LAPORAN HASIL KUNJUNGAN KERJA KOMISI VI DPR-RI KE PROPINSI SULAWESI TENGGARA DAN KALIMANTAN BARAT MASA RESES SIDANG II TAHUN SIDANG 2008-2009 Tanggal, 16 s/d 19 November 2008 I. Pendahuluan A. Dasar 1. Keputusan Pimpinan DPR-RI Nomor: 37/PIMP/IV/2008-2009
Tanggal Oktober 2008 tentang Penugasan Anggota Komisi I s/d XI DPR-RI untuk melakukan Kunjungan Kerja Berkelompok dalam Masa Reses Masa Persidangan II Tahun 2008-2009 2. Keputusan Rapat Intern Komisi VI DPR-RI tanggal ..... Oktober 2008 mengenai Sasaran dan Obyek Kunjungan Kerja Komisi VI DPR-RI pada Masa Persidangan II tahun Sidang 2008-2009
B. Maksud dan Tujuan
Laporan ini dimaksudkan untuk memberi gambaran tentang berbagai temuan hasil Kunjungan Kerja Komisi VI DPR-RI yang terkait dengan bidang tugasnya di Propinsi Sulawesi Tenggara dan Kalimantan Barat dalam rangka memenuhi salah satu fungsi Dewan sebagaimana diatur dalam Tata Tertib DPR-RI ini dengan tujuan sebagai bahan masukan bagi pemerintah untuk ditindak-lanjuti sesuai ketentuan yang berlaku.
C. Sasaran dan Obyek Kunjungan Kerja Sasaran kunjungan kerja titikberatkan pada aspek: 1. Pengawasan Pelaksanaan Peraturan Perundang-undangan dan Pengawasan terhadap kinerja lembaga-lembaga/badan yang berada di dalam lingkup mitra kerja Komisi VI DPR-R; 2. Pembahasan perkembangan daerah, khususnya yang berkaitan dengan bidang mitra kerja Komisi VI DPR-RI; 3. Memonitor situasi lapangan serta menampung aspirasi yang berkembang berkaitan dengan pengembangan Investasi, Industri, Perdagangan, Koperasi dan UKM, penciptaan lapangan kerja, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal. Adapun Obyek yang dikunjungi dan dibahas meliputi: 1. Propinsi Sulawesi Tenggara : a. Pemda Propinsi Sulawesi Tenggara b. BUMN Pupuk (PT. Petrokimia, PT. Pupuk Kaltim, PT. Pertani) c. BUMN Perbankan (Bank BNI, Bank Mandiri, Bank BRI, Bank BTN , BPD Sultra) d. BUMN Pelabuhan/Pelayaran (PELINDO IV, PT. PELNI) e. PT. Aneka Tambang,PT. Pertamina f. Dinas Koperindag g. Sentra Industri Kecil (IKM/UKM) 2. Provinsi Kalimantan Barat
Obyek yang dikunjungi dan dibahas meliputi: a. Pemda Provinsi Kalimantan Barat b. Koperasi Pegawai / Credit Union Stela Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Sultra dan Kalbar , 16-20 November 2008 1
c. d. e. f. g. h. i.
PT Pelindo II , PT. Pelni dan PT. ASDP cabang Pontianak PT Pusri PTPN XIII Bank BRI Bank BNI Bank Mandiri Bank BTN
D. Waktu dan Acara Kunjungan Kerja
(Terlampir)
E. Anggota Tim Kunjungan Kerja
(Terlampir) II.
Deskripsi Umum Daerah Kunjungan Kerja 1. PROVINSI SULAWESI TENGGARA A. Bidang investasi B. Bidang industri dan perdagangan Kebijakan pemprov dalam pengembangan industri berbasis pertanian yaitu bidang industri yang berbasis agro industri yang menghasilkan kakao fermentasi, kacang mete, dan kacang mete olahan. Sub sektor industri yang menjadi prioritas dikembangkan pemprov Sultra dalam jangka menengah adalah pengembangan klaster IKM Kakao dan pengembangan klaster IKM Kakao dan pengembangan klaster IKM mete. Kontribusi sub sektor perindustrian dan perdagangan terhadap APBD bersumber dari tera/tera ulang alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya (UTTP). Pada tahun 2007 telah ditera/tera ulang UTTP sebanyak 12.883 buah, jumlah pemilik 1.617 orang/perusahaan yang menghasilkan PAD sebesar Rp.50.384.055,- dan pengawasan, pengendalian mutu barang dan eskpor serta pengawasan SNI. Pada tahun 2007 UPTD Litbang inudstri melakukan 109 kali pengujian terhadap 23 jenis komoditi yang menghasilkan PAD sebesar Rp.20.165.000,Penyerapan tenaga kerja sektor industri tahun 2007 sebanyak 74.455 orang dan penyerapan tenaga kerja sektor perdagangan tahun 2007 sebanyak 138.070 orang. Sektor inudstri yang saat ini berkembang di Provinsi Sultra adalah sektor industri Kimia dan Bahan bangunan meliputi : meubel kayu/rotan, garam beryodium, sektor sandang pangan meeliputi: pengolahan ikan, pertenunan, pengolahan kakao, pengolahan mete, sektor kerajinan meliputi : emas dan perak, anyaman C. Bidang Koperasi dan UKM Kebijakan pokok pembinaan KUKM adalah meningkatkan prakarsa, kemampuan, dan peran serta masyarakat KUKm melalui peningkatan kualitas SDM dalam rangka untuk mewujudkan peran utamanya di segala bidang kehidupan ekonomi rakyat.
