IATMI 2005-39 PROSIDING, Simposium Nasional Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) 2005 Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, 16-18 November 2005.
COST & FEE ”Model Alternatif Kontrak Kerja Sama Migas” Abdul Kadir; PT. Gada Energi Edwil Suzandi; PT. Semberani Persada Oil
ABSTRACT
Kerja Sama. Kontrak Kerja Sama dimaksud adalah Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi yang lebih menguntungkan Negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat. Ketentuan di atas memberikan peluang yang seluas-luasnya untuk memberlakukan model Kontrak Kerja Sama selain Kontrak Bagi Hasil, selama model kontrak tersebut lebih menguntungkan negara dan tidak keluar dari persyaratan-persyaratan pokok yang diatur dalam UU tersebut. Model perhitungan kontrak apapun, pada prinsipnya adalah mengatur pembagian produksi/revenue (cash inflow) tiap tahun untuk kontraktor. Sedangkan expenditure (cash outflow) yang dikeluarkan oleh kontraktor tiap tahun akan tetap sama besarnya, walaupun model kontrak yang digunakan berbeda. Prinsip ini dapat memberikan kemungkinan munculnya model kontrak baru yang lebih menguntungkan daripada Kontrak Bagi Hasil. Berangkat dari pemikiran inilah, model kontrak Cost & Fee dirumuskan sebagai model Kontrak Kerja Sama Alternatif. Karena dalam setiap kontrak selalu berpegang pada prinsip “win-win situation”, maka model kontrak alternatif akan dapat diterima oleh kontraktor apabila pihak kontraktor juga merasakan keuntungan lebih dari model alternatif tersebut. Jika tidak, kontraktor akan lebih suka untuk mempertahankan Kontrak Bagi Hasil.
UU Migas No. 22 Tahun 2001 menegaskan bahwa Kegiatan Usaha Hulu Migas dilaksanakan dan dikendalikan melalui Kontrak Kerja Sama. Kontrak Kerja Sama dimaksud adalah Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi yang lebih menguntungkan Negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat. Ketentuan di atas memberikan peluang untuk memberlakukan model Kontrak Kerja Sama selain Kontrak Bagi Hasil, selama model kontrak tersebut lebih menguntungkan negara dan tidak keluar dari persyaratan-persyaratan pokok yang diatur dalam UU tersebut.
”Cost & Fee” merupakan salah satu model
alternative kontrak kerja sama migas yang sudah diaplikasikan oleh pemerintah. Model kontrak ini merupakan modifikasi dari bentuk Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract). Dalam paper ini dijelaskan prinsip perhitungan kontrak Cost & Fee dan perbandingannya dengan Kontrak bagi hasil (KPS). Hasilnya terlihat bahwa model kontrak ini merupakan salah satu model kontrak kerja sama migas yang saling menguntungkan baik bagi kontraktor maupun bagi negara. A. Dasar Pemikiran UU Migas No. 22 Tahun 2001 pasal 6 ayat (1) menegaskan bahwa Kegiatan Usaha Hulu Migas (eksplorasi & eksploitasi) dilaksanakan dan dikendalikan melalui Kontrak
B. Prinsip dan Model Perhitungan 1. Persyaratan Utama Model kontrak Cost & Fee merupakan modifikasi dari bentuk Kontrak Bagi Hasil 1
(Production Sharing Contract). Model ini tetap mengacu kepada persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam Kontrak Kerja Sama sebagaimana disebutkan dalam UU Migas No. 22/2001, yaitu: a. Kepemilikan sumber daya alam tetap di tangan Pemerintah sampai pada titik penyerahan; b. Pengendalian manajemen operasi berada pada Badan Pelaksana; c. Modal dan risiko seluruhnya ditanggung Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap. d. Satu badan hukum hanya dibolehkan mengelola satu wilayah kerja. e. Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap wajib menyerahkan paling banyak 25% (dua puluh lima persen) bagiannya dari hasil produksi Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. f. Masa kontrak paling lama 30 tahun (masa eksplorasi 6 tahun dan perpanjangan paling lama 4 tahun, masa produksi 20 tahun atau lebih) dan perpanjangan paling lama 20 tahun. g. Jika pengembangan lapangan yang pertama telah disetujui, tetapi kontraktor tidak melaksanakan kegiatannya (eksploitasi) dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak berakhirnya jangka waktu Eksplorasi wajib mengembalikan seluruh Wilayah Kerjanya kepada Menteri. h. Kontraktor berkewajiban membayar pajak-pajak lain, selain dari pajak
perusahaan serta pajak deviden dan royalty. Paja-pajak tersebut diantaranya
PPN, PBB, PDRD (Pajak Daerah & Retribusi Daerah), bea masuk, cukai, dan impor.
