DAFTAR PUSTAKA 1. ASTM D 97-87, “Standard Test Method for Pour Point of Petroleum Oils”. 2. ASTM D 2500-91, “Standard Test Method for Cloud Point of Petroleum Product”. 3. Choo, Yuen May.; Ong, Soon Hock. “Transesterification of Fats and Oils”. UK Patent Application GB 2 188 057, 1987 4. Choo, Yuen May.; Basiron, Yusuf. “Production of Palm Oil Methyl Esters dan Its Use as Diesel Subtitute”. Palm Oil Research Institute of Malaysia (PORIM). 5. FBI-A01-03, “Metode Analisis Standar untuk Angka Asam Biodiesel Ester Alkil”. 6. FBI-A02-03, “Metode Analisis Standar untuk Kadar Gliserol Total, Bebas, dan Terikat di dalam Biodiesel Ester Alkil: Metode Iodometri-Asam Periodat”. 7. FBI-A03-03, “Metode Analisis Standar untuk Angka Penyabunan dan Kadar Ester Biodiesel Ester Alkil”. 8. FBI-A04-03, “Metode Analisis Standar untuk Angka Iodium Biodiesel Alkil Ester dengan Metode Wijs”. 9. Fessenden, Ralph and Joan Fessenden. “Organic Chemistry”. California: Brooks/Cole. 1990 10. Hambali, Erliza, dkk. ”Seri Agribisnis: Jarak Pagar, Tanaman Penghasil Biodiesel”. Bogor: Penebar Swadaya. 2006 11. Hamilton, Chris. “Lurgi Biofuel”. Lurgi Pasific, AIE Presentation, 2004. 12. Mittlebach, M.; Remschmidt, Claudia. “Biodiesel The Comprehensive Handbook”. Vienna: Boersedruck Ges.m.bH, 2004 13. Ralston, A. W.”Fatty Acids and Their Derivatives”. New York: Wiley& Sons, Inc. 1948 14. Soerawidjaja, Tatang H. “Minyak-lemak dan produk-produk kimia lain dari kelapa”. Handout kuliah Proses Industri Kimia, Program Studi Teknik Kimia, Institut Teknologi Bandung, 2005. 15. Soerawidjaja, Tatang H.;Prakoso, Tirto.;Reksowardojo, Iman K.; “Prospek, Status, dan Tantangan Penegakan Industri Biodiesel di Indonesia”. 2005 16. Soerawidjaja, Tatang H. “Fondasi-Fondasi Ilmiah dan Keteknikan dari Teknologi Pembuatan Biodiesel”. Handout Seminar Nasional “Biodiesel Sebagai Energi Alternatif Masa Depan” UGM Yogyakarta, 2006 17. SBP. “SBP Handbook of Oilseeds, Oils, Fats and Derivatives”. 18. www.bioxcorp.com,2007 19. www.journeytoforever.com, 2007 20. www.sciencedirect.com, 2007 21. www.springgerlink.com, 2007 22. www.wikipedia.com, 2007
B.67.3.01
44
LAMPIRAN A METODE ANALISIS STANDAR UNTUK ANGKA ASAM BIODIESEL ESTER AKIL (FBI-A01-03) Definisi Dokumen Metode Analisis Standar ini menguraikan prosedur untuk menentukan angka asam biodiesel dengan proses titrimetri. Angka asam adalah banyak miligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam bebas di dalam satu (1) gram contoh biodiesel; sekalipun terutama terdiri dari asam-asam lemak bebas, sisa-sisa asam mineral, jika ada, juga akan tercakup di dalam angka asam yang ditentukan dengan prosedur ini. Lingkup Dapat diterapkan untuk biodiesel yang berupa ester alkil (metil, etil, isopropil, dsj.) dari asamasam lemak serta berwarna pucat. Peralatan 01. Labu-labu Erlenmeyer - 250 atau 300 ml. 02. Buret mikro, 10 ml, dengan skala 0,02 atau 0,05 ml. 03. Neraca analitik dengan ketelitian ukur ± 0,05 gram atau lebih baik. Larutan-larutan 1. Larutan 0,1 N kalium hidroksida di dalam etanol 95 %-v (atau jika tak tersedia etanol 95 %-v, isopropanol kering/absolut). Refluks campuran 1,2 liter etanol 95 %-v (lihat Catatan peringatan) dengan 10 gram KOH dan 6 gram pelet aluminium (atau aluminum foil) selama 1 jam dan kemudian langsung distilasikan; buang 50 ml distilat awal dan selanjutnya tampung 1 liter alkohol distilat berikutnya dalam wadah bersih bertutup gelas. Larutkan 7 gram KOH mutu reagen atau pro analisis ke dalam 1 liter alkohol distilat tersebut; biarkan selama 5 hari untuk mengendapkan pengotor-pengotor dan kemudian dekantasikan larutan jernihnya ke dalam botol gelas coklat bertutup karet. Normalitas larutan ini harus diperiksa/distandarkan setiap akan digunakan (lihat Catatan no.1). 2. Larutan indikator fenolftalein. 10 gram fenolftalein dilarutkan ke dalam 1 liter etanol 95 %-v. 3. Campuran pelarut yang terdiri atas 50 %-v dietil eter – 50 %-v etanol 95 %-v, atau 50 %-v toluen – 50 %-v etanol 95 %-v atau 50 %-v toluen – 50 %-v isopropanol. (lihat Catatan peringatan). Campuran pelarut ini harus dinetralkan dengan larutan KOH (larutan no. 1) dan indikator fenolftalein (larutan no. 2, 0,3 ml per 100 ml campuran pelarut), sesaat sebelum digunakan.
Prosedur analisis 01. Timbang 19 – 21 ± 0,05 gram contoh biodiesel ester alkil ke dalam sebuah labu erlenmeyer 250 ml. 02. Tambahkan 100 ml campuran pelarut yang telah dinetralkan ke dalam labu Erlenmeyer tersebut. 03. Dalam keadaan teraduk kuat, titrasi larutan isi labu Erlenmeyer dengan larutan KOH dalam alkohol sampai kembali berwarna merah jambu dengan intensitas yang sama
B.67.3.01
I
seperti pada campuran pelarut yang telah dinetralkan di atas. Warna merah jambu ini harus bertahan paling sedikitnya 15 detik. Catat volume titran yang dibutuhkan (V ml).
Perhitungan Angka asam (Aa) =
56,1.V.N mg KOH/g biodiesel m
dengan : V = volume larutan KOH dalam alkohol yang dibutuhkan pada titrasi, ml. N = normalitas eksak larutan KOH dalam alkohol. m = berat contoh biodiesel ester alkil, g. Nilai angka asam yang dilaporkan harus dibulatkan sampai dua desimal (dua angka di belakang koma).
