BAB V CREDIT UNION UNGGUL SEJAHTERA DAN MODAL SOSIAL 5.1. Pengetahuan Tentang Credit Union Unggul Sejahtera Credit Union Unggul Sejahtera (CUUS) awalnya diperkenalkan oleh Yayasan Truka Jaya12 tahun 2010 namun hanya sebatas pengenalan mengenai pemahaman tentang CU melalui pelatihan dan pendidikan selama empat hari di Credit Union Cindelaras Tumangkar (CUCT), Gunung Kidul, Yogyakarta. Pelatihan dan pendidikan diikuti oleh perwakilan dari masing – masing tempat pelayanan CUUS yaitu Salatiga, Lembu, Kendel, dan Randurejo. Sedangkan untuk pengenalan di Desa Kendel melalui sosialisasi yang bertempat di kediaman koordinator tempat pelayanan 03 (TP 03) yaitu Bapak Suyadi dengan mengundang
sekitar
40 orang warga.Tempat
pelayanan Kendel
mulai
melaksanakan kegiatan di Bulan Agustus 2011. Penggurus dan anggota CUUS TP 03 memahami sebagai sarana untuk mengatur keuangan rumah tangga agar lebih teratur dan terencana menuju perekonomian mandiri. CUUS merupakan Lembaga Keuangan Mikro non – bank yang berwujud koperasi kredit, CU berarti sekumpulan individu yang saling percaya dan bekerjasama untuk membangun perekonomian sedangkan US merupakan bibit yang unggul dari kumpulan individu yang bertujuan untuk menciptakan perekonomian lokal yang lebih mandiri. Durkheim dalam buku The Rule of Sociological Method membedakan antara dua tipe fakta sosial: material dan non-material. Meski ia membahas keduanya dalam karyanya, perhatian utama lebih tertuju kepada fakta sosial non-material13 dibandingkan kepada fakta sosial material14. Perhatianya terhadap fakta sosial nonmaterial ini telah jelas dalam
12
Desa Kendel merupakan dampingan dari Yayasan Truka Jaya, terdapat kerja sama mulai dari tahun 2009 dan berkahir hingga Bulan Juli tahun 2014 untuk mewujudkan masyarakat mandiri. 13 Misalnya kultur, institusi sosial. 14 Birokrasi, Hukum.
42
karyanya paling awal, The Division of Labor in Society. Buku tersebut mengacu perhatian kepada upaya membuat analisis komparatif mengenai apa yang membuat masyarakat bisa dikatakan berada dalam keadaan pra-industri atau modern. Ia menyimpulkan bahwa masyarakat pra-industri dipersatukan terutama oleh fakta sosial non-material, khususnya oleh kuatnya ikatan moralitas bersama, atau oleh apa yang ia sebut sebagai kesadaran kolektif yang kuat (Ritzer & Goodman 2003 : 22). Mengacu kepada Durkheim bahwa masyarakat Kendel adalah masyarakat pedesaan yang bergotong royong demi tujuan bersama yaitu kesejahteraan masyarakat. Serupa dengan Durkheim tentang masyarakat Kendel ketika CUUS hadir di tengah masyarakat maka ikatan moralitas muncul dengan kesepakatan bersama dan tujuan bersama. Bibit yang unggul mengadopsi dari istilah yang mudah dipahami oleh warga Kendel karena sebagian besar mata pencaharian anggota adalah Petani, bukan semata – mata bertujuan untuk menciptakan perekonomian lokal yang lebih mandiri namun pendidikan adalah hal yang lebih utama ditekankan. Keadaan Desa Kendel merupakan masyarakat Homogen, pekerjaan dan sistem religius adalah Petani beragama Islam dengan adat tradisi kebudayaan Jawa. Hal tersebut menimbulkan senasib dan sepenanggungan sehingga menimbulkan solidaritas sosial. Solidaritas menunjuk kepada hubungan antara individu atau kelompok yang didasarkan kepada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Durkheim memilah dua jenis Solidaritas yaitu Solidaritas mekanis dan solidaritas organis. Kebersamaan yang menimbulkan solidaritas menjadikan warga Kendel berbondong – bondong untuk berkembang menuju arah berkelanjutan melalui CUUS. Solidaritas positif tersebut menimbulkan kesadaran bersama, suatu totalitas dari semua perasaan dan keyakinan setiap orang yang berada suatu kelompok masyarakat yang sama membentuk sistem yang terbatas memiliki kehidupan sendiri. Kesadaran kelompok inilah yang mengatur semua perilaku dan tindakan manusia yang tergabung di suatu kelompok.
43
Tabel 5.1. Perbandingan Solidaritas Mekanis dan Organis.
Solidaritas Mekanis
Solidaritas Organis
1. Pembagian kerja rendah.
Pembagian kerja tinggi.
2. Kesadaran kolektif tinggi.
Kesadaran kolektif lemah.
3. Individualitas rendah.
Individualitas tinggi.
4. Hukum represif (menekan) dominan.
Hukum restitutif (memulihkan) dominan.
5. Relatif ketergantungan rendah.
Ketergantungan tinggi.
6. Karakteristik kekeluargaan
Karakteristik kekeluargaan dan faktor ekonomi.
7. Ikatan kepercayaan bersama, cita –
Ikatan sistem fungsional.
cita dan komitmen moral. 8. Bersifat pra-industri atau pedesaan.
Bersifat industri atau perkotaan.
9. Bersifat religius.
Bersifat sekuler.
Sumber: Materi mata kuliah Teori Sosiologi Klasik, FISKOM UKSW.
Kelompok yang dimaksud adalah CUUS, perlu waktu yang cukup untuk dapat meyakinkan bahwa CUUS bukan sekadar simpan – pinjam namun penekanan tentang nilai moral, gotong – royong adalah hal yang diperlukan ketika mengelola keuangan. Penggurus CUUS yaitu koordinator pendidikan beserta koordinator tempat pelayanan bekerjasama untuk memberikan penjelasan kepada anggota yang belum jelas tentang CUUS. Sarana untuk memberikan penjelasan tersebut adalah melalui sosialiasasi dan pendidikan dasar. Sarana penjelasan dilakukan agar anggota mengerti dan terampil mengelola keuangan dengan nilai– nilai moral kebersamaan. Mengelola tanpa mendidik menyebabkan individu memulai dengan mental peminta–minta, mengelola dengan mendidik menjadikan individu sadar akan kebersamaan dan perbuatan.
44
Kehadiran CUUS mengimplementasikan UUD 1945 Pasal 33 ayat 1 dan 4 berisi sebagai berikut: Pasal 33 ”(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.”
