REKONSTRUKSI ACEH N0. 21 ■ 13 MEI 2006 ■ DUA MINGGUAN
http://e-aceh-nias.org/ceureumen/
PANTON Bukon lee sayang keu bintang takat Ureueng meupakat sinan keu dali Geutanyoe Aceh rayeuk martabat Bek gadoeh harap bantuan goeb bri Peuteumuen mawoet langkah raseuki Lam jaroe Rabbi Azzawajalla Geutanyoe bek dok bantuan gub brie Mita raseuki lagee biasa Dicoeng u gadeng cicem meuseunda Ateuh udara totoek beruragoe Bantuan goeb briep untuk sikada Leubeh meurasa hai jak mita kedroe SULAIMAN A.GANI
2 3
■ HOTLI SIMANJUNTAK
Upah belum Dibayar Warga Telantar
MASIH ingat dengan PLTD Apung di Punge Blang Cut? Bagi Anda yang bermukim di Banda Aceh dan sekitarnya praktis sudah tahu itu. Hanya karena kekuasaan Allah-lah sehingga dia berpindah tempat; dari laut ke darat. Baca halaman 4-5
Air Terjun Menyengat Listrik Dara El-Achee
Menyorot Setahun BRR
7 “Gampong China” di Peunayong
8 Pengacara Swedia Didatangkan
Aceh Besar yani
[email protected]
S
EBUAH pembangkit listrik tenaga mikrohidro kini sudah beroperasional di Desa Kreung Kala, Kecamatan Lhoong, Kabupaten Aceh Besar. Dengan beroperasinya pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLMTH) ini, maka sebanyak 200 KK penduduk desa Kreung Kala, kini sudah bisa menikmati aliran listrik. Ramiza (31) seorang penduduk desa Kreung Kala menyebutkan, lebih dari setahun pascatsunami, penduduk Desa Krueng Kala tak bisa menikmati aliran listrik, karena rusaknya jaringan listrik menuju desa mereka, akibat musibah gempa dan tsunami lalu. Beli Genset “Kalau pun ada yang pakai listrik, itu hanya satu dua keluarga saja yang bisa dan sanggup membeli genset, dengan adanya pembangkit listrik ini, hampir semua warga desa Krueng Kala sudah kembali ke desa dari tempat pegungsian,” ujar Ramiza. Sebelumnya, kata Ramiza, meski rumah sudah selesai dibangun, namun tidak sedikit warga yang enggan pulang ke desa, karena tidak ada fa-
silitas listrik. Bisa dibayangkan, betapa gelap gulitanya desa yang berlokasi di kaki gunung ini. Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) ini dibangun atas sumbangan PT Coca Cola Indonesia. Dikerjakan Yayasan IBEKA dan Nurani Dunia. Menurut Corporate Affairs Director PT Coca Cola Indonesia, Titie Sadarini, ini proyek keenam PT CCI dalam menjalankan misi kemanusiaan di Aceh. “Sebelumnya kita juga sudah mengerjakan berbagai proyek yang kita nilai besar, selain memberi bantuan makanan dan obat-obatan semasa darurat, di antaranya pembangunan sekolah, melakukan survey hidrologi, pengembangan mata pencarian masyarakat dan pembangunan pembangkit listrik ini,” jelas Titie. Listrik Mikrohidro Pembangkit listrik tenaga mikrohidro yang dibangun dengan nilai Rp 2,5 M ini bersumber pada kekuatan air terjun Desa Krueng Kala. Dengan mengalirkan air ke turbin, akan diubah menjadi tenaga listrik, yang bisa menghasilkan listrik sebesar 40 Kilowatt. Pengelola Yayasan IBEKA, Tri Mumpuni, mengatakan, pembangunan PLTMH ini sepenuhnya meli-
batkan partisispasi masyarakat setempat. “Ini yang paling penting sebenarnya, karena kalau tidak ada partisipasi warga, PLTMH ini tidak bisa berjalan, karena ini akan terus dikelola secara swadaya masyarkat,” ujar Puni. Menurut Puni, pengelolaan PLTMH ini, sudah diputuskan oleh warga akan dikelola oleh Koperasi milik warga, sehingga warga bisa dengan tertib membayar biaya listrik perbulan sesuai dengan kesepakatan yang sudah ditetapkan. “Pembayaran itu hanya lah untuk biaya perawatan peralatan dan honor operator, yang kita laitih dari masyarkat lokal di sini,” ujarnya. Dibatasi Untuk menghindari kelebihan pemakaian, setiap warga dibatasi untuk bisa mendapatkan aliran listrik sebesar 2 Ampere. Aliran listrik juga dimanfaatkan untuk berbagai fasilitas umum, seperti sekolah dan mesjid. Dengan adanya PLTMH ini secara tidak langsung juga akan menjaga kelestarian hutan. Bagaiman tidak, karena hutan itu harus dilestarikan. Jika pohon sekitar PLTMH ditebang, akan menyebabkan minusnya pasokan air. Praktis akan mengakibatkan aliran listrik berkurang juga. ■
KORUPSI
CEUREUMeN
■ ■ TANYA JAWAB Ingin Jadi Kontributor Ceureumen
T:
Sebelumnya saya meminta maaf, jika email saya ini mengganggu redaksi Ceureumen. Redaksi yang terhormat. Setelah saya membaca isi tabloid Ceureumen dalam beberapa edisi, saya sangat tertarik, mengingat saya sangat berkeinginan untuk memberantas korupsi yang selama ini tergolong lumrah terjadi di mana-mana. Saat ini saya sendiri bekerja di sebuah LSM lokal yang bergerak di bidang Investigasi dan Monitoring Pengggunaan Dana APBN/APBD. Juga memonitor bantuan donatur, terutama tentang dana bantuan sekolah (BOS) di seluruh sekolah yang ada di Aceh Utara. Untuk itu, kalau ada kesempatan saya sangat berkeinginan sekali untuk bergabung dengan tabloid Ceureumen sebagai konresponden/kontributor. Demikian saya sampaikan harapan saya, atas perhatiannya saya ucapkan banyak terima kasih.
■ HOTLI SIMANJUNTAK
2
Belum juga cair.
Upah belum Dibayar Warga Telantar
Ismail abda <
[email protected]>
J:
Untuk menjadi kontributor Ceureumen, silakan saja Anda mengirim artikel yang sesuai dengan misi tabloid Ceureumen. Tulisan bisa dikirim langsung ke redaksi tabloid Ceureumen atau melalui email. Setiap tulisan yang dimuat akan diberikan honor sepantasnya.
Firman hadi Aceh Barat
[email protected]
Masih Adakah Jadup?
T:
Meskipun saya telah membaca berulang kali isi tabloid Ceureumen edisi sebelumnya, namun saya belum mendapatkan penjelasan yang memuaskan soal laporan dana Jadup. Maksudnya, apakah Jadup masih ada atau tidak. Kalau masih ada, kapan disalurkan lagi dan kalau tidak ada lagi, pemerintah harus menjelaskan apa sebabnya. Soalnya, yang kita ketahui semua bahwa pemerintah pusat telah berjanji untuk memberikan Jadup selama 10 bulan, yaitu terhitung Maret 2005 sampai dengan Desember 2005. Murni, Barak Kajhu Kecamatan Baitussalam Aceh Besar
J:
Kepala Dinas Sosial Provinsi NAD Haniff Asmara mengatakan, dirinya belum bisa memutuskan apakah pemberian dana jatah hidup (Jadup) bagi para pengungsi akan dilanjutkan atau tidak. Semuanya tergantung kepada pemerintah pusat. Soalnya, semua dana memang berasal dari pusat. Menurutnya, Pemda NAD tidak mungkin lagi memakai dana cadangan untuk digunakan sementara sebagai dana Jadup. Hingga kini Pemda NAD masih menunggu keputusan pemerintah pusat untuk melanjutkan atau tidak sisa pemberian dana Jadup untuk para pengungsi .
