PENGHORMATAN PRINSIP-PRINSIP KEMANUSIAAN TERHADAP TAWANAN PERANG DALAM KONFLIK BERSENJATA MENURUT KONVENSI JENEWA III TAHUN 1949 (Studi Kasus Penyiksaan Tawanan Perang AS Di Penjara Guantanamo) DANIAL Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa E_Mail:
[email protected] ABSTRACT Humanitarian principle aims to protect and ensure respect for the human. This research uses a normative, and the research also applies a descriptive-analytical approach to examine and analyse the research questions of the thesis. In doing so, this research uses a secondary data, These legal materials are subsequently analysed using a qualitative juridical approach.The results showed that the First, the concept of legal protection of prisoners of war under the Geneva Convention III 1949 indicates that the combatants who have the status of 'hors de combat' must be protected and respected in all circumstances. Tribute in the form of an obligation not to commit acts harmful, do not aggravate the situation, and do not kill people who are protected. Penahanpun state obligation to prevent harm and damage; Second, implementation of the Geneva Convention III 1949 against US prisoners of war in Guantanamo is not optimal. This happens because of differences in the interpretation of the Articles in International Humanitarian Law so as to cause the indication practices inhumane treatment, no legal protection, not considered welfare and not related to the outside world at Guantanamo will be undertaken by the US military guards. Keywords: Respect, Humanity, Prisoner of War, Armed Conflict, Guantanamo
Abstrak Prinsip kemanusian bertujuan untuk melindungi dan menjamin penghormatan terhadap manusia. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dan bersifat deskriptif analitis, yaitu menganalisis identifikasi masalah dengan menggunakan data sekunder, kemudian dianalisis secara yuridis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, Konsep perlindungan hukum terhadap tawanan perang dalam Konvensi Jenewa III tahun 1949 menunjukkan bahwa kombatan yang telah berstatus ‘Hors de combat’ harus dilindungi dan dihormati dalam segala keadaan. Penghormatan berupa kewajiban untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang membahayakan, tidak memperparah keadaan, dan tidak membunuh orang yang dilindungi. Negara penahanpun berkewajiban untuk mencegah bahaya dan kerusakan; Kedua, Implementasi Konvensi Jenewa III Tahun 1949 terhadap tawanan perang Amerika Serikat di penjara Guantanamo belum optimal. Hal tersebut terjadi karena adanya perbedaan penafsiran terhadap Pasal-Pasal dalam Hukum Humaniter Internasional sehingga berakibat adanya indikasi praktek-praktek perlakuan tidak manusiawi, tidak mendapat perlindungan hukum, tidak diperhatikan kesejahteraannya dan tidak berhubungan dengan dunia luar di Penjara Guantanamo yang di lakukan oleh sipir militer Amerika Serikat. Kata Kunci: Penghormatan, Kemanusiaan, Tawanan Perang, Konflik Bersenjata, Guantanamo
PENDAHULUAN
nal, dimaksudkan dalam memberikan bantuan
Prinsip kemanusian sebagai salah satu
tanpa diskriminasi kepada orang yang terluka di
prinsip dasar dalam hukum humaniter internasio-
medan perang, berupaya dengan kapasitas inter-
Penghormatan Prinsip-Prinsip Kemanusiaan Terhadap… 102
nasional dan nasional untuk mengurangi penderi-
cara membuang senjata. Kriteria ini juga diberikan
taan manusia dimanapun ditemukan. Prinsip ini.
bagi angkatan perang regular yang tunduk pada
Selain itu, Prinsip ini bermanfaat untuk mening-
suatu pemerintahan atau kekuasaan yang tidak
katkan saling pengertian, persahabatan, kerja-
diakui oleh negara yang menahan.1
sama dan perdamaian yang berkelanjutan diantara
Pasal 4 ayat 2 Konvensi Jenewa III tahun
semua rakyat sehingga tidak menciptakan dis-
1949 juga memberikan status tawanan perang
kriminasi karena kebangsaan, ras, kepercayaan
terhadap anggota-anggota milisi serta anggota-
agama, pendapat kelas atau politik. Sebagai
anggota dari barisan sukarela lainnya yang bero-
prinsip dasar hukum humaniter internasional, para
perasi di dalam atau di luar wilayahnya sendiri,
pihak yang bersengketa diharuskan untuk mem-
sekalipun wilayah itu diduduki, selama mereka
perhatikan perikemanusiaan, di mana mereka dila-
memenuhi syarat-syarat yang terdapat dalam
rang untuk menggunakan kekerasan yang dapat
Pasal 1Piagam Den Haag tahun 1907, yaitu:
menimbulkan luka yang berlebihan atau pende-
a. Prajurit tersebut berada di bawah ko-
ritaan yang tidak perlu termasuk kepada tawanan
mando seorang yang bertanggungjawab
perang.