Pasal 33 tercantum dasar demokrasi, ekonomi produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat yang diutamakan, bukan kemakmuran perorangan. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan. Selain sebagai sarana untuk mengatur perekonomian mandiri lokal, CUUS dipahami sebagai sarana untuk saling melengkapi untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga. Kebutuhan tersebut meliputi lumbung 15, dan perkumpulan arisan Ibu Rumah Tangga dengan memilah dan mengatur kebutuhan sekarang dan kebutuhan yang akan datang melalui produk – produk simpanan dan pinjaman CUUS.Sistem perekonomian mulai didominasi oleh peranan human capital yaitu pengetahuan dan ketrampilan manusia. Kandungan lain dari human capital selain pengetahuan dan ketrampilan adalah kemampuan masyarakat untuk melakukan interaksi satu sama lain. Kemampuan ini akan menjadi modal penting bukan hanya bagi kehidupan ekonomi akan tetapi juga bagi setiap aspek eksistensi sosial yang lain. Modal yang demikian ini disebut dengan modal sosial, yaitu kemampuan masyarakat untuk bekerja bersama demi mencapai tujuan bersama dalam suatu kelompok dan organisasi (Coleman, 1990). Modal bukan hanya sekadar alat-alat produksi, akan tetapi memiliki pengertian yang lebih luas dan dapat diklasifikasikan kedalam 3 (tiga) golongan, yaitu: (a) modal ekonomi, (b) modal kultural, dan (c) modal sosial. Modal ekonomi, dikaitkan dengan 15
CUUS sebagai cikal – bakal tujuan ditetapkan Desa Kendel sebagai Desa Lumbung pangan oleh pendamping dari Yayasan Truka Jaya.
45
kepemilikan alat-alat produksi. Modal kultural, terinstitusionalisasi dalam bentuk kualifikasi pendidikan. Modal sosial, terdiri dari kewajiban - kewajiban sosial. Kewajiban – kewajiban sosial adalah ketika anggota menyikapi kegiatan simpan – pinjam, menyikapi sebab dan akibat menabung serta meminjam kepada satu dengan anggota lain, kesepakatan – kesepakatan yang akan diberlakukan ketika melakukan kegiatan demi tujuan bersama. CUUS merupakan stimulus bagi warga menjadi lebih produktif dengan pelatihan – pelatihan yang dilaksanakan oleh warga dengan implementasi usaha kecil menengah kepada Ibu Rumah Tangga yang tidak mempunyai pekerjaan dengan produksi criping tiwul, susu jagung, donat tiwul, dan semua makanan yang terbuat dari sumber bahan pangan non – beras. Kehadiran LKM di Desa Kendel mempermudah akses terhadap sarana perekonomian karena warga yang berkeinginan melakukan kegiatan simpan – pinjam dapat melakukanya tanpa perlu mengorbankan waktu untuk menuju ke Bank yang berlokasi di daerah perkotaan, akses transportasi yang terbatas merupakan implementasi CUUS kepada daerah dengan keterbatasan akses sarana perekonomian. Kemudahan akses CUUS menyebar cepat melalui proses gethok tular16 sehingga sebagian masyarakat Kendel yang menjadi anggota hanya sekadar mengetahui kegiatan simpan – pinjam tanpa menyadari peranan CUUS sebenarnya. Hal tersebut menjadi sesuatu pokok tinjauan karena temuan di lapangan terdapat anggota CUUS yang belum mengetahui dasar – dasar dan sekadar hanya ikut – ikut saja. 5.2. Credit Union Unggul Sejahtera dan Agama Islam Data monografi Kendel tahun 2012 menunjukan bahwa ada sekitar 5.547 Jiwa penduduk Desa Kendel. Penduduk Kendel sangat homogen dengan seluruhnya Suku Jawa yang beragama Islam, jadi nilai – nilai yang digunakan diantara penduduk adalah nilai – nilai Agama Islam dengan penerapan kebudayaan Kejawen. Kearifan lokal disesuaikan dengan nilai – nilai religius ketika menyikapi dinamika sosial di Desa Kendel. Nilai – nilai religius tersebut adalah nilai – nilai Agama Islam yang seluruhnya dipercayai oleh masyarakat 16
Bahasa di Daerah Jawa Tengah yang berarti proses penyampaian informasi melalui obrolan.
46
Kendel. Sumber agama adalah masyarakat itu sendiri. Masyarakat yang menentukan bahwa sesuatu itu bersifat sakral dan yang lainya bersifat profan (Ritzer & Goodman 2003 : 23). Agama adalah cara masyarakat memperlihatkan dirinya sendiri dalam bentuk fakta sosial non-material. Pemikiran Durkheim mengungkapkan bahwa agama dapat membentuk kesadaran bersama dari setiap kesadaran dan moralitas yang dimiliki manusia. Durkheim melihat fenomena religius menjadi dua bagian yaitu : 1. Beliefs yaitu mengacu kepada berbagai bentuk pemikiran, pendapat, atau opini, dan bentuk – bentuk lain yang menggambarkan suatu keyakinan. 2. Rites yaitu menggambarkan berbagai bentuk tindakan yang berupa pemujaan atau penyembahan dari keyakinan yang dianut. Pemikiran Durkheim mengenai kategori fenomena religius adalah sebagai dasar gambaran tentang nilai – nilai yang dianut oleh masyarakat Kendel. Melalui beliefspemikiran, pendapat dan opini tentang CUUS terangkum di sebuah forum penggajian tentang nilai – nilai Islam kepada CUUS17. Dinamika sosial muncul ketika hadirnya CUUS sebagai sarana untuk membangun perekonomian mandiri dengan segala konsekuensinya 18. Riba atau bahasa sederhana bunga bank menurut cara pandang Agama Islam melalui Bapak Mul yang seorang Uztadz ternama setempat mengungkapkan bahwa tidak ada hukum yang pasti mengenai riba. Istilah riba untuk CUUS ialah Balas Jasa Pinjaman (BJP) dan Balas Jasa Simpanan (BJS), CUUS memberikan deviden (BJS) sebesar 14% per tahun dan membayar (BJP) sebesar 2% menurun. Kata Ar-Riba adalah isim maqshur, berasal dari rabaa yarbuu, yaitu akhir kata ini ditulis dengan alif. Asal arti kata riba adalah ziyadah (tambahan) adakalanya tambahan itu berasal dari dirinya sendiri, seperti firman Allah swt: (ihtazzat wa rabat) “maka hiduplah bumi itu dan suburlah.” (QS Al-Hajj: 5).
17
Pengajian diselenggarakan tanggal 22 April 2013 pukul 14.00 WIB dipimpin oleh Bapak Mul. Maksud dari segala konsekuensi adalah anggota CUUS harus melaksanakan dan mentaati kesepakatan – kesepakatan yang dibangun bersama. 18
47
Adakalanya lagi tambahan itu berasal dari luar berupa imbalan, seperti satu dirham ditukar dengan dua dirham. Riba hukumnya berdasar Kitabullah, sunnah Rasul-Nya dan ijma’ umat Islam: “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka permaklumkanlah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kami tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS Al-Baqarah: 278279). “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.” (QS Al-Baqarah: 275). “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan shadaqah.” (QS Al-Baqarah: 276).
