Peran Kapital Sosial Dalam Pengembangan Credit Union: Studi Kasus Credit Union Jembatan Kasih-Kota Batam John Darmawan, Robert M.Z. Lawang Program Studi Ilmu Kesejahteraaan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Depok, Indonesia Email:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini membahas wujud dan peran kapital sosial dalam pengembangan lembaga keuangan mikro di kota Batam, yang berbentuk credit union, dan ditujukan bagi masyarakat terdampak krisis ekonomi tahun 2008. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menjelaskan bahwa rasa percaya yang dijaga dalam norma agama dan norma sosial akan menciptakan kapital sosial, dan turut membentuk kapital finansial dan kapital manusia, yang bersinergi untuk kesejahteraan sosial-ekonomi dari masyarakat Kata Kunci: Credit Union, Kapital Sosial, Lembaga Keuangan Mikro
The Role of Social Capital in Developing Credit Union: A Case Study at Credit Union Jembatan Kasih-Batam City
Abstract This study discusses the nature and the role of social capital in the development of microfinance institutions in the city of Batam, in the form of a credit union, and is intended for the people affected by the economic crisis of 2008. The study was a descriptive qualitative research. The results of this study explain that trust is maintained in religious norms and social norms will create social capital, and helped shape the financial capital and human capital, which synergize to socio-economic welfare of the community
Key words: Credit Union, Micro Finance Institution, Social Capital
A. Pendahuluan Keprihatinan pada kondisi ekonomi Indonesia yang terpuruk pada tahun 1998 serta dibarengi kemiskinan yang masih menghinggapi kehidupan rakyat menginisi Gereja Katolik di Indonesia pada tahun 2006 untuk mencanangkan Gerakan Sosio-Ekonomi yang ditujukan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan taraf kehidupan umat melalui upaya sosioekonomi. Upaya sosio-ekonomi ini merupakan salah satu upaya mengurangi kemiskinan di Indonesia, data SUSENAS 2014 memaparkan bahwa sampai bulan Maret 2006 dengan dasar 1
biaya hidup dibawa Rp. 14.000 perhari/orang terdapat 39,05 juta (17,75 persen) warga miskin di Indonesia, dan data Bank Dunia (2006), ketika kemiskinan diukur dengan biaya hidup di bawah sekitar Rp. 18.000.- per hari/per orang terdapat 108,78 juta (49 persen) warga miskin di Indonesia. Dikota Batam kemiskinan ditandai dengan meningkatnya angka pengangguran terbuka dari 8,01 persen ditahun 2008 dan meningkat menjadi 8,11 persen ditahun 2009 (Kepri 2013). Menyikap kondisi ekonomi yang menurun, Gereja Katolik memiliki keyakinan bahwa kesejahteraan bersama tidak dapat diserahkan kepada kinerja mekanisme pasar. Komunitaskomunitas warga, khususnya kelompok miskin, perlu bangkit untuk mengusahakan kesejahteraan mereka sendiri. Di dalam Gereja Katolik Indonesia pun sudah ada sejumlah inisiatif yang patut dijadikan dasar untuk membangun lebih lanjut perekonomian rakyat, melalui lembaga keuangan mikro, koperasi kredit dan khususnya credit union (CU). Keuskupan Pangkal Pinang sebagai
Gereja Katolik yang beraktivitas di wilayah
Bangka-Belitung dan wilayah Kepulauan Riau
berupaya mengatasi kemiskinan melalui
Gerakan Sosio-Ekonomi yang telah terbangun sejak tahun 1983, yaitu Simpan Pinjam (UBSP) yang hadir disemua paroki, dan karena
Usaha Bersama
kondisi ekonomi yang
menurun maka pada tahun 2009 dibangkitkan kembali lembaga keuangan mikro dalam bentuk credit union (CU). Tujuan Penelitian Untuk membangun kehidupan sosial-ekonomi masyarakat kota Batam melalui CU dibutuhkan fondasi yang kuat berperan menciptakan dan kesejahteraan masyarakat. Fondasi yang kuat dibentuk dari kapital-kapital yang menurut Woolcock dan Narayan adalah kapital sosial merujuk kepada norma-norma, jaringan-jaringan yang memungkinkan orang untuk bertindak secara kolektif untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, sehingga penelitian ini ditujukan untuk memberi gambaran tentang wujud kapital sosial dan peran kapital sosial didalam pengembangan CU Jembatan Kasih yang hadir di kota Batam yang terdampak krisis ekonomi tahun 2008. Pertanyaan Yang Hendak Dijawab Peneliti. Situasi ekonomi tahun 2008 yang menurun mengakibatkan banyak masyarakat kota Batam yang cenderung dijauhi oleh lembaga keuangan, dan Keuskupan Pangkal Pinang merespon kondisi ini dengan mengembangkan CU, berawal dari aset yang berjumlah Rp. 9,3 milliar ditahun 2009 dan ditahun 2015 mencapai jumlah Rp. 138,6 milliar, keberhasilan ini 2
dicapai dalam tempo enam tahun yang melibatkan seluruh kapital yang terdapat dan berproses, sehingga diperlukan pendiskripsian wujud kapital yang ada pada CU Jembatan Kasih di kota Batam ,dan peran kapital sosial yang terdapat pada CU Jembatan Kasih, serta bagaimana CU Jembatan Kasih dengan kapital yang dimiliki dapat berkembang dari krisis ekonomi tahun 2008. B. Tinjauan Teoritis Bekal kepercayaan dan norma yang melekat pada pendiri dan pengurus CU Jembatan Kasih adalah kapital sosial untuk kesejahteraan anggotanya yaitu masyarakat kota Batam yang heterogen dengan homogenitasnya. Teorisasi penelitian mengarah kepada peran kapital sosial dalam pengembangan Credit Union sebagai berikut: B.1 Kapital Sosial Latar
belakang
kehidupan
seseorang
merupakan
cermin
seseorang
dalam
