I Made Surya Negara Sudirman | Dampak Kenaikan BI Rate Terhadap Reaksi Pasar Saham-saham LQ-45 di Bursa Efek Indonesia. | Matrik, Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewirausahaan. Vol.4 No.1
Dampak Kenaikan BI Rate Terhadap Reaksi Pasar Saham-saham LQ-45 di Bursa Efek Indonesia Oleh : I Made Surya Negara Sudirman Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi, Universitas Udayana, Denpasar Abstract Bank of Indonesia has increased interest rate of SBI for twenty four times during 2005. This policy became relevant information for the investor who invested in Indonesian stock market. The increasing SBI rates which was done to adjust the inflation growth also affected the balance of exchange and market, and also to increase free risked benefit. Related to this, the increase of SBI rate got reaction from investors who invested in stock market in Indonesia. It was shown by abnormal return and the LQ-45 stock was increased and gave negative actual return during those period. The indication of information leakage before the policy was published can be shown from abnormal return before the increase of the rate. Abnormal return achievement happened in a long period and the pattern was dominated by positive one. This was contrary to the pattern of actual return that was dominated by negative one. This can be happened because the investor return expectation with market model asumption approach made a worse tendency prediction than the actual return. These different pattern indicate investor of LQ-45 stock used an active trading strategy during the period, which makes the expected return become lower in fact, even negative than the actual return, then makes the positive abnormal return. Key words : Actual return, Abnormal return, Market eficiency, BI Rate (SBI Rate). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia merupakan perekonomian yang terbuka, dalam arti bahwa transaksi ekonomi Indonesia dengan dunia luar tidak mendapat hambatan yang berarti. Ditandai dengan adanya kompleksitas kegiatan perekonomian di Indonesia, disebabkan oleh adanya global access dan global facility dalam transaksi ekonomi international. Tolak ukur dari keterbukaan kegiatan perekonomian suatu negara adalah perbandingan antara share impor terhadap Gross National Product (GNP) yang lebih besar dari 10% (Dornbusch & Fischer, 1981). GNP
Indonesia dari tahun 2000 hingga tahun 2004 selalu berada pada level diatas 18 % sehingga perekonomian Indonesia dapat digolongkan sebagai perekonomian terbuka. Transaksi ekonomi antara Indonesia dengan dunia luar dapat berupa ekspor barang dan jasa, impor barang dan jasa, aliran modal masuk dan aliran modal keluar. Kegiatan ekspor dan impor barang atau jasa adalah merupakan kegiatan perdagangan Indonesia. Aliran modal masuk dapat berupa penempatan dana oleh penduduk luar negeri di dalam negeri, pinjaman dana atau loan dari luar negeri, bantuan dana atau aid dari luar negeri, dan sumbangan dana atau grant dari luar negeri.
1
I Made Surya Negara Sudirman | Dampak Kenaikan BI Rate Terhadap Reaksi Pasar Saham-saham LQ-45 di Bursa Efek Indonesia. | Matrik, Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewirausahaan. Vol.4 No.1
Transaksi ekonomi antara penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain dapat dibaca dalam Neraca Pembayaran Internasional atau Balance of Payment, yang mana dalam perkiraan pertama atau Current Account tertulis jumlah ekspor dan impor yang merupakan akun dari Neraca Perdagangan atau Balance Trade. Perkiraan berikutnya adalah perkiraan modal atau Capital Account yang mencatat aliran modal atau capital flow dan perkiraan yang terakhir adalah perkiraan devisa atau Official Reserve (Soediono, 1984). Perkembangan devisa mulai Juni 2000 sampai Desember 2004 adalah searah dengan peningkatan jumlah uang beredar seperti dalam Gambar 1, karena meningkatnya jumlah devisa yang masuk ke dalam negeri kemudian devisa tersebut ditukar di Bank Indonesia oleh penduduk di Indonesia, menyebabkan uang rupiah keluar dari Bank Indonesia atau terjadi peningkatan peredaran uang rupiah di masyarakat. Peningkatan jumlah uang beredar menyebabkan menurunnya tingkat bunga uang sebagaimana tergambar dalam Gambar 2. Turunnya tingkat bunga yang dijadikan patokan untuk pinjaman antar bank dalam Jakarta Interbank Offer Rate (JIBOR) disatu pihak dan meningkatnya return pasar modal dilain pihak menandakan semakin cerahnya prospek dunia usaha dalam periode tahun 2001 sampai dengan tahun 2004. Namun, JIBOR dalam beberapa bulan terakhir tahun 2005 (Gambar 2) meningkat yang lebih didorong oleh kenaikan BI rate dalam suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Bank Indonesia telah menaikan suku bunganya sebanyak dua puluh empat kali terhitung sejak Januari 2005 sampai dengan Desember 2005. Kenaikan suku bunga SBI dilakukan untuk mengimbangi kenaikan inflasi akibat kenaikan harga bahan bakar minyak atau BBM. Kebijakan menaikan BBM di Indonesia tahun 2005 terpaksa
dilakukan pemerintah karena terjadinya kenaikan harga minyak mentah dunia yang jauh melampui asumsi APBN. Kenaikan suku bunga SBI merupakan salah satu kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas moneter. Kenaikan suku bunga SBI ditujukan untuk mencapai dan memelihara kestabilan rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia. Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap hargaharga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu. Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah. Kenaikan suku bunga SBI tentu berpengaruh bukan hanya pada stabilitas nilai tukar yang tercermin dalam inflasi, bahkan pada investasi di pasar modal Indonesia. Inflasi di tahun 2005 cenderung merupakan cost push inflation, dimana kenaikan harga-harga secara umum bukan didorong oleh kenaikan permintaan, tetapi didorong oleh kenaikan biaya produksi, karena kenaikan BBM, sehingga hal ini berpotensi menyebabkan penurunan produksi nasional. Meskipun kebijakan Bank