Catatan peringatan Etanol (etil alkohol) adalah mudah terbakar. Lakukan pemanasan atau penguapan pelarut ini di dalam lemari asam. Kalium hidroksida (KOH), seperti alkali-alkali lainnya, dapat membakar parah kulit, mata dan saluran pernafasan. Kenakan sarung tangan karet tebal dan pelindung muka untuk menangkal bahaya larutan alkali pekat. Gunakan peralatan penyingkir asap atau topeng gas untuk melindungi saluran pernafasan dari uap atau debu alkali. Pada waktu bekerja dengan bahan-bahan sangat basa seperti kalium hidroksida, tambahkan selalu pelet-pelet basa ke air/akuades dan bukan sebaliknya. Alkali bereaksi sangat eksoterm jika dicampur dengan air; persiapkan sarana untuk mengurung larutan basa kuat jika bejana pencampur sewaktu-waktu pecah/retak atau bocor akibat besarnya kalor pelarutan yang dilepaskan. Dietil eter sangat mudah menguap dan terbakar serta dapat membentuk peroksida yang eksplosif. Tangani dengan hati-hati. Toluen sangat mudah terbakar dan merupakan sumber risiko kebakaran. Batas eksplosifnya dalam udara adalah 1,27 – 7 %-v. Zat ini juga toksik jika termakan, terhisap atau terabsorpsi oleh kulit. Angka ambang kehadirannya di udara tempat kerja adalah 100 ppm-v. Karena ini, penanganannya harus dilakukan di dalam lemari asam. Isopropanol (atau isopropil alkohol atau propanol-2) adalah zat mudah terbakar. Batas eksplosifnya di dalam udara adalah 2 – 12 %-v. Zat ini toksik jika termakan dan terhisap. Angka ambang kehadirannya di udara tempat kerja adalah 400 ppm-v. Catatan bernomor 1. Standarisasi (penentuan normalitas) larutan KOH dalam alkohol (≈ 0,1 N). Prosedur A : dengan kalium hidrogen ftalat. Timbang seksama kira-kira 100 mg kalium hidrogen ftalat kering (KHC8H4O4) dan larutkan dalam sebuah gelas piala ke dalam 100 ml akuades. Tambahkan 0,5 ml larutan indikator fenolftalein. Isi buret dengan larutan KOH dalam alkohol yang akan distandarkan. Atur posisi gelas piala pada pelat pengaduk sehingga ujung buret cukup dekat dengan permukaan cairan, untuk menjamin semua percikan jatuh ke dalam cairan dalam gelas piala tersebut. Sambil terus diaduk, titrasi isi gelas piala dengan larutan KOH beralkohol sampai ke titik akhir berjangkitnya warna merah jambu. Catat volume larutan KOH dalam alkohol yang dibutuhkan (VKOH, ml) dan hitung normalitasnya (N) dengan formula
B.67.3.01
II
N =
WKHF (VKOH .204,21)
dengan WKHF = berat kalium hidrogen ftalat yang ditimbang di atas, mg, dan 204,21 = berat molekul kalium hidrogen ftalat. Prosedur B : dengan HCl. Pipet persis 5 ml larutan HCl 0,1 ± 0,0005 N ke dalam sebuah gelas piala yang berisi 100 ml akuades. Tambahkan 0,5 ml larutan indikator fenolftalein. Isi buret dengan larutan KOH dalam alkohol yang akan distandarkan. Atur posisi gelas piala pada pelat pengaduk sehingga ujung buret cukup dekat dengan permukaan cairan, untuk menjamin semua percikan jatuh ke dalam cairan dalam gelas piala tersebut. Sambil terus diaduk, titrasi isi gelas piala dengan larutan KOH beralkohol sampai ke titik akhir berjangkitnya warna merah jambu. Catat volume larutan KOH dalam alkohol yang dibutuhkan (VKOH ml) dan hitung normalitasnya (N) dengan formula
N =
5.N HCl VKOH
dengan NHCl = normalitas eksak (sampai 4 angka di belakang koma) larutan HCl.
B.67.3.01
III
LAMPIRAN B METODE ANALISIS STANDAR UNTUK ANGKA PENYABUNAN DAN KADAR ESTER BIODIESEL ESTER ALKIL (FBI-A03-03) Definisi Dokumen Metode Analisis Standar ini menguraikan prosedur untuk menentukan angka penyabunan biodiesel ester alkil dengan proses titrimetri. Angka asam adalah banyak miligram KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan satu (1) gram contoh biodiesel. Melalui kombinasi dengan hasil-hasil analisis angka asam (FBI-A01-03) dan gliserol total (FBI-A0203), angka penyabunan yang diperoleh dengan metode standar ini dapat dipergunakan untuk menentukan kadar ester di dalam biodiesel ester alkil. Lingkup Dapat diterapkan untuk biodiesel yang berupa ester alkil (metil, etil, isopropil, dsj.) dari asamasam lemak serta berwarna pucat. Peralatan 1. Labu-labu Erlenmeyer tahan alkali (basa) - 250 atau 300 ml, masing-masing berleher sambungan asah N/S 24/40. 2. Kondensor berpendingin udara berpanjang minimum 65 cm dan ujung bawahnya bersambungan asah N/S 24/40 hingga cocok dengan labu Erlenmeyer. 3. Bak pemanas air atau pelat pemanas yang temperatur atau laju pemanasannya dapat dikendalikan. 4. Labu distilasi 2 liter yang mulutnya berupa sambungan asah N/S 24/40 dan lengkap dengan kondensor berpendingin air, untuk merefluks dan mendistilasi etanol 95 %-v seperti ditunjukkan pada no. 2 dalam bagian “Reagen-reagen” di bawah ini. Regen-reagen 1. Asam khlorida 0,5 N yang sudah terstandarkan (normalitas eksaknya diketahui). 2. Larutan kalium hidroksida (lihat Catatan peringatan) di dalam etanol 95 %-v. Refluks campuran 1,2 liter etanol 95 %-v (lihat Catatan peringatan) dengan 10 gram KOH dan 6 gram pelet aluminium (atau aluminium foil) selama 1 jam dan kemudian langsung distilasikan; buang 50 ml distilat awal dan selanjutnya tampung 1 liter alkohol distilat berikutnya dalam wadah bersih bertutup gelas. Larutkan 40 gram KOH berkarbonat rendah ke dalam 1 liter alkohol distilat tersebut sambil didinginkan (sebaiknya di bawah 15 oC); biarkan selama 5 hari untuk mengendapkan pengotor-pengotor dan kemudian dekantasikan larutan jernihnya ke dalam botol gelas coklat bertutup karet. 3. Larutan indikator fenolftalein. 10 gram fenolftalein dilarutkan ke dalam 1 liter etanol 95 %-v. Prosedur analisis 01. Timbang 4 – 5 ± 0,005 gram contoh biodiesel ester alkil ke dalam sebuah labu Erlenmeyer 250 ml. Tambahkan 50 ml larutan KOH alkoholik dengan pipet yang dibiarkan terkosongkan secara alami.
B.67.3.01
IV
02. Siapkan dan lakukan analisis blanko secara serempak dengan analisis contoh biodiesel. Langkah-langkah analisisnya persis sama dengan yang tertulis untuk di dalam “prosedur analisis” ini, tetapi tidak mengikut-sertakan contoh biodiesel. 03. Sambungkan labu Erlenmeyer dengan kondensor berpendingin udara dan didihkan pelahan tetapi mantap, sampai contoh tersabunkan sempurna. Ini biasanya membutuhkan waktu 1 jam. Larutan yang diperoleh pada akhir penyabunan harus jernih dan homogen; jika tidak, perpanjang waktu penyabunannya. 04. Setelah labu dan kondensor cukup dingin (tetapi belum terlalu dingin hingga membentuk jeli), bilas dinding-dalam kondensor dengan sejumlah kecil akuades. Lepaskan kondfensor dari labu, tambahkan 1 ml larutan indikator fenolftalein ke dalam labu, dan titrasi isi labu dengan HCl 0,5 N sampai warna merah jambu persis sirna. Catat volume asam khlorida 0,5 N yang dihabiskan dalam titrasi. Perhitungan Angka penyabunan (As) =
56,1(B - C)N mg KOH/g biodiesel m
dengan : B = volume HCl 0,5 N yang dihabiskan pada titrasi blanko, ml. C = volume HCl 0,5 N yang dihabiskan pada titrasi contoh, ml. N = normalitas eksak larutan HCl 0,5 N. m = berat contoh biodiesel ester alkil, g. Nilai angka penyabunan yang dilaporkan harus dibulatkan sampai dua desimal (dua angka di belakang koma). Kadar ester biodiesel ester alkil selanjutnya dapat dihitung dengan rumus berikut : Kadar ester (%-b) =
100( As − Aa − 4,57Gttl ) As
dengan : As = angka penyabunan yang diperoleh di atas, mg KOH/g biodiesel. Aa = angka asam (prosedur FBI-A01-03), mg KOH/g biodiesel. Gttl = kadar gliserin total dalam biodiesel (prosedur FBI-A02-03), %-b.
Catatan peringatan Kalium hidroksida (KOH) dapat membakar parah kulit, mata dan saluran pernafasan. Kenakan sarung tangan karet tebal dan pelindung muka untuk menangkal bahaya larutan alkali pekat. Gunakan peralatan penyingkir asap atau topeng gas untuk melindungi saluran pernafasan dari uap atau debu alkali. Pada waktu bekerja dengan bahan-bahan sangat basa seperti kalium hidroksida, tambahkan selalu pelet-pelet basa ke air/akuades dan bukan sebaliknya. Alkali bereaksi sangat eksoterm jika dicampur dengan air. Etanol (etil alkohol) adalah mudah terbakar. Lakukan pemanasan atau penguapan pelarut ini di dalam lemari asam.
