charles van leeuwen
Mengenang
Frater Andreas
Mengenang
Frater Andreas dengan teks dari Frater Maximino Arts Frater Tharcisio Horsten Frater Amatus Hosemans Frater Paschasius van Loon Frater Modestus Spierings Pater Victor Zwijsen
susunan dan kata pengantar Charles van Leeuwen
Kata pengantar
Ini sebuah buku kecil berisi kenang-kenangan akan Frater Andreas van den Boer. Dalam arsip cmm tersimpan puluhan teks, dalam bentuk surat atau tulisan dengan renungan dari orang-orang yang mengenal ‘frater suci’ itu. Dari kesaksian yang sekian banyak itu kami telah memilih beberapa teks yang memberikan sebuah gambar yang bertalian khas dengan pribadi Frater Andreas, apa pendiriannya dan bagaimana dia hidup. Sembilan puluh tahun telah berlalu sejak meninggalnya Frater Andreas dalam tahun 1917. Dalam jangka waktu hampir satu abad itu telah diterbitkan lebih dari sepuluh buku riwayat hidupnya; beberapa di antaranya ditulis dengan sangat panjang lebar dan rinci, seperti terbitan dari tahun 1998 yang ditulis oleh Frater Ben Westerburger dan Toon Wouters. Dengan demikian terdapat dokumentasi yang sangat banyak tentang kehidupan Frater Andreas, mulai dari tempat tidur dalam mana dia dilahirkan sampai dengan sel dalam mana dia tidur, dari para muridnya sampai pelajaran-pelajaran yang diberikan, dari buku-buku yang dia pernah baca sampai pada lelucon yang dibuatnya. Tetapi sekalipun semua perhatian dari para sejarawan dan para pemelihara arsip, semakin sulit bagi seorang zaman kini untuk menempatkan diri dalam dunia Frater Andreas dan membayangkan cara hidup para frater waktu itu. Apa yang menggerakkan Andreas dan para sesama fraternya? Apa sebenarnya yang membuat orang-orang di sekitarnya begitu terkesan pada Frater Andreas. Dan apa artinya teladannya untuk mereka, sewaktu dia masih hidup dan setelah ia wafat? Buku kecil ini hendak memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu melalui jalan kembali ke sumber-sumbernya.
5
6
Cerita-cerita yang terkumpul di sini ditulis oleh para konfraternya, para murid dan para rekan sesudah frater itu meninggal. Teks-teks itu memberi sebuah kesan hidup tentang persekutuan dalam mana Frater Andreas hidup dan sekolah di mana dia bekerja. Dalam teks itu terdapat banyak anekdot pendek yang selalu menerangkan dan membuat orang merasakan apa artinya Frater Andreas bagi orang-orang lain. Dalam cerita-cerita mereka tentang Frater Andreas, para konfrater pada umumnya cukup lugas dan tidak takut memberi tanggapan-tanggapan yang kritis atau pengamatan yang merelatifkan sesuatu. Karenanya muncullah sebuah gambar dari seorang manusia yang sangat istimewa, tetapi juga sangat lemah; sebuah gambar yang jauh lebih manusiawi dan mungkin juga lebih dapat dikenal kembali daripada sebuah gambar dimana orangnya sudah hampir tergolong pada daftar orang kudus, seorang religius yang berani dan sempurna. Secara otentik Frater Andreas telah memberi isi pada hidupnya sebagai religius. Ia merasa kerasan dalam belaskasih para frater, dan melalui cara hidupnya ia telah turut memberi isi padanya dan membuatnya lebih terpercaya. Karena itu ia telah melakukan apa yang mungkin baginya: sebuah hidup yang diabdikan pada pendidikan dan pengajaran untuk para anak, perhatian dan bantuan untuk para fraternya, pengabdian pada kongregasi dan gereja. Mungkin itu bukan sebuah hidup yang spektakuler dan juga tidak mengakibatkan hasil-hasil yang spektakuler, setidak-tidaknya demikian pada pandangan pertama. Akan tetapi apabila kita membaca dengan baik cerita-cerita tentang Frater Andreas, kita akan menemukan banyak hal yang istimewa: dalam pertemuan dengan dia banyak orang mengalami sesuatu yang ingin mereka pertahankan dan teruskan. Mereka ingat akan hal-hal istimewa dalam sebuah hidup yang pada umumnya biasa saja: kiranya itulah misi istimewa Frater Andreas, membuat orang-orang sadar akan sesuatu yang istimewa yang berdasar pada hal biasa.
Buku kecil ini bukan hanya terbatas pada kisah tentang Frater Andreas. Atas kartu-kartu peringatan yang kecil ia selalu kelihatan sendirian saja. Tetapi hal yang aneh ialah bahwa tidak ada satu foto pun dari Frater Andreas dalam mana hanya dia sendiri yang difoto. Kita selalu melihat dia berdiri di antara para anak sekolah, para konfrater, para anggota keluarga dan kaum teman sekampungnya. Karena orang merasa perlu mendapat sebuah foto pribadi dari ‘frater yang suci’ itu, maka para juru potret harus menukangi foto-foto kelompok itu dengan memperbesarkan sebagian dari foto itu. Dengan demikian mereka juga tidak memberikan gambaran tepat dari kenyataan. Apakah tidak lebih bagus jika menunjukkan gambar Frater Andreas sebagai seorang guru di antara para muridnya? Bukankah dengan demikian darmabaktinya untuk para anak diwujudkan dengan lebih tepat? Dan apakah tidak lebih tepat menempatkan Frater Andreas sekali lagi di antara para teman frater? Sesungguhnya dengan demikian menjadi nyata bahwa ia melaksanakan misinya bersama dengan orang-orang lain dan membagikan semangatnya yang luar biasa dengan banyak frater lain. Frater Andreas bukanlah seorang religius yang menghadapi perjuangan yang berat itu sendirian, melainkan seorang yang hidup dalam sebuah persekutuan, dan yang mempunyai pengabdian besar terhadap para anak. Karena itu untuk memperlihatkan sebuah potret yang otentik, kita harus sekali lagi menempatkan Frater Andreas di tengah-tengah para anak dan para frater. Oleh karena itu buku ini bukan saja mengenai Frater Andreas, tetapi juga tentang orang-orang di sekitarnya: para frater, para imam, para anak didik dan orang tua mereka. Buku kecil ini juga tidak terbatas pada kisah dari masa lampau. Sejarah frater adalah lebih daripada sebuah pengumpulan brosur-brosur yang berdebu dan foto-foto yang sudah menjadi kuning. Karena cerita Frater Andreas dan para teman fraternya masih terus berlangsung: di segala pelosok dunia orang-orang masih berusaha mewujudkan belaskasih itu. Mereka bekerja dalam pengajaran dan pendidikan, dan
7
mengabdikan diri dalam perawatan orang sakit dan orang miskin. Mereka menampung orang-orang yang dilupakan oleh masyarakat dan memberikan jalan keluar dan bantuan, di mana tidak seorang pun memberi perhatian. Mereka berdoa dan membawa harapan, meletakkan dasar untuk membangun persekutuan dan memberi suara dan wajah kepada gereja. Demikian sampai sekarang Frater Andreas masih mempunyai para frater dan suster yang hidup dan bekerja berdasarkan semangat besar yang sama, dalam bentuk hidup religius yang sama atau mungkin dengan cara yang betul berbeda. Apabila bercerita tentang pekerjaan, iman, ideal, perjuangan-perjuangan dan mukjizat-mukjizat dari Frater Andreas, maksudnya ialah untuk memberi inspirasi kepada orang-orang masa kini. Ketekunan dan pengabdiannya masih tetap aktual dan pekerjaannya masih harus dilanjutkan. Salah satu biografi pertama dari Frater Andreas ditulis di tahun 1922 oleh seorang imam Austria, pastor Theophorus Max S.C.J., yang kebetulan mengadakan kontak dengan para frater sewaktu ia membimbing sebuah kelompok anak yang ditampung di Belanda sesudah Perang Dunia Pertama. Pastor Max sangat terkesan oleh apa yang telah dilakukan oleh para frater terhadap anak-anak itu, dan karena rasa syukur ia menulis bukunya: ia mempersembahkan buku itu ‘kepada para penderma untuk anak-anak dari Viena dan Jerman di Tilburg’. Mungkin itu hanya sebuah bagian yang kecil, tetapi hal itu menggambarkan dengan tepat bahwa cerita tentang Frater Andreas tidak dapat dipisahkan dari cerita besar tentang belaskasih, padanya para frater cmm telah membaktikan diri. Charles van Leeuwen
9
Karisma khusus dari frater Andreas
Di kalangan para beato dan orang kudus sezamannya, Frater Andreas van den Boer (1841-1917) kurang cemerlang. Ia bukan seorang terpelajar atau pemimpin gereja seperti Columbia Marmion (1856-1923), bukan pula seorang pendiri kongregasi yang bersemangat seperti Pierre Julien Eymard (1811-1868) dan bukan seperti misionaris Damiaan de Veuster (1840-1889) yang mengesankan. Ia tidak meninggalkan catatan-catatan yang berisi mistik mendalam seperti Theresia dari Lisieux (1873-1897). Ia tidak memberi kesaksian tentang politik gerejani lewat kematian sebagai martir seperti Titus Brandsma (1881-1942). Frater Andreas adalah seorang religius yang jauh lebih sederhana daripada mereka yang disebut tadi. Ia seorang guru yang simpatik dan mungkin sedikit kikuk, yang hidup dengan sadar dan sederhana. Imannya dalam. Dengan pasrah ia menerima batas kemampuannya dan telah berusaha mempergunakannya sebaik mungkin. Ia seorang religius yang tidak mencolok, yang mungkin memenangkan hadiah utama dalam proses penggelaran beato tanpa dikehendaki olehnya. Sesudah hampir satu abad hal ini menimbulkan pertanyaan kepada kita: bagaimana harus kita menilai hidup Frater Andreas dan apa yang kita pegang untuk memberikannya ‘gelar kudus’? Makna apa yang dapat kita berikan jika pernyataan beatifikasi yang sudah puluhan tahun dinantikan dan diandaikan, menjadi kenyataan? Jelaslah bahwa karisma istimewa dari Frater Andreas terletak pada kesederhanaannya. Ia adalah seorang pria tanpa pretensi dan tanpa
11
12
banyak embel-embelan. Cara hidup sederhana yang konsekuen dihidupi olehnya dan pembaktiannya demi orang-orang lemah, dapat memberikan inspirasi dan semangat kepada kita sampai sekarang ini. Rahasia kehidupan religius tersembunyi dalam kesederhanaan dan ketekunan yang dihayati dengan konsekuen. Frater Andreas dapat menjadi teladan untuk para guru, untuk para sukarelawan dan pekerja belaskasih lainnya. Seolah-olah ia berbisik kepada mereka: “apa yang telah saya lakukan sebagai seorang frater sederhana, kalian dapat lakukan juga. Lakukanlah saja.” Karisma istimewa dari Frater Andreas tersembunyi pula dalam tindakannya yang konkret dan tegas. Ia adalah seorang frater yang penuh perhatian dan seorang guru yang lembut. Dalam hal perhatian dan kelembutan itu ia melebihi orang lain. Ia memperhatikan para anak yang mengalami kesulitan di sekolah, dan ia berusaha memberikan mereka bimbingan tambahan. Ia tidak suka menghukum, tetapi menghadap anak-anak nakal dengan lembut. Ia langsung memberikan bantuan di mana orang tidak sanggup mengatasi sesuatu sendirian. Ia memberi perhatian kepada para anak dan para sesama frater yang merasa kesepian di lembaga pendidikan yang besar itu, dan ia lebih sering mengunjungi mereka. Para konfrater yang bimbang ia berikan dorongan halus lewat teladan yang sederhana. Dengan halus dan konkret ia mewujudkan cita-cita belaskasih dan persaudaraan. Akhirnya, karisma Frater Andreas tersembunyi pula dalam kesunyian hidupnya yang didasarkan pada doa. Orang-orang di sekitarnya sangat merasakan niat batiniah itu. Mereka dapat merasakan keterharuannya yang lembut, dan mereka terkesan karenanya. Sebagaimana kesaksian yang diberikan oleh Frater Exuperius Nouwens tentang dia: ‘Jika orang melihat Frater
Andreas, dengan sendirinya orang akan berpikir tentang seseorang yang senantiasa berjalan di hadirat Tuhan, dan jika orang bertemu dengan dia di suatu tempat, terutama pada waktu keheningan, orang tidak dapat lain dari berpikir: ia sedang berbicara dengan Tuhan.’ Sebagian besar dari hal yang terjadi dalam batin Frater Andreas tidak dapat kita ikuti, sekalipun dengan usaha-usaha para penulis biografi untuk merekonstruksikan hidup doanya. Tetapi yang jelas ialah bahwa hidupnya berakar dalam keheningan dan doa, dan bahwa Frater Andreas menimba kekuatan dari sumber itu untuk hidup sebagaimana ia telah hidup. Juara kebajikan Dalam sumber-sumber yang paling tua, Frater Andreas sering digambarkan sebagai juara kebajikan. Ia merupakan seorang pria sezamannya, dan ia hidup betul sesuai dengan peraturan kongregasi dan peraturan yang ditetapkan oleh gereja. Istilahistilah utama dari hidup religius menurut pendapatnya adalah: keteraturan, ketaatan, pengabdian, cinta persaudaraan, kelembutan hati dan pengekangan kehendak pribadi. Boleh dikatakan bahwa ia merupakan kebaikan dan kesalehan yang sempurna. ‘Kalau anda hendak menyenangkan dia, anda harus minta bantuannya’, demikianlah kata seorang frater. Karenanya beberapa frater atau murid terkadang menganggap dia sedikit aneh, sedangkan yang lain kadang-kadang mengeluh bahwa dia juga sangat perengek, kaku atau kuno. Dalam kenangan mereka akan Frater Andreas para frater dan murid menyebut juga segi-segi manusiawi dan kelemahannya, dan mereka mengatakan bahwa justru karena itulah mereka mencintai dia. Frater Andreas melebihi seorang religius yang unggul dan berkilau. Ia memperlihatkan kelemahannya, dan karena itu ia dapat mendekati mereka yang lemah.