2
I Made Surya Negara Sudirman | Dampak Kenaikan BI Rate Terhadap Reaksi Pasar Saham-saham LQ-45 di Bursa Efek Indonesia. | Matrik, Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewirausahaan. Vol.4 No.1
Indonesia ditujukan untuk mengimbangi laju inflasi yang pada tahun 2005 merupakan cosh push inflation, namun disisi lain tingginya suku bunga SBI juga dapat mengurangi daya tarik investasi di pasar modal, karena tingginya risk free rate. Tingginya risk free rate, akan diikuti oleh tingginya keuntungan yang disyaratkan oleh investor, sehingga ditengah kondisi cost push inflation, akan sangat beresiko melakukan investasi di pasar modal dan lebih menarik untuk menempatkan dana pada SBI. Kenaikan suku bunga SBI pada tahun 2005, seperti memakan buah simala kama, disatu sisi mengimbangi laju inflasi, disisi lain mengurangi daya tarik investasi di pasar modal Indonesia dalam jangka pendek. Peningkatan keuntungan bebas resiko karena peningkatan suku bunga SBI, dapat berpengaruh terhadap seluruh perusahaan yang listing di pasar modal. Peningkatan atau penurunan keuntungan, serta peningkatan keuntungan bebas resiko lebih lanjut akan mempengaruhi daya tarik investasi dan berpengaruh pada perubahan nilai perusahaan. Bagi perusahaan yang sudah go public, nilai perusahaan akan tercermin dari harga saham perusahaan tersebut di pasar modal. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa pasar modal akan bereaksi terhadap dampak perubahan suku bunga SBI. Reaksi pasar dapat dilihat pada perubahan harga saham. Perubahan harga saham terjadi karena ada informasi baru masuk ke pasar. Fama, Fishcer, Jensen (1969), menyatakan hipotesis pasar modal efisien mengatakan bahwa pasar yang efisien bereaksi dengan cepat terhadap informasi yang relevan. Informasi baru tersebut kemudian akan masuk ke dalam dan membentuk harga sekuritas. Semakin cepat informasi tercermin pada harga sekuritas, semakin efisien pasar modal tersebut sehingga sangat sulit bagi investor untuk memperoleh tingkat keuntungan di atas normal (abnormal
return), yaitu selisih antara keuntungan aktual (actual return) dengan keuntungan yang diharapkan (expected return). Antel (2004) dalam penelitiannya menemukan volatilitas dalam pasar uang berpengaruh negatif terhadap pasar saham dan pasar obligasi, dimana volatilitas dalam pasar uang dipengaruhi oleh perubahan suku bunga. Omran (2003) dalam penelitiannya menemukan terdapat hubungan positif peningkatan suku bunga (dalam upaya pengendalian inflasi) terhadap aktivitas perdagangan saham dan likuiditas saham pada kasus Egpty. Hasil penelitian yang dilakukan Omran bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Spiro. Spiro (1990), menemukan hubungan negatif antara suku bunga dengan aktivitas investasi di pasar modal. Tessaromatis (2003), dalam penelitiannya menemukan pergerakan suku bunga sangat penting menetukan variabilitas keuntungan ekuitas. Lebih lanjut ditemukan terdapat hubungan negatif antara variabilitas keuntungan ekuitas dengan perubahan suku bunga. Mengacu pada penelitian Antel, Omran, Spiro, dan Tesaromatis, maka dapat disimpulka return saham dan suku bunga berhubungan negatif. Namun, suku bunga dapat berhubungan positif dengan return saham apabila peningkatan suku bunga ditujukan untuk mengimbangi laju inflasi (demand pull inflation) yang masih dalam kisaran yang mendorong prospek usaha. Penelitian hubungan antara expected return dengan tingginya suku bunga dilakukan oleh Mishkin (1978) dimana hasil penelitian menunjukan ketika semakin tinggi suku bunga maka expected return menjadi semakin rendah. Hasil penelitian tersebut kemudian berimplikasi pada perolehan abnormal return, dimana semakin tinggi suku bunga terjadi kecenderungan adanya lebih banyak abnormal return positif, karena sebagian besar investor menggunakan strategi perdagangan aktif sehingga berpotensi menghasilkan actual return masih
3
I Made Surya Negara Sudirman | Dampak Kenaikan BI Rate Terhadap Reaksi Pasar Saham-saham LQ-45 di Bursa Efek Indonesia. | Matrik, Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewirausahaan. Vol.4 No.1
lebih tinggi dari perhitungan abnormal return dengan pendekatan market model. Untuk mengkaji kondisi efisiensi pasar modal Indonesia, dan mengkaji dampak kenaikan suku bunga SBI terhadap perolehan jumlah return positif dan negatif, serta mengkaji adanya abnormal return positif atau negatif dilakukan pegujian dampak pengumuman kenaikan suku bunga SBI terhadap reaksi pasar saham-saham LQ45 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2005. Dengan mengetahui kondisi efisiensi tersebut dan dampak peristiwa tersebut maka investor akan dapat mengambil keputusan yang tepat apabila kejadian kenaikan suku bunga SBI terulang kembali pada periode mendatang. Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan diatas maka pokok permasalahan yang akan diteliti adalah : 1) Bagaimanakah dampak kenaikan suku bunga SBI terhadap jumlah sahamsaham yang memberikan return positif dan negatif selama periode peristiwa?, 2) Bagaimanakah dampak kenaikan Suku bunga SBI terhadap abnormal return saham-saham LQ 45 di BEI pada perioda peristiwa 20 April 2005, 11 Mei 2005, 22 Juni 2005, 6 Juli 2005, 31 Agustus 2005, 7 September 2005, 5 Oktober 2005, 30 Nopember 2005, dan 7 Desember 2005?. 3) Bagaimanakah dominasi perolehan abnormal return positif dan negatif pada periode peristiwa tersebut? II.KAJIAN PUSTAKA 2.1.Pengertian Pasar Modal Efisien Tandelilin (2001:112), menyatakan pasar modal efisien adalah pasar modal dimana harga semua sekuritas yang diperdagangkan telah mencerminkan semua informasi yang tersedia. Dalam hal ini, informasi yang tersedia bisa meliputi semua informasi masa lalu, maupun informasi saat ini, serta informasi yang bersifat sebagai pendapat atau opini rasional yang beredar yang bisa mempengaruhi perubahan harga. Informasi
