DAMPAK RETAIL MODERN TERHADAP KESEJAHTERAAN PEDAGANG PASAR TRADISIONAL CIPUTAT, TANGERANG SELATAN Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.i)
Oleh:
Ahmad Reza Safitri NIM: 105054102064
PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM KONSENTRASI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H./2010 M.
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 07 Desember 2010
Ahmad Reza Safitri
DAMPAK RETAIL MODERN TERHADAP KESEJAHTERAAN PEDAGANG PASAR TRADISIONAL CIPUTAT, TANGERANG SELATAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.i)
Disusun Oleh:
Ahmad Reza Safitri NIM: 105054102064
Di Bawah Bimbingan:
Ismet Firdaus M.Si NIP: 150411196
PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1432 H./2010 M.
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul DAMPAK RETAIL MODERN TERHADAP KESEJAHTERAAN PEDAGANG PASAR TRADISIONAL CIPUTAT, TANGERANG SELATAN telah diujikan dalam Sidang Munaqasah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Selasa, Tanggal 21 Desember 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.i) pada Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam, Konsentrasi Kesejahteraan Sosial. Jakarta, 21 Desember 2010
Sidang Munaqasah
Ketua Merangkap Anggota,
Sekretaris Merangkap Anggota,
Drs. H. Mahmud Jalal, MA NIP: 195204221981031002
Ahmad Zaky, M.Si NIP: 150411158 Anggota,
Penguji I
Penguji II
Drs. H. Mahmud Jalal, MA NIP: 195204221981031002
Wati Nilamsari, M.Si NIP: 197105201999032002 Pembimbing
Ismet Firdaus M.Si. NIP: 150411196
ABSTRAK Ahmad Reza Safitri Dampak Retail Modern Terhadap Kesejahteraan Pedagang Pasar Tradisional Ciputat, Tangerang Selatan Studi ini mengkaji Dampak Retail Modern terhadap Pedagang Pasar Tradisional Ciputat, Tangerang Selatan. Kajian ini utamanya menggunakan analisis dampak dengan metode penelitian kualitatif. Metode kualitatif menggunakan metode analisis SWOT dan metode analisis difference-in-difference (DiD). Metode kualitatif meliputi wawancara mendalam dengan pengelola pasar tradisional dan pedagang pasar tradisional. Dalam studi dampak ini, periode data awal (baseline) ditetapkan pada 2008 untuk menjamin agar pedagang relatif masih memiliki ingatan yang baik akan keadaan pada waktu tersebut. Selain itu, kehadiran retail modern dimulai pada 2008, yang membuat tahun tersebut cocok sebagai baseline. Umumnya, tiga pedagang yang termasuk dalam penelitian ini adalah pedagang pakaian, sayuran, dan buah di Pasar Ciputat, para pedagang ini telah mengalami kelesuan usaha selama lima tahun, antara tahun 2005 dan tahun 2010. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa keberadaan retail modern merupakan salah satu dampak dari turunnya jumlah pendapatan dan kondisi kesejahteraan pedagang di pasar ciputat. Antara tahun 2008 sampai tahun 2010, ketiga pedagang yang menjadi objek dari penelitian dampak ini mengalami penurunan omzet sampai dengan 70%. Di mana ketiga pedagang tersebut hanya dapat mendapatkan omzet tiga ratus ribu rupiah perharinya, berkurang 70% dari sebelumya. Di mana sebelumnya bisa memperoleh 1 sampai 2 juta rupiah perharinya. Omzet 2008
Pakaian 1.000.000 – 2.000.000 1.000.0000
Sayuran 1.000.000 – 1.500.000 500.000 – 1.000.000
Buah 1.000.000 – 1.500.000 500.000 – 1.000.000
2009 2010
200.000 – 300.000
100.000 – 200.000
200.000 – 300.000
Ketidakberfungsiannya aturan mengenai anti monopoli dan persaingan pasar, merupakan episentrum dari menurunnya kondisi kesejahteraan pedagang pasar tradisional yang diukur melalui jumlah pendapatannya. Kedepan seharusnya Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab penuh terhadap keberlangsungan usaha pasar, harus juga mengedepankan kepentingan para pedagang pasar traidisional baik dalam hal pengelolaan persaingan ataupun pengelolaan pasar traidisional itu sendiri.
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, tiada Tuhan selain Allah, dan Allah Dzat Yang Maha Besar. Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat yang senantiasa manaungi segenap umat-Nya di muka bumi. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi dan Rasul akhir zaman, junjungan kita, sang revolusioneris yang telah menyelamatkan kita semua dari zaman kebodohan menuju zaman yang terang benderang, Baginda Rasulullah Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti sunnahnya sampai akhir zaman. Akhirnya skripsi ini dapat saya selesaikan sesuai dengan rencana dalam memperoleh gelar sarjana. Berbagai aral yang merintangi saya dalam menyelesaikan persyaratan memperoleh gelar sarjana akhirnya dapat dilalui, berkat do’a dan berkat orang-orang di sekeliling yang ikhlas mendukung saya dalam fase merampungkan studi ini. Ucapan terimakasih saja saya rasa belum cukup untuk membalas dukungan-dukungan tersebut, tetapi saat ini tidak ada yang dapat saya lakukan lebih selain hanya menghaturkan terimakasih sedalamdalamnya atas dukungan baik moril maupun materil selama proses saya menyelesaikan studi. Sekelumit ucapan terimakasih yang saya haturkan pada kata pengantar ini tentu saja tidak bisa mewakili semua orang yang telah berjasa menhantarkan saya ke gerbang kelulusan, saya mohon maaf yang sebesarbesarnya atas kelalaian saya mencantumkan nama, semoga Allah SWT Yang Maha Adil dapat memberikan pahala dan ampunan-Nya senantiasa kepada kita
ii
semua. Amin. Selanjutnya ucapan terimakasih saya haturkan sedalam-dalamnya kepada: 1. Bapak Dr. Arief Subhan M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi beserta jajarannya. 2. Ketua Jurusan Konsenterasi Kesejahteraan Sosial Ibu Siti Napsiyah yang dengan bijaksana telah memberikan pengarahan kepada saya dalam menyelesaikan skripsi ini. Sekretaris Jurusan Konsenterasi Kesejahteraan Sosial dan juga sekaligus pengajar saya Bapak Zaky yang turut membantu saya dalam mengurus nilai-nilai dan mendukukung saya dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Bapak Ismet Firdaus M.Si yang merupakan pembimbing skripsi saya yang juga dengan sabar membimbing saya dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Terimakasih yang sedalam-dalamnya saya haturkan kepada para pengajar atau dosen saya selama saya menuntut ilmu di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Bapak dan Ibu dosen yang telah mendedikasikan ilmu, kecerdasan, dan waktunya untuk memberi titik terang pengetahuan kepada kami semua para peserta didik. Diantaranya: Bapak Tarmi, Ibu Halimah, Ibu Umi, Ibu Rubianah dan para pengajar lain yang tentu saja selebihnya tidak bisa saya sebutkan satu persatu. 5. Kedua orangtua saya Ibunda Sri Sundari dan Ayahanda Syamsul Bahri atas pemberian do’a dan dukungan yang melimpah baik moril maupun materil sepanjang waktu. Serta kakak-kakak saya yang selalu memberi dukungan kepada saya. iii
6. Pihak Perusahaan Daerah Pasar Niaga Kerta Raharja Kabupaten Tangerang, Bapak Aradani SE. selaku kepala pasar, serta kepada pedagang-pedagang pasar ciputat yaitu Bapak Kiwing, Bapak Mussarudin, Bapak Drs. Ucah, Bapak H. Tafsir dan Ibu Sri yang telah memberikan banyak kemudahan dan pengetahuan kepada saya dalam melakukan riset berupa wawancara dan pengumpulan data untuk menyelesaikan skripsi ini. 7. Soraya Bunga Larasati yang tetap konsisten memotifasi saya dalam penulisan skripsi ini dari awal hingga akhir. Teman-teman di Lingkar Studi-Aksi untuk Demokrasi Indonesia (LS-ADI) dan teman-teman Jurusan Kesejahteraan Sosial yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu. Sekali lagi saya haturkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada orang-orang yang telah mendukung saya selama proses penyelesaian skripsi ini dan semoga Allah SWT membalas amal baik mereka dan selalu melimpahkan rahmat dan inayah-Nya atas kebaikan yang mereka lakukan. Saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saya menerima baik kritik maupun saran yang konstruktif untuk perbaikan di kemudian hari.
Ciputat, 07 Desember 2010
Ahmad Reza Safitri
iv
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK
…………………………………………………………
KATA PENGANTAR
i
………………………………………….
ii
DAFTAR ISI
………………………………………………….
v
DAFTAR TABEL
………………………………………………….
vii
………………………………………….
viii
DAFTAR GAMBAR
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah ………………………
1
B.
Pembatasan dan Perumusan Masalah …………
4
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian ……………….
5
D.
Metodelogi Penelitian …………………………
5
E.
Sistematika Penulisan ………………………….
12
LANDASAN TEORI A.
B.
C.
Retail atau Pasar ……………………………………
1
1. Jenis-jenis Pasar ……... ………………………
4
2. Pengertian Retail Modern … …………………..
7
3. Pengertian Pasar Tradisional ...………………..
13
4. Karakteristik Pasar …………………………….
17
5. Pembagian Retail Modern dan Tradisional ……
19
Kesejahteraan Sosial 1. Pengertian Kesejateraan Sosial …………………
24
2. Sasaran Ilmu Kesejahteraan Sosial ……………..
30
Pengertian Dampak
33
……………………………..
v
BAB III
PROFIL DAN SEJARAH PASAR CIPUTAT A.
BAB IV
Latar Belakang 1. Sejarah Singkat Pasar Ciputat …………………
1
2. Perkembangan Pasar Ciputat ………………….
3
3. Permasalahan Pasar Ciputat …………………..
4
4. Aspek Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan …….
9
DAMPAK RETAIL MODERN TERHADAP KESEJAHTERAAN PEDAGANG PASAR TRADISIONAL CIPUTAT, TANGERANG SELATAN A.
BAB V
Dampak Retail Modern …………………………..
1
1. Pedagang Pakaian ……………………………
3
2. Pedagang Sayuran ……………………………
4
3. Pedagang Buah ……………………………….
5
B.
Sifat Persaingan dalam Pasar …………………….
7
C.
Manajemen atau Pengelolaan ……………………
8
PENUTUP A.
Kesimpulan ……………………………………......
1
B.
Saran dan Rekomendasi …………………………
3
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN – LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1
Kerangka dan Jumlah Informan
………………..
Tabel 2
Perbandingan Penjualan Retail Modern dan Pasar Tradisional
………...
Tabel 3
Jumlah Rata-rata Pendapatan Retail Modern
Tabel 4
Perbedaan Karakteristik antara Pasar Tradisional dengan Dan Retail Modern
……
…………………………………
Tabel 5
Pembagian Retail Modern dan Tradisional
Tabel 6
Regulasi Berkenaan Dengan Pasar Tradisional dan Pasar Modern
…………
…………………………………………
10
9 12
17 19
22
Tabel 7
Jarak Retail Modern dan Pasar Ciputat ………………
2
Tabel 8
Jumlah 3 Komoditi Pedagang Pasar Ciputat …………
2
Tabel 9
Jumlah pendapatan pedagang pakaian dari tahun 2008 hingga 2010 ……………………………………..
Tabel 10
Jumlah pendapatan pedagang sayuran dari tahun 2008 hingga 2010
Tabel 11
…………………………………..
4
Jumlah pendapatan pedagang sayuran dari tahun 2008 hingga 2010
Tabel 12
3
…………………………………..
6
Persaingan dan Strategi (%) ………………………….
7
vii
Tabel 13
Rata-rata Perubahan Proporsional dalam Keuntungan dan Omzet Pedagang di Pasar Tradisional, 2008 – 2010 Metode DiD …………………………………………..
7
Tabel 14
Analisis SWOT dalam Aspek Pengelolaan
…………..
10
Tabel 15
Penyebab Kelesuan Usaha di Pasar Tradisional (%) …
11
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1
Interaksi Orientasi Kesejahteraan Sosial
viii
…………..
32
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pasar Tradisonal Ciputat adalah kumpulan pelaku ekonomi yang bergerak pada usaha dalam skala mikro, di mana hanya sekedar berdagang dan melakukan investasi yang sangat sedikit untuk memenuhi kebutuhan hidup di masa depan. Mereka perlu medapatkan perhatian penuh dari pemerintah, sebab pasar tradisonal dapat membantu pada tingkat pertumbuhan ekonomi nasional secara luas serta dapat mengurangi tingkat pengangguran. Namun bagaimana eksistensi mereka dalam mempertahankan profesi dan kontribusi mereka dalam pembangunan jika di sekeliling mereka terdapat yang keberadaannya sangat mengancam dan mungkin juga dapat menghapus mereka dari profesi berdagang. Serbuan bisnis retail modern membuat banyak pasar tradisional menjadi terpinggirkan. Saat ini terdapat sekitar 300 jenis retail modern di Indonesia, bisnis retail modern tumbuh pesat, namun sebaliknya dengan pasar tradisional. Data tahun 2004 menunjukkan, pasar tradisional berkurang 9%, sedangkan retail modern tumbuh sekitar 4%. Buktinya 400 pedagang pasar tradisional gulung tikar karena tidak mampu bersaing dengan retail modern.1
1
“Bisnis Waralaba Semakin Menggeliat” artikel diakses pada 28 oktober 2010 dari http://syadiashare.com/jenis-jenis-pasar.html.
1
Di Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta melalui instruksi Gubernur DKI No. 115 Tahun 2006, melarang penerbitan izin baru pendirian mini market di seluruh kawasan DKI Jakarta. 2 Dalam
Peraturan
Menteri
Perdagangan
RI.
No.
53/M-
DAG/PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Di mana pendirian mini market baik yang berdiri sendiri atau yang terintegrasi wajib memperhatikan keberadaan pasar tradisional dan toko yang lebih kecil serta harus memperhatikan jarak serta faktor negatif dan positif dari jarak yang ada serta menciptakan iklim usaha yang sehat. 3 Namun kenyataannya mengapa retail modern dapat berdiri di depan pasar tradisional yang jelas-jelas sangat dilarang dalam peraturan di atas. Islam menghendaki setiap individu hidup di tengah masyarakat secara layak sebagai manusia. Sekurang-kurangnya ia dapat memenuhi kebutuhan pokok berupa sandang dan pangan, memperoleh pekerjaan sesuai dengan keahliannya, atau membina rumah tangga dengan bekal yang cukup. Dengan demikian ia mampu melaksanakan berbagai kewajiban yang dibebankan Allah dan berbagai tugas lainnya dalam masyarakat Islam, seorang tidak boleh dibiarkan sengsara, kelaparan, tanpa pakaian, hidup menggelandang, tidak memiliki tempat tinggal, atau kehilangan kesempatan membina keluarga walupun ia ahlu dzimmah (non muslim yang hidup dalam masyarakat Islam).4
2
Koran Kontan, “Gubernur DKI Melarang Pemberian Izin Mini Market Baru”, 25 Desember 2006 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 53/M-DAG/PER/12/2008 “Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.” Artikel diakses pada tanggal 18 Oktober 2010 dari http://www.google-persaingan pasar.com 4 DR. Yusuf Qardhawi, Kiat Islam Mengentaskan Kemiskinan, (Gema Insani Press, Jakarta, 1995), h. 50
3
2
Dari sudut pandang UU No 5. Tahun 1999 mengenai anti monopoli dan persaingan tidak sehat, kajian sektor retail ini dianggap penting karena aspek persaingan akan dikaji melalui berbagai sudut pandang dari pasal-pasal dalam undang-undang tersebut. Potensi pelanggaran pelaku usaha akan dikaji lebih jauh dengan menggunakan kacamata persaingan usaha.5 Persoalan ini tentu juga dialami pasar ciputat. Kendati persaingan antar retail modern dan tradisional secara teoritis menguntungkan konsumen, dan mungkin perekonomian secara keseluruhan, relatif sedikit yang diketahui mengenai dampaknya pada pasar tradisional. Mengukur dampak amat penting mengingat retail modern saat ini secara langsung bersaing dengan pasar tradisional. 6 Di sekitar Pasar Ciputat juga terdapat pusat-pusat perbelanjaan lain seperti Carrefour dan Ramayana, ini berimplikasi negatif kepada beberapa pedagang yang berdagang di pasar tradisional. Menurunnya jumlah pendapatan merupakan konsekuensi materil yang terjadi akibat persaingan usaha ritel tersebut. Dari fenomena yang terjadi di atas, penulis ingin mengetahui lebih jauh mengenai keluh kesah para pedagang pasar tradisional yang menyangkut adakah pengaruh terhadap pendapatan mereka sebelum dan sesudah adanya retail modern yang beroperasi di sekitar wilayah pasar. Hal lain yang menjadi stimulan bagi penulis dalam mengungkap permasalahan persaingan retail di pasar ciputat adalah penulis merupakan
5
Reardon, Thomas and Rose Hopkins (2006) ’The Supermarket Revolution in Developing”. Diterbitkan dalam European Journal of Development Reasearch. 6 Daniel Suryadarma, Studi Bank Dunia Mengenai Supermarket di Indonesia, SMERU. 2007.
