CITRA TOKOH UTAMA DALAM NOVEL KITAB CINTA YUSUF ZULAIKHA KARYA TAUFIQURRAHMAN AL-AZIZY Nurwijayanti, A. Totok Priyadi, Parlindungan Nadeak Progam Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan Email:
[email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan submasalah pada penelitian yaitu citra fisik dan nonfisik tokoh utama dalam novel Kitab Cinta Yusuf Zulaikha karya Taufiqurrahman Al-Azizy. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, bentuk kualitatif, dengan pendekatan struktural dinamik. Hasil analisis data menunjukkan bahwa (1) citra fisik yang terdapat dari tokoh utama Yusuf adalah berkharisma, gagah, tampan, kulit yang halus, suara yang merdu, dan senyum yang memikat; (2) citra nonfisik yang terdapat dari tokoh utama Yusuf adalah baik hati, jujur, cerdas, bijaksana, penuh cinta kasih, penderitaan, mengakui kesalahan, keyakinan, religius, dan takwa. Kata kunci: citra, tokoh utama, novel Abstract: The research purpose is to describe the subproblems in research are the physical image and non physical image of the main character of “Kitab Cinta Yusuf Zuliakha” written by Taufiqurrahman Al-Azizy. The method of this research is descriptive, qualitative form, with the dynamical structural assessment. The result of data analysis showed that (1) the physical image of Yusuf as the main character of this research is charismatic, muscular, handsome, welltreatment skin, good voice, and attractive smile; (2) the non physical image of Yusuf as the main character of this reseacrh is kind, honest, intelligent, wise, loving, suffering, admit mistakes, beliefs, religious piety. Keyword: image, main character, novel
K
arya sastra merupakan karya imajinatif pengarang yang menggambarkan kenyataan yang ada dalam kehidupan masyarakat. Pengarang atau sastrawan menulis berdasarkan pengalaman hidupnya, baik yang berupa pengetahuan maupun penafsiran terhadap peristiwa kehidupan yang terjadi di lingkungannya. Selain itu, karya sastra juga merupakan sarana bagi pengarang untuk mendeskripsikan kehidupan manusia dengan segala persoalannya. Novel merupakan karya prosa fiksi yang menceritakan peristiwa kehidupan tokoh yang dianggap istimewa. Keistimewaan ini dapat berupa perubahan nasib, kisah asmaranya, kebaikan hatinya, atau teguhnya seorang tokoh dalam memegang prinsip. Keistimewaan tokoh dalam novel dapat kita lihat karena adanya pencitraan yang diberikan pengarang terhadap masing-masing tokoh. Pemberian pencitraan ini dimaksudkan agar cerita yang dibuat lebih hidup dan menarik. Untuk
1
mengetahui citra diri seorang tokoh dapat dilihat dari perkataan, perbuatan, tindakan, serta sifat yang ditunjukan terhadap orang lain. Citra artinya rupa, gambaran; dapat berupa gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi, atau kesan mental (bayangan) visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frase, atau kalimat, dan merupakan unsur dasar yang khas dalam karya prosa atau fiksi (Sugihastuti, 2000:45). Alasan pertama yang menjadi dasar memilih novel Kitab Cinta Yusuf Zulaikha karya Taufiqurrahman Al-Azizy karena dalam novel tersebut banyak menampilkan citra fisik maupun nonfisik pada tokoh utama sehingga penulis perlu mengkaji lebih dalam agar tergambar lebih jelas citra fisik dan nonfisik sesungguhnya yang dimiliki oleh tokoh utama. Kedua, di dalam novel Kitab Cinta Yusuf Zulaikha karya Taufiqurrahman Al-Azizy penulis mengeksplorasi rahasia keagungan cinta dengan berbasis satu di antara kisah faktual yang diabadikan dalam Al-Qur’an. Dengan kontekstualisasi pada kehidupan masa kini yang banyak memberikan inspirasi bagi setiap muslim atau muslimah dalam mengelola kehidupan spiritual dan cintanya sekaligus. Ketiga, novel Kitab Cinta Yusuf Zulaikha memberikan gambaran mengenai tokoh utama Yusuf yang bukan hanya memiliki keindahan fisik semata namun juga memiliki kepribadian yang dapat menumbuhkan nilai-nilai positif manusia sehingga dapat memberikan pencerahan untuk menyadarkan manusia kembali ke jalan yang benar. Tokoh utama dalam cerita akan menentukan hidup atau tidaknya, menarik atau tidaknya suatu kisahan dalam cerita fiksi khususnya novel. Itulah sebabnya penelitian hanya difokuskan pada tokoh utama saja. Tokoh utama Yusuf dalam cerita adalah sosok pemuda yang memiliki wajah bercahaya yang hidup berdua dengan Ayahnya sebagai sosok pemuda miskin yang tinggal di sebuah desa terpencil. Memiliki akhlak mulia, pribadi yang teguh dalam berprinsip, lembut dalam bersikap dan sopan dalam berbicara. Kepribadian inilah yang membuat Zulaikha mahasiswa KKN menjadi jatuh hati pada Yusuf. Keempat, pemilihan novel Kitab Cinta Yusuf Zulaikha sebagai objek penelitian karena Taufiqurrahman Al-Azizy adalah seorang novelis muslim fenomenal the golden hand. Namanya melejit setelah meluncurkan Trilogi Makrifat Cinta yang terdiri dari Syahadat Cinta, Musafir Cinta, dan Makrifat Cinta. Taufiqurrahman Al-Azizy adalah asli orang Indonesia yang lahir di Jawa Tengah pada tanggal 9 Desember 1975. Beliau pernah menjadi santri di pesantren Ilmu Al-Qur’an “Hidayatul Qur’an” yang diasuh oleh K.H. Drs. Ahsin Wijaya AlHafidz, M.A. Taufiqurrahman Al-Azizy juga pernah kuliah di Institut Ilmu AlQur’an (IIQ) Jawa Tengah. Kelima, novel Kitab Cinta Yusuf Zulaikha dibaca oleh banyak orang, hal ini terlihat dari cetak ulang yang sudah sebelas kali sejak Juli 2007 sampai April 2008. Berdasarkan pengamatan sementara hal yang menarik yang terkandung dari novel Kitab Cinta Yusuf Zulaikha karya Taufiqurrahman Al-Azizy adalah citra pada tokoh utama yang bernama Yusuf. Penelitian tentang citra pernah dilakukan oleh Rusita (2001) dengan judul Citra Manusia dalam Kumpulan Cerpen Robohnya Surau Kami karya A. A. Navis dengan menggunakan pendekatan struktural, penelitian ini meghasilkan citra tokoh yang berhubungan dengan ketuhanan, masyarakat, dan individu. Selain itu