13
14
Dengan demikian Frater Andreas memancarkan karisma istimewa dari persekutuan para frater CMM. Ia merupakan wakil dari yang kami sebut generasi pendiri dari para frater belaskasih: kelompok istimewa para frater dari masa awal. Pada umur tigabelas tahun ia masuk sekolah pendidikan guru. Ketika itu kongregasi masih belum sepuluh tahun berdiri, dan baru mempunyai beberapa puluh anggota. Oleh sebab itu ia mengenal semua frater muda dan frater baru, karena mereka duduk sekelas dengan dia di sekolah pendidikan guru atau tinggal di rumah induk yang sama. Ia mendapat sebuah tugas dalam pembinaan dan pendidikan generasi pertama para calon imam. Ia menuruti wewenang para pendiri kongregasi, Mgr. Joannes Zwijsen, dan pemimpin umum, Franciscus de Beer. Ia mengambil bagian dalam petualangan besar dari penemuan-penemuan spiritual dan usaha-usaha baru pada dasawarsa pertama. Dalam riwayat hidup Frater Andreas dilihat perwujudan pelbagai nilai religius yang terdapat pada permulaan kongregasi – nilai-nilai yang pada masa itu merupakan hal esensial tetapi yang saat ini masih merupakan inti setiap hidup kristiani. Yang dimaksudkan adalah nilai-nilai cinta persaudaraan, perhatian yang berbelaskasih, kesederhanaan, dedikasi, kemantapan, keadilan, kepercayaan akan Tuhan, persekutuan, antusiasme ... Akan tetapi gambaran tentang kesalehan dan kebajikan yang begitu kuat digarisbawahi dan pasti juga terlengket pada pandangan zamannya, dapat menjadi halangan sekarang ini untuk mengenal dari lebih dekat Frater Andreas. Salah satu rekan dan konfrater yang mengenalnya dengan baik, Frater Amatus Hosemans, menunjukkan bahwa satu abad yang lalu sudah terjadi demikian pula: ‘Kebanyakan orang yang berhubungan dekat dengan Frater Andreas, semula agak takut padanya. Untuk mereka ia terlalu persis, terlalu suci. Tetapi perlahan-lahan timbullah kekaguman mereka untuk orang ini; sebuah kekaguman yang tidak dapat
mereka hilangkan, biarpun mereka sudah bertahun-tahun meninggalkan lembaga itu. Ternyata bahwa dari semua pendidik di Ruwenberg, di mana Frater Andreas bukan pendidik terbaik menurut ukuran manusiawi, justru ia paling memberi kesan dan mempunyai pengaruh yang kuat pada mereka yang bergaul dengan dia. Penjelasan tentang pengaruh yang luar biasa ini pasti terletak pada kenyataan bahwa orang ini yang selama hampir enampuluh tahun dalam kehidupan membiara yang dihayatinya dengan saksama, dijalankannya sampai serinci-rincinya. Dalam waktu hampir limapuluh tahun ia membanting tulang untuk melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan pengajar, dan demikian juga dalam perkataan dan perbuatannya. Segala terarah kepada Tuhan. Di dalamnya orang mendapatkan kesucian seseorang yang sederhana, yang tidak mau menonjolkan diri. Disitulah tampil perjuangannya yang gagah dalam kesetiaan terhadap hal-hal kecil, yang sebetulnya melampaui hal-hal kecil itu sendiri. Sebenarnya perkataan dan perbuatannya hanya mempunyai satu arah, yaitu Tuhan, dan bahwa itulah cinta kasih kepada Tuhan, dan untuk memenuhi kehendak Allah dibutuhkan waktu seumur hidup. Dengan demikian terjadi bahwa, mungkin tanpa disadari sendiri, ia justru tampil ke depan dan memancarkan sebuah pengaruh yang luar biasa.’ Frater dan guru Siapakah Frater Andreas itu dan bagaimana ia telah hidup? Ia dilahirkan sebagai Jan van den Boer pada tanggal 24 November 1841 di Udenhout dan merupakan anak bungsu dalam keluarga petani sederhana di daerah Brabant. Ia tumbuh dalam berbagai desa, karena keluarganya cukup sering berpindah: perusahaan ayahnya berjalan agak baik dan beberapa kali dapat diperluas. Oleh karena
15
itu Jan semula tinggal di Udenhout, kemudian pindah ke Biezenmortel, lalu pindah lagi ke Helvoirt. Sebagai seorang anak petani ia belajar bekerja keras, dan sepanjang hidupnya ia mewujudkan semangat kerja yang besar. Tetapi dari keluarga yang saleh itu ia mendapat juga sebuah iman yang hangat dan dalam, yang tidak pernah akan dilepaskannya. Anak lelaki yang pintar itu suka membaca dan belajar, dan karenanya agak cepat ia merupakan anak luar biasa di desa itu. Tidak seorangpun heran bahwa di tahun 1855 ia masuk sekolah pendidikan guru yang baru, milik para frater di Tilburg, dan bahwa pada umur tujuhbelas tahun ia memilih masa depan sebagai religius dan guru. Dalam tahun 1863 ia mengikrarkan kaul-kaul untuk seumur hidup. Tidak lama sebelumnya, dalam tahun 1844, Kongregasi Frater Santa Maria Bunda Yang Berbelaskasih didirikan oleh Mgr. Joannes Zwijsen. Kongregasi itu juga dinamakan ‘Frater dari Tilburg’ sesuai dengan tempat di mana kongregasi itu dimulai. Dengan pendirian itu Zwijsen bermaksud mendirikan sebuah persekutuan dengan tekanan pada iman dan karya, suatu persekutuan yang dapat menangani kebutuhan besar dalam keuskupannya, pertama-tama pendidikan Katolik yang sungguh dibutuhkan, tetapi juga bentukbentuk pendidikan lain dan penampungan kaum miskin dan orang yang dikesampingkan. Sasaran-sasaran itu dapat disamakan dengan tujuan-tujuan dari kongregasi-kongregasi bruder yang baru didirikan: ide dari Zwijsen sebenarnya tidak baru, karena di tempat-tempat lain seperti di Gent, Maastricht, Huijbergen, Dongen dan Oudenbosch terdapat persekutuan-persekutuan para bruder yang menjalankan karya belaskasih. Beberapa tahun sebelumnya yaitu di tahun 1832 – waktu itu Zwijsen masih berjabat pastor pembantu di Tilburg – ia mendirikan sebuah kongregasi suster: Kongregasi Suster Cinta Kasih. Dengan banyak sukses
17
mereka terjun ke bidang pendidikan dan perawatan di daerah itu, tetapi juga mengalami hambatan tertentu: karya demi anak lakilaki yang besar kurang cocok untuk para suster, dan karena itu karya itu harus diserahkan kepada kaum pria. Kongregasi frater berkembang dengan cepat, walaupun perkembangannya tidak secepat seperti kongregasi suster. Namun di tahun 1859, tahun dalam mana Jan van den Boer menjadi novis dan menerima nama Frater Andreas, kongregasi sudah mempunyai hampir seratus frater. Pada saat itu mereka mengajar di beberapa sekolah di Tilburg, dan sudah dimulai pula rumah-rumah di tempat-tempat yang letaknya lebih jauh, seperti di Maaseijk (Belgia), Grave dan Sint Michielsgestel. Frater Andreas mendapat pendidikan sebagai guru dan dalam tahun 1861 ia ditugaskan di asrama besar ‘Huize Ruwenberg’ di Sint Michielsgestel. Dalam institut yang berprestise ini, di mana terdapat banyak anak dari keluarga-keluarga Katolik yang terkenal, Frater Andreas akan berkarya selama kurang lebih limapuluh tahun. Semula ia ikut membantu di tingkat pendidikan dasar, tetapi agak cepat kepadanya diserahkan tugas untuk membantu para pelajar bahasa Latin, sebuah pendidikan awal untuk anak-anak lelaki yang ingin menjadi imam. Kongregasi telah memulai ‘kelas bahasa Latin’, dengan harapan bahwa sejumlah muridnya memilih untuk masuk kongregasi sebagai imam: karena sampai tahun 1916 kongregasi mempunyai anggota baik bruder maupun imam. Namun dalam praktek, bentuk ini ternyata cukup rumit dan tidak mendapatkan izin tetap dari otoritas gereja, maka akhirnya bentuk kombinasi itu dilepaskan dan para imam pindah ke tempat-tempat lain. Tetapi di tahun-tahun di mana Frater Andreas berkarya di Ruwenberg masih terdapat pendidikan calon imam. Dalam periode 1871-1900 Frater Andreas membimbing kelas-kelas di sekolah
19
pendidikan guru, semula sebagai guru dan kemudian juga sebagai direktur para murid itu. Bekerja untuk anak-anak lelaki yang berusia antara 12 dan 18 tahun lebih cocok baginya daripada bekerja untuk anak-anak kecil. Kepribadiannya yang serius lebih bermanfaat di antara anak lelaki yang mempunyai panggilan. Tugas sebagai pendidik dan guru cukup berat dan luas: Frater Andreas memberikan berbagai mata pelajaran seperti menulis dan bahasa Belanda, dan kemudian ia masih mendapat ijazah perlengkapan di bidang bahasa Perancis dan Jerman. Ia berbakat di bidang bahasa dan ia dapat berbuat banyak dengan bakat itu, bukan saja di bidang pendidikan. Dalam waktu senggangnya ia menerjemahkan banyak buku anak-anak dari bahasa Jerman dan ia menjunjung tinggi status bahasa Prancis, yang merupakan salah satu bahasa pergaulan resmi dalam kongregasi. Ia bukan saja memberi pelajaran kepada para murid, tetapi juga kepada para frater yang tidak begitu menguasai bahasa-bahasa itu. Di samping tugas pendidikan masih terdapat berbagai tugas yang mengisi waktu para frater, seperti pengawasan waktu para anak bangun pagi, waktu mereka bermain di halaman, waktu rekreasi dan waktu mereka berada di ruangan tidur. Lalu masih ada urusan rumah tangga, dan pastilah di samping itu masih menghadiri perayaan ekaristi dan turut serta dalam latihan-latihan rohani harian lainnya. Lembut dan berbakti Jikalau dipandang dari pelbagai segi, Frater Andreas merupakan seorang frater yang khusus. Ia sangat persis dalam segala hal, dan setiap orang terheran-heran karena ketertibannya. Ia tak pernah terlambat dan dalam mengerjakan segala hal, ia memperhatikan waktu jam tangannya dengan saksama. Juga dalam hal menuruti
21
peraturan hidup religius ia sangat ketat, tidak seorang seperti dia yang menuruti juga penentuan-penentuan yang paling kecil dan memberikan arti padanya. Ia adalah seorang pria yang mempunyai pengekangan diri yang besar dan tidak takut akan segi-segi hidup religius yang keras dan ketat. Bagi banyak frater ia menjadi teladan dalam hal ketaatan religius dan penurutan peraturan. Akan tetapi ia lebih dari itu. Ia juga merupakan seorang dari persekutuan yang dengan senang hati mendampingi para konfrater dan dengan setia mendengarkan para pemimpinnya. Mungkin ia agak saleh dan lamban, namun ia juga gembira ria, ramah dan tidak sulit dalam pergaulan. Ia tak pernah mengeluh dan tidak pernah melalaikan kewajiban. Begitulah ia menjadi seorang konfrater yang sangat dihargai. Tetapi masih ada sesuatu: ia merupakan pula seorang guru yang dicintai. Itu sesuatu yang aneh, karena ia tidak begitu berhasil dalam hal mengajar dan ia bukan seorang guru dengan bakat istimewa. Ia tidak memiliki wewenang dan keluwesan alamiah untuk itu. Maka ia bukan seorang guru yang sangat berbakat, namun ia mempunyai visi. Ia sama sekali tidak suka akan tindakan pendidikan yang biasa di masanya, ia tolak memukul dan menghukum para murid dengan keras. Ia tetap memilih cara pendekatan yang lembut dan human, dan mengadakan pembicaraan secara serius dengan murid itu. Ia mampu mendekati para murid dan frater yang merasa kesepian di dalam asrama yang besar dan ketat itu melalui sifatnya yang lembut dan halus. Demikianlah Frater Andreas merupakan personifikasi dari nilainilai utama kongregasi. Ia memperlihatkan bagaimana pola hidup seorang religius yang rendah hati dan darmabakti. Ia memperlihatkan pula apa artinya menjadi seorang saudara dan hidup di dalam suatu persekutuan. Ia seseorang yang mewujudkan dalam praktek arti belaskasih, belaskasih yang diungkapkan dalam
23
nama kongregasi, tetapi itu tidak begitu dirasakan oleh setiap orang dalam lembaga pendidikan yang besar, yang semakin berkembang itu. Ketika Frater Andreas berumur tujuhpuluh dan kesehatannya semakin berkurang, ia dipindahkan ke sebuah frateran di Tilburg. Walaupun ia telah tinggal selama limapuluh tahun di Ruwenberg dan sudah sangat lekat pada gedung dan persekutuan di sana, ia menerima perpindahan di tahun 1912 dengan gembira dan tanpa mengeluh. Karena usianya yang meningkat dan kesehatan yang semakin lemah, jadi lebih baik juga kalau ia pindah ke suatu komunitas yang lebih kecil. Karena penyakit tuberkulosis, bahu kanannya sakit dan infeksi itu berkembang terus. Karena itu ia kesakitan betul dan kehilangan hampir seluruh kontrol atas tangan kanannya. Yang menandai sifat dan kemauan kuat dari frater ini adalah bahwa ia mulai belajar menulis dengan tangan kiri. Hasilnya sedemikian baik dan bisa cocok bagi seorang guru kaligrafi. Tentang hal itu ia berkata: ‘Tuhan yang murah hati selalu memberi kita kesempatan baru untuk berusaha lagi. Saya tidak dapat lagi menulis dengan tangan kanan, tetapi masih bisa dengan tangan kiri, tidak bisa lagi dengan pena tetapi masih bisa dengan pensil.’ Seusai masa tua yang tenang, ia meninggal secara tiba-tiba. Di musim panas tahun 1917, ketika berumur 75 tahun, ia mendapat selesma berat. Sampai waktu itu kesehatannya boleh dikatakan cukup baik, tetapi pada suatu hari dingin dalam musim panas itu ia berlaku keterlaluan dengan mengadakan perjalanan kaki yang terlalu panjang, dari komunitasnya di Tilburg menuju familinya di desa Berkel. Ia tidak memperhatikan diri dan berjalan terus, karenanya ia merugikan kesehatannya. Ia diserang sejenis penyakit yang mengkhawatirkan, dan akhirnya ia akan wafat di tempat tidur
25
26
karena keadaan kesehatannya semakin mundur dengan deras. Sakrat mautnya berat: saat-saat hening dan doa yang pasrah disusul oleh jam-jam keraguan dan percobaan bathin, pembicaraan yang tenang dengan para frater perawat beralih ke sebuah perjuangan batin dan sakrat maut yang hebat. Kejadian itu pasti meninggalkan kesan yang dalam untuk para frater yang menyaksikannya. Seorang frater yang begitu tenang dan sederhana menghadapi sebuah perjuangan yang sengit dan menanggungnya dengan gagah, sampai pada malam tanggal 3 Agustus 1917 di mana ia menyerahkan nyawanya. Terdapat bermacam-macam kesaksian tentang saat-saat terakhir itu: menyedihkan, menurut beberapa orang; pasrah dan berseri menurut yang lain. Untuk para frater di sekeliling, wafatnya Frater Andreas merupakan sebuah kejadian yang sangat mengharukan. Konfrater ini yang mendekati ajalnya menghadapkan para fraternya pada alam baka. Mereka mau berdoa untuk keselamatan jiwanya, tetapi menyadari bahwa mungkin lebih baik jika mereka minta doanya demi keselamatan jiwa mereka sendiri. Mereka meratapi kepergiannya, tetapi sekaligus bersyukur untuk kepergiannya yang indah itu. Ternyata kematian itu tidak merupakan ujung segala. Orang yang waktu hidupnya sudah dinamakan ‘frater suci’, sesudah wafat ia menjadi lebih suci lagi: ternyata banyak orang mempunyai kenang-kenangan istimewa tentang kesuciannya. Frater yang suci? Para murid memanggil dia ‘frater suci’. Ini bukan dimaksudkan sebagai sebuah pujian, sebab Frater Andreas tidak bisa menjaga ketertiban. Ia seorang guru yang mungkin memancarkan kesalehan, tetapi di kelas ia sering canggung dan menyulitkan dirinya. Sebenarnya ia bukanlah satu-satunya frater yang mendapat
sebuah gelar yang bisa diragukan. D kalangan para murid di asrama Ruwenberg, julukan yang serupa ini telah menjadi gelar mode untuk banyak frater pengajar. Kadang-kadang dengan nada yang mengejek dan ironis, terkadang dengan nada kekaguman untuk sikap religius yang dapat dirasakan oleh para murid, namun mereka tidak dapat menjelaskannya. 27
Pada permulaan Frater Andreas tidak peduli bahwa kepadanya diberi julukan itu. Ia memang seorang manusia yang berprinsip: ia merasa penting agar tata sekolah dijalankan dengan saksama, peraturan religius sungguh-sungguh dimengerti, sebaik mungkin membantu para rekan dan memperlakukan para murid dengan cara yang tepat. Itu bukanlah soal kesucian, melainkan ketertiban. Nama julukan ‘frater suci’ bahkan belum sepenuhnya mengungkapkan ketertibian itu: upaya mencari suatu pegangan belum berarti kesucian, pancaran ketertiban belum merupakan kesalehan. Tetapi Frater Andreas tidak dapat berbuat apa-apa terhadap masalah itu. Julukan ‘frater suci’ itu akan tetap terlekat padanya. Pada malam sebuah pesta, apabila mercon dinyalakan, maka para anak akan bergurau mengatakan: ‘secepat sebuah panah api meluncur ke langit, secepat pula Frater Andreas akan diterima di surga.’ Bila dengan tak sengaja frater ini terbentur pada sebuah pipa saluran asap dan melontarkan sebuah makian yang khas seperti: ‘Terpujilah Yesus Kristus’, maka para murid merasa bahwa itu menggambarkan dengan tepat bagaimana anehnya kesucian frater ini. Demikian pula ciri-ciri istimewa dari Frater Andreas, seperti rasa malu, mengantuk, kelinglungannya dan upaya yang hampir merupakan sebuah obsesi untuk menuruti jam. Semuanya itu diartikan sebagai aspek kesucian yang khas. Bukankah Frater
Andreas senantiasa berada dalam suasana surgawi? Bukankah mukjizat bahwa walaupun demikian keadaannya, ia selalu hadir pada waktumya? Bukankah ini sebuah prestasi ajaib, sebuah penguasaan waktu yang mutlak dan penghormatan sempurna terhadap para rekan dan tata peraturan sekolah? 28
Lebih menyakitkan hati Frater Andreas ketika para konfrater juga memakai julukan itu. Pemimpin komunitas, Frater Frumentius van Hulten, pernah mengatakan waktu kapitel, ketika ia menerangkan hal peraturan: ‘Lihatlah saja pada Frater Andreas, itulah seorang ‘frater suci’ dan ia menghayati peraturan dengan sempurna.’ Kemudian Frater Andreas merasa bahwa setiap orang memperhatikan dia. Ia semakin lebih segan dan takut daripada sifat yang sudah dimiliki olehnya. Sebagai reaksi ia lebih saksama menerapkan peraturan dari apa yang sudah menjadi kebiasaannya. Bagaimanapun juga ia tidak mau menyakiti orang yang lain, dan ia takut memalukan para konfraternya atau memberikan teladan yang salah kepada mereka. Semakin sering ia dijadikan teladan – dan Frater Frumentius, pemimpin komunitas, sering kali bercenderungan untuk menempatkan dia sebagai religius teladan – ia merasa lebih takut dan semakin kurang bahagia. Setiap pujian itu dikesampingkannya dan ia menjadi rasa jengkel dengan adanya julukan itu. Frater Andreas tidak dapat lagi menghilangkan reputasi kesucian itu. Anak-anak yang baru masuk sekolah sangat ingin berkenalan dengan ‘frater suci’ itu, tetapi akibatnya mereka kecewa ketika bertemu dengan dia. Itukah dia? Apakah guru yang begitu biasa kelihatannya dan membosankan adalah ‘frater suci’ itu? Orangtua dari para anak juga ingin tahu dan memperhatikan dia apabila mereka mengunjungi Institut Ruwenberg. Mereka heran akan
sikapnya yang begitu sederhana dan menyendiri: mereka mempunyai bayangan yang lain sekali tentang ‘frater suci dari Ruwenberg’ ! Para sesama frater tak pusing kepala dengan adanya julukan ‘frater suci’ itu, dan mereka tidak takut memberi kritik tertentu, sebagaimana digambarkan oleh ingatan Frater Paschasius van Loon: ‘Dalam masa itu dikatakan sekali-kali: Frater Andreas adalah seorang suci. Tetapi mungkin tak baiknya apabila kita mempunyai lebih banyak orang suci semacam itu di sini, karena keadaan akan menjadi kacau-balau’. Dan para sesama frater tidak berhenti mengamat-amati gerak-geriknya, mencobai dia atau bersenda-gurau dengan kesucian yang banyak dibicarakan itu. Bila ia mendengar kata terkutuk itu, Frater Andreas akan meringkuk ketakutan. Ia tidak mau mendengar itu, dan ia tak mampu menanggapinya. Mungkin itu merupakan suatu blasfemi, sebab itu tidak menjunjung tinggi Kesucian Allah yang agung dan belaskasih, pun Kristus dan sekian banyak orang kudus dan para jiwa yang diberkati yang sungguh suci. Ia lebih lagi berusaha hidup tanpa menarik perhatian, dan ia semakin mengasingkan diri dari dunia luar. Namun demikian hal itu tak berguna. Untuk semua orang ia tetap merupakan seorang ‘frater suci’. Kesederhanaan yang mempesona Cukup banyak diketahui tentang riwayat hidup Frater Andreas. Hal itu ternyata dari sekian banyak penyaksian yang terkutip sampai disini. Bagaimanapun juga perhatian tetap tercurah kepada frater yang tidak mencolok itu. Para murid, para orangtua dan para konfrater, mereka semua terpesona olehnya dan lama bisa mengamati dia. Selama hidupnya Frater Andreas mempunyai ‘panggilan kesucian’ itu, tetapi dari cerita-cerita yang dikenal dapat disimpulkan bahwa kesucian yang diperkirakan dapat menjadi
29
bahan diskusi. Beberapa orang dengan serius melihat sesuatu yang suci dalam dirinya, sedangkan yang lain samasekali tidak melihat itu atau hanya bergurau dan mengusik. Ia sendiri samasekali tidak mau mendengar itu. Ia merasa dirinya hanya orang biasa saja dan berusaha dengan segala tenaga untuk menjadi seorang frater yang ‘biasa’ saja. Frater Andreas menanggung julukan “frater suci” sebagai sebuah salib, sebuah siksaan yang lama dialaminya, dan yang sungguh menandainya secara terus-menerus. Ia menolak setiap tanda kehormatan pribadi, sebagaimana diingat oleh Frater Amatus, seorang konfraternya: ‘Ia menolak setiap kehormatan, kekayaan, kenikmatan duniawi dikesampingkannya. Kehormatan dianggap tidak perlu. Orang jangan coba memberikan kehormatan kepadanya. Pada suatu saat saya harus menulis sebuah artikel untuk sebuah koran. Saya tidak ingat lagi tentang apa, tetapi Frater Andreas disebutkan dalam artikel itu. Saya berkata kepada dia: ‘Andre, saya akan menyebut kamu dalam artikel saya. Ia memandang saya dengan marah dan tersinggung: “Menyebut saya! Apa gunanya? Demi Allah jangan mengganggu saya”. Saya taati kehendaknya agar ia tidak disakiti.’ Namun orang lain tidak begitu hati-hati dan dengan senang menulis cerita-cerita tentang kehidupan yang merupakan teladan hidup dan tentang kesucian yang diandaikan. Dilakukan demikian sehingga ia menjadi ikon asrama Ruwenberg. Julukan ‘frater suci’ akan menyusurinya sampai wafatnya, bahkan lebih jauh lewat itu! Karena setelah ia meninggal, susullah sejarah yang sulit dijajaki. Karena dalam waktu cukup singkat, Frater Andreas sungguh menjadi seorang frater suci untuk banyak orang. Banyak dari mereka berdoa kepadanya. Terdapat banyak pengabulan istimewa atas permohonan; pengabulan mana
31
dianggap bahwa disebabkan oleh pengantaraan Frater Andreas. Ada mukjizat-mukjizat yang terjadi. Sebuah devosi muncul. Kuburnya menjadi sebuah tempat ziarah. Frater yang begitu sederhana dan menyendiri itu menjadi orang yang terkenal. Kongregasi dan keuskupan menyadari bahwa mereka harus melakukan sesuatu dengan berita-berita tentang sekian mukjizat dan penyembuhan yang tidak dapat diterangkan, yang muncul sesudah wafatnya Frater Andreas. Pada tahun 1924 CMM mendirikan sebuah Biro Frater Andreas yang bertugas untuk mengumpulkan segala cerita tentang Frater Andreas dan kesaksian mengenai mukjizatmukjizat. Mesin-mesin cetak di ‘Percetakan Anak Yatim Piatu Katolik’ harus memenuhi kebutuhan, yang semakin meningkat, akan kartu-kartu peringatan kecil, medali dan kenangan. Demikian pula terdapat minat besar atas sebuah buku riwayat hidup, dan karena itu sekian frater dan pater menulis biografinya. Para frater mendukung pula tata ibadat doa dan ziarah ke kuburannya. Dengan demikian, dalam waktu beberapa tahun sesudah ia meninggal, ibadat sekitar Frater Andreas sudah mendapat bentuk yang struktural. Segala itu terjadi agak cepat, sebab dalam desenia sesudah wafaftnta Frater Anadreas sudah kelihatan devosi yang kokoh. Tetapi orang harus menunggu sampai lewat perang dunia kedua untuk memulai sebuah proses resmi penggelaran suci: baru di tahun 1947-1948 kesaksian-kesaksian dan mukjizat-mukjizat yang sekian banyak itu dapat dipelajari dan dikumpulkan oleh sebuah komisi yang terdiri atas ahli-ahli gereja. Sebenarnya proses itu dilanjutkan dalam sepuluh tahun berikutnya dan dibulatkan di tahun 1982. Terdapat sebuah dokumentasi resmi yang luas, dan para ahli dan sekelompok kardinal perlu mempelajari sebuah mukjizat yang dapat diakui dengan resmi, sebelum bisa beralih pada beatofikasi. Satu hal yang pasti: untuk Frater Andreas sendiri proses beatofikasi
33
itu tidak perlu. Jika, sembilanpuluh tahun sesudah wafatnya, ia tahu tentang hal ini, maka boleh jadi bahwa ia mengalami perasaan sedih yang sama seperti dulu ketika ia harus mendengarkan julukan ‘frater suci’, yang menurutnya tidak layak diberi kepadanya. Ia akan menghalangi itu dan mengesampingkannya serta berkata: ‘saya hanya seorang yang sangat sederhana dan frater yang biasa saja, janganlah mengganggu saya.’ Dan apabila proses penggelaran beato, yang telah dimulai enampuluh tahun lalu dan beberapa tahun yang lalu dibulatkan berakhir dengan sebuah penggelaran beato, maka kita akan mempunyai seorang beato yang belum pasti: seorang kudus yang menurut pandangannya sendiri bukan beato dan tidak mau itu, seorang beato yang sendiri tidak suka demikian. Dalam pribadi Frater Andreas kita tidak mempunyai suatu calon beato yang spektakuler dan yang menyerbu surga, melainkan seorang manusia yang sangat sederhana, seorang beato yang tidak berpretensi. Sebagaimana seorang konfrater berkata tentang dia: ‘Sejauh saya tahu dan dapat mengamati, tiada dan tidak nampak sesuatu yang istimewa selain pancaran pola hidup yang biasa, yang sebaik mungkin dihayati olehnya.’