Anda bisa mengirimkan pertanyaan apa pun yang ingin Anda ke-tahui, terutama mengenai masalah rekonstruksi dan rehabilitasi. Redaksi akan mencarikan jawaban untuk pertanyaan Anda. Kirimkan ke PO BOX 061 Banda Aceh 23001 atau email
[email protected] dengan mencantumkan “Rubrik Tanya Jawab”
S
UDAH hampir sebulan setengah Alfandi kesulitan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Lajang 24 tahun ini, terkadang harus berutang kepada temantemannya untuk sekadar berbelanja kebutuhan sehari-hari. Padahal, korban tsunami yang menghuni barak di Desa Suak Raya, Kecamatan Johan Pahlawan, Aceh Barat, ini belum mempunyai pekerjaan tetap. Sedangkan upah dari program padat karya, yang pernah ia kerjakan bersama masyarakat lainnya di empat kecamatan di Aceh Barat, sampai saat ini belum juga cair. Program padat karya itu sendiri berjalan pada bulan Maret 2006 lalu, selama 20 hari, dan selesai pada bulan itu juga. Menurut Alfandi, keterlambatan pembayaran upah kerja membuat masyarakat telanjur sakit hati. Karena mereka dijanjikan akan dibayar pada tanggal 3 April lalu. Namun, sampai sekarang dana itu belum juga cair penuh. “Sebelumnya, masyarakat sudah pernah mendapatkan dana awal sebesar Rp 200 ribu, tetapi itu bersifat pinjaman,” katanya. Program tersebut didanai
oleh BRR, Satker Produksi Tanaman Pangan, melalui Dinas Pertanian Aceh Barat sebagai pelaksana. Kegiatannya membersihkan lahan persawahan masyarakat dari sampah tsunami seluas 1.509 hektare, di empat kecamatan di Aceh Barat. Pengerjaan pembersihan lahan persawahan ini diserahkan melalui kelompok-kelompok tani dengan upah kerja Rp 1,5 juta per hektarnya. Arfian (35), penduduk barak Desa Suak Raya, yang merupakan salah satu ketua kelompok yang mengkoordinir 96 orang dalam empat kelompok pada program padat karya tersebut mengungkapkan rasa kecewanya. Ia merasa kecewa atas keterlambatan pemabayaran tersebut. Akibatnya, banyak masyarakat yang kesulitan dalam membiayai hidup mereka. Karena dana belum juga cair. Pria yang telah berkeluarga ini mengaku, sudah sering menanyakan hal ini ke Dinas Pertanian setempat. Dari Pihak Dinas Pertanian mengatakan bahwa dana itu belum turun dari BRR. Dan meminta masyarakat untuk bersabar dahulu, dan dana itu pasti akan cair dari BRR. “Jadi, posisinya sekarang mereka masih menunggu proses pencairan dana dari BRR, “ jelas Arfian. Tak hanya masyarakat yang terbebani. Kadis Pertanian
Kabupaten Aceh Barat, Ir.H. Jaelani Wahab juga dibuat gundah oleh masalah ini. Karena beliau telah sering didatangi masyarakat yang menanyakan hal ini. Jailani mengatakan, lambatnya turun dana untuk upah bagi masyarakat itu karena harus melalui proses administrasi di Banda Aceh. Setelah SPJ (Surat Pertanggungjawaban) dikirimkan, maka dana tersebut baru bisa dicairkan. Akan tetapi, walupun SPJ sudah dikirimkan, dana masyarakat itu belum juga dicairkan. Namun, Jaelani menuturkan bahwa BRR punya alasan tersendiri mengapa dana tersebut belum disalurkan. “Alasan dari pihak BRR melalui Satker Produksi Tanaman Pangan, adalah karena banyaknya SPJ yang masuk ke Satker dari seluruh NAD. Makanya terjadi keterlambatan,” kata Jaelani. Sedangkan Jurubicara BRR Mirza Keumala mengatakan, masalahnya bukan di BRR, karena BRR sudah menyelesaikan proses pembayarannya. “Masalah bukan di BRR. BRR tidak ada potensi untuk menghalang-halangi pembayaran. Laporan yang saya dapat dari Satker, semua program padat karya di Aceh Barat sudah dilunasi pada 4 Mei lalu,” kata Mirza Keumala. ■
■ REDAKSI CEUREUMeN ■ Pemimpin Redaksi: Sim Kok Eng Amy ■ Sekretaris Redaksi: Siti Rahmah ■ Redaktur: Nani Afrida ■ Wartawan: Mohammad Avicenna, Muhammad Azami ■ Koordinator Artistik: Mahastudio ■ Fotografer: Hotli Simanjuntak ■ Dengan kontribusi wartawan lepas di Aceh ■ Alamat: PO BOX 061 Banda Aceh 23001. Email:
[email protected] ■ Percetakan dan distribusi oleh Serambi Indonesia. CEUREUMeN merupakan media dwi-mingguan yang didanai dan dikeluarkan oleh Decentralization Support Facility (DSF atau Fasilitas Pendukung Desentralisasi). DSF merupakan inisiatif multi-donor yang dirancang untuk mendukung kebijakan desentralisasi pemerintah dengan meningkatkan keselarasan dan efektifitas dukungan dari para donor pada setiap tingkatan pemerintahan. Misi dari CEUREUMeN adalah untuk memberikan informasi di Aceh tentang rekonstruksi dan berita yang bersifat kemanusiaan. Selain itu CEUREUMeN diharap bisa memfasilitasi informasi antara komunitas negara donor atau LSM dengan masyarakat lokal.
