Analisis Faktor-Faktor Makro Ekonomi dan Demografi Terhadap Fungsi Permintaan Asuransi Jiwa di Indonesia Prihantoro1, Imam Basuki2, Kasir Iskandar3 Dosen Pascasarjana Universitas Gunadarma, Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan AAMAI1 E-mail:
[email protected] Sekretaris Dewan Pengurus AAMAI, President Director KIS Aktuaria2 E-mail :
[email protected] Ketua Komisi Penguji Sektor Jiwa AAMAI3 E-mail :
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis faktor-faktor determinat fungsi permintaan asuransi jiwa di Indonesia. Model penelitian yang digunakan mengacu pada model penelitian Outreville (1996) yang telah dikembangkan oleh Arena (2006) dan Nesterova (2008). Motivasi utama penelitian ini didasarkan pada fenomena pertumbuhan dan kontribusi asuransi jiwa di Indonesia yang pesat. Variabel penelitian independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat pertumbuhan produk domestik bruto, tingkat inflasi, tingkat bunga tabungan, tingkat pertumbuhan sektor keuangan (representasi dari jumlah M2 terhadap pdb), tingkat pendidikan dan dependency ratio. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah penetrasi asuransi jiwa terhadap produk domestik bruto (life insurance penetration). Data penelitian menggunakan data sekunder selama lima tahun (2006 – 2011), yang dianalisis dengan metode statistik multiple regression, dengan software komputer SPSS ver 19.0. Berdasarkan analisis terhadap pengaruh seluruh variabel yang dibahas dalam penelitian, serta berbagai data pendukungnya, maka fungsi permintaan asuransi pada industri jiwa yang direpresentasikan dengan life insurance penetration di Indonesia dalam kondisi perekonomian yang relative stabil dengan tingkat pertumbuhan yang normal (ceteris paribus) cenderung akan mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 19.3%. Beberapa faktor utama (determinant factor) yang perlu diperhatikan oleh industri asuransi jiwa dalam meningkatkan permintaan produk asuransi adalah tingkat produk domestik bruto, tingkat pendidikan masyarakat, tingkat pertumbuhan sektor keuangan dan tingkat bunga tabungan (berpengaruh positif signifikan). Sedangkan faktor lain yang juga memerlukan pertimbangan adalah tingkat inflasi dan dependency ratio penduduk (berpengaruh negative signifikan). Dalam penetapan kebijakan pemasaran produk asuransi jiwa secara regional pada setiap kabupaten/kota, industri asuransi jiwa dapat menggunakan data produk domestik regional bruto. Faktor lain yang juga perlu dipertimbangkan adalah tingkat pendidikan penduduk pada setiap daerah kabupaten/kota yang menjadi target dan sasaran pemasaran produknya. Sehingga industri asuransi jiwa dapat secara tepat menerapkan berbagai kebijakan premi dan target penjualan produk asuransinya. 16 | P a g e
Kata kunci: determinant factor, life insurance penetration, fungsi permintaan asuransi jiwa 1. Pendahuluan Industri Perasuransian merupakan salah satu bentuk Lembaga Keuagan Non Bank yang berperan menjadi salah satu pilar perekonomian nasional. Peran tersebut terkait dengan kemampuannya sebagai lembaga penerima pemindahan risiko (transfer of risk) masyarakat serta lembaga penghimpun dan penyerap akumulasi dana masyarakat. Konsep tersebut sejalan dengan beberapa hasil studi dan penelitian empiris yang telah dilakukan pada beberapa negara lain di Asia yang menunjukkan bahwa, industri asuransi menjadi salah satu pilar dalam pertumbuhan ekonomi (Soo, 1999; Webb, 2000; Ward dan Zurbrueeg, 2000; Hwang dan Greenford, 2005; Feyen et al, 2011). Hasil studi empiris yang dilakukan oleh Zhu (1999), Hwang dan Gao (2003), serta Hwang dan Greenford (2005) menunjukkan bahwa pertumbuhan industri perasuransian di China memberikan kontribusi yang sangat signifikan terhadap perkembangan ekonomi makro negara tersebut. Menurut hasil penelitian Beck dan Levine (2004), serta Arena (2006) negara-negara dengan memiliki tingkat pertumbuhan industri asuransi berpengaruh secara positif terhadap faktor produksi, tabungan dan akumulasi modal investasi. Berdasarkan analisis terhadap beberapa indikator perkembangan industri perasuransian Indonesia dalam kurun waktu 2006 – 2011 menunjukkan bahwa sektor asuransi jiwa memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perkembangan industri perasuransian Indonesia. Hal tersebut terlihat dari beberapa indikator kontribusi asuransi jiwa terhadap perkembangan bisnis industri perasuransian nasional dalam periode enam tahun terakhir yang meliputi (1) total kekayaan (assets) asuransi jiwa dengan kontribusi rata-rata sebesar 46,5%; (2) tingkat rata-rata pertumbuhan kekayaan (assets) asuransi jiwa dengan kontribusi 33%; serta, (3) tingkat rata-rata pertumbuhan premi dengan kontribusi sebesar 22,4%. Berdasarkan hal tersebut studi empiris faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi permintaan asuransi jiwa di Indonesia merupakan salah satu bahan diskusi yang menarik.
17 | P a g e
Pertumbuhan bisnis dan permintaan asuransi jiwa menurut beberapa studi empiris yang telah dilakukan terdahulu dipengaruhi oleh peningkatan kondisi sosial, perubahan demografi dan perkembangan ekonomi makro (Lewis, 1989; Bernheim, 2001; Lind dan Grace, 2006; Nestrova, 2008; serta Celik dan Kayali, 2009). Hasil studi empiris Ward dan Zurbruegg (2002) di negara-negara yang tergabung dalam Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) menunjukkan bahwa, terdapat hubungan kausalitas yang signifikan antara pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan asuransi jiwa. Menurut studi Webb et al (2002) perkembangan ekonomi makro dapat digunakan sebagai predictor variable dalam melakukan analisis permintaan asuransi jiwa. Berdasarkan analisis terhadap beberapa studi empiris terdahulu dari Ward dan Zurbruegg (2002), Web et al (2002), serta Kugler dan Ofoghi (2006) fungsi permintaan industri asuransi jiwa dipengaruhi oleh pertumbuhan dan peningkatan Gross Domestic Product (GDP). Beberapa studi yang terdahulu dan kajian teoritis menunjukkan bahwa, fungsi permintaan (demand function) asuransi jiwa merupakan representasi beberapa indikator, meliputi (1) Life insurance penetration, yaitu rasio jumlah premi asuransi jiwa dibandingkan dengan tingkat Product Domestic Bruto (Ward dan Zurbruegg, 2002; Web et al, 2002; Beck, 2002). (2) Life insurance density, yaitu rasio jumlah premi asuransi jiwa dibandingkan dengan jumlah penduduk (Ward dan Zurberegg, 2000; Beck, 2002; Lind dan Grace, 2006; Kugler dan Ofoghi, 2006; Nestrova, 2008). (3) Life insurance in private saving, yaitu rasio jumlah premi asuransi terhadap jumlah tabungan masyarakat (Web et al, 2002; Beck, 2002; Kugler dan Ofoghi, 2006). Laporan Perasuransian (2011) menunjukkan bahwa tingkat penetrasi asuransi jiwa di Indonesia yang dicerminkan oleh rasio premi bruto asuransi jiwa terhadap Product Domestic Bruto (PDB), dalam periode tahun 2006 – 2011 secara berurutan adalah sebesar 0.82% tahun 2006, 1,15% tahun 2007, 1,01% tahun 2008, 1,10% tahun 2009, serta 1,13% tahun 2010. Berdasarkan data tersebut tingkat penetrasi asuransi jiwa (life insurance penetration) tertinggi diraih pada tahun 2011 yaitu sebesar 1,19%, dengan tingkat pertumbuhan premi sebesar 40%. Tingkat pertumbuhan premi pada tahun 2011 tersebut merupakan tingkat pertumbuhan yang tertinggi dalam periode tahun 2006 – 2011. Deskripsi selengkapnya perkembangan penetrasi, density dan kontribusi asuransi jiwa disajikan pada gambar 1. 18 | P a g e
Pada gambar 1., ditunjukkan perkembangan nilai life insurance density yaitu perbandingan nilai premi bruto yang berhasil dikumpulkan oleh industri asuransi jiwa dengan jumlah penduduk tahun 2006 - 2010. Tingkat life insurance density tertinggi selama periode lima tahun tersebut dicapai pada tahun 2010 yaitu sebesar Rp. 315.844,00. Besarnya life insurance density mencerminkan rata-rata setiap penduduk di Indonesia mengeluarkan dana sebesar Rp. 315.844,00 untuk membayar premi asuransi jiwa. Indikator fungsi permintaan lainnya adalah tingkat life insurance in private saving, yang mencerminkan besarnya prosentase nilai premi asuransi jiwa dibandingkan dengan tabungan masyarakat. Besarnya life insurance in private saving pada tahun 2010 adalah sebesar 12.29%, kondisi tersebut mencerminkan bahwa jumlah dana yang dialokasikan oleh masyarakat untuk membayar premi asuransi jiwa sebesar 12.29% dari jumlah dana yang ditabung di bank.
