DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN DAN PENINGKATAN PERMINTAAN PARIWISATA TERHADAP KINERJA EKONOMI MAKRO DAN SEKTORAL DI INDONESIA
BARUDIN
PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul:
DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN DAN PENINGKATAN PERMINTAAN PARIWISATA TERHADAP KINERJA EKONOMI MAKRO DAN SEKTORAL DI INDONESIA
adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Mei 2011
BARUDIN NRP. H151090284
Halaman ini sengaja dikosongkan
ABSTRACT BARUDIN. 2011. The Impact of Trade Liberalization and Increasing Demand for Tourism on Indonesia Macroeconomic and Sectoral Performance. Supervised by RINA OKTAVIANI and SRI MULATSIH. The liberalization will offer renewed and enhanced opportunities to increase productivity and raise incomes. There are several bilateral and regional agreements on trade liberalization, such as the ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA), and the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) FTA. The end-goal of economic integration is establishing the ASEAN Economic Community as outlined in ASEAN Vision 2015. Consequently, there is a free flow of goods, services and investment, a free flow of capital as well as equitable economic development, and reduced poverty and socio-economic disparities in the ASEAN region. This study is examined the economy-wide impact of trade liberalization for the Indonesian economy by using the Computable General Equilibrium (CGE) model. The impact of liberalization is examined via tariff reductions, combination tariff reduction and tourism growth. Tourism is a growing and important industry in both developed and developing countries. It is also an important source of earning foreign exchange and provides employment opportunities for domestic labor. Generally, tourist consumption in the receiving country is predominantly of non-traded goods and services. Tourism is increasingly becoming a significant part on global trade. It is one of the top five export categories, and accounted for almost 83 percent of countries in the world. According to the Indonesia Tourism Satellite Accounts 2009, total economic transaction created by tourism activity in 2009 reached Rp504,69 trillion or 4,80 percent of total output. This study has shown that liberalization combined with tourism growth can, in fact, reduce the domestic price level and increase the amount of foreign trade and availability of products in the domestic economy, thereby stimulating further production. The result of this study is improved the Indonesia’s macroeconomic performance and welfare, as domestic absorption, and household consumption increase. Tourists are also better off for they can consume more, given their spending level, and also benefit from the greater availability of products. The trade balance deficits are of concern, indicating the need for appropriate accompanying policies, such as the tourism promotion and investment in infrastructure, underpinned by the growing service sector.
Keywords: liberalization, tourism, taxation, economic impact, CGE
Halaman ini sengaja dikosongkan
RINGKASAN BARUDIN. 2011. Dampak Liberalisasi Perdagangan dan Peningkatan Permintaan Pariwisata terhadap Kinerja Ekonomi Makro dan Sektoral di Indonesia. Dibawah bimbingan RINA OKTAVIANI dan SRI MULATSIH. Pariwisata telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia. Berbagai organisasi internasional seperti PBB, Bank Dunia, World Tourism Organization (UNWTO) telah mengakui bahwa pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia, terlebih lagi setelah adanya globalisasi dan liberalisasi yang semakin memudarkan berbagai hambatan. Sejak 4 November 2002, pemerintah Indonesia bersama negara ASEAN telah menandatangani perjanjian ACFTA mengenai pemberlakuan pasar bebas di kawasan ASEAN-China. Disamping itu dilakukan juga kerjasama ekonomi dan perdagangan lainnya seperti APEC dan WTO. Perkembangan kegiatan pariwisata tersebut ternyata masih mengalami beberapa kendala dan hambatan. Oleh karena itu, penulis terdorong untuk melakukan analisis dan penelitian mengenai kondisi dan perkembangan pariwisata di Indonesia terkait dengan maraknya liberalisasi yang dilakukan secara menyeluruh dan komprehensif dengan menggunakan metodologi dan indikator yang tepat, benar dan akurat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan pariwisata dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang tercermin dalam indikator makroekonomi serta mengidentifikasi dampak liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan pariwisata terhadap perekonomian nasional seperti pendapatan dan ketenagakerjaan. Penelitian ini menggunakan Model Keseimbangan Umum/ Computable General Equilibrium (CGE) dari INDOMINI (Oktaviani, 2008) yang berinduk pada MINIMAL (Horridge, 2001). Model ini kemudian dikombinasikan dengan sebagian dari model WAYANG (Wittwer, 1999) dan selanjutnya disebut model INDOWISATA. Database yang digunakan adalah tabel input output nasional 67 sektor updating tahun 2008 yang terdapat dalam neraca satelit pariwisata nasional. Sistem persamaan yang terdapat dalam model ini meliputi 15 blok sesuai dengan model INDOMINI. Hal yang berbeda adalah bahwa permintaan akhir (final demand) dibagi menjadi 2 yaitu permintaan akhir yang terkait dengan pariwisata dan permintaan akhir lainnya. Disamping itu, tenaga kerja juga dibagi menjadi 2 yaitu pekerja formal (dibayar) dan pekerja keluarga (tidak dibayar). Kondisi perekonomian Indonesia selama tahun 2009 terjadi pertumbuhan sebesar 4,5 persen, meskipun mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya yang mampu tumbuh hingga mencapai 6,0 persen. Pertumbuhan ekonomi yang berada dalam tren menurun tersebut diduga akibat terjadinya kontraksi ekspor barang dan jasa yang cukup besar sebagai akibat turunnya permintaan global. Namun beberapa indikator kesejahteraan masyarakat selama tahun 2009 terlihat mulai menunjukkan kondisi yang membaik seperti PDB per kapita, jumlah penduduk miskin dan tingkat pengangguran terbuka. Persepsi positif juga tercermin dari meningkatnya daya saing ekonomi Indonesia pada laporan WEF tahun 2010 menjadi peringkat 44 dari posisi 54 pada tahun 2009.
Perkembangan perdagangan antara Indonesia dengan beberapa negara mitra dagang baik dalam kerangka AFTA maupun ACFTA selama kurun waktu tiga tahun terakhir selalu mengalami defisit. Dengan melihat kondisi tersebut maka pemerintah harus melakukan langka-langkah strategis guna mengurangi banjirnya produk-produk impor serta harus mendorong peningkatan ekspor khususnya ke negara-negara yang telah melakukan kerjasama perdagangan dengan Indonesia. Tumbuhnya kerjasama regional seperti ACFTA dan APEC akan memberikan warna baru dalam pembangunan ekonomi termasuk aktivitas pariwisata Indonesia. Peranan kegiatan pariwisata terhadap ekonomi nasional pada tahun 2009 mengalami peningkatan dibanding dengan tahun sebelumnya. Nilai output dari kegiatan pariwisata secara keseluruhan selama tahun 2009 mencapai sebesar Rp 504,69 triliun atau berkontribusi sebesar 4,80 persen. Sedangkan peranan kegiatan pariwisata terhadap nilai tambah bruto (NTB) mencapai sebesar Rp 233,64 triliun atau memberikan kontribusi sebesar 4,16 persen dari total NTB nasional. Selama tahun 2009, kontribusi sektor-sektor terkait pariwisata terhadap penyerapan tenaga kerja mencapai sebanyak 6,98 juta orang atau 6,68 persen dari tenaga kerja nasional. Disamping itu, peranan dalam ekspor jasa mencapai 4,37 persen yang sebagian besar disumbang oleh sektor hotel, restoran, hiburan dan angkutan. Penelitian ini menerapkan dua skenario utama dari kebijakan ekonomi makro. Skenario pertama dimodelkan dengan menghapus tarif impor hingga 0 persen pada semua komoditi impor kecuali padi dan gula. Skenario kedua diasumsikan bahwa pemerintah lebih pro-bisnis serta agar terjadi keseimbangan secara eksternal dengan pemotongan pajak tak langsung sebesar 20 persen. Pada skenario ini dilakukan dua model simulasi, yaitu jika digabungkan dengan adanya pertumbuhan kegiatan kepariwisataan sebesar 10 persen dan tidak ada pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia. Studi ini menunjukkan bahwa liberalisasi yang dikombinasikan dengan pariwisata akan mempunyai dampak positif pada perekonomian domestik. Liberalisasi dan peningkatan permintaan pariwisata bisa mengurangi tingkat harga-harga domestik, meningkatkan jumlah perdagangan luar negeri dan ketersediaan produk dalam ekonomi domestik, sehingga merangsang produksi lebih lanjut. Hasilnya untuk kasus Indonesia adalah meningkatkan kinerja ekonomi makro dan kesejahteraan seperti meningkatkan konsumsi rumah tangga. Wisatawan juga diindikasikan lebih baik karena mereka dapat mengkonsumsi lebih banyak dari tingkat pengeluaran yang mereka lakukan dan juga keuntungan dari ketersediaan produk yang lebih besar. Pertumbuhan permintaan pariwisata akan memperkuat dampak positif dari liberalisasi dan pada saat yang sama akan mengurangi efek sampingnya. Namun perlu diperhatikan pada neraca perdagangan yang semakin tertekan, sehingga diperlukan adanya kebijakan yang menyertainya dan sesuai, seperti promosi pariwisata dan investasi di bidang infrastruktur yang dapat mendukung terjadinya pertumbuhan pada sektor jasa.
Kata kunci: liberalisasi, pariwisata, pajak, dampak ekonomi, CGE
© Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1
2
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
Halaman ini sengaja dikosongkan
DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN DAN PENINGKATAN PERMINTAAN PARIWISATA TERHADAP KINERJA EKONOMI MAKRO DAN SEKTORAL DI INDONESIA
Oleh: BARUDIN
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi
PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Heru Margono, M.Sc.
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Tesis
:
Dampak Liberalisasi Perdagangan dan Peningkatan Permintaan Pariwisata terhadap Kinerja Ekonomi Makro dan Sektoral di Indonesia
Nama NRP Program Studi
: : :
Barudin H151090284 Ilmu Ekonomi
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S.
Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc. Agr.
Ketua
Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si.
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
Tanggal Ujian: 27 Mei 2011
Tanggal Lulus:
Halaman ini sengaja dikosongkan
PRAKATA Bismillahirrahmanirrahim Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini. Judul tesis ini adalah “Dampak Liberalisasi Perdagangan dan Peningkatan Permintaan Pariwisata terhadap Kinerja Ekonomi Makro dan Sektoral di Indonesia”. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan program pendidikan S2 dan memperoleh gelar Magister Sains dari Program Studi Ilmu Ekonomi di Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Prof. Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc. Agr. selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang dengan segala kesibukannya masih meluangkan waktu untuk memberikan saran dan arahan yang sangat bermanfaat bagi penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan juga disampaikan kepada pengelola Program Studi Ilmu Ekonomi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, mulai dari Dr. Ir. D.S. Priyarsono, M.S. hingga Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si. selaku Ketua Program Studi dan Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc. Agr. hingga Dr. Lukytawati, SP. M.Si. selaku sekretaris Program Studi. Terima kasih juga disampaikan kepada penguji luar komisi pembimbing yaitu Dr. Heru Margono, M.Sc. yang telah memberikan banyak masukan dalam perbaikan tesis ini. Terima kasih dan penghargaan untuk semua dosen yang telah mengajar penulis dan rekan-rekan kuliah yang senantiasa membantu penulis selama mengikuti perkuliahan di kelas Magister Program Studi Ilmu Ekonomi IPB. Dedikasi para dosen yang tinggi dan dukungan rekan-rekan kuliah, telah banyak membantu penulis dalam proses perkuliahan. Penghargaan yang tulus juga disampaikan kepada Ahmad Heri Firdaus, S.E. M.Si. yang telah mengajarkan pemakaian software yang digunakan dalam penelitian ini. Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terkira kepada istri tercinta Yuliastuti dan dua buah hati Nabilah dan Dzaki yang telah memberikan
kekuatan luar biasa kepada penulis mulai dari proses kuliah hingga penyelesaian tesis ini. Orang tua penulis yang selalu memberi semangat, dorongan dan doa yang sangat tulus. Secara khusus, penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada BPS khususnya Dr. Rusman Heriawan sebagai Kepala BPS dan Adi Lumaksono, M.Sc. selaku Direktur Statistik Keuangan, Teknologi Informasi dan Pariwisata yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan Program Magister pada Program Studi Ilmu Ekonomi IPB. Penulis juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada teman-teman BPS yang telah banyak membantu penulis mulai dari proses kuliah hingga dalam menyelesaikan tesis ini. Tidak ada satupun yang sempurna, begitu juga tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Akhirnya, penulis berharap bahwa apa yang telah penulis kerjakan ini dapat memberikan kontribusi kepada berbagai pihak dan menjadi landasan yang baik menuju tahap berikutnya.
Bogor, Mei 2011
Barudin
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pemalang, Jawa Tengah pada tanggal 1 Oktober 1970 dari pasangan Tasiban dan Andriyah. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara. Saat ini penulis telah menikah dengan Yuliastuti dan telah dikaruniai dua orang putra. Pendidikan tinggi yang telah ditempuh penulis adalah di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) Jakarta tamat tahun 2001, dan memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan (S.ST.) pada tingkat Diploma IV. Pada Tahun 2009, penulis melanjutkan alih jenjang tingkat sarjana di Institut Pertanian Bogor (IPB) dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (S.E.) pada tingkat Strata-1 (S1). Penulis bekerja di Badan Pusat Statistik sejak tahun 1994 pada Bagian Pengolahan Data Sensus. Pada tahun 1999, penulis dipindahkan ke Subdit. Statistik Pariwisata BPS Pusat hingga sekarang. Pada tahun 2009 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Program S2 Penyelenggaraan Khusus BPS-IPB di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Halaman ini sengaja dikosongkan
DAFTAR ISI
halaman DAFTAR TABEL ................................................................................................. DAFTAR GAMBAR
xv
...........................................................................................
xvii
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................
ixx
1
PENDAHULUAN ....................................................................................... 1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1.2 Perumusan Masalah .......................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 1.4 Kegunaan Penelitian ......................................................................... 1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ....................................
1 1 6 7 7 8
2
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ...................... 2.1 Pustaka Terdahulu ............................................................................. 2.2 Tinjauan Teoritis ............................................................................... 2.2.1 Globalisasi dan Liberalisasi Perdagangan Internasional ..... 2.2.2 Kegiatan Pariwisata Indonesia ............................................ 2.2.3 Model Keseimbangan Umum .............................................. 2.2.3.1 Karakteristik Kondisi Keseimbangan Umum ... 2.2.3.2 Struktur Model Keseimbangan Umum ............. 2.2.3.3 Keunggulan dan Keterbatasan Model CGE ...... 2.3 Kerangka Pemikiran ......................................................................... 2.4 Hipotesis Penelitian ..........................................................................
9 9 12 12 19 25 30 35 35 37 38
3
METODE PENELITIAN ............................................................................ 3.1 Jenis dan Sumber Data ...................................................................... 3.2 Metode Analisis Data ........................................................................ 3.2.1 Model Computable General Equilibrium (CGE) ................ 3.2.2 Sistem Persamaan Model INDOWISATA .......................... 3.2.2.1 Keseimbangan Pasar untuk Setiap Komoditi ... 3.2.2.2 Substitusi Antara Komoditi Impor dan Domestik ........................................................... 3.2.2.3 Struktur Produksi .............................................. 3.2.2.4 Permintaan untuk Faktor Primer ....................... 3.2.2.5 Permintaan Industri di Level Atas .................... 3.2.2.6 Permintaan Rumah Tangga ............................... 3.2.2.7 Permintaan Ekspor ............................................ 3.2.2.8 Keseimbangan Pasar Domestik dan Harga ....... 3.2.2.9 Harga Impor ...................................................... 3.2.2.10 GDP dari Sisi Pendapatan ................................. 3.2.2.11 GDP dari Sisi Pengeluaran ...............................
39 39 39 39 41 42 43 44 46 47 48 53 53 54 54 55
xiv
halaman 3.2.2.12 3.2.2.13 3.2.2.14 3.2.2.15 3.2.2.16 4
5
Persamaan yang Berkaitan dengan Peubah Makro Lainnya .................................................. Peubah Pasar Faktor Produksi .......................... Pembaharuan Aliran Data ................................. Ringkasan Data ................................................. Penutup Model ..................................................
GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN AKTIVITAS PARIWISATA INDONESIA ...................................................................... 4.1 Kondisi Perekonomian Beberapa Negara di Dunia .......................... 4.2 Kondisi Perekonomian Indonesia ..................................................... 4.3 Globalisasi dan Liberalisasi Perdagangan di Indonesia .................... 4.3.1 Perkembangan Pelaksanaan Kerjasama Multilateral .......... 4.3.2 Perkembangan Pelaksanaan Kerjasama Regional ............... 4.3.3 Langkah-langkah Pengamanan Pelaksanaan FTA .............. 4.3.4 Kaitan Liberalisasi dengan Aktivitas Pariwisata ................. 4.4 Perkembangan Kegiatan Pariwisata di Indonesia ............................. 4.4.1 Perkembangan Wisatawan Nusantara (Domestic and Outbound Tourist) ............................................................... 4.4.2 Perkembangan Wisatawan Mancanegara (Inbound Tourist) 4.4.3 Kinerja Pariwisata Indonesia ............................................... 4.4.4 Daya Saing Pariwisata Indonesia ........................................
55 56 56 57 57
59 59 60 64 64 65 68 69 71 71 72 76 78
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 5.1 Simulasi Model ................................................................................. 5.2 Dampak Liberalisasi Perdagangan ………………………................ 5.3 Dampak Peningkatan Permintaan Pariwisata ................................... 5.4 Dampak Liberalisasi Perdagangan dan Peningkatan Permintaan Pariwisata .......................................................................................... 5.5 Dampak Liberalisasi Perdagangan dan Peningkatan permintaan Pariwisata disertai Penerapan Beberapa Alternatif Kebijakan ……. 5.5.1 Dampak Penurunan Pajak Tak Langsung ........................... 5.5.2 Dampak Peningkatan Efisiensi Produksi ............................
79 79 81 84
SIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 6.1 Simpulan ........................................................................................... 6.2 Saran .................................................................................................
97 97 98
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................
101
LAMPIRAN ..........................................................................................................
105
6
87 89 89 94
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1
halaman Jumlah kunjungan wisatawan dan konsumsi yang dikeluarkan selama kunjungan, 2005–2009 ............................................................................
2
Peringkat daya saing pariwisata dunia dan pangsa kunjungan wisman, serta devisa yang diterima menurut negara tujuan wisata, 2007-2009 ...
4
3
Kontribusi sektor pariwisata terhadap ekonomi nasional, 2005-2009 ....
5
4
Closure jangka pendek dalam model INDOWISATA ...........................
58
5
Pertumbuhan ekonomi beberapa kawasan dan beberapa negara di
2
Dunia, 2005-2009 ...................................................................................
60
6
Perkembangan beberapa indikator ekonomi Indonesia, 2005-2009 .......
63
7
Neraca Perdagangan Indonesia dengan ASEAN dan China, 2005–2010
66
8
67
9
Jumlah penerapan tarif 0 persen pada tahun 2010 dan usulan penundaan dalam CEPT-AFTA ................................................................................ Jumlah usulan penundaan tarif 0 persen dalam ACFTA, 2010 ..............
10
Struktur pengeluaran Wisatawan Nusantara menurut jenis sektor, 2009
72
11
Perkembangan Neraca Jasa Indonesia, 2008-2010 .................................
74
12
Struktur pengeluaran pemerintah untuk promosi dan pembinaan pariwisata, 2009 ......................................................................................
75
13
Peranan kegiatan pariwisata terhadap perekonomian Nasional, 2009 ....
77
14
Peranan pariwisata terhadap PDB Indonesia dari sisi Neraca Penggunaan, 2009 ...................................................................................
77
Peringkat daya saing pariwisata Indonesia dan beberapa negara tujuan wisata utama, 2009 .................................................................................
78
16
Pertumbuhan permintaan pariwisata, 2006-2009 ...................................
80
17
Total penerimaan Pajak, Bea Masuk dan Pajak Tak Langsung dalam APBN Indonesia, 2005-2010 ..................................................................
80
Dampak penghapusan tarif impor seluruh komoditas kecuali padi dan gula ..........................................................................................................
82
Dampak liberalisasi perdagangan terhadap output dari lima sektor ekonomi tertinggi peningkatan dan penurunannya .................................
83
Indeks daya penyebaran (IDP) dan indeks derajat kepekaan (IDK) dengan aktivtas pariwisata, 2008 ............................................................
85
15
18 19 20
68
xvi
Tabel 21
halaman Dampak peningkatan permintaan pariwisata terhadap output dari lima sektor ekonomi tertinggi dan terendah ....................................................
86
22
Dampak peningkatan permintaan oleh wisatawan sebesar 10 persen ....
87
23
Dampak liberalisasi perdagangan yang diikuti kenaikan permintaan wisatawan 10 persen ...............................................................................
88
Dampak liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan pariwisata terhadap output dari lima sektor ekonomi tertinggi peningkatan dan penurunannya ...............................................................
88
Dampak liberalisasi perdagangan yang diikuti pemotongan pajak tak langsung sebesar 10 persen .....................................................................
90
24
25 26
27
28
29
30
Dampak liberalisasi perdagangan disertai pemotongan pajak tak langsung terhadap output dari lima sektor ekonomi tertinggi peningkatan dan penurunannya ............................................................... Dampak liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan wisatawan sebesar 10 persen yang diikuti pemotongan pajak tak langsung .................................................................................................. Dampak liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan pariwisata disertai pemotongan pajak tak langsung terhadap output dari lima sektor ekonomi tertinggi peningkatan dan penurunannya .............. Dampak liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan wisatawan sebesar 10 persen diikuti peningkatan efisiensi produksi sektor pariwisata ..................................................................................... Dampak liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan pariwisata disertai peningkatan efisiensi produksi terhadap output dari lima sektor ekonomi tertinggi peningkatan dan penurunannya ..............
91
92
93
95
96
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
halaman
1
Keseimbangan ekonomi makro dalam CGE ......................................
30
2
Edgeworth box pada kasus dua komoditas dan dua faktor produksi ..
31
3
Production possibility curve ...............................................................
32
4
Keseimbangan simultan sektor produksi dan konsumsi .....................
34
5
35
6
Hubungan peubah makroekonomi dalam model CGE yang digunakan dalam penelitian .................................................................................. Kerangka pemikiran penelitian ...........................................................
7
Aliran database INDOWISATA ........................................................
40
8
Struktur produksi berjenjang ..............................................................
45
9
Struktur permintaan konsumen berjenjang .........................................
49
10
Sistem permintaan terkait kegiatan pariwisata ...................................
51
11
Perkembangan Neraca Perdagangan Indonesia, 2006-2010 ...............
61
12
Pertumbuhan PDB Indonesia menurut Lapangan Usaha, 2007-2010
62
13
Perkembangan Wisatawan Nusantara di Indonesia, 2001-2009 .........
71
14
Jumlah kunjungan Wisatawan Mancanegara ke Indonesia per bulan, 1996-2010 ...........................................................................................
73
38
xviii
Halaman ini sengaja dikosongkan
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
halaman Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Pariwisata Indonesia 2005 dan Klasifikasi Sektor Usaha Tabel Input-Output 2008 ..........................
105
2
Set Header Array pada Model INDOWISATA ................................
107
3
File Input Tablo INDOWISATA ......................................................
109
4
Dampak Liberalisasi Perdagangan ………………............................
118
5
Dampak Peningkatan Permintaan Pariwisata …………………..….
126
6
Dampak Liberalisasi Perdagangan dan Peningkatan Permintaan Pariwisata …...…………….....................................................……..
135
7
Dampak Liberalisasi Perdagangan dan Peningkatan Permintaan Pariwisata digabung dengan Penerapan Beberapa Alternatif Kebijakan ……..
144
xx
Halaman ini sengaja dikosongkan
1. 1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia
terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap produk barang dan jasa nasional. Berbagai organisasi internasional seperti PBB, Bank Dunia, United Nation World Tourism Organization (UNWTO) telah mengakui bahwa pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia, terlebih lagi setelah adanya globalisasi dan liberalisasi yang semakin memudarkan berbagai hambatan. Pariwisata juga berperan sebagai penghubung antar satu wilayah dengan wilayah lainnya, satu negara dengan negara lainnya, bahkan antar benua dengan benua lainnya. Globalisasi menyebabkan terjadinya hubungan yang semakin erat, saling mempengaruhi serta saling tukar menukar (sharing) berbagai sisi kehidupan manusia terutama dalam bidang ilmu pengetahuan, budaya dan teknologi, termasuk dalam industri yang terkait erat dengan kegiatan pariwisata. Demikian juga adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat turut mendorong semakin berkembangnya kegiatan pariwisata. UNWTO (2010) melaporkan bahwa pariwisata telah menjadi sebuah industri besar di dunia, dimana sejak tahun 1950, industri ini telah melibatkan lebih dari 25 juta kunjungan turis asing, 277 juta kunjungan selama tahun 1980, 438 juta kunjungan selama tahun 1990, dan 684 juta kunjungan selama tahun 2000. Selanjutnya selama tahun 2009, terdapat sebanyak 880 juta kunjungan turis asing seluruh dunia atau menurun 4,2 persen dibanding tahun 2008 yang mencapai sebesar 922 juta, sedangkan jumlah penerimaan termasuk pengangkutan penumpang mencapai USD852 miliar atau rata-rata tiap harinya sebesar USD2,3 miliar yang berarti terdapat penurunan sebesar 5,7 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai USD1,1 triliun atau rata-rata tiap harinya mencapai sebesar USD3 miliar. Penurunan yang terjadi pada tahun 2009 tersebut diduga disebabkan karena terjadinya krisis finansial dibeberapa negara yang diikuti oleh resesi ekonomi. Selama Januari-Juni 2010 telah terjadi peningkatan jumlah kunjungan turis asing diseluruh dunia sebesar 7 persen dibanding periode yang
2
sama tahun sebelumnya. Namun pada semester akhir tahun 2010 diperkirakan terjadi perlambatan, sehingga diduga selama tahun tersebut terjadi pertumbuhan antara 3 persen hingga 4 persen. Bila kondisi tersebut dapat dipertahankan stabil, diharapkan pada tahun 2020 jumlah kunjungan antarnegara oleh turis asing dapat mencapai 1,6 miliar. Indonesia sebagai negara yang memiliki potensi kepariwisataan yang cukup besar, melihat perkembangan tersebut, perlu mengambil bagian penting dalam menikmati pangsa pasar pariwisata di tingkat global. Potensi wisata yang dimiliki Indonesia antara lain adalah jumlah obyek wisata yang cukup banyak dan tersebar di seluruh daerah dengan kondisi alam yang sangat menarik untuk menjadi daerah tujuan wisata baik wisata alam, wisata bahari, wisata agro, wisata budaya, maupun wisata kuliner seperti Bali, Bunaken, Raja Ampat dan lain sebagainya. Hal ini terlihat dari meningkatnya permintaan internasional akan potensi wisata yang dimiliki Indonesia tersebut seiring dengan mulai diterapkannya liberalisasi perdagangan jasa periwisata. Selama tahun 2009, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) terjadi peningkatan sebesar 1,43 persen dari 6,2 juta wisman pada periode sebelumnya menjadi sebanyak 6,3 juta wisman. Jumlah devisa yang berhasil dikumpulkan mencapai USD6,2 miliar yang berarti terjadi penurunan sebesar 14,28 persen dibanding tahun 2008. Gambaran perkembangan kegiatan kepariwisataan di Indonesia tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1
Jumlah kunjungan wisatawan dan konsumsi yang dikeluarkan selama kunjungan, 2005–2009 Uraian
2005
2006
2007
2008
2009
Wisman (ribu kunjungan)
5.002,10
4.871,35
5.505,76
6.234,50
6.323,73
Devisa (USD juta)
4.521,90
4.447,98
5.345,98
7.347,60
6.297,99
198,36
204,55
222,39
225,04
229,73
74,72
88,21
108,96
123,17
137,91
Wisnus (juta perjalanan) Pengeluaran (triliun rupiah)
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010b (diolah).
Sejak 4 November 2002, Indonesia bersama negara ASEAN telah menandatangani perjanjian ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) mengenai pemberlakuan perdagangan bebas di kawasan ASEAN-China. Hal ini berarti akan meningkatkan peluang dalam menyerap peningkatan pangsa pasar yang mencapai 1,7 miliar penduduk ASEAN-China, apalagi jika kerjasama tersebut didorong
3
untuk lebih intensif lagi. Disamping itu dilakukan juga bentuk kerjasama ekonomi dan perdagangan lainnya baik bilateral maupun multilateral seperti AFTA (ASEAN Free Trade Area), APEC (Asia Pacific Economic Cooperation) dan WTO (World Trade Organization). Bahkan AFTA dan APEC sudah mulai dilaksanakan pada tahun 2003 (Bank Indonesia, 2010a). Kebijakan liberalisasi perdagangan menekankan adanya penurunan tarif yang lebih rendah dan penghapusan kuota impor, yang juga merupakan bagian dari proses integrasi di dalam blok perdagangan regional. Meskipun liberalisasi perdagangan yang seharusnya membawa keuntungan jangka panjang dengan memungkinkan suatu negara untuk memperoleh keuntungan dari hasil melakukan spesialisasi produksi berdasarkan keuntungan komparatif yang dimiliki, namun sejumlah masalah mungkin terjadi. Pertama dapat mengakibatkan terjadinya defisit neraca perdagangan, sebagai akibat dari bertambahnya jumlah barang impor yang dibeli konsumen karena harganya lebih murah. Kedua adalah terjadinya defisit anggaran pemerintah, karena pendapatan yang diterima pemerintah menjadi berkurang akibat dari tarif yang lebih rendah. Ketiga adalah dampak terhadap distribusi pendapatan dan tingkat kesejahteraan masyarakat yang semakin memprihatinkan. Sebagaimana kritikan Stiglitz (2002) mengenai konsep pasar bebas yang tidak adil dan berimbang. Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-18 di Jakarta pada Mei 2011 menguat usulan pembentukan visa tunggal ASEAN guna mempercepat realisasi Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahun 2015. Pembentukan visa tunggal tersebut diharapkan dapat lebih mendorong perkembangan aktivitas pariwisata di ASEAN. Usulan tersebut telah masuk dalam Rencana Strategis Pariwisata ASEAN 2011-2015 (Eny, 2011). Perkembangan aktivitas pariwisata juga dipercaya dapat digunakan untuk mengurangi dampak negatif dari pelaksanaan liberalisasi yang dirasakan terlalu cepat. Hal ini sebagaimana kebijakan yang dikeluarkan pemerintah melalui Kementerian Perindustrian RI dalam mengambil langkah-langkah strategis untuk melakukan penguatan ekspor guna menghadapi persaingan global. Kebijakan tersebut diantaranya adalah melakukan promosi Pariwisata, Perdagangan dan Investasi (Kementerian Perindustrian RI, 2010).
4
Namun berdasarkan data World Economic Forum (2009) menunjukkan bahwa daya saing pariwisata Indonesia masih lemah dibandingkan dengan negara lain. Pada 2009, Indonesia menempati posisi 81 dari 133 negara di dunia dan peringkat 5 diantara negara ASEAN setelah Singapura, Malaysia, Thailand dan Brunei Darussalam. Padahal sumber daya pariwisata yang dimiliki Indonesia lebih potensial untuk dijadikan daerah tujuan wisata dibandingkan dengan Singapura dan Malaysia yang berhasil menempati peringkat 16 dan 32 daya saing wisata dunia. Disamping itu, pangsa kunjungan turis asing ke Indonesia diantara negaranegara ASEAN juga masih rendah. Hal ini sebagaimana terlihat pada Tabel 2. Tabel 2
Peringkat daya saing pariwisata dunia dan pangsa kunjungan wisman, serta devisa yang diterima menurut negara tujuan wisata, 2007-2009
Peringkat daya Share jumlah saing wisata dunia kunjungan (persen) 2007 2008 2009 2007 2008 2009 Indonesia 60 80 81 0,61 0,68 0,72 Perancis 12 10 4 8,97 8,62 8,43 Amerika 5 7 8 6,21 6,30 6,24 Australia 13 4 9 0,63 0,61 0,63 Singapura 8 16 10 0,88 0,85 0,85 Inggris 10 6 11 3,43 3,28 3,19 Jepang 25 23 25 0,93 0,91 0,77 Korea Selatan 42 31 31 0,72 0,75 0,89 Malaysia 31 32 32 2,33 2,40 2,69 Thailand 43 42 39 1,61 1,59 1,61 Taiwan 30 52 43 0,41 0,42 0,50 China 71 62 47 6,07 5,77 5,78 100,0 100,0 100,0 Dunia 124 130 133 Sumber: UNWTO, 2010; World Economic Forum, 2009. Negara
Share jumlah penerimaan (persen) 2007 2008 2009 0,62 0,78 0,74 5,76 6,01 5,80 11,29
11,69
11,02
2,60 1,06 4,50 1,09 0,72 1,64 1,94 0,61 4,34
2,63 1,14 3,83 1,15 1,04 1,62 1,93 0,63 4,34
3,00 1,08 3,53 1,21 1,11 1,85 1,87 0,82 4,66
100,0
100,0
100,0
Selama tahun 2009, aktivitas pariwisata Indonesia menunjukkan tren yang menurun akibat masih adanya pengaruh turunnya pertumbuhan ekonomi dunia. Peran pariwisata dalam pembangunan sektor ekonomi yang tercermin dari nilai PDB nasional berada di bawah angka 5 persen sejak tahun 2006 dan hanya mampu menciptakan lapangan kerja dari kegiatan pariwisata tersebut sebesar 6,7 persen dari seluruh lapangan kerja nasional (BPS, 2010b). Gambaran yang lebih jelas dari aspek ekonomi terlihat pada Tabel 3. Nilai transaksi ekonomi yang diciptakan oleh kegiatan pariwisata (direct economic transaction) pada tahun 2009 mencapai Rp285,24 triliun, yang mengalami penurunan sedikit dibanding tahun 2008 sebesar Rp282,09 triliun. Penurunan tersebut disebabkan oleh berkurangnya jumlah belanja wisatawan asing yang cukup signifikan hingga mencapai 26,22 persen dibanding tahun
5
sebelumnya. Sementara itu konsumsi wisatawan domestik mengalami kenaikan dari Rp123,17 triliun pada tahun lalu menjadi Rp137,91 triliun. Disisi lain, peningkatan investasi pariwisata dan promosi juga memberikan kontribusi yang cukup signifikan. Tabel 3
Kontribusi sektor pariwisata terhadap ekonomi nasional, 2005-2009 Uraian 2005 2006 2007 2008 2009 PDB ADHB Nasional (triliun rupiah)
2.784,9
3.339,5
3.957,4
4.954,0
5.613,4
Pariwisata (triliun rupiah)
146,80
143,62
169,67
232,9
233,6
5,27
4,30
4,29
4,70
4,16
93,96
95,46
99,93
102,55
104,87
Pariwisata (juta orang)
6,55
4,44
5,22
7,02
6,98
Kontribusi (persen)
6,97
4,65
5,22
6,84
6,68
Kontribusi (persen) Lapangan kerja Nasional (juta orang)
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010b.
Mengingat aktivitas pariwisata dianggap memiliki pengaruh besar bagi perekonomian suatu negara terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi wisatawan mancanegara terhadap produk barang dan jasa nasional. Maka sektor tersebut perlu mendapat perhatian yang serius dalam perencanaan pembangunan nasional dimasa mendatang. Disamping itu bahwa aktivitas pariwisata juga dipercaya dapat berperan besar dalam menggerakkan roda perekonomian antara lain karena peranannya baik secara langsung maupun tidak langsung dapat menciptakan lapangan usaha, kesempatan kerja, pendapatan masyarakat serta pemerataan pembangunan. Pariwisata juga dapat berperan dalam memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha serta meningkatkan lapangan pekerjaan, mendorong pembangunan daerah, memperbesar pendapatan nasional guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat juga memupuk rasa cinta tanah air, memperkaya kebudayaan nasional, memperkukuh jati diri bangsa dan mempererat persahabatan antar bangsa. Untuk itu diperlukan strategi yang tepat di berbagai tingkatan, meliputi kebijakan, perencanaan, penganggaran, dan operasionalisasi untuk dapat mengembangkan dan mengelola secara baik potensi kepariwisataan nasional (Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI, 2003).
6
Berdasarkan hal-hal tersebut, penulis terdorong untuk melakukan analisis dan penelitian mengenai kondisi dan perkembangan aktivitas pariwisata di Indonesia yang dilakukan secara menyeluruh dan komprehensif dengan menggunakan metodologi dan indikator yang tepat, benar dan akurat. Disamping itu juga perlu dikembangkan penelitian untuk melihat pengaruh globalisasi dan liberalisasi jika dikaitkan dengan perkembangan aktivitas pariwisata terhadap kondisi perekonomian Indonesia. 1.2
Perumusan Masalah Perkembangan kegiatan pariwisata tersebut ternyata masih mengalami
beberapa kendala diantaranya adalah bahwa peningkatan jumlah devisa yang diterima Indonesia melalui kunjungan wisatawan asing tersebut masih diikuti oleh peningkatan penggunaan devisa oleh penduduk Indonesia yang berkunjung ke luar negeri (outbound tourist) sehingga surplus neraca jasa travel pada Neraca Pembayaran Indonesia menjadi berkurang bahkan kadang-kadang menjadi defisit. Hal ini diakibatkan oleh maraknya perjalanan ke luar negeri yang dilakukan oleh penduduk Indonesia baik untuk tujuan kegiatan keagamaan maupun dalam rangka perjalanan dinas. Selama tahun 2010 tercatat sebanyak 6,3 juta kunjungan penduduk Indonesia ke beberapa negara di dunia atau mengalami peningkatan sebesar 5,6 persen dibanding tahun 2009 yang hanya sebesar 5,9 juta kunjungan. Kondisi ini menyebabkan berkurangnya devisa pada Neraca Perdagangan Indonesia (outflows) sebanyak USD6,4 miliar selama periode tersebut atau mengalami kenaikan dibanding tahun sebelumnya yang hanya mencapai USD5,2 miliar serta hampir 8 persennya digunakan untuk perjalanan haji. Maraknya penerapan globalisasi dan liberalisasi berakibat pada semakin bebasnya pergerakan manusia melewati batas antar negara dan semakin terbukanya peluang bagi dunia usaha untuk berkembang. Kondisi ini menyebabkan semakin meningkatnya kegiatan pariwisata baik pada tingkat regional maupun global. Disamping itu juga akan menjadi semakin kompetitif serta lebih kreatif dan ekstensif. Namun pangsa yang bisa diserap Indonesia masih cukup rendah padahal potensi pariwisata yang dimilikinya cukup besar.
7
Literatur
mengenai
pariwisata
Indonesia
sebagian
besar
hanya
berkonsentrasi pada dampak pariwisata terhadap pendapatan dan lapangan kerja saja dan belum banyak yang melihat dampak ekonomi yang lebih luas seperti pada distribusi pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Sehingga kajian mengenai dampak pariwisata terhadap perekonomian Indonesia yang lebih luas perlu dilakukan mengingat besarnya potensi yang dimiliki dari sektor tersebut. Berdasarkan permasalahan tersebut maka penulis mencoba merumuskan beberapa pertanyaan diantaranya adalah: 1
Bagaimanakah kondisi perekonomian Indonesia setelah diberlakukan liberalisasi perdagangan?
2
Mampukah perkembangan permintaan pariwisata dapat mendukung dampak positif akibat diberlakukan liberalisasi perdagangan sekaligus dapat mengurangi efek negatif yang timbul?
3
Mungkinkah kegiatan pariwisata dapat mengatasi masalah-masalah seperti rendahnya pendapatan masyarakat, kesenjangan maupun pengangguran, atau paling tidak dapat membantu mengurangi masalah-masalah tersebut setelah diberlakukan liberalisasi?
1.3
Tujuan Penelitian Penelitian ini pada intinya bertujuan untuk:
1
Mengetahui peranan pariwisata dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang tercermin dalam indikator makroekonomi.
2
Mengidentifikasi perubahan sektor-sektor ekonomi akibat liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan pariwisata.
3
Mengidentifikasi
dampak
liberalisasi
perdagangan
dan
peningkatan
permintaan pariwisata terhadap perekonomian Indonesia seperti pendapatan masyarakat dan pengangguran. 1.4
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, diantaranya
adalah: 1.
Memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai perkembangan liberalisasi perdagangan dan kegiatan pariwisata di Indonesia.
8
2.
Bagi penulis dapat meningkatkan pengetahuan, wawasan dan memberikan pemahaman yang semakin mendalam tentang liberalisasi perdagangan, kegiatan pariwisata, dan pengaruhnya terhadap perekonomian nasional.
3.
Bagi pemerintah, diharapkan dapat menjadi masukan dalam rangka perbaikan kebijakan
terkait
kegiatan
penerapan
liberalisasi
perdagangan
dan
pertumbuhan aktivitas pariwisata di Indonesia. 4.
Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai kondisi terkini tentang dampak liberalisasi perdagangan dan perkembangan kegiatan pariwisata terhadap kondisi perekonomian Indonesia.
1.5
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Penelitian ini mencakup kondisi pariwisata nasional dengan asumsi
strukturnya sama dengan tahun 2008 mengikuti tabel I-O yang digunakan. Pertumbuhan pariwisata yang dimaksud dalam penelitian ini adalah peningkatan final demand terkait kegiatan pariwisata (konsumsi wisnus, wisman, promosi dan investasi). Sedangkan cakupan liberalisasi perdagangan adalah secara global bukan pada bentuk kerja sama tertentu dan bukan secara sektoral. Namun penulis masih menemui banyak keterbatasan diantaranya adalah digunakannya tabel I-O nasional sebagai pendekatan tabel I-O pariwisata yang hingga saat ini belum tersedia. Disamping itu, parameter-parameter yang dipakai pada model CGE juga masih mengadopsi dari hasil penelitian-penelitian lain.
2. 2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Pustaka Terdahulu Makalah ini melanjutkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dalam
membangun analisis dampak di bidang pariwisata dengan menggunakan berbagai model penelitian seperti model input output, model TSA (tourism satellite account), model SAM (social accounting matrix) serta model CGE (computable general equilibrium). Analisis dampak di bidang pariwisata dengan menggunakan model input-output (Antara, 2005) kemudian dengan menggunakan gabungan model input-output dan social accounting matrix (SAM) (Heriawan, 2004) dan model computable general equilibrium/CGE (Sugiyarto et al., 2003 untuk perekonomian Indonesia; Meng et al., 2010 untuk Singapura; Dwyer et al., 2003 untuk perekonomian Australia). Semua pendekatan memiliki kelebihan tersendiri dalam memperhitungkan keterkaitan antara aktivitas pariwisata dengan sektorsektor ekonomi. Studi ini menggunakan model CGE, yang memiliki keunggulan dalam menggabungkan berbagai feedback (umpan balik) antar berbagai sektor ekonomi, termasuk juga adanya harga yang fleksibel dan adanya substitusi faktor produksi. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Dwyer et al. (2003) yang mendukung model CGE sebagai teknik pilihan dalam menganalisis dampak ekonomi pariwisata. Berikut ini disajikan beberapa ringkasan hasil penelitian sebelumnya yang menjadi rujukan peneliti. Sugiyarto et al. (2003) meneliti masalah pariwisata pada era globalisasi dan liberalisasi perdagangan yang masih kontroversial, apakah menguntungkan atau merugikan. Studi ini menyebutkan bahwa banyak penelitian mengenai efek globalisasi
secara
mempertimbangkan
parsial,
seperti
interaksinya
meneliti dengan
kebijakan globalisasi tanpa sektor-sektor
kunci
dalam
perekonomian, terutama pariwisata. Tulisan ini menggunakan model CGE (computable general equilibrium) dari perekonomian Indonesia dalam rangka untuk mengetahui pengaruh globalisasi (liberalisasi) melalui pengurangan tarif, baik sebagai kebijakan yang berdiri sendiri maupun dalam hubungannya dengan pertumbuhan pariwisata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan pariwisata menimbulkan dampak positif dan mengurangi dampak negatif dari
10
globalisasi. Misalnya dapat meningkatkan produksi dan kesejahteraan, sementara dampak buruk pada defisit pemerintah dan neraca perdagangan menjadi berkurang. Heriawan (2004) melakukan penelitian tentang peranan pariwisata pada perekonomian Indonesia. Pariwisata merupakan sektor yang strategis dan potensial bagi perekonomian Indonesia karena peranannya yang cukup signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, perolehan devisa, dan pengembangan ekonomi daerah. Penelitian ini menggunakan pendekatan I-O dan SAM. Hasil analisisnya menyebutkan bahwa sektor pariwisata cukup potensial dalam menciptakan PDB (pro growth) dan lapangan kerja (pro job) tetapi kurang mampu dalam membuat distribusi pendapatan yang lebih baik. Dengan kata lain, pariwisata belum menyentuh kelompok ekonomi miskin (pro poor) yang sebagian besar berada di pertanian dan perdesaan. Enam skenario kebijakan pariwisata yang disimulasikan, ternyata yang memberi hasil cukup signifikan adalah kebijakan reformasi kelembagaan dan peraturan di bidang pariwisata. Saran yang diberikan diantaranya adalah perlu dicoba pendekatan lain seperti model Computable General Equilibrium (CGE) dalam menganalisis secara lebih lengkap dampak dan peranan pariwisata. Meng et al. (2010) melakukan studi mengenai krisis keuangan dunia pada tahun 2008 apakah memiliki dampak negatif yang luar biasa pada kegiatan perekonomian, terutama pada pariwisata. Penelitian ini menggunakan data terakhir survei pariwisata Singapura, tabel input-output Singapura yang di update, dan model CGE (Computable General Equilibrium) untuk mengukur efek negatif dari krisis keuangan dunia di Singapura dan untuk mensimulasikan efek dari respon kebijakan yang dijalankan. Hasil simulasi CGE menunjukkan bahwa pada tingkat makro, meskipun hampir semua peubah terkena dampak negatif, ekspor mencatat keuntungan yang besar. Pada tingkat industri, shock negatif pariwisata sangat berpengaruh pada sektor yang terkait pariwisata, hanya berdampak kecil pada sektor-sektor yang kurang terkait dengan pariwisata, tetapi persaingan di sektor pariwisata dapat berkembang. Harga dan output pada sebagian besar produk di pasar komoditas terjadi penurunan tetapi konsumsi rumah tangga riil dan ekspor terjadi peningkatan. Di pasar tenaga kerja, pekerja dengan skill rendah
11
sangat terpengaruh, tetapi beberapa kelompok pekerja lainnya memperoleh keuntungan. Hasil simulasi juga menunjukkan bahwa respons terhadap suatu peristiwa seperti krisis keuangan dunia tahun 2008, sedikit lebih efektif dalam menurunkan tingkat GST daripada peningkatan yang signifikan terhadap tarif pajak pariwisata. Dwyer et al. (2003) menulis mengenai beberapa isu utama yang muncul dari model CGE mengenai aktivitas pariwisata Australia yang disponsori oleh CRC (Centre for Sustainable Tourism). Simulasi ekonomi yang dilakukannya didasarkan pada asumsi yang berbeda tentang sikap pemerintah federal terhadap kebijakan fiskal, asumsi tentang pengaturan upah, dan asumsi tentang tingkat agregat tenaga kerja. Simulasi lainnya berkaitan dengan perbandingan dampak ekonomi dari suatu peristiwa dengan menggunakan model Input-Output dan model CGE. Perbandingan tersebut melihat perbedaan hasil evaluasi dengan menggunakan model I-O dan CGE dan memberikan dukungan untuk menggunakan teknik CGE dan menerapkan analisis biaya manfaat bagi pemerintah yang terkait dengan alokasi yang efisien atas sumber daya yang langka dalam mempromosikan pembangunan pariwisata. Blake (2000) mengatakan bahwa penelitian mengenai dampak ekonomi dari aktivitas pariwisata mempunyai daya tarik tersendiri bagi akademisi dan pembuat kebijakan. Pengaruh pajak pariwisata juga cukup menarik, namun belum diterapkan secara komprehensif dalam pemodelannya untuk analisis ekonomi. Tulisan ini menggunakan model CGE (computable general equilibrium) Spanyol untuk menganalisis efek kegiatan pariwisata di Spanyol dan dampak perpajakan pariwisata. Efek dari peningkatan pariwisata sebesar 10
persen akan
meningkatkan kesejahteraan dalam jangka panjang sebesar 28 miliar Pesetas (0,05 persen dari PDB). Analisis pajak menunjukkan bahwa peningkatan tingkat pajak pada pariwisata asing dapat meningkatan kesejahteraan karena pajak pariwisata asing secara efektif mengurangi beberapa distorsi yang diciptakan melalui rendahnya tingkat pajak pariwisata domestik. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa manfaat kesejahteraan dari pajak pariwisata lebih sensitif terhadap asumsiasumsi yang berkaitan dengan pengenaan pajak sesuai dengan elastisitas permintaan mereka terhadap pariwisata.
12
2.2 2.2.1
Tinjauan Teoritis Globalisasi dan Liberalisasi Perdagangan Internasional Depresi tahun 1930-an telah menyebabkan banyak negara melakukan
proteksi, setiap negara berusaha untuk mengurangi pengaruh yang tidak baik dari perkembangan ekonomi dunia dengan mengurangi ketergantungan dari luar negeri melalui tindakan–tindakan yang bersifat protektif. Sejak dasawarsa 80-an, banyak negara berkembang yang semula menerapkan strategi industrialisasi substitusi impor, mulai mengubah haluan dan melakukan liberalisasi perdagangan. Gelombang reformasi ini nampaknya bertolak dari terjadinya krisis utang internasional, disamping itu mereka juga bercermin pada keberhasilan sejumlah negara berkembang yang sejak awal telah berorientasi ke luar (ekspor) kini telah beranjak menjadi negara perekonomian baru. Secara umum reformasi itu meliputi penurunan dan penyederhanaan struktur tarif serta berbagai hambatan impor kuantitatif secara besar-besaran. Langkah ini secara drastis mulai membuka perekonomian mereka terhadap hubungan perdagangan antar negara yang lebih intensif. Hal tersebut dapat dilihat pada besarnya angka ekspor plus impor sebagai rasio terhadap GDP dan tingginya tingkat pertumbuhan perekonomian negara tersebut yang secara sungguh-sungguh melaksanakan liberalisasi. Pada tahun 1994, dicetuskan kesepakatan Putaran Uruguay (Uruguay Round) mengenai GATT (General Agrement on Tariff and Trade). Ratifikasi Putaran Uruguay merupakan satu usaha untuk
menghilangkan distorsi
perdagangan yang harus dilakukan oleh negara-negara yang menyepakati perjanjian tersebut. Dalam kesepakatan tersebut negara maju harus menghapuskan distorsi perdagangan hingga tahun 2000, sedangkan bagi negara berkembang hingga tahun 2004. Seiring dengan perkembangan ekonomi yang semakin terbuka yang ditandai dengan diratifikasinya Putaran Uruguay mengenai GATT, Deklarasi Bogor APEC (Asia-Pacific Economic Cooperation), CEPT (Common Effective Preferential Tariff) dan AFTA (Asean Free Trade Area). Disamping itu telah diratifikasinya perjanjian dengan China melalui ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) yang mulai diimplementasikan secara luas mulai tahun 2010. Untuk itu perlu adanya
13
upaya untuk mendorong ekspor melalui peningkatan daya saing serta memperhatikan perkembangan pasar dunia. Globalisasi juga ditandai dengan munculnya blok-blok regional mengenai ekonomi dan perdagangan. Blok-blok yang sudah terbentuk tersebut bervariasi karakteristiknya, ada yang meliputi negara-negara maju saja seperti European Community, negara-negara berkembang saja seperti SAARC, bahkan ada blok dimana anggota-anggotanya bervariasi kondisi ekonominya seperti APEC. Globalisasi yang dimaksud adalah pergerakan menuju ke satu tatanan perekonomian global, dimana perekonomian nasional akan semakin intens dalam berhubungan dengan negara-negara lain sehingga kondisi perekonomian internasional akan memiliki pengaruh yang kuat terhadap perekonomian domestik. Tambunan (2004)
menyebutkan
bahwa
globalisasi
ekonomi
akan
mempengaruhi ekspor, impor, investasi dan tenaga kerja. Globalisasi bisa berpengaruh positif apabila dapat diantisipasi dengan baik, namun sebaliknya dapat berpeluang menciptakan dampak negatif bila tidak mampu diantisipasi. Pengaruh globalisasi terhadap ekspor bisa meningkatkan pangsa ekspor di pasar dunia bila produk negara tersebut memiliki daya saing cukup kuat dibanding produk negara lain. Namun sebaliknya jika daya saing yang dimiliki produk dalam negeri cukup lemah maka pangsa ekspor produk domestik menjadi menurun. Disamping itu, globalisasi juga dapat meningkatkan impor apabila produk-produk serupa buatan dalam negeri mempunyai daya saing yang rendah dibanding produk luar negeri sehingga pasar domestik tidak dapat membendung serbuan produk impor. Hady (2004) menyebutkan bahwa pengaruh globalisasi ekonomi dunia ditandai dengan adanya beberapa hal berikut: 1.
Keterbukaan ekonomi terutama dengan adanya liberalisasi pasar dan arus uang serta transfer teknologi secara internasional.
2.
Keterkaitan dan ketergantungan ekonomi, keuangan, perdagangan dan industri
antar
negara
atau
perusahaan
yang
ditunjukkan
adanya
pembentukan perusahaan multinasional dan kecenderungan integrasi ekonomi regional.
14
3.