3
warga asli ciputat, dan penulis juga mempunyai beberapa saudara yang pernah berjualan di pasar ciputat. Permasalahan ini penulis tuangkan dalam tulisan skripsi yang berjudul Dampak Retail Modern Terhadap Kesejahteraan Pedagang Pasar Tradisional Ciputat, Tangerang Selatan. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Mengingat cakupan objek dalam penelitian ini terdiri dari banyak klasifikasi pedagang, maka penulis membuat batasan objek penelitian ini pada tiga kategori pedagang di Pasar Tradisional Ciputat saja. Yaitu pedagang pakaian, sayuran, dan buah. Pemilihan lokasi Pasar Tradisional Ciputat didasari oleh pengamatan penulis bahwa di sekitar lokasi pasar tersebut terdapat beberapa retail modern yang beroperasi. 2. Perumusan Masalah Masalah yang akan peneliti bahas adalah: Dampak dari retail modern terhadap kesejahteraan pedagang pasar tradisional Ciputat ? Adapun kategori pedagang yang menjadi objek penelitian adalah : a. Pedagang Sayur b. Pedagang Buah c. Pedagang Pakaian
4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak dari keberadaan retail modern terhadap kesejahteraan pedagang pasar tradisional Ciputat, Tangerang Selatan. 2. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi semua pihak dan juga diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi bahan masukan bagi masyarakat secara umum dan tentunya dapat menambah wawasan bagi penulis. c. Sebagai masukan bagi pemerintah dalam membuat kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan pasar di Indonesia, khususnya di wilayah Tangerang Selatan. D. Metodelogi Penelitian Metodelogi penelitian adalah teknik atau cara dalam pengumpulan fakta atau bukti yang dalam hal ini perencanaan tindakan yang akan
5
dilaksanakan, serta langkah-langkah apa yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan dan sasaran penelitian. 7 Studi ini menggunakan metode kualitatif. Mengukur hasil dampak menggunakan analisis metode SWOT dan analisis metode difference-indifference, metode yang lazim dipakai dalam evaluasi dampak. Sementara itu, evaluasi dampak kualitatif dilakukan dalam bentuk wawancara mendalam dengan informan kunci. Studi ini menggunakan kuesioner untuk para pedagang dan panduan wawancara untuk para informan kunci sebagai instrumen penelitian. Kuesioner berisi pertanyaan tentang pendapat para pedagang mengenai usahanya dan dampak supermarket, serta fakta berkenaan dengan kegiatan pedagang. 1. Analisis SWOT8
Analisa SWOT adalah sebuah bentuk analisa situasi dan kondisi yang bersifat deskriptif (memberi gambaran). Analisa ini menempatkan situasi dan kondisi sebagai sebagai faktor masukan, yang kemudian dikelompokkan menurut kontribusinya masing-masing. Satu hal yang harus diingat baik-baik oleh para pengguna analisa SWOT, bahwa analisa SWOT adalah semata-mata sebuah alat analisa yang ditujukan untuk menggambarkan situasi yang sedang dihadapi atau yang mungkin akan dihadapi oleh organisasi, dan bukan sebuah alat analisa ajaib yang mampu memberikan jalan keluar yang cespleng bagi masalah-masalah yang dihadapi oleh organisasi.
7
8
E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi, Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998. H. 18 Analisis SWOT, artikel dikses pada tanggal 02 November 2010 dari http://blog.unila.ac.id/redha/2009/02/23/analisis-swot-pengertian-swot-pengantar-swot/
6
SWOT adalah singkatan dari bahasa Inggris STRENGTHS (Kekuatan), WEAKNESSES (Kelemahan), OPPORTUNITIES (Peluang) dan THREATS (Ancaman). Analisa SWOT berguna untuk menganalisa faktor-faktor di dalam organisasi yang memberikan andil terhadap kualitas pelayanan atau salah satu komponennya sambil mempertimbangkan faktor-faktor eksternal.
Analisa ini terbagi atas empat komponen dasar yaitu :
a. Strength (S), adalah situasi atau kondisi yang merupakan kekuatan dari organisasi atau program pada saat ini. b. Weakness (W), adalah situasi atau kondisi yang merupakan kelemahan dari organisasi atau program pada saat ini. c. Opportunity (O), adalah situasi atau kondisi yang merupakan peluang diluar organisasi dan memberikan peluang berkembang bagi organisasi dimasa depan. d. Threat (T), adalah situasi yang merupakan ancaman bagi organisasi yang datang dari luar organisasi dan dapat mengancam eksistensi organisasi dimasa depan.
2. Metode Difference-in-Difference(DiD) Metode DiD mensyaratkan pencatatan keadaan dalam dua periode waktu – sebelum dan sesudah perlakuan (treatment). Dalam hal ini, perlakuan adalah pembukaan retail modern., dan karakteristik kelompok perlakuan. Kerangka metode DiD ditunjukkan oleh persamaan Dampak = (T 2 – T 1 ) – (C 2 – C 1 ).
7
Di mana T 1 dan T 2 merupakan kondisi pedagang di pasar tradisional sebelum hadirnya supermarket dekat pasar tradisional, sedangkan C 1 dan C 2 merupakan keadaan para pedagang di pasar tradisional setelah supermarket di dekatnya hadir. Jika dampak secara signifikan berbeda dari nol, maka supermarket berdampak nyata pada pasar tradisional. 9 Dalam studi ini, periode data awal (baseline) ditetapkan pada 2008 untuk menjamin agar pedagang relatif masih memiliki ingatan yang baik akan keadaan pada waktu tersebut. Selain itu, kehadiran retail modern dimulai pada 2008, yang membuat tahun tersebut cocok sebagai baseline. 1. Teknik Pengumpulan Data Adapun untuk pelaksanaan penelitian ini, tekhnik pengumpulan data yang dilakukan adalah melalui: a. Observasi Penelitian ini dilakukan di Pasar Tradisional Ciputat, Tangerang Selatan pada bulan oktober sampai november tahun 2010. Penulis akan melakukan pengamatan secara langsung, memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul dan mempertimbangkan antar aspek dalam fenomena tersebut.
9
Daniel Suryadarma, Studi Bank Dunia Mengenai Supermarket di Indonesia, SMERU. 2007.
8
b. Wawancara Evaluasi dampak kualitatif mencakupi wawancara dengan para pemangku kepentingan di sektor usaha, seperti pedagang pasar tradisional yang terseleksi, dan pengelola pasar tradisional. c. Dokumentasi Yaitu
peneliti
berusahan
mengumpulkan,
membaca,
dan
mempelajari berbagai macam bentuk data tertulis yang ada di lapangan serta data-data lain yang didapat dari buku, majalah, surat kabar, artikel, lembaga terkait, kliping, dan lain-lain. 2. Teknik Pemilihan Informan Berkenaan dengan tujuan penelitian, maka pemilihan informan menentukan informasi kunci (key information) tertentu yang sarat informasi seusia dengan fokus penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah tiga kategori pedagang pasar tradisonal ciputat yang berbeda, yaitu pedagang pakaian, sayuran, dan buah. Teknik pengambilam sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik probability sampling, yaitu teknik pengambilam sampel anggota populasi, di mana setiap populasi memiliki peluang yang sama untuk dijadikan sampel.10 Dalam pengambilan sampel, penulis hanya mengambil sampel sebanyak 15 pedagang tradisional dari masing-masing kategori pedagang yang
10
Ali Mauludi AC, “Statistik I Penelitian Islam dan Sosial”. (Jakarta: PT. Prima Heza Lestari, 2006) Edisi I Cet. I, h. 3
9
diteliti dan 1 orang dari pengelola pasar tradisional yang diwakili oleh Kepala Pasar PD. Pasar Niaga Kerta Raharja. Tabel 1 Kerangka dan Jumlah Informan INFORMASI YANG DICARI
Informasi pedagang
mengenai dan
literatur
INFORMAN
jumlah PD. PASAR JAYA
JUMLAH
1 orang
sejarah
terbentuknya pasar ciputat
Informasi
mengenai
dampak PEDAGANG
keberadaan retail modern
Pakaian
5 orang
Sayuran
5 orang
Buah
5 orang
TOTAL
16 ORANG
Untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan, maka peneliti menggunakan jenis penelitian lapangan (field research). Di mana peneliti datang langsung ke tempat penelitian. Adapun yang menjadi alasan kenapa peneliti memilih informan adalah sebagai berikut : a. Pedagang yang berjualan di pasar ciputat b. Termasuk dalam ketiga kategori pedagang c. Telah berjualan lebih dari 5 tahun d. Pengelola pasar 3. Sumber Data Sumber data terdiri dari 2 jenis data, yaitu:
10
a. Data Primer. Adalah data utama yang terdiri dari kata-kata dan tindakan, data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari hasil wawancara dengan responden di lapangan, serta hasil observasi pada subjek penelitian. b. Data Sekunder. Adalah data tambahan yang berasal dari dokumen tertulis, data yang digunakan adalah buku, majalah ilmiah, arsip, serta dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penelitian. 4. Teknik Analisis Data Setelah terkumpulnya data dan informasi yang dibutuhkan sesuai dengan permasalahan penelitian, maka selanjutnya penulis melakukan analisis terhadap data dan informasi tersebut. Dalam menulis data tersebut penulis menggunakan analisis deskriptif, yaitu mendeskripsikan hasil temuan penelitian secara sistematis, faktual dan akurat yang disertai dengan petikan hasil wawancara. Nasir mengemukakan analisa data merupakan bagian yang sangat penting dalam metode ilmiah, karena dengan analisis data tersebut dapat diberi data dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian.11 Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Data-data kualitatif dari hasil wawancara mendalam yang berupa kalimat-kalimat atau pernyataan pendapat atau sikap tersebut dianalisa dan diinterpretasikan untuk mengetahui makna yang terkandung di dalamnya, untuk memahami keterikatan dengan permasalahan yang sedang diteliti. Data kualitatif dari 11
Moh. Nasir D. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1993 h. 405
11
hasil wawancara, observasi langsung dan dokumentasi selanjutnya disusun dalam catatan lapangan, kemudian diringkas dan dipilih hal-hal yang penting dan pokok, dikategorikan dan disusun secara sistematis dengan mengacu pada perumusan masalah dan tinjauan teoritis yang berkaitan dengan penelitian ini. 5. Tekhnik Penulisan Adapun dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis, dan Disertasi” yang diterbitkan oleh UIN Jakarta Press Tahun 2007. E. Sistematika Penulisan Penulisan Skripsi ini berdasarkan sistematika penulisan, yaitu sebagai berikut: BAB I
Pendahuluan Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metedologi Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II
Landasan Teori Retail atau Pasar, Jenis-jenis Pasar, Pengertian Retail Modern, Pengertian Pasar Tradisional,
Karakteristik Pasar, Pembagian
Retail Modern dan Tradisional, Pengertian Kesejahteraan Sosial, Sasaran Ilmu Kesejahteraan Sosial, Pengertian Dampak.
12
BAB III
Profil dan Sejarah Pasar Ciputat Latar Belakang, Sejarah Singkat Pasar Ciputat, Perkembangan Pasar Ciputat, Permasalahan Pasar Ciputat, Aspek Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan
BAB IV
Analisis
Mengenai
Dampak
Retail
Modern
Terhadap
Kesejahteraan Pedagang Pasar Tradisional Ciputat, Tangerang Selatan Dampak Retail Modern, Sifat Persaingan dalam Pasar, Manajemen atau Pengelolaan
BAB V
Penutup Kesimpulan dan Saran
13
BAB II LANDASAN TEORI
A. Retail atau Pasar Manusia adalah makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup sendiri melainkan ada ketergantungan sesamanya. Demikian pula dalam memenuhi kebutuhan hidupnya seperti sandang, pangan, papan, harus mencari dan berkomunikasi dengan orang lain karena mereka tidak dapat membuat dan menghasilkan sendiri barang dan jasa yang diperlukan dalam hidupnya. Sebagai manusia yang memiliki keterbatasan dalam berbagai hal seperti permodalan, keterampilan, kesempatan dan sebagainya. Sebagai contoh seorang petani dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari tidak cukup dengan hasil panennya semata. Untuk menghasilkan barang yang lain, mereka memiliki keterbatasan. Untuk itu ia menjual sebagian hasil panennya agar memperoleh uang guna membeli keperluan lain. Seorang nelayanpun harus menjual sebagian ikannya untuk membeli gula, kopi, minyak goreng, obat-obatan, pakaian, kendaraan dan keperluan lainnya. Dengan demikian mereka memerlukan pasar yaitu tempat untuk menjual hasil panen dan kerjanya serta membeli kebutuhan lainnya. Secara lebih formal, pasar adalah suatu institusi atau badan yang menjalankan aktivitasnya jual-beli barang dan jasa. Dengan kata lain bahwa setiap hubungan yang terjadi antara pembeli dan penjual suatu komoditi dalam jangka waktu tertentu telah dapat disebut pasar
1
walaupun komunikasi tersebut dilakukan melalui alat komunikasi telepon, hand phone ataupun internet.1 Sejarah terbentuknya pasar melalui evolusi yang panjang, yakni bermula dari upaya memenuhi kebutuhan sendiri. Hal ini dapat dilakukan karena saat itu kebutuhan manusia sangat terbatas pada masalah pangan saja, sehingga dapat dipenuhi sendiri. Seandainya terdapat pertukaran barang sebatas lingkungannya saja. Pada tahap berikutnya dimana kebutuhan mulai berkembang, mereka mengadakan pertukaran barang yang lebih luas lingkungannya dengan mencari atau menemui pihak-pihak yang saling membutuhkan. Pada tahap selanjutnya dimana kebutuhan sudah semakin berkembang, maka mereka yang saling membutuhkan barang tersebut saling bertemu pada suatu tempat yang rindang dan teduh. Tempat yang disepakati untuk bertemu tersebut dikenal dengan nama pasar.2 Pada saat sekarang peranan pasar masa kini sangatlah penting. Untuk menekan harga pokok, perusahaan industri menghasilkan barang secara massal karena dalam proses produksinya menggunakan mesin-mesin sehingga dapat menghasilkan barang dalam jumlah banyak yang mungkin lebih banyak dari yang dibutuhkan dengan waktu yang relatif singkat. Adanya pasar bagi barang-barang hasil produksinya sangatlah berkaitan dengan kelangsungan hidup perusahaan. Pada pasar tersebut produsen dan konsumen bertemu dan berkomunikasi. Melalui mekanisme pasar produsen mengajukan penawaran (supply) atas produknya dan melalui mekanisme pasar pula konsumen
1
Traditional Markets and Small Retailers in the Urban Centers.’ Mimeo. Jakarta: SMERU Research Institute.
2
Ibid
2
mengajukan permintaan (demand). Adanya tindakan penawaran dan permintaan akan dapat menimbulkan harga dan kesesuaian harga akan menimbulkan jual beli. Transaksi jual beli akan menimbulkan keuntungan yang akan dapat menutupi biaya produksi serta menambah modal perusahaan. 3 Melalui keuntungan yang diperoleh di pasar, perusahan dapat menjaga kontinyuitas usahanya. Sebaliknya didalam pasar pula perusahaan mengalami kegagalan. Kemampuan hidup perusahaan bukan ditentukan oleh besarnya modal semata, melainkan ditentukan oleh tersedianya pasar untuk produk yang
dihasilkan.
Perkembangan
pasar
akan
selalu
sejalan
dengan
perkembangan masyarakatnya. Di Ibu kota misalnya pasar tradisional secara perlahan dan pasti sudah mulai tergusur dan diganti dengan pasar-pasar modern.4 Dengan gambaran tersebut pengertian pasar dapat dikatakan sebagai keseluruhan permintaan dan penawaran akan sesuatu barang dan jasa. Pengertian ini dapat diperluas lagi menjadi pasar konkrit dan pasar abstrak. Pasar konkrit adalah suatu tempat yang tertentu dimana penjual dan pembeli bertemu untuk saling menawar. Pasar abstrak ialah setiap kegiatan pertemuan dimanapun baik langsung maupun tidak langsung yang turut menentukan terjadinya harga. Penggunaan istilah pasar saat ini menjadi lebih luas tanpa mengurangi maknanya yakni tempat pertemuan antara penjual dan pembeli. Secara sederhana, kita dapat mengartikan pasar adalah tempat bertemunya calon penjual dan calon pembeli barang dan jasa. Di pasar antara penjual dan pembeli akan melakukan transaksi. Transaksi adalah kesepakatan 3 4
Ibid Ibid
3
dalam kegiatan jual dan beli. Syarat terjadinya transaksi adalah ada barang yang diperjual belikan, ada pedagang, ada pembeli, ada kesepakatan harga barang, dan tidak ada paksaan dari pihak manapun. 1. Jenis-jenis Pasar5 Jika dibagi dari bentuk kegiatan, maka pasar dapat digolongkan menjadi 2 jenis. Yaitu: a.
Pasar Nyata. Adalah pasar di mana barang-barang yang akan diperjual belikan dan dapat dibeli oleh pembeli. Contoh pasar tradisional dan pasar swalayan.
b. Pasar Abstrak. Adalah pasar di mana para pedagangnya tidak menawar barang-barang yang akan dijual dan tidak membeli secara langsung tetapi hanya dengan menggunakan surat dagangannya saja. Contoh pasar online, pasar saham, pasar modal, dan pasar valuta asing. Secara sederhana, definisi pasar selalu dibatasi oleh anggapan yang menyatakan antara pembeli dan penjual harus bertemu secara langsung untuk mengadakan interaksi jual beli. Namun, pengertian tersebut tidaklah sepenuhnya benar karena seiring kemajuan teknologi, internet, atau malah hanya dengan surat. Pembeli dan penjual tidak bertemu secara langsung, mereka dapat saja berada di tempat yang berbeda atau berjauhan. Artinya, dalam proses pembentukan pasar, hanya dibutuhkan adanya penjual, pembeli, dan barang yang diperjualbelikan serta adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli.
