8
D. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 1 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah Provinsi Sumatera Utara ........................ 52 BAB IV
PELAYANAN PAJAK DAN BEA BALIK NAMA KENDERAAN BERMOTOR PADA DINAS PENDAPATAN DAERAH KOTA MEDAN ................................. 62 A. Gambaran Umum Dinas Pendapatan Kota Medan ................... 62 B. Efektivitas Pelayanan Pajak Kenderaan Bermotor Dan Bea Balik Nama Kenderaan Bermotor .............................. 64 C. Hambatan yang timbul dalam Pemungutan PKB dan Bea Balik Nama ......................................................................... 69 D. Upaya mengatasi hambatan........................................................ 73
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 79 A. Kesimpulan ............................................................................... 79 B. Saran ........................................................................................... 80
DAFTAR PUSTAKA
Universitas Sumatera Utara
9
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sejak diberlakukannya Undang Undang No. 22 Tahun 1999 dan kemudian dirubah menjadi Undang Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai penganti Undang Undang No. 5 Tahun 1974, diskusi tentang efektivitas pelayanan publik dalam otonomi daerah menjadi semakin menarik untuk dibicarakan. Permasalahannya karena sudah 2 (dua) kali perubahan undang-undang tersebut dilakukan, namun peningkatan pelayanan publik publik sebagai sasarannya selalu dipertanyakan, bahkan ada diskusi yang membahas bahwa Undang Undang No. 32 Tahun 2004 perlu lagi perubahan. Undang-undang ini merupakan implimentasi Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 yang mengatakan bahwa Negara Republik Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibagi atas daerah-daerah propinsi dan propinsi terdiri dari daerah kabupaten dan kota yang mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dalam undang-undang. Selanjutnya, pasal 2 ayat (2) menyebutkan bahwa pemerintah daerah propinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut azas otonomi dan tugas perbantuan. Dalam menjalankan otonomi dan tugas perbantuan, kecuali urusan pemerintah pusat, pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan lain sesuai dengan ketentuan berlaku.
Universitas Sumatera Utara
10
Pada dasarnya, maksud Pasal 18 UUD 1945 tersebut adalah mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat.1 Selanjutnya dijelaskan bahwa pemerintahan daerah dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan otonomi daerah, perlu memperhatikan antar susunan pemerintahan antar pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan RI. Dalam berbagai aspek UU No. 32 Tahun 2004 mengatur hubungan keuangan pusat dan daerah, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya secara adil dan selaras. Di samping itu, dalam menjalankan perannya, daerah diberikan kewenangan yang seluas-luasnya disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan Otonomi Daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.2 Masalah pelayanan publik di Indonesia masih sangat memprihatinkan, karenanya pemerintah masih perlu membuat strategi dan kebijakan agar dapat memenuhi hak azazi warga negara dan membutuhkan solusi menyeluruh untuk membuat pelayanan publik yang baik.3 Sebagai gambaran dan fenomena pelayanan publik di Provinsi Sumatera Utara saat ini seperti terlihat rendahnya tingkat kinerja aparatur penyelenggara pemerintahan di daerah. Indikasi menunjukan bahwa Pemerintah Daerah melalui Peraturan Gubenur Sumatera 1
Penjelasan Umum, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Publik CV. Jaya Jakarta, Cetakan Pertama, 2004. hal. 125. 2 Ibid, hal. 123, 124 3 Wacana HAM, Pandangan Publik yang memprihatinkan Edisi 17, Tahun III, 15 Oktober 2005, hal. 1
Universitas Sumatera Utara
11
Utara Nomor 74 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2006-2010 menempatkan hal ini sebagai skala prioritas utama. Dalam bagian IV, (Agenda penyelenggaraan pemerintahan daerah yang baik dan bersih Bab II diatur tentang Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik)4 yang menerangkan bahwa berdasarkan hasil identifikasi dalam pembinaan pelayanan publik masih banyak permasalahan yang perlu ditindaklanjuti dan diselesaikan seperti : belum kompetitif, transfaran dan akuntabilitas proses pelayanan publik, rendahnya etos kerja aparatur, pelayanan publik belum didukung oleh teknologi informasi serta belum ada instrumen yang jelas untuk mengevaluasi kualitas pelayanan. Sasaran yang hendak dicapai dalam peningkatan kualitas pelayanan publik tahun 2008-2012 ke depan adalah : 1. Terlaksananya pelayanan publik kepada masyarakat sesuai dengan standar layanan yang ditetapkan. 2. Tercapainya transparansi dalam proses pelayanan publik. 3. Meningkatnya etos kerja, profesionalisme dan kompetensi aparatur. 4. Meningkatnya kemandirian masyarakat dalam mendapatkan pelayanan publik. 5. Meningkatnya
pengguna
teknologi
informasi
dalam
pemberian
pelayanan publik. 6. Meningkatnya peran masyarakat terhadap penilaian kinerja aparatur pelayanan publik. 4
Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah Provinsi Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
12
Dalam
RPJMD
tersebut
ditetapkan
arah
kebijakan,
program
pengembangan pelayanan publik dan pengembangan partisipasi publik (masyarakat) yang berada dalam agenda penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih bersamaan dengan sub-sub agenda lainnya, yaitu : peningkatan kemampuan pemerintah daerah, peningkatan kualitas pelayanan publik, pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme, pembangunan hukum dan perlindungan hak azazi manusia, peningkatan keamanan dan ketertiban. Dengan demikian "masalah" Pelayanan publik sudah diakomodir dalam suatu konsepsi dan strategi kebijakan untuk kurun waktu 2006-2010 mendatang yakni dengan isu bagaimana meningkatkan kualitas pelayanan publik tersebut dari tahun ke tahun yang disinyalir seakan-akan berjalan di tempat. Berdasarkan fakta dalam RPJMD Propinsi Sumatera Utara, betapa rendahnya kualitas pelayanan publik tersebut, salah satu diantaranya terdapat pada Perangkat Daerah/Dinas (Satuan Kerja Perangkat Daerah) yaitu Dinas Pendapatan Daerah. Fakta lain menjelaskan, walaupun jumlah penerimaan daerah yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) cenderung menunjukan peningkatan dan memberikan kontribusi yang besar terhadap penerimaan daerah, pencapaian hasil relatif masih dibawah target. Khususnya pencapaian target (realisasi) penerimaan pajak daerah dari sub-sektor Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB). Bertitik tolak dari fakta dan kenyataan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan penulisan ilmiah dengan menyingkap dan menganalisanya secara mendalam dengan penekanan yang diarahkan kepada
