BKF Kemenkeu 2013
Credit Default Swap Indonesia: Faktor-faktor yang Mempengaruhi dan Perbandingan dengan Peers A. Pendahuluan •
•
•
•
•
Mekanisme CDS dikembangkan pertama kali di tahun 1990-an oleh sebuah lembaga yang bekerja untuk JP Morgan. CDS didesain untuk mengalihkan risiko default atas aset yang dikelola kepada pihak ketiga (Nomura Research, 2004). Transaksi CDS awalnya dilakukan tanpa standar domentasi baku sehingga menciptakan celah kecurangan yang dapat dimanfaatkan oleh penjual (asymmetrical information). Maka ketika terjadi credit event, penjual dan pembeli CDS lebih sering bersengketa ketimbang memberikan penyelesaian sesuai kontrak. Berangkat dari besarnya potensi asymmetrical information tersebut, pada tahun 1999, ISDA (International Swaps and Derivatives Association) membuat standar baku kontrak derivatif dan memberikan standar definisi terhadap poin-poin dalam kontrak.S Saat ini terdapat kecenderungan tingginya spread CDS di negara-negara berkembang dan emerging market, seperti Indonesia. Kajian awal IMF Report (2013) menemukan bahwa kenaikan spread CDS mengindikasikan meningkatnya risiko kredit dan dipengaruhi oleh fundamental ekonomi, kondisi pasar obligasi sehingga mendorong biaya pinjaman. Lebih jauh, CDS juga dapat mendorong stabilitas finansial dan dapat menggeser potensi risiko. Dalam periode krisis/instabilitas ekonomi, IMF menemukan bahwa spread CDS bergerak lebih volatile dan dapat meningkatkan risiko karena faktor systemic linkage yang ia miliki. Seperti yang ditunjukkan di grafik 1, CDS Indonesia untuk tenor 5Y bergerak cukup volatile pada masa krisis 2008, namun pada pertengahan 2009 hingga 2011, CDS 5Y cenderung bergerak stabil dengan spread yang relatif manageable dalam rentang 120-170 bps. Dalam periode September 2012-Mei 2013, CDS 5Y melonjak menembus level 200bps di bulan Juni dikarenakan sebagai dampak kenaikan BBM dan faktor ketidakpastian global. Setelah itu, CDS bergerak terus naik dan mencapai puncak di bulan September di level 285bps, seiring masih tingginya inflasi di tiga bulan tersebut. Setelah mengalami penurunan dikarenakan inflasi mulai terkontrol, CDS kembali naik per bulan November yaitu di level 235bps. Nampaknya hal ini dikarenakan penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 5.6% di Q3-2013 dan masih tingginya CAD sebesar 3.8%PDB.
Grafik 1: CDS Indonesia 900
CDS USD Indonesia
800 700
Nov: GDP growth turun, CAD masih cukup tinggi
600 500 400 300 200 100
as of Nov-13
Indonesia CDS 5Y
Indonesia CDS 10Y
0
Sumber: Bloomberg, 2013
1
BKF Kemenkeu 2013
•
CDS untuk tenor 10Y bergerak searah dengan CDS 5Y ketika terjadi krisis global pada tahun 2008. Setelah itu CDS 10Y relatif stabil dengan nilai rata-rata 180bps.
•
Seperti dalam grafik 2, dalam group “the Fragile Five” (semua level CDS berada di atas 200bps) yaitu Brasil, India, Indonesia, Turki, dan Afrika Selatan, CDS Indonesia masih yang tertinggi. Hal ini disebabkan oleh concern tentang ekonomi: CAD Indonesia diperkirakan masih cukup tinggi >3%GDP sampai akhir tahun ini. Pressure terhadap nilai tukar juga cukup besar. Rupiah merupakan the worst performer dengan depresiasi lebih dari 22% (ytd). Pressure ini diperkirakan akan meningkat dengan keputusan Fed Tapering yang dimulai bulan Januari 2014 dan men trigger adanya capital outflow dan menekan posisi cadangan devisa. Walaupun posisi defisit anggaran masih cukup aman (2,6%PDB) dan lebih rendah dibandingkan Afrika Selatan (4,4%PDB), posisi tersebut masih lebih tinggi dibandingkan Turki yang hanya 1,6%PDB. Volatilitas juga nampak dari yield SUN dengan masih tingginya porsi kepemilikan asing.