mengekspresikan pemikiran dan tindakannya, hal ini sebagaimana tertuang dalam beberapa pemikiran tentang kapital sosial yang sangat kental pengaruh dari latarbelakang tokoh-tokoh kapital sosial yang menyatakannya, sebagai berikut. Woolcock (1998) dengan fokus kepada kepercayaan, norma, resiprokal yang menghasilkan keuntung bersama bagi para pihak berkepentingan (mutual beneficial). Bank Dunia (1999) merujuk kepada dimensi institusional, hubungan-hubungan yang tercipta, dan norma-norma yang membentuk kualitas serta kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat. Lebih lanjut oleh Lawang (2005) dengan perspektif sosiologi yaitu: kapital sosial menunjuk kepada semua kekuatan sosial komunitas yang dikonstruksikan oleh individu atau kelompok dengan mengacu kepada struktur sosial yang menurut penilaian mereka dapat mencapai tujuan individual dan/atau kelompok secara efisien dan efektif dengan kapital-kapital lainnya. Terdapat implikasi yang berbeda pada hasil-hasil yang dapat dicapai dan pengaruhpengaruh yang dapat muncul dalam proses kehidupan dan pembangunan masyarakat, untuk lebih jelasnya peneliti uraikan sebagai berikut: Pertama Kapital Sosial Terikat (Bonding Social Capital), Karakteristik dasar yang melekat pada tipologi ini adalah lebih berorientasi ke dalam (inward looking) dibandingkan dengan berorientasi keluar. Menurut Woolcock (1998), pada pola yang berbentuk bonding atau exclusive, umumnya nuansa hubungan yang terbentuk mengarah ke pola inward looking. Sedangkan pada pola yang berbentuk bridging atau inclusive lebih mengarah ke ke pola outward looking. 3
Kapital sosial dapat dijelaskan sebagai produk relasi antar manusia satu sama lain, khususnya relasi yang intim dan konsisten. Namun demikian, kapital sosial berbeda dengan kapital finansial, karena kapital sosial bersifat kumulatif dan bertambah dengan sendirinya (self-reinforcing) (Putnam, 1993). Merujuk pada Ridell (1997), bahwa dalam kapital sosial terdapat beberapa parameter, yaitu kepercayaan (trust), norma-norma (norms) dan jaringanan(networks). Pertama Kepercayaan, Kepercayaan adalah unsur terpenting dalam relasi antar manusia, dijelaskan Fukuyama (1995) kepercayaan adalah harapan yang tumbuh di dalam sebuah masyarakat yang ditunjukkan oleh adanya perilaku jujur, teratur, dan kerjasama berdasarkan norma-norma yang dianut bersama. Kedua Norma, pemahaman, nilai, harapan dan tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok orang. Norma dibangun dan berkembang berdasarkan sejarah kerjasama di masa lalu dan diterapkan untuk mendukung iklim kerjasama (Putnam, 1993; Fukuyama, 1995). Ketiga Jaringan Infrastruktur dinamis dari kapital sosial berwujud jaringan kerjasama antar manusia (Putnam, 1993). Jaringan tersebut memfasilitasi terjadinya komunikasi dan interaksi, yang memungkinkan tumbuhnya kepercayaan dan memperkuat kerjasama Prespektif Kapital Sosial dalam Pembangunan Ekonomi Untuk mengatasi kemerosotan kehidupan sosial-ekonomi di kota Batam diperlukan strategi intervensi yang menyentuh akar permasalahan yang memenuhi harapan komunitas, maka dibutuhkan tindakan-tindakan yang mengandung kapital sosial yang terarah dan terintegrasi dari para pemangku kepentingan, sebagaimana Woodlock dan Narayan (1999) memperkenalkan dan membagi kapital sosial kedalam 4 (empat) perspektif, yaitu: Pertama Perspektif Komunitarian, perspektif ini dinilai paling sederhana, dari semakin banyak jumlah anggota suatu komunitas maka semakin baik pula kapital sosial yang dimilikinya. Perspektif komunitarian ini memiliki kelemahan karena walaupun wilayah tersebut mempunyai tingkat solidaritas sosial yang tinggi dan mempunyai kelompok yang kuat namun tidak mendorong sepenuhnya peningkatan kesejahteraan ekonomi Kedua Perspektif Jaringan, bahwa ikatan dalam kelompok yang kuat memungkinkan anggota komunitas mempunyai kesadaran tentang identitas kelompok (intra-community or strong) dan tumbuh rasa kebersamaan untuk mengejar tujuan bersama. Ketiga Perspektif Institusional, bahwa kekuatan jaringanan komunitas dan masyarakat 4
sipil terletak pada lingkungan politik, hukum, dan kelembagaan. Perspektif komunitarian dan jaringan memperlakukan kapital sosial sebagai variabel independen yang dapat berdampak positif
maupun
negatif
terhadap
masyarakat.
Sedangkan
perspektif
institusional
memperlakukan kapital sosial sebagai variabel dependen. Keempat Perspektif Sinergi, perspektif ini adalah gabungan dari perspektif jaringan dan institusional. Perspektif ini mencoba melihat aliansi dan hubungan yang terjadi antara birokrasi dan berbagai aktor dalam masyarakat sipil. Negara berperan menjaga sinergi antar kelompok sosial maupun sebaliknya dan dunia usaha dapat menciptakan kondisi bagi terwujudnya kepemerintahan yang baik (good governance) (Woolcock, 2000). Konsep Kapital Sosial CU Jembatan Kasih merupakan institusi yang bergerak dibidang simpan-pinjam uang yang merupakan subjek pekerjaan para ekonom, kapital dalam bidang ekonomi mempunyai fungsi yang sangat penting dalam produksi jasa di CU Jembatan Kasih, terutama untuk jangka panjang. Lawang (2005) mengatakan kalau ekonom yang berbicara tentang kapital sosial perhatiannya tidak luput dari pengertian kapital yang terdapat dalam konsep itu, dan selanjutnya dikatakan oleh Lawang bahwa pengembangan oleh para ahli ekonomi lebih berorientasi pada integrasi kapital sosial kedalam kapital ekonomi pada umumnya, sehingga kapital sosial dapat diperhitungkan (walaupun sifat intangible tetap diakui). Sebagaimana kapital ekonomi didiskripsikan sebagai berikut: Pertama Kapital Finansial, Ostrom dalam Lawang (2005) berargumen uang bukan kapital adalah pandangan tentang uang yang dilihat hanya sebagai alat untuk memungkinkan orang membentuk kapital fisik, kapital manusia dan kapital sosial yang dalam proses produksi Jadi kapital finansial adalah simbol dan hak. Kedua Barang Kapital Fisik yang diproduksi oleh manusia untuk suatu keperluan tertentu dalam proses produksi barang dan jasa, yang memungkinkan orang memperoleh keuntungan pendapatan dimasa yang akan datang (Lawang, 2005). Ketiga Kapital Manusia yang menunjuk pada kemampuan yang dimiliki seseorang melalui pendidikan, pelatihan dan atau pengalaman dalam bentuk pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan tertentu (Lawang, 2005). Kapital Sosial dan Jaringan Perkotaan CU Jembatan Kasih yang berada dan berkarya diperkotaan membuka dirinya terhadap berbagai komunitas yang hidup disekitarnya dan dengan nilai-nilai religius yang melekat pada 5