Universitas Sumatera Utara
13
peningkatan pelayanan publik terutama terhadap sub sektor pajak daerah yang berasal dari pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor melalui Dinas Pendapatan Daerah Cq. UPTD Pelayanan Pendapatan Provinsi Sumatera Utara di Medan, melalui Kantor Bersama SAMSAT. Pelaksanaan
pelayanan
publik
yang
diselenggarakan
oleh
unit
pelayanan Kantor Bersama SAMSAT ini terdapat 3 unit kerja yang terkait dan berhubungan, yaitu pihak Pemerintah Provinsi c.q. Dinas Pendapatan Daerah, Polri c.q. Kepolisian Daerah dan PT. AK Jasa Raharja. Dengan adanya 3 unit kerja masalah yang ditemukan dalam pelayanan adalah bertemunya 3 (tiga) kepentingan yang berbeda yang saling membutuhkan dan saling berhubungan, namun menyatu dan saling berkaitan (Simbiose Mutualistis). Ketiga unit kerja ini sama-sama bertujuan memberikan pelayanan publik secara prima kepada masyarakat. Pihak Pemda dalam memberikan pelayanan bertujuan untuk peningkatan penerimaan daerah yang diperlukan bagi keperluan dana pembangunan yang berasal dari sumber-sumber PAD, sedangkan di pihak lain Polda lebih berkepentingan dalam masalah pengidentifikasian kepemilikan dan keamanan. Pengelolaan kebijakan melalui Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) sudah sesuai dengan maksud Undang Undang 32 Tahun 2004, namun efektivitas keberadaan pola dan sistem SAMSAT masih perlu penyempurnaan.
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan kajian
karena sepengatahuan penulis belum ada yang menelaahnya, terutama bila dikaitkan dengan suasana dan nuansa tuntutan tatanan Pemerintahan yang Baik
Universitas Sumatera Utara
14
dan Bersih (Good Governance and Clean Government). Penulisan dan penganalisaan mempedomani teori-teori menurut Ilmu Hukum Administrasi Negara, dikaitkan dengan aspek normatif dari berbagai ketentuan peraturan perundangan dengan judul : Efektivitas Pelayanan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor pada Dinas Pendapatan Daerah Propinsi Sumatera Utara (Suatu Kajian Dalam Perspektif Hukum Administrasi Negara).
B. Perumusan Masalah Adapun perumusan masalah penelitian ini adalah : 1. Bagaimana kebijakan publik dibidang perpajakan? 2. Bagaimana peraturan tentang Pajak Kenderaan Motor dan Biaya Balik Nama Kenderaan Motor? 3. Bagaimana pelayanan pajak dan Bea Balik Nama Kenderaan Bermotor pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan?
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui kebijakan publik dibidang perpajakan. 2. Untuk mengetahui peraturan tentang Pajak Kenderaan Motor dan Biaya Balik Nama Kenderaan Motor 4. Untuk mengetahui pelayanan pajak dan Bea Balik Nama Kenderaan Bermotor pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan
Universitas Sumatera Utara
15
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi dan sumbangan pemikiran untuk pengembangan Hukum Administrasi Negara di Bidang Tata Pemerintahan Daerah pada umumnya, serta Hukum Perpajakan/Pajak Daerah pada khususnya. 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis, hasil penelitian diharapkan sebagai kontribusi sumbangan pemikiran dalam upaya meningkatkan kinerja SKPD serta kualitas kerja aparat pemerintahan daerah dalam memberikan pelayanan publiknya kepada wajib pajak/masyarakat.
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan informasi yang ada dan dari penelusuran yang dilakukan di Kepustakaan Universitas Sumatera Utara dan Kepustakaan Sekolah Pascasarjana, maka penelitian dengan judul “Efektivitas Pelayanan Pajak Kenderaan Bermotor dan Bea
Balik Nama Kenderaan Bermotor Pada Dinas
Pendapatan Daerah Kota Medan dalam Perspektif Hukum Administrasi Negara, belum pernah ada yang melakukan penelitian sebelumnya. Dengan demikian keaslian penulisan tesis ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Universitas Sumatera Utara
16
F. Tinjauan Pustaka 1. Otonomi Daerah Pengertian otonomi daerah yang melekat dalam keberadaan pemerintah daerah, juga sangat berkaitan dengan desentralisasi. Baik pemerintahan daerah, desentralisasi maupun otonomi daerah, adalah bagian dari suatu kebijakan dan praktek penyelenggaraan pemerintahan, tujuannya adalah demi terwujudnya kehidupan masyarakat yang tertib, maju dan sejahtera, setiap orang bias hidup tenang, nyaman, wajar oleh karena memperoleh kemudahan dalam segala hal di bidang pelayanan masyarakat.5 Oleh karena itu keperluan otonomi di tingkat lokal pada hakekatnya adalah untuk memperkecil intevensi pemerintah pusat kepada daerah. Dalam Negara Kesatuan (unitarisme) otonomi daerah itu diberikan oleh pemerintah pusat (central government), sedangkan pemerintah daerah hanya menerima penyerahan dari pemerintah pusat.6 Berbeda halnya dengan otonomi daerah di Negara federal, dimana otonomi daerah sudah melekat pada negara-negara bagian. Secara normatif, penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada pihak lain (pemerintah daerah) untuk dilaksanakan disebut dengan desentralisasi. Desentralisasi sebagai suatu system yang dipakai dalam system pemerintahan merupakan kebalikan sentralisasi. Dalam system sentralisasi, kewenangan
5
Parjoko, Filosofi Otonomi Daerah Dikaitkan dengan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Nomor 25 Tahun 1999, makalah, Makalah Falsafah Sains (Pps 720) Program Pascasarjana/S3 Institut Pertanian Bogor, Februari, 2002, hal. 1. 6 Sarundajang, Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, Pustaka SInar Harapan, Jakarta, Cetakan 1, Juli, 1999.
