhasil. Laporan ini menyajikan kilas balik riwayat dan prestasi program JRF. Judul laporan ini, Tanggapan dan Kesiapsiagaan terhadap Bencana: Dari Inovasi hingga Praktik Teladan, menyoroti kenyataan bahwa JRF sebagai instrumen untuk koordinasi donor atas bantuan bencana dibangun di atas model perintisan Multi Donor Fund untuk
Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
11
Dukungan JRF terhadap Proses Pemulihan Pascabencana di Jawa
Ringkasan Eksekutif - Dukungan JRF terhadap Proses Pemulihan Pascabencana di Jawa
10
13
Beragam inovasi dalam hal perbaikan perumahan, infrastruktur masyarakat, dan mata pencaharian berdampak secara signifikan dan positif terhadap kehidupan para penerima manfaat. Aceh dan Nias (MDF). Di bawah JRF, model ini diadaptasi dan disempurnakan, baik untuk program secara keseluruhan maupun portofolio proyeknya. Pembelajaran dan pendekatan yang diambil dari pengalaman JRF dalam rekonstruksi perumahan dan infrastruktur masyarakat, pemulihan mata pencaharian, serta pengurangan risiko bencana sekarang diterapkan ke dalam program pemerintah di seluruh Indonesia. Pengalaman ini juga dianggap sebagai model praktik teladan untuk program pascabencana dalam konteks lain di seluruh dunia. Portofolio JRF: Mencapai Hasil yang Signifikan Hasil signifikan telah tercapai di bawah JRF dalam rekonstruksi masyarakat dan rehabilitasi mata pencaharian. Portofolio ini terdiri dari tiga proyek di bidang perumahan dan infrastruktur masyarakat, serta dua proyek pemulihan mata pencaharian. Berdasarkan permintaan Pemerintah Indonesia, strategi JRF mengikuti pendekatan bertahap yang mengatasi kebutuhan perumahan dan mata pencaharian berdasarkan prioritas dan sensitivitas terhadap waktu. Dukungan awal difokuskan untuk memenuhi kebutuhan perumahan dan pemulihan masyarakat, sedangkan dukungan selanjutnya difokuskan untuk mengatasi pemulihan ekonomi. JRF telah memastikan adanya faktor pengurangan risiko bencana pada semua aspek programnya. Pemulihan Perumahan dan Infrastruktur Masyarakat JRF mengikuti pendekatan multitahap untuk rekonstruksi perumahan dan infrastruktur masyarakat yang menghasilkan rekonstruksi
yang efisien dan tepat waktu. Tempat penampungan sementara yang aman dan tahan lama, yang jumlahnya mencapai hampir 7.300 unit, disediakan pada tahap awal rekonstruksi. Pergeseran ke pembangunan hunian tetap terjadi relatif cepat. Kegiatan ini usai dilaksanakan pada Maret 2008. Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas (Rekompak) menyediakan mekanisme siap pakai dalam membantu masyarakat yang terkena dampak letusan Gunung Merapi 2010, dan dukungan JRF terhadap proyek diperpanjang dengan pemberian tambahan. Secara keseluruhan, JRF akan menyelesaikan sekitar 15.400 struktur rumah inti tahan gempa saat program berakhir. Intervensi pengurangan risiko bencana dalam proyek JRF telah menciptakan masyarakat yang tangguh dan dapat menghadapi bencana masa depan dengan lebih baik. JRF telah membantu 310 desa dalam mengembangkan Rencana Pembangunan Permukiman (RPP) yang menekankan pengurangan risiko bencana melalui proyek Rekompak. Proses RPP telah mendorong keterlibatan kelompok marginal yang lebih besar dalam rekonstruksi rumah dan infrastruktur masyarakat serta perencanaan terhadap bencana masa depan. Infrastruktur masyarakat, seperti jembatan, jalan, dinding penahan, jalur evakuasi, serta saluran irigasi dan drainase diidentifikasi dan dibangun melalui proses RPP. Pemerintah daerah memperluas perencanaan permukiman masyarakat dengan menggunakan sumber daya mereka sendiri dalam tahap “replikasi”. Keterlibatan masyarakat yang lebih besar menghasilkan kepuasan penerima manfaat yang tinggi atas aset infrastruktur yang disediakan.
Pemulihan Mata Pencaharian JRF menyelesaikan program pemulihan mata pencahariannya yang inovatif pada tahun 2011 untuk pendekatan komprehensif dan terintegrasi terhadap revitalisasi ekonomi. Dua Proyek Pemulihan Mata Pencaharian JRF yang dilaksanakan oleh International Organization for Migration (IOM) serta Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) dari Jerman adalah sarana utama pemerintah untuk memulihkan ekonomi setelah terjadinya gempa bumi dan tsunami 2006. Bekerja sama dengan pemerintah daerah, proyekproyek ini membuahkan hasil signifikan dalam mendukung Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Proyek-proyek mata pencaharian JRF telah mengembangkan pendekatan inovatif dalam mengatasi kebutuhan pemulihan ekonomi dalam konteks rekonstruksi pascabencana. Kegiatan proyek berfokus pada penggantian aset,
penyediaan bantuan teknis dan peningkatan keterampilan usaha, serta peningkatan akses terhadap pembiayaan kepada lebih dari 15.000 UMKM di daerah bencana. Proyek Pemulihan Mata Pencaharian GIZ telah meningkatkan akses terhadap pembiayaan untuk UMK yang terkena dampak bencana dengan menyediakan US$5 juta dalam bentuk pinjaman kepada lebih dari 10.000 penerima manfaat, yang sebagian besar sebelumnya dianggap tidak dapat menerima pinjaman bank. Dana pinjaman bergulir yang disediakan dengan pembiayaan JRF akan terus mendukung UMKM yang terkena dampak bencana selama sekurangnya sepuluh tahun setelah proyek ditutup, dan akan diawasi oleh lembaga keuangan pemerintah Permodalan Nasional Madani (PNM). Proyek GIZ juga membangun kapasitas di sektor perbankan daerah untuk menangani pinjaman bermasalah, dan mengembangkan bahan pelatihan yang akan melanjutkan dampak melampaui masa proyek. Pembangunan kapasitas untuk meningkatkan kesinambungan hasil dan memasyarakatkan
Lebih dari 15.000 rumah dibangun melalui program Rekompak. Masyarakat adalah pemeran utama dalam proses pembangunan seperti bapak ini di Desa Batur, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Foto: Fauzan Ijazah untuk Sekretariat JRF
Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
Ringkasan Eksekutif - Dukungan JRF terhadap Proses Pemulihan Pascabencana di Jawa
12
15 Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
Ringkasan Eksekutif - Dukungan JRF terhadap Proses Pemulihan Pascabencana di Jawa
14
Mitra pelaksana JRF, GIZ dan IOM, merancang proyek-proyek mata pencaharian yang inovatif di berbagai kawasan Jawa Tengah dan Yogyakarta Foto: Koleksi Sekretariat JRF
kegiatan pengurangan risiko bencana merupakan fokus penting di kedua proyek ini. Proyek Pemulihan Mata Pencaharian berhasil memulihkan banyak UMKM ke tingkat operasi sebelum gempa atau lebih baik dan memberikan dampak signifikan kepada pendapatan penerima manfaat, terutama bagi perempuan. Proyek-proyek ini melampaui targetnya dan membuahkan hasil positif, setelah meningkatkan pendapatan penerima manfaat sekurangnya 70%. Perempuan yang bekerja di industri rumah tangga sangat merasakan dampak gempa, dan dukungan JRF menyediakan sumber daya dan keterampilan kepada wirausaha perempuan ini untuk tidak saja melanjutkan kembali kegiatan mata pencaharian mereka sebelumnya, tapi juga meningkatkan usaha dan pendapatan mereka. Lebih dari 40% penerima manfaat proyek IOM dan GIZ adalah perempuan, sebuah angka yang melampaui target. Pengalaman ini dapat memberi kontribusi pembelajaran penting untuk upaya merehabilitasi mata pencaharian dalam konteks pascabencana lain. Pembiayaan JRF: Pengelolaan Sumber Daya untuk Hasil Berkualitas Penggunaan sumber daya keuangan sepenuhnya diperkirakan tercapai pada tanggal penu-
tupan JRF bulan Desember 2012. Tujuh donor telah memberikan kontribusi sebesar US$94,1 juta kepada JRF, dengan tambahan US$4,5 juta diperkirakan berasal dari pendapatan yang dihasilkan investasi dana JRF selama masa pendanaan. Bagian terbesar portofolio JRF telah dialokasikan untuk pemulihan perumahan dan infrastruktur masyarakat yang mencapai US$77,4 juta atau 82% dari dana JRF. Delapan belas persen (US$17,2 juta) dialokasikan untuk proyek yang berfokus pada pemulihan mata pencaharian. Semua dana proyek telah sepenuhnya disalurkan dan digunakan. Penggunaan lebih dari 99% dana yang tersedia merupakan prestasi keuangan luar biasa untuk program yang memiliki lingkup seluas dan karakteristik sekompleks ini. Dana JRF telah dikelola dengan baik oleh Wali Amanat, Badan Mitra, dan Badan Pelaksana, menghasilkan penggunaan dana yang transparan dan berkualitas tinggi, serta diperkirakan tidak ada dana yang tersisa. Peran pemerintah, baik pusat maupun daerah, dalam mempercepat arus dana, mengelola pembiayaan proyek secara efisien, dan mengambil keputusan pengelolaan keuangan dengan cepat telah memberi kontribusi signifikan kepada status keuangan portofolio JRF yang mengesankan.
Penutupan JRF Secara keseluruhan, hasil luar biasa telah tercapai melalui JRF dan prospek kesinambungannya tampak positif. JRF dianggap sebagai model yang sangat efektif bagi rekonstruksi pascabencana. Masyarakat yang terkena dampak bencana 2006 menunjukkan bahwa mereka sekarang lebih siap menghadapi bencana yang sering terjadi di Jawa. Inovasi yang dikembangkan melalui JRF menyajikan pembelajaran untuk situasi pascabencana masa depan di Indonesia dan di seluruh dunia. Pengalaman JRF menyediakan pembelajaran untuk menghadapi berbagai jenis bencana – gempa bumi, tsunami, longsor, dan letusan gunung berapi. Dengan mengambil pembelajaran dari pengalaman di Aceh dan Jawa, Pemerintah Indonesia telah menetapkan Indonesia Multi Donor Fund Facilty for Disaster Recovery (IMDFF-DR) sebagai dana siaga untuk kegiatan tanggapan dan pencegahan bencana. Model rekonstruksi perumahan Rekompak digunakan dalam program pemerintah yang ada agar siap menghadapi bencana masa depan, dan Sekretariat MDF dan JRF menerbitkan buku mengenai model Rekompak untuk berbagi pengalaman dengan khalayak internasional. Pembelajaran mengenai pencegahan dan pengurangan risiko serta tanggapan diterapkan
di seluruh Indonesia, dan praktik teladan ini dapat memberikan informasi mengenai dukungan pascabencana secara global sekaligus menjadi sumber berharga untuk pertukaran pengetahuan Selatan-Selatan. Produk yang menyoroti pengalaman utama dan praktik teladan dari pengalaman JRF dan MDF sedang dikembangkan agar pembelajaran dari keberhasilan Indonesia yang luar biasa dalam rekonstruksi pascabencana dapat dibagikan ke seluruh dunia.
Inovasi yang dikembangkan melalui JRF menyajikan pembelajaran untuk situasi pascabencana masa depan di Indonesia dan di seluruh dunia.
Bab 1 JRF: Model Tanggapan Bencana yang Dapat Diadaptasi
Seorang fasilitator Rekompak memaparkan beberapa opsi rumah dalam sebuah pertemuan masyarakat bagi para warga desa yang terdampak letusan Merapi di Cangkringan. Foto: Fauzan Ijazah untuk Sekretariat JRF
Jawa: Wilayah Rawan Bencana Pada dini hari tanggal 27 Mei 2006, gempa berukuran 5,9 skala Richter mengguncang Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan beberapa bagian provinsi Jawa Tengah. Gempa bumi yang menimpa salah satu wilayah terpadat di Asia ini menelan lebih dari 5.700 korban jiwa dan menghancurkan lebih dari 280.000 rumah. Bencana ini berdampak besar terhadap perumahan, bangunan sektor swasta, dan perekonomian. Kerusakan dan kerugian total akibat gempa ini diperkirakan mencapai sekitar Rp. 29,1 triliun, atau US$3,1 miliar. Skala bencana ini setara dengan gempa yang menimpa Gujarat, India tahun 2001 dan Pakistan tahun 2005. Tim gabungan yang dipimpin Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Pemerintah Indonesia, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Yogyakarta dan Jawa Tengah, serta masyarakat internasional, termasuk Bank Dunia, Asian Development Bank (ADB), Gesellschaft fÜr Technische Zusammenarbeit (GTZ)1, Japan Bank for International Cooperation (JBIC), United Nations Development Programme (UNDP), UN Habitat, dan lainnya, mempersiapkan penilaian awal kerusakan dan kerugian (Damage and Loss Assessment, DaLA) yang menentukan kebutuhan tahap rehabilitasi dan rekonstruksi secara keseluruhan. Kerusakan terbesar terkonsentrasi pada tiga sektor: perumahan, usaha kecil dan menengah (UKM), dan sektor sosial. Kabupaten Bantul dan Klaten terkena dampak terparah gempa. Kerusakan terhadap rumah perorangan mencapai lebih dari 60% dari total kerusakan dan kerugian sejumlah US$1.6 miliar. Usaha kecil dan menengah, yang sebagian besar berbasis rumah tangga di sektor kerajinan yang penting di wilayah ini, juga sangat terpengaruh dampak bencana. Aset produktif dan bangunan sektor swasta terkena dampak parah dengan perkiraan kerusakan mencapai US$1 miliar, selain kerugian dalam pendapatan. Kerusakan pada sektor sosial, terutama kesehatan dan pendidikan, diperkirakan mencapai US$425 juta. Semua sektor lain, termasuk infrastruktur, menderita kerugian yang relatif lebih kecil. Badan Nasional Penanggulangan Bencana2, bersama dengan pemerintah daerah tingkat provinsi dan kabupaten, memimpin tanggapan darurat. Keputusan Presiden No. 6/2006 membentuk Tim Koordinasi Nasional setelah terjadi
GTZ saat ini dikenal sebagai GIZ (Gesellschaft fÜr Internationale Zusammenarbeit). Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana (BNPB), atau Bakornas PB. Bakornas PB dibentuk tahun 1979 dan menjadi BNPB tahun 2008.
1
2
Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
17
JRF: Model Tanggapan Bencana yang Dapat Diadaptasi
Bab 1 - JRF: Model Tanggapan Bencana yang Dapat Diadaptasi
16
Gunung Merapi mengeluarkan asap dan abu melatari pemandangan Candi Prambanan, Yogyakarta. Lebih dari 350.000 orang diungsikan selama letusan Merapi 2010. JRF mendukung upaya tanggap rekonstruksi awal terhadap letusan dengan memperpanjang masa proyek Rekompak. Foto: Kantor Berita Antara untuk Sekretariat JRF
gempa bumi di Jawa untuk mengoordinasikan dan melaksanakan upaya rekonstruksi. Tim Teknis Nasional (TTN), yang beranggotakan badan pemerintah terkait, dibentuk untuk mendukung peran dan fungsi Tim Koordinasi Nasional. Pemerintah Indonesia meminta bantuan lembaga donor untuk upaya rekonstruksi. Pada pertemuan Consultative Group on Indonesia (CGI) ke-15 yang diselenggarakan tanggal 14 Juni 2006, DaLA awal disajikan, dan Menteri Keuangan meminta para donor untuk memobilisasi dukungan melalui dana perwalian multidonor, serupa dengan Multi Donor Fund untuk Aceh dan Nias (MDF). Para donor menggalang dana sebagai tanggapan terhadap gempa dan permintaan Pemerintah, dan Java Reconstruction Fund (JRF), yang dikelola Bank Dunia, dibentuk pada bulan Oktober 2006. Kemudian, pada tanggal 17 Juli 2006, gempa bumi dasar laut besar kedua melanda pantai selatan Jawa. Gempa yang mencapai 7,7 skala
Richter ini memicu tsunami yang menyebabkan kerusakan luas. Tsunami menimpa pantai selatan Jawa Barat, menelan lebih dari 650 korban jiwa dan menyebabkan lebih dari 28.000 orang mengungsi. Kerusakan dan kerugian mencapai sekitar US$110.3 juta. Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, merupakan wilayah yang terkena dampak terparah, menderita kerusakan dan kerugian sekitar US$95 juta. Di sepanjang pantai Ciamis saja, hampir 6.000 keluarga mengungsi. Berdasarkan permintaan pemerintah, pemulihan Jawa Barat juga disertakan dalam mandat JRF. Pada tanggal 26 Oktober 2010, bencana kembali melanda wilayah ini saat Gunung Merapi, gunung berapi yang terletak di perbatasan Yogyakarta dan Jawa Tengah, meletus. Letusan ini diikuti oleh tujuh letusan besar lain, dengan yang terakhir terjadi tanggal 11 November 2010. Bersama kerusakan besar atas perumahan dan infrastruktur setempat, letusan ini dilaporkan menimbulkan 260 korban jiwa dan lebih dari 500 korban luka. Sekitar 367.000 orang mengungsi
ke lebih dari 640 lokasi berbeda. Penilaian Kebutuhan Pascabencana (Post Disaster Needs Assessment, PDNA) dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dan didukung oleh Bank Dunia, dan temuan awal disajikan pada pertemuan Komite Peninjau Teknis (Technical Review Committee, TRC) JRF pada tanggal 25 November 2010. Berdasarkan penilaian dan PDNA awal oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan pemerintah daerah, Pemerintah Indonesia mengidentifikasi perumahan sementara dan permanen, infrastruktur darurat (termasuk air dan sanitasi), serta rehabilitasi mata pencaharian sebagai prioritas kebutuhan. Berdasarkan permintaan Pemerintah Indonesia, donor JRF setuju untuk memperpanjang tanggal penutupan dan cakupan JRF untuk menanggapi letusan Merapi.
Struktur dan Tata Kelola JRF JRF diatur oleh Komite Pengarah yang beranggotakan perwakilan dari pemerintah dan donor. Komite Pengarah bertanggung
jawab untuk (i) menetapkan prioritas strategis; (ii) menyetujui proposal pembiayaan proyek; (iii) meninjau kemajuan penggunaan dana; (iv) memastikan koherensi dan kolaborasi dengan rencana aksi pemerintah; serta (v) memantau kemajuan berdasarkan kerangka kerja hasil JRF. Komite Pengarah juga berfungsi sebagai forum untuk dialog kebijakan bersama pemerintah mengenai hal terkait dengan upaya rekonstruksi dan pembangunan. Bappenas memimpin Komite Pengarah, bersama dengan Uni Eropa sebagai donor terbesar, dan Bank Dunia sebagai Wali Amanat. Bank Dunia memainkan peran pengawasan atas semua proyek JRF. Komite Pengarah didukung oleh Komite Peninjau Teknis (Technical Review Committee, TRC). TRC, bersama perwakilan pemerintah daerah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, menyediakan tinjauan teknis atas proposal proyek dan kegiatan program, mengawasi kemajuan pelaksanaan, dan memberikan rekomendasi kepada Komite Pengarah.
Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
19
Bab 1 - JRF: Model Tanggapan Bencana yang Dapat Diadaptasi
18
21
JRF adalah contoh keberhasilan Pemerintah Indonesia dalam mengelola rekonstruksi pascabencana secara efektif dan efisien.
Operasi harian JRF dikelola oleh Sekretariat bersama dengan MDF untuk Aceh dan Nias. Melalui keahlian dan staf bersama dengan MDF untuk Aceh dan Nias, skala efisiensi berhasil dicapai sehingga menghasilkan penurunan biaya administrasi program. Tugas khusus Sekretariat mencakup pengawasan dan evaluasi portofolio JRF, koordinasi kegiatan JRF, serta pengelolaan dananya. Kualitas portofolio JRF terus ditingkatkan melalui peningkatan kegiatan pengawasan dan evaluasi rutin.
Peningkatan Kemitraan dan Transparansi melalui Komunikasi Komunikasi yang baik merupakan hal penting dalam keberhasilan JRF. Pendekatan komunikasi strategis yang kuat memungkinkan JRF menerapkan tata kelola yang baik melalui peningkatan transparansi dan pertanggungjawaban, sekaligus memperkuat partisipasi dan rasa memiliki masyarakat terhadap proyek. Kegiatan seperti pembangunan jaringan koordinasi, pelaksanaan kegiatan penjangkauan masyarakat, peningkatan hubungan dengan media, serta pengelolaan umpan balik telah memperkuat kemitraan yang merupakan landasan keberhasilan program JRF. Pada tahap awal JRF, pembentukan berbagai jaringan komunikasi untuk meningkatkan koordinasi dijadikan prioritas. JRF memainkan peran penting dalam mengoordinasikan berbagai sumber daya internasional untuk mendukung
agenda pemulihan pascabencana pemerintah. Dengan menggunakan struktur tata kelola serupa dengan Multi Donor Fund untuk Aceh dan Nias (MDF) serta dipimpin oleh Pemerintah Indonesia, Komite Pengarah tidak hanya berfungsi sebagai badan pengambil keputusan, tapi juga berfungsi sebagai forum untuk dialog kebijakan mengenai hal-hal terkait upaya rekonstruksi dan pembangunan.
kasi di tingkat proyek mencakup serangkaian kegiatan, mulai dari diskusi interaktif sampai penyebaran informasi satu arah. Contohnya mencakup situs web proyek, nawala, selebaran, brosur dan poster, serta lokakarya dan dialog yang terintegrasi ke dalam kegiatan pembangunan kapasitas atau forum diskusi masyarakat.
komunikasi lain. Sebagian besar pertanyaan yang diterima terkait dengan penargetan dan kelayakan manfaat program, pengelolaan dan alokasi hibah, serta kerangka waktu pelaksanaan. Keluhan yang diterima relatif sedikit, dan keluhan biasanya ditangani dan diatasi melalui diskusi dan komunikasi langsung dengan pihak terkait.
Mekanisme penanganan keluhan yang efektif mendorong transparansi di tingkat proyek. Setiap proyek bertanggung jawab membentuk sistem penanganan keluhannya sendiri untuk pencatatan dan tindak lanjut atas pertanyaan, keluhan, dan umpan balik. Sistem ini dipublikasikan melalui papan pengumuman, poster, dan alat
Media merupakan mitra penting JRF. Sejak JRF dimulai, media telah memainkan peran penting dalam memberi informasi kepada masyarakat mengenai program dan prestasinya, serta menyediakan media interaksi dan partisipasi di antara pemangku kepentingannya. Media umum, seperti televisi, radio, dan surat kabar,
Sekretariat JRF menggunakan komunikasi strategis untuk pengelolaan kegiatan dan pelaporan kepada pemangku kepentingan Pemangku kepentingan ini mencakup donor, Pemerintah Indonesia (pemerintah pusat dan provinsi), penerima manfaat, mitra dan badan pelaksana, serta media. Berbagai platform komunikasi strategis dibentuk untuk terus menyampaikan informasi kepada pemangku kepentingan dan untuk memberikan kesempatan mendiskusikan kemajuan dan tantangan dalam mendukung pengambilan keputusan. Platform ini mencakup format pelaporan rutin, fasilitasi pertemuan, dan kunjungan lokasi langsung. Acara khusus juga diadakan untuk menandai tonggak atau memperingati kejadian penting. Bersamaan dengan masa pelaksanaan penuh kegiatan proyek JRF, permintaan terhadap transparansi dan pertanggungjawaban meningkat. Kegiatan penjangkauan masyarakat berfungsi tidak hanya untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman atas proyek, tapi juga meningkatkan partisipasi dan rasa memiliki. Kerangka komuni-
Kemitraan antara pemerintah daerah dan nasional serta masyarakat internasional membantu memperkuat upaya pemerintah dalam membangun kembali rumah serta memulihkan mata pencaharian di Jawa. Foto: Koleksi Sekretariat JRF
Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
Bab 1 - JRF: Model Tanggapan Bencana yang Dapat Diadaptasi
20
23
rakat, sementara dukungan selanjutnya berfokus untuk mengatasi pemulihan ekonomi di wilayah yang terkena dampak bencana. Pengambilan keputusan yang ramping dan efisien menghasilkan keseimbangan yang mengesankan antara kecepatan dan kualitas yang dicapai oleh Pemerintah Indonesia dan mitra pembangunan dalam rekonstruksi Jawa.
