DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN TERHADAP EKSPOR : KASUS EKSPOR INDONESIA KE EKONOMI APEC PERIODE 1990 – 2011 Maulana Muhammad Maddaremmeng Panennungi Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Telepon
: +6282122022366
Email :
[email protected] Ekonomi APEC belum menerapkan penurunan tarif secara progresif dalam pola perdagangannya. Hal ini dapat menghambat potensi perdagangan yang ada diantara ekonomi APEC. Tujuan penelitian ini adalah melihat dampak penurunan tarif terhadap ekspor Indonesia ke ekonomi APEC menggunakan 2 metode yang berbeda. Metode Pertama menggunakan model gravitasi untuk melihat dampak penurunan tarif secara aggregat. Metode kedua menggunakan model SMART untuk melihat dampak penurunan tarif secara sektoral. Hasil dari penelitian ini adalah tarif secara signifikan menghambat ekspor Indonesia secara aggregat dan sektoral, sehingga mengurangi potensi perdagangan yang terjadi antara Indonesia dengan ekonomi APEC. Kata Kunci : Liberalisasi, Model SMART, Model Gravitasi, APEC Klasifikasi JEL : F15, O24, P33 1.PENDAHULUAN Kerja sama ekonomi Asia Pasifik atau yang lebih dikenal sebagai Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) sudah dibentuk sejak tahun 1989. Indonesia sendiri sudah tergabung dengan APEC sejak pertama berdiri dengan 11 negara lainnya. APEC mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara – negara di kawasan Asia Pasifik. Tujuan utama serta visi APEC dituangkan dalam Deklarasi Bogor pada tahun 1994 atau yang lebih dikenal sebagai Bogor Goals (APEC, 2012). Dalam peningkatan liberalisasi perdagangan dan investasi, APEC membentuk grup dialog CTI (Committee on Trade and Investment) yang dibentuk pada tahun 1993. Pada forum dialog CTI pada tahun ini yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 3 – 4 february 2013 telah menentukan 8 kunci elemen utama dibawah tema besar Resilient Asia – Pacific, engine of global growth. Diantara 8 kunci elemen utama tersebut, peningkatan dalam perdagangan bebas termasuk menjadi perhatian utama dalam kesuksesan grup dialog CTI yang tertuang dalam exploring FTAAP serta support multilateral trading system (APEC, 2013). Dengan dicanangkannya agenda area perdagangan bebas asia pasifik ini, Indonesia harus segera mempersiapkan diri untuk dapat mengambil keuntungan yang paling besar jika perdagangan bebas antar negara Asia Pasifik ini telah diterapkan. Sejarah perdagangan Indonesia dengan negara – negara di Asia Pasifik memang sudah terjalin sejak lama. Beberapa negara Asia Pasifik juga tergabung dalam kawasan perdagangan bebas lainnya dengan Indonesia, misalnya Brunei, Malaysia, Filipina, Singapura berdagang dengan Indonesia dalam ASEAN Free Trade Area, sedangkan Cina dengan Indonesia berdagang dalam ASEAN – Cina Free Trade Area (ACFTA). Indonesia dengan Jepang berdagang melalui bilateral free trade yang bernama Indonesia-Japan Economic Partnership (IJEPA) Berdasarkan data dari World Trade Organization (WTO) atau organisasi perdagangan dunia, negara – negara Asia Pasifik yang menjadi 5 besar mitra dagang utama Indonesia dalam ekspor dan impor antara lain Jepang, Cina, Singapura, Amerika Serikat, dan Korea Selatan. Dimana Jepang merupakan mitra dagang terbesar pertama bagi Indonesia dengan persentase ekspor 16.6% dan Impor 11.0%, Cina merupakan mitra dagang terbesar kedua dengan persentase ekspor 11.3% dan impor 14.8%, Singapura pada urutan ketiga dengan persentase ekspor 9.1% dan impor 14.6%, Amerika Serikat pada urutan keempat dengan persentase ekspor 8.1% dan Korea Selatan pada urutan kelima dengan persentase impor 7.3%. Data perdagangan dari WTO pada tahun 2011 ini semakin menguatkan bahwa negara – negara Asia Pasifik merupakan mitra dagang yang sangat penting bagi Indonesia.
Dampak Liberalisasi ..., Maulana Muhammad, FE, 2013
Grafik 1.1 Nilai ekspor Indonesia ke ekonomi APEC dari tahun 1991 – 2011 (dalam 000 USD) !)%$%%%$%%%!!
,-./01231! 40-563! 715181! 96:15;! 7<061! =121>.31! ?6@!A612158! BC3223:351! D35;1:-01! EC132158! ,F603G1!D603G1/! E13@15! H<5;G<5;! IC351! =6J3K
!(#$%%%$%%%!! !(%$%%%$%%%!! !'#$%%%$%%%!! !'%$%%%$%%%!! !$%%%$%%%!! !&%$%%%$%%%!! !#$%%%$%%%!! !"!! &**&!
&**#!
&***!
'%%(!
'%%+!
'%&&!
Sumber : Diolah dari Sekretariat APEC, bilateral linkages database. Grafik 1.2 Nilai impor Indonesia dari ekonomi APEC tahun 1991 – 2011 (dalam 000 USD) !(%$%%%$%%%!!
+,-./0120! 3/,452! 604070! 85904:! 6;/50! <010=-20! >5?!@501047! AB21129240! C24:09,/0! DB021047! +E5/2F0!C5/2F0.! D02?04! G;4:F;4:! HB240! <5I2J;! K,--20! L25.40E!
!'#$%%%$%%%!! !'%$%%%$%%%!! !$%%%$%%%!! !&%$%%%$%%%!! !#$%%%$%%%!! !"!! &))&!
&))#!
&)))!
'%%(!
'%%*!
'%&&!
Sumber : Diolah dari Sekretariat APEC, bilateral linkages database. Secara umum pemberlakuan tarif perdagangan antar ekonomi APEC terus diturunkan dari tahun ke tahun untuk meningkatkan total nilai perdagangan diantara ekonomi APEC. Pada tahun 1989, rata – rata tarif perdagangan antar ekonomi APEC masih sekitar 16,9%, yang dimana pada tahun 2011 rata – rata tarif perdagangan antar ekonomi APEC telah turun menjadi 5,7%. Dengan diturunkannya tarif perdagangan antar ekonomi APEC, berdasarkan data dari APEC Sekretariat total nilai perdagangan barang dan jasa antar ekonomi APEC pun meningkat secara signifikan dari US$ 3,1 trilliun pada tahun 1989 menjadi US$ 19.7 trilliun pada tahun 2011 (Sekretariat APEC, 2011). Sedangkan untuk Intra perdagangan barang APEC (Ekspor dan Impor) meningkat dari US$ 3,5 Trilliun pada tahun 1996 menjadi US$ 11,7 Trilliun pada tahun 2011. Grafik 1.3 Total Intra Ekspor APEC dibandingkan Kerjasama Ekonomi lainnya
Sumber : APEC Policy Support Unit.
Dampak Liberalisasi ..., Maulana Muhammad, FE, 2013
APEC sendiri mempunyai potensial perdagangan intra yang cukup stabil dan mempunyai persentase paling tinggi dibandingkan kerjasama ekonomi lainnya. Sampai dengan tahun 2007 intra ekspor antar ekonomi APEC mencapai tingkat 67,5%, dimana kerjasama ekonomi lain seperti EU hanya mencapai 66,7%, NAFTA mencapai 51,3% dan ASEAN 7 mencapai 24,3%. Walaupun terlihat menurun, hal ini dikarenakan adanya efek overshadow dari anggota ekonomi APEC yang mempunyai total ekspor besar ke ekonomi APEC tetapi mengalami penurunan seperti Rusia dan Cina. Sehingga jika Rusia dan Cina dikeluarkan maka pertumbuhan intra ekspor antar negara APEC menjadi Positif seperti pada grafik 1.4. Hal ini menandakan pula, perdagangan APEC masih didominasi oleh negara – negara besar seperti Rusia dan Cina. Dalam setiap penataan kesepakatan perdagangan, setiap pihak harus dapat menilai tingkat daya saing komoditas perdagangan suatu negara dibandingkan dengan mitra dagangnya agar bisa mendapat keuntungan dan manfaat yang optimal dari kerjasama perdagangan bilateral yang dibuat. Oleh karena itu harus ada pengukuran yang digunakan sebagai data pendukung agar dapat menentukan komoditas yang diproduksi khusus dan penurunan tarif yang tepat dan terencana. Oleh karena itu dalam studi ini kita akan melihat daya saing ekpor perdagangan Indonesia dibanding dengan negara lainnya. Studi ini akan dibagi menjadi 2 jenis penelitian. Penelitian pertama adalah penelitian daya saing ekspor Indonesia secara global dengan mitra dagang ekonomi APEC. Model yang digunakan dalam penelitian pertama adalah Model gravitasi untuk komoditas secara keseluruhan. Penelitian kedua adalah penelitian daya saing komoditas Indonesia secara parsial atau dengan kata lain hanya untuk komoditas tertentu saja. Model yang akan digunakan dalam penelitian kedua adalah model SMART yang akan difokuskan untuk meneliti komoditas tekstil, elektronik, dan otomotif. Studi ini fokus pada perdagangan ekspor Indonesia dengan kawasan ekonomi APEC untuk 18 negara pada 2 digit commodity level (SITC Revision 4). Untuk periode waktunya dilakukan dalam periode waktu 1990 – 2011. Pengambilan panjangnya tahun penelitian adalah untuk menangkap tren perdagangan Indonesia dengan ekonomi APEC yang lebih panjang yaitu 21 tahun. Dengan mengambil lingkup tahun penelitian yang panjang ini penulis dapat melihat perubahan struktur perdagangan Indonesia dengan negara – ekonomi APEC antar waktu. Untuk pengumpulan data ekspor antar kedua negara diakses melalui Statistic APEC bilateral linkages. Sedangkan untuk pendapatan nasional kedua negara diakses melalui Bank Dunia. Metode analisis yang digunakan dalam kajian ini adalah metode regresi data panel untuk 18 ekonomi APEC dengan rentang waktu 21 tahun (1990 – 2011). Dipilihnya 18 ekonomi APEC ini dikarenakan keterbatasan data yang didapat dan diurutkan berdasarkan besarnya persentase perdagangan indonesia dengan ekonomi APEC tersebut. 2 ekonomi anggota APEC yang tidak dimasukkan ke dalam penelitian adalah Papua Nugini dan Brunei Darussalam yang dalam hal ini data tarif untuk setiap tahunnya hampir kosong selama 21 tahun, jika dimasukkan ke dalam penelitian hanya akan menimbulkan bias pada hasil, disamping itu Papua Nugini dan Brunei Darussalam hanya memiliki proporsi yang sangat kecil perdagangannya dengan Indonesia. Untuk penelitian model SMART digunakan subsektor tertentu utama dalam perhitungannya yaitu subsektor tekstil, elektronik, dan juga otomotif. Dapat dilihat pada Grafik 1.5 dimana ekspor Indonesia dalam pada 4 sektor yang tertinggi pada tahun 2011 adalah sektor 2, 3, 6 dan 7 yang dimana sektor tersebut adalah sektor material mentah, mineral energi, barang manufaktur berdasarkan material dan juga sektor mesin dan alat transportasi. Dapat dilihat bahwa ekspor Indonesia masih didominasi oleh mineral energi serta material mentah dengan nilai ekspor dua tertinggi. Barang manufaktur serta mesin dan alat trasportasi menduduki peringkat ke 3 dan 4 yang bisa menjadi ekspor potensial Indonesia di masa yang akan datang.
