DAFTAR ISI
ISSN t1907-1736
al-AdYaN Jurnal Studi Lintas Agama Vol. VII, No.2, ]uli-Desember 2012 '-Gototo,
fenjrunti
Agama Sebagai Perekat Sosial Pada Masyarakat
Multikultural Shonhaji, [1/ Dampak Konversi Agama Terhadap Sikap dan Tingkah laku Keagamaan Individu Syaiful Hamal\ [2lJ Kekerasan Atas Nama Agama (Reinterpretasi dan Kontekstualisasi Jihad darl Am, Ma'ruf nahi Munkar)
Ahmad Mutaqin
[a
{
Akulturasi Agama Hindu di Indonesia Muslimin [59J Sekularisasi Di Indonesia Dan lmplikasinya Terhadap Konsep Kenegaraan Suhandi[71J
Tasawuf, Ilmu Kalam, Dan Filsafat Islam (Suatu Tinjauan Sejarah Tentang Hubungan Ketiganya) Ancli EkaPutra [9lJ Geliat Islam Di Negeri Ginseng (Korea Selatan) Nurhasanah Leni [103]
CATATAN PENVUNTING Alhamdulillah v,a syukru lillah atas Izin-Nya Jurnal clAdYaN edisi ini dapat hadir kembali memenuhi dunia ilmiah dalam rangka implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi dan memenr.rhi harapan para pembaca untuk menampilkan berbagai macam informasi dan kajian ilmiah. Edisi ini mengangkat tema Kajian keagaaman ditinjau dari sudut Sosiologi, dalam hal ini Agama diskripsikan(digambarkan apa adanya dalam volume ke tujuli dari.iunral ini. Pada edisi ini, menampilkan Tujuh atikel yang cukup signifikan untuk mendapat gambaran bagaimana kajian keagaaman ditinjau dari sudut pandang Sosiologi. Sebagai pe rnbuka mengawali edisi ini Shon Haji mengambarkan kemajemukan )'ang di miliki Indonesia dapat di pererat melalui jalur agama. selanjutnva Slaiful Hamali menggambarkan bagaimanakah dan-rpak konversi yang dilakukan seorang penganut agama lain terhadap sikap kepribadian dan keagaman seorang y'ang melakukan konversi agama Ahmad Muttaqien moncoba mendeskripasikan fenomena kekerasan atas nama agama dengan melakukan reinterpretasi terhadap ayat-a,vat y'ang mengandung ajaran untuk melakukan kekerasan atas nalna agama, Selanjutnl,a N{uslimin menggambarkan bentuk-bentuk akulturasi agama Hindu di Indonesia dimana didalamnya dibahasa tentang landasan-landasan teologis bagi umat Hindu dalam melakukan interaksi sesanla umat manusia sehingga terwujudlah kebudayaan FIindu menjadi budaya Indonesia. Berikutnva Suhandi memberikkan gambaran tentang pola kehidupan sekuler yang berkembang di Indonesia berikut implikasinya terhadap kehidupan bernegara di Indonesia. Selanjutnva Andi Eka Putra rvaiaupun tulisannya diluar tema 1,ang diangkat dalam jurnal Edisi kali ini namun tim melihat bahwa tulisannya ini cr,rkup manarik untuk dimuat. dimana dalarn tulisan ini penulis mencoba menarik benang merah antara Tasau.uf, Ilmu Kalam dan Filsafat Islam Selanjutnya Nurhasah Leni mencoba menggambarkan Kehidupan social keberagamaan umat Islam di Negeri Ginseng dimana umat Islam dinegera tersebut sebagai minoritas namun memiliki perkembangan yang
cukup signifikan dalam penyebaran agama Islam
di
neg
gingsen tersebut.
Demikian beberapa topic menarik yang dapat disajil pada edisi ini, semoga menjadi R,ahana kita dalam menamt wawasan dan sebagai sarana menyalurkan ide-ide kreatif dal pengembangan akademik IAN Raden Intan Lampung dan kept para penulis dir-rcapkan terimakasih atas sumbangan wa\\,asan ( pemikirannl,a. Dan kepada para pembaca Jurnal ttl-AdY, diucapkan selamat membaca I
Shonhaii, Agama Sebagai Perekat
..
AGAMA SEBAGAI PEREKAT SOCIAL PADA MASYARAKAT MULTIKULTURAL Oleh: Shonhaji Abstrak Agnmn nrcntpnknn ienomenn unit,ersrtl yang selalu nrcleknt Ttadn diri ntannsia, knre.nnnyn l
pilra ttlilt, bmlc pnrn teolog, psrli.olog, nntropolog nnltputl sosiolog. Seirhg dengnn dilakuknn oleh
perkenthnngon knitnn ngann, telnlt hnnynlc de.fimsr a1lnul ynng rlil<ede.pnnknn pnrn teoritisl atarua nalflLLn di nntora merekn tidnk ndn kesepnkntnn, Kerngnrnnn definisi l1lttto tergnnhLng dnri stLfutt nlann paro teoritisi n'Lemnndnng agnln.'l'eolog nrclilmt agamn sebngLti sepernng]
Kata kunci : Peran agama, Nlultikultural.
