BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut UU No 3 Tahun 2004 dijelaskan bahwa tujuan Bank Indonesia adalah menjaga dan mencapai kestabilan nilai rupiah. Untuk mencapai tujuan tersebut maka Bank Indonesia selaku otoritas moneter di Indonesia menjalankan tugasnya dengan menggunakan kebijakan moneter. Kebijakan moneter ini dilakukan dengan menjaga kestabilan nilai uang dan menjaga likuiditas perekonomian. Pada awal tahun 2015, Indonesia diterpa oleh memburuknya kondisi perekonomian. Memburuknya kondisi perekonomian Indonesia tergambar dengan tingginya tingkat inflasi yang mencapai 7,5 persen, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar hingga pernah mencapai angka Rp 13.000,- per dollar, tingginya tingkat pengangguran terbuka yang mencapai 7,4 juta jiwa pada bulan Februari serta melemahnya pertumbuhan ekonomi. Memburuknya kondisi perekonomian Indonesia turur menjadi perhatian Bank Indonesia selaku otoritas moneter di Indonesia. Gubernur Bank Indonesia, Agus D.W. Martowardojo mengatakan bahwa “Kami ingin sampaikan bahwa kondisi (moneter) ketat yang sekarang ada, itu belum (akan) dilonggarkan apabila inflasi dan perkembangan (neraca) transaksi berjalan tidak mengarah ke kondisi yang baik.” Pernyataan tersebut disampaikan saat Agus D.W. Martowardojo berada di Kantor Kepresidenan dan dikutip dari media online CNN Indonesia pada hari Kamis, 12/03/2015. Masih pada media yang sama, Suryamin dari Badan Pusat
1
Statistik (BPS) menjelaskan bahwa jumlah pengangguran pada Februari 2015 mencapai 7,4 juta orang, dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) yang mengalami kenaikan untuk tingkat pendidikan tinggi. “Ini karena ekonomi melambat, sehingga terjadi peningkatan pengangguran,” ujar Suryamin dalam konferensi pers di Jakarta. Untuk menanggapi memburuknya kondisi perekonomian, Bank Indonesia selaku otoritas moneter menanggapinya dengan melakukan kebijakan ketat. Kebijakan ketat akan terus dilakukan oleh Bank Indonesia hingga kondisi inflasi kembali normal. Kebijakan ketat yang dilakukan Bank Indonesia ini dilakukan untuk menurukan tingkat inflasi yang saat ini berada pada level 7,5 persen. Bank Indonesia mempunyai target untuk mencapai tingkat inflasi sebesar plus minus 4 persen pada tahun 2015. Namun kebijakan moneter ketat yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk mengurangi tingkat inflasi ternyata berdampak juga terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia dan tingkat pengangguran Indonesia. Kebijakan tersebut ternyata berdampak pada melambatnya perekonomian dan meningkatnya pengangguran. Meningkatnya pengangguran ini terjadi saat Bank Indonesia berusaha untuk menunrunkan tingkat inflasi. Dengan kata lain penurunan tingkat inflasi menimbulkan trade off terhadap meningkatnya jumlah pengangguran di Indonesia. Kejadian diatas membuktikan bahwa kebijakan moneter yang digunakan oleh Bank Indonesia belum mampu atau “kurang ampuh” dalam mengatasi masalah ekonomi diawal tahun 2015.
2
Grafik 1.1 Tingkat inflasi Indonesia dan BI rate tahun 2001 – 2013 18,00
20,00
16,00
18,00
14,00
16,00 14,00
12,00
12,00
10,00
10,00 8,00
8,00
6,00
6,00
4,00
4,00
2,00
2,00
0,00
0,00 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Inflasi(%)
BI rate(%)
Sumber : dioalah dari data BI Kejadian yang sama terjadi juga sepanjang tahun 2001 – 2013. Kondisi dimana kebijakan moneter yang diambil oleh Bank Indonesia tidak mampu mangatasi persoalan perekonomian pada periode tersebut. Grafik 1.1 menunjukkan besarnya tingkat suku bunga Bank Indonesia dan tingka inflasi dari periode 2001 – 2013. Salah satu fenomena besar yang terjadi dari kurun waktu 2001 – 2013 adalah ketika pada tahun 2004 – 2005 pemerintahan pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berencana melakukan kebijakan untuk menaikkan harga BBM. Harga BBM pada saat itu belum dinaikkan namun ekspektasi masyarakat sudah terlanjur melambung tinggi karena banyaknya isu yang beredar baik di media masa dan media online mengenai kenaikan Harga BBM. Tingginya ekspektasi masyarakat terlihat dari mulai naiknya harga bahan – bahan pokok dan barang barang padahal pada waktu itu harga BBM belum dinaikkan oleh presiden secara resmi. Tingginya
3
ekspektasi masyarakat tersebut berdampak pada meningkatnya tingkat inflasi dari tahun 2004 - 2005. Untuk merespon tingkat inflasi pada tahun 2004, Bank Indonesia meningkatkan tingkat suku Bank Indonesia dari 5,06 persen pada tahun 2003 menjadi 7,43 persen pada tahun 2004. Pada saat itu peningkatan tingkat inflasi juga diiringi dengan mulai meningkatnya pengangguran.
