SKRIPSI
KAJIAN PENGGUNAAN DAUN PEPAYA, DAUN BELIMBING WULUH, DAUN CENTE, DAUN JERUK PURUT, DAN BUNGA KECOMBRANG SEBAGAI INSEKTISIDA ALAMI TERHADAP PERKEMBANGAN Sitophilus zeamais Motsch DAN APLIKASINYA PADA PENYIMPANAN BERAS
Oleh :
RENI SETIAWATI F24051114
2009 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
KAJIAN PENGGUNAAN DAUN PEPAYA, DAUN BELIMBING WULUH, DAUN CENTE, DAUN JERUK PURUT, DAN BUNGA KECOMBRANG SEBAGAI INSEKTISIDA ALAMI TERHADAP PERKEMBANGAN Sitophilus zeamais Motsch DAN APLIKASINYA PADA PENYIMPANAN BERAS
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh :
RENI SETIAWATI F24051114
2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
KAJIAN PENGGUNAAN DAUN PEPAYA, DAUN BELIMBING WULUH, DAUN CENTE, DAUN JERUK PURUT, DAN BUNGA KECOMBRANG SEBAGAI INSEKTISIDA ALAMI TERHADAP PERKEMBANGAN Sitophilus zeamais Motsch DAN APLIKASINYA PADA PENYIMPANAN BERAS
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : RENI SETIAWATI F24051114 Dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 5 Oktober 1986 Tanggal lulus : 28 Agustus 2009
Menyetujui, Bogor,
September 2009
Dr. Ir. Yadi Haryadi, M. Sc. Dosen Pembimbing Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, M. Sc. Agr. Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Reni Setiawati. F24051114. Kajian Penggunaan Daun Pepaya, Daun Belimbing Wuluh, Daun Cente, Daun Jeruk Purut, dan Bunga Kecombrang sebagai Insektisida Alami Terhadap Perkembangan Sitophilus zeamais Motsch dan Aplikasinya pada Penyimpanan Beras. Di bawah bimbingan Yadi Haryadi. (2009).
RINGKASAN Penyimpanan bahan pangan merupakan salah satu aspek penting dalam teknologi pasca panen. Selama penyimpanan, bahan pangan pokok seperti beras dapat mengalami perubahan atau kerusakan yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas bahan pangan. Agar kerusakan secara kualitas atau kuantitas dapat ditekan, hasil-hasil pertanian harus disimpan dalam gudang dengan manajemen gudang yang efisien. Serangga hama gudang merupakan salah satu penyebab kerusakan yang terbesar pada komoditas pangan yang disimpan. Serangga tidak hanya memakan bahan makanan yang disimpan, tetapi juga menyebabkan kontaminasi terhadap bahan pangan yang disimpan berupa feses dan webbing. Selain itu serangga mati dapat mencemari bahan pangan yaitu berupa potongan atau sisa-sisa tubuh serangga (Cotton dan Wilbur, 1974). Dari berbagai cara pengendalian hama pasca panen, cara yang paling efisien adalah cara kimia dengan menggunakan insektisida termasuk fumigan. Namun penggunaan insektisida sintetis ini dapat menimbulkan dampak negatif apabila penggunaannya tidak terkendali. Oleh karena itu penggunaan insektisida sintetis perlu dipertimbangkan dan sedikit demi sedikit digantikan kedudukannya dengan insektisida alami nabati yang relatif lebih murah dan aman bagi manusia dan lingkungan karena sifatnya yang mudah terurai. Penelitian ini bertujuan untuk mepelajari daya insektisida dari lima bahan nabati yaitu daun pepaya, daun belimbing wuluh, daun cente, daun jeruk purut, dan bunga kecombrang terhadap perkembangan serangga hama pasca panen Sitophilus zeamais Motsch. Penelitian ini meliputi tahap persiapan dan tahap uji coba daya insektisida. Tahap persiapan meliputi pembiakan serangga S. zeamais Motsch, pembuatan tepung nabati, dan pembuatan media oligidik. Tahap uji coba daya insektisida meliputi penelitian pendahuluan, penelitian utama, dan aplikasi pada beras. Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah jumlah serangga turunan pertama (F1), periode perkembangan (D), indeks perkembangan (ID), laju perkembangan intrinsik (Rm), dan kapasitas multiplikasi mingguan (λ). Selain itu untuk mengetahui tingkat kerusakan yang ditimbulkan juga diamati jumlah total populasi serangga (Nt), persen biji berlubang (%), persen kehilangan bobot (%KB), dan persen fraksi bubuk yang timbul (%frass). Bahan nabati yang diuji pada penelitian pendahuluan adalah daun pepaya, daun belimbing wuluh, daun cente, daun jeruk purut, dan bunga kecombrang. Kelima bahan nabati ini ditambahkan pada media oligidik dengan konsentrasi masing-masing 0.0 %; 2.0 %; 4.0 %; 6.0 %; 8.0 %; dan 10 % dengan tiga kali ulangan. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan diperoleh hasil bahwa tepung daun belimbing wuluh dan tepung daun cente berpengaruh nyata dalam
menurunkan populasi serangga turunan pertama. Kedua bahan nabati ini dilanjutkan ke penelitian utama dengan memperkecil konsentrasinya. Pada penelitian utama konsentrasi tepung daun belimbing wuluh yang ditambahkan yaitu 0 % ; 1.2 % ; 2.4 % ; 3.6 % ; 4.8 % ; dan 6.0 %, sedangkan konsentrasi tepung daun cente yang ditambahkan yaitu 0 % ; 0.8 % ; 1.6 % ; 2.4 % ; 3.2 % ; dan 4.0 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tepung daun belimbing wuluh dan tepung daun cente berpengaruh nyata terhadap semua parameter yang diuji. Kedua bahan nabati ini dapat menekan jumlah serangga turunan pertama (F1), memperpanjang periode perkembangan (D), dan memperkecil indeks perkembangan (ID), laju perkembangan intrinsik (Rm), serta kapasitas multiplikasi mingguan (λ). Berdasarkan penelitian utama, tepung daun belimbing wuluh dengan konsentrasi 6.0 % dan tepung daun cente 2.4 % paling efektif digunakan sebagai insektisida. Oleh karena itu, kedua bahan dengan konsentrasi tersebut diaplikasikan pada penyimpanan beras. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tepung daun belimbing wuluh dan tepung daun cente dapat menurunkan jumlah total populasi serangga (Nt), persen biji berlubang (%BB), persen kehilangan bobot (%KB), dan persen fraksi bubuk yang timbul (%frass). Hal ini diduga karena adanya daya insektisida pada kedua bahan nabati tersebut yang berupa daya repellent dan daya antifeedant sehingga menyebabkan terhambatnya perkembangan Sitophilus zeamais. Berdasarkan hasil penelitian, tepung daun cente memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap seluruh parameter yang diuji dibandingkan dengan tepung daun belimbing wuluh walaupun konsentrasinya lebih kecil. Hal ini membuktikan bahwa daya insektisida tepung daun cente lebih baik/ lebih efektif dibandingkan dengan daya insektisida tepung daun belimbing wuluh.
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis dilahirkan di Tasikmalaya, Jawa Barat pada tanggal 5 Oktober 1986. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara, putri pasangan Ade Cahya dan Ai Susilawati. Penulis memulai pendidikan formal pada tahun 1991 – 1993 di TK Al-Hidayah, Gombong. Pendidikan SD ditempuh pada tahun 1993 – 1999 di SD Negeri Gombong I. Pada tahun 1999 sampai dengan tahun 2002 penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 3 Ciawi, kemudian di SMA Negeri 2 Tasikmalaya dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama kuliah penulis memiliki pengalaman organisasi antara lain sebagai sekretaris pada Organisasi Mahasiswa Daerah Himpunan Mahasiswa Tasikmalaya (HIMALAYA),
anggota
Koperasi
Mahasiswa
IPB,
anggota
Himpunan
Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA), dan anggota Food Processing Club (FPC) divisi Beverages. Penulis juga pernah mengikuti berbagai kepanitiaan diantaranya IFOODEX (Indonesian Food Expo) 2008, Panitia Wisuda Sarjana Fakultas Tenologi Pertanian, dan Panitia Masa Orientasi Departemen ITP. Sebagai syarat memperoleh gelar sarjana penulis melakukan kegiatan penelitian. Hasil kegiatan tersebut telah disusun dalam bentuk skripsi dengan judul ”Kajian Penggunaan Daun Pepaya, Daun Belimbing Wuluh, Daun Cente, Daun Jeruk Purut, dan Bunga Kecombrang Sebagai Insektisida Alami Terhadap Perkembangan Sitophilus zeamais Motsch dan Aplikasinya Pada Penyimpanan Beras” di bawah bimbingan Dr. Ir. Yadi Haryadi, M. Sc.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim, Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Kajian Penggunaan Daun Pepaya, Daun Belimbing Wuluh, Daun Cente, Daun Jeruk Purut, dan Bunga Kecombrang Sebagai Insektisida Alami Terhadap Perkembangan Sitophilus Zeamais Motsch dan Aplikasinya Pada Penyimpanan Beras”. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada : 1. Bapak dan Mamahku tercinta yang telah membesarkan, mendidik, memberikan kasih sayang, perhatian, dan do’a kepada penulis. 2. Dr. Ir. Yadi Haryadi, M. Sc. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama masa kuliah, penelitian dan penyelesaian tugas akhir. 3. Dr. Ir. Dede R. Adawiyah, M. Si. dan Dr. Nugraha Edhi Suyatma, STP. DEA., atas kesediaannya menjadi dosen penguji. 4. Adik-adikku tersayang, Taufik Arifin dan Linda Sakinah, yang selalu memberi semangat. 5. Mang Awong, Bi Endang, Mang Aming, Mang Akus, Mang Alon, U Enu, U Euis, Teh Nur, A Yayan, Hermina Nur Karimah, De Toto, Inun, dan Talitha yang telah memberikan dukungan baik secara moril maupun materiil. 6. Juanda Reputra, untuk setiap doa, inspirasi, semangat, perhatian, keceriaan, dan kesabaran yang diberikan kepada penulis. 7. Khrisia Saptarini, Resna Nur Apriani, Santy Ernawati, dan Galih Eka Pratiwi atas persahabatan yang indah. 8. Teman-teman seperjuangan : Rino dan Riska, terima kasih atas bantuan dan semangatnya. 9. Teman-teman Tiamor’s, Novi, Triana, Mayang, Dwi, Nifa, Fera, Nunung, Embi, Tri, Umi, Cempaka atas kebersamaan dan keceriaan selama ini.
10. Teman-teman ITP 42 : Peye, Arya, Haris, Nanda, Aji, Harist, Reriel, Muji, Fuad, Hesti, Tuti, Yusi, Atus, Indri, Nina, Fera, Galih Ika, Tiyu, Glen, Marcel, Wiwi, Adi Woko, Midun, Septi, Upik, Anggun, dan teman-teman ITP 42 lainnya yang tak bisa kusebutkan satu per satu. 11. Pak Nur, Pak Jun, Pak Iyas, Pak Wahid, Bu Antin, Pak Rojak, dan teknisi lainnya. Terima kasih atas bantuannya. 12. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, September 2009
Penulis
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ...............................................................................
i
DAFTAR ISI .............................................................................................
iii
DAFTAR TABEL .....................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
viii
I. PENDAHULUAN ...............................................................................
1
A. LATAR BELAKANG ....................................................................
1
B. TUJUAN PENELITIAN ................................................................
3
C. MANFAAT PENELITIAN ............................................................
3
II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................
4
A. PENYIMPANAN BIJI-BIJIAN ......................................................
4
B. KERUSAKAN
BAHAN PANGAN
AKIBAT
SERANGAN
SERANGGA .................................................................................
5
C. PENGENDALIAN HAMA ............................................................
6
D. INSEKTISIDA ALAMI NABATI ..................................................
8
E. SERANGGA HAMA GUDANG Sitophilus zeamais Motsch .........
9
F. MEDIA OLIGIDIK ........................................................................
12
G. BIOLOGI
TANAMAN
PENELITIAN
YANG
DIGUNAKAN
DALAM
..........................................................................
14
III. METODOLOGI ..................................................................................
20
A. BAHAN DAN ALAT.....................................................................
20
B. METODE PENELITIAN ...............................................................
20
1. Tahap Persiapan .........................................................................
20
a. Pembiakan Serangga Sitophilus zeamais Motsch ...................
20
b. Pembuatan Tepung Beras dan Tepung Nabati .......................
21
c. Pembuatan Media Oligidik ....................................................
21
2. Tahap Uji Coba Daya Insektisida ................................................
22
a. Penelitian Pendahuluan .........................................................
22
b. Penelitian Utama ..................................................................
22
c. Aplikasi pada Beras ..............................................................
22
d. Metode Pengamatan Aplikasi Penyimpanan Beras ................
23
C. PERHITUNGAN HASIL PENGAMATAN ....................................
23
D. RANCANGAN PERCOBAAN .......................................................
24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................
25
A. PENELITIAN PENDAHULUAN ..................................................
25
B. PENELITIAN UTAMA .................................................................
28
1. Efektivitas Insektisida Tepung Daun Belimbing Wuluh dan Tepung Daun Cente ...................................................................
29
2. Karakteristik Daya Insektisida Tepung Daun Belimbing Wuluh .
32
3. Karakteristik Daya Insektisida Tepung Daun Cente ....................
38
C. APLIKASI PADA BERAS.............................................................
43
1. Jumlah Total Populasi Serangga Dewasa (Nt) .............................
44
2. Persen Biji Berlubang (% BB) dan Persen Kehilangan Bobot (% KB) ............................................................................................
47
3. Persen fraksi bubuk yang timbul (% frass) ..................................
49
V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................
51
A. KESIMPULAN ..............................................................................
51
B. SARAN ..........................................................................................
52
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
53
LAMPIRAN ..............................................................................................
59
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Hubungan antara kadar air dengan perubahan bji-bijian selama penyimpanan...............................................................................
4
Tabel 2. Komposisi media oligidik dengan bahan aktif tepung .................
21
Tabel 3. Jumlah Sitophilus zeamais yang mati selama masa infestasi pada media oligidik. ............................................................................
27
Tabel 4. Pengaruh beberapa jenis bahan nabati terhadap jumlah turunan pertama Sitophilus zeamais pada penelitian pendahuluan ............
28
Tabel 5. Komposisi media oligidik dengan bahan aktif tepung daun belimbing wuluh ........................................................................
29
Tabel 6. Komposisi media oligidik dengan bahan aktif tepung daun cente
29
Tabel 7. Perbandingan efektivitas insektisida tepung daun belimbing wuluh dibandingkan dengan tepung daun cente ..........................
30
Tabel 8. Kemunculan serangga turunan pertama pada media oligidik akibat penambahan tepung daun belimbing wuluh......................
33
Tabel 9. Kemunculan serangga turunan pertama pada media oligidik akibat penambahan tepung daun cente ........................................
39
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.
Siklus hidup Sitophilus sp ......................................................
11
Gambar 2.
Sitophilus zeamais Motsch .....................................................
12
Gambar 3.
Daun pepaya muda ................................................................
14
Gambar 4.
Daun belimbing wuluh...........................................................
15
Gambar 5.
Lantana camara L .................................................................
16
Gambar 6.
Daun jeruk purut ....................................................................
17
Gambar 7.
Bunga kecombrang ................................................................
19
Gambar 8.
Media oligidik .......................................................................
21
Gambar 9.
Kurva jumlah populasi kumulatif turunan pertama Sitophilus zeamais dengan penambahan tepung daun belimbing wuluh ..
32
Gambar 10. Histogram pengaruh penambahan tepung daun belimbing wuluh terhadap periode perkembangan Sitophilus zeamais Motsch ..................................................................................
35
Gambar 11. Histogram pengaruh penambahan tepung daun belimbing wuluh terhadap indeks perkembangan Sitophilus zeamais Motsch ..................................................................................
36
Gambar 12. Histogram pengaruh penambahan tepung daun belimbing wuluh terhadap laju perkembangan intrinsik Sitophilus zeamais Motsch .....................................................................
37
Gambar 13. Histogram pengaruh penambahan tepung daun belimbing wuluh terhadap kapasitas multiplikasi mingguan Sitophilus zeamais Motsch .....................................................................
37
Gambar 14. Kurva jumlah populasi kumulatif turunan pertama Sitophilus zeamais dengan penambahan tepung daun cente ....................
38
Gambar 15. Histogram pengaruh penambahan tepung daun cente terhadap periode perkembangan Sitophilus zeamais Motsch ................
40
Gambar 16. Histogram pengaruh penambahan tepung daun cente terhadap indeks perkembangan Sitophilus zeamais Motsch ..................
41
Gambar 17. Histogram pengaruh penambahan tepung daun cente terhadap laju perkembangan intrinsik Sitophilus zeamais Motsch ........
42
Gambar 18. Histogram pengaruh penambahan tepung daun cente terhadap kapasitas multiplikasi mingguan Sitophilus zeamais Motsch ..
43
Gambar 19. Histogram pengaruh penambahan tepung bahan nabati terhadap total populasi serangga Sitophilus zeamais Motsch ..
45
Gambar 20. Fluktuasi RH selama masa inkubasi .......................................
46
Gambar 21. Histogram pengaruh penambahan tepung bahan nabati terhadap persen biji berlubang ...............................................
48
Gambar 22. Histogram pengaruh penambahan tepung bahan nabati terhadap persen kehilangan bobot ..........................................
49
Gambar 23. Histogram pengaruh penambahan tepung bahan nabati terhadap persen frass .............................................................
50
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1.
Jumlah serangga turunan pertama pada media oligidik dengan penambahan tepung daun pepaya pada penelitian pendahuluan ........................................................................
Lampiran 2.
59
Jumlah serangga turunan pertama pada media oligidik dengan penambahan tepung daun belimbing wuluh pada penelitian pendahuluan ........................................................
Lampiran 3.
60
Jumlah serangga turunan pertama pada media oligidik dengan penambahan tepung daun cente pada penelitian pendahuluan ........................................................................
Lampiran 4.
Jumlah serangga turunan pertama pada media oligidik dengan penambahan tepung daun jeruk purut
pada
penelitian pendahuluan ........................................................ Lampiran 5.
61
62
Jumlah serangga turunan pertama pada media oligidik dengan penambahan tepung bunga kecombrang pada penelitian pendahuluan ........................................................
Lampiran 6.
63
Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan tepung daun pepaya terhadap jumlah serangga turunan pertama ...............................................................................
Lampiran 7.
64
Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan tepung daun belimbing wuluh terhadap jumlah serangga turunan pertama ..................................................................
Lampiran 8.
64
Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan tepung daun cente terhadap jumlah serangga turunan pertama ...............................................................................
Lampiran 9.
65
Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan tepung daun jeruk purut terhadap jumlah serangga turunan pertama ...............................................................................
66
Lampiran 10. Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan tepung bunga kecombrang terhadap jumlah serangga turunan pertama ..................................................................
66
Lampiran 11. Jumlah serangga turunan pertama pada media oligidik dengan penambahan tepung daun belimbing wuluh pada penelitian utama ..................................................................
68
Lampiran 12. Jumlah serangga turunan pertama pada media oligidik dengan penambahan tepung daun cente pada penelitian utama ..................................................................................
69
Lampiran 13. Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan tepung daun belimbing wuluh terhadap jumlah turunan pertama (F1) Sitophilus zeamais ..........................................
70
Lampiran 14. Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan tepung daun cente terhadap jumlah turunan pertama (F1) Sitophilus zeamais ...............................................................
70
Lampiran 15. Rekapitulasi Periode Perkembangan (D) Sitophilus zeamais pada media oligidik dengan penambahan tepung daun belimbing wuluh. ................................................................
71
Lampiran 16. Rekapitulasi Periode Perkembangan (D) Sitophilus zeamais pada media oligidik dengan penambahan tepung daun cente
71
Lampiran 17. Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan tepung
daun
belimbing
wuluh
terhadap
Periode
Perkembangan (D) Sitophilus zeamais .................................
72
Lampiran 18. Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan tepung daun cente terhadap Periode Perkembangan (D) Sitophilus zeamais ...............................................................
72
Lampiran 19. Rekapitulasi Indeks Perkembangan (ID) Sitophilus zeamais pada media oligidik dengan penambahan tepung daun belimbing wuluh .................................................................
73
Lampiran 20. Rekapitulasi Indeks Perkembangan (ID) Sitophilus zeamais pada media oligidik dengan penambahan tepung daun cente
73
Lampiran 21. Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan tepung
daun
belimbing
wuluh
terhadap
Indeks
Perkembangan (ID) Sitophilus zeamais ...............................
74
Lampiran 22. Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan tepung daun cente terhadap Indeks Perkembangan (ID) Sitophilus zeamais ...............................................................
74
Lampiran 23. Rekapitulasi Laju Perkembangan Intrinsik (Rm) Sitophilus zeamais pada media oligidik dengan penambahan tepung daun belimbing wuluh .........................................................
75
Lampiran 24. Rekapitulasi Laju Perkembangan Intrinsik (Rm) Sitophilus zeamais pada media oligidik dengan penambahan tepung daun cente ...........................................................................
75
Lampiran 25. Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan tepung daun belimbing wuluh terhadap Laju Perkembangan Intrinsik (Rm) Sitophilus zeamais ........................................
76
Lampiran 26. Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan tepung daun cente terhadap Laju Perkembangan Intrinsik (Rm) Sitophilus zeamais ...................................................... Lampiran 27. Rekapitulasi
Kapasitas
Multiplikasi
Mingguan
76
(λ)
Sitophilus zeamais pada media oligidik dengan penambahan tepung daun belimbing wuluh.............................................. Lampiran 28. Rekapitulasi
Kapasitas
Multiplikasi
Mingguan
77
(λ)
Sitophilus zeamais pada media oligidik dengan penambahan tepung daun cente................................................................
77
Lampiran 29. Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan tepung
daun
belimbing
wuluh
terhadap
Kapasitas
Multiplikasi Mingguan (λ) Sitophilus zeamais ....................
78
Lampiran 30. Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan tepung
daun
cente
terhadap
Kapasitas
Multiplikasi
Mingguan (λ) Sitophilus zeamais ........................................
78
Lampiran 31. Hasil analisis kadar air media oligidik dengan penambahan tepung daun belimbing wuluh..............................................
79
Lampiran 32. Hasil analisis kadar air media oligidik dengan penambahan tepung daun cente................................................................
79
Lampiran 33. Rekapitulasi total populasi Sitophilus zeamais dan % frass pada beras dengan penambahan tepung bahan nabati ...........
80
Lampiran 34. Rekapitulasi persen biji berlubang dan persen kehilangan bobot pada beras dengan penambahan tepung bahan nabati .
80
Lampiran 35. Hasil pengukuran RH ruang selama masa inkubasi ..............
