DAMPAK INKLUSI KEUANGAN TERHADAP KEBIJAKAN MONETER : Pengalaman Empiris dengan Data Panel Dinamis
ROZIANA OCTIA DASRIL
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Inklusi Keuangan terhadap Kebijakan Moneter : Pengalaman Empiris dengan Data Panel Dinamis adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2015 Roziana Octia Dasril NIM H14110044
ABSTRAK ROZIANA OCTIA DASRIL. Dampak Inklusi Keuangan terhadap Kebijakan Moneter : Pengalaman Empiris dengan Data Panel Dinamis. Dibimbing oleh NOER AZAM ACHSANI. Inklusi keuangan diciptakan untuk meningkatkan kapasitas dan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dan berkontribusi bagi masyarakat luas. Berdasarkan studi terdahulu menunjukkan inklusi keuangan terbukti mempunyai dampak yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Kemudian saat ini mulai bermunculan studi yang menganalisis bagaimana inklusi keuangan dapat memengaruhi transmisi kebijakan moneter. Menggunakan Index of Financial Inclusion (IFI) yang dikembangkan oleh Sarma (2008), penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak inklusi keuangan terhadap kebijakan moneter. Penelitian ini menggunakan pendekatan GMM untuk menganalisis data panel dinamis dengan periode 2008-2013 dari 37 negara di dunia yang dikelompokkan berdasarkan empat kategori tingkat pendapatan. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa peningkatan inklusi keuangan dapat meningkatkan efektivitas kebijakan moneter dengan cara mereduksi tingkat inflasi. Kemudian ditemukan pengaruh yang kuat dari inklusi keuangan terhadap efektivitas kebijakan moneter pada negara yang memiliki tingkat inklusi keuangan sedang dan tinggi. Kata kunci: Data panel dinamis, Inklusi keuangan, GMM, Kebijakan moneter
ABSTRACT ROZIANA OCTIA DASRIL. The Impact of Financial Inclusion on Monetary Policy : An Empirical Study with Dynamic Panel Data. Supervised by NOER AZAM ACHSANI. Financial inclusion is designed to increase capability and equal oppurtunities to participate and contribute among the economically excluded people. Based on literature review show that countries with higher degrees of financial inclusion tend to post higher economic growth. Then currently there is a growing literature discussing how the presence of financial inclusion may influence in transmitting monetary impulses to achieve the objective of monetary policy. Using Index of Financial Inclusion (IFI) that has been developed by Sarma (2008), the aim of this research is to provide some new empirical evidence on the impact of financial inclusion on monetary policy. This study using GMM method for dynamic panel over the period 2008-2013 for a sample of 37 countries grouped in to four cluster of level income. The result show that growing financial inclusion would improve the monetary policy effectiveness through decrease inflation rate. And then this study find strong effect of financial inclusion on monetary policy effectiveness for countries wich medium and high level of financial inclusion. Keywords : Dynamic panel data, Financial inclusion, GMM, Monetary policy
DAMPAK INKLUSI KEUANGAN TERHADAP KEBIJAKAN MONETER : Pengalaman Empiris dengan Data Panel Dinamis
ROZIANA OCTIA DASRIL
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 ini ialah inklusi keuangan dengan judul Dampak Inklusi Keuangan terhadap Kebijakan Moneter : Pengalaman Empiris dengan Data Panel Dinamis. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Noer Azam Achsani, Ph.D selaku pembimbing yang senantiasa memberikan arahan, motivasi dan ilmu yang sangat berharga kepada penulis, kepada Ibu Dr. Lukytawati Anggraeni selaku penguji utama, dan Ibu Heni Hasanah, M.Si. Rasa terima kasih juga disampaikan kepada Ayah Drs. Dasril W, Ibu Dra. Oktra Zariati serta sahabatsahabat terdekat atas segala doa dan kasih sayangnya. Terakhir penulis ucapkan terima kasih atas segala dukungannya dari rekan-rekan Ilmu Ekonomi 48. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2014 Roziana Octia Dasril
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
4
Tujuan Penelitian
4
Manfaat Penelitian
4
Ruang Lingkup Penelitian
5
TINJAUAN PUSTAKA
5
Penelitian Terdahulu
5
Kerangka Pemikiran
7
Hipotesis Penelitian
8
METODE PENELITIAN
9
Jenis dan Sumber Data
9
Metode Analisis Data
9
Index of Financial Inclusion (IFI)
9
Data Panel Dinamis
10
Perumusan Model
13
Definisi Operasional Variabel
14
Prosedur Analisis
15
ANALISIS DAN PEMBAHASAN Analisis Eksploratif Data
15 15
Hasil Perhitungan Indeks Inklusi Keuangan Berdasarkan Kelompok Negara 18 Pengaruh Inklusi Keuangan terhadap Kebijakan Moneter SIMPULAN DAN SARAN
22 25
Simpulan
25
Saran
25
RIWAYAT HIDUP
34
DAFTAR TABEL 1 Peran inklusi keuangan dalam membantu tujuan kebijakan bank sentral 2 Rata-rata perkembangan indikator jumlah rekening deposit di bank komersial (per 1000 populasi dewasa) berdasarkan kelompok negara 3 Rata-rata perkembangan indikator jumlah cabang bank komersial (per 100.000 populasi dewasa) berdasarkan kelompok negara 4 Rata-rata perkembangan indikator jumlah pinjaman dari bank komersial dan jumlah deposit di bank komersial (% terhadap GDP) berdasarkan kelompok negara 5 Rata-rata perkembangan inflasi, lending rate, perubahan nilai tukar dan index of financial inclusion tahun 2008-2013 6 Hasil estimasi total panel dengan SYS-GMM, FD-GMM, PLS dan FEM 7 Hasil estimasi SYS-GMM berdasarkan kelompok negara
6 16 17
17 19 23 24
DAFTAR GAMBAR 1 Tingkat rata-rata indikator akses keuangan tahun 2008-2013 2 Rata-rata pergerakan tingkat inflasi tahun 2008-2013 berdasarkan kelompok negara dengan perbedaan tingkat pendapatan 3 Kerangka pemikiran teoritis 4 Kerangka pemikiran operasional 5 Rata-rata indeks inklusi keuangan tahun 2013 6 Hubungan linier inflasi dengan indeks inklusi keuangan, perubahan nilai tukar dan lending rate tahun 2008-2013 7 Perbandingan hubungan linier inflasi dengan index of financial Inclusion (IFI) berdasarkan tingkat pendapatan tahun 2008-2013
2 3 7 8 18 20 21
DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil penghitungan indeks inklusi keuangan (IFI) 37 negara di dunia berdasarkan kategori tingkat pendapatan 2 Hasil output model data panel dinamis program STATA v.12
28 29
PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian terdahulu telah banyak membahas tentang hubungan inklusi keuangan dengan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Berdasarkan pengalaman empiris menunjukkan bahwa peningkatan akses terhadap layanan keuangan dasar seperti tabungan, pembayaran dan kredit memberikan dampak positif yang cukup subtansial dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat miskin (Dupas dan Robinson 2009). Untuk pelaku usaha khususnya usaha kecil dan menengah, akses terhadap modal atau pembiayaan seringkali menjadi kendala utama dalam pertumbuhan bisnis (Schiffer dan Weder 2001). Berdasarkan hal tersebut reformasi sektor keuangan telah menjadikan inklusi keuangan sebagai prioritas dan inti dari agenda pembangunan internasional bagi para pembuat kebijakan dan lembaga-lembaga pengembangan di tingkat global. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2005 mendeklarasikan pentingnya meningkatkan lembaga keuangan mikro (Microfinance) bagi negara berkembang. Kemudian pada tahun 2006 The Nobel Institut memberikan penghagaan Nobel Perdamaian kepada Muhammad Yunus pendiri Grameen Bank atas jasanya sebagai pendiri lembaga keuangan mikro di Bangladesh yang berhasil meningkatkan akses keuangan bagi masyarakat miskin. Hasil kesepakatan KTT negara G-20 menetapkan inklusi keuangan untuk rumah tangga dan pelaku usaha kecil dan menengah sebagai pilar penting dalam pembangunan ekonomi dan pengentasan kemiskinan di negara-negara anggotanya. Lembaga-lembaga internasional juga bermunculan seperti Aliansi Inklusi Keuangan (AFI) yang memiliki tujuan utama untuk memajukan inklusi keuangan bagi kaum miskin dunia. Lebih lanjut International Monetary Fund (IMF) telah meluncurkan database yang berkaitan tentang inklusi keuangan sebagai upaya dalam mendorong peningkatan dan penelitian terhadap inklusi keuangan di dunia. Inklusi keuangan menurut Sarma (2008) didefinisikan sebagai sebuah proses yang menjamin kemudahan dalam akses, ketersediaan, dan manfaat dari sistem keuangan formal bagi seluruh pelaku ekonomi. Kemudian Sarma (2008) berpendapat sebuah sistem keuangan yang inklusif diciptakan karena berbagai alasan. Pertama, memfasilitasi efisiensi alokasi untuk sumber daya yang produktif. Kedua, akses ke layanan keuangan yang tepat secara signifikan dapat meningkatkan manajemen keuangan bagi rumah tangga dan UKM. Ketiga, sistem keuangan yang inklusif dapat membantu mengurangi pertumbuhan kredit dari lembaga keuangan informal (seperti rentenir) yang cenderung eksploitatif. Penurunan lembaga keuangan informal tersebut sebagai akibat dari peningkatan inklusi keuangan, menurut Khan (2011) tidak hanya memberikan manfaat bagi pembangunan ekonomi, namun sejatinya juga dapat memberikan dampak positif bagi transmisi kebijakan moneter karena dapat meningkatkan jumlah lembaga keuangan formal. Oleh karena itu saat sekarang ini mulai berkembang penelitian lebih lanjut (namun masih terbatas) yang menghubungkan inklusi keuangan dengan kebijakan moneter di beberapa negara seperti penelitian yang dilakukan oleh Mbutor dan Uba (2013), Mehrotra dan Yetman (2014), Di Bortolomeo dan Rossi (2007) serta Filardo, Genberg dan Hofmann (2014).