2
penelitian ini juga pernah dilakukan oleh Peny Elpita (2010) dengan judul Citra Wanita dalam Novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El-Shirazy dengan menggunakan pendekatan struktural dinamik, penelitian ini menghasilkan citra fisik perempuan yang cantik dan citra nonfisik seorang perempuan yang penyabar, dan penuh cinta kasih. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya karena mengangkat novel sebagai bahan kajian yang akan diteliti. Tokoh yang akan diungkap citranya adalah tokoh utama yang terlibat lansung di dalam cerita yaitu tokoh Yusuf. Dikarenakan tokoh utamanya adalah Yusuf, maka citra yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah citra laki-laki. Berbeda dengan penelitian lainnya yang lebih banyak mengkaji tentang citra wanita di dalam novel atau kumpulan cerpen. Dikaitkan dengan tuntutan Kurikulum KTSP untuk pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, penelitian dalam novel Kitab Cinta Yusuf Zulaikha ini terdapat dalam pembelajaran SMA kelas XI semester ganjil dengan standar kompetensi Membaca 7. memahami berbagai hikayat, novel Indonesia atau novel terjemahan, kompetensi dasar 7.2 menganalisis unsur-unsur intrinsik novel Indonesia atau novel terjemahan, dengan indikator pertama yaitu mampu menentukan tokoh utama, mampu menganalisis penampilan bentuk lahiriah (fisik) tokoh utama, dan yang ketiga mampu menganalisis watak tokoh utama dalam novel. Citra artinya rupa, gambaran; dapat berupa gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi, atau kesan mental (bayangan) visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frase, atau kalimat, dan merupakan unsur dasar yang khas dalam karya prosa dan puisi (Sugihastuti, 2000:45). Citra merupakan gambaran atau imajinasi yang timbul dalam proses pembacaan atau setelah proses pembacaan. Istilah citra secara umum diartikan gambar atau rupa. Citra fisik adalah gambaran fisik yang dapat dilihat dari wujud fisik atau badan seseorang. Oleh karena itu, dalam gambaran fisik ini akan ditampilkan bagaimana wujud dari fisik tersebut yang tentunya meliputi ketampanan, ketangkasan, dan gambaran fisik secara lahiriah seperti ketampanan, postur tubuh, dan penampilan. Adapun yang dimaksud dengan fisik adalah jasmani atau badan (KBBI, 2008:393). Dengan demikian dapat dikatakan jasmani atau badan di sini mengandung suatu pengertian hal-hal yang berhubungan dengan badan secara keseluruhan; yaitu meliputi wajah, postur tubuh, cara berpenampilan, bentuk rambut, dan anggota tubuh, serta kuat atau lemahnya fisik seseorang yang tercermin dari kesehatan yang dimiliki. Citra nonfisik adalah masalah kepribadian yaitu bagaimana sebenarnya suatu sifat yang tercermin pada sikap atau perbuatan seseorang seperti baik hati, jujur, cerdas, bijaksana, penuh cinta kasih, penderitaan, mengakui kesalahan, keyakinan, religius, takwa dan sebagainya yang berkenaan dengan kepribadiaan seseorang. Dengan demikian citra nonfisik ini berkenaan dengan sesuatu yang tak tampak oleh mata secara nyata namun dapat dilihat dan dirasakan seseorang dengan memperhatikan karakter, tingkah laku, sifat, dan wataknya. Novel menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari tokoh cerita, di mana kejadian-kejadian itu menimbulkan pergolakan batin yang mengubah pengalaman nasib tokohnya. Dengan demikian novel menceritakan sesuatu di
3
antara segi kehidupan sang tokoh yang benar-benar istimewa yang mengakibatkan perubahan nasib, baik dari segi asmaranya, keperkasaannya, atau kekuasaannya. Novel sebagai sebuah karya sastra memiliki unsur-unsur pembangun baik unsur intrinsik maupun unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik (intrinsic) adalah unsurunsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra itu hadir secara faktual akan ditemui jika membaca karya sastra (Nurgiyantoro, 2010:23), sedangkan unsur ekstrinsik (extrinsic) adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra yang secara tidak langsung mempengaruhi karya sastra tersebut. Adapun kategori yang termasuk dalam unsur intrinsik adalah tema, alur, latar, tokoh, penokohan, serta amanat. Unsur yang sangat berperan dalam novel adalah perwatakan dan tokoh. Jika kita membaca novel bagian yang paling penting adalah mencari nilai-nilai apa yang ada pada tokohnya, hal ini tentu berkaitan dengan pencitraan di diri tokoh. Tokoh yang disebut pertama adalah tokoh utama cerita (central character, main character), sedangkan yang kedua adalah tokoh tambahan (peripheral character). Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan (Nurgiyantoro, 2010:176). Tokoh utama merupakan tokoh yang paling sering muncul dalam cerita atau yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Selain itu, tokoh utama dalam novel mungkin saja lebih dari satu orang walau kadar keutamaannya tidak selalu sama. Keutamaan tersebut ditentukan oleh dominasi, banyaknya penceritaan, dan pengaruhnya terhadap perkembangan plot secara keseluruhan. Peristiwa dalam karya fiksi seperti halnya peristiwa dalam kehidupan sehari-hari, selalu diemban oleh tokoh atau pelaku-pelaku tertentu. Pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita disebut dengan tokoh, sedangkan cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku itu disebut dengan penokohan (Aminuddin, 1995:79). Pengarang dalam menampilkan tokoh biasanya dilakukan dengan tiga cara, yaitu: (1) secara analitik, pengarang menjelaskan atau menceritakan secara rinci watak-wataktokohnya; (2) secara dramatik, pengarang secara tidak langsung menggambarkan watak tokoh-tokohnya, tetapi dengan cara misalnya. a. melukiskan tempat atau lingkungan tokoh. b. mengemukakan atau menampilkan dialog antar tokoh yang satu dengan tokoh yang lain. c. menceritakan perbuatan, tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap kejadian. (3) gambaran cara analitik dan dramatik. Disini antara penjelasan dan drama saling melengkapi. Hal yang harus diingat disni adalah bahwa antara penjelasan dengan perbuatan atau reaksi seta tutur kata dalam bahasanya jangan sampai bertolak belakang. Misalnya orang dikatakan tenang tetapi dalam tutur katanya tiba-tiba emosi, hal itu tentu tidak cocok (Saad dalam Seli, 2010:15). Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2010:216) latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Tahap awal karya fiksi khususnya novel pada umumnya berisi penyituasian, pengenalan terhadap berbagai hal yang akan diceritakan. Misalnya,
4
pengenalan tokoh, pelukisan keadaan alam, lingkungan, suasana tempat, hubungan waktu yang dapat menuntun pembaca secara emosional kepada situasi cerita. Antara latar dengan penokohan mempunyai hubungan yang erat dan bersifat timbal balik. Sifat-sifat latar dalam banyak hal akan mempengaruhi sifat-sifat tokoh, dengan kata lain sifat seseorang akan dibentuk oleh keadaan latarnya. Hal ini akan tercermin misalnya sifat-sifat orang desa jauh di pedalaman akan berbeda dengan sifat-sifat orang kota. Cara berpikir dan bersikap orang desa dengan orang kota. Adanya perbedaan tradisi, konvensi, dan keadaan sosial yang bercirikan tempat-tempat tertentu, langsung atau tidak langsung, akan berpengaruh pada penduduk, tokoh cerita. Strukturalisme dinamik lebih merupakan pengembangan struturalisme murni atau klasik juga. Strukturalisme dinamik mengakui kesadaran subyektif dari pengarang, mengakui peran sejarah serta lingkungan sosial. Mukarovsky mengatakan bahwa karya sastra dalam sejarahnya tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial-budaya serta kode-kode atau norma-norma yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan (Teeuw, 1984:187). Strukturalisme dinamik mengenalkan penelitian sastra dalam kaitannya dengan sistem tanda, atau merupakan pengkajian strukturalisme dalam rangka semiotik. Artinya, karya sastra dipertimbangkan sebagai sistem tanda. Caranya adalah menggabungkan kajian otonom karya sastra dan semiotik. Kajian otonom dilakukan secara intrinsik dan kajian semiotik akan merepresentasikan teks sastra sebagai ekspresi gagasan, pemikiran, dan cita-cita pengarang. Gagasan tersebut dimanifestasikan dalam tanda-tanda khusus. Kepaduan antara struktur otonom dan tanda ini merupakan wujud bahwa struktur karya sastra bersifat dinamik. Dalam analisis semiotik, Peirce (dalam Endraswara, 2008:65) menawarkan sistem tanda yang harus diungkap. Menurut Peirce, ada tiga faktor yang menentukan adanya tanda, yaitu: tanda itu sendiri, hal yang ditandai, dan sebuah tanda baru yang terjadi dalam batin penerima tanda. Antara tanda dan yang ditandai ada kaitan representasi (menghadirkan). Kedua tanda itu akan melahirkan interpretasi dibenak penerima. Hasil interpretasi ini merupakan tanda baru yang diciptakan oleh penerima pesan. Dalam karya sastra, arti bahasa ditentukan oleh konvensi sastra atau disesuaikan dengan konvensi sastra. Tentu saja, karya sastra karena bahannya bahasa yang sudah mempunyai sistem dan konvensi itu, tidak dapat terlepas dari sistem bahasa dan artinya. Sastra mempunyai konvensi sendiri di samping konvensi bahasa. Preminger (dalam Pradopo, 2001:69) mengatakan bahwa konvensi karya sastra tersebut disebut konvensi tambahan, yaitu konvensi yang ditambahkan kepada konvensi bahasa. Untuk membedakan arti bahasa dan arti sastra, dipergunakan istilah arti (meaning) untuk bahasa dan makna (significance) untuk arti sastra. Makna sastra ditentukan oleh konvensi sastra atau konvensi tambahan itu. Jadi, dalam sastra arti bahasa tidak lepas sama sekali dari arti bahasanya. Dalam sastra arti bahasa itu mendapat arti tambahan atau konotasinya.
5
METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran atau mendeskripsikan hasil analisis tentang citra tokoh utama dalam novel Kitab Cinta Yusuf Zulaikha karya Taufiqurrahman Al-Azizy. Kutipan-kutipan dalam novel yang sudah diklasifikasikan sebagai data yang siap untuk dianalisis akan diberi tindak lanjut untuk dikaji secara mendalam dalam bentuk uraian atau pendeskripsian untuk memberikan gambaran hasil analisis tentang citra fisik dan nonfisik pada tokoh utama. Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. peneliti tidak menggunakan angka-angka atau perhitungan, melainkan pemahaman, kemudian data dianalisis, dan diuraikan dalam bentuk kata-kata atau kalimat. Pada akhirnya penelitian dalam novel Kitab Cinta Yusuf Zulaikha akan menghasilkan data deskriptif berupa kalimat-kalimat yang berkaitan dengan citra tokoh utama dalam novel Kitab Cinta Yusuf Zulaikha karya Taufiqurrahman AlAzizy. Data tersebut akan dimaknai oleh peneliti secara objektif terhadap citra fisik dan nonfisik tokoh utama dalam novel Kitab Cinta Yusuf Zulaikha karya Taufiqurrahman Al-Azizy. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan struktural dinamik yang dipopulerkan oleh Mukarovsky. Strukturalisme dinamik mengenalkan penelitian sastra dalam kaitannya dengan sistem tanda, atau merupakan pengkajian strukturalisme dalam rangka semiotik. Artinya, karya sastra dipertimbangkan sebagai sistem tanda. Caranya adalah menggabungkan kajian otonom karya sastra dan semiotik. Kajian otonom dilakukan secara intrinsik dan kajian semiotik akan merepresentasikan teks sastra sebagai ekspresi gagasan, pemikiran, dan cita-cita pengarang. Gagasan tersebut dimanifestasikan dalam tanda-tanda khusus. Kepaduan antara struktur otonom dan tanda ini merupakan wujud bahwa struktur karya sastra bersifat dinamik. Tokoh yang dianggap pendiri semiotik adalah dua orang yang hidup sezaman, yang bekerja secara terpisah dan dalam lapangan yang tidak sama (tidak saling mempengaruhi), yaitu seorang ahli linguistik Ferdinand de Saussure dan seorang ahli filsafat yaitu Charles Sander Peirce. Saussure menyebut ilmu itu dengan nama semiologi, sedangkan Peirce menyebutnya dengan semiotik (semiotics). Semiotik adalah ilmu tanda-tanda. Tanda mempunyai dua aspek yaitu penanda (signifier) dan petanda (signified). Penanda adalah bentuk formalnya yang menandai sesuatu yang disebut petanda, sedangkan petanda adalah sesuatu yang ditandai oleh petanda itu yaitu artinya. Dalam analisis semiotik, Peirce menawarkan sistem tanda yang harus diungkap. Menurut Peirce, ada tiga faktor yang menentukan adanya tanda, yaitu: tanda itu sendiri, hal yang ditandai, dan sebuah tanda baru yang terjadi dalam batin penerima tanda. Antara tanda dan yang ditandai ada kaitan representasi (menghadirkan). Kedua tanda itu akan melahirkan interpretasi dibenak penerima. Hasil interpretasi ini merupakan tanda baru yang diciptakan oleh penerima pesan. Sumber data dalam penelitian ini adalah novel “Kitab Cinta Yusuf Zulaikha” karya Taufiqurrahman Al-Azizy, yang diterbitkan oleh Diva Press di Jogjakarta pada tahun 2008 dengan tebal 503 halaman. Data dalam penelitian ini adalah berupa kalimat-kalimat atau kutipan-kutipan yang berhubungan dengan masalah
6
yang akan diteliti, yakni citra tokoh utama yang terdapat dalam novel Kitab Cinta Yusuf Zulaikha karya Taufiqurrahman Al-Azizy. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah studi dokumen, karena penulis menggunakan novel sebagai sumber data. Langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut. (1) Membaca secara cermat novel Kitab Cinta Yusuf Zulaikha karya Taufiqurrahman Al-Azizy. (2) Mencari dan menentukan tokoh utama yang akan dikaji pencitraannya. (3) Melakukan identifikasi terhadap teks-teks sastra atau kata-kata yang mempunyai tanda-tanda khusus yang mencerminkan atau mengacu pada permasalahan penelitian yaitu citra fisik dan nonfisik tokoh utama dalam novel Kitab Cinta Yusuf Zulaikha karya Taufiqurrahman Al-Azizy. (4) Melakukan pengklasifikasian data terhadap teks-teks sastra atau kata-kata yang mempunyai tanda-tanda khusus yang mencerminkan atau mengacu pada permasalahan penelitian yaitu citra fisik dan nonfisik tokoh utama dalam novel Kitab Cinta Yusuf Zulaikha karya Taufiqurrahman Al-Azizy. (5) Melakukan pengecekan keabsahan data melalui ketekunan pengamatan, triangulasi, pemeriksaan sejawat melalui diskusi, dan kecukupan terhadap referensial agar data yang diperoleh benar-benar objektif. Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri sebagai instrumen kunci. Peneliti sebagai instrumen kunci berkedudukan sebagai perencana, pelaksana pengumpul data, analisis, penafsir data, dan pada akhirnya menjadi pelapor hasil penelitian. Selain peneliti sebagai instrumen kunci, alat pengambil data dalam penelitian ini adalah berupa kartu catatan yang berisi kalimat-kalimat tentang citra tokoh utama dalam novel Kitab Cinta Yusuf Zulaikha karya Taufiqurrahman Al-Azizy. Dalam penelitian ini peneliti juga dibantu oleh alat penelitian lain berupa kertas dan pulpen untuk mencatat datadata agar memudahkan dalam pengumpulan data. Teknik analisis data yang dilakukan peneliti untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah 1) menganalisis karya sastra dalam kaitannya dengan sistem tanda (petanda dan penanda) untuk mendapatkan citra fisik dan nonfisik dalam novel; 2) menganalisis kaitan antara pengarang, realitas, karya sastra dan pembaca untuk mendapatkan citra fisik dan nonfisik dalam novel; 3) menganalisis karya sastra dengan konteks sosial budaya atau norma-norma yang berlaku dalam masyarakat yang melatarinya untuk mendapatkan citra fisik dan nonfisik dalam novel. Dalam penelitian ini digunakan beberapa teknik pemeriksaan keabsahan data yaitu. (1) Ketekunan Pengamatan. Ketekunan pengamatan dilakukan dengan cara mengamati dan membaca secara tekun dan berulang-ulang, terhadap fenomena yang berhubungan dengan masalah penelitian. Dalam hal ini yang diamati adalah citra fisik dan nonfisik tokoh utama dalam novel Kitab Cinta Yusuf Zulaikha karya Taufiqurrahman Al-Azizy. (2) Triangulasi. Untuk mengecek penelitian, peneliti memanfaatkan triangulasi peneliti, dalam hal ini peneliti memberdayakan dosen yang membimbing dalam penelitian ini yaitu Dr. A. Totok Priyadi, M.Pd dan Drs. Parlindungan Nadeak, M.Pd. (3) Pemeriksaan Sejawat melalui Diskusi. Menurut Moleong (2007:334), pemeriksaan sejawat melalui diskusi berarti pemeriksaaan yang dilakukan dengan jalan mengumpulkan teman sejawat yang memiliki pengetahuan umum yang sama dengan apa yang diteliti,
7