terhadap bawahannya. Tawanan perang diatur dalam Konvensi
b. Mereka memiliki tanda pengenal yang
Jenewa III tahun 1949, pada Pasal 12 Konvensi Je-
tetap dan dapat dikenal dari kejauhan.
newa III tahun 1949 mendefenisikan tawanan pe-
c. Membawa senjata mereka secara terang-
rang
sebagai tawanan musuh, bukan tawanan
terangan
orang-perorangan atau kesatuan-kesatuan militer
d. Dalam melaksanakan operasi militer patuh
yang telah menawan mereka. Lepas dari tanggung
terhadap hukum-hukum dan kebiasaan-
jawab perorangan yang mungkin ada, Negara
kebiasaan perang
penahan bertanggung jawab atas perlakuan yang
Demikian halnya Pasal 4 ayat 6 Konvensi
diberikan kepada mereka. Dalam hukum humaniter
Jenewa III tahun 1949 juga memberikan status
internasional (HHI), ada dua kelompok komunitas
tawanan perang terhadap penduduk suatu wilayah
yang dapat dikategorikan sebagai tawanan perang,
yang belum jatuh dalam pendudukan yang, ketika
yaitu: Pertama, tentara regular. Tentara regular
musuh mendekat, mereka bangkit melakukan per-
(yang memenuhi syarat-syarat yang telah dite-
lawanan terhadap pasukan-pasukan yang menye-
tapkan oleh HHI seperti menghormati hukum-hu-
rang, asal saja mereka membawa senjata secara
kum dan kebiasaan-kebiasaan perang) dapat
terang-terangan dan menghormati hukum-hukum
menikmati jaminan hukum yang ditetapkan bagi
dan kebiasaan-kebiasaan perang.
tawanan perang pada saat meninggalkan pepe-
Kedua, kelompok lain yang dikategorikan
rangan dengan cara terpaksa seperti karena
sebagai tawanan perang dalam Pasal 4 ayat 4
cedera, atau karena keinginannya sendiri dengan
Konvensi Jenewa III tahun 1949 adalah kelompok
1
Pasal 4 ayat 3 Konvensi Jenewa III tahun 1949
Jurnal Idea Hukum
103
Vol. 1 No. 2 Edisi Oktober 2015 Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
yang dikategorikan sebagai tawanan perang tetapi
perlindungan yang diberikan kepada kombatan
bukan tentara regular meliputi orang-orang sipil
dalam konflik bersenjata.2
yang menyertai angkatan perang yang mencakup: para
pemasok
perbekalan
(logistic
perang),
Pasal 44 merupakan salah satu alasan Amerika
Serikat
belum
meratifikasi
Protokol
anggota unit kerja yang bertanggungjawab atas
Tambahan I. Amerika Serikat membagi kombatan
kesejahteraan dan kenyamanan angkatan perang,
menjadi dua yakni kombatan yang sah dan tidak
orang-orang sipil yang menjadi awak pesawat
sah, konsep tersebut jelas tidak ada dalam hukum
terbang
koresponden
humaniter. Ini adalah penafsiran hukum terhadap
perang, dengan syarat mereka dibekali surat-surat
Protokol Tambahan I. Presiden Ronald Reagan
pengesahan dan identitas pribadi oleh angkatan
merasa Protokol Tambahan I itu, dan khususnya
perang yang mereka sertai.