Universitas Sumatera Utara
17
pemerintah baik di pusat maupun di daerah, dipusatkan dalam tangan pemerintahan pusat.7 Dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan negara yang menganut prinsip pemencaran kekuasaan secara vertikal, membagi kewenangan kepada pemerintah daerah bawahan dalam bentuk penyerahan kewenangan. Penerapan prinsip ini melahirkan model pemerintahan daerah yang menghendaki adanya otonomi dalam penyelenggaraannya. Dalam sistem ini, kekuasaan negara terbagi antara pemerintah pusat di satu pihak dan pemerintah daerah di lain pihak. Penerapan pembagian kekuasaan dalam rangka penyerahan kewenangan otonomi daerah, antara negara yang satu dengan negara yang lain tidak sama, termasuk Indonesia yang menganut negara kesatuan.8 Philip Mawhood menyatakan desentralisasi adalah pembagian dari sebagian kekuasaan pemerintah oleh kelompok yang berkuasa di pusat terhadap kelompok-kelompok lain yang masing-masing memiliki otorisasi dalam wilayah tertentu suatu negara.9 Sementara itu, B.C. Smith mendefenisikan desentralisasi sebagai proses melakukan pendekatan kepada pemerintah daerah yang mensyaratkan terdapatnya pendelagasian kekuasaan (power) kepada pemerintah bawahan dan pembagian
7
Soetijo, Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, PT Rineka Ripta, Jakarta,
1990. 8
Bambang Yudoyono, makalah Telaah Kritis Implementasi UU No. 22/1999, Upaya Mencegah Desintegrasi Bangsa, disampaikan pada seminar dalam rangka kongres ISMAHI di Bengkulu, 22 Mei 2000. 9 Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2006.
Universitas Sumatera Utara
18
kekuasaan kepada daerah. Pemerintah pusat diisyaratkan untuk menyerahkan kekuasaan kepada Pemerintah Daerah sebagai wujud pelaksanaan desentralisasi.10 Tujuan desentralisasi secara umum oleh Smith dibedakan atas 2 (dua) tujuan utama, yakni tujuan politik dan ekonomis. Secara politis, tujuan desentralisasi antara lain untuk memperkuat pemerintah daerah, untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan politik para penyelenggara pemerintah dan masyarakat, dan untuk mempertahankan integritas nasional. Sedangkan secara ekonomi, tujuan desentralisasi, antara lain adalah untuk meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam menyediakan public good and service, serta untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pembangunan ekonomi di daerah.11 D. Juliantara, dkk memberikan pengertian desentralisasi dengan merujuk pada asal katanya, bahwa istilah desentralisasi berasal dari bahasa latin, de artinya lepas dan centrum artinya pusat.12 Lebih jauh ia menyebutkan desentralisasi yang dimaknai dalam konteks yang lebih luas, bahwa konstek negara-negara demokrasi modern,
kekuasaan
politik
diperoleh
melalui
pemilihan
umum
yang
diselenggarakan secara regular dan serentak di setiap daerah untuk memberikan legitimasi terhadap tugas dan wewenang lembaga-lembaga politik di tingkat nasional dan juga di tingkat local sendiri. Dengan kata lain, kekuasaan pemerintah daerahlah yang memintah dan menarik kembali sebagian kewenangan yang telah
10
Ibid. Syarif Hidayat (editor), Kegamangan Otonomi Daerah? Pustaka Quantum, Jakarta, 2004. 12 D. Juliantara, dkk. Desentralisasi Kerakyatan, Gagasan da Praksis, Pondok Edukasi, Bantul, 2006. 11
Universitas Sumatera Utara
19
diberikan kepada pemerintah pusat, bukan karena kebaikan hati pemerintah pusat.13 Desentralisasi akan melahirkan otonomi daerah dan bahkan kadangkala sulit untuk membedakan pengertian diantara keduanya secara terpisah. “Desentralisasi dan otonomi daerah bagaikan dua sisi mata uang yang saling memberi makna satu sama lainnya. Lebih spesifik, ungkin tidak berlebihan ila dikatakan ada atau tidaknya otonomi daerah sangat ditentukan oleh beberapa jauh wewenang yang telah didesentralisasikan oleh Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah. Itulah sebabnya, dalam studi Pemerintahan Daerah, para analis sering menggunakan istilah desentralisasi dan otonomi daerah secara bersamaan, interchange”. Adanya otonomi daerah dalam negara, dilatarbelakangi oleh pengalaman masa lalu dimana keberadaan negara hanya dianggap sebagai instrument oleh kaum kapitalis. Kondisi ini kemudian melahirkan konsep Marxis tentang Instrumental State. Demikian halnya paham Sosialis yang menghendaki adanya otonomi dari pengaruh partai politik (partai komunis) yang cenderung mengintervensikan kehidupan negara. Dalam hubungan ini negara menginginkan otonomi untuk memperkecil dan bahkan menghilangkan pengaruh-pengaruh ataupun intervensi kaum-kaum kapitalis dan sosialis. Berbeda halnya dengan pemberian otonomi dengan pemerintah lokal, yaitu untuk memperbesar kewenangan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.14
13 14
Ibid. Sarundajang, op cit.
Universitas Sumatera Utara
20
Oleh karena itu, keperluan otonomi di tingkat local pada hakikatnya adalah untuk memperkecil intervensi pemerintah pusat kepada daerah. Dalam negara kesatuan (unitarisme) otonomi daerah itu diberikan oleh pemerintah pusat (central government), sedangkan pemerintah daerah hanya menerima penyerahan dari pemerintah pusat. Berbeda halnya dengan otonomi daerah di negara federal, di mana otonomi daerah sudah melekat pada negara-negara bagian. Reuter, mengemukakan, desentralisasi adalah sebagian pengakuan atas penyerahan wewenang oleh badan-badan umum yang lebih tinggi kepada badanbadan umum yang lebih rendah untuk secara mandiri dan berdasarkan pertimbangan kepentingan sendiri mengambil keputusan pengaturan dalam pemerintahan, serta struktur wewenang yang terjadi. Dalam hal itu Rondineli, mengatakn bahwa desentralisasi dari arti luas mencakup setiap penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat baik kepada daerah maupun kepada pejabat pemerintah pusat yang ditugaskan di daerah.15 Koeswara, mengemukakan, bahwa pengertian desentralisasi pada dasarnya mempunyai
makan
bahwa
melalui
proses
desentralisasi
urusan-urusan
pemerintahan yang semua termasuk wewenang dan tanggung jawab pemerintah pusat, sebagian diserahkan kepada badan/lembaga pemerintahan di daerah.16 Prakarsa untuk menemukan prioritas, memilih alternatif dan mengambil keputusan yang menyangkut kepentingan daerahnya, baik dalam hal menentukan
15
Oentara Sm, dkk, Menggagas Format Otonomi Daerah Masa Depan, Samitra Media Utama, Jakarta, 2004. 16 Koeswara, Prospek Pengembangan desentralisasi dan Otonomi Daerah dengan Titik Berat pada Daerah Tingkat II, Badan Pendidikan dan Latihan Departemen Dalam Negeri, 1996.