81
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Penyimpanan bahan pangan merupakan salah satu aspek penting yang masih mengalami kendala dalam teknologi pasca panen. Selama penyimpanan, bahan pangan pokok seperti beras dapat mengalami perubahan atau kerusakan yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas bahan pangan. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) terungkap bahwa stok beras nasional tahun 2005 surplus 16.223 ton. Data BPS semakin menguatkan data Departemen Pertanian (Deptan) mengenai stok beras surplus 2.2 juta ton (Hartono, 2006). Menurut Imdad dan Nawangsih (1995), jika volume bahan yang disimpan sedikit, timbulnya kerusakan tak menjadi masalah. Namun, jika volume bahan yang disimpan banyak maka kerusakan bahan akan membawa kerugian yang besar. Oleh karena itu diperlukan sentuhan agroindustri yang tangguh dalam sistem penyimpanan. Agar kerusakan secara kualitas atau kuantitas dapat ditekan, hasil-hasil pertanian harus disimpan dalam gudang dengan manajemen gudang yang efisien. Serangga hama gudang merupakan salah satu penyebab kerusakan yang terbesar pada komoditas pangan yang disimpan. Serangga ini hidup dan berkembang biak di dalam gudang penyimpanan baik sebagai hama primer, maupun sebagai hama sekunder pemakan kapang (jamur) pada berbagai komoditas pangan dan bahkan ada yang hidup sebagai predator. Menurut Syarief dan Halid (1993), sistem penyimpanan mempunyai karakteristik yang sangat menguntungkan bagi pertumbuhan serangga hama gudang seperti kondisi fisik yang relatif stabil dan sumber bahan makanan yang melimpah bagi serangga hama gudang. Di Indonesia, kehilangan hasil akibat serangan hama gudang diperkirakan mencapai 26 – 29 % (Semple, 1985). FAO (1977) melaporkan bahwa kehilangan hasil akibat infestasi hama ini dapat mencapai 9.6-20.2 % pada periode penyimpanan. Menurut Sidik et al. (1985) diacu dalam Saenong dan Hipi (2005), kehilangan hasil secara nasional berkisar antara 0.5 – 2 % dari total produksi tiap
tahunnya. Kehilangan hasil oleh kumbang bubuk di tempat penyimpanan dapat mencapai 30 % di daerah tropis Meksiko (Bergvinson, 2002). Serangga tidak hanya memakan bahan makanan yang disimpan, tetapi juga menyebabkan kontaminasi terhadap bahan pangan yang disimpan berupa feses dan webbing. Selain itu serangga mati dapat mencemari bahan pangan yaitu berupa potongan atau sisa-sisa tubuh serangga (Cotton dan Wilbur, 1974). Pengendalian hama pasca panen yang sering digunakan adalah dengan menggunakan bahan kimia yaitu insektisida termasuk fumigan. Cara ini masih memiliki banyak kekurangan yaitu dapat menimbulkan dampak terhadap keamanan pangan (risiko kesehatan), pencemaran lingkungan, dan timbulnya resistensi hama. Pranata et al. (1983) diacu dalam Marjugi (1996) melaporkan bahwa sebanyak 12 strain dari S. zeamais telah resisten terhadap malathion, dua strain resisten terhadap lindane, empat strain resisten terhadap dichlorvos, dan satu strain resisten terhadap pirimiphos methyl. Oleh karena itu, penggunaan insektisida alami merupakan alternatif yang dapat dipilih untuk mengatasi dampak-dampak tersebut. Karena Indonesia terdiri dari hutan tropis yang luas, Indonesia mempunyai sangat banyak varietas tanaman yang mengandung produk metabolit sekunder yang merupakan hasil dari interaksi antara tanaman dan tanaman lainnya dan atau serangga melalui proses evolusi. Produk-produk metabolit tersebut dapat digunakan sebagai insektisida alami. Menurut Arnason et al. (1993) diacu dalam Syahputra (2001), famili tumbuhan yang dianggap merupakan sumber potensial insektisida nabati adalah Meliaceae, Annonaceae, Asteraceae, Piperaceae, dan Rutaceae, namun hal ini tidak menutup kemungkinan untuk ditemukannya famili tumbuhan yang baru. Didasari oleh banyaknya jenis tumbuhan yang memiliki khasiat sebagai insektisida maka penggalian potensi tanaman sebagai sumber insektisida botani sebagai alternatif pengendalian hama tanaman cukup potensial.
B. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari daya insektisida dari lima tanaman yaitu daun pepaya, daun belimbing wuluh, daun cente, daun jeruk purut, dan bunga kecombrang terhadap perkembangan serangga hama pasca panen Sitophilus zeamais Motsch.
C. MANFAAT PENELITIAN Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang bahan nabati yang berpotensi sebagai insektisida, sehingga dapat membantu para petani dalam mengatasi masalah penyimpanan terutama untuk mengatasi hama gudang Sitophilus zeamais Motsch.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. PENYIMPANAN BIJI-BIJIAN Menurut Syarief dan Halid (1993), biji-bijian adalah sekelompok padipadian atau serealia seperti padi, jagung, gandum, sorgum, dan barley; kacangkacangan seperti kedelai, kacang hijau, kacang merah, kacang tanah; dan hasil pertanian lain yang diperdagangkan seperti kopi, lada, biji kapuk, dan biji jarak. Penyimpanan biji-bijian untuk keperluan konsumsi manusia dan hewan ternak bertujuan untuk memperpanjang umur simpan bahan pangan sehingga mutunya masih baik dan prima serta terhindar dari berbagai kerusakan. Kadar air merupakan parameter terpenting dalam penyimpanan biji-bijian. Kadar air biji-bijian yang aman untuk disimpan umumnya sekitar 13.5 – 14 %, sedangkan kadar air yang aman dari gangguan kerusakan adalah 11 – 12 % (Syarief dan Halid, 1993). Hubungan antara kadar air dengan perubahan bijibijian selama penyimpanan secara umum dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hubungan antara kadar air dengan perubahan bji-bijian selama penyimpanan Kadar Air >45 % 18 – 20 % 12 – 18 %
Perubahan Biji-bijian Terjadi proses perkecambahan biji di tempat penyimpanan. Kondisi ruang yang gelap akan memacu proses perkecambahan. Di dalam ruang penyimpanan akan timbul uap. Biji dapat berkecambah, kapang dan bakteri tumbuh subur. Mikroba dan serangga akan merusak
bebijian selama
penyimpanan.
8–9%
Kehidupan serangga dan patogen gudang dapat dihambat.
4–8%
Keadaan paling aman untuk penyimpanan
Sumber : Neegard (1977) diacu dalam Ekayani (2001)
Penyimpanan biji-bijian secara komersial untuk jangka waktu lama, umumnya menggunakan sistem karung goni dan sistem curah, yang kemudian disimpan di gudang. Penggudangan bertujuan untuk mengurangi kehilangan
bahan secara kualitas maupun kuantitas. Dalam gudang perlu dilakukan pengontrolan terhadap serangan serangga hama gudang dan tikus. Sistem penyimpanan yang kurang baik dapat menimbulkan kerusakan bahan pangan, baik kerusakan kualitas maupun kuantitas bahan pangan selama penyimpanan (Ekayani, 2001).
B. KERUSAKAN BAHAN PANGAN AKIBAT SERANGAN SERANGGA Serangga adalah penyebab utama kehilangan bahan selama penyimpanan, khususnya di daerah tropis (Barre dan Sammet, 1963). Pernyataan ini diperkuat oleh Christensen dan Kauffmann (1969) yang mengemukakan bahwa dari total angka perkiraan kehilangan biji-bijian di seluruh dunia paling sedikit 50 persen disebabkan oleh serangga. Bagi serangga, komoditas pangan yang disimpan di gudang merupakan sumber makanan sekaligus habitat untuk berkembang biak dan selanjutnya menghancurkan lingkungan tersebut. Perpindahan komoditi pangan antar gudang penyimpanan dapat menyebabkan hama gudang tersebar dengan cepat (Syarief dan Halid, 1993). Menurut Halid dan Yudawinata (1983), serangga merupakan hama gudang penyebab kerusakan terbesar. Kerusakan yang terjadi dapat mengakibatkan penurunan kualitas maupun kuantitas dari bahan yang disimpan. Hal ini disebabkan serangga hama gudang mempunyai kemampuan berkembang biak dengan cepat, mudah menyebar dan dapat mengundang pertumbuhan kapang. Kegiatan insek memakan bagian dari biji-bijian dapat menyebabkan meningkatnya kandungan air serta suhu secara lokal. Kegiatan bersama serangga dan jamur dapat berakibat penurunan mutu yang disebabkan karena adanya sisasisa insek, penimbunan ”uric acid”, dan penyimpangan warna. Bila kerusakan sebutir saja telah dapat nampak oleh mata, paling sedikit lima butir lagi telah mengalami kerusakan bagi setiap butir yang rusak. Butir-butir demikian rendah gizinya serta mempunyai potensi sebagai bahan beracun (Winarno et al., 1981). Kerusakan oleh serangga dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu kerusakan langsung dan kerusakan tidak langsung. Kerusakan langsung terdiri dari konsumsi bahan yang disimpan oleh serangga, kontaminasi oleh serangga dewasa, pupa,
larva, telur, kulit telur, dan bagian tubuhnya, serta kerusakan wadah bahan yang disimpan. Kerusakan tidak langsung antara lain adalah timbulnya panas akibat metabolisme serta berkembangnya kapang dan mikroba-mikroba lainnya (Cotton dan Wilbur, 1974). Menurut Grist dan Lever (1969), setiap spesies serangga mempunyai kesukaan terhadap makanan tertentu. Beberapa spesies menyukai embrio, dan yang lain menyukai endosperma. Embrio adalah bagian yang paling kaya akan zat gizi. Komponen lemak, protein, mineral, dan vitamin terkonsentrasi pada bagian tersebut sehingga serangan serangga akan menyebabkan penurunan nilai gizi (Pranata, 1982). Menurut Pranata (1982), akibat dari serangan hama, maka akan terjadi susut kuantitatif, susut kualitatif dan susut daya tumbuh. Susut kuantitatif adalah turunnya bobot atau volume bahan karena sebagian atau seluruhnya dimakan oleh hama. Susut kualitatif adalah turunnya mutu secara langsung akibat dari adanya serangan hama, misalnya bahan yang tercampur oleh bangkai, kotoran serangga atau bulu tikus dan peningkatan jumlah butir gabah yang rusak. Susut daya tumbuh adalah susut yang terjadi karena bagian lembaga yang sangat kaya nutrisi dimakan oleh hama yang menyebabkan biji tidak mampu berkecambah. Secara ekonomi, kerugian akibat serangan hama adalah turunnya harga jual komoditas bahan pangan (biji-bijian). Kerugian akibat serangan hama dari segi ekologi atau lingkungan adalah adanya ledakan populasi serangga yang tidak terkontrol (Syarief dan Halid, 1993).
C. PENGENDALIAN HAMA Menurut Pranata (1979), pengendalian hama adalah konsep pengendalian populasi hama berdasarkan faktor biologi dan ekologi hama dengan memadukan beberapa cara pemberantasan. Dalam pengendalian hama telah terjadi pergeseran falsafah dasar yaitu dari usaha untuk membasmi hama sampai habis menjadi usaha untuk menekan populasi sampai di bawah ambang ekonomi. Suatu tindakan pemberantasan hanya dilakukan jika tingkat kerugian secara potensial jauh lebih besar bila dibandingkan dengan biaya pemberantasan.
Dalam praktek sehari-hari dikenal dua upaya pengendalian yaitu upaya preventif dan upaya kuratif. Metode preventif (pencegahan)
adalah tindakan
untuk mencegah datangnya serangan hama pasca panen dengan mengatur lingkungan atau dengan menggunakan cara lain seperti penggunaan bahan kimia yang dapat
menangkal terjadinya serangan (repellent). Metode kuratif
(pembasmian hama) adalah tindakan yang dilakukan untuk membasmi serangan serangga hama pasca panen. Tindakan kuratif dilakukan jika secara nyata telah terlihat adanya serangan, atau berdasarkan deteksi sudah diketahui adanya serangan, atau ruang kontrol (pada sistem penyimpanan canggih) telah memberikan warning. Berbagai teknik metode pengendalian dapat diterapkan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan setiap sistem penyimpanan. Namun demikian patut diingat bahwa tindakan preventif jauh lebih baik dan lebih murah dibanding tindakan kuratif. Konsep pengendalian serangga hama pasca panen dewasa ini lebih diarahkan pada konsep pengendalian hama secara terpadu (PHT). Suharno (1987) diacu dalam Ekayani (2001) melaporkan bahwa teknologi penyimpanan yang dikembangkan oleh BULOG dalam rangka penyimpanan beras pecah kulit adalah dengan menggunakan bahan CO2, phostoxin dan silosan. Bahan tersebut secara teknis dapat digunakan untuk pemberantasan serangga hama, dan dapat dipakai untuk mempertahankan kualitas beras selama kurang lebih satu tahun dalam penyimpanan jangka panjang. Menurut Rejesus (1986) yang dikutip oleh Kardinan dan Wikardi (1994) sampai saat ini pengendalian masih bertumpu kepada pestisida sintetis. Penggunaan pestisida sintetis, walaupun
memberikan hasil yang nyata dan
bereaksi relatif cepat, namun dampak negatifnya terhadap manusia dan lingkungan cukup besar, sehingga perlu dicari alternatif lain untuk perlindungan biji, salah satunya dengan penggunaan bahan alami. Salah satu tujuan penggunaan bahan alami adalah meningkatkan kemampuan petani untuk berusaha sendiri dalam mengendalikan hama dengan jalan memanfaatkan bahan-bahan yang ada di sekitarnya, termasuk limbah pertanian. Insektisida merupakan salah satu jenis pestisida yang digunakan secara khusus untuk meminimalkan pertumbuhan serangga. Telah dilakukan penelitian-
penelitian mengenai insektisida nabati dari beberapa tanaman yang tumbuh di Indonesia. Penelitian ini umumnya dilakukan berdasarkan kandungan komponen aktif yang terdapat pada bahan nabati tersebut. Adapun komponen-komponen tersebut antara lain alkaloid, kumarin, glikosida dan beberapa sterol serta minyak atsiri yang dapat mengeluarkan bau dan aroma khas. Komponen-komponen tersebut dapat mempengaruhi perkembangan serangga (Atmadja, 2003).
D. INSEKTISIDA ALAMI NABATI Bahan nabati hasil tanaman tropis Indonesia merupakan alternatif yang dapat digunakan sebagai insektisida alami. Menurut Sastroutomo (1992), insektisida alami nabati merupakan senyawa beracun bagi serangga yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Berdasarkan sejarah, bahan-bahan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan sudah digunakan jauh sebelum insektisida golongan lainnya. Beberapa bahan tumbuhan seperti tembakau, piretrum, devis, helebor, kasia, kamfer, dan terpentin sudah sangat lama sekali digunakan sebelum insektisida sintetik ditemukan. Beberapa bahan insektisida yang digunakan secara umum berasal dari tetumbuhan. Bunga, daun, atau akar dihancurkan dan kemudian langsung digunakan sebagai insektisida atau bahan beracunnya diekstraksi terlebih dahulu kemudian baru digunakan (Sastroutomo, 1992). Menurut De Luca (1979), ada tiga jenis bahan alami yang dapat digunakan dalam pengendalian hama gudang yaitu bahan mineral, bahan nabati, dan bahan hewani. Bahan nabati merupakan cadangan yang paling besar dan bervariasi. Menurut Kardinan (2002), tumbuhan penghasil insektisida nabati adalah kelompok tumbuhan yang menghasilkan pestisida pengendali hama insekta. Sedangkan menurut De Luca (1979), bahan nabati yang mempunyai sifat insektisida pada umumnya disebabkan karena adanya daya tolak (repellent) dan daya antifeedant terhadap serangga. Suyatma (1994) melaporkan bahan nabati kencur dalam bentuk tepung sangat efektif dalam menghambat pertumbuhan populasi serangga turunan pertama S. oryzae. Sementara itu Ekayani (2001) melaporkan bahwa penambahan tepung daun jarak, daun babadotan, dan jinten memberikan pengaruh yang nyata
dalam menghambat populasi F1, memperpanjang periode perkembangan, dan memperkecil nilai indeks perkembangan, laju perkembangan intrinsik, dan kapasitas multiplikasi mingguan. Menurut Sitepu et al. (1999) diacu di dalam Putri (2004), pada umumnya tumbuh-tumbuhan yang tergolong insektisida nabati yang penting peranannya berdasarkan aktivitasnya terhadap serangan hama sasaran dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : (1) insektisida pembunuh seperti pirethrum (Chrysantemum cinerariaefolium), tuba (Derris elliptica), dan mimba (Azadirachta occidentale); (2) insektisida antifertilitas, seperti gadung (Diuscorea compusitae); dan (3) pemikat/penarik yang bekerja menyerupai sex pheromone seperti malaleuka (Malaleuca bracteata).
E. SERANGGA HAMA GUDANG Sitophilus zeamais Motsch 1. Sifat-Sifat Umum dan Klasifikasi Sitophilus zeamais ditemukan pada tahun 1885 oleh Motschulsky. Sementara itu Grist dan Lever (1969) menyatakan bahwa Sitophilus oryzae pertama kali dikenal pada tahun 1763 di Suriname. Dahulu S. zeamais disebut sebagai S. oryzae karena kemiripan dan hidupnya yang bersama-sama. Secara umum S. oryzae berukuran lebih kecil dibanding S. zeamais. Menurut Kutchel (1961), Sitophilus oryzae dan Sitophilus zeamais merupakan variasi dari spesies yang sama. Untuk mengetahui dan mengidentifikasi keduanya dilakukan dengan membuka bagian abdomen dan memeriksa alat genetalia serangga jantan di bawah mikroskop. Pada Sitophilus zeamais permukaannya agak bergelombang sedangkan pada Sitophilus oryzae rata dan licin (Syarief dan Halid, 1993). Serangga Sitophilus zeamais Motsch termasuk ke dalam Ordo Coleoptera, Sub Ordo Polypaga, Kelas Rhyncopphora, Famili Calandrinae, dan Genus Sitophilus (Matheson, 1951). Ciri khasnya adalah bentuk kepala pada ujungnya meruncing dan melengkung agak ke bawah yang disebut rostrum atau snout. Antenanya menyiku (elbowed) dengan bagian ujungnya membesar seperti gada (clubbed) (Grist dan Lever, 1969). Imago panjangnya
2.5 – 4.5 mm. Ukuran ini tergantung pada jenis makanan dimana mereka berkembang biak. Menurut Cotton (1963), serangga Sitophilus sp sangat umum terdapat dalam tempat penyimpanan, dapat berkembang biak dengan cepat dan terdapat dalam jumlah yang besar. Pranata (1979) menyatakan bahwa S. oryzae dan S. zeamais sering ditemukan secara bersamaan, tetapi di Indonesia S. zeamais lebih banyak ditemukan. Kedua serangga ini dapat menyerang beras, gabah maupun jagung. Menurut Dobie et al. (1984) warna tubuh Sitophilus zeamais adalah cokelat merah sampai cokelat gelap. Pada sayap depan (elytra) terdapat empat bintik berwarna kuning kemerah-merahan di dua belahan sayap dan setiap sayap memiliki dua bintik. Serangga jantan dan serangga betina dapat dibedakan dari bentuk moncongnya (rostrum). Jika dilihat dari permukaan dorsal, rostrum jantan lebih kasar, berbintik-bintik kasar sedangkan betinanya memiliki rostrum mulus, berbintik-bintik melebar dan licin. Jika dilihat dari atas, rostrum jantan lebih pendek dan lebar, sedangkan pada betinanya lebih panjang dan sempit. Dilihat dari samping, rostrum jantan lebih pendek, tebal dan agak lurus, sedangkan rostrum betina lebih panjang, kecil dan agak melengkung ke bawah (Haines, 1980 diacu dalam Asriyanti, 2002). Sitophilus zeamais merupakan serangga yang sangat berbahaya, karena luasnya serangan (kosmopolitan) dan banyaknya produk pertanian yang diserang. Serangga ini dapat berkembang biak pada biji-bijian seperti jagung, sorgum, beras, gandum, dan produk serealia seperti makaroni. Serangga ini hanya dapat berkembang biak pada bahan makanan yang tidak dimasak, tetapi tidak dapat tumbuh pada tepung yang kering (Winarno dan Jenie, 1983).
2. Biologi Sitophilus zeamais Motsch. Serangga
S.
zeamais
mengalami
metamorfosis
sempurna
(holometabola), yaitu mulai telur, larva, pupa, imago (serangga dewasa). Telurnya berbentuk lonjong dengan satu kutub yang lebih sempit. Telur berwarna bening, agak mengkilap, lunak, dan panjangnya 0.7 mm dengan
lebar 0.3 mm (Grist dan Lever, 1969). Telur diletakkan satu persatu dengan masa peneluran kurang lebih tiga minggu. Telur dapat diletakkan di semua bagian biji tetapi umumnya diletakkan di dekat lembaga. Setelah kira-kira 5 sampai 7 hari telur menetas menjadi larva (Pranata, 1979). Menurut Sukoco (1998), larva berkembang dengan memakan bagian dalam biji. Stadium larva merupakan stadium yang merusak. Larva dewasa berbentuk gemuk dan padat, tidak berkaki, berwarna putih, dan panjangnya sekitar 4 mm. Lama stadium larva adalah sekitar 18 hari. Larva kemudian berubah menjadi pupa. Pupa berkembang di dalam biji, di tempat kosong bekas dimakan larva. Pupa berwarna putih dan panjangnya 3 sampai 4 mm. Lama stadium pupa adalah 3 sampai 9 hari dengan rata-rata 6 hari. Siklus hidup serangga ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Siklus hidup Sitophilus sp. (Fleurat-Lessard, 1982) Menurut Hill (1987), serangga betina selama hidupnya mampu menghasilkan 300 – 400 butir telur dengan masa peneluran kurang lebih 3 minggu. Serangga dewasa keluar dari biji dengan membuat lubang pada lapisan luar biji. Lubang keluarnya membulat tetapi tepinya tidak merata. Serangga dewasa mampu hidup sampai dengan 5 bulan dan memiliki
kemampuan untuk terbang. Menurut Pranata (1985), serangga ini hidup pada suhu 17 – 34oC dengan suhu optimum 28oC, sedangkan syarat kelembaban relatif adalah 45 – 100 %, dengan kelembaban relatif optimal 70 %. Dengan demikian serangga ini dapat hidup di seluruh tempat di Indonesia. Gambar serangga dewasa S. zeamais dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Sitophilus zeamais Motsch
Serangga Sitophilus zeamais kurang tertarik pada cahaya tetapi menyukai tempat gelap dan dapat masuk ke dalam biji. Serangga betina membuat lubang untuk meletakkan telur dengan menggunakan moncongnya (Grist dan Lever, 1969). Sayap S. zeamais tidak selalu digunakan, tetapi dapat terbang dengan baik. Pada permukaan licin pun serangga ini dapat berjalan, jika disentuh serangga ini akan melipat kakinya seolah-olah mati (Soekarna, 1977). Pranata
(1979)
membagi
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pertumbuhan serangga atas tiga bagian yakni : 1) Faktor umum yang terdiri dari sanitasi gudang, struktur gudang serta ‘stock management’ atau pengaturan pemasukan dan pengeluaran bahan dari dalam gudang ; 2) Faktor lingkungan (fisik) terdiri dari kadar air bahan, suhu, kelembaban, aerasi dan cahaya dalam gudang dan 3) Faktor biotik seperti nilai gizi makanan, adanya parasit, predator, patogen, kompetitor, mikroorganisme dan sebagainya.