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Sultra dan Kalbar , 16-20 November 2008 2
Untuk memberdayakan KUMKM dinas Koperasi dan UKM Prov Sultra selaku koordinator program pemberdayaan Koperasi dan UMKM yang perlu dikembangkan yaitu: Program penciptaan iklim usaha bagi UMKM, program pengembangan sistem pendukung, program pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif, program pemberdayaan usaha skala mikro, dan program peningkatan kualitas kelembagaan koperasi. Kontribusi sektor koperasi dan UMKM terhadap perekonomian Prov Sultra yaitu dapat dilihat pada sektor KUKM terhadap PDRB Sultra sebesar 68% artinya bahwa di Sultra sektor koperasi dan UMKM memegang peranan dalam perekonomian daerah. II. Propinsi Kalimantan Barat Provinsi Kalimantan Barat merupakan provinsi terluas nomor tiga di Indonesia dengan luas wilayah 146,807km2 atau mencapai 1,5 kali Pulau Jawa. Provinsi berpenduduk 4,1 juta jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai 28 jiwa/km2 ini dibangun dari hutan belantara. Berdasarkan UU No.5/2002 provinsi Kalimantan Barat, terdiri dari 2 kota dan 10 kabupaten. Sebagai Provinsi yang berbatasan dengan negara tetangga, Pemda menyadari keterisolasian sebagian besar wilayahnya sehingga menjadikan prioritas pembangunan wilayahnya pada infrastruktur jalan negara, jalan provinsi atau jalan kabupaten/ kota. Diharapkan pengembangan ruas prasarana transportasi darat ini dapat mempercepat pembangunan Provinsi Kalimantan Barat. Prioritas pembangunan lainnya adalah pendidikan, kesehatan serta perkembangan perekonomian kerakyatan yang meliputi pertanian, perkebunan dan usaha kecil dan mikro (UKM). Secara geografis Kalimantan Barat posisinya berada di tengah-tengah wilayah Kepulauan Indonesia, Ibukotanya Pontianak relatif dekat dengan kota Jakarta sebagai pusat Pemerintahan dan Pusat Bisnis Indonesia, serta sangat dekat dengan kota Kuching sebagai Pusat Pemerintahan dan bisnis di Sarawak. Provinsi Kalimantan Barat di sebelah utara berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia, sedangkan di sebelah Barat berbatasan langsung dengan ALKI I, alur laut Kepulauan Indonesia yang tersibuk yang menghubungkan kawasan Kegiatan Ekonomi Strategis Regional
dan
Internasional. Berada
di tengah-tengah
Pusat-Pusat
Kegiatan Nasional di Sumatera, Jawa, Sulawesi dan Kalimantan sendiri, juga relatif dekat dengan Pusat-Pusat Kegiatan Ekonomi Regional / Internasional seperti Singapura, Malaysia (termasuk Sarawak dan Sabah), Thailand, China, Brunei dan Philipina. Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Nasional (RTRN) dan Konsep RTR Pulau Kalimantan, Pembangunan di Kalbar sebagai bagian dari wilayah Kalimantan, merupakan satu kesatuan sistem wilayah, khususnya melalui sistem transportasi darat yang direncanakan dengan adanya 3 (tiga) poros lintas Kalimantan, yaitu poros utara, poros tengah dan poros selatan; dimana ketiga poros tersebut menjadi satu sistem dengan Trans Borneo Highways yang menghubungkan Sarawak, Sabah dan Brunei. Akan tetapi hingga sekarang Trans Kalimantan belum terbangun khususnya antara Kalimantan Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Sultra dan Kalbar , 16-20 November 2008 3
Barat dan Wilayah Kalimantan lainnya, sehingga saat ini Kalimantan Barat hanyalah “ bertetangga” dengan Sarawak karena jalan darat sudah nyambung ke Sarawak, dimana saat ini melalui Entikong setiap hari masingma sing 15 bus menghubungkan Kota Pontianak dan Kuching, yang memerlukan total waktu perjalanan lebih kurang 8 jam; 6,5 jam pada wilayah Kalbar dan 1,5 jam dari perbatasan ke kota Kuching dan apabila dengan pesawat udara hanya memerlukan waktu 25 menit. Adapun deskripsi masing-masing bidang adalah sebagai berikut :
A. Bidang Investasi Struktur perekonomian Kalimantan Barat terutama didukung oleh sektor pertanian, sekalipun tidak dapat dikatakan dominan karena hanya berkontribusi kurang antara 41% hingga 44% dari PDRB, tahun 2001 hingga tahun 2004, memiliki sekitar 40% angkatan kerja dari total penduduk yang ada. Tingkat pengangguran terbuka di provinsi ini mencapai 2,491% pada tahun 2001, menunjukkan peningkatan hingga tahun 2002 dan 2003 yang masing-masing mencapai 4,404% dan 8,676%, kemudian menurun menjadi 8,226% pada tahun 2004, dan tahun 2005 menjadi 4,916% atau angka pangangguran sebesar 45.262 orang. Tingkat perekonomian Kalimantan Barat direfleksikan oleh indeks aksesibilitas yang baru mencapai 0,01 dibandingkan indeks nasional yang mencapai 0,05. Jarak rata-rata desa ke ibukota kecamatan adalah 42km sedangkan ke ibukota kabupaten mencapai 162km dengan kondisi jalan yang umumnya rusak, rusak berat bahkan belum ada. Keterbatasan jalan tidak hanya dalam hal kuantitas, yaitu panjang jalan, tetapi juga kapasitas yaitu daya dukung jalan. Prasarana jalan yang ada hanya berkapasitas maksimal 8 ton, padahal tidak jarang dibutuhkan jalan dengan kapasitas 15 hingga 20 ton. Alternatif moda transportasi air melalui sungai meghadapi kendala alam karena pada musim kemarau ketinggian air sungai rendah sehingga tidak dapat dilayari hingga ke wilayah hulu; pada musim hujan, ada sebagian wilayah yang mengalami banjir.Selain itu, di alur sungai Barito terdapat jembatan dengan bentang pendek, sekitar 60 meter, di daerah tikungan sehingga kapal mengalami kesulitan untuk melewatinya. Moda transportasi darat yang terbatas dan moda transportasi air yang tidak jarang terkendala oleh kondisi alam yang berubah membuat prasarana moda transportasi udara menjadi alternatif dalam transportasi. Kalimantan Barat memiliki beberapa buah bandara yang tersebar di beberapa kabupaten, yaitu 3 bandara utama: bandara Tjilik Riwut di Palangkaraya yang dapat didarati oleh pesawat Boing 737 seri 200, bandara H Asan di Sampit yang dapat didarati oleh Fokker 27, serta bandara Iskandar di Pangkalan Bun yang dapat didarati oleh Foker 28, serta beberapa bandara pendukung seperti bandara Beringin di Muara Teweh, badara Sanggu di Buntok, bandara Sangkalemo di Kuala Kurun, bandara di Puruk Cahu, Kuala Pembuang dan bandara di Tumbang Samba. Namun, jumlah bandara yang banyak ini mengurangi kesempatan untuk memanfaatkan bandara secara optimal, terlebih bila arus masuk - keluar orang dan barang dari dan ke Kalimantan Barat tidak tergolong tinggi, karena terkait erat dengan aktivitas perekonomian masyarakat, selain jumlah penduduk. Oleh karena itu, pemerintah Provinsi Kalimantan Barat memprioritaskan pengembangan infrastruktur bagi moda transportasi darat yaitu jalan dan rel kereta api. Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dengan tiga pemerintah Provinsi lain yaitu Kalimantan Timur, Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan, telah bertekad dan sepakat untuk memfungsionalkan trans-kalimantan, dimana masing-masing propinsi bertanggung jawab dalam pembangunan, memperbaiki dan menjaga kondisi jalan trans-kalimantan di wilayah masing-masing. Saat ini anggaran yang digunakan untuk jalan trans-kalimantan berasal dari APBN, namun tahun 2007 akan berasal dari pinjaman dari Asian Development Bank (ADB). Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Sultra dan Kalbar , 16-20 November 2008 4