Pasal 44, memberikan legitimasi bagi teroris dan
militer,
wartawan
atau
Status tawanan perang pun diperluas oleh
juga kemungkinan membatasi hukuman bagi
Pasal 44 Protokol Tambahan I. Protokol Tambahan
anggota kelompok bersenjata atas tindakan me-
I memperluas perlindungan yang diberikan kepada
reka.3 Konsekuensi dari keputusan Amerika adalah
pemberontak, dan gerilyawan dengan memberikan
dibangunnya penjara Guantanamo yang dipe-
mereka status tawanan perang seperti yang diatur
runtukkan terhadap orang-orang yang diduga
dalam
untuk
teroris. Walaupun masyarakat internasional me-
melakukan hal itu adalah bahwa masalahnya tidak
nolak keputusan Amerika tersebut. Namun, Ame-
begitu banyak cara untuk mendapatkan status
rika Serikat tetap memaksakan membangun pen-
sebagai kombatan dan tawanan perang, namun
jara Guantanamo yang kemudian di duga sebagai
bagaimana untuk menghindari agar status tersebut
tempat penyiksaan para tawanan perang Amerika
tidak hilang. Anggota kelompok bersenjata adalah
Serikat.
tawanan
Konvensi
perang
Jenewa
kecuali
III.
Alasan
mereka
melakukan
kejahatan perang, maka memungkinkan dituntut
RUMUSAN MASALAH
sebagai terorisme. Mereka tidak pernah bisa
Berangkat dari pemaparan di atas, di-
dituntut atas dasar hukum nasional karena
rumuskan masalah tersebut sebagai berikut: Per-
mengangkat
adalah
tama, Bagaimana konsep perlindungan hukum
kombatan. Namun, Kondisi tersebut menyebabkan
terhadap tawanan perang dalam Konvensi Jenewa
pemberian status tawanan perang jadi lemah.
III tahun 1949; Kedua, Bagaimana implementasi
Karena pada dasarnya pemberian status tawanan
Konvensi Jene-wa III tahun 1949 terhadap tawa-
perang
nan perang Amerika Serikat di penjara Guantana-
senjata,
bertujuan
sebab
untuk
mereka
meningkatkan
mo.
2
Michla Pomerance, Self Determination in Law And Practice: The New Doctrine of the United Nations, The Hague/ Boston: M. Nijhoff, 1982, hlm. 53
3
Georges H. Aldrich, Prospects for United States Ratifi cation of Additional Protocol I to the 1949 Geneva Conventions, 1991, hlm. 85
Penghormatan Prinsip-Prinsip Kemanusiaan Terhadap… 104
METODE PENULISAN
reka) dari kelompok masyarakat lain (penduduk
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dengan pendekatan undang-
sipil), yang tidak terlibat atau tidak berpartisipasi langsung dalam peperangan.
undang (statute approach), pendekatan kasus
Oleh karena itu, penduduk sipil yang ter-
(case approach), dan pendekatan historis (his-
libat dalam permusuhan, dianggap menjadi bagian
trorical approach). Jika dilihat dari sifatnya, peneli-
dari kombatan, hal itu merupakan perubahan besar
tian ini dikategorikan sebagai penelitian deskriptif
dalam konsep kombatan. Kombatan merupakan
analitik. Yaitu mencari data atau gambaran seteliti
milik angkatan bersenjata
mungkin mengenai objek dari permasalahan.
Konvensi Jenewa III, Pasal 43 dan 44 Protokol
Adapun tahap pengumpulan data ini dilakukan
Tambahan I. Ada perubahan besar dalam Protokol
dalam dua tahap yaitu: (a) Penelitian kepustakaan
Tambahan I sejak dokumen tentang kriteria kom-
yaitu pengumpulan data dilakukan melalui pene-
batan diatur dalam Pasal 4 Konvensi Jenewa III
lusuran terhadap bahan-bahan hukum primer be-
untuk memenuhi situasi baru dan keadaan yang
rupa bahan hukum, bahan hukum sekunder dan
disebabkan oleh perang untuk penentuan nasib
bahan hukum tertier.
sendiri. Masalah utama adalah bahwa beberapa
menurut Pasal 4
negara belum meratifikasi Protokol Tambahan I. PEMBAHASAN
Selain itu, sifat perang yang berubah saat ini,
Perlindungan Hukum Terhadap Tawanan Pe-
terutama di era pergerakan terorisme.