F. MEDIA OLIGIDIK Pembiakan serangga di laboratorium adalah salah satu cara yang cepat dan terkendali untuk memperoleh serangga dengan stadia yang diinginkan. Kultur serangga di laboratorium diharapkan dapat membantu melengkapi atau
mengadakan bahan yang akan digunakan untuk penelitian di berbagai bidang khususnya dalam penyimpanan bahan pangan (Syarief dan Halid, 1993). Untuk kebutuhan perkembangannya serangga memerlukan banyak nutrisi. Serangga hama pasca panen membutuhkan asam amino esensial untuk perkembangannya
seperti
arginin,
leusin,
isoleusin,
lisin,
metionin,
fenilalanin, treonin, triftofan, dan valin. Selain asam amino, serangga hama pasca panen juga membutuhkan banyak vitamin B seperti thiamin, riboflavin, piridoksin, asam nikotinat, asam pantotenat, biotin, asam folat, dan kolin. Pembiakan kultur serangga di laboratorium umumnya menggunakan media untuk memenuhi kebutuhan serangga yang dibiakkan. Menurut Cohen (2000), istilah diet dan medium membutuhkan penjelasan khusus. Diet adalah istilah yang umum digunakan untuk menunjukkan segala sesuatu yang dimakan oleh serangga, dan medium (jamak : media) umumnya menunjukkan diet yang dibuat secara sintetik. Oligidik adalah media yang di dalamnya terkandung bahan-bahan mentah organik yang dapat memenuhi kebutuhan makan serangga (Bellows dan Fisher, 1999). Sementara itu menurut Cohen (2000), diet oligidik mengandung komponen-komponen yang tidak lengkap atau memiliki karakteristik yang tidak cukup baik. Media oligidik adalah media yang terbuat dari bahan yang secara struktur kimia tidak mengalami perubahan tetapi struktur fisik berubah. Menurut Haryadi dan Suyatma (1993), penggunaan media oligidik sangat cocok untuk menguji daya insektisida bahan nabati terhadap perkembangan serangga yang berkembang di dalam biji, yaitu serangga yang mempunyai stadia tersembunyi (hidden stages) seperti Sitophilus zeamais. Dalam pengujian
daya
insektisida,
penggunaan
media
oligidik
dapat
mengintegrasikan suatu bahan yang mempunyai daya insektisida sehingga diperoleh media dengan konsentrasi tertentu.
G. BIOLOGI TANAMAN YANG DIGUNAKAN DALAM PENELITIAN 1. Daun Pepaya Muda Pepaya termasuk famili Caricaceae spesies Carica papaya. Tanaman ini dibudidayakan terutama untuk diambil buahnya, sedangkan daunnya merupakan hasil samping yang dapat dimanfaatkan pula. Daun pepaya berbelah agak dalam seperti jari tangan. Jumlah belahan helai daun pada satu tangkai antara 3-5 buah. Daun pepaya berukuran lebar serta mempunyai tangkai daun seperti pipa dan panjang. Permukaan daun bagian atas berwarna hijau tua dan bagian bawahnya berwarna hijau muda (Anonim, 1980). Gambar daun pepaya dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Daun pepaya muda
Menurut Tjitrosoepomo (1994), getah buah pepaya yang dikeringkan dan dimurnikan merupakan suatu bahan enzim preparat. Bahan tersebut mengandung enzim proteolitik yaitu papainase atau papain, lipase, pektose, amilase, dan enzim yang menyerupai renin, kyanopapain dan sedikit alkaloid, karpaid. Bahan tersebut digunakan untuk membantu memudahkan pencernaan makanan, dan untuk melunakkan daging. Rasa pahit daun pepaya disebabkan karena alkaloid carpain (C14H25NO2). Kandungan yang terdapat dalam 100 g daun pepaya diantaranya yaitu energi = 79 kalori, air = 75.4 g, protein = 8 g, lemak = 2 g, karbohidrat = 11.9 g, vitamin A = 18.250 Iu, vitamin B = 0.15 mg, vitamin C = 140 mg, kalsium = 353 mg, besi = 0.8 mg, dan fosfor = 63 mg. Selain itu, daun pepaya juga mengandung pseudo karpaina, glukosid, karposid, saponin, sakarosa, dekstrosa dan levulosa (Kalie, 2000).
2. Daun Belimbing Wuluh Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) tumbuh baik di daerah tropis. Tumbuhan ini termasuk famili Oxalidaceae. Belimbing wuluh mempunyai batang kasar berbenjol-benjol, percabangan sedikit, arahnya condong ke atas. Cabang muda berambut halus seperti beludru, warnanya coklat muda. Daun berupa daun majemuk menyirip ganjil dengan 21-45 pasang anak daun. Anak daun bertangkai pendek, bentuknya bulat telur sampai jorong, ujung runcing, pangkal membundar, tepi rata, panjang 2-10 cm, lebar 1-3 cm, warnanya hijau, permukaan bawah hijau muda (Arland, 2006). Gambar daun belimbing wuluh dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Daun belimbing wuluh
Perbungaan berupa malai, berkelompok, keluar dari batang atau percabangan yang besar, bunga kecil-kecil berbentuk bintang warnanya ungu kemerahan. Buahnya buah buni, bentuknya bulat lonjong bersegi, panjang 46.5 cm, warnanya hijau kekuningan, bila masak berair banyak, rasanya asam. Biji bentuknya bulat telur, gepeng. Rasa buahnya asam, digunakan sebagai sirop penyegar, bahan penyedap masakan, membersihkan noda pada kain, mengkilapkan barang-barang yang terbuat dari kuningan, membersihkan tangan yang kotor atau sebagai bahan obat tradisional. Perbanyakan dengan biji dan cangkok. Belimbing wuluh memiliki sifat kimiawi dan efek farmakologis, yaitu rasa
asam,
sejuk,
menghilangkan
sakit
(analgetik),
memperbanyak
pengeluaran empedu, anti radang, peluruh kencing, dan astringent. Kandungan kimia dari batang belimbing wuluh yaitu saponin, tanin, glukosida, kalsium oksalat, sulfur, asam format, dan peroksidase.
Sedangkan daunnya
mengandung tanin, sulfur, asam format, peroksidase, kalsium oksalat, dan kalium sitrat (Arland, 2006).
3.Daun Cente Nama lain tumbuhan ini yaitu tahi ayam, dan nama daerah misalnya cente (Sunda), tembelek ayam (Jawa), dan krasi, lempuyak (Bali). Menurut Bulan et al. (2003), tembelekan (Lantana camara L.) adalah tumbuhan perdu dari suku Verbenaceae yang berasal dari Amerika dan terdapat di Indonesia. Tumbuhan tersebut telah lama digunakan sebagai salah satu bahan ramuan obat tradisional untuk mengobati berbagai macam penyakit antara lain untuk pengobatan penyakit kulit, batuk, keracunan dan reumatik. Daun L. camara L. mengandung senyawa lantaden, yaitu lantaden A, lantaden B, lantaden C, lantaden D, lantaden A yang tereduksi dan lantaden B yang tereduksi. Sedangkan menurut Djauhariya dan Hernani (2004), pada daun terdapat minyak atsiri, lantaden A, lantaden B, asam lantanolat, dan asam lantat. Pada akar dan kulit terdapat lantanin. Gambar tumbuhan ini dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Lantana camara L Menurut Djauhariya dan Hernani (2004), tumbuhan ini merupakan herba menahun, batang semak, berkayu, tegak, bercabang, batang berduri. Tinggi batang mencapai 4 m. Daun berhadapan, warna hijau, bundar telur, permukaan atas daun berambut banyak dan permukaan bawah berambut jarang. Pinggir daun bergerigi dan berbulu kasar dengan panjang 5 – 8 cm dan lebar 3 – 5 cm. Perbungaan mengelompok, tersusun dalam bulir yang padat pada ketiak daun. Warna bunga beragam seperti putih, kuning, merah, merah muda, dan jingga. Buah bergerombol di ujung tangkai, kecil, bulat, warna
hijau ketika mentah, hitam kebiruan dan mengkilap ketika matang. Di dalam satu buah terdapat satu biji. Tumbuhan ini berkembang biak dengan biji. Tumbuhan ini ditemukan di daerah tropis pada lahan terbuka sebagai tanaman liar atau tanaman untuk pagar. Tumbuh dari dataran rendah sampai ketinggian 1.700 m dpl.
4. Daun Jeruk Purut Jeruk purut merupakan tanaman yang termasuk dalam salah satu anggota suku jeruk-jerukan (Rutaceae), sub famili Aurantioidae, genus Citrus, sub genus Papeda, dan spesies Citrus hystrix (Sarwono, 1986). Jenis tanaman jeruk anggota Papeda, buahnya tak enak dimakan langsung karena daging buahnya terlalu banyak mengandung asam dan berbau wangi agak keras. Tanaman jeruk purut berpohon rendah, tingginya antara 2-12 meter. Batangnya bengkok atau bersudut, agak kecil, dan bercabang rendah. Tajuknya tidak beraturan. Cabang-cabangnya rapat, ranting-rantingnya kecil dan bersudut tajam. Batang yang telah tua bentuknya bulat, warnanya hijau tua polos atau berbintik-bintik. Ketiak daun berduri, durinya pendek halus, warnanya hitam dengan ujung kecoklatan. Panjang duri antara 0.2 – 1 cm. Letak daun berpencaran dan silih berganti. Daun berbentuk bulat telur, ujungnya tumpul, dan bertangkai satu. Warna daun hijau kuning, baunya beraroma sedap. Daun tanaman jeruk ini banyak dipakai untuk bumbu macam-macam masakan. Gambar daun jeruk purut dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Daun jeruk purut
Tanaman jeruk purut berbunga majemuk. Bunga keluar pada ketiak daun. Ada juga yang keluar pada ujung tangkai. Warna bunga putih kekuning-
kuningan, baunya sedap. Tajuk bunga ada 4-5 lembar, bentuknya bulat panjang dengan benagsari antara 24-30. Kaki benangsari bentuknya membesar, tapi ujungnya runcing (Sarwono, 1986). Buahnya lebih kecil dari kepalan tangan, berbentuk buah pir, banyak tonjolan dan bintil-bintil, sehingga bentuknya susah dipertahankan. Kulit buahnya tebal dan berwarna hijau, hanya buah yang masak benar menjadi kuning sedikit. Daging buah warnanya hijau kekuning-kuningan, rasanya sangat masam dan kadang-kadang agak pahit. Kulit buah yang diparut dan dicampurkan sedikit air dipakai untuk bahan pencuci rambut. Juga digunakan dalam masakan dan pembuatan kue, dapat juga dibuat manisan (Heyne, 1987). Daun jeruk purut berkhasiat stimulan dan penyegar. Kulit buah berkhasiat stimultan, berbau khas aromatik, rasanya agak asin, kesat, dan lama-kelamaan agak pahit. Daun mengandung tanin 1.8%, steroid triterpenoid, dan minyak asiri 1 – 1.5% v/b. Sedangkan kulit buah mengandung saponin, tanin I%, steroid triterpenoid, dan minyak asiri yang mengandung sitrat 2 – 2.5% v/b.
5. Bunga Kecombrang Kecombrang termasuk dalam divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospermae,
kelas
Monocotyledone,
bangsa
Zingiberales,
suku
Zingiberaceae, marga Nicolaia, dan jenis Nicolaia speciosa Horan. Setiap daerah mempunyai nama khusus untuk kecombrang, misalnya Kala (Gayo), Puwar Kijung (Minangkabau), Kecombrang (Jawa Tengah), Honje (Sunda), Katimbang (Makasar), Salahawa (Seram), Petikala (Ternate dan Tidore). Menurut Sudarsono (1994), kecombrang secara umum juga disebut sebagai Kantan di wilayah Malaya. Gambar bunga kecombrang dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Bunga kecombrang
Tanaman kecombrang merupakan tanaman tahunan yang berbentuk semak dengan tinggi 1-3 m. Tanaman ini mempunyai batang semu, tegak, berpelepah, membentuk rimpang, dan berwarna hijau. Daunnya tunggal, lanset, ujung dan pangkal runcing tetapi rata, panjang daun sekitar 20-30 cm dan lebar 5-15 cm,pertulangan daun menyirip, dan berwarna hijau. Bunga kecombrang merupakan bunga majemuk yang berbentuk bongkol dengan panjang tangkai 40-80 cm. Panjang benang sari ± 7.5 cm dan berwarna kuning. Putiknya kecil dan putih. Mahkota bunganya bertaju, berbulu jarang dan warnanya merah jambu. Biji kecombrang berbentuk kotak atau bulat telur dengan warna putih atau merah jambu. Buahnya kecil dan berwarna coklat. Akarnya berbentuk serabut dan berwarna kuning gelap (Syamsuhidayat, 1991). Pada dasarnya yang disebut bunga kecombrang adalah suatu karangan bunga yang terdiri atas bagian bunga, daun pelindung, daun gagang, daun gantilan, kelopak, mahkota, putik, dan buah (Sudarsono, 1994). Bunga kecombrang adalah bunga majemuk yang terdiri atas bunga-bunga kecil di dalam karangan bunga dan muncul pada saat bunga sudah tua. Zat aktif yang terkandung didalamnya adalah saponin, flavonoida dan polifenol. Menurut Tampubolon et al. (1983), komponen bunga kecombrang telah diketahui terdiri atas alkaloid, flavonoid, polifenol, steroid, saponin, dan minyak atsiri.
III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah beras pecah kulit varietas Way Apoburu dan varietas Ciherang, daun pepaya, daun belimbing wuluh, daun cente, daun jeruk purut, dan bunga kecombrang. Bahan kimia yang digunakan adalah gliserol 100%, gluten, dan aquades. Daun pepaya, daun jeruk purut, dan bunga kecombrang diperoleh dari pasar Bogor. Daun cente dan daun belimbing wuluh diperoleh dari salah satu lahan terbuka di daerah Bogor. Serangga uji yang digunakan adalah
Sitophilus zeamais
Motsch yang diperoleh dari BIOTROP Bogor. Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah neraca, oven, ayakan, tampah, gunting, gelas plastik, kain kassa, karet gelang, mesin penepung Disc Mill, blender kering, slitter, pinset serangga, dan peralatan lainnya.
B. METODE PENELITIAN Metode yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi tahap persiapan dan tahap uji coba daya insektisida. Tahap persiapan meliputi pembiakan serangga S. zeamais Motsch, pembuatan tepung nabati, dan pembuatan media oligidik. Tahap uji coba daya insektisida meliputi penelitian pendahuluan, penelitian utama, dan aplikasi pada beras.
1. Tahap Persiapan a. Pembiakan serangga Sitophilus zeamais Motsch Pembiakan serangga Sitophilus zeamais Motsch bertujuan untuk memperoleh serangga uji yang berumur 7-15 hari. Tahap pembiakan serangga adalah sebagai berikut : serangga uji yang diperoleh dari BIOTROP diinfestasikan pada media beras dalam botol plastik. Empat minggu kemudian dilakukan pengayakan untuk memisahkan serangga dewasa yang ada. Media kemudian diinkubasi lagi. Keesokan harinya, serangga yang muncul dikeluarkan dan ditempatkan pada media beras sampai pada waktu yang diperlukan. Serangga yang keluar keesokan harinya setalah pengayakan dihitung mempunyai umur satu hari.
b. Pembuatan tepung beras dan tepung nabati Beras pecah kulit ditepungkan dengan menggunakan mesin penepung Disc Mill. Tepung yang diperoleh kemudian diayak dengan menggunakan ayakan 100 mesh. Tepung nabati diperoleh dengan cara sebagai berikut. Daun pepaya, daun belimbing wuluh, daun cente, daun jeruk purut, dan bunga kecombrang dikeringkan dengan oven suhu 500C selama ±2 jam, kemudian dihaluskan dengan blender kering dan diayak dengan ayakan 100 mesh. c. Pembuatan media oligidik Pembuatan media oligidik dilakukan dengan mengadopsi metode yang dikembangkan Haryadi (1991). Media oligidik dibuat dengan mencampurkan tepung beras, tepung bahan nabati, gliserol, gluten, dan air suling sehingga membentuk adonan. Adonan kemudian dibuat biji tiruan dengan alat menggunakan slitter kemudian dikeringkan dalam oven 500C selama 1 jam atau sampai mencapai kadar air 12 – 14 %. Bentuk media oligidik dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Media oligidik.
Tabel 2. Komposisi media oligidik dengan bahan aktif tepung Konsentrasi (%) 0 2 4 6 8 10
Tepung nabati (g) 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0
Tepung beras (g) 10 9.8 9.6 9.4 9.2 9.0
Gliserol (ml) 1 1 1 1 1 1
Air suling (ml) 5 5 5 5 5 5
Gluten (g) 1 1 1 1 1 1
2. Tahap Uji Coba Daya Insektisida a. Penelitian pendahuluan Setelah pembuatan media oligidik, tahap berikutnya adalah infestasi serangga Sitophilus zeamais Motsch . Sebanyak 10 ekor serangga uji yang berumur 7 - 15 hari diinfestasikan pada media oligidik yang telah disiapkan sebelumnya. Diasumsikan terdapat keseimbangan antara jumlah serangga jantan dan betina. Setelah 7 hari masa infestasi serangga induk dikeluarkan dan dibuang. Media tiruan yang diasumsikan telah mengandung telur serangga, kemudian diinkubasikan pada suhu dan kelembaban ruang. Setelah kurang lebih 21 hari masa inkubasi, dilakukan pengamatan keluarnya serangga turunan pertama (F1). Serangga yang keluar dihitung dan dibuang. Pengamatan dilakukan setiap hari sampai tidak ada lagi Sitophilus zeamais Motsch turunan pertama yang keluar selama 5 hari berturut-turut. b. Penelitian utama Penelitian utama dilakukan berdasarkan penelitian pendahuluan yaitu dengan melakukan percobaan yang sama dengan memilih 1-2 kombinasi perlakuan yang terbaik dan konsentrasi dengan rentang yang lebih sempit. c. Aplikasi pada beras Beras sebanyak 50 g dicampurkan dengan tepung bahan nabati yang paling efektif dengan konsentrasi yang diperoleh sesuai hasil penelitian utama. Kemudian diinfestasi dengan 10 ekor serangga S. zeamais yang berumur 7 – 15 hari. Selanjutnya diinkubasi pada suhu dan kelembaban ruang selama 5 minggu. Setelah itu dilakukan pengayakan untuk menghitung populasi S. zeamais Motsch. Pengujian untuk setiap konsentrasi dilakukan sebanyak lima ulangan. Selanjutnya diamati persen biji berlubang, persen kehilangan bobot, dan persen bubuk yang timbul (% frass).
3. Metode Pengamatan Aplikasi Penyimpanan Beras Setelah masa inkubasi selama 5 minggu dilakukan pengamatan terhadap parameter-parameter kerusakan beras. Serangga yang keluar dihitung sebagai jumlah total populasi serangga (Nt). Beras kemudian diayak, bubuk yang terpisah ditimbang dengan neraca dan dihitung sebagai persen frass (% frass). Untuk menentukan persen biji berlubang dan persen kehilangan bobot dilakukan pengambilan sampel sebanyak tiga ulangan. Beras diambil sekitar 2 g untuk setiap ulangan, kemudian dihitung banyaknya biji berlubang dan banyaknya biji yang masih utuh dan masing-masing ditimbang bobotnya.
C. PERHITUNGAN HASIL PENGAMATAN Dari hasil pengamatan dilakukan perhitungan-perhitungan sebagai berikut : 1. Jumlah total populasi (Nt) serangga selama penyimpanan dengan menghitung semua serangga muda (turunan F1) ditambah populasi awal (No). 2. Periode perkembangan (D) yakni lama waktu dari tengah-tengah waktu infestasi sampai 50 % tercapai total populasi turunan (F1) dari S. zeamais. 3. Indeks perkembangan (ID), didapat dari nilai Nt dan nilai D yaitu : ID = (Log e(Nt)/D) x 100 4. Laju perkembangan intrinsik (Rm) R = Nt/No Dm = D/7 ; Dm = Periode perkembangan dalam satuan minggu Rm = Log eR/Dm 5. Kapasitas Multiplikasi Mingguan ( λ ) λ = eRm Perhitungan setelah dilakukan aplikasi bahan nabati pada penyimpanan beras sebagai berikut : 1. Jumlah total populasi serangga (Nt) 2. Persen biji berlubang (% BB)
(% BB) = Nd/N x 100 3. Persen kehilangan bobot (% KB)
U = bobot fraksi biji utuh D = bobot fraksi biji berlubang Nu = jumlah fraksi biji utuh Nd = jumlah fraksi biji berlubang N = jumlah biji dalam sampel (Nu + Nd) 4. Persen fraksi bubuk yang timbul (%frass) % frass = (berat fraksi bubuk)/(berat beras awal) x 100
D. RANCANGAN PERCOBAAN Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap dengan lima ulangan untuk tiap-tiap perlakuan. Model matematikanya adalah sebagai berikut : Yij = µ + A + εij Dimana : Yij =
nilai pengamatan
µ =
rata-rata umum (berharga konstan)
A =
pengaruh perlakuan konsentrasi tepung bahan nabati pada taraf ke-i
εij =
galat percobaan Analisa statistik dilakukan dengan menggunakan software SPSS.
Setelah
uji
keragaman
menggunakan uji Duncan.