2 Data dari Bank Dunia menunjukkan bahwa 50 persen dari orang dewasa di seluruh dunia pada tahun 2011 tidak memiliki rekening di lembaga keuangan formal. Konsekuensinya menurut Mehrotra dan Yetman (2014) keterbatasan akses oleh masyarakat ini membuat kebijakan perubahan tingkat suku bunga oleh otoritas moneter menjadi tidak optimal dalam memengaruhi keputusan masyarakat untuk mengonsumsi suatu barang atau menyimpan uang mereka di lembaga keuangan formal. Kemudian hal ini juga akan menghasilkan efek yang tidak jelas dari pass-through tingkat suku bunga yang ditetapkan oleh bank sentral untuk memaksimalkan kesejahteraan. Lebih lanjut Mehrotra dan Yetman (2014) berpendapat penyebab kebijakan moneter berjalan tidak begitu stabil ketika tingkat inklusi keuangan rendah diakibatkan karena konsumen tidak dipengaruhi secara lansung oleh kebijakan perubahan suku bunga seperti yang tejadi di negara miskin dan berkembang yang memiliki tingkat akses keuangan yang rendah. Jumlah cabang bank komersial (per 100,000 populasi dewasa)
Jumlah rekening deposit di bank komersial (per 1000 populasi dewasa)
31.188 3845.74 21.380 14.292 269.98 Low Income
886.37
1113.96
Lower Income
Upper Income
3.425 High Income
Low Income
Lower Income
Upper Income
High Income
Outstanding loans from commercial banks (% terhadap GDP) Outstanding deposits with commercial banks (% terhadap GDP) 90.84 52.16 30.35
34.37
40.49
90.16
53.52
19.28 Low Income
Lower Income
Upper Income
High Income
Sumber : Financial Access Survey 2014 (diolah)
Gambar 1 Tingkat rata-rata indikator akses keuangan tahun 2008-2013 Pada umumnya terdapat tiga tujuan dari kebijakan moneter di beberapa negara yaitu stabilitas keuangan, stabilitas nilai tukar dan stabilitas harga atau stabilitas inflasi. Akan tetapi pada hakikatnya kebijakan moneter yang dilakukan oleh otoritas moneter dimaksudkan untuk memengaruhi kegiatan sektor riil dan kontrol terhadap inflasi sebagai upaya dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Penelitian ini berfokus pada dampak inklusi keuangan terhadap tujuan utama dari kebijakan moneter yaitu stabilitas inflasi. Terdapatnya
3 tingkat inklusi keuangan yang berbeda berdasarkan tingkat pendapatan per kapita di suatu negara mengindikasikan bahwa kondisi ini juga akan memberikan pengaruh yang berbeda pada stabilitas moneter di negara tersebut. Hal ini terlihat dari tingkat inflasi yang cenderung lebih tinggi pada negara berpendapatan menengah dan berpendapatan rendah. 12
Tingkat inflasi
10 8
Low income
6
Lower middle Income Upper middle income
4
High Income
2 0 2008
2009
2010
2011
2012
2013
Sumber : World Development Indicator 2014 (diolah)
Gambar 2 Rata-rata pergerakan tingkat inflasi tahun 2008-2013 berdasarkan kelompok negara dengan perbedaan tingkat pendapatan Masih terbatasnya penelitian yang menganalisis tentang pengaruh inklusi keuangan terhadap efektivitas kebijakan moneter maka diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menambah dan memperkaya bukti empiris tentang dampak inklusi keuangan terhadap kebijakan moneter. Pada penelitian terdahulu, indikator inklusi keuangan yang sering digunakan yaitu jumlah rekening pada bank komersial (per 1000 populasi dewasa). Indikator lain yang juga banyak digunakan yaitu jumlah cabang bank komersial, jumlah mesin ATM (per 100,000 populasi), jumlah deposit di bank komersial, dan jumlah kredit dari bank komersial (persen terhadap GDP). Semua indikator tersebut menurut Sarma (2008) memberikan informasi yang penting dalam sistem keuangan yang inklusif. Namun, ketika digunakan secara terpisah atau individu, indikator tersebut hanya akan memberikan informasi secara parsial. Penggunaan indikator secara terpisah tersebut juga akan menimbulkan kesalahan interpretasi dalam merepresentsikan tingkat inklusi keuangan. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan Index of Financial Inclusion (IFI) yang dikembangkan oleh Sarma (2008) sebagai proksi dari tingkat inklusi keuangan. IFI merupakan kombinasi dari tiga dimensi inklusi keuangan yaitu penetrasi perbankan, ketersediaan jasa perbankan, dan kegunaan. Penelitian mengenai dampak inklusi keuangan terhadap kebijakan moneter berdasarkan tingkat pendapatan dengan objek penelitian yang luas masih relatif jarang dilakukan. Pada penelitian ini bukan hanya menggunakan IFI dan ruang lingkup yang luas, namun juga akan menggunakan metode yang juga sesuai dengan tujuan dari penelitian yang ingin dicapai. Kemudian penelitian ini juga akan memberikan implikasi yang cukup berharga bagi otoritas moneter untuk mengevaluasi peran dari inklusi keuangan (yang gencar dilakuan pada dekade ini) dalam efektivitas kebijakan moneter.
4 Perumusan Masalah Studi terdahulu telah banyak membahas tentang peran inklusi keuangan dalam pembangunan dan pengentasan kemiskinan di dunia. Namun baru sedikit yang melakukan penelitian tentang peran inklusi keuangan dalam transmisi kebijakan moneter. Padahal pada dasarnya inklusi keuangan berhubungan secara tidak lansung dengan pendapatan agregat yang memiliki variabel tingkat suku bunga, tingkat tabungan, investasi, dan tingkat konsumsi masyarakat. Sehingga inklusi keuangan dapat membantu otoritas moneter mengontrol tingkat harga, dan stabilitas moneter. Peningkatan inklusi keuangan juga dapat mereduksi biaya cash management dan juga berkontribusi menjaga kekuatan dari local currency dan peningkatan terhadap sistem keuangan dalam perekonomian suatu negara (Mbutor dan Uba 2013). Terdapatnya tingkat inklusi keuangan yang berbeda berdasarkan tingkat pendapatan per kapita di suatu negara mengindikasikan bahwa hal ini juga akan memberikan pengaruh yang berbeda pada stabilitas moneter di negara tersebut. Hal ini terlihat dari tingkat inflasi yang cenderung lebih tinggi pada negara berpendapatan menengah dan berpendapatan rendah. Berdasarkan uraian singkat di atas, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu : 1. Bagaimana perbandingan tingkat inklusi keuangan berdasarkan kategori negara yang memilik tingkat pendapatan per kapita yang berbeda? 2. Bagaimana implikasi dari perbedaan tingkat inklusi keuangan terhadap kebijakan moneter di beberapa negara berdasarkan tingkat pendapatan?
Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi atau mengetahui dampak inklusi keuangan terhadap tujuan utama dari kebijakan moneter yaitu stabilitas inflasi di beberapa negara berdasarkan tingkat pendapatan. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan yang telah diuraikan, yaitu : 1. Menjelaskan perbedaan tingkat inklusi keuangan berdasarkan kategori negara yang memilik tingkat pendapatan per kapita yang berbeda. 2. Menganalisis dan membandingkan dampak dari inklusi keuangan terhadap kebijakan moneter di beberapa negara berdasarkan kategori tingkat pendapatan. Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberi manfaar bagi berbagai pihak, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Bagi pemerintah, diharapkan hasil penelitian dapat menjadi informasi dan masukan untuk perumusan kebijakan maupun program dalam rangka mewujudkan sistem keungan yang inklusif dan juga efektivitas kebijakan moneter. 2. Bagi masyarakat dan akademisi, diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan serta informasi mengenai inklusi keuangan,
5 efektivitas kebijakan moneter dan dapat dijadikan sumber acuan untuk penelitian lebih lanjut.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini difokuskan untuk mengevaluasi dan menganalisis peran dari inklusi keuangan terhadap tujuan utama kebijakan moneter yaitu stabilitas inflasi di 37 negara di dunia dari tahun 2008-2013. Negara yang diteliti adalah negara dengan karakteristik low income, lower middle income, upper middle income, dan high income yang kemudian dibagi ke dalam tiga ketegori yaitu berdasarkan indeks inklusi keuangan atau IFI. Menutur Sarma (2008) tiga kategori IFI yaitu high financial inclusion dengan nilai interval IFI (0.5 ≤ IFI <1), medium financial inclusion (0.3 ≤ IFI < 0.5) dan low financial inclusion (0.0 ≤ IFI < 0.3).
TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu Hariharan dan Marktanner (2012) mendefinisikan inklusi keuangan sebagai akses terhadap institusi keuangan formal seperti kredit, tabungan dan jasa asuransi. Selanjutnya mereka berpendapat bahwa rendahnya tingkat inklusi keuangan disebabkan oleh fenomena dari ragam sosial ekonomi seperti geografi, budaya, sejarah, agama, ketimpangan sosial ekonomi, struktur ekonomi dan kebijakan ekonomi. Terdapat korelasi yang kuat dan signifikan antara total produksi dari suatu negara dengan ketersediaan modal kapital. Kesimpulan dari penelitian adalah bahwa inklusi keuangan berpotensi untuk meningkatkan sektor keuangan pada tabungan, portofolio, efisiensi perantara keuangan dan dapat meningkatkan siklus bisnis. Khan (2011) menyatakan bahwa tingginya tingkat lembaga keuangan formal di suatu negara akan memberikan dampak positif bagi transmisi kebijakan moneter. Selanjutnya lembaga keuangan formal dapat ditingkatkan melalui inklusi keuangan dan dapat mereduksi jumlah lembaga keuangan non formal sehingga akan sangat efektif untuk transmisi kebijakan moneter. Kemudian inklusi keuangan juga dapat meningkatkan sektor UKM sehingga dapat berkontribusi dalam stabilitas pertumbuhan makroekonomi di suatu negara. Kemudian Filardo et al. (2014) dalam penelitiannya menemukan bahwa peningkatan inklusi keuangan dapat meningkatkan integrasi dari sistem keuangan domestik yang memiliki pengaruh yang sangat penting terhadap transmisi kebijakan moneter. Inklusi keuangan meningkatkan sensitivitas terhadap tingkat suku bunga dan permintaan agregat dalam perekonomian sehingga memberikan bank sentral kemudahan dalam memengaruhi aktivitas perekonomian. Di sisi lain tingginya tingkat integrasi pada pasar keuangan akan membuat nilai tukar dan juga terms of trade dalam jangka pendek lebih sensitif terhadap keputusan kebijakan moneter. Namun integrasi keuangan ini dalam jangka panjang akan memberikan kesulitan bagi bank sentral untuk memengaruhi tingkat suku bunga riil domestik karena tingkat suku bunga riil akan memiliki keterkaitan yang dekat
6 dengan suku bunga riil luar negeri. Oleh sebab itu berdasarkan studi di beberapa negara tingkat suku bunga domestik kehilangan potensi dalam memengaruhi perekonomian domestik. Penelitian yang dilakukan oleh Mbutor dan Uba (2013) menganalisis dampak inklusi keuangan terhadap kebijakan moneter di Nigeria pada tahun 19802012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan inklusi keuangan dapat meningkatkan efektivitas kebijakan moneter. Secara khusus ada hubungan yang kuat tapi negatif antara tingkat inflasi dan kredit dari bank komersial yang dimiliki masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa semata-mata jumlah kredit yang ditawarkan akan meningkatkan investasi dan meredam inflasi. Lebih lanjut dalam penelitiannya, Mbutor dan Uba (2013) menguraikan peran dari inklusi keuangan dalam membantu bank sentral atau otoritas moneter di Nigeria mencapai tujuannya sebagai berikut: Tabel 1 Peran inklusi keuangan dalam membantu tujuan kebijakan bank sentral Tujuan kebijakan bank sentral
Bagaimana inklusi keuangan berperan dalam membantu tujuan kebijakan bank sentral
Stabilitas moneter dan stabilitas harga
Kemampuan bank sentral akan meningkat dalam memengaruhi tabungan, investasi dan perilaku konsumsi masyarakat melalui perubahan tingkat suku bunga dan nilai tukar ketika jumlah partisipasi masyarakat meningkat dalam sektor keuangan formal
Menerbitkan mata uang yang sah
Peningkatan penggunaan e-payments dan penurunan pembayaran secara kas akan mengurangi biaya cash management dan biaya percetakan atau penerbitan mata uang
Menjaga cadangan eksternal untuk kestabilan nilai tukar
Peningkatan akses keuangan atau inklusi keuangan bagi UKM (membantu pembiayaan/modal) akan memacu produktivitas yang lebih besar sehingga akan meningkatkan ekspor (non-oil) dan stabilitas pasokan dalam negeri
Meningkatkan a sound financial system
Inklusi keuangan akan memacu pengembangan stabilitas sistem keuangan yang didanai melalui tabungan nonvolatile yang tahan terhadap guncangan eksternal
Memberikan masukan kebijakan tentang kondisi perekonomian dan keuangan kepada pemerintah
Bank sentral akan mampu memberikan saran kebijakan yang tepat kepada pemerintah karena tingginya partisipasi masyarakat dalam sektor keuangan formal yang meningkatkan visibilitas dalam kondisi perekonomian
Sumber : dalam Mbutor dan Uba (2013)
Mehrotra dan Yetman (2014) menggunakan analisis model panel VAR untuk dua ketegori kelompok ekonomi dengan tingkat inklusi keuangan yang rendah dan tinggi. Pada penelitan ditemukan bahwa perubahan dari tingkat inklusi
7 keuangan di suatu negara dapat memengaruhi rasio dari volatilitas output terhadap volatilitas inflasi. Kemudian dalam analisis lebih lanjut pada penelitian menyimpulkan bahwa peningkatan inklusi keuangan pada suatu negara akan dapat menurunkan tingkat rasio dari volatilitas konsumsi terhadap volatilitas output.
