DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP EKONOMI SEKTORAL
SULTHONI ASHIDDIIQI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Dampak Kebijakan Moneter terhadap Ekonomi Sektoral adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2013
Sulthoni Ashiddiiqi NIM H151114234
RINGKASAN SULTHONI ASHIDDIIQI. Dampak Kebijakan Moneter terhadap Ekonomi Sektoral. Dibimbing oleh IMAN SUGEMA dan LUKYTAWATI ANGGRAENI. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) mengidentifikasi jalur transmisi moneter mana yang paling efektif; (2) menganalisis apakah mekanisme transmisi moneter pada tingkat sektoral konsisten dengan tingkat agregat; (3) menjelaskan kenapa dan bagaimana jalur transmisi tersebut bisa efektif. Analisis yang digunakan adalah impulse response function (IRF) yang merupakan bagian dari metode vector autoregression (VAR). Ada tiga jalur transmisi moneter yang diteliti yaitu jalur suku bunga, kredit dan nilai tukar. Hasil IRF menunjukkan bahwa jalur nilai tukar adalah satu-satunya jalur yang efektif mempengaruhi agregat output riil. Kesimpulan ini diperkuat dengan analisis IRF pada tingkat sektoral. Pada jalur nilai tukar, lima dari sembilan sektor terpengaruh secara signifikan yaitu sektor industri pengolahan; sektor bangunan; sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor pengangkutan dan komunikasi; serta sektor keuangan persewaan dan jasa perusahaan. Sedangkan kedua jalur yang lain tidak efektif baik pada taraf agregat maupun sektoral. Temuan ini menunjukkan bahwa ada beberapa bentuk konsistensi antara efek agregat dan efek sektoral. Hasil lain yang ditemukan dalam penelitian ini adalah efek depresiasi nilai tukar riil cenderung kontraktif. Hasil ini mendukung gagasan Krugman dan Taylor (1976). Penurunan output tampaknya berkaitan dengan inflasi yang diakibatkan oleh depresiasi nilai tukar riil. Kondisi ini sejalan dengan teori demand side tipe Keynesian yang menyatakan bahwa depresiasi nilai tukar riil akan diikuti oleh melemahnya daya beli sehingga permintaan agregat menurun. Kata kunci: mekanisme transmisi moneter, sektoral, IRF
SUMMARY SULTHONI ASHIDDIIQI. Sectoral Effects of Monetary Policy. Supervised by IMAN SUGEMA dan LUKYTAWATI ANGGRAENI. The purposes of this study are three folds: (1) identifying which channels are effective for transmission of monetary policy; (2) assessing whether the transmission mechanisms at industry level are consistent with that at aggregate level; and (3) explaining why and how a channel becomes effective. The analyses are facilitated impulse response function (IRF) derived from a vector autoregression (VAR) model. Three channels are identified in this study: interest rate, real credits and exchange rate channels. The IRF results show that exchange rate is the only effective channel in affecting aggregate output and at least in five industries (the manufacturing industry; the construction industry; the trade, hotel, and restaurants industry; the transport and communication industry; and the finance, real estate, and business services industry). Meanwhile, the other two channels are not effective at aggregate and all industry. This finding suggests that there is some form of consistency between aggregate effects and industry effects. Moreover, the effect of real depreciation tend to be contractionary and thus supporting the idea of Krugman and Taylor (1976) among others. Output contraction seems to be associated with inflationary effect of the depreciation. This is a truly Keynesian type demand side story: following a real currency depreciation, purchasing power tends to weaken which then soaks the aggregate demand.
Keywords: transmission of monetary policy, industry level, IRF
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP EKONOMI SEKTORAL
SULTHONI ASHIDDIIQI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:Prof. Dr. Noer Azam Achsani, M.S
Judul Tesis
: Darnpak
'ama :\1\1
: Sulthoni Ashiddiiqi : HI:'lli.+23.+
Kebijakan
vloneter terhadap Ekonorni Sektoral
Diserujui oleh Komisi Pcrnbimbing
. 1r Irnan Sugcma, \1Ec
Dr Lllbtawati
I\.et lIJ
;\lH!gracni. SP. MSi Anggola
Diketahui oleh
Kctua Program Studi Ilrnu Ekonorni
Tanggal L'j ian: 30 Agustus 2013
Tanggal l.ulus: v
I
''''T
2C13
PRAKATA Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Dampak Kebijakan Moneter terhadap Ekonomi Sektoral ini berhasil diselesaikan. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Master pada Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Iman Sugema, MEc dan Dr Lukytawati Anggraeni, SP, MSi selaku pembimbing. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh jajaran pimpinan BPS yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melanjutkan program Magister pada Program Studi Ilmu Ekonomi di Sekolah Pasca Sarjana IPB. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada semua dosen yang telah membagikan ilmu kepada penulis selama masa perkuliahan dan seluruh rekanrekan BPS Batch 4 atas semua diskusi dan masukannnya. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua, Bapak Abdul Ghoffar dan Ibu Nurin Niswatin yang selalu memberikan doa dan restu. Ucapan terima kasih saya ucapkan kepada istri tercinta Dewi Kartika Megasari dan anakku tersayang Aldevaro Zaidan Ashiddiiqi yang telah memberikan bantuan dan dukungannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2013 Sulthoni Ashiddiiqi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Teori Tinjauan Empiris Kerangka Pemikiran 3 METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Metode Analisis Model Penelitian 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Estimasi Model Pembahasan 5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
vi vi vi 1 1 2 3 4 4 5 5 13 15 17 17 18 23 26 26 27 30 30 30 31 33
DAFTAR TABEL 1 Proporsi hutang dari bank umum dalam negeri dan swasta luar negeri (non-bank) masing-masing sektor ekonomi tahun 2012 2 2 Variabel dan sumber data dalam penelitian 17 3 Ringkasan Kumulatif IRF output riil masing-masing sektor ekonomi terhadap guncangan tak terduga suku bunga SBI, kredit riil dan nilai tukar riil selama 25 periode. 28
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Proporsi ekspor dan impor menurut sektor ekonomi tahun 2012 Kurva money demand Kurva money stock dan money demand Penyimpangan ekuilibrium money demand dan money stock Batas penyimpangan ekuilibrium money demand dan money stock (range suku bunga lebih kecil dibandingkan range high-powered money) Batas penyimpangan ekuilibrium money demand dan money stock (range high-powered money lebih kecil dibandingkan range suku bunga) Model Mundel Fleming saat kebijakan moneter kontraksi dengan kondisi floating exchange rate Kerangka pemikiran Tahapan Analisis Penelitian Kumulatif IRF GDP riil terhadap guncangan tak terduga suku bunga SBI, kredit riil dan nilai tukar riil (sebesar satu standar deviasi) Kumulatif IRF inflasi terhadap guncangan tak terduga nilai tukar riil (sebesar satu standar deviasi)
3 6 8 9 10 10 13 16 19 27 29
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8
Regresi suku bunga deposito 3 bulan terhadap suku bunga SBI 3 bulan Hasil uji stasioneritas menggunakan ADF Kandidat lag Optimal Hasil uji stabilitas roots of characteristic polinomial Sistem persamaan model VAR Koefisien estimasi sistem persamaan VAR agregat Koefisien estimasi sistem persamaan VAR pada masing-masing sektor Hasil LR test
33 34 35 36 37 38 39 48
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Diskusi mengenai apakah kebijakan moneter dapat mempengaruhi ekonomi riil (pertumbuhan ekonomi dan harga) dan bagaimana mekanisme transmisinya selalu menjadi topik yang hangat dikalangan ahli makroekonomi dan otoritas moneter. Tanpa pemahaman yang baik tentang mekanisme transmisi moneter maka otoritas moneter akan kesulitan dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter (Warjiyo dan Agung 2002). Secara teori mekanisme transmisi kebijakan moneter terbagi menjadi tujuh jalur yaitu agregat moneter, suku bunga, kredit, nilai tukar, harga aset, neraca perusahaan dan ekspektasi (Mishkin 1996, Ireland 2005, Goeltom 2008). Masing-masing jalur memiliki pengaruh yang berbeda antar negara dan waktu, tergantung pada pasar finansial, struktur ekonomi dan kondisi makroekonomi. Indonesia telah mengalami sejumlah penyesuaian struktur ekonomi sejak merdeka sampai dengan sekarang, sehingga pengaruh masing-masing jalur transmisi moneter juga telah berubah antar waktu. Sebelum krisis tahun 1997, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi (yaitu mencapai 6 persen pertahun) dan arus modal asing yang cukup deras. Pada masa ini diterapkan sistem nilai tukar mengambang terkendali untuk memberikan kepastian return bagi investor asing. Kondisi perekonomian tersebut membuat jalur suku bunga lebih efektif dalam mempengaruhi perekonomian dibandingkan jalur kredit dan nilai tukar. Pada jalur kredit, kebijakan moneter kontraktif (peningkatan suku bunga ataupun peningkatan giro wajib minimum) tidak dapat mempengaruhi cadangan bank karena bank bisa mensubstitusi cadangan wajibnya dengan menerbitkan surat hutang di pasar internasional. Artinya kredit yang disalurkan bank tidak berkurang walaupun giro wajib minimum ditingkatkan. Pada jalur nilai tukar, penggunaan sistem nilai tukar mengambang terkendali membuat berapapun shock yang diberikan pada nilai tukar tidak akan mengubah nilainya. Setelah krisis tahun 1997, Indonesia beralih pada sistem nilai tukar mengambang bebas dan mulai menerapkan inflation targeting framework. Perubahan ini membuat jalur nilai tukar menjadi lebih efektif dibandingkan sebelum krisis karena otoritas moneter tidak ada kewajiban untuk menjaga nilai tukar pada suatu nilai tertentu. Jalur ekspektasi juga menjadi bagian yang penting dalam transmisi moneter karena inflasi di Indonesia masih dipengaruhi oleh ekspektasi (Goeltom 2008). Masing-masing jalur transmisi bukanlah bagian yang saling terpisah. Semua jalur dapat berjalan secara simultan dan harmoni dalam mencapai target kebijakan moneter. Ketika otoritas moneter ingin menerapkan kebijakan moneter ekspansi (dengan memperbanyak jumlah uang beredar), otoritas moneter dapat menurunkan suku bunga, meningkatkan jumlah kredit dan sekaligus mempengaruhi nilai tukar supaya terdepresiasi. Semakin banyak jalur yang berpengaruh maka semakin mudah mempengaruhi perekonomian.
2
Perumusan Masalah Perbedaan pendapat mengenai jalur transmisi moneter mana yang paling efektif masih menjadi bahan yang menarik untuk didiskusikan. Ada pendapat yang menyatakan jalur jumlah uang beredar dan suku bunga efektif dalam mempengaruhi output (Seprillina 2013), tetapi ada juga yang menyatakan hanya jalur suku bunga yang efektif (Julaihah dan Insukindro 2004). Beberapa penelitian lain juga memberikan hasil yang berbeda-beda pada masing-masing jalur transmisi moneter (Haryanto 2007, Basith 2007, Natsir 2009). Jalur transmisi moneter yang efektif pada tingkat agregat belum tentu efektif pada tingkat sektoral maupun regional. Asymmetric effect kebijakan moneter pada taraf sektoral bisa terjadi karena masing-masing sektor punya karakter yang berbeda-beda1. Adanya asymmetric effect kebijakan moneter telah terjadi di Jerman, Australia dan Pakistan (Hayo dan Uhlembrock 1999, Vespignani 2013, Alam dan Waheed 2006). Salah satu penyebabnya adalah karena perbedaan kemampuan akses kredit. Jalur transmisi moneter suku bunga dan kredit bekerja dengan cara mempengaruhi suku bunga pinjaman dan jumlah kredit yang disalurkan bank komersial. Oleh karena itu, sektor dengan ketergantungan tinggi pada pinjaman bank komersial lebih sensitif terhadap kebijakan moneter. Tabel 1 membandingkan besarnya sumber investasi antara bank umum dalam negeri dan pinjaman luar negeri swasta non-bank pada tahun 2012. Pendekatan ini digunakan untuk mendapatkan perbandingan antara sumber investasi dari bank komersial domestik dan pasar modal. Tabel 1 Proporsi hutang dari bank umum dalam negeri dan swasta luar negeri (non-bank) masing-masing sektor ekonomi tahun 20122. Bank umum Swasta luar negeri Sektor Ekonomi dalam negeri non-bank (%) (%) (1)
1. Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas dan air minum 5. Bangunan 6. Perdagangan, hotel dan restoran 7. Pengangkutan dan komunikasi 8. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 9. Jasa-jasa Sumber: BI (2013), diolah. 1
(2)
(3)
88.24
11.76
49.45 88.21 15.75 99.70 73.10 86.41 73.23
50.55 11.79 84.25 0.30 26.90 13.59 26.77
98.64
1.36
Asymmetric effect disini diartikan sebagai perbedaan respon baik signifikansi maupun arah hubungan. 2 Data hutang dalam negeri diambil dari jumlah kredit yang disalurkan bank umum domestik (Seki tabel 1.7), sedangkan hutang luar negeri diambil dari data posisi pinjaman luar negeri swasta (Seki tabel 6.6).
3
Selama tahun 2012, sumber investasi utama hampir semua sektor berasal dari pinjaman bank umum domestik kecuali sektor listrik, gas dan air minum serta sektor pertambangan dan penggalian. Sumber investasi utama sektor bangunan dan jasa-jasa berasal dari bank umum domestik yaitu masing-masing sebesar 99.70 persen dan 98.64 persen, kemudian diikuti oleh sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan; industri pengolahan; pengangkutan dan komunikasi. Perbedaan proporsi ekspor dan impor juga dapat menimbulkan asymmetric effect kebijakan moneter. Semakin besar sektor ekonomi yang terlibat dalam ekspor impor maka semakin sensitif terhadap kebijakan moneter yang ditransmisikan melalui nilai tukar. Gambar 1 membandingkan proporsi ekspor dan impor masing-masing sektor ekonomi pada tahun 2012. Sektor industri pengolahan masih dominan baik dalam ekspor maupun impor dengan proporsi lebih dari 60 persen. Pada sisi ekspor, sektor pertambangan dan penggalian (32.77 persen) lebih dominan dibandingkan sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan (2.96 persen). Sebaliknya, kondisi ini berkebalikan pada sisi impor.
Ekspor 80
100
62.77
Persen
Persen
Impor
80
60 40
93.01
32.77
20 2.96
1.50
0
60 40 20
5.52
0.77
0.70
Pertambangan
Lainnya
0 Industri Pertambangan Pengolahan
Pertanian
Lainnya
Industri Pengolahan
Pertanian
Sumber: BI (2013) Seki tabel 5.10 dan 5.22, diolah. Gambar 1 Proporsi ekspor dan impor menurut sektor ekonomi tahun 20123. Di Indonesia sudah ada penelitian mengenai dampak kebijakan moneter terhadap regional dan didapati adanya asymmetric effect kebijakan moneter antar provinsi (Ridhwan et al. 2011). Sedangkan penelitian mengenai dampak kebijakan moneter terhadap ekonomi sektoral hanya dilakukan terhadap dua sektor ekonomi yaitu pertanian dan industri pengolahan (Lena 2007). Untuk itulah dalam penelitian ini peneliti ingin meneliti lebih lanjut mengenai: 1. Jalur transmisi mana yang paling efektif? 2. Apakah mekanisme transmisi moneter pada tingkat sektoral konsisten dengan tingkat agregat? 3. Kenapa dan bagaimana jalur transmisi tersebut bisa efektif? Tujuan Penelitian 1.
