BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sekilas mengenai Minyak Sawit Mentah (Crude Palm Oil / CPO) Minyak sawit (Elaeis guineensis) pertama kali berasal dari hutan hujan tropis di Afrika Barat. Pengolahan minyak sawit mentah menjadi minyak sawit yang bisa dimakan telah dilakukan di Afrika sejak ribuan tahun yang lalu dan minyak ini telah menjadi bumbu dasar untuk hampir sebagian besar masakan tradisional Afrika. (FAO Agricultural Service Bulletin 148) Minyak sawit mulai dikenal di luar daerah Afrika sejak abad ke-14 sampai abad ke-17. Pada saat itu, beberapa buah kelapa sawit dibawa ke Amerika dan kemudian ke daerah Timur. Setelah beberapa lama, diketahui bahwa tanaman kelapa sawit tumbuh lebih subur di daerah Timur, dan hal ini menyebabkan daerah Timur menjadi tempat produksi komersial terbesar dari tanaman ekonomis ini. (FAO Agricultural Service Bulletin 148) 2.1.1. Komposisi minyak sawit Minyak sawit diekstrak dari mesokarp (daging buah) kelapa sawit Elaeis guineensis. Minyak sawit merupakan bahan baku oleokimia karena mengandung lemak alkohol, metil ester, dan asam lemak. (Setyono dan Soetarto, 2008 : 223 - 226) Hampir 70 – 80% dari berat buah adalah mesokarp dan sekitar 45 – 50% dari mesokarp ini adalah minyak. Bagian lain dari buah meliputi cangkang, inti buah (kernel), lengas, dan serat tanpa lemak lainnya. Minyak
Universitas Sumatera Utara
yang diekstrak dikenal sebagai minyak sawit mentah (Crude Palm Oil / CPO). (www.andrew.cmu.edu/user/jitkangl)
Gambar 2.1 Struktur Buah Kelapa Sawit (FAO Agricultural Service Bulletin 148) 2.1.2. Komposisi dan sifat fisik minyak CPO Minyak CPO terdiri dari fraksi padat yang merupakan asam lemak jenuh (miristat 1%; palmitat 45%; stearat 4%) serta fraksi cair yang merupakan asam lemak tidak jenuh (oleat 39%; linoleat 11%). CPO Indonesia mempunyai kualitas rendah karena hampir 90% tidak mengandung β karoten (C40H56
BM (Berat Molekul): 536,85) yang larut dalam minyak
dan menyebabkan warna kuning/jingga. Sifat fisik CPO adalah warna orange/jingga, bau khas, bentuk pasta, kadar air: 3,7589x10-3 mL/g CPO, indeks bias 1,4692, massa jenis 0,8948 g/mL dengan kelarutan pada eter dan cukup larut dalam aseton, sedikit larut dalam etanol dan tidak larut dalam air payau. (Setyono dan Soetarto, 2008: 223 - 226) 2.1.3. Penyimpanan minyak CPO Minyak CPO, sebelum mengalami pengolahan lebih lanjut, disimpan dalam tangki penyimpanan CPO (tangki baja las). Karena peningkatan laju
Universitas Sumatera Utara
oksidasi dipengaruhi oleh temperatur, maka temperatur penyimpanan minyak CPO dalam tangki dipertahankan sekitar 50˚C (40 – 60˚C) untuk mencegah pemadatan dan fraksinasi. Kontaminasi zat besi dari tangki penyimpanan mungkin bisa terjadi apabila bagian dalam tangki tidak dilapisi dengan lapisan pelindung yang cocok. (FAO Agricultural Service Bulletin 148)
2.2. Tangki Tangki termasuk struktur cangkang tipis. Struktur cangkang tipis adalah nama yang diberikan pada struktur yang bagian utamanya terdiri dari pelat dan lembaran baja, yang membentuk cangkang baja. Struktur cangkang tipis ini digunakan untuk menyimpan ataupun mengolah gas, cairan, atau material lepas lainnya. Struktur cangkang dibedakan menjadi : 1) Penampung gas: untuk menyimpan dan mendistribusikan gas; 2) Tangki dan bendungan: untuk menyimpan air, hasil minyak, dan jenis cairan lainnya; 3) Gudang: sebagai tempat penyimpanan material lepas (bijih tambang, batubara, semen, dan lain-lain); 4) Struktur khusus dari besi dan baja, industri kimia dan industri cabang lainnya (tanur tinggi, alat pemanas dengan tenaga gas, berbagai peralatan kimia ukuran besar, dan lain-lain); 5) Pipa berdiameter besar dan pipa saluran yang terbuat dari besi dan baja. (Mukhanov, 1968: 454) Akan tetapi, pada tugas akhir ini, jenis struktur cangkang yang akan dibahas hanyalah tangki dan akan dibatasi untuk tangki di permukaan tanah.
Universitas Sumatera Utara
2.2.1. Ciri-ciri struktur cangkang Cangkang baja digunakan bukan hanya sebagai bagian dari berbagai bantalan penahan beban, tetapi juga sebagai wadah, bergantung pada berat jenis baja serta kekedapan udara dan air dari struktur baja tersebut. (Mukhanov, 1968: 454) Struktur baja dalam kasus pada umumnya adalah bentuk revolusi dari cangkang (cangkang silindris, berbentuk bola ataupun berbentuk kerucut, dan sebagainya), sebagai contohnya, bentuk-bentuk cangkang ini memiliki keuntungan yang paling besar untuk memikul beban-beban yang disebabkan oleh gas dan cairan. (Mukhanov, 1968: 454) Dimensi cangkang biasanya lebih besar dari ukuran-ukuran railway (railway clearance gauges) yang diizinkan dan, dikarenakan oleh hal tersebut, pekerjaan yang dilakukan di pabrik hanya terbatas pada proses pembuatan bahan yang setengah selesai (lempengan dan pelat yang akan digunakan, detail struktur, dan sebagainya), pekerjaan yang tersisa dilaksanakan di lapangan. Hal ini meningkatkan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk pembuatan dan pemasangan struktur cangkang. Di samping itu, kebutuhan penggulungan pelat untuk membentuk sebuah bola dan permukaan lain yang mempunyai kelengkungan di kedua arah adalah sebab dari kesulitan dalam pembuatan yang mengakibatkan peningkatan biaya dari pembuatan bagian-bagian struktur. Karakteristik utama dari struktur cangkang, yang hampir semata-mata merupakan struktur yang dilas, adalah panjang las yang sangat besar. Hal ini adalah akibat dari lebar gulungan lempengan baja yang relatif kecil. (Mukhanov, 1968: 454 - 455)
Universitas Sumatera Utara
Ukuran standar lempengan/pelat baja adalah 1.800-2.300 mm. (API Standard 650, 2005: 3-6) 2.2.2. Jenis-Jenis Tangki Tangki sebagai tempat penyimpanan cairan dapat dibedakan menjadi dua jenis menurut cara perletakannya, yaitu jenis tangki di permukaan tanah dan jenis tangki menara. (Mukhanov, 1968: 466) 2.2.2.1. Tangki di permukaan tanah Tangki silinder di permukaan tanah dengan dasar yang rata ditempatkan di atas bantalan tanah yang dipadatkan, digunakan sebagai tempat penyimpanan produk minyak. (Mukhanov, 1968: 466) Selama masa penyimpanan produk minyak, terjadi evaporasi (penguapan) dalam tangki, yang kemudian gas-gas ini akan mengumpul di bawah atap tangki. Banyaknya evaporasi yang terjadi ini bervariasi tergantung pada perubahan temperatur dan lama pengisian ataupun pengosongan tangki, dan evaporasi (penguapan) yang terjadi tentu akan menyebabkan terjadinya kehilangan sejumlah volume produk minyak. Untuk mengurangi kehilangan yang terjadi akibat evaporasi, tangki dengan berbagai tipe dipergunakan. (Mukhanov, 1968: 466) Untuk penyimpanan produk minyak dengan berat jenis ringan yang mempunyai tekanan penguapan kecil (kerosin, bahan bakar diesel, dan sebagainya) dan juga produk-produk minyak olahan, tangki yang digunakan adalah tangki bertekanan rendah dengan tekanan internal sebesar 200 mm w.g. (0,02 kg/cm2) dan kekedapan udara ijin sebesar 25 mm w.g. (Mukanov, 1968: 466)
Universitas Sumatera Utara
Untuk penyimpanan produk minyak dengan tekanan penguapan tinggi (berbagai jenis bahan bakar, berbagai jenis minyak, dan sebagainya), diperlukan penggunaan tangki silinder bertekanan lebih tinggi (0,2 – 0,3 kg/cm2). Tangki dengan pontoon ataupun dengan atap tidak tetap (floating roof) juga dapat digunakan. (Mukanov, 1968: 467) Tangki di permukaan tanah pada subbab inilah yang akan dibahas pada tugas akhir ini. 2.2.2.2. Tangki menara Tangki yang ditempatkan di atas menara terutama didesain dengan tujuan untuk persediaan air dan mempunyai kapasitas yang bervariasi dari 100 sampai 3.000 meter kubik. Ciri-ciri yang membedakan jenis tangki menara dengan tangki di permukaan tanah adalah bentuk bagian bawah tangki. Seperti yang telah tercatat dalam peraturan, bentuk bagian bawah tangki menara adalah bentuk revolusi sebuah bentuk cangkang yang tidak sempurna, ataupun kombinasi dari bentuk cangkang tersebut. Desain tangki dengan bagian bawah rata untuk tangki menara tidak akan memberikan hasil yang baik, dengan melihat bahwa bentuk dasar yang demikian akan menyebabkan dibutuhkannya balok penopang yang besar untuk menahan tekuk. (Mukhanov, 1968: 476) 2.2.3. Teori Umum Cangkang Silindris Menurut Timoshenko dan Krieger dalam buku Theory of Plates and Shells (1959: 466 - 471), dalam aplikasi praktis, sering dijumpai masalahmasalah mengenai cangkang silindris yang berkaitan dengan gaya-gaya yang terdistribusi secara simetris dengan sumbu silinder. Beberapa hal yang
Universitas Sumatera Utara
termasuk dalam masalah-masalah tersebut antara lain distribusi tegangan dalam boiler silindris disebabkan oleh tekanan uap dalam boiler, tegangantegangan dalam silinder penampung dengan sumbu vertikal yang disebabkan oleh tekanan cairan dalam silinder, dan tegangan-tegangan pada pipa bulat dengan tekanan internal yang merata. Untuk mendapatkan persamaan-persamaan yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah-masalah ini, perlu dimisalkan suatu elemen, seperti yang terdapat dalam Gambar 2.2 (a) dan (b), dan persamaan-persamaan kesetimbangan. Dari Gambar 2.2(b), dapat disimpulkan bahwa gaya geser membran Nxφ = Nφx sehingga kedua gaya tersebut saling meniadakan, bahwa
(a)
(b) Gambar 2.2 (a) Cangkang Silindris, dan (b) Gaya-Gaya yang terjadi (Timoshenko dan Krieger, 1959: 457) gaya Nφ adalah konstan di keliling cangkang silindris, dan juga bahwa, untuk gaya geser pada arah melintang, hanya gaya Qx yang tidak hilang. Dengan menganggap momen juga bekerja pada elemen cangkang silindris, seperti pada Gambar 2.2(b), dapat disimpulkan juga bahwa momen puntir Mxφ = Mφx sehingga menyebabkan kedua momen ini saling meniadakan, dan Mφ
Universitas Sumatera Utara
adalah konstan pada sekeliling cangkang. Dikarenakan keadaan simetri tersebut, tiga dari enam persamaan kesetimbangan elemen tersebut telah terpenuhi secara identik, dan, oleh sebab itu, hanya tersisa tiga persamaan yang perlu dipertimbangkan, yang diperoleh dengan cara memproyeksikan gaya-gaya ke sumbu x dan sumbu z, dan momen ke sumbu y. Dengan mengasumsikan gaya luar yang terjadi hanya diakibatkan tekanan normal ke permukaan, ketiga persamaan kesetimbangan tersebut adalah sebagai berikut:
Persamaan pertama menunjukkan bahwa gaya Nx adalah konstan, dan untuk penjelasan selanjutnya akan dianggap bahwa gaya tersebut adalah sama dengan nol. Kedua persamaan yang tersisa dapat disederhanakan menjadi persamaan di bawah ini:
Dua persamaan ini mengandung tiga variabel: Nφ, Qx, dan Mx. Untuk menyelesaikan permasalahan, maka perlu dipertimbangkan titik perpindahan pada permukaan tengah cangkang. Dari kesimetrisan gambar, dapat disimpulkan bahwa komponen v dari perpindahan dalam arah melingkar menghilang. Sehingga yang tersisa
Universitas Sumatera Utara
hanyalah komponen u dan w pada arah x dan y. Maka rumus untuk komponen regangan dapat ditulis:
Dengan mengaplikasikan Hukum Hooke, maka diperoleh:
Dari persamaan pertama dari persamaan-persamaan di atas, dapat didapatkan persamaan berikut:
Dan persamaan yang kedua memberikan:
Dengan mempertimbangkan momen tekuk, dapat disimpulkan dari Gambar 2.2(b) bahwa tidak terdapat perubahan lengkungan pada arah melingkar. Lengkungan pada arah x adalah sama dengan –d2 w/dx2. Dengan menggunakan persamaan yang sama dengan pelat, maka diperoleh:
dimana:
merupakan kekakuan cangkang
Universitas Sumatera Utara
Dengan melihat kembali persamaan (b) dan menghilangkan Qx dari persamaan, maka diperoleh:
dan dengan menggunakan persamaan (f) dan (g), diperoleh:
Dengan demikian, semua masalah deformasi simetris dari cangkang silindris dapat disederhanakan menjadi integral dari persamaan (1). Aplikasi paling sederhana dari persamaan ini diperoleh ketika ketebalan dari cangkang adalah konstan. Dalam kondisi demikian, persamaan (1) menjadi:
Dengan menggunakan notasi:
persamaan (1) dapat disederhanakan sebagai berikut:
Penyelesaian umum dari persamaan ini adalah:
Dimana f(x) adalah penyelesaian partikular dari persamaan (4), dan C1, . . . , C4 adalah konstanta integrasi yang harus ditentukan pada setiap kasus dan diperoleh dari kondisi ujung-ujung silinder.