5
Jenis-jenis Pasar. Artkel diakses Pada http://syadiashare.com/jenis-jenis-pasar.html.
4
Tanggal
02
November
2010
dari
Jika dikelompokkan menurut cara transaksinya, maka jenis pasar dibedakan menjadi pasar tradisional dan pasar (retail) modern. a.1
Pasar Tradisional. Adalah pasar yang bersifat tradisional, di mana para
penjual dan pembeli dapat mengadakan tawar menawar secara langsung. Barang-barang yang diperjual belikan adalah barang yang berupa barangbarang kebutuhan pokok. a.2
Pasar (retail) Modern. Adalah pasar yang bersifat modern, di mana
barang-barang yang diperjual belikan dengan harga pas dan dengan layanan sendiri (swalayan). Tempat berlangsungnya pasar ini adalah mall, mal, plaza, dan tempat-tempat modern lainnya. Di pasar, kita akan menjumpai banyak penjual yang menawarkan berbagai macam barang, baik hasil pertanian, maupun hasil industri. Selain itu, kita akan banyak menjumpai orang dengan tujuan berbelanja yang berbeda pula. Dari hanya untuk memenuhi kebutuhannya (mengkonsumsi), untuk dijual kembali (distribusi) sampai untuk diolah kembali kemudian dijual (produksi). Selanjutnya, di antara pembeli dan penjual tersebut sering kali terjadi tawar menawar yang diakhiri dengan transaksi jual beli. Pasar tradisional juga merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung dan biasanya ada proses tawar-menawar, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar. Kebanyakan menjual kebutuhan sehari-hari seperti bahan-bahan makanan berupa ikan, buah, sayur-sayuran, telur, daging, kain, pakaian barang elektronik, jasa dan lain-lain. Selain itu, ada pula yang
5
menjual kue-kue dan barang-barang lainnya. Pasar seperti ini masih banyak ditemukan di Indonesia, dan umumnya terletak dekat kawasan perumahan agar memudahkan pembeli untuk mencapai pasar. Beberapa pasar tradisional yang "legendaris" antara lain adalah pasar Beringharjo di Jogja, pasar Klewer di Solo, pasar Johar di Semarang. Pasar tradisional di seluruh Indonesia terus mencoba bertahan menghadapi serangan dari pasar modern. Retail modern tidak banyak berbeda dari pasar tradisional, namun pasar jenis ini penjual dan pembeli tidak bertransakasi secara langsung melainkan pembeli melihat label harga yang tercantum dalam barang (barcode), berada dalam bangunan dan pelayanannya dilakukan secara mandiri (swalayan) atau dilayani oleh pramuniaga. Barang-barang yang dijual, selain bahan makanan makanan seperti; buah, sayuran, daging; sebagian besar barang lainnya yang dijual adalah barang yang dapat bertahan lama. Contoh dari retail modern adalah pasar swalayan dan hypermarket, supermarket, dan minimarket. Persaingan sengit dalam industri retail telah melanda negara-negara maju sejak abad yang lalu, khususnya di Amerika Serikat dan Eropa Barat. Persaingan terjadi terutama antara usaha retail tradisional dan retail modern. Namun, menjelang dekade akhir milenium lalu persaingan telah meluas hingga ke negara-negara berkembang, di mana deregulasi sektor usaha ritel yang bertujuan untuk meningkatkan investasi asing langsung (IAL) telah berdampak pada pengembangan jaringan supermarket. 6
6
Reardon, Thomas and Rose Hopkins (2006) ’The Supermarket Revolution in Developing”. Diterbitkan dalam European Journal of Development Research.
6
Di Indonesia, supermarket lokal telah ada sejak 1970-an, meskipun masih terkonsentrasi di kota-kota besar. Supermarket bermerek asing mulai masuk ke Indonesia pada akhir 1990-an semenjak kebijakan Investasi Asing Langsung (IAL) dalam sektor usaha ritel dibuka pada 1998. Meningkatnya persaingan telah mendorong kemunculan supermarket di kota-kota lebih kecil dalam rangka untuk mencari pelanggan baru dan terjadinya perang harga. Akibatnya, bila supermarket Indonesia hanya melayani masyarakat kelas menengah-atas pada era 1980-an dan awal 1990-an, penjamuran supermarket hingga ke kota-kota kecil dan adanya praktik pemangsaan melalui strategi pemangkasan harga memungkinkan konsumen kelas menengah-bawah untuk mengakses supermarket.7 Persoalan ini tentu juga dialami di negara berkembang lainnya. Kendati persaingan antarsupermarket secara teoretis menguntungkan konsumen, dan mungkin perekonomian secara keseluruhan, relatif sedikit yang diketahui mengenai dampaknya pada pasar tradisional. Mengukur dampak amat penting mengingat supermarket saat ini secara langsung bersaing dengan pasar tradisional, tidak hanya melayani segmen pasar tertentu. Dengan itu maka studi ini menganalisis dampak supermarket atau retail modern pada pasar tradisional di Ciputat, Tangerang Selatan. 2. Pengertian Retail Modern Retail adalah suatu penjualan dari jumlah kecil komoditas kepada konsumen. Retail berasal dari Bahasa Perancis diambil dari kata retailer yang berarti “memotong menjadi kecil-kecil”. 8 Sedangkan menurut Gilbert retail
7
CPIS (1994) Perdagangan Eceran di Indonesia: Skala Kecil vs Skala Besar. Jakarta: Center for Policy and Implementation Studies. 8 Reardon, Thomas and Rose Hopkins (2006) ’The Supermarket Revolution in Developing”. Diterbitkan dalam European Journal of Development Research.
7
adalah semua usaha bisnis yang secara langsung mengarahkan kemampuan pemasarannya untuk memuaskan konsumen akhir berdasarkan organisasi penjualan barang dan jasa sebagai inti dari distribusi. Dan dalam Kamus Bahasa Inggris-Indonesia retail bisa diartikan sebagai eceran. Izin supermarket dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Deperindag). Pemda umumnya tidak berwewenang untuk menolak izin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat, meskipun beberapa Pemda mensyaratkan agar supermarket mengajukan izin lokal. Sebagai contoh, Pemda Depok mensyaratkan agar supermarket memiliki Izin Usaha Pasar Modern (IUPM), yang dikeluarkan oleh Deperindag dan Izin Prinsip Pembangunan Pasar Modern (IP3M), yang dikeluarkan oleh Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota. Selain izin yang dikeluarkan secara terpusat, supermarket biasanya harus mendapatkan izin lokal lainnya yang diperlukan oleh setiap usaha pribadi, seperti Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Izin Gangguan (HO).9 Supermarket pertama di Indonesia dibuka pada 1970-an, dan jumlahnya meningkat dengan pesat antara 1977 dan 1992—dengan rata-rata pertumbuhan 85% setiap tahunnya. Hipermarket muncul pertama kali pada 1998, dengan pembukaan pusat belanja Carrefour dan Continent (yang kemudian diambil alih oleh Carrefour) di Jakarta. Dari 1998 hingga 2003, hypermarket bertumbuh rata-rata 27% per tahun, dari 8 menjadi 49 toko. Kendati tidak mudah memastikan jumlah supermarket dan hypermarket di seluruh Indonesia, sejak 2003, sekitar 200 supermarket dan hipermarket 9
Lihat Jurnal Depok, Bappeda Kota Depok and BPS Kota Depok (2006) ’Kota Depok dalam Angka 2005.’ Jakarta: Bappeda Kota Depok.
8
merupakan milik dari 10 pemilik ritel terbesar. Pertumbuhan supermarket dalam hal pangsa pasar juga mengesankan. Laporan World Bank (2007) menunjukkan bahwa pada 1999 pasar modern hanya meliputi 11% dari total pangsa pasar bahan pangan. Menjelang 2004, jumlah tersebut meningkat tiga kali lipat menjadi 30%. Terkait dengan tingkat penjualan, studi tersebut menemukan bahwa jumlah penjualan di supermarket bertumbuh rata-rata 15%, sementara penjualan di ritel tradisional menurun 2% per tahun. Diperkirakan bahwa penjualan di supermarket akan meningkat 50% antara 2004 dan 2007, dengan penjualan di hipermarket yang meningkat 70% pada periode yang sama.10 Tabel 2. Perbandingan Penjualan Retail Modern dan Pasar Tradisional No
Jenis Retail
Tingkat Penjualan Pertahun
1
Modern
+ 15%
2
Tradisional
- 2%
Keterangan Tabel : +
=
Bertumbuh atau Berkembang
-
=
Berkurang atau Menurun
Kecenderungan publik untuk berbelanja di pasar-pasar tradisional telah mengalami penurunan rata-rata 2% per tahun. Meski pertumbuhan jumlah supermarket di Indonesia terbilang pesat, penduduk yang tinggal di luar Jakarta dan beberapa kota kecil lainnya di Jawa relatif belum tersentuh—86%
10
Baker, Judy (2000) Evaluating the Impact of Development Projects on Poverty: A Handbook for Practitioners. Washington DC: Bank Dunia
9
hypermarket berada di Jawa. Profil lima jaringan supermarket terbesar di Indonesia dibahas berikut ini. Dari kelimanya, jaringan Carrefour dan Superindo menyertakan perusahaan asing sebagai pemegang saham terbesar. Jaringan-jaringan besar ini beroperasi di kota-kota besar di Indonesia, baik di Jawa maupun di luar Jawa. Tiga dari lima jaringan terbesar membuka supermarket dan hypermarket,
Carrefour
secara
khusus
mengoperasikan
hypermarket,
sedangkan Superindo hanya mengoperasikan supermarket. Selain jaringanjaringan besar tersebut, terdapat jaringan supermarket yang lebih kecil, terutama yang beroperasi di luar Jakarta dan berfokus di satu wilayah tertentu. Daftar usaha ritel utama didiskusikan di bawah ini, dimulai dari yang tertinggi hingga terendah berdasarkan angka penjualan. Matahari, usaha ritel terbesar di Indonesia, pertama kali membuka tempat belanjanya (department store) pada 1958. Supermarket pertama dibuka pada 1995. Pada 2002, Matahari mendirikan dua entitas bisnis terpisah, yang satu mengelola department store, yang lain mengelola supermarket. Matahari kemudian membuka hypermarket pertamanya, yang diberi nama Hypermart, pada 2004. Nilai penjualan yang tergabung dalam jaringan Matahari pada 2005 mencapai Rp. 7 triliun.11 Pada akhir 2005, Matahari telah memiliki 37 supermarket dan 17 Hypermart, dan masih banyak lagi yang direncanakan di masa depan. Usaha ritel terbesar kedua adalah yang salah satu yang termuda di Indonesia. Carrefour masuk Indonesia pada 1998, dan menjadi pioner hypermarket di Indonesia bersama dengan Continent, yang diambil alih Carrefour pada 2000. 11
Matahari Putra Prima (2006) Laporan Tahunan 2005. Jakarta: PT Matahari Putra Prima Tbk
10
Pada 2004 Carrefour memiliki 15 hipermarket. Total nilai penjualan pada 2004 mencapai Rp. 4,9 triliun.12 Pemain utama ketiga adalah Hero, jaringan supermarket domestik terbesar dan tertua di Indonesia. Jaringan ini mulai beroperasi pada 1970-an, dan pada 2005 Hero telah memiliki 99 supermarket. Saat ini, sekitar 30% saham Hero dikuasai oleh Dairy Farm International (DFI), sebuah perusahaan yang berbasis di Hong Kong. Pada 2002, Hero turut meramaikan “boom” hypermarket di Indonesia dengan membuka Giant, merek usaha ritel Malaysia yang juga dikuasai oleh DFI. Pada 2004 terdapat 10 hypermarket Giant di Indonesia. Total penjualan yang tergabung dalam Hero pada 2004 mencapai Rp. 3,8 triliun. Pemain peringkat empat, Alfa, mulai beroperasi pada 1989 dan pada 2004 memiliki 35 supermarket dan hypermarket di seluruh Indonesia. Total nilai penjualan pada 2004 mencapai Rp 3,3 triliun.13 Terakhir, usaha ritel terbesar kelima adalah Superindo, yang mulai beroperasi pada 1997 dan pada 2003 memiliki 38 supermarket. Superindo adalah perusahaan pribadi, dan Delhaize, sebuah perusahaan ritel Belgia, memiliki proporsi saham terbesar. Total nilai penjualan Superindo pada 2003 mencapai Rp. 985 miliar.
12 13
Ibid Ibid
11
Tabel 3. Jumlah Rata-rata Pendapatan Retail Modern Nama Retail
No
Omzet Rata-rata Per-5 Tahun
1
Matahari
7 Triliun
2
Carrefour
4,9 Triliun
3
Hero
3,8 Triliun
4
Alfa
3,3 Triliun
5
Superindo
985 Miliar
Yang tidak kalah pentingnya untuk dibahas secara singkat adalah praktik bisnis supermarket. Barang yang dijual supermarket relatif merupakan barang-barang bermutu tinggi, dengan harga pasti, harga yang bersaing, dan kadang-kadang
ditawarkan
diskon
borongan.
Telebih
lagi,
mereka
menawarkan aneka pilihan pembayaran, mulai dari tunai dan kartu kredit hingga
pendanaan untuk barang-barang
yang
lebih
besar.
Tempat
pembelanjaan juga terang, bersih, dan memiliki fasilitas yang berfungsi dengan baik, seperti toilet dan tempat makan. Kunjungan ke kantor pusat supermarket mengungkap bahwa penyediaan barang dilakukan oleh bagian pembelian (merchandising) yang didasarkan atas perjanjian kontrak atau nonkontrak. Dalam kontrak tersebut harga dan jumlah barang dicantumkan sesuai perjanjian untuk dikirimkan berdasarkan jadwal yang telah ditentukan. Barang-barang dalam kontrak ini umumnya berupa sayuran dan daging, yang harus memenuhi standar pengemasan dan harus lolos dari standar yang ditetapkan
Badan
Pengawasan
Obat-obatan
12
dan
Makanan
(BPOM)
Pemerintah Pusat. Barang-barang di bawah kontrak umumnya disediakan berdasarkan konsinyasi.14 Sebaliknya, perjanjian tanpa kontrak dilakukan melalui negosiasi berdasarkan kasus per kasus dan berlaku untuk semua produk. Selain itu, supermarket lazim mengenakan biaya memajang barang dan menentukan lamanya periode pembayaran. Supermarket menerapkan strategi harga campuran dan strategi nonharga untuk menarik pelanggan dan untuk bersaing dengan para peritel lainnya. Berbagai strategi penetapan harga digunakan, seperti strategi penetapan harga batasan untuk menghambat masuknya pelaku bisnis baru, strategi pemangsaan melalui penetapan harga untuk menyaingi pelaku bisnis lainnya, dan diskriminasi harga antarwaktu—yang berarti bahwa mengenakan harga yang berbeda pada kesempatan yang berbeda, seperti memberikan diskon pada akhir pekan atau antara jam-jam tertentu. Selain itu, supermarket juga melakukan survei pada pasar tradisional untuk mendapatkan perkiraan tingkat harga pasar sehingga mereka akan menjualnya dengan harga bersaing. Terakhir, praktik subsidi silang kerap dilakukan, saat mereka mengalami kerugian atas sejumlah barang dagangan dalam rangka memenangkan persaingan.15 3. Pengertian Pasar Tradisional Berbeda dengan supermarket, kebanyakan pasar tradisional merupakan milik pemda. Pemda di Indonesia umumnya memiliki Dinas Pasar yang menangani dan mengelola pasar tradisional. Dinas ini mengelola pasar miliknya sendiri atau bekerja sama dengan swasta. Metode kerja sama 14
A.C. Nielsen (2005) Asia Pacific Retail and Shopper Trends 2005 [online] diunduh pada tanggal 02 November 2010 15 Matahari Putra Prima (2006) Laporan Tahunan 2005. Jakarta: PT Matahari Putra Prima Tbk
13
umumnya melibatkan pemberian izin kepada pihak swasta untuk membangun dan mengoperasikan pasar tradisional di bawah skema Bangun, Operasi, dan Transfer (BOT), dengan pembayaran oleh pihak swasta kepada Dinas Pasar setiap tahun. Pasar adalah sebuah komunitas yang umurnya sudah setua dengan usia peradaban. Dari sisi sejarah Pasar adalah penggerak utama, karena di pasar itulah
kemudian
berkembang
pola-pola
landasan
susunan
ekonomi
masyarakat. 16 Pengertian Pasar di Nusantara pada awalnya adalah sebuah jaringanjaringan dagang internasional. Unsur-unsur jaringan dagang inilah yang kemudian menjadi penggerak sejarah di Indonesia mulai dari masuknya pengaruh Hindu-Buddha (jaringan indianisasi), Cina dan Pembaratan. Setelah beberapa peristiwa penting seperti pembantaian dan pembakaran kebun-kebun lada (hongi), penguasaan jaringan dagang pesisir oleh VOC dan Monopoli perdagangan besar dimana VOC memiliki konsesi yang sangat besar. Dari unsur-unsur ini kemudian pasar di Indonesia jauh dari pengertian rakyat seperti jaringan niaga raksasa seperti yang ada di Banten, Surabaya, Medan dan Makassar, setelah konsesi Semarang dan lahirnya perjanjian Giyanti 1755, secara revolusioner seluruh pengertian pasar dalam alam pikiran rakyat berubah total. Pasar dalam pengertian rakyat pribumi juga dalam alam pikiran para elite mengkerut menjadi pasar mikro dimana jaringan distribusinya
16
Pengertian Pasar. Artikel diakses pada tanggal 02 November 2010 dari http://antondjakarta.blogspot.com.pasar-tradisional-vs-pasar-retail.html.