3
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: Mengidentifikasi jalur transmisi kebijakan moneter mana yang paling efektif.
Dari sumber yang ada hanya tiga sektor yang tersedia datanya.
4
2. 3.
Menganalisis apakah mekanisme transmisi moneter pada tingkat sektoral konsisten dengan tingkat agregat. Menjelaskan kenapa dan bagaimana jalur transmisi tersebut bisa efektif. Manfaat Penelitian
1.
2.
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: Memberikan gambaran kepada BI selaku pemegang otoritas moneter dan ahli ekonomi mengenai dampak kebijakan moneter pada tingkat sektoral, sehingga dapat menjadi masukan dan pertimbangan dalam memutuskan kebijakan moneter. Memperkaya penelitian dalam bidang moneter dan memberikan sudut pandang yang berbeda terhadap kebijakan moneter. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini ada sembilan sektor ekonomi yang diteliti yaitu sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan; pertambangan dan penggalian; industri pengolah; listrik, gas dan air minum; bangunan; perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; dan Jasa-jasa. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data triwulanan mulai triwulan 1 tahun 1990 sampai triwulan 4 tahun 2012. Variabel kebijakan moneter yang digunakan adalah suku bunga sertifikat Bank Indonesia (SBI) 3 bulanan, jumlah kredit dan nilai tukar.
2
TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Teori
Kebijakan moneter pada dasarnya adalah kebijakan untuk memanipulasi jumlah uang beredar sehingga mampu mempengaruhi perekonomian. Sebelum membahas peran uang dalam perekonomian, perlu terlebih dahulu memahami permintaan uang (money demand/Md) dan uang beredar (money supply/Ms ). Permintaan Uang McCallum (1989) mengatakan bahwa Motif orang memegang uang ada tiga yaitu untuk transaksi, berjaga-jaga (precautionary) dan spekulasi. Apabila motif seseorang memegang uang semata-mata hanya untuk transaksi maka besarnya permintaan uang hanya tergantung pada besarnya transaksi. Semakin banyak transaksi yang terjadi maka semakin tinggi permintaan uang. Quantity theory of money merumuskan hal ini dalam persamaan 1. Md = y.P
(1)
dimana Md = money demand y = output riil P = harga y.P adalah nilai transaksi yang dilakukan. Sebuah uang bisa digunakan lebih dari sekali transaksi dalam suatu kurun waktu. Semakin banyak transaksi dilakukan dengan jumlah uang beredar yang tetap maka uang tersebut semakin cepat berputar dalam transaksi. Oleh karena itu diperkenalkanlah konsep velocity atau laju perputaran uang untuk mengembangkan teori diatas. Sehingga rumus 1 dapat berkembang menjadi: Md.V= y.P
(2)
dimana V
= velocity of money atau laju perputaran uang
Dalam rumus 2 jumlah uang yang beredar bisa lebih kecil dari nilai transaksi. Apabila jumlah money demand dan money supply sama (Md = Ms), velocity of money diasumsikan nilainya tetap, dan perekonomian sudah mencapai full employment maka perubahan money supply hanya akan mempengaruhi harga. Sehingga rumus 2 dapat diubah menjadi: (3) dimana Ms = money supply = velocity of money yang nilainya tetap yf = output riil dalam kondisi full employment (nilai y tetap) Memegang uang hanya untuk berjaga-jaga (precautionary) memiliki biaya, yaitu sebesar bunga atau return yang akan didapatkan jika uang tersebut disimpan di bank atau digunakan untuk membeli saham. Sehingga permintaan uang juga
6
dipengaruhi oleh tingkat suku bunga. Cambridge model merumuskan hal ini ke dalam persamaan 4. (4) dimana atau bisa ditulis R
= suku bunga
Persamaan 4 menunjukkan bahwa velocity of money tergantung pada suku bunga. Fungsi k(R) mempunyai makna bahwa jika suku bunga meningkat ada kecenderungan masyarakat menjadi lebih tertarik menabung atau membeli saham untuk mendapatkan return yang lebih tinggi dimasa mendatang. Semakin banyak masyarakat menabung maka jumlah uang yang beredar semakin menurun. Apabila diasumsikan jumlah transaksi tetap maka penurunan suku bunga akan berdampak pada kenaikan velocity. John Maynard Keynes memperluas Cambridge model dengan menambahkan motif spekulasi. Menurut Keynes bahwa motif transaksi dan berjaga-jaga sensitif terhadap tingkat pendapatan, sedangkan motif spekulasi sensitif terhadap suku bunga. Teori Keynes dirumuskan dalam persamaan yang dikenal sebagai Keynesian demand for money seperti dalam persamaan 5. (5) dimana real balance) y
= output riil atau pendapatan riil
Suku bunga (R) berhubungan negatif dengan permintaan uang riil, dan sebaliknya permintaan uang riil berhubungan positif dengan pendapatan riil (y). Persamaan ini menyatakan bahwa jika harga meningkat dua kali lipat, maka untuk mendapatkan barang yang sama dibutuhkan uang sebanyak dua kali lipat, tetapi sebenarnya keseimbangan riilnya sama. Dari semua penjelasan diatas maka dapat digambarkan hubungan antara permintaan uang, harga, suku bunga dan output seperti Gambar 2. R (%)
Md [yt,Pt]
Sumber: McCallum (1989) Gambar 2 Kurva money demand.
M (rupiah)
7
Apabila suku bunga meningkat, maka uang yang beredar di masyarakat akan berkurang, perubahan ini digambarkan sepanjang kurva Md. Kurva Md dapat bergeser ke kanan apabila output riil meningkat atau harga turun, dan berlaku juga sebaliknya. Uang Beredar McCallum (1989) menggunakan istilah money stock (M) untuk menyatakan jumlah uang yang ada. Money stock sebagian dipegang masyarakat (currency) dan sebagian disimpan di bank (checkable deposit). Masyarakat yang menentukan berapa yang ingin mereka pegang secara tunai dan berapa yang disimpan, sehingga rasio currency dan checkable deposit ditentukan oleh masyarakat. M=C+D M = cr.D + D M = (cr + 1).D
(6)
dimana M = money stock C = currency, mata uang yang dipegang masyarakat non perbankan D = checkable deposit, simpanan masyarakat di bank yang dapat diambil kapan saja cr = = rasio currency dan checkable deposit Bank sentral hanya dapat mengendalikan high-powered money. Highpowered money terdiri dari currency dan total reserve (total cadangan bank). Hubungan ketiga variabel tersebut adalah: H = C + TR H = cr.D + rr.D H = (cr + rr).D
(7)
dimana H = high-powered money TR = total reserve (total cadangan bank), baik yang berada di bank sentral maupun di bank itu sendiri rr = = rasio total reserve dan checkable deposit Apabila persamaan 6 dan 7 digabung maka akan didapatkan hubungan money stock dan high-powered money seperti persamaan 8.
(8) Total reserve terdiri dari cadangan wajib (required reserve) dan kelebihan cadangan (excess reserve). Required reserve disimpan di bank sentral dan nilainya ditentukan oleh bank sentral. Sedangkan excess reserve ditentukan oleh bank sendiri untuk melayani nasabah yang hendah menarik dana dalam jumlah besar. Kedua cadangan ini tidak memberikan keuntungan (bunga atau interest), sehingga bank berusaha mengecilkan jumlah excess reserve. Tetapi excess reserve yang
8
kecil akan membahayakan likuiditas bank. Apabila bank kekurangan cadangan, bank dapat meminjam uang dari bank lain dengan bunga harian atau dapat juga meminjam dari bank sentral dengan tingkat bunga tertentu. Hubungan total reserve, required reserve dan excess reserve dirumuskan dalam persamaan 9. TR = R + ER TR = k.D + ER rr.D = k.D + e(R).D rr = k + e(R)
(9)
dimana R ER k
= cadangan wajib (required reserve) = kelebihan cadangan (excess reserve) = persentase dari simpanan deposito milik bank yang harus disimpan sebagai required reserve di bank sentral e(R) = persentase dari simpanan deposito milik bank yang digunakan sebagai excess reserve R = suku bunga nominal bank umum Apabila persamaan 8 dan 9 digabung maka hubungan antara money stock, high-powered money dan variabel-variabel lain yang mempengaruhinya dapat ditulis dalam persamaan 10. (10) Apabila persamaan 10 ditulis dalam fungsi maka akan menjadi: (11) Hubungan variabel pada persamaan 11 dapat digambarkan dalam Gambar 3. R (%)
Ms[H, k, cr]
Md [ , ] M (rupiah)
Sumber: McCallum (1989) keterangan: M = jumlah uang beredar R = suku bunga = sasaran money stock bank sentral = sasaran suku bunga bank sentral = perkiraan nilai output riil (karena nilainya output riil belum diketahui) = perkiraan harga (karena harga belum diketahui)
Gambar 3 Kurva money stock dan money demand.
9
Gambar 3 menjelaskan hubungan kurva money stock dan money demand. Bank sentral menghitung perkiraan nilai output riil dan harga pada periode t untuk mendapatkan bentuk kurva Md. Untuk mempengaruhi jumlah uang beredar di masyarakat, bank sentral berusaha menggeser kurva Ms sampai pada titik tertentu (misal di dan ). Apabila nilai k dan cr diasumsikan konstan maka persamaan 11 akan berubah menjadi: = µ(R; ̅ ; ̅ ) = ̅(Rt) Rt = ̅ -1( )
(12)
Apabila persamaan 12 dihubungkan dengan persamaan 5 pada money demand maka hubungannya dapat ditulis dalam persamaan 13 berikut: = L[
̅
]
(13)
Apabila Pt dan yt belum diketahui nilai pastinya maka digunakan nilai perkiraannya. Sehingga persamaan 13 dapat diubah menjadi: = L*
̅
+
(14)
Bank sentral dapat mencoba mengendalikan money stock untuk mencapai sasaran melalui high-powered money atau suku bunga, walaupun tidak memiliki kendali secara langsung terhadap money stock. Beberapa masalah dalam mengendalikan money stock yaitu nilai perkiraan output riil dan harga yang belum tentu akurat. Hal ini dikarenakan data yang digunakan memiliki lag. Selain itu perilaku perbankan juga sulit ditebak sehingga penargetan money stock memiliki random distrubance. Persamaan money supply yang memiliki random disturbance dapat ditulis dalam persamaan 15. Mt = ̅(R)+ ζt
(15)
dimana ζt = random disturbance
Ketidak sempurnaan perkiraan money demand dan money stock menjauhkan Mt dari sasarannya sehingga ekuilibrium money demand dan money stock menjadi seperti Gambar 4. (%)
(rupiah)
Sumber: McCallum (1989) Gambar 4 Penyimpangan ekuilibrium money demand dan money stock.
10
Adanya kemungkinan penyimpangan membuat bank sentral harus menentukan bagaimana cara mengendalikan money stock yang paling akurat. Ada dua alternatif pengendalian money stock yaitu melalui high-powered money dan suku bunga. Untuk mengetahui mana yang lebih efektif dari kedua cara tersebut dapat dilakukan dengan mengobservasi rentang nilai hingga yang paling kecil seperti pada Gambar 5.
(%)
(rupiah)
Sumber: McCallum (1989) Gambar 5 Batas penyimpangan ekuilibrium money demand dan money stock (range suku bunga lebih kecil dibandingkan range high-powered money). Pada Gambar 5 rentang nilai penyimpangan target suku bunga (M2 sampai M3) lebih kecil dibandingkan dengan rentang penyimpangan target high-powered money (M1 sampai M4), sehingga dalam kondisi ini pengendalian money stock melalui suku bunga akan lebih efektif dibandingkan high-powered money. Karena apabila menyimpang dari target maka nilainya tidak terlalu jauh. Berbeda halnya apabila kurva money deman dan money stock berbentuk seperti Gambar 6. (%)
(rupiah)
Sumber (McCallum 1989) Gambar 6 Batas penyimpangan ekuilibrium money deman dan money stock (range high-powered money lebih kecil dibandingkan range suku bunga).