Universitas Sumatera Utara
21
kebijaksanaan, perencanaan, maupun pelaksanaan sepenuhnya diserahkan kepada daerah. Lebih dalam lagi, bila kita cermati prinsip-prinsip hukum dalam pengelolaan masalah-masalah bangsa (nation affairs) ke depan governance dikatakan baik (good atau sound) apabila sumber daya dan masalah-masalah publik dikelola secara efektif dan efisien serta aspiratif yang didasarkan kepada transparansi, akuntabilitas dan partisipasi masyarakat serta rule of law. Pelaksanaan kewenangan politik, ekonomi dan administrasi dalam mengelola masalah-masalah layanan tersebut perlu memperhatikan prinsip-prinsip hukum pengelolaan sumber daya yang dimiliki, seperti prinsip good governance, subsidiarity, equity, privaty use, prier appropriation (first in time, first in right), sustainable development, good sustainable development govermance
dan
participatory development. Kemampuan pemerintah provinsi dalam menjalankan urusan otonomi daerahnya di bidang perpajakan including/ termasuk di dalamnya pemberian pelayanan publik yang baik terhadap wajib pajak sektor tertentu jelas akan menjadi ukuran tingkat kemampuan yang realistas bagi suatu pemerintah provinsi tersebut. Artinya bila pemerintah provinsi ternyata tidak mampu mengelola kewenangan dan administrasi pengelolaannya dengan baik, maka pemerintah pusat memiliki otoritas penuh untuk menarik kembali penyerahan/pemberian kewenangan untuk mengelola urusan seperti kewenangan mengelola/memungut pajak daerah tertentu.
Universitas Sumatera Utara
22
Berdasarkan penjelasan di atas, kita dapat memahami bahwa salah satu tujuan otonomi yaitu peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang semakin baik. Untuk itu dengan desentralisasi diharapkan daerah akan memberikan pelayanan yang lebih baik dibandingkan dengan sistem sentralistik. Pelayanan pemerintah dengan sistem sentralistik. Pelayanan pemerintah di era otonomi, diharapkan akan lebih baik dan aspiratif, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sasaran dari kemandirian daerah adalah agar daerah dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Kertergantungan daerah terhadap pusat dalam pengambilan berbagai keputusan publik diminimalkan. Diharapkan keputusan publik yang dibuat oleh daerah bagi kepentingan masyarakatnya akan lebih cermat, lebih tepat dan lebih cepat atau dengan kata lain pelayanan akan lebih berdaya guna dan berhasil guna.17 Kemandirian daerah ini adalah dimaksudkan untuk tujuan pemberian pelayanan yang efisien, partisipatif dan akhirnya peningkatan daya saing daerah. Keputusan publik yang cermat, tepat dan cepat itu adalah merupakan cerminan dari efisiensi pelayanan. Pendirian sebuah sekolah dikatakan efisien bila daya tampungnya terpenuhi. Keputusan pembuatan jalan raya efisien bila jalan tersebut bermanfaat oleh masyarakat yang ada di sekitarnya. Begitu juga halnya dengan pendirian rumah sakit pada lokasi tertentu. Dalam rangka itu reposisi daerah hendaknya dipahami sebgai upaya mengaktualisasikan berbagai potensi dan aspirasi masyarakat daerah, sehingga 17
Syahruddin dan Werry Darta Taifur, Peranan DPRD untuk Mencapai Tujuan Desentralisasi dan Perspektif tentang Pelaksanaan Desentralisasi, Laporan penelitian Iris Indonesia dan Pusat Studi Kependudukan UNAND Padang, Tahun 2002, hal. 28.
Universitas Sumatera Utara
23
rakyat di daerah dapat mengekspresikan kepentingan dan kehendaknya. Untuk itu pemerintah daerah perlu menyusun kerangka kerja yang memungkinkan terserapnya berbagai potensi dan aspirasi rakyat terutama prinsip pelayanan. Mengingat tujuan utama dibentuknya pemerintahan adalah untuk menjaga sistem ketertiban di dalam masyarakat, sehingga bisa menjalani kehidupannya secara wajar. Pemerintah diadakan tidaklah untuk melayani dirinya sendiri tetapi juga untuk melayani masyarakat,18 dalam mengembangkan kemampuan dan kreatifitasnya demi mencapai tujuan bersama. Untuk mencapai pelaksanaan pelayanan umum tersebut dibutuhkan oaparatur yang berkualitas, memiliki kemampuan dalam melayani, memenuhi kebutuhan, menanggapi keluhan masyarakat secara memuaskan, sesuai dengan ekspektasi (harapan) mereka melalui kebijaksanaan, perangkat hukum yang berfungsi sebagai acuan dalam pengendalian, pengaturan agar kekuatan sosial dan aktivitas masyarakat tidak membahayakan negara dan bangsa. Teori pemerintahan modern mengajarkan bahwa untuk mewujudkan good governance perlu dijalankan desentralisasi pemerintahan.19 Dengan desentralisasi pemerintahan maka pemerintahan akan semakin dekat dengan rakyat. Asumsinya pemerintahan yang dekat denagn rakyat, maka pelayanan yang diberikan menjadi lebih cepat, hemat, murah, responsif, inovatif, akomodatif dan produktif. Ryaas Rasyid mengatakan ”the closer givernment, the better it service”.20 Dalam desentralisasi terkandung makna otonomi dan demokratisasi. Dua kata tersebut 18
Ryaas Rasyid, Makna Pemerintahan : Tinjauan dari Segi Etika dan Kepemimpinan, PT. Yarsif Watampone, Jakarta, 1997. 19 Baca David Osborne dan Ted Gaebler, Reinventing Government, 1993, hal. 250 dst. 20 M. Ryaas Rasyid, Desentralisasi dalam Rangka Menunjang Pembangunan Daerah, dalam Administrasi Pembangunan Indonesia, LP3ES, 1998, hal. 140.