Grafik 1.2 Tingkat pengangguran dan tingkat inflasi di Indonesia tahun 2001 – 2013 12,00
18,00 16,00
10,00 14,00 8,00
12,00 10,00
6,00 8,00 4,00
6,00 4,00
2,00 2,00 0,00
0,00 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Penangguran(%)
Inflasi(%)
Sumber : diolah dari data BI dan WDI Grafik 1.2 menunjukan bahwa terjadi peningkatan tingkat pengangguran pada tahun 2004. Respon yang dilakukan Bank Indonesia untuk mengurangi tingkat inflasi tersebut ternyata mengakibatkan tingkat pengangguran pada tahun 2004 ikut meningkat. Tidak berhenti sampai disitu, ternyata tingkat inflasi pada tahun 2004 berlanjut pada tahun 2005. Peningkatan tingkat suku bunga Bank Indonesia yang
4
dilakukan Bank Indonesia ternyata belum cukup kuat untuk mengurangi peningkatan tingkat inflasi. Terbukti setelah Bank Indonesia meningkatkan tingkat suku bunga Bank Indonesia pada tahun 2004 untuk mengurangi peningkatan tingkat inflasi pada saat itu, ternyata tingkat inflasi belum juga turun. Tingkat inflasi pada tahun 2005 meningkat menjadi sebesar 17,11 persen. Tingginya tingkat inflasi pada tahun 2005 membuat Bank Indonesia kembali meningkatkan tingkat suku bunga Bank Indonesia. Kebijakan Bank Indonesia meningkatkan suku bunga Bank Indonesia yang bertujuan untuk mengurangi tingkat inflasi ternyata menyebabkan tingkat pengangguran meningkat. Kejadian pada tahun 2004 kembali terulang. Dimana tingkat inflasi tinggi, tingkat suku bunga Bank Indonesia tinggi dan tingkat penganggurannya meningkat. Sementara itu meningkatnya tingkat pengangguran seperti yang terjadi diatas akan berdampak pada penurunan daya beli masyarakat. Penurunan daya beli akan berdampak pada berkurangnya gairah masayarakat dalam melakukan kegiatan ekonomi (belanja). Berkurangnya gairah masyarakat untuk belanja juga diperparah dengan munculnya isu – isu negatif yang beredar di masyarakat. Seperti contohnya, baru – baru ini terdengar bahwa ada isu beras plastik yang ternyata diragukan kebenarannya. Isu – isu seperti ini turut menimbulkan berkurangnya gairah masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonomi. Padahal jika kondisi ini terus berlangsung, gairah masyarakat untuk melakukan kegiatan ekonomi tetap tidak meningkat maka akan berimbas pada melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dipicu dari sisi konsumsi. Hingga akhirnya, berkurangnya gairah
5
masyarakat untuk melakukan kegiatan ekonomi akan mengakibatkan kecepatan peredaran jumlah uang beredar (velocity of money) turun. Kecepatan peredaran jumlah uang beredara (Velocity of money) merupakan konsep yang dikembangkan oleh ekonom Amerika, Irving Fisher pada tahun 1920 an yang menunjukan berapa kali uang berpindah tangan untuk melayani transaksi dalam satu periode tertentu. Kecepatan peredaran jumlah uang beredar (velocity of money)
bisa disebut juga sebagai multiplier moneter atau frekuensi belanja.
Beberapa ekonom klasik menganggap bahwa Kecepatan peredaran jumlah uang beredar (velocity of money) relatif konstant tetapi tidak pada kenyataannya.
