COPING IBU TERHADAP
KEMATIJ~N
ANAK
Diajukan kepada Fakultas Psikologi sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Disusun Oleh :
Elisa Maynasari
103070028989
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H / 2008 M /'
-~,~'''•«,,
/ //}J}; ,,,,,
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul COPING IBU TERHADAP KEMATIAN ANAK telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 27 Maret 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.
Jakarta, 27 Maret 2008
Sidang Munaqasyah
Sekretaris
M£• angkap Aggota,
ah M. Si
Anggota: Penguji II
Ne"0.;11~ti,
NIP: 1502387'73 Pembimbing I
Pembimbing II
Nenenq Tati Sumi ti, M.Si. Psi NIP: 150238773
Yufi Adriani,Jtl.Si. Psi NIP:
M.SL Psi
Motto
Menjadi pribadi berbudi, berpotensi, dan selalu di nanti
~uku
adalah sebaik-baik teman,
1aka bergadanglah dengan buku, ~manilah
ilmu, dan pergaulilah pengetahuan. (DR. 'Awadh Bin Muhamrr1ad AL-Qarni)
'l(u persem6ahkgn teruntuk_;, I6u e1,
se{alu menyanyangi dan setia mendampingik,u.
Jfanya untaian kgta terimaftasih yang dapat ftu ucap, semoga fi.!!Ca.ftaftu dapat mem6aCa.s jasa dan menjacfi fi.!!6an,ggaan kg,Eian.
ABSTRAK
(A). (8). (C). (D). (E). (F).
Fakultas Psikologi Februari 2008 Elisa Maynasari Coping lbu Terhadap Kematian Anak CIX 94 Hal + 4 Lampiran Allah SWT telah menciptakan manusia berpasang-pasangan untuk dapat mengisi kekurangan masing-masing dengan cara yang halal, yaitu menikah dengan tujuan memperoleh keturunan sebagai pelengkap hidup, sebagai generasi penerus dalam keluarga, dan sebagai penawar konflik yang terjadi dalam rumah tangga. Akan tetapi, kebahagiaan itu seolah terhenti ketika orang tua harus di hadapkan pada keadaan sakit yang menyebabkan kematian anak mereka. Kematian oleh para ulama didefinisikan sebagai "ketiadaan hidup" atau "antonym dari hidup". Kehilangan salah satu anggota keluarga yang berusia muda (anak) umumnya menjadi peristiwa traumatis bagi orang tua dalam hal ini khususnya ibu. Hal inilah yang menirnbulkan reaksi emosional yang kuat (grief) pada orang yang ditinggalkan. Akan tetapi, anggota keluarga harus dapat mengatasi keadaan tersebut dengan baik, karena jika tidak, dapat menimbulkan patological grief atau gejala gangguan kejiwaan. Oleh karena itu, diperlukan sejurnlah usaha yang harus dilakukan untuk menanggulangi, menangani, mengatasi, atau berusaha dengan cara yang sebaik-baiknya menurut l<emampuan individu, meskipun merasa dirinya tertekan dan tidal< nyaman, maka secara otomatis ia akan melakukan suatu tindakan untuk menghadapinya. Hal ini sering dinamakan dengan coping, yang memiliki dua jenis srtategi yaitu pertama problem-focused coping, yang terdiri dari active coping, planning, seeking social support for Instrument reasoan, suppression of competing activities dan restraint coping. Sedangkan yang kedua yaitu emotional-focused coping terdiri dari seeking social support for emotional reason, positive reinterpretation and growth, denial dan acceptance. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana coping ibu terhadap kematian anaknya. Dengan metode kualitatif diharapkan bisa mendapatkan hasil penelitian yang mehdrullm·deogan teknik observasi dan wawancara. Sample yang diguna~an ;>~~<;inX~k.tiga orang dengan jenis kelamin perempuan. / .• . · ·• ' · .·. ·
Hasil penelitian yang diperoleh dari ketiga subyek menunjukan bahwa kernatian anak adalah suatu peristriwa nyata yang sulit di terirna. Sehingga dapat dilihat adanya reaksi psikologis yang rnuncul seperti; rnenyangkal, rnarah, teriak, pingsan dan sebagainya. Reaksi psikologis tersebut rnuncul karena adanya faktor yang rnernperkuat diantaranya; keadaan ekonorni yang kurang rnendukung, kematian anak karena sakit yang relative singkat, dan sebagainya. Sehingga para subyek rnernilih rnenggunakan strategi coping Problem Focused Coping dengan jenis Seeking Social Support for lnstrumenral Reason, dan strategi Emotion Focused Coping dengan jenis Denial, Possitive Reint1:irpretation and Growth, Acceptance, dan Turning to Religion. Kesirnpulan hasil penelitian menunjukan bahwa adanya perbedaan reaksi psikologis yang dimunculkan, sehingga strategi coping yang dilakukan juga terdapat sedikit perbedaan. ·Dari penelitian yang · diperoleh, di harapkan dapat di jadikan referensi apabila terdapat kasus atau masalah yang sama. (G). Daftar bacaan: 22 buku, 4 penelitian/skripsi, 2 website~
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur tiada henti terucap kehadirat Allah SWf k:arena dengan Rahmat dan hidayah yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Selawat beserta salam kehadirat suri tauladan ummat sedunia, Nabi Muhammad SAW, karena dengan segenap perjuangannya penulis dapat menikmati nikmat keberagarnan dunia.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi persyarata11 Akademik fakultas Psikologi Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, untuk memperoleh gelar sarjana psikologi. Penulis menyadari dalam penulisan skripsi yang berjudul "Coping lbu Terhadap Kematian
Ana~:"
tidak luput dari
bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis rnengucapkan terimakasih dan penghargaan yang tulus pada seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada : 1. lbu Ora. Netty Hartaty, M.si selaku Oekan Fakultas Psikologi dan lbu Ora. Zahrotun Nihayah M. Si selaku Pembantu Oekan beserta jajarannya. 2. lbu Neneng Tati Sumiati, M.si. Psi dan lbu Yufi Adriani, M.si. Psi yang telah memberikan bimbingan kepada penulis dalam melaksanakan penelitian dan penyusunan skripsi ini. 3. Kedua Orang tuaku lbu Aisyah dan Bapak Epin S atas cinta & kasih sayang, untaian doa yang sungguh menjadi penyejuk hati, cucuran air mata dan keringat yang telah diteteskan. Hanya karya sederhana ini yang dapat puterimu berikan. Semoga dapat menjadi keberkahan puterimu kelak menuju jalan kesuksesan, amin. 4. Keluarga besarku di Bekasi, Mba Ecih & A' Agus, Mba Erni & A' Herl, Mba Erna & A' Abeng, A' Endang & Teh Liza, Mba Ani & A' Lall, Mba Elly & A'
Lili, Mba Evi & Mas Zai, atas kasih sayang, dukungan moral maupun material yang telah di berikan, semoga Allah membalas dengan ridho dan keberkahan yang berlipat untuk keluarga mba & AA'. Keponakankeponakan tereinta, cepat besar ya sayang! semoga Allah menjadikan kalian anak-anak yang berguna bagi orang tua, agama, nusa dan bangsa. Saudaraku Ce' Konar, atas kesediaannya merawat penulis sewaktu di Rumah Sakit, Een atas kesediaannya membantu meng13tik skripsi. I Love You All. 5. Seluruh Dosen dan Akademik Fakultas Psikologi, atas semua llmu & pelayanan administratif yang diberikan kepada penulis selama penyelesaian kuliah di Fakultas Psikologi. 6. Pelayanan perpustakaan Fakultas Psikologi, perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan perpustakaan-perpustakaan umum lainnya yang membatu dalam proses penulisan skripsi. 7. "AA" (Saeful Anwar) Keikhlasan, Pengertian, Kesabaran, dan Pengorbananmu akan terukir abadi dalam sanubariku. semoga Allah meridhoi kebersamaan kita, menuju perjalanan akhir yang pasti. Dan juga keluarga keduaku: lbu Salbiah & Lina, sungguh keikhlas;an doa dan dukungan kalian menjadi penyemangat penulis. Semoga Allah memberi kemudahan untuk kita. 8. Teman-teman kelas A, Yeyen, Maya, Tika, lta, Leni, Dian, Vivi, Fuji, Ridha, Kiki, lkhca, Kang Ramdan, Yusuf, dan semua teman-teman angkatan 2003, yang selalu berbagi pengalaman dan saling memberi dukungan kepada penulis. semoga perjalanan kita dilnudahkan-Nya. 9. Teman-temanku di Alisan, Teh Nita, K' Teti, K' Cece, K' Tini, K' Vicka, Yulisa, Neng Afiah, Faiz atas persaudaraan yang diberilean. 10. Sahabat tersayang, Siti Nurjanah, Neneng Hasanah & F'uteri atas doa dan dukungan yang di berikan. Bang Juri, atas bantuannya dalam proses pengetikan penyusunan skipsi ini.
11. Semua keluarga, teman, sahabat yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih.
Akhir kata penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dan bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi kemajuan penulis dimasa yang akan datang, semoga Allah berkenan membalas seluruh kebaikan dan kemudahan yang telah diberikan. Amin Yaa Robal a/amin.
Jakarta, 27 Maret 2008
Penulis
DAFTAR ISi
HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ HALAMAN PENGESAHAN. ....... ...... .. .. ... ...... ....... .............. ......... .... ..... .. .. .. .
ii
MOTTO ........................................................................................................ iii LEMBAR PERSEMBAHAN .. .. ....................................... .... ......................... iv ABSTRAK .....................................................................................................
v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii DAFTAR ISi ........................... ....... .......................... ............ . ..................... .. .
x
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiv
BAB1
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah.... ... ... ... ... ... .. ... ... ...... .. ... .......... .. .. ...
1
1.2. ldentifikasi Masalah..............................................................
7
1.3. Perumusan dan Pembatasan Masalah ........... ............. ... .. ...
8
1.3.1 Perumuan Masalah ...................................................
8
1.3.2. Pembatasan Masalah................................................
8
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian.............................................
9
1.4.1 Tujuan Penelitian ................. ............ ......... .. ...... .... .....
9
1.4.2 Manfaat Penelitian. ... .. .......... ..... .. ..... ... .. .. .. .. .. ...... ......
9
1.5. Sistematika Penulisan .... ...... .. ....... ... .. ... ....... .......... ..... ...... .. . 1O
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2. 1. Deskripsi T eoritik.................................................................. 11 2.1.1. Pengertian Coping..................................................... 11
2.1.2. Macarn-rnacarn Strategi Coping ..... ... .. .. ............... .. .. . 12 2.1.3. Faktor-faktor yang Mernpengaruhi Strategi Coping ... 18 2.2. Kernatian. ...... ....... ... .. ..... .... ... .... ......... ... .... .. ....... ...... ....... .. ... 19 2.2.1. Kernatian Ditinjau dari Sudut Pandang Agarna ......... 20 2.2.2. Kernatian Ditinjau Dari Sudut Pandang Medis ........... 22 2.2.3. Kernatian Ditijau Dari Sudut
Pandan!~
Psikologi ........ 22
2.3. Grief (Reaksi Ernosional) ..................................................... 23 2.3.1. Tahapan-tahapan Grief ............................................. 25 2.3.2. Pathological Grief ...................................................... 26 2.4. Bereavement (Perasan Kehilangan) .................................... 29 2.5. Pengaruh Kernatian Anak Bagi Orang Tua .......................... 30 2.6. Nilai I Arti Anak Bagi Orang Tua .......................................... 31 2.7. Kerangka Berpikir ................................................................. 34
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jen is Penelitian ................................................................... 38 3.1.1 Metode Penelitian ...................................................... 38 3.1.2. Pendekatan Penelitian ............................................... 39 3.2. Pengarnbilan Sarnpel ........................................................... 40 3.2.1 Populasi dan Sarnpel.. ............................................... 40 3.2.2 Teknik Pengarnbilan Sarnpel. .................................... 41 3.3. Metode Pengurnpulan Data .................................................. 41 3.3.1 Wawancara ............................................................... 42 3.3.2 Observasi .................................................................. 42 3.4 lnstrurnen Pengurnpulan Data .............................................. 43 3.5 Teknik Analisa Data ............................................................. 44 3.6 Teknik Prosedur Penelitian ·····r~--,.,,...................................... 44 I .
l:ffD,I , ,
3.6.1. Tahapan Persiapan ................................................... 44 3.6.2. Tahapan Pelaksanaan .............................................. .
BAB 4 PRESENTASI DAN ANALISA DATA 4.1
Gamba ran Umum Subyek Penelitian ................................... 46
4.2 Gambaran dan Analisa Kasus .............................................. 47 4.2.1. Kasus SA ................................................................... 48 4.2.2. Kasus L ..................................................................... 61 4.2.3. Kasus Y ...................................................................... 73 4.3 Analisis Antar Kasus ............................................................ 82
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1. Kesimpulan .......................................................................... 86 5.2. Diskusi. ................................................................................. 87 5.3. Saran .................................................................................... 91 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 93 LAMPI RAN
DAFTAR TABEL
TABEL
l-lalaman
Tabel
4.1.
Gambaran Umum Subyek .................................................... 47
Tabel
4.2.1. Gambaran Reaksi Psikologis Kasus SA. .............................. 58
Tabel
4.2.2. Strategi Coping Kasus SA .................................................... 60
Tabel
4.2.3. Gambaran Reaksi Psikologis Kasus L ................................. 70
Tabel
4.2.4. Streategi Coping Kasus L. .................................................... 72
Tabel
4.2.5. Gambaran Reaksi Psikologis Kasus Y ................................. 80
Tabel
4.2.6. Strategi Coping Kasus Y ...................................................... 82
Tabel
4.3.1 Gambaran Reaksi Antar Kasus ............................................ 83
Tabel
4.3.2. Faktor yang Memperkuat Reksi Psikologis Antar Kasus ...... 84
Tabel
4.3.3 Gambaran Strategi Coping Antar Kasus .............................. 85
DAFTAR LAMPI RAN
Lampiran 1
Pedoman Wawancara
Lampiran 2
Lembar Observasi
Lampiran 3
Pengantar Wawancara
Lampiran 4
Pernyataan Kesediaan
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan di dunia, Allah SWT telah menciptakan laki-laki dan perempuan untuk saling berpasangan. Dimana diantara yang saling berpasangan itu sudah seharusnya saling rnengisi kekurangan dan kelebihan satu sama lain dengan cinta dan sayang rnelalui ikatan dan hubungan pernikahan yang sah menurut syariat ajaran agama Islam.
Keputusan seseorang untuk menikah dan berumah tangga bukan sekedar ingin terus berada bersama pasangan yang dicintainya. Akan tetapi di dalamnya juga terjadi semacarn proses kesatuan yang berkumpul dari dua pribadi yang berbeda, untuk menghasilkan keturunan yang berkualitas sebagai penerus keturunannya kelak, yaitu anak-anak yang shaleh dan shalehah serta yang selalu bersyukur kepada Allah
swr.
Kelahiran seorang anak merupakan tujuan hidup yang paling penting demi melestarikan kelangsungan spesies manusia. Tanpa memcindang hal itu pun, kita juga merasakan bahwa kelahiran anak di butuhkan demi terciptanya keseimbangan dalam keluarga. Karena itu, rumah yang kosong dari
2
keberadaan anak-anak akan menjadi hampa, mematikan jiwa, serta sepi dari canda tawa serta kegembiraan. Anak adalah salah satu unisur kebahagiaan lahir batini serta dunia akhirat dalam kehidupan manusia. Seperti firman Allah dalam surat Al-Kahfi ayat: 46
Artinya:
"Harta dan anak-anak ada/ah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi sa/eh adalah /ebih baik paha/anya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan".
Ayat di atas menjelaskan bahwa harta dan anak adalah perhiasan kehidupan didunia ini, dengan demikian unsur yang menjadikan manusia merasakan adanya kesenangan, kehormatan, dan hiburan apabila pada dirinya terdapat harta kekayaan dan anak sekaligus. Akan tetapi, apabila hanya harta kekayaan saja yang dimiliki, maka rasa bangga dan hiburannya kurang, begitu pula jika hanya mendapat anak, sedang kekayaan anak tidak ada, maka kebanggaan dan hiburan yang diperolehnya hanya sebagian saja. Akan tetapi jika dibandingkan harta dan anak maka anak lebih besar memberikan kebanggaan dan hiburan dari pada harta.
Nilai anak bagi orang tua dalam kehidupan sehari-hari dapat di ketahui, antar lain dari adanya kenyataan bahwa anak menjadi tempat orang tua
3
mencurahkan kasih sayang, anak merupakan sumber kebahagiaan keluarga, anak sering dijadikan bahan pertimbangan oleh sepasang suami isteri untuk bercerai, kepada anak nilai-nilai dalam keluarga disosialisasikan dan harta keluarga diwariskan dan anak juga menjadi tempat orang tua menggantungkan harapan.
Hal tersebut sependapat dengan disertasi yang telah dilakukan oleh Sudraji Sumapraja (1980) bahwa kehadiran seorang anak sangat loerarti dalam keluarga. Salah satu nilai atau arti seorang anak yaitu sebagai generasi penerus keturunan dari orang tua mereka, karena manusia mengidamidamkan kesinambungan hidupnya sesudah mati maka mempunyai anak merupakan manifestasi dari pengembangan diri dari orang tua yang berarti bahwa dengan mempuyai anak seolah-olah bahwa kehidupan orang tua akan dilanjutkan oleh anaknya.
Bagi seorang istri, kedudukannya dalam keluarga akan terasa lebih le1ngkap apabila dapat memberikan keturunan yang shaleh dan shalehah pada suami dan keluarganya. Kihajar Dewantoro dalam bukunya Saal Wanita mengatal
4
mulianya kedudukan dan tugas seorang ibu, Kihajar Dewantoro memberi nama seorang ibu sebagai Ratu Ke/uarga (Noto putro:1997).
