Cerita Brownies
PATRIA PRIMA PUTRA
KATA PENGANTAR Pertama-tama saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Allah, serta tak lupa juga untuk orang-orang yang selama ini menjadi penyemangat hidup saya. Karena merekalah saya dapat membukukan cerita hidup ini. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada almarhum ayah saya, Ir.H.Abu Sucamah, MM, karena warisan semangat dan mimpi yang selalu beliau tanamkan kepada sayalah sampai saat ini saya masih bisa menjadi anak yang tetap berusaha mati-matian mengejar mimpi-mimpi di hidup ini, dan karena beliaulah saya dapat belajar arti kerja keras . Saya juga turut mengucapkan terima kasih kepada ibu saya, Hj.Eva Lucida, S.E, karena kedua tangan beliau yang mengasuh dan menyayangi saya sampai detik inilah yang membuat saya bersemangat untuk terus berjuang demi keluarga. Juga terima kasih buat adik saya, Paizin Palma Putra, yang sedikit banyak membantu pembuatan buku ini. Doa saya semoga sebentar
L iii K
CE RITA BROWNIES
lagi dia bisa jadi penulis hebat seperti yang dia impikan, serta dapat membuat karya yang bermanfaat untuk banyak orang dan jauh melebihi saya yang hanya dapat membuat karya kecil seperti ini. Terima kasih juga untuk kakek saya, H. Lukman Hakim Said, SH, dan keluarga besar Ibu di Jambi serta keluarga besar Ayah di Sulawesi Selatan. karena semangat dari merekalah saya terus ingin menjadi orang yang dapat membanggakan keluarga. Terima kasih atas semua perhatian dari kecil hingga sekarang. Izinkan saya, Patria, yang dulu hanya anak kecil nakal yang biasanya jahil dan menyusahkan banyak orang tumbuh menjadi Patria yang bisa membanggakan kalian. Mungkin ini bukan karya yang besar. Ini hanya karya kecil yang dibuat oleh anak yang sedang memiliki mimpi besar untuk membanggakan kalian (keluargaku). Akhirnya, dengan dicetaknya buku ini, ada mimpi kecil dari seorang Patria kecil yang sedikit akan terwujud: mencetak nama kalian di sebuah buku yang bisa dibaca banyak orang di luar sana. Semoga usaha saya untuk dapat membuat Ibu tersenyum nanti dan membuat Ayah di sana bangga dapat menjadi hal baik juga, yang dapat dipetik oleh pembaca.
L iv K
DAFTAR ISI OO Keputusasaan Hari Ke-40.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 OO Segalanya Butuh Strategi, Termasuk Mengamen. . . . . . . . . 9 OO Mengejar Wanita Idaman. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 23 OO Pakaian dan Anggapan Orang. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 43 OO Aku Laki-Laki Bodoh. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 65 OO Bagaimana Jadi Juara Lomba Kewirausahaan Nasional? Pinjam Ipad dan Begadanglah. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 91 OO Di Balik Keajaiban Ada Tuhan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 113 OO Mas, Bisa Pinjem Besi?. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 127 OO AKU HIV?. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 147 OO Tuhan, Terima Kasih Banyak. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 169 OO Penasaran Membawa Petaka. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 185 OO Omset Datang, Nilai Melayang. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 209 OO The Next Abdurrohman Bin Auf. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 235
KEPUTUSASAAN HARI KE-40.
Keputusasaan Hari Ke-40.
MATAHARI sudah mulai redup, tapi belum sepenuhnya gelap. Lampu di pinggir jalan mulai menyala satu per satu. Suasana makin sepi, sebuah rumah terlihat mencolok di antara rumah yang lain. Temboknya melingkar setinggi 12 meter, pagarnya yang berwarna hijau menjulang tinggi, dan itu membuat rumah tersebut terkesan tertutup. Anak pertama dari pemilik rumah jarang keluar. Bukan karena tidak mau, tapi memang aktifitasnya di luar rumah sangat dibatasi. Sebut saja namanya Putra, dan anak itu adalah aku. Aku anak rumahan yang jarang bergaul, ibu sangat ketakutan melepaskan anaknya di lingkungan pergaulan remaja seusiaku. Katanya, takut terjerat pergaulan bebas. Dan ia menjadi terlalu protect karena hal itu, uang jajanku pun dibatasi. Ketika anak lain dibekali uang jajan 10.000 rupiah bahkan sampai 20.000 rupiah, aku hanya diberi 5.000 rupiah atau paling besar justru 8.000 rupiah. Miris ya? Begitulah kira-kira kondisiku. Aku mulai merasa sedikit bosan dan mulai mencoba membangkang saat duduk di bangku SMA. Aku pernah diam-diam keluar rumah tanpa izin. Begini ceritanya. Aku turun dari tangga dan melirik suasana ruang tengah. Aman, Ibu nggak ada. Aku langsung melangkahkan kaki perlahan agar cepat sampai di depan pintu. Ruang tengah berhasil kulewati dan belum juga ada tanda-tanda kemunculan ibu. “Mungkin dia sedang tidur, ini kesempatan emas, nggak boleh gagal, pikirku”. Di langkah yang ke-8, aku berhasil mencapai pintu. Sambil menahan nafas, kubuka pintu
L 3 K
CE RITA BROWNIES
depan pelan-pelan dan dalam sekejap aku berlari ke garasi kemudian aku berhasil keluar dari rumah dengan membawa sepeda motor. Sudah bisa ditebak kan akhirnya seperti apa? Yap, keesokan harinya aku dimarahi Ibu. Tapi bukannya kapok, aku justru ketagihan buat ngelakuin hal yang sama. Kejadian itu jadi permulaan pengalaman masa muda. Aku jadi suka nongkrong. Iseng-iseng, aku pun tertarik memodifikasi motor yang terkadang iseng-iseng kugunakan untuk ikut balapan liar. Aku mulai mengumpulkan sedikit demi sedikit uang yang kugunakan untuk membiaya hobi baruku itu. Mulai dari berjualan smartphone ilegal dari luar negeri, menjadi reseller baju dan sepatu pria, hingga pernah berjualan pakaian wanita, sehingga panggilan sist sangat tidak asing ditelingaku. Sampai ketika kelas tiga SMA aku diberi keleluasaan untuk membawa mobil sendiri. tidak mau kalah gaul dengan anak muda lainnya, aku langsung bergabung dengan club mobil.
q Seperti biasa malam itu aku sedang ikut agenda kumpul rutin bersama club mobil. Kami selalu berkumpul di salah satu ruas jalan di kota Jambi. Satu per satu anggota berdatangan dan rata-rata mereka masih berusia 17 sampai 25 tahun. Kalau sudah bersama mereka, aku merasa menjadi remaja yang sesungguhnya. “Assalamu’alaikum,” sapaku ditelepon setelah beberapa detik telepon dari Ibu kubiarkan bunyi.
L 4 K
Keputusasaan Hari Ke-40.
“Nak…pulang…Ayah sakit,” suara Ibu yang serak, samar terdengar, aku sedikit menjauh dari kerumunan. “Halo, Ayah kenapa Bu?” “Ayah muntah-muntah, kamu pulang ya.” Kabar dari Ibu membuatku langsung bergegas untuk pulang. Awalnya kami tidak terlalu khawatir terhadap penyakit ayah, kami kira Ayah hanya sakit biasa, masuk angin atau penyakit ringan lainnya. Sampai suatu ketika, Ayah tidak bisa menahan lagi rasa sakitnya, dan akhirnya Ayah dilarikan ke rumah sakit. Tiba-tiba dokter yang menangani ayahku memberi kabar buruk kepada kami. Ayah divonis mengidap gagal ginjal, aku langsung panik dan mencari tau penyakit seperti apa gagal ginjal melalui internet. Air mata tak bisa kubendung ketika tau bahwa gagal ginjal adalah salah satu penyakit yang mematikan. Tidak ada yang menyangka kalau sakit yang dialami Ayah begitu serius. Semakin hari Ayah terlihat semakin pucat dan tubuhnya membengkak. Dokter pun menyarankan Ayah agar segera cuci darah, tanpa berpikir panjang kami langsung mengikuti saran dari dokter dengan harapan Ayah bisa pulih secepat mungkin. Semakin hari uang tabungan kami semakin terkuras. Segala upaya yang kami lakukan untuk berobat sana-sini bahkan sampai harus berpindah-pindah ke rumah sakit. Berbagai cara kami upayakan, dari mencoba obat dari yang dosis rendah sampai obat penenang berdosis tinggi. Tapi ternyata kondisi Ayah malah semakin memburuk.
L 5 K
CE RITA BROWNIES
Akhirnya, kami memutuskan untuk membawa Ayah ke Jakarta. Kami pikir di sana fasilitas lebih lengkap untuk membantu kesembuhan Ayah. Kami yakin Ayah pasti akan cepat pulih, tapi sangat disayangkan hari itu kami hanya mendapatkan dua tiket pesawat Jambi - Jakarta. Biasanya, Ibu yang akan menemani Ayah berobat. Tapi untuk kali ini, Ayah lebih memilihku untuk menemaninya pergi ke Jakarta. Berangkatlah kami berdua meninggalkan Jambi.
q Penerbangan Jambi-Jakarta terasa sangat lama. Selama di perjalanan aku mengurus Ayah dengan telaten, dari mulai menyuapi sampai memberi obat langsung pakai tanganku sendiri kemulutnya. Momen kebersamaan dengan ayah itu benar-benar kunikmati dan semuanya terekam sangat jelas di ingatanku. Sekejap bau khas rumah sakit memenuhi rongga hidungku. Aku melirik jam, sudah malam ternyata. Tadi setibanya kami di rumah sakit Ayah langsung mendapat penanganan dari dokter. Bocah manja yang baru berumur 16 mau ke 17 tahun sepertiku ini, hari itu sibuk mengurusi administrasi ayahnya, itu semua pertama kali aku lakukan untuk ayahku. Di tempat tidur, Ayah sedang berbaring sambil melihat ke arahku. Aku tersenyum. “Yah, aku sudah mengurus semua administrasinya.” Seketika ruangan terasa hening.