(ANOVA)
dilakukan
uji
lanjut
dengan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN Pengkajian daya insektisida nabati dilakukan untuk menyeleksi bahan nabati yang memiliki potensi insektisida terhadap serangga hama gudang Sitophilus zeamais Motsch. Bahan nabati yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun pepaya (Carica papaya), daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi), daun cente (Lantana camara L.), daun jeruk purut (Citrus hystrix), dan bunga kecombrang (Nicolaia speciosa Horan). Alasan pemilihan bahan nabati tersebut, antara lain karena adanya komponen aktif yang terkandung dalam bahan tersebut yang berpotensi sebagai insektisida seperti senyawa lantaden yang terdapat dalam daun cente. Saponin dan alkaloid yang terdapat dalam daun pepaya dapat menghambat perkembangan Sitophilus zeamais. Selain itu glikosida yang terdapat dalam semua bahan nabati yang diuji serta minyak atsiri yang mengeluarkan bau dan aroma yang khas dapat mempengaruhi perkembangan serangga. Hal ini didukung oleh pernyataan Atmadja (2003) bahwa komponen-komponen seperti alkaloid, kumarin, glikosida dan beberapa sterol serta minyak atsiri yang dapat mengeluarkan bau dan aroma khas dapat mempengaruhi perkembangan serangga. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk memperoleh bahan nabati yang paling efektif dalam menurunkan populasi serangga turunan pertama, dan kemudian dapat ditentukan rentang konsentrasi bahan nabati yang lebih kecil yang akan diuji pada penelitian utama. Dalam penelitian ini, dilakukan pengamatan terhadap adanya dugaan bahwa bahan nabati yang dujikan mempunyai sifat daya tolak (repellent) dan daya mengurangi makan (antifeedant). Hal ini didukung oleh pernyataan De Luca (1979) bahwa dalam bahan nabati yang memiliki sifat insektisida umumnya disebabkan oleh adanya daya repellent dan antifeedant. Pengaruh daya insektisida nabati terhadap perkembangan serangga Sitophilus zeamais diamati dengan menggunakan media oligidik. Penggunaan media oligidik ini merupakan salah satu metode dalam melakukan screening bahan nabati yang berpotensi sebagai insektisida. Menurut Haryadi dan Suyatma (1993), penggunaan media oligidik sangat cocok untuk menguji daya insektisida bahan nabati terhadap perkembangan
serangga yang berkembang di dalam biji, yaitu serangga yang mempunyai stadia tersembunyi (hidden stages) seperti Sitophilus zeamais. Dengan demikian dapat diketahui daya repellent dan daya antifeedant atau daya bunuh dari bahan nabati yang diuji. Menurut Haryadi (1991) diacu di dalam Asriyanti (2002), tahap-tahap perkembangan serangga dalam biji dapat diketahui dengan metode radiografi. Dengan metode radiografi keberadaan hidden stages di dalam biji dapat diketahui sehingga dapat lebih menjelaskan penyebab menurunnya populasi turunan pertama S.zeamais akibat perbedaan perlakuan konsentrasi yang diberikan. Selain metode radiografi, ada pula metode lain yang digunakan untuk mendeteksi hidden infestation, diantaranya adalah metode translusensi biji, metode pewarnaan ninhidrin, metode pengambangan, pewarnaan penutup lubang telur, metode akustik, pengukuran CO2 dan uji standar. Pada penelitian ini media oligidik ditambah dengan gliserol dan gluten. Menurut Suyatma (1994), penambahan gliserol bertujuan untuk mempertahankan kelembaban media oligidik dan sebagai sumber energi tambahan bagi serangga Sitophilus zeamais Motsch. Penambahan gluten bertujuan untuk mempermudah dalam pembentukan adonan dan agar media yang dihasilkan lebih solid. Media oligidik dibuat berbentuk balok dengan ketebalan sekitar 2 mm dan panjang 5 mm. Tingkat konsentrasi bahan nabati yang ditambahkan ke dalam media oligidik pada penelitian pendahuluan masing-masing adalah 0 % ; 2 % ; 4 % ; 6 % ; 8 % ; dan 10 %. Pemilihan rentang konsentrasi ini didasarkan pada penelitian terdahulu mengenai screening bahan nabati yang berpotensi sebagai insektisida. Dengan rentang konsentrasi tersebut diharapkan tidak mempengaruhi penampakan dan bau ketika diaplikasikan pada beras. Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan diketahui bahwa penambahan tepung daun cente pada konsentrasi 2 % telah menyebabkan kematian terhadap Sitophilus zeamais selama masa infestasi pada media oligidik selama satu minggu. Jumlah serangga yang mati pada media oligidik dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah Sitophilus zeamais yang mati selama masa infestasi pada media oligidik. Konsentrasi (%)
Pepaya
0 2 4 6 8 10
0 0 0 0 0 0
Jumlah serangga mati (ekor) Belimbing Cente Jeruk purut wuluh 0 0 0 0 1 0 0 3 0 0 7 0 0 12 0 0 12 0
Bunga kecombrang 0 0 0 0 0 0
Kematian Sitophilus zeamais Motsch dalam media oligidik diduga disebabkan oleh adanya senyawa yang bersifat racun yang terkandung di dalam daun cente (Lantana camara). Menurut Djauhariya dan Hernani (2004), pada daun cente terdapat minyak atsiri, lantaden A, lantaden B, asam lantanolat, dan asam lantat. Berdasarkan data yang diperoleh, semakin tinggi konsentrasi daun cente yang ditambahkan, jumlah serangga yang mati semakin banyak. Berdasarkan penelitian pendahuluan diperoleh hasil bahwa penambahan tepung daun cente dan tepung daun belimbing wuluh dapat memberikan pengaruh yang nyata dalam menghambat pertumbuhan serangga hama gudang Sitophilus zeamais. Pada penambahan tepung daun cente sebanyak 4 % jumlah serangga turunan pertama yang muncul adalah 0. Hal ini membuktikan bahwa pada konsentrasi 4 % tepung daun cente sudah mampu menghambat pertumbuhan Sitophilus zeamais secara total. Hasil pengamatan populasi kumulatif akibat penambahan tepung bahan nabati yang diujikan dapat dilihat pada Lampiran 1, Lampiran 2, Lampiran 3, Lampiran 4, dan Lampiran 5. Pengaruh penambahan tepung bahan nabati terhadap jumlah turunan pertama serangga Sitophilus zeamais dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Pengaruh beberapa jenis bahan nabati terhadap jumlah turunan pertama Sitophilus zeamais pada penelitian pendahuluan Konsentrasi (%)
Pepaya
0 2 4 6 8 10
65.33 a 32.67 b 53.00 a 54.33 a 58.33 a 29.00 b
Jumlah populasi turunan pertama (NF1) Belimbing Jeruk Bunga Cente wuluh purut kecombrang 35.33 a 45.00 a 58.33 a 45.33 a 31.33 a 4.67 b 27.67 ab 41.00 a a b b 28.67 0.00 14.00 13.00 b 6.00 b 0.00 b 43.33 ab 20.67 ab b b ab 0.33 0.00 42.67 9.33 b 2.33 b 0.33 b 19.00 b 28.00 ab
Keterangan : angka-angka dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata satu sama lain (uji Duncan pada taraf α = 5 %)
Penambahan tepung daun pepaya, tepung daun jeruk purut, dan tepung bunga kecombrang tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap jumlah populasi turunan pertama. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, jumlah populasi F1 tidak berbeda nyata dengan jumlah populasi pada kontrol. Oleh karena itu, pengujian terhadap ketiga bahan nabati ini tidak dilanjutkan pada penelitian utama.
B. PENELITIAN UTAMA Penelitian utama dilakukan untuk memperoleh konsentrasi terkecil dari bahan nabati hasil screening pada penelitian pendahuluan yang berpotensi sebagai insektisida berdasarkan jumlah populasi serangga turunan pertama. Tingkat konsentrasi tepung bahan nabati pada penelitian utama masing-masing adalah 0 % ; 1.2 % ; 2.4 % ; 3.6 % ; 4.8 % ; dan 6.0 % untuk tepung daun belimbing wuluh, sedangkan konsentrasi tepung daun cente masing-masing adalah 0 % ; 0.8 % ; 1.6 % ; 2.4 % ; 3.2 % ; dan 4.0 %. Komposisi media oligidik yang digunakan pada penelitian utama dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6.
Tabel 5. Komposisi media oligidik dengan bahan aktif tepung daun belimbing wuluh Konsentrasi (%) 0.0 1.2 2.4 3.6 4.8 6.0
Tepung nabati (g) 0.00 0.12 0.24 0.36 0.48 0.60
Tepung beras (g) 10.00 9.88 9.76 9.64 9.52 9.40
Gliserol (ml) 1 1 1 1 1 1
Air suling (ml) 5 5 5 5 5 5
Gluten (g) 1 1 1 1 1 1
Tabel 6. Komposisi media oligidik dengan bahan aktif tepung daun cente Konsentrasi (%) 0.0 0.8 1.6 2.4 3.2 4.0
Tepung nabati (g) 0.00 0.08 0.16 0.24 0.32 0.40
Tepung beras (g) 10.00 9.92 9.84 9.76 9.68 9.60
Gliserol (ml) 1 1 1 1 1 1
Air suling (ml) 5 5 5 5 5 5
Gluten (g) 1 1 1 1 1 1
1. Efektivitas Insektisida Tepung Daun Belimbing Wuluh dan Tepung Daun Cente Metode pengamatan pada penelitian utama ini didasarkan pada lima parameter yaitu, jumlah serangga turunan pertama (F1), periode perkembangan (D), indeks perkembangan (ID), laju perkembangan intrinsik (Rm), dan kapasitas multiplikasi mingguan (λ). Perbandingan pengaruh kedua bahan nabati yang diujikan terhadap parameter-parameter tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Perbandingan efektivitas insektisida tepung daun belimbing wuluh dibandingkan dengan tepung daun cente. Bahan Nabati
Konsentrasi (%) 0.0 1.2 Daun 2.4 Belimbing 3.6 Wuluh 4.8 6.0 0.0 0.8 1.6 Daun Cente 2.4 3.2 4.0
NF1
D
ID
Rm
λ
83.00 a 79.80 a 47.25 bc 54.80 ab 37.25 bc 21.60 c 77.20 a 58.20 ab 47.80 b 12.60 c 6.00 c 0.60 c
27.42 a 29.17 a 32.49 b 31.83 b 35.39 c 36.30 c 27.75 a 30.57 ab 36.01 b 44.20 c 49.68 c -
16.19 a 15.40 a 12.34 b 13.08 b 10.84 bc 9.49 c 16.04 a 13.82 b 11.07 c 6.99 d 5.60 d -
0.54 a 0.52 a 0.36 b 0.41 ab 0.30 bc 0.22 c 0.54 a 0.44 b 0.32 c 0.12 d 0.06 d -
1.74 a 1.69 ab 1.45 cd 1.50 bc 1.36 cd 1.25 d 1.72 a 1.55 b 1.39 c 1.13 d 1.06 d -
Jumlah serangga turunan pertama (F1) adalah jumlah keseluruhan serangga yang muncul dari saat pengambilan serangga induk yang diinfestasikan (sekitar tiga minggu), yang dihitung setiap hari sampai tidak ada lagi serangga turunan pertama yang muncul selama lima hari berturut-turut. Jumlah serangga turunan pertama ini dihitung secara kumulatif. Data hasil pengamatan pada Tabel 7 memperlihatkan bahwa jumlah turunan pertama pada media dengan penambahan tepung daun belimbing wuluh dan tepung daun cente berbeda nyata dengan jumlah turunan pertama pada media kontrol. Pada penambahan tepung daun belimbing wuluh sebanyak 6.0 % jumlah serangga turunan pertama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata dengan jumlah serangga turunan pertama pada kontrol. Jumlah serangga turunan pertama pada media yang ditambahkan tepung daun cente memperlihatkan perbedaan yang paling nyata dengan jumlah serangga turunan pertama pada media kontrol pada konsentrasi 2.4 %. Periode perkembangan adalah lama waktu dari tengah-tengah waktu infestasi sampai titik tercapainya 50 % total populasi turunan pertama (F1) dari Sitophilus zeamais. Penambahan tepung daun belimbing wuluh sebanyak 2.4 % atau lebih tinggi pada media oligidik secara nyata memperpanjang periode perkembangan Sitophilus zeamais. Pada media yang ditambahkan
tepung daun cente pengaruh yang nyata dalam memperpanjang periode perkembangan terlihat mulai konsentrasi 1.6 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan tepung daun belimbing wuluh dan tepung daun cente secara nyata dalam menurunkan indeks perkembangan. Indeks perkembangan disebut juga indeks kepekaaan (index of susceptibility) merupakan suatu nilai yang menunjukkan kemampuan suatu bahan untuk menghambat perkembangan serangga. Pengaruh penambahan tepung daun belimbing wuluh terhadap indeks perkembangan Sitophilus zeamais terlihat nyata mulai pada konsentrasi 2.4 % sedangkan pada media yang ditambahkan tepung daun cente pada konsentrasi 0.8 % sudah menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap kontrol. Penambahan tepung daun belimbing wuluh dan tepung daun cente menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan kontrol dalam menurunkan laju perkembangan
intrinsik
dan
kapasitas
multiplikasi
mingguan.
Laju
perkembangan intrinsik menunjukkan laju perkembangan serangga pada suatu bahan sehingga dapat menunjukkan kesesuaian suatu bahan sebagai media perkembangan
serangga.
Kapasitas
multiplikasi
mingguan
merupakan
parameter yang menunjukkan kemampuan serangga untuk menggandakan diri dalam waktu satu minggu. Berdasarkan data pada Tabel 7, penambahan tepung daun belimbing wuluh menunjukkan perbedaan yang nyata dalam menurunkan laju perkembangan intrinsik dan kapasitas multiplikasi mingguan mulai konsentrasi 2.4 %. Penambahan tepung daun cente pada media oligidik sebesar 0.8 % telah dapat menurunkan laju perkembangan intrinsik S. zeamais. Berdasarkan uji statistik nilai laju perkembangan intrinsik menunjukkan perbedaan yang nyata dibandingkan dengan kontrol. Begitu pun dengan nilai kapasitas multiplikasi mingguan. Perbedaan yang nyata ditunjukkan mulai konsentrasi 0.8 %. Berdasarkan hasil penelitian terhadap parameter-parameter yang diamati, tepung daun cente dapat mengendalikan populasi serangga Sitophilus zeamais dengan konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi tepung daun belimbing wuluh. Pada konsentrasi yang sama yaitu 2.4 %, pengaruh penambahan tepung daun cente tetap memberikan hasil yang lebih baik
terhadap semua parameter yang diamati. Hal ini menunjukkan bahwa daya insektisida dari tepung daun cente lebih efektif dibandingkan dengan tepung daun belimbing wuluh.
2. Karakteristik Daya Insektisida Tepung Daun Belimbing Wuluh a. Jumlah Serangga Turunan Pertama (F1) Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, serangga turunan pertama muncul pada hari ke-18 pada media oligidik yang ditambahkan dengan tepung daun belimbing wuluh. Jumlah populasi serangga turunan pertama secara kumulatif akibat penambahan tepung bahan nabati ini dapat dilihat pada Lampiran 11. Laju perkembangan serangga turunan pertama akibat penambahan tepung daun belimbing wuluh dapat dilihat pada
Jumlah populasi F1 kumulatif
Gambar 9.
100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 0
1 2 3 4
0.0%
5 6 7 8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
1.2%
Waktu pengamatan (hari) 2.4% 3.6% 4.8%
6.0%
Gambar 9. Kurva jumlah populasi kumulatif turunan pertama Sitophilus zeamais dengan penambahan tepung daun belimbing wuluh Menurunnya jumlah serangga turunan pertama menunjukkan bahwa daun belimbing wuluh memiliki daya insektisida. Daya insektisida tersebut adalah daya repellent dan daya antifeedant. Daya repellent menyebabkan serangga tidak mau bertelur atau menghambat peletakkan telur oleh induk betina pada media oligidik. Menurut Atkins (1980) serangga tidak akan bertelur pada sembarang tempat, namun pada tempat-tempat yang nantinya
cocok untuk makanan keturunannya. Penghambatan peletakkan telur diduga karena adanya komponen aktif yang memiliki bau atau aroma yang tidak disukai serangga, sehingga serangga menjauh dari media dan menghambat peletakkan telur. Cyntia (2006) melaporkan bahwa komponen kimia yang teridentifikasi dalam ekstrak daun belimbing wuluh dengan menggunakan alat GC – MS adalah p-nitro-m-methyl phenyl benzenesulfonate (C13H11NO5S), acetic acid ethyl ester (C4H8O2), acetic acid propyil ester (C5H10O2), butyl etyl ether (C6H14O), methyl benzene (C7H8), dan 1,2-benzenedicarboxyllic acid diethyl ester (C12H14O4). Senyawa ester yang sebagian besar terdeteksi merupakan senyawa aromatik yang dapat menimbulkan aroma khas pada daun. Daya repellent dapat dilihat dari waktu munculnya serangga turunan pertama. Semakin lama serangga turunan pertama muncul maka daya repellent dari suatu bahan semakin kuat. Kemunculan serangga turunan pertama akibat penambahan tepung daun belimbing wuluh dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Kemunculan serangga turunan pertama pada media oligidik akibat penambahan tepung daun belimbing wuluh. Ulangan 1 2 3 4 5 Rataan
0.0 % 18 18 18 19 18 18.2
Muncul F1 hari ke1.2 % 2.4 % 3.6 % 19 21 20 20 20 20 21 20 19 20 21 18 19 20 19.2 20 20.4
4.8 % 21 22 23 23 22.2
6.0 % 21 23 22 21 24 22.2
Daya antifeedant menyebabkan serangga tidak mau makan, sehingga tidak mempunyai energi untuk perkembangannya. Selain itu kegiatan metabolismenya
akan
terhambat
yang
mengakibatkan
periode
perkembangan menjadi lebih lama sehingga munculnya turunan pertama dari Sitophilus zeamais menjadi lambat.
Pertumbuhan serangga juga menyebabkan peningkatan kadar air pada media
oligidik.
Menurut
Kusumaningrum (1997),
serangga
dapat
mengakibatkan meningkatnya kadar air bahan yang disimpan dan juga dapat meningkatkan suhu secara lokal yang dapat mengakibatkan kerusakan. Sementara itu Hall (1970) menyebutkan bahwa kenaikan kadar air pada bahan pangan yang disimpan dapat disebabkan oleh infestasi serangga, tungau dan kapang, metabolisme dari biji-bijian yang disimpan, serta migrasi air dari lingkungan. Kenaikan kadar air pada media oligidik dapat dilihat pada Lampiran 31.
b. Periode Perkembangan (D) Periode perkembangan disebut juga siklus hidup, yaitu waktu yang diperlukan oleh seekor serangga untuk berkembang dari telur menjadi imago. Menurut Golebiowska (1969), pada suhu 25°C dan kelembaban nisbi udara 75 % periode perkembangan dari telur sampai imago berkisar antara 30 – 39 hari. Selanjutnya Christensen (1975) menyatakan bahwa pada suhu 25°C - 30°C serta kelembaban nisbi udara 80 – 90 % perkembangannya berkisar antara 25 – 30 hari, sedangkan Cotton (1963) dan Kranz et al. (1980) menyatakan bahwa pada kelembaban nisbi udara antara 70 – 80 % pada kisaran suhu yang sama perkembangan S. zeamais adalah 25 – 27 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan tepung daun belimbing wuluh memberikan pengaruh yang nyata dalam memperpanjang periode perkembangan Sitophilus zeamais Motsch. Parameter yang mempengaruhi periode perkembangan ini adalah antifeedant. Daya antifeedant
dapat
mengurangi
selera
makan
serangga
sehingga
perkembangan stadium larva menjadi terhambat. Konsumsi makanan yang berkurang dari serangga menyebabkan kegiatan metabolisme serangga menjadi terhambat dan pertumbuhannya menjadi lambat. Nilai periode perkembangan untuk setiap ulangan akibat penambahan tepung daun belimbing wuluh dapat dilihat pada Lampiran 15, sedangkan hasil analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 17. Pengaruh
penambahan tepung daun belimbing wuluh terhadap periode perkembangan
Periode Perkembangan (D)
Sitophilus zeamais Motsch dapat dilihat pada Gambar 10.
40.000 35.000 30.000 25.000 20.000 15.000 10.000 5.000 0.000
27.420
29.174
0.00
1.20
32.493
31.826
2.40
3.60
35.393
36.296
4.80
6.00
Konsentrasi (%)
Gambar 10. Histogram pengaruh penambahan tepung daun belimbing wuluh terhadap periode perkembangan Sitophilus zeamais Motsch. c. Indeks Perkembangan (ID) Indeks perkembangan selain merupakan parameter yang digunakan untuk mengetahui kesesuaian serangga dengan media, juga dapat digunakan untuk mengetahui keefektifan suatu bahan insektisida. Parameter ini sangat penting dari aspek teknis. Semakin kecil nilai indeks perkembangan (ID) suatu
insektisida
maka
semakin
baik
daya
hambatnya
terhadap
perkembangan serangga. Dua parameter yang sangat mempengaruhi nilai indeks perkembangan adalah jumlah turunan pertama (F1) dan periode perkembangan (D). Jumlah turunan pertama dipengaruhi oleh efek repellent dari bahan nabati, sedangkan periode perkembangan lebih dipengaruhi oleh efek antifeedant, sehingga secara tidak langsung nilai indeks perkembangan dipengaruhi oleh daya repellent dan daya antifeedant. Penambahan tepung daun belimbing wuluh pada media oligidik dengan konsentrasi 2.4 % secara nyata dapat
menurunkan nilai indeks
perkembangan. Hal ini menunjukkan bahwa media dengan penambahan tepung daun belimbing wuluh tidak sesuai untuk pertumbuhan serangga Sitophilus zeamais Motsch. Pengaruh penambahan tepung daun belimbing
wuluh terhadap indeks perkembangan S. zeamais dapat dilihat pada Gambar
Indeks Perkembangan (ID)
11.
18.000 16.000 14.000 12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 0.000
16.190
15.396 12.344
0.00
1.20
2.40
13.076 10.844
3.60
4.80
9.494
6.00
Konsentrasi (%)
Gambar 11. Histogram pengaruh penambahan tepung daun belimbing wuluh terhadap indeks perkembangan Sitophilus zeamais Motsch d. Laju Perkembangan Intrinsik (Rm) dan Kapasitas Multiplikasi Mingguan (λ) Laju perkembangan intrinsik (Rm) dan kapasitas multiplikasi mingguan (λ) biasanya digunakan untuk melihat dinamika populasi serangga akibat perlakuan suatu insektisida. Menurut Dobie et al. (1984), nilai laju perkembangan intrinsik dipengaruhi oleh kualitas atau tipe bahan makanan bagi serangga, kondisi habitat hidupnya seperti suhu dan kadar air dan tergantung spesiesnya. Sebagai contoh, Tribolium castaneum, Lasioderma serricorne, dan Trigonogenius globulus pada kondisi lingkungan yang sama dalam gandum memiliki nilai laju perkembangan (Rm) masing-masing 0.1; 0.68; 0.032 per hari. Sementara itu, Sitophilus zeamais pada kondisi normal (tanpa
perlakuan penambahan
bahan
nabati)
memiliki
nilai
laju
perkembangan intrinsik (Rm) 0.62 per minggu. Berdasarkan hasil penelitian, penambahan tepung daun belimbing wuluh sebanyak 2.4 % secara nyata dapat menurunkan laju perkembangan intrinsik
dan
kapasitas
multiplikasi
mingguan.
Menurunnya
laju
perkembangan intrinsik dan kapasitas multiplikasi mingguan dapat diartikan
bahwa tepung daun belimbing wuluh mampu menurunkan kemampuan menggandakan diri serangga Sitophilus zeamais. Pengaruh penambahan tepung daun belimbing wuluh terhadap laju perkembangan intrinsik dan kapasitas multiplikasi mingguan serangga Sitophilus zeamais Motsch dapat
Laju Perkembangan Intrinsik (Rm)
dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 13.
0.600
0.544
0.525
0.500 0.365
0.400
0.409 0.303
0.300
0.220
0.200 0.100 0.000 0.00
1.20
2.40
3.60
4.80
6.00
Konsentrasi (%)
Kapasitas Multiplikasi mingguan (λ)
Gambar 12. Histogram pengaruh penambahan tepung daun belimbing wuluh terhadap laju perkembangan intrinsik Sitophilus zeamais Motsch
1.745 1.800 1.600 1.400 1.200 1.000 0.800 0.600 0.400 0.200 0.000
1.690 1.450
0.00
1.20
2.40
1.505
3.60
1.356
4.80
1.247
6.00
Konsentrasi (%)
Gambar 13. Histogram pengaruh penambahan tepung daun belimbing wuluh terhadap kapasitas multiplikasi mingguan Sitophilus zeamais Motsch
3. Karakteristik Daya Insektisida Tepung Daun Cente a. Jumlah Serangga Turunan Pertama (F1) Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, serangga turunan pertama muncul pada hari ke-19 pada media oligidik yang ditambahkan dengan tepung daun cente.
Jumlah populasi serangga turunan pertama
secara kumulatif akibat penambahan tepung daun cente dapat dilihat pada Lampiran 12. Penambahan tepung daun cente sebanyak 2.4 % pada media oligidik secara nyata menurunkan jumlah populasi turunan pertama S. zeamais. Jumlah populasi S. zeamais turunan pertama selanjutnya semakin menurun dengan meningkatnya konsentrasi tepung daun cente. Hasil analisis sidik ragam untuk penambahan tepung daun cente dapat dilihat pada Lampiran 14. Laju perkembangan serangga akibat penambahan tepung daun cente
Jumlah populasi F1 kumulatif
dapat dilihat pada Gambar 14.
100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Waktu pengamatan (hari) 0%
0.8%
1.6%
2.4%
3.6%
4.0%
Gambar 14. Kurva jumlah populasi kumulatif turunan pertama Sitophilus zeamais dengan penambahan tepung daun cente Penambahan tepung daun cente dengan konsentrasi 4 % dapat menurunkan populasi serangga turunan pertama secara total. Tidak munculnya serangga turunan pertama pada konsentrasi ini membuktikan bahwa tepung daun cente mempunyai efek refellent (daya tolak) sehingga menghambat peletakan telur serangga. Efek refellent hanya berpengaruh terhadap serangga induk saat masa infestasi. Atkins (1980) menjelaskan
bahwa serangga akan melakukan proses pengenalan dan orientasi terhadap calon makanannya. Bila ditemukan bahan yang akan merugikan dirinya, maka serangga tidak jadi makan dan akan pergi meninggalkannya. Efek repellent dapat dilihat dari waktu munculnya serangga turunan pertama. Kemunculan serangga turunan pertama akibat penambahan tepung daun cente dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Kemunculan serangga turunan pertama pada media oligidik akibat penambahan tepung daun cente. Ulangan 1 2 3 4 5 Rataan
0.0 % 20 19 20 19 20 19.6
Muncul F1 hari ke0.8 % 1.6 % 2.4 % 20 19 23 20 26 28 21 25 34 20 22 27 21 21 27 20.4 22.6 27.8
3.2 % 32 28 36 30 26 30.4
4.0 % -
b. Periode Perkembangan (D) Berdasarkan hasil pengamatan, daya insektisida yang terdapat pada daun cente dapat memperpanjang periode perkembangan Sitophilus zeamais Motsch. Nilai periode perkembangan
untuk setiap ulangan akibat
penambahan tepung daun cente dapat dilihat pada Lampiran 16, sedangkan hasil analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 18. Pengaruh penambahan tepung daun cente terhadap periode perkembangan Sitophilus zeamais dapat dilihat pada Gambar 15.