Universitas Sumatera Utara
24
yakni otonomi dan demokrasi tidak mungkin dipisahkan, ia iUtara dua sisi mata uang yang satu dan yang lain saling memberi nilai. Otonomi tanpa demokratisasi merupakan suatu keniscayaan21 dan sebaliknya demokratisasi tanpa otonomi adalah kebohongan. Dalam sejarah otonomi di Indonesia sejak kemerdekaan memang sarat dengan kebohongan. Yuridis formal dalam undang-undang pemerintahan daerah otonomi diakui, tetapi dalam implementasinya terjadi pemasungan-pemasungan melalui filter-filter yuridis peraturan pelaksanaan undang-undang tersebut, akibatnya kemandirian dan otoaktivitas daerah menjadi tersumbat. Hal itulah yang kemudian melahirkan resistensi daerah terhadap pusat yang sangat menguras energi menyelesaikannya. Adanya otonomi kebijakan otonomi khusus bagi Propinsi Aceh dan Irian Jaya memang lahir di tengah derasnya tuntutan disintegrasi. Hal itu jika pusat menyadari secara filosofis dan sosiologis otonomi yang dibangun bikan linear atau simetris tetapi suatu asymmetric decentralization.22 2. Pelayanan Umum Pelayanan pemerintahan daerah merupakan tugas dan fungsi utama pemerintah daerah. Hal ini berkaitan dengan fungsi dan tugas pemerintahan secara umum, yaitu memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dengan pemberian pelayanan yang baik kepada masyarakat, maka pemerintah akan dapat mewujudkan tujuan negara yaitu menciptakan kesejahteraan masyarakat. 21
Yuslim, Titik Berat Otonomi pada Daerah Tingkat II, Tesis, Pascasarjana Unpad, 1997. Kasus Pemilihan Gubernur Riau tanggal 2 September 1985 di mana Ismail Suko yang memperoleh dukungan DPRD dengan 19 suara, sementara H. Imam Munandar yang memperoleh dukungan 17 suara, karena kuatnya arus sentralisasi Ismail Siko menyatakan mundur dari pencalonan Gubernur setelah diminta menghadap Ketua Golkar, waktu itu Wakil Presiden Sudarmono. 22 Kebijakan otonomi yang uniformitas tidak sesuai dengan esensi kebhinekaan di Indonesia, dan juga tidak sesuai dengan ajaran rumah tangga riil.
Universitas Sumatera Utara
25
Pelayanan kepada masyarakat tersebut terintegrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.23 Pelayanan publik berhubungan dengan pelayanan yang masuk kategori sektor publik, bukan sektor privat. Pelayanan tersebut dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah dan BUMN/BUMD. Ketiga komponen yang menangani sektor publik tersebut menyediakan layanan publik, seperti kesehatan, pendidikan, keamanan, dan ketertiban, bantuan sosial dan penyiaran.24 Dengan demikian yang dimaksud pelayanan publik adalah pelayanan yang diberikan oleh negara/daerah dan perusahaan milik negara kepada masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka menciptakan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah baik pusat maupun daerah mempunyai tiga fungsi utama : 1) memberikan pelayanan (service) baik pelayanan perorangan maupun pelayanan publik/khalayak,
2)
melakukan
pembangunan
fasilitas
ekonomi
untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi (development for economic growth), dan 3) memberikan perlindungan (protective) masyarakat.25 Sebagai fungsi public services, pemerintah wajib memberikan pelayanan publik secara perorangan maupun khalayak/publik. Pelayanan untuk orang perorangan misalnya pemberian KTP, SIM, IMB, Sertifikat tanah, paspor, surat izin dan keterangan. Pelayanan publik misalnya pembuatan lapangan sepakbola, taman kota, hutan lindung, trotoar, waduk, taman nasional, panti anak yatim/jompo/cacat/miskin, tempat
23
Hanif Nurcholish, Teori dan Pratek Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Grasindo, 2005,
hal. 175. 24 25
Ibid, hal. 176. Ibid, hal. 178.
