MODEL PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS DI KAMPUNG INGGRIS PARE KEDIRI Oleh: Wiyaka, Ratna Kusumawardhani, Dias Andris Susanto, Ajeng Setyorini, Entika Fani (Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris IKIP PGRI Semarang) Abstrak Wiyaka.,et. all. 2012. Model Pembelajaran Bahasa Inggris di Kampung Inggris Pare Kediri. Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni IKIP PGRI Semarang. Penelitian bertujuan untuk mengetahui model pembelajaran bahasa inggris di kampung inggris Pare Kediri dan mengetahui kendala- kendala yang dihadapi di dalam pembelajaran tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dan dilakukan selama 7 jam pada tanggal 18 Februari 2012. Populasi dari penelitian ini adalah semua kursus/ lembaga pendidikan bahasa inggris yang ada di kampung inggris Pare Kediri. Sample dari penelitian ini adalah kursus atau lembaga FEE (Future English Education) dan BESWAN (Bright English Study With Achievement Need) kedua lemabga kursus tersebut terletak di Jalan Anyelir 4A Singgahan Pare Kediri Jawa Timur. Intrument penelitian ini adalah observasi langsung, dokumentasi, kuesioner, dan depth interview. Hasil penelitian ini adalah bahwa model pembelajaran yang di terapkan di lembagalembaga di kapung inggri Pare adalah boarding and in class scheduled teaching. Secara teknis setiap lembaga memiliki program, kurikulum, silabus, dan materi yang diwujudkan dalam modul. Secara umum kendala yang dihadapi dalam kegiatan belajar mengajar di kampung Inggris adalah kurangnya perhatian dari pemerintah daerah khusunya dinas pendidikan kabupaten. Kendala lain muncul dari lingkungan sekitar lembaga. Masyarakat di kampung Inggris ini tidak berbahasa Inggris, sehingga siswa yang belajar di lembaga ini tidak dapat menguunakan bahasa Inggris ketika berkomunikasi dengan masyarakat sekitar sehingga tidak mendukung latihan siswa. Berdasarkan temuan tersebut diatas maka peneliti memberikan saran bagi dinas terkait untuk memberikan perhatian dalam bentuk pelatihan dan pembinaan bagi tentor lembaga, berkoordinasi dengan lembaga di kampung Inggris untuk memberi pelatihan bagi guru dan siswa RSBI di kabupaten Kediri. Kata Kunci : pembelajaran, kampung inggris
1
PENDAHULUAN Peningkatan kebutuhan untuk meningkatkan kemampuan dalam bahasa Inggris juga dipicu ujian nasional yang mengujikan pelajaran bahasa Inggris. Persentase pelajar yang mengikuti kursus bahasa Inggris mencapai 65 persen. Predikat kota pariwisata juga memacu masyarakat umum meningkatkan kemampuan bahasa Inggris. Aspek kebahasaan, keterampilan berbahasa, dan kosakata disajikan secara bersamaan sebagai satu kesatuan dengan mempertimbangkan tingkat perkembangan emosional, kognitif, dan sosial budaya. Sejalan dengan perkembangan tersebut, saat ini Indonesia banyak bermunculan lembagalembaga pendidikan formal yang memberikan layanan berupa pelatihan bahasa inggris. Dari uraian di atas kita dapat memetik suatu isyarat bahwa Bahasa Inggris hendaknya sudah dikenalkan pada siswa sejak dini. Pengenalan bahasa semenjak dini dikondisikan sedemikian rupa sehingga ada ketertarikan siswa untuk belajar mengeksplorasi pengalaman sendiri dalam menggunakan bahasa sebagai media perantara pesan yang efektif. Ada dua faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam mempelajari bahasa, yaitu (1) kondisi eksternal dan (2) kondisi internal , Santosa (2005). Kondisi eksternal dan internal seharusnya berjalan secara simultan saling memperkuat keduanya sehingga mencapai hasil penguasaan bahasa yang utuh. Model pembelajaran merupakan strategi yang digunakan oleh guru untuk meningkatkan motivasi belajar, sikap belajar dikalangan siswa, mampu berpikir kritis, memiliki keterampilan sosial, dan pencapaian hasil pembelajaran yang lebih optimal (Isjoni, 2009: 8). Merujuk pada hal ini perkembangan model pembelajaran terus mengalami perubahan dari model tradisional menuju model yang lebih modern. Model pembelajaran berfungsi untuk memberikan situasi pembelajaran yang tersusun rapi untuk memberikan suatu aktivitas kepada siswa guna mencapai tujuan pembelajaran. Istilah model diartikan sebagai barang atau benda tiruan dari benda sesungguhnya. Untuk memilih/menentukan model
pembelajaran
yang
sesuai untuk peserta didik pada jenjang pendidikan tertentu, perlu disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik dan prinsip-prinsip belajar (seperti kecepatan belajar, motivasi, minat, keaktivan siswa dan umpan balik/penguatan), serta yang tidak kurang pentingnya adalah bahwa pemilihan model-model pembelajaran sebaiknya berbasis pada pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada konsep pembelajaran mutakhir. Artikel ini adalah hasil dari penelitian tentang model pembelajaran bahasa Inggris di kampung inggris Pare Kediri Jawa Timur yang dilaksanakan pada bulan Februari 2012.
