DARI DESA MENJADI KAMPUNG INGGRIS (Kajian Sejarah Perekonomian Desa Tulungrejo Pare Kediri 1977- 2011)
ARTIKEL
OLEH KUSNUL DWI ANITASARI NIM 208831411909
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU SOSIAL JURUSAN SEJARAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH DESEMBER 2012
DARI DESA MENJADI KAMPUNG INGGRIS (Kajian Sejarah Perekonomian Desa Tulungrejo Pare Kediri 1977- 2011) Kusnul Dwi Anitasari Program Studi Pendidikan Sejarah, Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang Jl. Semarang no 5 Malang E-mail:
[email protected]
Abstrak: Tujuan penelitian yang dilakukan di Kampung Inggris ini untuk mendiskripsikan perkembangan Desa Tulungrejo menjadi Kampung Inggris dan perkembangan perekenomian masyarakat Desa Tulungrejo setelah menjadi Kampung Inggris. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode historis dengan menggunakan pendekatan antropologi. Dari penelitian ini diperoleh dua kesimpulan yakni sebagai berikut. Pertama, perkembangan Desa Tulungrejo menjadi Kampung Inggris tidak terlepas dari sosok Yazid, yang merupakn pemandu Clliford Geertz dalam menulis buku The Religion of Java. Berkat talenta dan keinginanYazid memasyarakatkan bahasa Inggris untuk berdakwah telah mengantarkan Kalend mampu mengembangkan kursus bahasa Inggris. Kedua, kehadiran lembaga kursus telah membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat Tulungrejo dari sektor pertanian bertambah menjadi sektor usaha jasa seperti tempat kos dan warung makan. Peluang adanya lapangan pekerjaan baru, mengakibatkan penduduk dari daerah lain berbondong-bodong datang ke tempat ini, sehingga lambat laun terjadi sikap saling berkompetisi antara penduduk bermodal kecil dan bermodal besar. Kata Kunci: Kampung Inggris, Perekonomian Kampung Inggris merupakan sebutan untuk Desa Tulungrejo Kecamatan
Pare
Kabupaten
Kediri
karena
kemampuannya
dalam
mengembangkan kursus bahasa Inggris. Julukan Kampung Inggris berasal dari para wartawan yang dulu pernah meliput desa ini. Kehadiran Kampung Inggris sangat lekat dengan sosok Yazid dan Kalend. Yazid seorang ustad yang menguasai delapan bahasa dunia mempunyai ambisi untuk berdakwah dengan menggunakan bahasa Inggris. Ambisi ini muncul setelah Yazid sering beradu pendapat dengan antropolong dari Amerika Serikat yakni Clliford Geertz pada tahun 1950-an ketika melakukan penelitian tentang masyarakat Jawa di Desa Tulungrejo yang kemudian berhasil dibukukan dengan judul The Religion of Java. Ambisi Yazid kemudian direalisasikan kepada santrinya, Kalend. Misi
dakwah direalisasikan Kalend melalui kegiatan belajar mengajar dibidang bahasa Inggris. Kehadiran
Kampung
Inggris
telah mampu
mendongkrak
Desa
Tulungrejo menjadi salah satu primadona investasi baru di wilayah Kecamatan Pare dan sekitarnya. Perekonomian masyarakat Desa Tulungrejo bertalian erat dengan pertumbuhan lembaga kursus. Sistem perekonomiannya menerapkan sistem Kalendisme dimana lembaga pendidikan sebagai inisiator ekonomi merupakan bagian vital yang bertugas menjadi denyut jantung pergerakan ekonomi di sekitarnya. Keberadaan Kampung Inggris menjadikan pola kehidupan masyarakat desa ini berangsur-angsur mengalami perubahan dengan ditandai semakin banyaknya lapangan pekerjaan yang berdiri. Awalnya yang mayoritas penduduk desa ini adalah petani dan ingon sapi kemudian setelah adanya lembaga kursus banyak yang mempunyai pekerjaan sampingan lainnya seperti pemilik kos, penjual makanan, dan lain sebagainya. Seiring dengan perkembangan jaman dengan masuknya arus globalisasi yang membawa ide neoliberalisme ke Desa Tulungrejo, sistem ekonomi Kalendisme berangsur-angsur mengalami pergeseran, yang awalnya saling berbagi kemudian dipenuhi dengan saling berkompetisi layaknya orang berjualan di pasar antara pemilik modal besar dan modal kecil. Penelitian ini dilaksanakan dengan maksud untuk mendiskripsikan perkembangan Desa Tulungrejo menjadi Kampung Inggris dan perkembangan perekenomian masyarakat Desa Tulungrejo setelah menjadi Kampung Inggris.