Pembangunan rel kereta api (KA) dan pelabuhan menjadi salah satu kebijakan penting yangdiharapkan dapat direalisasikan oleh pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dalam waktu dekat.Pada tanggal 10 Agustus 2006 akan datang konsorsium dari Inggris dan Irlandia untuk melakukan studi kelayakan untuk membangun rel kereta api dan pelabuhan. Menurut rencana tahap pertama pembangunan rel kereta api dimulai dari wilayah timur Kalimantan Barat, dimulai dengan rute Puruk Cahu melewati Buntok dan Pulang Pisau hingga pelabuhan laut Bahaur. Tahap berikutnya rute yang dimulai dengan Puruk Cahu melewati Palangkaraya dan Pulang Pisau. Rute rel kereta api wilayah tengah Kalimantan Barat dimulai dari Rabambang melewati Tumbang Samba, Sampit hingga ke pelabuhan laut Teluk Segintong. Sedangkan rute rel kaereta api wilayah barat Kalimantan Barat dimulai dari Tumbang Samba melewati Pangkalan Bun hingga menuju pelabuhan laut Kumai. Dengan pembangunan rel kereta api ini diharapkan agar pemanfaatan kekayaan alam Kalimantan Barat dapat lebih optimal, seperti batu bara, di Kabupaten Murung Raya yang tergolong dari jenis yang baik atau dikenal dengan nama cooking coal yang berharga tinggi, mencapai US$100.000/ton. Rel kereta api ini nantinya diharapkan dapat mengangkut batubara dan juga CPO untuk kemudian diekspor ke luar wilayah provinsi Kalimantan Barat melalui pelabuhan laut. Saat ini sangat mungkin tidak ekonomis tetapi dalam jangka panjang prospektif, mengingat Provinsi Kalimantan Barat memiliki banyak potensi seperti kelapa sawit selain peningkatan frekuensi angkutan umum yang pesat. Selain potensi tambang batubara, yang termasuk bahan tambang galian golongan A Kalimantan Barat juga memiliki potensi tambang gas bumi. Sedangkan untuk bahan galian golongan B Kalimantan Barat memiliki antara lain emas, bijih besi, kristal kwarsa, dan gambut. Untuk bahan galian golongan C Kalimantan Barat memiliki antara lain batu tulis, tanah liat, batu gamping, kaolin, mika, pasir kwarsa, batubelah (granit, andesit, diorite, basalt) dan phospat. Potensi non-tambang, selain hasil hutan yang sudah dieksplorasi oleh beberapa investor, adalah potensi sub-sektor perkebunan. Luas lahan untuk sub-sektor perkebunan menunjukkan peningkatan 3,232% dari 782.125,8 ha pada tahun 2003 menjadi 808.093,85 ha pada tahun 2004 dan tahun 2005 diperkirakan akan meningkat menjadi 912.759ha. Produksi hasil perkebunan juga menunjukkan perkembangan, sekalipun dengan laju peningkatan yang lebih rendah yaitu 1,47% yaitu dari 1.939.185,56 ton pada tahun 2003 meningkat menjadi 1.967.750,59 ton pada tahun 2004 dan tahun 2005 diperkirakan menjadi 2.369.021 ton; dengan produk utama yaitu kelapa sawit, karet serta kelapa. Sub-sektor yang kontribusinya menunjukkan kecenderungan meningkat, berturut-turut 18,71% tahun 2003, 19% tahun 2004 dan 27,22% tahun 2005 mampu menyerap tenaga kerja sejumlah 51.482 orang pada periode 2001-2003 dan terus meningkat, menjadi 55.786 orang tahun 2004 dan mencapai 76.046 orang tahun 2005. Jumlah petani yang terlibat di sub-sektor perkebunan ini menunjukkan peningkatan dari 242.240 orang pada tahun 2003 menjadi 280.646 orang pada tahun 2004. Untuk mempercepat pembangunan di Provinsi Kalimantan Barat, Pemerintah merencanakan untuk membangun 3 pelabuhan utama, yaitu pelabuhan Kumai di Kabupaten Kota Waringin Barat, pelabuhan Sampit di Kabupaten Kota Waringin Timur, serta pelabuhan Bahaur/Pulau Pisang di Kabupaten Pulang, selain mengembangkan pelabuhan laut, yaitu Pelabuhan Teluk Segintong-Kuala Pembuang di Kabupaten Seruyan dan pelabuhan Selat Jeruju di Kabupaten Katingan. Departemen Perindustrian secara khusus membuat MOU dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat untuk mengembangkan industri pengolahan rotan di Provinsi Kalimantan Barat, selain itu Departemen Perindustrian akan memberi fasilitas seperti UPT yang akan dilengkapi dengan mesin-mesin yang tergolong mahal untuk dapat dibeli secara individu oleh pengusaha/usaha kecil menengah. Fasilitas ini diharapkan dapat digunakan secara bersama, dikelola dengan model pinjaman atau sewa. Untuk pengembangan sentra industri kayu di Kota Palangkaraya telah dibangun sentra industri kayu Palangkaraya di atas lahan seluas 15.000 ha, yang nantinya akan dikembangkan menjadi sentra menjadi Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Sultra dan Kalbar , 16-20 November 2008 5
43.000 ha. Saat ini, di sentra industri kayu Palangkaraya telah beroperasi Koperasi Palangka Sejahtera, yang memperoleh tanah dan bangunan untuk usaha koperasi yang mengumpulkan produk hasil 36 pengrajin kayu anggota koperasi dengan modal 50 juta rupiah. Saat ini, koperasi Palangka Sejahtera mencari lahan reboisasi, mengembangkan tanaman industri, agar bahan baku kayu yang dibutuhkan selalu tersedia. Diharapkan agar kawasan industri ini dapat menjadi terminal kayu, pengumpul kayu yang dapat menjadi tempat menyimpan dan meminjam kayu di Palangkaraya. Untuk itu dibutuhkan lahan yang cukup luas, sekitar 2000 hingga 3000 m, antara lain untuk pergudangan, sehingga nantinya fasilitas ini akan mendorong industri pengolahan kayu skala kecil/menengah masuk ke kawasan ini. Selain itu, diharapkan agar di dalam kawasan industri ini ada bank. Pemerintah Provinsi juga diharapkan konsisten dalam kebijakannya, misalnya untuk mendukung pengembangan kawasan industri ini pemerintah tidak memberi izin pembangunan industri pengolahan kayu di luar kawasan.
B. Bidang Industri dan Perdagangan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat menekankan pada tugas pokok Dinas Perindustrian dan Perdagangan pada pengembangan industri agro, hasil hutan, kimia, hasil tambang, logam, mesin, alat angkut dan perekayasaan, serta industri aneka; selain pada pengembangan perdagangan domestik dan internasional serta pemberian izin industri dan perdagangan di daerah. Secara khusus kebijakan dan program ditekankan pada upaya optimalisasi penggunaan sumber daya alam lokal untuk meningkatkan nilai tambah bagi wilayah dan masyarakat lokal, serta upaya untuk memperkuat struktur industri hulu-hilir, antara pemasok/penghasil dengan pengguna bahan baku dan hubungan kemitraan antara lembaga terkait dengan industri kecil menengah atau antara perusahaan besar dengan industri kecil menengah. Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat juga menekankan pada upaya pemberdayaan ekonomi rakyat dengan melakukan peningkatan keterampilan bagi para pengusaha/pengrajin industri kecil serta aparat Pembina, meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil industri dan peningkatan kinerja pelayanan aparatur kepada masyarakat, serta pembukaan usaha baru. Hingga saat ini, perkembangan sektor industri dan perdagangan di Kalimantan Barat masih kurang menggembirakan karena sebagian besar sumber daya alam yang diperdagangkan masih dalam bentuk bahan mentah yang belum diolah, dan kontribusi sektor perdagangan di pasar domestik dan internasional masih belum berarti. Saat ini sektor industri yang berkembang umumnya industri kecil dan menengah dengan investasi kurang dari 10 milyar rupiah, yang mencapai 3.323 unit usaha pada dengan penyerapan tenaga kerja sejumlah 18.895 orang dengan nilai investasi sebesar 468.366,12 juta rupiah. Sebagian besar industri kecil menengah ini merupakan industri yang mengolah produk dari kayu seperti kayu gergajian, moulding, dowel, meubel, kusen, pintu, jendela, dll; namun utamanya ditujukan untuk pasar lokal. Ekspor dari Kalimantan Barat didominasi oleh komoditi hasil kayu olahan seperti plywood, moulding, dowel, dll, yang mencapai 76,02% dari total ekspor tahun 2005 sebesar US $ 167,633.861,81.Komoditi lainnya adalah hasil karet olahan (17,49%), crude palm oil (3,56%), hasil rotan olahan (2,49%), dan lainnya. Perusahaan pengekspor yang berjumlah 29 perusahaan umumnya berdomisili di Kabupaten Kota Waringin Barat (12 perusahaan), Kabupaten Kota Waringin Timur (12 perusahaan) dan Kabupaten Kapuas (5 perusahaan). Sedangkan nilai impornya relatif rendah bila dibandingkan ekspor, yaitu US $ 6.101.249,48 yang antara lain digunakan untuk pupuk, Egyptian rock phosphate, NPK compound, suku cadang mesin, mesin produksi, gula putih. Pemerintah Daerah Kalbar mendukung program kebijakan industri nasional sesuai PP No. 28 tahun 2008, yang mana melalui kajian-kajian telah ditetapkan daftar lokasi pengembangan Industri Pengolahan Komoditi Unggulan daerah yaitu Industri Pengolahan Karet dan Kelapa Sawit. Sejalan dengan program Industri Nasional tersebut, Pemda Provinsi Kalbar sejak tahun 2004 sudah melaksanakan pula Program Pengembangan Agribisnis Perkebunan dengan tujuan meningkatkan produktivitas kebun karet menjadi 1,5 ton/ha/tahun serta meningkatkan pendapatan dan kesejahteraa petani. Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Sultra dan Kalbar , 16-20 November 2008 6
Dalam hal pengembangan kompetensi industri dan produk unggulan daerah, beberapa wilayah telah ditetapkan menjadi wilayah pengembangan kompetensi inti, yaitu : a. Kabupaten Sanggau dengan produk Kakao dan Lada b. Kabupaten Sintang dengan produk Karet c. Kabupaten Ketapang dengan produk pakan ternak dan sawit d. Kabupaten Bengkayang dengan produk pakan ternak dan jagung e. Kab. Sekadau, Pontianak, Landak dan Kubu Raya dengan produk Karet Dilihat dari sektor produksi bahwa struktur perekonomian di Provinsi Kalbar bertumpu pada 3 sektor utama, yaitu sektor pertanian, industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Selama kurun waktu 2001-2007, struktur ekonomi telah mengalami pergeseran peran sektoral antar sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan nilai sebagai berikut : sektor industri (2001 22,5%; 2007;18,21%) ; Sektor Pertanian (2001 : 26,62%; 2007:26,98%) dan sektor perdagangan (2001 : 20,71%; 2007 22,88%). Sedangkan dalam hal penyerapan tenaga kerja sektor industri terbagi dalam Industri besar/sedang 43.871 orang; Industri kecil/kerajinan RT 88.660 orang dan UMKM 456.769 orang (data BPS tahun 2006). Dalam hal perdagangan, perkembangan ekspor Impor selama periode 2006 s/d 2008 dapat digambarkan sebagai berikut: Ekspor berturut-turut 549.380.373 US $; 589.566.350 US $ dan Juni 2008 sebesar 388.260.503 US $. Sedangkan nilai impor selama 3 tahun berturut-turut 65.224.222 US $; 80.310.742 US $ dan per Juni 2008 sebesar 37.417.358 US $. Mengingat Provinsi Kalbar merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan negara tetangga (Malaysia) maka perlunya kapasita Pemerintah dalam mengontrol perbatasan hal ini sesuai dengan Perjanjian Sosek Malindo Tahun 1970 dan Keputusan Menterei Perindustrian dan Perdagangan RI Nomor 36 Tahun 1995 yang antara lain mengatur Perdagangan Lintas Batas/tradisional dan luar negeri secara umum. Untuk diketahui bahwa perdagangan lintas batas dilakukan oleh penduduk perbatasan pemegang Kartu Identitas Lintas Batas (KILB) dengan nominal belanja yang diperbolehkan sebesar 600 ringgit per orang per bulan untuk kebutuhan sehari-hari dan tidak boleh diperdagangkan. Tetapi dalam realitas di lapangan banyak disalahgunakan untuk aktifitas perdagangan ilegal. Indikatornya adalah terjadinya rembesan berbagai komoditi ke daerah yang semestinya di luar lini yang diperkenankan (gula, gas, pupuk, makanan dan minuman, dll). Titik-titik lemah yang sulit diawasi adalah panjangnya jalan perbatasan kurang lebih 870 Km dan banyaknya jalan-jalan tikus sepanjang perbatasan sehingga rawan terjadinya penyelundupan.
C. Bidang Koperasi dan UKM Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat mencanangkan visi percepatan pengembangan koperasi dan UKM yang berbasis potensi dan keunggulan daerah yang saling terkait antar usaha dan antar daerah melalui pembukaan usaha baru, peningkatan daya saing dan pengembangan sentra/klaster, KSP/USP Koperasi dan jasa pengembangan bisnis (BDS) UKM dan Koperasi. Di Provinsi Kalimantan Barat, jumlah UKM yang merupakan mitra binaan mencapai 29.738 unit, dengan modal sebesar 23.750 juta rupiah dan volume usahanya mencapai 40.676,35 juta rupiah. Jumlah koperasi di Provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2005 sedikit meningkat dibanding tahun 2004 yaitu 1.854 unit dari sebelumnya 1.852 unit dengan besar modal sendiri 69.842,46 juta rupiah, meningkat cukup bermakna dibanding tahun sebelumnya yang bernilai 59.096,11 juta rupiah. Modal luar koperasi mengalami penurunan yang sangat berarti pada tahun 2005 (60,50%) dibanding tahun 2004 yaitu dari 40.870,03 juta rupiah dibanding sebelumnya 103.461,58 juta. Begitu pula dengan sisa hasil usaha (SHU) yang menurun dari 12.533,51 juta rupiah pada tahun 2004 menjadi 11.362,31 juta rupiah. Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Sultra dan Kalbar , 16-20 November 2008 7