2
PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian diatas, dapat merumuskan beberapa masalah sebagai berikut; Bagaimanakah Model pembelajaran bahasa Inggris yang diterapkan di kampung Inggris Pare Kediri? dan Kendala – kendala apakah yang dihadapi dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa Inggris di Pare Kediri? KAJIAN PUSTAKA MODEL PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS Model dalam bahasa Indoensiao berarti contoh. Dalam konteks pembelajaran, Joyce dan Weil (Udin S.Winataputra, 2001) mendefinisikan model sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Jadi, model pembelajaran adalah
kerangka
konseptual
yang
melukiskan
dalam mengorganisasikan
pengalaman
belajar
tertentu. Beberapa model
pembelajaran
tersebut
untuk
prosedur
yang
mencapai
diasumsikan
sistematis
tujuan
dapat
belajar
dimanfaatkan
dalam melaksanakan pembelajaran. Model pembelajaran saat ini sudah banyak berkembang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan pembelajaran. Beberapa Model pemebelajaran yang banyak dikambangkan dan digunakan dalam pembelajaran Bahasa Inggris,antara lain; 1.
Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilanpemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dankonsep yang esensial dari materi pelajaran. Pengajaran berbasis masalah digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi, termasuk di dalamnya belajar bagaimana belajar. Pengajaran berbasis masalah, menurut Ibrahim dan Nur (2002) dikenal dengan nama lain seperti Project-Based Teaching (Pembelajaran berbasis Project), ExperienceBased
Education
(Pendidikan
(Pembelajaran Autentic).
Dan
berdasarkan pengalaman),
Authentic
Anchoredinstruction (Pembelajaran
Learning
berakar
pada
kehidupan nyata). Peranan guru dalam pembelajaran berbasis masalah adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog. 2.
Model
Student
Teams
Achievement
Division
(STAD)
Model Student Teams Achievement (Tim Siswa Kelompok Prestasi) adalah salah satu model pembelajaran kooperatif. Model ini dikembangkan oleh Robert Slavin dan 3
kawan-kawannya. Metode ini merupakan metode yang paling sederhana dalam pembelajaran kooperatif.
Para
guru
menggunakan
pembelajaran
STAD
untuk
mengajarkan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu, baik melalui penyajian verbal manupun tertulis. Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok atau tim masing-masing terdiri atas 4 atau 5 orang anggota kelompok yang bersifat
heterogen
(baik
jenis kelamin,
ras,
etnik,
maupun
potensi
akademik/kemampuannya). 3.