JRF mengadopsi pendekatan bertahap terhadap rekonstruksi. Dukungan awal berfokus pada pemberian rumah dan fasilitas lingkungan. Rumah ini dibangun sebagai bagian dari tanggapan erupsi Merapi. Foto: Fauzan Ijazah untuk Sekretariat JRF
telah mendukung program dan proyek secara keseluruhan melalui lebih dari 450 pemberitaan yang positif. Media sosial baru, seperti Facebook dan YouTube, juga memainkan peran dalam mempromosikan JRF sekaligus meningkatkan keterlibatan pemangku kepentingan.
sesuai untuk skala, lingkup, dan sifat bencana. Menggunakan pembelajaran dari rekonstruksi Aceh, Pemerintah Indonesia menetapkan strategi yang jelas untuk rekonstruksi, khususnya untuk perumahan, serta menetapkan agenda dan pendekatan umum untuk diikuti oleh semua mitra.
Model yang Strategis dan Efektif untuk Rekonstruksi Pascabencana JRF adalah contoh keberhasilan Pemerintah Indonesia dalam mengelola rekonstruksi pascabencana secara efektif dan efisien. Dukungan rekonstruksi ini dipimpin oleh Pemerintah Indonesia dan berkoordinasi erat dengan pemerintah daerah dari sejak awal. Pemerintah Indonesia bekerja melalui kementerian terkait dalam mengoordinasikan dan melaksanakan program rekonstruksi, pendekatan yang terbukti
JRF mengadopsi pendekatan bertahap terhadap rekonstruksi sejalan dengan strategi Pemerintah Indonesia. Strategi dan portofolio Java Reconstruction Fund selaras dengan Rencana Aksi Nasional untuk Rehabilitasi dan Rekonstruksi yang berfokus pada pemulihan perumahan dan infrastruktur umum, serta revitalisasi masyarakat dan perekonomian regional. Dukungan awal berfokus untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal, perumahan, dan pemulihan masya-
Komitmen kuat pemerintah menghasilkan upaya rekonstruksi cepat yang terkoordinasi dengan baik. Pemerintah nasional mendelegasikan pelaksanaan rekonstruksi kepada dua gubernur untuk memastikan adanya rasa memiliki di tingkat daerah. Hal ini juga memungkinkan provinsi untuk merancang strategi yang sesuai dengan masyarakatnya masing-masing. Dukungan yang diberikan oleh TTN kepada Tim Koordinasi Nasional untuk mengoordinasikan rekonstruksi sangat penting bagi kecepatan dan efektivitas proses rekonstruksi. TTN menyatukan berbagai pe-mangku kepentingan dalam pertemuan koordinasi bulanan sampai penutupannya di tahun 2008. Masyarakat internasional juga memainkan peran penting dalam memperkuat upaya pemerintah dan organisasi masyarakat sipil nasional dalam tanggap darurat.
Bauran seimbang mitra pelaksana memberi kontribusi terhadap kinerja JRF yang mantap. Dengan menciptakan kemitraan yang kuat bersama pemerintah, masyarakat, dan LSM yang melaksanakan proyek, JRF dapat memanfaatkan keunggulan komparatif dan bauran keterampilan yang diberikan oleh setiap mitra, tergantung pada lingkungan dan kebutuhan pelaksanaan. Keunggulan ini mencakup fleksibilitas dalam arus dana, rasa memiliki yang kuat di berbagai tingkatan berbeda, dan penyelesaian masalah yang efektif hingga ke akarnya. Kemitraan yang diciptakan melalui JRF akan terus memperkuat kesiapan dan tanggapan bencana di Jawa sampai program berakhir pada bulan Desember 2012. Rekonstruksi terus diuntungkan dari kepemimpinan pemerintah nasional dan daerah yang kuat. Pendekatan JRF terhadap rekonstruksi memiliki efek penggandaaan yang besar dengan pembelajaran untuk program pemulihan pascabencana pada masa depan. Pembelajaran yang didapatkan dari pelaksanaan JRF sedang didokumentasikan bersama dengan pembelajaran dari MDF untuk Aceh dan Nias, dan semua ini akan dipublikasikan bersamaan dengan acara penutupan bersama untuk JRF dan MDF untuk Aceh dan Nias.
Komunikasi yang baik memperkuat kemitraan. Hal ini adalah salah satu kunci keberhasilan program JRF.
Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
Bab 1 - JRF: Model Tanggapan Bencana yang Dapat Diadaptasi
22
25
Peristiwa Penting dalam Operasi JRF 2006 Oktober Desember
: JRF dibentuk. Tiga proyek perumahan dan pemulihan masyarakat telah disetujui oleh Komite Pengarah. Tanggal mulai proyek : Proyek Perumahan Sementara IOM: Desember 2006. Proyek Perumahan Sementara CHF: Desember 2006. Rekompak: Desember 2006.
2007 Oktober
: Komite Pengarah menyetujui nota konsep untuk dua proyek pemulihan mata pencaharian. Tanggal penutupan : Proyek Perumahan Sementara IOM: 30 Juni 2007. proyek Proyek Perumahan Sementara CHF: 31 Agustus 2007.
Antara 2009 : Komite Pengarah menyetujui pembiayaan tambahan untuk tiga proyek JRF: dan 2011 • Pada tahun 2009, US$11,6 juta dialokasikan kepada Rekompak untuk melaksanakan kegiatan terkait PRB melalui perencanaan tata ruang masyarakat. • Pada awal 2011, US$3,5 juta dialokasikan kepada Rekompak untuk kegiatan yang memenuhi kebutuhan korban Merapi. • Pada tahun 2011, total US$2 juta dialokasikan kepada dua proyek pemulihan mata pencaharian untuk meningkatkan skala dalam mencapai lebih banyak penerima manfaat dan melaksanakan strategi penutupan.
2010 & 2011 Januari 2010
: Tanggal penutupan JRF diperpanjang dari Desember 2010 menjadi Desember 2011. • Hal ini bertujuan untuk memberikan waktu yang memadai untuk (1) menyelesaikan pelaksanaan dan memenuhi kebutuhan rekonstruksi yang tersisa seperti yang diidentifikasi oleh Pemerintah Indonesia dan prioritas Pemerintah Daerah; (ii) memperkuat kapasitas pemerintah daerah; dan (iii) memastikan adanya strategi penutupan untuk keberlanjutan dan transfer aset JRF.
Juni 2011
: Menyusul terjadinya letusan Gunung Merapi, tanggal penutupan JRF diperpanjang ke Desember 2012. • Hal ini merupakan tanggapan permintaan Pemerintah untuk membantu dengan rekonstruksi masyarakat yang terkena dampak bencana berupa abu vulkanis dan aliran lahar.
Tanggal Penutupan Proyek
: Proyek Pemulihan Mata Pencaharian IOM : 30 Juni 2011. Proyek Pemulihan Mata Pencaharian GIZ: 30 September 2011.
2008 Juni
: Tanggal penutupan JRF diperpanjang dari Juni 2009 menjadi Desember 2010. • Proyek pemulihan mata pencaharian yang baru disetujui memerlukan masa pelaksanaan yang lebih lama daripada yang tersedia untuk memaksimalkan dampak. Tanggal mulai proyek : Proyek Pemulihan Mata Pencaharian IOM: Maret 2008.
2009 Maret - April
: Kajian Paruh Waktu dan Pelaksanaan Inventarisasi selesai. Temuan dan rekomendasi utama: • Proyek sangat relevan dan dibutuhkan, serta sepenuhnya sejalan dengan tujuan Pemerintah Indonesia atas upaya rehabilitasi dan pemulihan. • Sejalan dengan Deklarasi Paris, harmonisasi donor ditingkatkan melalui penggunaan model dana perwalian multidonor. • Penggunaan Pengurangan Risiko Bencana akan semakin meningkatkan keberlanjutan upaya rekonstruksi. Tanggal mulai proyek : Proyek Pemulihan Mata Pencaharian GIZ: Mei 2009.
2012 Tanggal Penutupan Proyek 31 Desember
: Rekompak: 30 Juni 2012. : Program JRF akan berakhir.
Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
Bab 1 - JRF: Model Tanggapan Bencana yang Dapat Diadaptasi
24
Kisah JRF 1 27
1. Ibu Eny menyiapkan ikan asin untuk dijual di tokonya. 2. Kelompok pengusaha kecil perempuan di Bokoharjo. Pada saat usaha lele mereka hancur karena gempa, para perempuan ini bangkit dengan memanfaatkan kredit mikro yang disediakan melalui proyek Pemulihan Mata Pencaharian GIZ Foto: Rosaleen Cunningham untuk Sekretariat JRF
1
2
Perempuan Bertekad: Kekuatan Semangat Eny Herianti adalah pemilik toko kelontong di desa Sumberharjo, kabupaten Sleman, dekat Yogyakarta. Saat terjadi gempa 2006, sebagian besar rumah di desanya hancur, termasuk rumah dan toko yang ia jalankan bersama orang tuanya. Perlahan tapi pasti, Ibu Eny mulai membangun kembali usahanya dengan bantuan dari proyek Pemulihan Mata Pencaharian JRF yang dilaksanakan oleh GIZ. “Sedikit demi sedikit, saya membangun kembali toko saya. Setiap minggu saya pergi ke BUKP (Badan Usaha Kredit Pedesaan) membawa sedikit tabungan saya sebesar Rp. 150.000 per minggu (sekitar US$15). BUKP dapat melihat kemajuan saya mulai dari nol sampai memiliki catatan kredit yang baik sehingga dua tahun lalu, saat saya memerlukan tambahan modal untuk membeli lebih banyak persediaan untuk toko saya, mereka menawarkan pinjaman kepada saya. Sekarang saya menjual kasur dan menambah jumlah barang yang saya simpan, seperti minyak dan gula. Berikutnya, saya berencana untuk menjual kompor dan lemari. Saya belum pernah meminjam uang sebelumnya, tapi saya tidak takut karena bunga pinjamannya rendah. Jika tidak ada BUKP, saya tidak akan bisa mendapatkan persediaan ini.” Walaupun Ibu Eny memiliki naluri berbisnis yang baik, peluangnya mendapatkan pinjaman dari tempat lain sangat kecil. Ia dianggap tidak bisa mendapatkan pinjaman oleh lembaga keuangan formal karena tidak
memiliki jaminan dan catatan pembayaran pinjaman. JRF menyalurkan dana kepada usaha mikro yang terkena gempa, seperti Ibu Eny, melalui lembaga keuangan mikro dan koperasi, termasuk BUKP. Pada bulan Juni 2011, proyek Pemulihan Mata Pencaharian GIZ telah memberikan pinjaman kepada lebih dari 10.000 penerima manfaat, yang sebagian besar seperti Ibu Eny, sebelumnya dianggap tidak dapat menerima pinjaman bank. Dana untuk pinjaman ini berasal dari dana pinjaman bergulir yang dibentuk melalui hibah dari Java Reconstruction Fund. Ibu Eny menambahkan sambil berbisik, “Dalam enam bulan terakhir, banyak lintah darat yang mendekati saya, tapi mereka tidak akan berhasil karena sekarang saya adalah agen BUKP – masyarakat dapat meminta bantuan saya; saya membantu mereka mengisi formulir pendaftaran dan mereka pun dapat menyimpan tabungan di BUKP melalui saya.”
Pak Udin, petugas bagian kredit BUKP Prambanan mengatakan, “Sebagian besar orang yang meminjam dari kami memiliki visi atau impian mereka sendiri. Tanpa fasilitas kredit kami, mereka tidak akan memiliki kesempatan untuk mewujudkannya.” Pak Udin menjadi petugas bagian kredit tidak lama setelah terjadi gempa. Ia mengatakan bahwa efek terburuk gempa adalah hilangnya modal bagi usaha kecil. “Namun setelah masyarakat berhasil melepaskan diri dari trauma awal, mereka kembali mandiri dan mulai mengajukan permohonan pinjaman kepada kami.” Ia menyatakan hal serupa dengan Ibu Eny mengenai lintah darat, “Kami sangat berhasil menekan keberadaan rentenir atau lintah darat yang datang saat masyarakat membutuhkan dana. Hal yang paling menyenangkan dari pekerjaan ini adalah dapat dengan tulus membantu masyarakat dan menyediakan modal untuk membantu mereka memulai usaha – dan kehidupan yang lebih baik.” Proyek GIZ secara aktif mencari LKM (lembaga keuangan mikro) yang berpengalaman dalam pemberian pinjaman kelompok, seperti BUKP. Pinjaman dari dana bergulir JRF juga tersedia di cabang-cabang Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan koperasi. Di desa Bokoharjo, (dusun Marangan), BPR Danagung telah membantu kelompok koperasi perempuan setempat sejak 2003. Kelompok ini didirikan 30 tahun lalu dan memiliki 69 anggota. Mereka memiliki ikatan kuat sebagai kelompok, dan menyatakan bahwa semangat merekalah yang membuat mereka istimewa. Selama bertahun-tahun, 20 anggota mereka berhasil menjalankan usaha peternakan ikan – beternak ikan lele. Ibu Pujiati, ketua kelompok, menjelaskan bagaimana keadaan berubah setelah terjadi gempa: “Usaha ternak lele kami sangat terpengaruh gempa. Sebagian besar dari 12 dasar kolam retak dan airnya keluar, sehingga tentunya semua ikan dan telurnya mati. Saat kami mencoba memperbaikinya, jamur telah menginfeksi kolam, sehingga semua ikan baru mati. Kami mencobanya selama setahun, tapi setelah tiga kali gagal panen, kami menyadari bahwa ini adalah waktunya untuk mencoba usaha baru.”
Hal yang dikagumi Pak Harso, petugas bagian kredit BPR Danagung dari mereka adalah kemauan dan kemampuan mereka untuk mencoba hal baru: “Ibu Puji adalah contoh baik dari semangat yang mereka bicarakan. Setelah usaha ikan lele berakhir, ia memulai penggilingan padi. Ia lalu menyadari bahwa mesin giling bergerak lebih berguna karena dapat mengambil beras dari pelanggan. Ia pun membeli mesin ini dan semakin mengembangkan usahanya. Saat orang lain mulai menirunya, ia merasa bahwa persaingan sudah terlalu banyak, jadi ia beralih ke perkebunan cabai. Perempuan lain pun sama – mereka beralih saat melihat peluang baru, saat mereka melihat pasar berubah. Mereka tidak diam saja jika usaha tersebut tidak berjalan.” Pak Harso telah mengenal para perempuan ini sejak 2003, saat mereka mendapatkan pinjaman pertama dari BPR Danagung. “Kami membangun hubungan yang sangat baik dengan mereka selama ini. Inilah mengapa pinjaman terakhir kami melalui GIZ dan JRF mencapai Rp. 48 juta (sekitar US$5.300). Mereka tidak pernah tidak membayar cicilan, bahkan saat terjadi gempa. Catatan pembayaran pinjaman mereka selalu baik.” Tingkat bunga pinjaman rendah yang ditetapkan GIZ di bawah proyek JRF setelah gempa sangat berguna bagi para peminjam, ujar Pak Harso. Tingkat bunga ini bahkan lebih rendah daripada tingkat bunga BPR sendiri, dan memungkinkan para perempuan memiliki cadangan modal. Dukungan kepada lembaga keuangan ini akan berlanjut melalui dana pinjaman bergulir yang ditetapkan oleh JRF. PNM (Permodalan Nasional Mandiri), lembaga keuangan milik negara, telah bermitra dengan GIZ dalam proyek Pemulihan Mata Pencaharian di bawah JRF dan akan terus mengelola dana bergulir untuk sekurangnya sepuluh tahun setelah proyek berakhir. Pak Harso menyatakan, “Sebagai petugas bagian kredit, saya merasakan kepuasan yang sangat besar saat bekerja dengan kelompok ini. Orang lain datang dan pergi, tapi kelompok ini memiliki arti khusus buat saya. Tingkat bunga pinjaman yang rendah semakin memberdayakan mereka.” Semangat mereka pun semakin kuat.
Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
Bab 1 - JRF: Model Tanggapan Bencana yang Dapat Diadaptasi
26
Kisah JRF 2
s
29
1. Kampung Baru memiliki jalur evakuasi dengan penanda yang jelas, serta akses yang lebih baik kepada air bersih, pasar, serta layanan-layanan publik seperti sekolah. 2. Ibu Tukijem terus memelihara tanamannya di desanya yang lama, namun kini tinggal di Kampung Baru yang berjarak aman dari kawasan rawan longsor.
2
Foto: Heri Wahyudi untuk Sekretariat JRF
1
Relokasi Bantul: Menuju Tempat yang Lebih Aman Ibu Tukijem adalah salah satu warga sepuh dusun Jatirejo, di desa Wukirsari, kabupaten Bantul, dan seingatnya, desanya selalu terkena longsor.
Dia dan para perempuan sepuh lain di desanya telah mengalami sekurangnya enam longsor besar dalam hidup mereka, saat lumpur sungai yang menyeret rumah dan pepohonan. Gempa 2006 juga mengakibatkan longsor. Namun, longsor kecil semakin sering terjadi setiap tahun saat musim hujan. Longsor terbaru terjadi pada awal tahun ini, bulan Januari 2012. Penyebabnya bukanlah penggundulan hutan, melainkan hujan dan kualitas tanah, serta tebing terjal yang mengelilingi desa tersebut. Ibu Tukijem masih suka mengunjungi rumah lamanya pada siang hari untuk memelihara tanaman cabai, walaupun sekarang ia tinggal di kampung baru bersama dengan 35 keluarga lain. Seperti halnya warga lain yang mengungsi, Ibu Tukijem sepakat dengan petugas desa untuk tidak kembali ke tempat tinggalnya, kecuali untuk menggarap lahannya. Berbeda dengan masyarakat lain yang tinggal di wilayah berbahaya yang berisiko tinggi, warga Jatirejo
tidak perlu diminta untuk pindah. Sejak 2004, mereka telah mengajukan petisi kepada pemerintah daerah untuk mendukung relokasi. Bayu Bintoro adalah kepala desa, atau Pak Lurah, Wukirsari, dan ia menjelaskan sejarah panjang relokasi, “Setiap musim hujan saya mengkhawatirkan nasib dusun-dusun di Wukirsari, sampai saya tidak bisa tidur. Sya tahu para kepala desa akan berjaga malam selama musim hujan, meningkatkan kewaspadaan, dan menenangkan masyarakat.” Pada tahun 2004, masyarakat meminta tanah desa dialokasikan untuk relokasi. Selama beberapa tahun berikutnya, warga dan Pak Lurah mendatangi semua saluran resmi sampai ke tingkat kabupaten untuk mendapatkan dokumen dan otorisasi yang tepat untuk transfer lahan yang sah. Lahan harus dinilai dan survei geologis pun dilakukan. Pada tahun 2008, JRF mulai mendukung proyek ini melalui proses Rencana Pembangunan Permukiman (RPP)
yang dilaksanakan oleh Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas, atau Rekompak. Pembangunan rumah dimulai pada tahun 2010. Pak Sogiman, seorang pembuat wayang, adalah salah seorang pengungsi yang telah menjalani relokasi. “Setiap musim hujan, kami tidak bisa tidur pada malam hari karena takut terjadi longsor. Namun, di musim kemarau, kami kekurangan air,” ujarnya menjelaskan. Pada suatu malam setahun lalu, saat terjadi hujan lebat, sebatang pohon yang tumbuh di atas bukit di belakang rumahnya tumbang, meluncurkan bebatuan dan tanah. Longsor menimpa rumah dan menghantam kamar tidurnya. Keluarganya menyelamatkan diri, dan ia berbisik, “Kami tidak punya keberanian lagi.” Ia, istri, dan anakanak mereka lega karena sekarang tinggal di tempat yang aman dan ia pun menyebutkan kelebihan lainnya. Ia menyatakan bahwa usahanya meningkat karena sekarang para pembeli lebih mudah menghubunginya, sehingga pendapatannya sedikit meningkat. Akses untuk mendapatkan air tidak lagi menjadi masalah, dan anak-anak lebih mudah pergi ke sekolah. Beberapa anggota masyarakat pun berpartisipasi dalam pelatihan kesiapsiagaan dan perencanaan
terhadap bencana, walaupun hal ini masih perlu disampaikan kepada seluruh anggota masyarakat. Rambu-rambu evakuasi secara jelas terlihat di kampung baru, dan beberapa latihan simulasi telah dilakukan, misalnya latihan menghadapi longsor dan gempa bumi. Pelatihan diperluas hingga pengajaran cara untuk membantu evakuasi orang yang paling berisiko, misalnya orang yang memiliki masalah mobilitas (“cabut pintu dari kosen dan simpan sehingga dapat digunakan untuk menggotong orang,”) ujar Pak Sogiman menjelaskan. Lebih banyak lagi keluarga yang harus direlokasi pada tahun-tahun mendatang. Sementara itu, dengan dukungan JRF melalui Rekompak, tindakan mitigasi bagi masyarakat yang masih menghadapi ancaman longsor telah dilakukan - dinding penahan dibangun, sebagian jembatan diperkokoh, dan tepi sungai diperkuat. Setelah melewati banyak malam penuh kegelisahan, Pak Lurah yakin bahwa setelah melihat hasil positif dari relokasi yang dibantu oleh Rekompak, pemerintah daerah dan provinsi akan berkomitmen dalam merelokasi keluarga yang paling berisiko ke tempat yang lebih aman.
Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
Bab 1 - JRF: Model Tanggapan Bencana yang Dapat Diadaptasi
28
BAB 2 Portofolio JRF: Beradaptasi dengan Perubahan Kebutuhan, Mencapai Hasil
Anak-anak berseragam sekolah berjalan melalui waduk air di desa Purwosari, Jawa Tengah. Waduk tersebut menyediakan pasokan air yang penting bagi pertanian dan kebutuhan rumah tangga. Foto: Fauzan Ijazah untuk Sekretariat JRF
Menyesuaikan Tanggapan JRF dengan Kebutuhan Rekonstruksi Kebutuhan rekonstruksi sangat bervariasi tergantung pada skala dan lingkup bencana serta konteks setempat. JRF, mengikuti model MDF di Aceh dan Nias, terbukti merupakan instrumen fleksibel yang dapat menanggapi prioritas pemerintah dan kebutuhan yang khusus. Program JRF, melalui portofolio lima proyeknya, dapat beradaptasi sebagai tanggapan atas perubahan konteks dan kebutuhan, termasuk terhadap bencana baru, dan hal ini terbukti merupakan faktor utama keberhasilannya. Hasil luar biasa tercapai dalam rekonstruksi Jawa secara keseluruhan melalui upaya bersama pemerintah, donor, dan masyarakat. Belajar dari pengalaman Pemerintah Indonesia dalam rekonstruksi Aceh dan mengadaptasikan kebutuhan dan skala bencana dan kebutuhan setempat, rekonstruksi di Jawa berjalan lancar dan relatif cepat. Pada tahun 2008, TTN berakhir dengan menyelesaikan sebagian besar rekonstruksi fisik, dan tanggung jawab rekonstruksi yang tersisa diserahkan kepada pemerintah daerah, di bawah koordinasi Bappenas. JRF fleksibel dalam menanggapi prioritas dan kebutuhan pemerintah. Pembangunan kembali rumah merupakan prioritas utama upaya rekonstruksi Pemerintah. Saat TTN menyelesaikan mandatnya pada tahun 2008, sebagian besar kegiatan rekonstruksi dan rehabilitasi secara keseluruhan telah selesai, termasuk sebagian besar rekonstruksi perumahan JRF. Laporan penutupan TTN mengindikasikan bahwa bantuan pemulihan mata pencaharian di antara rumah tangga yang terkena dampak gempa, terutama akses terhadap pembiayaan, tetap diperlukan3. Pengurangan risiko bencana juga diidentifikasi sebagai kebutuhan penting untuk meningkatkan daya tahan masyarakat terhadap bencana masa depan. JRF memperpanjang programnya sampai Desember 2011 untuk memenuhi kebutuhan penting yang tersisa ini. Dampak ekonomi dari gempa bumi 2006 sangatlah berat terutama karena banyaknya jumlah industri rumah tangga di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan pihak yang paling parah terkena dampak bencana dan juga yang paling sedikit memiliki sumber daya untuk membangun kembali mata pencaharian
Tim Teknis Nasional: Laporan Akhir Pelaksanaan Tugas, Juni 2008.