B.67.3.01
V
LAMPIRAN C METODE ANALISIS STANDAR UNTUK ANGKA IODIUM BIODIESEL ALKIL ESTER DENGAN METODE WIJS (FBI-A04-03) Definisi Dokumen metode analisis standar ini menguraikan prosedur untuk mennentukan angka iodium biodiesel alkil ester dengan prosedur dan reagen wijs. Angka Iodium adalah ukuran empirik banyaknya ikatan rangkap (dua) di dalam (asam- asam lemak penyusun) biodiesel dan dinyatakan dalam sentigram iodium yang diabsorpsi per gram contoh biodiesel (%-b iodium teradsorpsi). Satu mol iodium terabsorpsi setara dengan satu mol ikatan rangkap (dua). Lingkup Dapat diterapkan untuk biodiesel yang berupa alkil ester ( metil, isopropil, dst.) dari asam – asam lemak Peralatan 01. Labu iodium – bisa berupa botol atau labu erlenmeyer bermulut besar dan bertutup gelas serta berkapasitas 500 ml 02. Labu-labu takar 1000 ml bertutup gelas, untuk menyiapkan larutan – larutan standar 03. Pipet seukuran 25 ml untuk memasok larutan wijs 04. Pipet 20 ml dengan skala 1 ml, untuk memasok larutan KI 10 % 05. Pipet 2 - 5 ml dengan skala 1 ml untuk memasok larutan pati 06. Pipet 50 ml dengan skala 1 ml untuk memasok akuades 07. Neraca analitik berketelitian ± 0,0001 gram 08. Pelat pengaduk magnetik dengan batang pengaduknya 09. Kertas saring – whatman no 41H atau yang setara 10. Gelas piala 50 ml 11. Pengukur waktu (timer) Reagen – reagen 1. Larutan/reagen Wijs ( lihat catatan peringatan dan catatan no.1) 2. Kalium Iodida ( KI) – mutu reagen atau p.a. ( pro analysis) 3. Karbon tetrakhlorida – mutu reagen ini harus diverifikasi dengan mengocok 10 ml reagen dengan 1 ml larutan jenuh kalium dikhromat dan 2 ml asam sulfat pekat : tak ada perebakan warna hijau. Jika tidak tersedia, karbon tetrakhlorida boleh diganti dengan campuran 50%-v siklohekasan mutu reagen dan 50 %-v asam asetat glasial mutu reagen ( lihat catatan peringatan) 4. Larutan indikator pati - segar ( lihat catatan no.2 ) atau baru disiapkan. Buat pasta dari 1 gram pati alami yang larut ( lihat catatan no. 3) dan sejumlah kecil akuades. Tambahkan ke 100 ml akuades yang sedang mendidih dan diaduk. Kepekaannya harus diuji sebagai berikut : masukkan 5 ml larutan pati kedalam 100 ml akuades dan tambahkan 0,05 ml larutan 0,1 N KI yang masih segar ( baru dibuat) serta satu tetes larutan klor ( dibuat dengan mengencerkan 1 ml larutan natrium hipokhlorit [NaCl] 5%-b yang ada di perdagangan, menjadi 1000 ml ). Larutan harus menjadi berwarna biru pekat dan bisa dilunturkan dengan penambahan 0,05 ml larutan natrium tiosulfat 0,1N.
B.67.3.01
VI
5. Kalium dikhromat – mutu reagen. Sebelum digunakan harus digerus halus dan dikeringkan pada 105 – 110oC sampai berat konstan. 6. Natrium tiosulfat ( Na2S2O3.5H2O ) – mutu reagen. Larutan – larutan 1. Larutan kalium iodida ( KI ) – 100 g ( larutan ) dibuat dengan melarutkan 100 gram KI ke dalam akuades, disusul dengan pengenceran hingga bervolume 1 liter. Larutan ini tidak boleh kena cahaya. 2. Larutan indikator pati – disiapkan, dibuat, dan diuji seperti diuraikan pada no. 4 dalam bagian “Reagen – reagen”. Asam salisilat ( 1,25 g/l ) boleh dibubuhkan untuk mengawetkan patinya. Jika sedang tidak digunakan, larutan ini harus disimpan di dalam ruangan bertemperatur 4 – 10 oC. Jika disimpan pada kondisi ini, larutan biasanya stabil selama 2 – 3 minggu . Larutan indikator yang baru harus dibuat jika titik akhir titrasi tidak lagi tajam atau jika larutan indikator pati gagal dalam uji kepekaan yang telah diuraikan pada no.4 dalam bagian “Reagen – reagen”. 3. Larutan natrium tiosulfat 0,1N – dibuat dengan melarutkan 24,8 gram Na2S2O3.5H2O ke dalam akuades dan kemudian diencerkan sampai 1 liter. Larutan ini harus distandarkan sebagai berikut : pipet 25 ml larutan kalium dikhromat standar ( lihat no.4 di bawah ) ke dalam gelas piala 400 ml. Tambahkan 5 ml HCl pekat, 10 ml larutan KI ( lihat no.1 di atas ) dan aduk baik – baik dengan batang pengaduk atau pengaduk magnetik. Kemudian , biarkan tak teraduk selama 5 menit dan selanjutnya tambahkan 100 ml akuades. Titrasi dengan larutan natrium tiosulfat sambil terus diaduk, sampai warna kuning hampir hilang. Tambahkan 1 – 3 ml larutan pati dan teruskan titrasi perlahan – lahan sampai warna biru persisi sirna. Maka : 2,5 Normalitas lar. Na2S2O3= ml. lar. Na2S2O3 yang dihabiskan pada titrasi 4. Larutan standar 0,1 N kalium dikhromat – dibuat dengan melarutkan 4,9035 gram kalium dikhromat kering dan tergerus halus ke dalam akuades di dalam labu takar 1 liter dan kemudian mengencerkannya sampai garis batas – takar pada 25oC. 5. Larutan /reagen Wijs, lihat no.1 dalam bagian “Reagen – reagen” Prosedur Analisis 1. Timbang 0,13 – 0,15 ± 0,001 gram contoh biodiesel alkil ester ke dalam labu iodium. 2. Tambahkan 15 ml larutan karbon tetrakhlorida ( atau 20 ml campuran 50%-v sikloheksan – 50%-v asam asetat ) dan kocok – putar labu untuk menjamin contoh larut sempurna ke dalam pelarut. 3. Tambahkan 25 ml reagen Wijs dengan pipet seukuran dan tutup labu. Kocok – putar labu agar isinya tercampur sempurna dan kemudian segera simpan di tempat gelap bertemperatur 25 ± 5oC selama 1 jam. 4. Sesudah perioda penyimpanan usai, ambil kembali labu, dan tambahkan 20 ml larutan KI serta kemudian 150 ml akuades. 5. Sambil selalu diaduk baik – baik, titrasi isi labu dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N yang sudah distandarkan ( diketahui normalitas eksaknya ) sampai warna coklat iodium hampir hilang. Setelah ini tercapai, tambahkan 2 ml larutan indikator pati dan teruskan titrasi sampai warna biru kompleks iodium – pati persis sirna. Catat volume titran yang dihabiskan untuk titrasi. 6. Bersamaan dengan analisis di atas, lakukan analisis blanko ( tanpa contoh alkil ester, jadi hanya langkah 2 s/d 4 )
B.67.3.01
VII
Perhitungan Angka iodium contoh alkil ester dapat dihitung dengan rumus: 12,69 ( B-C ) N Angka iodium, Al (%-b) = W dengan: C = volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi contoh, ml B = volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi blangko, ml N = normalitas eksak larutan natrium tiosulfat W = berat eksak contoh alkil ester yang ditimbang untuk analisis, g Catatan Peringatan Larutan Wijs bisa membakar parah kulit dan uapnya bisa merusak paru paru serta mata. Penggunaan lemari asam sangat disarankan. Larutan Wijs tanpa karbon tertrakhlorida bisa diperoleh dari pemasok – pemasok bahan – bahan kimia laboratorium. Karbon tetrakhlorida diketahui bersifat karsinogen. Zat ini toksik jika terhisap, tidak boleh digunakan untuk menyingkirkan api; pada temperatur tinggi akan terdekomposisi menghasilkan fosgen ( bahan kimia berbahaya ). Angka ambang kehadirannya di udara tempat kerja adalah 100 ppm-v. Karena ini, penanganannya harus dilakukan di dalam lemari asam. Asam khlorida ( HCl ) pekat adalah asam kuat dan akan menyebabkan kulit terbakar. Uapnya menyebabkan peracunan jika terhirup dan terhisap serta menimbulkan iritasi kuat pada mata dan kulit. Jas dan sarung tangan pelindung harus digunakan ketika bekerja dengan asam ini. Penanganannya disarankan dilakukan di dalam lemari asam yang beroperasi dengan benar. Pada pengenceran, asam harus selalu yang ditambahkan ke air/akuades dan bukan sebaliknya. Asam asetat murni ( glasial ) adalah zat yang cukup toksik jika terhisap atau terminum. Zat ini menimbulkan iritasi kuat pada kulit dan jaringan tubuh. Angka ambang kehadirannya di udara tempat kerja adalah 10 ppm-v. Catatan bernomor 1. Yang disarankan untuk digunakan adalah “pati kentang untuk iodometri”, karena pati ini menimbulkan warna biru pekat jika berada bersama ion iodonium. “Pati larut” saja tidak disarankan karena bisa tak membangkitkan warna biru pekat yang konsisten ketika berkontak dengan ion iodonium. Reagen – reagen berikut diketahui cocok : “Soluable Starch for Iodometry”, J.T. Baker 4006-04. 2. Pada temperatur kamar, tenggang waktu antara penyiapan contoh – contoh dan pentitrasiannya tak boleh lebih dari 1,5 jam. Jangan tempatkan di bawah cahaya terang atau terpaan sinar matahari langsung.
