DAMPAK PROGRAM PEMBERDAYAAN USAHA GARAM RAKYAT (PUGAR) TERHADAP STRATEGI NAFKAH DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETAMBAK GARAM
NADYA APRIELLA
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) terhadap Strategi Nafkah dan Pendapatan Rumah Tangga Petambak Garam adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2016 Nadya Apriella NIM I34120074
ABSTRAK NADYA APRIELLA. Dampak Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) Terhadap Strategi Nafkah Dan Pendapatan Rumah tangga Petambak Garam . Dibawah bimbingan SOERYO ADIWIBOWO. Penelitian ini bertujuan untuk, pertama, menganalisis program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) memberi dampak terhadap usaha garam rakyat dan pendapatan rumah tangga petambak garam. Kedua, mengidentifikasi strategi nafkah petambak garam dan menganalisis pengaruhnya terhadap pendapatan rumah tangga petambak garam. Lokasi penelitian ini dilakukan di Dusun II, Desa Waruduwur. Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon. Penelitian menggunakan pendekatan survei yang dikombinasikan dengan metode wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan, pertama, berkat PUGAR, pendapatan petambak garam dari semua golongan penguasaan tanah meningkat signifikan dengan taraf nyata 0.15. Kedua, kehidupan rumah tangga petambak garam ditopang oleh tiga sumber nafkah yaitu, usaha garam rakyat dan budidaya bandeng (on farm); buruh panggul atau buruh harian (off farm); dan buruh pabrik (non farm). Ketiga, rata-rata pendapatan rumah tangga responden dari tiga sumber nafkah mencapai Rp. 132.784.000 per tahun. Sektor on farm (garam dan bandeng) memberi sumbangan 19 persen terhadap total pendapatan rumah tangga. Sementara, sektor off farm dan non farm berturut-turut memberi sumbangan sebesar 30 persen dan 51 persen. Kata Kunci: PUGAR, Petambak Garam, Strategi Nafkah, Pendapatan Rumah Tangga
ABSTRACT NADYA APRIELLA. The Impact of Nation’s Salt Empowerment Program (PUGAR) to Livelihood Strategies and Income of Salt Farmers. Supervised by SOERYO ADIWIBOWO. The objective of this study, first, to analyse the the impact of Nation’s Salt Empowerment Program (PUGAR) to salt farming and household income of salt farmers. Second, to indentify the livelihood strategy of the salt farmers. Third, to analyse the effect of livelihood strategies to the salt farmers income. This reseacrh is carried in Dusun II, Waruduwur Villange, Mundu Subdistrict, Cirebon District. A combination of survey method and indeep interview is applied for data collection. The results shows that, first, the household income of salt farmers respondent from various land size are increased significantly due to PUGAR at level of significant 0,15. Second, the living condition of salt farmers household are rooted from three of source income i.e, salt farming and milky fish aquaculture (on farm), of farm daily labor., and non farm daily labor. Third, the averange income of household farmers from three source of income mentioned, reach amount of Rp. 132.784.000 annually. The on farm activitites contributed around 19 percent to the total income. Meanwhile. The off farm and non farm contributed to total income around 30 percent and 51 percent. Keywords: PUGAR, Salt Farmer, Livelihood Strategy, Income of household
i
DAMPAK PROGRAM PEMBERDAYAAN USAHA GARAM RAKYAT (PUGAR) TERHADAP STRATEGI NAFKAH DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETAMBAK GARAM
NADYA APRIELLA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan ramhamt dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Skripsi yang berjudul “Dampak Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) terhadap Strategi Nafkah dan Pendapatan Rumah Tangga Petambak Garam ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat kelulusan pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari kontribusi dan dukungan semua pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS. sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan saran dan masukkan selama proses penulisan hingga penyelesaian skripsi ini. 2. Kedua orang tua, Bapak Effendi dan Ibu Yenny Hermiaty, serta Nindy Abdiella yang selalu mendoakan dan memberikan bantuan moril maupun materi selama penulisan skripsi ini. 3. Arum Sabarina yang sudah membantu penulis dalam mengambil data penelitian dan memberikan semangat selama proses penulisan. 4. Ibu Toenah dan rekan-rekan petambak garam di Desa Waruduwur, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon serta Dinas Perikanan Kabupaten Cirebon bidang PUGAR yang sudah membantu penulis selama melakukan pengambilan data penelitiaan. 5. Tidak lupa terima kasih juga penulis untuk satu perjuangan di Departemen SKPM 49 terutama Kiciwuhuy, teman sebimbingan Citra Pratiwi, Mahesa Jenar, Audina Amanda, Deanisa Rahmani, dan semua pihak yang turut membantu dan memberikan semangat serta doa kepada penulis dalam penulisan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bemanfaat bagi semua pihak
Bogor, Agustus 2016
Nadya Apriella
vii
DAFTAR ISI DAFTAR ISI VII DAFTAR TABEL VIII DAFTAR GAMBAR IX DAFTAR LAMPIRAN X PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 3 Tujuan Penelitian 3 Manfaat Penelitian 4 PENDEKATAN TEORITIS 5 Tinjauan Pustaka 5 Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat 5 Strategi Nafkah 7 Rumah Tangga Petambak Garam 9 Pendapatan Rumah tangga Petambak garam 9 Usaha Garam Rakyat 10 Kerangka Pemikiran 15 Hipotesis Penelitian 16 Definisi Operasional 16 PENDEKATAN LAPANG 19 Lokasi dan Waktu Penlitian 19 Teknik Pemilihan Responden dan Informan 19 Teknik Pengolahan dan Analisis Data 20 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 22 Kondisi Demografi 23 Kondisi Ekonomi 23 Kondisi Sosial 24 Karakteristik Petambak Garam di Desa Waruduwur 25 Usia Responden 25 Tingkat Pendidikan Responden 26 Jumlah Tanggungan 27 Pengalaman Menambak 27 USAHA GARAM DAN PETAMBAK GARAM DI DESA WARUDUWUR 29 Proses Pembuatan Garam di Desa Waruduwur 29 Kehidupan Petambak Garam di Desa Waruduwur 33 Permasalahan Usaha Garam Rakyat di Desa Waruduwur 35 PEMBERDAYAAN USAHA GARAM RAKYAT (PUGAR) 37 Pelaksanaan Usaha Garam Rakyat 37 STRATEGI NAFKAH DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETAMBAK GARAM 42 Bentuk Strategi Nafkah Rumah Tangga Petambak Garam 43 Sumber Nafkah dan Pendapatan On farm (Usaha Garam Rakyat dan Budidaya Bandeng) 49 Sumber Nafkah dan Pendapatan Off farm 52 Sumber Nafkah dan Pendapatan Non farm 55
viii
Total Pendapatan Rumah Tangga Petambak Garam DAMPAK PROGRAM PEMBERDAYAAN USAHA GARAM RAKYAT (PUGAR) TERHADAP STRATEGI NAFKAH DAN PENDAPATAN PETAMBAK GARAM Dampak Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) terhadap Strategi Nafkah Dampak Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) terhadap Pendapatan Uji T PENUTUP Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
57 59 59 61 66 67 67 68 69 72 85
DAFTAR TABEL 1 Populasi dan sampel golongan petambak garam menurut luas lahan garapan 2 Metode pengumpulan data 3 Data mata pencaharian masyarakat Desa Waruduwur Tahun 2014 4 Tingkat pendidikan di Desa Waruduwur Tahun 2014 5 Jumlah dan presentase usia responden menurut golongan luas lahan garapan 6 Jumlah dan presentase tingkat pendidikan responden menurut golongan luas lahan garapan 7 Jumlah dan presentasse jumlah tanggungan responden dalam rumah tangga menurut golongan luas lahan garapan 8 Jumlah dan presentase pengalaman menambak responden menurut golongan luas lahan garapan 9 Jumlah dan presentase pemanfaatan lahan tambak di luar garam menurut golongan luas lahan garapan 10 Jumlah dan presentase status penguasaan lahan petambak garam menurut golongan luas lahan garapan 11 Kegiatan PUGAR di Dusun II, Desa Waruduwur Tahun 2012-2015 12 Jumlah sumber nafkah dan jenis pekerjaan menurut golongan luas lahan garapan 13 Jenis pekerjaan dan status penguasaan lahan menurut golongan luas lahan garapan 14 Rata-rata produksi usaha garam rakyat dan budidaya bandeng menurut golongan luas lahan garapan 15 Pendapatan rumah tangga petambak garam dari sektor on farm (usaha garam rakyat dan budidaya bandeng) menurut golongan luas lahan garapan
19! 20! 24! 25! 25! 26! 27! 28! 33! 34! 41! 46! 48! 50! 52!
ix
16 Jumlah rumah tangga petambak garam di sektor off farm menurut golongan luas lahan garapan 17 Jumlah rumah tangga petambak garam di sektor non farm menurut luas lahan garapan 18 Jumlah dan presentase total pendapatan rumah tangga petambak garam menurut jenis sumber nafkah dan golongan luas lahan garapan 19 Jumlah petambak garam yang menerapkan usaha garam rakyat dan usaha garam rakyat + budidaya bandeng, sebelum dan sesudah PUGAR 20 Rata-rata produksi garam, sebelum dan sesudah PUGAR menurut golongan luas lahan garapan 21 Pendapatan usaha garam rakyat sebelum dan sesudah PUGAR menurut golongan luas lahan garapan, (x 1000 Rp/musim panen) 22 R/C Ratio dan B/C Ratio usaha garam rakyat sebelum dan sesudah PUGAR menurut golongan luas lahan garapan 23 Jumlah pendapatan rumah tangga petambak garam dari jenis sumber nafkah, sebelum dan sesudah PUGAR menurut golongan luas lahan garapan 24 Hasil uji beda terhadapt R/C Ratio dan B/C Ratio sebelum dan sesudah PUGAR
53! 55! 57! 60! 61! 62! 63! 65! 66!
DAFTAR GAMBAR 1 Skema tata letak dan aliran proses pembuatan oleh PT. Garam 2 Bagan proses produksi garam (garam mentah atau garam bahan baku/krosok) 3 Skema hubungan bisnis penggarap dan pemilik dengan pembeli garam 4 Kerangka pemikiran 5 Bagan proses pembuatan usaha garam rakyat 6 Pola lahan tambak garam rakyat di Dusun II, Desa Waruduwur 7 Organisasi pelaksana PUGAR 8 Jumlah sumber nafkah rumah tangga petambak garam di luar usaha garam rakyat menurut golongan luas lahan garapan 9 Pendapatan rumah tangga petambak garam dari sektor off farm menurut golongan luas lahan garapan 10 Pendapatan rumah tangga petambak garam dari sektor non farm menurut golongan luas lahan garapan tahun 2015-2016 11 Jumlah dan presentase sumber nafkah rumah tangga petambak garam sebelum dan sesudah PUGAR menurut golongan luas lahan garapan
13! 14! 15! 16! 29! 31! 38! 44! 54! 56! 59!
x
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5
Pelaksanaan penelitian Tahun 2015-2016 Peta lokasi Kerangka Sampling Hasil Uji T Dokumentasi Penelitian
73! 74! 75! 82! 83!
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Garam merupakan suatu komoditas strategis, dimana penggunaan garam tidak hanya untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga tetapi diperlukan juga sebagai bahan dasar bagi berbagai industri seperti industri kimia, perminyakan, farmasi, dan sebagainya. Sebagai salah satu kebutuhan pokok untuk hidup manusia, garam tidak dapat digantikan oleh komiditi lainnya, sehingga kebutuhan garam akan secara terus-menerus dibutuhkan oleh manusia. Kebutuhan manusia terhadap garam tiap tahun mengalami peningkatan, seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan industri yang terus berkembang. Data dari Kementerian Perdagangan Tahun 2016 memperkirakan kebutuhan garam nasional dari tahun ke tahun semakin meningkat, dari hanya 2,7 juta ton pada tahun 2007 meningkat menjadi 3,75 juta ton pada tahun 2015. Dari jumlah tersebut, 647,6 ribu ton (17,3) merupakan kebutuhan garam konsumsi dan 3,1 juta ton (82,7%) merupakan garam industri. Permasalahan timbul karena untuk memenuhi kebutuhan garam nasional, Indonesia masih tergantung dari impor. Garam untuk kebutuhan industri sepenuhnya di impor karena rata-rata kadar NaCl yang dibutuhkan industri adalah diatas 95%, sementara produksi garam dalam negeri belum semuanya memenuhi kualitas garam industri. Kualitas garam khususnya garam rakyat tidak seragam serta masih tercampur dengan lumpur/kotoran, sehingga harus dicuci. Pencucian garam ini membutuhkan biaya yang cukup besar sehingga produk garam dalam negeri dipasarkan dalam kondisi garam bahan baku belum dicuci dari ladang dengan kadar 95-97% untuk garam PT Garam dan kadar NaCl dibawah 95% untuk garam rakyat (Kemendag, 2011). Melihat keadaan pegaraman di Indonesia, dapat dikatakan bahwa produksi dalam negeri terutama usaha garam rakyat hanya mampu memenuhi kebutuhan nasional pada garam konsumsi saja sementara kebutuh garam industri masih tergantung dengan impor. Menghadapi permasalahan tersebut, sudah seharusnya pemerintah memiliki suatu terobosan untuk produksi dalam negeri agar dapat menghasilkan kualitas garam yang tinggi sehingga, dapat menarik produsen garam dalam negeri untuk menggunakannya terutama kebutuhan garam industri yang memiliki kontribusi lebih besar dibanding kebutuhan garam konsumsi. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia No. PER.4/MEN/2011, pemerintah berupaya mendorong produksi garam nasional untuk produksi dari garam rakyat dengan program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) dengan mengintensifkan potensi lahan garam yang ada, diharapkan program ini mampu mendukung swasembada garam nasional. PUGAR dijadikan salah satu program Prioritas Pembangunan Nasional yang dilaksanakan oleh KKP sebagai prioritas Nasional ke empat difokuskan pada peningkatan kesempatan dan kesejahteraan bagi petambak garam. Menurut Apriliana (2013) kesejahteraan petambak garam sangat ditentukan oleh efisiensi ekonomi rumah tangga terlibat dalam usaha tersebut dan dapat dilihat melalui bagaimana rumah tangga tersebut dapat mencukupi kebutuhannya atau dari pengeluaran rumah tangganya. Melihat keadaan petambak
2 garam yang seharusnya dapat memperoleh penghasilan yang layak dari usaha garam, ironisnya kehidupan petambak garam di berbagai daerah di Indonesia dihadapkan pada situasi sulit dan terpuruk. Banyak petambak garam tidak dapat bertahan dengan pilihan usahanya, bahkan ada yang meninggalkan usahanya dan berpindah menekuni mata pencaharian lain. Padahal bagi masyarakat pesisir, membuat garam termasuk salah satu sumber nafkah sangat penting yang diandalkan pada musim kemarau. Penelitian Haryatno (2012) menunjukan bahwa penurunan jumlah petambak garam di Desa Kuwu dapat menjadi pertanda bahwa semakin ditinggalnya profesi petambak garam di lingkungan masyarakat Desa Kuwu. Pendapatan yang tidak menentu disertai dengan kebutuhan hidup yang semakin meningkat, menuntut petambak garam untuk beralih pada mata pencaharian lain. Petambak garam pun harus mencari alternatif sumber nafkah yang lain agar tetap dapat melangsungkan kehidupannya dan keluarga. Strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu ataupun kelompok dalam rangka mempertahankan kehidupan mereka dengan tetap memperhatika eksistensi infrastruktur sosial, strukturs sosial dan sistem nilai budaya yang berlaku. Menurut de Haan dikutip Purnomo (2006), jika keberlanjutan nafkah terancam, rumah tangga akan melakukan coping strategy. Coping strategy merupakan strategi nafkah yang dilakukan dalam keadaan sulit dan melakukan stregi nafkah yang baru. Strategi nafkah yang baru dilakukan dengan menggunakan sumbersumber nafkah (livelihoods) rumah tangga, strategi nafkah yang baru dapat bersifat sementara atau dilakukan seterusnya. Memiliki matapencaharian yang bergantung pada satu musim, mengharuskan petambak garam melakukan coping strategy berdasarkan sumber nafkah lainnya yang sesuai kemampuannya agar tetap dapat melangsungkan kehidupannya dan keluargnya. Kabupaten Cirebon merupakan salah satu darah potensial akan garam di Indonesia dan merupakan salah satu sentral garam di Jawa Barat. Di tahun 2014, Kabupaten Cirebon termasuk kedalam lima kabupaten yang menyumbang besar dari total produksi garam nasional dengan persentase 12,6 persen (Kemendag 2016). Selain itu, Kabupaten Cirebon juga mendapatkan bantuan PUGAR sejak tahung 2011 dimana hampir kurang lebih setengah petambak mendapatkan bantuan dari program tersebut. Meskipun begitu, kualitas garam yang dihasilkan Kabupaten Cirebon masih dapat dikatakan kalah saing dibandingkan garam poduksi sentra lain seperti, di Madura dan Jawa Tengah. Penyebab rendahnya kualitas garam di Cirebon yakni petambak garam masih menggunakan cara tradisional. Selain itu, proses panen garam yang dipercepat dari waktu ideal membuat kualitas garam menjadi rendah. Hal ini terjadi karena petambak garam membutuhkan biaya untuk memenuhi kebutuhannya dan keluarga. Dengan adanya PUGAR, sudah seharusnya petambak garam terasa terbantu dengan bantua yang diberikan Selain, membantu meningkatkan produksi garam, program ini juga menyediakan kesempatan kerja petambak garam dan pelaku usaha garam lainnya serta membantu meningkatkan kesejahteraan petambak garam. Berdasarkan hal tersebut, muncul ketertarikan bagi peneliti untuk menganalisis lebih mendalam mengenai seperti seperti apa strategi nafkah yang dilakukan rumah tangga petambak garam dan pendapatannya serta dampak program PUGAR itu sendiri terhadap strategi nafkah dan pendapatan petambak garam di Dusun II, Desa Waruduwur, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon.
3
Perumusan Masalah Dusun II, Desa Waruduwur, merupakan salah satu desa penghasil garam yang ada di Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon. Hampir sebagian penduduk di Desa bermata pencaharian sebagai petambak garam. Desa Waruduwur merupakan desa penerima program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) sejak tahun 2012. Program PUGAR merupakan upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan produksi garam nasional agar dapat mencapai swasembada garam nasional. Dalam jangka panjang program ini dapat meningkatkan sejahteraan petambak garam. Petambak garam memiliki sumber matapencaharian yang tergantung dengan cuaca sehingga petambak akan mencari alternatif sumber nafkah yang lain yang sesuai kemampuannya agar tetap dapat melangsungan kehidupannya dan keluarganya. Merujuk konsep Ellis (2000), strategi nafkah dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga sumber nafkah yaitu, sumber nafkah di on farm, off farm dan non farm. Sumber nafkah di on farm yaitu, produksi usaha garam rakyat merupakan sumber utama mata pencaharian petambak garam di Dusun II Desa Waruduwur, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Sumber nafkah di off farm adalah di luar produksi usaha garam rakyat dan sumber nafkah di non farm adalah di luar kegiatan pertanian (dalam arti luas). Strategi nafkah yang dilakukan dapat didukung dengan modal-modal nafkah (livehood assets) yang dimilikinya. Selain kepala keluarga dalam hal ini kepala keluarga yang bekerja sebagai petambak garam, anggota rumah tangga dapat membantu pendapatan yang diterima keluarga dengan bekerja. Pekerjaan tersebut bisa saja berada dibidang garam maupun di luar garam. Oleh sebab itu, penelitian ini membahas tiga rumusan sebagai berikut: 1. Sejauh mana program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) memberi dampak terhadap usaha garam rakyat dan pendapataan rumah tangga petambak garam di Dusun II, Desa Waruduwur, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon? 2. Bagaimana bentuk strategi nafkah yang diterapkan oleh rumah tangga petambak garam di Dusun II, Desa Waruduwur, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon? 3. Bagaimana pengaruh strategi nafkah yang diterapkan oleh rumah tangga petambak garam terhadap pendapatan yang diterima di Dusun II, Desa Waruduwur, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon? Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Menganalisis dampak program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) terhadap usaha garam rakyat dan pendapatan rumah tangga petambak garam di Dusun II, Desa Waruduwur, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon.
4 2. Mengidentifikasi bentuk strategi nafkah yang ditempuh petambak garam di Dusun II, Desa Waruduwur, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon. 3. Menganalisis pengaruh strategi nafkah yang ditempuh petambak garam terhadap pendapatan rumah tangga petambak garam di Dusun II, Desa Waruduwur, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon. Manfaat Penelitian 1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan menjadi proses pembelajaran dalam memahami fenomena sosial di lapangan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan literatur mengenai topik terkait. 2. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kondisi desa, serta memaparkan berbagai usaha yang dilakukan oleh masing-masing rumah tangga dalam bertahan hidup, sehingga menjadi referensi bagi rumah tangga lainnya untuk membangun strategi penghidupannya dengan menggunakan potensi yang dimiliki masing-maing. 3. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan menjadi suatu saran dalam memberikan informasi dan data untuk pembuatan kebijakan terkait dengan pemberdayaan rumah tangga petambak garam dan usaha garam rakyat
5
PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (2014) kegiatan Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) merupakan bagian dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Kelautan dan Perikanan (PNPM Mandiri KP) yang diperuntukan bagi peningkatan kesempatan kerja, kesejahteraan petambak garam rakyat, dan pelaku usaha lainnya dalam rangka mendukung swasembada garam nasional yang prinsp bottom-up (menggunakan mekanisme tugas pembantuan/TP). Kegiatan PUGAR sudah dilaksanakan dari tahun 2011 hingga tahun 2014 di 40 Kabupaten/Kota pada 10 propinsi dengan jumlah penerima Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) sebanyak 3.500 Kelompok Usaha Garam Rakyat (KUGAR) yang terdiri 31.432 petambak garam. Menurut Apriliana (2013) menjelaskan fokus program PUGAR terarah pada peningkatan kesempatan kerja dan kesejahteraan bagi petambak garam dan terdapat empat isu strategis yang menyebabkan pelaksanaan PUGAR yaitu: a) isu kelembagaan yang menyebabkan rendahnya kuantitas dan kualitas garam rakyat, b) isu permodalan yang menyebabkan para petambak garam terutama dalam kategori kecil dan penggarap terjerat pada bakul, tengkulak dan juragan c) isu regulasi yang menyebabkan lemahnya keberpihakan dan proteksi pemerintah pada sektor garam rakyat, sehingga usaha garam rakyat menjadi tidak prospektif dan marketable dan d) isu tata niaga garam rakyat yang sangat liberalistik dengan tidak adanya penetapan standar kualitas dan harga dasar garam rakyat, sehingga terjadi deviasi harga yang sangat tinggi di tingkat produsen petambak garam dan pelaku pasar, serta terjadinya penguasaan kartel pedagangan garam di tingkat lokal. Kementerian Kelautan dan Perikanan (2014) menjelaskan tujuan dan sasaran adanya program PUGAR tahun 2011 hingga tahun 2014 adalah a) meningkatkan produktivitas dan kualitas garam rakyat, b) meningkatkan pendapatan petambak dan peranan koperasi, c) menguatkan usaha KUGAR dengan kemitraan/jejaring usaha, d) mengoptimalkan sarana dan prasarana produksi dan pengolahan garam rakyat. Sasaran program PUGAR yaitu, petambak garam rakyat (pelaku usaha produksi) dengan cara evaporasi atau perebusan yang tergabung dalam KUGAR di Kab/Kota sasaran. Kegiatan PUGAR hingga tahun 2014 telah berhasil mencapai target yang sudah ditetapkan dengan total produksi 5.117.996,37 ton. Keberhasilan juga ditunjukan dengan tercapainya swasembada garam konsumsi sebanyak 2,02 juta ton pada tahun 2012 sementara kebutuhan garam konsumsi sebesaar 1,4 juta ton. Keberhasilan adanya kegiatan PUGAR dilanjutkan dengan Pengembangan Usaha Garam Rakyat (PUGaR) pada tahun 2015. Peraturan Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil No. 07/ PER-DJKP3K/2015 tentang Pengembangan Usaha Garam Rakyat (PUGaR) Tahun 2015 menjelaskan kegiatan PUGaR selanjutnya diharapkan secara bertahap dapat memenuhi pasokan garam untuk kebutuhan garam industri. Untuk mencapai hal tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan mengusulkan road map
6 pengembangan pergaraman nasional yang berorientasi pada peningkatan produktivitas lahan dan kualitas garam rakyat di sektor hulu (on farm), dengan mengimplementasikan teknologi tepat guna seperti teknologi ulir filter dan geoisolator, serta dukungan sarana dan prasarana dari Kementerian/Lembaga terkait. Dengan upaya tersebut diharapkan mampu mempertahankan swasembada garam konsumsi dan mengurangi impor garam industri. Sasaran dari kegiatan PUGaR Tahun 2015 yaitu, petambak garam rakyat du 44 Kabupaten/Kota di 9 provinsi. Tujuan dari PUGaR Tahun 2015 tidak berbeda jauh dengan kegiatan PUGAR sebelumnya yaitu, meningkatkan produktivitas lahan dan kualitas garam rakyat serta meningkatkan kesejahteraan petambak garam. Menurut hasil penelitian Wardiansyah (2015) menunjukkan program PUGAR di Kabupaten Brebes pada tahun 2011 hingga 2014 telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam program PUGAR yaitu meningkatkan produksi, harga, dan pendapatan rata-rata petambak garam tetapi dari segi kualitas garam, bantuan PUGAR belum mapu meningkatkan kualitas garam secara keselruhan yang rata-rata masih berada di KP 2-3. Manfaat adanya program PUGAR bagi petambak garam di Kabupaten Brebes yaitu mendapatkan pengetahuan yang baru tentang cara penggaraman yang baik dan benar. Selain itu, meringakan tenaga petambak garam dalam proses memproduksi garam karena hal itu dipermudah dengan adnaya bantuan peralatan dan perlengkapan serta dengan adanya penerapan teknologi baru. Selanjutnya, berdasarkan hasil penelitian Amanda dan Buchori (2015), petatambak garam penerima program PUGAR di Kecamaatan Kaliori, Kabupaten Rembang dinilai cukup berhasil tetapi ada atau tidaknya bantuan program tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keberdayaan petambak garam. Kegiatan usaha garam di Kabupaten Rembang salah satunya di Kecamatan Kaliori telah ada sejak masa kolonial Belanda tetap berjalan hingga tahun-tahun sebelum para petani garam belum menerima/mengenal program dari pemerintah, dan meskipun petani garam menghadapi permasalahan setiap waktunya. Tetap berjalannya kegiatan usaha garam ini menunjukkan bahwa petani garam mampu menjaga keberlanjutan usaha tradisional yang ada di daerah mereka, dimana adanya keberlanjutan juga merupakan salah satu aspek yang menunjukkan keberdayaan seseorang. Sebenarnya program PUGAR hanya sebatas pengenalan teknologi baru agar petambak mampu memperoleh hasil produksi yang meningkat sehingga dapat berpengaruh langsung kepada pendapatan petambak garam. Kurniawan et al. (2014) dalam penelitiannya menjelaskan terdapat faktor penghambat dari implementasi program PUGAR di Kabupaten Sumenep yaitu, sebagian besar kelompok usaha garam rakyat (KUGAR) tidak mengetahui mengenai program PUGAR dan proses pemberian dana bantuan karena pada tahun 2011-2012 pelaksanaan sosialisasi hanya dilaksanakan tiga kali dan satu bulan dan tidak semua KUGAR mengikuti sosialisasi tersebut. Sosialisasi tersebut hanya di hadiri oleh ketua kelompok, tim pendamping PUGAR Dinas kelautan dan Perikanan Kabupaten Sumenep dan kepala desa yang mengikuti sosialisasi yang diadakan. Hambatan lainnya yaitu, lambannya proses penyaluan bantuan PUGAR sehingga bantuan PUGAR yang diberikan pemerintah datang setelah para petambak garam panen. Akibatnya para petambak tidak membutuhkan bantuan tersebut.