!"#$%&'(%)*& Grafik 1.4 Total Ekspor Indonesia ke Dunia berdasarkan SITC Revision 4 Pada tahun 2011 (dalam persen) !&% ',% ''"*+%
'&% ),% )&%
-23425(%
(,% (&% ,%
()",)%
(("#)%
!"#
%$&"'#%
-./0%1%%&%
-./0%1%%(%
&%
(&"(
%$(&"+#% *"&*%
+")+% -./0%1%%)%
-./0%1%%'%
-./0%1%%!%
-./0%1%%,%
("% -./0%1%%+%
-./0%1%%
%$-./0%1%%*%
Sumber : Diolah dari UNCOMTRADE Statistik
Dampak Liberalisasi ..., Maulana Muhammad, FE, 2013
-./0%1%%#%
Tekstil masuk ke dalam barang manufaktur dengan SITC kode 65 yang mempunyai nilai ekspor sebesar US$ 4.791.139.208 yang sama dengan 18,7% dari total nilai ekspor barang manufaktur. Sedangkan elektronik dan otomotif masuk ke dalam cakupan SITC mesin dan alat transportasi dengan SITC kode masing – masing 77 dan 78. Elektronik sendiri mempunyai nilai ekspor sebesar US$ 6.320.355.049 atau sekitar 29% dari total nilai ekspor mesin dan alat transportasi. Sedangkan otomotif mempunyai nilai ekspor sebesar US$ 3.337.792.215 atau sekitar 15,3% dari total nilai ekspor mesin dan alat transportasi. Oleh karena sektor – sektor ini mempunyai peranan yang cukup besar dalam ekspor Indonesia, dalam penelitian ini akan mencoba melihat potensial ekspor dari ketiga sektor tersebut. 2. TINJAUAN REFERENSI 2.1 Model dan Teori Gravitasi Teori gravitasi adalah teori yang menggambarkan tingkat interaksi antar dua entitas atau lebih yang mempunyai gejala fisik. Berdasarkan teori tersebut dibuatlah suatu persamaan model gravitasi. Model gravitasi adalah persamaan atau model yang digunakan untuk menganalisa arus antar dua entitas yang terpisah secara geografis. Pada awalnya model ini dikenal dengan model gravitasi klasik yang diperkenalkan oleh Sir Isaac Newton pada tahun 1687. Teori ini sering disebut dengan law of universal gravitation atau hukum gravitasi. Teori ini menjelaskan tentang gaya tarik menarik antar dua benda yang ditentukan oleh jarak dan massa benda tersebut. Pada tahun 1962 Tinbergen memperkenalkan metode gravitasi yang digunakan dalam perhitungan ekonomi. Model tersebut dapat digunakan untuk menghitung arus perdagangan internasional. Persamaan itu dirumuskan sebagai berikut :
Fij = G x Mia x Mib /Dij
• •
• •
Keterangan : Fij adalah arus dari tempat asal i ke tempat tujuan j atau Fij adalah volume total interaksi i dan j. Mi dan Mj adalah variabel yang menggambarkan besar suatu negara berdasarkan faktor ekonominya. Jika ingin mengukur arus perdagangan dengan satuan uang misalkan ekspor dan impor maka variabel yang digunakan adalah GDP. Jika ingin mengukur arus pergerakan tenaga kerja maka variabel yang digunakan adalah populasi. Dij adalah jarak antar kedua tempat. G adalah konstanta, nilainya tergantung dari unit apa yang digunakan. Setelah Studi yang dilakukan oleh Tinbergen (1962) banyak studi lain yang membahas tentang model gravitasi ini. Tinbergen juga berpendapat bahwa GDP digunakan dalam model ini karena ukuran dari negara pengekspor akan menentukan jumlah barang yang akan diproduksi dan ukuran pasar negara pengimpor akan menentukan jumlah barang yang dapat dijual oleh negara pengekspor. Volume barang diperdagangkan tergantung pada biaya transportasi sehingga jarak geografis merupakan ukuran yang tepat. Penggunaan variabel GDP menurut Tinbergen (1962) karena nilai atau volume ekspor suatu negara tergantung dari produksi negara tersebut. Dengan kata lain GDP dari negara eksportir akan digunakan untuk mengukur kapasitas besarnya biaya produksi sedangkan GDP dari negara importir akan digunakan untuk mengukur kapasitas yang terserap. Sementara itu variabel jumlah penduduk pertama kali diperkenalkan oleh Linnemann. Jumlah penduduk digunakan untuk mewakili ukuran fisik dari suatu negara dan mengukur diversifikasi ekonomi. Jumlah penduduk yang besar menunjukkan bahwa ekonominya terdiversifikasi, self sufficient dan kurang banyak terjadi perdagangan (Cortes, 2007). Selain itu volume barang yang menjadi komoditas dagang ditentukan oleh transportation cost yang dalam hal ini didekati dengan menggunakan jarak relatif dari negara eksportir ke importir (Roberts, 2004). Variabel baru yang digunakan adalah interaksi antara besarnya tarif dengan dummy keanggotaan APEC dan ASEAN. Tarif juga memiliki pengaruh perdagangan internasional. Jika tarif impor di suatu negara tinggi maka dapat mengurangi nilai ekspor ke negara tersebut. Secara teoritis interaksi antara dua variabel ini dinyatakan dalam Wooldrigde (2002). 2.2 Teori Parsial Ekuilibrium Teori parsial ekulibrium adalah teori yang mempelajari tentang efek yang terpisah dari dampak suatu kebijakan terhadap pasar tertentu secara langsung. Analisis yang dihasilkan tidak menghitung dampak dan interaksi ekonomi antara pasar lainnya dalam suatu perekonomian yang dimana pada general ekulibrium setiap pasar akan secara bersamaan berinteraksi satu sama lain.