11
Pada Gambar 6 rentang nilai penyimpangan target suku bunga (M2 sampai M3) lebih lebar dibandingkan dengan rentang penyimpangan target high-powered money (M1 sampai M4), sehingga dalam kondisi ini pengendalian money stock melalui high-powered money akan lebih efektif dibandingkan suku bunga. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Mekanisme bekerjanya kebijakan moneter sampai mempengaruhi pertumbuhan ekonomi ataupun inflasi sering disebut sebagai mekanisme transmisi kebijakan moneter. Melalui mekanisme transmisi kebijakan moneter dapat dilihat proses kebijakan moneter bekerja mempengaruhi bagian-bagian dari ekonomi. Sehingga apabila bagian-bagian tersebut disatukan akan mempengaruhi makroekonomi secara keseluruhan. Miskhin (1996) menjelaskan bahwa ada enam jalur transmisi kebijakan moneter yaitu suku bunga, nilai tukar, harga aset, kredit, neraca perusahaan dan neraca rumah tangga. Dari jalur-jalur tersebut penjelasan jalur suku bunga, kredit dan nilai tukar adalah sebagai berikut: 1. Jalur suku bunga. Keynesian menjelaskan dalam kurva IS-LM bahwa ketika diterapkan kebijakan moneter ekspansi suku bunga nominal jangka pendek bank umum akan terdorong turun. Penurunan ini juga akan menyebabkan suku bunga nominal jangka panjang akan turun. Hal ini dijelaskan oleh hipotesis ekspektasi yang menyatakan bahwa suku bunga jangka panjang adalah rata-rata ekspektasi suku bunga jangka pendek, sehingga penurunan suku bunga jangka pendek akan mendorong suku bunga jangka panjang untuk turun. Apabila diasumsikan harga nominal sangat lambat penyesuaiannya (inflasi tidak berubah), maka kenaikan suku bunga nominal berarti juga kenaikan suku bunga riil. Perusahaan yang menyadari hal ini akan merasa bahwa biaya untuk meminjam menurun, sehingga mereka dapat meningkatkan belanja investasi dengan meminjam uang dari bank umum. Begitu juga halnya dengan rumah tangga, menghadapi suku bunga pinjaman yang menurun maka mereka akan meningkatkan pembelian barang kredit seperti rumah, mobil dan barang tahan lama lainnya. Sehingga permintaan barang meningkat dan output naik. 2. Jalur kredit. Bank mempunyai peran penting dalam memecahkan asymmetric information dalam pasar kredit, karena beberapa peminjam tidak mempunyai akses ke pasar modal. Saat kondisi ekspansi moneter, dimana suku bunga menurun dan Giro Wajib Minimum (GWM) turun, jumlah cadangan dan deposito bank akan meningkat, sehingga bank memiliki lebih banyak cadangan kredit untuk disalurkan. Untuk meningkatkan keuntungan dari kredit, bank akan berusaha untuk menyalurkan cadangan kredit yang dimilikinya sebanyak-banyaknya dengan memberikan kemudahan dalam kredit atau meningkatkan kapasitas kreditnya. Akibatnya jumlah kredit yang disalurkan ke masyarakat dan perusahaan akan meningkat (investasi meningkat dan konsumsi masyarakat juga bisa meningkat). 3. Jalur nilai tukar. Ketika suku bunga riil domestik turun, deposito dalam rupiah menjadi kurang menarik dibandingkan deposito dalam mata uang asing. Hal ini dapat menimbulkan penurunan permintaan rupiah relatif terhadap mata uang asing, sehingga rupiah akan terjadi depresiasi. Penurunan nilai mata uang rupiah membuat barang domestik menjadi lebih murah relatif
12
terhadap barang luar negeri, sehingga net export naik dan output juga akan naik. Setiap jalur memiliki lag dan pengaruh yang berbeda-beda. Efektif tidaknya kebijakan moneter dapat dievaluasi dari jalur-jalur yang ada. Dalam penelitian ini hanya jalur suku bunga, kredit dan nilai tukar yang akan digunakan dalam analisis. Faktor-faktor yang Menyebabkan Perbedaan Respon terhadap Kebijakan Moneter pada tingkat sektoral Vespignani (2013) menyatakan bahwa ada empat hal yang menyebabkan perbedaan respon masing-masing sektor ekonomi terhadap kebijakan moneter yaitu perbedaan ukuran usaha, perbedaan jenis barang yang diproduksi (barang tahan lama atau tidak tahan lama), pangsa ekspor impor terhadap total output, dan proporsi hutang. Penjelasan masing-masing faktor tersebut adalah sebagai berikut: 1. Perbedaan ukuran usaha. Bank-bank komersial merupakan sumber kredit yang penting bagi perusahaan kecil dan menengah, karena perusahaan kecil tidak mampu menjangkau kredit secara langsung dari pasar modal (Gertler dan Hubbard, 1988). Saat moneter kontraksi, dimana suku bunga naik, perusahaan kecil akan menanggung beban kredit yang lebih berat karena bank komersial akan meningkatkan suku bunga kreditnya. Berbeda halnya dengan perusahaan besar, perusahaan besar mempunyai akses kredit langsung ke pasar modal, sehingga tidak akan terpengaruh. 2. Perbedaan jenis barang yang diproduksi (barang tahan lama atau tidak tahan lama). Erceg dan Levin (2002) menemukan bukti bahwa kebijakan moneter mempunyai dampak lima kali lebih besar terhadap perusahaan yang memproduksi barang tahan lama dibandingkan dengan perusahaan yang memproduksi barang tidak tahan lama. Dedola dan Lippi (2000) juga menemukan bukti yang serupa. Mereka mengatakan bahwa kebanyakan perusahaan yang memproduksi barang tahan lama sumber investasinya berasal dari kredit bank komersial. 3. Perbedaan pangsa ekspor/impor terhadap total output. Dalam model Mundell Fleming dengan kondisi floating exchange rate, pengaruh kontraksi moneter terhadap perdagangan internasional dapat diringkas dalam Gambar 7. Sektor ekonomi yang produk atau bahan bakunya tergantung pada perdagangan internasional akan merasakan dampak kebijakan moneter melalui transmisi nilai tukar rupiah. Peningkatan suku bunga akibat kontraksi moneter membuat investasi dalam negeri menjadi lebih atraktif, karena suku bunga yang tinggi berarti return yang didapatkan juga tinggi. Hal ini dapat mendorong arus modal masuk ke dalam negeri sehingga permintaan rupiah meningkat dan rupiah terapresiasi. Saat rupiah menguat harga barang-barang luar negeri akan terlihat lebih murah bagi penduduk domestik. Hal tersebut dapat memicu peningkatan impor. Sebaliknya, bagi penduduk luar negeri harga barang-barang domestik terlihat relatif lebih mahal sehingga permintaan ekspor domestik akan turun. Ketika impor meningkat dan ekspor menurun maka terjadi trade balance deficit. Hal ini dapat berlaku kebalikan saat terjadi kebijakan moneter ekspansi.
13
Peningkatan suku bunga
Meningkatkan arus modal ke dalam negeri
Nilai tukar domestik menguat
Harga-harga barang impor menjadi lebih murah sehingga impor naik dan sebaliknya harga-harga barang ekspor menjadi mahal sehingga ekspor turun
Trade balance deficit
Gambar 7 Model Mundel Fleming saat kebijakan moneter kontraksi dengan kondisi floating exchange rate. 4.
Perbedaan proporsi hutang. Semakin besar proporsi hutang perusahaan terhadap outputnya maka perusahaan tersebut akan semakin rentan terhadap guncangan suku bunga. Saat suku bunga meningkat maka beban hutang yang ditanggungnya akan semakin besar. Tinjauan Empiris
Penelitian efektifitas jalur-jalur transmisi moneter memiliki hasil yang berbeda-beda. Pada tahun 2004, Julaihah dan Insukindro mencoba mengevaluasi dampak kebijakan moneter terhadap variabel makroekonomi selama periode 1983q1 – 2003q2. Variabel makroekonomi yang digunakan adalah pertumbuhan ekonomi, inflasi dan nilai tukar rupiah. Dengan menggunakan data triwulanan dan metode vector error correction model (VECM) mereka membangun dua model. Model pertama menggunakan jumlah uang beredar sebagai sasaran operasi moneter, sedangkan model kedua menggunakan suku bunga SBI. Hasil impulse response function dan variance decomposition menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak merespon sama sekali saat terjadi perubahan (shock) dalam jumlah uang beredar. Tetapi hal yang berbeda didapatkan saat shock yang dilakukan terhadap suku bunga SBI, pertumbuhan ekonomi bergerak turun saat suku bunga SBI meningkat satu standar deviasi. Besar kontribusi suku bunga SBI terhadap perubahan pertumbuhan ekonomi sebesar 14 persen. Dari hasil penelitian Julaihah dan Insukindro dapat disimpulkan bahwa kebijakan moneter melalui suku bunga SBI dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi. Penelitian yang serupa juga telah dilakukan oleh Seprillina (2013) tetapi dengan periode yang berbeda, yaitu mulai tahun 1999 – 2012. Variabel yang digunakan yaitu suku bunga SBI, jumlah uang beredar, suku bunga deposito, suku bunga kredit, investasi dan PDB. Dengan menggunakan metode VECM dan data triwulanan didapatkan kesimpulan bahwa sasaran operasi jumlah uang beredar dan suku bunga SBI dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi baik dalam
14
jangka pendek maupun jangka panjang. Tetapi apabila dibandingkan efektivitas keduanya, suku bunga SBI lebih efektif dibandingkan jumlah uang beredar. Agung (1998) meneliti tentang efektivitas jalur kredit pada periode 1983:01 – 1995:12. Dengan menggunakan metode vector autoregressive (VAR) mendapatkan kesimpulan bahwa kebijakan moneter kontraksi tidak dapat mempengaruhi jumlah kredit yang disalurkan bank-bank besar, hanya bank kecil yang terpengaruh. Hal ini menunjukkan bahwa jalur kredit kurang efektif. Penelitian mengenai efektivitas jalur nilai tukar telah dilakukan oleh Natsir (2009). Dengan menggunakan data periode 1990:2-2007:1 dan metode VAR, Natsir mendapatkan kesimpulan bahwa jalur nilai tukar terbukti efektif. Penelitian mengenai dampak kebijakan moneter terhadap sektor-sektor ekonomi telah dilakukan di beberapa negara. Hayo dan Uhlenbrock (1999) menyelidiki kemungkinan adanya asymmetric effect transmisi moneter pada sektor industri dan pertambangan di Jerman. Data yang digunakan adalah data bulanan mulai Januari 1978 sampai Desember 1994 dan metode yang digunakan adalah VAR. Mereka menemukan bahwa hampir setengah dari sub sektor industri dan pertambangan memberikan respon yang berkebalikan dengan agregat sektor industri dan pertambangan. Sub sektor logam non-ferrous; kimia; besi dan baja; elektronik; dan industri mesin kantor memberikan respon negatif ketika ada shock peningkatan suku bunga. Sebaliknya sub sektor pakaian, makanan, pertambangan, minyak, percetakan, pembuatan kapal, industri perkakas dan industri barangbarang logam merespon positif. Dedola dan Lippi (2000) menganalisis respon dua puluh satu industri pengolahan terhadap shock kebijakan moneter di lima negara OECD yaitu Perancis, Jerman, Itali, Inggris dan Amerika Serikat. Mereka menggunakan data bulanan dari bulan Januari 1975 sampai dengan April 1997 dan mengolahnya menggunakan metode VAR, kemudian mereka membandingkan hasilnya antar kelima negara. Mereka menemukan bahwa dalam satu negara, respon masingmasing industri pengolahan sangat heterogen. Keragaman tersebut dikarenakan perbedaan jenis barang yang diproduksi (barang tahan lama atau tidak) dan pengeluaran investasi. Lebih lanjut mereka mengemukakan bahwa pengeluaran investasi sangat dipengaruhi oleh kemampuan mengakses kredit, ukuran perusahaan dan beban hutang yang dimiliki. Dari masing-masing jalur transmisi kebijakan moneter, jalur jumlah kredit memegang peran sangat penting dalam menjelaskan perbedaan respon yang diberikan. Vespignani (2013) melakukan penelitian yang serupa dengan Dedola dan Lippi di Australia dengan menggunakan data triwulanan mulai dari triwulan ketiga tahun 1990 sampai triwulan keempat tahun 2009. Vespignani memodifikasi model yang digunakan oleh Dedola dan Lippi untuk disesuikan dengan kondisi perekonomian Australia yang masih tergolong negara kecil dengan perekonomian terbuka. Fokus utama penelitian ini hanya pada 6 sektor ekonomi (yaitu sektor jasa keuangan dan asuransi; industri pengolahan; konstruksi; pertambangan; jasa profesional, peneliti dan teknis; serta jasa layanan kesehatan dan sosial) dimana 6 sektor tersebut total output-nya mencapai 43 persen dari GDP pada tahun 2009. Penelitian tersebut mendapatkan kesimpulan bahwa sektor konstruksi dan industri pengolahan mengalami penurunan output yang signifikan setelah terjadi shock peningkatan suku bunga. Hal ini disebabkan kedua sektor tersebut memproduksi barang tahan lama dan sebagian besar perusahaan yang berada di
15
sektor tersebut termasuk perusahaan kecil menengah (dimana akses kreditnya sangat tergantung dari pinjaman bank domestik). Sektor jasa profesional, peneliti dan teknis juga mengalami penurunan output tetapi tidak sebesar dua sektor sebelumnya. Sebaliknya sektor jasa keuangan dan asuransi, dan pertambangan tidak terlalu terpengaruh dengan shock suku bunga. Kedua sektor memang sempat menurun tetapi hanya dalam waktu singkat, kemudian keduanya malah mengalami peningkatan output. Ukuran usaha yang besar serta kemampuan mengakses kredit internasional menyebabkan kedua sektor tetap mampu bertahan bahkan tetap terus meningkatkan output-nya. Sedangkan sektor jasa layanan kesehatan dan sosial sangat kecil responnya terhadap gejolak suku bunga dikarenakan sektor tersebut secara intensif selalu mendapatkan dukungan dana dari pemerintah. Ridhwan et al. (2007) meneliti dampak kebijakan moneter pada output dua puluh enam provinsi di Indonesia pada periode triwulan pertama tahun 1990 sampai triwulan keempat tahun 2007 dengan metode VAR. Mereka menemukan bahwa perbedaan respon antar provinsi dikarenakan perbedaan komposisi struktur ekonomi (terutama share industri pengolahan) masing-masing wilayah. Selain itu perbedaan respon dikarenakan perbedaan ukuran usaha dimana semakin besar perusahaan maka semakin mudah mengakses kredit dari pasar modal. Lena (2007) meneliti tentang dampak kebijakan moneter terhadap kinerja sektor riil di Indonesia mulai triwulan pertama tahun 1984 sampai triwulan keempat tahun 2005. Dua sektor utama yang menjadi pembahasan yaitu sektor pertanian dan industri. Lena mengungkapkan bahwa sektor pertanian saat itu memiliki tenaga kerja yang cukup banyak, peningkatan tenaga kerja di sektor pertanian tidak dapat meningkatkan output-nya. Yang dibutuhkan sektor pertanian adalah investasi modal, sehingga kebijakan moneter ekspansif dengan penurunan suku bunga dan peningkatan jumlah kredit akan mampu meningkatkan output dan ekspor sektor pertanian. Sedangkan di sektor industri, investasi masih banyak dipengaruhi oleh suku bunga pasar. Alokasi kredit untuk sektor industri tidak berpengaruh nyata, hal ini dikarenakan kredit yang didapat sebagian tidak digunakan untuk modal usaha tetapi digunakan untuk konsumsi. Kerangka Pemikiran Kebijakan moneter yang diterapkan otoritas moneter ditransmisikan melalui jalur suku bunga, kredit dan nilai tukar (serta jalur-jalur lainnya, tetapi dalam penelitian ini tidak dibahas). Melalui jalur suku bunga dan kredit, BI berusaha mempengaruhi keputusan investasi perusahaan dengan cara mempengaruhi suku bunga dan jumlah kredit yang disalurkan bank komersial. Melalui jalur nilai tukar, BI berusaha mempengaruhi nilai tukar sehingga ekspor dan impor terpengaruh. Apabila investasi, ekspor dan impor berubah maka output agregat akan berubah juga. Tetapi apakah benar apabila output agregat terpengaruh maka output semua sektor ekonomi juga terpengaruh? Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengidentifikasi jalur transmisi moneter mana yang paling efektif; (2) menganalisis apakah mekanisme transmisi moneter pada tingkat sektoral konsisten dengan tingkat agregat; (3) menjelaskan kenapa dan bagaimana jalur transmisi tersebut bisa efektif.
16
Kebijakan Moneter
Jalur kredit
Jalur suku bunga
Investasi perusahaan
Jalur nilai tukar
Ekspor dan Impor
Output agregat
Tetapi bagaimana yang terjadi pada taraf sektor-sektor ekonomi? Apakah output semua sektor bisa terpengaruh?
Jalur transmisi mana yang paling efektif?
Apakah mekanisme transmisi moneter pada tingkat sektoral konsisten dengan tingkat agregat?
Implikasi Kebijakan
Gambar 8 Kerangka pemikiran
Kenapa dan bagaimana jalur transmisi tersebut bisa efektif?