L 6 K
Keputusasaan Hari Ke-40.
dan tiba-tiba Ayah menangis. Aku kaget “Ayah kenapa?” “Anak Ayah udah besar, anak Ayah udah bisa Ayah andalkan, anak Ayah yang mengurus Ayah sekarang,” katanya terbata-bata dengan sisa tenaga yang ada. Sekarang giliran aku yang terdiam. Aku belum pernah melakukan hal besar buat Ayah, tapi kalimat sederhana tadi membuatku merasa sudah menjadi anak yang sedikit berguna. Aku tidak pernah tahu kalau hal kecil seperti itu pun bisa membuat Ayah bangga. Padahal yang aku lakukan hanya menemaninya berobat untuk menjemput kesembuhannya. Jika dibandingkan dengan kerja kerasnya selama ini untuk keluarga, yang aku lakukan itu tidak ada apa-apanya.
q Keesokan harinya Ibu menyusul kami ke Jakarta. Tak lama setelah itu aku pulang karena masih harus sekolah dan Ibu selalu setia menjaga Ayah di sana. Sedangkan kami, aku dan adikku belajar hidup mandiri terpisah dari orang tua. Kami menjalankan rutinitas seperti biasa. Bedanya, sekarang kami harus memasak, mencuci baju hingga mengatur keuangan sendiri. Ibu memberikan uang mingguan, dan aku yang bertugas untuk mengatur keuangan itu untuk adikku. Kata Ibu, Ayah ingin pulang kampung dan berobat di sana, sekaligus ingin melunasi nazarnya untuk memotong sapi. Mereka pun pergi diam-diam tanpa setahu kami, anak-anaknya. Selama perjalanan, ibuku berupaya mendorong sendiri kursi roda yang digunakan Ayah. Proses pengecekan di bandara saat itu sangat menyulitkan
L 7 K
CE RITA BROWNIES
orang yang sedang sakit seperti Ayah. Ayah yang melihat Ibu berkerja keras saat membawanya, membuat Ayah merasa sedih tapi tidak bisa berbuat banyak karena kondisinya yang masih lemah. “Dek, aku sudah habis, kalau aku meninggal silahkan menikah lagi,” kalimat itu tiba-tiba keluar dari mulut Ayah. Ibu tersenyum. “Tidak yah, Ibu cuman mau ngasuh anak-anak kita,” kata Ibu. Pikiran ibu sangat sederhana, Ayah cukup duduk di kursi roda setiap harinya, Ayah dapat melihat anak-anak pulang sekolah, itu sudah menjadi kebahagiaan tersendiri untuk Ibu. Ibu benar-benar setia dan sabar menjaga Ayah. Bukan hanya itu, Ibu pun harus rela berat badannya turun drastis karena terlalu sibuk mengurus Ayah sampai menomorduakan dirinya sendiri. Itulah salah satu pengorbanan Ibu. Sedangkan Ayah punya cara lain untuk menunjukan cintanya pada ibu. Setiap ada yang menjenguknya, Ayah selalu memperkenalkan ibuku sebagai istri sholehah yang insyaallah akan menemaninya sampai surga nanti. Sebulan lebih Ayah berjuang, tapi kondisinya tidak menunjukan peningkatan. Badannya makin kurus, dan pengobatan di sana seperti tidak berpengaruh apa-apa pada tubuhnya. Pulang kampung mungkin jadi permintaan terakhir Ayah dan di kampung halamannyalah Ayah kembali, benar-benar kembali ke tempat asalnya. Di hari ke-40 berada di kampung halaman, Ayah meninggal. Aku merasa hancur. Tak ada lagi pahlawan keluarga yang bisa jadi pelindung kami. Aku Tak bisa membayangkan. Bagaimana masa depan kami setelah ini?
q L 8 K
SEGALANYA BUTUH STRATEGI, TERMASUK MENGAMEN
Segalanya Butuh Strat egi, Termasuk Mengamen
WAKTU terus berjalan, kami pun mulai menata kembali kehidupan ke depan. Uang di tabungan kami memang sudah lama berkurang karena digunakan untuk pengobatan Ayah. Jadi sementara, honor pensiun Ayah masih menjadi andalan memenuhi kebutuhan keluarga. Tapi itu belum cukup untuk menutupi segala kebutuhan kami. Karena kebetulan ibuku tidak kerja dari sejak aku lahir, aku memutuskan untuk mencari pekerjaan. Saat itu Ibu menyarankan supaya aku kerja menjadi supir honor di kantor Ayah dulu. Walaupun sedikit tetapi gajinya lumayan untuk menopang kebutuhan kami sehari-hari. Setidaknya dengan pekerjaan itu aku tidak menyusahkan keluarga. Melihat keadaan yang saat ini sudah sangat kritis, akhirnya peluang menjadi supir pun aku tinggalkan dan aku lebih memilih untuk membuka peluang pekerjaan sendiri. Untuk menambah pemasukan, aku mencoba peruntungan di bidang wirausaha. Tanpa bekal ilmu apa pun aku memutuskan membuka kedai kecil-kecilan. Aku memanfaatkan teras depan rumah Kakek yang kebetulan tidak terpakai untuk berjualan. Posisinya cukup strategis kerena berada di pinggir jalan dan banyak orang berlalu-lalang. Di sana aku menjual minuman tradisional yaitu bandrek dan beberapa makanan cepat saji yang bisa disajikan dengan dengan cepat. Tepat pukul 7 malam biasanya kedai sudah berdiri. Tenda sederhana mulai di pasang sejak matahari redup. Setelah adzan isya berkumandang, pembeli mulai datang. Berjam-jam aku melayani pembeli sampai kedai tutup menjelang dini hari. Penghasilan yang
L 11 K
CE RITA BROWNIES
kudapat memang tidak seberapa, hanya 10 sampai 50 ribu rupiah saja perhari. Tetapi tetap aku lakoni tanpa merasa putus asa sedikitpun. Tidak terasa Ujian Nasional (UN) tingkat SMA sudah di depan mata. Aku yang sedang duduk di bangku kelas tiga harus berjualan sambil mempersiapkan diri untuk kelulusan. Alih-alih mengurangi kegiatan, aku malah sibuk mencari ladang penghasil uang yang lain bersama salah seorang teman, Nando namanya. Di waktu senggang kadang kugunakan buat mengamen. Iseng-iseng berhadiah cukuplah kiranya untuk menambah uang jajan. Bermodalkan gitar seadanya kami turun ke jalanan dan keluar masuk kedai makanan pinggir jalan. Mobil yang melintas saat itu sedang sepi. Kita menyebrangi jalan dan masuk ke satu per satu kedai yang lumayan ramai. Aku mencolek Nando, memberi kode untuk mendekati dua sejoli yang sedang duduk di pojok kanan kedai yang kami datangi, dia mengangguk. Sejoli ini kelihatannya masih pendekatan (PDKT). Kenapa? karena si cewek terlihat sedikit malu-malu saat ngobrol sama teman semejanya. Kita pun langsung melancarkan strategi tersendiri. “Misi mbak,” Kau begitu sempurna, di mataku kau begitu indah. Kau membuat diriku akan selalu memujamu Lagu ‘Andra and The Backbone–Sempurna’ aku nyanyikan dengan sedikit penghayatan. Tak lama uang 10.000-an masuk ke topi yang sengaja dibuat jadi tempat penampung uang. Kami tersenyum, tebakan kami benar. Mereka masih PDKT, wanita itu terlihat tersipu
L 12 K
Segalanya Butuh Strat egi, Termasuk Mengamen
malu saat mendengar lirik tersebut, apalagi ketika cowok di depannya menatap ke arahnya. Karena merasa terwakili perasaannya, si cowok pasti akan otomatis mengeluarkan uangnya untuk kami. Biasanya cowok yang lagi pendekatan punya gengsi tinggi. Jadi dia akan memberikan kami uang yang jumlahnya lumayan. Maklumlah ketika lagi PDKT cowok selalu ingin kelihatan super wah dan dermawan di depan gebetan. Benar nggak? Akan berbeda dengan pasangan yang sudah lama pacaran. Itulah yang kita manfaatkan: status hubungan seseorang. Dalam dua jam saja kita bisa mendapatkan uang lebih dari 100 ribu. Itu berkat strategi yang selalu kita terapkan. “Ngamen pun harus cermat dan tepat, agar usaha kita tidak sia-sia”. Walaupun terkadang apes juga karena salah sasaran dan tidak mendapatkan uang sepeser pun. Sorenya diisi dengan les, setelah itu langsung ngamen sebentar. Kemudian jam 7 malam aku pun melanjutkan membuka kedai. Nando juga ikut membantu di kedai. Sekarang menu di kedai sudah mulai bervariasi, tidak hanya minuman saja tetapi juga ada martabak telor, dan semua aku sendiri yang memasak. Meskipun aku anak laki-laki, tetapi aku senang memasak. Bahkan bisa dikatakan sudah menjadi hobi, kaarena itu ketika mendapat ilmu membuat martabak yang proses pembuatannya harus membanting-banting adonan di kedai milik sodara, dalam jangka waktu hanya tiga hari saja aku sudah cukup mahir membuat martabak.
L 13 K
CE RITA BROWNIES
Kegiatan itu terus aku lakoni sampai tidak terasa UN tingkat SMA sudah di depan mata. Sampai pada saat menjelang UN, malamnya aku tetap berjualan. Melayani pembeli seperti biasa, Pukul 2 pagi aku baru pulang ke rumah dan tidur hanya beberapa jam saja. Hari itu juga aku harus melaksanakan ujian dengan keadaan ngantuk berat. Bukan hanya itu saja, sekolah pun aku jadikan sebagai tempat berbisnis. Aku berinisiatif membuat bisnis bersama teman-teman dan dengan uang mereka aku kumpulkan untuk dijadikan modal awal memulai berjualan brownies. Brownies yang kami buat akhirnya dijual ke koperasi sekolah, dan aku yang membuat brownies tersebut dengan tanganku sendiri. Tapi karena pada saat itu aku sedikit malu jika orang tahu kerjaanku selalu jualan, akupun memberikan kesempatan kepada seorang teman untuk menaruh browniesnya di koperasi. Ketika sampai di kantin, kami meninggalkan kuenya di meja, kemudian langsung menuju kelas untuk menaruh tas. Belum sampai 15 menit ditinggalkan, kue itu sudah tidak ada. Pikiran negatif pun muncul, apa mungkin kue itu sengaja tidak dipajang oleh petugas kantin? Sontak saat itu aku merasa sedih sekaligus miris, “kok tega ya guru sampai nggak majang kuenya batinku.” Baru hari pertama berjualan brownies, kami sudah harus menerima kepahitan. keadaan itu membuatku sedih, dan aku putuskan untuk bertanya kepada penjaga kopersi. Ternyata saat bertanya kepada guru penjaga koperasi, kue kami bukan tidak dipajang tapi justru
L 14 K
Segalanya Butuh Strat egi, Termasuk Mengamen
ludes terjual secepat kilat. Di luar dugaan, murid perempuan banyak berebutan untuk membeli kuenya. Bahkan kata penjaga koperasi, tiap guru yang datang ke koperasi mereka akan membungkus setidaknya 10 potong kue untuk dibawa pulang. Katanya, kue itu enak dan luar biasa senangnya ketika mengetahui kabar tersebut. Ketika mereka tahu ternyata seorang anak laki-lakilah yang membuat kue tersebut, mereka sempat tidak percaya. Padahal itu benar-benar buatan tanganku sendiri.
q Beberapa hari kemudian, ada kabar buruk yang menghampiriku. Kedai yang dibuka dari hasil sumbangan sodara-sodaraku harus gulung tikar. Karena semakin hari malah semakin merugi. akhirnya Nando pun mencari pekerjaan lain dan kami juga memutuskan untuk berhenti mengamen. Keadaan itu membuat aku berpikir keras untuk mencari ide demi mendapatkan penghasilan dengan mencoba bisnis baru. Lantas aku terpikir untuk buka line clothing sendiri. Aku yang tak tahu apa-apa tentang desain, pelan-pelan mulai mengetahui salah satu aplikasi untuk mendesain yaitu Corel Draw. Aku pun mulai belajar tentang seluk beluk Corel Draw selama 1 bulan agar bisa membuat satu desain baju. Tanpa guru, kemampuan mendesain kuasah secara otodidak. Sehari aku hanya tidur 2 jam. Hasilnya, skill desainku tetap tidak bisa dibilang bagus sampai sekarang.