Ibnu Mas’ud ra dari Nabi saw, Beliau bersabda, “Tak seorang pun memperbanyak (harta kekayaannya) dari hasil riba, melainkan pasti akibat akhirnya ia jatuh miskin.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 5518 dan Ibnu Majah II: 765 no: 2279)19.Proses jual – beli mengharamkan riba namun apabila memberatkan berarti termasuk riba, jika tidak memberatkan dihalalkan. Bedasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menekankan bahwa tolong – menolong dalam kebaikan tetapi tidak dengan kemurahan. Bapak Mul menghimbau mengenai dinamika CUUS apabila bermanfaat maka halal tetapi jika memberatkan maka dapat dikatakan haram. Koperasi merupakan sarana untuk membangun rencana masa depan yang lebih baik. Gotong royong dengan disertai kesepakatan – kesepakatan untuk pencapaian tujuan yang sama menjadikan Koperasi sebagai sarana yang tepat. Kesepakatan – kesepakatan tersebut diciptakan melalui peran aktor, norma, dan jaringan yang disebut dengan modal sosial untuk membangun kesejahteraan yang lebih baik. Modal sosial adalah sebuah konsep untuk dimanfaatkan demi kepentingan bersama, lewat tindakan kolektif bertujuan anggota masyarakat dapat menciptakan prospek serta manfaat bersama meski dalam waktu singkat. Menurut 19
Mengutip dari situs http://de-kill.blogspot.com/2008/11/riba-dalam-islam.html Senin, 21 Mei 2013 pukul 09.45 WIB.
48
Anirudh Krisna strategi tindakan bertujuan memiliki dua dimensi yang berbeda namun saling terkait: 1. Institutional Capital yaitu mengacu kepada hukum, prosedur, dan organisasi yang menyediakan sarana untuk kepentingan bersama. 2. Relational Capital yaitu mengacu kepada nilai – nilai, sikap, norma, dan sistem religius yang kemudian dijadikan dasar untuk bertindak. Kedua strategi tersebut dapat digunakan untuk menciptakan dan memanfaatkan modal sosial. Peran kedua dimensi dapat menimbulkan sebuah konsep CUUS melalui ajaran agama Islam dengan tindakan institutional capital dimana seorang Uztads bertindak sebagai imam yang mengajak masyarakat Kendel untuk menyikapi CUUS sesuai dengan hukum Islam, meminta untuk saling membantu jika ada kesusahan, ada prosedur untuk membantu tindakan bersama, ada aturan, dapat dinilai oleh anggota masyarakat, ada peran – peran tertentu. Relational capital didasarkan kepada nilai – nilai bersama, kesadaran untuk saling membantu, saling percaya dan saling tergantung dan sebagainya. Himbauan Bapak Mul sebagai Uztads mengenai kegiatan berkoperasi yen awakmu loma aku yo loma menyang awakmu, yen awakmu medhit aku yo medhit20. Segala kebutuhan pasti Tuhan sudah menyediakan bagi tiap – tiap Manusia asalkan mengatur tujuan hidup dengan hati nurani. Himbauan Bapak Mul tersebut mengindikasikan bahwa beliau menekankan konsep pertukaran sosial yaitu ganjaran dan penghargaan. Teori pertukaran sosial secara umum menganggap bahwa dasar pembentukan sesuatu hubungan sosial adalah melalui transaksi dagang dimana orang berhubungan dengan orang lain mengharapkan sesuatu untuk memenuhi keperluanya. Thibault dan Kelley, dua orang pemuka utama dari model ini menyimpulkan model pertukaran sosial sebagai berikut : “setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan cost.” Ganjaran, cost, hasil, dan tingkat perbandingan merupakan empat konsep pokok dalam teori ini. (Rakhmat,2003) 20
Apabila dirimu mempunyai sikap dermawan maka sayapun demikian, tetapi apabila dirimu pelit maka begitu juga dengan saya.
49
Ganjaran ialah setiap akibat yang dinilai positif yang diperoleh seseorang dari suatu hubungan. Makna lain ganjaran ialah penerimaan sosial atau dukungan terhadap nilai yang dipegangnya. Nilai suatu ganjaran berbeda-beda antara seseorang dengan yang lain, dan berlainan dari waktu ke waktu menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Teori pertukaran tidak hanya terbatas kepada hubungan antara orang – orang yang senang satu sama lain atau merasa kegiatan bersamanya itu saling menguntungkan. Orang mungkin berinteraksi dengan orang yang mereka tidak sukai, meskipun perasaan tidak suka itu menjadi lebih besar jika interaksi itu diteruskan. Pola ini dapat dengan mudah dijelaskan dalam hubunganya dengan cost untuk menghindari interaksi. Jika biaya – biaya ini cukup tinggi, orang akan terus berinteraksi meskipun disertai perasaan kurang enak. Banyak contoh mengenai gejala ini yang dapat kita berikan, seorang pegawai mungkin sangat tidak suka dengan bosnya tetapi terus saja berinteraksi hanya karena pekerjaan lain tidak dapat diperoleh dengan mudah.Peneliti mencoba menjelaskan mengenai teori pertukaran sosial melalui kasus yang menjadi perhatian dan fokus penelitian, yaitu: Berdasarkan pengakuan Ibu
Suprapti21
penggurus
CUUS
beliau
mengatakan bahwa: “Kriteria transaksi peminjaman yang diberlakukan di CUUS mengacu kepada riwayat si peminjam ditinjau dari watak dan riwayat pengembalian pinjaman, misalnya anggota meminjam uang untuk usaha dagang pengembalian pinjaman tergolong lancar maka sewaktu – waktu anggota tersebut meminjam lagi dan meminta tambahan pinjaman maka akan direalisasikan oleh bagian kredit. Berbeda apabila anggota meminjam uang pengembalian pinjaman tergolong tidak lancar maka peminjaman berikutnya jika mengajukan pinjaman tambahan tidak dapat direalisasi. Bagi anggota yang tergolong tidak lancar tersebut apabila mengajukan peminjaman kembali akan memperoleh pinjaman sesuai dengan jumlah yang anggota pinjam sebelumnya.”
Pengakuan tersebut menguatkan teori yang dicetuskan oleh John Thibault dan Harold Kelly tentang konsep pertukaran sosial yang dapat dijelaskan sebagai berikut: 21
Wawancara Jumat, 26 April 2013.