3
METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian adalah data triwulanan mulai triwulan satu tahun 1990 sampai triwulan empat tahun 2012, sehingga jumlah total ada 92 triwulan. Variabel dan sumber data yang digunakan untuk penelitian ini secara ringkas disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2 Variabel dan sumber data dalam penelitian. Variabel Keterangan Sumber (1)
GDP
(2)
(3)
PDB riil nasional triwulanan (seasonally PDB atas dasar harga adjusted). konstan menurut lapangan usaha , BPS SECit Output triwulanan riil sektor ekonomi PDB atas dasar harga (seasonally adjusted). konstan menurut lapangan usaha , BPS ROEit The rest of the economy. PDB riil PDB atas dasar harga nasional triwulanan dikurangi output riil konstan menurut sektor ekonomi ke-i, sebagai pendekatan lapangan usaha , BPS kondisi agregat ekonomi (seasonally adjusted). INFt Inflasi (perubahan dari indeks harga BPS konsumen selama tiga bulan) (seasonally adjusted). IRt Suku bunga SBI 3 bulanan sebagai BI pendekatan kebijakan moneter. CREDt Jumlah kredit riil yang disalurkan*. BI RERt Nilai tukar rupiah riil. BI TOTt Term of Trade sebagai pendekatan tingkat Indeks harga kemakmuran suatu negara. perdagangan besar, BPS US_GDPt PDB triwulanan Amerika Serikat, sebagai US Bureau of economic pendekatan kondisi agregat ekonomi analysis dunia (seasonally adjusted). US_INFt Inflasi Amerika Serikat, sebagai US Bureau of Labor pendekatan inflasi dunia (seasonally Statistics adjusted). US_IRt Suku bunga Amerika Serikat (3-month The Federal Reserve, US Treasury bill secondary market rate). COMt Perubahan indeks harga perdagangan Indeks harga besar selama tiga bulan. perdagangan besar, BPS Dummy Dummy krisis 1997 *) Dibagi dengan indeks harga konsumen. i: menunjukkan series data berdasarkan sektor ekonomi (ada sembilan sektor). t: menunjukkan series data berdasarkan waktu. Series data PDB atas dasar harga konstan yang diperoleh dari BPS terdiri dari dua series, yang pertama seriesnya terdiri dari data periode 1990q1-2003q4
18
dengan tahun dasar 1993 dan yang kedua seriesnya terdiri dari data periode 2000q1-2012q4 dengan tahun dasar 2000. Untuk menggabung kedua data tersebut maka data series pada periode 1990q1-2003q4 diubah tahun dasarnya menjadi tahun 2000. Dalam penggunaan data time series triwulanan, efek musiman biasanya selalu muncul. Adanya efek musiman dalam time series dapat memberikan pemahaman yang salah mengenai perilaku data. Untuk menghilangkan efek tersebut maka dilakukan suatu teknik analisis data yang disebut seasonal adjustment. Pada variabel GDP, SECit dan ROEit seasonal adjustment dilakukan dengan bantuan software Demetra+ menggunakan metode TRAMO/SEATS, sedangkan US_GDPt sudah dihilangkan efek musimannya oleh US Bureau of economic analysis. Data suku bunga SBI pada periode 1993q1, 1994q3-1996q3 dan 2010q42012q4 tidak tersedia. Untuk mengisi data yang missing tersebut maka dilakukan interpolasi dan ekstrapolasi data dengan cara meregresikan suku bunga deposito 3 bulan bank umum terhadap suku bunga SBI 3 bulan (lampiran 1). Berdasarkan hasil regresi didapat nilai R-squared yang cukup tinggi yaitu 94,38 persen. Hasil uji F menunjukkan bahwa model tersebut signifikan, sedangkan hasil uji t menunjukkan hanya koefisien SBI 3 bulan yang signifikan. Sehingga untuk mengisi data SBI yang missing digunakan data suku bunga deposito 3 bulan bank umum dikalikan koefisien SBI 3 bulan hasil regresi. Untuk mengubah data jumlah kredit nominal menjadi riil maka data jumlah kredit nominal dibagi dengan indeks harga konsumen (IHK). Sedangkan untuk mengubah data nilai tukar rupiah nominal menjadi riil maka digunakan rumus sebagai berikut: (16)
Data nilai tukar nominal, IHK Amerika Serikat dan IHK Indonesia diperoleh dalam frekuensi bulanan. Sehingga setelah data nilai tukar rupiah riil dihitung maka untuk mengubahnya menjadi triwulanan, data tersebut dirataratakan per triwulanan. Data Term of Trade dihitung dengan cara membagikan data indeks harga ekspor terhadap indeks harga impor. Kedua data tersebut ada dalam publikasi Indeks Perdagangan Harga Besar (IHPB) yang dikeluarkan BPS, tetapi keduanya dalam frekuensi bulanan. Sehingga untuk mengubahnya ke triwulanan maka diambil nilai rata-rata tiga bulanan. Untuk menormalkan sebaran data maka variable GDP, SEC, ROE, CRED, RER, TOT dan US_GDP di buat dalam bentuk logaritma. Penulisan variabel yang di buat logaritma adalah l_GDP, l_SEC, l_ROE, l_CRED, l_RER, l_TOT dan l_US_GD. Metode Analisis Metode analisis yang ingin digunakan dalam penelitian ini adalah structural vector autoregressive (SVAR). Langkah-langkah yang ditempuh dalam analisis ini adalah seperti pada Gambar 9. Apabila seluruh variabel stasioner di level maka analisisnya akan menggunakan SVAR, sedangkan apabila ada salah satu variabel tidak stasioner di level maka menggunakan SVAR first difference. Sebelum masuk dalam SVAR maupun SVAR first difference maka terlebih dahulu
19
ditentukan lag yang optimal dan stabil. Kemudian seluruh model diuji menggunakan likelihood ratio test (LR test) untuk menguji apakah restriksi yang diterapkan dalam model bisa digunakan atau tidak. Apabila lolos LR test maka model tersebut dapat digunakan dalam analisis, tetapi apabila tidak maka analisisnya menggunakan vector autoregressiev (VAR) atau VAR first difference. Analisis terakhir yang dilakukan adalah impulse response function (IRF). Data (level) Tidak Stasioner
Uji Stasioneritas Stasioner
Lag Optimal
Lag Optimal Tidak Stabil
Uji Stabilitas
Uji Stabilitas Stabil
Stabil
SVAR First Difference
SVAR Tidak Lolos
LR Test
Tidak Lolos
LR Test Lolos
Lolos SVAR
VAR
Innovation Accounting
Keterangan:
Tidak Stabil
SVAR First Difference
IRF
Tidak Lolos VAR First Diff
Tujuan
Tindakan
Pengambilan keputusan Gambar 9 Tahapan Analisis Penelitian. Uji Stasioneritas Untuk mencegah hasil regresi semu (spurious) maka dalam regresi data yang digunakan harus stasioner. Suatu variabel disebut stasioner jika memiliki
20
rata-rata, varians dan kovarians yang konstan atau time invariant, sedangkan error-nya bersifat white noise (memiliki rata-rata nol, varians yang konstan dan tidak ada autokorelasi). Untuk menguji apakah suatu data stasioner atau tidak dapat menggunakan augmented dickey fuller (ADF) test. Persamaan ADF yang digunakan adalah sebagai berikut:
∑
(17)
dimana: = pure white noise error term = = Hipotesis yang digunakan adalah: H0: δ = 0 (data tidak stasioner atau mengandung unit root) H1: δ < 0 (data stasioner atau tidak mengandung unit root) Selanjutnya menghitung t-statistik dari δ dan membandingkannya dengan MacKinnon critical value. Apabila hasilnya lebih besar dari MacKinnon critical value maka data tersebut tidak stasioner, sebaliknya apabila lebih kecil maka data tersebut stasioner. Apabila didapatkan hasil tidak stasioner maka data tersebut kemudian mengujinya lagi data diubah ke dalam bentuk first difference ( dengan ADF test. Apabila di first difference masih juga belum stasioner maka diubah lagi dalam bentuk second difference. Kebanyakan data saat diubah dalam bentuk first difference sudah menjadi stasioner. Penentuan Lag Optimal Analisis model SVAR menggunakan data lag (data periode sebelumnya) sebagai regressor-nya. Untuk menentukan berapa lag yang digunakan maka terlebih dahulu dilakukan uji penentuan lag optimal. Beberapa kriteria informasi yang dapat digunakan yaitu Akaike Information Criterion (AIC), Hannan-Quinn Information Criterion (HQ), Schwarz Bayesian Information Criterion (SIC) dan Final Prediction Error (FPE). Panjang lag optimal dipilih dengan meminimisasi salah satu kriteria informasi tersebut. Untuk menghitung kriteria informasi tersebut digunakan rumus :
(
|̃
|
|̃
|
(
|̃
|
(
) |̃
) )
|
Sumber: Lütkepohl dan Krätzig (2004), Lütkepohl (2005). dimana: T = jumlah observasi K = jumlah variabel endogen m = ordo lag dari variabel endogen ̃ ∑ diestimasi dengan ̂ ̂
(18)
21
Uji Stabilitas Untuk mendapatkan hasil analisis IRF yang valid maka model yang diestimasi harus stabil. Oleh karena itu sebelum mengestimasi model SVAR maka terlebih dahulu dilakukan uji stabilitas. Uji stabilitas dilakukan dengan menghitung akar-akar dari fungsi polinomial atau dikenal dengan roots of characteristic polinomial. Jika semua akar dari fungsi polinomial tersebut berada di dalam unit circle atau jika nilai absolutnya < 1 maka model tersebut dianggap stabil sehingga IRF yang dihasilkan dianggap valid. Model Structural Vector Autoregressive (SVAR) SVAR merupakan suatu metode untuk menemukan kembali apa yang disebut dengan structural innovation. Dalam time series econometrics istilah innovation merupakan padanan bagi error ataupun shock, karena sebuah shock dianggap sebagai bagian dari data generating process (Sugema, 2012). Sebelum memahami model SVAR, kita harus memahami model Vector Autoregressive (VAR) terlebih dahulu. Sims dan Lütkepohl (2005) mengatakan bahwa model VAR merupakan alternatif dari model persamaan simultan. Sims mengkritisi model persamaan simultan klasik mengenai identifikasi dan asumsi exogeneity untuk beberapa variabel, karena sulit untuk menemukan variabel yang betul-betul eksogen. Enders (2004) menyatakan bahwa VAR merupakan sistem persamaan dimana tiap variabel endogen merupakan fungsi dari konstanta dan lag seluruh variabel endogen. Sebuah contoh model VAR dengan dua variabel endogen dan berordo satu (hanya satu lag) adalah sebagai berikut: x1t a12 x2t 10 11 x1t 1 12 x2 t 1 1t (19) x2t a21 x1t 20 21 x1t 1 22 x2 t 1 2t Dalam aplikasinya model diatas bukanlah model yang diestimasi, karena dalam model diatas apabila dilakukan estimasi akan menyebabkan masalah simultaneity. Sehingga model tersebut harus diubah dalam bentuk reduce form dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a12 x1t 1 x2t
1 a21 A
10
11
12
x1t
1
1t
20
21
22
x2t
1
2t
Γ0
xt
Γ1
xt-1
εt
Jika ditulis ulang dalam bentuk matrik:
Axt xt dimana
x
0
1 t 1 1 xt
0 0
A
1 0
et
1
,
(20)
t
1
(21) A
1 1
, et
A
1 t
Maka bentuk reduce form dari persamaan 19 adalah sebagai berikut:
x1t
10
x2t
20
x
11 1t 1
x
21 1t 1
x
e1t
x
e2t
12 2 t 1 22 2 t 1
(22)
22
Regressor kedua persamaan diatas adalah sama, sehingga estimasinya dapat dilakukan secara individual menggunakan ordinary least square (OLS). Persamaan 19 dan 22 adalah ekuivalen. Perlu diperhatikan bahwa nilai ε1t (structural innovation) berbeda dengan e1t (estimated regression error). Untuk dapat mengembalikan e1t ke nilai ε1t serta mendapatkan persamaan 19 secara lengkap maka harus dilakukan dekomposisi. Metode dekomposisi yang digunakan dalam VAR adalah Choleski decomposition. Dari persamaan 21 kita mengetahui bahwa . Matrik variance/covariance dari regression error adalah: 2 1
Eet et '
12 2 2
21
(23)
Sedangkan matrik variance/covariance dari structural innovation adalah:
E
t t
'
var( 1 )
0
0
var( 2 )
(24)
Sehingga
atau 2 1 21
12 2 2
1
a12
a21
1
1
var( 1 )
0
0
var( 2 )
1
a12
a21
1
1
'
(25)
Karena nilai dan nilainya akan sama, maka apabila persamaan diatas dijabarkan hanya akan menghasilkan tiga persamaan, padahal jumlah variabel yang akan diestimasi adalah empat variabel (yaitu var(ε1), var (ε2), a21 dan a12), sehingga persamaan diatas tidak dapat diselesaikan. Choleski memberikan cara untuk menyelesaikan persamaan diatas yaitu dengan cara mengubah matrik A menjadi matrik segitiga bawah. Sehingga matrik A berubah menjadi: (
)
(26)
Sekarang hanya ada tiga variabel yang tidak diketahui dan tiga persamaan. Perlu diketahui saat matrik A diubah menjadi matrik segitiga bawah maka model tersebut membatasi pengaruh contemporaneous (pada periode yang sama) variabel terhadap . Para ahli ekonomi mengkritik metode yang digunakan Choleski karena tidak ada dasar ekonomi untuk mengubah matrik A menjadi matrik segitiga bawah. Metode SVAR muncul untuk menyelesaikan permasalah ini, metode ini mengakomodasi teori ekonomi dalam merestriksi matrik A. Sehingga hubungan contemporaneous antar variabel dapat ditentukan secara teori ekonomi. Penerapan restriksi pada matrik A dikenal sebagai SVAR model A. Selain restriksi pada matrik A, restriksi juga dapat dilakukan pada matrik B (dikenal sebagai SVAR model B), dimana matrik B didefiniskan sebagai: (27) Matrik B tidak lain adalah standard error dari structural shock. Apabila varians structural shock dinormalkan menjadi satu (εt ~ (0,I)) maka:
23
et= Bεt
(28)
Restriksi juga dapat dilakukan secara bersamaan pada matrik A dan B (dikenal sebagai SVAR model AB). Hubungan matrik A dan B adalah sebagai berikut: AΣA'=BB'
(29)
Apabila dekomposisi yang digunakan dalam SVAR bentuknya sama dengan Choleski decomposition maka bentuk matrik A dan B adalah sebagai berikut: (
) dan
(
)
(30)
Likelihood Ratio Test (LR test) Apabila dalam membuat restriksi baik pada matrik A dan B jumlahnya melebihi restriksi yang digunakan Choleski (just identified) yaitu k(3k-1)/2 atau disebut overidentified, dimana k adalah jumlah variabel, maka perlu dilakukan uji likelihood rasio. Fungsi likelihood-nya adalah:
̂
(| ̂ |)
(̂
Sumber: Lütkepohl (2005) dimana: T = jumlah observasi K = jumlah variabel endogen ̂ = matrik variance/covariance estimasi ( atau
)
(31)
)
Nilai LR dihitung dengan rumus: ]
(32)
dimana = matrik variance/covariance dari regression error = matrik variance/covariance dari structural innovation Nilai LR kemudian dibandingkan dengan tabel chi-square (χ2) dengan derajat bebas sama dengan jumlah restriksi overidentified dikurangi k(3k-1)/2. Jika nilai LR lebih besar dari nilai tabel chi-square maka restriksi tersebut tidak valid. Sebaliknya jika lebih kecil maka restriksi dalam persamaan SVAR tersebut dapat digunakan. Impulse Response Function (IRF) IRF digunakan untuk melihat dampak perubahan nilai suatu variabel terhadap variabel lainnya dalam sistem persamaan SVAR secara dinamis (antar waktu). IRF dihitung dengan memberikan guncangan tak terduga (unanticipated shocks) pada salah satu variabel endogen. Guncangan yang diberikan biasanya sebesar satu standar deviasi dari peubah tersebut (biasanya disebut innovations). Model Penelitian Model SVAR yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada model yang dikembangkan Vespignani (2013). Model tersebut merupakan pengembangan dari model yang dibuat oleh Dedola dan Lippi (2000), dengan
24
menambahkan asumsi negara kecil terbuka. Penambahan asumsi ini mensyaratkan bahwa variabel domestik tidak dapat mempengaruhi variabel internasional. Spesifikasi model SVAR yang digunakan dalam penelitian ini jika ditulis dalam bentuk matrik adalah sebagai berikut: ∑ (33) dimana: xt =vector variabel endogen untuk agregat =[GDP INF IR CRED RER]' untuk sektoral =[ROEi SECi INF IR CRED RER]' yt = vector variabel eksogen = [TOT US_GDP US_INF US_IR COM dummy]' A = matrik A, matrik hubungan contemporaneous antar variabel endogen Γ0, Γj = matrik koefisien estimasi εt = vector structural innovation j = panjang lag I = 1-9 Model dibagi menjadi dua macam, yaitu model agregat dan model sektoral. Perbedaan kedua jenis model hanya pada penggunaan variabel GDP, ROE dan SEC. Pada model agregat ROE dan SEC digabung menjadi satu yaitu GDP, sedangkan pada model sektoral variabel ROE dan SEC tidak digabung. Model sektoral tersebut akan diterapkan pada sembilan sektor ekonomi yaitu sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan; pertambangan dan penggalian; industri pengolah; listrik, gas dan air minum; bangunan; perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; Jasa-jasa. Sehingga nantinya akan ada sembilan SVAR dengan restriksi yang sama tetapi variabel SEC dan ROE akan berbeda antar sektor, sedangkan variabel lainnya sama. Berikut restriksi pada struktural contemporaneous yang diterapkan dalam model SVAR untuk sektoral:
(34) [ ] [ ] ][ dan εt ~ (0,I) dimana: = efek contemporaneous nilai tukar riil (RER) terhadap ROE = efek contemporaneous ROE terhadap sektor ekonomi (SEC) = efek contemporaneous nilai tukar riil (RER) terhadap sektor ekonomi (SEC) = efek contemporaneous ROE terhadap inflasi (INF) = efek contemporaneous sektor ekonomi (SEC) terhadap inflasi (INF) = efek contemporaneous nilai tukar riil (RER) terhadap inflasi (INF) = efek contemporaneous nilai tukar riil (RER) terhadap suku bunga SBI (IR) = efek contemporaneous suku bunga SBI (IR) terhadap jumlah kredit (CRED)
25
= efek contemporaneous nilai tukar riil (RER) terhadap jumlah kredit (CRED) = efek contemporaneous ROE terhadap nilai tukar riil (RER) = efek contemporaneous sektor ekonomi (SEC) terhadap nilai tukar riil (RER) = efek contemporaneous inflasi (INF) terhadap nilai tukar riil (RER) = efek contemporaneous suku bunga SBI (IR) terhadap nilai tukar riil (RER) = efek contemporaneous jumlah kredit (CRED) terhadap nilai tukar riil (RER) Restriksi pada model ini berarti bahwa diasumsikan variabel ROE pada waktu yang bersamaan hanya dipengaruhi oleh RER; variabel SEC pada waktu yang bersamaan hanya dipengaruhi oleh ROE dan RER; variabel INF pada waktu yang bersamaan hanya dipengaruhi oleh ROE, SEC dan RER; variabel IR pada waktu yang bersamaan hanya dipengaruhi oleh RER; variabel CRED pada waktu yang bersamaan hanya dipengaruhi oleh IR dan RER; dan variabel RER pada waktu yang bersamaan dipengaruhi oleh semua variabel lainnya.