L 15 K
CE RITA BROWNIES
Meski begitu, aku tetap semangat. Dengan modal awal 1 juta rupiah, aku memberanikan diri untuk memulai produksi awal sejumlah 25pcs baju dengan satu model desain. Beberapa hari kemudian akhirnya produksi pun selesai. Ketika baju itu selesai, aku malah kebingungan mau dijual ke mana baju sebanyak itu. Barang sudah ada tetapi pasar belum siap. Alhasil baju-baju tersebut menumpuk selama 1 bulan karena belum bisa terjual. Ada usaha pasti ada jalan, begitu kata pepatah. Usahaku ini akhirnya menemukan jalan keluar juga. Setelah banyak mendapat masukan dari orang-orang di sekitar, terlintas ide untuk menitipkan produk tersebut ke toko milik teman dan juga di bandara, tempat di mana menjual berbagai merchandise untuk oleh-oleh. Alhamdulillah, ketika aku mencoba menawarkan produk itu ke toko oleh-oleh yang ada di bandara, mereka suka dan tertarik, katanya bahan yang aku pakai bagus. Pelan-pelan aku mulai mendapatkan kepercayaan dan sedikit demi sedikit aku juga mendapatkan pemasukan dari usaha tersebut. Bukan hanya itu saja, ketika kampus mengadakan acara yang di mana mengundang pembicara dari luar kota, aku selalu menawarkan diri untuk jadi supir pribadi mereka. Tentunya lewat bantuan panitia Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) kampus. Mulai dari menjadi supirnya Alitt Susanto, Raditya Dika, Pandji Pragiwaksono dan beberapa orang hebat lainnya. Kesempatan seperti itu tidak aku sia-siakan. Aku percaya, dari mereka aku bisa mendapat banyak ilmu. Jadi selama berada didekat
L 16 K
Segalanya Butuh Strat egi, Termasuk Mengamen
orang-orang seperti mereka, aku selalu berusaha untuk membuka pembicaraan. Obrolannya pun bukan hanya sekedar basa-basi biasa, aku selalu bertanya banyak hal dan menggali soal pengalaman mereka selama berkarir. Banyak pelajaran yang aku dapat terutama pelajaran tentang bagaimana bisa terus bertahan dan berjuang dalam kehidupan. Semenjak itulah, pikiranku semakin terbuka. Ide-ide di kepala jadi semakin liar dan jauh ke depan. Aku semakin jadi anak yang ambisius dan terlalu cuek untuk hal-hal lain. Salah satunya untuk masalah percintaan, tapi bukan berarti aku tidak tertarik dengan perempuan, hanya saja aku terlalu fokus dengan mimpi-mimpiku.
q Produk baju yang awalnya menumpuk sekarang sudah terjual habis. Otakku mulai berpikir lagi, “sepertinya aku harus mencari celah dibisnis yang lain.” Pertanyaan dari dalam diriku tiba-tiba muncul. “Kira-kira, produk seperti apa yang bisa aku ciptakan di Jambi tetapi orang di seluruh Indonesia bahkan sampai ke luar negeri juga bisa menggunakannya?” aku berpikir, jika aku mencoba untuk membuka tempat menjual makanan seperti sebelumnya, pasti tidak akan menjangkau orang-orang yang jauh di luar Jambi. Aku ingin mereka yang bukan tinggal di Jambi pun dapat menikmati produkku, dan kemungkinan aku juga harus membuka cabang di banyak kota. Sepertinya, untuk usaha seperti itu akan membutuhkan modal yang cukup besar.
L 17 K
CE RITA BROWNIES
Saat itu juga aku memutuskan untuk menjual produk fashion yaitu sepatu. Dengan kemampuan Corel Draw yang seadanya, aku mencoba membuat sendiri desain sepatu yang unik. Desain sepatu yang aku buat menggabungkan antara nuansa modern dan etnik. Aku ingin membuat clothing batik casual untuk anak muda yang benar-benar beda dari baju batik biasanya. Aku pikir, ini akan jadi ciri khas dari produk yang aku beri nama dengan Jambiethnic. Berhari-hari aku mencari tempat produksi yang cocok. Lumayan sulit sih, karena rata-rata mereka menerima produksi berskala besar. Tapi aku beruntung, ada salah satu tempat produksi yang bersedia menerima pembuatan sepatu dalam jumlah yang sedikit. Karena tabunganku menipis, aku hanya bisa memproduksi lima pasang sepatu saja. Produksi yang berjalan cepat itu membawa kebingungan lagi setelahnya. Aku masih saja kebingungan untuk memasarkan produk itu seperti dulu.
q Beberapa waktu lalu aku sempat melihat ada brosur seminar tentang kewirausahaan di Jakarta. Tanpa pikir panjang dengan tabungan yang isinya tinggal satu juta lima ratus ludes aku korbankan demi membeli tiket seminar. Ketika berangkat ke Jakarta, aku membawa 3.000 lembar brosur produk. Di sana aku mencoba untuk menyebarkan brosur demi brosur ke tiap mobil yang parkir di JIExpo Kemayoran tempat dilaksanakannya seminar. Setelah menyebar flyer seharian, tidak ada hasil
L 18 K
Segalanya Butuh Strat egi, Termasuk Mengamen
apa pun yang aku dapat. Cuman lelah dan keringat, “apes banget”. Tapi dari sana aku mulai belajar tentang bagaimana caranya promosi produk yang tepat sasaran dalam beriklan. Kejadian kegagalan bagi-bagi brosur kemarin, aku semakin penasaran soal seluk beluk dunia periklanan. Aku terus mencari tahu sampai akhirnya aku mengenal tentang Internet Marketing dari seorang teman yang juga penulis novel. Dia penulis buku yang memiliki followers ratusan ribu di Twitter. Dia mengajarkanku cara Buzzer atau iklan lewat Twitter. Sampai akhirnya aku menerima tawarannya untuk beriklan lewat akun Twitternya. Modal 250 ribu aku keluarkan begitu saja untuk iklan, padahal tabunganku semakin kering kerontang. Awalnya, aku tidak begitu percaya dan menganggap itu sesuatu yang gambling. Tetapi diluar dugaan ada kejutan datang setelahnya. Ibarat tertimpa durian runtuh, dalam tiga hari, uang yang aku keluarin kemarin kembali berkali-kali lipat berkat orderan yang meningkat. Mendadak aku jadi orang yang sibuk mondar-mandir untuk mengirimkan barang pesanan. Followers akun Jambiethnic pun bertambah sampai ribuan dan reseller berdatangan dari beberapa kota di Indonesia. Dari sana, aku mulai yakin jika produk ini memiliki prospek yang menjanjikan. Lagi-lagi aku bersyukur dan berterima kasih kepada temanteman yang sudah menyadarkanku bahwa ada yang namanya Internet Marketing dalam dunia periklanan. Aku yang awalnya minder, pelanpelan berubah jadi lebih percaya diri. Karena bisnis ini aku bertemu dengan orang-orang hebat yang pada akhirnya menjadi timku yang
L 19 K
CE RITA BROWNIES
solid. Berkat salah satu dari mereka, aku mendapatkan kesempatan untuk mengikuti pameran nasional di Jakarta Convention Centre. Sebuah kebanggaan besar buatku saat produk ini bisa bersanding dengan brand-brand besar lainnya. Kesempatan untuk mengembangkan Jambiethnic terus mengalir. Kamar dagang Semarang atau yang sering mengurus export-import barang tertarik dengan Jambietchic. Salah satu klien mereka yang berasal dari luar negeri menyukai konsep Jambiethic dan berniat memesan ribuan pasang produk. Itu adalah kesempatan besar bagiku dan sebuah peluang untuk dapat membawa produk ini bisa go international. Tetapi kerjasama itu tidak berjalan mulus seperti yang diharapkan, karena kondisiku saat itu belum sanggup memenuhi permintaan pasar. Maklumlah karena saat itu produksi sepatuku masih terbatas. Meskipun kesempatan itu gagal, tapi ada jalan lain yang terbuka setelahnya. Kalau memang jodoh tak akan ke mana. Peribahasa itu mungkin cocok untuk mewakili perjalanan Jambiethnic. Dari kegagalan kemarin, aku jadi mengenal beberapa orang asli Jerman dan orangorang dari kedutaan Indonesia di Jerman. Mereka inilah yang pada akhirnya memesan sepatu dari Jambiethnic dan membuka peluang untuk produk yang aku produksi dapat go international. Pasar luar negeri ternyata memang berjodoh dengan Jambiethnic. Hamburg, Jerman menjadi tempat pertama produk ini dipasarkan. Produk sepatu asal bumi nusantara ini pun berhasil juga dipajang untuk diperjual belikan di Kunt Ultrej Galerij di Amsterdam,
L 20 K
Segalanya Butuh Strat egi, Termasuk Mengamen
Belanda. Hal ini bisa terjadi berkat campur tangan salah satu CEO media cetak asal Malang. Waktu itu, Jambietchic pernah menjadi bahan berita liputan media miliknya. Tak disangka, dia tertarik untuk memasarkannya ke Belanda melalui bantuan suaminya yang kebetulan orang Belanda. Dengan link yang ia miliki, akhirnya produk anak umur 18 tahun ini bisa bersaing dengan produk sepatu dari Cina dan Malaysia di pasar Eropa. Semenjak itulah mulai berdatangan undangan untuk mengisi seminar sebagai pemateri. Salah satu yang terbesar adalah undangan mengisi materi seminar di Universitas Indonesia. Aku pun sempat menjadi pemateri di beberapa kota besar lain. Hingga mendapat beberapa penghargaan dari kota asalku di bidang wirausaha. Pada saat itu, aku punya secercah harapan untuk masa depan yang lebih baik.
q
L 21 K
MENGEJAR WANITA IDAMAN
Mengejar Wanita Idaman
PIKIRANKU selama ini hanya tertuju pada bisnis, bisnis dan bisnis. Aku selalu mengesampingkan urusan hati. Tapi setelah cukup percaya diri atas apa yang sudah aku capai dan miliki, mulailah aku membuka hati untuk seorang perempuan. Aku percaya dia akan menemaniku berjuang dan berproses demi mencapai mimpi indah bersama. Satu dua orang perempuan mulai kukenal. Sampai suatu ketika aku bertemu dengan seseorang bernama Niki. Dia adalah salah satu mahasiswi jurusan kedokteran di universitas negeri di kotaku. Kami mulai intens berkomunikasi dan menjadi lebih semakin dekat. Walaupun menurutku kita belum terlalu nyambung saat sedang mengobrol bersama, tapi disisi lain dia sudah cukup jadi sosok yang baik buatku. Masalah pun datang ketika aku mulai semakin dekat dengan Niki. Mantan pacar Niki yang sudah berpacaran selama bertahuntahun dengannya, memaksa dia untuk kembali berpacaran. Awalnya Niki menolak, tapi mantannya nekat dan mencoba bunuh diri dengan cara meneguk obat serangga. Ia hampir dilarikan ke rumah sakit dan Niki kebingungan. Karena takut disalahkan oleh banyak orang jika nanti terjadi apa-apa atas mantannya itu, Niki akhirnya berpacaran lagi dengannya. Aku mengira hal semacam itu hanya ada di sinetron saja, ternyata ada orang yang nekat ngelakuin hal bodoh seperti bunuh diri demi hal sepele seperti itu dan aku menemukannya di kehidupan nyata.