Begitu pentingnya peranan seorang ibu dalam kehidupan berumah tangga, dari mulai mengurus anak sampai pada melakukan tugas-tugas rumah, maka Conny Semiawan dkk,. (1996) memaparkan tugas-tugas yang dilakukan oleh seorang ibu sebagai berikut: a. Merawat janin dalam kandungan. b. Melahirkan anak c. Menyusui anak d. Memperhatikan anak e. Mengurus anak
Kebahagiaan itupun seolah terhenti sejenak ketika mereka dihadapkan pada keadaan sakit yang menyebabkan kematian pada anak meireka. Kematian seorang anak bagi orang tua khususnya ibu merupakan ujian yang sangat berat dirasakan. Dimana ia harus bertaruh antara keimanain dengan keikhlasan atas ujian yang diberikan oleh Allah
swr.
Fenomena kasus: Seorang ibu dijogja mengalami shock ketika ia dihadapkan pada kenyataan bahwa anak keduanya tak terselamatkan karena telat dibawa berobat. Karena awalnya pihak puskesmas sebagai pertolongan pertama yang di/akukan sang ibu hanya mengatakan bahwa anaknya hanya terkena
5
demam biasa. Tetapi selang tiga hari anaknya tak kunjung reda dari panas tinggi. Setelah dibawa kerumah sakit, anaknya dinyatakan positif terkena Demam Berdarah stadium darurat. Ketika ditanya seperti <tpa rasanya ditinggal pergi oleh anak sendiri, sang ibu mengatakan "Rasanya setiap melangkah, kaki selatu amblas kebumi. Seperti betjalan diatas Lumpur". Tak kuat menahan sedih dan rasa bersalah karena telat membawa anaknya berobat, ia shock dan selalu pingsan. Selain itu, ia juga jadi lebih respon jika ada anaknya yang mengeluh sakit karena trauma dan tak mau kejadian sama terulang kembali (pejalanjauh.blogspot.com).
Hal sarna terjadi di daerah Ciputat ketika; seorang ibu mengetahui anaknya tak terselamatkan akibat sakit yang tidak ia ketahui sebelumnya. Awalnya sang anak hanya mengeluh seluruh tubuhnya pegal-pegal dan minta dipijiti oleh ayahnya. Sampai akhimya ia mendapati anaknya demam tinggi. Dan ketika dibawa kerumah sakit, anaknya sudah tidak bisa diselamatkan. Anaknya mengalami Iuka dalam akibat hantaman keras pada seluruh tubuhnya. Hal itu diketahui pada saat jasad anaknya dimandikan dan dikafani seluruh badannya membiru, kepalanya bengkak dan keluar cairan berwama putih dari hidungnya. Karena ketidaktahuannya, temyata penyebab anaknya meninggal adalah setelah terkuaknya kasus anak meningga/ karena smack down di Bandung. Rizky (nama anak tersebut) temyata miminggal al
Kasus serupa juga terjadi pada; /bu Cut Yati di Sumatra Utara. Anaknya Riki yang saat itu berusia 4 bu/an tak terse/amatkan akibat si~kit infeksi paru-paru dan gizi buruk yang dideritanya. Selain itu, ia juga sangat menyayangkan pihak rumah sakit Haji Mina di Medan yang menolak untuk memberikan perawatan hanya karena dari keluarga tidak mampu. Hingga akhimya ada salah satu kerabat yang menyarankan untuk mengurus surat keterangan tidak mampu barulah pihak rumah sakit bersedia merawat .Riki, itupun hanya beri infus tanpa obat. Hingga akhimya kondisi yang semakin parah menyebabkan sang buah hati menghadap Sang Kuasa (httplwww.tabloidnova.com).
6
Dari beberapa kasus yang terjadi diatas, penyebab kematian anak adalah orang tua yang tidak merespon penyakit yang diderita anal< dengan baik, hal tersebut dipengaruhi oleh faktor ekonomi yang kurang mendukung untuk pengobatan anak.
Secara psikologis, kematian anal< bagi seorang ibu tentunya sangat berat dirasakan. Perasaan sedih dan kehilangan akibat kematian (bereavement) memunculkan reaksi emosional yang menyertai kehilangan (grief) dan ekspresi dari kehilangan dan emosi yang menyertainya (mourning). Akan tetapi, dalam keadaan tertekan akibat kehilangan seseorang, patut ditegaskan bahwa reaksi emosional yang muncul (grief) aclalah merupakan reaksi normal. Griefbukanlah reaksi patologis yang harus disembuhkan, sebaliknya orang yang sedang berduka harus menyelesaikan proses griefnya. Karena kematian adalah suatu kejadian yang membutuhkan keikhlasan yang tulus dari orang-orang yang ditinggalkan, tak heran jika hal itu tidak dapat diatasi dengan baik akan memberikan dampak buruk bagi lndividu yang memiliki ikatan emosional dengan almarhum/almarhumah, seperti; marah, menyangkal, depresi, serta dapat menimbulkan gejala atau bahkan penyakit kejiwaan. Oleh karena itu, diperlukan usaha untuk menanggulangi, mengatasi, menangani, dimana individu melakukan interaksi dengan lingkungan sekitarnya, dengan tujuan menyelesaik:an sesuatu dalam bentuk tugas atau masalah-masalah. Hal tersebut (Bachtiar Lubis dalam Islam M.S, 2003).
dinama~;an
dengan coping
7
Menurut Lazarus (1989) coping dibedakan dalam dua jenis. Ada coping yang terpusat pada masalah (Problem-Focused Coping) yaitu usaha yang dilakukan individu untuk mencari penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan masalah. Selain itu ada juga coping terpusat pada emosi (Emotion-Focused Coping) yaitu usaha individu mengatur emosinya untuk meenyesuaikan diri derigan dampak yang ditimbulkan oleh kondisi yang penuh tekanan. Di samping ijtu, Carver (1998) juga menambahkan jenis coping lain, yaitu coping maladaptif. Coping ini adalah jenis coping yang cenderung kurang berguna atau 1:ifektif.
Dari permasalahan diatas, peneliti merasa tertarik untuk menggali lebih dalam lagi tentang bagaimana coping ibu terhadap kematian anaknya, bagaimana cara atau strategi coping yang dilakukan ibu,
s1~rta
dukungan
moral apa saja yang didapatkan dari keluarga dan lingkun~1an sekitarnya, yang mungkin pada tiap pasangan membutuhkan coping, strategi coping, dan dukungan moral yang sama ataupun berbeda dengan pasangan suarni isteri yang lain pasangan suami istri yang lain.
1.2 ldentifikasi Masalah Dari latar belakang yang telah dikernukakan, terdapat bebeirapa masalah yang teridentifikasi. Adapun perrnasalahan tersebut adalah:
1. Bagaimana dampak kematian anak terhadap ibu?
8
2
Bagaimana coping yang ibu lakukan terhadap kematian anaknya?
3. Bagaimana dukungan yang ibu dapatkan baik dari keluarga maupun lingkungan untuk menyelesaikan masalahnya?
1.3 Perumusan dan Pembatasan Masalah 1.3.1 Perumusan 11/iasalah Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah "Bagaimanakah coping ibu terhadap kematian anak".
1.3.2 Pembatasan 11/iasalah Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut a. Yang dimaksud coping disini adalah usaha untuk menanggulangi, mengatasi, menangani, dimana individu melakukan interaksi dengan lingkungan sekitarnya, dengan tujuan menyelesaikan se•suatu dalam bentuk tugas atau masalah, dan masalah yang dimaksud dalam hal ini adalah kematian anak. b. Kematian yang dimaksud adalah segala keadaan yang telah ditetapkan oleh para dokter, melalui penelitian klinis, penggarisan otak listrik, pewarnaan syaraf otak,dan pemotretan otak melalui computer, bahwa otak telah berhenti bekerja karena sel-selnya yang kuat telah mati, meskipun jantung amasih bekerja dan berdenyut.
9
c. Subyek dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang memiliki anak berusia 0 bulan sampai 5 tahun yang meninggal karena sakit.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian Sehubungan dengan dasar pemikiran dan permasalahan penelitian yang telah dikemukakan, maka secara garis besar penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana coping ibu terhadap kematian anal
1.4.2 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara keseluruhan. Karena itu peneliti membaginya menjadi dua yaitu: a. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam pengembangan teori mengenai perilaku coping secara l
10
1.5 Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut: Bab 1
Merupakan pendahuluan, meliputi latar belakan£J masalah, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat panalitian, serta sistematika penulisan.
Bab 2
Merupakan kajian pustaka yang meliputi kajian t13ori yang terdiri dari definisi coping, jenis-jenis coping dan
strate!~i
coping, definisi
kematian dari sudt pandang agama, medis, psikologi, nilai/arti anak bagi orang tua, pengaruh kematian anak bagi ibu, bereavement (rasa kehilangan). dan kerangka berpikir.
Bab 3
Merupakan metodologi penelitian yang mencakup pendekatan dan metode penelitian, pengambilan sampel, teknik pengambilan sampel, pengumpulan data, dan prosedur penelitian.
Bab 4
Merupakan hasil penelitian.
Bab 5
Merupakan kesimpulan, diskusi, dan saran.
BAB2 KAJIAN PUSTAKA
Pada bab 2 ini akan dibahas tentang definisi coping, jenis-jenis dan stategi coping. Selanjutnya akan dibahas pula definisi kematian dari sudut pandang agama, medis, dan psikologi, grief, tahapan grief, pathological grief, bereavement (rasa kehilangan), pengaruh kematian anak bagi orang tua, nilai/arti anak bagi orang tua, dan kerangka berpikir.
2.1 Deskripsi Teoritik 2.1.1 Pengertian Coping Coping behavior dalam kamus psikologi diartikan sebagai tingkah laku atau tindakan penanggulangan; sembarang perbuatan dalam mana individu melakukan interaksi dengan lingkungan sekitarnya, dengan tujuan menyelesaikan sesuatu tugas atau masalah (J.P. Chaplin: 1995).
Menurut Lazarus & Folkman (1989) Coping adalah usaha untuk mengubah secara konstan aspek kognitif dan perilaku untuk mengelol1a tuntutan-tuntutan eksternal maupun internal yang dinilai sebagai beban dan atau telah melampui sumber daya individu.
12
Bachtiar Lubis dalam Islam M.S (2003) mendefinisikan coping sebagai sejumlah usaha untuk menanggulangi, mangatasi menangani atau berurusan dengan cara yang sebaik,sebaiknya menurut kemampuan individu, meskipun merasa dirinya tertekan dan merasa tidak nyaman, maka secara otomatis ia akan melakukan suatu tindakan untuk menghadapL
Dari definisi yang telah diajukan oleh beberapa ahli di atas maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa coping adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk menekan atau meminimalisasikan stress dari masalah yang sedang dihadapinya baik mental maupun perilaku untuk memperoleh rasa aman.
2.1.2 Macam-macam Strategi Coping Lazarus & Folkman membedakan dua jenis strategi coping, yaitu: a. Coping terpusat pada masalah (Prob/em-Focused Coping), yaitu usaha berupa perilaku individu untuk mengatasi masalah, teka:nan, tantangan dengan mengubah kualitas hubungan dengan lingkungan. Dalam hal ini individu secara aktif mencari penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan masalah. b. Coping terpusat emosi (Emotion-Focused Coping), yaitu sebuah upaya untuk mencari dan memperoleh rasa nyaman dan memperkecil tekanan yang dirasakan individu melibatkan usaha-usaha untuk mengatur
13
emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan darnpak yang ditimbulkan oleh kondisi atau situasi yang penuh tekanan (Lazarus & Folkman: 1998).
Walaupun hampir semua stressor mendatangkan kedua jeinis coping di atas problem-focused coping cenderung mendominasi bilamana individu merasa bahwa ia dapat melakukan sesuatu yang konstruktif dan seicara aktif mencari penyelesaian dari masalah. Tujuan dari tindakan ini adalah untuk memecahkan masalah atau mengubah suatu situasi yang rnenjadi sumber stress. Coping jenis ini cenderung dipergunakan saat individu merasa memiliki tenaga untuk mengatasi suatu situasi yang menimbulkan stress dan merasa yakin bahwa hal tersebut dapat diubah dengan
me~akukan
sesuatu
yang konstruktif.
Sedangkan emotion-focused coping merupakan sesuatu yang harus dilakukan bilama seseorang merasa bahwa stressor merupakan sesuatu yang harus ditahan. Pada emotion-focused coping individu melibatkan usahausaha untuk mengatur emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan akibat yang akan ditimbulkan oleh suatu situasi atau kondisi yang penuh tekanan.
14
Selain itu, Lazarus & Folkman dalam Carver dkk (1998) .iuga menambahkan dimensi coping yang malac:laptif, yaitu kecenderungan coping yang kurang berguna atau efektif. Sehingga jenis coping olehnya di golongkan menjadi tiga jenis, yaitu problem-focused coping, emotion-focus coping, dan coping maladaptif, 1. Strategi coping problem-focused coping diantaranya: a. Active coping, proses pengambilan langkah untuk mencoba memindahkan atau menyiasati stressor atau mengurangi efeknya. Pengambilan strategi coping ini dapat dikatakan bahwa seorang individu telah menghadapi dan berusaha memecahkan secara langsung masalah yang dihadapi. b. Planning, yaitu memikirkan atau membuat rencana untuk menghadapi masalah yang sedang dihadapi. Dalam menghadapi masalah, individu tidak langsung mengambil tindakan untuk menyelesaikannya. la cenderung membuat, merancang, man memilah-milah rencanarencana dan langkah-langkah yang akan ia jalankan sebagai solusi terbaik. c. Seeking social support for instrumental reason, untuk menghaclapi masalah yang menekan individu mencari nasehat atau saran, bantuan dan dukungan atau informasi dari berbagai sumber dengan demikian ia dapat menenarik pelajaran dan pengalaman dari luar.
15
d. Suppression of competing activities, yang dimaksud agar dapat menangani masalah yang sedang dihadapinya dengan baik, individu mengesampingkan tugas-tugas atau aktivitas lain, menghindari gangguan dari situasi lain, dengan tujuan untuk menangani stressor. e. Restraint coping, yang dimaksud disini adala menahan diri, menunggu dan tidak bertindak terlalu dini, sampai ada keempatan yang tepat unutk bertindak. Dalam penangannya terhadap masalah, coping jenis ini dapat dianggap sebagai coping akitf, tapi dengan penundaan ini, coping ini dianggap sebagai strategi pasif. 2. Strategi coping emotion-focussed coping meliputi: a. Seeking social support for emotional reason, usaha mendapatkan dukungan moral, simpati, atau pengertian orang lain dengan cara banyak menceritakan masalah yang sedang dihadapi. Secara konseptual, dukungan sosial ini berbeda dengan dukungan sosial pada problem focused coping, namun pada prakteknya keduanya sering terjadi bersamaan. Kecenderungan untuk mencari dukungan sosial emosional ini merupakan pedang bermata dua. Di satu pihak, tindakan tersebut nampaknya efektif. Orang-orang yang merasa tidak aman dengan stress yang dialaminya dapat ditenangkan melalui dukungan sosial emosional yang diterimanya. Di lain pihak, sumbersumber dukungan simpati biasanya lebih digunakan :sebagai tempat untuk mengeluarkan perasaan-perasaan saja. Hal ini yang
16
menyebabkan penggunaan dukungan sosial emosional tidak terlalu adaptif. b. Positive reinterpretation and growth, Coping ini lebih ditunjukkan untuk menata distress emosional daripada untuk menangani stressor. Dengan memandang kejadian-kejadian yang membuat stress sebagai sesuatu yang positif, secara instrinsik dapat membawa seseorang kepada problem focused coping secara aktif. c. Denial, usaha untuk menolak kenyataan atau kejadian-kejadian yang membuat stress (stressor).disatu sisi denial dapat bmguna untuk menanggulang distress, sehingga dapat memudahkan seseorang untuk mengadakan coping. Akan tetapi disatu sisi, p,enolakan yang dilakukan justru akan memperparah masalah sehingga mempersulit terbentuknya coping. d. Acceptance, menerima kenyataan bahwa masalah atau kejadiankejadian yang membuat stress memang ada dan nyata. e. Turning to religion, usaha individu untuk meningkatkan keterlibatannya pada kegiatan-kegiatan religius. Hal ini dapat dilakuk:an jika ia rnerasa bahwa dengan pendekatan religius dapat membantunya menjelaskan masalah dihadapinya. 3. Strategi coping maladaptif, yaitu: a. Focusing on and venting of emotions, kecenderungan untuk memusatkan perhatian pada hal-hal yang dirasakan seseorang
17
sebagai distress dan kemudian melepaskan perasaan-perasaan tersebut. b. Behavioral disengagement, pada kondisi seperti ini, seorang individu tidak lagi memiliki dorongan untuk berusaha mengui:angi usaha untuk melawan stressor yang sedang dihadapinya. Pada kondisi seperti ini dapat digambarkan sebagaimana seseorang yang mengalami ketidakberdayaan atau disebut helplessness. c. Mental disengagement, coping ini terjadi saat individ!u tidak lagi menginginkan untuk memikirkan atau mendekati hal yang dapat mengingatkannya pada masalah yang pernah dihadapinya dengan melakukan perbuatan lain seperti; menonton televisi, bioskop, bermain video games, dll.
Mu'tadin (2003) mengutip penelitian yang dilakukan oleh Lazarus & Folkaman mengemukakan bahwa untuk mengatasi berbagai masalah yang menekan dalam berbagai lingkup kehidupan sehari-hari, kebanyakan individu menggunakan variasi dari kedua jenis coping tersebut (Problem Focused Coping & Emotion Focused Coping), terkait dengan pembagian yang tergolong pada kedua jenis coping itu. Adapun factor yang menentukan strategi mana yang apaling banyak atau coping digunakan :sangat tergantung pada kepribadian seseorang dan kondisi atau masalah
yan1~
dialaminya.
