Diplomasi TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
Menlu RI :
Mochtar Kusumaatmadja,
Pejuang Konsepsi Negara Kepulauan
Deplu Memperoleh Penghargaan MURI Dan Sertifikasi ISO
Sulawesi Utara ‘Bali Kedua’ di Indonesia
Christian Duta Sugiono Wikipedia Email:
[email protected]
ISSN 1978-9173 www.diplomasionline.net
9
771978 917386
Benah Diri Deplu Sebagai Proses Adaptasi Departemen Luar Negeri Republik Indonesia
No. 17, Tahun II, Tgl. 15 April - 14 Mei 2009
Diplomasi TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
Daftar Isi
> 04
Fokus
> 14
Sorotan
> 05
Fokus
> 18
Kilas
> 06
Fokus
> 20
Kilas
Lensa
> 21
Bingkai
> 22
> 08 > 12
Deplu Memperoleh Penghargaan MURI Dan Sertifikasi ISO
Benah Diri Sebagai Proses Adaptasi
Langkah Strategis Perlindungan WNI
Menlu RI : Mochtar Kusumaatmadja, Pejuang Konsepsi Negara Kepulauan Christian Sugiono Duta Wikipedia
10
Negara Kepulauan Dalam Perspektif Hukum Internasional
Sulawesi Utara ‘Bali Kedua’ di Indonesia Sutan Syahrir Diplomat Sejati
Kilas
Sinergikan Kekuatan Dalam menarik Wisatawan Rusia
Update Indonesia Mengambil Langkah-langkah Tepat Menghadapi Dampak Krisis Ekonomi Global
06
dok.infomed
Mochtar Kusumaatmadja Diplomat Berpikir Cepat dan Lugas
Restrukturisasi Organisasi Departemen Luar Negeri: Proses dan Perkembangan
Diplomasi
Pemimpin Umum / Pemimpin Redaksi Khariri Ma’mun
Teras Diplomasi Menjelang akhir triwulan pertama 2009, Departemen Luar Negeri (Deplu) RI telah menjadi pelopor, karena untuk pertama kalinya sebuah instansi pemerintah memenuhi standar internasional ISO 9001:2008 didalam proses rekrutmen pegawai. Suatu proses yang telah dijalankan secara konsisten sejak tahun 2002, bebas KKN dan transparan, karena semata-mata hanya didasarkan kepada kompetisi dan kompetensi. Pembenahan proses rekrutmen pegawai di Deplu merupakan salah satu unsur penting dalam reformasi birokrasi atau “benah diri” yang dijalankan sejak 2001, yaitu sebagai upaya membenahi ”mesin diplomasi” RI agar lebih mampu menghadapi berbagai tantangan diplomasi masa kini dan masa depan, yang diawali dengan restrukturisasi organisasi departemen, organisasi perwakilan, dan pembenahan profesi. Hal itu untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan sumber daya manusia (SDM) yang profesional dan memiliki kompetensi tinggi. Dengan sertifikasi ISO 9001:2008 ini maka proses rekrutmen pegawai Deplu telah dibakukan dalam satu sistem yang akan terus terjaga konsistensinya. Apalagi sejak tahun yang sama Deplu juga menginisiasi kegiatan annual lecture yang merupakan agenda tahunan untuk mengenang para tokoh diplomasi di kampuskampus di seluruh Indonesia. Dengan annual lecture ini generasi muda diharapkan dapat lebih mengenal para tokoh pejuang bangsa, khususnya para tokoh pejuang diplomasi Indonesia, disamping juga membahas berbagai aspek kegiatan diplomasi Indonesia serta perkembangannya sebagai wujud penghargaan kepada para tokoh diplomasi. Sebagaimana diketahui kemerdekaan
Indonesia diraih melalui perjuangan fisik dan diplomasi atau struggle and diplomacy. Struggle dalam upaya melawan penjajah yang ingin kembali menguasai dan menduduki negeri ini, dan diplomacy sebagai perjuangan guna memperoleh pengakuan recognition atas republik yang diproklamasikan. Karena itu struggle and diplomacy ini menjadi dua sisi dari satu mata uang, yang satu menentukan keberhasilan lainnya. Tapi sayangnya dalam catatan sejarah perjuangan kita, sisi diplomasi ini kurang mendapat tempat, banyak para tokoh pejuang diplomasi yang kurang dikenal dan seringkali sisi diplomasi dikontraskan dengan sisi perjuangan fisik. Padahal pada masa awal berdirinya republik ini, khususnya periode 1945-1950, tugas diplomasi adalah tugas yang sangat tidak mudah. Karena hukum internasional pada waktu itu tidak mengenal konsep bangsa atau negara terjajah untuk merdeka. Karena itu upaya Menlu untuk terus mempertahankan semangat perjuangan diplomasi ini adalah upaya yang harus didukung secara penuh, apalagi terkait dengan upaya rekrutmen diplomat, tentunya selain mendapatkan calon diplomat yang handal dan berkualitas, Deplu juga akan mendapatkan calon diplomat yang memahami dan menghayati diplomasi Indonesia secara utuh. Mulai edisi April-Mei 2009, tabloid Diplomasi hadir kepada para pembaca sekalian, dengan tampilan baru. hal ini dimaksudkan agar tabloid Diplomasi tampil lebih fresh dengan semangat dan gagasangagasan baru, sehingga para pembaca sekalian juga lebih fresh dan bersemangat dalam membaca ataupun menyampaiakan ide dan saran. selamat membaca.
Diplomasi TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
Redaktur Pelaksana Kholid M. Staf Redaksi Cahyono Saiful Amin Arif Hidayat Tata Letak dan Artistik Tsabit Latief Distribusi Mardhiana S.D. Kontributor Daniel Ximenes Alamat Redaksi Jl. Kalibata Timur I No. 19 Pancoran, Jakarta Selatan 12740 Telp. 021-68663162, Fax : 021-86860256, Tabloid Diplomasi dapat di Download di http://www.deplu.go.id Email :
[email protected] Cover : dok.kapanlagi Diterbitkan oleh Direktorat Diplomasi Publik Departemen Luar Negeri R.I bekerjasama dengan Pilar Indo Meditama
Bagi anda yang ingin mengirim tulisan atau menyampaikan tanggapan, informasi, kritik dan saran, silahkan kirim email:
[email protected]
Wartawan Tabloid Diplomasi tidak diperkenankan menerima dana atau meminta imbalan dalam bentuk apapun dari narasumber, wartawan Tabloid Diplomasi dilengkapi kartu pengenal atau surat keterangan tugas. Apabila ada pihak mencurigakan sehubungan dengan aktivitas kewartawanan Tabloid Diplomasi, segera hubungi redaksi.
Diplomasi
4
F
o
k
u
s
Pejambon Coffee
dok.infomed
Reformasi birokrasi yang dilakukan oleh Deplu sejak tahun 2001 telah menghasilkan sistem dan budaya kerja dilingkungan Deplu dan Perwakilan RI diluar negeri menjadi lebih baik. Dalam bahasa Deplu reformasi birokrasi tersebut diistilahkan dengan sebutan Benah Diri Deplu. Sejak proses Benah Diri dijalankan, maka untuk pertama kalinya proses rekrutmen pegawai di instansi pemerintah memenuhi standar internasional ISO 9001:2008. Departemen Luar Negeri dinilai telah menjalankan proses rekruitmen pegawai secara konsisten sejak tahun 2002, bebas KKN, transparan, dan berdasarkan kompetisi dan kompetensi. Atas prestasi dan capaian yang dilakukan oleh Deplu, Museum Rekor Indonesi (MURI) memberikan penghargaan Departemen / Instansi pemerintah pertama dengan sistem rekruitmen pegawai memenuhi standar ISO 9001 : 2008, bersih dan transparan berdasarkan kompetensi. Penghargaan disampaikan langsung oleh Ketua MURI, Jaya Suprana pada acara Pejambon Coffee (28/3) di Gedung Pancasila, Pejambon. “Reformasi birokrasi merupakan suatu keniscayaan.
No. 17, Tahun II
Reformasi digulirkan karena ada perubahan-perubahan besar di dunia. Salah satu penekanan dari benah diri deplu adalah perubahan budaya kerja, corporate culture termasuk di dalamnya menjadikan deplu dan perwakilan memahami tugas perlindungan warga. Selain itu, reformasi dilakukan dalam rangka kepedulian dan keberpihakan. Peduli kepada warga kita yang membutuhkan bantuan. Tidak ada pilihan bagi Diplomat Indonesia kecuali memihak mereka. Ini bagian dari budaya kerja yang ingin kita majukan, oleh karena itu kami terus menerus untuk menjadikan pelayanan warga di Deplu dan perwakilan Indonesia prima, cepat, mudah, dan ramah”. Demikian disampaikan Menlu sebelum menerima penghargaan MURI pada acara Pejambon Coffee (28/3). Pembenahan proses rekrutmen pegawai Departemen Luar Negeri merupakan salah satu unsur penting dalam reformasi birokrasi (benah diri) yang dijalankan sejak 2001. Proses ”benah diri” dimaksudkan sebagai upaya membenahi ”mesin diplomasi” RI agar lebih mampu menghadapi berbagai tantangan diplomasi masa kini dan masa depan. Dalam hal ini Deplu
Deplu Memperoleh Penghargaan MURI Dan Sertifikasi ISO
telah melakukan restrukturisasi organisasi departemen, restrukturisasi organisasi perwakilan, dan pembenahan profesi. Rekrutmen pegawai yang bebas KKN, transparan, dan berdasarkan merit system menjamin terpenuhinya kebutuhan sumber daya manusia (SDM) yang profesional dan memiliki kompetensi tinggi. Sejak tahun 2002, Deplu merekrut rata-rata 100 diplomat baru setiap tahunnya. Dengan proses rekrutmen yang bersih KKN, telah terbentuk kepercayaan masyarakat yang sangat tinggi— yang tercerminkan dari terus meningkatnya jumlah pelamar setiap tahunnya. Karena itu, peluang Deplu mendapatkan tenaga-tenaga SDM terbaik (the best and the brightest) juga semakin tinggi. Dengan sertifikasi ISO 9001:2008 ini maka proses rekrutmen pegawai Deplu telah dibakukan dalam satu sistem. Konsistensi Deplu dalam menjalankan sistem tersebut akan terus terpelihara dan tidak terpengaruhi oleh pergantian pejabat. Selain sertifikasi ISO 9001:2008 untuk sistem rekrutmen pegawai Deplu,
sertifikasi ISO juga diraih oleh KBRI Singapura dan KBRI Kuala Lumpur untuk pelayanan warga dan pelayanan publik yang prima. Bentuk-bentuk pelayanan seperti perpanjangan paspor, perpanjangan kontrak kerja TKI, dan pelayanan sertifikat pelaut telah dibenahi dan dikembangkan sehingga memenuhi kriteria cepat, murah, dan nyaman. Sebagai contoh, perpanjangan paspor yang tadinya membutuhkan waktu hingga dua minggu, kini bisa dilakukan dalam tempo tiga jam saja—dan dengan tarif yang pasti dan murah. Peningkatan kualitas pelayanan publik di KBRI dan konsulat Indonesia juga merupakan bagian dari proses ”benah diri” Deplu sejak 2001. Dalam proses ini, juga telah terbentuk satu institutional culture baru yang berorientasi pada pelayanan dan perlindungan warga Indonesia di luar negeri— dengan motto ”kepedulian dan keberpihakan.” Secara simbolik ketiga sertifikasi ISO tersebut, masingmasing untuk Biro Kepegawaian Departemen Luar Negeri, KBRI Singapura, dan KBRI Kuala Lumpur akan diserahkan pada tanggal 27 Maret 2009 di Gedung Pancasila, Jakarta.[]
15 April 2009 - 14 Mei 2009
Diplomasi F dok.infomed
Benah Diri
Sebagai Proses Adaptasi
Wardana (Duta Besar RI Singapura) & Umar Hadi (Direktur Diplomasi Publik) Umar Hadi (Direktur Diplomasi Publik)
Sebagai bagian dari organisasi Pemerintah Republik Indonesia, dinamika organisasional yang terjadi di Departemen Luar Negeri tentulah tidak akan pernah terlepas dari konteks dan dinamika kehidupan kenegaraan. Sebagai garda terdepan diplomasi Indonesia, tak pelak dipungkiri bahwa di samping dinamika nasional, faktor lainnya yang ikut berpengaruh pada dinamika organisasional Departemen Luar Negeri adalah konteks perubahan situasi dan kondisi lingkungan internasional. Dalam konteks perubahan dinamika nasional dan lingkungan internasional inilah Departemen Luar Negeri melakukan serangkaian upaya adaptif, yang lebih dikenal sebagai ”benah diri,” yang dilakukan Deplu dan semua Perwakilan RI di luar negeri. Dengan demikian, kurang tepat kiranya jika benah diri ini diterjemahkan sebagai upaya korektif atau membenahi kekurangan, melainkan sebagai upaya adaptif agar tugas pokok dan fungsi yang diemban oleh Departemen Luar Negeri akan selaras dan sejalan dengan berbagai perkembangan nasional dan internasional. Keinginan dan gagasan untuk melakukan upaya adaptif ini bukanlah sesuatu yang baru dalam benak dan visi pimpinan Departemen Luar Negeri. Hal ini telah dimulai sejak terjadinya
15 April 2009 - 14 Mei 2009
perubahan konstelasi global yang ditandai oleh runtuhnya persaingan yang tajam antarblok ideologis, dan munculnya isuisu global baru yang pada era Perang Dingin bukan menjadi isu arus utama (mainstream issues). Apalagi transformasi iklim politik di tanah air, seperti yang terjadi pada reformasi tahun 1998, memberikan dorongan yang signifikan bagi proses benah diri tersebut. Reformasi dan segala dinamika yang terjadi baik di dalam maupun di luar negeri pada akhirnya memberikan peluang dan tantangan bagi Departemen Luar Negeri untuk segera tampil dengan citra, struktur, dan corporate culture yang lebih sesuai dengan tuntutan zaman. Maka ada tiga hal penting yang harus diperhatikan untuk mewujudkan adaptasi tersebut. Pertama, dari sisi pelaku dan perumusan kebijakan, reformasi yang dimaksud adalah mendorong demokratisasi yang memberikan peluang bagi sejumlah aktor penting, baik yang lama maupun yang baru, untuk berpartisipasi secara lebih luas dan mendalam— dan bahkan ikut menjadi faktor penentu—dalam proses perumusan dan pengambilan kebijakan nasional, termasuk kebijakan luar negeri. Para aktor tersebut antara lain pihak legislatif, pers, lembaga swadaya masyarakat, komunitas epistemik
dan akademisi, serta pelaku bisnis – baik secara individu maupun kelompok. Proliferasi jumlah dan jenis aktor yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan di satu sisi meningkatkan sense of ownership. Namun harus diakui hal ini juga membawa konsekuensi yang unik. Pihak eksekutif, yang selama ini mengambil peranan sentral dalam proses perumusan dan implementasi kebijakan, dituntut untuk lebih sensitif sekaligus berwawasan luas dalam memastikan terakomodasinya kepentingan dan aspirasi publik. Kedua, proses akomodasi kepentingan dan aspirasi ini harus dilakukan melalui mekanisme yang akuntabel, transparan dan dengan mengedepankan prinsipprinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan benar (good governance). Terdapat sebuah desakan dari masyarakat bahwa jajaran penyelenggara pemerintahan dan birokrasi haruslah bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)— suatu terminologi yang sangat populer di penghujung dekade 1990-an. Ketiga, konsekuensi dari demokratisasi pengambilan kebijakan dan tuntutan akuntabilitas adalah pentingnya peningkatan kualitas dan produktivitas para pelaku dan personil pendukung aktivitas
o
k
u
s
5
diplomasi. Dengan kata lain, peningkatan sumber daya manusia Departemen Luar Negeri menjadi sebuah kebutuhan yang sangat mendesak dan krusial. Namun di sisi lain, tantangan eksternal yang dihadapi juga terasa makin beragam. Di samping tetap hadirnya isu-isu klasik seperti keamanan, ekonomi dan politik, mulai mengemuka pula masalah-masalah global yang terkait dengan Hak Asasi Manusia (HAM), lingkungan hidup, energi, pembangunan sosial, lintas-keyakinan, dan sebagainya. Perkembangan ini tentunya menuntut kejelian strategis, pengetahuan substantif dan keahlian bernegosiasi yang lebih mumpuni dari para perumus kebijakan luar negeri dan pelaku diplomasi. Salah satu ciri utama era globalisasi adalah semakin kentalnya hubungan antar-negara dan antar-masalah. Karena itu, diplomasi memerlukan pendekatan yang integratif dengan memandang persoalan secara utuh, bukannya pendekatan yang terkotak-kotak secara sektoral. Bagi Indonesia, dinamika global tersebut di samping menghadirkan tantangan yang signifikan, juga memberikan peluang yang baik. Hal ini tentunya terkait erat dengan perkembangan positif di lingkungan nasional akibat proses reformasi dan demokratisasi. Indonesia muncul sebagai kekuatan demokrasi terbesar ketiga di dunia, di samping sebagai negara berpenduduk muslim terbesar. Dengan demikian, Indonesia terus mengupayakan perlindungan dan penghormatan HAM yang lebih baik. Indonesia juga terus memacu pertumbuhan ekonomi melalui sistem ekonomi yang lebih terbuka dan transparan, dan iklim berinvestasi yang lebih kondusif bagi para investor lokal maupun manca negara. Indonesia terus membenahi penegakkan hukum seraya memberantas praktik-praktik korupsi yang telah menodai citra bangsa di mata masyarakat internasional.