Model Jigsaw (Model Tim Ahli) Model Jigsaw dikembangkan oleh Eliot Aronson dan kawan-kawannya dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan kawan-kawannya. Seperti halnya pada model STAD, pada model Jigsawpun, kelas dibagi menjadi beberapa kelompok/tim 4-5 orang anggotanya yang bersifat heterogen. Bahan akademik disajikan kepada siswa dalam bentuk teks dan tiap siswa diberi tanggung jawab untuk mempelajari satu bagian dari bahan akademik tersebut. Para anggota dari berbagai kelompok/tim yang berbeda nmemiliki tanggung jawab untuk mempelajari satu bagian bahan akademik yang sama dan selanjutnya berkumpul untuk saling membantu mengkaji bahan tertsebut. Kelompok siswa yang dimaksud disebut ”kelompok pakar (expert group)”.
4.
Model Group Investigation (GI) Dasar-dasar metode group investigation (investigasi kelompok) dirancang oleh Herbert Thelen,
selanjutnya
dikembangkan
oleh
oleh
Sharan
dan
kawan-
kawannya. Dibandingkan dengan model STAD dan Jigsaw, group investigation merupakan model pembelajaran yang lebih kompleks dan paling sulit dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Pada model group investigation, sejak awal siswa dilibatkan mulai dari tahap perencanaan baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Dalam pelaksanaanya, mempersyaratkan para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proseskelompok. Pengelompokan siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil 5-6 orang dapat bersifat heterogen dan dapat juga didasarkan pada kesenangan berteman atau kesamaan minat. Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti/melakukan investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan. 4
5.
Direct Method (DM) Pengajaran langsung merupakan revisi dari Grammar Translation Method karena metode ini dianggap tidak dapat membuat siswa dapat berkomunikasi dengan menggunakan bahasa asing yang sedang dipelajari. Dalam proses pembelajaran, penerjemahan dilarang digunakan.Proses pembelajaran dengan DM, guru menyuruh siswa untuk membaca nyaring. Kemudian, guru memberi pertanyaan dalam bahasa yang sedang dipelajari. Selama proses pembelajaran berlangsung, realia seperti peta atau benda yang sesungguhnya bias dipergunakan. Guru bisa menggambar atau mendemonstrasikan.
6.
The Audio-Lingual Method Istilah audio-lingualisme pertama-tama dikemukakan oleh Prof. Nelson Brooks pada tahun1964. Metode ini menyatakan diri sebagai metode yang paling efektif dan efisien dalam pembelajaran bahasa asing dan mengklaim sebagai metode yang telah mengubah pengajaran bahasa dari hanya sebuah kiat ke sebuah ilmu. Audio-Lingual Method (ALM) merupakan hasil kombinasi pandangan dan prinsip-prinsip Linguistik Struktural, Analisis Kontrastif, pendekatan Aural-Oral, dan psikologi Behavioristik.
7.
Community Language Learning Metode ini mempercayai prinsip ‘whole persons’ yang artinya guru tidak hanya memperhatikan perasaan dan kepandaian siswa tapi juga hubungan dengan sesama siswa. Menurut Curran (1986:89) siswa merasa tidak nyaman pada situasi yang baru. Dengan memahami prasaan ketakutan dan sensitif siswa guru dapat menghilangkan perasaan negatif siswa menjadi energi positif untuk belajar.
8.
Total Physical Response Metode ini juga disebut ‘the comprehension approach’ yang mendekatkan pada pentingnya ‘listening comprehension’. Pada tahap awal pembelajaran bahasa asing terfokus pada pemahaman mendengarkan. Hal ini berdasarkan pada hasil observasi bagaimana anak-anak belajar bahasa ibu. Seorang bayi mendengarkan suara disekelilingnya selama berbulan-bulan sebelum ia dapat menyebut satu kata. Tidak ada seorangpun yang menyuruh bayi untuk berbicara. Seorang anak berbicara ketika ia sudah siap melakukannya. 5
9.
Communicative Approach (Communicative Language Teaching) Mumbly (1978) menyebut Pendekatan Komunikatif sebagai ‘Communicative Syllabus’ Widdowson menyebutnya sebagai ‘Communicative Approach’, sedangkan Richards & Rogers menyebutnya ‘Communicative Language Teaching’ (CLT). Istilah-istilah seperti Notionol-Functional Approach atau Functional Approach Communicative Aproach/ CA (Communicative Language Teaching) berasal dari perubahan pada tradisi pengajaran bahasa di Inggris pada akhir tahun 1960.