FOKUS
CEUREUMeN
3
Menyorot Setahun BRR Muhammad Azami Banda Aceh
[email protected]
B
AHWA banyak masyarakat yang masih kecewa dengan kinerja Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias, bukanlah rahasia lagi. Yang mungkin masih menimbulkan pertanyaan adalah, apa yang akan dilakukan oleh badan pimpinan Kuntoro Mangkusubroto itu untuk memperbaiki kinerjanya. Dibentuk pada bulan April tahun 2005 lalu, berarti setahun sudah umur Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias. Ada kemajuan, tetapi juga lebih banyak kritikan terhadap lembaga pimpinan Kuntoro Mangkusubroto itu. Mulai dari tudingan bekerja sangat lamban, kurang transparan dalam rekruitmen pegawainya, hingga ke persoalan kepedulian terhadap lingkungan yang amat minim. Ada bahkan yang mempersoalkan struktur BRR sendiri sudah salah kaprah. Di lapangan, satu per satu proyek rekonstruksi yang didanai BRR juga mulai terungkap berkualitas buruk. Yang terkini adalah hebohnya kasus tanggul di Desa Alue Deah Teungoh, yang membentang sepanjang bibir pantai Ulee Lheue, Banda Aceh. Keberadaan tanggul itu menyangkut
dengan masa depan kehidupan ribuan warga Kota Banda Aceh yang tinggal di pesisir pantai, terutama di kawasan itu. Sayangnya, tanggul ini ternyata dibangun dengan kualitas buruk, tanpa pengawasan memadai dari BRR. Kritik lain adalah soal struktur BRR yang dinilai salah kaprah. Menurut anggota DPRD NAD Mukhlis Mukhtar, karena struktur yang salah kaprah inilah, sehingga BRR sulit menjalankan kerjanya dengan baik. “Mengenai struktur BRR, menurut hemat kami adalah struktur yang salah kaprah,” katanya. Implikasinya, kinerjanya menjadi lamban. “Untuk ke depan BRR diharapkan melakukan evaluasi, melakukan restrukturisasi dan betul-betul profesional, tidak politis. Struktur BRR hari ini cenderung
politis. Maksudnya, banyak menempatkan orang-orang yang tidak proporsional, tidak pada tempatnya,” jelasnya, pekan lalu. Sejumlah kalangan juga menilai, selama ini yang banyak disorot oleh media adalah kinerja Bapel. Sementara kinerja Dewan Pengarah dan terutama Dewan Pengawas tidak pernah mendapat sorotan. Padahal, peran mereka juga amat vital. Seperti diketahui, selain Badan Pelaksana, dua organ BRR lainnya, yakni Dewan Pengarah dan Dewan Pelaksana hampir tidak pernah terdengar kabarnya. Dalam tubuh BRR itu memang terdapat tiga lembaga, pertama Badan Pelaksana, kedua Dewan Pengarah, dan ketiga Dewan Pengawas. Ini sesuai dengan apa yang tertuang dalam Keppres 63/m/2005 yang ditandatangani
oleh Susilo Bambang Yudhoyono tertanggal 29 April 2005 serta berdasarkan Perppu 2/2005. Publik Aceh hampir tidak tahu secara pasti apa saja yang telah dikerjakan mereka dalam masa setahun bertugas dalam proses rehabilitrasi dan rekonstruksi Aceh dan Nias. Sedangkan Jurubicara BRR Mirza Keumala membantah BRR bekerja lamban dan tidak maksimal. “Kinerja BRR sesungguhnya tidak lamban. Lembaga ini baru mulai bekerja pada 28 Oktober 2005. Ini berbeda dengan LSM yang segera bisa bekerja setelah tsunami. Mungkin bisa dikatakan mengapa tidak bisa berjalan dengan cepat. Salah satu penyebabnya, antara lain, kita memerlukan kehatihatian, ingin efisien dan tidak korup,” katanya memberi argumen. ■
Novia Liza Banda Aceh
[email protected]
■
Memperkuat Koordinasi dan pengawasan Misalnya memperjelas mekanisme blacklist bagi kontraktor.
■
Transparansi anggaran BRR harus membuka akses infomasi bagi publik untuk mengetahui hal itu. Kemudian mekanisme partisipasi publik, misalnya dalam penyusunan program publik khususnya para korban harusnya lebih banyak dilibatkan.
■
■
■
Komisi perumahan. BRR harus menyegerakan adanya komisi perumahan, menyentuh standar perumahan yang akan dibangun oleh NGO maupun pemerintah, sehingga dari mana pun sumber anggarannya, outputnya tetap sama. Selain menjamin kualitas, hal ini juga untuk menghindari konflik sosial yang akan terjadi di tengah-tengah masyarakat. Rekruitmen tidak jelas. Bahwa kinerja BRR itu lamban bisa jadi karena kualitas sumber daya manusianya. Maka perlu semacam standar operasional prosedur perekrutan, dimana dengan mekanisme perekrutan yang jelas, orang yang direkrut oleh BRR itu mempunyai kompetensi dan kualifikasi yang bagus dan layak. Outputnya bermasalah Kinerja mereka di lapangan tergambar dengan kualitas proyek yang dihasilkan. Pelatihan di sana-sini terkesan semangat menghabiskan dana saja. Sangat jelas terlihat semangat menghabiskan dana, tetapi program-program yang langsung berkaitan dengan korban sangat sedikit yang terealisasi, bahkan yang sudah terealisasi pun sebagiannya bermasalah.
C M Y K
■ HOTLI SIMANJUNTAK
Kritik GeRAK Aceh Salah kaprah
Kritik Walhi – Novia Liza Banda Aceh
[email protected]
S
EPERTI halnya Gerakan Antikorupsi (GeRAK) Aceh, Walhi (Wahana Lingkungan Hidup) Aceh pun punya sejumlah kritikan dan rekomendasi terhadap BRR, seperti berikut ini: 1. Selama ini BRR kurang transparan dalam menginformasikan proses pemenuhan kayu selama masa rekonstruksi. Walhi menginginkan BRR menjamin keakuratan dan kevalidan informasi tersebut. 2. Berbicara tata ruang, Walhi telah meminta kepada BRR agar memperkuat titik konsistensi perencanaan tata ruang kampung berbasis komuniti. Namun, BRR hanya menindaklanjutinya kepada kontraktor. Ini sangat berbahaya pada model bottom up. Maka, bagaimana mungkin mendapatkan tata ruang bermutu jika hanya dikonsepkan oleh konsultan di atas meja dan bukan bersifat implementatif. Seharusnya, tata ruang tersebut dimulai dari kampungmukim-kecamatan-kabupaten, dan kemudian
menjadi dokumen atau rekomendasi kepada BRR. Konsep tata ruang akan menjadi proyeksi masa depan sebuah kabupaten. 3. BRR telah berkomitmen untuk menjaga dan memulihkan daya dukung lingkungan. Namun, hal itu masih sebatas kata-kata saja. Artinya, pada saat mendapat tekanan, seharusnya BRR tetap teguh dan tidak berpihak dalam memegang komitmennya, misalnya dalam mengeluarkan izin HPH (Hak Penguasaan Hutan). Rekomendasi: 1. BRR harus serius memonitoring pihak-pihak yang terlibat dalam rekonstruksi, baik itu terhadap LSM lokal maupun LSM luar. Untuk mereka yang terbukti bersalah, BRR harus segera memberikan hukuman dan bukan malah membiarkannya. 2. Tidak mengeluarkan dana dan merekomendasi segala aktifitas yang menyebabkan kehancuran lingkungan. 3. BRR harus lebih berpihak kepada lingkungan dan menjadikannya sebagai panduan atau landasan dalam proses rekonstruksi. ■
CERITA SAMPUL
CEUREUMeN