7 Strategi Nafkah Menurut Dharmawan (2007) dalam sosiologi nafkah pengertian strategi nafkah lebih mengarah pada pengertian livelihood strategy (strategi penghidupan) daripada means of living strategy (strategi cara hidup). Pengertian livelihood strategy yang disamakan pengertiannya menjadi strategi nafkah (dalam bahasa Indonesia), sesungguhnya dimaknai lebih besar daripada sekedar “aktivitas mencari nafkah” belaka. Sebagai strategi membangun sistem penghidupan, maka strategi nafkah bisa didekati melalui berbagai cara atau manipulasi aksi individual maupun kolektif. Strategi nafkah bisa berarti cara bertahan hidup ataupun memperbaiki status kehidupan. Strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu ataupun kelompok dalam rangka mempertahankan kehidupan mereka dengan tetap memperhatika eksistensi infrastruktur sosial, strukturs sosial dan sistem nilai budaya yang berlaku. Crow (1989) dikutip Widodo (2011) menjelaskan bahwa strategi nafkah meliputi aspek pilihan atas beberapa sumber nafkah yang ada di sekitar masyarakat. Semakin beragam pilihan sangat memungkinkan terjadinya strategi nafkah. Secara jelas dalam bidang pertanian digambarkan dengan adanya pola intensifikasi dan diversifikasi. Strategi nafkah juga dapat ditinjau dari sisi ekonomi produksi melalui usaha cost minimization dan profit maximization. Selain adanya pilihan, strategi nafkah mengharuskan adanya sumber daya manusia dan modal. Pola hubungan sosial juga turut memberikan warna dalam strategi nafkah. Pola relasi patron-klien dianggap sebagai sebuah lembaga yang mampu memberikan jaminan keamanan subsistensi rumah tangga petani. Merujuk pada Scoones (1998) dikutip Turasih (2011), dalam penerapan strategi nafkah, rumah tangga petani memanfaatkan berbagai sumberdaya yang dimiliki dalam upaya untuk dapat bertahan hidup. Terdapat tiga klasifikasi strategi nafkah (livelihood strategy) yang mungkin dilakukan oleh rumah tangga petani, yaitu: a. Rekayasa sumber nafkah pertanian, yang dilakukan dengan memanfaatkan sektor pertanian secara efektif dan efisien baik melalui penambahan input eksternal seperti teknologi dan tenaga kerja (intensifikasi), maupun dengan memperluas lahan garapan (ekstensifikasi). b. Pola nafkah ganda (diversifikasi), yang dilakukan dengan menerapkan keanekaragaman pola nafkah dengan cara mencari pekerjaan lain selain pertanian untuk menambah pendapatan, atau dengan mengerahkan tenaga kerja keluarga (ayah, ibu, dan anak) untuk ikut bekerja– selain pertanian dan memperoleh pendapatan. Menurut Sajogyo (1982) dikutip oleh Widodo (2011) menjelaskan bawah tiap rumah tangga pada masing-masing lapisan memiliki alasan yang berbeda untuk melakukan strategi nafkah ganda. Pada rumah tangga lapisan atas, pola nafkah ganda merupakan strategi akumulasi modal dan lebih bersifat ekspansi usaha sedangkan pada lapisan menengah, pola nafkah ganda merupakan upaya konsolidasi untuk mengembangkan ekonomi rumah tangga. Sebaliknya pada lapisan bawah, pola nafkah ganda merupakan strategi bertahan hidup pada tingkat subsistensi dan sebagai upaya untuk keluar dari kemiskinan. c. Rekayasa spasial (migrasi), merupakan usaha yang dilakukan dengan melakukan mobilitas ke daerah lain di luar desanya, baik secara permanen maupun sirkuler untuk memperoleh pendapatan. Menurut hasil penelitian
8 Khalifi (2013), kasus petambak garam di Desa Gersik Putih melakukan suatu strategi untuk bertahan hidup dengan melakukan merantau ke Jakarta dan daerah lainnya seperti Gili Genting. Bagi mereka yang merantau ke Jakarta, rata-rata mereka menjadi penjaga toko sedangkan mereka yang merantau ke Gili Genting menjadi kuli bangunan dan bekerja serabutan tetapi mereka merantau tidak untuk permanen, petambak akan kembali pulang jika masa panen garam telah tiba. Strategi nafkah tiap rumah tangga tentu memiliki perbedaan, hal ini disesuaikan dengan kemampuan dan kultur sosial dimana mereka tinggal. Untuk melakukan usaha mempertahankan kelangsungan hidup, individu atau rumah tangga memelukan aset-aset yang dapat dijelaskan sebagai modal. Merujuk pda Ellis (2000) terdapat lima tipe modal atau yang biasa disebut sebagai livelihood assets. Modal tersebut merupakan modal yang digunakan rumah tangga untuk malakukan rekayasa strategi nafkah, yaitu : 1. Modal Alam (Natural Capital) terdiri dari tanah, air dan sumber daya hayati yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk bertahan hidup. 2. Modal Fisik (Physical Capital) merupakan aset fisik yang terdiri dari teknologi dan infrastuktur seperti jalanan, saluran irigasi, dan sebagainya. Modal fisik diperlukan untuk menunjang manusia untuk melakukan strategi nafkah agar dapat bertahan hidup. 3. Modal Manusia (Human Capital) merupakan aset atau modal utama yang dimiliki oleh manusia untuk melakukan strategi nafkah untuk bertahan hidup. Modal manusia dapat berupa tenaga kerja, ketrampilan, pendidikan, dan kesehatan. 4. Modal Finasial (Financial Capital) merupakan asset berupa uang atau materi lainnya, yang dapat diakses untuk dapat digunakan dalam bertahan seperti keperluan konsumsi dan produksi. 5. Modal Sosial (Social Capital) merupakan jaringan sosial yang mengatur hubungan manusia dalam satu kelompok sosial yang akan menimbulkan rasa saling percaya dan saling dukung. Hal ini diperlukan untuk kelangsungan hidup. Dharmawan (2001) dikutip Turasih (2011) menjelaskan, sumber nafkah rumah tangga sangat beragam (mutiple source of livelihood), karena rumah tangga tidak tergantung hanya pada satu pekerjaan dan satu sumber nafkah tidak dapat memenuhi semua kebutuhan tumah tangga. Merujuk pada Ellis (2000), menjelaskan bahawa terdapat tiga sumber nafkah (income source) yaitu, farm income, off-farm income, dan non-farm income. Berikut penjelasannya: a. Farm income: pendapatan yang bersumber dari hasil pertanian yang dilakukan di lahan garapan milik sendiri ataupun hasil sewa dari orang lain. Pertanian yang dimaksud adalah pertanian secara luas termasuk peternakan, perikanan, dan perkebunan. b. Off farm income: pendapatan yang bersumber dari hasil pertanian tetapi di luar kegiatan bertani. Kegiatan yang dimaksud adalah seperti upah tenaga kerja pertnaian, kontrak upah tenaga kerja non upah, berternak dan lain-lain. c. Non farm income: pendapatan yang bersumber di luar kegiatan pertanian. Seperti upah tenaga kerja pedesaan bukan pertanian, membuka usaha di luar kegiatan pertanian, pendapatan dari menyewakan tanah, kiriman dari buruh migran yang pergi kekota maupun ke luar negeri, dll.
9 Rumah Tangga Petambak Garam Shanin 1996 dikutip Widiyanto, et al. (2010) mencirikan petani dengan beberapa karakteristik, yaitu: a) ciri-ciri ekonomi petani ditentukan oleh keterkaitan petani dengan lahan dan karakteristik produksi pertanian yang khas, b) usahatani keluarga adalah unit dasar dari kepemilikan petani, produksi, konsumsi, dan kehidupan sosial, c) dalam kegiatan ekonomi usahatani, tidak terlalu memperhatikan spesialisasi kerja, d) budaya tradisional petani sangat berkaitan denga kehidupan masyarakat desa, dan e) didominasi oleh pihak luar melalui: landtenure, penyalahagunaan dalam kekuatan pasar. Petambak garam berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia No. PER.4/MEN/2011, adalah orang yang mata pencahariannya melakukan kegiatan usaha produksi garam sebagai penggarap penyewa lahan, penggarap bagi hasil dan/atau pemilik lahan tambak garam dengan luasan tertentu yang mengerjakan lahan tambaknya sendiri. Rumah tangga petani menurut Sensus Pertanian (1993) dikutip Turasih (2011) adalah rumah tangga yang sekurang-kurangnya satu anggota rumah tangganya melakukan kegiatan bertani atau berkebun, menanam tanaman kayukayuan, beternak ikan di kolam, karamba maupun tambak, menjadi nelayan, melakukan perburuan atau penangkapan satwa liar, mengusahakan ternak/unggas, atau berusaha dalam jasa pertanian dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual guna memperoleh pendapatan/keuntungan atas resiko sendiri. Menurut Badan Pusat Statistsik (2016) mengartikan rumah tangga adalah seseorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan disik dan biasanya tinggal bersama serta makan dari satu dapur. Rumah tangga biasanya terdiri dari ibu, bapak dan anak. Pendapatan Rumah tangga Petambak garam Menurut Badan Pusat Statistik (2009) dalam Apriliana (2013), pendapatan rumah tangga adalah semua pendapatan yang diterima oleh rumah tangga, baik yang berasal dari pendapatan kepala rumah tangga maupun pendapatan anggota rumah tangga. Pendapatan itu sendiri dapat berasal dari: 1. Pendapatan dari upah atau gaji yang diterima oleh seluruh anggota rumah tangga ekonomi yang bekerja sebagai buruh sebagai imbalan bagi pekerjaan yang dilakukan oleh suatu perusahaan atau majikan atau instansi tersebut baik uang maupun barang dan jasa. 2. Pendapatan dari hasil usaha seluruh anggota rumah tangga yang merupakan pendapatan kotor, yaitu selisih nilai jual barang dan jasa yang diproduksi dengan ongkos produksinya. 3. Pendapatan lainnya yaitu pendapatan di luar upah atau gaji yang menyangkut usaha lain dari: (a) perkiraan sewa rumah milik sendiri, (b) bunga, deviden, royalti, paten, sewa atau kontrak, lahan, rumah, gedung, bangunan, peralatan dan sebagainya, (c) buah hasil usaha (hasil usaha sampingan yang dijual), (d) pensiunan dan klaim asuransi jiwa, serta (e) kiriman dari keluarga atau pihak lain secara rutin, ikatan dinas, beasiswa dan sebagainya. Tohar (2000) dikutip Avianti (2012) menyatakan bahwa secara umum ada dua segi pengertian dari pendapatan, yaitu dalam arti riil dan dalam arti jumlah
10 luar. Pendapatan dalam arti riil adalah nilai jumlah produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh masyarakat selama jangka waktu tertentu sedangkan pendapatan dalam arti jumlah uang merupakan penerimaan yang diterimanya, bisa dalam bentuk upah dari bekerja atau uang hasil penjualan, dan lain sebagainya. Menurut Mangkuprawira (1964) dikutip Sulaksmi (2007), ukuran pendapatan yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan rumah tangga adalah pendapatan keluarga yang diperoleh dari bekerja. Dari beberapa studi menunjukkan bahwa penyumbang dalam beberapa kegiatan baik dalam pekerjaan rumah tangga maupun dalam mencari nafkah dari anggota keluarga seperti istri dan anak-anak selain kepala keluarga (bapak). Hasil penelitian Soepadmo (1997) dikutip Sulaksmi (2007) menunjukan bahwa tingkat kepuasan seseorang dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Betapapun tingginya tingkat pendapatan yang diperoleh kepala keluarga, pada akhirnya kesejahteraan mereka akan banyak ditentukan oleh distribusi pendapatan per kapita. Besarnya pendapatan per kapita disamping ditentukan oleh besarnya total pendapatan yang diterima oleh anggota keluarga, juga akan ditentukan oleh banyaknya anggota keluarga yang menjadi tanggungan kepala keluarga yang bersangkutan. Banyaknya anggota keluarga mempengaruhi tinggi rendahnya pendapatan per kapita dan besarnya konsumsi keluarga. Menurut Mulaydi (2007) dikutip Hasan (2011) Besar kecilnya pendapatan yang diterima petani garam tergantung dalam pengelolaan faktor produksinya, penerimaan, dan pengeluarannya. Dalam hal ini faktor yang mempengaruhi pendapatan petani garam yaitu, iklim, tenaga kerja, modal, dan jenis peralatan yang digunakan untuk memasak garam. Pada umumnya para petani garam masih mengalami keterbatasan teknologi penggaraman. Di samping itu, ketergantungan terhadap, musim yang sangat tinggi, sehingga tidak setiap saat petani garam dapat berproduksi, terutama pada musim hujan turun, yang terjadi setiap saat. Akibatnya, selain hasil produksi garam terbatas, dengan kesederhanaan peralatan masak yang dimiliki, pada musim tertentu ada produksi garam yang gagal panen. Kondisi ini merugikan petani garam karena pendapatan riil rata-rata pendapatan perbulan menjadi lebih kecil, dan pendapatan yang diperoleh pada saat musim panen akan habis dikonsumsi pada saat gagal panen. Usaha Garam Rakyat Secara fisik, garam merupakan padatan berwarnan putih berbentuk kristal yang memiliki Natrium Chlorida hingga diatas 80 persen. Menurut Permenpertin No 88/M/IND/PER/10/2014 garam dikelompokkan kan menjadi dua jenis garam yaitu 1) garam konsumsi dan 2) garam industri. Pertama, garam konsumsi adalah garam yang digunakan konsumsi atau dapat diolah menjadi garam rumah tangga dan garam diet untuk konsumsi masrayakat. Garam konsumsi dibagi menjadi bagian yaitu, 1) Garam rumah tangga, adalah garam konsumsi beryodium dengan kandungan NacCl minimal 94%, dan 2) Garam Diet, adalah garam konsumsi beryodium berbentuk cairan/padat dengan kadar NaCl maksimal 60%. Kedua, garam industri adalah garam yang digunakan sebagai bahan baku/penolong pada proses produksi. Garam industri digunakan untuk: 1. Industri Kimia (kadar NaCl min. 96%) 2. Industri Aneka Pangan (Kadar NaCl min 97%) 3. Indsutri Farmasi (kadar NaCl min. 99,8%)
11 4. Industri Perminyakan (kadar NaCl min. 95%) 5. Industri Penyamakan kulit (kadar min. 85%) 6. Water Treatment (kadar min. 85%) Kemendag (2016) menjelaskan areal untuk proses pembuatan garam terutama untuk garam yang berasal dari air laut dengan menggunakan tenaga matahari secara umum harus dipilih berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria-kriteria yang digunakan dalam memilih lokasi tersebut antara lain letak permukaan air laut, topografi, sifat fisik tanah dan sebagainya. Faktor-faktor-faktor desain lokasi areal pengaraman yang menentukan adalah “air laut” sebagai bahan baku, “tanah” sebagai faktor sarana utama dan “iklim” sebagai faktor sumber tenaga serta tenaga manusia sebagai faktor tambahan. Selanjutnya, menurut Dradjid (2007) dikutip Efendy dan Sidik (2013) terdapat faktor-faktor teknis tambahan selain air laut, keadaan cuaca, kondisi tanah/lahan tambak yaitu pengaruh air dan teknik pungutan. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi produksi pembuatan garam, berikut penjelasannya: 1. Air Laut Mutu air laut (terutama dari segi kadar garamnya termasuk kontaminasi dengan air sungai), sangat mempengaruhi waktu yang diperlukan untuk pemekatan (penguapan). 2. Keadaan Cuaca a. Panjang kemarau berpangaruh langsug kepada “kesempatan” yang dierikan kepada kita untuk membuat garam dengan pertolongan sinar matahari. b. Curah hujan (intensitas) dan pola hujan distribusinya dalam setahun rata-rata merupakan indikator yang berkaitan erat dengan panjang kemarau yang kesemuanya mempengaruhi daya penguapan air laut. c. Kecepatan angin, kelembaban udara dan suhu udara sangat mempengaruhi kecepatan penguapan air, dimana makin besar penguapan maka makin besar jumlah kristal garam yang mengendap. 3. Tanah a. Sifat porositas tanah mempengaruhi kecepatan perembesan (kebocoran) air laut ke dalam tanah yang di meinihan ataupun di meja b. Bila kecepatan perembesan ini lebih besar daripada kecepatan penguapannya apalagi bila terjadi hujan selama pembuatan garam, maka tidak akan dihasilkan garam. c. Jenis tanah mepengaruhi pula warna dan ketidakmurnian (impurity) yang terbawa oleh garam yang dihasilkan. 4. Pengaruh air a. Pengaturan aliran dan tebal air dari peminihan satu ke berikutnya dalam kaitannya dengan faktor-faktor arah kecepatan angin dan kelembaban udara merupakan gabungan penguapan air (koefisien pemindahan massa). b. Kadar/kepekatan air tua yang masuk ke meja kristalisasi akan mempengaruhi mutu hasil. c. Pada kristalisasi garam konstrasi air garam harus antara 25-29° Be. Bila konsentrasi air tua belum mencapain 25° Be maka gips (Kalsium Sulfat) akan banyak mengendap, bila konsentrasi air tua lebih dari 29 Be magnesium akan banyak mengendap.
12 5. Cara pungutan garam Segi ini meliputi jadwal pungutan, umur kristalisasi garam dan jadwal pengerjaan tanah meja (pengerasan dan pengeringan). Demikian pula kemungkinan dibuatkan alas meja dari kristal garam yang dikeraskan, makin keras alas meja makin baik. Pungutan garam ada dua sistem yaitu: a. Sistem Portugis Pungutan garam di atas lantai garam, yang terbuat dari kristal garam yang dibuat sebelumnya selama 30 hari, berikut tiap 10 dipunggut. b. Sistem Maduris Pungutan garam yang dilakukan di atas lantai tanah, selama antara 10 15 hari garam diambil di atas dasar tanah 6. Air Bittern Air Bittern adalah air sisa kristalisasi yang sudah banyak mengandung garam-garam magnesium (pahit). Air ini sebaiknya dibuang untuk mengurangi kadar Mg dalam hasil garam, meskipun masih dapat menghasilkan kristal NacCl. Sebaiknya kristalisasi garam di meja terjadi antara 25-29° Be, sisa bittern ≥ 29° Be dibuang Garam sendiri dapat diperoleh dari beberapa tempat yaitu, garam dari air tambang, garam dari laut dan garam dari air danau garam. Menurut KKP (2003) garam dapat diperoleh dengan tiga cara yaitu, menambang (shaft mining) batu garam, membor sumur (drilling well) dan penguapan dengan bantuan energi matahari (solar evaporation) dari air laut atau air asin (brinel) dana garam. Kemendag (2016) menjelaskan teknologi yang digunakan untuk pembuatan garam didasarkan oleh dimana garam tersebut berasal, garam yang diperoleh dari tambang diperoleh dengan cara menambang (shaft mining) batu garam, membor sumur (drilling well) sedangkan garam yang berasal dari air laut dan air danau garam diperoleh denga cara penguapan dengan bantuan energi matahari (solar evaporation). Menurut KKP (2003) proses produksi garam di Indonesia secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu, garam yang diproduksi oleh PT Garam (Persero) dan garam yang berasal dari rakyat atau usaha garam rakyat. a. Produksi garam oleh PT. Garam PT. Garam (Persero) merupakan satu-satunya BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang bergerak di bidang garam dan perusahan peninggalan Pemerintah Belanda. Aareal pembuatan garamnya berupa satu kesatuan lahan yang cukup luas (minimal 1000 hektar) sedang areal yang dimiliki oleh rakyat atau swasta berupa petak-petak yang relatif sempit umumnya berkisar antara 0.5 hingga tiga hektar. Dilihat dari mutu garam, yang dihasilkan PT. Garam menghasilkan bentuk kristal yang besar, bewarna putih dan kandungan NaCl sekitar 95 hingga 97 persen. Dalam berproduksi, PT Garam memiliki areal lahan produksi tersendiri yang dikelola oleh petambak garam yang menjadi pegawai dari PT Garam. Dari beberapa lahan yang dimiliki, sebagaimana ada yang disewakan untuk dikelola oleh rakyat yang kemudian termasuk ke dalam garam rakyat. Skema tata letak dan aliran proses pembuatan garam oleh PT. Garam dapat dilihat pada Gambar 1.
13
Sumber : KKP (2003) Gambar 1 Skema tata letak dan aliran proses pembuatan oleh PT. Garam a.
Produksi usaha garam rakyat Di Indonesia, garam diproduksi dengan cara menguapkan air laut pada sebidang tanah pantai dengan bantuan angin dan sinar matahari sebagai sumber energi penguapan (solar evaporation). Produksi garam biasanya masih dilakukan secara tradisional di beberapa daerah pantai di Indoenesia. Mutu garam, yang dihasilkan garam rakyat menghasilkan bentuk kristal yang kecil, dan rapuh, warna garam terlihat putih buram dan kandungan NaCl sekitar 88 hingga 92.5 persen. Wijaya et al. (2014) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa sistem produksi usaha garam rakyat mengandalkan tenaga kerja sebagari sumberdaya utama untuk proses produksi. Proses produksi garam dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu pertama, proses persiapan lahan diantarnya adalah mengeringkan lahan, memperbaiki meja garam, saluran tambak dan alat-alat produksi, kedua, proses pemasukan air laut ke meja garam, ketiga, proses pasca panen diantaranya, menggaruk garam dari meja garam ke pinggir tambak, mengangkut garam dari pinggir ke gudang penyimpanan, memasukkan garam ke dalam karung, mengangkut karung ke pinggir jalan dan ataas truk pengangkut. Bagan proses produksi garam oleh garam rakyat terlihat dalam Gambar 2.
14
Sumber : KKP (2003) Gambar 2 Bagan proses produksi garam (garam mentah atau garam bahan baku/krosok) KKP (2003) menjelaskan dalam kelembagaan Usaha Garam Rakyat terdapat hubungan antara penggarap dan pemilik lahan. Hubungan antara penggarap dan pemilik lahan pada umunya menganut dua sistem yaitu: (a) sistem mengupah penggarap, yaitu tenaga penggarap dibayar secara harian atau borongan untuk pekerjaan tidak tetap. (b) sistem sewa, yaitu penggarap menyewa lahan dari pemilik, kemudian dengan modal dan tenaganya mengolah lahan garam dan hasilnya menjadi milik penggarap. Penyewa menyewa lahan dari pemiliki, kemudian dengan modal dan tenaga orang lain mengolah lahan garam, hasilnya menjadi milik penyewa. Dalam sistem bagi hasil seluruh biaya peralatan dan pemeliharaan besar menjadi tanggungan pemilik dengan rincian: pembagian hasil sesuai kesepakatan, pada umunya pembagian hasil dilakukan dengan perbandingan 1:1 biaya pemeliharaan besar, peralatan besar, pemeliharaan rutin dan solar menjadi tanggungan pemilik, sedangkan keranjang, sorkot pengais tanggungan penggarap, pembagian hasil sesuai kesepakatan, yaitu sekitar 2:3; biaya pemeliharaan besar, peralatan besar menjadi tanggungan pemilik, sedangkan pemeliharaan rutin dan solar serta keranjang, sorkot pengais tanggungan penggarap, pembagian hasil sesuai kesepakatan yaitu 1:1. Selain hubungan penggarap dengan pemilik lahan, terdapat hubungan penggarap-pemilik dengan pembeli garam. Hubungan tersebut berlangsung dalam pembeli garam setelah di produksi. Sistem penentuan harga garam dapat dilihat dari (1) harga garam curai diladang atau dalam karung di ladang; (2) harga garam curai atau dalam karung di pinggir jalan raya; (3) harga garam curai atau dalam karung di atas truk di pinggir jalan raya; (4) harga garam atau dalam karung di muka gudang pembeli. Sistem pembayaran yang terjadi pada umumnya dilakukan sebagai berikut: (1) uang muka pada awal pembuatan garam (kredit atau ijon); (2) tunai setelah garam ditimbang dan masuk gudang pembeli; (3) pelunasan dalam jangka tertentu. Secara skematis hubungan bisnis antara penggarap dan pemilik dengan pembeli garam dapat dilihat pada Gambar 3 (KKP 2003).
15
Sumber : KKP (2003) Gambar 3 Skema hubungan bisnis penggarap dan pemilik dengan pembeli garam Kerangka Pemikiran Petambak garam merupakan pekerjaan musiman yang hanya dapat dilakukan di musim kemarau. Di luar musim kemarau, petambak akan mencari pekerjaan di luas usaha garam untuk dapat bertahan dan menafkahi untuk memenuhi keperluan sehari-hari keluarga dan dirinya sendiri sehingga diperlukannya strategi nafkah. Merujuk konsep Ellis (2000), strategi nafkah dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga sumber nafkah yaitu, sumber nafkah di on farm, off farm dan non farm. Sumber nafkah di on farm yaitu, produksi usaha garam rakyat dan budidaya bandeng. Sumber nafkah di off farm adalah di luar produksi usaha garam rakyat dan budidaya bandeng. Sumber nafkah di non farm adalah di luar kegiatan pertanian (dalam arti luas) Usaha garam rakyat di Indonesia masih memiliki beberapa kendala dari segi sumber daya manusia, teknologi hingga kualitas garam yang dihasilkan. Hal ini membuat garam Indonesia kalah saing dengan garam yang impor oleh pemerintah tiap tahunnya. Kegiatan impor yang terus dilakukan membuat penggaraman di Indonesia mengalami kemunduran dan mempengaruhi kesejateraan petambak garam yang semakin tidak sejahteran sehingga pemerintah perlu melakukan suatu upaya untuk mengatasi hal tesebut. Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) merupakan program yang diperuntukkan untuk petambak garam dalam rangka mendukung swasembada garam nasional yang memiliki prinsip bottom-up. Jangka panjang dari program ini dapat meningkatkan kesejahteraan petamba garam rakyat. Adanya kegiatan PUGAR, diharapkan petambak garam dapat menghasilkan garam yang lebih banyak sehingga pendapatan petambak garam dapat mengalami
16 peningkatan setelah adanya bantuan. Pemilihan strategi nafkah yang dilakukan rumah tangga petambak garam mempunyai pengaruh pada jumlah pendapatan dalam rumah tangga baik dari sumber nafkah di on farm, off farm dan non farm.
Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR • Input Produksi • Bantuan Produksi
Srategi Nafkah • Sumber nafkah di On farm (produksi usaha garam rakyat) • Sumber nafkah di Off farm (di luar produksi usaha garam rakyat) • Sumber nafkah di Non farm
Total Pendapatan Rumah tangga • Sektor On farm • Sektor Off farm • Sektor Non farm
Keterangan : : Mempengaruhi : Analisis deskriptif Gambar 4 Kerangka pemikiran Hipotesis Penelitian 1. Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) diduga meningkatkan pendapatan rumah tangga responden yang bersumber dari usaha garam. 2. Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) diduga mempengaruhi strategi nafkah rumah tangga responden. Definisi Operasional Berikut ini definisi operasional dari variabel yang dianalisis: 1. Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) merupakan bagian dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Kelautan dan Perikanan (PNPM Mandiri KP) yang diperuntukan bagi peningkatan kesempatan kerja, kesejahteraan petambak garam rakyat, dan pelaku usaha lainnya dalam rangka mendukung swasembada garam nasional yang prinsp bottom-up (menggunakan mekanisme tugas pembantuan/TP). 2. Usia adalah lama hidup petambak garam yang dihitung berdasarkan tahun. Dalam penelitian, usia dikategorikan berdasarkan rata-rata usia petambak, yaitu:
17
3.
4.
5.
6.
7.
8.
a. Usia petambak garam antara 21-34 tahun. b. Usia petambak garam antara 34-46 tahun. c. Usia petambak garam >46 tahun. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir ditempuh rumah tangga petambak garam. Dalam penelitian tingkat pendidikan dikategorikan berdasarkan kondisi di lokasi peneitan, yaitu: a. Tidak/belum tamat SD. b. Tidak tamat SD. c. Tamat SD. d. Tamat SMP. e. Tamat SMA. f. Tamat Akademis/D3. g. Tamat S1. Jumlah tanggungan adalah jumlah jiwa yang ditanggung oleh satu kepala keluarga dalam rumah tangga. Dalam penelitian jumlah tanggungan di kategorikan berdasarkan rata-rata tanggunan dalam satu rumah tangga petambak garam, yaitu: a. Tanggungan dalam rumah tangga berjumlah 2 orang. b. Tanggungan dalam rumah tangga berjumlah 3 orang. c. Tanggungan dalam rumah tangga berjumlah 4 orang. d. Tanggungan dalam rumah tangga berjumlah 5 orang. Status penguasaan lahan adalah bentuk kuasa petambak garam atas lahan yang digunakan untuk usaha garam rakyat. Dalam penelitian bentuk kekuasan berupa lahan milik, lahan hibah, lahan sewa/kontrak, dan lahan bagi hasil. Luas lahan garapan adalah lahan garapan yang dikuasai oleh petambak garam untuk kegiatan usaha garam dan dihitung dalam satuan meter persegi. Luas lahan yang digarap diukur dari lahan yang sempit hingga paling luas berdasarkan data penerima program PUGAR tahun 2014 dan diklasifikasikan menjadi: a. Lahan garapan dengan luas < 2.979 m2 b. Lahan garapan dengan luas 2.979 m2 ≤ x < 4.079 m2 c. Lahan garapan dengan luas ≥ 4.079 m2 Pengalaman menambak merujuk Oxford Dictionary (2007) dikutip Turasih (2011) adalah merujuk kepada pengetahuan dan keterampilan tentang sesuatu yang diperoleh melalui tindakan atau dengan memperhatikan. Pengalaman menambak juga menunjukan berapa lama petambak garam dalam rumah tangga telah melakukan usaha garam, Pengalaman menambak dihitung dalam ukuran tahun. Pengalam menambak dikategorikan berdasarkan rata-rata pengalaman petambak garam dalam melakukakan usaha garam, yaitu : a. Pengalaman menambak 2-13 tahun. b. Pengalaman menambak 14-24 tahun. c. Pengalaman menambak 24 tahun keatas. Strategi Nafkah adalah cara yang dilakukan oleh rumtah tangga untuk memenuhi kehidupan. Merujuk konsep Ellis (2000) klasifikasi sumber nafkah yang akan digunakan dalam penelitian ini, diukur sebagai berikut:
18 a. Sumber nafkah di sektor on farm adalah mata pencaharian yang berasal dari sektor pertanian dalam arti luas (pertanian, perkebunan, peternakan, dll). Dalam penelitian ini, usaha garam rakyat merupakan sumber utama pertanian, sedangkan budidaya bandeng sebagai usaha sampingan pertanian. b. Sumber nafkah di sektor off farm adalah mata pencaharian yang memanfaatkan sektor pertanian tetapi bukan berasal dari kegiatan bertani. Kegiatan di luar pertanian yang dimaksud seperti upah tenaga kerja pertanian, kontrak upah tenaga kerja non upah, berternak dan lainlain. c. Sumber nafkah di sektor non farm adalah mata pencaharian yang berasal dari luar bidang pertanian seperti membuka warung, ojek, buruh pabrik, pemulung, dan lain-lain. 9. Pendapatan dari sektor on farm adalah pendapatan bersih yang diperoleh rumah tangga petambak garam dari usaha garam per tahun. 10. Pendapatan dari sektor off farm dan non farm adalah pendapatan bersih yang diperoleh rumah tangga petambak garam dari kegiatan di luar usaha garam per tahun. 11. Total pendapatan rumah tangga adalah jumlah pendapatan yang diperoleh dari sumber nafkah dari sektor on farm, off farm dan non farm.
19
PENDEKATAN LAPANG Lokasi dan Waktu Penlitian Penelitian ini dilaksanakan di Dusun II Desa Waruduwur, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat (Lampiran 2). Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) dengan beberapa alasan, yaitu: 1. Dusun II Desa Waruduwur merupakan salah satu desa di Kecamatan Mundu penerima program Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) sejak tahun 2012. 2. Dusun II Desa Waruduwur memiliki tambak garam yang terluas yang ada di Kecamatan Mundu. 3. Sebagian besar penduduk Dusun II Desa Waruduwur bermatahapencaharian sebagai petambak garam. Penelitian dilaksanakan dalam waktu enam bulan (Lampiran 1). Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal skripsi dan revisi, kolokium, pengambilan data lapangan, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan laporan skripsi. Teknik Pemilihan Responden dan Informan Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan instrumen kuesioner dan didukung oleh metode kualitatif dengan wawancara mendalam terhadap informan maupun respoden menggunakan panduan pertanyaan dan observasi. Populasi pada penelitian ini adalah petambak garam di Dusun II, Desa Waruduwur, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon. Unit analisis dalam penelitian ini adalah rumah tangga petambak garam penerima program PUGAR. Metode pengambilan responden yang digunakan di dalam penelitian ini adalah secara acak berstrata (Stratified Random Sampling). Populasi petambak garam di Desa Waruduwur terdapat sebanyak 507 petambak garam. Populasi terbagi kedalam tiga golongan berdasarkan luas lahan garapan yaitu golongan luas lahan garapan kurang dari 2.979 m2, golongan dengan luas lahan garapan antara 2.979 m2 ≤ x < 4.079 m2 dan golongan dengan luas lahan garapan lebih dari 4.079 m2. Berikut populasi dan sampel golongan petambak garam menurut luas lahan garapan disajikan di Tabel 1. Tabel 1 Populasi dan sampel golongan petambak garam menurut luas lahan garapan Golongan luas lahan garapan (m2) Populasi (orang) Sampel (orang) < 2.979 110 8 2.979 ≤ x < 4.079 313 21 ≥ 4.079 84 6 Total 507 35
20 Seperti terlihat pada Tabel 1, terdapat tiga golongan, pertama, golongan luas lahan garapan kurang dari 2.979 m2 terdapat 110 petambak garam kemudian diambil sebanyak delapan responden, Kedua, golongan dengan luas lahan garapan antara 2.979 m2 ≤ x < 4.079 m2 terdapat 313 rumah tangga kemudian diambil 21 responden, Ketiga, golongan dengan luas lahan garapan lebih dari 4.079 m2 terdapat 84 rumah tangga kemudian diambil enam responden. Sehingga jumlah keseluruhan responden adalah 35 responden. Kerangka sampling dapat dilihat di Lampiran 3. Informan dalam penelitian ini adalah orang-orang yang memiliki hubungan dengan responden, seperti anggota rumah tangga, tengkulak, dan penyelenggara program PUGAR. Pemilihan informan dipilih secara purposive. Penggunaan teknik pengumpulan data yang sesuai dengan jenis data yang dikumpulkan secara rinci dijelaskan pada Tabel 2. Tabel 2 Metode pengumpulan data No
Kebutuhan Data
1.
Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat Data jumlah penduduk dan petambak garam Desa Waruduwur Peta desa dan data monografi Desa Waruduwur Strategi nafkah Petambak garam Pendapatan Petambak garam Aktivitas responden dalam menjalani pekerjaannya
2.
3. 4. 5. 6.
Survei -
Metode Pengumpulan Data Data Wawancara Pengamatan sekunder mendalam √ √ √
-
-
√
-
-
-
√
-
√
√
-
√
-
-
-
√
-
√
-
-
Teknik Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan dan analisis data tujuan untuk menjelaskan dampak program PUGAR terhadap strategi nafkah dan pendapatan rumahtangga petambak garam dari usaha garam maupun di luar garam. Untuk memperoleh data tersebut, akan dianalisis dari data hasil wawancara kuesioner yang mencakup sebelum dan sesudah program PUGAR serta wawancara mendalam. Data kuantitatif diolah menggunakan aplikasi Microsoft Excel 2011 dan SPPS for Macbook 20.0. Kuesioner yang dikumpulkan kemudian akan diolah dan dianalisis dengan
21 aplikasi Microsoft Excel 2011 sebelum dimasukkan ke perangkat lunak SPPS for Macbook 20.0. Analisis data yang digunakan adalah analisis uji beda menggunakan paired sample T- test untuk melihat perubahan sebelum dan sesudah program PUGAR terhadap strategi nafkah dan pendapatan petambak garam. Pengolahan dan analisa data kualitatif untuk memperkuat dan memberikan penjelasan lebih lanjut data kuantitatif, data kualitatif diperoleh dari hasil wawancara mendalam dan observasi lapang yang ditulis dalam catatan harian. Catatan harian ini kemudian dipilih berdasarkan ketegorisasi data sesuai dengan rumusan masalah penelitian. Data yang telah dipilih tersebut menjadi bahan yang akan digunakan dalam menyusun tulisan. Tahap terakhir yaitu menarik kesimpulan sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian.
22
23
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Demografi Desa Waruduwur terletak di Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat. Secara demografi, Desa Waruduwur merupakan kawasan dataran rendah yang berada diatas ketinggian antara 0 – 75 meter dpl (diatas permukaan laut). Sebagian besar wilayah desa adalah daerah pesisir pantai dan lahan penggaraman serta pertanian. Desa Waruduwur memiliki batas wilayah sebagai berikut: • Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa. • Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Kanci Kulon Kecamatan Astanajapura. • Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Gemulung Kecamatan Greged. • Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Citemu Kecamatan Mundu. Letak desa sendiri, berada tepat di pinggir jalan jalur pantura sehingga, akses ke desa dapat ditempuh menggunakan kendaraan roda dua ataupun empat. Adapun transportasi umum yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk keluar masuk desa berupa mobil kol atau mobil elf. Jarak tempuh dari Desa Waruduwur ke wilayah lain di luar Desa Waruduwur diuraikan sebagai berikut: • Menuju Kantor Kecamatan Mundu ± 2 km. • Menuju Kota Cirebon ± 17,5 km. Desa Waruduwur mempunyai luas wilayah 208.560 hektar yang terdiri dari tanah sawah seluas 57,915 hektar, tanah bengkok seluas 25,500 hektar, tanah pekarangan seluas 12,754 hektar, tanah pemukiman seluas 11,978 hektar, tanah titisara seluas 2,467 hektar, pemakaman umum seluas 1,399 hektar, kantor desa sleuas 0,42 hektar dan lain-lain seluas 88,599 hektar. Desa waruduwur mempuyai 2 dusun dengan jumlah Rukun Warga (RW) sebanyak 5 dan Rukun Tetangga (RT) sebanyak 10. Dusun I Blok Waruduwur terdiri dari RW satu hingga tiga dan RT satu hingga enam. Dusun II Blok Kandawaru terdiri dari RW empat dan lima dan RT delapan hingga sepuluh. Tiap Dusun dikepalai oleh seorang Kepala Dusun. Letak kedua dusun dipisahkan oleh Desa Kanci Kulon dan Desa Kanci. Letak Kantor Desa sendiri berada di Dusun I Blok Kandawaru, sehingga semua kegiatan administratif desa dilakukan di Dusun I. Kondisi Ekonomi Desa Waruwudur merupakan daerah yang kaya akan kelimpahan laut. Walaupun letak desa yang dekat dengan pantai, masyarakat desa juga memanfaatkan lahan pertanian sebagai mata pencahariannya. Hal ini dapat dilihat dengan luasnya areal lahan pertanian (dalam artian luas) yang mencapai ± 57,915 hektar. Lahan pertanian dalam penelitian berupa lahan tambak yang dimanfaatkan menjadi lahan tambak usaha garam rakyat di musim kemarau dan budidaya bandeng di musim hujan. Terdapat perbedaan pekerjaan utama di kedua dusun Desa Waruduwur. Dusun I Blok Waruduwur, masyarakat pada umumnya bekerja sebagai nelayan
24 sedangkan di Dusun II Blok Kandawaru, masyakat bekerja sebagai petambak garam di musim kemarau dan menjadi buruh lepas di musim hujan. Perbedaan tersebut dikarenakan Dusun II Blok Kandawaru memiliki lahan tambak yang lebih luas dibandingkan Dusun I sehingga masyarakat di Dusun II memilih bekerja sebagai petambak garam. Masyarakat di Dusun II, umumnya masih banyak yang menambak garam di lahan milik orang lain. Berikut adalah data mata pencaharian masyarakat Desa Waruduwur Tahun 2014 disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Data mata pencaharian masyarakat Desa Waruduwur Tahun 2014 Mata pencaharian n % Nelayan/Perikanan 471 16 Petambak Garam 84 4,7 Petani/Perkebunan 16 0,5 Buruh Harian Lepas 63 2 Karyawan Swasta 371 12 Wiraswasta 131 4,3 Sopir 6 0,2 Guru 5 0,16 Tukang Kayu 4 0,13 Peternak 2 0,06 Perawat 3 0,1 PNS 2 0,06 TNI 1 0,03 POLRI 3 0,1 Purnawirawan TNI 1 0,03 Pensiunan BUMN 2 0,06 Pedagang 64 2,1 Lain-lain 1778 59 Total 3017 100 Sumber: Diolah dari profil Desa Waruduwur 2014 Dilihat dari data profil Desa Waruduwur pada tahun 2014, sebanyak 471 orang memiliki penghasilan utama sebagai nelayan, 371 orang memiliki penghasilan utama sebagai keryawan swasta dan 131 orang berpenghasilan utama sebagai wiraswasta. Selain itu berdasarkan hasil obeservasi lapang, lokasi desa dekat dengan pabrik yang berada sepanjang jalur pantura sehingga hampir kebanyakan masyarakat di desa Waruduwur bekerja di pabrik-pabrik tersebut, ada yang menjadi buruh harian, ada pun yang menjadi pegawai tetap. Kondisi Sosial Jumlah penduduk Desa Waruduwur pada tahun 2014 sebanyak 4.269 jiwa, dengan proposisi laki-laki 2.151 jiwa dan perempuan 2.118 jiwa. Total jiwa tersebut terbagi dalam 1.155 kepala keluarga. Sementara itu tingkat pendidikan yang terdata dalam profil Desa Waruduwur 2014 dijelaskan pada Tabel 4.
25 Tabel 4 Tingkat pendidikan di Desa Waruduwur Tahun 2014 Tingkat pendidikan n Tidak Sekolah 916 Belum Tamat SD 386 Tidak Tamat SD 570 Tamat SD 785 Tamat SMP 223 Tamat SMA 118 Tamat Akademi/PT 19 Total 3017
% 30,3 12,8 19 26 7,4 3,9 0,6 100
Mayoritas penduduk Desa Waruduwur bisa dikatakan memiliki pendidikan yang rendah, sebanyak 916 orang yang tidak sekolah kemudian disusul dengan Tamatan SD (Sekolah Dasar) sebanyak 785 orang. Sarana Pendidikan di Desa Waruduwur hanya mempunyai bangunan PAUG (Pendidikan Anak Usia Dini) sebanyak satu buah, bangunan TK (Taman Anak-Anak) satu buah, bangunan SD satu buah. Tidak ada bangunan SMP bahkan SMA di Desa Waruduwur, sementara SMP dan SMA terdekat berada di Desa Mundu Pesisir sekitar ± 2,4 kilometer dari Desa Waruduwur. Penduduk Desa Waruduwur umumnya masih ditinggali oleh masyarakat asli setempat dimana mereka lahir, tinggal dan kerja hanya beberapa masyarakat yang merupakan pendatang dari luar desa. Meskipun ada pendatang ke desa, tidak ada perbedaan diantara kedua kehidupan masyarakat. Karakteristik Petambak Garam di Desa Waruduwur Usia Responden Data di lapangan menunjukan bahwa dari 35 responden rumah tangga petambak garam di Dusun II, Desa Waruduwur, rata-rata umur responden adalah 40 tahun dengan kisaran antara 21 sampai 71 tahun. Berikut jumlah dan presentase usia responden menurut golongan luas lahan garapan tersaji di Tabel 5. Tabel 5 Jumlah dan presentase usia responden menurut golongan luas lahan garapan Golongan luas lahan garapan (m2) Kelompok umur < 2.979 2.979 ≤ x < 4.079 ≥ 4.079 (Tahun) n % n % n % 21-34 Tahun 4 50 9 43 1 17 35-46 Tahun 3 37,5 6 28,5 2 33 >46 Tahun 1 12,5 6 28,5 3 50 Total 8 100 21 100 6 100 Seperti terlihat pada Tabel 5, usia responden dapat dilihat tersebar di semua kelompok umur. Rata-rata usia responden berada di kelompok umur 21 hingga 34 tahun di tiap golongan kecuali golongan luas lahan garapan lebih dari 4.079 m2 lebih didominasi oleh responden kelompok umur di atas 46 tahun. Hal ini disebabkan petambak garam dengan kelompok umur di atas 46 tahun berani lebih
26 berinvestasi usaha garam rakyat di luas lahan yang lebih besar karena mereka berpendapat semakin luas lahan kopang berarti dapat membuat meja garam lebih banyak agar menghasilkan garam lebih banyak juga. Tingkat Pendidikan Responden Tingkat pendidikan responden yang dimaksud dalam penelitian ini diukur berdasarkan tingkat pendidikan formal yang pernah diikuti. Kategori tingkat pendidikan responden di Dusun II, Desa Waruduwur, terbagi menjadi tujuh kelompok yaitu: tidak atau belum tamat SD, tidak tamat SD, tamat SD, tamat SMP, tamat SMA, tamat Akademis/D3, dan penduduk yang berpedidikan S1. Berikut jumlah dan presentase tingkat pendidikan responden menurut golongan luas lahan garapan tersaji di Tabel 6. Tabel 6 Jumlah dan presentase tingkat pendidikan responden menurut golongan luas lahan garapan Golongan luas lahan garapan (m2) Tingkat pendidikan < 2.979 2.979 ≤ x < 4.079 ≥ 4.079 n % n % n % Tidak bersekolah 4 50 5 24 4 66 Tidak Tamat SD 0 0 3 14,3 1 17 Tamat SD 2 25 10 48 0 0 Tamat SMP 2 25 2 9,5 1 17 Tamat SMA 0 0 1 4,7 0 0 Tamat Akademis/D3 0 0 0 0 0 0 Tamat S1 0 0 0 0 0 0 Total 8 100 21 100 6 100 Seperti terlihat pada Tabel 6, rata-rata petambak garam di tiap golongan adalah mereka yang hanya mengenyam pendidikan hingga sekolah dasar. di golongan luas lahan garapan kurang dari 2.979 m2 pendidikan petambak garam paling tinggi hingga tingkat Sekolah Menegah Pertama (SMP) terdapat dua responden yang telah besekolah hingga tahap tersebut sedangkan mayoritas di golongan ini ppetambak garam tidak bersekolah. Sementara, di golongan luas lahan garapan antara 2.979 m2 ≤ x < 4.079 m2 tingkat pendidikan paling tinggi hingga Sekolah Mengenah Atas (SMA) dengan satu responden yang memiliki ijazah SMA. Mayoritas di golongan ini, petambak garam dapat menyelesaikan SD hingga lulus. Di golongan terakhir yaitu, golongan luas lahan garapan lebih dari 4.079 m2 tingkat pendidikan paling tinggi hingga SMP dengan satu responden yang memiliki ijazah SMP sementara mayoritas petambak garam di golongan ini berstatus tidak sekolah. Namun, profesi sebagai petambak garam tidak memandang dari pendidikan yang ditempuh karena profesi tersebut hanya membutuhkan keterampilan dan pengalaman. Sehingga kemampuan yang diperoleh petambak garam pada umunya diturunkan oleh orang tuanya. Selain itu, rendahnya pendidikan petambak garam disebabkan oleh perekonomian keluarga yang tidak mampu untuk menyekolahkan anak ke pendidikan formal. Pemikiran orang tua yang menganggap pendidikan pada masa itu belum penting menjadi salah satu alasan rendahnya tingkat pendidikan responden
27 Jumlah Tanggungan Pengklasifikasian jumlah tanggungan keluarga responden dikelompokkan atas tiga kategori berdasarkan data temuan di lapangan, yaitu jumlah tanggungan berkisar antara dua sampai denga lima orang. Berikut jumlah dan presentase jumlah tanggungan responden dalam rumah tangga menurut golongna luas lahan garapan tersaji di Tabel 7. Tabel 7 Jumlah dan presentasse jumlah tanggungan responden dalam rumah tangga menurut golongan luas lahan garapan Golongan luas lahan garapan (m2) Jumlah < 2.979 2.979 ≤ x < 4.079 ≥ 4.079 Tanggungan n % n % n % 2 orang 2 25 6 28,5 1 17 3 orang 4 50 9 43 2 33 4 orang 2 25 6 28,5 2 33 5 orang 0 0 0 0 1 17 Total 8 100 21 100 6 100 Seperti terlihat pada Tabel 7, rata-rata jumlah tanggungan petambak garam dalam satu rumah tangga tiap golongan sebanyak tiga orang yang terdiri dari istri, anak dan anggota rumah tangga yang lainnya. Di golongan luas lahan garapan kurang dari 2.979 m2 terdapat empat responden yang memiliki jumlah tanggungan tiga orang dan masing-masing dua responden yang memiliki jumlah tanggungan dua dan empat orang dalam satu rumah tangga sedangkan golongan petambak luas lahan garapan antara 2.979 m2 ≤ x < 4.079 m2 mayoritas memiliki jumlah tanggungan sebanyak sembilan orang atau dan masing-masing terdapat enam responden yang memiliki jumlah tanggungan dua dan empat orang. Sementara petambak denganluas lahan garapan lebih dari 4.079 m2 memiliki jumlah tanggungan responden hampir merata, terdapat masing-masing dua responden yang memiliki jumlah tanggungan dua dan tiga orang dalam satu rumah tangga, selain itu, terdapat masing-masing satu responden yang memiliki jumah tanggungan dua dan lima orang dalam satu rumah tangga. Semakin banyak jumlah anggota rumah tangga yang ditanggung, menuntut petambak harus bekerja lebih keras agar dapat menafkahi seluruh rumah tangga dan dirinya sendiri sehingga tak jarang anggota rumah tangga petambak garam dijadikan tenaga kerja untuk mendapatkan pendapatan tambahan. Anggota rumah tangga juga sering kali dijadikan tenaga kerja dalam kegiatan usaha garam rakyat untuk membantu petambak garam produksi garam. Pengalaman Menambak Pengalaman menambak petambak garam menunjukan berapa lama seorang petambak garam dalam suatu rumah tangga telah melakukan usaha garam. Berikut jumlah dan persentase pengalaman menambak responden berdasarkan luas lahan garapan tersaji di Tabel 8.
28 Tabel 8 Jumlah dan presentase pengalaman menambak responden menurut golongan luas lahan garapan Golongan luas lahan garapan (m2) Pengalaman < 2.979 2.979 ≤ x < 4.079 ≥ 4.079 menambak n % n % n % 2-12 Tahun 5 62,5 8 38 0 0 13-24 Tahun 2 25 8 38 3 50 24 Tahun ke atas 1 12,5 5 24 3 50 Total 8 100 21 100 6 100 Seperti terlihat pada Tabel 8, rata-rata petambak garam di Dusun II, Desa Waruduwur, telah melakukan kegiatan usaha garam antara 13 hingga 24 tahun. Petambak garam di golongan luas lahan garapan antara 2.979 m2 ≤ x < 4.079 m2 memiliki pengalaman menambak yang sama antara dua hingga 12 tahun dan 13 hingga 34 tahun dengan masing-masing terdapat delapan responden, hanya lima responden ynag memiliki pengalaman 24 tahun ke atas. Sementara, di golongan luas lahan garapan kurang dari 2.979 m2 petmabak garama memiliki pengalaman menambak yang tersebar normal yaitu sebanyak lima responden yang telah berpengalaman di usaha garam rakyat selama 2 hingga 12 tahun, selanjutnya terdapat dua responden yang memiliki pengalaman menambak13 tahun hingga 24 tahun dan hanya satu responden yang memiliki pengalaman menambak di atas 24 tahun ketas. sedangkan petambak garam dengan luas lahan garapan lebih dari 4.079 m2 memiliki pengalaman menambak yang sama antara 13 hingga 24 tahun dan 24 tahun ke atas dengan masing-masing tiga responden. Di golongan ini terdapat petambak yang memiliki pengalaman dibawah 13 tahun.