adalah kunci untuk menentukan harga saham oleh karena itu informasi merupakan masalah utama dalam konsep efisiensi pasar. Jogianto (2005:5) menjelaskan beberapa kondisi atau persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu pasar modal efisien, yaitu : 1) Investor adalah sebagai penerima harga (price taker). 2) Informasi tersedia secara luas kepada semua pelaku pasar pada saat yang bersamaan dan harga untuk memperoleh informasi tersebut murah. 3) Informasi dihasilkan secara acak (random) dan tiap-tiap pengumuman informasi bersifat acak satu dengan lainnya. 4) Investor bereaksi dengan menggunakan informasi secara penuh dengan cepat, sehingga harga sekuritas berubah dengan semestinya. Berdasarkan kondisi pertama diatas maka dapat diuraikan definisi pasar didasarkan pada nilai instrinsiknya. Beaver (Jogianto, 2005:9) menyatakan konsep awal efisiensi pasar berhubungan dengan informasi laporan keuangan berasal dari praktik analis sekuritas yang mencoba menemukan sekuritas dengan harga yang kurang benar (mispriced). Sekuritas-sekuritas yang dihargai kurang benar (mispriced) merupakan sekuritas yang harganya menyimpang dari nilai instrinsiknya atau nilai fundamentalnya. Untuk konteks seperti ini, efisiensi pasar diukur dari seberapa jauh harga-harga sekuritas menyimpang dari nilai instrinsiknya. Dengan demikian, suatu pasar yang efisien menurut konsep ini dapat didefinisikan sebagai pasar yang nilai-nilai sekuritasnya tidak menyimpang dari nilainilai instrinsiknya. Fama (1970) mendefinisikan pasar yang efisien sebagai berikut. “Suatu pasar sekuritas dikatakan efisien jika harga-harga sekuritas mencerminkan secara penuh informasi yang tersedia (a security market is
4
I Made Surya Negara Sudirman | Dampak Kenaikan BI Rate Terhadap Reaksi Pasar Saham-saham LQ-45 di Bursa Efek Indonesia. | Matrik, Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewirausahaan. Vol.4 No.1
efficient if security prices “fully reflect” the information available). Definisi Fama menekankan pada dua aspek, yaitu “fully reflect” dan “information available.” “ fully reflect” menunjukan bahwa harga sekuritas secara akurat mencerminkan informasi yang ada. Menurut versi Fama pasar dikatakan efisien jika dengan menggunakan informasi yang tersedia (information available), investor-investor secara akurat dapat mengekspektasi harga dari sekuitas yang bersangkutan. Terkait definisi Fama, Dyckman dan Morse (Jogianto, 2005:10) menyatakan bahwa istilah “fully reflect” tidak jelas. Harga sekuritas berubah karena adanya perubahan kepercayaan (bilief) investor akibat adanya informasi baru. Proses penyebaran (disseminating) informasi untuk membentuk kepercayaan baru terhadap harga sekuritas akan menentukan tingkat efisiensi pasar proses distribusi informasi ini menunjukan seberapa merata penyebaran informasi ini pada setiap orang. Beaver (Jogianto, 2005:11) menyatakan bahwa pasar dikatakan efisien terhadap suatu sistem informasi dan hanya jika harga-harga sekuritas seakan-akan setiap orang mengamati sistem tersebut (The market is efficient with respect to some specified information system, is and only if security prices act as if everyone observes the information system) definisi efisiensi pasar sebelumnya hanya menekankan pada akurasi harga akibat informasi yang tersedia, tetapi mengabaikan distribusi informasinya. Definisi Beaver secara implisit mengatakan bahwa jika setiap orang mengamati suatu sistem informasi, maka setiap orang dianggap mendapatkan informasi yang sama. Jones (2002:316) menyatakan bahwa suatu pasar yang efisien adalah pasar yang harga-harga sekuritasnya secara cepat dan penuh mencerminkan semua informasi yang tersedia terhadap aktiva tersebut (an efficient market is one which the price of all securities
quickly and fully reflect all available information about the assets). Difinisi Jones menekankan pada proses dinamik mempertimbangkan distribusi informasi yang tidak simetris dan menjelaskan bagaimana harga-harga akan menyesuaikan karena informasi tidak simetris tersebut. Pasar dikatakan efisien jika penyebaran informasi ini dilakukan secara cepat sehingga informasi menjadi simetris, yaitu setiap orang memiliki informasi ini. Secara formal pasar modal yang efisien didefinisikan sebagai pasar yang harga sekuritas-sekuritasnya telah mencerminkan semua informasi yang relevan. Semakin cepat informasi baru tercermin pada harga sekuritas, semakin efisien pasar modal tersebut. Dengan demikian akan sangat sulit (atau bahkan tidak mungkin) bagi para pemodal untuk memperoleh tingkat keuntungan di atas normal secara konsisten dengan melakukan transaksi perdagangan di bursa efek. Tingkat keuntungan di atas normal diperoleh apabila tingkat keuntungan yang direalisir lebih tinggi dari tingkat keuntungan yang diharapkan. Efisiensi dalam artian ini sering juga disebut sebagai efisiensi informasional. 2.2 Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Suku bunga SBI merupakan suku bunga surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. Dimana penerbitan SBI dilakukan atas unjuk dengan nominal tertentu dan penerbitannya berkaitan dengan operasi pasar terbuka (open market operation). Suku bunga SBI ditetapkan oleh Bank Indonesia. 2.3 Studi Peristiwa (event study) Jones (2002:324) menyatakan event study merupakan analisis empiris prilaku harga saham disekitar fakta peristiwa ( event study is an empirical analysis of stock price behavior sorrounding a particular event). Analisis empiris bertujuan unuk mempelajari
5
I Made Surya Negara Sudirman | Dampak Kenaikan BI Rate Terhadap Reaksi Pasar Saham-saham LQ-45 di Bursa Efek Indonesia. | Matrik, Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewirausahaan. Vol.4 No.1