Kerangka Pemikiran Sama halnya dengan tujuan pembangunan ekonomi, dalam jangka panjang kebijakan moneter juga bertujuan untuk menciptakan pertumbuhan yang inklusif dan menurunkan angka kemiskinan. Tidak hanya menciptakan stabilitas moneter, bank sentral juga mempunyai peran untuk meningkatkan perekonomian atau stabilitas di sektor riil. Peran tersebut dapat dilakukan oleh bank sentral melalui inklusi keuangan seperti meningkatkan pemberian kredit ke masyarakat dan menciptakan sistem pembayaran yang stabil dan handal. Pada umumnya terdapat tiga tujuan utama dari bank sentral yaitu stabilitas harga, stabilitas keuangan, dan stabilitas nilai tukar. Jika dianalisis lebih jauh ketiga tujuan kebijakan tersebut dapat dipengaruhi oleh tingkat inklusi keuangan melalui transmisi kebijakan moneter. Kerangka teori pada penelitian ini dijelaskan pada Gambar 3. Multipilar Kebijakan Moneter
Stabilitas Keuangan
Stabilitas Nilai Tukar
Stabilitas Harga /Inflasi
Stabilitas Sektor Riil
Peran Bank Sentral dalam Sektor Riil
Inklusi Keuangan
Pertumbuhan Ekonomi dan Social Welfare
Fokus Penelitian Sumber : Bank Indonesia dan Asian Development Bank (dalam Filardo et al. 2014)
Gambar 3 Kerangka pemikiran teoritis Tahapan pertama yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah menghitung indeks inklusi keuangan (IFI). Tahap selanjutnya menganalisis peran
8 inklusi keuangan dalam transmisi kebijakan moneter dengan pendekatan analisis kuantitatif dan analisis deskriptif serta membandingkan pengaruhnya berdasarkan kategori negara dengan perbedaan tingkat pendapatan. Pada tahapan ini akan digunakan model regresi data panel dinamis, dimana persentase perubahan indeks harga konsumen digunakan sebagai proksi dari efektivitas kebijakan moneter yaitu tingkat inflasi. Pada penelitian ini, dengan mengetahui implikasi tingkat inklusi keuangan terhadap tingkat inflasi diharapkan dapat memberikan evaluasi dan masukan terhadap otoritas moneter pada suatu negara dalam upaya menjaga stabilitas harga dan kebijakan moneter. Kerangka pemikiran operasional pada penelitian ini dijelaskan pada Gambar 4. 37 Negara di dunia
Inklusi Keuangan
Tujuan Kebijakan Moneter
Index of Financial Inclusion (IFI) (Sharma 2008)
Stabilitas Inflasi
Data Panel Dinamis (SYS-GMM)
Gambar 4 Kerangka pemikiran operasional
Hipotesis Penelitian 1.
2.
Tingkat inklusi keuangan memiliki hubungan negatif dengan tingkat inflasi dengan kata lain peningkatan inklusi keuangan dapat menurunkan tingkat inflasi. Terdapat perbedaan pengaruh tingkat inklusi keuangan terhadap inflasi berdasarkan kategori negara dengan perbedaan tingkat pendapatan.
9
METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Analisis dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari World Development Indicator diakses melalui situs World Bank, International Financial Statistic (IFS) dan Financial Access Survey yang diakses melalui situs International Monetary Fund (IMF). Data yang dikumpulkan tersebut merupakan data panel dengan time series tahunan periode 2008-2013 dan cross section 37 negara di dunia berdasarkan empat kategori tingkat pendapatan yaitu low income, lower middle income, upper middle income dan high income countries (daftar negara pada Lampiran1). Alasan pemilihan negara-negara tersebut sebagai subjek kajian antara lain untuk membandingkan tingkat inklusi keuangan dari masing-masing negara berdasarkan tingkat pendapatan untuk melihat pengaruhnya terhadap tingkat inflasi dan selain itu juga dikarenakan keterbatasan data. Data yang digunakan pada tahap awal penelitian untuk mengukur indeks inklusi keuangan adalah jumlah rekening deposit di bank komersial per 1000 populasi dewasa, jumlah cabang bank komersial per 100,000 populasi dewasa, outstanding loans from commercial bank dan outstanding deposit with commercial banks. Sedangkan pada tahap ke dua penelitian menggunakan data CPI inflasi, lending rate, dan annual exchange rate.
Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk menguraikan peran inklusi keuangan dalam transmisi kebijakan moneter. Sedangakan metode kuantitatif digunakan untuk mengukur indeks inklusi keuangan (IFI) yang dikembangkan oleh Sharma (2008) dengan menggunakan Microsoft Excel 2007. Kemudian untuk menganalisis dampak inklusi terhadap kebijakan moneter akan digunakan metode data panel dinamis dengan bantuan perangkat lunak STATA 12 dan Eviews7.
Index of Financial Inclusion (IFI) Indeks inklusi keuangan atau Indeks of Financial Inclusion (IFI) merupakan ukuran untuk tingkat inklusi keuangan. Indeks inklusi keuangan yang diciptakan oleh Sarma (2008) mencakup tiga dimensi yaitu penetrasi perbankan, ketersediaan jasa perbankan dan penggunaan. Indeks dari setiap dimensi di dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
Keterangan : di : dimensi inklusi keuangan
10 Ai : nilai terkini dari peubah i Mi : nilai maksimum (batas atas) dari peubah i mi : nilai minimum (batas bawah) dari peubah i Setelah mendapatkan nilai dari dimensi maka formula dari indeks inklusi keuangan (IFI) dirumuskan sebagai berikut : -√
-
-
-
(3.2)
Dimensi dari indikator penetrasi perbankan dapat dilihat dari jumlah rekening deposit di bank per 1000 populasi dewasa. Untuk dimensi ketersediaan jasa keuangan dapat dilihat dari jumlah cabang dari bank komersial per 100,000 dewasa. Untuk dimensi kegunaan dapat dilihat dari jumlah kredit dan jumlah tabungan di bank komersial terhadap GDP (Sarma 2008).
Data Panel Dinamis Pencarian model terbaik dalam menganalisis fenomena ekonomi yang dilakukan oleh para ekonom telah berkembang cukup pesat pada saat sekarang ini. Salah satu contoh model yang mendapat perhatian dewasa ini adalah data panel. Data panel adalah model yang menggabungkan antara model time series dan cross section. Selanjutnya analisis data panel dapat digunakan pada model yang bersifat dinamis, dimana variabel dependen tidak hanya tergantung dari variabel eksogen saja tetapi juga dari lag variabel dependen. Model data panel dinamis diilustrasikan sebagai berikut : yit
δyi, t-1 + xʹitβ + uit
i = 1,..., N; t = 1 1,...,T.........................
.... ( 3.3)
di mana δ adalah skalar, xʹit adalah matriks berukuran 1 x K dan β adalah matriks berukuran K x 1 dan uit diasumsikan mengikuti model one way error component sebagai berikut : uit
μi + νit......................................................................................
....(3.4)
dengan μi merupakan pengaruh spesifik dari individu yang tidak teramati dan νit menunjukkan galat yang menyebar acak yang tidak berkorelasi diri, μi dan νit bebas satu sama lain. Penyertaan lag variabel dependen ke dalam variabel independen memberikan perbedaan dalam penduga model. Pada regresi data panel statis baik pada model Pooled Least Square (PLS), Fixed Effects Model (FEM) dan Random Effects Model (REM) pendugaan dengan kuadrat terkecil menunjukkan efisiensi dan konsistensi. Pada data panel dinamis yit merupakan fungsi dari μi maka yi,t-1 juga merupakan fungsi dari μi , sehingga pendugaan dengan kuadrat terkecil akan menghasilkan penduga yang bias dan tidak konsisten meskipun νit tidak mengalami autokorelasi (Baltagi 2005). Koefisien lag variabel dependen yang dihasilkan oleh PLS akan bias ke atas, sedangkan koefisien lag variabel dependen yang dihasilkan dari FEM akan bias ke bawah. Oleh karena itu pendekatan method of moments atau Generalized Method of Moment (GMM) digunakan untuk
11 mengatasi masalah tersebut. Terdapat dua prosedur estimasi dalam kerangka GMM, yaitu 1. First-difference GMM (FD-GMM atau AB-GMM) 2. System GMM (SYS-GMM). 1. First Difference GMM (FD-GMM) Arelano dan Bond (dalam Baltagi 2005) melakukan prosedur first difference pada persamaan regresi data panel dinamis tanpa variabel independen untuk memperoleh instrumen first difference yang valid. Untuk mengilustrasikan kasus tersebut, berikut diberikan model data panel autoregresif (AR(1)) tanpa menyertakan variabel independen =δ
+
| |
.....................
.(3.5)
dimana ~ IID (0, ) dan ~ IID(0, ) saling bebas dengan satu sama lain. Untuk mendapatkan estimasi δ yang konsisten dimana N→ ∞ dengan T tertentu, maka dilakukan proses first difeerence pada persamaan (3.3) yit – yi,t-1
δ (yi,t-1 – yi,t-2) + (vit - vi,t-1)............................................