No. 17, Tahun II
Diplomasi F
o
k
u
s
Perkembangan-perkembangan positif tersebut memberikan sebuah landasan moral dan kepercayaan diri yang lebih kokoh dari para pelaku diplomasi Indonesia. Diplomasi Indonesia terus memainkan peranan kunci dalam berbagai kegiatan diplomatik. Hal tersebut dimungkinkan karena Indonesia tidak lagi memiliki “beban” dalam memajukan ide-idenya bagi stabilitas dan perdamaian dunia. Kita dapat dengan leluasa memainkan peran dalam berbagai isu dan dalam berbagai forum, baik bilateral, regional, maupun multilateral global. Kita tidak pernah bertindak seleluasa seperti saat ini dalam memainkan peran dan aktivitas diplomasi. Diplomasi Indonesia yang dilakukan para diplomatnya merupakan jembatan antara lingkup internasional dan lingkup domestik, yang bertujuan semata-mata guna memajukan kepentingan nasional Indonesia. Maka faktor-faktor internasional dan domestik, atau intermestik, merupakan pendorong bagi Departemen Luar Negeri dalam melakukan upaya adaptasi melalui proses benah diri. Departemen Luar Negeri memandang perlu untuk memanfaatkan kesempatan yang terbuka, sekaligus menjawab tantangan yang dihadirkan oleh perubahan-perubahan di lingkup domestik dan internasional. Untuk itulah, maka dalam Rapat Kerja Pimpinan Departemen Luar Negeri dengan seluruh Kepala Perwakilan RI di Luar Negeri pada 24 – 27 Oktober 2001 di Jakarta, Menteri Luar Negeri RI, Dr. N. Hassan Wirajuda secara gamblang dan jernih memaparkan latar belakang, dasar, arah, dan bentuk kebijakan penataan Departemen Luar Negeri. Kebijakan penataan, yang belakangan lantas dikenal sebagai Benah Diri Departemen Luar Negeri ini meliputi 3 aspek utama, yakni: Restrukturisasi Organisasi Departemen, berupa penataan tata organisasi di lingkungan Departemen; Resktsrukturisasi Perwakilan RI, berupa penataan ������������������ organisasi serta mekanisme dan lingkup operasionalisasi Perwakilan RI di luar negeri; serta Pembenahan Profesi, yang mencakup peningkatan profesionalisme pegawai. Sebagai sebuah program pembenahan jangka panjang, ”benah diri” menjadi sangat penting dalam upaya peningkatan kinerja Departemen Luar Negeri. ”Benah diri” bukan saja merupakan langkah pembenahan struktur dan tata organisasi, namun juga menjadi sarana untuk menghadirkan semangat dan kultur yang sesuai dengan tuntutan zaman.[]
No. 17, Tahun II
Restrukturisasi Organisasi Departemen Luar Negeri: Proses dan Perkembangan dok.infomed
6
Proses restrukturisasi organisasi Departemen Luar Negeri dilakukan secara bertahap demi memastikan tercapainya misi bersama, yaitu kepentingan nasional Indonesia. Proses ini dimulai sejak tahun 2001 dan telah ditetapkan melalui Keputusan Presiden dan Keputusan Menteri Luar Negeri dalam beberapa tahapan perubahan. Pada awalnya, tidak pelak bahwa proses restrukturisasi ini memang mengundang berbagai reaksi, terkait dengan tugas pokok dan fungsi yang dialihkan pada unit-unit dalam struktur baru. Namun melalui pendekatan yang dialogis serta pengkajian dan monitoring yang terus menerus dan mendalam, proses restrukturisasi ini terus disempurnakan hingga sampai pada struktur organisasi yang saat ini kita kenal.
Secara mendasar, proses restrukturisasi ini dimulai dengan adanya pemikiran untuk menyeimbangkan kebutuhan dan tuntutan penyelenggaraan aktivitas diplomasi di tingkat bilateral, regional dan multilateral. Demikian pula, melalui struktur organisasi baru ini, aktivitas diplomasi Indonesia dapat dilakukan secara lebih terpadu dan tidak semata-mata mengacu secara sektoral pada domain isu politik, ekonomi, atau sosial-budaya. Restrukturisasi organisasi Departemen Luar Negeri juga telah melahirkan beberapa unit kerja ”baru” sebagai upaya menjawab tantangan dan kebutuhan masa kini, seperti misalnya pembentukan Direktorat Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia, Direktorat Kerjasama Teknik, dan Direktorat Diplomasi Publik.[]
15 April 2009 - 14 Mei 2009
Diplomasi LENSA Perlindungan kepada warga negara adalah amanat konstitusi, sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu ”melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia”. Disamping itu upaya perlindungan kepada warga negara juga didasari atas UU No.1 Tahun 1982 tentang Pengesahan Konvensi Wina Mengenai Hubungan Diplomatik beserta Protokol Optionalnya mengenai hal memperoleh kewarganegaraan; UU No.37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri;UU No.24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional; UU No.39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI; Keputusan Presiden No.108 tentang Organisasi Perwakilan; Instruksi Presiden No.6 Tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia; Keputusan Menteri Luar Negeri No.06 Tahun 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perwakilan; serta Permenlu No.04 Tahun 2008 tentang Pelayanan Warga pada Perwakilan RI. Yang kesemuanya itu bertujuan memberikan perlindungan dan pelayanan yang prima bagi Warga Negara Indonesia, terutama TKI yang bermasalah di luar negeri dengan prinsip Kepedulian dan Keberpihakan. Departemen Luar Negeri (Deplu) peduli dan berpihak kepada WNI yang mengalami masalah dan membutuhkan bantuan, disamping memang tidak ada pilihan lain selain untuk melayani dan melindungi WNI dimanapun mereka berada. Untuk mewujudkan Pelayanan Warga (citizen service) tersebut perlu didukung dengan kemauan dan kemampuan yang profesional dari para diplomat ataupun konsul yang ada terkait dengan subyek perlindungan, yaitu TKI,
15 April 2009 - 14 Mei 2009
Awak Kapal/ABK, Professional, Mahasiswa, Pebisnis, Wisatawan ataupun Istri/Suami dari WNA. Sedangkan dalam hal Bantuan Hukum diberikan kepada BUMN, BUMD, serta Swasta pada umumnya. Didalam melakukan perlindungan warga ini Direktorat PWI/BHI Deplu menggunakan tiga pendekatan, yaitu Pendekatan Hukum, Kemanusiaan dan Politik. Pendekatan Hukum dilakukan dalam bentuk mediasi dan konsiliasi, konsultasi hukum, penyediaan pengacara serta amicus curiae/friends of courts. Sementara pendekatan kemanusiaan dilakukan dalam bentuk kunjungan rutin untuk memberikan pelayanan konsultasi, pemberian bantuan awal, pendampingan rohani, penanganan masalah kesehatan dan repatriasi. Sedangkan pendekatan politik yaitu melakukan kerjasama G-to-G dengan negara penerima sebagai first track diplomacy disamping juga melakukan kerjasama G-to-G dengan negara pengirim lain. Sementara bentuk second track diplomacy adalah melakukan kerjasama people to people contact, G-to-NGO, dan G-to-International Organization. Citizen Service adalah Sistem Pelayanan Warga yang terintegrasi dan berkedudukan di Perwakilan RI. Citizen Service bertujuan untuk meningkatkan perlindungan bagi Warga Negara Indonesia termasuk Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri. Saat ini ada 6 Perwakilan RI yang diprioritaskan untuk pembentukan Pelayanan Warga berdasarkan Inpres no. 6/2006 (vide Permenlu 04/2008 Pasal 25(1), adalah KBRI Amman, KBRI Doha, KBRI Bandar Seri Begawan, KBRI Seoul, KBRI Damaskus dan KBRI Singapura. Sementara 18 Perwakilan RI yang dibentuk Pelayanan Warga berdasarkan jumlah WNI, khususnya TKI, dan intensitas perlindungan TKI (vide Permenlu 04/2008 Pasal 25 (2) adalah KBRI Abu Dhabi, KJRI
7
Langkah Strategis
Perlindungan WNI Teguh Wardoyo Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kota Kinabalu, KBRI Kuwait City, KJRI Penang, KBRI Kuala Lumpur, KJRI Kuching, KBRI Riyadh, KJRI Johor Bahru, KBRI Tokyo, KJRI Los Angeles, KJRI Dubai, KJRI New York, KJRI Jeddah, KJRI Sydney, KJRI Hongkong, KJRI Darwin, KJRI Osaka dan KJRI Perth. Sesuai dengan Permenlu 04/2008, citizen service ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan memperkuat perlindungan kepada WNI baik dalam bentuk jasa ataupun perijinan, melalui transparansi dan standardisasi pelayanan yang meliputi persyaratan-persyaratan, target waktu penyelesaian, dan tarif biaya yang harus dibayar untuk mendapatkan pelayanan sesuai peraturan perundang-undangan dan menghapuskan pungutanpungutan liar. Disamping itu dibentuknya citizen service ini juga untuk mengkoordinir dan sebagai penanggung jawab dalam pelaksanaan tugas pelayanan dan perlindungan WNI di Perwakilan. Fungsi dari Pelayanan dan Perlindungan WNI/TKI ini adalah sebagai Mandatory Consular Notification (MCN) pada negara akreditasi dimana konsentrasi WNI cukup banyak. MCN merupakan suatu kesepakatan timbal balik (resiprositas) dan bersifat teknis yang mengatur penanganan permasalahan yang dihadapi oleh WNI dengan negara-negara sahabat dalam bentuk notifikasi kekonsuleran,
termasuk di dalamnya masalah pemindahan/transfer jenazah, korban kekerasan, korban trafficking, ekstradisi, overstayer, dan lain sebagainya. Jadi sesuai pasal 5 dan 36 dari Vienna Convention on Consular Relation (VCCR) 1963 tentang hak warga negara asing yang ditahan di suatu negara, penyelesaiannya dilakukan melalui kerjasama bilateral. Langkah strategis perlindungan kepada warga mencakup 4 hal, yaitu Peningkatan kapasitas SDM, Instrumen Hukum, Emergency Management dan Budgeting. Peningkatan kapasitas SDM meliputi penyiapan SOP, observasi cepat di Perwakilan, penyesuaian SOP di lapangan dan corporate culture: Cepat, Ramah, Murah, Transparan, Tanpa pungutan. Cepat dalam artian bahwa pelayanan kepada WNI yang bersifat administratif dan tidak memerlukan rujukan dokumen kepada instansi terkait di Perwakilan RI, diselesaikan dalam waktu yang singkat dan paling lambat selesai dalam waktu 3 (tiga) jam. Sedangkan pelayanan yang bersifat non-administratif kepada WNI di Perwakilan RI diproses sesuai dengan materi permasalahan dan diberitahukan kepada WNI dimaksud mengenai tahapan, prosedur dan waktu pelayanan yang akan diberikan.[]
No. 17, Tahun II
Diplomasi
8
LENSA
Menlu RI : Mochtar Kusumaatmadja, Pejuang Konsepsi Negara Kepulauan
Bagi saya Pak Mochtar adalah guru saya sekaligus senior saya di Departemen Luar Negeri. Mungkin Pak Mochtar tidak ingat bahwa saya pernah menjadi murid beliau dalam mata kuliah hukum internasional pada tahun 1969 ketika saya menjadi mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Saya mengagumi Pak Mochtar tidak hanya sebagai guru saya tapi sebagai pemikir dan dalam kedudukan beliau sebagai mantan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, merupakan sosok diplomat yang ulung. Saya belajar banyak dari Pak Mochtar dalam kepemimpinan beliau sebagai Menteri Luar Negeri. Dari jejak langkah beliau sebagai pemikir dan diplomat yang bisa kita teladani adalah bahwa dalam diplomasi the force of argument dan konsep sesungguhnya merupakan kekuatan yang besar dalam upaya menggolkan kepentingan nasional kita, lebih dari kekuatan naked power yang seringkali terutama oleh negara-negara yang punya kuasa, diandalkan. Kita kenal Pak Mochtar sebagai tokoh pendidikan termasuk pendidikan hukum meletakkan dasar-dasar atau fondasi bagi kurikulum pendidikan hukum internasional dalam hal itu beliau lah yang menganggap penting pendekatan sosiologis dalam ilmu hukum untuk senantiasa kita mampu memperbaharui perangkat hukum kita sehingga mampu mengikuti perkembangan jaman. Tentunya dengan mengenal perubahan-perubahan yang
No. 17, Tahun II
terjadi dalam masyarakat baik domestik maupun internasional. Bahkan ketokohan beliau di dunia hukum juga dicerminkan ketika sebagai mantan Menteri Luar Negeri, sebagai ahli hukum internasional beliau duduk sebagai anggota dari International Law Commission atau badan di bawah PBB yang sangat bergengsi dalam rancangan konsep-konsep baru hukum internasional. Bagi saya menghormati Pak Mochtar lebih dari sekedar merayakan ulang tahun beliau dan menyelenggarakan Annual Lecture setiap tahunnya, tapi adalah bagaimana kita sebagai generasi penerus mengenal karya-karya beliau dan menindaklanjutinya. Kita tahu bahwa Pak Mochtar adalah tokoh di balik proses perjuangan panjang selama 25 tahun dalam kita memperjuangkan konsepsi Negara kepulauan, archipelagic state concept yang kemudian diakui dan disahkan dalam the United Nations Convention on the Law of the SeaUNCLOS tahun 1982. Dalam kaitan ini tantangan yang kita hadapi adalah bagaimanasesuai dengan tema seminar kita pagi ini - menyiapkan kader-kader dalam hukum internasional yang mampu menindaklanjuti dengan baik konsepsi yang berhasil digolkan oleh generasi Pak Mochtar melalui perjuangan panjang. Peran Diplomasi Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan apa peran diplomasi dalam pengembangan hukum internasional khususnya pasca berakhirnya perang dunia ke-dua dan disitu nanti kita melihat tantangan-tantangan yang kita hadapi baik di dunia diplomasinya itu sendiri tetapi tidak kurang juga dalam dunia pendidikan hukum