3
Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
31
Portofolio JRF: Beradaptasi dengan Perubahan Kebutuhan, Mencapai Hasil
Bab 2 - Portofolio JRF: Beradaptasi dengan Perubahan Kebutuhan, Mencapai Hasil
30
33
mereka. Sekitar 650.000 pekerja yang bekerja di sektor yang terkena dampak gempa bumi, terutama di industri keramik, furnitur, tekstil dan tenun, pengolahan kulit dan perak, serta pengolahan makanan. UMKM menderita sekitar 90% kerusakan dan kerugian di sektor swasta, dengan 30.000 usaha terkena dampak langsung. Kurangnya akses terhadap pembiayaan, terutama modal kerja, dan ketidakmampuan untuk melunasi pinjaman yang ada diidentifikasi sebagai kendala utama pemulihan usaha mikro dan kecil ini. Pada kuartal terakhir 2010, letusan Gunung Merapi kembali membawa kehancuran kepada masyarakat di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Tanggapan untuk mendukung pemulihan dimobilisasi dengan cepat melalui Rekompak JRF. Komite Pengarah JRF menanggapi permintaan Pemerintah dengan mengalokasikan pembiayaan tambahan kepada Rekompak untuk membantu rekonstruksi masyarakat di wilayah yang terdampak bencana, termasuk 45 desa yang telah menerima bantuan JRF untuk rekonstruksi gempa bumi 2006. Tanggal penutupan JRF juga diperpanjang sampai Desember 2012 untuk memberi waktu dalam menjalankan kegiatan tambahan ini. Bab ini menyajikan gambaran umum hasil yang dicapai JRF melalui lima proyeknya. Perincian cakupan lengkap setiap proyek disediakan pada Lampiran.
Hasil Portofolio: Mencapai Hasil yang Permanen JRF mendukung tanggapan Pemerintah Indonesia atas kerusakan gempa 2006 di dua area: Rekonstruksi Perumahan dan Infrastruktur Masyarakat, serta Rehabilitasi Mata Pencaharian. Hal ini mengikuti pendekatan bertahap. Rekonstruksi perumahan diprioritaskan Pemerintah Indonesia pada tahap awal rekonstruksi, diikuti dengan rehabilitasi mata pencaharian. Pembiayaan JRF untuk proyek diselaraskan dengan strategi ini. Dana JRF telah sepenuhnya dialokasikan, dengan US$94,7 juta dialokasikan untuk portofolionya yang terdiri dari lima proyek. Dana sebesar US$77,4 juta dialokasikan untuk rekonstruksi dan rehabilitasi perumahan dan infrastruktur masyarakat melalui tiga proyek: dua proyek yang telah selesai menyediakan perumahan sementara, serta proyek perumahan JRF, yang secara resmi dikenal sebagai Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas (Rekompak). Dua proyek Pemulihan Mata Pencaharian melengkapi portofolio, satu dilaksanakan oleh GIZ dan satu lagi oleh IOM. Keduanya telah mendapat alokasi total US$17,2 juta.
sementara pada tanggapan awal, yang dilaksanakan oleh dua mitra pelaksana yang berbeda, IOM dan Cooperative Housing Foundation (CHF). Proyek ini selesai dan ditutup pada pertengahan 2007. Rekompak, yang dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum, dimulai pada bulan Desember 2006 dan mendapatkan perpanjangan awal pada bulan Juni 2011 untuk meningkatkan kesiapan menghadapi bencana dan upaya infrastruktur masyarakatnya, didasarkan pada rekomendasi dari Kajian Paruh Waktu (Mid Term Review, MTR) JRF dan permintaan pemerintah. Upaya JRF dalam pemulihan mata pencaharian dimulai setelah rekonstruksi perumahan berjalan. Proyek Pemulihan Mata Pencaharian yang dilaksanakan oleh IOM dan GIZ mulai dilaksanakan pada akhir 2008 dan
2009. Proyek Pemulihan Mata Pencaharian IOM berhasil menyelesaikan kegiatannya dan ditutup pada tanggal 30 Juni 2011, sementara proyek Pemulihan Mata Pencaharian GIZ ditutup pada tanggal 30 September 2011. Pelaksanaan kegiatan Rekompak terkait pemulihan masyarakat yang terkena dampak letusan Merapi akan diselesaikan pada tanggal 30 Juni 2012. Penurunan kerentanan terhadap bencana yang akan terjadi di masa yang akan datang merupakan hasil penting upaya JRF. JRF memprioritaskan penurunan risiko bencana (PRB) di semua aspek programnya, menciptakan sinergi di seluruh proyek. Rancangan dan teknik tahan gempa telah dimasukkan ke dalam kegiatan rekonstruksi fisik di perumahan permanen dan
JRF menyelesaikan kegiatannya sebagai tanggapan terhadap bencana 2006 pada tahun 2011. Dua proyek JRF menyediakan perumahan
Upaya bersama pemerintah, donor, dan masyarakat mendorong terwujudnya hasil yang luar biasa dalam upaya rekonstruksi Jawa secara keseluruhan.
Pengerajin wayang, Pak Sogiman, dan keluarganya merasa aman semenjak mereka direlokasi ke daerah yang lebih aman di Wukirsari, Bantul, melalui Rekompak. Menurutnya usahanya lebih maju karena rumahnya lebih mudah dijangkau oleh pembeli. Foto: Photo: Cunningham RosaleenRosaleen Cunningham for JRF Secretariat untuk Sekretariat JRF
Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
Bab 2 - Portofolio JRF: Beradaptasi dengan Perubahan Kebutuhan, Mencapai Hasil
32
35
Tabel 2.1 Masa Pelaksanaan Proyek yang Didanai JRF
Area Dukungan JRF
Nilai Hibah Juta US$
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Pemulihan Masyarakat dan Perumahan Perumahan Sementara – IOM
1,05
Perumahan Sementara – CHF
1,27
Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas (Rekompak)
75,12
Des Juni Des Agt Des - Juni
Pemulihan Mata Pencaharian Pemulihan Usaha Mikro dan Kecil - IOM dan Jawa Tengah - GIZ
5,98 11,26
tempat penampungan sementara, dan proses Rencana Pembangunan Pemukiman (RPP) melibatkan fokus PRB yang kuat. Proyek infrastruktur masyarakat yang berfokus pada PRB mencakup rute evakuasi, tempat berkumpul darurat, dan dinding penahan. Proyek Pemulihan Mata Pencaharian yang dilaksanakan oleh IOM mencakup pembangunan kapasitas pemerintah daerah, masyarakat sipil, dan UMKM dalam PRB serta kesiapan dari strategi penutupan proyeknya. Proyek Pemulihan Mata Pencaharian GIZ juga mencakup PRB dalam bantuan teknisnya. Letusan terakhir Gunung Merapi membuktikan keberhasilan berbagai fasilitas dan pelatihan tanggapan terhadap bencana yang disediakan proyek JRF. Masyarakat yang terkena dampak menggunakan rute, fasilitas, dan prosedur evakuasi, serta menerapkan keterampilan pengelolaan dan teknis baru pada saat evakuasi dan tanggap bencana.
Des - Juni
penampungan tambahan saat perumahan permanen sedang dibangun, sehingga jumlah rumah sementara yang disediakan oleh JRF mencapai hampir 7.300. Rekonstruksi perumahan permanen secara keseluruhan dilaksanakan dengan cepat dan pembangunan perumahan sementara tambahan tidak lagi diperlukan. Oleh karena itu, proyek mengalibrasi ulang pendekatannya untuk mengurangi target perumahan sementara dan mengalihkan fokus kepada perumahan permanen. Kajian Paruh Waktu (Mid Term Review, MTR) JRF menemukan bahwa proyek Perumahan Sementara sangat relevan karena mengatasi kesenjangan kritis dalam memenuhi kebutuhan tempat penampungan. Lebih dari 95% penerima manfaat melaporkan bahwa tempat penampungan sementara yang aman dan tahan lama meningkatkan kemampuan mereka dalam
melanjutkan kehidupan rumah tangga mereka sehari-hari setelah terjadi gempa. JRF menggunakan pendekatan multitahap untuk rekonstruksi perumahan permanen dan infrastruktur masyarakat. Setelah target perumahan permanen dan elemen utama infrastruktur masyarakat untuk kegiatan rekonstruksi gempa bumi dan tsunami awal hampir selesai, Rekompak berfokus pada dukungan untuk pengembangan Rencana Pembangunan Permukiman (RPP). Rencana tata ruang tingkat desa ini membantu masyarakat mengidentifikasi kebutuhan serta memasukkan strategi pengelolaan dan penurunan risiko bencana melalui pendekatan inklusif berbasis masyarakat. Rekompak berhasil memenuhi target rekonstruksi perumahan untuk tiga bencana. Target awal untuk perumahan dalam menanggapi
Mei - Sep
Hasil yang signifikan dan dampak permanen telah tercapai melalui proyek JRF. Hasil proyek dalam dua area utama pemrograman JRF, rekonstruksi perumahan dan pemulihan mata pencaharian, dijelaskan di bagianbagian selanjutnya.
Pemulihan Perumahan dan Infrastruktur Masyarakat Sejalan dengan prioritas Pemerintah Indonesia, JRF memberikan komitmen awal untuk memenuhi kebutuhan mendasar atas tempat penampungan dan perumahan. Dua proyek perumahan sementara menyediakan 4.790 tempat penampungan segera kepada rumah tangga yang terkena dampak bencana sementara proses pembangunan perumahan permanen yang memakan waktu dilakukan. Pada awalnya, Rekompak menyediakan 2.489 tempat
Seorang penerima manfaat Rekompak, Eni Indriastuti bersama ayahnya di depan rumah mereka di desa Wonokromo, Yogyakarta. Ia bertindak sebagai bendahara kelompok terdiri dari 10 keluarga yang bekerja sama membangun rumah mereka dengan dukungan proyek Rekompak JRF. Foto: Fauzan Ijazah untuk Sekretariat JRF
Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
Bab 2 - Portofolio JRF: Beradaptasi dengan Perubahan Kebutuhan, Mencapai Hasil
34
Bab 2 - Portofolio JRF: Beradaptasi dengan Perubahan Kebutuhan, Mencapai Hasil
36
bencana 2006 terpenuhi dalam dua tahun. Saat itu, sekitar 15.150 rumah permanen telah dirancang dan dibangun dengan melibatkan masyarakat penerima manfaat. Pembiayaan tambahan untuk proyek ini memungkinkan rekonstruksi 250 rumah target tambahan sebagai tanggapan terhadap letusan Gunung Merapi. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, proyek ini dapat dengan cepat menanggapi kebutuhan perumahan dan infrastruktur masyarakat yang mengungsi. Tingkat keterlibatan masyarakat yang tinggi menghasilkan tingkat kepuasan penerima manfaat yang luar biasa. Pendekatan berbasis masyarakat meningkatkan rasa memiliki masyarakat terhadap proses rekonstruksi karena penerima manfaat mengambil tanggung jawab dalam merekonstruksi kehidupan mereka. Proses pengambilan keputusan yang transparan dan perencanaan terbuka dalam menargetkan penerima manfaat serta prosedur penanganan pengaduan dan resolusi menghasilkan peningkatan pertanggungjawaban dan kontribusi masyarakat yang lebih besar. Tradisi “gotong-royong” di Jawa juga mendorong proses ini. Tingkat hunian rumah JRF mencapai 99%, yang menunjukkan tingkat kepuasan penerima manfaat yang tinggi. Proyek infrastruktur masyarakat mencakup jalan
desa dan jalan setapak, dinding penahan, fasilitas sanitasi dan pasokan air, serta infrastruktur dasar masyarakat lainnya. Fleksibilitas untuk berubah dan beradaptasi terhadap perubahan keadaan dan kebutuhan merupakan ciri khas pendekatan rekonstruksi perumahan berbasis masyarakat. Rekompak menyediakan rumah inti tahan gempa yang dapat dimodifikasi dan diselesaikan penerima manfaat sesuai dengan kebutuhan rumah tangga mereka. Pengambilan keputusan tingkat masyarakat dan perorangan memungkinkan proyek untuk beradaptasi terhadap kebutuhan daerah, misalnya melibatkan komponen warisan budaya dalam masyarakat yang memiliki banyak warisan arsitektur. Pengalaman dalam bencana yang berurutan membantu menjaga kelincahan model untuk beradaptasi terhadap perubahan kebutuhan sekaligus memperkuat prinsip utamanya. Fleksibilitas ini meningkatkan kemampuan replikasi model Rekompak. Proyek perumahan dan infrastruktur masyarakat JRF menggunakan teknologi bangunan tahan gempa ke dalam kegiatan proyeknya. Banyak rumah yang dibangun dari batu bata dan/atau beton, tanpa penguatan yang memadai, tidak dapat menahan dampak gempa, sementara rumah yang
Rencana Pembangunan Pemukiman (RPP) merupakan proses inklusif yang mendorong keterlibatan yang lebih besar dari kelompok-kelompok marjinal dalam rekonstruksi. Sebagai contoh, perempuan dan masyarakat miskin diberi suara yang lebih besar dalam mengidentifikasi dan memprioritaskan
Rencana Penataan Permukiman - Peta Tempat dan Jalur Evakuasi Recana Penataan Permukiman – Peta Tempat dan Jalur Evakuasi Kelurahan Purbayan, Kecamatan Kotagede, Kota Yogyakarta
Kelurahan Purbayan, Kecamatan Kotagede, Kota Yogyakarta
Kantor Lurah • Daya tampung: 50 KK • Fasilitas: MCK 3 ruang • Bangunan tahan gempa
Banguntapan gedung SD & lapangan
Rejowinangun
• Daya tampung: 250 KK • Fasilitas: MCK 6 ruang • Konstruksi tahan gempa
I
Rumah Sakit • Daya tampung: 150 KK • Fasilitas: cukup
II
III
gedung SD & lapangan • Daya tampung: 250 KK • Fasilitas: MCK 12 ruang • Bangunan tahan gempa
IV
Prenggan Tanah kosong • Daya tampung: 450 KK • Fasilitas: belum ada
Tanah kosong • Daya tampung: 300 KK • Fasilitas: belum ada
V
gedung SMP & lapangan
Tanah kosong
• Daya tampung: 350 KK • Fasilitas: MCK 9 ruang • Bangunan tahan gempa
VI
• Daya tampung: 450 KK • Fasilitas: belum ada VII XII
Jagalan
VIII
Tanah kosong
legenDa
XIII XI
• Daya tampung: 450 KK • Fasilitas: belum ada
Batas kelurahan
IX
Batas RW Banjir
XIV
Genangan
X
Kebakaran
Wirokerten
Angin ribut Lokasi evakuasi
gedung SD & lapangan
Wisma AMM
• Daya tampung: 250 KK • Fasilitas: MCK 7 ruang • Bangunan tahan gempa
• Daya tampung: 350 KK • Fasilitas: MCK 8 ruang • Bangunan tahan gempa
Evakuasi alternatif (masjid) Jalur evakuasi
100 m
50 m 0m
28
Pendekatan berbasis masyarakat, Rekompak memberdayakan penerima manfaat untuk secara aktif membangun kembali masyarakat— dan hidup mereka. Foto: Sekretariat JRF
200 m
U
Rencana Pembangunan Pemukiman (RPP) membantu masyarakat mengidentifikasi kebutuhan serta memasukkan strategi pengelolaan dan penurunan risiko bencana ke dalam rencana tata ruang desa mereka sendiri. Di sini, rencana tata ruang desa menunjukkan lokasi dan rute evakuasi untuk Desa Purbayan di Kecamatan Kotagede, DIY. Proses Perencanaan Tata Ruang Masyarakat di bawah proyek Rekompak telah membantu lebih dari 265 desa untuk menilai risiko dan mempersiapkan diri untuk kemungkinan bencana.
Rencana Pembangunan Pemukiman (RPP) membantu masyarakat mengidentifikasi kebutuhan serta memasukkan strategi pengelolaan dan penurunan risiko bencana ke dalam rencana tata ruang desa mereka sendiri. Di sini, rencana tata ruang desa menunjukkan lokasi dan rute evakuasi untuk Desa Purbayan di Kecamatan Kotagede, DIY. Proses Perencanaan Tata Ruang Masyarakat di bawah proyek Rekompak telah membantu lebih dari 265 desa untuk menilai risiko dan mempersiapkan diri untuk kemungkinan bencana.
37 Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
persen, yang menunjukkan tingginya tingkat kepuasan penerima manfaat. Proyek infrastruktur masyarakat mencakup jalan desa dan jalan setapak, dinding penahan, fasilitas sanitasi dan pasokan air serta infrastruktur dasar masyarakat lainnya. Proyek-proyek ini diidentifikasi dan diprioritaskan melalui proses partisipatif dengan masyarakat yang terkena dampak.
39
dibangun dari kayu dan/atau bambu terbukti lebih tahan terhadap getaran. JRF mempertimbangkan pengamatan ini untuk memastikan bahwa rumah yang baru dibangun tersebut lebih tahan gempa di masa depan. Audit teknis yang dilakukan oleh dua universitas terkemuka (Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta dan Universitas Diponegoro di Jawa Tengah) melaporkan bahwa rumah-rumah tersebut berkualitas baik dan dibangun sesuai dengan standar tahan gempa yang dapat diterima. Pemerintah daerah memperluas perencanaan permukiman masyarakat menggunakan sumber daya mereka sendiri dalam tahap “replikasi”. Pemerintah daerah Jawa Tengah, Jawa Barat, dan DIY menyediakan dukungan untuk memfasilitasi proses perencanaan di desa-desa tambahan saat JRF menyediakan dana untuk infrastruktur masyarakat dan kegiatan kesiapan menghadapi bencana yang diidentifikasi melalui RPP.
Seorang warga mendiskusikan rencana pembangunan perumahan di sebuah pertemuan warga, desa Cangkringan, Yogyakarta. Foto: Fauzan Ijazah untuk Sekretariat JRF
Pembiayaan tambahan disetujui oleh Komite Pengarah JRF pada tahun 2009 untuk tahap ini guna memperpanjang proses perencanaan tata ruang masyarakat dan kegiatan infrastruktur, dan RPP pun dipersiapkan sebagai bagian dari tanggapan terhadap letusan Merapi. Karakteristik inklusif proses RPP mendorong keterlibatan kelompok marginal yang lebih besar dalam rekonstruksi. Sebagai contoh, perempuan dan masyarakat miskin diberi suara yang lebih besar dalam mengidentifikasi dan memprioritaskan proyek-proyek yang berdampak pada seluruh masyarakat sebagai akibat dari keterlibatan mereka dalam proses perencanaan. RPP juga menghasilkan tingkat kepuasan penerima manfaat yang lebih tinggi dan rasa kepemilikan masyarakat atas proses perencanaan dan aset baru. Semakin banyak anggota masyarakat yang mengetahui strategi kesiapan menghadapi bencana melalui
Penurunan kerentanan terhadap bencana masa depan merupakan hasil penting upaya JRF.
proses perencanaan, yang juga berkontribusi terhadap tujuan proyek dalam membangun kembali masyarakat lebih kuat dan lebih tangguh. Rencana tata ruang memperhitungkan masalah sosial dan lingkungan, serta peningkatan kesiapan menghadapi bencana, dalam mengidentifikasi dan melaksanakan proyek infrastruktur masyarakat. Proses ini juga meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam kesiapan menghadapi bencana dan memfasilitasi alih pengetahuan yang didapatkan dari program rehabilitasi dan rekonstruksi. Keberhasilan pendekatan berbasis masyarakat terhadap rekonstruksi perumahan di Jawa sekarang digunakan sebagai model oleh Pemerintah Indonesia untuk rekonstruksi perumahan dalam menanggapi bencana. Proyek perumahan Aceh (yang disebut sebagai Rekompak) menjadi model bagi program rekonstruksi perumahan Pemerintah Indonesia di Jawa setelah gempa bumi 2006. Sekitar 250.000 rumah dibangun dalam waktu kurang dari dua tahun di Jawa dengan menggunakan pendekatan ini. Model Rekompak disesuaikan lebih lanjut di Sumatera Barat setelah terjadinya gempa bumi 2009. Pemerintah pusat telah mengadopsi pendekatan berbasis masyarakat sebagai bagian dari kebijakan keseluruhan untuk rekonstruksi perumahan pascabencana. Selain itu, delegasi dari negara lain, termasuk Haiti dan Laos, telah berkonsultasi dengan JRF dan MDF untuk mempelajari proyek-proyek rekonstruksi pascabencana CDD, dan mengambil pembelajaran mengesankan untuk replikasi.
Pemulihan Mata Pencaharian JRF melaksanakan program inovatif untuk pemulihan mata pencaharian. Pemerintah Indonesia dan JRF telah mengidentifikasi kebutuhan upaya pemulihan mata pencaharian untuk mendukung sejumlah besar usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang terkena dampak bencana gempa bumi 2006 dan meminta pengajuan proposal pada tahun 2007. JRF telah bekerja sama dengan dua organisasi internasional, International Organization for Migration (IOM) dan GIZ, untuk melaksanakan dua proyek yang terpisah, namun berhubungan dan saling melengkapi, yang dirancang untuk mendukung pemulihan mata pencaharian. Proyek-proyek ini berfokus pada peningkatan akses terhadap pembiayaan, penggantian aset, serta penyediaan bantuan teknis dan peningkatan keterampilan usaha kepada lebih dari 15.000 usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Jawa Tengah dan Yogyakarta yang terkena bencana. Kedua proyek ini ditutup tahun 2011. Proyek pemulihan mata pencaharian JRF telah mencapai hasil yang signifikan. Kedua proyek melampaui target awal penerima manfaat mereka. Saat penutupan pada bulan Juni 2011, proyek pemulihan mata pencaharian IOM telah melampaui revisi targetnya dengan membantu lebih dari 4.300 usaha mikro dan kecil (UMK) melalui penggantian aset serta pembangunan kapasitas dalam keterampilan usaha dan teknis. Proyek GIZ juga memberikan hasil yang luar biasa. Setelah ada pengaturan kelembagaan yang diperlukan untuk dana pinjaman bergulir, proyek
Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
Bab 2 - Portofolio JRF: Beradaptasi dengan Perubahan Kebutuhan, Mencapai Hasil
38
41 Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
Bab 2 - Portofolio JRF: Beradaptasi dengan Perubahan Kebutuhan, Mencapai Hasil
40
IOM memberikan pendampingan terhadap lebih dari 4.300 usaha mikro dan kecil di sektor makanan, pertanian, dan kerajinan tangan. Proyek-proyek pemulihan mata pencaharian inovatif membantu para pengusaha makanan untuk berdiversifikasi dan memperluas jangkauan ke pasar baru, para petani mulai beralih ke “organik”, dan para pengrajin memperbarui produk-produk mereka. Foto: Photos: IOM dan koleksi IOM and JRF Sekretariat JRF Secretariat Collections
ini dapat membantu lebih dari 10.000 penerima manfaat melalui bantuan keuangan dan/atau teknis pada bulan Juni 2011, melampaui target awal sebanyak lebih dari 1.200. Bantuan teknis telah membantu lebih dari 6.200 UMKM dalam mengembangkan usaha dan meningkatkan pendapatan mereka. Proyek Pemulihan Mata Pencaharian IOM menyediakan bantuan teknis, dukungan pemasaran, dan pelatihan keterampilan pengembangan usaha kepada 4.300 usaha mikro dan kecil yang terkena dampak gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah, serta menghasilkan dampak positif pada pendapatan dan tingkat kepuasan penerima manfaat yang tinggi. Lebih dari 87% penerima manfaat proyek mencapai kapasitas operasi, penjualan, dan keuntungan ke taraf sebelum bencana pada akhir proyek, dengan 77% melampaui tingkat sebelum gempa bumi.