CU Jembatan Kasih
dapat merangkul semua komunitas, sebagaimana dinyatakan oleh
Savage, Tampubolon dan Warde dalam Blokland That engagement and trust is generated where networks are more organized around cliques and faction, compare to where there are uncontested leaders. (Bahwa keterlibatan dan kepercayaan dihasilkan dari jaringan yang lebih teratur di sekitar kelompok dan faksi-faksi, dibandingkan dengan di mana ada pemimpin yang tidak terbantahkan. Lebih lanjut Putman dalam Blokland mengatakan : the suburds themselves fragmented into a sociological mosaic-collectively heterogeneous but individually homogeneous,.. lifestyle enclaves segregated by race, class, education, life stage and so on (masyarakaat suburds terpecah menjadi sosiologis mosaik-kolektif heterogen namun secara individu homogen,... gaya hidup tersendiri, yang dipisahkan oleh ras, kelas, pendidikan, tahap kehidupan dan sebagainya) B.2 Credit Union CU di Indonesia maupun diberbagai negara dikelompokkan kedalam koperasi simpanpinjam, dengan lembaga keuangan mikro sebagai induk dari berbagai bentuk lembaga simpan-pinjam bagi masyarakat golongan menengah dan golongan bawah yang tidak dapat menjangkau produk perbankan. M. Yunus mendefinisikan microfinance sebagai : Microfinance is defined as, finansial services such as savings accounts, insurance funds and credit provided to poor and low income clients so as to help them increase their income, thereby improving their standard of living. (Keuangan mikro didefinisikan sebagai, layanan finansial seperti tabungan, asuransi dan penyediaan dana kredit yang diberikan kepada nasabah miskin dan berpenghasilan rendah sehingga dapat membantu mereka meningkatkan pendapatan mereka, dengan demikian meningkatkan standar hidup mereka) Induk Organisasi CU Dunia yang merumuskan sebagai berikut: member-owned not-for-profit finansial cooperatives that provide savings, credit and other finansial services to their members. CU membership is based on a common bond, a linkage shared by savers and borrowers who belong to a specific community, organization, religion or place of employment. …Members benefit from higher returns on savings, lower rates on loans and fewer fees on average.”(WOCCU , 2013) (anggota-pemilik koperasi keuangan yang tidak-untuk-profit, yang menyediakan tabungan, kredit dan layanan finansial lainnya kepada anggotanya. Keanggotaan CU didasarkan pada ikatan bersama, hubungan yang dimiliki oleh penabung dan 6
peminjam yang dimilik komunitas tertentu, organisasi, agama atau tempat kerja. CU mengumpulkan tabungan anggota dan saham untuk membiayai portofolio pinjaman… Anggota mendapat manfaat dari keuntungan yang lebih tinggi dari tabungan, tingkat yang lebih rendah pada pinjaman dan pendapatkan dari biaya-biaya (WOCCU, 2013). C. Metode Penelitian C.1 Metodologi Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dan menggunakan pendekatan studi kasus dengan jenis penelitian deskriptif (Neuman 2013). Penelitian dengan pendekatan studi kasus dipilih untuk penelitian ini dengan maksud untuk dapat mempelajari secara intensif tentang latar belakang masalah, keadaan dan posisi suatu peristiwa yang sedang berlangsung saat ini, serta interaksi lingkungan internal maupun eksternal pada unit sosial pada CU Jembatan Kasih yang bersifat apa adanya (given). Dengan menggunakan pendekatan studi kasus pada penelitian kualitatif deskriptif ini maka terdapat unit analisis dan informan sebagai sumber informasi penelitian. Unit analisis disini peran kapital sosial (kepercayaan, jaringan, dan norma) dalam pengembangan Credit Union Jembatan Kasih. Sedangkan informannya terdiri dari pihak anggota, pengurus, manajemen, pengawas. Sampel Penelitian Selanjutnya hal terpenting dalam suatu penelitian adalah keberadaan data dan ketersediaan sumber data, karena data atau informasi ini nantinya dapat dipergunakan untuk menjawab permasalahan penelitian. Sumber data terpenting dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, sedangkan yang lainnya merupakan data tambahan seperti dokumen. Pengumpulan Data Data-data yang terdapat dilapangan atau tempat penelitian dikumpulkan dengan menggunakan tehnik interview, observasi dan pemanfaatan data sekunder, tahap selanjutnya adalah peneliti melakukan analisa
atas data hasil wawancara, catatan lapangan dan
dokumentasi, dengan menggunakan penelitian kualitatif, data-data yang didapat kemudian dianalisa menggunakan proses penalaran secara alamiah, penuturan, penafsiran, perbandingan dan kemudian penggambaran fenomena yang terjadi secara apa adanya, guna dapat mengambil kesimpulan dan memberikan saran-saran dengan cara menguraikan dengan katakata, ini diperlukan karena data yang tidak reliable dan kredibel akan menyebabkan hasil penelitian yang diperoleh menjadi bias. 7
