DARI REDAKSI
Riset dan Inovasi Hakikat pekerjaan insinyur adalah memberikan solusi dari berbagai permasalahan. Oleh karena itu seorang insinyur seyogyanya terus melakukan penelitian atau riset yang diharapkan menghasilkan inovasi untuk mengatasi berbagai problema dan kebutuhan umat manusia.
Mestinya hal ini bukanlah menjadi alangan. Harusnya diupayakan pembiayaan riset berdasarkan kebutuhan. Industri bisa saja menyediakan anggaran riset jika itu dapat benar-benar memberikan solusi bagi kebutuhannya. Pemerintah seharusnya juga ‘berani’ menggelontorkan anggaran riset dasar, jika itu diyakini akan memberikan manfaat yang besar kepada masyarakat. Kita mestinya Masalah atau problema serta kebutuhan adalah sungguh yakin bahwa para insinyur dan pijakan awal sebuah inovasi yang peneliti kita mampu melakukannya. Para dikembangkan melalui sebuah atau insinyur dan peneliti Indonesia yang berkarya serangkaian penelitian. Banyak sekali riset di luar negeri telah membuktikan hal ini. yang dilakukan tanpa melihat masalah atau kebutuhan yang ada. Akibatnya banyak riset Saat ini industri kita banyak menggunakan yang hanya menjadi tumpukan dokumen yang teknologi dari luar negeri, karena belum tidak bermakna. Maka, saat ini, gencar tersedia di Indonesia. Ini jelas merupakan digaungkan kerja sama riset di antara Industri tantangan sekaligus peluang bagi para insinyur – lembaga riset/perguruan tinggi – birokrasi. Indonesia agar industri kita benar-benar Upaya ini dilakukan agar riset benar-benar ditopang oleh teknologi karya bangsa sendiri menghasilkan berbagai inovasi yang benaragar ketergantungan terhadap negara lain bisa benar diperlukan oleh industri dan masyarakat. direduksi. Artinya juga, di dunia keinsinyuran, manfaat praktis dari riset atau penelitian lebih dominan dari manfaat teoritisnya. Aries R. Prima Pemimpin Redaksi Jika tidak ingin terperangkap dalam “negara berpenghasilan menengah”, Indonesia harus betul-betul mendorong inovasi yang berbasis riset. Iklim yang kondusif harus diupayakan oleh berbagai pihak yang berkepentingan, agar riset tidak hanya menjadi alat penambah nilai atau “cum” bagi para insinyur dan peneliti, tapi harus sudah menjadi budaya kerja yang mendasari setiap tindakan. Banyak kalangan mengeluhkan anggaran riset yang kurang memadai. Bahkan menurut berbagai sumber, anggaran riset atau penelitian di Indonesia termasuk yang terkecil di dunia. Ini seolah menjadi pembenaran bahwa kegiatan riset Indonesia tidak bisa menandingi negara lain, termasuk beberapa negara ASEAN.
2
EDITORIAL
Inovasi Mandor Rudianto Handojo Direktur Eksekutif (PII)
Komposisi pendidikan angkatan kerja kita sungguh berat ke bawah. Berdasarkan data tahun 2010, persentase angkatan kerja yang berpendidikan tinggi (S1, D-III dan D-IV) tercatat sekitar 7,6% dari jumlah total angkatan kerja. S1 saja sekitari 4,8%. Kemudian yang berpendidikan menengah (SMA, SMK), 22,9%. Sedangkan yang berpendidikan dasar (SD,SMP), 69,4%. Inipun lebih banyak yang berpendidikan paling tinggi lulus SD, yaitu 50,4%, lulus SMP hanya 19,1%. Bandingkan dengan Malaysia yang mempunyai komposisi pendidikan tinggi, menengah dan dasar, masing-masing, 20,3%, 56,3% dan 24,3%. Untuk mengatasi ketimpangan tersebut, dalam UU Keinsinyuran, insinyur diminta melaksanakan secara berkala kegiatan Keinsinyuran terkait dengan darma bakti masyarakat yang bersifat sukarela. Di lain pihak, negara