4
HASIL DAN PEMBAHASAN Estimasi Model
Uji Stasioneritas Dari hasi uji stasioner menggunakan ADF test didapatkan hasil bahwa variabel inflasi (INF), suku bunga SBI 3 bulan (IR), suku bunga Amerika Serikat (US_IR) dan selisih indeks harga perdagangan besar (COM) stasioner di level. Sedangkan varibel lainnya stasioner di first difference (lampiran 2). Variabel inflasi (INF) sebenarnya adalah first difference dari indeks harga konsumen, begitu juga dengan variabel COM sebenernya adalah first difference indeks harga perdagangan besar. Karena ada variabel yang tidak stasioner di level maka kemungkinan model yang digunakan adalah SVAR first difference atau VAR first difference. Selanjutnya dalam estimasi variabel yang digunakan sesuai dengan tingkat stasionernya. Penentuan Lag Optimal Berdasarkan kriteria FPE, AIC, SC dan HQ didapatkan 5 kandidat lag yaitu pada lag 1, 2, 5, 7 dan 8 pada sembilan sistem persamaan SVAR yang akan dibangun (lampiran 3). Untuk dapat membandingkan kesembilan sistem persamaan maka lag yang digunakan harus sama. Semakin panjang lag yang digunakan semakin bagus dalam menangkap fenomena karakteristik data, akan tetapi resikonya semakin kecil derajat bebas karena semakin banyak variabel regressornya. Oleh karena itu dalam penelitian digunakan lag 2 pada semua sistem persamaan. Uji Stabilitas Hasil uji stabilitas roots of characteristic polinomial pada kesembilan sistem persamaan SVAR yang akan dibangun memberikan hasil yang stabil. Semua nilai absolut dari modulus kurang dari 1, sehingga analisis IRF yang dihasilkan nantinya akan dianggap valid (lampiran 4). Model SVAR Untuk membangun model SVAR pada masing-masing sektor ekonomi maka langkah awalnya adalah dengan membuat persamaan reduce form VAR terlebih dahulu pada semua sektor. Hal ini dilakukan dengan membuat regresi menggunakan OLS pada setiap variabel endogen dengan regressor variabel endogen lainnya ditambah variabel eksogen (lampiran 5, 6 dan 7). Selanjutnya dari hasil regresi tersebut dihitung error masing-masing persamaan untuk mendapatkan matrik variance/covariance dari regression error seperti dalam persamaan 23. Matrik tersebut berguna dalam proses dekomposisi untuk mendapatkan koefisien contemporaneous dan structural innovation sehingga menjadi sistem persamaan SVAR. Perbedaan mendasar antara VAR dan SVAR hanyalah pada proses dekomposisi. Metode VAR melakukan dekomposisi menggunakan metode Choleski yaitu dengan menggunakan matrik segitiga bawah seperti dalam persamaan 26. Sedangkan dalam SVAR proses dekomposisinya mengacu pada
27
teori ekonomi. Dalam penelitian ini dekomposisi SVAR dilakukan dengan menggunakan matrik persamaan 34 sebagai matrik B dan mengganti matrik A dengan matrik identitas (SVAR model B). Karena matrik B yang digunakan dalam dekomposisi ternyata kelebihan satu restriksi, maka perlu dilakukan LR test untuk memastikan apakah model SVAR yang dihasilkan dapat digunakan atau tidak. LR Test Hasil LR test pada kesembilan model SVAR yang telah dibuat menyimpulkan bahwa ternyata restriksi yang digunakan dalam matrik B tidak valid karena nilai LR test melebihi nilai tabel chi-square (lampiran 8). Untuk itu dalam analisis IRF digunakan model VAR first difference. Accumulated Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E. Pembahasan Accumulated Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E. Accumulated Response of D(l_GDP) to IR Accumulated Response of D(l_GDP) to IR
.002 Suatu jalur transmisi moneter dianggap efektif mempengaruhi GDP riil .002 apabila jalur tersebut berpengaruh secara.001 signifikan dalam analisis IRF. Untuk .001 itulah pada Gambar 10 .000 disajikan hasil kumulatif IRF GDP terhadap unanticipated .000 shocks masing-masing -.001 jalur transmisi moneter (suku bunga, kredit dan nilai tukar). Sumbu vertikal adalah respon variabel -.001 sedangkan sumbu horizontal adalah -.002 -.002 periode waktu (triwulan). Rentang garis merah adalah selang kepercayaan sebesar -.003 -.003 95 persen. Apabila kedua selang kepercayaan tersebut dalam satu sisi (positif -.004 semua atau negatif semua) maka dikatakan pada periode tersebut berpengaruh 2 4 6 8 10 12-.004 14 16 18 20 22 24 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 signifikan. Accumulated Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.
Accumulated Response of D(l_GDP) to D(L_CRED) Accumulated Response of D(l_GDP) to IR Accumulated Response of D(l_GDP) to D(L_CRED) .002
.002
.002
.001
.001
.001
.000
.000
.000
-.001
-.001
-.001
-.002
-.002
-.002
-.003
-.003
-.003
-.004
-.004 2
4
6
8
10
12
14
16
2 4 6 8 10 18 20 22 24
12-.004 14
16 18 20 22 24 2 4 6 8 10
12
14
16
18
20
22
24
Accumulated Response of D(l_GDP) to D(L_RER) Accumulated Response of D(l_GDP) to D(L_CRED) Accumulated Response of D(l_GDP) to D(L_RER) .002
.002
.002
.001
.001
.001
.000
.000
.000
-.001
-.001
-.001
-.002
-.002
-.002
-.003
-.003
-.003
-.004
-.004 2
4
6
8
10
12
14
16
2 4 6 8 10 18 20 22 24
12-.004 14
16 18 20 22 24 2 4 6 8 10
12
14
16
18
20
22
24
Sumber: Diolah menggunakan Eviews 7.1. GDPto riil terhadap guncangan tak terduga suku bunga Gambar 10 Kumulatif IRF Accumulated Response of D(l_GDP) D(L_RER) SBI, kredit riil dan nilai tukar riil (sebesar satu standar deviasi). .002 Dari Gambar 10 terlihat bahwa dari ketiga jalur transmisi moneter hanya jalur nilai tukar yang secara statistik berpengaruh signifikan terhadap GDP riil .001 .000
-.001 -.002 -.003 -.004 2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
28
mulai dari periode 1 sampai periode 25. Artinya hanya jalur nilai tukar yang efektif mempengaruhi GDP riil. Hasil ini sesuai dengan penemuan Natsir (2009) dan Agung (1998) yang masing-masing menyatakan jalur nilai tukar efektif dan jalur kredit sangat lemah. Tetapi sebaliknya hasil ini bertentangan dengan kesimpulan Julaihah dan Insukindro (2004) dan Seprillina (2013) yang menyatakan jalur suku bunga efektif. Hasil kumulatif IRF output riil masing-masing sektor ekonomi terhadap guncangan tak terduga suku bunga SBI, kredit riil dan nilai tukar dirangkum dalam Tabel 3. Pada jalur suku bunga hanya dua sektor yang signifikan yaitu sektor pengangkutan dan komunikasi; dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Akan tetapi apabila dilihat dari periode signifikan, kedua sektor tersebut hanya signifikan dalam jangka pendek. Pada jalur kredit tidak ada satu sektor pun yang signifikan. Sedangkan pada jalur nilai tukar terdapat lima sektor yang signifikan dengan periode signifikan yang relatif lama yaitu sektor industri pengolahan; sektor bangunan; sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor pengangkutan dan komunikasi; serta sektor keuangan persewaan dan jasa perusahaan. Tabel 3 Ringkasan Kumulatif IRF output riil masing-masing sektor ekonomi terhadap guncangan tak terduga suku bunga SBI, kredit riil dan nilai tukar riil selama 25 periode. Sektor Ekonomi
Jalur Suku bunga
Jalur Kredit
Jalur Nilai Tukar
Periode Periode Periode Sig Sig sig sig sig Tidak Tidak Tidak Sig
1. Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas dan air minum 5. Bangunan 6. Perdagangan, hotel dan restoran 7. Pengangkutan dan komunikasi 8. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 9. Jasa-jasa
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
-
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
-
Tidak Ya (-) Tidak Ya (-) Ya (-)
4 - 25 1 - 25 1 - 25
Ya (+) Ya (-)
4-9 2-3
Tidak Tidak
-
Ya (-) Ya (-)
1 - 25 3 - 25
Tidak
-
Tidak
-
Tidak
-
Keterangan: Sig = Signifikan (+) = arah hubungannya positif (-) = arah hubungannya negatif Sumber: Diolah menggunakan Eviews 7.1. Hasil analisis IRF pada tingkat sektoral memperkuat bukti bahwa tidak efektifnya jalur suku bunga pada level agregat karena pada level sektoral banyak sektor yang tidak signifikan, selain itu dua sektor yang signifikan arah hubungannya berkebalikan sehingga efeknya akan saling meniadakan. Jalur kredit yang tidak signifikan pada level agregat ternyata dikarenakan pada level sektoral tidak ada satu sektor pun yang signifikan. Sedangkan jalur nilai tukar yang
29
signifikan pada level agregat ternyata penopang utamanya adalah lima sektor yang signifikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Perbedaan signifikansi jalur transmisi moneter pada level agregat dan sektoral menunjukkan adanya asymmetric effect kebijakan moneter. Asymmetric effect terlihat pada jalur suku bunga dan nilai tukar. Pada jalur nilai tukar meskipun signifikan pada level agregat tetapi masih ada empat sektor yang tidak signifikan pada level sektoral. Perbedaan arah hubungan variabel pada level agregat dan sektoral juga dikatakan asymmetric effect kebijakan moneter. Unanticipated shocks nilai tukar riil (depresiasi/devaluasi) berpengaruh negatif terhadap output agregat. Hasil ini tetap konsisten pada tingkat sektoral. Output lima sektor ekonomi yang terpengaruh secara signifikan oleh jalur nilai tukar menurun setelah terjadi depresiasi nilai tukar. Sehingga dapat disimpulkan tidak ada asymmetric effect pada arah hubungan variabel. Dalam pembahasan selanjutnya hanya dibahas dampak kebijakan moneter yang ditransmisikan melalui nilai tukar karena hanya jalur nilai tukar yang bisa dikatakan relatif efektif pada tingkat agregat maupun sektoral. Unanticipated shocks nilai tukar riil pada analisis IRF dapat artikan sebagai kebijakan untuk mendevaluasi atau mendepresiasi nilai tukar riil. Sehingga apabila hubungan antara nilai tukar riil dan output riil negatif maka dapat diartikan bahwa dampak devaluasi nilai tukar riil adalah penurunan output riil. Hasil IRF pada level agregat (Gambar 10) dan sektoral (Tabel 3) menunjukkan bahwa depresiasi nilai tukar riil berdampak negatif terhadap output. Kesimpulan ini mendukung gagasan Krugman dan Taylor (1976). Hasil yang sama juga terjadi di Chili, Meksiko, Turki dan Pakistan (Solimano 1986, Kamin dan Rogers 1997, Berument dan Pasaogullari 2003, Shahbaz et al. 2011). Penjelasan fenomena diatas adalah sebagai berikut: hasil kumulatif IRF inflasi terhadap guncangan tak terduga nilai tukar riil (Gambar 11) menunjukkan bahwa mulai periode 1 sampai 25, inflasi meningkat cukup tajam (IRF signifikan mulai periode 3), kenaikan harga yang tidak diikuti dengan kenaikan upah akan mengurangi daya beli masyarakat (pendapatan riil turun). Penurunan pendapatan riil akan menurunkan permintaan agregat domestik sehingga output agregat menurun. Kondisi ini sesuai teori demand side tipe Keynesian yang menyatakan bahwa devaluasi nilai tukar riil akan diikuti oleh melemahnya daya beli sehingga Response of INF to Cholesky permintaan agregat menurun. Accumulated One S.D. D(L_RER) Innovation 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
Sumber: Diolah menggunakan Eviews 7.1. Gambar 11 Kumulatif IRF inflasi terhadap guncangan tak terduga nilai tukar riil (sebesar satu standar deviasi).