Periode Perkembangan (D)
49.676 44.200
50.000 36.008
40.000 30.000
27.750
30.566
20.000 10.000 0.000 0.00
0.80
1.60
2.40
3.20
4.00
Konsentrasi (%)
Gambar 15. Histogram pengaruh penambahan tepung daun cente terhadap periode perkembangan Sitophilus zeamais Motsch. Berdasarkan Gambar 15, semakin tinggi konsentrasi tepung daun cente yang ditambahkan, semakin panjang periode perkembangan Sitophilus zeamais. Pada konsentrasi 4 % periode perkembangan tidak dapat dihitung karena pada tingkat konsentrasi tersebut tidak ditemui lagi turunan pertamanya. Walaupun pada ulangan ke-2 terdapat 3 ekor serangga yang muncul (dapat dilihat pada Lampiran 14), tetapi hal ini diabaikan karena pada ulangan lainnya tidak ada serangga yang muncul. Makin panjangnya periode perkembangan juga disebabkan oleh bertambahnya masa hidup stadium larva. Sukarna (1977) menyatakan bahwa stadium larva disebut juga stadium makan karena stadium ini paling banyak membutuhkan makanan guna memperoleh energi untuk berkembang dan mempersiapkan energi cadangan pada masa stadium selanjutnya. Hal ini sejalan dengan
pernyataan Cotton (1963) bahwa serangga paling aktif
dalam merusak biji-bijian (memakannya) adalah pada stadium larva. Pada stadium larva juga terjadi pergantian kulit sebanyak tiga kali sehingga apabila tidak tersedia energi yang cukup dari makanan maka pergantian kulit akan tertunda. Akibatnya periode stadium larva bertambah lama. Menurut
Andriana
(1999),
bertambah
panjangnya
periode
perkembangan tidak dipengaruhi oleh lama waktu infestasi induk betina. Karena waktu yang diperhitungkan masa hidup induk betina terhadap nilai
perkembangan hanya 3.5 hari atau setengah masa infestasi selama seminggu. Periode perkembangan sangat dipengaruhi oleh lamanya stadia tersembunyi yaitu masa stadia telur, stadia larva, dan stadia pupa.
c. Indeks Perkembangan (ID) Penambahan memperlihatkan
tepung pengaruh
daun yang
cente nyata
pada dalam
media
oligidik
menurunkan
juga indeks
perkembangan S. zeamais. Berdasarkan hasil uji statistik, penambahan tepung daun cente dengan konsentrasi 0.8 % sudah menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap kontrol. Indeks perkembangan semakin menurun seiring dengan semakin meningkatnya konsentrasi tepung daun cente. Hal ini menunjukkan bahwa media dengan penambahan tepung daun cente tidak sesuai untuk pertumbuhan serangga Sitophilus zeamais Motsch. Penurunan
Indeks Perkembangan (ID)
indeks perkembangan dapat dilihat pada Gambar 16.
18.000 16.000 14.000 12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 0.000
16.038 13.822 11.070 6.987
0.00
0.80
1.60
2.40
5.604
3.20
4.00
Konsentrasi (%)
Gambar 16. Histogram pengaruh penambahan tepung daun cente terhadap indeks perkembangan Sitophilus zeamais Motsch d. Laju Perkembangan Intrinsik (Rm) dan Kapasitas Multiplikasi Mingguan (λ) Laju perkembangan intrinsik menunjukkan laju perkembangan serangga pada suatu bahan sehingga dapat menunjukkan kesesuaian suatu bahan sebagai media perkembangan serangga. Kapasitas multiplikasi mingguan
merupakan parameter yang menunjukkan kemampuan serangga untuk menggandakan diri dalam waktu satu minggu. Penambahan tepung daun cente pada media oligidik sebesar 0.8 % telah dapat menurunkan laju perkembangan intrinsik S. zeamais. Berdasarkan uji statistik nilai laju perkembangan intrinsik menunjukkan perbedaan yang nyata dibandingkan dengan kontrol. Begitu pun dengan nilai kapasitas multiplikasi mingguan. Perbedaan yang nyata ditunjukkan mulai konsentrasi 0.8 %. Pengaruh penambahan tepung daun cente terhadap laju perkembangan intrinsik dan kapasitas multiplikasi mingguan dapat dilihat
Laju Perkembangan Intrinsik (Rm)
pada Gambar 17 dan Gambar 18.
0.600
0.541
0.439
0.500 0.400
0.323
0.300 0.200
0.118 0.063
0.100
0.000 0.00
0.80
1.60
2.40
3.20
4.00
Konsentrasi (%)
Gambar 17. Histogram pengaruh penambahan tepung daun cente terhadap laju perkembangan intrinsik Sitophilus zeamais Motsch
Kapasitas Multiplikasi Mingguan (λ)
1.800 1.600 1.400 1.200 1.000 0.800 0.600 0.400 0.200 0.000
1.720 1.553 1.391
0.00
0.80
1.60
1.128
1.066
2.40
3.20
4.00
Konsentrasi (%)
Gambar 18. Histogram pengaruh penambahan tepung daun cente terhadap kapasitas multiplikasi mingguan Sitophilus zeamais Motsch Nilai kapasitas multiplikasi mingguan dan laju perkembangan intrinsik dapat digunakan untuk memperkirakan populasi serangga secara teoritis dalam waktu tertentu. Populasi yang terbentuk dapat digunakan untuk menduga presentase kerusakan bahan pangan yang terjadi. Misalnya, jika dibandingkan antara kontrol dengan media yang ditambahkan tepung daun cente sebanyak 2.4 % maka akan didapatkan nilai sebagai berikut : nilai (λ) pada kontrol adalah 1.720 dan pada media yang mengandung 2.4 % tepung daun cente adalah 1.128. Misalkan jumlah induk adalah 10 ekor maka dalam jangka waktu 12 minggu akan terbentuk serangga sebanyak 6704 ekor pada kontrol dan 42 ekor pada media dengan penambahan tepung daun cente 2.4 %. Berdasarkan hasil ini dapat dilihat bahwa kerusakan yang akan ditimbulkan oleh serangga dapat ditekan dengan penambahan bahan nabati yang mempunyai sifat insektisida.
C. APLIKASI PADA BERAS Beras merupakan komoditi pangan yang penting. Pola konsumsi beras di Indonesia mengalami perubahan sejalan dengan makin meningkatnya pendapatan, pendidikan, dan mudahnya akses informasi. Dewasa ini ada kecenderungan konsumen menilai dan membeli beras sebagai sebuah produk dengan kriteria tertentu, tidak lagi membeli beras semata-mata sebagai komoditas. Atribut-atribut
yang mencirikan preferensi konsumen dari yang semula hanya jenis, kenyamanan dan harga telah berkembang dengan tambahan atribut lain yang lebih rinci seperti kemasan, kualitas, kandungan nutrisi, keamanan pangan dan aspek lingkungan (organik) (Sutrisno, 2007). Melihat kondisi tersebut mutu beras perlu ditingkatkan, salah satunya adalah dengan memperbaiki kondisi penyimpanannya sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas, dan keamanannya (misalnya terhindar dari metabolit beracun dari serangga), serta kehilangan pada saat penyimpanan. Pada tahap aplikasi ini, bahan nabati yang telah melaui tahap screening dan terbukti efektif sebagai insektisida, dicampurkan dengan beras kemudian disimpan dalam waktu 5 minggu pada suhu dan RH ruang. Beras yang digunakan pada tahap aplikasi ini adalah beras pecah kulit varietas Ciherang. Beras pecah kulit lebih mudah terserang hama (serangga) karena lebih banyak mengandung nutrisi. Menurut Le Cato (1975) diacu dalam Luh (1980), beras giling (beras putih, beras sosoh) merupakan media pertumbuhan yang kurang baik untuk serangga penyimpanan karena nutrisi-nutrisi esensial yang ada dalam lapisan aleuron telah hilang. Pengujian daya insektisida alami pada beras meliputi jumlah total populasi serangga dewasa (Nt), persen biji berlubang (% BB), persen kehilangan bobot (% KB), dan persen fraksi bubuk yang timbul (% frass).
1. Jumlah Total Populasi Serangga Dewasa (Nt) Berdasarkan hasil penelitian, bahan nabati yang paling efektif dalam mengendalikan populasi serangga hama gudang Sitophilus zeamais Motsch adalah daun belimbing wuluh dan daun cente. Kedua bahan nabati ini dicampurkan dengan beras pecah kulit dalam bentuk tepung yang sangat halus (100 mesh), tujuannya agar tepung bahan nabati ini dapat menempel pada butir beras. Pada tahap aplikasi konsentrasi yang digunakan adalah 2.4 % untuk daun cente, dan 6.0 % untuk daun belimbing wuluh, karena berdasarkan penelitian utama pada konsentrasi tersebut paling efektif dalam menurunkan populasi serangga S. zeamais. Setelah 5 minggu penyimpanan dihitung jumlah total populasi serangga yang keluar. Pada kontrol (beras tidak mendapatkan perlakuan bahan nabati),
serangga yang keluar rata-rata sebanyak 420 ekor. Pada beras yang ditambahkan tepung daun belimbing wuluh dengan konsentrasi 6.0 %, serangga yang keluar sebanyak 262 ekor, sedangkan pada beras yang ditambahkan tepung daun cente dengan konsentrasi 2.4 %, serangga yang keluar sebanyak 181 ekor. Pengaruh penambahan tepung daun belimbing wuluh dan tepung daun cente terhadap total populasi S. zeamais dapat dilihat
Nt
pada Gambar 19.
450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
kontrol (0%) 262.2 181.8
belimbing wuluh 6.0 %
cente 2.4 % Perlakuan
Gambar 19. Histogram pengaruh penambahan tepung bahan nabati terhadap total populasi serangga Sitophilus zeamais Motsch Kemampuan daun belimbing wuluh dan daun cente dalam menurunkan populasi serangga Sitophilus zeamais disebabkan karena daya repellent dan daya antifeedant. Efek repellent dapat menghambat atau mencegah peletakkan telur oleh Sitophilus zeamais. Hal itu kemungkinan disebabkan karena minyak atsiri yang terdapat pada kedua bahan nabati tersebut memiliki aroma yang khas. Adanya bau atau aroma yang khas ini tidak disukai oleh serangga. Menurut Guenther (1988) diacu dalam Regiyana (2000) bahwa beberapa minyak atsiri bersifat toksik terhadap serangga. Banyaknya populasi serangga pada beras dipengaruhi oleh kecepatan perkembangannya. Perkembangan serangga ini dipengaruhi pula oleh kondisi suhu dan RH tempat serangga tersebut hidup. Menurut Hill (1987), serangga dewasa mampu hidup sampai umur 5 bulan , sedangkan siklus hidupnya sekitar 5 minggu pada suhu 30°C dan kelembaban 70 %. Kondisi optimum untuk
perkembangan Sitophilus zeamais adalah pada suhu 27 – 31°C dan kelembaban relatif 70 %. Pada kondisi di bawah atau di atas kondisi optimum maka perkembangan Sitophilus zeamais akan terhambat (tidak sebaik pertumbuhan pada kondisi optimum). Pengukuran suhu dan RH ruang dilakukan selama masa inkubasi pada tahap aplikasi ini. Pengukuran dilakukan pada pagi dan sore hari setiap dua hari sekali. Fluktuasi RH selama masa inkubasi dapat dilihat pada Gambar 20.
100
RH (%)
80
60
pagi
40
sore 20
0 1
3
5
7
9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35
Hari ke-
Gambar 20. Fluktuasi RH selama masa inkubasi Pinontoan (1990) melaporkan bahwa kelembaban nisbi udara habitat pada hakekatnya mempengaruhi perilaku, preferensi serangga untuk menentukan tempat hidup, makan, dan berlindung, serta perkembangannya. Selanjutnya serangga S. zeamais membutuhkan kelembaban optimal untuk kelangsungan hidupnya. Perkembangan larva S. zeamais yang menjadi pupa sangat dipengaruhi oleh kelembaban nisbi udara. Presentase S. zeamais yang menjadi pupa bertambah tinggi dengan naiknya presentase kelembaban nisbi udara dan sebaliknya. Berdasarkan hasil pengukuran, RH ruang selama masa inkubasi cenderung naik turun. Fluktuasi RH berkisar antara 56 % - 81 %. Pada hari pertama sampai hari ke-19 RH ruang di atas 70 %. Kondisi ini berada di atas kondisi optimum pertumbuhan S. zeamais. Hal ini dapat memicu pertumbuhan
serangga ini lebih cepat, karena dengan semakin tingginya kelembaban relatif, maka produksi rata-rata telur serangga setiap hari semakin meningkat. Pada hari ke-21 RH mengalami penurunan menjadi di bawah kondisi optimum, tetapi kembali meningkat pada hari ke-29 dan kembali berada di atas kondisi optimum.
2. Persen Biji Berlubang (% BB) dan Persen Kehilangan Bobot (% KB) Selain jumlah populasi serangga, parameter yang menunjukkan tingkat kerusakan beras adalah persen biji berlubang dan persen kehilangan bobot. Menurut Pranata (1979), serangan serangga menyebabkan kerusakan pada bahan pangan yang gejalanya dapat terlihat antara lain dengan adanya lubang gerek, lubang keluar (exit holes), garukan pada butir beras serta timbulnya gumpalan (webbing), bubuk (dust powder) dan adanya kotoran (feces). Persen biji berlubang dan persen kehilangan bobot merupakan parameter yang secara spesifik lebih menguntungkan karena lebih mudah dikenali. Namun kedua parameter ini tidak menunjukkan kehilangan secara lebih spesifik karena adanya hidden infestation. Penambahan tepung daun belimbing wuluh dan tepung daun cente memberikan pengaruh terhadap dua parameter tersebut. Pada kontrol persen biji berlubang adalah 25.74 %, sedangkan pada beras dengan penambahan tepung daun belimbing wuluh sebanyak 6.0 % adalah 20.46 %. Pada beras dengan penambahan tepung daun cente, persen biji berlubang turun setengahnya dibandingkan dengan kontrol menjadi 12.32 %. Pengaruh penambahan kedua bahan nabati terhadap persen biji berlubang dapat dilihat pada Gambar 21.
Gambar 21. Histogram pengaruh penambahan tepung bahan nabati terhadap persen biji berlubang Aktivitas serangga dalam memakan bahan pangan dapat menimbulkan kehilangan bobot. Menurut Husain (1982), kehilangan bobot pada beras akibat infestasi oleh Sitophilus zeamais adalah 14,8 % setelah 3 bulan penyimpanan. Menurut Morallo-Rejesus (1978), dalam jangka waktu 6 bulan Sitophilus zeamais mampu menyebabkan kehilangan bobot bahan sebanyak 5.48 % pada jagung, 6.55 % pada gandum, 0.99 % pada beras giling, dan 0.48 % pada gabah. Berdasarkan hasil penelitian, setelah 5 minggu penyimpanan beras tanpa penambahan bahan nabati (kontrol) mengalami kehilangan bobot sebesar 11.54 %. Pada beras yang ditambahkan tepung daun belimbing wuluh kehilangan bobot sebesar 8.09 %, sedangkan pada beras yang ditambahkan tepung daun cente kehilangan bobot sebesar 5.00 %. Nilai persen kehilangan bobot untuk setiap ulangan dapat dilihat pada Lampiran 34. Pengaruh penambahan kedua jenis tepung bahan nabati terhadap persen kehilangan bobot dapat dilihat pada Gambar 22.
% KB
12.00 11.00 10.00 9.00 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00
kontrol (0%)
8.09
5.00
belimbing wuluh 6.0 %
cente 2.4 % Perlakuan
Gambar 22. Histogram pengaruh penambahan tepung bahan nabati terhadap persen kehilangan bobot 3. Persen fraksi bubuk yang timbul (% frass) Menurut Hall (1970), adanya biji berlubang mengakibatkan adanya frass. Frass adalah bubuk hasil sisa-sisa makanan serangga dengan berbagai fraksi lain yang dapat diukur dengan menimbangnya dengan neraca. Bubuk atau tepung yang timbul berada diantara butir-butir beras yang masih utuh dan secara fisik beras menjadi keropos karena serangan serangga. Makin banyak biji berlubang maka makin banyak frass-nya. Timbulnya bubuk akan memicu berkembangnya serangga hama sekunder. Sitophilus zeamais mampu menembus kulit biji yang keras. Beras yang terserang hama ini berlubang-lubang tidak beraturan (diameternya 1,5 mm). Adanya serangga ini ditandai dengan timbulnya bubuk (frass) di antara butir beras dan beras tersebut menjadi keropos (Cahyana, 1982). Penambahan tepung daun belimbing wuluh dan tepung daun cente mampu menurunkan nilai % frass. Pada beras yang ditambahkan tepung daun belimbing wuluh nilai % frass adalah 0.91 %, sedangkan pada beras dengan penambahan tepung daun cente nilai % frass adalah 0.44 %. Pengaruh penambahan tepung daun belimbing wuluh dan tepung daun cente terhadap nilai % frass dapat dilihat pada Gambar 23.
1.60
kontrol (0%)
1.40
% frass
1.20 1.00
0.91
0.80 0.60
0.44
0.40 0.20 0.00 belimbing wuluh 6.0 %
cente 2.4 % Perlakuan
Gambar 23. Histogram pengaruh penambahan tepung bahan nabati terhadap persen frass Berdasarkan parameter-parameter yang diamati, tepung daun cente dapat mengurangi tingkat kerusakan beras akibat serangan serangga dengan lebih baik dibandingkan dengan tepung daun belimbing wuluh. Dengan konsentrasi yang lebih kecil dibandingkan dengan tepung daun belimbing wuluh, tepung daun cente lebih efektif dalam mengendalikan serangga hama gudang Sitophilus zeamais Motsch. Hal ini memperkuat hasil pada penelitian utama bahwa daya insektisida dari tepung daun cente lebih efektif dibandingkan dengan daya insektisida tepung daun belimbing wuluh.
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Pengujian daya insektisida dari lima bahan nabati yaitu daun pepaya (Carica papaya), daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi), daun cente (Lantana camara L), daun jeruk purut (Citrus hystrix), dan bunga kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) menunjukkan bahwa daun daun belimbing wuluh dan daun cente merupakan bahan nabati yang paling efektif dalam menghambat perkembangan serangga hama gudang Sitophilus zeamais. Penambahan daun belimbing wuluh dan daun cente dalam bentuk tepung memberikan pengaruh yang nyata dalam menghambat populasi turunan pertama (F1) serangga Sitophilus zeamais Motsch, memperpanjang periode perkembangan, memperkecil nilai indeks perkembangan, dan laju perkembangan intrinsik, serta kapasitas multiplikasi mingguan. Daya insektisida yang dimiliki bahan nabati yang diuji umumnya disebabkan karena daya repellent dan daya antifeedant. Daya repellent dapat menghambat peletakkan telur oleh serangga, sedangkan daya antifeedant menyebabkan serangga tidak mau makan. Efek toksik ditemukan pada bahan nabati daun cente. Penambahan tepung daun cente telah menyebabkan kematian pada Sitophilus zeamais. Pada daun belimbing wuluh dan daun cente diduga mengandung komponen aktif yang menimbulkan bau dan aroma yang tidak disukai oleh Sitophilus zeamais sehingga bahan tersebut memiliki potensi insektisida. Pada daun cente, diduga senyawa lantaden dan minyak atsiri yang terkandung di dalamnya dapat menimbulkan efek toksik. Pengujian daun belimbing wuluh dan daun cente dalam bentuk tepung pada penyimpanan beras memberikan pengaruh dalam mengurangi tingkat kerusakan beras akibat serangan serangga. Penambahan kedua bahan nabati ini dapat menurunkan total populasi serangga dewasa. Selain itu juga dapat menurunkan parameter-parameter kerusakan lainnya seperti persen biji berlubang, persen kehilangan bobot, dan persen frass. Hal ini menunjukkan dengan penambahan bahan nabati ini kehilangan bahan selama penyimpanan dapat ditekan.
Berdasarkan hasil penelitian, tepung daun cente memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap seluruh parameter yang diuji dibandingkan dengan tepung daun belimbing wuluh walaupun konsentrasinya lebih kecil. Hal ini membuktikan bahwa daya insektisida tepung daun cente lebih baik/ lebih efektif dibandingkan dengan daya insektisida tepung daun belimbing wuluh.
B. SARAN Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang penggunanaan bahan nabati belimbing wuluh dan cente dalam bentuk tepung yang diperoleh selain dari bagian daun tanaman dan juga penggunaan ekstrak kedua bahan nabati tersebut. Selain itu perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung bahan nabati ini pada aplikasi penyimpanan beras terhadap warna, aroma, dan rasa nasi yang dihasilkan.
DAFTAR PUSTAKA
Andriana, C. P. 1999. Kajian Daya Insektisida Ekstrak Umbi Bawang Putih (Allium sativum) dan Ekstrak Daun Buah Nona (Annona reticulata L.) terhadap Serangga Sitophilus zeamais Motsch. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Anonim . 1980. Sayur-sayuran. PN Balai Pustaka, Jakarta. Arland. 2006. Belimbing Wuluh [online]. http://www.mailarchive.com/
[email protected]/msg01709.html . [7 Februari 2009]. Arnason, J.T., S. Mackinnon, A. Durst, B.J.R. Philogene, C. Hasbun, P. Sanchez, L. Poveda, L. San Roman, M.B. Isman, C. Satasook, G.H.N. Towers, P. Wiriyachitra, J.L. McLaughlin. 1993. Insecticides in tropical plants with non-neurotoxic modes of action. p. 107-151. Di dalam : K.R. Downum, J.T. Romeo, H.A.P. Stafford (eds.). Phytochemical Potential of Tropical Plants. Plenum Press, New York. Asriyanti, R. 2002. Kajian Daya Insektisida dari Enam Bahan Nabati Terhadap Perkembangan Sitophilus zeamais Motsch. Skripsi. Fakultas teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Atkins, M. D. 1980. Introduction to Insect Behavior. Mac Milan Publishing Co. Inc., New York. Atmadja, Y. 2003. Daya Insektisida Lima Bahan Nabati Terhadap Sitophilus zeamais Motsch. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Barre, H. J. dan L. L. Sammet. 1963. Farm Structure. John Wiley and Sons, Inc., New York. Bellows, T. S. dan T. W. Fisher. 1999. Handbook of Biological Control : Principles and Applications of Biological. Academic Press, London. Bergvinson, D. 2002. Postharvest Training Manual, Major Insect Pest Maize in Storage. CIMMYT, Mexico. Bulan, R., S. Soedigdo, S. Achmad, dan Buchari. 2003. Lantaden XR Glikosida dari Daun Lantana camara L. J. Matematika dan Sains. 9 (1) : 209 – 213. Cahyana, Y. 1982. Pengetahuan Umum Serangga atau Hama Gudang. Makalah disampaikan pada Latihan dan Penataran Instruktur Pasca Panen BULOG, Februari – Maret 1985 di BPLTP BULOG Tambun, Bekasi. Christensen, C. M. 1975. Storage of Cereal Grain and Their Products. American Association of Cereal Chemist Inc., St. Paul Minnesota. Christensen, C. M. dan H. H. Kaufmann. 1969. Grain Storage and The Role of Fungi in Quality Loss. University of Minnesota Press, Mineapolis.