L 25 K
CE RITA BROWNIES
Aku sadar, jika aku paksakan untuk terus mendekati Niki mungkin akan ada hal buruk yang menimpaku. Bayangkan saja ketika seseorang berani menyakiti dirinya sendiri untuk mendapatkan yang dia inginkan, dia pasti tidak akan segan-segan untuk menyakiti orang lain. Yang aku pikirkan saat itu bukan hanya diriku sendiri, tapi juga orang-orang di sekelilingku, terutama Ibu dan adikku. Takut nantinya akan terjadi hal buruk tentang keselamatan Ibu dan Adik, aku memilih mundur. Aku langsung menjauh dari Niki dan aku tidak perlu waktu lama untuk bisa move on. Mungkin karena perasaanku pada Niki belum terlalu dalam, jadi aku lebih mudah membuatnya berlalu dari kehidupanku. Hari-hariku pun kembali seperti biasa. Mengerjakan apa pun yang bisa aku lakukan untuk sedikit melupakan masalah kesendirianku. Aku pernah mendengar seseorang berkata, bekerja keraslah biar jodoh nanti datang sendiri. Hal itu mungkin benar, tapi terkadang yang datang tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan. Apalagi yang aku inginkan bukan hanya seorang wanita yang mampu menerimaku saat aku memiliki sesuatu, tetapi yang kucari adalah dia yang mau menggenggam tanganku di saat aku belum memiliki apa-apa. Karena orang itulah yang akan memberi dukungan di keadaan apa pun dan mau untuk terus berproses bersama hingga sukses nanti. Karena menurutku pasangan terbaik bukan dia yang sempurna, tapi dia yang memiliki kecocokan yang sangat erat dengan kita. Karena yang sempurna, belum tentu bisa cocok dan selalu ada
L 26 K
Mengejar Wanita Idaman
seperti apa yang kita mau. Tapi ketika kita cocok, tak sempurna pun ia selalu ada dan memiliki tempat di hati kita. Karena rasa nyaman akan muncul saat bersama.
q Aku banyak mengenal orang-orang baru selama menggeluti dunia bisnis. Salah satunya Agus, seorang pembisnis muda berumur 20 tahun yang produknya sudah sukses di pasar nasional. Dia mengundangku untuk masuk ke salah satu komunitas bisnis. Komunitas ini memanfaatkan jejaring sosial internet sebagai tempat sharing dan berbagi ilmu satu sama lain. Anggotanya berasal dari kota-kota di Indonesia. Aku benar-benar berterima kasih karena dia sudah memperkenalkan komunitas ini padaku karena di sinilah awal cerita baruku dimulai. Di grup itu, aku disambut hangat sebagai keluarga. Aku seperti menemukan rumah baru. Keceriaanku tanpa disadari semakin meningkat, bisa dibilang aku anggota yang paling aktif di grup. Mulai dari membahas hal yang serius ataupun obrolan yang mengundang tawa, aku pasti selalu ikutan nimbrung. Hampir setiap jam selalu ada chatku di sana, hal itu muncul sebagai bentuk kegembiraanku saat diterima di suatu lingkungan baru. Bukan karena aku cerewet, tapi itu kulakukan untuk menutupi kekosongan dan kesendirianku. Sebab di dunia nyata aku hidup kesepian dan tidak tahu harus berbagi kisah dengan siapa. Sehingga,
L 27 K
CE RITA BROWNIES
grup itu jadi tempatku untuk menumpahkan keluh kesah sekaligus jadi sumber kebahagian baru. Untungnya kehadiranku di sana direspon dengan baik oleh yang lain. Bahkan jika sebelumnya grup tersebut hanya ramai saat malam hari saja, tapi sejak itu grup menjadi ramai hingga 24 jam. Karena terlalu aktif terkadang sampai menghasilkan ribuan chat yang semakin mengakrabkan para anggotanya seperti keluarga. Sampai-sampai aku bisa terbuka mengenai perasaanku yang sedang galau karena ditinggalkan seorang perempuan yang lebih memilih mantannya ketimbang aku dan mereka selalu menyemangatiku.
q Suatu hari, Deny salah satu anggota di grup itu memasukkan dua perempuan sebagai anggota baru. Awalnya aku tidak tertarik dengan mereka berdua. Di saat orang lain mulai melakukan chat pribadi dengan salah satu dari mereka bahkan keduanya dengan maksud PDKT, aku masih saja cuek dan tidak ngelakuin hal yang serupa. Salah satu dari wanita itu terlihat santun saat membalas chat anggota lain di grup. Caranya menanggapi guyonan atau perkataan orang menurutku terlihat anggun. Aku yang awalnya cuek tiba-tiba memendam rasa kagum akan akhlak dan tingkah lakunya. Dia mengenalkan dirinya sebagai Nara, tapi karena umurnya terpaut 4 tahun di atasku aku lantas memanggilnya dengan sebutan Kanara. Aku sengaja menggabungkan kata Kakak dan Nara menjadi Kanara agar lebih terkesan dekat.
L 28 K
Mengejar Wanita Idaman
Kekagumanku terhadap Nara menghasilkan penantian yang tanpa sadar aku lakukan. Aku selalu menantikan kehadirannya di grup, dan ketika grup sudah mulai ramai, aku selalu bertanya tentang keberadaan Nara seperti ini: Putra : Di mana Kanara? Putra : Kanara kok nggak ada sih? Putra : Kanara … Kanara…. Di sana aku seperti orang yang sedang melakukan modus dengan Nara, tapi ternyata bukan aku saja yang tertarik terhadap Nara. Dari 50 orang anggota grup, 10 laki-laki diantaranya juga mengidamkan sosok Nara. Dari sumber yang terpercaya, kesepuluh orang tersebut sudah coba melakukan pendekatan langsung ke Nara lewat chat pribadi. Sedangkan aku walau sering ribut dan kelihatannya sering modus ke Nara di grup, aku bahkan belum pernah sekalipun melakukan obrolan secara pribadi. Di mataku dia adalah sosok yang sangat anggun, berwibawa dan ramah. Tapi justru itu yang membuatku semakin takut dan segan padanya. Makin hari aku semakin sering menggodannya di dalam obrolan grup dan di depan banyak orang aku mulai menanyakan sesuatu yang bersifat pribadi seperti tentang keluarga atau yang lainnya. Putra : Kanara punya adik nggak? Nara : Aku punya satu Adik laki-laki. Malah usianya lebih tua
2 tahun dari kamu
L 29 K
CE RITA BROWNIES
Duh, makin jauh aja nih harapanku untuk bisa deketin Nara. Adiknya saja masih lebih tua dari pada aku. Tapi anehnya, aku malah semakin semangat buat deketin dia. Putra : Kak, Imam di masjidil haram aja yang umurnya 40
tahun bisa ngimamin banyak makmum yang lebih tua
Nara : Hahaha jawaban kamu bagus juga Sebenarnya, ada pesan tersirat yang ingin aku sampaikan ke Nara kalau yang lebih muda belum tentu tidak bisa jadi pemimpin untuk yang lebih tua, apalagi dalam soal agama dan keluarga. Umur tak selalu jadi patokan ketika menjalani segala sesuatu. Dan dalam sekejap aku merasa senang karena bisa membuat Nara tersenyum. Semakin hari aku semakin aktif di grup untuk menarik perhatian Nara, tapi sedihnya aku masih belum berani sekalipun melakukan personal chat dengan Nara. Aku hanya berani di dalam grup saja, di luar itu nyaliku selalu menciut. Ironisnya lagi, beberapa pria yang menyukai Nara justru curhat padaku dan mengatakan kalau mereka sudah chatting, teleponan bahkan mereka sudah sangat dekat. Semangatku mulai runtuh saat itu, ketika ternyata ada seorang teman yang sepertinya sudah memiliki hubungan dekat dengannya. Padahal aku sudah merasa cocok dengan Nara yang menurutku baik. Bahkan aku tidak memperdulikan umurnya yang lebih tua 4 tahun dariku. Kenyataan memang kadang menyakitkan, tapi selama belum pacaran ataupun menikah, aku merasa dia masih belum jadi haknya siapa-siapa, Termasuk lelaki tersebut.
L 30 K
Mengejar Wanita Idaman
Aku pun tetap mendekati Nara di grup walau di hati rasanya sakit karena aku hanya berani mengungkapkan dan menunjukkan rasa sukaku di grup. Hanya di depan orang ramai saja, sedangkan secara langsung pergerakanku NOL BESAR. Nara pun jadi menganggap rasa sukaku kepadanya hanya sekedar main-main dan hanya untuk bercanda, bukan benar-benar suka. Padahal di balik itu aku benar-benar memendam rasa suka terhadap Nara. Sampai-sampai aku mengalahkan rasa gengsi dan malu untuk selalu menggodanya agar Nara sadar kalau aku menyukainya dan memiliki perhatian lebih walau hanya lewat kata-kata yang dianggap guyon di grup saja. Bahkan aku sempat bertanya seperti ini padanya, gimana kalau ada yang suka itu lebih muda dari Kanara? terus bilang Khadijah aja lebih tua dari Nabi Muhammad tapi bisa tetap menikah. Dan banyak lagi pertanyaan menjurus lainnya yang menyangkut perasaan dan harapanku padanya. Tapi dia hanya tertawa kecil dan lagi-lagi hanya menjawab dengan anggun, dia benar-benar mahir mengatur emosi dan ucapannya. Itu semakin membuatku kagum melihatnya. Tanpa terasa, rasa sakit karena kehilangan orang tua ketika SMA semakin bisa aku lupakan. Aku juga tidak begitu merasa sendirian lagi. Berkat Nara, senyum dan semangatku muncul kembali. Walaupun kami tidak pernah berbicara langsung atau sekedar personal chat, setidaknya aku bisa menyapa orang yang aku suka setiap hari dan itu sudah lebih dari cukup untukku.
q L 31 K
CE RITA BROWNIES
Nara berasal dari Jakarta dan semakin hari aku semakin ingin bertemu langsung dengannya. Awal tahun 2014 aku pergi ke Thailand, setelah pulang dari Thailand aku langsung pergi menghadiri undangan seminar sebagai pembicara acara kewirausahaan disalah satu kota di Jawa Barat. Terhitung satu minggu non stop aku melakukan perjalanan. Dari Thailand kemudian langsung pergi untuk menghadiri undangan seminar, itu semua membuat fisikku drop karena terlalu lelah. Sebelum pulang ke Sumatera, aku harus terlebih dahulu mampir ke Jakarta untuk naik pesawat ke Jambi. Beberapa anggota grup yang tahu kalau aku akan mampir ke Jakarta kemudian berinisiatif untuk melakukan gathering kecil-kecilan. “Wah boleh juga tuh menurutku” dan yang membuat aku lebih senang lagi ketika Nara bilang kalau dia akan datang ke gathering tersebut. Akhirnya aku punya kesempatan untuk bisa bertemu langsung dengan Nara. Sesampainya di Jakarta dengan kondisi badan yang lemas, wajah pucat dan kucel, aku langsung menuju kosan seorang teman. Dia memberi tawaran untuk tidur di tempatnya. Dan subuh itu, aku tidur dengan kondisi badan yang menggigil sebelum akhirnya terlelap. Badanku benar-benar kelelahan akibat perjalanan kemarin. Aku melirik jam dan waktu sudah menunjukan pukul 12 siang. Aku baru sampai di Jakarta pukul 3 subuh dan baru tidur beberapa jam saja. Mataku berat sekali, tapi saat ingat kalau jadwal gathering itu pukul 3 sore aku langsung terbangun. Aku yang sakit, menggigil
L 32 K
Mengejar Wanita Idaman
dan merasa sedikit pusing itu langsung memaksakan diri untuk mandi. Demi dia, aku melawan rasa sakitku karena tidak ingin terlihat kusut dan kucel di depan Nara nanti. Setelah selesai mempersiapkan penampilan, aku langsung berangkat dengan menggunakan taksi. Ternyata aku salah satu orang yang datang paling terahkir di sana. Sekitar 15 orang anggota yang berdomisili di Jakarta tampak telah hadir. Aku kecewa ketika tidak melihat tanda-tanda keberadaan Nara di antara mereka. Aku pun pura-pura menutupi kekecewaan dengan memulai pembicaraan dengan yang lain. Aku merasa tujuan awalku datang ke gathering hancur seketika, tapi aku mencoba mengikuti gathering sampai selesai. Saat sedang asik mengobrol, aku melihat seorang wanita tengah berjalan menghampiri kami. Aku tertegun sesaat kemudian tersadar. “Itu Nara, batinku.” Aku langsung mengeluarkan senyum grogi. Rasanya aneh saja melihat Nara secara langsung untuk yang pertama kalinya. Dia benar-benar berbeda, dan di depanku terlihat seorang perempuan sederhana tanpa riasan diwajahnya duduk dengan begitu anggun. Untuk ukuran perempuan sekelasnya, Nara benar-benar berbeda. Tidak ada yang berlebihan, kecuali kesederhanaan dan keanggunan yang dia tampilkan saat itu. Nara orang yang selama ini aku idam-idamkan secara jauh, yang hanya bisa kusentuh lewat percakapan-percakapan di jejaring sosial. Dia orang yang mampu menciutkan nyaliku untuk sekedar mengobrol secara personal dengannya. Sekarang dia ada di depan mataku.