mendorong agar semua kalangan melakukan inovasi melalui penelitian dan pengembangan untuk menghasilkan nilai tambah. Dalam UU Keinsinyuran, pemerintah bertanggung jawab mendorong industri untuk melakukan penelitian dan pengembangan dalam rangka meningkatkan nilai tambah produksi. Insinyur berkewajiban mengupayakan inovasi dan nilai tambah secara berkesinambungan. Terbaca pula bahwa tujuan pengembangan keprofesian berkelanjutan, di antaranya, untuk mengembangkan tanggung jawab sosial Insinyur pada lingkungan profesinya dan masyarakat di sekitarnya. Dari sisi ini ada contoh kaitan inovasi dengan tanggung jawab sosial Insinyur dalam proses pembangunan rumah 2 lantai sekitar 5 tahun yang lalu. Untuk membangunnya diperoleh pinjaman mandor dari seorang insinyur sipil. Mandor ini, pak Suyat, usianya lebih dari setengah abad dan tidak lulus SD. Kedua faktor tersebut ternyata bukan alangan. Pertama pak Suyat memberi keyakinan bahwa dia mampu
membaca gambar dan menghitung seluruh kebutuhan bahan serta membuat jadwal kerja mingguan yang memperhitungkan libur Lebaran. Tidak ada istilah kira-kira. Kedua, sebelum mulai kerja pak Mandor ini mengajukan syarat. Dia mau bekerja dengan tukangnya bila seluruh bahan materialnya berstandar SNI. Jadi dia menghindari penggunaan besi beton, pipa, kabel dan lainnya yang non standar, istilah di lapangannya: ex sepanyol, separo nyolong. Umumnya yang ada di toko bahan bangunan ukurannya lebih pendek dan diameternya lebih kecil. Yang berstandar jelas lebih mahal. Ketiga, saat separuh penggalian tanah untuk pondasi, dia mengusulkan agar lantai atas dapat diturunkan 12 cm dari semula 3,40 m. Alasannya besi beton berstandar 12 meter tadi dimanfaatkan maksimal. Besinya akan dirakit dari lantai atas ke bawah menjadi pondasi lalu ke atas lagi sebagai tiang tanpa dipotong maupun sambungan yang perlu tambahan overlap. Dengan caranya jadwal penyelesaian tidak meleset dan di akhir pekerjaan diperoleh penghematan biaya hingga 4%, meskipun menggunakan material berstandar yang lebih mahal. Jelas bila para mandor ini seperti pak Suyat, berpendidikan dasar namun telah memperoleh transfer iptek dari insinyur, dapat ikut melakukan inovasi sederhana dan memberi nilai tambah. Contoh ini dapat dikembangkan pada disiplin teknik lain. Bagi insinyur, melalui inovasi para mandor sebagai bakti masyarakat selain memungkas kesenjangan iptek akan beroleh amalan dari memberi pengetahuan.***
3
Humates: Ancient Acids for Modern Farming (1) Lisminto Badan Kejuruan Teknik Kimia, Persatuan Insinyur Indonesia Lahan pertanian, seperti halnya manusia, memiliki keterbatasan untuk mempertahankan – apalagi meningkatkan produktivitasnya. ( Prof. Abdul Rauf – Guru Besar USU Medan)
FEW (Food, Energy and Water) merupakan tiga pilar pokok yang ketersediaannya akan sangat menentukan keberlanjutan peradaban manusia ke depan. Cerita kali ini akan berkisar sekitar pangan, khususnya tentang phenomena penurunan kesuburan tanah (lahan sakit) dan upaya pemulihannya.
ditandai oleh respon negatif antara input dan output. Penambahan input yang dilakukan dengan penambahan dosis pupuk sintetis dan input sarana produksi lainnya, tidak lagi mampu menaikkan produktivitas lahan. Sebaliknya justru makin banyak ditemukan berbagai macam penyakit yang lebih mengarah pada kegagalan panen. Gejala demikian oleh para ahli pertanian dikenal sebagai lahan yang telah sakit.