Dampak Liberalisasi ..., Maulana Muhammad, FE, 2013
Parsial ekuilibrium mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan general ekulibrium. Pertama, dalam parsial ekulibrium model yang digunakan sederhana dan mudah digunakan. Cara bekerja dan hasil dari model yang digunakan langsung dapat dengan mudah diinterpretasikan, karena memang jumlah dari persamaannya terbatas dalam menghitung perubahan pada permintaan dan penawaran. Kedua, data yang dibutuhkan relatif sedikit, seperti data dari sektor yang dibutuhkan, data aliran perdagangannya, data kebijakan perdagangan dan elastisitas. Tetapi terbatasnya data yang dibutuhkan kadang menjadi kelemahan tersendiri bagi parsial ekuilibrium model. Pertama, parsial ekulibrium model tidak memasukkan constraint atau hambatan dalam faktor produksi. Kedua, hasil dari parsial ekulibrium model dapat menjadi sensitive pada nilai elastistasnya, yang dimana dalam beberapa literatur datanya masih terbatas. Tabel 2.1 Perbandingan Parsial dan General Ekuilibrium PE Melihat Hubungan Ekonomi yang lebih luas
GE X
Konsisten dengan Busget Constraint
X
Menangkap Efek Disaggregat
X
Mengangkap dampak Kebijakan lebih rumit
X
Memerlukan data antar waktu
X
Melihat dampak dalam jangka pendek
X
Melihat dampak dalam jangka Panjang Sumber : WITS Presentation, Worldbank (2013)
X
Dalam hal ini diasumsikan kita akan melihat dampak dari perubahan kebijakan perdagangan dalam perubahan harga, aliran perdagangan, tariff revenues dan welfare. Untuk dapat melihat perubahan yang terjadi dari eliminasi tarif t pada negara kecil kita dapat lihat pada grafik 2.4. Grafik 2.1 Penghapusan Tarif pada Negara Kecil
Sumber : Organisasi Perdagangan Dunia, WTO. a) Pasar Dalam Negeri
b) Pasar Luar Negeri
Pada harga dunia P’+t, permintaan domestik suatu negara kecil adalah C0, penawaran domestik pada Y0 dan impor pada M0. Eliminasi dari tarif t akan menurunkan harga domestik sejumlah t dan hal ini akan meningkatkan permintaan domestik ke C1 dan meningkatkan penawaran domestik pada Y1, serta meningkatkan impor dari M0 ke M1. Perubahan harga domestik akan menyebabkan keuntungan konsumen meningkat (a+b+c+d) sehingga konsumen dapat membeli jumlah barang yang lebih banyak dengan budget yang sama (C1 – C0). Eliminasi tarif juga akan menyebabkan keuntungan produsen berkurang (a) dan menurunkan tarif revenue untuk pembayar pajak (c). Oleh karena itu total dari keuntungan dalam eliminasi tarif dalan hal ini adalah area (b+d) atau segitiga dibawah kurva permintaan impor. Tinggi dan basis dari segitiga yang terbentuk tergantung dari besarnya tarif, dan besarnya dead weight loss tergantung dari kuadrat dari tarif. Secara keseluruhan, kita dapat melihat dalam kasus negara kecil, eliminasi dari impor tarif adalah menurunkan harga domestik sebesar t dan juga meningkatkan impor dan menghilangkan tariff revenue (C). Akan tetapi eliminasi dari tarif akan selalu menghasilkan net gain yang tergantung pada kuadrat dari tarif. Dalam kasus negara besar, dapat diasumsikan kurva penawaran luar negeri X akan upward sloping sebagai yang terlihat pada grafik 2.5. Dengan tarif, titik keseimbangan harga ada pada P0 + t. Pengeleminasian tarif akan menyebabkan pergeseran penawaran ekspor ke X, dimana akan menghasilkan
Dampak Liberalisasi ..., Maulana Muhammad, FE, 2013
sebuah harga domestik baru yaitu P0. Karena kurva penawaran berbentuk upward sloping, penurunan dari harga domestic besarnya akan kurang dari besarnya tarif t. Hal ini berarti harga luar negeri yang ditunjukkan bernilai P, nilainya lebih kecil pada perdagangan bebas harga P0. Hal ini akan menyebabkan keuntungan perdagangan dari negara importir yang dimana dapat kita ingat bahwa terms of trade biasanya digambarkan dengan harga dari negara eksportir dibagi harga dari negara importir. Grafik 2.2 Penghapusan Tarif pada Negara Besar
Sumber : Organisasi Perdagangan Dunia, WTO. a) Pasar Dalam Negeri
b) Pasar Luar Negeri
Dalam negara kecil, eliminasi tarif yang menyebabkan penurunan dari harga domestik, meningkatnya impor serta berkurangnya penawaran domestik. Area e dapat menunjukkan besarnya kerugian terms of trade dengan cara mengkalikan penurunan harga barang dengan permintaan barang impor yang baru M1. Keuntungan yang terjadi tetap pada (b+d) dan bergantung pada kuadrat dari tarif. Pada akhirnya net welfare effect sebesar e - (b + d) yang dimana positif untuk tarif kecil dan negatif untuk tarif yang besar. 2.3 Kerangka Teoritis dalam Model SMART SMART merupakan parsial ekulibrium model yang digunakan dalam WITS worldbank software dalam menganalisa suatu pasar. SMART fokus kepada satu pasar impor dan ekspor negara partner dagang lalu melihat dampak skenario perubahan tarif dengan estimasi nilai baru dari variabel yang telah disiapkan. Dalam penelitian kali ini model SMART yang digunakan mengacu pada model SMART yang digunakan oleh Olivier Jammes dan Marcelo Ollereaga (2005). 2.3.1 Sisi Penawaran Ekspor Situasi yang dibentuk dalam SMART adalah, pada suatu jenis barang berbagai negara saling berkompetisi untuk dapat penawaran kepada satu home market (dalam hal ini negara Indonesia). Fokus dari simulasi ini adalah pada komposisi dan volume impor pada pasar tersebut. Ekspor penawaran pada suatu barang (Misalnya pasar pisang) untuk suatu negara supplier tertentu (Misalnya ekuador) diasumsikan akan berhubungan dengan harga barang di pasar ekspor. Grafik 2.3 Jenis Kurva Penawaran dalam Model SMART
Sumber : WITS Presentation, Worldbank (2013) a.) Infinit Inelastis
b.) Elastis
c.) Infinit Elastis
Dampak Liberalisasi ..., Maulana Muhammad, FE, 2013
• • •
1.
2.
Gambar grafik 2.3 menjelaskan tentang proses penyesuaian pada saat kurva permintaan bergerak ke kanan (Karena adanya perubahan kuantitas impor) dalam 3 situasi yang berbeda dimana berbeda tiap tipe elastisitas dari penawarannya. Pada elastisitas penawaran infinite inelastic : Penyesuaian perubahan pasar hanya terjadi pada harga ( P0 ke P1) karena kuantitas yang ditawarkan supplier bersifat tetap. Pada elastisitas penawaran infinite elastic : Penyesuaian perubahan pasar nya terjadi pada kuantitas (Q0 ke Q1) dimana suppliers bertemu dengan tingkat permintaan pada harga yang sama (P0) Pada elastisitas penawaran elastis : Penyesuaian perubahan pasar berdampak pada perubahan harga dan barang ( P0 ke P1 dan Q0 ke Q1) 2.3.2 Sisi Permintaan Impor : Asumsi Armington Model SMART pada sisi permintaan didasarkan pada asumsi armington tentang perilaku konsumen. Salah satu asumsi armington ini berdasarkan pada asumsi imperfect substitute antar barang impor. Oleh karena itu barang yang diimpor dari negara yang berbeda walaupun barang yang sama, sifatnya tetap imperfect subtitutes. Misalnya pisang dari ekuador akan berisfat imperfect substitute terhadapa pisang yang diimpor dari negara eropa. Atas dasar asumsi ini permintaan impor akan bergeser sesuai dengan preferensi tarifnya sendiri. Dalam asumsi Armington negara pengimpor memaksimisasi kesejahteraannya melalui 2 proses optimisasi yaitu : Pertama, pada indeks harga umum, negara pengimpor dapat memilih langsung tingkat dari total pengeluaran yang dibayarkan pada suatu composite barang (misalnya konsumsi aggregat pada barang pisang). Hubungan antara indeks harga dengan perubahan pada total pengeluaran dicerminkan dengan elastisitas permintaan impor. Kedua, dalam composite barang yang dipilih, negara pengimpor dapat memilih tingkat pengeluarannya dalam keberagaman jenis barang dalam composite barang tersebut. Misalnya negara pengimpor memilih barang pisang dari ekuador lebih banyak dari pada barang pisang dari negara eropa. Hubungan antara response alokasi dalam 2 keragaman ini terhadap perubahan harga relatif dicerminkan dengan armington substitution elasticity. 2.4 Efek Perdagangan Dalam Model SMART framework, perubahan dalam kebijakan perdagangan (misalnya preferential tarif liberalization) berdampak tidak hanya kepada indeks harga atau composite good tetapi juga kepada harga relatif dari keberagaman barang. Meskipun elastisitas penawaran ekspor, elastisitas permintaan impor, dan elastisitas substitusi, hal ini akan membawa perubahan pada tingkat aggregat pengeluaran pada barang tersebut dan juga perubahan pada komposisi sumber dari barang tersebut, kedua alur tersebut mempengaruhi aliran dari perdagangan bilateral. SMART juga menunjukkan hasil dari perubahan kebijakan perdagangan terhadap setiap variabelnya. Dalam beberapa keadaan tertentu SMART dapat menunjukkan dampak terhadap aliran perdaganan, terjadinya efek kreasi dan efek diversi perdagangan. Kreasi perdagangan itu dapat diartikan sebagai peningkatan langsung pada impor yang terjadi akibat penurunan tarif pada barang G dari negara C. Jika penurunan tarif yang terjadi pada barang G dari negara C adalah preferential tarif reduction ( Tidak dilakukan terhadap negara lainnya) maka impor barang G dari negara C akan meningkatkan substitusi barang G dari negara lain menjadi lebih mahal. Hal seperti inilah yang disebut dengan diversi perdagangan dalam Model SMART. Selain dapat melihat dampak perubahan aliran perdagangan seperti kreasi perdagangan, diversi perdagangan dan efek harga, Model SMART juga dapat melihat perubahan pada tariff revenue, keuntunga konsumen serta perubahan kesejahteraan akibat liberalisasi perdagangan atau penurunan tarif. Untuk tariff revenue dengan keuntungan konsumen dapat dilihat langsung sebelum dan sesudah liberalisasi perdagangn diberlakukan dengan cara melihat selisih nilai sebelum dan sesudah diberlakukannya penurunan tarif. Sedangkan untuk kenaikan atau penurunan kesejahteraan dapat dilihat dari selisih besarnya kenaikan keuntungan konsumen dengan selisih berkurangnya tarif revenue yang berkurang akibat penurunan tarif yang diberlakukan. 