reaksi pasar terhadap suatu peristiwa (event) yang informasinya dipublikasikan sebagai suatu pengumuman. Reaksi pasar dapat dilihat dari adanya abnormal return pada periode peritiwa. Apakah abnormal return diperoleh berkepanjangan atau tidak?, hal ini menujukan seberapa cepat harga saham menyesuaikan pada sebuah peristiwa ekonomi (Brown, et all 2003:182). Event study juga dapat digunakan untuk menguji kandungan informasi (information content) dari suatu pengumuman dan dapat juga digunakan untuk menguji efisiensi pasar bentuk setengah kuat. Pengujian kandungan informasi dan pengujian efisiensi pasar bentuk setengah kuat merupakan dua pengujian yang berbeda. Pengujian kandungan informasi dimaksud untuk melihat reaksi dari suatu pengumuman atau peristiwa. Jika pengumuman mengandung informasi (information content), maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar. Reaksi pasar ditunjukan dengan adanya perubahan harga dari sekuritas bersangkutan. Pengujian kandungan informasi hanya menguji reaksi pasar, tetapi tidak menguji seberapa cepat pasar tersebut bereaksi. Jika pengujian melibatkan kecepatan reaksi pasar menyerap informasi yang diumumkan, maka pengujian ini merupakan pengujian efisiensi pasar secara informasi bentuk setengah kuat. Pasar dikatakan bentuk efisien setengah kuat jika tidak ada investor yang memperoleh abnormal return dari informasi yang diumumkan. Atau, jika ada abnormal return, pasar harus bereaksi dengan cepat menyerap abnormal return dan menuju ke harga keseimbangan baru. III.METODE PENELITIAN 3.1.Periode Peristiwa dan Obyek Penelitian Rancangan penelitian yang diterapkan adalah rancangan studi peristiwa
(event study) yang ditunjukkan untuk mengukur signifikansi kenaikan suku bunga SBI yang terjadi sebanyak sembilan kali sejak April 2005 sampai 7 Desember 2005. Pengujian dampak kenaikan suku bunga SBI yang berulang-ulanng sebanyak sembilan kali, dimaksudkan untuk melihat kandungan informasi setiap kenaikan dan pengujian efisiensi pasar, serta dampaknya terhadap jumlah saham yang memberikan actual return positif dan negatif. Pengujian berulang ini penting dilakukan karena dampak kenaikan suku bunga SBI tergantung pada besarnya suku bunga SBI tersebut. Semakin besar suku bunga SBI semakin berdampak pada perdagangan saham. Oleh karena itu, melalui analisis deskriptif besarnya suku bunga SBI pada masingmasing kenaikan juga dapat dikaitkan dengan banyaknya jumlah saham yang memberikan return negatif dan positif. Penelitian ini dilakukan terhadap harga saham-saham perusahaan LQ-45 yang diperdagangkan di BEI yang seluruhnya berjumlah 35 perusahaan (Perusahaan yang sahamnya berturut-turut masuk dalam kategori LQ 45 selama tahun 2005). Dipilihnya saham perusahaan pada LQ-45 dengan petimbangan bahwa perusahaanperusahaan yang tergabung dalam LQ-45 merupakan saham yang likuid dan diminati investor. Harga saham yang diamati dalam penelitian ini adalah harga saham pada periode estimasi 100 hari operasional perdagangan Bursa Efek Indonesia (t-103 sampai t-4) dan periode peristiwa yang terdiri dari 7 hari pengamatan, yaitu tiga hari sebelum kenaikan SBI (H-3) dan, satu hari saat pengumuman kenaikan SBI (20 April 2005, 11 Mei 2005, 22 Juni 2005, 6 Juli 2005, 31 Agustus 2005, 7 September 2005, 5 Oktober 2005, 30 Nopember 2005, dan 7 Desember 2005) serta 3 hari setelah pengumuman (H-3). Dipilihnya sembilan dari dua puluh empat tanggal kenaikan suku
6
I Made Surya Negara Sudirman | Dampak Kenaikan BI Rate Terhadap Reaksi Pasar Saham-saham LQ-45 di Bursa Efek Indonesia. | Matrik, Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewirausahaan. Vol.4 No.1
bunga SBI sebagai event, karena pada kesembilan tanggal tersebut tidak terjadi peristiwa lain (ekonomi dan politik) yang dapat menyebabkan distorsi dampak kenaikan suku bunga SBI terhadap reaksi pasar saham-saham LQ-45 di BEI. 3.2.Populasi dan Sampel Penelitian Populasi penelitian ini adalah sahamsaham yang tergolong kedalam indeks LQ45. Metode penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode purposive sampling, artinya sampel dipilih hanya mengambil saham-saham yang terus muncul dalam katagori saham LQ-45 selama tahun 2005, baik saham LQ-45 enam bulan pertama dan enam bulan ke dua. Saham-saham yang terus muncul selama tahun 2005 berjumlah 35 perusahaan (Tabel 1). 3.3. Jenis dan Sumber Data Jenis data menurut sifatnya dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan Kualitatif. Data kuantitatif adalah data dalam bentuk angka-angka yang dapat dinyatakan dan diukur dengan satuan hitung, atau data kualitatif yang diangkakan (Sugiono, 2001). Data kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data emiten yang tergolong kedalam LQ 45 berturut-turut selama tahun 2005 meliputi data harga saham, volume perdagangan dan jumlah saham yang outstanding. Sedangkan data kualitatif yang digunakan adalah informasi terkait dengan event yang terjadi pada tahun 2005. Jenis data menurut sumbernya merupakan data sekunder, yaitu data yang telah dikumpulkan dan dipublikasikan oleh pihak tertentu. Publikasi data tersebut diperoleh dari Capital Market Directory, JSX Daily Statistic dan Situs Bursa Efek Indonesia (www.jsx.co.id)
3.4. Prosedur Pengumpulan Data Data dikumpulkan dengan cara dokumentasi karena keseluruhan data yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang dilakukan dengan mengambil data penelitian berdasarkan dokumen-dokumen BEI mengenai data-data emiten yang tergolong kedalam LQ 45 berturut-turut selama tahun 2005 meliputi data harga saham dari Capital Market Directory, JSX daily Statistic dan situs www.jsx.co.id, serta data dan informasi mengenai peristiwa kenaikan suku bunga SBI yang dikumpulkan dari situs-situs internet antara lain http://www.bi.go.id 3.5. Teknik Analisis Data 3.5.1. Perhitungan return tidak normal (abnormal return) saham 1. Return Saham (Actual Return) Merupakan return saham atau keuntungan yang diterima dari investasi selama periode pengamatan, yang diperoleh dengan rumus sebagai berikut : Pit Pit 1 …………...........(1) Pit 1 Dimana : Rit = keuntungan saham i waktu ke t Pit = harga saham i waktu t P(it-1) = harga saham i waktu t-1 2. Return ekspektasi (expected return) Merupakan return yang diharapkan oleh investor dengan asumsi investor menggunakan etimasi berdasarkan pendekatan market model. Model ekspektasi dapat dibentuk dengan menggunakan teknik regresi OLS (Ordinary Leas Square) dengan persamaan:
Rit=
Rij= i i .Rm j ij
..................(2)
Dimana : Rij
= Return realisasi saham ke-i pada periode estimasi ke-j
7
I Made Surya Negara Sudirman | Dampak Kenaikan BI Rate Terhadap Reaksi Pasar Saham-saham LQ-45 di Bursa Efek Indonesia. | Matrik, Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewirausahaan. Vol.4 No.1
αi
= intercept untuk saham ke-i
βi
= Koefisien slope yang merupakan beta dari saham ke-i
Rmj
= return indeks pasar periode estimasi ke-j
εij
= kesalahan residu saham ke-i pada periode estimasi ke-j
pada
3. Return pasar (market return) Merupakan return pasar yang terjadi pada waktu ke-t yang merupakan selisih indeks harga saham sekarang relatif terhadap indeks harga saham sebelumnya, dapat dihitung dengan rumus: Im mt Im t 1
Im t 1
Rmt =
Imt = Indeks LQ-45 pada periode ke-t Im t-1 = Indeks LQ-45 pada periode ke t-1 4. Return tidak normal (abnormal return) Merupakan selisih antara actual return dengan expected return, perhitungan return tidak normal dilakukan dengan rumus: RTNit= Rit ERit .....................(3) Dengan, RTNit =
Rit
=
E[Rit] =
Return tidak normal (abnormal return) saham ke-i pada periode peristiwa ke-t Return sesungguhnya (actual return) saham ke-i pada periode peristiwa ke-t Return ekspektasi (expected return) saham ke-i pada periode peristiwa ke-t
3.5.2. Pengujian statistik 1. Pengujian statistik perolehan return tidak normal (abnormal return) Pengujian terhadap abnormal return bertujuan untuk melihat signifikansi
abnormal return yang ada di periode peristiwa. Signifikansi yang dimaksud adalah bahwa abnormal return tersebut secara statistik signifikan tidak sama dengan nol, pengujian Z (Z-test) digunakan untuk maksud ini. Dalam penelitian ini pengujian statistik terhadap abnormal return dilakukan berdasarkan deviasi standar return-return selama periode estimasi dengan nilai prediksi returnnya yang dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: 1) Perhitungan nilai-nilai return ekspektasi: Return ekspektasi untuk hari ke-j diperiode estimasi dapat diperoleh dengan memasukkan nilai return indeks pasar pada hari ke-j di masing-masing model estimasi tiap saham (ЄRij = αi + βi . Rmj + Єij) 2) Menghitung nilai-nilai deviasi standar Untuk menghitung nilai Z-hitung dari return tidak normal dan pada peristiwa, maka perlu dihitung terlebih dahulu standar deviasi masing-masing saham. Berdasarkan pendekatan market model, penentuan deviasi standar harian selama periode peristiwa, nilai standarnya yang digunakan adalah nilai rata-rata abnormal return-nya dengan formula sebagai berikut: n
X ij X
RTNSij= dengan, SDi =
2
i j
N 1
…………(4)
standar deviasi untuk hari kej
Xij
=
return saham ke-i selama periode peristiwa
Xi
=
rata-rata abnormal return saham ke-i untuk hari ke-j selama periode peristiwa
N
=
jumlah sampel
3) Menghitung nilai return tidak normal standarisasi (RTNSij) 8
I Made Surya Negara Sudirman | Dampak Kenaikan BI Rate Terhadap Reaksi Pasar Saham-saham LQ-45 di Bursa Efek Indonesia. | Matrik, Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewirausahaan. Vol.4 No.1
Deviasi standar masing-masing saham ke-I (Sdi) ini kemudian digunakan sabagai pembagi untuk return-return tidak normal di periode peristiwa untuk tiap-tiap saham dalam menentukan (RTNSij), sehingga formula (RTNSij) menjadi: RTNSij=RTNit /SDi………………...(5) dengan, RTNSij = return tidak normal standarisasi saham ke-i pada hari ke-j RTNit =
return tidak normal saham ke-i pada hari ke-t di periode peristiwa
SDi
standar deviasi untuk hari kej
=
Jika return tidak normal masing-masing pada hari ke-t (RTNit) merupakan returnreturn yang independen dan terdistribusi secara identik, maka return tidak normal standarisasi (RTNSt) mempunyai distribusi normal. Implikasinya adalah return tidak normal stadarisasi (RTNSt) merupakan nilai dari Z-hitung. 4) Penetapan nilai Z-hitung, yang ditentukan dengan formula: k
Zt = RTNt = dimana, Zt =
RTNS it
i 1
k
……………..(6)
Z-hitung
RTNSit =
Return tidak normal standarisasi portofolio untuk hari ke-t di periode peristiwa
RTNit =
Return tidak normal saham ke-I untuk hari ke-t di periode peristiwa
k
standar deviasi untuk hari kej
=
3.6. Hipotesis Ho : tidak terdapat rata-rata abnormal return yang signifikan pada perdagangan saham LQ-45 di Bursa Efek Indonesia Hi : terdapat rata-rata abnormal return yang signifikan pada perdagangan saham LQ-45 di Bursa Efek Indonesia IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Actual Return Rekapitulasi hasil perhitungan actual return disekitar periode peristiwa pertama sampai peristiwa ke sembilan kenaikan suku bunga SBI memberikan hasil yang mendukung penelitian sebelumnya. Dimana pada saat peristiwa pertama sampai ke peristiwa ke empat kenaikan suku bunga SBI return positif masih lebih banyak diperoleh dari return negatif selama periode peristiwa (t-3 sampai dengan t+3). Perolehan return positif dan negatif pada masing-masing peristiwa pertama sampai keempat adalah sebagai berikut, 1) pada periode peristiwa pertama, terjadi return positif sebanyak 60%, negatif 29%, dan sisanya nol, 2) pada periode peristiwa ke dua terjadi, return positif sebanyak 42,4%, negatif sebanyak 34,7%, dan sisanya nol, 3) pada periode peristiwa ke tiga, terjadi return positif sebanyak 38,4%, negatif sebanyak 33,9%, dan sisanya nol, 4) pada saat peristiwa ke empat terjadi return positif sebanyak 40,4%, negatif sebanyak 34,3%, dan sisanya nol. Hasil ini menunjukan, pada kisaran kenaikan suku bunga SBI dari 7,70% pada peristiwa pertama (20 April 2005) sampai dengan 8,44% pada peristiwa ke empat (6 Juli 2005), saham-saham LQ-45 masih memberi return positif lebih banyak dari pada return negatif, meskipun terlihat terjadi kecenderungan penurunan jumlah saham-saham LQ-45 yang memberikan return positif selama periode peristiwa.