Grafik 1.3 Kecepatan peredaran jumlah uang beredar (velocity of money) triwulan tahun 2001 – 2013 (dalam persen) 80
60 50 40 30 20 10 0
2001 Q1 2001 Q3 2002 Q1 2002 Q3 2003 Q1 2003 Q3 2004 Q1 2004 Q3 2005 Q1 2005 Q3 2006 Q1 2006 Q3 2007 Q1 2007 Q3 2008 Q1 2008 Q3 2009 Q1 2009 Q3 2010 Q1 2010 Q3 2011 Q1 2011 Q3 2012 Q1 2012 Q3 2013 Q1 2013 Q3
velocity of money (%)
70
Sumber : diolah dari data BI
6
Grafik diatas menunjukan kecepatan peredaran jumlah uang beredar (velocity of money) cenderung akan turun pada saat resesi dan naik pada saat pertumbuhan ekonomi sedang menguat karena uang akan lebih sering digunakan pada saat pertumbuhan ekonomi menguat. Kecepatan peredaran jumlah uang beredar (velocity of money) bisa juga disebut multiplier moneter. Didalam teori keynesian yang dijelaskan menggunkan teori kuntitas uang bahwa Kecepatan peredaran jumlah uang beredar (velocity of money) adalah multiplier moneter. Multiplier moneter merupakan angka yang mencerminkan ”keampuhan” kebijakan moneter yang dikeluarkan Bank Indonesia untuk mengatasi masalah ekonomi makro (contoh: pengangguran, inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan lain – lain) . Mengecilnya nilai multiplier moneter dikhawatirkan dapat melemahkan kebijakan moneter dalam mengatasi masalah ekonomi makro sedangkan membesarnya nilai multiplier moneter mencerminkan keampuhan kebijakan moneter dalam mengatasi suatu masalah ekonomi. Bila Bank Indonesia melakukan kebijakan moneter ketat maka menandakan bahwa tingkat inflasi berada pada tingkat yang terlalu tinggi. Maka untuk mengurangi tingkat inflasi, Bank Indonesia melakukan kebijkan moneter ketat. Kebijkan moneter ketat akan mengurangi jumlah uang beredar sehingga tingkat inflasi dapat turun pada periode selanjutnya. Menurunnya jumlah uang beredar akan diikuti dengan melemahnya pertumbuhan ekonomi periode tersebut. Tidak hanya itu, penurunan tingkat inflasi yang akan dilakukan oleh Bank Indonesia akan menimbulkan trade off terhadap pengangguran, atau dengan kata lain tingkat pengangguran akan meningkat pada periode tersebut. Dengan kata lain dengan
7
melakukan kebijakan moneter ketat maka Bank Indonesia dapat “menyembuhkan penyakit” tingginya tingkat inflasi. Namun pada saat yang sama kebijakan tersebut menimbulkan ”penyakit baru” yaitu meningkatkan tingkat pengangguran pada periode tersebut dan juga melemahnya pertumbuhan ekonomi pada periode tersebut. Begitu juga pada saat Bank Indonesia melakukan kebijakan moneter longgar. Pada saat Bank Indonesia melakukan kebijakan moneter longgar maka kebijakan tersebut dilakukan dikarenakan tingkat inflasi yang terlalu rendah. Tingkat inflasi yang terlalu rendah dapat menimbulakan melambatnya pertumbuhan ekonomi sehingga tidak baik bagi sektor rill suatu negara. akan turun karena pertumbuhan ekonomi juga mengalami penurunan. Disaat Bank Indonesia melakukan kebijakan moneter longgar maka Bank Indonesia dapat memperbaiki pertumbuhan ekonomi serta menurunkan tingkat pengangguran. Namun disisi lain, pada level tertentu, ketika tingkat inflasi semakin tinggi seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi, maka kondisi tersebut akan menimbulkan masalah ekonomi yang lain. Karena tingkat inflasi yang terlalu tinggi dapat menyebabkan dampak negatif bagi sektor lainnya. Maka dari itu untuk menjaga tingkat inflasi, maka setiap tahunnya Bank Indonesia selalu mempunyai target inflasi yang harus dicapai. Contohnya pada tahun 2016, Bank Indonesia memiliki target inflasi sebesar plus minus 4 persen. Setiap kebijakan yang dilakukan Bank Indonesia pasti memiliki dua sisi. Layaknya koin yang memiliki dua sisi, saat Bank Indonesia melakukan kebijakan tertentu untuk menyembuh suatu masalah ekonomi maka disaat bersamaan akan
8