Sentimen Pribadi Buya Kehadiran lembaga-lembaga internasional di Aceh sebagai respon atas bencana tsunami tentunya membawa dampak positif dan negatif. Dari sisi ketenagakerjaan, kehadiran lembaga internasional dirasakan cukup berdampak positif. Di antaranya terbuka kesempatan bagi putra-putri lokal untuk menduduki posisi penting yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan oleh tenaga lokal. Selain itu banyaknya pelatihan-pelatihan yang dilakukan selama proses rekonstruksi dan rehabilitasi ini juga tentunya bermanfaat untuk meningkatkan kapasitas tenaga kerja lokal. Hal ini merupakan modal besar bagi kemajuan Aceh ke depan. Di mana nantinya di benak rekanrekan yang telah bekerja di lembaga internasional telah terpatri visi global yang bisa dipakai memajukan Aceh. Namun disayangkan, masih banyak yang masih belum puas dengan kondisi ini dan masih menganggap bahwa banyak orang lokal yang ditinggalkan. Sehingga diklaim muncul diskriminasi dan lain-lain yang sampai pada istilah buya krueng teudong-dong, buya tamong meuraseki. Padahal tidak demikian. Buya krueng tetap dapat reuseki bersama-sama buya dari daerah atau negara lain. Munculnya pandangan negatif tersebut terkadang bermuara dari rasa sentimen pribadi terhadap sebuah lembaga. Boleh jadi karena tak diterimanya lamaran kerja yang bersangkutan atau karena tidak cocok dengan sistem kerja atau suasana kerja di lembaga yang dimaksud. Baik dan buruk akhirnya terpulang pada kita untuk menilainya. Semuanya menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Wassalam, M. Taufik Hidayat
[email protected] Jl. Prada 1 Lr. Seulanga No. 22, Pineung Banda Aceh
Kembalikan Lapangan Gajah ke Sejarah Aceh sebagai bekas sebuah kerajaan memiliki ban-
yak kisah. Mungkin orang tak akan lupa dengan Iskandar Muda. Disusul kemudian, sultanah-sultanah yang lain. Kita dengan berat hati harus melupakan itu sebab Aceh sudah berintegrasi dengan Indonesia. Kendati Traktat London mengakui Kerajaan Aceh, sebagai sebuah negara. Cerita sekarang yang tersisa adalah mengenai Lapangan Gajah. Konon, dinamakan Lapangan Gajah, tempat dimana gajah-gajah kerajaan yang dipakai dalam berperang diparkirkan di sana. Karena lokasinya tidak jauh dari Keraton Darul Dunia, lokasi Meuligo Gubernur dan sekitaranya sekarang ini. Lapangan Gajah masih dipakai untuk kepentingan keraton Aceh. Setahu saya pada masa Gubernur Ali Hasjmy, Lapangan Gajah itu diganti nama menjadi Padang Arafah, karena memang tanahnya sangat luas. Lalu, lapangan itu diganti lagi menjadi Lapangan Blang Padang sampai kini. Sampai kini, tanah tersebut masih milik Kerajaan Aceh. Karena kerajaan Aceh tak ada lagi, praktis menjadi milik Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Terakhir ketika saya lewat sudah ada pamplet itu milik militer. Bingung saya, ini sudah menggelapkan sejarah. Sebaiknya jangan kaburkan lagi sejarah Aceh. Mungkin kita alergi menceritakan kepada anak cucu bahwa Aceh itu dulunya kerajaan, buktinya kita tak dapati lagi pertapakannya. Lapangan bersejarah itu tentu saja pantas kita masukkan ke cagar budaya atau situs purbakala. Ketika tsunami, kawasan ini juga cukup banyak dilangkahi lumpur laut itu. Makanya perlu direhab kembali sesuai dengan fungsi sejarahnya. Rawatlah dia sebagai bagian dari daerah untuk keuntungan daerah juga. Jangan ada sengketa, sejarah jangan diingkari. Terima kasih atas dimuatnya komentar ini. Indra Parna
[email protected] Jalan Teuku Angkasah Kuta Alam, Banda Aceh
Buat Anda yang ingin menyampaikan Suara Rakyat kecil berupa ide, saran, dan kritik tentang rekonstruksi bisa melalui surat ke Tabloid CEUREUMéN PO Box 061 Banda Aceh 23001 email:
[email protected]
■ HOTLI SIMANJUNTAK
4
Ikhtibar dari PLTD Apung
Kening Berkerut di Punge Blang Cut Mohammad Avicena Banda Aceh
[email protected]
ASIH ingat dengan PLTD Apung di Punge Blang Cut? Bagi Anda yang bermukim di Banda Aceh dan sekitarnya praktis sudah tahu itu. Hanya karena kekuasaan Allah-lah sehingga dia berpindah tempat; dari laut ke darat. Di situ setidaknya ada 59 jiwa korban tsunami yang nasibnya terkatung-katung. Pada saat korban yang lain mendapat rumah, mereka malah harus bersabar dan bersabar. Pasalnya, pertapakan tanah mereka “disegel” perahu raksasa milik negara. Tak ada yang berhasrat agar Pusat Listik Tenaga Diesel (PLTD) Apung berlabuh di darat. Tapi dahsyatnya tsunami yang membuat pembangkit listrik itu merayap ke perkampungan warga. Harus dipahami, tsunami itu musibah. Musibah harus diterima dengan tabah. “Perahu Nabi Nuh” Soal PLTD Apung, itu milik
M
Perusahan Listrik Negara (PLN). Sebelumnya dia sudah hampir setahun berlabuh di Pelabuhan Ulee Lheue. Dia ditarik dari Pontianak khusus untuk mengatasi pasokan listrik yang seret untuk warga Aceh kala itu. Bukan tanpa alasan dia berlayar jauh dari Kalimantan. Saat itu, konflik di darat menderu hebat, banyak tower listrik yang dibabat. Nyaris sebagian pesisir Aceh gelap gulita. Tapi siapa sangka, saat tsunami dia malah ditarik ke darat. Ketika masuk masa rehab dan rekon masalah timbul, bahkan lebih ruwet lagi. Warga ingin membangun rumah ditanahnya. Ini artinya mau tidak mau, “Perahu Nabi Nuh” atawa “perahu besi” itu wajib digeser kehabitatnya. Lagi pula, rasa mustahil memindahkan benda itu ke asalnya. Bukan tidak mungkin, namun cost yang ditelannya cukup luar biasa. Bukan itu saja banyak persoalan lain yang belum selesai. Warga “bersiteru” dengan Pemerintah Kota Banda Aceh. Usai Bencana Kasusnya, apalagi kalau bu-
kan soal ganti rugi. Warga sejatinya minta “ganti untung”, namun Pemko nilai terlalu mahal. Kalau pun warga terima ganti rugi, tapi harus tinggi. Harus ada tanah lain di kawasan itu juga, plus rumah tipe 54. (baca: Petisi Warga Usai Bencana). Berlebihan memang! Apalagi jika mengingat ada juga warga yang statusnya hampir serupa, tanahnya kini digeruk laut. Bukan cuma digeruk, malah sudah menjadi “halaman” tempat bermain ikan, ombak dan gelombang. Lantas, apatah mereka juga harus minta ganti? Lalu kepada siapa? Mengadu ke Pemko sama juga. Mereka malah dapat rumah tipe 36, itu pun sudah dikeruk rayap. Dalam kasus Punge Blang Cut, boleh jadi kening kita seakan berkerut. Ada apa sebenarnya? Mungkin di sini kesabaran kita sedang diuji. Sudah siapkah kita hidup papa setelah “badai” reda? Atau jangan-jangan kita malah ingin kaya raya. Semego tidak! Untuk itu mari kita renungi bersama! ■
CERITA SAMPUL
CE
❞
“Jangan Dibiarkan Berlarut-larut” Boy Nashruddin Agus Banda Aceh
[email protected]
D
I ANTARA 59 pemilik dan ahliwaris tanah di Punge Blang Cut, tercatat nama H Safwan sebagai “tuan tanah”, Pasalnya dia cukup banyak “mengoleksi” tanah di lokasi itu. Lalu ada 111 meter milik kuburan umum. Ketua Panitia Pembebasan Tanah PLTD Apung, Ir Fauzi kepada Ceureumén mengatakan hingga kini belum ada kata sepakat. Namun ada gambaran yang dirinci kedua belah pihak yaitu Rp.