L 33 K
CE RITA BROWNIES
“Noh bini lo datang tuh,” bisik seorang teman yang mempersilahkan Nara untuk duduk berhadapan dengan bangkuku. Aku langsung menunduk. Duh Sambil melanjutkan obrolan, aku curi-curi pandang ke arah Nara. Sampai tak terasa waktu ashar pun tiba. Kami para lelaki, bergegas ke mushola untuk berjamaah. Saat perjalanan ke mushola tiba-tiba muncul niatan untuk berfoto bersama Nara, tapi niat itu tidak terlaksana karena saat aku kembali ke tempat berkumpul, Nara sudah tidak ada di sana. Ternyata dia sudah dijemput oleh mamanya, dan aku sangat kecewa. Tak lama setelah kepulangan Nara, aku pamit kepada yang lain. Aku harus mengejar pesawat yang akan berangkat pukul 7 malam dan bergegas menuju bandara. Di perjalanan aku hanya bisa memendam rasa kecewa karena gagal foto bersama perempuan yang selama ini jadi idamanku. Beberapa hari setelah itu HP-ku tiba-tiba rusak. Sudah hampir satu minggu aku lost kontak dengan teman-teman di grup. Keadaan itu membuatku merasa kesepian karena aku merasa grup itu sudah menjadi bagian hidupku yang lain. Lingkungan yang mau menerimaku dan tanpa grup itu aku merasa sendirian lagi. Di hari ketika HP-ku rusak aku mencoba membuka Twitter melalui laptop, dan begitu girangnya aku melihat mention dari Nara muncul di dinding Twitterku. “dua hari lagi aku bertugas mengisi materi
L 34 K
Mengejar Wanita Idaman
ringan di grup,” tulis Nara di sana. Sebelumnya dia sudah mencoba memberitahuku lewat WhatsApp tetapi tidak berhasil karena kondisi HP-ku yang masih rusak. Setiap anggota grup memang punya kewajiban berbagi ilmu mereka lewat kegiatan sharing. Setiap harinya, masing-masing mendapat giliran untuk melakukan sharing ringan. Ada yang bertugas menjadi pemateri dan ada juga yang menjadi moderator. Topik yang dibahas beragam, mulai dari bisnis, agama sampai mengenai keluarga dan yang lebih mengejutkannya lagi, Naralah yang bertugas sebagai moderatorku. Hatiku berbunga-bunga, aku senang setengah mati. Akhirnya ada juga alasan untuk memulai chat pribadi dengan Nara walaupun hanya sebatas pembahasan mengenai sharing saja. Sayangnya yang menjadi permasalahan sekarang adalah kondisi HP-ku yang rusak dan aku pun mulai stres. Coba bayangkan, dua hari lagi HP-ku ini harus sudah harus dapat digunakan karena aku tidak ingin kehilangan kesempatan emas ini. Aku langsung bergegas ke tempat service HP. “Mbak saya pengen HPnya cepet selesai yah,” kataku setengah memaksa. “Kalau harus bayar pun nggak apa-apa deh. Yang penting HPnya cepet beres.” “Kami usahakan ya Mas.” Dalam dua hari, aku sampai mondar-mandir ke tempat service. Sehari sampai bisa 3 kali untuk memastikan HPku bisa diselesaikan
L 35 K
CE RITA BROWNIES
lebih cepat. Jika kemungkinan terburuk HPnya juga belum selesai diperbaiki sampai hari dimana aku harus sharing dengan Nara, aku berniat untuk meminjam HP teman saja. Dua hari kemudian HPku sudah kembali berfungsi. Nara mulai sibuk menayakan topik apa yang akan aku bahas nanti. Dia aktif bertanya ini-itu, sedangkan aku sendiri hanya menjawab seadanya. Bukan karena aku tidak suka, tapi aku grogi dan takut salah menjawab. Maklumlah Nara sosok anggun yang aku idam-idamkan sekali. Dan kali ini, akhirnya aku berkesempatan chat secara pribadi pertama dengannya. Tapi jujur saja, apa yang aku lakukan kepada Nara ketika di grup itu benar-benar tulus bukan hanya modus semata. Aku ingin orang-orang tahu bahwa aku sungguh menyukai Nara dan dialah satu-satunya orang yang aku suka. Aku tahu, beberapa anggota yang lain pun ada yang mendekati anggota wanita lebih dari satu orang. Tapi karena pergerakan mereka diam-diam jadi tidak ketahuan oleh yang lain. Aku tidak mau seperti itu, aku hanya ingin Nara dan hanya pada Naralah aku ingin mengungkapkan perasaanku yang sebenarnya walaupun itu hanya di dalam obrolan grup saja, tidak secara langsung. Aku bersyukur pernah chat secara pribadi dengan Nara meski pun hanya membahas tentang materi sharing saja. Tapi, itu benarbenar kesempatan langka. Caraku mengobrol dengan Nara sangat berbeda dengan yang biasanya. Bahasa yang kugunakan benar-benar kaku. Berbeda 180 derajat dengan caraku mengobrol di grup. Aku
L 36 K
Mengejar Wanita Idaman
merasa malu dan sungkan, itu semua karena aku sangat menghormati dia. Singkat cerita acara sharing itu berjalan lancar. Ketika Nara bilang sharingnya bagus, aku sangat terharu. Saat itu isi materi sharing adalah bagaimana caranya saat mati namun tetap bisa hidup. Anehkan bahasannya? Materi ini aku alami sendiri dikehidupan nyata. Dari pengalaman yang sudah aku bagi di obrolan grup. Beberapa orang tiba-tiba kagum padaku, karena saat itu aku termasuk anggota termuda. Umurku masih 19 tahun dan di umur segitu aku sudah berjuang membangun usaha sendiri, mencoba mandiri dengan kondisi kehidupan yang tidak bisa dibilang baik-baik saja. Mereka seakan-akan menganggap aku adalah orang yang hebat. Padahal aku merasa hanya jadi orang yang tidak tahu apa-apa. Nara pun ikut-ikutan bangga melihat aku yang seperti itu. Acara sharing pun selesai dengan sukses, obrolanku dengan Nara secara pribadi pun ikut selesai juga. Karena setelahnya, rasa takut itu muncul lagi. Semakin hari rasa kagum dan sukaku pada Nara semakin tak terbendung. Aku memutuskan untuk curhat ke beberapa teman grup yang sudah punya pengalaman berumah tangga. Mereka menyarankanku untuk mendekati Nara dengan serius kalau memang suka. Bahkan, menyuruhku untuk memberi sebuah kado pada Nara. Karena katanya, nabi pernah mengatakan seperti ini : “saling memberi hadiahlah kamu, maka kamu akan saling menyayangi”
L 37 K
CE RITA BROWNIES
Semua saran mereka yang menurutku bagus itu pun tidak berani aku lakukan. “Gimana, lo udah berani chat si Nara ?” kata seorang teman yang aku tahu punya perasaan dengan Nara “Belum, gue masih segan.” “Ah lo gimana sih. gue udah sering chat sama Nara, teleponan terus bangunin pas mau sahur. Bahkan Nara pernah mimpiin gue juga loh,” Aku yang belum pernah mengungkapkan perasaan secara langsung ke Nara pun jadi ngedown mendengarnya. Mereka berdua seakan sudah dekat sekali dan aku jadi pesimis untuk menjangkau Nara. “Lo ngepur (istilah dalam taruhan) gue ya Put?” Seperti ada yang mau meledak di dalam diriku ketika mendengar kalimat itu, aku marah tapi coba kutahan. Perkataannya itu, seakan-akan memposisikan Nara hanya sebagai mainan kami berdua saja. Aku tidak terima karena Nara adalah orang yang sangat aku hargai dan rasa sayangku padanya benar-benar tulus. “Gue nggak ngechat Nara karena gue segan sama dia. Gue cuman takut salah ngomong aja saat ngobrol bareng dia,” kataku sambil mengakhiri pembicaraan. Setelah itu aku mencoba curhat lagi ke orang yang dituakan di grup. Menurutnya, aku nggak perlu takut dan merasa down dengan
L 38 K
Mengejar Wanita Idaman
perkataan temanku. Apa yang ia katakan belum tentu benar dan sama dengan apa yang dikatakan Nara. Dari situ aku diminta untuk mendekati Nara lagi. Mencoba untuk memulai pembicaraan, meskipun aku sendiri bingung mau mulai dari mana. Nara mempunyai usaha dibidang travel. Dari situ terlintas beberapa ide untuk usahanya. Entah mengapa aku ingin sekali membagi ide marketing tersebut ke Nara, siapa tau bisa membantu. Akhirnya, aku jadi sering sharing dengan dia. Dia menghargai ideku dan mencatat setiap apa yang aku sampaikan. Aku makin respect denganya, rasa canggung dan kaku mulai berkurang sedikit demi sedikit. Kami semakin nyambung dan cocok satu sama lain. “Aku suka sama Kanara,” tiba-tiba kalimat itu keluar begitu saja dariku. Entah keberanian dari mana aku bisa mengatakan perasaaanku secara terang-terangan padanya. Nara sepertinya cukup kaget mendengar itu. “Umurku kan lebih tua dari kamu Put.” “Nara, Ini semua bukan masalah umur. Dulu aku kayak cowok lain yang takut memiliki pasangan yang umurnya lebih tua karena cewek bakal lebih cepat menua dari pada cowok. “Tapi ketika aku kenal kamu, aku jadi yakin kalau fisik yang menua bukan berarti membuat kadar cinta dan kasih sayang di dalam sebuah rumah tangga juga menua dan menurun.” Aku mengagumi Nara karena sifat dan akhlaknya. Banyak perempuan yang aku kenal dan berhijab tapi tidak seperti dia yang
L 39 K
CE RITA BROWNIES
mempraktekkan ketaatan disetiap yang dia kerjakan. Nara selalu hati-hati dan takut melanggar larangan-larangan agama. Dulu, aku bepikir untuk menikah diumur 23 tahun, tetapi karena Nara aku jadi ingin secepatnya menikah. Aku tahu, di luar sana memang banyak sekali perempuan tapi yang seperti Nara itu mungkin hanya lewat satu kali di kehidupanku dan aku tidak ingin melewatkannya begitu saja. Nara terus cemas setiap harinya dan di saat itu juga aku selalu berusaha menenangkan dia. Karena sebenarnya tidak ada yang perlu dicemaskan. Menurutku Nara itu terlihat awet muda sedangkan aku benar-benar awet tua. Jadi akan serasi dan balance ketika kita jalan bersama. Meski pun begitu, Nara tidak pernah memandangku seperti anak kecil. Dia menghargai setiap pendapat yang aku berikan bahkan dia melaksanakan beberapa pendapatku. Itulah yang membuatku yakin kalau aku bisa jadi pemimpin untuk Nara jika sudah berumah tangga nanti. Karena ketika istri udah patuh pada suami itulah surga dalam rumah tangga untuk lelaki. Dan aku mau mewujudkannya bersama Nara.