Al-AdYaNNol
Vl
l, N0 2/Juli-Desember/201 2
Shonhaji, Agama Sebagal perekat
Pendahuluan. Agama rnerupakan fenomena unir,,ersal manusia.l selama ini belum pernah ada laporan penelitian clan kajian yang menl,atakan bahwa acla sebuah masyarakat yang tidak mempunyai konsep tentang agama, termasuk Indonesia yang multikultural. Meskipun perubahan sosial telah mengubah orientasi dan makna agama, namun hal itu sampai pada meniadakan eksistensi agama. Sehingga kajian tentang agama selalu akan terus berkembang dan tetap menjadi sebuah kajian penting selring dengan perkembangan ilmu pengetai-ruan Karena sifat uni'ersalitas agama dalam rnasvarakat, maka kajian tentang masvarakat tidak akan lengkap tanpa melihat agarrra scbagai salal-r satu faktornva.2 Komunitas umat agama-agama di dunia meyakini bah*,a agama yang dipeluknya merniliki fungsi penting dalam kehidupan. Di antara fr-rngsi utama agama adalah rnemandu kehidupan manusia agar memperoleh keselamatan di dunia dan kebahagiaan sesudah kematian. Mereka meYakini bahwa agamanya mengajarkan kedarnaian dan kasih sa\/ang terhadap sesama manusla, sesama makhkuk Tuhan,3 Perbincangan tentang agama atau keyakinan dan masyarakat memang tidak akan pernah selesai, seiring dengan perkembangan maS\ra12ftat itu sendiri. Baik secara teologis, sosiologis maupun antropologis, agama dapat clipandang sebagai instrumet untuk *"*uhurri clunia Dalam konteks itu, hampir-hampir tidak ada kesulitan bagi agama untuk menerima premis tersebut. Secara teologis hal 'l<arya Karen Anrtrong ,,The History of God,,
setidaknya
rnernbuktikan betapa agama nrerupakan sebuah fenomena universal manusia.
-Jarnhari Ma'ruf, Pendekcttrn Anrroporetgi DoIam Kajian lsram,
Artikel Pilihan Direktorat Perguruan Tinggi Agama lslam Departemen Agama RI. www,diperlis,net
'Abdul Munir Mulkan, ,,Dilema l\lanusia Dengan Diri dan Tuhan,,. Kata Pengantar dalam Th. Sumartana (ed). pluralis, KonJtik dan pencliclikd, Agama di lndonesia. (Yoglakarra: pustaka pela-iar.200 I Al-AdYaNNot Vil, N0 2/Juti-Desember/2012 2
Shonhaji, Agama Sebagai Perekat..
itu
dikarenakan oleh watak omnipresent agana. Yaitu, agama, baik melalui simbol-simbol atau nilai-nilai ),ang dikandungn).a "hadir di mana-rnarta" , ikut mempengaruhi, bahkan mampu mernbentuk struktur sosial, buda1,a, ekonomia, dan politik serta kebijakan publik. Dengan ciri demikian dipaharni bahwa di mana pun suatu agama berada, ia diharapkan mampu rnemberi panduan nilai bagi seluruh kehidipan manusia, baik ),-ang bersifat sosial, budaya, ekonomi rnaupun politik, Sementara itu dalam pandangan teori struktural fungsional, masvarakat dipahami sebagai sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen-elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan, perubahan yang terjadi pada satu bagian akan membar,r.a perubahan pula pada bagian -yang lain.s lnc-lonesia rnerupakan negara,vang penduduknva hiterogen dan bersifat multidimensional. Pluralitas clalarn budava, terutarna oleh perbedaan suku, agama bahasa merupakan karakteristik ),ang dimiliki bangsa Indonesia. Kemajemukan itu antara lain disebabkan oleh perbedaan suku, status sosi.al, pengelompokan organisasi politik dan agama.
N{enurut
Koentjoroningrat, pengamatan Pemerintah lndonesia membagi suku bangsa yang acla di Indonesia menjadi tiga golongan yaitu: 1) suku bangsa yang
mempunyai daerah asal dalam rvilavah Indonesia 2) golongan keturunan asing ,vang ticlak merrrpunyai wilayah asal clalarn wilay,ah Indonesia karena daerah asal mereka terletak di luar negeri dan 3) mas,varakat terasing, yaitu uWeber rnisalnya telah mernbuktikan bagairnana
agama
merxpensaruhi sistern ekonomi kapitalis, melalui l<arya monumentalnya " The Protentant etic" 5Asum.si dasarnya adalah bahwa setiap struktur dalarn sistem sosial. fungsional terhadap ,vang lain. Sebaliknya l
Ritzer, Sosiologi llmu Pengelahuan Berparadigma Ganda, (Jakarta:PT, RajaCrafindo Persada.2004), Cet. 5, hlm. 2l Al-AdYaNNol Vll, N0 2/Juli-Desember/2012 3
Shonhali, Agama Sebagai Perekat .