Petisi Warga Usai Bencana Boy Nashruddin Agus Banda Aceh
[email protected]
Kesimpulan terakhir yang sepakati ada empat hal yang diopsi yang ditawarkan kepada pemerintah. Berikut isi petisi warga itu: ● Masyarakat menuntut ganti-rugi tanah sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) per meter dan pemerintah wajib menghitung harga bangunan yang masih tertinggal di atasnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam proses ganti-rugi. ● Masyarakat setuju dan menerima harga ganti-rugi tanah dibayar sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) per meter bila pemerintah menyediakan lahan re-lokasi tetap di kelurahan Punge Blang Cut, seluas tanah yang akan dibebaskan serta membangun rumah type 54 bagi seluruh KK yang ada dalam lokasi rencana pembebasan tersebut. ● Masyarakat juga mengusulkan bila solusi pada butir 1 dan 2 tidak disetujui oleh Pemerintah, maka masyarakat berkesimpulan bahwa PLTD Apung segera dipindahkan, sehingga masyarakat korban dapat tetap tinggal dan dapat segera membangun kembali rumah mereka pada lokasi masing-masing di kelurahan Punge Blang Cut. ● Masyarakat juga mengusulkan bila program pemerintah tetap akan dilaksanakan, maka areal pembebasan agar dipersempit, sehingga tidak terlalu banyak masyarakat yang dikorbankan, atau pemerintah mempertimbangkan pembebasan tanah terhadap 2 (dua) unit rumah yang tepat berada di bawah kapal PLTD Apung dengan penentuan harga ganti rugi dapat dibicarakan langsung dengan pemilik tanah yang bersangkutan.
600.000,- untuk harga tanah, dengan perinciannya Rp. 400 ribu untuk harga tanah dan Rp. 250 ribu buat dana relokasi. Tak Serius Itu cerita dulu, pada masa bekas penjabat Walikota Banda Aceh, Mawardy Nurdi. Sialnya sampai kini belum ada tanggapan serius dari pemerintah dan lembaga terkait. “Pihak Pemda terlalu kaku menyikapi permasalahan PLTD Apung,” ujar Fauzi. Kata dia, bila saja pemerintah tak memperdebatkan harga tanah, mungkin kasusnya sudah selesai. Pasalnya Pemko cuma mengganti Rp. 650.000,-/meter plus uang duka bagi korban PLTD Apung. “kalau begini akan dapat respon lain bagi warga sendiri,” ungkap Fauzi lagi Wakil Ketua MPU Kota Banda Aceh, Tgk. H. Syukri Daud, BA Yang dihubungi terpisah mengatakan kendati sudah 16 bulan musibah itu secara mental ada masyarakat Aceh yang belum menyadari bahwa tsunami perin-
gatan Allah. “Dari segi aqidah, syariat dan akhlak masyarakat masih jauh dari yang kita harapkan, mereka masih saja larut dengan hal-hal keduniawian,” ucap dia. Jangan Berlarut Ditanya kasus Punge, Syukri mengharapkan agar kasus tersebut tidak berlarut. Dia melihat anara pemilik tanah dan pemerintah belum ada titik temu. “Seharusnya ada pihak ketiga yang menengahi, misalnya badan adat seperti Imum Mukim dan sebagainya,” sebutnya. Dia berharap kepada mereka, agar tak hilang haknya supaya menempuh prosedur sehingga hak mereka tidak terabaikan, kemudian diharapkan mengambil hikmah dari tsunami sendiri. Syukri menyebutkan bila lokasi LTD Apung akan dijadikan objek wisata, MPU menginginkan objek wisata yang Islami serta mendapat penjagaan semua pihak. Dengan demikian bisa menambah income warga sekitarnya.■
❞
Kendati sudah 16 bulan musibah itu secara mental ada masyarakat Aceh yang belum menyadari bahwa tsunami peringatan Allah. Dari segi aqidah, syariat dan akhlak masyarakat masih jauh dari yang kita harapkan, mereka masih saja larut dengan hal-hal keduniawian. TGK. H. SYUKRI DAUD
■ HOTLI SIMANJUNTAK
Di situ setidaknya ada 59 jiwa korban tsunami yang nasibnya terkatungkatung. Pada saat korban yang lain mendapat rumah, mereka malah harus bersabar dan bersabar. Pasalnya, pertapakan tanah mereka “disegel” perahu raksasa milik negara.
Ada Romantika Bermain di Sana … Boy Nashruddin Agus Banda Aceh
[email protected]
U
SAI gelombang tsunami surut, Aceh carut marut. Tapi kita seakan tidak ikhlas menerimanya. Tak salahnya kita menyitir sebait tembang balada Ebiet G. Ade, “Anugerah dan bencana adalah kehendak-Nya, kita mesti tabah menjalani…,” Petikan syair itu memercikan pesan moral. Dan itu cukup pas menukilkan emosional korban tsunami di Aceh, khususnya warga yang tanahnya didarati PLTD Apung. Mungkin kita tak perlu berkutbah lagi. Bahwa hanya karena kekuasaan-Nyalah benda raksasa itu mampu merayap ke darat. Kasus Pelik Lalu persoalannya mencuat tatkala musibah itu mengairi banyak simpati.
Konon lagi banyak bantuan yang datang bak gelombang. Di sinilah gejala itu bermula. Pada saat pemerintah memberi jatah rumah, ada 59 warga yang menuai masalah. Terutama yang tanahnya diparkiri “pemanggul” pembangkit listrik. Antropolog Unsyiah, Drs Anwar Yoesoef yang ditanyai Ceureumén menyebutkan kasus di Punge Blang Cut itu amat pelik. Apalagi bila mengingat kondisi ekonomi yang morat marit. “Pascatsunami, semua barang-barang mahal. Bahkan di daerah yang dulunya enggan untuk ditempati warga kini tanahnya menjadi mahal,” ujar dosen FKIP Unsyiah ini. Pembebasan Tanah Menanggapi kasus pembebasan hak tanah yang ada di daerah tersebut—terutama areal tempat jangkarnya PLTD Apung—
, Anwar menganjurkan perlu adanya penyelesaian yang signifikan dari segala pihak. “Kita tidak boleh mengatakan orang-orang tersebut (warga Punge Blang Cut) menjadi matrealistis, seperti halnya ungkapan orang-orang dari luar Aceh,” ujarnya sembari tersenyum tapi tetap serius. Dedi, seorang pemuda di sana menyebutkan ada kecenderungan masyarakat mengeruk kesempatan. “Kesempatan” itu terkait dengan rencana Pemko Banda Aceh ingin ganti rugi lokasi tersebut. Sayangnya, patokan harga yang pasang warga cukup tinggi yakni Rp 1 juta. Pemko separohnya yaitu Rp500 ribu. Konon lokasi tersebut dibuat menjadi monumen bisu tsunami. Tanah itu luasnya 31.161 m2 atau setara 3.116 Hektare.