2.4.1 Efek Kreasi dan Diversi Perdagangan Pada Model SMART SMART biasanya digunakan untuk menganalisis dampak dari perubahan tarif yang diinginkan untuk setiap negara partner dagang. Sebagai contohnya, tarif untuk negara A lebih rendah dibandingkan dengan tarif negara negara B. konsumsi barang dari negara A akan meningkat dari A0 menjadi A1 dimana impor dari negara B akan berkurang dari B0 menjadi B1. Dampak seperti inilah yang disebut dengan diversi perdagangan. Dampak Liberalisasi ..., Maulana Muhammad, FE, 2013
Kreasi perdagangan terjadi ketika penurunan harga yang terjadi pada negara A menyebabkan para konsumen mencapai kurva composite quantity yang lebih tinggi yaitu Q1. Dengan tingkat pengeluaran yang tetap, para konsumen dapat mengimpor barang yang lebih banyak dari A1 menjadi A2. Dalam SMART, eksportir negara A akan menikmati dampak positif dari efek diversi dari A0 menjadi A1 dan dampak positif dari efek kreasi dari A1 menjadi A2. Sedangkan eksportir negara B akan mengalami dampak negatif dari efek diversi dari B0 menjadi B1 dan tidak mengalami dampak positif ataupun negatif pada efek kreasi. SMART juga menghitung dampak dari perubahan kebijakan perdagangan pada tarif revenue, keuntungan konsumen dan juga kesejahteraan. Perubahan dalam tarif revenue dapat dengan mudah dihitung dari perbedaan tarif revenue yang lama dengan tarif revenue yang baru. Grafik 2.4 Kreasi dan Diversi Perdagangan dalam model SMART
Sumber : WITS Presentation, Worldbank (2013) a) Kreasi Perdagangan
b) Diversi Perdagangan
2.4.2 Efek Terhadap Tarif Revenue, Keuntungan Konsumen serta Kesejahteraan. SMART juga dapat mengkalkulasikan dampak perubahan kebijakan perdagangan terhadap tarif revenue, keuntungan konsumen, dan kesejahteraan. Perubahan tariff revenue dapat dilihat dari perubahan aliran impor yaitu besarnya tariff ad valorem dikalikan dengan nilai final impor dikurangi dengan inisial ad valorem tariff dikalikan dengan nilai inisial impor. Dari grafik 2.8 dapat dilihat hubungan antara tariff revenue, keuntungan konsumen dan juga perubahan kesejahteraan. Digambarkan pasar dengan jumlah barang impor tertentu dengan D sebagai kurva permintaan dan S sebagai kurva penawaran (Bersifat elastisitas penawaran infinit). Pada diagram sebelah kiri digambarkan situasi awal dimana perdagangan menghadapi tarif sebesar (t0) dimana harga domestik sebesar pw + t0 dimana pw merupakan harga dunia. Dan diberikan struktur permintaan dengan besar kuantitas impor sebesar Q0. Kita dapat lihat masing – masing dari besaran tariff revenue, keuntungan konsumen serta kesejahteraan pada masyarakat pada masing – masing daerah yang diarsir. Pada saat tarif diturunkan dari t0 menjadi t1 sehingga tingkat harga berubah dari pw+t0 menjadi pw+t1 maka besarnya tariff revenue dan keuntungan konsumen pun berubah. Dengan diturunkannya tarif dari t0 menjadi t1, maka dapat kita lihat pada gambar bahwa besarnya tariff revenue berkurang, dan disisi lain besaran keuntungan konsumen bertambah sebesar jumlah berkurangnya tariff revenue dan juga berkurangnya deadweight loss yang ada. Dengan meningkatkannya keuntungan konsumen lebih besar daripada tariff revenue yang berkurang dapat kita lihat bahwa kesejahteraan pada masyarakatpun meningkat. Grafik 2.5 Dampak Penurunan Tarif terhadap Tariff Revenue, Keuntungan Konsumen dan Kesejahteraan
Sumber : WITS Presentation, Worldbank (2013) Dampak Liberalisasi ..., Maulana Muhammad, FE, 2013
• •
•
Penjelasan tambahan mengenai variabel dalam grafik : Besarnya tariff revenue (TR0) dapat direpresentatifkan dengan besarnya garis yang horizontal dan nilainya sebesar Q0 dikalikan dengan T0. Inisial keuntungan konsumen atau CS0 dapat direpresentatifkan dengan garis diagonal dan didefinisikan sebagai selisih antara besarnya willingness to pay (marginal value) dengan jumlah yang seharusnya dibayarkannya. Inisial deadweight loss atau DWL0 direpresentatifkan dengan garis vertikal dan mempresentatifkan besarnya nilai yang hilang in term of welfare dengan adanya tarif T0 pada barang impor. 3. METODE 3.1 MODEL GRAVITASI Metode pengolahan ini digunakan untuk dapat mengetahui dampak liberalisasi perdagangan asia pasifik terhadap perubahan ekspor Indonesia. Pada model yang akan digunakan dalam untuk mengestimasi dampak perubahan ekspor akibat adanya perubahan tarif. Penelitian ini pada dasarnya menggunakan model Lee, et al (2009) APEC Policy Support Unit yang kemudian dilakukan tambahan variabel tarif, model yang digunakan adalah sebagai berikut : Model Gravitasi Ekspor Indonesia :
LnEXPijt = ! + "1LnGDPit + "2LnGDPjt + "3LnDISTij + "5LnTariffjt + "6FTAijt + !ijt, Dimana: lnEXPij lnGDPi lnGDPj lnDistj lnTarifjt FTAijt
= Nilai ekspor Indonesia ke negara mitra dagang APEC = Nilai gross domestic bruto Indonesia = Nilai gross domestic bruto negara mitra dagang APEC = Jarak antara ibukota negara Indonesia dengan negara mitra dagang = Nilai tarif ekspor ke negara mitra dagang Indonesia = Hubungan free trade area atau bilateral agreement antara negara Indonesia dengan mitra dagang pada tahun t. bernilai 1 jika mempunyai hubungan dagang FTA dan bilateral, dan 0 jika tidak.
Variabel ekspor sebagai variabel independen dalam hal ini merupakan nilai ekspor konstan dengan basis tahun 2000 negara Indonesia ke mitra dagang ekonomi APEC. Sementara itu variabel GDP merupakan produk domestik bruto riil negara pengekspor yang dalam hal ini adalah negara Indonesia. Variabel jarak merupakan nilai kilometer jarak ibukota antara negara Indonesia dengan ibukota masing – masing negara mitra dagangnya. Jarak dalam hal ini memproyeksikan biaya transportasi dalam perdagangan, dimana semakin jauh jarak antar negara maka biaya transportasinya akan semakin besar. Adapun hipotesis keterangan variabel yang digunakan dalam model gravitasi ekspor pada tabel berikut :
Variabel EKSP
GDPID
GDPPartner
DIST TarifPartner
Tabel 3.1 Hipotesis Variabel Model Gravitasi Ekspor Keterangan Hipotesis Data perdagangan Ekspor bilateral antara n.a. negara pengimpor (Indonesia) Dengan negara – ekonomi APEC Produk Domestik Bruto (PDB) dari negara (+) pengekspor(Indonesia) Berdasarkan PPP Data bersifat tahunan menggunakan tahun dasar 2005 Produk Domestik Bruto (PDB) dari negara (+) pengimpor berdasarkan PPP. Data bersifat tahunan menggunakan tahun dasar 2005 Jarak Ibukota antara negara pengekspor (-) dengan negara pengimpor. Tarif yang diberlakukan kepada negara (-) pengekspor. Tarif yang dipakai adalah tarif
Dampak Liberalisasi ..., Maulana Muhammad, FE, 2013
Sumber Data World Development Indicators (WDI), Data Bank, World APEC Statistic
APEC Statistic
CEPII TRAINS, Worldbank
simple average untuk MFN country. Data bersifat tahunan, dan data aggregat DFTA Hubungan bilateral trade atau Free Trade agreement antara Indonesia dengan negara partner Sumber : Olahan Penulis dan Studi Literatur.
(+)
World Trade Organization
3.2 MODEL SMART Untuk menjawab pertanyaan penelitian ketiga yaitu meneliti dampak dari perubahan tarif terdahap beberapa subsektor industri elektronik, otomotif dan tekstil, penulis menggunakan Model SMART untuk mengestimasi adanya efek kreasi dan diversi perdagangan. Adapun persamaan kreasi dan diversi perdagangan yang digunakan dalam Model SMART mengacu pada model yang digunakan oleh Olivier Jammes dan Marcelo Olarreaga (2005). Kreasi perdagangan diartikan sebagai peningkatan langsung pada impor mengikuti adanya penurunan tarif pada barang g dari negara c. SMART menggambarkan ini ke dalam sebuah persamaan elastisitas harga permintaan impor yaitu :
(1) dengan menselesaikan dmg.c kita akan mendapatkan persamaan kreasi perdagangan pada harga dunia yang telah terpengaruh adanya penurunan tarif pada barang g dari negara c. Maka dari itu persamaan TC menjadi :
(2) Dengan memasukkan persamaan harga dalam negeri yang dimana persamaannya adalah :
(3) Maka kita akan mendapatkan persamaan kreasi perdagangan akhir sebagai berikut.