..
kelompok masvarakat yang dianggap sebagai penduduk ,vang l-ridup dalam tahap kebudayaan sederhana yang biasanva tinggai di lingkungan terisolasi. Dari sisi agama, indonesia mengakui lima agarma besar di dunia, di samping masil-r banyak terdapat agama suku.6 Dalam konteks bahasa
daerah dan susunan masyarakat, terdapat tidak kurang dari 366 suku yang mendiami wilayah lndonesia 7 I(eragaman suku vang ciimiliki bangsa lndor-resia membuat kehidupan kemasvarakatan terlihat dinamis, Ha1 ini dimungkinkan karena Indonesia merupakan negara terbuka yang ticlak membatasi satu wilayah dengan suku tertentu. Setiap orang dari suku dan daerah mana pun bebas menempati u,rlar,al-r sepanjang mengikuti aturan-aturan,vang berlaku. Dalam perspektif teori sh.uktural fur-rgsional, agama dipand;rng sebagai sumber tata nilai )'ang menjardi sanclaran manusia dan masyarakat dalan-r berprilaku pacla kehidupan bermasvarakat. Sernentara itu dalan-r perpektif antropologis-sosiologis, agama jrgu ditengarai sebagai procluk rnanusia dan masvarakat sebagaimana buc1al.a. Bahkan agama daiam panclangan antropologis clianggap sebagai bagian dari budaya. Jika agama merupakan bagian dari budava, maka permasalahan ),ang rnuncul aclalah apakah agalna masih memiliki perarl rlalam mempersatukan berbagai kelompok etnis, sementara masing-masir-rg etnik memiliki kultur dan adat istradat berbeda yang oleh penganutnva dianggap rnemrliki kebenaran rnutlak. Bahkan masing-masing etnrk memiliki kecenderul-rgan etnosentris, yang memanclang budavanya sendiri sebagai superior dan menganggap kuitur etnik Iainnva sebagai in{erior, Karena pentingnya sebuah keserasian sosial
dalam kekehidupan bermasvarakat ),ang multikultural, 6l(oentjararrin (Jal<ar1a;
grat,
lvf asaloh
Kesukubangsuan clqn /nlegrasi I'dsiona/
Ul Press, 1993), hlrn. l2-.l9.
'soer,jono Soekanto, SosirLlogi Suatu Penganlar. ( .lakarla: Craflndo Persada,2003). hlnr 40
Al-AdYaN/Vol Vll, N0 2/Juli-Desember/2}1 2
Shonhaii, Agama Sebagal Perekat
karva tulis ),ang diberi tema "Agama Sebagai Perekat Sosial" ini dirnaksudkan untuk tnenelusuri sejauhmana a6lama memiliki peran dalam mewujudkan keserasian sosial dalam kehidupan masyarakat multikultural' Dalam karya penelusuran, akan dicoba digali berbagai upaya dilakukan para pakar, baik para teolog, psikolog, sosiolog maupun antropolog dalam rekonstruksi terhadap konsep agama. Dan )'ang terpenting dalr ttu semua, melalui pendekatan teori struktural fungsional akan melihat lebih dekat sejauhmana agama memiliki peran penting dalam
mervujudkan keserasian sosial pada masyarakat multikultural )'ang berbeda secara etnis, adat istiadat maupun budaya. Agama dalam Berbagai Perspektif
Agama merupakan fenomena universal yang selalu melekat pada diri ntanusia, karenanva kajian tentang agama selalu akan terus berkembang dan tetap menjadi sebuah kajian penting seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Penelitiann tentang agama telah banvak diiakukan oleh para ah1i, baik Para teolog, psikolog, antropolog maupun sosiolog. Seiring clengan perkembangan kajian agama, telah bany ak definisi agama yang dikeclepankan para teoritisi agama namu11 di antara mereka tidak ada kesepakatan. Keragaman definisi agama tergantung dari sudut mana para teoritisi memandar-rg agama. Teolog melihat agama sebagai seperangkat aturan "Tuhan" semenatara bagi para psikolog, -v.ang clatang dari antropolog dan sosiolog melihat agama sebagai ekspresi manusia dalam rnerespon terhadap permasalahan kehidupan yang melingkupi. Berbagai upaya penelusuran At-AdYaNNol Vll, N0
2/Juli'Desember/2012
5
Shonhaji, Agama Sebagai Perekat...
.
terhadap makna dan definisi agama telah banyak dilakukan oleh para pakar, uraian berikut coba dipaparkan beberapa upaya climaksud. Dalam perspektif teologis agama dimaknai sebagai seperangkat ajaran )-ang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya, manusia satu dengan manusia lainnya, dan antara rnanusia dengan alam
lingkungannya. Melton Yinger mendefinisikan agama sebagai suafu "sistem keyakinan clan praktek yang
digunakan oleh sekelompok masyarakat dalam berhadapan dengan problern-problem ultimate kehidupan manusia, n'rasalah terakhir dari kehidupan ini. Agama rnerupakan suatu penolakan untuk menverah kepada kematian dan pasrah di hadapan frustasi.s Atau istilah 1ain, agama merupakan sistem kepercayaan dan peribadatan yang digunakan oleh berbagai bangsa dalam perjuangan mereka dalam mengatasi persoalan-persoalan tertinggi dalam kehidupan manusia.e Dunlop punya pendirian senada, ia melihat bahwa agama rnerupakan sarana terakhir yang sanggup menolong manusia bilamana instansi lainnva gagal tak berdaya. Ia merumuskan agama sebagai "suatu institusi atau bentuk kebudayaan yang menjalankan fungsi pengabdian kepada umat manusia untuk mana tidak tersedia institusi lain atau yang penanganannva tidak cukup dipersiapkan oleh lembaga 1ain.10 Sernentara itu clalam perpektif psikologis, agama dipahami sebagai penyakit mental. Nlenurut Sigmund Freud agama merupakan neoris obsesional universal manusia; seperti neurosis obsesionai anak-anak, dia muncul