Grafik 2: CDS 5Y The Fragile Five 800
CDS USD 5Y The Fragile Five
Brazil India Indonesia Turkey S.Africa
700 600 500 400 300 200 100
as of Nov-13
7/1/2013
1/1/2013
7/1/2012
1/1/2012
7/1/2011
1/1/2011
7/1/2010
1/1/2010
7/1/2009
1/1/2009
7/1/2008
1/1/2008
7/1/2007
1/1/2007
7/1/2006
1/1/2006
7/1/2005
1/1/2005
0
Sumber: Bloomberg, 2013
B. Tujuan Kajian Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui apakah spread CDS Indonesia sudah menggambarkan tingkat risikonya, serta faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi pergerakan CDS. Untuk menjawab pertanyaan diatas, kajian ini akan disajikan melalui pendekatan kualitatif deskriptif dan kuantitatif (melalui uji statistik Principal Component Analysis).
C. CDS dan Beberapa Definisi Terkait •
•
Credit Default Swap (CDS) merupakan kontrak antara penjual dan pembeli CDS dengan membayar biaya (fixed premium) pada periode tertentu (maturity) dan kompensasi tertentu apabila terjadi credit event. Dengan kata lain, CDS adalah sejenis perlindungan/proteksi atas resiko kredit (credit event). CDS dikategorikan sebagai “privately negotiated derivatives” yang menjelaskan CDS sebagai kontrak bilateral antara penjual dan pembeli dengan poin-poin tertentu (tailor terms) yang 2
BKF Kemenkeu 2013
•
•
•
•
•
•
dapat dinegosiasikan. Lebih jauh, Swap menekankan pada sisi negosiasi bilateral sehingga diatur sedemikian rupa sesuai kebutuhan agar kedua pihak tidak merasa dirugikan. Premium yang dibayarkan oleh pembeli kepada penjual disebut juga dengan “spread” dengan nilai kontrak khusus dan dibayarkan per-kuartal. Konsep CDS spread berbeda dengan yield spread bond, CDS spread merupakan harga premi tahunan yang dibayarkan sesuai dengan kontrak bilateral dengan satuan basis points (bps), tanpa merujuk pada suku bunga benchmark khusus. Sebagai contoh: Toyota membeli perlindungan CDS dengan nilai 80bps dengan maturity 5 tahun. Eksposur CDS terhadap kredit senilai 100 juta USD, berarti pada setiap kuartalnya Toyota harus membayar premi sebesar 200 ribu USD kepada penjual CDS (Nomura, 2009). Kontrak CDS biasanya berkisar antara 1-10 tahun dengan total kredit yang di-cover sampai dengan 10 juta USD. Saat ini, kontrak CDS telah di standardisasi (master agreement) dan besaran kompensasi yang telah diatur. Credit event diartikan sebagai kejadian luar biasa yang mempengaruhi kinerja pasar seperti: risiko default, restrukturisasi, dan moratorium atas suatu perusahaan. Namun pada perkembangannya, ISDA mengeluarkan protokol yang dikenal sebagai “The Big Bang Protocol” yang hanya membatasi credit event kedalam dua hal yaitu: bankruptcy dan failure to pay (ISDA, 2009). Harga (premium/spread) CDS adalah persentase nilai aset rujukan yang harus dibayar oleh pembeli CDS secara tahunan ke penjual selama periode kontrak secara kuartalan. Metode penentuan harga CDS biasanya menggunakan model tertentu yang dikembangkan oleh institusi terkait (BIS, 2005). CDS juga menjadi instrumen derivatif kredit yang dapat berfungsi sebagai instrumen hedging maupun spekulasi untuk mendapatkan keuntungan. Menurut European Central Bank (2009), CDS dikategorikan kedalam tiga tipe yang lazim diperdagangkan: o Single-name CDS yaitu CDS yang menawarkan proteksi risiko kredit untuk satu jenis penerbit sekuritas atau satu reference entity saja dengan reference entity bisa berasal dari perusahaan, perbankan, maupun pemerintah. Single-name CDS merupakan tipikal CDS yang paling likuid di pasar kredit derivatif dengan komposisi mencapai 50 persen dari nilai kontrak yang ada di pasar