(4) Persamaan 1 diatas menunjukkan adanya kreasi perdagangan pada impor barang G dari negara C. Sedangkan untuk persamaan diversi perdagangan kita harus dapat mendefinisikan terlebih dahulu elastisitas substitusi antara impor barang g dari negara c dengan negara lain, yang digambarkan SMART dengan persamaan :
(5) Dimana :
(6) Mengingat dalam diversi perdagangan nilai dari dmg.c = - dmg.c , maka kita mempunyai persamaan :
(7) Dampak Liberalisasi ..., Maulana Muhammad, FE, 2013
Dengan mensubstitusikan persamaan (6) dan (7) ke dalam persamaan (5) dengan menselesaikan dmg.c maka persamaan diversi perdagangan yang didapat adalah :
1.
2. 3.
4.
5.
(8) Pada penelitian SMART kali ini diakses melalui website WITS Worldbank, lalu simulasikan dengan metode SMART pada website tersebut. Penelitian model SMART pada kali ini dilakukan secara bilateral dengan posisi Indonesia sebagai negara pengekspor, sedangkan negara ekonomi APEC lainnya sebagai negara pengimpor. Hal ini dilakukan secara bilateral karena metode SMART dalam website WITS Worldbank hanya memungkinkan posisi negara pengimpor sebagai 1 negara dan tidak dapat dikategorikan sebagai 1 kawasan ekonomi. Langkah selanjutnya setelah membuat query atau data kerja untuk penurunan tarif masing – masing negara ekonomi APEC terdapat beberapa pilihan yang bisa ditentukan dalam setiap penelitian yang dilakukan. Adapun beberapa ketentuan yang dapat dirubah dalam setiap penelitian yang dilakukan adalah : Negara Pelapor Negara pelapor dapat diubah sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam hal ini negara pelapor adalah negara yang melakukan penurunan tarif pada negaranya (negara pengimpor). Pada penelitian kali ini negara pelapor adalah masing – masing dari negara ekonomi APEC. Tahun Tahun penelitian dapat diubah juga sesuai kebutuhan penelitian pada satu thaun tertentu. Pada penelitian kali ini, tahun penelitian model SMART dilakukan pada tahun 2011 dengan data terbaru. Produk Merupakan pilihan produk apa yang akan diturunkan tarifnya pada negara pelapor. Pada model SMART produk tidak dapat dipilih secara agregat, melainkan harus secara sektoral. Pemilihan produk model SMART pada kali ini dilakukan pada kategori produk SITC Revision 4. Adapun sektor utama yang diteliti pada kali ini adalah tekstil dengan kode SITC Revision 4 65, elektronik dengan kode SITC Revision 4 77, dan otomotif dengan kode SITC Revision 4 78. Skenario Pada pemilihan Skenario kita dapat memilih negara partner dagang. Dimana pada penelitian kali ini negara partner dagang ekonomi APEC adalah Indonesia sebagai negara pengekspor. Dalam skenario, skema penurunan tarif juga dapat ditentukan dalam beberapa jenis seperti penggunaan tarif baru dan juga pemotongan tarif secara linear. Pada penelitian kali ini penurunan tarif dilakukan dengan penggunaan tarif baru yaitu dengan tarif baru 0 untuk setiap produk. Elastisitas Pemilihan elastisitas juga dapat dilakukan pada model SMART. Hal ini bertujuan untuk melihat sensitivitas dari produk ketika tarif diturunkan yang bergantung pada sifat produk. Adapun elastisitas yang dapat ditentukan dibagi menjadi 3 yaitu elastisitas permintaan impor, elastisitas substitusi, dan elastisitas penawaran. Pada penelitian ini menggunakan nilai elastisitas default yang ditetapkan metode SMART yaitu elastisitas substitusi bernilai 1.5 dan elastisitas penawaran 99. Setelah menentukan pilihan dan besaran dari setiap variabel yang ada, selanjutnya adalah memproses seluruh variabel tersebut. Hasil dari proses tersebut adalah kita dapat melihat efek kreasi dan diversi perdagangan, perubahan tariff revenue, dan juga perubahan welfare yang terjadi akibat penurunan tarif tersebut. Pada penelitian ini akan fokus pada hasil efek kreasi dan diversi perdagangan yang terjadi akibat penurunan tarif. Variabel EIM sebagai variabel elastisitas permintaan impor yang menunjukkan tingkat sensitivitas permintaan impor terhadap perubahan harga akibat penghapusan tarif. Variabel EKS merupakan variabel elastisitas penawaran ekspor yang menunjukkan tingkat sensitivitas penawaran ekspor akibat adanya perubahan harga akibat penghapusan tarif. Sedangkan variabel ES adalah variabel elastisitas substitusi yang menunjukkan tingkat kecendrungan barang ekspor dan impor dapat disubstitusi dengan barang yang lain. Untuk variabel EKSIND dan IMPIND merupakan variabel eskpor dan impor dari negara Indonesia ke negara – negara Asia Pasifik dan dari negara – negara Asia Pasifik. Variabel EKSIND dan IMIND yang akan secara langsung menunjukkan adanya kreasi dan diversi perdagangan pada model SMART jika penghapusan tarif diberlakukan.
Dampak Liberalisasi ..., Maulana Muhammad, FE, 2013
Tabel 3.2 Hipotesis Variabel dalam Model SMART Variabel Keterangan Hipotesis Sumber Data TC Trade Creation (+) WITS, Worldbank TD Trade Diversion (-) WITS, Worldbank Sumber : Olahan Penulis dan Studi Literatur. 4. HASIL DAN ANALISIS 4.1 ANALISIS DESKRIPTIF DATA Hubungan antar ekspor total Indonesia ke negara dagangnya dengan tarif yang berlaku digambarkan pada grafik scatter plot dan garis sebagai berikut :
Grafik 4.1 Hubungan antara Total Ekspor dengan Tarif
Sumber : Diolah dari APEC Statistic dan WITS Worldbank. Dari grafik scatter diatas dapat kita lihat dengan jelas hubungan antara total ekspor Indonesia ke negara – negara mitra dagangnya dengan tarif pada masing – masing negara. Dari garis fitted value dapat kita lihat bahwa hubungan antar kedua variabel ini bernilai negatif. Selanjutnya kita lihat pada grafik hubungan antara jarak antar negara dan total ekspor Indonesia ke negara tersebut, jarak antar negara mengalami penurunan dampaknya antar waktu. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh perkembangan teknologi dan faktor lain yang dapat mengurangi biaya transportasi yang dalam hal ini diproksikan oleh jarak antar kedua negara semakin kecil dari waktu ke waktu. Grafik 4.2 Hubungan antara Total Ekspor dengan Jarak
Sumber : Diolah dari APEC Statistic dan CEPII.
Dampak Liberalisasi ..., Maulana Muhammad, FE, 2013
Grafik 4.3 Hubungan antara Total Ekspor dengan GDP Mitra Dagang
Sumber : Diolah dari APEC Statistic dan WITS Worldbank. Jika dilihat dari data yang diambil, hubungan antara GDP Mitra dagang dengan total ekspor Indonesia bernilai positif. Hal ini menandakan semakin besar GDP mitra dagang Indonesia maka akan semakin besar juga kecenderungan Indonesia akan mengekspor ke negara tersebut. Sesuai dengan teori yang dikemukakan Tinbergen juga, bahwa semakin besar GDP suatu negara akan semakin besar juga daya tarik negara tersebut untuk berdagang dengan negara lain 4.2 HASIL MODEL GRAVITASI
Variabel Nilai lnGDPid 1.784575 *** lnGDPpartner .3248611*** lnDist -‐.0001759*** lnTarifpartner -‐.3020535 *** d_FTA .2632837 *** Constanta -‐11.17094*** Kriteria Pengujian Statistik 2 R Within 0.8193 R2 Between 0.5224 2 R Overall 0.5575 Rho .94167751
Hasil yang diperoleh dari metode regresi random effect dapat disimak melalui rangkuman tabel diatas. Rangkuman tabel diatas antara lain mencerminkan hasil uji statistik terhadap model. Sesuai dengan pembahasan pada sub bab 3.5, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dari hasil uji statistik model penelitian. Berdasarkan hasil ringkasan yang dipaparkan pada tabel diatas, secara statistik model dapat diterima validitasnya Hasil uji F test serta hasil pengujian R2 , baik within, between maupun overall membuktikan hal tersebut. Hasil uji statistik F menujukkan bahwa secara bersama sama variabel independen dalam persamaan mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. Hal ini tercermin dari nilai prob Fstat yang lebih kecil daripada α. Pengujian signifikansi untuk masing masing variabel bebas dilakukan dengan menggunakan pengujian t-statistik, dengan cara membandingkan (p-value koefisien) dengan tingkat signifikansi (α). Adapun tingkat signifikansi yang digunakan adalah 1%, 5%, 10%, dimana tanda ***, **, * masing masing melambangkan bahwa variabel independen mampu mempengaruhi variabel dependen pada level of confidence 90%, 95% ataupun 99%. Dengan dasar yang telah diuraikan diatas, dapat dilihat bahwa dari tujuh variabel independen, hanya dua buah variabel yang tidak signifikan secara statistik. Penjelasan lebih lanjut mengenai hal tersebut akan diuraikan pada bagian selanjutnya.