6
Al-AdYaNNol Vil, N0.AJuti-Desember/2012
Shonhaji, Agama Sebagai Perekat
dari Oedipus Compleks dari relasinya dengan al ah'11 Agama dengan demikian hanya dianggap sebagai kepercayaan dan ajaran yang cocok untuk bangsa manusia cli masa kanak-kanak. Ketika rnanusia masuk dalam kehidupan dewasa, ia harus membuang agama dan menggantinl'a dengan bentuk-bentuk pemikiran yang sesuai clengan masa dewasa.l2 Agama di mata Freud diar-rggap sebagai akibat dari adanya dorongan nafsu seksual' Lebih jauh, Robert
I-olvie, mendefinisikan agama sebagai suatu
resPol-t
terhadap fenomena abnormal, suatu perasaan takjub dan terpesona )/ang bersumber pada )'ang supertratural, suatu yang luar biasa, keanehan sakral, )'allg suci, dan Tuhan' Agama disejajarkan dengan bangkitn-va rasa hormat, manifestasi yang luar biasa dari yang realitas'13 Dari sudut pandang subl'ektif psikologis, William James menclenisikan agama sebagai "segaia Perasaan, prilaku dan pengalaman manusia individu dalam kesunyiannl,a, sejauh mereka memahami dirinya sendiri berada dalam kaitan dengan segala aPa vang dianggap sebagai Tuhan.la Lebih jauh, Feuerbach melihat aganla sebagai bentuk yang paling ar,val dan tidak langsung diri manusia.l5 'Llvlorris. Op Cit., Hlrn,200 r2Daniel L, Pals, Seven Theori
of Religion Dari Anintisme E B' fylor, Moterialisnte Karl l\"lttrx Hingga Antropologi Budayo Geertz, (Yogakarta. Penerbit Qalam,200l), hlm. 123 rt Morris. Op Cit., hlrn. I75 'olbid, h1m.111. James, The Varieties
of
ReLigiotts Experience,
London, Fontana : 1971). hlm.50 l5Nlenrutnya mula-mula, manusia melihat siiatnya seolah-olah di luar dirinya sebelurn dia menekannya dalam dirinl'a sendiri, Sifat kediriannya direnungkan sendiri sebagai sesuatu yang lain. Agama dengan demikian adalah kondisi manusia yang l<ekanak-kanakan; tetapi anal< itu melihat sifatnya manusia - di luar dirinya sendiri ... 'Ada' ketuhanan yang tidak lain dari manusia itu sendiri, atau lebih tepatnya rrurni tabiat manusia, terbebas dari batasan-batasan individu manusia, membuat tujuan-tujuan-yakni direnirngkan dan dipuja sebagai yang lain, sebagai 'Ada' yang khas Lihat, lbid, hlm' 21, 7 Al-AdYaNNol Vll, N0 2/Juli-Desember/2012
Shonhaji, Agama Sebagai Perekat.
Dalam pandangan antropologis, agama rnerupakan sebuah ekspresi manusia di dalam tanggapannya terhaclap ,vang supernatural, E.B. Tylor
memberikan definisi minimum agama sebagai kepercayaan terhadap makhluk-makhluk spirifual.to N4enurutnva, yang menjadi karakteristik agama adalah kepercaavaan pada roh yang bcrfikir, bertindak, dan merasa seperti marrusia. Esensinva adalah animisrne, kcpercayaan pada kekuatan pribadi ),ang l'ridup di balik semua benda. Definisi demikiaan secara umum mendapati agama menverupai rnagi. Meski Frazer merasa puas clengan ciefrnisi ].ang disampaikan IJ.B,Ty,l61, tetarpi ia lebih tertarik dengarr perbedaan dari pada persarnaan agama r-iengan rr-ragr.
Baginya hal yang menarik dari agama adalah ;ustru penolakan agama pada prinsip-prinsip magi.iT \leski mendapat dukungan dari Frazer, defrnisi Tvlor bukannva dapat terlepas clari kritikan. Kritikan dilontarkan karena definisi yang diungkapkan Tvlor berimplikasr bahrva sasaran sikap keagamaan selalu berupa r,r.ujud personal, padahal bukti antropologik menunjukkan bahw,a n,ujud spiritual pun sering dipahami sebagai kekuatan impersonal. Radcliffe-Bro\ rn menaw,arkan definisi ),ang dianggap menutupi kekurangan dimaksud. IVlenurutnva, agama merupakan ekspresi suatu bentuk ketergantungan pada kekuatan di luar diri kita sendiri, vakni kekuatan ).a1tg dapat kita katakan sebagai kekuatan spiritual atau kekuatan moral.18 Dengan pendapat ini dia rnendekati perpektif sisiologis Dhurkl-reim cla1am menclefinisikan agarrra. Citford Geertz merneperluas perspektif bahrt,a agama pada Lihat juga L. Feuerbach,'l'he Essence o.f Christianin. 1957) alih bahasa Ceorge Ellot, hlm.l3-14
( Ne* york.
r6Mariasusai
llarper.
Dtavanrony. Fen om e nol og i A go nt a.( Jogiakarta, l(arrisir-rs:1995). hlm.66, Lihat juga E B. Ti,lor, primirif Culture.l,hlm 424425, Lihat juga dalam. L, Pals. Op. Cit., hlrn 4 i rTDaniel L. Pals, Op. Cit, Hlnr 62 '* Beny, op.Cit. hlm.34
8
Al-AdYaNNol Vll, N0.2/Juli-Desember/2012
Shonhaji, Agarna Sebagai Perekat .