di Indonesia. Pengembangan contemporary international law pasca perang dunia ke-dua di berbagai bidang sangat luar biasa, unprecedented. Bahkan di bidang pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional, maintenance of international peace and security dimana elemen power sangat dominan, tapi tidak kurang Piagam PBB melalui ketentuan hukum karena itu Piagam meng-outlaw perang, mengharamkan perang. Bahkan konsepsi just war yang dikandung dalam Piagam Liga Bangsa-Bangsa yang berlaku sampai dengan tahun ‘45 pun dilarang. Penggunaan kekuatan termasuk perang hanya dimungkinkan untuk self defence. Jadi jelas disini pendekatan hukum sangat kuat termasuk dalam mengatur perang dimana elemen naked power seringkali sangat dominan. Karena itu di bawah bab 7 Piagam PBB, terhadap tindakan agresi militer maka negaranegara anggota PBB mempunyai kewajiban collective responsibility untuk menghukum mereka yang melakukan agresi. Dengan kata lain sebetulnya ada pendekatan sanksi walaupun di bidang ini maintenance of international peace and security- negara-negara anggota tetap Dewan Keamanan mempunyai hak veto dan karena sanksi itu ditetapkan oleh Dewan Keamanan maka negara-negara pemegang hak veto ini kepada mereka sepertinya dikecualikansanksi dikecualikan. Dari sini sebetulnya pandangan yang sinis terhadap hukum internasional yang sering kali dijuluki internasional tapi bukan hukum karena daya pemaksanyaenforcement nya yang kurang. Walaupun sebetulnya kesan itu juga tidak sepenuhnya benar. Karena dalam hal keperluan
suatu masyarakat termasuk masyarakat internasional melalui hukum internasional mencoba mengatur berbagai segi kehidupan masyarakat. Negara-negara dalam hal ini ada shared interest, kepentingan bersama yang menjadi dasar dari ketentuan hukum yang mereka sepakati untuk diberlakukan bukan karena sanksi yang menjadi pertimbangan utamanya. Contoh yang paling ringan tetapi juga tertib adalah konvensi-konvensi internasional yang mengatur tentang, yang paling ringan saya katakan- pos dan telekomunikasi. Kita tidak berbicara sanksi disini, dan orang juga tidak mempertanyakan mengapa ketika suatu amplop surat kita cemplungkan di kantor pos Bandung, diterima di pojok Brazilia sana, tertib surat itu sampai ke alamat tujuan tapi tidak kita pertanyakan kekuatan apa yang mengatur di balik ketertiban penyelenggaraan surat menyurat mungkin juga telepon yang memudahkan pengaturan hubungan antar negara dan masyarakat. Dengan kata lain, banyak contoh-contoh dari berlakunya hukum internasional yang lebih didasarkan pada adanya kepentingan bersama- shared interest yang menjadi dasar dari pembuatan dan berlakunya hukum internasional. Di luar bidang-bidang maintenance of international peace and security, kita juga menyaksikan perkembangan pembangunan hukum internasional yang luar biasa. Di bidang hukum laut, sejak perang dunia ke-dua pokok-pokok pikiran Hugo Grotius tentang hukum internasional publik praktis sudah tidak lagi banyak berlaku termasuk di bidang hukum laut internasional. Bahkan konvensikonvensi PBB tahun ’58, 25 tahun kemudian praktis sudah digantikan oleh konstitusi baru hukum laut internasional yaitu konvensi PBB tentang hukum laut atau UNCLOS tahun 1982. Dapat kita bayangkan bahwa konsep laut wilayah yang sampai dengan tahun ’82 diukur sejauh 3 nautical miles dari pantai, kemudian oleh UNCLOS 82 diubah menjadi selebar 12 mil dari garis
15 April 2009 - 14 Mei 2009
Diplomasi LENSA pantai itupun masih dengan variasi bagi negara-negara kepulauanarchipelagic states dimungkinkan untuk menarik lebar laut 12 mil diukur dari garis pangkal yang menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau terluar suatu negara kepulauan dalam hal ini Indonesia sebagai contoh. Dan kalau hukum laut yang berlaku sampai dengan tahun 82, telah mengakibatkan laut-laut di antara pulau-pulau Indonesia sebagai kantong-kantong laut internasional, maka agak revolusioner ketika UNCLOS ’82 menetapkan lautlaut di antara pulau-pulau suatu negara kepulauan disebut sebagai laut nusantara- archipelagic water perairan nusantara. Dan karena itu sepenuhnya tunduk pada kedaulatan Indonesia. Mungkin mereka yang lupa sejarah tahun ’60 ketika kita konfrontasi dengan Belanda mengenai masalah Irian Barat, betapa revolusionernya Bung Karno mengecam Belanda ketika kapal induk Karel Dorman melintas melenggak-lenggok di laut jawa, Bung Karno juga tidak bisakita juga tidak bisa melakukan apa-apa. Dengan kata lain melalui proses diplomasi dan perundingan hukum laut, maka sesungguhnya diplomasi Indonesia bukan saja berhasil mempertahankan setiap jengkal tanah air yang ada sebelum itu tetapi juga menambah luas wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia menjadi 6,2 juta km persegi- mohon koreksi kalau saya salah dalam statistik ini. Tanpa sebutir peluru pun ditembakkan tapi dengan keberhasilan yang luar biasa. Seperti yang saya katakan tadi keunggulan konsep dan the force of argument menjadi titik kunci dari kemenangan diplomasi kita. Karena itu mereka yang sinis mengatakan bahwa diplomasi Indonesia lemah, diplomasi Indonesia gagal karena melalui diplomasi kita kehilangan Pulau Sipadan dan Ligitan melalui proses ajudication di International Court of Justice – perlu diingatkan bahwa sesungguhnya Pulau Sipadan dan Ligitan berdasarkan UndangUndang No 4/PRP/1960 adalah pulau-pulau yang berada di luar garis pangkal Republik Indonesia. Dengan kata lain Sipadan dan
15 April 2009 - 14 Mei 2009
Ligitan tidak pernah kita klaim ketika kita meluncurkan konsepsi wawasan nusantara sebagai bagian dari republik ini. Where are we now? Setelah 27 tahun UNCLOS atau Konvensi PBB tentang hukum laut ini disahkan khususnya sebagai tindak lanjut dari pengesahan konsepsi wawasan nusantara. Saya katakan tadi penghargaan kepada ketokohan Pak Mochtar adalah penghargaan tidak hanya terhadap konsepkonsep besar yang beliau majukan, tapi juga komitmen kita generasi berikutnya untuk menindaklanjuti, mengamankan konsep-konsep besar yang berhasil diakui oleh masyarakat internasional. Dalam upaya diplomasi, maka kami selama delapan tahun terakhir ini memberikan prioritas kepada border diplomacy. Sering dilupakan bahwa kita berbatasan, bertetangga dengan 10 negara baik dari ukuran tetangga darat tetapi juga dari ukuran perbatasan wilayah laut kita. Baik di laut wilayah, landas kontinen dan zona ekonomi eksklusif. Proses perundingan perbatasan bukan proses yang mudah. Untuk mengajak negara tetangga kita duduk untuk membicarakan masalah perbatasan kita, itu proses persuasi yang juga tidak mudah. Tapi kalaupun mereka mau diajak duduk bersama membicarakan masalah perbatasan, perundingan perbatasan adalah perundingan yang bisa memakan waktu panjang. Minggu lalu kami menandatangani dengan Singapura perjanjian perbatasan laut wilayah di segmen barat di atas Pulau Nipah yang berbatasan dengan Singapura. Lima tahun proses intensif kami lakukan hingga sampai pada perjanjian ini. Tetapi pada contoh lain perjanjian perbatasan landas kontinen dengan Vietnam hampir berlangsung sepanjang karir saya. Saya ikut pada perundingan ke-10, delegasi RI dipimpin oleh senior saya Bapak Nugroho Wisnumurti di Hanoi dan baru selesai ketika saya menjadi Menteri Luar Negeri pada tahun 2002. Setelah melalui lebih dari- seingat saya 34 kali proses perundingan selama 32 tahun. Tetapi komitmen kita untuk
menindaklanjuti tadi konsepkonsep besar yang berhasil kita golkan melalui konsep wawasan nusantara, kita berketetapan untuk melanjutkan memberikan prioritas kepada proses border diplomacy. Dan karena itu tim interdep yang dipimpin Departemen Luar Negeri, Saudara Havas Oegroseno ada disini? Sangat merupakan tim yang sangat aktif. Hampir tiap bulan mesti ada proses negosiasinya. Itu contoh implementasi dari diterimanya konsepsi wawasan nusantara oleh masyarakat internasional. Tapi kita juga memperbaharui konsep kita tentang garis-garis pangkal nusantara kita- archipelagic state base line- untuk menyesuaikan garis pangkal yang ditetapkan oleh Undang-Undang No 4 PRP tahun ’60 sesuaikan dengan konvensi hukum laut yang berlaku sekarang ini. Karena itu dalam waktu dekat pemerintah akan menyerahkan kepada PBB konsep baru kita tentang penetapan garis-garis pangkal nusantara kita. Kitapun diingatkan oleh Pak Hasjim Djalal untuk menyampaikan klaim kita kepada PBB tentang garis batas terluar dari landas kontinen kita khususnya di Sumatera pulau Sumatera bagian barat- pantai Sumatera Bagian Barat dan juga sebagian wilayah lain di Indonesia. Karena itu dari perspektif dunia praktis di dunia diplomasi, keprihatinan kami adalah siapa lagi dari kitamaksudnya dari dunia pendidikan hukum kita yang memfokuskan diri pada studi hukum laut internasional. Sebagai negara kepulauan sepanjang masa kita memerlukan banyak ahliahli hukum laut internasional. Tapi kalau kita hitung, mungkin saya tidak terkesan atau ingin dikesankan mengecilkan, kalau saja kita punya sepuluh ahli hukum laut internasional yang tangguh, itu sudah bagus. Dengan ini sebetulnya saya ingin memprovokasi para mahasiswa dan khususnya dunia pendidikan hukum untuk memperhatikan bidang yang sangat penting bagi kehidupan kenegaraan kita sekarang dan kedepan. Bidang lain sejak perang dunia
9
ke-dua berakhir, di bawah- proses di bawah PBB dan organisasiorganisasi internasional lainnya, yang menonjol adalah di bidang hukum mengenai hak asasi manusia. Saya ingin sebut bahwa begitu banyak organisasi yang merupakan subsidiary organ dari PBB dan organisasi-organisasi regional yang terlibat aktif dalam konteks standard settingpembakuan hukum internasional. Secara singkat, dari begitu banyak organisasi internasional dan regional maka sebetulnya kalau dilihat fungsinya terbatas pada tiga hal: pertama adalah standard setting yaitu upaya membakukan hukum internasional; yang kedua monitoring terhadap implementasi hukum itu oleh negara-negara dan yang ketiga technical cooperation and advisory services. Sesungguhnya kepentingan nasional kita atau setiap negara mulai terkait ketika proses standard setting itu sendiri. Perancangan hukum di kita seperti juga bagian dari budaya hukum kita, umumnya kita kurang peduli pada proses standard setting. Hukum itu baru kita kenal atau kita mau kenal ketika kita sudah kepentok dengan masalah hukum Belajar dari apa yang dilakukan oleh Pak Mochtar adalah penting untuk kita termasuk diplomasi terlibat dalam proses standard setting ini. Lagi-lagi unggulan konsep dan argument karena itu pada akhirnya keahlian kita di berbagai bidang sehingga dengan begitu kita dapat berperan dalam proses pembentukan hukum standard setting tadi. Disini juga merupakan titik kelemahan kita. Proses implementasi juga tidak kalah rumitnya. Kalau kita sudah ignorance terhadap proses standard setting nya itu sendiri, jangan harapkan kita juga jagoan dalam proses implementasinya. Disini lagi-lagi dunia praktisi Departemen pemerintahan dan juga lembaga non-pemerintahan untuk kita peduli tentang penguasaan konsep-konsep substantif di berbagai bidang sehingga kita bisa berperan baik dalam tahapan standard setting maupun implementasinya.[]
No. 17, Tahun II
Diplomasi
10
F
o
k
u
s
Prof. Dr. Ganjar Kurnia Rektor Univ. Padjajaran
Mochtar Kusumaatmadja Diplomat Berpikir Cepat dan Lugas Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja sepanjang hidupnya telah banyak memberikan pencapaian yang berharga bagi negeri Indonesia tercinta. Maka tidaklah berlebihan jikalau para tokoh di negeri ini menjuluki beliau sebagai “diplomat yang berfikir cepat dan lugas”, hal itu semakin menunjukkan kualitas beliau yang bukan hanya sebagai diplomat ulung tetapi juga seorang akademisi yang handal. Gabungan dari diplomat dan akademisi itu telah menjadikan Prof. Dr. Mochtar Kusuma Atmadja sebagai tokoh Indonesia yang disegani dan dihormati di forum internasional. Sebagai wakil Indonesia di konferensi hukum laut PBB, beliau berperan sangat besar dalam menuangkan konsep Negara Kepulauan. Suatu konsep yang luar biasa berani, karena pada saat itu belum ada satupun instrument hukum internasional yang mengatur tentang rejim negara kepulauan secara komprehensif. Disamping itu, konsep ini ternyata juga mendapat tantangan yang luar biasa gencarnya,
No. 17, Tahun II
terutama dari negara-negara maju. Hal ini cukup beralasan karena negara-negara maju tersebut khawatir bahwa regim hukum laut internasional tentang negara kepulauan dapat secara signifikan mengurangi kebebasan mereka dalam memanfaatkan laut lepas. Namun berkat perjuangan keras delegasi Indonesia, termasuk Prof. Dr. Mochtar Kusuma Atmadja, konsep ini kemudian berhasil disepakati dan menjadi bagian dari konvensi PBB tentang hukum laut internasional pada tahun 1982. Di bidang akademisi, salah satu kontribusi pemikiran
Prof. Dr. Mochtar Kusuma Atmadja yang cukup penting bagi dunia pendidikan nasional adalah definisi tentang hukum, yaitu bahwa “hukum adalah keseluruhan asas dan kaidah yang mengatur kehidupan masyarakat, termasuk didalamnya lembaga dan proses untuk mewujudkan hukum itu dalam realitasnya”. Disamping itu dibidang hukum internasional, beliau juga telah memberikan sumbangan yang sangat penting, terutama bukunya tentang hukum internasional yang hingga saat ini masih menjadi referensi wajib dalam bidang hukum internasional. Setelah sekitar tiga dasawarsa Prof.