... (3.6)
Transformasi ini menghilangkan pengaruh individu (μi) dan menghasilkan instrumen first difference yang valid dimana yit berkorelasi dengan (yi,t-1 – yi,t-2) dan tidak berkorelasi dengan (vit -vi,t-1). Untuk t = 3 diperoleh yang merupakan variabel instrumen yang valid dan untuk t = 4 diperoleh bahwa yi1 dan yi2 adalah variabel instrumen yang valid. Sehingga pada periode T, variabel instrumen validnya adalah (yi1, yi2,..., yi,T-2). Didefinisikan matriks variabel instrumen Zdif = [Zi’,..., ZN’] dengan setiap baris dari Zdif berisi variabel instrumen yang valid untuk setiap periode. Ini merupakan kerangka GMM, dimana digunakan lag dari variabel dependen mulai dari t-2, atau disebut FD-GMM :
Zdif (i) = [
.......................... [
..........(3.7)
]]
Terdapat kelemahan dari FD-GMM estimator, terutama bila terjadi korelasi antara lag dari pembedaan pertama, sehingga instrumen yang digunakan lemah (Blundell dan Bond 1998). Jika variabel instrumen yang digunakan lemah, maka parameter yang dihasilkan akan lebih bias ke bawah daripada fixed-effects terutama bila jumlah periode waktu terbatas. Untuk melihat keterbatasan FDGMM tersebut dapat dideteksi dengan mebandingkan koefisien dari peubah lag yang diperoleh dari pendekatan pooled least square, fixed effects dan FD-GMM (Firdaus 2011). Untuk mengoreksi kelemahan estimator FD-GMM, maka Blunded dan Bond (1998) menggunakan lagged level dari sebagai variabel instrumen persamaan dalam first differences dan menggunakan lagged differences dari sebagai variabel instrumen persamaan dalam level.
12 2. System GMM (SYS-GMM) System GMM sering disebut juga dengan Estimator Blundell dan Bond. Estimator ini dirancang untuk data panel dengan kurun waktu yang pendek dan model terdiri dari satu variabel dependen yang melibatkan lag variabel dependen, hubungan linier, memiliki variabel penjelas endogenous dan predetermine dan tidak menghilangkan pengaruh individu yang tidak terobservasi. System GMM dikembangkan untuk mengoreksi kelemahan first diference (FD-GMM). Inti dari System GMM adalah sistem persamaan yang diestimasi merupakan bentuk dalam first difference dan level. Variabel instrumen level yang valid berkorelasi dengan dan tidak berkorelasi dengan yang diperoleh dari model regresi data panel dinamis pada persamaan (3.3). Dari model tersebut dipilih ( ) atau ∆ sebagai variabel instrumen. Pada t = 3 variable instrumen yang dipilih adalah ∆ dan pada t = 4 dipilih ∆ dan ∆ Untuk sejumlah periode T diperoleh ∆ ,..., ∆ ) sebagai instrumen valid. Didefinisikan matriks variabel (∆ instrumen = [ ] dengan setiap baris dari berisi variabel instrumen untuk setiap periode :
Zlev (i) =
...................... [
[
....(3.8)
]]
Model system GMM merupakan kombinasi model first difference dan model level dengan persamaan matriks sebagai berikut : (
)=δ(
)+ (
)..............................................................
Dimana kombinasi momen kondisi E (
(
)) = 0 untuk i = 1,2,...N yang
merupakan kombinasi dari E ( ) = 0 dan E ( didefinisikan matriks variabel intrumen untuk system yaitu :
=[
]=
)=δ(
) +β (
..(3.10)
]
dengan adalah non-redundant subset dari dan dengan penambahan variabel bebas X adalah sebagai berikut : (
) = 0. Selanjutnya
.................. [
..(3.9)
)
(
. Model system
)...................................
...(3.11)
13 Matriks variabel intrumen first differencedan matriks variable instrumen level adalah sebagai berikut :
=
........... [
[
..(3.12)
]]
= [
[
]]
.....(3.13) Kemudian dengan meminimumkan jumlah kuadrat terboboti dari momen kondisi sampel (fungsi objektif GMM) dan memilih pembobot yang optimal diproleh two step consistent estimator sebagai berikut : ( ̂ , ̂ ) = (XZ ̂ -1
X)-1 Z ̂ -1
y................................................................ (3.14)
∑ dimana ̂ dan merupakan turunan dari sisaan dugaan menggunakan one step consistent estimator (Behr, 2003).
Perumusan Model Pengukuran tingkat inklusi keuangan versi Bank Dunia menjelaskan tingkat inklusi keuangan hanya secara parsial seperti dari dimensi penetrasi perbankan. Indikator yang dipakai adalah jumlah cabang bank komersial, jumlah akun serta persentase kredit dan deposit domestik terhadap GDP. Indikator yang digunakan tersebut menurut Sarma (2008) tidak cukup untuk menggambarkan tingkat dari inklusi keuangan karena hanya terdiri dari satu dimensi saja. Kemudian Sarma (2008) mengembangkan indeks yang bisa menunjukkan tingkat inklusi keuangan secara utuh dengan kombinasi dari tiga dimensi yaitu penetrasi perbankan, ketersediaan jasa perbankan, dan kegunaan. Untuk itu penelitian ini menggunakan variabel indeks inklusi keuangan (IFI) sebagai proksi dari tingkat inklusi keuangan karena dianggap lebih tepat merepresentasikan tingkat inklusi keuangan. Untuk melihat dampaknya terhadap kebijakan moneter, penelitian ini menggunakan variabel persentase perubahan tahunan indeks harga konsumen (IHK) sebagai proksi dari stabilitas inflasi yang merupakan target utama dari kebijakan moneter bank sentral. Menurut Mbutor dan Uba (2013) peningkatan inklusi keuangan akan meningkatkan jumlah pinjaman masyarakat melalui lembaga keuangan formal, sehingga akan membuat permintaan agregat dan investasi lebih sensitif terhadap kebijakan suku bunga melalui peningkatan elastisitas terhadap lending rate. Kemudian dikatakan peningkatan inklusi keuangan juga akan meningkatkan deposito khususnya jumlah tabungan masyarakat sehingga dapat mengurangi ketergantungan dari melakukan pinjaman, kredit atau investasi dari pihak asing. Hal ini juga akan mengurangi tekanan
14 terhadap pasar valuta asing sehingga dapat menciptakan stabilitas nilai tukar domestik. Berdasarkan hal tersebut variabel lending rate dan foreign exchange rate dapat menjadi sarana dari inklusi keuangan dalam memberikan pengaruh terhadap kebijakan moneter. Berlandaskan hal tersebut model regresi data panel dinamis pada penelitian ini adalah : = + dengan IFI [0,1] Keterangan :
+
+
= = = = = = =
+
+
............
(3.15)
tingkat inflasi negara i pada waktu t (persen) koefisien regresi tingkat inflasi negara i pada waktu t sebelumnya (persen) indeks inklusi keuangan pada negara i dan pada waktu t lending rate negara i pada waktu t (persen) logaritma natural exchange rate negara i pada waktu t error term
Definisi Operasional Variabel 1. 2.
3.
4.
5.
6.
7.
Inflasi adalah CPI inflasi tahunan (persen) yang merepresentasikan tingkat inflasi tahunan suatu negara. Indeks Inklusi Keuangan (Index of Financial Inclusion) merupakan tingkat inklusi keuangan yang dihitung dengan menggabungkan tiga dimensi dari sistem inklusi keuangan yaitu penetrasi, ketersediaan dan kegunaan. Suku bunga kredit (lending rate) adalah suku bunga rata-rata yang terboboti dalam satu periode yang diberikan kepada peminjam atau harga yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank. Nilai tukar (exchange rate) ditentukan oleh otoritas nasional kebijakan moneter suatu negara atau ditentukan melalui transaksi pasar nilai tukar. Nilai tukar dihitung sebagai nilai rata-rata tahunan berdasarkan nilai ratarata bulanan yang satuannya adalah nilai tukar domestik relatif terhadap US dollar. Jumlah rekening deposit di bank komersial per 1000 populasi dewasa merupakan indikator inklusi keuangan yang dapat melihat dimensi penetrasi perbankan. Jumlah cabang bank komersial per 100,000 populasi dewasa merupakan indikator dari dimensi ketersediaan jasa perbankan dari tingkat inklusi keuangan. Outstanding loans from commercial bank dan outstanding deposit with commercial banks (persen terhadap GDP) digunakan sebagai indikator dimensi kegunaan dari tingkat inklusi keuangan.
15 Prosedur Analisis Untuk menduga parameter model data panel dinamis pada persamaan (3.15) akan digunakan terlebih dahulu metode first difference generalized method of moments (FD-GMM). Dari hasil estimasi FD-GMM akan dilihat apakah instrumen yang digunakan valid. Jika tidak memenuhi, maka akan dilanjutkan dengan menggunakan pendekatan SYS-GMM untuk mengatasi masalah validitas instrumen pada pendekatan FD-GMM. Pengujian validitas instrument pada pendekatan FD-GMM, dapat digunakan uji Sargan. Uji Sargan untuk overidentifying restriction merupakan suatu pendekatan untuk mendeteksi masalah validitas instrumen. Hipotesis nol untuk uji ini menyatakan bahwa tidak ada masalah dengan validitas instrumen (instrumen valid) dengan artian bahwa instrumen tersebut tidak berkorelasi dengan error pada persamaan FD-GMM. Kemudian untuk melihat konsistensi dari hasil estimasi yang dihasilkan dari model FD-GMM akan dilakukan uji autokorelasi dengan menggunakan statistik Arrelano-Bond m1 dan m2. Konsistensi ini ditunjukkan oleh nilai statistik m1 yang signifikan dan nilai statistik m2 yang tidak signifikan. Sementara itu, lebih lanjut Firdaus (2011) menambahkan untuk pemilihan model GMM terbaik harus memenuhi kriteria tidak bias dimana estimator yang tidak bias berada di antara nilai koefisien lag dependen pooled least squares (PLS) dan fixed effects model (FEM). Setelah hasil estimasi diperoleh, akan dilakukan uji validitas instrumen dengan menggunakan uji Sargan serta uji statistik Arrelano-Bond m1 dan m2. Kemudian juga akan dilihat nilai koefisien apakah bias atau tidak dengan membandingkan nilai lag koefisien FD-GMM atau SYS-GMM dengan nilai koefisien lag dependen pooled least squares (PLS) dan fixed effects model (FEM). Setelah diperoleh model yang lebih valid kemudian akan ditelaah dan dianalisis lebih lanjut. Selanjutnya dari hasil yang diperoleh juga akan diuji tingkat signifikansi serta tanda dari setiap koefisien estimasi yang diperoleh. Tanda koefisien ini akan dianalisis untuk melihat relevansinya dengan teori. Kemudian dari hasil estimasi juga akan dilakukan analisis untuk menjawab tujuan dan hipotesis penelitian.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN Analisis Eksploratif Data Beberapa negara di dunia telah melakukan transformasi kebijakan moneter selama dua dekade ini. Hal ini terlihat dari peningkatan pertumbuhan di sektor keuangan yang dapat ditunjukkan melalui peningkatan akses keuangan yaitu inklusi keuangan. Selain itu, inklusi keuangan juga menjadi fokus dari otoritas kebijakan moneter yang bertujuan untuk menciptakan sistem keuangan yang baik dan stabil. Analisis awal pada penelitian ini dimulai dengan melihat gambaran perkembangan tiga dimensi yang digunakan dalam perhitungan indeks inklusi keuangan.