Jumlah koperasi aktif 1.255 unit dari seblumnya 1.229 unit, namun RAT dilaksanakan oleh 587 unit koperasi dari tahun sebelumnya yang mencapai 680 unit. Jumlah anggota koperasi mencapai 171.290 orang dari sebelumnya 169.424 orang. Jumlah tenaga kerja yang diserap mencapai 7.195 orang pada tahun 2004 dan meningkat menjadi 7.252 orang pada tahun 2005. Di Kalimantan Barat terdapat 136 koperasi, yang keanggotaannya dapat dibagi berdasarkan jenis koperasi, yaitu KUD 1965 anggota, Koppontren 25 orang, Koperasi Pegawai Negeri (KPRI) 513 orang, Koperasi karyawan 436 orang, KSU 25 orang dan KSP 120 orang, serta koperasi lainnya 2791 orang. Modal awal koperasi di Kalimantan Barat yang terendah 2.500.000 rupiah dan tertinggi 5.000.000 rupiah, dan perkembangannya sangat bervariasi ada yang mencapai 900 juta rupiah, yaitu koperasi Karya Handayani. Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat secara kontinu, sejak tahun 2000 memberikan perkuatan berupa modal bergulir bagi koperasi dan usaha kecil menengah dengan dana yang bersumber dari APBN. Besarnya dana bergulir yang diserap oleh koperasi dan usaha kecil menengah pada periode 2000-2005 mencapai 28.622 juta rupiah yang disalurkan untuk 171 koperasi dan 61 LKM. Total dana bergulir di provinsi Kelimantan Tengah periode yang sama mencapai 31.872,5 juta rupiah. Dana ini berasal dari dana PKPS-BM (16.500 juta rupiah), dana MAP (4.700 juta rupiah), MAP dana Dekon (500 juta rupiah), P2KER (400 juta rupiah), Pola Syariah (750 juta rupiah), KSP Agribisnis/sektoral (9.000 juta rupiah), serta dan auntuk program rintisan tanggung renteng kelompok wanita mencapai 22,5 juta rupiah. Perkembangan terakhir dana bergulir ini telah mencapai 58.028,5 juta rupiah, dengan total nasabah yang berkembang dari 10.872 orang pada saat awal menjadi 27.299 orang pada tahun 2005. Dana bergulir tahun 2006 mencapai 4.865 juta rupiah yang didistribusikan kepada 19 koperasi dan 3 lembaga keuangan mikro (LKM), yang akan mendistribusikan lebih lanjut kepada masyarakat/pengusaha yang membutuhkan. Untuk menjaga efektivitas dan kinerja program dana bergulir, maka pengawasan dana bergulir dilakukan oleh Tim Pokja Keuangan Kabupaten yang diketuai oleh Sekda atau Bupati, sekalipun pengawasan tidak tercantum dalam UU no.25. Pemerintah provinsi Kalimantan Barat menargetkan 51.000 unit wirausaha baru pada tahun 2009, yang terutama diharapkan ditargekan dapat dibangun di Kabupaten Kapuas (rata-rata di atas 2.300 pengusaha baru per tahun), Kabupaten Kota Waringin Timur dan Kabupaten Kota Waringin Barat, serta Kota Palangkaraya yang diharapkan dapat membangun lebih dari seribu pengusaha baru tiap tahunnya. Kabupaten-kabupaten lain ditargetkan membangun kurang dari seribu pengusaha tiap tahunnya hingga tahun 2009. Kelompok yang berpotensi untuk menjadi wirausaha baru adalah para pekerja di yang dapat dialih fungsi dari pekerja menjadi usaha mandiri, sehingga dicatat sebagai wirausaha baru. Pemerintah Provinsi juga meluncurkan program sertifikasi tanah bagi 200 KUKM yang bernilai masing-masing 500 ribu rupiah untuk mempermudah para pengusaha yang sebelumnya tidak punya tanda bukti kepemilikan barang secara legal agar mereka dapat mengkases permodalan dari perbankan yang mensyaratkan agunan dalam pemberian kreditnya. Namun program ini tampaknya masih belum tersosialisasikan dengan baik, atau masih belum dimulai, karena ada kabupaten yang belum mengetahui fasilitas ini sekalipun kabupaten yang bersangkutan mendapat alokasi sejumlah tertentu.
III.
Permasalahan Spesifik dan Rekomendasi
1. Pemda Provinsi Kalimantan Barat Angka kemiskinan yang tinggi di wilayah yang tergolong kaya sumber hutan dan berpenduduk jarang sehingga menimbulkan pertanyaan tentang akurasi data kemiskinan Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Sultra dan Kalbar , 16-20 November 2008 8
tersebut, seperti tanggapan pimpinan daerah yang menganggap tingginya angka kemiskinan lebih karena asumsi BPS yang kurang sesuai dengan kondisi wilayah dan budaya masyarakat, atau kemungkinan disebabkan oleh adanya bantuan langsung tunai (BLT) dari pemerintah pusat bagi rumah tangga miskin yang disinyalir kurang efektif dan diharapkan tidak lagi dilanjutkan. Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat memprioritaskan pembangunan dan pengembangan infrastruktur, khususnya jalan darat dan termasuk kesepakatan 4 gubernur untuk memfungsionalkan trans-kalimantan, serta rel kereta api, selain pendidikan, kesehatan dan ekonomi kerakyatan sebagai bagian penting dari upaya mempercepat pembangunan di wilayahnya. Salah satu program yang merupakan bagian dari rencana besar untuk merestorasi program Pengembangan Lahan Gambut (LPG) Sejuta hektar, adalah penggunaan untuk lahan padi dalam jumlah besar, mencapai 150.000 ha pada tahun 2009. Namun program ini membutuhkan payung hukum yang diharapkan bentuknya berupa Keppres, sebagai penganti Keppres No.80 tahun 1999. Keppres ini diharapkan dapat mempermudah pemerintah provinsi Kelimantan Tengah dalam menarik investasi atau bentuk bantuan lain. Mengingat Pemerintah Provinsi menanda-tangani kerjasama dengan Departemen Perindustrian untuk mengembangkan sentra-sentra industri pengolahan hasil hutan, seperti kayu dan rotan, maka diharapkan agar pemerintah Provinsi dapat menindak-lanjuti dan memberi dukungan baik dari sisi legalitas, fasilitas, dan kebijakan dan program nyata bagi kabupaten/kota di lokasi mana sentra industri tersebut dibangun dan dikembangkan.
2. PT Pupuk Sriwijaya PPD Kalimantan Barat PT Pupuk Sriwijaya (Pusri) di Kalimantan Barat merupakan Kantor Pemasaran Pusri Daerah (PPD) wilayah I yang area kerjanya meliputi Sumatera dan Kalimantan. Berdasarkan SK Menteri Perdagangan No.70 tahun 2003, bahwa terhitung mulai tanggal 11 Februari tahun 2003 wilayah Kalimantan, kecuali Kalimantan Barat, masuk dalam rayon kerja PT Pupuk Kalimantan Timur (Kaltim) Tbk. Pemenuhan kebutuhan pupuk di wilayah Kalimantan Barat dilaksanakan oleh PT Pupuk Kaltim Tbk. PT Pusri PPD Kalimantan Selatan dan Tengah yang berlokasi di Banjarmasin hanya sebagai distributor PT Pupuk Kaltim dalam menyalurkan Urea bersubsidi. Sebelumnya PT Pusri juga mendistribusikan pupuk SP-36, Phonska dan ZA bersubisidi dari PT Petro Kimia Gresik. PT Pusri PPD Kalimantan Selatan dan Tengah yang memiliki kapasitas gudang yang sama untuk lini II dan lini III, yaitu 3000 ton dan open storage 3000 ton mendistribusikan pupuk urea rata-rata 3.550 ton per tahun, untuk SP-36 mencapai 350 ton, ZA 15 ton, dan Phonska sejumlah 185 ton. Harga penebusan distributor ke produsen Rp 1.040.000/ton (fee distributor Rp35.000/ton), harga penebusan pengecer ke distributor Rp 1.075.000/ton (fee pengecer Rp50.000/ton) dan harga pembelian petani di kios pengecer Rp 1.200.000/ton. Permasalahan distribusi pupuk PT Pusri PPD Kalimantan Selatan dan Tengah, antara lain: perusahaan belum dapat menyediakan gudang penampungan pupuk di tiap kabupaten, terutama lokasi yang sulit dijangkau; proses penebusan pupuk membutuhkan waktu 3-4 hari dan berpotensi menimbulkan kekosongan stok pada musim puncak tanam; ketidak-pastian pengecer menebus pupuk yang telah diminta sehingga menimbulkan ketidak-sesuaian kondisi seperti dalam ketentuan SK Menperindag; serta fungsi dan tugas Tim Pengawas Pupuk Bersubsidi masih belum maksimal sehingga berpotensi menimbulkan permasalahan di lapangan seperti terlampauinya harga eceran tertinggi (HET), terjadinya rembesan pupuk yang dapat menimbulkan gejolak harga, dan kemungkinan terjadinya penyalah-gunaan peruntukan pupuk. PT Pusri PPD Kalimantan Selatan dan Tengah melayani 3 kabupaten, yaitu Hulu Sungai Selatan, Banjar dan Tabalong, namun sekarang sekarang distribusi ini dilakukan oleh PT Petro Kimia Gresik. PT Pusri juga telah menutup usahanya di 4 Provinsi karena tidak memberi kontribusi margin seperti Papua dan NTT.