Universitas Sumatera Utara
26
pedagang kaki lima dan lain-lain.26 Oleh karena itu pemerintah daerah wajib memberikan pelayanan perorangan dengan biaya murah, cepat dan baik, harus mendapatkan pelayanan yang sama. Disamping itu juga harus diperlakukan oleh petugas dengan sikap yang sopan dan ramah. Semua orang tanpa kecuali baik kaya, miskin, pejabat, orang biasa, orang desa atau kota, harus diperlakukan sama. Tidak boleh dibeda-bedakan baik dengan sikap, biaya maupun waktu penyelesaian. Pelayanan pemerintah daerah kepada khalayak juga harus adil dan merata. Pemerintah Daerah tidak boleh menganakemaskan atau menganaktirikan kelompok masyarakat tertentu, sehingga yang satu diberi lebih dan yang lain diberi sedikit.27 Dengan demikian pelayanan publik oleh pemerintah daerah harus dapat memuaskan publik. Untuk mengetahui sejauh mana kualitas pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah bisa diukur dengan indikator-indikator : mudah, murah, cepat, tidak berbelit, petugasnya murah senyum, petugasnya membantu jika ada kesulitan, adil dan merata serta memuaskan. a. Kualitas Pelayanan Vincent Gesperz, mengemukakan bahwa kualitas pelayanan, meliputi dimensi-dimensi berikut :28 i. Ketaatan waktu pelayanan, berkaitan dengan waktu tunggu dan waktu proses ii. Akurasi pelayanan, berkaitan dengan keakuratan pelayanan dan bebas dari kesalahan-kesalahan. 26
Ibid. Ibid, hal. 182. 28 Ditjen Pemerintahan Umum, op.cit. 27
Universitas Sumatera Utara
27
iii. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan, berkaitan dengan prilaku orang-orang yang berintegrasi langsung kepada pelanggan eksternal. iv. Tanggung jawab, berkaitan dengan penerimaan pesanan dan penanganan keluhan pelanggan eksternal (masyarakat). v. Kemudahan mendapatkan pelayanan, berkaitan dengan banyaknya petugas yang melayani dan fasilitas pendukung. vi. Kenyamanan mendapat pelayanan, berkaitan dengan lokasi, ruangan tempat pelayanan, tempat parkir, ketersediaan informasi dan petunjuk panduan lainnya. vii. Atribut pendukung lainnya, seperti lingkungan, kebersihan, ruang tunggu, fasilitas musik, AC, dan lain-lain. Vincent Gesperz juga mengemukakan manajemen perbaikan kualitas yang dikenal dengan konsep Vincent. Konsep ini terdiri dari strategi perbaikan kualitas yaitu : viii.Visionary transformation (tranformasi misi) ix.Infrastructure (infrastruktur) x.Need for Improvement (kebutuhan untuk perbaikan) xi.Customer Focus (Fokus Pelanggan) xii.Empowerment (Pemberdayaan) xiii.NewViews of Quality (pandangan baru tentang kualitas) xiv.Top Management ( Komitmen manajemen puncak)
Universitas Sumatera Utara
28
b. Prinsip Good Governance Word Bank maupun UNDP mengembangkan istilah baru yaitu ”governace” sebagai pendamping kata ”government”. Istilah tersebut sekarang sedang sangat populer digunakan dikalangan akademisi maupun masyarakat luas. Kata ”governace” kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dalam berbagai kata. Ada yang menterjemahkan menjadi ”tata pemerintahan”, ada pula yang menterjemahkan menjadi ”kepemerintahan”.29 Perubahan penggunaan istilah dengan pengertiannya akan mengubah secara mendasar pratek-pratek penyelenggaraan pemerintahan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Perubahannya akan mencakup tiga dimensi yaitu dimensi struktural, dimensi fungsional serta dimensi kultural. Perubahan struktural menyangkut struktur hubungan antara pemerintahan pusat dengan pemerintahan daerah, struktur hubungan antara eksekutif dan legislatif maupun struktur hubungan
antara
pemerintah
dengan
masyarakat.
Perubahan
fungsional
menyangkut perubahan fungsi-fungsi yang dijalankan pemerintah pusat, pemerintah
daerah
maupun
masyarakat.
Sedangkan
perubahan
kultural
menyangkut perubahan pada tata nilai dan budaya-budaya yang melandasi hubungan kerja intraorganisasi, antarorganisasi maupun eksraorganisasi.30 United Nation Development Programe (UNDP), memberikan batasan pada kata governance sebagai “pelaksanaan kewenangan politik, ekonomi, dan administrasi dalam mengelola masalah-masalah bangsa”. Governance dikatakan baik (good atau sound) apabila sumber daya publik dan masalah-masalah publik 29
Sadu Wasistiono, Kapita Selekta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Alqprint Jatinangor, Bandung, hal. 27. 30 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
29
dikelola secara efektif dan efisien, yang merupakan respon terhadap kebutuhan masyarakat. Tentu saja pengelolaan yang efektif dan efisien dan responsive terhadap kebutuhan rakyat menuntut iklim demokrasi dalam pemerintahan, pengelolaan sumber daya alam dan pengelolaan masalah-masalah publik yang didasarkan pada keterlibatan masyarakat, akuntabilitas, serta transparan. Governance
berarti
pelaksanaan
pemerintahan.
Ini
berarti
good
governance adalah pemerintahan yang baik (lembaga), sedangkan (good governance) adalah pelaksanaan pemerintahan yang baik (penyelenggaraannya). Clean government mengandung arti pemerintahan yang bersih (lembaga), sedangkan Clean government berarti pelaksanaan pemerintahan yang bersih. Baik buruknya suatu pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip good governance sebagaimana tersebut di bawah ini.31 Partisipasi (Participation) Sebagai pemilik kedaulatan rakyat, setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban untuk mengambil bagian dalam bernegara, berpemerintahan serta bermasyarakat. Partisipasi tersebut dapat dilakukan secara langsung maupun melalui institusi intermediasi seperti DPRD, LSM dan lain sebagainya. Partisipasi rakyat warga negara dilakukan tidak hanya pada tahapan implementasi, tetapi secara menyeluruh mulai dari tahapan penyusunan kebijakan, pelaksanaan, evaluasi serta pemanfaatan hasil-hasilnya. Syarat utama warga
31
Sadu Wasistiono, Kapita Selekta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Alqaprint Jatinangor, Bandung, hal. 27, lihat juga dalam Agung Hendarto, nazar Suhendar (eds), Good government dan Penguatan Institusi Daerah, Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), 2002, hal 2-3.
Universitas Sumatera Utara
30
negara
disebut
transparansi
dalam
kegiatan
berbangsa,
bernegara
dan
berpemerintahan, yaitu : a. Ada rasa kesukarelaan (tanpa paksaan) b. Ada keterlibatan secara emosional c. Memperoleh manfaat secara langsung maupun tidak langsung dari keterlibatannya. Penegakan Hukum (Rule of Law). Good governance dilaksanakan dalam rangka demokratisasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu syarat kehidupan demokratisasi adalah adanya penegakan hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu. Tanpa penegakan hukum yang tegas, tidak akan tercipta kehidupan yang demokratis, melainkan anarki. Tanpa penegakan hukum, orang secara bebas berupaya mencapai tujuannya sendiri tanpa mengindahkan kepentingan orang lain, termasuk menghalalkan segala cara. Oleh karena itu, langkah awal penciptaan good governance adalah membangu sistem hukum yang sehat, baik perangkat lunak (software), perangkat keras (hardware) maupun sumber daya manusia yang menjalankan sistemnya (human ware). Transparansi (Transparancy). Salah satu karakteristik good governance adalah keterbukaan. Karakteristik ini sesuai dengan semangat zaman yang serba terbuka akibat adanya revolusi informasi. Keterbukaan tersebut mencakup semua aspek aktivitas yang menyangkut kepentingan publik mulai dari proses pengambilan keputusan, penggunaan dana-dana publik sampai pada tahap evaluasi.