9
I Made Surya Negara Sudirman | Dampak Kenaikan BI Rate Terhadap Reaksi Pasar Saham-saham LQ-45 di Bursa Efek Indonesia. | Matrik, Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewirausahaan. Vol.4 No.1
Kemudian pada peristiwa kelima (31 Agustus 2005) titik balik terjadi, dimana Bank Indonesia kembali menaikan suku bunga SBI mencapai 9,51%. Pada saat ini jumlah saham-saham LQ-45 yang memberikan return positif sama besarnya dengan jumlah saham yang memberikan return negatif, yaitu sebesar 43,7%, dan sisanya nol. Saham-saham LQ-45 mulai lebih banyak yang memberikan return negatif ketika BI menaikan suku bunga SBI mencapai 10% sampai dengan 12,75%, yaitu pada peristiwa ke enam sampai ke sembilan. Perolehan return positif dan negatif pada masing-masing periode peristiwa ke enam sampai ke sembilan adalah sebagai berikut, 1) pada periode peristiwa enam, terjadi return negatif sebanyak 54,3%, positif sebanyak 28,6%, dan sisanya nol, 2) pada periode peristiwa ke tujuh terjadi, return negatif sebanyak 45,3%, positif sebanyak 35,5%, dan sisanya nol, 3) pada periode peristiwa ke delapan, terjadi return negatif sebanyak 40,0%, positif sebanyak 31,4%, dan sisanya nol, 4) pada saat peristiwa ke sembilan terjadi return negatif sebanyak 54,3%, positif sebanyak 26,1%, dan sisanya nol. Hasil ini menunjukan, pada kisaran kenaikan suku bunga SBI dari 10% pada peristiwa ke enam (7 September 2005) sampai dengan 12,75% pada peristiwa ke sembilan (7 Desember 2005), saham-saham LQ-45 memberi return negatif lebih banyak dari pada return positif, bahkan terlihat terjadi kecenderungan peningkatan jumlah saham-saham LQ-45 yang memberikan return negatif selama periode peristiwa. 4.2
Market Return Market return diukur dengan return indeks LQ-45. Selama periode penelitian terdapat market return yang bernilai positif dan negatif. Nilai market return positif mengindikasikan adanya peningkatan harga
saham-saham LQ-45 secara umum, Sedangkan market return yang bernilai negatif mengindikasikan adanya penurunan harga saham-saham LQ-45 secara umum. Hasil penelitian menunjukan, pada periode peristiwa pertama market return negatif terjadi empat kali, dan market return positif terjadi tiga kali, market return terendah diperoleh -3,46% dan tertinggi dicapai 1,33%. Pada periode peristiwa kedua market return negatif terjadi empat kali, dan market return positif terjadi tiga kali, market return terendah diperoleh -1,53% dan tertinggi dicapai 2.13% . Pada periode peristiwa ketiga market return negatif terjadi dua kali, dan market return positif terjadi lima kali, market return terendah diperoleh -1,53% dan tertinggi dicapai 1.59%. Pada periode peristiwa keempat market return negatif terjadi tiga kali, dan market return positif terjadi empat kali, market return terendah diperoleh -1,23% dan tertinggi dicapai 1.86%. Pada periode peristiwa kelima market return negatif terjadi empat kali, dan market return positif terjadi tiga kali, market return terendah diperoleh -5,62% dan tertinggi dicapai 5.23%. Pada periode peristiwa keenam market return negatif terjadi dua kali, dan market return positif terjadi lima kali, market return terendah diperoleh 1,19% dan tertinggi dicapai 2.17% . Pada periode peristiwa ketujuh market return negatif terjadi dua kali, dan market return positif terjadi lima kali, market return terendah diperoleh -2,24% dan tertinggi dicapai 3.2%. Pada periode peristiwa kedelapan market return negatif terjadi tiga kali, dan market return positif terjadi empat kali, market return terendah diperoleh 0,95% dan tertinggi dicapai 2.61% . Pada periode peristiwa kesembilan market return yang terjadi hanya market return positif sebanyak tujuh kali, market return terendah diperoleh 0,013% dan tertinggi dicapai 2.75% .
10
I Made Surya Negara Sudirman | Dampak Kenaikan BI Rate Terhadap Reaksi Pasar Saham-saham LQ-45 di Bursa Efek Indonesia. | Matrik, Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewirausahaan. Vol.4 No.1
Peristiwa kenaikan suku bunga SBI dapat menyebabkan terjadinya peningkatan volatilitas pasar yang ditunjukan dengan fluktuasi market return. Market return bisa terlihat positif setelah terjadi penurunan indeks pasar yang besar, dimana sebelumnya pasar menjadi panik sehingga melakukan aksi jual saham, sesaat setelah itu memungkinkan terjadinya return positif karena adanya sebagian investor yang risk seeker melakukan aksi beli saham, yang pada umumnya memiliki motif spekulasi. 4.3
Return Ekspektasi Hasil perhitungan return ekspektasi pada masing-masing periode peristiwa sangat bervariasi di pengaruhi oleh periode 100 hari pengamatan sebelumnya. Hasil perhitungan rata-rata return ekspektasi (average expected return, AER) pada masing-masing periode peristiwa dari periode peristiwa pertama sampai kesembilan kenaikan suku bunga SBI berturut-turut sebagai berikut, 1,13%, 0,17%, 0,21%, 0,10%, 0,07%, -0,91%, -0,61%, 0,64%, -1,07%. Hasil perhitungan tersebut menunjukan semakin rendahnya ekspektasi investor terhadap return saham selama periode peristiwa kenaikan suku bunga SBI. Hal ini disebabkan kenaikan suku bunga SBI menyebabkan memburuknya prospek usaha di Indonesia pada periode tersebut. 4.4
Abnormal Return Abnormal return merupakan selisih antara actual return dengan return ekspektasi. Abnormal return saham LQ-45 pada masing-masing periode peristiwa dapat menunjukan nilai negatif atau positif. Abnormal return positif menunjukan bahwa actual return saham selama periode peristiwa lebih besar dibandingkan dengan return ekspektasi yang diprediksi para investor, sedangkan abnormal return negatif menunjukan bahwa actual return saham tersebut selama periode peristiwa lebih kecil dibandingkan dengan return ekspektasi yang