8.18%
10.38%
10.02%
12.63%
12.29%
12.87%
123.4
202.8
220.6
266.9
315.8
425.7
0.82%
1.15%
1.01%
1.10%
1.13%
1.19%
Insr Penetration
Sumber: -
Insr Density
Insr Contrbution Saving
Laporan Perasuransian 2010 (Bapepam LK) Statistik Ekonomi Indonesia, Maret 2012 (Biro Pusat Statistik)
Gambar 1. Grafik Perkembangan Penetrasi Asuransi, Insurance Density dan Kontribusi Premi Asuransi Terhadap TabunganIndonesia (2006-2011) Hasil analisis terhadap tingkat penetrasi, density dan kontribusi asuransi jiwa (gambar 1.) menunjukkan bahwa peningkatan dan pertumbuhan asuransi jiwa di Indonesia sampai dengan sekarang masih belum mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perkembangan perekonomian nasional. Sehingga materi penelitian
19 | P a g e
yang menarik adalah analisis faktor-faktor makro ekonomi dan demografi terhadap fungsi permintaan asuransi jiwa di Indonesia. 2. Studi Empiris Fungsi Permintaan Asuransi Jiwa Studi Ward dan Zurbruegg (2002) melakukan analisis terhadap fungsi permintaan asuransi jiwa di 37 negara yang tergabung dalam Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dan Asia, periode 1987 – 1998. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat elastisitas pendapatan terhadap permintaan asuransi jiwa di Asia bersifat elastis. Hal ini ditunjukkan oleh pengaruh peningkatan income per kapita sebesar 10,0%, akan mendorong peningkatan konsumsi asuransi jiwa sebesar 13,13%, sedangkan untuk negara-negara yang tergabung dalam OECD (selain Asia) bersifat inelastis. Hasil penelitian Ward dan Zurbruegg (2002) juga menunjukkan bahwa peningkatan inkome per kapita di beberapa negara di Asia seperti Indonesia, Bangladesh, Myanmar dan Thailand masih belum mampu mendorong pertumbuhan permintaan asuransi jiwa, seperti yang ditunjukkan di negara-negara Asia lainnya. Studi yang dilakukan Arena (2006) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang saling berpengaruh (causal relationship) antara pertumbuhan makro ekonomi dan perkembangan asuransi jiwa. Studi tersebut dilakukan dengan menerapkan metode panel terhadap 56 negara dengan menggunakan data historis selama 28 tahun (1976 – 2004). Variabel utama yang digunakan oleh Arena (2006) mengacu pada penelitian Outreville (1996), yaitu (1) faktor ekonomi makro, yang meliputi tingkat product domestic bruto, tingkat inflasi, dan tingkat bunga tabungan masyarakat; (2) faktor demografi, yang meliputi tingkat pendidikan dan tingkat urbanisasi. Rekomendasi yang diberikan oleh Arena (2006) terhadap penelitian lanjutan untuk menganalisis fungsi permintaan adalah penambahan faktor tingkat bunga saving deposit untuk variabel makro ekonomi serta dependency ratio, yaitu faktor rasio ketergantungan anggota keluarga baik yang masih berusia muda ataupun usia lanjut. Penelitian lanjutan yang mengacu pada model yang dikembangkan oleh Arena (2006) dilakukan Heiss dan Sumegi (2008). Riset yang dilakukan oleh Heiss dan Sumegi (2008) menggunakan metodologi panel terhadap 29 negara Eropa periode tahun 1992 – 2005 menunjukkan bahwa, asuransi sektor jiwa berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi 15 negara Eropa. Penelitian yang dilakukan oleh Heiss dan
20 | P a g e
Sumegi (2008) tersebut menunjukkan bahwa variabel dependency ratio tidak signifikan berpengaruh terhadap fungsi permintaan asuransi jiwa. Studi lain yang dilakukan oleh Nesterova (2008) menunjukkan bahwa, fungsi permintaan asuransi jiwa secara signifikan dipengaruhi oleh variabel makro ekonomi dan variabel demografi. Sedangkan variabel institusional, yang meliputi stabilitas politik serta efisiensi dan korupsi pemerintah pada fungsi permintaan asuransi jiwa berpengaruh tidak signifikan. Kontribusi utama yang diberikan oleh Nesterova (2008) adalah melakukan penelitian dengan menggunakan data historis 11 tahun terhadap 14 negara di Eropa Timur (cross country analysis). Rekomendasi penelitian yang diajukan oleh Nesterova (2008) adalah penggunaan model penelitian Outreville (1996) yang telah disempurnakan oleh Arena (2006). Hasil analisis dan kajian terhadap beberapa penelitian terdahulu dalam bidang fungsi permintaan asuransi jiwa seperti Outreville (1996), Ward dan Zurbruegg (2002), Arena (2006), Heiss dan Sumegi (2008) serta Nesterova (2008), menunjukkan bahwa model penelitian yang direkomendasikan untuk melakukan analisis fungsi permintaan asuransi jiwa mengacu pada model penelitian Outreville (1996) yang telah dikembangkan oleh Arena (2006), serta disempurnakan oleh Nesterova (2008). Hasil penelitian Ward dan Zurbrueeg (2002) yang menggunakan data tahun 1987 – 1988, menunjukkan bahwa Indonesia peningkatan income per kapita masyarakat masih belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan industri asuransi jiwa dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya. Hasil penelitian Ward dan Zurbruegg (2002) tersebut memperkuat motivasi penelitian ini untuk melakukan analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap fungsi permintaan asuransi jiwa di Indonesia. Berdasarkan pada fenomena dan motivasi penelitian, serta rekomendasi penelitian yang menganalisis fungsi permintaan asuransi jiwa maka perumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah Analisis Pengaruh Makro Ekonomi dan Demografi Terhadap Fungsi Permintaan Asuransi Jiwa di Indonesia, Periode Tahun 2006-2011. Model penelitian yang digunakan mengacu pada model penelitian Outreville (1996) yang telah dikembangkan oleh Arena (2006) dan Nesterova (2008).