Persaingan yang semakin ketat antar negara ataupun perusahaan untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas yang optimal. Arus komunikasi yang semakin terbuka membuat hubungan antarnegara pun
semakin erat yang ditandai adanya berbagai bentuk perjanjian internasional, baik yang diprakarsai oleh lembaga-lembaga internasional, seperti United Nations ataupun World Bank. Perjanjian internasional tersebut melahirkan berbagai konvensi, baik yang berkaitan langsung dengan dunia bisnis maupun tidak langsung dengan dunia bisnis. Selanjutnya, para pemimpin negara juga telah melahirkan berbagai kesepakatan baik yang bersifat bilateral maupun multilateral dalam rangka meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat di negara tersebut. Salah satu perjanjian yang cukup membawa pengaruh dalam dunia bisnis dalam dekade terakhir ini adalah didirikannya organisasi perdagangan dunia atau yang lebih dikenal dengan World Trade Organization (WTO), di Marakesh (Maroko) pada tahun 1994. Hasil kesepakatan ini tentu membawa dampak juga dalam bidang bisnis yakni dengan munculnya liberalisasi perdagangan atau perdagangan bebas (free trade). Kebijakan liberalisasi perdagangan dapat dilihat sebagai suatu cara untuk meningkatkan daya saing ekonomi. Ada pemikiran yang mengatakan bahwa sebenarnya peningkatan daya saing terutama merupakan tantangan bagi masingmasing perusahaan dan upaya yang dilakukan haruslah pada tingkat perusahaan. Kerjasama internasional, misalnya dengan membentuk suatu aliansi strategis (strategic alliance), merupakan salah satu cara yang kini banyak dilakukan terutama antara perusahaan-perusahaan negara maju. Tetapi berbagai bentuk kerjasama internasonal juga dapat dilakukan pada tingkat negara (ekonomi) untuk meningkatkan daya saing, artinya meningkatkan kemampuan penetrasi pasar. Pembentukan kawasan perdagangan bebas (Free Trade Area/FTA) seringkali dilihat sebagai upaya untuk saling meningkatkan akses pasar di antara pesertanya (Susastro, 2004). Liberalisasi perdagangan menyebabkan para pemilik modal mendapatkan berbagai kemudahan atau minimal tidak ada lagi perbedaan perlakuan sesama pebisnis yang berada di bawah payung anggota WTO dalam menjalankan bisnisnya di berbagai tempat yang dikehendaki. Untuk itu, berbagai negara pun
15
mencoba menangkap peluang ini dengan menciptakan iklim bisnis yang kondusif Langkah-langkah yang ditempuh dalam menciptakan kondisi yang kondusif yakni dengan mengadopsi kaedah-kaedah yang lahir dalam lalu lintas pergaulan internasional. Hartono (1991) mengemukakan bahwa akibat globalisasi dan peningkatan pergaulan dan perdagangan internasional, cukup banyak peraturanperaturan hukum asing atau yang bersifat internasional akan juga dituangkan ke dalam perundang-undangan nasional. Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada HS (Harmonized Commodity Description and Coding System) dengan ketentuan dari World Customs Organization yang berpusat di Brussels, Belgium. Ketentuan tersebut adalah bahwa penjualan produk antar negara tanpa pajak ekspor-impor atau hambatan perdagangan lainnya. Perdagangan bebas dapat juga didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antar individual dan antar perusahaan yang berada di negara yang berbeda. Perdagangan internasional sering dibatasi oleh berbagai pajak negara, biaya tambahan yang diterapkan pada barang ekspor impor, dan juga regulasi non tarif pada barang impor. Secara teori, semua hambatan-hambatan inilah yang ditolak oleh perdagangan bebas. Namun dalam kenyataannya, perjanjian perdagangan yang didukung oleh penganut perdagangan bebas ini justru sebenarnya menciptakan hambatan baru kepada terciptanya pasar bebas. Perjanjian-perjanjian tersebut sering dikritik karena hanya melindungi kepentingan perusahaan perusahaan besar. Krugman et al. (2004) mengungkapkan bahwa alasan utama terjadinya perdagangan internasional adalah (1) negara-negara berdagang karena mereka berbeda satu sama lain dan (2) negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomi (economic of scale). Ahli-ahli ekonomi Klasik memandang perdagangan luar negeri sebagai suatu penggerak pertumbuhan ekonomi atau engine of growth. Keyakinan mereka ini didasarkan pada peran yang dapat diberikan oleh kegiatan perdagangan luar negeri dalam mempercepat proses pertumbuhan ekonomi. Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi Klasik, perdagangan luar negeri mempunyai potensi untuk memberikan tiga sumbangan penting dalam pembangunan ekonomi yaitu :
16
1.
Meningkatkan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi. Pandangan ini bersumber dari pandangan Klasik mengenai manfaat yang dapat diperoleh dengan melakukan spesialisasi. Negara-negara yang melakukan spesialisasi dan perdagangan luar negeri akan meningkatkan efisiensi kegiatan produksi dan menikmati produk yang lebih banyak daripada sebelum adanya perdagangan luar negeri.
2.
Memperluas pasar produksi dalam negeri. Setiap perekonomian selalu timbul suatu keadaan di mana beberapa perusahaan atau industri mempunyai kapasitas produksi yang tidak sepenuhnya digunakan. Penggunaan alat-alat modal yang tidak mencapai maksimum, bukan karena manajemen yang tidak efisien, tetapi karena kekurangan permintaan di dalam negeri. Dalam keadaan demikian, perdagangan luar negeri memungkinkan mereka memperluas pasar dari hasil produksinya.
3.
Meningkatkan produktivitas kegiatan ekonomi. Perdagangan luar negeri yang dilakukan oleh sesuatu negara akan terjalin hubungan yang erat dengan negara-negara lain. Hal ini memungkinkan negara tersebut bisa mempelajari teknik produksi yang lebih baik, mengimpor barang-barang modal baru yang lebih tinggi produktivitasnya dan mempelajari pandangan-pandangan baru yang dapat memperbaiki cara kerja dan manajemen perusahaan. Pandangan yang dikemukakan oleh ahli-ahli ekonomi Klasik tersebut terkait
dengan pembangunan ekonomi di negara-negara berkembang, mendapat berbagai kritik diantaranya adalah bahwa perdagangan negara-negara tersebut cenderung menjadi semakin memburuk dalam jangka panjang sehingga mengurangi keuntungan yang diperoleh dari perdagangan luar negeri yang selanjutnya akan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Hal yang lebih penting lagi, dalam jangka pendek, harga-harga komoditas ekspor negara-negara berkembang sangat berfluktusi sehingga akan mengganggu kestabilan neraca pembayaran, kestabilan kegiatan ekonomi secara keseluruhan, dan kestabilan harga-harga. Seperti analisis makroekonomi bahwa sesuatu perekonomian berusaha untuk mencapai tingkat kegiatan ekonomi yang tinggi, dan kalau mungkin, mencapai penggunaan tenaga kerja penuh, tanpa inflasi. Dalam perekonomian terbuka, tujuan itu berarti bahwa usaha untuk mencapai tingkat kegiatan ekonomi yang tinggi tersebut, harus diikuti
17
oleh keadaan neraca pembayaran yang seimbang. Neraca pembayaran yang mengalami defisit, dapat memengaruhi kestabilan harga-harga dan menimbulkan pelarian modal serta mengurangi investasi sehingga pada akhirnya akan menimbulkan kemunduran tingkat kegiatan ekonomi suatu negara. Dengan demikian kebijakan pemerintah pada sektor luar negeri harus ditekankan untuk menciptakan
keseimbangan
dalam
neraca
pembayaran
sehingga
dapat
mewujudkan kegiatan ekonomi yang tinggi. Langkah-langkah yang dapat dilaksanakan pemerintah dalam memengaruhi pembelanjaan agregat dibedakan dalam dua golongan yaitu kebijakan menekan pengeluaran (expenditure dampening policy) dan kebijakan memindahkan pengeluaran (expenditure switching policy). Kebijakan menekan pengeluaran adalah langkah-langkah pemerintah untuk menstabilkan neraca pembayaran yang defisit dengan mengurangi pengeluaran agregat. Hal ini diharapkan impor dapat diturunkan tanpa mengurangi ekspor sehingga akan memperbaiki neraca pembayaran. Kebijakan ini didasarkan pada keyakinan, bahwa ekspor tidak dipengaruhi oleh pendapatan nasional, sedangkan impor mempunyai hubungan positif dengan pendapatan nasional. Dengan demikian kebijakan mengurangi pengeluaran agregat, yang pada mulanya akan menurunkan tingkat pendapatan nasional, pada akhirnya akan mengurangi impor sedangkan ekspor tidak mengalami perubahan. Langkah-langkah yang dapat dilaksanakan pemerintah dalam memengaruhi pembelanjaan agregat dibedakan dalam dua golongan yaitu kebijakan menekan pengeluaran (expenditure dampening policy) dan kebijakan memindahkan pengeluaran (expenditure switching policy). Kebijakan menekan pengeluaran adalah langkah-langkah pemerintah untuk menstabilkan neraca pembayaran yang defisit dengan mengurangi pengeluaran agregat. Hal ini diharapkan impor dapat diturunkan tanpa mengurangi ekspor sehingga akan memperbaiki neraca pembayaran. Kebijakan ini didasarkan pada keyakinan, bahwa ekspor tidak dipengaruhi oleh pendapatan nasional, sedangkan impor mempunyai hubungan positif dengan pendapatan nasional. Dengan demikian kebijakan mengurangi pengeluaran agregat, yang pada mulanya akan menurunkan tingkat pendapatan
18
nasional, pada akhirnya akan mengurangi impor sedangkan ekspor tidak mengalami perubahan. Kebijakan-kebijakan yang dapat ditempuh untuk meningkatkan ekspor adalah: 1.
Menciptakan perangsang-perangsang ekspor. Kesuksesan kegiatan ekspor tergantung pada kemampuan barang-barang dalam negeri untuk bersaing di pasar luar negeri. Salah satu faktor yang menentukan daya saing tersebut adalah ongkos produksi yang rendah dan harga penjualan yang stabil. Keadaan ini dapat diciptakan apabila terdapat kestabilan harga-harga dan upah.
2.
Melakukan devaluasi. Devaluasi menyebabkan harga ekspor bertambah murah dan impor bertambah mahal. Hal ini akan menaikkan daya saing barang dalam negeri sehingga ekspor meningkat dan impor menurun. Disamping upaya meningkatkan ekspor, dapat pula dengan melakukan
penghambat impor (import barriers). Penghambat impor biasanya dibedakan dalam dua jenis yaitu tarif dan nontarif. Penghambat tarif adalah pengenaan/ pemungutan pajak atas barang-barang yang diimpor. Sedangkan nontarif adalah peraturan-peraturan yang mengurangi kebebasan memasukkan produk impor. Tarif dan quota adalah dua jenis penghambat impor yang dapat dan lazim digunakan untuk mengurangi masukanya barang-barang impor. Quota adalah pembatasan atas jumlah barang yang boleh diimpor. Tarif merupakan jenis penghambat impor yang paling banyak digunakan. Hal ini disebabkan karena tarif bukan saja merupakan alat yang lebih baik untuk melindungi industri di dalam negeri, tetapi juga dapat menambah pendapatan pemerintah. Di banyak negara berkembang, pajak impor merupakan salah satu sumber terpenting dari pendapatan pemerintah. Tarif yang digunakan biasanya adalah ad valorem, yaitu pajak impor yang nilainya ditentukan dalam persentase dari nilai barang yang diimpor. Tarif akan menaikkan harga barang impor sedangkan quota akan membatasi permintaan agar tidak berlebih-lebihan dan quota impor tidak akan menaikkan harga barang tersebut. Quota biasanya digunakan di negara-negara yang mempunyai valuta asing yang terbatas sehingga harus hemat. Di negara-negara
19
maju, quota adakalanya digunakan sebagai tindakan tambahan, jika tarif tidak berhasil membatasi impor barang-barang tertentu. Apabila sesuatu produk impor mempunyai mutu yang jauh lebih baik daripada yang dihasilkan di dalam negeri, tarif yang tinggi belum tentu mampu membatasi terjadinya impor. Pembatasan impor dengan menggunakan quota akan mengatasi masalah tersebut (Sukirno, 1995). 2.2.2
Kegiatan Pariwisata Indonesia Pariwisata berasal dari dua suku kata yaitu pari dan wisata. Pari berarti
banyak, berkali-kali, dan berputar-putar sedangkan wisata berarti perjalanan atau bepergian. Jadi pariwisata berarti perjalanan yang dilakukan secara berkali-kali atau berkeliling. Konsep yang lazim dipakai dan diterima adalah yang telah dirumuskan oleh Hunziker et al. (1942) yang menyatakan bahwa pariwisata adalah keseluruhan hubungan dengan gejala-gejala atau peristiwa yang timbul dari adanya perjalanan dan tinggalnya orang asing dimana perjalanannya tidak untuk bertempat tinggal menetap dan tidak ada hubungan dengan kegiatan untuk mencari nafkah (Pendit, 2006). McIntosh et al. (1980) mengartikan pariwisata sebagai gabungan gejala dan hubungan yang timbul dari interaksi wisatawan, bisnis, pemerintah serta masyarakat tuan rumah dalam proses menarik dan melayani wisatawan-wisatawan serta para pengunjung lainnya. Guyer-Freuler merumuskan pariwisata dalam arti modern adalah gejala zaman sekarang yang didasarkan atas kebutuhan akan kesehatan dan pergantian hawa, penilaian yang sadar dan menumbuh terhadap keindahan alam, kesenangan dan kenikmatan alam semesta dan pada khususnya disebabkan oleh bertambahnya pergaulan berbagai bangsa dan kelas dalam masyarakat sebagai hasil perkembangan perniagaan, industri dan perdagangan serta penyempurnaan alat-alat pengangkutan. Pariwisata adalah suatu proses yang ditimbulkan oleh arus lalu lintas orang-orang asing yang datang dan pergi ke dan dari suatu tempat, daerah atau negara dan segala sesuatu yang ada sangkutpautnya dengan proses tersebut (Pendit, 2006). World Tourism and Travel Council (WTTC) mengartikan pariwisata sebagai seluruh kegiatan orang yang melakukan perjalanan ke dan tinggal di suatu
20
tempat di luar lingkungan kesehariannya dalam jangka waktu tidak lebih dari setahun untuk bersantai, bisnis dan lainnya (Aryanto, 2003). Berdasarkan beberapa definisi tersebut, maka dapat dirumuskan bahwa pariwisata adalah suatu kegiatan manusia berupa perjalanan ke luar lingkungan kesehariannya dengan tujuan bukan untuk mencari nafkah (profit oriented), namun lebih banyak untuk bersantai dan bersenang-senang dengan batasan waktu tertentu. Sesuai dengan rekomendasi UNWTO (United Nations World Tourism Organization) dan IUOTO (International Union of Office Travel Organization) (1961) menyatakan bahwa tamu mancanegara adalah setiap orang yang mengunjungi suatu negara diluar tempat tinggalnya, didorong oleh satu atau beberapa keperluan tanpa bermaksud memperoleh penghasilan ditempat yang dikunjungi. Definisi ini mencakup 2 kategori tamu mancanegara, yaitu: 1.
Wisatawan (tourist) adalah setiap pengunjung seperti definisi di atas yang tinggal paling sedikit 24 jam, akan tetapi tidak lebih dari 6 bulan di tempat yang dikunjungi dengan maksud kunjungan antara lain: a.
Berlibur, rekreasi dan olahraga
b.
Bisnis, mengunjungi teman dan keluarga, misi, menghadiri pertemuan, konferensi, kunjungan dengan alasan kesehatan, belajar dan keagamaan.
2.
Pelancong (excursionist) adalah setiap pengunjung seperti definisi di atas yang tinggal kurang dari 24 jam di tempat yang dikunjungi (termasuk cruise passengers yaitu setiap pengunjung yang tiba di suatu negara dengan kapal, pesawat atau kereta api, dimana mereka tidak menginap di akomodasi yang tersedia di negara tersebut). Kegiatan/aktivitas pariwisata yang terdapat di Indonesia dapat dibedakan
menjadi : 1.
Domestic tourists (wisatawan nusantara/wisnus) adalah penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan di wilayah teritori Indonesia bukan untuk bekerja atau sekolah dengan lama perjalanan kurang dari 6 bulan ke obyek wisata komersial (dengan membayar), dan atau menginap pada akomodasi komersial,
21
dan atau jarak perjalanan lebih dari 100 km pp yang bukan merupakan lingkungan sehari-hari. 2.
Inbound tourist/visitor (wisatawan mancanegara/wisman) adalah orang yang melakukan perjalanan di luar negara tempat tinggal biasanya (usual country of residence) dan lama perjalanan kurang dari 12 bulan di negara yang dikunjungi dengan tujuan perjalanan tidak untuk bekerja atau memperoleh penghasilan.
3.
Outbound tourist (wisatawan nasional/wisnas) adalah penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan ke luar wilayah teritori Indonesia bukan untuk bekerja atau memperoleh penghasilan di negara yang dikunjungi dan tinggal tidak lebih dari 6 bulan. Pendit (2006) menyebutkan bahwa jenis-jenis pariwisata yang telah dikenal
hingga saat ini antara lain wisata budaya, wisata kesehatan, wisata olahraga, wisata komersial, wisata industri, wisata politik, wisata konvensi, wisata sosial, wisata pertanian, wisata bahari/maritim/marina, wisata cagar alam, wisata buru, wisata pilgrim, wisata bulan madu dan wisata petualangan. Pariwisata merupakan sektor yang memiliki banyak keterkaitan dengan sektor lain. Yoeti (2008) mengungkapkan bahwa industri pariwisata tidak berdiri sendiri sebagaimana industri yang lain, “There is No Standard Industrial Classification Number of Tourism”. Kegiatan pariwisata menyebar pada beberapa sektor. Penyebaran kegiatan pariwisata di Indonesia sebagaimana yang terdapat dalam KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) 2005 dan Tabel Input Output 2008 dapat dilihat pada Lampiran 1. Permintaan dan Penawaran Pariwisata Dornbusch et al. (2001) menyebutkan bahwa permintaan agregat (agregat demand = AD) adalah jumlah total barang yang diminta dalam perekonomian. Barang yang diminta dibedakan menjadi konsumsi rumah tangga (C), Investasi (I), pemerintah (G) dan ekspor neto (NX) yang dirumuskan dengan AD = C + I + G + NX Sedangkan output pada tingkat keseimbangan terjadi ketika jumlah output yang dihasilkan (Y) sama dengan jumlah output yang diminta.
22
Y = AD = C + I + G + NX Kondisi yang sama juga terjadi pada industri pariwisata dimana permintaan (demand) meliputi seluruh pengeluaran yang dilakukan baik oleh wisatawan domestik (C) maupun wisatawan asing (X), pengeluaran pemerintah untuk promosi pariwisata (G) dan investasi atau pembentukan modal terkait pariwisata (I). Penawaran (supply) yang terkait dengan sektor pariwisata mencakup seluruh kegiatan ekonomi dalam menyediakan barang dan jasa yang berhubungan dengan pariwisata seperti hotel, restoran, tempat-tempat wisata, transportasi, biro perjalanan, pramuwisata dan produk pariwisata lainnya. Penawaran pariwisata juga mencakup semua bentuk daya tarik wisata (tourist attractions), semua bentuk kemudahan untuk memperlancar perjalanan (accessibilities) dan semua bentuk fasilitas dan pelayanan (facilities and services) yang tersedia pada suatu daerah tujuan wisata sehingga dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan wisatawan selama berkunjung. Yoeti (2008) menyebutkan bahwa komponen penawaran dalam industri pariwisata dapat bersumber dari alam (natural resources) atau buatan/kreasi manusia (man-made). Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (2003) merumuskan empat peranan pokok pembangunan pariwisata, yaitu : 1.
Pariwisata secara langsung atau tidak langsung mendorong pertumbuhan berbagai kegiatan dan usaha di bidang sosio-ekonomi dan sosio-budaya yang bukan saja mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, akan tetapi juga menjamin pemerataan pembangunan dan hasil-hasil pembangunan.
2.
Pariwisata sebagai salah satu sumber penghasil devisa yang potensial, mengingat terbatasnya cadangan sumber daya alam yang menjadi penghasil devisa utama.
3.
Pariwisata dapat menjadi sarana untuk dapat lebih mendorong terciptanya rasa kesatuan dan persatuan bangsa. Darmoyo (2003) juga menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia antara lain adalah stabilitas politik, stabilitas keamanan, kebijakan fiskal, tingkat persaingan harga, inflasi, pendapatan per kapita penduduk luar negeri dan ketatnya persaingan antar negara. Beberapa faktor yang mempengaruhi kunjungan wisatawan mancanegara tersebut dapat dikategorikan kedalam beberapa kelompok yaitu :
23
1.
Keamanan. a.
Peristiwa Bom Bali dan Pengeboman Tempat Umum Lainnya Peristiwa tersebut dapat memberikan persepsi bahwa Indonesia tidak aman untuk dikunjungi. Hal itu akan mengakibatkan penurunan jumlah kunjungan wisman karena tidak ada jaminan keamanan di daerah tujuan wisata yang hendak dikunjungi.
b.
Tragedi World Trade Center Serangan teroris ke gedung World Trade Center (WTC) tidak hanya berpengaruh kepada Amerika Serikat sendiri, melainkan juga berakibat ke seluruh dunia. Wisatawan akan menunda dan bahkan membatalkan perjalanannya karena takut akan terjadi serangan teroris lagi.
c.
Wabah Secure Acute Respiratory Syndrome (SARS) SARS merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan akut akibat dari virus Corona yang penularannya melalui udara. Diduga penyakit ini muncul dari China. Mudahnya penularan penyakit ini membuat masyarakat dunia resah. Hal ini berakibat pada pembatalan perjalanan wisata, terutama ke daerah-daerah yang diduga terjangkit wabah SARS.
2.
Kenyamanan. Output jasa pariwisata seperti output ekonomi lainnya akan lebih banyak diminta konsumen apabila komponen-komponen pendukungnya memadai dan berkualitas.
Komponen-komponen pendukung tersebut
misalnya
infrastruktur yang cukup mewadai. Sehingga diperlukan dana/investasi pembangunan pariwisata untuk memenuhi atau menyediakan, bahkan meningkatkan kualitas dari komponen-komponen yang dimaksud. 3.
Kemudahan. a.
Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVKS) BVKS diberlakukan sejak tahun 1983 berdasarkan Kepres RI No. 15 Tahun 1983 tentang Kebijakan Pengembangan Kepariwisataan. Pemberian BVKS ini dimaksudkan untuk meningkatkan arus kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia. BVKS dengan masa tinggal 60 hari tersebut telah diberikan kepada 48 negara yang dapat mendarat atau
24
berlabuh di 22 Bandara, 38 pelabuhan laut dan 1 lintas batas darat (Depbudpar, 2004). b.
Pemberlakuan Visa on Arrival (VoA) Menurut Keppres RI No 18 Tahun 2003 Visa Kunjungan Saat Kedatangan (Visa on Arival) adalah visa yang diberikan kepada orang asing warga negara atau wilayah tertentu yang bermaksud mengadakan kunjungan ke Indonesia dalam rangka wisata, kunjungan sosial budaya, kunjungan usaha, atau tugas pemerintahan dengan mempertimbangkan asas manfaat, saling menguntungkan, dan tidak menimbulkan gangguan keamanan.
c.
Frekuensi Penerbangan Internasional yang Singgah di Indonesia Akses yang mudah ke suatu daerah tujuan wisata merupakan salah satu pendukung seorang wisatawan untuk mengunjunginya.
4.
Kondisi ekonomi internasional. a.
Krisis Multidimensi Berbagai krisis ekonomi yang terjadi di beberapa negara di dunia termasuk Indonesia memiliki dampak buruk terhadap seluruh dimensi kehidupan masyarakat, baik sosial maupun ekonomi. Kondisi tersebut akan berpengaruh pada minat seseorang untuk mengunjungi daerah tujuan wisata.
b.
Nilai Tukar Mata Uang Nilai tukar mata uang asing akan berpengaruh terhadap minat wisatawan untuk berkunjung. Kurs rupiah menguat berarti harga barang di Indonesia menjadi relatif lebih mahal.
c.
Jumlah Penduduk Dunia Karena setiap manusia memiliki keinginan untuk berwisata, dimungkinkan apabila semakin banyak manusia di dunia maka akan semakin banyak manusia yang berwisata.
d.
Pendapatan Per Kapita Masyarakat Dunia Jumlah penduduk yang melakukan perjalanan wisata sangat dipengaruhi oleh pendapatan yang diterima penduduk tersebut.
e.
Laju Inflasi Dunia
25
Inflasi menurunkan pendapatan riil masyarakat sehingga daya beli masyarakat menurun. Akibatnya permintaan akan menurun, termasuk permintaan terhadap jasa pariwisata. 2.2.3
Model Keseimbangan Umum Teori keseimbangan umum menjelaskan bahwa pasar sebagai suatu sistem
yang terdiri dari beberapa macam pasar yang saling terkait. Keseimbangan umum terjadi apabila permintaan dan penawaran pada masing-masing pasar dalam sistem tersebut berada dalam kondisi keseimbangan secara simultan. Tingkat harga keseimbangan yang terwujud merupakan solusi dari sistem persamaan simultan yang menggambarkan perilaku setiap pelaku ekonomi dalam keseimbangan di setiap pasar. Menurut teori keseimbangan umum, apabila dalam kondisi keseimbangan terjadi gangguan yang mengakibatkan ketidakseimbangan (disequilibrium) pada suatu pasar secara parsial, maka akan segera diikuti dengan penyesuaian di pasar yang bersangkutan dan selanjutnya terjadi proses penyesuaian di pasar lainnya (simultaneous adjustment) yang membawa perekonomian secara keseluruhan kembali pada kondisi keseimbangan yang baru. Mekanisme pencapaian keseimbangan pada semua jenis barang di semua pasar yang berlaku bagi produsen dan konsumen disebut sebagai analisis keseimbangan umum (general equilibrium analysis). Perubahan keseimbangan pada suatu pasar dalam sistem perekonomian tidak hanya berdampak terhadap sektor atau komoditas itu sendiri, tetapi juga berdampak terhadap sektor atau komoditas pada berbagai aktivitas ekonomi lainnya melalui keterkaitan input-output. Oleh karena itu, dampak suatu kebijakan lebih tepat dianalisis berdasarkan teori keseimbangan umum dibandingkan dengan teori keseimbangan parsial. Analisis keseimbangan umum merupakan landasan bagi perkembangan model keseimbangan umum. Hulu (1997) mengemukakan bahwa formulasi teoritis model keseimbangan umum telah dimulai sejak pertengahan abad ke-19, antara lain dirumuskan oleh Gossen (1854), Jevons (1871), Walras (1874-1877), serta Menger (1871). Abraham Wald dan Gustav Cassel (1930-an), berhasil
26
menyusun formulasi model keseimbangan umum sebagai sebuah model simultan versi Walras, walaupun belum lengkap pembuktian eksistensi solusinya. John von Neuman selanjutnya berhasil membuktikan adanya keseimbangan umum dengan memakai sebuah model hingga menghasilkan solusi tunggal. John Hicks dan Oscar Lange, menyusun model keseimbangan umum versi makroekonomi Keynesian, yaitu perekonomian yang terdiri dari empat pasar (pasar barang, pasar uang, pasar tenaga kerja dan pasar modal). Solusi keseimbangan umum model ini menggunakan asumsi Walras, yaitu jika terdapat n-1 pasar dari n pasar sudah berada dalam keseimbangan, maka seluruh n pasar akan berada dalam keseimbangan. Untuk memenuhi hukum Walras maka jumlah kelebihan permintaan di seluruh pasar harus sama dengan nol untuk setiap tingkat harga. Pembuktian Walras mengenai adanya titik keseimbangan umum tersebut dilakukan dengan menggunakan matematika formal. Walras menyimpulkan bahwa sejumlah n fungsi excess demand tidak tergantung pada fungsi lainnya. Formula ini dapat dituliskan sebagai berikut: n
P ED ( P) 0 i 1
i
(2.1)
i
keterangan: EDi(P) Pi
= excess demand untuk barang i = harga barang i.
Persamaan (2.1) di atas adalah Hukum Walras, yang berarti bahwa total excess demand terjadi pada seluruh jenis barang atau komoditas yang diproduksi (Nicholson, 2005). Apabila nilai semua komoditas yang ditawarkan di pasar sama dengan nilai komoditas yang diminta di pasar, sedangkan harga-harga (dalam hal ini harga relatif) diketahui pada saat pasar ke-1 ada keseimbangan, maka dalam pasar yang ke-k akan ada keseimbangan juga. Fondasi yang kokoh dari model keseimbangan umum berhasil dibangun oleh Arrow dan Debreu (1954) serta McKenzie (1959) yang membuktikan bahwa model keseimbangan umum secara teoritis ada, memiliki solusi tunggal, dan stabil. Arrow dan Debreu (1954) mensyaratkan adanya keseimbangan umum apabila perekonomian dalam keadaan kompetitif sempurna, dimana tidak terdapat indivisibilitas dan tidak terdapat skala pengembalian yang meningkat (increasing
27
return to scale). Dengan demikian, perekonomian yang tidak kompetitif sempurna, titik keseimbangan umum tidak selalu ada (Hulu, 1997). Penerapan formulasi teoritis model keseimbangan umum dari Arrow, Debreu dan McKenzie disebut sebagai model Computable General Equilibrium (CGE). Menurut Ratnawati (1995), terdapat tiga ciri pengembangan model CGE. Pertama, formulasi CGE yang dikembangkan oleh Johansen pada tahun 1960 dengan menyusun sebuah model linier simultan hingga diperoleh sebuah solusi berupa harga dan kuantitas dari setiap barang yang diidentifikasi dalam keseimbangan umum. Kedua, Herbert Scarf pada tahun 1970 merumuskan penyelesaian model CGE menggunakan “fixed point theorem”. Ketiga, Adelman dan Robinson pada tahun 1978 merumuskan model CGE sebagai sebuah model simultan non linier (nonlinier programming solution), dan penyelesaiannya menghasilkan harga bayangan (shadow prices) yang diinterpretasikan sebagai harga dalam kondisi keseimbangan umum. Uraian tersebut memperlihatkan bahwa model CGE merupakan sebuah pendekatan komprehensif yang merangkum model multimarket dan menggunakan keseimbangan pasar sebagai elemen dasar analisisnya. Sebuah model CGE menggambarkan agen-agen pelaku ekonomi dan perilakunya, sehingga membawa pasar-pasar yang berbeda ke dalam suatu keseimbangan. Pada formulasi model CGE, terdapat keterkaitan antar pelaku ekonomi (perusahaan atau industri, rumah tangga, investor, pemerintah, importir dan eksportir) dan antar pasar komoditas yang berbeda. Seluruh pasar berada dalam keadaan keseimbangan dan mempunyai struktur yang spesifik untuk mencapai keseimbangan apabila terdapat guncangan pada salah satu pasar. Pasar dikatakan mempunyai keseimbangan jika memenuhi syarat-syarat: non-negatif, homogen dan memiliki harga yang unik, tidak terjadi excess demand (kelebihan permintaan) dan efisiensi pada harga pasar (Oktaviani, 2008). Secara umum model CGE memuat persamaan-persamaan, peubah-peubah eksogen dan parameter, peubah-peubah endogen, dan bentuk-bentuk fungsi dari persamaan. Sistem persamaan dibentuk oleh subsistem-subsistem persamaan yang secara umum meliputi produksi, pasar tenaga kerja, faktor remunerasi, pendapatan disposable, kelembagaan (rumah tangga dan pemerintah), tabungan dan investasi,
28
permintaan produk, pasar eksternal, keseimbangan pasar produk dan numeraire (harga seluruh barang merupakan harga relatif terhadap satu harga) (Sadoulet dan de Janvry, 1995). Persamaan-persamaan yang membentuk model CGE biasanya dikelompokkan menjadi blok-blok persamaan seperti blok produksi, blok konsumsi, blok ekspor-impor, blok investasi dan blok kliring pasar. Sadoulet dan de Janvry (1995) lebih lanjut mengemukakan bahwa dengan sistem persamaan yang komprehensif, model CGE memiliki keunggulan dalam mengungkapkan dampak produksi, konsumsi, perdagangan, investasi dan interaksi spasial secara keseluruhan dari sebuah kebijakan (policy) atau guncangan (shock). Karena itu model ini telah diterapkan untuk mensimulasikan dampak sosial ekonomi dari sebuah skenario yang luas yang mencakup beberapa hal. Pertama, foreign shocks, seperti perubahan yang tidak diharapkan dalam term of trade (misalnya kenaikan dalam harga impor minyak atau penurunan dalam harga komoditas ekspor utama suatu negara) dan keharusan menurunkan pinjaman luar negeri. Kedua, perubahan dalam kebijakan ekonomi. Pajak dan subsidi merupakan instrumen kebijakan yang sangat lazim dianalisis, khususunya dalam sektor perdagangan. Model ini juga telah digunakan untuk melihat perubahan ukuran dan komposisi dalam pengeluaran rutin dan investasi pemerintah. Ketiga, perubahan dalam struktur sosial ekonomi domestik, seperti perubahan teknologi pertanian, redistribusi aset-aset, dan pembentukan modal sumberdaya manusia. Aplikasi model CGE banyak dilakukan untuk menganalisa dampak adanya kebijakan pemerintah. Buehrer dan Mauro (1995) mengemukakan bahwa model CGE dapat digunakan untuk melakukan simulasi dampak dari kebijakan perdagangan dan dampak perubahan ekonomi dari berbagai paket kebijakan pemerintah. Penggunaan model CGE dapat mengkuantifikasi dampak perubahan kebijakan terhadap alokasi sumberdaya dan struktur ekonomi, kesejahteraan dan pada distribusi pendapatan (Oktaviani, 2008). Diana (2003) mengemukakan bahwa penggunaan model CGE tidak hanya pada
model
perdagangan
internasional
tetapi
juga
pada
perencanaan
pembangunan, keuangan, lingkungan, manajemen sumberdaya serta perubahan transisi dan ekonomi pasar. Model tersebut dapat menganalisis sensitivitas dari
29
alokasi sumberdaya karena adanya perubahan dari sektor eksternal, sementara analisis keseimbangan parsial mengasumsikan bahwa sumberdaya bersifat tetap. Disamping itu, dibandingkan dengan analisa keseimbangan parsial, pendekatan model keseimbangan umum lebih baik digunakan untuk menganalisa hubungan antar sektor dan untuk melihat kondisi ekonomi makro. Selanjutnya, landasan teori ekonomi mikro yang digunakan meliputi parameter elastisitas dan data inputoutput, sehingga dapat digunakan sebagai alat analisa terhadap perubahan ekonomi. Penggunaan aturan baku model CGE adalah adanya keseimbangan ekonomi makro pada masing-masing pasar yang dapat diilustrasikan pada Gambar 1. Gambar tersebut menjelaskan kondisi keseimbangan di berbagai pasar yang dicerminkan oleh keempat kuadran. Diasumsikan bahwa seluruh faktor produksi digunakan secara penuh (fully employed), tingkat produksi agregat ditunjukkan oleh kurva kemungkinan produksi frontier yang terletak pada kuadran IV, yang mencerminkan kemungkinan transformasi antara tujuan ekspor (E) dan tujuan pasar domestik (D). Barang yang diekspor (E) digunakan untuk mendapatkan barang impor (M) melalui transaksi perdagangan di pasar pertukaran luar negeri (foreign exchange market) yang dicerminkan di kuadran I, dimana hubungan di antara kedua barang tersebut menghasilkan neraca perdagangan (balance of trade). Barang produksi domestik yang tidak diekspor (D) dijual di pasar domestik yang dilukiskan pada kuadran III. Berkorespondensi dengan ketiga kuadran tersebut di atas, tingkat konsumsi frontier di kuadran II dipasok dari kombinasi barang domestik (D) dan impor (M). Pada kuadran I diasumsikan tidak ada foreign capital inflow dan harga ekspor maupun impor adalah sama yang dilukiskan oleh lereng garis balance of trade sebesar satu. Pada kuadran II, kecuraman kurva utilitas merupakan fungsi dari tingkat konsumsi frontier pada titik C dan harga relatif keseimbangan P d/PM. Adapun pada sisi produksi di kuadran IV yang berkaitan dengan tingkat produksi sebesar P, dimana kecuraman lereng kurva kemungkinan produksi frontier ditentukan oleh harga relatif barang ekspor dan domestik (P E/Pd). Selanjutnya, solusi keseimbangan ekonomi makro dalam model ini dapat diamati pada kuadran
30
II yang menunjukkan perilaku permintaan konsumen, yaitu tingkat utilitas tertentu pada saat konsumsi sebesar C dan tingkat produksi sebesar P. II
Utilitas
M
Balance of Trade (BOT)
I C
Pd/PM
D
Konsumsi Frontier C=C(M,D)
E Kemungkinan Produksi Frontier Q=Q(E,D)
PE/Pd
P
Pasar Domestik
III
IV D
Sumber: Sadoulet dan de Janvry, 1995; Diana, 2003. Keterangan: M = komoditas impor, E = komoditas ekspor, D = komoditas domestik, C = tingkat konsumsi frontier, P = tingkat produksi frontier, PE/Pd = harga ekspor relatif terhadap harga domestik, dan Pd/PM = harga domestik relatif terhadap harga impor.
Gambar 1 2.2.3.1
Keseimbangan ekonomi makro dalam CGE. Karakteristik Kondisi Keseimbangan Umum
Menurut Nicholson (2005), karakteristik dari kondisi keseimbangan umum adalah terjadinya efisiensi pareto. Just et al. (1982) menyatakan bahwa kriteria pareto adalah suatu kondisi dimana sesuatu perubahan dianggap sebagai perubahan yang membawa kebaikan, jika perubahan tersebut mengakibatkan beberapa orang menjadi lebih baik namun tidak seorangpun menjadi lebih buruk. Dengan demikian, apabila telah tercapai suatu kondisi dimana satu pihak tidak dapat meningkatkan kepuasannya tanpa mengurangi kepuasan pihak-pihak yang lainnya, maka kondisi ini disebut pareto optimum. Efisiensi pareto terjadi pada saat keseimbangan umum tercapai melalui mekanisme pasar persaingan sempurna. Konsep efisiensi pareto mencakup tiga jenis efisiensi, yaitu efisiensi alokasi sumber daya (keseimbangan produksi), efisiensi distribusi komoditas (keseimbangan konsumsi) dan efisiensi kombinasi produk (keseimbangan simultan di sektor produksi dan konsumsi).
31
Oktaviani (2008) menyatakan bahwa disamping harus memenuhi asumsi pasar persaingan sempurna dan efisiensi pareto, model CGE juga harus memenuhi beberapa asumsi lain yaitu: a.
Total permintaan pada pasar komoditas dan pasar input harus sama dengan total penawaran.
b.
Keuntungan perusahaan pada tingkat harga keseimbangan sama dengan nol.
c.
Pendapatan rumah tangga sama dengan pengeluaran rumah tangga.
d.
Penerimaan pemerintah sama dengan pengeluaran pemerintah.
a.
Keseimbangan Produksi Nicholson (2005) berpendapat bahwa produsen akan berada dalam kondisi
keseimbangan apabila marginal rate of technical substitution (MRTS) antara dua faktor produksi yang digunakan sama dengan rasio harga dari kedua faktor produksi tersebut. Dengan demikian, untuk penggunaan dua faktor produksi yaitu tenaga kerja (L) dan kapital (K), maka keseimbangan produksi akan tercapai pada saat MRTSlk = w1/w2 di mana w1 adalah harga faktor L dan w2 harga faktor K. Pada kasus dua perusahaan yang masing-masing menghasilkan komoditas yang berbeda yaitu x1 dan x2, keseimbangan simultan yang terjadi dapat dijelaskan melalui Edgeworth Box (Gambar 2). OX2 X2 X2 X23
K X24
2
1
P4 X14
P3
P2
X13 X12
P1 X11
OX1 L Sumber: Nicholson, 2005.
Gambar 2
Edgeworth box pada kasus dua komoditas dan dua faktor produksi.
Pada Gambar 2 terlihat bahwa keseimbangan simultan antara dua produk x1 dan x2 tercapai pada saat isoquant x1 bersinggungan dengan isoquant x2 pada berbagai tingkat output. Titik-titik singgung tersebut membentuk kurva yang
32
disebut contract curve (CC). Pilihan tingkat output yang akan diproduksi ditentukan oleh rasio harga faktor. Secara matematis permasalahan di atas dapat diformulasikan sebagai berikut:
MRTSlk1 MRTSlk2
w1 w2
(2.2)
MRTS adalah slope dari isoquant. Rumusan di atas adalah formula keseimbangan umum di sektor produksi yang tercapai pada saat MRTS untuk semua jenis output adalah sama. Jika harga faktor diketahui, maka jumlah output x1 dan x2 yang harus diproduksi agar tercapai keuntungan maksimum, dapat ditentukan. Tingkat output x1 dan x2 yang diproduksi perusahaan harus sesuai dengan permintaan konsumen terhadap barang x1 dan x2. Permintaan konsumen ditentukan oleh harga relatif p1 dan p2. Untuk menyesuaikan sektor penawaran dengan permintaan, dibutuhkan konsep production posibility curve (PPC) (Gambar 3). X1
P1 P2
X14
P3
X13
P4
X12
P5
X11
X21
0
X22
X23
X24
X2
Sumber: Nicholson, 2005.
Gambar 3
Production possibility curve.
PPC diderivasi dari CC yang terbentuk dalam Edgeworth Box. PPC adalah kumpulan titik-titik yang menggambarkan berbagai tingkat produksi x1 dan x2 yang efisien. PPC disebut juga kurva transformasi produk karena menggambarkan transfomasi dari satu produk menjadi produk lain melalui alokasi faktor produksi (marginal rate of production transformation = MRPT). Berdasarkan definisi:
MRPT12
dx1 dx , dimana 1 0 dx2 dx2
(2.3)
33
Pembuktian secara matematis bahwa MRPT12
p1 , adalah sebagai berikut: p2
Berdasarkan definisi, MC (Marginal Cost) :
MC1
dC1 dC MC1 dC1 dx2 dan MC2 2 , sehingga dx1 dx2 MC2 dC2 dx1
(2.4)
Dengan menggunakan diferensiasi total maka diperoleh:
C1 w1 (L1 ) w2 (K1 ) dan C2 w1 (L2 ) w2 (K 2 )
(2.5)
dimana: L1 L2 dan K1 K 2
MC1 dx dC1 1 MRPT12 , jadi MC2 dx2 dC2
(2.6)
Pada pasar persaingan sempurna: MC1 = p1 dan MC2 = p2, sehingga MRPT12
b.
p1 p2
(2.7)
Keseimbangan Konsumsi Kondisi pareto optimum pada konsumen diketahui berdasarkan konsep
tingkat pertukaran marginal atau marginal rate of substitution (MRS), dimana MRS menunjukkan kesediaan konsumen untuk menukarkan satu unit terakhir dari suatu barang untuk mendapatkan beberapa unit barang lainnya. Setiap konsumen akan selalu menyamakan MRS dengan harga relatif kedua barang yang akan dikonsumsinya, yang secara matematis dapat ditentukan sebagai berikut: Fungsi utilitas U = f(X) dengan pendapatan (I), sehingga diperoleh: Max U = f(x1, x2) t.p.k p1x1 + p2x2 = I L = f(x1, x2) + λ(I - p1x1 - p2x2)
MU1 dL MU1 p1 0 atau dx1 p1 MU 2 dL MU 2 p2 0 atau dx2 p2 dL I p1 x1 p2 x2 0 d
MU1 p1 MU 2 p2
(2.8)
34
U = f(x1, x2)
dU
dU dU dx1 dx2 0 dx1 dx2
MU1 dx1 + MU2 dx2 = 0
MU1 dx 2 MRS12 MU 2 dx1
(2.9)
p1 p2
Dari persamaan (2.8) dan (2.9) terbukti bahwa MRS12
c.
(2.10)
Keseimbangan Simultan Produksi dan Konsumsi Keseimbangan simultan di sektor produksi dan konsumsi tercapai pada saat
MRPT12 = MRS12 = p1/p2. MRPT menunjukkan bagaimana suatu produk ditransformasikan menjadi produk lain, sedangkan MRS menunjukkan sejauh mana konsumen bersedia mempertukarkan suatu komoditas dengan komoditas lainnya. Keseimbangan terjadi apabila rencana produksi sesuai dengan rencana konsumsi atau MRPT = MRS. Pengertian ekonomi dari keseimbangan simultan ini adalah bahwa kombinasi output x1 dan x2 harus optimal baik dari sisi produsen maupun konsumen. Secara grafis keseimbangan simultan di sektor produksi dan konsumsi dapat dilihat pada Gambar 4. X2 P
C
P* * x X 2 SlopeC 1 * P* X1 x2
C*
*
X21 X2*
U3
P*
X22
U2 U1 C* X11
0
X1*
X12
X1
Sumber: Nicholson, 2005.
Gambar 4
Keseimbangan simultan sektor produksi dan konsumsi.
Keseimbangan secara keseluruhan harus terpenuhi dengan adanya keseimbangan alokasi pada sektor produksi dan konsumsi. Keseimbangan ini
35
dilakukan melalui mekanisme harga sehingga akan tercapai efisiensi dalam perekonomian. 2.2.3.2
Struktur Model Keseimbangan Umum (CGE)
Struktur pada model CGE meliputi beberapa sistem persamaan yang menggambarkan adanya hubungan antara ekonomi sektoral dengan ekonomi makro. Dimana hubungan antar peubah makroekonomi dapat diubah-ubah sesuai dengan tujuan penelitian. Penentuan peubah yang mempengaruhi maupun yang dipengaruhi disesuaikan dengan kebijakan makroekonomi yang akan diteliti. Penentuan peubah eksogenous (yang memengaruhi) maupun endogenous (yang dipengaruhi) dalam penelitian ini diilustrasikan dalam Gambar 5.
Tingkat Pengembalian Modal
Upah Riil
odal Tenaga Kerja
PDB
Perubahan Teknis Penggunaan Faktor Produksi
=
Konsumsi Rumah Tangga
+
Investasi
+
Stok Kapital
Konsmsi Pemerintah
+
Neraca Perdaganga n
= Peubah Eksogenous = Peubah Endogenous Sumber: Horridge et al., 2001; Oktaviani, 2008.
Gambar 5
2.2.3.3
Hubungan peubah makroekonomi dalam model CGE yang digunakan dalam penelitian. Keunggulan dan Keterbatasan Model CGE
Oktaviani (2008) menyebutkan bahwa model CGE mempunyai beberapa keunggulan, diantaranya: 1.
Dibandingkan dengan model keseimbangan parsial, model CGE sudah memasukkan semua transaksi antara pelaku-pelaku ekonomi secara keseluruhan, baik dari pasar faktor produksi maupun pasar komoditas.
36
Dengan demikian, dampak dari suatu kebijakan akan dapat dianalisis pengaruhnya secara kuantitatif terhadap kinerja ekonomi baik secara makro maupun secara sektoral. 2.
Model CGE sudah memasukkan kemungkinan substitusi antar faktor produksi, sehingga jika terjadi perubahan harga relatif suatu faktor produksi, maka produsen akan merubah komposisi penggunaan faktor produksi ke arah faktor produksi yang harganya relatif lebih murah. Dampak kebijakan pada model CGE dapat dianalisis pada tingkat institusi, distribusi pendapatan diantara golongan rumah tangga, distribusi pendapatan diantara faktor produksi primer, neraca perdagangan dan sebagainya. Sementara Wobst (2001) menyatakan bahwa harga pada model CGE sudah dimasukkan sebagai peubah endogen.
3.
Dibandingkan dengan model SAM (Social Accounting Matrix), model CGE sudah memasukkan persamaan non linier.
4.
Dibandingkan dengan model makro ekonometrika, model CGE dapat mengacu pada tahun tertentu (particular benchmark years), sedangkan data yang digunakan pada model makro ekonometrika merupakan data deret waktu sehingga tidak dapat diaplikasikan pada tahun tertentu. Disamping itu, dengan menggunakan model CGE, hubungan antara makroekonomi dengan mikroekonomi dapat diketahui. Sementara pada model makro ekonometrika, analisis dampak hanya dapat dilakukan di tingkat makroekonomi.
5.
Model CGE dapat mengatasi permasalahan ketersediaan data deret waktu yang terbatas dan inkonsistensi data yang diperlukan pada model makro ekonometrika maupun pada model simultan. Pencatatan dan keakuratan data dari waktu ke waktu, terutama di negara berkembang, masih menjadi kendala. Model Computable General Equilibrium juga mempunyai beberapa
keterbatasan, diantaranya adalah: 1.
Asumsi utama dalam model CGE adalah mengenai struktur pasar yaitu pasar persaingan sempurna (PPS) dengan kondisi constant return to scale, sehingga untuk komoditas pada pasar non-PPS menjadi keterbatasan model. Namun demikian, berdasarkan hasil penelitian Silva dan Horridge (1996) bahwa
37
model CGE dapat juga diterapkan pada struktur pasar monopoli dengan kondisi increasing return to scale. Hasil simulasi yang diperoleh dengan menggunakan asumsi PPS atau monopoli adalah relatif sama. 2.
Adanya ketergantungan model keseimbangan pada parameter-parameter bencmark yang dikalibrasi karena model CGE tidak mengestimasi parameterparameter tersebut, tetapi diperoleh dari hasil estimasi di luar model. Seringkali data-data tersebut belum tersedia terutama di negara-negara berkembang.
3.
Model CGE terlalu kompleks dan terlalu banyak asumsi yang digunakan, sehingga akan muncul permasalahan black box yang sulit
untuk
menginterpretasikan hasil jika angka hasil estimasi yang diperoleh tidak sesuai dengan teori ekonomi atau prediksi yang diharapkan. 4.
Pada model CGE tidak ada validitas terhadap hasil pengolahan seperti pada model ekonometrika sehingga pengguna model akan merasa riskan. Validitas model dan database ditunjukkan dengan pemenuhan asumsi keseimbangan umum dan signifikansi dari parameter-parameter yang digunakan.
5.
Model CGE tidak dapat menangkap perubahan perekonomian yang sangat besar (lebih dari 100 persen). Semakin kecil perubahan kebijakan yang akan dianalisis maka semakin tepat model dalam mengestimasi perubahan non linear.
2.3
Kerangka Pemikiran Globalisasi merupakan kondisi dimana garis-garis batas budaya nasional,
ekonomi nasional dan wilayah nasional semakin kabur. Dinamika dasar ekonomi dunia telah mencakup seluruh negara, ekonomi dunia dikuasai oleh kekuatan pasar bebas dengan perusahaan-perusahaan transnasional sebagai pelaku utama dalam membawa perubahan. Kondisi tersebut akan berpengaruh pada tatanan ekonomi, kebudayaan dan politik. Pengaruh pada kegiatan ekonomi telah mencakup berbagai bidang, diantaranya adalah perdagangan internasional yang dampaknya dapat dilihat melalui kinerja ekonomi makro dan indikator kesejahteraan masyarakat. Diharapkan, penelitian ini dapat melahirkan kebijakankebijakan yang bisa diterapkan oleh pemerintah untuk mengurangi efek samping
38
dari liberalisasi dan mendukung dampak positif dari liberalisasi. Gambar 6 mengilustrasikan kerangka pemikiran konseptual dari penelitian ini. Globalisasi Free Trade Area Pariwisata Indonesia
CGE
Peningkatan Persaingan
Sektor Lain
Ekspor dan Impor
Pendapatan Nasional/GDP
Pendapatan Masyarakat
Distribusi Pendapatan
Lapangan Pekerjaan
Solusi/Kebijakan
Gambar 6 2.4
Kerangka pemikiran penelitian.
Hipotesis Penelitian Liberalisasi perdagangan yang berdampak pada semakin hilangnya berbagai
hambatan baik tarif maupun non-tarif terhadap perdagangan, diharapkan dapat membuka akses pasar yang lebih luas sehingga dapat meningkatkan volume produk yang diperdagangkan di pasar internasional dan dapat menjamin terwujudnya sistem perdagangan yang adil (fair trade). Adapun hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah : 1.
Globalisasi dan liberalisasi perdagangan mempunyai dampak negatif terhadap negara-negara berkembang, tetapi dalam jangka panjang dampak positifnya jauh lebih besar. Hal ini sesuai dengan teori endogen dan pengalaman negara-negera yang telah melakukan liberalisasi perdagangan tersebut, seperti Taiwan, Korea Selatan dan Singapura.
2.
Pertumbuhan permintaan aktivitas pariwisata mampu berkontribusi positif terhadap perekonomian Indonesia setelah terjadinya globalisasi dan liberalisasi perdagangan.
3. 3.1
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam studi ini merupakan data sekunder yang
utamanya adalah Tabel Input Output (I-O) nasional 67 sektor updating tahun 2008 yang terdapat dalam neraca pariwisata nasional (nesparnas) tahun 2010. Disamping itu, digunakan juga parameter-parameter dugaan pada sistem persamaan yang diperoleh dari penelitian-penelitian sebelumnya. Data pendukung lainnya adalah SNSE 2005, statistik kunjungan tamu asing serta pesenger exit survey (PES) yang bersumber dari Badan Pusat Statistik. Data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) berasal dari Bank Indonesia sedangkan data program dan kebijakan sektor pariwisata berasal dari Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Demikian juga, digunakan data dari sumber-sumber lain yang berkompeten seperti UNWTO. 3.2 3.2.1
Metode Analisis Data Model Computable General Equilibrium (CGE) Model Ekonomi Keseimbangan Umum/ Computable General Equilibrium
(CGE) menjelaskan bahwa perekonomian sebagai suatu sistem yang mengkaitkan antara pelaku ekonomi seperti industri, rumah tangga, investor, pemerintah, importir dan eksportir serta antar pasar komoditas yang berbeda. Seluruh pasar berada dalam keadaan keseimbangan dan mempunyai struktur yang spesifik dalam mencapai keseimbangan. Beberapa model ekonomi keseimbangan umum untuk
perekonomian
Indonesia
diantaranya
adalah
model
WAYANG,
INDOGEM, INDOF, INDORANI dan INDOMINI. Penelitian ini menggunakan model CGE dari INDOMINI (Oktaviani, 2008) yang berinduk pada MINIMAL (Horridge, 2001). Model ini kemudian dikombinasikan dengan sebagian dari model WAYANG (Wittwer, 1999) dan selanjutnya disebut model INDOWISATA. Database yang digunakan berasal dari Tabel Input-Output (Tabel I-O) tahun 2008. Seluruh data dalam tabel I-O dihitung dalam bentuk nilai ribuan rupiah. Struktur Tabel I-O dirubah sedemikian rupa sehingga sesuai dengan model INDOWISATA seperti yang terlihat pada Gambar
40
7. Gambar tersebut berisi matriks penyerapan setiap industri dan matriks pajak impor. Kolom dari matriks penyerapan terdiri dari 9 pelaku ekonomi yaitu produsen domestik (1), investor pariwisata (2), investor lainnya (3), wisnus (4), rumah tangga biasa (5), wisman (6), agregat dari pembeli produk ekspor lainnya (7), promosi pariwisata (8) dan pengeluaran pemerintah lainnya (9).