“...apabila kita menganggap bahwa uraian mengenai masalah hukum internasional itu telah menggambarkan suatu keadaan yang tetap dan sempurna serta tidak akan mengalami perubahan, maka anggapan itu sangat keliru.”
Dr. Mochtar Kusuma Atmadja menulis buku Pengantar Hukum Internasional, tentunya telah banyak sekali perkembangan yang terjadi didalam buku itu, dimana hal ini tidak terlepas dari perkembangan yang terjadi di masyarakat internasional mulai dari lingkungan, sumberdaya alam, informasi, teknologi, dan HAM. Dan beliau sendiri didalam bukunya menyatakan, bahwa apabila kita menganggap bahwa uraian mengenai masalah hukum internasional itu telah menggambarkan suatu keadaan yang tetap dan sempurna serta tidak akan mengalami perubahan, maka anggapan itu sangat keliru. Untuk itu marilah kita kaji dengan lebih mendalam dan kritis, karena tentunya pendidikan hukum internasional di Indonesia sekarang ini memerlukan perspektif baru yang lebih sesuai dengan perkembangan terkini dari dunia internasional. Dan tidak hanya itu, perspektif baru inipun memerlukan kajian yang lebih intensif sedemikian rupa sehingga dapat diselaraskan dengan kepentingan nasional Indonesia. Saya yakin bahwa semangat yang dimiliki oleh Prof. Dr. Mochtar Kusuma Atmadja untuk memperjuangkan kepentingan Indonesia dalam kancah internasional akan menjadi inspirasi yang tidak ternilai bagi kita, sehingga pada akhirnya kita dapat mengidentifikasi dan menganalisa berbagai aspek dan tantangan yang dihadapi oleh para pemangku kepentingan dibidang pendidikan hukum internasional.[]
15 April 2009 - 14 Mei 2009
Diplomasi LENSA
11
Membumikan Hukum Internasional
Dalam Konteks Indonesia Prof. Dr. Hikmahanto Juwana Dekan Fakultas Hukum UI
Pada masa lampau, hukum internasional merupakan mainan para elit, namun bukan elit politik, melainkan kalangan elit di Departemen Luar Negeri (Deplu). Tetapi setelah 1998, hukum internasional bukan lagi mainannya Deplu, tetapi juga sudah menyentuh berbagai aspek kehidupan dari kita semua, terutama para penegak hukum seperti polisi, jaksa dan lain sebagainya. Kalau kita lihat di media, bagaimana Maria Sumampau yang akan diekstradisi ke Indonesia namun tiba-tiba sudah menjadi warga negara Yordania, lalu bagaimana permasalahan ini, apakan POLRI bisa mengekstradisi atau tidak. Kemudian juga kasus terorisme Hambali, perlu atau tidak kita meminta Hambali untuk dikirim dan diadili di Indonesia, atau apakah dia memang bisa diadili di AS dan sebagainya. Belum lagi belakangan masalah Umar El Beshir, Presiden Sudan yang akan ditangkap oleh ICC karena ada perintah penangkapan. Pertanyaannya adalah mengapa hal ini kita bicarakan apakah ada relevansinya dengan Indonesia ?. Menurut saya hal ini justeru sangat relevan karena kita belum meratifikasi ICC, janganjangan dia bisa membuat perintah penangkapan seperti itu kepada siapa saja. Pertanyaan saya adalah mengapa para pejabat tinggi Israel yang melakukan penyerangan ke Gaza atau para mantan pejabat AS yang melakukan penyerangan terhadap Irak itu tidak dipanggil oleh ICC.
15 April 2009 - 14 Mei 2009
Seharusnya ICC tidak membuat peraturan semacam itu, dimana kalau kepada mereka yang kuat kita tidak bisa berbuat apa-apa, tetapi kalau kepada yang lemah kita setuju saja. Karena itulah disini saya mengatakan perlunya reorientasi pendidikan dan sarana pendukung. Bahwa selama ini tanpa kita sadari kita praktis membaca textbooktextbook luar negeri yang ditulis oleh penulis-penulis asing, jadi tidak heran kalau para mahasiswa mengatakan bahwa hukum internasional itu adalah sesuatu yang mengawangawang. Bagaimana tidak, karena mereka itu tidak dekat dan tidak berinteraksi bahkan merasa asing. Oleh karena itu saya menawarkan kepada kita semua, bahwa kita perlu mempunyai perspektif Indonesia, kita harus membumikan hukum internasional dalam konteks Indonesia dan memaksimalkan hukum internasional bagi kepentingan Indonesia. Rekanrekan saya dari UI tahu betul kalau di UI dan dimana-mana saya dianggap sebagai Guru Besar Hukum Internasional perspektif negara berkembang, tetapi saya bangga karena negara berkembang memang harus disuarakan. Dalam pidato pengukuhan guru besar, saya mengatakan bahwa hukum internasional itu terlalu Eropa centris dan negara maju centris, inilah yang kemudian harus kita rubah. Prof. Dr. Mochtar Kusuma Atmadja sudah membuktikan bahwa kita berhasil memperjuangkan konsep negara kepulauan didalam forum internasional dan diterima dalam UNCLOS. Apa yang diperjuangkan oleh para founding father kita, termasuk juga oleh Nugroho Wisnumurti di Komisi Hukum
Internasional PBB, ini sesuatu yang luar biasa meskipun kita sebagai negara berkembang. Karena itu didalam sebuah tulisan saya menyarankan bahwa mungkin seluruh pengajar dan pendidik untuk selalu bisa menyelipkan contoh-contoh Indonesia didalam setiap topik yang berkaitan dengan hukum internasional, itu harus kita relevansikan supaya para mahasiswa mengerti. Dan ini tidak hanya bagi mahasiswa hukum internasional, tetapi juga mahasiswa hukum secara umum, sebab kalau nanti mereka menjadi hakim, jaksa, pengacara dan apapun nantinya mereka akan bersentuhan dengan hukum internasional, jadi ini tidak hanya bagi mereka yang ingin bekerja di Deplu saja. Kedua, para dosen harus bisa menghadirkan perspektif Indonesia, perspektif negara berkembang dalam setiap topik. Jangan hanya mengajarkan begitu saja kepada para mahasiswa, karena yang terjadi adalah melanggengkan pemikiranpemikiran dari barat. Ini bukan berarti saya anti terhadap pemikiran barat, melainkan untuk mengetahui dan mengungguli pemikiran barat, tentunya kita harus mempelajari, tetapi kemudian kita harus mempunyai konsep sendiri tentang perspektif negara berkembang itu seperti apa. Saya percaya kita bisa merubah perspektif ini karena kita belajar hukum. Pangeran Diponegoro itu sebagai pahlawan atau pemberontak, itu tergantung perspektif mana yang mau diambil, dari perspektif Indonesia dia adalah pahlawan, tetapi dari perspektif Belanda dia itu pemberontak, tinggal sekarang bagaimana argumentasinya. Ketiga, perlu dilakukan
oleh para pakar hukum dan pendidik, adalah bagaimana kita bisa membuat topik-topik internasional yang ada di masyarakat itu dalam bahasa yang popular dan kemudian dimasukkan dalam laporan media dan sebagainya, sehingga masyarakat kita tercerahkan dan tidak mengatakan bahwa hukum internasional itu hanya khusus untuk mereka-mereka saja, eksklusif dan sebagainya. Ke-empat, kita bisa membuat jurnal-jurnal hukum internasional yang bergengsi dan berkala. Oleh karena itu kita perlu menggarap ini tetapi dalam perspektif Indonesia, karena merupakan tanggung jawab moral kita. Jadi jangan cuma menduplikat apa yang ada di luar negeri lalu kita terjemahkan kedalam bahasa Indonesia kemudian selesai. Kelima, komunitas hukum internasional dapat membentuk apa yang disebut sebagai Indonesian Society of International Law yang merupakan tempat bertemunya para akademisi dan praktisi Indonesia untuk membicarakan tentang hukum internasional. Sebenarnya kita sudah membentuk ini tetapi sebatas untuk menyelenggarakan kompetisi peradilan semu, dan sampai saat ini belum dimanfaatkan untuk kepentingan yang lebih besar. Keenam, kita harus mendorong mahasiswa untuk mengikuti pertandingan peradilan semu internasional, karena dengan demikian seolah-olah kita berada didepan ICC, IPG, ITC, didepan suatu forum internasional. Hal itu penting karena mahasiswa kita harus melihat bagaimana mahasiswa dari negara lain, bagaimana mereka melakukan riset dengan luar biasa.[]
No. 17, Tahun II
Diplomasi
12
F
o
k
u
C Sugiono
Indonesia menempati posisi ketiga di Asia, sebagai kontributor artikel terbanyak di Wikipedia. Kini Wikimedia Indonesia hadir untuk memfasilitasi para kontributor yang ingin berbagi pengetahuan dalam bahasa Indonesia dan bahasa - bahasa lain yang dipertuturkan di Indonesia. Christian Sugiono menyatakan sangat antusias dapat menjadi Duta Pengetahuan Bebas dan Karya Cipta Bersama ini, karena belajar dari pengalaman waktu dia masih kuliah di Jerman, bahwa begitu mudahnya akses informasi dan pengetahuan baik online maupun perpustakaan di Jerman. Menurut Christian, jika selama ini kita hanya mengetahui Wikipedia sebagai sebuah link ensiklopedia, maka Wikimedia Indonesia berisi lebih lengkap dan beragam artikel-artikel hasil liputan kontributor Wikimedia dari berbagai pelosok daerah. Kini, di id.wikipedia.org telah ada sekitar 101.000 artikel yang isinya berupa ensiklopedia. Jumlah kontributor aktifnya sekitar 50 orang. Bandingkan dengan Wikipedia berbahasa Inggris yang memiliki 2,8 juta artikel dengan kontributor aktif sekitar 4.500 orang. Bagi Tian, menulis artikel di Wikimedia dirasa sangat mengasyikkan. Secara pribadi ia sangat mendukung untuk membebaskan pengetahuan karena pengetahuan itu penting bagi siapa pun. “Dan mereka berhak mendapatkan pengetahuan. Jadi jangan mengkomersilkan pengetahuan,” tegasnya. Lebih lanjut, Tian
hristian Duta Wikipedia
mengungkapkan bahwa ketertarikannya justru ada di dunia IT, bukan di entertainment. Menurutnya, dunia entertainment yang dijalani sekarang hanya untuk sementara saja. “Dunia IT itu yang gue kepingin sejak dulu, dan gue memfokus di dunia ini,” katanya. Dan gara-gara terlalu fokus, Tian bisa menghabiskan waktu sampai 10 jam di depan komputer. Akibatnya, sang istri pun tidak dihiraukannya. “Itu yang membuat istri gue jenuh. Tapi sekarang dia udah terbiasa ngelihat gue seperti itu, dan bukan sesuatu yang baru buat Titi.[]
dok.m
ediain dones
ia
Ditengah kesibukannya yang demikian padat, Christian Sugiono yang akrab dipanggil Tian masih sempat menulis dan berbagi informasi lewat media internet. Berangkat dari kegemaran untuk berbagi dan memudahkan akses informasi dari berbagai pelosok Indonesia, Wikipedia Indonesia menunjuk Christian Sugiono sebagai Duta Pengetahuan Bebas dan Karya Cipta Bersama. Aktor ganteng dengan segudang talenta ini berusaha mengajak orang Indonesia untuk masuk ke Wikimedia secara aktif. Sebagai tugas utama, Tian mensosialisasikan tentang pengetahuan dan mencari kontributor, dalam artian orangorang yang akan menulis artikel tentang apa saja yang akan dimuat di situs tersebut nantinya. “Ya (selain jadi duta) saya juga menulis artikel. Itu yang aku tulis tentang entertainment dan tentang diri gue sendiri. Bagi gue ini sangat penting karena banyak klien yang mencari tentang gue di Wikipedia,” tuturnya saat preskon peresmian Wikimedia Indonesia di Departemen Komunikasi dan Informasi, Jakarta Pusat, Jumat (20/3) siang. Tidak seperti saat mengemban tugas sebagai duta produk, menjadi duta situs yang mengusung tema Pengetahuan Bebas dan Karya Kita Bersama ini bintang Jakarta Undercover yang sudah resmi menjadi suami Titi Kamal tersebut sama sekali tidak dibayar. Namun, ia mengaku sama sekali tidak menjadi beban baginya. Pengukuhan Christian ini juga menandai dibukanya cabang Wikipedia di Indonesia, karena
s
No. 17, Tahun II
15 April 2009 - 14 Mei 2009
Berita
Photo
Menlu RI, memberikan penghargaan kepada Mochtar Kusumaatmadja, usai menyampaikan annual lecture pada acara mengenang 80-tahun Tokoh Diplomasi Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja
Annual Lecture menghormati dan memperingati 80 tahun Tokoh Diplomasi Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja mengambil tema “Pendidikan Hukum Internasional di Indonesia : Prospek dan Tantangan“. Hadir sebagai Panelis pada seminar yang merupakan rangkaian dari acara tersebut adalah Mieke Komar Kantaatmadja, Prof. Dr Hikmahanto Juwana, Dekan Fakultas Hukum UI, Nugroho Wisnu Murti, Anggota Komisi hukum Internasional, dan Mulya Wirana, Sesditjen HPI.