rang Menurut Konvensi Jenewa III tahun 1949
Pada dasarnya tujuan dari Protokol Tam-
Salah satu hal mendasar dalam hukum
bahan I adalah untuk memberi jawaban atas
humaniter Internasional adalah bahwa dalam
tantangan yang muncul dari perjuangan untuk
konflik bersenjata, satu-satunya tindakan yang da-
menentukan nasib sendiri dan para pihak dalam
pat diterima adalah melemahkan potensi militer
konflik horisontal. Pasal 44 Protokol Tambahan I
musuh. Hal ini mensyaratkan bahwa hukum
memberikan informasi tambahan mengenai kom-
humaniter internasional memiliki potensi untuk
batan dan tawanan perang. Ayat 2 Pasal 44 PT I
mendefinisikan siapa yang dianggap sebagai
menyatakan bahwa jika seorang kombatan me-
kombatan dan yang karenanya dapat menyerang
langgar aturan hukum internasional, ia tidak akan
atau di serang dan berpartisipasi langsung dalam
kehilangan statusnya sebagai kombatan atau se-
peperangan. Berdasarkan prinsip pembedaan,
bagai tawanan perang, kecuali dalam keadaan
semua yang terlibat dalam konflik bersenjata harus
dinyatakan dalam ayat 3 dan 4. Ayat 3 mengi-
membedakan antara orang-orang yang terlibat
ngatkan kita bahwa kombatan harus membedakan
4
(Kombatan) dan penduduk sipil. Kombatan harus
dirinya setiap saat dari penduduk sipil. Bila hal ini
membedakan diri mereka sendiri (memungkinkan
tidak mungkin karena sifat permusuhan, kombatan
musuh-musuh mereka untuk mengidentifikasi me-
akan tetap pada statusnya asalkan ia menam-
4
Igor Primoratz (ed), Civilian Immunity in War, New York: Oxford University Press, 2007, hlm. 42
105
Jurnal Idea Hukum Vol. 1 No. 2 Edisi Oktober 2015 Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
pakkan diri setiap keterlibatan militer, dan ketika
yang dimaksud merupakan perlindungan yang
"dia terlihat musuh saat terlibat dalam penyebaran
bersifat aktif, berupa kewajiban untuk mencegah
militer sebelum peluncuran serangan di mana ia
bahaya dan kerusakan.
berpartisipasi".
Pada tahun 1474, misalnya, Pengadilan
Selanjutnya ayat 4 mengatakan bahwa
Internasional menjatuhkan hukuman mati kepada
kombatan yang ditangkap dan tidak memenuhi
Peter Von Hagenbach, pelaku kekejaman saat
kriteria di atas akan kehilangan haknya sebagai
pendudukan Breisach. Dalam perang saudara
tawanan perang, tapi akan mendapatkan per-
utara-selatan di Amerika, Abraham Lincoln juga
lindungan setara dengan perlindungan diberikan
melarang perilaku tidak manusiawi dan mengan-
oleh Konvensi Jenewa III dan Protokol Tambahan
cam dengan pidana, termasuk pidana mati,
I untuk tawanan perang. Ayat 5 menyatakan bahwa
terhadap para pelaku penyiksaan terhadap tawa-
jika kombatan ditangkap ketika ia tidak terlibat
nan perang6.
dalam serangan atau persiapan militer, ia tidak
Dua kodifikasi hukum Internasional yakni
akan kehilangan statusnya sebagai kombatan atau
Konvensi Jenewa 1949 dan Instrumen pokok hak-
tawanan perang. Jika seorang tentara berlibur ber-
hak Asasi Manusia Internasional menandai titik
sama keluarganya kemudian tertangkap, dia akan
awal kodifikasi hukum perlindungan perang pada
mendapatkan status kombatan dan tawanan pe-
zaman modern. Konferensi-konferensi itu memba-
rang.