6
A. Profil Kampung Inggris Pare Kediri
Pare terletak 25 km sebelah timur laut Kota Kediri, atau 120 km barat daya Kota Surabaya. Pare berada pada jalur Kediri-Malang dan jalur Jombang-Kediri serta Jombang - Blitar. Daerah ini dikenal dengan Kampung Inggris. Nama ini muncul karena banyaknya lembaga-lembaga pelatihan bahasa Inggris yang dikembangjan di daerah ini. Kampung Inggris adalah sebuah komplek pendidikan yang ada di beberapa Desa dan Dusun di kecamatan Pare Kabupaten kediri, Kampung Inggris bukan sebuah lembaga namun hanya sebutan bagi kecamatan Pare-Kediri karena di kecamatan ini menjamur lembaga kursus bahasa inggirs, tak kurang dari 100 lembaga kursus bahasa inggiris ada di Pare. Selain dikenal dengan sebutan Kampung Inggris, Pare juga dikenal dengan sebutan Kampung Bahasa, karena memang sejatinya di Pare tidak hanya tersedia kursus bahasa inggris saja, namun juga tersedia beberapa lembaga kursus yang mengajarkan bahasa asing utama dunia lainnya seperti bahasa Arab, Mandarin, Jepang, dan Korea. Saat ini lebih banyak bermunculan berbagai jenis bimbingan belajar terutama kursus-kursus Bahasa Inggris. Lebih dari 20 buah lembaga bimbingan belajar menawarkan kursus Bahasa Inggris dengan program program D2, D1 atau short course untuk mengisi waktu liburan. Dalam hal ini, kota Pare sebagai pusat belajar Bahasa Inggris yang murah, efisien dan efektif sudah terkenal hingga keluar Pulau Jawa. Sebagai efek ikutannya, di daerah Tulungrejo sekarang muncul berbagai jenis tempat penginapan dan kost yang menampung para pelajar dan maupun pekerja. Tarif kos per orang bervariasi dari 50 ribu hingga 200 rb per bulan. Durasi kursus di pare bervariasi, mulai dari 2 mingguan, 1 bulan, 3 bulan, dan 6 bulan, bahkan ada prodi setara D1 juga. Pendaftaran dibuka setiap hari selama kelas belum penuh dan belum dimulai, periode masuk setiap bulannya adalah tanggal 2, 10, 15 dan 25 ( Paling banyak lembaga membuka kelas baru pada tanggal 10 ), dan masuk tanggal 1 ( untuk lembaga yang berdurasi 3 bulan dan 6 bulan, pendaftaran dibuka setiap 3 bulan sekali untuk lembaga tipe ini ). Dan di musim liburan semester dan 7
kenaikan kelas ada kelas khusus untuk liburan yang durasinya disesuaikan dengan lama liburan, di musim liburan kampung inggris selalu ramai diserbu ribuan pelajar yang ingin mengisi liburan di kampung inggris / kampung bahasa, dimusim liburan dipastikan semua lembaga kursus, kost, & asrama penuh, disarankan mendaftar jauhjauh hari kalau berencana kursus di kampung inggris pada musim liburan. METODOLOGI PENELITIAN Pendekatan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian lapangan diadakan di kampung inggris parek kediri jawa timur. Pendekatan penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Arikunto (1998) mengatakan bahwa penelitian pendidikan dapat diselenggarakan di sekolah atau lembaga pendidikan, komunitas, ataupun kelompok tertentu yang memiliki tujuan utamanya adalah pendidikan. Untuk mendapatkan tujuan penelitian, peneliti menggunakan metode penelitian yang sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan, Arikunto (1998: 151) menyatakan bahwa sebuah metode penelitian adalah sebuah cara yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Untuk itu peneliti akan menggunakan pendekatan penelitian deskriptif kualitatif untuk mendapatkan data yang dibutuhkan. Populasi dan Sample Sebelum memulai penelitian, peneliti mempertimbangkan subyek penelitian yang terdiri dari populasi dan sample. Arikunto (1998: 115) mengatakan bahwa populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Populasi dari penelitian ini adalah lembaga – lembaga kursus bahasa inggris di pare kediri jawa timur. Pemilihan populasi ini