METODE Metode yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah metode historis dengan menggunakan pendekatan Antropologi. Ilmu Antropologi ialah ilmu yang mempelajari manusia sebagai makhluk sosial budaya yang lebih menekankan keunikan dan keanehannya dalam aspek budaya secara intrinsik. Dalam metode historis terdapat tahapan yang ditempuh, yaitu: 1. Pengumpulan sumber a. Sumber tulis
Pada tahap ini peneliti mencari sumber tertulis yang sangat relevan dengan permasalahan penelitian berupa buku, dokumen, artikel, majalah, koran, maupun karya ilmiah lainnya. Salah satu judul buku yang dijadikan inspirasi oleh peneliti ialah The Religion of Java karya Clliford Geertz yang kemudian diterjemahkan oleh Aswab Mahasin dengan judul Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa” tahun 1981. Mengenai dokumen dan artikel, sumber yang didapatkan dari buku profil Desa Tulungrejo, arsip Himpunan Lembaga Kursus, arsip Kabupaten Kediri, dan Radar Kediri bulan November 2006
b. Sumber lisan Dalam menggali sumber lisan dilakukan dengan teknik wawancara, yaitu
mengajukan
beberapa
pertanyaan
yang
relevan
dengan
permasalahan yang dikaji kepada pihak-pihak sebagai pelaku dan saksi. Pelaku adalah mereka yang benar-benar mengalami peristiwa atau kejadian yang menjadi bahan kajian seperti Muhammad Kalend Usman selaku pendiri BEC. Saksi adalah mereka yang melihat dan mengetahui bagaimana peristiwa itu terjadi, misalnya adalah masyarakat.
2. Verifikasi Verifikasi atau kritik sumber ialah melakukan penyaringan agar terjaring fakta yang menjadi pilihannya baik terhadap bahan materi (ekstern) sumber maupun terhadap substansi (isi) sumber. Dalam tahap ini data-data yang telah diperoleh berupa sumber tertulis maupun sumber lisan disaring dan dipilih untuk dinilai dan diselidiki kesesuaian sumber, keterkaitan dan keobjektifannya. Salah satu contoh kritik sumber, yakni dilakukan pada sumber berupa dokumen dari buku data lembaga kursus di Kabupaten Kediri Tahun 2011. Dalam dokumen tersebut tertulis bahwa jumlah lembaga kursus
di
Desa
Tulungrejo
berjumlah
31
buah.
Maka,
untuk
membuktikannya data ini dicocokkan dengan hasil wawancara dari Bapak Sunyoto selaku Ketua Himpunan Lembaga-lembaga Kursus Kabupaten
Kediri. Apabila dari keduanya memberikan informasi yang sama maka data tersebut bisa dipergunakan. Namun, apabila dari kedua sumber tersebut menunjukkan hal yang berbeda, maka peneliti akan terus mencari sumber-sumber yang lainnya sampai data yang dihasilkan mendekati kebenaran.
3. Interpretasi (analisis dan sintestis) Interpretasi adalah usaha dari sejarawan untuk menggabungkan fakta-fakta sejarah yang telah dipilih menurut hubungan kronologis dan sebab
akibat
(kausalitas).
Cara
yang
dilakukan
peneliti
ialah
membandingkan berbagai sumber kemudian mengkaitkan dengan kajian pustaka dari beberapa penulisan sejaran yang telah ada sebelumnya dengan tema yang sama, maka dengan begitu tersusunlah sebuah serangkaian fakta-fakta yang menyeluruh. Sebagai analisisnya pada tahap ini penulis juga mengkaitkan penulisan dengan beberapa teori untuk memperoleh fakta-fakta yang ilmiah dan akurat.