sehingga bersama mereka peneliti dapat me-review persepsi pandangan dan analisis yang sedang dilakukan. Dalam hal ini peneliti memberdayakan Yusni Kurniawati dan Eli Diana sebagai teman sejawat dalam pengecekan keabsahan data melalui pemeriksaan sejawat. Alasan peneliti memilih Yusni Kurniawati sebagai teman sejawat adalah dikarenakan Yusni dalam penelitiannya mengambil tentang nilai-nilai yang terdapat dalam novel sehingga ada hubungannya dengan masalah penelitian yang peneliti ambil yakni seperti masalah ketakwaan manusia dengan Tuhan-Nyah yang ada pada sub bab permasalahan citra nonfisik tokoh utama yang bertakwa dan religius. Sedangkan alasan peneliti memilih Eli Diana adalah dikarenakan penelitian yang Eli lakukan adalah tentang citra lelaki yang masih ada hubungannya dengan penelitian yang peneliti ambil yakni tentang citra yang ada pada diri tokoh dalam novel. (4) Kecukupan Referensial. Kecukupan referensial dilakukan dengan cara membaca dan menelaah sumber-sumber dataa serta berbagai pustaka yang relevan dengan masalah penelitian secara berulang-ulang agar diperoleh pemahaman arti yang memadai dan mencukupi. Melalui cara ini diharapkan dapat diperoleh data yang absah. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan citra tokoh utama dalam novel Kitab Cinta Yusuf Zulaikha karya Taufiqurrahman Al-Azizy. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah 1) mendeskripsikan citra fisik tokoh utama dalam novel Kitab Cinta Yusuf Zulaikha karya Taufiqurrahman Al-Azizy, dan 2) mendeskripsikan citra nonfisik tokoh utama dalam novel Kitab Cinta Yusuf Zulaikha karya Taufiqurrahman Al-Azizy. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Citra fisik tokoh utama dalam novel Kitab Cinta Yusuf Zulaikha karya Taufiqurrahman Al-Azizy adalah a) berkharisma (tokoh Yusuf memiliki wajah tampan bercahaya), b) gagah dan tampan (tokoh Yusuf memiliki lekuk tubuh Yusuf yang berotot, dada yang bidang, kulit yang putih, sorot mata teduh dan tajam laksana mata elang), c) kulit yang halus (tokoh Yusuf memiliki kulit yang halus yang membuat hati seorang lelaki tua bernama Ahsin Wijaya merasa keheranan sebab Yusuf yang memiliki kulit demikian halus tidak malu melakukan pekerjaan sebagai tukang semir sepatu), d) suara yang merdu (suara Yusuf yang merdu mampu mengguncang jiwa Salman si penjaga Masjid dan menarik hati warga sekitar Masjid yang selama ini jarang beribadah untuk kembali datang ke rumah Allah), e) senyum yang memikat (senyum Yusuf memikat hati para gadis Mahasiswa KKN khususnya Zulaikha dan seluruh karyawan di kantor Pak Ahsin Wijaya). (2) Citra nonfisik tokoh utama dalam novel Kitab Cinta Yusuf Zulaikha karya Taufiqurrahman Al-Azizy adalah a) baik hati (Yusuf memberikan semua uang yang ia dapatkan dari pekerjaan menyemir sepatu kepada ibu pengemis, dan Yusuf memberikan pekerjaannya sebagai tukang semir sepatu kepada lelaki tua yang tidak memiliki pekerjaan tetap yang memiliki tiga orang anak), b) Jujur (kejujuran Yusuf yang menemukan uang dan perhiasan sampai dua kali tetapi ia tidak mau mengambil uang dan perhiasan yang ia temukan itu), c) cerdas
8
(pengakuan Umar yang menyatakan bahwa Yusuf lah yang layak disebut sebagai mahasiswa sebab ia rajin dan kuat dalam membaca buku-buku, Yusuf menjadi sosok terkenal dan dikasihi di Masjid sebab ia mau membagikan pengetahuan dan pemahaman agamanya pada anak-anak dan para pemuda yang berdatangan ke Masjid, dan Yusuf juga terkenal sebagai ahli pengobatan di desanya. Ia tahu jenisjenis daun yang bisa digunakan untuk segala jenis penyakit, Yusuf juga bisa meramu dedaunan untuk mempercantik wajah dan menhaluskan kulit), d) bijaksana (kearifan Yusuf dalam bertindak atau memutuskan dua perkara sulit dalam menghadapi pergunjingan warga dan ketidakinginan Yusuf untuk menyakiti hati dan perasaan mahasiswa KKN yakni Dewi, Rindu, dan Intan yang selalu datang ke rumah Yusuf dengan berbagai alasan hanya demi bertemu dan melihat keindahan wajah Yusuf yang mempesona, kehati-hatian Yusuf dalam membalas surat balasan ungkapan cinta Zulaikha kepadanya yang memerlukan waktu tiga hari tiga malam agar kata-kata yang ditulis Yusuf tidak melukai hati dan perasaaan Zulaikha serta tidak menimbulkan janji-janji atau harapan kepada Zulaikha, dan kehati-hatian Yusuf dalam berkata-kata dalam menyikapi perasaan dua wanita yakni Zulaikha dan Atikah agar tidak menyakiti perasaan keduanya dan menyerahkan urusan cinta mereka kepada Allah), e) penuh cinta kasih (Yusuf mencintai warga desa seperti halnya kecintaan Yusuf kepada Telagasari itu sendiri, Yusuf yang menangis dan memeluk ayahnya ketika sang ayah telah berhasil ditemukan, meluapkan kerinduan Yusuf yang begitu dalam kepada sang ayah tercinta, dan Yusuf menghibur majikannya yang sakit dan menderita karena ditinggal anaknya dengan menemani majikannya dikamar, menunggu majikannya yang tertidur dengan gelisah, memberi makan dan minum, serta menyirami jiwa sang majikan dengan kalimat-kalimat sejuk dan pengharapan kepada Allah), f) penderitaan (Yusuf menjadi piatu ketika usianya baru menginjak tujuh tahun. Sang ibu yang dikasihinya meninggal sewaktu mengandung adik Yusuf, kepedihan dan keterpurukkan hati Yusuf berhari-hari yang tidak juga mendapat maaf dari Zulaikha yang membuat cahaya di wajah Yusuf kian meredup karena merasa sebagai orang yang telah melakukan dosa tak terampuni, Yusuf menangis karena batinnya tertekan dan kesedihannya mendalam sebab ia harus meninggalkan ayah yang dicintainya sendirian di desa yang disebabkan ulah Atikah dan ibunya yang memfitnah Yusuf dengan kejam, penderitaan Yusuf yang tak tertanggungkan sebagai manusia urban yang berpindah dari desa ke kota tanpa ada seorang pun yang dikenalnya, dan kepiluan hati Yusuf kehilangan ayahnya yang belum juga ditemukan sebab sang ayah sendirian di tengah-tengah kota yang baru di datanginya), g) mengakui kesalahan (Yusuf tanpa henti mencoba menemui Zulaikha di berbagai kesempatan demi mendapat maaf dari Zulaikha meski Zulaikha bersikukuh tidak mau bertemu atau berbicara dengan Yusuf. Bahkan menjelang perpisahan pun, Yusuf masih dengan gigih ingin meminta maaf dan berharap mendapat maaf dari Zulaikha atas kekhilafan berbicara yang disampaikannya kepada teman-teman Zulaikha), h) keyakinan (keteguhan hati Yusuf yang menyakini bahwa khayalan yan tidak-tidak seperti cium-ciuman tidak diperbolehkan oleh agama, Yusuf yang membalik keraguan dengan keyakinan yang kuat bahwa Allah Maha Mengetahui dan Maha Melihat keadaan terdesaknya yang ingin segera mendirikan sholat dengan pakaian satu-satunya. Yusuf yakin