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Sultra dan Kalbar , 16-20 November 2008 9
Tabel 3 Peraturan dan Realisasi Distribusi Urea Bersubsidi di Kalimantan Barat Tahun 2003 s/d Juni 2006 No
Acuan Dasar
2003
2004
2005
2006*
Total
1.
SK Mentan
46.401
32.468
33.330
15.000
127.199
2.
SK Gub Kalteng
32.468
33.330
15.000
80.798
27.386
17.446
6.880
56.311
3.
Realisasi
4.599
Catatan: *) tahun 2006 hanya hingga tanggal 30 Juni
Untuk menjaga keterjangkauan harga tebus, PT Pupuk Kaltim KPP KalSel-Teng melakukan evaluasi dengan meminta masukan dari distributor dan kios resmi, yang masingmasing menerima margin 35 rupiah dan 50 rupiah/kilo, selain biaya transportasi yang mencapai 90 rupiah/kilo, dengan harga tebus distributor 1.025 rupiah/kilo, sama untuk seluruh kabupaten, sehingga harga eceran tertinggi (HET) mencapai 1.200 rupiah/kilo. Sebelumnya ada dua harga tebus, khususnya untuk Gudang Barito Kuala yang melayani Kabupaten Kapuas dan Pulang Pisau yang mencapai 930 rupiah/kilo, sedangkan harga tebus Gudang Barito Kuala yang melayani Palangkaraya harganya sama dengan Gudang-gudang di Kabupaten lainnya yaitu 905 rupiah/kilo. Kendala yang dihadapi oleh perusahaan dalam operasinya di Kalimantan Barat adalah mahalnya biaya angkut darat atau air, selain kedekatan wilayah provinsi ini dengan Kalimantan Selatan sehingga ditakutkan terjadi penyelewengan, bila tidak ditata alokasi untuk Kalimantan Barat dapat tersedot ke Kalimantan Selatan. Di Kalimantan Barat sendiri masih dibutuhkan banyak pupuk, seperti sektor perkebunan rakyat membutuhkan 50.000 ton. PT Pupuk Kaltim juga melaksanakan program kemitraan dan Bina Lingkungan yang dananya berasal dari 1-3% laba bersih perusahaan. Program ini ditujukan untuk membina masyarakat agar mandiri, meningkatkan taraf hidup dengan potensi ekonomi yang dimiliki dimana pelaksanaannya diatur oleh SK Meneg BUMN No.236/MBU/2003 seperti cara penyalurannya dan siapa yang berhak. Untuk percepatan aktivitas perekonomian, dengan mendorong dan mengembangkan pelaku ekonomi tingkat menengah dan kecil, menciptakan kemandirian ekonomi masyarakat sekitar perusahaan; berupa pinjaman modal bagi pengusaha kecil dan menengah dengan bunga ringan terutama bagi pengusaha yang belum mampu mengakses perbankan (belum bankable). Selain itu, berupa bantuan hibah berbentuk pelatihan manajerial, teknik produksi, pemasaran, dll untuk meningkatkan keterampilan mitra binaan dan mutu produksi. Dengan prinsip amal dan pembinaan diharapkan dapat diciptakan hubungan yang harmonis antara perusahaan dan masyarakat dan dengan stakeholder lain dengan dana dari anggaran operasional perusahaan.
3. PT PN XIII
Wilayah PT PN XIII yang berada di Kalimantan Barat tergolong kecil dari keseluruhan wilayah dan kuantitas produksi perusahaan, yaitu kebun Kumai yang terdiri dari Kebun Inti dan Kebun Plasma untuk komoditas karet, di Kota Waringin Barat yang luasnya masing-masing sekitar 2.120Ha dan 2.894Ha atau total mencapai 5.014ha dari total areal di PT PN XIII unit Kalimantan Selatang Tengah yang mencapai 38.136Ha. Jumlah petani dan tenaga yang bekerja di kebun Kumai masing-masing 1.486 dan 135 orang dari total 15.124 orang. Secara umum, perusahaan tidak mengalami masalah di wilayah ini, karena permasalahan umumnya di tingkat korporasi dalam hubungannya dengan pemerintah, dan bersifat makro. Secara umum, kondisi perkebunan karet alami pertumbuhan lambat, terutama karena ada lahan yang dilepas selain ada tanaman karet yang tua sehingga secara umum luas arel produksi karet menyusut, sekalipun penjualan umumnya meningkat. Kondisi kesehatan perusahaan yang yang menurun statusnya dari AA pada periode 2002 hingga 2004 menjadi A pada tahun 2005, karena permasalahan pada perkebunan sawit yang jumlah plasmanya berkurang dan karena adanya izin Pemda untuk pabrik tanpa kebun, serta harga CPO yang turun tahun 2005 dibanding tahun sebelumnya; sehingga laba bersih menurun, begitu pula Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Sultra dan Kalbar , 16-20 November 2008 10
dengan pajak kepada pemerintah. Permasalahan perusahaan adalah kondisi tanaman petani yang sudah tua dan perlu di re-planting, namun peran pemerintah yang dulu sebagai penjamin tidak ada lagi; pemerintah hanya menjamin 10%-nya sedangkan avalis tetap PT PN XIII, sehingga perusahaan harus berupaya mencari dana seperti dari perbankan, dimana sebagian dari asset harus diagunkan ke bank dan yang tersisa hanya sedikit. Sekalipun ada dana PTPN XIII sulit jadi avails karena akan mengganggu cash-flow perusahaan. PTPN XIII mengharapkan agar pemerintah dapat berperan sebagai avails dalam pendanaan kebun plasma. Pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan dilakukan dengan membangun plasma pola PIR-BUN dimana sebagian besar areal adalah areal rakyat. Luas areal plasma lebih luas dari areal inti. Jumlah deviden yang meningkat pada periode 2001 hingga 2005 diimbangi dengan peningkatan kebutuhan sarana umum di pedesaan, fasilitas pengembangan komunitas (CD) sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Sedangkan program kemitraan (PUKK) tidak dilakukan segencar program CD karena kemungkinan terjadinya kredit macet sehingga realisasinya hanya 1,8 milyar rupiah dibandingkan dari total CSR yang mencapai 5 milyar rupiah.