muncul maslah yang baru. Dengan kata lain, apa yang dilakukan Bank Indonesia adalah menimbang dan memutuskan kebijakan mana yang mempunyai dampak trade off yang paling baik. Kecepatan peredaran jumlah uang beredar (velocity of money) dengan makna multiplier moneter dapat digunakan untuk menilai “seberapa ampuh” kebijakan moneter tersebut dalam mengatasi masalah ekonomi. Dengan mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi Kecepatan peredaran jumlah uang beredar (velocity of money) maka dapat diketahui faktor – faktor yang dapat mempengaruhi keampuhan kebijakan moneter di Indonesia. Untuk itu penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui faktor – faktor yang berpengaruh terhadap Kecepatan peredaran jumlah uang beredar (velocity of money). Sudah banyak peneliti yang melakukan penelitian mengenai topik ini mengingat Kecepatan peredaran jumlah uang beredar (velocity of money) merupakan variabel penting dalam ekonomi makro. Penelitian – penelitian tersebut dapat dilihat pada bagian tinjuan pustaka. Salah satu penelitian tersebut dilakukan oleh A. E. Akinlo yang dilakukan pada negara Nigeria dengan penelitiannya yang berjudul “Financial Development and The Velocity of Money in Nigeria: An Empirical Analysis.” Pada penelitiannya tersebut, A. E. Akinlo menggunakan variabel pendapatan per kapita rill, tingkat suku bunga domestik, real exchange rate, ekspektasi inflasi (expected inflation), dan financial development yang diproxy menggunakan ratio antara giro (demand deposit) dengan deposito (time deposit) yang selanjutnya digunakan oleh peneliti dalam model penelitian untuk menganalisa kecepatan peredaran jumlah uang beredar (velocity of money) di Indonesia. Untuk itu judul
9
untuk penelitian ini adalah “Faktor – Faktor yang Mempengeruhi Kecepatan Peredaran Jumlah Uang Beredar (velocity of money)di Indonesia Tahun 2001.1 – 2013.4.”
1.2 Perumusan Masalah Tingginya tingkat inflasi di Indonesia yang terjadi pada tahun 2004 dan 2005 membuat Bank Indonesia selaku otoritas moneter di Indonesia perlu melakukan intervensi. Intervensi yang dilakukan Bank Indonesia dilakukan dengan menerapkan kebijakan moneter ketat yang bertujuan untuk mengurangi tingkat inflasi. Faktanya, pada saat itu tingkat inflasi di Indonesia belum juga turun sementara efek dari kebijakan moneter ketat yang dilakukan Bank Indonesia dengan menaikkan tingkat suku bunga membuat tingkat pengangguran meningkat. Melihat kondisi diatas, terlihat adanya ketidakampuhan kebijakan moneter yang dilakukan Bank Indonesia dalam mengatasi masalah ekonomi tersebut. Sehingga perlu diketahui faktor – faktor apa saja yang mampu meningkatkan keampuhan kebijakan moneter.
1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan penjelasan pada rumusan masalah diatas, peneliti ingin mengetahui : 1. Bagaimana pengaruh pendapatan perkapita rill terhadap kecepatan peredaran jumlah uang beredar (velocity of money) ?
10
2. Bagaimana pengaruh tingkat suku bunga domestik (BI rate) terhadap kecepatan peredaran jumlah uang beredar (velocity of money) ? 3. Bagaimana pengaruh ekspektasi inflasi (expected inflation) terhadap kecepatan peredaran jumlah uang beredar (velocity of money) ? 4. Bagaimana pengaruh ratio antara giro (demand deposit) dengan deposito (time deposit) terhadap kecepatan peredaran jumlah uang beredar (velocity of money) ?
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini dapat di rinci sebagai berikut : 1. Menganalisa hubungan antara pendapatan perkapita rill dengan kecepatan peredaran jumlah uang beredar (velocity of money). 2. Menganalisa hubungan antara tingkat suku bunga domestik (BI rate) dengan kecepatan peredaran jumlah uang beredar (velocity of money). 3. Menganalisa hubungan antara ekspektasi inflasi (expected inflation) dengan velocity of money. 4. Menganalisa hubungan antara ratio antara giro (demand deposit) dengan deposito (time deposit) dengan kecepatan peredaran jumlah uang beredar (velocity of money).