Cohen, A. L. 2000. Insect Diets : Science and Technology. CRC Press LLC, Boca Raton, Florida. Cotton, R. T. 1963. Pest of Stored Graind and Grain Products. Burgess Publ. Co. Minneapolis, USA. Cotton, R. T. dan D. A. Wilbur. 1974. The insect. Di dalam : Christensen (ed.). Storage of Cereal Grains and Their Product. American Association of Cereal Chem. Inc., St. Paul, Minnesota. Cyntia, R. 2006. Pemisahan Komponen Kimia Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) di Balai Besar Litbang Pasca Panen Pertanian. Laporan Magang. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. De Luca, Y. 1979. Ingredients Naturels de Preservation des Grains Stokes dans Les Pays en Voie de Developpement. J. Agric. Trad. Bot. Appl. 26 (1) : 29-57. Djauhariya E. dan Hernani. 2004. Gulma Berkhasiat Obat. Penebar Swadaya, Jakarta. Dobie, P., C. P. Haines, R. J. Hodges dan P. F. Prevett. 1984. Insect and Aracnids of Tropical Stored Product, Their Biology and Identification (A Training Manual). TDRI, London. Ekayani, F. 2001. Pengkajian Daya Insektisida dari Lima Tanaman Berkhasian Obat Terhadap Pekembangan Serangga. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. FAO. 1977. Analysis of an FAO Survey of Postharvest Crop Losses in Developing Countries (AGPP:MISC/227). Food and Agricultrure Organization of the United Nation, Rome. Fleurat-Lessard, F. 1982. Insect. Di dalam : J. L. Multon. (ed.). Preservation and Storage of Grains, Seeds, and Their By Products. Lavoisier Publishing Inc., New York. Golebiowska, Z. 1969. The Feeding and Fecundity of S. granarius (L.), S. oryzae (L.), and Rhyzopertha dominica (F.) in Wheat Grain. J. Stored. Prod. Res. 5 (2) : 143 – 155. Grist, D. H. dan R. J. A. W. Lever. 1969. Pest of Rice. Longmans Green and Co. Ltd., London. Guenther, E. 1988. Minyak Atsiri. UI Press, Jakarta. Haines, C. P. 1980. General Biology and Types of Storage Insect. BIOTROP. Second Training Course on Pest of Stored Products, 19 Mei-28 Juni 1980, Bogor.
Halid, H dan A. Yudawinata. 1983. Jenis-jenis Hama Gudang Penyimpanan BULOG dan Usaha Pengendalianya. Makalah disampaikan pada Kongres Entomologi II, 24-26 Januari 1983, Jakarta. Hall, D. W. 1970. Handling and Storage of Food Grains in Tropical and Subtropical Areas. Food and Agriculture Organization (FAO), Roma. Hartono. 2006. Data Stok Beras BPS Tahun 2005 Surplus 16.223 Ton. http://www.fpks-dpr.or.id. [2 Juli 2009]. Haryadi, Y. 1991. Sensibilité Variétale du Riz Aux Attaques de Sitophilus oryzae (L.) et de Sitotogra cerealella (Olivier) : Analyse de L’origine d’une Resistance Potentielle. Thése. Ministre de I’Agriculture et de lâ Foret Ecole Nationale Supérieure Agronomique de Montpellier, France. Haryadi, Y. dan N. E. Suyatma. 1993. Kajian Insektisida Alami untuk Pengendalian Hama Pasca Panen Serealia. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia II. Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta. Hill, D. S. 1987. Agricultural Insect Pests of The Tropics and Their Control 4 th Edition. Cambridge University Press, London, New York. Husain, I. 1982. The Susceptibility of Milled Rice and Rough Rice to Attack by S. oryzae L. and S. zeamais M. BIOTROP, Bogor. Imdad, H. P. dan A. A. Nawangsih. 1995. Menyimpan Bahan Pangan. Penebar Swadaya, Jakarta. Kalie, M. B. 2000. Bertanam Pepaya. Penebar Swadaya, Jakarta. Kardinan, A. 2002. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi. Penebar Swadaya, Jakarta. Kardinan, A dan E. A. Wikardi. 1994. Pengaruh Abu Limbah Serai Dapur dan Tepung Bawang Putih terhadap Hama Gudang Callosobruchus analis F. (Coleoptera : Bruchidae). Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 9 (1) : 16 – 20. Kranz, J., J. Schmutterer, dan W. Koch. 1980. Diseases Pests and Weeds in Tropical Crops. John Willey and Sons, New York. Kutchel, G. 1961. The Problems of Synonym in Sitophilus oryzae L. Complex. (Coleoptera : Curculionidae) Annales and Magazine of Natural History. 4:168-181.
Le Cato, G. L. 1975. Red Flour Beetle : Population Growth on Diets of Corn, Wheat, Rice or Shelled Peanuts Suplemented With Eggs or Adults of The Indian Meal Moth. J. Econ. Entomol. 68: 763 – 765. Luh, B. S. 1980. Rice : Production and Utilization. The Avi Publishing Company. Inc. Westport, Connecticut. Marjugi. 1996. Pengkajian Daya Insektisida dari Ekstrak Kencur (Kaempferia galanga Linn.) dan Ekstrak Brotowali (Tinospora crispa) dengan Pelarut Organik terhadap Perkembangan Serangga Hama Gudang Sitophilus zeamais Motsch. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Matheson, R. 1951. Entomology for Introductory Courses. Second Edition. Comstock Publ. Co. Inc., New York. Morallo-Rejesus, B. 1978. Stored Grains Pests Problems and Research Need in South East Asia. SEARCA Professional Lecture in Entomology, 21 Juli 1978. Neegard, P. 1977. Seed Pathology. Danish Government Institute of Seed Pathology for Developing Countries. Volume I. The Mac Millan Press Ltd., London. Pinontoan, O. R. 1990. Pengaruh Kelembaban Nisbi Udara Terhadap Perkembangan Serangga Hama Gudang Sitophilus zeamais Motschlusky (Coleoptera : Curculionidae). Tesis. Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pranata, R. I. 1979. Pengantar Ilmu Hama Gudang. BIOTROP, Bogor. Pranata, R. I. 1982. Pengendalian Hama Gudang. BIOTROP Tropical Pest Biology, Bogor. Pranata, R. I., D. Sukarna, dan H. Halim. 1983. Perkembangan Masalah Resistensi Hama Pasca Panen terhadap Insektisida. Makalah disampaikan pada Kongres Entomology II, 24 – 26 Januari 1983 di Jakarta. Pranata, R. I. 1985. Mengamankan Hasil Panen dari Serangan Hama. Departemen Pertanian, Balai Informasi Pertanian Ciawi, Bogor. Putri, V. B. 2004. Kajian Daya Insektisida Alami Daun Sirsak, Daun Srikaya, Daun Mahoni, dan Bunga Kecubung Terhadap Perkembangan Serangga Hama Gudang Sitophilus zeamais Motsch. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Regiyana, Y. 2000. Daya Insektisida Campuran Ekstrak Bunga Cengkeh (Syzygium aromaticum) dan Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum burmannii) Terhadap Perkembangan Serangga Hama Gudang S.
zeamais Motsch. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rejesus, B. M. 1986. Botanical Pest Control Research in The Philippines. University of Philippines, Los Banos. 30 pp. Saenong, M. S., dan A. Hipi. 2005. Hasil-hasil Teknologi Pengelolaan Hama Kumbang Bubuk Sitophilus zeamais Motsch (Coleoptera : Curculionidae) pada Tanaman Jagung. http://ntb.litbang.deptan.go.id. [5 Mei 2009]. Sarwono, B. 1986. Jeruk dan Kerabatnya. Penebar Swadaya, Jakarta. Sastroutomo, S. S. 1992. Dasar-dasar Pestisida dan Dampak Penggunaannya. Gramedia, Jakarta. Semple, R. L. 1985. Problems Relative to Pest Control and Use of Pesticide in Grain Storage, The Current Situation in ASEAN and Future Requirement. Proceeding of International Seminar on Pesticides and Humid Tropical Grain Storage System. ACIAR, Canberra. Sidik M., H.Halid and R.I Pranata.1985. Pest Problem and the Use of Pesticide in Grain Storage in Indonesia. ACIAR Prosiding no.14. Pesticides and Humid Tropical Grain Storage System. Sitepu, D., A. Kardinan, dan A. Asman. 1999. Hasil Penelitian dan Penggunaan Pestisida Nabati. Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 11 (2): 24 – 23. Sudarsono. 1994. Revisi Marga Nicolaia (Zingiberaceae). Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Suharno, P. 1987. Technical Aspect of Brown Rice Logistic System. BULOG Reseach and Development Centre. National Logistics Agency, Jakarta. Sukarna, D. 1977. Hama-hama Penting di Gudang dan Cara Penanggulangannya. Kumpulan Bahan Kuliah Penataran Petugas Perbenihan. Direktorat Bina Produksi Tanaman Pangan, Jakarta. Sukoco. 1998. Daya Hambat Campuran Ekstrak Lada Hitam (Piper ningrum L.) dan Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum burmanii) Terhadap Perkembangan Sitophilus zeamais pada Beras Selama Penyimpanan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sutrisno. 2007. Penanganan Pasca Panen Padi di Indonesia. Jurnal Keteknikan Pertanian 21 (2) : 105 – 113.
Suyatma, N. E. 1994. Pengkajian Efek Insektisida Alami Nabati Dari Lima Tanaman Asli Indonesia Terhadap Perkembangan Serangga Hama Gudang Sitophilus Oryzae L. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Syahputra, E. 2001. Hutan Kalbar Sumber Pestisida Botani. Makalah Falsafah Sains. Program Pasca Sarjana Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Syamsuhidayat, S. S. 1991. Inventarisasi Tanaman Obat Indonesia. Departemen Kesehatan RI. Badan Penelitian dan Pengembangan, Jakarta. Syarief, R dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan., Jakarta. Tampubolon, O. T., S. Suhatsyah, dan S. Sastrapradja. 1983. Penelitian Pendahuluan Kimia Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) terhadap Berbagai Mikroba Patogen dan Perusak Pangan. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tjitrosoepomo, G. 1994. Taksonomi Tumbuhan Obat-Obatan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Winarno, F. G., S. T. Soekarto, dan Eriyatno. 1981. Penanganan biji-bijian di Indonesia. Di dalam : F. G. Winarno (ed.). Padi dan Beras. Pusat Penelitian dan Pengembangan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. pp : 1-42. Winarno, F. G. dan B. S. L. Jennie. 1983. Kerusakan Bahan Pangan dan Cara Pencegahannya. Ghalia Indonesia, Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA
Andriana, C. P. 1999. Kajian Daya Insektisida Ekstrak Umbi Bawang Putih (Allium sativum) dan Ekstrak Daun Buah Nona (Annona reticulata L.) terhadap Serangga Sitophilus zeamais Motsch. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Anonim . 1980. Sayur-sayuran. PN Balai Pustaka, Jakarta. Arland. 2006. Belimbing Wuluh [online]. http://www.mailarchive.com/
[email protected]/msg01709.html . [7 Februari 2009]. Arnason, J.T., S. Mackinnon, A. Durst, B.J.R. Philogene, C. Hasbun, P. Sanchez, L. Poveda, L. San Roman, M.B. Isman, C. Satasook, G.H.N. Towers, P. Wiriyachitra, J.L. McLaughlin. 1993. Insecticides in tropical plants with non-neurotoxic modes of action. p. 107-151. Di dalam : K.R. Downum, J.T. Romeo, H.A.P. Stafford (eds.). Phytochemical Potential of Tropical Plants. Plenum Press, New York. Asriyanti, R. 2002. Kajian Daya Insektisida dari Enam Bahan Nabati Terhadap Perkembangan Sitophilus zeamais Motsch. Skripsi. Fakultas teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Atkins, M. D. 1980. Introduction to Insect Behavior. Mac Milan Publishing Co. Inc., New York. Atmadja, Y. 2003. Daya Insektisida Lima Bahan Nabati Terhadap Sitophilus zeamais Motsch. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Barre, H. J. dan L. L. Sammet. 1963. Farm Structure. John Wiley and Sons, Inc., New York. Bellows, T. S. dan T. W. Fisher. 1999. Handbook of Biological Control : Principles and Applications of Biological. Academic Press, London. Bergvinson, D. 2002. Postharvest Training Manual, Major Insect Pest Maize in Storage. CIMMYT, Mexico. Bulan, R., S. Soedigdo, S. Achmad, dan Buchari. 2003. Lantaden XR Glikosida dari Daun Lantana camara L. J. Matematika dan Sains. 9 (1) : 209 – 213. Cahyana, Y. 1982. Pengetahuan Umum Serangga atau Hama Gudang. Makalah disampaikan pada Latihan dan Penataran Instruktur Pasca Panen BULOG, Februari – Maret 1985 di BPLTP BULOG Tambun, Bekasi. Christensen, C. M. 1975. Storage of Cereal Grain and Their Products. American Association of Cereal Chemist Inc., St. Paul Minnesota. Christensen, C. M. dan H. H. Kaufmann. 1969. Grain Storage and The Role of Fungi in Quality Loss. University of Minnesota Press, Mineapolis.
Cohen, A. L. 2000. Insect Diets : Science and Technology. CRC Press LLC, Boca Raton, Florida. Cotton, R. T. 1963. Pest of Stored Graind and Grain Products. Burgess Publ. Co. Minneapolis, USA. Cotton, R. T. dan D. A. Wilbur. 1974. The insect. Di dalam : Christensen (ed.). Storage of Cereal Grains and Their Product. American Association of Cereal Chem. Inc., St. Paul, Minnesota. Cyntia, R. 2006. Pemisahan Komponen Kimia Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) di Balai Besar Litbang Pasca Panen Pertanian. Laporan Magang. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. De Luca, Y. 1979. Ingredients Naturels de Preservation des Grains Stokes dans Les Pays en Voie de Developpement. J. Agric. Trad. Bot. Appl. 26 (1) : 29-57. Djauhariya E. dan Hernani. 2004. Gulma Berkhasiat Obat. Penebar Swadaya, Jakarta. Dobie, P., C. P. Haines, R. J. Hodges dan P. F. Prevett. 1984. Insect and Aracnids of Tropical Stored Product, Their Biology and Identification (A Training Manual). TDRI, London. Ekayani, F. 2001. Pengkajian Daya Insektisida dari Lima Tanaman Berkhasian Obat Terhadap Pekembangan Serangga. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. FAO. 1977. Analysis of an FAO Survey of Postharvest Crop Losses in Developing Countries (AGPP:MISC/227). Food and Agricultrure Organization of the United Nation, Rome. Fleurat-Lessard, F. 1982. Insect. Di dalam : J. L. Multon. (ed.). Preservation and Storage of Grains, Seeds, and Their By Products. Lavoisier Publishing Inc., New York. Golebiowska, Z. 1969. The Feeding and Fecundity of S. granarius (L.), S. oryzae (L.), and Rhyzopertha dominica (F.) in Wheat Grain. J. Stored. Prod. Res. 5 (2) : 143 – 155. Grist, D. H. dan R. J. A. W. Lever. 1969. Pest of Rice. Longmans Green and Co. Ltd., London. Guenther, E. 1988. Minyak Atsiri. UI Press, Jakarta. Haines, C. P. 1980. General Biology and Types of Storage Insect. BIOTROP. Second Training Course on Pest of Stored Products, 19 Mei-28 Juni 1980, Bogor.
Halid, H dan A. Yudawinata. 1983. Jenis-jenis Hama Gudang Penyimpanan BULOG dan Usaha Pengendalianya. Makalah disampaikan pada Kongres Entomologi II, 24-26 Januari 1983, Jakarta. Hall, D. W. 1970. Handling and Storage of Food Grains in Tropical and Subtropical Areas. Food and Agriculture Organization (FAO), Roma. Hartono. 2006. Data Stok Beras BPS Tahun 2005 Surplus 16.223 Ton. http://www.fpks-dpr.or.id. [2 Juli 2009]. Haryadi, Y. 1991. Sensibilité Variétale du Riz Aux Attaques de Sitophilus oryzae (L.) et de Sitotogra cerealella (Olivier) : Analyse de L’origine d’une Resistance Potentielle. Thése. Ministre de I’Agriculture et de lâ Foret Ecole Nationale Supérieure Agronomique de Montpellier, France. Haryadi, Y. dan N. E. Suyatma. 1993. Kajian Insektisida Alami untuk Pengendalian Hama Pasca Panen Serealia. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia II. Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta. Hill, D. S. 1987. Agricultural Insect Pests of The Tropics and Their Control 4 th Edition. Cambridge University Press, London, New York. Husain, I. 1982. The Susceptibility of Milled Rice and Rough Rice to Attack by S. oryzae L. and S. zeamais M. BIOTROP, Bogor. Imdad, H. P. dan A. A. Nawangsih. 1995. Menyimpan Bahan Pangan. Penebar Swadaya, Jakarta. Kalie, M. B. 2000. Bertanam Pepaya. Penebar Swadaya, Jakarta. Kardinan, A. 2002. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi. Penebar Swadaya, Jakarta. Kardinan, A dan E. A. Wikardi. 1994. Pengaruh Abu Limbah Serai Dapur dan Tepung Bawang Putih terhadap Hama Gudang Callosobruchus analis F. (Coleoptera : Bruchidae). Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 9 (1) : 16 – 20. Kranz, J., J. Schmutterer, dan W. Koch. 1980. Diseases Pests and Weeds in Tropical Crops. John Willey and Sons, New York. Kutchel, G. 1961. The Problems of Synonym in Sitophilus oryzae L. Complex. (Coleoptera : Curculionidae) Annales and Magazine of Natural History. 4:168-181.
Le Cato, G. L. 1975. Red Flour Beetle : Population Growth on Diets of Corn, Wheat, Rice or Shelled Peanuts Suplemented With Eggs or Adults of The Indian Meal Moth. J. Econ. Entomol. 68: 763 – 765. Luh, B. S. 1980. Rice : Production and Utilization. The Avi Publishing Company. Inc. Westport, Connecticut. Marjugi. 1996. Pengkajian Daya Insektisida dari Ekstrak Kencur (Kaempferia galanga Linn.) dan Ekstrak Brotowali (Tinospora crispa) dengan Pelarut Organik terhadap Perkembangan Serangga Hama Gudang Sitophilus zeamais Motsch. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Matheson, R. 1951. Entomology for Introductory Courses. Second Edition. Comstock Publ. Co. Inc., New York. Morallo-Rejesus, B. 1978. Stored Grains Pests Problems and Research Need in South East Asia. SEARCA Professional Lecture in Entomology, 21 Juli 1978. Neegard, P. 1977. Seed Pathology. Danish Government Institute of Seed Pathology for Developing Countries. Volume I. The Mac Millan Press Ltd., London. Pinontoan, O. R. 1990. Pengaruh Kelembaban Nisbi Udara Terhadap Perkembangan Serangga Hama Gudang Sitophilus zeamais Motschlusky (Coleoptera : Curculionidae). Tesis. Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pranata, R. I. 1979. Pengantar Ilmu Hama Gudang. BIOTROP, Bogor. Pranata, R. I. 1982. Pengendalian Hama Gudang. BIOTROP Tropical Pest Biology, Bogor. Pranata, R. I., D. Sukarna, dan H. Halim. 1983. Perkembangan Masalah Resistensi Hama Pasca Panen terhadap Insektisida. Makalah disampaikan pada Kongres Entomology II, 24 – 26 Januari 1983 di Jakarta. Pranata, R. I. 1985. Mengamankan Hasil Panen dari Serangan Hama. Departemen Pertanian, Balai Informasi Pertanian Ciawi, Bogor. Putri, V. B. 2004. Kajian Daya Insektisida Alami Daun Sirsak, Daun Srikaya, Daun Mahoni, dan Bunga Kecubung Terhadap Perkembangan Serangga Hama Gudang Sitophilus zeamais Motsch. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Regiyana, Y. 2000. Daya Insektisida Campuran Ekstrak Bunga Cengkeh (Syzygium aromaticum) dan Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum burmannii) Terhadap Perkembangan Serangga Hama Gudang S.
zeamais Motsch. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rejesus, B. M. 1986. Botanical Pest Control Research in The Philippines. University of Philippines, Los Banos. 30 pp. Saenong, M. S., dan A. Hipi. 2005. Hasil-hasil Teknologi Pengelolaan Hama Kumbang Bubuk Sitophilus zeamais Motsch (Coleoptera : Curculionidae) pada Tanaman Jagung. http://ntb.litbang.deptan.go.id. [5 Mei 2009]. Sarwono, B. 1986. Jeruk dan Kerabatnya. Penebar Swadaya, Jakarta. Sastroutomo, S. S. 1992. Dasar-dasar Pestisida dan Dampak Penggunaannya. Gramedia, Jakarta. Semple, R. L. 1985. Problems Relative to Pest Control and Use of Pesticide in Grain Storage, The Current Situation in ASEAN and Future Requirement. Proceeding of International Seminar on Pesticides and Humid Tropical Grain Storage System. ACIAR, Canberra. Sidik M., H.Halid and R.I Pranata.1985. Pest Problem and the Use of Pesticide in Grain Storage in Indonesia. ACIAR Prosiding no.14. Pesticides and Humid Tropical Grain Storage System. Sitepu, D., A. Kardinan, dan A. Asman. 1999. Hasil Penelitian dan Penggunaan Pestisida Nabati. Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 11 (2): 24 – 23. Sudarsono. 1994. Revisi Marga Nicolaia (Zingiberaceae). Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Suharno, P. 1987. Technical Aspect of Brown Rice Logistic System. BULOG Reseach and Development Centre. National Logistics Agency, Jakarta. Sukarna, D. 1977. Hama-hama Penting di Gudang dan Cara Penanggulangannya. Kumpulan Bahan Kuliah Penataran Petugas Perbenihan. Direktorat Bina Produksi Tanaman Pangan, Jakarta. Sukoco. 1998. Daya Hambat Campuran Ekstrak Lada Hitam (Piper ningrum L.) dan Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum burmanii) Terhadap Perkembangan Sitophilus zeamais pada Beras Selama Penyimpanan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sutrisno. 2007. Penanganan Pasca Panen Padi di Indonesia. Jurnal Keteknikan Pertanian 21 (2) : 105 – 113.
Suyatma, N. E. 1994. Pengkajian Efek Insektisida Alami Nabati Dari Lima Tanaman Asli Indonesia Terhadap Perkembangan Serangga Hama Gudang Sitophilus Oryzae L. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Syahputra, E. 2001. Hutan Kalbar Sumber Pestisida Botani. Makalah Falsafah Sains. Program Pasca Sarjana Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Syamsuhidayat, S. S. 1991. Inventarisasi Tanaman Obat Indonesia. Departemen Kesehatan RI. Badan Penelitian dan Pengembangan, Jakarta. Syarief, R dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan., Jakarta. Tampubolon, O. T., S. Suhatsyah, dan S. Sastrapradja. 1983. Penelitian Pendahuluan Kimia Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) terhadap Berbagai Mikroba Patogen dan Perusak Pangan. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tjitrosoepomo, G. 1994. Taksonomi Tumbuhan Obat-Obatan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Winarno, F. G., S. T. Soekarto, dan Eriyatno. 1981. Penanganan biji-bijian di Indonesia. Di dalam : F. G. Winarno (ed.). Padi dan Beras. Pusat Penelitian dan Pengembangan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. pp : 1-42. Winarno, F. G. dan B. S. L. Jennie. 1983. Kerusakan Bahan Pangan dan Cara Pencegahannya. Ghalia Indonesia, Jakarta.