29
USAHA GARAM DAN PETAMBAK GARAM DI DESA WARUDUWUR Proses Pembuatan Garam di Desa Waruduwur Usaha garam yang dilakukan di Dusun II, Desa Waruduwur, masih dengan cara tradisional dan menggunakan teknologi sederhana. Proses pembuatan garam menggunakan metode penguapan air laut dengan tenaga matahari (solar evaporation). Petambak garam di Dusun II, Desa Waruduwur, menggunakan isilah kopang untuk menyebutkan jumlah petakan pada lahan yang di garap oleh petambak dalam satu tambak. Kopang terdiri areal penguapan, meja garam dan satu kolam penampungan air muda. Hasil penelitian, Wijaya et al. (2014) menjelaskan bahwa sistem produksi usaha garam rakyat mengandalkan tenaga kerja sebagari sumberdaya utama untuk proses produksi. Proses produksi garam dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu pertama, proses persiapan lahan diantarnya adalah mengeringkan lahan, memperbaiki meja garam, saluran tambak dan alat-alat produksi, kedua, proses pemasukan air laut ke meja garam, ketiga, proses pemanenan garam diantanya, menggaruk garam dari meja garam ke pinggir tambak, mengangkut garam dari pinggir ke gudang penyimpanan, memasukkan garam ke dalam karung, mengangkut karung ke pinggir jalan dan ataas truk pengangkut. Berikut uraian proses usaha garam rakyat di Dusun II, Desa Waruduwur seperti ditunjukkan pada Gambar 5. Proses persiapan lahan 1. Pengeringan lahan 2. Memperbaiki meja garam dan saluran tambak 3. Memperbaiki alat produksi
Tenaga kerja Buruh 1-2 orang
Proses produksi garam rakyat
Proses pasca panen 1. Mengerik garam dari meja garam 2. Memasukkan garam ke dalam karung 3. Mengangkut garam ke pinggir jalan
Tenaga kerja Buruh 1-2 orang
Gambar 5 Bagan proses pembuatan usaha garam rakyat Pertama, proses persiapan lahan, petambak biasanya akan melihat tandatanda alam yang muncul untuk sebagai tanda untuk mempersiapkan lahan, pembuatan lahan membutuhkan waktu paling lama dua minggu sebelum produksi. Pada umumnya mereka memulai turun ke tambak pada bulan Mei/Juni untuk mempersiapkan lahan. Proses persiapan lahan meliputi:
30 a. Pengeringan lahan. b. Memperbaiki tanggul dan saluran tambak yang terdiri dari saluran pemasukan air laut, saluran air muda, saluran air tua, saluran pembungan air tua. c. Penyiapan kolam air tua (areal penguapan) dan penyiapan meja garam. Pada proses ini petambak akan membuat arela penguapan dan garam disesuai kebutuhan petambak. Rata-rata dalam satu kopang terdiri dari 10 kolam, hanya 4 kolam saja yang aka dijadikan meja garam. Penyiapan kolam air tua (areal penguapan) dan meja garam dilakukan dengan cara memperdalam atau meratakan lahan kolam air tua (areal penguapan) dan meratakan meja garam sehingga kembali bentuk awal. Setelah itu, memasukkan air laut ke seluruh areal tambak. Selama tiga hari pertama air laut yang keluar masuk digunakan untuk membersihkan tambak dari air hujan atau air tawar. Setelah tiga hari, kolam air tua (areal penguapan) dan meja garam dikeringkan selama satu hari. Tanah di meja garam harus di padatin dengan cara mengguluk menggunakan slender agar tanah mengeras dan tidak merembes. d. Memperbaiki alat produksi yang rusak (seperti kincir angin, mengganti bambu untuk penggaruk, slender dan sebagainya). Pada umumnya, petambak akan menggunakan tenaga kerja tambahan selama proses pembuatan garam berlangusng. Penggunaan tenaga kerja tambahan dibutuhkan saat proses persiapan lahan dan proses mengankut garam ke pinggir jalan seperti yang dijelaskan sebelumnya. Jumlah tenaga kerja yang biasa digunakan untuk membuat lahan adalah satu sampai dengan dua orang dengan ketentuan upah berkisar antara Rp. 400.000 sampai dengan 700.000. Kedua, proses produksi garam rakyat menggunakan metode solar evaporation, membutuhkan modal utama tenaga kerja selain sinar matahari dan lahan berupa tanah. Selain itu, diperlukan juga angin untuk dapat memutar kincir angir agar terus memimpa air ke lahan penggaraman. Adapun tahapan proses pembuatan di Dusun II, Desa Waruduwur sebagai berikut: 1. Setelah lahan siap, air laut dimasukan kedalam penampungan air laut (kolam penampungan air muda). 2. Air laut yang sudah ditampung akan dialiri ke kolam air tua (areal penguapan). Seluruh air semua masuk ke kolam air tua, pintu air ditutup. 3. kadang petakan meja garam dan petakan air tua di gunakan secara bergantian semua tergantung keadaan tanah di tambak. 4. Di kolam air tua (areal penguapan), air laut yang disinari matahari akan menghasilkan kadar baume (kepekatan). Kadar baumer yang diperlukan untuk proses kristalisasi mencapai 28o Be. 5. Air tua yang sudah mencapai kadar baume sesuai keinginan akan dialiri ke meja garam atau meja kristalisasi melalui saluran air tua yang terdapat di pinggiran meja garam. 6. Air tua di meja garam mengalami penguapan sehingga akan terbentuk kristal garam Dalam proses ini, memasukan air tua dapat dilakukan berkalikali tergantung ketebal garam yang diinginkan oleh petambak. Air tua yang sudah melebihin 30 o Be akan di buang melalui saluran pembuangan air tua. 7. Air di meja garam berubah menjadi mengering lalu mengkristal. Proses kristalisasi berlangsung selama kurang lebih tiga sampai tujuh hari.
31 8. Garam pun siap dipanen. proses panen garam berlangsung setelah tiga hingga tujuh hari di saat air laut mengalami kristalisasi, selanjutnya, garam akan dipanen dengan cara di kerik menggunakan laskar atau garukkan. Rata-rata dalam satu minggu petambak dapat menghasilkan 800 kg sampai dengan 1.000 kg dengan luas lahan ± 3000 m2 jika luas tambak lebih besar dalam satu minggu dapat menghasilkan 3.000 kg sampai dengan 5.000 kg. Semua hasil produksi tergantung dengan cuaca dan lamanya penguapan air tua kristalisasi di meja garam. Semakin lama proses kritalisasi semakin banyak garam yang dihasilkan. Pola lahan tambak Garam rakyat dapat seperti ditunjukkan pada Gambar 6.
Gambar 6 Pola lahan tambak garam rakyat di Dusun II, Desa Waruduwur Ketiga, proses pasca panen diantaranya yaitu menggaruk/mengerik garam dari meja garam menggunakan laskar atau garukan, memasukkan garam ke dalam karung, mengangkut garam yang siap jual dari pinggir tambak hingga jalan raya atau ke gudang penyimpan penggepul. Garam yang sudah garuk atau dipanen akan ditaruh di pinggir tambak dan akan dikarungin saat sudah laku. Garam yang tidak dijual saat itu akan disimpan digudang, jika petambak tidak mempunyai gudang akan disimpan dipinggir tambak dan ditutupi oleh terpal. Selain itu, pengangkutan garam yang siap jual akan dikenakan biaya ongkos oleh kuli angkut
32 garam. Pembayaran untuk upah angkut garam disesuaikan kesepakatan antara petambak dengan kuli uya antara per kg atau per ton, harga ditentukan dari jarak yang ditempu kuli angkut, semakin jauh posisi tambak dari jalan raya biaya angkut semakin besar. Informasi yang diperolah dari data di lapang, tenaga kerja yang diperlukan untuk mengangkut garam juga antara satu sampai dengan dua orang dengan ketentuan upah Rp 20.000 sampai dengan 60.000 per ton atau kg. Rata-rata petambak garam di Dusun II, Desa Waruduwur, hanya melakukan kristalisasi selama tiga hari saja lalu dipanen. Pendeknya umur kristalisasi dalam pembuatan garam dapat menyebakan mutu garam kurang bagus ditandai dengan bantuk kristal yang kecil dan rapuh atau lunak. Kualitas yang kurang bagus ini akan mempengaruhi berat yang dihasilkan dan murahnya harga jual garam saat di jual ke penggepul. Kualitas yang dihasilkan masih berada antara KP 2 dan KP 3. Garam yang dikasilkan melalui metode solar evaporation mengandung Na Cl dibawah 95 persen dan kelemahannya metode ini adalah tidak seragamnya kualitas garam serta masih tercampur lumpur atau kotoran. Sehingga diperlukannya proses pencucian untuk menghilangkan lumpur atau kotor agar kualitas garam dapat meningkat tetapi, pencucian garam ini membutuhkan biaya yang cukup besar. Selain membutuhkan biaya yang besar, di desa lokasi penelitian tidak tersedia sarana pencucian garam, sarana tersebut tersedia hanya tersedia di kecamatan pangenan dan pada umumnya produk garam di Desa Waruduwur Dusun II Blok Kandawaru dipasarkan dalam kondisi apa adanya. Pemasaran garam di Dusun II, Desa Waruduwur, tidak lepas dari peran penggepul/tengkulak atau CV. Penggepul ini sebenarnya juga petambak garam tetapi biasanya mereka berperan sebagai patron yang bagi hasil kepada petambak ada yang berperan sebagai penyewa lahan. Penggepul akan menjual kembali garam ke beberapa produsen yaitu garam industri, dan kegiatan usaha garam lainnya. Pada umumnyan petambak baru akan menjual garam disaat tiga kondisi, yaitu, saat musim panen raya, saat harga garam tinggi dan saat membutuhkan uang. Petambak rata-rata menjual garam pada sebelum panen raya atau sebelum wakt produksi karena, harga garam lebih tinggi saat dijual pada musim panen tiba dibanding saat panen. Sebelum panen raya, harga garam mencapai Rp. 400/kg sedangkan ketika panen tiba, harga garam bisa menurun hingga Rp. 250/kg sampai dengan Rp 300/kg. Semua itu tergantung harga yang beredar di pasaran saat itu. Tahun 2015, harga tertinggi petambak garam hanya sampe Rp. 350/kg lalu semakin turun hingga saat penelitian ini berlangsung, harga garam berada di harga paling bawah yaitu Rp. 250/kg sedangkan petambak yang menjual garam di saat membutuhkan uang harus menerima garamnya dijual dengan harga berapa saja atau harga yang sedang beredar disaat itu. Menurut Dinata (2013) dalam penelitiannya, harga garam selalu berubahrubah tiap tahunnya, pada tahun 2008 hingga tahun 2010, harga garam berkisar antara Rp. 15.000 sampai dengan Rp. 25.00 per zak dengan berat rata-rata 65 kg. Sementara pada kurun waktu tahun 2010 hingga tahun 2012 berkisara antara Rp. 25.000 sampai dengan Rp. 50.000. Selama ini, harga garam per kg dinilai Rp. 250 sampai dengan 325. Seandainya saja 1 kg garam dihargain Rp. 1.000, maka dalam 1 zak bisa mencapai 65.000 dengan harga ini, minimal mengimbangi jumlah produksi yang dikelarukan oleh petambak garam.
33 Kehidupan Petambak Garam di Desa Waruduwur Petambak garam merupakan matapencaharian utama di Dusun II Desa Waruduwur. Kegiatan usaha garam di Dusun II Desa Waruduwur di lakukan di musim kemarau, saat musim tiba hampir semua lahan tambak di wilayah desa dusun II digunakan untuk produksi usaha garam rakyat. Kegiatan usaha garam dimulai dengan persiapan membuat lahan di bulan Mei/Juni, untuk membuat lahan dibutuhkan waktu sekitar dua minggu dan proses produksi garam akan berlangsung hingga bulan Oktober/November. Aktivitas menambak dilakukan setiap hari dalam satu minggu, dimulai dari pukul 06.00 WIB hingga 17.00 WIB. Di luar musim kemarau, lahan tambak di alih fungsikan menjadi lahan budidaya bandeng. Bandeng merupakan komoditas pertanian sampingan yang tidak diprioritaskan dari lahan tambak dan petambak garam mendapatkan penghasilan tambahan di musim hujan dari budidaya bandeng. Berikut jumlah dan presentase pemanfaatan lahan tambak di luar garam menurut golongan luas lahan garapan di sajikan di Tabel 9. Tabel 9 Jumlah dan presentase pemanfaatan lahan tambak di luar garam menurut golongan luas lahan garapan Golongan luas lahan garapan (m2) Jenis penggunaan < 2.979 2.979 ≤ x < 4.079 ≥ 4.079 tambak n % n % n % Budidaya bandeng 3 37,5 12 57 5 83 Tidak di alihfungsikan 5 62,5 9 43 1 17 Total 8 100 21 100 6 100 Seperti terlihat pada Tabel 9, rata-rata petambak garam tiap golongan melakukan budidaya bandeng di musim hujan. Petambak garam yang lahannnya tidak dialihfungsikan karena memiliki status penguasaan lahan bagi hasil dan mengalami kerugisan karena sering terjadinya pencurian ikan di malam hari. “Tahun ini saya gak buat lahan bandeng mbae, soalnya suka dicuri pas malem sama orang lain engga tau darimana asalnya, pas pagipagi datang ketambak diliat ikannya udah ga ada atau ga setengahnya hilang, dibanding ga untung makanya saya ga buat lahan bandeng” KSJ (68 Tahun) Penuturan Bapak KSJ (68 Tahun) menunjukkan bahwa lahan tambak yang berada di Dusun II, Desa Waruduwur dapat di akses oleh semua orang baik itu dari dalam maupun luar desa. Penjagaan yang lemah menjadi salah satu faktor sering terjadinnya pencurian terhadapa ikan bandeng. Saat musim hujan, petambak memiliki pekerjaan lain di luar tambak sehingga tidak mempunyai waktu untuk melihat keadaan ikan di tambak. Hanya beberapa petambak yang melakukan yang melakukan penjagaan terhadap lahan tambaknya. Petambak melakukan penjagaan dibantu dengan anggora rumah tangga atau dengan petambak yang satu jalur dengan kopang mereka. Petambak menjaga dari malam hari hingga dini kadang hingga pagi harinya, setelahnya akan dibantu dijaga
34 dengan anggota rumah tangga atau dengan petambak yang satu jalur dengan kopang mereka. Selain pendapatan dari budidaya bandeng, petambak di Dusun II, Desa Waruduwur, memiliki pekerjaan lain di luar tambak. Rata-rata petambak beralih menjadi buruh panggul dan buruh pabrik untuk mendapatkan pendapatan di musim hujan. Hal ini karena akses yang mudah dan banyaknya pembangunan pabrik di jalur pantura sehingga menarik minat petambak. Pendapatan lain juga di dapatkan dari anggota rumah tangga yang bekerja, rata-rata istri dalam rumah tangga petambak membuka usaha makanan dan warung untuk mendapatakan tambahan pendapatan. Pendapatan yang di dapat di luar garam di manfaatkan untuk kehidupan sehari-hari dan beberapa petambak menyisihkan untuk tabungan modal usaha garam rakyat. Petambak garam di Dusun II, Desa Waruduwur memiliki empat jenis penguasaan lahan terhadap lahan tambak. Informasi yang diperoleh di lapang, menunjukkan lahan milik, lahan hibah, lahan sewa/kontrak dan lahan bagi hasil. Berikut jumlah dan presentase status penguasaan lahan petambak garam menurut golongan luas lahan garam disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Jumlah dan presentase status penguasaan lahan petambak garam menurut golongan luas lahan garapan Status Golongan luas lahan garapan (m2) penguasaan < 2.979 2.979 ≤ x < 4.079 ≥ 4.079 lahan n % n % n % Milik 1 12,5 3 14,3 1 16,7 Hibah 0 0 3 14,3 0 0 Sewa/kontrak 7 87,5 11 19 4 66,6 Bagi Hasil 0 0 4 52,4 1 16,7 Total 8 100 21 100 6 100 Rata-rata petambak garam di Dusun II, Desa Waruduwur memiliki status penguasaan lahan sewa/kontrak. Pemilik lahan yang lahannya di sewa oleh petambak rata-rata merupakan lahan orang luar desa yang tinggal Kota Cirebon dan Jakarta hanya beberapa yang menyewa lahan dari orang dalam desa karena, hampir setengah lahan tambak di Desa Waruduwur milik Perhutani dan orang luar desa tersebut. Lahan milik Perhutani masih dapat dimanfaatkan sebagai lahan tambak dengan status sewa. Petambak melakukan sewa/kontrak untuk satu tahun dengan biaya sewa/kontrak lahan antara Rp. 450.000 sampai dengan Rp. 3.000.000 per tahun. Biaya ditentukan dengan luas lahan yang di sewa/kontrak petambak, semakin luas lahan semakin besar biaya yang dikeluarkan untuk menyewa. Selain itu, kekerabatan yang terjalin antara penyewa dan petambak juga menentukan harga sewa lahan, semakin lama menjalin kekerabatan dengan cara menyewa lahan tersebut tiap tahun, harga yang ditawarkan oleh penyewa menjadi lebih murah atau bisa disebut harga saudara sedangkan petambak garam yang memiliki status penguasaan lahan hibah mendapatkan lahan dari pemberian orang tuanya. Petambak garam yang memiliki status penguasaan lahan bagi hasil mempunyai peraturan yang di sepakati oleh bos atau patron. Patron sebagai pemilik lahan hanya melakukan sistem bagi hasil kepada petambak dalam satu
35 kelompok petambak yang ia pimpin. Terdapat 10 petambak termasuk patron dalam satu kempok. Patron menyediakan lahan garam dan modal awal kepada petambak selanjutnya, patron akan mendapatkan 50 persen dari hasil produksi garam tiap musim panen. Di luar musim kemarau atau panen, petambak tidak dapat memanfaatkan lahan tambak karena pemilik lahan yang memanfaatkan untuk budidaya bandeng. Selain itu, pemilik lahan atau patron rata-rata juga seorang penggepul atau tengkulak. Petambak garam yang akan menjual produksi garam harus menjual kepada patron nya masing-masing, tidak di perbolehkan menjual kepada penggepul lain. Tidak ada sanksi memberatkan jika melanggar tetapi kemungkinan besar di musim panen kedepannya petambak tidak dapat menggarap di lahan patron tersebut. Petambak garam di Dusun II, Desa Waruduwur, terlihat masih memiliki hubungan dengan penggepul atau tengkulak untuk urusan peminjaman uang. Harga jual garam yang tidak menentu membuat pendapatan yang diterima petambak juga tidak menenetu sedangkan petambak membutuhkan modal untuk awal usaha garam rakyat dan memenuhi kebutuha sehari-sehari sehingga mmebuat petambak memiliki hubungan dengan penggepul. Terdapat enam penggepul di desa yang diketahui sering meminjamkan uang kepada petambak, tiap pengepul mempunyai aturan berbeda untuk meminjamkan modal. Menurut penuturan Bapak STR (38 Tahun) terdapat satu penggepul yang sering didatangi oleh para petambak garam. Berikut penuturan Bapak STR (38 Tahun): “petambak disini kalo minjem uang ke CV (sebutan penggepul dikalangan petambak) nya keluarga Bapak IRW mba. Dia sekeluarga dari dulu udah jadi penggepul dari jaman bapaknya IRW yang masih jalanin, sekarang yang nge jalanin anak-akanya mba si Bapak IRW sama adenya si RLY. Hampir semua petambak kalo minjem uang kesana mba soalnya engga ada persyaratan cuman harus jual garam aja ke dia. Misalkan saya lagi butuh uang nih mba, yaudah saya bawa garam ke dia, harga jualnya sesuai harga jual yang lagi beredar di pasar kaya misalkanya harga garam lagi 350 per kg trus saya jual 1 ton berarti saya dapat 350 ribu mba” STR (38 Tahun) Seperti penuturan Bapak STR (38 Tahun), hampir semua petambak di desa lokasi penelitian meminjam uang kepada keluarga Bapak IRW karena kemudahan akses peminjaman dari segi waktu yang kapan saja dapat melakukan peminjaman serta tida ada bunga peminjaman. Peminjaman pun tidak memiliki syarat yang memberatkan para petambak, hanya cukup menjual garam simpanan kepada penggepul (Bapak IRW). Petambak akan menerima uang sesuai harga jual garam yang beredar di pasaran di saat ia menjualkan garamnya. Permasalahan Usaha Garam Rakyat di Desa Waruduwur Usaha garam rakyat di Desa Waruduwur sudah dilakukan semenjak tahun 1970an. Pada saat itu, masyarakat masih melakukan usaha garam pada lahan miliki sendiri sebelum berpindah tangan ke Perhutani. Perpindahan status penguasaan lahan tidak diketahui secara jelas alasannya tetapi diketahui sebagian
36 masyarakat melakukan kesepakatan untuk menjual tahan miliknya kepada perhutani. “Lahan tambak disini hampir sebagian milik perhutani sekarang mba, sebagian lagi milik orang-orang luar desa tapi ada juga orang desa yang punya lahan sendiri. Dulu perhutani dateng buat ngebeli lahanlahan disini trus warga desa banyak yang ngejual soalnya butuh uang buat hidup makanya mereka ngejual. Sekarang petambak sendiri ga punya lahan milik sendiri makanya pada nyewa sama orang-orang yang punya lahan” RLY (24 Tahun) Permasalahan timbul karena adanya pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tahap II yang menggunakan lahan tambak milik Perhutani di sekitar Desa Waruduwur. Hal ini menimbulkan perlawanan dari warga Desa Waruduwur terutama Dusun II. Pembangunan PLTU Tahap II dapat membuat petambak garam di wilayah Desa Waruduwur kehilangan mata pencaharian utamanya karena lahan tambak yang biasa digunakan untuk kegiatan usaha garam akan di alihfungsikan. Selain itu, beberapa petambak merasa lahan yang digunakan oleh Perhutani untuk keperluan PLTU II merupakan milik mereka dan mempunyai bukti kepemilikan lahan. Pada saat penelitian berlansung, beberapa lahan tambak sudah dibatasi oleh dinding sebagai tanda akan dibangun PLTU II. Permasalahan tersebut hingga sekarang masih belum terselesaikan, para warga di Dusun II masih melakukan perlawanan kepada pihak PLTU karena merasa belum tercapainya kesepakatan yang saling menguntungkan untuk kedua belah pihak. Selain permasalahan perebuatan status penguasaan lahan, petambak garam di Dusun II Desa Waruduwur dihadapi dengan pencemaran air laut. Menurut beberapa petambak penyebab pencemaran air laut adanya pembangunan pabrikpabrik di sekitar desa. “Waktu kemarin lagi musim panen, tiba-tiba air lautnya jadi warna merah mba pas ditambak sama keruh, kayanya itu gegara kecemar sama limbah pabrik deh mba soalnya kita para petambak juga ga tau kenapa itu bisa gitu” SUK (38 Tahun) Air laut merupakan bahan baku utama untuk usaha garam sehingga jika tercemar akan berpengaruh kepada kualitas garam yang dihasilkan dan secara tidak langsung akan mempengaruhi pendapatan petambak garam dari usaha garam. Hingga saat ini, belum ada tindak lanjut untuk mengatasi dan bertanggung jawab atas masalah pencemaran air laut tersebut.
37
PEMBERDAYAAN USAHA GARAM RAKYAT (PUGAR) Pelaksanaan Usaha Garam Rakyat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mulai tahun 2009 telah menginisiasi program pemberdayaan masyarakat melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Kelautan dan Perikanan (PNPM Mandiri KP) yang terintegrasi dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri) di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat. Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. PER 07/MEN2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Kelautan dan Perikanan Tahun 2012 menjelaskan PNPM Mandiri KP Tahun 2012 dilakukan melalui tiga komponen yaitu Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP) Perikanan Tangkap, Perikanan Budidaya dan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, dan Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) serta Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT). PUMP, PUGAR, dan PDPT merupakan upaya kegiatan pemberdayaan yang dilaksanakan melalui fasilitasi bantuan pengembangan usaha bagi nelayan, pembudidaya ikan, pengolah/pemasar ikan, petambak garam rakyat dan masyarakat pesisir dalam wadah Kelompok Usaha Kelautan dan Perikanan (KUKP). KUKP merupakan kelembagaan masyarakat kelautan dan perikanan pelaksana PNPM Mandiri KP untuk penyaluran bantuan pengembangan usaha bagi anggota kelompok. Untuk mencapai hasil yang optimal dalam pelaksanaan PNPM Mandiri KP, KUKP didampingi oleh tenaga pendamping. Tenaga pendamping dapat berasal dari Penyuluh Perikanan PNS, Penyuluh Perikanan Tenaga Kontrak (PPTK), penyuluh swadaya dan/atau tenaga pendamping PUGAR. Melalui pelaksanaan PNPM Mandiri KP diharapkan KUKP dapat menjadi kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola nelayan, pembudidaya ikan, pengolah/pemasar ikan, petambak garam rakyat, dan masyarakat pesisir lainnya. Organisasi PUGAR di tingkat pusat sama dengan organisasi PUMP yang teridiri atas Tim Koordinasi dan Kelompok kerja, sedangkan yang membedakan adalah Dinas Provinsi, Dinas Kabupaten/Kota, Tenaga Pendamping dan Kelompok Usaha Garam (KUGAR) penerima Bantuan LangsungMasyarakat. Struktur organisasi pelaksanaa PUGAR terdapat di Gambar 7. Berikut penjelasan tentang tugas tiap bagian: 1. Menteri Kelautan dan Perikanan membentuk Tim Koordinasi yang berfungsi untuk meningkatkan koordinasi antar unit kerja lingkup KKP dan antar lintas Kementerian/Lembaga. Tim Koordinasi terdiri atas ketua, sekretaris, dan anggota. Dalam pelaksanaannya Tim Koordinasi dapat dibantu sekretariat. Tugas Tim Koordinasi adalah merumuskan kebijakan umum, menyusun pedoman pelaksanaan PNPM Mandiri KP, melakukan sosialisasi pengembangan PNPM Mandiri KP, mengkoordinasikan pelaksanaan PNPM Mandiri KP Lingkup KKP dan melakukan kegiatan pengawasan dan pengendalian. 2. Kelompok Kerja (Pokja) Tugas Pokja adalah melaksanakan seluruh kegiatan PUMP, PUGAR, dan PDPT, mulai dari tahap perencanaan dan penganggaran, persiapan, pelaksanaan,
38 pemantauan, dan evaluasi serta pelaporan kegiatan. Pokja dapat membentuk sekretariat pada masing-masing unit kerja.
Sumber: PERMEN No PER.41/MEN/2011 Keterangan: TNP2K : Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan TKPK : Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan : garis komando : garis koordinasi Gambar 7 Organisasi pelaksana PUGAR 3. Dinas Provinsi Untuk meningkatkan koordinasi antar instansi di Tingkat Provinsi, Kepala Dinas Provinsi membentuk Tim Pembina PUGAR Tingkat Provinsi yang diketuai oleh Kepala Dinas Provinsi dengan anggota dari unsur Dinas Provinsi serta Bappeda yang menangani koordinasi penanggulangan kemiskinan di Tingkat Provinsi. Dinas Provinsi bertugas: a. Melakukan koordinasi, pembinaan, pendampingan, sosialisasi, pemantauan, dan evaluasi PUGAR di wilayahnya. b. Melakukan komunikasi dengan instansi terkait termasuk Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) tingkat provinsi, dan c. Mengusulkan Kabupaten/Kota di wilayahnya sebagai calon penerima PUGAR tahun berikutnya berdasarkan hasil evaluasi dan ketentuan yang berlaku. 4. Dinas Kabupaten/Kota Dalam pelaksanaan PUGAR, Kepala Dinas Kabupaten/Kota bertindak sebagai penanggung jawab operasional PUGAR serta melaksanakan tugas sebagai Kuasa Pengguna Anggaran sesuai dengan peraturan perundangundangan. Guna kelancaran pelaksanaan PUGAR di tingkat Kabupaten/Kota Kepala Dinas Kabupaten/Kota membentuk Tim Teknis PUGAR tingkat Kabupaten/Kota. Dinas Kabupaten/Kota bertugas: a. Menyeleksi dan menetapkan lokasi sasaran, kelompok masyarakat sasaran, Konsultan Pelaksana dan Tenaga Pendamping.