11
1.5 Batasan Penelitian Penelitian dilakukan dari tahun 2001.1 – 2013.4 yang di dapat dari BI, BPS, dan IFS. Penelitian ini pun dibatasi dengan menggunakan empat variabel untuk menjelaskan faktor-fakror yang mempengaruhi kecepatan peredaran uang (velocity of money) atau multiplier moneter di Indonesia. Variabel - variabel yang digunakan untuk menjelaskan kecepatan peredaran jumlah uang beredar (velocity of money) atau multiplier moneter adalah pendapatan perkapita rill, tingkat suku bunga domestik (BI rate), ekspektasi inflasi, dan proksi financial development dengan menggunakan ratio antara giro (demand deposit) dengan deposito (time deposit).
1.6 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat antara lain : 1. Bagi otoritas moneter Penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran serta dapat digunakan sebagai pedoman serta dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan kebijakan moneter. 2. Bagi perkembangan ilmu Penelitian ini dapat memperkaya ilmu, hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan peredaran uang (velocity of money) atau multiplier moneter Indonesia.
12
1.7 Hipotesa Penelitian Hipotesa yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bahwa pendapatan per kapita dapat memiliki pengaruh positif signifikan terhadap multiplier moneter Indonesia. Kenaikan pendapatan per kapita menyebabkan
kenaikan
frekuensi
belanja
masyarakat
sehingga
menyebabkan kenaikan multiplier moneter di Indonesia. 2. Bahwa tingkat suku bunga domestik (BI rate) memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap multiplier moneter Indonesia. Peningkatan tingkat suku bunga domestik menyebabkan peningkatan suku bunga bank lalu meningkatkan investasi sehingga menurunkan multiplier moneter. 3. Bahwa ekspektasi inflasi (expected inflation) memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap multiplier moneter Indonesia. Kenaikan ekspektasi inflasi menyebabkan penurunan ekspektasi daya beli masyarakat dan kenaikan frekuensi belanja masyarakat sehingga menyebabkan kenaikan multiplier moneter Indonesia. 4. Bahwa ratio antara giro (demand deposit) dengan deposito (time deposit) memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap multiplier moneter Indonesia. Kenaikan ratio antara giro (demand deposit) dengan deposito (time deposit) menandakan bahwa nilai giro (demand deposit) lebih tinggi dibandingkan nilai deposito ( time deposit). Di Indonesia giro (demand deposit) lebih dianggap sebagai tabungan bukan sebagai bagian dari uang tunai yang mengakibatkan meningkatnya giro (demand deposit) dapat
13