21 | P a g e
3. Metodologi Penelitian Penelitian ini bermaksud untuk menguji pengaruh variabel makro ekonomi dan variabel demografi terhadap fungsi permintaan asuransi jiwa di Indonesia. Variabel ekonomi makro yang digunakan dalam penelitan ini berperan sebagai variabel bebas (independent variables), serta mengacu pada studi dari Ward dan Zurgbruegg (2002) serta penelitian Nesterova (2008), meliputi produk domestik bruto (PDB) per kapita, inflasi, tingkat bunga, dan rasio jumlah uang beredar terhadap PDB. Variabel demografi yang digunakan dalam penelitian ini berperan sebagai variabel bebas (independent variables), serta mengacu pada studi Nesterova (2008), meliputi tingkat pendidikan dan dependency ratio. Fungsi permintaan asuransi jiwa yang digunakan sebagai variabel terikat (dependent variable) dalam penelitian ini mengacu pada studi yang dilakukan oleh Ward dan Zurbruegg (2002), Web et al, (2002), Beck (2002), Lind dan Grace (2006), Kugler dan Ofoghi (2006), serta Nestrova (2008), yaitu life insurance penetration. Unit analisis dalam penelitian ini adalah industri asuransi jiwa yang merupakan kumpulan dari beberapa perusahaan asuransi jiwa. Dilihat dari periode waktu (time horizon), penelitian ini bersifat cross section, yaitu informasi dari berbagai sumber secara empiris langsung dikumpulkan, dengan tujuan untuk mengetahui obyek yang sedang diteliti (Sekaran, 2000; Boudreau, et al., 2004).
3.1. Sumber Data Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari beberapa sumber, yaitu Laporan Perasuransian Indonesia, yang berisi Kegiatan Operasional dan Aktivitas Perusahaan Asuransi dan Reasuransi Jiwa dan Kerugian yang beroperasi di Indonesia,
tahun
2010
(Bapepam
–
LK,
2010):
http://www.bapepam.go.id/perasuransian.
Statistik Kependudukan Indonesia, 2006-2011 (Biro Pusat Statistik, Desember 2011); http://www.bps.go.id. Statistik Perbankan Indonesia, 2006-2011 (Bank Indonesia, Desember 2011); http://www.bi.go.id.
22 | P a g e
Population and Development Report Periode 2006-2011 (World Bank, November 2011); http://data.worldbank.org/indicator/SP.POP.DPND.
3.2. Variabel Penelitian Variabel dependent yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan indikator life insurance penetration, sebagai proxy terhadap fungsi permintaan asuransi jiwa. Indikator life insurance penetration menggambarkan tingkat konsumsi asuransi jiwa masyarakat dan pertumbuhan ekonomi makro yang dicerminkan oleh produk domestic bruto (PDB). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ward dan Zurbruegg (2002) dan Nesterova (2008). Variabel independent yang digunakan dalam penelitian ini meliputi variabel makro ekonomi dan variabel demografi. Deskripsi variabel makro ekonomi dalam penelitian ini mengacu pada penelitian Ward dan Zurgbruegg (2002) serta penelitian Nesterova (2008), meliputi produk domestik bruto (PDB) per kapita, inflasi, tingkat bunga, dan rasio tabungan masyarakat terhadap PDB. Deskripsi variabel demografi dalam penelitian ini mengacu pada studi Nesterova (2008), yaitu tingkat pendidikan dan dependency ratio. Tingkat Pertumbuhan PDB per kapita Tingkat PDB per kapita merupakan faktor terpenting yang berpengaruh terhadap fungsi permintaan asuransi jiwa. Menurut Global Competitiveness Report (2011) dari World Economic Forum (WEF-UNO), PDB per kapita menunjukkan kemampuan dan daya beli masyarakat suatu negara untuk berkonsumsi. Sehingga PDB per kapita merupakan salah satu indikator yang menggambarkan tingkat kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat suatu negara (Ward dan Zurbruegg, 2002; Beck, 2002; Lind dan Grace, 2006; Kugler dan Ofoghi, 2006; Nesterova, 2008). Laju pertumbuhan ekonomi diukur melalui perkembangan PDB per kapita yang dalam penelitian ini menggunakan data laporan Biro Pusat Statistik periode tahun 2006 – 2011.
23 | P a g e
Inflasi Inflasi sangat terkait dengan penurunan kemampuan daya beli, baik individu maupun perusahaan, sehingga kecenderungan naiknya tingkat harga disebut gejolak inflasi (Lipsey, 1992). Menurut Nopirin (1990), Lipsey (1992) dan Nesterova (2008) metode yang digunakan untuk mengukur inflasi adalah harga umum, angka deflator (deflator rate), indeks harga umum (IHK), harga pengharapan (expecting price), indeks dalam dan luar negeri. Menurut beberapa penelitian terdahulu dari Outreville (1996), Beck dan Web (2002), Ward dan Zurbruegg (2002), sert Lie et al. (2007), menunjukkan bahwa tingkat inflasi merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh negatif terhadap fungsi permintaan asuransi jiwa. Variabel tingkat inflasi yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada studi terdahulu dari Beck dan Webb (2002) dan Nesterova (2008) dengan menggunakan nilai inflasi harga yang berlaku di Indonesia periode tahun 2006 – 2011, dari Biro Pusat Statistik (BPS). Tingkat Bunga (Interest Rate) Tingkat bunga merupakan salah satu faktor yang utama bagi perusahaan asuransi jiwa, karena tingkat bunga akan merefleksikan besarnya return dana investasi yang akan diperoleh perusahaan. Sehingga semakin tinggi tingkat bunga akan mendorong naiknya profitabilitas perusahaan asuransi, dan selanjutnya akan meningkatkan keuntungan nasabah asuransi jiwa. Sehingga pertumbuhan tingkat bunga akan berpengaruh positif terhadap fungsi permintaan asuransi jiwa (Beck dan Web, 2002). Variabel tingkat bunga yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan nilai rata-rata tingkat bunga tabungan perbankan nasional periode 2006-2011, yang sesuai dengan metode penelitian yang dilakukan oleh Nesterova (2008).
Pertumbuhan Sektor Keuangan Rekomendasi penggunaan variabel pertumbuhan sektor keuangan untuk dianalisis sebagai determinan fungsi permintaan asuransi jiwa diajukan oleh Outreville (1996), Beck dan Web, (2002), Lin dan Grace (2006), serta Lien et al., (2007). Indikator pertumbuhan sektor keuangan merupakan prosentase pertumbuhan 24 | P a g e
permintaan uang dari setiap unit output. Indikator tersebut dipresentasikan melalui perbandingan jumlah uang beredar dalam arti luas (broad money atau M2) terhadap produk domestik bruto (PDB). Peningkatan permintaan uang akan menjadi stimulus peningkatan aktivitas dan return kegiatan investasi (Outreville, 1996 dan Masci, 2007). Tingkat Pendidikan Menurut hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa, tingkat pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap fungsi permintaan asuransi jiwa. Hal ini disebabkan karena meningkatnya level
pendidikan masyarakat akan
memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan terhadap manfaat dan peran asuransi jiwa dalam memberikan perlindungan risiko (Ward dan Zurbruegg, 2002; Web et al, 2002; Lie et al., 2007; serta Nestrova, 2008). Menurut Lie et al., (2007) tingkat pendidikan masyarakat merupakan representasi dari rata-rata jangka waktu (periode) pendidikan yang ditempuh oleh penduduk, dari setiap jenjang pendidikan. Sedangkan menurut Nesterova (2008) indikator tingkat pendidikan masyarakat dihitung dengan metode yang sesuai dengan standard UNDP-UNO (United Nation Development Program – United Nation Organizations). Data yang digunakan diperoleh dari laporan tahunan Human Development Index (HDI), dalam formula prosentase angka partisipasi kasar dan prosentase angka partisipasi murni pendidikan yang dikeluarkan oleh Biro Pusat Statistik tahun 2006 – 2011. Dependency Ratio Dependency ratio adalah rasio dari ketergantungan penduduk yang berusia dibawah 15 tahun dan berusia diatas 64 tahun, terhadap angkatan kerja (World Bank Report, 2011). Hasil studi Lewis (1989) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara dependency ratio penduduk dengan fungsi permintaan asuransi jiwa. Menurut Laporan World Bank (2011), metode yang digunakan untuk menghitung dependency ratio dilakukan dengan menentukan nilai prosentase jumlah angkatan kerja dengan jumlah populasi sesuai dengan tingkatan umur. Data yang digunakan untuk menentukan indikator dependency ratio dalam penelitian ini diperoleh dari Laporan Tahunan World Bank periode 2006 – 2011 (World Bank Report, 2011). 25 | P a g e
3.3. Analisis Data Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kuantitatif, untuk memperkirakan secara kuantitatif pengaruh dari beberapa variabel Independen secara bersama‐sama maupun secara sendiri‐sendiri terhadap variabel dependen. Hubungan fungsional antara satu variabel dependen dengan variabel independen dapat dilakukan dengan regresi berganda dan menggunakan data gabungan antara cross section dan time series. Metode analisis yang digunakan adalah regresi, yang bertujuan untuk menentukan faktor determinant fungsi permintaan asuransi jiwa sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Ward dan Zurgbruegg (2002), Beck dan Webb (2002), Lind dan Grace (2006), Kugler dan Ofoghi (2006), serta Nesterova (2008). Penelitian ini menganalisis 7 variabel, yaitu pertumbuhan produk domestic bruto per kapita (pdb), tingkat inflasi (Infl), tingkat bunga (Int), dependency ratio (depend), pertumbuhan sektor keuangan (keu), tingkat pendidikan (pend), serta permintaan asuransi jiwa (Y). Koefisien dan δ merupakan koefisien regression weight, serta merupakan disturbance term (error).