4. Historiografi Historiografi merupakan langkah terakhir dari keseluruhan prosedur penulisan karya ilmiah sejarah, yang merupakan kegiatan intelektual dan cara utama dalam memahami sejarah. Pada tahap ini seluruh hasil penelitian yang berupa data-data dan fakta-fakta yang telah mengalami proses heuristik, kritik, dan interpretasi dituangkan oleh penulis ke dalam bentuk tulisan dengan mencoba mengintegrasikan peristiwa-peristiwa yang naratif dengan strukktur yang analitis. Pemaparan gabungan dimaksudkan agar dihasilkan penulisan sejarah yang lebih naratif dan analitis. Dalam historigrafi ini peneliti mencoba untuk mensintesakan dan menghubungkan keterkaitan antara fakta-fakta yang ada sehingga menjadi suatu penulisan sejarah.
HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil penilitan yang dilakukan di Desa Tulungrejo, telah diperoleh beberapa temuan penelitian. Temuan penelitian tersebut diantaranya ialah: a. Desa Tulungrejo merupakan sebuah desa yang tergolong bernilai sejarah tinggi,
karena
disinilah
antropolog
Clifford
Geertz
melakukan
penelitiannya tentang masyarakat Jawa yang kemudian berhasil dibukukan dengan judul The Religion of Java. b. Terjadinya perubahan kehidupan perekonomian dalam masyarakat Desa Tulungrejo disebabkan oleh kehadiran lembaga kursus yang dalam hal ini oleh pencetusnya, Yazid dan Kalend didirikan sebagai wahana untuk misi berdakwah dengan menggunakan bahasa Inggris. c. Lembaga kursus telah menjadikan Desa Tulungrejo dijuluki Kampung Inggris. Ditelusuri dari sejarahnya, julukan Kampung Inggris ini diberikan oleh para wartawan yang sering meliput desa tersebut. Julukan yang telah diberikan wartawan itu, ternyata kurang begitu disukai oleh masyarakat Desa Tulungrejo itu sendiri. d. Embrio Kampung Inggris, dari hasil penelusurannya sejarahnya berasal dari Desa Tulungrejo bukan dari Desa Singgahan. e. Lembaga kursus yang telah berdiri sekarang ini, ternyata tidak semuanya legal akan tetapi ada juga yang ilegal. Bahkan jumlah lembaga kursus yang illegal lenih banyak daripada yang legal. f. Kehadiran lembaga kursus ini perlahan-lahan telah menjadikan kawasan Desa Tulungrejo mengalami banyak perubahan. Perubahan yang menerpa masyarakat Desa Tulungrejo mencakup beberapa aspek. Diantaranya, dalam aspek mata pencaharian, mayoritas masyarakat Desa Tulungrejo ialah bekerja disektor pertanian dimana pekerjaannya berhubungan dengan sawah, ladang, musim tanam, musim panen dan lain sebagainya. Setelah kehadiran lembaga kursus mereka harus berkenalan dengan apa itu bahasa Inggris, apa itu kos-kosan, siapa itu peserta kursus dan lain sebagainya yang awalnya pengetahuan mereka masih minim bahkan ada yang belum mengerti sama sekali mengenai hal tersebut.