4. Bank Indonesia unit Kalimantan Barat
Pada tahun 2006 jumlah bank di Provinsi Kalimantan Barat terdiri dari 1 bank umum syariah dan 1 bank perkreditan rakyat. Dan 7 bank umum konvensional dimana 4 diantaranya adalah bank BUMN yang seluruhnya mempunyai cabang di kabupaten, kecuali kabupaten pemekaran yang baru. Total jumlah kantor bank BUMN mencapai 56 buah termasuk BRI unit, ditambah 24 buah kantor Bank Pemerintah Daerah, sedangkan kantor bank swasta mencapai 6 buah. Asset perbankan BUMN mencapai 3.231,92 milyar rupiah atau 52,76% dari total asset perbankan di provinsi Kalimantan Barat terus menunjukkan peningkatan yaitu sebesar 16,05% pada tahun 2004, 21,06% pada tahun 2005 dan 18,93% hingga semester I tahun 2006. Namun, perannya terhadap total asset perbankan menunjukkan penurunan, antara lain karena peningkatan asset Bank Pembangunan Daerah yang sangat berarti (significant), selain pertumbuhan bank non-BUMN yang mencapai 49,88%. Sekalipun pertumbuan kredit yang disalurkan oleh perbankan pada semester I tahun 2006 mencapai 15,56% atau senilai 2.391,05 milyar rupiah, dimana perbankan BUMN menyumbang sebesar 22,86% yaitu sebesar 1.725,86 milyar; namun secara keseluruhan terjadi perlambatan fungsi intermediasi perbankan seperti yang ditunjukkan oleh menurunnya loans to deposit ratio (LDR) atau rasio kredit terhadap DPK yang hingga semester I tahun 2006 mencapai 46,33% yang pada tahun sebelumnya mencapai 56,33%. Pada periode ini dana pihak ketiga di Perbankan Kalimantan Barat menunjukkan pertumbuhan pertumbuhan yang cepat padahal pertumbuhan kredit tidak secepat itu, selain kecenderungan bahwa dana dalam jumlah besar, seperti untuk perkebunan yang umumnya diputuskan di tingkat pusat atau wilayah. Bahkan untuk perbankan non-BUMN LDR-nya lebih rendah lagi yaitu 26,82% pada semester I tahun 2006. Begitu pula dengan perkembangan kredit yang sekalipun menunjukkan peningkatan namun laju pertumbuhannya relatif menurun dari 65,04% pada tahun 2004 menjadi 64,39 pada tahun 2005. Secara umum sektor riil kurang bergairah, seperti yang diindikasikan oleh relatif rendahnya kredit perbankan, termasuk UMKM. Saat ini masih ada sejumlah besar hotmoney yang diparkir di perbankan, termasuk Bank Indonesia. Dana pemerintah daerah semua disimpan di bank, baik perbankan BUMN, perbankan non-BUMN, dan ada juga yang disimpan di BBD. Dana yang jumlah keseluruhannya tergolong besar ini tidak dapat disalurkan dalam bentuk kredit karena harus dapat diambil sewaktu-waktu apabila diperlukan oleh Pemda yang bersangkutan. Bila dana ini disalurkan untuk kredit ditakutkan akan terjadi mis-match di bank yang bersangkutan. Umumnya Pemda memilih SBI, seperti Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat yang menyimpan 1,6 trilyun dananya yaitu 1 trilyun rupiah dalam bentuk SBI dan sisanya di BPD Kalteng. Oleh karena itu, bila suku bunga diturunkan ditakutkan dapat terjadi boom, penurunan tingkat suku bunga akan dilakukan secara gradual. Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Sultra dan Kalbar , 16-20 November 2008 11
Sekalipun di Kalimantan Barat ada aktivitas ekspor, namun uangnya tidak ada di wilayah ini karena umumnya devisa hasil ekspor ada di Jakarta, dilakukan di kantor pusat. Oleh Karena itu, tidak terlihat ada data peningkatan devisa di kantor cabang. Secara umum kredit bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) pada semester I tahun 2006 mencapai 1.596,29 milyar atau mencapai 66,76% dari total kredit yang diberikan perbankan; dimana bank BUMN berkontribusi sebesar 1.002,93 milyar atau mencapai 62,83%. Pertumbuhan kredit bagi UMKM mencapai 15,84%. Sedangkan non-performing loan (NPLs) pada umumnya tergolong cukup baik, rata-rata kurang dari 5%. Total kredit yang diperkirakan kurang lancer, diragukan dan berpotensi macet mencapai 74,418 milyar atau 3,25% dari total kredit perbankan. Bahkan NPLs perbankan BUMN lebih rendah lagi, yaitu 2,64% pada semester I tahun 2006, yang dapat mengindikasikan kualitas pengelolaan kredit bank BUMN yang relatif lebih baik dibandingkan bank lain. Pada dasarnya kendala aksesibilitas UKM terhadap perbankan masih belum terpecahkan. Bank Indonesia unit Kalimantan Barat telah melempar wacana tentang perlunya membentuk Lembaga Penjamin Kredit (LPKD). Bank Indonesia unit Kalimantan Barat akan memfasilitasi kerjasama Bank Pembangunan Daerah dengan Lembaga Penjamin Kredit seperti Askrindo atau bentuk LPKD yang akan membutuhkan dukungan pemda dan DPRD. Diharapkan pemerintah daerah dapat mengkomunikasikan hal ini dengan Dinas Koperasi dan UKM, dimana pemerintah daerah berkontribusi sejumlah dana untuk pembagian resiko dengan Pemerintah Pusat untuk kredit UMKM, seperti Kementerian Koperasi dan UKM.
5. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk
PT Bank Rakyat Indonesia (Bank BRI) unit Kalimantan Barat memiliki 4 Kantor Cabang dengan 34 BRI Unit di pelosok2 desa. Dana yang terhimpun hingga bulan Juni tahun 2006 mencapai 1,14 trilyun rupiah. Besarnya penyaluran mencapai 655,865 milyar rupiah untuk 308.000 debitur; sebagian besar untuk kredit mikro yang mencapai 252,4 milyar rupiah (38,5%). Kredit lainnya adalah retail komersial untuk pinjaman kurang dari 5 milyar rupiah yang totalnya mencapai 163 milyar rupiah, sedangkan kredit konsumtif mencapai 173 milyar rupiah, dan sisanya kredit Menengah yang besar pinjamannya di atas 5 milyar rupiah. Jumlah pinjaman terbesar adalah 8,6 milyar rupiah dan terkecil 2 juta rupiah. Sebagian besar kredit diberikan pada wiraswasta (50,80%) sisanya kepada pegawai negeri/swasta/pensiun (36,28%) dan kelompok lainnya (12,92%). Berdasarkan sektor, maka sector pertanian, kehutanan, perikanan memperoleh 41,11% dan sector perdagangan memperoleh 33,22%; sisanya masing-masing kurang dari 10% tersebar di sector industri/manufaktur, jasa transportasi, pertambangan, jasa konstruksi dan lainnya. NPLs PT Bank BRI unit Kalimantan Barat tergolong sangat rendah yaitu 1,32%, sedangkan LDR mencapai 57,55% relatif lebih tinggi dari rata-rata LDR perbankan BUMN di provinsi ini. Bentuk tanggung jawab sosial perusahaan diberikan dalam bentuk hibah untuk pembangunan fasilitas sosial dan keagamaan, sepeti pembangunan masjid, gereja, perbaikan saluran lingkungan, pemberian alat-alat olah raga kepada sekolah-sekolah serta beasiswa bagi anak keluarga pra-sejahtra yang berprestasi.