4. Pengujian Data Penelitian 4.1. Uji Asumsi Klasik Analisis data yang dilakukan yaitu analisis regresi berganda dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS for windows versi 15.0. Untuk mendapat estimasi yang terbaik, terlebih dahulu data sekunder tersebut harus dilakukan pengujian asumsi regresi klasik, yaitu: uji multikolineritas, uji normalitas dan uji autokorelasi. Berdasarkan output yang diolah dengan menggunakan program SPSS for windows versi 15.0, untuk menguji multikolinearitas adalah seluruh variabel independen mempunyai nilai tolerance kurang dari 10 persen. Hal ini menunjukkan tidak terdapat korelasi antar variabel independen yang nilainya lebih dari 90 persen. Selain itu, hasil VIF juga terlihat bahwa tidak ada variabel independen yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi.
26 | P a g e
Pengujian normalitas data menggunakan metode analisis grafik dan melihat normal probability plot. Setelah data dimasukkan dan diolah oleh program SPSS, diperoleh hasil uji Normal Probability Plot seperti pada gambar 2. Untuk mendukung tingkat normalitas data juga dilakukan pengujian Kolmogorov Smirnov, yang menunjukkan bahwa nilai signifikansi ujinya lebih besar dari 0,05 (≥0,05). Hasil tersebut menandakan bahwa data penelitian yang digunakan berdistribusi normal.
Gambar 2. Hasil Pengujian Normalitas Menurut Santoso (2000), jika angka Durbin Watson berkisar antara –2 sampai dengan +2 maka koefisien regresi bebas dari gangguan autokorelasi sedangkan jika angka DW dibawah –2 berarti terdapat autokorelasi positif dan jika angka DW diatas +2 berarti terdapat autokorelasi negatif. Pada uji regresi yang telah dilakukan dengan menggunakan software SPSS for windows versi 19.0, memberikan hasil penilaian Durbin‐Watson sebesar 1,633, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi problem autokorelasi. 4.2. Uji Regresi & Determinasi Berdasarkan output regresi linear dengan program SPSS, maka model analisis regresi berganda yang digunakan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
0.193 0.284pdb 0.087Infl 0.178Int 0.246keu 0.261pend 0.076depend
27 | P a g e
Berdasarkan persamaan regresi yang telah dibuat, maka beberapa hal yang berkaitan dengan tingkat permintaan asuransi jiwa di Indonesia dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Konstanta menunjukkan nilai sebesar 0.193, yang berarti bahwa tanpa variabel independent tingkat permintaan asuransi jiwa sudah tumbuh 19.3%. Hal tersebut mencerminkan bahwa permintaan asuransi jiwa memerlukan dukungan dari beberapa variabel pertumbuhan pdb, penurunan inflasi dan tingkat bunga, pertumbuhan
keuangan,
peningkatan
level
pendidikan
serta
penurunan
dependency ratio. 2. Variabel pertumbuhan produk domestik bruto menunjukkan nilai 0.284. Hal ini berarti bahwa setiap peningkatan produk domestik bruto sebesar 1% akan meningkatkan permintaan asuransi jiwa sebesar 28.4%, apabila seluruh variabel lainnya konstan. 3. Variabel tingkat inflasi menunjukkan nilai -0.087. Hal ini berarti bahwa setiap terjadi peningkatan inflasi sebesar 1% akan menurunkan permintaan asuransi jiwa sebesar 8.7%, apabila seluruh variabel lainnya konstan. 4. Variabel tingkat bunga tabungan menunjukkan nilai 0.178. Hal ini berarti bahwa setiap terjadi kenaikan tingkat bunga sebesar 1% akan meningkatkan permintaan asuransi jiwa sebesar 17.8%, apabila seluruh variabel lainnya konstan. 5. Variabel pertumbuhan keuangan menunjukkan nilai 0.246. Hal ini berarti bahwa setiap pertumbuhan sektor keuangan sebesar 1%% akan meningkatkan permintaan asuransi jiwa sebesar 24.6%, apabila seluruh variabel lainnya konstan. 6. Variabel level pendidikan menunjukkan nilai 0.261. Hal ini berarti bahwa setiap peningkatan level pendidikan penduduk sebesar 1%% akan meningkatkan permintaan asuransi jiwa sebesar 26.1%, apabila seluruh variabel lainnya konstan. 7. Variabel dependency ratio menunjukkan nilai -0.076. Hal ini berarti bahwa setiap terjadi peningkatan dependency ratio sebesar 1% akan menurunkan permintaan asuransi jiwa sebesar 7.6%, apabila seluruh variabel lainnya konstan.