didasarkan atas pertimbangan bahwa lokasi tersebut sudah sangat terkenal mampu membuat siswanya menguasai bahasa inggris dalam waktu yang relatif singkat. Sample adalah bagian dari populasi yang diteliti (Arikunto, 1998: 118). Jika jumlah subyek populasi kurang dari 100 maka akan lebih baik jika peneliti mengambil semua subyek tersebut, tetapi jika populasinya lebih dari 100 maka peneliti mengambil 10% - 15% dari jumlah total. Dalam penelitian ini jumlah sample yang akan diteliti adalah 2 lembaga pendidikan kursus bahasa inggris yaitu lembaga kursus bahasa inggris FEE (Future English Education) dan lembaga kursus bahasa inggris BESWAN (Bright English Study With Achievement Need). Instrument Penelitian Peneliti ini menggunakan instrument untuk mendapatkan data yang tepat. Menurut Arikunto (2005: 134) instrument penelitian adalah sebuah alat yang digunakan untuk 8
mengumpulkan data dan mendapatkan hasil yang terbaik. Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan alat observasi lapangan secara langsung dengan dibantu alat dokumentasi berupa foto atau video recorder. HASIL PENELITIAN Pada bab ini, peneliti memaparkan hasil penelitian yang didapatkan dari kegiatan observasi yang dilakukan pada tanggal 18 Februari 2012 di Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri Propinsi Jawa Timur . Dari kegiatan tersebut, peneliti memperoleh data hasil penelitian berupa; data Hasil Observasi, hasil interview dengan siswa dan para instruktur dan hasil jawaban kuesioner. MODEL PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS DI FEE (Future English Education) Future English Education (FEE) merupakan salah satu lembaga pendidikan bahasa Inggris yang berdiri di kecamatan Pare. Lembaga Ini didirikan pada tahun 1977. Sampai saat ini FEE telah memilliki instruktur sebanyak 20 orang. Lembaga ini merupakan salah satu lembaga pendidikan bahasa Inggris modern, di kelola secara profesional. Hal ini dibuktikan dengan jaringan yang dimiliki oleh lembaga ini di daerah lain. FEE juga menjalin kerjasama dengan luar negeri salah satu dengan Thailand. Kerjasama yang dilakukan dalam bentuk pelatihan, dimana selama periode tertentu, para instruktur dari FEE akan berangkat ke Thailand untuk memberikan pelatihan bahasa Inggris bagi siswa disana. Para siswa di lembaga ini beragam mulai anak-anak hingga mahasiswa bahkan orang dewasa. Lembaga ini hanya melayani siswa dalam kelompok atau siswa yang datang secara kolektif, sehingga tidak melayani siswa perorangan. Setiap kelompok yang datang untuk mengikuti program pendidikan di lembaga ini harus bersedia mematuhi segala peraturan yang telah ditetapkan di lembaga ini. Interview atau wawancara dilakukan pada siswa dan instruktur. Dari jawaban para instruktur dan siswa manegenai model pembelajaran, dapat diamati bahwa metode yang diterapkan di lembaga FEE memiliki konsep Fun Teaching. Konsep ini meliputi beberapa bagian; a)
Tahap persiapan Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada instruktur, pada umumnya mereka merupakan alumni dari lembaga FEE. Para instruktur ini sebelumnya mengikuti program 9
selama kurang lebih 6 bulan sampai 1 tahun. Setelah melalui proses rekrutmen oleh pengelola, mereka dapat mulai mengajar. Pada tahap persiapan atau awal masa program, calon siswa diberikan placement test. Test ini bertujuan untuk mengelompokkan siswa sesuai dengan kemampuan bahasa Inggris mereka. Setelah siswa terkelompok, proses belajar mengajar di dalam kelas dimulai. b) Tahap pelaksanaan Pada awal proses pembelajaran di kelas, instruktur menjelaskan materi yang akan diajarkan. Kemudian dilanjutkan dengan penyampaian materi oleh instruktur yang bersifat teori. Setelah teori