35
pater victor zwijsen Penulis pertama sejarah para frater
38
pater victor zwijsen (1858-1930) adalah cucu dari Cornelis Zwijsen, saudara kandung dari pendiri kongregasi, Mgr. Joannes Zwijsen. Pada usia sepuluh tahun Zwijsen yang muda ini, yang bernama Cornelis Johannes seperti kakek dan pamannya yang terkenal, masuk sekolah di Institut Ruwenberg di SintMichielsgestel. Beberapa tahun kemudian ia mulai dengan pendidikan imam dari kongregasi. Di tahun 1876 ia masuk novisiat para frater. Di tahun 1879 ia mengikrarkan kaul kekal dan di tahun 1882 ia ditahbiskan imam. Karena asalnya dan tugasnya sebagai imam serta kecerdasannya ia ditakdirkan menerima tugas kepemimpinan dalam kongregasi. Sesudah periode sebagai pastor pembantu di gereja ‘t Heike di Tilburg - fungsi yang sama dengan mana pamannya limapuluh tahun sebelumnya mulai riwayat pekerjaan gerejaninya yang terkenal – ia menjadi rektor di frateran dan Sekolah Tuna Netra Sint Henricus di kota Grave pada tahun 1892. Dua tahun kemudian diutus ke pulau Curaçao, di mana ia menjadi rektor di SMA Sint Thomas. Di tahun 1909 ia dipanggil kembali ke Tilburg, dan karena pengalaman jurnalistik dan bakatnya di bidang sastra, ia mendapat tugas sebagai redaksi, di samping tugas memberi bimbingan pastoral di ‘gereja pater’, yang terletak dekat Rumah Induk. Ia menjadi redaktur utama dari majalah anak-anak “De Engelbewaarder” (Malaikat Pelindung), dan di tahun 1912 ia selama satu tahun berjabat sebagai pemimpin redaktur utama dari surat kabar harian De Tijd, tetapi tidak lama kemudian ia meletakkan fungsi itu. Kelihatannya ia tidak merasa kerasan di Amsterdam, atau mungkin dewan pimpinan kongregasi berpendapat bahwa karya jurnalistik tidak cocok untuk para frater dan pater. Ketika di tahun 1916, atas wewenang Roma, kongregasi para frater menjadi sebuah kongregasi bruder dan para imam harus meninggalkan kongregasi, maka Victor Zwijsen harus menaatinya juga dan ia mulai dengan sebuah kehidupan baru. Ia menjadi rektor
Rumah Sakit Jiwa Coudewater di desa Rosmalen, sebuah fungsi yang ia gabungkan dengan pekerjaan redaksi untuk sebuah majalah baru milik keuskupan yaitu St. Jansklokken, ditambah dengan pekerjaan menulis lain. Dengan nama barunya C.J. Zwijsen, ia menerbitkan antara lain bermacam-macam karangan studi di bidang kesastraan Spanyol dan sebuah biografi yang panjang tentang Fransiskus dari Sales (1920). Seumur hidupnya ia merasa terikat pada para frater, juga sesudah terpaksa ia meninggalkan kongregasi. Dalam kata pengantar biografi tersebut ia dengan penuh kasih mengenangi pemimpin umum pertama dari para frater, Pater Franciscus Salesius de Beer, ‘yang saya hormati sebagai bapaku’. Zwijsen ini adalah frater pertama yang melihat pentingnya penulisan sejarah kongregasi. Ia menulis kronik Rumah Induk sejak tahun 1880, dan mungkin ia juga menambahkan informasiinformasi dari tahun-tahun sebelumnya. Ia dapat menimba dari sumber pengalaman-pengalaman pribadi dan dari kisah famili untuk buku Kenang-Kenangan dari hidup Yang Mulia Mgr. J. Zwijsen, Uskup Agung ‘s-Hertogenbosch, yang ditulis di tahun 1880. Ia juga sangat aktif dalam persiapan perayaan jubileum 50 tahun berdirinya kongregasi di tahun 1894. Ia bukan saja menulis puluhan artikel tentang kongregasi di surat-surat kabar harian di seluruh negeri Belanda, tetapi dengan buku peringatan Tahun Jubileum Emas, dalam tahun 1984, ia menghasilkan sejarah resmi pertama dari para frater. Teks tentang Frater Andreas yang diterbitkan di sini merupakan sebuah surat yang ditulis di Coudewater pada tanggal 18 Maret 1920 kepada pemimpin umum.
39
Ia tidak membutuhkan pengagungan saya pater victor zwijsen
40
Pada umur sepuluh tahun saya masuk Institut Ruwenberg di bawah bimbingan frater Andreas, dan saya mengenal dia sampai saya berumur enampuluh tahun. Saya tidak begitu mengingat lagi akan peristiwa dari tahun-tahun pertama, sampai dalam tahun 1871 ketika saya berada di bawah bimbingannya yang istimewa pada pendirian bagian bahasa Latin dari Sekolah Pendidikan Guru di Ruwenberg. Duabelas anak muda, di antaranya seorang Jerman, disebut Latinis. Mereka dipercahayakan kepada bimbingannya dalam sebuah bagian yang terpisah dari “Gedung Lama”. Salah satu murid, dan bukan yang paling gampang dihadapi, adalah saya yang menulis kisah berikut ini.
Saya tidak suka Frater Andreas Kesan saya yang pertama tentang dia dan masih lama tersimpan, terungkap dalam kata-kata yang pernah sekali ceplos keluar dan yang sampai di telinga yang mulia pemimpin umum De Beer adalah: je n’aime pas frère André (saya tidak suka Frater Andreas). Apa sebabnya? Sekarang saya sudah lebih tua dan mempertimbangkan segala itu secara lain. Saya tidak ragu-ragu mengatakan: saya yang salah. Sesudah tiga tahun menjadi murid biasa di Institut Ruwenberg, dalam tahun-tahun itu saya hanya satu kali memenangkan sebuah hadiah kecil karena berkelakuan baik, saya baru berada di bawah pimpinan seseorang yang tidak ramah, yang hanya berpegang pada kewajiban. Dalam ikat kewajiban yang ketat itu, sebagaimana diterapkan oleh Frater Andreas, saya toh tidak
mudah membiarkan diriku dikurung. Namun biarpun betapa keras kepala saya ini, saya tak pernah melihat ia kehilangan kesabaran. Walaupun dalam hati muda saya tidak terdapat cinta kasih untuk dia, saya tetap menghormati kebajikannya. Situasisituasi yang biasa saja membuat kehormatan itu semakin berkembang. Pernah saya melihat, karena kebetulan saya berdiri dekat, bagaimana orang baik itu membantingkan kepalanya dengan keras pada pipa tungku pemanas. Tidak terlihat sekilas pun ketidaksabaran, tetapi saya hanya mendengar suara halus yang berkata: ‘terpujilah Yesus Kristus‘ yang keluar dari mulutnya sebagai sebuah tanda kecil dari kebajikan yang sangat besar.
Tuhan memanggil kita Apabila pada akhir rekreasi ia berdiri di depan pintu Gedung Lama dengan lonceng di tangannya, kata yang biasa keluar dari mulutnya adalah: Mes amis, Dieu nous appelle, (Teman-temanku, Tuhan memanggil kita). Ya, kadang-kadang kami bersungut-sungut, tetapi perlahan-lahan kami menyadari pula pentingnya memenuhi kewajiban demi Tuhan. Dalam sistem pendidikannya kesalehan mengambil tempat yang sangat penting. Dengan jujur saya harus katakan bahwa hal itu cukup menyedihkan hatiku, sebab saya seorang yang tidak begitu tertarik pada soal kesalehan itu. Hal itu tidak menjadi lebih baik, ketika saya sekali mendengar orang-orang lain mengatakan (sebetulnya lebih baik diam saja) bahwa Frater Andreas bersifat terlalu halus dan mendidik kami menjadi orang yang terlalu halus.
41
Jalan terus! Kami, kaum Latinis, tidak mendapat libur pada tahun-tahun pertama di Ruwenberg. Artinya kami tidak pulang ke rumah. Sungguh suatu percobaan berat! Tetapi karena demikian halnya Frater Andreas membanting tulang dalam upaya agar kami dapat menikmati masa libur itu. Usahanya kurang berhasil. Itu sebab mengapa akhirnya masa libur diperlakukan kembali. Sewaktu berjalan-jalan di sekitar desa Sint-Michielsgestel yang indah itu, bukanlah matahari saja yang menjadi penunjuk jalan yang utama melainkan jam tangannya. Ucapannya: ‘Allons serrer’, ayo jalan terus, berarti tidak lain daripada: marilah kita berusaha agar kita pada waktunya tiba di rumah dan tidak terlambat satu menit pun di waktu studi. Karena itu kami sama sekali tidak akan tersesat di jalan yang tidak dikenal, atau menempuh jalan yang jaraknya tidak dikenal olehnya. Namun demikian kadang-kadang kami mempunyai ilusi bahwa kami telah tersesat. Jam antuk Biasanya di waktu studi yang diadakan habis jalan-jalan terjadi sesuatu yang istimewa. Kami tahui dengan baik betapa sulitnya bagi Frater Andreas untuk melawan rasa antuk bukan saja di kapel, di mana dia berusaha dengan segala tenaga agar tidak tertidur, tetapi juga waktu studi. Apabila dia sedang berjuang melawan jam antuk, maka kami, setidak-tidaknya yang bertanda tangan di bawah ini, dengan senang hati mempergunakan kesempatan itu untuk mengantuk pula. Kadang-kadang sungguh keterlaluan, dan apabila ‘penjaga’ pada meja penjaga dikalahkan oleh rasa antuk itu, maka sekali-kali muncul kenakalan yang lucu, misalnya mengintaiintai isi ruang yang ada di belakang kelas, di mana jajanan disimpan.
43
Tetapi kunci lemari di sana tak pernah menurut. Perampokan semacam itu selalu gagal, lebih-lebih karena waktunya hanya singkat saja, karena di saat berikutnya roh akan menang atas daging dan mulai kembali perjuangan mati-matian terhadap rasa antuk itu. 44
Memuji-muji Pada waktu itu kami mempunyai beberapa orang pengawas, yang sekali-kali menggantikan Frater Andreas. Di antaranya terdapat beberapa yang samasekali tidak cocok untuk tugas itu. Hal itu tidak mengherankan, karena biarpun orang sering memandang rendah tugas pengawas itu, namun orangnya membutuhkan banyak kebijaksanaan dan pengetahuan tentang sifat-sifat orang. Hanya dengan demikian pengawas dapat menguasai sekelompok anak muda yang masih dalam masa penuh ugal-ugalan. Mereka berhati baik, namun mereka masih penuh kenakalan dan mencari setiap kesempatan untuk melampiaskan sifat kenakalan mereka. Saya yakin bahwa dia kurang puas terhadap beberapa pengawas yang terlalu menurut atau terlalu keras. Namun demikian dalam kehadirang kami ia tidak mengatakan apa-apa yang menyatakan ketidakpuasan atau yang dapat mengurangi kehormatan kami terhadap pengawas-pengawas. Sebaliknya, ia tahu memuji-muji sifat mereka, sehingga kami mulai menganggap beberapa dari mereka itu sebagai orang kudus. Tetapi setelah kami menjadi konfrater mereka, ternyata mereka amat mengecewakan. Kami telah belajar memandang mereka sebagaimana digambarkan oleh Frater Andreas, namun kenyataannya adalah lain.
Kelembutan Saya tidak mengingat kenyataan-kenyataan istimewa dari masa itu. Semuanya berjalan lancar tanpa rintangan. Namun kadang-kadang ada kekecewaan, mungkin itu dialami oleh kedua belah pihak. Tidak ada hal-hal luar biasa yang terjadi. Jika demikian halnya, pasti peristiwa itu akan meninggalkan kesan pada saya. Pada suatu ketika, dalam periode studi, ibuku jatuh sakit. Ternyata bahwa orang yang saya anggap sebagai seseorang tanpa perasaan, meluapkan kelembutannya. Cara bagaimana ia menyampaikan berita itu kepada saya, dan dengan penuh perasaan berusaha menghiburkan hati saya, tetap saya simpan sebagai kenangan akan sebuah balsam lembut yang dioleskan atas jiwaku yang tidak tenang. Sesudah lima tahun memberi pelajaran kesempurnaan, betapa bahagia dia bahwa boleh menyerahkan murid-murid pertamanya kepada kongregasi! Tetapi jumlah duabelas murid menyusut menjadi enam (satu orang ia harus lepaskan, karena anak itu meninggal di masa studinya di Ruwenberg), tetapi enam yang tinggal ini tetap merupakan murid kesayangannya. Hingga disinilah hubungan saya dengan Frater Andreas. Kami tinggal di Tilburg, sedangkan ia ditugaskan menangani sebuah kelas murid baru di Ruwenberg. Kemudian saya jarang sekali berhubungan dengan dia, karena jalan kehidupan kami menjadi lain sekali.
Mata air mengalir Untuk pertama kali saya berkontak kembali dengan dia, sekalipun hanya lewat surat, ketika saya sebagai rektor di kota Grave mulai bekerja untuk majalah De Engelbewaarder (Malaikat Pelindung) dan bertugas di dalam redaksinya. Majalah anak-anak ini, yang kini
45
sangat berkembang, sudah berdiri selama empat tahun pada ‘Percetakan Sint Paulus’ di kota Maastricht. Sebelumnya keadaan majalah itu cukup merana, sehingga pada tahun 1892 dialihkan kepada bapak Jozef Witlox di Grave dengan harga luar biasa, yaitu satu ‘gulden’ uang Belanda. Majalah itu beredaksi di Grave. Tetapi cetakan dan eksploitasi diserahkan kepada RK Jongens-Weeshuis (Asrama Putera Katolik untuk Yatim Piatu) di kota Tilburg. Selama sepuluh tahun sebagian dari keuntungan diberikan kepada Institut Tuna Netra Putera di kota Grave. Dari segala tempat beralir bantuan untuk majalah anak-anak ini dalam bentuk sumbangan pena. Orang pertama yang mendaftarkan diri adalah Frater Andreas, yang membuka mata air lewat cerita dan karangan pendek. Saya tidak dapat mengatakan bahwa semua karangannya sungguh unggul atau menarik bagi anak-anak. Ia tidak selalu berhasil mendapatkan nada tepat yang dibutuhkan supaya para anak tertarik pada karangan itu. Sekali-kali terjadi pula bahwa salah satu karangan ditolak atau tidak dicetak. Ini bukan hal yang gampang, baik untuk orang yang harus menolak penempatan karangan itu maupun untuk orang yang mengalami penolakan itu. Sejumlah besar orang akan menjadi takut dan tidak berani menulis lagi karena kekecewaan. Tetapi Frater Andreas bukan demikian. Dengan amat tenang ia menerima tanggapan dan komentar dari seseprang, yang pernah menerima pelajaran darinya dalam hal menulis dan mengarang. Ia senantiasa memulai kembali dengan pekerjaan itu. Ia tidak menunjukkan keahlian dalam hal mengarang, akan tetapi ia sungguh seorang ahli dalam hal kebajikan... sama seperti sebuah api besar yang dikobarkan oleh angin, juga bila angin datang dari depan. Sebuah api kecil pasti akan mati karenanya dan tidak pernah akan berkobar kembali.
47
Tokoh kesederhanaan
48
Berulang kali saya mengalami hal yang sama. Lebih dari satu kali saya, mantan muridnya, menerima dari para pemimpin kongregasi jumlah besar naskah-naskah tertulis, terkumpul dalam puluhan buku tulis, untuk dibaca dan dinilai. Penilaian yang saya berikan secara tertulis tidak selalu menyenangkan, sebaliknya. Namun demikian saya tidak pernah mendengar dari dia keluhan tentang hal itu. Dan itu sangat berarti! Karangan bisa dipandang sebagai anak kandung. Biarpun itu jelek atau cacat, namun orangtuanya tidak akan menerima kalau orang menertawakan anaknya. Demikian pula, walaupun masih terdapat banyak kekurangan pada buah rohaninya, para bapa rohani biasanya merasa sulit menukangi anak rohani mereka. Biasanya mereka sama sekali tidak suka bila anak-anak rohani mereka disudutkan atau dilupakan! Dalam hal itu Frater Andreas merupakan kekecualian. Kata-kata dari Thomas á Kempis: ama nesciri et pro nihilo reputari, artinya: ‘biarkan dirimu dilupakan dan tak dihargai.’ Perkataan ini mendarahdaging padanya. Mungkin bukan tanpa perjuangan batin dan usaha berat, tetapi dunia luar tidak pernah akan mengetahui itu atau melihatnya. Demikianlah ia menjadi tokoh kesederhanaan untuk saya; sebuah sikap yang sering dijunjung tinggi tetapi mungkin justru jarang dijalankan oleh orang lain (dan dalam hal ini saya dengan sesal menepuk dadaku sambil memegang tangkai penaku) yang merasa diri dipanggil untuk menulis demi menambah pengetahuan dan pendidikan orang-orang lain. Untuk dia sudah cukup bahwa ia berkehendak baik. Apakah orang menganggap buah penanya berguna atau tidak, itu tidak penting (demikian kesan yang ia berikan dan itu berarti banyak). Tujuannya adalah kemuliaan Tuhan dan keselamatan orang lain: itulah yang ia utamakan. Segala hal lain dipandang sebagai hal sampingan.
Keras kepala remaja Dan akhirnya kata-kata remaja yang terungkap tanpa dipertimbangkan: Je n’aime pas frère André (saya tidak suka Frater Andreas), berubah menjadi sesuatu yang sebaliknya: J’admire frère André (saya mengagumi Frater Andreas) dan lebih-lebih karena batu permata seperti kesederhanaannya itu semakin jarang ditemukan. Ia tidak membutuhkan kekaguman saja. Tetapi biarlah saya meletakkan kekaguman saya di atas kuburannya sebagai pengganti penderitaan, yang tanpa ragu-ragu sering disebabkan oleh sikap keras kepala dan perbuatan tanpa pikiran seorang remaja.