18
2.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Strategi Coping Menurut Mu'tadin (2003) untuk menangani situasi yang mengandung tekanan dapat ditentukan oleh sumber daya individu yang meliputi kesehatan fisik atau energi, keterampilan memecahkan masalah, keterampilan social dan dukungan social dan materi (mu'tadin, 2003). a. Kesehatan Fisik Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha mengatasi stress indiviidu dituntut mengerahkan tenaga yang cukup besar. b. Keyakinan atau Pandangan Positif Keyakinan menjadi sumberdaya psikologis yang sangat penting, seperti keyakinan akan nasib (eksternal locus of control) yang mengerahkan individu pada ketidakberdayaan (helpness) yang akan rnenurunkan strategi coping tipe: problem - solving focused coping. c. Keterampilan Memecahkan Masalah Hal ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghai;ilkan alternative tindakan, kemudian mempertimbangkan alternative tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat. d. Keterampilan Sosial
19
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai social yang berlaku di masyarakat. e. Dukungan sosial Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya.
f.
Materi Dukungan ini meliputi sumber daya berupa uang, baran9-barang atau layanan yang biasanya dapat dibeli.
2.2 Kematian Kehilangan salah seorang anggota keluarga karena kematian merupakan salah satu ujian yang sulit untuk di terima. Oleh karena itu, pada sebagian besar orang menganggap hal tersebut adalah sumber masalah yang dapat menyebabkan konflik panjang dalam rumah tangga.
Rice dalam Lifina (2004) mengemukkan bahwa pada beberapa individu, proses griefing yang dialami oleh anggota keluarga yang ditinggalkan merupakan suatu proses yang tidak mudah. Peristiwa kehilangan ini dapat membuat hubungan antar anggota keluarga yang ditinggalkan menjadi semakin erat, atau sebaliknya menimbulkan masalah baru yang
20
rnenyebabkan perpecahan dalarn hubungan antar anggota keluarga yang rnasih hidup.
2.2.1 Kematian ditinjau dari sudut pandang Agama Al-Qur'an berbiGara tentang kernatian dalarn banyak ayat sernentara pakar rnernperkirakan tidak kurang dari tiga ratusan ayat yang berbicara tentang berbagai aspek kernatian, dan kehidupan sesudah kernatian kedua (M. Quraish Shihab, 1996).
Definisi kernatian oleh sernentara ularna didefinisikan sebagai "ketiadaan hidup" atau "antonym dari hidup". Kernatian sebagairnana clikenal oleh rnanusia adalah berpindahnya ruh pada kehidupan ruh saja, yaitu dialarn barzakh tanpa tubuh dan jiwa. Hal ini sesuai dengan kernatian pernaharnan al Qur'an, yaitu sebagai perpindahan ruh dari kehidupan pertarna ke kehidupan baru di alarn barzakh (Adnan Syarif: 2002).
Nurcholis Majid rnenjelaskan kernatian adalah "pintu" untuk rnernasuki kehidupan rnanusia selanjutnya, suatu kehidupan yang sama sekali lain dari yang sekarang sedang kita alarni, yaitu kehidupan ukhrowi (Nurcholis Madjid: 1995).
Sedangkan rnenurut Abdul Mujib, kematian adalah fase dirnana nyawa (al-
hayah) telah hilang dari jasad rnanusia. Hilangnya nyawa menunjukkan
21
terpisahnya ruh dan jasad manusia, yang merupakan hari dari akhir kehidupan dunia. Kematian terjadi ada yang dikarenakan batas kehidupan (ajal) telah tiba, ada pula karena organ·organ fisik yang vital terjadi kerusakan atau terputus seperti karena terkena penyakit, dibunuh, buinuh diri dan sebagainya (Abdul Mujib & Jusuf Muzakir: 2001).
Semua makhluk yang bernyawa tanpa terkecuali akan rnenjumpai dan menghadapi kematian, meskipun dengan cara yang berbeda dan situasi yang berbeda pula. Ada yang menempuhnya dengan kemuliaan dan menjumpainya dengan penuh kebahagiaan, sehingga ingin mati dalam keadaan seperti itu berkali-kali. Seperti firman Allah dalam al-Qur'an surah alBaqarah ayat 154:
{ 1ot
:o_AJI}
Artinya: " Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati: bahkan (sebenamya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya". (Q.S. AlBaqarah: 154) Adapun yang menempuhnya dengan kehinaan dan menJumpainya dengan penuh penderitaan, Firman Allah dalam al-Qur'an surat Al-Baqarah: 161:
'-"'lfllj a.S:.i1f:l1j ~1 ~ r,,.e:I~ ,,,. ,.., ,... ,,
d.J.i )£ ~j 1_)Gj IJ~ ::.,..J1 01 ,,.
/
{1·11
,,.
:o_Ajl} ~f ,
22
Artinya: "Sesungguhnya orang-orang kafir dan mereka mati da/am keadaan kafir, mereka itu mendapat la ·nat Allah, para malaikat dan manusia se/uruhnya". (Q.S. Al-Baqarah: 161)
2.2.2. Kematian ditinjau dari sudut pandang medis Kematian menurut pengertian secara medis sampai abad ke-20 terbatas pada fenomena berhentinya denyut jantung yang sebelumnya berlangsung secara terus menerus. Namun penemuan medis terbaru m•:mgemukakan bahwa kematian ialah segala keadaan yang telah ditetapka1n oleh para dokter, melalui penelitian klinis, penggarisan otak listrik, pewarnaan syarat otak, dan pemotretan otak dengan komputer, bahwa otak tE~lah berhenti bekerja karena sel-selnya yang kuat telah mati, meskipun jantung masih bekerja dan berdenyut (Adnan Syarif: 2002).
2.2.3 Kematian ditinjau dari sudut pandang psikoloui Psikologi sebagai sebuah ilmu yang mengkaji pikiran, perasaan, dan perilaku seseorang memandang kematian sebagai suatu peristiwa dahsyat yang sesungguhnya sangat berpengaruh dalam kehidupan seseorang.
Menurut Qomarudin Hiclayat (2006)mbahas soal kematian bisa menimbulkan sebuah pemberontakan yang menyimpan kepedihan kepada setiap jiwa manusia. Yaitu kesadaran dan keyakinan mati pasti akan tiba dan punahlah semua yang dicintai dan dinikmati dalam hidup ini. Kesadaran ini lalu memunculkan sebuah protes berupa penolakan bahwa mai>ing-masing kita
23
tidak rnau rnati. Setiap orang berusaha rnenghindari sernua jalan yang rnendekatkan kepintu kernatian. Karena jiwa kita selalu mendarnbakan dan rnernbayangkan keabadian. Jika ditelusuri lebih dalarn sesungguhnya semua rnanusia rnenolak kernatian.
Dari beberapa pendapat dan uraian di atas dapat disirnpullcan bahwa kematian merupakan suatu kejadian yang semua orang akan melaluinya, yaitu terpisahnya ruh dari jasad untuk mengahadap kernbali kepada Sang. . . -
Pencipta dengan memberikan pertanggung jawaban ses.uai dengan amal ibadahnya.
2.3 Grief (Reaksi Emosional) Grief merupakan suatu pengalaman emosional yang pribacli pada setiap individu. Beberapa orang membutuhkan waktu hingga beberapa tahun untuk dapat mengatasi perasaannya serta rnampu menerima kenyataan bahwa orang yang ia cintai sudah tiada. Kematian keluarga dekat atau sahabat merupakan pengalaman emosional yang dialami seseoran!} disertai dengan perasaan kehilangan. Masa berkabung bagi orang yang ditinggalkan tidak berakhir setelah pemakaman usai, namun sebaliknya, emosi yang dirasakan setelah kematian orang yang dicintai semakin mendalarn s1:!telah ia ditinggalkan seorang diri (Aiken: 1994).
24
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa grief adalah suatu reaksi emosional yang terjadi pada individu dari keadaan atau situasi yang menekan akibat kematian atau kehilangan seseorang yang memiliki ikatan emosional yang kuat dengan yang ditinggalkan.
Setiap
individu
mengalami
jenis,
intensitas,
durasi
serta
cara
mengekspresikan grief yang berbeda-beda, lntensitas dan durasi dari grief yang dialami bervariasi sehubungan dengan siapa yang meninggal, dan siapa yang ditinggalkan. Seseorang mengalami grief yang lebih mendalam jika mengalami kematian keluarga dekat atau kematian sahabat (Aiken:
1994).
Harper dalam Lifina (2004) menjelaskan mengenai hal-hal )lang berpengaruh pada proses grieving yang dialami oleh seseorang yang me•ngalami kematian seseorang yang dekat dengannya, yaitu: 1. Usia orang yang ditinggalkan 2, Jenis kelamin orang yang ditinggalkan 3. Pengalaman hidup yang telah dialami oleh orang yang ditinggalkan 4. Kepribadian, cara coping, penyesuaian diri pada orang yang ditinggalkan 5. Komunikasi dalam keluarga dari orang yang ditinggalkan, mitos-mitos dan sikap terhadap kehilangan dan kematian. 6. Latar belakang keluarga dan lingkungan orang yang ditinggalkan.
25
7. Kesehatan fisik orang yang ditinggalkan.
8. Support system dari orang yang ditinggalkan. 9. Sumber-sumber yang dapat membantu grief yang dialami oleh orang yang ditinggalkan. 10.Sumber keuangan pada orang yang ditinggalkan.
11. Hubungan antara orang yang ditinggalkan dan orang yang telah tiada. 12. "Persiapan" yang dilakukan dalam menghadapi kematian. 13. Penyebab kematian.
2.3.1 Tahapan-tahapan Grief Proses grieving dialami dalam beberapa tahapan yang tidak dapat diinterpretasikan sebagai tahapan tertentu yang harus dilalui oleh orang yang berduka cita tanpa kecuali. Turner & Helms dalam Lifina
(~~004)
memberikan
analisa terperinci mengenai tahapan-tahapan grief, yaitu: 1. Denial dari kahilangan yang dialami 2. Menyadari (realization) kehilangan yang dialami. 3. Timbulnya perasaan ditinggalkan, kekhawatiran dan l<egelisahan. 4. Keputusasaan, menangis, physical numbness, mental confusion, kebimbingan dan l<eragu-raguan. 5. Restlessness (yang muncul dari kecemasan), keresahan, kegelisahan, dan insomnia, hilang nafsu makan, lekas marah, menurunnya control diri dan wandering mind.
26
6. Keadaan merana (pining) berupa sakit fisik dan penderitaan atas grief yang dialami juga usaha mencari benda-benda sebagai kenangankenangan yang mengingatkan pada orang yang telah meninggal. 7. Kemarahan 8. Rasa bersalah 9. Rasa kehilangan atas dirinya sendiri atau merasakan kekosongan secara menyeluruh. 10. Longing, berupa kerinduan dan rasa sakit atas kesepiani atau kehampaan yang tidak hilang, bahkan saat bersama dengani orang lain. 11. ldentifikasi dengan orang yang telah meninggal dengan meniru beberapa traits, attitudes atau mannerism dari orang yang telah meninggal. 12. Depresi yang amat dalam, kadangkala disertasi dengan keinginan dengan keinginan untuk mati. 13. Pemunculan aspek patologis, seperti minor aches dan penyakit ringan dan ditandai kecenderungan terhadap hypochondria, reaksi yang umumnya muncul adalah "siapa yang akan menjaga dan memperhatikan saya sekarang?"
2.3.2 Pathological Grief Grief bukan merupakan suatu penyakit, namun efek yang ditimbulkan dapat menjadi sedemikian berat sehingga menimbulkan suatu penyakit. Jika grief tidak terselesaikan/tidak disadari, seseorang dapat mengalami konsekwensi
27
yang lebih serius dalam jangka waktu yang lebih lama. Menurut Atwater dalam Lifina (2004) semakin lama penyesuaian grief tertunda, semakin parah simtom yang dialami. Beberapa jenis pathological grief yang dikemukakan adalah:
1. Delayed grief: merupakan periode grief yang tertunda, dengan periode penundaan yang bervariasi antara berminggu·minggu hingga bertahun· tahun. Grief dapat dinyatakan bertunda jika kemunculannya membutuhkan waktu lebih dari dua minggu setelah peristiwa kematian, 2. Absent grief: ditunjukkan dengan tidak muncul atau tidak adanya Eikspresi grief yang umum, pengingkaran (denial) perasaan terhadap kehilangan, tidak ada tanda-tanda fisik dari grieving dan tetap
bersi~;ap
seolah-olah
tidak ada apapun yang terjadi. Hal ini dapat disebabkan oleh hubungan yang tidak disertai kedekatan (attachment) dalam kualitas yang mendalam. 3. Chronic grief: merupakan periode grief yang berkepanjangan, tidak berakhir dan tidak menunjukkan perubahan, disertai dengan depresi, rasa bersalah dan menyalahkan diri sendiri, ditandai dengan kesedihan, menarik diri, preokupasi berkepenjangan terhadap
oran1~
yang telah
meninggal, serta distress yang berkepanjangan dan tida1k berkesudahan. Selama bertahun·tahun orang yang ditinggalkan menunjukkan grief yang intens dan berkepanjangan seolah-olah grief yang ia alami baru saja terjadL Hal ini sering terjadi bentuk hubungan yang memiliki kelekatan
28
(clinging) dan ketergantungan (dependent). Chronic Grief merupakan pola yang umum ditemui pada wanita yang mengalami kematian anak usia remaja karena kematian mendadak dan tidak diperkirakan sebelumnya. 4. Inhibited grief: digambarkan sebagai orang yang ditinggalkan tidak mampu untuk sepenuhnya membicarakan; menyadari dan mengekspresikan kehilangan yang dialami, atau berupa respon grief yang terbatas atau parlia/. Inhibited grief dapat merupakan suatu kontinum dari absent griefhingga perilaku yang munculnya disorsi seperti kemarahan atau rasa salah yang berlebihan dengan tidak adanya perilaku grieving lainnya yang signifikan. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya sejarah depensi atau ambivalensi dalam hubungan dengan orang yang telah meninggal sehingga memunculkan sindrom seperti conl1icted grief atau clinging grief.
5. Unresolved grief. dapat diekspresikan dalam beberapa bentuk; dari keluhan fisik yang tidak dapat dijelaskan hingga keluhan psikologis. Hal tersebut berhubungan dengan kehilangan yang dialami individu tersebut. Orang yang ditinggalkan mengalami kesulitan bertoleransi dengan hal-hal menyakitkan atau tidak adanya kekuatan dalam diri untuk melalui periode tersebut dan menghadapi grief yang dialami. Pada beberapa kasus, grief yang tidak terselesaikan dimunculkan dengan lebih tersamar.
29
2.4 Bereavement (Perasaan Kehilangan) Kematian tidak hanya melibatkan individu yang meninggal. Namun yang lebih penting adalah mereka yang ditinggalkan harus dapat mengatasi kematian tersebut serta menyesuaikan diri dengan rasa kehilangan orang yang dicintai. Turner. J,S & Helms, D.B dalam b.ifina (2004) mendefinisik:an bereavement sebagai kehilangan seseorang yang di cintai karena kematian.
Berdasarkan definisi tersebut, maka Bereavement dapat diartikan sebagai situasi dimana kita mengalami kehilangan karena meninggalnya seseorang yang kita cintai.
Kehilangan anak karena kematian merupakan suatu peristiwa yang traumatis bagi orang tua. Beberapa faktor yang berpengaruh dalam r>espon orangtua terhadap kematian anak adalah ikatan kedekatan (attachment bond) antara orangtua dan anak. Rasa bersalah dan depresi yang di alami orang tua yang mengalami kematian anak sering kali di sertai dengan perasaan tidak berdaya, frustasi, dan kemarahan atas hal yang terjadi serta terhadap ketidakmampuan untuk melakukan sesuatu yang dapat me1r1cegah kematian anaknya. Rasa marah dapat ditujukan pada semua orang yang diharapkan bertanggung jawab atas tragedi yang terjadi, seperti pihak rumah sakit,
30
dokter, orangtua itu sendiri, bahkan Tuhan. Perasaan ini dapat menjadi sedemikian mendalam sehingga kondisi orangtua tidak pernah sepenuhnya menjadi lebih baik. Masalah emosional sehubungan dengan kematian masih dapat muncul hingga bertahun-tahun setelah kematian anak (Aiken: 1994).
2.5 Pengaruh K.ematian Anak bagi Orang tua Menghadapi kematian seorang anak merupakan salah satu hal yang paling sulit dihadapi dalam kehidupan orangtua. Kematian anak seringkali membawa pengaruh yang mendalam bagi kehidupan orangtuanya. Sering kali orangtua merasa kehilangan tujuan hidup yang diikuti clengan perasaan bahwa masa depan maupun masa lalunya telah "dirampas".
Kematian anak bagi orang tua, khususnya seorang ibu merupakan musibah atau ujian yang sangat berat. Dunia seolah terhenti sejenak ketika ibu harus dihadapkan pada kematian anaknya, yang telah dilahirkannya, disusui, dirawat dan dipeliharanya. Meskipun beberapa nash menerangkan, bahwa orang tua yang kematian anaknya yang masih kecil (belum baligh) mendapat jaminan masuk syurga. Akan tetapi untuk seorang ibu tetap saja kejadian awal dari kematian sangatlah membuat hatinya bersedih dan kehilangan. Orang tua yang mendapat jaminan masuk surga ketika kernatian anaknya yang masih kecil (belum baligh) ialah ketika anak itu mati, ibu dan ayahnya menerima musibah kematian anak itu dengan iman dan sabar. Artinya,
31
walaupun bersedih atas kehilangan namun tetap sabar dan ikhlas ata1s takdir Allah SWT (Drs, H. Abujamin Roham: 1993).
Artinya:
"Allah berfirman: "Tiadalah bagi hamba-Ku yang mukmin, disisiKu sebagai balasan apabila kekasihnya Aku ambil, la/u ia sabar menerimanya, melainkan surga" (H.R. Bukhari).
2.6 Nilai I Arti Anak Bagi orang Tua Dalam disertasi Sudraji Sumapraja, nilai anak bagi
oran~1
tua dapat dibagi
menjadi 8 kategori yaitu:
1. Status Kedewasaan & ldentitas Sosial Status kedewasaan bagi masyarakat lebih dari menamatkan sekolah; pekerjaan dan perkawinan serta mempunyai anak. Hal ini sangat terasa kepada wanita yang terhormat dan berwibawa: lain hal dengan "nyonya" atau "nona". Seorang pejabat wanita atau istri seorang pejabat terasa lebih tepat dipanggil "ibu" dari pada "nyonya". 2. Pengembangan Diri Manusia mengidam-idamkan kesinambungan hidupnya sesudah mati maka mereka mempunyai anak merupakan manifestasi dari pengembangan diri dari orang tua yang berarti bahwa d1~ngan mempuyai anak seolah-olah bahwa kehidupan orang tua akan dilanjutkan oleh anaknya.