q Makin hari kita semakin cocok walaupun dipisahkan jarak yang cukup jauh yaitu sekitar 600 KM. Beberapa bulan terakhir, selama kita berhubungan lebih sering dari sebelumnya, rasa kagumku mulai berubah jadi rasa sayang. Aku tidak pernah berani untuk menelepon
L 40 K
Mengejar Wanita Idaman
Nara karena aku masih menjaga rasa hormatku, meskipun dia sudah tau perasaanku. Butuh waktu 1 bulan lebih untuk meyakinkan Nara untuk percaya padaku kalau aku tidak main-main dengan rasa sayangku padanya. Aku tetap pada prinsipku untuk tidak mempermasalahkan umur, akhirnya dia pun luluh juga. Kami pun semakin dekat, sejak saat itu kami saling berbagi banyak hal. Dia jadi tempatku berkeluh kesah. Dan aku merasa tidak sendirian lagi menjalani hidup. Aku punya partner untuk menghadapi banyak ujian bersama. Setiap aku jatuh dia selalu mengangkat semangatku dan kita saling menguatkan satu sama lain. “Kamu itu orang yang aku percaya untuk jadi imam aku. Orang yang selalu aku banggakan di depan siapa pun. Kamu pasti kuat menghadapinya,” kata Nara. Itu kalimat magis yang selalu membuatku bangkit dan terus semangat. Mungkin kata semacam itu bagi sebagian orang dianggap biasa saja, tapi bagiku yang biasa hidup dan berjuang sendiri demi bisa punya masa depan lagi, ini jadi hal yang luar biasa sekali. Aku merasa ada seseorang yang selalu siap 24 jam buat memeluk dan menyemangatiku.
q
L 41 K
PAKAIAN DAN ANGGAPAN ORANG
Pakaian dan A nggapan Orang
NARA bilang akan pergi ke Dubai dan menjalankan ibadah umroh. Nara berpamitan padaku sebelum pergi. Nara : Aku mau pergi ke Dubai dan insyaallah aku langsung umroh. Maaf ya kalau nanti aku nggak bisa setiap saat ngasih kabar. Aku takut nggak dapet sinyal. Tapi aku pasti berusaha ngabarin kamu yah kalau nemu Wi-Fi
Beberapa hari berlalu, tidak ada kabar dari Nara. Mungkin Nara belum mendapat sinyal Wi-Fi. Sampai akhirnya ia menghubungiku untuk pertama kalinya. Nara mengirimkan sebuah foto berlatar belakang kemegahan Burj Khalifah, salah satu pencakar langit yang jadi icon di Dubai. Di foto tersebut, tertulis sepotong doa yang tulus ia berikan untukku. Kalimatnya seperti ini : Semoga Jambiethnic bisa seperti Burj Khalifah dan ada di puncak brand-brand terkenal dunia Dan belakangan aku tau, ternyata untuk mendapatkan foto tersebut Nara sampai harus jalan sejauh 2 KM dengan kondisi badan yang sedang demam. Ia memaksakan kakinya yang sedang sakit untuk berjalan di tengah dinginnya malam. Aku terharu atas apa yang Nara lakukan. Di tempat jauh seperti itu, Nara masih saja berusaha keras untuk membuatku tersenyum. Aku lantas menangis bahagia untuk yang pertama kalinya. Menurutku dialah orang yang paling so sweet yang pernah ada di hidup seorang PATRIA PRIMA PUTRA. Suatu malam ketika dia masih di Dubai aku iseng bernyanyi untuk Nara melalui Voicenote. Itu pertama kalinya Nara mendengar
L 45 K
CE RITA BROWNIES
suaraku dan Nara malah langsung terheran-heran ketika selesai mendengar nyanyianku. “Ini beneran kamu yang nyanyi,” katanya sambil tertawa. “Hahahahahaha. Ya, iyalah siapa lagi coba.” “Aku kira kamu ngerekam suara orang atau penyanyi lain. Suara kamu lumayan juga,” tutup Nara. Nara senang aku bernyanyi untuknya. Dia malah jadi sering minta untuk dinyanyikan lagi dan ia pun jadi fansku satu-satunya sejak saat itu. Aku tidak menyangka gara-gara aksi spontanku untuk bernyanyi, kami berdua jadi semakin dekat. Setelah Dubai, Nara melanjutkan perjalanan ke Mekkah. Dia mengirimkan sebuah foto di depan ka’bah bertuliskan : Putra dan Nara 2015 Aku hanya bisa mengaamiinkan dari jauh dan rasanya aku ingin ada di sana bersama Nara. Pulang dari umroh, kami semakin sering bercerita panjang lebar. Kami ternyata punya kesamaan. Nara dari kecil tidak suka keluar rumah sama persis denganku yang juga tidak terlalu sering keluar. Kami saling mengisi kekosongan masing-masing. Dia selalu percaya dengan segala keputusan yang aku ambil. Ketika sedang down dan dalam masalah, Nara tahu gimana caranya menenangkan aku. Kamu tuh kebanggaannya aku, aku aja mau percayain
L 46 K
Pakaian dan A nggapan Orang
hidup aku nanti sama kamu. Jadi jangan nyerah calon imamku. Ah…Nara selalu saja manja. Perbedaan umur pun semakin tidak kami rasakan, aku sebagai laki-laki terkadang sering mengingatkan dia agar bisa hidup mandiri. Mungkin karena dia anak perempuan satu-satunya jadi dimanja dengan orang terdekatnya. Walaupun aku lebih kecil dari dia, di umurku yang masih 19 tahun ini, aku selalu bisa membuat dia menerima pendapatku. Nara tidak pernah membantah. Setiap nasihat yang aku beri dia selalu berusaha untuk melakukannya. Nara tahu, meski pun umurku lebih kecil dari dia, aku sudah terbiasa menghadapi permasalahan hidup sendiri setelah Ayah meninggal. Aku sering mengingatkan dia agar jangan sering menangis ketika menghadapi cobaan hidup. Aku mau dia kuat dan hebat karena di balik keanggunannya, sebenarnya Nara punya sikap lembut dan cepat mellow. Jadi aku selalu ingin membuat dia lebih kuat. Dari situlah akhirnya aku punya panggilan sayang untuk Nara. Aku memanggil Nara dengan sebutan ‘Khadijah’ atau ‘Khadijahnya aku’ karena Nara adalah salah satu pengagum istrinya Nabi Muhammad, Khadijah binti Khuwailid. Menurut Nara itu adalah panggilan paling romantis yang pernah ia dapat dan dia pun terharu mendengarnya. Aku ingin Nara jadi wanita hebat seperti Khadijah. Walaupun Khadijah lebih tua dari Nabi Muhammad tapi nabi sangat mencintainya hingga akhir hayat. Selain istri yang hebat Khadijah juga saudagar atau pengusaha yang hebat dan mandiri. Aku mau Nara
L 47 K
CE RITA BROWNIES
mencontohnya. Do’aku adalah supaya Nara jadi wanita yang kuat dan hebat seperti Khadijah. Aku tidak menyangka, berawal dari hanya bertemu belasan menit ketika gathering di Jakarta dan belum pernah bertemu kembali setelah itu, kami sudah bisa seakrab ini. Aku sudah tidak segan menceritakan banyak rahasia yang belum pernah aku ceritakan ke siapa pun. Semakin hari komunikasi kami semakin intens dan aku merasa kami sangat cocok. Nara itu sosok perempuan yang dari dulu aku impikan. Tidak meleset sedikit pun dari bayanganku tentang impian punya seorang cewek yang shalihah dan bisa mengingatkanku ketika keliru.
q Hari pertama Aku merencanakan untuk menghadiri seminar bisnis di Jakarta. Nara menyambut kabar itu dengan senang hati. karena itu artinya kami akan bertemu untuk yang ke dua kalinya dengan perasaan yang sudah saling suka dan tahu isi hati masing-masing. Bandara selalu jadi tempat paling sibuk menurutku. Orangorang hilir mudik ke sana kemari. Aku baru saja keluar dari pintu kedatangan. Jika sebelumnya aku selalu naik taksi ketika di Jakarta, kali ini ada seseorang yang mau menjemputku, seseorang yang selama ini aku kagumi, orang itu ada di dalam sebuah mobil. Aku
L 48 K
Pakaian dan A nggapan Orang
langsung menghampirinya dan ketika aku masuk ke dalam mobil, aku hanya fokus melihat senyum seorang wanita yang berada di balik kemudi. Ya Tuhan senyumnya. Senyum Nara yang menyambutku di dalam mobil begitu membuatku terpesona. Hal indah pertama yang aku lihat hari ini, rasa bosan selama di perjalanan seketika hilang begitu saja. Aku hanya bersyukur pada Tuhan karena telah menciptakan makhluk bernama Nara. Aku langsung duduk di samping Nara. “Yes disupirin,” kata itu keluar dari mulutku. Tapi sepertinya kalimat itu tak cukup baik untuk mengawali percakapan kami karena ekspresi Nara terlihat kecewa. Mungkin yang dia ingin aku yang duduk di kemudi, tapi aku punya alasan sendiri kenapa tidak menggantikan Nara saat itu. Aku tidak biasa menggunakan barang milik orang lain. Aku takut terjadi apa-apa pada mobil Nara. Mobil itu pastinya sangat berharga dan itu adalah harta orang tua Nara. Pasti dibeli dengan jerih payah mereka. Aku takut kalau merusaknya. Ditambah aku pun belum pernah menyetir di Jakarta sebelumnya.
q Kami langsung menuju ke salah satu mall di Jakarta untuk menunggu seorang teman. Sembari menunggu, kami mengobrol santai dan aku
L 49 K
CE RITA BROWNIES
merasa sedang bermimpi bisa ada di depan dia sekarang. Nara masih sama: cantik dan anggun. Tidak lama setelah itu, kita berangkat ke gedung tempat berlangsungnya seminar. Di gedung tersebut aku bertemu dengan banyak teman-teman yang berasal dari pulau Jawa. Sepertinya, hanya aku saja yang jauh-jauh datang dari Sumatera. Aku selalu ingin bertemu dengan banyak orang dan bisa belajar banyak dari yang lain. Itulah sebabnya aku berada di sini sekarang. Karena aku datang bersama Nara, aku sempat jadi bahan bercandaan teman-teman. “Hallo.” “Hai. Cieeeeee yang baru jadian datengnya berduaan. Cocok pisanlah,” cerocos temanku dari Bandung. Aku dan Nara hanya senyum-senyum malu. Nara langsung pergi ke toilet. Mungkin mau memperbaiki penampilan (baca : make up). Eh tapi, Nara orang yang sederhana kok. Hanya saja saat ini kulit mukanya sedang mengelupas jadi dia berusaha untuk menutupinya menggunakan bedak. Sepertinya hal itu yang membuat Nara takut kalau aku tidak begitu nyaman dengan penampilannya. Biasanya ketika melihat wajah seorang perempuan mengelupas atau berjerawat aku akan merasakan ilfeel. Tapi tidak untuk saat ini, aku malah memuji Nara karena kecantikannya. Tidak tahu kenapa, baru kali ini rasanya aku bisa menerima perempuan apa adanya. Aku tidak takut untuk berhadapan dengan
L 50 K
Pakaian dan A nggapan Orang
kekurangan yang dia punya, yang aku mau dia yang bisa menemaniku berproses untuk menjadi lebih baik. Bukan perempuan cantik yang hanya mementingkan penampilan. “Duduk di sini,” ucap Nara ketika kami sudah berada di dalam aula. Duh senyum itu lagi. Dia memilihkan tempat duduk untukku kemudian meletakan tasnya di atas kursi agar aku bisa duduk di sampingnya. Dia benarbenar perhatian dan seakan-akan tidak mau jauh dariku. Selama acara Nara selalu menujukkan perhatiannya kepadaku. Aku benarbenar terkejut sekaligus senang melihat sikapnya seperti itu. “Sebelum pergi, tadi aku beli kue buat kamu,” kata Nara sambil mengeluarka kue dari tasnya. “Emm kamu pasti belum makan, kan? Itu sebabnya aku sengaja bawain ini,” lanjutnya. Muka Nara kelihatan lucu ketika memberikan kue tersebut. Dia memasang wajah cemas, takut kalau aku sampai kelaparan selama di sana. Aku mengambil beberapa potong kue, lalu melahapnya pelan-pelan. “Udah? Nih minumnya,” kata Nara dengan sigap menyodorkan air. Aku hanya bisa terdiam. Sungguh, aku tidak bisa berkata apaapa. Speechless rasanya mendapat perhatian penuh seperti itu. Dia
L 51 K
CE RITA BROWNIES
melayaniku dengan sangat baik, aku jadi teringat dengan Ibu yang selalu mencemaskan keadaanku. “Aku sengaja ambilin kamu air waktu di luar tadi karena takut kamu kehausan,” dengan mimik sedih dan khawatir dia menyodorkan minum. Ketika aku sudah selesai, kemudian dia mengeluarkan lagi senyum anggun andalannya. Seumur hidup baru kali ini aku mendapat service dari seorang perempuan. Ajaibnya ini baru pertemuan pertama kami, bagaimana pertemuan-pertemuan selanjutnya, ya? Tidak bisa terbayangkan. Selesai seminar, kami langsung meluncur untuk bertemu dengan rekan bisnis disalah satu restoran yang tidak jauh dari sana. Tiba-tiba perutku terasa mual karena aku sedang tidak enak badan. Lagi-lagi dengan sigapnya Nara mengeluarkan fresh care seakan tidak perduli dengan teman-teman yang lain, Nara malah sibuk mengurusku. Dengan lembut, Nara mengusapkan fresh care ke keningku. Katanya, agar mengurangi rasa pusing kemudian memintaku untuk membalurkannya ke perut. Nara benar-benar terlihat cemas dan panik. Hari ini sungguh luar biasa sekali buatku, perempuan yang dulu hanya bisa aku lihat dari jauh tanpa berani kusapa, hari ini menunjukan perhatian dan rasa sayangnya padaku. Bukan dengan kata-kata atau banyak bicara, tapi langsung membuktikannya dengan perbuatan.