Universitas Sumatera Utara
31
Daya
Tanggap
(Responsiveness).Sebagai
konsekwensi
logis
dari
keterbukaan, maka setiap komponen yang terlibat dalam proses pembangunan good governance perlu memiliki daya tanggap terhadap keinginan maupun keluhan para pemegang saham (satake holder). Upaya peningkatan daya tanggap tersebut terutama ditujukan pada sektor publik yang selama ini cendrung tertutup, arogan serta berorientasi pada kekuasaan. Untuk mengetahui kepuasan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan oleh sektor publik, secara periodik perlu dilakukan survey tingkat kepuasan konsumen (custumer satisfaction). Berorientasi
pada
Konsenseus
(Consensus
Orientation).
Kegiatan
bernegara, berpemerintahan dan bermasyarakat pada dasarnya adalah kreatifitas politik, yang berisi dua hal utama yaitu konflik dan konsensus. Di dalam good governance, pengambilan keputusan maupun pemecahan masalah bersama lebih diutamakan berdasarkan konsensus, yang dilanjutkan dengan kesedian untuk konsisten melaksanakan konsensus yang telah diputuskan bersama. Konsensus bagi bangsa Indonesia sebenarnya bukanlah hal baru, karena nilai dasar kita dalam memecahkan persoalan bangsa adalah melalui “musyawarah”. Keadilan (Equity). Melalui prinsip good governance, setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan. Akan tetapi karena kemampuan masing-masing warga negara berbeda-beda, maka sektor publik perlu memainkan peranan agar kesejahteraan dan keadilan dapat berjalan seiring sejalan. Keefektifan dan Efisiensi (Effectiveness and Efficiency). Agar mampu berkompetisi secara sehat dalam percaturan dunia, kegiatan domain dalam
Universitas Sumatera Utara
32
governance perlu mengutamakan efektivitas dan efisiensi dalam setiap kegiatan. Tekanan perlunya efektivitas dan efisiensi terutama ditujukan pada sektor publik karena sektor ini menjalankan aktivitasnya secara monopolistik. Tanpa adanya kompetensi tidak akan tercapai efisiensi. Akuntabilitas (Accountability). Setiap aktivitas yang berkaitan dengan kepentingan publik perlu mempertanggungjawabkan kepada publik. Tanggung gugat dan tanggung jawab tidak hanya diberikan kepada atasan saja melainkan juga pada para pemegang saham (stake holder), yakni masyarakat luas. Secara teoritis, akuntabilitas itu sendiri dapat dibedakan menjadi lima macam yaitu sebagai berikut : a. Akuntabilitas Organisasional / administratif. b. Akuntabilitas legal c. Akuntabilitas politik d. Akuntabilitas professional e. Akuntabilitas moral Visi Strategis (Strategic Vision). Dalam era yang berubah secara dinamis seperti sekarang ini, setiap domain dalam good governance perlu memiliki visi yang strategis. Tanpa adanya visi semacam itu, maka suatu bangsa dan negara akan mengalami ketertinggalan. Visi itu sendiri dapat dibedakan antara visi jangka panjang (long term vision) antara 20 sampai 25 tahun (satu generasi) serta visi jangka pendek (short term vision) sekitar 5 tahun.
Universitas Sumatera Utara
33
F Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan empiris menurut penelitian hukum sosiologis untuk mengetahui efektivitas dan dampak hukum dari adanya kebijaksanaan publik pelayanan di bidang perpajakan. Yang diukur dari standar waktu dan biaya berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Dalam hal ini secara normatif apakah telah berhasil atau gagal menciptakan kinerja (pencapaian target penerimaan/ pemungutan pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor) secara bersamaan yang ditilik dari aspek kepatuhan wajib pajak (kesadaran hukum masyarakat) dan pemahaman aparat perpajakan dalam memberikan pelayanan saat mengemban tugasnya sehari-hari. Penelitian ini menggunakan data kuantitatif dan kualitatif yang diperdapat saat survey deskriptif, yang disampaikan dalam bentuk deskripsi kualitatif. 2. Metode dan Alat Pengumpulan bahan hukum. Teknik pengumpulan data yang digunakan tergantung kepada data dan sumber data yang dibutuhkan, antara lain adalah : 1) Dokumentasi; untuk mengumpulkan data primer dan sekunder, penulis menganalisa dokumen-dokumen dalam bentuk tulisan. Data yang dikumpulkan antara lain tentang APBD, Pendapatan Asli Daerah, Hukum Pajak Daerah, data kepegawaian, data statistik berupa PDRB, laporan-laparan dan lain-lain yang berkaitan dengan tujuan penelitian.
Universitas Sumatera Utara
34
2) Observasi; untuk memperoteh informasi serta gambaran empirik tentang
data-data
yang
diperlukan
dengan
mengadakan
pengamatan langsung pada obyek penelitian. 3) Wawancara; adalah percakapan langsung dengan maksud untuk memperkuat data sekunder yang diperlukan dalam penelitian. Percakapan itu dilakukan aleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (responden).
Tehnik
wawancara
yang
digunakan
adalah
wawancara terbuka (open interview) dengan maksud agar responden tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula maksud wawancara tersebut. Untuk itu instrumen penelitian yang digunakan adalah pedoman wawancara (indepth interview) yang merupakan penuntun bagi peneliti dalam mengembangkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat terbuka sehingga memberikan kebebasan yang seluas-luasnya bagi responden untuk menyampaikan pendapatnya. 4) Untuk melengkapi sumber data primer dalam penelitian ini, juga ditetapkan para fungsionaris pejabat terkait yang berkompeten mengambil kebijakan terhadap kinerja Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara dan UPTD Samsat Medan yakni pejabat yang menempati tingkatan (top management, middle management, dan lower rrranagement' serta staf) serta para penentu kebijakan
Universitas Sumatera Utara
35
pada Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dan Jajaran Polda Sumatera Utara. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari responden (wajib pajak) dan petugas pajak serta pejabat yang berwenang/ terkait. Untuk melengkapi data yang diperoleh secara langsung dari responden tersebut, data juga diperoleh dari beberapa informan tertentu, yaitu orang-orang yang relevan dianggap mengetahui masalah objek penelitian dengan melakukan wawancara. Data Sekunder merupakan data yang diperoleh dari buku referensi dan data yang ada di Dispenda Provinsi Sumatera Utara, Ditlantas Polda Sumatera Utara, PT. Jasa Raharja (Persero) Cabang Sumatera Utara dan Kantor Bersama Samsat Sumatera Utara di Medan. Data yang diperoleh antara lain yang berkaitan dengan situasi dan Kondisi Samsat, seperti sumber daya yang tersedia, meliputi manusia (kualitas dan kuantitas) dan prasarana serta wajib pajak yang dilayani. Selain itu, Data Sekunder ini diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang bersumber dari : 1. Bahan Hukum Primer, antara lain : a. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah; b. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal. c. Instruktur Presiden No. 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan.