IOM juga mengganti aset fisik produktif, seperti peralatan, ternak, dan fasilitas yang rusak atau hancur karena bencana bagi perorangan, kelompok, dan masyarakat. Lebih dari 95% aset ini telah digunakan oleh penerima manfaat pada saat penutupan proyek. Proyek GIZ juga berhasil meningkatkan pendapatan penerima manfaat melalui kegiatan bantuan teknisnya. Proyek ini memberikan bantuan teknis kepada UMK dan usaha berukuran menengah dalam keterampilan produksi, kewirausahaan, penjualan, dan pemasaran. Pada bulan Juni 2011, kegiatan bantuan teknis GIZ telah membantu lebih dari 1.800 UMK dan 40 usaha menengah dalam meningkatkan keterampilan teknis dan usaha mereka. Hasil penting telah tercapai melalui peningkatan akses terhadap pembiayaan untuk UMKM yang terkena dampak gempa bumi. Lebih dari US$5
juta telah disalurkan kepada 26 lembaga keuangan mikro (LKM) yang berpartisipasi saat penutupan proyek GIZ pada bulan September 2011. Dana ini merupakan bagian dana pinjaman bergulir yang ditetapkan oleh proyek untuk menyediakan akses terhadap pembiayaan yang sangat dibutuhkan UMK dalam membangun kembali usaha mereka. Sebagai tambahan, pinjaman sekitar US$420.000 telah dicairkan kepada 22 usaha berukuran menengah untuk modal kerja dan peralatan. Proyek ini secara aktif mencari LKM yang dapat memberikan pinjaman kelompok secara khusus, misalnya Badan Usaha Kredit Pedesaan (BUKP), untuk menjangkau penerima manfaat marginal di luar sektor perbankan formal yang tidak dapat memenuhi persyaratan pinjaman. Dengan menggunakan pendekatan ini, proyek berhasil mempercepat penyaluran pinjaman kepada penerima manfaat yang sebelumnya dianggap tidak layak menerima pinjaman bank. Saat proyek
berakhir pada bulan September 2011, lebih dari 10.000 UMK telah mendapatkan pinjaman melalui program ini. Permodalan Nasional Madani (PNM), lembaga keuangan milik pemerintah, berfungsi sebagai lembaga puncak untuk dana pinjaman bergulir pascabencana yang dikelola JRF. PNM terpilih sebagai lembaga puncak untuk skema pinjaman bergulir karena mandatnya mendukung UMKM dan kesesuaiannya dalam mengelola dana pinjaman bergulir setelah penutupan proyek dan JRF. Sejak pertengahan 2010, dana disalurkan kepada LKM seperti Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan koperasi untuk melayani mereka yang terkena dampak gempa di Jawa. Melalui pengaturan ini, dana pinjaman bergulir yang dibentuk melalui JRF akan terus memberikan akses terhadap pembiayaan kepada kelompok sasaran sekurangnya selama 10 tahun setelah proyek
43 Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
Bab 2 - Portofolio JRF: Beradaptasi dengan Perubahan Kebutuhan, Mencapai Hasil
42
GIZ memberikan pendampingan terhadap lebih dari 10.000 usaha mikro, kecil, dan menengah melalui penyediaan dana pinjaman bergulir dan akses kepada pasar, serta pelatihan teknik produksi yang lebih baik dan kewirausahaan. Foto: IOM and koleksi Sekretariat JRF
ditutup. Kemampuan pemerintah daerah dalam memantau kelanjutan penggunaan dana tersebut, dan bagi PNM untuk memenuhi mandatnya, telah diperkuat melalui kegiatan proyek. Pemerintah daerah di Yogyakarta telah menandatangani kesepakatan dengan PNM yang mengindikasikan komitmen mereka terhadap pengaturan ini. Proyek Pemulihan Mata Pencaharian JRF menyediakan dukungan revitalisasi ekonomi yang sangat dibutuhkan oleh perempuan. Usaha mikro dan kecil yang dioperasikan perempuan di sektor pemrosesan makanan dan kerajinan tangan terkena dampak negatif gempa bumi. Lebih dari 40% penerima manfaat kegiatan bantuan teknis IOM dan penerima pinjaman pembiayaan mikro di bawah proyek GIZ adalah perempuan, yang melewati target sebesar 30%. Dukungan JRF menyediakan sumber daya dan keterampilan kepada wirausaha perempuan untuk bukan saja melanjutkan kembali kegiatan mata pencaharian
mereka sebelumnya, tapi juga meningkatkan usaha dan pendapatan mereka. Akibatnya, perempuan penerima manfaat melaporkan bahwa kekuatan pengambilan keputusan dan pengaruh perempuan di rumah dan masyarakat mereka juga meningkat. Pembangunan kapasitas telah menjadi area fokus penting dari proyek Pemulihan Mata Pencaharian JRF. Kedua proyek menekankan pembangunan kapasitas bagi pemerintah daerah dalam strategi penutupannya. Upaya ini mencakup lokakarya dan pelatihan bagi pemangku kepentingan pemerintah daerah dan masyarakat sipil dalam pendekatan penerapan dan pengelolaan proyek mata pencaharian yang efektif serta dalam Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Masyarakat (Community Based Disaster Risk Management, CBDRM/ Pengurangan Risiko Bencana, PRB). Pendekatan PRB proyek mencakup pelatihan langsung untuk
masyarakat yang bertujuan untuk mengurangi risiko terhadap UMK sekaligus pelatihan pemerintah daerah dan organisasi masyarakat sipil mengenai pengintegrasian aspek PRB ke dalam kebijakan, perencanaan, dan pembuatan program pembangunan. Sejalan dengan hal itu, pembiayaan tambahan yang disediakan untuk proyek pemulihan mata pencaharian GIZ telah mendukung strategi penutupan proyek dengan membangun kapasitas lembaga keuangan mikro dan pemerintah daerah untuk mengelola dana pinjaman bergulir setelah proyek berakhir. Bantuan teknis untuk CBDRM/PRB terutama relevan bagi pemerintah daerah dan organisasi masyarakat sipil dalam menanggapi letusan Gunung Merapi. Proyek Pemulihan Mata Pencaharian JRF menghasilkan pembelajaran penting. Kedua proyek IOM dan GIZ merancang pendekatan inovatif untuk memenuhi kebutuhan pemulihan mata pencaharian UMKM dalam situasi pascabencana
dan telah membuahkan hasil positif. Proyek ini menyediakan model yang baik yang dapat dilaksanakan dengan waktu perintisan yang lebih pendek pada masa depan. Proyek ini juga mengidentifikasi beberapa hambatan peraturan dalam melaksanakan proyek akses terhadap pembiayaan efektif yang menargetkan masyarakat miskin, yang tindak lanjut penanganannya sedang dipertimbangkan. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Pemerintah telah menggunakan pembelajaran yang didapat dari proyek Pemulihan Mata Pencaharian JRF dalam menciptakan jendela dana bergulir dalam menanggapi kebutuhan pascabencana untuk pemulihan mata pencaharian. Pembelajaran yang didapatkan dari kedua proyek inovatif ini akan disebarluaskan baik di dalam Indonesia maupun secara global sehingga pengalaman tersebut dapat menginformasikan rancangan program pemulihan mata pencaharian dalam situasi pascabencana masa depan.
Kisah JRF 3 45 1. Sebuah kelompok perempuan di Boyolali, Yogyakarta bekerja sama untuk memproduksi makanan kecil dari tepung singkong. Usaha tersebut memungkinkan para perempuan di desa ini untuk menghasilkan pendapatan tambahan bagi keluarga mereka. 2. Seorang penenun lurik di depan mesin tenunnya, di desa Grogol, Jawa Tengah. Dengan dukungan JRF, perempuan di desa ini diperkenalkan pada teknik produksi serta keterampilan bisnis yang baru. Kini banyak penenun telah mengembangkan pasar mereka ke kota Yogyakarta dan Semarang.
1
Foto: Fauzan Ijazah untuk Sekretariat JRF
2
Penguatan Mata Pencaharian: “Bukan Sekadar Uang” Ibu Sanikem tinggal di luar desa Grogol yang berjarak satu jam berkendara dari Yogyakarta. Selama bertahun-tahun para perempuan di desa ini bekerja sebagai penenun. Kakek dan nenek Ibu Sanikem pun penenun. Tetangganya, Ibu Joyotinoyo, berusia 75 tahun dan telah menenun sejak kecil. Namun, para perempuan ini akan dengan segera mengakui bahwa bertenun bukan merupakan pekerjaan terpandang pada masa lalu. Bahan yang digunakan dianggap tidak berkualitas cukup baik untuk digunakan sebagai pakaian, selain hanya untuk tujuan praktis. “Hanya warga setempat yang menggunakannya – sebagai lurik gendong, untuk membawa barang di punggung mereka ke gunung atau kebun. Kain ini tentu saja tidak dianggap bergaya,” ujar Ibu Sanikem. Dan kain tersebut hanya menghasilkan sedikit keuntungan – yaitu Rp. 1.000 (atau sekitar sepuluh sen USD) per potong lurik gendong. Saat gempa 2006 terjadi, banyak penenun yang terkena dampak negatifnya. Selain kehilangan rumah, sekitar separuh penenun di desa ini juga kehilangan peralatan tenun mereka.
Pada bulan Oktober 2009, GIZ memulai Proyek Pemulihan Mata Pencaharian di wilayah ini melalui hibah dari JRF. Pelatihan dalam keterampilan penenunan disediakan untuk membantu para perajin meningkatkan kualitas produknya serta menghasilkan jenis kain, warna, dan teknik yang berbeda. Bahan baku dan peralatan baru disediakan dan para penenun juga mempelajari keterampilan usaha, misalnya menghitung biaya dan keuntungan, serta pemasaran. Produk akhir sekarang adalah kain tenun tenunan tangan yang disebut lurik dan ikat yang digunakan pada pakaian. Teknik inovatif yang diperkenalkan tim GIZ menghasilkan batik pada lurik yang disebut lutik, kain yang saat ini telah menjadi cukup terkenal. “Kami tidak pernah bezikir untuk menggabungkan keduanya,” ujar Ibu Joyotinoyo. Hasil karya kelompok ini telah dipamerkan di berbagai pameran di seluruh wilayah, menghasilkan kontrak yang menguntungkan dengan, sebagai contoh, departemen pemerintah yang
menginginkan kain tradisional untuk seragam kerja. Pada awalnya, para perempuan ini mengkhawatirkan tingginya harga yang mereka tetapkan di pameran, tapi kemudian mereka tercengang saat berhasil menjual seluruh jualan mereka. “Hal ini mengajar kami mengenai nilai pasar dari karya kami,” ujar Sanikem. Ia tetap masih belum memercayai nasibnya, “Saya belum pernah tinggal di hotel sebelumnya; saya juga belum pernah pergi ke Yogyakarta dengan menggunakan sepeda motor. Sekarang saya telah menjadi pelatih dan bepergian ke sana kemari menyelenggarakan lokakarya. Sekarang saya melakukan semua ini tanpa memikirkannya. Sebelumnya, kain kami hanya cocok untuk pekerjaan kasar, tapi sekarang karya kami digunakan dalam peragaan busana dan pernikahan!” “Pendapatan saya naik sampai 60%. Tapi,” ia menambahkan, “ini bukan sekadar uang.” Pandangan seperti ini jamak terdapat di antara para penerima manfaat proyek mata pencaharian GIZ. Jika seseorang memandang mata pencaharian sebagai sekedar “mencari uang”, proyek ini telah mencapai tujuannya. Namun, rasa mendapatkan sesuatu yang tidak dapat diukur hanya dengan uang merupakan hal umum di antara para penerima manfaat. Kelompok perempuan Jadi Makmur di desa Jemowo, kabupaten Boyolali, memiliki cerita serupa. Sebagian besar perempuan, yang kebanyakan berusia 20 sampai 30-an, bertumbuh dewasa di desa dan menghabiskan hidup mereka di perkebunan keluarga - menanam dan memanen singkong, jagung, dan memelihara ternak. Proyek Pemulihan Mata Pencaharian dimulai di sini tahun 2010, dengan berfokus pada pengembangan produk camilan. Mereka sekarang memproduksi keripik daun singkong, tempe, kacang dalam adonan singkong, dan baru-baru ini memperluas usahanya kepada brownie dan kue singkong. “Sebelum proyek dimulai, kami tidak tahu apa saja yang dapat kami buat dari singkong,” ujar Ibu Minten, salah satu anggota kelompok perempuan ini. “Kami menggunakannya sebagai pakan ternak, atau membuat makanan sederhana untuk kami sendiri. Saat GIZ menyarankan kami untuk menjadikannya
sebagai usaha, kami tercengang. Namun, kemudian kami bertekad untuk menjalankannya.” Mereka menghadapi banyak tantangan. Seratus kilogram tepung singkong pertama mereka rusak karena hujan. Kemudian saat Gunung Merapi meletus di tahun 2010, panen singkong mereka rusak terbakar dan perlu waktu sekitar setahun untuk pulih. Selain mendapatkan pelatihan dalam keterampilan produksi makanan, mereka pun diajarkan pembukuan, pengemasan, dan pemasaran. “Kami pergi ke luar kota untuk bertemu dengan vendor, bernegosiasi, meneliti produk lain, dan memamerkan karya kami di pameran dagang,” ujar Ibu Darsini. “Kami pergi ke Yogyakarta dan Solo, tempat-tempat yang belum pernah kami kunjungi karena desa kami sangat terpencil.” Para perempuan menyatakan bahwa bersama dengan perkebunan organik suami mereka, yang juga didukung GIZ, pendapatan keluarga mereka naik sebesar 20%. “Perempuan bertanggung jawab mengelola uang dalam tradisi kami,” ujar Ibu Minten menjelaskan. “Sebelum proyek dimulai, sulit untuk membayar uang sekolah, tagihan, dan bahkan makanan sehari-hari. Sekarang kami dapat membayarnya, bahkan kami dapat menabung.” Pada akhir 2011, proyek mata pencaharian GIZ telah membantu lebih dari 1.800 UMK (usaha mikro dan kecil), dalam beragam kegiatan mulai dari pupuk dan produk organik, produksi mebel, pemrosesan makanan, kerajinan tangan, pertenunan, dan produksi kain. Penerima manfaat meningkatkan keterampilan usaha dan teknis, dan juga pendapatan mereka. Namun, seperti yang diutarakan oleh banyak penerima manfaat, sebagian dari hasilnya tidak dapat diukur dengan uang. “Dari tidak punya sama sekali, kami sekarang memiliki banyak pengalaman,” ujar Ibu Darsini. Para perempuan tersebut memaparkan rencana pengembangan usaha dan pemasaran produk mereka ke pasar yang lebih luas. Walaupun demikian, mereka tetap menyatakan bahwa kemandirian dan keyakinan diri sebagai kelompok, dan rasa “kebersamaan” masyarakat adalah hal yang paling berharga bagi mereka saat ini. Ibu Minten berujar, “Kami sangat senang saat menerima pesanan, dan kami semua bekerja keras untuk memenuhi permintaan. Rasa ini sungguh menyenangkan.”
Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
Bab 2 - Portofolio JRF: Beradaptasi dengan Perubahan Kebutuhan, Mencapai Hasil
44
Kisah JRF 4 47 1. Ibu Dalmini dan para perempuan lain di desa telah semakin berdaya dan percaya diri karena mereka dapat berkontribusi terhadap pendapatan rumah tangga mereka melalui produksi batik ramah lingkungan. 2. Tanda jalur evakuasi (kanan) di Desa Kebon pendekatan multiguna JRF membuat desa ini menjadi teladan untuk rehabilitasi pascabencana dari BNPB.
1
Foto: Fauzan Ijazah untuk Sekretariat JRF
Lebih dari Pemulihan: JRF Menciptakan Peluang Baru bagi Masyarakat yang Telah Pulih Rambu tulisan tangan baru-baru ini dipasang di pepohonan yang menutupi jalan utama desa Kebon: “Jagalah kebersihan halaman Anda,” “Ingat, kebersihan pangkal kesehatan,” “Cuci tangan sebelum makan.” Tak terlalu mengejutkan saat mengetahui bahwa kampanye bersih sehat ini dicetuskan oleh kelompok perempuan setempat. Sekarang, mereka memang memiliki pengaruh besar atas kegiatan apa yang dilakukan di Kebon. Namun, kondisinya tidak selalu demikian, ujar Ibu Sri dan Ibu Dalmini, anggota koperasi Batik Kebon Indah. “Beberapa tahun lalu, kami tidak pernah diundang ke pertemuan pembangunan desa. Sekarang, karena semua hal yang telah kami lakukan untuk desa ini, setiap orang ingin mendengarkan gagasan kami,” ujar Ibu Sri. Kebon, sebuah desa di Klaten, Jawa Tengah, rusak parah akibat gempa tahun 2006. Kerusakan terbesar menimpa sistem irigasi dan air yang berdampak berat terhadap pertanian dan industri rumah tangga, seperti produksi tahu dan batik. JRF telah membantu pemulihan Kebon dengan membangun kembali aset fisik dan perekonomiannya. Pak Sukaca, kepala desa atau Pak Lurah, menjelaskan dampak bencana:
“Sekitar 75% perumahan rusak. Selain berdampak buruk terhadap kondisi kehidupan masyarakat, bencana ini juga berdampak terhadap mata pencaharian. Peralatan, misalnya kompor tradisional yang digunakan untuk mencairkan malam saat membuat batik, rusak bersama dengan perumahan masyarakat. Masalah kami sangat banyak dan saling berkaitan sehingga kami tidak tahu apa yang harus kami prioritaskan atau siapa yang dapat kami mintai bantuan.” Pada tahun 2007, proyek Rekompak JRF memenuhi kebutuhan mendesak dengan membangun 37 rumah. Namun, jelas bahwa pendekatan multiguna diperlukan untuk menjawab tantangan lain yang dihadapi seluruh masyarakat. Pada tahun 2008, JRF memulai proyek melalui IOM yang bertujuan untuk mendukung pemulihan mata pencaharian. Pemetaan swadaya membantu masyarakat melihat jalan, drainase dan infrastruktur lain sebagai aset masyarakat yang harus memenuhi kebutuhan semua warga desa. Pada tahun 2009, IOM mulai merehabilitasi sistem irigasi desa.
Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
Bab 2 - Portofolio JRF: Beradaptasi dengan Perubahan Kebutuhan, Mencapai Hasil
46
“Pendekatan holistik JRF telah memulihkan kehidupan di desa ini.” 2
Dalam jangka waktu satu tahun, produksi pertanian meningkat sampai 30%. “Hal ini berpengaruh pada semuanya,” ingat Pak Sukaca.
tingkat regional dan nasional. Pendapatan mereka naik sampai sebesar 80%. Ibu Dalmini dan Ibu Sri setuju bahwa kehidupan mereka telah berubah.
Pak Cornelius, ketua panitia perencanaan desa, tidak terkejut saat Kebon terpilih sebagai contoh teladan rehabilitasi pascabencana oleh pemerintah pusat dan tingkat provinsi serta BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana).
Ibu Dalmini juga menggarisbawahi bahwa karena produksi batik telah semakin menguntungkan, usaha ini sekarang dianggap sebagai mata pencaharian keluarga. “Suami tidak lagi harus pindah ke tempat lain di Jawa untuk bekerja. Mereka senang kami dapat memberi kontribusi keuangan untuk rumah tangga. Bagi kami, kami memiliki suara yang lebih besar di desa. Sekarang, kami selalu diundang ke pertemuan panitia desa!”
“Kerja sama erat antara pemerintah desa dan tim rekonstruksi dari Rekompak dan IOM menciptakan perbedaan. Dan tingkat transparansinya merupakan hal baru bagi desa ini. Masyarakat dapat melihat bagaimana dana dikeluarkan dan bagaimana bahan digunakan, seperti halnya biaya dicatat dan ditampilkan pada papan pengumuman. Kami belum pernah melihat tingkat keterbukaan seperti ini sebelumnya.” Pak Cornelius menyimpulkan, “Pendekatan holistik JRF telah memulihkan kehidupan di desa ini.” Mungkin perubahan paling signifikan terjadi pada “industri” terbesar desa ini sekarang – pembuatan batik. Pada tahun 2008, proyek IOM mulai bekerja dengan banyak produsen berkualitas dari desa Kebon untuk memperluas keterampilan yang telah dimiliki para perempuan – yang terbatas pada pemberian malam pada kain. Dalam tiga tahun, hampir 170 perempuan telah terampil dalam tradisi batik Solo, dan sekarang menjalankan seluruh proses produksi mulai dari pembelian bahan baku sampai pemasaran produk akhir berkualitas tinggi di pameran dagang
“Berkat pelatihan dalam hal usaha dan pemasaran, kami pun sekarang berpikir seperti pengusaha,” ujar Ibu Sri. Sekarang, para perempuan ini menjalankan usaha melalui surel dan melihat peluang baru di mana saja. Mereka juga yakin bahwa Kebon memiliki harapan untuk menjadi tujuan wisata budaya. “Kami memiliki siswa yang belajar batik dari Cile dan Australia yang membuat kami berpikir bahwa kami dapat menawarkan pengalaman secara menyeluruh – dengan menyediakan akomodasi saat pengunjung menikmati perkebunan organik dan lokakarya batik kami, serta menyediakan perjalanan bersepeda berkeliling desa yang indah,” ujar Ibu Dalmini dengan penuh semangat. Kebon belum tercantum di dalam buku panduan wisata The Lonely Planet maupun The Rough Guide. Namun, hal tersebut mungkin akan berubah jika anggota Batik Kebon Indah berhasil mewujudkan impian mereka!
Bab 3 Pembiayaan JRF: Pengelolaan Sumber Daya untuk Hasil Berkualitas
Dana sebesar US$94,1 juta telah dikontribusikan kepada Java Reconstruction Fund. Kontribusi diterima dari tujuh donor, Uni Eropa, Belanda, Inggris, Asian Development Bank (ADB), serta pemerintah Kanada, Finlandia, dan Denmark untuk rekonstruksi dan rehabilitasi daerah yang terkena dampak gempa dan tsunami di Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Semua komitmen dana donor telah diterima seluruhnya oleh JRF. Tabel 3.1 menunjukkan pendanaan yang diberikan oleh setiap donor. Pendapatan yang diterima dari investasi dana JRF ditambahkan kepada kumpulan dana total. Bank Dunia menginvestasikan dana yang disimpan dalam program JRF, sehingga mendapatkan pendapatan investasi yang kemudian diakumulasikan ke dalam dana. Pendapatan investasi ini diperkirakan mencapai sekitar US$4,5 juta pada tanggal penutupan JRF, melebihi biaya administrasi dan pengawasan proyek JRF. Biaya proyek yang diperkirakan mencapai sekitar US$3,3 juta pada saat penutupan proyek akan sepenuhnya dibayar dengan menggunakan pendapatan investasi. JRF akan ditutup pada tanggal 31 Desember 2012. Semua kegiatan dan pengeluaran JRF akan diakhiri pada tanggal penutupan ini. Walaupun dana minimum mungkin tetap tidak digunakan pada anggaran administrasi program, JRF memperkirakan tidak ada dana yang tersisa dari proyek perumahan masyarakat maupun mata pencaharian saat JRF ditutup.
