Ni Putu Sudewi Budhawati, Dana Punya Sebagai Kewajiban Umat Hindu Yang Utama
DANA PUNYA SEBAGAI KEWAJIBAN UMAT HINDU YANG UTAMA UNTUK MENCAPAI JAGADHITA Ni Putu Sudewi Budhawati ___________________________________________________________________ ABSTRACT The instructoin of charity have come from Sruti and smrti, said to be of good quality when based on sattvika nature and does not in conflict with the basic framework tri Hinduism. But today arises an assumption that charity is having an invested motives, to achieve certain goals and are not sincere, full of desire. This phenomenon arises due to the lack of understanding people have about the teachings of Charity, limited to only religious activities, but also a humanitarian issue of religious responsibility. Needed a way to motivate Hindus to help those who can not afford the social welfare. Funds had to be an attempt to maintain the balance of life which otherwise creates social problems such as crim, beggars, homeless and other social problems. Charity guides man towards perfection mentally and physically, the aim and goal of Hinduism, the Moksartham Jagadhita ya ca iti dharma, so it needs to be disseminated to the public. Keywords : Finds, The main Obligationsof Hindus, Jagadhita ____________________________ PENDAHULUAN Salah satu ajaran pokok agama Hindu yang harus dihayati dan diamalkan untuk tegaknya dharma agama Hindu adalah ajaran berdana. Ajaran berdana ini mempunyai peranan yang penting sebagai suatu yajña. Dengan yajña hukum agama Hindu dapat ditegakkan secara baik, seperti ditegaskan dalam kitab Atharva veda (dalam Adiputra, dkk, 2004 : 98) sebagai berikut: Satyam brhad rtam ugram, diksa lapo brahma yajñah prthivim dharayanti, sa no bhtilasya bhny ayya patynyttruni lokam. Terjemahan: Kebenaran (satya) hukum yang agung yang kokoh dan suci (rta), tapa, brata dan yajña, inilah yang menegakkan bumi. Semoga bumi ini, ibu kami sepanjang masa, memberikan tempat yang lega bagi kami.
Mantram di atas menunjukkan bahwa yajña merupakan salah satu penyangga tegaknya kehidupan di dunia ini. Tuhan telah menciptakan manusia dengan yajña, dengan yajña manusia mengembang dan kesucian diri adalah dasar
1
Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli – Desember 2013
Ni Putu Sudewi Budhawati, Dana Punya Sebagai Kewajiban Umat Hindu Yang Utama
yang utama dalam pelaksanaan yajña, seperti ditegaskan dalam Sarasamuccaya, sebagai berikut :
kitab
Na dānādduskarataram trisu lokesu vidyate, arse hi mahatī trsna sa ca krcchrena labhyate. (Sarasamuccaya, 172) Terjemahan: Sebab di dunia tiga ini tidak ada yang lebih sulit dilakukan daripada berdana punya (bersedekah), (umumnya) sangat besar terlekatnya hati kepada harta benda, karena dari usaha bersakit-sakitan harta benda itu diperoleh (Kajeng, dkk, 2005:137). Dhanāni jivitam caica parārthe prājñā utsrajet, sannimittam varam tyāgo vinace niyate sati. (Sarasamuccaya, 175) Terjemahan: Maka tindakan orang yang tinggi pengetahuannya, tidak sayang merelakan kekayaannya, nyawanya sekalipun, jika untuk kesejahteraan umum tahulah beliau akan maut pasti datang dan tidak adanya sesuatu yang kekal, oleh karena itu adalah lebih baik berkorban (rela mati) demi untuk kesejahteraan umum (Kajeng, dkk, 2005:138).