Uji Kredibilitas Dalam penelitian ini data diuji kredibilitasnya dengan menggunakan triangulasi data, atau pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan waktu. C.2 Kesenjangan Penelitian Penelitian yang dilakukan penulis sebenarnya tidak jauh berbeda dengan penelitian terdahulu yaitu Maria S. Kaban meneliti (2009) manfaat kapital sosial yang terdapat di dalam CU Cinta Kasih dan proses sosialisasi yang dilakukan terhadap anggotanya. Hasil penelitian ini menunjukkan kepercayaan adalah hal yang penting dalam hubungan sosial. Metode penelitian adalah metode deskriptif. Peni Widiarti (2010) membahas mengenai peran kapital sosial dalam pengembangan Koperasi CU Lantang Tipo di Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat yang perkembangannya melampaui perkembangan BRI di Kabupaten Sanggau. Aries Wicaksono (2010) pada penelitiannya perihal kepercayaan di CU Sawiran yang berlokasi di desa Sawiran, Jawa Timur. Pada umumnya, masyarakat di desa Sawiran mencari nafkah sebagai petani dan pedagang kecil. Keadaan yang seperti ini membuat masyarakat desa Sawiran menjadi tidak layak untuk mengajukan pinjaman dan mendapat pinjaman dari lembaga perbankan. Penelitian yang penulis lakukan memfokuskan pada wujud-wujud kapital yang terdapat dan saling berhubungan yang kemudian akan penulis analisis untuk memperoleh jawaban
bagaimana kapital sosial berperan sejak awal pendirian dari CU
Jembatan Kasih yaitu masa krisis ekonomi 2008 D. Wujud dan Peran Kapital Sosial Dalam CU Jembatan Kasih D.1 Wujud Dan Peran Kapitral Sosial Dalam CU Jembatan Kasih CU Jembatan Kasih adalah Lembaga Keuangan Mikro yang berbentuk dan berasas Credit Union yaitu berasas kemandirian dimana para anggota menabungkan penghasilan, asas kedua kesetiakawanan adalah dengan upaya mengatasi kesulitan ekonomi secara bersamasama,
anggota atau calon anggota dapat meminjam uang tanpa
menggunakan jaminan
sebagaimana dikatakan oleh Reifeissen; CU bukanlah kumpulan uang, tetapi kumpulan orang yang saling peduli dan dilandasi rasa saling percaya (trust) untuk bersama-sama bangkit dari keterpurukan ekonomi dan diterapkan asas ketiga yaitu pendidikan agar seluruh anggota mengerti peran serta, hak dan kewajiban sebagai anggota CU, maka diperlukan kreteria ekonomis yang disebutkan Lawang (2005) meliputi “produktifitas, efisiensi dan efektifitas”, dan untuk mencapai keberhasilan yang memenuhi kreteria ekonomi, terdapat 8
beberapa
kebutuhan yaitu sumber daya manusia yang akan menjadi aktor dari upaya ini, kebutuhan akan kantor sebagai tempat berinteraksi beserta dana operasional, serta perangkat system. Keputusan Sinode Keuskupan Pangkal Pinang tahun 2005 mengamanatkan kemandirian ekonomi dan sosial dari umat dengan pendirian Credit Union, amanat Sinode dijajaki dengan melakuan konsultasi kepada KWI (Konferensi Wali Gereja Indonesia) yang merupakan organisasi Gereja Katolik yang beranggotakan para Uskup di Indonesia dan semakin intens dengan bantuan yang diberikan Puskopdit BKCU Kalimantan yang memfasilitasi proses observasi, pelatihan manajemen, penataan manajemen dan sistem serta dengan memperbantukan tenaga ahli pendamping sehingga pada tanggal 15 Januari 2009 dilaksanakan peresmian CU Jembatan Kasih oleh Uskup Pangkal Pinang yang diwakili Vikaris Jenderal Keuskupan Pangkal Pinang.. Kebutuhan sumberdaya manusia untuk pengoperasian CU yaitu kapital manusia dipenuhi dari 42 anggota pendiri yang berasal dari rohaniawan dan partisipasi umat. Kepengurusan berproses dan pada usianya yang ke 7, CU Jembatan Kasih memasuki periode kepengurusan yang ketiga. Dewan pengawas yang berawal dari 3 orang rohaniawan dan pada periode ketiga, rohaniawan hanya bertugas sebagai anggota dewan pengawas dan 2 umat bertugas sebagai ketua dan sekretaris. Dewan Pengurus juga melakukan regenerasi dari dua orang wakil ketua menjadi satu orang wakil ketua Manajemen CU Jembatan Kasih diawali 3 tiga orang dan bertambah menjadi 37 orang (termasuk seorang GM/General Manager) yang melayani seluruh wilayah kerja yang pada tahun 2015 terdiri dari delapan TP (tempat pelayanan). Pada CU Jembatan Kasih, anggota turut aktif pada kepengurusan, maupun berpartisipasi pada kelompok kerja yang bertugas memberi masukan dalam pembuatan program dan memberi analisa atas pencapaian serta berlanjut pada penyusunan rencana kerja CU Jembatan Kasih. Kebutuhan fasilitas kantor
TP yaitu
kapital fisik, dipinjamkan-sewakan oleh
Keuskupan Pangkal Pinang berupa bangunan perkantoran di komplek Sekolah Katolik Yos Sudarso Batam Center. CU Jembatan Kasih dengan asas kemandiriannya mengawali anggota pendiri dan pengurus untuk penggalangan dana simpanan agar dapat dipinjamkan kembali kepada anggota yang membutuhkan dana, tetapi situasi yang sulit ditengah dampak krisis ekonomi 2008, sehingga memposisikan pengurus pada pilihan mengajukan pinjam kepada Keuskupan Pangkal Pinang berupa pinjaman tanpa jaminan dan tanpa bunga sebesar Rp. 65.000.000,-
9
dan sebesar Rp. 650.000.000, yang kemudian dana tersebut digunakan untuk dana pelatihan dan operasional, yang pada tahun 2013 telah sepenuhnya dilunasi. Kepercayaan Dalam Interaksi Sosial Pada CU Jembatan Kasih CU sebagai lembaga keuangan memerlukan kepercayaan (trust)dari masyarakat agar mau menyimpan dana yang dimiliki dan untuk membentuk trust maka diperlukan tindakan nyata dari pengurus, manajemen, pengawas. Pengurus yang berkarya sebagai pekerja sosial,
melayani
operasional CU, dan