g. Telah berkembang suatu sistem perekonomian setempat yang dikenal dengan sistem ekonomi Kalendisme dimana berintikan prinsip saling berbagi, satu mendirikan lembaga kursus yang lainnya bisa mendirikan tempat kos, warung makan, jasa persewaan sepeda dan lain sebagainya. h. Seiring
dengan
perekonomian
berjalannya
neoliberalisme
waktu, yang
berkembang
mengusung
suatu
prinsip
sistem
monopoli,
mendirikan lembaga kursus sekaligus mendirikan tempat kos, warung makan, jasa laundri, jasa persewaan sepeda dan lain sebagainya. i. Dalam masyarakat Desa Tulungrejo pada tahun 1977-2011 telah berkembang dua model sistem perekonomian yakni kalendisme dan neoliberalisme. Perbedaan dari keduanya dapat dilihat pada tabel 1 Tabel 1 Perbedaan Sistem Ekonomi Kalendisme dan Sistem Ekonomi Neoliberalisme Kalendisme 1. Lembaga kursus berperan untuk membantu meningkatkan perekonomian masyarakat setempat. 2. Prinsip saling berbagi, satu mendirikan lembaga kursus yang lainnya bisa mendirikan tempat kos, warung makan, , jasa persewaan sepeda dan lain sebagainya 3. Modal relatif kecil
Neoliberalisme 1. Lembaga kursus dikomersialisasikan guna mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. 2. Prinsip monopoli, mendirikan lembaga kursus sekaligus mendirikan tempat kos, warung makan, jasa laundri, jasa persewaan sepeda dan lain sebagainya. 3. Modal relatif besar
j. Kepemilikan usaha lembaga kursus atau usaha lainnya yang mendukung keberadaan lembaga kursus telah banyak dikuasai oleh para pendatang yang mengusung prinsip neoliberalisme sehingga menjadikan misi lembaga kursus telah berubah mengalami komersialisasi, sedikit demi sedikit telah menggeser budaya akademik menjadi budaya ekonomis . k. Tahap-tahap perkembangan perekonomian (mata pencaharian) masyarakat Desa Tulungrejo setelah menjadi Kampung Inggris, dapat dipahami bahwa perkembangannya ditiap periode mempunyai karakteristik sendiri-sendiri. Periode sebelum Pra Kampung Inggris misalnya, kehidupan masyarakat Desa Tulungrejo identik dengan alam dan tanah. Lebih jelasnya lagi dan mempermudah dalam memahaminya dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2 Karakteristik Perkembangan Perekonomian Masyarakat Desa Tulungrejo No 1
2
Periode
Karakteristik a.
Pra Kampung Inggris
Masa Sistem Ekonomi Kalendisme (19772004)
a. b. c.
d.
3
Masa Sistem Ekonomi Neoliberalisme (2005-2011)
a.
b. c. d.
Mata pencaharian mayoritas petani dan pemelihara sapi. b. Berhubungan dengan alam dan tanah. c. Ada penerapan sistem gotong royong. d. Produk tanaman utama berupa jagung dan padi. e. Sapi jenis Santa yang menjadi primadona untuk dipelihara. Mata pencaharian bertalian erat dengan pertumbuhan lembaga kursus. Lembaga kursus didirikan berorientasi untuk dakwah. Terbuka lapangan pekerjan dibidang jasa seperti pengelola kos-kosan, penjual makanan, pengelola persewaan sepeda dan lain sebagainya. Muncul sistem ekonomi Kalendisme, dimana saling berbagi. Satu mendirikan kursus yang lain bisa mendirikan warung makan, tempat kosan dan lain sebagainya. Sistem ekonomi Kalendisme mulai tergeser, dimana awalnya saling berbagi perlahan-lahan berganti menjadi saling berkompetisi layaknya pasar. Lembaga kursus tidak lagi berorientasi dakwah akan tetapi orientasi usaha. Lapangan pekerjaan baru lebih banyak dikuasai oleh para pemodal besar. Monopoli mulai gencar diterapkan, mendirikan lembaga kursus sekaligus tempat kos, tempat makan dan lain sebagainya.
l. Pemerintah Desa Tulungrejo dari kenyataan di atas, tidak begitu berbuat banyak dalam menyikapi keadaan tersebut.
PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan Desa Tulungrejo merupakan sebuah desa yang tergolong bernilai sejarah tinggi, karena disinilah antropolog Clifford Geertz melakukan penelitiannya tentang masyarakat Jawa yang kemudian berhasil dibukukan dengan judul The Religion of Java. Terjadinya perubahan kehidupan perekonomian dalam masyarakat Desa Tulungrejo disebabkan oleh kehadiran lembaga kursus. Lembaga kursus ini
telah menjadikan Desa Tulungrejo dijuluki Kampung Inggris. Embrio Kampung Inggris, dari hasil penelusurannya sejarahnya berasal dari Desa Tulungrejo bukan dari Desa Singgahan. Lembaga kursus yang telah berdiri sekarang ini, ternyata tidak semuanya legal akan tetapi ada juga yang illegal. Pertumbuhan lembaga kursus menjadikan kehidupan masyarakat nya mengalami perubahan dengan ditandai semakin banyaknya lapangan pekerjaan yang berdiri. Awalnya yang mayoritas penduduk desa ini adalah petani dan ingon sapi kemudian setelah adanya lembaga kursus banyak yang mempunyai pekerjaan lainnya seperti pemilik kos dan penjual makanan. Dengan adanya lapangan pekerjaan baru tersebut, akhirnya berbondong-bondong orang dari berbagai daerah datang ke desa ini untuk mengambil peluang dari lapangan pekerjaan baru tersebut. Pada akhirnya di Desa Tulungrejo selain diisi oleh penduduk pribumi yang mayoritas bermodal kecil dan penduduk pendatang yang kebanyakan memiliki modal besar. Kehadiran lembaga kursus membawa dampak (berkah) finansial dan kesejahteraan ekonomi masyarakat setempat. Sistem perekonomiannya menerapkan sistem Kalendisme dimana berintikan saling berbagi, satu mendirikan lembaga kursus, yang lainnya bisa mendirikan tempat kos, warung makan. Seiring dengan perkembangan jaman dengan masuknya arus globalisasi yang membawa ide neoliberalisme ke Desa Tulungrejo, sistem ekonomi Kalendisme berangsur-angsur mengalami pergeseran, yang awalnya saling berbagi kemudian dipenuhi dengan saling berkompetisi layaknya orang berjualan di pasar antara pemilik modal besar dan modal kecil. Dalam Kalendisme lembaga kursus selain untuk mencerdaskan juga mempunyai tanggung jawab untuk ikut membantu mensejahterakan kehidupan masyarkat setempat, neoliberalisme dengan pengikut para pemodal besar menjadikan lembaga kursus didirikan dengan misi komersialisasi yang berorientasi pasar untuk semua kalangan, baik disektor yang mendukung pendidikan formal, industri maupun bisnis. Saran Berdasarkan simpulan di atas, maka saran/ rekomendasi yang diajukan dirumuskan sebagai berikut. Saran kepada Pemerintah Desa Tulungrejo
diharapkan agar bisa memperbaiki atau membendung arus kompetisi diantara warganya dengan harapan agar kompetisi tersebut bisa berjalan secara sehat atau sportif. Kepada warga masyarakat yang bermodal kecil, upayakan untuk lebih mendayagunakan keterampilan secara efektif, kreatif dan efisien dalam mendesain usahanya. Kepada masyarakat yang bermodal besar diharapkan agar bisa untuk peka terhadap lingkungan sekitarnya. Kepada masyarakat Desa Tulungrejo secara keseluruhan, diharapkan agar bisa mempertahankan dan mengelola sistem Kalendisme secara tepat. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk meneliti mengenai konflik yang terjadi di Kampung Inggris antara pemilik modal besar dan pemilik modal kecil.
DAFTAR RUJUKAN Abdullah, Taufik. 1985. Sejarah Lokal di Indonesia. Yogyakarta: UGM Press. Abdulsyani. 1994. Sosiologi: Skematika, Teori dan Terapan. Jakarta: Bumi Aksara. Fadjar, dkk. 2010. Neoliberalisme dan Ilusi Kesejahteraan di Indonesia. Malang: Instrans Institute. Farsyth, dkk. 1995. Planning a Course. London: Kogan Page Limited. Geertz, Clifford. 1981. Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa, terj. Aswab Mahasin. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya. Hadiwinata, Bob Sugeng. Bourdieu, Neoliberalisme, Intelektual dan Gerakan Sosial Global dalam MELINTAS. Volume 22 No. 1, April-Juli 2006, diakses 18 Januari 2012. Kuntowijoyo. 1994. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Gajah Mada. Sjamsuddin, Helius. 2007. Metodologi Sejarah. Bandung: Ombak. Soejono, dkk. 2010. Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabet. Wasino. 2008. Kapitalisme Bumi Putera: Perubahan Masyarkat Mangkunegaran. Yogyakarta: LKiS. Wibowo & Francis Wahono (ed). 2003. Neoliberalisme. Yogyakarta: Cinderalas Pustaka Cerdas. Winarno, Budi. 2009. Pertarungan Negara vs Pasar. Yogyakarta: Med Press.