39
5.
6.
7.
8.
9.
b. Melakukan sosialisasi, publikasi, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan. c. Melakukan koordinasi dengan instansi terkait dan TKPK Kabupaten/Kota. d. Mengajukan usulan proposal kegiatan PUGAR tahun berikutnya kepada Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil melalui Kepala Dinas Provinsi. Tim Teknis Tim Teknis dibentuk dan ditetapkan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota. Tim Teknis terdiri atas unsur Sekretariat Daerah dan SKPD yang membidangi urusan kelautan dan perikanan, pekerjaan umum, perindustrian, kesehatan, perencanaan pembangunan daerah, dan/atau perdagangan, koperasi, dan/atau tokoh masyarakat. Apabila unsur-unsur tersebut tidak terpenuhi dapat ditambahkan unsur lain yang dianggap perlu sesuai dengan kondisi setempat. Tim Teknis bertugas: a. Melakukan identifikasi, seleksi, dan verifikasi calon kelompok masyarakat. b. Mengusulkan hasil verifikasi calon kugar penerima blm kepada dinas kabupaten/Kota. Tenaga Pendamping Tenaga Pendamping PUGAR di tingkat Kabupaten/Kota sekurangkurangnya terdiri atas 2 (dua) orang, yaitu: a. Tenaga Pendamping Kelembagaan Tenaga Pendamping kelembagaan diutamakan dari tenaga pendamping kegiatan pemberdayaan KKP sebelumnya yang dinilai berkinerja baik sesuai dengan rekomendasi Dinas Kabupaten/Kota. b. Tenaga Pendamping Teknis Garam Tenaga Pendamping Teknis Garam diutamakan dari tenaga pendamping dari kegiatan pemberdayaan garam sebelumnya yang dinilai berkinerja baik sesuai dengan rekomendasi Dinas Kabupaten/Kota. Koperasi Koperasi berasal dari koperasi LEPP-M3 atau Koperasi Perikanan setempat, atau koperasi garam dan koperasi lainnya yang didukung dengan surat rekomendasi dari Dinas Kabupaten/Kota yang menangani koperasi.Koperasi berperan sebagai penyangga hasil produksi garam rakyat. Hal-hal yang dapat dilakukan oleh Koperasi meliputi: a. Menyediakan sarana produksi bagi KUGAR. b. Membeli garam hasil produksi KUGAR dengan harga yang sesuai. Kelompok Usaha Garam Rakyat yang selanjutnya disingkat KUGAR adalah kumpulan Pelaku usaha produksi garam rakyat yang terorganisir yang dilakukan di lahan tambak (petambak garam rakyat), dengan cara perebusan (pelaku usaha produksi garam dengan cara perebusan) atau dengan cara mengolah air tua menjadi garam (pelaku usaha produksi garam skala rumah tangga). Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) adalah bantuan yang diberikan oleh kementerian Kelautan dan Perikanan kepada kelompok guna melindungi dari kemungkinan atau dampak resiko sosial, berupa barang untuk
40 peningkatan usaha petambak garam. BLM diwujudkan dalam dua bentuk, yaitu: a. Peningkatan prasarana usaha garam rakyat melalui pembuatan/perbaikan saluran tambak, pembuatan/ perbaikan galengan/ tanggul, pembuatan/perbaikan gudang sementara, pemadatan tanah, dan pembuatan meja jemur. b. Peningkatan sarana usaha garam rakyat dengan pemberian pompa, kincir angin, gerobak sorong, timbangan, bahan aditif (garam solusi) dan peralatan tambak garam lain yang diusulkan petambak melalui kelompok. Pelaksanaan PNPM Mandiri KP terdiri dari beberapa kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang sudah dibuat. Kegiatan tersebut meliputi: a. Sosialisasi dan koordinasi kegiatan: b. Identifikasi, seleksi, verifikasi, dan penetapan calon KUKP penerima BLM.. c. Rekrutmen tenaga pendamping. d. Pelatihan dan pembekalan tenaga pendamping. e. Penyusunan dan pengusulan RUB/RKK dan dokumen administrasi. f. Penyaluran BLM. g. Pemanfaatan BLM.. h. Pendampingan. i. Pembinaan dan pengendalian. j. Pemantauan dan evaluasi, dan k. Pelaporan. Pada Tahun 2012, Kabupaten Cirebon menjadi salah satu penerima bantuan PUGAR. Terdapat enam kecamatan yang mendapatkan bantuan PUGAR yaitu, 1. Kecamtan Losari (Desa Ambulu, Desa Kali rahayu, Desa Kali Sari dan Desa Tawang Sari) 2. Kecamatan Gebang ( Desa Playangan, Desa Ilir, Desa Gebang Mekar dan Desa Udik) 3. Kecamatan Pangenan ( Desa Ender, Desa Pangenan, Desa Bandeungan, Desa Rawa Urip) 4. Kecamatan Mundu (Desa Waruduwur, Desa Citemu), 5. Kecamatan Suranenggala (Desa Suranenggala Lor) 6. Kecamatan Kapetakan (Desa Bungko Lor.) Di Desa Wauruduwur kegiatan PUGAR sudah berjalan dari tahun 2012 hingga terakhir tahun 2015. Berikut Kegiatan PUGAR di Dusun II, Desa Waruduwur Tahun 2012 sampai dengan 2015 disajikan di Tabel 11. Dusun II Desa Waruduwur pertama kali menerima bantuan PUGAR Tahun 2012 dan terakhir Tahun 2015, untuk bantuan Tahun 2016 sendiri masih tahap sosialisasi dan tahap penyeleksian. Bantuan Tahun 2012 hingga Tahun 2014 berupa bantuan alat produksi seperti kincir air, alat pengais dan sebagainya. Bantuan berupa pompa air, diberikan kepada tiap kelompok sehingga penggunaanya saling bergantian antar tiap anggota. Selain itu, terdapat bantuan berupa prasarana seperti penyedian gudang untuk penyimpanan garam dan jalan beton untuk jalur produksi.
41
Tabel 11 Kegiatan PUGAR di Dusun II, Desa Waruduwur Tahun 2012-2015 Rincian Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Petambak 330 Petambak 300 Petambak 507 Petambak 40 Petambak Garam Garam Garam Garam Garam KUGAR 33 Kelompok 30 Kelompok 56 Kelompok 4 Kelompok Penyaluran Pembelian untuk Sarana dan Prasarana untuk Bantuan BLM mendukung kegiatan Produksi: Geoisolator, 1. Sarana Gudang a. Penyediaan pompa air penyimpanan b. Penyedian kincir angin garam, c. Penyedian peralatan produksi usaha Jalan beton garam rakyat (alat pengais (laskar), untuk jalur slender, ukur salinitas (baumeter), produksi karung, sepeda angkut) 2. Prasarana a. Gudang penyimpanan garam b. Jalan beton untuk jalur produksi Syarat a. Petambak atau pengolah garam rakyat lebih Calon berdomisili di wilayah setempat dan diprioritaskan Penerima melakukan usaha produksi garam skala rumah memiliki PUGAR tangga atau pekarangan lahan sebesar b. Pemiliki penggarap lahan yang memiliki luas 10 ha lahan maksimal 1 ha menjadi prioritas utama. c. Untuk pemiliki penggarap lahan yang memiliki luas lahan maksimal 5 ha diperbolehkan mendapat BLM dengan nilai maksimal 1 ha. d. Penyewa penggarap memiliki surat bukti sewa lahan yang diketahui oleh kepala Desa/Lurah setempat dan pemilik lahan begitupun dengan sistem bagi hasil Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon (2016) dan diolah
42
43
STRATEGI NAFKAH DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETAMBAK GARAM Bentuk Strategi Nafkah Rumah Tangga Petambak Garam Sektor Pertanian (dalam arti luas) merupakan sumber utama mata pencaharian rumah tangga masyarakat di Dusun II Desa Waruduwur. Kegiatan pertanian utama yang dilakukan adalah usaha garam rakyat. Melihat produksi garam di Kabupaten Cirebon merupakan salah satu sentral garam di Jawa Barat, kegiatan usaha garam rakyat tersebut dikelola secara komersial, hanya sedikit yang dipergunakan untuk keperluan sehari-hari. Strategi nafkah dalam penelitian terdiri dari sektor on farm, off farm dan non farm. Menurut Ellis (2000) menjelaskan bahwa sektor on farm merujuk kepada nafkah yang berasal dari pertanian dalam arti luas. Sektor ini mengacu pada pendapatan yang berasal dari tanah pertanian milik sendiri, baik yang diusahakan oleh pemilik tanah maupun diakses melalu sewa menyewa atau bagi hasil. Di Dusun II Desa Waruduwur, hampir semua lahan diperuntukkan sebagai lahan untuk usaha garam rakyat. Adapun pertanian komoditas lain dianggap pertanian sampingan yaitu, budidaya bandeng. Selain itu, terdapat sumber nafkah dari sektor off farm . Masih merujuk kepada Ellis (2000) bentuk trategi nafkah off farm masih tergolong pada sektor pertanian tetapi bukan berasal dari kegiatan bertani, dalam hal ini usaha garam rakyat. Kegiatan di luar pertanian yang dimaksud seperti upah tenaga kerja, sistem bagi hasil, kontrak upah tenaga kerja non upah, dan lain-lain, namun masih dalam lingkup sektor pertanian. Sumber nafkah dari sektor off farm dalam penelitian ini yaitu menjadi buruh panggul pertanian/kuli angkut garam, nelayan, peternakan, penimbang garam dan pencari hasil laut di tepi pantai. Sumber nafkah dari sektor non farm, menurut Ellis (2000) bentuk strategi nafkah yang tidak berasal dari pertanian, seperti upah tenaga kerja pedesaan bukan pertanian, membuka usaha di luar kegiatan pertanian dan sebagainya. Sumber nafkah yang berasal dari sektor non farm dalam penelitian ini yaitu, buruh pabrik, buruh kontruksi jalanan/bangunan, pemulung, warung sembako/kedai makanan, ojek, bengkel, satpam PLTU, pegawai pabrik dan honorer kelurahan. Keragamaan jenis pekerjan dari tiap sektor sumber nafkah terlihat dari rumah tangga petambak garam di Dusun II, Desa Waruduwur. Setiap golongan lahan garapan memiliki pekerjaan di tiap sektor sumber nafkah, tersedianya lahan pekerjaan didukung dengan posisi desa yang berada di pinggir jalur pantura sehingga masyarakat desa memiliki akses jalan yang mudah jika ingin mencari pekerjaan di luar usaha garam rakyat. Berikut Jumlah sumber nafkah rumah tangga petambak garam di luar usaha garam rakyat berdasarkan total luas lahan garapan
44 Golongan'Luas'Lahan'Garapan'<'2.979'm2'
87.5!
100!
On#Farm# Off#Farm# Non#Farm#
37.5!
Golongan'Luas'Lahan'Garapan'2.979'm2'≤'x'<'4.079''m2'
86!
100!
On#Farm# Off#Farm# Non#Farm#
48!
Golongan'Luas'Lahan'Garapan'≥'4.079'm2'
83!
100!
On#Farm# Off#Farm# Non#Farm#
83!
Gambar 8 Jumlah sumber nafkah rumah tangga petambak garam di luar usaha garam rakyat menurut golongan luas lahan garapan Seperti ditunjukkan pada Gambar 8, jumlah sumber nafkah sektor on farm merupakan gabungan antara usaha garam rakyat dan budidaya bandeng, untuk jumlah petambak garam yang melakukan budidaya bandeng akan di jelaskan pada tabel berikutnya. Petambak garam golongan luas lahan garapan lebih dari 4.079 m2 memiliki jumlah sumber nafkah terbagi dengan rata di tiap sektor. Terdapat
45 masing-masing lima responden dari enam responden golongan tersebut atau 83 persen yang memiliki pekerjaan di sektor off farm dan non farm. Petambak garam golongan luas lahan garapan di antara 2.979 m2 ≤ x < 4.079 m2 , sebanyak sebanyak 18 responden dari 21 responden golongan tersebut atau 86 persen yang menerapkan strategi nafkah selain usaha garam rakyat sedangkan di sektor off farm, terdapat 10 responden dari 21 responden golongan tersebut atau 48 persen yang memiliki pekerjaan di sumber nafkah off farm. Selain itu, di golongan dengan luas lahan garapan kurang dari 2.979 m2 terdapat tujuh responden dari delapan responden golongan tersebut atau 87.5 persen yang menerapkan strategi nafkah bersumber di luar usaha garam rakyat sedangkan di sektor off farm hanya tiga responden dari delapan reponden golongan tersebut atau 37.5 persen yang memanfaatkannya. Menurut Dharmawan (2001) dikutip Turasih (2011), sumber nafkah rumah tangga sangat beragam (mutiple source of livelihood), karena rumah tangga tidak tergantung hanya pada satu pekerjaan dan satu sumber nafkah tidak dapat memenuhi semua kebutuhan tumah tangga. Informasi yang diperoleh di lapang, ditemukan dalam satu rumah tangga dapat memiliki dua hingga lima sumber nafkah dari berbagai sektor. Berikut jumlah sumber nafkah dan jenis pekerjaan dari sektor sumber nafkah menurut luas lahan tersaji di Tabel 12.
46 Tabel 12 Jumlah sumber nafkah dan jenis pekerjaan menurut golongan luas lahan garapan Golongan luas On farm Jumlah sumber lahan garapan n Usaha garam Usaha garam rakyat nafkah a 2 (m ) rakyat + Budidaya bandeng < 2979 2 2 Sumber nafkah √ 4 3 Sumber nafkah √ √ 1 4 Sumber nafkah √ 1 5 Sumber nafkah √ √ 2.979 ≤ x < 4.079 5 2 Sumber nafkah √ √ 5 3 Sumber nafkah √ 8 4 Sumber nafkah √ √ 3 5 Sumber nafkah √ √ ≥ 4.079 1 3 Sumber nafkah √ √ 4 4 Sumber nafkah √ √ 1 5 Sumber nafkah √ √ Total 35 Keterangan:
Off farm:
a. b. c. d. e.
Buruh panggul pertanian /kuli angkut garam Nelayan Peternakan Penimbang garam Pencari hasil laut di tepi pantai
Non Farm:
a. b. c. d. e. f. g. h. i.
Off farm b
c
d
Non farm e
a
b
c
√ √
√
√
√ √ √ √ √
√ √
√ √
√ √
√
e
f
g
h
i
√ √
√ √
√ √ √
d
√
√
√ √
√
√
Buruh pabrik Buruh kontruksi jalanan/bangunan Pemulung Warung sembako/kedai makanan Ojek Bengkel Satpam PLTU Pegawai pabrik Honorer kelurahan
√ √ √
√ √ √
√
47 Seperti terlihat pada Tabel 12, golongan rumahtangga petambak garam dengan luas lahan garapan lebih dari 4.079 m2 hanya menerapkan tiga hingga lima sumber nafkah tiap rumah tangga. Sebanyak empat responden dari total enam responden golongan ini yang menerapkan empat sumber nafkah dalam rumah tangganya, sedangkan terdapat masing-masing satu responden dari enam responden golongan ini yang menerapkan tiga sumber nafkah dan lima sumber nafkah dalam rumahtangganya. Rumah tangga petambak yang menerapkan tiga sumber nafkah tidak memiliki pekerjaan di bidang non farm, hanya menerapkan pekerjaan dari sektor on farm dan off farm, yaitu usaha garam rakyat + budidaya bandeng dan buruh panggul pertanian/kuli angkut garam. Selain itu, di petambak garam golongan luas lahan garapan di antara 2.979 2 m ≤ x < 4.079 m2, menerapkan dua hingga lima sumber nafkah tiap rumahtangga. Rata-rata di golongan ini menerapkan empat sumber nafkah yang terdiri dari usaha garam rakyat + budidaya bandeng, buruh panggul pertanian/kuli angkut garam, pencari hasil laut di tepi pantai, buruh pabrik, warung sembako/kedai makanan, satpam PLTU, pegawai pabrik dan honorer kelurahan, dengan sebanyak delapan responden dari total 21 responden golongan ini yang menerapkannya. Selanjutnya, terdapat masing-masing lima responden dari 21 responden total 21 responden golongan ini yang memiliki jumlah dua dan tiga sumber nafkah, rumahtangga tersebut menerapkan sumber nafkah dari semua sektor. Sementara, terdapat tiga responden dari 21 responden golongan ini yang menerapkan lima sumber nafkah yang terdiri dari usaha garam rakyat + budidya bandeng, buruh panggul pertanian/kuli angkut garam, peternakan, buruh pabrik, pemulung, warung sembako/kedai makanan, ojek, satpam PLTU dan pegawai pabrik. Pada rumah tangga petambak garam golongan luas lahan kurang dari 2.979 2 m , tidak berbeda jauh dengan golongan sebelumnya yaitu memiliki dua hingga lima sumber nafkah tiap rumahtannganya. Rata-rata di golongan ini memiliki tiga sumber nafkah di tiap rumahtangganya yang terdiri dari usaha garam rakyat, nelayan, buruh pabrik, waung sembako/kedai makanan dan pegawai pabrik. Seperti terlihat pada Tabel 10, menjelaskan terdapat empat jenis penguasaan lahan terhadap lahan tambak yaitu, lahan milik, lahan hibah, lahan sewa/kontrak dan lahan bagi hasil. Rata-rata petambak garam memiliki status penguasaan lahan sewa/kontrak. Durasi waktu penyewaan berlaku selama satu tahun dengan harga yang berbeda untuk setiap lahan. Informasi yang diperolah di lapang, status penguasaan lahan yang dipilih oleh petambak garam mempunyai pengaruh terhadap strategi nafkah yang di pilih oleh petambak terutama dalam sektor on farm. Berikut jumlah status penguasaan lahan dan jenis sumber nafkah menurut golongan luas lahan garapan.
48 Tabel 13 Jenis pekerjaan dan status penguasaan lahan menurut golongan luas lahan garapan On farm Off farm Non farm Status Usaha garam Golongan luas penguasaan n Usaha garam rakyat + lahan garapan a b c d e a b c d e f lahan rakyat Budidaya bandeng Milik 1 √ √ √ Hibah 0 < 2.979 Sewa/kontrak 7 √ √ √ √ √ √ Bagi Hasil 0 Milik 3 √ √ √ √ √ 2.979 ≤ x < Hibah 3 √ √ √ √ √ 4.079 Sewa/kontrak 11 √ √ √ √ √ √ √ √ Bagi Hasil 4 √ √ √ √ Milik 1 √ √ √ Hibah 0 ≥ 4.079 Sewa/kontrak 4 √ √ √ √ Bagi Hasil 1 √ √ √ √ Total 35 Keterangan: Off farm: Buruh panggul pertanian /kuli angkut garam Non Farm: Buruh pabrik Nelayan Buruh kontruksi jalanan/bangunan Peternakan Pemulung Penimbang garam Warung sembako/kedai makanan Pencari hasil laut di tepi pantai Ojek Bengkel Satpam PLTU Pegawai pabrik Honorer kelurahan
g
h
i
√ √ √
√ √
√
49 Seperti terlihat pada Tabel 13, tiap golongan petambak garam memiliki status penguasaan lahan yang beragam. Petambak garam golongan luas lahan garapan kurang dari 2.979 m2 memiliki status penguasaan hanya pada lahan milik dan sewa/kontrak. Terdapat satu responden yang memiliki status penguasaan lahan milik dan tujuh responden pada status lahan sewa/kontrak. Petambak garam yang memiliki status lahan milik, hanya memanfaatkan dua sumber nafkah yaitu di sektor on farm dan off farm. Pada sektor on farm, petambak garam tidak mengalihfungsikan lahannya menjadi budidaya bandeng di musim hujan sedangkan di sektor off farm, petambak garama memiliki pekerjaan sebagai buruh panggul pertanian/kuli angkut garam dan nelayan. Petambak garam yang memiliki status penguasaan lahan sewa/kontrak terlihat memanfaatkan semua sumber nafkah dan pada sektor on farm, petambak garam memanfaatkan lahan garam di luas musim panen untuk budidaya bandeng. Di golongan luas lahan garapan antara 2.979 m2 ≤ x < 4.079 m2, petambak garam memiliki status penguasaan lahan milik, hibah, sewa/kontrak dan bagi hasil. Terdapat masing-masing tiga responden yang memiliki status penguasaan lahan milik dan hibah, 11 responden yang berstatus lahan sewa/kontrak dan empat responden yang memiliki status penguasaan lahan bagi hasil. Rata-rata petambak garam pada golongan ini memanfaatkan sumber nafkah dari ketiga sektor meskipun memiliki status penguasaan lahan yang berbeda. Pada sektor on farm, petambak garam yang memilki status penguasaan lahan milik, hibah dan sewa/kontrak, mengalihfungsikan lahan tambak menjadi budidaya bandeng di luas musim garam sedangkan petambak garam yang memiliki status penguasaan lahan bagi hasil hanya memanfaatkan tambak menjadi usaha garam rakyat saja. Pada golongan petambak garam luas lahan lebih dari 4.079 m2, ditemukan status penguasaan lahan hanya lahan milik, sewa/kontrak dan bagi hasil. Terdapat empat responden yang memiliki status penguasaan lahan sewa/kontrak dan masing-masing satu responden yang memiliki status penguasaan lahan milik dan bagi hasil. Petambak garam yang memiliki status penguasaan lahan milik hanya memanfaatkan dua sumber nafkah dari sektor on farm dan non farm sedangkan petambak garam yang memiliki status penguasaan lahan sewa/kontrak dan bagi hasil, memanfaatkan sumber nafkah dari ketiga sektor. Pada sektor on farm, status penguasaan lahan bagi hasil memiliki kesamaan pada golongan sebelumnya yaitu, tidak memanfaatkan lahan tambak menjadi budidaya bandeng di luar musim garam. Secara keseluruhan, petambak garam yang memiliki status penguasaan bagi hasil mempunyai pengaruh terhadap strategi nafkah yang diterapkan dalam rumah tangganya karena petambak tidak dapat memanfaatkan lahan tambak menjadi budidaya bandeng di luar musim garam atau musim hujan. Petambak garam yang memiliki status penguasaan lahan bagi hasil sudah mempunyai kesepakatan oleh pemilik lahan atau bos/patron, bahwa petambak garam hanya di perbolehkan memanfaatkan tambak saat musim garam sedangkan di luar musim garam, pemilik lahan yang memanfaatkan lahan menjadi budidaya bandeng. Sumber Nafkah dan Pendapatan On farm (Usaha Garam Rakyat dan Budidaya Bandeng) Sektor on farm merupakan sumber nafkah utama di Dusun II, Desa Waruduwur yaitu, usaha garam rakyat. Terdapat komoditas pertanian lainnya
50 yang termasuk dalam sektor on farm yaitu budidaya bandeng tetapi, komoditas ini tidak diprioritaskan. Di Dusun II, Desa Waruduwur, usaha garam rakyat dan budidaya bandeng dilakukan di lahan yang sama hanya berbeda bulan saat produksinya. Usaha garam rakyat di produksi saat akhir bulan Mei hingga bulan November berakhir atau dengan kata lain usaha garam rakyat dilakukan saat musim kemarau berlangsung sedangkan budidaya bandeng dilakukan di luar bulan tersebut atau musim hujan. Usaha garam rakyat di desa ini dikelola secara komersial, hanya sebagian kecil garam yang dikonsumsi sendiri oleh rumah tangga. Budidaya bandeng juga dikelola secara komersial tetapi tidak menjadi pendapatan yang mendominasi di sektor on farm dan lebih ke pendapatan tambahan. Pada musim panen tahun 2015, musim kemarau lebih panjang dibandingkan tahun sebelumnya. Petambak garam menghasilkan garam yang lebih berlimpah dibandingkan tahun sebelumnya karena waktu lama penyinaran yang lebih lama tetapi produksi yang meningkat ini tidak didukung dengan harga jugal yang tinggi. Saat penelitian berlangsung, harga garam berada di harga jual paling rendah yaitu hanya Rp. 250/kg, padahal saat panen raya harga sempat berada di sekitar Rp. 300/kg. Hal ini, membuat petambak garam bertindak untuk mempertahankan garamnya agar dapat dijual saat harga jual berada di harga tertinggi. Pada saat musim hujan, lahan dialihfungsikan menjadi budidaya bandeng. Petambak garam yang mengalihfungsikan lahan sebagai budidaya bandeng terdapat 20 responden dari total 35 responden dan sisa diantaranya tidak dialihfungsikan lahannya menjadi budidaya bandeng. Budidya bandeng di Desa Waruduwur dapat dikatakan tidak terlalu diprioritaskan sehingga selama produksi beberapa petamabak hanya memberikan makan lumut untuk pakan bandeng dan ada juga yang memberikan roti atau pakan ikan bandeng. Bagi petambak yang memproduksi bandeng lebih besar akan lebih memperhatikan tambak selama produksi dari pemberian obat agar bandeng tidak terkena penyakit hingga pembelian pakan ikan. Budidaya bandeng akan dipanen tiga bulan sekali atau empat bulan sekali selama musim panen, bandeng yang dihasilkan memiliki ukuran yang berbeda, ada yang berukuran sedang dan ada juga yang berukuran besar. Bandeng yang siap panen akan dijual ke penggepul dan ada juga yang digunakan untuk usaha ikan bandeng presto. Berikut rata-rata produksi usaha garam rakyat dan budidaya bandeng menurut golongan luas lahan garapan disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Rata-rata produksi usaha garam rakyat dan budidaya bandeng menurut golongan luas lahan garapan Golongan luas n Rata-rata produksi Rata-rata produksi lahan garapan usaha garam rakyat budidaya bandeng (m2) (Kg/Musim Panen) (Kg/Musim Panen) < 2.979 8 29,750 97 2.979 ≤ x < 4.079 21 49,810 83 ≥ 4.079 6 78,333 214 Seperti terlihat pada Tabel 14, rata-rata produksi usaha garam rakyat dan budidaya bandeng terdapat perbedaan tiap golongannya. Perbedaan ini dipengaruhi oleh produksi yang dihasil petambak berbeda-beda meski memiliki