.
dasarnya merupakan suatu sistem kultural yang memeberikan makna c1a1am eksistensi manusia. Menurutnya " agarna adalah suatu sistem simbol )'ang berfungsi untuk mengukuhkan suasana hati dan motivasi yang kuat, mendalatn dan tak kunjung padam dalam diri manusia dengan memformulasikan konsepsi tentang tatanan umum eksistensi dan membungkus konsepsi itu dengan aura aktualitas yang bagi perasaan dan moiivasi nampak realitas.re Sebagar sistem simbol, agama memilkiki peran membuat orang merasakan sesuatu dan juga ingin melakukan sesuatu dalam tneraih tujuan dengan dibimbing oleh serarrgkaian nilai ,vang mereka anggap baik dan benar. Dari clefinisi it-ti, Geertz ingin mcn-vatakan bahr,va agama merupakan sebuah sistem budava. Dalarn perpektif sosiologis agarrla merupakan pruduk manusia dalam hubungannya dengan kehidupan bermasyarakat. Dhurkheim memandang agama tidak sekedar gagasan tentang Tuhan dan Roh, dia menekankan ciri kolektif atau sosial. Menurutnya, agama merupakan sekumpulan ket,akinan dan praktek yang berkaitan dengan sesuatu yang sakral, yakni sesuatu yang disisihkan dan terlarang-ker,'akinan dan praktek-praktek,vang menyatukan satu komunitas moral tunggal-mereka semua yang tunc-luk kepadan-va.20
Merchea Elliade mencoba rnengkombinasikan definisi agama yang dikemukakan Otto dan Durkheim. Dari Otto, dia melihat agama pada prinsipnl'a sebagai pengalaman spiritual (nurninous) atas )'ang iain ( the other), tetapi dia mengadopsi terminologi Durkheim dalam
'eMorris, Op.Cit.,
Culture, London, lbid, hlm.36
hlm 393, C.
I-lutchinson
:
Geerth, The
Interpretations of
1975), hlm 90, Bandingkan dengan Betty,
20Monis, Op.Cit, Hlm 140, Durkheim, The Elementary Fornt of The Religions Lr&,(London. Allen & Unwin:1964b. hlm.47 Al-AdYaNNol Vll, N0 2/Juli-Desember/2012 9
Shonhaji, Agama Sebagai perekat
...
mengirubungkan agama dengan ,vang sakral, yakni suatu wilavah yang berlawanan dengan i,an; profan.zi Uraian di atas menggambarkan betapa para teoritisi tidak pernah sepakat tentang defi^isi agama. Perbedaan definisi ),ang dilontarkan para teoritisi merupakan sebuah ke',n'ajaran, hal dernikian dimungkinkan kerena perbedaan sudut pandang para teoritisi, Meski demikian, dari penelusuran definisi agama yang diungkapkan para teoritisi sebagaimana cliglmbarkan dl atas, pada dasarnya mereka sepakat bahr.t,a yang menjacli inti dari agama adalah adanya kepercayaan terhiap vang supranatural dan adanya seperangkat aturan, tata nilai dan norffra-norma vang mengatur hubungan dengan realitas mutlak dan antar sesarna manusia cian hubur.[r.r clengan lingkungan alam sekitan-rya.
Hanya saja para teolog memandang bahwa sistem kepercayaan dan seperangkat aturan yang berbentuk norma-norma serta nilai-nilai scmuanya datang dari yang
mutlak sementara bagi para psikolog, ,oiiolug clan antropolog menganggap seperangkap sistem kepercal,aan dan peribadatan dimaksud *"rrpukun pruduk manusia dari hubungannya dengan dirinya sendiri maupun iingkungan masvarakat dan alam sekitarnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa agama adalah sistem kepercayaan dan atau seperangkat aturan yang berupa nilai-nilai dan norma-norma yang mengatur t"nlarpu,., manusia dalam berprilaku baik yang menyangkut 'dengan hubungan dirinya clenga, ,,Tuhan,, -"r,rp.r., masyarakat dan alam sekitarnya. Diskursus akademik sebagaimana digambarkan di atas semakin menyaclarkan kita lahu,a bariiy'ak faktor ,vang mempengaruhi pendefinrsiaan agama, karenanya wajar jika definisi agama yang terpaparki duru,.., berbagai literatur terkesan bias akader is. Karena rtu, hema t saya ltlbid. 10
hhn.22o
Al-AdYaNNot
Vl
t, N0 2/Juli_Desember/2T1
2
Shonhaji, Agama Sebagai Perekat.....
lalam konteks Islam
secara konseptual hendaknya
likembalikan pacia istilah al Din sebagaimana aslinya. >ebab kata al Din rnerupakan kata netral dan berlaku pada rgama mana pun. Menurut pengamatan Prof. Dadang kata tl Din merujuk pada nama agama yang bersifat umum, idak clitujukan kepada salah satu agama, ia adalah nama rntuk setiap kepercavaan yang ada di dunia ini.22 Terlepas dari perbedaan definisi yang dilontarkan rara teoritisi sebagaimana tergambar di atas yang pasti lisepakati adalah bahwa agama bagaimana pun memiliki
dan fungsi dalam kehidupan manusia baik secara ndividual maupun sosial.