kredit derivatif. o CDS Indices adalah portofolio CDS yang terbentuk dari beberapa single-name CDS dimana setiap single-name CDS mempunyai porsi yang sama terhadap nilai kontrak (notional amount). o Basket CDS serupa dengan CDS Index yaitu terbentuk dari beberapa reference entity biasanya antara 3 hingga 100 reference entities.Namun, desain dalam Basket CDS lebih disesuaikan dengan kebutuhan investor. Pertumbuhan pasar CDS yang signifikan beberapa tahun belakangan akhirnya memasuki tahap baru ketika terjadinya mortgage crises di AS dan memicu krisis global di 2008 karena faktor systemic linkages yang dimiliki pasar CDS dan default-nya beberapa lembaga internasional. Sebagai respons atas krisis global, pada tahun 2009 ISDA mengeluarkan “The big bang protocol” yang mengatur tentang dokumentasi standar CDS seperti: coupon rates, tanggal efektif kontrak, credit event, dll. Dan pasca krisis global, pasar CDS cenderung bergerak sesuai dengan perannya dalam distribusi risiko dan sekuritisasi (ICE, 2010).
D. Mekanisme CDS •
CDS adalah kontrak swap yang mengikat pembeli untuk melakukan pembayaran berkala kepada penjual dan, sebagai imbalannya, mendapatkan ganti rugi apabila underlying asset dalam kontrak CDS mengalami credit events. Sebagaimana umumnya instrumen derivatif 3
BKF Kemenkeu 2013
•
•
•
•
•
•
lain, kontrak CDS tidak mewajibkan pembeli atau penjual memiliki aset/kredit yang dirujuk oleh kontrak. CDS diperdagangkan oleh lembaga finansial seperti investment bank, melalui mekanisme over-the-counter (OTC). Dalam OTC market tersebut, praktik perdagangan yang terjadi adalah para pedagang akan saling mencari counterparty dan ketika masing-masing counterparty sudah bertemu, maka proses selanjutnya adalah menciptakan hubungan kontrak bilateral dengan kesepakatan harga kontrak didasarkan pada proses tawar-menawar antara kedua belah pihak. Pembeli (Investor) CDS membayar biaya tertentu (premium) kepada penyedia CDS (Seller) dalam kurun waktu tertentu (maturity) dengan tujuan memberikan perlindungan terhadap aset yang dibeli apabila sewaktu-waktu terjadi “credit event”. Perlindungan yang diberikan adalah berupa kompensasi yang dibayarkan oleh penyedia CDS (Seller). Sebagai contoh: X sebagai pemilik aset rujukan yang diterbitkan Y mengikat kontrak dengan Z sebagai penjual CDS. Kontrak mensyaratkan X melakukan pembayaran berkala/tahunan kepada Z. Apabila tidak terjadi credit event, maka X terus melakukan pembayaran sampai dengan aset rujukan jatuh tempo. Apabila terjadi credit event pada Y seperti default atau kebangkrutan, X menghentikan pembayaran berkala ke Z dan mendapatkan pembayaran sejumlah nilai pari aset rujukan (grafik 3). Mekanisme yang dilakukan jika terjadi credit event adalah sebagai berikut: a) penjual/pembeli mengirimkan notifikasi bahwa terjadi credit event; b) dilakukan physical settlement atau cash settlement. Hasil penelitian empirik oleh Houweling &Vorst (2005) menjelaskan bahwa dalam cash settlement, pembeli proteksi tetap menyimpan underlying assets penerbitan CDS, dan penjual proteksi membayarkan kompensasi kepada pembeli proteksi atas terjadinya credit event tersebut. Sementara, dalam physical settlement, pembeli proteksi CDS menyerahkan underlying assets atau reference obligations kepada penjual CDS dan sebagai kompensasinya pembeli CDS akan menerima full notional amount dari penjual proteksi. Pada perkembangannya, kompensasi credit event mengalami revisi melalui “The Big Bang Protocol” yang mana kompensasi hanya dilakukan melalui cash settlement (ISDA, 2009).