32
Anak merupakan tumpuan harapan orang tua serta anak akan membuat orang tua merasa diperlukan dan disalurkan untuk memberi. Anak dapat digunakan untuk pengembangan diri dari orang tua yang artinya bahwa orang tua akan mengajarkan pengalamannya semasa kecil kepada anaknya dan orang tua akan merasa lebih baik. a. Moralitas Secara moral bahwa mempunyai anak sering dianggap sebagai sikap bermoral, mematuhi ajaran agama, berbuat kebajikan, bekerja keras untuk orang lain. Di samping itu bahwa mempunyai anak seolah-olah dipercaya Tuhan karena mempunyai anak adalah karuniia Tuhan. b. lkatani Kelompok Dalam keluarga, ikatan anak terhadap orang tua akan IHbih besar dibandingkan ikatan orang tua sendiri sehingga anak dianggap sebagai pemersatu orang tua. Dengan demikian, mempunyai anak seolah-olah mempunyai kelompok yang sangat kuat. c. Perangsang, Sesuatu yang Baru, Kesenangan Mempunyai anak membuat suasana hangat; tidak terduga-duga dan menggairahkan di dalam kehidupan sehingga dapat rnengurangi kebosanan atau kerutinan kehidupan orang tua. Misalnya bercanda dengan anak, seolah-olah mengenang orang akan kehidupan masa mudanya sehingga orang tua lupa akan kesusahan akan menemukan keseimbangan hidupnya.
yan1~
artinya orang tua
33
d. Kreativitas, Keberhasilan dan Kemampuan Pada masyarakat yang maju atau masyarakat yang telah berkecukupan kebutuhan primernya (sandang, pangan dan papan), orang akan menuntut kreativitas, keberhasilan dan kemampuan untuk memuaskan hidupnya. Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan adalah dengan cara menikmati kemajuan perkembangan atau pendidikan anaknya. Jadi kepuasan orang tua bukan hanya keberhasilan orang tua melahirkan anaknya saja melainkan hasil yang dicapai anak, atas je~rih payah orang tua. e. Kekuasaan dan Pengaruh Pada masyarakat tertentu anak mendatangkan kekuasaan, terutarna dirasakan oleh menantu wanita terhadap mertuanya, apalagi kalau anaknya berjenis laki-laki. Kekuasaan itu dapat diungkap dalam bentuk lain, seperti kekuasaan menentukan nasib anaknya, anak dapat memberikan perasaan unggul atau bangga pada orang tuanya, suami yang kurang dapat kekuasaan dalam pekerjaannya cenderung mencari kekuasaan yan9 dapat diperoleh dari beranak banyak.
f.
Kegunaan Ekonomi Di negara-negara yang sedang berkembang, yang lebih mengutamakan tradisional, anak mempunyai kegunaan ekonomi yang sangat besar. Anak dianggap sebagai sumber tenaga dan jaminan bagi orang tua di hari tuanya. Kadang-kadang anak juga penting sebagai sumber penghasilan
34
dari perkawinannya. Di negara-negara yang sedang berkembang, khususnya yang mulai memasuki industrialisasi, di mana hanya ayah yang bekerja mencari nafkah, bantuan anak-anak ini tidak dapat diperlukan. lndustriliasasi dan urbanisasi telah menurunkan nilai anak untuk kegunaan ekonomi. Nilai anak hanya akan menonjol kalau belum ada lembaga pemerintah atau pun swasta yang dapat menjamin orang tua di hari tua.
2.7 Kerangka Berpikir Dalam kehidupan didunia, Allah
swr telah menciptakan laki-laki dan
perempuan untuk saling berpasangan melalui ikatan yang sah yaitu perkawinan menurut syariat agama islam. Dalam pernikahan, bukan hanya sekedar berkumpulnya seseorang al
35
Begitu diharapkan dan dinantikannya kahadiran seorang anak ditengah keluarga, maka tak heran jika berbagai cara mereka tempu1h untuk mendapatkannya seperti; meminum ramuan, sampai pada pemeriksaan medis. Akan tetapi, kebahagiaan itupun seolah terhenti sejenak ketika mereka harus di hadapkan pada kematian.
Kematian adalah suatu kejadian dimana setiap orang pasti akan melaluinya, yaitu berpisahnya ruh manusia dari jasadnya. Kematian anak bagi orang tua merupakan ujian yang sangat berat bagi orang tua. Dimana mereka haru bertaruh antara keimanan dengan keikhlasan mereka atas ujian yang diberikan Allah Swt. Kehilangan seorang anak karena kematian bagi orang tua merupakan suatu peristiwa traumatis yang sangat membekas dan sulit hilang. Hal ini disebabkan karena ikatan antara orang tua rnerupakan ikatan yang kuat dan mendalam dalam sejarah kehidupan dan struktur psikologis orang tua. Tak heran, jika kematian anak dapat menimbulkan grief (reaksi emosional) yang lebih mendalam jika dibandingkan dengan kehilangan pasangan atau orang tua. Dalam hal ini, perlu ditegaskan bahwa jika proses grief dapat terselesaikan dengan baik, maka reaksi emosional yang muncul dianggap normal. Karena jika proses grief tidak terselesaikan maka dapat menimbulkan pathological grief, seperti; kemarahan, rasa bersalah, simtomsimtom fisik, depresi, dan kehilangan makna serta tujuan hidup. Oalam hal ini, jelas terlihat bahwa anak merupakan harta yang berhaga bagi orang tua.
36
Anak merupakan tumpuan harapan yang dapat memberikan sesuatu bagi masa depan orang tua, bahkan setelah mereka meninggal. Perasaan sedih dan kehilangan (bereavement) karena kematian anak dapat menyebabkan berubahnya rencana yang telah disusun oleh orang tua untuk masa depan anak tersebut.
Kesedihan dan kehilangan atas kematian menyebabkan para orang tua, khususnya ibu yang merupakan subyek dari penelitian ini menunjukan perilaku coping, yaitu usaha yang dilakukan seseorang dengan tujuan untuk mengatasi dan menyelesaikan sesuatu dalam bentuk tugas atau masalah pada orang tersebut.
Lazarus membedakan coping kedalam dua jenis, yaitu: Coping terpusat pada masalah (Problem-Focused Coping) dan Coping terpusat pada emosi (Emotion-Focused Coping). Selain itu, stategi coping juga dibedakan kedalam tiga jenis, yaitu: Strategi Problem-Focused Coping terdiri dari; Active Coping, Planning, Seeking Social Support for Instrumental Reason, Suppression of Competing Activities dan Restraint Coping. Pada Strategi Coping Emotion-Focused Coping terdiri dari: Seeking Social Support for Emotional Reason, Positive Reinterpretation and Growth; Denial, Acceptance, Turning to Religion. Sedangkan Stategi
Copin~J
Maladaptif,
37
yaitu: Focusing on and Venting of Emotions, Behavioral Disengagement dan Mental Disengagement.
Akan tetapi, dari penelitian yang dilakukan oleh para ahli ditemukan bahwa manusia dalam menghadapi masalah yang dihadapinya cenderung menggunakan strategi Problem-Focused Coping & Emotion-Focused Coping secara bergantian sesuai dengan kondisi dan masalah yang mereka hadapi.
Bagan:
lndividu
-
Menikah i(Berkeluarga)
Memiliki l--1> Keturunan (Anak)
Active Coping, Planning, Seeking Social Support for Instrumental Reason, Suppression of Competing Activities dan Restraint Coping
-
Seeking Social for Emotional Reason, Positive Reinterpretation and Growth Denial Acceptance Turning to Religion.
-
Focusing on and Venting of Emotions, Behavioral Disengagement dan Mental Disengagement
-
Kematian Anak
~ Problem '""" Focused Coping
Grief & Bereavement
~ Emotion Focused Coping '"""
Coping Maladaptif
-
Coping
BAB3 METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab 3 akan penulis kemukakan bagairnana rnetode yang digunakan dalarn penelitian ini. Yang rneliputi: jenis penelitian, cara pengarnbilan sample, rnetode pengumpulan data, teknik analisa data, teknik dan prosedur penelitian dan pelaksanaan.
3.1 Jenis Penelltian 3.1.1 Metode Penelitian Pada penelitian ini, penulis rnenggunakan rnetode penelitian kualitatif. Menurut Bogdan & Taylor yang dikutip oleh Lexy J. Moleong (2000) bahwa rnetode kualitatif rnerupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari subyek yang dapat diarnati. Alasan rnenggunakan metode kualitatif adalah sebagairnana rnenurut Lexy J. Moleong (2000) bahwa metode kualitatif digunakan l<arena beberapa pertirnbangan, yaitu: a. Metode ini mampu menyesuaikan seraca lebih mudah untuk berhadapan dengan kenyataan ganda. b. Metode ini menyajikan secara langsung hakekat hubungan antara peneliti . .
dan responden.
39
c. Metode ini lebih peka dan lebih mudah menyesuaikan dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola
nilai yang
dihadapi.
Dalam penelitian ini, penulis berusaha memahami ge!jala tingkah laku manusia menurut penghayatan perilaku melalui sudut pandang psikologi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis juga berusaha dengan cermat mengamati perilaku ibu yang anaknya telah meninggal dunia. Karena dengan metode kualitatif ini penulis dapat lebih mudah menggali atau berinteraksi dengan informan secara langsung untuk dapat menjelaskan peristiwa yang berlangsung di lapangan.
1.1.2 Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini berupa studi kasus, guna membantu tercapainya tujuan penelitian. Menurut Kristi Poenwandari (2001) dalam pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manm;ia, bahwa studi kasus adalah fenomena khusus yang hadir dalam suatu konteks yang terbatasi (bounded context), meski batas-batas antara fenomena dan kasus tidak sepenuhnya jelas. Dengan pendekatan studi kasus ini peneliti dapat memperoleh pemahaman utuh dan integrasi mengenai inte1rrelasi berbagai fakta dan dimensi dari kasus tersebut.
40
3.2 Pengambilan Sampel 3.2.1 Populasi dan Sampel Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi seperti dalam penelitian kuantitatif, tetapi oleh Spradley yang dikutif oleh Sugiono (2007) dinamakan "social situation" atau situasi social yang terdiri atas tiga elemen, yaitu: tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity). Penelitian kualitiatif yang berangkat dari suatu kasus tertentu dan pada situasi social tertentu nantinya akan dapat ditransfer hasilnya pada tempat atau situasi social yang sama. Jumlah subyek yang penulis ambil dalam penelitian ini adalah 3 orang, meskipun sebenarnya tidal< ada ketentuan baku dalam panelitian kualitatif.
Dengan demikian dalam penelitian ini, karakteristik subyek yang akan diteliti adalah: 1. Subyek adalah ibu-ibu yang anaknya telah meninggal dunia. 2, Kondisi psikis ibu sehat dan tidak mengalami gangguan atau sakit jiwa sehingga peneliti dapat menjalin komunikasi dengan baik dan memperoleh informasi sesuai dengan yang diharapkan. 3. Anak yang meninggal yakni berusia O bulan sampai 5 talhun karena sakit. Menurut teori daya tarik interpersonal, bayi manusia adalah ciptaan lemah yang membutuhkan perawatan, perlindungan, pemberian makanan dan
41
kehangatan yang ekstra dari seorang ibu. Karena pada usia tersebut seorang anak masih sangat rentan dari bahaya dan penyakit.
3.2.2 Teknik Pengambilan Sampel Dalam penelitian ini teknik pengambilan sample yang digunakan adaiah purposive sampling, yaitu sample dipilih dengan pertimbangan dan tujuan tertentu. Menurut Lincoln dan Guba (1985) yang dikutip oleh Sugiono, ciri-ciri khusus sample purposif, yaitu:
1. Emergent sampling design, yaitu penentuan sample sementara tau selama penelitian berlangsung. 2. Serial selection of sample units, yaitu peneliti memilih orang tertentu yang dipertimbangkan akan memberikan data yang diperluka1n. 3. Continuous adjustment of fOcusing of the sample, yaitu unit sample yang dipilih makin lama makin terarah sejalan dengan makin terarahnya focus pemelitian. 4. Selection to the point of redundancy, yaitu dipilih sampai jenuh.
3.3 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan oleh penulis untuk mengumpulkan data. Metode menunjuk suatu kata yang abstrak dan tidak diwujudkan dalam benda, tetapi hanya dapat
42
diperlihatkan penggunaannya melalui: angket, pengamatan, ujian (tes), dokumentasi, dan lainnya (Ridwan:2007). Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode wawancara mendalam, observasi, dan analisi dokumen untuk menjawab permasalahan yang diteliti.
3.3.1 Wawancara Untuk memperoleh data yang diperlukansalah satu teknik yang digunakan penulid adalah dengan metode wawancara. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (lnteTViewei) dan yang mengajukan pertanyaan, dan yang diwawancarai (lnteTViewee)yang memberi jawaban atas pertanyaan itu (Lexy
J. Moleong: 2000). Maksud rdari pengadaan wawancara adalah agar penulis dapat berkomunikasi secara langsung menggali lebih dalam dengan pihakpihak yang secara professional memadai dan benar-benar menguasai dengan permasalahan yang diteliti. Teknik wawancara
yan~1
dipakai adalah
(indepth inteTView) wawancara mendalam.
3.3.2 Observasi Selain wawancara, penulis juga menggunakan metode
obs1~rvasL
Metode
observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati, mencatat, secara sistematis gejala yang diselidiki (Lexy J. Moleong: 2000).observasi dalam penelitian ini berfungsi sebagai data
43
penunjang dari wawancara. Yaitu melalui pengamatan langung berupa kegiatan melihat, mendengar, atau kegiatan dengan alat indera lain atas reaksi atau respon yang muncul dari responden baik dari dirinya sencliri maupun dari keadaan atau situasi disekelilingnya pda saat wawancara berlangsung.
3.4 lnstrumen Pengumpulan Data lnstrumen pengumpulan data adalah alat Bantu yang dipilih dan digunakan oleh penulis dalam kegiatannya mengumpulkan data agar f(egiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya (Suharsimi Arikunto: 1995, sebagaimana dikutip oleh Ridwan (2007). Dalam penelitian ini instrument yang digunakan untuk pengumpulan data adalah pedoman wawancara, lembar observasi, tape recorder, dan buku catatan. Pedomaan wawancara digunakan agar lebih focus menggali yang menjadi objek
pE~nelitian, IE~mbar
observasi sebagai pedoman untuk melakukan observasi terhadap penampilan, sikap dan perilaku subyek, keadaan tempat, SE!rta catatan khusus selama wawancara berlangsung. Sedangkan tape r,ec0rder digunakan untuk merekam perkataan subyek, dan buku mencatatkan hal-hal yang terekam/ tercermati/ yang tidak jelas.
44
3.5 Teknik Analisa Data Analisa data adalah tahapan setelah semua data dapat dikatakan terkumpul, yang kemudian diolah menjadi suatu laporan. Analisa data adalah proses pengorganisasian dan pengurutan data dalam pola, kaltegori, dan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumusl
kE~dalam
teori yang
sesuai dengan keadaan subyek yang sebenarnya. Dan pada tahap akhir, semua data dapat diinterpretasikan dengan bahasa yang mudah dipahami.
3.6 Teknik Prosedur Penelitian 3.6.1 Tahap Persiapan Sebelum melakukan tahap penelitian ini maka peneliti melakukan persiapan sebagai berikut:
1. Peneliti menyusun pedoman wawancara yang berhubungan dengan keadaan para subyek, sebelum meninggal, keadaan keluarga dan
45
masalah-masalahnya, coping, dan dukungan sosial yan1,g di dapatkan para subyek, 2. Menunjukan pedoman wawancara pada pembimbing skripsi untuk mendapatkan masukan-masukan. 3. Melakukan perb<:iiki:m dan tarnl:l<:ih<:in Y<:tll9 giperluk<:in t~rh<:id<:tp pedom<:in wawancara. 4. Kembali merumuskan verbalisasi untuk wawancara.
3.6.2 Tahap Pelaksanaan Setelah persiapan untuk melakukan wawancara dilakukan, kemudian langkah selanjutnya yaitu: a. Peneliti mendatangi subyek penelitian dan meminta kesediaannya untuk menjadi subyek penelitian. b. Setelah subyek bersedia, peneliti menjelaskan kembali rnaksud diadakannya penelitian ini dan peneliti meminta ijin untull< menggunakan tape recorder pada saat wawancara berlangsung. c. Wawancara yang dilakukan pada subyek dilakukan sE1banyak dua kali, wawancara dilakukan di kediaman para subyek. Hal ini clilakukan agar subyek merasa nyaman ketika wawancara berlangsung.
BAB4 PRESENTASI DAN ANALISA DATA
Pada bab 4 akan penulis uraikan bagaimana hasil pengolahan data yang terkllmPLll, me!iputi: gambarnn umum $ubyek pene!itian, gambaran ka$U$, analisa kasus, dan perbandingan antar kasus.
4.1 Gambaran Umum Subyek Penelitian Subyek yang dijadikan sebagai responden dalam penelitian ini adalah para ibu yang anaknya telah meninggal dunia. Responden yang dicari adalah ibu yang anaknya meninggal karena sakit. Subyek penelitian ini berjumlah tiga orang, Pene!itian di!akukan di rumah re$ponden mYl
Nama-nama subyek dalam penelitian ini sengaja penulis samarkan dengan menggun!3kan ini$i
47
Tabel 4.1 Gambaran Umum Subyek
No
Nama Ag ama
Usia
Jmlh Anak
Status Anak
Usia Anak yang Meninggal
Lamanya Usia Kematian Anak
1.
SA
Islam
25th
2
Anak Pertama
2th
3th
2.