Sloka di atas menegaskan bahwa ajaran berdana bertujuan untuk menumbuhkan sikap mental pribadi manusia sebagai salah satu wujud pelaksanaan ajaran wairagya, yaitu ketidakterikatan diri seseorang terhadap benda-benda materi, benda-benda lahiriah yang bertujuan memuaskan nafsu indria seseorang. Ditambah lagi dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan terjadinya pembauran dalam pergaulan sehingga menimbulkan terjadinya pergeseran nilai sosial. Disamping itu juga pengertian umat tentang dana punya masih terbatas pada hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan keagamaan saja, padahal masalah-masalah kemanusiaan juga merupakan tanggung jawab umat beragama, sehingga memotivasi umat Hindu untuk berdana punya terutama bagi yang mampu, kemudian secara terkoordinir diarahkan untuk membantu mereka yang tidak mampu adalah suatu hal yang sangat mulia yang mewujudkan kesejahteraan sosial. Dana punya merupakan suatu usaha untuk menjaga keseimbangan kehidupan, karena pada kenyataannya kegiatan berdana punya merupakan penyaluran sesuatu dari yang berlebihan kepada yang kekurangan. Keseimbangan dunia sangat diperlukan, apabila kehidupan di dunia ini penuh dengan ketidakseimbangan (ketimpangan), maka akan muncul berbagai masalah sosial seperti tindak kejahatan, pengemis, gelandangan, dan masalah sosial lainnya. Dengan memahami nilai positif yang terkandung dalam ajaran dana punya, maka kita telah melaksanakan ajaran Tat Tvam Asi, karena bagaimanapun juga manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendirian tanpa bantuan
2
Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli – Desember 2013
Ni Putu Sudewi Budhawati, Dana Punya Sebagai Kewajiban Umat Hindu Yang Utama
orang lain. Ajaran dana punya merupakan ajaran yang membimbing manusia menuju pada kesempurnaan lahir bathin yang merupakan tujuan hidup umat Hindu, yaitu Moksartham jagat hita ya ca iti dharma, oleh karena itu ajaran berdana perlu disosialisasikan dalam masyarakat, karena merupakan ajaran yang wajib hukumnya menurut Hindu. MODEL ALUR PIKIR Sumber Ajaran Agama Hindu (Sruti, Smrti dan Susastra Hindu)
Sradha Yajña Sattvika
Rajasika
Tamasika
Sattvika Dana Aplikasi, adaptasi dan implementasi kegiatan berdana punya dalam kehidupan sehari-hari KONSEP DANA PUNYA Dana Punya dalam kamus Bahasa Sansekerta-Indonesia (dalam Bantas,dkk,1996: 219) terdapat dua jenis kata dana, pertama dalam kelompok kata benda neuter, yang berarti pemberian, hadiah, persembahan dalam suatu korban, kedua sebagai kata benda masculine, kata dana berarti pembagian, bagian khususnya berupa makanan pada waktu pesta berkenaan dengan suatu upacara korban. Sedangkan dalam bentuk adjective, kata punya berarti selamat, baik, bahagia, indah, suci, dalam bentuk neuter kata punya berarti kebaikan, jasa, pekerjaan yang baik, jasa keagamaan. Sedangkan Menurut Supatra (2004:1) menjelaskan bahwa dana punya berarti pemberian atau sumbangan yang didasari atas hati yang suci. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dana punya adalah pemberian yang baik dan suci. TUJUAN DANA PUNYA Melaksanakan dana punya memiliki dua tujuan, yaitu tujuan yang bersifat nyata, duniawi dan tujuan yang bersifat spiritual. Tujuan yang bersifat nyata adalah
3
Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli – Desember 2013
Ni Putu Sudewi Budhawati, Dana Punya Sebagai Kewajiban Umat Hindu Yang Utama
menghimpun dana untuk membiayai segala kegiatan dharma, sedangkan tujuan spiritualnya adalah menumbuhkan sikap mental pribadi dari setiap umat dalam mewujudkan pelaksanaan wairagya, yaitu melepaskan diri dari keterikatan seseorang terhadap benda-benda duniawi, benda-benda lahiriah yang semata-mata hanya memberikan kepuasan nafsu indria yang bersifat sementara saja. Disamping itu pelaksanaan dana punya juga berarti membimbing umat manusia menuju kepada kesempurnaan lahir dan bathin. SUMBER HUKUM DAN PAHALA DANA PUNYA Ajaran dana punya bersumber pada ketentuan ajaran agama yang dikenal dengan hukum-hukum atau dharma agama. Ketentuan mengenai dharmathanya (hukumnya dan tujuannya Veda Smrti). Apabila kita memperhatikan rumusan ayat atau pasal-pasal yang terdapat di dalam kitab Veda Smrti tersebut, dana punya bersifat obligator (memaksa) dan anjuran (sugesti), karena bagi yang dapat melakukan dana punya pahalanya adalah sorga dan kebajikan-kebajikan lainnya yang di dalam agama Hindu dianggap sebagai tujuan dari hidup beragama. Adapun sumber-sumber ajaran dana punya dan apa saja yang dapat didermakan serta pahalanya adalah sebagai berikut: 1. Dalam Kitab Bhagavadgita Bhagavadgita sebagai Veda kelima atau Pancamoveda menguraikan secara singkat mengenai dana punya. Sloka Bhagavadgita XVIII.5 menyebutkan sebagai berikut : Yajña dāna tapah karma na tyājyam kāryam eva tat, yajño dānam tapas chai’va pāvanāni manishinam. Terjemahan: Mengadakan upacara, sedekah dan tapabrata jangan diabaikan melainkan harus dilakukan, Sebab upacara, sedekah serta tapabrata adalah pensuci bagi orang arif bijaksana (Pendit, 2002:424).