Tabel 3.1. Sumber Komitmen dan Dana yang Diterima Donor
Ani Mahsun dari desa Sumberharjo memanen cabainya. Ia adalah satu dari 211 petani yang menerima pendampingan pertanian organik melalui proyek pemulihan mata pencahaian JRF yang dilaksanakan oleh IOM. Foto: Fauzan Ijazah untuk Sekretariat JRF
Komitmen dan Dana yang diterima dalam US$ Juta
% Total Kontribusi
Uni Eropa
51,17
54%
Pemerintah Belanda
12,00
13%
Pemerintah Inggris
10,77
11%
Asian Development Bank
10,00
11%
Pemerintah Kanada
6,53
7%
Pemerintah Finlandia
1,99
2%
Pemerintah Denmark
1,60
2%
Total Kontribusi
94,06
100%
Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
49
Pembiayaan JRF: Pengelolaan Sumber Daya untuk Hasil Berkualitas
Bab 3 - Pembiayaan JRF: Pengelolaan Sumber Daya untuk Hasil Berkualitas
48
51
Alokasi dan Pencairan kepada Proyek Dana JRF telah sepenuhnya dialokasikan dan US$94,74 juta telah disalurkan kepada lima proyek dalam portofolio MDF. Pada bulan Desember 2011, semua alokasi dana sepenuhnya telah disalurkan kepada proyek, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Biaya dan Pencairan untuk Proyek per 31 Desember 2011 dalam juta US$ Nama Proyek Pemulihan Masyarakat dan Perumahan
Nilai Hibah*
Pencairan untuk Proyek
Biaya Proyek
77,44
77,44
77,32
Proyek Perumahan Sementara – CHF
1,27
1,27
1,27
Proyek Perumahan Sementara – IOM
1,05
1,05
1,05
Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas (Rekompak) – KemenPU
75,12
75,12
75,00
17,24
17,24
17,24
5,98
5,98
5,98
11,26
11,26
11,26
94,68
94,68
94,56
Pemulihan Mata Pencaharian
Akses ke Pembiayaan dan Pembangunan Kapasitas Usaha Mikro dan Kecil yang Terkena Dampak Gempa (JRF Pemulihan Mata Pencaharian – IOM)
Pemulihan Mata Pencaharian di DI Yogyakarta dan Jawa Tengah (Pemulihan Mata Pencaharian JRF – GIZ)
Total Alokasi ke Proyek
Bagian terbesar portofolio JRF telah dialokasikan untuk pemulihan perumahan dan infrastruktur masyarakat yang mencapai US$77,4 juta atau 82% dana JRF. (Lihat Gambar 3.1) Dua Proyek Perumahan Sementara telah menyelesaikan kegiatannya pada tahun 2008 senilai US$2,3 juta. Pada bulan Desember 2011, 100% dari dana yang dialokasikan ke sektor perumahan dan infrastruktur masyarakat telah dicairkan. JRF telah mengalokasikan US$17,2 juta kepada proyek yang berfokus pada pemulihan mata pencaharian. Hal ini mencapai sekitar 18% dari alokasi JRF. Melalui GIZ, US$11,3 juta
dialokasikan kepada proyek yang berkontribusi terhadap prakarsa Pemerintah Indonesia dalam membantu usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang terkena dampak bencana untuk merevitalisasi usaha mereka. Proyek ini juga berupaya untuk mengintegrasikan kembali masyarakat berpenghasilan rendah ke dalam kehidupan ekonomi melalui bantuan teknis dan akses terhadap pembiayaan. Di samping itu, US$6 juta tambahan dialokasikan melalui IOM kepada proyek yang menyediakan penggantian aset dan bantuan teknis kepada usaha mikro dan kecil (UMK). Pada tanggal 31 Desember 2011, semua dana telah disalurkan kepada proyekproyek ini. Tiga proyek JRF mendapatkan pendanaan tambahan dan perpanjangan atas tanggal penutupannya selama masa proyek. Lihat Tabel 3.3. Dana tambahan ini menyediakan fleksibilitas bagi proyek untuk menanggapi dan menyesuaikan diri terhadap perubahan kebutuhan secara lebih
Grafik 3.1: Alokasi JRF berdasarkan Bidang Hasil
82% 18%
*Pencairan untuk proyek Rekompak diperkirakan akan sepenuhnya digunakan pada tanggal penutupan proyek
Pemulihan Perumahan dan Permukiman
Pemulihan Mata Pencarian
Pendapatan dari investasi ditambahkan ke kontribusi sehingga total alokasi ke proyek sedikit lebih tinggi dari kontribusi.
4
Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
Bab 3 - Pembiayaan JRF: Pengelolaan Sumber Daya untuk Hasil Berkualitas
50
53
efektif. Alokasi untuk dua proyek Perumahan Sementara dikurangi dari US$2,4 juta menjadi US$1,3 juta (CHF) dan US$4,3 juta menjadi US$1,1 juta (IOM) selama pelaksanaan proyek, yang mencerminkan penurunan kebutuhan tempat penampungan karena cepatnya perumahan permanen yang dibangun pemerintah. Pembiayaan tambahan disediakan bagi infrastruktur dan perumahan masyarakat di tahun 2009 dan 2010-11, sehingga anggaran mencapai total US$75,1 juta. Pada tahun 2009, proyek Rekompak mendapatkan US$11,6 juta dana tambahan untuk memperpanjang kegiatan infrastruktur dan proses perencanaan tata ruang masyarakat ke desa-desa tambahan. Menyusul letusan Merapi pada akhir 2010, jumlah US$3,5 juta ditambahkan kepada Rekompak untuk menanggapi kebutuhan korban Merapi. Dana
untuk tanggapan Merapi ini disediakan dalam dua tahap. Tahap pertama dilaksanakan sampai Juni 2011 dan US$1,7 juta dialokasikan untuk menanggapi dampak gempa bumi di desa-desa tempat pelaksanaan proyek JRF saat terjadi letusan. Dana tambahan sebesar US$1,8 juta disediakan untuk tahap kedua dalam memperluas bantuan ke desa tambahan yang terkena dampak bencana. Proyek pemulihan mata pencaharian juga mendapatkan alokasi tambahan US$2 juta untuk meningkatkan kegiatan dan melaksanakan strategi penutupannya. Dana tambahan sebesar US$1,5 juta disediakan untuk proyek IOM, dan dana tambahan US$0,5 juta disediakan untuk proyek GIZ. Selain untuk penerapan strategi penutupan, pembiayaan tambahan untuk IOM juga digunakan untuk meningkatkan
Tabel 3.3. Nilai Hibah Proyek per 31 Desember 2011 dalam juta US$ Nama Proyek Pemulihan Masyarakat dan Perumahan
Nilai Hibah Awal*
Pembiayaan Tambahan
Revisi Nilai Hibah
62,32
15,12
77,44
Proyek Perumahan Sementara – CHF
1,27
1,27
Proyek Perumahan Sementara – IOM
1,05
1,05
Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas (Rekompak) – KemenPU
Pemulihan Mata Pencaharian
Akses ke Pembiayaan dan Pembangunan Kapasitas Usaha Mikro dan Kecil yang Terkena Dampak Gempa (Pemulihan Mata Pencaharian JRF - IOM) Pemulihan Mata Pencaharian di DI Yogyakarta dan Jawa Tengah (Pemulihan Mata Pencaharian JRF – GIZ)
Total Alokasi ke Proyek
60
15,12
75,12
16,74
2
17,24
5,98
1,5
5,98
10,76
0,5
11,26
79,06
17,12
94,68
*Nilai hibah proyek CHF dan IOM mencerminkan penurunan US$1,11 juta dan US$US$3,21 juta secara berurutan karena penurunan target.
Di Ciamis, Jawa Barat, penanda jalan mengingatkan penduduk akan risiko tsunami. JRF membantu untuk lebih mempersiapkan masyarakat untuk menghadapi bencana di masa depan melalui kegiatan penurunan risiko bencana sebagai bagian dari perencanaan masyarakat Rekompak. Foto: Heri Wahjudi untuk Sekretariat JRF
Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
Bab 3 - Pembiayaan JRF: Pengelolaan Sumber Daya untuk Hasil Berkualitas
52
55
skala dan menjangkau lebih banyak penerima manfaat. Proyek IOM ditutup tanggal 30 Juni 2011, sementara proyek GIZ ditutup tanggal 30 September 2011.
Biaya Proyek Total kumulatif US$94,6 juta telah digunakan oleh proyek yang dilaksanakan di bawah portofolio JRF. Pengeluaran ini mencapai sekitar 99% dari dana yang disalurkan kepada proyekproyek ini. Proyek di bidang perumahan dan infrastruktur masyarakat telah menggunakan US$77,3 juta, 99% dari pencairan proyek. Pengeluaran untuk proyek mata pencaharian
mencapai US$17,2 juta, mencapai 100% dari pencairan proyek. Semua dana telah sepenuhnya digunakan pada tanggal penutupan proyek, sehingga dana JRF dapat dianggap telah sepenuhnya disalurkan dan digunakan. Lihat Tabel 3.2.
Pembiayaan JRF – Kesimpulan Dana JRF telah dikelola secara efisien untuk pembiayaan proyek dan administrasi program, memaksimalkan penggunaannya. Semua komitmen dana donor telah diterima seluruhnya pada bulan Januari 2009 yang memungkinkan lancarnya alokasi dan pencairan. Proyek dapat
menggunakan dana sesuai rencana, dan telah beradaptasi dengan perubahan kebutuhan melalui pencairan dan penggunaan untuk kegiatan dalam menanggapi letusan Merapi serta mempertahankan dampak proyek mata pencaharian. Administrasi program yang dikelola dengan ketat mencapai skala efisiensi melalui penggunaan staf dan keahlian bersama dengan Multi Donor Fund untuk Aceh dan Nias. Saldo dana mencapai US$0,6 juta pada akhir Desember 2011, dan diperkirakan tetap sama sampai program JRF berakhir. (lihat tabel 3.4). Penggunaan lebih dari 99% dana yang tersedia merupakan prestasi keuangan luar
biasa untuk program yang memiliki lingkup luas dan karakteristik kompleks seperti ini. Dana JRF telah digunakan dan dikelola dengan baik oleh Wali Amanat, Badan Mitra, dan Badan Pelaksana, menghasilkan penggunaan dana yang transparan dan berkualitas tinggi, serta diperkirakan tidak meninggalkan sisa dana. Peran pemerintah, baik pusat maupun daerah, dalam mempercepat arus dana, mengelola pembiayaan proyek secara efisien, dan mengambil keputusan pengelolaan keuangan dengan cepat telah memberi kontribusi signifikan kepada status keuangan portofolio JRF yang mengesankan.
Tabel 3.4. Sumber dan Penggunaan Dana dalam juta US$ Sumber Komitmen Pendapatan Investasi
94,06 4,49
Penggunaan Alokasi untuk Proyek
94,98
Administrasi, Penilaian, dan Pengawasan
3,30
Saldo
0,57
Kepemimpinan pemerintah merupakan faktor kunci keberhasilan JRF. Pemerintah daerah dan nasional melibatkan Sekretariat JRF dalam berbagai pertemuan seperti yang tergambar pada foto ini. Foto: Sekretariat JRF
Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
Bab 3 - Pembiayaan JRF: Pengelolaan Sumber Daya untuk Hasil Berkualitas
54
Kisah JRF 5 gunung Merapi. “Sejak dulu kami sudah memiliki rencana evakuasi dan kerap mengadakan pelatihan reguler, tapi bedanya adalah pada tahun 2006, ketika gunung Merapi sedang aktif dan berpotensi meletus, kami punya waktu untuk bersiap-siap. Pada tahun 2010, semua berjalan jauh lebih cepat. Kami tak membayangkan bahwa letusannya berdampak demikian hebat. Di lain pihak, desa kami mengalami kerusakan terparah, namun dengan jumlah korban jiwa tersedikit. Ini semua karena kami memiliki sebuah tim dan warga pun memiliki kesadaran yang lebih tinggi atas risiko yang mungkin terjadi.”
1. Proyek perumahan baru di Batur, kawasan gunung Merapi. Seratus delapan puluh rumah tengah dibangun untuk memastikan masa depan yang lebih aman bagi penduduk yang dulu tinggal di daerah “zona merah”. Sementara kaum pria cenderung berpikir tentang drainase dan jalan, para perempuan memikirkan hal-hal seperti keamanan di malam hari, akses kepada fasilitas kesehatan, sekolah serta pasar, dan, terlebih kini, jalur evakuasi. 2. Pak Dasardi dan istrinya Ibu Kemirah berdiri di depan pintu rumah baru mereka yang dibangun melalui Rekompak, di Ngepringan, Yogyakarta.
Foto: Fauzan Ijazah (Kiri) Heri Wahyudi (Kanan) untuk Sekretariat JRF
1
Masyarakat Merapi: Kehidupan Baru di luar Zona Merah Diperlukan imajinasi yang besar untuk membayangkan keadaan dusun Ngepringan, Kabupaten Sleman sebelum letusan Merapi pada akhir 2010. Dusun ini dulu dikelilingi oleh dataran subur berkat tanah vulkanik yang dikandungnya. Dusun Ngepringan sendiri terdiri dari 200 rumah. Kini, hanya tinggal dua rumah yang masih berdiri, meskipun keduanya berupa puing. Selain itu, semua telah musnah. Tak ada rumah, tak ada toko, tak ada sawah atau kebun, dan tak ada orang – yang ada hanya sedimen vulkanik setebal tiga meter. Salah satu rumah yang masih tertinggal, meski dalam bentuk puing, dimiliki oleh Ibu Kemirah dan suaminya Pak Dasardi. Sebelum letusan, mereka telah menjual tiga ekor sapi dan menyimpan uang mereka di rumah karena mereka berniat untuk membeli beberapa keperluan. Rumah mereka beserta isinya, termasuk uang tunai mereka, kini telah hancur dan ternak yang ketika itu masih mereka miliki punah bersama abu panas.
hari untuk mengevakuasi semua penduduk, namun 15 orang dari kami tetap tinggal untuk menjaga desa kami dari para penjarah. Kami tetap berdiam di sana hingga tengah malam sebelum gunung meletus. Kemudian kami langsung lari – tak pernah terpikir oleh kami bahwa kami akan kehilangan segalanya.” Setelah terjadinya letusan, JRF memenuhi per-mohonan Pemerintah untuk membantu masyarakat yang terkena dampak bencana ini. Tambahan pendanaan sebesar US$3,5 juta dialokasikan untuk Rekompak meningkatkan skala kegiatannya.
Setahun yang lalu, Pak Surianto direkrut sebagai sukarelawan oleh Rekompak guna menyampaikan informasi program rekonstruksi ini kepada para penerima manfaat secara reguler. Secara keseluruhan, 12 urun rembug desa diselenggarakan sebelum konstruksi dimulai, untuk mendiskusikan bentuk, lokasi, ukuran, dan biaya pembangunan rumah.
2
tinggal di Gondang 2, sebuah pusat pemukiman sementara yang dibangun dengan dana dari pihak swasta, dilengkapi drainase, sanitasi, dan infrastruktur lain yang disediakan oleh JRF. Banyak tetangga lama mereka yang juga segera akan pindah ke rumah permanen mereka yang baru. “Pada umumnya, warga menyenangi rumah baru mereka – airnya bersih, dan kami merasa lebih aman. Karena semua kebutuhan dasar sudah tersedia, kami mulai merasa tempat yang baru ini sebagai rumah,” ujar Ibu Kemirah. “Kami pindah sebagai sekelompok masyarakat dan hal ini sangatlah penting bagi kami,” kata tetangga lamanya, Ibu Wasiyah. “Kadang orang merasa terisolasi dan terpencar setelah terjadi sebuah bencana, namun kami tetap bersama.” Sementara beberapa kilometer dari sana, penyelesaian permukiman perumahan baru—dengan 180 rumah—di Batur tengah dikerjakan.
“Kejadian itu meluluh-lantakkan kami,” ujar Pak Dasardi. “Sekarang saya bekerja memperbaiki sepeda motor dan istri saya menjual telur burung puyuh.”
Letusan tersebut mengakibatkan kerusakan luas di 45 desa tempat pelaksanaan program JRF sejak terjadinya gempa bumi tahun 2006. Pada awalnya, kegiatan ini terfokus pada tempat pemukiman sementara, infrastruktur, dan pembangunan kembali perumahan permanen. Proyek ini kini memiliki kegiatan tambahan sehingga menyertakan 43 desa terdampak lagi.
Semua penghuni baru berasa dari tiga dusun, Jambu, Kopeng, dan Batur, yang terletak dalam “zona merah”, yaitu kawasan paling berisiko bila terjadi letusan gunung Merapi. Meski mereka tahu mereka tak dapat kembali, mereka tetap ingin disebut sebagai penghuni desa mereka masing-masing. Hingga kini, nama untuk lokasi perumahan baru belum ditentukan.
Padahal, Pak Dasardi termasuk salah satu penduduk desa yang berjasa mengevakuasi penduduk desa pada malam-malam terjadinya letusan. “Dibutuhkan tiga
Ibu Kemirah dan Pak Dasardi baru-baru ini telah pindah ke rumah permanen mereka, yang dibangun dengan menggunakan pendanaan JRF. Sebelum ini, mereka
Pak “Tiwul” Surianto adalah sukarelawan koordinator pengelola bencana di Jambu sejak 2006. Tim sukarelawannya terus-menerus memantau kondisi
“Warga berhak diberi tahu tentang perincian rumah yang akan mereka tinggali; mereka tidak sekadar menerima kunci rumah. Karena mereka merasa diberi tahu dan disertakan di setiap langkah proses, saya pikir rasa memiliki atas properti ini akan menjadi lebih tinggi,” ujar Pak Surianto. “Hal ini praktis juga memastikan tak akan terjadinya korupsi atau penyelewengan karena warga dapat mengawasi dan memantau setiap aspek yang ada. Mereka tahu berapa harga bahan bangunan.” Ibu Tarmi, dari Jambu, menceritakan pengalamannya membangun rumah sendiri. “Kami adalah perempuanperempuan tangguh dan kami sangat bangga bahwa kami membangun rumah kami sendiri. Kami mengerjakan bagian bawah sementara para suami kami mengerjakan atap rumah.” Warga perempuan telah disertakan dalam proyek perumahan sejak awal. Banyak yang perlu didiskusikan— tidak hanya bentuk dan rancangan dari rumah mereka masing-masing, namun juga prasarana bersama seperti tangki septik dan fasilitas umum. Warga perempuan memang perlu disertakan, Ibu Tarmi dan para pembangun perempuan lain sepakat tentang ini, karena mereka memikirkan banyak hal yang berbeda. Saat para laki-laki cenderung memikirkan tentang drainase dan jalan, para perempuan memikirkan hal-hal seperti keamanan pada malam hari, akses terhadap fasilitas kesehatan, sekolah, dan pasar, serta, terlebih sekarang, jalur evakuasi. “Kami akan mencoba dan membuat lokasi yang kini kami tempati menjadi rumah kami, meskipun terasa berbeda dari desa kami sebelumnya,” ujar Ibu Tarmi. “Kami belum bisa mengatakan bahwa hidup kami dan rumah kami ini akan lebih baik, tapi kami tahu bahwa inilah kehidupan kami yang baru, di luar jangkauan zona merah.”
57 Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
Bab 3 - Pembiayaan JRF: Pengelolaan Sumber Daya untuk Hasil Berkualitas
56
Bab 4 Penutupan JRF: Pembelajaran yang Didapatkan untuk Hasil Berkesinambungan
Pekerja konstruksi mengangkut semen di desa Batur, Yogyakarta. JRF mendokumentasikan berbagai pembelajaran dari proyek pemukiman berbasis komunitas Rekompak serta kegiatan lain dalam rangka persiapan penutupan pada bulan Desember 2012. Foto: Fauzan Ijazah untuk Sekretariat JRF
Java Reconstruction Fund akan mengakhiri kontribusi terhadap proses rekonstruksi pascabencana di Jawa pada bulan Desember 2012, setelah berhasil menciptakan model untuk mencapai hasil melalui kemitraan dalam rekonstruksi pascabencana. JRF telah terbukti sebagai model inovatif yang dapat diadaptasi dalam menanggapi berbagai bencana, mulai dari gempa bumi, tsunami, sampai letusan gunung berapi. JRF adalah contoh yang sangat baik dari keberhasilan Pemerintah Indonesia dalam mengelola rekonstruksi pascabencana secara efektif dan efisien. Kemitraan yang efektif adalah faktor utama keberhasilan JRF. JRF didirikan sebagai kemitraan antara Pemerintah Indonesia dan tujuh donor untuk menanggapi gempa bumi yang terjadi pada bulan Mei 2006. Pendekatan multi-pemangku kepentingan JRF ini dipimpin oleh pemerintah, dengan dukungan kuat dari donor, keterlibatan aktif pemerintah daerah, serta partisipasi masyarakat yang telah diberdayakan untuk bertanggung jawab atas pemulihan mereka sendiri. JRF memainkan peran penting dalam menyatukan pemangku kepentingan dari berbagai tingkat pemerintah, donor, lembaga internasional, komunitas dan bisnis, serta masyarakat sipil. Strategi adaptasi dan inovasi yang efektif juga memberi kontribusi terhadap keberhasilan JRF. Mengadaptasi mekanisme dan pendekatan inovatif terhadap perubahan kebutuhan merupakan inti dari strategi JRF. Strategi ini tidak hanya memungkinkan awal yang cepat, tapi juga memungkinkan mekanisme dan pendekatan ini untuk semakin disempurnakan dan dimasyarakatkan melalui JRF. JRF sebagai instrumen untuk mengoordinasikan dukungan donor terhadap agenda tanggapan bencana pemerintah didasarkan pada model inovatif Multi Donor Fund untuk Aceh dan Nias (MDF) yang dibentuk untuk mendukung upaya Pemerintah Indonesia dalam menganggapi tsunami dan gempa bumi yang terjadi tahun 2004 dan 2005 di Aceh dan Sumatera Utara. Dengan telah adanya MDF, JRF ditetapkan dan dapat dimulai pelaksanaannya dengan lebih cepat. Model ini diadaptasi untuk memenuhi tanggapan terhadap kebutuhan dan prioritas yang sesuai dengan karakteristik dan skala bencana di Jawa. Penggunaan mekanisme yang ada memungkinkan JRF memulai kegiatan awal dengan lebih cepat dan efektif. Berdasarkan lingkup dan skala kerusakan dan kerugian
Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
59
Penutupan JRF – Pembelajaran yang Didapatkan untuk Hasil Berkesinambungan
Bab 4 - Penutupan JRF: Pembelajaran yang Didapatkan untuk Hasil Berkesinambungan
58
61
Ribuan warga kehilangan aset produktif mereka akibat gempa bumi tahun 2006. Melalui komponen penggantian aset, IOM memasok berbagai fasilitas bagi petani serta pengusaha mikro dan kecil untuk menggantikan aset yang rusak atau hilang akibat gempa bumi. Foto: Koleksi IOM
yang terjadi akibat gempa di Jawa, pendekatan berbasis masyarakat diadopsi sebagai strategi paling efektif untuk merekonstruksi perumahan dan infrastruktur tersier. Pada bulan Desember 2006, JRF telah mampu memulai pelaksanaan program perumahan permanen dan infrastruktur masyarakat dengan mengadaptasi mekanisme yang telah ada, Proyek Rekompak (CSRRP), berdasarkan program perintisan dengan nama sama yang dibentuk sebagai tanggapan terhadap tsunami di Aceh. Strategi ini memungkinkan tanggapan cepat dan tetap dapat diadaptasi terhadap perubahan kebutuhan, termasuk kemampuan menanggapi berbagai bencana. JRF kembali dapat mengadaptasi mekanisme yang ada untuk menanggapi dengan cepat dan efektif letusan Gunung Merapi pada bulan Oktober dan November 2010, dan telah diadaptasi dalam kondisi lain oleh Pemerintah Indonesia. Pendekatan pelaksanaan yang dapat diadaptasi, bertanggung jawab, dan transparan juga memberi kontribusi terhadap keberhasilan JRF. Penggunaan pendekatan berbasis masyarakat menghasilkan pertanggungjawaban yang lebih besar dalam pelaksanaan program. Masyarakat diberi kepercayaan untuk memimpin rekonstruksi rumah mereka sendiri, termasuk penanganan
keuangan, yang menghasilkan penggunaan dana yang lebih efisien, penargetan yang lebih baik, dan pencapaian tingkat kepuasan penerima manfaat yang lebih besar. Kualitas perumahan dan infrastruktur masyarakat pada umumnya baik, dengan 96% perumahan memenuhi standar antigempa menurut penilaian independen oleh dua universitas terkemuka. Untuk meningkatkan kesinambungan upaya rekonstruksi dan penurunan kerentanan terhadap bencana yang sama pada masa depan, pertimbangan pengurangan risiko bencana (PRB) dimasukkan ke dalam semua proyek dalam program JRF. Peningkatan peran perempuan serta penerima manfaat dalam rekonstruksi merupakan keprihatinan bersama yang mendapatkan perhatian di seluruh program. JRF mempromosikan transparansi dan pertanggungjawaban dalam pelaksanaan program dan proyeknya melalui mekanisme penanganan keluhan dan penjangkauan masyarakat yang efektif. Mekanisme ini telah memperkuat permintaan dan kemampuan penyampaian layanan masyarakat yang baik di tingkat akar rumput. JRF telah membuahkan hasil berkesinambungan dengan menciptakan mekanisme kelembagaan untuk mengurangi kerentanan terhadap bencana. Proyek perumahan dan infrastruktur serta
pemulihan mata pencaharian JRF menghasilkan masyarakat yang bukan saja lebih tahan terhadap guncangan masa depan; mereka juga dilengkapi dengan mekanisme kelembagaan yang akan terus mengurangi risiko bencana dan dapat menanggapi bencana masa depan jika dan saat bencana terjadi. Proyek Rekompak di bawah JRF mencakup inovasi untuk menyertakan PRB secara lebih eksplisit ke dalam pendekatan proyek terhadap rekonstruksi masyarakat. Rencana masyarakat untuk menghadapi bencana telah tersedia di lebih dari 300 desa melalui Rekompak, dengan dilengkapi oleh infrastruktur pencegah bencana, seperti dinding penahan, rute evakuasi, dan infrastruktur lain. Perumahan yang dibangun melalui proyek Rekompak lebih tahan gempa, dan masyarakat sekarang memiliki keterampilan dalam metode konstruksi antigempa sehingga konstruksi masa depan juga lebih aman. Sebagai tambahan, pemerintah pusat dan daerah telah meningkatkan kapasitas kelembagaan dan telah memiliki
program untuk menanggapi dan mencegah bencana. Pemerintah daerah telah diperlengkapi untuk mendukung proses perencanaan tata ruang dan telah memperluas dukungan kepada masyarakat lain. Pemerintah pusat pun telah mengadopsi pendekatan perumahan berbasis masyarakat sebagai model untuk rekonstruksi perumahan dan infrastruktur tingkat masyarakat dalam program tanggapan bencana masa depan di seluruh Indonesia. Proyek pemulihan mata pencaharian JRF juga telah membuahkan hasil yang berkesinambungan. Kedua proyek ini mengem-bangkan pendekatan inovatif untuk mendukung pemulihan usaha mikro dan kecil yang meng-hasilkan pendapatan yang memenuhi atau bahkan melampaui tingkat sebelum gempa bagi sebagian besar penerima manfaat. Kedua proyek ini juga telah memperlengkapi masyarakat, koperasi, pemerintah daerah, organisasi masyarakat sipil, dan
Beragam kegiatan komunikasi media seperti bincang interaktif di televisi diselenggarakan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap programprogram JRF dan untuk menegaskan transparansi serta akuntabilitas program. Foto: Koleksi IOM
Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
Bab 4 - Penutupan JRF: Pembelajaran yang Didapatkan untuk Hasil Berkesinambungan
60
63
lembaga keuangan mikro dalam mendukung pemulihan ekonomi berkesinambungan di wilayah tersebut sekaligus memberikan tanggapan saat bencana terjadi pada masa depan. Proyek Pemulihan Mata Pencaharian yang dilaksanakan oleh GIZ menetapkan dana pinjaman bergulir di bawah Permodalan Nasional Madani (PNM) yang akan terus memutar dana untuk pemulihan ekonomi di wilayah yang terkena bencana sampai sepuluh tahun mendatang. Pemerintah Indonesia sedang memasukkan komponen pembiayaan mikro ke dalam rangkaian tanggapan bencananya di bawah program PNPM, yang menggunakan pembelajaran yang didapatkan dari pengalaman pemulihan mata pencaharian JRF. Pembiayaan hibah JRF dari donor dan pengelolaan keuangan yang efisien atas dana ini menyediakan sumber daya untuk membuahkan hasil berkualitas. Pengelolaan keuangan program
Pendekatan berbasis komunitas yang inovatif dari JRF telah menghasilkan masyarakat yang tangguh dan juga membantu memulihkan mata pencaharian di daerah yang terkena bencana. Foto: GIZ, IOM, dan koleksi Sekretariat JRF
yang baik oleh Wali Amanat memungkinkan 99% pendanaan dialokasikan dan digunakan oleh proyek. Hasil keuangan yang sangat baik ini sebagian disebabkan oleh pendekatan berbasis masyarakat yang memungkinkan penggunaan dana yang lebih maksimal dengan lebih sedikit masalah terkait kontrak dan pengadaan daripada pelaksanaan proyek rekonstruksi besar melalui kontraktor. Kebutuhan rekonstruksi yang timbul dari bencana di Jawa sangat sesuai dengan pendekatan berbasis masyarakat ini. JRF menawarkan pembelajaran penting untuk program tanggapan pascabencana pada masa mendatang. JRF memiliki posisi unik dalam menanggapi beberapa jenis bencana alam: gempa bumi, tsunami, longsor, dan letusan gunung berapi. Inovasi yang dikembangkan melalui JRF dalam proyek perumahan dan mata pencaharian menawarkan pembelajaran untuk situasi pasca-
Proyek-proyek perumahan dan pemulihan mata pencaharian JRF tengah berbagi pembelajaran untuk program tanggap bencana lain di Indonesia dan di seluruh dunia.