5
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
1.
2.
3.
Hasil analisis IRF menunjukkan bahwa dari tiga jalur transmisi moneter (suku bunga, kredit dan nilai tukar) hanya jalur nilai tukar yang efektif mempengaruhi output agregat. Kesimpulan ini diperkuat dengan analisis IRF pada tingkat sektoral. Pada jalur nilai tukar, lima dari sembilan sektor terpengaruh secara signifikan yaitu sektor industri pengolahan; sektor bangunan; sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor pengangkutan dan komunikasi; serta sektor keuangan persewaan dan jasa perusahaan. Pada jalur suku bunga, sektor pengangkutan dan komunikasi; dan sektor keuangan persewaan dan jasa perusahaan terpengaruh secara signifikan dalam jangka pendek. Tetapi dalam jangka panjang semua sektor tidak signifikan. Sedangkan pada jalur kredit tidak ada satupun sektor yang signifikan. Apabila dilihat dari signifikansi jalur transmisi moneter dapat dinyatakan bahwa asymmetric effect terjadi antara level agregat dan sektoral, karena pada jalur nilai tukar yang signifikan pada level agregat masih ada empat sektor yang tidak signifikan pada level sektoral. Akan tetapi apabila dilihat dari arah hubungan variabel dapat dinyatakan tidak ada asymmetric effect. Hal ini dikarenakan hubungan negatif antara depresiasi nilai tukar dan output pada level agregat tetap konsisten pada level sektoral. Penurunan output tampaknya berkaitan dengan inflasi yang diakibatkan oleh depresiasi nilai tukar. Kesimpulan ini mendukung gagasan Krugman dan Taylor (1976). Kondisi ini sejalan dengan teori demand side tipe Keynesian yang menyatakan bahwa depresiasi nilai tukar riil akan diikuti oleh melemahnya daya beli sehingga permintaan agregat menurun.
Saran 1.
2.
3.
Otoritas moneter hendaknya menggunakan jalur nilai tukar untuk mempengaruhi perekonomian karena jalur ini terbukti efektif di level agregat dan sektoral. Beberapa sektor yang tidak signifikan terpengaruh oleh kebijakan moneter pada jalur suku bunga, kredit dan nilai tukar dapat diatasi melalui kebijakan fiskal. Oleh karena itu otoritas moneter hendaknya menjalin koordinasi dengan pemegang kebijakan fiskal sehingga perekonomian bisa lebih terjaga dan terkendali. Penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut untuk menganalisis efektivitas jalur transmisi moneter lainnya.
31
DAFTAR PUSTAKA Agung J. 1998. Financial Deregulation and the Bank Lending Channel in Developing Countries: The Case of Indonesia. Asian Economic Journal 12(3):273-294. Alam T, Waheed M. 2006. Sectoral Effect of Monetary Policy: Evidence from Pakistan. The Pakistan Development Review 45(4):1103-1115. Basith A. 2007. Analisis Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Jalur Suku Bunga dan Nilai Tukar [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Berument H, Pasaogullari M. 2003. Effect of the Real Exchange Rate on Output and Inflation: Evidence from Turkey. The Developing Economies 16(4):401-435. Dedola L, Lippi F. 2000. The Monetary Transmission Mechanism: Evidence from the Industries of Five OECD Countries. European Economic Review 49(6):1543-1569. Erceg CJ, Levin AT. 2002. Optimal Monetary Policy with Durable and Nondurable Goods. European Central Bank Working Papers 179. Enders W. 2004. Applied Eeconometrics Time Series. Second Edition. New York (US): John Willey and Sons, Inc. Gertler M, Hubbard RG. 1988. Financial Factors in Business fluctuations. National Bureau Of Economic Research Working Papers 2758. Goeltom MS. 2008. Transmission Mechanisms of Monetary Policy in Indonesia. Bank For International Settlements Papers 35:309-332. Haryanto FR. 2007. Dampak Instrumen Kebijakan Moneter terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Analisis Jalur Mekanisme Transmisi Moneter [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hayo B, Uhlenbrock B. 1999. Industry Effect of Monetary Policy in Germany. Zentrum für Europäische Integrationsforschung Working Papers B14. Ireland PN. 2005. The Monetary Transmission Mechanism. Working Papers in Federal Reserve Bank of Boston 06-1. Julaihah U, Insukindro. 2004. Analisis Dampak Kebijakan Moneter terhadap Variabel Makroekonomi di Indonesia Tahun 1983.1 – 2003.2. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan 7(2):323-341. Kamin SB, Rogers JH. 1997. Output and the Real Exchange Rate in Developing Countries: An Application to Mexico. International Finance Discussion Papers 580. Krugman P, Taylor L. 1976. Contractionary Effects of Devaluation. Working papers of Massachusetts Institute of Technology (MIT) 191. Lena LM. 2007. Dampak Kebijakan Moneter terhadap Kinerja Sektor Riil di Indonesia [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Lütkepohl H. 2005. Structural Vector Autoregressive Analysis for Cointegrated Variables. EUI Working Paper 2:1-15. . 2005. New Introduction to Multiple Time Series Analysis. Germany (DE): Springer. Lütkepohl H, Krätzig M. 2004. Applied Time Seried Econometrics. New York (US): Cambridge University Press. McCallum BT. 1989. Monetary Economics: Theory and Policy. New York (US): Macmillan Publishing Company.
32
Miskhin FS. 1996. The Channels of Monetary Transmission: Lesson For Monetary Policy. NBER Working Paper 5464. Natsir M. 2009. Analisis Empiris Efektivitas Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia Melalui Jalur Ekspektasi Inflasi Periode 1990:22007:1. Jurnal Ekonomi dan Keuangan Ekuitas 13(3):288-307. Ridhwan MM, Groot HLF, Rietveld P, Nijkamp P. 2011. The Regional Impact of Monetary Policy in Indonesia. Timbergen Institute Discussion Paper 081(3). Seprillina L. 2013. Efektivitas Instrumen Kebijakan Moneter terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia (Periode 1999:1-2012:2). Jurnal Ilmiah. Malang (ID): Universitas Brawijaya. Shahbaz M, Islam F, Aamir N. 2011. Is Devaluation Contractionary? Empirical Evidence for Pakistan. MPRA Paper 32520. Solimano A. 1986. Contractionary Devaluation in the Southern Cone: The Case of Chile. Journal of Development Economics 23(1):135-151. Sugema I. 2012. Structural VAR: Teori dan Aplikasi. Bogor(ID): InterCAFE Institut Pertanian Bogor. Vespignani J. 2013. The Industrial Impact of Monetary Shocks During The Inflation-Targeting Era in Australia. Australian Economic History Review 53(1):47-71. Warjiyo P, Agung J. 2002. Transmission Mechanisms of Monetary Policy in Indonesia. Jakarta (ID): Bank Indonesia. [BI] Bank Indonesia. 2013. Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) [internet]. [diacu 2013 Juli 2]. Tersedia dari: http://www.bi.go.id/web/id/Statistik/Statistik+Ekonomi+dan+Keuangan+In donesia/Versi+HTML/Sektor+Eksternal/
33
Lampiran 1 Regresi suku bunga deposito 3 bulan terhadap suku bunga SBI 3 bulan. Koefisien
Standard Error
T-ratio
Probability
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Konstanta SBI 3 Bulan RSS Variance TSS ESS R_squared F stat Prob
0.242236703 0.918866492 284.1318295 4.001856753 5057.546852 4773.415023 0.943820228 1192.800072 3.95433E-46
0.465493 0.520387 0.026605 34.53694 Jumlah Observasi Jumlah Koefisien Degree of Freedom
0.60441296 3.95433E-46 73 2 71
34
Lampiran 2 Hasil uji stasioneritas menggunakan ADF. Nama Variabel
Level Hasil (2) Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Stasioner * Stasioner ** Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Stasioner * Stasioner * Stasioner *
t-ratio (3) -1.704783616 -1.412159144 -1.560239760 -2.120651929 -1.225906463 -2.703706916 -1.534836516 -2.055384316 -1.494588422 -2.061554673 -1.617350789 -1.272361212 -1.723934169 -1.146032642 -1.592920012 -1.289667496 -1.627038451 -0.604641483 -4.864832003 -3.616953679 -2.049320973 -1.725128538 -1.296634126 -0.880300867 -5.759243404 -4.295498046 -8.407414
First difference Hasil t-ratio (4) (5) Stasioner *** -3.446952033 -7.955438561 Stasioner * Stasioner *** -3.203761440 -5.043204006 Stasioner * -3.522190828 Stasioner ** -3.923175331 Stasioner ** Stasioner *** -3.172555515 -3.831975759 Stasioner ** Stasioner *** -3.245090786 -4.099391877 Stasioner * Stasioner *** -3.602169990 -4.533611248 Stasioner * Stasioner *** -3.202874948 -3.874684987 Stasioner ** Stasioner *** -3.404688583 -3.795941057 Stasioner ** Stasioner *** -3.197181107 -3.980667058 Stasioner **
(1) l_ROE1 l_Sec1 l_ROE2 l_Sec2 l_ROE3 l_Sec3 l_ROE4 l_Sec4 l_ROE5 l_Sec5 l_ROE6 l_Sec6 l_ROE7 l_Sec7 l_ROE8 l_Sec8 l_ROE9 l_Sec9 INF IR l_CRED -3.31990738 Stasioner *** l_RER -4.945510877 Stasioner * l_TOT -4.979905127 Stasioner * l_US_GDP -4.309311941 Stasioner * US_INF US_IR COM Dummy Keterangan : * : stasioner dengan tingkat kepercayaan 99 persen ** : stasioner dengan tingkat kepercayaan 95 persen *** : stasioner dengan tingkat kepercayaan 90 persen MacKinnon Critical Value : 1 persen = -4.065702 5 persen = -3.461686 10 persen = -3.157121 Catatan : Semua pengujian dilakukan menggunakan Microsoft excel 2010 pada lag 3 kecuali variabel l_ROE6 pada lag 4 dan variabel COM pada lag 2 diuji di eviews.
35
Lampiran 3 Kandidat lag Optimal
Sektor Ekonomi
AR Root tabel Maksimal (2) 7
Kandidat Lag Optimal FPE
AIC
SIC
HQ
(1) (3) (4) 1. Pertanian, peternakan, 5 7 kehutanan dan perikanan 8 5 7 2. Pertambangan dan penggalian 8 5 8 3. Industri pengolahan 8 7 8 4. Listrik, gas dan air minum 7 5 7 5. Bangunan 8 7 8 6. Perdagangan, hotel dan restoran 8 5 7 7. Pengangkutan dan komunikasi 8. Keuangan, persewaan dan jasa 8 7 8 perusahaan 8 5 8 9. Jasa-jasa Keterangan : FPE = Final Prediction AIC = Akaike Information Criterion SIC = Schwarz Bayesian Information Criterion HQ = Hannan-Quinn Information Criterion
(5) 2
(6) 2
1 2 1 1 1 1 1
2 2 2 2 2 2 5
1
2
36
Lampiran 4 Hasil uji stabilitas roots of characteristic polinomial SVAR1
SVAR2
SVAR3
SVAR4
SVAR5
SVAR6
SVAR7
SVAR8
SVAR9
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
0.714316 0.714316 0.64983 0.64983 0.606877 0.53843 0.53843 0.51502 0.51502 0.500986 0.321645 0.229333
0.657362 0.657362 0.569343 0.569343 0.47171 0.47171 0.45602 0.45602 0.412529 0.412529 0.247941 0.222887
0.739374 0.739374 0.659244 0.591905 0.591905 0.565219 0.565219 0.502056 0.502056 0.42294 0.364796 0.276201
0.693014 0.660513 0.660513 0.533936 0.533936 0.516076 0.504497 0.504497 0.400953 0.310475 0.310475 0.265526
0.722598 0.722598 0.589974 0.546461 0.546461 0.536787 0.518558 0.518558 0.502617 0.502617 0.368836 0.23942
0.654754 0.654754 0.582657 0.582657 0.582078 0.582078 0.417501 0.417501 0.412293 0.412293 0.252404 0.007259
0.674754 0.674754 0.614134 0.51906 0.51906 0.48871 0.462103 0.462103 0.405208 0.390112 0.390112 0.268259
0.646945 0.646945 0.578166 0.578166 0.532063 0.532063 0.488816 0.488816 0.447774 0.447774 0.280401 0.234127
0.640163 0.640163 0.620936 0.620936 0.571527 0.571527 0.498726 0.498726 0.479645 0.479645 0.213251 0.195717
37
Lampiran 5 Sistem persamaan model VAR sektoral
= [
] [
+ ]
+ [
][
]
+ [
][
]
+ [
][
] [
]
38
Lampiran 6 Koefisien estimasi sistem persamaan VAR agregat
(1) C D(l_GDP(-1)) D(l_GDP(-2)) INF(-1) INF(-2) IR(-1) IR(-2) D(L_CRED(-1)) D(L_CRED(-2)) D(L_RER(-1)) D(L_RER(-2)) D(L_TOT) D(L_US_GDP) US_INF US_IR COM DUMMY Sum sq. resids R-squared Adj. R-squared F-statistic Log likelihood