L
Islam
43 th
4
Anak ke Dua
4,5th
18th
3.
y
Islam
51 th
4
Anak Pertama, ke dua, ke tiga
1.5 th, 8 bin, 4th
26th,22 th, 17th
4.2 Gambaran dan Analisa Kasus Uraian mengenai gambaran masing-masing kasus disajikan dalam bentuk observasi subyek, mencakup; identitas subyek, status praesens, status psikis, status fisik, observasi umum dan khusus. Gambaran kasus yang mencakup; riwayat kehidupan sebelum anak meninggal dan kondisi saat ini. Kemudian analisis kasus yang mencakup; reaksi emosional yang dirasakan akibat kehilangan anak, penyebab reaksi munculnya reaksi emosional, dan strategi coping yang dilakukan.
48
4.2.1 Kasus lbu S.A
Observasi SubYel< Nama
: S.A
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tempi:it Ti:inggi:il Li:thir : 6eki:tsi 21 April 1982 Pendidikan
: SD
Agama
: Islam
Pekerji:ti:tn
: IRT
Tanggal Wawancara
: 22 November 2007
Tempat Wawancara
: Rumah responden (JI. Pulo Utama. Kp. Kelapa
Dui:i Rt 002 Rw 09 Pi:tc:lurenan Mustiki:tii:tYi:t Bekasi Timur 17156).
a. Observasi Umum SA adalah seorang wanita polos, ramah dan pendiam. Memiliki berat badan sekitar 50 kg dan tinggi badan 156 cm. SA cenderung memiliki wajah yang
ovi:il, bentuk tubuh seimbang i:intarn beri:it c:lan ti11ggi badamiya, berkulit Putih dan rambut ikal sebahu. SA menggunakan baju gamis panjang berwama biru tua, tetapi tidak berkerudung, rambutnya dikuncir dengan ticlak menggunakan
make-up dan asesoris aPaPun.
49
Ketika diminta untuk menjadi responden dalam penelitian ini, SA langsung bersedia sarnbil tertawa dan berkata:
"tapi jangan susah- susah, nanyanya ya el.. ?"
Sebelum wawancara di lakukan, penulis terlebih dahulu mengadakan pendekat
Wawancara dilakukan selama dua hari. Wawancara pertama dilakukan pada hari kamis 22 November 2007 pukul 13.05 sarnpai denQan ·14,25 W16. Kemudian wawancara kedua dilakukan pada hari jumat 23 November 2007 pada pukul 13.00 sampai dengan 13.45 WIB. Wawancara pertama dan kedYa dilakYkan dirYrnah responden tepatnYa diruang tarnu.
Awai wawancara SA kelihatan sedikit canggung dan bingung, hal itu dapat terlihat ketika penulis menge!yarkan tape recorder, SA berk:;ili- kali berkata kepada penulis untuk tidak ditanya dengan pertanyaan
yan~1
sulit di mengerti.
"El ... jangan susah- susah ya nanyanya, kita mah ngga ngerti ... ".
50
Namun setelah dijelaskan bahwa pertanyaan yang akan diberikan bukan untuk dinil<:1i ben<:1r <:1t<:1u s<:1lah dan data yang di<:1mbil <:1kan be11<:1r- benm dijaga kerahasiaannya, SA baru mengerti dan sedikit santai. Hal itu terdengar dari ucapan SA yang berkata:
"Q..• kciyE1 curhE1t <;/c>E1ng YEI t:;I.. ?"
Pada saat wawancara baru dimulai, SA yang saat itu sedang memasak air mernint<:1 izin untuk rnengangkat 13ir Yang sudl:lh masl:lk dl:ln .iuga rneng<:1yun anaknya. Hal tersebut membuat penulis kurang focus pada proses wawancara sehingga penulis sulit untuk bertanya lebih dalam (melakukan probing),
b. Observasi Khusus Pada saat rneniawab pertanYaan tentang awal mula kernati~111 anaknya.
SA
merendahkan volume suaranya dan mengusap matanya yang saat itu terlihat sedikit mengeluarkan air mata. Selain itu, saat bicara SA jug a sering menelan ludah dan makin lama suaranya terdengar sernakin gernetar.
Gambaran Kasus
a. Riwayat Kehidupan Sebelum Anak meninggal SA (25 tahun) adalah seorang perempuan muslim yang dilahirkan di Bekasi pada tanggal 28 April 1982. Menikah pada usia 21 tahun yang terpaut 6
51
tahun dengan suaminya dan dikaruniai seorang putra. Layaknya keluarga
kebahagiaannya karena menurutnya kelahiran seorang anak adalah rezeki yang tidak boleh ditolak sehingga pada awal pernikahannya SA tidak
dinyatakan positif hamil dan tentu saja SA, suami, dan sEiluruh keluarga besarnya pun ikut bahagia, terutama keluarga SA sendiri karena anak SA
ac:lalah cucu pertama c:likelui;irganya, SA sengaja ingin seigera memiliki anak karena menurutnya kebahagiaan keluarga akan terasa lebih lengkap jika ada seorang anak.
"Ya ... pengen punya anak tu supaya keluE1rga kita lengkap El ... lagian suami kita ngga pengen kita nunda-nunda hamil, polmnya ... kalo ada anak tu jadi terhibur... gitu, gembira ... gitu" (Wawancara kamis, 22 November 2007).
Walaupun banyak para ibu rumah tangga berkata bahwa mengurus anak dan keluarga sangat repot, akan tetapi tidak menurunkan semangatnya untuk segera memiliki momongan karena menurutnya hal itu sudah menjadi
"Biasa aja ... repot mah udah pasti, tapi mo gimana Jagi ya ... ? Udah tanggung jawab kita kan, harus ngurusin kalo udah dilahirin mah ... " (Wawancara kamis, 22 November 2007).
Layaknya ibu rumah tangga yang lain, SA juga sangat sayang mengasuh dan
mernwi:it anaknyi:i. Terlebih kareni:i SA b<=!rU c:likarunii:ii satu or
52
SA yang mengurus semua kebutuhan anaknya. Sehingga SA mengatakan tidak terlalu repot dalam pengasuhan anaknya.
"Sama aja, kata saya mah ... saya mah namanya anak mah kaya rezeki, jadinya ngga ngebeda-bedain gitu, mao anak perempuan juga, tapi berhubung saya mah be/um punya anak perempuan, jadi ngga tau ya ... tapi kata saya mah sama ah El ... dibilang repot mah repot namanya ngurusin anak mah tapinya mah kayanya mah sama dah, kata kita mah" (Wawancara kamis, 22 November 2007) Kedekatan SA dengan anaknya pun makin terasa dari pada dengan suaminya, karena sang suami bekeria sebagai tukang ojek disekitar perumahan tak jauh dari rumah SA. Mulai sekitar pukul 06.00 sampai dengan pukul 20.00 WIB. "/yf) El ... sf)ngf)t dekat kekita dari p;;ida bapakny;;i m;;i/1 .. . orangan kapanan bapaknya mah ngojek dari pagi ampe ma/am. Emang, pu/ang siang buat makan, tapi abis itu ngojek lagi ampe jam delapanan." (Kamis, 22 November 2007).
Tak beda dengan anak normal lainnya, saat usia 1,5 tahun anak SA tumbuh normal dan menurut SA, 0 anaknya sangat cerdas dan penurut. "Normal aja El ... ngurusinnya mah, udah gitu anaknya mah diamah penurut /agi. Terus cerdas El anaknya ... asa/ dibilangin ama diajarin ge
gitu m<Jksudnya, nurut. Emang ge belon ·'iflkola, ya ... tapi ngomongnya ngga cade/ gitu ... kan ada ya anak yang ngomongnya cadel apa gimana gitu ya, tapi dia mah ngga gitu ... ". (Kamis, 22 November 2007).
Ketika berusia 2 tahun 0 mulai terlihat sering sakit. Puncaknya ketika 0 menm11ami s
53
Ketika dihadapkan pada keadaan demikian, SA sangat bin~iung dan gelisah.
Terlebih lagi ketika 0 ditanya sakit apa, 0 l
"Wah ... bukan maen El bingungnya ... ya ... pertama mah pokolmya badannya kurus gitu.ya ... ngeluhnya perutnya kembung, emang si kembung tu ya,,. ngefuh bae, katany1i'pen1t O sakit ma.,. kembung ... "gitu. Trus makannya juga kurang. trus waktu kembung bae mah itu blon sakit, pas udah... apa namanya , pas lama-lama masih kembung tetep. Trus sakit-sakit gitu perutnya, triak-triak, jerit-jeritan. Ampe ini El ... loncat-loncatan gitu, kalo /agi sakit ... dipegangin bae perutnya melilit-lilit, gitu... " (Kamis, 22 November 2007}
Melihat anak yang mengeluh kesakitan SA tidak hanya duduk diam dan
pasrah menerirna saja dengan terus cemas dan gelisah tanpa berbuat dan berusaha apa-apa. Walaupun keadaan ekonominya kurang mendukung, namun SA tidak menyerah untuk mengobati anaknya.
"/tu rencananya mau dibawa ke Rumah Sakit Umum Bekasi, orang di Rumah Sakit kecil mah diaper-aper mulu ngga ada yang sanggup ..• katanya, ini mah kudu dibawa kesono, kudu masuk ruaog gawat darurat ... diruang apa namanya tuh ... ? ICU, ya ... sebab udah koma gitu, kata dokter yang di Rumah Sakit Nanoh (klinik) ... udah bikin surat keterangan ngga mampu ... eh, orang jaraknya jauh ya ... pas pertengahan jalan. Anaknya kaya ngga mao gitu ... brontak-brontak, kejang, trus muntah-muntah kaya macem ada darahnya gitu... udah kebanyakan obat kali ya ... ? Dari dokter, trus jamu dari mami dewi bu/an (shinshe), ngga kuat kali gitu kayanya udah penuh kebanyakan obat. Trus sodara ipar saya ada yang nyaranin ... "Udah ngga mao kayanya nih bocah, udah dah kita bawa pulang aja ... ngga mao ngerepotin orang tuanya lama- lama kali dia ... ?" ya udah, dibawa pulang. Tapi suami saya maonya dibavva pulang ke rumah mertua saya aja, ya udah jadinya dia meninggal di sono ... " (Wawancara Jumat, 23 November 2007}
54
Demi kesembuhan anaknya, berbagai cara SA lakukan. Mulai obat-obatan
tradisional dari dedaunan dan jamu yang diberikan oleh se<>rang shinshe, obat medis oleh dokter, bahkan air putih yang diberikan oleh ustad dan dukun. "Ud;;Jh banyak. Kebi<Jan, ke<Jokter, keli!hinli!he mami i(u <Jewi bu/;;Jn, keustad ampe kedukun. Hampir semuanya dah. Semua udah diusahain gitu, kemana aja. Bukan pagimana-pagimana gitu El, kan Allah Juga tau ya. Kan katanya ge kalo buat obat mah makan daging babi ge boleh bae, yang penting sembuh ... !" ( Wawancara Jumat, 23 November 2007)
Untuk mengetahui perjalanan sakit dan proses pengobatan medis yang
diambil oleh SA untuk kesembuhan anaknya. Penulis mencoba untuk menggali hal tersebut, dengan bertanya lebih mendalam (melakukan probing). Berikut ini petikan wawancara yang dilakukan penulis denga SA: •
lya saya tau, trus waktu berobat ke dokter, kata dokter anak teteh sakit apa ... ? "Disuruh USG, berobat mah udah ... pas gitu katanya disuruh USG biar ketauan jefas penyakitnya apa ... ? Soa/nya waktu berobat baru cum a dikira-kiro aja katanya fambungnya kena lah, ususnya bengkak /ah tapi be/on pasti ... cuman ... anaknya pas mao diketjain (USG) ngga mao ... brontak-brontak, melilit-lilit gitu, kan jadinya ngga bisa jadi gaga/ hasilnya ... "
•
Tapi udah sempet di USG? "/ya, udah ... udah sempet... udah, udah, udah daftar gitu, udah dikerjain, di Rumah Sakit Rawa Lumbu"
55
..
Kalo ke Bidan apa katanya?
"Sama,,, cuman ngasih obat sirup, ngi/angin sakit perut katanya,,,"
•
0 ... gitu, trus kalo ke Ustad sama ke Dukun di apain?
"ya, kalo k1;1situ mah cuman minta aer ama didoanin ... katanya kan ada dukun pinter El yang bisa ngobatin ... orang buta aja di obtain ama dia bisa melek gitu, makanya kan manggil dia, ka/i dia bisa gitu, bukannya kita ngedu/uin Allah ya ... kan sareat mah datengnya dari mana aja ya ... ? Trus dateng tu orangnya, di obtain ... waktu di obtain, ditanya tanggal lahimya hari apa, pas gitu saya bilang jumat k/iwon. Nah ... yang ngobatin itu, lahimya legi ... dia bilang ga sanggup, soalnya kliwon ama legi kalo di ibaratin perguruan mah tinggian kliwon gitu ... jadi dukun itu ilmunya kalah gitu, ngga bisa ngobatin ... kalah menang ama ilmu kliwon ... pokonya ngobatin lama tapi tetep ngga bisa, trus dia pulang ... pas dia pulang, di anterin kan ya, sekitar jem dua lewat trus pas jem setengah tiganya anak saya meninggal"
•
Teteh ada disampingnya waktu meninggal?
"/ya .. , ada semua, nemenin dia". ma/ah umpamanya kita pe/uk sambi/ megangin dia gitu"
•
Berarti, meninggalnya di pangkuan teteh?
"Ngga dipangku, cuman dihadepin aja gitu, rame-rame nemenin, dibacain yasin ...diliatin dia meninggalnya, cuman ngga di pangku ... orang abis di obtain yang ama dukun itu, ditaro di tiket: Make bantal". (wawancara jumat, 23 Novemer 2007).
Walaupun SA sangat sedih dan berat kehilangan buah hatinya, namun SA yakin bahwa Allah sudah menentukan yang terbaik untuk anaknya, yaitu berada tenang di sisi-Nya. SA tetap berusaha tegar dan ikhlas karena
57
"lnget mah inget si El ... tapi udah di ikhlasin aja ... ada emang.. kadang ada ke ingetannya, karena kita sayang gitu, ya ... karena itu aja, tapi kit? lupain /agi aja, ya maksudnya ka/o /agi inget cepet-cepet kita lupain"
•
Bagaimana cara teteh buat ngelupainnya lagi kalo lagi inget? "Biasa aja ... maksudnya, dibawa ngobrol ama sodara-sodara gitu, di ajak becanda, trus ka/o /agi inget yang misa/nya ampe sedih bangat mah banyak- banyak istigfar, ya pokonya kita nyari kesibukan, dengan masak atau ngapain gitu ... ntar juga lupa sendiri ... " (Wawancara jumat, 23 November 2007).
Sebagai seorang ibu, SA tidak akan pernah rnelupakan putra pertamanya tersebut. Dan baginya, anaknya akan tetap dikenang seb<:1gai anak yang manis, penurut, dan cerdas. "Ngga ada bagi saya mah ibunya yang ke ingetan ampe sekarang anak saya mah baik semua ya ... apa/agi dia mah nurut kalo dibilangin, kalo dibilangin jangan naka/, dia ngga nakal". . .. " (Wawancara jumat, 23 November 2007).
Analisa Kasus
a. Reaksi Psikologis yang Muncul Akibat Kehilangan Anak Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan SA, diketahui adanya gejala stres yang mengakibatkan munculnya reaksi psikologis. Hal tersebut timbul akibat dari perasaan sedih, marah, merasa bersalah, karena kehilangan anak yang meninggal. Seperti yang di gambarkan pada table beirikut ini:
58
Tabel 4.2.1 Gambaran Reaksi Psikologis Kasus SA Aspek Psikologis Perubahan Emosi
lndikator
Keterangan 3 bulan setelah kematian anak
- Merasa kehilangan -sedih - Merasa keseplan - cem.:1s - gelisah
Perubahan cara berpikir
- sulit berkonsentrasi - muncul ingatan yang berulang peristiwa kematian anak - putus asa
Perubahan dalam perilaku & sikap
- mudah termenung - mudah menangis - lebih pendiam
tentan~f
Bulan pertama setelah anak meninggal Bulan pertama hingga sekarang
Dari indikator tersebut terlihat dalam diri SA muncul reaksi Psikologis akibat
kehilangan anaknya yang meninggal. Akibatnya, SA pun mengalami beberapa perubahan psikologis yang dapat dilihat pada tiga aspek yakni aspek emosi, kognitif (cara berfikir) dan konatif (perilaku dan sikap). Dimana
perubahan-perubahan tersebut mengganggu aktivitas kes•:1harian yang dilakukan oleh SA dalam kurun waktu tertentu. Selain itu, perubahan psikologis yang dialami oleh SA diantaranya ada yang ber:sifat menetap; lebih
pendiam dan perasaan kehilangan.
59
b. Faktor yang Memperkuat Reaksi Psikologis lmpian dan harapan SA menjadi seorang ibu dengan mengasuh dan mengurus anaknya terhenti ketika kematian menjemput anaknya yang saat itu menderita sakit. Perasaan kesepian dan kehilangan yang diderita SA karena kepergian anak yang selama ini diharapkan dapat menjadi pelengkap dalam rumah tangganya sangat berat dirasakannya.
Faktor kerentanan yang merupakan penyebab munculnya reaksi psikologis pada diri SA adalah; (1)
Keadaan ekonomi yang kurang mendukung untuk
m1~ngobati
anaknya,
sehingga SA merasa bersalah karena tidak bisa menyembuhkan penyakit yang di derita anaknya, sehingga anaknya meninggal. (2)
Merasa tertekan karena anak SA adalah cucu pertarna dari orang tuanya yang selama ini dinantikan.