Triyono Wibowo, Wakil Menlu RI menyampaikan sambutan dan sekaligus membuka Diklat Separlu Internasional ke-3 dan Diklat Sesdilu Internasional ke-3 yang diselenggarakan di Gedung Pancasila, Pejambon (2/4).
Peserta Diklat Sesdilu Internasional ke-3 berpose bersama didepan Gedung Pancasila dengan Wakil Menlu RI
Pejambon Coffee
Menlu RI, menerim acara p a pengha enganug erahan in rgaan dari Ketua Effendi M i Menteri Pendayag URI, Jaya Supran a unaan A paratur N , hadir pada egara, Ta ufik
15 April 2009 - 14 Mei 2009
prana Deplu, Jaya Su I award kepada tamu pada acara UR M an rik be gai bintang dir untuk mem n tampil seba Disamping ha usik Punakawa ila (27/3) . m up gr a am ncas bers e di Gedung Pa Pejambon Coffe
No. 17, Tahun II
Diplomasi
14
SO R OTAN
Negara Kepulauan
Dalam Perspektif Hukum Internasional Kalau kita lihat bahwa kedaulatan negara adalah wilayah yang dilihat dalam aspek hukum internasional, maka sebetulnya kedaulatan negara kita itu belum sempurna pada masa awal kemerdekaan. Karena tidak ada satupun perangkat hukum internasional yang mendifinisikan negara kepulauan, belum ada yang secure. Kita masih dilihat sebagai sebuah negara yang dipisahkan oleh pulaupulau, bukan sebagai negara yang disatukan oleh pulau-pulau. Ketentuan internasional pada waktu adalah bahwa batas wilayah laut kita masih beberapa mil dari garis pantai, sehingga kapalkapal asing bisa lewat di negara kita. Jadi perjuangan kita yang dapat dikatakan monumental adalah berhasilnya konsep Negara Kepulauan itu diterima dalam ketentuan internasional, yaitu dengan disahkannya konvensi UNCLOS 1982. Jadi itulah yang menurut para ahli sebagai periode yang monumental, dimana Prof. Dr. Mochtar Kusuma Atmadja termasuk sebagai salah satu tokoh sejarah kita. Didalam hal penentuan batas laut, itu diperlukan adanya standar seting, monitoring, dan teknis. Kita dengan modal seadanya menentukan standar seting yang berkaitan dengan konsep negara kelautan, jadi disinilah tantangannya, yaitu untuk mengisi apa yang sudah dirintis oleh para pemimpin kita tersebut. Jadi dalam mempertahankan NKRI ini, sebetulnya dengan sendirinya eksistensi NKRI itu tergantung pada hukum internasional. Tetapi juga memang suatu realita, apakah hukum internasional itu sudah memasyarakat dalam budaya kita,
No. 17, Tahun II
atau menjadi mindset kita secara keseluruhan. Kalau tidak, berarti hanya stakeholder yang orangnya hanya itu-itu saja, karena memang dalam kehidupan sehari-hari hukum internasional itu mungkin dianggap sebagai suatu hukum abstrak yang tidak langsung mengena kepada kepentingan satu orang, jadi apa boleh buat bahwa perhatian itu memang terkesan kurang. Dalam menjaga kepentingan Indonesia, ada 4 hal yang mungkin harus diperhatikan, yaitu aspek kesatuannya, kesejahteraan, keamanan dan rule of law. Dalam men secure itu semua, memang tidak bisa tidak, bahwa kerjasama internasional merupakan hal yang hakiki dalam hal ini. Yaitu bagaimana kita sebagai stakeholder domestik menentukan what is our interest dalam mengisi sesuatu yang sudah dijadikan draft oleh Prof. Dr. Mochtar Kusuma Atmadja itu. Untuk itulah kita harus senantiasa bekerjasama dalam menentukan kepentingan kita, setidaknya kita tahu apa yang kita pilih. Dari sisi konteks bilateral, sebagaimana disampaikan oleh Menlu Hasan Wirajuda, yang menonjol adalah jalur non diplomasi. Namun sebagaimana yang digambarkan oleh bapak Nugroho Wisnumurti, hal itu tidak mudah, karena kita dan khususnya negara-negara tetangga itu memiliki kepentingan masingmasing. Jadi tidak hanya terkait dengan delimitasi atau demarkasi suatu batas internasional, tetapi juga menyangkut kerjasama dengan beberapa instansi terkait dan isuisu lainnya, seperti pengelolaan wilayah udara, penerbangan
Mulya Wirana S.H. Sekretaris Ditjen HPI
komersial, flight information region dan penanganan terhadap flight security dalam konteks regional. Kita semua tahu bahwa seluruh negara ASEAN sudah meratifikasi ASEAN Charter, tapi disisi lain ada legal aspek yang terkait disitu. Jadi bagaimana kita melihat beberapa aspek, misalnya saja selat Malaka dan selat Singapura yang kita tahu merupakan selat yang strategis secara internasional, yaitu sebagai alur pelayaran, navigasi, dan perdagangan, yang sudah barang tentu banyak negara luar yang berkepentingan disitu. Katakanlah misalnya sisi keamanan bagi kapalkapal mereka yang akan lewat disitu. Tetapi harus kita ingat, bahwa pasal 34 UNCLOS menyatakan bahwa yang mempunyai kewenangan untuk itu adalah negara pantai, jadi kalaupun kita menghormati prinsip trade for international navigation, tetapi hendaknya kita mempertahankan kedaulatan kita dengan menentang upaya-upaya untuk menginternasionalisasikan selatselat tersebut. Jadi itulah yang juga harus kita waspadai dan kita harus mengisi konvensi hukum laut tersebut. Karena itu dalam konteks internasional dan bilateral, sebenarnya kita harus aktif, khususnya dalam hal standar seting, agar kepentingankepentingan kita bisa diamankan. Contoh misalnya kasus perompakan di perairan Somalia, kalau kita melihat ini dalam struktur PBB, maka itu adalah kewenangan Dewan Keamanan PBB. Tapi karena perairan lepas pantai Somalia itu juga merupakan jalur navigasi internasional dan perdagangan,
maka ada upaya-upaya untuk mengamankan jalur tersebut dengan menghadirkan kapal-kapal militer asing. Masalahnya adalah ada upaya-upaya menunggangi atau menggeneralisir bahwa upaya keamanan itu berlaku untuk seluruh keamanan laut territorial. Kita tahu bahwa sesuai dengan pasal 101 UNCLOS, bahwa ketentuan tersebut hanya sebatas laut lepas, kalau sudah masuk kedalam laut wilayah, maka itu masuk kedalam yurisdiksi kewenangan negara pantai. Mungkin karena Somalia dianggap tidak mampu melakukannya sendiri maka pihak asing akan masuk. Karena itu kita mencermati masalah ini dengan hati-hati. Tahun 2008 lalu ada upaya dari AS dan Prancis untuk menggeneralisir pengamanan menyangkut pembajakan di laut, karena menurut mereka hal itu bisa terjadi dimana-mana. Dalam hal ini kita sebagai anggota tidak tetap DK PBB menolak secara keras, dan syukur akhirnya diterima. Dan dalam perkembangannya resolusi itu akhirnya hanya berlaku untuk Somalia dan tidak berlaku bagi negara-negara lainnya. Jadi kesimpulannya adalah bahwa kita ini sebagai stakeholders, khususnya yang berkecimpung dalam bidang hukum internasional dan juga yang lain-lainnya, adalah bagaimana secara komprehensif bersinergi, bersama-sama menyusun suatu upaya melalui aspek standar seting, monitoring, teknis dan seterusnya demi mempertahankan atau mengamankan kepentingankepentingan nasional Indonesia di dunia internasional.[]
15 April 2009 - 14 Mei 2009
Diplomasi SO R OTAN
15
Kerjasama Ekonomi dan Teknik RI-Kroasia Sidang I Komisi Bersama (SKB I) Kerjasama Ekonomi dan Teknik RI-Kroasia telah diselenggarakan pada 26-29 Maret 2009 di Zagreb, Kroasia. Delegasi RI dipimpin oleh Direktur Jenderal Amerika dan Eropa, Departemen Luar Negeri, Dubes Retno L.P. Marsudi, Delegasi Republik Kroasia dipimpin oleh Ms. Tamara Obradovic Mazal, State Secretary Ministry of Economy, Labour and Entrepreneurship. Rangkaian SKB I terdiri dari Sidang Komisi Bersama pada 27 Maret 2009; pertemuan dengan perusahaan farmasi Imunoloski Zavod dan pertemuan dengan para pengusaha Kroasia pada 28 Maret 2009; serta peninjauan ke galangan kapal di Rijeka pada 29 Maret 2009.. Sidang Komisi Bersama diselenggarakan dalam format pertemuan pleno dan expert meeting mengenai kerjasama di bidang Energi dan di bidang Investasi. Ketua Delegasi Kroasia
15 April 2009 - 14 Mei 2009
menyampaikan potensi Kroasia antara lain pemanfaatan pelabuhan Rijeka untuk menembus pasar Eropa dan infrastruktur highways yang menghubungkan Kroasia dengan negara-negara di Eropa. Ketua Delri menyampaikan perkembangan situasi dalam negeri Indonesia di bidang politik dan ekonomi serta hubungan bilateral kedua negara. Terkait krisis ekonomi global, disampaikan bahwa kondisi perekonomian Indonesia hingga saat ini masih relatif lebih baik dibanding negara-negara Eropa. Namun antisipasi tetap terus dilakukan secara seksama. Meski mengalami penurunan, namun proyeksi pertumbuhan untuk tahun 2009 masih positif yaitu antara 4-5 %. Disampaikan pula bahwa Indonesia dinyatakan oleh OECD sebagai salah satu negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia, bersama dengan Brasil,
Rusia, India, China dan Afrika Selatan. Pihak Indonesia juga menyampaikan potensi Indonesia yang dapat dikembangkan dalam kerjasama ekonomi kedua negara antara lain kerjasama bidang energi seperti minyak, gas, hydro powerplant dan geothermal. Pada pembahasan tentang hubungan ekonomi dan perdagangan kedua negara, dicermati bahwa berdasarkan data Biro Pusat Statistik Indonesia, volume perdagangan RI-Kroasia cenderung meningkat, yakni dari US$ 17,6 juta (2006) menjadi US$ 29,5 juta (2007) dan pada Januari-November 2008 telah mencapai US$ 39,5 juta. Namun pihak Indonesia menyampaikan bahwa masih terdapat ruang yang cukup untuk meningkatkan perdagangan bilateral mengingat hubungan perdagangan bilateral tersebut belum menunjukkan potensi yang sebenarnya. Peran pihak swasta juga digarisbawahi memegang peran
penting dalam pengembangan kerjasama kedua negara. Sehubungan dengan itu kedua pihak mengharapkan terjalinnya kerjasama Kamar Dagang dan Industri RI-Kroasia. Sejauh ini kerjasama pihak swasta telah terlihat seperti antara PT Indorama Synthetics dan Jacquard Zagreb dalam bidang garmen, serta ditandatanganinya kerjasama produksi asesori di Indonesia antara PT Busana Apparel, PT Prima Inreksa industries dan PT Sepatu Mas Idaman, dengan perusahaan Kroasia Consule d.o.o. Mengenai kerjasama di bidang energi, khususnya minyak bumi dan gas, pihak Indonesia menyambut baik keinginan perusahaan INA Kroasia untuk melakukan kerjasama dengan Indonesia di bidang eksplorasi minyak bumi dan gas di Indonesia.[] Sumber : KBRI Budapest
No. 17, Tahun II
Diplomasi
16
SO R OTAN
Review Durban Declaration and Programme of Action (DDPA) Pelaksanaan DDPA ini ternyata telah dipengaruhi oleh sejumlah tantangan penting, diantaranya kemajuan yang lamban dari Millenium Development Goals (MDGs), penghapusan kemiskinan ekstrim dan kelaparan, krisis pangan internasional dan dampak merusak dari krisis keuangan global saat ini. Hal ini semakin memperjelas bahwa tantangan utama saat ini adalah masalah kemiskinan. Kelompok-kelompok yang paling rentan di masyarakat merupakan korban terparah dari krisis pangan global, krisis ekonomi dan keuangan, serta perubahan iklim, sehingga menjadi faktor penghambat untuk mencapai kemajuan didalam perjuangan melawan rasisme, diskriminasi rasial, xenophobia (rasa kebencian terhadap orang asing) dan bentuk-bentuk intoleransi lainnya. Untuk itu DDPA menyerukan kepada negara-negara untuk mengadopsi dan memperkuat program-program nasional bagi penghapusan kemiskinan dan mengurangi eksklusi sosial. DDPA juga menegaskan kembali prinsip-prinsip dalam Deklarasi Millennium dan menekankan fakta bahwa negara-negara memiliki tanggung jawab kolektif untuk menegakkan prinsip martabat manusia, yaitu kesetaraan dan keadilan. Dalam DDPA masyarakat internasional telah berkomitmen untuk bekerja bagi integrasi yang menguntungkan dari negaranegara berkembang dalam bidang ekonomi global dan memutuskan untuk menghapuskan kemiskinan, ketidak setaraan dan pengingkaran. Dengan adanya peningkatan
No. 17, Tahun II
globalisasi, kondisi masyarakat menjadi semakin beragam dan semakin multi budaya. Sejumlah negara semakin menghadapi tantangan dalam menjamin saling menghormati terhadap orangorang dengan latar belakang yang berbeda diantara masyarakatnya sendiri, juga tantangan dalam hal harmonisasi sosial, kesempatan yang setara dan non diskriminasi. Dalam hal ini kelompok minoritas baik dari segi ras, etnik, agama dan bahasa seringkali menjadi target kesewenangwenangan, kekerasan dan kritik yang terus menerus, sehingga menghasilkan perilaku stereotype dan diskriminasi yang semakin mendalam terhadap kelompokkelompok minoritas tersebut. Maka dengan merujuk kepada Konvensi Internasional mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial (ICERD), DDPA mengingatkan kembali kewajibankewajiban negara untuk selalu memberikan perhatian dalam hal ini, sehingga tidak ada diseminasi ide-ide yang berdasarkan pada superioritas ras ataupun rasa kebencian, termasuk keterlibatan dalam tindak-tindak kekerasan ataupun penghasutan terkait dengan itu. Dalam beberapa tahun terakhir sejak beberapa dekade sebelumnya, para migrant menjadi semakin rentan terhadap diskriminasi ras, xenophobia, dan intoleransi terkait lainnya. Mereka sering dipandang sebagai kompetitor atas sumber-sumber daya yang terbatas dan dianggap mengancam kehidupan orangorang lainnya. Hal ini semakin dipertajam dengan adanya krisis pangan global, krisis keuangan global dan perubahan iklim. Persepsi-persepsi semacam
Wiwiek Setyawati Firman Dir. HAM dan Kemanusiaan Deplu RI
ini merupakan bentuk perilaku rasis dan xenophobia yang mengarah kepada timbulnya serangan-serangan terhadap migrant. Untuk itu diperlukan kemauan politik yang kuat serta strategi-strategi yang efektif untuk memberantasnya. Sebagaimana ditegaskan dalam DDPA, bahwa negara-negara harus memajukan HAM secara efektif dan melindungi HAM tersebut sepenuhnya, termasuk kebebasan-kebebasan dasar seluruh migrant terlepas dari status keimigrasian mereka. Hal ini sejalan dengan Deklarasi Universal HAM dan kewajiban-kewajiban internasional mereka di bidang HAM dibawah instrument-instrumen HAM internasional. Negara-negara harus menjamin bahwa kebijakankebijakan imigrasi mereka bebas dari rasisme, diskriminasi ras, xenophobia dan bentuk intoleransi lainnya. Eksploitasi politik atas etnik, ras dan agama seringkali juga memberi dorongan dan amunisi bagi terjadinya konflik bersenjata dan menghasilkan pelanggaranpelanggaran serius terhadap HAM internasional serta hukum kemanusiaan internasional. Lingkaran kekerasan dan mobilisasi ketakutan ini harus segera diputus. Harus dilakukan upaya-upaya yang lebih kuat untuk mencari solusi damai atas konflik-konflik yang secara penuh
mengintegrasikan HAM, karena bagaimanapun perdamaian akan menjadi ringkih ketika HAM dikesampingkan. Segera setelah Konferensi Dunia melawan rasisme, diskriminasi rasial, xenophobia dan intoleransi terkait lainnya diselenggarakan pada tahun 2001, terjadi tragedi serangan teroris pada 11 September 2001 yang disusul dengan seranganserangan teroris lainnya diseluruh belahan dunia, sehingga secara dramatis merubah iklim disekitar pelaksanaan DDPA ini. Peningkatan langkah pengamanan yang berlebihan di berbagai belahan dunia serta merta juga telah merendahkan nilai pemajuan dan perlindungan HAM, sehingga juga berpengaruh negatif terhadap korban rasisme, diskriminasi rasial, xenophobia dan intoleransi lainnya serta menyebabkan terjadinya peningkatan insiden pelanggaranpelanggaran HAM. Pada saat negara-negara dengan secara sah melakukan kontra terorisme secara efektif, maka mereka juga harus menjamin kewajiban internasionalnya di bidang HAM, khususnya hak atas hidup, bebas diskriminasi, pelarangan penyiksaan, perlakuan kejam dan tidak manusiawi, penahanan yang semena-mena dan hak atas proses hukum.