2. Prinsip Perhitungan Beberapa prinsip perhitungan yang diberlakukan dalam model usulan Kontrak Cost & Fee adalah sebagai berikut: 1. Biaya yang dikeluarkan oleh kontraktor akan dikembalikan dari produksi (berlaku cost recovery). Jika belum terbayar semua, sisanya akan dikembalikan pada tahun berikutnya sebagai “Outstanding Cost”. Dalam PSC dikenal “Unrecovered Cost”. 2. Kontraktor mendapatkan kompensasi berupa Fee dari setiap Recoverable Cost yang dikeluarkannya, bukan berupa Bagi Hasil dari setiap Revenue setelah dikurangi Recoverable Cost. 3. Besarnya pendapatan kontraktor dan Pemerintah ditentukan oleh Cost Recovery Ceiling dan Contractor Fee after Tax yang bersifat “negotiable”. Cost Recovery Ceiling dan Contractor Fee bisa bernilai flat (US$/bbl) atau float (%). 4. DMO dihitung dari fee yang diterima kontraktor, bukan dari bagian revenue kontraktor. 5. Total Recovery dan Contractor Fee yang diterima kontraktor maksimal sebesar Revenue. Diagram alir perhitungannya ditunjukkan pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Model Cost & Fee
C. Perbandingan Cost & Fee dan PSC
No. Komponen 1.
2.
PSC
Perbedaan antara model kontrak Cost & Fee dan PSC dapat dilihat secara jelas pada deskripsi berikut:
Cost & Fee
Sistem
Dihitung
dari Dihitung dari recoverable cost
pembagian
Produksi/Revenue
hasil
setelah dikurangi
produksi
recoverable cost
Cost
Unrecovered Cost
Outstanding Cost
recovery yang belum terbayarkan 3. 4.
Batasan
FTP & Contractor Cost Recovery Ceiling & Contractor Fee
pembagian
Share
DMO
PSC : Cost & Fee :
⎡⎛ ⎤ share ⎞ DDMOtp = MIN ⎢⎜ DMOi x R x ⎟, CS ⎥ x 1 − DMO fee 1 − tax ⎠ ⎣⎝ ⎦
[
]
DDMOtp = DMOi x Contractor Fee x (1 − DMO fee )
Perbedaan dasar perhitungan model kontrak Cost & Fee di atas dapat memberikan keuntungan yang lebih besar dibandingkan model PSC. Contoh kasusnya dapat dilihat pada tabel 3.1 dan 3.2. Pada kasus-1 dengan menggunakan model Cost & Fee diperoleh NPV, IRR, POT, dan NPV Indonesia masing-masing MUS$2.495, 14,7%, 3,60 tahun, dan MUS$45.522. Sedangkan jika menggunakan model PSC diperoleh NPV, IRR, POT, dan NPV Indonesia masingmasing MUS$2.693, 14,57%, 3,65 tahun, dan MUS$45.324. Dengan kata lain Pemerintah Indonesia menerima tambahan NPV sebesar MUS$198 dari kontraktor, sementara kontraktor menerima peningkatan IRR sebesar 0,13%. Pada kasus-2 dengan menggunakan model Cost & Fee diperoleh NPV, IRR, POT, dan NPV Indonesia masing-masing MUS$3.199, 16,19%, 2,98 tahun, dan MUS$44.818. Sedangkan jika menggunakan model PSC diperoleh NPV, IRR, POT, dan NPV Indonesia masing-masing MUS$3.230, 15,35%, 3,46 tahun, dan MUS$44.787. Dengan kata lain Pemerintah Indonesia menerima tambahan NPV sebesar MUS$31 dari kontraktor, sementara kontraktor menerima peningkatan IRR sebesar 0,84%. IRR inkremental yang dihasilkan dari kasus-1 dan kasus-2 masing-masing sebesar 13,4% dan 10,3%. Dengan menggunakan model Cost & Fee, total investasi minimal yang diperlukan lebih kecil dibandingkan model PSC. Untuk kasus di atas menunjukkan bahwa bagi kontraktor yang mematok MARR di atas 13%, model Cost & Fee akan menjadi alternatif model kontrak yang lebih menarik dibandingkan PSC. Sedangkan bagi Pemerintah, model Cost & Fee jelasjelas lebih menguntungkan daripada PSC