6. PT Bank Negara Indonesia Tbk
PT Bank Negara Indonesia (Bank BNI) cabang Palangkaraya yang melayani Kota Palangkaraya dan sekitarnya juga berperan sebagai coordinator BNI Kantor Layanan Puruk cahu di Murung Raya, Muara Teweh di Kabupaten barito Utara, Buntok di Kabupaten Barito Selatan, Kareng Pangi di Kabupaten Katingan dan Kantor Layanan Jl A. Yani di Kota Palangkaraya. Dana yang berhasil dihimpun oleh Bank BNI di Kalimantan Barat pada Desember 2005 mencapai 328,792 milyar rupiah, dan pada bulan Juni 2006 mencapai 294,473 milyar rupiah; dengan penyaluran yang tergolong rendah yaitu 26,924 milyar rupiah untk usaha kecil dan 10,538 milyar rupiah untuk kredit konsumtif. Variasi pinjaman yang terbesar adalah 5 milyar rupiah dan yang terkecil adalah 5 juta rupiah. Tingkat pengembalian kredit tergolong tinggi mencapai 98%, dengan potensi kredit macet yang rendah (2%). Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Sultra dan Kalbar , 16-20 November 2008 12
Kendala yang dihadapi dalam pengembangan bisnis jasa pelayanan perbankan adalah infrastruktur jalan dan jembatan yang terbatas sehingga tidak mudah berhubungan dengan seluruh daerah di provinsi Kalimantan Barat, sehingga BNI membuka outlet hingga ke Kabupaten terpencil yang dianggap memiliki potensi bisnis, seperti Kareng Pangi dan Puruk Cahu. Selain itu, PT Bank BNI akan membangun gedung di Palangkaraya dimulai pada bulan November 2006 dan diharapkan selesai pada bulan November 2007.
7. PT Bank Mandiri Tbk PT Bank Mandiri (Bank BNI) unit Kalimantan Barat yang beroperasi sejak tanggal 2 Oktober 1999 memiliki 3 Kantor Cabang yaitu di Kabupaten Sampit, Kuala Kapuas serta Kota Palangkaraya dan 1 Kantor Kas nberhasil di Pangkalan Bun; yang ditambah dengan 4 Kantor Cabang Pembantu yaitu di Muara Tewe, Buntok, Teruk Cahu dan di Jl. Panglima Sudirman, Palangkaraya. Dana yang berhasil dihimpun oleh Bank Mandiri di Kalimantan Barat mencapai 1,094 trilyun rupiah dari total dana 4,108 trilyun rupiah dana yang berhasil dihimpun oleh perbankan di Kalimantan Barat. Market share Bank Mandiri di provinsi Kalimantan Barat mencapai 26,65%. Dana yang disalurkan mencapai 418,434 milyar rupiah dari total dana kredit yang disalurkan oleh perbankan di Kalimantan Barat yang mencapai 3.672,091 milyar rupiah; market share Bank Mandiri dalam pemberian kredit mencapai 11,39%. Jumlah nasabah bank Mandiri mencapai 2.405 nasabah, dimana porsi terbesar berupa kredit komersial/corporat yang mencapai 69,15%, sedangkan untuk kredit konsumtif mencapai 7,30%; kredit untuk usaha kecil mencapai 22,34% dan kredit untuk usaha mikro mencapai 1,21%. NPLs Banka Mandiri tergolong rendah yaitu mencapai 2,02%.
8. PT Bank Tabungan Negara (Persero)
Di Kalimantan Barat hanya ada 1 Kantor Cabang PT Bank Tabungan Negara (BTN) yang berlokasi di Palangkaraya dengan wilayah kerja yang meliputi seluruh provinsi Kalimantan Barat, yang dibantu oleh 33 kantor pos. BTN menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk giro, tabungan dan deposito yang jumlahnya mencapai 56,668 milyar rupiah pada bulan Juni 2006, dengan jumlah naabah mencapai 29.882 orang nasabah. Sedangkan kredit yang disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit perumahan seperti Kredit Kepemilikan Rumah (KPR), kredit konstruksi (KYG) dan kredit-kredit lain yang berkaitan dengan perumahan yang nilainya mencapai 80,471 milyar rupiah dengan 8.459 debitur; terdiri dari 7.489 debitur skala mikro dan 970 debitor skala kecil. Berdasarkan statusnya jumlah debitur PNS& BUMN mencapai 5.243 orang dengan kredit senilai 29,773 milyar rupiah dan karyawan perusahaan swasta 1.600 orang dengan 25,529 milyar rupiah serta wiraswasta 1.616 orang dengan 25,169 milyar rupiah. Variasi pinjaman adalah yang terbesar 500 juta per debitur dan yang terkecil 5 juta rupiah per debitur. Tingkat pengembalian pinjaman tergolong baik, data 30 Juni 2006 menunjukkan bahwa NPL kotor mencapai 3,74% sedangkan NPL bersih mencapai 3,19%. Sekalipun kecenderungan tingkat pengembalian yang dinilai meragukan dan berpotensi macet relatif tinggi dibanding perbankan BUMN lain di Kalimantan Barat namun produk jasa yang ditawarkan BTN tergolong spesifik dan menjadi spesialisasi BTN sejak lama. Dalam sepuluh tahun terakhir BTN telah memberikan pelayanan untuk 10.913 unit rumah dengan nilai 135,8 milyar rupiah. Hingga saat ini di Kalimantan Barat dibutuhkan sekitar 7.386 unit rumah, oleh karena itu pasar bagi BTN masih terbuka luas. B. PT. Pelindo II, PT. PELNI dan PT. ASDP Permasalahan : Secara umum kinerja dari BUMN-BUMN ini belum menggembirakan. Hal tersebut dapat dilihat pada kinerja PT. PELNI misalnya saat ini belum mampu melakukan ekspansi pengangkutan penumpang secara nasional dan besarnya subisidi/dana PSO yang diberikan tidak lagi menerima order karena keterbatasan kapasitas dan modal kerja. Sementara PT. ASDP yang memang difokuskan untuk melayani kepentingan publik, tidak dapat memberikan deviden yang cukup besar apalagi untuk mengembangkan produk-produk jasa yang dimiliki. Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Sultra dan Kalbar , 16-20 November 2008 13
Rekomendasi : 1. Komisi VI DPR RI akan membahas lebih lanjut dengan Kementerian terkait khususnya Kementerian Negara BUMN untuk meningkatkan kapasitas dan kecukupan finansial dalam pengembangan PT. PELNI. 2. Komisi VI DPR RI akan mempertimbangkan pemberian dana PSO bagi ASDP dalam rangka peningkatan pelayanan bagi jasa-jasa yang dimiliki. Hal tersebut penting karena demi memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat PT. ASDP memberikan harga yang cukup murah bagi masyarakat pengguna jasa PT. ASDP (misalnya tiket ferry penyeberangan surabaya-madura Rp. 2500,-/orang dan Rp. 1500,-/motor)
IV.
Penutup
Demikianlah gambaran laporan Kunjungan Kerja Komisi VI DPR RI ke tiga daerah Kunker pada Masa Sidang II, TS 2008-2009. Dari kunjungan kerja tersebut, kami menemukan fakta yang sangat jelas, adanya potensi ekonomi daerah, khususnya di Provinsi Sulawesi Tenggara dan Kalimantan Barat. Karena itulah, dari hasil Kunker ini hendaknya semakin meneguhkan tekad kita untuk mendorong lahirnya keputusankeputusan politik yang berorientasi kepada peningkatan kapabilitas produksi ekonomi rakyat, khususnya pada daerah-daerah perbatasan seperti Propinsi Kalimantan Barat. Kami juga menemukan fakta bahwa koperasi, usaha kecil dan menengah masih jauh dari harapan kita untuk menjadi usaha rakyat yang mandiri, kompetitif dan profesional. Berbagai kelemahan organisasi, manajemen, akses ke pasar, permodalan dan kualitas SDM masih menjadi kendala yang utama. Kebijakan pemerintah nampak belum terintegrasi dan belum menunjukkan keberpihakannya, khususnya pada bentuk-bentuk usaha yang dikelola oleh rakyat.
Komisi VI DPR RI
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Sultra dan Kalbar , 16-20 November 2008 14