Uraian di atas menegaskan bahwa kegiatan dana atau pemberian sedekah merupakan suatu kegiatan yang sangat penting, disejajarkan dengan kegiatan yajña dan tapa, seperti dinyatakan bahwa kegiatan tersebut dapat membuat orang bijaksana dan dengan kebijaksanaan orang akan mendapatkan kesucian. Dengan demikian dana punya merupakan kegiatan yang amat tinggi nilainya dalam menjalankan ajaran dharma. Disamping itu dana, yajña dan tapa harus dilakukan secara berkesinambungan sebagai suatu kewajiban manusia yang berjalan di atas garis ajaran dharma. Lebih lanjut dalam Bhagavadgita (dalam Supatra, 2004:20), dijelaskan bahwa ada tiga macam sifat dana, yaitu: a) Satvika Dana, adalah dana punya yang diberikan kepada seseorang tanpa mengharapkan balasan jasa, dengan
4
Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli – Desember 2013
Ni Putu Sudewi Budhawati, Dana Punya Sebagai Kewajiban Umat Hindu Yang Utama
perasaan bahwa dana merupakan kewajiban. Dana itu diberikan pada waktu yang tepat, tempat yang sesuai, dan diberikan kepada orang yang patut menerima, b) Rajasika Dana, adalah pemberian yang dilakukan dengan harapan untuk mendapatkan imbalan atau balasan jasa dikemudian hari sesuai dengan yang diinginkan. Berdana pada golongan ini didasari atas motif tertentu dan dimaksudkan untuk mencapai tujuan tertentu serta bersifat tidak ikhlas, penuh dengan keinginan dan c) Tamasika Dana, adalah dana atau pemberian yang dilakukan pada tempat dan waktu yang salah, atau diberikan kepada orang-orang yang tidak patut, tanpa upacara atau etika tertentu dan bersifat bodoh. Pelaksanaan dana punya dalam Bhagavadgita menekankan pada suasana hati atau perasaan dari para pemberi dana punya itu, dana punya diberikan dalam suasana pemujaan akan kebesaran Tuhan sebagai maha pengasih dan merupakan suatu kewajiban, sehingga dalam memberikannya hendaknya dilandasi oleh suatu kesadaran moral atau kepercayaan yang tinggi, sebagai jalan untuk mencapai kesucian dalam rangka pembebasan abadi. 2.
Dalam Kitab Manawa Dharmasastra Dalam kitab Manawa Dharmasastra dapat kita jumpai pada: Caktito ‘pacamanebhyo data wyam grha medhina, samwaibhagacca bhutebhyah kartawyo ‘nuparodhatah. ( MD IV.32) Terjemahan: Seorang kepala keluarga harus memberi makanan sesuai dengan kemampuannya kepada mereka yang tidak menanak untuk dirinya sendiri (yaitu pelajar dan pertapa) dan kepada semua makhluk, seseorang itu hendaknya membagi-bagikan makanan tanpa mengganggu kepentingannya sendiri (Pudja dan Sudharta, 2003:221). Craddhayestam ca purtam ca nityam kuryada tandritah, craddhakrite hyaksaye te bhawatah swagatairdhanaih. (MD IV.226) Terjemahan: Ia hendaknya tanpa mengenal jerih payah, selalu menghaturkan upacaraupacara kurban serta melakukan pekerjaan-pekerjaan amal yang dilaksanakan penuh kepercayaan kepada Tuhan, sebab persembahan dan pekerjaan amal dilakukan dengan uang yang didapat secara halal mendapatkan pahala yang tak henti-hentinya (Pudja dan Sudharta, 2003:272). Dhanadharmam niseweta nityamaistikapaurtikam, paritustena bhawena patramasadya caktitah. (MD IV. 227)
5
Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli – Desember 2013
Ni Putu Sudewi Budhawati, Dana Punya Sebagai Kewajiban Umat Hindu Yang Utama
Terjemahan: Hendaknya ia selalu melaksanakan tugas-tugas dengan tulus-ikhlas dan murah hati sesuai dengan kemampuannya dan dengan hati yang gembira. Apakah dengan cara mempersembahkan upacara-upacara kurban, ataupun dengan melakukan pekerjaan-pekerjaan amal, kalau ia menemui pihak yang patut berharga untuk menerima pemberiannya (Pudja dan Sudharta, 2003:272).