Uku ran Aliran Domesti k
Matrik Penyerapan 4 5 6 7
1
2
3
8
9
Prod
Inwi
Inv
Nus
RT
Man
Eks
Pwi
Gov
←I→
1
1
1
1
1
1
1
1
↑ C
Total Penju alan
USE (komoditi,”dom”,pengguna)
↓ ↑
Aliran Impor Tenaga Kerja Dibayar Tenaga Kerja Tidak Dibayar
↓ ↑ 1 ↓ ↑ 1 ↓ ↑
Modal
USE (komoditi,”imp”,pengguna)
C
1 ↓
FAKTOR (pekerja dibayar) FAKTOR (pekerja tidak dibayar)
C = Jumlah Komoditas I = Jumlah Industri
FAKTOR (modal)
Ukuran
= 67 = 67
Pajak Impor ←1→
↑ C V0MTX ↓ ↓ Sumber: Horridge et al., 2001; Oktaviani, 2008 (dimodifikasi). Keterangan: Prod : produsen; Inwi : investor pariwisata; Inv : investor lainnya; Nus : wisatawan nusantara; RT : rumah tangga biasa; Man : wisatawan mancanegara; Eks : ekspor barang; Pwi : pengeluaran pemerintah untuk promosi pariwisata; Gov : pengeluaran pemerintah lainnya Pajak Output
Gambar 7
↑ 1
V1PTX
Aliran database INDOWISATA.
Baris pada tabel I-O menunjukkan asal dari pembelian komoditas yang dilakukan oleh pelaku ekonomi pada setiap kolom yang meliputi aliran domestik, aliran impor, tenaga kerja, modal dan pajak output. Masing-masing komoditi C didalam model merupakan komoditi yang berasal dari domestik dan impor. Komoditi tersebut digunakan oleh industri sebagai input produksi dan pembentukan modal. Kolom ekspor hanya berisi komoditi produksi domestik. Pada baris terakhir dari database INDOWISATA berisi pajak impor baik untuk barang-barang domestik maupun impor.
41
Pengguna barang dan jasa (USER) dikelompokkan menjadi 2 yaitu pengguna antara (intermediate product) dan pengguna akhir (final demand). Selain input antara, produksi diasumsikan menggunakan tiga faktor primer, yaitu pekerja formal (dibayar) dan pekerja keluarga (tidak dibayar) serta modal. Pengguna antara meliputi sektor (1) sampai dengan sektor (67) sedangkan pengguna akhir terdiri dari (68) Investasi Pariwisata, (69) Investasi dan Stok Lainnya, (70) Konsumsi Wisnus, (71) Konsumai Rumah Tangga Biasa, (72) Konsumsi Wisman, (73) Ekspor Barang, (74) Promosi Pariwisata dan (75) Pengeluaran Pemerintah Lainnya. Informasi tersebut selanjutnya disusun menjadi format Header Array dalam database model INDOWISATA seperti terlihat pada Lampiran 2. 3.2.2
Sistem Persamaan Model INDOWISATA Bagian ini tidak menjelaskan seluruh persamaan yang ada tetapi hanya
menjelaskan beberapa persamaan penting dan persamaan yang dimodifikasi dalam model INDOWISATA. Sistem persamaan yang digunakan dalam model INDOWISATA meliputi 15 blok sesuai dengan model INDOMINI. Hal yang berbeda dengan model INDOMINI adalah bahwa permintaan akhir (final demand) dibagi menjadi 2 yaitu permintaan akhir yang terkait dengan pariwisata dan permintaan akhir lainnya. Permintaan akhir dalam industri pariwisata meliputi seluruh pengeluaran yang dilakukan wisatawan nusantara (wisnus), wisatawan mancanegara (wisman), promosi pariwisata yang dilakukan pemerintah dan investasi atau pembentukan modal terkait kegiatan pariwisata. Disamping itu, tenaga kerja juga dibagi menjadi 2 yaitu pekerja formal (dibayar) dan pekerja informal/keluarga (tidak dibayar). Persamaan-persamaan tersebut tertuang dalam Blok-blok pada file Input Tablo yang disajikan secara lengkap pada Lampiran 3. Sistem persamaan tersebut adalah: 1.
Keseimbangan pasar untuk setiap komoditi
2.
Substitusi antara komoditi impor dan domestik
3.
Struktur produksi
4.
Permintaan untuk faktor primer
5.
Permintaan untuk industri di level atas
42
6.
Permintaan rumah tangga
7.
Permintaan ekspor
8.
Keseimbangan pasar domestik dan harga
9.
Harga impor
10. GDP dari sisi penerimaan 11. GDP dari sisi pengeluaran 12. Persamaan yang berkaitan dengan peubah makroekonomi lainnya 13. Peubah pasar faktor produksi 14. Pembaharuan (update) aliran data 15. Ringkasan data. 3.2.2.1
Keseimbangan Pasar untuk Setiap Komoditi
Persamaan yang menunjukkan penjumlahan permintaan seluruh komoditi dari masing-masing sumber oleh semua pengguna pada model INDOWISATA tertuang dalam Blok persamaan 3 file Input Tablo. Beberapa kode penulisan menunjukkan hal-hal sebagai berikut, antara lain: c=”i” menunjukkan komoditi ke-i, s=”dom” menunjukkan sumber domestik dari komoditi i. Dengan aturan c dan s ini, persamaan E_x0 menghitung permintaan total untuk komoditi i yang diproduksi secara domestik dengan menjumlahkan permintaan dari masing-masing pengguna. Pengguna adalah 67 industri yang menggunakan komoditi i yang diproduksi secara domestik sebagai input antara untuk berproduksi, ditambah permintaan akhir yang dibuat oleh investor, konsumen (=”households”), pemerintah dan negara lain (=”export”). Persamaan E_x0 memasukkan peubah-peubah dalam bentuk perubahan persentase. Mula-mula persamaannya adalah:
X 0(c, s)
X (c, s, u)
(3.1)
uUSER
Penulisan dengan huruf besar memiliki arti yang berbeda dengan huruf kecil. X0(c,s) adalah jumlah seluruh komoditi c yang diminta dari sumber s sedangkan x0(c,s) adalah persentase perubahan seluruh permintaan untuk komoditi c dari sumber s. X(c,s,u) adalah jumlah komoditi c yang diminta oleh pengguna u dari sumber s sedangkan x(c,s,u) dalam bentuk perubahan persentase. Aturan
43
penulisan dalam kode Tablo adalah dengan menggunakan huruf besar untuk level, dan huruf kecil untuk perubahan persentase. Persamaan (3.1) kemudian dirubah kedalam bentuk linier menjadi:
X 0(c, s) x0(c, s)
X (c, s, u) x(c, s, u)
(3.2)
uUSER
Langkah selanjutnya adalah merubah persamaan (3.2) kedalam nilai database. Diasumsikan bahwa semua pengguna membayar dengan harga yang sama sehingga P(c,s) (harga pengguna komoditi c yang bersumber dari s) tidak perlu identifikasi pengguna. Kemudian mengalikan kedua sisi dari persamaan (3.2) dengan P(c,s), maka diperoleh:
P(c, s) X 0(c, s) x0(c, s)
P(c, s) X (c, s, u) x(c, s, u)
(3.3)
uUSER
Gambar 7 memperlihatkan adanya aliran nilai USE(c,s,u) yang terkait dengan bentuk P(c,s)X(c,s,u) pada sisi kanan persamaan (3.3). USE(c,s,u) merupakan notasi yang dapat digunakan pada file Input Tablo. Kode s=”dom” artinya berada pada blok database aliran domestik dan kode s=”imp” artinya berada dalam blok aliran impor. Bentuk P(c,s)X0(c,s) pada sisi kiri persamaan (3.3) adalah penjumlahan antar pengguna USE(c,s,u). Penjumlahan ini disebut SALES(c,s) yang dalam Gambar 7 merupakan total penjualan. Dengan mengganti peubahpeubah yang menggunakan huruf besar di sisi kiri dan kanan persamaan (3.3) dengan bentuk lain yang dapat dibaca Tablo, maka akan diperoleh persamaan sebagai berikut:
SALES (c, s) x0(c, s)
USE(c, s, u) x(c, s, u)
(3.4)
uUSER
COM adalah seluruh set komoditi dan SRC adalah sumber. Perintah (all,c,COM) dan (all,s,SRC) dalam persamaan E_x0 menyatakan bahwa software GEMPACK mengevaluasi sisi kiri persamaan (3.4) untuk seluruh komoditi dan seluruh sumber. Notasi ∑ tidak tersedia pada komputer sehingga pada sisi kanan persamaan (3.4) diganti dengan bahasa Tablo menjadi: sum{u,USER,USE(c,s,u)*x(c,s,u)} 3.2.2.2
(3.5)
Substitusi Antara Komoditi Impor dan Domestik
Masing-masing industri dan masing-masing permintaan akhir melakukan substitusi diantara komoditi yang diproduksi secara domestik dan impor. Rasio
44
pembelian impor dan domestik pada masing-masing komoditi dan pengguna merupakan fungsi dari harga relatif (komoditi) dari dua sumber. Bentuk fungsi yang sama diterapkan pada semua kasus. Fungsi tersebut diturunkan dari fungsi produksi CES (constant elasticity of substitution) yang secara luas digunakan dalam pemodelan CGE. Misalnya rumah tangga yang menggunakan sektor industri manufaktur, tiga persamaan perubahan persentase berikut menentukan rasio impor/ domestik untuk barang dan pengguna tertentu: p = Sdpd + Smpm
:
harga rata-rata komoditi manufaktur domestik dan impor
xd = x – σ(pd – p)
:
xm = x – σ(pm – p) :
(3.6)
permintaan manufaktur domestik
(3.7a)
permintaan manufaktur impor
(3.7b)
Keenam peubah tersebut (x, xd, xm, p, pd, pm) sudah dalam bentuk perubahan persentase. xd dan xm adalah permintaan untuk manufaktur domestik dan impor sedangkan pd dan pm menunjukkan harga masing-masing komoditi manufaktur domestik dan impor. x adalah seluruh permintaan terhadap manufaktur dan p adalah rata-rata harga domestik dan impor. x dan p kadang-kadang disebut juga permintaan dan harga gabungan (composite) komoditi manufaktur. Simbol σ adalah elastisitas substitusi antara komoditi manufaktur impor dan domestik yang dikenal sebagai elastisitas Armington, biasanya nilainya antara 0,5 dan 3,0. Tiga persamaan sebelumnya menentukan peubah [p, xd dan xm] sedangkan peubah sisanya [x, pd dan pm] ditentukan ditempat lain dalam model. Persamaan (3.6), (3.7a) dan (3.7b) untuk masing-masing komoditi dan pengguna dirumuskan dalam Blok persamaan 4 pada file input Tablo. Hubungan dalam Blok persamaan 4 tersebut adalah: a.
Jika rasio harga impor dan domestik tidak berubah maka xd dan xm akan mengikuti permintaan untuk komposit x.
b.
Jika harga impor (pm ) meningkat secara relatif terhadap harga domestik (p d), maka rasio input domestik yang diimpor akan turun (dan sebaliknya jika harga domestik meningkat).
3.2.2.3
Struktur Produksi
Output masing-masing industri dalam model INDOWISATA adalah fungsi dari input yang digunakan:
45
output = F(input) = F(tenaga kerja dibayar, tenaga kerja tidak dibayar, modal, barang domestik 1-67, barang impor 1-67)
(3.8)
Sehingga fungsi F diasumsikan: output = F(komposit faktor primer, barang komposit 1-67)
(3.9)
Komposit faktor primer dari masing-masing industri merupakan fungsi produksi agregat CES untuk modal dan tenaga kerja yang ditulis: komposit faktor primer = CES (tenaga kerja dibayar, tenaga kerja tidak dibayar, modal)
(3.10)
Serta fungsi agregat CES dari barang-barang komposit yang diproduksi secara domestik dan impor adalah: barang komposit (i) = CES [barang domestik(i), barang impor(i)]
(3.11)
Output X1TOT
Leontief
Good 1 X1i_s
sampai
Good C XCi_s
Primary Factors X1PRIMi
CES σ1C
CES σ1PRIMi
CES σ11
Domesti c Good 1 X1 dom i
Imported Good 1 X1 imp i
Domestic Good C XC dom i
Keterangan Bentuk Fungsi
Input atau Output
Imported Good C XC imp i
Capital X1CAPi
Laborpaid X1LABPAIDi_O
Laborunpaid X1LABUNPAIDi_O
Sumber: Horridge et al., 2001; Oktaviani, 2008 (dimodifikasi).
Gambar 8
Struktur produksi berjenjang.
Asumsi ini menggambarkan bahwa permintaan input industri memiliki struktur yang berjenjang seperti pada Gambar 8. Kombinasi komposit komoditi dan komposit faktor primer pada level atas menggunakan fungsi produksi Leontief. Konsekuensinya adalah bahwa seluruhnya merupakan permintaan yang
46
langsung digunakan untuk output (X1TOT). Meski semua pangsa industri tersebut memiliki struktur produksi yang umum namun proporsi input dan parameter perilaku dimungkinkan berbeda antar industri. Fungsi produksi yang berjenjang diartikan bahwa produsen membagi keputusan input kedalam langkah-langkah yang berbeda. Masing-masing jenjang dalam persamaan Tablo membutuhkan dua atau tiga persamaan yang dimulai dari bawah kemudian keatas sesuai dengan Gambar 8. 3.2.2.4
Permintaan untuk Faktor Primer
Persamaan mengenai permintaan modal dan tenaga kerja ditunjukkan pada Blok persamaan 5 dalam file input Tablo. Persamaan tersebut diperoleh melalui masalah optimalisasi pada masing-masing industri i, yaitu: Pemilihan input modal [X1CAP(i)], tenaga kerja dibayar [X1LABPAID(i)] dan tenaga kerja tidak dibayar [X1LABUNPAID(i)]. Minimisasi biaya inputnya adalah: P1LABPAID*X1LABPAID(i) + P1LABUNPAID*X1LABUNPAID(i) + P1CAP(i) * X1CAP(i) keterangan: X1PRIM(i) =
CES[X1LABPAID(i), X1LABUNPAID(i), X1CAP(i)]
Hal ini dianggap sebagai peubah eksogen untuk masalah P1LABPAID, P1LABUNPAID, P1CAP(i) dan X1PRIM (i). Masalah tersebut diformulasikan dalam peubah level sehingga penulisan nama peubah mengunakan huruf besar. Notasi CES[ ] mewakili fungsi CES yang mendefinisikan semua peubah yang ada dalam tanda kurung. Sedangkan tenaga kerja (tingkat upah) tidak dibedakan menurut industri. Hal ini mengasumsikan bahwa tenaga kerja bergerak (mobile) antar industri. Bentuk perubahan persentase untuk solusi masalah minimisasi biaya ditunjukkan dalam persamaan E_x1labpaid, E_x1labunpaid, E_x1cap dan E_p1prim. Penggunaan fungsi permintaan dalam bentuk perubahan persentase untuk fungsi produksi berjenjang CES modal-tenaga kerja yang serupa seperti sebelumnya karena secara aljabar sama dengan fungsi produksi berjenjang CES impor-domestik. Persamaan E_x1labpaid dan E_x1labunpaid menunjukkan
47
bahwa permintaan tenaga kerja adalah proporsional terhadap seluruh pengguna faktor primer [X1PRIM(i)] dan harga. Harga relatif untuk rata-rata biaya faktor primer diperoleh dari elastisitas substitusi [SIGMA1PRIM(i)] dikalikan dengan rasio harga [p1labpaid-p1prim(i)] dan [p1labunpaid-p1prim(i)] dalam bentuk perubahan persentase. Upah yang tinggi menyebabkan adanya substitusi terhadap modal. Persamaan E_x1cap memiliki bentuk dan interpretasi yang serupa. Ratarata biaya faktor primer dirubah kedalam bentuk perubahan persentase [p1prim(i)] sehingga persamaan E_p1prim dapat ditulis: p1prim (i) =
S1LABPAID(i)*p1labpaid+ S1LABUNPAID(i)*p1labunpaid + S1CAP (i) * p1cap (i)
(3.12)
S1LABPAID(i), S1LABUNPAID(i) dan S1CAP(i) adalah nilai pangsa (share) biaya tenaga kerja baik dibayar maupun tidak dibayar dan share biaya modal terhadap biaya faktor primer. Dengan kata lain, p1prim(i) adalah biaya rata-rata terboboti untuk harga modal dan tenaga kerja. Jika kedua sisi persamaan E_x1labpaid dan E_x1labunpaid dikalikan dengan S1LABPAID(i) dan S1LABUNPAID(i) serta kedua sisi persamaan E_x1cap dikalikan dengan S1CAP(i). Kemudian ketiga persamaan ditambahkan secara bersama-sama, dan semua bentuk harga dihilangkan, maka persamaan dalam bentuk perubahan persentase dari fungsi produksi CES adalah: X1prim(i) = S1LABPAID(i)*x1labpaid(i)+ S1LABUNPAID(i)*x1labunpaid(i) + S1CAP(i) * x1cap(i) 3.2.2.5
(3.13)
Permintaan Industri di Level Atas
Komposit
komoditi
dan
komposit
faktor
primer
dikombinasikan
menggunakan fungsi produksi Leontief. Fungsi tersebut dapat dituliskan sebagai:
X 1PRIM (i) X _ S (c, i) X 1TOT (i) MIN , All , c, COM : ; i IND A _ S (c, i) A1PRIM (i)
(3.14)
Industri diasumsikan akan meminimumkan biaya sehingga penggunaan input oleh industri dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Kasus ini dapat ditulis dalam persamaan: X_S(c,i) = A_S(c,i) X1TOT(i); iЄIND, cЄCOM
(3.15)
X1PRIM(i) = A1PRIM(i) X1TOT(i); iЄIND
(3.16)
48
Artinya kedua kategori input yang berada pada level atas merupakan permintaan langsung terhadap X1TOT(i). Blok persamaan 6 pada file input Tablo berisi sebagian besar permintaan input yang berjenjang seperti hubungan persamaan E_x1 dan E_x1prim. Hubungan tersebut diilustrasikan pada Gambar 8. A1PRIM (i) diinterpretasikan sebagai koefisien input-output, yaitu jumlah komposit faktor primer yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu unit output. A_S(c,i) adalah jumlah komoditi komposit c yang digunakan per unit output. Secara sederhana diasumsikan bahwa A_S(c,i) tidak berubah sehingga peubah perubahan persentase dalam persamaan E_x1 tidak ada hubungan. Namun pada model INDOWISATA, A1PRIM(i) dibiarkan berubah seperti yang ditunjukkan dalam persamaan E_x1prim. Hal ini berarti bahwa penurunan 1 persen A1PRIM berarti produktivitas meningkat 1 persen. Persamaan terakhir dari Blok 6 file input tablo tersebut menunjukkan bahwa perubahan nilai output [V1TOT(i)] adalah total pengeluaran bahan baku dan faktor primer. Pada sisi kanan dari masing-masing bentuk persamaan menunjukkan 100 kali perubahan pengeluaran beberapa input sedangkan pada sisi kiri menunjukkan 100 kali perubahan total biaya. Persamaan ini sering disebut zero pure profits (laba nol), dimana laba/keuntungan sudah tidak lagi kemasukkan input lain. Model juga mengasumsikan bahwa teknologi dalam kondisi constant return to scale (skala pengembalian konstan). Hal ini berimplikasi bahwa jika tidak ada perubahan teknologi maka harga output merupakan fungsi dari harga input. 3.2.2.6
Permintaan Rumah Tangga
Permintaan Rumah Tangga Biasa Rumah tangga diasumsikan memaksimumkan utilitas dengan kendala anggaran dalam memilih sekumpulan barang untuk dikonsumsi. Utilitas diasumsikan menggunakan fungsi kepuasan berjenjang, dimana jenjang terluar merupakan kombinasi komoditi komposit dengan fungsi agregat Cobb-Douglas dan jenjang dibawahnya merupakan komoditi komposit dari berbagai sumber domestik dan impor yang menggunakan fungsi agregat CES pada masing-masing komoditi komposit seperti terlihat pada Gambar 9.
49
Utilitas
CobbDouglas
Good 1
Good 67
sampai
CES
Domestic Good 1
CES
Domestic Good 67
Imported Good 1
Imported Good 67
Keterangan Input atau Output
Bentuk Fungsi
Sumber: Horridge et al., 2001; Oktaviani, 2008.
Gambar 9
Struktur permintaan konsumen berjenjang.
Barang yang dikonsumsi rumah tangga hanya terdiri dari 67 komoditi komposit. Konsumen memaksimumkan utilitas dengan anggaran tertentu dan diasumsikan bahwa masing-masing komoditi yang dikonsumsi menghasilkan biaya minimim. Melalui fungsi CES, preferensi yang berlaku merupakan konsumsi antara komoditi yang berasal dari impor dan domestik. Konsumen diidentifikasi sebagai pengguna, dimana u = “HHOthers”. Persamaan E_x dalam Blok 3 file input Tablo diatas, didahului dengan memberikan instruksi (all,c,COM), (all,s,SRC) dan (all,u,LOCALUSER). Pada LOCALUSER telah memasukkan semua pengguna, kecuali ekspor. Sehingga komposisi Armington pada masing-masing komoditi komposit yang digunakan konsumen sudah ditentukan dalam Blok 3 file input Tablo tersebut. Struktur permintaan konsumen dijelaskan pada Blok 7_O dalam persamaan file input Tablo. Spesifikasi fungsi Cobb-Douglas untuk jenjang terluar dinyatakan sebagai berikut:
UTILITY
X _ S c, " HHOthers"
c
c COM
(3.17)
50
Persamaan tersebut mengasumsikan bahwa rumah tangga ingin memaksimumkan kepuasan (utility) dimana Π adalah operator perkalina dan X_S(c,”HHOthers”) adalah konsumsi komposit komoditi c serta αcs adalah parameter konstanta. Kendala anggaran menyatakan bahwa nilai total pembelian konsumen merupakan peubah eksogen bagi rumah tangga. Model ini tidak menghubungkan pengeluaran antar rumah tangga sehingga tidak ada keputusan menabung/ mengkonsumsi. Bentuk kendala anggaran dimana ketersediaan anggaran untuk konsumsi rumah tangga nominal [W3TOTL] adalah:
W 3TOTL
[ X _ S (c, " HHOthers" ) P _ S (c, " HHOthers")]
(3.18)
cCOM
keterangan: X_S(c,”HHOthers”)
= indeks
jumlah
komoditi komposit
c
yang
c
yang
dikonsumsi rumah tangga biasa. P_S(c,”HHOthers”)
= indeks
harga
komoditi
komposit
dikonsumsi rumah tangga biasa untuk fungsi agregat Armington. Fungsi permintaan rumah tangga untuk komoditi komposit c adalah:
X _ S (c, " HHOtherrs" )
ac xW 3TOTL ; (c COM ) P _ S (c, " HHOthers" )
(3.19)
ac adalah pangsa anggaran rumah tangga biasa untuk komoditi c yang dirumuskan dengan:
c
USE _ S c, " HHOthers" USE _ CS " HHOthers"
Sedangkan bentuk linier ketersediaan anggaran rumah tangga biasa untuk komoditi c menjadi: x_s(c,”HHOthers”) + p_s(c,”HHOthers”) = w3totl
(3.20)
Persamaan konsumsi rumah tangga biasa riil agregat [X3TOTL] adalah: USE _ CS (" HHOthers " ) x3totl USE _ S (c, " HHOthers " ) * x _ s (c, " HHOthers " ) cCOM
(3.21)
sedangkan indeks harga konsumen rumah tangga biasa [P3TOTL] adalah: USE _ CS (" HHOthers " ) p3totl USE _ S (c, " HHOthers " ) * p _ s (c, " HHOthers " ) cCOM
(3.22)
51
Konsumsi/Permintaan Wisatawan Permintaan akhir terkait kegiatan pariwisata meliputi pengeluaran wisatawan, investasi di bidang kepariwisataan dan pengeluaran pemerintah untuk promosi pariwisata seperti yang dilukiskan pada Gambar 10. Permintaan akhir oleh wisatawan baik nusantara (wisnus) maupun mancanegara (wisman) diasumsikan sama dengan permintaan rumah tangga biasa yaitu memaksimumkan utilitas dengan kendala anggaran dalam memilih sekumpulan barang yang dikonsumsi. TOTAL OUTPUT (1 – 67)
CES Komposit Komoditi 1 CES Komoditi Domestik 1
Input Antara (1 – 67)
sampai
Komposit Komoditi 67
CES Komoditi Domestik 67
Komoditi Impor 1
Investasi Pariwisata
Permintaan Akhir
Permintaan Akhir Domestik
Komoditi Impor 67
Investasi Lainnya
Belanja Turis Asing
Promosi Pariwisata
Investasi
Permintaan Ekspor
Ekspor Lainnya
Pengeluaran Pemerintah Lainnya
Pengeluaran Pemerintah
Permintaan Akhir Domestik Konsumsi Rumah tangga Biasa
Konsumsi Wisatawan Nusantara Komoditi Komposit 1 CES Komoditi Domestik 1
CD sampai
Komoditi Impor 1
Komoditi Komposit 67
Komoditi Domestik 67
CES Komoditi Impor 67
Sumber: Sugiyarto et al., 2003 (dimodifikasi).
Gambar 10
Sistem permintaan terkait kegiatan pariwisata.
52
Fungsi permintaan wisatawan nusantara untuk komoditi komposit c adalah:
X _ S (c, "Wisnus" )
ac xW 3TOTW1 ; (c COM ) P _ S (c, "Wisnus" )
sedangkan fungsi permintaan wisatawan mancanegara untuk komoditi komposit c adalah:
X (c, " dom" , "Wisman" )
ac xW 3TOTW 2 ; (c COM ) . P(c, " dom" , "Wisman" ) / PHI
keterangan: X_S(c,”Wisnus”)
= jumlah komoditi c yang dikonsumsi wisnus.
X(c,”dom”,”Wisman”)
= jumlah komoditi c dari sumber domestik yang dikonsumsi wisman.
P_S(c,”Wisnus”)
= harga komoditi c yang dikonsumsi wisnus.
P(c,”dom”,”Wisman”)
= harga komoditi c dari sumber domestik yang dikonsumsi wisman.
W3TOTW1 =
anggaran nominal yang tersedia untuk konsumsi oleh wisnus.
W3TOTW2 =
anggaran nominal yang tersedia untuk konsumsi oleh wisman.
ac
= pangsa anggaran bagi wisnus atau wisman untuk komoditi c.
Bentuk linier ketersediaan anggaran wisnus untuk komoditi c menjadi: x_s(c,”Wisnus”) + p_s(c,”Wisnus”) = w3totw1
(3.20a)
sedangkan bentuk linier ketersediaan anggaran wisman untuk komoditi c menjadi: x(c,”dom”,”Wisman”) + [p(c,”dom”)-phi] = w3totw2
(3.20b)
Persamaan konsumsi wisnus riil agregat [X3TOTW1] adalah: USE _ CS (" Wisnus" ) x3totw1
USE _ S (c, "Wisnus" ) * x _ s (c, "Wisnus" ) cCOM
(3.21a)
sedangkan persamaan konsumsi wisman riil agregat [X3TOTW2] adalah: USE _ C (" dom" , "Wisman" ) x3totw2 USE (c, " dom" , "Wisman" ) * x(c, " dom" , "Wisman" ) cCOM
(3.21b)
Indeks harga konsumen wisnus [P3TOTW1] adalah: USE _ CS (" Wisnus" ) p3totw1
USE _ S (c, "Wisnus" ) * p _ s (c, "Wisnus" ) cCOM
sedangkan indeks harga konsumen wisman [P3TOTW2] adalah:
(3.22a)
53
USE _ C (" dom" , "Wisman" ) p3totw2 USE (c, " dom" , "Wisman" ) * p(c, " dom" ) cCOM
(3.22b)
Persamaan tersebut disajikan secara lengkap dalam input file Tablo Blok Persamaan 7_wisnus dan 7_wisman pada Lampiran 3. 3.2.2.7
Permintaan Ekspor
Fungsi permintaan dari luar negeri (ekspor) untuk komoditas yang diproduksi secara domestik adalah:
P(c, " dom" ) X (c, " dom" , " EXOthers" ) F 4Q(c) PHI * PWORLD(c)
EXP _ ELAST ( c )
(3.23)
keterangan: EXP_ELAST (c)
= elastisitas permintaan ekspor
[P(c,”dom”)/PHI]
= harga domestik relatif terhadap harga dunia
[PWORLD(c)]
= harga dunia
PHI
= nilai tukar (konversi mata uang lokal ke mata uang asing)
F4Q(c)
= peubah shifter.
Model INDOWISATA menggunakan fungsi permintaan dari luar negeri untuk barang yang diproduksi domestik sehingga sangat sensitif terhadap perubahan harga. Jika harga barang lokal meningkat relatif terhadap harga komoditi dunia maka permintaan ekspor akan menurun. Persamaan permintaan ekspor (E_x4al) ditunjukkan pada Blok persamaan 8 file input Tablo dengan slope negatif. Dalam database INDOWISATA tidak ada reekspor. Untuk menangkap fenomena tersebut maka disediakan peubah E_x4bl yang dapat diganti dengan persamaan lain. 3.2.2.8
Keseimbangan Pasar Domestik dan Harga
Persamaan yang menghubungkan harga pengguna barang domestik [P(c,”dom”)] dengan biaya produksi [P1TOT(c)] dan tingkat pajak output [PTXRATE(c)] adalah: P(c,”dom”) = P1TOT(c) * [1 + PTXRATE(c)]
(3.24)
54
PTXRATE tidak memiliki satuan unit dan tandanya dapat berubah (positif berarti pajak dan negatif berarti subsidi), sehingga ditransformasikan ke peubah ordinal (bukan persentase) menjadi:
P1TOT (c) p(c, " dom" ) p1tot (c) 0,01 * Delptxrate (c) P(c, " dom" )
(3.25)
Kemudian rasio harga dalam tanda kurung adalah pangsa biaya produksi dalam
V 1TOT (c) harga pengguna dengan pangsa yang sama . V 1TOT (c) V 1PTX (c) Persamaan keseimbangan pasar komoditi domestik terdapat pada Blok persamaan 9 file input Tablo yang ditunjukkan dalam set peubah E_x1tot. Set persamaan tersebut diartikan sebagai output masing-masing industri [X1TOT(i)] sama dengan permintaan total untuk komoditi yang diproduksi secara domestik [X0(c,”dom”)]. GEMPACK sangat sensitif membandingkan elemen dari set yang berbeda, bahkan untuk kasus COM dan IND yang memiliki elemen yang sama. Oleh karena itu, Tablo memerlukan pernyataan subset yang menunjukkan bahwa set COM dan IND memiliki anggota yang sama. 3.2.2.9 Blok
Harga Impor persamaan
10
file
input
Tablo
adalah
persamaan
yang
menghubungkan harga pengguna barang impor [P(c,”imp”)] dengan harga mata uang lokal [PHI*PWORLD(c)] serta tingkat pajak impor [MTXRATE(c)] yang dijelaskan melalui persamaan E_pB, dimana hubungannya adalah: P(c,”imp”) = PHI*PWORLD(c) * [1 + MTXRATE(c)]
(3.26)
V 0CIF (c) Rasio harga diinterpretasikan sebagai pangsa (share) biaya SALES (c, "imp" ) dalam harga pengguna. 3.2.2.10
GDP dari Sisi Pendapatan
GDP dari sisi pendapatan merupakan penjumlahan biaya faktor primer dan pajak tidak langsung yang diformulasikan dengan koefisien V0GDPINC yang dijelaskan pada Blok persamaan 11 file input Tablo melalui persamaan
55
E_w0gdpinc. Persamaan berikut merupakan pajak penerima produksi, dimana bentuk pertama merupakan tingkat pajak sedangkan bentuk kedua merupakan perubahan pajak dasar yang proporsional terhadap penerimaan pajak [V1PTX(i)] dengan persentase perubahan pajak dasar. 100*V1TOT(c)*Delptxrate(c) + V1PTX(c)*[x1tot(c)+p1tot(c)] 3.2.2.11
(3.27)
GDP dari Sisi Pengeluaran
Penghitungan perubahan persentase GDP nominal dari sisi pengeluaran adalah dengan membagi perubahannya ke dalam komponen harga dan kuantitas yang dapat dilihat pada Blok persamaan 12 file input Tablo. Formula pada V0GDPEXP menunjukkan bahwa GDP merupakan jumlah permintaan akhir (dinilai pada harga pengguna) dikurangi nilai impor (C+I+G+X-M). Persamaan E_w0gdpexp adalah bentuk perubahan dari formula tersebut. Nilai GDP dari sisi pengeluaran dan dari sisi penerimaan harus sama, baik dalam bentuk level maupun dalam persentase perubahan. V0GDPEXP ≡ V0GDPINC, dan w0gdpexp ≡ w0gdpinc
(3.28)
Persamaan E_p0gdpexp sama dengan persamaan E_w0gdpexp, kecuali bentuk harga yang digunakan. Persamaan E_p0gdpexp mendefinisikan p0gdpexp sebagai rata-rata terboboti permintaan akhir untuk harga lokal dikurangi perubahan rata-rata harga impor. Sedangkan pada persamaan E_x0gdpexp, p0gdpexp digunakan sebagai GDP deflator untuk memperoleh ukuran perubahan GDP riil. Persamaan E_x0gdpexp dalam bentuk level adalah: V0GDPEXP = P0GDPEXP * X0GDPEXP 3.2.2.12
(3.29)
Persamaan yang Berkaitan dengan Peubah Makro Lainnya
Blok persamaan 13 dalam file input Tablo berisi 5 persamaan peubah makro yang sangat berguna. Empat persamaan yang pertama mendefinisikan harga dan volume, dimana E_x4totl dapat ditulis: sum [c,COM,USE(c,”dom”,”EXOthers”)]*x4totl = sum [c,COM,USE(c,”dom”,”EXOthers”)*x(c,”dom”,”EXOthers”)] x4totl adalah rata-rata terboboti perubahan volume ekspor yang menggunakan nilai ekspor sebagai pembobot. Persamaan terakhir pada file Tablo tersebut berisi penghitungan neraca perdagangan. Neraca perdagangan dihitung sebagai
56
perubahan level bukan perubahan persentase karena adanya perubahan tanda (positif-negatif). Hindari penggunaan unit dalam menggunakan perubahan sebagai bagian dari GDP. 3.2.2.13
Peubah Pasar Faktor Produksi
Blok persamaan 14 dari file input Tablo berisi peubah-peubah yang terdapat pada pasar faktor produksi. Persamaan pertama mendefinisikan upah riil, yaitu upah nominal dibagi indeks harga konsumen (p3tot). Persamaan pada level menjadi:
REALWAGEPA ID
P1LABPAID P3TOT
REALWAGEUN PAID
P1LABUNPAID P3TOT
(3.30a) (3.30b)
Pemodelan pasar tenaga kerja yang bersifat sticky (kaku) adalah dengan menjaga upah riil tetap konstan. Persamaan selanjutnya mendefinisikan indeks perubahan persentase pekerja agregat yang dihitung dengan upah terboboti yang merefleksikan produk marginal relatif pekerja pada industri yang berbeda. Sehingga jika tingkat upah berbeda antar sektor, peubah “employ” mungkin tidak akurat untuk mewakili jumlah jam kerja. Persamaan terakhir pada bentuk level adalah: GRET (i)
P1CAP (i) P 2TOT
(3.31)
Tingkat pengembalian kotor pada unit modal baru adalah penerimaan tahunan (P1CAP) dibagi dengan biaya untuk menghasilkannya (P2TOT). Dalam keseimbangan jangka panjang diharapkan adanya penyesuaian perilaku investor untuk menstabilkan rasio tersebut. Harus diingat bahwa pada simulasi jangka pendek, GRET adalah tingkat pengembalian modal. 3.2.2.14
Pembaharuan Aliran Data
Solusi GEMPACK memerlukan prosedur dalam menggunakan hasil simulasi (bentuk perubahan persentase) untuk menghasilkan pascasimulasi atau pembaharuan database seperti terlihat pada Blok persamaan 15 file input Tablo.
57
Terdapat dua jenis pernyataan pembaharuan. Jenis pertama menunjukkan bahwa masing-masing sel berada dalam matrik aliran USE. Jenis kedua terdapat dalam tiga baris pertama yang disebut sebagai pembaharuan produk.Masingmasing sel dalam matrik aliran USE adalah harga dan kuantitas produk yang diformulasikan sebagai: USE(c,s,u) = P(c,s) * X(c,s,u); cЄCOM, sЄSRC, uЄUSER GEMPACK kemudian memperbaharui USE menjadi: USE(c,s,u) → USE(c,s,u) * [1+0,01*p(c,s) + 0,01*x(c,s,u)]
(3.32)
Dua baris terakhir dari pernyataan pembaharuan tersebut
adalah
pembaharuan perubahan. Pada kasus ini, model menawarkan formula secara eksplisit yang berisi nilai koefisien dan peubah sebagai perubahan biasa dalam nilai data dasar. Perubahan penerimaan pajak impor (V0MTX) dibagi menjadi dua bagian yaitu: a.
V0CIF(c) * Delmtxrate(c), yaitu perubahan tingkat pajak dikali dengan nilai pajak (nilai impor diperbatasan) atau bea masuk.
b.
0,01*V0MTX(c)*[x0(c,”imp”)+pworld(c)+phi],
merupakan
penerimaan
pajak dikali dengan proporsi perubahan nilai dasar. 3.2.2.15
Ringkasan Data
Blok persamaan 16 dan 17 pada file input Tablo berisi ringkasan data untuk memeriksa apakah input data telah melakukan penjumlahan dengan baik dan membantu menjelaskan hasilnya. Pangsa modal pada Blok persamaan 17 dihitung secara terbalik dan dihubungkan dengan elastisitas penawaran jangka pendek. Pangsa impor yang tinggi menunjukkan adanya persaingan komoditi impor yang signifikan terhadap industri domestik. 3.2.3
Penutup Model Peubah
pada
model
INDOWISATA
lebih
banyak
dibandingkan
persamaannya. Peubah dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu peubah endogen (dijelaskan didalam model) dan peubah eksogen (nilainya ditentukan oleh pengguna model). Peubah-peubah yang dipilih dan didefinisikan ke dalam peubah eksogen disebut closure atau penutup model. Penetuan closure sesuai keinginan pengguna tetapi harus mengikuti hukum matematika, yaitu:
58
Jumlah peubah endogen = Jumlah persamaan Masing-masing persamaan hanya mampu menjelaskan satu peubah. Perubahan closure dapat dilakukan untuk merubah jenis peubah eksogen menjadi peubah endogen atau sebaliknya dan biasa dikenal dengan sebutan swap. Berikut ditunjukkan closure jangka pendek pada model INDOWISATA yang digunakan dalam penelitian ini seperti terlihat pada Tabel 4. Pemilihan closure mempunyai beberapa strategi diantaranya adalah: 1.
Masing-masing persamaan menjelaskan identifikasi peubah yaitu peubah endogen dan peubah eksogen.
2.
Peubah yang tidak secara otomatis dijelaskan di dalam persamaan disebut peubah eksogen dan tidak dapat dijadikan endogen.
3.
Penggantian peubah-peubah yang di swap harus memiliki ukuran matriks yang sama.
4.
Pemakaian swap harus memperhatikan adanya kedekatan hubungan antar peubah yang ditukar.
Tabel 4
Closure jangka pendek dalam model INDOWISATA
No
Peubah
Keterangan
1. 2. 3. 4.
phi x_s(COM,”Invwisata”) x_s(COM,”InvOthers”) x_s(COM,”Promwisata”)
Nilai tukar Rp/USD Permintaan investasi pariwisata Permintaan investasi lainnya Permintaan untuk promosi pariwisata
5. 6. 7. 8.
x_s(COM,”GovOthers”) x1cap Realwagepaid Realwageunpaid
Permintaan pemerintah lainnya Stok kapital saat ini Upah riil pekerja dibayar Upah riil pekerja tidak dibayar
9.
x3totw1
Konsumsi riil wisatawan nusantara
10. 11. 12.
x3totw2 x3totl a1prim
Konsumsi riil wisatawan mancanegara Konsumsi riil rumah tangga biasa Perubahan teknis penggunaan faktor produksi
13.
Pworld
Harga dunia (USD)
14. 15.
f4q Delmtxrate
Shifter permintaan ekspor Tingkat pajak impor
16.
Delptxrate
Tingkat pajak produksi
4.
GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN AKTIVITAS PARIWISATA INDONESIA
4.1
Kondisi Perekonomian Beberapa Negara di Dunia Tahun 2008 dan 2009 merupakan masa yang penuh tantangan bagi
perkembangan perekonomian dunia. Pada periode tersebut, pertumbuhan ekonomi dunia turun dari 5,2 persen pada tahun 2007 menjadi 3,0 persen pada tahun 2008 dan menurun kembali pada tahun 2009 menjadi 1,1 persen. Penurunan kegiatan perekonomian dunia tersebut terutama disebabkan oleh melambatnya kondisi ekonomi negara-negara maju akibat adanya kriris finansial global. Selama tahun 2009, pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju terjadi kontraksi hingga mencapai 3,4 persen sedangkan di negara-negara berkembang masih mengalami ekspansi sebesar 1,7 persen. Kondisi tersebut dapat dilihat dari data yang terdapat pada Tabel 5. Jepang merupakan negara Asia yang mengalami tekanan terberat akibat krisis finansial global. Pertumbuhan ekonomi Jepang pada tahun 2009 mengalami kontraksi hingga mencapai 5,4 persen yang berarti lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Disamping itu, negara-negara maju lainnya seperti Jerman dan Italia merupakan negara-negara yang mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi cukup dalam hingga lebih dari 5 persen. Sedangkan negara maju yang mengalami kontraksi tidak terlalu dalam adalah Perancis, yaitu hanya turun 2,4 persen. Kondisi yang berbeda terjadi pada perekonomian China dan India yang masih mampu untuk terus tumbuh ditengah badai krisis, meskipun dengan pertumbuhan yang lebih lambat dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang masing-masing sebesar 8,5 persen dan 5,4 persen pada tahun 2009. Negara-negara ASEAN yang mengalami kontraksi cukup dalam adalah Singapura hingga mencapai 5,0 persen kemudian diikuti oleh Thailand dan Malaysia yang masingmasing sebesar 2,0 persen dan 0,2 persen. Sementara Indonesia, Vietnam dan Philipina merupakan salah satu negara ASEAN yang kondisi perekonomiannya masih mampu untuk tumbuh pada tahun 2009. Menurut IMF (2009), kondisi tersebut diduga akibat masih kuatnya permintaan domestik dan industrialisasi yang tumbuh cukup pesat serta permintaan eksternal yang kuat sebagai
60
penyokong pertumbuhan ekonomi di Vietnam. Sedangkan pertumbuhan di Philipina diduga akibat adanya fleksibilitas keuangan dan tingginya konsumsi rumah tangga. Tabel 5
Pertumbuhan ekonomi beberapa kawasan dan beberapa negara di Dunia, 2005-2009 2005 2006 2007 2008 2009 Negara (persen) Dunia 4,5 5,1 5,2 3,0 -1,1 Negara Maju 2,6 3,0 2,7 0,6 -3,4 Negara Berkembang 7,1 7,9 8,3 6,0 1,7 Negara ASEAN 5,7 6,1 6,4 4,1 0,7 Amerika Latin 4,7 5,7 5,7 4,2 -2,5 Timur Tengah 5,5 5,8 6,2 5,4 2,0 Eropa Timur 6,0 6,6 5,5 3,0 -5,0 Afrika 5,7 6,1 6,3 5,2 1,7 Asia 9,0 9,8 10,6 7,6 6,2 Indonesia 5,7 5,5 6,3 6,0 4,6 China 10,4 11,6 13,0 9,0 8,5 India 9,2 9,8 9,4 7,3 5,4 Vietnam 8,4 8,2 8,5 6,2 4,5 Philipina 5,0 5,3 7,1 3,8 2,5 Malaysia 5,3 5,8 6,2 4,6 -0,2 Thailand 4,6 5,2 4,9 2,2 -2,0 Perancis 1,9 2,4 2,3 0,3 -2,4 Kanada 3,0 2,9 2,5 0,4 -2,5 Spanyol 3,6 4,0 3,6 0,9 -3,8 Inggris 2,2 2,9 2,6 0,7 -4,4 Singapura 7,3 8,4 7,8 1,1 -5,0 Italia 0,7 2,0 1,6 -1,0 -5,1 Jerman 0,7 3,2 2,5 1,2 -5,3 Jepang 1,9 2,0 2,3 -0,7 -5,4
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010a.
4.2
Kondisi Perekonomian Indonesia Perekonomian Indonesia selama tahun 2009 mengalami pertumbuhan
sebesar 4,6 persen yang berarti terjadi penurunan dibanding tahun sebelumnya yang mampu tumbuh hingga mencapai 6,0 persen. Pertumbuhan ekonomi yang berada dalam tren menurun tersebut diduga akibat terjadinya kontraksi ekspor barang dan jasa yang cukup dalam. Penurunan tersebut diduga akibat turunnya permintaan global karena adanya tekanan dari perekonomian dunia yang masih mengalami kelesuan. Pada awal tahun 2009, tantangan tersebut masih terlihat cukup mengemuka meskipun puncaknya terjadi pada triwulan IV 2008.
61
Ketidakpastian tersebut akan berdampak negatif pada kegiatan ekonomi di sektor riil karena akan menurunkan kepercayaan pelaku ekonomi. Hal ini berpotensi menurunkan berbagai kinerja positif yang telah dicapai dalam beberapa tahun sebelumnya. Nilai ekspor secara kumulatif selama tahun 2009 mencapai USD116,51 miliar atau turun 14,98 persen dibanding periode sebelumnya. Sedangkan nilai impor mencapai USD96,83 miliar yang berarti mengalami penurunan sebesar 25,05 persen dibanding tahun 2008. Turunnya nilai ekspor tersebut ternyata masih diimbangi dengan berkurangnya nilai impor sehingga neraca perdagangan Indonesia masih mengalami surplus meskipun nilainya masih cukup rendah. Hal ini sebagaimana terlihat pada Gambar 11.
(miliar USD) 200 150 100 50 0 -50 -100 -150 2005
2006
2007 Ekspor
2008 Impor
2009
2010
Neraca
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010a.
Gambar 11
Perkembangan neraca perdagangan Indonesia, 2006-2010.
Secara umum, perkembangan perekonomian Indonesia selama tahun 2009 mencatat capaian yang cukup menggembirakan dimana pertumbuhan ekonominya cukup tinggi di Asia setelah China dan India. Sementara itu pada tahun 2010, berdasarkan data yang dilaporkan BPS, ekonomi Indonesia masih mampu untuk tumbuh hingga mencapai 6,1 persen terhadap tahun sebelumnya. Hal ini berarti terjadi peningkatan pertumbuhan dibanding tahun 2009. Sumber pertumbuhan terbesar terjadi pada sektor pengangkutan dan komunikasi hingga mencapai 13,5 persen, kemudian diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran yang tumbuh sebesar 8,7 persen. Kondisi tersebut dapat dilihat pada data pertumbuhan
62
PDB Indonesia berdasarkan lapangan usaha sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 12. (persen) 18 15 12 9 6 3 0 2007
1
2
2008
3
4
2009
5
6
7
2010
8
9
PDB
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010a. Keterangan: (1) Pertanian; (2) Pertambangan dan Penggalian; (3) Industri Pengolahan; (4) Listrik, Gas dan Air Bersih; (5) Bangunan; (6) Perdagangan, Hotel dan Restoran; (7) Pengangkutan dan Komunikasi; (8) Keuangan, Persewaan dan Jasa; (9) Jasa-jasa.
Gambar 12
Pertumbuhan PDB Indonesia menurut Lapangan Usaha, 2007-2010.
Beberapa indikator kesejahteraan masyarakat selama tahun 2009 juga terlihat mulai menunjukkan kondisi yang membaik. PDB per kapita selama periode 2006-2010 terus mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2006 sebesar Rp15,0 juta (USD1.662,5), tahun 2007 sebesar Rp17,5 juta (USD1.938,2), tahun 2008 sebesar Rp21,7 juta (USD2.269,9), dan tahun 2009 sebesar Rp24,3 juta (USD2.590,1), sedangkan tahun 2010 mencapai sebesar Rp27,0 juta (USD3.004,9). Jumlah penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan juga mengalami penurunan dari 15,30 persen pada tahun 2008 menjadi 14,06 persen pada tahun 2009. Indikator lainnya adalah tingkat pengangguran terbuka, dimana pada tahun 2009 juga mengalami penurunan yaitu dari 8,39 persen pada tahun 2008 menjadi 7,87 persen. Sementara itu berdasarkan data yang dikeluarkan BPS (2011) menunjukkan bahwa tingkat pengangguran pada beberapa tahun terakhir berada dalam tren menurun dengan disertai adanya pergeseran struktur tenaga kerja yang kembali kepada sektor formal serta membaiknya kualitas pendidikan tenaga kerja. Angka pengangguran terbuka tahun 2010 tercatat sebesar 7,14 persen yang berarti
63
lebih rendah dibanding tahun 2009. Kondisi tersebut ternyata juga diikuti oleh peningkatan komposisi partisipasi angkatan kerja pada sektor formal dari 30 persen pada tahun 2009 menjadi 33 persen pada tahun 2010. Indikator-indikator tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6
Perkembangan beberapa indikator ekonomi Indonesia, 2005-2009 Indikator 2005 2006 2007 2008 2009
Jumlah Penduduk (juta orang) 219,9 Pertumbuhan Ekonomi (persen) 5,7 Inflasi (persen) 17,1 PDB Harga Konstan (triliun Rp) 1.750,8 PDB Perkapita (ribu Rp) 12.675,5 Neraca Perdagangan (juta USD) 27.959,1 Ekspor (juta USD) 85.660,0 Impor (juta USD) 57.700,9 Investasi PMDN (miliar Rp) 50.577,4 PMA (juta USD) 12.979,3 Produksi Padi (juta ton) 54,2 Proporsi Penduduk Miskin (%) 16,0 Tk. Pengangguran Terbuka (%) 11,2 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010a.
222,8 5,5 6,6 1.847,1 15.028,6 39.733,1 100.798,6 61.065,5
225,6 6,4 7,4 1.64,33 17.509,6 39.627,5 114.100,9 74.473,4
228,5 6,0 11,1 2.082,3 21.666,8 7.823,1 137.020,4 129.197,3
231,4 4,6 2,8 2.177,0 24.261,8 19.634,5 116.510,0 96.829,2
162.767,2 15.624,0 54,5 17,6 10,3
188.876,3 40.145,8 57,2 16,5 9,1
20.363,4 14.871,4 60,3 15,3 8,4
37.799,8 10.815,0 64,3 14,1 7,9
Persepsi positif tentang ekspektasi kondisi makroekonomi Indonesia pada tahun 2010 juga tercermin dari meningkatnya peringkat daya saing Indonesia dari posisi 54 pada tahun 2009 menjadi peringkat 44 sebagaimana yang dilaporkan oleh World Economic Forum (WEF). WEF menekankan pada terjaganya stabilitas makroekonomi sebagai sumber utama perbaikan daya saing perekonomian Indonesia. Namun karena peringkat infrastruktur jalan dan energi masih rendah sehingga menghambat peningkatan daya saing Indonesia untuk lebih tinggi lagi. Perekonomian Indonesia ke depan diperkirakan membaik. Berdasarkan laporan BPS bahwa pertumbuhan ekspor riil selama tahun 2010 mencapai 14,9 persen yang merupakan tingkat pertumbuhan tertinggi kedua dalam sepuluh tahun terakhir setelah pada tahun 2005 tumbuh sebesar 16,6 persen. Berdasarkan laporan Bank Indonesia (2011) menyebutkan bahwa kenaikan ekspor yang terjadi pada tahun 2005 antara lain didukung oleh depresiasi nilai rupiah sedangkan pada tahun 2010 nilai rupiah justru terapresiasi. Namun karena masih kuatnya dukungan permintaan global akibat adanya pemulihan ekonomi dunia maka ekspor masih mampu untuk tumbuh cukup tinggi. Selain itu kenaikan ekspor juga didorong oleh kenaikan harga komoditas internasional.