Universitas Sumatera Utara
Ambil, sebagai sebuah contoh, sebuah pipa bulat yang mengalami momen lentur M0 dan gaya lintang Q0 dimana keduanya didistribusikan seragam sepanjang tepi x = 0 (Gambar 2.3).
Gambar 2.3. Pipa Silinder (Timoshenko dan Krieger, 1959: 469) Pada kasus ini tidak terdapat gaya Z yang dibebankan pada permukaan shell, dan f(x) = 0 pada penyelesaian umum (5). Karena gaya-gaya yang diaplikasikan pada ujung x = 0 menghasilkan tekuk lokal yang nilainya mengecil seiring dengan bertambahnya jarak dari ujung dibebani, dapat disimpulkan bahwa syarat pertama sebelah kanan dari persamaan (5) harus dihilangkan. Maka dari itu, C1 = C2 = 0, dan diperoleh:
Dengan mensubstitusi persamaan (g) untuk mencari w, dari kondisikondisi ujung ini dapat diperoleh:
Universitas Sumatera Utara
Karena itu, persamaan akhir untuk mencari w adalah:
Lendutan maksimum diperoleh pada ujung yang dibebani, yaitu:
Tanda negatif untuk lendutan ini dikarenakan w dianggap bernilai positif jika searah dengan sumbu silinder. Sudut putar paada ujung yang dibebani diperoleh dengan menurunkan persamaan (6).
Dengan memisalkan pemisalan seperti berikut:
persamaan-persamaan untuk menghitung lendutan dan hasil turunannya dapat dituliskan menjadi bentuk yang lebih sederhana seperti di bawah ini:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Tabel Fungsi-Fungsi φ, ψ, θ, dan ζ (Timoshenko dan Krieger, 1959: 472)
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Tabel Fungsi-Fungsi φ, ψ, θ, dan ζ (Sambungan) (Timoshenko dan Krieger, 1959: 473)
Nilai-nilai numerik untuk fungsi-fungsi φ(βx), ψ(βx), θ(βx), dan ζ(βx) diberikan dalam Tabel (1). Fungsi-fungsi φ(βx) dan ψ(βx) diperlihatkan dalam bentuk grafik dalam Gambar 2.4. dapat dilihat dari kurva dan dari Tabel 2.1 bahwa fungsi-fungsi yang mendefinisikan lenturan dari shell mendekati nol seiring dengan bertambah besarnya nilai βx.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4. Grafik fungsi φ(βx) dan ψ(βx) (Timoshenko dan Krieger, 1959: 470) Jika momen Mx dan lendutan w didapat dari persamaan (10), momen lentur Mφ diperoleh dari bagian pertama persamaan (f), dan nilai dari gaya Nφ dari persamaan (e). 2.2.4. Teori Tangki Silindris dengan Ketebalan Dinding Seragam Menurut Timoshenko dan Krieger dalam buku Theory of Plates and Shells (1959: 485 - 487), jika tangki mengalami tekanan cairan seperti yang terlihat pada Gambar 2.5, tegangan yang terjadi pada dinding tangki dapat dianalisa dengan menggunakan persamaan (4). Gaya yang terjadi pada tangki adalah:
dimana γ adalah berat per unit volume cairan, dan dengan mensubsitusikan gaya ini ke persamaan (4), maka diperoleh:
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5. Tangki Silindris dengan Ketebalan Seragam (Timoshenko dan Krieger, 1959: 475) Penyelesaian partikular dari persamaan (b) adalah:
Persamaan ini mewakili pelebaran radial dari cangkang silindris dengan ujung bebas dan dipengaruhi oleh tegangan hoop. Dengan mensubstitusikan persamaan (c) sebagai ganti f(x) pada persamaan (5) akan diperoleh penyelesaian lengkap dari persamaan (b):
Pada kebanyakan kasus yang praktis, ketebalan dinding tangki h adalah kecil dibandingkan dengan jari-jari tangki a dan kedalaman tangki d, maka dapat diasumsikan bahwa tangki mempunyai panjang yang tak berhingga. Maka konstanta C1 dan C2 sama dengan nol, dan diperoleh:
Universitas Sumatera Utara
Konstanta C3 dan C4 dapat diperoleh dari kondisi dasar tangki. Dengan mengasumsikan tepi bawah dari dinding tangki dibangun menjadi pondasi yang kaku sempurna, maka kondisi ujung-nya adalah sebagai berikut:
Dari persamaan-persamaan ini diperoleh:
Persamaan (d) kemudian menjadi:
dimana, dengan menggunakan notasi pada persamaan (9), diperoleh:
Dari persamaan ini, lendutan di titik manapun pada dinding tangki dapat dihitung. Maka, gaya Nφ pada arah melingkar adalah sebagai berikut:
Dari turunan kedua persamaan (e) diperoleh momen lentur:
Universitas Sumatera Utara
Dengan diperolehnya persamaan (f) dan (g), tegangan maksimum pada titik manapun dalam setiap kasus tertentu dapat dikalkulasi. Momen lentur mempunyai nilai terbesar pada dasar tangki, dimana nilai momen tersebut sama dengan:
Hasil yang sama dapat diperoleh dengan mengunakan solusi (7) dan (8). Dengan memisalkan tepi paling bawah dari cangkang adalah bebas, dari persamaan (i) dapat diperoleh:
Untuk mengeliminasi perpindahan dan rotasi ujung ini sehingga memnuhi kondisi ujung pada dasar tangki, suatu gaya lintang Q0 dan momen lentur M0 harus diterapkan seperti yang terlihat pada Gambar 2.5. besarnya setiap angka ini diperoleh dengan menyetarakan persamaan (7) dan (8) dengan persamaan (i) yang diambil dengan tanda yang terbalik. Hal ini memberikan persamaan:
Dari persamaan-persamaan ini, dapat diperoleh kembali persamaan (h) untuk M0 sedangkan untuk gaya lintang diperoleh:
Universitas Sumatera Utara
Catatan: tanda negatif pada persamaan gaya lintang ini mengindikasikan bahwa arah Q0 yang ditunjukkan pada Gambar 2.5 berlawanan dengan yang ditunjukkan pada Gambar 2.3 ketika diturunkan dari persamaan (7) dan (8). 2.2.5. Teori Tangki Baja Silindris Menurut Timoshenko dan Krieger dalam buku Theory of Plates and Shells (1959: 487), pada pembangunan tangki baja, lembaran baja dengan ketebalan yang berbeda-beda seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6 sering kali digunakan. Ketika menerapkan penyelesaian partikular (c) pada setiap bagian dengan ketebalan yang sama, ditemukan bahwa perbedaan ketebalan
menimbulkan
ketidaksinambungan
dalam
perpindahan
w1
sepanjang sambungan mn dan m1n1.
Gambar 2.6. Tangki baja dengan tebal lempeng berbeda-beda (Timoshenko dan Krieger, 1959: 487) Ketidaksinambungan ini, bersama dengan perpindahan pada dasar ab, dapat dihapuskan dengan mengaplikasikan momen dan gaya lintang. Misalkan bahwa dimensi vertikal dari setiap bagian cukup besar sehingga pemakaian formula-formula untuk shell besar tak berbatas dapat dibenarkan, maka dapat momen dan gaya geser tak berkesinambungan tersebut dapat dihitung seperti sebelumnya dengan menggunakan persamaan (7) dan (8) dan
Universitas Sumatera Utara
menerapkan pada setiap sambungan dua kondisi bahwa bagian shell yang berbatasan mempunyai lendutan dan garis singgung yang sama. Jika penggunaan persamaan (7) dan (8) yang diturunkan untuk tangki dengan panjang tak berbatas tersebut tidak dapat dibenarkan, maka penyelesaian umum dengan empat konstanta intergrasi harus diterapkan untuk setiap bagian tangki. Penetapan nilai konstanta dalam keadaan demikian menjadi jauh lebih rumit, dikarenakan fakta bahwa setiap sambungan tidak dapat diperlakukan
secara
independen
menyebabkan
harus
diperlukannya
penyelesaian dari sistem dengan persamaan yang menerus (simultaneous equations). Masalah ini dapat diselesaikan dengan menggunakan metode perkiraan (Metode ini diberikan oleh C. Runge, Z dalam Math. Physik, vol. 51 (1904: 254) dan diaplikasikan oleh K. Girkmann dalam suatu desain tangki las besar; lihat Stahlbau, vol. 4 (1931: 25).
2.3.
Teori Perhitungan Gaya dan Momen serta displacement akibat Beban pada Tangki Gaya-gaya dan momen yang terjadi akibat beban pada tangki dapat dihitung dengan dua cara, yaitu dengan cara analitis dan cara komputerisasi. Perhitungan gaya (gaya geser dan gaya normal) dan momen serta displacement dalam tangki secara analitis telah dijelaskan dalam subbab 2.2.3, 2.2.4, dan 2.2.5. Sedangkan perhitungan gaya dan momen serta displacement secara komputerisasi dapat dilakukan dengan menggunakan program komputer seperti SAP2000, ABAQUS, dan software komputer lainnya. Program-program komputer ini umumnya menggunakan metode element
Universitas Sumatera Utara
hingga (Finite Element Method) untuk menyelesaikan persoalan-persoalan struktur. Dalam perhitungan dengan menggunakan metode element hingga, struktur perlu dimodelkan terlebih dahulu. Sebagian besar permasalahan rekayasa dalam konstruksi bangunan gedung maupun jembatan dapat diselesaikan dengan pendekatan struktur rangka (model struktur berbentuk garis atau element satu dimensi). Selain pemodelan dalam bentuk element Frame, juga terdapat pemodelan dalam bentuk element-element lainnya, yaitu: 1) Element Shell, yaitu elemnt bidang untuk memodelkan struktur shell (cangkang), pelat, dan membran, sebagai model 2D atau 3D. 2) Element Plane, yaitu element bidang untuk memodelkan struktur padat (solid) denga perilaku plane-stress maupun plane-strain. 3) Element Asolid, yaitu element bidang untuk memodelkan struktur solid asymmetric dengan pembebanan axisymmetric pula. 4) Element Solid, untuk memodelkan struktur padat (solid) tiga dimensi. 5) Element Nllink, yaitu element khusus yang dapat digunakan untuk memodelkan bagian tertentu struktur yang bersifat non-linier seprti gap (celah), peredam, isolator, dan semacamnya. Element ini dapat digunakan jika diinginkan melakukan analisa struktur non-linier. Maka, seperti yang tertera dalam subbab 2.2.3, tangki dapat dimodelkan dalam bentuk element shell. (Dewobroto, 2007: 409) Catatan: element ≠( elemen) adalah formulasi matematik yang digunakan m.e.h sebagai representasi problem yang ditinjau dalam suatu diskritisasi.