Adalah Prof. Lydia Kristeva, ilmuwan dari Universitas Kherson, Uni Soviet, yang pertama kali mendeteksi penyebab lahan sakit tersebut. Salah satu yang utama adalah makin Gejala tersebut sudah dikenali manusia sejak era menurunnya “humus” di dalam tanah. Sebuah suku-suku nomaden. Mereka menyiasatinya senyawa “asam kuno” yang telah dikenal dengan sistem pertanian ladang berpindah. manusia berabad-abad silam. Lahan yang sudah sakit akan mereka tinggalkan Singkat cerita, dari peneltiannya yang panjang, beberapa lama, mencari ladang baru yang masih Lydia Kristeva kemudian menemukan senyawa subur, dan kemudian akan kembali ke ladang Humates (humic subtances) yang secara terdahulu yang sudah pulih kesuburannya. Siklus bertahap mampu mengembalikan kadar humus ini berlangsung sesuai dengan irama alam, yang dalam tanah dengan demikian mampu kemudian kita kenal sebagai sistem pertanian mengembalikan kesuburan lahan pertanian yang ladang berpindah. sudah sakit. Produk Humate saat ini sudah secara luas Peradaban kuno tersebut tidak mungkin lagi diaplikasikan di negara-negara maju seperti : diterapkan di zaman modern ini. Ketersediaan Rusia, Amerika Serikat, China , India dan lahan makin terbatas, sehingga memeaksa para Australia. Bagaimana dengan Indonesia?*** petani terus-menerus menggarap lahan yang sama untuk jangka waktu lama, lahan yang secara alami akan menurun produktivitasnya. Sains dan teknologi kemudian tercatat telah menyediakan solusinya. Penemuan pupuk sintetis : Urea(N). Posfat (P) , Kalium (K) dan kemudian pupuk majemuk (NPK) disertai dengan penyempurnaan daya dukung lainnya, telah berhasil menaikkan produktivitas lahan pada skala yang sangat mengagumkan, sehingga dunia terhindar dari kelaparan meskipun populasi manusia terus meningkat secara tajam. Sumberdaya ternyata selalu ada batasnya, seperti dikutip di awal tulisan ini. Praktek pertanian yang telah dijalankan dalam beberapa dekade terakhir telah mencapai batasnya. Lahan pertanian telah mencapai titik jenuh, yang
4
Profesi Insinyur dan Kepariwisataan Mesdin Simarmata, PhD
Dalam struktur Pengurus Pusat PII Tahun 20152018, terdapat Bidang Pengembangan Industri Pariwisata. Sejenak, kedengarannya aneh. Tetapi kalau kita simak sejarah industri pariwisata, profesi insinyiur telah lama menapakkan jejaknya. Objek rekreasi buatan tertua adalah Roller Coaster yang dibangun pada tahun 1784 di St Petersburg – Rusia saat pemerintahan Katarina Agung. Kemudian, seorang insinyiur bernama Gustave Eiffel merancang menara yang pada mulanya ditawarkan ke kota Barcelona, namun ditolak namun akhirnya diterima kota Paris. Menara Eiffel adalah bangunan tertinggi di Paris dan salah satu struktur terkenal di dunia, yang sejak pendiriannya telah dikunjungi lebih dari 200 juta orang. Untuk mengimbangi Menara Eiffel, George Washington Gale Ferris, Jr. membangun bianglala yang dinamakan Chicago Wheel sebagai atraksi terbesar di World's Columbian Exposition in Chicago, Illinois pada tahun 1893 yang selanjutnya dikenal dengan Ferris Wheel. Ferris adalah insinyiur lulusan Rensselaer Polytechnic Insitute – New York. Sejak saat itu, kita menemukan banyak objek wisata buatan yang menjadi tujuan wisata dunia. Walt Disney dapat dikatakan sebagai landmark engineering artifact.