B.67.3.01
VIII
LAMPIRAN D PENGUJIAN TITIK AWAN (ASTM D 2500-91) Alat : 1. Tabung sampel ukuran diameter luar 33,2 – 34,8 mm, tinggi 115 – 125 mm, ketebalan tidak boleh lebih dari 1,6 mm. 2. Termometer dengan rentang suhu High cloud and pour -38 sampai +50 oC Low cloud and pour -80 sampai +20 oC 3. Cork, untuk mengatur posisi tabung sampel 4. Jacket, dari bahan metal atau gelas, kedap air, bagian dasar rata, dengan ukuran tinggi 115 mm, diameter dalam 44,2 – 45,8 mm. Jacket harus disangga dengan penyangga yang kuat untuk menghindari getaran dari cooling bath. 5. Disk, dengan tebal 6 mm, diletakkan pada dasar jacket untuk menyangga tabung sampel. 6. Gasket, bentuk cincin dengan ketebalan 5 mm, untuk memantapkan posisi tabung sampel dalam jacket. Tujuan pemasangan gasket adalah untuk mencegah tabung sampel menyentuh dinding jacket. 7. Cooling bath, untuk mendinginkan sampel. Temperatur bath dipertahankan dengan menggunakan pendingin sebagai berikut : • Air dan es untuk temperatur 10 oC • Es dan kristal NaCl untuk temperatur -12 oC • Es dan kristal CaCl2 untuk temperatur -26 oC • Aseton, metanol atau etanol yang didinginkan dengan campuran es – garam sampai -12 oC, dan dengan CO2 padat (es kering) untuk mencapai temperatur yang diinginkan (sampai – 57 oC) Prosedur : 1. kondisikan sampel pada temperatur minimal 14 oC diatas titik awan yang diperkirakan. Buang uap air yang tersisa dengan cara penyaringan dengan kertas saring sampai sampel benar-benar kering. 2. Tuangkan sampel ke dalam tabung sampel. 3. Tutup tabung dengan cork (dengan termometer), dengan posisi termometer menyentuh dasar dan sejajar dengan tabung sampel. 4. Letakkan disk di dasar jacket, lalu letakkan jacket dalam medium pendingin minimal 10 menit sebelum pengujian. Disk, gasket dan bagian dalam jacket harus dikeringkan sebelum digunakan. Gasket diletakkan 250 mm dari dasar jacket lalu masukkan botol sampel ke dalam jacket. 5. Pertahankan suhu pendingin pada temperatur -1 sampai 2 oC. 6. Pada setiap perubahan temperatur termometer 1 oC, keluarkan tabung sampel dari jacket dengan cepat, amati apakah terbentuk awan kristal, lalu kembalikan ke dalam jacket. Langkah ini harus dilakukan dalam waktu 3 detik. Apabila awan kristal belum terbentuk sampai suhu 10 oC, pindahkan jacket dan tabung sampel ke dalam pendingin kedua, dan seterusnya dengan rentang temperatur sebagai berikut: Tabel D.1. Temperatur pendingin dan rentang temperatur sampel No Temperatur pendingin (oC) Rentang temperatur sampel (oC)
B.67.3.01
IX
1
-1 sampai 2
Sampai 10
2
-18 sampai –15
10 sampai –7
3
-35 sampai –32
-7 sampai –24
4
-52 sampai –49
-24 sampai –41
5
-69 sampai –66
-41 sampai –58
7. Titik awan adalah temperatur pada saat terbentuk awan kristal pada bagian dasar tabung sampel, dengan pendekatan temperatur sebesar 1 oC.
Gambar D.1. Peralatan uji titik awan
B.67.3.01
X
LAMPIRAN E PENGUJIAN TITIK TUANG (ASTM D 97-87) Alat : 1. Tabung sampel, berbentuk silinder, bagian dasar rata, diameter 33.5 mm, dan tinggi 115 sampai 125 mm. 2. Termometer, dengan rentang suhu High cloud and pour -38 sampai +50 oC Low cloud and pour -80 sampai +20 oC Melting point +32 sampai +127 oC 3. Cork, untuk mengatur posisi tabung sampel 4. Jacket, dari bahan metal atau gelas, kedap air, bagian dasar rata, dengan ukuran tinggi 115 mm, diameter dalam 44,2 – 45,8 mm. Jacket harus disangga dengan penyangga yang kuat untuk menghindari getaran dari cooling bath. 5. Disk, dengan tebal 6 mm, diletakkan pada dasat jacket untuk menyangga tabung sampel. 6. Gasket, bentuk cincin dengan ketebalan 5 mm, untuk memantapkan posisi tabung sampel dalam jacket. Tujuan pemasangan gasket adalah untuk mencegah tabung sampel menyentuh dinding jacket. 7. Cooling bath, untuk mendinginkan sampel. Temperatur bath dipertahankan dengan menggunakan pendingin sebagai berikut : a. Air dan es untuk temperatur 10 oC b. Es dan kristal NaCl untuk temperatur -12 oC c. Es dan kristal CaCl2 untuk temperatur -26 oC d. Aseton, metanol atau etanol yang didinginkan dengan campuran es – garam sampai -12 oC, dan dengan CO2 padat (es kering) untuk mencapai temperatur yang diinginkan (sampai – 57 oC) Prosedur 1. Masukkan sampel minyak ke dalam tabung sampel. Sebelumnya, panaskan minyak dalam water bath sehingga cukup cair untuk dituangkan ke dalam tabung sampel. Apabila sebelumnya sampel telah dipanaskan pada temperatur di atas 45 oC, maka diamkan sampel pada temperatur ruang selam 24 jam sebelum pengujian. 2. Tutup tabung sampel dengan cork (dan termometer). Posisi termometer ko-aksial dengan tabung sampel, dan termometer terendam dalam sampel, dengan kapilernya terletak 3 mm di bawah permukaan sampel. 3. Pengujian titik tuang: a. Apabila titik tuang sampel di atas -33 oC, panaskan sampel tanpa pengadukan 9 oC diatas perkiraan titik tuang, minimal sampai 45 oC, di dalam water bath yang dipertahankan pada suhu 12 oC di atas titik tuang (minimal 48 oC). Pindahkan tabung sampel ke dalam water bath yang dipertahankan pada suhu 24 oC dan mulai amati titik tuang. b. Apabila titik tuang di bawah -33 oC, panaskan sampel tanpa pengadukan sampai suhu 45 oC dalam bath yang dipertahankan pada suhu 48 oC, dan dinginkan sampai 15 oC dalam air yang dipertahankan pada suhu 6 oC. 4. Keringkan disk, gasket, dan bagian dalam jacket. Letakan disk pada dasar jacket, dan gasket di sekeliling tabung sampel sekitar 25 mm dari dasar. Masukan tabung sampel ke dalam jacket.