51 luas lahan yang sama. Untuk usaha garam rakyat, kunci utama dari usaha garam ialah semakin lama garam proses kritalisasi maka produksi garam yang dihasilkan akan lebih tebal dan tidak rapuh sehingga akan menghasilkan garam yang banyak sedangkan untuk budidaya bandeng dilihat dari jumlah bibit yang dibeli oleh petambak. Petambak golongan luas lahan kurang dari 2.979 m2 memiliki rata-rata luas lahan garapan sebesar 2.250 m2 dengan rata-rata produksi sebesar 29.750 kg atau 30 ton per musim panen sehingga produktivitas petambak golongan ini sebanyak 13 kg per meter pesergi. Rata-rata petambak digolongan ini melakukan kristalisasi hanya tiga hari sekali dalam seminggu sehingga garam yang dihasilkan tidak terlalu tebal dan muda rapuh. Selanjutnya, petambak golongan ini hanya tiga responden dari delapan responden yang melakukan budidaya bandeng dengan rata-rata produksi sebesar 97 kg per musim panen. Petambak digolongan ini semuanya membeli bibit bandeng sebanyak 2.000 bibit untuk semua lahan. Di golongan luas lahan garapan antara 2.979 m2 ≤ x < 4.079 m2 petambak memiliki rata-rata luas lahan garapan sebesar 3.324 m2 rata-rata produksi garam sebesar 78,333 kg atau 78 ton per musim panen sehingga produktivitas petambak golongan ini sebanyak 15 kg per meter pesergi (14,6 kg per meter persegi). Ratarata petambak digolongan ini juga melakukan proses kristalisasi hanya tiga hari sekali dalam seminggu. Selanjutnya, petambak golongan ini hanya 10 responden dari 21 responden yang melakukan budidaya bandeng dengan rata-rata produksi sebesar 83 kg per musim panen. Petambak digolongan ini semuanya membeli bibit bandeng sebanyak 2.000 bibit untuk semua lahan. Golongan luas lahan garapan lebih dari 4.079 m2, petambak memiliki ratarata luas lahan garpaan sebesar 5.483 m2 rata-rata produksi garam sebesar 49,810 kg atau 50 ton per musim panen sehingga produktivitas petambak golongan ini sebanyak 14 kg per meter persegi. Rata-rata petambak digolongan ini melakukan proses kristalisasi seminggu sekali sehingga garam yang dihasilkan lebih besar. Selanjutnya, petambak golongan ini hanya lima responden dari enam responden yang melakukan budidaya bandeng tersebut dengan rata-rata produksi sebesar 214 kg per musim panen. Petambak digolongan ini membeli bibit dalam jumlah beragam, paling kecil 1.000 bibit hingga 10.000 bibit. Melihat keseluruhan produktivitas usaha garam, golongan luas lahan garapan anatara 2.979 m2 ≤ x < 4.079 m2 memiliki produktivitas paling besar dibandingkan golongan lainnya, sebanyak 15 kg per meter pesergi sedangkan untuk budidaya bandeng, golongan luas lahan garapan lebih dari 4.079 m2 menghasilkan produksi hingga 214 kg permusim panen, hasil ini dua kali lipat dibandingkan golongan lainnya. Pendapatan dari usaha garam rakyat merupakan pendapatan sumber utama dari rumah tangga petambak garam, sehingga jumlah produksi garam yang dihasilkan menentukan pendapatan yang diterima rumah tangga petambak. Petambak garam di Dusun II, Desa Waruduwur masih menggunakan cara tradisional sehingga pendapatan yang di dapatkan dapat beragam satu sama lain karena cara tradisional dapat menghasilkan kualitas garam yang berbeda. Pendapatan petambak garam dalam penelitian dihitung berdasarkan rata-rata penerimaan (pendapatan kotor) dikurangi dengan rata-rata pengeluaran (modal usaha) yang terdiri: biaya nyewa lahan, biaya buruh (buruh angkut dan buruh pembuat lahan), biaya pembuatan lahan. Begitu pun juga dengan budidaya
52 bandeng yang berbeda modal usaha dari bandeng terdiri, pembelian bibit, pupuk untuk penumbuh lumut, pembelian jaring dan obat. Pendapatan lalu dikalikan dengan harga garam dan bandeng pada saat peneliatan berlangsung yaitu, harga jual garam Rp. 250/kg dan harga jual bandeng Rp. 15.000/kg hingga 20.000/kg. Berikut data pendapatan rumah tangga petambak gara dari sektor on farm (usaha garam rakyat dan bandeng) menurut golongan luas lahan garapan disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 Pendapatan rumah tangga petambak garam dari sektor on farm (usaha garam rakyat dan budidaya bandeng) menurut golongan luas lahan garapan Golongan luas lahan garapan (m2) < 2.979 2.979 ≤ x < 4.079 ≥ 4.079
Usaha garam rakyat (x1000 Rp/Musim Panen)
Tambak bandeng (x1000 Rp/Musim Panen)
Rata-rata Biaya
Rata-rata penerimaan
Rata-rata pendapatan
Rata-rata biaya
Rata-rata penerimaan
Rata-rata pendapatan
3.324
7.586
4.262
385
1.616
1.231
4.310
11.444
7.135
399
1.258
859
6.460
17.625
11.165
517
3.210
2.693
Seperti terlihat pada Tabel 15, pendapatan petambak di tiap golongan pun cukup beragam begitu juga dengan pendapatan dari bandeng. Petambak Petambak golongan luas lahan kurang dari 2.979 m2 mendapatkan rata-rata pendapatan sebanyal Rp. 4.262.000 per musim panen sedangkan di usaha garam pendapatan yang didapatkan sebesar 1.231.000 kg per musim panen. Di golongan luas lahan garapan antara 2.979 m2 ≤ x < 4.079 m2 petambak memiliki pendapatan rata-rata sebanyak Rp. 7.378.000 per musim panen sedangkan diusaha garam pendapatan sebesar Rp. 859.000 permusim panen. Sementara petambak garam golongan luas lahan garapan lebih besar 4.079 m2, memiliki pendapatan usaha garam sebesar Rp. 11.165.000 per musim panen dan pendapatan dari budidaya bandeng sebasar Rp. 2.693.000 per musim. Pendapatan petambak garam di usaha garam paling besar berada di golongan luas lahan lebih dari 4.079 m2 sebesar Rp. 11.165.000 per musim hal ini juga diikuti dengan besarnya modal untuk sekali panen yaitu sebesar Rp. 6.460.000 per musim panen. Memiliki luas lahan lebih dari 4.079 m2 pasti memiliki modal usaha yang besar juga, dari pembuatan lahan, memperbaiki alat produksi dan sebagainya. Perbedaan pendapatan tiap golongan didukung dengan hasil produksi yang berbeda, seperti di Tabel 14 sebelum rata-rata produksi garam di golongan ini sebesar 78,333 kg atau 78 ton per musim panen. Untuk budidaya bandeng, golongan luas lahan lebih dari 4.079 m2 juga memiliki produksi paling besar diantara golongan lainnya. Hal ini didukung karena para petambak garam di golongan ini hampir semua membuat usaha dari budidaya bandeng, ada yang membuat budidaya bandeng presto dan ada yang sengaja produksi besar untuk dijual kembali. Sumber Nafkah dan Pendapatan Off farm Di dalam penelitian, rumah tangga petambak garam di Dusun II, Desa Waruduwur masih terlihat memanfaatkan sektor off farm untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Seperti terlihat pada Gambar 8, terdapat 20 rumah tangga
53 dari total 35 responden yang memanfaatkan sumber nafkah di sektor off farm . Petambak yang memiliki lahan garapan kurang dari 2.979 m2 hanya enam rumah tangga dari delapan responden golongan ini yang memanfaatkan sumber nafkah dari sektor off farm sedangkan petambak lahan garapan antara 2.979 m2 ≤ x < 4.079 m2 hanya 19 rumah tangga dari 21 responden golongan ini yang memiliki pekerjaan di sektor off farm, sementara di lahan garapan lebih dari 4.079 m2 hanya lima rumah tangga dari enam responden golongan ini yang memiliki pekerjaan di sektor off farm untuk menambahkan penghasilan rumah tangga. Pekerjaan di sektor off farm yang ditemukan dilapang yaitu, buruh panggul pertanian/kuli angkut garam, nelayan, peternakan, penimbang garam dan pencari hasil laut di tepi pantai. Pekerjaan di sektor off farm rata-rata dilakukan di musim hujan kecuali menjadi buruh garam keluarga sedangkan kuli angkut garam dan penimbang garam bisa dilakukan di kedua musim karena pekerjaan tersebut dijalani hanya di waktu-waktu tertentu ketika ada petani yang membutuhkan tenaganya biasanya di saat panen dan di saat petambak akan menjual garam ke penggepul di musim hujan. Adapun jumlah rumah tangga petambak garam di sektor off farm menurut golongan luas lahan garapan tersaji pada Tabel 16. Tabel 16 Jumlah rumah tangga petambak garam di sektor off farm menurut golongan luas lahan garapan Golongan luas lahan garapan n Strategi nafkah off farm (m2) < 2.979 8 Buruh panggul pertanian (n=1) Peternakan dan buruh panggul pertanian (n=1) Nelayan dan kuli angkut garam (n=1) 2.979 ≤ x < 4.079 21 Buruh panggul petanian (n=4) Penimbang garam (n=1) Peternakan (n=3) Pencari hasil pencari laut di tepi pantai (n=1) Kuli angkut garam (n=1) ≥ 4.079 6 Buruh panggul pertanian (n=2) Buruh panggul pertanian dan kuli angkut garam (n=1) Buruh panggul pertanian, peternakan (n=1) Peternakan (n=1) Total 35 Rata-rata pekerjaan rumah tangga petambak garam di sektor off farm adalah menjadi buruh panggul pertanian. Buruh panggul pertanian dalam penelitian ini adalah buruh panggul yang bekerja di pabrik pertanian antara lain Bulog. Rumah tangga petambak yang memilih pekerjaan ini, bekerja dari hari Senin hingga Jumat dalam seminggu, rata-rata bekerja dari pukul 08.00 hingga17.00 WIB dengan upah Rp 30.000 hingga Rp 80.000 perhari. Posisi pabrik Bulog berada di luar desa tepatnya berada di desa tetangga, sehingga dapat ditempuh menggunakan sepeda motor atau menggunakan angkutan umum elf jika yang tidak mempunyai kendaraan pribadi.
54 Pekerjaan di sektor off farm lainnya yaitu menjadi usaha peternakan, kuli angkut garam, nelayan, pencari hasil laut di tepi pantai dan penimbang garam. Usaha peternakan yang dilakukan oleh rumah tangga petambak ialah menjual ayam potong, ternak kambing, entok dan ayam. Kuli angkut garam dan penimbang garam merupakan pekerjaan dari produksi usaha garam rakyat. Kuli angkut garam diperlukan saat garam siap dijual kepada penggepul, garam diangkut dari pinggir tambak atau gudang penyimpan dan dibawa ke pinggir jalan raya. Pendapatan yang diterima oleh kuli angkut garam tergantung kesepakatan kuli angkut dengan petambak garam, rata-rata diupah Rp. 25.000 hingga Rp. 60.000 per ton. Besar kecil pendapatan dilihat jarak dari tambak ke jalan raya, semakin jauh jarak tambak semakin mahal upah yang diterima dan upah yang diterima sebagai penimbang garam yaitu Rp. 35.000 per hari. Rumah tangga petambak yang bekerja sebagai penimbang garam diketahui memiliki hubungan dengan penggepul atau bisa dibilang tangan kanan penggepul. Rumah tangga petambak yang bekerja sebagai nelayan, belayar selama satu bulan. Pendapatan yang diterima bisa mencapai hingga Rp. 4000.000 dalam sekali melayar sedangkan pekerjaan pencari hasi laut di tepi pantai merupakan pekerjaan yang tidak mempunyai waktu kerja yang pasti. Hasil laut yang di cari yaitu kepiting dan udang dengan harga jual Rp. 25.000 hingga Rp. 30.000 per kg. Pendapatan yang diperoleh dari sektor off farm merupakan pendapatan tambahan yang diperoleh di luar kegiatan usaha garam dan pendapatan yang menopang kehidupan sehari-hari rumah tangga petambak di musim hujan. Pendapatan rata-rata dari sektor off farm dihitung menurut total luas lahan garapan. Berikut pendapatan rumah tangga petambak garam dari sektor off farm menurut total luas lahan garapan seperti ditunjukkan pada Gambar 9.
Pendapatan"Sektor"Off#farm" 16,000"
x"Rp."1.000"
14,000" 12,000" 10,000" 8,000" 6,000"
Pendapatan"
4,000" 2,000" 0" <"2.979""
2.979"≤"x"<"4.079"
≥"4.079"
Golongan"luas"lahan"garapan"(m2)"
Gambar 9 Pendapatan rumah tangga petambak garam dari sektor off farm menurut golongan luas lahan garapan Pendapatan rata-rata rumah tangga petambak garam dengan lahan garapan kurang dari 2.979 m2 memiliki pendapatan paling tinggi dibandingkan dengan kategori lahan garapan lainnya yaitu, Rp. 14.736.667 per tahun sedangkan lahan
55 garapan antara 2.979 m2 ≤ x < 4.079 m2 dan lahan garapan lebih dari 4.079 m2 memperoleh selisih pendapatan tidak berbeda jauh yaitu Rp. 12.095.00 per tahun dan 13.392.000 per tahun. Sumber Nafkah dan Pendapatan Non farm Terdapat 29 rumah tangga dari 35 responden terpilih yang memiliki strategi nafkah di sektor non farm. Pilihan sumber nafkah di sektor non farm dilakukan dengan cara memperoleh penghasilan tambahan di luar kegiatan pertanian. Petambak yang memiliki lahan garapan kurang dari 2.979 m2 hanya tujuh rumah tangga dari delapan responden golongan ini yang memanfaatkan sumber nafkah dari sektor non farm sedangkan petambak lahan garapan antara 2.979 m2 ≤ x < 4.079 m2 hanya 18 rumah tangga dari 21 rumah tangga responden golongan ini yang memiliki pekerjaan di sektor non farm, sementara di lahan garapan lebih dari 4.079 m2 hanya lima rumah tangga dari enam responden golongan ini yang memiliki pekerjaan di sektor non farm untuk menambahkan penghasilan rumah tangga. Informasi yang diperoleh di lapang, pekerjaan di sektor non farm yaitu buruh pabrik, buruh kontruksi jalanan/bangunan, pemulung, warung sembako/kedai makanan, ojek, bengkel, satpam PLTU, pegawai pabrik dan honorer kelurahan. Berikut jumlah rumah tangga petambak garam di sektor non farm menurut golongan luas lahan garapan tersaji pada Tabel 17. Tabel 17 Jumlah rumah tangga petambak garam di sektor non farm menurut luas lahan garapan Golongan luas lahan garapan n Strategi nafkah non farm (m2) < 2.979 8 Pegawai pabrik (n=2) Buruh pabrik (n=3) Buruh pabrik dan kedai makanan (n=1) Buruh kontruksi jalanan dan kedai makanan (n=1) 2.979 ≤ x < 4.079 21 Buruh pabrik dan pemulung (n=1) Buruh pabrik dan honorer kelurahan (n=1) Buruh pabrik dan pegawai pabrik (n=2) Kedai makanan (n=1) Buruh pabrik dan kedai makanan (n=2) Buruh pabrik (n=6) Buruh pabrik dan buruh bangunan (n=1) Kuli bangunan dan warung sembako (n=1) Satpam PLTU (n=1) Ojek dan kedai makanan (n=1) Buruh pabrik, kedai makanan dan pegawai pabrik (n=1) ≥ 4.079 6 Buruh Pabrik (n=3) Buruh bangunan dan warung sembako (n=1) Bengkel dan warung sembako (n=1) Total 35
56 Rata-rata pekerjaan petambak garam di sektor non farm adalah menjadi buruh pabrik. Menurut hasil dilapang, pekerjaan buruh pabrik bekerja dari hari Senin hingga Jumat kadang ada yang bekerja hingga hari Sabtu dan rata-rata bekerja dari pukul 09.00 WIB hingga 16.00WIB dengan upah Rp. 15.000 hingga Rp. 60.000. Selain itu, rata-rata penduduk berumur muda sekitar 20an yang lebih banyak bekerja sebagai buruh pabrik dibandingkan penduduk berumur diatas 30an. Banyaknya pekerjaan buruh pabrik di sektor non farm didukung dengan banyaknya pembangunan pabrik di sepanjang jalur pantura, seperti pabrik buku, pabrik baju, dan pabrik pengolahan karet. Letak Dusun II , Desa Waruduwur sendiri berada didepan pabrik pengolahan karet Niki. Pekerjaan di sektor non farm merupakan pekerjaan sampingan rumah tangga petambak garam di luar pertanian dan di luar musim garam tetapi responden yang memiliki pekerjaan seperti pemulung, pegawai pabrik, honorer kelurahan dan satpam PLTU tetap bekerja di musim garam. Petambak akan bekerja di pagi hari untuk mengurus tambak garam, saat siang hari pekerjaan di tambak akan digantikan oleh anggota rumah tangga dan petambak akan kembali bekerja ke tamba saat sore hari setelah mereka pulang kerja. Pendapatan dihitung berdasarkan upah perhari dan dikalikan waktu kerja dalam sebulan. Berikut pendapatan rumah tangga petambak garam dari sektor non farm menurut golongan luas lahan garapan seperti ditunjukkan pada Gambar 10.
Pendapatan"Sektor"Non#farm" 30,000"
x"Rp."1.000"
25,000" 20,000" 15,000" Pendapatan"
10,000" 5,000" 0" <"2.979""
2.979"≤"x"<"4.079"
≥"4.079"
Golongan"luas"lahan"garapan"(m2)"
Gambar 10 Pendapatan rumah tangga petambak garam dari sektor non farm menurut golongan luas lahan garapan tahun 2015-2016 Pendapatan golongan di lahan garapan lebih dari 4.079 m2 memiliki pendapatan paling tinggi di sektor ini, rumah tangga memiliki pemasukan sebesar Rp. 28.008.000 tiap tahunnya. Pendapatan paling besar disumbang dari pekerjaan rumah tangga membuka usaha kedai makanan, tiap bulannya bisa menyumbang hingga Rp. 7.500.000 sedangkan digolongan lahan antara 2.979 m2 ≤ x < 4.079 m2 memiliki pendapatan sebanyak Rp. 21.648.000 tiap tahunnya. Sementara
57 pendapatan di golongan luas lahan kurang dari 2.979 m2 memiliki pendapatan dari sektor sebesar Rp.17.157.000 tiap tahunnya. Total Pendapatan Rumah Tangga Petambak Garam Pada dasarnya rumah tangga petambak garam menggantungkan pendapatan dari usaha garam rakyat tetapi, pada kenyataanya pendapatan yang diperoleh dari usaha garam tidak dapat menompang kehidupan petambak garam. Hal ini disebabkan harga jual garam berada di harga terendah. Jumlah dan presentase total pendapatan rumah tangga petambak garam menurut jenis sumber nafkah dan golongan luas lahan garapan tersaji pada Tabel 18. Tabel 18 Jumlah dan presentase total pendapatan rumah tangga petambak garam menurut jenis sumber nafkah dan golongan luas lahan garapan Golongan luas lahan garapan (m2) < 2.979 2.979 ≤ x < 4.079 ≥ 4.079 Total
Rata-rata pendapatan sumber nafkah (Rp x 1.000) On farm Off farm Non farm Rp % Rp % Rp % 4.724 13 14.736 40 17.157 47
Rp 36.617
% 100
7.625
19
12.095
29
21.648
52
41.368
100
13.409 25.758
25 19
13.392 40.223
24 30
28.008 66.813
51 51
54.809 132.794
100 100
Total pendapatan
Sektor on farm dalam perhitungan di Tabel 18, merupakan pendapatan yang ditambahkan dari budidaya bandeng. Pendapatan dari sektor on farm hanya berkontribusi paling besar 25 persen di tiap golongannya sedangkan, sektor non farm memiliki kontribusi paling besar terhadap pendapatan petambak garam dengan presentase diatas 40 persen. Petambak garam golongan luas lahan garapan kurang dari 2.979 m2 memiliki total pendapatan Rp. 36.617.000 per tahun dengan presentase kontribusi dari sektor non farm hanya 13 persen atau Rp. 4.724.0000, sektor off farm 40 persen atau Rp. 14.736.000 dan sektor non farm sebesar 47 persen atau Rp. 17.157.000. Pada golongan ini, pendapatan antara sektor off farm dan non farm memiliki kontribusi hampir sama. Golongan petambak garam luas lahan garapan antara 2.979 m2 ≤ x < 4.079 m2 memiliki total pendapatan Rp. 41.368.000 per tahun dengan kontribusi paling besar dari sektor non farm yaitu 52 persen atau Rp. 21.648.000, kontribusi dari sektor off farm 29 persen atau Rp 12.095.000 dan kontribusi dari sektor on farm hanya 19 persen atau Rp. 7.625.000. Sementara, pada golongan luas lahan garapan di atas 4.079 m2 total pendapatan memiliki kontribusi dari tiap sektor yang sama seperti golongan lainnya, yaitu kontribusi paling besar di dapatkan dari sektor non farm sebesar 51 persen atau Rp. 28.008.000. Pada golongan ini, pendapatan dari sektor on farm memiliki kontribusi yang lebih besar dibandingkan sektor off farm yaitu sebesar 25 persen dan sektor off farm 24 persen. Seperti terlihat pada Tabel 18, pendapatan dari sektor on farm masih belum dapat menompang seutuhnya kebutuhan rumah tangga petambak garam. Sektor on
58 farm secara keseluruhan memberi sumbangan 19 persen, sedangkan sektor off farm dan non farm memberi sumbangan sebesar 30 persen dan 51 persen. Seperti hasil penelitian Turasih (2011) menunjukkan bahwa pada petani kentang ditemukan semakin luas lahan pertanian yang digarap oleh petani akan menyebabkan kontribusi pendapatan dari sektor lain semakin sedikit. Sebaliknya, dengan lahan garapan yang semakin sempit maka petani berusaha untuk mendapatkan penghasilan dari sektor lain. Hal ini sesuai dengan temuan yang di lapang, rumah tangga petambak garam yang memiliki luas lahan garapan kurang dari 2.979 m2 memiliki pendapatan paling besar di luar kegiatan usaha garam, begitu pun dengan luas lahan garapan antara 2.979 m2 ≤ x < 4.079 m2. Sementara, pada golongan luas lahan garapan lebih dari 4.079 m2 tidak dapat memanfaatkan seutuhnya dari sektor on farm, kontribusi pendapatan rumah tangga paling besar berasal dari sektor non farm.
59
DAMPAK PROGRAM PEMBERDAYAAN USAHA GARAM RAKYAT (PUGAR) TERHADAP STRATEGI NAFKAH DAN PENDAPATAN PETAMBAK GARAM Dampak Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) terhadap Strategi Nafkah Dampak program PUGAR terhadap srategi nafkah dan pendapatan petambak garam dalam penelitian ini dilihat dengan membandingkan data petambak garam dari sebelum dan sesudah program. Penetapan sebelum PUGAR ialah produksi dan pendapatan sebelum tahun 2012 sedangkan penetapan setelah PUGAR ialah produksi dan pendapatan di musim panen terakhir yaitu tahun 2015. Informasi yang diperoleh di lapang, tidak semua petambak garam menerima bantuan dari PUGAR setiap tahunnya, dari 35 responden total yang merupakan penerima program PUGAR terdapat 10 responden yang menerima bantuan dari PUGAR tiap tahun dari tahun 2012 hingga tahun 2014. Petambak garam penerima bantuan di Tahun 2015 tidak termasuk sebagai pembanding karena program PUGAR berubah menjadi Pengembangan Usaha Garam Rakyat (PUGaR) pada tahun 2015. Kesepuluh responden terdiri dari golongan luas lahan garapan yang berbeda, terdapat satu responden pada golongan luas lahan garapan kurang dari 2.979 m2, sedangkan di golongan luas lahan garapan 2.979 m2 ≤ x < 4.079 m2 terdapat sebanyak delapan responden, dan di golongan luas lahan garapan lebih dari 4.079 m2 terdapat satu responden. Guna melihat strategi nafkah yang diterapkan oleh petambak garam, sebelum dan sesudah PUGAR akan seperti ditunjukkan pada Gambar 11.