64
Bank Indonesia (2011) melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2011 diperkirakan dapat mencapai di atas 7 persen dengan tingkat inflasi yang semakin rendah menuju kisaran 3,5 persen. Pertumbuhan ekonomi tersebut diantaranya didukung oleh kinerja ekspor yang semakin solid seiring dengan masih kuatnya pertumbuhan ekonomi di negara-negara mitra dagang, terutama di kawasan Asia. Situasi tersebut diharapkan dapat menjaga surplus transaksi berjalan pada tingkat yang cukup tinggi seiring dengan semakin membanjirnya komoditas impor dipasar domestik. Banyaknya produk impor tersebut akibat mulai diberlakukan perdagangan bebas secara lebih luas dengan beberapa negara mitra dagang Indonesia baik dalam kerangka AFTA maupun ACFTA. 4.3
Globalisasi dan Liberalisasi Perdagangan di Indonesia Memasuki 2010, kerjasama dalam forum regional ASEAN difokuskan pada
upaya menjamin pemulihan ekonomi yang berkelanjutan dan stabilitas sistem keuangan, serta komitmen untuk mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Beberapa kesepakatan penting telah dicapai baik di forum ASEAN maupun ASEAN+3. ASEAN telah sepakat untuk mengadopsi safeguard framework bagi subsektor jasa keuangan dan pembentukan Working Committee on Payment and Settlement System (WC-PSS) dalam rangka MEA 2015. Dalam kerjasama ASEAN+3 disepakati elemen-elemen pokok pembentuk ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO) dan Credit Guarantee and Investment Facility (CGIF). Seiring pelaksanaan kesepakatan perdagangan bebas intraASEAN (CEPT-AFTA) serta China dengan ASEAN (ACFTA) maka Indonesia harus mulai meningkatkan keunggulan dan ketangguhan produk-produk domestiknya sehingga daya saing yang dimilikinya menjadi semakin kuat. Berikut disajikan beberapa perkembangan pelaksanaan kerjasama internasional. 4.3.1
Perkembangan Pelaksanaan Kerjasama Multilateral Kerjasama Multilateral Indonesia terutama dilakukan melalui forum World
Trade Organization (WTO). Forum tersebut bertujuan untuk meliberalisasikan perdagangan dunia melalui negosiasi penghapusan hambatan tarif maupun nontarif serta dapat digunakan sebagai forum untuk menyelesaikan perselisihan
65
perdagangan. Isu-isu utama yang dinegosiasikan dalam Putaran Doha adalah Agriculture, Non-Agriculture Market Access (NAMA) serta Services dan Trade Related Aspects of Intellectual Property rights (TRIPs). Sedangkan isu-isu lainnya yang dikonsultasikan adalah Investment, Government Procurement, Trade Facilitation and Trade and Competiton Policy. Sejak Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-4 tahun 2001 di Qatar yang menghasilkan Doha Development Agenda (DDA) hingga KTM ke-5 tahun 2005 di Hongkong dan KTM ke-7 tahun 2009 di Jenewa belum tercapai kesepakatan di antara negara anggota. Persoalan pokok dalam perundingan adalah sulitnya mencapai keseimbangan (ballance outcome) pada isu-isu utama DDA yang disebabkan oleh perbedaan tingkat ekonomi antara negara-negara anggota WTO. Indonesia telah menjadi anggota WTO sejak 1 Januari 1995. Dalam forum WTO tersebut, Indonesia tetap ingin mempertahankan keseimbangan pembukaan akses pasar produk pertanian dan non pertanian, namun tetap mempertahankan adanya special and differential treatment bagi negara berkembang. Disamping itu, Indonesia juga ingin mempertahankan sejumlah pos dalam status tarif tidak diikat (unbound), khususnya untuk produk-produk yang sensitif serta menginginkan agar tingkat tarif yang diikat (bound) sebagai hasil pemotongan dengan menggunakan formula yang telah disepakati sehingga tetap dapat memberikan ruang gerak bagi industri nasional yang sewaktu-waktu membutuhkan perlindungan tarif. 4.3.2
Perkembangan Pelaksanaan Kerjasama Regional Perkembangan neraca perdagangan antara Indonesia dengan negara-negara
anggota ASEAN dalam kerangka AFTA maupun dengan China dalam ACFTA memperlihatkan kecenderungan yang semakin tertekan sebagaimana terlihat pada Tabel 7. Selama kurun waktu tiga tahun terakhir, neraca perdagangan Indonesia dengan China selalu mengalami defisit. Terlebih lagi dengan negara-negara ASEAN, Indonesia selalu mengalami defisit yang semakin meningkat selama lima tahun terakhir. Melihat kondisi tersebut maka pemerintah harus melakukan langkah-langkah strategis guna mengurangi banjirnya produk-produk impor pada pasar domestik dari negara-negara mitra dagang. Disamping itu, pemerintah
66
secara intensif juga harus mendorong peningkatan ekspor khususnya ke negaranegara mitra dagang yang telah melakukan kerjasama perdagangan dengan Indonesia. Data tersebut memperlihatkan bahwa lebih dari 40 persen impor Indonesia berasal dari negara-negara ASEAN dan China sedangkan ekspornya hanya mencapai sekitar 30 persen dari total ekspor Indonesia. Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa neraca perdagangan Indonesia sangat dipengaruhi oleh perkembangan perdagangan dengan negara-negara anggota ASEAN dan China. Tabel 7
Neraca Perdagangan Indonesia dengan ASEAN dan China, 2005–2010 2006 2007 2008 2009 2010 Uraian
Ekspor ke China
8.343,57
(juta USD) 9.675,51 11.636,50
Impor dari China
6.636,89
8.557,88
15.247,17
14.002,17
20.424,22
Surplus/ defisit
1.706,68
1.117,64
-3.610,67
-2.502,84
-4.731,61
Ekspor ke ASEAN
18.483,09
22.292,11
27.170,82
24.623,90
33.347,51
Impor dari ASEAN
18.970,62
23.792,13
40.967,76
27.722,01
38.912,17
Surplus/ defisit
-487,53
-1.500,02
-13.796,94
-3.098,12
-5.564,66
Total Ekspor
100.798,60
114.100,90
137.020,40
116.510,00
157.779,10
Total Impor
61.065,50
74.473,40
129.197,30
96.829,20
135.663,30
Proporsi Ekspor ke 26,61 28,02 28,32 ASEAN+China (persen) Proporsi Impor dari 41,93 43,44 43,51 ASEAN+China (persen) Sumber : Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, 2011.
31,00
31,08
43,09
43,74
11.499,33
15.692,61
Beberapa kerjasama regional yang telah dilakukan Indonesia hingga 2010 diantaranya adalah perjanjian perdagangan bebas intra ASEAN dalam skema Common Effective Preferential Tariff-ASEAN Free Trade Trade Agreement (CEPT-AFTA) yang dimulai sejak tahun 1992. Kemudian dalam rangka pembentukan ASEAN Economic Community 2015 dijadikan ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA). Disamping itu, Indonesia juga terlibat dalam perjanjian perdagangan bebas yang dilakukan ASEAN dengan China tahun 2004 (ACFTA), dengan Korea tahun 2005 (AKFTA), dengan Australia-New Zealand tahun 2009 (AANFTA), dan dengan India 2009 (AIFTA). Selanjutnya, Indonesia juga memiliki perjanjian kerjasama ekonomi dengan Jepang tahun 2007 (Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement).
67
Perkembangan CEPT-AFTA Berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian Republik Indonesia pada tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah produk yang tarif impornya dijadwalkan menjadi 0 persen dalam kerangka CEPT-AFTA pada tahun 2010 adalah sebanyak 1.726 pos tarif, sehingga jumlah seluruh tarif yang sudah menjadi 0 persen sebanyak 8.654 pos tarif. Hal ini sesuai dengan kesepakatan CEPT-AFTA, dimana mulai tanggal 1 Januari 2010, tarif seluruh produk dalam Inclusion List (IL) menjadi 0 persen. Namun saat ini Indonesia sedang mengusulkan penundaan untuk 227 pos tarif HS kepada negara-negara ASEAN sebagaimana terlihat pada Tabel 8. Tabel 8
Jumlah penerapan tarif 0 persen pada tahun 2010 dan usulan penundaan dalam CEPT-AFTA Jumlah pos tarif
No.
Sektor
5%
2,5%
Total
Alat Transportasi Darat, 145 145 1 Kedirgantaraan, dan Maritim 125 125 2 Aneka 50 50 3 Elektronika & Telematika 196 7 203 4 Hasil Hutan dan Perkebunan 348 13 361 5 Kimia Hilir 227 10 237 6 Kimia Hulu 84 4 88 7 Kerajinan 283 2 285 8 Logam 105 105 9 Makanan & Minuman 109 109 10 Mesin 4 4 11 Tekstil dan Produk Tekstil 7 7 12 Pertanian Binaan Departemen Kelautan 7 7 13 dan Perikanan 1690 36 1726 Total Inclusion List Sumber: Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, 2010.
Penerapan 2010 Ditunda Setuju Ditunda per 22 0% Des 2009 89 56 27 53 72 9 41 203 219 142 71 155 82 17 77 11 1 72 213 72 29 76 17 22 87 18 4 4 7 7 932 794 227
Perkembangan ACFTA Perkembangan pelaksanaan ACFTA berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian Republik Indonesia pada tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah produk yang dijadwalkan menjadi 0 persen pada tahun 2010 adalah sebanyak 1.597 pos tarif, sehingga total jumlah tarif yang sudah menjadi 0 persen adalah 7.306 pos tarif. Skema penurunan tarif bea masuk untuk Normal Track 1 (NT 1) akan menjadi 0 persen mulai tanggal 1 Januari 2010. Jumlah pos tarif sektor
68
industri dalam kategori NT1 adalah 6.064 pos tarif. Dari jumlah tersebut, sebanyak 228 pos tarif, saat ini telah diusulkan untuk ditunda penghapusannya. Hal ini berdasarkan masukan dari dunia usaha dan kajian pemerintah bahwa terdapat 228 pos tarif produk dalam kerangka ACFTA yang daya saingnya melemah. Tarif bea masuk untuk kategori Normal Track 2 (NT 2) akan menjadi 0 persen pada tahun 2012. Tarif untuk kategori Sensitive List (SL) akan menjadi 0–5 persen pada tahun 2018 sedangkan untuk kategori High Sensitive List (HSL) akan diturunkan/ dihapuskan menjadi 0-50 persen mulai tahun 2015. Selanjutnya untuk kategori General Exception List (GEL) tetap berlaku tarif MFN. Daftar yang lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9
Jumlah usulan penundaan tarif 0 persen dalam ACFTA, 2010
Keterangan perubahan kategori NT1 NT2 SL 58 44 114 -102 1 Besi Baja -12 12 2 Tekstil dan Produk Tekstil 53 -53 53 3 Permesinan 10 -10 10 4 Elektronika 7 -7 7 5 Kimia Anorganik Dasar 7 -7 6 1 6 Petrokimia 2 -2 2 7 Furniture 5 -5 1 4 8 Kosmetika 1 -1 1 9 Jamu 1 -1 1 10 Alas Kaki 5 -5 5 11 Produk Industri Kecil 1 -1 1 12 Maritim 22 -22 22 228 -216 108 108 Total Sumber: Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, 2010. No.
Jumlah penundaan
Kelompok produk
4.3.3
Langkah-langkah Pengamanan Pelaksanaan FTA Penerapan kerjasama perdagangan dalam rangka pelaksanaan FTA tersebut
dalam perkembangannya dapat
menimbulkan dampak negatif,
sehingga
diperlukan langkah-langkah pengamanan untuk meminimalisir efek negatif tersebut. Berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian Republik Indonesia tahun 2010 menunjukkan bahwa dalam rangka pelaksanaan CEPT-AFTA dan ACFTA,
Pemerintah
telah
mengkoordinasikan
langkah-langkah
secara
komprehensif, holistik, dan sistemik yang diantaranya adalah menetapkan strategi dalam menghadapi persaingan global. Langkah-langkah tersebut meliputi: 1.
Penguatan Daya Saing Global
69
2.
Pengamanan Pasar Domestik
3.
Penguatan Ekspor Langkah-langkah strategis dalam menghadapi persaingan global melalui
penguatan daya saing global dilakukan melalui penanganan isu-isu domestik sedangkan untuk pengamanan pasar domestik diantaranya adalah adanya pengawasan di Border. Langkah-langkah strategis yang diambil melalui penguatan ekspor tersebut diantaranya adalah: 1.
Penguatan peran perwakilan luar negeri (ITPC).
2.
Pengembangan trading house (PT Sarinah, PT PPI, SMESCO UKM).
3.
Promosi Pariwisata, Perdagangan dan Investasi (Tourism, Trade and Investment/TTI).
4.
Penanggulangan masalah akses pasar dan kasus ekspor.
5.
Peningkatan peran LPEI dalam mendukung pembiayaan ekspor
4.3.4
Kaitan Liberalisasi dengan Aktivitas Pariwisata Globalisasi dan liberalisasi semakin menunjukkan bentuk-bentuk dan
perwujudan yang semakin luas dalam kehidupan antar manusia, antar bangsa, antar negara, dan antar benua. Dunia sedang menuju kemantapan globalisasi seiring dengan perkembangan faktor pendukung yang dominan yaitu informasi, telekomunikasi, dan transportasi. Dengan kondisi demikian, globalisasi mulai menerobos keberbagai negara termasuk kekawasan Asia Tenggara. Globalisasi ini membawa pengaruh yang semakin lama semakin kuat. Globalisasi telah merombak rumusan politik pembangunan termasuk pembangunan kepariwisataan di Asia Tenggara. Prospek perkembangan kepariwisataan di kawasan Asia Pasifik termasuk Asia Tenggara kondisinya cukup menjanjikan yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan pembangunan kepariwisataan di beberapa negara. Kondisi tersebut kemudian dilanjutkan dengan melakukan kerjasama antar negara seperti kerjasama Indonesia, Malaysia, and Thailand Growth Triangle (IMT-GT) serta Singapura, Johor, dan Riau (Sijori). Kerjasama ini terwujud dalam bentuk-bentuk yang implementatif serta melibatkan lembaga-lembaga pemerintah dan swasta. Tumbuhnya kerjasama regional seperti AFTA, APEC dan ACFTA akan
70
memberikan warna baru dalam pembangunan ekonomi termasuk aktivitas pariwisata di Indonesia. Kondisi kepariwisataan di Indonesia sebagaimana yang telah diilustrasikan sebelumnya merupakan indikasi yang menarik untuk diamati terutama dalam mendukung proses liberalisasi melalui kemampuannya dalam mendukung ekspor nonmigas. Antariksa (2010) melaporkan bahwa jasa pariwisata di Indonesia juga akan dilakukan liberalisasi meskipun dalam bentuk yang berbeda dengan sektor produksi. ASEAN telah menyepakati bahwa tanggal 1 Januari 2011 merupakan awal pelaksanaan liberalisasi penuh di bidang perdagangan jasa pariwisata di kawasan tersebut. Disamping itu, pelaksanaan liberalisasi jasa pariwisata di kawasan Asia Pasifik dalam kerangka APEC, telah disepakati akan dilaksanakan pada tahun 2020 (walaupun kerjasama ini bersifat sukarela/voluntary basis). Fenomena ini muncul karena adanya kebutuhan untuk mendatangkan wisatawan sebanyak mungkin dan mengirimkan tenaga kerja pariwisata ke luar negeri. Pelaksanaan liberalisasi perdagangan jasa pariwisata
di Indonesia
nampaknya masih memperlihatkan kecenderungan yang kurang menguntungkan dimana malah terjadi peningkatan jumlah perjalanan penduduk Indonesia ke luar negeri. Kondisi ini diduga akibat sifat masyarakat Indonesia yang masih memandang kegiatan berlibur ke luar negeri lebih bergengsi daripada wisata domestik. Fakta ini diperkuat oleh data yang diperlihatkan sebelumnya dimana terjadi peningkatan pertumbuhan jumlah kunjungan dan pengeluaran wisatawan Indonesia ke luar negeri daripada yang dibelanjakan wisatawan mancanegara di Indonesia. Hal ini juga merupakan sebuah persoalan yang dihadapi oleh Indonesia pada saat ini. Melihat kenyataan tersebut, maka ada beberapa hal yang sebenarnya perlu dilakukan Indonesia untuk menyikapi fenomena liberalisasi perdagangan jasa pariwisata secara obyektif. Kementerian
Kebudayaan
Antariksa dan
(2010), Peneliti pada Puslitbang
Pariwisata,
menyatakan
bahwa
untuk
menyelesaikan masalah tersebut maka perlu dilanjutkan pengembangan sistem pendidikan kepariwisataan yang memenuhi standar internasional. Kedua, kebijakan yang diterapkan pada berbagai tingkat pengambilan keputusan harus disesuaikan dengan yang berlaku di tingkat internasional. Ketiga, sesuai dengan
71
aturan yang berlaku di tingkat internasional, setiap negara memiliki hak untuk menerapkan kebijakan yang bersifat proteksionis meskipun hanya bersifat sementara. Keempat, sosialisasi mengenai perkembangan globalisasi dan berbagai dampak yang dapat muncul harus disampaikan secara berkesinambungan kepada seluruh masyarakat. Hal ini sangat penting untuk meningkatkan kesadaran bahwa Indonesia adalah negara yang telah melakukan hubungan internasional secara luas. 4.4
Perkembangan Kegiatan Pariwisata di Indonesia
4.4.1
Perkembangan Wisatawan Nusantara (Domestic and Outbound Tourist) Kondisi perekonomian nasional yang semakin berkembang mendorong
meningkatnya penduduk Indonesia untuk melakukan perjalanan wisata baik untuk tujuan domestik maupun luar negeri. Penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan wisata tersebut, dalam penelitian ini, dinamakan wisatawan nusantara (wisnus). Perkembangan wisnus yang melakukan perjalanan di wilayah teritorial Indonesia dapat dilihat pada Gambar 13. Jumlah kunjungan wisatawan domestik mengalami peningkatan pada beberapa tahun terakhir meskipun sempat terjadi penurunan sekitar tahun 2005. Hal ini tentu saja diikuti oleh peningkatan jumlah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka kegiatan kepariwisataan di wilayah Indonesia. 250 200 150 100 50 0 2001
2002
2003
2004
Jumlah Perjalanan (juta)
2005
2006
2007
2008
2009
Jumlah Pengeluaran (triliun Rp)
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010b.
Gambar 13
Perkembangan Wisatawan Nusantara di Indonesia, 2001-2009.
72
Selama tahun 2009, jumlah wisatawan nusantara yang melakukan perjalanan diwilayah Indonesia hampir mencapai 120 juta orang dengan hampir mencapai 230 juta perjalanan. Total pengeluaran yang dilakukan dalam rangka perjalanan tersebut hampir mencapai Rp138 triliun. Hal ini berarti terjadi peningkatan hampir 12 persen dibanding periode sebelumnya. Bagian terbesar pengeluaran ini digunakan untuk angkutan domestik yang mencapai 39,66 persen, sementara untuk pengeluaran akomodasi hanya sebesar 7,30 persen. Kondisi yang sama terjadi pula pada perjalanan wisatawan nusantara ke luar negeri, dimana selalu menunjukan perkembangan yang semakin meningkat baik dari jumlah perjalanan maupun pengeluaran yang dilakukan selama perjalanan. Selama tahun 2009 tercatat sebanyak Rp52,1 triliun digunakan untuk melakukan perjalanan penduduk Indonesia keluar negeri. Pengeluaran tersebut sebagian besar dilakukan di luar negeri sehingga dampak positif pada perekonomian nasional tidak begitu besar. Tingginya pengeluaran yang dilakukan di luar negeri berarti terjadi peningkatan penggunaan devisa yang dimiliki Indonesia. Pengeluaran yang dilakukan di luar negeri rata-rata hampir mencapai 90 persen dari seluruh belanja yang dikeluarkan selama perjalanan, sebagaimana digambarkan pada Tabel 10. Tabel 10
Struktur pengeluaran Wisatawan Nusantara menurut jenis sektor, 2009
Sektor terkait pariwisata
Pengeluaran Wisnus (miliar rupiah) Outbound Domestik
Hotel dan Akomodasi 10.061,44 Restoran dan sejenisnya 20.799,15 Angkutan domestik 54.697,56 BPW, operador, pramuwisata 2.964,76 Senibud., rekreasi, hiburan 5.037,28 Jasa pariwisata lainnya 4.506,04 Souvenir 8.318,99 Kesehatan dan kecantikan 94,41 Produk industri non makanan 25.630,56 Produk pertanian 5.797,05 Jumlah 137.907,23 Proporsi (persen) 72,60 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010b.
4.4.2
Pre-Trip
Trip
52,07 582,22 836,42 1.120,56 1.508,84 4.100,11 2,16
16.027,23 8.292,84 3.220,96 864,32 1.553,73 2.330,59 3.745,36 2.785,18 6.914,43 692,11 46.426,74 24,44
Post-Trip 19,44 217,31 312,20 418,25 563,18 1.530,39 0,81
Jumlah 26.160,18 29.891,52 59.067,14 5.367,89 6.591,01 6.836,63 12.064,35 2.879,59 34.617,01 6.489,16 189.964,47 100,00
Perkembangan Wisatawan Mancanegara (Inbound Tourist) Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang mengunjungi Indonesia
menunjukkan kondisi yang menggembirakan. Selama tahun 2009 tercatat sebanyak 6,3 juta turis asing yang berkunjung ke Indonesia. Hal ini berarti terjadi
73
peningkatan sebesar 1,43 persen dibanding periode sebelumnya. Sementara itu jumlah wisman pada tahun 2010 mencapai 7,00 juta orang atau meningkat 10,74 persen jika dibanding tahun 2009. Terjadinya peningkatan jumlah kunjungan wisman tersebut diharapkan dapat memberikan efek positif bagi perkembangan kepariwisataan di Indonesia melalui pengeluaran yang dilakukan wisatawan mancanegara tersebut. Peningkatan jumlah wisman selama tahun 2009 tersebut diantaranya disebabkan oleh adanya program Visit Indonesia Year yang berlanjut hingga tahun 2010. Program tersebut diyakini sebagai salah satu pendorong meningkatnya jumlah kunjungan wisman ke Indonesia. Hal lain yang cukup mendukung kedatangan wisatawan mancanegara pada periode tersebut adalah semakin kondusifnya situasi keamanan dalam negeri, serta perkembangan perekonomian dunia yang semakin baik khususnya di negara-negara pemasok wisman utama ke Indonesia seperti China, Singapura, dan Malaysia. Perkembangan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dapat dilihat pada Gambar 14. (ribu orang) 700 600 500 400 300 200
6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 -9 n-9 n-9 n-9 n-0 n-0 n-0 n-0 n-0 n-0 n-0 n-0 n-0 n-0 n-1 n Ja Ja Ja Ja Ja Ja Ja Ja Ja Ja Ja Ja Ja Ja Ja
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010c.
Gambar 14
Jumlah kunjungan Wisatawan Mancanegara ke Indonesia per bulan, 1996-2010.
Jumlah kunjungan turis asing masih didominasi dari negara Singapura yang mencapai 1,27 juta orang atau mencapai 20,13 persen, kemudian diikuti oleh wisman asal Malaysia dan Australia dengan kontribusi masing-masing sebesar 18,65 persen dan 9,24 persen. Hal ini diduga karena adanya faktor kedekatan geografis. Disamping itu, kedatangan jumlah wisman asal Malaysia juga disebabkan karena adanya faktor hubungan historis sesama rumpun melayu. Hal
74
yang menarik untuk diamati adalah peningkatan jumlah wisman asal China yang mencapai 395 ribu orang atau mengalami peningkatan sebesar 252,17 persen dibanding 5 tahun yang lalu. Kondisi tersebut diduga karena semakin pesatnya perkembangan ekonomi China serta semakin terbukanya sistem politik dan ekonomi negara tersebut. Selama 2009, total konsumsi yang dilakukan wisman di Indonesia mencapai Rp59,20 triliun. Hal ini berarti terjadi penurunan yang cukup drastis dibandingkan dengan periode sebelumnya
yang mencapai Rp80,46 triliun. Rata-rata
pengeluaran per kunjungan juga mengalami penurunan dari USD1.178,54 pada tahun 2008 menjadi USD995,93 pada tahun 2009. Pada tahun 2010, rata-rata pengeluaran per kunjungan mengalami kenaikan sebesar 9,02 persen yaitu menjadi USD1.085,75. Kondisi tersebut mengakibatkan bertambahnya kontribusi pada neraca jasa. Bank Indonesia dalam Neraca Pembayaran Indonesia melaporkan bahwa surplus pada neraca jasa perjalanan (travel) pada tahun 2010 hanya sebesar USD553 juta meskipun terjadi peningkatan dibanding tahun sebelumnya namun masih relatif kecil. Selama tahun 2010, neraca jasa mencatat defisit sebesar USD9,5 miliar, lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya (defisit USD9,7 miliar). Penurunan defisit tersebut diantaranya akibat membaiknya surplus jasa travel terkait bertambahnya belanja yang dilakukan oleh wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia seperti terlihat pada Tabel 11. Tabel 11
Perkembangan Neraca Jasa Indonesia, 2008-2010 2008 2009 Uraian
2010
(juta USD)
Services, net 1. Transportation, net a. Freight, net b. Passenger and Other, net 2. Travel, net a. Inflow b. Outflow 3. Other services, net
-12.998 -11.094 -8.694 -24 1.823 7.377 -5.554 -3.727
-9.675 -4.545 -3.668 -877 282 5.598 -5.316 -5.412
-9.491 -6.465 -5.315 -115 553 6.981 -6.428 -3.579
Sumber : Bank Indonesia, 2010b.
Berbagai usaha yang terencana dan terintegrasi sangat diperlukan untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke Indonesia terutama turis asing. Salah satu cara yang biasa ditempuh adalah memperkenalkan citra dan potensi
75
pariwisata Indonesia malalui promosi secara intensif dan ekstensif di dalam maupun di luar negeri. Untuk tujuan tersebut maka Pemerintah mengalokasikan anggarannya melalui APBN maupun APBD guna membiayai sejumlah kegiatan yang terkait dengan promosi dan pelayanan informasi pariwisata. Hal ini sebagaimana terlihat pada Tabel 12. Tabel 12
Struktur pengeluaran pemerintah untuk promosi dan pembinaan pariwisata, 2009 Jenis Aktivitas
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Promosi pariwisata Rencana dan koordinasi Pembangun. Pariwisata Peny. Stat.dan Info. Pariwisata Penelitian dan Pengembangan Peny. dan Pelayanan Info. Pariwisata Keaman. dan Perlindung. Wisatawan Pengawasan dan Pengaturan Lainnya Jumlah Distribusi (persen) Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010b.
Pemerintah (miliar rupiah) Pusat Daerah Jumlah 392,99 375,04 767,33 1.081,70 839,22 1.920,92 504,42 413,13 917,56 754,03 551,75 1.305,77 428,23 404,21 832,44 99,71 62,27 161,97 111,12 84,67 195,79 73,30 68,81 142,11 3.444,80 2.799,08 6.243,88 55,17 44,83 100,00
Proporsi (persen)
12,29 30,76 14,70 20,91 13,33 2,59 3,14 2,28 100,00
Pengeluaran pemerintah yang berhubungan dengan promosi dan pembinaan pariwisata pada tahun 2009 mencapai Rp6,24 triliun, dengan komposisi 55,17 persen atau Rp3,44 triliun dikeluarkan oleh pemerintah pusat sedangkan sisanya sebesar Rp2,80 triliun oleh pemerintah daerah. Pengeluaran untuk perencanaan dan koordinasi pengembangan pariwisata merupakan pengeluaran pemerintah terbesar dengan porsi 30,76 persen dari total pengeluaran dalam rangka meningkatkan kinerja pariwisata di Indonesia kemudian diikuti oleh pengeluaran di bidang penelitian dan pengembangan pariwisata sebesar 20,91 persen. Penyediaan sarana dan prasarana yang memadai juga sangat diperlukan dalam mendukung pertumbuhan aktivitas pariwisata di Indonesia. Oleh karena itu maka dibutuhkan adanya penambahan modal (investasi). Total investasi yang ditujukan untuk mendukung kegiatan pariwisata di Indonesia selama tahun 2009 tercatat sebesar Rp76,3 triliun atau 4,36 persen dari total investasi yang meliputi investasi oleh dunia usaha atau swasta sebesar Rp76,1 triliun sedangkan oleh pemerintah sebesar Rp0,19 triliun. Secara keseluruhan, investasi yang terbesar adalah pada alat angkutan hingga mencapai Rp14,7 triliun dimana peran swasta sangat besar, diikuti investasi pada bangunan hotel dan akomodasi lainnya sebesar
76
Rp12,3 triliun yang semuanya dilakukan oleh swasta. Investasi untuk membangun infrastruktur (jalan, jembatan, dan pelabuhan) yang terkait pariwisata mencapai sebesar Rp11,5 triliun atau sekitar 15,14 persen dari total investasi terkait kegiatan pariwisata sebagaimana laporan BPS (2010b). 4.4.3
Kinerja Pariwisata Indonesia Data BPS (2010b) dalam Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas),
menunjukkan bahwa peranan kegiatan pariwisata terhadap perkembangan ekonomi nasional pada tahun 2009 tidak mengalami perubahan yang cukup signifikan dibanding dengan tahun sebelumnya. Aspek ekonomi yang diukur adalah peranan pariwisata yang timbul dari permintaan kegiatan kepariwisataan terhadap beberapa variabel makroekonomi. Permintaan kegiatan pariwisata tersebut meliputi konsumsi wisatawan nusantara, wisatawan mancanegara, investasi pada sektor pariwisata dan belanja pemerintah untuk promosi pariwisata. Permintaan tersebut akan menimbulkan dampak ekonomi secara langsung berupa konsumsi barang dan jasa serta dampak tak langsung berupa interaksi antar sektor yang terjadi akibat perubahan output barang dan jasa yang dikonsumsi. Nilai output dari kegiatan pariwisata secara keseluruhan mencapai sebesar Rp504,69 triliun yang tersebar di seluruh sektor ekonomi. Kontribusi nilai output akibat kegiatan pariwisata tersebut mencapai 4,80 persen yang sebagian besar diciptakan oleh pengeluaran wisnus hingga mencapai Rp251,52 triliun atau 2,39 persen terhadap output nasional. Kemudian diikuti pengeluaran untuk investasi pariwisata sebesar Rp136,30 triliun atau 1,29 persen dari output nasional. Sedangkan peranan kegiatan pariwisata terhadap nilai tambah bruto (NTB) mencapai sebesar Rp233,64 triliun atau memberikan kontribusi sebesar 4,16 persen dari total NTB nasional pada tahun 2009. Keadaan tersebut secara rinci dapat dilihat pada Tabel 13. Selanjutnya bahwa peranan kegiatan pariwisata terhadap penerimaan pajak tak langsung tercatat sebesar Rp8,36 triliun atau mencapai 4,19 persen dalam menyumbang pajak tak langsung nasional. Sumbangan terbesar diberikan oleh konsumsi wisatawan nusantara yang mencapai 2,04 persen terhadap penerimaan pajak tak langsung nasional. Selama tahun 2009, kontribusi sektor-sektor terkait
77
pariwisata terhadap penyerapan tenaga kerja mencapai sebanyak 6,98 juta orang atau 6,68 persen dari tenaga kerja nasional. Pengeluaran wisnus memberikan dampak yang terbesar terhadap penyerapan tenaga kerja hingga mencapai 3,68 persen dari jumlah tenaga kerja nasional. Tabel 13
Peranan kegiatan pariwisata terhadap perekonomian Nasional, 2009 Uraian
Ekonomi Nasional Sektor Pariwisata Wisatawan Nusantara Wisatawan Mancanegara Investasi Promosi dan Pembinaan Peranan Sektor Pariwisata Wisatawan Nusantara Wisatawan Mancanegara Investasi Promosi dan Pembinaan
Nilai tambah Pajak tak bruto langsung (triliun rupiah) 10.530,04 5.613,44 199,64 504,69 233,64 8,36 251,52 117,42 4,08 106,56 52,68 2,06 136,30 58,41 2,06 10,65 5,38 0,18 Proporsi (persen) 4,79 4,16 4,19 2,39 2,09 2,04 1,01 0,93 1,03 1,29 1,04 1,03 0,10 0,10 0,09
Output
Tenaga kerja (juta orang)
104,87 6,98 3,86 1,76 1,22 0,14 6,68 3,68 1,68 1,17 0,13
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010b.
Peranan pariwisata dalam ekspor barang dan jasa cukup besar yaitu mencapai 4,37 persen. Porsi tersebut ditentukan oleh konsumsi wisman pada tahun 2009. Peranan terbesar terdapat pada jasa hotel, restoran, hiburan dan angkutan yang mencapai lebih dari 85 persen dari konsumsi wisman tersebut. Sedangkan peranan pariwisata dalam impor mencapai 3,88 persen sebagaimana tergambar pada Tabel 14. Namun ukuran kemajuan pariwisata yang hanya dengan melihat jumlah turis asing yang berkunjung ke Indonesia belum menggambarkan kegiatan pariwisata secara menyeluruh. Meskipun secara politis, indikator perkembangan jumlah wisman tetap penting bagi Indonesia karena menyangkut aspek pencitraan akan keamanan dan kenyamanan di wilayah Indonesia. Tabel 14
Peranan pariwisata terhadap PDB Indonesia dari sisi Neraca Penggunaan, 2009 Share Pariwisata PDB Nasional Pariwisata Komponen
Konsumsi rumah tangga Konsumsi pemerintah Investasi Ekspor Impor Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010b.
(triliun rupiah) 3.290,84 539,76 1.743,73 1.354,22 1.197,19
(persen)
143,54 6,24 76,26 59,2 46,43
4,36 1,16 4,36 4,37 3,88
78
4.4.4
Daya Saing Pariwisata Indonesia Kinerja sektor-sektor yang terkait erat dengan pariwisata juga dapat dinilai
melalui seberapa besar kemampuan daya saing yang dimilikinya, karena faktor ini lebih bersifat fundamental bagi kelangsungan perkembangan sektor tersebut. Tingkat daya saing kegiatan pariwisata di Indonesia dan beberapa negara tujuan wisata utama lainnya pada tahun 2009 ditunjukkan dalam Tabel 15. Tabel 15
Nergara
Peringkat daya saing pariwisata Indonesia dan beberapa negara tujuan wisata utama, 2009. T&T business T&T human, T&T environment cultural, and Indeks Total regulatory and natural framework infrastructure resources Rank Score Rank Score Rank Score Rank Score
Indonesia 81 3,79 113 3,77 79 3,24 40 4,36 Swiss 1 5,68 1 6,01 1 5,49 2 5,54 Austria 2 5,46 4 5,91 6 5,22 7 5,24 German 3 5,41 13 5,56 3 5,44 9 5,22 Prancis 4 5,34 8 5,67 7 5,22 11 5,13 USA 8 5,28 57 4,70 2 5,47 1 5,67 Australia 9 5,24 27 5,31 15 5,01 3 5,42 Singapura 10 5,24 6 5,77 5 5,25 23 4,69 Inggris 11 5,22 28 5,29 11 5,07 6 5,30 Hong Kong 12 5,18 2 5,93 12 5,05 30 4,55 Jepang 25 4,91 40 5,10 20 4,83 15 4,81 Korsel 31 4,72 41 5,06 35 4,45 26 4,64 Malaysia 32 4,71 42 5,03 38 4,24 14 4,86 Thailand 39 4,45 70 4,46 40 4,14 19 4,74 China 47 4,33 88 4,24 59 3,73 12 5,01 Sumber : The Travel & Tourism Competitiveness Report, 2009; World Economic Forum, 2009.
WEF (2009) melaporkan bahwa aktivitas pariwisata di Indonesia menempati peringkat 81 dari 133 negara dengan total nilai 3,79. Kondisi ini didukung oleh Travel and Tourism human, cultural, and natural resources yang menempati posisi 40. Namun hal ini tidak diimbangi oleh Travel and Tourism regulatory framework yang memperoleh peringkat cukup rendah hingga posisi 113. Kondisi yang berbeda terjadi pada kegiatan pariwisata Singapura yang menempati peringkat 10 besar dunia dimana untuk Travel and Tourism human, cultural, and natural resources menempati posisi 23 sedangkan Travel and Tourism regulatory framework berada pada peringkat 6.
5. 5.1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Simulasi Model Pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia yang dikaitkan dengan
adanya liberalisasi perdagangan, dalam penelitian ini, dianalisis dengan menggunakan model Ekonomi Keseimbangan Umum/Computable General Equilibrium (CGE) dari INDOWISATA yang berinduk pada INDOMINI sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Pertumbuhan kepariwisataan dimaksud adalah peningkatan pengeluaran wisatawan baik wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara, investasi di bidang kepariwisataan serta pengeluaran pemerintah untuk promosi pariwisata. Pengeluaran ini merupakan bagian dari permintaan akhir. Penelitian ini menerapkan dua skenario utama dari sejumlah kebijakan yang sedang diupayakan pemerintah untuk bisa diimplementasikan. Skenario pertama dimodelkan dengan menurunkan tarif bea masuk hingga 0 persen pada semua komoditas impor kecuali padi dan gula yang masuk dalam kategori Sensitive List (SL) dan High Sensitive List (HSL). Kebijakan tersebut dilakukan akibat adanya kesepakatan pemerintah Indonesia untuk menerapkan pengurangan tarif impor secara bersama-sama dengan negara-negara mitra dagang, baik sebagai anggota AFTA, ACFTA, APEC maupun WTO. Skenario tersebut mengasumsikan bahwa pemerintah akan mengurangi tarif impor tetapi tidak pada ekspor, karena adanya ketergantungan pada pendapatan dari sektor eksternal dan agar semua jenis perpajakan dalam perekonomian domestik tetap terjaga. Pada skenario kedua diasumsikan terjadi pertumbuhan permintaan dari kegiatan kepariwisataan di Indonesia sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Pengeluaran yang dilakukan oleh wisatawan dari kegiatannya di Indonesia diperkirakan sekitar 15 persen per tahun seperti yang terlihat pada Tabel 16. Namun, dalam menghadapi berbagai krisis global dan pelemahan pertumbuhan ekonomi dunia serta peningkatan harga komoditas dunia, perkiraan ini mungkin terlalu optimis. Disamping itu, kondisi keamanan dalam negeri yang masih sering terjadi gangguan dan teror juga dapat memengaruhi kunjungan wisatawan ke
80
Indonesia. Oleh karena itu, peningkatan permintaan oleh wisatawan sebesar 10 persen mungkin lebih masuk akal untuk disimulasikan. Tabel 16
Pertumbuhan permintaan pariwisata, 2006-2009 2006 2007 2008 2009 Uraian
Rata-rata
(persen)
Pariwisata Wisatawan Nusantara Wisatawan Mancanegara Investasi Pariwisata Promosi Pariwisata
12,59
18,35
33,03
1,12
16,27
17,78 -4,79 22,86 6,56
12,30 25,51 26,28 12,11
22,61 59,78 28,11 37,91
8,88 -26,42 18,81 11,22
15,39 13,52 24,02 16,95
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010b (diolah).
Kedua skenario utama tersebut kemudian digabungkan dengan dua simulasi kebijakan makroekonomi lainnya. Pertama, diasumsikan bahwa pemerintah lebih pro-bisnis serta agar terjadi keseimbangan secara eksternal. Skenario ini dilakukan melalui penghapusan tarif impor seperti pada skenario pertama yang digabungkan dengan melakukan penghapusan distorsi pada pasar domestik yang digambarkan dengan menurunkan pajak tidak langsung sebesar 10 persen pada komoditas domestik (lihat Sugiyarto et al., 2003 dan Pendit, 2006). Namun dalam konteks tersebut, pemerintah akan terbebani karena masih adanya ketergantungan pada pendapatan dari tarif impor dan pajak tak langsung. Pendapatan dari tarif impor dan pajak tak langsung masing-masing menyumbang sekitar 2,67 persen dan 7,82 persen dari total penerimaan pajak dalam APBN 2010 sebagaimana terlihat pada Tabel 17. Akan tetapi dengan melihat perkembangan hubungan internasional yang semakin maju kearah liberal dan global mengharuskan pemerintah untuk menurunkan tarif impor dan pajak tak langsung lainnya dalam rangka meningkatkan daya saing komoditas domestik di pasar dunia. Konsekuensinya penerimaan pajak tidak langsung akan menjadi turun. Tabel 17
Total penerimaan Pajak, Bea Masuk dan Pajak Tak Langsung dalam APBN Indonesia, 2005-2010 APBN (triliun rupiah) Uraian 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Penerimaan Perpajakan 347,03 409,20 490,99 658,70 725,84 729,17 Bea Masuk 14,92 12,14 16,70 22,76 19,16 19,50 Share (%) 4,30 2,97 3,40 3,46 2,64 2,67 Pajak Tak Langsung 33,26 37,77 44,68 51,25 49,49 57,03 Share (%) 9,58 9,23 9,10 7,78 6,82 7,82
Sumber : Kementerian Keuangan RI, 2010 (diolah).
81
Simulasi kedua dari kebijakan makroekonomi lainnya adalah dengan mengasumsikan terjadinya peningkatan efisiensi produksi. Hal ini disimulasikan melalui peningkatan efisiensi produksi sebesar 5 persen pada sektor-sektor yang mempunyai kaitan sangat erat dengan pariwisata. Kondisi tersebut dimaksudkan untuk memberikan beberapa kebijakan alternatif lainnya selain pengurangan pajak, karena pajak masih merupakan sumber penerimaan utama pemerintah. Disamping itu, efisiensi produksi juga sangat dianjurkan dalam rangka meningkatkan daya saing komoditas domestik terhadap masuknya komoditaskomoditas impor. Berdasarkan skenario tersebut diperoleh dugaan mengenai dampak yang terjadi pada peubah-peubah ekonomi makro seperti PDB, ketenagakerjaan, inflasi, kinerja eksternal, konsumsi rumah tangga dan konsumsi wisatawan. Disamping itu, disajikan juga dampak yang terjadi pada output dari beberapa industri yang menerima dampak cukup besar. Hasil dari simulasi tersebut dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran 4 hingga Lampiran 7. Nilai-nilai hasil simulasi tersebut merupakan perubahan persentase dari data benchmark/baseline (data dasar). Data benchmark tersebut mengacu pada nilai-nilai keseimbangan dari peubah sebelum dilakukan simulasi. Dalam kebanyakan kasus, nilai positif mencerminkan peningkatan dan nilai negatif menunjukkan penurunan. Namun perubahan persentase dalam neraca perdagangan harus ditafsirkan secara hati-hati karena nilainya dapat beralih dari negatif ke positif padahal belum tentu menjadi defisit atau surplus. 5.2
Dampak Liberalisasi Perdagangan Liberalisasi perdagangan disimulasikan dengan menurunkan tarif impor
hingga 0 persen pada seluruh komoditas impor kecuali padi dan gula. Dampak yang terjadi akibat liberalisasi tersebut akan menurunkan harga pada komoditas impor di pasar domestik. Disamping itu, kebijakan tersebut juga akan mengurangi pendapatan pemerintah yang berasal dari pajak. Perekonomian domestik yang kondisinya sebagai price taker akan berakibat pada meningkatnya permintaan produk-produk impor sehingga ketersediaan produk-produk tersebut dalam perekonomian domestik mengalami peningkatan. Di sisi lain, permintaan barang
82
produksi dalam negeri di pasar domestik menjadi berkurang karena harganya menjadi relatif lebih mahal. Kondisi ini akan mendorong produsen domestik untuk menurunkan volume produksinya akibat adanya penurunan permintaan domestik baik untuk input antara maupun permintaan akhir. Meskipun harga dari beberapa komoditas tersebut menurun di pasar internasional namun peningkatan permintaan ekspor yang terjadi tidak cukup signifikan. Perubahan harga tersebut akan mempunyai dampak yang lebih kuat pada peningkatan permintaan terhadap produk impor dibandingkan peningkatan permintaan ekspor sehingga kondisi tersebut mengakibatkan neraca perdagangan menjadi semakin tertekan. Hal ini berdampak pada penurunan PDB yang diiringi dengan menurunnya jumlah tenaga kerja, baik untuk sektor formal (pekerja dibayar) maupun informal/pekerja keluarga (tidak dibayar). Lampiran 4 berisi ringkasan dari dampak terjadinya penghapusan tarif impor terhadap peubah-peubah utama yang terkait. Dampak tersebut diukur dengan perubahan persentase dari data benchmark. Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa penghapusan bea masuk akan meningkatkan volume impor dan perdagangan luar negeri, sehingga meningkatkan ketersediaan produk dalam perekonomian domestik. Namun PDB (produk domestik bruto) mengalami penurunan sebesar 0,061 persen yang diikuti oleh penurunan penggunaan tenaga kerja seperti terlihat pada Tabel 18. Tabel 18
Dampak penghapusan tarif impor seluruh komoditas kecuali padi dan gula Dampak dari penghapusan tarif impor (persen) Uraian A. Indikator Makroekonomi 1. PDB (riil) -0,0610 2. Tenaga Kerja a. Tenaga Kerja Dibayar -0,0742 b. Tenaga Kerja tidak Dibayar -0,1894 3. Indeks Harga Konsumen -0,0049 B. Perdagangan Luar Negeri 1. Ekspor Barang Riil 0,2270 2. Impor Riil 0,4572 3. Neraca Perdagangan -0,0012 C. Distribusi dan Kesejahteraan 1. Total Penyerapan Domestik 1,0213 2. Konsumsi Riil RT Biasa 0,1067
83
PDB yang menurun tersebut disebabkan oleh penurunan output pada sebagian besar industri domestik. Industri yang mengalami penurunan paling besar adalah sektor Tanaman Kacang-kacangan yang menurun hingga 1,63 persen dan sektor Sayur-sayuran dan Buah-buahan turun sebesar 0,80 persen sebagaimana terlihat pada Tabel 19. Kedua sektor yang mengalami penurunan tersebut diduga karena kalah bersaing dalam harga dari komoditas impor. Seperti diketahui bahwa permintaan kacang kedelai untuk konsumsi domestik yang cukup tinggi tersebut sebagian besar dipenuhi dari luar negeri. Sedangkan industri yang outputnya meningkat paling tinggi adalah sektor Industri Barang Lain yang Belum Digolongkan Dimanapun yang meningkat sebesar 0,58 persen dan sektor Angkutan Air sebesar 0,28 persen. Industri Barang Lain yang Belum Digolongkan Dimanapun mencakup Industri Alat Ukur, Fotografi, Optik dan Jam; Industri Barang-barang Perhiasan; Industri Alat-alat Musik; Industri Alat-alat Olahraga; serta Barang-barang Industri Lainnya. Keadaan ini diduga karena sektor tersebut mempunyai kandungan bahan baku impor yang cukup tinggi. Tabel 19 Dampak liberalisasi perdagangan terhadap output dari lima sektor ekonomi tertinggi peningkatan dan penurunannya Sektor Industri Barang Lain yang Belum Digolongkan Dimanapun Angkutan Air Industri Alat Pengangkutan dan Perbaikannya Angkutan Udara Jasa Lainnya
Dampak meningkat (persen)
Sektor
Dampak menurun (persen)
0,5798
Tanaman Kacang-kacangan
-1,6293
0,2812
Sayur-sayuran dan Buah-buahan
-0,7975
0,2075
Tanaman Umbi-umbian
-0,3787
0,1384
Jagung Industri Barang-barang dari Mineral bukan Logam
-0,2889
0,0966
-0,2864
Penurunan output beberapa industri berdampak pada turunnya jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Penggunaan pekerja informal/keluarga (tidak dibayar) mengalami penurunan yang cukup tajam hingga mencapai 0,19 persen sedangkan pekerja formal (pekerja dibayar) turun sebesar 0,07 persen. Efek samping lainnya dari kebijakan tersebut adalah memburuknya neraca perdagangan yang mengalami penurunan hingga 0,001 persen dimana impor meningkat lebih besar (0,46 persen) dari pada ekspor (0,23 persen). Dampak positif dari penghapusan tarif impor tersebut sebagian besar dinikmati oleh konsumen. Kesejahteraan konsumen mengalami peningkatan
84
sebagaimana ditunjukkan oleh kenaikan ketersediaan produk dalam perekonomian domestik sebesar 1,02 persen dan peningkatan konsumsi riil rumah tangga biasa sebesar 0,11 persen. Wisatawan yang mengunjungi Indonesia baik domestik maupun asing juga kelihatan lebih sejahtera karena mereka dapat mengkonsumsi dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan tingkat benchmark belanja mereka. Prosedur pemodelan mengasumsikan bahwa tidak ada perubahan dalam pendapatan total (sama dengan total pengeluaran) dari wisatawan. Peningkatan konsumsi oleh wisatawan mungkin lebih tinggi karena harga yang lebih rendah sehingga dapat mendorong mereka untuk mengkonsumsi lebih banyak. Kondisi ini diharapkan dapat mendorong lebih banyak lagi wisatawan yang berkunjung ke Indonesia (lihat Sugiyarto et.al., 2003). Selain itu, berbagai tinjauan studi lain seperti Yoeti (2008) dan Tantowi (2009), mengemukakan bahwa harga merupakan salah satu faktor yang penting bagi wisatawan ketika mereka memilih tujuan liburan. 5.3
Dampak Peningkatan Permintaan Pariwisata Permintaan pariwisata seperti telah disebutkan sebelumnya, meliputi
pengeluaran wisatawan, investasi di bidang kepariwisataan dan pengeluaran pemerintah terkait pariwisata yang merupakan bagian dari permintaan akhir. Peningkatan permintaan pariwisata tersebut turut berperan dalam memengaruhi perkembangan sektor-sektor ekonomi sebagaimana yang terdapat pada tabel I-O. Sektor-sektor yang mempunyai kaitan erat dengan industri pariwisata dicerminkan berdasarkan Indeks Daya Penyebaran (IDP) dan Indeks Derajat Kepekaan (IDK) seperti yang terlihat pada Tabel 20. Sektor yang mempunyai derajat kepekaan tinggi memberikan indikasi bahwa sektor tersebut mempunyai keterkaitan ke depan (forward linkage) atau daya dorong yang cukup kuat terhadap industri pariwisata dibandingkan dengan sektor lainnya, sedangkan sektor yang mempunyai daya penyebaran tinggi berarti sektor tersebut mempunyai ketergantungan yang cukup besar terhadap industri pariwisata dibandingkan dengan sektor lainnya. Industri pariwisata yang meliputi sektor Hotel, Restoran dan Obyek-obyek Wisata mempunyai daya penyebaran tertinggi terhadap industri pariwisata itu
85
sendiri dengan nilai 0,397 yang berarti bahwa kenaikan satu unit output sektor pariwisata akan membutuhkan output industri pariwisata sebagai input sebesar 0,397 unit. Sektor yang mempunyai derajat kepekaan tertinggi (backward linkage) terhadap industri pariwisata adalah Tanaman Bahan Makanan Lainnya dengan nilai 0,543 yang berarti bahwa kenaikan satu unit output sektor pariwisata akan membutuhkan output sektor Tanaman Bahan Makanan Lainnya sebesar 0,543 unit. Tabel 20
Indeks daya penyebaran (IDP) dan indeks derajat kepekaan (IDK) dengan aktivitas pariwisata, 2008 Sektor IDK Sektor IDP
Tanaman Bahan Makanan Lainnya Industri Pengolahan dan Pengawetan Makanan Pariwisata Industri Makanan Lainnya
0,5431
Pariwisata
0,3975
0,4756
Angkutan Air
0,1116
0,3975 0,3817
0,0518 0,0372
Hasil Tanaman Serat
0,3527
Industri Minuman Penambangan Batubara dan Bijih Logam Tanaman Kacang-kacangan
0,2204
Bangunan Perdagangan Industri Mesin, Alat-alat dan Perlengkapan Listrik Pemerintahan Umum dan Pertahanan
0,2194
Lembaga Keuangan
0,0132
0,2029
0,0112
Industri Tepung, Segala Jenis
0,1781
Jasa Sosial Kemasyarakatan Industri Alat Pengangkutan dan Perbaikannya
Industri Mesin, Alat-alat dan Perlengkapan Listrik
0,1646
Jasa Lainnya
0,0102
0,0242 0,0182
0,0105
Dampak peningkatan permintaan pariwisata terhadap sektor ekonomi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 21. Permintaan dari kegiatan pariwisata di Indonesia disimulasikan meningkat sebesar 10 persen. Peningkatan permintaan tersebut akan membuat produksi bertambah sehingga output beberapa industri rata-rata mengalami peningkatan. Peningkatan output tertinggi terjadi pada sektor Hotel hingga mencapai 4,6 persen dan diikuti oleh sektor Angkutan Udara sebesar 2,9 persen. Hal ini karena kedua sektor tersebut mempunyai kaitan yang sangat erat dengan kegiatan pariwisata. Namun masih ada juga sektor yang justru mengalami penurunan outputnya seperti sektor Industri Logam Dasar Bukan Besi yang menurun hingga 0,02 persen. Sektor yang mengalami peningkatan terendah dari outputnya adalah Industri Minyak dan Lemak (0,004 persen). Peningkatan permintaan pariwisata sebesar 10 persen tersebut juga akan berpengaruh pada perkembangan sejumlah peubah makroekonomi. Tabel 22
86
berisi ringkasan hasil simulasi peningkatan pengeluaran wisatawan. Peningkatan tersebut terutama diakibatkan oleh meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan, sedangkan hasil lengkapnya terdapat pada Lampiran 5. Skenario ini akan membuat produksi bertambah sehingga PDB meningkat sebesar 0,15 persen dari peningkatan konsumsi wisatawan nusantara dan 0,09 persen dari meningkatnya belanja wisatawan mancanegara. Jumlah tenaga kerja juga mengalami peningkatan yang masing-masing sebesar 0,30 persen untuk tenaga kerja formal (dibayar) dan 0,24 persen untuk pekerja keluarga (tidak dibayar) sebagai dampak dari peningkatan belanja wisatawan nusantara. Sementara itu, kenaikan 10 persen pada belanja wisatawan mancanegara juga berakibat pada peningkatan jumlah tenaga kerja yang masing-masing sebesar 0,17 persen untuk pekerja formal dan 0,14 persen untuk pekerja keluarga. Namun, pada saat yang sama terjadi tekanan pada harga domestik dimana indeks harga konsumen mengalami peningkatan sebesar 0,002 persen akibat kenaikan wisatawan nusantara dan 0,001 persen akibat kenaikan wisatawan mancanegara. Tabel 21 Dampak peningkatan permintaan pariwisata terhadap output dari lima sektor ekonomi tertinggi dan terendah Sektor Hotel Angkutan Udara Industri Barang Lain yang Belum Digolongkan Dimanapun
Dampak tertinggi (persen) 4,608268 2,875436 1,622131
Jasa Penunjang Angkutan
1,614748
Angkutan Kereta Api
1,401848
Sektor Industri Logam Dasar Bukan Besi Industri Minyak dan Lemak Penambangan Batubara dan Bijih Logam Penambangan Minyak, Gas dan Panas Bumi Kelapa Sawit
Dampak terendah (persen) -0,02374 0,00417 0,00718 0,01572 0,03713
Kesejahteraan masyarakat juga mengalami peningkatan yang diindikasikan melalui peningkatan penyerapan dalam negeri dan peningkatan konsumsi rumah tangga riil. Total penyerapan domestik meningkat sebesar 0,553 persen akibat peningkatan konsumsi wisatawan nusantara dan 0,151 persen akibat kenaikan permintaan wisatawan mancanegara. Sementara itu, konsumsi riil rumah tangga biasa meningkat sebesar 0,017 persen akibat peningkatan belanja wisnus dan naik 0,008 persen akibat peningkatan belanja wisman. Kondisi yang sama terjadi pada neraca perdagangan dimana akibat kenaikan permintaan wisatawan sebesar 10 persen maka terjadi kenaikan pada impor riil sebesar 0,75 persen sedangkan
87
ekspor barang riil mengalami penurunan sebesar 0,31 persen akibat adanya tekanan harga pada produk domestik sehingga neraca perdagangan menjadi tertekan. Namun adanya kenaikan pada belanja wisman mengakibatkan berkurangnya tekanan pada neraca perdagangan. Tabel 22
Dampak peningkatan permintaan oleh wisatawan sebesar 10 persen Uraian
A. Indikator Makroekonomi 1. PDB (riil) 2. Tenaga Kerja a. Tenaga Kerja Dibayar b. Tenaga Kerja tidak Dibayar 3. Indeks Harga Konsumen B. Perdagangan Luar Negeri 1. Ekspor Barang Riil 2. Impor Riil 3. Neraca Perdagangan C. Distribusi dan Kesejahteraan 1. Total Penyerapan Domestik 2. Konsumsi Riil RT Biasa
5.4
Dampak dari Wisnus
Dampak dari Wisman (persen)
Dampak dari Wisatawan
0,148
0,086
0,2347
0,299 0,240 0,002
0,169 0,144 0,001
0,4686 0,3845 0,0036
-0,180 0,623 -0,002
-0,128 0,127 0,001
-0,3077 0,7505 -0,0008
0,553 0,017
0,151 0,008
0,7048 0,0481
Dampak Liberalisasi Perdagangan dan Peningkatan Permintaan Pariwisata Dua simulasi berikutnya mempertimbangkan skenario terjadinya liberalisasi
perdagangan (penghapusan tarif impor kecuali padi dan gula ) serta adanya pertumbuhan permintaan kegiatan kepariwisataan di Indonesia. Bagian dari permintaan pariwisata adalah pengeluaran yang dilakukan oleh wisatawan. Pengeluaran wisatawan dari kegiatannya di Indonesia disimulasikan meningkat sebesar 10 persen yang digabungkan dengan simulasi sebelumnya terkait liberalisasi perdagangan. Hasil yang lebih rinci dari simulasi tersebut disajikan pada Lampiran 6 sedangkan ringkasannya terdapat pada Tabel 23. Penghapusan tarif impor akibat liberalisasi perdagangan yang digabung dengan peningkatan permintaan wisatawan baik domestik maupun mancanegara sebesar 10 persen akan membuat produksi bertambah sehingga PDB meningkat sebesar 0,17 persen. Jumlah tenaga kerja juga mengalami peningkatan yang masing-masing sebesar 0,39 persen untuk tenaga kerja formal (dibayar) dan 0,19 persen untuk pekerja keluarga (tidak dibayar) sebagai dampak dari peningkatan
88
belanja wisatawan. Harga-harga domestik di tingkat konsumen mengalami penurunan sebesar 0,001 persen. Total permintaan dalam negeri juga mengalami peningkatan sebesar 0,32 persen serta konsumsi rumahtangga riil meningkat sebesar 0,01 persen. Sementara itu, kondisi neraca perdagangan mengalami penurunan akibat peningkatan impor yang cukup tinggi akibat adanya peningkatan permintaan wisatawan. Tabel 23
Dampak liberalisasi perdagangan yang diikuti kenaikan permintaan wisatawan 10 persen Liberalisasi perdagangan (persen) Uraian Dampak dari Dampak dari Dampak dari Wisnus
A. 1. 2. a. b. 3. B. 1. 2. 3. C. 1. 2.
Indikator Makroekonomi PDB (riil) Tenaga Kerja Tenaga Kerja Dibayar Tenaga Kerja tidak Dibayar Indeks Harga Konsumen Perdagangan Luar Negeri Ekspor Barang Riil Impor Riil Neraca Perdagangan Distribusi dan Kesejahteraan Total Permintaan Domestik Konsumsi Rumahtangga Riil
Wisman
Wisatawan
0,087
0,025
0,173
0,224 0,049 -0,003
0,094 -0,046 -0,003
0,393 0,193 -0,001
0,046 1,081 -0,003
0,098 0,584 -0,000
-0,082 1,209 -0,002
0,183 0,009
0,059 0,004
0,323 0,012
Tabel 24 Dampak liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan pariwisata terhadap output dari lima sektor ekonomi tertinggi peningkatan dan penurunannya Sektor Hotel Angkutan Udara Industri Barang Lain yang Belum Digolongkan Dimanapun Jasa Penunjang Angkutan Angkutan Kereta Api
Dampak meningkat (persen) 4,486413 3,013405
Sektor Tanaman Kacang-kacangan Sayur-sayuran dan Buah-buahan
Dampak menurun (persen) -1,31356 -0,41673
2,188897
Tanaman Umbi-umbian
-0,01410
1,652852 1,343410
Industri Pupuk dan Pestisida Industri Dasar Besi dan Baja
-0,01297 -0,00562
Peningkatan permintaan sebagai dampak dari penghapusan tarif impor yang digabung dengan peningkatan permintaan pariwisata akan membuat output beberapa industri mengalami peningkatan. Industri yang outputnya mengalami peningkatan tertinggi akibat adanya skenario tersebut adalah sektor Hotel yang mencapai 4,49 persen dan diikuti oleh sektor Angkutan Udara sebesar 3,01
89
persen. Hal ini diduga karena kedua sektor tersebut merupakan pendukung utama dari kegiatan kepariwisataan. Meskipun masih banyak juga sektor-sektor yang outputnya justru mengalami penurunan akibat skenario tersebut. Industri yang outputnya mengalami penurunan terbesar adalah sektor Tanaman Kacangkacangan yang turun sebesar 1,3 persen dan diikuti oleh sektor Sayur-sayuran dan Buah-buahan yang turun sebesar 0,42 persen seperti terlihat pada Tabel 24. 5.5
Dampak Liberalisasi Perdagangan dan Peningkatan permintaan Pariwisata disertai Penerapan Beberapa Alternatif Kebijakan Kebijakan alternatif lain yang mungkin bisa diterapkan dalam rangka
mengurangi efek negatif adanya liberalisasi perdagangan adalah pemotongan pajak tak langsung dan peningkatan efisiensi produksi. Batas pengenaan tarif pajak adalah sesuatu yang harus ditetapkan dengan hati-hati, di mana globalisasi membuat negara-negara lebih terbuka dan persaingan dalam menarik investasi dapat dipengaruhi oleh pajak di suatu negara. Padahal hingga saat ini, pajak masih merupakan sumber utama penerimaan pemerintah. Alternatif lain yang mungkin adalah melakukan efisiensi produksi. 5.5.1 1.