q L 52 K
Pakaian dan A nggapan Orang
Hari kedua Hari ini aku memiliki dua jadwal yang harus dilakukan. Pertama menjenguk seorang teman yang istrinya baru selesai melahirkan. Kedua adalah silahturahmi ke rumah Nara bertemu dengan keluarganya. Kami tidak berangkat berdua, ada teman-teman lain yang juga ikut. Kebetulan aku tidak satu mobil dengan Nara. Mobil yang dinaiki Nara isinya kaum hawa semua, jadi tidak enak jika aku bergabung bersama mereka. Jadi aku lebih memilih untuk ikut mobil yang lain. Sebelum ke tempat tujuan pertama, kita sempat mampir sebentar ke sebuah cafe sambil menunggu waktu sholat. Di situ Nara meminta aku untuk duduk di dekatnya dan aku menolak dengan halus karena malu dan merasa tidak enak dengan teman-teman yang lain. Tapi Nara tetap saja menunjukan perhatiannya meskipun hanya lewat WhatsApp. Selepas itu, berangkatlah kami ketujuan utama. Beberapa kali Nara memberi kode padaku untuk semobil dengannya. Tapi karena aku tidak terlalu peka, kode dari Nara pun tidak tertangkap olehku. Aku meminta maaf karena itu memang salah satu kekuranganku. Setelah basa-basi di rumah teman dan bermain sebentar bersama anaknya , kami pun akhirnya memutuskan pulang saat hari mulai terlihat gelap. Tujuan kedua sudah di depan mata. Aku nervous setengah mati, untuk pertama kalinya aku akan bertemu keluarga Nara. Meskipun
L 53 K
CE RITA BROWNIES
kami datang secara bersama tetapi rasa nervous itu tetap tidak bisa aku sembunyikan. Mobil kami memasuki halaman rumah Nara. Ketika melihat rumahnya yang cukup besar, teman-temanku hanya bisa terdiam. Mereka melirik ke arahku, mungkin di dalam hati mereka sedang menertawakanku. Ditambah mungkin juga mereka pesemis aku akan diterima di tengah-tengah keluarga Nara. Sebenarnya aku pun merasakan hal yang sama, tetapi aku memberanikan diri saja. Toh yang aku mau dan suka itu anak gadisnya bukan rumah atau harta keluarganya. Karena buatku Naralah yang paling penting bukan embel-embel yang ada di belakangnnya. Kalau sudah menikah nanti, kebutuhan rezeki itu jadi tanggung jawab suami. Jadi akulah yang akan berusaha memenuhi segala kebutuhan Nara, dan aku tidak akan mundur begitu saja. Saat itu aku memilih mengenakan kemeja lengan panjang dan celana jeans skiny,dengan pakaian yang sering kugunakan sehari-hari kemudian kita langsung masuk ke dalam rumah Nara. Rasa grogi semakin menjadi, meskipun aku sedang berbarengan dengan yang lain. Tiba-tiba turunlah orang tua Nara, kita menyalami keduanya. Setelah itu aku langsung tertunduk lemas, ketakutanku akan sambutan dingin dari keluarga Nara pun semakin menghantui. Nara sendiri terlihat mondar mandir. Dia menunjuk ke arahku, mungkin ia sedang mengenalkanku pada keluarganya. Kakak laki-laki Nara yang baru datang langsung menyalamiku. Ketika itu, jantungku berdetak lebih lambat.
L 54 K
Pakaian dan A nggapan Orang
“Putra.” “Halo.” Tanggapan kakaknya tidak sesuai dengan harapanku, setelah itu aku merasa minder habis-habisan. Akhirnya ketika sudah meninggalkan rumah Nara aku semakin pesimis.
q Malamnya, aku berkumpul bersama beberapa teman lelaki. Kejadian di rumah Nara menjadi topik utama perbincangan kami. Ternyata bukan hanya aku yang merasakan keluarga Nara belum terlalu welcome atas kehadiranku, teman-teman pun merasakan hal yang sama. “Kok gue ngerasa sikap keluarganya Nara kurang welcome gitu yah tadi,” kataku resah. “Hmmmm. Gue juga nangkep kayak gitu sih Put.” “Mungkin karena pakaian lo kali Put. Harusnya lo pake baju yang rapihan dikit, ya rada berkelaslah.” “Gue gak pengen berlebihan aja. Gue pengen diterima apa adanya. Gue mau nunjukin inilah diri gue sehari-hari, gue yang sederhana,” belaku. “Ya ini kan beda Put. Lo tuh mau ketemu orang tua gebetan lo.” “Bukan gue nggak punya pakaian yang mahal, cuman melihat dari kondisi gue yang sebelumnya drop ditinggal ayah terus kerja
L 55 K
CE RITA BROWNIES
sendiri buat berjuang cari masa depan, gue hanya ingin diterima apa adanya. Makanya gue cuman pake pakaian normal untuk ukuran anak umur 19 tahun.” “Gue ngerti, tapi tetep Put, lo harus liat kondisinya gimana. Itu juga bakal jadi cara lo ngambil hati orang tuanya. Kalau perlu lo bawa mobil sendiri nanti gue pinjemin deh.” “Tau gak, lo tuh kayak gak selevel aja sama Nara kalau seperti tadi kejadiannya.” “Gue nggak pernah ada niat pengen dapet anak orang kaya. Ketika gue deketin Nara, gue nggak tau dia siapa dan apa aja yang dia punya. Gue bisa sama Nara karena rasa nyaman dan Nara pun nggak pernah bahas masalah keluarganya.” Percakapan kami pun berakhir pada pukul 3 subuh. Hari itu, merupakan hari yang penuh dengan kepesimisan tapi aku mencoba berpikir optimis dan berharap apa yang dikatakan teman-teman tadi itu salah. Aku hanya ingin diterima dengan keadaanku sebagai seorang Putra. Masalah harta atau jabatan adalah hal yang bisa diusahakan. Aku percaya ketika kita berdoa dan tak henti untuk berusaha pasti Allah sudah menyiapkan rezeki yang layak untuk kita.
q
L 56 K
Pakaian dan A nggapan Orang
Hari ketiga Matahari sudah setengah naik, mataku masih lengket karena belum puas tidur. Tapi hari ini aku sudah berjanji untuk bertemu dengan Nara. Kejadian kemarin benar-benar mengganggu pikiranku. Aku memutuskan menceritakan semua perasaanku pada Nara. Menurutku dia harus tahu semuanya dan aku pun perlu tahu apa yang ada dipikirannya. Ketika aku baru masuk ke mobilnya nara tiba-tiba nara mengatakan. “Tolong lain kali pake pakaian yang lebih baik, kan kamu mau ketemu orang tua, masa pakai pakaian biasa,” ucap Nara belum apa-apa. “Tapi yang aku kenakan bukan baju bolong atau baju compang-camping kayak anak urakan. Itu baju kemeja lengan panjang yang umumnya dipakai anak-anak seumuranku,” tangkasku kekeuh dengan pendirian. Tidak ada jawaban dari Nara. “Aku tuh hanya ingin semua orang yang bisa nerima aku apa adanya, aku ingin dinilai bukan hanya dari sampulnya aja,” jelasku. “Oke aku ngerti. Aku minta maaf udah memaksakan kamu buat jadi orang lain.”
L 57 K
CE RITA BROWNIES
Mungkin aku memang keras kepala tapi aku tidak mau menipu orang lain dengan tampilan yang dibuat-buat. Aku ingin yang dilihat orang adalah keseluruhan dari kepribadianku dan tidak ada yang aku tutupi soal itu. Aku tidak mau berpura-pura hanya untuk diterima, tetapi ternyata masih ada masalah lainnya yang mengganjal dihati Nara. “Aku juga kecewa ketika kemarin kamu nggak gantiin aku buat nyetir mobil saat di bandara, kamu sepertinya terlihat lebih senang disetirin.” Dulu Nara sering melihat kakaknya selalu nyetirin istrinya waktu mereka masih pacaran. Dia menganggap menyetir itu salah satu simbol tanggung jawab seorang lelaki pada wanitanya, Dan karena kejadian itu dia membandingkanku dengan kakaknya. “Bukan nggak mau tapi aku kan belum pernah bawa mobil di Jakarta. Aku takut kalau menggunakan barang milik orang lain, aku takut mobil itu malah rusak karena aku. “Keluargaku selalu menekankan untuk tidak dengan gampang memakai barang milik orang lain, karena mereka membelinya tidak mudah dan dikhawatirkan akan rusak atau lecet. Itu alasannya kenapa aku tidak menawarkan diri untuk nyetirin kamu.” Aku mengalah. Setelah percakapan itu, aku mencoba menyetir untuk pertama kalinya di kota ini. Puji syukur aku mulai terbiasa dan tidak terlalu takut lagi. Nara pun memaklumi apa yang menjadi ketakutanku.
L 58 K
Pakaian dan A nggapan Orang
Aku belajar satu hal hari ini. Terkadang kesalah pahaman muncul karena kita tidak saling menjelaskan, padahal setiap manusia punya alasan. Jadi menurutku yang terpenting dari sebuah hubungan adalah keterbukaan. Apa yang pasangan mau dan apa yang kamu mau dari pasangan berusahalah saling menyampaikan. Karena tanpa itu, kadang muncul kekecewaan.
q Hari keempat Sebelum pulang, aku bersiap untuk pergi ke Bandung, mengontrol bisnis yang produksinya ada di sana. Hari itu, sebelum berangkat menuju Bandung aku ingin sekali bertemu Nara, tapi ternyata keinginan tersebut harus diurungkan. Nara tidak diizinkan keluar oleh orang tuanya. Di dalam travel, aku hanya berharap Nara bisa datang tiba-tiba, tetapi hingga mobil bergerak menuju Bandung, keberadaan Nara masih nihil. Nara tidak bisa keluar dari rumahnya dan aku benarbenar kecewa. Setelah malam itu, orang tua Nara mungkin jadi melarang anaknya untuk bertemu denganku, aku tidak tahu harus seperti apa. Tidak terasa air mataku menetes, selama perjalanan aku menangis di mobil. Aku sudah merasa nyaman dengan Nara dan jika tiba-tiba harus dipisahkan hanya karena pertemuan pertama yang tidak mulus, aku merasa sedih dan kecewa.