Kutipan di atas menegaskan bahwa kegiatan persembahan (yajña) dan amal (dana punya) harus dilakukan secara terus-menerus dan tiada henti-hentinya tanpa mengenal lelah dan didasari dengan keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa, secara tulus ikhlas, penuh rasa senang, cinta kasih dan sesuai dengan kemampuan. Dana punya bukan hanya berwujud materi saja, namun juga yang berwujud non materi seperti pekerjaan, amal, sumbangan tenaga dan pikiran. Istilah penerima yang layak, dimaksudkan kepada orang yang baik dan patut diberikan dana punya itu. Jadi tidak semua orang dapat diberikan dan tidak semua pengemis dapat diberikan sedekah, karena bila hal tersebut dilakukan, disamping mendidik tidak baik, kepada pendermanya pun diancam masuk neraka. Disamping itu Veda menetapkan juga orang-orang yang tidak layak diberi dana seperti ditegaskan dalam Manawa Dharma Sastra IV.190 dan 192, sebagai berikut: Atapastwanadhiyanah prati graha rucirdwijah, ambhasyacmaplawenewa saha tenaiwa majjati. Terjemahan: Seorang Brahmana yang tidak melakukan tapa bratha dan juga tidak mempelajari Veda namun gembira jika menerima pemberian-pemberian, tenggelam kedalam neraka bersama dengan pemberian-pemberiannya itu sebagai halnya seorang yang menyebrangi sungai dengan sebuah sampan terbuat dari batu yang akhirnya tenggelam ke dasar sungai (Pudja dan Sudharta, 2003:262). Na waryapi prayatchettu baidala wratike dwije, na baka wratike wipre naweda widi dharmawit. Terjemahan: Seorang yang tahu akan hukum pemberian haruslah jangan memberikan sesuatu walau air sekalipun pada seorang Brahmana yang berperilaku sebagai seekor kucing (berpura-pura), tidak pula pada seorang yang tidak mengenal Veda (Pudja dan Sudharta, 2003:262). Yatkimcidapi datawyam ye citenanasuyaya, utpatsyate hi tat patram yattarayati sarwatah. (MD IV.228)
6
Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli – Desember 2013
Ni Putu Sudewi Budhawati, Dana Punya Sebagai Kewajiban Umat Hindu Yang Utama
Terjemahan: Apabila ia dimintai, hendaknya ia selalu memberikan sesuatu, walaupun kecil jumlahnya, tanpa perasaan mendongkol, karena penerima yang patut akan mungkin ditemui yang menyelamatkannya dari segala dosa (Pudja dan Sudharta, 2003:272-273).