Dampak Penurunan Pajak Tak Langsung Dampak liberalisasi perdagangan disertai penurunan pajak tak langsung Skenario selanjutnya adalah penerapan liberalisasi perdagangan seperti yang
telah dibahas sebelumnya disertai penurunan pajak tak langsung pada komoditas domestik sebesar 10 persen. Pengaruh yang ditimbulkan dari skenario tersebut dapat ditelusuri melalui dampak adanya penurunan pajak tak langsung. Dari sisi produksi, kebijakan penurunan pajak tak langsung akan mengurangi harga domestik pada produk dalam negeri, sehingga akan menjadi lebih kompetitif. Kondisi ini, pada gilirannya akan merangsang berkembangnya produksi dalam negeri dan diikuti oleh penciptaan lapangan kerja serta meningkatkan PDB. Peningkatan produksi dalam negeri yang disertai penciptaan lapangan kerja akan
meningkatkan pendapatan rumah tangga,
yang
selanjutnya
akan
menciptakan permintaan lebih banyak lagi terhadap produk di pasar domestik. Permintaan terhadap produk impor mengalami penurunan akibat adanya penurunan harga pada produk domestik sedangkan ekspor terjadi peningkatan
90
karena harga produk domestik tersebut menjadi lebih kompetitif. Hal ini akan lebih menguntungkan bagi produsen dan beban pada kondisi neraca perdagangan semakin berkurang. Namun kebijakan tersebut akan mengurangi pendapatan pemerintah dari pajak tidak langsung dan menambah defisit anggaran pemerintah. Kebijakan ini memiliki dampak positif terhadap tingkat kesejahteraan seperti terlihat pada peningkatan penyerapan domestik (rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan investasi) serta akan meningkatkan konsumsi rumah tangga riil. Tabel 25 berisi ringkasan dari dampak penurunan ganda (penghapusan tarif impor semua komoditas kecuali padi dan gula disertai penurunan pajak tak langsung sebesar 10 persen) terhadap kinerja makroekonomi, sedangkan hasil yang lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 7. Skenario penurunan ganda tersebut akan berdampak pada penurunan harga komoditas impor di pasar dalam negeri dan harga produk domestik. Peningkatan permintaan akibat kenaikan pendapatan rumah tangga riil sebagai akibat dari pemotongan pajak tak langsung akan memperbesar peningkatan permintaan impor. Disamping itu, kenaikan permintaan komoditas impor tersebut juga disebabkan oleh penurunan harga produk impor akibat dari kebijakan penghapusan tarif bea masuk. Oleh karena itu maka neraca perdagangan menjadi lebih tertekan, meskipun dampak negatif dari penurunan tarif impor tersebut telah diimbangi dengan efek positif dari pengurangan pajak tak langsung pada ekspor. Tabel 25
Dampak liberalisasi perdagangan yang diikuti pemotongan pajak tak langsung sebesar 10 persen Uraian
Dampak pemotongan pajak tak langsung
Dampak liberalisasi perdagangan dan pemotongan pajak tak langsung
(persen) A. 1. 2. a. b. 3. B. 1. 2. 3. C. 1. 2.
Indikator Makroekonomi PDB (riil) Tenaga Kerja Tenaga Kerja Dibayar Tenaga Kerja tidak Dibayar Indeks Harga Konsumen Perdagangan Luar Negeri Ekspor Barang Riil Impor Riil Neraca Perdagangan Distribusi dan Kesejahteraan Total Permintaan Domestik Konsumsi Rumahtangga Riil
0,092502
0,032281
0,159551 0,139408 -0,003984
0,085799 -0,048193 -0,008835
0,291290 -0,052045 0,000479
0,519214 0,403225 -0,000691
0,153582 0,000016
0,074072 0,000078
91
Ketersediaan produk dalam ekonomi domestik terjadi peningkatan sebesar 0,07 persen sehingga menciptakan permintaan tambahan dan merangsang kegiatan produksi yang mengakibatkan PDB meningkat sebesar 0,03 persen. Kesejahteraan diindikasikan semakin meningkat sebagaimana dapat dilihat dari peningkatan konsumsi rumah tangga riil sebesar 0,00008 persen. Neraca perdagangan masih tertekan. Ekspansi terbesar terjadi pada industri Rokok dan Cengkih yang masih mempunyai tingkat cukai tinggi. Konsumsi rumah tangga riil pada komoditas Rokok mengalami peningkatan tertinggi hingga sebesar 3,2 persen. Wisatawan domestik maupun wisatawan asing lebih beruntung karena dapat membayar harga yang lebih rendah untuk produk dan jasa yang mereka konsumsi di Indonesia. Peningkatan tertinggi konsumsi riil mereka pada komoditas Tanaman Kacang-kacangan meningkat sebesar 2,2 persen diikuti oleh komoditas Rokok sebesar 1,6 persen. Dampak liberalisasi perdagangan yang diikuti dengan pemotongan pajak tak langsung tersebut terhadap output industri dalam negeri bervariasi, beberapa diantaranya meningkat cukup tinggi namun sebagian yang lain menurun cukup tajam. Output industri pembuatan Rokok mengalami peningkatan yang paling tinggi hingga mencapai 3,07 persen serta diikuti oleh sektor Cengkih dan Tembakau sebagai pemasok utama industri Rokok. Hal ini karena industri Rokok mempunyai tingkat cukai yang cukup besar. Sedangkan sektor yang mengalami penurunan output paling tajam adalah sektor Tanaman Kacang-kacangan dan sektor Sayur-sayuran dan Buah-buahan yang turun masing-masing sebesar 1,50 persen dan 0,90 persen. Penurunan tersebut merupakan dampak negatif yang cukup tinggi dari penerapan liberalisasi perdagangan akibat kalah bersaing dengan produk impor sebagaimana terlihat pada Tabel 26. Tabel 26 Dampak liberalisasi perdagangan disertai pemotongan pajak tak langsung terhadap output dari lima sektor ekonomi tertinggi peningkatan dan penurunannya Sektor Industri Rokok Cengkih Tembakau Hasil Tanaman Serat Angkutan Air
Dampak meningkat (persen) 3,066307 2,737668 2,475687 1,854739 1,381931
Sektor Tanaman Kacang-kacangan Sayur-sayuran dan Buah-buahan Tanaman Umbi-umbian Jagung Industri Penggilingan Padi
Dampak menurun (persen) -1,496375 -0,898347 -0,500092 -0,464557 -0,320665
92
2.
Dampak liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan pariwisata disertai penurunan pajak tak langsung Skenario selanjutnya adalah mempertimbangkan terjadinya liberalisasi
perdagangan (penghapusan tarif impor kecuali komoditas padi dan gula) serta adanya pertumbuhan permintaan kegiatan kepariwisataan di Indonesia sebesar 10 persen yang digabungkan dengan kebijakan pemotongan pajak tak langsung sebesar 10 persen. Hasil dari simulasi tersebut disajikan secara rinci pada Lampiran 7 yang dirangkum pada Tabel 27. Hasilnya memperlihatkan bahwa pertumbuhan permintaan pariwisata memperkuat efek positif dari liberalisasi perdagangan dan pada saat yang sama mengurangi efek samping. Tingkat PDB dan lapangan kerja mengalami peningkatan, terutama jika dikombinasikan dengan pertumbuhan permintaan pariwisata, liberalisasi perdagangan dan pemotongan pajak tak langsung. Neraca perdagangan yang defisit, tetapi untuk tingkat yang lebih rendah dibanding jika liberalisasi perdagangan dan pemotongan pajak tak langsung tanpa adanya pertumbuhan permintaan pariwisata. Hal ini karena terjadinya peningkatan ekspor jasa akibat pertumbuhan permintaan dari wisatawan mancanegara. Tabel 27
Dampak liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan wisatawan sebesar 10 persen yang diikuti pemotongan pajak tak langsung Uraian
A. 1. 2. a. b. 3. B. 1. 2. 3. C. 1. 2.
Indikator Makroekonomi PDB (riil) Tenaga Kerja Tenaga Kerja Dibayar Tenaga Kerja tidak Dibayar Indeks Harga Konsumen Perdagangan Luar Negeri Ekspor Barang Riil Impor Riil Neraca Perdagangan Distribusi dan Kesejahteraan Total Permintaan Domestik Konsumsi RT Biasa Riil
Liberalisasi perdagangan dan pemotongan pajak tak langsung 10 persen (persen) Dampak dari Dampak dari Dampak dari Wisnus Wisman Wisatawan 0,179969
0,117982
0,265919
0,384912 0,190736 -0,006699
0,254074 0,095420 -0,007392
0,554044 0,334855 -0,005254
0,337161 1,025571 -0,002535
0,390024 0,530058 0,000369
0,208777 1,153490 -0,001472
0,338552 0,215227
0,214646 0,252740
0,479204 0,140095
Dampak yang terjadi akibat dilakukannya penghapusan tarif impor dan peningkatan permintaan wisatawan sebesar 10 persen yang diikuti dengan
93
penurunan pajak tak langsung sebesar 10 persen tersebut mengindikasikan adanya dampak yang positif seperti PDB riil meningkat sebesar 0,27 persen yang disertai dengan turunnya tingkat harga domestik sebesar 0,005 persen. Disamping itu, terjadi peningkatan permintaan tenaga kerja dimana masing-masing sebesar 0,55 persen untuk tenaga kerja formal (dibayar) dan 0,33 persen untuk pekerja keluarga (tidak dibayar). Total permintaan dalam negeri juga mengalami peningkatan sebesar 0,48 persen sedangkan konsumsi rumahtangga riil meningkat 0,14 persen. Sementara itu, kondisi neraca perdagangan mengalami penurunan hingga 0,21 persen akibat peningkatan permintaan komoditas impor yang cukup tinggi (1,15 persen). Permintaan komoditas impor tersebut sebagian besar dilakukan oleh wisatawan nusantara yang berkunjung ke luar negeri yang meningkat hingga sebesar 1,02 persen. Peningkatan PDB riil akibat adanya liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan pariwisata yang disertai pemotongan pajak tak langsung sebesar 10 persen tersebut ternyata didukung oleh peningkatan output dari beberapa industri seperti sektor Hotel dan sektor Angkutan Udara yang masingmasing meningkat sebesar 4,73 persen dan 3,29 persen. Hal ini diduga karena sektor tersebut sangat terkait erat dengan aktivitas pariwisata. Namun beberapa industri masih ada yang mengalami penurunan outputnya. Industri yang outputnya mengalami penurunan paling tinggi adalah sektor Tanaman Kacang-kacangan dan sektor Sayur-sayuran dan buah-buahan yang masing-masing turun sebesar 1,24 persen dan 0,47 persen sebagaimana terlihat pada Tabel 28. Kedua industri yang termasuk pada sektor pertanian tersebut selalu mengalami tekanan yang paling berat akibat diterapkannya liberalisasi perdagangan. Tabel 28 Dampak liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan pariwisata disertai pemotongan pajak tak langsung terhadap output dari lima sektor ekonomi tertinggi peningkatan dan penurunannya Sektor Hotel Angkutan Udara Industri Barang Lain yang Belum Digolongkan Dimanapun Jasa Penunjang Angkutan Angkutan Air
Dampak meningkat (persen) 4,7279120 3,2862910
Tanaman Kacang-kacangan Sayur-sayuran dan Buah-buahan
Dampak menurun (persen) -1,244388 -0,466919
2,2395570
Jagung
-0,083303
1,9838760 1,7063540
Tanaman Umbi-umbian Industri Penggilingan Padi
-0,074713 0,009894
Sektor
94
5.5.2
Dampak Peningkatan Efisiensi Produksi Pengertian efisiensi dalam produksi merupakan perbandingan antara output
dan input, berkaitan dengan tercapainya output maksimum dengan sejumlah input tertentu. Jika rasio ouput besar maka efisiensi dikatakan semakin tinggi. Dapat dikatakan bahwa efisiensi adalah penggunaan input terbaik dalam memproduksi output.
Alokasi
kombinasi
faktor-faktor
produksi
dengan
tepat
dapat
meningkatkan efisiensi. Penggunaan faktor primer yang efisien diharapkan dapat meningkatkan produksi yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan perusahaan. Penelitian
ini
mengasumsikan
bahwa
perusahaan-perusahaan
yang
mempunyai kaitan erat dengan pariwisata berhasil melakukan efisiensi produksi sebesar 5 persen. Skenarionya adalah penerapan liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan pariwisata seperti yang telah dibahas sebelumnya disertai peningkatan efisiensi sektor-sektor terkait erat dengan pariwisata sebesar 5 persen. Pengaruh yang ditimbulkan dari skenario tersebut dapat ditelusuri melalui dampak adanya peningkatan efisiensi sektor-sektor terkait erat dengan pariwisata. Dari sisi produksi, kebijakan peningkatan efisiensi produksi akan mengurangi penggunaan input primer baik tenaga kerja maupun kapital untuk menghasilkan satu unit output. Berkurangnya penggunaan input primer tersebut berdampak pada penurunan biaya produksi per unit. Keadaan ini berakibat pada turunnya harga barang-barang yang diproduksi, sehingga akan menjadi lebih kompetitif dan selanjutnya akan meningkatkan PDB. Penurunan harga barang-barang akibat penggunaan faktor produksi secara efisien selanjutnya akan menciptakan permintaan lebih banyak lagi terhadap produk tersebut baik di pasar domestik maupun internasional. Permintaan terhadap produk impor mengalami penurunan akibat adanya penurunan harga pada produk domestik sedangkan ekspor terjadi peningkatan karena harga produk domestik tersebut menjadi lebih kompetitif. Namun kebijakan tersebut akan mengurangi penggunaan tenaga kerja sehingga perlu diwaspadai. Hasil dari simulasi tersebut disajikan secara rinci pada Lampiran 7 yang dirangkum pada Tabel 29. Hasilnya memperlihatkan bahwa pertumbuhan permintaan pariwisata sebesar 10 persen yang disertai peningkatan efisiensi
95
produksi sektor-sektor yang berkaitan erat dengan pariwisata sebesar 5 persen akan memperkuat efek positif dari liberalisasi perdagangan dan pada saat yang sama mengurangi efek samping. Tingkat PDB mengalami peningkatan cukup tinggi sedangkan penyerapan tenaga kerja masih mengalami penurunan. Ekspor barang mengalami peningkatan cukup tinggi meskipun masih diimbangi dengan tingginya impor. Tabel 29
Dampak liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan wisatawan sebesar 10 persen diikuti peningkatan efisiensi produksi sektor pariwisata Uraian
A. 1. 2. a. b. 3. B. 1. 2. 3. C. 1. 2.
Indikator Makroekonomi PDB (riil) Tenaga Kerja Tenaga Kerja Dibayar Tenaga Kerja tidak Dibayar Indeks Harga Konsumen Perdagangan Luar Negeri Ekspor Barang Riil Impor Riil Neraca Perdagangan Distribusi dan Kesejahteraan Total Penyerapan Domestik Konsumsi Riil RT Biasa
Liberalisasi perdagangan dan peningkatan efisiensi produksi sektor pariwisata 10 persen (persen)
Dampak dari Wisnus
Dampak dari Wisman
Dampak dari Wisatawan
0,439772
0,376676
0,524944
-0,266821 -0,372272 -0,017455
-0,395907 -0,467284 -0,018126
-0,103908 -0,232866 -0,016085
1,085152 0,801984 -0,000723
1,139485 0,316102 0,002133
0,956385 0,926802 0,000311
1,284388 1,166774
0,890859 1,250584
1,434522 0,987984
Dampak yang terjadi akibat liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan wisatawan sebesar 10 persen yang disertai adanya peningkatan efisiensi sektor-sektor terkait erat dengan pariwisata sebesar 10 persen tersebut memperlihatkan terjadinya dampak yang positif seperti PDB riil meningkat sebesar 0,52 persen yang disertai dengan turunnya tingkat harga domestik sebesar 0,016 persen. Total penyerapan dalam negeri juga mengalami peningkatan sebesar 1,43 persen sedangkan konsumsi riil rumahtangga biasa meningkat 0,99 persen. Kondisi neraca perdagangan mengalami penguatan sebesar 0,0003 persen yang diikuti tingginya volume perdagangan akibat tingginya peningkatan permintaan komoditas impor (0,926 persen) dan permintaan ekspor barang (0,956 persen). Sementara itu, penyerapan tenaga kerja mengalami penurunan baik tenaga kerja formal (dibayar) maupun tenaga kerja informal/keluarga (tidak dibayar). Hal ini perlu diwaspadai sebagai akibat adanya efisiensi produksi.
96
Peningkatan PDB riil akibat skenario tersebut ternyata didukung oleh peningkatan output dari beberapa industri terutama yang mempunyai kaitan erat dengan pariwisata. Industri tersebut adalah sektor Hotel yang meningkat sebesar 6,33 persen dan diikuti oleh sektor Jasa Penunjang Angkutan yang meningkat sebesar 5,63 persen. Namun beberapa industri masih ada yang mengalami penurunan outputnya. Industri yang outputnya mengalami penurunan paling tinggi adalah sektor Tanaman Kacang-kacangan dan sektor Sayur-sayuran dan buahbuahan yang masing-masing turun sebesar 1,71 persen dan 0,88 persen sebagaimana terlihat pada Tabel 30. Tabel 30 Dampak liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan pariwisata disertai peningkatan efisiensi produksi terhadap output dari lima sektor ekonomi tertinggi peningkatan dan penurunannya Sektor Hotel Jasa Penunjang Angkutan Angkutan Air Angkutan Udara Komunikasi
Dampak meningkat (persen) 6,335530 5,634547 5,610829 5,322095 4,692570
Sektor Tanaman Kacang-kacangan Sayur-sayuran dan Buah-buahan Jagung Tanaman Umbi-umbian Industri Penggilingan Padi
Dampak menurun (persen) -1,713725 -0,883122 -0,529614 -0,461525 -0,345476
Pada intinya bahwa pemerintah bisa melakukan beberapa kebijakan tersebut, karena itu, untuk memulai liberalisasi perdagngan adalah dengan mengurangi ketergantungan pada tarif impor dan pajak tidak langsung pada tingkat yang memungkinkan, karena pendapatan pemerintah akan berkurang dengan pengurangan bea masuk dan pajak tak langsung sehingga diperlukan penerimaan
tambahan
seperti
dari
pertumbuhan
permintaan
kegiatan
kepariwisataan di Indonesia. Pendapatan dari kegiatan kepariwisataan akan memungkinkan penerimaan pemerintah dapat dipertahankan pada tingkat benchmark, sehingga keikutsertaan dalam globalisasi dan liberalisasi tidak akan mengganggu program pengeluaran pemerintah. Hal ini adalah salah satu cara dimana pemerintah, seperti pemerintah Indonesia, dapat menjaga kredibilitasnya dan menghindari masalah fiskal. Kemampuan pemerintah untuk mempertahankan tingkat pengeluaran adalah juga penting dalam konteks deflasi secara keseluruhan, dimana pengeluaran pemerintah dapat membantu untuk mengimbangi penurunan komponen lain dari permintaan agregat, seperti ekspor produk primer.
6. 6.1
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang ditelah dilakukan mengenai dampak
liberalisasi perdagangan (penghapusan tarif impor semua komoditi kecuali padi dan gula) dan peningkatan permintaan pariwisata di Indonesia, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan diantaranya: 1.
Studi ini menunjukkan bahwa liberalisasi perdagangan dalam jangka pendek akan menurunkan kinerja perekonomian domestik. Hal ini ditandai dengan menurunnya tingkat PDB, meningkatkan pengangguran, dan menambah tekanan pada neraca perdagangan, meskipun beberapa industri masih ada yang mengalami peningkatan outputnya terutama yang kandungan bahan baku impornya cukup tinggi.
2.
Penerapan liberalisasi perdagangan juga mempunyai dampak positif terutama bagi konsumen. Dampak positif tersebut antara lain adalah menurunkan
tingkat
harga
domestik
(indeks
harga
konsumen),
meningkatkan ketersediaan produk dalam perekonomian domestik serta meningkatkan konsumsi riil rumah tangga. 3.
Peningkatan permintaan pariwisata dapat mengurangi efek negatif diberlakukannya liberalisasi perdagangan, bahkan dapat meningkatkan kinerja perekonomian domestik seperti meningkatkan PDB dan mengurangi pengangguran khususnya pada industri yang terkait erat dengan pariwisata. Namun kondisi tersebut memunculkan dampak negatif yang lain seperti meningkatnya tingkat harga domestik, bertambahnya permintaan produk impor dan menurunkan tingkat konsumsi rumah tangga riil akibat meningkatnya permintaan pariwisata.
4.
Pada kenyataannya, liberalisasi perdagangan yang dikombinasikan dengan peningkatan permintaan pariwisata dapat mengurangi tekanan pada produsen domestik sehingga output bisa bertambah dan PDB meningkat. Sehingga pengangguran berkurang serta merangsang produksi lebih lanjut dan akhirnya akan meningkatkan kinerja makroekonomi. Namun diperlukan perhatian yang serius pada neraca perdagangan yang semakin tertekan.
98
5.
Pemotongan pajak tak langsung dapat digunakan untuk meningkatkan daya saing produk dalam negeri. Sehingga liberalisasi perdagangan dan peningkatan
permintaan
pariwisata
yang
dikombinasikan
dengan
pemotongan pajak tak langsung akan memperkuat peningkatan kinerja makroekonomi seperti PDB meningkat, pengangguran turun, tingkat harga turun, dan ekspor riil meningkat serta konsumsi rumahtangga riil juga meningkat. Hal ini lebih lanjut akan meningkatkan produksi dalam negeri. 6.
Peningkatan efisiensi produksi pada sektor-sektor yang terkait erat dengan pariwisata juga dapat digunakan untuk meningkatkan daya saing produk dalam
negeri.
Kondisi
ini
terbukti
dapat
meningkatkan
kinerja
makroekonomi seperti PDB meningkat, tingkat harga turun, dan ekspor riil meningkat serta konsumsi rumahtangga riil juga meningkat. Kondisi tersebut akan meningkatkan produksi dalam negeri. Namun perlu diwaspadai karena penyerapan tenaga kerja menjadi menurun. 7.
Secara umum, dampak gabungan dari peningkatan permintaan pariwisata dan liberalisasi akan memberikan keuntungan. Pertumbuhan permintaan pariwisata akan memperkuat dampak positif dari liberalisasi perdagangan dan pada saat yang sama akan mengurangi efek sampingnya. Neraca perdagangan dan anggaran pemerintah berada dalam posisi yang lebih baik, karena adanya penerimaan tambahan dari pariwisata.
6.2
Saran Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan yang dirumuskan sebelumnya,
maka diberikan beberapa saran yang menyangkut penelitian ini, yaitu: 1.
Pelaksanaan liberalisasi perdagangan secara penuh (penghapusan pajak impor) masih memerlukan pentahapan lagi baik untuk besaran tarif maupun jenis komoditi. Hal ini untuk mengurangi efek negatif yang terjadi.
2.
Pemotongan pajak tak langsung pada produk domestik dapat digunakan untuk mengurangi adanya efek negatif akibat diberlakukannya liberalisasi perdagangan.
3.
Liberalisasi perdagangan yang dikombinasikan dengan pemotongan pajak tak langsung akan mengurangi pendapatan pemerintah, sehingga diperlukan
99
kebijakan lain yang sesuai misalnya penetapan retribusi atau pendapatan lain dari kegiatan jasa pariwisata. Pertumbuhan permintaan pariwisata akan memungkinkan pemerintah untuk melakukan kebijakan fiskal sehingga dapat membiayai pengeluaran tanpa memaksakan pajak yang lebih tinggi pada penduduk Indonesia. 4.
Akibat diberlakukannya liberalisasi perdagangan , pemerintah harus mulai mengurangi ketergantungan pada tarif impor dan pajak tidak langsung namun pada saat yang sama harus dapat mempertahankan tingkat pendapatan yang diperlukan untuk membiayai pengeluarannya.
5.
Peranan kebijakan fiskal khususnya pengeluaran pemerintah masih sangat dominan dalam memengaruhi perekonomian sehingga diperlukan adanya perbaikan kebijakan fiskal dimasa yang akan datang.
6.
Peningkatan efisiensi produksi sektor-sektor yang mempunyai kaitan erat dengan pariwisata ternyata lebih efektif dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, namun kebijakan tersebut akan mengurangi penyerapan tenaga kerja sehingga perlu hati-hati dalam menerapkannya.
7.
Pemerintah telah banyak membuat kebijakan dalam rangka meningkatkan kegiatan kepariwisataan di Indonesia misalnya melalui program Visit Indonesian Years yang masih berlanjut hingga sekarang. Namun kebijakan tersebut perlu dimatangkan konsepnya, dimaksimalkan hasilnya dan disesuaikan dengan target pasar.
8.
Kebijakan lainnya seperti peningkatan investasi di bidang infrastruktur juga sangat diperlukan dalam mendukung terjadinya pertumbuhan sektor jasa pariwisata. Disamping itu, sarana dan prasarana terkait kegiatan pariwisata juga harus memadai misalnya keimigrasian, bandara, hotel, dan juga tempat-tempat wisata sehingga dapat memberikan rasa aman dan nyaman.
9.
Penerapan visa tunggal ASEAN juga diharapkan dapat membantu meningkatkan jumlah kunjungan turis asing ke Indonesia. Namun harus ada kebijakan lain yang menyertainya dalam mendukung program tersebut misalnya menyediakan informasi pariwisata Indonesia yang tepat dan memadai pada semua pintu-pintu masuk potensial di negara ASEAN.
100
10.
Peningkatan permintaan pariwisata belum bisa mengurangi efek negatif pada sektor pertanian akibat penerapan liberalisasi perdagangan. Sehingga diperlukan kebijakan lain yang berhubungan dengan sektor pertanian seperti subsidi yang tepat sasaran.
11.
Temuan positif dari studi ini belum memperhitungkan dampak pariwisata terhadap lingkungan dan budaya, sehingga diharapkan bisa dilanjutkan dengan mempertimbangkan pengaruhnya pada lingkungan dan budaya.
12.
Studi ini hanya menggunakan closure jangka pendek sehingga perlu dipertimbangkan penggunaan closure jangka panjang pada penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA Antariksa B. 2010. Pengaruh Liberalisasi Perdagangan Jasa terhadap Daya Saing Kepariwisataan Indonesia. Prosiding Pertemuan Diklat Pariwisata tingkat Lanjutan Tahun 2010; Jakarta, 29 Juli 2010. Jakarta: Pusdiklat Kemenbudpar. hlm 1-7. Aryanto
R. 2003. Environmental Marketing pada Ekowisata Pesisir: Menggerakkan Ekonomi Rakyat Daerah Otonom. Bogor: IPB Press.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010a. Laporan Perekonomian Indonesia 2009, Jakarta: BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010b. Neraca Satelit Pariwisata Nasional 2009, Jakarta: BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010c. Statistik Kunjungan Tamu Asing 2009, Jakarta: BPS. [BI] Bank Indonesia. 2010a. Laporan Tahunan Perekonomian Indonesia 2009, Jakarta: BI. [BI] Bank Indonesia. 2010b. Neraca Pembayaran Indonesia 2010, Jakarta: BI. [BI] Bank Indonesia. 2011. Laporan Tahunan Perekonomian Indonesia 2010, Jakarta: BI. Blake A. 2000. The Economic Effects of Tourism in Spain. Christel De Haan Tourism and Travel Research Institute, UK: Nottingham University. Blanchard O. 2006. Macroeconomics. New York: Prentice Hall Business Publishing. Brau R, Lanza A, Usai S. 2008. Tourism and Sustainable Economic Development; Macroeconomic Models and Empirical Methods. UK: Edward Elgar, Cheltenham. Darmoyo J. 2003. Analisis Potensi Kecenderungan (trend) Wisatawan Jepang terhadap Minat Obyek Wisata.. JIKP, Volume 4 April 2003. Diana D. 2003. Dampak Perubahan Tingkat Pengembalian Modal dan Milai Tukar Riil terhadap Keragaan Ekonomi Makro dan Sektor Pertanian melalui Pendekatan Ekonomi Keseimbangan Umum [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Dornbusch R, Fischer S, Startz R. 2001. Macroeconomics, 8th Edition. New York: McGraw-Hill.
102
Dwyer L, Forsyth P, Spurr R, Ho TV. 2003. Estimating the economic impacts of tourism growth and special events. e-Review of Tourism Research (eRTR), Vol. 1, No. 1, 2003. Eny. 9 Mei 2011. Visa Tunggal Disiapkan. Kompas Edisi 9 Mei 2011: 17. Hady H. 2004. Ekonomi Internasional, Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional. Buku kesatu. Jakarta : Ghalia Indonesia. Hartono S. 1991. Sistem Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional. Bandung: ITB. hal. 74. Haryadi.
2008. Dampak Liberalisasi Perdagangan Pertanian terhadap Perekonomian Negara Maju dan Berkembang [Disertasi]. Bogor: IPB.
Heriawan R. 2004. Peranan dan Dampak Pariwisata pada Perekonomi Indonesia: Suatu Pendekatan Model I-O san SAM [Disertasi]. Bogor: IPB. Hirst P, Thompson G. 1996. Globalisasi adalah Mitos. Soemitro P, penerjemah. Jakarta: Obor Indonesia. Terjemahan dari: Globalization in Question. Horridge M. 2001. Minimal; “A Simplified General Equilibrium Model”. [terhubung berkala], http://www.monash.edu.au/policy [21 November 2010]. Horváth E, Frechtling DC. 1999. Estimating the Multiplier Effects of Tourism Expenditures on a Local Economy through a Regional Input-Output Model. Journal of Traveo Research vol. 37, no. 4 May 1999. hlm 324332. Hulu, E. 1997. Tipologi Model Komputasi Keseimbangan Umum. Ekonomi dan Keuangan Indonesia volume XLIII, no.1. Jakarta: UI. IUOTO. 1961. Constitution and Rules of the Internationals Union of Official Travel Organizations. Geneve, Switzerland: IUOTO. IMF 2009. Regional Economic Outlook Asia and Pacific October 2009 [terhubung berkala], http://www.imf.org [21 April 2010]. Just RE, Huelth DL, Smith A. 1982. Applied Welfare Economics and Public Policy. London: Printice Hall. [Kemenbudpar] Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. 2003. Cetak Biru Pemasaran Pariwisata Indonesia 2002, Jakarta: Kemenbudpar. [Kemenkeu] Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 2010. Data Pokok APBN 2010, Jakarta: Kemenkeu.
103
[Kemendag] Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. 2010. Perkembangan Ekspor-Impor Indonesia, Jakarta: Kemendag. [Kemenperin] Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. 2010. Antisipasi Implementasi Perdagangan Bebas, Jakarta: Kemenperin. Krugman P, Maurice O. 2004. Economi Internasional: Teori dan Kebijakan. Edisi Kelima. Jilid I. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Kweka J. 2004. Tourism and The Economiy of Tanzania: a CGE Analysis. Research Fellow Economic and Social Research Foundation. Oxford, UK: P.0. BOX 31226., 21 - 22 March 2004. McIntosh R, Gupta S. 1980. Tourism Principles Practices, Philosophies. Third Edition. Ohio: Grid Publishing Inc. Meng X, Siriwardana M, Dollery B, Mounter S. 2010. The Impact of the 2008 World Financial Crisis on Tourism and the Singapore Economy and Policy Responses: A CGE Analysis. International Journal of Trade, Economics and Finance, Vol. 1, No. 1, June, 2010. Nicholson W. 2005. Microeconomic Theory, Basic Principles and Extensions. Ninth Edition. Canada: Thomson South-western. Oktaviani R, Novianti T. 2009. Teori Perdagangan Internasional dan Aplikasinya di Indonesia. Bagian I. Bogor: Departemen Ilmu Ekonomi FEM, IPB. Oktaviani R. 2008. Model Ekonomi Keseimbangan Umum: teori dan aplikasinya di Indonesia. Bogor: Departemen Ilmu Ekonomi FEM, IPB. Pendit NS. 2006. Ilmu Pariwisata: Sebuah Pengantar Perdana. Edisi Terbaru. Jakarta: Pradnya Paramita. Ratnawati A. 1995. Dampak Kebijakan Penurunan Tarif Impor dan Pajak Ekspor: Kinerja Perekonomian Sektor Pertanian dan Distribusi Pendapatan di Indonesia [Disertasi]. Bogor: IPB. Sadoulet E, de Janvry A. 1995. Quantitative Development Policy Analysis. Baltimore: The Johns Hopkins University Press. Salvatore D. 1996. Ekonomi Internasional. Munandar H, penerjemah; Sumiharti Y, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: International Economics. Stiglitz JE. 2002. Globalization and Its Discontents. Di dalam: Kinsella S, editor. Journal of Libertarian Studies, Volume 18, no. 1 (Winter 2004). hlm 89–9.
104
Sugiyarto G, Blake A, Sinclair MT. 2003. Economic Impact of Tourism and Globalisation in Indonesia. Annals of Tourism Research, 30 (3). hlm 683-701. Sukirno S. 1995. Pengantar Teori Makroekonomi. Jakarta: LPFEUI. Susanti EN. 2003. Dampak Perubahan Investasi dan Produktivitas Sektor Perikanan terhadap Kinerja Ekonomi Makro dan Sektoral di Indonesia (Aplikasi Model Keseimbangan Umum) [Disertasi]. Bogor: IPB. Susastro H. 2004. Kebijakan Persaingan, Daya Saing, Liberalisasi, Globalisasi, Regionalisasi dan Semua Itu. CSIS Working Papers Series, Jakarta: CSIS 2004: 2 Tambunan T. 2004. Globalisasi dan Perdagangan Internasional. Jakarta: Galia. Tantowi A. 2009. Determinants of Tourism Demand in Indonesia: A Panel Data Analisys [Tesis]. Yokohoma, Jepang: Yokohama National University. UNWTO 2009. Tourism Highlights 2009 Edition [terhubung berkala], http://www.unwto.org [21 April 2010]. UNWTO. 2010. Tourism Highlights 2010 Edition [terhubung berkala], http://www.unwto.org [2 November 2010]. Wagner JE. 1997. Estimating the Economic Impacts of Tourism. Annals of Tourism Research 24 . hlm 592-608. Widjaja A. 2000. Dampak Liberalisasi Perdagangan terhadap Kinerja Ekonomi Indonesia: Suatu Pendekatan Makroekonometrika [Disertasi]. Bogor: IPB. Wittwer G. 1999. WAYANG: a General Equilibrium Model Adapted for the Indonesian Economy, Edition prepared for ACIAR Project no 9449. CIES, University of Adelaide (in association with RSPAS, ANU; CASER, Bogor; and CSIS, Jakarta). World Economic Forum. 2009. The Travel & Tourism Competitiveness Report 2009. Geneva, Switzerland. [terhubung berkala] http://www.weforum.org [25 Januari 2011] Yoeti OA. 2008. Ekonomi Pariwisata, Introduksi, Informasi dan Implementasi. Jakatra: Kompas.
Lampiran 1 : Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Pariwisata Indonesia 2005 dan Klasifikasi Sektor Usaha Tabel Input-Output 2008
Kode 55211 55212 55213 55214 55230 55111 55112 55113 55114 55115 55120 55130 55140 55150 55160 55190 63411 63412 63413 63414 63415 63420 63430 63460 63470 63490 63440 63450 92111 92120 92131 92141 92190 92321 92323 92331 92332
KBLI Pariwisata 2005 Tabel I-O 2008 Keterangan Kode Keterangan Restoran/Rumah Makan Talam Kencana 54 Restoran Restoran/Rumah Makan Talam Selaka Restoran/Rumah Makan Talam Gangsa Restoran/Rumah Makan Non Talam Bar Hotel Bintang Lima 55 Hotel Hotel Bintang Empat Hotel Bintang Tiga Hotel Bintang Dua Hotel Bintang Satu Hotel Melati Penginapan Remaja (Youth Hostel) Pondok Wisata (Home Stay) Bumi Perkemahan Persinggahan Karavan Jasa Akomodasi Lainnya Jasa Biro Perjalanan Wisata Cakra Empat 60 Jasa Penunjang Jasa Biro Perjalanan Wisata Cakra Tiga Angkutan Jasa Biro Perjalanan Wisata Cakra Dua Jasa Biro Perjalanan Wisata Cakra Satu Jasa Biro Perjalanan Wisata Non Cakra Agen Perjalanan Wisata Jasa Pramuwisata Jasa Konsultasi Pariwisata Jasa Informasi Pariwisata Jasa Perjalanan Wisata Lainnya Jasa Konvensi, Pameran, dan Perjalanan 63 Real Estate dan Insentif Jasa Perusahaan Impresariat Produksi dan Distribusi Film serta Video 65 Jasa Sosial oleh Pemerintah Kemasyarakatan Kegiatan Bioskop oleh Pemerintah Kegiatan Radio dan Televisi oleh Pemerintah Kegiatan Drama, Musik dan Hiburan Lainnya oleh Pemerintah Kegiatan Hiburan Lainnya Museum Pemerintah Peninggalan Sejarah yang Dikelola Pemerintah Kebun Raya dan Kebun Binatang oleh Pemerintah Taman Nasional (TN) oleh Pemerintah
106
Kode 74940 92112 92120 92132 92142 92143 92190 92322 92324 92331 92332 92336 92339 92411 92412 92413 92414 92415 92416 92417 92418 92419 92421 92422 92423 92424 92425 92426 92427 92428 92429 92431 92432 92433 92434 92439 93093
KBLI Pariwisata 2005 Tabel I-O 2008 Keterangan Kode Keterangan Jasa Fotografi 66 Jasa Lainnya Produksi dan Distribusi Film serta Video oleh Swasta Kegiatan Bioskop oleh Swasta Kegiatan Radio dan Televisi oleh Swasta Kegiatan Drama, Musik dan Hiburan Lainnya oleh Swasta Jasa Penunjang Hiburan Kegiatan Hiburan Lainnya Museum Swasta Peninggalan Sejarah yang Dikelola Swasta Kebun Raya dan Kebun Binatang oleh Swasta Taman Nasional (TN) oleh Swasta Taman Buru dan Kebun Buru Selain Kebun Raya, Kebun Binatang dan Taman Konservasi Alam Billiard Golf Bowling Renang Sepak Bola Tenis Lapangan Kebugaran/Fitness Sport Centre Kegiatan Olah Raga Lainnya Taman Rekreasi Pemandian Alam Kolam Pemancingan Gelanggang Permainan dan Ketangkasan Kelab Malam/Night Club dan atau Diskotik Panti Pijat Panti Mandi Uap Karaoke Jasa Rekreasi Lainnya Wisata Agro Wisata Tirta Wisata Petualangan Alam Wisata Gua Wisata Minat Lainnya Jasa Pelayanan Kebugaran
107
Lampiran 2 : Set Header Array pada Model INDOWISATA Set Header Raw Com
IND
Keterangan Komoditas; (1)Padi; (2)Tanaman Kacang-kacangan; (3)Jagung; (4)Tanaman Umbi-umbian; (5)Sayur-sayuran dan Buah-buahan; (6)Tanaman Bahan Makanan Lainnya; (7)Karet; (8)Tebu; (9)Kelapa; (10)Kelapa Sawit; (11)Tembakau; (12)Kopi; (13)Teh; (14)Cengkih; (15)Hasil Tanaman Serat; (16)Tanaman Perkebunan Lainnya; (17)Tanaman Lainnya; (18)Peternakan; (19)Pemotongan Hewan; (20)Unggas dan Hasil-hasilnya; (21)Kayu; (22)Hasil Hutan Lainnya; (23)Perikanan; (24)Penambangan Batubara dan Bijih Logam; (25)Penambangan Minyak, Gas dan Panas Bumi; (26)Penambangan dan Penggalian Lainnya; (27)Industri Pengolahan dan Pengawetan Makanan; (28)Industri Minyak dan Lemak; (29)Industri Penggilingan Padi; (30)Industri Tepung, Segala Jenis; (31)Industri Gula; (32)Industri Makanan Lainnya; (33)Industri Minuman; (34)Industri Rokok; (35)Industri Pemintalan; (36)Industri Tekstil, Pakaian dan Kulit; (37)Industri Bambu, Kayu dan Rotan; (38)Industri Kertas, Barang dari Kertas dan Karton; (39)Industri Pupuk dan Pestisida; (40)Industri Kimia; (41)Pengilangan Minyak Bumi; (42)Industri Barang Karet dan Plastik; (43)Industri Barang-barang dari Mineral bukan Logam; (44)Industri Semen; (45)Industri Dasar Besi dan Baja; (46)Industri Logam Dasar Bukan Besi; (47)Industri Barang dari Logam; (48)Industri Mesin, Alat-alat dan Perlengkapan Listrik; (49)Industri Alat Pengangkutan dan Perbaikannya; (50)Industri Barang Lain yang Belum Digolongkan Dimanapun; (51)Listrik, Gas dan Air Bersih; (52)Bangunan; (53)Perdagangan; (54)Restoran; (55)Hotel; (56)Angkutan Kereta Api; (57)Angkutan Darat; (58)Angkutan Air; (59)Angkutan Udara; (60)Jasa Penunjang Angkutan; (61)Komunikasi; (62)Lembaga Keuangan; (63)Real Estate dan Jasa Perusahaan; (64)Pemerintahan Umum dan Pertahanan; (65)Jasa Sosial Kemasyarakatan; (66)Jasa Lainnya; (67)Kegiatan yang Tak Jelas Batasannya. Industri; (1)Padi; (2)Tanaman Kacang-kacangan; (3)Jagung; (4)Tanaman Umbiumbian; (5)Sayur-sayuran dan Buah-buahan; (6)Tanaman Bahan Makanan Lainnya; (7)Karet; (8)Tebu; (9)Kelapa; (10)Kelapa Sawit; (11)Tembakau; (12)Kopi; (13)Teh; (14)Cengkih; (15)Hasil Tanaman Serat; (16)Tanaman Perkebunan Lainnya; (17)Tanaman Lainnya; (18)Peternakan; (19)Pemotongan Hewan; (20)Unggas dan Hasil-hasilnya; (21)Kayu; (22)Hasil Hutan Lainnya; (23)Perikanan; (24)Penambangan Batubara dan Bijih Logam; (25)Penambangan Minyak, Gas dan Panas Bumi; (26)Penambangan dan Penggalian Lainnya; (27)Industri Pengolahan dan Pengawetan Makanan; (28)Industri Minyak dan Lemak; (29)Industri Penggilingan Padi; (30)Industri Tepung, Segala Jenis; (31)Industri Gula; (32)Industri Makanan Lainnya; (33)Industri Minuman; (34)Industri Rokok; (35)Industri Pemintalan; (36)Industri Tekstil, Pakaian dan Kulit; (37)Industri Bambu, Kayu dan Rotan; (38)Industri Kertas, Barang dari Kertas dan Karton; (39)Industri Pupuk dan Pestisida; (40)Industri Kimia; (41)Pengilangan Minyak Bumi; (42)Industri Barang Karet dan Plastik; (43)Industri Barang-barang dari Mineral bukan Logam; (44)Industri Semen; (45)Industri Dasar Besi dan Baja; (46)Industri Logam Dasar Bukan Besi; (47)Industri Barang dari Logam; (48)Industri Mesin, Alat-alat dan Perlengkapan Listrik; (49)Industri Alat Pengangkutan dan Perbaikannya; (50)Industri Barang Lain yang Belum Digolongkan Dimanapun; (51)Listrik, Gas dan Air Bersih; (52)Bangunan; (53)Perdagangan; (54)Restoran; (55)Hotel; (56)Angkutan Kereta Api; (57)Angkutan Darat; (58)Angkutan Air; (59)Angkutan Udara; (60)Jasa Penunjang Angkutan; (61)Komunikasi; (62)Lembaga Keuangan; (63)Real Estate dan Jasa Perusahaan; (64)Pemerintahan Umum dan Pertahanan; (65)Jasa Sosial Kemasyarakatan; (66)Jasa Lainnya; (67)Kegiatan yang Tak Jelas Batasannya.