16 Penetrasi Perbankan Index of Financial Inclusion (IFI) yang dikembangkan oleh Sarma (2008) merupakan indeks yang dihitung melalui kombinasi tiga dimensi keuangan yaitu penetrasi perbankan, ketersediaan jasa perbankan dan kegunaan. Untuk dimensi penetrasi perbankan dapat dilihat melalui indikator jumlah rekening deposit di bank komersial (per 1000 populasi dewasa). Menurut Sarma (2008) sistem keuangan yang inklusif harus mampu menjangkau masyarakat atau pengguna akses keuangan secara luas. Perkembangan jumlah rekening deposit di beberapa negara berdasarkan perbedaan tingkat pendapatan dapat dilihat pada Tabel 2. Pada Tabel 2 terlihat bahwa pada tahun 2008-2013 rata-rata tiap orang dewasa di negara berpendapatan tinggi memiliki empat rekening deposit. Untuk negara berpendapatan menengah ke atas rata-rata tiap orang dewasa memiliki kurang lebih dua rekening. Selanjutnya untuk negara berpendapatan menengah ke bawah dan berpendapatan rendah dapat dikatakan bahwa rata-rata tiap orang dewasa memiliki kurang lebih satu rekening deposit. Tabel 2 Rata-rata perkembangan indikator jumlah rekening deposit di bank komersial (per 1000 populasi dewasa) berdasarkan kelompok negara Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Pertumbuhan tahunan1 (%)
197.08 218.93 265.78 279.30 302.33 356.48
Lower middle income 744.70 785.32 871.66 948.84 992.88 974.83
Upper middle income 1010.22 1023.24 1037.91 1053.47 1179.65 1379.25
12.75
5.62
6.62
Low Income
High Income 3678.76 3698.25 3738.28 3851.71 3969.38 4138.08 2.39
1
Rata-rata pertumbuhan tahunan dengan data yang tersedia
Sumber : Financial Access Survey 2014 (diolah)
Menurut survei Bank Dunia bahwa rata-rata 69 persen orang dewasa di negara berpendapatan rendah dan menengah tidak menyimpan uang mereka di tahun sebelumnya dalam bentuk tabungan. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa keterbatasan akses oleh masyarakat ini membuat kebijakan perubahan tingkat suku bunga oleh otoritas moneter menjadi tidak optimal untuk memengaruhi keputusan masyarakat dalam mengonsumsi suatu barang. Ketersediaan Jasa Perbankan Jumlah cabang bank komersial per 100,000 populasi dewasa merupakan indikator dari dimensi ketersediaan (availability of banking services) dari sistem inklusi keuangan. Sistem keuangan yang inklusif ditandai dengan sistem yang mudah di akses dan terjangkau untuk seluruh lapisan masyarakat. Hal ini dapat diukur dengan jumlah cabang bank dan atau mesin ATM di setiap daerah. Pada tahun 2008-2013 terlihat pada Tabel 3 bahwa rata-rata negara berpendapatan tinggi memiliki jumlah 32 cabang bank per 100,000 populasi dewasa (satu bank melayani 3039 pengguna). Selanjutnya diikuti oleh negara berpendapatan menengah ke atas dengan jumlah cabang bank berkisar antara 27 per 100.000 populasi dewasa pada tahun 2013. Untuk negara berpendapatan menengah ke
17 bawah memiliki rata-rata 14 hingga 15 cabang bank. Kemudian negara berpendapatan rendah rata-rata memiliki empat cabang bank per 100,000 populasi dewasa. Inklusi keuangan juga tidak terlepas dari stabilitas sistem keuangan yang handal dimana indikator jumlah cabang bank ini juga rentan terkena krisis. Seperti pada Tabel 3 terdapat penurunan jumlah bank pasca krisis Global tahun 2008 pada negara berpendapatan tinggi. Hal ini juga terlihat dari rata-rata pertumbuhan cabang bank komersial di negara berpendapatan tinggi bernilai -2.55 persen tiap tahunnya dari tahun 2008-2013. Tabel 3 Rata-rata perkembangan indikator jumlah cabang bank komersial (per 100,000 populasi dewasa) berdasarkan kelompok negara Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Pertumbuhan tahunan1(%)
2.90 3.21 3.36 2.48 3.63 3.95
Lower middle income 13.04 12.95 13.32 14.72 15.19 16.51
Upper middle income 17.50 17.73 18.81 21.62 24.79 27.82
8.87
4.91
9.84
Low Income
High Income 32.91 32.35 31.76 31.57 29.63 28.89 -2.55
1
Rata-rata pertumbuhan tahunan dengan data yang tersedia
Sumber : Financial Access Survey 2014 (diolah)
Penggunaan Untuk dimesi kegunaan (Usage) dari sistem inklusi keuangan dapat diindikasikan dari persentase jumlah tabungan dan pinjaman terhadap GDP. Memiliki tingkat jumlah rekening saja tidak cukup untuk menggambarkan sistem keuangan yang inklusif. Hal ini harus diiringi dengan kegunaan atau utilitas dari jumlah rekening dan pelayanan jasa perbankan tersebut seperti untuk kredit, deposit, pembayaran, transfer dan remittances. Tabel 4 Rata-rata perkembangan indikator jumlah pinjaman dari bank komersial dan jumlah deposit di bank komersial (% terhadap GDP) berdasarkan kelompok negara Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Pertumbuhan tahunan1(%)
Low Income
Lower middle income
Upper middle income
High Income
20.78 21.43 24.10 29.93 26.47 30.19
34.75 35.59 36.40 36.51 37.45 43.89
50.00 53.09 51.39 52.19 53.00 57.35
86.89 93.26 90.04 89.08 89.33 94.41
8.45
4.95
2.85
1.75
1
Rata-rata pertumbuhan tahunan dengan data yang tersedia
Sumber : Financial Access Survey 2014 (diolah)
18 Pada Tabel 4 terlihat indikator jumlah deposit dan kredit di bank komersial (persen terhadap GDP) pada negara berpendapatan tinggi memiliki persentase yang lebih tinggi dari negara lainnya. Namun rata-rata pertumbuhan tahunan deposit dan pinjaman di bank komersial pada tahun 2008-2013 pada negara berpendapatan rendah lebih tinggi dari kelompok negara lainnya yaitu sebesar 8.45 persen tiap tahunnya. Peningkatan inklusi keuangan yang dilihat dari indikator jumlah deposit dan kredit dari bank komersial juga berarti meningkatkan fungsi intermediasi perbankan karena jumlah tabungan deposit meningkat sehingga bank dapat meningkatkan penyalurkan kredit kepada peminjam. Peningkatan akses terhadap keuangan ini juga akan meningkatkan kontrol otoritas moneter terhadap masyarakat. Sehingga semakin tinggi partisipasi masyarakat terhadap sektor keuangan formal maka akan meningkatkan kemampuan otoritas moneter dalam memengaruhi tingkat tabungan, perilaku konsumsi masyarakat dan kondisi makroekonomi.
Hasil Perhitungan Indeks Inklusi Keuangan Berdasarkan Kelompok Negara Dari tiga dimensi indikator inklusi keuangan yang telah dijabarkan, maka berdasarkan penelitian Sarma (2008) dapat dihitung indeks inklusi keuangan pada suatu negara. Pada penelitian ini indeks inklusi keuangan yang didapat adalah seperti Gambar 5. High Income Countries
Upper Income Countries
Lower Income Countries
Low Income Countries 0.55
Index of financial inclusion
0.33 0.25 0.12
Sumber : Financial Access Survey 2 014 (diolah)
Gambar 5 Rata-rata indeks inklusi keuangan tahun 2013 Pada Gambar 5 cukup jelas terlihat hubungan indeks inklusi keuangan dengan tingkat pendapatan dari suatu negara. Pada penelitian ini contoh negara yang tergolong tingkat pendapatan rendah adalah Bangladesh dan Myanmar. Walaupun memiliki tingkat inklusi keuangan paling rendah (low financial inclusion) namun kategori negara ini memiliki trend pergerakan yang positif tiap tahunnya yang dapat dilihat pada Lampiran 1. Negara yang tergolong pendapatan tinggi dalam penelitian ini masuk ke dalam kategori high financial inclusion dengan IFI bernilai (0.5 ≤ IFI ≤ 1). Untuk kategori negara berpendapatan menengah ke bawah pertumbuhan tingkat inklusi
19 keuangan bergerak cepat walaupun masih berada dalam tingkat low financial inclusion dengan interval (0.0 ≤ IFI < 0.3). Berbeda dengan indeks inklusi keuangan dari negara berpendapatan menengah ke atas pertumbuhan indeks inklusi keuangan cenderung fluktuatif (pada Lampiran1) dan semua negara pada kategori ini masuk ke dalam medium financial inclusion (0.3 ≤ IFI < 0.5). Analisis selanjutnya adalah gambaran tentang pergerakan variabel tingkat inflasi tahunan, suku bungan pinjaman, dan pertumbuhan tahunan dari nilai tukar tahun 2008-2013 berdasarkan kategori tingkat pendapatan. Terlihat pada Tabel 5 tingkat Inflasi tahunan memiliki angka yang berbeda antar kategori negara. Terlihat hubungan negatif antara tingkat inflasi dan tingkat pendapatan suatu negara. Semakin tinggi pendapatan perkapita suatu negara maka tingkat inflasi semakin rendah. Kemudian terlihat pergerakan tingkat inflasi di beberapa negara mengalami fluktuatif tiap tahunnya tergantung dari kondisi makroekonomi masing-masing negara. Namun lonjakan inflasi yang sama terjadi pada rentang waktu tahun 2008 yang dipengaruhi oleh krisis ekonomi Eropa dan Amerika Serikat. Tabel 5 Rata-rata perkembangan inflasi, lending rate, perubahan nilai tukar dan index of financial inclusion tahun 2008-2013 Variabel
Tahun
Low income countries
Lower midlde income countries
Upper middle Income Countries
High Income Countries
2008
10.98
11.05
9.24
4.42
2013
5.49
5.16
3.08
1.44
Lending Rate (%)
2008
22.33
15.75
14.78
6.21
2013
24.55
13.91
11.1
4.84
Perubahan Nilai Tukar (%)1
2008
-1.3
-3.12
-1.47
-5.53
2013
3.19
2.74
4.65
-1.05
Index of financial inclusion (IFI)
2008
0.08
0.2
0.27
0.54
2013
0.11
0.24
0.34
0.55
Tingkat Inflasi (%)
1
Rata-rata persentase perubaha nilai tukar tahunan. (-) mata uang domestik terapresiasi terhadap US$
Sumber : Financial Access Survey dan World Development Indicator 2014 (diolah)
Setelah terjadinya krisis Asia tahun 1998, kebijakan moneter bank sentral di Asia dan juga negara di dunia mulai meningkatkan fokus terhadap stabilitas harga. Kemudian meningkatkan antisipasi terhadap adanya import inflation ang disebabkan oleh inflasi dan kenaikan barang-barang impor dalam transaksi perdagangan. Namun ketika terjadi krisis 2008 dan 2009 membuat tingkat inflasi meningkat sehingga menyebabkan kenaikan harga komoditas dan pegerakan yang signifikan dari nilai tukar domestik. Dilihat dari tingkat suku bunga pinjaman, negara berpendapatan rendah memiliki tingkat yang lebih tinggi. Hal ini berkaitan dengan risiko pinjaman yang tinggi pada masyarakat di negara tersebut. Untuk perubahan nilai tukar, terlihat
20
30
20
20
10
0
0 0 0.5 1 -10 Index of financial inclusion
10
-10
0 10 -10 Perubahan nilai tukar
30 25 20 15 10 5 0 -5 0
Inflasi
30
Inflasi
Inflasi
pada tahun 2008 terjadi perubahan nilai tukar yang cukup signifikan dimana pada tahun tersebut dolar mengalami depresiasi akibat krisis. Kemudian pada tahun 2013 mata uang dolar mengalami apresiasi dibandingkan dengan tahun 2008. Hal ini dipengaruhi oleh penyeseuaian kepemilikan no-residen di aset keuangan domestik dan dipicu sentimen terkait pengurangan (tapering off) stimulus moneter oleh The Fed, Bank Sentral Amerika Serikat yang bertujuan untuk memulihkan kondisi makroekonomi Amerika Seriakt pasca krisis 2008. Selanjutnya pada penelitian ini akan menganalisis hubungan indeks inklusi keuangan dengan kebijakan moneter yaitu stabilitas inflasi. Terlebih dahulu akan dilihat hubungan linier antara inflasi dan indeks inklusi keuangan dari tahun 20082013. Hubungan antara variabel inflasi dan indeks inklusi keuangan dan variabel lainnya dalam penelitian dapat terlihat pada Gambar 6.