49
frater modestus spierings Teman serumah Frater Andreas
52
frater modestus spierings (1852-1922), yang berasal dari kota Oss, masuk sekolah pendidikan guru milik para frater. Ia masuk kongregasi di tahun 1871, sesudah ia memperoleh ijazah guru. Ia adalah salah satu dari jumlah kecil antara para frater yang diizinkan melanjutkan studinya sampai memperoleh ijazah guru kepala. Kebijakan dalam hal studi di bidang pendidikan pada waktu itu masih sangat hati-hati. Dewan pimpinan kongregasi memperhatikan agar jumlah frater dengan ijazah guru kepala tidak bertambah lebih cepat daripada jumlah sekolah, demi menjaga agar tidak terjadi kerusuhan dan frustrasi antara para frater yang bertugas sebagai guru. Di tahun 1879, Frater Modestus memperoleh ijazah guru kepala, sekaligus juga ijazah bahasa Prancis tingkat sekolah menengah pertama. Mungkin ia merupakan salah satu frater guru dari daerah Brabant dalam tugas perluasan karya kongregasi. Setiap kali ia diutus untuk memulai sebuah pendirian baru atau mengukuhkannya. Dengan demikian karyanya sebagai guru dan guru kepala berlangsung di berbagai tempat: Den Bosch (1872-1875), Tilburg ‘t Heike (1875-1895), Reusel (1895-1899), Tilburg St. Denis (1899-1904) dan Goirle (1904-1914).
Fakta bahwa ia adalah seorang guru ahli dan dihargai oleh para konfrater, terungkap dalam terpilihnya sebagai anggota Dewan Pimpinan di tahun 1902. Ia seorang pengarang buku-buku sejarah untuk sekolah, misalnya Ons verleden en ons heden (Masa lampau dan masa kini) dan Onze Staatsinrichting (Tata Pemerintahan kita) (1910-1911). Buku-buku milik percetakan Frater cmm lama berlaku dan sekian kali dicetak ulang. Dengan demikian Frater Modestus memenuhi kebutuhan dalam hal buku-buku ajaran yang bernada Katolik tentang sejarah Belanda dan masyarakatnya. Di tahun 1914 ia boleh ‘beristirahat’ di dalam komunitas frater di De Heuvel (Tilburg), rumah yang sama di mana juga frater Andreas melewati tahun-tahun terakhir hidupnya. Di tahun-tahun itu berkembanglah sebuah persahabatan antara kedua frater tua itu. Mereka sering pergi berjalan-jalan bersama di waktu terluang. Dalam teks yang dicetak di sini, catatan-catatan retret bertanggal 3 Agustus 1919, Frater Modestus menulis kenang-kenangan akan Frater Andreas sebagai teman serumahnya dan bercerita tentang penyakit dan kematian teman dan konfraternya.
53
Anda di tempat saya dan saya di tempat anda frater modestus spierings
54
Yang bertanda tangan di bawah ini, yang kini berumur 66 tahun, untuk pertama kalinya bertemu dengan Frater Andreas ketika ia sendiri masih murid di sekolah guru (1867 atau 1868). Waktu itu Frater Andreas selama beberapa bulan bertugas sebagai pengawas para murid sekolah guru.
Seorang yang baik dan lembut Saya tidak tahu lagi mengapa kami berpikir bahwa dia adalah seorang suci. Mungkin itu pernah dikatakan kepada kami. Saya merasa dia agak membosankan, dan saya melihat juga bahwa ia sulit mengatasi antuknya. Jika ia harus menjalankan pengawasan waktu makan dan juga di ruangan belajar, biasanya ia berjalan hilirmudik di belakang kelas. Ketika beberapa bulan kemudian yang terhormat itu meninggalkan tempat itu, ia tidak meninggalkan kesan istimewa kecuali kelembutannya sebagai manusia. Apakah ia memang bersifat lembut dan tenang, saya tidak tahu, tetapi saya tidak mengenal dia selain demikian. Saya telah mendengar beberapa kali apa yang dikatakan orang: sebagai guru ia sama sekali tidak menguasai keadaan kelas dan para murid (kelas yang paling rendah) mengangkat bangku-bangku kelas keluar. Ketika saya berkata bahwa mereka tidak dapat melakukan hal itu dengan saya, bahwa saya akan menyeret mereka keluar kelas, lalu mereka menjawab: “ya begitulah kamu, tertapi Frater Andreas tidak akan berbuat demikian. Ia sama sekali tidak akan menyentuh seorang
anak. Dan bila ia sekali-kali harus menjadi marah, ia sama sekali tak melakukan itu.” Tidak mengherankan bahwa dia tidak dapat menguasai kelompok murid itu. Seorang frater pengawas berkata kepada frater direktur, Frater Gregorius, bahwa dia telah memukul seorang murid. Sebagai jawaban frater direktur mengingatkan dia akan kelembutan Frater Andreas. “Ya benar, frater direktur”, demikianlah jawabnya, “tetapi jika semua orang seperti Frater Andreas maka kita semua adalah orang kudus, tetapi karenanya kamu dapat menutup institut yang terkenal ini.” Demikianlah kisahnya. Ini diceritakan oleh Frater Amandus, dan saya sendiri telah mendengarnya. Jalan-jalan sedikit Sejumlah bukti dari kelembutan hati yang besar. Pada suatu hari ia bertanya kepada pemimpin komunitas, Frater Ignacio, apakah ia boleh jalan-jalan sedikit di luar rumah induk. Permintaan itu dikabulkan. Ketika dia sudah pergi, saya berkata kepada frater pemimpin bahwa Frater Andreas bukan pergi jalan-jalan sedikit, paling-paling belok ke kiri daripada ke kanan. Lalu frater pemimpin menjawab: “Biasanya ia minta izin untuk hal-hal kecil pun.” Kadang-kadang Frater Andreas senang pergi jalan-jalan. Pada suatu hari saya bertanya kepadanya, apakah mau bersama saya berjalan keluar selama satu jam, tetapi ia menjawab bahwa ia tidak punyai waktu. Soalnya adalah bahwa tidak ada peminat untuk pergi jalan-jalan, tetapi saya toh mendapatkan seseorang. Pada malam itu Frater Andreas datang pada saya dan bertanya apakah saya sudah mendapatkan seorang teman dan apakah saya telah menikmati jalan-jalan itu. Ketika ia mendengar bahwa semuanya beres, ia bergembira seperti seorang anak dan ditambahkan: “Baiklah begitu, tetapi sebenarnya saya harus pergi bersamamu, karena
55
kadang-kadang kamu juga pergi berjalan-jalan dengan saya, pada hal kamu lebih suka tinggal di rumah.” Hak milik
56
Pada satu hari ketika kami berjalan-jalan, tiba-tiba kami berakhir di depan sebuah gerbang pagar, melaluinya seorang petani dapat masuk ke dalam ladangnya di seberang jalan kereta api. Saya berkata: “bukalah gerbang itu”. Walaupun Frater Andreas yang tertua, namun ia campur dalam mengambil keputusan. Salah satu frater bertanya apakah diperbolehkan oleh Perum Kereta Api. Saya berulang kali berkata: “marilah, tidak apalah. Dalam dua langkah kita sudah melewatinya. Hak milik tidak berlaku di sini”. Itu keterlaluan menurut Frater Andreas dan ia berkata: “Frater Modestus, bagaimana kamu dapat berkata demikian.” Ya, ini hal yang sulit baginya karena ia berada di antara dua hal: cinta kasih persaudaraan dan hak milik. “Ah, Frater Andreas, seluruh bumi adalah milik Tuhan. Kita adalah anak-anak Tuhan dan karenanya kita juga merupakan pewaris-pewaris, kata Santo Paulus. Kita boleh saja melewati jalan kereta api ini.” Lalu kami melangkah melewatinya. Frater Andreas berkata: “ah, sudahlah” dan dia mengikuti kami. Mungkin saja siang dan malam ia masih terganggu oleh perasaan serba susah tentang kejadian itu. Boleh saja bahwa saya kerapkali menyusahkan hatinya dengan lelucon saya. Tetapi saya tak pernah melakukan itu karena kejengkelan, karena saya menghormati dia, mungkin lebih dari beberapa orang yang menganggap dia agak lamban lagi berlaku suci secara berlebih-lebihan. Saya sungguh menyukainya dan dapat berbicara terus dengan dia sewaktu berjalan-jalan. Ia sungguh berpengetahuan umum. Novena
Tahun-tahun terakhir hidupnya ia menderita sakit pada lengan kanan bagian atas, kuduga di bagian atas bahu kanannya. Karena itu ia belajar menulis dengan tangan kiri... Frater pemimpin mengusulkan agar bersama dengan dia dan seorang frater lain mendoakan sebuah novena demi penyembuhannya, jika itu memang baik untuk dia. Ia memang mau melakukan itu, tetapi ia berpendapat bahwa lebih baik tidak mendoakan novena itu, karena ia merasa layak menderita sedikit untuk Tuhan kita yang terkasih. Dalam perayaan ekaristi, apabila para frater mendoakan doa salib, maka lengan yang sakit itu harus juga diangkat tinggi selama mungkin. Saya sering merasa kasihan dengan dia. Kemudian ketika keadaannya menjadi lebih baik, maka lengan itu harus turut diangkat dalam doa salib. Selanjutnya saya tidak melihat sesuatu istimewa dalam dia, baik dalam doa, maupun dalam Jalan Salib Suci, kecuali semacam pancaran kesalehan batiniah. Kelihatannya seperti suatu semboyan dari hidupnya: segalanya sesempurna mungkin, tetapi tanpa gaya istimewa. Berjalan-jalan untuk terakhir kalinya Kira-kira satu bulan sebelum ia meninggal, ia mendapat serangan diare. Saya duga masuk angin. Karena setiap orang mengetahui keinginannya untuk bertapa, dan juga sifatnya untuk menyerahkan segala sesuatu kepada pemimpin komunitas, orang merasa heran mengapa tidak seorang dokter yang didatangkan. Akhirnya penyakit itu hampir sembuh. Dua Minggu sebelum ia meninggal, Frater Andreas bersama dengan frater pemimpin, Frater Melchior, dan saya berjalan kaki ke rumah saudaranya di kampung Berkel dekat Tilburg. Dalam perjalanan frater pemimpin masih bertanya kepadanya bagaimana keadaannya. Semuanya beres, jawabnya. Hampir satu jam kami berada di Berkel di mana frater
57
pemimpin menyelesaikan urusannya. Frater Andreas nampak sehat betul. Keponakannya, yang telah nikah di sana dan menjadi pemilik usaha pertanian, mengatakan bahwa Frater Andreas kelihatannya segar dan sehat. Demikian pula dikatakan suaminya dan saudaranya Christ. Memang demikian halnya. Frater Andreas makan sepotong roti dan mengisap sebuah cerutu. Ketika kami hendak balik kembali ke Tilburg, keluarganya tidak mau kalau Frater Andreas berjalan kaki pulang. Kereta mereka dibawa ke depan dan demikianlah mereka mengantar kami pulang ke Tilburg. Hari Rabu berikutnya Frater Andreas sebenarnya akan pergi bersama frater pemimpin ke rumah saudaranya di kampung Helvoirt untuk beberapa urusan. Cuaca sangat buruk, karenanya perjalanan itu ditunda. Hari berikutnya Frater Andreas menjadi sakit keras. Ucapan selamat Dokter yang telah mengobati lengannya itu dipanggil dan ia berkata bahwa Frater Andreas tidak boleh dipindahkan ke Rumah Induk untuk dirawat di sana. Seorang frater dari Rumah Induk akan merawati dia di sini, di frateran Hati Kudus di Heuvel. Hari berikutnya menjelang malam Frater Andreas diberi sekaraman orang sakit: semua orang terkejut. Setelah menerima sakramensakramen dengan penuh khidmat dan membaharui kaul kekalnya, para frater mengucap selama kepadanya. Ia begitu gembira, dan saya berkata: “Frater Andreas, dua hari lagi kamu akan kembali di sekolah”. Ia menjawab: “Ya, saya juga tidak percaya bahwa saya akan meninggal karena penyakit ini.” Tetapi penyakitnya tidak menjadi lebih baik, melainkan menjadi semakin parah.
59
Jangan saling melupakan
60
Pada hari Jumat, tanggal 3 Agustus, saya mengunjungi si sakit sebelum saya pergi ke sekolah. Saya masih mendengar bahwa Frater Victorinus, seorang perawat, berkata kepada Frater Andreas: “hari ini kamu akan pergi ke surga.” Frater Andreas tidak berkeberatan dan sekaligus minta agar para frater jangan melupakan dia dalam doa mereka. Frater Victorinus berjanji itu dan minta agar Frater Andreas pun jangan melupakan para frater. Ia jani bahwa ia tak pernah akan melupakan mereka. Menjelang sedikit waktu saya tanya bagaimana dengan ia, dan ia berkata: “baik”. Ia tambah pula bahwa ia tidak begitu merasakan kepercayaan akan Tuhan. Saya berkata bahwa banyak orang kudus dan juga Santo Alfonsus mengalami hal yang demikian. Saya anjurkan kepadanya agar ia sering mendoakan doa kepercayaan kepada Tuhan Allah dan Santa Perawan yang terkasih. Jangan percaya diri, melainkan percaya akan Tuhan yang Maha baik dan Bunda terkasih. (Entah apakah itu dari segi teologi tepat atau tidak. Saya tidak tahu). Saya berkata bahwa saya akan menyuruh para murid sekolah berdoa untuk dia. Baiklah, katanya. Tetapi hari-hari berlalu dan jam ajalnya semakin mendekat. Jeritan keras Pada malam hari kira-kira jam delapan, kami bersama pergi ke kamar untuk orang sakit. Frater Andreas sedang menghadap ajalnya. Bapak pengakuannya duduk dekat tempat tidurnya dan mengucapkan beberapa doa pendek, yang diulangi oleh Frater Andreas. Ketika bapak pengakuan, pastor Van Riel yang ada pastor pembantu di Heuvel, meninggalkan dia, Frater Plechelmus mengambil alih tempatnya. Frater Andreas sedapat mungkin
mengulangi segala doa pendek itu. Nafasnya menjadi semakin pendek. Tiba-tiba ia membuka matanya yang semakin kosong. Saya anggap dia mencari seseorang dan kemudian matanya yang lemah terarah kepada saya. Mungkin itu hanya khayalan belaka. Nafasnya menjadi semakin halus. Tiba-tiba saya melihat lidahnya muncul keluar mulutnya, saya duduk bersama dengan Frater Salvius pada ujung kakinya. Frater Andreas mengeluarkan sebuah jeritan keras. Lidahnya masuk kembali ke mulutnya. Tidak lama kemudian lidahnya muncul lagi dan sekali lagi ia menjerit, seolah-olah orang memasukkan sesuatu yang sangat kotor ke dalam mulutnya. Frater Andreas telah meninggal dunia. Permohonan Pada malam yang sama kami mulai dengan retret tahunan kami. Kami berdoa untuk dia yang baru meninggal dan sekaligus mohon doanya. Bapak pengakuannya berkata kepada kami: “Saudara sekalian boleh saja memohon doanya, saya sendiri akan berbuat yang sama. Sering kali, ketika orang yang wafat ini berlutut di bangku pengakuan, saya berpikir: sebenarnya harus terbalik, kamu harus di tempat saya dan saya di tempatmu...” Saya akan berhenti di sini saja, sampai saya masih teringat sesuatu. Saya telah menulis kenangan ini dalam retret tahun 1919, (1-10 Agustus). Santo Frater Andreas, doakanlah saya dan lindungilah jiwa dan raga saya, walaupun saya tidak layak. Saya sering berdoa kepadanya dan sebenarnya ingin menasihati para frater untuk berbuat yang sama. Apakah pernah mendapatkan sesuatu istimewa? Tidak, juga tidak pernah minta itu. Jiwaku yang miskin merupakan yang paling penting, tetapi saya juga mempercayakan keadaan tubuhku kepadanya. Semoga ia tetap mendoakan saya, sampai saya dan semua konfrater bertemu dengannya di Surga.
61
frater paschasius van loon Tukang kayu dan pengawas
64
Ketika calon yang berasal dari Rotterdam, frater paschasius van loon (1859-1941) masuk kongregasi frater di tahun 1888, ia menjadi tukang kayu di Rumah Induk. Pada tahun 1891 ia mengikrarkan kaul-kaul kekalnya di Tilburg. Sebagai tukang kayu ia kadang-kadang dipinjamkan ke salah satu frateran untuk jangka waktu pendek, dan dengan demikian terdapat banyak selingan dan perjalanan dalam hidupnya. Dalam semua frateran memang terdapat banyak “pekerjaan rumah”. Hal itu dapat dipercayakan kepada Frater Paschasius yang terampil. Selain bekerja di Rumah Induk dan komunitas-komunitas Tilburg dan untuk suatu periode di Ruwenberg, Maaseijk, Willemstad (1891-1894) dan di Grave (1909-1919), ia juga melaksanakan dengan berbagai cara pekerjaan kayu, ia membangun dan mengecat. Di tahun 1919 ia diutus ke Santa Rosa di Curaçao dan di tahun 1922 ia pindah ke frateran di Paramaribo (Suriname), di mana ia meninggal pada tahun 1941.
Tahun terakhir masa novisiatnya, 1890-1891, Frater Paschasius merupakan pengawas di Ruwenberg dan bekerja di bawah pimpinan Frater Andreas. Dalam sebuah teks yang ditulis pada tanggal 6 Agustus 1919 di Willemstad, ia menceritakan bagaimana pengalamannya dalam hal bekerja sama dengan Frater Andreas. Tukang kayu yang terampil itu menyatakan secara kritis pendapatannya tentang perkakas di Ruwenberg, dan sebagai seorang tukang berpengalaman ia memberikan pendapatnya tentang perbuatan-perbuatan konfraternya Frater Andreas. Hal itu dilakukannya penuh respek dan polos.
65
Hidup yang biasa, yang dihayati sebaik mungkin frater paschasius van loon
66
Karena saya diminta untuk menulis sesuatu yang saya masih ingat tentang Frater Andreas van den Boer, maka saya hendak membuat itu demi kepentingan perkara itu sendiri dan demi perkembangan para sesama frater.
Apakah ada komentar? Saya tinggal bersama Frater Andreas di Ruwenberg dari tahun 1891 sampai 1892. Jadi hanya satu tahun saja. Saya bekerja sebagai pengawas pada murid-murid yang calon guru, di mana Frater Andreas berjabat sebagai direktur. Saya percaya bahwa Frater Andreas adalah seorang religius yang mengejar kesempurnaan, berlaku sempurna dalam hal-hal biasa: karena saya tidak mengingat bahwa saya pernah melihat ia berbuat sesuatu yang melawan peraturan atau melawan kebiasaan kita. Dalam tahun 1891 saya mengikrarkan kaul-kaul dan diutus ke Curaçao. Ketika saya berpisah dengan Frater Andreas, ia bertanya kepada saya apakah saya ada komentar tertentu tentang dirinya yang merupakan gangguan dalam pergaulan saya dengan dia. Saya tidak mendapatkan sesuatu, kecuali satu kali saya harus menunggu cukup lama sebelum ia datang untuk mengambil alih tugas pengawasan. Tetapi saya menambah dengan mengatakan bahwa waktu itu saya masih seorang frater muda: “bisa saja bahwa Frater melakukan demikian atas permintaan pemimpin untuk menguji saya.” Ia tidak mengatakan apa-apa, melainkan mulai tertawa.