dihormati komunitas sebagai pemimpin dengan kemampuan manajerial yang didasari moral yang melekat pada mereka (embedded) merupakan kapital manusia yang berharga bagi CU Jembatan Kasih. Putnam dalam Lawang (2005) menyatakan “melalui interaksi, kapital sosial itu dibentuk dan dipertahankan”. Kehadiran pengurus untuk langsung melayani anggota merupakan bagian dari proses pembentukan kapital manusia dan kapital sosial pada CU. Pengembangan CU Jembatan Kasih diawali dengan sosialisasi keberadaan CU melalui peran aktif anggota pendiri serta memanfaatkan media komunikasi internal gereja katolik maupun melalui ujung tombak struktur hirarhi gereja yaitu KBG (Komunitas Basis Gerejani) yaitu komunitas yang terdiri dari duapuluh kepala keluarga. Sosialisasi keberadaan CU dilanjutkan dengan DIKSAR (Pendidikan Dasar) yang membekali anggota dengan pengetahunan tentang lingkup CU serta tata kelola keuangan. Kegiatan rekrutmen anggota berawal dari 42 anggota pendiri dan menjadi 8,955 anggota pada tahun 2015. Pembentukan trust pada CU Jembatan Kasih dilakukan pula melalui penayangan secara transparan atas data perkembangan setiap TP. Transparansi ini bersifat produktif dan akumulatif, bobotnya bertambah dengan sendirinya (self-reinforcing)
atas rasa percaya
(trust) kepada CU Jembatan Kasih, dan memberikan rasa aman bagi anggota atas keberadaan aset yang disimpan. Trust yang terbentuk diwujudkan sebagai kapital finansial dengan jumlah simpanan yang mencapai Rp. 125,2 milliar ditahun 2015, berasal dari dua jenis simpanan, yaitu non saham dan simpanan setara saham yang merupakan modal CU yang berasal dari tabungan anggota , simpanan ini sepenuhnya disimpan dan tidak dapat dicairkan selama masa keanggotaan di CU. Kemudian dana simpanan anggota dipinjamkan kepada anggota yang memerlukan dan pada tahun 2015 dilakukan pencairan pinjaman sebesar Rp. 72,5 milliar . Hal ini merupakan wujud kapital sosial yang berproses dari kapital manusia dan kapital finansial. 10
Rasa aman atas uang yang disimpan anggota pada CU Jembatan Kasih merupakan ungkapan atas trust yang diberikan anggota dan dijaga melalui produk asuransi yaitu Jalinan (Jalinan Perlindungan Kalimantan) yang memberikan perlindungan dan pertanggungan secara otomatis terhadap simpanan dan pinjaman bagi anggota aktif, karena meninggal dunia dan atau cacat total tetap. Sebagai asas reciprocal maka diwujudkan dengan tersedianya dana cadangan SHU (Sisa Hasil Usaha) yang dialokasikan untuk kebutuhan yang mendesak dan untuk menjaga likuiditas dan kredibilitas CU Jembatan Kasih, pada tahun 2009 berjumlah Rp 1 juta dan pada tahun 2015 mencapai Rp. 324 juta. Demikian pula Sisa Hasil Usaha (SHU) didapat dari pendapatan hasil usaha CU Jembatan Kasih yang pada tahun 2009 berjumlah Rp. 54 juta dan pada tahun 2015 mencapai Rp. 3,2 milliar Efektifitas dicapai dan disyukuri, seorang informan mengungkapkan bahwa sejak bergabung dengan CU Jembatan Kasih, hidupnya telah berubah “ banyak saudara dimanamana bertemu saudara, punya simpanan, kalau sakit terpaksa rawat inap juga aman karena ada Solinap, kalau meninggal ada biaya karena ada Solduka, yang pasti hidup lebih tenang ” ( Batam Center, November 2015) Norma Pemikiran terhadap makna norma disampaikan oleh Lawang (2005) yang mengatakan bahwa ikatan atau pengikat (simpul) dalam kapital sosial adalah norma yang mengatur dan menjaga bagimana ikatan dan medianya itu dipelihara dan dipertahankan. Produk simpanan yang dimiliki anggota berupa simpanan wajib dan simpanan tidak wajib, simpanan ini merupakan aktualisasi rasa percaya dari anggota kepada CU Jembatan Kasih, dana simpanan ini dikelola untuk dipinjamkan kepada anggota yang memerlukan, yaitu yang telah memenuhi persyaratan sebagai peminjam dan mendapat rekomendasi dari kelompok. Rekomendasi dari kelompok untuk pinjaman produktif dan pinjaman konsumtif adalah sebagai norma yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan CU. Jumlah aset pada CU Jembatan Kasih pada tahun 2015 mencapai Rp. 138,6 milliar, sehingga diperlukan kehati-hatian dalam mengelola aset tersebut terutama dengan menjaga kualitas aset, karena kualitas asset akan berdampak pada tingginya NPL Non Performing Loan (Aset yang nonproduktif), yang pada saat pengajuannya seharusnya telah memenuhi persyaratan 5 C (Character, Capacity, Collateral, Capital dan Condistion)
11
Sebagai tanggung jawab sosial dari CU Jembatan Kasih dan sebagai bantuan antar anggota kepada anggota yang mengalami musibah maka dibentuk wadah solidaritas antar anggota berupa produk solidaritas duka (Solduka), dana sebesar Rp. 10 juta diberikan kepada keluarga dari anggota yang meninggal. Solariditas bagi anggota yang terpaksa rawat inap dikemas dalam bentuk produk solidaritas rawat inap (Solinap) yaitu dana sebesar Rp. 3.75 juta/tahun bagi anggota. Ungkapkan rasa syukur atas perbaikan taraf kehidupan diwujudkan anggota dalam produk Persembahan Syukur (Penyubur) kepada Tuhan Yang Maha Kasih. Ungkapan syukur disalurkan pengurus CU Jembatan Kasih, diawali sebesar Rp. 357 juta pada tahun 2009 dan ditahun 2015 mencapai jumlah Rp. 1,075 milliar. Jaringan CU Jembatan Kasih Ekonomi di kota Batam yang mulai membaik pada tahun 2010 mendorong pengurus untuk mengembangkan
CU Jembatan Kasih melalui pengembangan jaringan. Hal ini
sebagaimana dinyatakan oleh Lawang (2005) bahwa : arti jaringan adalah (bekerja) dalam hubungan antar simpul-simpul seperti halnya jaringan (net).Jaringan akan bermanfaat bila jaringan tersebut berfungsi untuk mencapai tujuan bersama Pengembangan jaringan dilakukan CU Jembatan Kasih kapital manusia, yaitu dengan penerapan asas
CU
dengan didahului persiapan
yaitu pendidikan yang menciptakan