)er=an
Peran Agama pada Masyarakat Multikultural. Secala horizontal, struktur masvarakat Indonesra rleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial rerdasarkan perbedaan-perbedaan suku bangsa, agama, rdat istiadat serta perbedaan-perbeclaan kedaerahan. Secara
u'ertikal struktur masvarakat Indonesia ditantlai oleh ldanya perbedaan-perbedaan vertikal, antara lapisan atas lan lapisan ban.ah yang cukup tajarn. Perbedaancerbedaan agama, adat istiadat dan kedaerahan sering kali
lisebut sebagai masyarakat majemuk,
plural ;ocieties23demikian tentu saja merupakan modal sosial dan ;ekaligus juga potensial pada terjadinya konJlik sosial,yang cukan saja dapat mengganggu keserasian sosial tetapi lebih lari itu akan mengakibatkan disir-rtegrasi sosial ,vang lebih luas.
Menurut Garna, berbicara tentang rnasyarakat n-rajemuk, paling tidak terkait dengan dua konsep, yaitu;
t'Dadang Kahmad, Loc Cit.
rrFurnivall rnengkategorikan masyarakat Indonesia masyaral
terdiri dari
sebagai beberapa
:lemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa adanya pentbauran atau satu sama lain li dalam satu kesatuan politikFurnivall. Netherlands lndia , A Srudi of Plural Econony, ( Cambridges:Universty Press, 1967). hlrr. 446-469.
Al-AdYaNNol.Vll, N0
2/Juli-Desember/2012
7L
Shonhaji, Agama Sebagai Perekat .
.
....1). keragaman etnik adalah suatu keadaan yang mampu memperlihatkan wujud pembagian kekuasaan di antara kelompok masyarakat yang tergabung atau disatukan, rasa menvatu melaui dasar kesetiaan, pemilihan nilai bersama dan pembagian kekuas aan, 2) masvarakat majemuk adalah masyarakat vang terdiri dari berbagai kelompok ras dan etnik yang berbeda di bau,ah satu sistem
pemerintahan dan paksaan.2a
Sementara itu dalam mengkaji ma_svarakat majemuk Usman Pe1lv, mengusulkan dua konsep )'ang penting untuk diperhatikan;
1.
Konsep w,adah pembauran (rnelttng pot). pada dasarnya konsep ini mempunyai asumsi bahr,r.a suafu w'aktu integrasi itu akan terjadi dengan sendiri. 2. Konsep pluralisrne kebudayaan. Konsep inr men-rpunvai dasar pemikiran bahwa kelompok-kelompok
suku bangsa ,vang berbeda satu sama lain
se).,ogvan\ra didoror-rg untuk mengembangkan sistem budayanya sendirr dalam kebersamaan, agar dengan demikian dapat memperkava kehidupan masyarakat majemuk mereka.
Dua konsep di atas menggambarkan bah.wa di dalam masyarakat majemuk meniscayakan adanva rvaciah dari berbagai etnik yang memiliki latar belakang adat istiadat yanag berbeda. N4asing-masing etnik didorong untuk rnengembangkan sistem budavanva ser-Ldiri.25 Pierre L.Vanden Berghe, menyebutkan beberapa karakteristik suatu masyarakat majemuk, di antaranva adalah; Terjadinya segmentasi ke dalam bentuk kelompok-
pembauran
2aJudistira
K.
Carna, llmu-ilmu Sosiql
Bandung:Primaco Akademika, 1996), hlm.
.
Dasar-Konsep-[,,tsisi.
(
145
"Peluun rrenyebut beberapa crri yang mendasari masyarakat majeniuk. Beliau menyebutkan; Kekuatan konsensus nilai-nilai, Beraneka ragam kebudayaan Mudah terjadi perl n saling paksaan dan saling ketergantungan dalarr eko integrasi sosial, Terjadi dominasi politik oleh golon i antarkelompok
lebih merupakan secundary segl
L2
relasi
kelompoknya lebih merupakan primary. Veplun, Op.Cit , hlm. 73
Al-AdYaNNot Vil, N0.2/Juti-Desember/2712
dalam
Shonhaii, Agama Sebagai Perekat
kelompok yang sering memiliki sub-kebudayaan yang berbecla satu satrla lain, Memiliki struktur sosial )'ang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat nonkomplementer, Kurang mengembangkan konsensus di antara para anggota terhadap niiai-nilai yang bersifat dasar, Secara relatif sering kaii mengalami konfiik-konflik di antara kelompok .yang satu dengan kelompok yang lain, Secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaar-r dan saling ketergantungan di dalam biclang ekonomi, Adanva dominasi politik oleh suatu kelornpok atas kelompokkeiompok lain.26 Dari gambaran karakteristik mast'arakat majemuk sebagairnana terurai di atas dapat drpaharni bahr.t,a pada kenl'ataannva konflik dan integrasi, masingmasing memiliki peluang yang sama. Artin','a baik konflik maupun integrasi dimungkinkan dapat terjadi pada mas-varakat majemuk, karena keduanva memiliki peluang yang sama tergantung masyarakatnva dalam mensikapi keberagaman. Suatu masyarakat majemuk dapat terintegrasi karena ada paksaan dari satu kelompok pada kelompok lain atau karena adanya saling ketergantungan di antara berbagai kelompok atau kesatuan sosial, terutarna bidang ekonomi.2T Format demikian manakala dilihat dari konsep Talcott Parsons, maka faktor )'ang mengintegrasikan rnasyarakat majemuk, tentulah berupa kesepakatan par.l warga masvarakat akan nilai-nilai umum tertentu. Dengan kata lain bahr,va kelangsungan hidup mas-u'arakat majernuk tidak saja menuntut tumbuhnva nilai-ni1ai umum tertentu yang disepakati bersama, akan tetapi juga nilai-nilai umum tersebut harus pula mereka havati benar melalui Ploses sosialisasi. Nilai-nilai umum ir-rilah diharapkan yang akan 'uPie.re L \/arrden Berghe, Pluralisme and The Polity, ( Berkeley Califonia Press,l969), hlm. 67-68 I N asi kun. S i s t e m S o s i a I I n d on esirz, (J akarta: RajaC rafi tindo Persada, 1993), hlrr 62
Al-AdYaNNol.Vll, N0
2/Juli-Desember/2012
:
13
Shonhaji, Agama Sebagai perekat.