disampaikan, instruktur mulai dengan metode berupa game, group discussion atau pun peer correction. Untuk game atau permainan di dalam kelas, mereka biasanya melakukan snake word. Langkah pertama siswa diminta untuk duduk memutar membentuk lingkaran. Instruktur memulai untuk menyebutkan satu kata untuk kemudaian digunakan oleh siswa yang berada di sebelah kanan untuk membentuk kalimat. Dalam permainan ini Setiap siswa wajib menyebutkan sebuah kata yang kemudian dijadikan sebuah kalimat. Kemudain siswa yang berikutnya harus membuat kalimat dengan menggunakan kata terakhir yang terdapat di kalimat siswa sebelumnya dan hal yang sama dilakukan sampai semua siswa mendapat giliran membuat kalimat. Semua siswa di dalam kelas terlibat dalam permainan tersebut. Dari permanian yang dilakukan peneliti mencermati bahwa permainan ini tidak hanya menyenangkan dan menarik perhatian siswa tetapi juga melatih siswa untuk membentuk kalimat dan mengekspresika dan sesuatu secara lisan. Selain itu permainan ini melatih siswa untuk memilih dan mengingat kosakata (vocabulary). Selain permainan metode lain yang juga sering digunakan di lembaga ini adalah ‘group discussion’ atau diskusi kelompok. Metode ini diterapkan dalam pembelajaran speaking. Siswa di dalam kelas di bmenjadi dibagi kedalam beberapa kelompok. Instruktur menyediakan beberapa tema yang ddituliskan dalam potongan kertas kecil. Kemudian kertas ini di edarkan untuk diambil oleh perwakilan kelompok. Setelah mengetahui tema, anggota group diberi waktu untuk mendiskusikan tema tersebut. Setelah berdiskusi, setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi. Dengan diskusi kelompok semacam ini siswa dilatih untuk berbicara menggunakan bahasa Inggris dalam konteks tema tertentu. Dalam metode ini siswa juga dilatih untuk tampil percaya diri. Bekerja dalam kelompok juga dilakukan dalam metode 10
‘peer correction’. Metode ini juga dilakukan dengan cara mengelompokkan siswa, namun dalam kelompok yang lebih kecil yaitu 2 orang atau berpasangan. c)
Tahap Evaluasi Sesuai dengan penjelasan yang diberikan oleh instruktur FEE, evaluasi pembelajaran dilakukan setiap akhir pembelajaran dan di setiap akhir program. Pada akhir program, instruktur meminta siswa untuk membuat movie maker yang kemudian akan digunakan oleh siswa untuk dideskripsikan. Dengan melakukan deskripsi secara lisan, instruktru dapat menilai kemampuan speaking siswa.
MODEL PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS DI BESWAN Bright English Study With Achievement Need (BESWAN) merupakan salah satu lembaga pendidikan bahasa Inggris yang berdiri di Pare. Beswan merupakan salah satu lembaga pendidikan bahasa Inggris di Pare. Menurut observasi yang dilakukan oleh peneliti, lembaga ini dikelola secara sederhana. Lembaga ini tidak memiliki jaringan diluar Pare. Program yang ditawarkan beragam, yaitu umum, private dan liburan atau holiday dengan durasi program 1-2 minggu, 2-4 minggu, 1-3 bulan dan atau disesuaikan dengan kesepakatan. Wawancara yang dilakukan pada siswa dan instruktur mengenai metode pembelajaran yang diterapkan di lembaga Beswan menunjukkan bahwa metode yang digunakan adalah practice atau lebih banyak latihan dibanding tertulis. a)
Tahap persiapan Seperti halnya lembaga serupa di Pare, para instruktrur di lembaga ini direkrut dari alumni yang dulunya merupakan siswa yang mengikuti program di lembaga ini. Mereka mengajar dengan bekal pengalaman dan pengatahuan yang mereka miliki. Berkaitan dengan metode mengajar, instruktur menggunakan metode practice atau lebih banyak latihan. Nampak dari proses belajar mengajar, mereka menggunakan metode Fun and Friendly Teaching. Metode ini berupa penggunaan game dan latihan.