50
Ganjaran (Rewards) Pihak bagian kredit menyampaikan bahwa akan merealisasikan tambahan pinjaman apabila pengembalian pinjaman dari anggota sebagai peminjam lancar22 dengan pertimbangan anggota tersebut meminta tambahan, maka sebagai rewards peminjam mendapatkan tambahan dana segar. Biaya (Cost) Pencapaian usaha untuk memperoleh ganjaran anggota harus rela mengorbankan kebutuhan–kebutuhan keluarga demi kelancaran pengembalian pinjaman. Hal yang ditemukan sewaktu wawancara dengan Ibu Suprapti selaku bendahara CUUS TP 03 beliau mengatakan bahwa: “bukan bermaksud meremehkan kemampuan ekonomi anggota yang akan mengajukan pinjaman, tetapi kami mempunyai riwayat pengembalian dari setiap anggota. Riwayat pengembalian pinjaman tersebut menjadi dasar untuk pengambilan keputusan penambahan pinjaman, dengan demikian anggota yang akan mengajukan tambahan pinjaman tidak akan tersinggung”
Peminjam
seringkali
meremehkan
ketika
jatuh
tempo
pembayaran
pengembalian pinjaman terdapat sebuah pernyataan dari salah satu anggota bahwa “lha wong sing penting mesti mbayar we kok, mengko yen telat yo didouble sasi ngarep”23. Sebenarnya anggota mampu untuk membayar pengembalian pinjaman, namun karena watak yang demikian maka ada harga yang harus dibayar ketika melakukan pinjaman berikutnya. Harga yang harus dibayar adalah pengurangan jumlah pengajuan pinjaman atau tidak diberikan tambahan pinjaman apabila yang bersangkutan mengajukan tambahan.
Hasil (Outcomes) Usaha dari sebuah hubungan timbal balik atau jika disebutkan oleh Thibault & Kelley merupakan pertukaran sosial adalah menghasilkan sesuatu keuntungan bagi kedua pihak. Keuntungan bukan hanya diperoleh dengan
22
Bagian kredit meninjau riwayat pengembalian pinjaman dari track record tersebut bagian kredit dapat memutuskan tambahan dana apabila anggota yang bersangkutan meimintanya. 23 Pasti akan membayar, apabila terlambat nantinya akan dibayarkan dua kali di bulan depan.
51
untung dan diuntungkan, tetapi dari interaksi tersebut terdapat interaksi yang dirugikan. Interaksi yang merugikan ketika pengembalian pinjaman tidak lancar, karena tersendatnya pengembalian pinjaman alur perputaran keuangan CUUS menjadi tersendat. Anggota dengan riwayat tidak lancar mendapat pengurangan jumlah pinjaman apabila yang bersangkutan kembali melakukan pinjaman. Tingkat perbandingan (Comparisons Level) Meninjau dari sebelum dan sesudah kehadiran CUUS bahwa masyarakat dapat mengatur keuangan sesuai dengan porsi kebutuhan. Ibu Tuminah mengatakan: “kehadiran CUUS membantu mengatur keuangan keluarga dapat ditinjau dari sebelum CUUS hadir dan setelah CUUS hadir, keuangan keluarga lebih teratur sesuai dengan kebutuhan. Tabungan SI CERDAS dapat memudahkan orang tua untuk melengkapi biaya pendidikan anak yang diambil tiga tahun sekali”
Interaksi kegiatan CUUS TP 03 adalah kegiatan untuk kesejahteraan perekonomian melalui lembaga keuangan yaitu CUUS, dengan demikian selama proses interaksi tersebut ada hal yang dinginkan atau ganjaran selama berinteraksi. Ganjaran tersebut adalah mendapatkan pinjaman dana atau modal kepada para anggota, untuk mendapatkan ganjaran tersebut anggota diwajibkan untuk mengikuti ketentuan–ketentuan yang diberlakukan oleh penggurus. Lembaga berperan kepada interaksi antar anggota ketika melakukan interaksi secara tidak langsung anggota menjalankan kaidah–kaidah dari CUUS. Tiap anggota berhak atas kesejahteraan yang dibangun melalui CUUS, namun penentuan anggota sejahtera atau tidak sejahtera merupakan dari kemauan anggota. CUUS hanya berperan sebagai sarana untuk kesejahteraan melalui pembangunan modal sosial.
5.3. Kegiatan Credit Union Unggul Sejahtera Perkembangan perekonomian Kendel bawasanya melalui proses yang dilakukan oleh CUUS TP 03. Hal–hal yang menyangkut kebutuhan pokok
52
khususnya dapat melalui perkumpulan yang diadakan di Desa yang mempunyai prioritas tentang ketahanan pangan tersebut. Kegiatan seperti arisan beras dan arisan untuk hari raya adalah dua diantara perkumpulan dari sekian perkumpulan yang dilaksanakan di Desa Kendel. Sebelum hadirnya CUUS kegiatan perekonomian hanya sebatas arisan saja, namun ketika hadirnya CUUS kegiatan menjadi beragam dan membantu untuk lebih mengembangkan perekonomian setempat. Kegiatan CUUS antara lain Sosialisasi, Pendidikan, Arisan, kegiatan simpan–pinjam dengan penerapan uang masuk dan uang keluar yang dilakukan oleh penggurus. Kegiatan tersebut memerlukan pondasi yaitu aktor dan jaringan. Kedua pondasi tersebut merupakan konsep dari modal sosial. Melalui lembaga keuangan tersebut anggota dituntut untuk dapat menjalankan tiap–tiap aturan yang diberlakukan. Kegiatan yang dilakukan lembaga bersinggungan dengan konsep yang diutarakan oleh Piere Bordiue (1989 : 15) tentang hubungan dialektis antara struktur – struktur objektif dan subyektif: “di satu sisi struktur – struktur obyektif .... membentuk dasar bagi .... representasi – representasi dan membentuk paksaan – paksaan struktural yang dikenakan kepada interaksi – interaksi, tetapi di sisi lain representasi – representasi itu juga harus dipertimbangkan khusunya jika orang ingin menjelaskan perjuangan sehari – hari, individu dan kolektif, yang bermaksud mengubah atau melestarikan struktur – struktur itu.“
Pemikiran Bordieu disebut dengan habitus yang memproduksi dan diproduksi oleh dunia sosial. Di satu sisi, habitus adalah suatu “struktur yang menstrukturkan” yaitu struktur yang menyusun dunia sosial. Di sisi lain ia adalah “struktur yang distrukturkan” yaitu stuktur yang disusun oleh dunia sosial. Konsep modal sosial menekankan kepada interaksi berdasarkan nilai kepercayaan untuk pencapaian tujuan bersama. Modal sosial akan membentuk jaringan horizontal yang akan memunculkan kondisi saling menguntungkan, karena akan terjadi kerjasama dan koordinasi lebih baik. Berdasarkan penelitianya di Italia, Putnam memahami modal sosial sebagai bagian dari organisasi sosial seperti kepercayaan, norma, dan jaringan yang dapat meningkatkan efisiensi masyarakat dengan memfasilitasi tindakan – tindakan 53