15 April 2009 - 14 Mei 2009
Diplomasi K Pada 11-15 Mei 2009 pemerintah Indonesia menjadi tuan rumah pelaksanaan World Ocean Conference (WOC) dan Coral Triangle Initiative (CTI) Summit. Kedua kegiatan ini dilaksanakan di Manado, Sulawesi Utara, sesuai Keputusan Presiden RI Nomor 17 Tahun 2008. Kegiatan ini didukung dan sudah menjadi agenda resmi PBB, UNEP, UN-Habitat, UNDP, Global Forum on Oceans, Coasts and Islands, UNICPOLOS, UNESCO, dan lembaga-lembaga internasional seperti WWF, NOAA, dan IPCC. WOC akan dihadiri oleh sedikitnya 121 negara di seluruh dunia. Sementara CTI Summit akan dihadiri kepala negara/kepala pemerintahan dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Papua Nugini, Salomon Island, dan Timor Leste, serta Perdana Menteri Australia dan pejabat tinggi utusan khusus Presiden Amerika Serikat. Selain kedua kegiatan pokok (main event) tersebut, juga dilaksanakan simposium dan pameran mengenai ilmu pengetahuan, teknologi, dan jaringan usaha dan industri di bidang kelautan (side event), yang disemarakkan dengan pertunjukan seni budaya nusantara selama acara berlangsung. Keseluruhan acara ini, main event dan side event, diperkirakan akan menghadirkan sekitar 15.000 orang. WOC 2009 ini bertema ”Oceans and Climate Change”, dengan sub tema ”Climate Change Impacts to Oceans and the Role of Oceans to Climate Change”. WOC dan CTI Summit 2009 merupakan pertemuan yang bersejarah karena untuk pertama kalinya dunia secara khusus memberi perhatian terhadap laut dan sumbangsihnya terhadap masa depan kehidupan umat manusia. Kegiatan ini didedikasikan untuk mendayagunakan potensi sumberdaya hayati laut bagi kelanjutan dan kelestarian manusia dan alam semesta, membangun kerjasama internasional yang saling menguntungkan dalam pengelolaan laut, dan membangun komitmen internasional untuk
15 April 2009 - 14 Mei 2009
World Ocean Conference (WOC) dan Coral Ttiangle Initiative (CTI) Summit Manado, 11-15 Mei 2009 Sinyo Harry Sarundajang Gubernur Sulawesi Utara
melestarikan laut dan potensinya bagi upaya mengurangi dampak pemanasan global dan perubahan iklim dunia. WOC dan CTI Summit 2009 juga bermaksud mengefektifkan kerjasama internasional untuk menjaga dan memafaatkan laut sebagai masa depan kehidupan umat manusia, sumber pangan, energi, dan kekayaan bersama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. WOC dan CTI Summit merupakan kelanjutan dan pendalaman dari berbagai pertemuan internasional lainnya, termasuk pendalaman hasil Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change ---UNFCCC) di Bali, Desember 2007. WOC dan CTI Summit akan menyempurnakan UNFCCC di Bali, karena dari 800 topik yang dibahas, hanya satu topik yang khusus membicarakan laut pada pertemuan tingkat dunia itu. Padahal laut merupakan 2/3 bagian dari permukaan bumi yang memiliki peranan penting dalam perubahan iklim dunia. Sejumlah ilmuwan menyebutkan, laut merupakan carbon-sink (gudang karbon) yang terbukti lebih ampuh menyerap emisi gas. Seluruh laut di muka bumi menyerap karbon sebesar 90 miliar ton per tahun, dan melepas kembali 92 miliar ton karbon per tahun ke atmosfir. Daya simpan laut terhadap karbon 50 kali lebih tinggi dibandingkan dengan atmosfir. Daya serap laut terhadap
karbon dioksida mengalahkan kedahsyatan hutan Amazon di Brasil sebagai paru-paru bumi. Laut Indonesai di bibir Pasifik, Filipina, Malaysia, Papua New Guinea, Timor Leste, dan Salomon Island merupakan ”mega carbon sink” di dunia, dan merupakan ”Amazon of the Seas” di laut dunia. Kawasan ini mencakup 75.000 km persegi, memiliki 500 spesies terumbu karang, dan dihuni lebih dari 3.000 spesies ikan. Kawasan ini merupakan sumber pangan bagi 120 juta penduduk, tempat pemijahan ikan tuna dan sumber ekonomi regional dengan perkiraan perputaran uang US$2,3 miliar per tahun. Sungguh merupakan hal yang luar biasa, dan gagasan untuk sungguh-sungguh memperhatikan peranan laut bagi kelanjutan masa depan umat manusia ini lahir dari Gubernur Sulawesi Utara Sinyo Harry Sarundajang yang mendapat sambutan, penguatan dan dukungan dari pemerintah Indonesia, lembaga-lembaga dunia dan PBB. Bagi Indonesia hal ini merupakan kelanjutan perjuangan Perdana Menteri Juanda yang berhasil meyakinkan dunia untuk mengakui luas teritorial wilayah laut Indonesia mencakup 12 mil dari garis batas terluar wilayah laut Indonesia. Bagi pemerintahan domestik, pelaksanaan WOC dan CTI Summit merupakan kisah sukses dari pelaksanaan otonomi daerah –yang berhasil melahirkan inisiatif daerah untuk kegiatan yang berlevel internasional. Dan bagi dunia, WOC dan CTI
I
LAS
17
Summit merupakan momentum dan wahana bersama untuk ; mengoptimalkan, mengembangkan dan melestarikan sumberdaya laut sebagai ”mega carbon sink” dunia ; mengidentifikasi tindakantindakan dalam menghadapi perubahan iklim global, dan ; meningkatkan kerjasama internasional bagi pemanfaatan sumberdaya laut secara lestari dan berkesinambungan untuk peningkatan kesejahteraan umat manusia. Tujuan-tujuan tersebut dan semua komitmen dunia terhadap laut akan dituangkan dalam Manado Ocean Declaration, yang akan dimaklumatkan pada akhir konferensi. Bersamaan dengan WOC, CTI Summit, simposium, pameran dan pertunjukan seni budaya Nusantara, juga akan dilaksanakan Global Oceans Policy Day (GOPD). Yakni pertemuan multi-stakeholder tingkat internasional yang mendiskusikan hasil Konferensi Global Ocean di Hanoi, Vietnam, April 2008, bekerjasama dengan Global forum on Ocean, Coasts, and Island. GOPD ini mendapat sambutan luar biasa dari berbagai pihak nasional dan lembagalembaga internasional. Dimana pada saat kegiatan GOPD akan dilakukan penanaman bakau sebanyak 15.000 pohon di kawasan hutan bakau sekitar pantai Manado hingga Bitung, Sulawesi Utara. Pemerintah Indonesia dan Sulawesi Utara sudah siap melaksanakan kegiatan ini. Lebih dari 5.000 kamar hotel berbintang telah tersedia, dimana hampir 1.500 diantaranya adalah kamar baru. Selain itu, terdapat hampir 10.000 kamar hotel melati, cottage, dan home stay yang siap melayani tamu-tamu WOC dan CTI Summit. Infrastruktur penunjang lainnya juga akan rampung sebelum kegiatan ini dilaksanakan, termasuk penyediaan jaringan telekomunikasi sebesar 45 megabyte (MB) per menit untuk menyediakan layanan internet 5.000 koneksi per menit, 4.000 sambungan telepon selular per menit, dan 10.000 sambungan fixed line per menit.[]
No. 17, Tahun II
Diplomasi K
I
LAS
‘’SAYA bertekad menjadikan Sulawesi Utara (Sulut) ‘Bali kedua’ di Indonesia,’’ kata Sinyo Harry Sarundajang dalam berbagai kesempatan. SHS, sapaan akrabnya, meyakini sektor pariwisata merupakan masa depan gemilang Sulut.. ‘’Potensi Sulut banyak. Tapi sektor periwisata akan membuat daerah ini maju pesat dan mensejahterakan rakyat,’’ katanya. Karena itu, pilihannya: Sulut harus menjadi daerah kunjungan wisata paling ramai di Indonesia setelah Bali. Pilihan dan tekad Gubernur Provinsi Sulut ini sudah on the right track. Paling tidak di mata Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Prof Dr Bambang S. Brojonegoro. Salah satu perumus Visi Indonesia 2030 yang menargetkan Indonesia menjadi kekuatan ekonomi kelima terbesar di dunia itu menyebutkan, sektor pariwisata harus menjadi andalan Indonesia untuk meraih pertumbuhan ekonomi 12% per tahun. Target pertumbuhan dan ambisi untuk menjadikan Indonesia the big five ekonomi dunia (China, India, USA, Uni Eropa, Indonesia) itu antara lain dengan menggenjot sektor pariwisata hingga kunjungan turis di tahun 2030 mencapai lebih dari 40 juta orang. ‘’Kunjungan turis ke Sulut harus sudah lebih dari 1 juta orang, atau paling baik sama dengan jumlah penduduk (Sulut) pada saat itu,’’ kata Bambang. ‘’Jika semua elemen masyarakat di Sulut satu tekad, target itu akan kita capai. Bahkan mungkin sebelum 2030 Sulut sudah mencapai target Visi Indonesia 2030 (di bidang pariwisata),’’ kata SHS. Karena itu, kata mantan Inspektur Jenderal Departemen Dalam Negeri ini, Sulut mencetuskan dan melaksanakan World Ocean Conference (WOC) 2009 di Manado “WOC kita dedikasikan untuk mencari solusi jitu bagi ancaman keselamatan dan kelestarian dunia di masa depan, juga menjadi momen bagi Sulut
No. 17, Tahun II
Sulawesi Utara ‘Bali Kedua’ di Indonesia
dok.google
18
untuk melakukan lompatan dalam industri pariwisata melalui Meeting, Incentive, Convention and Exhibition (MICE)’’ katanya. WOC dinilai sebagai gagasan visioner dan brilian dari SH Sarundajang. Penilaian itu setidaknya datang dari UN Habitat dan UNEP. Lembaga-lembaga dunia itu terkesima, karena baru kali ini lahir sebuah gagasan dan gerakan dari sebuah daerah di negara berkembang untuk memberi sumbangsih nyata bagi upaya penyelamatan masa depan dunia, khususnya hal-hal yang terkait dengan masalah kelautan. ‘’WOC merupakan gagasan yang brilian dan Gubernur Sarundajang merupakan pemimpin yang visioner,’’ kata Achim Steiner Direktur Eksekutif UNEP dan Anna Tibaijuka Direktur Eksekutif UN HABITAT saat bertemu SHS di Nairobi, Kenya, Pebruari 2007. Setelah pertemuan Gubernur
Sarundajang dengan UNEP, Achim Steiner langsung mengirim surat dukungan resmi UNEP terhadap WOC dengan menunjuk Surendra Shrestha, Direktur Regional UNEP untuk Asia dan Pasifik sebagai focal point UNEP untuk WOC. Direktur Global Forum on Oceans, Coasts and Islands, Prof. Billiana Cicin-Sain juga mengakui bahwa WOC yang digagas Gubernur Sarundajang merupakan ide yang briliant dan harus di dukung penuh. Global Forum akan bertindak sebagai co-organizer penyelenggaraan WOC 2009. Ide melaksanakan WOC telah menggetarkan hati dan pikiran para pengambil kebijakan di Jakarta. ‘’Saya salut dan sangat menghargai kecemerlangan ide Pak Sarundajang melaksanakan pertemuan tingkat dunia (WOC) yang akan menjadi salah satu tonggak penting bagi upaya mengatasi perubahan iklim
dunia akibat pemanasan global,’’ kata Prof Dr Indroyono Susilo, mantan Kepala Badan Penelitian Kelautan Departemen Kelautan dan Perikanan yang kini Sekretaris Menko Kesra. ‘’Ini sangat strategis bagi masa depan dunia dan diplomasi Indonesia,’’ ujar Eddy Pratomo, Dirjen Hukum dan Perjanjian Internasional Departemen Luar Negeri. Karena itu, “World Ocean Conference di Manado pada 2009 harus sukses,’’ tandas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Manado, Januari 2007. Pesan dan amanat Presiden Susilo itu diterjemahkan oleh Sarundajang dalam berbagai aktivitas persiapan pelaksanaan WOC 2009. Di antaranya meyakinkan dunia internasional dan lembaga-lembaga tingkat dunia agar terlibat aktif menyukseskan WOC 2009. Pada Desember 2007 Sarundajang menghadiri UNFCC di Bali untuk mensosialisasikan pelaksanaan WOC kepada komunitas internasional. Pada April 2008 Sarundajang dan Panitia Nasional mempresentasikan WOC 2009 di Global Forum on Oceans, Coasts, and Islands ke-4 di Hanoi, Vietnam. Usai dari Hanoi, Sarundajang meyakinkan publik Jepang di Pameran Coelacanth di Fukushima dan Tokyo, Jepang. Juni lalu, Sarundajang berhasil menarik perhatian saat mempresentasikan WOC pada Pertemuan Internasional yang membahas hukum laut internasional di Markas Besar PBB, New York, USA. Kunjungan ke PBB itu juga digunakan Sarundajang untuk mengundang publik internasional menghadiri WOC di Global Forum Steering Committee Meeting di New York, dan di US Oceans Stakeholders Meeting di Washington DC. Masih di Juni 2008, Sarundajang mempresentasikan WOC pada The 41st Session of the Intergovermental Oceanography Commission (IOC) UNESCO Executive Council Meeting di Paris. []