has tentang perlindungan terhadap tawanan pePerlindungan terhadap tawanan perang
rang. Dalam Konvensi Jenewa, perlindungan
adalah hal yang sangat penting diperhatikan saat
terhadap tawanan perang diatur dalam konvensi
terjadinya konflik bersenjata, hal ini dimaksudkan
Jenewa ke-III pada Pasal 13-nya mensyaratkan
untuk menghindari perlakuan yang tidak manu-
bahwa: “Tawanan perang harus diperlakukan
siawi. Dalam sengketa bersenjata, orang-orang
dengan perikemanusiaan. Setiap perbuatan yang
yang dilindungi dapat dibagi atas dua golongan
bertentangan dengan hukum, atau kelalaian nega-
meliputi kombatan dan non kombatan (Penduduk
ra penahan yang mengakibatkan kematian atau
sipil). Demikian halnya kombatan yang telah
yang benar-benar membahayakan kesehatan ta-
berstatus ‘Hors de combat’ harus dilindungi dan
wanan perang yang berada di bawah pengawa-
dihormati dalam segala keadaan. Penghormatan
sannya, adalah dilarang dan harus dianggap seba-
pada dasarnya bersifat pasif, yaitu kewajiban untuk
gai pelanggaran berat dari konvensi ini. Tawanan
tidak melakukan tindakan-tindakan yang memba-
perang terutama tidak boleh dijadikan obyek
hayakan, tidak memperparah keadaan, dan tidak
penggudungan jasmani, percobaan-percobaan ke-
membunuh orang yang dilindungi. Perlindungan
dokteran atau ilmiah dalam bentuk apapun juga
5
5
6
Arlina Permanasari et. Al, pengantar hukum humaniter, ICRC, Jakarta, 1999, Hlm.163 Marcella Elwina S, Mengatur Kejahatan Perang, Tampa Penerbit, Karawang, 2004, Hlm.2
Penghormatan Prinsip-Prinsip Kemanusiaan Terhadap… 106
yang tidak dibenarkan oleh pengobatan kedokte-
adanya putusan pengadilan. Hal ini dilakukan intuk
ran, kedokteran gigi atau kesehatan dari tawanan
mencegah segala bentuk penyiksaan terhadap
bersangkutan dan dilakukan demi kepentingannya.
tawanan perang demi penghormatan terhadap
Tawanan juga harus selalu dilindungi, terutama
prinsip-prinsip kemanusiaan.
terhadap tindakan-tindakan kekerasan dan ancaman-ancaman, dan terhadap penghinaan-peng-
Efektifitas Konvensi Jenewa III Tahun 1949
hinaan serta tontonan umum. tindakan-tindakan
Terhadap Tawanan Perang Amerika Serikat Di
pembalasan terhadap tawanan perang juga dila-
Guantanamo .
rang”.
Pasal 12 Konvensi Jenewa III tahun 1949 Sedangkan dalam Instrumen pokok Hak-
menegaskan bahwa tawanan perang adalah
Hak Asasi Manusia, walaupun tidak diatur secara
tawanan Negara musuh, bukan tawanan orang-
spesifik tentang perlindungan terhadap tawanan
perorangan atau kesatuan-kesatuan militer yang
perang, akan tetapi karena tawanan perang ter-
telah menawan mereka. Lepas dari tanggung
kadang tidak luput dari segala bentuk penyiksaan
jawab perseorangan yang mungkin ada, Negara
dan perlakuan kejam yang tidak manusiawi, maka
Penahan bertanggung jawab atas perlakuan yang
aturan dalam konvensi ini dapat diterapkan dalam
diberikan kepada mereka.
hal perlindungan terhadap tawanan perang. Me-
Selanjutnya Pada Pasal 13nya mene-
ngenai larangan segala bentuk penyiksaan ter-
rangkan bahwa tawanan perang harus diperla-
hadap tawanan diatur dalam konvensi menentang
kukan dengan perikemanusiaan. Setiap perbuatan
penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain
yang bertentangan dengan hukum, atau kelalaian
yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan
Negara Penahan yang mengakibatkan kematian
martabat manusia, pada Pasal 11 yang berbunyi
atau yang benar-benar membahayakan kesehatan
sebagai berikut: “Setiap negara pihak harus senan-
tawanan perang yang berada di bawah pengawa-
tiasa mengawasi secara sistimatik peraturan-
sannya, adalah dilarang dan harus dianggap se-
peraturan tentang interogasi, interuksi, metode,
bagai pelanggaran berat dari Konvensi ini. Ta-
kebiasaan-kebiasaan dan perturan untuk mela-
wanan perang terutama tidak boleh dijadikan
kukan penahanan serta perlakuan terhadap orang-
obyek pengudungan jasmani, percobaan-perco-
orang yang ditangkap, ditahan atau dipenjara
baan kedokteran atau ilmiah dalam bentuk apapun
dalam setiap wilayah kewenangan hukumnya,
juga yang tidak dibenarkan oleh pengobatan
dengan maksud untuk mencegah terjadinya kasus
kedokteran, kedokteran gigi atau kesehatan dari
penyiksaan”.