terkoordinasi (Field 2010 : 49). Berperan sebagai organisasi sosial secara lahiriah CUUS memiliki interaksi guna memperoleh suatu tujuan yaitu kesejahteraan. Berdasarkan pemikiran Putnam tentang modal sosial kepercayaan, norma dan jaringan adalah tindakan – tindakan yang dilakukan secara tidak langsung namun berperan penting. Sesuatu alat kepercayaan baru yaitu uang dapat menjaga hubungan antar anggota untuk lebih saling mempercayai satu dengan yang lain. Alat kepercayaan tersebut sangat sensitif karena uang berhubungan erat kepada kebutuhan baik primer maupun tersier, akibatnya apabila antar anggota tidak dapat menjaga kepercayaan dengan baik akan menimbulkan prasangka negatif. Pemanfaatan norma dapat mengatasi masalah prasangka buruk agar hubungan baik tetap terjalin. Adat budaya Jawa yang mementingkan kekeluargaan memperkuat pemahaman bahwa setiap anggota mempunyai kebutuhan masing – masing dengan rentan waktu yang berbeda – beda. Peran aktor yaitu penggurus sebagai jaringan dapat mengarahkan anggota untuk mengatur keuangan sesuai dengan kebutuhan agar menjaga stabilitas menghindari prasangka buruk diantara anggota. Kegiatan dari penggurus dapat dideskripsikan melalui kegiatan CUUS. Perlu penjelasan lebih lanjut untuk dapat menggambarkan kegiatan – kegiatan penggurus dimulai dari proses anggota baru sampai dengan mengatasi permasalahan yang ditemukan saat proses simpan – pinjam. Modal sosial mementingkan aktor untuk dapat membangun pemikiran bersama sebagai dasar menuju kepentingan bersama. Aktor mengambil peranan penting ketika mengkoordinasikan kegiatan – kegiatan CUUS, tindak lanjut tersebut dapat ditemukan tugas – tugas penggurus yaitu koordinator tempat pelayanan, koordinator pendidikan, kepala bagian kredit, dan bendahara.Berikut penjelasan tentang kegiatan – kegiatan CUUS. 5.3.1. Sosialisasi Proses pengenalan yang disebut dengan sosialisasi adalah cara yang dilakukan penggurus untuk dapat menjaring anggota. Proses tersebut dilaksanakan melalui undangan kepada warga Kendel untuk menghadiri kumpulan di setiap bulan.Peranan CUUS jelas sangat penting sebagai wadah
54
untuk membangun modal sosial dalam bentuk kerjasama dan kepercayaan. Jalinan kerjasama yang sudah terbentuk karena adat dan budaya menjadi lebih kuat dengan adanya CUUS. Kemudian terjadi perubahan dalam masyarakat bahwa kerjasama kemudian lebih didasarkan kepentingan ekonomi dengan tetap melestarikan norma – norma adat budaya lokal.Bagi Coleman konsep modal sosial adalah saran untuk menjelaskan bagaimana orang berusaha bekerjasama yang oleh Barbara Mitzel dikemukakan bahwa teori pilihan rasional secara terus – menerus menjalankan tugas kerjasama sejalan dengan dalil individualisme dan kepentingan diri (Mitzel, 2000). Modal sosial memberikan pemecahan atas mengapa manusia memilih bekerjasama, bahkan ketika kepentingan paling utama terkesan dapat dipenuhi melebihi kompetisi. Sosialisasi diadopsi dari Yayasan Trukajaya yang mengenalkan CUUS kepada warga Kendel. Proses sosialisasi hanya sebatas pengenalan mengenai rencana dan penataan keuangan agar lebih teratur dan tepat guna. Bourdieu memiliki pemikiran tentang habitus yang berupa skema persepsi, pikiran dan tindakan adalah bagian dari langkah – langkah CUUS pusat khususnya untuk dapat membangun persepsi Desa Kendel sebagai Desa lumbung. Skema persepsi melalui sosialisasi yang akhirnya membentuk pemikiran bahwa CUUS merupakan lembaga keuangan yang menjamin masa depan atau terlebih lagi sebagai asuransi keluarga dengan nilai, moral dan etika sebagai agunan saat bertransaksi. Pembangunan sikap melalui modal sosial memang sudah ada sebelum kehadiran CUUS yaitu adat dan budaya lokal, namun CUUS menjadi lembaga keuangan yang berperan untuk memperkuat modal sosial kepada anggota CUUS melalui sosialisasi. Sosialisasi pertama dilakukan oleh Yayasan Truka Jaya beserta penggurus yang telah mengikuti pelatihan di CUCT Gunung
Kidul,
Yogyakarta.
Hasil
dari
sosialisasi
pertama
tersebut
menghasilkan 20 orang anggota dan sampai dengan pertengahan Bulan April 2013 anggota sudah mencapai 160 anggota dengan aset sekitar Rp. 572.000.000,-. Gethok Tular adalah cara ampuh untuk menjaring anggota baru di TP 03, gethok tular berperan aktif ketika terdapat kenaikan jumlah anggota
55
CUUS berawal dari 20 anggota menjadi 160 anggota dan diperkirakan masih akan terus bertambah. Kemudahan menjadi anggota CUUS dan produk–produk yang membantu mengembangkan penataan perekonomian rumah tangga menjadi pilihan tepat disaat pemerintah daerah tidak mampu menjangkau daerah–daerah dengan akses yang terbatas. Sebagian besar berpendapat bahwa CUUS sangat membantu dan bermanfaat. Berbagai keuntungan bisa didapat dengan menjadi anggota CUUS. Kemudahantersebut menjadi bahan pertimbangan anggota untuk menginformasikan dan mengajak warga Kendel yang belum menjadi anggota CUUS untuk dapat bergabung menjadi CUUS TP 03 Kendel. Gethok tular atau yang biasa disebut proses komunikasi melalui obrolan memudahkan penggurus CUUS karena tidak perlu bersusah payah mencari anggota dengan cara bersosialisasi. Penggurus hanya melakukan pendidikan dasar karena calon anggota baru tersebut datang ke kantor TP 03 kemudian penggurus memberikan pendidikan dasar.
56
Sosialisasi CUUS
Pendidikan Dasar
Keinginan menjadi anggota
Mengisi formulir
Menjadi pengurus CUUS
Resmi menjadi anggota
Meminjam / Menyimpan
Gambar 7. Alur menjadi anggota CUUS.
Kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh CUUS dilaksanakan supaya calon anggota baru dapat memahami secara lebih jelas dan mendalam tentang CUUS, misalnya seperti keuntungan yang ditawarkan dan produk yang ditawarkan beserta ketentuan denda atau sanksi yang akan diberikan apabila terjadi kredit lalai, kredit macet. Kemudian mengikuti pendidikan dasar sebagai syarat untuk dapat menjadi anggota diwajibkan mengikuti pendidikan dasar sebanyak dua kali pertemuan. Setelah menjadi anggota baru, anggota diwajibkan mengisi formulir pendaftaran, dilampiri dengan photo copy identitas diri yang masih berlaku 1 lembar dan foto berukuran 3x4 sebanyak 2 lembar. Anggota dapat membayar saham awal dengan perincian sebagai berikut: 1. Simpanan Pokok Rp. 30.000 (sekali selama menjadi anggota). 2. Simpanan Wajib Rp. 5.000 (setiap bulan). 3. Uang pangkal Rp. 10.000. 4. Solidaritas kematian Rp. 10.000 (setiap tahun).