9
Allah pasti mengampuninya, Yusuf yakin bahwa pada dasarnya cinta itu suci (fitrah) sebab berasal dari Yang Maha Suci. Suci tidaknya cinta adalah tergantung dari orang yang mencinta, apakah terlumuri hawa nafsu atau tidak, dan keteguhan prinsip Yusuf bahwa tinggi tidaknya derajat seseorang bukanlah dilihat dari pekerjaan yang dilakukan, tetapi niat hati mencari pekerjaan yang halal hukumnya dalam agama dan semata-mata dilakukan sebagai ibadah kepada Allah), i) religius (pernyataan Yusuf kepada Zulaikha dan Atikah yang menginginkan mereka untuk bersama-sama memasrahkan takdir jodoh kepada Allah. Bahwa jika ada takdir yang menghendaki mereka bersatu dalam rumah tangga, Allah pasti mempertemukan mereka dalam cinta, dan kepribadian Yusuf yang senantiasa memasrahkan diri secara total kepada Allah atas semua urusan hidupnya), j) takwa (terpeliharanya diri Yusuf untuk tetap taat melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya seperti beriman, mendirikan shalat, bersedekah, sabar, berdo’a kepada Allah, berdzikir (istigfar) atau bertobat kepada Allah, menahan amarah, pemaaf, berbuat baik, dan shalat tahajjud). Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka diperlukan penjelasan tentang bagaimana hasil tersebut dapat dihasilkan. Berikut ini pembahasan secara singkat hasil analisis data di atas. Dalam novel “Kitab Cinta Yusuf Zulaikha” karya Taufiqurrahman Al-Azizy ini tokoh Yusuf digambarkan sebagai tokoh yang mempunyai kharisma yang kuat. Hal tersebut terlihat dari cerminan kutipan berikut ini. Semakin bertambahnya umur, semakin terbitlah cahaya dalam diri Yusuf. Wajahnya yang bercahaya semakin terang karena cahaya hatinya. Ketampanan wajahnya tak ada bandingannya di Telagasari. (hal.21) Dari kutipan di atas, tanda yang digunakan pengarang untuk mendeskripsikan citra fisik Yusuf yang berkharisma adalah dengan menggunakan kata “...cahaya...” Cahaya dalam arti yang sebenarnya merupakan suatu sinar terang, seperti cahaya lampu atau cahaya matahari yang mampu menerangi. Akan tetapi, kutipan “...cahaya...” yang dimaksudkan di atas merupakan penggambaran mengenai suatu bentuk kharisma yang dimiliki seseorang yakni tokoh utama Yusuf. Hal ini tercermin dari kalimat “Wajahnya yang bercahaya semakin terang karena cahaya hatinya.” Kharisma di sini bisa dikatakan sebagai daya pikat tersendiri yang mampu membuat orang lain yang memandangnya atau yang berada didekatnya akan merasa nyaman, kagum, atau terpesona dengan kharisma yang dimilikinya. Selain itu, kutipan “...cahaya...” juga memberikan gambaran mengenai sosok tokoh utama Yusuf yang memiliki kedewasaan dalam kepribadian. Hal ini tercermin dari kalimat “Semakin bertambahnya umur, semakin terbitlah cahaya dalam diri Yusuf.” (hal.21). Kharisma yang dimiliki Yusuf bukanlah muncul atau datang begitu saja tetapi karena ia semenjak kecil sudah diajari dan dididik menjadi manusia yang disiplin dan teguh memegang dan menjalankan ajaran agama, hal ini dipertegas dalam kutipan di bawah ini.
10
Diajaklah Yusuf untuk selalu melewati sepertiga malam yang terakhir untuk mendirikan tahajjud dan membaca al-Qur’an. Melalui matahari yang terbit di atas ufuk timur, Yusuf diajarkan pentingnya Cahaya di atas cahaya. Melalui bulan dan bintang-bintang, Yusuf ditunjukkan tentang betapa tinggi dan tak terjangkau-Nya Penguasa alam semesta. Melalui awan yang berarak-arak, Yusuf diajarkan pentingnya menjadi orang yang istiqomah dalam memegang teguh kebenaran dan keadilan. Melalui kegelapan malam, Yusuf diajarkan bagaimana menyelamatkan hati dan akal dari godaan setan yang terkutuk. Melalui siang, dia diajari sabar dan syukur atas karunia Allah apapun dan bagaimanapun wujud dan bentuknya. Melalui hutan dan bukitbukit, dia diajarkan betapa rendah segala sesuatu dihadapan-Nya. Melalui puncak gunung, dia diajarkan betapa tinggi kedudukan-Nya. Melalui bungabunga, dia diajarkan betapa indah wajah-Nya. (hal.21) Kutipan di atas melukiskan Yusuf sejak kecil sudah piatu, dan dia dilatih, dididik oleh ayahnya menjadi pribadi yang tekun, disiplin, teguh dalam memegang dan menjalankan ajaran agama. Ayahnya selalu berusaha menempatkan dirinya sebagai seorang ayah sekaligus seorang ibu bagi Yusuf yang tidak pernah henti mengajarkan Yusuf tentang arti kehidupan dan wujud cinta kasih yang sebenarnya. Ya’kub mengajak Yusuf kecil untuk selalu melewati sepertiga malam terakhir (shalat tahajjud) dan mengaji al-Qur’an. Sehingga Yusuf yang berwajah tampan semakin terlihat bercahaya wajahnya dikarenakan cahaya iman dan ketakwaannya kepada Allah Subhanallahu Wata’ala. Kutipan “...Cahaya di atas cahaya.” dari kalimat “Melalui matahari yang terbit di atas ufuk timur, Yusuf diajarkan pentingnya Cahaya di atas cahaya”(hal.21), menggambarkan dua arti yang berbeda, yakni cahaya matahari dan cahaya (nur) Ilahi atau Sang Pencipta. Dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa Ya’kub ingin memberikan pengajaran kepada Yusuf bahwa urusan kita kepadaTuhan adalah yang paling utama dari kehidupan. Kata “bulan dan bintangbintang” dan “puncak gunung” dari kutipan di