jaringan yang tangguh Anderson dalam Lawang (2005) menyatakan bahwa jaringan sebagai fungsi pelumas (lubricant). Pengembangan jaringan melalui investasi pada kapital manusia, diwujudkan dengan kapital finansial yang dialokasikan untuk pembentukan kapital manusia melalui pelatihan dan pembinaan untuk mendapat kapital manusia yang berkompetensi, pada tahun 2014 dialokasikan investasi sebesar Rp. 4.507.028.560 atau 8 persen dari keseluruhan biaya operasional CU Jembatan Kasih. Untuk pengembangan jaringan Tempat pelayanan (TP) maka CU Jembatan Kasih melakukan perluasan wilayah pelayanan , hal ini dinyatakan Philip Kotler (1992) bahwa “ Place moved to a third generic strategy, one broader and more compatible with market forces, namely developing their own economies and business”
(Lokasi menjadi strategi
generik ketiga, lebih luas dan kompatibel dengan angkatan kerja, dinamakan sebagai pengembangan ekonomi dan bisnis ). Dari persiapan pengembangan jaringan maka pada tahun 2015 telah terdapat 8 TP meliputi propinsi Bangka Belitung, propinsi Riau, Propinsi Kepulauan Riau diluar kota
12
Batam, kota Batam, propinsi Nusa Tenggara Timur yaitu kota Reo, terbentuk pula jaringan dengan jaringan Puskopdit BKCU Kalimantan. Bagi CU Jembatan Kasih, pengembangan merupakan upaya menjaring anggota baru dan juga sebagai upaya menjembatani anggota CU dengan dunia luar sebagaimana ungkapan bahwa bridging capital social yang terdapat di CU Jembatan Kasih membuka jalan agar anggota CU dapat lebih cepat berkembang sesuai jaringan (networking) yang tercipta, kemudian menciptakan bridging capital social guna pengembangan lebih lanjut dari organisasi CU Jembatan Kasih. D.2 Peran Kapital Sosial Dalam Pengembangan Organisasi CU Jembatan Kasih CU Jembatan Kasih terdiri dari sekumpulan orang yang bersepakat dan berproses secara kolektif menjalankan asas-asas CU untuk perbaikan kehidupan sosial ekonomi . Kapital manusia pada CU Jembatan Kasih adalah kapital berupa stakeholders dengan potensinya untuk dipergunakan untuk mengembangkan CU Jembatan Kasih , demikian pula keanggotaan yang bersifat inklusive di CU Jembatan Kasih merupakan wujud kapital manusia dan kapital sosial. Rasa saling percaya diantara stakeholders menjadi persyaratan utama bagi masyarakat untuk mau menyimpan uang mereka di CU Jembatan Kasih. Rasa kebersamaan, tanggung jawab moral dan solidaritas kelompok yang tinggi juga turut membantu pengembangan CU Jembatan Kasih. Bertumbuhnya kapital manusia pada CU Jembatan Kasih tidak lepas dari hasil kerja kolektif antara lain KBG maupun komunitas lainnya, yang secara partisipatif dan sukarela menjadi anggota CU Jembatan Kasih dan menfasilitasi kegiatan anggota. Peningkatan jumlah anggota, peningkatan aset yang dikelola, peningkatan jumlah pinjaman yang dicairkan dan peningkatan jumlah peminjam produktif, merupakan hasil dari kapital manusia, kapital finasial dan kapital sosial yang berproses dalam CU Jembatan Kasih. CU Jembatan Kasih telah menjadi kekuatan kapital sosial melalui proses peningkatan kehidupan sosial ekonomi dari anggota dan bagi Keuskupan Pangkal Pinang maupun lembaga keagamaan dari anggota non katolik memperoleh manfaat melalui produk penyubur. Dalam konteks keekonomian yang dianut Woolcock, jaringan yang terkoordinasi dan kooperative akan memberikan peningkatan taraf kehidupan sosial ekonomi secara resiprocal. Kapital sosial tidak berdiri sendiri, melainkan tertambat (embedded) dalam struktur sosial (Coleman 1988, Putnam 1993). Struktur sosial yang dimaksud disini adalah menunjuk 13
kepada
hubungan
(relation),
jaringan
(network),
kewajiban
(obligation),
harapan
(expectation) yang menghasilakn dan dihasilkan dari rasa saling percaya dan rasa dipercayai yang berkembang diantara para pihak di CU Jembatan Kasih Perkembangan CU Jembatan Kasih dengan social networks
keanggotaan yang
bersifat inclusive menjadikan CU Jembatan Kasih terbuka dan menerima berbagai anggota. Kapital sosial pada CU Jembatan Kasih pada dasarnya merepresentasikan potensi, segala bentuk sumber daya yang dimiliki stakeholders yang berada dalam social networks, sebagaimana disampaikan seorang informan sebagai berikut “ saat susah kami diajak Romo bergabung lalu kami ikut membesarkan CU Jembatan Kasih, dari yang kecil-kecil seperti kami jadilah CU dengan asset milyaran rupiah, anggota ribuan dan selalu mendapat SHU” (SS. Batam Center, 2015) Dalam keseharian CU Jembatan Kasih menjadikan kapital sosial sebagai peran dari nilai kemanusian yang terkandung pada jaringan yang ada didalam CU Jembatan Kasih, yang didukung dan dibentuk untuk mengatasi masalah sosial ekonomi dari komunitas yang terdapat dilingkungan CU Jembatan Kasih. Peningkatan Peran Kapital Dalam CU Jembatan Kasih Penyelenggaraan CU didasari nilai-nilai berupa menolong diri sendiri, tanggung jawab, demokrasi, persamaan, keadilan dan kesetia kawanan, dan dalam koridor norma yang mendasari berprilaku dan berorganisasi yaitu kejujuran, tanggung jawab sosial dan peduli terhadap sesama, dengan menyadari dan menjalani nilai-nilai yang dianut maka CU berperan secara efektif dan efisien, berakhlak dan berbudi luhur untuk peningkatan taraf kehidupan sosial ekonomi. Tingkat pendidikan anggota CU Jembatan Kasih lebih dari 50 persen anggota berpendidikan menengah, 76.7% anggota adalah pegawai yang tergantung pada majikan, sehingga rentan terhadap pemutusan hubungan kerja (PHK).
Data pencairan pinjaman
produktif maupun data pinjaman kombinasi memperlihatkan, bahwa anggota CU Jembatan Kasih mendapat manfaat kapital sosial sesuai dengan saham dan kontribusi dalam struktur organisasi, yang kemudian meningkatkan taraf kehidupan sosial ekonomi. Dari pemikiran yang disampaikan Lawang (2005), maka kapital manusia yang menyangkut orang perorang, diukur dengan kualifikasi tingkat kemampuan yang diperoleh dan didasarkan pada peningkatan kehidupan sosial ekonomi.