bencana masa depan di Indonesia dan di seluruh dunia. Pendekatan berbasis masyarakat terhadap rekonstruksi perumahan pada awalnya dikembangkan selama rekonstruksi pascatsunami di Aceh yang memberi manfaat bagi rekonstruksi Jawa dan telah diadopsi oleh Pemerintah Indonesia sebagai model bagi upaya rekonstruksi pascabencana lain. Pembelajaran yang didapatkan dari proyek Rekompak yang dilaksanakan di bawah JRF dan Multi Donor Trust Fund untuk Aceh dan Nias memberikan peluang untuk memasyarakatkan pengurangan risiko bencana dan rekonstruksi melalui pendekatan berbasis masyarakat ke dalam program nasional. Masyarakat global telah mengambil pembelajaran berharga dari JRF mengenai pencegahan dan tanggapan terhadap bencana yang dapat diterapkan dalam situasi pascabencana dan situasi lain di seluruh dunia.
Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
Bab 4 - Penutupan JRF: Pembelajaran yang Didapatkan untuk Hasil Berkesinambungan
62
Kisah JRF 6 65 1. Bahkan setelah proyek Rekompak telah terselesaikan, kelompak relawan ini terus secara aktif mengadvokasi pentingnya kesiapsiagaan bencana.
menegaskan ini, Pak Ali meminta seorang perempuan yang tengah berdiri di dekatnya apa yang akan dilakukan bila ia mendengar alarm atau merasakan gempa. “Matikan kompor, bawa anak-anak, lari ke luar rumah, dan ambil jalur evakuasi menuju lapangan,” jawabnya.
2. Tanda evakuasi di Pangandaran, Ciamis, Jawa Barat. Simulasi bencana sering dilakukan di daerah ini untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat. Foto: Heri Wahyudi untuk Sekretariat JRF
2
1
Pangandaran Enam Tahun Kemudian: Mempersiapkan Diri Menghadapi yang Terburuk untuk Mencegah yang Terburuk Pak Ali tak akan melupakan tanggal 17 Juli 2006, hari ketika tsunami menerjang desanya Pananjung di kota pelesiran pantai Pangandaran, Ciamis, Jawa Barat: “Kami tak mengetahui apa-apa tentang perilaku tsunami sebenarnya. Satusatunya pengalaman kami adalah menonton tsunami Aceh di televisi. Ketika semua orang berlarian karena panik, seorang pria terdengar berkata, “Berhenti, kita tak perlu berlari, kita bisa menghadapinya!’ seolah tsunami adalah semacam hewan yang dapat kami tangkap.” Beberapa tahun setelah tsunami, Pangandaran dan desa di sekitarnya telah kembali bangkit, walau tak pernah sepenuhnya kembali kepada kondisi semula— para wisatawan telah kembali, namun tidak seramai sebelumnya. Pada bulan Oktober 2008, Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas JRF, atau yang dikenal sebagai Rekompak, memulai kegiatan pembangunan infrastruktur masyarakat dan kesiapsiagaan bencana di Pangandaran. Hal pertama yang penting dilakukan adalah melakukan pemetaan risiko untuk setiap desa. Setiap lingkungan perumahan mengajukan sukarelawan untuk dilatih oleh Rekompak. Para relawan ini memetakan desanya,
mengidentifikasi kawasan berisiko, terutama zona rawan kebakaran dan banjir—yaitu lokasi sistem drainasi yang kini ada—serta menentukan rute evakuasi dan kawasan yang lebih tinggi untuk kepentingan relokasi. Mereka menambahkan titik pertemuan serta pusat evakuasi, seperti hotel dan mesjid, yang dapat digunakan sebagai dapur umum, klinik darurat, atau penampungan sementara.
Salah satu hal terbaik dalam kerja sama dengan Rekompak adalah belajar pengetahuan dan keterampilan teknis yang praktis, ujar warga desa lain, Pak Zaimal. “Saran yang kami ajukan dimasukkan ke dalam Rencana Pembangunan Pemukiman (RPP) dan lantas ke rencana pembangunan desa secara keseluruhan. Untuk pertama kalinya, kami punya pilihan. Seringkali jalan-jalan kami hanya terbuat dari aspal. Rekompak menyarankan jalan beton yang dibangun lebih tinggi dari biasa sehingga lebih tahan banjir. Kami juga belajar bagaimana menentukan pembiayaan untuk kegiatan ketimbang melakukan perencanaan yang berlebihan, padahal dana yang kami miliki tak mencukupi. Rekompak benar-benar telah memberdayakan kami. Dana langsung disalurkan kepada warga, kami memantau pelaksanaan proyek, dan praktis tak ada birokrasi.”
Beberapa istilah yang digunakan terdengar asing di telinga para sukarelawan. “Banyak sekali kata-kata yang sulit dan asing yang berkeliaran saat itu,” ujar Pak Ali, ketua komite desa yang mengawasi pelaksanaan proyek, seraya tertawa. “Kata-kata seperti ‘mitigasi bencana.’ Kami belajar bahwa istilah itu berarti mengurangi bahaya, dengan membuat bangunan dan infrastruktur tahan gempa serta menyiapkan jalur evakuasi dan simulasi.”
Tahun lalu, desa Pangandaran melaksanakan pelatihan simulasi terbesarnya bersama dengan desa-desa sekitar. Enam kelompok masyarakat mengirimkan 20 sukarelawan dan 300 orang dari lingkungan sekitar turut berpartisipasi, termasuk anak sekolah, pemilik warung, karyawan hotel, dan penjaga pantai. Alarm berbunyi dan semua orang diminta mengikuti jalur evakuasi yang telah ditandai dengan jelas. Dua hari setelah simulasi, terjadi gempa bumi, walau relatif kecil. Sukarelawan menerapkan teori yang telah mereka pelajari dan evakuasi berjalan dengan lancar.
Pak Ali menambahkan, “Kami juga mendengar kata-kata lain digunakan oleh para fasilitator Rekompak. Kata-kata seperti ‘transparansi’ dan ‘akuntabilitas’”.
“Kami yakin bahwa setiap warga desa kini tahu apa yang perlu mereka kerjakan ketika terjadi bencana—baik gempa, tsunami, ataupun banjir,” ungkap Pak Ali. Untuk
Ibu Dewi Sri dari desa Pangandaran memiliki pengalaman serupa. Melalui proses Rencana Pembangunan Pemukiman Rekompak, perempuan kini berperan aktif dalam mempersiapkan diri terhadap bencana. Dari 30 sukarelawan yang terpilih untuk berpartisipasi dalam proses perencanaan di setiap lingkungan pedesaan, 20 di antaranya adalah perempuan. Salah satu alasan kenapa demikian banyak perempuan terlibat, ujar Ibu Sri, adalah kesadaran bahwa perempuan memiliki risiko lebih tinggi. Tsunami Pangandaran memakan lebih dari 650 korban jiwa, yang sebagian besar terdiri dari perempuan dan anak-anak. Demikian banyak warung di pantai yang dijalankan oleh perempuan dan karena itu adalah hari kerja, banyak perempuan sedang berada di rumah ketika ombak menjelang. Ibu Sri mengenal sejumlah perempuan yang meninggal dunia dan ini merupakan salah satu alasan yang mendorongnya untuk turun berperan. Kini ia dan kelompok sukarelawan barunya memanfaatkan waktu luang mereka menyebarkan pesan tentang kesiapsiagaan terhadap bencana. “Kami ada di mana-mana! Pertemuan desa, urun rembug masyarakat di masjid, kami ada di sana dengan materi informasi kami,” ujarnya bangga. Sikap proaktif ini pula yang membawanya untuk melakukan pendekatan kepada Kementerian Kehutanan dan mengadvokasi kegiatan penanaman pohon pesisir tradisional seperti keben di sepanjang pesisir pantai agar berfungsi sebagai penahan alami. “Para petugas kementerian mengatakan bahwa mereka punya bibit tapi tak punya dana untuk menanamnya. Kami bilang, ‘Kami akan kerjakan!’ Kami menanam lebih dari 500 pohon dalam kurun waktu beberapa hari.” Salah satu sukarelawan yang direkrut oleh Ibu Sri adalah pemuda lulusan universitas, Pak Angga, yang, sebagai mahasiswa, telah menjadi sukarelawan penyelamat baik di Aceh maupun Yogyakarta. “Namun, saya tak pernah terbayang akan melakukannya di kampung halaman saya sendiri,” ujarnya dengan muram, pikirannya melayang ke saat ia menemukan jenasah para sahabatnya. “Dari pengalaman masa lalu saya dan kerjasama saya dengan Ibu Sri sekarang, saya belajar bahwa kita harus siap siaga terhadap segala bencana, dan tak terbatas pada kejadian yang baru-baru ini kita alami. Kita perlu benar-benar belajar dari berbagai pengalaman ini dan mempersiapkan diri terhadap apa pun yang akan terjadi.”
Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
Bab 4 - Penutupan JRF: Pembelajaran yang Didapatkan untuk Hasil Berkesinambungan
64
Lampiran: • Lembar Fakta • Daftar Akronim dan Singkatan
Lembar Fakta 1 Proyek Perumahan Sementara Lembar Fakta 2 Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas (Rekompak) Lembar Fakta 3 Pemulihan Mata Pencaharian di DIY dan Jawa Tengah (Pemulihan Mata Pencaharian JRF—GIZ)
Lembar Fakta 4 Akses terhadap Pembiayaan dan Pembangunan Kapasitas untuk Usaha Mikro dan Kecil yang Terdampak Gempa (Pemulihan Mata Pencaharian JRF—IOM) Daftar Akronim dan Singkatan
69 1. Enam tahun setelah gempa bumi, beberapa perumahan sementara masih tetap digunakan.
Lembar Fakta 1 Proyek Perumahan Sementara
2. Perumahan sementara yang dibangun melalui JRF telah memberikan penampungan yang aman dan tahan lama sementara perumahan yang permanen tengah dibangun.
Java Reconstruction Fund membiayai dua proyek perumahan sementara untuk memberikan penampungan yang aman dan tahan lama kepada keluarga yang terkena dampak gempa bumi yang memenuhi syarat saat rumah permanen sedang direkonstruksi.
3. Setelah rumah-rumah permanen selesai dibangun, perumahan sementara diubah guna, menjadi seperti toko-toko kecil atau pusat bacaan anak-anak ini di desa Imogiri. Foto: Koleksi Sekretariat JRF
Dua proyek JRF yang bertujuan menyediakan perumahan sementara telah ditutup pada tahun 2007 setelah berhasil memenuhi tujuannya. International Organization for Migration (IOM) dan Cooperative Housing Foundation (CHF) beroperasi di wilayah yang terkena gempa dan memiliki tujuan bersama untuk menyediakan tempat penampungan yang aman dan tahan lama kepada keluarga yang terkena dampak gempa yang layak mendapatkannya. Kajian Paruh Waktu JRF menemukan bahwa proyek-proyek tersebut sangat relevan, melengkapi program rekonstruksi perumahan Pemerintah Indonesia yang sangat sukses dalam menjembatani kesenjangan antara tempat penampungan darurat dan rumah permanen.
1
2
3 Jumlah Hibah Masa Pelaksanaan Badan Mitra Badan Pelaksana Pencairan
US$2,32 juta (direvisi; semula US$6,64 juta) Desember 2006 – Agustus 2007 Bank Dunia International Organization for Migration (IOM) dan Cooperative Housing Foundation (CHF) US$2,32 juta
Tempat penampungan sementara diberikan dalam bentuk “kit struktur atap biasa.” Kit struktur atap biasanya terdiri dari struktur bambu tahan angin dan cuaca dengan atap genting dan didirikan di atas dasar rumah yang ambruk, jika memungkinkan. Struktur dirancang dengan masa pakai minimal dua tahun untuk memberikan tempat penampungan yang aman dan tahan lama saat rumah permanen sedang dibangun. Beberapa komponen kit digunakan kembali dalam pembangunan rumah permanen, dan penerimaan kit tempat penampungan sementara tidak memengaruhi kelayakan penerima manfaat dalam mendapatkan bantuan perumahan permanen.
5
Prestasi Besar Sebanyak 4.790 tempat penampungan sementara disediakan melalui dua proyek Perumahan Sementara JRF. IOM menyediakan 1.586 unit dan CHF menyediakan 3.204 unit tambahan, semuanya sesuai dengan spesifikasi yang telah disetujui. Selain itu, proyek perumahan permanen JRF, Rekompak, juga menyediakan 2.489 rumah sementara sehingga jumlah rumah sementara yang disediakan oleh JRF mencapai 7.279. Proyek yang dilaksanakan IOM ditutup pada bulan Juni 2007, yang segera diikuti dengan penutupan proyek yang dilaksanakan CHF pada bulan Agustus 2007, setelah memenuhi kebutuhan rumah sementara untuk keluarga yang terkena dampak gempa. Dalam upaya tanggapan secara keseluruhan, data PBB menunjukkan bahwa hampir 99% kebutuhan tempat penampungan sementara telah terpenuhi.5 Secara keseluruhan, kontribusi JRF kepada program tempat penampungan sementara terbukti relevan dan diperlukan, mengisi kekosongan atas tempat penampunganyangmemadaisaatperumahanpermanen sedang dibangun. Kecepatan rekonstruksi perumahan permanen yang belum pernah terjadi sebelumnya setelah terjadinya gempa bumi Jawa menunjukkan bahwa rumah sementara yang diperlukan lebih sedikit daripada antisipasi awal. Oleh karena itu, target Perumahan
Laporan Hasil dan Penyelesaian Pelaksanaan untuk Proyek Struktur Atap IOM dan CHF, Juni 2008
Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
Lembar Fakta
68
Sementara JRF direvisi untuk mempertimbangkan pengurangan jumlah tempat penampungan sementara yang diperlukan. Meskipun tempat penampungan sementara yang dibangun lebih sedikit daripada target awal, dua proyek memberikan kontribusi penting bagi program rekonstruksi secara keseluruhan dengan memenuhi kebutuhan penerima manfaat dalam menjembatani kesenjangan antara tempat penampungan darurat dan rumah permanen. Oleh karena itu, tujuan pemenuhan kebutuhan perumahan sementara bagi penerima manfaat yang terkena dampak telah terpenuhi seluruhnya.
oleh Universitas Gadjah Mada. Bahan yang ringan dan fleksibel ini membuatnya ideal untuk membangun struktur tahan gempa. Tidak ada dampak signifikan terhadap lingkungan hidup karena sumber daya terbarukan ini tersedia secara luas di Jawa dan dapat terurai secara hayati. Dengan menggunakan bambu, masyarakat yang terkena dampak juga tidak terdorong untuk melakukan penebangan kayu secara ilegal guna segera membangun kembali rumah mereka. Selain itu, setelah terjadi gempa, struktur sementara ini secara psikologis memberikan rasa struktur yang lebih aman daripada rumah yang dibangun dari beton.
Pengamatan dan Pembelajaran Tempat penampungan sementara sangat dihargai oleh penerima manfaat sebagai kontribusi terhadap pemulihan. Sebagaimana dicatat, lebih dari 95% rumah tangga penerima manfaat merasa bahwa perumahan sementara memungkinkan mereka melanjutkan kegiatan rumah tangga mereka saat rumah permanen sedang dibangun, dan hal ini juga mempercepat pemulihan ekonomi daerah yang terkena dampak.
Skala ekonomis memengaruhi biaya unit tempat penampungan sementara. Dengan pengurangan yang besar pada kebutuhan dan target, biaya per unit menjadi lebih tinggi daripada perkiraan untuk tempat penampungan sementara. Selain itu, penerima manfaat yang tersisa, yang menjadi sasaran proyek ini, sulit untuk dijangkau, lebih tersebar, dan lebih sulit untuk diidentifikasi sehingga menimbulkan peningkatan waktu dan biaya transportasi. Walaupun demikian, dalam operasi bantuan skala besar, “10% penerima manfaat terakhir” umumnya terjangkau pada biaya rata-rata yang lebih tinggi daripada sebagian besar penerima manfaat.
Penggunaan bambu untuk struktur terbukti sangat tepat. Unit yang dirancang oleh IOM dan CHF telah diuji kelayakan strukturalnya saat terjadi gempa bumi
Secara keseluruhan, JRF telah membangun hampir 7.300 rumah sementara seperti ini pascagempa bumi tahun 2006. Bangunan ini sangat diakui oleh para penerima manfaat sebagai fasilitas pendukung bagi mereka untuk memulai kembali hidup mereka pascabencana. Foto: Koleksi Sekretariat JRF
Prestasi Utama - Proyek Perumahan Sementara Jumlah kit struktur atap yang diberikan kepada penerima manfaat yang memenuhi kualitas teknis dasar
Total IOM CHF
: 4.790 : 1.586 : 3.204
Tingkat kepuasan rumah tangga penerima manfaat (laki-laki dan perempuan) pada kemampuan untuk melanjutkan kegiatan normal rumah tangga mereka melalui penyediaan perumahan sementara
Laki-laki : 95% Perempuan: 99%
2
3
71 Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
Lembar Fakta
70
73
1. Seorang ayah bersama anaknya berdiri di depan rumah mereka yang dibangun kembali oleh JRF-Rekompak di desa Prawatan, Klaten, Jawa Tengah.
Lembar Fakta 2 Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas (Rekompak)
2. Proyek perumahan JRF-Rekompak untuk korban letusan Merapi 2010 di Gondang 2, Cangkringan, Sleman, Yogakarta.
Rekompak, yang dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum, menanggapi bencana yang terjadi di Aceh, DIY, dan Jawa Tengah dengan membangun kembali infrastruktur masyarakat dan rumah tahan gempa. Proyek ini juga mendukung kesiapsiagaan dan mitigasi di lebih dari 310 desa yang terkena bencana dengan menggunakan pendekatan berbasis masyarakat terhadap perencanaan, penetapan prioritas, dan pelaksanaan.
3. Pembangunan kembali perumahan oleh Rekompak terus berlangsung di Karang Kenda, Sleman, Yogyakarta untuk korban letusan Merapi tahun 2010. Rekompak tengah membangun 84 rumah di desa ini. Foto: Fauzan Ijazah untuk Sekretariat JRF
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas (Rekompak) mendapatkan sebagian besar alokasi dana JRF. Berdasarkan keberhasilan pelaksanaan proyek serupa dengan nama yang sama yang dilaksanakan di Aceh melalui Multi Donor Fund untuk Aceh dan Nias, Pemerintah Indonesia memilih model berbasis komunitas ini untuk rekonstruksi dan rehabilitasi di Jawa. Proyek melaksanakan kegiatan di dua provinsi yang dilanda gempa bumi Mei 2006, DIY dan Jawa Tengah, serta beberapa bagian Jawa Barat yang terkena gempa bumi susulan dan tsunami pada tahun yang sama. Pembiayaan tambahan diberikan kepada proyek untuk dengan segera meningkatkan penanganan kebutuhan perumahan dan perencanaan masyarakat di 88 desa yang terkena letusan Gunung Merapi pada bulan Oktober dan November 2010. Secara keseluruhan, Rekompak bekerja di sembilan kabupaten, yang mencakup sekitar 310 desa di 60 kecamatan.