“Warga bersedia tanahnya dibebaskan jadi milik pemerintah asalkan diganti kerugiannya dengan jumlah Rp1 juta per meternya. Saya rasa itu sangat lumrah mengingat tanah tersebut harta warisan nenek moyang mereka,” urai Kepala Desa Punge Blang Cut, Abdullah TB. Romantika Abdullah mengaku tak bisa menyalahkan warganya. Mengingat tanah itu banyak hak anak yatimnya. Apalagi mereka sudah beranak-pinak dan mendarah daging di situ. Di situ pula mereka berpisah dengan orang yang dicintainya. “Saya tidak menyalahkan mereka bila minta ganti rugi dengan harga jutaan rupiah. Sebab tanah itu punya sejarah dan romatika tersendiri bagi mereka,” Abdullah menyela. ■
6
CEUREUMeN
TIPS KESEHATAN
CEK BANUN
Cuci Tangan Pakai Sabun, Haruskah? ●
●
● ● ● ●
■ MAHDI ABDULLAH
●
Lemper Sarden
dalam memasak kali ini, simak caranya:
●
●
●
■ MULYANI
●
● ●
D
IPERKIRAKAN membutuhkan waktu sekitar 60 menit untuk mengolah sarden yang kita peroleh menjadi 25 buah lemper yang enak di santap bersama keluarga. Ibu Mulyani menuntun kita
● ● ● ● ●
●
Bahan: 400 gr beras ketan, direndam dua jam 200 ml santan dari 1/2 butir kelapa 1 1/2 sendok teh garam 2 lembar daun pandan daun pisang untuk membungkus Bahan isi: 1 kaleng sarden, ditiriskan 1 lembar daun salam 1 batang serai, dimemarkan 1 1/4 sendok teh garam 1 sendok teh gula pasir 1 1/2 sendok teh kari bubuk 200 ml santan dari 1/4 butir kelapa 100 gr kelapa parut, disangrai,
●
dihaluskan 2 sendok makan minyak untuk menumis
Cara membuat: 1. Isi, tumis bumbu halus, daun salam, dan serai sampai harum. Tambahkan sarden. Aduk sampai berubah warna. 2. Masukkan garam, gula, kari bubuk, dan santan. Aduk rata. 3. Masukkan kelapa parut. Aduk sampai meresap. Sisihkan. 4. Kukus ketan 10 menit. 5. Rebus santan, garam, dan daun pandan sambil diaduk sampai mendidih. Masukkan ketan. Aduk sampai terserap. Kukus lagi sampai matang. 6. Ambil sedikit ketan. Pipihkan. Beri isi. Bentuk lonjong. Bungkus daun pisang. Selamat mencoba!
Mengapa kita mesti cuci tangan dengan sabun? Dalam melakukan kegiatan sehari-hari tangan menjadi kotor karena keringat, debu dan kotoran, sehingga dapat menjadi perantara masuknya kuman dan bakteri ke dalam sel tubuh kita CTA dapat menghindarkan kita dari berbagai macam penyakit dan infeksi. Penyakit apa saja yang dapat dicegah dengan CTS? Diare (mencret) Ascariasis (kecacingan) Tifoid (demam karena kuman salmonella) Hepatitis A dan E (penyakit hati) Trachoma (infeksi pada mata)
Kapan CTS diperlukan? 1. Sebelum Makan Tangan kita penuh bakteri dan kuman yang dapat mencemari makanan dan bila tertelan dapat menyebabkan timbulnya penyakit. Cuci tangan dengan sabun apat menghindarkan kita dari berbagai macam penyakit dan infeksi. 2. Sebelum Mengolah dan Menghidangkan Makanan Bahan makanan perlu diolah dengan baik dan bersih. Yakinkan kebersihan tangan sewaktu mengolah, memasak dan menyajika makanan demi kesehatan seluruh anggota keluarga. 3. Setelah Buang Air Besar Dan Air Kecil Penyakit diare, kolera dan demam tifoid terjadi karena kuman dari kotoran manusia masuk ke dalam tubuh. Setelah buang air besar dan air kecil, lakukan CTS agar terhindar dari penyakit in. Pada perempuan, gerakan mencebok (membersihkan alat reproduksi) dilakukan dari depan ke belakang. Dengan demikian, tangan tidak membawa kotoran dari dubur ke vagina. Setelahnya, cucuilah tangan dengan sabun dengan benar. 4. Setelah Mengganti Popok Bayi Tanpa disadari, tangan ibu/orang dewasa telah tercemar oleh air seni/kencing dan kotoran bayi pada saat mengganti popok bayi dan menceboki bayi. 5. Sebelum Menyusui Bayi Sewaktu beraktifitas sehari-hari tangan ibu menjadi kotor karena keringat atau karena bersentuhan dengan bendabenda di sekeliling. CTS sebelum menyusui penting untuk menghindari untuk menghindari bayi dari berbagai penyakit dan infeksi. Bagaimana Cuci Tangan Yang Benar? Cuci tangan dengan air saja tidak cukup gunakanlah sabun untuk kuman secara efektif. 1. Basahi tangan dengan air mengalir 2. Gosokkan sabun ke telapak tangan, punggung tangan, hingga ke pergelangan tangan serta sela-sela jari. Bersihkan juga kotoran di bawah kuku jari. 3. Lakukan ini selama 10-15 detik dan bilaslah hingga bersih dari sisa-sisa sabun. 4. Dianjurkan kuku tangan dijaga tetap pendek danbersih.■ Sumber HSP
TEKA TEKI SILANG CEUREUMÉN NO. 21 Mendatar 1. Bahan bangunan 3. Maskapai penerbangan Malaysia 5. Polisi rahasia 7. Terpaut hati 11. Almanak 13. Tangga nada 14. Kusir
6. Badan PBB yang mengurusi tenaga kerja 8. Zaman, tarikh 9. Nama buah 10. Laku keras 11. Sebuah akhiran 12. Lotre
Menurun 1. Serbuk halus untuk menghaluskan kulit 2. Gelanggang 3. Istilah catur 4. Barisan dalam shalat berjamaah
Jawaban TTS Ceureumén No. 20
Menurun 1. Panik, 2. Rasio, 3. Non, 4. Nil, 6. Oto, 7. ASI, 9. Leo, 10. Rep, 11. Flora, 12. Laila, 13. Kop, 14. Mur
Mendatar 1. Permanen, 5. Nasional, 8. Klorofil, 13. Kompromi, 15. Pariwara
Mulai edisi ini, pengumuman pemenang TTS akan diumumkan setiap dua edisi berikutnya. Jawaban di kirim ke Po.Box 061 Banda Aceh. Kepada 5 (lima) pemenang akan mendapatkan kamus Bahasa Indonesia-Inggris.