Lampiran 1. Jumlah serangga turunan pertama pada media oligidik dengan penambahan tepung daun pepaya pada penelitian pendahuluan. Konsentrasi (%) 0 1 2 3 Rata-rata 2 1 2 3 Rata-rata 4 1 2 3 Rata-rata 6 1 2 3 Rata-rata 8 1 2 3 Rata-rata 10 1 2 3 Rata-rata
1
2
1 2 0 1,00 0 1 2 1,00 0 3 1 1,33 0 1 2 1,00 0 0 2 0,67 0 0 1 0,33
3 2 1 2,00 0 2 8 3,33 0 3 2 1,67 1 2 6 3,00 8 1 3 4,00 0 1 5 2,00
3
4
4 10 3 6 3 8 3,33 8,00 0 3 2 3 12 17 4,67 7,67 0 2 4 6 5 7 3,00 5,00 3 5 2 5 8 11 4,33 7,00 16 21 2 4 8 11 8,67 12,00 0 2 5 6 7 16 4,00 8,00
5
6
7
8
9
11 10 15 12,00 5 8 25 12,67 5 8 9 7,33 7 6 21 11,33 25 9 13 15,67 6 7 16 9,67
14 12 22 16,00 7 11 28 15,33 7 10 10 9,00 10 11 25 15,33 28 16 13 19,00 7 9 18 11,33
20 18 30 22,67 9 16 33 19,33 10 12 12 11,33 11 15 26 17,33 34 24 15 24,33 10 10 20 13,33
26 26 35 29,00 10 20 33 21,00 13 15 15 14,33 12 23 27 20,67 45 28 15 29,33 15 11 22 16,00
35 38 46 39,67 12 25 35 24,00 15 15 16 15,33 15 25 29 23,00 48 30 15 31,00 16 12 22 16,67
10 39 43 50 44,00 13 30 35 26,00 17 16 16 16,33 17 28 33 26,00 52 33 15 33,33 18 15 26 19,67
11 41 48 53 47,33 14 36 35 28,33 19 18 17 18,00 20 30 35 28,33 52 40 25 39,00 20 20 28 22,67
12 42 50 55 49,00 15 39 35 29,67 22 20 22 21,33 21 33 36 30,00 60 48 32 46,67 21 20 30 23,67
Hari ke13 14 48 50 52 56 56 56 52,00 54,00 17 17 44 44 35 35 32,00 32,00 24 28 20 22 30 36 24,67 28,67 26 28 36 40 39 41 33,67 36,33 60 60 50 57 38 40 49,33 52,33 23 25 20 20 33 33 25,33 26,00
15 52 57 57 55,33 19 44 35 32,67 32 23 38 31,00 30 41 44 38,33 60 57 45 54,00 28 20 33 27,00
16 53 58 60 57,00 19 44 35 32,67 38 26 44 36,00 31 44 45 40,00 60 57 49 55,33 30 20 33 27,67
17 58 60 61 59,67 19 44 35 32,67 41 33 44 39,33 31 42 48 40,33 60 57 58 58,33 33 20 33 28,67
18 62 60 63 61,67 19 44 35 32,67 48 36 44 42,67 31 45 50 42,00 60 57 58 58,33 33 20 33 28,67
19 63 62 63 62,67 19 44 35 32,67 48 40 49 45,67 43 46 52 47,00 60 57 58 58,33 33 20 33 28,67
20 65 62 63 63,33 19 44 35 32,67 52 42 53 49,00 43 48 62 51,00 60 57 58 58,33 34 20 33 29,00
21 69 62 63 64,67 19 44 35 32,67 52 49 58 53,00 43 58 62 54,33 60 57 58 58,33 34 20 33 29,00
22 69 62 65 65,33 19 44 35 32,67 52 49 58 53,00 43 58 62 54,33 60 57 58 58,33 34 20 33 29,00
23 69 62 65 65,33 19 44 35 32,67 52 49 58 53,00 43 58 62 54,33 60 57 58 58,33 34 20 33 29,00
24 69 62 65 65,33 19 44 35 32,67 52 49 58 53,00 43 58 62 54,33 60 57 58 58,33 34 20 33 29,00
25 69 62 65 65,33 19 44 35 32,67 52 49 58 53,00 43 58 62 54,33 60 57 58 58,33 34 20 33 29,00
Lampiran 2. Jumlah serangga turunan pertama pada media oligidik dengan penambahan tepung daun belimbing wuluh pada penelitian pendahuluan. Konsentrasi (%) 0 1 2 3 Rata-rata 2 1 2 3 Rata-rata 4 1 2 3 Rata-rata 6 1 2 3 Rata-rata 8 1 2 3 Rata-rata 10 1 2 3 Rata-rata
1
2
3
4
1 2 0 1,00 0 0 0 0,00 0 0 0 0,00 0 0 0 0,00 0 0 1 0,33 0 0 0 0,00
2 3 0 1,67 0 0 0 0,00 1 0 0 0,33 0 0 0 0,00 0 0 1 0,33 0 0 0 0,00
3 7 1 3,67 0 0 3 1,00 1 0 0 0,33 0 0 0 0,00 0 0 1 0,33 2 0 0 0,67
9 12 3 8,00 0 1 8 3,00 4 1 0 1,67 0 0 0 0,00 0 0 1 0,33 2 0 0 0,67
5 12 14 5 10,33 1 1 15 5,67 7 1 0 2,67 0 0 0 0,00 0 0 1 0,33 2 0 0 0,67
Hari ke6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 22 27 28 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 17 21 25 33 33 35 35 35 35 35 35 36 36 36 38 38 38 38 38 38 10 14 20 26 30 34 35 35 35 35 35 35 35 35 35 35 35 35 35 35 16,33 20,67 24,33 30,67 32,00 34,00 34,33 34,33 34,33 34,33 34,33 34,67 34,67 34,67 35,33 35,33 35,33 35,33 35,33 35,33 1 1 2 2 2 6 9 12 14 18 21 25 28 28 28 28 28 28 28 28 2 2 3 8 11 15 19 21 22 22 26 30 32 32 32 36 36 36 36 36 16 22 25 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 6,33 8,33 10,00 13,33 14,33 17,00 19,33 21,00 22,00 23,33 25,67 28,33 30,00 30,00 30,00 31,33 31,33 31,33 31,33 31,33 8 12 12 13 13 15 17 17 19 19 19 20 21 21 21 21 21 21 21 21 1 2 3 3 6 10 10 14 19 22 27 32 36 36 38 38 38 38 38 38 0 0 0 1 2 3 3 7 8 13 15 16 20 20 27 27 27 27 27 27 3,00 4,67 5,00 5,67 7,00 9,33 10,00 12,67 15,33 18,00 20,33 22,67 25,67 25,67 28,67 28,67 28,67 28,67 28,67 28,67 1 1 3 6 6 9 10 11 11 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 2 2 2 2 3 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 0,33 1,00 1,67 2,67 3,00 4,00 4,33 4,67 5,00 5,67 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0,33 0,33 0,33 0,33 0,33 0,33 0,33 0,33 0,33 0,33 0,33 0,33 0,33 0,33 0,33 0,33 0,33 0,33 0,33 0,33 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 0 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0,67 1,00 1,67 1,67 1,67 2,00 2,33 2,33 2,33 2,33 2,33 2,33 2,33 2,33 2,33 2,33 2,33 2,33 2,33 2,33
Lampiran 3. Jumlah serangga turunan pertama pada media oligidik dengan penambahan tepung daun cente pada penelitian pendahuluan. Hari keKonsentrasi (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 0 1 1 1 2 3 9 14 22 32 39 46 48 49 49 49 49 51 51 51 51 51 51 51 51 51 51 2 0 1 3 7 13 22 30 34 43 48 48 48 48 48 48 48 48 48 48 48 48 48 48 48 48 3 1 1 6 10 15 19 21 26 31 32 33 34 36 36 36 36 36 36 36 36 36 36 36 36 36 Rata-rata 0,67 1,00 3,67 6,67 12,33 18,33 24,33 30,67 37,67 42,00 43,00 43,67 44,33 44,33 44,33 45,00 45,00 45,00 45,00 45,00 45,00 45,00 45,00 45,00 45,00 2 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 0 0 0 0 0 0 0 1 2 3 4 5 6 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2 2 3 3 4 4 5 5 5 5 5 5 Rata-rata 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,33 0,67 1,00 1,33 1,67 2,33 3,33 3,33 4,00 4,00 4,33 4,33 4,67 4,67 4,67 4,67 4,67 4,67 4 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Rata-rata 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Rata-rata 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Rata-rata 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Rata-rata 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,33 0,33
Lampiran 4. Jumlah serangga turunan pertama pada media oligidik dengan penambahan tepung daun jeruk purut pada penelitian pendahuluan. Konsentrasi (%) 0 1 2 3 Rata-rata 2 1 2 3 Rata-rata 4 1 2 3 Rata-rata 6 1 2 3 Rata-rata 8 1 2 3 Rata-rata 10 1 2 3 Rata-rata
1
2
3
0 1 1 0,67 0 0 0 0,00 0 0 0 0,00 0 0 0 0,00 0 0 2 0,67 0 0 0 0,00
2 1 1 1,33 2 7 0 3,00 0 0 0 0,00 0 0 0 0,00 0 0 2 0,67 0 0 0 0,00
8 5 3 5,33 6 11 0 5,67 0 0 0 0,00 3 1 2 2,00 0 0 2 0,67 0 0 0 0,00
4 5 6 7 8 9 21 30 41 49 56 65 10 18 27 35 39 43 5 15 21 33 37 46 12,00 21,00 29,67 39,00 44,00 51,33 7 8 11 14 16 21 16 19 24 27 30 34 0 0 0 0 1 1 7,67 9,00 11,67 13,67 15,67 18,67 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0,00 0,00 0,67 0,67 0,67 0,67 6 13 15 20 26 29 3 6 12 14 16 18 10 21 26 30 37 42 6,33 13,33 17,67 21,33 26,33 29,67 0 0 0 0 0 0 1 2 3 3 4 8 2 6 8 10 15 19 1,00 2,67 3,67 4,33 6,33 9,00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 3 3 0 0 0 0 0 0 0,00 0,00 0,00 0,67 1,00 1,00
10 68 48 48 54,67 26 35 1 20,67 1 1 0 0,67 33 19 49 33,67 2 12 22 12,00 0 7 0 2,33
11 68 50 51 56,33 26 40 2 22,67 3 1 0 1,33 37 21 51 36,33 3 12 25 13,33 0 14 1 5,00
12 68 52 53 57,67 27 45 5 25,67 3 1 0 1,33 39 21 57 39,00 6 14 32 17,33 0 15 2 5,67
Hari ke13 14 68 68 52 52 54 54 58,00 58,00 28 28 45 45 5 5 26,00 26,00 3 3 1 2 3 6 2,33 3,67 42 43 24 24 58 59 41,33 42,00 10 16 19 20 40 48 23,00 28,00 0 0 18 23 3 5 7,00 9,33
15 68 52 54 58,00 28 47 6 27,00 3 3 9 5,00 43 25 59 42,33 19 21 48 29,33 1 26 5 10,67
16 68 52 54 58,00 29 47 6 27,33 3 3 15 7,00 43 25 59 42,33 27 26 48 33,67 1 30 6 12,33
17 68 52 54 58,00 29 47 6 27,33 3 3 17 7,67 43 25 59 42,33 27 33 48 36,00 1 32 6 13,00
18 68 52 54 58,00 29 47 6 27,33 3 3 17 7,67 43 25 60 42,67 27 37 48 37,33 1 38 6 15,00
19 68 52 54 58,00 29 47 6 27,33 3 9 21 11,00 43 25 60 42,67 27 41 48 38,67 1 44 6 17,00
20 68 53 54 58,33 29 47 6 27,33 3 11 21 11,67 44 25 60 43,00 27 48 48 41,00 1 45 6 17,33
21 68 53 54 58,33 29 47 6 27,33 3 18 21 14,00 44 25 60 43,00 27 53 48 42,67 1 50 6 19,00
22 68 53 54 58,33 29 47 6 27,33 3 18 21 14,00 44 25 60 43,00 27 53 48 42,67 1 50 6 19,00
23 68 53 54 58,33 29 47 6 27,33 3 18 21 14,00 44 25 60 43,00 27 53 48 42,67 1 50 6 19,00
24 68 53 54 58,33 30 47 6 27,67 3 18 21 14,00 44 26 60 43,33 27 53 48 42,67 1 50 6 19,00
25 68 53 54 58,33 30 47 6 27,67 3 18 21 14,00 44 26 60 43,33 27 53 48 42,67 1 50 6 19,00
Lampiran 5. Jumlah serangga turunan pertama pada media oligidik dengan penambahan tepung bunga kecombrang pada penelitian pendahuluan. Konsentrasi (%) 1 0 1 0 2 0 3 1 Rata-rata 0,33 2 1 0 2 0 3 0 Rata-rata 0,00 4 1 0 2 0 3 0 Rata-rata 0,00 6 1 0 2 0 3 0 Rata-rata 0,00 8 1 0 2 0 3 0 Rata-rata 0,00 10 1 0 2 0 3 0 Rata-rata 0,00
2
3
4
0 1 5 2,00 0 0 0 0,00 0 0 0 0,00 0 0 0 0,00 0 0 0 0,00 0 0 0 0,00
0 2 13 5,00 0 0 0 0,00 0 0 0 0,00 0 0 0 0,00 0 0 1 0,33 0 0 0 0,00
1 9 16 8,67 1 3 4 2,67 0 0 0 0,00 0 0 0 0,00 1 0 1 0,67 0 0 2 0,67
5
6
1 9 13 26 26 33 13,33 22,67 6 16 8 19 5 12 6,33 15,67 0 0 0 1 0 0 0,00 0,33 0 0 0 2 2 2 0,67 1,33 1 1 0 0 1 1 0,67 0,67 0 0 0 1 2 2 0,67 1,00
Hari ke7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 12 20 28 32 35 35 36 37 37 38 38 29 33 38 40 41 41 41 41 41 41 41 41 48 53 55 55 55 55 57 57 57 57 27,33 33,67 39,67 42,33 43,67 43,67 44,00 45,00 45,00 45,33 45,33 20 24 26 31 34 35 35 35 35 35 35 30 34 40 43 44 44 45 45 46 46 46 25 29 31 36 38 41 41 42 42 42 42 25,00 29,00 32,33 36,67 38,67 40,00 40,33 40,67 41,00 41,00 41,00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 10 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 0 0 0 1 1 2 3 6 8 8 13 0,33 0,33 0,33 0,67 0,67 1,00 1,33 2,33 3,33 5,33 8,33 0 1 1 1 1 1 2 2 4 4 4 2 2 2 2 5 10 18 18 18 18 18 2 4 4 6 6 6 6 6 10 16 22 1,33 2,33 2,33 3,00 4,00 5,67 8,67 8,67 10,67 12,67 14,67 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 0 0 0 0 0 0 1 2 2 3 3 1 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 0,67 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 3,67 4,00 4,00 4,33 4,33 0 1 3 7 14 16 18 23 29 33 33 1 1 1 4 5 5 8 8 8 8 8 2 2 2 2 2 2 2 2 2 5 8 1,00 1,33 2,00 4,33 7,00 7,67 9,33 11,00 13,00 15,33 16,33
18 38 41 57 45,33 35 46 42 41,00 10 2 16 9,33 4 18 25 15,67 2 3 8 4,33 33 8 11 17,33
19 38 41 57 45,33 35 46 42 41,00 13 2 19 11,33 4 18 32 18,00 2 7 8 5,67 48 8 19 25,00
20 38 41 57 45,33 35 46 42 41,00 13 2 21 12,00 4 18 40 20,67 2 18 8 9,33 48 8 28 28,00
21 38 41 57 45,33 35 46 42 41,00 13 2 21 12,00 4 18 40 20,67 2 18 8 9,33 48 8 28 28,00
22 38 41 57 45,33 35 46 42 41,00 14 2 21 12,33 4 18 40 20,67 2 18 8 9,33 48 8 28 28,00
23 38 41 57 45,33 35 46 42 41,00 16 2 21 13,00 4 18 40 20,67 2 18 8 9,33 48 8 28 28,00
24 38 41 57 45,33 35 46 42 41,00 16 2 21 13,00 4 18 40 20,67 2 18 8 9,33 48 8 28 28,00
25 38 41 57 45,33 35 46 42 41,00 16 2 21 13,00 4 18 40 20,67 2 18 8 9,33 48 8 28 28,00
Lampiran 6. Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan tepung daun pepaya terhadap jumlah serangga turunan pertama Univariate Analysis of Variance Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Model 46119.444(a) 8 5764.931 93.502 konsentrasi 3194.444 5 638.889 10.362 ulangan 98.111 2 49.056 .796 Error 616.556 10 61.656 Total 46736.000 18 a R Squared = .987 (Adjusted R Squared = .976)
Sig. .000 .001 .478
Duncan Subset 2 1 10.00 3 29.0000 2.00 3 32.6667 4.00 3 53.0000 6.00 3 54.3333 8.00 3 58.3333 .00 3 65.3333 Sig. .580 .103 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 61.656. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. b Alpha = .05. konsentrasi
N 1
Lampiran 7. Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan tepung daun belimbing wuluh terhadap jumlah serangga turunan pertama Univariate Analysis of Variance Source Type III Sum of Squares df Model 9317.000(a) 8 konsentrasi 3872.667 5 ulangan 36.333 2 Error 225.000 10 Total 9542.000 18 a R Squared = .976 (Adjusted R Squared = .958)
Mean Square 1164.625 774.533 18.167 22.500
F 51.761 34.424 .807
Sig. .000 .000 .473
Duncan Subset 2 1 8.00 3 .3333 10.00 3 2.3333 6.00 3 6.0000 4.00 3 28.6667 2.00 3 31.3333 .00 3 35.3333 Sig. .193 .131 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 22.500. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. b Alpha = .05. konsentrasi
N 1
Lampiran 8. Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan tepung daun cente terhadap jumlah serangga turunan pertama Univariate Analysis of Variance Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Model 6161.667(a) 8 770.208 59.095 konsentrasi 4890.667 5 978.133 75.049 ulangan 21.000 2 10.500 .806 Error 130.333 10 13.033 Total 6292.000 18 a R Squared = .979 (Adjusted R Squared = .963) Duncan konsentrasi
N 1
Subset
2 1 4.00 3 .0000 6.00 3 .0000 8.00 3 .0000 10.00 3 .3333 2.00 3 4.6667 .00 3 45.0000 Sig. .176 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 13.033. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. b Alpha = .05.
Sig. .000 .000 .474
Lampiran 9. Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan tepung daun jeruk purut terhadap jumlah serangga turunan pertama Univariate Analysis of Variance Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Model 25751.667(a) 8 3218.958 10.359 konsentrasi 4257.833 5 851.567 2.741 ulangan 481.333 2 240.667 .775 Error 3107.333 10 310.733 Total 28859.000 18 a R Squared = .892 (Adjusted R Squared = .806)
Sig. .001 .082 .487
Duncan konsentrasi
N 1
Subset 2 14.0000 19.0000 27.6667 42.6667 43.3333
1
4.00 3 10.00 3 2.00 3 27.6667 8.00 3 42.6667 6.00 3 43.3333 .00 3 58.3333 Sig. .091 .075 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 310.733. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. b Alpha = .05.