Dampak Liberalisasi ..., Maulana Muhammad, FE, 2013
Selain dilakukannya pengujian validitas metode penelitian berdasarkan pada performa hasil statistik , yaitu berdasarkan uji signifikansi keseluruhan model dengan F test, uji signifikansi variabel independen dengan t-statistik, dan determinasi R2 , langkah berikutnya yang harus dilakukan adalah uji kriteria ekonometrika. Uji ini dilakukan dengan melakukan pengujian berdasarkan kriteria pelanggaran asumsi dalam uji asumsi klasik. Uji asumsi klasik pertama yang dilakukan adalah uji autokolinearitas, dimana uji terhadap adanya korelasi antar residual variabel. Metode yang digunakan adalah uji Breusch-Godfrey LM. Hipotesis nol pada pengujian ini adalah terdapat autokorelasi dalam model penelitian, yang akan ditolak apabila nilai dari chisquare pengujian lebih kecil daripada standard error. Uji kedua yang harus dilakukan adalah Uji Heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas tersebut dapat dilakukan dengan uji Breusch-Pagan. Hipotesis nol dari uji tersebut ialah tidak terdapat heteroskedastisitas dalam model yang akan ditolak apabila nilai dari chi square pengujian lebih kecil dibandingkan dengan standard error. Pada model pengujian regresi Random Effect, tidak diperlukan lagi kedua uji statistik Multikolinearitas dan Heteroskedastisitas. Karena pada pengujian regresi Random Effect sudah secara langsung dihilangkan Autokorelasi dan Heteroskedastisitas dan menghasilkan sebuah hasil regresi yang BLUE. Uji pelanggaran asumsi klasik yang perlu dilakukan pada metode Random Effect, yaitu uji Autokolinearitas. Autokolinearitas merupakan suatu keadaan dimana adanya korelasi antar residual variabel. Pengujian untuk pelanggaran ini dilakukan dengan menghitung dari Variance Inflation Factor (VIF), yang menunjukkan gejala multikolinearitas apabila memiliki nilai lebih dari 19. Hasil perhitungan VIF menunjukkan sebesar 1.27 menunjukkan bahwa tidak terdapat multikolinearitas dalam model penelitian. Dengan demikian, maka hasil pengujian asumsi klasik yang telah dilakukan menunjukkan tidak ada pelanggaran asumsi pada model. Oleh karena itu model ini sudah teruji baik secara statistik. 4.2.1 Dampak Perubahan Tarif Terhadap Ekspor Indonesia Hasil Estimasi koefisien tarif memiliki hasil yang sama dengan hipotesis pada bab sebelumnya. Dimana hasil dari estimasi koefisien tarif total ekspor adalah -0.302 (bernilai negatif). Hal ini mengartikan bahwa setiap kenaikan 1 persen tarif pada negara partner dagang APEC maka akan menurunkan total ekspor Indonesia ke negara partner dagang tersebut sebesar 0.302 persen. Untuk estimasi tarif total ekspor memang sejalan dengan intuisi ekonomi. Dimana tarif perdagangan merupakan hambatan dan kebijakan proteksi bagi suatu ekonomi untuk dapat menghambat pertumbuhan ekspor dari negara lain. Naiknya tarif akan memberikan perubahan langsung pada harga dari barang – barang yang diekspor dari negara lain, dengan naiknya harga barang ekspor tersebut maka permintaan akan barang ekspor tersebut akan menurun dan pada akhirnya menurunkan total ekspor dari negara lain ke negara tersebut. Jadi jika semakin tinggi tarif ekspor ke suatu negara, maka total perdagangan ekspor suatu negara semakin rendah. 4.2.2 Dampak Perubahan Variabel terkait Terhadap Ekspor Indonesia Hasil Regresi data panel secara ringkas ditampilkan pada tabel diatas. Dapat kita lihat model gravitasi yang dibentuk bekerja baik pada persamaan tersebut yang dapat dilihat pada besarnya R2. Pada umumnya model gravitasi ini menunjukkan negara – negara Asia Pasifik (APEC) lebih banyak melakukan perdagangan baik dalam ekspor ke negara yang mempunyai ukuran ekonomi yang lebih besar, letak jarak geografis yang lebih dekat serta proteksi tarif yang lebih rendah. Model gravitasi ini pada bagian sebelumnya sudah terbukti signifikan dan juga bebas dari permasalahan statistik, hipotesa ekonomi pada bab sebelumnya dan juga sejalan dengan penelitian – penelitian sebelumnya. Seperti yang telah dipaparkan dalam bagian 2.2 yang tertera dalam teori HO, bahwa setiap negara akan cenderung mengekspor komoditi yang memiliki faktor produksi yang berlimpah di negaranya. Hal ini dapat dikaitkan dengan besarnya GDP suatu negara, semakin besar suatu GDP negara maka faktor produksi pada negara tersebut akan semakin berlimpah, dan semakin berlimpahnya faktor produksi negara tersebut maka kemampuan negara tersebut untuk dapat mengekspor suatu komoditi semakin besar jumlahnya dan juga nilainya. Secara spesifik dapat terlihat dalam persamaan total ekspor, dimana besarnya nilai koefisien GDP untuk negara Indonesia adalah 1.78 dan koefisien GDP untuk negara partner dagang APEC adalah 0.324. Hal ini dapat diartikan setiap kenaikan 1 persen GDP Indonesia akan menaikkan total ekspor negara Indonesia sebesar 1,78 persen dan setiap kenaikan 1 persen GDP negara partner dagang APEC akan menaikkan total ekspor negara Indonesia sebesar 0.324 persen. Seperti yang sudah diestimasikan sebelumnya, hasil regresi untuk total ekspor menunjukkan hubungan yang negatif untuk variabel Jarak dan juga variabel tarif. Untuk nilai estimasi koefisien dari variabel jarak untuk total ekspor Indonesia secara adalah -0.0001. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin Dampak Liberalisasi ..., Maulana Muhammad, FE, 2013
jauh suatu suatu negara dari negara Indonesia sebesar 1 persen akan menurunkan kecenderungan total ekspor Indonesia ke negara tersebut sebesar 0.0001 persen. Hasil dari estimasi koefisien variabel jarak pada pengujian ini sejalan dengan intuisi ekonomi. Dimana jarak pada pengujian ini merupakan proxy dari biaya transportasi yang dikeluarkan dalam berdagang. Dan semakin besar biaya transportasi yang harus dikeluarkan suatu negara dalam berdagang akan menurunkan kecenderungan total perdagangan antar kedua negara tersebut (Tinbergen, 1962). Untuk estimasi dummy variabel FTA, menunjukkan hasil estimasi koefisien yang positif yaitu bernilai 0.263 (bernilai positif). Hal ini dapat diartikan bahwa kecenderungan negara Indonesia untuk mengekspor barang dengan negara – ekonomi APEC yang mempunyai hubungan free trade area maupun bilateral lebih besar daripada mengekspor barang ke negara tujuan yang tidak memiliki hubungan FTA maupun bilateral. Oleh karena itu juga total ekspor negara Indonesia ke ekonomi APEC masih didominasi dengan negara – negara yang memiliki hubungan perdangan khusus (FTA dan bilateral) dengan Indonesia seperti Jepang, Cina, Singapura dll. 4.3 HASIL MODEL SMART Pada subbab anaisis model SMART dibagi menjadi 2 bagian pembahasan. Pembahasan pertama adalah pembahasan mengenai hasil estimasi model SMART terhadap perubahan kreasi dan diversi perdagangan yang didapat negara Indonesia akibat adanya pemotongan tarif yang terjadi. Dan pada bagian kedua akan membahas mengenai dampak diversi perdagangan ke negara – negara lain akibat pemotongan tarif yang terjadi. 4.3.1 Kreasi Perdagangan Akibat Penghapusan Tarif Pada Ekspor Subsektor Perdagangan Indonesia Hasil estimasi model SMART telah diringkas dalam tabel dibawah ini. Secara keseluruhan pemotongan tarif pada negara tujuan ekspor Indonesia menyebabkan nilai kreasi dan diversi perdagangan yang positif bagi Indonesia dengan nilai total kreasi perdagangan 305.055,85 dan nilai diversi perdagangan 173.142,02 dengan perbandingan nilai diversi perdagangan hanya sekitar 56% dari kreasi perdagangan yang tercipta. Hal ini menunjukkan ekspor potensial Indonesia jauh lebih besar menimbulkan potensi perdagangan baru dibandingkan menyebabkan pergeseran perdagangan antar negara. Grafik 4.4 Hasil Perhitunan Efek Kreasi Perdagangan Penurunan Tarif dengan Model SMART Pada Sektor Tekstil
!"#$%&'(#")$*$+*$+',#-%./' !"#
$"#
$"#
!"#
()*+,-./-#
$"#
0-1-2-# 34,5-6#7589# %$"#
:5;/<4# =5>#?5-.-12# 7)**/-1#@525,-A41#
&"#
BC-/.-12#
'"#
&'"# %"#
%"#
D1/+52#E+-+5*# F/5+1-G# H5,)# 0C/..5#
Sumber : Diolah dari hasil perhitungan SMART WITS, Worldbank. Adapun analisa besarnya kreasi perdagangan yang terjadi berdasarkan 3 subsektor utama. Untuk subsektor tekstil, efek kreasi perdagangan yang terjadi yang menghasilkan nilai paling besar secara berurutan terjadi pada negara Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Meksiko yang secara berurutan mempunyai nilai 126.012, 70, 29.532,48, dan 10.817,63 yang masing – masing mempunyai proporsi 60%, 21%, dan 6% dari total kreasi perdagangan sektor tekstil.