diprediksi para investor saham tersebut selama periode peristiwa. Berdasarkan hasil penelitian terjadi abnormal return selama periode peristiwa sembilan kali kenaikan suku bunga SBI, secara keseluruhan, terdapat abnormal return yang signifikan secara statistik (Tabel 2) pada masing-masing tanggal periode peristiwa. Hasil perhitungan dan pengujian abnormal return pada masing-masing peristiwa adalah sebagai berikut, 1) pada H-3 periode peristiwa terjadi abnormal return signifikan 1% pada setiap saat kenaikan suku bunga SBI, kecuali pada kenaikan ke delapan (30 Nopember 2005). 2) pada H-2 periode peristiwa terjadi abnormal return signifikan 1% sebanyak 5 kali dan signifikan 5% sebanyak satu kali, dan yang tidak singifikan tiga kali pada saat kenaikan suku bunga SBI keempat (6 Juli 2005), keenam ( 7 September 2005), dan kesembilan (7 Desember 2005). 3) pada H-1 periode peristiwa terjadi abnormal return signifikan 1% sebanyak 7 kali dan signifikan 5% sebanyak satu kali dan dua yang tidak signifikan yaitu pada kenaikan suku bunga SBI yang pertama (20 April 2005) dan kedelapan (30 Nopember 2005). 4) pada H-0 periode peristiwa terjadi abnormal return signifikan 1% pada setiap saat kenaikan suku bunga SBI, kecuali pada kenaikan ketiga (22 Juni 2005) signifikan 10%. 5) pada H+1 periode peristiwa terjadi abnormal return signifikan 1% sebanyak 5 kali, signifikan 5% dan 10% masing-masing sekali, yaitu pada kenaikan suku bunga SBI yang kedua (11 Mei 2005) dan kesembilan (7 Desember 2005) dan yang tidak signifikan sebanyak dua kali yaitu kenaikan suku bunga SBI ketiga (30 Nopember 2005) dan kedelapan (30 Nopember 2005). 6) pada H+2 periode peristiwa terjadi abnormal return signifikan 1% sebanyak empat kali, signifikan 5% dua kali, dan yang tidak signifikan sebanyak tiga kali yaitu pada saat kenaikan suku bunga SBI ketiga (22 Juni 2005), keempat (6 Juli 2005), dan kelima (31
11
I Made Surya Negara Sudirman | Dampak Kenaikan BI Rate Terhadap Reaksi Pasar Saham-saham LQ-45 di Bursa Efek Indonesia. | Matrik, Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewirausahaan. Vol.4 No.1
Agustus 2005). 7) pada H+3 periode peristiwa terjadi abnormal return signifikan 1% pada setiap saat kenaikan suku bunga SBI, kecuali pada kenaikan ke tujuh (5 Oktober 2005) signifikan 5% dan kedelapan (7 Desember 2005) signifikan 10% . Berdasarkan hasil analisis tersebut maka dapat diketahui pasar bereaksi terhadap kenaikan suku bunga SBI selama tahun 2005. Reaksi tersebut terjadi secara berkepanjangan, ditunjukan dengan diperolehnya abnormal return pada sebagian besar hari selama periode peristiwa tiap-tiap kenaikan suku bunga SBI. Abnormal return signifikan pada setiap kenaikan suku bunga SBI terjadi pada H-3 sampai dengan H-1, menunjukan adanya kebocoran informasi tersebut dan signifikan pada H 0 sampai dengan H+3 hal ini membuktikan dampak yang konsisten dan berkepanjangan ditimbulkan oleh adanya kenaikan suku bunga SBI, menunjukan pasar modal belum efisien bentuk setengah kuat. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukan hubungan negatif antara return saham dan suku bunga, belum tentu berarti terjadinya abnormal return negatif saat periode peristiwa, karena abnormal return dihitung dengan mengurangi expected return dengan actual return, sehingga hal ini sangat tergangung dari expected return dan actual return. Dimana, expected return yang dihitung dengan menggunakan market model dapat menunjukan ekspektasi yang sangat buruk ditunjukan dengan rendahnya rata-rata expected return pada periode peristiwa. sedangkan actual return dihitung pada periode peristiwa dapat menghasilkan nilai yang lebih tinggi dari pada return ekspektasi. Lebih tingginya actual return dibandingkan return ekspektasi dapat disebabkan oleh sebagian besar investor menggunakan strategi perdagangan aktif. Dengan demikian, maka kenaikan suku bunga SBI dapat menghasilkan lebih banyak abnormal return positif. Hal ini ditunjukan oleh abnormal
return positif yang diperoleh secara dominan dengan proporsi 63%, 67%, 57%, 78%, 50%, dan 67% masing-masing pada H-3, H-2, H-1, H0, H+2, dan H+3, Sedangkan reaksi pasar negatif hanya mendominasi pada H+1 dengan proporsi 57%. V. SIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN 4.1 Simpulan 1) Berdasarkan hasil analisis deskriptif diketahui, kenaikan suku bunga SBI berpotensi mengurangi jumlah saham yang memberikan actual return positif. Hal ini ditunjukan dengan semakin besar suku bunga SBI semakin besar kecenderungan persentase saham yang memberikan return negatif. 2) Terjadinya reaksi pasar ditunjukan dengan perolehan abnormal return pada peristiwa kenaikan suku bunga SBI menunjukan pasar modal Indonesia masih belum efisien bentuk setengah kuat. Terjadinya abnormal return tiga hari sebelum peristiwa tersebut terjadi mengindikasikan informasi kenaikan suku bunga SBI tersebut telah diketahui oleh investor. Dan investor masih dapat memperoleh abnormal return tiga hari setelah tanggal peristiwa menunjukan reaksi pasar yang berkepanjangan. 3) Dominasi perolehan abnormal return positif terjadi disebabkan karena invetor menggunakan strategi perdagangan aktif. 4.2 Saran 1) Berdasarkan kesimpulan pertama, maka investor dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk mengambil keputusan yang tepat apabila peristiwa kenaikan suku bunga SBI terjadi kembali pada periode mendatang. Dimana semakin tinggi suku bunga SBI maka semakin banyak saham saham yang memberikan return negatif dibandingkan
12
I Made Surya Negara Sudirman | Dampak Kenaikan BI Rate Terhadap Reaksi Pasar Saham-saham LQ-45 di Bursa Efek Indonesia. | Matrik, Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewirausahaan. Vol.4 No.1
dengan saham-saham yang memberikan return positif. 2) Berdasarkan kesimpulan kedua, terjadinya reaksi pasar dapat dijadikan salah satu pertimbangan bagi investor dalam mengambil keputusan apabila peristiwa kenaikan suku bunga SBI terjadi kembali di masa yang akan datang. 3) Berdasarkan kesimpulan yang ketiga, dalam kondisi pasar dimana sahamsaham yang cenderung menghasilkan lebih banyak actual return negatif dan mengalami peningkatan volatilitas, strategi perdagangan aktif menjadi
penting dilaksanakan untuk memperoleh abnormal return positif. 4.3 Keterbatasan 1) Penelitian ini hanya meneliti sahamsaham yang tergolong dalam salam LQ45, sehingga perlu dilakukan kajian terhadap saham-saham selain yang tergolong dalam LQ-45. 2) Penelitian ini menggunakan pendektan market model dalam memprediksi ekspected return, sehingga perlu dilakukan kajian dengan pendekatan yang lain.