108
Set Header Raw SRC USER
FAC
Keterangan Sumber komoditas: (1) domestik dan (2) impor Pengguna: pengguna antara yaitu Komoditas; (1)Padi; (2)Tanaman Kacangkacangan; (3)Jagung; (4)Tanaman Umbi-umbian; (5)Sayur-sayuran dan Buahbuahan; (6)Tanaman Bahan Makanan Lainnya; (7)Karet; (8)Tebu; (9)Kelapa; (10)Kelapa Sawit; (11)Tembakau; (12)Kopi; (13)Teh; (14)Cengkih; (15)Hasil Tanaman Serat; (16)Tanaman Perkebunan Lainnya; (17)Tanaman Lainnya; (18)Peternakan; (19)Pemotongan Hewan; (20)Unggas dan Hasil-hasilnya; (21)Kayu; (22)Hasil Hutan Lainnya; (23)Perikanan; (24)Penambangan Batubara dan Bijih Logam; (25)Penambangan Minyak, Gas dan Panas Bumi; (26)Penambangan dan Penggalian Lainnya; (27)Industri Pengolahan dan Pengawetan Makanan; (28)Industri Minyak dan Lemak; (29)Industri Penggilingan Padi; (30)Industri Tepung, Segala Jenis; (31)Industri Gula; (32)Industri Makanan Lainnya; (33)Industri Minuman; (34)Industri Rokok; (35)Industri Pemintalan; (36)Industri Tekstil, Pakaian dan Kulit; (37)Industri Bambu, Kayu dan Rotan; (38)Industri Kertas, Barang dari Kertas dan Karton; (39)Industri Pupuk dan Pestisida; (40)Industri Kimia; (41)Pengilangan Minyak Bumi; (42)Industri Barang Karet dan Plastik; (43)Industri Barang-barang dari Mineral bukan Logam; (44)Industri Semen; (45)Industri Dasar Besi dan Baja; (46)Industri Logam Dasar Bukan Besi; (47)Industri Barang dari Logam; (48)Industri Mesin, Alat-alat dan Perlengkapan Listrik; (49)Industri Alat Pengangkutan dan Perbaikannya; (50)Industri Barang Lain yang Belum Digolongkan Dimanapun; (51)Listrik, Gas dan Air Bersih; (52)Bangunan; (53)Perdagangan; (54)Restoran; (55)Hotel; (56)Angkutan Kereta Api; (57)Angkutan Darat; (58)Angkutan Air; (59)Angkutan Udara; (60)Jasa Penunjang Angkutan; (61)Komunikasi; (62)Lembaga Keuangan; (63)Real Estate dan Jasa Perusahaan; (64)Pemerintahan Umum dan Pertahanan; (65)Jasa Sosial Kemasyarakatan; (66)Jasa Lainnya; (67)Kegiatan yang Tak Jelas Batasannya.; ditambah pengguna akhir yaitu (68)Investasi Pariwisata, (69)Investasi dan Stok Lainnya, (70)Wisatawan Nusantara, (71)Rumah Tangga Biasa, (72)Wisatawan Mancanegara, (73)Ekspor Barang, (74)Promosi Pariwisata dan (75) Pengeluaran Pemerintah Lainnya Faktor produksi: (1) tenaga kerja dibayar, (2) tenaga kerja tidak dibayar dan (2) capital
109
Lampiran 3 : File Input Tablo INDOWISATA ! INDOWISATA_67 Model : IO 2008 ! ! Excerpt 1 of TABLO input file: ! ! Sets and flows data ! Set ! User categories: IO table columns ! IND # Industries # (Padi, Kacangan, Jagung, Umbian, SayurBuah, TanMakLain, Karet, Tebu, Kelapa, KlpSawit, Tembakau, Kopi, Teh, Cengkeh, TanSerat, KebunLain, TanLain, Ternak, PotongHwn, Unggas, Kayu, HasilHutan, Perikanan, BtBaraLogam, OilGas, TmbngLain, Makanan, MnykLemak, GilingPadi, Tepung, Gula, MakananLain, Minuman, Rokok, Pemintalan, TPT, BambuKayuRtn, Kertas, PupukPstsda, Kimia, KilangMnyk, KaretPlstk, MinBknLogam, Semen, BesiBaja, LgmNonBesi, BrgNonLogam, Mesin, AltAngkutan, IndLain, Lisgair, Bangunan, Perdagangan, Restoran, Hotel, KeretaApi, AngkDarat, AngkAir, AngkUdara, JasaAngktan, Komunikasi, Keuangan, JsPerusahaan, GovPerthanan, SosMsrkt, JasaLain, KegTdkJelas); ! subscript i ! FINALUSER # Final demanders # (Invwisata, InvOthers, Wisnus, HHOthers, Wisman, EXOthers, Promwisata, GovOthers); USER # All users #= IND union FINALUSER; ! subscript u ! IMPUSER # Non-export demanders: users of imports # (Padi, Kacangan, Jagung, Umbian, SayurBuah, TanMakLain, Karet, Tebu, Kelapa, KlpSawit, Tembakau, Kopi, Teh, Cengkeh, TanSerat, KebunLain, TanLain, Ternak, PotongHwn, Unggas, Kayu, HasilHutan, Perikanan, BtBaraLogam, OilGas, TmbngLain, Makanan, MnykLemak, GilingPadi, Tepung, Gula, MakananLain, Minuman, Rokok, Pemintalan, TPT, BambuKayuRtn, Kertas, PupukPstsda, Kimia, KilangMnyk, KaretPlstk, MinBknLogam, Semen, BesiBaja, LgmNonBesi, BrgNonLogam, Mesin, AltAngkutan, IndLain, Lisgair, Bangunan, Perdagangan, Restoran, Hotel, KeretaApi, AngkDarat, AngkAir, AngkUdara, JasaAngktan, Komunikasi, Keuangan, JsPerusahaan, GovPerthanan, SosMsrkt, JasaLain, KegTdkJelas, Invwisata, InvOthers, Wisnus, HHOthers, Promwisata, GovOthers); HH # Total household demand # Subset IMPUSER is subset of USER; IND is subset of IMPUSER; HH is subset of FINALUSER;
(Wisnus, Wisman, HHOthers);
Set ! Input categories: IO table rows ! COM # Commodities # (Padi, Kacangan, Jagung, Umbian, SayurBuah, TanMakLain, Karet, Tebu, Kelapa, KlpSawit, Tembakau, Kopi, Teh, Cengkeh, TanSerat, KebunLain, TanLain, Ternak, PotongHwn, Unggas, Kayu, HasilHutan, Perikanan, BtBaraLogam, OilGas, TmbngLain, Makanan, MnykLemak, GilingPadi, Tepung, Gula, MakananLain, Minuman, Rokok, Pemintalan, TPT, BambuKayuRtn, Kertas, PupukPstsda, Kimia, KilangMnyk, KaretPlstk, MinBknLogam, Semen, BesiBaja, LgmNonBesi, BrgNonLogam, Mesin, AltAngkutan, IndLain, Lisgair, Bangunan, Perdagangan, Restoran, Hotel, KeretaApi, AngkDarat, AngkAir, AngkUdara, JasaAngktan, Komunikasi, Keuangan, JsPerusahaan, GovPerthanan, SosMsrkt, JasaLain, KegTdkJelas); ! subscript c ! SRC # Source of commodities # (dom,imp); FAC # Primary factors # (Laborpaid, Laborunpaid, Capital); LAB # Type labour # (Laborpaid, Laborunpaid); Subset
! subscript s ! ! subscript f !
110 LAB is subset of FAC; Coefficient (all,c,COM)(all,s,SRC)(all,u,USER) USE(c,s,u) # USE matrix #; (all,f,FAC)(all,i,IND) FACTOR(f,i) # Wages and profits #; (all,f,LAB)(all,i,IND) LABOR(f,i) # Wages of Labourpaid and unpaid #; (all,i,IND) V1PTX(i) # Production tax revenue #; (all,c,COM) V0MTX(c) # import tax revenue #; File BASEDATA # Flows Data File #; Read USE from file BASEDATA header "USE"; FACTOR from file BASEDATA header "1FAC"; V0MTX from file BASEDATA header "0TAR"; V1PTX from file BASEDATA header "1PTX"; ! Excerpt 2 of TABLO input file: ! ! Useful aggregates of the base data ! Coefficient (all,c,COM)(all,u,USER) USE_S(c,u) # USE matrix, dom+imp together#; (all,u,USER) USE_CS(u) # Total user expenditure on goods #; (all,u,USER)(all,s,SRC) USE_C(s,u) # Expenditure by user u on total goods of source s #; (all,c,COM)(all,s,SRC) SALES(c,s) # Total value of sales #; (all,i,IND) V1PRIM(i) # Wages plus profits #; (all,f,LAB) V1LAB_LL(f) # Total wages by each labour type #; V1LAB # Total wages by labour #; (all,i,IND) V1TOT(i) # Industry Costs #; (all,u,HH) V3TOT_HH(u) # Total purchases by each households #; V3TOT # Total purchases by households #; (all,c,COM)(all,s,SRC)(all,u,HH) V3PUR(c,s,u) # Households purch. value #; (all,c,COM) V0CIF(c) # Aggregate imports at border prices #; Formula (all,c,COM)(all,u,USER) USE_S(c,u) = sum{s,SRC,USE(c,s,u)}; (all,u,USER) USE_CS(u) = sum{c,COM,USE_S(c,u)}; (all,u,USER)(all,s,SRC) USE_C(s,u) = sum{c,COM,USE(c,s,u)}; (all,c,COM)(all,s,SRC) SALES(c,s) = sum{u,USER,USE(c,s,u)}; (all,i,IND) V1PRIM(i) = sum{f,FAC,FACTOR(f,i)}; (all,f,LAB) V1LAB_LL(f) = sum{i,IND, FACTOR(f,i)}; V1LAB = sum{f,LAB,V1LAB_LL(f)}; (all,i,IND) V1TOT(i) = V1PRIM(i) + sum{c,COM,USE_S(c,i)}; (all,u,HH) V3TOT_HH(u) = sum{c,COM, USE_CS(u) }; V3TOT = sum(u,HH,V3TOT_HH(u)); (all,c,COM)(all,s,SRC)(all,u,HH) V3PUR(c,s,u) = USE(c,s,u); (all,c,COM) V0CIF(c) = SALES(c,"imp") - V0MTX(c); ! Excerpt 3 of TABLO input file: ! ! Total demands for commodities ! Variable (all,c,COM)(all,s,SRC)(all,u,USER) x(c,s,u) # Demand by user u for good c, source s #; (all,c,COM)(all,s,SRC) x0(c,s) # Total demand for good c, source s #;
111 Equation E_x0 (all,c,COM)(all,s,SRC) SALES(c,s)*x0(c,s)= sum{u,USER,USE(c,s,u)*x(c,s,u)}; ! Excerpt 4 of TABLO input file: ! ! Import/Domestic sourcing decision for all non-export users! Variable (all,c,COM)(all,s,SRC) p(c,s) # User price of good c, source s #; (all,c,COM)(all,u,IMPUSER) p_s(c,u) # User price of composite good c #; (all,c,COM)(all,u,IMPUSER) x_s(c,u) # Use of composite good c #; Coefficient (all,c,COM) SIGMA(c) # elasticity of substitution: domestic/imported #; (all,c,COM)(all,s,SRC)(all,u,IMPUSER) SRCSHR(c,s,u) # imp/dom shares #; Read SIGMA from file BASEDATA header "ARM"; Formula (all,c,COM)(all,s,SRC)(all,u,IMPUSER) SRCSHR(c,s,u) = USE(c,s,u)/USE_S(c,u); Equation E_x (all,c,COM)(all,s,SRC)(all,u,IMPUSER) x(c,s,u) = x_s(c,u) - SIGMA(c)*[p(c,s) - p_s(c,u)]; Equation E_p_s (all,c,COM)(all,u,IMPUSER) p_s(c,u) = sum{s,SRC, SRCSHR(c,s,u)*p(c,s)}; ! Excerpt 5 of TABLO input file: ! ! Demands for capital and labour ! Variable (all,i,IND) x1prim(i) (all,i,IND) p1prim(i) (all,i,IND) x1labpaid(i) (all,i,IND) x1labunpaid(i) p1labpaid p1labunpaid (all,i,IND) x1cap(i) (all,i,IND) p1cap(i)
# Industry demand for primary-factor composite #; # Price of primary factor composite #; # Paid employment by industry #; # Unpaid employment by industry #; # Economy-wide wage rate for paid employment #; # Economy-wide wage rate for unpaid employment#; # Current capital stock #; # Rental price of capital #;
Coefficient (all,i,IND) SIGMA1PRIM(i)
# CES substitution, primary factors #;
Read SIGMA1PRIM from file BASEDATA header "P028"; Equation E_x1labpaid (all,i,IND) x1labpaid(i) = x1prim(i) - SIGMA1PRIM(i)*[p1labpaid-p1prim(i)]; Equation E_x1labunpaid (all,i,IND) x1labunpaid(i) = x1prim(i) - SIGMA1PRIM(i)*[p1labunpaid-p1prim(i)]; Equation E_x1cap (all,i,IND) x1cap(i) = x1prim(i) - SIGMA1PRIM(i)*[p1cap(i)-p1prim(i)]; Equation E_p1prim (all,i,IND) V1PRIM(i)*p1prim(i) = FACTOR("Laborpaid",i)*p1labpaid +
112 FACTOR("Laborunpaid",i)*p1labunpaid + FACTOR("Capital",i)*p1cap(i); ! Excerpt 6 of TABLO input file: ! ! Demands for composite inputs to production ! Variable (all,i,IND) x1tot(i) (all,i,IND) a1prim(i) (all,i,IND) p1tot(i)
# Industry output #; # All primary-factor augmenting technical change #; # Unit cost of production #;
Equation E_x1 # demand for commodity composites # (all,c,COM)(all,i,IND) x_s(c,i)= x1tot(i); Equation E_x1prim # demand for primary-factor composites # (all,i,IND) x1prim(i) = a1prim(i) + x1tot(i); Equation E_p1tot # cost of production = cost of all inputs # (all,i,IND) V1TOT(i)*[p1tot(i)+ x1tot(i)] = sum{c,COM,sum{s,SRC, USE(c,s,i)*[p(c,s) + x(c,s,i)]}} + FACTOR("Laborpaid",i)*[p1labpaid + x1labpaid(i)]+ FACTOR("Laborunpaid",i)* [p1labunpaid + x1labunpaid(i)] + FACTOR("Capital",i)*[p1cap(i)+ x1cap(i)]; ! Excerpt 7_Wisnus of TABLO input file: ! ! Tourist domestic consumption (Wisnus) demands ! Variable p3totw1 x3totw1 w3totw1
# Tourist domestic (Wisnus) consumption price index #; # Real tourist domestic (Wisnus) consumption #; # Nominal total tourist domestic (Wisnus) consumption #;
Coefficient (all,c,COM) EXP_TOUR(c) # Tourist domestic (Wisnus) demand elasticities #; Read EXP_TOUR from file BASEDATA header "P038"; Equation E_x3w1 (all,c,COM) x_s(c,"Wisnus") + EXP_TOUR(c)*p_s(c,"Wisnus") = w3totw1; Equation E_x3totw1 USE_CS("Wisnus")*x3totw1 = sum{c,COM, USE_S(c,"Wisnus")*x_s(c,"Wisnus")}; Equation E_p3totw1 USE_CS("Wisnus")*p3totw1 = sum{c,COM, USE_S(c,"Wisnus")*p_s(c,"Wisnus")}; ! Excerpt 7_Wisman of TABLO input file: ! ! Tourist domestic consumption (Wisnus) demands ! Variable p3totw2 x3totw2 w3totw2 phi
# Tourist foreign (Wisman) consumption price index #; # Real tourist foreign (Wisman) consumption #; # Nominal total tourist foreign (Wisman) consumption #; # Exchange rate, (local $)/(foreign $) #;
Equation E_x3w2a (all,c,COM) x(c,"dom","Wisman") + EXP_TOUR(c)*[p(c,"dom")-phi] = w3totw2;
113
Equation E_x3w2b (all,c,COM) x(c,"imp","Wisman") = 0; Equation E_x3totw2a USE_C("dom","Wisman")*x3totw2 = sum{c,COM, USE(c,"dom","Wisman")*x(c,"dom","Wisman")}; Equation E_p3totw2a USE_C("dom","Wisman")*p3totw2 = sum{c,COM, USE(c,"dom","Wisman")*p(c,"dom")}; ! Excerpt 7_O of TABLO input file: ! ! Others/ common household demands ! Variable p3totl x3totl w3totl
# Others consumer price index #; # Real others household consumption #; # Nominal total others household consumption #;
Equation E_x3l (all,c,COM) x_s(c,"HHOthers") + p_s(c,"HHOthers") = w3totl; Equation E_x3totl USE_CS("HHOthers")*x3totl = sum{c,COM, USE_S(c,"HHOthers")*x_s(c,"HHOthers")}; Equation E_p3totl USE_CS("HHOthers")*p3totl = sum{c,COM, USE_S(c,"HHOthers")*p_s(c,"HHOthers")}; ! Excerpt 7_T of TABLO input file: ! ! Total household demands ! Variable (all,u,HH)w3tot_hh(u) (all,u,HH)x3tot_hh(u) (all,u,HH)p3tot_hh(u) p3tot x3tot w3tot
# Nominal total consumption, each household #; # Real consumption, each household #; # Consumer price index, each household #; # Consumer price index #; # Real household consumption #; # Nominal total household consumption #;
Equation E_x3tot_hh # Real consumption # (all,u,HH)V3TOT_HH(u)*x3tot_hh(u) = sum{c,COM,sum{s,SRC,V3PUR(c,s,u)*x(c,s,u)}}; Equation E_p3tot_hh # Household price index # (all,u,HH)V3TOT_HH(u)*p3tot_hh(u) = sum{c,COM,sum{s,SRC,V3PUR(c,s,u)*p(c,s)}}; Equation E_w3tot_hh # Household budget constraint # (all,u,HH)w3tot_hh(u) = x3tot_hh(u) + p3tot_hh(u); Equation E_x3tot # Real consumption # V3TOT*x3tot = sum{u,HH,V3TOT_HH(u)*x3tot_hh(u)}; Equation E_p3tot # Consumer price index # V3TOT*p3tot = sum{u,HH,V3TOT_HH(u)*p3tot_hh(u)};
114 Equation E_w3tot # Household budget constraint # w3tot = x3tot + p3tot; ! Excerpt 8 of TABLO input file: ! ! Export demands ! Variable (all,c,COM) pworld(c) (all,c,COM) f4q(c)
# World prices, measured in foreign currency #; # Quantity shift in foreign demand #;
Coefficient (all,c,COM) EXP_ELAST(c)
# Export demand elasticities #;
Read EXP_ELAST from file BASEDATA header "P018"; Equation E_x4al (all,c,COM) x(c,"dom","EXOthers") = f4q(c)-EXP_ELAST(c)*[{p(c,"dom")-phi}- pworld(c)]; Equation E_x4bl (all,c,COM) x(c,"imp","EXOthers") = 0; ! Excerpt 9 of TABLO input file: ! ! Market clearing and prices for domestic commodities ! Subset COM is subset of IND; Equation E_x1tot (all,c,COM) x1tot(c) = x0(c,"dom"); Variable (change)(all,c,COM) Delptxrate(c)
# Ordinary change in rate of domestic tax #;
Equation E_pA !Prices for domestic commodities ! (all,c,COM) p(c,"dom") = p1tot(c) + 100*[V1TOT(c)/(V1TOT(c)+V1PTX(c))]*Delptxrate(c); ! Excerpt 10 of TABLO input file: ! ! Prices for imported commodities ! Variable (change)(all,c,COM) Delmtxrate(c)
# Ordinary change in rate of import tax #;
Equation E_pB !Prices for import commodities ! (all,c,COM) p(c,"imp") = pworld(c)+phi + 100*[V0CIF(c)/SALES(c,"imp")]*Delmtxrate(c); ! Excerpt 11 of TABLO input file: ! ! GDP from income side ! Variable w0gdpinc Coefficient V0GDPINC Formula
# Nominal GDP from income side #; # GDP from income side #;
V0GDPINC = sum{i,IND, sum{f,FAC, FACTOR(f,i)}} + sum{c,COM, V1PTX(c) + V0MTX(c)};
Equation E_w0gdpinc
115 V0GDPINC*w0gdpinc = sum{i,IND, FACTOR("Laborpaid",i)*[p1labpaid + x1labpaid(i)]} +sum{i,IND, FACTOR("Laborunpaid",i)*[p1labunpaid + x1labunpaid(i)]} +sum{i,IND, FACTOR("Capital",i)*[p1cap(i) + x1cap(i)]} +sum{c,COM, 100*V1TOT(c)*Delptxrate(c) + V1PTX(c)*[x1tot(c)+ p1tot(c)]} +sum{c,COM, 100*V0CIF(c)*Delmtxrate(c) + V0MTX(c)*[x0(c,"imp")+pworld(c)+phi]}; ! Excerpt 12 of TABLO input file: ! ! Expenditure-side GDP measures ! Variable w0gdpexp p0gdpexp x0gdpexp
# Nominal GDP from expenditure side #; # GDP price index, expenditure side #; # Real GDP from expenditure side #;
Coefficient V0GDPEXP # GDP from expenditure side #; Formula V0GDPEXP = sum{c,COM, sum{s,SRC,sum{u,FINALUSER, USE(c,s,u)}} - V0CIF(c)}; Equation E_w0gdpexp V0GDPEXP*w0gdpexp = sum{c,COM, sum{s,SRC,sum{u,FINALUSER, USE(c,s,u)*[p(c,s)+x(c,s,u)]}} - V0CIF(c)*[x0(c,"imp")+ pworld(c)+phi]}; Equation E_p0gdpexp V0GDPEXP*p0gdpexp = sum{c,COM, sum{s,SRC,sum{u,FINALUSER, USE(c,s,u)*p(c,s)}} - V0CIF(c)*[pworld(c)+phi]}; Equation E_x0gdpexp x0gdpexp = w0gdpexp - p0gdpexp; ! Excerpt 13 of TABLO input file: ! ! More macro variables ! Variable x4totl p4totl p2totw p2totl x0cif_c (change) delB
# Others export volume index #; # Others export price index #; # Tourism investment (Investasi wisata) price index #; # Others investment price index #; # Import volume index, CIF prices #; # (Balance of trade)/GDP #;
Equation E_x4totl sum{c,COM, USE(c,"dom","EXOthers")*[x4totl - x(c,"dom","EXOthers")]} = 0; Equation E_p4totl sum{c,COM, USE(c,"dom","EXOthers")*[p4totl - p(c,"dom")]} = 0; Equation E_p2totw sum{c,COM, USE(c,"dom","InvWisata")*[p2totw - p(c,"dom")]} = 0; Equation E_p2tot sum{c,COM, sum{s,SRC, USE(c,s,"InvOthers")*[p2totl - p(c,s)]}} = 0;
116 Equation E_x0cif_c sum{c,COM, V0CIF(c)*[x0cif_c - x0(c,"imp")]}=0; Equation E_delB 100*V0GDPEXP*delB= sum{c,COM, {USE(c,"dom","Wisman")*[p(c,"dom")+x(c,"dom","Wisman")-w0gdpexp] + USE(c,"dom","EXOthers")*[p(c,"dom")+x(c,"dom","EXOthers")-w0gdpexp]} V0CIF(c)*[x0(c,"imp")+ pworld(c)+phi-w0gdpexp]}; ! Excerpt 14 of TABLO input file: ! ! Variables to assist factor market closure ! Variable realwagepaid realwageunpaid employpaid employunpaid (all,i,IND) gretw(i) (all,i,IND) gretl(i)
# Wage rate deflated by CPI #; # Wage rate deflated by CPI #; # Aggregate paid employment #; # Aggregate unpaid employment #; # Gross rate of return of tourism investment #; # Gross rate of return of others investment#;
Equation E_realwagepaid realwagepaid = p1labpaid - p3tot; Equation E_realwageunpaid realwageunpaid = p1labunpaid - p3tot; Equation E_employpaid sum{i,IND, FACTOR("Laborpaid",i)*[employpaid - x1labpaid(i)]}=0; Equation E_employunpaid sum{i,IND, FACTOR("Laborunpaid",i)*[employunpaid - x1labunpaid(i)]}=0; Equation E_gretw Equation E_gretl
(all,i,IND) gretw(i) = p1cap(i) - p2totw; (all,i,IND) gretl(i) = p1cap(i) - p2totl;
! Excerpt 15 of TABLO input file: ! ! Updating rules ! Update (all,c,COM)(all,s,SRC)(all,u,USER) USE(c,s,u) = p(c,s)*x(c,s,u); (all,i,IND) FACTOR("Laborpaid",i) = p1labpaid*x1labpaid(i); (all,i,IND) FACTOR("Laborunpaid",i) = p1labunpaid*x1labunpaid(i); (all,i,IND) FACTOR("Capital",i) = p1cap(i)*x1cap(i); (change)(all,c,COM) V0MTX(c) = V0CIF(c)*Delmtxrate(c) + 0.01*V0MTX(c)*[x0(c,"imp")+ pworld(c)+phi]; (change)(all,c,COM) V1PTX(c) = V1TOT(c)*Delptxrate(c) + 0.01*V1PTX(c)*[x1tot(c)+ p1tot(c)]; ! Excerpt 16 of TABLO input file: ! ! Summarize and check data ! File (new) SUMMARY # output file for summary data #; Coefficient (all,c,COM) CHECK(c) # (costs + tax) - sales : should = 0 #; Formula (all,c,COM) CHECK(c) = V1TOT(c) + V1PTX(c) - SALES(c,"dom");
117
Set COSTCAT # cost categories # = SRC union FAC; Coefficient (all,c,COSTCAT)(all,i,IND) COSTMAT(c,i) # Summary of industry costs #; Formula (all,i,IND)(all,s,SRC) COSTMAT(s,i) = sum{c,COM,USE(c,s,i)}; (all,i,IND)(all,f,FAC) COSTMAT(f,i) = FACTOR(f,i); Write CHECK to file SUMMARY header "CHEK"; COSTMAT to file SUMMARY header "COST"; SALES to file SUMMARY header "SALE"; V1PRIM to file SUMMARY header "1PRM"; V1TOT to file SUMMARY header "1TOT"; V0CIF to file SUMMARY header "0CIF"; V0GDPEXP to file SUMMARY header "GDPE"; V0GDPINC to file SUMMARY header "GDPI"; ! Excerpt 17 of TABLO input file: ! ! More summary data ! Set MAINUSER # broad user groups # (Intermediate, Invwisata, InvOthers, Wisnus, HHOthers, Wisman, EXOthers, Promwisata, GovOthers); Subset FinalUser is subset of MAINUSER; Coefficient (all,c,COM)(all,u,MAINUSER) MAINSALES(c,u) # Summary of sales #; Formula (all,c,COM) MAINSALES(c,"Intermediate") = sum{i,IND,USE(c,"dom",i)}; (all,c,COM)(all,u,FINALUSER) MAINSALES(c,u) = USE(c,"dom",u); Coefficient (all,i,IND) CAPSHR(i) # Share of capital in primary factor costs #; Formula (all,i,IND) CAPSHR(i) = FACTOR("capital",i)/V1PRIM(i); Coefficient (all,c,COM) IMPSHR(c) # Share imports in local purchases #; Formula (all,c,COM) IMPSHR(c) = sum{u,IMPUSER,USE(c,"imp",u)}/sum{u,IMPUSER,USE_S(c,u)}; Write MAINSALES to file SUMMARY header "MSAL"; CAPSHR to file SUMMARY header "KSHR"; IMPSHR to file SUMMARY header "MSHR"; ! end of file !
118
Lampiran 4:
Dampak Liberalisasi Perdagangan
Keterangan: 1
: Liberalisasi penuh (penghapusan tarif impor pada semua komoditi).
2
: Liberalisasi penuh (penghapusan tarif impor pada semua komoditi) kecuali padi dan gula.
3
: Pemotongan pajak tak langsung sebesar 10 persen.
4
: Liberalisasi penuh kecuali padi dan gula (no. 2) digabung dengan pemotongan pajak tak langsung sebesar 10 persen (no. 3).
a.
Dampak dari beberapa skenario kebijakan pada peubah ekonomi makro 1 2 3 4 Peubah (persen)
(1)
PDB Nominal Sisi Pengeluaran PDB Nominal Sisi Pendapatan PDB Riil Sisi Pengeluaran Tenagakerja Dibayar Agregat Tenagakerja Tidak Dibayar Agregat Neraca Perdagangan Indeks Volume Impor Indeks Volume Ekspor Barang Indeks Harga Konsumen Konsumsi Riil Rumah tangga Biasa Konsumsi Riil Wisatawan Nusantara
b.
(2)
(3)
(4)
(5)
-0,5473 -0,5473 -0,0672 -0,0885 -0,2086 -0,0013 0,4936 0,2399 -0,0056 0,1446 0,0667
-0,5049 -0,5049 -0,0610 -0,0742 -0,1894 -0,0012 0,4572 0,2270 -0,0049 0,1067 0,0625
-0,2019 -0,2019 0,0925 0,1595 0,1394 0,0005 -0,0520 0,2913 -0,0040 0,2856 0,1134
-0,7049 -0,7049 0,0323 0,0858 -0,0482 -0,0007 0,4032 0,5192 -0,0088 0,7370 0,3431
Dampak dari beberapa skenario kebijakan pada biaya produksi per unit menurut sektor 1 2 3 4 Sektor (persen)
(1)
Padi Tanaman Kacang-kacangan Jagung Tanaman Umbi-umbian Sayur-sayuran dan Buah-buahan Tanaman Bahan Makanan Lainnya Karet Tebu Kelapa Kelapa Sawit Tembakau Kopi Teh Cengkih Hasil Tanaman Serat Tanaman Perkebunan Lainnya Tanaman Lainnya Peternakan Pemotongan Hewan
(2)
-0,0650 -0,1031 -0,0639 -0,0454 -0,0645 -0,0533 -0,0842 0,1008 -0,0986 -0,1313 -0,1718 -0,0958 -0,0747 -0,0698 -0,0414 -0,1003 -0,1096 -0,1435 -0,1174
(3)
-0,0616 -0,1001 -0,0605 -0,0423 -0,0615 -0,0512 -0,0790 -0,1068 -0,0958 -0,1265 -0,1639 -0,0911 -0,0672 -0,0624 -0,0389 -0,0983 -0,0993 -0,1290 -0,1054
(4)
-0,0320 -0,0346 -0,0305 -0,0247 -0,0217 -0,0059 -0,0368 -0,0280 -0,0327 -0,0308 0,1258 -0,0131 -0,0118 0,3155 0,2036 -0,0185 -0,0448 -0,0802 -0,1111
(5)
-0,0934 -0,1301 -0,0908 -0,0668 -0,0830 -0,0569 -0,1155 -0,1345 -0,1282 -0,1569 -0,0377 -0,1038 -0,0788 0,2527 0,1649 -0,1164 -0,1433 -0,2086 -0,2160
119
Sektor (1)
Unggas dan Hasil-hasilnya Kayu Hasil Hutan Lainnya Perikanan Penambangan Batubara dan Bijih Logam Penambangan Minyak, Gas dan Panas Bumi Penambangan dan Penggalian Lainnya Industri Pengolahan dan Pengawetan Makanan Industri Minyak dan Lemak Industri Penggilingan Padi Industri Tepung, Segala Jenis Industri Gula Industri Makanan Lainnya Industri Minuman Industri Rokok Industri Pemintalan Industri Tekstil, Pakaian dan Kulit Industri Bambu, Kayu dan Rotan Industri Kertas, Barang dari Kertas dan Karton Industri Pupuk dan Pestisida Industri Kimia Pengilangan Minyak Bumi Industri Barang Karet dan Plastik Industri Barang-barang dari Mineral bukan Logam Industri Semen Industri Dasar Besi dan Baja Industri Logam Dasar Bukan Besi Industri Barang dari Logam Industri Mesin, Alat-alat dan Perlengkapan Listrik Industri Alat Pengangkutan dan Perbaikannya Industri Barang Lain yang Belum Digolongkan Dimanapun Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran Hotel Angkutan Kereta Api Angkutan Darat Angkutan Air Angkutan Udara Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi Lembaga Keuangan Real Estate dan Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum dan Pertahanan Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Lainnya Kegiatan yang Tak Jelas Batasannya
1
2
3
4
(persen) (2)
(3)
(4)
(5)
-0,2462 -0,1044 -0,2664 -0,2459 -0,1107 -0,0771 -0,0870 -0,1677 -0,0706 -0,1180 -0,1242 0,2176 -0,2881 -0,3213 -0,3291 -0,3730 -0,2376 -0,1384 -0,3153 -0,3413 -0,5226 -0,0421 -0,5504
-0,2297 -0,0939 -0,2428 -0,2115 -0,1105 -0,0728 -0,0841 -0,1313 -0,0654 -0,1045 -0,1158 -0,1708 -0,2647 -0,1852 -0,3056 -0,3651 -0,2247 -0,1294 -0,3042 -0,3393 -0,5095 -0,0380 -0,5378
-0,1155 0,0172 0,0080 -0,0962 0,2773 0,3730 -0,0420 -0,1207 -0,0441 -0,1343 -0,1105 -0,1293 -0,1245 0,0266 0,4887 -0,0645 -0,0974 -0,1054 -0,0602 0,0167 -0,0204 0,0656 -0,0740
-0,3444 -0,0764 -0,2345 -0,3070 0,1665 0,3000 -0,1258 -0,2514 -0,1092 -0,2385 -0,2259 -0,2996 -0,3880 -0,1581 0,1838 -0,4291 -0,3215 -0,2344 -0,3639 -0,3211 -0,5298 0,0277 -0,6112
-0,5244
-0,5176
-0,0196
-0,5369
-0,1203 -0,5557 -0,1316 -0,4485
-0,1154 -0,5503 -0,1303 -0,4419
-0,0367 -0,0298 -0,0062 -0,0481
-0,1519 -0,5798 -0,1363 -0,4896
-0,7835
-0,7746
-0,0891
-0,8630
-0,9146
-0,9020
-0,0486
-0,9498
-0,1791
-0,1668
-0,0938
-0,2584
-0,2994 -0,3160 -0,1224 -0,1430 -0,1361 -0,2075 -0,2074 -0,1915 -0,3367 -0,0846 -0,1385 -0,1502 -0,1984 -0,1511 -0,1462 -0,5409 -0,2580
-0,2542 -0,3109 -0,1123 -0,1182 -0,0960 -0,1979 -0,1988 -0,1864 -0,3270 -0,0755 -0,1199 -0,1298 -0,1692 -0,1443 -0,1367 -0,5191 -0,2286
0,1950 -0,1055 -0,0389 -0,0979 -0,0769 -0,0874 -0,0680 0,1190 -0,0031 0,1517 0,0412 0,0689 0,2661 -0,0983 -0,0878 0,0131 -0,0073
-0,0592 -0,4158 -0,1507 -0,2156 -0,1725 -0,2847 -0,2662 -0,0668 -0,3295 0,0767 -0,0783 -0,0604 0,0972 -0,2421 -0,2241 -0,5050 -0,2356
120
c.
Dampak dari beberapa skenario kebijakan pada penyerapan tenaga kerja menurut sektor 1 2 3 4 Sektor (persen)
(1)
Padi Tanaman Kacang-kacangan Jagung Tanaman Umbi-umbian Sayur-sayuran dan Buah-buahan Tanaman Bahan Makanan Lainnya Karet Tebu Kelapa Kelapa Sawit Tembakau Kopi Teh Cengkih Hasil Tanaman Serat Tanaman Perkebunan Lainnya Tanaman Lainnya Peternakan Pemotongan Hewan Unggas dan Hasil-hasilnya Kayu Hasil Hutan Lainnya Perikanan Penambangan Batubara dan Bijih Logam Penambangan Minyak, Gas dan Panas Bumi Penambangan dan Penggalian Lainnya Industri Pengolahan dan Pengawetan Makanan Industri Minyak dan Lemak Industri Penggilingan Padi Industri Tepung, Segala Jenis Industri Gula Industri Makanan Lainnya Industri Minuman Industri Rokok Industri Pemintalan Industri Tekstil, Pakaian dan Kulit Industri Bambu, Kayu dan Rotan Industri Kertas, Barang dari Kertas dan Karton Industri Pupuk dan Pestisida Industri Kimia Pengilangan Minyak Bumi Industri Barang Karet dan Plastik Industri Barang-barang dari Mineral bukan Logam Industri Semen Industri Dasar Besi dan Baja Industri Logam Dasar Bukan Besi Industri Barang dari Logam Industri Mesin, Alat-alat dan Perlengkapan Listrik Industri Alat Pengangkutan dan Perbaikannya Industri Barang Lain yang Belum Digolongkan
(2)
(3)
(4)
(5)
-0,2268 -1,7166 -0,3385 -0,4351 -0,8634 -0,1229 0,0227 1,0737 -0,1216 -0,0323 -0,1106 0,0155 -0,1280 -0,0724 0,0370 -0,0437 -0,2919 -0,3058 -0,2513 -0,1996 -0,0477 -0,2940 -0,2357 -0,0357 -0,0515 -0,0853 -0,0603 0,0327 -0,5348 -0,3332 2,2571 -0,2037 -0,0316 -0,1483 0,1365 0,0917 -0,0283 -0,1448 -0,5025 -0,6912 -0,0562 0,0601
-0,1882 -1,6788 -0,2977 -0,3903 -0,8219 -0,1042 0,0388 -0,1388 -0,1178 -0,0267 -0,0720 0,0258 -0,0995 -0,0429 0,0408 -0,0437 -0,2576 -0,2631 -0,2109 -0,1608 -0,0358 -0,2618 -0,1972 -0,0376 -0,0489 -0,0858 -0,0355 0,0409 -0,4439 -0,2673 -0,2681 -0,1434 -0,1802 -0,0826 0,1490 0,1228 -0,0149 -0,1190 -0,5052 -0,6545 -0,0489 0,1045
-0,0670 -0,0560 -0,0911 -0,0637 -0,0553 0,3801 0,0507 0,0704 0,0109 0,0973 1,5109 0,2800 0,0385 1,6538 1,0940 0,1100 -0,0354 -0,0309 0,0323 0,0693 0,1078 0,0890 -0,0646 0,2983 0,3185 0,0312 0,2066 0,1973 -0,1603 -0,0449 0,1460 0,0261 1,3619 3,6670 0,2785 0,1302 0,1401 0,2395 0,1475 0,2148 0,1930 0,1315
-0,2549 -1,6088 -0,3880 -0,4526 -0,8736 0,2754 0,0894 -0,0683 -0,1066 0,0706 1,4362 0,3056 -0,0611 1,6081 1,1354 0,0661 -0,2901 -0,2929 -0,1784 -0,0915 0,0721 -0,1727 -0,2613 0,2603 0,2696 -0,0546 0,1713 0,2381 -0,6029 -0,3116 -0,1220 -0,1176 1,1797 3,5772 0,4275 0,2532 0,1254 0,1201 -0,3536 -0,4416 0,1443 0,2358
-0,9185
-0,9103
0,2256
-0,6861
-0,0083 -0,4021 0,1059 -0,2564
-0,0083 -0,4020 0,1052 -0,2465
0,0813 0,2232 0,2400 0,0451
0,0731 -0,1797 0,3454 -0,2017
-0,2090
-0,1826
0,1086
-0,0749
0,4579 1,3622
0,4977 1,3942
0,1346 0,1097
0,6325 1,5146
121
Sektor (1)
Dimanapun Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran Hotel Angkutan Kereta Api Angkutan Darat Angkutan Air Angkutan Udara Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi Lembaga Keuangan Real Estate dan Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum dan Pertahanan Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Lainnya Kegiatan yang Tak Jelas Batasannya
d.
1
2
3
4
(4)
(5)
(persen) (2)
-0,1835 -0,0041 -0,0531 -0,1708 -0,1587 -0,1014 -0,0559 0,8269 0,3802 0,1079 -0,2354 -0,1962 -0,0372 -0,0025 -0,0751 0,1504 -0,1604
(3)
-0,1521 -0,0037 -0,0370 -0,1542 -0,1670 -0,0718 -0,0343 0,8272 0,4068 0,1181 -0,1944 -0,1635 -0,0214 0,0000 -0,0569 0,1752 -0,1251
0,1743 0,0194 0,3337 0,3922 0,3326 0,3184 0,2093 1,6089 0,7888 0,9716 0,2201 0,2366 0,2060 0,0013 -0,0018 0,1505 0,1167
0,0224 0,0158 0,2974 0,2378 0,1651 0,2469 0,1755 2,4469 1,1984 1,0910 0,0262 0,0737 0,1847 0,0013 -0,0584 0,3258 -0,0082
Dampak dari beberapa skenario kebijakan pada output industri menurut sektor 1 2 3 4 Sektor (persen)
(1)
Padi Tanaman Kacang-kacangan Jagung Tanaman Umbi-umbian Sayur-sayuran dan Buah-buahan Tanaman Bahan Makanan Lainnya Karet Tebu Kelapa Kelapa Sawit Tembakau Kopi Teh Cengkih Hasil Tanaman Serat Tanaman Perkebunan Lainnya Tanaman Lainnya Peternakan Pemotongan Hewan Unggas dan Hasil-hasilnya Kayu Hasil Hutan Lainnya Perikanan Penambangan Batubara dan Bijih Logam Penambangan Minyak, Gas dan Panas Bumi Penambangan dan Penggalian Lainnya Industri Pengolahan dan Pengawetan Makanan Industri Minyak dan Lemak Industri Penggilingan Padi Industri Tepung, Segala Jenis
(2)
-0,2200 -1,6660 -0,3284 -0,4221 -0,8377 -0,1193 0,0188 0,8859 -0,1005 -0,0267 -0,0914 0,0128 -0,1057 -0,0598 0,0306 -0,0361 -0,2413 -0,2321 -0,1907 -0,1515 -0,0198 -0,1219 -0,0977 -0,0043 -0,0062 -0,0695 -0,0253 0,0137 -0,2246 -0,1399
(3)
-0,1826 -1,6293 -0,2889 -0,3787 -0,7975 -0,1011 0,0321 -0,1147 -0,0973 -0,0220 -0,0595 0,0213 -0,0822 -0,0354 0,0337 -0,0361 -0,2129 -0,1997 -0,1601 -0,1220 -0,0148 -0,1086 -0,0817 -0,0045 -0,0059 -0,0699 -0,0149 0,0172 -0,1864 -0,1122
(4)
-0,0650 -0,0543 -0,0884 -0,0618 -0,0536 0,3688 0,0419 0,0581 0,0090 0,0804 1,2459 0,2312 0,0318 1,3636 0,9027 0,0909 -0,0292 -0,0235 0,0245 0,0526 0,0446 0,0368 -0,0267 0,0359 0,0383 0,0255 0,0866 0,0827 -0,0672 -0,0189
(5)
-0,2473 -1,5613 -0,3764 -0,4391 -0,8476 0,2671 0,0739 -0,0565 -0,0881 0,0583 1,1845 0,2524 -0,0505 1,3259 0,9368 0,0546 -0,2397 -0,2223 -0,1354 -0,0694 0,0298 -0,0716 -0,1083 0,0313 0,0324 -0,0445 0,0718 0,0998 -0,2532 -0,1308
122
Sektor (1)
Industri Gula Industri Makanan Lainnya Industri Minuman Industri Rokok Industri Pemintalan Industri Tekstil, Pakaian dan Kulit Industri Bambu, Kayu dan Rotan Industri Kertas, Barang dari Kertas dan Karton Industri Pupuk dan Pestisida Industri Kimia Pengilangan Minyak Bumi Industri Barang Karet dan Plastik Industri Barang-barang dari Mineral bukan Logam Industri Semen Industri Dasar Besi dan Baja Industri Logam Dasar Bukan Besi Industri Barang dari Logam Industri Mesin, Alat-alat dan Perlengkapan Listrik Industri Alat Pengangkutan dan Perbaikannya Industri Barang Lain yang Belum Digolongkan Dimanapun Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran Hotel Angkutan Kereta Api Angkutan Darat Angkutan Air Angkutan Udara Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi Lembaga Keuangan Real Estate dan Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum dan Pertahanan Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Lainnya Kegiatan yang Tak Jelas Batasannya
e.
1
2
3
4
(persen) (2)
(3)
(4)
(5)
0,9415 -0,0855 -0,0132 -0,0622 0,0557 0,0374 -0,0140 -0,0605 -0,1579 -0,2173 -0,0176 0,0189
-0,1125 -0,0602 -0,0756 -0,0347 0,0608 0,0501 -0,0074 -0,0497 -0,1588 -0,2058 -0,0153 0,0328
0,0612 0,0110 0,5693 1,5245 0,1136 0,0532 0,0695 0,0999 0,0463 0,0674 0,0605 0,0412
-0,0512 -0,0493 0,4934 1,4875 0,1744 0,1033 0,0622 0,0501 -0,1111 -0,1388 0,0453 0,0739
-0,2890
-0,2864
0,0708
-0,2157
-0,0026 -0,1680 0,0442 -0,1071
-0,0026 -0,1680 0,0439 -0,1030
0,0255 0,0931 0,1001 0,0188
0,0229 -0,0750 0,1441 -0,0842
-0,0873
-0,0763
0,0453
-0,0313
0,1909
0,2075
0,0562
0,2636
0,5665
0,5798
0,0458
0,6297
-0,0479 -0,0021 -0,0454 -0,1198 -0,1113 -0,0809 -0,0446 0,2811 0,1294 0,0367 -0,0802 -0,0591 -0,0085 -0,0022 -0,0653 0,0830 -0,0886
-0,0397 -0,0019 -0,0316 -0,1081 -0,1171 -0,0573 -0,0274 0,2812 0,1384 0,0402 -0,0662 -0,0492 -0,0049 0,0000 -0,0495 0,0966 -0,0691
0,0453 0,0099 0,2851 0,2747 0,2331 0,2540 0,1670 0,5459 0,2681 0,3302 0,0749 0,0711 0,0473 0,0012 -0,0015 0,0830 0,0644
0,0058 0,0081 0,2541 0,1666 0,1157 0,1970 0,1400 0,8287 0,4070 0,3706 0,0089 0,0222 0,0424 0,0012 -0,0508 0,1795 -0,0045
Dampak dari beberapa skenario kebijakan pada penggunaan komoditas oleh wisatawan nusantara menurut sektor 1 2 3 4 Sektor (persen)
(1)
Padi Tanaman Kacang-kacangan Jagung Tanaman Umbi-umbian Sayur-sayuran dan Buah-buahan Tanaman Bahan Makanan Lainnya Karet Tebu
(2)
-0,1827 2,4438 -0,1508 -0,1600 0,3508 -0,1678 -0,1827 -0,1827
(3)
-0,1769 2,4497 -0,1467 -0,1558 0,3557 -0,1624 -0,1769 -0,1769
(4)
-0,1191 -0,1126 -0,0774 -0,0490 -0,0776 -0,0814 -0,1191 -0,1191
(5)
-0,2957 2,3330 -0,2241 -0,2047 0,2762 -0,2436 -0,2957 -0,2957
123
Sektor (1)
Kelapa Kelapa Sawit Tembakau Kopi Teh Cengkih Hasil Tanaman Serat Tanaman Perkebunan Lainnya Tanaman Lainnya Peternakan Pemotongan Hewan Unggas dan Hasil-hasilnya Kayu Hasil Hutan Lainnya Perikanan Penambangan Batubara dan Bijih Logam Penambangan Minyak, Gas dan Panas Bumi Penambangan dan Penggalian Lainnya Industri Pengolahan dan Pengawetan Makanan Industri Minyak dan Lemak Industri Penggilingan Padi Industri Tepung, Segala Jenis Industri Gula Industri Makanan Lainnya Industri Minuman Industri Rokok Industri Pemintalan Industri Tekstil, Pakaian dan Kulit Industri Bambu, Kayu dan Rotan Industri Kertas, Barang dari Kertas dan Karton Industri Pupuk dan Pestisida Industri Kimia Pengilangan Minyak Bumi Industri Barang Karet dan Plastik Industri Barang-barang dari Mineral bukan Logam Industri Semen Industri Dasar Besi dan Baja Industri Logam Dasar Bukan Besi Industri Barang dari Logam Industri Mesin, Alat-alat dan Perlengkapan Listrik Industri Alat Pengangkutan dan Perbaikannya Industri Barang Lain yang Belum Digolongkan Dimanapun Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran Hotel Angkutan Kereta Api Angkutan Darat Angkutan Air Angkutan Udara Jasa Penunjang Angkutan
1
2
3
4
(persen) (2)
(3)
(4)
(5)
-0,1827 -0,1827 -0,1827 -0,1827 -0,1827 -0,1827 -0,1827 0,1765 -0,1827 -0,1827 -0,1827 -0,1827 -0,1827 -0,1827 -0,0449 -0,1827 -0,1827 -0,1827 0,8834 -0,1827 -0,1827 -0,1207 -0,2911 0,0704 0,1087 -0,0181 0,0040 0,1268 -0,1098 -0,0250 -0,1827 0,8344 -0,1617 1,3188
-0,1769 -0,1769 -0,1769 -0,1769 -0,1769 -0,1769 -0,1769 0,1824 -0,1769 -0,1769 -0,1769 -0,1769 -0,1769 -0,1769 -0,0560 -0,1769 -0,1769 -0,1769 0,8847 -0,1769 -0,1769 -0,1190 -0,0915 0,0662 0,0563 -0,0240 0,0059 0,1273 -0,1084 -0,0247 -0,1769 0,8399 -0,1579 1,3222
-0,1191 -0,1191 -0,1191 -0,1191 -0,1191 -0,1191 -0,1191 -0,1191 -0,1191 -0,1191 -0,1191 -0,1191 -0,1191 -0,1191 -0,0354 -0,1191 -0,1191 -0,1191 -0,0828 -0,1191 -0,1191 -0,0173 0,0249 -0,0155 0,2876 0,8042 0,0325 -0,0351 -0,0207 -0,0401 -0,1191 -0,1137 -0,1228 -0,0796
-0,2957 -0,2957 -0,2957 -0,2957 -0,2957 -0,2957 -0,2957 0,0631 -0,2957 -0,2957 -0,2957 -0,2957 -0,2957 -0,2957 -0,0914 -0,2957 -0,2957 -0,2957 0,8015 -0,2957 -0,2957 -0,1364 -0,0668 0,0504 0,3445 0,7789 0,0383 0,0922 -0,1292 -0,0648 -0,2957 0,7252 -0,2806 1,2421
0,4142
0,4173
0,0090
0,4263
-0,1827 -0,1827 -0,1827 1,0843
-0,1769 -0,1769 -0,1769 1,0902
-0,1191 -0,1191 -0,1191 -0,1191
-0,2957 -0,2957 -0,2957 0,9699
-0,1827
-0,1769
-0,1191
-0,2957
-0,1827
-0,1769
-0,1191
-0,2957
-0,0932
-0,0935
0,0435
-0,0511
-0,1827 -0,1827 -0,1827 -0,1395 -0,1219 -0,0790 -0,0790 -0,1332 -0,0590 -0,1511
-0,1769 -0,1769 -0,1769 -0,1412 -0,1340 -0,0780 -0,0775 -0,1287 -0,0567 -0,1487
-0,1191 -0,1191 -0,1191 0,0148 0,1150 0,1440 0,0520 -0,0410 0,0251 0,0026
-0,2957 -0,2957 -0,2957 -0,1264 -0,0192 0,0658 -0,0258 -0,1698 -0,0317 -0,1463
124
Sektor (1)
Komunikasi Lembaga Keuangan Real Estate dan Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum dan Pertahanan Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Lainnya Kegiatan yang Tak Jelas Batasannya
f.
1
2
3
4
(persen) (2)
-0,1650 -0,1537 -0,1827 -0,1827 -0,1700 0,0138 -0,1827
(3)
(4)
-0,1616 -0,1518 -0,1769 -0,1769 -0,1650 0,0117 -0,1769
-0,0989 -0,1147 -0,1191 -0,1191 -0,1045 -0,0337 -0,1191
(5)
-0,2603 -0,2664 -0,2957 -0,2957 -0,2693 -0,0223 -0,2957
Dampak dari beberapa skenario kebijakan pada penggunaan komoditas oleh rumah tangga biasa menurut sektor 1 2 3 4 Sektor (persen)
(1)
Padi Tanaman Kacang-kacangan Jagung Tanaman Umbi-umbian Sayur-sayuran dan Buah-buahan Tanaman Bahan Makanan Lainnya Karet Tebu Kelapa Kelapa Sawit Tembakau Kopi Teh Cengkih Hasil Tanaman Serat Tanaman Perkebunan Lainnya Tanaman Lainnya Peternakan Pemotongan Hewan Unggas dan Hasil-hasilnya Kayu Hasil Hutan Lainnya Perikanan Penambangan Batubara dan Bijih Logam Penambangan Minyak, Gas dan Panas Bumi Penambangan dan Penggalian Lainnya Industri Pengolahan dan Pengawetan Makanan Industri Minyak dan Lemak Industri Penggilingan Padi Industri Tepung, Segala Jenis Industri Gula Industri Makanan Lainnya Industri Minuman Industri Rokok Industri Pemintalan Industri Tekstil, Pakaian dan Kulit Industri Bambu, Kayu dan Rotan Industri Kertas, Barang dari Kertas dan Karton Industri Pupuk dan Pestisida Industri Kimia Pengilangan Minyak Bumi
(2)
-0,3802 0,5696 -0,2776 -0,2973 -0,1546 -0,3274 -0,3802 -0,4805 -0,2814 -0,3802 -0,2087 -0,2842 -0,3078 -0,3106 -0,3802 -0,1339 -0,2708 -0,2511 -0,2588 -0,1344 -0,2761 -0,0900 -0,1327 -0,3802 -0,3802 -0,2934 0,2028 -0,2179 -0,2046 -0,0913 7,3264 0,0532 0,0587 -0,0334 0,0010 0,1081 -0,2349 0,1921 -0,0909 0,4317 -0,3067
(3)
-0,3266 0,6212 -0,2272 -0,2468 -0,1038 -0,2758 -0,3266 -0,2201 -0,2306 -0,3266 -0,1630 -0,2353 -0,2614 -0,2644 -0,3266 -0,0818 -0,2274 -0,2101 -0,2171 -0,0972 -0,2330 -0,0597 -0,1134 -0,3266 -0,3266 -0,2428 0,2260 -0,1674 -0,1643 -0,0452 -0,2274 0,0858 -0,0149 -0,0030 0,0469 0,1504 -0,1902 0,2379 -0,0374 0,4749 -0,2540
(4)
-0,2670 -0,1149 -0,1853 -0,1279 -0,1512 -0,1018 -0,2670 -0,0642 -0,1088 -0,2670 -0,3177 0,0743 -0,0540 -0,4773 -0,2670 -0,1724 -0,0840 -0,1381 -0,0645 -0,0578 0,0634 -0,0391 -0,0961 -0,2670 -0,2670 0,0160 -0,0212 -0,1987 -0,1037 -0,0832 -0,0996 -0,0482 0,6253 1,5712 0,0349 -0,0870 -0,0703 -0,1537 -0,2655 -0,1326 -0,2688
(5)
-0,5923 0,4972 -0,4120 -0,3743 -0,2553 -0,3770 -0,5923 -0,2840 -0,3390 -0,5923 -0,4804 -0,1611 -0,3150 -0,7399 -0,5923 -0,2539 -0,3116 -0,3479 -0,2814 -0,1550 -0,1696 -0,0988 -0,2095 -0,5923 -0,5923 -0,2266 0,2053 -0,3654 -0,2676 -0,1280 -0,3266 0,0374 0,6108 1,5666 0,0819 0,0636 -0,2602 0,0843 -0,3025 0,3422 -0,5218
125
Sektor (1)
Industri Barang Karet dan Plastik Industri Barang-barang dari Mineral bukan Logam Industri Semen Industri Dasar Besi dan Baja Industri Logam Dasar Bukan Besi Industri Barang dari Logam Industri Mesin, Alat-alat dan Perlengkapan Listrik Industri Alat Pengangkutan dan Perbaikannya Industri Barang Lain yang Belum Digolongkan Dimanapun Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran Hotel Angkutan Kereta Api Angkutan Darat Angkutan Air Angkutan Udara Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi Lembaga Keuangan Real Estate dan Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum dan Pertahanan Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Lainnya Kegiatan yang Tak Jelas Batasannya
1
2
3
4
(persen) (2)
(3)
(4)
(5)
0,4431
0,4853
-0,0780
0,4075
1,0599
1,1091
-0,0320
1,0770
-0,3802 -0,3802 -0,3802 0,3173
-0,3266 -0,3266 -0,3266 0,3654
-0,2670 -0,2670 -0,2670 -0,1587
-0,5923 -0,5923 -0,5923 0,2066
0,6425
0,6893
-0,0819
0,6073
0,7661
0,8085
-0,1135
0,6943
1,1267
1,1734
-0,0677
1,1048
-0,0811 -0,3802 -0,2581 -0,2377 -0,2448 -0,1763 -0,1746 -0,2233 -0,1006 -0,3191 -0,2477 -0,2317 -0,1861 -0,2367 -0,2366 0,1564 -0,1266
-0,0727 -0,3266 -0,2146 -0,2087 -0,2312 -0,1322 -0,1295 -0,1739 -0,0550 -0,2720 -0,2119 -0,1983 -0,1612 -0,1894 -0,1923 0,1885 -0,1019
-0,1491 -0,2670 0,0977 0,1753 0,2547 0,2508 0,0724 -0,0192 0,0589 -0,0314 -0,1157 -0,2444 -0,2244 -0,1735 -0,1010 -0,0339 -0,0436
-0,2216 -0,5923 -0,1171 -0,0337 0,0230 0,1184 -0,0573 -0,1932 0,0040 -0,3033 -0,3274 -0,4423 -0,3854 -0,3625 -0,2930 0,1540 -0,1454
126
Lampiran 5:
Dampak Peningkatan Permintaan Pariwisata
Keterangan: 5 : Peningkatan permintaan wisatawan nusantara (wisnus) sebesar 10 persen. 6 : Peningkatan permintaan wisatawan mancanegara (wisman) sebesar 10 persen. 7 : Peningkatan permintaan untuk investasi pariwisata sebesar 10 persen. 8 : Peningkatan permintaan untuk promosi pariwisata oleh pemerintah sebesar 10 persen. 9 : Peningkatan permintaan wisatawan baik nusantara maupun mancanegara sebesar 10 persen. 10 : Peningkatan permintaan pariwisata (wisnus, wisman, investasi dan promosi) sebesar 10 persen. a.