Grafik 3: Mekanisme CDS Fee/Premium
Z
X
Penjual CDS (SELLER)
Pembeli CDS (BUYER) Nilai Pari (kompensasi)
Y Perusahaan/Institusi penerbit aset: Bond, Loans,etc Sumber: ISDA, 2013
4
BKF Kemenkeu 2013
E. Struktur Pasar CDS •
Share Sovereign CDS (SCDS) relatif kecil dibandingkan dengan pasar CDS secara keseluruhan (grafik 4). Per Juni 2012 SCDS hanya sebesar U$3 triliun (sekitar 11%) dibandingkan U$27 Triliun pasar CDS secara keseluruhan. Tapi juga merupakan komponen yang pertumbuhannya sangat cepat. Sebelum krisis keuangan global, CDS dipergunakan untuk men-cover risiko default dari negara-negara berkembang, namun semenjak akhir tahun 2009 kecenderungan ini berubah beralah ke negara-negara maju, sejalan dengan peningkatan risiko utang negara tersebut. Dealer Bank (G-SIFIs) merupakan player utama dari CDS market, selanjutnya adalah Nondealer banks and securites firms dan diikuti hedge fund.
•
•
Grafik 4: Statistik Penjual dan Pembeli CDS
Sumber: IMF Report, 2013
F. Pembahasan 1) Uji Dekomposisi Principal Component Analysis •
•
• •
Kajian ini mencoba melihat volatilitas CDS Indonesia dengan mempertimbangkan bobot faktor global dan faktor domestik. Pengujian ini menggunakan CDS sebagai variabel dependen; faktor global dan faktor domestik sebagai variabel independen. Variabel Independen global yaitu US corporate high yield, equity risk premium, Fed Fund Effective Rate, Fed Fund Futures Rate, US stock market return (NYA Composite Index), Volatility risk premium (VIX index), US Treasury Yield, dan Term Risk Premium. Variabel Independen domestik yaitu: Local stock market returns (JCI), International Foreign Reserves, nilai tukar, dan inflasi (Consumer price index). Variabel ini dipilih berdasarkan beberapa riset-riset sebelumnya mengenai CDS yang menjelaskan relevansi variabel diatas terhadap pergerakan CDS. Maka kajian ini mencoba mengkonfirmasi seberapa konsisten hasil penelitian tersebut. Data variabel bersumber dari Bloomberg dengan frekuensi bulanan dalam periode Januari 2004 - Desember 2013. Uji statistik yang dilakukan adalah Principal Component Analysis (PCA), yaitu uji dekomposisi yang dilakukan untuk mengestimasi bobot (weights) dari masing-masing variabel independen sekaligus menentukan bagaimana komposisi variabel independen
5
BKF Kemenkeu 2013
•
•
•
dimaksud (variabel global dan domestik) mempengaruhi pergerakan variabel dependen (CDS Indonesia) sehingga diketahui porsi dampaknya. Untuk hasil uji PCA pada variabel independen global akan dipersepsikan sebagai risk premia, sementara untuk hasil uji PCA pada variabel independen domestik akan dipersepsikan sebagai default risk (Remolona et al, 2008). Atau dengan kata lain, default risk lebih dipengaruhi dan lebih identik dengan variabel domestik, sedangkan risk premia lebih dipengaruhi dan lebih dekat dengan variabel global. Untuk menghitung bobot dalam PCA, koefisien hasil dekomposisi pada suatu variabel harus dikuadratkan sehingga ditemukan presentasenya terhadap pergerakan spread CDS. Proses yang sama dilakukan untuk penghitungan bobot dari variabel-variabel independen lainnya. Adapun formulasi yang digunakan untuk menghitung bobot tersebut adalah sebagai berikut:
Hasil uji statistik PCA (Grafik 5)menunjukkan bahwa CDS Indonesia dalam periode 2004 hingga 2013 ternyata lebih banyak dipengaruhi oleh faktor global (68.9%) dan sisanya (31.1%) merupakan faktor domestik. Dalam faktor global, posisi tiga teratas ditempati oleh US Stock Market Return, Equity Risk Premium, dan Volatility Risk. Tingkat pengembalian di bursa saham Amerika (NYSE) sangat menentukan tingkat CDS Indonesia. Risk premium saham yang diminta investor dan premi risiko atas volatilitas dalam suatu aset finansial berperan cukup besar dalam faktor global. Tingginya porsi faktor global menunjukkan pentingnya persepsi resiko global dalam penentuan CDS. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya tingkat integrasi di pasar derivatif terhadap siklus perekonomian dunia (Ariefianto dan Soepomo, 2011). Faktor domestik utama yang menentukan CDS adalah IHSG dan nilai tukar. IHSG menjadi penting dalam penentuan CDS kemungkinan disebabkan oleh perannya sebagai picture dari sentimen investor atas kondisi perekonomian. Seperti kita ketahui bahwa IHSG terbentuk atas berbagai macam transaksi yang dilakukan oleh investor yang memiliki informasi. Teori menyebutkan bahwa harga di pasar modal terbentuk atas informasi masa lalu, informasi publik, dan informasi privat. Selain itu, secara fundamental setidaknya kinerja perusahaan publik dapat tercermin dari laju IHSG. Pentingnya nilai tukar dalam penentuan CDS dikarenakan fungsinya sebagai leading indicator adanya masalah dalam perekonomian suatu negara (Carr dan Wu, 2007). Untuk membuktikan konsistensi dari temuan bahwa faktor global lebih mendominasi dalam penentuan CDS dibandingkan dengan faktor domestik dan bukan tergantung kepada spesifik suatu negara, maka dilakukan uji PCA terhadap 5 negara yang berada dalam satu peers dengan Indonesia.
6
BKF Kemenkeu 2013
Grafik 5: Bobot Variabel yang Mempengaruhi CDS Indonesia Variable Independen
Bobot (%)
Faktor Global: US Stock Market Return Equity Risk Premium Volatility Risk Premium Fed Fund Effective Rate Term Risk Premium US Corporate High Yield Fed Fund Future Rate US Corporate high-yield spreads Total Faktor Domestik: IHSG Nilai Tukar Cadangan Devisa Inflasi Total Total Faktor Global dan Domestik Sumber: diolah
•
22.2 20.8 16.3 4.6 2.4 1.6 0.8 0.3 68.9 15.1 10.9 4.7 0.4 31.1 100
Grafik 6 menunjukkan bahwa faktor global secara konsisten dominan mempengaruhi persepsi investor dalam penentuan besar CDS. Terlihat bahwa faktor global yang mempengaruhi penentuan CDS yang tertinggi adalah di Thailand, sedangkan yang terendah adalah India. Besarnya faktor global dalam penentuan CDS sejalan dengan beberapa penelitian yang ada. Ariefianto dan Soepomo (2011) menggunakan data panel 10 negara (Kolombia, Hungaria, Malaysia, Peru, Vietnam, Thailand, Philippina, Turki, Venezuela, dan Indonesia) menemukan bahwa faktor VIX (Implied Volatility) merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi CDS. Sedangkan faktor domestik seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, hutang, dan neraca berjalan memberikan sumbangan yang tidak begitu besar terhadap penentuan CDS. Hal ini diperkuat dengan studi yang dilakukan oleh Matsumura dan Vincente (2010) yang mencoba menghitung probabilitas terjadinya default di Brazil. Studi ini menemukan bahwa VIX dan the Fed Fund Rate merupkan faktor yang dominan dalam menjelaskan kemungkinan terjadinya default di negara tersebut. Selain itu, penelitian Weigel dan Gemmil (2006)dengan menggunakan sampel negara Argentina, Brazil, Mexico, dan Venezuela, menemukan hal yang sama yaitu faktor domestik (country specific) hanya menjelaskan 8% dari variance distance to default, 20% dijelaskan oleh faktor global, dan 45% oleh faktor regional.