28 | P a g e
Hasil pengujian siginifikansi pengaruh dengan Uji F yang dilakukan, menunjukkan nilai sebesar 0.03. Hasil uji siginifikansi (uji F) tersebut menunjukkan nilai yang lebih kecil dari tingkat kesalahan penelitian yang ditentukan yaitu sebesar 5%, sehingga hal ini memberikan gambaran bahwa seluruh variabel bebas yaitu pertumbuhan pdb, tingkat inflasi, tingkat bunga, pertumbuhan keuangan, level pendidikan dan dependency ratio berpengaruh signifikan terhadap tingkat permintaan asuransi jiwa. Hasil pengujian determinasi menunjukkan bahwa tingkat determinasi persamaan yang dicerminkan dengan nilai R2 adalah sebesar 0.689. Hal ini mencerminkan bahwa 68.9% prediksi tingkat permintaan asuransi jiwa dapat dijelaskan oleh keenam variabel bebas, yaitu pertumbuhan pdb, tingkat inflasi, tingkat bunga, pertumbuhan keuangan, level pendidikan dan dependency ratio. Sedangkan 31.1% sisanya permintaan asuransi jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti tingkat pendapatan perkapita, budaya, kebutuhan, dan lain sebagainya. 5. Analisis dan Pembahasan Hasil penelitian secara empiris yang dilakukan dengan menggunakan data selama lima tahun (2006-2010) menunjukkan bahwa faktor ekonomi dan demografi secara signifikan berpengaruh terhadap fungsi permintaan asuransi jiwa di Indonesia. Pengaruh faktor makro ekonomi ditunjukkan dengan melalui pengaruh positif variabel pertumbuhan PDB, pengaruh negatif tingkat inflasi, pengaruh positif tingkat bunga tabungan dan pengaruh positif pertumbuhan sektor keuangan. Hasil penelitian ini mendukung studi terdahulu yang dilakukan oleh Yaari (1965), Neuman (1989), Lewis (1989), Bernheim (2001), Lind dan Grace (2006), serta Nesterova (2008). Pengaruh faktor demografi ditunjukkan dengan pengaruh positif variabel tingkat pendidikan dan pengaruh negative variabel dependency ratio. Hasil penelitian ini mendukung studi terdahulu yang dilakukan oleh Hammond et al. (1987), Beenstock et al. (1986), Browne dan Kim (1993), Beck dan Webb (2003), Bils dan Klenow (2005), serta Nesterova (2008). Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa yang variabel yang berpengaruh positif terhadap fungsi permintaan asuransi jiwa adalah variabel pertumbuhan pdb sebesar 28,4%; kemudian diikuti oleh variabel tingkat pendidikan sebesar 26,1%; selanjutnya variabel pertumbuhan keuangan sebesar 24,6% serta 29 | P a g e
variabel tingkat bunga tabungan sebesar 17,8%. Sedangkan variabel yang berpengaruh negative terhadap fungsi permintaan asuransi jiwa adalah variabel tingkat inflasi sebesar -8,7% dan variabel dependency ratio sebesar -7,6%. Elaborasi terhadap seluruh hasil pengujian dan analisis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa variabel yang memberikan pengaruh cukup besar dan signifikan terhadap fungsi permintaan asuransi jiwa pada faktor makro ekonomi adalah variabel pertumbuhan pdb, pertumbuhan keuangan, dan tingkat bunga tabungan, sedangkan pada faktor demografi adalah variabel tingkat pendidikan. Berdasarkan hal tersebut maka terdapat empat faktor yang menjadi determinant fungsi permintaan asuransi jiwa, yaitu variabel pertumbuhan produk domestik bruto (pdb), kemudian variabel tingkat pendidikan masyarakat, selanjutnya adalah variabel pertumbuhan sektor keuangan, dan yang terakhir adalah variabel tingkat bunga tabungan. Pengaruh seluruh faktor determinant tersebut terhadap fungsi permintaan asuransi jiwa adalah positif. Sehingga peningkatan dan pertumbuhan seluruh variabel determinant akan mendorong pertumbuhan fungsi permintaan asuransi jiwa di Indonesia. Hal ini mencerminkan bahwa pertumbuhan pdb, peningkatan level pendidikan masyarakat, pertumbuhan sektor keuangan dan kestabilan tingkat bunga akan mendorong meningkatnya permintaan asuransi jiwa di Indonesia. Berdasarkan hasil analisis terhadap faktor determinant yang berpengaruh terhadap fungsi permintaan asuransi jiwa tersebut, maka faktor utama yang perlu diperhatikan kalangan industri asuransi jiwa di Indonesia dalam usahanya untuk meningkatkan akumulasi preminya adalah faktor pertumbuhan pdb, level pendidikan masyarakat, pertumbuhan sektor keuangan dan kestabilan tingkat bunga tabungan. Pengaruh pertumbuhan PDB terhadap peningkatan permintaan asuransi jiwa berkaitan dengan indikator kesejahteraan penduduk dalam kegiatan pengeluaran dan konsumsi. Semakin tinggi tingkat pengeluaran dan konsumsi yang dilakukan penduduk, maka secara simultan mendorong peningkatan income per kapita, dan selanjutnya akan mendorong fungsi permintaan asuransi jiwa. Tumbuhnya tingkat income per kapita akan memberikan keleluasaan penduduk untuk mengatur dan mengelola risiko. Sehingga peningkatan income per kapita secara berkesinambungan akan meningkatkan jumlah premi asuransi jiwa, serta pada akhirnya tingkat penetrasi premi asuransi jiwa terhadap
30 | P a g e
PDB (life insurance penetration) akan meningkat (Yaari, 1965; Neuman, 1989; Lewis, 1989; Bernheim, 2001; Lind dan Grace, 2006; serta Nesterova, 2008). Berdasarkan hasil analisis pentingnya peran pertumbuhan produk domestik bruto (pdb) terhadap fungsi permintaan asuransi jiwa tersebut, maka industri asuransi jiwa dalam kegiatan pemasaran produk asuransi jiwa, perlu untuk memperhatikan faktor produk domestik regional bruto (pdrb) dari setiap daerah kabupaten/kota dalam kegiatan pemasarannya. Sehingga pada daerah kabupaten/kota dengan tingkat pdrb yang tinggi, cenderung memiliki potensi yang tinggi untuk membeli produk industri asuransi jiwa. Hasil pemetaan terhadap laporan Biro Pusat Statistik, beberapa daerah kabupaten/kota di Indonesia memiliki tingkat pdrb yang tidak merata, beberapa daerah telah memiliki pdrb diatas 50 juta rupiah, dan bahkan 6 daerah kabupaten/kota yang memiliki pdrb diatas 100 juta rupiah. Sedangkan sebagian besar daerah kabupaten/kota di Indonesia yang lainnya masih memiliki pdrb dibawah 20 juta rupiah. Berdasarkan hal tersebut, maka kebijakan dan strategi pemasaran yang diterapkan oleh industri asuransi jiwa dalam kegiatan pemasaran produk asuransinya perlu untuk mempertimbangkan kondisi dan tingkat pdrb yang dimiliki oleh setiap daerah kabupaten/kota. Sehingga pada daerah yang memiliki tingkat pdrb yang tinggi kebijakan dan strategi pemasarannya berbeda dengan daerah yang memiliki pdrb rendah. Perbedaan tersebut terkait dengan kemampuan keuangan serta kebutuhan proteksi calon nasabah dalam membeli produk asuransi jiwa. Menurut data yang dikeluarkan oleh Biro Pusat Statistik tahun 2011 menunjukkan bahwa beberapa kabupaten/kota di Indonesia memiliki tingkat produk domestik regional bruto (pdrb) diatas 100 juta rupiah, yaitu Bontang (369.51 juta rupiah), Mimika (324.72 juta rupiah), Jakarta Pusat (251.81 juta rupiah), Kediri (213.21 juta rupiah), Bengkalis (157.71 juta rupiah), dan Sumbawa Barat (156.25 juta rupiah). Sedangkan beberapa daerah lainnya yang memiliki tingkat pdrb berkisar antara 50 – 100 juta rupiah adalah Teluk Bintuni (90.86 juta rupiah), Kepulauan Anambas (72.30 juta rupiah), Lhokseumawe (62.11 juta rupiah), Cilegon (59.56 juta rupiah), Cilacap (56.68 juta rupiah), Jakarta Timur (54.56 juta rupiah), serta Musi Banyuasin (50.55 juta rupiah). Tingkat pendidikan merupakan variabel yang juga berpengaruh terhadap fungsi permintaan asuransi jiwa, setelah tingkat pertumbuhan pdb. Tingkat pendidikan masyarakat merupakan salah satu faktor utama yang menjadi pendorong peningkatan 31 | P a g e