Gambar 1. Jumlah Uang Beredar (M1 dan M2), Cadangan Devisa (CAD) Juni 2000 s/d Desember 2004
13
I Made Surya Negara Sudirman | Dampak Kenaikan BI Rate Terhadap Reaksi Pasar Saham-saham LQ-45 di Bursa Efek Indonesia. | Matrik, Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewirausahaan. Vol.4 No.1
Gambar 2. JIBOR 1 Bulan dan JIBOR 3 Bulan Juni 2000 s/d September 2005
Tabel 1 35 Nama Perusahaan Tergolong LQ-45 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Kode AALI ANTM ASII BBCA BBRI BDMN BMRI BNBR BNGA BNII BRPT BUMI ENRG GGRM GJTL INCO INDF INKP
Nama Perusahaan Astra Argo Lestari Aneka Tambang Astra Internasional Bank Central Asia Bank Rakyat Indonesia Bank Danamon Bank Mandiri Bakrie Brothers Bank Niaga Bank Intl Indonesia Barito Pacific Timber Bumi Resources Energi Mega Persada Gudang Garam Gajah Tunggal Intl Nickel Indonesia Indofood Sukses Makmur Indah Kiat Pulp & Pape
No. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35.
Kode INTP ISAT JIHD KIJA KLBF LSIP MEDC PLAS PNPN PTBA SMCB TINS TKIM TLKM UNSP UNTR UNVR
Nama Perusahaan Indocement T.P. Indosat Jakarta International Hotel Kawasan Ind. Jababeka Kalbe Farma PP London Sumatera Medco Energi Internasional Palm Asia Corpora Pan Indonesia Bank Tambang Batubara Bukit Asam Semen Cibinong Timah Tjiwi Kimia Telkom Bakrie Sumatera Platntations United Tranctors Unilever
14
I Made Surya Negara Sudirman | Dampak Kenaikan BI Rate Terhadap Reaksi Pasar Saham-saham LQ-45 di Bursa Efek Indonesia. | Matrik, Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewirausahaan. Vol.4 No.1
Tabel 2 Rekapitulasi Perhitungan Abnormal Return dan Signifikansi Pengujian Statistik Pada Periode Peristiwa Kenaikan suku bunga SBI.
15
I Made Surya Negara Sudirman | Dampak Kenaikan BI Rate Terhadap Reaksi Pasar Saham-saham LQ-45 di Bursa Efek Indonesia. | Matrik, Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewirausahaan. Vol.4 No.1
Daftar Pustaka: Antell Jan, 2004, Volatility Linkages in Finish Stock, Bond, and Money Market. Swedish School of Economics and Business Administration, Finland. Available from URL: http:/www.srrn.com Brown Keith C. and Reilly Frank K. 2003, Investment Analysis and Portfolio Management, Seventh Edition, Thomson, South-Western, USA Dormbusch Rudiger and Fischer Stanley, 1981, Macro Economics, Second edition, McGRAW-HILL International Book Company, Singapore . Ehrmann Michael, Fratzscher Marcel, Rigobon Roberto, 2005, Stock, Bond, Money Markets and Exchange Rate Measuring International Financial Transmission. Available from: URL: http://www.ecb.int Fama E. F., Fischer L., Jensen., M. C., Roll R., 1969, The Adjusment of Stock Price to New Information, International Economic Review, Vol.10 Available from URL: http:/www.srrn.com Fama E. F.,1970, Efficient Capital Markets: A Review of Theory and Empirical Work, The Journal of Finance, Vol. 25, No. 2, pp. 383-417. available from URL: http://links.jstor.org Fama E. F., 1991, Efficient Capital Markets II, The Journal of Finance, Vol.XLVI, No.5 December 1991, available from URL: http://links.jstor.org
Jogiyanto H,M, 2005, Pasar Efisien Secara Keputusan, Edisi pertama, PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta Jones, Charles P., 2002, Investments Analysis and Management, Eight Edition, John Wiley & Sons, Inc, USA Koutsoyiannis, A., 1979. Theory of Econometrics, Second Edition, The Macmillian Press L’td, Hong Kong Mishkin Frederick S., William Poole; Franco Modigliani, 1978, Efficient-Markets Theory: Implications for Monetary Policy. Comments and Discussion, Brookings Papers on Economic Activity, Vol. 1978, No. 3. (1978), pp. 753-768. vailable from URL: http://links.jstor.org Omran Mohammed, 2003 Time Series Analysis of the Impact of Real Interest Rates on Stock Market Activity and Liquidity in Egypty: Co-integration and Error Correction Model Approach, International Journal Business 8(3). 360374, Available from URL: http:/www.srrn.com Soediyono, 1984, Ekonomi Internasional: Pengantar Lalu lintas Pembayaran Internasional, Edisi Pertama, Liberty, Yogyakarta Tandelilin Eduardus, 2001, Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta Tessarimatis Nicholas, 2003, Stock Market Sensitivity to Interest Rates And Inflation, Athens Laboratory of Busines Administration (ALBA ) Greece Available from URL: http:/www.srrn.com
16