Grafik 6: Bobot Variabel yang Mempengaruhi CDS Negara Satu Peers Faktor Global (Risk Faktor Domestik Negara Premia) (Default Risk) Indonesia Braz il M exico Russia India T hailand
68.9% 70.3% 70.0% 68.3% 66.2% 71.2%
31.1% 29.7% 30.0% 31.7% 33.8% 28.8%
7
BKF Kemenkeu 2013
Sumber: diolah
• Setelah mengetahui bahwa CDS lebih banyak dipengaruhi oleh faktor global dibandingkan dengan faktor country specific, adalah baik untuk menyampaikan temuan dari penelitian Carr dan Wu (2007) yang menyebutkan bahwa ada kelemahan dalam indikator CDS itu sendiri. Dengan menggunakan sampel negara Brazil dan Mexico dan berasumsi bahwa nilai tukar merupakan leading indicator bahwa dalam perekonomian terjadi masalah, mereka berpendapat bahwa terdapat hubungan yang positif antar nilai tukar dan CDS. Mereka meneliti varians dari nilai tukar dengan dengan premi CDS dan menemukan bahwa CDS over estimate terhadap kemungkinan terjadinya default yang mana ditunjukkan dengan pergerakan premi CDS yang lebih tinggi dari varians nilai tukar itu sendiri. Selain itu, kelemahan CDS adalah share pasar (nilai kontrak) dari CDS itu sendiri masih terbilang kecil (misalnya dibandingkan dengan interest derivative) sehingga belum akan mencerminkan keadaan mayoritas pasar.
2) Pendekatan Kualitatif: Faktor-faktor yang mempengaruhi CDS Indonesia i.
Peringkat hutang luar negeri (sovereign rating) Sovereign rating merefleksikan pendapat, opini dari agensi rating terhadap kemampuan pemerintah dalam memenuhi pembayaran obligasi secara penuh dan tepat waktu. Sovereign rating juga menggambarkan kondisi terkini suatu Negara melalui data-data yang mereka peroleh seperti kondisi ekonomi, transparansi permodalan, arus investasi pada pemerintah dan privat, cadangan devisa dan kemampuan suatu Negara dalam menjaga perekonomian dibalik gejolak politik. Sovereign rating menjadi sangat penting, mengingat biaya kredit berbagai entitas didalam negeri akan terpengaruh apabila sovereign rating mengalami degradasi. Terdapat hubungan yang negatif antara premi CDS dengan sovereign rating, yang berarti negara dengan rating yang lebih rendah ratarata membayar premi CDS yang lebih tinggi (Danareksa, 2012). Grafik 7: CDS dan Sovereign Rating Indonesia
10
CDS Average S&P Moody's
9 8
Moody's on Jan 2012: Baa3
339.1 335.7
380.0
330.0
Investment Grade
7
S&P on May 2013: BB+
6
280.0
253.2 5 230.0
4 195.7
3 172.2
2 1
162.3
173.2 178.7
180.0
137.4
0
130.0 2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013* 2013
Sumber: Bloomberg, 2013
Grafik diatas merupakan average CDS 5Y Indonesia dari tahun 2005-2013*. Dari Grafik terlihat bahwa posisi Investment grade yang dicapai Indonesia, juga turut menurunkan nilai CDS meskipun terjadi unexpected conditions yaitu krisis global yang masih dalam tahap pemulihan hingga saat ini. Kemampuan suatu negara dalam memperbaiki posisi sovereign rating nya mendorong penurunan spread CDS. 8
BKF Kemenkeu 2013
ii.
Rasio utang terhadap PDB Rasio utang yang rendah terhadap PDB mendorong nilai CDS untuk turun. Faktor fundamental ini sangat dominan dalam mendorong pergerakan CDS karena kemampuan suatu negara dalam membayar utangnya tidak hanya menandakan bahwa negara tersebut cukup sehat secara fiskal, namun juga memiliki manajemen anggaran yang baik dan prudent serta menjadi informasi yang diperhitungkan oleh pelaku bisnis. Faktor ini sesuai dengan laporan IMF (2013), yang mengkonfirmasi pergerakan spread CDS dipengaruhi oleh faktor-faktor fundamental ekonomi, salah satunya adaalah rasio utang terhadap PDB. Grafik 8: CDS Indonesia dan total debt to GDP ratio
400.0
50.00
total debt to gdp CDS Average
45.00
350.0
40.00
300.0
35.00 250.0 30.00 200.0
25.00
150.0
20.00
100.0
15.00 2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Sumber: Bloomberg, 2013
iii.