fungsi permintaan asuransi jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan dalam populasi akan mendorong pertumbuhan dan perkembangan fungsi permintaan asuransi jiwa (Bils dan Klenov, 2005). Menurut Nesterova (2008) semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat akan berpengaruh secara langsung terhadap fungsi permintaan asuransi jiwa. Sehingga, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan memperluas kesempatan untuk menambah tingkat produktivitasnya dalam membantu keluarga. Kemudian selanjutnya akan menambah kemampuan keuangan setiap keluarga untuk memenuhi berbagai kebutuhan dan tabungannya. Sementara itu, beberapa penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat akan meningkatkan kesadaran dan persepsi masyarakat terhadap konsep benefit dan risiko, serta manfaat dan peran asuransi jiwa (Bils dan Klenov, 2005; Nesterova, 2008; Thobary, 2009). Berdasarkan hal tersebut maka tingkat pendidikan masyarakat akan berpengaruh secara langsung terhadap fungsi permintaan asuransi jiwa. Menurut Global Competitiveness Report (2011) menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia yang berkesempatan untuk mengikuti pendidikan tinggi di Perguruan Tinggi masih kurang dari 10% atau rata-rata sebesar 9.97%. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia yang dapat menikmati pendidikan di tingkat perguruan tinggi masih sangat kurang yaitu 10% dari seluruh jumlah populasi. Salah satu faktor penyebab rendahnya level pendidikan tinggi masyarakat berkaitan dengan besarnya investasi (biaya pendidikan yang mahal) untuk menempuh pendidikan tinggi. Kondisi ini memberikan peluang dan tantangan kepada industri asuransi jiwa nasional untuk secara aktif meningkatkan permintaan asuransi jiwa dengan melalui pengembangan desain produk baru dengan karakteristik tertentu sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik masyarakat, salah satunya adalah dengan program asuransi jiwa dengan simpanan jangka panjang (program asuransi dwiguna) serta dilengkapi dengan berbagai alternative pola investasi. Pengaruh pertumbuhan sektor keuangan terhadap permintaan asuransi jiwa, ditunjukkan melalui berkembangnya kegiatan sektor perbankan yang memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu kebutuhan yang menjadi prioritas masyarakat dalam lima tahun terakhir ini adalah keamanan dan jaminan keuangan pada masa mendatang. Peningkatan kebutuhan tersebut sesuai dengan pertambahan usia dan kebutuhan jaminan keuangan dalam menghadapi faktor 32 | P a g e
ketidakpastian ekonomi. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan semakin tingginya risiko hari tua (pensiun, kesehatan atapun kematian), serta risiko kebutuhan pendidikan keluarga. Pemenuhan kebutuhan masyarakat tersebut dilakukan dengan membuat suatu produk baru yang merupakan kombinasi program asuransi dan perbankan, dengan melibatkan unsur investasi dan saving, transaksi serta risk cover. Pengaruh faktor tingkat bunga tabungan terhadap permintaan asuransi jiwa, ditunjukkan melalui jumlah uang beredar M1. Rendahnya jumlah uang beredar M1 akan menekan laju inflasi, dan pada akhirnya akan meningkatkan disposable income dan selanjutnya meningkatkan jumlah tabungan masyarakat. Tingginya tingkat tabungan masyarakat akan memberikan keleluasan pada masyarakat tersebut untuk menjaga dan meningkatkan kapasitas keuangannya. Dampak selanjutnya dari akumulasi dana masyarakat di lembaga perbankan adalah timbulnya motivasi dan keinginan masyarakat terhadap pemenuhan kebutuhan keamanan dan jaminan keuangan pada masa mendatang. Peningkatan kebutuhan tersebut sesuai dengan pertambahan usia dan kebutuhan jaminan keuangan dalam menghadapi faktor ketidakpastian ekonomi. Kondisi tersebut akan mendorong masyarakat untuk melakukan pembelian program asuransi jiwa dengan tanpa menghilangkan unsur investasi dan saving, transaksi, serta risk cover. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan semakin tingginya risiko hari tua (pensiun, kesehatan atapun kematian), serta risiko kebutuhan pendidikan keluarga. Pemenuhan kebutuhan masyarakat tersebut dapat dilakukan dengan membuat suatu produk baru yang merupakan kombinasi program asuransi dan perbankan, dengan melibatkan unsur investasi dan saving, transaksi serta risk cover. Sehingga tingkat bunga tabungan dan jumlah uang beredar M2 dapat berpengaruh terhadap peningkatan fungsi permintaan asuransi jiwa. (Lewis, 1989; Bernheim, 2001; Lind dan Grace, 2006; dan Thobary, 2009). Sedangkan beberapa variabel lain yang juga dielaborasi dan dianalisis dalam penelitian ini seperti tingkat inflasi dan dependency ratio bukan tergolong sebagai faktor determinant. Hal ini disebabkan karena rendahnya nilai pengaruh kedua variabel tersebut terhadap fungsi permintaan asuransi jiwa, yaitu masing-masing sebesar -8.7% dan -7.6%. Walaupun kedua variabel tersebut bukan merupakan faktor yang tergolong determinant, tetapi hasil pengujian secara statistik kedua variabel tersebut memberikan pengaruh yang signifikan. Sehingga dalam kegiatan pemasaran produk industri asuransi 33 | P a g e
jiwa juga diharapkan mempertimbangkan faktor tingkat inflasi dan dependency ratio masyarakat. Pengaruh inflasi terhadap fungsi permintaan asuransi jiwa adalah melalui disposable income, yaitu tingkat penghasilan riil yang dapat digunakan untuk berkonsumsi oleh masyarakat. Tingkat inflasi yang tinggi akan menurunkan disposable income, dan selanjutnya akan menurunkan nilai uang, sehingga masyarakat cenderung untuk berusaha mencari berbagai alternative dalam pemenuhan kebutuhannya sesuai dengan kapasitas anggaran (budget) yang tersedia, seperti berusaha untuk menurunkan tingkat kepuasannya dengan melalui penurunan kualitas produk yang dikonsumsi. Sehingga semakin tinggi tingkat inflasi akan menurunkan kemampuan dan daya beli masyarakat terhadap barang dan jasa, termasuk program asuransi jiwa. Tingkat dependency ratio memberikan pengaruh negative terhadap permintaan asuransi jiwa. Pengaruh negative tingkat dependency ratio disebabkan karena adanya tingkat ketergantungan dalam satu keluarga, sehingga semakin banyak jumlah anggota keluarga yang tidak bekerja dalam satu keluarga, akan menurunkan kemampuan keluarga tersebut untuk melakukan berbagai konsumsi barang dan jasa yang tergolong sekunder dan tersier. Selain itu, tingginya tingkat dependency ratio akan membatasi kemampuan keluarga tersebut untuk melakukan kegiatan saving dan investasi. Dampak selanjutnya yang terjadi adalah semakin rendahnya tingkat saving masyarakat yang tergolong memiliki tingkat dependency ratio yang tinggi akan menurunkan permintaan terhadap asuransi jiwa. Tingginya tingkat dependency ratio suatu negara atau wilayah disebabkan oleh rendahnya nilai dan komposisi level pendidikan penduduknya. Semakin tinggi tingkat pendidikan akan memperluas kesempatan dan menambah tingkat produktivitasnya dalam membantu keluarga, sehingga akan menurunkan tingkat dependency ratio. Sedangkan pengaruh tingkat pendidikan terhadap fungsi permintaan asuransi jiwa ditunjukkan dengan konsepsi bahwa, semakin tinggi tingkat pendidikan penduduk akan meningkatkan kesadaran dan persepsi masyarakat terhadap konsep benefit dan risiko, serta manfaat dan peran asuransi jiwa. Berdasarkan analisis terhadap pengaruh seluruh variabel yang dibahas dalam penelitian, serta berbagai data pendukungnya, maka fungsi permintaan asuransi pada industri jiwa yang direpresentasikan dengan life insurance penetration di Indonesia 34 | P a g e
dalam kondisi perekonomian yang relative stabil dengan tingkat pertumbuhan yang normal (ceteris paribus) cenderung akan mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 19.3%. Beberapa faktor utama (determinant factor) yang perlu diperhatikan oleh industri asuransi jiwa dalam meningkatkan permintaan produk asuransi adalah tingkat produk domestik bruto, tingkat pendidikan masyarakat, tingkat pertumbuhan sektor keuangan dan tingkat bunga tabungan. Sedangkan faktor lain yang juga memerlukan pertimbangan adalah tingkat inflasi dan dependency ratio penduduk. Dalam penetapan kebijakan pemasaran produk asuransi jiwa secara regional pada setiap kabupaten/kota, industri asuransi jiwa dapat menggunakan data produk domestik regional bruto. Faktor lain yang juga perlu dipertimbangkan adalah tingkat pendidikan penduduk pada setiap daerah kabupaten/kota yang menjadi target dan sasaran pemasaran produknya. Sehingga industri asuransi jiwa dapat secara tepat menerapkan berbagai kebijakan premi dan target penjualan produk asuransinya.
6. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengujian dan analisis, maka kesimpulan penelitian adalah sebagai berikut: Hasil penelitian secara empiris yang dilakukan menunjukkan bahwa faktor makro ekonomi dan demografi secara signifikan berpengaruh terhadap fungsi permintaan asuransi jiwa di Indonesia. Pengaruh faktor makro ekonomi ditunjukkan dengan melalui pengaruh positif variabel pertumbuhan PDB, pengaruh negatif tingkat inflasi, pengaruh positif tingkat bunga tabungan dan pengaruh positif pertumbuhan sektor keuangan. Faktor utama (determinant factor) yang perlu diperhatikan oleh industri asuransi jiwa dalam meningkatkan permintaan produk asuransi adalah tingkat produk domestik bruto, tingkat pendidikan masyarakat, tingkat pertumbuhan sektor keuangan dan tingkat bunga tabungan. Sedangkan tingkat inflasi dan dependency ratio berpengaruh negative terhadap fungsi permintaan asuransi jiwa. Pengaruh pertumbuhan produk domestik bruto memberikan pengaruh yang terbesar terhadap pertumbuhan asuransi jiwa dibandingkan dengan beberapa faktor lain. Pengaruh pertumbuhan PDB terhadap peningkatan permintaan asuransi jiwa berkaitan dengan indikator kesejahteraan penduduk dalam kegiatan pengeluaran dan konsumsi. Semakin tinggi tingkat pengeluaran dan konsumsi yang dilakukan penduduk, maka 35 | P a g e
secara simultan mendorong peningkatan income per kapita, dan selanjutnya akan mendorong fungsi permintaan asuransi jiwa. Pengaruh level pendidikan terhadap permintaan asuransi jiwa ditunjukkan dengan konsepsi bahwa, semakin tinggi tingkat pendidikan penduduk akan meningkatkan kesadaran dan persepsi masyarakat terhadap konsep benefit dan risiko, serta manfaat dan peran asuransi jiwa. Pengaruh pertumbuhan sektor keuangan terhadap permintaan asuransi jiwa, ditunjukkan melalui berkembangnya kegiatan sektor perbankan yang memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memenuhi kebutuhan keamanan dan jaminan keuangan pada masa mendatang. Pemenuhan kebutuhan masyarakat tersebut dilakukan dengan membuat suatu produk yang merupakan kombinasi program asuransi dan perbankan, dengan melibatkan unsur investasi dan saving, transaksi serta risk cover. Pengaruh faktor tingkat bunga tabungan terhadap permintaan asuransi jiwa, ditunjukkan melalui jumlah uang beredar M1. Rendahnya jumlah uang beredar M1 akan menekan laju inflasi, dan pada akhirnya akan meningkatkan disposable income dan selanjutnya meningkatkan jumlah tabungan masyarakat, serta mendorong tumbuhnya fungsi permintaan asuransi jiwa. Pengaruh inflasi terhadap fungsi permintaan asuransi jiwa adalah melalui disposable income, yaitu tingkat penghasilan riil yang dapat digunakan untuk berkonsumsi oleh masyarakat. Tingginya tingkat inflasi akan menurunkan kemampuan dan daya beli masyarakat terhadap barang dan jasa, termasuk program asuransi jiwa. Pengaruh negative tingkat dependency ratio terhadap permintaan asuransi jiwa disebabkan karena semakin banyak jumlah anggota keluarga yang tidak bekerja dalam satu keluarga, akan menurunkan kemampuan keluarga tersebut untuk melakukan berbagai konsumsi barang dan jasa, serta membatasi kemampuan keluarga tersebut untuk melakukan kegiatan saving dan investasi. Kemudian selanjutnya semakin rendahnya tingkat saving masyarakat yang tergolong memiliki tingkat dependency ratio yang tinggi akan menurunkan permintaan terhadap asuransi jiwa.
Saran dan Implikasi Pertama, hasil penelitian menunjukkan bahwa, pengaruh pertumbuhan produk domestik bruto memberikan pengaruh yang terbesar terhadap pertumbuhan asuransi 36 | P a g e
jiwa dibandingkan dengan beberapa faktor lain. Fenomena empiris menunjukkan bahwa dalam kurun waktu lima tahun terakhir tingkat pertumbuhan negara ini menunjukkan angka positif, serta menjadi salah satu negara yang termasuk dalam kategori negara dengan penghasilan menengah bila mengacu pada Indikator ekonomi yang dibuat Bank Dunia (Global Competitiveness Report-World Economic Forum, 2011). Berdasarkan hal tersebut, maka kondisi ini merupakan peluang sekaligus tantangan bagi industri asuransi jiwa nasional untuk dapat meningkatkan market share (dalam konteks jumlah tertanggung) dan akumulasi premi per tahunnya. Salah satu alternatif pasar sasaran yang potensial untuk dielaborasi dan dikembangkan adalah penduduk yang masuk dalam kategori kelas menengah (54.5% dari populasi), dengan melalui berbagai kegiatan sosialisasi tentang manfaat dan benefit pengelolaan risiko melalui perusahaan asuransi jiwa, serta modifikasi dan pembuatan produk asuransi jiwa yang lebih menarik. Kedua, industri asuransi jiwa dalam penetapan kebijakan pemasaran produk asuransi jiwa secara regional pada setiap kabupaten/kota, dapat menggunakan data produk domestik regional bruto pada setiap daerah tersebut. Faktor lain yang juga perlu dipertimbangkan
adalah
tingkat
pendidikan
penduduk
pada
setiap
daerah
kabupaten/kota yang menjadi target dan sasaran pemasaran produknya. Sehingga industri asuransi jiwa dapat secara tepat menerapkan berbagai kebijakan premi dan target penjualan produk asuransinya. Ketiga, jumlah penduduk Indonesia yang dapat menikmati pendidikan di tingkat perguruan tinggi masih sangat kurang yaitu 10% dari seluruh jumlah populasi. Salah satu faktor penyebab rendahnya level pendidikan tinggi masyarakat berkaitan dengan besarnya investasi (biaya pendidikan yang mahal) untuk menempuh pendidikan tinggi. Kondisi ini memberikan peluang dan tantangan kepada industri asuransi jiwa nasional untuk secara aktif meningkatkan permintaan asuransi jiwa dengan melalui pengembangan desain produk baru dengan karakteristik tertentu sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik masyarakat, salah satunya adalah dengan program asuransi jiwa dengan simpanan jangka panjang (program asuransi dwiguna) serta dilengkapi dengan berbagai alternative pola investasi.