Bergoyang-goyang sedikit Saya amati bahwa ia sering berjuang melawan rasa antuk di kapel, dan ia sungguh-sungguh melakukan itu dan berusaha dengan segala cara untuk melawan itu. Di Ruwenberg, para murid SPG duduk di dua bangku terakhir di kapel. Frater Andreas duduk atas sebuah bangku doa kecil di gang pinggir, dan saya duduk di belakang bangku para murid. Bangku-bangku doa kecil itu dibuat oleh seorang frater tukang kayu. Orang yang baik itu sudah mempunyai nama bahwa ciptaannya kerapkali miring dibuatnya. Karena itu bangku-bangku itu tidak berdiri baik di atas lantai, dan karenanya bangku-bangku itu bergoyang turun naik. Apabila Frater Andreas terganggu oleh rasa antuk, maka hal pertama yang dilakukannya ialah duduk tegak atas bangku itu dan mengangkat kedua lengannya ke atas. Apabila hal itu tidak membantu, maka ia mengangkat juga kakinya dari lantai dan sekali-kali membuat saya tidak dapat menahan tertawa, karena ia sendiri juga mulai bergerak turun naik.
Menghitung kata-kata Dari seseorang seperti Frater Andreas boleh diharapkan agar ia memanfaatkan segala kejadian untuk mengambil makna rohani darinya. Mungkin ia telah melakukan hal itu untuk dirinya sendiri, tetapi pernah timbul dalam pikiran saya bahwa dia justru jarang melakukan hal itu untuk orang-orang lain. Jika pada kesempatan semacam itu saya atau seorang lain menyatakan tanggapan rohani yang tepat, maka ia dengan senang hati mendukungnya, tetapi ia sendiri jarang memulainya. Mungkin ia bersifat terlalu sederhana dalam hal itu. Kadang-kadang saya merasa gembira dalam hati apabila saya berbicara dengan dia tentang hal-hal tertentu yang ia
67
sendiri tidak begitu kuasai. Berulang kali muncullah kata-kata ini atau semacam itu dari mulutnya: “kalau saya tidak salah, memang demikian.” Lalu ia menempatkan jari telunjuknya ke mulutnya dan mulai menghitung kata-katanya satu per satu seolah-olah ia harus mengucapkan kata-kata itu untuk sebuah telegram yang harus dibayar per kata. Alangkah takut dia bahwa ia mungkin tidak mengatakan sesuatu yang benar, demikianlah pikir saya.
Sedikit picik Saya kira ia bukan seorang dengan hawa nafsu yang hebat. Saya selalu menganggap ia seseorang yang baik dan lembut, serius, bahkan lebih kurang membosankan, namun menyesuaikan diri dengan orang lain demi kebajikan. Saya teringat bahwa ia turut main dalam sandiwara boneka dengan kesungguhan, seolah-olah itu sesuatu yang sangat penting. Justru karena itu para frater dan murid besar senang dengannya pada kesempatan-kesempatan itu. Saya masih ingat satu kejadian antara saya dan Frater Andreas. Saya baru mulai dengan menceritakan kepada para murid calon guru beberapa kejadian dalam kehidupan Santo Gerardus Majella. Mereka merasa cerita itu bagus dan minta saya mengambil buku itu dan membacanya kepada mereka; saya melakukan hal itu. Ketika Frater Andreas datang pada mereka, mereka masih sibuk membicarakan cerita itu. Kemudian ia membicarakan hal itu dengan saya, dan merasa bahwa hal itu kurang baik. Dengan membaca buku itu pastilah akan timbul keinginan mereka untuk menjadi seorang imam Serikat Sang Mahakudus Penebus. “Tetapi Frater Andreas”, saya berkata, “bagaimanapun juga toh akan terjadi hal yang baik, mungkin jika mereka menjadi anggota serikat itu mereka dapat berbuat lebih banyak yang baik daripada dengan kita?” Tetapi ia tidak menerima itu. “Mereka sekarang berada di sini
69
untuk menjadi imam dalam kongregasi, karena itu kita juga harus mengarahkan mereka ke situ.” Waktu itu saya merasa ia agak picik, tetapi mungkin saja bahwa cinta kasihnya kepada kongregasi yang mendorong dia untuk mengatakan demikian.
Jika kita mempunyai banyak orang kudus semacam itu 70
Dalam tahun 1900 saya kembali pula ke Ruwenberg dengan tugas pengawas pada para murid calon guru. Ketika itu Frater Andreas adalah guru mereka, saya kira dalam bahasa Jerman, kaligrafi dan mungkin masih mengajar mata-mata pelajaran lain, saya tidak begitu ingat lagi sekarang. Tetapi ia selalu siap sedia apabila saya membutuhkan bantuannya untuk hal-hal tertentu. Selama tiga tahun saya bekerja sama dengan dia, tetapi saya harus menceritakan tentang waktu itu yang telah saya katakan tentang dia pada tahun sebelum saya berangkat ke Curaçao: bahwa saya tidak pernah melihat dia berbuat sesuatu yang bertentangan dengan peraturan atau kebiasaan kongregasi. Namun pada waktu itu sekali-kali dikatakan: “Frater Andreas adalah seorang suci, tetapi alangkah baiknya kita tidak mempunyai lebih banyak orang kudus semacam itu, karena segala sesuatu akan kacau-balau.” Tetapi itu mengenai kekurangan dalam hal kewibawaannya terhadap para anak, bukannya tentang kebaikannya. Kebaikan apa yang ia sampaikan kepada para murid lewat keketatan dan kebaikannya tidak dapat diucapkan, karena hal semacam ini hanya Tuhan tahu.
Para calon Secara manusiawi harus dikatakan bahwa sebenarnya ia tidak menghasilkan banyak. Sebagaimana saya tulis di atas ini, saya sering mendengar bahwa dia tidak mempunyai kewibawaan terhadap
para murid. Dengan para murid calon guru berjalan lebih baik, mereka sudah lebih dewasa dan menghormatinya karena kebajikannya. Selanjutnya sebagian besar dari kehidupannya sebagai frater ia bekerja sebagai pemimpin para murid calon guru. Para murid ini dididik agar sekali akan menjadi imam dalam kongregasi kita. Kursus semacam itu biasanya mulai dengan duabelas atau tigabelas murid dari umur 12 atau 13 tahun; mereka ini akan tetap merupakan murid calon guru sampai berumur 18 atau 19 tahun. Kemudian mereka mendapat jubah sebagai frater dan berakhirlah masa studi mereka di Ruwenberg. Jadi mereka tinggal selama lima tahun di bawah pimpinan Frater Andreas. Sejauh saya mengetahui ia mempunyai enam kursus, seluruhnya mengambil waktu 6 x 5 = 30 tahun. Hasil dari karya selama tigapuluh tahun itu tidak begitu cemerlang, setidak-tidaknya untuk kongregasi kita. Banyak murid itu tidak mencapai tingkat imam. Ia harus mengalami bahwa tiga dari antara mereka yang mencapai tingkat itu meninggalkan kongregasi; sampai akhirnya karena perintah dari Roma, semuanya toh keluar. Karenanya saya berakhir sebagaimana saya mulai kisah ini: sejauh saya mengetahui dan melihat, tidak terlihat sesuatu yang istimewa atau cemerlang selain hanya kecemerlangan tersembunyi dari sebuah kehidupan biasa, yang telah dihayati dengan sebaik mungkin.
71
frater maximino arts Penilik pendidikan
74
frater maximino arts (1876-1935) berasal dari kota Woensel. Ia mengikuti pendidikan di sekolah calon guru dari keuskupan di Den Bosch yang dipimpin oleh para frater. Di tahun 1893 ia masuk kongregasi frater. Sebagian besar dari masa novisiatnya ia tinggal di frateran baru di Zwolle, di mana ia mengikrarkan kaul-kaul kekal dalam tahun 1897. Sebagai seorang guru ia ikut putaran korsel perpindahan dan bekerja di berbagai tempat, a.l. di Ruwenberg (1897-1900), Den Bosch (1900-1903), Oisterwijk (1903-1905), Zwolle (1905-1908), Tilburg (1908-1914), kemudian pindah pula ke Zwolle (1914-1917), Cuijk (1917-1919) dan akhirnya kembali pula ke Den Bosch (1919-1935). Ia adalah seorang ahli pendidik sejati. Di samping pendidikan ia juga aktif dalam Sekolah Calon Guru Keuskupan itu sendiri, dan masih melakukan berbagai aktivitas pendidikan yang terletak di luar lapangan kerja kongregasi. Antara lain ia bekerja dalam sebuah universitas rakyat, membaktikan diri dalam pendidikan orang dewasa, dan memberi kursus untuk para tuna karya, para pemimpin kaum muda dan para petugas penjara. Ia menderita sakit jantung dan meninggal dalam usia agak muda, 59 tahun.
Frater Maximino bertugas pula sebagai penilik pendidikan, dan dalam fungsi itu ia mengunjungi semua sekolah frater. Demikianlah ia berkenalan dengan Frater Andreas, yang berkalikali dikunjunginya. Tidak seorang pun seperti ia yang dapat melukiskan bagaimana Frater Andreas melaksanakan tugasnya dalam pendidikan dan apa visi didaktisnya. Satu hal yang menarik ialah bahwa Frater Maximino, sebagai penilik, seharusnya memberikan pertimbangan kritis tentang pekerjaan seorang guru, tetapi ia sebagai seorang manusia dan konfrater sangat terkesan pada sikap dan pancaran dari Frater Andreas. Dalam surat kepada pemimpin umum cmm sebagaimana dicetak di bawah ini, sehelai surat tanpa tanggal tetapi mungkin ditulis di tahun 1919, ia mendesak agar pimpinan dengan serius mengusahakan penulisan sebuah riwayat hidup dari Frater Andreas. Kisah itu janganlah terbatas saja pada kenyataan kehidupannya, tetapi juga semangat dan spiritualitas dari manusia yang luar biasa ini hendaklah dikemukakan.
75
Pribadi orang yang memberi semangat frater maximino arts
76
Saya hendak mengungkapkan beberapa kata penghormatan sebagai kenangan akan Frater Andreas. Saya tidak mempunyai waktu dan berita-berita yang diperlukan untuk memberikan sebuah gambaran hidup yang lengkap. Karena itu saya membatasi diri pada sejumlah hal tertentu. Saya hendak memperlihatkan ciri-ciri mana yang saya sendiri telah mengamatinya pada Frater Andreas dalam fungsinya sebagai seorang guru – pendidik.
Cita-cita yang mulia Ketika untuk pertama kali saya bertemu dengan Frater Andreas, saya baru berumur sekitar duapuluh tahun. Walaupun saya sama sekali tidak mempunyai pengalaman atau pengetahuan tentang watak seseorang, namun saya sudah merasakan bahwa ia adalah seorang berhati hangat dan dengan bercita-cita mulia. Ia menganggap itu sebagai sebuah kewajiban besar untuk semampu mungkin mewujudkan cita-cita lewat perbuatan. Ia sering berbicara dengan saya dan hendak meyakinkan saya dengan semangatnya yang berkobar-kobar dan jiwa kerasulan bersemangat bahwa setiap guru harus berbicara dengan kaum muda dengan penuh semangat, supaya kata-kata mereka merupakan semacam pewartaan untuk hati muda mereka. Sedangkan ia sendiri menghadapi kaum muda itu dengan prinsip-prinsip ketat dari kesalehan, kebajikan dan moralitas; dan dengan kerinduan yang berkobar-kobar ia berusaha menanamkan segala kebajikan dalam hati para anak.
Jadikanlah anak-anak itu seperti kamu sendiri Ideal-ideal pendidikannya tidak sesuai dengan pendirian zaman itu. Ia tidak mengikuti semboyan yang berbunyi: ‘berikanlah kepada para anak suatu masa muda yang bahagia, itu saja.’ Bukan demikian. Cita-cita pendidikan harmonis yang beriman juga berarti: ‘didiklah anak itu agar ia berusaha keras mencapai hasil yang baik di bidang intelektual, moral dan agama.’ Ini juga berarti bahwa Frater Andreas menuntut dari para murid pengekangan diri dalam hampir segala kesempatan. Walaupun demikian saya tidak mengatakan bahwa pribadi ini bukan seorang guru yang baik. Ia mengetahui bahwa ia mempunyai panggilan indah dalam hal mempersiapkan jiwa-jiwa muda itu untuk menghadapi perjuangan besar dalam hidup konkret. Mungkin saja cakrawala pandangannya terlalu terbatas dan ia kurang mampu menyelami jiwa anak-anak itu. Ia tidak dapat membayangkan diri dalam tempat anak itu. Prinsip besar dari ajaran kristiani “jadilah seperti anak-anak” mendapat arti sesuai dengan hatinya yang saleh: “jadikanlah anak-anak itu seperti kamu sendiri”. Kesalahannya adalah bahwa ia berpikir ia dapat memperlakukan para anak sebagai orang-orang dewasa. Apabila ia berada di tengah-tengah anak, seluruh pribadinya memancarkan keseriusan, ketetapan, tanggung jawab, ketakutan dan kekakuan. Segala yang berbau kegembiraan merupakan hal yang tak dapat dibayangkan, dan ia juga tidak mengizinkan hal itu di dalam kelas. Ia sendiri tidak begitu sabar terhadap para anak dan ia pasti tidak mengenal cara bagaimana memperkenankan sesuatu tanpa perkataan. Saya berpikir ia mempunyai keyakinan bahwa setiap perbuatan gegabah orang muda yang tidak dihukum akan meninggalkan jejak yang salah dalam jiwa anak itu. Sepertinya saya senantiasa melihat dengan jelas bahwa Frater Andreas kurang pedagogis, hal mana membuatnya kurang berpengaruh pada anak-anak.
77
Seandainya saya tahu ...
78
Sekarang muncul sesuatu hal yang aneh: pendidik yang kurang mahir ini yang tidak mengenal sifat anak, tetapi di kemudian hari ia sangat dihormati oleh para mantan muridnya. Karena itu pastilah ia telah meninggalkan kesan luar biasa pada para murid waktu ia memberi pelajaran atau dalam pergaulannya dengan mereka. Ia tidak menamakan diri seorang pendidik luar biasa dan bukan seorang pendidik biasa. Ia sudah berkali-kali menyatakan: “saya tidak memiliki satu dari semua ciri yang menandai seorang guru masyarakat yang baik.” Suatu keluhan yang sungguh jujur muncul: “seandaikanya saya tahu bagaimana saya dapat membuat diri pantas menghayati seluruh kehidupan yang bisa saja menyeleweng lewat suatu kekuatan. Saya tidak tahu bagaimana saya harus melakukan itu.” Sekalipun tidak diketahuinya, saya mau memperkenalkan biarawan yang rendah hati itu kepada semua guru sebagai teladan. Di antara para pendidik besar saya tidak dapat membayangkan seseorang dari mana bisa dipelajari begitu banyak kecuali dari Frater Andreas.
Suasana hati yang baik dan tak terganggu Beban berat pekerjaan, yang tidak cocok dengan pembawaannya dan yang dapat mematahkan semangat kebanyakan orang, telah diletakkan atas bahunya dan ia memikul beban itu bukan saja dengan kepuasan tetapi bahkan dengan senang hati. Saya pernah melihat dia berdiri di depan murid-murid yang bergejolak dan memberontak, dan ia kelihatan begitu lelah dan cemas, tetapi secepat pintu kelas di belakangnya ditutup semua pikiran yang memberatkan lenyap dari kepalanya dan seolah-olah segalanya adalah kegembiraan dan damai baginya. Siapakah dapat
memberitahukan kami bagaimana ia begitu cepat mendapat kembali keseimbangan dalam hal kekuatan dan ketenangan jiwanya setelah begitu kejam diganggu oleh para pengganggu kecil itu? Dari mana manusia yang mendapat percobaan berat itu mengambil suasana hati yang baik dan tak terganggu itu yang telah menyempurnakan kebaikan sifatnya itu? Di sini saya justru hendak mencurahkan perhatian pada beberapa sifatnya yang baik, yang menggambarkan pribadinya. Ia tidak berhasil mencapai apa yang ingin dicapainya. Walaupun demikian, jika dia keluar dari kelas dalam keadaan lelah, wajahnya yang ketat tetap memancarkan nafsu untuk bekerja, dan dengan mata bersinar-sinar ia masih berbicara tentang penyebaran Kerajaan Allah di dalam hati para murid.
Tetap tinggal segar dan muda Bila dipandang dari sudut lain pun Frater Andreas mempunyai sebuah hidup yang berat. Tetapi bukan saja untuk dirinya, melainkan untuk kami semua tertulis: “Pergulatan merupakan segi kehidupan manusia di dunia ini”. Guru mana yang tidak pernah mengalami saat-saat depresif yang dalam? Oh, kadang-kadang manusia penuh misteri dan bersifat impulsif. Betapa sulitnya bagi kita memberikan kejelasan tentang apa yang terjadi dalam lubuk jiwa kita. Ah, betapa besar jumlah orang yang mengalami suasana yang mendung dan pesimistis yang merupakan sejenis bayangan gelap yang menyelubungi seluruh hidup mereka. Karenanya perasaan putus asa dan kekecewaan mengunggis kekuatan hidup mereka... Orang semacam itu, dan kita sekalian, membutuhkan satu teladan untuk menjadi kuat, untuk tetap tinggal muda dan segar. Karena memang bisa saja tinggal tetap segar dan muda. Saya mengenal laki-laki dengan wajah yang berkerutan, tetapi dengan
79
80
senyuman orang muda dan dengan sinar orang muda dalam matanya. Seorang anak merasa tertarik kepada laki-laki dan perempuan-perempuan semacam itu, karena mereka masih melihat sesuatu seperti dalam seorang anak. Frater Andreas tetap tinggal muda. Dalam umur tujuhpuluh tahun ia masih hendak mempelajari bahasa anak dan kehidupan anak-anak, supaya dapat menulis sesuatu yang menarik untuk para anak, walaupun ia tidak mempunyai bakat untuk menulis buku anak-anak. Ceritanya yang terakhir dalam majalah Malaikat Pelindung jauh lebih baik daripada cerita-cerita yang dahulu ditulis untuk kaum muda. Pendek kata: kehidupan Frater Andreas merupakan sebuah bantahan nyata dari kemurungan hati dan ketakutan, sebagaimana diderita oleh banyak guru. Bidang pekerjaan kita dapat mengakibatkan ketidakpuasan. Setiap murid menyatakan tuntutannya kepada sang guru, dan setiap guru sewaktu-waktu akan merasa bahwa ada murid-murid yang tidak atau sulit mempedulikan pimpinannya. Karena itu saya berkeyakinan bahwa para pendidik sekali-kali mengalami suasana putus asa, bahkan mungkin selama sekian hari atau minggu dialami perasaan seolah-olah semua keberanian terancam lenyap.
Kepribadian yang memberi semangat Bukan saja para guru, tetapi setiap tugas yang mau dilaksanakan dengan baik tidak begitu muda terlaksana, dan karenanya hampir setiap orang mengalami saat-saat putus asa dan murung. Karenanya Frater Andreas dapat merupakan suatu kepribadian yang memberi semangan kepada setiap orang. Sungguh satu pekerjaan yang mulia dan berguna apabila seorang berhasil menulis sebuah buku tentang kehidupan yang sempurna itu. Kini Frater Andreas sudah merupakan seorang teman bagi banyak orang, tetapi apabila terdapat sebuah gambaran yang tepat dari dia, maka ia akan
menjadi seorang teman baik dari lebih banyak orang. Maka orang akan minta bantuannya dalam kesulitan, orang akan minta doa pengantaraannya justru untuk mengikuti teladannya, dan dalam banyak situasi ia akan membawa kesabaran, penerangan, harapan, ketenangan dan damai.