14
Kapital fisik sepenuhnya buatan manusia yang bila digunakan akan bertambah, sebaliknya bila tidak digunakan akan berkurang sebagaimana hasil produksi. Peningkatan kapital fisik yang nampak jelas adalah pada CU Jembatan Kasih yang telah memiliki rumah toko (ruko) yang digunakan sebagai TP di Batu Aji, dan perangkat kerja dan sarana berupa alat transportasi untuk kegiatan pengurus dan manajemen CU Jembatan Kasih. Peningkatan kapital fisik terlihat dari kepemilikan anggota CU Jembatan Kasih dengan kepemilikan alat transportasi (melalui produk bahtera) dan rumah tinggal (melalui produk dermaga). Masyarakat perkotaan sebagaimana masyarakat kota pulau Batam merupakan Melting pot (tempat bercampurnya berbagai masyarakat) tidak terkecuali anggota masyarakat yang kebutuhan khusus. Kapital sosial pada CU Jembatan Kasih berbentuk pelayanan kepada seluruh lapisan masyarakat tanpa kecuali kepada anggota masyarakat yang berkebutuhan khusus . Sinergi Antara Kapital Kapital
manusia
berkesinambungan
di
CU
Jembatan
Kasih
terbentuk
dari
interaksi
yang
dan terantisipasi. Partisipasi anggota dalam manajemen merupakan
penerapan asas demokrasi pada CU Jembatan Kasih. Demikian pula sebagaimana asas CU yaitu pendidikan untuk kemajuan anggota dan hal ini merupakan bukti nyata keberhasilan program pembentukan kapital manusia yang bergabung pada CU Jembatan Kasih dalam rangka peningkatan taraf kehidupan sosial ekonomi. Kapital finansial berfungsi menata kesempatan atau peluang untuk memperoleh uang” (Lawang, 2005). CU Jembatan Kasih sebagai lembaga keuangan mikro yang diawali dengan modal pinjaman dan kemudian terus memupuk aset bagi perkembangannya, ikatan yang erat berupa trust diantara sesama anggota dan diatur dalam norma menjadikan operasional CU Jembatan Kasih memiliki keunggulan operasional, sebagaimana peningkatan Sisa Hasil Usaha (SHU). Keunggulan operasional perlu dijaga melalui aturan yang jelas tertulis dan tegas dilaksanakan sehingga terhindarkan dari tingginya NPL yang dapat menyebabkan penurunan pencapaian bahkan menyebabkan kebangkrutan CU Jembatan Kasih. Kapital fisik di CU Jembatan Kasih berupa perkantoran yang difungsikan sebagai TP, merupakan sarana dan prasana bagi anggota untuk bertransaksi maupun untuk berkomunikasi, hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Lawang (2005) sebagai berikut: “Kapital fisik sengaja dibuat oleh manusia untuk suatu keperluan tertentu dalam proses produksi barang dan jasa, yang memungkinkan orang memperoleh keuntungan pendapatan dimasa yang akan datang” . 15
CU Jembatan Kasih memiliki rumah toko (ruko) di Batu Aji yang difungsikan sebagai Tempat Pelayanan (TP), sebagai sarana untuk tempat pelatihan maupun untuk berinteraksi diantara anggota maupun dengan pengurus. Keberadaan kapital fisik dari CU Jembatan Kasih dipandang memadai walaupun tidak berlebihan, hal ini sesuai dengan pandangan dari sebagian besar anggota yang lebih mengutamakan pendapatan Sisa Hasil Usaha (SHU). Bagi anggota CU Jembatan Kasih, kapital fisik merupakan faktor biaya yang tidak perlu berbentuk sarana dan prasana yang menyerupai lembaga keuangan lainnya seperti bank, karena fasilitas yang ada sudah dipandang memadai bagi sarana komunikasi, interaksi, dan transaksi. Jalinan hubungan dalam jaringan Gereja Katolik berupa Komunitas Basis Gerejani (KBG), maupun komunitas masyarakat berperan sebagai sarana yang efektif untuk mengelola anggota yang berada di lingkungannya untuk bersama-sama meningkatkan taraf kehidupan sosial ekonomi. Keberhasilan yang dicapai KBG dan kelompok komunitas merupakan bentuk pengakuan atas keberadaannya sehingga dapat dikatakan memiliki kapital sosial yang tinggi. Jaringan eksternal berupa KWI yang memberikan saran dan panduan, dan Puskopdit BKCU Kalimantan, yang memberikan dukungan tehnis, sumberdaya manusia melalui pelatihan dan penempatan tenaga ahli untuk pendirian CU yang bermuara pada peresmian CU Jembatan Kasih pada tanggal 15 Januari 2009, dan
secara resmi bergabung pada
Puskopdit BKCU Kalimantan, melalui keanggotaan SPD (Silang Pinjam Daerah) dan Jalinan (Perlindungan simpanan dan pinjaman anggota) no 73. Bergabungnya CU Jembatan Kasih kepada Puskopdit BKCU Kalimantan merupakan perluasan radius jaringan dengan memanfaatkan jaringan dari Puskopdit BKCU Kalimantan yang menghubungkan anggota CU Jembatan Kasih. Relasi terbina dengan Negara melalui Kementerian Koperasi dan UKM, dengan komunikasi verbal maupun dalam bentuk pelaporan, komunikasi dari Kementerian kepada CU Jembatan Kasih melalui perijinan, pembinaan, dan pengikut sertaan pada kegiatan koperasi tingkat daerah maupun nasional. Peran kapital sosial dalam sistem CU Jembatan Kasih adalah mensinergikan kapital manusia, kapital finansial serta kapital sosial. Tiga kapital keekonomian ini merupakan peran kapital sosial yang tertambat erat pada struktur komunitas sosial maupun komunitas kelembagaan yang berkaitan dengan CU Jembatan Kasih di kota Batam, ketiga kapital ini saling melengkapi dan bersinergi untuk mencapai tujuan pengembangan dan pemenuhan kebutuhan sosial ekonomi dari seluruh stakeholders.
16
E. Kesimpulan Dan Saran E.1 Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa pada CU Jembatan Kasih di kota Batam kapital sosial dengan rupa rasa saling percaya (trust), dan norma yang melekat pada pendiri dan anggota, serta dengan jaringan yang partisipatif dan serta resiprocity melekat dalam aspek-aspek sebagai berikut: 1.
Rasa saling percaya (trust) dan norma yang didasari nilai-nilai keagamaan yang melekat erat (embedded) dan kebersahajaan dari pendiri dan anggota, merupakan landasan untuk saling menolong dalam kebersamaan yang membentuk kapital sosial
2.
CU Jembatan Kasih dapat bangkit dari krisis ekonomi tahun 2008 karena peran partisipatif gereja katolik di kota Batam dan anggota dalam kepengurusan serta dengan kontribusi simpan-pinjam yang didasari rasa saling percaya (trust) dalam koridor norma keagamaan dan norma sosial tertulis maupun norma tidak tertulis.
3.
CU Jembatan Kasih berkembang dalam jaringan masyarakat kota Batam yang heterogen serta memiliki keterbatasan kapital finansial. Keterbatasan kapital finansial disikapi dengan hati-hati untuk menghindari potensi kebangkrutan CU.
4.
Kapital manusia
dan kapital finansial
berproses bersama-sama kapital sosial
menciptakan CU Jembatan Kasih yang tangguh terhadap gejolak perekonomian 5.
Sinergi CU Jembatan Kasih bersama-sama Puskopdit BKCU Kalimantan dan Kementerian Koperasi & UKM merupakan upaya menciptakan CU yang teratur dan terjamin keamanannya
E.2 Saran Penelitian yang dilakukan pada CU Jembatan Kasih di kota Batam, memberikan beberapa saran sebagai berikut: 1.
Pemberdayaan ekonomi kerakyatan melalui lembaga keuangan mikro/CU perlu didorong, diberi insentif dan difasilitasi pemerintah agar semakin banyak warga masyarakat yang mendapat manfaat perbaikan sosial ekonomi
2.
Diharapkan pemerintah memiliki kebijakan dalam upaya pemerataan pembangunan berbasis ekonomi kerakyatan; yaitu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, agar masyarakat mampu memanfaatkan potensi yang dimilikinya
3.
Memberi masukan kepada CU Jembatan Kasih untuk menjaga dan melestarikan rasa saling percaya (trust) dengan norma yang menjaga nilai-nilai yang ada di CU 17
Jembatan Kasih dan berkembang dalam jaringan komunitas KBG dan komunitas non KBG yang dibina dan dibimbing pengurus dengan dasar solidaritas, kejujuran, inclusive dan resiprocity 4.