(3)
Kematian anak yang relatif cepat, anak SA meninggal setelah proses pengobatan selarna satu minggu.
c. Strategi Coping yang di lakukan pada Kasus SA Dalam mengatasi masalah yang di alaminya, pada awalnya SA menolak (denial) kejadian tersebut. Selain itu, cara yang dipilih SA adalah dengan mencari alternatif-alternatif penyembuhan anaknya, rnencari bantuan ekonomi untuk kesembuhan anaknya (selama proses pen!JObatan anaknya)
60
dan dukungan dari keluarga untuk ikhlas (setelah kematian anak) hal ini menunjukan bahwa SA mencoba mencari dukungan sosial (seeking social support for instrumental reason). Selanjutnya SA berusaha melupakan kekecewaannya dengan merasionalkan keadaan dengan berfikir dan menganggap situasi yang ada sebagai takdir (Acceptance). Yang pada akhirnya SA meningkatkan ibadahnya kepada Tuhan
Yan~1
Maha Esa, dan
meyakinkan diri bahwa Allah akan memberinya banyak anak lagi (Turning to religion). Dalam strstegi coping seperti ini SA termasuk kedalam coping Terpusat pada emosi (Emotion Focused-Coping) dengan jenis Turning To Religion, yaitu dengan meningkatkan keterlibatannya pada kegiatan-kegiatan religius, agar dapat membantunya menjelaskan masalah yang dihadapinya. Untuk lebih jelas, penulis mencoba menggambarkan sepe1ti pada tatel berikut:
Tabel 4.2.2. Strategi Coping Kasus S.A No
Strategi Coping
Jenis Coping Seeking Social Support For Instrumental Reason
1
Problem Focused Coping
lndikator
Keterangan
Mencari alternatifalternatif pengobatan anak
Setelah kematian anak
Mencari bantuan ekonomi untuk pengobatan anak
Sebelum kematian anak
Mencari dukun!~an kely;;irg;;i
Sebelum kem;;iti;;in anak
61
2
Denial
Kesedihan yang lama
Setelah kematian anak
Positive Reinterpretation and Growth
Memiliki asumsi bahwa kematian anak adalah takdir Tuhan
Setelah kematian ank
Mengikhlaskan kematian anak
Setelah kematian anak Stel ah kematian anak
Emotion Acceptance Focused Coping Turning to Religion
Menggunakan busana muslimah Raj in melaksanakan shalat lima waktu
Setelah kematian anak
4.2.2. Kasus l Observasi Subyek Nama
L
Jenis kelamin
Perempuan
Ternpat/Tanggal lahir
Bekasi, 10 Juli 1969
Pendidikan
: Tidak sekolah
Ag ama
Islam
Pekerjaan
Pernbantu
Tanggal wawancara Tempat wawancara
: 31 Desember 2007 Rumah responden (kp. Kelapa dua RT 02/09 Padurenan Mustikajaya Bekasi Timur 17156)
62
a. Observasi Umum L memiliki berat badan 55 kg dan tinggi 158 cm. L cenderung memiliki wajah bulat persegi, bentuk tubuh seimbang antara tinggi dan barat badannya (tidak kurus dan tidak terlalu gemuk) berkulit coklat dan rambut ilurus pendek sebahu dikuncir. L menggunakan baju tidur pendek dengan warna dasar merah yang bermotif loreng, memakai sandal jepit warna orange, tidak bermake up dan hanya menggunakan anting giwang berukuran kecil.
L adalah seorang ibu rumah tangga yang sangat sederhana. Ketika diminta untuk menjadi responden awalnya L menolak dengan alai;an tidak bisa menjawab.katanya "et, ngapain si Lisa ... ma'L mah engga ngerti ah ... engga
bisa ngomongnya neng ... " akan tetapi setelah penulis menjelaskan maksud dan tujuan penulis yang dibantu dengan bantuan anak tertua L (lulusan SMU) yang merupakan teman penulis, barulah L bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian ini.
"Ya udah, . ,, dah.. Tapi pake bahasa kita aja ya Lisa, takut ma' Lis engga ngert1. ..
Wawancara dilakukan selama dua hari bersamaan dengan melakukan observasi. Wawancara pertama dilakukan pada hari jumat 14 Desember 2007 pada pukul 10.00 sampai dengan pukul 11.45 WIB. l<emudian wawancara kedua dilakukan pada hari sabtu 15 Desember 2007 pada pukul
63
13.00 sampai dengan pukul 14.00 WIB. Wawancara pertama dan keclua dilakukan dirumah responden tepatnya diteras depan.
Awai wawancara berlangsung, L kelihatan sangat tegang, dengan posisi duduk yang tegap, wajah lurus kedepan menatap penulis. Hal itu menunjukan bahwa L sangat kaku dan tidak santai. Terlebih ketika penulis mengeluarkan tape recorder dan alat-alat untuk wawancara (buku catatan dan pulpen). Namun, ketika pertanyaan yang penulis ucapkan mengalir seperti ngobrol biasa, L mulai terlihat lebih rileks. Ketika wawancara dengan L, penulis merasa kurang nyaman dan fokus karena ditempat wawancara ada dua anak L yang menemani (anak pertama dan anak bungsu L). terlebih ketika anak L yang berusia lima tahun merengek minta diambilkan makan. Akan tetapi, kehadiran anak pertama L dirasakan penulis cukup membantu, apabila L diam dan tidak mengerti atau tidak tahu harus menjawab apa, maka anak pertama L membantu penulis untuk menjelaskan kepada ibunya.
b. Observasi khusus Ketika penulis mulai mengarahkan pertanyaan kepada L tientang anak keduanya yang telah meninggal, L sering mengusap wajahnya dengan kedua tangannya. Selain itu, saat lebih diarahkan tentang proses perawatan yang
64
dilakukan sampai anaknya meninggal, L sangat antusias untuk menceritakan tentang kejadian tersebut.
Gambaran Kasus a. Riwayat Kehidupan Sebelum Anak Meninggal L (43 tahun) adalah seorang wanita yang lahir di Bekasi, 10 Juli 1965. L anak kedua dari empat bersaudara. Menikah pada usia 19 tahun dan dianugerahi 4 orang anak (2 laki-laki dan 2 perempuan). Walaupun keadaan ekonomi yang hanya berkecukupan, L yang awalnya hanya berprofosi sebagai ibu rumah tangga ini sangat optimis menjalani kehidupannya sebagai istri untuk suami dan ibu untuk anak-anaknya. L sangat sayang kepada anaknya karena menurut L anak adalah pelengkap rumah tangga yang akan menjadi penerus keturunannya kelak. "/ya pengen punya anak, pengen punya keturunan, pengen bahagia gitu hidupnya gitu, berumah tangga gitu ... ketenangan gitu ... " (Wawancara Jumat, 14 Desember 2007).
Menurut L dalam mengasuh dan mengurus anak tidak ada istilah repot, karena L sadar bahwa itu semua adalah konsekuensi yan!~ harus L terima. "A/hamdulillah gampang ... ! engga ada yang susah gitu, ya ... ngurusin ini anak udah 4 ge' ini. Gampang-gampang gitu, ngga ada yang susah gitu ... ka nada orang yang bilang gitu, ngurusin anak ada yang susah, ada yang gampang. Tapi ini mah a/hamdu/illah gampang semua." "Kalo K (almarhum) gampang banget ngurusinnya ya, tapi geneng gampang juga ya pegihnya gitu ... " (Wawancara Jumat, 14 Desember 2007).
65
L adalah seorang ibu yang sangat tulus, pengabdiannya ke,pada suami serta mengurus anak tidak pernahmengeluh, meskipun l<eadaannya hanya sekedar cukup. Suami L yang hanya bekerja jil
"Ya ... anak-anak mah dekat-dekat gitu, ampe ini(samt>il menunjuk kearah anak pertamanya) dia ge dekat juga gitu, bagEm sekarang udah kawin ge gitu geneng ... " "
Kalau bapak?
'ya, dekatjuga tapinya lebih dekat kesaya,gitu ... " (wawancara jumat, 14 Oesember 2007).
Walaupun hanya berkecukupan, al
"Sama bae ah, kata saya mah anak laki-laki atau pemmpuan ge ... anak kita-kita juga gitu .. .mao bagaimana lagi, udah dikasihnya ... sedikasihnya ge, kita ngurusinnya gitu ... " (wawancara Jumat, 14 Desember 2007).
Layaknya keluarga bahagia yang lain, hidup L yang hanya berkecukupan itu dirasakannya sudah lengkap dengan memiliki suami dan :2 anaknya (perempuan dan laki-laki). Akan tetapi kebahagiaan L itu dirasanya cul
66
singkat, l<etika L dihadapkan pada keadaan sakit anak keduanya yang sangat rnendadak dan berujung pada kernatian. "Dia ... siangnya mah ngga ngapa-ngapa ... pas ma/em jem 1 jem 2 tu kerasa ... kejang-kejang gitu ya, kedinginan ya, trus matanya mendelik gitu ngatas-ngatas gitu. Ya, trus ampe pagi. Pas pagi,. dibawa ke Rumah Sakit Nanoh (klinik). Di Rumah Sakit katanya "ngga apa-apa ini mah" gitu katanya ... padahal mah ya ... kon udah ... uadah .l<ejang gitu, udah ngga ada anunya dah gitu, dibawa ke Rumah Sakit g1-;J.. " (Wawancara Jurnat, 14 Desernber 2007)
Keadaan panik karena K (anak L) yang saat itu belurn ada perubahan sangat cernas dan tidak sabar untuk rnernbawa K berobat kernana pun (alternatif) anaknya agar bisa sernbuh. "Dukun ge udah banyak, dukun mana aja gitu, udah ampe kemari gitu ... tapi ga masuk itu dukun, udah di pencet diapain ge Y•~ ongkoh baf> g1'tu ... " "
Waktu dibawa ke Rurnah Sakit, kata dol
..
Waktu itu badannya panas ga? "Ngga ... ngga panas, cuman dingin gitu ... menggigil, matanya mendelik ngatas, terus jem 1 siang udah dah meninggal. Waktu meninggal itu mao dibawa ke Rumah Sakit lagi, tapi ngga kuat dianya, ya udah dah ... " (Wawancara 14 Desernber 2007)
Meskipun bisa dibilang cukup singkat, akan tetapi L rneras.a usaha untuk rnenyelarnatkan anaknya sudah cukup banyak, dari mulai rnedis hingga ke alternatif. Walaupun usaha yang di lakukannya tidak berhasil dengan baik.
67
"Udah banyak usaha yang saya ama bapaknya /akuin, tapi ngga ada yang masuk, cuman sehari sema/em itu ... " (Wawancara Jumat, 14 Desember 2007)
Sebagai seorang ibu, kedaan tersebut tentunya berat bagi L. akan tetapi, L sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain mengikhlaskan kepergian K yang sangat disayanginya. "/ya, ada ... emangan ama kita, tapi dipangkunya mah ama bapaknya. Kita disampingnya gitu ngga mingser-mingser". (Wawancara Jumat, 14 Desember 2007).
Kematian anak yang dirasa cukup singkat, sesaat membuat L lupa dan seolah menyalahkan takdir dan orang (dokter) yang pada saat itu tidak bisa lagi menolong anaknya. 'ya pagimana ya rasanya, gitu ... udah ngga inget apcr-apa dah gitu, udah ngga ada rasanya ... "
•
Saat itu pingsan ngga?
"Ya, iya ... •
11
Teriak- teriak ngga? "Ya, udah ngga inget apa-apa ... dah, gitu ... kita sambatan ge ... "
•
Mukul, maki, atau guling-guling ngga? "Ngga begitu mah, cuman sambatan doang gitu, gimana ya orang kaga sakit /agi gitu namanya ngga sakit Jama, cuman sema/E1man doang jadinya pikiran kita pagimana gitu" (Wawancara Sabtu, 15 Desember 2007)
68
b. Kondisi Saat lni Sebagai seorang yang beragarna akhirnya L pun sadar bahwa hal itu sudah rnenjadi kehendak Tuhan yang harus dijalaninya. Sehingga sedikit demi sedikit, L rnencoba untuk rnengikhlaskan kepergian anaknya. "Ya ... bagaimana ya, ya udah dah. Udah begini mah ya kalo kita orang kampong mah gitu, udah nasibnya kali ya ... udah ninggangnya gitu, ya mudah-mudahan barang kuat ge gitu iman kita, pikirain kita, dah ngeredainnya gitu". (Wawancara Sabtu, 14 Desember 2007)
Akan tetapi, walaupun L rnencoba untuk rnelupakan semuanya, tetap saja ia rnasih ingat kejadian tersebut dan tidak akan pernah bisa rnelupakannya. "Kato /agi pikiran pagimana ... gitu, ya sokan keingetan gitu ya ... sokan keingeatan, ya mananya meninggal ngga sakit /agi gitu ... " (Wawancara Sabtu, 14 Desernber 2007). Dukungan keluarga, saudara dan kerabat dekat dirasakan sebagai obat yang sedikit dapat mengurangi kesedihan L karena kernatian anaknya. "Ya gimana ya ... taronyajuga kita udah ada tiga ini ... yang masih idup, udah dah gitu dia biarenak aja gitu di sono ... kalo tai1i ke ingetan mah kita memaen ge gitu ... kita nenangga ... masak ... targe i/ang /agi, gitu pikiran kita ... untungnya ge, kita punya tetangga deke•t-deket gitu, pada bae semua, pada ngedukung kita gitu barang ikh/as, sabar, gitu selain suami, tetangga ge gitu pada bae ... " •
Kalo keluarga, sodara-sodara ngedukung juga apa ng~1a? "Ya ngedukung mah ngedukung ... cuman kon disini (di rumah mertua) pada sibuk ... kon si Kiar mah matinya bareng pisan ama emak (mertua) hajatan ... ngawinin namah (adik ipar L) ... jadinya ya pagimana ya sodara. sodara ge bolak-balik bae gitu, ntar ke kita ... ntar kerumah emak nganuin tamu ... jadi itu ge, tetangga- tetangga abis kondangan pada kekita gitu ngasih dukungan biar supaya sabar.. "
69
Kenangan akan K dalam benak L pun tak pemah bisa L lupakan. Terlebih menurut L, K pemah punya kenangan buruk dengan saudara ipar L "Anaknya mah nurut bangat ... terus dia /agi idupnya ctu/u pemah dimarahin ama sodara terus dia adanya di po'on pisang di pinggir empang. Anak gua ... dimarah-marahin orang, /agi nyompot bae di po'on pisang di pinggir empang gitu dia ... tu sedihnya ya itu, yang ampe karang masih ke ingetan ... ama sodara pemah begitu ama dia ... "
Tak beda dengan seorang ibu yang lain, akhimya L pun hanya bisa pasrah terhadap nasib yang dialaminya (kehilangan anak karena fcematian). L pun hanya bisa berdoa semoga Allah menghendakinya untuk ciiberi anak laki-laki lagi sebagai pengganti anak keduanya tersebut. "Ada ... ya kepikiran begitu ya, mudah-mudahan biar dikasih anak /aki· laki lagi gitu. Ya, emang yang meningga/ anak laki-laki biar dikasih anak /aki-/aki lagi, ya itu geneng datengnya ling (anak ketiga yang pada saat terakhir wawancara baru pulang dari seko/ah)". (Wawancara Sabtu, 15 Desember 2007).
Analisa Kasus a. Reaksi Psikologis yang Muncul Akibat Kehilangan i!\nak Berdasarkan wawancara yang penulis laksanakan dengan subyek, dapat diketahui adanya reaksi psikologis yang terjadi akibat dari kematian anaknya. Sehingga hal tersebut dapat di katakan sebagai gejala streis yang menyebabkan perubahan dalam hidup L. Seperti yang digambarkan pada table berikut:
70
Table 4.2.3 Gambaran Reaksi Psikologh; Asoek osikoloais
Perubahan Emosi
Perubahan cara berpikir Perubahan Sikap dan Perilaku
lndikator Sedih Gelisah Ce mas Teriak-teriak Pinasan Merasa kesepian Merasa Kehilanaan Sulit berkonsentrasi outus asa muncul ingatan yang berulang tentang kejadian terse but mudah termenuna mudah menangis
Kasms• !. li<eteranaan Saat Anak Sakit
Saat Anak Meninggal Setelah kematian anak sarnpai sekarang Saat anak sakit Sae1t anak sekarat Minggu pertama sampai 2 bulan pertama Minaau oertama Minggu kedua
Pada kasus L, reaksi Psikologis yang dapat dilihat adalah dengan perubahan-perubahan perilaku yang ditampilkan dalam aspek-aspek psikologi. Pada aspek emosi pada awal kematian anaknya L mengalami
shock, teriak-teriak dan mengakibatkan L tidak sadarkan diri (pingsan). Pada aspek kognitif (cara berfikir) terdapat perubahan pada diri L seperti; sulit berkonsentrasi, dan munculnya ingatan yang berulang tentang kematian anaknya. Dan pada aspek konatif (perilaku dan sikap) pada diri L terdapat perubahan seperti; mudah termenung, mudah menangis dan lebih pendiam.
71
b. Faktor yang Memperkuat Reaksi Psikologis Perasaan sedih dan kehilangan yang dialami L dirasakannya sangat mendalam, ketika L dihadapkan pada kematian anak keduanya. Faktor kerentanan yang menjadi penyebab timbulnya stress pada diri L adalah: (1) Keadaan sakit yang tidak lama dan tidak jelas apa yan~1 dialami K
membuat L merasa tidak terima ketika dokter berkata tak apa-apa atas penyakit yang di derita anaknya. (2) Keadaan ekonomi yang kurang mendukung untuk penyembuhan
anaknya. (3) Keadaan lain (resepsi pernikahan adik ipar L) yang bensamaan dengan
kemaatian anaknya dirasa L sangat membuatnya tertekan.
c. Strategi Coping yang dilakukan pada Kasus L Dalam mengatasi kesedihan akibat kehilangan anaknya, L berusaha menghilangkan kesedihannya sedikit demi sedikit dengan lberdoa dan berpikir bahwa kelak Allah akan memberinya anak laki-laki lagi. "Ya ... mudah-mudahan barang kuat, gitu ya lwat iamn kita, pikiran kita dah ngeredainnya gitu. Ya ... pasrah bae dah kita biardikasih lagi anak /aki-l;aki gitu ya ... emang yang meninggal /aki-laki." (Wawancara Jumat, 14 Des 2007).