tawanan bersangkutan dan dilakukan demi kepen-
Jadi, konvensi-konvensi di atas mewajib-
tingannya. Tawanan perang juga harus selalu
kan setiap negara yang turut serta meratifikasi
dilindungi, terutama terhadap tindakan-tindakan
konvensi tersebut, agar menghindarkan diri dari
kekerasan atau ancaman-ancaman, dan terhadap
segala bentuk penyiksaan dan mengawasi para
penghinaan-penghinaan serta tontonan umum.
aparat penegak hukum mulai dari introgasi hingga
107
Jurnal Idea Hukum Vol. 1 No. 2 Edisi Oktober 2015 Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Selanjutnya pada Pasal 29 Bab III tentang
penyiksaan terhadap para tahanan Guantanamo
Kesehatan dan Pengamatan Kesehatan, yang
dan Abu Ghraib, oleh tentara AS. Dalam film dan
berbunyi: Negara Penahan wajib mengambil se-
foto-foto yang kemudian ditayangkan itu terbukti
gala tindakan kesehatan yang diperlukan untuk
bahwa para sipir militer AS secara brutal menyiksa
menjamin kebersihan serta kesehatan tempat
fisik dan mental para tahanan. Televisi CBS
tawanan dan untuk mencegah wabah-wabah
Amerika juga menayangkan seorang tawanan
menular. Bagi tawanan perang harus disediakan
yang mengaku ditelanjangi dan diancam diper-
untuk dipakai siang dan malam tempat-tempat
kosa, sementara tangan dan kakinya dirantai dan
pemandian dan kakus yang memenuhi syarat-
kepalanya ditutupi kain. Banyak juga tahanan
syarat
menerus
dipaksa minum air hingga muntah darah. Beberapa
dipelihara dalam keadaan bersih. Di tiap kamp
tahanan lainnya mengatakan mereka diperkosa,
tawanan dimana tawanan perang wanita ditam-
dipukuli, setelah itu dibiarkan dalam keadaan
pung, harus disediakan bagi mereka tempat-
telanjang selama beberapa hari.7 Adapun teknik-
tempat pemandian dan kakus yang terpisah.
teknik interogasi sipir militer AS dalam penjara
Selanjutnya di samping tempat-tempat mandi yang
Guantanamo dan di penjara Abu Ghraib meliputi:8
tersedia dalam kamp tawanan, tawanan perang
1. Isolation. Tahanan ditinggalkan atau di-
harus juga diberikan air dan sabun yang cukup un-
isolasi di sebuah ruangan khusus isolasi,
tuk keperluan kamar kecil dan untuk mencuci
sampai ia mengalami kegelisahan dan
pakaian pribadinya. Bagi mereka harus disediakan
timbul keinginan yang sangat besar untuk
instalasi-instalasi, fasilitas-fasilitas dan waktu yang
berinteraksi.
kesehatan
dan
yang
terus
diperlukan untuk maksud itu
2. Sleep Deprivation. Tahanan disiksa de-
Jadi, pada dasarnya Konvensi Jenewa III
ngan cara dilarang tidur selama beberapa
1949 mengatur masalah tawanan perang yang
hari. Jika sudah sampai di hari tertentu,
meliputi status tawanan perang, hak dan kewajiban
tahanan akhirnya dibolehkan tidur, tetapi
tawanan perang serta perlindungan terhadap tawa-
waktunya sangat sebentar dan langsung
nan perang dan harta bendanya. Adapun hak-hak
dibangunkan lagi. Hal tersebut bisa mem-
tawanan perang meliputi hak untuk diperlakukan
buat tahanan sangat pusing dan membuat
secara manusiawi, hak mendapat perlindungan
pandangannya kabur. Apalagi selama
hukum, hak untuk diperhatikan kesejahteraannya
menjalani masa pemaksaan tidak tidur,
dan hak untuk berhubungan dengan dunia luar.
porsi makanan tahanan sangat dibatasi.