dapat menekan tumbuhkembangnya stereotip
kelompok sosial.
Dalam
perpektif sosiologis,
.
antar
prilaku
keberagamaan memiliki fungsi manifest dan fungsi latent, karenanya satu hal yang harus diperhatikan ketika menganalisis fungsi-fungsi sosial dari tingkah laku keagamaar-r adalah kehati-hatian dalam membedakan
sangat dirnungkinkan tingkah laku keagamaan akan tidak
Pemahaman mengenai fungsi agama tidak dapat dan masyarakatnya (ketidakpastian, ketidakmampuan dan kelangkaan), agama diyakini mampu membeii jarvaban
lepas dari tantangan yang dihadapi manusia
tersebut.2e Salah satu kebuturhan mendasar manusia adalah
kenyamanan dan kenyamanan tergantung pada ketertiban masyarakat. Sementara ketertibar-r masr,r2y3ft21 akan
1,4
Al-AdYaNNot.Vil, N0.2/Juli-Desember/2712
Shonhaji, Agama Sebagai Perekat
terrn,ujud jika adanva kewajiban-kewajiban yang memiliki sifat memaksa. Dalam konteks ini, agama menurut pengamatan Notingham memiliki dua peran penting, pertama agama telah membantu mendorong terciptanva persetujuan mengenai sifat dan isi kewajiban-ker,vajiban sosial tersebut dengan memberikan nilai-nilar yang berfungsi menyalurkan sikap para anggota masyarakat dan menetapkan isi kewajiban-kewajiban sosial masyarakat. Daiam peranan ini agarna telah membantu rremnciptakan sistem-sistem nilai sosial ),ang terpadu dan utuh. Kedua, agama telah memainkan pcranan vital dalam n'remberikan kekuatan memaksa yang menclukung dat-r memperkuat adat istiadat.30 Prilaku keagamaan yang berbentuk peribadatan merupakan saiah satu bentuk ungkapan pengelaman keagamaan3l. Sepanjang vang dapat diamati telah banyak penelitian tentang prilaku ibadat, ritus clan do'a, yang dilakukan oleh para sosiolog. Secara spesifik. Durkheim melihat bahu,a "Ritus merupakan cara yang digunakan oleh kelompok sosial untuk mengukuhkan dirinya kembali secara periodik. Manusia yang merasa dirinya disatukan,.,. clengan suatu komunitas kepentingan dan tradisi,
berkumpul dan menyadari kesatuan moral rnereka.32 Karena itu menurut Durkheim, fungsi sosial agarna adalah mendukung dan melestarikan masyarakat yang sudah ada.
Agama bersifat fungsional terhadap persatuan
dan
soliclaritas sosial.33 Pernyataan senada diungkapkan Hubert dan Mauss, ia melihat bahwa berbagai peribadatan keagamaan hanya berlangsung selama dan ketika orangtorbid,,
hlm. 36 tiga bentul< ungkapan pengalaman keagauraan yaitu pemikiran, perbuatan dan persekutuan Joachirn Wach, Op Ct.Hlm l9 dst. r2 Durl
Shonhaji, Agama Sebagai Perekat
orang itu tinggal bersama secara berd.ekatan dan merupakan akibat dari rasa kesetiakar,r.anan yang lebih besar.
Kehidupan sosial ),ang teratur di kalangan manusia, menurut Radcliffe Brown, tergantung pada
hadirnya sentimcn-sentimen tertentu dalarn pikiran anggota masyarakat yarlg mengontrol prilaku indiviciu dalam berhubungan dengan yang lain. Daiam batas-batas tertentu berbagai peribadatan terlihat rnemiliki fungsi sosial tertentu. Menurutnya peribatan-peribatan itu berfungsi untuk mengatur, memperkokoh dan mentransmisikan berbagai sentimen, dari suatu generasi kepada gencrasi lain, sebagai tempat bergantung bagi terbentuknya aturar-r masyarakat _u"ang bersangkutan.3l Dalam pandangan Malinowski, peribadatan dapat mentransformasikan kecemasan menjadi kepercavaan. Agama mengekpresikan
dan membantu melestarikan h'adisi dan
berbagai peribadatan keagamaan senantiasa dilaksanakan oleh atau atas nama berbagai kelompok3s. Bagi lvlalinowski, meski agama dianggap bersummber dari pengalaman individu, nalnun ritual-ritual pubiik memiliki fungsi sosial, karena ia merupakan dasar
bagi struktur sosial dan tidak dapat dielakkan bahr.va agama memiliki fungsi untuk mempertahankarr moral. Bahkan baginya ritus pemakaman, berfungsi untuk menegaskan kembali kesatuan kelompok.36 Bagi Aguste Comte, peribadatan merupakan instrumen esensial untuk membentuk dan memepertahankan konsensus 17 Sernentara itu menurut pengamatan Brian Morris, ritual tidak hanva berfungsi menguatkan ikatan yang menghubungkan orang beriman clengan fuhan, tetapi juga menguatkan ikatan 3aA.R.