Adanya ketegaran dan keimanan yang dimiliki L membuatnya dapat bertahan dalam situasi yang menekan saat itu. Walaupun L sendiri belum yakin, akan langkah kehidupannya kelak. Akan tetapi L memfokuskan penyelesaian
72
masalahnya dengan mengatur terlebih dahulu keadaan emosinya (emotion focused coping) dengan jenis positive reinterpretation and growth yaitu dengan memandang kejadian-kejadian yang di anggap sebagai maslah menjadi sesuatu yang positif, dengan bertujuan untuk mengendalikan emosiemosi yang tidak menyenangkan. Tabet4.2.4
Strategi Coping Kasus L No
1
Strategi Coping
Problem Focused Coping
Jenis Coping
Keterangan
Mencari alternatifalternatif pengobatan anak
Setelah kematian anak
Mencari dukungan keluarga dan kerabat dekat
Setelah kematian anak
Kesedihan yang lama
Setelah kematian anak
Positive Reinterpretation and Growth
Memiliki asumsi bahwa kematian ana1k adalah takdir Tuhan
Setelah kematian anak
Acceptance
Mengikhlaskan kematian anak
Setelah kematian anak
Tawakal dan berserah diri pada Tuhan.
Stelah kematian anak
Seeking Social Support For Instrumental Reason
Denial
2
lndikator
Emotion Focused Coping
Turning to Religion
73
4.2.3 Kasus Y Observasi Subyek Nama
: Y
Jenis Kelamin
Perempuan
Tempat Tgl. Lahir
Bekasi, 17 juli 1957
Pendidikan
: Tidak Sekolah
Agama
Islam
Pekerjaan
lbu Rumah Tangga/Petani
Tgl. Wawancara Tempat Wawancara
: 29 Februari 2008 Rumah Responden (Cimunin!l Rt 05/07 Buaran Mustikajaya Bekasi Timur 171156)
a. Observasi Umum Y memiliki berat badan sekitar 65 kg, dengan tinggi badan sekitar 160cm. Y cenderung memiliki wajah yang bulat, berkulit sawo matang dan rambut lurus di konde. Y menggunakan baju kuning pendek, dengan kain panjang bermotif batik cokelat dan tidak menggunakan asesoris dan make-up sedikitpun.
Y adalah seorang ibu rumah tangga yang sangat polos, dan pendiam. Ketika di minta untuk menjadi responden dan di wawancarai, Y hanya memperlihatkan ekspresi datar tanpa terlihat sedih sedikitpun, dengan alasan
74
ia sudah mengikhlaskan kejadian tersebut karena kejadian tersebut sudah lama.
Wawancara dilakukan pada tanggal 29 Febrruari 2008 pada pukul 15.30 sampai dengan 16.1 O WIB. Wawancara dilakukan di rumah responden. Awai peneliti mendatangi rumah Y untuk wawancara, Y kelihatan sangat bingung. Akan tetapi, setelah penulis yang di temani oleh seorang t,eman penulis yang merupakan tetangga rumah Y menjelaskan maksud dan tujuan penulis, Y mulai sedikit mengerti dan sedikit membuka diri kepada p€lnulis. "Ngapain Nung ... ?" (Teman penulis) •
Eh .. ini mak, temen saya ada yang mao nanya-nanya ...
"Nanya apaan. ...? •
Nanya itu, nanya anak-anak mak ndung (panggilan Y) yang udah pada meninggal, saya ada tug as dari sekolaan.. mao ya mak... ?
"' Tapijangan susah-susah nung... gua mah ngga ngerti... •
lya ...
b. Observasi Khusus pada saat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang di berikan, Y terlihat kaku dan tidak faham meskipun penulis sudah berusaha mengaikrabkan diri dan bertanya dengan mencoba menggunakan bahasa yang sama dengan nya.
75
Ketika ditanya tentang kematian anaknya, Y terlihat enggan ditanya lebih dalam. la seolah tertutup dengan hanya menjawab pertanyaan seperlunya saja dengan alasan hal tersebut sudah sangat lama sehin!iga ia sudah lupa akan kejadian tersebut.
Gambaran Kasus a. Riwayat kehidupan sebelum anak meninggal Y adalah seorang perempuan yang sangat polos. Kehidupannya semasa kecil hingga sekarang hanya di desa dan bekerja di sawah untuk menanam padi. Y, dilahirkan di Cimuning, pada tanggal 17 juli 1957. Y menikah muda pada usia kurang lebih 15th. Semasa perkawinannya, Y tidak pernah merasakan hidup mewah. Meskipun demikian, ia tidak pemah mengeluh dan selalu bersabar.
Dalam berumah tangga, Y tidak pernah mengikuti program KB, oleh karenanya, di usia perkawinan yang masih muda, ia langsung dianugerahi seorang anak. Menurutnya, keturunan itu adalah rezeki dari Tuhan yang tidak boleh ditolak. Selain itu, ia juga ingin menjadi seorang wanita yang sempurna dengan menjadi seorang ibu dengan keturunannya yang dapat mengurus kehidupan di hari tuanya kelak. "Ya .. .iya, kali.... kalo punya anak mah nanti ka/o saya udah tua ada nyang ngurusin saya,. .. "
76
Soal keturunan, Y tidak pernah membeda-bedakan jenis k'elamin, ia menerima apapun yang diberikan Tuhan kepadanya, karena menurutnya jenis kelamin laki-laki ataupun perempuan sama saja. Sama-sama makhluk titipan Tuhan yang harus diasuh dan dirawat dengan penuh rasa cinta dan sayang, "Sama bae, kalo kata saya mah .... anak perempuan, anak laki-laki ge ... "
Y adalah seorang ibu yang sangat sayang dengan anak-anaknya.meskipun kehidupan rumah tangganya sederhana tapi Y sangat sabar untuk mengurus anak-anak dan suaminya. "Lha iya .... deket-deket ama saya mah .... " "
Kalo bapak "deket juga, sama bae... " Akan tetapi, kebahagiaan yang Y rasakan seolah hanya kebahagiaan sesaat, ketika Y dihadapkan pada keadaan sakit mendadak yang menyebabkan kematian. "/ya anak saya mah sakitnya ngga lama padaan, cuman semalem semuanya nga kecuali yang keempat aja itu sekitnya ampe 4 bulanan, di Cipto....
"
Emang anak emak yang mati ada berapa? "Ada 3 dari empat.... "
•
Yang pertama jenis kelaminnya apa?
77
"cewe .... " •
Yang kedua dan 3? "Yang kedua cowo, trus yang satunya lagi bukan yang ketiga, tapi yang keempat cowo, baru dah yang ke 3 cowo, juga itu yang nyisa tingga/ dia doang satu-satunya ..
"
Maksudnya, anak emak yang meninggal ada 3 tapi yang ke 1, 2 dan 4? Terus yang sisa tinggal yang ke 3? "/ya ... dia doang ampe karang ninggangnya udah gede....yang /aen mah lagi masih kecil adaan matinya, tapi yang keempat itu waktu umur 5 ff;J h!Jr/"
"
Anak emak yang ke 1, 2 dan 4 itu sakitnya apa sebelum meninggal? "Sakitnya kalo yang yang pertama ama yang kedua mah panas... ngga lama, itu ge sakitnya cuman ada yang dua ma/em ama semaleman doang... panas nggigil gitu... yang dua mah nggalama dah pokonya ... kalo yang bontot, tu sakitnya apa tau itu... ? Matanya jadi gede gitu ampe kaya tutup termos.... katanya mah tangker, apa... apa tau itu, .kaga ngerti saya ge... "
Kejadian yang sangat memilukan tersebut tentu saja sangat membuat Y merasa terpukul. Akan tetapi, menurut Y itu memang kehendak Tuhan YMS. "Ya abis mao gimana /agi....ya emang udah nasib saya kali punya anak pada mati bae ... diobatin ya udah .... tapi geneng ya gitu... " •
Emang waktu sakit udah diobatin kemana bae mak? "Udah semua-mua... di kampung udah daon-daonan, orang pinter udah, dokter udah ... apa lagi yang bontot mah itu.. udahan sedara-sedaranya mah ngga lama sakitnya, kalo dia mah kan ilu ... ampe J'ama."
•
Kalo di bawa ke dokter diapaian mak? Sempet dirawat ke RS ga'? "Lah. ... lama bangel. Ampe berapa bu/an dulu.... ada kal'i mah empat bu/anan gitu... mana di Cipto, sono jauh bangat..."
78
Sebagai seorang ibu, Y tentu saja merasa tertekan atas kejadian tersebut. Akan tetapi, ia juga tidak bisa berbuat apa-apa, hanya bisa pasrah dan berusaha ikhlas mendampingi kepergian anak-anaknya. "Lah .... orang kita nyeng nemenin. ... ada ... " "
Dipangkuan emak meninggalnya ..... ? "Kagak.... ouman disamping doang kitanya, kita adepin gitu.... kita dekap d oang.... "
b. Kondisi Saat lni Perasaan pedih, karea kehilangan orang yang dicintai tentu saja merupakan ujian berat yang harus dijalani oleh Y. Terlebih jika harus k:ehilangan 3 orang sekaligus secara berurut. Akan tetapi Y berusaha melupak:an kejadian tersebut dan berusaha tetap bahagia dengan kehidupannya sekarang. "Ya .... sedih. .... udah lama banget.... udah /upa ..... " •
Tapi dari anak yang pertama, kedua ama keempat itu e1mak teriak-teriak, pingsan, atau gimana, gitu mak? "Teriak-teriak dikit, tapi orang ampe sesambatan banget..... " tapi saya disuruh istigfar bae.... ya saya istigfar ge ... "
•
Sapa yang suruh istigfar? "Laki saya, emak saya, sudara-sudara saya, empo saya.. .nyuruh saya nyebut... 'ikhlas' gitu katanya .... "
Meskipun demikian, Y tetap tidak bisa melupakan bahwa ia memiliki 4 orang anak, walaupun yang hidup hanya satu orang saja.
79
"Kato /agi pikirin gimana ... .gitu ya saya suka inget.... " "
Terus cara emak buat ngelupainnya gimana? ''.Ya dilupain /agi bae ge .... "
"
lya caranya gimana, gitu mak ... ? "Pagimana ya ... ya kita.... ya pagimana andenya targe lupa lagi gitu .... kita bawa masak ge /upa /agi....ya emangan kerjanya tebang masak ama tani.... pa/ingan abis itu ke rumah sodara apa nenangga ... gitu.... "
"
Yang masih keingetan ampe karang kenangannya apa mak? ''Anak kita mah orangan matinya masih keci/-kecil, jadi ora banyak kenanyannya. Apa/agi nyeng buruk-buruknya mah be/on ada, masih be/on ada dosanya semua .... "
Tak beda dengan ibu yang lain, Y pun hanya bisa pasrah akan kejadian pahit yang menimpa anak-anaknya. L hanya bisa berdoa
semo~1a
Tuhan
menghendakinya untuk diberikan kepercayaan mengurus anaknya yang masih hidup terlebih juga jika ia diberi kesempatan lagi untuk memiliki anak. "La .... saya mah dikasihnya bae... saya terima.... "
Analisa Kasus a. Reaksi Psikologis yang Muncul Akibat Kehilangan Anak Berdasarkan wawancara yang telah penulis lakukan dengan responden, dapat diketahui reaksi Psikologis yang muncul pada diri subyek , seperti yang digambarkan pada tabel berikut ini:
80
Tabel 4.2.5 Gambaran Reaksi Psikologis kasus Y Aspek Psikologis
lndikator
l<eterangan
Sedih Gelisah
Saat Anak Sakit
eemas Perubahan Emosi
Teriak-teriak Pingsan merasa kesepian Merasa Kehilangan
$1Jlit bi;irkonsentrasi Perubahan cara berpikir
Perubahan Sikap dan Perilaku
Saat Anak Meninggal
putus asa
Setelah kematian anak sarnpai sekarang S<1at anak sakit Saat anak sekarat
muncul ingatan yang berulang tentang kejadian tersebut
Minggu pertama sampai 1 bulan pertama
mudah termenung
Minggu pertama
mudah menangis
Minggu pertama
Dari indikator yang ada pada kasus Y, reaksi psikologis yang dapat di lihat adalah adanya perubahan perilaku yang di munculkan dalam aspek psikologis. Pada awal kematian anaknya, aspek emosi yang muncul adalah
shock, teriak-teriak hingga tidak sadarkan diri. Pacla aspek kognitif (cara berpikir), perubahan yang terjadi adalah sulit berkonsenterasi. Sedangkan pada aspek konatif (sikap & perilaku) adalah mudah termenung.
81
b. Faktor yang Memperkuat Reaksi Psikologis Status Y menjadi seorang ibu seolah di rampas keberadaannya ketika Y dihadapkan pada kematian tiga orang anaknya yang masih kecil-kecil. Perasaan sedih, kehilangan, dan kesepian yang di derita Y membuatnya seolah enggan untuk di ingatkan tentang kejadian tersebut. Faktor kerentanan yang menjadi penyebab munculnya reaksi psikologis pada diri Y adalah: (1)
Merasa tertekan karena tiga dari empat anaknya meninggal dunia.
(2)
Keadaan ekonomi yang kurang mendukung untuk mengobati anknya.
c. Strategi Coping yang dilakukan pada Kasus Y Awalnya strategi coping yang dilakukan Y adalah (Denial), atau menolak kejadian tersebut. Selain itu cara yang dipilih Y adalah dengan mencari alternatif-alternatif pewnyembuhan anaknya, mencari bantuan ekonomi (menjual tanah dan sawah untuk proses penyembuhan anaknya). Dan dukungan dari keluarga. Hal ini menunjukan bahwa Y mencari dukungan sosial (seeking support for instrumental reason). Selanjutnya Y berusaha menerima dan melupakan kejadian tersebut dengan merasionalkan pikiran dengan menganggap kejadian tersebut merupakan takdir lruhan (acceptance & positive reinterpretation and growth). Untuk lebih jelas, penulis mencoba
menggambarkan seperti pada tabel berikut
82
Tabel 4.2.6 Strategi Coping Kasus Y No
1
Strategi Coping
Problem Focused Coping
Jenis Coping
Seeking Social Support For Instrumental Reason
Denial
2
Emotion Focused Coping
lndikator Mencari alternatifalternatif pengobatan anak
Setelah kematian anak
Mencari dukungan keluarga dan kerabat dekat
Setelah kematian anak
Kesedihan yang lama
Setelah kematian anak Setelah kematian anak
Positive Berasumsi Reinterpretation bahwa kematian and Growth anaknya adalah suatu atakdir Acceptance
Keterangan
Menerima dan melupakan kematian anak
Setelah kematian anak
4.3 Analisis Antar Kasus Berdasarkan penjelasan dari setiap kasus di atas, peneliti melakukan penarikan kesimpulan tentang reaksi psiklogis yang di munculkan pada tiap subyek yang menunjukan adanya grief dan bereavement akibat kematian anak mereka dan strategi coping yang dilakukan oleh setiap subjek penelitian. Hal ini dilakukan agar peneliti mendapatakan gambaran yang utuh dari perubahan-perubahan yang terjadi pada setiap subjek penelitian.
83
4.3.1. Reaksi Psikologis Akibat Kematian Anak Antar l{asus Berdasarkan penjelasan tentang reaksi psikologis yang di munculkan oleh setiap subjek penelitian. Peneliti dapat menarik kesimpulan tentang adanya reaksi-reaksi psikologis yang muncul sebagai akibat dari rasa kehilangan ditinggal mati oleh anak. Perubahan tersebut menyangkut; perubahan emosi, perubahan cara berfikir dan perubahan sikap dan perilaku. Seperti pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.3.1 Gambaran Reaksi Psikologis Antar Kasus No
Aspek Psikologis
lndikator Sedih Menangis Shock
1
Perubahan Emosi
Subjek SA
L
y
'1 '1 '1
'1 '1 '1 '1 '1 '1 '1 '1 '1 '1 '1 '1
'1 '1 '1 '1 '1 '1 '1 '1 '1
Teriak-teriak Pingsan Merasa kehilangan Merasa kesepian
2
Perubahan Cara Berfikir
Sulit berkonsentrasi Putus asa Muncul ingatan yang berulang Mudah menangis
3
Perubahan sikap dan perilaku
Mudah termenung Lebih pendiam
'1 '1 '1 '1 '1 '1 '1 '1
'1
84
4.3.2. Faktor yang Memperkuat Reaksi Psikologis Antar Kasus Berdasarkan analisa dari tiap kasus di atas, dapat di tarik kesimpulan bahwa reaksi psikologis yang muncul pada individu di sebabkan oleh beberapa faktor. Hal inilah yang menjadi pemicu timbulnya perilaku·-perilaku yang tidak dapat di kontrol, seperti; menyangkal. Marah, teriak-teriak, pingsan, dan sebagainya. Seperti pada tabel berikut: Tabel 4.3.2. Faktor yang Memperkuat Reaksi Psikologis Subyek
Faktor yang Memperkuat Reaksi psikologis
SA
Keadaan ekonomi yang kurang mendukung untuk pengobatan anak Merasa tertekan karena ada tuntutan anak adalah cucu pertama dari pihak keluarga Kematioan anak yang relatif cepat Kematian anak bersamaan dengan keadaan lain yang kurang mendukung (resepsi pernikahan) Merasa tertekan karena tiga dari keempat anaknya meninggal dunia
L
y
" "" " " "" " " 1
4.3.3. Strategi Coping Antar Kasus. Berdasarkan penjelasan tentang strategi coping yang dilakukan oleh setiap subjek penelitian. Peneliti dapat menarik kesimpulan tentang gambaran strategi coping yang dilakukan dan dimunculkan oleh setiap subjek penelitian dalam perilaku dan sikap keseharian mereka. Dimana perilaku dan sikap ini
85
dimunculkan pada saat anaknya meninggal, dan ada beberapa perilaku dan sikap yang menjadi suatu kebiasaan baru bagi setiap subjEik penelitian.