Berbagai atraksi baru muncul, seperti kora-kora, roller coaster, anting-anting yang umumnya memberi tantangan dan memacu adrenalin. Di Indonesia sendiri sudah berkembang , sudah ada Taman Impian Jaya Ancol yang menjadi rumah bagi berbagai artefak rekresi yang disebut di atas. Demikian juga Trans Studio di Bandung. Jembatan Kelok Sembilan Sumatera Barat sebenarnya dirancang sebagai solusi transportasi antara Bukit Tinggi dan Pekanbaru. Namun karena indah, jembatan ini sudah banyak diminati pelancong. Perlu juga dicatat bahwa monorail dan kereta gantung yang ada di Taman Mini Indonesia adalah alat transportasi kota yang paling maju saat itu. Kedua wahana ini termasuk yang banyak diminati pengunjung. Indonesia memang kaya dengan alam yang indah, namun bila hanya mengandalkan itu, daya saing wisata tanah air tidak akan berkelanjutan. Perlu dilengkapi dengan artefak buatan. Semua objek wisata buatan ini menuntut kompetensi keinsiniuran yang sangat tinggi, tuntutan utama adalah keselamatan. Sehingga, kompetensi dan etika perlu ditempatkan pada neraca yang seimbang.***
5
Kontroversi Tanaman Transgenik Aries R. Prima – Engineer Weekly
Dilema. Itulah yang dihadapi masyarakat dunia umumnya dan Indonesia pada khususnya sehubungan dengan penurunan harga minyak dan gas bumi. Sebagaimana publik telah mahfum, sejak akhir tahun 2014 hingga sekarang ini trend penurunan harga minyak mentah (crude oil) terus berlangsung, dari semula mendekati $100 per barel, terus meluncur turun hingga pernah mencapai $27 per barrel. Tanda-tanda kenaikan pernah muncul, namun berhenti di kisaran $32. Sebagian praktisi dan ekonom migas memprediksi kenaikan kembali harga minyak mentah hingga mencapai posisinya seperti di awal 2015 belum terwujud hingga akhir 2016. Kondisi semacam ini menimbukan pertanyaan, untuk siapa penurunan harga migas ini? Siapa yang dirugikan dan diutungkan? Apa dampak terhadap perekonomian Indonesia dalam jangka pendek dan panjang?
hutang kepada perbankan beresiko tak akan kembali, atau mungkin bahkan alami default. Lebih jauh, perusahan tidak beroperasi penuh, atau bahkan tutup sama sekali, pemutusan hubungan kerja terhadap para pegawai membayangi di hari-hari kelabu ini.
Band Wagon Effect Apakah bencana ini hanya dialami oleh Kontraktor PSC? Ternyata tidak. Ada band wagon effect. Industri penunjang operasi dan produksi Migas merupakan sektor kedua yang terkena efek penurunan harga minyak bumi. Untuk dapat beroperasi dengan baik, Kontraktor PSC membutuhkan dukungan dan kemitraan dengan penyedia barang dan atau jasa yang bentuk dan jenisnya luas sekali, mulai dari jasa geologi, pengeboran, Engineering Procurement Construction (EPC), fabrikasi, penyedia Produksi Bertambah, Semakin Merugi komponen utama produksi seperti pompa, pipa, Dalam suatu presentasi publik beberapa waktu valve, pembangkit listrik, jasa transportasi, lalu, Kepala SKK Migas Amin Sunaryadi pengelasan, pelatihan SDM, jasa medis, dan menayangkan rerata biaya produksi minyak di perawatan fasilitas produksi hingga penyediaan berbagai negara, paling rendah dimiliki negaraakomodasi dan makanan-minuman (catering) negara Timur Tengah berkisar antara $6 - 12 per untuk para pegawai. Mereka semua ini, besar atau barrel. Indonesia $29 per barrel. Artinya, bagi kecil, dalam skala usaha masing-masing, terkena negara – negara Timur Tengah penghasil minyak dampak. Sebagian dari mereka terpaksa gulung seperti Arab Saudi, Emirat Arab, Irak, Iran Oman, tikar, sebagian lainnya masih bertahan karena meski harga turun hingga $27 secara teoretis keberadaannya tidak bisa absen dari proses mereka masih meraih untung. Makanya, terlepas produksi yang masih berlangsung, dan sebagian dari alasan politik dan keamanan regional, mereka lagi mulai alihkan bisnis ke sektor lain yang masih terus memompa minyak dari perut bumi. memberi harapan. Sebaliknya bagi Indonesia, semakin banyak berproduksi, rugi yang ditanggung akan semakin Mereka Gembira besar. Bila ada yang kesusahan, mungkinkah ada pihak yang bahagia dengan adanya penurunan harga Hal inilah yang menjelaskan mengapa terhitung minyak bumi ini? Semua manusia membutuhkan mulai awal Maret 2016 kegiatan eksplorasi minyak energi. Ketika harga minyak turun, harga energi bumi di hampir semua Kontraktor Production juga turun. Apalagi bagi Indonesia, untuk Sharing Company (PSC) dihentikan. Jika data memenuhi kebutuhan minyak bumi, pasokan dari yang kami miliki tak keliru, saat ini tinggal 1 (satu) impor lebih besar dari pada pasokan produksi rig pengeboran (drilling rig) yang masih aktif dalam negeri. Wal hasil, rumah tangga dan beroperasi, itupun konon akan segera diakhiri. industri pengguna minyak bumi diuntungkan. Bagi Kontraktor PSC, jelas penurunan harga Sebagai konsumen Bahan Bakar Minyak (BBM), minyak merupakan bencana. Komitmen lifting tak rakyat senang karena harganya turun, industri akan terpenuhi, investasi yang bersumber dari nonmigas tersenyum karena biaya produksi terpangkas antara 3-8%.