D(l_GDP) (2) 0.013768 -0.47018 -0.07651 -0.00103 -0.00069 0.000597 -0.00077 0.005018 -0.00896 -0.07587 -0.05605 0.006305 -0.13238 0.002332 0.000641 -0.00058 -0.00133 0.001355 0.771299 0.720476 15.17631 367.3263
INF
IR (3)
0.895352 39.99833 -24.9116 0.102308 0.289582 -0.12007 0.15177 22.58489 -10.4871 11.46039 31.69468 -6.89793 23.1462 -0.86407 -0.08888 0.387142 -0.47927 159.2792 0.871684 0.843169 30.56964 -152.186
(4) 2.892256 -112.763 -154.292 0.580562 -0.12366 0.53992 0.186303 41.2189 4.979662 -4.30745 -1.76424 -13.5762 -82.1722 -0.63081 0.482491 0.099897 -0.90327 154.2143 0.972505 0.966395 159.1638 -150.748
D(L_CRED) (5)
D(L_RER) (6)
0.04926 -0.12969 0.681818 0.000421 0.000115 -0.00108 -0.00182 0.070628 -0.04295 -0.27749 0.136867 0.005707 -0.31989 -0.00293 0.000771 0.001045 -0.01472 0.027034 0.687321 0.617837 9.891757 234.1327
0.010946 -0.06548 0.666651 -0.00564 0.001701 8.30E-05 -0.00047 -0.07057 0.026171 -0.00798 0.052976 0.085354 -0.68622 -0.02 0.001252 0.006151 -0.00802 0.036247 0.817166 0.776537 20.11254 221.0829
39
Lampiran 7 Koefisien estimasi sistem persamaan VAR pada masing-masing sektor Koefisien Sistem Persamaan VAR pada Sektor Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan (1)
D(l_ROE1) (2)
D(l_SEC1) (3)
INF (4)
IR (5)
c
0.01264581 0.01478238 0.99058861 2.97565982
d(l_ROE1(-1))
-0.1669881
-0.7904731 19.6214856
-94.690822
d(l_ROE1(-2))
-0.0365305
-0.1568817
d(l_Sec1(-1))
0.06332905
d(l_Sec1(-2))
0.20183353
D(l_CRED) (6)
D(l_RER) (7)
0.0499414
0.01349123
-0.0304305
-0.2784674
-135.59846 0.53393556
0.50492598
-1.0210039 3.14491474
-26.354331
-0.1304887
-0.0578502
-0.5303468
-26.389798 0.14982205
-0.0793803
INF(-1)
-0.0013693 0.00045222 0.10873349 0.56948797 0.00022635
-0.005692
INF(-2)
-0.0003523
IR(-1)
0.00079604 0.00041635
IR(-2)
-0.0009328
-23.423886 -20.665964
-0.0010465 0.26624428
-0.12269 0.00026782
0.00138784
-0.1333643 0.54907822
-0.000866
-3.422E-05
-0.0008024 0.16578341 0.17634239
-0.0020616
-0.0003625
d(l_CRED(-1))
0.00518474 0.03517652 22.8056687 42.0259003
0.0815975
-0.0705642
d(l_CRED(-2))
-0.0526806 0.03582033
-0.0709303
0.06312013
d(l_RER(-1))
-0.0468793
-0.100632 8.51431248
-0.2647294
-0.0394836
d(l_RER(-2))
-0.0340714
-0.0237205 28.9676871
-1.3438385 0.15426088
0.01854497
-13.855197 0.01112012
0.06344781
d(l_TOT)
0.0126683 0.03334152
-7.1564173 4.24847866
-8.8145946
d(l_US_GDP)
-0.0933207 0.09437658 17.2087686
US_INF
0.00230865 0.00368099
-0.8781391
US_IR
0.00041727 0.00109977
COM
-0.0005593
DUMMY
-0.0020268 0.00274306
RSS
-4.670979
-80.3471
-0.2536285
-0.7786861
-0.6085053
-0.0026486
-0.0201296
-0.0710924 0.48783902 0.00071772
0.00148331
-0.0013699 0.39505678 0.09264505 0.00092055
0.00623603
-0.4691087
-0.0146388
-0.0082302
0.00151422
0.0083019 154.295943 153.470398 0.02654978
0.03570968
VAR
2.1632E-05
0.0001186 2.20422776 2.19243426 0.00037928
0.00051014
TSS
0.00847227 0.02466727 1241.56967 5608.83174 0.08646035
0.19825181
ESS
0.00695806 0.01636537 1087.27373 5455.36134 0.05991056
0.16254213
R_squared
0.82127387 0.66344466
0.8757251 0.97263772 0.69292531
0.81987716
F stat
17.8700388 7.66608698 27.4037453 138.237044 8.77542052
17.7013152
Loglikelihood
361.204646 285.484048
-151.95732
-0.9074721
-151.71858 233.751157
220.56135
40
Lanjutan lampiran 7 Koefisien Sistem Persamaan VAR pada Sektor Pertambangan dan penggalian D(l_ROE2) (2)
D(l_SEC2) (3)
INF (4)
IR (5)
D(l_CRED) (6)
D(l_RER) (7)
0.01433262
0.00954539
0.98734849
3.01242294
0.04559134
0.00830731
d(l_ROE2(-1)) -0.4321308
-0.0458187
26.3209762
-108.51217
-0.2597698
-0.0296109
d(l_ROE2(-2)) -0.0916035
0.06040001
-26.712054
-144.02252
0.76436342
0.71002253
d(l_Sec2(-1))
-0.0655399
-0.2426049
18.574161
0.78587804
0.17435568
-0.0377607
d(l_Sec2(-2))
0.04111766
-0.1692897
-1.1894548
-10.134062
-0.2482531
-0.0919258
INF(-1)
-0.0011202
-0.0004225
0.09522813
0.57095949
0.0005151
-0.0055115
INF(-2)
-0.0008247
0.00015687
0.30324809
-0.1130279
0.00024377
0.00166763
IR(-1)
0.00080179
-0.0004027
-0.1459348
0.51643317
-0.0014085
0.00015124
IR(-2)
-0.0009357
4.5532E-05
0.17315802
0.20498877
-0.0013796
-0.000445
d(l_CRED(-1)) 0.00893094
-0.0492662
21.8774986
39.6676615
0.11652755
-0.0426758
d(l_CRED(-2)) -0.0186255
0.0204428
-8.6902218
6.72110176
-0.0198052
0.02032033
(1) c
d(l_RER(-1))
-0.0833603
-0.0056718
11.7432899
-3.7538875
-0.2887774
-0.0151782
d(l_RER(-2))
-0.06164
-0.0006926
31.0672604
-2.4348228
0.14153014
0.0618353
d(l_TOT)
0.02052724
-0.119069
-6.3195045
-13.11264
0.02941932
0.09121286
d(l_US_GDP)
-0.0190784
-0.8892898
18.781721
-81.892674
-0.4779947
-0.7241693
US_INF
0.00248342
0.00048165
-0.8646781
-0.6441692
-0.002192
-0.0196505
US_IR
0.0004956
0.00160613
-0.0940653
0.4733877
0.00102873
0.00140326
COM
-0.0006294
-0.0001144
0.38765462
0.10181679
0.0008794
0.00607149
DUMMY
-0.0011077
-0.0047804
-0.473933
-0.9196608
-0.0134268
-0.0074309
RSS
0.00155385
0.00660681
157.558548
153.527332
0.02568597
0.03603084
VAR
2.2198E-05
9.4383E-05
2.25083641
2.19324759
0.00036694
0.00051473
TSS
0.00699883
0.00945881
1241.56967
5608.83174
0.08646035
0.19825181
ESS
0.00544498
0.002852
1084.01113
5455.30441
0.06077437
0.16222097
R_squared
0.77798399
0.30151797
0.8730973
0.97262757
0.70291612
0.81825719
F stat
13.6273658
1.6787402
26.7557607
138.184338
9.20131631
17.5088701
Loglikelihood
360.054784
295.647135
-152.88846
-151.73509
235.223061
220.162919
41
Lanjutan lampiran 7 Koefisien Sistem Persamaan VAR pada Sektor Industri pengolahan D(l_ROE3) (2)
D(l_SEC3) (3)
INF (4)
IR (5)
D(l_CRED) (6)
D(l_RER) (7)
0.01362702
0.01195209
0.96422544
3.10889291
0.04814472
0.0134455
-0.565997
0.49100781
38.0132529
-114.55206
-0.0845479
-0.2964283
d(l_ROE3(-2)) 0.16968124
0.58540689
-94.53845
-104.10023
1.29776499
0.17586471
(1) c d(l_ROE3(-1)) d(l_Sec3(-1))
0.00038316
-0.388784
-6.5178126
-6.4810947
0.05496493
0.06939917
d(l_Sec3(-2))
-0.13039
-0.4415419
42.087421
-54.489342
-0.3060246
0.30452917
INF(-1)
-0.0012813
-0.0016034
0.21715366
0.51146809
-0.0005889
-0.0056911
INF(-2)
-0.0006558
0.00089304
0.18860569
-0.1009973
0.00110959
0.00135428
IR(-1)
0.00093858
0.00043259
-0.1765208
0.56108113
-0.0005505
-3.676E-05
IR(-2)
-0.0011591
-0.0003015
0.19966195
0.16150545
-0.0022513
-0.0004299
d(l_CRED(-1)) -0.0033871
0.01794625
22.1249744
42.4243733
0.07053712
-0.0641427
d(l_CRED(-2)) -0.0241424
-0.0538776
-4.7933046
2.89325911
-0.0966645
0.0389352
d(l_RER(-1))
-0.0623064
-0.0361092
7.40515637
-4.4438572
-0.2340051
-0.0296029
d(l_RER(-2))
-0.0440469
0.00032371
25.5801417
0.42799633
0.19411686
0.03683706
d(l_TOT)
0.02836499
0.01075058
-11.260955
-12.930105
0.05066639
0.0648785
d(l_US_GDP)
-0.0849349
0.6200318
-28.222125
-79.362631
0.22084699
-0.9405248
US_INF
0.00230089
0.00197081
-0.8402338
-0.6260263
-0.0031931
-0.0198739
US_IR
0.00081878
-0.0005055
-0.0595253
0.48609991
0.00044199
0.0014761
COM
-0.0008322
-0.0002841
0.40996328
0.09944208
0.00080178
0.00626975
DUMMY
0.00048749
-0.0094116
-0.3775528
-0.9118729
-0.0159744
-0.0074096
RSS
0.00115508
0.00402332
135.821212
147.328442
0.02500123
0.03607332
VAR
1.6501E-05
5.7476E-05
1.94030303
2.10469203
0.00035716
0.00051533
TSS
0.00644635
0.0121873
1241.56967
5608.83174
0.08646035
0.19825181
ESS
0.00529127
0.00816398
1105.74846
5461.5033
0.06145911
0.16217849
R_squared
0.82081628
0.6698759
0.89060524
0.97373278
0.71083584
0.81804292
F stat
17.8144718
7.89119301
31.6602454
144.162113
9.55983462
17.4836723
Loglikelihood
373.252012
317.718832
-146.28209
-149.90106
236.425449
220.110485
42
Lanjutan lampiran 7 Koefisien Sistem Persamaan VAR pada Sektor Listrik, gas dan air minum D(l_ROE4) (2)
D(l_SEC4) (3)
INF (4)
IR (5)
D(l_CRED) (6)
D(l_RER) (7)
0.01367024
0.01245509
2.03743023
2.73210276
0.04960256
0.01267524
d(l_ROE4(-1)) -0.4756858
0.07541864
39.0576956
-106.37494
-0.1262002
0.05659985
d(l_ROE4(-2)) -0.0720085
-0.2257908
-23.766797
-156.58541
0.67841187
0.60169358
d(l_Sec4(-1))
0.04206506
0.04578925
-73.261632
-26.789097
-0.0408898
-0.9001355
d(l_Sec4(-2))
-0.0304272
0.07013442
-20.68277
32.5937035
0.01088047
0.62830129
INF(-1)
-0.0010594
-0.0007927
0.11514685
0.60339962
0.0004399
-0.0050842
INF(-2)
-0.0006667
0.00010302
0.22956053
-0.132484
8.4832E-05
0.00124099
IR(-1)
0.00061385
5.1447E-05
-0.1358145
0.53197998
-0.001091
-0.0001657
IR(-2)
-0.0007863
-0.0001312
0.16787204
0.19769327
-0.0018103
-0.0001425
d(l_CRED(-1)) 0.00477646
-0.0238234
22.5487606
41.5855186
0.07102286
-0.0625614
d(l_CRED(-2))
-0.008807
0.00208041
-12.264519
5.12959486
-0.0437547
0.02105678
d(l_RER(-1))
-0.0751548
0.00682836
7.95972804
-4.5944544
-0.2792252
-0.0303882
d(l_RER(-2))
-0.0560602
0.00802871
31.3695529
-2.0587027
0.1367409
0.04525395
d(l_TOT)
0.00841052
-0.0064493
-9.1098751
-14.881849
0.00423816
0.04662005
-0.104713
-0.0897354
-38.042351
-92.502273
-0.3486595
-1.191521
0.00230972
0.0001911
-0.7989278
-0.6170438
-0.0028935
-0.0194144
US_IR
0.0006299
0.00052811
-0.0493092
0.48412724
0.00078466
0.00147015
COM
-0.0005878
-0.0001525
0.40505733
0.09741059
0.00105102
0.00617976
DUMMY
-0.0012755
-0.0029444
-0.8267731
-0.8785541
-0.0148319
-0.0090211
RSS
0.00135722
0.00222646
146.879913
150.143167
0.02702914
0.03354542
VAR
1.9389E-05
3.1807E-05
2.09828447
2.14490238
0.00038613
0.00047922
TSS
0.0059674
0.00335064
1241.56967
5608.83174
0.08646035
0.19825181
ESS
0.00461018
0.00112418
1094.68976
5458.68857
0.0594312
0.16470639
R_squared
0.77256116
0.3355128
0.88169821
0.97323094
0.68738106
0.83079388
F stat
13.2097251
1.9635773
28.9837239
141.38661
8.550821
19.0942567
Loglikelihood
366.075629
344.049268
-149.76537
-150.74321
232.954875
223.343554
(1) c
d(l_US_GDP) US_INF
43
Lanjutan lampiran 7 Koefisien Sistem Persamaan VAR pada Sektor Bangunan D(l_ROE5) (2)
D(l_SEC5) (3)
INF (4)
IR (5)
D(l_CRED) (6)
D(l_RER) (7)
0.01091535
0.02880227
0.86256464
2.75565336
0.04877351
0.01176776
d(l_ROE5(-1)) -0.7163756
0.62878889
31.0955162
-131.45274
-0.1833551
-0.1235417
d(l_ROE5(-2)) -0.2509326
-0.0215043
-27.975976
-171.29999
0.53019875
0.45879321
d(l_Sec5(-1))
0.18486119
-0.7897295
4.94798283
6.74269162
0.05908476
-0.0692673
d(l_Sec5(-2))
0.10975846
-0.2513819
2.22074231
7.50443016
0.08969101
0.17003887
INF(-1)
-0.000637
-0.0027292
0.10643645
0.60526346
0.00055776
-0.0056973
INF(-2)
-0.0004744
-0.0015361
0.29435906
-0.1019236
0.00018175
0.0017796
IR(-1)
0.00064378
0.0002955
-0.1181865
0.54720241
-0.0010764
0.00014678
IR(-2)
-0.0007848
-0.0007054
0.1503911
0.17973392
-0.0018371
-0.0005344
d(l_CRED(-1)) 0.01921669
-0.0394761
22.8810812
42.0756384
0.07248483
-0.0765259
d(l_CRED(-2)) -0.0206989
0.07004583
-10.556946
4.50781134
-0.0453133
0.03457319
d(l_RER(-1))
-0.0600245
-0.1967305
11.4055667
-3.8402924
-0.2736526
-0.0196977
d(l_RER(-2))
-0.0303766
-0.2011018
31.8689724
-0.6628185
0.14341475
0.03951223
d(l_TOT)
-0.0033124
0.01591725
-7.1413613
-14.549602
0.00263976
0.08471776
0.0605765
-0.5390571
26.1349381
-67.311627
-0.2534496
-0.7298527
0.00168009
0.00506479
-0.867547
-0.665126
-0.003135
-0.0197492
US_IR
0.0004959
0.00182692
-0.0907114
0.47338772
0.00074021
0.00122552
COM
-0.000531
-0.0014665
0.38687098
0.09911075
0.00104058
0.00616537
DUMMY
0.0005517
-0.0095067
-0.4519121
-0.7745266
-0.014275
-0.0081834
RSS
0.00106437