Memberi masukan kepada CU Jembatan Kasih perihal temuan penelitian mengenai peran kapital sosial, kapital finansial dan kapital manusia yang berproses dalam program peningkatan taraf kehidupan sosial ekonomi dari anggota
5.
Memberikan masukan kepada CU Jembatan Kasih agar menjadi kebijakan yang komprehensive berdasarkan norma tertulis yang diterapkan secara
menyeluruh
diseluruh aspek manajemen CU, terutama untuk menjaga keamanan aset sehingga CU terhindar dari potensi yang menyebabkan kemunduran bahkan kebangkrutan 6.
Merekomendaikan hasil penelitian di CU Jembatan Kasih, agar menjadi acuan dalam memberikan kelayakan pinjaman dengan pembentukan komite kredit persektor industri, sehingga analisa yang diberikan akan lebih akurat dan dapat dipertanggung jawabkan segi implementasinya melalui komite monitoring atas kredit yang dicairkan
F. Daftar Pustaka Bourdieu P (1985) Form of Capital in J Richardson (ED) Handbook of Theory & Research for Sociology of Education. New York Greenwood Blokland Taja and Mike Savage, Network Urbanism: SosialKapital in the City Coleman J. 1990 Foundtion of Social Theory, Harvard University Press. Cambridge. Mass. Cote, S & T. Healy (2001) The Well Being of Nation; The Role of Human Capital and Social Capital, OECD. Paris Cox, Eva. 1995 A Truly Civil Society, Sydney ABC Book Croteau, John T. 1963, “The Economics of The Credit Union”, Wayne State University Press, Detroit 2. Michigan CUCO – INDONESIA; In The Past, Now And Future 1970-2010. Dasgupta, Partha dan Ismail Serageldin, Social Capital: A Multifaceted Perpective. Washington , DC, World Bank, 2000 Fukuyama, Francis .1995.Trust: The Social Virtues and The Creation of Prosperity, New York:the Free Press Onyx, J (1996) Justice and Citizenship: The Role of Voluntary Sector, Victoria University, Wellington. Jones Paul A, Swoboda Ralph, Smith Chris, Donovan Mark. 1999.” Toward Sustainable CU Development, a Research Report. The Association of British CUs Ltd. Keuskupan Pangkalpinang, 2012. “Menjadi Gereja Partisipatif-Pedoman Pastoral Keuskupan Pangkalpinang” . Obor, Jakarta
18
Kotler Philips, Heider Donald H & Rein Irving, 1993 “ Marketing Places”, The Free Press, New York Krifting L.L (1991), Rigor in Qualitative Research; The Assesment of Trustworthiness, The American Journal of Occupational Therapy: Official Publication of The American Occupational Therapy Association, April 1999 Lawang, Robert M.Z. 2005. Kapital Sosial; Dalam Persepektif Sosiologik, Suatu Pengantar, FISIP UI Press, Depok Lippit, R. Watson, J & Westley,B. 1958. The Dynamic of Planned Change. New York, Harcourt, Brace & World Lubis, 1999 Pengembangan Investasi Modal Sosial Dalam Pembangunan Antropologi Indonesia, Thn. XXIII No 59, Mei-Agustis 1999 Neuman. W. Lawrence, 2013. Metode Penelitian Sosial; Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif, PT. Indeks, Jakarta Barat Puskopdit BKCU Kalimantan, 2016 “ Laporan Pertanggung Jawaban Pengurus Rapat Anggota Tahunan Tahun Buku 2015” Putnam, RD .1993, “The Prosperous Community: Social Capital and PublicLife, dalam The American Prospect, Vol.13, h 35-42. Yohanes. De Ornay Belang, 2014. “Cara Tuhan Memberkati Anda Dengan Uang Yang Berkelimpahan; Seberapa Besar Kelimpahan itu ?”, Paroki ST. Carolus Boromeus, Lingga Riddell, Mike (1997) Bringing Back Balance The Role Of Social Capital in Public Policy dalam David Robinson, Social Capital & Policy Development, Wellington, Institute of Policy Studies Robinson, M, S. 2001.The Microfinance Revolution: Sustainable Finance for the Poor:The World Bank, Washington, Open Society Institute, New York. Sekretariat SAGKI 2005, 2006. “ Bangkit dan Bergeraklah-Dokumnetasi hasil Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia 2005. Jakarta Yunus, Muhammad, 2011. Bisnis Sosial, Sistem Kapitalisme Baru yang Memihak Kaum Miskin, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Wicaksono Aries (2010) Menjaga Kepercayaan, Metro Sawiran Edisi Juni 2010, CU Sawiran, Malang Woolcock Michael and Narayan Deepa, December1999. “ Social Capital: Implications for Development Theory, Research, and Policy.Final version submitted to the World Bank Research Observer. To be published in Vol. 15(2) 2000 Situs Internet Ekaristi Dot Org 2006, Nota Pastoral KWI 2006, Habitus Baru-Ekonomi yang berkeadilan, www.ekaristi.org/dokumen, jam 17.18, 15 Februari 2015 Eric R. Wolf Kinship, Freindship & Patron-Client Relation in Complex Societies www.hieberglobalcenter.org, jam 15.28, 25 April 2015 Granovetter, Mark, 1983 “ The Strength of Weak Ties; A Network Theory. Sociological Theory. Vol 1 (1983), Published vy Wiley, http:/www.jstor.org/stabel/202051 Putnam, RD. 2000 “Social Capital: Measurement & Consequences”. www. oecd.org /innovation /research/ 1825848 Tulchin, D (2006)Microfinance & Poverty Alleviation. www.eldes.org/go, jam 22.46, 25 Januari 2015
19
World Council of CU , 2012 Historical CU 1995-2011, Washington DC www.woccu.org/about/creditunion 2015, jam 22.18, 25 Januari 201 Jurnal dan Penelitian Putnam, RD. 1995, “Bowling Alone: America’s Declining Social Capital”, dalam Journal of Democracy, Vol.6, No.1, h 65-78. Kaban, MS,2008 Pemanfaatan Modal Sosial Dalam Credit Union (Studi deskriptif mengenai Kopdit/CU Cinta Kasih di Pulo Brayan, Medan. Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara, Lubis, S 1999 Komunikasi antarbudaya: Studi Kasus Etnik Batak Toba & Etnik Cina Medan. USU Press Widiarti Peni (2010) Modal Sosial Sebagai Modaal Berkembangnya Koperasi Kredit Union Di Kabupaten Sanggau, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada Yogyakarta Dokumen Lembaga CU Jembatan Kasih Rapat Anggota Tahunan KSP CU Jembatan Kasih, Tahun Buku 2015
20