57
5. Dana Pendidikan Rp. 20.000. 6. Kontribusi gedung Rp. 5.000. Perekonomian memang harus disusun atas dasar kekeluargaan dan asas kegotong royongan, untuk itu setiap anggota dapat menjadi penggurus CUUS ketika kepenggurusan mengalami pergantian. Selain itu ada pertimbangan lain tentang kepenggurusan CUUS, yaitu anggota mengetahui tentang mekanisme dari awal masuk CUUS sampai dengan mekanisme uang masuk dan uang keluar. Kedua pertimbangan tersebut menjadi sarana pembangunan sosial dan ekonomi untuk pengembangan masyarakat yang lebih sejahtera. 5.3.2. Pendidikan Dasar Pendidikan dasar adalah tahapan bagi calon anggota untuk dapat bergabung dengan CUUS, calon anggota harus melalui pendidikan sebanyak dua kali pertemuan untuk dapat bergabung menjadi anggota CUUS. Melalui pendidikan dasar calon anggota mendapat pembekalan tentang pemahaman CU mulai dari transaksi awal menjadi anggota sampai dengan kegiatan simpan– pinjam. CUUS adalah lembaga yang mengelola keuangan namun yang membedakan CUUS dengan lembaga keuangan lain adalah terdapat pemahaman akan pentingnya nilai–nilai kemanusiaan. Anggota diarahkan untuk mengelola keuangan secara teratur, anggota diarahkan agar lebih sejahtera dalam segi finansial kehidupan keluarganya. Jadi bukan semata–mata tentang simpan–pinjam namun yang terpenting adalah membentuk sikap individu. Pendidikan dilakukan setiap satu Bulan dengan pengecualian jika ada calon anggota baru, namun terdapat cara lain melakukan pendidikan dasar dengan melakukan sosialisasi kemudian dilanjutkan pendidikan dasar jumlah peserta minimal 20 orang. Pendidikan dasar dilayani di tempat pelayanan setiap hari Selasa dan Jumat.Anggota baru diarahkan untuk memilih produk–prouduk CUUS yang disesuaikan dengan kebutuhan anggota. Produk–produk tersebut diantaranya:
58
Sikandi (Simpanan Kanggo Dino Iki)24 Sikandi adalah tabungan harian yang dapat melakukan transaksi setiap hari dan dapat diambil setiap saat, khusus untuk TP 03 gula dan beras dapat dijadikan tabungan untuk Sikandi. Mempunyai balas jasa simpanan sebesar 6% dengan setoran pertama sebesar Rp. 10.000,- selanjutnya setoran minimal Rp 1000,- dan maksimal Rp. 10.000.000,-. Sikandi tidak dapat digunakan sebagai agunan pinjaman. Simapan (Simpanan Untuk Masa Depan) Simapan adalah tabungan pensiun dengan penarikan tabungan setelah umur 54 tahun atau jumlah simpanan mencapai Rp. 100.000.000,dengan balas jasa simpanan 14 % per tahun. Pengambilan tabungan Simapan disesuaikan dengan jumlah tabungan dan jenjang umur anggota, jika anggota menabung di umur lebih muda maka pengambilan tabungan akan lebih cepat karena belum memasuki umur 54 tahun tabungan sudah mencapai Rp. 100.000.000,-. Namun apabila anggota mencapai umur 54 tahun tabungan belum mencapai seratus juta rupiah maka diberlakukan pengecualian yaitu umur anggota yang bersangkutan diendapkan 5 tahun. Saldo simpanan dapat menjadi jaminan pinjaman. Sicerdas (Simpanan Pendidikan) Sicerdas adalah tabungan untuk merencanakan kebutuhan pendidikan. Setoran awal Rp. 100.000,- akumulasi setoran maksimal per bulan Rp. 2.500.000,- dengan balas simpanan sebesar 13 % per tahun. Tabungan bisa diambil setelah mengendap 3 tahun, saldo simpanan dapat dijadikan jaminan pinjaman. Kresna (Kredit Serba Guna) Kredit serba guna merupakan pinjaman dengan masa angsuran maksimal 5 tahun, pinjaman maksimal Rp. 15.000.000,-. Menerapkan kebijakan balas jasa pinjaman 2 % menurun dengan potongan jasa 24
Simpanan untuk hari ini
59
pelayanan sebesar 1 %. Kresna tidak membutuhkan jaminan dengan pengecualian jumlah pinjaman anggota sama dengan atau kurang dari jumlah saldo simpanan di Simapan dan Sicerdas. Apabila pinjaman melebihi jumlah saldo simpanan maka bagian kredit melihat karakter peminjam dan jika karakter peminjam tidak sesuai dengan bagian kredit maka disertakan agunan tambahan. Melambung (Meminjam lalu Menabung) Kredit Melambung diberikan kepada anggota yang tidak memiliki uang tunai, tetapi mempunyai keinginan kuat
untuk memiliki
Simpanan.Pinjaman yang dikabulkan tidak dibawa pulang, tetapi disimpan di Simapan dan atau Sicerdas. Melambung mempunyai kebijakan pinjaman maksimal Rp. 25.000.000,- dengan balas jasa pinjaman 2 % dan potongan jasa pelayanan 1 %. Angsuran maksimal 5 tahun. Solduka (Solidaritas Duka Cita) Solduka merupakan bentuk solidaritas dan turut berbelasungkawa terhadap anggota yang meninggal, berupa santunan secara tunai.Peserta Solduka yang meninggal dunia, akan diberikan santunan tunai yang diserahkan kepada ahli waris sesuai ketentuan, sebagai berikut: Usia anggota pada waktu masuk : 0-20 tahun, besar santunan Rp. 750.000.-. Usia masuk> 20 - 40 tahun, besar santunan Rp. 600.000.Usia masuk> 40 – 55 tahun, besar santunan Rp 500.000.-. Usia masuk> 55 – 65 tahun, besar santunan Rp. 400.000.-. Usia masuk> 65 tahun, besar santunan Rp. 300.000.-.Anggota dapat memilih produk – produk CUUS tersebut dengan memahami dan melakukan kebijakan yang ditentukan oleh seluruh pemegang saham. Segala kesepakatan dan kebijakan–kebijakan diatur melalui Rapat Anggota Tahunan atau Rapat Umum Pemegang Saham.