Pemberian ajaran Veda atau ajaran dharma dianggap sebagai pemberian yang paling utama, karena dengan pemberian ajaran dharma, manusia dapat berbuat sesuai dengan ajaran dharma. Jiwa-jiwa manusia dituntun untuk mendapatkan pencerahan, dengan pencerahan manusia terlepas dari kegelapan (avidya). Sloka di atas menggambarkan bahwa apa saja dapat didermakan atau dipunyakan kepada orang yang memerlukan asalkan dilandasi dengan hati yang tulus-ikhlas, dan tidak pamrih. Dalam berdana punya sepatutnya terdapat suatu hubungan yang positif atau sejalan antara pemberi dana punya dengan penerima dana punya. Terjadi hubungan yang saling menghargai, hormat-menghormati dan sama-sama didasari dengan ketulusan hati antara si pemberi dengan si penerima dana punya, seperti ditegaskan dalam Manawadharmasastra sebagai berikut : Yena yena tu bhawena yadyaddanam prayacchati, tattattenaiw bhawena prapnoti pratipujitah. (MD IV.234) Terjemahan: Karena dengan maksud apapun seseorang itu menghadiahkan pemberian dengan maksud yang sama-sama pula ia akan menerima nantinya dalam kelahiran berikutnya dengan penghormatan yang menyertai hadiah itu (Pudja dan Sudharta, 2003:274). Yo ‘rcitam pratigrihnati dadatyarcitamewa ca, tawubhau gacchatah swargam narakam tu wiparyaye. (MD IV.235) Terjemahan: Ia yang dengan hormat menerima pemberian dan ia yang tulus memberikannya, keduanya mencapai sorga, jika kebalikannya maka keduanya akan jatuh ke neraka (Pudja dan Sudharta, 2003:274).
3.
Dalam Kitab Sarasamuccaya Dalam Kitab Sarasamuccaya 169 ditegaskan sebagai berikut: Na mātā na pita kiñcit kasyacit pratipadyate, dāna pathyodano jantuh awakarmaplhalamacnute. Terjemahan: Pemberian sedekah itu, bukan si bapa, bukan si ibu yang akan menikmati akan buah hasilnya, melainkan hanya orang yang berbuat kebajikan bersedekah itulah, ia saja yang akan menikmati buah hasil kebajikan, amal sedekahnya itu (Kajeng, dkk, 2005:135). Amatsaryam budhāh prāhurdānam dharama ca samyamam, avasthitena nityam hi tyāge tyāsādyate ‘subham. (Sarasamuccaya,170)
7
Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli – Desember 2013
Ni Putu Sudewi Budhawati, Dana Punya Sebagai Kewajiban Umat Hindu Yang Utama
Terjemahan: Yang disebut dana (sedekah) kata Sang Pandita, ialah sifat tidak dengki (iri hati), dan yang taat berbuat kebajikan (dharma) sebab jika tetap terusmenerus begitu, senantiasa akan diperolehnya keselamatan, sama pahalanya dengan amal saleh yang berlimpah (Kajeng, dkk, 2005:135). Dānenā bhogī bhavati medhāvi vrddhasevayā, ahiñsayā ca dīrghāyuriti prāhurmanīsinah. (Sarasamuccaya,171) Terjemahan: Maka hasil pemberian sedekah yang berlimpah-limpah, adalah diperolehnya pelbagai kenikmatan di dunia lain kelak akan pahala pengabdian kepada orang tua-tua, adalah diperolehnya hikmah kebijaksanaan, yaitu tetap waspada dan sadar, adapun akibat ahimsa yaitu tidak melakukan perbuatan membunuh adalah usia panjang, demikian kata Sang Pandita (orang arif bijaksana) (Kajeng, dkk, 2005:136). Na dānādduskarataram trisu lokesu vidyate, arse hi mahati trsna sa ca krcchrena labhyate. (Sarasamuccaya,172) Terjemahan: Sebab di dunia tiga ini tidak ada yang lebih sulit dilakukan daripada berdana punya (bersedekah), (umumnya) sangat besar terlekatnya hati kepada harta benda, karena dari usaha bersakit-sakitlah harta benda itu diperoleh (Kajeng, dkk, 2005:137). Duskaram bata kurvanti mahator ‘thāmstyajati ye, vayametān parityaktumasato‘pi na sakkumah. (Sarasamuccaya,173) Terjemahan: Sungguh heran hamba akan orang yang dapat melepaskan segala barangbarang kepunyaannya dan berhasil melakukan sesuatu yang sukar untuk dilaksanakan, sebabnya demikian (hamba heran), karena tidak ada sesuatu pada hamba, sudah pasti hamba tidak dapat melepaskan (memberikan) yang tidak ada pada hamba. Itulah sebabnya hamba tak henti-hentinya berkeinginan, mengharap-harapkan sesuatunya untuk dapat kemudian disedekahkan. (Kajeng, dkk, 2005:136).