Tabel 4.3.2. Gambaran Strategi Coping Antar Kasu1s Subyek No
Strategi Coping
lndikator
L
y
..j
..j
..j
Positive Reinterpretation and Growth
..j
..j
..j
Denial
..j
Acceptance
..j
v v v ..j
Turning to Religion
..j
..j
SA Active Coping ... !"ICl[]n~nJL. --------.---- ------ _.._... Seeking Social Support for Instrumental Reason
--- - --------------
1
Problem Focused coping
·--
--·--
-
Suppresion of Competing Activities Restraint Coping Seeking Social Support for Emotion~1I Reason
2
Emotion Focused Coping
Focusing on and venting of Emotions
3
Maladaptif Coping
Behavioral Disengagement Mental Disengagement
..j
BABS KESIMPULAN, DISKUSI, DAN Stl\RAN
Pada pembahasan bab akhir ini, penulis akan menguraika11 kesimpulan, diskusi, dan saran. Kesimpulan berisi gambaran umum ha:sil penelitian. Diskusi merupakan perbandingan antara teori yang ada dengan hasil penelitian yang diperoleh dilapangan. Sedangkan saran bmupa masukanmasukan yang sekiranya dapat diperhatikan oleh pihak-pihak yang terkait dengan persoalan kematian.
5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian yang dilakukan di lapangan tentang strategi coping yang dilakukan oleh seorang ibu yang anaknya meninggal dunia. Menunjukan adanya perbedaan munculnya reaksi emosional yang dilakukan setiap individu (seorang ibu) akibat kematian anaknya. Perbedaan reaksi emosional yang muncul pada dasarnya sangat di pengaruhi oleh situasi dan kondisi yang menyertai, dalam hal ini proses kematian anak (anak mengalami sakit yang relatif singkat atau lama), kelekatan antara ibu deng<m anak, tuntutan atau harapan ibu dan pihak keluarga besar terhadap anak serta dukungan sosial yang diberikan oleh pihak keluarga, yang pada akhirnya sangat mempengaruhi penerimaan dari setiap ibu.
87
Pada ketiga subyek dalam penelitian ini, umumnya menggunakan dua strategi coping yang biasa digunakan yaitu; Problem Focused Coping dan Emotion Focused Coping. Akan tetapi, jenis strategi copin11 yang cenderung lebih banyak di pillih adalah jenis coping dari strategi Emotion Focused Coping yaitu; Denial, Positive Reinterpretation and Growth, Acceptance dan Turning to Religion. Sedangkan dari strategi Problem Focused Coping yang di pilih hanya Seeking Sicial Support for Instrumental Reason.
5.2 Diskusi Usia dewasa adalah usia dimana seseorang biasanya sudah berpikir kearah yang lebih serius dalam menjalani hidup. Artinya, pada usia ini, individu sudah mulai memikirkan rencana hidup bersama dengan pasangan yang di anggap dapat memberikan· kenyamanan dan kebahagiaan hidup dengan memiliki keturunan dimasa tuanya kelak. Tetapi, pada kenyataannya kehidupan dalam berumah tangga tidak saja diwarnai denuan kebahagiaan semata. Masalah-masalah yang dapat menimbulkan konflik kerap datang ikut mewarnai kehidupan dalam berkeluarga. Hal ini bisa dianggap wajar, karena bukan hal mudah menyatukan dan menyamakan tujuan yang ada pada dua insan yang memiliki perbedaan karakter dan kepribadian pada masingmasing individu tersebut. Tentu saja dibutuhkan kerjasamci, perasaan menghargai, dan solidaritas yang sangat besar untuk dapat menyiasati
88
perbedaan tersebut agar jangan sampai menibulkan konflil< fatal. Kehadiran seorang anak ditengah keluarga dapat dijadil
Lebih lanjut Hurlok (2000) menjelaskan bahwa kemurungan atau keadaan sedih ini, banyak melanda orang tua baru. Terutama kaum ibu dari pada ayah. Dan lebih banyak dialami orang tua yang baru mempunyai anak daripada yang sudah mempunyai satu anak atau lebih. Penyebabnya dapat berupa hal-hal fisik. Seperti adanya perubahan kelenjar yang menyertai kehamilan dan persalinan, kelelahan saat melahirkan, dan kondisi lemah yang terus berlangsung setelah persalinan yang normal, yang kesemuanya menjadi kesedihan ibu. Selain itu, faktor psikologis seperti disebabkan
89
keprihatinan selama merawat anak, bertambahnya biaya, dan perubahan dalam pola kehidupan (menghadapi tugas-tugas dirumah clan mengurus anak) juga ikut berperan. Lebih parah lagi, jika anak yang selama ini diasuh dan dirawat mengalami sakit yang menyebabkan kematian. Keadaan yang membutuhkan penerimaan secara ikhlas ini pada awalnya selalu dianggap sebagai keadaan buruk yang tentu saja sulit diterima, terlebih jika sakit yang menyebabkan kematian pada anak waktunya relatif singkat. Alhasil, diawal kejdian banyak orang (ibu) yang ditinggalkan tidak menerirna atau menolak
(Denial). Meskipun setelah itu orang yang ditinggalkan sadar dan harus menerima kenyataan bahwa orang yang dicintainya telah tiada (Acceptance), akan tetapi hal tersebut membutuhkan proses panjang yang harus dilalui untuk dapat mengikhlaskan dan melupakan kejadian terselbut, diantaranya; orang yang ditinggalkan harus benar-benar sadar dengan !Depikir lebih rasional bahwa setiap insan pasti mati, dan hal tersebut sudah menjadi takdir dari Tuhan (Positive Reinterpretation and Growth). Akan tetapi, walaupun usia kematian anak sudah sangat lama seperti yang telah di kemukakan pada bab 4 yakni; 32 tahun, 17 tahun, 18 tahun, 22 tahun, sampai dengan 26 tahun tetap saja bagi orang tua khususnya seorang ibu hal tersebut bukanlah suatu hal yang sangat mudah untuk dilupakan, dan masih lekat dalam ingatan. Terlebih jika kejadian tersebut belum lama terjadi, sehingga kejadian tersebut dapat memunculkan reaksi spikologis dari seoran9 ibu. Dan bagaimana ia merespon itu disebut coping.
90
Para ahli menggolongkan dua strategi coping yang biasa cligunakan oleh individu, yaitu strategi Problem Focused Coping, dimana individu secara aktif mencari penyelesaian dan masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stress, yang terdiri dari; Active coping, Planning, Seeking
social supporl for interpretation reason, Suppresion of competing activities, dan Restraint coping. Dan selanjutnya adalah strategi Emotion Fcused Coping dimana individu melibatkan usaha-usaha untuk me•ngatur emosinya dalam rangka menyesuikan diri dengan dampak yang akan menimbulkan kondisi atau situasi yang penuh tekanan, yang terdiri dari; Seeking supporl
for emotional reason, Positive reinterpretation and growth, Denial, Acceptance, dan Turning to religion.
Pada penelitian yang telah penulis lakukan, dapat di ketahui bahwa subyek n:ienggunakan coping secara bergantian sesuai dengan kc•ndisi mereka dan masalah yang mereka hadapi . Ketika menghadapi masalah-masalah yang menurutnya bisa dikontrol, mereka cenderung menggunakan problem focused coping seperti saat anaknya sakit, ia bawa ke Rumah Sakit untuk berobat. Saat tidak percaya dengan Rumah Sakit, mereka mau merawat sendiri anaknya.Sedangkan emotional focused coping cenderung dipilih jika menghadapi masalah-masalah yang menurutnya sulit dikontrol seperti dalam menghadapi rasa sedih saat dihadapkan pada kematian sang anak, rasa kehilangan, dan penerimaan, dan sebagainya.
91
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dikutip dari sebuah situs internet yang menyatakan bahwa kebanyakan individu menggunakan variasi dari ke dua jenis coping yang ada (Problem Focused Coping & Emotion Focused Coping), terkait dengan penetuan strategi mana yang paling banyak dipilih atau di gunakan sangat tergantung pada kepribadian seseorang, dan sejauh mana tingkat stres dari suatu kondisi atau rnasalah yang di alaminya (Mu'tadin, 2002).
5.3 Saran Sebagai tahapan akhir dalam penelitian, pada bagian ini akan penulis uraikan saran-saran yang berhubungan dengan hasil penelitian yang telah penulis lakukan. Dalam hal ini penulis membaginya menjadi saran metodologis, praktis dan teoritis (pengembangan penelitian).
5.3.1 Saran Metodologis Pada ketiga subyek pemunculan reaksi psikologis yang terjadi di pengaruhi oleh lamanya usia kematian anak. Makin lama usia kematian anak, maka reaksi psikologis yang muncul relatif sedikit, karena para subyek sudah semakin bisa melupakannya. Sehingga sebaiknya dalam penelitian selanjutnya di batasi lamanya usia kematian anak. Agar dapat melihat lebih jelas proses grief yang ada.
92
5.3.2. Saran Praktis Dukungan moral rnerupakan suatu kebutuhan utarna bagi ibu yang berada pada keadaan sedih, karena kehilangan anak yang telah rneninggal. Kernatian anggota keluarga rnernang rnerupakan ujian yang sangat berat untuk dapat di terirna, akan tetapi jika kita rnengingat bahwa tadir adalah rencana Tuhan yang harus terjadi rnaka sudah rnenjadi keharusan kita untuk dapat rnenerirna hal tersebut. Sehingga dalarn hal ini sudah tentu keluarga perlu untuk lebih rnerespon dan rnengerti kondisi tersebut
5.3.3 Saran Teoritis Setelah pengurnpulan data berhsil diperoleh, peneliti rnelihat banyak hal yang dapat digali untuk di teliti dari para ibu yang rnengalarni kernatian anak. Terutarna dalarn aspek psikologis yang banyak mengalami perubahanperubahan emosional yang muncul akibat penolakan dari lkejadian yang alami. Perasaan kehilangan, sedih, merasa bersalah, bahkan sesaat menyalahkan TakdirTuhan inilah yang menjadikan subyek memunculkan bermacarn perubahan dari aspek emosi, kognitif, dan konatif. Selain itu, dapat juga dilihat bagaimana usaha atau coping yang di lakukan seorang ibu untuk dapat menghadapi serta mengatasi mai;alah akibat kematian anak. Dari hal-hal tersebut, dapat di jadikan masukan berupa aspek-aspek apa saja yang dapat dijadikan terna untuk pengembangan penelitian selanjutnya. Diantaranya adalah pengaruh Psik1:>-religius terhadap penerimaan keluarga yang anggota keluarganya meninggal dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Aiken, LR. (1994). Dying, Death and Bereavement (3rd ed.). Massachuyetts: Allyn and Bacon. Al-Qarni, A'idh, Dr., MA., dkk., (2006), Ma/am Pertama di Alam Kubur, Solo: Aqwam. Chaplin, J.P. (1995), Kamus Lengkap Psikologi, Jakarta: PT. Grafindo Persada. Djalal, H. Abdul Munir & H. Ali Umar Chatib (2005), Perjalanan Hidup Sesudah Mati, Jakarta: Kalam Mulia, 2005. Hadawiyah (2002), Perilaku Coping dan Dulwngan Sosial Pada Remaja Putri Yang Menikah Terpaksa, FK UIN Jakarta. Hardjo, Notopuro (1997), Peranan Wanita Dalam Masa Pembangunan di Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia. Hidayat, Qomarudin (2006), Psikologi Kematian. Mengubah Kematian Menjadi Optimisme (Edisi Revisi). Bandung: Hikmah Zaman Baru. lhromi, T.O (1999), Bunga Rampai Sosiologi Keluarga, Jakarta: Yayasan Obor. Islam, M.S (2003). Copig /bu yang Melahirkan Anak Prematur: Studi Kasus du Rumah SakitMuhammadiyah Taman Puring lndah, Jakarta, FK UIN Jakarta. Lazarus & Folkman, Assessing Coping Strategies: A Theo.ritically Based Approach, Journal of Personality and Social psychology,Amrican Psychological Association, Inc. 1989, Vol. 56, No. 2. Lexy, j., Moleong (2002), Medodo/ogi Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta : Madjid, Nurcholis (1995), Islam Agama Peradaban, Jakarta: Paradigma. \
I
tylujib Abdul, & Jusuf Muzakir (2001), Nuansa-nuansa Psikologi Islam, · Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
94
Pohan, Dewi Lifina (2004), Gambaran Grief pada Orang tua yang Mengalami Kematian Anak Usia Remaja, FK UI Depok. Poerwandari, Kristi (2001), Pendekatan Kualitatif untuk Pe•rilaku Manusia, Jakarta : Lembaga Pengembangan Sarana Penguk:uran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) UI. Qaimi, Ali (2002), Buaian /bu Diantara Surga Dan Neraka, Bogor: Cahaya. Rahmawati (2003), Gambaran Stress dan Coping pada /bu Rumah Tangga Yang Be/um Dikaruniai Anak, FK UIN Jakarta. Riduan (2007), Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian, Bandung: Alfab eta Roham, H. Abujamin, Drs., (1993) Dari Orang Hidup Kepada Orang Mati, Jakarta: Media Dakwah. Ronald (2006), Peran Orang tua dalam Meningkatkan KuE1litas Hidup, Mendidik dam Mengmbangkan Moral Anak, Bandung : CV Yrama Widya. Shihab, M. Quraish (1996) Wawasan Al-Quran, Bandung: Mizan. Semiawan, Conny (1996), Kiprah Wanita Islam dalam Keluarga, Karir, dan Masyarakat, Jakarta: Pustaka Antara. Sugiono (2006), Metodologi Penelitian Kualitatif & R&D, Bandung : Alfabeta Sumapraja, Sudraji (1980), Beberapa Hal Penelitian K/inik Pasangan lnfertil, Depok: FKM UI. Syarif, Adnan (2002), Psikology Qur'an, Bandung: Pustaka Hidayah. Zaini, Syah Minan (1996), Arti Anak Bagi Seorang Muslim, Surabaya: Allkhlas.
Internet: Mu'tadin. Z (2002), Strategi Coping, http://www.e.psi.com www.google.com.
Pedoman Wawancara
I.
Pertanyaan yang berhubungan dengan konsep anak dan kematian
A. Anak a).
Bagaimana pendapat ibu tentang : Anak laki-laki? Anak perempuan?
b).
Bagaimana nilai atau arti anak bagi ibu? Anak laki•laki? Anak perempuan?
c).
Bagaimana kedekatan ibu dengan anak? Anak laki•laki? Anak perempuan?
B. Kematian a). Apa penyebab kematian anak ibu? b). Usaha apa yang ibu lakukan pada saat itu? c). Apakah ibu ada disisi anak ibu pada saat menin!~gal?
II. Pertanyaan yang berhubungan dengan coping (grief dan bereavement) a). Bagaimana perasaan ibu pada saat anak ibu meninggal? b). Perilaku apa yang muncul pada saat itu? c). Bagaimana cara ibu untuk meredakannya? d). Apakah masih ada perasaan sedih, atau yang lainnya, yang masih mengganjal dihati ibu? e). Bagaimana usaha ibu untuk mengatasinya?
f). Apakah kenangan positif dan negatifyang masih ibu1 ingat dari anak ibu yang meninggal? g). Adakah keinginan ibu untukmemiliki anak lagi?
LEMBAR OBSERVASI
Subyek
:1/2/3
Wawancara ke-
Tanggal Jam
Tempat
Catatan Lapangan:
1. Keadaan tempat wawancara, cuaca, dan kehadiran pihak lain di sekitar tempat wawancara. 2. Gambaran fisik dan penampilan subyek saat wawancara berlangsung. 3. Ringkasan awal dan akhir wawancara: (yang terekam): (a pa saja yang dilakukan oleh interviewer dan interview). 4. Ringkasan subyek selama jalannya wawancara: (suara, intonasi, posisi tubuh, antusiasme, sikap dan respon subyek pada interviewer). 5. Gangguan dan hambatan selama wawancara. 6. Catatan khusus selama wawancara.
PERNYATAAN KESEDIAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nam a Usia Agama: Usia Anak Saat Meninggal Jumlah Anak Lamanya Usia Kematian Anak Alamat
Menyatakan bahwa: 1. Saya bersedia menjadi responden menjadi penelitian yang dilakukan oleh saudari Elisa Maynasari. 2. Saya percaya data saya terjamin kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian semata. 3. Karena rasa kepercayaan ini, saya akan tuliskan data saya pada lembar berikutnya.
Bekasi, November 2007
Interviewee
(
lnte:rviewer
)
(Elisa Maynasari)
PENGANTAR WAWANCARA
Assalarnu'alaikurn Wr. Wb. Saya adalah rnahasiswa Fakultas Psikologi UIN Jakarta, yang saat ini sedang rnelaksanakan penelitian rnengenai "Coping lbu ·rerhadap Kematian Anak." Penelitian ini dilakukan dalarn rangka menyusun skripsi saya, guna memenuhi persyaratan ujian sarjana. Untlik keperluan tersebut, saya memoutuhkan kesediaan saudara untuk memberi informasi mengenai masalah di atas. Terpilihnya saudara sebagai responden adalah semata-rnata karena rnemenuhi karaktE~ristik yang dibutuhkan. Saya akan sangat bertema kasih, jika saudara bersedia rneluangkan waktu untuk menceritakan hal tersebut. Seluruh identitas dan informasi yang suadara berikan akan dijarnin kerahasiaannya. Semua informasi yang saudara berikan akan digunakan semata-mata untuk tujuan penelitian. Selain itu, tidak ada penelitian benar atau salah atas seluruh jawaban yang suadara berikan. Karena yang saya harapkan adalah perasaan, penghayatan, dan pengalaman saudara dalarn rnenghadapi kematian anak anda. lnforrnasi yang saudara berikan akan sangat bernilai untuk mernberikan manfaat yang besar bagi pemahaman rnengenai coping pi~da ibu yang anaknya telah meninggal dunia. Dan diharapkan akan memberikan masukan untuk mernbantu penyelesaian kasus yang sama. Sebelurn dan sesudahnya saya mengucapkan terirna kasih atas kesediaan dan kerjasama saudara. Apabila diperkenankan, saya ingin meminta kesediaan saudara unfllk diwawancara kembali apabila terdapat informasi yang kurang atau terlewat.
HormatSaya
Elisa Maynasari