37 | P a g e
Daftar Pustaka Beck, T. dan I. Webb. 2002. Economic, Demographic, and Institutional Determinants of Life Insurance Consumption across Countries. World Bank and International Insurance Foundation. (http://siteresources.worldbank.org/DEC/Resources/bwf.pdf) Beenstock, M., G. Dickinson dan S. Khajuria. 1986. The Determinants of Life Premiums: An International Cross-Section Analysis 1970-1981. Insurance Mathematics and Economics. Vol. 5, No. 4, 261-270. Beenstock, M., Dickinson, G., dan S. Khajuria. 1988. The Relationship Between PropertyLiability Insurance Premiums and Income: An International Analysis. The Journal of Risk and Insurance. Vol. 55, No. 2, 259-272. Bernheim, B. D. 1991. How Strong are bequest motives? Evidence Based on Estimates of The Demand for Life Insurance and Annuities. Journal of Political Economy. Vol. 99. No. 5. 899-927. Bernheim, B. D., Carman, K.G., Gokhale J., dan L.J. Kotlikoff. 2001. The Mismatch between Life Insurance Holdings and Financial Vulnerabilities: Evidence from the Survey of Consumer Finances. NBER Working Paper No. W8544. (http://ssrn.com/abstract=287742). Bevan, A.A. dan S. Estrin. 2004. The Determinants of Foreign Direct Investment into European Transition Economies. Journal of Comparative Economics, 32, pp. 775787 . Binder, S., B. Tab dan Y. Winston. 2004. Selling Life Insurance to China. McKinney Quarterly., 00475394. Special Edition. 83-87. Browne, M. J., J. Chung dan E. W. Frees. 2000. International Property-Liability Insurance Consumption. The Journal of Risk and Insurance. Vol. 67. No. 1. 73-90. Browne, M. dan K. Kim. 1993. An International Analysis of Life Insurance Demand. The Journal of Risk and Insurance, Vol. 60, No. 4, pp. 616-634. CEA
Statistics. 2006. European Insurance in Figures in (http://www.cea.assur.org/cea/download/publ/article251.pdf)
2005.
№
25.
Celik Sibel dan Kayali Mesut Mustafa. 2009. Determinants of Demand for Life Insurance in European Countries. Problem and Perspectives in Management Journal. Vol. 7. Issue 3. Daria Nesterova, 2008. Determinants of The Demand for Life Insurance: Evidence From Selected CIS and CEE Countries. National University “Kyiv-Mohyla Academy”.
38 | P a g e
Eck R. James dan Nizovtsev Dmitri. 2006. The Impact of Culture and The Purchase of Life Insurance in Latin American and The Caribbean. International Business and Economics Research Journal. Vol. V, No. 1. Enz, Rudolf. 2000. The S-Curve Relation between Per Capita Income and Insurance Penetration. Geneva Papers on Risk and Insurance, Vol. 25, № 3, pp.396–406. Feyen Erik, Lester Rodney dan Rocha R. 2011. What Drives The Development of The Insurance Sectors?: An Empirical Analysis Based on a Panel of Developed and Developing Countries. Policy Research Working Paper, No. 5572. The World Bank Financial and Private Sector Development. Finance and Policy Units. Fisher, I. 1930. The Theory of Interest. The Macmillan Company. New York. Fortune, P. 1973. A Theory of Optimal Life Insurance: Development and Test. The Journal of Finance, Vol. 28, №. 3, pp. 587-600. Gorshkova, Y. 2006. Life Insurance of Debtor: Ukrainian Reality. Insurance Top, Vol. 4(16), pp.48-51. Haiss Peter dan Sumegi K. 2008. Development and Economic Effect of The Insurance Secttor in CEE and Mature European Economies – A Theoretical and Empirical Analysis. Procedings 11th Conference of the ECB-CFS Research Network on The Market for Retail Financial Services: Development, Integration, and Economic Effects. CZ National Bank, Prague. Hakansson, N. H. 1969. Optimal Investment and Consumption Strategies Under Risk, and Under Uncertain Lifetime and Insurance. International Economic Review. Vol. 10, No. 3. 443-466. Headen, R. S. dan L. J. Finley. 1974. Life Insurance Demand and Household Portfolio Behaviour. Journal of Risk and Insurance. Vol. 41, No. 4, 685-698. Hwang, T. dan B. Greenford. 2005. A Cross-Section Analysis of the Determinants of Life Insurance Consumption in Mainland China, Hong Kong, and Taiwan. Risk Management and Insurance. Review. Vol. 8, No. 1, 103-125. Hwang, T. dam S. Gao. 2003. The Determinants of Demand for Life Insurance in an Emerging Economy- the Case of China. Managerial Finance. Vol. 29, No. 5/6. 8296. Ibiwoye Ade, Ideji O Joseph, dan Oke O Babatunde, 2010. The Determinants of Life Insurance Consumption in Nigeria: A Co-Integration Approach. International Journal of Academic Research, Vol 2. No. 4, July 2010. Josa, CS. 2005. Determinants of Bancassurance Demand and Life Insurance Consumption. Thesis Master of Commerce. University of South Wales. 39 | P a g e
Karni, E. dan I. Zilcha. 1986. Risk Aversion in the Theory of Life Insurance: The Fisherian Model. The Journal of Risk and Insurance, Vol. 53, No. 4, pp. 606-620. Lenten, L.J.A. dan D.N. Rulli. 2006. A Time-Series Analysis of the Demand for Life Insurance Companies in Australia: An Unobserved Components Approach. Australian Journal of Management, Vol. 31, №.1, pp. 41-66. Lewis, F.D. 1989. Dependents and the Demand for Life Insurance.American Economic Review, № 79, pp. 452-466. Li, D., Moshirian, F., Nguyen, P. and T. Wee. 2007. The Demand for Life Insurance in OECD Countries. (Organization for Economic Cooperation and Development). Journal of Risk and Insurance. Diunduh di (http://goliath.ecnext.com/coms2/gi_0199-6949849/Thedemand-for-lifeinsurance.html). Lin Y. dan M.F. Grace. 2006. Household Life Cycle Protection: Life Insurance Holdings, Financial Vulnerability and Portfolio Implications. Diunduh di (http://ssrn.com/abstract=974914) Marshall, A. 1920. Principles of Economics. Eights Edition. London: McMillan Press. Masci P., Tejerina, L. dan I. Weeb. 2007. Insurance Market Development in Latin America and the Caribbean. Inter - American Development Bank. Diunduh di (http://idbdocs.iadb.org/wsdocs/getdocument.aspx?docnum=1176094). Mossin, J. 1968. Aspects of Rational Insurance Purchasing, Journal of Political Economy, Vol. 76, No. 4, Part 1, pp. 552-568. Outreville, J.F. 1996. Life Insurance Markets in Developing Countries. Journal of Risk and Insurance. Vol. 63, № 2, pp. 263-278. Reddy M., Naidu V. dan S. Vosikata. 2004. Determinants of Household Savings Behavior in An Emerging Economy: Market Factors vs. Non Market Factors. Diunduh dari (http://www.usp.ac.fj/fileadmin/files/Institutes/piasdg/dev_studies/papers/reddy_sav ings.pdf). Sen, Subir. 2007. Are Life Insurance Demand Determinants Valid for Selected Asian Economies and India?. Institute for Social and Economic Change. Soo, Hak Hong. 1996. Life Insurance and Economic Growth: Theoretical and Empirical Investigation. Ph.D Dissertation. University of Nebraska, Department of Economics, Lincoln. Truett, Dale B. dan Lila J. Truett. 1990. The Demand for Life Insurance in Mexico and the United States: A Comparative Study. The Journal of Risk and Insurance. Vol. 57, pp. 321-328. 40 | P a g e
Verbeek, M. 2004. A Guide to Modern Econometrics. 2nd edition. John Wiley and Sons, Ltd. Erasmus University Rotterdam. Ward, D. dan R. Zurbruegg. 2002. Law, Politics and Life Insurance Consumption in Asia. Geneva Papers on Risk and Insurance. Vol. 27; pp 395-412. Yaari, M.E. 1965. Uncertain Lifetime, Life Insurance, and The Theory of the Consumer. Review of Economic Studies. Vol. 32, № 2, pp.137-150. Zhang Cuizhen dan Zhu Nong. 2006. Determinants of The Development of Insurance in China Under The Globalization. Journal of Risk and Insurance. Vol. 23. No. 7.
41 | P a g e