50
100
Lending rate rate
Sumber : Financial Acess Survey dan World Development Indicator 2014 (diolah)
Gambar 6 Hubungan linier inflasi dengan indeks Inklusi keuangan, perubahan nilai tukar dan lending rate tahun 2008-2013 Pada diagram pencar terlihat hubungan negatif antara inflasi dengan indeks inklusi keuangan. Hal itu dapat diartikan bahwa peningkatan inklusi keuangan akan dapat mereduksi tingkat inflasi. Menurut Hariharan dan Marktanner (2012) peningkatan inklusi keuangan dapat meningkatkan siklus bisnis. Kemudian peningkatan siklus bisnis akan memengaruhi inflasi pada cost push inflation yang menyebabkan guncangan penawaran. Perubahan nilai tukar memiliki hubungan linier yang positif dengan inflasi. Pada negara yang berbasis impor, pelemahan nilai tukar domestik dapat menyebabkan biaya produksi meningkat sehingga harga barang meningkat sehingga hal ini dapat memicu kenaikan inflasi. Begitu juga dengan tingkat suku bunga pinjaman. Ketika bank sentral menaikkan tingkat suku bunga pinjaman maka akan meningkatkan biaya modal atau produksi yang dapat memicu penurunan penawaran. Penurunan produksi atau penawaran ini akan menyebabkan kelangkaan sehingga memicu kenaikan harga. Analisis selanjutnya yaitu melihat perbandingan hubungan linier dari tingkat inflasi dengan indeks inklusi keuangan berdasarkan kelompok negara dengan perbedaan tingkat pendapatan. Terlihat pada Gambar 7 bahwa untuk setiap kategori negara, inflasi memiliki hubungan linier yang negatif dengan indeks inklusi keuangan. Dari Gambar 7 juga terlihat bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan maka hubungan linier tingkat inklusi keuangan dengan tingkat inflasi
21 semakin kuat. Analisis awal dapat disimpulkan bahwa tingkat inklusi keuangan yang relatif tinggi di suatu negara berperan dalam stabilitas inflasi. Untuk negara berpendapatan menengah ke bawah, lebih banyak masuk ke dalam kategori low financial inclusion. Karakteristik negara berkembang pada umumnya kondisi perekonomian tumbuh ke arah yang lebih baik walaupun masih kurang stabil. Pemerintah negara berkembang gencar dalam pembangunan infrastruktur dan menarik investasi. Selain itu bidang pendidikan serta politik juga mulai berkembang. Hal inilah yang menjadi landasan bahwa inflasi di negara ini tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi makroekonomi namun juga dipengaruhi oleh sosial, budaya dan politik yang sudah mulai bekembang di negara tersebut. Oleh sebab itu ketika terjadi kenaikan inflasi, pemerintah negara berkembang berupaya meredam inflasi tersebut dengan paket kebijakan moneter salah satunya dengan peningkatan keuangan yang inklusif. Selanjutnya ketika terjadi kenaikan inflasi maka di satu sisi pemerintah berupaya meningkatkan inklusi keuangan yang masih tergolong rendah. Hal inilah yang menyebabkan pada negara berpendapatan menengah ke bawah atau negara berkembang inklusi keuangan tidak terlalu memengaruhi tingkat inflasi. Lower middle income countries
30
30
20
20 Inflasi
Inflasi
Low Income Countries
10 0
0 0
-10
0.1
0.2
0.3
-10
Index of financial inclusion
Upper middle income countries 20
20
15
15
10
10
Inflasi
Inflasi
10
5 0
0
0.2
0.4
Index of financial inclusion High income countries
5 0
0
0.5
1
-5 Index of financial inclusion
0 0.5 1 -5 Index of financial inclusion
Sumber : Financial Access Survey dan World Development Indicator 2014 (diolah)
Gambar 7 Perbandingan hubungan linier inflasi dengan index of financial inclusion (IFI) berdasarkan tingkat pendapatan tahun 2008-2013 Analisis untuk negara berpendapatan rendah dimana negara tersebut masih memiliki infrastruktur yang rendah untuk sektor keuangan. Pada umumnya kategori negara ini memiliki tingkat inflasi yang cukup tinggi contohnya pada penelitian ini yaitu Bangladesh dan Myanmar dimana rata-rata inflasi ke dua negara tersebut mencapai delapan hingga sepuluh persen tiap tahunnya (Bank Dunia 2014). Untuk indeks inklusi keuangan dari negara ini juga tergolong
22 kedalam low financial inclusion. Perekonomian yang belum berkembang pada kelompok negara ini khususnya pada sektor keuangan formal, hal inilah yang membuat pertumbuhan inflasi di negara ini tinggi dan ditambah dengan indeks inklusi keuangan yang masih rendah. Untuk negara berpendapatan menengah ke atas dan berpendapatan tinggi yang mayoritas indeks inklusi keuangan masuk kedalam kategori medium financial inclusion dan high financial inclusion, tingkat inflasi memiliki hubungan linier yang kuat tetapi negatif dengan tingkat inklusi keuangan. Dapat diartikan bahwa tingginya tingkat inklusi keuangan dapat menurunkan tingkat inflasi di negara berpendapatan menengah ke atas dan berpendapatan tinggi. Ketika terjadi kenaikan inflasi di negara ini, kebijakan moneter dapat berjalan efektif karena tingkat inklusi keuangan yang tinggi sehingga masyarakat memiliki dampak lansung terhadap kebijakan moneter.
Pengaruh Inklusi Keuangan terhadap Kebijakan Moneter Langkah pertama yang dilakukan dalam estimasi penelitian ini adalah melakukan regresi data panel dinamis dengan pendekatan first-difference (FDGMM). Kemudian ketika model pada tahap pertama tidak memenuhi kriteria model GMM terbaik yaitu tidak bias, valid dan konsisten maka langkah selanjutnya dilakukan dengan estimasi SYS-GMM. Pada hasil estimasi Tabel 6 SYS-GMM model telah memenuhi kriteria model terbaik. Tabel 6 Hasil estimasi total panel dengan SYS-GMM, FD-GMM, PLS dan FEM Variabel
FD-GMM
Koefisien Estimasi SYS-GMM PLS
FEM
INFt-1
-0.009 (0.85)
0.044 (0.263)
0.389*** (0.000)
0.042 (0.556)
IFIit
-1.661 (0.347)
-2.056** (0.041)
-1.064** (0.031)
-5.414** (0.031)
LRit
0.195** (0.040)
0.162** (0.028)
0.066 (0.204)
0.147 (0.240)
lnXRit
-0.287 (0.212)
0.711*** ((0.000)
0.142 (0.202) 0.32 0.31
-0.728 (0.356) 0.51 0.41
m1
-2.002** (0.045)
-2.199** (0.027)
m2
-1.098 (0.272)
-1.29 (0.197)
16.734 (0.053)*
18.123 (0.152)
R-square Adjusted R-sq AB Test
Sargan Test Chi2 Prob>chi2
*, **, *** signifikan pada taraf nyata 10 persen, 5 persen, 1 persen. ( ) probabilitas
23 Pada hasil estimasi Tabel 6 dapat terlihat bahwa inklusi keuangan signifikan berpengaruh dalam menurunkan tingkat inflasi. Interpretasi pada hasil estimasi adalah ketika IFI naik satu persen maka akan dapat menurunkan inflasi sebesar 2.056 persen dengan asumsi cateris paribus. Sehingga dapat disimpulkan dengan meningkatkan tingkat inklusi keuangan maka akan dapat meningkatkan efektivitas kebijakan moneter dengan cara menurunkan tingkat inflasi. Untuk interpretasi variabel lainnya juga dapat terlihat bahwa ketika mata uang domestik terdepresiasi atau nilai tukar dolar Amerika Serikat menguat terhadap mata uang domestik sebesar satu persen maka akan memicu kenaikan inflasi sebesar 0.711 persen. Untuk hasil estimasi lending rate terhadap inflasi memiliki hubungan positif atau berhubungan searah. Hal ini berarti setiap ada kenaikan variabel tingkat suku bunga kredit sebesar satu persen maka akan meningkatkan inflasi sebesar 0.162 persen, dengan asumsi faktor lainnya konstan. Perhitungan ini sejalan dengan efek Fisher, bahwa ada hubungan searah antara tingkat inflasi dan tingkat suku bunga. Berdasarkan pengalaman empiris di Amerika Serikat selama empat puluh tahun terakhir yang menunjukkan bahwa ketika inflasi tinggi maka tingkat suku bunga juga tinggi. Disamping itu, ketika tingkat suku bunga kredit naik maka akan menurunkan iklim investasi bagi sektor-sektor produktif. Analisis selanjutnya dilakukan estimasi untuk kategori negara yang berbeda berdasarkan tingkat pendapatan. Hasilnya terlihat pada Tabel 7 berikut : Tabel 7 Hasil estimasi SYS-GMM berdasarkan kelompok negara Koefisien Estimasi Variabel
Low Income + Lower middle (A)
Upper middle+ High Income(B)
INFt-1
0.123*** (0.002)
-0.036* (0.053)
IFIit
-1.853*** (0.003)
-1.633*** (0.000)
LRit
0.124 (0.268)
0.187*** (0.000)
lnXRit
0.923*** (0.000)
0.262*** (0.000)
-1.996** (0.045)
-1.724* (0.084)
-1.187 (0.235)
-1.501 (0.133)
15.611 (0.270) 19
12.514 (0.486) 18
AB Test m1 m2 Sargan Test Chi2 Prob>chi2 Jumlah observasi(negara)
*,**,*** signifikan pada taraf nyata 10 persen, 5 persen, 1 persen. ( ) probabilitas
Pada Tabel 7 terlihat bahwa inflasi periode sebelumnya pada model B menunjukkan hubungan yang negatif dengan tingkat inflasi. Interpretasi dari hasil estimasi tersebut adalah pada negara yang berpendapatan menengah ke atas dan