B.67.3.01
XI
5. Dinginkan sampel hingga terbentuk cairan kental, jaga agar sampel tidak terganggu oleh pergeseran termometer. 6. Lakukan pengamatan pada rentang suhu 3 oC. Pangamatan mulai dilakukan pada suhu 9 oC di atas perkiraan titik tuang. a. Setiap 3 oC, keluarkan tabung sampel dari dalam jacket, bersihkan uap air yang menempel pada dinding tabung, miringkan tabung dan perhatikan apakah terjadi pergerakan sampel dalam tabung. Prosedur ini harus dilakukan dalam waktu 3 detik. b. Apabila sampel tidak berhenti mengalir pada suhu 27 oC, pindahkan tabung sampel ke dalam bath yang memiliki suhu lebih rendah, dengan rentang sebagai berikut: Tabel E.1. Suhu sampel dan bath Suhu sampel (oC) +27 oC +9 oC -6 oC -24 oC -42 oC
Suhu bath (oC) 0 oC -18 oC -33 oC -51 oC -69 oC
c. Pada saat sampel dalam tabung mulai tidak mengalir, letakan tabung pada posisi horizontal selama 5 detik, dan amati dengan teliti. Apabila terjadi pergerakan sampel, kembalikan tabung ke dalam jacket, dan teruskan pengujian. 7. Lanjutkan pengujian sampai sampel dalam tabung tidak mengalami pergerakan ketika diletakan pada posisi horizontal selama 5 detik. Pada saat itu, suhu yang terbaca pada termometer merupakan titik tuang sampel.
Gambar E.2 Peralatan uji titik tuang
B.67.3.01
XII
LAMPIRAN F METODE ANALISIS STANDAR UNTUK KADAR GLISEROL TOTAL, BEBAS, DAN TERIKAT DI DALAM BIODIESEL ESTER ALKIL : METODE IODOMETRI – ASAM PERIODAT (FBI-A02-03) Definisi Dokumen Metode Analisis Standar ini menguraikan prosedur untuk menentukan kadar gliserol total, gliserol bebas, dan gliserol terikat di dalam biodiesel ester alkil. Gliserol bebas ditentukan langsung pada contoh yang dianalisis, gliserol total setelah contoh-nya disaponifikasi, dan gliserol terikat dari selisih antara gliserol total dengan gliserol bebas. Lingkup Dapat diterapkan untuk biodiesel yang berupa ester alkil (metil, etil, isopropil, dsj.) dari asamasam lemak. Peralatan 01. Buret – 50 ml, telah dikalibrasi dengan baik. 02. Pembesar meniskus yang memungkinkan pembacaan buret sampai skala 0,01 ml. 03. Labu takar 1 liter bertutup gelas. 04. Pipet-pipet volumetrik 5, 10 dan 100 ml yang sudah dikalibrasi dengan baik. 05. Gelas-gelas piala 400 ml, masing-masing dengan kaca arloji/masir untuk penutupnya. 06. Motor listrik berputaran variabel untuk pengadukan, dengan batang pengaduk gelas. 07. Gelas-gelas ukur 100 dan 1000 ml. 08. Labu-labu Erlenmeyer 250 dan 300 ml, serta kondensor berpendingin udara dengan panjang 65 cm. Labu-labu dan kondensor harus memiliki sambungan asah N/S 24/40. Reagen-reagen 1. Asam periodat (HIO4.2H2O) mutu reagen atau p. a. (lihat Catatan peringatan). 2. Natrium tiosulfat (Na2S2O3.5H2O) – mutu reagen. 3. Kalium iodida (KI) – mutu reagen. 4. Asam asetat glasial – mutu reagen, 99,5 %-b (lihat Catatan peringatan). 5. Larutan pati – dibuat seperti diuraikan dalam bagian “Larutan-larutan” dan diuji kepekaannya sebagai berikut : Masukkan 5 ml larutan pati ke dalam 100 ml akuades dan tambahkan 0,05 ml larutan 0,1 N KI yang masih segar (baru dibuat) serta satu tetes larutan khlor (dibuat dengan mengencerkan 1 ml larutan natrium hipokhlorit [NaOCl] 5 %-b, yang tersedia di perdagangan, menjadi 1000 ml). Larutan harus menjadi berwarna biru pekat dan bisa dilunturkan dengan penambahan 0,05 ml larutan natrium tiosulfat 0,1 N. 6. Khloroform (CHCl3) – mutu reagen (lihat Catatan peringatan). Uji blanko dengan asam periodat dengan dan tanpa khloroform harus tidak berbeda lebih dari 0,5 ml; jika tidak, khloroform harus diganti dengan pasokan baru. 7. Kalium dikhromat – mutu reagen. Sebelum digunakan harus digerus halus dan dikeringkan pada 105 – 110 oC sampai berberat konstan.
B.67.3.01
XIII
8. Asam khlorida (HCl) – mutu reagen, pekat, berat jenis 1,19 (lihat Catatan per-ingatan). 9. Kalium hidroksida (KOH) – pelet-pelet bermutu reagen (lihat Catatan peringatan). 10. Etanol (etil alkohol) 95 %-v – mutu reagen (lihat Catatan peringatan). Larutan-larutan 1. Larutan asam periodat. Larutkan 5,4 gram asam periodat ke dalam 100 ml akuades dan kemudian tambahkan 1900 ml asam asetat glasial. Campurkan baik-baik. Simpan larutan di dalam botol bertutup gelas yang berwarna gelap atau, jika botol berwarna terang, taruh di tempat gelap. Perhatian – Hanya botol bertutup gelas yang boleh dipakai. Tutup gabus atau karet sama sekali tak boleh dipergunakan. 2. Larutan natrium tiosulfat 0,01 N. – Dibuat dengan melarutkan 2,48 gram Na2S2O3.5H2O ke dalam akuades dan kemudian diencerkan sampai 1 liter. Larutan ini harus distandarkan sebagai berikut : Pipet 5 ml larutan kalium dikhromat standar (lihat no. 5 di bawah) ke dalam gelas piala 400 ml. Tambahkan 1 ml HCl pekat, 2 ml larutan KI (lihat no. 3 di bawah) dan aduk baik-baik dengan batang pengaduk atau pengaduk magnetik. Kemudian, biarkan tak teraduk selama 5 menit dan selanjutnya tambahkan 100 ml akuades. Titrasi dengan larutan natrium tiosulfat sambil terus diaduk, sampai warna kuning hampir hilang. Tambahkan 1 – 2 ml larutan pati dan teruskan titrasi pelahan-lahan sampai warna biru persis sirna. Maka : Normalitas lar. Na 2 S 2 O 3 =
VK 2Cr2O7 × N K 2Cr2 O7 ml lar. Na 2 S 2 O 3 yang dihabiskan pada titrasi
3. Larutan kalium iodida (KI) – dibuat dengan melarutkan 150 gram KI ke dalam akuades, disusul dengan pengenceran hingga bervolume 1 liter. Larutan ini tak boleh kena cahaya. 4. Larutan indikator pati – dibuat dengan membuat pasta homogen 10 gram pati larut (lihat Catatan no. 1) di dalam akuades dingin. Tambahkan pasta ini ke 1 liter akudes yang sedang mendidih kuat, aduk cepat-cepat selama beberapa detik dan kemudian dinginkan. Asam salisilat (1,25 g/l) boleh dibubuhkan untuk mengawetkan patinya. Jika sedang tak digunakan, larutan ini harus disimpan di dalam ruang bertemperatur 4 – 10 oC. Larutan indikator yang baru harus dibuat jika titik akhir titrasi tidak lagi tajam, atau jika larutan indikator pati gagal dalam uji kepekaan yang telah diuraikan pada no. 5 dalam bagian “Reagen-reagen”. 5. Larutan standar 0,1 N kalium dikhromat – dibuat dengan melarutkan 4,9035 gram kalium dikhromat kering dan tergerus halus ke dalam akuades di dalam labu takar 1 liter dan kemudian mengencerkannya sampai garis batas-takar pada 25 oC. 6. Larutan KOH alkoholik – dibuat dengan melarutkan 40 gram KOH dalam 1 liter etanol 95 %-v. Jika ternyata agak keruh, saring larutan sebelum digunakan. Prosedur analisis kadar gliserol total 01. Timbang 9,9 – 10,1 ± 0,01 gram contoh biodiesel ester alkil ke dalam sebuah labu Erlenmeyer. 02. Tambahkan 100 ml larutan KOH alkoholik, sambungkan labu dengan kondensor berpendingin udara dan didihkan isi labu pelahan selama 30 menit untuk mensaponifikasi ester-ester. 03. Tambahkan 91 ± 0,2 ml khloroform (lihat Catatan peringatan) dari sebuah buret ke dalam labu takar 1 liter. Kemudian tambahkan 25 ml asam asetat glasial (lihat Catatan no. 2) dengan menggunakan gelas ukur.