Sebelum"PUGAR" <"2.979""
On#farm#
2.979"≤"x"<"4.079"
Off#farm#
≥"4.079"
Non#farm# 0"
20"
40"
60"
80"
100"
Sesudah"PUGAR" <"2.979""
On#farm#
2.979"≤"x"<"4.079"
Off#farm#
≥"4.079"
Non#farm# 0"
20"
40"
60"
80"
100"
Gambar 11 Jumlah dan presentase sumber nafkah rumah tangga petambak garam sebelum dan sesudah PUGAR menurut golongan luas lahan garapan
60 Sektor on farm merupakan gabungan antara usaha garam rakyat dan budidaya bandeng, untuk jumlah petambak garam yang melakukan budidaya bandeng akan dijelaskan pada tabel berikutnya. Gambar 11 menunjukkan terdapat perbedaan jumlah strategi nafkah yang diterapkan rumah tangga petambak garam di tiap golongannya. Petambak garam yang memiliki luas lahan garapan kurang dari 2.979 m2 dan luas lahan lebih dari 4.079 m2 masing-masing menerapkan sumber nafkah dari ketiga sektor baik sebelum dan sesudah PUGAR sedangkan petambak garam golongan luas lahan lahan garapan antara 2.979 m2 ≤ x < 4.079 m2 memiliki perbedaan dalam jumlah memanfaatkan strategi nafkah di sektor off farm. Sebelum PUGAR terdapat 25 persen atau dua responden dari delapan responden yang menerapkan sektor off farm dan setelah PUGAR menunjukkan peningkatan menjadi 75 persen atau enam responden dari delapan responden yang menerapkan sektor ini untuk sumber nafkahnya. Di sektor on farm terdapat dua pekerjaan yaitu usaha garam rakyat dan budidaya bandeng. Seperti penjelasan pada bab sebelumnya, usaha garam rakyat merupakan sumber nafkah utama petambak garam sedangkan budidaya bandeng merupakan komoditas pertanian sampingan sehingga terdapat petambak garam yang menerapkan usaha garam rakyat + budidaya bandeng dan ada yang menerapkan usaha garam rakyat saja. Berikut jumlah petambak garam yang menerapkan usaha garam rakyat dan usaha garam rakyat + budidaya bandeng, sebelum dan sesudah PUGAR disajikan pada Tabel 19. Tabel 19 Jumlah petambak garam yang menerapkan usaha garam rakyat dan usaha garam rakyat + budidaya bandeng, sebelum dan sesudah PUGAR Sebelum PUGAR Sesudah PUGAR Gologan Usaha garam Usaha garam luas lahan n Usaha garam rakyat + Usaha garam rakyat + garapan rakyat Budidaya rakyat Budidaya 2 (m ) bandeng bandeng < 2.979 1 0 1 0 1 2.979 ≤ x < 8 3 5 3 5 4.079 ≥ 4.079 1 0 1 0 1 Seperti terlihat pada Tabel 19, terlihat tidak ada perbedaan antara sebelum dan sesudah PUGAR hal ini sesuai dengan hasil observasi dan wawancara mendalam yang di lakukan ke beberapa responden. Adanya program PUGAR tidak mempengaruhi petambak garam untuk melakukan budidaya bandeng karena budidaya bandeng di lakukan untuk memanfaatkan lahan tambak yang tidak terpakai saat musim hujan. Selain itu, petambak garam yang tidak melakukan budidaya bandeng memiliki beberapa kendala yaitu, memiliki status penguasaan lahan bagi hasil, sering terjadi pencurian sehingga membuat beberapa petambak garam untuk tidak melakukan budidaya bandeng kembali dan memiliki pekerjaan di luar tambak dan berada di luar desa sehingga tidak memiliki waktu untuk menjaga tambak. Adanya program PUGAR juga tidak mempengaruhi strategi nafkah yang diterapkan oleh rumah tangga petambak garam. Data yang diperoleh berdasarkan
61 hasil observasi dan wawancara mendalam, rumah tangga petambak garam yang mengalami peningkatan dalam menerapkan sumber nafkah di sektor off farm dan non farm dipengaruhi dengan bertambahnya anggota rumah tangga petambak garam yang bekerja dan terdapat petambak garam yang mendapatkan kesempatan untuk melakukan usaha seperti di sektor off farm yaitu pekerjaan usaha peternakan. Program PUGAR tampak mempunyai pengaruh nyata terhadap peningkatan produksi usaha garam rakyat yang dihasilkan tetapi belum dapat merubah strategi nafkah di sektor off farm dan non farm karena pendapatan yang dihasilkan dari sektor off farm dan non farm masih signifikan menambah pendapatan terhadap rumah tangga petambak garam. Peningkatan pendapatan usaha garam rakyat karena PUGAR belum dapat mengantikan peranan dari sektor off farm dan non farm. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya produksi usaha garam tetapi tidak diikuti dengan stabilitas harga jugal garam di pasaran. Saat penelitian dilakukan, harga jual garam di pasaran berada di Rp. 225 per kg dan selain harga jual yang rendah, kualitas garam yang masih berada di KP2 dan KP3. Melihat hal ini, pendapatan dari sektor off farm dan non farm masih dipertahankan untuk menambahkan pendapatan rumah tangga petambak garam. Sehingga, program PUGAR sejauh ini hanya mampu meningkatkan produksi usaha garam rakyat tetapi belum dapat membantu memperbaiki stabilitas harga jual dan pemasaran usaha garam rakyat. Dampak Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) terhadap Pendapatan Informasi yang diperoleh di lapang, menunjukkan produksi garam mengalami peningkatan setalah adanya bantuan dari PUGAR. Peningkatan ini di dukung dengan bantuan alat-alat produksi yang diberikan oleh PUGAR sehingga petambak garam meningkatkan kinerjanya agar produksi dapat meningkat tiap tahun. Adanya perubahan akibat bantuan dari PUGAR, dapat dilihat secara keseluruhan dari aspek produksi usaha garam rakyat, pendapatan kotor dan bersih usaha garam rakyat. Berikut rata-rata produksi garam, sebelum dan sesudah PUGAR menurut golongan luas lahan garapan tersaji pada Tabel 20. Tabel 20 Rata-rata produksi garam, sebelum dan sesudah PUGAR menurut golongan luas lahan garapan Sebelum PUGAR Sesudah PUGAR Golongan Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata luas lahan n luas lahan produksi luas lahan produksi garapan (m2) (m2) (Kg) (m2) (Kg) < 2.979 1 3.050 20.000 2.600 40.000 2.979 ≤ x < 8 3.022 25.500 3.419 37.500 4.079 ≥ 4.079 1 3.700 25.000 4.700 80.000 Seperti terlihat pada Tabel 20, produksi garam di tiap golongan mengalami peningkatan setelah adanya program PUGAR. Peningkatan produksi ini juga
62 didukung dengan kondisi cuaca panas yang lama di tahun 2015 sehingga petambak garam memproduksi garam lebih banyak dibandingkan tahun sebelumnya karena proses kristalisasi yang lebih lama. Petambak golongan luas lahan garapan lebih dari 4.079 m2 mengalami perubahan peningkatan paling besar dibandingkan dengan golongan lainnya. Sebelum PUGAR, petambak garam memperoleh rata-rata produksi 25.000 kg per musim panen dengan rata-rata luas lahan 3.700 m2, sedangkan setelah PUGAR, petambak garam memperoleh ratarata produksi sebesar 80.000 kg per musim panen dengan rata-rata luas lahan 4.700 m2. Peningkatan produksi di golongan ini hampir tiga kali lipat dari produksi sebelum PUGAR. Pada golongan berikutnya, yaitu luas lahan garapan antara 2.979 m2 ≤ x < 4.079 m2 mengalami perubahan yang meningkat, sebelum PUGAR, rata-rata produksi memperoleh 25.500 kg per musim panen dengan rata-rata luas lahan 3.022 m2, sedangkan setelah PUGAR, petambak garam memperoleh rata-rata produksi sebesar 37.500 kg per musim panen dengan rata-rata luas lahan 3.419 m2.Golongan luas lahan garapan kurang dari 2.979 m2 juga mengalami perubahan seperti golongan lainya. Sebelum PUGAR, petambak garam memperoleh rata-rata produksi 20.000 kg per musim panen dengan rata-rata luas lahan 3,050 m2, sedangkan setelah PUGAR, petambak garam memperoleh rata-rata produksi sebesar 40.000 kg per musim panen dengan rata-rata luas lahan 2.600 m2. Di golongan ini, menunjukan bahwa luas lahan bukan salah satu faktor terpenting untuk usaha garam karena faktor terpenting ialah lamanya proses kristalisasi agar dapat menghasilkan garam lebih banyak. Meskipun luas lahan lebih luas dibanding sebelum PUGAR tetapi produksi lebih banyak dihasilkan setelah PUGAR dengan luas lahan 2.600 m2 karena produksi tahun 2015 memiliki musim kemarau yang lebih panjang. Pendapatan yang di hasilkan masing-masing golongan luas lahan garapan memiliki pendapatan rata-rata yang berbeda. Pendapatan rata-rata tersebut dihitung berdasarkan masing-masing luas lahan garapan per golongan kemudian akan dilihat pengeluaran (modal usaha), penerimaan/pendapatan kotor dan pendapatan bersih (harga jual sesudah dan sebelum sama-sama dikalikan Rp. 225/kg) petambak garam, selanjut nya akan dibandingkan data sebelum dan sesudah program. Berikut pendapatan usaha garam rakyat sebelum dan sesudah PUGAR menurut golongan luas lahan garapan, (x1000 Rp/musim panen) tersaji pada Tabel 21. Tabel 21 Pendapatan usaha garam rakyat sebelum dan sesudah PUGAR menurut golongan luas lahan garapan, (x 1000 Rp/musim panen) Golongan Luas Lahan Garapan (m2) < 2.979 2.979 ≤ x < 4.079 ≥ 4.079
n
Sebelum PUGAR (x1000 Rp/Musim Panen)
Sesudah PUGAR (x1000 Rp/Musim Panen)
Rata-rata pengeluaran
Rata-rata penerimaan
Rata-rata pendapatan
Rata-rata pengeluaran
Rata-rata penerimaan
Rata-rata pendapatan
1 8
4.925 3.018
5.100 6.502
175 3.483
6.700 3.725
10.200 8.775
3.500 5.050
1
5.000
6.375
1.375
8.400
18.000
9.600
63 Seperti terlihat pada Tabel 21, pendapatan rata-rata petambak golongan luas lahan garapan kurang dari 2.979 m2 sebelum PUGAR memperoleh rata-rata pendapatan Rp. 175.000 per musim panen yang setara dengan lima bulan (150 hari) sedangkan pendapatan yang di peroleh setelah program PUGAR sebesar Rp. 3.500.000 per musim panen. Pendapatan yang diperoleh petambak garam jauh lebih besar jika dibandingkan sebelum PUGAR. Untuk lahan garapan antara 2.979 m2 ≤ x < 4.079 m2, petambak memperoleh rata-rata pendapatan sesudah PUGAR sebesar Rp. 5.050.000 per musim panen dibandingkan sebelum PUGAR pendapatan petambak hanya Rp. 3.483.000. Sementara, golongan luas lahan garapan lebih dari 4.079 m2 rata-rata pendapatan petambak sebelum PUGAR Rp. 1.375.000 per musim panen dibandingkan sesudah PUGAR pendapatan petambak memperoleh sebeanyak Rp. 9.600.000 per musim panen, pendapatan ini hampir 10 kali lipat dari pendapatan sebelum PUGAR Secara keseluruhan, saat sebelum program pendapatan petambak garam paling besar diperoleh oleh golongan luas lahan garapan antara 2.979 m2 ≤ x < 4.079 m2 sebesar Rp. 3.483.000 per musim panen sedangkan petambak golongan luas lahan garapan lebih dari 4.079 m2 memiliki pendapatan paling besar dibandingkan golongan lainnya yaitu, Rp. 9.600.000, permusim panen. Pendapatan yang diperoleh petambak setiap golongan, menunjukkan adanya peningkatan dari sebelum adanya PUGAR hingga setelah PUGAR berjalan. Setelah melihat perbandingan pendapatan petambak garam sebelum dan sesudah PUGAR akan ditentukan pula R/C ratio (Reveneu/Cost) dan B/C ratio (Benefit/Cost) atau dan yang dihitung dari perbandingan penerimaan atau pendapatan kotor dan pengeluaran untuk R/C Ratio sedangkan perbandingan pendapatan bersih dan pengeluaran untuk B/C Ratio. Kedua pengukuran rasio ini akan dibandingkan sebelum adan sesudah PUGAR. Berikut R/C Ratio dan B/C Ratio usaha garam rakyat sebelum dan sesudah PUGAR menurut golongan luas lahan garapan tersaji pada Tabel 22. Tabel 22 R/C Ratio dan B/C Ratio usaha garam rakyat sebelum dan sesudah PUGAR menurut golongan luas lahan garapan Golongan luas Sebelum PUGAR Sesudah PUGAR lahan garapan R/C1 B/C2 R/C1 B/C2 (m2) < 2.979 1,04 0,04 1,52 0,52 2.979 ≤ x < 4.079 2,76 1,15 3,08 2,08 ≥ 4.079 1,28 0,28 2,14 1,14 1 Tingkat Signifikan pada taraf nyata 0.15 berdasarkan paired samples t- test adalah 0.15 2 Tingkat Signifikan pada taraf nyata 0.15 berdasarkan paired samples t- test adalah 0.15 Semakin besar angka R/C Ratio atau B/C Ratio menandakan pendapatan kotor dan bersih yang diperoleh lebih besar dibandingkan pengeluaran. Seperti terlihat pada Tabel 22, terdapat perbedaan rasio yang meningkat antara sebelum dan sesudah PUGAR dimana yang menandakan bahwa usaha garam rakyat setelah ada PUGAR dapat bertahan dan masih menghasilkan keuntungan yang
64 lebih besar dibandingkan pengeluaran meskipun harga jual berada di harga jual terendah. Petambak garam golongan luas lahan garapan antara 2.979 m2 ≤ x < 4.079 m2 menghasilkan ratio yang paling besar dibandingkan golongan lainnya. Hal ini juga didukung karena jumlah responden yang lebih banyak dibandingkan yang lainnya. R/C Ratio sebelum PUGAR adalah 2,76 dan setelah PUGAR adalah 3,08 sedangkan B/C Ratio sebelum PUGAR adalah 1,15 dan setelah PUGAR adalah 2,08. Angka ratio menunjukkan petambak digolongan ini masih bisa bertahan dengan usaha garam nya meskipun saat sebelum PUGAR keuntungaan yang didapat tidak terlalu banyak. Golongan luas lahan garapan lebih dari 4.079 m2 juga mengalami peningkatan sama seperti golongan sebelumnya. R/C Ratio sebelum PUGAR adalah 1,28 dan setelah PUGAR adalah 2,14 sedangkan B/C Ratio sebelum PUGAR adalah 0,28 dan setelah PUGAR adalah 1,14. Angka ratio sebelum adanya bantuan dari PUGAR menunjukkan bahwa petambak garam di golongan ini memiliki resiko kerugian dalam menjalankan usaha garam, dimana keuntungan lebih kecil dibandingkan pengeluaran untuk modal usaha. Hal ini didukung karena produksi garam yang tidak terlalu melimpah ditambah harga jual yang rendah mengakibatkan petambak tidak mendapatkan untung yang lebih. Sementara di golongan luas lahan garapan kurang dari 2.979 m2 menghasilkan ratio yang paling kecil dibandingkan golongan lainnya. R/C Ratio sebelum PUGAR adalah 1,04 dan setelah PUGAR adalah 1,52 sedangkan B/C Ratio sebelum PUGAR adalah 0,04 dan setelah PUGAR adalah 0,52. Angka ratio menunjukkan petambak di golongan ini menghadapi keadaan resiko kerugian lebih besar dibandingkan golongan lainnya. Keuntungan yang diperoleh baik setealah ada PUGAR maupun sebelum masih lebih kecil dibandingkan pengeluaran. Dari hasil perhitungan tersebut, petambak garam harus siap menanggung resiko kerugian di tiap musim panennya. Ketika pengeluaran hampir sama dengan atau lebih besar dari pendapatan maka petambak mengalami kerugian. Namun, meskipun memiliki peluang resiko kerugian yang besar, usaha garam masih menjadi sumber nafkah utama di Dusun II, Desa Waruduwur. Seperti penuturan Bapak MRW (37 Tahun): “Walaupun harga garam lagi turun mba, tapi ketika harga lagi tinggi kita (petambak garam) bisa dapat untung sampe puluhan juta sekali musim. Makanya kita masih kerja tetep kerja jadi petambak mba” Bapak MRW (37 Tahun) Penuturan Bapak Bapak MRW (37 Tahun) tersebut, menggambarkan masyarakat bertahan menjadi petambak garam karena masih memiliki harapan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih besar di saat harga jual garam sedang tinggi. Harga jual garam tertinggi di Desa Waruduwur dapat mencapai hingga Rp. 1000 per kg di tahun 2010. Harga jual yang meninggi karena produksi garam rakyat pada tahun tersebut gagal panen karena tidak adanya musim kemarau. Setelahnya, harga jual garam tertinggi hanya kisaran Rp. 300 hingga Rp. 400 per kg. Bantuan PUGAR secara langsung mempengaruhi pendapatan dari sektor on farm tetapi tidak mempengaruhi besar pendapatan dari sektor off farm dan non
65 farm. Berikut jumlah pendapatan rumah tangga petambak garam dari jenis sumber nafkah, sebelum dan sesudah PUGAR menurut golongan luas lahan garapan. Tabel 23 Jumlah pendapatan rumah tangga petambak garam dari jenis sumber nafkah, sebelum dan sesudah PUGAR menurut golongan luas lahan garapan Sebelum PUGAR Sesudah PUGAR Golongan (Rp x 1.000) (Rp x1000) luas lahan n garapan On Off Non On Off Non (m2) farm farm farm farm farm farm < 2.979 1 1.785 11.730 7.200 5.370 15.330 4.320 2.979 ≤ x < 8 4.660 8.400 13.512 6.129 14.738 15.804 4.079 ≥ 4.079 1 2.458 5.040 5.040 10.865 9.600 5.760 Seperti terlihat pada Tabel 23, pendapatan rumah tangga petambak garam dari sektor on farm merupakan gabungan dengan pendapatan dari usaha tambak. Pendapatan dari sektor off farm dan non farm menunjukkan peningkatan sebelum dan sesudah PUGAR, hal ini dipengaruhi dengan kenaikan upah. Selain kenaikan upah, peningkatan juga dipengaruhi dengan bertambahnya anggota rumah tangga petambak garam yang bekerja sehingga menambahkan pendapatan dari kedua sektor tersebut. Petambak garam golongan luas lahan garapan lebih dari 4.079 m2 saat sebelum PUGAR mendapatkan pendapatan sama besar dari sektor off farm dan non farm, setelah PUGAR pendapatan diperoleh dari sektor on farm dibandingkan sektor off farm dan non farm sedangkan petambak garam golongan luas lahan antara 2.979 m2 ≤ x < 4.079 m2 sebelum dan setelah PUGAR mendapatkan pendapatan paling besar dari sektor non farm. Sementara, golongan petambak garam dengan luas lahan kurang dari 2.979 m2 memperoleh pendapatan paling besar dari sektor off farm baik sebelum maupun sesudah PUGAR. Data yang diperoleh berdasarkan hasil wawancara mendalam, terdapat beberapa permasalahan yang menghambat program PUGAR di Dusun II Desa Waruduwur yaitu: terlambatnya bantuan yang diberikan kepada petambak garam sehingga, bantuan datang saat petambak sudah selesai melakukan panen garam. Hal ini, membuat bantuan yang datang baru akan dipakai saat musim panen tahun selanjutnya. Selain itu, terdapat petambak garam yang tidak mengetahui bantuan yang diberikan adalah bantuan PUGAR hal ini disebabkan pemberian sosialisasi yang diberikan hanya kepada ketua kelompok dan pihak-pihak tertentu sehinnga terdapat petmabak garam yang tidak mengetahu tentang PUGAR.
66 Uji T Pada penelitian ini akan dilakukan uji beda menggunakan paired sample Ttest pada komponen R/C Ratio dan B/C Ratio sebelum dan sesudah PUGAR dengan taraf nyata 15 persen atau 0.15 artinya toleransi kesalahan adalah 15 persen dan kebenaranya adalah 85 persen. Berikut adalah hasil uji beda terhadap R/C Ratio dan B/C Ratio sebelum dan sesudah PUGAR di Dusun II, Desa Waruduwur disajikan pada Tabel 24. Tabel 24 Hasil uji beda terhadapt R/C Ratio dan B/C Ratio sebelum dan sesudah PUGAR Aspek T Sig 1 tailed R/C Ratio -0,128 0,15 B/ C Ratio -0,128 0,15 Seperti terlihat pada Tabel 24, hasil uji beda setiap indikator menunjukkan hasil yang sama. Pada R/C Ratio dan B/C Ratio sebelum dan sesudah menunjukkan Sig. 1 tailed sama besar dengan nilai taraf nyata yaitu, 0.15 = 0.15 artinya, terdapat perbedaan yang signifikan terhadap pendapatan petambak garam pada kondisi sebelum dan sesudah bantuan PUGAR pada taraf nyata 0.15. Setelah adanya PUGAR, petambak garam di Dusun II, Desa Waruduwur merasakan perubahan yang meningkat, produksi garam yang dihasil meningkat dibandingkan sebelum PUGAR. Selain itu, adanya bantuan alat dan perlengkapan serta penerapan tekologi baru, membuat petambak merasa terbantu selain meringankan pekerjaan petambak garam, petambak garam mendapatkan pengetahuan baru tentang cara penggaraman. Meski merasakan perubahan yang meningkat dari segi produksi tetapi beberapa petambak garam merasa adanya bantuan dari PUGAR tidak dapat meningkatkan pendapatannya karena harga jual garam yang masih rendah. Rendahnya harga jual garam di penggepul membuat petambak garam tidak dapat meningkatkan pendapatannya. Petambak merasa bantuan yang diberikan lebih baik modal awal dibandingkan bantuan alat produksi yang diberikan tiap tahunnya karena beberapa petambak merasa sulit untuk mendapatkan modal awal .
67
PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan data yang sudah dikumpukan dan diolah, maka dirumuskan kesimpulan sebagai berikut ini: 1. Hipotesa pertama dalam penelitian ini adalah program PUGAR diduga meningkatkan pendapatan rumah tangga responden yang bersumber dari usaha garam. Hasil penelitian ini menunjukkan, pendapatan rata-rata petambak golongan luas lahan garapan kurang dari 2.979 m2 sebelum PUGAR memperoleh rata-rata pendapatan Rp. 175.000 per musim panen (R/C Ratio 1,04 dan B/C Ratio 0,04) dibandingkan dengan rata-rata pendapatan sesudah PUGAR sebesar Rp. 3.500.000 per musim panen (R/C Ratio 1,52 dan B/C Ratio 0,52). Golongan luas lahan garapan antara 2.979 m2 ≤ x < 4.079 m2, petambak memperoleh rata-rata pendapatan sesudah PUGAR sebesar Rp. 5.050.000 per musim panen (R/C Ratio 2,76 dan B/C Ratio 1,15) dibandingkan sebelum PUGAR pendapatan petambak hanya Rp. 3.483.000 (R/C Ratio 3,07 dan B/C Ratio 2,08). Golongan luas lahan garapan lebih dari 4.079 m2 rata-rata pendapatan petambak sebelum PUGAR Rp. 1.375.000 per musim panen (R/C Ratio 1,28 dan B/C Ratio 0,28) dibandingkan sesudah PUGAR pendapatan petambak memperoleh sebeanyak Rp. 9.600.000 per musim panen (R/C Ratio 2,14 dan B/C Ratio 1,14). Hasil ini diperkuat dengan uji beda terdapat perbedaan yang signifikan terhadap pendapatan petambak garam pada kondisi sebelum dan sesudah bantuan PUGAR pada taraf nyata 0.15. Hal ini, membuktikan bahwa setelah adanya program PUGAR, petambak garam dapat meningkatkan produksi usaha garam. dan pendapatan dari usaha garam rakyat. 2. Hipotesa kedua penelitian penelitian ini adalah program PUGAR diduga mempengaruhi strategi nafkah rumah tangga responden. Hasil penelitian menunjukkan, strategi nafkah 35 responden yang di teliti di Dusun II, Desa Waruduwur merupakan kombinasi dari tiga sektor sumber nafkah yaitu on farm, off farm dan non farm. Di sektor on farm, usaha garam rakyat merupakan pekerjaan musiman dimana hanya dilakukan di musim kemarau, meskipun begitu sumber nafkah dari usaha garam rakyat masih menjadi pendapatan utama bagi petambak. Adapun komoditas lain dianggap on farm adalah budidaya bandeng di petak tambak garam. Pendapatan yang dihasilkan dari budidaya bandeng merupakan pendapatan tambahan dari sektor on farm sedangkan di sektor off farm, petambak garam memanfaatkan pekerjaan di luar musim garam seperti menjadi buruh panggul pertanian, peternakan, nelayan dan lain-lain. Sementara di sektor non farm, petambak garam menfaatkan pekerjaan di luar desa seperti menjadi buruh pabrik, ngojek, pegawai pabrik dan lain-lain. Program PUGAR tampak mempunyai pengaruh nyata terhadap peningkatan produksi usaha garam rakyat yang dihasilkan tetapi belum dapat merubah strategi nafkah di sektor off farm dan non farm karena pendapatan yang dihasilkan dari sektor off farm dan non farm masih signifikan menambah pendapatan
68 terhadap rumah tangga petambak garam. Peningkatan pendapatan usaha garam rakyat karena PUGAR belum dapat mengantikan peranan dari sektor off farm dan non farm. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya produksi usaha garam tetapi tidak diikuti dengan stabilitas harga jugal garam di pasaran. 3. Pengaruh strategi nafkah kepada pendapatan rumah tangga petambak garam, paling besar berasal dari sektor off farm dan non farm. Kedua sektor tersebut memberikan sumbangan sebesar 30 persen dan 51 persen. Sementara, sektor on farm (usaha garam dan budidaya bandeng) memberikan sumbangan hanya 19 persen terhadap total pendapatan rumah tangga. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dijelaskan makan terdapat beberapa hal yang dapat menjadi masukan dan saran. Berikut ini adalah saran yang disusun dalam penelitian ini antara lain: 1. Penelitian ini masih mengkaji program PUGAR dari sebelum dan sesudah adanya program, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengkaji program PUGAR dengan petambak yang tidak menerima program PUGAR. 2. Program PUGAR selanjutnya disarankan untuk lebih fokus kepada petambak garam dengan luas lahan garapan yang kurang dari 2.979 m2 agar dapat menghasilkan garam lebih banyak dan berkualitas. Selanjutnya, pemerintah disarankan untuk membuat program bantuan lainnya di sektor off farm agar petambak dapat memaksimalkan kegiatan sumber nafkah di sektor on farm dan off farm. 3. Pemanfaatan untuk strategi nafkah, disarankan petambak garam memulai untuk beralih terhadap pekerjaan di luar usaha garam rakyat. Hal ini disebabkan potensi lahan tambak garam yang mulai berkurang dan tercemarnya air laut sehingga membuat kualitas garam berkurang.