Tidak merasa iri hati atau dengki terhadap orang lain dikatakan mempunyai sifat dana. Kutipan di atas menyatakan bahwa keterikatan akan harta kekayaan sangat kuat dan harta itu juga sulit didapat, oleh karena itu perbuatan berdana punya dianggap sulit untuk dilaksanakan sehingga dianggap mengherankan ada orang yang sanggup melaksanakan sesuatu yang sukar dilaksanakan. Arthavānarthamarthibhyo na dadātyatra ko gunah, ekaiva gatirarthasya dānamanyā vipattayah. (Sarasamuccaya,174)
8
Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli – Desember 2013
Ni Putu Sudewi Budhawati, Dana Punya Sebagai Kewajiban Umat Hindu Yang Utama
Terjemahan: Akan tetapi, jika menggembar-gemborkan orang yang kaya memberi sedekah kepada orang yang patut dikasihani, sebenarnya tiada gunanya itu, sebab hanya satu saja gunanya kekayaan, yaitu untuk disedekahkan, jika lain dari pada itu kegunaannya, disebut menimbulkan duka kemiskinan (Kajeng, dkk, 2005:138). Dhanāni jīvitam caica parārthe prājña utsrajet, sannimittam varam tyāgo wināce niyate sati. (Sarasamuccaya,175) Terjemahan: Maka tindakan orang yang tinggi penetahuannya, tidak sayang merelakan kekayaannya, nyawanya sekalipun, jika untuk kesejahteraan umum (karena) tahulah beliau akan maut pasti datang dan tidak adanya sesuatu yang kekal karena itu adalah lebih baik berkorban (rela mati) demi untuk kesejahteraan umum (Kajeng, dkk, 2005:138). Agnihotr phalā vedā dattabhuktaphalam dhanam, ratiputraphalā nārī sīlavrttaphalam srutam. (Sarasamuccaya,177) Terjemahan: Inilah yang hendak hamba beritahukan, guna kitab Veda untuk dipelajari, Siwa Agni (manefestasi Tuhan) patut dipuja agar tahu mantra serta bagianbagian dari kurban kebaktian, widhiwidhana (upacara dalam kehidupan) dan lain-lainnya, adapun gunanya harta kekayaan disediakan adalah untuk dinikmati dan disedekahkan, akan guna wanita untuk dijadikan istri dan untuk melanjutkan keturunan, baik wanita maupun pria, guna Sastra suci untuk diketahui dan diamalkan dalam sila dan acara, sila adalah pekerti pembawaan diri, acara artinya tingkah laku sesuai dengan ajaran agama (Kajeng, dkk, 2005:140). Eka svādu na bhunjīta ekah svārthān na singtayet, eko na gaschedadhvānam naikah suptesu jāgryāt. (Sarasamuccaya, 226) Terjemahan: Dan tidak boleh sendiri saja menikmati sesuatu yang menyenangkan, seperti mengecap makanan yang lezat dan menyegarkan, dan tidak boleh sendiri saja memutuskan sesuatu yang dikerjakan, hendaklah soalnya dirundingkan dengan orang lain, dan janganlan pergi sendiri saja, lagi pula tidak baik bangun sendiri selagi semua kawan-kawan masih tidur.