Rasio cadangan devisa terhadap PDB. Cadangan devisa diperlukan dalam menjaga ketersediaan likuiditas domestik. Grafik dibawah menjelaskan bahwa nilai CDS average akan relatif turun ketika besaran rasio cadangan devisa terhadap PDB cukup baik. Oleh karena itu, BI perlu menjaga kecukupan likuiditas tanpa melewatkan aspek solvabilitas. Grafik 9: CDS Indonesia dan Cadev
Reserve to GDP ratio (%) CDS Average
400.0
16.00
350.0
14.00
300.0
12.00
250.0
10.00
200.0
8.00
150.0
6.00
100.0
4.00
50.0
2.00
0.0
0.00 2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Sumber: Bloomberg, 2013
9
BKF Kemenkeu 2013
G. Kesimpulan dan Rekomendasi 1. Dari uji dekomposisi PCA dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: a. Komposisi faktor domestik (default risk) dalam pergerakan spread CDS Indonesia pada periode Januari 2004 – Desember 2013 adalah sebesar 31,1%, dan komposisi faktor global (risk premia) sebesar 68,9%; b. Secara agregat, peran risk premia lebih besar daripada peran default risk dalam menentukan pergerakan CDS Indonesia, yang artinya faktor global lebih menentukan naik turunnya spread CDS Indonesia. Hasil temuan ini searah dengan riset-riset terdahulu yang juga menemukan besarnya peran faktor global dibandingkan dengan faktor domestik dalam menentukan pergerakan CDS. Melihat kondisi ekonomi dunia yang masih belum stabil pasca krisis, sejalan dengan tingginya spread CDS Indonesia saat ini. Disisi lain, dapat pula dilihat bahwa CDS yang ada saat ini, ternyata lebih banyak digunakan sebagai instrumen derivatif dibandingkan proteksi, yang mana player dari pasar CDS lebih banyak berasal dari luar negeri. Begitu pula dengan risiko, sejak CDS berfungsi sebagai instrumen pengalihan risiko, maka pelaku pasar CDS kurang mementingkan risiko domestik dari penerbit obligasi/produk. c. Analisis diskriptif dilakukan guna menjelaskan potensi perubahan pergerakan CDS dari adanya pergerakan faktor-faktor domestik tahunan. Faktor domestik yang dijelaskan secara dekspritif antara lain perubahan sovereign rating dari lembaga rating luar negeri, rasio utang terhadap PDB, dan rasio cadangan devisa terhadap terhadap PDB. Dari pembahasan diatas juga ditemukan adanya pergerakan yang linear antara variabel domestik diatas dengan spread CDS. Hal ini mengkonfirmasi temuan IMF (2013) dimana spread CDS sangat responsif terhadap perubahan fundamental ekonomi, struktur mikro pasar dan faktor global. 2. Dengan dominannya faktor global dalam mempengaruhi CDS, tentunya semakin mendorong Pemerintah untuk selalu memperhatikan perkembangan ekonomi global yang dinamis. Selain itu, perlunya kebijakan yang bersifat struktural terhadap ekonomi domestik sebagai tindakan antisipasi terhadap perkembangan ekonomi dunia tersebut. Salah satu contoh hal yang perlu dicermati misalnya komposisi kepemilikan asing di aset keuangan Indonesia yang cukup besar. Hal ini dapat memicu adanya capital outflow yang massive ketika gejolak terjadi dan mempengaruhi perspektif resiko investor terhadap Indonesia. 3. Tanpa mengabaikan keterbatasannya, CDS merupakan instrumen yang berguna dalam manajemen risiko. Adanya CDS dapat mendorong transparansi mengenai kondisi perkreditan suatu negara dan sekaligus sebagai sumber informasi bagi investor, bankir, dan stakeholder terkait. CDS perlu untuk dimonitor secara berkala oleh otoritas moneter dan fiskal sebagai indikator masukan dan menjadi pertimbangan jangka pendek dalam merespons kondisi perekonomian. 4. Dapat dikaji juga lebih jauh tentang kemungkinan peran-peran lembaga penyedia CDS di pasar domestik, persepsi investor terhadap pasar CDS Indonesia dan perkembangan regulasinya agar pemanfaatan CDS tepat guna dan terhindar dari praktik fraudulence.