karena memberikan nilai Indonesia Take yang lebih besar. Meskipun pada prinsipnya model kontrak Cost & Fee ini lebih menguntungkan daripada PSC bagi Pemerintah Indonesia karena memberikan Indonesia Take yang lebih tinggi, namun dari sisi penerimaan pajak dan DMO akan lebih kecil. Dengan kecilnya penerimaan pajak, berarti penerimaan bukan pajak akan lebih besar. Hal tersebut secara tidak langsung akan dapat meningkatkan bagian pendapatan daerah. D. Kesimpulan 1) Berdasarkan hasil perhitungan diatas dan setelah dilakukan perbandingan dengan model kontrak PSC terlihat bahwa model kontrak ”Cost & Fee” merupakan suatu model alternatif kontrak kerja sama migas yang saling menguntungkan baik bagi negara maupun bagi kontraktor. 2) Pada model kontrak Cost & Fee ini investasi minimum yang dibutuhkan lebih kecil dibanding model kontrak PSC. DAFTAR PUSTAKA 1. Barmi, Okti. ”Oil & Gas Production Sharing Contract”, IATMI, Jakarta, 1996. 2. Johnston, Daniel. ”Petroleum Fiscal Systems and Production Sharing Contract”, PennWell Publishing Company, Tulsa, Oklahoma, 1994. 3. Partowidagdo, Widjayono, “Diktat Kuliah: Pengelolaan Lapangan Lanjut”, Program Pasca Sarjana Teknik Perminyakan, ITB, Bandung, 2000.
LAMPIRAN Model Perhitungan Cost & Fee ¾ ¾ ¾ ¾ ¾
Model perhitungan kontrak Cost & Fee adalah sebagai berikut : Produksi, Q Revenue, R Revenue, R = Q x P Investasi (C, NC) dan OC Depresiasi, D Investment Credit, IC
ICtp1 = TIC x
tp1
∑ CAPITAL
t < tp1
ICtp = TIC x CAPITALtp ¾
Outstanding Cost, Outcost
Out cos ttp1 =
t < tp1
∑ (NC + OC + INT ) t
Out cos ttp = (IC + CR − REC )tp −1 ¾
Cost Recovery, CR
¾
CR = 0 Recovery, REC
¾
CR = NC + D + OC + UR + INT
; R>0 ; R=0
REC = MIN [(CR ceiling ) x R , IC + CR ] REC = MIN [(CR ceiling ) x Q , IC + CR ]
; CR ceiling = float (%) ; CR ceiling = flat ($/bbl)
Contractor Fee
⎞ ⎛ fee Contractor Fee = MIN ⎜ xREC , R − REC ⎟ ⎠ ⎝ 1 − tax REC ⎛ fee ⎞ Contractor Fee = MIN ⎜ , R − REC ⎟ x ⎝ 1 − tax Pr ice ⎠ ¾
Indonesia Share, IS
¾
Differential price Domestic Market Obligation, DDMO
; fee = float (%) ; fee = flat ($/bbl)
IS = R − REC − Contractor Fee
DDMOtp ≤5 = 0
DDMOtp = DMOi x Contractor Fee x (1 − DMO fee ) ¾
Taxable Income, TI
¾
Net Contractor Fee
¾
Total Contractor Fee
¾
Expenditure, EXP
¾
Cash Flow, CF
TI = IC + Contractor Fee − DDMO − INT NCFee = TI x (1 − tax )
Total Contractor Fee = Net Contractor Fee + REC − IC EXP = C + NC + OC + (ROP + INT ) + Non Re cCost
CF = Total Contractor Fee − EXP + L ¾ ¾
Cumulative Cash Flow, CCF Tax Contractor, Tax
¾
Indonesia Take, IT
Tax = TI − Net Contractor Fee IT = R − Total Contractor Fee