Keseimbangan dalam pekerjaan dan hidup kita Kita sekalian mengetahui bahwa kita akan mengalami banyak percobaan sebelum kita mendapatkan keseimbangan dalam pekerjaan dan hidup kita. Untuk itu kita ingin mendapatkan sebuah teladan yang hidup. Kita mempunyai teladan itu dalam diri Frater Andreas. Dalam kesulitan terbesar yang dialaminya karena gagal total sekalipun ia bergulat terus, ia tidak pernah kehilangan ketenangan, apapun yang terjadi.Ia tetap berpegang pada harga diri dan kewajibannya, dan juga bertindak sesuai dengan itu. Justru tabiat khas ini memperlihatkan betapa besar pengaruh prinsipprinsip utama padanya. Rasa tanggung jawabnya berpengaruh besar padanya, sehingga ia bukan saja menguasai segala tindakan dan pikirannya, tetapi juga memberi kepadanya kemahiran untuk menguasai impuls-impuls batinnya. Saya sering melihat bagaimana sebuah pelajaran yang dipersiapkannya dengan penuh perhatian dan kemudian diberikan dengan penuh semangat, gagal sama sekali, namun keseimbangan jiwanya tidak terganggu karenanya. Sebagai contoh, apabila pribadi yang terusik dan habis tenaga itu keluar dari kelas, lalu mendengar orang berbicara memuji kongregasi atau salah seorang konfrater, maka orang akan melihat wajahnya yang memancarkan kegembiraan batiniah, sebagaimana terkadang terpancar dari mata anak kecil yang sangat bergembira.
81
Ingin sebuah potret otentik Di Den Bosch orang sudah agak lama menginginkan sebuah karangan riwayat hidup yang indah. Tetapi orang menambahkan bahwa penulisan riwayat hidup itu harus mengikuti jalan yang tepat. Namun tulisan itu jangan mulai dengan kelahiran, lalu diikuti dengan berbagai fakta hidup yang penting dan istimewa, lalu berakhir dengan tahun meninggalnya. Itu hanya merupakan sebuah gambaran lahiriah. Orang tidak menghendaki sebuah kronik dari kehidupannya, melainkan kejadian-kejadian nyata dari hidupnya, yang dengan jelas menceritakan perjuangan lahir batinnya, usaha-usaha dan perbuatannya, supaya dengan demikian arti hidupnya menjadi jelas untuk semua pemujanya. Dengan demikian kita juga berhubungan langsung dengan dia sendiri, dan hanya dengan demikian kita akan mengalami pengaruh dari kepribadiannya yang memurnikan dan memperkayakan jiwa. Orang di Den Bosch menambahkan bahwa riwayat hidup semacam itu harus ditulis dengan hati bukan dengan kepala. Bukan maksudnya menggambarkan biarawan ini dengan kata-kata lembut, melainkan justru untuk menggambarkan dengan teliti si jago gulat, pejuang dan manusia yang siap bertindak. Menurut saya, para konfrater di Den Bosch memang benar. Mereka melihat Frater Andreas sebagai seorang penderita yang telah mendapatkan hiburannya dan sebagai seorang pejuang yang menang. Oleh karena itu ia dapat menjadi penghibur dalam hidup kita, pembantu dalam perjuangan kita, pembangkit suatu perhatian yang baru dalam hati kita yang egosentris.
83
Kesulitan-kesulitan Apa yang saya tulis di sini, telah saya berikan kepada beberapa frater untuk dibaca. Mereka berpendapat bahwa saya harus mengemukakan hal-hal istimewa. Atas tanggapan itu saya menjawab bahwa saya tidak mengenal banyak keistimewaan, dan di samping itu saya tidak begitu mementingkan keistimewaan itu. Pengarang riwayat hidup di kemudian hari kiranya harus dengan hatinya berusaha menyelami tabiat dan dunia alam Frater Andreas, dan hanya menyebutkan keistimewaan-keistimewaan yang telah mempengaruhi dasar yang lebih dalam dari tabiatnya dan pembinaan hidup rohaninya. Saya berharap agar sebuah riwayat hidup yang indah itu akan memancarkan pengaruh yang bersemangat, bagaikan angin laut segar yang akan mengenyahkan suasana suram yang tak bersemangat, yang menyelubungi kita karena kemalangan atau kegagalan yang dialami. Jika seseorang berhak berkata kepada kita: “jangan menghindari kesulitankesulitan”, maka itulah Frater Andreas. Menurut saya, saya masih mendengar dia berkata: “untuk suasana hati kita dan demi pertumbuhan rohani kita sendiri alangkah baiknya jika pekerjaan kita berat adanya.” Sekarang saya berharap supaya dalam riwayat hidup yang akan datang kita dapat mengalami pancaran bayangan dari kekuatannya, yang memberikan kita anak kunci, sehingga kita bisa mencapai tahap penguasaan atas inti kemanusiaan kita.
85
frater tarcisio horsten Pemimpin umum dan sejarawan
88
frater tharcisio horsten (1879-1952), yang berasal dari Tilburg, sama seperti Frater Andreas dan Frater Amatus sangat berorientasi pada bidang bahasa dan kesusastraan. Ia mulai masa novisiatnya di tahun 1896, dan karenanya ia masih mengenal semua anggota generasi tua. Di tahun 1900 pemimpin umum yang pertama, Pater Franciscus Salesius de Beer, mengundurkan diri dari jabatannya dan satu tahun kemudian ia meninggal; dan direktur sekolah calon guru yang terkenal, Frater Xaverius Dijkhoff, yang memimpin sekolah itu selama tigapuluh tahun, mengundurkan diri di tahun 1897. Frater Tharcisio menjadi guru seperti banyak konfraternya, tetapi di samping itu ia meneruskan studinya: ia memperoleh ijazah bahasa Prancis untuk tingkat sekolah menengah pertama di tahun 1900, ijazah pada tingkat yang sama untuk bahasa Inggris di tahun 1904 dan ijazah sebagai kepala sekolah. Mulai tahun itu ia mengajar pada sekolah calon guru milik frater, semula di Tilburg dan kemudian di Den Bosch, lalu di tahun 1914 di Rumah Induk di Tilburg. Ia terkenal sebagai pengarang sejarah kesusastraan Katolik untuk sekolah menengah, Stemmen van verre en dichtbij (Suara dari jauh dan dekat), (5 jilid, 1915-1919) dan ia terlibat juga dalam sebuah pendidikan baru Roomsch Katholieke Leergangan (tingkat akademi) di Tilburg dan Den Bosch. Inisiatif itu berkembang terus dan menjadi Universitas Katolik Nijmegen di tahun 1923. Segalanya menunjukkan bahwa Frater Horsten dengan perhatiannya yang besar di bidang kesusastraan dan sejarah dan persahabatannya dengan para ahli kesusastraan Katolik, seperti L.C. Michels dan Romo Maximilianus van Dun, akan mengarahkan diri juga di tingkat ilmu, tetapi nasibnya menentukan lain: di tahun 1926 ia dipilih menjadi pemimpin umum, sebuah fungsi yang ia jalankan selama duabelas tahun. Di masa kepemimpinannya ia masih tetap membaca dan menulis banyak, sehingga pada foto-foto resmi ia sering tampil dengan sebuah buku di tangannya. Namun
baru seusai masa pimpinannya di tahun 1938 ia berkesempatan mencurahkan perhatiannya secara serius pada proyek mengarang buku-buku. Ketika itu ia berencana untuk menulis sejarah resmi dari kongregasi, sebuah usaha yang berhasil dilaksanakannya sampai akhir kendati harus dilewati tahun-tahun peperangan dan dialami kesehatannya yang semakin mundur. Tiga jilid terakhir dari buku De Fraters van Tilburg 1844-1944 (Para Frater dari Tilburg) diterbitkan pada tahun ia wafat, yaitu di tahun 1952. Sudah terang bahwa dalam buku sejarah para frater yang ditulis oleh Frater Horsten termuat juga sebuah bab tentang Frater Andreas. Tetapi Frater Tarcisio Horsten berpendapat bahwa sebagai seorang sejarawan ia tidak perlu menangani pokok-pokok yang telah ditulis di lain tempat, karena itu ia tidak menulis tentang kehidupan Frater Andreas, tetapi ia menulis terutama hal-hal yang terjadi sesudah Frater Andreas wafat. Karena itu dalam karangannya tidak terdapat banyak kenang-kenangan pribadi akan Frater Andreas, melainkan banyak informasi diberikan tentang pertumbuhan devosi terhadap Frater Andreas. Sebagai seorang sejarawan, tetapi juga sebagai konfrater yang terlibat dan sebagai mantan pemimpin umum yang bertanggung jawab, Frater Tarcisio Horsten menguraikan bagaimana devosi ini bertumbuh terus dan juga didukung oleh para frater.
89
Seorang luar biasa yang diistimewakan oleh tuhan frater tharcisius horsten 90
Pada tanggal 3 Agustus1917, hari Jumat pertama dalam bulan itu, Frater Andreas van den Boer menamatkan hidupnya yang suci melalui kematian yang suci. Frater Andreas lahir pada tanggal 14 November 1841 dan meninggal di Tilburg di frateran Hati Kudus Tuhan Yesus di Jalan Bosscheweg. Pada usia tinggi, hampir 76 tahun, ia meninggal dalam kesemarakan kesucian. Selama 58 tahun ia hidup dalam kongregasi kita. Bertahun-tahun ia bekerja di Ruwenberg di bidang pendidikan, dan juga memberi bimbingan dan pembinaan kepada para calon imam dari kongregasi. Ia menjadi pemimpin mereka, mulai dari tahun 1871 sampai tahun 1900 dimana ia diganti oleh orang lain. Ia melewati tahun-tahun terakhir hidupnya di Tilburg. Dalam hidupnya ia tidak melakukan perbuatan besar, kecuali bahwa lewat perjuangan ia mencapai tingkat seorang kudus.
namun toh menyenangkan dalam pergaulan, ia selalu tenang dan mengendalikan diri. Tidak seorang pun yang pernah melihat dia melanggar peraturan-peraturan atau kebiasaan biara. Ia tidak pernah mencari perhatian orang lain, dan dalam pribadinya tiada yang menonjol. Ia seorang manusia yang begitu tenggelam dalam Tuhan, yang tidak pernah bercampur tangan dengan kejadian dunia luar, kecuali kalau ketaatan menghendaki demikian. Kelihatan bahwa ia senantiasa hidup dalam keyakinan kuat akan kehadiran Tuhan. Orangnya kini dengan tenang beristirahat dalam makam di Rumah Induk, sebagaimana terjadi dengan para konfraternya sebelum dan sesudah dia. Banyak di antara mereka sudah menghayati suatu kehidupan dan kematian yang suci. Beberapa di antaranya telah memperoleh nama termasyhur di kalangan frater sezaman. Namun demikian, ini sungguh merupakan suatu mukjizat: untuk semua yang lain itu, kuburan merupakan titik akhir, sedangkan untuk Frater Andreas justru kuburannya merupakan suatu titik awal.
Ratusan kesulitan Sebuah kejadian yang aneh Sewaktu ia masih hidup, banyak konfraternya sudah menghormati dia sebagai seorang pribadi yang diistimewakan oleh Tuhan. Dan ketika Frater Andreas menyerahkan jiwanya kepada Tuhan pada hari Jumat pertama bulan Agustus 1917, dan pada waktu surat kabar memberitakan dengan singkat kejadian itu, banyak frater dalam kongregasi dan banyak di antara ratusan mantan muridnya, khususnya dari Ruwenberg, berkeyakinan bahwa mereka telah mendapatkan seorang kudus dan pengantara di surga. Ini sungguh kejadian yang aneh. Manusia ini pendiam dan rendah hati, begitu ramah namun serius, ia senantiasa menundukkan matanya
Frater Andreas selalu berusaha hidup secara tersembunyi. Ia tidak bersangka bahwa orang melihat sesuatu istimewa dalam dirinya. Tetapi Bapa yang melihat yang tersembunyi pun mulai memberi pembalasan kepadanya. Tuhan mencurahkan kepercayaan ke dalam hati banyak frater maupun orang yang hidup di luar kongregasi yang sudah mengenal Frater Andreas, yang dengan penuh rasa hormat mengagumi kehidupannya yang suci. Mereka mulai mohon pengantaraan Frater Andreas dalam ratusan kesulitan dalam mana kita sebagai manusia selalu hidup. Terdapat jalan keluar dalam kesulitan yang dialami. Mereka berkata bahwa doa mereka telah dikabulkan dengan pengantaraan Frater
91
Andreas. Siapa yang memulainya? Di mana? Dan bagaimana? Tidak seorangpun tahu. Namun berdasarkan kepercayaan dapat dikatakan: itu terjadi karena Tuhan, dan itu dipandang sebagai hal yang sungguh mengagumkan.
Sebuah aliran yang tidak pernah akan berhenti 93
Demikianlah Frater Andreas, yang selalu mengelakkan keramaian dan desas-desus, tiba-tiba menjadi pusat sebuah kelompok pengagum, yang semakin berkembang luas. Di frateran di Tilburg diterima berita-berita tentang “pengabulan doa”, yang terusmenerus terjadi. Itu merupakan suatu aliran yang tidak pernah akan berhenti. Perlu didirikan sebuah organisasi yang mengurus segala hal yang berhubungan dengan Frater Andreas. Jadi, di tahun 1924 didirikan di Rumah Induk yang disebut Biro Frater Andreas. Biro itu menerima dan mengurus segala korespondensi, mengolah segala sumbangan, dan atas permintaan mulai diterbitkan pengabulan-pengabulan doa dalam majalah De Engelbewaarder (Malaikat Pelindung).
Di tempat terkunci Promotor penghormatan Frater Andreas yang paling giat ialah Frater Dorotheus van Santvoort, orangnya juga dinamai “Rasul Ikatan Doa” yang sampai kematiannya, pada tanggal 10 Juni 1923, dengan rajin mengurus hal-hal mengenai Frater Andreas. Dengan cepat ia berhasil menimbulkan perhatian di kalangan pimpinan gereja, khususnya vikaris jenderal dari Keuskupan ‘s-Hertogenbosch, Mgr. Pompen, yang tetap menunjukkan perhatian besar atas segala hal yang berhubungan dengan kongregasi, termasuk penghormatan yang semakin berkembang
94
luas terhadap Frater Andreas yang barusan meninggal. Pada tanggal 17 Juli 1919, Mgr. Pompen menulis sebuah surat kepada para frater, dalam mana ia minta kepada mereka agar dituliskan segala hal yang mereka tahu tentang Frater Andreas. Ini ia lakukan agar terjaga supaya semua penyaksian dan bahan lain disusun secara teratur, sesuai dengan kebutuhan demi sebuah proses yang akan datang. Selanjutnya diperintahkan agar segala hal yang merupakan milik Frater Andreas harus dikumpulkan, misalnya semua baju, buku, karangannya, barang-barang yang dipakai sehari-hari dll. Semuanya ini harus disimpan dan dimeteraikan, dan kini berada di Rumah Induk.
Pengadilan Keuskupan Kemudian diterima sekitar seratus penyaksian tentang jasa dan kehidupan suci dari Frater Andreas. Karena mutu masukan sedemikian rupa, sehingga berdasarkan pengabulan doa yang semakin bertambah, diputuskan mengajukan permohonan kepada Mgr. F.A. Diepen, uskup ’s-Hertogenbosch, agar diselenggarakan sebuah pengadilan keuskupan demi penyelidikan resmi atas keunggulan hamba Allah ini. Namun Mgr. Diepen berpendapat bahwa waktunya belum tiba untuk memulai suatu proses keuskupan. Dengan demikian perihal Frater Andreas secara resmi tertundah. Namun demikian kejadian-kejadian berkembang terus.
Gambaran hidupnya dan kartu peringatan Banyak orang, terutama mereka yang tidak mengenal Frater Andreas dari dekat, ingin mengetahui lebih banyak tentang manusia yang suci ini: orang meminta sebuah riwayat hidup. Keinginan mereka itu dikabulkan oleh Frater Frumentius van
Hulten, yang sudah lama mengenal Frater Andreas di Ruwenberg. Ia juga pernah menjadi pemimpinnya selama beberapa tahun. Ia mengarang sebuah buku kecil: Frater Andreas. Sebuah Teladan yang Hidup (1921). Banyak orang ingin mendapatkan sebuah kartu peringatan dari Frater Andreas. Tetapi ini adalah hal yang sulit, karena tidak terdapat foto dari Frater Andreas. Dalam sebuah buku kecil yang sering dibaca oleh Frater Andreas tertulis bahwa kerinduan untuk difoto tidak lain daripada perwujudan sifat kesombongan. Karena itu Frater Andreas tidak pernah difoto sendirian. Tetapi di Ruwenberg terdapat foto-foto kelompok yang diambil pada kesempatan pelbagai perayaan, dan Frater Andreas telah menyesuaikan diri dengan kehendak pemimpinnya. Dengan bantuan foto-foto itu diusahakan dengan sebaik mungkin agar tercipta potret-potret Frater Andreas. Foto-foto itu sudah sering menjadi obyek lukisan. Namun orang-orang yang sudah lama mengenal Frater Andreas dengan baik berpendapat bahwa ada sesuatu yang kurang pada potret-potret itu: sesuatu khas yang tidak dapat diungkapkan oleh orang, yaitu pencerminan jiwanya yang tenang, bahagia dan bersemadi yang dipancarkan pada wajah dan seluruh lahiriahnya. Kartu-kartu gambar kecil, sesuai dengan foto atau potret lukisan, ditambah dengan sepotong kain dari bekas pakaian Frater Andreas, disebarkan dengan gratis oleh Biro Frater Andreas. Di sisi belakangnya terdapat sebuah doa, yang disahkan oleh pimpinan gereja, untuk minta bantuan “dengan pengantaraan hamba-Mu yang setia, Frater Andreas”.
Pinggiran bunga-bunga Telah dibuat pula medali-medali dengan gambar Frater Andreas dan gambar-gambar besar yang dijual oleh Biro Frater Andreas.
95
96
Kelompok para pemujanya semakin meluas. Orang-orang pergi ke kuburnya untuk berdoa dan mohon bantuannya atau untuk mengucap syukur. Mereka meletakkan bunga-bunga di atas kuburnya atau menggantungkan bunga pada salib kuburan yang sederhana. Kadang-kadang terjadi bahwa satu tangan yang penuh kasih dan syukur merangkaikan sebuah pinggiran bunga keliling kubur itu. Seorang wanita dari kota Breda, yang baru lulus ujian sebagai kepala sekolah, pergi langsung dari meja hijau ke stasiun kereta api dan naik kereta api ke Tilburg. Ia mencari frateran dan setelah tiba di kubur Frater Andreas, ia berlutut atas tanah dan berdoa lama di sana. Kemudian ia berdiri, memetik bunga-bunga dari kebun biara dan merangkainya keliling pinggir kubur itu, lalu ia berlutut kembali. Kemudian ia meletakkan tangannya di atas tanah yang menutupi peti mayat lalu membuat sebuah tanda salib yang besar. Lalu ia kembali ke stasiun kereta api dan berangkat ke rumah ibunya untuk menceritakan kabar gembira “bahwa dengan pengantaraan Frater Andreas ia telah lulus ujian kepala sekolah”. Ini merupakan salah satu dari ratusan cerita.