Universitas Sumatera Utara
36
d. Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1995 tentang Perbaikan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintahan Kepada Masyarakat. e. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63/KEP/ M.PAN/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. f. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2006 tentang Standarisasi Sarana dan Prasarana Kerja Pemerintah Daerah. g. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. h. Keputusan
Menteri
Pendayagunaan
Aparatur
Negara
:
Kep/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks
Kepuasan
Masyarakat
Unit
Pelayanan
Instansi
Pemerintah. i. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. Kep/26/M.PAN/2/2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik. j. Surat
Keputusan
Bersama
Menteri
Pertahanan
Keamanan/Panglima ABRI, Menteri Keuangan dan Menteri Dalam
Negeri
Nomor
PoI/KEP/13/XII/1976,
Nomor
KEP.1693/MK/TU/12/1976 dan Nomor 311 Tahun 1976, tentang Peningkatan Kerjasama antara Pemerintah Daerah Tingkat I, Komando Daerah Kepolisian dan Aparat Departemen Keuangan dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat serta
Universitas Sumatera Utara
37
peningkatan Pendapatan Daerah khususrya mengenai Pajak Kendaraan Bermotor; k. Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; l. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2003 tentang Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; m. Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2002 tentang Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan; n. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 1973 tentang Pembentukan Dinas Pendapatan Daerah; o. Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 22 Tahun 2001 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Provinsi Sumatera Utara; p. Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 57 Tahun 2004 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. q. Surat Keputusan Bersama Direktur Lalu Lintas Kepolisian Daerah Sumatera Utara dan Kepala Dinas Pendapatan Daerah Propinsi Sumatera Utara dan Kepala Cabang Jasa Raharja ( Persero ) Sumatera Utara Nomor : B/24/I/2006/DITLANTAS per Nomor: 973/043/ PAJAK-2006/ Nomor: P/1/SPP/2006, tanggal 24 Januari 2006, tentang Standar Pelayanan Minimal Penerbit STNK, Pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor ( PKB ), Bea
Universitas Sumatera Utara
38
Balik Nama Kendaraan Bermtor ( BBNKB ), dan Sumbangan Wajib dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan ( SWDKLLJ ). Pada Kantor Bersama SAMSAT Di Sumatera Utara. r. Surat Edaran Kepala Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 065/181/Dipenda-2006, 28 Februari Tahun 2006 tentang Standar Pelayanan Minimal ”Penerbitan Naskah Dinas dalam bentuk surat yang berkaitan dengan Pelayanan Umum yang diberikan oleh Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara. s. Produk hukum yang berlaku dan relevan lainnya. 2. Bahan Hukum Sekunder Dihimpun melalui kegiatan penelitian dengan memanfaatkan media cetak dan elektronik berupa buku-buku, tesis, majalah, surat kabar, internet dan sebagainya. 3. Bahan Hukum Tertier Yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum sekunder, seperti ensiklopedi, kamus, dan lain-lain 3. Analisis Data Teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif. Setelah data primer terkumpul, dilakukan pengelompokan data dan pengeditan guna mengidentifikasi data yang relevan dengan pokok permasalahan penelitian. Setelah itu data dianalisis. Analisis data dimaksudkan adalah untuk menyederhana-kan data agar menjadi informasi yang dapat digunakan dalam menjelaskan permasalahan
Universitas Sumatera Utara
39
penelitian. Pada tahap ini analisis data dilakukan setelah semua informasi dianggap cukup memadai oleh peneliti. Langkah yang dilakukan untuk menganalisi data yaitu melakukan penyederhanaan informasi yang diperoleh dengan memilah-milah informasi berdasarkan kategori yang telah disiapkan dalam blanko tanggapan dan daftar wawancara dengan menggunakan aturan positif yang ada dan teori-teori maupun pendapat yang disinggung dalam tinjauan pustaka, sehingga dapat ditafsirkan untuk merumuskan kesimpulan penelitian.
G. Sistematika Penulisan BAB I
PENDAHULUAN Pada bab ini akan membahas tentang Latar Belakang, Perumusan Masalah,
Tujuan
Penelitian,
Manfaat
Penelitian,
Keaslian
Penulisan, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan BAB II
KEBIJAKAN PUBLIK DIBIDANG PERPAJAKAN Pada bab ini akan membahas tentang Pengertian Kebijakan Publik, Perumusan Kebijakan dan Analisis Publik, Negara Pelayanan dan Pelayanan Umum dan Perencanaan sebagai Subsistem Manajemen
BAB III
PERATURAN DAERAH TENTANG PKB DAN BBN-KB Pada bab ini akan membahas mengenai Efektivitas Pajak Daerah, Kebijaksanaan
Nasional
Untuk
Efektivitas
Pelayanan
dan
Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) serta Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 1 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah Provinsi Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
40
BAB IV
PELAYANAN
PAJAK
DAN
BEA
BALIK
NAMA
KENDERAAN BERMOTOR PADA DINAS PENDAPATAN DAERAH KOTA MEDAN Akan membahas tentang Gambaran Umum Dinas Pendapatan Kota Medan dan Efektivitas Pelayanan Pajak Kenderaan Bermotor, Bea Balik Nama Kenderaan Bermotor serta Hambatan yang timbul dalam Pemungutan PKB dan Bea Balik Nama serta Upaya mengatasi hambatan BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini adalah kesimpulan dari permasalahan dan saran dalam menyelesaikan permasalahan
Universitas Sumatera Utara