14
merupakan rantai kedua setelah barang masuk pelabuhan dan diterima oleh jaringan dagang lokal. Disinilah kemudian pengertian pasar itu terbentuk.17 Dijaman VOC dan Hindia Belanda kaum penguasa pribumi dan orangorang timur asing tidak lagi memainkan politik dagang penting seperti ekspor gula, bermain saham di pasar modal London, membeli obligasi perang Napoleon atau menjalankan praktek-praktek aturan dagang dengan etikanya yang mengikat (macam tawan karang di Bali), dimana kekuatan negara menjadi unsur penting regulasinya. Pasar berubah maknanya menjadi alam yang sangat tradisional dan erat kaitannya dengan pola pikir masyarakat yang sempit bahkan secara tegas dijauhkan dari alam pikir penguasa oleh pemerintahan kolonialisme. Gayung bersambut dengan pikiran buruk terhadap jiwa dagang, sehingga peran saudagar diruntuhkan menjadi hanya pariah dalam sistem masyarakat. Bahkan Mangkunagoro IV dengan nyinyir mengumandangkan tembang dengan salah satu baitnya adalah : Ati Saudagar yang dalam bait itu juga diparalelkan dengan Mo limo sebuah perbuatan nista dari gerak pikir manusia Jawa. Disini kemudian wilayah ‘ati saudagar’ itu menjadi milik kelompok pendatang dalam hal ini orang-orang Cina, India dan Arab yang kedatangan mereka meledak jumlahnya di tahun 1870.18 Memang tidak semua peran pasar menjadi pariah dalam alam pikir masyarakat tradisional Jawa, seperti di Kotagede, misalnya masyarakat lokal berhasil mengembangkan pasarnya sendiri. Bahkan Sargedhe (Pasar Gedhe) yang dibangun oleh Panembahan Senopati memainkan peranan penting dalam menumbuhkan peran pasar sebagai kantung-kantung kapital rakyat kecil. 17 18
Ibid Ibid
15
Perlu diingat sebelum masuknya penetrasi budaya anti-pasar yang digagas kaum priyayi-inlander, peran pasar memiliki arti penting bahkan dekat dengan kekuasaan seperti halnya nama julukan yang melekat pada Panembahan Senopati pendiri wangsa Mataram itu : Panembahan Lor ing Pasar (Panembahan yang berkedudukan di utara Pasar).19 Tapi Sargedhe lengkap dengan struktur sosial masyarakat Kalang dan pegadaian juga perak-nya, hanya sedikit kasus dan kemudian tidak menjadi gerakan besar pertumbuhan kapital pribumi dimana perannya kemudian dimainkan oleh negara dalam hal ini Orde Baru yang menerapkan Kapitalisme-Negara-Birokrasi.20 Karena bangsa kita tidak terdidik sebagai penguasa Jaringan, tapi terdidik sebagai pion-pion yang dimainkan oleh jaringan. Jika kita bicara jaringan, maka kita bicara sistem politik, dan jika kita bicara sistem politik maka kita bicara bagaimana sistem politik memakan perekonomian rakyat bukannya malah bekerja seperti seharusnya yaitu menyediakan akses kemudahan kapital dan penciptaan jalur-jalur kemudahan distribusi untuk mengembangkan bagaimana kerja kapital dapat menjadi sarana memutar roda perekonomian.21
19
Ibid Ibid 21 Ibid 20
16
4. Karakteristik Pasar Adapun karakteristik dan perbedaan pasar tradisional dengan pasar modern dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini. Tabel 4: Perbedaan Karakteristik antara Pasar Tradisional dengan Retail Modern22 No
Aspek
Pasar Tradisional
Pasar Modern
1
Histori
Evolusi panjang
Fenomena baru
2
Fisik
Kurang baik, sebagian baik
Baik dan mewah
3
Pemilikan/
Milik masyarakat/desa, Pemda,
Umumnya perorangan/swasta
Kelembagaan
sedikit swasta
Modal
Modal lemah/Subsidi/Swadaya
Modal kuat/digerakkan oleh
Masyarakat Inpres
swasta
Golongan menengah ke bawah
Umumnya golongan menengah
4
Konsumen
5
ke atas
6
Motode
Ciri dilayani, tawar menawar
Swalayan
7
Status tanah
Tanah Negara, sedikit swasta
Tanah swasta/perorangan
8
Pembiayaan
Kadang-kadang di subsidi
Tidak di subsidi
9
Pembangunan
Pemda/Desa/Masyarakat
Swasta
10
Pedagang yang
Beragam, masal, dari sektor
Pemilik modal juga
masuk
informal sampai pedagang
pedagangnya (tunggal) atau
menengah dan besar
beberapa pedagang formal skala menengah dan besar
11 12
Peluang
Bersifat missal (pedagang kecil,
Terbatas, umumnya pedagang
masuk/partisipasi
menengah, dan bahkan besar)
tunggal dan menengah ke atas
Jaringan
Pasar regional, pasar kota, pasar
Sistem rantai korporasi nasional
kawasan
atau bahkan terkait dengan modal luar negeri
22
CESS (1998), “Dampak Krisis Ekonomi dan Liberalisasi Perdagangan terhadap Strategi dan Arah Pengembangan Pedagang Eceran Kecil-Menengah di Indonesia”, November, TAF dan USAID, Jakarta.
17
Meskipun terdapat beberapa perbedaan, tetapi tidak menutup kemungkinan akan terjadinya persaingan di antara keduanya. Persaingan ini terjadi ketika masyarakat memilih satu diantara keduanya sebagai tempat mereka berbelanja. Penentuan pilihan itu dipengaruhi oleh beberapa aspek, seperti peningkatan pendapatan rata-rata masyarakat per kapita, terutama fisik, modal dan kelompok konsumen. Pola belanja masyarakat moderen yang menginginkan kenyamanan, kebersihan dan efisien dalam berbelanja menyebabkan pasar tradisional semakin ditinggalkan konsumen. Terlebih lagi jika tidak ada usaha-usaha dari PD Pasar Jaya selaku pengelola pasar tradisional untuk melakukan perbaikan ke dalam maupun lingkungan di sekitarnya. Dampak negatif dari pertumbuhan retail moderen yang semakin pesat belakangan ini, sudah mulai dirasakan oleh banyak pedagang tradisional. Hasil diskusi antara pengamat retail di Indonesia Koestarjono Prodjolalito dengan sejumlah pedagang alat-alat listrik tradisional menunjukkan bahwa banyaknya macam atau merek barang yang ditawarkan oleh hypermarket, termasuk alat-alat listrik telah mengancam usaha mereka. Ia berpendapat bahwa kelangsungan usaha pasar tradisional yang ada sekarang tidak mencerminkan daya
saing
yang
sesungguhnya di tengah
pesatnya
pembangunan pusat perdagangan atau pasar retail modern.23
23
BI, “Pemda dinilai tak serius bina pasar tradisional”, dalam Bisnis Indonesia, Jasa & Perdagangan, Rabu, 08 Oktober 2003.
18
5. Pembagian Retail Modern dan Tradisional Tabel 5. Pembagian Retail Modern dan Tradisional Klasifikasi
Retail Modern
Retail Tradisional
Lini Produk
Toko Khusus
Mom & Pop Store
Toko Serba Ada
Mini Market
Toko Swalayan Toko Convenience Toko Super, Kombinasi, dan Pasar Hyper Toko Diskon Pengecer Potongan Harga Ruang Penjual Katalog Kepemilikan
Corporate Chain Store
Independent Store
Penggunaan Fasilitas
Alat-alat pembayaran modern (komputer, credit card, autodebet)
Alat Pembayaran tradisional (manual / calculator, cash)
AC, Eskalator / Lift
Tangga, tanpa AC
Promosi Keuangan
Ada Tercatat dan Dapat dipublikasikan
Tidak Ada Belum tentu tercatat dan tidak dipublikasikan
Tenaga Kerja
Banyak
Sedikit, biasanya keluarga
Fleksibilitas Operasi
Tidak Fleksibel
Fleksibel
Keterangan tabel: a.
Toko khusus, yaitu toko yang menjual satu macam barang atau
lini produk yang lebih sempit dengan ragam yang lebih banyak dalam lini tersebut. Contoh pengecer khusus adalah toko alat-alat olah raga, toko pakaian, toko meubel, toko bunga, dan toko buku. Biasanya volumenya tidak terlalu besar, milik pribadi, dan badan hukumnya berbentuk usaha perorangan, firma atau CV. Toko khusus dapat diklasifikasikan lagi menurut tingkat 19
kekhususan lini produknyanya. Toko pakaian merupakan toko lini tunggal; toko pakaian pria merupakan toko sangat khusus. Di Indonesia saat ini toko khusus yang berkembang pesat dalam beberapa tahun belakangan ini adalah AGIS (PT Artha Graha Investama Sentral) sebagai salah satu retail yang mengkhususkan menjual barang-barang elektronik. Lainnya yang masuk kelompok ini adalah Cosmo yang hanya menjual produk-produk Jepang dan toko roti Holland Bakery yang hanya jual roti. b.
Toko serba ada, yaitu toko yang menjual berbagai macam lini
produk. Biasanya toko seperti ini mempunyai volume usaha yang besar, kondisi keuangannya lebih kuat, dan badan hukumnya berbentuk perseroan terbatas atau paling tidak berbentuk CV. Misalnya Ramayana dan Sarinah. c.
Pasar Swalayan, yaitu toko yang merupakan operasi relatif besar,
berbiaya rendah, margin rendah, volume tinggi, swalayan, yang dirancang untuk melayani semua kebutuhan konsumen seperti makanan, cucian, dan produk-produk perawatan rumah tangga. d.
Toko Convenience, yaitu toko yang relatif kecil dan terletak di
daerah pemukiman atau di jalur high traffic, memiliki jam buka yang panjang (24 jam) selama tujuh hari dalam seminggu, dan menjual lini produk convenience yang terbatas seperti minuman, makanan ringan, permen, rokok, dll., dengan tingkat perputarannya yang tinggi. Jam buka yang panjang dan karena konsumen hanya membeli di toko ini hanya sebagai “pelengkap” menyebabkan toko ini menjadi suatu operasi dengan harga tinggi. e.
Toko Super, Toko Kombinasi dan Pasar Hyper. Toko Super
rata-rata memiliki ruang jual 35.000 kaki persegi dan bertujuan memenuhi
20
semua kebutuhan konsumen untuk pembelian makanan maupun bukan makanan secara rutin. Mereka biasanya menawarkan pelayanan seperti cucian, membersihkan, perbaikan sepatu, penguangan cek, dan pembayaran tagihan, serta makan siang murah. Toko kombinasi merupakan diversifikasi usaha pasar swalayan ke bidang obat-obatan, dengan luas ruang jual sekitar 55.000 kaki persegi. Masuk dalam kelompok ini mulai dari yang konvensional seperti Naga SM dan Bilka hingga yang lebih modern dan besar seperti Hero dan Top’s. Pasar hyper lebih besar lagi, berkisar antara 80.000 sampai 220.000 kaki persegi. Pasar ini tidak hanya menjual barang-barang yang rutin dibeli tetapi juga meliputi meubel, perkakas besar dan kecil, pakaian, dan banyak jenis lainnya, seperti Carrefour dan Mega M. f.
Toko Diskon, yaitu toko yang menjual secara reguler barang-
barang standar dengan harga lebih murah karena mengambil marjin yang lebih rendah dan menjual dengan volume yang lebih tinggi. Umumnya menjual merek nasional, bukan barang bermutu rendah. Pengeceran diskon telah bergerak dari barang dagangan umum ke khusus, seperti toko diskon alat-alat olah raga, toko elektronik, dan toko buku. g.
Pengecer Potongan Harga. Kalau toko diskon biasanya membeli
pada harga grosir dan mengambil margin yang kecil untuk menekan harga, pengecer potongan harga membeli pada harga yang lebih rendah daripada harga grosir dan menetapkan harga pada konsumen lebih rendah daripada harga eceran. Mereka cenderung menjual persediaan barang dagangan yang berubah-rubah dan tidak stabil sering merupakan sisa, tidak laku, dan cacat yang diperoleh dengan harga lebih rendah dari produsen atau pengecer
21
lainnya. Pengecer potongan harga telah berkembang pesat dalam bidang pakaian, asesoris, dan perlengkapan kaki. Contoh dari pengecer potongan harga ini adalah factory outlet, seperti Herritage dan Millenia. h.
Ruang Jual Katalog, yaitu toko yang menjual cukup banyak
pilihan produk-produk dengan marjin tinggi, perputarannya cepat, bermerek, dengan harga diskon. Produk-produk yang dijual meliputi perhiasan, alat-alat pertukangan, kamera, koper, perkakas kecil, mainan, dan alat-alat olah raga. i.
MOM & POP Store, yaitu toko berukuran relatif kecil yang
dikelola secara tradisional, umumnya hanya menjual bahan pokok atau kebutuhan sehari-hari yang terletak di daerah perumahan atau pemukiman. Jenis toko ini dikenal sebagai toko kelontong. j.
Mini Market, yaitu toko berukuran relatif kecil yang merupakan
pengembangan dari Mom & Pop Store, dimana pengelolaannya lebih modern, dengan jenis barang dagangan lebih banyak. Misalnya Indomaret. Tabel 6. Regulasi Berkenaan Dengan Pasar Tradisional dan Retail Modern Tingkat Regulasi Nasional
Regulation a. Keputusan Presiden (Kepres) No. 118/2000 tentang Perubahan dari Keputusan Presiden No. 96/2000 mengenai Sektor Usaha yang Terbuka dan Tertutup dengan Beberapa Syarat untuk Investasi Asing Langsung. b. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.107/MPP/Kep/2/1998 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Pasar Modern c. Keputusan Menteri Perindustrian dan
22
Perdagangan No.420/MPP/Kep/10/1997 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pertokoan d. Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Perindustrian dan Perdagangan dan Menteri Dalam Negeri No.57 dan 145/MPP/Kep/1997 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pertokoan; e. Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.12/MDAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba f.
Rancangan Peraturan Presiden tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Modern dan Toko Modern
Provinsi (hanya Jakarta)
DKI Jakarta: Perda Provinsi No. 2/2002 tentang Pasar Swasta di DKI Jakarta; Keputusan Gubernur No. 44/2003 mengenai Petunjuk Pelaksanaan Pasar Swasta di Jakarta.
Meski kaya dalam batasan-batasannya, rancangan peraturan tentang pasar modern dan peraturan tentang pengelolaan pasar tidak secara gamblang menjelaskan tugas dan tanggung jawab khusus dari masing-masing dinas pasar terkait. Demikian juga, peraturan tersebut tidak memuat hak atau tanggung jawab pedagang dan pengelola pasar, demikian pun sanksi bagi pemda atau pedagang yang melanggarnya. Selain itu, sosialisasi peraturan ini masih lemah.
23
B. Kesejahteraan Sosial 1. Pengertian Kesejahteraan Sosial
Pada mulanya, usaha-usaha kesejahteraan sosial dilakukan oleh kelompok keagamaan. Usaha-usaha kesejahteraan yang dilakukan pada umumnya merupakan pelayanan sosial yang bersifat amal. Sebagaimana yang dituliskan Canda dan Furman dalam bukunya, Keberagaman Agama dalam Praktek Pekerjaan Sosial (Spiritual Diversity in Social Work Practice: The Heart of Helping), bahwa setiap agama (Budha, Hindu, Islam, Konghucu, Kristen, dan Yahudi) memiliki kepercayaan dan nilai dasar yang berimplikasi pada penerapan atau praktek kerja sosial. 24
Ketika orang memperlajari kesejahteraan sosial, maka aorang tersebut akan menghadapi masalah yang berkenaan dengan istilah itu sendiri, tetapi tidak berakhir sampai di situ. Setelah masalah itu terjawab, masalah yang lebih luas yang berkenaan dengan substansi dari istilah tersebut muncul. Seperti pertanyaan apakah kesejahteraan sosial merupakan suatu aktivitas yang dimaksudkan untuk menolong orang yang berada di bawah tekanan sosial tertentu untuk meraih kembali keseimbangannya, kepercayaan dirinya dengan menghilangkan sebab-sebabnya? Apakah kesejahteraan sosial merupakan suatu sistem tindakan umum yang dimaksudkan untuk memperbaiki kondisi institusi-institusi sosial agar bisa diakses oleh anggot masyarakat? Apakah kesejahteraan sosial merupakan suatu ilmu yang mempelajari kedua ranah kesejahteraan sosial itu? Dan banyak lainnya. 24
Canda dan Furman, Keberagaman Agama dalam Praktek Pekerjaan Sosial (Spiritual Diversity in Social Work Practice: The Heart of Helping)
24
Secara historis, cikal bakal ilmu kesejahteraan sosial dapat ditelusuri melalui adanya usaha kesejahteraan sosial tradisional dalam masyarakat, yang dikemudian hari menjadi modern atau ilmiah.
a. Abad 13-18
Pada periode ini pemerintah Inggris mengeluarkan beberapa peraturan perundangan
untuk
menangani
masalah
kemiskinan.