Universitas Sumatera Utara
2.3.1. Element Shell (Cangkang) 2.3.1.1. Aplikasi Element Shell di Bidang Rekayasa Konstruksi Element Shell merupakan element m.e.h (metode element hingga) paling popular yang digunakan insinyur sipil untuk memodelkan struktur setelah element Frame. Umumnya digunakan untuk mengevaluasi (analisis) bagian-bagian struktur yang kurang baik jika dimodelkan dengan element Frame. Misalnya shear-wall atau struktur pelat/cangkang maupun bagianbagian detail struktur yang rumit. Pemakaian element ini dengan software yang modern bahkan dapat digunakan untuk melakukan simulasi perilaku bagian struktur yang hasilnya mendekati hasil penyelidikan dengan cara eksperimental di laboratorium. Penelitian Paul W. Richard dan Chia-Ming Uang (2005) terhadap kinerja link yang terdapat pada struktur rangka dengan bracing-eksentris dapat dijadikan contoh bagaimana element ini dipakai dalam bidang rekayasa konstruksi.
Gambar 2.7 Frame dengan Bracing-Eksentris (Richard-Uang, 2005 dalam Dewobroto, 2007: 413) Struktur rangka secara keseluruhan dianalisis dengan element Frame, dari gaya-gaya yang terjadi kemudian ditinjau detail link secara lokal
Universitas Sumatera Utara
(setempat) memakai m.e.h. Adapun model link yang dipakai adalah sebagai berikut:
Gambar 2.8 Model link untuk m.e.h (Richard-Uang, 2005 dalam Dewobroto, 2007: 413) Detail link selanjutnya diwujudkan sebagai model struktur 3D memakai element Shell untuk dianalisis dengan m.e.h (lihat Gambar 2.7). kerapatan mesh element seperti terlihat dalam gambar merupakan hasil akhir suatu proses konvergensi, yaitu proses trial-error sampai diperoleh suatu kerapatan tertentu sedemikian sehingga kalaupun lebih rapat lagi hasilnya tidak terlalu beda jauh (tercapai kondisi konvergensi).
Gambar 2.9 Model m.e.h dengan Element Shell (Richard-Uang, 2005 dalam Dewobroto, 2007: 414) Element Shell yang didukung kemampuan program yang dapat melakukan analisa non-linier yang dapat digunakan untuk memprediksi
Universitas Sumatera Utara
perilaku struktur sampai kondisi pasca runtuh dan hasilnya dapat bersaing dengan hasil eksperimen di laboratorium. Adanya kemampuan simulasi numerik yang mendekati hasil eksperimen tentu berguna sekali karena akan mengurangi biaya secara signifikan khususnya yang berkaitan dengan jumlah model struktur real yang akan diuji eksperimen. Bahkan untuk model yang terbukti sudah sering digunakan, tidak perlu diuji eksperimen lagi karena uji eksperimen umumnya hanya diperlukan sebagai verifikasi atau validasi hasil simulasi numerik saja. 2.3.1.2. Membran, Pelat dan Cangkang Seperti halnya element Frame, yang dapat digolongkan menjadi element-element lain yang lebih sederhana, yaitu element Truss, Grid, dan sebagainya berdasarkan gaya-gaya atau momen yang dapat diwakilinya, maka element Shell dapat diserhanakan menjadi element membran dan element pelat. Element membran hanya memperhitungkan gaya-gaya sebidang atau momen drilling (momen yang berputar pada sumbu yang tegak lurus bidangnya). Momen drilling akan diantisipasi oleh gaya-gaya kopel pada bidang element. Element pelat hanya memperhitungkan momen dan gaya transversal yang dihasilkan oleh gaya-gaya yang bekerja tegak lurus bidang element tersebut. Dan yang disebut element Shell adalah element yeng mempunyai kemampuan element membran dan pelat sekaligus.
Universitas Sumatera Utara
Jika dianalogikan dengan element satu dimensi, elemen membran yang menjadi fokus pembahasan ini adalah identik dengan element truss (gaya aksial saja), suatu element yang paling sederhana untuk kelompok element satu dimensi. Jadi, element membran adalah element paling sederhana untuk kelompok element dua dimensi. Ketebalan pada element membran tidak terlalu berpengaruh dibandingkan element pelat, yang perilakunya seperti balok sehingga dapat dianalogikan seperti pelat tipis dan pelat tebal karena adanya pengaruh deformasi geser. Akan tetapi, perlu diingat bahwa struktur yang dapat dimodelkan dengan element 2D jika ketebalannya relatif kecil dibanding dimensi bidang struktur secara keseluruhan, misal struktur dinding, balok tinggi, pelat baja. Jika rasio tebal dibanding luas n = bidang yang ditinjau hampir sama, perlu dipikirkan menggunakan element 3D seperti element Solid. 2.3.1.3. Parameter Model Element Shell Penyusunan element Shell ditentukan dari titik nodal yang dihubungkan. Jika dipakai empat nodal (j1, j2, j3, dan j4), jadilah element Quadrilateral (segiempat). Sedangkan jika tiga titik nodal (j1, j2, dan j3), maka jadilah element Triangular (segi-tiga). Adanya dua bentuk element tadi akan
memungkinkan
element-element
yang
digunakan
dalam
pembuatan model struktur 2D dapat saling kontinu (saling terhubung) pada nodal-nodalnya.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.10 Kemungkinan Bentuk Elemen Shell (Richard-Uang, 2005 dalam Dewobroto, 2007: 416) Sumbu 3 (lokal) selalu tegak lurus (normal) terhadap element Shell. Jika tidak nodal penghubung j1-j2-j3 dalam arah terbalik. Quadrilateral adalah berbentuk bujur sangkar. Meskipun bisa berbentuk sembarang segiempat, tetapi untuk menghindari error berlebih, maka perbandingan sisi panjang dibagi sisi pendek < 4 dan sudutnya antara 45˚ ~ 135˚, sedangkan sudut ideaalnya 90˚. Oleh karena kinerja element Shell dapat dipilih sebagai element pelat saja, atau sebagai element membran saja, atau keduanya (element Shell penuh), maka penempatan nodal pada element Quadrilateral perlu mendapat perhatian. Jika digunakan sebagai element Shell, maka penempatan ke-4 nodal pada element Quadrilateral tidak harus membentuk bidang datar. Sedangkan jika digunakan sebagai element membran yang berbentuk segiempat, maka ke-4 titik nodal penghubung harus ditempatkan dalam satu bidang datar. Dan element Triangular untuk tiap-tiap element pasti terletak pada satu bidang datar.
Universitas Sumatera Utara
Formulasi element Triangular cukup baik, tetapi dalam menampilkan gaya/tegangan internalnya relatif kurang akurat dibanding element Quadrilateral.
2.4. Desain Tangki berdasarkan Peraturan API Standar 650 Desain tangki berdasarkan peraturan API Standar 650 Edisi ke-10 Adendum 4 (2005) yang merupakan acuan dasar dalam penyusunan tugas akhir ini adalah sebagai berikut : 2.4.1. Sambungan (Joint) 2.4.1.1. Definisi a) Sambungan las tumpu-ganda (double-welded butt joint): suatu sambungan antara dua bagian berbatasan yang berada di bidang yang sama yang dilas di kedua sisi. b) Sambungan las tumpu-tunggal dengan penopang (single-welded butt joint with backing): suatu sambungan antara dua bagian berbatasan yang berada di bidang yang sama dan dilas hanya pada satu bagian saja dengan penggunaan tulangan ataupun bahan penopang lainnya. c) Sambungan las berimpit-ganda (double-welded lap joint): suatu sambungan antara dua bagian yang saling berimpit dengan tepi kedua bagian yang berimpit tersebut dilas dengan las fillet. d) Sambungan las berimpit-tunggal (single-welded lap joint): suatu sambungan antara dua bagian yang saling berimpit dengan tepi salah satu bagian yang berimpit dilas dengan las fillet.
Universitas Sumatera Utara
e) Las-tumpu (butt-weld): las yang digunakan pada lekukan antara dua bagian penumpu. Lekukan bisa berbentuk segiempat, bentuk-V (tunggal atau ganda), bentuk-U (tunggal atau ganda), ataupun siku-siku tunggal atau ganda. f) Las fillet: las dari potongan melintang berbentuk segitiga yang menghubungkan dua permukaan dengan sudut yang kira-kira sama, seperti pada sambungan berimpit, sambungan T ataupun sambungan T. g) Las fillet-penuh: las fillet yang ukurannya sama dengan ketebalan terkecil dari bagian yang disambung. h) Las lekat (tack weld): las yang digunakan untuk menahan bagian dari pengelasan dari garis arah yang sesuai sampai las terakhir selesai dilakukan. 2.4.1.2. Ukuran las a) Ukuran lekukan las harus berdasarkan penetrasi sambungan (yaitu kedalaman alur ditambah dengan akar penetrasi/root penetration). b) Ukuran dari las fillet harus berdasarkan pada panjang kaki dari segitiga sama kaki terbesar yang dapat dilihat dalam potongan melintang dari las fillet. 2.4.1.3. Batasan dalam sambungan a) Las lekat tidak boleh dianggap mempunyai kekuatan dalam struktur jadi. b) Ukuran minimum dari las fillet harus seperti dari yang tertera di bawah ini:
Universitas Sumatera Utara
Pada pelat dengan ketebalan 5 mm (3/16 inci), las harus berupa las filletpenuh, dan untuk pelat dengan ketebalan lebih 5 mm (3/16 inci), ketebalan las tidak boleh kurang dari 1/3 ketebalan pelat tertipis di sambungan dan tidak boleh kurang dari 5 mm (3/16 inci). c) Sambungan las berimpit-tunggal hanya diijinkan untuk pelat dasar dan pelat atap. d) Sambungan las-berimpit, seperti las lekat, harus berimpit sedikitnya lima kali ketebalan nominal dari pelat tertipis yang disambung, dengan sambungan berimpit las-ganda, himpitan tidak perlu melebihi 50 mm (2 inci), dan dengan sambungan las berimpit-tunggal, himpitan tidak perlu melebihi 25 mm (1 inci). 2.4.1.4. Sambungan yang Umum digunakan pada Tangki a) Sambungan tangki yang umum digunakan dapat dilihat pada Gambar 2.11, 2.12, 2.13A, 2.13B, dan 2.13C. Sambungan tumpu berbentuk V atau U asimetris bisa berada di luar atau di dalam badan tangki sesuai dengan keinginan pengusaha pabrik. Badan/cangkang tangki harus didesain sehingga seluruh rangkaian/bagian badan tangki (cangkang) benar-benar vertikal. b) Sambungan cangkang vertikal: 1. Harus berupa sambungan las tumpu dengan penetrasi dan penggabungan sempurna dengan las-ganda atau jenis bahan lainnya yang mempunyai kekuatan sama seperti las-ganda.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.11 – Sambungan Vertikal Badan Tangki (API Standard 650, 2005: 3-2) 2. Pada bagian cangkang yang berbatasan, sambungan vertikal tidak boleh lurus tetapi harus menyimpang satu sama lain dengan jarak minimum sebesar 5t, dimana t adalah ketebalan terbesar pelat pada titik penyimpangan. c) Sambungan horizontal cangkang: 1. Harus mempunyai penetrasi dan penggabungan sempurna, akan tetapi, sebagai alternatif, sudut puncak bisa dilekatkan pada cangkang dengan menggunakan sambungan las tumpu-ganda. 2. Pelat cangkang yang berbatasan pada sambungan horizontal harus mempunyai garis tengah (centerline) yang sama, kecuali ditentukan sebaliknya.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.12 – Sambungan Horizontal Badan Tangki (API Standard 650, 2005: 3-2) d) Pelat dasar: 1. Dengan las-berimpit Biasanya berbentuk persegi panjang. Bentuk tambahan lainnya adalah potongan segiempat sama sisi ataupun tepi berbentuk gilingan (mill edges). Mill edges yang akan dilas ini harus mempunyai permukaan yang licin dan rata seluruhnya, tidak terdapat unsur-unsur yang merusak, dan mempunyai bentuk yang dapat digapai oleh las fillet-penuh. Himpitan tiga pelat pada dasar tangki harus berjarak sedikitnya 300 mm (12 inci) satu sama lain, dari badan (cangkang) tangki, dari sambungan las-tumpu pelat lingkaran, dan dari sambungan antara pelat lingkaran dan dasar tangki. Himpitan antara dua pelat lapisan dasar di atas pelat lingkaran las-tumpu tidak termasuk las tiga pelat berimpit. Ketika
Universitas Sumatera Utara
pelat lingkaran digunakan, pelat lingkaran tersebut harus dilas dengan las tumpu dan mempunyai jari-jari minimum 600 mm (24 inci) antara bagian dalam tangki dan sambungan las tumpu lainnya yang berada di pelat dasar. Pelat dasar hanya perlu dilas di bagian atasnya
saja,
dengan
las
fillet-penuh
menerus
di
semua
sambungannya. Kecuali pelat lingkaran digunakan, pelat dasar di bawah cincin cangkang dasar harus memiliki ukuran yang pas pada sambungannya dan dilas berimpit untuk membentuk suatu hubungan yang halus untuk pelat badan tangki, seperti yang terlihat pada Gambar 2.3B.