60
5.3.3. Rapat Anggota Tahunan CUUS Kendel sudah melakukan Rapat Anggota Tahunan (RAT) sebanyak dua kali pelaksanaan. Pertama dilakukan di tahun 2012 namun peneliti tidak mengikutinya karena penelitian dilakukan di bulan April dan Mei tahun 2013. Peneliti mendapat informasi saat RAT pertama dilakukan yaitu kegiatan RAT antara lain dengan laporan keuangan oleh penggurus dan kegiatan CUUS Kendel sampai dengan RAT pertama dilaksanakan. Ketika itu anggota hadir di tempat kediaman koordinator tempat pelayanan Kendel yaitu bapak Suyadi dengan junlah anggota sekitar 60 anggota, turut hadir dari TP pusat bapak Teguh Pambudi untuk mendampingi proses RAT yang pertama kali dilakukan di Desa Kendel. RAT berlangsung kurang lebih selama dua jam dengan membahas permasalahan pembayaran pengembalian pinjaman dan strategi penjaringan anggota baru. Kebijakan yang dilakukan oleh penggurus tentang pengembalian peminjaman mendapat indoktrinisasi dari bapak Teguh Pambudi dengan mekanisme surat peringtan 1, peringatan 2, kunjungan lapangan, dan penyitaan jaminan (jika disertakan). Mengenai penjaringan anggota ibu Suprapti menganjurkan kepada anggota yang tergabung saat itu untuk dapat mengabarkan CUUS di Desa Kendel, hasilnya di RAT tahun berikutnya anggota bertambah menjadi 164 anggota. RAT kedua tahun 2013 dilaksanakan 22 April 2013 dengan agenda pelaporan keuangan dan penjelasan CUUS menurut Agama Islam. RAT dihadiri oleh staff pendamping Desa Kendel bapak Eli Supriyanto, staff Truka Jaya ibu Sri Rahayu Ambarwati, Ketua CUUS ibu Kristin Damayanti dan peneliti. Agenda dilakukan sama dengan tahun kemarin namun karena permasalahan CUUS Kendel sudah menghasilkan kebijakan maka agenda tahun 2013 adalah CUUS menurut Agama Islam dengan mendatangkan bapak Mul sebagai Uztads. Berawal dari para anggota yang mengusulkan mengadakan pengajian tentang CUUS maka koordinator TP 03 Kendel mengajukan kepada bapak Eli untuk mendatangkan pemuka agama supaya dapat menjelaskan CUUS secara islami.
61
Gambar 8. Struktur Organisasi CUUS
RAT dilaksanakan penuh melalui koordinator dari TP1 (Pusat) yang berkantor di Salatiga, namun karena batasan penelitian hanya berada di Desa Kendel maka peneliti tidak mengikuti RAT yang dilaksanakan oleh TP pusat yang diikuti oleh seluruh anggota CUUS baik tiap TP maupun seluruh penggurus. RAT dilaksanakan tiap tahun dengan peserta rapat seperti yang telah digambarkan di gambar 8. 5.4. Permasalahan Kegiatan CUUS dan Solusi Asas demokrasi merupakan salah satu dasar yang dipegang oleh semua penggurus dan anggota ketika menghadapi permasalahan–permasalahan CUUS. Permasalahan ditanggapi dengan kekeluargaan dan solusi yang tidak memberatkan pihak yang bersangkutan. Permasalahan yang pertama adalah kredit macet jangka waktu sebulan ditanggani dengan anggsuran double yaitu angsuran Bulan lalu dibayarkan bersamaan dengan Bulan berikutnya. Kemudian permasalahan yang kedua adalah kredit lalai, kredit lalai adalah angsuran yang tidak tepat waktu. Bagian kredit menyelesaikan masalah dengan cara bertahap, hal yang dilakukan adalah kunjungan lapangan. Namun sebelum melakukan kunjungan lapangan bagian kredit memberikan surat tagihan kepada anggota yang mengalami kredit macet, apabila tidak ada perkembangan
62
maka bagian kredit tersebut melakukan kunjungan lapangan dengan cara berkunjung ke rumah yang bersangkutan. Sebagaimana dijelaskan Bourdieu, modal sosial hanya dapat dimiliki oleh kaum elit yang dirancang untuk mengamankan posisi relatif mereka. Pendidikan dan kekayaan misalnya, dapat digunakan untuk melakukan kekerasan simbolis terhadap kelompok lainya yang kurang atau tidak memiliki pendidikan dan kekayaan. Dalam bukunya tentang kekerasan simbolik dan reproduksi sosial, Bourdieu percaya bahwa elit atau penguasa dapat menggunakan kekerasan simbolis yaitu suatu pemaksaan sistem simbolisme dan makna terhadap kelompok sedemikian rupa sehingga hal itu dialami sebagai sesuatu yang sah. Kebudayaan dipakai sebagai sebuah sistem makna untuk memperkuat konstribusi kepada reproduksi sistematis. Penggunaan kekerasan simbolis prinsipnya merupakan tindakan pedagogis berwujud pendidikan yang tersebar luas, pendidikan keluarga, dan pendidikan institusional. Tindakan pedagogis ini mencerminkan kepentingan kelompok yang mereproduksi distribusi modal kultural. Tindakan pedagogis dihasilkan oleh kerja pedagogis yaitu proses indoktrinasi melalui apa yang oleh Bourdieu disebut dengan habitus. Kerja pedagogis ini merupakan pengganti kerja fisik dan koersi. Pemikiran Bourdieu tentang kekerasan simbolik dipahami sebagai pemaksaan untuk memperkuat melalui relasi kekuasaan melalui proses indoktrinasi untuk menjadikan absah di mata penganutnya. Makna kekerasan yang diutarakan Bourdieu melalui pemikiran kekerasan simbolik terkesan merugikan salah satu pihak karena pelaksanaan cenderung kearah pemaksaan untuk mengambil keuntungan. Namun bila pemikiran tersebut dipahami secara seksama maka akan timbul konsep pemikiran untuk kemajuan lebih baik yang saling menguntungkan. Indoktrinasi positif dilakukan oleh penggurus CUUS melalui mekanisme simpan–pinjam yang akan menciptakan habitus baru. Habitus baru tersebut diantaranya adalah masyarakat mulai dapat memilah atau
63
menyisihkan uang sesuai dengan kebutuhan. Proses terjadinya habitus baru ketika anggota CUUS mentaati aturan–aturan yang menimbulkan sebab akibat kepadanya, sehingga menimbulkan sikap menyisihkan uang untuk mengatasi dari sebab dan akibat ketika anggota tersebut melakukan kegiatan simpan – pinjam. Contohnya, sebagian besar masyarakat Kendel belum mempunyai tabungan pensiun dalam bentuk uang maka yang dilakukan masyarakat tertarik untuk menginvestasikan uang ke produk tabungan CUUS yaitu SIMAPAN (Simpanan Masa Depan). Masyarakat yang menginvestasikan uang ke CUUS tersebut mempunyai habitus baru bahwa mereka mulai dapat menyisihkan uang mereka untuk kebutuhan masa depan. Namun masyarakat tidak seluruhnya dapat mengikuti proses habitus baru tersebut, masyarakat yang tidak dapat mengikuti proses peralihan sebenarnya mempunyai pemikiran sama dengan masyarakat yang dapat melakukan habitus baru tetapi terkendala dengan aktualisasi. Proses aktualisasi penerapan habitus baru tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena terkendala pemikiran lain yang merangsak masuk ke dalam pemikiran masyarakat. Pemikiran lain tersebut yaitu sikap keengganan untuk membayarkan pinjaman karena kebutuhan yang bersangkutan lebih penting, akibat dari hal itu maka timbul permasalahan seperti kredit macet dan kredit lalai. Selain kredit lalai dan kredit macet, pemikiran apatis dari masyarakat tentang CUUS yang menekankan mekanisme menabung terlebih dahulu ketika akan meminjam adalah sikap masyarakat yang belum bisa menerima proses habitus baru tersebut. Tahap demi tahap untuk menyelesaikan permasalahan sudah dilakukan oleh penggurus CUUS, tahap penyelesaian masalah tersebut berjenjang dari yang paling ringan hingga yang paling berat. Bagian kredit sudah melakukan pemberian surat tagihan, kunjungan lapangan sampai akhirnya melakukan penyitaan jaminan oleh karena anggota tidak mampu menepati janji yang sudah disepakati. Tidak ada sikap keberatan dari anggota ketika melakukan penyitaan jaminan karena dari awal sudah sepakat dan mempunyai pemikiran bahwa CUUS merupakan lembaga bersama untuk kebutuhan bersama.