15 April 2009 - 14 Mei 2009
Diplomasi K Dubes Hamid Awaludin lakukan pembicaraan serius dengan berbagai kalangan di Tomsk, ibukota Tomsk Oblast, Siberia. Serangkaian rancangan kerjasama akan dimulai tahun ini dan membuka babak baru hubungan yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Kini, semua tinggal menunggu implementasi di lapangan. Demikian kunjungan dua hari Dubes Hamid bersama tim KBRI Moskow di ibukota wilayah paling dingin di Rusia 16-17/3. Di tempat ini, musim dingin biasa mencapai minus 45 derajat Celcius sedangkan musim panasnya plus 40 derajat. Gubernur, rektor dan pengusaha setempat menyambut dengan antusias terhadap berbagai usulan kerjasama yang diharapkan dapat menjadi awal kerjasama Indonesia – Siberia. “Pekerjaan kita saat ini adalah bagaimana membuat semua komitmen menjadi kenyataan dan tidak berhenti pada konsep di atas kertas. Inilah bagian paling krusial yang harus kita perhatikan,” ujar Dubes kepada Gubernur Kress Victor Melhiorovich sebelum meninggalkan kantornya. “Saya menyetujui sepenuhnya dan kita di Tomsk akan menjadikannya prioritas,” jawab sang Gubernur. Berdasarkan pembicaraan selama kunjungan, maka kerjasama keduanya akan dimulai dengan implememtasi konsep people-to-people contact dalam
15 April 2009 - 14 Mei 2009
bentuk pengenalan budaya, kerjasama universitas serta pertemuan antara pengusaha Indonesia dan Siberia. Pemerintah Daerah Tomsk Oblast menyatakan siap mengakomodir rencana penampilan budaya Indonesia pada musim panas tahun ini dengan menyediakan panggung dan penonton. Sedangkan pihak Indonesia menyiapkankan tim kesenian yang memadai untuk pementasan dimaksud. “Selain menjembatani hubungan antar manusia, hal ini juga merupakan sarana untuk meningkatkan wisatawan Rusia ke Indonesia,”ujar sang Dubes. Meskipun belum memiliki akses secara langsung, ternyata banyak anggota masyarakat wilayah paling dingin di Rusia ini yang mulai “menggilai” Bali. Secara keseluruhan peningkatan turis Rusia ke Indonesia tahun 2008 lebih dari 60% menjadi sekitar 80 ribuan dan diharapkan akan naik meski terdapat krisis finansial global. Direct flight Indonesia – Moskow tahun ini menjadi jembatan emas kerjasama di bidang turisme. “Orang Rusia ingin menikmati suasana panas dan orang Indonesiapun sangat antusias merasakan titik ekstrim minus 40 derajat. Inilah yang disebut extreme tourism,” seloroh Dubes Hamid. Agar lebih efektif maka
I
LAS
19
Dubes RI Moskow Cairkan Kebekuan
Siberia
kerjasama budaya ini disepakati untuk dijadikan satu paket dengan kerjasama bidang perdagangangan dan investasi. Sebanyak 25 pengusaha bidang perminyakan hingga water purification yang ditemui Dubes ingin lakukan pertemuan langsung dengan pengusaha Indonesia baik di Tomsk ataupun di Indonesia. “Ini akan memangkas harga produk yang biasanya dijual melalui pihak ketiga,”kata wakil Gubernur dalam kesempatan lainnya. “Indonesia membuka diri atas impor teknologi eksplorasi minyak tanpa pajak, sedangkan Tomsk perlu furniture sampai garment berkualitas tinggi,” tukas Dubes. Adapun di sektor pendidikan Dubes telah lakukan pertemuan
dengan dua universitas ternama setempat yakni Universitas Politeknik Tomsk dan Universitas Negeri Tomsk. Sebagai kota pelajar di Rusia, maka keberadaan dua mahasiswa di tempat tersebut dianggap masih belum mewakili Indonesia secara keseluruhan. Selain itu, tahun ini diharapkan keikutsertaan mahasiswa Tomsk dalam mengikuti program beasiswa Dharmasiswa yang ditawarkan pemerintah Indonesia. Baik Pemerintah Tomsk maupun KBRI Moskow kini segera menindaklanjuti komitmen yang telah dibuat paling lambat mulai tengah tahun ini. “I never delay until tomorrow what we can do today,” kata Dubes dengan mimik serius yang diamini Gubernur dan stafnya.***
No. 17, Tahun II
Diplomasi
20
K
I
LAS
Sutan Syahrir Diplomat Sejati Prof. Dr. R.Z. Leirissa
Sutan Syahrir adalah tokoh utama dalam perundinganperundingan RI dan Belanda dalam rangka menentukan siapa yang berdaulat atas Indonesia. Pada tanggal 14 November 1945 ia dijadikan Perdana Menteri (PM) oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang sejak itu menjalankan fungsinya sebagai DPR. Kedudukan PM yang menyalahi UUD 1945 itu sengaja diciptakan untuk memungkinkan RI mengadakan perundingan dengan Belanda yang secara tegas menolak Presiden Soekarno sebagai mitra perundingan. Jabatan PM dijabat oleh Syahrir selama dua tahun (November 1945-Juni 1947). Dengan dukungan penuh dari Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Hatta, Syahrir melaksanakan perundinan dengan Belanda untuk mencapai kedaulatan Indonesia. Lawanlawan politik utama dari Syahrir adalah partai-partai yang bergabung dalam “Persatuan Perjuangan” dari Tan Malaka yang menolak perundingan dan menginginkan perang. Mitra perundingan Sutan Syahrir adalah Dr. H.J. van Mook yang menjabat sebagai Letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda sejak Oktober 1945-
No. 17, Tahun II
November 1948. Dalam perundinganperundingan itu, terutama yang dilaksanakan secara rahasia pada bulan Maret 1946, kedua tokoh itu menelorkan prinsip-prinsip dasar untuk penyelesaian konflik IndonesiaBelanda. Inilah yang kemudian dikenal sebagai “Konsep Batavia”. Isinya yang utama antara lain adalah perubahan struktur ketatanegaraan Indonesia dari negara kolonial Hindia Belanda menjadi Negara serikat (federal). “Konsep Batavia” itu ternyata bertahan sekalipun Syahrir dan kemudian van Mook harus melepaskan jabatan mereka. Konsep itu direalisasikan pada akhir 1949 melalui Konferensi Meja Bundar (KMB). Apa yang menyebabkan Sutan Syahrir memilih diplomasi dan menolak perang sebagai cara untuk menyelesaikan konflik? Pemikiran politik Syahrir terutama bias kit abaca dalam tulisannya yang berjudul Perjuangan Kita yang diterbitkan pada November 1945. Pertama-tama ideologi sosial-demokrat, yang dianutnya sejak ia belajar di negeri Belanda, yang secara prinsipil menolak perang. Sebab itu selama pendudukan Jepang, Syahrir menolak bekerjasama dengan tentara Jepang dan melancarkan “gerakan bawah tanah”. Dalam situasi itu ia sudah pasti pernah mendengar mengenai “Atlantic Charter” yang dikeluarkan oleh para pemimpin Sekutu bulan Agustus 1941. Kesepakatan itu antara lain menetapkan bahwa dalam masa pasca Perang Dunia tatanan dunia akan diubah total. Pertamatama penjajahan tidak mendapat tempat lagi (kolonialisme harus dihapus). Penegakan HAM serta perdamaian dunia akan diusahakan melalui suatu organisasi internasional. Pemikiran Sekutu yang dikembangkan terus selama masa perang itu bisa diketahui oleh Syahrir melalui cara mendengarkan siaransiaran radio secara rahasia. Sebab itu sudah sejak awal ia telah yakin bahwa cepat atau lambat Belanda akan meninggalkan Indonesia, dengan demikian cara diplomasi atau “cara damai untuk mencapai perdamaian” diyakininya sebagai cara yang akan lebih berhasil ketimbang perang. Gagasan mencapai kedaulatan secara damai adalah suatu sikap moral yang sangat terpuji. Ini diwujudkannya sendiri dalam bentuk Persetujuan Linggajati pada bulan November 1946, yang merupakan hasil perundingannya dengan delegasi pemerintah Belanda yang dipimpin oleh Prof. Dr. Ir. Schermerhorn. Linggajati juga merupakan pancaran sikap tegas Sutan Syahrir dalam membela kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia. Dalam rancangan persetujuan itu yang disodorkan oleh Belanda pada pasal 2 tercantum bahwa “Negara Indonesia Serikat adalah negara yang
SUTAN SYAHRIR dok.google
merdeka”. Syahrir dengan sangat tegas menolak kalimat itu dan menuntut agar diganti dengan kalimat “Negara Indonesia Serikat adalah negara yang berdaulat”. Ketika delegasi Belanda berhadapan dengan SoekarnoHatta di Kuningan pada tanggal 13 November, mereka terpaksa menerima tuntutan Syahrir itu, sehingga serta-merta Presiden Soekarno menyatakan menerima sepenuhnya persetujuan itu. Sebagai kesimpulan dapat dikatakan bahwa pemikiran Sutan Syahrir yang masih relevan hingga kini adalah penyelesaian konflik dengan cara damai. Bahwa ia menyetujui federalisme kemungkinan besar hanyalah suatu strategi, mengingat dukungan pada diplomasi Syahrir. Tetapi apakah Syahrir menganggap federalisme sebagai taktik perjuangan atau akhir perjuangan masih perlu diteliti lebih lanjut.[]
15 April 2009 - 14 Mei 2009
Diplomasi K
I
LAS
21
Sinergikan Kekuatan Dalam Menarik Wisatawan Rusia Di tengah-tengah krisis finansial, sektor pariwisata menjadi salah satu andalan pemasok devisa. Salah satu bidikannya adalah wisatawan Rusia. Untuk menggenjotnya, dilakukan sinergi kekuatan antara KBRI Moskow dan Depbudpar. Tidak main-main, Pemerintah dan swasta Indonesia tahun ini terjun di tiga pameran pariwisata di Rusia, yakni Moskow International Travel and Tourism (MITT), Intour Market dan Otdick Leisure. Dalam pameran MITT yang berakhir 21 Maret 2009, sebanyak 21 tour operator Indonesia merasa lega. Dagangan mereka boleh dibilang laris manis. ”Kita fokus ke Rusia karena potensinya sangat besar dan belum tergali sepenuhnya,” ujar Dirjen Pemasaran Depbudpar, Dr. Sapta Nirwandar. Sang Dirjen menyatakan, selama tahun 2008 lalu, Indonesia berhasil menarik 65.400 wisatawan Rusia ke Indonesia, utamanya ke Bali. Ini berarti telah terjadi kenaikan sebesar 39 persen dibanding dengan tahun sebelumnya. Karenanya, bersama KBRI Moskow, Depbudpar menargetkan angka 90 ribu wisatawan Rusia pada tahun ini. ”Kalau saya kok yakin 100 ribu bisa tercapai,” sambung Dubes Hamid Awaludin dengan mimik yang serius. Untuk mencapai target tersebut, kedua institusi bersepakat untuk mengambil langkah-langkah bersama. Khusus tahun ini, Budpar akan mendukung berbagai tampilan budaya, penyediaan dosen karawitan serta mencetak publikasi yang berselera
15 April 2009 - 14 Mei 2009
Dirjen Pemasaran Sapta Nirwandar bersama tour operator Rusia
Rusia. Sedangkan KBRI akan memberikan dukungan domestik yang memadai sambil terus menggencarkan publikasi serta pendekatan dengan berbagai kalangan. ”Kita juga sepakat untuk melakukan dua kalai familirization trip (famtrip) bagi travel writers dan tour operators asal Rusia,” kata Sapta. Khusus tahun 2010, akan dilakukan publikasi dan tampilan budaya yang massif. KBRI Moskow
harus membuat suatu planning kegiatan besar-besaran yang akan mendapatkan dukungan penuh Budpar dan Pemerintah Rusia. ”Ini merupakan momentum yang tepat karena merupakan peringatan 60 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Rusia,” sahut sang Dubes. Kegiatan yang sama tahun ini dilakukan di Indonesia oleh Kedubes Rusia yang difokuskan di Jakarta, Jogjakarta dan Bali. Menurut M. Aji Surya,
Koordinator Fungsi Pensosbud KBRI Moskow, beberapa acara besar yang sudah berlangsung dalam tiga bulan terakhir antara lain berupa pementasan Kresna Duta di Moskow, dua penampilan tari-tarian Solo di Saint Petersburg dan pertemuan antara tour operator Rusia dan Indonesia. Tidak lama lagi kalangan travel Indonesia akan ikuti Intour Market dan KBRI menggelar Food Festival.***
Pemerintah dan swasta Indonesia tahun ini terjun di tiga pameran pariwisata di Rusia, yakni Moskow International Travel and Tourism (MITT), Intour Market dan Otdick Leisure. Dalam pameran MITT yang berakhir 21 Maret 2009, sebanyak 21 tour operator Indonesia merasa lega. Dagangan mereka boleh dibilang laris manis. ”Kita fokus ke Rusia karena potensinya sangat besar dan belum tergali sepenuhnya,” ujar Dirjen Pemasaran Depbudpar, Dr. Sapta Nirwandar.