1
2
3
Jumlah Hibah Masa Pelaksanaan Badan Mitra Badan Pelaksana Pencairan
US$75,12 juta Desember 2006 – Juni 2012 Bank Dunia Kementerian Pekerjaan Umum US$75,12 juta
Proyek ini terdiri dari empat komponen utama: (1) Penyediaan Struktur Perumahan, (2) Pemulihan Infrastruktur Masyarakat dan Peningkatan Kesiapsiagaan Darurat, (3) Pembangunan Kapasitas Peme-rintah Daerah dan Masyarakat, dan (4) Pengelolaan Proyek Secara Keseluruhan. Pemerintah Indonesia memprioritaskan pemenuhan kebutuhan tempat penampungan sementara serta perumahan permanen bagi korban gempa dan tsunami. Pada awalnya, Rekompak menyediakan tempat penampungan
sementara untuk memenuhi kebutuhan tempat penampungan setelah terjadi bencana. Melalui pendekatan pembangunan yang dimotori oleh masyarakat (Community Driven Development, CDD), perumahan permanen disediakan lebih cepat daripada yang diantisipasikan, sehingga mengurangi perkiraan awal atas tempat penampungan sementara yang diperlukan. Rekompak dan proyek lain menyediakan tempat penampungan sementara yang diadaptasi dengan merevisi targetnya untuk memenuhi kebutuhan yang lebih sedikit. Rekompak menyediakan rumah inti tahan gempa yang dapat dimodifikasi dan diselesaikan penerima manfaat sesuai dengan kebutuhan rumah tangga mereka. Rekonstruksi perumahan dalam tahap gempa bumi dan tsunami telah selesai pada tahun 2008. Upaya terhadap hal ini melalui Rekompak dilakukan pada awal upaya
Melalui Rekompak, JRF telah menyediakan lebih dari 15.000 rumah inti tahan gempa yang dapat dimodifikasi oleh para penerima manfaat guna memenuhi kebutuhan rumah tangganya masing-masing.
Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
Lembar Fakta
72
Lembar Fakta
1. Jembatan yang dibangun dengan bantuan dana hibah JRF untuk infrastruktur masyarakat di bawah Proyek Rekompak di Desa Wonokromo, Pleret, Bantul, Yogyakarta. 2. Fasilitas sanitasi umum di Desa Muntilan, Klaten, Jawa Tengah. Kepuasan penerima manfaat terhadap infrastruktur masyarakat seperti ini amatlah tinggi dalam Proyek Rekompak. Foto: Fauzan Ijazah (Kiri) Koleksi Sekretariat JRF (Kanan)
1
2
rekonstruksi dan dikonsentrasikan di 104 desa di kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah, serta 64 desa di kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada tahun 2008, pembangunan lebih dari 15.100 rumah inti permanen telah selesai.
proyek diidentifikasi dan diprioritaskan untuk pelaksanaan. Proyek ini mencakup jalan desa dan jalan setapak, dinding penahan, pasokan air dan fasilitas sanitasi, serta fasilitas berorientasi pada masyarakat lainnya.
Dukungan untuk pembangunan infrastruktur masyarakat dilaksanakan secara bertahap. Pada awalnya, setelah gempa dan tsunami, dana disediakan untuk membangun kembali infrastruktur dasar masyarakat, seperti jalan dan jembatan. Hal ini memungkinkan akses ke daerah yang terkena dampak bencana sehingga pekerjaan rekonstruksi bisa berlangsung. Tambahan infrastruktur utama masyarakat diprioritaskan setelah kebutuhan perumahan berhasil dipenuhi. Melalui komponen Infrastruktur Masyarakat proyek, Rencana Pembangunan Pemukiman (RPP) dikembangkan yang memasyarakatkan strategi pengelolaan pengurangan risiko bencana ke dalam rencana ini dan perancangan infrastruktur masyarakat. Berdasarkan kebutuhan masyarakat dan melalui proses perencanaan partisipatif,
Rekompak telah menyelesaikan pekerjaan pada tahap gempa dan tsunami proyek pada bulan Juni 2011. Dana sebesar US$71,62 juta dialokasikan kepada proyek untuk upaya rekonstruksi perumahan dan masyarakat dalam tanggapan terhadap gempa bumi dan tsunami. Target perumahan permanen dan tempat penampungan sementara terpenuhi pada tahun 2008, dengan lebih dari 15.100 rumah inti permanen telah dibangun dan sekitar 2.489 tempat penampungan sementara telah disediakan. Tahap kedua proyek berfokus pada persiapan Rencana Pembangunan Pe m u k i m a n ( R P P ) ya n g m e n g g u n a ka n pengelolaan pengurangan risiko bencana. Kegiatan ini berhasil diselesaikan pada bulan Juni 2011 saat RPP dipersiapkan untuk 265 desa yang ditargetkan.
Program JRF diperpanjang dan memanfaatkan kegiatan Rekompak yang telah ada untuk menanggapi letusan Gunung Merapi. Rekompak mendapatkan pembiayaan tambahan US$3,5 juta dan diperpanjang untuk menanggapi kebutuhan korban letusan Merapi pada akhir 2010. Tanggal penutupan program JRF juga diperpanjang untuk memberi waktu bagi tanggapan ini. Dengan pembiayaan tambahan, sejumlah US$75,16 juta dialokasikan untuk proyek Rekompak. Bagi tanggapan Merapi, 250 rumah inti permanen tambahan ditargetkan untuk dibangun dan RPP disiapkan di 88 desa yang terkena letusan.
Dukungan Rekompak pada kegiatan penanggulangan risiko bencana telah mengurangi kerentanan terhadap bencana di masa depan.
Pembiayaan tambahan untuk pemulihan masyarakat yang terkena dampak letusan Merapi dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama dilaksanakan sampai Juni 2011, dan US$1,7 juta dialokasikan untuk menanggapi dampak letusan Gunung Merapi di 45 desa tempat pelaksanaan proyek JRF saat terjadi letusan. Setelah JRF diperpanjang hingga 31 Desember 2012, US$1,8 juta tambahan disediakan pada tahap kedua untuk memperluas bantuan ke 43 desa tambahan sampai Juni 2012. Komponen pembangunan kapasitas mengambil pendekatan multifaset untuk memungkinkan masyarakat menanggapi bencana dengan lebih baik. Kegiatan jaminan kualitas dan pelatihan kesadaran masyarakat dimasukkan ke dalam rancangan proyek. Hal ini mencakup pembiayaan tim gugus tugas perumahan untuk mengawasi pelaksanaan proyek, verifikasi kepatuhan dengan standar konstruksi, pemberian pembangunan kapasitas bagi pengelolaan proyek di tingkat masyarakat, serta pelatihan masyarakat dalam
75 Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
74
77
kesiapsiagaan darurat dan mitigasi bencana pada masa depan. Sesi pelatihan metode konstruksi dasar untuk perumahan serta persiapan strategi Pengurangan Risiko Bencana dan RPP juga dilakukan. Prestasi Besar Melalui Komponen Struktur Perumahan, lebih dari 15.400 rumah inti permanen yang dibangun menggunakan standar tahan gempa akan selesai saat penutupan proyek pada bulan Juni 2012. Pada Maret 2008, untuk menanggapi gempa bumi dan tsunami, pembangunan 15.153 rumah pada intinya telah selesai, dan upaya pemeliharaan kecil selesai pada Juni 2008. Selain itu, sebanyak 2.489 tempat permukiman sementara juga disediakan pada tahap awal proyek dengan bantuan teknis dari fasilitator yang sudah diterjunkan di wilayah
Rekompak membantu memberdayakan anggota masyarakat, terutama perempuan, untuk memainkan peran penting dalam keseluruhan pembangunan kembali masyarakat mereka. tersebut. Di bawah tanggapan letusan Merapi, 250 rumah tambahan akan selesai pada bulan Juni 2012. Audit teknis yang dilakukan oleh dua universitas terkemuka (Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta dan Universitas Diponegoro di Jawa Tengah) melaporkan bahwa rumah-rumah tersebut tahan gempa dan pada umumnya berkualitas baik. Proyek ini melaporkan bahwa 96% rumah yang dibangun memenuhi standar tahan gempa yang diperlukan. Infrastruktur dasar masyarakat telah pulih di 310 desa melalui Rekompak. Sejumlah 4.652 kegiatan infrastruktur masyarakat telah dimulai. Infrastruktur ini mencakup 917 jalan, gorong-
gorong, dan jalan setapak, 99 jembatan, 429 kegiatan sanitasi dan pasokan air, lebih dari 70 saluran drainase dan irigasi, serta 1.185 dinding penahan yang dibangun untuk memitigasi bencana pada masa depan. Sekitar US$220.000 per desa telah dialokasikan untuk rekonstruksi dan rehabilitasi infrastruktur tersier desa berskala kecil yang rusak atau hancur karena letusan Merapi. Pelestarian warisan budaya daerah telah dimasukkan ke dalam proyek Rekompak. Subkomponen yang berfokus pada warisan tersebut telah dilaksanakan di bawah komponen infrastruktur masyarakat di empat desa di Kota Gede (DIY) dan dua desa di Klaten. Kegiatan ini diidentifikasi melalui proses RPP di bawah upaya tanggapan tsunami dan gempa, dan dilakukan untuk menanggapi keprihatinan sosial dan lingkungan yang terkait dengan pelestarian warisan budaya arsitektur. Akses wisata dan publik terhadap bangunan tersebut juga diperhitungkan dalam mengidentifikasi kegiatan yang berfokus pada warisan budaya yang akan dilaksanakan. Proses RPP dilaksanakan dalam beberapa tahap. Persiapan RPP telah selesai di 265 desa yang ditargetkan dalam tahap tanggapan gempa dan tsunami. Untuk membantu mencapai jumlah ini, proses RPP telah dicontoh di Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Tengah. Pemerintah daerah membiayai fasilitator dan persiapan RPP, sementara JRF mendanai pelaksanaan kegiatan infrastruktur yang diidentifikasi melalui RPP. Semua desa yang tercakup oleh pembiayaan tambahan untuk mendukung masyarakat yang terkena dampak letusan Gunung Merapi diwajibkan untuk merevisi atau mempersiapkan RPP baru, yang membentuk dasar bagi pemilihan proyek-proyek infrastruktur yang memenuhi syarat untuk menerima dana hibah. Dukungan logistik lain yang disediakan di bawah komponen RPP meliputi pemasangan tanda untuk rute evakuasi, jalan akses, serta dukungan terhadap program pengelolaan sampah dan pemadam kebakaran. Hal ini menghasilkan penurunan kerentanan terhadap bencana masa depan seperti yang ditunjukkan melalui efektivitas dari banyak intervensi ini pada saat evakuasi menyusul terjadinya letusan Merapi.
Melalui komponen pembangunan kapasitas Rekompak, anggota masyarakat diberdayakan untuk lebih berperan dalam rekonstruksi masyarakat mereka secara keseluruhan. Sepanjang masa proyek, 18.578 sesi pelatihan dan lokakarya mengenai persiapan RPP, PRB, dan metode konstruksi telah dilakukan, dan dihadiri oleh 543.161 peserta. Sekitar 27% peserta adalah wanita. Tambahan 86 pertemuan masyarakat diselenggarakan khusus untuk perempuan.
Pengamatan dan Pembelajaran Investasi awal pada infrastruktur utama memfasilitasi proses tanggapan yang cepat. Melalui Rekompak yang telah beroperasi di area tersebut saat terjadi bencana, hibah segera disalurkan untuk memulihkan infrastruktur penting masyarakat. Hal ini memungkinkan akses ke area yang terkena dampak, memanfaatkan kegiatan rekonstruksi.
Prestasi Utama - Rekompak Jumlah rumah yang dibangun kembali berdasarkan standar tahan gempa
15.199 15.403 diperkirakan tercapai pada penutupan proyek1336 housing 1.336
Jumlah kelompok masyarakat perumahan yang didirikan
kelompok yang terdiri dari 15.199 rumah tangga
Jumlah RPP, PRB, serta lokakarya dan program pelatihan konstruksi yang diadakan, dan jumlah peserta masyarakat
18.459
Jumlah rencana persiapan darurat (RPP) yang disiapkan
290 selesai
Jumlah dan jenis infrastruktur dasar masyarakat yang sedang dibangun atau telah selesai
4.652 proyek infrastruktur yang terdiri dari, antara lain: • 917 jalan desa, gorong-gorong, dan jalan setapak • 917 jembatan • 1.185 proyek dinding penahan • 429 proyek restorasi fasilitas pasokan air & sanitasi • 45 proyek restorasi warisan budaya • 40 tempat berkumpul untuk evakuasi darurat
543.161 peserta (28% perempuan)
Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
Lembar Fakta
76
Lembar Fakta
Pembangunan kembali perumahan oleh Rekompak terus berlangsung di Batur, Yogyakarta. Rekompak menargetkan untuk membangun 184 rumah di desa ini. Foto: Koleksi Sekretariat JRF
Rekompak memberikan fleksibilitas kepada JRF untuk menanggapi berbagai bencana dengan cepat. Menyusul bencana awal, dana disalurkan dengan cepat kepada masyarakat melalui mekanisme yang ada di lapangan. Setelah terjadinya letusan Merapi, saat Rekompak masih melaksanakan kegiatannya, dana dapat kembali disalurkan dengan cepat. Kegiatan yang didanai berada dalam komponen proyek yang ada yang secara langsung memberikan kontribusi kepada pencapaian tujuan pembangunan proyek secara keseluruhan. Semua kegiatan mengikuti pengaturan pelaksanaan yang sudah ada (misalnya, penggunaan pedoman dan bahan pelatihan bagi fasilitator yang sudah digunakan di desa-desa yang dilayani oleh Rekompak). Pengaturan yang ada untuk pengelolaan keuangan, pencairan dana, dan kepatuhan terhadap pengamanan juga diadopsi untuk kegiatan tambahan. Menanggapi permintaan Bupati Bantul di tahun 2009-2010, Global Fund for Disaster Risk Reduction (GFDRR)
menyediakan dukungan dalam bentuk keahlian untuk mitigasi risiko longsor di tiga desa di Bantul, yang melibatkan relokasi 80 keluarga yang didukung dengan hibah JRF. Pengalaman ini memberi kontribusi untuk tanggapan terhadap letusan Merapi. Sekitar 2.600 keluarga diantisipasi untuk relokasi dari wilayah berisiko tinggi. Dalam bencana masa depan lain, pendekatan ini dapat digunakan kembali untuk tanggapan yang cepat dan efektif. Pendekatan perumahan masyarakat menunjukkan bahwa masyarakat dan pemerintah yang bekerja dalam kemitraan dapat mencapai hasil yang transparan, hemat biaya, dan berkualitas tinggi. Kepuasan penerima manfaat tinggi karena masyarakat secara langsung memegang kendali atas kualitas konstruksi. Keterlibatan masyarakat dalam memastikan penggunaan dana yang tepat dan penyelesaian setiap masalah pendanaan menghasilkan tingkat transparansi yang tidak
mudah tercapai hanya dengan pengawasan eksternal saja. Keterlibatan masyarakat juga memungkinkan penerima manfaat untuk mengubah kerugian pribadi yang besar menjadi upaya yang positif dan konstruktif dalam membangun kembali kehidupan mereka. Proses perencanaan desa menunjukkan peningkatan signifikan melalui pelaksanaan RPP dan penyertaan PRB. Pendekatan berbasis masyarakat mendukung pertanggungjawaban sosial, transparansi, penargetan yang efektif, dan menghasilkan tingkat kepuasan penerima manfaat sekaligus rasa memiliki masyarakat yang tinggi. Bukti rasa memiliki masyarakat yang kuat tampak jelas pada kontribusi signifikan yang diberikan masyarakat, terutama dalam pembangunan dan penyelesaian perumahan permanen, serta keterlibatan masyarakat dalam mengidentifikasi dan melaksanakan kegiatan infrastruktur masyarakat.
Keberhasilan proyek pemulihan masyarakat JRF menunjukkan bahwa pendekatan berbasis masyarakat bisa sukses dalam situasi pascabencana. Efektivitas pendekatan ini terbukti nyata saat pembelajaran yang didapatkan digunakan dalam konteks pascabencana nasional dan internasional lain. Model ini diadaptasi dari proyek perumahan yang dilaksanakan di Aceh dan Nias. Setelah digunakan dalam rekonstruksi di Jawa, model ini diadaptasi lebih lanjut di Sumatera Barat setelah terjadi gempa 2009. Pemerintah pusat telah mengadopsi pendekatan berbasis masyarakat sebagai bagian dari kebijakan menyeluruh untuk rekonstruksi perumahan pascabencana. Selain itu, delegasi dari negara lain, termasuk Haiti, mengunjungi Aceh dan Jawa untuk mempelajari proyekproyek rekonstruksi pascabencana CDD, dan mengambil pembelajaran mengesankan untuk replikasi dan adaptasi.
79 Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
78
81 1. Seorang pria tengah menjemur benang yang akan diproses lebih lanjut menjadi kain tradisional lurik di desa Grogol, Jawa Tengah. Di akhir proyek-proyek pemulihan mata pencaharian pada tahun 2011, lebih dari 87% penerima manfaat proyek telah kembali mencapai tingkat kapasitas operasional, penjualan dan laba pra-gempa bumi.
Lembar Fakta 3 Pemulihan Mata Pencaharian di DIY dan Jawa Tengah (Pemulihan Mata Pencaharian JRF—GIZ)
2. Produk yang dihasilkan oleh para penerima manfaat GIZ tengah dipamerkan di sebuah pameran produk JRF pada bulan Mei 2010.
Proyek ini memberikan kontribusi kepada prakarsa Pemerintah Indonesia dalam membantu usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang terkena dampak gempa
3. Inisiatif pemasaran yang didukung oleh JRF telah membantu UMKM dalam mengakses pasar-pasar baru.
bumi untuk merevitalisasi bisnis mereka dan mengintegrasikan kembali masyarakat berpenghasilan rendah yang terkena dampak ke dalam kehidupan ekonomi. UMKM
Foto: Koleksi GIZ
dibantu melalui akses terhadap pembiayaan dan bantuan teknis.
Proyek Pemulihan Mata Pencaharian GIZ bertujuan memastikan revitalisasi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang berkesinambungan melalui peningkatan akses mereka terhadap modal kerja dan peluang penghasil pendapatan yang berkesinambungan. Ini adalah salah satu dari dua proyek JRF yang mendukung pemulihan mata pencaharian di wilayah yang terkena gempa di Yogyakarta dan Jawa Tengah.
1
2
3 Jumlah Hibah Masa Pelaksanaan Badan Mitra Badan Pelaksana
Pencairan
US$11,26 juta Mei 2009 – September 2011 Bank Dunia Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit GmbH (GIZ), sebelumnya GTZ US$11,26 juta
Tujuan ini dicapai melalui empat komponen yang berfokus pada: (1) Akses terhadap pembiayaan terkait dengan bantuan teknis untuk usaha mikro dan kecil (UMK), (2) Strategi penyelesaian masalah pinjaman untuk usaha yang layak, (3) Pemulihan kapasitas dan penciptaan peluang untuk meningkatkan daya saing perusahaan menengah, serta (4) Pengelolaan, pengawasan, dan evaluasi proyek. Proyek ini ditutup pada tanggal 30 September 2011 setelah berhasil memenuhi tujuannya. Komponen Akses terhadap Pembiayaan menyediakan bantuan teknis dan keuangan bagi UMK yang memenuhi syarat. Pinjaman disediakan kepada UMK melalui PT Permodalan Nasional Madani (PNM) milik Pemerintah, yang berfungsi sebagai lembaga tertinggi untuk dana pinjaman bergulir, serta sejumlah lembaga keuangan mitra, termasuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan koperasi. Bantuan teknis disediakan kepada UMK yang
memenuhi syarat melalui kerja sama erat dengan pemerintah kabupaten. Bantuan teknis pendukung juga disediakan kepada lembaga keuangan yang berpartisipasi untuk memastikan jangkauan luas dan penggunaan dana pinjaman bergulir secara berkesinambungan. Di bawah komponen 2, proyek ini membantu usaha kecil dan menengah (UKM) yang memenuhi syarat dan memiliki tunggakan pinjaman akibat gempa untuk menegosiasikan kembali pinjaman. Lembaga keuangan mikro (LKM) yang dipilih menerima bantuan teknis pembangunan kapasitas untuk mengatasi kebutuhan peminjam yang bermasalah. Proyek ini juga memberikan bantuan teknis dan keuangan kepada usaha berukuran menengah yang memenuhi persyaratan dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing dan meningkatkan lapangan kerja. Komponen 3 memberikan bantuan teknis dan keuangan kepada usaha menengah (UM). Penerima manfaat dinilai dan diberikan bantuan teknis berkesinambungan dalam pengembangan produk, pemasaran, dan promosi. UM yang berpartisipasi juga dibantu untuk mengajukan pinjaman melalui dana pinjaman bergulir proyek, jika perlu. Menyusul Kajian Paruh Waktu proyek yang dilakukan oleh Bank Dunia, Komite Pengarah JRF menyetujui permintaan pendistribusian ulang dana
Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
Lembar Fakta
80
83 1. Lebih dari 1.800 UMK di 25 desa di Yogyakarta dan Jawa Tengah telah menerima bantuan teknis berbentuk pelatihan keterampilan produksi melalui proyek pemulihan mata pencaharian GIZ.
Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
Lembar Fakta
82
2. Dengan dukungan JRF, GIZ telah menyediakan dana pinjaman bergulir untuk melayani usaha mikro, kecil dan menengah. Lebih dari 10.000 pengusaha menerima pinjaman saat proyek tersebut ditutup, dan dana pinjaman bergulir JRF akan terus menyediakan akses kepada pendanaan di daerah tersebut untuk lebih dari 10 tahun ke depan. Foto: Koleksi GIZ
1
kepada seluruh komponen agar dapat menanggapi perubahan kebutuhan pinjaman UMKM dengan lebih baik. Selama empat tahun setelah terjadi gempa bumi, kebutuhan atas bantuan keuangan bagi peminjam bermasalah (Komponen 2) dan permintaan pinjaman untuk UM (Komponen 3) telah menurun, sementara permintaan untuk bantuan keuangan bagi usaha mikro dan kecil (Komponen 1) tetap kuat. Oleh karena itu, proyek meminta pendistribusian ulang US$1,58 juta dari Komponen 2 dan 3 kepada Komponen 1. Pendistribusian ulang ini didukung oleh Komite Pengarah pada bulan Oktober 2010, yang memungkinkan proyek mendukung lebih banyak UMK di tingkat akar rumput. Permintaan pembiayaan tambahan sebesar US$0,5 juta untuk meningkatkan strategi penutupan telah disetujui oleh Komite Pengarah JRF pada bulan Februari 2011. Pembiayaan tambahan memungkinkan proyek untuk memperdalam pembangunan kapasitas bagi pemerintah daerah dan LKM yang berpartisipasi, dan melakukan studi mengenai dampak untuk menyertakan pembelajaran yang didapatkan.
2
Prestasi Besar Sasaran dalam komponen akses terhadap pembiayaan telah tercapai dengan total 10.056 pinjaman dicairkan kepada UMK. Pinjaman sejumlah US$5 juta telah dicairkan kepada 26 lembaga keuangan mikro. Pencairan dana pinjaman proyek kepada LKM selesai pada tanggal 30 Juni 2011, tapi LKM terus mencairkan pinjaman kepada penerima melalui dana pinjaman bergulir proyek. Pembayaran pinjaman ke rekening khusus di PNM mencapai Rp. 5 miliar (US$583.000) pada akhir proyek tanpa adanya kredit macet. Semua pembayaran pinjaman dilakukan sesuai jadwal. Bantuan teknis diberikan kepada 1.800 UMK di 25 desa dengan berkoordinasi dengan tujuh pemerintah kabupaten, melampaui sasaran awal. UMK yang berpartisipasi telah meningkatkan kapasitas produksi mereka melalui pelatihan keterampilan produksi dalam kegiatan berikut: mebel/pertukangan, pengolahan makanan dan pembuatan camilan, pupuk organik, kerajinan, tenun, batik, dan produksi garmen. Selain pelatihan keterampilan produksi, 1.400 UMK menerima pelatihan lanjutan dalam keterampilan
kewirausahaan dasar dan pengembangan usaha untuk meningkatkan kesinambungan hasil. Prakarsa pemasaran yang didukung oleh proyek ini telah membantu UMK untuk mengakses pasar baru.
dukungan melalui pelatihan dan bantuan pemasaran. Dua puluh dua di antaranya menerima pinjaman sebesar US$419.600. Dukungan untuk UM terbukti efektif dalam menciptakan lapangan kerja tambahan.