24 berpendapatan tinggi dengan tingkat inklusi keuangan yang relatif tinggi, maka jika terjadi kenaikan inflasi di masa sekarang sebesar satu persen maka di periode selanjutnya tingkat inflasi akan turun sebesar 0.035 persen dengan asumsi cateris paribus. Berbeda dengan model B, koefisien variabel inflasi periode sebelumnya pada model A memiliki tanda positif. Berdasarkan hal tersebut dapat diinterpretsikan bahwa di negara yang berpendapatan rendah dan berpendapatan menengah ke bawah dengan tingkat inklusi keuangan yang relatif rendah, maka ketika terjadi kenaikan inflasi sebesar satu persen di masa sekarang maka di periode selanjutnya tingkat inflasi akan naik sebesar 0.123 persen dengan asumsi cateris paribus. Terbatasnya literatur terdahulu yang membahas tentang pengaruh inklusi keuangan terhadap efektivitas kebijakan moneter, maka penelitian ini mencoba menyimpulkan bahwa kebijakan moneter lebih efektif di suatu negara yang memiliki indeks inklusi keuangan di tingkat medium dan high financial inclusion. Hal ini terlihat dari perbedaan tanda koefisien variabel inflasi periode sebelumnya pada model A dan model B. Pada penelitian ini menyimpulkan bahwa ketika terjadi kenaikan inflasi (di negara berpendapatan menengah ke bawah dan berpendapatan tinggi), dan otoritas moneter mengeluarkan paket kebijakan untuk meredam inflasi dimana terdapat tingkat inklusi keuangan yang relatif tinggi sehingga dapat menurunkan tingkat inflasi di periode selanjutnya. Hal inilah yang membedakan dampak inklusi keuangan terhadap kebijakan moneter di kedua model tersebut. Namun pada model A dapat diinterpretasikan bahwa tingkat inklusi keuangan yang rendah bukan berarti mengurangi efektivitas dari kebijakan moneter. Hal ini disebabkan menurut Di Bortolomeo dan Rossi (2007) pada umumnya masyarakat yang tidak memiliki akses keuangan merupakann golongan berpendapatan rendah. Sehingga permintaan atas konsumsi pada kategori ini lebih dipengaruhi oleh pendapatan bukan tingkat suku bunga. Peningkatan Inklusi keuangan dapat direpresentasikan sebagai pertumbuhan dari sektor keuangan. Dimana kesempatan untuk mengakses jasa keuangan terbuka lebar bagi masyarakat sehingga dapat meningkatkan siklus bisnis dan perekonomian. Tingginya indeks inklusi keuangan juga mempunyai arti bahwa akan semakin tinggi jumlah masyarakat yang memiliki akun tabungan karena peningkatan pelayanan dan ketersediaan dari jasa perbankan. Hal ini juga berarti meningkatkan fungsi intermediasi perbankan karena jumlah tabungan deposit meningkat sehingga bank dapat meningkatkan penyalurkan kredit kepada peminjam. Peningkatan akses terhadap keuangan ini juga akan meningkatkan kontrol otoritas moneter terhadap masyarakat. Semakin tinggi partisipasi masyarakat terhadap sektor keuangan formal maka akan meningkatkan kemampuan otoritas moneter dalam memengaruhi tingkat tabungan, perilaku konsumsi masyarakat dan kondisi makroekonomi melalui transmisi perubahan suku bunga domestik dan perubahan nilai tukar yang dilakukan untuk mencapai stabilitas inflasi yang menjadi tujuan utama kebijakan moneter. Otoritas moneter memiliki kendali dalam mengatur perubahan nilai tukar dan perubahan tingkat suku bunga domestik untuk menjaga stabilitas moneter dan memengaruhi kondisi makroekonomi suatu negara. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa inklusi keuangan menjadi penghubung antara otoritas moneter dan masyarakat dengan perubahan nilai tukar dan suku bunga pinjaman sebagai sarananya.
25
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh beberapa kesimpulan di antaranya adalah : 1. Terdapat perbedaan tingkat inklusi keuangan yang ditunjukkan melalui Index of financial Inclusion yang dikembangkan oleh Sarma (2008) di beberapa negara berdasarkan kategori tingkat pendapatan. Dimana kategori negara berpendapatan menengah ke bawah dan berpendapatan rendah berada dalam tingkat low financial inclusion dengan interval IFI (0.0 ≤ IFI < 0.3). Indeks inklusi keuangan dari negara berpendapatan menengah ke atas masuk ke dalam medium financial inclusion (0.3 ≤ IFI < 0.5). Kemudian negara yang tergolong berpendapatan tinggi dalam penelitian ini masuk ke dalam kategori high financial inclusion dengan indeks IFI bernilai (0.5 ≤ IFI < 1). 2. Inklusi keuangan berperan untuk memastikan semua masyarakat merasakan dampak lansung dari perubahan kebijakan moneter untuk stabilitas inflasi. Pada hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa peningkatan inklusi keuangan berpengaruh dalam peningkatan efektivitas kebijakan moneter dengan cara mereduksi tingkat inflasi. Peranan dari tingkat inklusi keuangan terhadap efektivitas kebijakan moneter lebih jelas terlihat pada negara yang memiliki indeks inklusi keuangan dengan kategori medium dan high financial inclusion atau pada negara berpendapatan menengah ke atas dan berpendapatan tinggi. Berdasarkan analisis terlihat bahwa jika terjadi kenaikan inflasi dengan indeks inklusi keuangan yang relatif tinggi pada kategori negara tersebut, maka periode selanjutnya tingkat inflasi dapat diturunkan. Saran Penelitian ini menyimpulkan bahwa tingkat inklusi keuangan berpengaruh terhadap tingkat inflasi. Kemudian terlihat ada perbedaan dampak tingkat inklusi keuangan di beberapa negara berdasarkan kategori tingkat pendapatan terhadap tujuan utama kebijakan moneter yaitu stabilitas inflasi. Oleh sebab itu, saran untuk penulisan selanjutnya adalah: 1. Penelitian dapat dilanjutkan dengan menganalisis perbandingan dampak inklusi keuangan pada negara yang memiliki kebijakan inflation targeting dan non inflation targeting terhadap tujuan utama kebijakan moneter. 2. Pada penelitian ini hanya berfokus pada satu tujuan kebijakan moneter yaitu stabilitas inflasi. Penelitian selanjutnya dapat diperluas dengan menganalisis lebih lanjut dampak inklusi keuangan terhadap beberapa tujuan kebijakan otoritas moneter lainnya seperti stabilitas nilai tukar dan stabilitas sistem keuangan.
26
DAFTAR PUSTAKA Baltagi,B. 2005.Econometric Analysis of Panel Data.Third Edition. England : Jhon Wiley &sons Ltd Blundell R, Bond S.1998. GMM estimation with persistent panel data : An application to production functions. The Institute for Fiscal Study Working Papers Series W99/4 Beck, T, A Demirguc-Kunt. 2008. Finance, inequality and the poor. Journal of Economic Growth 12: 27-49 Behr A. 2003. A comparison of dynamic panel data estimator : Monte Carlo evidence and an application to the investment function. Discussion Paper The Deutsche Bundesbank Economic Research Centre5(3) : 1-28 Bilbiie, F. 2008. Limited asset participation, monetary policy and (inverted) agregate demand logic. Journal of Economic Theory 140(1):162-196 Claessens, S. 2006. Access to financial services: A review of the issues and public policy objective, The World Bank Research Observer 21(2) : 207-240 Caskey, J, C Duran, dan TSolo (2006).The unbanked in Mexico and the Unites States.Policy Research Working Paper 3835.World Bank, Washington, DC. Di Bortolomeo, G and L Rossi. 2007. Effectiveness of monetary policy and limited asset market participation: Neoclasical versus Keynesiaan effects. International Journal of Economic Theory 3(3): 213-218 Demirguc-Kunt,A, L Klapper. 2012. Measuring financial inclusion: The Global Findex Database. Policy Research Woring Paper 6025. Washongton DC: World bank Dupas, P, J Robinson (2009). Saving constraints dan microenterprise development : evidence from field experiment in Kenya. NBER Working Paper : 14693. National Bureau of Economic Research, Cambriedge, MA Easterly, W dan S Fischer. 2001. Inflation and the poor. Journal of Money, Credit and Banking 33(2): 213-218 Filardo, A, H Genberg, B Hofmann. 2014. Monetary analysis ant the global financial cycle: an Asian Central Bank persepective. BIS Working Papers 463 Firdaus, M. 2011. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel dan Time Series. Bogor: IPB Press Hariharan G, M Marktanner (2012). The Growth Potencial from Financial Inclusion. ICA. Institute and Kennesaw State University International Monetary Fund.Financial Acess Survey.www.imf.org [diakses 25 Desember 2014] Khan HR (2011). Financial inclusion and financial stability ; are two sides or the same coin ? BIS Central Banker. Bank For International Settlements Mbutor, O, IUba. 2013. The impact of finanacial inclusion on monetary policy in Nigeria. Academic Journal 5(8): 318-326 Mehrotra, A, JYetman. 2014. Financial inclusion and optimal monetary policy. December 2014. BIS Working Papers 476. Asian Development Bank Institute Sarma, M. 2008. Index of financial inlusion. ICRIER Working Paper 215
27 Sarma, M. 2012. Index of financial Inclusion-A measure of financial sector inclusivenes. Berlin Working Papers on Money, Finance, Trade and Development. Working Paper No. 07/2012 World Bank.World Development Indicator. www.worldbank.org [diakses 25 Desember 2014] Ummah. B. 2013. Analisis Keterkaitan Inklusi Keuangan dengan Pembanguanan di Asia. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Schiffer, M dan BWeder. 2001. Firm size and the business environment: Worldwide Survey Result, Discussion Paper : 43. International Finance Corporation, Washington, DC Sen, A. 2000. Development as Fredom. New York : Anchor Books