69
DAFTAR PUSTAKA Amanda, RP. Buchori, Imam. 2015. Efektivitas Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) Tahun 2014 Terhadap Tingkat Keberdayaan Petani Garam Rkayat di Kecamatan Kaliori. Jurnal Teknik PWK. [Internet]. [diunduh 2015 November 15]. 4(4):292-205. Tersedia pada: http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/pwk Apriliana. 2013. Dampak Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat Terhadap Kesejahteraan Rumahtangga Petani Garam Di Kabupaten Karawang. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [Internet]. [diunduh 2015 September 30]. Tersedia pada: http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/67659/H13apr.pdf?sequ ence=1&isAllowed=y Avianti, Annisa. 2012. Peranan Pekerja Anak Di Industri Kecil Sandal Terhadap Pendapatan Rumahtangga dan Kesejahteraan Dirinya. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Badan Pusat Statistik. 2016. Konsep Dasar Rumah Tangga. [Internet]. [diunduh 2016 Juni 24]. Tersedia pada: https://www.bps.go.id/Subjek/view/id/29 Dharmawan, AY. 2007. Sistem Penghidupan dan Nafkah Pedesaan: Pandangan Sosiologi Nafkah (Livelihood Sociology) Mazhab Barat dan Mazhab Bogor. Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia. [Internet]. [diunduh 2015 September 13]. 2(2):169-192. Tersedia pada: http://ejournal.skpm.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/viewFile/137/132 Dinas Kelautan dan Perikanan. 2015. Sosialisasi KKP 2015. Cirebon (ID): Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon Dinata, Iskandar. 2013. Pemberdayaan Petani Garam dalam Mewujudkan Kesejahteraan Sosial (Potret Petani Garam di Desa Pandai Kecamtan Woha Kabupaten Bima). Jurnal Transformasi P2M IAIN Mataran. [Internet]. [diunduh 2015 September 13]. 9(2):144-154. Tersedia pada: http://ejurnal.lainmataram.ac.id/index.php/transformasi/article/view/58 Efendy M, Sidik RF. 2013. Fluktasi Kualitas Garam Rakyat pada Berbagai Keragaan Sumberdaya Manusia dan Sumberdaya Alam. [Internet]. [diunduh 2016 Juli 25]. Tersedia pada: http://pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wpcontent/uploads/FLUKTUASI-KUALITAS-GARAM-RAKYAT-PADABERBAGAI-KERAGAAN-SUMBERDAYA-MANUSIA-DANSUMBERDAYA-ALAM-OLEH-MAKHFUD-EFENDY-DAN-RAHMADFAJAR-SIDIK.pdf Ellis F. 2000. Rural Livelihood and Diversity in Developing Countries. United Kingdom (UK). Oxford Haryanto, DP. 2012. Kajian Strategi Adaptasi Budaya Petani Garam. Komunitas. [Internet]. [diunduh 2015 September 13]. 4(2):191-199. Tersedia pada: http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/komunitas/article/view/2414/2467 Hasan TIB. 2011. Indentifikasi Sosial Ekonomi dan Ketenagakerjaan Petani Garam di Kabupaten Bireuen. Sains Riset. [Internet]. [diunduh 2016 Juli 25]. 9(1): 1-11. Tersedia pada: http://ejournal.unigha.ac.id/data/Journal%20%20SAINS%20Riset%20vol%201 %20no%202%207.pdf
70 Khalifi. 2013. Ironis strategi (Survive) Petani Garam di Desa Gersik Putih. Sosiologi Reflektif. [Internet]. [diunduh 2015 September 13]. 1(2): 264-282. Tersedia pada: http://ejournal.uinsuka.ac.id/index.php/sosiologireflektif/article/download/503/449 [KEMENDAG] Kementerian Perdagangan RI. 2011. Laporan Analisis Kebijakan Harga Garam Nasional. Jakarta (ID): Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negri. [KEMENDAG] Kementerian Perdagangan RI. 2016. Buku Rampai Info Komiditi Garam. Jakarta (ID): Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negri. [KKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2003. Pemberdayaan Garam Rakyat. Jakarta (ID): Departemen Kelautan dan Perikanan. [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan RI. 2014. Capaian PUGAR 20112014 dan Korporatisasi Garam 2015. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal KP3K. [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan RI. 2014. Laporan Kinerja Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun 2014. [Internet]. [diunduh 2016 Juli 19]. Jakarta (ID): Kementerian Kelautan dan Perikanan RI. Tersedia pada: http://kkp.go.id/en/2015/03/10/laporan-akuntabilitas-kinerja-lakipkementerian-kelautan-dan-perikanan-kkp-tahun2014/ Kurniawan BA, Suryono A, Saleh C. 2014. Implementasi Program Dana Bantuan Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) dalam Rangka Pengembangan Wirausaha Garam Rakyat (Studi pada Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sumenep). Wacana. [Internet]. [diunduh 2016 Juli 25]. 17(3):136148. Tersedia pada: http://wacana.ub.ac.id/index.php/wacana/article/viewFile/309/276 [PERMEN] Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia No. PER.4/MEN/2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Kelautan dan Perikanan Tahun 2011. [PERMEN] Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. PER 07/MEN2012 tentang Pedoman Pelaksaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Kelautan dan Perikanan Tahun 2012. Peraturan Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil No. 07/ PER-DJKP3K/2015 tentang Pengembangan Usaha Garam Rakyat (PUGaR) Tahun 2015. [PERMENPERTIN] Peraturan Menteri Perindustrian No 88/M/IND/PER/10/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perindustrian No. 134/MIND/PER/10/2009 tentang Peta Panduan (road map) Pengembangan Klaster Industri Garam. Purnomo AM. 2006. Strategi Nafkah Rumahtangga Desa Sekitar Hutan (Studi Kasus Desa Peserta PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat) di Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat)). [skripsi]. Bogor (ID): IPB. [diunduh pada 2016 22 Februari 16]. Tersedia pada: http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8466/2006amp.pdf?seq uence=2&isAllowed=y Sulaksmi R. 2007. Analisis Dampak Pariwisata Terhadap Pendapatan dan Kesejahteraan Masyarakat Sekitar Kawasan Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh Kota Sabang. [thesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Turasih. 2011. Sistem Strategi Nafkah Rumahtannga Petani Kentang di Dataran Tinggi Dieng (Kasus Desa Karangtengah, Kecamatan Batur, Kabupaten
71 Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah). [skripsi]. Bogor (ID): IPB. [diunduh pada 2016 22 Februari 16]. Tersedia pada: http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/51436/I11tur.pdf?seque nce=1&isAllowed=y Wardiansyah, W. Widayati, W. Taufiq, A. 2015. Pemberdayaan Petambak Garam Melalui Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) Di Kabupaten Brebes Tahun 2011-2014. Journal of Politic and Goverment Studies. [Internet]. [diunduh 2015 Oktober 23]. 5(4):201-210. Tersedia pada: http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jpgs/article/view/9255/8985 Widodo, Slamet. 2011. Strategi Nafkah Berkelnajutan Bagi Rumah Tangga Miskin Di Daerah Pesisir. Makara, Sosial Humaniora. [Internet]. [diunduh 2015 Desember 14]. 15(1):10-20. Tersedia pada: http://journal.ui.ac.id/index.php/humanities/article/viewFile/890/849 Widiyanto, Dharmawan AH, Prasodjo NW. 2010. Strategi Nafkah Rumahtangga Petani Tembakau di Lereng Gunung Sumbing. Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia. [Internet]. [diunduh 2015 September 13]. 4(1):91-114. Tersedia pada: http://jesl.journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/download/5851/4516 Widiarto, SB. Hubeis, M. Sumantadinata, K. 2013. Efektivitas Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat di Desa Losarang, Indramayu. Manajemen IKM. [Internet]. [diunduh 2015 September 30]. 8(2):144-154. Tersedia pada: http://jagb.journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalmpi/article/view/7259 Wijaya RA, Rahadian R, Apriliani T. 2014. Analisis Peran Kelembagaan Penyedia Input Produksi dan Tenaga Kerja dalam Usaha Tambak Garam. Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. [Internet]. [diunduh 2016 Juli 25]. 9(1): 29-40. Tersedia pada: http://ejournalbalitbang.kkp.go.id/index.php/sosek/article/view/32
72
LAMPIRAN
73 Lampiran 1 Pelaksanaan penelitian Tahun 2015-2016 Kegiatan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Penyusunan proposal skripsi dan revisi Koloium Pengambilan Data Lapang Pengolahan dan Analisis Data Penulisan Draft Skripsi Sidang Skripsi Perbaikan Laporan Skripsi
74 Lampiran 2 Peta lokasi
75 Lampiran 3 Kerangka Sampling A. Daftar responden golongan luas lahan garapan kurang dari 2.979 m2 No
Nama
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
KAM RAY SRI TER KAR KAI OOT WAS SAR EKA DAR KOT WAK WAR ERN WAI DAS TIT PAR CAR CAS WAE SUS KUS WAT SAM JUN SET SAT RAN SUM ONO
Luas Lahan 1,400 1,400 1,400 1,400 1,600 1,600 1,600 1,600 1,600 1,600 1,600 1,700 1,700 1,700 1,700 1,700 1,800 1,800 1,800 1,900 1,900 1,900 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,200 2,200 2,200 2,200 2,200
33 34 35 36 37 38
DAN DAI HAR RAS SAO MEL
2,200 2,200 2,300 2,300 2,300 2,300
Nama Kelompok Jaya Bersama Jaya Bersama Jaya Bersama Berkah Makmur Jaya Bersama Jaya Bersama Jaya Bersama Berkah Makmur Sarana Indah Sarana Indah Sarana Indah Maju Laksana Berkah Makmur Berkah Makmur Sarana Indah Sarana Indah Maju Laksana Maju Laksana Maju Laksana Maju Laksana Maju Laksana Maju Laksana Sinar Jaya Pelita Pelita Pelita Cipta Tani Maju Laksana Hasil Laut Dadi Hasil Sumber Alam Berkah Hasil Garam Gemilang Guna Tani Berkah Makmur Tani Jaya Berkah Hasil Alam Permai
No
Nama
39 40 41 42
RAT RUK KET SOB
Luas Lahan 2,400 2,400 2,400 2,400
43 44 45
DAM ASM RUS
2,400 2,400 2,400
46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76
ALI WAO SRN TAR JAH KOS WIN DID WAU APT TON MAD MIT ANG IRW TAN RAW DOD MIS HER ADK WIW CAU YUL DAD ROM SUD TAJ SRA KUN ANT
2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,600 2,600 2,600 2,600 2,600 2,600 2,600 2,600
Nama Kelompok Maju Laksana Berkah Makmur Dadi Hasil Kandawaru Jaya Garam Gemilang Guna Tani Sumber Laut Sumber Jaya Mandiri Angin Kumbang Sinar Jaya Banyu Segara Bahkti Garam Udara Laut Bumi Lestari Sari Mutiara Laut Indah Hijau Lestari Samudra Karya Mandiri Karya Mandiri Karya Mandiri Cipta Tani Cipta Tani Bakti Lestari Mutiara Indah Cakra Usada Hasil Laut Sumber Alam Kandawaru Jaya Kandawaru Jaya Jaya Bersama Maju Laksana Hasil Bumi Hasil Bumi Hasil Laut Tani Jaya Kandawaru Jaya Kandawaru Jaya
76
No
Nama
Luas Lahan
77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91
CAL INA SAW WAS TAY TAI CSM DAK ALC MSJ DSN ATN SKS RDI TRJ
2,600 2,600 2,600 2,600 2,700 2,700 2,700 2,700 2,700 2,700 2,700 2,700 2,700 2,700 2,700
92
KRT
93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109
WRS CLI NDR KSM CSL SRI RNA TRN TML HSN WND TRY KRI NAD SWR SNR MDY
2,700 2,700 2,800 2,800 2,800 2,800 2,800 2,800 2,800 2,800 2,800 2,800 2,800 2,800 2,800 2,900 2,900
110
RMN
2,900
2,700
Nama Kelompok Garam Gemilang Guna Tani Sumber Laut Alam Permai Tirta Garam Putra Jaya Karya Mandiri Cipta Tani Jaya Bersama Jaya Bersama Hasil Bumi Tani Jaya Sumber Alam Kandawaru Jaya Berkah Hasil Garam Gemilang Sumber Laut Alam Permai Hasil Bumi Hasil Bumi Hasil Laut Dadi Hasil Dadi Hasil Tani Jaya Sumber Alam Kandawaru Jaya Kandawaru Jaya Berkah Hasil Guna Tani Alam Permai Sarana Indah Berkah Makmur Sinar Barokah Sumber Jaya Mandiri
B. Daftar responden golongan luas lahan garapan kurang antara 2.979 m2 ≤ x < 4.079 m2 No
Nama
111 112
KSJ WRG
Luas Lahan 3,000 3,000
113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130
SRW YYS CRT CSI RUD CSN SAA CRD HRY IMR ALI DDI RTN RYN SMA WLM TRS RKI
3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000
131
KSI
3,000
132
DSM
3,000
133
SAR
3,000
134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144
RTA WRT TRI SAP RKN TRN WRL KDL SKM SMN SPR
3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000
Nama Kelompok Sumber Laut Alam Permai Sumber Jaya Mandiri Angin Kumbang Lautan Teduh Lautan Teduh Kincir Angin Kincir Angin Alam Indah Alam Indah WDS Putra Jaya Laut Samudra Tirta Surya Tirta Surya Sinar Jaya Sinar Jaya Banyu Segara Banyu Segara Banyu Segara Sumber Garam Mulya Sumber Garam Mulya Sumber Garam Mulya Sumber Garam Mulya Samudra Karya Bahkti Garam Bahkti Garam Bahkti Garam Udara Laut Udara Laut Udara Laut Sida Jaya Sida Jaya Sida Jaya
77
No
Nama
145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184
KSD KRS SRM KRY TRD WRI WWN RSD SUT CAY WTM SFY KER MLN CSM RTY DNA AMI DRN SKD DAR DRS JMD RSM RSN TRA RTI WNR BDR RAN LIL KAE CAR HAS WAN TAL TAW STR SIW RBN
Luas Lahan 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000
Nama Kelompok Sida Jaya Sida Jaya Sida Jaya Sida Jaya Bumi Lestari Bumi Lestari Sari Mutiara Sari Mutiara Laut Indah Laut Indah Pelita Pelita Pelita Pelita Hijau Lestari Hijau Lestari Samudra Samudra Samudra Samudra Samudra Samudra Karya Mandiri Karya Mandiri Karya Mandiri Cipta Tani Cipta Tani Bakti Lestari Bakti Lestari Bakti Lestari Mutiara Indah Cakra Usada Cakra Usada Cakra Usada Cakra Usada Cakra Usada Jaya Bersama Berkah Makmur Berkah Makmur Hasil Bumi
No
Nama
185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220
RAS RDN SLM RUN SKI SYB SUK SUR SOB RAI SND SUY WRY ARM CAM RSI DED RSA DUL MAS BAJ RUS SAR KAD MHM IWA RIY KAR MKA RDI CAI AKY RUI RKM TAN MRU
Luas Lahan 3,000 3,000 3,000 3,000 3,010 3,100 3,100 3,100 3,100 3,100 3,100 3,150 3,150 3,200 3,200 3,200 3,200 3,200 3,200 3,200 3,200 3,200 3,200 3,200 3,200 3,200 3,200 3,200 3,200 3,200 3,200 3,200 3,200 3,200 3,200 3,200
221 222 223 224
KOD TAR JMT WIN
3,200 3,200 3,200 3,200
Nama Kelompok Sumber Laut Sarana Indah Sarana Indah Sarana Indah Makmur Jaya Putra Jaya Makmur Jaya Hijau Lestari Hasil Bumi Berkah Hasil Alam Permai Sumber Rezeki Sinar Tirta Jaya Angin Kumbang Sumber Alam Lautan Teduh Kincir Angin Putra Jaya Banyu Segara Sinar Tirta Jaya Sinar Tirta Jaya Sadewa Sadewa Bahkti Garam Udara Laut Hasil Bumi Hasil Laut Hasil Laut Dadi Hasil Dadi Hasil Tani Jaya Tani Jaya Tani Jaya Sumber Alam Sumber Alam Kandawaru Jaya Garam Gemilang Guna Tani Sumber Laut Sumber Laut
78
No
Nama
225 226 227 228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241 242 243 244 245 246 247 248 249 250 251 252 253 254 255 256 257 258 259 260 261
WAK WAS DAM RAH RUN SAN CAS CMD MST MNH WRS RAD UDI SUS CRM TNO RNO YYT STD TRM TRW WRT RHD CSM TRU CSN RLY CAR DAS RAM TUM WRD WAR DAN ALI RSM JWN
Luas Lahan 3,210 3,212 3,220 3,231 3,240 3,240 3,250 3,250 3,250 3,255 3,270 3,275 3,280 3,300 3,300 3,300 3,300 3,300 3,300 3,300 3,300 3,300 3,350 3,350 3,400 3,400 3,400 3,400 3,400 3,400 3,400 3,400 3,400 3,400 3,400 3,400 3,400
262 263 264
SMD BDR SRP
3,400 3,400 3,400
Nama Kelompok Sadewa Sadewa Sadewa Segara Biru Makmur Jaya Segara Biru Laut Samudra Sumber Rezeki Sinar Tirta Jaya Makmur Jaya Sadewa Makmur Jaya Sadewa Sejati Putra Jaya Laut Samudra Sinar Tirta Jaya Sinar Tirta Jaya Sadewa Segara Biru Cipta Tani Berkah Hasil Sinar Tirta Jaya Segara Biru Angin Kumbang Lautan Teduh Kincir Angin Alam Indah WDS Putra Jaya Banyu Segara Sadewa Samudra Karya Bahkti Garam Udara Laut Dadi Hasil Sumber Alam Garam Gemilang Guna Tani Guna Tani
No
Nama
265 266 267 268 269
CDN DUR MAI AST AKM
Luas Lahan 3,450 3,450 3,475 3,500 3,500
270 271 272 273 274 275 276 277 278 279 280 281 282 283 284 285 286 287 288
LLM DDI BUD DKH SWR CSD ASN TTG RSK DRT KRS TRS TRD SWD TAK HST JYD KSN DRN
3,500 3,500 3,500 3,500 3,500 3,500 3,500 3,500 3,500 3,500 3,500 3,500 3,500 3,500 3,500 3,500 3,500 3,500 3,500
289
EEN
3,500
290 291 292 293 294 295 296 297 298 299 300 301 302
STR SPR AMN NNT IMN WRK BYN TMR SMN SHR ASP BRM SKN
3,500 3,500 3,500 3,500 3,500 3,500 3,500 3,500 3,500 3,500 3,500 3,500 3,500
Nama Kelompok Laut Samudra Samudra Karya Samudra Karya Sinar Barokah Tirta Garam Sumber Jaya Mandiri Sumber Alam Sumber Alam Sumber Alam Sumber Alam Lautan Teduh Kincir Angin Alam Indah Sejati WDS Putra Jaya Laut Samudra Tirta Surya Tirta Surya Tirta Surya Tirta Surya Tirta Surya Sumber Rezeki Sinar Jaya Sumber Garam Mulya Sumber Garam Mulya Makmur Jaya Sinar Tirta Jaya Udara Laut Bumi Lestari Bumi Lestari Bumi Lestari Sari Mutiara Sari Mutiara Sari Mutiara Laut Indah Laut Indah Laut Indah
79
No
Nama
303 304 305 306 307 308 309 310 311 312 313 314 315 316 317 318 319 320 321 322
KDM AMI JHN SNT LKM RYN SIT WJA SLM KRI SWI MST TSM RAE UIM WAH DRS MOH MRT KDR
Luas Lahan 3,500 3,500 3,500 3,500 3,500 3,500 3,500 3,500 3,500 3,500 3,500 3,500 3,500 3,500 3,500 3,500 3,500 3,500 3,500 3,500
323 324 325 326 327 328 329 330 331
DRO CSM SAT SAR TAR SAI KAN ERW AGS
3,500 3,525 3,550 3,550 3,550 3,550 3,550 3,575 3,600
332 333 334 335 336 337 338 339 340 341
MIT IRA KAD DAL WAR KUS SAD INI AGU RIN
3,600 3,600 3,600 3,600 3,600 3,600 3,600 3,600 3,600 3,600
Nama Kelompok Laut Indah Pelita Pelita Hijau Lestari Hijau Lestari Hijau Lestari Samudra Karya Mandiri Karya Mandiri Karya Mandiri Cipta Tani Cipta Tani Bakti Lestari Bakti Lestari Mutiara Indah Mutiara Indah Mutiara Indah Cakra Usada Cakra Usada Hasil Laut Garam Gemilang Samudra Karya Sumber Alam Sumber Alam Sumber Alam Laut Samudra Samudra Karya Samudra Karya Sinar Barokah Sumber Jaya Mandiri Lautan Teduh Lautan Teduh Kincir Angin Kincir Angin Alam Indah WDS WDS WDS Laut Samudra
No
Nama
342 343 344 345 346 347 348
RUD DAI NNS IRM NNO NNS SAN
Luas Lahan 3,600 3,600 3,600 3,600 3,600 3,650 3,670
349 350 351 352 353 354 355 356 357 358
SAR MAR TNO WRL WRC BDO CAR KRN KNN JDN
3,688 3,700 3,700 3,700 3,700 3,700 3,700 3,700 3,700 3,700
359 360 361 362 363 364 365 366 367 368 369 370 371 372 373 374 375 376 377 378 379 380
RSD NYI KDI PTN RYT ABU KAR MUS DMR KAS TMN TON ISK SYA TAM JWN KRT WAI NRJ CRD SNU DUL
3,700 3,750 3,750 3,750 3,750 3,750 3,750 3,750 3,800 3,800 3,800 3,800 3,800 3,800 3,800 3,840 3,850 3,861 3,880 3,900 3,900 3,900
Nama Kelompok Samudra Karya Segara Biru Kandawaru Jaya Berkah Hasil Alam Permai Samudra Karya Sejati Sumber Garam Mulya Sinar Barokah Sinar Barokah Tirta Garam Lautan Teduh Kincir Angin Alam Indah Alam Indah WDS Laut Samudra Sumber Garam Mulya Sinar Barokah Angin Kumbang Banyu Segara Makmur Jaya Samudra Karya Bahkti Garam Udara Laut Sinar Barokah Tirta Garam Lautan Teduh Kincir Angin Alam Indah WDS Laut Samudra Segara Biru Sumber Rezeki Segara Biru Sejati Sinar Barokah Angin Kumbang Lautan Teduh
80
No
Nama
381 382 383 384 385 386 387 388 389 390 391 392 393 394 395 396 397 398 399
TTK PAT KOD RYM SWR IBN MUA ABD RAS MND MIS SPR SUH CRY RON WSM CRM NRD SRK
Luas Lahan 3,900 3,900 3,900 3,900 3,900 3,900 3,900 3,930 3,950 3,950 4,000 4,000 4,000 4,000 4,000 4,000 4,000 4,000 4,000
400 401 402 403 404 405 406 407 408 409 410 411 412 413 414 415 416 417 418 419 420
KDN SHD ARN RYD WHY ADI WAD SUD USP YNT RGD SUA KMS RKM BDY WRY SNA WCN HRY KRS CYN
4,000 4,000 4,000 4,000 4,000 4,000 4,000 4,000 4,000 4,000 4,000 4,000 4,000 4,000 4,000 4,000 4,000 4,000 4,000 4,000 4,000
Nama Kelompok Kincir Angin Sejati WDS Sumber Rezeki Banyu Segara Sinar Tirta Jaya Bahkti Garam Makmur Jaya Sejati Sinar Jaya Sinar Barokah Angin Kumbang Angin Kumbang Sumber Alam Sumber Alam Tirta Surya Tirta Surya Tirta Surya Sinar Jaya Sumber Garam Mulya Makmur Jaya Bahkti Garam Udara Laut Bumi Lestari Bumi Lestari Sari Mutiara Sari Mutiara Sari Mutiara Sari Mutiara Laut Indah Laut Indah Laut Indah Hijau Lestari Hijau Lestari Samudra Samudra Bakti Lestari Bakti Lestari Bakti Lestari Mutiara Indah
MNT MRT
Luas Lahan 4,000 4,000
Nama Kelompok Mutiara Indah Mutiara Indah
MKT
4,000
Cakra Usada
No
Nama
421 422 423
C. Daftar responden golongan luas lahan garapan lebih dari 4.079 m2 No
Nama
424 425 426 427 428 429 430 431 432 433 434 435 436
THD ASA RNT SNO SHA DURS RUS RSM BEN RMN TRM KRM MRW
Luas Lahan 4,100 4,150 4,150 4,200 4,250 4,300 4,300 4,300 4,350 4,375 4,400 4,400 4,400
437 438 439 440 441 442 443 444 445 446 447 448 449 450 451 452 453
TMN TOA RKH SBN RAN ADE IRW HAD SCP SIW DUK DRM SAD SBD CRS ROP BWN
4,407 4,500 4,500 4,500 4,500 4,500 4,500 4,500 4,600 4,700 4,700 4,700 4,700 4,700 4,700 4,700 4,700
Nama Kelompok Sinar Barokah Sejati Sumber Rezeki Putra Jaya Segara Biru Sejati Sinar Jaya Segara Biru Sumber Rezeki Sejati Putra Jaya Makmur Jaya Cipta Tani Sumber Garam Mulya Tirta Garam Putra Jaya Sinar Jaya Banyu Segara 2 Sinar Tirta Jaya Bumi Lestari Hijau Lestari Sejati Tirta Garam Tirta Garam Angin Kumbang Sumber Rezeki Banyu Segara Banyu Segara 2 Bahkti Garam Udara Laut
81
No
Nama
454 455 456 457 458
WST KRD DKL SRM AMA
Luas Lahan 4,750 4,800 4,800 5,100 5,200
459 460 461
CAD SKR MSL
5,200 5,200 5,200
462
WID
5,300
463 464 465 466 467 468 469 470 471
KRT SWS DUI SRT SUM NRS YYA TRN KFH
5,400 5,500 5,500 5,500 5,500 5,500 5,500 5,500 5,500
472
WSD
5,500
473 474 475 476 477 478 479 480 481 482 483
SRN DDC WSJ WSN TRD RTM TDO DRT WHU RSI MIT
5,500 5,500 5,700 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000
484
KUS
6,000
485 486
SNT WAP
6,000 6,200
487 488
DRA KRA
6,300 6,500
Nama Kelompok Sumber Rezeki Tirta Garam Banyu Segara 2 Banyu Segara 2 Tirta Garam Sumber Jaya Mandiri Banyu Segara 2 Banyu Segara 2 Sumber Jaya Mandiri Sumber Jaya Mandiri Toya Laut Toya Laut Berlian Garam Berlian Garam Berlian Garam Berlian Garam Berlian Garam 2 Berlian Garam 2 Indra Jaya Garam Indra Jaya Garam Sida Jaya Banyu Segara 2 Laut Samudra Sinar Jaya Toya Laut Toya Laut Berlian Garam Berlian Garam Berlian Garam 2 Berlian Garam 2 Indra Jaya Garam Indra Jaya Garam Banyu Segara 2 Sumber Jaya Mandiri Toya Laut
No
Nama
489 490 491 492 493 494 495 496
SPY KDM CRY DSR SNI CHY SAR NNT
Luas Lahan 6,500 6,500 6,500 6,500 6,500 6,500 6,500 6,500
497
RKS
6,500
498 499 500 501
SWT RAK HSN TOP
6,500 6,500 6,700 6,700
502 503 504
KSA JDI KSH
6,800 7,500 7,500
505 506
RIH ADI
7,500 7,650
Nama Kelompok Toya Laut Toya Laut Toya Laut Berlian Garam Berlian Garam Berlian Garam Berlian Garam 2 Berlian Garam 2 Indra Jaya Garam Indra Jaya Garam Sida Jaya Alam Indah Sumber Rezeki Sumber Jaya Mandiri Toya Laut Berlian Garam 2 Indra Jaya Garam WDS
507
WAN
8,800
Alam Indah
82 Lampiran 4 Hasil Uji T
Mean
Paired Differences 85% Confidence Interval of the Std. Difference Std. Error Deviation Mean Lower Upper
t
df
Sig. (2tailed)
Pair 1
R/C Sebelum R/C Sesudah
-0.391
1.12438
0.35556
-0.95056
0.16856
-1.1
9
0.3
Pair 2
B/ C sebelum - B/C sesudah
-0.391
1.12438
0.35556
-0.95056
0.16856
-1.1
9
0.3
*Sig. 1 tailed = 15% Pair 1 demikian dengan pair 2
83 Lampiran 5 Dokumentasi Penelitian
Proses panen garam di musim kemarau*
Proses pembuatan lahan*
Proses pasca panen, yaitu memasukan garam ke karung*
Proses pasca panen, yaitu pengangkutan garam dari tepi tambak ke jalan raya*
Kondisi gudang penyimpanan Kondisi jalur produksi *Dokumentasi Dinas Kelautan dan PerikananKabupaten Cirebon
84
Kualitas garam di Dusun II Desa Waruduwur
Pemanfaatan menjadi Budidaya bandeng
85
RIWAYAT HIDUP Nadya Apriella dilahirkan di Jakarta pada tanggal 27 April 1994. Penulis adalah anak kedua dari pasangan Effendi dan Yenny Hermiaty. Pendidikan formal yang ditempuh adalah SD Harapan 1 Medan Periode 2000-2002, SD Al-Kamal Periode 2002-2006, SMP Negeri 111 Jakarta Barat Periode 2006-2009, SMA Negeri 85 Jakarta Barat Periode 2009-2012. Pada tahun 2012, penulis diterima sebagai mahasiswi Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (SKPM), Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan. Penulis aktif di kegiatan organisasi dan kepanitian sekolah semenjak dibangku menengah pertama hingga menengah atas. Selain aktif di organisasi, penulis juga aktif di kegiatan ekstrakulikuler tari saman SMA 85 tahun 2012 yang pernah meraih prestasi di beberapa lomba antar sekolah di Jakarta. Penulis tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA) periode 2013-2014 dengan menempati posisi sebagai anggota divisi Photography and Cinematography. Di tahun berikutnya, penulis melanjutkan keaktifannya dalam organisasi yang sama dengan menempati posisi sebagai Direktur Divisi Photography and Cinematography HIMASIERA periode 2014-2015. Selain aktif di organisasi penulis juga aktif sebagai asisten praktikum Komunikasi Bisnis. Penulis juga mendapatkan beasiswa dari PPA periode 2015-2016.