KAMPUNGKU TAKENGON
CEUREUMeN
7
Melirik “Gampong China” di Peunayong
Teuku Zulyadi Banda Aceh
[email protected]
P
EUNAYONG bukan saja kota penuh makna. Dalam “kacamata” etnik Tionghoa, kawasan ini sarat cinta. Bagaimana tidak, di Peunayonglah mereka beranak-pinak dan menggeluti hidup. Ketika tsunami singgah di sana, ribuan warga ikut merasa imbasnya. Bagaimana 16 bulan kemudian. Paling tidak lapangan SMEP Peunayong menjadi saksi bisu. Di sana ada satu barak pengungsi yang mayoritas ditempati etnis Tionghoa ini. Dari 280 jiwa, 200 di antaranya adalah warga keturunan China. “Belum ada bantuan rumah,” kata Alung. Bangkit Banyak hal yang patut ditiru dari warga Tiong-
ghoa Aceh, Chai Wen Lung beberapa waktu lalu kepada wartawan mengatakan memang, ekses tsunami telah menghancurkan perekonomian sebagian besar warga pecinan di Banda Aceh. Sebagai contoh. Sebuah pasar pagi di kampung pecinan (bekas pajak Peunayong) menjadi sepi. Biasanya selalu ramai dikunjungi komunitas pecinan. Seakan-akan gemerincing rupiah tak tumpah di situ. “Sekarang berdagang kue di sini sudah susah, banyak pelanggan yang mati kena tsunami,” ujar penjual Bakpau di lorong itu. Seribu China Bagaimana saat tsunami mengusik Peunayong? Menurut Chai Wen Lung ada sekitar 1000 jiwa tewas atau hilang. Kini yang tersisa sekitar 3.100 jiwa. Dari jumlah tersebut, kata dia, sekitar 50 KK masih tinggal di barak-barak dan sebagian di antaranya sudah ada yang tinggal di perkampungan Lamseupung, lokasi perumahan yang dibangun oleh Pemko Banda Aceh, bantauan dari Walubi, sebanyak 1.000 unit. Lung mengatakan tak sedikit warga pecinan yang membutuhkan modal usaha, karena harta benda mereka sudah habis diterjang tsunami. “Ada sejumlah NGO yang tawari modal usaha, tapi janji itu belum ada buktinya. Mungkin hanya janji saja,” sebut dia. Semoga ini bukan. ■
■ AK JAILANI
■ AK JAILANI
hoa ini. Di antaranya, kemauan dan semangat bangkit membangun lagi perekonomian Aceh yang hancur akibat tsunami. Mereka punya etos yang tinggi untuk bangkit kembali dari keterpurukan. Di samping ada bantuan usaha dari LSM INTI (Indonesia-Tionghoa) dan Budha Suci. Untuk memulai usaha lagi, mereka terpaksa harus merangkak lagi. “Kami harus mulai dari nol,” timpal Arianto (25). Dia membuka usaha warnet untuk menghidupi keluarga. Kegiatan serupa juga dilakoni mayoritas warga keturunan lain. Arianto mengkui, banyak pengusaha China yang keluar dari Aceh pascatsunami, namun mereka tidak betah dan tetap komit membangkitkan kembali perekonomian Aceh. “Kami lahir dan besar di Aceh dan untuk Aceh pula kami membangun,” ujar Ari dengan nada militant. Arianto dan Alung memang warga keturunan. Namun bila ditanya rasa memiliki tentu tiada duanya. Aceh bukan saja tempat mereka mencari rezeki, tetapi sudah mendarah daging. Begitu pula dengan pribumi (baca: Aceh), tak menganggap mereka pendatang. Suka Aceh Syarifuddin AD (50) warga pribumi yang menjadi koordinator barak mengakui itu. Ada semangat lain yang dilihatnya. Menurut pria ini, jarang terlihat ada warga China yang bermalas-alasan di barak di siang hari. “Mereka punya kominmen untuk tetap membangun kembali perekonomian Aceh pascatsunami. Mereka lebih senang membuka usaha di Aceh,” ungkapnya. Ketua Perhimpunan Sosial dan Pemulihan Tion-
SOSOK
Terharu Melihat Guru Aceh Banda Aceh
[email protected]
M
ELIHAT raut wajahnya mungkin kita akan menebak dia pria Gigieng, Simpang Tiga di Pidie. Wajah familiarnya memang bisa membuat kita salah menerka. Tapi jangan salah, pria kelahiran 20 September 1946 ini bukan pria Aceh, dia asli keturunan India. Statusnya warga negara Malaysia. Kehadirannya ke Aceh bukan untuk mencari jejak saudaranya di Keudah. Keudah, sebuah kawasan yang sebelum tsunami banyak ditempati etnis ini. Setara halnya dengan Peunayong yang identik dengan Tionghoa-nya. Pria yang kita maksud ini namanya Jerome Fernandez. Dia anak imgran India yang hijrah ke semenanjung Malaya. “Saya lahirkan di India, tapi dibesarkan di Malaysia,” kata Koordinator Education International ini kepada Ceureumén di ruang kerjanya, Gedung Guru, Jalan Panglima Nyak Makam, Lampineung belum lama ini. Bangun Sekolah Education Internasional sebuah lembaga yang bergerak di bidang pendidikan. Kiprahnya di Aceh cukup dirasa guru-
guru korban tsunami. Bukan itu saja, lembaga yang punya markas di Brussel dan Belgium ini juga membangun 28 unit gedung sekolah baru di bekas gedung lama yang rusak akibat dihantam tsunami. Salah satunya sudah diresmikan Menteri Pendidikan, Ilmu Pengetahuan Belanda yakni SD No.70 Gampong Jawa. Menangani persoalan guru bukan hanya sekadar saja. Mantan pemain Hoky (olahraga favorit di India) dan Rugby ini juga bekas cekgu di Kelantan, sebuah negara bagian di negeri Mahatir Mohammad itu. Dia sana dia pernah menjadi guru Bahasa Inggris dan Geografi. Makanya dia cukup mahir dengan problem pendidikan. Dalam karienya sebagai pendidik, Jerome pernah menjabat sekre-
JEROME FERNANDEZ
taris persatuan guru-guru atau semacam PGRI-nya di Malaysia. Menariknya, jabatan itu didudukinya dalam usia cukup muda, 26 tahun. Ayah tiga anak, dua putra satu putri ini paling hobi membaca dan senang bekerja untuk kemanusiaan. Begitu pula ketika dia menjenguk Aceh dua pekan seusai tsunami. Melihat Aceh yang porak-poranda, pria hitam manis ini terenyuh. Apalagi bila melihat nasib guru tanah rencong. Makanya, begitu dia kembali lagi ke Malaysia, Jerome langsung menerima tawaran untuk proyek Education international di Aceh. Proyek yang dikerjakan membangun gedung-gedung sekolah dengan sokongan dana dari berbagai dunia serta memberi beasiswa kepada anak-anak korban tsunami. “Satu peningkatan kualitas guru. Kita juga membuat pelatihan-pelatihan untuk guru-guru di sini,”
■ AK JAILANI
Mohammad Avicena
kata mantan guru SMA ini dan kepala sekolah ini. Terenyuh Sebagai bekas guru, praktis dia tahu mana yang harus didahulukan dalam membangun kembali dunia pendidikan pascatsunami. “Tinggal di tenda, belajar di tenda, itu sangat tidak membantu mereka,” ungkap Jerome yang terenyuh melihat kondisi pendidikan Aceh. Bukan itu saja, kesejahteraan guru juga masuk dalam agenda dia. “Gaji guru harus ditingkatkan setimpal dengan kualitasnya. Karena itu guru harus digaji dengan cukup,” sebut suami dari Mabel Phillips yang sudah menjelajahi 21 provinsi di Indonesia. Menurut bekas Kepala SMK Sultan Yahya Petra ini, bila masih ada guru yang berkerja sampingan serta melakoni banyak aktivitas diluat rutinitasnya, maka ada kecenderungan tak prosesional. Oleh sebab itu, dia amat peduli dengan kesejahteraan guru. Khusus mengenai nasib guru di Serambi Makkah, Jerome mengaku sedih sekali. Belum lagi selesai trauma akibat konflik, ditimpa lagi musibah tsunami. “Saya sedih dan terharu sekali melihat mereka,” kata pria yang sudah singgah di Aceh Barat, Aceh Jaya, Sigli, Lhoksemawe, Langsa dan Banda Aceh tentu saja. ■
DAMAI
8
■ HOTLI SIMANJUNTAK
CEUREUMeN
Amnesti yang tertunda.