Nona-nona asal Amerika Selatan Melalui publikasi tentang kejadian pengabulan doa dalam majalah De Engelbewaarder (Malaikat Pelindung) nama Frater Andreas dikenal di Belgia, Hindia Belanda, Suriname dan Curaçao. Dari sanalah juga mausk berita-berita tentang pengabulan doa di negara dan wilayah tersebut. Dari Curaçao devosi itu tersebar ke berbagai negara di Amerika Selatan. Di Curaçao para Suster Fransiskanes dari Roosendaal memiliki sebuah sekolah dengan asrama untuk para gadis muda dari keluarga elit (dapat dibandingkan dengan Colegio Santo Tomas). Para muridnya berasal terutama dari Venezuela, Ekuador, Bolivia, Quito dan Peru. Suster-suster memperkenalkan
devosi terhadap Frater Andreas kepada nona-nona asal Amerika Selatan. Itu sebabnya mengapa di rumah-rumah elit di negaranegara Amerika Selatan terlihat kartu gambar kecil atau gambar besar dari Frater Andreas yang sederhana itu dan para nona serta anak menaruh medali Frater Andreas di dalam tas tangan atau dipasang pada kalung leher mereka. 97
Teladan Umum Pada tahun 1922 penghormatan kepada Frater Andreas mendapat penyebaran baru. Pada waktu itu seorang imam dari Wina, Theophorus J.M. Max SCJ tinggal di Tilburg. Ia ditugaskan untuk mengurus para anak dari Austria dan Jerman yang dengan pengantaraan ‘Komite Pemondokan Katolik’ mendapat penginapan dan pemeliharaan di negeri Belanda di waktu dan sesudah Perang Dunia 1914-1918. Imam ini telah mendengar pula pembicaraan tentang Frater Andreas dan ia mulai mempelajari kehidupannya. Ia berpendapat bahwa ia bisa melakukan sesuatu yang baik kepada warganya dan para orang Katolik yang berbahasa Jerman, apabila ia menggambarkan bagi mereka kehidupan Frater Andreas. Di tahun 1922 diterbitkan sebuah buku berjudul Frater M. Andreas von Tilburg (Frater M. Andreas dari Tilburg). Buku itu dipersembahkan kepada para dermawan untuk para anak Wina dan Jerman di Tilburg. Di tahun 1925 karangan riwayat hidup itu diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda. Berikut ini kami menempatkan sebagian dari kata pengantar vikaris jenderal Mgr. J. Pompen: ‘...Sungguh hal yang mencolok bahwa kehidupan Frater Andreas yang tersembunyi dan terlindung dalam Tuhan itu, begitu mengesankan dalam zaman di mana hidup batiniah dari banyak orang semakin hari semakin melemah dan agama hanya terbatas pada hal-hal lahiriah saja. Untunglah inti
dari kaum beriman masih menyadari bahwa sebuah kehidupan yang tersembunyi itu, sebuah hidupan bersemadi seperti kehidupan Frater Andreas mengagungkan dan menguduskan orangnya dan karenanya sangat berkenan kepada Tuhan. Kalau bukan demikian, bagaimana kita dapat menjelaskan penyembuhan yang sekian banyak dan fakta-fakta luar biasa yang dipandang sebagai hasil pengabulan doa dari Frater Andreas? Pater Max juga mendengar hal pengabulan doa ini. Setelah mengadakan penyelidikan yang mendalam tentang pola hidup Frater Andreas, ia berpendapat bahwa berdasarkan pertimbangan yang tepat tentang keadaan masa itu, maka Frater Andreas seharusnya merupakan manusia yang dapat diperkenalkan sebagai sebuah teladan umum di zaman kita di bidang cintakasih, kesederhanaan, kerajinan dan hidup doa kepada sesama manusia. Terdorong oleh kenyataan itu ia memutuskan untuk menuntun bangsa Jerman masuk ke dalam “rahasia hidup batiniah” Frater Andreas. Dengan itu setiap orang “dapat berusaha agar mencapai tingkat bangsawan rohani, kebahagiaan, kedamaian dan kesucian yang sama”...’
Devosi yang berkembang terus Penghormatan itu menyebar luas dan mendapat bentuk-bentuk lain. Pada hari peringatan kematiannya, pada tanggal 3 Agustus 1930, kelompok penziarah pertama mengunjungi kubur Frater Andreas. Kelompok itu terdiri atas delapanbelas orang dari kota Bergen op Zoom. Pada hari Minggu tanggal 30 Juli 1939, kelompok penziarah itu mengadakan kunjungannya yang kesepuluh. Seperti biasa orang berdoa di depan kubur, dan para penziarah menghadiri ibadat pujian di dalam kapel frateran, di mana lilin-lilin dinyalakan. Mereka juga mengunjungi Biro Frater Andreas, di mana kartu gambar yang kecil dibagikan, dan orang bisa membeli
99
100
gambar-gambar besar dan medali-medali. Pada tahun kesepuluh, ziarah itu terdiri atas sekitar delapanpuluh penziarah dari Bergen op Zoom, Oosterhout dan tempat-tempat lain. Sebuah bukti nyata tentang devosi kepada Frater Andreas yang terus-menerus berkembang. Karena itu, di tahun 1932, perkara tentang Frater Andreas sekali lagi diajukan kepada Mgr. Diepen, dan dimohonkan agar beliau mengambil langkah untuk mendirikan pengadilan gerejawi. Namun demikian, Mgr. Diepen masih tetap ragu-ragu untuk bercampur tangan dalam hal ini. Bapak Uskup berpendapat bahwa belum saatnya untuk menangani perkara itu secara resmi dan masih mau menanti fakta-fakta yang lebih nyata...
oleh pengantaraan Frater Andreas: ‘Sudah kerapkali orang menyampaikan kepadaku tentang pengabulan-pengabulan doa yang diperoleh lewat pengantaraan Frater Andreas. Berkembanglah kepercayaan pada diriku bahwa saya boleh berharap atas bantuannya. Dapat ditambah lagi bahwa baik dahulu maupun sekarang saya kenakan relikwi Frater Andreas di bagian perutku. Dengan kepercayaan yang teguh atas hamba Tuhan saya berdoa kepadanya. Orang-orang lain, baik di dalam maupun di luar Biara Trapis, berdoa bersama dia. Hasilnya adalah bahwa sampai hari ini orang heran betul. Jadi saya dan orang-orang lain berkeyakinan bahwa Frater Andreas telah memperoleh suatu penyembuhan yang tak terduga bagiku...’
Relikwi dikenakan Titik puncak kegemilangan Sebuah kejadian yang sangat luar biasa terjadi dalam tahun 1937. Hal itu menyangkut penyembuhan Pater Aloysius van den Heuvel dalam biara Trapis di Tilburg. Dalam pernyataannya Pater Aloysius menyampaikan bahwa sudah lama ia derita kesakitan hebat di bagian perutnya. Dalam bulan Februari 1937 kesakitan semakin demikian hebat sama ia muntah darah, sehingga ia diantar ke RS St. Elisabeth di Tilburg. ‘Setelah diobservasikan dan diperiksa ternyata bahwa tiada harapan lagi’. Lalu pasien diantar kembali ke biaranya setelah dirawat selama empat pekan. ‘Hasil pemeriksaan atas diriku menyatakan bahwa terdapat kanker dan tak bisa hidup lama lagi (para dokter telah mengatakan bahwa hanya beberapa minggu saja). Namun demikian terdapat perkembangan yang sama sekali lain. Pada pesta perak imamatku saya memperoleh anugerah untuk dapat merayakan Misa Kudus ... dan di bulan Juli 1937 saya dilepaskan dari kamar orang sakit, dan kembali hidup sesuai dengan pola hidup kami ...’ Pater Aloysius berpendapat bahwa kejadian yang sangat luar biasa yang dialaminya telah disebabkan
Apakah Tuhan mempunyai rencana dengan konfrater kita yang rendah hati dan suci itu? Siapa tahu! Yang nyata adalah bahwa sekarang, lebih dari 25 tahun lewat kematiannya, penghormatan dan kepercayaan berkembang terus dan semakin banyak orang mencari perlindungan kepada Frater Andreas dalam kesulitan yang mereka hadapi. Hampir tidak ada satu hari lewat dimana Biro Frater Andreas tidak menerima berita, walaupun biro itu, setelah berhenti penerbitan majalah De Engelbewaarder (karena kekurangan kertas pada waktu itu) tidak mempunyai sarana lagi untuk mempublikasikan pengabulan-pengabulan doa. Para pemuja yang bersyukur terpaksa puas dengan menggunakan kolom-kolom iklan di surat kabar harian. Sejak tahun 1942, ulang tahun ke-25 kematian yang suci Frater Andreas, pemimpin umum dari kongregasi terus mencurahkan perhatian pada perkara Frater Andreas... Pesta satu abad kongregasi yang semakin dekat itu dengan sendirinya mencurahkan perhatian yang lebih besar
101
lagi pada konfrater yang membawa kongregasi ke puncak kegemilangan. Itulah waktunya untuk memajukan perkara Frater Andreas dengan definitif... Ketika dewan pimpinan umum di tahun 1944 berkecimpung dengan pendapat itu dan rencana, Penyelenggaraan Ilahi mengatur sedemikian, agar pihak yang bersahabat dan berwewenang di Roma menunjukkan jalan yang perlu ditempuh dalam perkara Frater Andreas. Dengan demikian di tahun 1944 suatu langkah resmi diambil. Langkah itu mengakibatkan penyelenggaraan sebuah pengadilan gerejawi pada tingkat keuskupan dan sebuah proses gerejawi di Roma, demi kemuliaan Allah dan pengagungan hamba-Nya Frater Andreas.
103
frater amatus hosemans Rekan kerja, konfrater dan sahabat
106
Di kalangan para frater mungkin frater amatus hosemans (1865-1946) merupakan orang yang paling bersahabat dengan Frater Andreas. Sebagai rekan guru dan teman serumah ia telah bagi-membagi banyak hal dengannya. Dalam usia muda Amatus telah dikirim ke asrama Ruwenberg. Di sanalah ia mengenal Frater Andreas sebagai guru dan pengawas. Di tahun 1882 ia mulai novisiatnya di Tilburg dan sejak 1884 ia kembali ke Ruwenberg dengan tugas sebagai pengawas dan guru. Itu adalah periode dimana Ruwenberg mengalami banyak perubahan. Para penanggung jawab ingin mengadakan perubahan baru, agar suasananya menjadi lebih nyaman: dua frater yaitu Frater Andreas dan Frater Amatus ditugaskan untuk mewujudkan kebijakan itu. Seperti Frater Andreas, Frater Amatus termasuk kelompok frater yang masih studi. Di tahun 1888 ia memperoleh ijazah bahasa Perancis untuk tingkat sekolah menengah pertama. Di tahun 1892 ia meraih ijazah bahasa Inggris, kemudian ijazah kepala sekolah pada tahun 1894. Ia adalah salah satu dosen suri teladan dari Ruwenberg. Untuk sementara waktu ia juga bertugas sebagai direktur. Karier pendidikannya mengantar dia ke sekolah-sekolah frater yang lain, antara lain di Den Bosch (1892), Tilburg (1906-1912) di mana ia berjabat sebagai direktur sekolah calon guru dari para frater; kemudian ia kembali di Den Bosch (1916) dan akhirnya di Zwolle (1914-1943), di mana ia menjadi direktur ULO (SMP). Dalam tahun-tahun antara 1908-1912, Frater Amatus merupakan frater pertama yang menjadi anggota dewan umum, sebuah periode dalam mana terdapat ketidaksepakatan yang kuat dalam kongregasi. Menurut berita terdapat konflik antara para pater dan frater. Pendirian prinsipil dari Frater Amatus dihargai dengan suatu penempatan di tempat yang terpencil, Zwolle. Letaknya jauh dari pusat kepemimpinan di Rumah Induk di Tilburg. Pada akhir perang Frater Amatus kembali ke Rumah Induk di Tilburg, di mana ia meninggal dunia di tahun 1946.
Frater Amatus Hosemans berbakat mengarang. Selain kronik tentang Ruwenberg yang disebut di atas, ia menulis agak banyak karangan. Biasanya ia menerbitkan karangan itu dengan nama samaran sebagaimana dilakukan banyak frater lain. Ini berarti bahwa manusia yang produktif dan kreatif ini pastilah mempunyai sepuluh nama samaran yang berbeda-beda. Semua publikasinya di majalah-majalah dan surat kabar, buku-buku sekolahnya dan terjemahan yang dibuatnya, syair-syair yang dikarangnya dan teksteks sandiwara, ditandatangannya dengan nama samaran yang berbeda-beda. Sebagaimana telah dikatakan, Frater Amatus Hosemans adalah teman dan sahabat dekat Frater Andreas. Ini bukan saja karena ruangan kelas mereka berdampingan, tetapi juga karena kedua-duanya menguasai bahasa Prancis dan bersama mempunyai perhatian besar di bidang bahasa dan kesusastraan. Namun hubungan mereka jauh melebihi hubungan sebagai rekan dan teman kesusastraan yang baik, mereka juga mempunyai hubungan erat dalam perihal religius. Demikianlah Amatus menjadi seorang saksi yang penting tentang kehidupan Frater Andreas lewat karangan-karangannya mengenai hal itu, tetapi juga karena ia dapat memberikan banyak informasi asli kepada para pengarang riwayat hidup yang pertama. Yang dipublikasikan di sini adalah sebagian asal kronik Ruwenberg yang ia olah kembali sewaktu tahun-tahun peperangan (dan sebagian dari itu diterbitkan lewat wafatnya di tahun 1953 dalam majalah frater Heden en verleden (Masa kini dan masa lampau). Publikasi itu ditambah dengan bagian-bagian dari surat tertanggal 11 Agustus 1944 kepada pemimpin umum, sebagai jawaban atas sederetan pertanyaan. Dari segala teks yang diterbitkan dalam buku kecil ini, bagian inilah yang merupakan satu-satunya kolase dari berbagai sumber.
107
Ketelitian yang penuh kasih dan saksama frater amatus hosemans
108
Apakah saya menceritakan lagi sesuatu tentang Frater Andreas? Sudah terdapat sebuah riwayat hidup lengkap tentang dia. Untuk itu saya telah menyumbangkan kebanyakan bahan kepada Pater Max, pengarang, yang selama beberapa hari mengunjungi saya di Zwolle. Ya, saya ingin menceritakan beberapa hal tentang ketelitiannya yang berlebihan, bukanuntuk mengurangi kemasyhurannya. Tidak seorangpun yang lebih menghormati Frater Andreas daripada saya ini, yang mendapatkan kepercayaannya. Ia selalu datang kepada saya dengan segala persoalan. Saya yang jauh lebih muda daripada dia, lagi saya mantan muridnya.
Terlalu persis, terlalu suci Kebanyakan orang yang mempunyai hubungan erat dengan Frater Andreas, pada permulaannya sedikit takut kepadanya. Menurut mereka ia terlalu persis, terlalu suci. Tetapi lambat-laun dalam hati mereka tubuhlah kekaguman terhadap orang ini. Kekaguman itu tidak pernah hilang dari hati mereka, biarpun setelah mereka bertahun-tahun meninggalkan institut itu. Dari semua pendidik di Ruwenberg ternyata Frater Andreas yang paling berkesan dan paling mempengaruhi mereka yang pernah berhubungan dengan dia, walaupun menurut ukuran manusiawi ia bukan yang terbaik. Keterangan untuk pengaruh yang luar biasa ini pastilah terdapat dalam kehidupannya yang biasa. Itu diketemukan dalam kehidupan religius yang ia hayati dengan saksama sampai hal-hal kecil pun selama hampir enampuluh tahun, dan dalam hampir
limapuluh tahun dalam mana ia bekerja keras untuk melaksanakan dengan sebaik mungkin tugasnya sebagai pendidik dan guru. Di dalam segala itu orang telah menemukan kesucian orang sederhana ini, yang lebih senang tinggal di belakang layar dan hendak mengerjakan segalanya. Orang memahami bahwa seluruh kehidupannya melampaui perjuangannya yang gagah untuk tetap setia kepada hal-hal kecil. Hal-hal kecil serta perkataan dan perbuatannya sebenarnya hanya mempunyai satu arah, yaitu Tuhan, dan itu dilakukannya demi cinta kasihnya kepada Tuhan dan untuk memenuhi kehendak Tuhan. Dan dengan demikian terjadi bahwa dia, tanpa disadari olehnya sendiri, toh tampil ke depan dan memancarkan pengaruh yang luar biasa.
Mengamat-amati Sebagai anak berumur duabelas tahun, saya mendapat pelajaran dari Frater Andreas. Ia mengajar saya dasar awal dari bahasa Prancis. Waktu itu saya melihat ia melatih diri dalam setiap kebajikan, yang saya sebagai seorang anak mengharapkan dari seorang frater sejati: keramah-tamahan, sabar dan berdedikasi. Saya mengagumi kesabarannya yang ramah terhadap seorang teman kelas, yang terus-menerus berkata bahwa ia telah belajar bahan pelajaran, tetapi samasekali tidak tahu apa-apa. Kemudian saya hidup bersama dia di Institut Ruwenberg selama 22 tahun sebagai konfraternya, dan saya tidak pernah melihat ia melawan kebajikankebajikan, yang ditetapkan dalam Peraturan Suci kita. Baik kebajikan-kebajikan ilahi maupun yang utama dijalankan dengan ketekunan besar. Berkali-kali saya mengamat-amatinya apakah ia tidak melakukan hal-hal dengan salah. Bahkan saya mencoba apakah saya dapat membuat dia melanggar beberapa peraturan, misalnya keheningan, dengan menunjukkan sebuah buku
109
kepadanya dan bertanya apa pendapatnya. Namun saya tidak berhasil untuk membuat dia membuka mulut dan mengatakan sesuatu. Saya harus puas dengan anggukan kepala yang ramah.
Beban pengabdiannya 110
Dengan cinta kasih dan ketelitian besar ia menerima keketatan hidup religius dan beban pengabdiannya. Beban-beban pengabdiannya disebabkan karena ia tidak mampu menguasai para anak di Institut Ruwenberg, selain para siswa yang dididik untuk menjadi imam dalam kongregasi. Para anak mengetahui bahwa ia adalah seorang kudus dan karenanya menghormati dia. Tetapi – o âge sans pitié (aduh usia yang tak tahu ampun) – dalam kelas mereka ribut terus, suka omong, mengganggu. Sikap itu diperlihatkan secara khusus terhadap Frater Andreas. Darinya mereka hanya memperoleh teguran halus, namun mereka tidak takut bahwa ia akan memberikan hukuman yang berat. Beban itu - sebuah beban yang sangat berat sebagaimana diketahui oleh orang yang mengalami hal macam itu – sering dipikul oleh Frater Andreas yang tidak pernah menjadi marah atau meledak.
Semacam ketidaksempurnaan Ketika saya menggantikan Frater Tharcisius dalam kelas di sebelah kelas Frater Thomas, Frater Andreas memberi pelajaran bahasa Jerman di sana. Dalam musim dingin tahun 1890-1891 keadaan cukup menegangkan. Terdapat ocehan simpang siur yang dahsyat. Pada suatu malam seorang murid menjunjung tinggi sebuah bendera merah yang kecil diiringi dengan gelak tawa semua orang. Saya melompat dari belakang meja tulis dan menempatkan diri saya di depan kaca pintu. Keadaan segera menjadi tenang. Hari
berikutnya Frater Andreas datang kepada saya. Jika saya tidak berkeberatan, ia akan bertanya kepada frater direktur apakah saya boleh mengambil alih pelajarannya dan ia mengajar para murid saya. Pastilah ia memikirkan hal itu di waktu malam, sebab dengan mengusulkan hal itu maka terkandung unsur ketidaksempurnaan dalam pengusulannya. Keselamatan kaum mudalah yang pasti membuat dia mampu melangkahi ketidaksempurnaan itu.
Bersabar Apabila seorang di Ruwenberg berhalangan dan perlu mencari seorang pengganti, biasanya orang itu pergi kepada Frater Andreas, karena ia selalu bersedia membantu. “Kalau frater direktur setuju, saya bersedia melakukannya”, itulah biasanya jawaban yang ia berikan. Apabila diminta supaya ia menjadi pengawas di tempat bermain atau di kelas, tidak ada masalah baginya. Karena ia tidak menguasai keadaan, maka kesalahan-kesalahan para murid dituliskannya atas sebuah batu tulis kecil, tentu saja dalam bahasa Perancis. Frater yang guru kelas mendapatkan daftar kecil itu dan dialah yang hendaklah bertindak. Jansen n’ entre pas bien. Willems parle. Martens n’est pas attentif pendant la prière. Bakker futselt. (Jansen tidak masuk dengan baik. Willems berbicara. Martens tidak memperhatikan waktu berdoa. Bakker mengutik-ngutik dengan jarinya.) Mungkin dia tidak mengenal istilah ‘mengutik-ngutik’ dalam bahasa Perancis, sampai saya mencari dalam kamus. Lalu saya menulis atas batu tulis: futselen=frimiller. Selanjutnya selalu tertulis N.N. frimille. Kami tertawa dan berkata: ia sungguh bersabar dan nanti ia akan langsung masuk surga. Sedangkan kami menjadi marah demi dia, dan karenanya nanti akan masuk api penyucian. Kami senang ia datang ke kelas kami, karena ia pasti akan berdoa untuk para murid kami yang juga merupakan muridnya.