menyebabkan frekuensi belanja masyarakat menurun sehingga kecepatan peredaran jumlah uang beredar (velocity of money) menurun.
1.8 Metodologi Penelitian 1.8.1 Model Penelitian Model yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model penelitian milik A. E. Akinlo sebagai dasar acuan. Dalam penelitiannya A. E Akinlo menggunakan lima variabel yaitu pendapatan perkapita rill, real exchange rate, tingkat suku bunga domestik, ekspektasi inflasi (expected inflation) dan ratio antara giro (demand deposit) dengan deposito (time deposit) dan menggunakan model linear. Kelima variabel tersebut diderivasikan dengan menggunakan teori kuantitas uang sehingga didapat persamaan sebagai berikut. 𝑉𝑡 =
𝑃𝐷𝐵
(1.1)
𝑀1
Berdasarkan persamaan (1.1), fungsi kecepatan peredaran jumlah uang beredar (velocity of money) dapat dispesifikasi menjadi. 𝑣𝑡 = f(𝑦𝑡 , 𝑟𝑡 , 𝑖𝑡 , 𝑔𝑡 , 𝜋𝑡 , 𝑒𝑡 )
(1.2)
Dimana :
𝑣𝑡 = kecepatan peredaran jumlah uang beredar (velocity of money) (dalam persen)
𝑦𝑡 = pendapatan perkapita rill (dalam rupiah)
𝑟𝑡 = real exchange rate (dalam persen)
𝑖𝑡 = tingkat suku bunga domestik (dalam persen)
14
𝑔𝑡 = ratio antara giro (demand deposit) dengan deposito (time deposit) (dalam persen)
𝜋𝑡 = ekspektasi inflasi (dalam persen)
𝑒𝑡 = error term
Fungsi velocity didapat dari turunan fungsi money demand dimana : 𝑣𝑡 = f(𝑦𝑡 , 𝑟𝑡 , 𝑖𝑡 , 𝑔𝑡 , 𝜋𝑡 , 𝑒𝑡 )
(1.3)
Dimana : 𝑀𝑑 = permintaan uang (money demand) P = tingkat harga Fungsi kecepatan peredaran jumlah uang beredar (velocity of money) diderivasi dari spesifikasi model permintaan uang. 𝛽
𝛽2 𝛽3 𝑖𝑡
[𝑀𝑑 /P]𝑡 = k 𝑦𝑡 1 𝑟𝑡
𝛽
𝛽
𝑔𝑡 4 𝜋𝑡 5 𝑒𝑡
(1.4)
Asumsi posisi ekuilibrium pasar uang 𝑀𝑑 = 𝑀 𝑠
(1.5)
Dimana : 𝑀 𝑠 = money supply Equation of exchange (Fisher, 1911) 𝑀𝑠 V = P Y
(1.6)
Substitusi persamaan (1.3) dengan persamaan (1.4) 𝛽
𝛽2 𝛽3 𝑖𝑡
𝑀𝑡𝑑 = P(k 𝑦𝑡 1 𝑟𝑡
𝛽
𝛽
𝑔𝑡 4 𝜋𝑡 5 𝑒𝑡 ) =𝑀 𝑠
(1.7)
Dari persamaan (1.5) didapatkan : 𝑃𝑌
V = 𝑀𝑠
(1.8)
15
V=
𝑃𝑌 𝛽 𝛽 𝛽 𝛽 𝛽 𝑃(𝑘 1 𝑦𝑡 1 𝑟𝑡 2 𝑖𝑡 3 𝑔𝑡 4 𝜋𝑡 5 𝑒𝑡 )
(1.9)
−𝛽1 −𝛽2 −𝛽3 −𝛽4 −𝛽5 −1 𝑟𝑡 𝑖𝑡 𝜋𝑡 𝑔𝑡 𝑒𝑡
V = 𝑘 −1 𝑦𝑡
(1.10)
Dari persamaan (1.9) didapatkan persamaan log linear sebagai berikut : log 𝑉𝑡 = - log k + (1-𝛽1) log 𝑦𝑡 - 𝛽2 log 𝑟𝑡 - 𝛽3 log 𝑖𝑡 - 𝛽4 log 𝜋𝑡 - 𝛽5 log 𝑔𝑡 - log𝑒𝑡 (1.11) Dimana : 𝛾0 = - log k 𝛾1 = (1-𝛽1) 𝛾2 = - 𝛽2 𝛾3 = - 𝛽3 𝛾4 = - 𝛽4 𝛾5 = - 𝛽5 𝜀
= - log 𝑒𝑡
Dari persamaan (1.11) didapatkan model kecepatan peredaran jumlah uang beredar (velocity of money) Indonesia. log 𝑣𝑡 = 𝛾0 + 𝛾1 log 𝑦𝑡 + 𝛾2 log 𝑟𝑡 + 𝛾3 log 𝑖𝑡 + 𝛾4 log 𝑔𝑡 + 𝛾4 log 𝜋𝑡 + 𝜀 Namun menyadari adanya potensi multikolinearitas pada model A. E. Akinlo diatas maka peneliti melakukan penelitian awal dengan melakukan uji multikolenearitas. Hasil uji multikolinearitas adalah sebagai berikut.