No. 17, Tahun II
Diplomasi
22
U
P
D
ATE
Indonesia Mengambil Langkah-langkah Tepat
Menghadapi Dampak Krisis Ekonomi Global Dalam sebuah seminar di Universitas Debrecen, Hongaria, Duta Besar Indonesia mengemukakan beberapa langkah penting dalam menghadapi dampak krisis ekonomi dan keuangan global yang menerpa negara-negara berkembang. Krisis yang sedang berlangsung diakui telah mengurangi kemampuan negara-negara maju untuk mengimpor dan karena itu negara-negara sedang berkembang akan kesulitan untuk mempertahankan dan memperoleh pasar. Duta Besar Mangasi Sihombing mengemukakan menurunnya kegiatan ekonomi dunia jangan dijadikan alasan oleh negara-negara maju untuk menerapkan proteksi terhadap
No. 17, Tahun II
“Indonesia telah mengambil langkahlangkah yang tepat dengan memberikan bantuan stimulus bagi perusahaanperusahaan kecil dan menengah agar dapat mempertahankan dan meningkatkan produksinya. Bantuan tersebut sebesar 1,4 % dari Produk Domestik Bruto. Hal tersebut agak berlainan dari langkah yang diambil oleh negara besar yang terfokus mendukung bankbank yang terperosok.”
impor dari negara-negara berkembang. Jika hal ini terjadi maka ujung-ujungnya adalah berkurangnya kemampuan negara berkembang mengimpor dari negara-negara maju yang berarti juga merugikan negara-negara maju sendiri. Duta Besar Indonesia melihat krisis ekonomi global bisa mengancam kebangkrutan negara-negara berkembang apabila ekspor mereka menghadapi jalan buntu sehingga cadangan devisa terkuras habis. Duta Besar Indonesia mengemukakan bahwa pemerintah Indonesia juga mendesak perlunya memperkuat lembaga-lembaga keuangan internasional seperti IMF, World Bank, Asia Development Bank, dan Africa Bank for Development mengingat lembaga-lembaga inilah sebagai sumber keuangan bagi pembangunan negara-negara terutama negara berkembang. Dalam ceramahnya Duta Besar Indonesia menggarisbawahi bahwa Indonesia telah mengambil langkah-langkah yang tepat dengan memberikan bantuan stimulus bagi perusahaanperusahaan kecil dan menengah agar dapat mempertahankan dan meningkatkan produksinya. Bantuan tersebut sebesar 1,4 % dari Produk Domestik Bruto. Hal tersebut agak berlainan dari langkah yang diambil oleh negara besar yang terfokus mendukung bank-bank yang terperosok. Terdapatnya Foreign Exchange Reserves, sekitar 54 milyar USD ditambah dengan SWAP Arrangements dengan negaranegara Jepang, Cina dan Korea dalam jumlah yang cukup besar dapat menjamin kestabilan mata uang rupiah. Hal tersebut akan mampu menghadapi kemungkinan serangan para spekulan mata uang seperti yang terjadi pada tahun 1997.
Ketahanan ekonomi dan keuangan Indonesia juga diperkuat oleh bantuan dari World Islamic Economic Forum dimana sejauh ini pihak-pihak Indonesia telah menandatangani sejumlah persetujuan dengan lembaga-lembaga keuangan mitra di negara-negara sahabat seperti Saudi Arabia, Malaysia dan Dubai dengan menerapkan prinsip usaha syariah. Dalam presentasinya, Duta Besar Mangasi Sihombing memandang sekalipun terdapat dampak dari krisis ekonomi global, Indonesia akan tetap menjadi tujuan investasi manca negara. Berdasarkan kecenderungan peningkatan kunjungan wisata tahun lalu, diharapkan tahun 2009 kunjungan wisman tidak terlalu terpengaruh oleh krisis ekonomi global. Stabilitas nasional yang ditunjukan dengan semakin mantapnya demokrasi Indonesia ikut memberikan keyakinan bagi investor asing untuk tetap menanamkan modalnya di Indonesia. Demikian dinyatakan Duta Besar Indonesia sambil memaparkan angka-angka investasi yang masuk. Seminar di Universitas Debrecen telah dilansir sejak setahun lalu dan diarahkan untuk mengamati masalah-masalah global yang mempengaruhi tatanan hubungan internasional. Seminar yang berlangsung pada tanggal 26 Maret 2009 telah dihadiri oleh sekurang-kurangnya 400 orang sarjana dan calon sarjana dari berbagai bidang studi termasuk hukum, ekonomi dan politik. Sejumlah pakar telah ikut ambil bagian sebagai penceramah dalam seminar ini termasuk diantaranya para duta besar asing yang berdomisili di Hongaria. Sumber : KBRI Budapest
15 April 2009 - 14 Mei 2009
Diplomasi O
P
I
N
I
23
apa kata
mereka
Mampukah Indonesia Menjadi Pionir Bagi ASEAN Economic Community 2015 ? ASEAN (Association South East Asian Nation) yang telah berumur tidak kurang dari 40 tahun semakin menunjukkan taringnya di catur perpolitikan internasional. Dengan jumlah penduduk lebih dari penduduk 540 juta dan Gross National Product (GNP) sebesar US$737 milyar dollar (2003), kelak Integrasi Kawasan Asia Tenggara merupakan bentuk integrasi ekonomi yang sangat potensial di Asia maupun dunia. Bercermin pada kesuksesan EEC (European Economic Community) pada bulan Agustus 2006 dibentuklah ASEAN Economic Community (AEC) dalam sebuah summit ke-12 di Cebu Filipina yang semula direncanakan tahun 2020 dipercepat menjadi tahun 2015. Sesuai dengan hasil summit tersebut pembentukan AEC tertumpu pada tiga pondasi yaitu Security Community, Economic Community dan SocioCulture Community dengan tujuan terciptanya perdamaian, stabilitas dan kemakmuran bersama di kawasan. Namun dari sekian banyak harapan yang ada, ASEAN memiliki permasalahan yang cukup kompleks untuk mewujudkan ASEAN 2015 seperti: Pertama, adanya ketimpangan pendapatan perkapita yang cukup besar antar negara-negara ASEAN, sehingga diperlukan kerja sama ekonomi yang lebih solid untuk saling membantu dalam mewujudkan kemakmuran bersama. Kedua, sektor industri ASEAN yang bersifat substitusi, seperti Malaysia dan Indonesia yang sama-sama menjadi negara pengahasil CPO dunia. Berbeda dengan Uni Eropa yang antar negara Uni Eropa adalah negara-negara dengan industri yang bersifat komplementer, seperti Inggris dengan tekstilnya, dan Jerman dengan industri high technology. Untuk itu, membangun ekonomi regional ASEAN diperlukan perencanaan matang
15 April 2009 - 14 Mei 2009
Bantuan Kepada Luar Negeri
Agung Setiyo Wibowo
Mahasiswa HI, Univ. Paramadina untuk mempermudah mobilitas sumber daya, barang, dan jasa, agar tidak terjadi ‘perebutan’ atau ‘kanibalisasi’ pasar. Ketiga, Belum stabilnya kondisi politik di beberapa negara ASEAN seperti Myanmar. Keempat, masih kurangnya law enforcement di beberapa negara ASEAN termasuk Indonesia. Hal terebut jelas akan menghambat jalannya aktivitas ekonomi. Kelima, perbedaan budaya dan latar belakang berdirinya masing-masing negara yang cukup kontras. Kelima permasalahan di atas adalah tantangan internal bagi negara-negara ASEAN untuk mewujudkan economic community yang solid, saling mendukung dan berkesinambungan. Belum lagi tantangan eksternal yang akan dihadapi oleh negara-negara ASEAN, yaitu bangkitnya kekuatan ekonomi China dan India, serta liberalisasi WTO. Makin kuatnya persaingan ekonomi global harus segera direspon dengan menguatnya integrasi ekonomi regional. Kekompokkan antar negara ASEAN akan teruji ketika negara-negara tersebut dapat saling membantu mewujudkan kemakmuran bersama. Tentunya dengan political will yang kuat, koordinasi dan mobilisasi sumber daya yang matang dan terencana, juga semakin kuat institusi negara dan swasta. Itulah diantara beberapa kerikil tajam yang menghambat organisasi di kawasan Asia Tenggara ini terintegrasi dengan baik layaknya Uni Eropa. Mampukah ASEAN menyamai prestasi European Economic Community dan mampukah Indonesia menjadi pionir terbentuknya Asean Economic Community 2015?
Shella
Mahasiswi Univ. Pelita Harapan, Banten Saya ingin mempertanyakan mengenai politik bebas aktif kita, dimana Presiden SBY menyatakan akan mengirim pasukan dalam penyelesaian konflik Palestina-Israel. Tetapi mengingat sumberdaya kita yang masih kurang, saya fikir itu tidak relevan. Sebaiknya kita jangan terlalu berambisi untuk membantu negara lain, tetapi sebaiknya kita perhatikan dulu kondisi dalam negeri. Memang bahwa membantu luar negeri itu baik, tetapi kita harus melihat realita yang ada. Apalagi politik luar negeri kita itu menganut asas bebas dan aktif, tidak memihak kepada siapapun, tetapi kenapa kesannya dalam masalah konflik Palestina-Israel, Indonesia lebih membantu Palestina. Padahal Israel itu justeru terbuka kalau memang kita mau bebas dan aktif, tetapi kita justeru cenderung memihak Palestina. Seharusnya kita tidak seperti itu, karena tidak sesuai dengan yang dikatakan sebagai bebas dan aktif itu. Jadi saya kira peran diplomasi Indonesia juga masih perlu untuk ditingkatkan, supaya Indonesia bisa lebih dipandang dimata dunia disegala bidang, baik bilateral, regional maupun multilateral dan sebagainya yang bertujuan untuk membangun Indonesia.
No. 17, Tahun II
Diplomasi No. 17, Tahun II, Tgl. 15 April - 14 Mei 2009
http://www.diplomasionline.net
TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
Media massa Indonesia saat ini cenderung untuk meliput berita berdasarkan peristiwa /event bukan berdasarkan konsep. Hal ini membuat berita yang ditulis terkadang tidak mempunyai pemahanaman mendalam akan suatu isu atau masalah. Media diharapkan dapat menulis berita dengan mengupas dan mendalami substansi dari isu / masalah. Dengan metode ini, berita yang dihasilkan selain akan berbobot tetapi juga berikan pengetahuan lebih bagi pembacanya. “Peristiwa dijadikan trigger point saja,” ujar Menlu RI Perhatian tersebut diutarakan oleh Menlu RI pada saat menyampaikan paparannya yang bertemakan Issues of Strategic Importance dihadapan 33 peserta dari kalangan media massa Indonesia dan koresponden media asing pada Media Workshop di Hotel Mercure, Jakarta, 25 Maret 2009. Dalam kesempatan ini, Menlu secara khusus mengupas secara mendalam mengenai krisis finansial global dari berbagai sisi, khususnya mengenai keterlibatan dan peranan aktif Indonesia dalam menyelesaikan isu yang kini menjadi salah satu perhatian dunia tersebut. Menlu dan kalangan media, dalam suasana relax dan santai, juga bertukar pikiran mengenai
Menlu RI :
Media Massa Indonesia Harus Kupas Berita Lebih Mendalam beberapa isu. Selain menerima paparan dan penjelasan dari Menlu RI, dalam Media Workshop ini para peserta juga berkesempatan untuk mendapatkan informasi dan bertukar pikiran langsung dengan pelaku diplomasi mengenai isu-isu internasional antara lain Global/ Multiple Crisis, Regional Integration dan Perlindungan WNI dan BHI di luar negeri. Hadir sebagai pembicara pada malam itu adalah Direktur Jenderal Kerjasama ASEAN, Djauhari Oratmangun; Direktur Keamanan Internasional dan Pelucutan Senjata (KIPS), Desra Percaya; dan Direktur Perlindungan WNI dan BHI, Teguh Wardoyo. Penyelenggaraan Media workshop ini juga mendapatkan apresiasi dari para peserta yang kesemuanya merupakan pelaku langsung dalam dunia jurnalisme. “Hari ini membuat saya satu langkah lebih pintar” aku salah satu wartawan, “ selain juga dapat satu dua bahan berita tentunya” tambahnya tersenyum. Media Workshop merupakan
Tabloid Diplomasi dapat diakses melalui:
http://www.deplu.go.id
Bagi Anda yang berminat menyampaikan tulisan, opini, saran dan kritik silahkan kirim ke:
[email protected]
kegiatan rutin tahunan yang diselenggarakan untuk mempererat hubungan dan menyamakan pandangan antara Deplu dengan kalangan media massa yang merupakan bagian dari pemangku kepentingan di bidang diplomasi, kebijakan dan
politik luar negeri Indonesia. Kegiatan ini juga ditujukan untuk membekali para pelaku media mengenai pemahaman terhadap perkembangan dan kebijakan/ posisi dasar Pemerintah Indonesia dalam berbagai isu internasional. (HO)
dok.infomed
Menlu RI (tengah) berpose dengan peserta Media Workshop yang merupakan perwakilan dari berbagai media di Tanah Air
Direktorat Diplomasi Publik Jalan Taman Pejambon No. 6 Jakarta 10110 Telepon : 021-3813480 Faksimili : 021-3513094