Gambar 2.13A – Sambungan Atap dan Pelat Dasar (API Standard 650, 2005: 3-3) 2. Dengan las-tumpu Harus mempersiapkan tepi yang parallel untuk dilas tumpu dengan lekukan segiempat ataupun bentuk V. Las-tumpu harus dibuat dengan konfigurasi (susunan) sambungan las yang sesuai untuk
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan penetrasi las yang sempurna. Las-tumpu dasar yang diijinkan tanpa landasan penahan adalah sama seperti pada Gambar 2.11. Penggunaan landasan penahan dengan menggunakan las lekat setebal minimal 3 mm (1/8 inci) yang dilas ke bagian bawah pelat adalah diperbolehkan. Las-tumpu menggunakan landasan penahan diperlihatkan
pada
Gambar
2.13A.
Jika
lekuk
segiempat
dipergunakan, bukaan di dasar paling bawah tangki tidak boleh lebih dari 6 mm (1/4 inci). Pengatur jarak yang terbuat dari baja harus dipergunakan untuk mempertahankan bukaan di dasar tangki di antara pelat-pelat tepi yang berdekatan. Sambungan tiga-pelat di dasar tangki harus berjarak sedikitnya 300 mm (12 inci) satu sama lain dan dari badan tangki. e) Sambungan antara pelat-pelat dasar lingkaran harus dilas-tumpu sesuai dengan ketentuan sambungan dasar las-tumpu di atas dan harus mempunyai penetrasi dan penyatuan yang sempurna. Landasan penahan, jika digunakan, harus cocok untuk menyatukan pelat-pelat lingkaran. f) Las fillet cangkang ke dasar i. Untuk pelat dasar dan pelat lingkaran dengan ketebalan nominal 12,5 mm (1/2 inci), dan lebih kecil dari 12,5 mm, sambungan antara tepi dasar dari lapisan tangki yang paling bawah dan pelat dasar harus berupa las fillet menerus yang digunakan pada setiap sisi pelat badan tangki. Ukuran dari setiap las tidak boleh lebih dari 12,5 mm (1/2
Universitas Sumatera Utara
inci) dan kurang dari ketebalan paling kecil dari dua pelat yang dihubungkan atau lebih kecil dari ukuran di bawah ini: Ketebalan Nominal Pelat
Ukuran Minimum
Cangkang (Badan Tangki)
Las Fillet
(mm)
(mm)
5
5
>5 sampai 20
6
>20 sampai 32
8
>32 sampai 45
10
ii. Untuk pelat lingkaran dengan ketebalan nominal lebih besar dari 12,5 mm (1/2 inci), ukuran las tambahan harus diatur sehingga kaki dari las fillet ataupun kedalaman lekukan ditambah dengan kaki las fillet untuk las kombinasi sama dengan ketebalan pelat lingkaran (lihat Gambar 2.13C), tetapi tidak boleh melebihi ketebalan pelat badan tangki.
Gambar 2.13B – Metode Untuk Mempersiapkan Pelat Dasar LasBerimpit Di Bawah Badan Tangki (API Standard 650, 2005: 3-3)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.13C – Detail Las Lekukan-Fillet Ganda Untuk Pelat Dasar Lingkaran Dengan Ketebalan Nominal Lebih Besar 13 mm (1/2 inci) (API Standard 650, 2005: 3-4) iii. Pelat dasar atau pelat lingkaran harus memenuhi sedikitnya ketebalan 13 mm (1/2 inci) dari ujung las-fillet (toe) ke tepi luar pelat dasar atau pelat lingkaran. g) Untuk sambungan cincin pengaku penahan angin, las-tumpu dengan penetrasi penuh harus digunakan untuk menggabungkan bagian-bagian cincin. Las menerus harus digunakan untuk semua sambungan horizontal bagian atas dan untuk semua sambungan vertikal. Bagian bawah sambungan horizontal boleh dilas kunci (seal welded) jika diperlukan. Las pengunci bisa dianggap untuk meminimalkan kemungkinan terperangkapnya air, yang dapat menyebabkan korosi. h) Sambungan atap dan sudut puncak 1. Pelat atap setidaknya harus dilas pada bagian atasnya dengan menggunakan las fillet penuh menerus di semua lapisannya. Lastumpu juga diperbolehkan.
Universitas Sumatera Utara
2. Pelat atap harus dipasang di sudut puncak tangki dengan las fillet menerus pada sisi atasnya saja. 3. Bagian sudut puncak dari atap berpenopang tersendiri harus disambung dengan las-tumpu dengan penetrasi dan penggabungan sempurna. 4. Tepi atap berpenopang tersendiri berbentuk konus, kubah, ataupun payung, boleh diberi flens horizontal sehingga bisa menumpu rata pada sudut puncak untuk meningkatkan kualitas kondisi pengelasan. 5. Kecuali untuk tangki dengan puncak terbuka, untuk tangki berpenopang tersendiri, dan untuk tangki dengan tepi diflens dari atap ke badan tangki, badan (cangkang) tangki harus dilengkapi dengan sudut puncak dengan ukuran tidak kurang dari yang tertera pada paragraph berikutnya : i) Untuk tangki dengan diameter kurang dari atau sama dengan 11 m (35 ft) → 51 x 51 x 4,8 mm (2 x 2 x 3/16 in) ; ii) Untuk tangki dengan diameter lebih dari 11 m (35 ft) tetapi kurang dari atau sama dengan 18 m (60 ft)→ 51 x 51 x 6,4 mm (2 x 2 x ¼ in) ; dan iii) Untuk tangki dengan diameter lebih besar dari 18 m (60 ft)→ 76 x 76 x 9,5 mm (3 x 3 x 3/8 in). Sesuai dengan pilihan yang dikehendaki, kaki sudut puncak bagian luar dapat diperpanjang keluar atau ke dalam. 6. Untuk tangki dengan diameter kurang dari atau sama dengan 9 m (30 ft) dan atap konus yang berpenopang, tepi atas dari badan (cangkang)
Universitas Sumatera Utara
bisa diberi flens sebagai pengganti pemasangan sudut puncak. Jarijari lekuk dan lebar tepi flens harus sesuai dengan Gambar 2.13A. Konstruksi ini bisa digunakan untuk tangki apapun dengan atap berpenopang tersendiri jika total luas bagian melintang dari titik temu memenuhi luas yang diperlukan untuk konstruksi sudut puncak. Tidak ada bagian tambahan, seperti suatu sudut ataupun tulangan, yang harus ditambah pada detail atap yang diberi flens ke badan (cangkang). 2.4.2. Pertimbangan Desain 2.4.2.1. Beban-beban Beban-beban yang mungkin terjadi pada tangki adalah sebagai berikut : 1) Beban Mati (DL): berat sendiri tangki ataupun komponen-komponen tangki termasuk juga korosi yang diijinkan. 2) Cairan yang disimpan (F): beban yang terjadi ketika tangki diisi cairan dengan berat jenis yang telah direncanakan dan cairan tersebut diisi sampai batas ketinggian yang telah direncanakan. 3) Tes hidrostatik (Ht): beban yang terjadi ketika tangki diisi air sampai ke batas ketinggian yang direncanakan. 4) Beban hidup atap minimum (Lr): sebesar 1 kPa pada daerah proyeksi horizontal atap. 5) Salju (Beban akibat salju tidak akan diikutsertakan dalam tugas akhir ini sebab tidak pernah terjadi salju di Indonesia). 6) Angin (W): Kecepatan angin rencana (V) adalah sebesar 190 km/jam (120 mph) dengan tekanan angin rencana pada arah horizontal sumbu
Universitas Sumatera Utara
tangki sebesar 1,44 kPa dan pada arah vertikal sumbu tangki sebesar 0,86 kPa. 7) Tekanan dalam rencana (Pi): besarnya tidak boleh melebihi 18 kPa. 8) Tekanan Percobaan (Pt): a. Untuk tekanan desain dan tes maksimum Ketika tangki telah dibangun seluruhnya, tangki tersebut harus diisi dengan air sampai sudut tertinggi tangki atau sampai ketinggian air rencana, dan tekanan udara internal rencana harus diaplikasikan pada ruang tertutup diatas tinggi air dan dibiarkan selama 15 menit. Tekanan udara tersebut kemudian dikurangi menjadi sebesar satu setengah dari tekanan rencana, dan semua sambungan las diatas tinggi air harus diperiksa untuk mengecek adanya kebocoran. Lubang angin tangki harus diuji selama tes berlangsung atau setelah tes selesai dilaksanakan. b. Untuk tangki berpondasi dengan tekanan desain sampai 18 kPa Setelah tangki diisi dengan air, badan tangki dan pondasi harus diperiksa keketatan sambungannya. Tekanan udara sebesar 1,25 kali tekanan rencana harus diaplikasikan pada tangki yang dipenuhi air sampai pada ketinggian air rencana. Tekanan udara kemudian dikurangi menjadi sebesar tekanan rencana, dan tangki lalu diperiksa kembali keketatan sambungannya. Sebagai tambahan, semua sambungan di atas batas air harus diperiksa dengan menggunakan soap film dan material lain yang sesuai untuk mendeteksi kebocoran. Setelah pemeriksaan, air harus dikosongkan dari tangki (dan tangki
Universitas Sumatera Utara
sedang dalam tekanan atmosfir), pondasi harus diperiksa keketatan sambungannya. Tekanan udara desain kemudian harus diaplikasikan pada tangki untuk pemeriksaan akhir pondasi. 9) Tekanan luar rencana (Pe): tidak boleh lebih kecil dari 0,25 kPa dan melebihi dari 6,9 kPa. 10) Beban gempa (E): beban gempa ditentukan sesuai dengan subbab 2.4.8. 2.4.2.2. Faktor desain Faktor desain tergantung pada temperatur baja rencana (berdasarkan temperatur daerah sekitarnya), berat jenis rencana, tebal korosi yang diijinkan (jika ada), dan temperatur rencana maksimum. 2.4.2.3. Kapasitas tangki Kapasitas maksimum adalah volume produk dalam tangki ketika diisi sampai batas cairan rencana. Kapasitas kerja efektif adalah volume dari produk yang tersisa di bawah kondisi pelaksanaan normal. Kapasitas kerja efektif adalah kapasitas kerja maksimum dikurangi dengan volume operasi minimum yang tersisa di dalam tangki dikurangi dengan volume atau ketinggian kelebihan cairan yang diijinkan. 2.4.3. Pertimbangan Khusus 2.4.3.1. Pondasi Pemilihan daerah pembangunan tangki dan desain serta konstruksi pondasi tangki harus dipertimbangkan dengan hati-hati untuk memastikan tangki didukung dengan memadai.
Universitas Sumatera Utara
2.4.3.2. Tebal Korosi yang diijinkan Jika diperlukan, setelah mempertimbangkan semua efek dari cairan yang disimpan, hasil penguapan di atas cairan, dan keadaan atmosfir, dapat diperhitungkan korosi yang diijinkan untuk diperhitungkan pada setiap lapisan cangkang, untuk pelat dasar, untuk nozzle dan lubang orang (manholes), dan untuk bagian struktur. 2.4.3.3. Kondisi Layan Ketika kondisi layan diperkirakan meliputi terdapatnya hidrogen sulfida atau kondisi lain yang bisa menambah keretakan akibat dorongan hidrogen, terutama di dekat dasar cangkang (badan tangki) pada hubungan antara cangkang dengan pelat dasar, perlu dilakukan upaya pencegahan untuk memastikan material tangki dan detail konstruksi adalah memadai untuk menahan keretakan tersebut. Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan memperhatikan batas dari kandungan sulfur pada baja cangkang dan baja las dan juga prosedur kontrol kualitas yang cocok pada pembuatan (pabrikasi) pelat dan tangki. Kekerasan las, termasuk zona kena-panas (heat-affected), yang mengalami kondisi ini harus diperhatikan. Baja las dan zona yang berdekatan dengan zona kena-panas (heat-affected zone) sering mengandung zona kekerasan yang memiliki kelebihan Rockwell C 22 dan dapat diperkirakan akan menjadi lebih rentan untuk mengalami keretakan
daripada
baja
tanpa
las.