Undang-undang
Kemiskinan yang dikeluarkan oleh Ratu Elizabeth (Elizabethan Poor Law) merupakan salah satu undang-undang yang paling terkenal saat itu. Undangundang tersebut dianggap sebagai cikal bakal intervensi pemerintah terhadap kesejahteraan warga negaranya karena usaha kesejahteraan sosial sebelumnya lebih banyak dilakukan oleh kelompok keagamaan, seperti pihak gereja.25
Usaha-usaha kesejahteraan sosial pada dasarnya berasal dari nilai-nilai humanitarianisme yang percaya bahwa kondisi kemiskinan yang terjadi di tengah masyarakat adalah sesuatu yang tidak seharusnya terjadi. Kemudian muncul kelompok-kelompok (relawan) yang mengupayakan pengembangan usaha kesejahteraan sosial untuk memperbaiki kondisi tersebut. Usaha kesejahteraan sosial yang dilakukan oleh relawan yang didasari semangat filantropis selanjutnya berkembang menjadi lebih terarah dan terorganisir. Karena itu, baik di Inggris maupun Amerika, sejarah pekerjaan sosial sangat terkait dengan para relawan dan organisasi para relawan. Organisasi para
25
Adi, Isbandi Rukminto. 2005. Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial: Pengantar Pada Pengertian dan Beberapa Pokok Bahasan. Jakarta. FISIP UI Press. Hal. 1-10.
25
relawan inilah yang kemudian mendorong terciptanya beragam usaha kesejahteraan sosial. 26
b. Tahun 1869
Organisasi relawan bernama COS (Charity Organization Society) didirikan di London, Inggris. Organisasi relawan tersebut dikembangkan untuk menggalang dan mengkoordinasikan bantuan dana dan material dari berbagai gereja serta kurang lebih 100 lembaga amal. Perkembangan organisasi relawan di Inggris berpengaruh pula terhadap perkembangan organisasi relawan di Amerika. 27
c. Tahun 1877
COS kemudian di kembangkan di Buffalo, New York. Dalam jangka waktu 10 tahun kemudian, terbentuk 25 organisasi sosial di Amerika Serikat. Berkembangnya berbagai COS di Amerika membuat para relawan aktif yang terlibat di dalamnya merasa perlu suatu pemahaman yang lebih mendalam tentang
materi
yang
berhubungan
dengan
perilaku
individu,
serta
permasalahan sosial dan ekonomi. Oleh karena itu, Mary Richmond, seorang praktisi pekerjaan sosial, berencana untuk mengembangkan Sekolah Pelatihan Filantropi Terapan. Lembaga ini menjadi cikal bakal kelas pekerjaan sosial di New York pada tahun 1898.
26 27
Ibid Ibid
26
Perluasan pokok bahasan dalam sejarah perkembangan bidang pekerjaan sosial telah memunculkan suatu kajian kesejahteraan sosial yang lebih luas. Munculnya kajian kesejahteraan sosial ini kemudian mendorong terbentuknya disiplin baru bernama ilmu kesejahteraan sosial. 28
Usaha-usaha kesejahteraan sosial pada mulanya dilakukan hanya bredasarkan atas dorongan kemuraha hati (charity) dan kasih sayang (philatrophy) terhadap sesama manusia. Dalam konteks kelangsungan hidup, jika aspek yang dijadikan pertimbangan sesungguhnya sejak jaman primitif pun manusia sudah menunjukkan adanya
dorongan-dorongan untuk
melakukan usaha perlindungan diri sendiri, kesejahteraan keluarga, dan kesejahteraan kelompok mereka dalam kehidupan.29
Di dua negara seperti Inggris dan Amerika, notabene anggota masyarakatnya beragama Kristen, maka usaha-usaha kesejahteraan sosial seperti itu dipelopori oleh umat Gereja. Sebaliknya, di Indonesia karena mayoritas anggota masyarakatnya beragama Islam, maka bisa dimengerti bahwa jemaah Masjid memainkan peranan penting dalam usaha-usaha kesejahteraan sosial yang serupa itu.
Untuk menunjukkan bahwa kesejahteraan sosial merupakan suatu kajian yang ilmiah atau ilmu, maka akan dikutipkan beberapa batasan kesejahteraan sosial sebagai berikut:
28 29
Ibid Suud, Muhammad. 3 Orientasi Kesejahteraan Sosial. Jakarta: Prestasi Pustaka. 2006. h. 2 & h. 3.
27
Kesejahteraan Sosial ialah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir batin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhankebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila.30 Kesejahteraan Sosial, keadaan sejahtera pada umumnya, yang meliputi keadaan jasmaniah, rohaniah, sosial dan bukan hanya perbaikan dan pemberantasan keburukan sosial tertentu saja; jadi merupakan suatu keadaan dan kegiatan. 31 … suatu keadaan sejahtera secara sosial tersusun dari tiga unsur sebagai berikut. Itu adalah, pertama, setinggi apa masalah-masalah sosial dikendalikan, kedua, seluas apa kebutuhan-kebutuhan dipenuhi, dan terakhir, setinggi apa kesempatan-kesempatan untuk maju tersedia. Tiga unsur ini berlaku bagi individu-individu, keluarga-keluarga, komunitas-komunitas, dan bahkan seluruh masyarakat. 32 Dari defenisi-defenisi kesejahteraan sosial yang telah disebutkan di atas, kita dapat membedakan mana yang merupakan kebaikan pada umumnya (well being) dan mana yang merupakan kesejahteraan sosial (social welfare).
Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagaimana yang telah dikutip oleh Sumarnonugroho (1991:32), sebagai lembaga yag lebih bersifat praktis daripada akademis, mengemukakan pada tahun 1959 bahwa kesejahteraan sosial adalah:
… suatu kegiatan yang terorganisasi dengan tujuan membantu penyesuaian timbal balik antara individu- individu dengan lingkungan sosial mereka. Tujuan ini dicapai secara saksama memalui teknikteknik dan metode-metode dengan maksud agar supaya memungkiknkan individu-individu, kelompok-kelompok, maupun komunitas-komunitas memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan memecahkan masalah-masalah penyeseuaian diri mereka terhadap perubahan pola-pola masyarakat, serta melalui tindakan kerja sama untuk memperbaiki kondisi-kondisi ekonomi dan sosial. 30
Pemerintah dan DPR RI, Undang-Undang Republik Indonesia No. 6 Tahun 1974. Suud, Muhammad. 3 Orientasi Kesejahteraan Sosial. Jakarta: Prestasi Pustaka. 2006. h. 5. 32 Ibid Suud, Muhammad. h. 5. 31
28
… kesejahteraan sosial dapat didefinisikan sebagai kegiatan-kegiatan yang terorganisasi bagi peningkatan kesejahteraan sosial melalui menolong orang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam beberapa bidang seperti kehidupan keluarga dan anak, kesehatan, penyesuaian sosial, waktu senggang, standar-standar kehidupan, dan hubungan-hubungan sosial. Pelayanan-pelayanan kesejahteraan sosial member perhatian terhadap individu-individu, kelompok-kelompok, komunitas-komunitas, dan kesatuan-kesatuan penduduk yang lebih luas. Pelayanan-pelayanan ini meliputi perawatan, penyembuhan, dan pencegahan. Dari uraian di atas, jelaslah bahwa kesejahteraan sosial didefinisikan secara berbeda-beda oleh para ahli dan contoh-contoh tersebut masih dapat dilanjutkan lagi degan batasan-batasan lainnya sehingga akan kompleks. Yang ingin dijelaskan di sini adalah dua hal sebagai berikut. Pertama adalah mengklasifikasi definisi-definisi agar menjadi lebih mudah dipahami. Untuk maksud ini akan digolongkan definisi-definisi tersebut menjadi tiga kelompok, yaitu: kesejahteraan sosial sebagai kondisi, kesejahteraan sosial sebagai kegiatan atau pelayanan, dan kesejahteraan sosial sebagai ilmu.33
Kedua adalah mengkritisi definisi-definisi tersebut. Dalam konteks ini perlu adanya pemahaman yang hati-hati terhadap keluasan beberapa batasan kesejahteraan sosial tersebut, khususnya batasan kesejahteraan sosial yang tertuang dalam UU RI No. 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial, dalam mana kesejahteraan meliputi aspek perkehidupan sosial, materiil dan spiritual, dan aspek pemenuhan kebutuhan baik jasmaniah, rohaniah, maupun sosial.
Sebagai suatu sistem, kesejahteraan sosial terdiri dari beberapa komponen, 33
yaitu
pendidikan,
kesehatan,
Ibid. Suud, Muhammad. h. 11.
29
pemeliharaan
pengahasilan,
perumahan, pelayanan kerja, dan pelayanan sosial personal.34 Dalam konteks Indonesia, perlu ditambahkan lag komponen agama. Jika dilihat seperti ini, maka kesejahteraan sosial bisa dianggap sebagai bidang dan dalam bidang ini dipraktekkan berbagai macam profesi seperti guru, dokter, pekerja sosial, dan sebagainya.
2. Sasaran Ilmu Kesejahteraan Sosial
Dalam dunia keilmuan, telah diterima adanya asumsi bahwa suatu ilmu selalu membahas suatu sasaran tertentu. Dalam sasaran yang sama terdapalah rumpun ilmu yang serupa. Sasaran itu bisa berupa benda mati dalam alam semesta ini seperti batu, fosil dan sebagainya atau suatu gejala sosial dalam masyarakat seperti kemiskinan, kesejahteraan, keadilan, dan lain sebagainya. Kelompok sasaran yang pertama merupakan kajian dari ilmu alam, sedangkan kelompok sasaran yang kedua merupakan kajian dari ilmu sosial.35
Dilihat dari pembelahan kelompok sasaran tersebut, kesejahteraan sosial kiranya termasuk dalam rumpun ilmu sosial. Ketika kita mulai mendefinisikan suatu bidang penyelidikan ilmiah, seperti bidang ekonomi, kita mengenali suatu kelas fenomena untuk dipelajari. Horton dan Hunt merumuskan ilmu sebagai sekumpulan pengetahuan yang telah diverifikasi dan terorganisasi yang diperoleh malalui penelitian ilmiah.
Batasan lain yang mengarahkan perhatian kita pada kelompok sasaran yang kedua dikemukakan oleh Selingman yaitu sebagai berikut: 34 35
Ibid. Suud, Muhammad. h. 14 & h. 15. . Ibid. Suud, Muhammad. h. 20.
30
… dengan demikian gejala-gejala yang berhubungan dengan kegiatankegiatan kelompok biasanya disebut gejala-gejala sosial, dan ilmu yang menggolong-golongkan dan menafsirkan kegiatan-kegiatan demikian adalah ilmu-ilmu sosial. Jadi ilmu-ilmu sosial dapat didefinisikan sebagai segenap ilmu jiwa dan budaya yang mempelajari kegiatan-kegiatan individu sebagai anggota dari suatu kelompok. Sasaran ilmu kesejahteraan sosial meliputi beberapa hal di bawah ini:36
3. Kondisi kesejahteraan (individu, kelompok, dan komunitas) 4. Aktivitas kesejahteraan 5. Kebutuhan (pelayanan sosial) 6. Fakta kesejahteraan 7. Institusi atau organisasi pelayanan sosial, dan 8. Negara kesejahteraan
2.1
3 Orientasi Kesejahteraan Sosial
Adapun 3 orientas kesejahteraan sosial yang dalam prakteknya dapat terjadi pertautan antar ketiganya. Masing-masing adalah.37
d. Oreintasi
Akademik,
mengemban
tugas
memprediksikan
dan
memecahkan masalah secara teoritis. Ilmu kesejahteraan sosial diharapkan menunjukkan kompetensinya membina teori-teori, baik dalam mengembangkan meta teori (pembinaan dan pengembangan teori tentang teori dan hipotesa teori) maupun teori praktek (penciptaan model-model peecahan masalah).
36 37
Ibid. Suud, Muhammad. h. 22. Ibid. Suud, Muhammad. h. 23.
31
e. Orientasi Klinis, mengemban tugas mengarahkan tinjauan teoritik pada prediksi ilmu pada sistem klien, mencakup kegiatan diagnose klien dan keterlibatan terhadap pemecahan masalah. f. Orientasi Strategik, mengemban tugas memandang masalah yang ada di luar sistem klien. Sumber daya atau lingkungan di luar diri klien berpengaruh terhadap pemecah masalah klien.
Yang perlu doperhatikan di sini adalah bahwa teori praktek yang diemban oleh oreintasi akademik di atas memiliki hubungan yang sangat erat dengan orientasi klinik tersebut. Keeratan antar keduanya dapat dilihat dari bagaimana metode-metode pekerjaan sosial, seperti case work, group work, dan community work, ditopang oleh teori-teori praktek pekerjaan sosial yang berbeda-beda pula. Oleh karena itu bisa dimengerti bahwa pekerjaan sosial itu identik dengan kesejahteraan sosial.
Gambar 1 Interaksi Orientasi Kesejahteraan Sosial
32
C. Pengertian Dampak
Pengertian dampak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang atau benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan, atau perbuatan seseorang. 38 Sedangkan menurut kamus Indonesia-Inggris, dampak merupakan suatu benturan atau pengaruh yang kuat (baik negatif maupun positif) antara dua benda atau manusia sehingga menyebabkan perubahan yang berarti pada momentum atau sistem yang berbenturan tersebut. Pengertian dampak lainnya adalah sesuatu yang merupakan akhir atau hasil suatu peristiwa (perbuatan atau keputusan).39
Menurut Badudu dan Zain, pengertian dampak adalah sebagai berikut :
1. Daya yang menyebabkan sesuatu terjadi 2. Sesuatu yang dapat membentuk atau mengubah sesuatu yang kain 3. Tunduk atau mengikuti karena kuasa atau kekuatan orang lain
Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dampak merupakan suatu daya yang dapat membentuk atau mengubah sesuatu yang lain. Maka pengertian dampak dari retail modern terhadap kesejahteraan pedagang pasar tradisional dapat diartikan sebagai daya yang dapat merubah keberlangsungan yang biasa terjadi di pasar tradisional, baik dari segi pendapatan, penjualan, dan lain sebagainya.
38 39
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: 2001. h. 849 Gunadi, YS. Himpunan Istilah Komunikasi, Jakarta: PT. Gramedia Indonesia. 1998. h. 85
33
1
BAB III PROFIL DAN SEJARAH PASAR CIPUTAT
A. Latar Belakang 1. Sejarah Singkat Pasar Ciputat
Secara sistematis, pasar tradisional ciputat tidak terklasifikasi secara rapih dalam hal latar belakang atau literatur sejarahnya. Namun menurut Ardani, S.E (kepala pasar), dahulu pada awalnya ada tiga lokasi pasar tradisional. Pertama pasar ciputat, kedua pasar desa cipayung, dan yang ketiga adalah pasar Pemda (Pemerintah Daerah). Ketiga lokasi tersebut berada pada kawasan desa. Pada tahun 1992 terjadi kebakaran pada ketiga pasar tersebut, lalu kemudian atas desakan pedagang melalui Kumpulan Pedagang (KOPAH), ketiga pasar tersebut kembali dibangun dan dielaborasikan menjadi satu nama, yaitu pasar ciputat.
Seiring dengan situasi dan kondisi perkembangan pembangunan yang ada di Kabupaten Tangerang pada tahun 1994, Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang melaksanakan Perjanjian Kerjasama dengan PT. Betania Multi Sarana dalam Pembangunan Pusat Perbelanjaan dan Peremajaan Pasar serta Terminal Ciputat. Kerjasama ini didasarkan pada Perjanjian Kerjasama Bersyarat No. 551.22/1755-Um/1992 dan No. 004/BMS/VI/1992 tentang Kerjasama Pembangunan Pusat Perbelanjaan dan Peremajaan Pasar serta
2
Terminal Ciputat antara Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang dengan PT. Betania Multi Sarana.1
Pada tahun 1988 PEMDA Kabupaten Tangerang mengalihfungsikan panti asuhan tersebut menjadi pasar, karena pada saat itu Ciputat telah menjadi pusat lalu lintas utama menuju kota Jakarta dan dinilai butuh sebuah pasar yang mapan dan efektif untuk menjadi sebuah pasar tradisional. Pada awal berdirinya, pasar ini hanya beroperasi dua minggu sekali, kemudian berkembang menjadi seminggu sekali, hingga kini menjadi 24 jam, dengan luas sekitar 70 meter.
Memasuki periode 90-an Pasar Ciputat dibangun menjadi tiga lantai dengan luas sekitar 500 meter membentang panjang sepanjang Jalan Aria Putera. Wilayah Pasar Ciputat meliputi Masjid Agung Al Jihad, Kantor Ranting Veteran, Niagara Teater, Alfa Midi dan ruko-ruko. Pasar Ciputat kini terus berkembang seiring dengan semakin banyak perubahan yang dialami oleh kotanya sendiri. Contohnya dengan kehadiran fly-over yang dibangun pada 2007, memberikan respon yang positif terhadap pengguna jalan yang selalu melintasi Ciputat. Hal lainnya adalah adanya kantor Pegadaian di pinggir pasar. Ironisnya, kini Pasar Ciputat diwarnai dengan hadirnya mini market seperti Alfa Mart dan Alfa Midi di tengah-tengah pasar. Di sekitar
1
Kajian dan Evaluasi Pasar Ciputat. Perusahaan Daerah Pasar Niaga Kerta Raharja Kabupaten Tangerang.