B.67.3.01
XIV
04. Singkirkan labu saponifikasi dari pelat pemanas atau bak kukus, bilas dinding dalam kondensor dengan sedikit akuades. Lepaskan kondensor dan pindahkan isi labu saponifikasi secara kuantitatif ke dalam labu takar pada no. 03 dengan menggunakan 500 ml akuades sebagai pembilas. 05. Tutup rapat labu takar dan kocok isinya kuat-kuat selama 30 – 60 detik. 06. Tambahkan akuades sampai ke garis batas takar, tutup lagi labu rapat-rapat dan campurkan baik-baik isinya dengan membolak-balikkan dan, sesudah dipandang tercampur intim, biarkan tenang sampai lapisan khloroform dan lapisan akuatik memisah sempurna. 07. Pipet masing-masing 6 ml larutan asam periodat ke dalam 2 atau 3 gelas piala 400 – 500 ml dan siapkan dua blanko dengan mengisi masing-masing 50 ml akuades (sebagai pengganti larutan asam periodat). 08. Pipet 100 ml lapisan akuatik yang diperoleh dalam langkah no. 06 ke dalam gelas piala berisi larutan asam periodat dan kemudian kocok gelas piala ini pelahan supaya isinya tercampur baik. Sesudahnya, tutup gelas piala dengan kaca arloji/masir dan biarkan selama 30 menit (lihat Catatan no. 2). Jika lapisan akuatik termaksud mengandung bahan tersuspensi, saring dahulu sebelum pemipetan dilakukan. 09. Tambahkan 3 ml larutan KI, campurkan dengan pengocokan pelahan dan kemudian biarkan selama sekitar 1 menit (tetapi tak boleh lebih dari 5 menit) sebelum dititrasi. Jangan tempatkan gelas piala yang isinya akan dititrasi ini di bawah cahaya terang atau terpaan langsung sinar matahari. 10. Titrasi isi gelas piala dengan larutan natrium tiosulfat yang sudah distandarkan (diketahui normalitasnya). Teruskan titrasi sampai warna coklat iodium hampir hilang. Setelah ini tercapai, tambahkan 2 ml larutan indikator pati dan teruskan titrasi sampai warna biru kompleks iodium – pati persis sirna. 11. Baca buret titran sampai ke ketelitian 0,01 ml dengan bantuan pembesar meniskus. 12. Ulangi langkah 08 s/d 11 untuk mendapatkan data duplo dan (jika mungkin) triplo. 13. Lakukan analisis blanko dengan menerapkan langkah 09 s/d 11 pada dua gelas piala berisi larutan blanko (yaitu akuades) tersebut pada no. 07. Prosedur analisis kadar gliserol bebas a. Timbang 9,9 – 10,1 ± 0,01 gram contoh biodiesel ester alkil dalam sebuah botol timbang. b. Bilas contoh ini ke dalam labu takar 1 liter dengan menggunakan 91 ± 0,2 ml khloroform (lihat Catatan peringatan) yang diukur dengan buret. c. Tambahkan kira-kira 500 ml akuades, tutup rapat labu dan kemudian kocok kuat-kuat selama 30 – 60 detik. d. Tambahkan akuades sampai ke garis batas takar, tutup lagi labu rapat-rapat dan campurkan baik-baik isinya dengan membolak-balikkan dan, sesudah dipandang tercampur intim, biarkan tenang sampai lapisan khloroform dan lapisan akuatik memisah sempurna. e. Pipet masing-masing 2 ml larutan asam periodat ke dalam 2 atau 3 gelas piala 400 – 500 ml dan siapkan dua blanko dengan mengisi masing-masing 100 ml akuades (sebagai pengganti larutan asam periodat). f. Pipet 300 ml lapisan akuatik yang diperoleh dalam langkah (d) ke dalam gelas piala berisi larutan asam periodat dan kemudian kocok gelas piala ini pelahan supaya isinya tercampur baik. Sesudahnya, tutup gelas piala dengan kaca arloji/masir dan biarkan selama 30 menit (lihat Catatan no. 2). Jika lapisan akuatik termaksud mengandung bahan tersuspensi, saring dahulu sebelum pemipetan dilakukan. g. Tambahkan 2 ml larutan KI, campurkan dengan pengocokan pelahan dan kemudian biarkan selama sekitar 1 menit (tetapi tak boleh lebih dari 5 menit) sebelum dititrasi.
B.67.3.01
XV
h.
i. j. k.
Jangan tempatkan gelas piala yang isinya akan dititrasi ini di bawah cahaya terang atau terpaan langsung sinar matahari. Titrasi isi gelas piala dengan larutan natrium tiosulfat yang sudah distandarkan (diketahui normalitasnya). Teruskan titrasi sampai warna coklat iodium hampir hilang. Setelah ini tercapai, tambahkan 2 ml larutan indikator pati dan teruskan titrasi sampai warna biru kompleks iodium – pati persis sirna. Baca buret titran sampai ke ketelitian 0,01 ml dengan bantuan pembesar meniskus. Ulangi langkah (f) s/d (i) untuk mendapatkan data duplo dan (jika mungkin) triplo. Lakukan analisis blanko dengan menerapkan langkah (g) s/d (i) pada dua gelas piala berisi larutan blanko (yaitu akuades) tersebut pada (e).