Kriteria
kekerasan
harus
dipertimbangkan dengan baik dan dengan berdasarkan pada evaluasi konsentrasi hidrogen sulfida yang mungkin terdapat dalam produk,
Universitas Sumatera Utara
kemungkinan dari kandungan air yang mungkin ada dalam permukaan baja, dan karakteristik kekuatan serta kekerasan dari baja dasar dan baja las. 2.4.3.4. Kekerasan Baja Kekerasan baja dapat dievaluasi dengan satu atau kedua metode di bawah ini : 1) Tes kualifikasi prosedur pengelasan dari semua pengelasan harus meliputi tes kekerasan dari baja las dan zona kena-panas (heat-affected zone) dari pelat tes. Metode pengetesan dan standar yang diijinkan dapat didiskusikan antara pembeli dan pembuat. 2) Semua las yang melalui proses otomatis harus diperiksa kekerasannya pada permukaannya. Kecuali disebutkan sebaliknya, satu tes harus dilakukan untuk setiap las vertikal, dan satu tes harus dilakukan untuk setiap 30 m (100 ft) dari las keliling. Metode pengetesan dan standar yang diterima dapat didiskusikan antara pembeli dan pembuat. 2.4.4. Pelat Dasar Semua pelat dasar harus mempunyai ketebalan nominal minimum 6 mm [49,8 kg/m2], hanya untuk korosi yang diijinkan untuk pelat dasar. Kecuali disebutkan sebaliknya, semua pelat pesegi dan pelat rencana (pelat dasar yang merupakan tempat tumpuan badan tangki dan mempunyai satu sisi berbentuk persegi) harus mempunyai lebar nominal minimum 1800 mm. Pelat dasar dengan ukuran yang pas harus dipersiapkan supaya, ketika disesuaikan, sedikitnya terdapat pelat berlebih di luar cangkang selebar 50 mm yang akan diproyeksikan ke luar badan tangki.
Universitas Sumatera Utara
2.4.5. Pelat Dasar Lingkaran Pelat dasar lingkaran harus mempunyai jari-jari minimum 600 mm antara bagian dalam cangkang dan sambungan las-berimpit yang ada pada sisi ruang yang ada pada dasar tangki. Proyeksi pelat dasar lingkaran ke luar cangkang harus memenuhi persyaratan yang terdapat pada subbab 2.4.4. Jarijari pelat dasar lingkaran yang lebih besar diperlukan dengan kalkulasi seperti di bawah ini:
dimana : tb = ketebalan pelat lingkaran, dalam mm H = ketinggian maksimum rencana cairan, dalam m G = berat jenis rencana cairan yang disimpan Ketebalan pelat dasar lingkaran tidak boleh kurang dari ketebalan yang tertera pada Tabel 2.2 ditambah dengan tebal korosi yang diijinkan. Tabel 2.2 – Tebal Pelat Dasar Lingkaran (API Standard 650, 2005 : 3-7) Ketebalan Nominal Pelat
Tegangan dari Tes Hidrostatik pada
dari Lapisan Pertama
Lapisan Pertama Cangkang Badan Tangki
Cangkang Badan Tangki
(MPa)
(mm)
≤ 190
≤ 210
≤ 230
≤ 250
t ≤ 19
6
6
7
9
19 < t ≤ 25
6
7
10
11
25 < t ≤ 32
6
9
12
14
32 < t ≤ 38
8
11
14
17
38 < t ≤ 45
9
13
16
19
Universitas Sumatera Utara
Cincin pelat dasar lingkaran harus mempunyai keliling luar berbentuk lingkaran, tetapi juga diperbolehkan mempunyai keliling berbentuk poligonal biasa di dalam tangki, dengan jumlah sisinya sama dengan jumlah pelat lingkaran. 2.4.6. Desain Cangkang Tangki (Badan Tangki) 2.4.6.1. Umum a) Tebal cangkang perlu harus lebih besar dari ketebalan cangkang rencana, termasuk juga tebal korosi yang diijinkan atau ketebalan cangkang yang diperoleh dari tes hidrostatik, tetapi ketebalan cangkang tidak boleh kurang dari yang tertera pada Tabel 2.3. b) Kecuali disebutkan sebaliknya, pelat cangkang harus mempunyai lebar nominal minimum 1800 mm (72 in). Pelat yang akan dilas tumpu harus mempunyai sisi-sisi persegi. Tabel 2.3. Ketebalan Minimum Pelat (API Standard 650, 2005 : 3-6) Diameter Nominal Tangki
Ketebalan Nominal Pelat
(m)
(mm)
< 15
5
15 sampai < 36
6
36 sampai 60
8
> 60
10
c) Tegangan yang dihitung untuk setiap lapisan cangkang tangki tidak boleh lebih besar dari tegangan yang diijinkan untuk material tertentu yang digunakan untuk lapisan-lapisan tangki. Tidak ada lempeng cangkang yang boleh lebih tipis daripada lempeng di atasnya.
Universitas Sumatera Utara
d) Cangkang tangki harus diperiksa kestabilannya untuk menahan tekuk akibat beban angin rencana. Jika diperlukan untuk memperkuat kestabilan tangki, cincin pengaku penahan angin pada tengah badan tangki, ketebalan pelat-cangkang yang diperbesar, atau keduanya harus digunakan. e) Beban radial tersendiri pada badan tangki, seperti yang disebabkan oleh beban yang besar oleh platform dan tempat jalan yang ditinggikan (elevated walkway), harus didistribusikan oleh bagian struktur kanal, tulangan pelat, atau bagian tambahan permanen lain. 2.4.6.2. Tegangan Ijin a) Tegangan desain ijin maksimum suatu produk , Sd, dapat dilihat pada Tabel 2.2. Ketebalan bersih pelat - ketebalan aktual tanpa korosi yang diijinkan – harus dimasukkan dalam perhitungan. Tegangan desain dasar, Sd, harus bernilai dua pertiga tegangan leleh atau dua perlima tegangan tarik, diambil nilai yang terkecil. b) Tegangan tes hidrostatik ijin maksimum, St, harus seperti yang diperlihatkan pada Tabel 2.3. Ketebalan kasar pelat, termasuk di dalamnya tebal korosi yang diijinkan, harus dipergunakan dalam perhitungan. Tegangan ini harus bernilai tiga perempat tegangan leleh atau tiga pertujuh tegangan tarik, diambil nilai yang terkecil. c) Tegangan desain struktural harus sesuai dengan tegangan kerja ijin yang akan dijelaskan pada subbab 2.4.8.3.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.4. Material Pelat yang diijinkan dan Tegangan Ijin (API Standard 650, 2005 : 3-9) Spesifikasi Pelat
Grade
Kuat Leleh Minimum, MPa (psi)
Kuat Tarik Minimum, MPa (psi)
Tegangan Desain Produk Sd, MPa (psi)
Tegangan Tes Hidrostatik, St, MPa (psi)
Tabel 2.4. Material Pelat yang diijinkan dan Tegangan Ijin (Sambungan) (API Standard 650, 2005 : 3-8) Spesifikasi Pelat
Grade
Kuat Leleh Minimum, MPa (psi)
Kuat Tarik Minimum, MPa (psi)
Tegangan Desain Produk Sd, MPa (psi)
Tegangan Tes Hidrostatik, St, MPa (psi)
Universitas Sumatera Utara
2.4.6.3. Perhitungan Ketebalan dengan Metode 1-Kaki (1-Foot Method) a) Metode 1-kaki memperhitungkan ketebalan yang diperlukan pada titik rencana 0,3 m (1 ft) di atas dasar dari setiap lapisan cangkang (badan tangki. Metode ini tidak boleh digunakan untuk tangki dengan diameter lebih besar dari 60 m (200 ft) dan ketebalan pelat minimum yang didapat dari formula di bawah harus lebih kecil dari 12,5 mm. b) Ketebalan minimum dari pelat cangkang harus lebih besar dari nilai yang diperoleh dengan menggunakan rumus yang diperoleh dengan rumus sebagai berikut :
dimana : td
= ketebalan cangkang rencana, dalam mm
tt
= ketebalan cangkang tes hidrostatis, dalam mm
t
= ketebalan cangkang minimum, dalam mm
D
= diameter nominal tangki, dalam m
H
= ketinggian cairan rencana, dalam m
G
= berat jenis rencana cairan = untuk menentukan besarnya t, besarnya G yang dipakai tidak boleh kurang dari 1.
CA = tebal korosi yang diizinkan, ditentukan oleh perencana Sd = tegangan izin untuk kondisi perencanaan, dalam MPa (dapat dilihat pada Tabel 2.4)
Universitas Sumatera Utara
St
= tegangan izin untuk kondisi tes hidrostatik, dalam MPa (dapat dilihat pada Tabel 2.4)
2.4.6.4. Perhitungan Ketebalan dengan Metode Variable-Design-Point a) Perencanaan dengan metode ini memberikan ketebalan cangkang pada titik desain yang menghasilkan tegangan yang dihitung mempunyai nilai yang relatif dekat dengan tegangan pada keliling cangkang aktual. b) Metode ini hanya boleh digunakan jika belum menggunakan metode 1Kaki dan memenuhi persyaratan di bawah ini :
dimana : L = (500 Dt)0,5, dalam mm D = diameter tangki, dalam m t = ketebalan lapisan dasar cangkang tidak termasuk korosi yang diijinkan, dalam mm H = ketinggian cairan rencana maksimum, dalam m c) Ketebalan pelat minimum untuk kedua kondisi perencanaan dan kondisi tes hidrosatatik harus ditentukan seperti yang telah tertulis. Perhitungan yang lengkap dan tersendiri harus dilakukan untuk semua lapisan pada kondisi perencanaan, tidak termasuk kondisi yang diijinkan, dan pada tes hidrostatik. Ketebalan cangkang yang diperlukan untuk setiap lapisan harus lebih besar dari ketebalan cangkang rencana ditambah tebal korosi yang diijinkan atau ketebalan cangkang hidrostatik tes, tetapi total ketebalan cangkang tidak boleh kurang dari yang tertera pada subbab 2.4.6.1. Ketika ketebalan yang lebih besar digunakan pada
Universitas Sumatera Utara
lapisan cangkang, ketebalan yang lebih besar tersebut bisa digunakan untuk perhitungan berikutnya mengenai ketebalan pelat pada lapisan di atasnya. d) Untuk menghitung ketebalan lapisan dasar, nilai awal tpd dan tpt untuk kondisi perencanaan dan tes hidrostatik harus diperhitungkan terlebih dahulu dengan rumus pada subbab 2.4.6.3. e) Ketebalan lapisan dasar t1d dan t1t untuk kondisi perencanaan dan tes hidrostatik harus diperhitungkan dengan rumus-rumus di bawah ini:
Catatan : Untuk kondisi perencanaan, t1d tidak harus lebih besar dari tpd.
Catatan : Untuk kondisi tes hidrostatik, t1t tidak harus lebih besar dari tpt. f) Untuk memperhitungkan ketebalan lapisan kedua untuk kedua kondisi perencanaan dan tes hidrostatik, nilai dari ratio di bawah ini harus dihitung untuk lapisan dasar:
dimana : h1 = ketinggian dari lapisan dasar cangkang, dalam mm r = jari-jari nominal tangki, dalam mm
Universitas Sumatera Utara
t1 = ketebalan lapisan dasar cangkang yang diperhitungkan dikurangi ketebalan tambahan dikarenakan korosi yang diijinkan, dalam mm, digunakan untuk menghitung t2 (perencanaan). Ketebalan hidrostatik lapisan cangkang dasar
yang
diperhitungkan
harus
digunakan
dalam
menghitung t2. Jika nilai ratio lebih kecil atau sama dengan 1,375 :
Jika nilai ratio lebih besar atau sama dengan 2,625 :
Jika nilai ratio lebih besar dari 1,375 tetapi kurang dari 2,625 :
dimana : t2 = ketebalan rencana minimum lapisan cangkang kedua, dalam mm t2a = ketebalan lapisan cangkang kedua, dalam mm, seperti yang telah dihitung untuk lapisan cangkang bagian atas, tidak termasuk
tebal
korosi
yang
diijinkan.