Lampiran 10. Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan tepung bunga kecombrang terhadap jumlah serangga turunan pertama Univariate Analysis of Variance Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Model 15992.111(a) 8 1999.014 11.957 konsentrasi 3233.111 5 646.622 3.868 ulangan 382.111 2 191.056 1.143 Error 1671.889 10 167.189 Total 17664.000 18 a R Squared = .905 (Adjusted R Squared = .830)
Sig. .000 .033 .357
Duncan Subset 2 1 8.00 3 9.3333 4.00 3 13.0000 6.00 3 20.6667 20.6667 10.00 3 28.0000 28.0000 2.00 3 41.0000 .00 3 45.3333 Sig. .130 .054 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 167.189. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. b Alpha = .05. konsentrasi
N 1
Lampiran 11. Jumlah serangga turunan pertama pada media oligidik dengan penambahan tepung daun belimbing wuluh pada penelitian utama. Konsentrasi (%) 0 1 2 3 4 5 Rata-rata 1,2 1 2 3 4 5 Rata-rata 2,4 1 2 3 4 5 Rata-rata 3,6 1 2 3 4 5 Rata-rata 4,8 1 2 3 4 5 Rata-rata 6 1 2 3 4 5 Rata-rata
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1 4 18 29 40 51 70 80 81 1 7 19 38 47 60 77 86 96 1 6 21 38 58 76 91 105 108 0 1 2 3 4 6 7 8 10 2 10 19 31 42 57 77 87 93 1,00 5,60 15,80 27,80 38,20 50,00 64,40 73,20 77,60 0 1 6 6 18 29 39 50 60 0 0 6 16 26 43 55 69 75 0 0 4 11 20 30 42 54 61 0 4 9 20 26 35 46 51 62 1 3 7 11 21 34 48 59 67 0,20 1,60 6,40 12,80 22,20 34,20 46,00 56,60 65,00
Hari ke10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 89 91 91 91 92 92 92 92 92 92 92 92 92 92 92 92 92 92 92 98 98 98 98 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 108 108 108 108 108 108 108 108 108 108 108 108 108 108 108 108 108 108 108 13 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 98 100 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 81,20 82,40 82,60 82,60 83,00 83,00 83,00 83,00 83,00 83,00 83,00 83,00 83,00 83,00 83,00 83,00 83,00 83,00 83,00 67 69 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 88 94 95 99 100 100 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 70 75 79 79 79 80 82 83 83 83 83 83 83 83 83 83 83 83 83 63 65 65 66 67 67 67 67 67 67 67 67 67 67 67 67 67 67 67 69 73 73 73 73 75 76 76 76 77 78 78 78 78 78 78 78 78 78 71,40 75,20 76,40 77,40 77,80 78,40 79,20 79,40 79,40 79,60 79,80 79,80 79,80 79,80 79,80 79,80 79,80 79,80 79,80
0 0 0 0 0 0 0 3 0,00 0,75 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,00 0,00 0 0 0 0
1 0 1 4 1,50 0 1 1 0 5 1,40 0 0
5 1 1 8 3,75 6 1 5 5 6 4,60 1 0
7 12 21 25 30 40 49 52 59 60 60 62 62 62 62 62 62 62 62 63 63 63 63 63 1 1 3 6 10 12 13 15 15 17 18 20 22 22 23 25 26 27 27 27 27 27 27 27 1 3 7 10 12 14 16 19 21 22 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 17 29 44 50 57 60 63 66 71 74 74 74 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 6,50 11,25 18,75 22,75 27,25 31,50 35,25 38,00 41,50 43,25 44,00 45,00 45,75 45,75 46,00 46,50 46,75 47,00 47,00 47,25 47,25 47,25 47,25 47,25 10 16 21 30 38 43 45 55 56 57 57 60 61 62 63 64 65 65 65 65 65 65 65 65 6 13 19 22 29 32 35 36 37 37 38 39 39 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 8 14 26 34 43 48 49 51 55 55 55 57 58 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 9 17 24 31 37 41 44 50 54 56 57 58 58 58 58 59 59 59 59 59 59 59 59 59 8 11 18 20 27 32 39 42 47 48 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 8,20 14,20 21,60 27,40 34,80 39,20 42,40 46,80 49,80 50,60 51,40 52,80 53,20 54,00 54,20 54,60 54,80 54,80 54,80 54,80 54,80 54,80 54,80 54,80 4 10 13 23 28 36 39 40 42 44 46 47 47 47 47 47 47 48 48 48 48 48 48 48 4 8 10 13 19 21 26 32 34 39 45 45 47 49 49 49 49 49 49 49 49 49 49 49
0 0 0 0 0,00 0,00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,00 0,00
0 0 0,00 0 0 0 0 0 0,00
0 0 0,25 1 0 0 1 0 0,40
0 0 2,00 1 0 1 1 0 0,60
2 3 5,75 1 1 3 4 0 1,80
7 10 10 11 13 14 17 18 21 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 6 9 13 16 19 23 24 27 28 28 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 9,00 13,75 17,50 21,00 24,25 27,25 29,25 32,00 35,00 35,50 36,50 37,00 37,00 37,00 37,00 37,25 37,25 37,25 37,25 37,25 37,25 37,25 2 3 5 5 7 10 10 12 14 15 15 15 16 16 16 16 16 16 16 16 16 16 2 3 7 8 9 14 16 17 21 21 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 6 7 8 10 12 14 16 17 18 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 5 6 9 12 14 17 19 22 23 27 28 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 2 7 9 15 19 20 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 3,40 5,20 7,60 10,00 12,20 15,00 16,60 18,00 19,60 20,80 21,20 21,40 21,60 21,60 21,60 21,60 21,60 21,60 21,60 21,60 21,60 21,60
Lampiran 12. Jumlah serangga turunan pertama pada media oligidik dengan penambahan tepung daun cente pada penelitian utama. Konsentrasi (%) 0 1 2 3 4 5 Rata-rata 0,8 1 2 3 4 5 Rata-rata 1,6 1 2 3 4 5 Rata-rata 2,4 1 2 3 4 5 Rata-rata 3,2 1 2 3 4 5 Rata-rata 4 1 2 3 4 5 Rata-rata
1
2
0 1 0 4 0 1,00 0 0 0 0 0 0,00 1 0 0 0 0 0,20 0 0 0 0 0 0,00 0 0 0 0 0 0,00 0 0 0 0 0 0,00
3 5 3 9 4 4,80 1 2 0 4 0 1,40 2 0 0 0 0 0,40 0 0 0 0 0 0,00 0 0 0 0 0 0,00 0 0 0 0 0 0,00
3 6 13 8 14 15 11,20 4 4 2 7 1 3,60 2 0 0 0 2 0,80 0 0 0 0 0 0,00 0 0 0 0 0 0,00 0 0 0 0 0 0,00
4 17 20 20 18 25 20,00 9 9 9 13 1 8,20 2 0 0 1 3 1,20 0 0 0 0 0 0,00 0 0 0 0 0 0,00 0 0 0 0 0 0,00
5 26 36 24 29 37 30,40 14 15 12 21 1 12,60 7 0 0 4 7 3,60 3 0 0 0 0 0,60 0 0 0 0 0 0,00 0 0 0 0 0 0,00
6 42 48 34 29 48 40,20 20 22 18 27 7 18,80 7 0 0 10 11 5,60 3 0 0 0 0 0,60 0 0 0 0 0 0,00 0 0 0 0 0 0,00
7 59 61 47 42 64 54,60 25 28 25 36 10 24,80 9 0 2 21 19 10,20 6 0 0 0 0 1,20 0 0 0 0 0 0,00 0 0 0 0 0 0,00
8 67 75 49 45 77 62,60 28 33 31 44 17 30,60 10 3 4 27 29 14,60 6 0 0 0 0 1,20 0 0 0 0 1 0,20 0 0 0 0 0 0,00
9 78 86 55 50 84 70,60 37 41 38 54 26 39,20 14 3 7 33 34 18,20 7 0 0 4 1 2,40 0 0 0 0 1 0,20 0 0 0 0 0 0,00
10 79 87 56 53 89 72,80 44 45 42 60 32 44,60 18 6 7 35 41 21,40 8 1 0 5 2 3,20 0 1 0 0 1 0,40 0 1 0 0 0 0,20
11 82 88 57 54 91 74,40 50 51 46 65 39 50,20 20 9 9 39 46 24,60 9 3 0 8 2 4,40 0 1 0 0 2 0,60 0 1 0 0 0 0,20
12 83 89 58 55 94 75,80 53 51 47 67 42 52,00 26 10 9 46 54 29,00 11 3 0 8 2 4,80 0 1 0 1 3 1,00 0 1 0 0 0 0,20
13 83 90 59 56 94 76,40 55 53 47 67 43 53,00 28 10 13 46 62 31,80 12 3 0 10 2 5,40 0 2 0 1 3 1,20 0 1 0 0 0 0,20
Hari ke14 15 83 83 90 90 59 59 56 57 94 95 76,40 76,80 57 58 56 57 48 49 68 69 44 47 54,60 56,00 29 30 11 12 17 20 65 71 64 70 37,20 40,60 13 14 3 3 0 0 13 13 2 2 6,20 6,40 1 1 2 2 0 0 1 1 3 4 1,40 1,60 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0,20 0,20
16 83 90 59 57 95 76,80 60 57 49 69 48 56,60 31 13 21 73 73 42,20 15 4 1 19 2 8,20 2 2 0 1 4 1,80 0 2 0 0 0 0,40
17 83 90 59 57 96 77,00 61 57 49 69 50 57,20 33 14 26 75 76 44,80 18 7 1 22 2 10,00 5 3 0 1 4 2,60 0 3 0 0 0 0,60
18 83 90 59 57 97 77,20 61 57 49 69 51 57,40 33 14 27 77 78 45,80 20 8 2 23 2 11,00 5 4 1 2 5 3,40 0 3 0 0 0 0,60
19 83 90 59 57 97 77,20 62 57 49 69 53 58,00 33 14 27 78 79 46,20 20 9 2 24 2 11,40 5 4 1 3 5 3,60 0 3 0 0 0 0,60
20 83 90 59 57 97 77,20 62 57 49 69 53 58,00 33 14 28 79 79 46,60 20 9 3 27 2 12,20 9 6 1 4 5 5,00 0 3 0 0 0 0,60
21 83 90 59 57 97 77,20 63 57 49 69 53 58,20 33 14 28 79 80 46,80 20 9 3 27 2 12,20 13 6 1 4 5 5,80 0 3 0 0 0 0,60
22 83 90 59 57 97 77,20 63 57 49 69 53 58,20 33 14 28 79 80 46,80 20 10 3 28 2 12,60 13 6 1 5 5 6,00 0 3 0 0 0 0,60
23 83 90 59 57 97 77,20 63 57 49 69 53 58,20 34 14 28 81 81 47,60 20 10 3 28 2 12,60 13 6 1 5 5 6,00 0 3 0 0 0 0,60
24 83 90 59 57 97 77,20 63 57 49 69 53 58,20 34 14 28 81 82 47,80 20 10 3 28 2 12,60 13 6 1 5 5 6,00 0 3 0 0 0 0,60
25 83 90 59 57 97 77,20 63 57 49 69 53 58,20 34 14 28 81 82 47,80 20 10 3 28 2 12,60 13 6 1 5 5 6,00 0 3 0 0 0 0,60
26 83 90 59 57 97 77,20 63 57 49 69 53 58,20 34 14 28 81 82 47,80 20 10 3 28 2 12,60 13 6 1 5 5 6,00 0 3 0 0 0 0,60
27 83 90 59 57 97 77,20 63 57 49 69 53 58,20 34 14 28 81 82 47,80 20 10 3 28 2 12,60 13 6 1 5 5 6,00 0 3 0 0 0 0,60
28 83 90 59 57 97 77,20 63 57 49 69 53 58,20 34 14 28 81 82 47,80 20 10 3 28 2 12,60 13 6 1 5 5 6,00 0 3 0 0 0 0,60
Lampiran 13. Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan tepung daun belimbing wuluh terhadap jumlah turunan pertama (F1) Sitophilus zeamais Univariate Analysis of Variance Source Type III Sum of Squares df Model 100709.164(a) 10 konsentrasi 13919.830 5 ulangan 2595.464 4 Error 7028.836 18 Total 107738.000 28 a R Squared = .935 (Adjusted R Squared = .899)
Mean Square 10070.916 2783.966 648.866 390.491
F 25.790 7.129 1.662
Sig. .000 .001 .203
Duncan konsentrasi
N 1
2 21.6000 37.2500 47.2500
Subset 3
1
6.00 5 4.80 4 37.2500 2.40 4 47.2500 3.60 5 54.8000 54.8000 1.20 5 79.8000 .00 5 83.0000 Sig. .077 .217 .054 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 390.491. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.615. b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. c Alpha = .05. Lampiran 14. Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan tepung daun cente terhadap jumlah turunan pertama (F1) Sitophilus zeamais Univariate Analysis of Variance Source Type III Sum of Squares df Model 60345.400(a) 10 konsentrasi 24997.067 5 ulangan 1210.200 4 Error 4954.600 20 Total 65300.000 30 a R Squared = .924 (Adjusted R Squared = .886)
Mean Square 6034.540 4999.413 302.550 247.730
F 24.359 20.181 1.221
Sig. .000 .000 .333
Duncan konsentrasi
N 1
2 .6000 6.0000 12.6000
Subset 3
1
4.00 5 3.20 5 2.40 5 1.60 5 47.8000 .80 5 58.2000 58.2000 .00 5 77.2000 Sig. .268 .309 .071 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 247.730. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000. b Alpha = .05.
Lampiran 15. Rekapitulasi Periode Perkembangan (D) Sitophilus zeamais pada media oligidik dengan penambahan tepung daun belimbing wuluh. Konsentrasi Periode Perkembangan (%) U-1 U-2 U-3 U-4 U-5 Rata-Rata 0.0 27.040 26.690 26.300 30.000 27.070 27.420 1.2 29.100 30.120 30.460 28.330 27.860 29.174 2.4 32.650 35.750 32.500 29.070 32.493 3.6 32.810 30.830 31.000 32.280 32.210 31.826 4.8 32.700 36.200 36.500 36.170 35.393 6.0 35.830 37.900 35.250 35.670 36.830 36.296
Lampiran 16. Rekapitulasi Periode Perkembangan (D) Sitophilus zeamais pada media oligidik dengan penambahan tepung daun cente. Konsentrasi Periode Perkembangan (%) U-1 U-2 U-3 U-4 U-5 Rata-Rata 0.0 28.470 27.250 28.050 26.450 28.530 27.750 0.8 30.890 29.600 30.430 29.330 32.580 30.566 1.6 31.250 38.830 40.750 35.710 33.500 36.008 2.4 37.000 46.830 54.000 44.670 38.500 44.200 3.2 53.880 47.500 56.000 51.000 40.000 49.676 4.0 -
Lampiran 17. Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan tepung daun belimbing wuluh terhadap Periode Perkembangan (D) Sitophilus zeamais Univariate Analysis of Variance Source Type III Sum of Squares df Model 28905.534(a) 10 konsentrasi 284.234 5 ulangan 5.605 4 Error 47.738 18 Total 28953.273 28 a R Squared = .998 (Adjusted R Squared = .997)
Mean Square 2890.553 56.847 1.401 2.652
F 1089.898 21.434 .528
Sig. .000 .000 .716
Duncan konsentrasi
N 1
Subset 3
2 1 .00 5 27.4200 1.20 5 29.1740 3.60 5 31.8260 2.40 4 32.4925 4.80 4 35.3925 6.00 5 36.2960 Sig. .119 .542 .410 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 2.652. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.615. b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. c Alpha = .05. Lampiran 18. Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan tepung daun cente terhadap Periode Perkembangan (D) Sitophilus zeamais Univariate Analysis of Variance Source
Type III Sum of Squares
df
Model 37255.190(a) 9 Konsentrasi 1692.079 4 Ulangan 143.870 4 Error 270.682 16 Total 37525.872 25 a R Squared = .993 (Adjusted R Squared = .989)
Mean Square 4139.466 423.020 35.968 16.918
F 244.683 25.005 2.126
Sig. .000 .000 .125
Duncan Konsentrasi
N 1
2 27.75000 30.56600
Subset 3
1
.00 5 .80 5 30.56600 1.60 5 36.00800 2.40 5 44.20000 3.20 5 49.67600 Sig. .295 .053 .051 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 16.918. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000. b Alpha = .05.
Lampiran 19. Rekapitulasi Indeks Perkembangan (ID) Sitophilus zeamais pada media oligidik dengan penambahan tepung daun belimbing wuluh. Konsentrasi Indeks Perkembangan (%) U-1 U-2 U-3 U-4 U-5 Rata-Rata 0.0 17.104 17.577 18.139 10.730 17.398 16.190 1.2 15.059 15.636 14.880 15.333 16.071 15.396 2.4 13.141 10.100 10.850 15.283 12.344 3.6 13.159 12.689 13.705 13.117 12.711 13.076 4.8 12.417 11.264 9.495 10.199 10.844 6.0 9.093 9.144 9.553 10.271 9.410 9.494
Lampiran 20. Rekapitulasi Indeks Perkembangan (ID) Sitophilus zeamais pada media oligidik dengan penambahan tepung daun cente. Konsentrasi Indeks Perkembangan (%) U-1 U-2 U-3 U-4 U-5 Rata-Rata 0.0 15.921 16.900 15.095 15.897 16.379 16.038 0.8 13.889 14.205 13.400 14.898 12.717 13.822 1.6 12.109 8.185 8.927 12.632 13.498 11.070 2.4 9.192 6.397 4.750 8.143 6.454 6.987 3.2 5.819 5.837 4.282 5.310 6.770 5.604 4.0 -
Lampiran 21. Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan tepung daun belimbing wuluh terhadap Indeks Perkembangan (ID) Sitophilus zeamais Univariate Analysis of Variance Source Type III Sum of Squares df Model 4894.354(a) 10 konsentrasi 160.434 5 ulangan 13.255 4 Error 48.482 18 Total 4942.836 28 a R Squared = .990 (Adjusted R Squared = .985)
Mean Square 489.435 32.087 3.314 2.693
F 181.712 11.913 1.230
Sig. .000 .000 .333
Duncan konsentrasi
N 1
2 9.4942 10.8438
Subset 3
1
6.00 5 4.80 4 10.8438 2.40 4 12.3435 3.60 5 13.0762 1.20 5 15.3958 .00 5 16.1896 Sig. .228 .065 .472 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 2.693. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.615. b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. c Alpha = .05.
Lampiran 22. Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan tepung daun cente terhadap Indeks Perkembangan (ID) Sitophilus zeamais Univariate Analysis of Variance Source Type III Sum of Squares df Model 3271.637(a) Konsentrasi 390.696 Ulangan 16.422 Error 25.527 Total 3297.165 a R Squared = .992 (Adjusted R Squared = .988)
9 4 4 16 25
Mean Square 363.515 97.674 4.106 1.595
F 227.845 61.221 2.573
Sig. .000 .000 .078
Duncan Konsentrasi
N 1
Subset 2 5.60360 6.98720
3
4
3.20 5 2.40 5 1.60 5 11.07020 .80 5 13.82180 .00 5 Sig. .103 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1.595. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000. b Alpha = .05.
1
16.03840 1.000
Lampiran 23. Rekapitulasi Laju Perkembangan Intrinsik (Rm) Sitophilus zeamais pada media oligidik dengan penambahan tepung daun belimbing wuluh. Konsentrasi Laju Perkembangan Intrinsik (%) U-1 U-2 U-3 U-4 U-5 Rata-Rata 0.0 0.601 0.672 0.657 0.214 0.622 0.544 1.2 0.500 0.559 0.512 0.504 0.546 0.525 2.4 0.426 0.256 0.264 0.515 0.365 3.6 0.430 0.365 0.439 0.419 0.389 0.409 4.8 0.376 0.343 0.223 0.268 0.303 6.0 0.187 0.215 0.211 0.267 0.221 0.220
Lampiran 24. Rekapitulasi Laju Perkembangan Intrinsik (Rm) Sitophilus zeamais pada media oligidik dengan penambahan tepung daun cente. Konsentrasi Laju Perkembangan Intrinsik (%) U-1 U-2 U-3 U-4 U-5 Rata-Rata 0.0 0.548 0.591 0.482 0.503 0.582 0.541 0.8 0.450 0.450 0.408 0.493 0.395 0.493 1.6 0.332 0.158 0.229 0.433 0.464 0.323 2.4 0.208 0.104 0.034 0.209 0.033 0.118 3.2 0.108 0.069 0.012 0.056 0.071 0.063 4.0 Lampiran 25. Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan tepung daun belimbing wuluh terhadap Laju Perkembangan Intrinsik (Rm) Sitophilus zeamais
Univariate Analysis of Variance Source Type III Sum of Squares df Model 4.881(a) 10 konsentrasi .383 5 ulangan .051 4 Error .160 18 Total 5.042 28 a R Squared = .968 (Adjusted R Squared = .951)
Mean Square .488 .077 .013 .009
F 54.843 8.608 1.420
Sig. .000 .000 .268
Duncan konsentrasi
N 1
2 .2202 .3025
Subset 3
1
6.00 5 4.80 4 .3025 2.40 4 .3652 3.60 5 .4084 .4084 1.20 5 .5242 .00 5 .5442 Sig. .202 .123 .052 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .009. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.615. b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. c Alpha = .05. Lampiran 26. Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan tepung daun cente terhadap Laju Perkembangan Intrinsik (Rm) Sitophilus zeamais Univariate Analysis of Variance Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Model 3.078(a) 9 .342 67.315 .000 Konsentras .837 4 .209 41.183 .000 i Ulangan .038 4 .009 1.854 .168 Error .081 16 .005 Total 3.159 25 a R Squared = .974 (Adjusted R Squared = .960)
Duncan Konsentrasi
N 1
Subset 2 .06320 .11760
3
4
3.20 5 2.40 5 1.60 5 .32320 .80 5 .43920 .00 5 Sig. .245 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .005. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000. b Alpha = .05.
1
.54120 1.000
Lampiran 27. Rekapitulasi Kapasitas Multiplikasi Mingguan (λ) Sitophilus zeamais pada media oligidik dengan penambahan tepung daun belimbing wuluh. Konsentrasi Kapasitas Mutiplikasi Mingguan (%) U-1 U-2 U-3 U-4 U-5 Rata-Rata 0.0 1.824 1.871 1.929 1.238 1.863 1.745 1.2 1.649 1.750 1.669 1.656 1.727 1.690 2.4 1.531 1.292 1.302 1.674 1.450 3.6 1.537 1.441 1.552 1.520 1.476 1.505 4.8 1.457 1.409 1.250 1.308 1.356 6.0 1.205 1.240 1.235 1.306 1.247 1.247 Lampiran 28. Rekapitulasi Kapasitas Multiplikasi Mingguan (λ) Sitophilus zeamais pada media oligidik dengan penambahan tepung daun cente. Konsentrasi Kapasitas Multiplikasi Mingguan (%) U-1 U-2 U-3 U-4 U-5 Rata-Rata 0.0 1.730 1.807 1.619 1.654 1.789 1.720 0.8 1.569 1.568 1.504 1.638 1.485 1.553 1.6 1.394 1.171 1.258 1.542 1.590 1.391 2.4 1.231 1.109 1.035 1.233 1.034 1.128 3.2 1.114 1.072 1.012 1.057 1.074 1.066 4.0 -
Lampiran 29. Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan tepung daun belimbing wuluh terhadap Kapasitas Multiplikasi Mingguan (λ) Sitophilus zeamais Univariate Analysis of Variance Source Type III Sum of Squares df Model 64.485(a) 10 konsentrasi .886 5 ulangan .116 4 Error .363 18 Total 64.848 28 a R Squared = ,994 (Adjusted R Squared = ,991)
Mean Square 6.449 .177 .029 .020
F 319.555 8.785 1.436
Sig. .000 .000 .263
Duncan konsentrasi
N 1
Subset
2 3 4 1 6.00 5 1.2466 4.80 4 1.3560 1.3560 2.40 4 1.4497 1.4497 3.60 5 1.5052 1.5052 1.20 5 1.6902 1.6902 .00 5 1.7450 Sig. .053 .147 .063 .565 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .020. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.615. b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. c Alpha = .05.
Lampiran 30. Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan tepung daun cente terhadap Kapasitas Multiplikasi Mingguan (λ) Sitophilus zeamais Univariate Analysis of Variance Source Type III Sum of Squares df Model 48.629(a) Konsentrasi 1.536 Ulangan .064 Error .151 Total 48.780 a R Squared = .997 (Adjusted R Squared = .995)
9 4 4 16 25
Mean Square 5.403 .384 .016 .009
F 570.802 40.555 1.681
Sig. .000 .000 .203
Duncan Konsentrasi
N 1
Subset 2 1.06580 1.12840
3
4
3.20 5 2.40 5 1.60 5 1.39100 .80 5 1.55280 .00 5 Sig. .324 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .009. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000. b Alpha = .05.
1
1.71980 1.000
Lampiran 31. Hasil analisis kadar air media oligidik dengan penambahan tepung daun belimbing wuluh Konsentrasi (%) 0.0 1.2 2.4 3.6 4.8 6.0
Kadar air awal (%) 13.83 12.96 13.17 13.36 12.12 13.35
Kadar air akhir (%) 14.94 13.37 13.75 14.04 13.46 14.16
Lampiran 32. Hasil analisis kadar air media oligidik dengan penambahan tepung daun cente Konsentrasi (%) 0.0 0.8 1.6 2.4 3.2 4.0
Kadar air awal (%) 12.04 12.40 12.64 12.78 12.22 13.23
Kadar air akhir (%) 15.82 13.12 12.87 13.22 12.89 13.56
Lampiran 33. Rekapitulasi total populasi Sitophilus zeamais dan % frass pada beras dengan penambahan tepung bahan nabati. Perlakuan
Kontrol
Daun cente 2.4 %
Daun belimbing wuluh 6.0 %
Ulangan 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Nt 412 421 417 416 436 188 168 186 191 176 338 267 235 220 251
Rataan
420.4
181.8
262.2
%frass 1.71 1.32 1.16 1.40 1.92 0.50 0.23 0.44 0.68 0.33 1.13 0.95 0.83 0.70 0.92
Rataan
1.502
0.436
0.906
Lampiran 34. Rekapitulasi persen biji berlubang dan persen kehilangan bobot pada beras dengan penambahan tepung bahan nabati. Perlakuan
Ulangan
Kontrol
1 2 3 4 5
Rataan Daun cente 2.4 %
1 2 3 4 5
Rataan Daun belimbing wuluh 6.0 % Rataan
1 2 3 4 5
U 2.8594 2.8867 2.8866 2.7722 2.9637 2.8737 3.6229 3.4397 3.4978 3.9720 3.1994 3.5464 2.7707 3.1278 3.2109 3.0989 3.0673 3.0551
D 0.5862 0.5596 0.5371 0.5298 0.5302 0.5486 0.3112 0.2747 0.2820 0.2829 0.3198 0.2941 0.4499 0.4839 0.4226 0.5079 0.5102 0.4749
Parameter Nu Nd 152 45 146 59 152 55 161 50 153 56 152.8 53 194 29 206 25 198 28 189 27 189 28 195.2 27.4 169 50 167 45 159 35 158 38 152 40 161 41.6
% BB 22.84 28.78 26.57 23.70 26.79 25.74 13.00 10.82 12.39 12.50 12.90 12.32 22.83 21.23 18.04 19.39 20.83 20.46
% KB 7.02 14.97 12.91 9.11 13.70 11.54 5.53 3.70 5.33 6.27 4.20 5.00 10.30 9.04 7.25 6.18 7.67 8.09
Lampiran 35. Hasil pengukuran RH ruang selama masa inkubasi. Hari ke1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35
RH ( % ) pagi 76.62 77.96 78.63 72.03 81.66 78.42 78.20 76.06 79.94 75.18 69.67 73.90 77.75 73.30 73.23 80.46 80.46 80.81
sore 74.81 76.76 73.49 78.25 75.77 75.77 78.75 75.68 72.57 79.03 63.32 56.30 66.35 66.35 74.09 76.08 76.08 71.57