6
Namun benarkah kegembiraan ini sudah sepenuhnya dirasakan? Belum. BBM merupakan komoditi yang harganya diatur Pemerintah. Meski harga pasar dunia menurun tak berarti harga di SPBU otomatis juga menurun. Ada regulasi koreksi harga yang mestinya secara semi otomatis menghasilkan koreksi harga. Inipun masih dipengaruhi oleh ada tidaknya keengganan penyedia BBM untuk melaksanakannya atau menundanya sepanjang masih memungkinkan. Solusi Kebijaksanaan Penurunan harga minyak bumi secara bersamaan memberi dua implikasi, ada yang alami bencana, dan ada yang gembira. Hanya itu? Masih ada yang lain. Jika mencermati kondisi di sekeliling kita, rasanya penurunan harga minyak tidak atau belum meresahkan masyarakat luas. Jikapun ada keresahan, masih terbatas pada mereka yang berhubungan langsung dengan industri minyak bumi. Buktinya, mall masih ramai, jalanan tak berkurang macetnya, perbincangan di media sosial lebih banyak tentang isu-isu politik dan hal-hal sepele lainnya. Semua ini mengindikasikan bahwa perekonomian Indonesia sudah tidak lagi didominasi oleh produktivitas sektor migas. Kebijaksanaan ekonomi pemerintahan di masa lalu, untuk tidak mengandalkan pada sektor migas, telah berhasil di masa kini.
Jika demikian, apakah kita akan membiarkan saja penurunan harga minyak bumi? Toh ada yang berbahagia dan ada yang berhasil? Lihat sisi jangka panjangnya. Membiarkan harga minyak bumi terus berada pada posisi yang tidak memberi keuntungan bagi para produsennya, sama saja memotong satu anggota badan. Sebagai manusia, kita masih tetap hidup, tetapi alami disfungsi. Begitupun negara ini, satu sektor akan alami disfungsi. Ketergantungan energi kepada negara lain akan lebih besar, ditinjau dari perspektif geopolitik, negara akan hadapi ancaman serius. Siapa yang punya kemampuan untuk menyelamatkan keluar dari dilema ini? Pertama tentu para pelaku industri migas sendiri. Pola kerja tidak efisien yang diduga masih menjadi ciri selama ini perlu segera diperbaharui. Kedua, perlu keterlibatan serius dari Pemerintahan yang dipilih oleh rakyat. Apa yang diharapkan dari Pemerintah? Segera gunakan kewenangannya untuk terbitkan kebijaksanan intervensi, menetapkan harga crude oil nasional. Harga yang memberi motivasi positif untuk berproduksi dan terjangkau oleh konsumen BBM nasional. Lho, harga minyak kan ditentukan oleh mekanisme pasar? Betul, tetapi ini urusan hidup mati negara, bangsa dan rakyat, kita sendiri yang mengaturnya, bukan pemimpin negara lain. *****
7
Engineer Weekly Pelindung: A. Hermanto Dardak, Heru Dewanto Penasihat: Bachtiar Siradjuddin Pemimpin Umum: Rudianto Handojo, Pemimpin Redaksi: Aries R. Prima, Pengarah Kreatif: Aryo Adhianto, Pelaksana Kreatif: Gatot Sutedjo,Webmaster: Elmoudy, Web Administrator: Zulmahdi, Erni Alamat: Jl. Bandung No. 1, Menteng, Jakarta Pusat Telepon: 021- 31904251-52. Faksimili: 021 – 31904657. E-mail:
[email protected] Engineer Weekly adalah hasil kerja sama Persatuan Insinyur Indonesia dan Inspirasi Insinyur.