Dampak dari beberapa skenario kebijakan pada peubah ekonomi makro 5 6 7 8 9 10 Peubah (persen)
(1)
PDB Nominal Sisi Pengeluaran PDB Nominal Sisi Pendapatan PDB Riil Sisi Pengeluaran Tenagakerja Dibayar Agregat Naker Tidak Dibayar Agregat Neraca Perdagangan Indeks Volume Impor Indeks Volume Ekspor Barang Indeks Harga Konsumen Konsumsi Riil RT Biasa Konsumsi Riil Wisnus
b.
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
0,2974 0,2974 0,1484 0,2992 0,2398 -0,0018 0,6227 -0,1804 0,0021 0,0166 10,1104
0,1859 0,1859 0,0860 0,1686 0,1442 0,0011 0,1267 -0,1281 0,0014 0,0081 0,0441
0,2069 0,2069 0,0735 0,1606 0,1017 -0,0004 0,1182 -0,0674 0,0006 0,0017 0,0065
0,0139 0,0139 0,0082 0,0213 0,0075 0,0000 0,0057 -0,0040 0,0001 0,0000 0,0007
0,4841 0,4841 0,2347 0,4686 0,3845 -0,0008 0,7505 -0,3077 0,0036 0,0481 10,1583
0,7053 0,7053 0,3162 0,6509 0,4939 -0,0012 0,8748 -0,3787 0,0042 0,0695 10,1662
Dampak dari beberapa skenario kebijakan pada biaya produksi per unit menurut sektor 5 6 7 8 9 10 Sektor (persen)
(1)
Padi Tanaman Kacang-kacangan Jagung Tanaman Umbi-umbian Sayur-sayuran dan Buah-buahan Tanaman Bahan Makanan Lainnya Karet Tebu Kelapa Kelapa Sawit Tembakau Kopi Teh Cengkih Hasil Tanaman Serat Tanaman Perkebunan Lainnya Tanaman Lainnya Peternakan
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
0,0254 0,0223 0,0248 0,0187 0,0204
0,0168 0,0149 0,0158 0,0123 0,0122
0,0076 0,0059 0,0073 0,0041 0,0043
0,0008 0,0006 0,0007 0,0005 0,0007
0,0423 0,0372 0,0406 0,0311 0,0326
0,0507 0,0437 0,0486 0,0357 0,0375
0,0276
0,0169
0,0066
0,0007
0,0445
0,0518
0,0656 0,0913 0,0516 0,0519 0,0758 0,0545 0,0746 0,0403 0,0557 0,0451 0,0639 0,0883
0,0312 0,0439 0,0347 0,0356 0,0490 0,0359 0,0427 0,0256 0,0438 0,0293 0,0400 0,0587
0,0228 0,0312 0,0227 0,0303 0,0236 0,0155 0,0155 0,0104 0,0115 0,0221 0,0183 0,0164
0,0014 0,0017 0,0013 0,0016 0,0022 0,0015 0,0014 0,0009 0,0008 0,0013 0,0018 0,0022
0,0968 0,1353 0,0863 0,0876 0,1248 0,0904 0,1173 0,0659 0,0995 0,0744 0,1040 0,1470
0,1210 0,1682 0,1104 0,1195 0,1506 0,1075 0,1343 0,0773 0,1117 0,0979 0,1242 0,1656
127
Sektor (1)
Pemotongan Hewan Unggas dan Hasil-hasilnya Kayu Hasil Hutan Lainnya Perikanan Penambangan Batubara dan Bijih Logam Penambangan Minyak, Gas dan Panas Bumi Penambangan dan Penggalian Lainnya Industri Pengolahan dan Pengawetan Makanan Industri Minyak dan Lemak Industri Penggilingan Padi Industri Tepung, Segala Jenis Industri Gula Industri Makanan Lainnya Industri Minuman Industri Rokok Industri Pemintalan Industri Tekstil, Pakaian dan Kulit Industri Bambu, Kayu dan Rotan Industri Kertas, Barang dari Kertas dan Karton Industri Pupuk dan Pestisida Industri Kimia Pengilangan Minyak Bumi Industri Barang Karet dan Plastik Industri Barang-barang dari Mineral bukan Logam Industri Semen Industri Dasar Besi dan Baja Industri Logam Dasar Bukan Besi Industri Barang dari Logam Industri Mesin, Alat-alat dan Perlengkapan Listrik Industri Alat Pengangkutan dan Perbaikannya Industri Barang Lain yang Belum Digolongkan Dimanapun Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran Hotel Angkutan Kereta Api Angkutan Darat Angkutan Air Angkutan Udara Jasa Penunjang Angkutan
5
6
7
8
9
10
(persen) (2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
0,0855 0,1265 0,1878 0,2105 0,1667
0,0582 0,0831 0,1569 0,1732 0,1060
0,0149 0,0175 0,3730 0,1540 0,0303
0,0019 0,0024 0,0034 0,0025 0,0036
0,1437 0,2097 0,3452 0,3842 0,2728
0,1606 0,2296 0,7230 0,5414 0,3068
0,0343
0,0328
0,0606
0,0016
0,0672
0,1294
0,0952
0,0443
0,0375
0,0022
0,1396
0,1793
0,0448
0,0278
0,0994
0,0014
0,0727
0,1736
0,1343
0,1011
0,0252
0,0027
0,2356
0,2636
0,0408 0,0637 0,1313 0,1737 0,1381 0,2963 0,1149 0,1082
0,0291 0,0436 0,0720 0,0807 0,0851 0,0918 0,0764 0,0944
0,0149 0,0149 0,0185 0,0333 0,0215 0,0257 0,0255 0,0288
0,0010 0,0022 0,0019 0,0028 0,0024 0,0026 0,0024 0,0018
0,0699 0,1073 0,2033 0,2545 0,2232 0,3882 0,1914 0,2028
0,0858 0,1244 0,2237 0,2906 0,2472 0,4166 0,2193 0,2334
0,2295
0,1294
0,0531
0,0023
0,3590
0,4144
0,1854
0,1566
0,1614
0,0019
0,3420
0,5055
0,0997
0,0593
0,0337
0,0084
0,1591
0,2013
0,1177 0,0876 0,2008
0,0678 0,0855 0,0536
0,0285 0,0450 0,0435
0,0040 0,0041 0,0018
0,1855 0,1732 0,2545
0,2180 0,2223 0,2999
0,1327
0,0619
0,0425
0,0027
0,1945
0,2397
0,4303
0,2568
0,1915
0,0028
0,6872
0,8815
0,0665 0,0630
0,0451 0,0403
0,2662 0,0755
0,0031 0,0019
0,1116 0,1033
0,3810 0,1807
0,0340
0,0285
0,0415
0,0013
0,0625
0,1053
0,0545
0,0404
0,1314
0,0026
0,0949
0,2290
0,0640
0,0472
0,0791
0,0021
0,1112
0,1925
0,0759
0,0434
0,2071
0,0018
0,1192
0,3282
0,3779
0,4160
0,0468
0,0042
0,7939
0,8449
0,2672 0,0765 0,0933 0,2080 0,6280 0,1737 0,2030 0,2629 0,9657 0,6028
0,1734 0,0561 0,0730 0,1662 0,2093 0,0742 0,0980 0,2975 0,3141 0,7249
0,1154 0,3976 0,0401 0,0199 0,0160 0,0870 0,0307 0,0264 0,0326 0,0602
0,0130 0,0033 0,0026 0,0027 0,0022 0,0032 0,0029 0,0015 0,0049 0,0045
0,4413 0,1326 0,1664 0,3743 0,8307 0,2478 0,3012 0,5607 1,2759 1,3256
0,5707 0,5338 0,2092 0,3969 0,8488 0,3381 0,3348 0,5888 1,3133 1,3907
128
Sektor (1)
Komunikasi Lembaga Keuangan Real Estate dan Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum dan Pertahanan Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Lainnya Kegiatan yang Tak Jelas Batasannya
c.
5
6
7
8
9
10
(persen) (2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
0,1469 0,1848 0,1446
0,1679 0,1551 0,2872
0,0339 0,0699 0,0892
0,0033 0,0075 0,0059
0,3151 0,3401 0,4324
0,3524 0,4176 0,5280
0,0968
0,0556
0,0408
0,0308
0,1523
0,2240
0,0625 0,4640
0,0448 0,2108
0,0215 0,0547
0,0173 0,0082
0,1074 0,6769
0,1463 0,7404
0,0975
0,0630
0,0361
0,0026
0,1606
0,1993
Dampak dari beberapa skenario kebijakan pada penyerapan tenaga kerja menurut sektor 5 6 7 8 9 10 Sektor (persen)
(1)
Padi Tanaman Kacang-kacangan Jagung Tanaman Umbi-umbian Sayur-sayuran dan Buah-buahan Tanaman Bahan Makanan Lainnya Karet Tebu Kelapa Kelapa Sawit Tembakau Kopi Teh Cengkih Hasil Tanaman Serat Tanaman Perkebunan Lainnya Tanaman Lainnya Peternakan Pemotongan Hewan Unggas dan Hasil-hasilnya Kayu Hasil Hutan Lainnya Perikanan Penambangan Batubara dan Bijih Logam Penambangan Minyak, Gas dan Panas Bumi Penambangan dan Penggalian Lainnya Industri Pengolahan dan Pengawetan Makanan Industri Minyak dan Lemak Industri Penggilingan Padi Industri Tepung, Segala Jenis Industri Gula Industri Makanan Lainnya Industri Minuman Industri Rokok
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
0,1390 0,2092 0,1670 0,2002 0,2355
0,0959 0,1338 0,1046 0,1372 0,1194
0,0264 0,0310 0,0280 0,0341 0,0320
0,0056 0,0044 0,0035 0,0053 0,0105
0,2349 0,3429 0,2717 0,3374 0,3550
0,2669 0,3783 0,3032 0,3769 0,3976
0,2219
0,1254
0,0167
0,0022
0,3473
0,3661
0,1863 0,3427 0,1032 0,0198 0,0982 0,0531 0,2483 0,0893 0,1554 0,0559 0,1487 0,2213 0,3127 0,3939 0,2424 0,2783 0,1732
0,0575 0,1329 0,0787 0,0229 0,0644 0,0286 0,1365 0,0572 0,1471 0,0409 0,1022 0,1494 0,2105 0,2638 0,2098 0,2347 0,1115
0,0488 0,0188 0,0086 0,0014 0,0184 -0,0027 0,0223 0,0147 0,0281 -0,0015 0,0488 0,0338 0,0351 0,0323 0,5548 0,1944 0,0264
0,0023 0,0040 0,0019 0,0008 0,0015 0,0003 0,0036 0,0012 0,0008 0,0012 0,0056 0,0061 0,0069 0,0075 0,0042 0,0026 0,0038
0,2438 0,4758 0,1819 0,0427 0,1626 0,0818 0,3850 0,1465 0,3023 0,0968 0,2510 0,3708 0,5234 0,6581 0,4528 0,5137 0,2848
0,2949 0,4986 0,1925 0,0449 0,1825 0,0795 0,4109 0,1624 0,3312 0,0965 0,3055 0,4108 0,5656 0,6980 1,0140 0,7118 0,3150
0,0065
0,0133
0,0390
0,0009
0,0198
0,0597
0,0696
0,0318
0,0276
0,0016
0,1014
0,1306
0,0295
0,0211
0,3945
0,0032
0,0507
0,4484
0,2640
0,2536
0,0280
0,0045
0,5181
0,5507
0,0145 0,3273 0,5490 0,6933 0,5316 1,3764 0,1992
0,0109 0,2261 0,2776 0,2635 0,3101 0,2473 0,1272
-0,0153 0,0621 0,0554 0,0368 0,0449 0,0374 0,0336
-0,0002 0,0131 0,0062 0,0079 0,0079 0,0044 0,0028
0,0254 0,5538 0,8276 0,9579 0,8428 1,6258 0,3266
0,0099 0,6291 0,8894 1,0028 0,8959 1,6680 0,3631
129
Sektor (1)
Industri Pemintalan Industri Tekstil, Pakaian dan Kulit Industri Bambu, Kayu dan Rotan Industri Kertas, Barang dari Kertas dan Karton Industri Pupuk dan Pestisida Industri Kimia Pengilangan Minyak Bumi Industri Barang Karet dan Plastik Industri Barang-barang dari Mineral bukan Logam Industri Semen Industri Dasar Besi dan Baja Industri Logam Dasar Bukan Besi Industri Barang dari Logam Industri Mesin, Alat-alat dan Perlengkapan Listrik Industri Alat Pengangkutan dan Perbaikannya Industri Barang Lain yang Belum Digolongkan Dimanapun Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran Hotel Angkutan Kereta Api Angkutan Darat Angkutan Air Angkutan Udara Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi Lembaga Keuangan Real Estate dan Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum dan Pertahanan Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Lainnya Kegiatan yang Tak Jelas Batasannya
d.
5
6
7
8
9
10
(persen) (2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
0,3470
0,3459
0,0607
0,0007
0,6940
0,7557
0,7380
0,3665
0,1433
0,0033
1,1065
1,2541
0,5172
0,4606
0,4746
0,0016
0,9796
1,4581
0,1871
0,0763
0,0441
0,0311
0,2636
0,3389
0,2630 0,2354 0,4818
0,1567 0,3238 0,1175
0,0382 0,1460 0,0965
0,0105 0,0166 0,0037
0,4198 0,5599 0,6000
0,4687 0,7230 0,7006
0,4763
0,1304
0,1295
0,0064
0,6068
0,7432
1,3720
0,8096
0,5943
0,0052
2,1869
2,7926
0,0405 -0,0160
0,0301 -0,0058
1,0289 0,4130
0,0053 0,0016
0,0706 -0,0219
1,1052 0,3925
-0,0266
-0,0152
-0,0134
-0,0016
-0,0419
-0,0569
0,0410
0,0284
0,4671
0,0059
0,0694
0,5425
0,0848
0,0483
0,3715
0,0051
0,1332
0,5100
0,1886
0,0798
0,8196
0,0043
0,2683
1,0936
1,7461
2,0977
0,0521
0,0139
3,8605
3,9274
0,1645 0,0146 0,0565 0,8904 5,0602 1,4785 0,9364 1,0724 6,8025 2,1064 0,3133 0,2980 0,0568
0,1115 0,0125 0,0223 0,7526 1,4958 0,2861 0,4142 1,5265 1,7157 2,6371 0,3900 0,2518 0,1603
0,0716 0,6899 0,0354 0,0331 0,0352 -0,0136 0,0532 -0,0084 0,0101 0,0089 0,0451 0,1115 0,0356
0,0089 0,0037 0,0020 0,0082 0,0089 0,0066 0,0052 -0,0012 0,0251 0,0102 0,0061 0,0119 0,0025
0,2762 0,0271 0,0789 1,6457 6,5725 1,7659 1,3516 2,6147 8,5663 4,7714 0,7047 0,5505 0,2173
0,3571 0,7210 0,1164 1,6874 6,6179 1,7585 1,4102 2,6065 8,6030 4,7922 0,7564 0,6745 0,2556
0,0020
0,0020
-0,0023
0,1315
0,0040
0,1333
0,0533 0,6446
0,0288 0,2735
0,0103 0,0284
0,0744 0,0109
0,0821 0,9189
0,1668 0,9584
0,0675
0,0484
0,0269
0,0021
0,1159
0,1448
Dampak dari beberapa Skenario Kebijakan pada Output Industri menurut Sektor 5 6 7 8 9 10 Sektor (persen)
(1)
Padi Tanaman Kacang-kacangan Jagung Tanaman Umbi-umbian
(2)
0,1348 0,2030 0,1620 0,1942
(3)
0,0931 0,1298 0,1015 0,1331
(4)
0,0256 0,0301 0,0272 0,0331
(5)
0,0054 0,0043 0,0034 0,0051
(6)
0,2279 0,3327 0,2635 0,3273
(7)
0,2589 0,3670 0,2941 0,3656
130
Sektor (1)
Sayur-sayuran dan Buah-buahan Tanaman Bahan Makanan Lainnya Karet Tebu Kelapa Kelapa Sawit Tembakau Kopi Teh Cengkih Hasil Tanaman Serat Tanaman Perkebunan Lainnya Tanaman Lainnya Peternakan Pemotongan Hewan Unggas dan Hasil-hasilnya Kayu Hasil Hutan Lainnya Perikanan Penambangan Batubara dan Bijih Logam Penambangan Minyak, Gas dan Panas Bumi Penambangan dan Penggalian Lainnya Industri Pengolahan dan Pengawetan Makanan Industri Minyak dan Lemak Industri Penggilingan Padi Industri Tepung, Segala Jenis Industri Gula Industri Makanan Lainnya Industri Minuman Industri Rokok Industri Pemintalan Industri Tekstil, Pakaian dan Kulit Industri Bambu, Kayu dan Rotan Industri Kertas, Barang dari Kertas dan Karton Industri Pupuk dan Pestisida Industri Kimia Pengilangan Minyak Bumi Industri Barang Karet dan Plastik Industri Barang-barang dari Mineral bukan Logam Industri Semen Industri Dasar Besi dan Baja Industri Logam Dasar Bukan Besi Industri Barang dari Logam Industri Mesin, Alat-alat dan
5
6
7
8
9
10
(persen) (2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
0,2284
0,1159
0,0310
0,0102
0,3443
0,3856
0,2153
0,1216
0,0162
0,0021
0,3369
0,3552
0,1538 0,2830 0,0852 0,0164 0,0812 0,0439 0,2050 0,0738 0,1283 0,0461 0,1228 0,1678 0,2372 0,2986 0,1003 0,1151 0,0716
0,0475 0,1098 0,0650 0,0189 0,0532 0,0237 0,1128 0,0472 0,1215 0,0338 0,0845 0,1133 0,1597 0,2001 0,0868 0,0971 0,0461
0,0403 0,0155 0,0071 0,0012 0,0152 -0,0022 0,0184 0,0121 0,0232 -0,0012 0,0403 0,0256 0,0267 0,0245 0,2293 0,0805 0,0109
0,0019 0,0033 0,0016 0,0007 0,0012 0,0002 0,0030 0,0010 0,0007 0,0010 0,0047 0,0046 0,0053 0,0057 0,0017 0,0011 0,0016
0,2014 0,3929 0,1502 0,0353 0,1343 0,0676 0,3179 0,1210 0,2497 0,0799 0,2073 0,2812 0,3969 0,4988 0,1872 0,2123 0,1177
0,2436 0,4117 0,1590 0,0371 0,1508 0,0656 0,3393 0,1342 0,2735 0,0797 0,2523 0,3114 0,4289 0,5290 0,4183 0,2940 0,1302
0,0008
0,0016
0,0047
0,0001
0,0024
0,0072
0,0084
0,0038
0,0033
0,0002
0,0122
0,0157
0,0241
0,0172
0,3213
0,0026
0,0413
0,3651
0,1106
0,1063
0,0117
0,0019
0,2170
0,2306
0,0061 0,1372 0,2299 0,2903 0,2227 0,5753 0,0835 0,1416
0,0046 0,0948 0,1163 0,1104 0,1300 0,1037 0,0533 0,1412
-0,0064 0,0260 0,0232 0,0154 0,0188 0,0157 0,0141 0,0248
-0,0001 0,0055 0,0026 0,0033 0,0033 0,0018 0,0012 0,0003
0,0107 0,2319 0,3464 0,4008 0,3527 0,6792 0,1369 0,2829
0,0042 0,2634 0,3722 0,4195 0,3749 0,6967 0,1521 0,3080
0,3009
0,1496
0,0585
0,0013
0,4506
0,5106
0,2564
0,2284
0,2353
0,0008
0,4851
0,7215
0,0781
0,0319
0,0184
0,0130
0,1100
0,1414
0,0825 0,0738 0,1510
0,0491 0,1015 0,0369
0,0120 0,0458 0,0303
0,0033 0,0052 0,0012
0,1316 0,1754 0,1880
0,1469 0,2264 0,2194
0,1492
0,0409
0,0406
0,0020
0,1901
0,2327
0,4288
0,2535
0,1862
0,0016
0,6820
0,8695
0,0127 -0,0067
0,0094 -0,0024
0,3219 0,1722
0,0017 0,0007
0,0222 -0,0091
0,3457 0,1637
-0,0111
-0,0063
-0,0056
-0,0007
-0,0175
-0,0237
0,0171 0,0354
0,0118 0,0202
0,1948 0,1549
0,0025 0,0021
0,0290 0,0556
0,2262 0,2126
131
Sektor (1)
Perlengkapan Listrik Industri Alat Pengangkutan dan Perbaikannya Industri Barang Lain yang Belum Digolongkan Dimanapun Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran Hotel Angkutan Kereta Api Angkutan Darat Angkutan Air Angkutan Udara Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi Lembaga Keuangan Real Estate dan Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum dan Pertahanan Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Lainnya Kegiatan yang Tak Jelas Batasannya
e.
5
6
7
8
9
10
(5)
(6)
(7)
(persen) (2)
(3)
(4)
0,0787
0,0333
0,3414
0,0018
0,1119
0,4553
0,7254
0,8707
0,0217
0,0058
1,5948
1,6221
0,0428 0,0075 0,0483 0,6230 3,5289 1,1789 0,7470 0,3643 2,2823 0,7139 0,1066 0,0896 0,0130
0,0290 0,0064 0,0191 0,5267 1,0468 0,2283 0,3305 0,5180 0,5820 0,8927 0,1327 0,0757 0,0368
0,0187 0,3511 0,0303 0,0232 0,0247 -0,0109 0,0425 -0,0029 0,0034 0,0030 0,0154 0,0335 0,0082
0,0023 0,0019 0,0017 0,0057 0,0063 0,0052 0,0041 -0,0004 0,0085 0,0035 0,0021 0,0036 0,0006
0,0718 0,0139 0,0674 1,1498 4,5769 1,4077 1,0778 0,8852 2,8634 1,6078 0,2396 0,1653 0,0498
0,0927 0,3668 0,0995 1,1788 4,6083 1,4018 1,1245 0,8824 2,8754 1,6147 0,2571 0,2025 0,0586
0,0017
0,0018
-0,0020
0,1143
0,0035
0,1158
0,0463 0,3544
0,0251 0,1507
0,0090 0,0157
0,0647 0,0060
0,0714 0,5042
0,1450 0,5258
0,0372
0,0267
0,0148
0,0011
0,0639
0,0799
Dampak dari beberapa skenario kebijakan pada penggunaan komoditas oleh wisatawan nusantara menurut sektor 5 6 7 8 9 10 Sektor (persen)
(1)
Padi Tanaman Kacang-kacangan Jagung Tanaman Umbi-umbian Sayur-sayuran dan Buahbuahan Tanaman Bahan Makanan Lainnya Karet Tebu Kelapa Kelapa Sawit Tembakau Kopi Teh Cengkih Hasil Tanaman Serat Tanaman Perkebunan Lainnya Tanaman Lainnya Peternakan Pemotongan Hewan Unggas dan Hasil-hasilnya Kayu Hasil Hutan Lainnya
(2)
(3)
(4)
(6)
(7)
10,1550 10,1541 10,1413 10,1447
0,0689 0,0684 0,0610 0,0628
0,0140 0,0138 0,0104 0,0119
0,0012 0,0012 0,0009 0,0010
(5)
10,2301 10,2286 10,2077 10,2129
10,2468 10,2450 10,2200 10,2271
10,1474
0,0648
0,0126
0,0010
10,2179
10,2328
10,1481
0,0651
0,0125
0,0011
10,2190
10,2339
10,1550 10,1550 10,1550 10,1550 10,1550 10,1550 10,1550 10,1550 10,1550 10,1550 10,1550 10,1550 10,1550 10,1550 10,1550 10,1550
0,0689 0,0689 0,0689 0,0689 0,0689 0,0689 0,0689 0,0689 0,0689 0,0689 0,0689 0,0689 0,0689 0,0689 0,0689 0,0689
0,0140 0,0140 0,0140 0,0140 0,0140 0,0140 0,0140 0,0140 0,0140 0,0140 0,0140 0,0140 0,0140 0,0140 0,0140 0,0140
0,0012 0,0012 0,0012 0,0012 0,0012 0,0012 0,0012 0,0012 0,0012 0,0012 0,0012 0,0012 0,0012 0,0012 0,0012 0,0012
10,2301 10,2301 10,2301 10,2301 10,2301 10,2301 10,2301 10,2301 10,2301 10,2301 10,2301 10,2301 10,2301 10,2301 10,2301 10,2301
10,2468 10,2468 10,2468 10,2468 10,2468 10,2468 10,2468 10,2468 10,2468 10,2468 10,2468 10,2468 10,2468 10,2468 10,2468 10,2468
132
Sektor
5
6
7
8
9
10
(persen)
(1)
(2)
(4)
(5)
(6)
(7)
Perikanan Penambangan Batubara dan Bijih Logam Penambangan Minyak, Gas dan Panas Bumi Penambangan dan Penggalian Lainnya Industri Pengolahan dan Pengawetan Makanan Industri Minyak dan Lemak Industri Penggilingan Padi Industri Tepung, Segala Jenis Industri Gula Industri Makanan Lainnya Industri Minuman Industri Rokok Industri Pemintalan Industri Tekstil, Pakaian dan Kulit Industri Bambu, Kayu dan Rotan Industri Kertas, Barang dari Kertas dan Karton Industri Pupuk dan Pestisida Industri Kimia Pengilangan Minyak Bumi Industri Barang Karet dan Plastik Industri Barang-barang dari Mineral bukan Logam Industri Semen Industri Dasar Besi dan Baja Industri Logam Dasar Bukan Besi Industri Barang dari Logam Industri Mesin, Alat-alat dan Perlengkapan Listrik Industri Alat Pengangkutan dan Perbaikannya Industri Barang Lain yang Belum Digolongkan Dimanapun Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran Hotel Angkutan Kereta Api Angkutan Darat Angkutan Air Angkutan Udara Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi Lembaga Keuangan Real Estate dan Jasa
10,0653
0,0171
(3)
-0,0008
-0,0005
10,0833
10,0818
10,1550
0,0689
0,0140
0,0012
10,2301
10,2468
10,1550
0,0689
0,0140
0,0012
10,2301
10,2468
10,1550
0,0689
0,0140
0,0012
10,2301
10,2468
10,1366
0,0564
0,0109
0,0009
10,1979
10,2108
10,1550 10,1550 10,0828 10,0594 10,0902 10,0163 10,0917 10,0954
0,0689 0,0689 0,0329 0,0286 0,0326 0,0298 0,0307 0,0217
0,0140 0,0140 0,0048 -0,0026 0,0049 0,0031 0,0013 -0,0004
0,0012 0,0012 0,0003 -0,0002 0,0002 0,0001 0,0000 0,0003
10,2301 10,2301 10,1182 10,0901 10,1253 10,0483 10,1247 10,1185
10,2468 10,2468 10,1237 10,0869 10,1308 10,0518 10,1261 10,1183
10,0510
0,0156
-0,0079
0,0003
10,0674
10,0590
10,0537
-0,0088
-0,0661
0,0003
10,0432
9,9709
10,1001
0,0393
-0,0029
-0,0030
10,1425
10,1360
10,1550 10,1518 10,0446
0,0689 0,0661 0,0421
0,0140 0,0125 -0,0077
0,0012 0,0011 0,0003
10,2301 10,2238 10,0900
10,2468 10,2388 10,0818
10,1266
0,0569
0,0058
0,0007
10,1884
10,1954
9,9620
-0,0358
-0,0641
0,0001
9,9223
9,8524
10,1550 10,1550
0,0689 0,0689
0,0140 0,0140
0,0012 0,0012
10,2301 10,2301
10,2468 10,2468
10,1550
0,0689
0,0140
0,0012
10,2301
10,2468
10,1550
0,0689
0,0140
0,0012
10,2301
10,2468
10,1550
0,0689
0,0140
0,0012
10,2301
10,2468
10,1550
0,0689
0,0140
0,0012
10,2301
10,2468
9,9474
-0,1386
-0,0094
-0,0009
9,7951
9,7840
10,1550 10,1550 10,1550 10,0858 9,8469 10,0594 10,0433 10,0803 9,7674 9,9077 10,1343 10,1158 10,1550
0,0689 0,0689 0,0689 0,0187 -0,0246 0,0319 0,0200 -0,0078 -0,0462 -0,2009 0,0475 0,0390 0,0689
0,0140 0,0140 0,0140 0,0080 0,0069 -0,0295 -0,0013 0,0072 0,0021 -0,0085 0,0097 0,0005 0,0140
0,0012 0,0012 0,0012 0,0004 0,0002 -0,0004 -0,0002 0,0008 -0,0006 -0,0005 0,0008 -0,0002 0,0012
10,2301 10,2301 10,2301 10,1057 9,8229 10,0938 10,0644 10,0711 9,7189 9,6890 10,1858 10,1579 10,2301
10,2468 10,2468 10,2468 10,1149 9,8308 10,0609 10,0627 10,0798 9,7207 9,6794 10,1973 10,1582 10,2468
133
Sektor (1)
Perusahaan Pemerintahan Umum dan Pertahanan Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Lainnya Kegiatan yang Tak Jelas Batasannya
f.
5
6
7
8
9
10
(5)
(6)
(7)
(persen) (2)
(3)
(4)
10,1550
0,0689
0,0140
0,0012
10,2301
10,2468
10,1490 9,9705
0,0650 -0,0074
0,0122 -0,0058
-0,0003 -0,0018
10,2198 9,9611
10,2328 9,9527
10,1550
0,0689
0,0140
0,0012
10,2301
10,2468
Dampak dari beberapa skenario kebijakan pada penggunaan komoditas oleh rumah tangga biasa menurut sektor 5 6 7 8 9 10 Sektor (persen)
(1)
Padi Tanaman Kacang-kacangan Jagung Tanaman Umbi-umbian Sayur-sayuran dan Buahbuahan Tanaman Bahan Makanan Lainnya Karet Tebu Kelapa Kelapa Sawit Tembakau Kopi Teh Cengkih Hasil Tanaman Serat Tanaman Perkebunan Lainnya Tanaman Lainnya Peternakan Pemotongan Hewan Unggas dan Hasil-hasilnya Kayu Hasil Hutan Lainnya Perikanan Penambangan Batubara dan Bijih Logam Penambangan Minyak, Gas dan Panas Bumi Penambangan dan Penggalian Lainnya Industri Pengolahan dan Pengawetan Makanan Industri Minyak dan Lemak Industri Penggilingan Padi Industri Tepung, Segala Jenis Industri Gula Industri Makanan Lainnya Industri Minuman Industri Rokok Industri Pemintalan
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
0,1290 0,1099 0,1047 0,1104
0,0902 0,0774 0,0747 0,0780
0,0406 0,0355 0,0334 0,0365
0,0035 0,0031 0,0029 0,0031
0,2193 0,1873 0,1794 0,1884
0,2636 0,2259 0,2158 0,2280
0,1097
0,0787
0,0366
0,0029
0,1883
0,2279
0,1015
0,0734
0,0341
0,0029
0,1750
0,2120
0,1290 0,0376 0,0774 0,1290 0,0531 0,0746 0,0565 0,0887 0,1290 0,0945 0,0650 0,0524 0,0438 0,0025 -0,0586 -0,0796 -0,0374
0,0902 0,0463 0,0555 0,0902 0,0412 0,0544 0,0486 0,0646 0,0902 0,0678 0,0501 0,0392 0,0322 0,0071 -0,0666 -0,0815 -0,0156
0,0406 0,0095 0,0179 0,0406 0,0171 0,0251 0,0255 0,0302 0,0406 0,0238 0,0224 0,0264 0,0257 0,0232 -0,3311 -0,1119 0,0104
0,0035 0,0019 0,0023 0,0035 0,0014 0,0020 0,0022 0,0026 0,0035 0,0025 0,0017 0,0017 0,0016 0,0011 0,0002 0,0011 0,0000
0,2193 0,0839 0,1328 0,2193 0,0943 0,1289 0,1051 0,1533 0,2193 0,1624 0,1151 0,0915 0,0760 0,0096 -0,1255 -0,1612 -0,0530
0,2636 0,0952 0,1530 0,2636 0,1128 0,1561 0,1328 0,1861 0,2636 0,1887 0,1392 0,1196 0,1034 0,0339 -0,4562 -0,2720 -0,0427
0,1290
0,0902
0,0406
0,0035
0,2193
0,2636
0,1290
0,0902
0,0406
0,0035
0,2193
0,2636
0,0841
0,0624
-0,0587
0,0021
0,1464
0,0898
0,0162
0,0053
0,0195
0,0012
0,0215
0,0422
0,1046 0,0658 0,0104 0,0278 0,0045 -0,1470 0,0149 0,0211
0,0728 0,0469 0,0251 0,0432 0,0135 0,0045 0,0144 -0,0039
0,0318 0,0258 0,0239 0,0213 0,0213 0,0167 0,0154 0,0120
0,0029 0,0014 0,0019 0,0019 0,0014 0,0011 0,0011 0,0017
0,1775 0,1126 0,0355 0,0710 0,0180 -0,1424 0,0293 0,0172
0,2122 0,1398 0,0613 0,0942 0,0406 -0,1246 0,0458 0,0309
134
Sektor (1)
Industri Tekstil, Pakaian dan Kulit Industri Bambu, Kayu dan Rotan Industri Kertas, Barang dari Kertas dan Karton Industri Pupuk dan Pestisida Industri Kimia Pengilangan Minyak Bumi Industri Barang Karet dan Plastik Industri Barang-barang dari Mineral bukan Logam Industri Semen Industri Dasar Besi dan Baja Industri Logam Dasar Bukan Besi Industri Barang dari Logam Industri Mesin, Alat-alat dan Perlengkapan Listrik Industri Alat Pengangkutan dan Perbaikannya Industri Barang Lain yang Belum Digolongkan Dimanapun Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran Hotel Angkutan Kereta Api Angkutan Darat Angkutan Air Angkutan Udara Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi Lembaga Keuangan Real Estate dan Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum dan Pertahanan Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Lainnya Kegiatan yang Tak Jelas Batasannya
5
6
7
8
9
10
(5)
(6)
(7)
(persen) (2)
(3)
(4)
-0,0737
-0,0242
-0,0063
0,0016
-0,0978
-0,1025
-0,0551
-0,0653
-0,1196
0,0016
-0,1203
-0,2377
0,0575
0,0476
0,0164
-0,0025
0,1050
0,1190
0,1149 0,0571 0,0799
0,0821 0,0200 0,0771
0,0372 0,0037 0,0300
0,0031 0,0002 0,0031
0,1971 0,0770 0,1570
0,2375 0,0809 0,1901
0,0054
0,0326
0,0011
0,0011
0,0380
0,0401
-0,1928
-0,1021
-0,1028
0,0014
-0,2940
-0,3941
0,1290 0,1290
0,0902 0,0902
0,0406 0,0406
0,0035 0,0035
0,2193 0,2193
0,2636 0,2636
0,1290
0,0902
0,0406
0,0035
0,2193
0,2636
0,0810
0,0546
-0,0749
0,0013
0,1356
0,0620
0,0767
0,0517
-0,0240
0,0018
0,1283
0,1062
0,0588
0,0501
-0,1506
0,0018
0,1089
-0,0399
-0,1026
-0,1646
0,0119
0,0010
-0,2662
-0,2531
-0,1378 0,1290 0,0357 -0,0787 -0,4941 -0,0418 -0,0724 -0,0864 -0,6666 -0,3062 -0,0119 -0,0540
-0,0830 0,0902 0,0172 -0,0758 -0,1183 0,0172 -0,0071 -0,1534 -0,1701 -0,4323 -0,0707 -0,0634
-0,0747 0,0406 0,0006 0,0208 0,0247 -0,0449 0,0102 0,0190 0,0136 -0,0030 0,0082 -0,0286
-0,0094 0,0035 0,0010 0,0008 0,0013 0,0004 0,0007 0,0023 -0,0005 0,0003 0,0004 -0,0039
-0,2210 0,2193 0,0528 -0,1542 -0,6041 -0,0245 -0,0795 -0,2393 -0,8297 -0,7318 -0,0826 -0,1174
-0,3054 0,2636 0,0542 -0,1326 -0,5780 -0,0689 -0,0686 -0,2182 -0,8163 -0,7341 -0,0741 -0,1497
-0,0126
-0,1906
-0,0467
-0,0023
-0,2035
-0,2525
0,0368
0,0373
0,0018
-0,0258
0,0741
0,0501
0,0674 -0,3290
0,0460 -0,1183
0,0195 -0,0135
-0,0135 -0,0046
0,1134 -0,4482
0,1194 -0,4663
0,0330
0,0282
0,0051
0,0010
0,0612
0,0673
135
Lampiran 6:
Dampak Liberalisasi Permintaan Pariwisata
Perdagangan
dan
Peningkatan
Keterangan: 11 : Liberalisasi penuh kecuali padi dan gula (no. 2) digabung dengan peningkatan permintaan wisnus sebesar 10 persen (no. 4). 12 : Liberalisasi penuh kecuali padi dan gula (no. 2) digabung dengan peningkatan permintaan wisman sebesar 10 persen (no. 5). 13 : Liberalisasi penuh kecuali padi dan gula (no. 2) digabung dengan peningkatan permintaan untuk investasi pariwisata sebesar 10 persen (no. 6). 14 : Liberalisasi penuh kecuali padi dan gula (no. 2) digabung dengan peningkatan permintaan untuk promosi pariwisata oleh pemerintah sebesar 10 persen (no. 7). 15 : Liberalisasi penuh kecuali padi dan gula (no. 2) digabung dengan peningkatan permintaan wisatawan (wisnus dan wisman) sebesar 10 persen (no. 8). 16 : Liberalisasi penuh kecuali padi dan gula (no. 2) digabung dengan peningkatan permintaan pariwisata (wisnus, wisman, investasi dan promosi) sebesar 10 persen (no. 9). a.
Dampak dari beberapa skenario kebijakan pada peubah ekonomi makro 11 12 13 14 15 16 Peubah (persen)
(1)
PDB Nominal Sisi Pengeluaran PDB Nominal Sisi Pendapatan PDB Riil Sisi Pengeluaran Tenagakerja Dibayar Agregat Naker Tidak Dibayar Agregat Neraca Perdagangan Indeks Volume Impor Indeks Volume Ekspor Barang Indeks Harga Konsumen Konsumsi Riil RT Biasa Konsumsi Riil Wisnus
b.
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
-0,2095 -0,2095 0,0868 0,2244 0,0493 -0,0030 1,0812 0,0460 -0,0027 0,0392 10,1040
-0,3197 -0,3197 0,0249 0,0941 -0,0457 -0,0001 0,5844 0,0984 -0,0034 0,0560 0,0381
-0,2989 -0,2989 0,0123 0,0861 -0,0880 -0,0016 0,5759 0,1594 -0,0043 0,0819 0,0003
-0,4911 -0,4911 -0,0528 -0,0529 -0,1820 -0,0012 0,4629 0,2230 -0,0048 0,1044 -0,0054
-0,0235 -0,0235 0,1729 0,3935 0,1935 -0,0020 1,2095 -0,0818 -0,0013 0,0116 10,1521
0,1968 0,1968 0,2542 0,5754 0,3026 -0,0024 1,3343 -0,1531 -0,0006 0,0041 10,1600
Dampak dari beberapa skenario kebijakan pada biaya produksi per unit menurut sektor 11 12 13 14 15 16 Sektor (persen)
(1)
Padi Tanaman Kacang-kacangan Jagung Tanaman Umbi-umbian Sayur-sayuran dan Buah-buahan Tanaman Bahan Makanan Lainnya Karet Tebu Kelapa Kelapa Sawit
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
-0,0362 -0,0788 -0,0358 -0,0235 -0,0413
-0,0448 -0,0858 -0,0447 -0,0300 -0,0494
-0,0540 -0,0944 -0,0532 -0,0381 -0,0573
-0,0608 -0,0996 -0,0598 -0,0418 -0,0608
-0,0194 -0,0645 -0,0200 -0,0112 -0,0291
-0,0110 -0,0582 -0,0121 -0,0066 -0,0242
-0,0237
-0,0344
-0,0447
-0,0506
-0,0068
0,0004
-0,0136 -0,0156 -0,0443 -0,0747
-0,0479 -0,0630 -0,0612 -0,0910
-0,0562 -0,0757 -0,0732 -0,0963
-0,0776 -0,1051 -0,0945 -0,1250
0,0175 0,0282 -0,0097 -0,0391
0,0416 0,0611 0,0143 -0,0073
136
Sektor
11
12
13
14
15
16
(persen)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
Tembakau Kopi Teh Cengkih Hasil Tanaman Serat Tanaman Perkebunan Lainnya Tanaman Lainnya Peternakan Pemotongan Hewan Unggas dan Hasil-hasilnya Kayu Hasil Hutan Lainnya Perikanan Penambangan Batubara dan Bijih Logam Penambangan Minyak, Gas dan Panas Bumi Penambangan dan Penggalian Lainnya Industri Pengolahan dan Pengawetan Makanan Industri Minyak dan Lemak Industri Penggilingan Padi Industri Tepung, Segala Jenis Industri Gula Industri Makanan Lainnya Industri Minuman Industri Rokok Industri Pemintalan Industri Tekstil, Pakaian dan Kulit Industri Bambu, Kayu dan Rotan Industri Kertas, Barang dari Kertas dan Karton Industri Pupuk dan Pestisida Industri Kimia Pengilangan Minyak Bumi Industri Barang Karet dan Plastik Industri Barang-barang dari Mineral bukan Logam Industri Semen Industri Dasar Besi dan Baja Industri Logam Dasar Bukan Besi Industri Barang dari Logam Industri Mesin, Alat-alat dan Perlengkapan Listrik Industri Alat Pengangkutan dan Perbaikannya Industri Barang Lain yang Belum Digolongkan Dimanapun Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran
-0,0883 -0,0368 0,0072 -0,0222 0,0165 -0,0533 -0,0356 -0,0409 -0,0200 -0,1034 0,0935 -0,0332 -0,0452
-0,1151 -0,0553 -0,0245 -0,0369 0,0047 -0,0691 -0,0594 -0,0704 -0,0473 -0,1467 0,0628 -0,0702 -0,1058
-0,1404 -0,0756 -0,0517 -0,0520 -0,0275 -0,0762 -0,0811 -0,1127 -0,0905 -0,2122 0,2789 -0,0894 -0,1813
-0,1617 -0,0896 -0,0658 -0,0615 -0,0382 -0,0970 -0,0975 -0,1268 -0,1035 -0,2272 -0,0905 -0,2404 -0,2079
-0,0395 -0,0010 0,0499 0,0033 0,0601 -0,0241 0,0044 0,0177 0,0381 -0,0204 0,2507 0,1399 0,0607
-0,0138 0,0160 0,0668 0,0146 0,0723 -0,0008 0,0244 0,0363 0,0550 -0,0005 0,6283 0,2965 0,0946
-0,0764
-0,0778
-0,0501
-0,1089
-0,0437
0,0183
0,0220
-0,0287
-0,0355
-0,0707
0,0663
0,1059
-0,0393
-0,0563
0,0152
-0,0827
-0,0115
0,0893
0,0027
-0,0304
-0,1062
-0,1286
0,1038
0,1318
-0,0247 -0,0409 0,0153 0,0027 -0,1269 0,1107 -0,1908 -0,2573
-0,0364 -0,0610 -0,0439 -0,0903 -0,1798 -0,0935 -0,2293 -0,2709
-0,0506 -0,0897 -0,0974 -0,1376 -0,2433 -0,1597 -0,2802 -0,3365
-0,0644 -0,1023 -0,1139 -0,1681 -0,2623 -0,1826 -0,3032 -0,3633
0,0044 0,0027 0,0873 0,0834 -0,0420 0,2026 -0,1145 -0,1631
0,0203 0,0198 0,1076 0,1194 -0,0181 0,2308 -0,0867 -0,1326
0,0042
-0,0955
-0,1717
-0,2224
0,1335
0,1888
0,0556
0,0269
0,0318
-0,1275
0,2121
0,3753
-0,2047
-0,2450
-0,2705
-0,2958
-0,1455
-0,1034
-0,2224 -0,4224 0,1624 -0,4056
-0,2719 -0,4242 0,0155 -0,4762
-0,3110 -0,4648 0,0054 -0,4956
-0,3353 -0,5055 -0,0362 -0,5351
-0,1549 -0,3370 0,2160 -0,3440
-0,1226 -0,2882 0,2613 -0,2991
-0,0891
-0,2611
-0,3272
-0,5148
0,1675
0,3607
-0,0492 -0,4876
-0,0704 -0,5101
0,1506 -0,4752
-0,1123 -0,5484
-0,0041 -0,4474
0,2650 -0,3704
-0,0964
-0,1019
-0,0890
-0,1289
-0,0681
-0,0254
-0,3876
-0,4016
-0,3109
-0,4393
-0,3473
-0,2136
-0,7109
-0,7277
-0,6958
-0,7726
-0,6639
-0,5829
-0,8271
-0,8591
-0,6969
-0,9002
-0,7842
-0,5772
0,2085
0,2467
-0,1206
-0,1627
0,6221
0,6725
0,0117 -0,2347 -0,0191 0,0896
-0,0816 -0,2549 -0,0394 0,0478
-0,1394 0,0865 -0,0723 -0,0984
-0,2412 -0,3076 -0,1097 -0,1155
0,1850 -0,1786 0,0539 0,2557
0,3137 0,2223 0,0965 0,2783
137
11
Sektor
c.
13
14
15
16
(persen)
(1)
Hotel Angkutan Kereta Api Angkutan Darat Angkutan Air Angkutan Udara Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi Lembaga Keuangan Real Estate dan Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum dan Pertahanan Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Lainnya Kegiatan yang Tak Jelas Batasannya
12
(2)
(3)
(4)
(5)
0,5320 -0,0245 0,0041 0,0755 0,6376 0,5264 0,0268 0,0546 -0,0250
0,1134 -0,1239 -0,1009 0,1099 -0,0135 0,6484 0,0477 0,0250 0,1174
-0,0800 -0,1112 -0,1683 -0,1601 -0,2948 -0,0154 -0,0862 -0,0601 -0,0802
-0,0937 -0,1947 -0,1959 -0,1848 -0,3222 -0,0710 -0,1166 -0,1223 -0,1632
0,7348 0,0494 0,1023 0,3721 0,9473 1,2482 0,1947 0,2097 0,2622
(6)
0,7529 0,1394 0,1358 0,4001 0,9845 1,3131 0,2319 0,2870 0,3576
(7)
-0,0476
-0,0888
-0,1036
-0,1135
0,0079
0,0794
-0,0744 -0,0545
-0,0920 -0,3083
-0,1153 -0,4649
-0,1195 -0,5109
-0,0296 0,1585
0,0092 0,2215
-0,1314
-0,1658
-0,1927
-0,2260
-0,0685
-0,0300
Dampak dari beberapa skenario kebijakan pada penyerapan tenaga kerja menurut sektor 11 12 13 14 15 16 Sektor (persen)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Padi Tanaman Kacang-kacangan Jagung Tanaman Umbi-umbian Sayur-sayuran dan Buahbuahan Tanaman Bahan Makanan Lainnya Karet Tebu Kelapa Kelapa Sawit Tembakau Kopi Teh Cengkih Hasil Tanaman Serat Tanaman Perkebunan Lainnya Tanaman Lainnya Peternakan Pemotongan Hewan Unggas dan Hasil-hasilnya Kayu Hasil Hutan Lainnya Perikanan Penambangan Batubara dan Bijih Logam Penambangan Minyak, Gas dan Panas Bumi Penambangan dan Penggalian Lainnya Industri Pengolahan dan Pengawetan Makanan
-0,0493 -1,4985 -0,1311 -0,1907
-0,0924 -1,5630 -0,1934 -0,2535
-0,1619 -1,6535 -0,2699 -0,3564
-0,1827 -1,6750 -0,2942 -0,3850
0,0465 -1,3827 -0,0267 -0,0538
(6)
0,0784 -1,3536 0,0046 -0,0145
(7)
-0,5903
-0,7034
-0,7903
-0,8114
-0,4717
-0,4295
0,1177
0,0211
-0,0875
-0,1021
0,2430
0,2619
0,2246 0,2035 -0,0147 -0,0070 0,0262 0,0789 0,1484 0,0463 0,1953 0,0119 -0,1098 -0,0425 0,1014 0,2325 0,2061 0,0152 -0,0243
0,0962 -0,0060 -0,0392 -0,0038 -0,0077 0,0544 0,0369 0,0142 0,1871 -0,0030 -0,1560 -0,1141 -0,0007 0,1027 0,1737 -0,0281 -0,0859
0,0873 -0,1201 -0,1092 -0,0253 -0,0536 0,0232 -0,0773 -0,0282 0,0688 -0,0453 -0,2091 -0,2294 -0,1759 -0,1286 0,5188 -0,0682 -0,1709
0,0411 -0,1348 -0,1158 -0,0258 -0,0705 0,0261 -0,0959 -0,0417 0,0417 -0,0425 -0,2520 -0,2570 -0,2040 -0,1534 -0,0316 -0,2592 -0,1934
0,2820 0,3364 0,0639 0,0159 0,0905 0,1076 0,2850 0,1034 0,3414 0,0528 -0,0082 0,1067 0,3119 0,4964 0,4162 0,2497 0,0871
0,3329 0,3592 0,0744 0,0181 0,1104 0,1052 0,3109 0,1193 0,3702 0,0524 0,0461 0,1465 0,3540 0,5363 0,9772 0,4471 0,1173
-0,0313
-0,0244
0,0012
-0,0368
-0,0181
0,0216
0,0205
-0,0172
-0,0215
-0,0473
0,0522
0,0813
-0,0565
-0,0648
0,3085
-0,0826
-0,0354
0,3620
0,2281
0,2179
-0,0075
-0,0310
0,4820
0,5146
138
Sektor
11
12
13
14
15
16
(persen)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Industri Minyak dan Lemak Industri Penggilingan Padi Industri Tepung, Segala Jenis Industri Gula Industri Makanan Lainnya Industri Minuman Industri Rokok Industri Pemintalan Industri Tekstil, Pakaian dan Kulit Industri Bambu, Kayu dan Rotan Industri Kertas, Barang dari Kertas dan Karton Industri Pupuk dan Pestisida Industri Kimia Pengilangan Minyak Bumi Industri Barang Karet dan Plastik Industri Barang-barang dari Mineral bukan Logam Industri Semen Industri Dasar Besi dan Baja Industri Logam Dasar Bukan Besi Industri Barang dari Logam Industri Mesin, Alat-alat dan Perlengkapan Listrik Industri Alat Pengangkutan dan Perbaikannya Industri Barang Lain yang Belum Digolongkan Dimanapun Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran Hotel Angkutan Kereta Api Angkutan Darat Angkutan Air Angkutan Udara Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi Lembaga Keuangan Real Estate dan Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum dan Pertahanan Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Lainnya Kegiatan yang Tak Jelas Batasannya
0,0554 -0,1175 0,2804 0,4238 0,3874 1,1934 0,1163 0,4948
0,0518 -0,2185 0,0097 -0,0051 0,1663 0,0666 0,0444 0,4946
0,0257 -0,3821 -0,2121 -0,2314 -0,0986 -0,1429 -0,0490 0,2095
0,0407 -0,4309 -0,2612 -0,2602 -0,1355 -0,1758 -0,0799 0,1496
0,0663 0,1083 0,5584 0,6878 0,6981 1,4422 0,2435 0,8415
(6)
0,0508 0,1834 0,6201 0,7326 0,7511 1,4844 0,2799 0,9030
(7)
0,8600
0,4892
0,2660
0,1260
1,2283
1,3758
0,5014
0,4452
0,4594
-0,0134
0,9632
1,4415
0,0677
-0,0429
-0,0751
-0,0879
0,1440
0,2191
-0,2451 -0,4213 0,4320
-0,3500 -0,3323 0,0683
-0,4675 -0,5100 0,0475
-0,4948 -0,6381 -0,0452
-0,0896 -0,0985 0,5498
-0,0413 0,0630 0,6503
0,5798
0,2344
0,2334
0,1109
0,7099
0,8458
0,4499
-0,1047
-0,3221
-0,9051
1,2610
1,8604
0,0321 -0,4184
0,0218 -0,4081
1,0205 0,0078
-0,0030 -0,4004
0,0622 -0,4246
1,0966 -0,0135
0,0784
0,0898
0,0917
0,1036
0,0629
0,0479
-0,2057
-0,2183
0,2188
-0,2407
-0,1775
0,2939
-0,0980
-0,1344
0,1876
-0,1775
-0,0498
0,3258
0,6840
0,5766
1,3137
0,5019
0,7628
1,5845
3,1389
3,4929
1,4445
1,4080
5,2542
5,3193
0,0120 0,0109 0,0191 0,7351 4,8855 1,4053 0,9007 1,8995 7,2211 2,2226 0,1180 0,1337
-0,0409 0,0089 -0,0149 0,5975 1,3274 0,2141 0,3795 2,3540 2,1244 2,7534 0,1945 0,0877
-0,0807 0,6862 -0,0017 -0,1212 -0,1319 -0,0855 0,0188 0,8184 0,4171 0,1267 -0,1495 -0,0523
-0,1432 0,0000 -0,0350 -0,1460 -0,1581 -0,0652 -0,0292 0,8260 0,4319 0,1283 -0,1883 -0,1516
0,1234 0,0234 0,0413 1,4895 6,3965 1,6925 1,3155 3,4422 8,9868 4,8859 0,5082 0,3856
0,2040 0,7173 0,0787 1,5311 6,4418 1,6851 1,3740 3,4336 9,0238 4,9065 0,5598 0,5093
0,0351
0,1385
0,0141
-0,0189
0,1953
0,2335
0,0019
0,0019
-0,0024
0,1315
0,0039
0,1331
-0,0036 0,8197
-0,0281 0,4484
-0,0466 0,2037
0,0174 0,1861
0,0252 1,0936
0,1098 1,1332
-0,0577
-0,0768
-0,0983
-0,1230
-0,0094
0,0195
139
d.