0.01032088
159.395069
151.321252
0.02709482
0.03573217
VAR
1.5205E-05
0.00014744
2.27707242
2.16173217
0.00038707
0.00051046
TSS
0.00531479
0.04504283
1241.56967
5608.83174
0.08646035
0.19825181
ESS
0.00425042
0.03472195
1082.17461
5457.51049
0.05936553
0.16251964
R_squared
0.79973447
0.7708652
0.8716181
0.9730209
0.68662147
0.81976371
F stat
15.5297748
13.0831683
26.4026787
140.255593
8.52066868
17.6877257
Loglikelihood
376.891576
275.797093
-153.40416
-151.09102
232.846881
220.533331
(1) c
d(l_US_GDP) US_INF
44
Lanjutan lampiran 7 Koefisien Sistem Persamaan VAR pada Sektor Perdagangan, hotel dan restoran D(l_ROE6) (2)
D(l_SEC6) (3)
INF (4)
IR (5)
D(l_CRED) (6)
D(l_RER) (7)
0.01445402
0.01081674
1.15149958
3.15515156
0.04320115
0.00560316
d(l_ROE6(-1)) -0.5265455
-0.2111815
64.4143633
-67.113519
-0.0461851
-0.2062728
d(l_ROE6(-2)) -0.0494034
0.14395909
1.99473109
-106.5825
-0.1900398
-0.087787
d(l_Sec6(-1))
0.07010145
-0.1260321
-29.642527
-51.230003
-0.2530138
0.0662465
d(l_Sec6(-2))
-0.0499891
-0.0982106
-25.458012
-46.827917
0.87828919
0.74005367
INF(-1)
-0.0009343
-0.0016221
0.07263947
0.55043187
0.00104789
-0.00504
INF(-2)
-0.000589
-0.0006169
0.27540515
-0.1376643
-0.0003063
0.00151316
IR(-1)
0.00054526
0.0008885
-0.1321275
0.52788175
-0.0008584
0.0002997
IR(-2)
-0.0007182
-0.0010573
0.147953
0.18315474
-0.0016801
-0.0003533
d(l_CRED(-1)) 0.00583029
0.00696442
18.392293
37.1038628
0.14314545
0.00200588
d(l_CRED(-2)) -0.0154436
-0.0182443
-9.0254505
6.35649279
-0.0186959
0.03260739
d(l_RER(-1))
-0.0689577
-0.1109652
13.7418009
-2.1125144
-0.3171788
-0.0481253
d(l_RER(-2))
-0.0365157
-0.0819689
29.6838953
-3.4325679
0.08020237
0.02856477
d(l_TOT)
-0.0060684
0.05659155
-6.1212415
-12.861081
0.00537944
0.08000206
d(l_US_GDP)
-0.2052102
0.18985715
17.9703573
-87.484966
-0.1923888
-0.5760947
US_INF
0.00247689
0.0020672
-0.8863295
-0.6492011
-0.0030407
-0.0199474
US_IR
0.00051853
0.00082497
-0.0592838
0.51041864
0.0007455
0.00105042
COM
-0.0005838
-0.0005083
0.39160727
0.10374951
0.00087415
0.00601657
DUMMY
-0.0022568
0.00148507
-0.4127357
-0.8485773
-0.0134811
-0.0077064
RSS
0.00152183
0.00223868
154.996131
150.676601
0.02514906
0.03513635
VAR
2.174E-05
3.1981E-05
2.21423044
2.15252287
0.00035927
0.00050195
TSS
0.0055498
0.01213707
1241.56967
5608.83174
0.08646035
0.19825181
ESS
0.00402797
0.00989838
1086.57354
5458.15514
0.06131129
0.16311546
R_squared
0.72578642
0.81554989
0.87516115
0.97313583
0.70912607
0.82276906
F stat
10.2930814
17.1948013
27.2623824
140.872297
9.48078269
18.0536058
Loglikelihood
360.981478
343.805606
-152.1588
-150.90104
236.163105
221.281603
(1) c
45
Lanjutan lampiran 7 Koefisien Sistem Persamaan VAR pada Sektor Pengangkutan dan komunikasi D(l_ROE7) (2)
D(l_SEC7) (3)
INF (4)
IR (5)
D(l_CRED) (6)
D(l_RER) (7)
0.0175763
0.0104472
-0.0909441
3.41753723
0.06263318
0.01538242
d(l_ROE7(-1)) -0.5268526
0.50705768
55.0866757
-109.34331
-0.2705596
-0.0765996
d(l_ROE7(-2)) -0.0067284
0.1881752
-7.7059583
-130.66631
0.6800107
0.72050505
(1) c
d(l_Sec7(-1))
-0.1455531
-0.1573309
-13.856158
-27.477353
-0.0903849
-0.1046069
d(l_Sec7(-2))
-0.1091781
-0.1076942
44.5126503
-24.82211
-0.4867492
-0.1290588
INF(-1)
-0.0013463
-4.974E-05
0.1661296
0.54088669
-0.0004347
-0.0059194
INF(-2)
-0.000765
-0.0004056
0.32691361
-0.1289991
-0.0001973
0.00166085
IR(-1)
0.00054591
-0.0006447
-0.0918598
0.5220201
-0.0014949
-6.7E-05
IR(-2)
-0.0008187
0.00031281
0.15295569
0.18653318
-0.0018257
-0.0004641
d(l_CRED(-1)) -0.0035879
-0.0160683
26.0201772
39.8099676
0.02937871
-0.0829475
d(l_CRED(-2)) -0.0074218
0.03069714
-13.144552
5.37898332
-0.019327
0.03036514
d(l_RER(-1))
-0.0662323
-0.1139357
7.56097563
-2.954845
-0.2350713
0.00518847
d(l_RER(-2))
-0.0642442
-0.0496031
30.1627784
-2.8927015
0.13832734
0.05045136
d(l_TOT)
0.0084734
-0.0182876
-7.7221773
-13.38272
0.0118203
0.08637676
d(l_US_GDP)
-0.2368812
-0.5062744
38.3723085
-100.80714
-0.6729273
-0.841695
US_INF
0.00262978
0.00072358
-0.9276405
-0.6032442
-0.002086
-0.0197
US_IR
0.00079768
0.00032883
-0.1303836
0.50435682
0.00120427
0.00135315
COM
-0.0006259
-0.0001148
0.40626968
0.09651169
0.00087412
0.00610957
-0.001166
0.00492874
-0.496538
-0.8031999
-0.0135454
-0.0072712
RSS
0.00137161
0.00310411
149.844652
152.881319
0.02591575
0.03607495
VAR
1.9594E-05
4.4344E-05
2.14063789
2.18401885
0.00037023
0.00051536
TSS
0.00602443
0.01278507
1241.56967
5608.83174
0.08646035
0.19825181
ESS
0.00465282
0.00968096
1091.72502
5455.95042
0.06054459
0.16217686
R_squared
0.77232564
0.75720819
0.87931032
0.97274275
0.70025849
0.81803472
F stat
13.1920369
12.1284918
28.3333255
138.78468
9.0852532
17.4827101
Loglikelihood
365.606317
329.261275
-150.65465
-151.54745
234.826747
220.108482
DUMMY
46
Lanjutan lampiran 7 Koefisien Sistem Persamaan VAR pada Sektor Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan D(l_ROE8) (2)
D(l_SEC8) (3)
INF (4)
IR (5)
D(l_CRED) (6)
D(l_RER) (7)
0.01187189
0.0193908
1.15691522
3.36530798
0.05605092
0.012383
d(l_ROE8(-1)) -0.4501173
-0.8678857
-46.347371
-138.60228
-0.4568574
-0.2112391
d(l_ROE8(-2)) 0.13725682
0.75100842
1.14207247
-187.7057
-0.2533945
0.49508128
d(l_Sec8(-1))
0.0315852
-0.3453022
29.1515236
-4.078417
0.02785233
0.02999219
d(l_Sec8(-2))
-0.0342433
-0.2571708
1.15790309
-1.5414701
0.28728735
0.10573476
INF(-1)
-0.0004742
-0.0028899
0.12244849
0.51941692
-0.0005648
-0.0057401
INF(-2)
-0.0004081
-0.0035372
0.28050116
-0.1176641
0.00027048
0.00170628
IR(-1)
0.00032431
0.00452693
-0.0338142
0.55368824
-0.0012063
0.00016061
IR(-2)
-0.0005387
-0.0041693
0.05962812
0.16309125
-0.0018347
-0.0005753
d(l_CRED(-1)) -0.0028462
0.07354937
21.1113512
40.4664873
0.057776
-0.075663
d(l_CRED(-2)) -0.0132679
-0.1610096
-15.807961
5.86198472
-0.0082427
0.02520773
d(l_RER(-1))
-0.0677735
-0.0976682
13.4130972
-4.0404367
-0.2790911
-0.0057232
d(l_RER(-2))
-0.0492977
-0.1639121
27.6478002
-2.8066615
0.12759767
0.0455894
d(l_TOT)
0.00124615
0.03560586
-5.5862068
-12.336176
0.01920145
0.08862166
d(l_US_GDP)
-0.0538686
-0.553023
49.5932491
-71.886793
-0.2585977
-0.6521155
US_INF
0.00207341
0.00514473
-0.7904538
-0.5901707
-0.0025823
-0.0198654
US_IR
0.00044037
0.0008666
-0.0888196
0.52157346
0.00138289
0.00134235
COM
-0.0005252
-0.00143
0.34037062
0.0743963
0.00082298
0.00606385
DUMMY
-0.0016875
0.00168082
-0.4667686
-0.8911019
-0.0147947
-0.0080773
RSS
0.0008607
0.02230522
149.557681
151.050073
0.02622056
0.03623886
VAR
1.2296E-05
0.00031865
2.1365383
2.15785819
0.00037458
0.0005177
TSS
0.00432765
0.05364354
1241.56967
5608.83174
0.08646035
0.19825181
ESS
0.00346695
0.03133832
1092.01199
5457.78167
0.06023979
0.16201295
R_squared
0.80111547
0.58419563
0.87954145
0.97306925
0.69673312
0.81720794
F stat
15.6646122
5.46380005
28.3951534
140.514374
8.93443318
17.3860446
Loglikelihood
386.342868
241.503096
-150.56935
-151.0112
234.306419
219.906748
(1) c
47
Lanjutan lampiran 7 Koefisien Sistem Persamaan VAR pada Sektor Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan D(l_ROE9) (2)
D(l_SEC9) (3)
INF (4)
IR (5)
D(l_CRED) (6)
D(l_RER) (7)
0.01240848
0.0084264
1.12540488
4.08699179
0.05748883
0.02786731
d(l_ROE9(-1)) -0.4689643
-0.0823368
34.4230933
-89.979333
-0.000679
0.08592192
d(l_ROE9(-2)) -0.0715058
0.07264209
-18.519412
-161.89126
0.40702796
0.35911009
d(l_Sec9(-1))
0.10270289
-0.2999134
42.3913861
-222.03693
-2.0817879
-2.4385501
d(l_Sec9(-2))
0.22062766
-0.0784162
-92.9392
17.282876
1.01747298
-0.2017009
INF(-1)
-0.0011662
9.8334E-05
0.17280999
0.41686571
-0.0014812
-0.0072124
INF(-2)
-0.0006769
-0.000216
0.25706082
-0.0883328
0.00066216
0.00192529
IR(-1)
0.00076837
7.504E-05
-0.1734048
0.56427168
-0.0004805
-4.484E-06
IR(-2)
-0.0008632
-0.0003068
0.19020586
0.13844213
-0.0025104
-0.0007935
d(l_CRED(-1)) 0.00489552
0.00373741
21.7120764
43.6554852
0.09809755
-0.045127
d(l_CRED(-2)) -0.0180645
-0.0209141
-6.9086845
5.24788627
-0.0681468
0.05590653
d(l_RER(-1))
-0.0711689
-0.0157221
9.34346397
-8.8001062
-0.2996465
-0.0814627
d(l_RER(-2))
-0.0509157
-0.01307
26.7611804
2.40909468
0.20923318
0.06963726
d(l_TOT)
0.00915813
-0.0022379
-7.5740013
-14.053403
0.00681348
0.07451645
d(l_US_GDP)
-0.0786391
-0.1626244
0.12546146
-74.599886
-0.080858
-0.7505695
US_INF
0.00237944
0.00150494
-0.8447658
-0.6413215
-0.0031722
-0.0200342
US_IR
0.00064572
2.7295E-05
-0.0755119
0.50170554
0.00082805
0.00159666
COM
-0.0005836
-0.0005467
0.39844559
0.06882685
0.0007016
0.00583662
DUMMY
-0.0022648
0.00263265
-0.4355745
-0.5629367
-0.0121592
-0.0032512
RSS
0.00157461
0.00056138
152.758741
125.944179
0.02340916
0.03299034
VAR
2.2494E-05
8.0196E-06
2.18226772
1.79920256
0.00033442
0.00047129
TSS
0.00682997
0.00186523
1241.56967
5608.83174
0.08646035
0.19825181
ESS
0.00525536
0.00130385
1088.81093
5482.88756
0.06305119
0.16526147
R_squared
0.76945545
0.69903077
0.87696322
0.97754538
0.72924978
0.83359375
F stat
12.9793859
9.03232881
27.7186414
169.299928
10.4744932
19.4809592
Loglikelihood
359.464229
405.360377
-151.51175
-142.92232
239.353454
224.086059
(1) c
48
Lampiran 8 Hasil LR test Sektor Ekonomi (1) 1. Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas dan air minum 5. Bangunan 6. Perdagangan, hotel dan restoran 7. Pengangkutan dan komunikasi 8. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 9. Jasa-jasa
Urestricted Restricted LR Keputusan (2) (3) (4) (5) 1315.3439 -15.170307 2661.0283 Model tidak dapat digunakan 1325.6721 1373.8382 1382.4755 1330.0488 1376.9662 1361.6029 1306.9591 1446.3887
-9.7730856 2670.8904 Model tidak dapat digunakan -30.121478 2807.9194 Model tidak dapat digunakan -10.443907 2785.8388 Model tidak dapat digunakan -10.320051 2680.7376 Model tidak dapat digunakan -16.917282 2787.7669 Model tidak dapat digunakan -48.97435 2821.1545 Model tidak dapat digunakan -52.180242 2718.2787 Model tidak dapat digunakan -25.143359 2943.0641 Model tidak dapat digunakan
Nilai tabel Chi-square(alpha 5%;df 1) = 3.841
49
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Sulthoni Ashiddiiqi, dilahirkan di Lamongan pada tanggal 12 Maret 1984 dari pasangan Abdul Ghoffar dan Nurin Niswatin. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis menikah dengan Dewi Kartika Megasari, dan dikaruniai satu orang putra bernama Aldevaro Zaidan Ashiddiiqi. Penulis mengikuti pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah 18 Sumberrejo pada tahun 1990 sampai dengan tahun 1996, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Babat pada tahun 1996 sampai dengan tahun 1999, dan Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Bojonegoro pada tahun 1999 sampai dengan tahun 2002. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Jakarta Jurusan Komputasi Statistik pada tahun 2001 sampai dengan tahun 2006. Sejak Maret 2007 penulis bekerja di BPS Kabupaten Keerom Provinsi Papua. Penulis diamanahi jabatan sebagai Pelaksana Tugas Kasi Integrasi Pengolahan dan Deseminasi Statistik. Pada tahun 2011 penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studi di Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor melalui Program S2 kerjasama BPS-IPB di .Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.