Dalam
memperhitungkan ketebalan lapisan cangkang kedua untuk kasus perencanaan dan kasus tes hidrostatik, nilai t2d dan t1 yang dapat dipakai harus dipergunakan. Rumus untuk t2 di atas adalah berdasarkan tegangan ijin yang sama dengan yang dipergunakan untuk perencanaan lapisan dasar dan kedua. Untuk tangki dengan ratio yang lebih besar atau sama dengan
Universitas Sumatera Utara
2,625, tegangan ijin untuk lapisan kedua mungkin lebih rendah dari tegangan ijin untuk lapisan dasar ketika metode-metode yang akan disebutkan di bawah ini dipergunakan. g) Untuk menghitung ketebalan lapisan atas untuk kedua kondisi yaitu kondisi perencanaan dan kondisi tes hidrostatik, suatu nilai awal tu untuk ketebalan lapisan atas harus dihitung dengan menggunakan rumus pada subbab 2.4.6.3, tidak termasuk tebal korosi yang diijinkan, dan kemudian jarak x dari variabel titik desain dari dasar lapisan harus dikalkulasi dengan menggunakan nilai terkecil dari nilai yang diperoleh rumusan-rumusan di bawah ini:
dimana : tu = ketebalan lapisan atas pada sambungan melingkar, tidak termasuk korosi yang diijinkan, dalam mm C = [K0,5 (K – 1)]/[(1+K1,5)] K = tL / tu tL = ketebalan lapisan bawah pada sambungan melingkar, tidak termasuk tebal korosi yang diijinkan, dalam mm H = ketinggian rencana cairan, dalam m h) Ketebalan minimum tx untuk cangkang lapisan bagian atas harus dikalkulasi untuk kedua kondisi, yaitu kondisi perencanaan (tdx) dan
Universitas Sumatera Utara
kondisi tes hidrolik (ttx) menggunakan nilai x minimum yang diperoleh dari rumusan-rumusan di atas :
i) Langkah-langkah yang telah dijabarkan pada (g) dan (h) harus terus diulangi dengan menggunakan nilai tx dan tu yang telah diperoleh sampai terdapat sedikit perbedaan antara nilai tx yang dihitung berturutturut (dua kali pengulangan langkang umumnya sudah cukup). Pengulangan langkah menghasilkan lokasi yang lebih tepat dari titik desain untuk lapisan yang sedang dalam pertimbangan dan, dikarenakan oleh hal ini, ketebalan cangkang yang lebih akurat. 2.4.6.5. Perhitungan Ketebalan dengan Analisa Elastik Untuk tangki dengan L/H lebih besar dari 1000/6 (2 dalam satuan US), pemilihan ketebalan pelat harus berdasarkan analisa elastik yang menunjukkan tegangan keliling cangkang yang dihitung lebih rendah dari tegangan ijin yang diberikan pada Tabel 2.3. Kondisi ujung untuk analisa ini harus menganggap momen plastis penuh yang diakibatkan lelehnya pelat di bawah cangkang dan tanpa pengembangan ke arah radial. 2.4.7. Cincin Pengaku sebagai Penahan Angin Bagian Atas dan Tengah 2.4.7.1. Umum Suatu tangki terbuka harus dilengkapi dengan cincin pengaku untuk mempertahankan bentuk lingkaran ketika tangki mengalami gaya angin. Cincin pengaku harus ditempatkan pada atau di dekat puncak dari lapisan
Universitas Sumatera Utara
puncak tangki, lebih disukai ditempatkan di luar cangkang tangki. Sudut puncak dan penahan angin harus memenuhi, baik dalam ukuran ataupun material, peraturan yang akan disebutkan di bawah. 2.4.7.2. Tipe Cincin Pengaku Cincin pengaku boleh dibuat dari bagian struktur, bagian-bagian pelat yang dibentuk, bagian-bagian yang disusun dengan cara pengelasan, ataupun kombinasi-kombinasi dari tipe-tipe tersebut yang digabung dengan cara pengelasan. Keliling luar dari cincin pengaku bisa berbentuk lingkaran ataupun poligonal.
Catatan : Section moduli yang diberikan pada Tabel 3. Untuk detail c dan d adalah berdasarkan bagian kaki yang lebih panjang yang ditempatkan secara horizontal (tegak lurus cangkang) ketika sudut dengan kaki yang tidak sama panjang digunakan. Gambar 2.14 – Tipe Cincin Pengaku pada Tangki (API Standard 650, 2005: 3-46)
Universitas Sumatera Utara
2.4.7.3. Pembatasan Cincin Pengaku 1) Ukuran minimum sudut untuk penggunaan tersendiri ataupun sebagai komponen pendamping dalam cincin pengaku adalah 64 x 64 x 6,4 mm (2½ x 2½ x ¼ in). Ketebalan nominal minimum pelat yang digunakan dalam cincin pengaku harus 6 mm (¼ in). 2) Ketika cincin pengaku ditempatkan lebih dari 0,6 m (2 ft) di bawah puncak tangki, tangki harus dilengkapi dengan sudut puncak lengkung (top curb angle) dengan ukuran 64 x 64 x 4,8 mm (2½ x 2½ x 3/16 in) untuk tangki dengan ketebalan 5 mm (3/16 in), sudut dengan ukuran 76 x 76 x 6,4 mm (3 x 3 x ¼ in) untuk tangki dengan ketebalan lebih dari 5 mm (3/16 in), atau dengan bagian struktur yang lain dengan section modulus yang sama. 3) Cincin yang mungkin dapat memerangkap cairan harus dilengkapi dengan lubang pengalir yang memadai. 2.4.7.4. Cincin Pengaku sebagai Tempat Berjalan Cincin pengaku ataupun bagian dari cincin tersebut yang digunakan sebagai tempat berjalan harus mempunyai lebar minimum 600 mm (24 in), tidak terhalangi oleh sudut lengkung proyeksi pada puncak cangkang tangki. Idealnya, cincin pengaku terletak pada jarak 1100 mm (42 in) di bawah sudut lengkung dan dilengkapi dengan pegangan samping. 2.4.7.5. Tumpuan Cincin Pengaku Tumpuan harus disediakan untuk cincin pengaku ketika ukuran kaki horizontal atau badan (web) cincin melebihi 16 kali ketebalan kaki atau web. Tumpuan harus ditempatkan pada jarak-jarak yang diperlukan untuk
Universitas Sumatera Utara
menahan beban mati dan juga beban hidup, tetapi jarak ini tidak boleh melebihi 24 kali lebar flens tekan luar. 2.4.7.6. Cincin Pengaku sebagai Penahan Angin Atas 1) Section modulus minimum perlu dari cincin pengaku harus ditentukan dari rumus di bawah :
dimana : Z = section modulus minimum perlu, dalam cm3 D = diameter nominal tangki, dalam m H2 = tinggi badan tangki, dalam m, termasuk freeboard (lambung bebas minimum) di atas ketinggian pengisian maksimum sebagai panduan untuk atap melayang (floating roof) V = kecepatan angin rencana (km/jam) 2) Section modulus cincin pengaku harus didasarkan pada sifat bagian struktur yang ada dan bisa meliputi sebagian cangkang tangki sampai pada jarak 16 ketebalan pelat di bawahnya. Ketika sudut melengkung dipasang pada tepi puncak cincin cangkang dengan las-tumpu, jarak ini harus dikurangi dengan lebar kaki vertikal sudut. (lihat Gambar 2.14 dan Tabel 2.5). 3) Ketika bukaan tangga dipasang melalui cincin pengaku, section modulus dari bagian cincin di bagian luar bukaan, termasuk juga bagian transisi, harus memenuhi persyaratan pada subbab 2.3.7.6(1). Cangkang yang berada berbatasan pada bukaan harus diperkaku dengan suatu sudut
Universitas Sumatera Utara
(angle) atau tulangan, dengan bagian yang lebar dipasang pada bidang horizontal. Sisi yang lain dari bukaan juga harus diperkaku dengan sudut (angle) atau tulangan, dengan bagian yang lebar dipasang pada bidang vertikal. Tabel 2.5 – Section Modulus (cm3) Cincin Pengaku pada Badan Tangki (API Standard 650, 2005: 3-47)
4) Bagian struktur pengaku harus diperpanjang melewati ujung bukaan dengan jarak lebih besar dari atau sama dengan kedalaman bagian cincin biasa. Bagian ujung cincin pengaku harus dipasang pada sisi bagian
Universitas Sumatera Utara
struktur pengaku, dan bagian ujung dan sisi cincin pengaku harus saling berhubungan supaya kekuatan maksimum cincin tercapai. 2.4.7.7. Cincin Pengaku sebagai Penahan Angin Bagian Tengah 1) Tinggi maksimum dari badan tangki (shell) yang tidak diperkaku harus dihitung seperti di bawah ini :
dimana : H1 = jarak vertikal, dalam m, antara penahan angin bagian tengah dan sudut puncak cangakang atau penahan angin atas untuk tangki terbuka t
= tebal yang dipesan, kecuali disebutkan sebaliknya, dari lapisan puncak cangkang, dalam mm
D = diameter nominal tangki, dalam m V = kecepatan angin rencana, dalam km/jam Catatan : Rumus ini dimaksudkan untuk tangki terbuka dan juga tangki tertutup dan didasarkan pada beberapa faktor sebagai tekanan akibat kecepatan angin, tekanan angin itu sendiri, dan sebagainya (untuk latar belakang dari faktor-faktor tersebut dapat dilihat pada ASCE 7 dan R.V. McGrath’s “Stabilitas API Standar 650 Cangkang Tangki”) 2) Setelah tinggi maksimum cangkang yang tidak diperkaku, H1, telah ditentukan,
tinggi
dari
cangkang
yang
ditransformasi
harus
diperhitungkan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
a. Dengan persamaan sebagai berikut, ubah lebar sebenarnya dari setiap lapisan (course) cangkang menjadi lebar yang di-transpose dari setiap lapisan (course) cangkang menghasilkan tebal cangkang puncak sebagai berikut :
dimana : Wtr = lebar yang telah di-transpose dari setiap lempeng badan tangki, dalam mm W
= lebar sebenarnya dari setiap lempeng badan tangki, dalam mm
tseragam = ketebalan yang telah direncanakan, kecuali disebutkan sebaliknya, dari lempeng puncak badan tangki, dalam mm taktual = ketebalan yang telah direncanakan, kecuali disebutkan sebaliknya, dari lempeng badan tangki untuk setiap lebar yang di-transpose yang akan diperhitungkan, dalam mm b. Tambahkan lebar yang di-transpose dari lapisan-lapisan (courses). Jumlah lebar yang di-transpose dari setiap lapisan (course) akan memberikan ketinggian cangkang yang ditransormasi. 3) Jika tinggi cangkang yang ditransformasi lebih besar dari tinggi maksimum H1, maka penahan angin bagian tengah diperlukan.
Universitas Sumatera Utara
4) Untuk keseimbangan yang sama antara bagian atas dan bagian bawah penahan angin tengah, penahan angin tersebut harus ditempatkan pada tinggi pertengahan dari cangkang yang ditransformasi. Lokasi penahan angin pada cangkang yang sebenarnya harus berada pada lapisan (course) yang sama dan posisi relatif yang sama seperti pada lokasi penahan angin dari cangkang yang ditransformasi, dengan menggunakan hubungan ketebalan di subbab 2.4.7.7(1). 5) Lokasi yang lain untuk penahan angin bagian tengah bisa digunakan selama tinggi cangkang yang tidak diperkaku tidak melebihi H1. 6) Jika setengah tinggi cangkang yang ditransformasi melebihi tinggi maksimum H1, penahan angin bagian tengah kedua harus digunakan untuk mengurangi tinggi cangkang yang tidak diperkaku menjadi tinggi yang lebih kecil dari maksimum. 7) Cincin pengaku sebagai penahan angin bagian tengah tidak boleh dipasang pada jarak kurang dari 150 mm dari sambungan horizontal cangkang. Ketika lokasi sambungan permulaan penahan angin ada di dalam jarak 150 mm dari sambungan horizontal, penahan angin lebih baik ditempatkan pada jarak 150 mm di bawah sambungan; bagaimanapun, tinggi maksimum cangkang tidak diperkaku tidak boleh dilampaui. 8) Section modulus minimum perlu dari cincin pengaku tersebut harus ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :
dimana :
Universitas Sumatera Utara
Z = section modulus minimum yang diperlukan, dalam cm2 D = diameter nominal tangki, dalam m H1 = jarak vertikal, dalam m, antara penahan angin bagian tengah dan sudut puncak cangkang atau cincin pengaku penahan angin atas pada tangki terbuka V = kecepatan angin rencana, dalam km/jam 9) Section modulus dari cincin pengaku sebagai penahan angin bagian tengah harus berdasarkan sifat dari bagian struktur yang terpasang dan mungkin meliputi bagian dari cangkang tangki untuk jarak ke atas dan ke bawah bagian pelengkap tangki, dalam mm, dari:
dimana : D = diameter nominal tangki , dalam m t = ketebalan cangkang pada lokasi terpasangnya penahan angin bagian tengah, dalam mm 2.4.8. Atap 2.4.8.1. Definisi 1) Atap konus berpenopang (supported cone roof) adalah suatu atap yang berbentuk menyerupai konus dan ditumpu pada bagian utamanya dengan rusuk di atas balok penopang ataupun kolom, atau oleh rusuk di atas rangka dengan atau tanpa kolom.