Dampak dari beberapa skenario kebijakan pada output industri menurut sektor 11 12 13 14 15 16 Sektor (persen)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Padi Tanaman Kacang-kacangan Jagung Tanaman Umbi-umbian Sayur-sayuran dan Buahbuahan Tanaman Bahan Makanan Lainnya Karet Tebu Kelapa Kelapa Sawit Tembakau Kopi Teh Cengkih Hasil Tanaman Serat Tanaman Perkebunan Lainnya Tanaman Lainnya Peternakan Pemotongan Hewan Unggas dan Hasil-hasilnya Kayu Hasil Hutan Lainnya Perikanan Penambangan Batubara dan Bijih Logam Penambangan Minyak, Gas dan Panas Bumi Penambangan dan Penggalian Lainnya Industri Pengolahan dan Pengawetan Makanan Industri Minyak dan Lemak Industri Penggilingan Padi Industri Tepung, Segala Jenis Industri Gula Industri Makanan Lainnya Industri Minuman Industri Rokok Industri Pemintalan Industri Tekstil, Pakaian dan Kulit Industri Bambu, Kayu dan Rotan Industri Kertas, Barang dari Kertas dan Karton Industri Pupuk dan Pestisida Industri Kimia Pengilangan Minyak Bumi Industri Barang Karet dan Plastik
-0,0479 -1,4542 -0,1272 -0,1850
-0,0896 -1,5168 -0,1876 -0,2460
-0,1571 -1,6047 -0,2618 -0,3457
-0,1772 -1,6256 -0,2855 -0,3736
0,0451 -1,3418 -0,0259 -0,0522
(6)
0,0761 -1,3136 0,0045 -0,0141
(7)
-0,5727
-0,6825
-0,7668
-0,7873
-0,4577
-0,4167
0,1142
0,0205
-0,0849
-0,0990
0,2358
0,2541
0,1855 0,1681 -0,0122 -0,0057 0,0216 0,0652 0,1226 0,0382 0,1613 0,0099 -0,0908 -0,0322 0,0770 0,1763 0,0853 0,0063 -0,0101
0,0794 -0,0050 -0,0324 -0,0031 -0,0064 0,0450 0,0305 0,0118 0,1546 -0,0024 -0,1289 -0,0866 -0,0005 0,0779 0,0719 -0,0116 -0,0356
0,0722 -0,0992 -0,0902 -0,0209 -0,0443 0,0191 -0,0639 -0,0233 0,0568 -0,0374 -0,1728 -0,1741 -0,1335 -0,0976 0,2144 -0,0282 -0,0708
0,0340 -0,1114 -0,0957 -0,0213 -0,0582 0,0216 -0,0793 -0,0344 0,0344 -0,0352 -0,2083 -0,1951 -0,1548 -0,1164 -0,0131 -0,1075 -0,0801
0,2329 0,2779 0,0528 0,0132 0,0748 0,0889 0,2354 0,0854 0,2820 0,0436 -0,0067 0,0809 0,2366 0,3763 0,1721 0,1033 0,0360
0,2749 0,2966 0,0615 0,0150 0,0912 0,0869 0,2567 0,0986 0,3057 0,0433 0,0381 0,1111 0,2685 0,4065 0,4032 0,1848 0,0485
-0,0038
-0,0029
0,0001
-0,0044
-0,0022
0,0026
0,0025
-0,0021
-0,0026
-0,0057
0,0063
0,0098
-0,0460
-0,0528
0,2512
-0,0673
-0,0289
0,2948
0,0956
0,0913
-0,0032
-0,0130
0,2019
0,2155
0,0232 -0,0493 0,1175 0,1775 0,1623 0,4990 0,0488 0,2018
0,0217 -0,0917 0,0040 -0,0021 0,0697 0,0279 0,0186 0,2018
0,0108 -0,1604 -0,0890 -0,0971 -0,0414 -0,0599 -0,0206 0,0855
0,0171 -0,1809 -0,1096 -0,1092 -0,0568 -0,0738 -0,0335 0,0611
0,0278 0,0454 0,2339 0,2880 0,2923 0,6028 0,1021 0,3430
0,0213 0,0769 0,2597 0,3067 0,3144 0,6203 0,1173 0,3680
0,3505
0,1995
0,1086
0,0515
0,5001
0,5600
0,2486
0,2207
0,2278
-0,0066
0,4771
0,7133
0,0282
-0,0179
-0,0313
-0,0367
0,0601
0,0914
-0,0770 -0,1324 0,1354
-0,1099 -0,1044 0,0214
-0,1469 -0,1603 0,0149
-0,1555 -0,2006 -0,0142
-0,0281 -0,0309 0,1723
-0,0130 0,0198 0,2037
0,1816
0,0735
0,0732
0,0348
0,2223
0,2648
140
Sektor (1)
Industri Barang-barang dari Mineral bukan Logam Industri Semen Industri Dasar Besi dan Baja Industri Logam Dasar Bukan Besi Industri Barang dari Logam Industri Mesin, Alat-alat dan Perlengkapan Listrik Industri Alat Pengangkutan dan Perbaikannya Industri Barang Lain yang Belum Digolongkan Dimanapun Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran Hotel Angkutan Kereta Api Angkutan Darat Angkutan Air Angkutan Udara Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi Lembaga Keuangan Real Estate dan Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum dan Pertahanan Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Lainnya Kegiatan yang Tak Jelas Batasannya
e.
11
12
13
14
15
16
(6)
(7)
(persen) (2)
(3)
(4)
(5)
0,1410
-0,0329
-0,1012
-0,2848
0,3943
0,5807
0,0101 -0,1748
0,0068 -0,1705
0,3193 0,0033
-0,0009 -0,1673
0,0195 -0,1774
0,3431 -0,0056
0,0327
0,0375
0,0383
0,0433
0,0263
0,0200
-0,0859
-0,0912
0,0913
-0,1005
-0,0741
0,1226
-0,0409
-0,0561
0,0783
-0,0741
-0,0208
0,1359
0,2851
0,2403
0,5467
0,2093
0,3178
0,6589
1,2992
1,4443
0,6006
0,5855
2,1625
2,1889
0,0031 0,0056 0,0163 0,5145 3,4077 1,1205 0,7185 0,6441 2,4206 0,7531 0,0402 0,0402
-0,0107 0,0045 -0,0128 0,4183 0,9291 0,1709 0,3028 0,7974 0,7200 0,9319 0,0662 0,0264
-0,0211 0,3492 -0,0015 -0,0850 -0,0925 -0,0682 0,0150 0,2782 0,1419 0,0431 -0,0509 -0,0157
-0,0374 0,0000 -0,0300 -0,1024 -0,1108 -0,0521 -0,0233 0,2807 0,1469 0,0437 -0,0641 -0,0456
0,0321 0,0120 0,0353 1,0410 4,4551 1,3493 1,0491 1,1633 3,0013 1,6460 0,1729 0,1159
0,0531 0,3649 0,0672 1,0699 4,4864 1,3434 1,0956 1,1604 3,0134 1,6529 0,1904 0,1530
0,0081
0,0318
0,0032
-0,0044
0,0448
0,0535
0,0016
0,0017
-0,0021
0,1143
0,0034
0,1157
-0,0032 0,4501
-0,0245 0,2468
-0,0406 0,1123
0,0152 0,1026
0,0219 0,5994
0,0955 0,6210
-0,0319
-0,0424
-0,0543
-0,0680
-0,0052
0,0108
Dampak dari beberapa skenario kebijakan pada penggunaan komoditas oleh wisatawan nusantara menurut sektor 11 12 13 14 15 16 Sektor (persen)
(1)
Padi Tanaman Kacang-kacangan Jagung Tanaman Umbi-umbian Sayur-sayuran dan Buahbuahan Tanaman Bahan Makanan Lainnya Karet Tebu Kelapa Kelapa Sawit Tembakau Kopi
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
9,9606 12,8531 9,9802 9,9735
-0,1079 2,5200 -0,0856 -0,0930
-0,1629 2,4638 -0,1364 -0,1439
-0,1757 2,4509 -0,1458 -0,1548
10,0357 12,9297 10,0467 10,0418
10,0523 12,9466 10,0590 10,0560
10,5399
0,4210
0,3683
0,3567
10,6110
10,6260
9,9696
-0,0973
-0,1499
-0,1613
10,0406
10,0554
9,9606 9,9606 9,9606 9,9606 9,9606 9,9606
-0,1079 -0,1079 -0,1079 -0,1079 -0,1079 -0,1079
-0,1629 -0,1629 -0,1629 -0,1629 -0,1629 -0,1629
-0,1757 -0,1757 -0,1757 -0,1757 -0,1757 -0,1757
10,0357 10,0357 10,0357 10,0357 10,0357 10,0357
10,0523 10,0523 10,0523 10,0523 10,0523 10,0523
141
Sektor (1)
Teh Cengkih Hasil Tanaman Serat Tanaman Perkebunan Lainnya Tanaman Lainnya Peternakan Pemotongan Hewan Unggas dan Hasil-hasilnya Kayu Hasil Hutan Lainnya Perikanan Penambangan Batubara dan Bijih Logam Penambangan Minyak, Gas dan Panas Bumi Penambangan dan Penggalian Lainnya Industri Pengolahan dan Pengawetan Makanan Industri Minyak dan Lemak Industri Penggilingan Padi Industri Tepung, Segala Jenis Industri Gula Industri Makanan Lainnya Industri Minuman Industri Rokok Industri Pemintalan Industri Tekstil, Pakaian dan Kulit Industri Bambu, Kayu dan Rotan Industri Kertas, Barang dari Kertas dan Karton Industri Pupuk dan Pestisida Industri Kimia Pengilangan Minyak Bumi Industri Barang Karet dan Plastik Industri Barang-barang dari Mineral bukan Logam Industri Semen Industri Dasar Besi dan Baja Industri Logam Dasar Bukan Besi Industri Barang dari Logam Industri Mesin, Alat-alat dan Perlengkapan Listrik Industri Alat Pengangkutan dan Perbaikannya Industri Barang Lain yang Belum Digolongkan Dimanapun Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan
11
12
13
14
15
16
(persen) (2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
9,9606 9,9606 9,9606
-0,1079 -0,1079 -0,1079
-0,1629 -0,1629 -0,1629
-0,1757 -0,1757 -0,1757
10,0357 10,0357 10,0357
10,0523 10,0523 10,0523
10,3563
0,2516
0,1964
0,1836
10,4317
10,4484
9,9606 9,9606 9,9606 9,9606 9,9606 9,9606 10,0041
-0,1079 -0,1079 -0,1079 -0,1079 -0,1079 -0,1079 -0,0387
-0,1629 -0,1629 -0,1629 -0,1629 -0,1629 -0,1629 -0,0568
-0,1757 -0,1757 -0,1757 -0,1757 -0,1757 -0,1757 -0,0565
10,0357 10,0357 10,0357 10,0357 10,0357 10,0357 10,0223
10,0523 10,0523 10,0523 10,0523 10,0523 10,0523 10,0207
9,9606
-0,1079
-0,1629
-0,1757
10,0357
10,0523
9,9606
-0,1079
-0,1629
-0,1757
10,0357
10,0523
9,9606
-0,1079
-0,1629
-0,1757
10,0357
10,0523
11,1113
0,9416
0,8956
0,8856
11,1731
11,1860
9,9606 9,9606 9,9521 9,9591 10,1634 10,0784 10,0656 10,1023
-0,1079 -0,1079 -0,0860 -0,0628 0,0989 0,0862 0,0068 0,0277
-0,1629 -0,1629 -0,1143 -0,0941 0,0710 0,0594 -0,0227 0,0055
-0,1757 -0,1757 -0,1188 -0,0917 0,0664 0,0564 -0,0240 0,0062
10,0357 10,0357 9,9877 9,9898 10,1986 10,1105 10,0987 10,1255
10,0523 10,0523 9,9932 9,9867 10,2040 10,1139 10,1000 10,1253
10,1913
0,1430
0,1194
0,1276
10,2078
10,1994
9,9348
-0,1171
-0,1745
-0,1081
9,9245
9,8523
10,0733
0,0147
-0,0276
-0,0277
10,1158
10,1093
9,9606 11,0774 9,8714
-0,1079 0,9067 -0,1157
-0,1629 0,8525 -0,1656
-0,1757 0,8410 -0,1576
10,0357 11,1501 9,9170
10,0523 11,1651 9,9088
11,5827
1,3798
1,3279
1,3229
11,6453
11,6523
10,4211
0,3810
0,3529
0,4173
10,3808
10,3107
9,9606 9,9606
-0,1079 -0,1079
-0,1629 -0,1629
-0,1757 -0,1757
10,0357 10,0357
10,0523 10,0523
9,9606
-0,1079
-0,1629
-0,1757
10,0357
10,0523
11,3563
1,1601
1,1044
1,0915
11,4324
11,4493
9,9606
-0,1079
-0,1629
-0,1757
10,0357
10,0523
9,9606
-0,1079
-0,1629
-0,1757
10,0357
10,0523
9,8461
-0,2309
-0,1027
-0,0944
9,6950
9,6841
9,9606 9,9606
-0,1079 -0,1079
-0,1629 -0,1629
-0,1757 -0,1757
10,0357 10,0357
10,0523 10,0523
142
Sektor (1)
Perdagangan Restoran Hotel Angkutan Kereta Api Angkutan Darat Angkutan Air Angkutan Udara Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi Lembaga Keuangan Real Estate dan Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum dan Pertahanan Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Lainnya Kegiatan yang Tak Jelas Batasannya
f.
11
12
13
14
15
16
(persen) (2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
9,9606 9,9308 9,6998 9,9740 9,9583 9,9391 9,7045 9,7449 9,9568 9,9490
-0,1079 -0,1224 -0,1586 -0,0460 -0,0575 -0,1363 -0,1030 -0,3490 -0,1140 -0,1127
-0,1629 -0,1332 -0,1271 -0,1074 -0,0788 -0,1215 -0,0546 -0,1572 -0,1519 -0,1513
-0,1757 -0,1408 -0,1338 -0,0784 -0,0777 -0,1279 -0,0573 -0,1491 -0,1608 -0,1521
10,0357 9,9508 9,6759 10,0085 9,9794 9,9302 9,6558 9,5268 10,0083 9,9912
10,0523 9,9599 9,6837 9,9757 9,9777 9,9389 9,6576 9,5172 10,0198 9,9915
9,9606
-0,1079
-0,1629
-0,1757
10,0357
10,0523
9,9606
-0,1079
-0,1629
-0,1757
10,0357
10,0523
9,9677 9,9823
-0,0999 0,0039
-0,1529 0,0059
-0,1653 0,0099
10,0385 9,9725
10,0514 9,9641
9,9606
-0,1079
-0,1629
-0,1757
10,0357
10,0523
Dampak dari beberapa skenario kebijakan pada penggunaan komoditas oleh rumah tangga biasa menurut sektor 11 12 13 14 15 16 Sektor (persen)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Padi Tanaman Kacang-kacangan Jagung Tanaman Umbi-umbian Sayur-sayuran dan Buah-buahan Tanaman Bahan Makanan Lainnya Karet Tebu Kelapa Kelapa Sawit Tembakau Kopi Teh Cengkih Hasil Tanaman Serat Tanaman Perkebunan Lainnya Tanaman Lainnya Peternakan Pemotongan Hewan Unggas dan Hasil-hasilnya Kayu Hasil Hutan Lainnya Perikanan Penambangan Batubara dan Bijih Logam Penambangan Minyak, Gas dan Panas Bumi Penambangan dan Penggalian Lainnya
-0,1979 0,7333 -0,1226 -0,1365 0,0061
-0,2367 0,7000 -0,1526 -0,1689 -0,0251
-0,2862 0,6572 -0,1939 -0,2104 -0,0672
-0,3231 0,6243 -0,2244 -0,2437 -0,1009
-0,1079 0,8121 -0,0480 -0,0586 0,0849
(6)
-0,0638 0,8514 -0,0116 -0,0191 0,1244
(7)
-0,1744
-0,2025
-0,2418
-0,2729
-0,1011
-0,0641
-0,1979 -0,1823 -0,1532 -0,1979 -0,1097 -0,1606 -0,2049 -0,1757 -0,1979 0,0129 -0,1623 -0,1576 -0,1733 -0,0946 -0,2912 -0,1388 -0,1506
-0,2367 -0,1738 -0,1751 -0,2367 -0,1217 -0,1809 -0,2129 -0,1999 -0,2367 -0,0139 -0,1773 -0,1709 -0,1849 -0,0901 -0,2993 -0,1409 -0,1289
-0,2862 -0,2106 -0,2127 -0,2862 -0,1460 -0,2102 -0,2360 -0,2342 -0,2862 -0,0580 -0,2051 -0,1837 -0,1914 -0,0741 -0,5635 -0,1714 -0,1030
-0,3231 -0,2182 -0,2283 -0,3231 -0,1617 -0,2332 -0,2592 -0,2618 -0,3231 -0,0793 -0,2257 -0,2084 -0,2155 -0,0961 -0,2328 -0,0586 -0,1135
-0,1079 -0,1361 -0,0977 -0,1079 -0,0684 -0,1062 -0,1564 -0,1112 -0,1079 0,0808 -0,1121 -0,1185 -0,1411 -0,0875 -0,3577 -0,2201 -0,1662
-0,0638 -0,1248 -0,0776 -0,0638 -0,0500 -0,0791 -0,1287 -0,0784 -0,0638 0,1072 -0,0881 -0,0904 -0,1138 -0,0633 -0,6878 -0,3306 -0,1558
-0,1979
-0,2367
-0,2862
-0,3231
-0,1079
-0,0638
-0,1979
-0,2367
-0,2862
-0,3231
-0,1079
-0,0638
-0,1587
-0,1805
-0,3013
-0,2406
-0,0964
-0,1530
143
Sektor (1)
Industri Pengolahan dan Pengawetan Makanan Industri Minyak dan Lemak Industri Penggilingan Padi Industri Tepung, Segala Jenis Industri Gula Industri Makanan Lainnya Industri Minuman Industri Rokok Industri Pemintalan Industri Tekstil, Pakaian dan Kulit Industri Bambu, Kayu dan Rotan Industri Kertas, Barang dari Kertas dan Karton Industri Pupuk dan Pestisida Industri Kimia Pengilangan Minyak Bumi Industri Barang Karet dan Plastik Industri Barang-barang dari Mineral bukan Logam Industri Semen Industri Dasar Besi dan Baja Industri Logam Dasar Bukan Besi Industri Barang dari Logam Industri Mesin, Alat-alat dan Perlengkapan Listrik Industri Alat Pengangkutan dan Perbaikannya Industri Barang Lain yang Belum Digolongkan Dimanapun Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran Hotel Angkutan Kereta Api Angkutan Darat Angkutan Air Angkutan Udara Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi Lembaga Keuangan Real Estate dan Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum dan Pertahanan Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Lainnya Kegiatan yang Tak Jelas Batasannya
11
12
13
14
15
16
(6)
(7)
(persen) (2)
(3)
(4)
(5)
0,2422
0,2312
0,2455
0,2273
0,2474
0,2681
-0,0628 -0,0985 -0,0348 -0,1995 0,0903 -0,1621 0,0118 0,0682
-0,0946 -0,1175 -0,0201 -0,1842 0,0992 -0,0104 0,0113 0,0429
-0,1357 -0,1385 -0,0213 -0,2062 0,1071 0,0018 0,0123 0,0589
-0,1645 -0,1630 -0,0433 -0,2255 0,0872 -0,0138 -0,0019 0,0486
0,0100 -0,0517 -0,0097 -0,1564 0,1038 -0,1576 0,0261 0,0642
0,0447 -0,0246 0,0161 -0,1332 0,1264 -0,1398 0,0426 0,0779
0,0765
0,1261
0,1440
0,1520
0,0523
0,0475
-0,2450
-0,2553
-0,3096
-0,1885
-0,3100
-0,4272
0,2956
0,2857
0,2544
0,2354
0,3432
0,3571
0,0777 0,5323 -0,1741
0,0447 0,4948 -0,1771
-0,0002 0,4786 -0,2241
-0,0343 0,4751 -0,2510
0,1598 0,5521 -0,0972
0,2002 0,5560 -0,0641
0,4904
0,5179
0,4863
0,4864
0,5231
0,5252
0,9139
1,0050
1,0052
1,1105
0,8107
0,7096
-0,1979 -0,1979
-0,2367 -0,2367
-0,2862 -0,2862
-0,3231 -0,3231
-0,1079 -0,1079
-0,0638 -0,0638
-0,1979
-0,2367
-0,2862
-0,3231
-0,1079
-0,0638
0,4468
0,4203
0,2900
0,3667
0,5016
0,4273
0,7664
0,7412
0,6648
0,6911
0,8183
0,7957
0,8681
0,8591
0,6566
0,8104
0,9187
0,7686
1,0701
1,0071
1,1856
1,1745
0,9048
0,9181
-0,2096 -0,1979 -0,1788 -0,2872 -0,7246 -0,1739 -0,2020 -0,2597 -0,7232 -0,5770 -0,2236 -0,2519 -0,1735
-0,1552 -0,2367 -0,1974 -0,2844 -0,3494 -0,1149 -0,1367 -0,3266 -0,2255 -0,7028 -0,2823 -0,2614 -0,3513
-0,1469 -0,2862 -0,2140 -0,1880 -0,2065 -0,1769 -0,1193 -0,1549 -0,0413 -0,2750 -0,2037 -0,2267 -0,2077
-0,0821 -0,3231 -0,2136 -0,2079 -0,2299 -0,1318 -0,1288 -0,1716 -0,0555 -0,2718 -0,2115 -0,2021 -0,1634
-0,2924 -0,1079 -0,1617 -0,3625 -0,8345 -0,1565 -0,2092 -0,4119 -0,8867 -1,0012 -0,2940 -0,3150 -0,3639
-0,3763 -0,0638 -0,1601 -0,3409 -0,8085 -0,2007 -0,1983 -0,3907 -0,8732 -1,0033 -0,2855 -0,3473 -0,4127
-0,1527
-0,1522
-0,1876
-0,2152
-0,1154
-0,1393
-0,1248 -0,1440
-0,1462 0,0689
-0,1728 0,1751
-0,2057 0,1839
-0,0788 -0,2644
-0,0728 -0,2826
-0,0687
-0,0736
-0,0967
-0,1008
-0,0405
-0,0343
144
Lampiran 7:
Dampak Liberalisasi Perdagangan dan Peningkatan Permintaan Pariwisata digabung dengan Penerapan Beberapa Alternatif Kebijakan
Keterangan: 17 : Liberalisasi penuh kecuali padi dan gula (no. 2) dan peningkatan permintaan wisatawan sebesar 10 persen (no. 8) disertai pemotongan pajak tak langsung sebesar 10 persen (no. 3). 18 : Liberalisasi penuh kecuali padi dan gula (no. 2) dan peningkatan permintaan pariwisata sebesar 10 persen (no. 9) disertai pemotongan pajak tak langsung sebesar 10 persen (no. 3). 19 : Liberalisasi penuh kecuali padi dan gula (no. 2) dan peningkatan permintaan wisatawan sebesar 10 persen (no. 8) disertai peningkatan efisiensi produksi sektor-sektor yang berkaitan erat dengan pariwisata sebesar 5 persen. 20 : Liberalisasi penuh kecuali padi dan gula (no. 2) dan peningkatan permintaan pariwisata sebesar 10 persen (no. 9) disertai peningkatan efisiensi produksi sektor-sektor yang berkaitan erat dengan pariwisata sebesar 5 persen. a.
Dampak dari beberapa skenario kebijakan pada peubah ekonomi makro 17 18 19 20 Peubah (persen)
(1)
PDB Nominal Sisi Pengeluaran PDB Nominal Sisi Pendapatan PDB Riil Sisi Pengeluaran Tenagakerja Dibayar Agregat Tenagakerja Tidak Dibayar Agregat Neraca Perdagangan Indeks Volume Impor Indeks Volume Ekspor Barang Indeks Harga Konsumen Konsumsi Riil Rumah tangga Biasa Konsumsi Riil Wisatawan Nusantara
b.
(2)
-0,2253 -0,2253 0,2659 0,5540 0,3349 -0,0015 1,1535 0,2088 -0,0053 0,1401 10,0867
(3)
(4)
-0,0056 -0,0056 0,3471 0,7360 0,4439 -0,0019 1,2781 0,1372 -0,0046 0,1091 10,0946
-0,5100 -0,5100 0,5249 -0,1039 -0,2329 0,0003 0,9268 0,9564 -0,0161 0,9880 9,3520
(5)
-0,2904 -0,2904 0,6061 0,0773 -0,1245 -0,0001 1,0511 0,8840 -0,0154 0,9034 9,3598
Dampak dari beberapa skenario kebijakan pada biaya produksi per unit menurut sektor 17 18 19 20 Sektor (persen)
(1)
Padi Tanaman Kacang-kacangan Jagung Tanaman Umbi-umbian Sayur-sayuran dan Buah-buahan Tanaman Bahan Makanan Lainnya Karet Tebu Kelapa Kelapa Sawit
(2)
-0,0513 -0,0945 -0,0504 -0,0358 -0,0507 -0,0125 -0,0192 0,0004 -0,0422 -0,0697
(3)
-0,0429 -0,0882 -0,0424 -0,0312 -0,0457 -0,0053 0,0049 0,0332 -0,0183 -0,0379
(4)
-0,1138 -0,1487 -0,1149 -0,0858 -0,0932 -0,0772 -0,0832 -0,1197 -0,2016 -0,2592
(5)
-0,1055 -0,1424 -0,1069 -0,0812 -0,0883 -0,0701 -0,0592 -0,0870 -0,1778 -0,2275
145
Sektor
17
18
19
20
(persen)
(1)
(2)
Tembakau Kopi Teh Cengkih Hasil Tanaman Serat Tanaman Perkebunan Lainnya Tanaman Lainnya Peternakan Pemotongan Hewan Unggas dan Hasil-hasilnya Kayu Hasil Hutan Lainnya Perikanan Penambangan Batubara dan Bijih Logam Penambangan Minyak, Gas dan Panas Bumi Penambangan dan Penggalian Lainnya Industri Pengolahan dan Pengawetan Makanan Industri Minyak dan Lemak Industri Penggilingan Padi Industri Tepung, Segala Jenis Industri Gula Industri Makanan Lainnya Industri Minuman Industri Rokok Industri Pemintalan Industri Tekstil, Pakaian dan Kulit Industri Bambu, Kayu dan Rotan Industri Kertas, Barang dari Kertas dan Karton Industri Pupuk dan Pestisida Industri Kimia Pengilangan Minyak Bumi Industri Barang Karet dan Plastik Industri Barang-barang dari Mineral bukan Logam Industri Semen Industri Dasar Besi dan Baja Industri Logam Dasar Bukan Besi Industri Barang dari Logam Industri Mesin, Alat-alat dan Perlengkapan Listrik Industri Alat Pengangkutan dan Perbaikannya Industri Barang Lain yang Belum Digolongkan Dimanapun Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran Hotel Angkutan Kereta Api Angkutan Darat Angkutan Air Angkutan Udara Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi Lembaga Keuangan Real Estate dan Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum dan Pertahanan
0,0867 -0,0138 0,0383 0,3187 0,2644 -0,0424 -0,0398 -0,0620 -0,0727 -0,1353 0,2681 0,1481 -0,0351 0,2334 0,4396 -0,0534 -0,0167 -0,0396 -0,1314 -0,0231 -0,0456 -0,1655 0,2295 0,3749 -0,2274 0,0362 0,1064 -0,2057 -0,1368 -0,3575 0,2816 -0,4177 0,1481 -0,0408 -0,4772 -0,0743 -0,3952 -0,7525 -0,8322
0,1123 0,0031 0,0551 0,3301 0,2766 -0,0191 -0,0198 -0,0435 -0,0559 -0,1155 0,6459 0,3047 -0,0014 0,2956 0,4793 0,0473 0,0112 -0,0238 -0,1144 -0,0028 -0,0097 -0,1417 0,2577 0,4027 -0,1970 0,0914 0,2693 -0,1637 -0,1045 -0,3087 0,3269 -0,3729 0,3413 0,2283 -0,4002 -0,0316 -0,2617 -0,6717 -0,6254
(3)
-0,2416 -0,1340 -0,0801 -0,1109 -0,0346 -0,1407 -0,1996 -0,1930 -0,1472 -0,1696 0,0437 -0,2160 -0,3890 -0,0580 0,1208 -0,2327 -0,2625 -0,1464 -0,2366 -0,2043 -0,2821 -0,3562 -0,3898 -0,6591 -0,4180 -0,1970 -0,1486 -0,4438 -0,3280 -0,5710 0,4160 -0,4838 -0,1167 -0,1350 -0,5750 -0,1737 -0,5230 -0,9725 -0,9156
(4)
-0,2161 -0,1171 -0,0633 -0,0997 -0,0225 -0,1174 -0,1796 -0,1746 -0,1305 -0,1499 0,4210 -0,0598 -0,3555 0,0039 0,1603 -0,1321 -0,2348 -0,1306 -0,2196 -0,1842 -0,2464 -0,3326 -0,3620 -0,6316 -0,3876 -0,1420 0,0143 -0,4020 -0,2959 -0,5224 0,4611 -0,4391 0,0764 0,1340 -0,4981 -0,1312 -0,3895 -0,8918 -0,7088
(5)
0,5305
0,5809
0,2023
0,2525
0,3810 -0,2840 0,0150 0,1582 0,6574 -0,0380 0,0345 0,4892 0,9437 1,3978 0,2358 0,2788 0,5293 -0,0904
0,5100 0,1170 0,0576 0,1807 0,6753 0,0519 0,0679 0,5171 0,9808 1,4626 0,2729 0,3561 0,6248 -0,0189
0,2244 -0,3663 -0,4835 -2,6841 -2,9298 -2,1813 -3,3197 -2,0064 -2,2120 -3,2050 -4,8796 0,1616 0,1776 -0,7076
0,3531 0,0351 -0,4413 -2,6624 -2,9122 -2,0916 -3,2876 -1,9794 -2,1758 -3,1429 -4,8456 0,2386 0,2727 -0,6365
146
Sektor (1)
Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Lainnya Kegiatan yang Tak Jelas Batasannya
c.
17
18
19
20
(persen) (2)
-0,1172 0,1741 -0,0757
(3)
(4)
-0,0785 0,2371 -0,0372
-0,3419 -5,2182 -0,5266
(5)
-0,3034 -5,1604 -0,4885
Dampak dari beberapa skenario kebijakan pada penyerapan tenaga kerja menurut sektor 17 18 19 20 Sektor (persen)
(1)
(2)
Padi Tanaman Kacang-kacangan Jagung Tanaman Umbi-umbian Sayur-sayuran dan Buah-buahan Tanaman Bahan Makanan Lainnya Karet Tebu Kelapa Kelapa Sawit Tembakau Kopi Teh Cengkih Hasil Tanaman Serat Tanaman Perkebunan Lainnya Tanaman Lainnya Peternakan Pemotongan Hewan Unggas dan Hasil-hasilnya Kayu Hasil Hutan Lainnya Perikanan Penambangan Batubara dan Bijih Logam Penambangan Minyak, Gas dan Panas Bumi Penambangan dan Penggalian Lainnya Industri Pengolahan dan Pengawetan Makanan Industri Minyak dan Lemak Industri Penggilingan Padi Industri Tepung, Segala Jenis Industri Gula Industri Makanan Lainnya Industri Minuman Industri Rokok Industri Pemintalan Industri Tekstil, Pakaian dan Kulit Industri Bambu, Kayu dan Rotan Industri Kertas, Barang dari Kertas dan Karton Industri Pupuk dan Pestisida Industri Kimia Pengilangan Minyak Bumi Industri Barang Karet dan Plastik Industri Barang-barang dari Mineral bukan Logam Industri Semen Industri Dasar Besi dan Baja
-0,0202 -1,3116 -0,1172 -0,1162 -0,5234 0,6239 0,3325 0,4073 0,0750 0,1132 1,6011 0,3874 0,3236 1,7569 1,4396 0,1627 -0,0407 0,0769 0,3447 0,5665 0,5242 0,3388 0,0229 0,2799 0,3709 -0,0042 0,6896 0,2636 -0,0513 0,5139 0,8352 0,7241 2,8167 3,9133 1,1208 1,3588 1,1033 0,3830 0,0625 0,1148 0,7434 0,8414 1,4882 0,1435 -0,2023
(3)
0,0116 -1,2823 -0,0859 -0,0770 -0,4812 0,6429 0,3834 0,4301 0,0855 0,1154 1,6214 0,3851 0,3495 1,7732 1,4688 0,1623 0,0135 0,1167 0,3868 0,6063 1,0856 0,5362 0,0530 0,3198 0,4000 0,3933 0,7222 0,2481 0,0236 0,5754 0,8800 0,7771 2,8593 3,9511 1,1823 1,5064 1,5816 0,4581 0,1108 0,2765 0,8439 0,9773 2,0884 1,1784 0,2095
(4)
-0,3452 -1,7658 -0,5459 -0,4757 -0,9101 0,1923 0,4222 0,1672 -0,1390 0,0810 -0,2959 0,0793 -0,0045 -0,1317 0,4397 0,0684 -0,3528 -0,1851 0,3828 0,8515 0,3989 0,0081 -0,3711 0,1286 0,1093 0,0084 0,3956 0,2331 -0,8222 -0,1060 0,3510 0,2518 1,6158 -0,2968 0,8503 0,9955 0,9478 0,3235 -0,5359 -0,2333 1,1081 1,1494 1,1765 0,2105 -0,1566
(5)
-0,3136 -1,7369 -0,5148 -0,4368 -0,8684 0,2110 0,4730 0,1897 -0,1287 0,0832 -0,2761 0,0769 0,0212 -0,1159 0,4686 0,0680 -0,2988 -0,1456 0,4246 0,8911 0,9596 0,2049 -0,3412 0,1684 0,1383 0,4058 0,4279 0,2176 -0,7481 -0,0450 0,3953 0,3043 1,6579 -0,2607 0,9117 1,1426 1,4253 0,3984 -0,4881 -0,0721 1,2086 1,2854 1,7757 1,2457 0,2552
147
Sektor
17
18
19
20
(persen)
(1)
(2)
Industri Logam Dasar Bukan Besi Industri Barang dari Logam Industri Mesin, Alat-alat dan Perlengkapan Listrik Industri Alat Pengangkutan dan Perbaikannya Industri Barang Lain yang Belum Digolongkan Dimanapun Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran Hotel Angkutan Kereta Api Angkutan Darat Angkutan Air Angkutan Udara Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi Lembaga Keuangan Real Estate dan Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum dan Pertahanan Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Lainnya Kegiatan yang Tak Jelas Batasannya
0,3031 -0,1327 0,0580 0,8977
0,2880 0,3388 0,4338 1,7195
0,2396 -0,1301 -0,0594 0,9405
0,2246 0,3413 0,3161 1,7627
5,3789
5,4442
4,6170
4,6819
0,2981 0,0428 0,3746 1,8854 6,7455 2,0137 1,5253 5,0761 9,8210 5,8812 0,7288 0,6230 0,4013 0,0053 0,0235 1,2450 0,1074
0,3787 0,7368 0,4117 1,9270 6,7908 2,0060 1,5837 5,0671 9,8581 5,9017 0,7802 0,7467 0,4395 0,1345 0,1082 1,2846 0,1363
0,1810 0,1079 0,4602 -2,5278 1,4556 -3,2885 -2,9807 0,9720 0,1645 1,0385 -1,5861 0,7966 0,3852 0,0698 -0,1350 -3,3964 -0,4309
0,2616 0,8025 0,4971 -2,4891 1,4983 -3,2986 -2,9263 0,9573 0,1962 1,0492 -1,5415 0,9201 0,4232 0,1989 -0,0505 -3,3607 -0,4023
d.
(3)
(4)
(5)
Dampak dari beberapa skenario kebijakan pada output industri menurut sektor 17 18 19 20 Sektor (persen)
(1)
Padi Tanaman Kacang-kacangan Jagung Tanaman Umbi-umbian Sayur-sayuran dan Buah-buahan Tanaman Bahan Makanan Lainnya Karet Tebu Kelapa Kelapa Sawit Tembakau Kopi Teh Cengkih Hasil Tanaman Serat Tanaman Perkebunan Lainnya Tanaman Lainnya Peternakan Pemotongan Hewan Unggas dan Hasil-hasilnya Kayu Hasil Hutan Lainnya Perikanan Penambangan Batubara dan Bijih Logam Penambangan Minyak, Gas dan Panas Bumi
(2)
-0,0196 -1,2728 -0,1137 -0,1128 -0,5078 0,6052 0,2746 0,3364 0,0619 0,0935 1,3202 0,3199 0,2673 1,4484 1,1874 0,1344 -0,0336 0,0583 0,2615 0,4294 0,2167 0,1402 0,0095 0,0337 0,0446
(3)
0,0113 -1,2444 -0,0833 -0,0747 -0,4669 0,6236 0,3166 0,3551 0,0706 0,0953 1,3369 0,3180 0,2886 1,4618 1,2114 0,1341 0,0112 0,0885 0,2933 0,4595 0,4477 0,2216 0,0220 0,0384 0,0481
(4)
-0,3350 -1,7137 -0,5296 -0,4615 -0,8831 0,1865 0,3486 0,1381 -0,1149 0,0669 -0,2445 0,0655 -0,0037 -0,1089 0,3631 0,0565 -0,2916 -0,1405 0,2903 0,6451 0,1649 0,0033 -0,1539 0,0155 0,0132
(5)
-0,3043 -1,6857 -0,4995 -0,4238 -0,8426 0,2047 0,3906 0,1567 -0,1063 0,0687 -0,2282 0,0635 0,0175 -0,0958 0,3869 0,0562 -0,2470 -0,1105 0,3220 0,6751 0,3959 0,0848 -0,1415 0,0203 0,0167
148
Sektor
17
18
19
20
(persen)
(1)
(2)
Penambangan dan Penggalian Lainnya Industri Pengolahan dan Pengawetan Makanan Industri Minyak dan Lemak Industri Penggilingan Padi Industri Tepung, Segala Jenis Industri Gula Industri Makanan Lainnya Industri Minuman Industri Rokok Industri Pemintalan Industri Tekstil, Pakaian dan Kulit Industri Bambu, Kayu dan Rotan Industri Kertas, Barang dari Kertas dan Karton Industri Pupuk dan Pestisida Industri Kimia Pengilangan Minyak Bumi Industri Barang Karet dan Plastik Industri Barang-barang dari Mineral bukan Logam Industri Semen Industri Dasar Besi dan Baja Industri Logam Dasar Bukan Besi Industri Barang dari Logam Industri Mesin, Alat-alat dan Perlengkapan Listrik Industri Alat Pengangkutan dan Perbaikannya Industri Barang Lain yang Belum Digolongkan Dimanapun Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran Hotel Angkutan Kereta Api Angkutan Darat Angkutan Air Angkutan Udara Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi Lembaga Keuangan Real Estate dan Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum dan Pertahanan Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Lainnya Kegiatan yang Tak Jelas Batasannya
-0,0035 0,2887 0,1105 -0,0215 0,2152 0,3495 0,3031 1,1734 1,6260 0,4565 0,5531 0,5463 0,1597 0,0196 0,0360 0,2328 0,2634 0,4650 0,0450 -0,0845 0,1265 -0,0554 0,0242 0,3739
0,3203 0,3024 0,1040 0,0099 0,2410 0,3683 0,3253 1,1910 1,6416 0,4815 0,6129 0,7824 0,1910 0,0348 0,0867 0,2642 0,3058 0,6515 0,3686 0,0874 0,1202 0,1413 0,1809 0,7149
0,0068 0,1657 0,0977 -0,3455 -0,0445 0,1471 0,1055 0,6750 -0,1246 0,3465 0,4055 0,4694 0,1349 -0,1684 -0,0732 0,3466 0,3595 0,3680 0,0660 -0,0654 0,1000 -0,0543 -0,0248 0,3917
0,3305 0,1793 0,0912 -0,3143 -0,0189 0,1656 0,1275 0,6925 -0,1094 0,3715 0,4653 0,7053 0,1661 -0,1534 -0,0226 0,3780 0,4019 0,5544 0,3895 0,1065 0,0937 0,1424 0,1319 0,7327
2,2131
2,2396
1,9034
1,9299
0,0774 0,0219 0,3201 1,3167 4,6966 1,6051 1,2162 1,7094 3,2742 1,9771 0,2478 0,1871 0,0918 0,0046 0,0205 0,6817 0,0593
0,0983 0,3748 0,3518 1,3456 4,7279 1,5989 1,2627 1,7064 3,2863 1,9839 0,2652 0,2241 0,1005 0,1169 0,0940 0,7032 0,0752
0,0471 0,0551 0,3932 3,3888 6,3355 2,4940 2,7537 5,6108 5,3221 5,6345 4,6926 0,2391 0,0882 0,0607 -0,1174 3,2446 -0,2386
0,0680 0,4081 0,4247 3,4176 6,3669 2,4854 2,7995 5,6056 5,3335 5,6384 4,7087 0,2760 0,0968 0,1729 -0,0439 3,2663 -0,2227
e.
(3)
(4)
(5)
Dampak dari beberapa skenario kebijakan pada penggunaan komoditas oleh wisatawan nusantara menurut sektor 17 18 19 20 Sektor (persen)
(1)
Padi Tanaman Kacang-kacangan Jagung Tanaman Umbi-umbian Sayur-sayuran dan Buah-buahan
(2)
9,9046 12,8011 9,9614 9,9879 10,5233
(3)
9,9212 12,8179 9,9736 10,0020 10,5382
(4)
9,0099 11,8798 9,0726 9,0567 9,6028
(5)
9,0264 11,8966 9,0848 9,0708 9,6177
149
Sektor
17
18
19
20
(persen)
(1)
(2)
Tanaman Bahan Makanan Lainnya Karet Tebu Kelapa Kelapa Sawit Tembakau Kopi Teh Cengkih Hasil Tanaman Serat Tanaman Perkebunan Lainnya Tanaman Lainnya Peternakan Pemotongan Hewan Unggas dan Hasil-hasilnya Kayu Hasil Hutan Lainnya Perikanan Penambangan Batubara dan Bijih Logam Penambangan Minyak, Gas dan Panas Bumi Penambangan dan Penggalian Lainnya Industri Pengolahan dan Pengawetan Makanan Industri Minyak dan Lemak Industri Penggilingan Padi Industri Tepung, Segala Jenis Industri Gula Industri Makanan Lainnya Industri Minuman Industri Rokok Industri Pemintalan Industri Tekstil, Pakaian dan Kulit Industri Bambu, Kayu dan Rotan Industri Kertas, Barang dari Kertas dan Karton Industri Pupuk dan Pestisida Industri Kimia Pengilangan Minyak Bumi Industri Barang Karet dan Plastik Industri Barang-barang dari Mineral bukan Logam Industri Semen Industri Dasar Besi dan Baja Industri Logam Dasar Bukan Besi Industri Barang dari Logam Industri Mesin, Alat-alat dan Perlengkapan Listrik Industri Alat Pengangkutan dan Perbaikannya Industri Barang Lain yang Belum Digolongkan Dimanapun Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran Hotel Angkutan Kereta Api Angkutan Darat Angkutan Air Angkutan Udara
9,9509 9,9046 9,9046 9,9046 9,9046 9,9046 9,9046 9,9046 9,9046 9,9046 10,3002 9,9046 9,9046 9,9046 9,9046 9,9046 9,9046 9,9832 9,9046 9,9046 9,9046 11,0814 9,9046 9,9046 9,9685 10,0169 10,1812 10,4279 10,9834 10,1612 10,1692 9,9018 10,0717 9,9046 11,0237 9,7821 11,5570 10,3906 9,9046 9,9046 9,9046 11,2997 9,9046 9,9046
9,9658 9,9212 9,9212 9,9212 9,9212 9,9212 9,9212 9,9212 9,9212 9,9212 10,3168 9,9212 9,9212 9,9212 9,9212 9,9212 9,9212 9,9816 9,9212 9,9212 9,9212 11,0944 9,9212 9,9212 9,9740 10,0138 10,1867 10,4313 10,9848 10,1611 10,1608 9,8297 10,0652 9,9212 11,0387 9,7739 11,5640 10,3205 9,9212 9,9212 9,9212 11,3165 9,9212 9,9212
(3)
9,0321 9,0099 9,0099 9,0099 9,0099 9,0099 9,0099 9,0099 9,0099 9,0099 9,4022 9,0099 9,0099 9,0099 9,0099 9,0099 9,0099 9,2371 9,0099 9,0099 9,0099 10,1873 9,0099 9,0099 9,1215 9,1640 9,3182 9,3602 9,3709 9,2385 9,3296 9,0951 9,2526 9,0099 10,1225 8,7839 10,6351 9,4788 9,0099 9,0099 9,0099 10,3936 9,0099 9,0099
(4)
9,0469 9,0264 9,0264 9,0264 9,0264 9,0264 9,0264 9,0264 9,0264 9,0264 9,4188 9,0264 9,0264 9,0264 9,0264 9,0264 9,0264 9,2356 9,0264 9,0264 9,0264 10,2002 9,0264 9,0264 9,1270 9,1610 9,3237 9,3638 9,3724 9,2384 9,3213 9,0233 9,2462 9,0264 10,1374 8,7759 10,6421 9,4091 9,0264 9,0264 9,0264 10,4104 9,0264 9,0264
(5)
9,7412
9,7303
8,8998
8,8891
9,9046 9,9046 9,9046 9,9667 9,8019 10,1669 10,0364 9,8856 9,6831
9,9212 9,9212 9,9212 9,9759 9,8097 10,1341 10,0347 9,8944 9,6850
9,0099 9,0099 9,0099 9,9148 10,4721 10,2187 10,8657 9,5850 9,9113
9,0264 9,0264 9,0264 9,9240 10,4799 10,1849 10,8641 9,5937 9,9129
150
Sektor (1)
Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi Lembaga Keuangan Real Estate dan Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum dan Pertahanan Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Lainnya Kegiatan yang Tak Jelas Batasannya
f.
17
18
19
20
(persen) (2)
9,5308 9,8995 9,8650 9,9046 9,9046 9,9235 9,9344 9,9046
(3)
(4)
9,5213 9,9109 9,8653 9,9212 9,9212 9,9365 9,9260 9,9212
10,3518 9,7209 8,9760 9,0099 9,0099 9,0423 11,1619 9,0099
(5)
10,3418 9,7324 8,9763 9,0264 9,0264 9,0552 11,1538 9,0264
Dampak dari beberapa skenario kebijakan pada penggunaan komoditas oleh rumah tangga biasa menurut sektor 17 18 19 20 Sektor (persen)
(1)
Padi Tanaman Kacang-kacangan Jagung Tanaman Umbi-umbian Sayur-sayuran dan Buah-buahan Tanaman Bahan Makanan Lainnya Karet Tebu Kelapa Kelapa Sawit Tembakau Kopi Teh Cengkih Hasil Tanaman Serat Tanaman Perkebunan Lainnya Tanaman Lainnya Peternakan Pemotongan Hewan Unggas dan Hasil-hasilnya Kayu Hasil Hutan Lainnya Perikanan Penambangan Batubara dan Bijih Logam Penambangan Minyak, Gas dan Panas Bumi Penambangan dan Penggalian Lainnya Industri Pengolahan dan Pengawetan Makanan Industri Minyak dan Lemak Industri Penggilingan Padi Industri Tepung, Segala Jenis Industri Gula Industri Makanan Lainnya Industri Minuman Industri Rokok Industri Pemintalan Industri Tekstil, Pakaian dan Kulit Industri Bambu, Kayu dan Rotan Industri Kertas, Barang dari Kertas dan Karton Industri Pupuk dan Pestisida Industri Kimia
(2)
-0,3743 0,6878 -0,2331 -0,1865 -0,0671 -0,2026 -0,3743 -0,2002 -0,2064 -0,3743 -0,3860 -0,0319 -0,2101 -0,5876 -0,3743 -0,0917 -0,1965 -0,2565 -0,2055 -0,1455 -0,2944 -0,2590 -0,2623 -0,3743 -0,3743 -0,0802 0,2267 -0,1884 -0,1553 -0,0926 -0,2558 0,0553 0,4675 1,5970 0,0994 -0,0344 -0,3797 0,1895 -0,1059 0,4193
(3)
-0,3304 0,7270 -0,1969 -0,1470 -0,0276 -0,1657 -0,3304 -0,1889 -0,1862 -0,3304 -0,3677 -0,0048 -0,1824 -0,5550 -0,3304 -0,0654 -0,1725 -0,2285 -0,1782 -0,1213 -0,6248 -0,3695 -0,2519 -0,3304 -0,3304 -0,1368 0,2474 -0,1538 -0,1282 -0,0669 -0,2326 0,0779 0,4854 1,6138 0,1131 -0,0391 -0,4968 0,2034 -0,0657 0,4232
(4)
-0,9940 -0,0121 -0,8423 -0,8718 -0,7429 -0,9179 -0,9940 -0,8753 -0,7935 -0,9940 -0,7542 -0,8607 -0,9167 -0,8840 -0,9940 -0,7186 -0,7959 -0,8231 -0,8438 -0,8258 -1,0372 -0,7553 -0,6056 -0,9940 -0,9940 -0,7630 -0,3349 -0,7878 -0,7024 -0,6348 -0,8310 -0,5019 -0,4939 -0,3218 -0,5704 -0,5445 -0,8395 -0,3329 -0,7080 -0,1471
(5)
-0,9505 0,0266 -0,8065 -0,8328 -0,7039 -0,8814 -0,9505 -0,8642 -0,7736 -0,9505 -0,7359 -0,8339 -0,8894 -0,8517 -0,9505 -0,6927 -0,7721 -0,7953 -0,8168 -0,8018 -1,3657 -0,8656 -0,5953 -0,9505 -0,9505 -0,8194 -0,3143 -0,7535 -0,6755 -0,6092 -0,8081 -0,4794 -0,4761 -0,3054 -0,5569 -0,5494 -0,9565 -0,3192 -0,6682 -0,1434
151
Sektor
17
18
19
20
(persen)
(1)
(2)
Pengilangan Minyak Bumi Industri Barang Karet dan Plastik Industri Barang-barang dari Mineral bukan Logam Industri Semen Industri Dasar Besi dan Baja Industri Logam Dasar Bukan Besi Industri Barang dari Logam Industri Mesin, Alat-alat dan Perlengkapan Listrik Industri Alat Pengangkutan dan Perbaikannya Industri Barang Lain yang Belum Digolongkan Dimanapun Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran Hotel Angkutan Kereta Api Angkutan Darat Angkutan Air Angkutan Udara Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi Lembaga Keuangan Real Estate dan Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum dan Pertahanan Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Lainnya Kegiatan yang Tak Jelas Batasannya
-0,3654 0,4453 0,7786 -0,3743 -0,3743 -0,3743 0,3425 0,7362 0,8043
-0,3325 0,4474 0,6775 -0,3304 -0,3304 -0,3304 0,2684 0,7136 0,6545
(3)
-1,0315 -0,2380 0,1296 -0,9940 -0,9940 -0,9940 -0,2349 0,1785 0,1463
(4)
-0,9989 -0,2360 0,0287 -0,9505 -0,9505 -0,9505 -0,3089 0,1558 -0,0029
(5)
0,8359
0,8493
0,2678
0,2809
-0,4413 -0,3743 -0,0639 -0,1881 -0,5817 0,0942 -0,1369 -0,4290 -0,8281 -1,0299 -0,4090 -0,5584 -0,5874 -0,2885 -0,1796 -0,3004 -0,0840
-0,5252 -0,3304 -0,0623 -0,1665 -0,5556 0,0499 -0,1260 -0,4077 -0,8145 -1,0320 -0,4004 -0,5905 -0,6361 -0,3124 -0,1737 -0,3185 -0,0778
-1,2156 -0,9940 -0,5130 1,7351 1,9860 1,1787 2,3810 0,6695 0,8661 1,3825 3,8762 -1,1523 -1,1660 -0,3220 -0,6596 4,4047 -0,4782
-1,2990 -0,9505 -0,5115 1,7571 2,0124 1,1319 2,3922 0,6909 0,8793 1,3796 3,8863 -1,1842 -1,2144 -0,3462 -0,6537 4,3875 -0,4720