Perhitungan 1. Hitung kadar gliserol total (Gttl, %-b) dengan rumus : Gttl (%-b) =
2.302(B − C)N W
dengan : C = volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi contoh, ml. B = volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi blangko, ml. N = normalitas eksak larutan natrium tiosulfat. W= a
berat sampela × mL sampelb 900
Dari prosedur untuk total gliserol, 1 Dari prosedur untuk total gliserol, 8
b
2. Kadar gliserol bebas (Gbbs, %-b) dihitung dengan rumus yang serupa dengan di atas, tetapi menggunakan nilai-nilai yang diperoleh pada pelaksanaan prosedur analisis kadar gliserol bebas. 3. Kadar gliserol terikat (Gikt, %-b) adalah selisih antara kadar gliserol total dengan kadar gliserol bebas : Gikt = Gttl - Gbbs Catatan peringatan Asam periodat adalah oksidator dan berbahaya jika berkontak dengan bahan-bahan organik. Zat ini menimbulkan iritasi kuat dan terdekomposisi pada 130 oC. Jangan gunakan tutup gabus atau karet pada botol-botol penyimpannya. Khloroform diketahui bersifat karsinogen. Zat ini toksik jika terhisap dan memiliki daya bius. Cegah jangan sampai khloroform bertkontak dengan kulit. Manusia yang sengaja atau tak sengaja menghisap atau meneguknya secara berkepanjangan dapat mengalami kerusakan lever dan ginjal yang fatal. Zat ini tidak mudah menyala, tetapi akan terbakar juga bila terus-terusan terkena nyala api atau berada pada temperatur tinggi, serta menghasilkan fosgen (bahan kimia berbahaya) jika terpanaskan sampai temperatur dekomposisinya. Khloroform dapat bereaksi eksplosif dengan aluminium, kalium, litium, magnesium, natrium, disilan, N2O4, dan campuran natrium hidroksida dengan metanol. Angka ambang kehadirannya di udara tempat kerja adalah 10 ppm-v. Karena ini, penanganannya harus dilakukan di dalam lemari asam. Asam khlorida (HCl) pekat adalah asam kuat dan akan menyebabkan kulit terbakar. Uapnya menyebabkan peracunan jika terhirup dan terhisap serta menimbulkan iritasi kuat
B.67.3.01
XVI
pada mata dan kulit. Jas dan sarung tangan pelindung harus dipakai ketika bekerja dengan asam ini. Penanganannya disarankan dilakukan dalam lemari asam yang beroperasi dengan benar. Pada pengenceran, asam harus selalu yang ditambahkan ke air/akuades dan bukan sebaliknya. Asam asetat murni (glasial) adalah zat yang cukup toksik jika terhisap atau terminum. Zat ini menimbulkan iritasi kuat pada kulit dan jaringan tubuh. Angka ambang kehadirannya di udara tempat kerja adalah 10 ppm-v. Kalium hidroksida (KOH), seperti alkali-alkali lainnya, dapat membakar parah kulit, mata dan saluran pernafasan. Kenakan sarung tangan karet tebal dan pelindung muka untuk menangkal bahaya larutan alkali pekat. Gunakan peralatan penyingkir asap atau topeng gas untuk melindungi saluran pernafasan dari uap atau debu alkali. Pada waktu bekerja dengan bahan-bahan sangat basa seperti kalium hidroksida, tambahkan selalu pelet-pelet basa ke air/akuades dan bukan sebaliknya. Alkali bereaksi sangat eksoterm jika dicampur dengan air; persiapkan sarana untuk mengurung larutan basa kuat jika bejana pencampur sewaktu-waktu pecah/retak atau bocor akibat besarnya kalor pelarutan yang dilepaskan. Etanol (etil alkohol) adalah mudah terbakar. Lakukan pemanasan atau penguapan pelarut ini di dalam lemari asam. Catatan bernomor 1. Yang disarankan untuk digunakan adalah “pati kentang untuk iodometri”, karena pati ini menimbulkan warna biru pekat jika berada bersama ion iodonium. “Pati larut” saja tak disarankan karena bisa tak membangkitkan warna biru pekat yang konsisten ketika berkontak dengan ion iodonium. Reagen-reagen berikut diketahui cocok : “Soluble starch for iodometry”, Fisher S516-100; “Soluble potato starch, Sigma S-2630; “Soluble potato starch for iodometry”, J.T. Baker 4006-04. 2. Pada temperatur kamar, tenggang waktu antara penyiapan contoh-contoh dan pentitrasiannya tak boleh lebih dari 1,5 jam.
B.67.3.01
XVII
LAMPIRAN G MATERIAL SAFETY DATA SHEET (MSDS) 1. Chemical Safety Data: Ethanol Common synonyms
Ethyl alcohol; /4; alcohol; alcohol anhydrous; algrain; anhydrol; ethyl hydrate; Ethyl hydroxide; jaysol; tecsol; stcc 4909159; un 1170; c2h6o; mat08700; rtecs kq6300000
Formula
C2H5OH
Physical properties
PHYSICAL STATE: liquid APPEARANCE: clear COLOR: colorless PHYSICAL FORM: volatile liquid ODOR: pleasant odor MOLECULAR WEIGHT: 46.07 MOLECULAR FORMULA: C-H3-C-H2-O-H BOILING POINT: 172 F (78 C) FREEZING POINT: -179 F (-117 C) VAPOR PRESSURE: 40 mmHg @ 19 C VAPOR DENSITY (air=1): 1.59 SPECIFIC GRAVITY (water=1): 0.7893
Safe handling
Always wear safety glasses. Remove any source of ignition from the working area. Don't forget that a hot air gun, a hot plate or even a radiator may be sufficiently hot to ignite the vapour. You should not breathe in the vapour, so use a fume cupboard if available. If this is not possible, ensure that the area in which you work is very well ventilated.
Emergency
SKIN CONTACT: Remove contaminated clothing, jewelry, and shoes immediately. Wash with soap or mild detergent and large amounts of water until no evidence of chemical remains (at least 15-20 minutes). Get medical attention, if needed. EYE CONTACT: Wash eyes immediately with large amounts of water or normal saline, occasionally lifting upper and lower lids, until no
B.67.3.01
XVIII
evidence of chemical remains. Get medical attention immediately. INGESTION: Contact local poison control center or physician immediately. Never make an unconscious person vomit or drink fluids. When vomiting occurs, keep head lower than hips to help prevent aspiration. If person is unconscious, turn head to side. Get medical attention immediately.
Disposal
Trace amounts of ethanol can be flushed down a sink with a large quantity of water, unless local rules prohibit this. Larger amounts should be collected in a non-chlorinated waste solvent container for disposal.
Protective equipment
Safety glasses. If you need gloves, butyl rubber is a suitable material.
2. Chemical Safety Data: Sulfuric acid Common synonyms
Sulphuric acid, vitriol, oil of vitriol
Formula
H2SO4
Physical properties
Form: Colourless oily liquid when concentrated; colourless liquid when diluted Stability: Stable, but hygroscopic. Melting point: -2 C Water solubility: Miscible in all proportions (dissolution is very exothermic) Specific gravity: 1.84 (concentrated), close to 1 (dilute)
Principal hazards
Contact with the eyes or skin can cause serious permanent damage Concentrated solutions of acid are extremely corrosive When sulfuric acid is dissolved in water enough heat is released to make water boil
Safe
Always wear safety glasses. Do not allow the acid or a solution
B.67.3.01
XIX
handling
of it to come into contact with your skin. Concentrated sulfuric acid acid should not be diluted by inexperienced users! When diluting acid always wear eye protection, and ALWAYS add acid to water (not the reverse) slowly and with great care. Use constant stiring (sulfuric acid is much denser than water, and if you do not stir when adding acid to water, a layer of concentrated acid may form at the bottom of the beaker, creating a substantial temperature gradient where acid and water meet). Note that freshly-prepared solutions will be warm or hot, and will as a consequence be more corrosive than a cool solution.
Emergency
Eye contact: Immediately flush the eye with plenty of water. Continue for at least ten minutes and call for immediate medical help. Skin contact: Wash off with plenty of water. Remove any contaminated clothing. If the skin reddens or appears damaged, call for medical aid. If swallowed: Drink plenty of water and call for immediate medical help
Disposal
Small amounts of dilute sulfuric acid can be flushed down a sink with a large quantity of water, unless local rules prohibit this. Larger amounts should be neutralised before disposal. Concentrated acid should not be flushed down a sink.
Protective equipment
ALWAYS wear safety glasses when handling sulfuric acid or its solutions. If you need gloves, use neoprene, butyl rubber, natural rubber, polyethylene or PVC for handling solutions at concentrations of up to 70%. Use butyl rubber or polyethylene for concentrated sulfuric acid.
3. Chemical Safety Data: Potassium Hydroxide Common synonyms
Caustic potash, lye
Formula
KOH
Physical properties
Form: White semi-transparent flaky solid Stability: Stable, but hygroscopic. Absorbs carbon dioxide from
B.67.3.01
XX
the air. Melting point: 360 C Water solubility: high (dissolution is very exothermic) Specific gravity: 2.04
Principal hazards
Contact with the eyes can cause serious long-term damage The solid and its solutions are corrosive Significant heat is released when potassium hydroxide dissolves in water
Safe handling
Always wear safety glasses. Do not allow solid or solution to come into contact with your skin. When preparing solutions swirl the liquid constantly to prevent "hot spots" developing.
Emergency
Eye contact: Immediately flush the eye with plenty of water. Continue for at least ten minutes and call for immediate medical help. Skin contact: Wash off with plenty of water. Remove any contaminated clothing. If the skin reddens or appears damaged, call for medical aid. If swallowed: Drink plenty of water and call for immediate medical help
Disposal
Small amounts of dilute potassium hydroxide can be flushed down a sink with a large quantity of water, unless local rules prohibit this. Larger amounts should be neutralised before disposal.