Saripati dari sloka di atas menandaskan bahwa janganlah terlalu mementingkan diri sendiri saja, sebaiknya rasa kebersamaan itu perlu dipupuk dan dibina. Untuk itu jelas diperlukan pengorbanan, walaupun tidak selalu berupa harta benda, pengorbanan pikiran, waktu, keikhlasan diri setiap orang, walaupun tidak berwujud harta benda juga merupakan dana punya. Pemberian sedekah itu, bukan orang lain yang menikmati hasilnya, melainkan orang yang berbuat kebajikan atau
9
Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli – Desember 2013
Ni Putu Sudewi Budhawati, Dana Punya Sebagai Kewajiban Umat Hindu Yang Utama
sedekah itu sendirilah yang menikmati buah hasilnya. Kekayaan gunanya untuk disedekahkan, jika lain daripada itu akan menimbulkan duka kemiskinan. Orang yang tinggi pengetahuannya rela kekayaan atau hartanya hancur demi kesejahteraan umum, bahkan nyawanyapun diserahkan (rela mati) demi kepentingan orang banyak, karena beliau tahu di dunia ini tidak ada sesuatu yang kekal. Oleh sebab itu yang patut diperbuat, janganlah kikir, bersedekahlah, kerjakanlah amal, karena kekayaan itu tidak akan habis-habisnya, jika karma phala yang mengadakannya itu tidak putus, inilah gunanya kitab suci Veda untuk dipelajari, manefestasi Sang Hyang Widhi (Tuhan) patut dipuja agar tahu mantra serta bagian-bagian dari kurban kebaktian, widhi widhana (upacara dalam kehidupan) dan lain-lain. Harta kekayaan tidak ada gunanya jika tidak untuk disedekahkan dan tidak sekedar dinikmati saja, begitupun kesaktian tidak berguna jika bukan alat untuk mengalahkan musuh, demikian pula sastra tidak berguna jika tidak untuk menjadi suluh pada pelaksanaan dharma dan budi kearifan tiada gunanya jika tidak untuk menaklukkan hawa nafsu agar tidak dikuasai oleh rajah dan tamah. Orang yang keadaan harta kekayaannya pasang surut akan tetapi tidak dipergunakan untuk sedekah, ia itu tidak lain dari orang mati, hanyalah karena bernafas, itulah bedanya dari mayat. Keutamaan dana punya yang diberikan atau dilakukan menurut supatra (2004 :28), ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut: a) Drewya, yaitu materi atau harta benda yang patut disumbangkan atau didanapunyakan, yakni harta benda yang masih dalam keadaan baik, b) Kala, yaitu waktu yang baik untuk melakukan dana punya adalah pada waktu matahari berada di belahan utara, yang disebut uttarayana (purnama kadasa) saat ini umat Hindu diwajibkan melaksanakan dana punya secara serentak, daksinayana, yaitu pada saat matahari berada pada belahan bumi selatan dan sadacitimukha, yaitu pada saat terjadinya gerhana bulan atau matahari, c) Agama, yaitu ajaran dharma sastra, yakni memberikan pendidikan atau ajaran yang mendalam mengenai ajaran dharma, d) Ksetra, yaitu orang yang patut diberikan satau dana punya adalah orang yang baik, tidak cacat moral, e) Data, yaitu orang yang melakukan dana punya dan f) Manah, yaitu pikiran atau niat baik atau kepintaran dari orang yang melakukan dana punya, keikhlasan, keyakinan dan tingkat cinta kasih si pemberi dana punya. Jenis harta kekayaan yang dapat disedekahkan itu tentunya disesuaikan dengan kemampuan dan harta benda yang dimilikinya, yang penting dapat melakukan pemberian atau bersedekah kepada yang memerlukan atau orang suci. Adapun harta yang disedekahkan atau dipunyakan itu jenisnya berbeda-beda, seperti: tanah, ajaran sastra, ajaran agama, ilmu pengetahuan, benda-benda duniawi atau material, harta benda kekayaan, bahkan ada yang dikenal dengan atidana, yakni persembahan anak gadis yang cantik dan ayu, bahkan ada yang dikenal dengan mahatidana, yakni persembahan jiwa raga. Kesemua jenis pemberian di
10 2013
Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli – Desember
Ni Putu Sudewi Budhawati, Dana Punya Sebagai Kewajiban Umat Hindu Yang Utama