3
Pasar Ciputat juga terdapat pusat-pusat perbelanjaan seperti Ramayana, carrefour dan Plaza Ciputat.2
2. Perkembangan Pasar Ciputat
Pasar Ciputat mengalami perkembangan lain terkait dengan penetapan klasifikasi pasar, berdasarkan Surat Keputusan Bupati Tangerang No. 511.2/Kep.249-Huk/2004 tentang Penetapan Klasifikasi Pasar Daerah Kabupaten Tangerang. Pasar Ciputat dikategorikan sebagai Pasar Kelas I di mana sifat kegiatan yang dimiliki bercorak eceran dan waktu kegiatan yang dilakukan adalah siang dan malam.3
Berdasarkan
Undang-Undang
No.
51
Tahun
2008
tentang
Pembentukan Kota Tangerang Selatan maka penyerahan asset dan dokumen kepada Pemerintah Tangerang Selatan dari Kabupaten Tangerang dilakukan paling lambat lima tahun sejak pelantikan Pejabat Walikota. Pelantikan Pejabat Walikota sendiri telah dilaksanakan pada tanggal 24 Januari 2009 oleh Menteri Dalam Negeri Mardiyanto berdasarkan SK. Mendagri No. 131.36-883 tahun 2009.4
Berdasarakan Undang-Undang No. 51 tahun 2008 tersebut, Pasar Ciputat bisa dikategorikan sebagai asset milik Pemerintah Kota Tangerang Selatan karena dikelola oleh BUMD Kabupaten Tangerang yang kedudukan, kegiatan, dan lokasinya berada di Kota Tangerang Selatan. Dalam Undang-
2
Dwi Anggraini Puspa Ningrum, Rona Pasar Ciputat, Ciputat, Tangerang Selatan. Artikel diakses pada tanggal 18 Oktober 2010 dari www.akumassa.co.id. 3 Kajian dan Evaluasi Pasar Ciputat. PD. Pasar Niaga Kerta Raharja Kab. Tangerang. 4 Ibid
4
Undang tersebut telah diatur bahwa yang dimaksud asset dan dokumen meliputi.5
a. Barang milik dan atau yang dikuasi baik barang bergerak maupun tidak bergerak dan atau yang dimanfaatkan oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan yang berada dalam wilayah Kota Tangerang Selatan. b. BUMD Kabupaten Tangerang yang kedudukan, kegiatan, dan lokasinya berada di Kota Tangerang Selatan. c. Utang piutang Kabupaten Tangerang yang kegunaannya untuk Kota Tangerang Selatan. d. Dokumen dan arsip yang karena sifatnya diperlukan oleh Kota Tengerang Selatan.
3. Permasalahan Pasar Ciputat
Seiring dengan dinamika dan perkembangannya, Pasar Ciputat saat ini dihadapkan pada sejumlah persoalan krusial, antara lain:
a. Permasalahan Hukum
Permasalahan hukum yang dialami Pasar Ciputat mencakup:
a.1. Status Kepemilikan Secara Hukum
Pokok masalah dalam hal status kepemilikan adalah belum diserahkannya aset Pasar Ciputat oleh Pemerintah Daerah Kabupaten 5
Ibid
5
Tangerang kepada Pemerintah Kota Tangerang Selatan. Berdasarkan UU No. 51 tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan, semua aset yang kedudukan, kegiatan, dan lokasinya berada di Kota Tangerang Selatan harus diserahkan kepada Pemerintah Kota Tangerang Selatan paling lambat 5 tahun sejak pelantikan Pejabat Walikota. Pasar Ciputat merupakan aset daerah yang dikelola PD. Pasar Niaga Kerta Raharja (BUMD) Kab. Tangerang yang kedudukan, kegiatan, dan lokasinya berada di Kota Tangerang Selatan.
a.2. Sengketa atau konflik dengan PT. Betania Multi Sarana
Terkait Pemenuhan Hak Pungut Restribusi Pasar dan Parkir. Pokok masalah dalam sengketa atau konflik ini belum terpenuhinya Hak Pihak I (Pemda Kabupaten Tangerang) dalam pemungutan restribusi pasar dan parkir sebagaimana diatur dalam Perjanjian Kerjasama Bersyarat No. 551.22/1755-Um/1992 dan No. 004/BMS/VI/1992 tentang Kerjasama Pembangunan Pusat Perbelanjaan dan Peremajaan Pasar serta Terminal Ciputat antara Pemda Kabupaten Tangerang dengan PT. Betania Multi Sarana.
Berdasarkan Perjanjian Kerjasama Bersyarat tersebut, telah ditugaskan bahwa hak pengelolaan pasar dan bangunan lainnya tetap menjadi milik Pemda Kabupaten Tangerang. Semenatara itu, PT. Betania Multi Sarana selaku developer hanya memiliki hak pemakaian (pemanfaatan atau penggunaa bangunan) selama masa perjanjian (30 tahun) kecuali untuk pungutan pajak dan retribusi.
6
Berdasar pada Surat Peringatan I PD. Pasar Niaga Kerta Raharja tertanggal 26 Agustus 2010 yang ditujukan kepada PT. Betania Multi Sarana selaku Developer Pembangunan Pusat Perbelanjaan dan Peremajaan Pasar serta Pasar Ciputat, kerugian retribusi untuk Pasar dan Parkir yang dialami Pemda Kabupaten Tangerang selama 12 tahun (1997-2009) adalah sebesar Rp. 6.480.432.000.
Konflik antara Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang dengan PT. Betania Multi Sarana muncul karena adanya perbedaan penafsiran antara kedua belah pihak terutama terhadap hak pengelolaan pasar dan penerimaan retribusi parkir. Hingga saat ini masalah tersebut belum terselesaikan.
b. Permasalahan Sosial Ekonomi
Permasalahan sosial ekonomi pasar ciputat mencakup:
b.1 Persaingan yang ketat dengan pusat perbelanjaan modern. Pasar Ciputat
mengalami
persaingan
ketat
dengan
sejumlah
pusat
perbelanjaan modern yang semakin menjamur seiring dengan pertumbuhan Kota Tangerang Selatan. Di wilayah Ciputat dan sekitarnya, setidaknya telah berdiri sejumlah pusat perbelanjaan modern seperti Giant, Carrefour, Ramayana, dan beberapa retail modern lainnya. Keberadaan pusat perbelanjaan modern ini cenderung menyebabkan menurunnya omset penjualan Pedagang Pasar Ciputat.
7
b.2. Pergeseran pola hidup masyarakat ke-arah selera dan tuntutan yang lebih modern yang umumnya disediakan oleh pusat perbelanjaan modern.
b.3. Tuntutan konsumen terhadap kebutuhan keamanan dan ketertiban.
b.4. Pemahaman masyarakat konsumen pada pedagang pasar terhadap tata tertib pasar dan aturan-aturan lainnya (parkir, sampah, wilayah belanja dan dagang) reltif masih rendah.
b.5. Hubungan yang kurang harmonis antara pengelola pasar dengan pedagang akibat intervensi pihak-pihak lain.
c. Permasalahan Sosial Lingkungan
Keberadaan Pasar Ciputat menimbulkan persoalan lingkungan tersendiri, antara lain seperti tumpukan sampah di area sekitar pasar. Menumpuknya sampah ini disebabkan karena belum tersedianya fasilitas Tempat Pembuangan Sampah (TPS) di Pasar Ciputat. Selain berdampak pada menurunnya kualitas sanitasi lingkungan, menumpuknya sampah juga menyebabkan menurunnya omset penjualan para pedagang. Meskipun telah dioperasikan mesin pengahancur sampah melalui Sistem Pengolahan Sampah Terpadu, tetapi masalah penumpukan sampah masih terjadi.
Selain persoalan menumpuknya sampah, keberadaan Pasar Ciputat juga menjadi salah satu titik rawan kemacetan di Kota Tangerang Selatan. Menjamurnya para pedagang kaki lima (PKL) di sekitar area pasar semakin
8
menjadikan kawasan pasar tersebut tidak tertata dengan baik. Arus lalu lintas menjadi semakin macet karena belum tersedianya terminal sebagai tempat transit bus dan angkutan umum.
d. Manajemen
Permasalahan manajemen Pasar Ciputat mencakup beberapa hal, yaitu:
d.1. Hak Pengelolaan antara Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang dengan Pemerintah Kota Tangerang Selatan. Dengan terbentuknya Kota Tangerang Selatan, maka seluruh aset dan dokumen yang kedudukan, kegiatan, dan lokasinya berada di Kota Tangerang Selatan seharusnya diserahkan kepada Pemerintah Kota Tangerang Selatan paling lambat 5 tahun sejak pelantikan pejabat walikota. Proses penyerahan
aset
yang
belum
selesai
ini
berdampak
pada
mengambangnya status hukum dari PD yang mengelola pasar.
d.2. Hak Pengelolaan antara Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang dengan Developer. Berdasarkan Perjanjian Kerjasama Bersyarat No. 551.22/1755-Um/1992 dan No. 004/BMS/VI/1992, telah ditegaskan bahwa hak pengelolaan pasar dan bangunan lainnya tetap menjadi milik Pemda Kab. Tangerang. Sementara itu, Developer hanya memliki hak pemakaian (pemanfaatan atau penggunaan bangunan) selama masa perjanjian (30 tahun) kecuali untuk pungutan pajak dan retribusi.
9
4. Aspek Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan
Pengertian tehadap aspek sosial dan lingkungan pasar tradisional ciputat, dapat diartikan suatu pola hubungan antar manusia sebagai individu maupun komunitas baik yang berada di dalam pasar maupun dari wilayah sekitarnya dengan komponen lingkungan pasar tradisional ciputat yang dilihat sebagai suatu kesatuan lingkungan hidup.
UU No. 23/1997 menjelaskan bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk lain. Lingkungan hidup itu juga merupakan sebuah sistem yang utuh, kolektivitas dari serangkaian subsistem yang saling berhubungan, saling tergantung, dan fungsional satu sama lain, sehingga membentuk suatu kesatuan sistem.
a. Daya Dukung dan Daya Tampung Pasar Ciputat
Pasar ciputat berdiri dengan tiga lantai, yaitu lantai basement, lantai dasar, dan lantai atas. Tersebar atas dua bagian, yaitu Pasar Barat dan Pasar Timur. Dipadati oleh pedagang yang berasal dari berbagai wilayah yang mayoritas berasal dari ciputat dan sekitarnya. Selain itu terdapat juga pedagang yang berasal dari luar Jakarta, seperti Padang, Banten, Jawa, dan lain-lain.
Lantai basement Pasar Ciputat banyak di isi oleh pedagang sembako (sembilan bahan pokok) dan sayur, lantai dasar di isi oleh pedagang baju,
10
sepatu, dan toko lain. Sedangkan pada lantai satu hampir sama dengan lantai dua yang kebanyakan pedagangnya penjual baju, sepatu, pakaian dalam, kain, dan kerudung. Di lantai atas ada beberapa pedagang yang mengisi namun banyak juga kios-kios yang kosong tidak ditempati. Sebagian besar pada lantai ini di isi oleh pedagang pakaian.
Di bawah pemisah bangunan Pasar Barat dan Pasar Timur terdapat pedagang kaki lima (PKL) sampai sepanjang jalan H. Usman. Berbagai komoditi yang didagangkan antara lain, ikan basah, ayam, daging, sembako, dan komoditi non-pangan seperti pakaian, sandal, mainan anak dan lainnya. Secara keseluruhan bangunan pasar berdiri di atas tanah seluas 5.670 m2 dengan luas bangunan 14.516 m2.
Untuk menggambarkan daya dukung ruang dagang yang terdapat dalam bangunan pasar ciputat seluas 14.516 m2 tersebut, maka dapat dilihat pembagiannya sebagai berikut:
a.1. Lantai Basement terdiri dari : a.1.1. Blok AK yang berisi kios-kios (terletak di pasar timur) a.1.2. Blok BK yang berisi kios-kios (terletak di pasar barat) a.1.3. Blok BL yang berisi los (terletak di pasar barat) a.2. Lantai Dasar, terdiri dari : a.2.1. Blok CK yang berisi kios-kios (terletak di pasar timur) a.2.2. Blok DK yang berisi kios-kios (terletak di pasar barat)
11
a.3 Lantai Atas, terdiri dari : a.3.1. Blok EK yang berisi kios-kios (terletak di pasar timur) a.3.2. Blok FK yang berisi kios-kios (terletak di pasar timur) a.3.3. Blok GK yang berisi kios-kios (terletak di pasar barat) b. Ekosistem Pasar Ciputat
Pasar Ciputat terletak di Kecamatan Ciputat yang merupakan bagian daro Kota Tangerang Selatan yang mempunyai luas wilayah 14.729 km2. Terbentuknya Kota Tangerang Selatan sebagai kota baru, dengan sendirinya telah membuat lingkungan di Pasar Ciputat mengalami banyak perkembangan. Dengan letak geografis yang cukup strategis, berbatasan dengan kota Depok dan DKI Jakarta, dan dengan kompleksitas masyarakat yang ada, ciputat telah menjadi wilayah yang semakin dinamis baik dari segi kemasyarakatan maupun pembangunan. Beberapa komponen yang juga mempengaruhi perkembangan tersebut antara lain ialah :
b.1. Adanya pembangunan fly over b.2. Pertambahan jumlah penduduk b.3. Sistem lalu lintas jalan, dan b.4. Pertumbuhan pusat-pusat perdagangan baru c)
Penduduk
Penduduk Ciputat saat ini telah berjumlah sebanyak 151.199 jiwa, terdiri dari 78.000 perempuan, dan 73.199 laki-laki. Laju pertumbuhan
12
penduduk Tangerang Selatan, Banten, pada tahun 2010 meningkat tajam dibandingkan tahun sebelumnya. Yaitu dari 1.1 juta jiwa pada tahun 2009, meningkat menjadi 1.3 juta jiwa.6
Dilihat dari perkembangan jumlah penduduk dan kecenderungan peningkatannya, maka masyarakat yang akan berinteraksi dengan pasar ciputat akan semakin beragam klas sosial maupun kesukuannya. Sehingga berbagai faktor yang akan berpebngaruh terhadap kepentingan masyarakat itupun akan berdampak kepada cara berinteraksi masyarakat tersebut dengan pasar.
Hal-hal yang termasuk hambatan di dalam pembangunan ciputat antara lain adalah.7
c.1. Jumlah penduduk yang padat c.2. Kemacetan dan kesemrawutan lalu lintas c.3. Pengaruh kehidupan Kota Jakarta c.4. Tingginya migrasi yang masuk d)
Sampah
Dalam sehari dketahui bahwa sampah yang diproduksi dari pasar ciputat sekitar 24 meter kubik. Dari jumlah tersebut, selain berasal dari pasar, sampah juga datang dari penduduk sekitar yang membuang sampahnya di tempat penampungan yang ada. 6
Jumlah Penduduk Ciputat. Artikel diakses pada tanggal 24 November Http://Batavia.co.id.2010/GubernurBanten.html. 7 Rencana Strategis Kecamatan Ciputat tahun 2010.
2010 dari
13
e)
Lalu Lintas dan Jalan
Dari jenis-jenis jaringan dan jalan yang terdapat di Kota Tangerang Selatan, yaitu :
e.1. Jalan arteri primer e.2. Jalan arteri sekunder e.3. Jalan kolektor primer e.4. Jalan kolektor sekunder e.5. Jalan lokal primer e.6. Jalan lokal sekunder Dan dapat diketahui pula bahwa pasar ciputat di kelilingi oleh jalan-jalan sebagai berikut:
e.1.1. Jalan Dewi Sartika. Merupakan campuran jalan fly over dan jalan berjalur lambat. Jalan fly over ini tergolong jenis jalan arteri sekunder, di mana jalan ini dirancang berdasrkan kecepatan rencana paling rendah 30 km/jam. Lebar jalan tidak kurang dari 8 meter, lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat. Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan tidak diizinkan pada jam sibuk. Sedangkan jalan Dewi Sartika adalah jalur lambat dan tergolong jalan kolektor primer.
Jaringan jalan ini digunakan mulai dari batas menuju DKI ke Ciputat Timur dan sebaliknya, mulai dari awal jalan Dewi Sartika menuju Ciputat
14
Timur. Kondisinya sangat padar dilalui oleh bus-bus penumpang besar dan angkutan umum yang kadang berhenti di ujung jalan masuk fly over.
e.2.1. Jalan Aria Putra. Merupakan jalan kolektor sekunder yang menghubungkan antara satu kawasan sekunder dengan kawasan lainnya. Lebar badan kurang lebih 7 meer. Menurut ketentuannya, kecepatan paling rendah adalah 20 km/jam dan kendaraan angkutan berat tidak diizinkan.
e.2.2. Jalan H. Usman.(batas tanah sisi utara POS GIRO atau Kantor Urusan Agama). Merupakan jalan lokal sekunder menghubungkan antar kawasan dan perumahan. Jalan ini dibuat untuk rencana kecepatan paling rendah 10 km/jam. Lebar jalan ini kurang lebih adalah 5 meter, dalam ketentuannya, kendaraan angkutan barang dan bus tidak diizinkan melalui jalan ini.
f)
Pusat Perdagangan Lain
Wilayah pasar ciputat yang meliputi Masjid Agung Al-jihad, Kantor Ranting Veteran, Niagara Teater kini terus berkembang seiring dengan semakin banyak perubahan yang dialami oleh kotanya itu sendiri. Dengan adanya fly over yang dibangun pada tahun 2007, telah memberikan pengaruh terhadap tumbuhnya kegiatan-kegiatan perekonomian baru. Saat ini, di tengah-tengah pasar ciputat muncul berbagai bentuk retail modern seperti Alfa Mart dan Alfa Midi.