Mencari Solusi Amnesti
Pengacara Swedia Didatangkan Muhammad Azami Banda Aceh
[email protected]
A
MNESTI merupakan salah satu persoalan yang kerap dibahas dan mewarnai beberapa pertemuan Komisi Pengaturan Keamanan (CoSA) RI dengan pihak GAM. Dalam beberapa kali pertemuan, pihak GAM mengeluh akibat belum dibebaskannya sejumlah tahanan politik GAM di berbagai penjara di Indonesia. Sementara selama ini pemerintah beralasan bahwa mereka bukanlah tahanan politik. Sebagiannya pelaku kriminal, sebagiannya lagi pelaku teror. Salah seorang yang minta dibebaskan oleh pihak GAM adalah Tgk Ismuhadi, terpidana yang dituduh sebagai dalang pemboman di Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada tahun 2000 lalu. Tentu bukan cuma Ismuhadi. Menurut pihak GAM, hingga kini ada sekitar 60-an orang lagi yang belum dibebaskan. Pihak GAM berkeinginan semua mereka harus dibebaskan seiring dengan pemberlakuan amnesti massal oleh pemerintah sesuai dengan MoU yang diteken bersama. Perwakilan senior GAM di Aceh Monitoring Mission (AMM), Irwandi Yusuf, kepada wartawan di Banda Aceh mengatakan, para Napi GAM tersebut seharusnya sudah dibebaskan sesuai dengan MoU Helsinki paling lambat
MoU RI-GAM ●
●
Pemerintah RI sesuai dengan prosedur konstitusional akan memberikan amnesti kepada semua orang yang telah terlibat dalam kegiatan GAM sesegera mungkin dan tidak lewat dari 15 hari sejak penandatanganan Nota Kesepahaman ini. Narapidana dan tahanan politik yang ditahan akibat konflik akan dibebaskan tanpa syarat secepat mungkin dan selambat-lambatnya 15 hari sejak penandatanganan Nota Kesepahaman ini.
pada 31 Agustus 2005. Akan tetapi, kenyataannya sampai sekarang mereka masih ditahan. Puluhan Napi GAM tersebut kini berada di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) pulau Jawa, seperti Lapas Kelas-1 Cipinang, Jakarta Timur, Lapas Kelas-2 Karawang, Lapas Kelas-1 Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat. Sedangkan di Sumatera Utara, antara lain di Rumah Tahanan (Rutan) Tanjung Gusta, Med-
an, Lapas Dewasa Kelas-1 Tanjung Gusta, Medan, Lapas Dewasa Rantau Prapat, dan Lapas Binjai. Menurut Irwandi, pemerintah punya alasan mengapa mereka belum dibebaskan: Tahanan tersebut terlibat kriminal dan sebagian besar terlibat narkotik. Sementara Irwandi berpendapat, para Napi GAM tersebut sebelumnya melarikan keluar Aceh saat pada saat diberlakukan darurat militer. Tujuannya
untuk mencari perlindungan diri, meski kemudian ditangkap. Oleh karena ada perbedaan pandangan itulah, maka pada Sabtu dua pekan lalu, Komisi Pengaturan Keamanan (CoSA) memutuskan perlu mengundang pengacara dari Swedia. Mereka akan menelusuri kembali amnesti yang tertunda. Masalah amnesti diharap dapat diprioritaskan dan penyelesaiannya sebelum akhir Juni tahun 2006. ■
Saifuddin Bantasyam ■ Dosen Fakultas Hukum Unsyiah:
Ini Sesuatu yang Normal Muhammad Azami Banda Aceh
[email protected]
A
PA pendapat Anda sehubungan dengan adanya keinginan pemerintah dan GAM yang berencana mengundang pengacara dari Swedia? Sejauh bahwa keinginan itu memang hasil kesepakatan kedua belah pihak, dan AMM sudah bersetuju, maka saya kira tak ada masalah dengan pelibatan pengacara Swedia tersebut. Payung “hukumnya” dapat dilihat di dalam MoU. Di antaranya Pasal 3.1.3 yang mengatur bahwa Kepala Misi Monitoring akan memutuskan kasus-kasus yang dipersengketakan sesuai dengan nasihat dari penasihat hukum Misi Monitoring, dan Pasal 5 mengenai pembentukan misi monitoring Aceh, di dalam mana disebutkan bahwa AMM antara lain bertugas memutuskan kasus-kasus amnesti yang disengketakan. Hanya saja, saya tidak tahu detil prosesnya, misalnya apakah keinginan Pemerintah dan GAM itu muncul setelah musyawarah tidak berhasil, ataukah muncul atas inisiatif AMM dan sebagainya. Atau apakah pengacara Swedia itu penasihat hukum AMM atau bukan. Tetapi, sejauh bahwa ke dua belah pihak sudah setuju atas suatu mekanisme, ya saya kira bagus-bagus saja. Sebuah masalah memang harus diselesaikan, bukan untuk dihindari atau lari dari masalah tersebut. Pernahkah fenomena ini berlangsung sebelumnya? Dalam konteks relasi Pemerintah dan GAM, tentu fenomena itu belum pernah muncul. Tetapi menggunakan pengacara dalam menyelesaikan sengketa, merupakan
sesuatu yang normal dan sudah biasa dilakukan orang. Inisiatif bisa saja dari ke dua belah pihak, atau atas usulan satu pihak namun disetujui pihak lain. Apakah tidak akan bertentangan dengan hukum nasional? Saya tidak bisa menjawab pertanyaan ini. Sebab, saya tidak mengetahui persis apa yang sebenarnya menjadi masalah hukumnya, dan apa yang nantinya akan dilakukan oleh pengacara Swedia itu. Jika kita membayangkan kasusnya akan sampai ke pengadilan misalnya, maka tentu kehadiran pengacara Swedia sebagai salah satu pihak itu memiliki hubungan dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Menabrak atau tidak, baru dapat diketahui kalau masalah hukum sudah diketahui. Jadi, pihak luar biasa saja dilibatkan untuk menyelesaikan persengketaan kedua pihak? Dalam konteks MoU, ya terbuka saja pelibatan pihak luar. AMM sendiri toh juga pihak luar. Tak ada yang akan dirugikan dalam hal ini, sejauh bahwa netralitas independensi pihak luar itu terjaga. Termasuk untuk menyelesaikan persengketaan saat Pilkada kelak, jika ada? Sengketa Pilkada itu apa? Saya kira nantinya tidak lagi ada hubungan langsung antara Pemerintah dan GAM, yang acuannya adalah MoU. Jika GAM maju melalui calon independen, dan kemudian ada sengketa dengan parpol lain, dengan KIP, dengan calon independen lain dan sebagainya, maka acuannya akan mengacu kepada aturan mengenai Pilkada itu sendiri. MoU sendiri tidak mengatur mandat AMM untuk menyelesaikan sengketa Pilkada. ■