Radclifi'e Brown, Structure and Function in Primitif Sociery,, (London, Cohen & West: I952), hlm 157 3sMorriss. Op.Cit., HIm. 73-80
tulbid. hlm. ig3 ,Scharf, Op.Cit hlm ,
16
133
Al-AdYaNNol.Vll, N0 2/Julr-Desember/2012
Shonhaji, Agama Sebagai Perekat
yang melekatkan individu kepada kelompok sosial di mana ra menjadi salah seorang anggotanya; melalui ritual kelompok menjadi menyadari dirinya sendiri.3s Uraian di atas menggambarkan betapa agalna dalam aspek ritual peribadatannva merniliki pelan dan fungsi yang sigmifikan dalam mendorong terwujudnya solidaritas sosial. Menurut pengamatan M. Ridwan Lubis,
agama tnemerankan dua fungsi utama
Pertanm,
menjelaskan suatu cakrawala pandang tentang dunia yang tidak terjangkau oleh manusia (beyond) yang clapat melahirkan deprivasi dan frustasi yang bermakna. Selain itu, agama rnengajarkan kesadaran terhadap pandangan clunia (tuorld t,ieu'),vang pac-la akhirnya melahilkan etos keria sebagai pengejalvantahan balasan ideal vang akan diterima seseorang ketika beracla di alam sesudalr kebangkitan. KedttLt, agama sebagai sarana ritual ,vang memungkinkarr hubungan manusia dengan hal vang
ini tumbuh dari akumulasi dua sikap yang pada dasarnya saling di luar
jangkauann-va. Hubungan
bertentangar-r (ketakutan clan kerinduan) tetapi kemudian larut menjadi satu dalam diri manusia.3e Terkait dengan hubungan antar keiompok etnik, Lubis lebih jauh mengatakan bahwa konflik antar suku akan tereliminir manakala anggota suku tersebut teriadi hubungan silang dengan kelompok lain. Oleh karena itu, tidak dapat disangkal bahr,va kedekatan agama rnenjadi salah satu faktor dominan dalam tnerekat l-rubungan antar kelompok sosial.ao
rEN4orris,
Op Cit , hlm.l46
Ridwan Lubis, Agona dalarn Perbincangan Sosiologi, (Bandung , Citapustaka :2010), hlm. 30 oorbid to1- t02
"M.
htm Al-AdYaNNol.Vll,
N0.2/Juli-Desember/2012
17
Shonhaji, Agama Sebagai perekat
,
Penutup
Dalam perspektif teori struktural fungsional, masyarakat dipaharni sebagai sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen-elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangu.r, p"rrbahan izang terjadi pada satu bagian akan rnembawa perubahan pula pada bagian yang lain. Agarrra merupakan salah satu subsistem sosial yang a
peran ),-ang cukup signifikan dalarn tent,ujudnya keserasian sosial
18
Al-AdYaNNol Vll, N0 2/Juti-Desember/2012
mendorong
Shonhaii, Agama Sebagai Perekat .
.
Daftar Pustaka
Abdul Munir Mulkan, "Dilema Manusia Dengan Diri dan Tuhan", Kata Pengantar dalam Th. Surnartana (ed), Pluraiis, Konllik dan Pe.ndidiknn Agnttn di Indonesin, Yogjakarta : Pustaka Pelajar, 2001 A.R. Radcliffe Bror,\rn, Structure and Functron in Primitif Society, London, Col-rer-r & West .1952 Durkheim, Tlrc Elententary Fornt of Tlte Religions Life,London, Al1en & Unwin :!964 Elizabeth k. Notingharru Agann dnn Mnsynrnknt : Suatu Penguntar Sostologi Agnnn, Jakarta, C.V. Rajar'vali :1985
Fnlnivall,
I'Jetlrcrlunds India
: A Studi of Plurnl
Econonty,
Cambridges : Universty Press, L967 George Ritzer, Sosiologi llmu Pengetnlrunn Bewnrndigmn Ganda, Jakarta:PT. RajaGrafindo Persa da, 2004 Jamhari Ma'ruf, Pendekntnn Antropologi DaLnm Kniian lslnm, Artikel Pilihan Direktorat Perguruan Tir-rggi Agama Islam Departemen Agama RI, tt'r,vw,diperti.s,net. Koentjaraningrat, Masnlnh Kesukthangsann dan Integrasi Nnsionsl Jakarta: UI Press, 1993 M. Ridwan Lubis, Agamn dalnru Perbincnngnn Sosiologi, Bandung, Citapustaka :2010 Nasikun, Sistem Sosinl Indonesia, ]akarta:RajaGrafitindo Persada,1993
Al-AdYaNNol Vll, N0 2/Juli-Desember/2012 19