atas menurut ajaran agama Hindu akan mendatangkan hasil atau pahala yang besar dan memperoleh tempat yang mulia di alam sorga. Himpunan keputusan Seminar Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu (dalam Tim Penyusun,1999:84) menyebutkan bahwa yang berkewajiban melaksanakan dana punya, yaitu : para penguasa negara atau pemerintah, para pemuka agama dan pemuka masyarakat, penyelenggara yajña (sang yajamana), saudagar, usahawan, orang-orang yang mampu, sewaktu-waktu diwajibkan bagi setiap umat yang berpenghasilan tetap, bagi umat yang berpenghasilan tinggi. Disebutkan pula bahwa orang yang berhak menerima dana punya adalah para guru rohani, nabe, dangacarya (sulinggih), orang miskin yang terlantar, orang cacat, orang yang terkena musibah, tempat suci atau parahyangan, lembaga-lembaga sosial, rumah sakit, pasraman atau pendidikan. Memberikan sesuatu kepada orang lain selalu dianjurkan untuk dilaksanakan, karena akan mendatangkan pahala. Tetapi tidak semua pemberian itu akan memperoleh pahala, tergantung pada apa yang diberikan, darimana pemberian itu didapat, bagaimana sikap saat memberikan dan kapan pemberian itu dilakukan. Jika kesemuanya sudah tepat dan benar, maka akan berpahalalah pemberian atau dana punya itu, seperti apabila ada orang lapar, maka berilah makanan, bila haus berilah air dan bila sakit berilah obat-obatan. Dengan demikian marilah kita perbaharui lagi sikap kita dalam melaksanakan ajaran berdana punya agar berguna, seperti disebutkan dalam kitab Atharva veda III.24.5 (dalam Somvir, 2001 : 51), sebagai berikut : “Bekerjalah kamu dengan seratus tangan dan berdana punyalah dengan seribu tanganmu.” Dan Dana Punya merupakan kewajiban umat Hindu yang utama harus dilakukan untuk mencapai kehidupan yang jagadhita, seperti ditandaskan dalam kitab Sarasamuccaya 168, sebagai berikut : Nyang rincining mitra ngaranya, nyang adagang wanija, banyaga, yeki mitraning wwang manglampuran, apasah apadohan, kunang mitra sang grhastha, strinira ika yapwan wwang alara, walyan, mamimami mitranika, kunang ikang wwang meh matya, dhanapunya mitranika. Terjemahan: Inilah perincian yang disebut persahabatan orang yang berdagang, saudagar, juragan, Inilah sahabatnya orang yang suka mengembara, bercerai, berjauhan. Sahabat orang yang berumah tangga adalah istrinya, orang sakit dokter atau dukun (orang pembuat obat-obatan) merupakan kawannya itu, akan tetapi orang yang hampir mati adalah dana punya (amal sedekah) sahabatnya (Kajeng, dkk, 2005:134).
PENUTUP Memperhatikan sloka-sloka yang terdapat dalam kitab suci Veda tersebut, telah ditegaskan dengan jelas bahwa dana punya adalah salah satu amal ibadah
11 2013
Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli – Desember
Ni Putu Sudewi Budhawati, Dana Punya Sebagai Kewajiban Umat Hindu Yang Utama
agama yang hukumnya adalah wajib dan setidak-tidaknya dianjurkan untuk dilakukan oleh seseorang yang memiliki sradha atau keyakinan terhadap agama yang dianutnya. Apapun bentuk dana yang akan didermakan tidaklah mutlak jenisnya, yang terpenting adalah ketulusan hati orang yang berdana dan yang menerima dana tersebut adalah orang yang berhak atau layak untuk diberikan, didasarkan atas motivasi pendayagunaan dan kemanfaatan dari dana itu untuk kepentingan umum. Agar kegiatan dana punya ini dapat berjalan dengan lancar, maka disarankan: Kepada para pemuka agama dan lembaga-lembaga Hindu yang ada agar melaksanakan kegiatan penerangan atau penyuluhan dan memotivasi umat untuk berdana punya. Perlu diadakannya kegiatan berdana punya yang serentak dan menyeluruh bagi umat Hindu pada saat-saat yang baik untuk melaksanakan dana punya tersebut seperti pada hari purnama kadasa.
DAFTAR PUSTAKA Adiputra, Rudia, I Gede, dkk, 2004. Dasar-Dasar Agama Hindu. Jakarta: Lestari Karya Megah. Bantas, I Ketut, 1996. Materi Pokok Sarasamuccaya. Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu dan Budha, Universitas Terbuka. Kajeng, I Nyoman, dkk, 2005. Sārasamuccaya. Surabaya: Paramita. Pendit,S, Nyoman, 2002. Bhagavad-Gita. Jakarta: CV. Felita Nursatama Lestari. Pudja, Gde dan Sudharta, Rai, Cokorda, 2003. Manawa Dharmasastra (Manu Dharmasastra). Jakarta: Pustaka Mitra Jaya. Somvir, 2001. Mutiara Veda Untuk Kehidupan Sehari-hari. Surabaya: Paramita. Supatra, Kanduk, I Nyoman, 2005. Dana Punia Jalan Menuju Tuhan.Denpasar: Pustaka Bali Post. Tim Penyusun, 1999. Himpunan Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu I-IV. Denpasar: Pemerintah Daerah Tingkat I Bali.
12 2013
Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli – Desember