Universitas Sumatera Utara
2) Atap konus berpenopang tersendiri (self-supported cone roof) adalah atap yang berbentuk menyerupai konus dan hanya ditopang pada keliling konus. 3) Atap kubah berpenopang tersendiri (self-supported dome roof) adalah atap yang dibentuk menyerupai permukaan bulatan dan hanya ditopang pada keliling kubah. 4) Atap payung berpenopang tersendiri (self-supported umbrella roof) adalah atap kubah yang telah dimodifikasi yang dibentuk sedemikian sehingga bagian-bagian horizontalnya berbentuk poligon biasa dengan sisi sebanyak pelat-pelat atap dan akan ditopang hanya pada kelilingnya. 2.4.8.2. Umum 1) Semua atap dan struktur penopang harus didesain untuk dapat menahan kombinasi-kombinasi beban yang akan dijelaskan 2) Pelat-pelat atap harus mempunyai ketebalan nominal minimum 5 mm dengan lembaran 7 gauge. Korosi yang diijinkan untuk pelat-pelat pada atap berpenopang tersendiri harus ditambahkan pada ketebalan yang diperhitungkan, kecuali disebutkan sebaliknya. Tebal korosi yang diijinkan harus dimasukkan dalam perhitungan ketebalan nominal pelat atap. 3) Pelat-pelat atap dari atap konus berpenopang tidak boleh dipasang pada struktur tambahan, kecuali disebutkan sebaliknya. Pemasangan menerus atap konus pada struktur tambahan tangki bisa dianggap menguntungkan apabila coating bagian dalam tangki diperlukan, akan tetapi, atap tidak boleh dianggap rapuh.
Universitas Sumatera Utara
4) Semua bagian struktur internal dan eksternal harus mempunyai ketebalan nominal minimum 4,3 mm untuk komponen manapun. 5) Pelat-pelat atap harus dipasang pada sudut puncak tangki dengan las fillet menerus pada bagian atas saja. 6) Suatu atap dianggap rapuh jika sambungan atap-cangkang akan gagal terlebih dahulu dibandingkan sambungan cangkang-dasar pada saat tekanan dalam berlebih. Tangki dengan atap rapuh harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. diameter tangki harus 15,25 m atau lebih; b. kemiringan atap pada sudut puncak pemasangan tidak boleh melebihi 2:12; c. atap dipasang pada sudut puncak dengan las fillet tunggal menerus yang tidak melebihi 5 mm; d. bagian penopang atap tidak boleh dipasang pada pelat atap; e. cincin tekan atap-sudut puncak adalah terbatas pada Gambar 2.15; f. sudut puncak boleh lebih kecil dari yang diperlukan pada butir e di atas; g. semua bagian dalam daerah sambungan atap-cangkang, termasuk cincin penyekat dianggap termasuk dalam luas penampang (A) h. luas penampang (A) dari sambungan atap-cangkang tidak boleh melebihi batasan sebagai berikut :
Catatan: Syarat-syarat yang diperlukan untuk persamaan ini akan didefinisikan kemudian pada subbab 2.4.10
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.15 – Detail Cincin Tekan yang diijinkan (API Standard 650, 2005: F-3) 7) Untuk semua tipe atap, pelat-pelat atap boleh diperkuat dengan mengelas setiap bagian pertemuan antar pelat, tetapi tidak diperkuat dengan mengelas bagian atap dengan rusuk ataupun balok penopang. 2.4.8.3. Tegangan Ijin 2.4.8.3.1. Umum Semua bagian dari struktur atap harus proporsional sehingga jumlah dari tegangan statik dan dinamik maksimum tidak melebihi batasan yang tertulis dalam AISC Specification for Steel Buildings atau dengan
Universitas Sumatera Utara
perjanjian kerja sesuai dengan kode desain struktur yang ditetapkan pemerintah daerah tempat tangki dibangun. Bagian dari spesifikasi, “Tegangan Desain Ijin” harus digunakan untuk menetukan tegangan ijin satuan. 2.4.8.3.2. Ketebalan Minimum Ketebalan minimum bagian struktur apapun, termasuk tebal korosi yang diijinkan pada bagian yang tidak terlindung, tidak boleh kurang dari 6 mm untuk kolom, sengkang siku dan balok atau pengaku yang didesain untuk menahan gaya tekan aksial, atau ketebalan sebesar 4 mm untuk bagian struktur yang lain. 2.4.8.4. Atap Konus Berpenopang 1) Kemiringan atap harus sebesar 19 mm dari 300 mm atau lebih. Jika kasau dipasang tepat di atas pertemuan balok penopang sehingga menghasilkan kemiringan kasau yang berbeda-beda, maka kemiringan dari kasau paling rata harus memenuhi kemiringan yang telah ditetapkan. 2) Kasau harus diletakkan sedemikian rupa sehingga pada cincin terluar, pusat kasau-kasau tidak berjarak melebihi 0,6π m diukur sepanjang keliling tangki. Jarak pada cincin bagian dalam tidak boleh melebihi 1,7 m. Untuk tangki yang berada pada daerah rawan gempa, batang pengikat (tie rod) berukuran 19 mm (atau yang sebanding) harus dipasang diantara kasau pada cincin bagian luar. Batang pengikat ini bisa diabaikan jika profil I atau profil H digunakan sebagai kasau.
Universitas Sumatera Utara
3) Kolom atap harus terbuat dari bentuk struktural, atau pipa baja (jika terdapat permintaan khusus). 4) Penjepit kasau untuk baris paling luar dari barisan kasau harus dilas ke badan tangki. Penjepit dasar kolom harus dilas ke dasar tangki untuk mencegah pergerakan lateral dari dasar kolom. Semua perlengkapan struktur lainnya harus dibaut, dipaku, atau dilas. 2.4.8.5. Atap Konus Berpenopang-Tersendiri Catatan: Atap berpenopang-tersendiri adalah atap yang pelat-pelatnya diperkaku dengan dilas setiap bagiannya. Jenis atap ini tidak perlu memenuhi ketentuan tebal minimum, tetapi ketebalan pelat-pelat atap tidak boleh kurang dari 5 mm ketika direncanakan. a) Atap konus berpenopang-tersendiri harus memenuhi ketentuan di bawah ini: θ ≤ 37 derajat (kemiringan = 9:12) θ ≥ 9,5 derajat (kemiringan = 2:12)
Tebal maksimum = 12,5 mm, tidak termasuk tebal korosi yang diijinkan dimana: θ = sudut elemen konus terhadap sumbu horizontal (derajat) D = diameter nominal badan tangki (m) T = kombinasi beban paling besar antara (5a) dan (5b) pada subbab 2.4.11 (kPa)
Universitas Sumatera Utara
b) Luas yang berperan pada pertemuan antara atap-dan-badan tangki (shell) harus ditentukan dengan menggunakan Gambar 2.15 dan harus mempunyai nilai sama dengan atau melebihi:
dimana: θ = sudut elemen konus terhadap sumbu horizontal, (derajat) D = diameter nominal badan tangki (m) T = kombinasi beban paling besar antara (5a) dan (5b) pada subbab 2.4.11 (kPa) Luas yang didapat dari rumus ini didasarkan pada ketebalan nominal material dan tidak termasuk tebal korosi yang diijinkan. 2.4.8.6. Atap Kubah dan Atap Payung Berpenopang-Tersendiri Catatan: Atap berpenopang-tersendiri adalah atap yang pelat-pelatnya diperkaku dengan dilas setiap bagiannya. Jenis atap ini tidak perlu memenuhi ketentuan tebal minimum, tetapi ketebalan pelat-pelat atap tidak boleh kurang dari 5 mm ketika direncanakan. a) Atap kubah dan atap payung berpenopang-tersendiri harus memenuhi ketentuan di bawah ini: Jari-jari minimum = 0,8D (kecuali jika terdapat permintaan khusus) Jari-jari maksimum = 1,2D
Universitas Sumatera Utara
Tebal maksimum = 12,5 mm, tidak termasuk tebal korosi yang diijinkan dimana: D = diameter nominal badan tangki (m) rr = jari-jari atap (m) T = kombinasi beban paling besar antara (5)(a) dan (5)(b) pada subbab 2.4.11 b) Luas yang berperan (mm2) pada pertemuan antara atap-dan-badan tangki (shell) harus ditentukan dengan menggunakan Gambar 2.15 dan memiliki nilai yang sama atau lebih besar dari:
Luas yang didapat dari rumus ini didasarkan pada ketebalan nominal material dan tidak termasuk tebal korosi yang diijinkan. 2.4.9. Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Tangki 2.4.9.1. Lingkup Pembahasan Perencanaan ketahanan gempa untuk tangki ini mengambil peraturan API Standar 650 Edisi ke-10 Apendiks E sebagai acuan dasar. Tujuan utama dari perencanaan ketahanan gempa adalah supaya tidak terdapat korban jiwa dan tangki tidak mengalami kerusakan fatal pada saat gempa terjadi. Akan tetapi, hal ini tidak berarti bahwa tangki tidak akan mengalami kerusakan sama sekali. Desain tangki ini adalah berdasarkan metode ASD (Allowable Stress Design) dengan kombinasi beban tertentu. Kombinasi beban dari peraturan yang lain tidak disarankan, dan mungkin akan menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
perlunya modifikasi metode desain pada subbab ini supaya menghasilkan solusi yang praktis dan masuk akal. Metode pada subbab ini menggunakan analisis gaya lateral ekuivalen yang mengaplikasikan gaya statis lateral menjadi model matematik linear dari tangki didasarkan pada dinding kaku, model fixed based. Ketentuan pergerakan tanah pada desain ini diambil dari ASCE 7 yang acuannya adalah pergerakan gempa maksimum dan didefinisikan sebagai pergerakan yang dikarenakan kejadian dengan probabilitas terlampauinya gempa rencana adalah sebesar 2% dalam periode 50 tahun (interval terjadinya gempa yang melampaui gempa rencana adalah kirakira setiap 2.500 tahun). Prosedur desain pseudo-dynamic yang terdapat dalam peraturan API Standar 650 Edisi ke-10 Adendum 4 Apendiks E didasarkan pada metode analisis spektrum respons dan memisalkan dua mode respons tangki dan isinya – impulsive dan convective. Analisa dinamik tidak termasuk dan juga tidak diperlukan dalam ruang lingkup peraturan API. Prosedur perencanaan didasarkan pada spektrum respons dengan 5% redaman untuk mode impulsive dan spektrum dengan 0,5% redaman untuk mode convective. Tangki ditopang pada tanah dengan penyesuaian pada karakteristik tanah tempat tangki dibangun. 2.4.9.2. Kinerja Dasar Seismic Use Group (SUG) untuk tangki terbagi atas 3, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1) Seismic Use Group III Tangki SUG III adalah tangki yang diperlukan untuk fasilitas yang sangat membutuhkan pemulihan setelah gempa terjadi dan penting bagi kesehatan dan kehidupan masyarakat; atau tangki yang menampung zat yang berbahaya. 2) Seismic Use Group II Tangki SUG II adalah tangki yang menampung material yang dapat menimbulkan bahaya bagi keselamatan masyarakat dan memiliki kontrol cadangan yang kurang untuk menghindari sorotan publik, atau tangki untuk fasilitas umum. 3) Seismic Use Group I Tangki SUG I adalah tangki yang tidak termasuk dalam SUG III atau SUG II. Tangki yang memiliki banyak fungsi harus dimasukkan ke dalam klasifikasi tangki SUG tertinggi. 2.4.9.3. Pergerakan Tanah Percepatan
lateral
spektrum
yang
akan
digunakan
untuk
perencanaan bisa didasarkan pada parameter gempa yang dipetakan (zona atau kontur), prosedur spesifik-tanah tempat tangki didirikan, atau metode probabilitas. Metode-metode ini menggunakan metode ASCE 7 sebagai peraturan dasar. Untuk daerah di luar USA, yang peraturan dasarnya dalam menentukan pergerakan tanah rencana berbeda dengan metode ASCE 7, metode yang disebutkan di bawah bisa digunakan:
Universitas Sumatera Utara
1) Spektrum respons yang sesuai dengan peraturan dasar boleh digunakan asalkan peraturan tersebut berdasarkan, atau disesuaikan dengan, basis 5% dan 0,5% redaman. Nilai-nilai dari koefisien percepatan spektrum rencana, Ai dan Ac, yang meliputi efek dari pengerasan situs, faktor keutamaan, dan faktor modifikasi dapat ditentukan secara langsung. Ai harus berdasarkan pada periode impulsive tangki yang telah dihitung, atau periode tersebut dapat diasumsikan 0,2 detik. Ac harus didasarkan pada periode convective yang telah dihitung dengan menggunakan spektrum 0,5%. 2) Jika tidak ada bentuk spektrum respons yang ditentukan dan hanya percepatan puncak muka tanah, SP, yang disebutkan, maka substitusi di bawah ini dapat dipakai: SS = 2,5SP S1 = 1,25SP Catatan: Percepatan puncak muka tanah untuk daerah Indonesia dapat diambil dari Tabel 2.6 dimana A0 = SP. 2.4.9.4. Modifikasi untuk Kondisi Tanah Lokasi Tangki Percepatan respons spektrum gempa rencana maksimum untuk percepatan puncak muka tanah harus dimodifikasi dengan koefisien lokasi tangki (situs) yang sesuai, Fa dan Fv dari Tabel 2.7 dan Tabel 2.8. Jika sifat-sifat tanah tidak diketahui dengan baik, maka tanah tersebut dapat diklasifikasikan sebagai Kelas D, kecuali terdapat hal-hal tertentu yang menunjukkan bahwa tanah tersebut dapat diklasifikasikan dalam Kelas E atau F.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.6 – Percepatan Puncak Batuan Dasar dan Percepatan Puncak Muka Tanah untuk masing-masing Wilayah Gempa Indonesia (SNI-1726, 2002: 19 – 20)
Tanah Keras
Tanah Sedang
Tanah Lunak
1
Percepatan puncak batuan dasar (‘g’) 0,03
0,04
0,05
0,08
2
0,10
0,12
0,15
0,20
3
0,15
0,18
0,23
0,30
4
0,20
0,24
0,28
0,34
5
0,25
0,28
0,32
0,36
6
0,30
0,33
0,36
0,38
Wilayah Gempa
Percepatan puncak muka tanah A0 (‘g’) Tanah Khusus
Diperlukan evaluasi khusus di setiap lokasi
Tabel 2.7 – Nilai Fa sebagai Fungsi Kelas Tanah (API Standard 650, 2005: E-5) Percepatan Respons Spektrum Gempa Rencana Maksimum yang dipetakan pada Periode Singkat
Tabel 2.8 – Nilai Fv sebagai Fungsi Kelas Tanah (API Standard 650, 2005: E-5) Percepatan Respons Spektrum Gempa Rencana Maksimum yang dipetakan pada Periode 1-Detik
Universitas Sumatera Utara
Keterangan: a = investigasi geoteknik tanah lokasi tangki dan analisa respons dinamik pada tanah lokasi tangki diperlukan 2.4.9.5. Definisi Kelas Tanah Kelas tanah lokasi tangki dibangun dibagi atas: A Batuan keras dengan kecepatan rambat gelombang geser rata-rata,
B Batuan dengan 760 m/s <
≤ 1.500 m/s
C Tanah padat dan batuan halus dengan 360 m/s < D Tanah keras dengan 180 m/s ≤ E Profil tanah dengan
≤ 760 m/s
≤ 360 m/s
< 180 m/s atau dengan
< 15,
< 50 kPa,
atau profil tanah yang mengandung tanah lempung melebihi 3 m dengan PI > 20, w ≥ 40%, dan su < 25 kPa F Tanah yang memerlukan evaluasi lebih lanjut, yaitu: 1. Tanah yang memiliki potensial keruntuhan akibat gaya gempa, seperti tanah yang rawan terhadap likuifaksi, lempung yang sangat sensitif, tanah bersemen yang mudah runtuh. 2. Gambut (peats) dan/atau lempung dengan kandungan organik tinggi. 3. Lempung dengan indeks plastisitas tinggi. 4. Lempung sangat tebal dan cukup kaku. Parameter-parameter yang digunakan untuk menetukan kelas tanah adalah berdasarkan profil tanah pada kedalaman sampai 30 m.