b) Tahap pelaksanaan Dalam pelaksanaannya, siswa lebih banyak praktek dibanding menulis meskipun tetap menggunakan buku atau modul sebagai pedoman. ‘drill and repetition’ juga sesekali digunakan. Game adalah metode yang paling sering digunakan di lembaga Beswan. Menurut siswa dan instruktur, dengan ‘fun English’ yang diwujudkan dalam game 11
seperti ini, mereka merasa lebih mudah menyerap materi dan lebih mudah mengingat banyak hal, kemudian mereka akan lebih mudah untuk menggunakan kembali di luar kelas. c)
Tahap evaluasi Berdasarkan hasil wawancara dapat diamati bahwa tidak ada model evaluasi yang terstandar di lembaga ini. Evaluasi hanya dilakukan pada setiap akhir pembelajaran dalam bentuk lisan. Instruktur tidak memberikan tes dalam bentuk tertulis. Evaluasi yang dilakukan dalam bentuk tes praktek seperti speaking sesuai dengan materi yang telah diajarkan.
KENDALA – KENDALA YANG DIHADAPI Setelah melakukan observasi dan wawancara, dapat diamati bahwa dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kampung Inggris, peneliti menemukan beberapa kendala sebagai berikut: a)
Pemerintah Pengelolaan dan pelaksanaan pembelajaran di Beswan dilakukan secara mandiri, para pengelola tidak mendapat dukungan dari dinas pendidikan setempat baik dalam bentuk material maupun dukungan yang bersifat non material, seperti pelatihan atau pembinaan.
b) Lingkungan Lingkungan desa dimana lembaga-lembaga ini berdiri tidak di dukung oleh lingkungan warga desa. Warga desa setempat tidak memiliki peran dalam proses pembelajaran, mereka hanya berperan sebagai penyedia jasa seperti kos, catering atau warung makan, laundry dan sebagainya. Sehingga siswa tidak dapat menggunakan bahasa Inggris pada saat berinteraksi dengan warga.
PEMBAHASAN Model pembelajaran yang dilakukan di lembaga-lembaga pendidikan bahasa Inggris yang didirikan di Pare Pada umumnya adalah metode yang serupa yaitu metode ‘Fun Englsih’ yaitu belajar bahasa Inggris dengan situasi lingkungan yang menyenangkan. Situasi 12
kelas yang menyenangkan diwujudkan dalam kegiatan yang dilakukan di dalam kelas, seperti dengan game. Game yang dilakukan biasanya untuk melatih siswa menggunakan bahasa Inggris dan memudahkan siswa mengingat materi yang diajarkan seperti vocabulary dan ungkapan dalam bahasa Inggris. Pembelajaran juga dilakukan diluar kelas baik di lokasi yang sama maupun di tempat tinggal seperti kos atau asrama. Metode lain yang digunakan adalah group discussion atau diskusi kelompok. Diskusi kelompok dilakukan di dalam da di luar kelas, atau bahkan di asrama siswa dengan instruktur pendamping. Metode ini dilakukan dengan pilihan tema tertentu sebagai bahan diskusi. Metode ini dilakukan untuk melatih kemampuan siswa dalam berbicara, mengemukakan pendapat dan perasaan dalam bahasa Inggris. Metode ini juga bermanfaat untuk melatih kepercayaan diri siswa dalam berbicara dalam bahasa Inggris. Metode ‘Peer Discussion’ juga sering digunakan dalam pembelajaran. Metode ini dilakukan untuk melatih pengetahuan siswa karena mereka saling mengkoreksi sesame siswa yang lain. Di tempat kos siswa tetap menggunakan bahasa Inggris dalam berkomunikasi dengan sesama siswa. Dengan kesadaran untuk membiasakan diri menggunakan bahasa Inggris, siswa menjadi lebih aktif, percaya diri dan lancar dalam berbahasa Inggris. KESIMPULAN Berdasarkan hasil peneltian, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa hal yang mendukung keberhasilan siswa yang belajar di lembaga-lembaga pendidikan bahasa Inggris di Pare. Metode pembelajaran, merupakan salah satu faktor pendukung. Untuk itu metode yang