16
Tabel 1.1 Hasil Uji Multikolinearitas RPCI
EXR -0,83
INT
INF
DTR
-0,73
-0,05
0,56
RPCI
1,00
EXR
-0,83
1,00
0,84
0,02
-0,60
INT
-0,73
0,84
1,00
0,30
-0,77
INF
-0,05
0,02
0,30
1,00
-0,37
DTR
0,56
-0,60
-0,77
-0,37
1,00
Dari hasil uji multikolineartas diatas maka terlihat ada multikolinearitas antara variabel real exchange rate dengan variabel tingkat suku bunga domestik (BI rate) dengan koefisien korelasi sebesar 0,84 dan variabel real exchange rate dengan variabel pendapatan perkapita rill dengan koefisien korelasi sebesar 0,83. Oleh karena itu, untuk memperbaikinya, peneliti membuang variabel real exchange rate dengan alasan tidak lolos uji multikolinearitas. Dengan dibuangnya variabel real exchange rate maka model ekonomi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan empat variabel independen yaitu pendapatan perkapita rill, tingkat suku bunga domestik, ekspektasi inflasi (expected inflation) dan financial development yang di proxy menggunakan ratio antara giro (demand deposit) dengan deposito (time deposit). Model ekonominya adalah sebagai berikut. 𝑣𝑡 = f(𝑦𝑡 , 𝑖𝑡 , 𝜋𝑡 , 𝑔𝑡 , 𝑒𝑡 )
(1.12)
Dimana :
𝑣𝑡 = kecepatan peredaran jumlah uang beredar (velocity of money) (dalam persen)
17
𝑦𝑡 = pendapatan perkapita rill (dalam rupiah)
𝑖𝑡 = tingkat suku bunga domestik (dalam persen)
𝜋𝑡 = ratio antara giro (demand deposit) dengan deposito (time deposit) (dalam persen)
𝑔𝑡 = ekspektasi inflasi (dalam persen)
𝑒𝑡 = error term
1.8.2 Alat Analisis Penelitian ini menggunakan dua alat analisis yaitu uji MWD (Mackinon, White dan Dickinson). dan alat analisis data time series ARDL (autoregressive distributed lag). Uji MWD (Mackinon, White dan Dickinson) dilakukan untuk megetahui model mana yang terbaik antara model linear dan model nonlinear. Alat analisis data time series diawali dengan menguji uji stationaritas dan uji kointegrasi. Lalu dilanjutkan dengan melakukan uji asumsi klasik dan melakukan analisis model ARDL (autoregressive distributed lag). Jika diurutkan berdasarkan urutan pelaksanaannya maka tahapannya adalah sebagai berikut. 1.
Uji Stationaritas Uji stationaritas digunakan untuk melihat apakah data yang digunakan berada
pada level atau first difference. Uji stationaritas pada penelitian ini menggunakan Augmented Dickey Fuller (ADF) dan Phillips Perron (PP) untuk menentukan stationaritas data. Hasil uji stationaritas akan menentukan alat analisis yang akan dipakai dalam penelitian yang menggunakan data time series. Contoh alat analisi
18
data time series : OLS (ordinary least square), ECM (error correction model), ARDL (autoregressive distributed lag) dan lain – lain. 2.
Uji Kointegrasi Bound Testing Uji kointegrasi digunakan untuk melihat apakah variabel – variabel indeoenden
mempunyai efek jangka panjang atau tidak dengan variabel dependennya. Dalam penelitian ini, uji kointegrasi dilakukan dengan menggunakan Bound Testing (Pesaran 2001) dengan membandingkan nilai F-statistik yang diperoleh dari hasil uji wald dengan F-tabel. Jika nilai F-test lebih besar dari upper bound of critical value (I(1)) maka Ho ditolak, yang berarti variabel – variable ini mempunyai kointegrasi dan memiliki hubungan jangka panjang. Jika nilai F-test lebih rendah dari lower bound of critical value maka Ho diterima yang berarti variable – variable ini tidak memiliki hubungan jangka panjang. Dan bila nilai F-statistik ternyata berada diantara upper bound of critical value dan lower bound of critical value maka hubungan antar variabel – variabel ini tidak dapat diketahui ada atau tidaknya kointegrasi. 3.
Uji MWD (Mackinon, White dan Dickinson) Penelitian ini menggunakan alat analisis uji MWD (Mackinon, White dan
Dickinson) untuk mengetahui model yang terbaik antara model linear dan model non linear. 4.
Uji Model ARDL Penelitian ini menggunakan alat analisis uji model ARDL untuk mengetahui
hubungan antar variabel dalam jangka panjang dan jangka pendek. 5.
Uji Asumsi Klasik
19
a. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi digunakan untuk mengidentifikasi apakah terdapat hubungan antar residual. b. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengidentifikasi apakah residual memiliki varians yang konstan. c. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengidentifikasi apakah data berdistribusi normal secara keseluruhan. d. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas digunakan untuk mengidentifikasi apakah terdapat variabel independen yang memiliki korelasi dengan model regresi. e. Uji Stabilitas Uji stabilitas ini menggunakan uji Remsey RESET digunakan untuk mengetahui apakah model persamaan telah terspesifikasi dengan baik. 6.