111
Bukti ketelitian Agak lama ia harus menggantikan saya di kelas pada jam tujuh. Hal itu disebabkan karena setengah delapan saya harus berada di ruang makan bersama para murid dan kemudian pergi bersama mereka ke ruang main. Setiap sore ia bertanya jam berapa ia harus datang, sebab saya tidak selalu selesai dengan pelajaran itu pada waktu yang sama. Para murid sering berbicara tentang kesucian Frater Andreas. Pada suatu hari muncul di benak saya untuk bersama dengan para murid mencobai ketelitiannya. Untuk setiap hari dalam pekan itu para murid akan memberikan waktu yang berlainan, dan kami akan melihat apakah Frater Andreas akan tepat menuruti waktu yang diberikan. Tentu saja saya tidak ingat lagi waktu yang diberikan, tetapi saya akan memberi contoh saja: hari Senin saya akan minta Frater Andreas untuk menggantikan saya pada waktu lima menit sebelum jam tujuh, hari Selasa tiga menit lewat jam tujuh, hari Rabu lima menit lewat, dsb. Pada sore hari saya harus dengan alasan yang dibuat-buat mencocokkan jam tangan saya dengan jam tangan Frater Andreas, dan para murid mendapatkan waktu yang telah ditentukan itu. Pada malam pertama persis pada waktu yang diberikan, pintu kelas dibuka dan Frater Andreas masuk ke dalam. Dengan diam-diam para murid senyum: ternyata benar. Hari kedua tepat pada waktu pula. Mereka kelihatan lebih serius: heran amat. Hari ketika sama pula. “Wah”, mereka berbisik kekaguman, dan hal itu terulang setiap hari, biarpun variasi apapun yang saya buat. Ada harinya di mana selisih waktu hanya setengah menit. Frater Andreas setiap kali muncul tepat pada waktu yang ditunjukkan. Demikianlah ketelitian dalam segala hal, apa saja yang ditugaskan oleh pemimpin biara atau oleh seseorang yang ia pandang sebagai pemimpinnya.
113
Bermatiraga dalam sikapnya
114
Dari segala hal, baik dalam perkataan maupun dalam perbuatannya, ternyata ia sungguh berusaha untuk menjaga kemurnian. Biasanya matanya terarah ke bawah, ia tetap mengendalikan diri dalam tingkah lakunya. Ia tidak pernah duduk dengan lutut bersilangan, paling-paling kakinya. Ia bersikap sangat hati-hati terhadap kaum wanita, walaupun ia selalu bersikap ramah-tamah. Tidak pernah ia menyentuh badan seseorang. Pada satu kali, ketika Pater Bolsius S.J., seorang mantan muridnya, memeluk dia (sebuah cara bersalaman yang bukan umum di negeri Belanda) dan disaksikan oleh para konfrater, Frater Andreas terkejut dan tidak tahu harus berbuat apa karena rasa malu.
Hanya yang benar Ia seorang yang sungguh sederhana, ia hanya mencari Tuhan. Dalam pekerjaannya ia memusatkan diri pada-Nya. Ia betul-betul jujur, sehingga tidak seorang meragukan kebenaran dari apa yang ia sampaikan. Cinta kasihnya akan kebenaran kadang-kadang membuat kami tertawa. Sebuah berita dalam rekreasi sekali-kali dapat dimulai sebagai berikut: “Hari Selasa pekan lalu saya bertemu dengan Pater Superior di Jalan Toren di kota Den Bosch. Tadi saya berkata bahwa itu terjadi pada hari Selasa, tapi saya toh berpikir bahwa itu pada hari Rabu.” Berita itu dilanjutkan, tetapi sekali lagi dihentikannya dengan berkata: “sekarang saya toh yakin bahwa hari yang saya sebutkan sebelumnya tepat adanya, yaitu hari Selasa.” Dan demikianlah seterusnya. Cara bercerita demikian membuat kami terkadang bosan mendengarkan kisahnya. Saya pernah mendengar seorang pemimpin umum, Pater Drabbe, berkata: “apabila dalam sebuah kunjungan kerja saya disampaikan suatu hal
dengan berita yang berbeda-beda, maka saya bertanya kepada Frater Andreas tentang hal itu. Jika ia memberikan jawaban, maka ia selalu mengungkapkan yang benar.”
Pembohong yang suci Doanya yang terus-menerus dan penerimaan sakramen-sakramen yang Maha Kudus dengan penuh hormat membantu dia untuk menghindari segala kesalahan atau memperbaiki suatu kesalahan yang ditemukan dalam dirinya. Ia memeriksa diri dengan saksama, sehingga setiap minggu dalam kapitel pengakuan ia mempersalahkan diri dengan segala macam pelanggaran. Apa yang ia anggap sebagai kesalahan tidak dapat kami pahami. Sehubungan dengan ‘kapitel pengakuan’ orang sekali-kali menamakan dia seorang pembohong suci.
Memberi hormat Hormat, harta kekayaan, menikmati hal-hal duniawi, semuanya ia jauhkan. Hormat... ia senyum saja. Jangan orang coba memberi hormat kepadanya. Pada suatu ketika saya harus menulis suatu karangan demi salah satu surat kabar. Saya tak ingat lagi tentang apa, namun Frater Andreas bisa disebut dalam karangan itu. Saya katakan kepadanya: ‘Andre, saya akan menyebut namamu di dalam karangan saya.’ Dengan gaya tersinggung ia memandang saya sambil mengatakan:’Menyebut saya! Apa gunanya? Mohon betul agar saya tidak diganggu dengan itu’. Saya telah taat kepadanya agar hatinya tidak disusahkan.
115
Tenggelam seluruhnya
116
Ia memberi kehormatan pada semua rahasia dari Liturgi Suci kita. Terdapat sesuatu yang sangat istimewa, misalnya nadanya ketika menyanyikan Gloria Patri (Kemuliaan kepada Bapa). Pesta Natal merupakan sebuah pesta istimewa baginya untuk menyatakan devosinya terhadap rahasia Tuhan menjadi manusia. Rasa syukurnya yang besar untuk hal itu dan peran Bunda Maria di dalamnya ternyata pula dari sikap yang penuh kesalehan sewaktu ia mendoakan doa Angelus Domini (Malaikat Tuhan). Cara ia berlutut di depan Sakramen Maha Kudus, sikapnya yang penuh hormat di kapel, kesalehannya, bolehkah saya mengatakan bahwa sikapnya yang tenggelam seluruhnya dalam doa sesudah menerima Komunis Suci dan selama perayaan Misa Kudus, membuktikan penghormatannya yang besar terhadap Ekaristi Kudus. Dia juga senang membicarakan kebesaran Sakramen Maha Kudus, bukan saja dalam pelajaran agama di kelas, tetapi juga waktu rekreasi... Jiwanya senantiasa terarah kepada Tuhan. Ia hidup sedemikian saleh, sehingga waktu keheningan ia tidak melihat hal-hal yang terjadi di sekitarnya. Jika ia berjalan di tempat yang sepi, orang dapat mendengar ia membisikkan doa pendek kepada Tuhan. Demikian pula seluruh lahiriahnya menyatakan hal itu. Apabila orang bertemu dia di gang atau di taman bunga, orang dapat merasa bahwa ia sedang berbicara dengan Tuhan.
Taman kanak-kanak Ia menghormati semua orang kudus yang dikenangi dalam tahun gerejawi. Ia menulis sebuah buku novena yang kecil, dalam mana terdapat novena kepada berbagai orang kudus. Untuk meningkatkan penghormatan para anak terhadap para orang kudus, ia menerjemahkan dari bahasa Jerman, buku Kindergarten (Taman kanak-kanak) karangan Rm. Mättler S.J., bermuat riwayat hidup para orang kudus yang muda. Dan di dalam majalah De Engelbewaarder (Malaikat Pelindung) ia menempatkan banyak karangan agar para anak tertarik pada Tuhan. Dengan penuh semangat ia mendambakan penyebaran iman suci kita. Salah satu bahan bacaan yang paling disukainya adalah kisah-kisah tentang misi dan bukubuku yang membicarakan hal itu. Sering ia menceritakan hal itu kepada sekelompok frater, yang mendengarkan dia dengan penuh perhatian. Pada saat itu ia sungguh menarik dan bersemangat, serta membagikan cintanya akan karya misi kepada para pendengarnya. Apabila kami melihat itu dari kejauhan, kami mengatakan terus: “di sana pasti misi Katolik dibicarakan!”
Ruang belajar yang tenang Biarpun bagaimana Frater Andreas menanggapi kehidupannya dengan serius, namun di waktu rekreasi ia selalu bergembira, tidak pernah berbicara dengan keras atau ramai, tetapi ia selalu bersikap ria. Ia dapat berbicara dengan cara yang menyenangkan. Apabila diberi izin untuk merokok, maka ia akan mempergunakan kesempatan itu; saya kira ia berbuat demikian agar tidak dianggap sebagai orang eksentrik. Saya yakin bahwa ia lebih senang tidak merokok. Ia mengenal peribahasa-peribahasa yang bagus, anekdot yang lucu dan ia suka menceritakannya. Pada suatu kali ia bertugas
117
sebagai pengawas dalam ruang belajar para siswa yang sedang bekerja dengan tenang. Tiba-tiba suasanya menjadi ramai. Si pengawas melihat ke arah siswa yang duduk di sudut baris pertama. Siswa itu memandang ke siswa yang duduk di bangku baris kedua, dan yang kedua menoleh kepada yang ketiga dsb., sampai siswa yang di bangku terakhir menoleh ke patung Hati Kudus, yang berdiri pada dinding belakang yang dianggap sebagai yang bersalah… Frater Andreas merasa sedikit malu, seolah-olah dialah yang berlaku kurang hormat terhadap Hati Kudus.
Bibir tetap terkatup Apabila ia berada dalam ruang belajar, maka demi hormat terhadapnya, para murid dengan tertib menuruti peraturan keheningan. Itu dilaksanakan hanya karena rasa hormat terhadap dia. Kami semua berkeyakinan bahwa dia tidak pernah menceritakan sesuatu dari orang lain. Kami tidak berbuat pelanggaran berat, demikian pula hal yang dapat membawa akibat yang tidak menguntungkan kami. Jadi tidak perlu ia menjalankan peraturan tertentu. Dan demikian sikapnya. Frater yang saleh, doakanlah kami. Saya telah turut menyebabkan kesalehan anda dengan sekali-kali menguji anda untuk melihat apakah anda akan bertindak salah. Misalnya dengan bertanya: “Andreas, apakah ini sebuah buku bagus?” Kepala mengangguk “ya” tetapi bibir tetap terkatup, jika memang tidak perlu berbicara. Ah, Andreas, lakukanlah sebuah mukjizat besar, sehingga kami dapat mengangkat dan menghormati anda sebagai orang kudus.
119
Tentang teks dan ilustrasi
Teks yang berasal dari Frater Tharcisio Horsten ada bab (yang diperpendek sedikit) yang diambil dari buku sejarah De Fraters van Tilburg van 1844-1944 (Tilburg, 1946-1952) jilid 3, hal. 50-59. Teks-teks lain berasal dari karangan-karangan yang berada dalam arsip Biro Frater Andreas, di Gasthuisring 54 di Tilburg. Nomor berkas 10.2.5 (Victor Zwijsen), 10.3.4 (Paschasius van Loon), 10.3.5 (Modestus Spierings), 10.3.17 (Maximino Arts) dan 12.8 (Amatus Hosemans). Teks dari Frater Amatus dilengkapi dengan bagian-bagian tertentu yang diambil alih dari kronik Ruwenberg (1852-1887 dan 1901-1902, lima jilid yang diketik) yang berada dalam seksi Ruwenberg di Arsip Frater di Tilburg.
Maksud terbitan ini adalah memperkenalkan secara lebih luas Frater Andreas dan sumber-sumber yang menyangkut hidupnya. Jadi tiada maksud untuk secara kritis dan lengkap menjajaki sumber-sumber itu. Sana-sini teksnya disesuaikan jikakalau ada kemungkinan bahwa isinya menimbulkan ketidakjelasan atau kesalahfahaman. Ejaan telah disesuaikan. Agar isinya bisa dibaca dengan baik, maka dipasang juduljudul. Hal itu menyebabkan bahwa sana-sini pembagian alinea harus diubah sedikit. Agar tidak terdapat ulangan dalam enam teks yang berasal dari frater-frater, maka tiga teks (dari Frater Modestus, Tharcisio dan Amatus) diperpendek.
121
Daftar ilustrasi
122
Lukisan sampul: potret Frater Andreas, ciptaan Frater Vincenzo de Kok (1911-1997) Hal.: p. 2 Frater Andreas oleh Carl Itschert (1876-1936), cat minyak berdasarkan foto, 1921 p. 4 Tempat tidur dimana Frater Andreas dilahirkan p. 8 Frater Andreas pada foto sekolah, 1879 p. 10 Empat kartu doa Frater Andreas p. 16 Rumah kelahiran Frater Andreas di Udenhout p. 18 Bagian dalam dari rumah orangtua Frater Andreas Frater Andras dengan familinya, 1906 p. 20 Foto dari udara, Wisma Ruwenberg, sekitar 1950 Foto depan Wisma Ruwenberg, sekitar 1900 p. 22 Wisma Ruwenberg. Ruangan tidur Wisma Ruwenberg. Ruangan makan p. 24 Halaman sekolah Ruwenberg. Frater Andreas berdiri sebelah kanan p. 30 Rumah Induk para frater di Tilburg. Lukisan dari 1894 p. 32 Kamar tidur Frater Andreas di komunitas De Heuvel (Tilburg) p. 34 Frater Andreas pada foto sekolah p. 36 Pater Victor Zwijsen p. 42 Foto kelompok calon imam dengan Frater Andreas dan rektor Zweers p. 46 Foto kelompok 22 dari 28 imam yang di tahun 1916 harus meninggalkan
kongregasi: kebanyakan mereka telah memperoleh pendidikan dari Frater Andreas. Orang keempat di barisan depan sebelah kiri ada Pater Victor Zwijsen p. 46 Frater Modestus Spierings, kiri barisan depan di sisi Frater Andreas pada foto kelompok komunitas frater di Den HeuvelTilburg, antara 1916-1917 p. 58 Rumah petani di kampung Biezenmortel di mana Frater Andreas hidup p. 62 Frater Paschasius van Loon p. 68 Wisma Ruwenberg, kapel p. 72 Frater Maximino Arts p. 82 Foto sekolah dengan Frater Andreas p. 84 Tulisan Frater Andreas, ia mulai dengan tangan kanan dan kemudian diteruskan dengan tangan kiri. Teksnya mengenai teguran dalam suasana persaudaraan. p. 86 Frater Tharcisio Horsten di Manado p. 92 Kuburan Frater Andreas dengan bunga mawar, sekitar 1930 p.98 Doa kepada Frater Andreas di sekitar tempat pasien, foto sekitar 1950 p. 102 Pengadilan gerejawa sedang bersidang, 1946 p. 104 Frater Amatus Hosemans p.112 Frater Andreas dan Frater Amatus pada juileum Ruwenberg pada tahun 1902 p.118 Prosesi translatio di tahun 1968. Waktu itu kuburan Frater Andreas dipindahkan dari taman ke kapel Rumah Induk para frater di Tilburg p.120 Pada kesempatan itu diadakan penyelidikan pada mayat almarhum sebelum diletakkan kembali dalam peti yang dimeteraikan
123
Publikasi tentang Frater Andreas
124
Telah ditulis berbagai biografi dari Frater Andreas. Riwayat hidup yang terbaru adalah karangan dari Frater Ben Westerburger dan Frater Toon Wouters, yang berjudul Frater Andreas van den Boer (terbitan Biro Andreas, Tilburg 1998, 238 hal.). Buku ini, yang sekarang hanya terdapat dalam toko buku bekas, memberikan sebuah gambaran kehidupan dan pengalaman dari Frater Andreas yang mudah dipahami. Di samping itu, buku itu mengandung pula sebuah ikhtisar tentang sumbersumber dan menimba banyak kesaksian, baik dikenal maupun tidak dikenal, dari para konfrater, mantan murid, anggota keluarga dan sahabat-sahabat. Bedasarkan buku ini, disusun oleh Fr. P.-J. van Lierop, suatu riwayat hidup Fratr Andreas dalam Bahasa Indonesia. Riwayat ini diterbit di Manado 1999. Sebuah dokumentasi yang hampir lengkap terdapat dalam buku karangan Ben Westenburger, berjudul The Life of Frater Andreas van den Boer dan Positio super virtutibus (Roma 1993, 1011 hal.). Sebuah karangan riwayat hidup dalam bahasa Inggris yang agak baru ialah karangan Frater Anthony Koninig, berjudul Brother Andreas van den Boer CMM. The mercy brother without frills (Mosocho Kenya, 1991, 133 hal.) dan sebuah terbitan yang agak baru dalam bahasa Indonesia ialah karangan Frater P.J. van Lierop, berjudul Seorang Frater cmm yang sederhana berbelaskasih dan kudus (cmm-yafa, Seri Spiritualitas cmm, Yafa Indonesia 1996). Untuk mereka yang masih ingin menggali lebih dalam, masih terdapat buku-buku lama dari Frater Frumentius van Hulten, berjudul Frater
Andreas. Een levensbeeld (Tilburg 1921, 76 hal.), karangan riwayat hidup pertama, dengan gambaran yang klasik dan sungguh berpengaruh tentang ‘frater yang suci’ itu. Lagi karangan dari Pater Th. J.M. Max SCJ, Frater Andreas (Tilburg 1921, 286 hal.). Itu sebuah terbitan yang sangat berpengaruh, yang berkali-kali dicetak ulang, pertama-tama dalam bahasa Jerman, yang bukan saja menyusun kembali jalan kehidupannya tetapi juga penghayatan iman batiniah dari frater; karangan dari Suster M. Emerentia OP, berjudul Geluk dat in stilte groeide. Een verhaal van de levensopgang van een Brabantse jongen (Tilburg 1951, 155 hal. Dikarang sedemikian rupa agar dapat dibaca dengan mudah, terdapat unsur-unsur fiktif di dalamnya. Dari Rm. M. Van Delft cssr muncul Frater Andreas. Kort bericht over een man die geruisloos door het leven ging (Tilburg 1972, 52 hal.) Bukunya cukup bagus tetapi tidak mengandung banyak berita baru. Karangan yang sangat bernilai ialah nomor tematis dari majalah CMM yaitu Ontmoetingen 27 (September 1968) dengan sumbangan dari berbagai pengarang yang membuka perspektif baru dan gambaran modern, dalam usaha kembali ke sumber asal. Akhirnya dapat disebut pula website: fraterandreas.nl yang didirikan oleh Charles van Leeuwen dan Paul Simons di tahun 2006, atas permintaan para frater. Dari semua yang disebutkan di atas ini, ternyata dengan jelas bahwa orang-orang dari berbagai tradisi religius telah memberikan sumbangan pada sejarah biografi dari Frater Andreas.
125
© 2010 Frater cmm dan Charles van Leeuwen Judul asli: Herinneringen aan frater Andreas (2007) Diterjemahkan oleh: Ancilla Loe, Jan Koppens cmm Diterbitkan oleh: Frater cmm, Tilburg – Yogyakarta Tata buku: Brigittte Slangen, Nijmegen – Belanda Lithografi: Fred Vermaat, Wijchen – Belanda Percetakan: Kanisius Yogyakarta Gambar depan: Frater Vincenzo de Kok cmm isbn 978 90 812137 6 9 Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang memperbanyak dengan cara apapun juga sebagian atau seluruh isi buku in tanpa izin tertulis dari Dewan Pimpinan Provinsi Frater cmm di Yogyakarta, Indonesia.