1
BAB IV ANALISIS DAMPAK RETAIL MODERN TERHADAP KESEJAHTERAAN PEDAGANG TRADISIONAL CIPUTAT, TANGERANG SELATAN
Dalam bab ini akan dibahas mengenai temuan dan analisis mengenai Dampak Retail Modern terhadap Kesejahteraan Pedagang Pasar Tradisional Ciputat, Tangerang Selatan. A. Dampak Retail Modern Temuan studi ini menunjukkan adanya penurunan kinerja pedagang pasar tradisional secara keseluruhan. Bab ini menganalisis secara khusus kontribusi retail modern terhadap penurunan tersebut. Analisis kualitatif mengawali diskusi pada bab ini, Para pedagang yakin bahwa di masa mendatang, keberadaan retail modern bakal mengganggu keberadaan pasar tradisional karena produk yang dijual tidak berbeda dengan harga yang sama atau bahkan lebih rendah. Terlebih lagi, fasilitas dan infrastruktur di retail modern menjamin tersedianya rasa aman dan kenyamanan yang lebih baik. Tidak hanya itu, retail modern juga menyediakan potongan harga pada akhir pekan. Dari hasil pengamatan, terdapat beberapa faktor yang dapat menjelaskan mengapa pasar tradisional sampai terkena dampak retail modern. Pertama adalah faktor jarak antara pasar tradisional dan retail modern, di mana pasar tradisional yang berada relatif dekat dengan retail modern, paling banyak terkena dampak. Kedua, faktor yang terpenting adalah karakteristik
2
konsumen pada pasar tradisional. Pasar tradisional yang pelanggan utamanya dari kalangan kelas menengah ke atas, merasakan dampak yang paling besar akibat kehadiran retail modern. Pada tabel 7 diterangkan mengenai jarak antara retail modern dengan lokasi pasar ciputat. Tabel 7 Jarak Retail Modern dan Pasar Ciputat SUPERMARKET TERDEKAT
PASAR TRADISIONAL
Nama
Jarak
Tahun dibuka
Ramayana
200 m
2008
Ciputat, Tangerang
Carrefour
800 m
2008
Selatan
Amanda
100 m
2008
Victoria
30 m
2008
Di dalam pasar
2008
Alfa Mart
Tidak semua jenis pedagang peneliti masukkan dalam penelitian, peneliti membatasi pada 3 jenis komoditi pedagang. Yaitu Pedagang Buah, Pedagan Sayuran, dan Pedagang Pakaian. Adapun jumlah ketiga pedagang yang berjualan pada tahun 2009 - 2010 adalah sebagai berikut: Tabel 8 Jumlah 3 Komoditi Pedagang Pasar Ciputat1
1
NO.
KOMODITI DAGANGAN
JUMLAH
1.
Pakaian
161 Pedagang
2.
Sayuran
15 Pedagang
3.
Buah
22 Pedagang
Perusahaan Daerah Pasar Niaga Kerta Raharja Kabupaten Tangerang, Data Pedagang Aktif Tahun 2009.
3
1. Pedagang Pakaian
Pedagang pakaian yang berjumlah 161 pedagang saat ini masih mengharapakan keadaan yang sama seperti saat awal berjualan dahulu. Mussarudin adalah salah satu pedagang pakaian yang saat ini masih berjualan di pasar ciputat, beliau mengaku telah berdagang pakaian sejak tahun 1998. Dari tahun awal berjualan, beliau mengaku bisa mendapatkan 1 sampai 2 juta perharinya. ”dulu saya bisa berjualan sampai jam 2 atau jam 3 malam karena ramainya pembeli”. Sejak tahun 2005 hingga sekarang, adalah tahun di mana jumlah
pendapatannya
turun hingga
70%.
”kalau
dulu
saya
bisa
berpenghasilan kisaran 2-3 juta, sekarang ngumpulin uang 500 ribu susahnya bukan main”.2
Tabel 9 : Jumlah pendapatan pedagang pakaian dari tahun 2008 hingga 2010 Omzet
Pakaian
2008
1.000.000 – 2.000.000
2009
1.000.0000
2010
200.000 – 300.000
Keberadaan retail modern di pasar ciputat, dirasakan menggangu oleh para pedagang pakaian. Semua pedagang pakaian dan yang menjadi informan penulis mengaku bahwa keberadaan retail modern seperti Ananda, Victoria, Ramayana, dan Plaza Ciputat, sangat berdampak pada turunnya pendapatan mereka.
2
Ketidakmampuan bersaing dalam
wilayah fasilitas belanja,
Wawancara Pribadi dengan Mussarudin. Salah Satu Pedagang Pakaian Pasar Ciputat. 15 November 2010.
4
merupakan faktor dominan kenapa keberadaan pedagang pakaian di pasar ciputat perlahan-lahan mulai ditinggalkan oleh para pelanggannya.
2. Pedagang Sayuran
Pedagang sayuran yang ada di pasar ciputat terhitung sedikit jumlahnya, menurut data yang diambil dari PD. Pasar Niaga, jumlah pedagang sayuran yang ada di pasar ciputat berjumlah 15 pedagang. Lokasi berjualan mereka terpisah dibeberapa lokasi pasar, jenis sayuran yang dijual pun berbeda jenis diantara sesama pedagang yang lain. Ibu Titiek merupakan salah satu pedagang sayuran di pasar ciputat, beliau berjualan sejak tahun 1998. Tahu, oncom, daun singkong, daun bayam, merupakan diantara jenis barang yang didagangkan Ibu Titiek. Dari tahun 1998 sampai 2005, omzet yang didapatkan Ibu Titiek bisa mencapai 500 – 800 ribu/hari. Namun sejak tahun 2005 hingga sekarang, barang dagangan Ibu Titiek hanya dapat menghasilkan omzet sekitar 100 – 200 ribu/hari.3
Tabel 10 : Jumlah pendapatan pedagang sayuran dari tahun 2008 hingga 2010 Omzet
Sayuran
2008
1.000.000 – 1.500.000
2009
500.000 – 1.000.000
2010
100.000 – 200.000
Keberadaan retail modern sebenarnya tidak terlalu berdampak signifikan terhadap pedagang sayuran yang berjualan di pasar ciputat. Alasan 3
Waancara Pribadi dengan Titiek. Salah Satu Pedagang Sayuran Pasar Ciputat. 15 November 2010.
5
lain yang ditemukan mengenai kenapa terjadi penurunan jumlah pendapatan dan kondisi kesejahteraan pada pedagang sayuran adalah sebagai berikut :
a. Meningkatnya harga bahan bakar minyak yang berimbas pada naiknya harga sayur-sayuran, sehingga mengakibatkan turunnya permintaan atau daya beli masyarakat. b. Tidak terkelolanya pasar tradisional dengan baik sehingga mengakibatkan malasnya konsumen untuk datang berbelanja di pasar tradisional. c. Tidak adanya pengaturan harga pasti diantara sesama pedagang, sehingga pedagang yang mampu menjual termurahlah yang bisa didatangi konsumen.
3. Pedagang Buah
Buah merupakan komoditas penting, yang di mana keperluan manusia untuk memakan buah telah menjadikannya gaya hidup. Buah merupakan asupan vitamin yang diperlukan manusia setiap harinya, sehingga tidak heran usaha menjual berbagai jenis buah merupakan sebuah kegiatan usaha yang berpotensi untung.
Pedagang buah di pasar ciputat terhitung sedikit jumlahnya, sama seperti pedagang sayuran. Menurut data PD. Pasar Niaga Kerta Raharja, jumlah pedagang buah di pasar ciputat yang tercatat berjumlah sekitar 22 pedagang. Lokasi yang menjadi area berjualan pedagang buah tersebar di seluruh area pasar ciputat.
6
Bapak kiwing merupakan salah satu pedagang buah yang berjualan di pasar ciputat. Beliau telah berjualan buah di pasar ciputat sejak tahun 1990, alasan kenapa beliau berdagang di pasar cipuata adalah karena mudahnya akses pembeli untuk datang ke pasar ciputat.4
Sama halnya dengan pedagang sayuran, pedagang buah juga mengalami penurunan jumlah pendapatan. Dari tahun awal berjualan sampai tahun 2008, omzet yang didapatkan pedagang buah bisa mencapai 1 – 1.5 juta/hari. Namun sejak tahun 2008 hingga sekarang, para pedagang buah hanya dapat menghasilkan omzet sekitar 200 – 300 ribu/hari.
Tabel 11 : Jumlah pendapatan pedagang buah dari tahun 2008 hingga 2010 Omzet
Sayuran
2008
1.000.000 – 1.500.000
2009
500.000 – 1.000.000
2010
100.000 – 200.000
Beberapa faktor yang menyebabkan turunnya pendapatan pedagang buah adalah sebagai berikut :
a. Munculnya retail modern di sekitar area berjualan pedagang buah di pasar ciputat. b. Meningkatnya harga bahan bakar minyak yang berimbas pada naiknya harga sayur-sayuran, sehingga mengakibatkan turunnya permintaan atau daya beli masyarakat. 4
Wawancara Pribadi dengan Kiwing. Salah Satu Pedagang Buah Pasar Ciputat. I5 November 2010.
7
c. Tidak terkelolanya pasar tradisional dengan baik sehingga mengakibatkan malasnya konsumen untuk datang berbelanja di pasar tradisional. d. Tidak adanya pengaturan harga pasti diantara sesama pedagang, sehingga pedagang yang mampu menjual termurahlah yang bisa didatangi konsumen.
B. Sifat Persaingan Dalam Pasar
Tabel 12 mencatat tentang persentase dari parsaingan dan strategi yang ada di Pasar Ciputat. Tabel 12. Persaingan dan Strategi (%) Pesaing Terberat
%
Strategi untuk Menarik Pembeli
%
Ramayana
32,9 Sopan-santun
37,6
Victoria
27,5 Menjamin kualitas barang
19,9
Ananda
17,9 Diskon
12,8
Plaza Ciputat
5.4
Menambah keanekaragaman produk
9.1
Mini Market
2.5
Pengelolaan barang yang lebih baik
3.4
Pedagang Asongan
1.0
Prioritas bagi pembeli rutin
2.5
Tabel 13 menerangkan tentang perubahan omzet pedagang pada tahun 2008 hingga sekarang. Tabel 13. Rata-rata Perubahan Proporsional dalam Keuntungan dan Omzet Pedagang di Pasar Tradisional, 2008 – 2010 Metode DiD Omzet
Pakaian
Sayuran
Buah
2008
1.000.000 – 2.000.000
1.000.000 – 1.500.000
1.000.000 – 1.500.000
2009
1.000.0000
500.000 – 1.000.000
500.000 – 1.000.000
8
2010
200.000 – 300.000
100.000 – 200.000
200.000 – 300.000
C. Manajemen atau Pengelolaan Aspek manajemen yang dianalisis dalam bab ini adalah terkait dengan permasalahan dan analisanya tentang organisasi dan sistem manajemen yang diterapkan dalam pengelolaan pasar ciputat. Beberapa masalah yang ditemukan dan terkait dengan aspek manajemen adalah sebagai berikut : 1. Manajemen pasar belum merupakan satu kesatuan kerja. Dalam konteks ini manajemen masih dilaksanakan secara terpisah dan belum menjadi satu kesatuan. Beberapa unit manajemen yang terdapat dalam pasar meliputi unit pengelola pasar, unit pengelola keamanan, unit pengelola perparkiran, dan unit pengelola kebersihan. Dari aspek unit pengelola pasar,
pengelolaan
pasar
ciputat
dilaksanakan oleh PD. Pasar Niaga Kerta Raharja yang merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemerintah Kabupaten Tangerang. Hal ini sesuai dengan kewenangan yang dimiliki oleh PD. Pasar Niaga Kerta Raharja dalam melakukan pengelolaan Pasar Ciputat. Dari unit pengelolaan keamanan, fungsi keamanan pasar ciputat masih dilaksanakan di luar kendali PD. Pasar Niaga Kerta Raharja. Terpisahnya unit pengelolaan keamanan ini menimbulkan dampak tersendiri di mana fungsi keamanan dalam upaya mewujudkan keamanan dan ketertiban pasar ciputat cenderung tidak optimal.
9
Dari unit pengelolaan parker, fungsi perparkiran pasar ciputat masih dilakukan secara terpisah di luar unit pengelola pasar. Pengelolaan parker yang dilakuka secara terpisah cenderung menyebabkan tidak optimalnya fungsi perparkiran baik dari sisi tanggungjawab keamanan kendaraan yang diparkir serta tidak optimalnya penerimaan retribusi parker yang diterima oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang. Tidak optimalnya fungsi perparkiran juga berpotensi mengganggu ketertiban dan kelancaran lalu lintas kendaraan yang berada di sekitar pasar. Selain itu berpotensi juga mengurangi minat masyarakat yang ingin berkendara pribadi menuju pasar ciputat. Dari aspek unit pengelola kebersihan, fungsi pengelola kebersihan masih dilakukan secara terpisah dari PD. Pasar Niaga Kerta Raharja. Pengelolaan kebersihan yang dilakukan secara terpisah tersebut berdampak pada tidak optimalnya fungsi kebersihan pasar. Hingga saat ini, masalah penumpukan sampah di pasar ciputat belum dapat diselesaikan dengan baik. Menumpuknya sampah di pasar ciputat ini memang disebabkan karena belum tersedianya fasilitas Tempat Pembuangan Sampah (TPS) yang disediakan Kota Tangerang Selatan. Selain berdampak pada menurunnya kualitas sanitasi lingkungan, menumpuknya sampah juga menyebabkan menurunnya omzet penjualan pada pedagang. Meskipun telah dioperasikan mesin penghancur sampah melalui SIPESAT atau Sistem Pengelolaan dan Pengolahan Sampah Terpadu sejak maret 2010, tetapi masalah penumpukan sampah masih terjadi.
10
2. Tidak adanya rentang kendali antara PD Pasar Niaga Kerta Raharja sebagai pengelola pasar ciputat dengan Pemerintah Kota Tangerang Selatan yang cenderung berdampak pada lemahnya fungsi kontrol dan pengawasan dalam pengelolaan pasar. Tabel 14: Analisis SWOT dalam Aspek Pengelolaan FAKTOR INTERNAL KEKUATAN (S)
KELEMAHAN (W)
1 ASPEK PENGELOLAAN
1 ASPEK PENGELOLAAN
Pengalaman pengelola yang cukup lama dalam pengelolaan pasar tradisional
Struktur fungsi operasional pasar yang masih harus disempurnakan untuk memenuhi kebutuhankebutuhan utama dalam ketertiban dan keamanan, pengelolaan sampah dan ancaman kebakaran
2 Kondisi sosial pengelola yang 2 Pengelolaan pasar belum tinggi dengan masyarakat pedagang merupakan suatu kesatuan kerja, fungsi keamanan di luar kendali PD. Pasar FAKTOR EKSTERNAL PELUANG (O)
ANCAMAN (T)
1 ASPEK PENGELOLAAN
2 ASPEK PENGELOLAAN
Restrukturisasi fungsi operasional
2 Kemitraan dalam pengelolaan pasar
Tidak adanya rentang kendali antara PD. Pasar sebagai pengelola dengan pemerintah
sistem 2 Intervensi pihak-pihak tertentu kea rah penguasaan pedagang, pedagang sulit dikendalikan
Tabel 15 coba menggambarkan tentang penyebab lesunya usaha di Pasar Ciputat.
11
Tabel 15. Penyebab Kelesuan Usaha di Pasar Tradisional (%) PENYEBAB
%
Kurangnya jumlah pembeli
67.2
Meningkatnya persaingan dengan pedagang lain
44.8
Meningkatnya persaingan dengan pasar modern
41.8
Kurangnya pengelolaan dari PD Pasar
56.8
Harga lebih tinggi
37.7
Meningkatnya persaingan dengan PKL
32.2
Kondisi pasar yang semakin memburuk
40.8
Catatan: Jawaban dari pedagang yang mengklaim pernah mengalami penurunan omzet dan keuntungan.
1
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Studi ini mengkaji terhadap dampak-dampak dari timbulnya Retail Modern pada Pedagang Pasar Tradisional Ciputat, Tangerang Selatan. Kajian ini utamanya menggunakan analisis dampak dengan metode penelitian kualitatif. Metode kualitatif menggunakan metode analisis SWOT dan metode analisis difference-in-difference (DiD). Metode kualitatif meliputi wawancara mendalam dengan pengelola pasar tradisional dan pedagang pasar tradisional. Dalam studi ini, periode data awal (baseline) ditetapkan pada 2008 untuk menjamin agar pedagang relatif masih memiliki ingatan yang baik akan keadaan pada waktu tersebut. Selain itu, kehadiran retail modern dimulai pada 2008, yang membuat tahun tersebut cocok sebagai baseline. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa keberadaan retail modern merupakan salah satu dampak dari turunnya jumlah pendapatan dan kondisi kesejahteraan pedagang di pasar ciputat. Antara tahun 2008 sampai tahun 2010, ketiga pedagang yang menjadi objek dari penelitian dampak ini mengalami penurunan omzet sampai dengan 70%. Di mana ketiga pedagang tersebut hanya dapat mendapatkan omzet tiga ratus ribu rupiah perharinya, berkurang 70% dari sebelumya. Di mana sebelumnya bisa memperoleh 1 sampai 2 juta rupiah perharinya.