Namun demikian, dalam beberapa kasus
3. Sensory Deprivation. Tempat semacam
seperti yang terjadi di Penjara Guantanamo di
tabung yang dibuat khusus untuk tahanan
wilayah Kuba, Amerika latin Tanggal 29 April 2004,
dalam menjalani siksaan agar mau ber-
televisi
bicara. Tabung tersebut hanya diberi
7
CBS
Amerika
menayangkan
film
Lihat di http://mirajnews.com/id/artikel/feature/kejamnyasiksaan-tentara-amerika
8
Ibid.
Penghormatan Prinsip-Prinsip Kemanusiaan Terhadap… 108
lubang untuk bernafas. Selama didalam
9. Extreme Cold atau Hot Box. Extreme Cold
tabung, tahanan akan mengalami depresi
adalah
yang sangat berat dan akan dikeluarkan
menggunakan bantuan alam atau alat
jika ia mau berbicara.
yang bisa membuat tahanan merasa
4. Stress Position. Tahanan dipaksa untuk
jenis
adalah
banyak
membuat
lain
yang
menjadi
tambahan untuk penyiksaan jenis ini. Salah
satunya
pegangan
dan
adalah
berdiri
tanpa
kedua
lengan
harus
diangkat.
yang
sangat kedinginan. Sedangkan Hot Box
berdiri selama berjam-jam. Selain itu, metode
penyiksaan
jenis
penyiksaan
tahanan
yang
merasa
akan sangat
kepanasan. 10. Phobias. Dikurung bersama sesuatu yang tahanan
takuti,
seperti
laba-laba,
kalajengking, bahkan ular dan beberapa
5. Sensory Bombardment. Tahanan ditaruh
hewan atau benda lainnya, agar tahanan
dalam suatu ruangan lalu diberi cahaya
mengalami rasa panik dan takut yang luar
yang amat silau dan suara-suara yang
biasa.
keras,
membuat
mengalami
11. Waterboarding. Metode ini belakangan
gangguan pada berbagai inderanya dan
dilarang digunakan dalam kemiliteran AS.
bisa kehilangan konsenterasi.
Waterboarding
6. Forced
tahanan
Nudity.
Para
dilakukan
dengan
tahananan
mengikat tubuh tahanan pada sebuah
dikumpulkan lalu dipanggil salah satu dari
papan atau meja dengan posisi kaki lebih
mereka dan ditelanjangi. Tahanan yang
tinggi daripada kepala, lalu matanya
telanjang
akan
ditutup. Kemudian wajah tahanan disiram
jika
dengan air berulang kali dengan teknik
interogasi berjalan lancar. Namun jika
tertentu. Secara psikolog tahanan akan
tidak, tahanan akan diancam dengan
merasa dirinya tenggelam dan timbul
siksaan-siksaan lainnya.
reaksi
diinterogasi
diperbolehkan
dan
berpakaian
lagi
tersedak
karena
air
yang
7. Sexual Humiliation. Para tahanan dipaksa
diguyurkan ke wajahnya itu. Metode ini
berhubungan seks sesama jenis, menari
sangat efektif karena dalam percobaan
striptis
penyiksaan-penyiksaan
yang dilakukan terhadap anggota CIA
seksual lainnya yang dilakukan tentara
sendiri, ternyata rata-rata mereka hanya
Amerika menjawab
dan
agar
para
segala
tahanan
mau
bertahan selama 14 detik.
pertanyaan
yang
Dugaan perlakuan tidak berprikemanu-
mereka tanyakan.
siaan terhadap tawanan perang dalam penjara
8. Cultural Humiliation. Penghinaan verbal,
Guantanamo maupun di penjara Abu Ghraib oleh
pemaksaan makan babi atau makan
oknum sipir militer AS mengindikasikan: Adanya
makanan haram lainnya bagi tahanan
perbedaan penafsiran terhadap prinsip-prinsip
Muslim.