atas menggambarkan akan kekuasaan Tuhan Yang Maha Tinggi. Hal ini menjelaskan bahwa Ya’kub ingin mengajarkan kepada Yusuf bahwa kekuasaan Tuhan Yang Maha Tinggi itu tidak akan pernah terjangkau oleh umat-Nya, segala sesuatu rendah dihadapan-Nya. Tidak ada yang bisa menandingi kekuasaan Allah yang meliputi bumi dan seluruh alam semesta. Kutipan “...awan yang berarak-arak...” dari kalimat “Melalui awan yang berarak-arak, Yusuf diajarkan pentingnya menjadi orang yang istiqomah dalam memegang teguh kebenaran dan keadilan” (hal.21) melukiskan bahwa kehidupan di dunia pasti ada masalah, rintangan, ujian atau cobaan, oleh sebab itu Ya’kub mengajarkan Yusuf tentang pentingnya menjadi pribadi yang istiqomah, tetap dalam ketaatan dan di atas jalan yang lurus dalam beribadah kepada Allah. Kutipan “...kegelapan malam...” dari kalimat “Melalui kegelapan malam, Yusuf diajarkan bagaimana menyelamatkan hati dan akal dari godaan setan yang terkutuk” (hal.21), memberikan gambaran tentang godaan setan yang terkutuk yang mampu menggelapkan hati manusia dari cahaya keimanan kepada TuhanNya.Ya’kub ingin memberikan pengajaran bagaimana menyelamatkan diri dari godaan setan kepada Yusuf. Kutipan “...bunga-bunga...” dari kalimat “Melalui
11
bunga-bunga, dia diajarkan betapa indah wajah-Nya” (hal.21), melukiskan akan bentuk wajah Allah Yang Maha Indah. Ya’kub memberikan pengajaran kepada Yusuf bahwa keindahan wajah Allah layaknya bunga-bunga yang bermekaran. Begitu sejuk dan indah dipandang bagi umat-Nya yang beriman kepada-Nya. Semua bentuk pengajaran ini mampu diterima Yusuf dengan sebaikbaiknya, sehingga Yusuf yang sejak kecil telah dididik oleh ayahnya tadi ketika menjelma menjadi seorang pemuda, ia tumbuh sebagai pemuda yang memiliki kharisma yang kuat dari dalam dirinya. Wajahnya yang demikian tampan semakin mempesona karena kepribadiannya yang dewasa. Kutipan di bawah ini juga mempertegas bahwa Yusuf adalah seorang pemuda yang memiliki kharisma yang kuat dari dalam dirinya. Paras Yusuf yang demikian menawan sungguh tidak bisa dibandingkan dengan wajah para pemuda di Telagasari. Dia adalah bintang yang paling terang di antara bintang-bintang yang lain. Jika malam berselimutkan kegelapan, cukuplah wajah Yusuf yang akan menerangi bumi. Bahkan, matahari siang meminta bantuan wajah Yusuf untuk memberikan cahaya kepada bumi. (hal.23) Bintang dalam arti yang sebenarnya merupakan benda langit yang memancarkan cahaya. Akan tetapi, kutipan “...bintang...” yang dimaksudkan dari kutipan di atas juga merupakan pendeskripsian dari satu sosok penuh pesona atau keistimewaan yang dimiliki seseorang. Kutipan “...bintang yang paling terang...”, dari kalimat “Dia adalah bintang yang paling terang di antara bintang-bintang yang lain” (hal.23) menunjukkan bahwa seseorang itu yang paling menonjol, yang mempunyai nilai lebih dari yang lainnya. Kutipan “jika malam berselimutkan kegelapan, cukuplah wajah Yusuf yang akan menerangi bumi” (hal.23) memberikan gambaran wajah Yusuf yang menujukkan, menandakan penuh dengan kedamaian. Kutipan “...berselimutkan kegelapan...” dapat dimaknai sebagai suatu kondisi yang tidak baik atau kekurangbaikan. Jika seseorang yang sedang dalam keadaan hati yang tidak baik seperti sedih, kesal, atau marah sekalipun, kemudian ia bertemu dengan Yusuf, maka kekuatan wajah Yusuf yang bercahaya dan kharismanya yang kuat itu akan mampu menghilangkan perasaan yang tidak enak yang sedang dirasakan oleh seseorang yang melihat atau bertemu dengannya. Kutipan ”Bahkan, matahari siang meminta bantuan wajah Yusuf untuk memberikan cahaya kepada bumi.” (hal.23) pada teks di atas, pengarang menggunakan gaya bahasa hiperbola atau berlebih-lebihan dalam menggambarkan citra fisik Yusuf. Sebab, tidak mungkin bagi sang matahari sampai meminta bantuan wajah Yusuf untuk menerangi bumi. Namun, pada kutipan tersebut dapat memberikan gambaran bahwa kharisma yang dimiliki Yusuf sangatlah kuat dan berpengaruh bagi kehidupan warga desa Telagasari. Ketampanan wajah Yusuf yang mempesona ditambah lagi dengan akhlaknya yang luhur mampu memberikan kehangatan, pencerahan, dan kedamaian di desanya. Mungkin hal itu disebabkan oleh kekuatan wajah Yusuf yang bercahaya, memancarkan cahaya indah dan sanggup membuat mata memandang dan menatapnya lama-lama. Mungkin pula ada pesona tersembunyi pada diri
12
Yusuf yang sulit untuk dijelaskan, sehingga ia dapat memikat siapa pun orang yang meilhatnya. (hal.406) Kutipan “...pesona...” dari teks di atas melukiskan bahwa Yusuf mempunyai daya pikat tersendiri dari dalam dirinya yang mampu menarik hati bagi setiap orang yang melihatnya. Kutipan “...pesona tersembunyi...” dari kalimat “Mungkin pula ada pesona tersembunyi pada diri Yusuf yang sulit untuk dijelaskan, sehingga ia dapat memikat siapa pun orang yang meilhatnya” (hal.406) memberikan pengertian bahwa seseorang yang baru pertama kali bertemu dengan Yusuf saja sudah merasakan adanya sesuatu yang menarik hati dari seorang Yusuf. Pesona tersembunyi yang menjadi tanda tanya mengapa dan kenapa Yusuf memiliki daya tarik yang demikian memikat. Kutipan “...cahaya indah...” di atas dapat diartikan sebagai sesuatu yang memikat atau yang mempesona. Ketika kita terpesona akan suatu hal, maka kita akan terbuai oleh pesona yang memancar itu. Sesuatu yang indah akan mampu menarik hati bagi orang yang melihatnya sehingga mampu membuat mata memandang dan menatapnya lama-lama. Kharisma Yusuf yang kuat mampu mempesona lelaki tua yang bernama Pak Ahsin yang baru pertama kali bertemu dengan Yusuf kembali datang untuk menemuinya. Pak Ahsin ingin mengenal Yusuf lebih jauh lagi. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisis data terhadap novel Kitab Cinta Yusuf Zulaikha karya Taufiqurrahman Al-Azizy dapat disimpulkan bahwa citra fisik yang terdapat dalam novel Kitab Cinta Yusuf Zulaikha karya Taufiqurrahman Al-Azizy adalah memiliki wajah yang tampan bercahaya sekaligus berkharisma, memiliki kulit yang putih dan halus, memiliki postur tubuh gagah yang terlihat dari bentuk tubuhnya yang berotot dan dadanya yang bidang. Memiliki suara merdu yang terlihat dari banyaknya warga sekitar yang berdatangan ke Masjid karena mendengar lantunan adzan yang merdu dan indah. Tokoh utama juga memiliki senyum memikat yang terlihat dari keramahtamahannya dan kesopanannya dalam bertutur kata kepada orang lain sehingga membuat orang lain yang berada di dekatnya merasa nyaman dan senang karena kehadirannya. Sedangkan Citra nonfisik tokoh utama yang terdapat dalam novel Kitab Cinta Yusuf Zulaikha karya Taufiqurrahman Al-Azizy adalah baik hati yang tercermin dari sikapnya yang rela berkorban demi mengutamakan kepentingan orang lain dibanding kepentingannya sendiri. Memiliki kejujuran yang tercermin dalam selaranya antara perkataan dan perbuatan. Memiliki kecerdasan yang tercermin dari kemampuan berfikirnya yang cepat mengerti, cepat memahami, cepat menangkap maksud dari suatu kondisi atau keadaan. Memiiki pribadi bijaksana yang tercermin dari kearifannya dalam memecahkan masalah atau suatu perkara rumit yang dihadapinya. Penuh cinta kasih yang tercermin dari rasa cinta dan kasih sayang Yusuf kepada ayahnya, kepada warga, dan kepada sesama makhluk Allah. Tokoh utama juga memiliki kebesaran jiwa yang tercermin dalam tindakannya yang berani mengakui kesalahan yang dilakukan, dan banyaknya penderitaan yang dialami tokoh utama membuat dirinya semakin kuat dan tegar
13
dalam menghadapi masa-masa sulit dikemudian hari. Memiliki keyakinan kuat yang tercermin dari teguhnya prinsip yang ia pegang sesuai ajaran agama yang diyakininya, memiliki kepribadian religius yang tercermin dari sikapnya yang selalu memasrahkan diri secara total kepada ketetapan takdir Allah. Memiliki sikap takwa yang tercermin dari sikapnya yang selalu beriman kepada Allah dengan mendirikan shalat, menafkahkan atau menyedekahkan sebagian harta, sabar, berdo’a kepada Allah, berdzikir (istigfar) atau bertobat kepada Allah, menahan amarah, pemaaf, berbuat baik, dan shalat tahajjud. Saran Berdasarkan hasil analisis, peneliti memberikan saran yaitu 1) saran kepada peserta didik, siswa hendaknya dalam membaca novel memperhatikan nilai-nilai positif yang terdapat dalam novel Kitab Cinta Yusuf Zulaikha karya Taufiqurrahman Al-Azizy, bahwa dalam keadaan sesempit dan sesibuk apapun kita harus tetap menjalankan ajaran-ajaran agama seperti mendirikan ibadah sholat wajib. 2) saran kepada Guru Bahasa dan Sastra Indonesia, guru dapat menjadikan novel Kitab Cinta Yusuf Zulaikha karya Taufiqurrahman Al-Azizy sebagai bahan ajar dalam mengajarkan materi tentang penampilan bentuk lahiriah (fisik) tokoh utama dan watak tokoh utama karena novel Kitab Cinta Yusuf Zulaikha banyak terkandung penampilan bentuk lahiriah (fisik) tokoh utama dan watak tokoh utama. 3) saran kepada pembaca karya sastra, pembaca karya sastra harus teliti dalam memilih karya sastra yang telah dibacanya. Dalam novel Kitab Cinta Yusuf Zulaikha terdapat nilai-nilai kehidupan yang masih kental dengan semangat kepedulian, kebersamaan, kerja keras, keluhuran budi, sopan santun, dan keramahtamahan antarsesama. Selain itu, novel Kitab Cinta Yusuf Zulaikha adalah novel yang berkualitas karena syarat dengan pesan moral yang berkenaan dengan nilai religi (agama) seseorang dalam mengelola kehidupan spiritual yang selalu memasrahkan diri secara total kepada Tuhan-Nya dan nilai kemanusiaan yang tercermin dari semangat kepedulian, kebersamaan, keluhuran budi dan sopan santun kepada sesama sehingga ada baiknya jika membaca novel tersebut. 4) saran kepada peneliti selanjutnya, peneliti selanjutnya hendaknya meneliti novel Kitab Cinta Yusuf Zulaikha karya Taufiqurrahman Al-Azizy dengan rumusan masalah dan pendekatan yang berbeda sehingga penelitian tentang novel ini menjadi lengkap dan jelas. DAFTAR RUJUKAN Aminuddin. 1995. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Malang: Sinar Baru Algesindo Azizy, Taufiqurrahman Al. 2008. Kitab Cinta Yusuf Zulaikha. Jogjakarta: DIVA Press. Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Pusat Bahasa. Elpita, Peny. 2010. Citra Wanita dalam Novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El-Shirazy. Pontianak: FKIP Universitas Tanjungpura. Endaswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: MedPress.
14
Laelasari dan Nurlailah. 2008. Kamus Istilah Sastra. Bandung: Nuansa Aulia. Moleong, Lexy. 1991. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Nadeak, Parlindungan. 2008. Buku Ajar Penelitian Sastra. Pontianak: Universitas Tanjungpura. Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada. Poerwadarminta, W.J.S. 2007. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Pradopo, dkk. 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: PT. Hanindita Graha Widya. Rusita. 2001. Citra Manusia dalam Kumpulan Cerpen Robohnya Surau Kami karya A. A. Navis. Pontianak: FKIP Universitas Tanjungpura. Seli, Sesilia. 2010. Bahan Ajar Kajian Prosa. Pontianak: Universitas Tanjungpura. Sugihasti. 2000. Wanita Dimata Wanita. Bandung: Nuansa Yayasan Nuansa Cendika. Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya. Wellek, Rene dan Austin Warren. 1995. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
15