10
BKF Kemenkeu 2013
Referensi: • Ariefianto, M. D. Dan Soepomo, S., 2011, “Analisa Sovereign Risk Negara Berkembang: Temuan Dari Perilaku Premi Credit Default Swap”, Buletin Ekonomi Dan Moneter. • Bank For International Settlement (BIS), 2005, “Contractual Terms and CDS Pricing”, BIS Quarterly Review On March 2005; • Carr, P., Dan Wu, L., 2007, ”Theory And Evidence on The Dynamic Interactions Between Sovereign Credit Swaps and Currency Option”, Vol. 31, Hal 2383-2403. • Danareksa Weekly Report, 2012, “Debt Research Report”, Danareksa Indonesia; • European Central Bank, 2009, “Credit Default Swaps and Counterparty Risk”, Occasional Paper Series, August; • European Central Bank, 2009, “Domestic Financial Development in Emerging Economies: Evidence and Implications”, Occasional Paper Series, April; • Houweling, P., & Vorst, T., 2005, “Pricing Default Swaps: Empirical Evidence”, Journal of International Money and Finance, 24, 1200-1225; • ICE, 2010, “Global Credit Derivatives Market Overview: Evolution, Standardization, and Clearing”, Intercontinental Exchange Inc. Europe; • International Monetary Fund (IMF), 2013, “Global Financial Stability Report on April 2013 on: Chapter 2: A New Look at the Role of Sovereign Credit Default Swap”, IMF; • Matsumura, M.S. dan Vicente, J.V.M, 2010, “The Role of Macroeconomic Variables in Sovereign Risk”, Emerging Markets Review, 11, Hal 229-249. • Nomura Fixed Income Research, 2004, “Credit Default Swap Primer”, Nomura Japan; • Remolona, E. Et.Al., 2008, “The Dynamic Pricing of Sovereign Risk in Emerging Markets: Fundamentals and Risk Aversion”, Journal of Fixed Income, 17, 57-71; • Romli M., 2012, “Analisis Empiris atas Risiko Kredit Pemerintah Indonesia dan Peers Countries dengan Extensive Dataset Credit Default Swaps”, Graduate School Of Management, Universitas Indonesia, Jakarta; • Trianto, Et.Al., 2013, “Default Risk of Indonesian Government Bond”, Ritsumeikan Asia Pacific University, Japan; • Weigel, D.D. Dan Gemmill, G., 2006, “What Drives Credit Risk in Emerging Markets? The Roles of Country Fundamentals and Market Co-Movements”, Journal of International Money and Finance, 25, Hal 476-502.
Referensi Lainnya: • Presentasi: o Heijmans, Pamela, et al., 2010, “Credit Default Swaps”, Princeton University; • Publikasi Aturan BI: o Peraturan Bank Indonesia No: 12/ 9 /PBI/2010, “TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM MELAKSANAKAN AKTIVITAS KEAGENAN PRODUK KEUANGAN LUAR NEGERI OLEH BANK UMUM” o Peraturan Bank Indonesia No: 11/ 26 /PBI/2009, “TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM MELAKSANAKAN KEGIATAN STRUCTURED PRODUCT BAGI BANK UMUM”. • ISDA: o ISDA website: http://www.isdacdsmarketplace.com/about_cds_market/how_cds_work, diakses pada 28 Desember 2013, pukul 23.55 WIB; o ISDA website: http://www.isdacdsmarketplace.com/about_cds_market/cds_faq, diakses pada 28 Desember 2013, Pukul 23.55 WIB; 11
BKF Kemenkeu 2013
o ISDA website: http://www.isda.org/press/press040809.html, diakses pada 29 Desember 2013, Pukul 09.25 WIB; o ISDA publications: http://www.isda.org/membership/isdamemberslist.pdf, diakses pada 29 Desember 2013, Pukul 10.00 WIB; o ISDA website: http://www.isdacdsmarketplace.com/market_overview/understanding_notional_amoun t, diakses pada 29 Desember 2013, Pukul: 11.01 WIB o ISDA publications: http://www2.isda.org/regions/asiapacific/ISDA_APAC_monthlyupdate, diakses pada 29 Desember 2013, Pukul 10.43 WIB
12