digunakan adalah metode ‘Boarding Teaching’ dan ‘In Class Scheduled’. Kedua metode ini dilaksanakan dengan mengusung konsep ‘fun teaching’ atau metode yang menarik dan tidak terlalu terkesan formal dan kaku. Dengan menggunakan metode semacam ini siswa menjadi lebih tertarik dan antusias untuk belajar. Padahal intinya pembelajaran yang dilakukan berfokus pada latihan, karena bahasa Inggris merupakan skill bukan sekedar pengetahuan. Disamping metode yang menarik, terdapat unsur penting yang mendukung proses pembelajaran bahasa Inggris di kampung bahasa Inggris Pare ini, yaitu motivasi dan komitmen siswa dan instruktur. Baik siswa maupun instruktur di lembaga-lembaga pelatihan di Pare ini terbukti memiliki komitmen yang tinggi dalam mempelajari bahasa Inggris. Hasilnya nampak jelas dimana siswa dapat menggunakan bahasa Inggris dengan baik, lancar 13
dan percaya diri. Siswa dan instruktur dapat menggunakan bahasa Inggris seperti layaknya mereka menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi dan kehidupan sehari-hari. Faktor lain yang menjadi pendukung dalam keberhasilan siswa yang belajar di Pare adalah motivasi. Sesuai dengan hasil observasi dan wawancara dengan siswa dan instruktur, terungkap bahwa pada umunya siswa yang datang untuk belajar di lembaga-lembaga ini memiliki kemapuan bahasa Inggris yang kurang. Komitmen dan motivasi siswa terlihat sejak mereka datang dan mendaftarkan diri pada lembaga pendidikan bahasa Inggris di Pare. Dengan mendaftarkan diri di salah satu lembaga, maka mereka telah siap dengan konsekuensi yang akan dihadapi, seperti harus tinggal di asrama atau kos yang jauh dari rumah dan menggalkan aktivitas sehari-hari. Komitmen yang tinggi dari siswa juga nampak ketika mereka harus mengikuti segala aturan yang telah ditetapkan oleh lembaga sejak awal sampai akhir program pembelajaran. Menurut hasil penelitian, siswa yang telah mengikuti program di lembaga pendidikan bahasa Inggris di Pare ini dapat meningkatkan kemampuan bahasa Inggris rmereka. Tidak hanya meningkatnya kemampuan namun juga pengetahuan bahasa Inggris bertambah serta lebih percaya diri dalam menggunakan bahasa Inggris. Pencapaian yang baik dari siswa, minat masyarakat yang tinggi untuk mengikuti kursus di Pare dan munculnya lembagalembaga yang profesional dapat dijadikan indikator keberhasilan sebuah kampung Inggris. Namun hal ini tidak didukung oleh pemerintah setempat khususnya dinas pendidikan. Baik lembaga maupun instruktur tidak pernah mendapatkan dukungan baik dalam bentuk materiil maupun dukungan moral dari pemerintah daerah. Masyarakat setempat juga kurang memberikan dukungan bagi siswa karena penduduk asli kampung ini tidak menggunakan bahasa Inggris dalam kegiatan sehari-hari. Hal ini terjadi karena memang mereka tidak mengikuti kursus yang ada disekitar mereka. Warga asli desa ini hanya berperan sebagai penyedia jasa pendukung bagi siswa.
14
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 1998. Metode Penelitian. Jakarta:Pustaka Ilmu. Arikunto, Suharsimi. 2005. Metode Penelitian. Jakarta:Pustaka Ilmu. Brown, Douglas. 2007. Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa. Jakarta: Pearson Education Hamalik, Oemar. 2006. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara Hamalik, Oemar. 2007. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya Isjoni. 2009. Pembelajaran Kooperatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Isjoni. 2010. Cooperative Learning Evektivitas pembelajaran kelompok. Bandung: Alfabeta www.wikipedia.org/wiki/Pare,_Kediri www.pemkabkediri.go.id www.kampunginggriskita.com
15