Dampak Liberalisasi ..., Maulana Muhammad, FE, 2013
Grafik 4.5 Hasil Perhitunan Efek Kreasi Perdagangan Penurunan Tarif dengan Model SMART Pada Sektor Elektronik
!"#$%&'(#")$*$+*$+',-#./"0+&.' *+,-./01/$
'#$ %#$
)#$
"#$
2/3/4/$ !#$
!"#$
%#$
2513/$ 67.8/9$:8;<$ =/0/>,1/$ =8?1@7$
!$
')#$
A8B$C8/0/34$ :+,,1/3$D848./E73$
$ !(#$
F5/10/34$
'#$
G31-84$H-/-8,$ I18-3/J$
'#$
K8.+$ 251008$
Sumber : Diolah dari hasil perhitungan SMART WITS, Worldbank. Sedangkan untuk subsektor elektronik yang menghasilkan nilai efek kreasi perdagangan paling besar terjadi pada negara Thailand, Rusia dan Korea Selatan dengan masing – masing bernilai 9.262,98, 8.889,41, dan 6.926,58 yang dimana masing – masing mempunyai proporsi 26%, 19%, dan 17% dari total kreasi perdagangan sektor elektronik. Grafik 4.6 Hasil Perhitunan Efek Kreasi Perdagangan Penurunan Tarif dengan Model SMART Pada Sektor Otomotif
!"#$%&'(#")$*$+*$+',-./0/12' &"# !"# &"# !"#$"# %"# !"# $"# ("#
&"#
)*+,-./0.#
$"#
1.2.3.# $"#
1402.# 56-7.8#97:;# <./.=+0.# <7>0?6# @7A#B7./.23# 9*++0.2#C737-.D62# E4.0/.23#
'$"#
F20,73#G,.,7+# H07,2.I# J7-*# 140//7#
Sumber : Diolah dari hasil perhitungan SMART WITS, Worldbank. Sementara itu di sektor Otomotif, negara yang menghasilkan efek kreasi perdagangan yang paling besar terjadi pada negara Thailand, Vietnam dan Rusia dengan nilai berurut sebagai berikut 62.797,27, 3.110,42, 3.040,61 yang dimana masing – masing mempunyai proporsi 82%, 4%, dan 3% dari total kreasi perdagangan sektor otomotif. Dapat dilihat dari tren negara yang memiliki ekspor potensial yang besar dalam ketiga subsektor utama ekspor Indonesia merupakan negara tujuan dagang yang masih menerapkan tarif yang tinggi untuk komoditas – komoditas tersebut. Sedangkan untuk negara – negara mitra dagang Indonesia yang telah menerapkan penurunan tarif pada komoditas tersebut, sudah tidak terdapat lagi efek kreasi perdagangan karena perdagangan diantara keduanya sudah bebas hambatan dari tarif. Untuk hasil perhitungan lengkap model SMART dapat dilihat pada bagian lampiran. 4.3.2 Diversi Perdagangan Akibat Penghapusan Tarif Pada Ekspor Subsektor Perdagangan Indonesia Disamping efek kreasi perdagangan, Indonesia juga mendapat nilai trade potensial yang berasal dari pergeseran perdagangan antar negara atau efek diversi perdagangan. Dalam efek diversi perdagangan, terdapat beberapa negara yang terkena efek negatif atau kerugian dari efek diversi perdagangan diluar dari kedua negara yang terlibat langsung dari pemotongan tarif perdagangan. Hal ini terjadi karena negara mitra dagang Indonesia menggeser banyaknya volume perdagangannya dari negara lain ke negara Indonesia.
Dampak Liberalisasi ..., Maulana Muhammad, FE, 2013
Adapun dampak diversi perdagangan pada 3 subsektor utama perdagangan Indonesia terangkum dalam table berikut. Tabel 4.2 Dampak Diversi Perdagangan Sektor Tekstil Terhadap Ekonomi APEC dan non APEC (dalam 000 USD)
Sektor Tekstil Negara
Trade Diversion
Skenario Negara Tujuan
APEC
Cina
-8.032,43
Korea Selatan
APEC
Vietnam
-4.621,34
Korea Selatan
Non APEC
India
-1.464,96
Amerika Serikat
Non APEC Uzbekistan -250,88 Korea Selatan Sumber : Diolah dari hasil perhitungan SMART WITS, Worldbank. Pada sektor tekstil, efek diversi perdagangan yang besar terjadi pada skenario penurunan tarif negara Korea Selatan. Adapun negara yang terkena efek diversi perdagangan yang paling besar pada pasar tekstil di negara Korea Selatan yaitu negara Cina dan Vietnam dengan masing mempunyai nilai 8.032,43 dan 4.621,34 dan negara Uzbekistan dengan nilai efek diversi perdagangan 250,88. Hal ini dapat menunjukkan bahwa negara Cina dan Vietnam merupakan negara pesaing yang besar bagi negara Indonesia ke pada pasar Korea Selatan untuk pasar tekstil. Sedangkan untuk tujuan ekspor negara Amerika Serikat mengalami pergeseran perdagangan yang cukup besar. Negara India mengalami kerugian terbesar pada sektor tekstil akibat efek diversi perdagangan yang terjadi pada penurunan tarif di pasar negara Amerika Serikat yaitu dengan nilai efek diversi perdagangan 1464.967. Tabel 4.3 Dampak Diversi Perdagangan Sektor Elektronik Terhadap Ekonomi APEC dan non APEC (dalam 000 USD)
Sektor Elektronik Negara
Trade Diversion
Skenario Negara Tujuan
APEC
Jepang
-4.029,84
Thailand
APEC
Cina
-2.450,97
Rusia
Non APEC
Perancis
-1.008,07
Rusia
Non APEC Inggris -111,61 Australia Sumber : Diolah dari hasil perhitungan SMART WITS, Worldbank. Pada sektor elektronik, efek diversi perdagangan yang besar terjadi pada skenario penurunan tarif negara Rusia. Adapun negara yang terkena efek diversi perdagangan yang paling besar pada pasar tekstil di negara Korea Selatan yaitu negara Cina dan Perancis dengan masing mempunyai nilai 2.450,97 dan 1.008,07. Hal ini dapat menunjukkan bahwa negara Cina dan Perancis merupakan negara pesaing yang besar bagi negara Indonesia ke pada pasar Korea Selatan untuk pasar elektronik. Selain itu pada pasar tekstil tujuan pasar penurunan tarif Thailand mengalami efek diversi perdagangan yang paling besar pada sektor elektronik. Negara Jepang mengalami kerugian dari efek diversi perdagangan sebesar 4.029,84 pada pasar negara Thailand yang menggeser impor perdagangannya ke negara Indonesia. Negara Inggris juga mengalami kerugian, tetapi masih relatif kecil dibanding negara lain pada efek diversi perdagangan pasar elektronik. Diversi perdagangan yang diterima negara inggris pada pasar negara Australia untuk sektor elektronik adalah sebesar 111,61. Tabel 4.4 Dampak Diversi Perdagangan Sektor Otomotif pada Ekonomi APEC dan Non APEC (dalam 000 USD) Sektor Otomotif Negara
Trade Diversion
Skenario Negara Tujuan
APEC
Jepang
-43.483,26
Thailand
APEC
Filipina
-8.034,34
Thailand
Non APEC
Jerman
-3.768,75
Thailand
Dampak Liberalisasi ..., Maulana Muhammad, FE, 2013
Non APEC Negara Asia lain -250,71 Kanada Sumber : Diolah dari hasil perhitungan SMART WITS, Worldbank. Pada sektor otomotif, efek diversi perdagangan yang besar terjadi pada skenario penurunan tarif negara Thailand. Adapun negara yang terkena efek diversi perdagangan yang paling besar pada pasar otomotif di negara Thailand yaitu negara Jepang, Filipina, dan Jerman dengan masing mempunyai nilai 43.483,26, 8.034,34 dan 3.768,75. Hal ini dapat menunjukkan bahwa negara Jepang, Filipina dan Jerman merupakan negara pesaing yang besar bagi negara Indonesia ke pada pasar Thailand untuk pasar otomotif. Sedangkan untuk tujuan ekspor negara Kanada mengalami pergeseran perdagangan relatif kecil. Negara – Negara Asia lainnya mengalami sedikit kerugian pada sektor otomotif akibat efek diversi perdagangan yang terjadi pada penurunan tarif di pasar negara Kanada dengan nilai efek diversi perdagangan 250,71. Dari hasil dari negara – negara yang terkena efek diversi perdagangan karena pengurangan tarif pada negara tujuan ekspor Indonesia, kita dapat bahwa sebagian besar efek diversi perdagangan dihasilkan dari skenario penurunan tarif pada negara tujuan ekspor yang masih memiliki tarif yang masih tinggi pada subsektor tujuan ekspor yang dalam hal ini adalah sektor tekstil, elektronik dan otomotif. 5.SIMPULAN Berdasarkan dari hasil uji temuan empiris dan juga pengolahan data hasil penelitian, sesuai dengan bab sebelumnya menggunakan regresi data panel dengan menggunakan metode Random Effect, maka hasil dari penelitian ini untuk menjawab pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut : 1.
2.