Universitas Sumatera Utara
2.4.9.6. Koefisien Percepatan Spektrum Parameter percepatan spektrum untuk spektrum respons rencana diberikan oleh persamaan (11) dan persamaan (12). Untuk daerah diluar negara Amerika, yang peraturan dasar untuk menentukan pergerakan tanah berbeda dengan metode ASCE 7, TL harus diambil sebesar 4 detik. Untuk daerah yang hanya didefinisikan perecpatan puncaknya, nilai S0 dapat diganti dengan nilai SP. faktor pengukur (scaling factor), Q, diambil sebesar 1,0 untuk daerah yang peraturan dasarnya tidak sesuai dengan ASCE 7. Koefisien amplifikasi tanah, Fa dan Fv, terdapat pada Tabel 2.7 dan Tabel 2.8; nilai faktor keutamaan, I, terdapat dalam Tabel 2.9; dan faktor modifikasi respons ASD, Rwi dan Rwc, terdapat dalam Tabel 2.10. Nilai faktor-faktor tersebut dapat diambil sesuai dengan peraturan dasar negara masing-masing jika ada. Parameter percepatan spektrum impulsive, Ai:
Tetapi, Ai ≥ 0,007
( 12 )
dan, untuk perencanaan gempa Kategori E dan F saja,
Parameter percepatan spektrum convective, Ac: Ketika Tc < TL,
Universitas Sumatera Utara
Ketika Tc > TL,
Tabel 2.9 – Faktor Keutamaan (I) dan pengelompokan Seismic Use Group (API Standard 650, 2005: E-9)
Tabel 2.10 – Faktor Modifikasi Respons untuk Metode ASD (API Standard 650, 2005: E-9)
2.4.9.7. Beban Gempa Rencana Tangki dengan dasar rata di atas muka tanah dan untuk menampung cairan harus didesain untuk dapat menahan gaya gempa yang dikalkulasi dengan mempertimbangkan massa efektif dan tekanan dinamik cairan dalam menentukan gaya lateral ekuivalen dan distribusi gaya lateral. Beban (gaya) geser dasar lateral ekuivalen dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (16). Beban (gaya) geser dasar dapat didefinisikan sebagai akar pangkat dua dari penjumlahan antara komponen impulsive dan convective yang masing-masing telah dikuadratkan (square root of the sum of the squares –
Universitas Sumatera Utara
SRSS), kecuali peraturan yang berlaku mengharuskan penjumlahan secara langsung.
dimana: Vi = Ai (Ws + Wr + Wf + Wi) Vc = AcWc Vi = gaya
geser
dasar
rencana
disebabkan
oleh
komponen impulsive dari berat efektif tangki dan isinya, N Vc = gaya
geser
dasar
rencana
disebabkan
oleh
komponen convective dari berat pergolakan cairan (sloshing) efektif, N Ai = koefisien percepatan spektrum respons rencana impulsive, %g Ws = berat total tangki dan perlengkapannya, N Wr = berat
total
atap
tangki
permanen
beserta
perlengkapannya, baik permanen ataupun tidak permanen, N Wf = berat lantai tangki, N Wi = berat efektif impulsive cairan, N Ac = koefisien percepatan respons spektrum desain convective, % g Wc = berat efektif convective (sloshing) bagian cairan, N
Universitas Sumatera Utara
Berat Efektif Produk (Isi Tangki) Berat efektif Wi dan Wc dapat diperoleh dengan menambahkan berat total produk, Wp, dengan perbandingan Wi/Wp dan Wc/Wp, secara berurutan, persamaan (17) sampai (19). Jika D/H lebih besar dari atau sama dengan 1,333, berat impulsive efektif:
Jika D/H kurang dari 1,333, berat impulsive efektif:
Berat convective efektif didefinisikan sebagai berikut:
2.4.10. Desain Tangki dengan Tekanan Dalam (Tekanan Internal) Kecil 2.4.10.1. Ruang Lingkup Peraturan API Standard 650 Edisi ke-10 Addendum 4 Apendix F (2005: F-1 – F-5) adalah dasar dari desain tangki dengan tekanan dalam kecil dalam subbab ini. Subbab ini diaplikasikan untuk penyimpanan cairan yang tidak dibekukan dan untuk temperatur desain maksimum di bawah˚C93 (200˚F).
Universitas Sumatera Utara
2.4.10.2. Detail Atap Detail sambungan atap-ke-badan tangki (shell) harus sesuai dengan Gambar 2.15, dengan area yang ikut berperan dalam menahan gaya tekan diarsir dengan garis-garis miring. 2.4.10.3. Tekanan Rencana Maksimum Tekanan rencana, P, untuk tangki dapat dihitung menurut persamaan (20) dan dibatasi oleh Pmaks dalam persamaan (21) ataupun persamaan (22).
dimana: P = tekanan dalam rencana (kPa) A = area yang menahan gaya tekanan, seperti yang diilustrasikan dalam Gambar 2.15 θ = sudut antara atap dan bidang horizontal pada sambungan atap-ke-badan tangki (shell) tan θ = kemiringan atap, dituliskan dalam besaran desimal D = diameter tangki (m) th = tebal nominal atap (mm)
Tekanan rencana maksimum, dengan dibatasi gaya angkat pada dasar tangki, tidak boleh melebihi nilai yang diperoleh dari persamaan (21).
dimana:
Universitas Sumatera Utara
Pmaks = tekanan rencana maksimum (kPa) DLS
= berat total cangkang dan perlengkapannya (tetapi bukan pelat-pelat atap) yang didukung oeleh badan tangki (shell) dan atap (N)
M
= momen angin (N-m)
Bersamaan dengan menurunnya ukuran sudut dan kemiringan atap serta meningkatnya diameter tangki, tekanan rencana yang diperoleh dari persamaan (20) dan (21) mendekati tekanan di ambang keruntuhan (failure pressure) untuk sambungan atap-ke-badan tangki pada subbab 2.4.10.5. Dengan tujuan untuk menyediakan batasan aman antara tekanan operasional maksimum dengan tekanan di ambang keruntuhan yang telah diperhitungkan, maka pembatasan lebih lanjut, yaitu persamaan (22), disarankan.
2.4.10.4. Area Tekan Perlu pada Sambungan Atap-ke-Badan Tangki Dengan tekanan rencana maksimum yang telah didapat dari persamaan-persamaan (20) sampai (22), area tekan perlu total pada sambungan atap-ke-badan tangki adalah yang terbesar dari dua persamaan di bawah ini:
dimana:
Universitas Sumatera Utara
A = area tekan perlu total pada sambungan atap-ke-badan tangki (mm2) Pi = tekanan dalam rencana (kPa) V = kecepatan angin rencana (km/jam) Untuk atap yang berpenopang-tersendiri, besarnya area tekan tidak boleh kurang dari area (luas) yang didapat dari persamaan pada 2.4.8.5 atau 2.4.8.6. 2.4.10.5. Tekanan di Ambang Keruntuhan (Failure Pressure) Pada tangki yang sesuai dengan syarat yang ditunjukkan oleh 2.4.8.2 bagian 6.a. (yaitu memiliki diameter lebih dari 15,25 m), keruntuhan diperkirakan dapat terjadi ketika tegangan dalam area cincin tekan mencapai titik leleh. Atas dasar ini, formula untuk memperkirakan tekanan di ambang keruntuhan (tekanan pada saat keruntuhan cincin tekan bagian atas diperkirakan akan mengalami kerusakan) dapat dituliskan sebagai berikut:
dimana: Pf = tekanan di ambang keruntuhan (kPa) P = tekanan dalam rencana (kPa) (diambil dari persamaan (20)) th = tebal nominal atap (mm) Catatan: formula ini berdasarkan kegagalan (failure) yang terjadi pada tegangan
leleh
220
MPa.
Percobaan
dengan
kegagalan
aktual
mengindikasikan bahwa tekuk pada sambungan atap-ke-badan tangki
Universitas Sumatera Utara
dilokalisasikan dan mungkin bisa terjadi ketika titik leleh material dilampaui dalam area cincin tekan. 2.4.11. Kombinasi Beban Kombinasi beban yang mungkin terjadi pada tangki didasarkan peraturan API Standar 650 Edisi ke-10 Addendum 4 Apendiks R, yaitu: 1) Air dan Tekanan Dalam: DL + F + Pi 2) Tes Hidrostatik: DL + (Ht + Pt) 3) Angin dan Tekanan Dalam: DL + W + 0,4Pi 4) Angin dan Tekanan Luar: DL + W + 0,4Pe 5) Beban Gravitasi: a) DL + Lr + 0,4Pe b) DL + Pe + 0,4Lr 6) Gempa: DL + F + E + 0,4Pi Dimana: DL = Beban Mati meliputi berat sendiri tangki dan perlengkapannya F = Berat cairan yang bisa disimpan dalam tangki Pi = Tekanan dalam rencana Ht = Berat air dalam tes hidrostatik Pt = Tekanan Percobaan
Universitas Sumatera Utara
W = Tekanan Angin Pe = Tekanan Luar Rencana Lr = Beban Hidup Atap E = Beban Gempa Persyaratan-persyaratan untuk notasi yang terdapat dalam 6 kombinasi di atas tercantum dalam subbab 2.4.2.1.
Universitas Sumatera Utara