dasar dan pasal-pasal dalam hukum humaniter
109
Jurnal Idea Hukum Vol. 1 No. 2 Edisi Oktober 2015 Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
internasional;
Sulitnya
membedakan
antara
oleh sipir militer Amerika Serikat.
kombatan dan penduduk sipil dalam perang modern saat ini; Adanya perkembangan bentuk
Saran
konflik yang tadinya hanya konflik bersenjata
Agar
Pemerintah
Indonesia
melalui
internasional kemudian muncul konflik bersenjata
kementerian luar negeri menyuarakan penutupan
non internasional; Adanya perbedaan norma
penjara guantano. Agar pemerintah Indonesia
antara Protokol Tambahan I tahun 1977 dan
melalui forum ASEAN mengajak Negara-negara
Protokol Tambahan II tahun 1977. Oleh karena itu,
Asia Tenggara membentuk lembaga peradilan
adanya indikasi perbedaan penafsiran terhadap
HAM
pasal-pasal dalam hukum humaniter internasional
kemanusiaan.
ASEAN
untuk
mengadili
penjahat
berimplikasi terhadap pengimplementasian hukum humaniter
internasional
oleh
Negara-negara
peratifikasi.
Buku Kosasi, Ahmad. HAM Dalam Perspektif Islam, Salemba Diniyah. Jakarta. 2003.
PENUTUP Simpulan Konsep perlindungan hukum terhadap tawanan perang dalam Konvensi Jenewa III tahun 1949 menunjukkan bahwa kombatan yang telah berstatus ‘Hors de combat’ harus dilindungi dan dihormati dalam segala keadaan. Penghormatan berupa kewajiban untuk tidak melakukan tindakantindakan yang membahayakan, tidak memperparah keadaan, dan tidak membunuh orang yang dilindungi.
DAFTAR PUSTAKA
Negara
penahanpun
berkewajiban
untuk mencegah bahaya dan kerusakan. Implementasi Konvensi Jenewa III Tahun 1949 terhadap tawanan perang Amerika Serikat di penjara Guantanamo belum optimal. Hal tersebut terjadi karena adanya perbedaan penafsiran terhadap Pasal-Pasal dalam Hukum Humaniter Internasional sehingga berakibat adanya indikasi praktek-praktek perlakuan tidak manusiawi, tidak mendapat perlindungan hukum, tidak diperhatikan kesejahteraannya dan tidak berhubungan dengan dunia luar di Penjara Guantanamo yang di lakukan
Muhammad Jamal, Ahmad. Perang, Damai dan Militer Dalam Islam. Fikahati Aneska. Jakarta. 1991. Permanasari, Arlina, et.al. Pengantar hukum humaniter. ICRC. Jakarta. 1999. H. Georges. Aldrich. Prospects for United States Ratifi cation of Additional Protocol I to the 1949 Geneva Conventions. 1991. Igor, Primoratz (ed), Civilian Immunity in War. New York: Oxford University Press. 2007. Pictet, Jean. Development and Principles of Internasional Humanitarian Law. Martinus Nicholf Publisher. 1985. Elwina S. Marcella. Mengatur Kejahatan Perang, Tampa Penerbit. Karawang. 2004. Pomerance, Michla. Self Determination in Law And Practice: The New Doctrine of the United Nations. The Hague/Boston: M. Nijhoff. 1982. Atmasasmita, Romli. Terjemahan Konvensi Jenewa Tahun 1949. Departemen Kehakiman. Jakarta. 1999. Davidson, Scott. Hak Asasi Manusia (Sejarah, Teori dan Praktek Dalam Pergaulan Internasional). Penerjemah; A.Hadyana Pudjaatmaka. Pustaka Utama Grafiti. 1994.
Penghormatan Prinsip-Prinsip Kemanusiaan Terhadap… 110
Makalah Asia Week, Pelanggaran HAM di Aceh, Dokumentasi CSIS, Edisi 4 April 1991 Media Indonesia, Penyiksaan Tawanan Perang Amerika dan Inggris sangat menjijikkan Edisi Maret 2004. M.M. Billah, Tipologi dan Praktek Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia, Makalah seminar pembangunan nasional VII, Badan pembinaan hukum nasional DEPKEH dan HAM, Denpasar, 14-18 Juli 2003