2
Omzet
Pakaian
Sayuran
Buah
2008
1.000.000 – 2.000.000
1.000.000 – 1.500.000
1.000.000 – 1.500.000
2009
1.000.0000
500.000 – 1.000.000
500.000 – 1.000.000
2010
200.000 – 300.000
100.000 – 200.000
200.000 – 300.000
Ketidakberfungsiannya aturan mengenai anti monopoli dan persaingan pasar, merupakan episentrum dari menurunnya kondisi kesejahteraan pedagang pasar tradisional yang diukur melalui jumlah pendapatannya. Hal ini secara khusus ditemukan pada pedagang pakaian. Secara khusus retail modern telah diidentifikasi sebagai penyebab utama kelesuan usaha pedagang pakaian selain kurang diperhatikannya pengelolaan pasar. Analisis dampak kualitatif mengungkapkan hasil untuk berbagai indikator kinerja pasar tradisional, seperti keuntungan, omzet, dan persaingan. Di antara ketiga indikator kinerja tersebut di atas, retail modern secara signifikan berdampak pada pendapatan dan persaingan dengan pedagang pasar ciputat. Hasilnya menunjukkan bahwa pelanggan cenderung pergi ke retail modern bila keberadaan pasar dekat dengan retail modern, dan demikian sebaliknya. Kisah sukses pasar tradisional di Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang, yang tetap dapat mempertahankan pelanggannya meskipun di sekitarnya telah dibangun beberapa retiail modern, seharusnya dapat menjadi inspirasi bagi keberadaan pasar-pasar tradisional lainnya. Kebersihan, keamanan, lahan parkir yang luas, dan fasilitas umum yang memadai tersedia di pasar ini. Ini membuktikan bahwa pasar tradisional yang kompetitif mampu bersaing dan hadir bersama dengan retail modern.
3
B. Saran dan Rekomendasi Rekomendasi kebijakan dalam rangka menjamin berkembangnya pasar tradisional, sebagai implikasi dari temuan studi ini, berkisar pada upaya peningkatan daya saing pasar tradisional. Hal ini melibatkan beberapa strategi. 1. Pertama adalah perbaikan infrastruktur yang mencakup terjaminnya kesehatan yang layak, kebersihan yang memadai, cahaya yang cukup, dan keseluruhan kenyamanan lingkungan pasar. Konstruksi pasar berlantai tiga tidak disukai para pedagang karena para pelanggan enggan untuk berbelanja di lantai atas. Untuk itu, Pemerintah Kota Tangerang Selatan dan PD Pasar Niaga Kerta Raharja seyogyanya mengubah cara pandang agar tidak melihat pasar tradisional sebagai sumber pendapatan semata. Mereka harus secara nyata berinvestasi pada perbaikan Pasar Ciputat dan menetapkan standar layanan minimum. Ini tentu juga berimplikasi pada penunjukkan orang-orang yang tepat sebagai pengelola dan memberikan kewenangan yang cukup untuk mengambil keputusan sehingga mereka tidak bertindak sekadar sebagai pengumpul retribusi semata. Juga penting untuk meningkatkan kinerja pengelola pasar apakah melalui pelatihan atau evaluasi berkala. Lebih lanjut, pengelola pasar harus secara konsisten melakukan koordinasi dengan para pedagang untuk mencapai pengelolaan pasar yang lebih baik. 2. Kedua, pemkot dan pengelola pasar seharusnya mengorganisasikan para
retail modern, dengan menegakkan aturan yang melarang mereka membangun lapaknya di sekitar pasar.
4
3. Rekomendasi
ketiga
berkenaan
dengan
para
pedagang
sendiri.
Kebanyakan pedagang tidak memiliki pilihan kecuali harus membayar tunai kepada para pemasok dan menggunakan modal sendiri untuk kegiatan bisnisnya. Di satu sisi, hal ini menjadi hambatan bagi ekspansi usaha, namun di sisi lain, ini berarti bahwa para pedagang harus menerima semua risiko yang berhubungan dengan usahanya. Mengingat tidak lazimnya penyediaan jaminan bagi sebuah usaha, maka para pedagang menjadi kelompok yang rentan terhadap setiap guncangan kecil sekalipun. Karena itu, upaya mengkaji jenis asuransi yang cocok bagi para pedagang menjadi penting artinya dan membantu mereka bila membutuhkan modal tambahan untuk pendanaan perluasan usahanya.
4. Terakhir, kondisi yang tersingkap dalam studi ini mengarah pada perlunya kebijakan yang menyeluruh mengenai retail modern, termasuk peraturan untuk isu-isu seperti hak dan tanggung jawab pengelola pasar dan pemkot, serta sanksi kepada mereka yang melanggar peraturan. Meskipun beberapa daerah menganggap perlu untuk memiliki peraturan yang terpisah, perbaikan pada peraturan yang ada seharusnya sudah cukup. Hal yang lebih penting adalah menjamin bahwa semua pemangku kepentingan memahami peraturan tersebut dan semua tingkat pemerintahan hendaknya bertindak berdasarkan aturan. Demi menjamin persaingan yang sehat antara pedagang pasar tradisional dan peritel modern, pemkot dan pemda perlu memiliki mekanisme kontrol dan pemantauan untuk menjaga agar arena persaingan tetap adil.
DAFTAR PUSTAKA Adi, Isbandi Rukminto. 2005. Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial: Pengantar Pada Pengertian dan Beberapa Pokok Bahasan. Jakarta. FISIP UI Press. Hal. 1-10. Ali Mauludi AC, “Statistik I Penelitian Islam dan Sosial”. (Jakarta: PT. Prima Heza Lestari, 2006) Edisi I Cet. I, h. 3 Analisis SWOT, artikel dikses pada tanggal 02 November 2010 dari http://blog.unila.ac.id/redha/2009/02/23/analisis-swot-pengertianswot-pengantar-swot/ A.C. Nielsen (2005) Asia Pacific Retail and Shopper Trends 2005 [online] Artikel diakses pada tanggal 02 November 2010 Baker, Judy (2000) Evaluating the Impact of Development Projects on Poverty: A Handbook for Practitioners. Washington DC: Bank Dunia BI, “Pemda dinilai tak serius bina pasar tradisional”, dalam Bisnis Indonesia, Jasa & Perdagangan, Rabu, 08 Oktober 2003. “Bisnis Waralaba Semakin Menggeliat” artikel diakses pada 28 oktober 2010 dari http://syadiashare.com/jenis-jenis-pasar.html. Canda dan Furman, Keberagaman Agama dalam Praktek Pekerjaan Sosial (Spiritual Diversity in Social Work Practice: The Heart of Helping). CESS (1998), “Dampak Krisis Ekonomi dan Liberalisasi Perdagangan terhadap Strategi dan Arah Pengembangan Pedagang Eceran KecilMenengah di Indonesia”, November, TAF dan USAID, Jakarta. CPIS (1994) Perdagangan Eceran di Indonesia: Skala Kecil vs Skala Besar. Jakarta: Center for Policy and Implementation Studies. Daniel Suryadarma, Studi Bank Dunia Mengenai Supermarket di Indonesia, SMERU. 2007. Dwi Anggraini Puspa Ningrum, Rona Pasar Ciputat, Ciputat, Tangerang Selatan. Artikel diakses pada tanggal 18 Oktober 2010 dari www.akumassa.co.id. DR. Yusuf Qardhawi, Kiat Islam Mengentaskan Kemiskinan, (Gema Insani Press, Jakarta, 1995), h. 50. E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi, Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998. H. 18
Gunadi, YS. Himpunan Istilah Komunikasi, Jakarta: PT. Gramedia Indonesia. 1998. h. 85 Jenis-jenis Pasar. Artikel diakses pada tanggal 02 November 2010 dari http://syadiashare.com/jenis-jenis-pasar.html. Jumlah Penduduk Ciputat. Artikel diakses pada tanggal 24 November 2010 dari Http://Batavia.co.id.2010/GubernurBanten.html. Kajian dan Evaluasi Pasar Ciputat. Perusahaan Daerah Pasar Niaga Kerta Raharja Kabupaten Tangerang. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: 2001. h. 849 Koran Kontan, “Gubernur DKI Melarang Pemberian Izin Mini Market Baru”, 25 Desember 2006 Lihat Jurnal Depok, Bappeda Kota Depok and BPS Kota Depok (2006) ’Kota Depok dalam Angka 2005.’ Jakarta: Bappeda Kota Depok. Matahari Putra Prima (2006) Laporan Tahunan 2005. Jakarta: PT Matahari Putra Prima Tbk Moh. Nasir D. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1993 h. 405 Perusahaan Daerah Pasar Niaga Kerta Raharja Kabupaten Tangerang, Data Pedagang Aktif Tahun 2009. Pengertian Pasar. Artikel diakses pada tanggal 02 November 2010 dari http://anton-djakarta.blogspot.com.pasar-tradisional-vs-pasarretail.html Peraturan
Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 53/MDAG/PER/12/2008 “Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern” diakses dari http://www.google-persaingan pasar.com
Pemerintah dan DPR RI, Undang-Undang Republik Indonesia No. 6 Tahun 1974. Reardon, Thomas and Rose Hopkins (2006) ’The Supermarket Revolution in Developing”. Diterbitkan dalam European Journal of Development Research. Rencana Strategis Kecamatan Ciputat tahun 2010. Suud, Muhammad. 3 Orientasi Kesejahteraan Sosial. Jakarta: Prestasi Pustaka. 2006.
Traditional Markets and Small Retailers in the Urban Centers.’ Mimeo. Jakarta: SMERU Research Institute. Wawancara Pribadi dengan Mussarudin. Salah Satu Pedagang Pakaian Pasar Ciputat. 15 November 2010. Waancara Pribadi dengan Titiek. Salah Satu Pedagang Sayuran Pasar Ciputat. 15 November 2010. Wawancara Pribadi dengan Kiwing. Salah Satu Pedagang Buah Pasar Ciputat. I5 November 2010.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Acuan Wawancara Mendalam Pewawancara : Ahmad Reza S. Responden : PD. PASAR NIAGA KERTA RAHARJA KABUPATEN TANGERANG No. 1
2
Daftar Pertanyaan
Alternatif Jawaban
Sejarah berdiri PD. PASAR
Hari Tanggal? Bulan? Tahun?
JAYA?
Para Pendiri?
Alasan Didirikan?
Struktur organisasi terbaru sampai
Profil dan struktur organisasi PD. PASAR JAYA
3
4
dengan 2010?
Sejarah Terbentuknya Pasar
Alasan komersil?
Tradisional Ciputat
Alasan lainnya…..
Apa saja tantangan dan
Tantangan
hambatan terhadap pengelolaan
5
6
7
8
dan
hambatan
dari
dalam?
Pasar Tradisional Ciputat
Tantangan dan hambatan dari luar?
Masalah yang terjadi di pasar
Pendapatan?
tradisional ciputat
Pemasaran?
Fasilitas?
Sampai dengan tahun 2010, ada
Pedagang sayur?
berapa pedagang yag terdapat di
Pedagang buah?
Pasar Tradisional Ciputat
Pedagang pakaian?
Apakah ada model pengelolaan
Retail modern?
terhadap pengusaha pasar
Pasar tradisional?
Kapan retail modern mulai
Hari Tanggal? Bulan? Tahun?
9
10
11
beroperasi di wilayah sekitar
Carrefour?
pasar tradisional
Alfa Mart?
Alfa Midi?
Apakah ada dampak dari retail
Pedagang sayur?
modern terhadap kesejahteraan
Pedagang buah?
pedagang pasar tradisional
Pedagang pakian?
Apakah ada pengaplikasian
Model pengaplikasian?
terhadap UU No 5. Tahun 1999
Lainnya….
Dari tahun 2009 sampai
Pedagang sayur?
sekarang, apakah ada pedagang
Pedagang buah?
yang gulung tikar akibat
Pedagang pakaian?
didirikannya retail modern
Acuan Wawancara Mendalam Pewawancara : Ahmad Reza S. Responden : PEDAGANG PASAR TRADISIONAL CIPUTAT No. 1
Daftar Pertanyaan Sejak kapan mulai berjualan di
Alternatif Jawaban
Hari Tanggal? Bulan? Tahun? Alasan berjualan?
Biaya lapak Biaya lainnya…..
Tahun atau bulan awal berjualan Tahun-tahun atau bulan-bulan seterusnya
Pendapatan? Pemasaran? Fasilitas?
pasar ciputat 2
Barang yang dijual
3
Apakah ada pungutan atau biaya lain untuk berjualan di pasar ciputat
4
Bagaimana omset atau pendapatan ketika berjualan di pasar ciputat
5
Masalah yang terjadi di pasar tradisional ciputat
6
Selain di ciputat, apakah juga berjualan di tempat lain
7
Apa pendapat tentang didirikannya pasar modern
8
Apakah ada pengaruh dari didirikannya pasar modern
Carrefour Alfa Mart atau Alfa Midi Lainnya …
Pendapatan Pemasaran Lainnya …
Peraturan mengenai Usaha Ritel di Indonesia: Tingkat Nasional, Depok, dan Bandung Tingkat Nasional 1. Keputusan Presiden No. 118/2000 tentang Perubahan dari Keputusan Presiden No. 96/2000 tentang Sektor Usaha yang Terbuka dan Tertutup dengan Beberapa Syarat untuk Investasi Asing Langsung 2. SKB Menteri Perindustrian dan Perdagangan dan Menteri Dalam Negeri No. 145/MPP/Kep/ 5/97 dan No. 57/MPP/1997 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pertokoan 3. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 261/MPP/Kep/7/1997 tentang Pembentukan Tim Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pertokoan Pusat 4. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 402/MPP/Kep/11/1997 tentang Ketentuan Perizinan Usaha Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing 5. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 420/MPP/Kep/10/1997 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pertokoan 6. Surat Edaran Dirjen PDN No. 300/DJPDN/IX/97 tentang Prosedur Perizinan Pasar Modern 7. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.23/MPP/Kep/1/1998 tentang Lembaga lembaga Usaha Perdagangan 8. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.107/MPP/Kep/2/1998 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Pasar Modern 9. Lampiran Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.107/MPP/Kep/2/1998 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Pasar Modern 10. Peraturan Menteri Perdagangan No.10/M-DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Izin Usaha Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing 11. Peraturan Menteri Perdagangan No.12/M-DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba 12. Rancangan Peraturan Presiden tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Modern dan Toko Modern. Pemda Depok 1. Perda Kota Depok No. 49/2001 tentang Izin Gangguan 2. Perda Kota Depok No. 23/2003 mengenai Pasar di Kota Depok Pemda Kota/Kabupaten Bandung 1. Perda Kabupaten Bandung No. 3/1994 tentang Pengelolaan Pasar di Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung 2. Perda Kabupaten Bandung No. 27/1996 tentang Dinas Pengelolaan Pasar Kabupaten Bandung 3. Keputusan Walikota Bandung No. 382/2000 tentang Pengelompokan Kelas Pasar dan Standar Harga Jual Tempat Berjualan di Kota Bandung 4. Keputusan Kepala Dinas Pengelolaan Pasar Kota Bandung No. 22 Tahun 2003 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Kepala Pasar 5. Kumpulan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Pasar di Kota Bandung 6. Rencana Peraturan Daerah tentang Pasar Modern dan Toko Modern 7. Panduan Pelayanan Sistem Satu Atap 8. Perda No. 19/2001 tentang Manajemen Pasar di Kota Bandung 9. Keputusan Walikota No. 644/2002 tentang Tarif untuk Kebersihan di Kota Bandung 10. Rancangan Perda tentang Pasar Modern dan Toko Modern
LAMPIRAN VIII Surat Pembaca (Kompas, Jumat, 18 Februari 2000) Box 3. Surat Pembaca: Belanja di Pasar Tradisional (Kompas, Jumat 18 Feb 2000) http://www.kompas.com/kompas-cetak/0002/18/opini/reda04.htm Soal pemberitaan di media massa, tentang pedagang eceran dan pasar tradisional terancam oleh hadirnya hipermarket. Sebagai ibu rumah tangga, pasti hafal dengan harga sebagian besar barang keperluan sehari-hari. Sebetulnya bukan peraturan letak hipermarket (di dalam atau luar kota) yang menentukan tersingkirnya pasar tradisional atau pedagang eceran. Yang menentukan adalah kenyamanan dan harga di tempat berbelanja tersebut. Pasar tradisional tidak mungkin tersingkir kalau dikelola dengan baik. Nikmatnya berbelanja di pasar ini, bisa tawar-menawar dan berkenalan dengan pedagang secara pribadi – mereka cukup ramah dan sayur atau buah yang dijual lebih murah dibanding di supermarket. Namun, yang membuat segan mendatangi pasar tradisional adalah kotor dan terkadang becek serta harus berdesakan karena umumnya setiap tempat yang harusnya untuk jalan diisi oleh pedagang yang memajukan barang dagangannya dengan semaunya. Kondisi itu dibiarkan oleh pengelola pasar, dan konsumen sering menjadi korban pencopetan. Faktor lain adalah kaki lima yang menutup sebagian besar kios sehingga menghalangi konsumen yang berbelanja di kios, di samping kaki lima juga menempati jalan masuk ke pasar-pasar dan menjadi mangsa pemungut pungli petugas pengelola pasar. Usul saya, adakan perlombaan antarpasar dan pengelola pasar yang tidak becus dipecat atau dimutasikan. Perlombaan diadakan setahun sekali dan dinilai oleh masyarakat (pengunjung diberi formulir untuk diisi). Nama dan nomor kios pedagang yang jorok diumumkan sehingga mereka cenderung menjaga kebersihan. Ny S Karyadi, Bogor Jabar