Hasil uji model total ekspor secara aggregat pada model gravitasi menunjukkan variabel utama penelitian yaitu tarif secara signifikan menjadi faktor penghambat dalam perdagangan bilateral antar ekonomi APEC. Sesuai dengan temuan empiris selama ini, semakin rendah tarif maka pertumbuhan ekspor dari negara Indonesia yang dalam hal ini pengekspor semakin tinggi. Tetapi perubahan tarif yang terjadi bersifat inelastis dalam setiap perubahan persentasenya. Selain tarif, faktor penghambat perdagangan antar negara Asia Pasifik adalah jarak antar kedua negara yang berdagang, dimana semakin jauh kedua negara yang berdagang maka total ekspor dari satu negara ke negara lainnya akan semakin kecil. Adapun faktor pendorong terbesar dalam total ekspor Indonesia ke ekonomi APEC adalah GDP dari Indonesia itu sendiri dan faktor penarik yang terbesar adalah GDP dari negara partner dagang Indonesia di negara – ekonomi APEC. Adanya hubungan perdagangan Indonesia dengan negara partner dagang juga mempunyai peran yang cukup penting dalam mempengaruhi pertumbuhan total ekspor negara Indonesia ke ekonomi APEC. Dengan dilakukannya liberalisasi perdagangan atau penghapusan tarif terbukti dapat meningkatkan pertumbuhan ekspor Indonesia ke negara – ekonomi APEC. Setelah melihat dampak penghapusan tarif terhadap total ekspor dari Indonesia ke ekonomi APEC, hasil model SMART mengenai kreasi dan diversi pedagangan menjelaskan jika liberalisasi perdagangan dilakukan pada pasar yang terpisah (subsektor tertentu) dan pada skema perdagangan bilateral. Efek total perdagangan yang terbesar terjadi untuk pasar tekstil terjadi pada skema penghapusan tarif pada pasar Korea Selatan, untuk pasar elektronik pada penghapusan tarif pada pasar Thailand dan pasar Otomotif pada pasar Thailand. Hal ini mengindikasikan bahwa Korea Selatan merupakan potensi pasar yang besar bagi Indonesia dalam sektor tekstil dan Thailan merupakan potensi pasar yang besar untuk sektor elektronik dan otomotif. Adapun negara yang menjadi negara pesaing perdagangan Indonesia dengan negara – ekonomi APEC adalah Cina dan India untuk sektor tekstil, negara Jepang dan Perancis untuk sektor elektronik, serta negara Jepang dan Jerman untuk sektor otomotif. Negara pesaing dalam perdagangan dengan ekonomi APEC ini dapat dilihat dari nilai diversi perdagangan yang besar yang dialami oleh negara – negara tersebut akibat adanya penghapusan tarif Indonesia dengan negara – ekonomi APEC. Namun walaupun menciptakan efek diversi perdagangan, efek kreasi perdagangan yang dihasilkan mempunyai nilai jauh lebih besar atau hampir dua kali lipat dari nilai diversi yang tercipta. Ini menandakan dengan melakukan liberalisasi perdagangan Indonesia dengan negara – ekonomi APEC pada ketiga sektor tersebut akan menghasilkan perdagangan di dunia semakin baik.
Dampak Liberalisasi ..., Maulana Muhammad, FE, 2013
5.1 Keterbatasan Penelitian Sekalipun hasil model secara keseluruhan telah signifikan, tetapi jumlah observasi menjadi berkurang akibat terbatasnya kelengkapan data yang ada. Terutama pada variabel utama yang diteliti dampaknya dalam mempengaruhi perubahan total ekspor yaitu tarif, kelengkapan data setiap tahunnya sangat terbatas sehingga mengurangi hasil observasi. Jenis tarif yang digunakan juga dapat bermacam – macam untuk setiap komoditas, oleh karena keterbatasan kemampuan penulis dalam mengumpulkan data sehingga data yang digunakan adalah tarif untuk total perdagangan atau aggregat ekspor dengan tarif simple average dari komoditas secara keseluruhan. Dalam estimasi metode SMART juga mengalami keterbatasan dalam skenario penurunan tarif secara aggregat satu ekonomi APEC. Karena keterbatasan dari model SMART ini skenario untuk penurunan tarif subsektornya dilakukan secara bilateral antar kedua negara yang berdagang saja. Padahal selain melihat secara bilateral, hasil estimasi secara keseluruhan ekonomi APEC juga penting dalam penurunan tarif di setiap subsektor yang ada. 5.2 Saran Untuk penelitian mengenai liberalisasi perdagagan APEC dengan Indonesia terhadap ekspor Indonesia, sebaiknya untuk melakukan estimasi dampak tarif terhadap total ekspor Indonesia ke ekonomi APEC menggunakan beberapa estimasi jenis tarif sehingga mempunyai perbandingan antara estimasi hasil yang satu dengan yang lainnya karena sangat mungkin mendapatkan hasil yang berbeda menggunakan jenis tarif yang berbeda. Dan untuk penggunaan model SMART sebaiknya dilihat secara lebih luas lagi dampak dari penurunan tarif perdagangan di ekonomi APEC seperti melihat dampak terhadap tarif revenue dan kesejahteraan karena semua hal itu berkaitan. Dari hasil penelitian ini juga bisa menghasilkan rekomendasi kebijakan pemerintah dalam liberalisasi perdagangan Indonesia dengan negara – negara di ekonomi APEC. Hasil estimasi menunjukkan bahwa pengaruh tarif secara signifikan meghambat potensi perdagangan negara Indonesia dengan negara – ekonomi APEC. Lebih dalam lagi untuk negara – negara yang mempunyai total efek perdagangan terbesar dalam dampak penurunan tarif dapat menjadi pilihan utama Indonesia dalam meliberalisasi perdagangannya dengan negara tersebut. DAFTAR PUSTAKA APEC. (2012). APEC Profile, Maret 2013. APEC Official Website.
APEC. (2013). APEC Press, Maret 2013. APEC Official Website. APEC Policy Support Unit. (2013). Research and Policy Analytical Reports, 2013. APEC Official Website. APEC Statistics. (2013). Bilateral Linkages Data, 2013. APEC Statistics Official Website. Ahmed, Shahid & Jamia Millia Islamia. (2010). India – Korea Selatan CEPA : Potentials and Realities. MPRA Paper No. 26206. Benedictis, Luca de & Claudio Vicarelli. (2004). Trade Potentials in Gravity Panel Data Models. University of Macerata. Italy. Bhacetta, et al. (2012). A Practical Guide to Trade Policy Analysis. World Trade Organization. Geneva. Bhattacharya, Swapan K & Biswa N Bhattacharyay. (2007). Gains and Losses of India – Cina Trade Cooperation – A Model gravitasi Impact Analysis. CESifo Working Paper No.1970. CEPII. (2013). Geography Distance Database, 2013. CEPII Official Website. Cortes, M. (2007). Composition of Trade between Australia and Latin America : Model gravitasi. Faculty of Business-Economics Working Papers. Ernst, Christoph & Ralf Peters. (2011). Employment Dimension of Trade Loberalization with Cina : Analysis of the Case Indonesia With Dynamic social Accounting Matrix. United Nations Conference on Trade and Development. Geneva Gujarati, D. (2003). Basic Econometrics (4 ed.). Singapura: McGraw-Hill. Hammouda, et al. Asessing the Consequences of Economic Partnership Agreement on the Ethiopian Economy. United Nations Economic Comission for Africa. Krugman, P.R & Obstfeld, M. (2000). Ekonomi Internasional : Teori dan Kebijakan (edisi kelima). PT. Gramedia. Jakarta. Lee, Hyun-hoon & Jung Hur. (2009). Trade Creation in the APEC Region : Measurement of the Magnitude of and Change in Intra-regional Trade Since APEC’s Inception. APEC Policy Support Unit. Markusen, James R, et al. (1995). International Trade, Theory and Evidence. New Yor : McGraw Hill. Dampak Liberalisasi ..., Maulana Muhammad, FE, 2013
McIntyre, Meredith A. (2005). Trade Integration in East African Community : An Asessment for Kenya. International Monetary Fund Working Paper 143. Melchior, Arne & Ashild Johnsen. (2009). Trade Bariers and Export Potential : Gravity Estimates for Norway’s Export. Ministry of Trade and Industry Norway. Oslo. Olivier, James & Marcelo Olarreaga. (2005). Explaining SMART and GSIM. The World Bank. Rahman, Mohammad Masudur & Laila Arjuman Ara. (2010). Bangladesh Trade Potential : a Dynamic Gravity Approach. Journal of International Trade Law & Policy 9.2. Roberts, Benjamin A. (2004). The Proposed Cina – ASEAN Free Trade Area. The International Trade Journal Volume 18 No.4. Saptanto, Subhechanis. (2009). Analisis Model Ekspor Perikanan Indonesia (Suatu Pendekatan Model gravitasi). Tesis Ilmu Ekonomi Pasca Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Alih Bahasa : Haris Munandar. Penerbit Erlangga. Jakarta. Smith, Adam. 2000. An inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations (The Wealth of Nations). New York : The Modern Library. Tinbergen, J. (1962). Shaping the World Economy-Suggestions for an International Economic Policy. The Twentieth Century Fund. United Nations Commodity Trade. (2013). UNCOMTRADE Database, 2013. UNCOMTRADE Official Website. World Trade Organization. (2013). WTO International Trade Statistic, 2013. WTO Official Website. < http://www.wto.org/english/res_e/statis_e/statis_e.htm> World Bank. (2013). World Development Indicators, 2013. World Bank Official Website. < http://data.worldbank.org/data-catalog/world-development-indicators> WITS, Worldbank. (2012). WITS Simulation Tool, 2013. WITS Worldbank Official Website. Wooldrige, J.M. (2002). Econometric Analysis of Cross Section and Panel Data. The MIT Press CambridgeMassachusetts. London (Hal 67).
Dampak Liberalisasi ..., Maulana Muhammad, FE, 2013