Pinjaman bermasalah terkait gempa pada 12 BPR peserta berkurang sebesar 45% sejak proyek dimulai. Di bawah komponen 2, pinjaman dari 838 debitur BPR yang bermasalah telah dinilai dan 759 di antaranya dianjurkan untuk pengembangan strategi penyelesaian pinjaman. Penyelesaian pinjaman dikembangkan untuk 582 debitur tersebut, yang 334 di antaranya telah melunasi pinjaman mereka pada tanggal 30 Juni. Pelatihan analisis kredit dan pengelolaan pinjaman bermasalah disediakan untuk 147 petugas pinjaman dari 78 BPR. Pelatihan meningkatkan kapasitas manajemen portofolio petugas pinjaman dengan tujuan untuk mengurangi risiko kerugian pinjaman dan meningkatkan kesehatan LKM.
Koordinasi dan komunikasi dengan pemangku kepentingan di tingkat provinsi, kabupaten, dan desa merupakan bagian integral dari pendekatan proyek. Kegiatan ini semakin intensif pada bulan-bulan terakhir proyek yang berfokus terutama kepada strategi penutupan. Serangkaian lokakarya dilakukan bersama pemerintah provinsi dan kabupaten untuk membahas prestasi proyek dan pembelajaran yang didapatkan.
Di bawah komponen bantuan untuk usaha menengah, 42 usaha menengah telah mendapatkan
Proyek Pemulihan Mata Pencaharian menyediakan manfaat signifikan bagi perempuan. Keikutsertaan gender melekat pada semua komponen proyek. Proyek menargetkan sekurangnya 30% partisipasi perempuan. Pada penutupan proyek, 57% peminjam dan 44% UMK yang mendapatkan bantuan teknis adalah perempuan yang secara signifikan melampaui target awal.
85
Kesinambungan dan Dampak Sasaran proyek tidak termasuk sejumlah besar peminjam yang akan mendapatkan manfaat dari dana bergulir setelah pinjaman pertama dilunasi. Dana pinjaman bergulir diperkirakan akan terus membantu pemulihan mata pencaharian dan perluasan usaha untuk UMKM di wilayah ini hingga 10 tahun setelah tanggal penutupan proyek. Lebih dari Rp. 1 miliar (US$117.000) dana bergulir telah dipinjamkan kembali pada akhir Juni 2011. Efek penggandaan pada pembiayaan mata pencaharian ini jauh melampaui hasil awal yang ditargetkan oleh proyek. Sebagai bagian dari strategi penutupan proyek, kapasitas pemerintah daerah dikembangkan untuk memantau kegiatan keuangan mikro yang terus berjalan setelah proyek berakhir. Proyek ini inovatif dalam menjangkau usaha mikro yang biasanya tidak dilayani oleh sektor perbankan formal. Penyertaan LKM yang terlibat dalam skema pemberian pinjaman kelompok terbukti efektif dalam mencapai ukuran pinjaman kecil, sehingga memperluas jangkauan kepada kelompok klien ini. Pada awal 2011, kerangka kerja program onlending untuk melayani LKM yang lebih kecil, seperti Badan Usaha Kredit Pedesaan (BUKP) telah selesai dan pembangunan kapasitas untuk staf BUKP telah dilakukan. Pembangunan kapasitas untuk LKM merupakan proses berjalan sepanjang masa proyek dan faktor penting dalam kesinambungan hasil jangka panjang. Upaya ini mencakup perancangan pelatihan pengelolaan dan strategi pembangunan untuk staf BUKP di DIY dan pelatihan dalam analisis pinjaman untuk BPR di Jawa Tengah dan DIY. Pembangunan kapasitas untuk pemerintah mencakup dukungan kepada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan
Aset Daerah (DPPKA, bagian pemerintah DIY yang bertanggung jawab untuk pengawasan BUKP) dalam merumuskan rencana pembangunan strategis untuk sektor BUKP. Orientasi untuk pemangku kepentingan yang berminat dalam mendukung pembangunan sektor juga disediakan dan didokumentasikan untuk digunakan dalam kegiatan masa depan. Kegiatan yang dilakukan di bawah komponen untuk membantu debitur bermasalah memperkuat kapasitas LKM yang berpartisipasi dalam mengelola pinjaman bermasalah dan meningkatkan kualitas portofolio pinjaman secara keseluruhan. Sebagai bagian dari strategi penutupan proyek, pendekatan, kegiatan, dan hasil di bawah komponen ini didokumentasikan dan disiapkan sebagai bahan pelatihan dalam bahasa Inggris dan Indonesia untuk penggunaan masa depan oleh LKM dan lembaga pemerintah yang menyediakan pelatihan. Acara penutupan bersama untuk program Pemulihan Mata Pencaharian JRF diadakan di Yogyakarta pada 13-14 Juni 2011 bersama dengan IOM. Acara ini juga dihadiri oleh pejabat pemerintah, donor, media, dan pemangku kepentingan lain yang relevan. Proyek Pemulihan Mata Pencaharian yang dilaksanakan oleh GIZ menghasilkan banyak pembelajaran dan menyediakan model yang dapat disesuaikan untuk pemulihan mata pencaharian dalam tanggapan pascabencana masa depan. Di Indonesia, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) pemerintah sekarang mengembangkan komponen dana bergulir dengan pembelajaran dari proyek pemulihan mata pencaharian JRF yang memberikan kontribusi terhadap rancangan dan pengaturan kelembagaan yang diadopsi oleh PNPM.
Prestasi Utama — Pemulihan Mata Pencaharian (GIZ) Akses terhadap pembiayaan dan bantuan teknis untuk UMKM.
Dukungan untuk debitur bermasalah dalam memulihkan kelayakan kredit mereka
Penguatan LKM: • Jumlah pinjaman bermasalah (Non-Performing Loan, NPL) yang disebabkan oleh gempa telah menurun, meningkatkan kualitas portofolio pinjaman.
Usaha menengah (UM) yang dibantu meningkatkan lapangan kerja
10.056 UKM mendapatkan bantuan keuangan (yaitu pinjaman) 1.851 UKM mendapatkan bantuan teknis US$ 5 juta dalam bentuk pinjaman telah disalurkan kepada 26 LKM Peningkatan pendapatan dilaporkan terjadi pada 80% UMK yang mendapatkan bantuan keuangan dan 43% UMK yang mendapatkan bantuan teknis 838 UMK dengan pinjaman bermasalah telah dinilai: • Strategi penyelesaian pinjaman individual dikembangkan untuk 582 debitur (targetnya adalah 500) • Penyelesaian pinjaman telah diselesaikan untuk 334 debitur ini (pinjaman telah dilunasi sepenuhnya dan kelayakan kredit telah dipulihkan) pada saat penutupan proyek 147 petugas pinjaman dari 78 BPR dilatih dalam analisis kredit & pengelolaan pinjaman bermasalah Pinjaman bermasalah akibat gempa menurun lebih dari 45% pada 12 BPR yang berpartisipasi dalam komponen ini 22 pinjaman disalurkan kepada UM (hampir US$420.000) 42 UM berpartisipasi dalam bantuan teknis dan bantuan pemasaran 39 dari 42 UM penerima bantuan melaporkan peningkatan lapangan kerja dalam rantai nilai melalui dukungan proyek.
Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
Lembar Fakta
84
87
Lembar Fakta 4
1. Sebuah toko kerajinan tangan di Kulonprogo, Jawa Tengah. Perbaikan kualitas dan desain produk lokal merupakan bagian dari bantuan teknis yang diberikan oleh IOM.
Akses terhadap Pembiayaan dan Pembangunan Kapasitas untuk Usaha Mikro dan Kecil yang Terdampak Gempa (Pemulihan Mata Pencaharian JRF—IOM)
2. Seorang petani memeriksa tomat organiknya di Jawa tengah. Proyek pemulihan mata pencaharian memperkenalkan metode pertanian yang lebih berkelanjutan, dan banyak petani kini beralih ke cara bercocok tanam secara organik.
Proyek ini memberikan kontribusi kepada prakarsa Pemerintah Indonesia dalam mendukung pemulihan usaha mikro dan kecil (UMK) di Yogyakarta dan Jawa Tengah serta memungkinkan mereka mencapai setidaknya kapasitas mereka sebelum gempa melalui peningkatan akses terhadap keuangan dan bantuan yang ditargetkan.
3. IOM juga memperkenalkan pendekatan ramah lingkungan terhadap pewarnaan batik menggunakan pewarna alami. Tampak di sini contoh kulit kayu, buah, dan daun yang digunakan sebagai pewarna. Foto: Fauzan Ijazah untuk Sekretariat JRF, Koleksi Sekretariat JRF
Banyak kabupaten di Yogyakarta dan Jawa Tengah terkena dampak gempa bumi Mei 2006 yang menghancurkan. Sebagai tanggapan, JRF memelopori dua proyek yang bertujuan untuk mendukung pemulihan mata pencaharian di wilayah yang terkena gempa di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Tujuan dari proyek ini, yang dilaksanakan oleh International Organization for Migration (IOM), adalah membantu sekurangnya 4.300 usaha mikro dan kecil (UMK) dalam memulihkan kapasitas operasi mereka sebelum bencana. Proyek ini menargetkan 25 masyarakat yang terkena dampak gempa dengan memberikan penggantian aset kepada penerima UMK yang dikombinasikan dengan bantuan teknis, dukungan pemasaran, dan rehabilitasi infrastruktur skala kecil.
1
2
3
Jumlah Hibah Masa Pelaksanaan Badan Mitra Badan Pelaksana Pencairan
US$5,98 juta Maret 2008 - Juni 2011 Bank Dunia International Organization for Migration (IOM) US$5,98 juta
dampak melalui pembiayaan tambahan sebesar US$1.5 juta yang telah disetujui oleh Komite Pengarah di bulan Oktober 2010. Melalui pembiayaan tambahan ini, proyek memperpanjang jangkauannya ke tujuh desa tambahan dengan 1.000 penerima manfaat baru untuk bantuan teknis dan keterampilan pengembangan bisnis, untuk total target sebanyak 4.300 penerima manfaat. Strategi penutupan IOM melibatkan peningkatan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat sipil dalam mempersiapkan diri dan mengurangi risiko bencana masa depan, yang menjadi semakin relevan setelah letusan Merapi.
Tujuan proyek tercapai melalui pelaksanaan empat komponen proyek: (1) Penilaian dan Seleksi Penerima Manfaat UMK, (2) Penggantian Aset, (3) Bantuan Akses Pasar, dan (4) Bantuan Teknis Pembangunan Kapasitas. Komponen akses terhadap pembiayaan yang direncanakan dibatalkan berdasarkan rekomendasi kajian paruh waktu proyek pada tahun 2009. Dana yang dialokasikan untuk komponen ini dialokasikan kembali kepada empat komponen lain yang dilaksanakan oleh IOM. Proyek ini telah menyelesaikan semua kegiatannya dan ditutup pada tanggal 30 Juni 2011.
Prestasi Besar Saat penutupannya pada bulan Juni 2010, proyek telah menunjukkan prestasi besar dalam mendukung pemulihan mata pencaharian di daerah target. Lebih dari 4.400 UMK di 25 desa telah diidentifikasi melalui penilaian penerima manfaat yang melebihi targetnya, sebanyak 4.300 UMK. Dari jumlah tersebut, hampir 42% adalah usaha yang dijalankan atau dimiliki oleh perempuan, dibandingkan dengan target 30%. Lebih dari 87% UMK ini berhasil mencapai kapasitas operasi, penjualan, dan keuntungan sebelum bencana pada akhir proyek, dan lebih dari 77% melaporkan bahwa mereka telah melampaui tingkat sebelum terjadi gempa.
Proyek IOM ditingkatkan untuk menjangkau lebih banyak penerima manfaat dan meningkatkan
Di bawah komponen Penggantian Aset, proyek telah menyediakan aset kepada lebih dari 3.000
Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
Lembar Fakta
86
89 penerima manfaat yang mencakup serangkaian kegiatan produktif, termasuk ternak dan produksi sayuran, pengolahan agropangan, produksi genting seng, serta berbagai kerajinan seperti batik dan perhiasan perak. Aset tingkat masyarakat dan fasilitas umum yang dipulihkan termasuk sistem irigasi yang menguntungkan 127 rumah tangga petani di desa Kebon, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, serta sembilan fasilitas biogas, 52 kandang ternak bersama, 18 fasilitas produksi, dan infrastruktur masyarakat, termasuk pusat masyarakat, serta rehabilitasi saluran drainase dan jalan masyarakat.
Sebagai bagian dari kegiatan pendampingan, IOM membantu memulihkan aset masyarakat yang penting, seperti sistem irigasi di desa Kebon, Jawa Tengah.
Di bawah komponen Bantuan Akses Pasar, proyek telah memfasilitasi lebih dari 2.200 penerima manfaat untuk menghadiri pameran di tingkat daerah dan nasional yang memperkenalkan mereka kepada beragam pembeli. IOM juga memfasilitasi acara ramah tamah kepada penerima manfaat melalui berbagai lokakarya inovasi pemasaran dan produk. IOM bekerja sama dengan Tim Promosi Desa untuk memperkuat hubungan dengan pembeli potensial dan mempromosikan perluasan peluang akses pasar. Hampir tidak ada penerima manfaat yang pernah mengakses pasar di luar desa atau
Foto: Koleksi Sekretariat JRF
Prestasi Utama - Pemulihan Mata Pencaharian (IOM) Jumlah UMK yang dibantu
4.456 (42% perempuan)
Jumlah UKM yang menerima dan menggunakan aset dalam produksi
3.032 (49% perempuan)
Jumlah fasilitas publik/ produksi yang dipulihkan
1 Balai Masyarakat 1 Sistem Irigasi 18 fasilitas produksi 52 kandang ternak bersama 9 Fasilitas Produksi Biogas 150 m sistem drainase ditingkatkan 100 m jalan masyarakat direhabilitasi
Jumlah UMK dengan peningkatan akses pasar
3.876 (yang 40% adalah perempuan)
Jumlah UMK yang difasilitasi di pameran
2.230 (yang 81% adalah perempuan)
Jumlah UMK yang berpartisipasi dalam bantuan teknis
4.342 (yang 41% adalah perempuan)
Jumlah UMK yang memiliki catatan keuangan
4.206
Jumlah UMK yang memiliki rencana bisnis
4.049 (yang 43% adalah perempuan)
Jumlah lokakarya pembangunan kapasitas yang diselenggarakan untuk pemerintah daerah
43
kecamatan saat proyek dimulai, tapi pada saat proyek ditutup, 22% UMK telah menembus pasar tingkat kabupaten, 26% pasar tingkat provinsi, dan 11% pasar tingkat nasional. Komponen Bantuan Teknis dan Pembangunan Kapasitas mencakup pembangunan kapasitas pemerintah dan masyarakat sipil serta bantuan teknis untuk UMK. Lebih dari 4.300 UMK berpartisipasi dalam pelatihan keterampilan teknis untuk serangkaian kegiatan produksi termasuk ternak, pertanian organik, dan produksi kerajinan. Selain itu, proyek ini memberikan pelatihan pengembangan usaha kepada UMK yang meliputi pembukuan dan pengembangan rencana bisnis. Kursus tentang akses terhadap pembiayaan diperkenalkan untuk meningkatkan pengetahuan peserta tentang lembaga pembiayaan mikro dan produk keuangan mereka untuk meningkatkan kemampuan peserta dalam mengakses pinjaman mikro untuk perluasan bisnis. Proyek ini mendukung pengembangan kelompok produsen sektor tertentu melalui pelatihan dan pertemuan rutin. IOM berhasil
memelihara hubungan antara kelompok-kelompok produsen dan lembaga pemerintah terkait di tingkat kabupaten, yang memungkinkan kelompok tersebut menjadi semakin mandiri dari dukungan proyek bersamaan dengan pengurangan bertahap kegiatan IOM. Pada saat penutupan proyek, banyak prakarsa proyek telah dilaksanakan oleh pemerintah daerah, yang menunjukkan prospek yang baik atas kesinambungan hasil JRF setelah proyek berakhir.
Proyek Pemulihan Mata Pencaharian JRF oleh IOM mendukung pemulihan mata pencaharian bagi lebih dari 4.400 penerima manfaat di 25 desa.
Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
Lembar Fakta
88
91 Upaya komunikasi dan penjangkauan proyek yang kuat memberikan kontribusi terhadap transparansi dan pertanggungjawaban pelaksanaan proyek sekaligus kesadaran publik yang positif mengenai proyek. Proyek ini mengoperasikan hotline (saluran siaga) SMS khusus sebagai mekanisme transparansi dan antikorupsi. Informasi proyek disebarluaskan melalui papan informasi JRFIOM yang didirikan di semua masyarakat target serta melalui situs web proyek dan berbagai publikasi. Selama berlangsung, proyek ini mendapatkan liputan signifikan di media daerah, nasional, dan internasional.
mengembangkan alat untuk menganalisis kebutuhan tertentu dan mengembangkan intervensi agar sesuai dengan kebutuhan tersebut, menyediakan serangkaian lengkap bantuan berdasarkan keterampilan dan sumber daya penerima manfaat yang ada sebelum terjadi bencana. Proyek ini terpilih sebagai salah satu dari 20 proyek pemulihan krisis inovatif global yang disajikan di Forum Pengembangan Sektor Swasta dan Keuangan tahunan Bank Dunia pada bulan Maret 2010. Proyek ini dipilih karena keberhasilannya dalam menyediakan solusi inovatif terhadap tantangan pascakrisis dalam menciptakan peluang mata pencaharian.
Proyek Pemulihan Mata Pencaharian JRF-IOM telah mendapatkan pengakuan atas solusi inovatifnya terhadap tantangan pemulihan mata pencaharian setelah terjadi bencana berskala besar. IOM
Dampak dan Kesinambungan Proyek ini telah membantu meningkatkan akses terhadap pembiayaan dan bantuan teknis bertarget. Hasil utama berikut menggambarkan dampak proyek:
Pengintegrasian aspek PRB dalam kegiatan perencanaan masyarakat telah menjadikan para penerima manfaat lebih tanggap dalam mengelola bencana. Pelatihan seperti pada gambar ini di Klaten, Jawa Tengah, membantu masyarakat untuk memahami apa yang perlu dilakukan saat terjadi bencana. Foto: Koleksi IOM
• Lebih dari 77% penerima manfaat mengindikasikan bahwa mereka telah melampaui tingkat operasi sebelum bencana pada akhir proyek. • UMK melaporkan peningkatan rata-rata 76% dalam keuntungan dan peningkatan rata-rata 21% dalam pendapatan rumah tangga. • Lebih dari 95% penerima manfaat menyatakan kepuasan atas rancangan dan pelaksanaan proyek ini. • Penerima manfaat meningkatkan akses mereka terhadap pasar yang lebih luas melalui proyek. Pada penutupan proyek, UMK berhasil melakukan penetrasi ke pasar tingkat kabupaten (22%), provinsi (26%), dan nasional (11%). • Proyek ini melampaui target gender-nya; hampir 42% UMK yang dibantu proyek dipimpin oleh perempuan. Tingkat pengambilan keputusan perempuan telah berubah secara positif: jumlah penerima manfaat yang melaporkan pengaruh besar dalam pengambilan keputusan meningkat sekitar 12% di tingkat usaha maupun masyarakat, dibandingkan dengan tahap sebelum intervensi. • Proyek ini menciptakan rasa memiliki dengan secara langsung melibatkan penerima manfaat masyarakat untuk mendorong proses pemulihan mereka. Pembuatan program lebih responsif terhadap permintaan, berkesinambungan, dan hemat biaya. Proyek ini juga melibatkan masyarakat dalam proses penargetan dan penentuan prioritas sektor karena pemangku kepentingan masyarakat memiliki posisi yang baik untuk menentukan hal yang paling rentan dan diperlukan. IOM memobilisasi kontribusi keuangan maupun kontribusi non-keuangan dari penerima manfaat dan pemerintah daerah. Kontribusi seperti ini efektif dalam meningkatkan rasa memiliki masyarakat sekaligus memastikan bahwa intervensi menanggapi permintaan yang nyata. • Pemerintah Indonesia menyatakan bahwa proyek memberi kontribusi terhadap proses pemulihan ekonomi di area yang ditargetkan, dan tujuan dan strategi proyek melengkapi dan mendukung
prakarsa paralel pemerintah dalam mendukung pemulihan dan pembangunan. JRF menyediakan pembiayaan tambahan kepada IOM untuk melaksanakan strategi penutupan proyek yang didukung oleh semua pemangku kepentingan. Proyek ini banyak berinvestasi dalam pembangunan kapasitas dan keterlibatan pemerintah serta upaya bersama badan pelaksana dan pemerintah daerah menghasilkan keberhasilan prakarsa yang dimulai oleh proyek. Pada saat penutupan proyek, banyak prakarsa proyek telah dilaksanakan oleh pemerintah daerah, yang menunjukkan prospek yang baik atas kesinambungan JRF setelah proyek berakhir. Proyek ini menyelenggarakan acara ramah tamah di Jakarta pada bulan Mei 2011 dengan tema “Kemitraan demi Kesinambungan” yang dirancang untuk menghubungkan kelompokkelompok penerima manfaat dengan pembeli dan donor potensial, termasuk perwakilan dari program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility, CSR) sektor swasta. Acara penutupan akhir untuk program Pemulihan Mata Pencaharian JRF diselenggarakan di Yogyakarta pada bulan Juni 2011 bersama dengan proyek pemulihan mata pencaharian lain JRF yang dilaksanakan oleh GIZ. Proyek Pemulihan Mata Pencaharian IOM telah mengembangkan model penggantian aset serta peningkatan keterampilan teknis dan bisnis untuk berbagai kelompok usaha mikro dalam konteks pascabencana melalui pendekatan berbasis masyarakat. Pembelajaran penting yang dihasilkan dari pembangunan kemitraan yang efektif dengan pemerintah daerah dan penerima manfaat untuk mendukung pemulihan mata pencaharian akan disebarkan secara luas sehingga pembelajaran tersebut dapat menginformasikan rancangan proyek serupa dalam konteks pascabencana lain.
Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012
Lembar Fakta
90
Daftar Akronim & Singkatan
Daftar Akronim & Singkatan
92 Bappenas
Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (National Development Planning Agency)
BPR
Bank Perkreditan Rakyat (Community Credit Bank)
BUKP
Badan Usaha Kredit Pedesaan (Rural Credit Facility)
CBDRM
Community-Based Disaster Risk Management
CHF
Cooperative Housing Foundation
CSP
Community Settlement Plan
CSRRP
Community-Based Settlement Rehabilitation and Reconstruction Project (Rehabilitasi danRekonstruksi Masyarakat dan Permukiman berbasis Komunitas/Rekompak)
DIY
Daerah Istimewa Yogyakarta (Yogyakarta Special Region)
DRR
Disaster Risk Reduction (Penanggulangan Resiko Bencana/PRB)
GOI
Government of Indonesia
GIZ
Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit GmbH (German International Assistance Agency, formerly GTZ)
IDR
Indonesian Rupiah (mata uang)
IMDFF-DR
Indonesia Multi-Donor Fund Facility for Disaster Recovery
IOM
International Organization for Migration
JRF
Java Reconstruction Fund
MFI
Microfinance Institution
MPW
Ministry of Public Works (Kementerian Pekerjaan Umum)
MSE
Micro and Small Enterprises (Usaha Kecil dan Mikro)
MSME
Micro, Small, and Medium sized Enterprises (Usaha Kecil dan Menengah/UKM)
MTR
Mid Term Review (Laporan Tinjauan Paruh Waktu)
PNM
PT Permodalan Nasional Madani (A state-owned financial institution)
PNPM
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (National Community Empowerment Program)
Rekompak
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman berbasis Komunitas (Community-Based Settlement Rehabilitation and Reconstruction Project/CSRRP)
SME
Small and Medium Enterprises (Usaha Kecil dan Menengah/UKM)
TRC
Technical Review Committee
TTN
Tim Teknis Nasional (National Technical Team)
JRF Office - Jakarta Indonesia Stock Exchange Building Tower I, 9th Floor Jakarta 12910, Indonesia Tel : (+6221) 5299-3000 Fax : (+6221) 5299-3111 www.javareconstructionfund.org