Protective equipment
ALWAYS wear safety glasses when handling potassium hydroxide or its solutions. If you need gloves, neoprene, nitrile or natural rubber are suitable for handling solutions at concentrations of up to 70%
(Sumber : http://ptcl.chem.ox.ac.uk/~hmc/hsci/chemicals/hsci_chemicals_list.html)
B.67.3.01
XXI
LAMPIRAN H CONTOH PERHITUNGAN 1. Perhitungan Angka Penyabunan Berat minyak RBDPO
= 4,605gram
Normalitas HCl
= 0,485 N
Volume titrasi blanko
= 50,9 mL
Volume titrasi sampel
= 22,2 mL
Angka penyabunan (As)
2. Perhitungan Jumlah Alkohol Jumlah total etanol yang akan digunakan pada setiap run bervariasi antara 1,5 hingga 2,5 kali stoikiometri. Jumlah volume etanol yang dipakai dalam setiap tahap dihitung dengan menggunakan rumus: Jumlah volume etanol
Perhitungan ini menampilkan kasus etanol yang dipakai adalah 2 kali stoikiometri dengan massa CPO 200,01 gram:
Pada tempuhan 1 hingga 9 yang merupakan teranseterifikasi dua tahap, volume etanol yang digunakan di setiap tempuhan dibagi dua dengan masing masing 80% volume dan 20% volume.
3. Perhitungan Jumlah KOH Jumlah KOH yang digunakan untuk setiap produksi biodiesel adalah 2% massa minyak mentah yang digunakan sebagai bahan mentah. Jumlah minyak
B.67.3.01
XXII
mentah yang digunakan di setiap tempuhan berkisar di antara 200 gram, sehingga jumlah katalis yang digunakan adalah sekitar 4 gram.
4. Perhitungan Persen Gliserol Bebas dan Total Gliserol total merupakan salah satu spesifikasi yang ditentukan dalam biodiesel. Gliserol total dapat menunjukkan nilai konversi minyak mentah menjadi biodiesel.
Kadar Gliserol bebas. Massa biodiesel
= 9,9 gram
N tiosulfat
= 0,0145 N
Volume titrasi blanko
= 12,8 mL
Volume titrasi sampel
= 12,4 mL
W=
300 × 9,903 = 3,301 900 2,302 × (18,05 − 15,4) × 0,01036 = 0,019 3,301
%Gbebas =
Kadar Gliserol Total. Massa biodiesel
= 9,924 gram
N tiosulfat
= 0,135 N
Volume titrasi blanko
= 46,2 mL
Volume titrasi sampel
= 44,35 mL
W=
50 × 9,924 = 0,5513 900
%Gtotal =
2,302 × (46,2 − 44,35) × 0,096 = 0,74 0,5513
5. Perhitungan Persen Gliserol Terikat Jumlah gliserol terikat merupakan selisih antara jumlah gliserol total yang terkandung didalam biodiesel dengan jumlah gliserol bebasnya.
B.67.3.01
XXIII
%Gterikat = %Gtotal – %Gbebas = 0,74 – 0,019 = 0,721
6. Perhitungan Angka Asam Volume titrasi
= 0,3 ml
Normalitas KOH-etanol = 0,0972 N Berat biodiesel Angka Asam (Aa) =
B.67.3.01
= 19,97 gram 56,1.V .N = 0,08 mg KOH g biodiesel m
XXIV
B.67.3.01
BEBAS RUN I RUN II RUN III RUN IV RUN V RUN VI RUN VII RUN VIII RUN IX
DETAIL RUN RUN I RUN II RUN III RUN IV RUN V VI VII VIII IX
100 100 100 100 100 100 100 100 100
200.019 200.11 200.079 200.3 200.3 200.112 200.321 200.103 200.04
BERAT SAMPEL
CPO (gr)
BLANKO 12.8 12.8 12.8 12.8 12.8 12.8 12.8 12.8 12.8
ALKOHOL (ml) 80 60 80 60 100 60 100 80 100
1. Hasil Transesterifikasi Tahap I (Trans I)
HASIL TITRASI SAMPEL
KATALIS (gr)
12.4 12.6 12.5 12.6 12.5 12.7 12.6 12.2 12.25
4 4 4 4 4 4 4 4 4
sampel/blanko 0.969 0.984 0.977 0.984 0.977 0.992 0.984 0.953 0.957
WAKTU (JAM) 2x2 2x2 2X1 2X1 2X1 2X3 2X3 2X3 2X2
HASIL ANTARA
LAMPIRAN I
9.9 9.917 10.094 10.1 9.921 9.96 10.01 10.01 9.983
BERAT BIODIESEL
W 1.1000 1.1019 1.1216 1.1222 1.1023 1.1067 1.1122 1.1122 1.1092
XXV
G BBS (%) 0.0132 0.0066 0.0097 0.0065 0.0099 0.0033 0.0065 0.0196 0.0180
BERAT SAMPEL 50 50 50 50 50 50 50 50 50
BLANKO 36 36 36 36 36 36 36 36 36
B.67.3.01
DETAIL RUN RUN O RUN A RUN B RUN C RUN D RUN E RUN F RUN G RUN H
200.1 200.1 200.2 200 200 199.98 200.03 200.04 200
CPO (gr)
ALKOHOL (ml) 100 100 100 80 80 80 60 60 60
HASIL TITRASI SAMPEL
KATALIS (gr)
2. Hasil Transesterifikasi Tahap II (Trans II)
TOTAL RUN I RUN II RUN III RUN IV RUN V RUN VI RUN VII RUN VIII RUN IX
4 4 4 4 4 4 4 4 4
WAKTU (JAM) 4 5 6 5 6 4 4 6 5
29 28.9 28.95 27.9 29.1 28.8 28.75 28.7 30.15
sampel/blanko 0.806 0.803 0.804 0.775 0.808 0.800 0.799 0.797 0.838
BERAT BIODIESEL 10.03 10.06 10.04 9.989 9.989 10.1 9.98 9.989 9.989
W 0.5572 0.5589 0.5578 0.5549 0.5549 0.5611 0.5544 0.5549 0.5549
XXVI
G TOTAL (%) 0.4569 0.4621 0.4597 0.5309 0.4522 0.4667 0.4756 0.4784 0.3834
BERAT SAMPEL
BERAT SAMPEL
50 50 50 50 50 50 50 50 50
100 100 100 100 100 100 100 100 100
BLANKO
BLANKO
B.67.3.01
Nilai Angka Penyabunan Minyak
4. Nilai Angka Penyabunan
Nilai Angka Asam Biodiesel
3. Nilai Angka Asam
TOTAL RUN O RUN A RUN B RUN C RUN D RUN E RUN F RUN G RUN H
BEBAS RUN O RUN A RUN B RUN C RUN D RUN E RUN F RUN G RUN H
40 40 40 40 40 56 56 56 56
13 13 13 13 13 13 13 13 13
35.6 36.8 36.7 36.8 36.9 41 42.36 42.65 42
12.5 12.4 12.5 12.6 12.5 12.7 12.6 12.2 12.25
= 188,9 mg KOH/g minyak
= 0,08 mg KOH/g biodiesel
HASIL TITRASI SAMPEL
HASIL TITRASI SAMPEL
10.01 10.02 10.011 10.015 10.058 10.1 9.98 9.989 9.989
BERAT BIODIESEL
10.01 9.997 10.024 10.012 9.988 9.967 9.987 10.01 10.081
BERAT BIODIESEL
G TOTAL (%) 0.2878 0.2091 0.2158 0.2092 0.2018 0.9723 0.8948 0.8750 0.9176
G BBS (%) 0.0165 0.0198 0.0162 0.0130 0.0165 0.0099 0.0131 0.0262 0.0246
XXVII
= 188 mg KOH/g minyak
W 0.5561 0.5567 0.5562 0.5564 0.5588 0.5611 0.5544 0.5549 0.5549
W 1.1000 1.1019 1.1216 1.1222 1.1023 1.1067 1.1122 1.1122 1.1092
Nilai Angka Penyabunan Biodiesel
sampel/blanko 0.890 0.920 0.918 0.920 0.923 0.732 0.756 0.762 0.750
sampel/blanko 0.969 0.984 0.977 0.984 0.977 0.992 0.984 0.953 0.957