28 Lampiran 1 Hasil penghitungan indeks inklusi keuangan (IFI) 37 negara di dunia berdasarkan kategori tingkat pendapatan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 29 20 21 22 23 24 25 26 27 28 39 30 31 32 33 34 35 36 37
NoNegara Bangladesh Haiti Kenya Liberia Madagascar Myanmar Uganda Armenia Bolivia Bhutan Egypt, Arab Rep. India Indonesia Georgia Ghana Mongolia Pakistan Philippines Ukraine Algeria Angola Bosnia and Herzegovina Brazil Colombia Costa Rica Fiji Hungary Jordan Malaysia Mexico South Africa Thailand Brunei Darussalam Japan Korea selatan Latvia Switzerland
Kategori
Low Income countries
Lower middle Income countries
Upper middle income countries
High Income countries
2008 0.171 0.091 0.110 0.066 0.050 0.022 0.062 0.156 0.119 0.214
2009 0.18 0.09 0.12 0.07 0.05 0.02 0.06 0.17 0.14 0.24
2010 0.194 0.106 0.138 0.083 0.051 0.027 0.068 0.187 0.151 0.260
2011 0.205 0.110 0.149 0.092 0.050 0.033 0.070 0.198 0.157 0.270
2012 0.211 0.112 0.152 0.089 0.051 0.048 0.067 0.221 0.168 0.231
2013 0.229 0.116 0.179 0.114 0.054 0.064 0.073 0.246 0.199 0.281
0.202 0.214 0.138 0.214 0.093 0.465 0.139 0.133 0.326 0.146 0.106
0.19 0.22 0.14 0.20 0.10 0.46 0.13 0.14 0.33 0.15 0.16
0.180 0.224 0.152 0.211 0.096 0.475 0.127 0.139 0.324 0.142 0.156
0.170 0.235 0.162 0.228 0.099 0.541 0.121 0.143 0.317 0.138 0.169
0.165 0.245 0.176 0.260 0.109 0.550 0.126 0.144 0.331 0.140 0.201
0.186 0.277 0.192 0.286 0.127 0.599 0.137 0.168 0.271 0.154 0.274
0.361 0.403 0.303 0.282 0.226 0.263 0.393 0.382 0.164 0.242 0.290
0.35 0.41 0.32 0.28 0.23 0.27 0.39 0.42 0.17 0.24 0.29
0.349 0.413 0.392 0.274 0.226 0.260 0.389 0.414 0.180 0.240 0.285
0.355 0.427 0.543 0.293 0.224 0.258 0.390 0.425 0.172 0.242 0.296
0.353 0.435 0.652 0.296 0.221 0.246 0.389 0.435 0.180 0.253 0.319
0.364 0.454 0.700 0.309 0.246 0.238 0.411 0.460 0.197 0.271 0.341
0.340 0.735 0.471 0.448 0.731
0.35 0.76 0.48 0.46 0.74
0.317 0.750 0.480 0.449 0.738
0.310 0.760 0.493 0.442 0.736
0.320 0.765 0.503 0.374 0.739
0.332 0.776 0.526 0.353 0.764
29 Lampiran 2 Hasil output model data panel dinamis program STATA v.12 Hasil Estimasi dengan FD-GMM (Total Panel) . xtabond inflasi ifi lnxr lendingrate, lags(1) twostep artests(2) Arellano-Bond dynamic panel-data estimation Group variable: negara Time variable: tahun
Number of obs Number of groups Obs per group:
Number of instruments =
14
= =
148 37
min = avg = max =
4 4 4
= =
42.25 0.0000
Wald chi2(4) Prob > chi2
Two-step results inflasi
Coef.
Std. Err.
z
P>|z|
[95% Conf. Interval]
inflasi L1.
-.0091401
.0512592
-0.18
0.858
-.1096063
.0913262
ifi lnxr lendingrate _cons
-1.661397 -.2879933 .1955078 1.691638
1.767245 .230604 .0951388 3.438634
-0.94 -1.25 2.05 0.49
0.347 0.212 0.040 0.623
-5.125134 -.7399688 .0090391 -5.047961
1.802341 .1639822 .3819764 8.431238
. estat abond Arellano-Bond test for zero autocorrelation in first-differenced errors Order 1 2
z
Prob > z
-2.002 -1.098
0.0453 0.2722
H0: no autocorrelation . estat sargan Sargan test of overidentifying restrictions H0: overidentifying restrictions are valid chi2(9) Prob > chi2 .
= =
16.73454 0.0530
30 Hasil Estimasi dengan PLS dan FEM (Total Panel) . regress inflasi inflasil1 ifi lnxr lendingrate Source
SS
df
MS
Model Residual
1901.23256 3920.89943
4 217
475.308141 18.068661
Total
5822.13199
221
26.3444886
inflasi
Coef.
inflasil1 ifi lnxr lendingrate _cons
.3893855 -1.064433 .1428821 .0664336 .8406071
Std. Err. .0610312 .4909517 .1116266 .0334296 .7513711
Number of obs F( 4, 217) Prob > F R-squared Adj R-squared Root MSE
t
P>|t|
6.38 -2.17 1.28 1.99 1.12
0.000 0.031 0.202 0.048 0.264
= = = = = =
222 26.31 0.0000 0.3266 0.3141 4.2507
[95% Conf. Interval] .2690956 -2.032077 -.0771291 .0005454 -.6403125
.5096753 -.0967884 .3628932 .1323218 2.321527
. . xtreg inflasi inflasil1 ifi lendingrate lnxr,fe Fixed-effects (within) regression Group variable: negara
Number of obs Number of groups
= =
222 37
R-sq:
Obs per group: min = avg = max =
6 6.0 6
within = 0.0811 between = 0.2520 overall = 0.1475
corr(u_i, Xb)
Std. Err.
Coef.
inflasil1 ifi lendingrate lnxr _cons
.0426514 -5.414838 .1470478 -.7287767 -1.440907
.0722774 2.494124 .1246236 .7880605 5.773532
sigma_u sigma_e rho
4.1958276 3.9339227 .53218222
(fraction of variance due to u_i) F(36, 181) =
t
P>|t|
= =
inflasi
F test that all u_i=0: .
F(4,181) Prob > F
= -0.6568
0.59 -2.17 1.18 -0.92 -0.25
2.01
0.556 0.031 0.240 0.356 0.803
3.99 0.0040
[95% Conf. Interval] -.0999632 -10.33614 -.0988542 -2.283744 -12.83299
.1852661 -.4935388 .3929497 .8261905 9.951178
Prob > F = 0.0015
31 Hasil Estimasi dengan SYS-GMM (Total Panel) . xtdpdsys inflasi ifi lnxr lendingrate, lags(1) twostep artests(2) System dynamic panel-data estimation Group variable: negara Time variable: tahun
Number of obs Number of groups Obs per group:
Number of instruments =
18
= =
185 37
min = avg = max =
5 5 5
= =
57.38 0.0000
Wald chi2(4) Prob > chi2
Two-step results inflasi
Coef.
Std. Err.
z
P>|z|
[95% Conf. Interval]
inflasi L1.
.0448264
.0400142
1.12
0.263
-.0336001
.1232528
ifi lnxr lendingrate _cons
-2.056789 .7114124 .1621541 -2.425006
1.006065 .1755008 .0737963 1.68466
-2.04 4.05 2.20 -1.44
0.041 0.000 0.028 0.150
-4.028641 .3674371 .017516 -5.726879
-.0849373 1.055388 .3067923 .8768661
. estat abond Arellano-Bond test for zero autocorrelation in first-differenced errors Order 1 2
z
Prob > z
-2.1994 -1.29
0.0278 0.1971
H0: no autocorrelation . estat sargan Sargan test of overidentifying restrictions H0: overidentifying restrictions are valid chi2(13) Prob > chi2
= =
18.12396 0.1529
32 Hasil Pengolahan Estimasi Low Income Countries+Lower middle Income Countries dengan SYS-GMM . xtdpdsys inflasi ifi lendingrate lnxr, lags(1) twostep artests(2) System dynamic panel-data estimation Group variable: negara Time variable: tahun
Number of obs Number of groups Obs per group:
Number of instruments =
18
= =
95 19
min = avg = max =
5 5 5
= =
128.23 0.0000
Wald chi2(4) Prob > chi2
Two-step results inflasi
Coef.
Std. Err.
inflasi L1.
.1237002
.0399046
ifi lendingrate lnxr _cons
-1.85329 .1249294 .9236376 -3.56381
.6164588 .1127366 .1538724 2.259457
z
P>|z|
[95% Conf. Interval]
3.10
0.002
.0454887
.2019117
-3.01 1.11 6.00 -1.58
0.003 0.268 0.000 0.115
-3.061527 -.0960302 .6220533 -7.992264
-.6450534 .345889 1.225222 .8646437
. estat abond Arellano-Bond test for zero autocorrelation in first-differenced errors Order 1 2
z
Prob > z
-1.9961 -1.1877
0.0459 0.2350
H0: no autocorrelation . estat sargan Sargan test of overidentifying restrictions H0: overidentifying restrictions are valid chi2(13) Prob > chi2
= =
15.6112 0.2708
33 Hasil Pengolahan Estimasi Upper Middle + High Income Countries dengan SYSGMM . xtdpdsys inflasi ifi lendingrate lnxr, lags(1) twostep artests(2) System dynamic panel-data estimation Group variable: negara Time variable: tahun
Number of obs Number of groups Obs per group:
Number of instruments =
18
= =
90 18
min = avg = max =
5 5 5
= =
196.48 0.0000
Wald chi2(4) Prob > chi2
Two-step results inflasi
Coef.
Std. Err.
z
P>|z|
[95% Conf. Interval]
inflasi L1.
-.0365346
.0188846
-1.93
0.053
-.0735478
.0004786
ifi lendingrate lnxr _cons
-1.63359 .1878125 .2622826 -.8437655
.3199206 .0197418 .0525259 .3530362
-5.11 9.51 4.99 -2.39
0.000 0.000 0.000 0.017
-2.260623 .1491193 .1593338 -1.535704
-1.006557 .2265057 .3652314 -.1518272
. estat abond Arellano-Bond test for zero autocorrelation in first-differenced errors Order 1 2
z
Prob > z
-1.724 -1.5016
0.0847 0.1332
H0: no autocorrelation . estat sargan Sargan test of overidentifying restrictions H0: overidentifying restrictions are valid chi2(13) Prob > chi2
= =
12.51436 0.4860
34
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 18 Juni 1993, putri kedua dari Ayah Dasril W dan Ibu Oktra Zariati. Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Padang Panjang, Sumatera Barat dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui SNMPTN Undangan dan diterima di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif sebagai bendahara umum Lembaga Dakwah Fakultas, Forum Mahasiswa Muslim dan Studi Islam FEM IPB tahun 2013-2014. Selain itu, Penulis juga aktif mengkuti lomba karya tulis ilmiah tingkat mahasiswa. Beberapa prestasi yang pernah diraih oleh penulis antara lain ialah Juara II Economic Championship tahun 2014 Departemen Ilmu Ekonomi IPB, dan Juara I LKTI Nasional Hipotex-R11th HIPOTESA FEM IPB 2014.