Uji Kriteria Statistik a. Uji F Uji F dilakukan untuk mengetahui seberapa besar variabel independen secara
keseluruhan berpengaruh terhadap variabel dependen. b. Uji t Uji t dilakukan untuk mengetahui apakah variabel – variabel independen secara individu berpengaruh terhadap variabel dependen.
20
c. Godness of Fit Test Uji nilai koefisien determinasi atau 𝑅 2 menjelaskan pengaruh variabel independen secara keseluruhan terhadap variabel dependen. 1.8.3 Data Sumber data yang digunakan dalam penilitian ini berasal dari : 1.
Data kecepatan peredaran jumlah uang beredar (velocity of money) didapat dari perhitungan 𝑀
PDB nominal
1 (𝑛𝑎𝑟𝑟𝑜𝑤 𝑚𝑜𝑛𝑒𝑦)
x 100%. Data kecepatan peredaran jumlah uang
beredar (velocity of money) menggunakan satuan persen. Kedua data tersebut diperoleh dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) yang diakses di website Bank Indonesia. Data tersebut menggunakan periode waktu 2001.Q1 – 2013.Q4. 2.
Data pendapatan perkapita rill didapat dari perhitungan
𝑃𝐷𝐵 𝑟𝑖𝑙𝑙 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖
. Data
pendapatan perkapita rill menggunakan satuan rupiah. Karena penelitian ini memakai periode waktu kuartalan, 2001.Q1 – 2013.Q4, maka perhitungan 𝑃𝐷𝐵 𝑟𝑖𝑙𝑙𝑄
𝑡𝑛 pendapatan perkapita rill didapat dari rumus berikut 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 dimana: 𝑛
𝑃𝐷𝐵 𝑟𝑖𝑙𝑙𝑄𝑡𝑛
= PDB rill pada kuarter t tahun n
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖𝑛 = Total populasi pada tahun n Data 𝑃𝐷𝐵 𝑟𝑖𝑙𝑙𝑄𝑡 diperoleh dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) Bank Indonesia dan 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖𝑛 diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik).
21
3.
Data tingkat suku bunga domestik menggunakan data BI rate. Data tingkat suku bunga domestik menggunakan satuan persen. Data BI rate diambil dari International Financial Statistic (IFS) yang dapat diakses di website IMF. Data tersebut menggunakan periode waktu 2001.Q1 – 2013.Q4.
4.
Data ekspektasi inflasi menggunakan satuan persen. Data ekspektasi inflasi (expected inflation) didapat dari perhitungan 𝜋𝑡𝑧 - 𝜋̅𝑧 dimana : 𝜋𝑡𝑧 = inflasi kuarter t tahun z 𝜋𝑡𝑧 = rata – rata inflasi tahun z Data inflasi diambil dari website Bank Indonesia. Data ini menggunakan periode waktu 2001.Q1 – 2013.Q4.
5.
Data financial development menggunakan proxy ratio antara giro (demand deposit) dengan deposito (time deposit). Data ratio antara giro (demand deposit) dengan deposito (time deposit) didapat dari perhitungan
giro deposito
x
100% . Data ratio antara giro (demand deposit) dengan deposito (time deposit) menggunakan satuan persen. Data giro (demand deposit) dan deposito (time deposit) dapat diperoleh dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) Bank Indonesia. Data tersebut menggunakan periode waktu 2001.Q1 – 2013.Q4.
22
1.9 Struktur Penulisan Hasil dari penelitian ini akan disusun dengan sistematika sebagai berikut : Bab I : Pendahuluan Bab ini berisiskan latar belakang penelitian, perumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, batasan penelitian, manfaat penelitian, hipotesis penelitian, dan metodologi penelitian. Bab II : Landasan Teori Bab ini berisikan tentang tinjauan empiris, landasan teori pendukung hipotesis penelitian dan landasan teori alat analisis. Bab III : Gambaran Umum Bab ini berisikan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan peredaran jumlah uang beredar (velocity of money) atau multiplier moneter di Indonesia. Bab IV : Metodologi dan analisis Bab ini berisi tentang metodologi penelitian, alat analisis dan uraian analisisnya. Bab V : Kesimpulan Bab ini berisikan kesimpulan dan implikasi dari berbagai analisis yang peneliti lakukan.
23