64
Permasalahan ketiga adalah anggota belum sepenuhnya mengetahui tentang dasar- dasar dan mekanisme operasional CUUS. Sikap gotong royong adalah ciri khas masyarakat di daerah pedesaan, sikap tersebut terlihat ketika warga Kendel berbondong–bondong menjadi anggota CUUS tanpa memahami dengan benar dasar–dasar CUUS. Kurangnya pemahaman tentang CUUS oleh anggota dapat diatasi oleh bagian pendidikan dengan melakukan pendidikan dasar dalam kurun waktu tidak terbatas artinya agar anggota benar–benar memahami dasar–dasar CUUS. Peneliti menemukan anggota hanya memahami CUUS lembaga penyetor dana. Terlepas dari itu bagian pendidikan mencoba lebih menjelaskan kepada calon anggota baru tentang mekanisme peminjaman uang karena calon anggota baru tersebut keberatan “mau pinjam kok harus nabung dulu”. bagian kredit kemudian melakukan ide–ide untuk memudahkan anggota agar lebih mengerti mekanisme peminjaman yaitu memperbolehkan anggota untuk meminjam uang namun sebagian uang yang dipinjam disisihkan untuk menabung. Butuh pertimbangan etika dan moral terhadap calon peminjam menjadi hal yang utama ketika mencairkan dana tersebut. Permasalahan–permasalahan lain diatur melalui kesepakatan–kesepakatan yang diatur di Rapat Anggota Tahunan (RAT). Tempat pelayanan 03 sudah melakukan RAT sebanyak dua kali pertemuan. Salah satu solusi yang diajukan ketika mengajukan permasalahan apabila ada anggota yang tidak disiplin adalah kebersamaan. Maksud dari kebersamaan ialah seluruh anggota mengingatkan dan berkunjung ke anggota yang tidak disiplin tersebut, solusi diambil karena untuk menghindari perkara hukum kepada anggota yang tidak disiplin. Solusi tersebut dilakukan ketika melalui tahap–tahap penagihan yang telah diatur di CUUS TP-03. Rangkaian kegiatan yang dilaksanakan apabila meminjam pemikiran Bourdieu ia menyebutnya sebagai medan. Medan adalah suatu jaringan relasi antar pendirian–pendirian objektif yang ada di dalamnya (Bourdieu &
65
Waquant, 1992 : 97). Bourdieu melihat medan menurut definisinya sebagai suatu arena pertempuran: “medan juga adalah suatu medan perjuangan” (Bourdieu & Waquant, 1992 : 101). Struktural medan itulah yang menunjang dan menuntun strategi–strategi yang digunakan para pemangku posisi tersebut secara individual atau kelompok untuk melindungi atau meningkatkan posisi mereka dan memaksakan prinsip hierarkisasi yang paling baik bagi produk – produk mereka sendiri. Bourdieu menjelaskan proses tiga langkah untuk menganalisis suatu medan. Langkah pertama, yang mencerminkan keunggulan medan kekuasaan ialah melacak hubungan setiap medan spesifik ke medan politis. Langkah kedua ialah memetakan struktur obyektif relasi – relasi antarposisi–posisi yang ada di dalam medan itu. Akhirnya, sang analis harus berusaha menentukakn habitus para agen yang menduduki aneka tipe posisi di dalam medan itu. Berikut pemetaan langkah –langkah untuk menganalisa pemikiran Bourdieu tentang medan. Langkah pertama bahwa lembaga keuangan yang berada di Kendel yaitu CUUS bertujuan untuk membantu kesejahteraan masyarakat melalui kemandirianya, untuk implementasi dari lembaga tersebut terdapat beberapa perangkat untuk pencapaian tujuan yang diinginkan. Langkah kedua, perangkat tersebut terdiri dari koordinator tempat pelayanan Kendel, Bendahara, koordinator bagian pendidikan, dan kepala bagian kredit. Keempat perangkat saling bersinergi untuk dapat melakukan kegiatan demi tujuan bersama. Koordinator tempat pelayanan bertugas untuk mengkoordinator kegiatan CUUS di Kendel kemudian Bendahara bertugas sebagai pengawas keuangan yaitu perputaran uang masuk dan uang keluar, koordinator pendidikan bertugas sebagai fasilitas kepada anggota baru dan anggota yang belum memahami mekanisme yang diterapkan CUUS, kepala bagian kredit adalah yang bertugas menentukan baik kegiatan menyimpan maupun meminjam. Keempat perangkat mempunyai medan atau ruang masing – masing yang telah seperti dijelaskan atau bila diterjemahkan ke bahasa dunia kerja adalah mempunyai job description masing - masing.
66
Para pemangku di dalam medan menggunakan berbagai strategi. Ide itu menunjukan bahwa para aktornya setidaknya mempunyai kebebasan tertentu: “habitus tidak menyangkal kemungkinan perhitungan strategik di pihak para agen” (Bourdieu, 1993 : 5). Tetapi strategi–strategi tidak mengacu kepada pengejaran bertujuan dan sudah direncanakan sebelumnya untuk mencapai tujuan –tujuan yang sudah diperhitungkan. Mengacu kepada penggunaan garis – garis tindakan yang diorientasikan secara objektif yang mematuhi keteraturan dan membentuk pola–pola yang koheren dan dapat dipahami secara sosial kendati mereka tidak mengikuti aturan–aturan sadar atau ditujukan kepada tujuan–tujuan yang sudah direnungkan sebelumnya yang diusulkan oleh seorang ahli strategi (Waquant, 1992 : 25).
67