L 59 K
CE RITA BROWNIES
Gua harus kuat. Gua harus terus berusaha. Sebagai lelaki aku harus terus berjuang buat perempuan yang aku suka. Selama kita mau berusaha pasti ada jalan dan aku yakin itu. Aku tidak mau menjadi orang yang menyesal karena tidak pernah mencoba untuk memperjuangkan orang yang aku sayang. Aku orang yang keras kepala, jadi ketika aku sudah punya keinginan, pasti akan aku kejar sampai dapat.
q Senja turun dan aku sampai di Bandung pukul 4 sore. Tanpa membuang waktu, aku langsung menuju tempat produksi. Setelah mengecek beberapa hal, aku menuju ke rumah seorang teman. Inilah enaknya punya teman di berbagai daerah. Kita seakan punya banyak keluarga karena banyak yang akan menyambut kedatangan kita. Tak perlu bingung memikirkan tempat bermalam kalau sedang di kota orang seperti ini. Odi menyambutku di rumahnya dan beruntungnya lagi, aku dapat traktiran makan dari Odi. “Sudah tidur gratis, dapat makan gratis pula.” Aku memberi tahu Odi kalau akan menginap di tempatnya satu malam saja. Karena besok, aku akan melanjutkan perjalanan ke Kuala Lumpur. Ketika pukul 8 malam aku teringat dengan salah satu pengusaha idolaku yang tinggal di sini. Aku langsung meminta nomer handphonenya lewat chat di Path. Kebetulan aku sudah lama berteman dengannya di Path.
L 60 K
Pakaian dan A nggapan Orang
“Saya kebetulan lagi di Bandung pak. Kira-kira bisa ngobrol bareng nggak ya pak malam ini, mungkin sambil ngopi bareng gitu,” kataku berharap. “Kalau malam ini saya nggak bisa, mendadak banget sih acaranya. Gimana kalau ketemuannya besok aja. Kebetulan saya ada acara HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia) kita ketemuan di sana.” “Besok Pak? Wah saya besok subuh mau berangkat ke Kuala Lumpur (KL) Pak,” kataku sedikit menyesal. “Sayang banget. Ya udah nggak apa-apa mungkin lain kali aja ketemunya.” Aku pikir ini kesempatan langka. Aku orang yang paling ingin belajar ilmu baru apalagi dari seseorang yang aku anggap mahir dibidang bisnis. Akal sehatku tiba-tiba hilang, dengan spontan aku menunda keberangkatan ke KL. Bergegas aku mencari penerbangan untuk lusa. Ketika sudah dapat tiket penggantinya, aku benar-benar menunda keberangkatan dan memilih untuk pergi ke acara tersebut. Alhasil, tiket yang harganya menurutku lumayan itu harus hangus begitu saja. Tapi aku yakin tidak ada yang sia-sia di dunia ini karena setiap ada yang dikorbankan pasti selalu ada yang didapat. Keesokan paginya aku diantar Odi ke salah satu hotel bintang lima di Jawa Barat dengan menggunakan motor. Hotel itu jadi tempat diselenggarakannya acara HIPMI. Aku langsung bingung ketika
L 61 K
CE RITA BROWNIES
masuk ke dalam, kebanyakan yang hadir di tempat itu menggunakan baju formal. Sedangkan aku hanya pakai skinny jeans dan kemeja. Tapi, ya sudahlah aku percaya diri saja. Di situ terlihat ada Aa Gym, Gubernur Jawa Barat bahkan pengusaha nasional sekelas Bluebird. Sedangkan aku, hanya pengusaha kelas teri. Sambil duduk aku mengobrol bersama temanku sambil menunggu kedatangan pengusaha idolaku. Terdengar suara gemuruh mesin mobil sport dari luar. Aku menebak-nebak dalam hati, “Ini pasti orang yang aku tunggu dari tadi.” Seorang pengusaha yang menjadi idolaku sejak duduk dibangku SMA. Dan benar saja, dia datang menggunakan mobil Lamborghininya. Aku mendekatinya sambil ikut berjalan masuk ke ruangan acara. Walaupun yang lain berpakaian formal tapi pengusaha idolaku ini ternyata punya gaya berpakaian yang sama denganku. Dia hanya menggunakan kemeja, skinny jeans dan sepatu sneakers. Tidak mengherankan karena umurnya pun masih terbilang muda yaitu 26 tahun, sedangkan aku masih 19 tahun. Hari itu tampilan kami terlihat yang paling casual di antara yang lain. Aku dibuat takjub ketika masuk ke dalam. Pengusaha yang berpakaian rapih dan perlente membungkuk hormat sambil menjabat tangan kami. Hahahaha. Serius gue disalamin dengan cara seperti ini?
L 62 K
Pakaian dan A nggapan Orang
Dari situ, aku mulai merasa prinsipku selama ini benar. Kita dihormati bukan karena pakaian yang kita pakai tapi karena kemampuan yang kita punya. “Mas anggota DCI ya,” kata seorang yang menyalamiku. Aku yang tidak mengerti apa-apa hanya bisa mengangguk sambil senyum dan itu membuat mereka semakin hormat. Sampai akhirnya aku tahu ternyata DCI itu klub mobil sport jenis Lamborghini dan Ferrari. Ya, wajarlah jika tadi mereka menghormatiku seperti itu. Mereka gak tau aja, gue cuman naik motor bareng temen, Eh berarti muka gue udah meyakinkan dan cocok kali yah kalau punya Ferrari hahahaha. Tiket menuju Kuala Lumpur hangus begitu saja, tapi aku tidak merasa menyesal sedikit pun. Di sini aku bisa bertemu dengan banyak pengusaha besar. Seketika mimpi-mimpi serta insting bisnisku langsung berkembang saat itu juga. Aku berkenalan dengan beberapa orang yang memiliki usaha dengan menghasilkan puluhan, ratusan bahkan hingga triliunan rupiah. Aku menjadi anak paling kecil dan bontot dengan umur yang masih 19 tahun di ruangan itu. “Mau pergi ke KL jam berapa besok?” tanya pengusaha idolaku. “Subuh Pak.” “Gimana kalau kamu tidur di rumah saya aja. Lebih dekat loh dengan bandara,” tawarnya. Aku langsung mengiyakan tawarannya, dengan secepat kilat aku langsung pulang dan mengambil barang-barangku.
L 63 K
CE RITA BROWNIES
Keren banget. Sampai di rumahnya, aku dibuat terkagum-kagum. Hasil dari pencapaiannya diusia muda ini sangat luar biasa. Kami membicarakan banyak hal, tanpa disadari sudah memasuki waktu subuh. Dari obrolan itu, aku banyak mendapat pengetahuan baru tentang bisnis. Aku yang dulunya berpikir normal seperti kebanyakan orang lainnya, sekarang berubah menjadi anak yang punya mimpi abnormal dan besar sekali. Pulang dari sana aku semakin optimis untuk membesarkan usaha yang sudah aku bangun ini. Harapanku usaha yang aku buat bisa jadi bekal untuk melamar Nara nantinya. Walau umurku masih belasan tahun, aku ingin orang-orang tidak menganggapku seperti bocah yang tidak bisa bertanggung jawab. Aku bertekad untuk bekerja keras agar bisa membuktikan ke orang tua Nara bahwa anaknya akan aman dan bahagia ketika menikah bersamaku nanti. Aku mungkin masih anak ingusan, tapi bukan berarti tidak bisa bertanggung jawab. Kedewasaan bukan diukur dari seberapa lama kita hidup di dunia tapi dari seberapa banyak kita bisa belajar selama hidup di dunia.
q
L 64 K
AKU LAKI-LAKI BODOH
A ku Laki-Laki Bodoh
AKU hanya tidur 1 jam. Sekitar pukul 4 pagi aku bergegas menuju airport. Karena pesawat yang akan membawaku ke Kuala Lumpur berangkat pukul 5.50 pagi. Aku tembus udara dingin kota Bandung dengan semangat membara. Pertama, aku sudah punya tambahan bekal ilmu yang didapat dari idolaku kemarin dan itu bisa dijadikan dasar untuk bisnisku nanti. Kedua, sekarang ada perempuan yang sudah mempercayakan hidupnya padaku. Seorang bocah 19 tahun ini harus berusaha keras meyakinkan kedua orang tua Nara dan menunjukan pada mereka bahwa aku bukan anak 19 tahun seperti yang mereka pikirkan, anak yang masih labil atau masih hobi berhura-hura. Aku akan buktikan kalau tidak semua orang itu sama. Banyak anak muda di luar sana yang diberikan Tuhan kedewasaan lebih cepat di hidupnya. Mereka ditempa oleh keadaan yang keras dan hal itulah yang membentuk karakternya lebih dulu dari orang lain seusianya. Pesawatku pun terbang menuju Kuala Lumpur pagi itu. Selama perjalanan yang ada di pikiranku hanyalah Nara, di benakku hanya ada kata kerja keras, kerja keras dan kerja keras. Aku sangat menghargai Nara yang sudah memberikan kepercayaan padaku. Aku akan mati-matian memperjuangkan Nara dengan kemampuan yang aku punya. Udara Bandung digantikan oleh udara Kuala Lumpur. Sebenarnya aku hanya iseng saja pergi ke sini. Ada hotel container yang harus aku coba karena konsepnya menurutku unik. Aku adalah orang yang tertarik dengan banyak hal baru termasuk pada bisnis
L 67 K
CE RITA BROWNIES
dengan konsep unik. Ketika kita hobi berkunjung ke tempat-tempat baru yang unik biasanya banyak ide yang bisa didapat di tempat itu. Selama di sini aku tetap terus berkomunikasi dengan beberapa teman di Indonesia. Rencananya aku ingin membuat bisnis baru karena usahaku yang sekarang masih naik turun. Pilihan untuk mengakuisisi (membeli) bisnis yang telah berjalan di Bali jadi keputusan yang menarik. Salah satu alasan yang membuatku sangat agresif untuk mencari peluang bisnis adalah supaya tidak dianggap bocah lagi dengan orang lain. Anggap saja ini salah satu bentuk ikhtiarku untuk bersiap menjemput pujaan hati yaitu Nara, Perempuan anggun yang jadi idamanku. Aku tidak ingin mengecewakan orang yang telah memilihku. Meski sedang berada di negeri orang, tapi pikiranku seakan masih ada di Indonesia. Aku terus memikirkan planning ke depan akan seperti apa. Pada akhirnya, aku hanya bertahan tiga hari di Kuala Lumpur dan pulang ke Indonesia dengan semangat kuat untuk membangun bisnis baru. Tapi keberuntungan belum ada di pihakku. Bisnis yang hendak aku beli bersama dengan temanku, ternyata sudah keduluan oleh orang lain yang membelinya. Aku kecewa saat itu, tapi bukan Putra namanya kalau tidak ngeyel dan nekat. Aku langsung mencari celah lain dan aku orang yang paling pantang untuk mundur.
L 68 K
A ku Laki-Laki Bodoh
Ada seorang temanku bernama Linda, umurnya 5 tahun lebih tua dariku. Dia adalah pengusaha kue di kotanya tapi sedang kesulitan menjual produknya keluar. Aku yang sudah bermimpi punya bisnis snack tidak menyia-nyiakan peluang itu. Jadi aku mencoba mengajaknnya untuk berkerja sama. Kami sepakat untuk membangun bisnis itu bersama. Di bisnis ini, dia bertugas sebagai produksi dan aku sebagai pengatur strategi atau otak dari bisnis tersebut. Aku tidak ingin mengecewakan Nara. Aku sangat bersemangat untuk mengerjakan usaha baru ini. Karena terlalu asik dan bersemangat, mulailah kebiasaan burukku muncul yaitu bergadang dan telat makan. Aku mengabaikan kesehatan demi orang yang aku sayang, yang aku ingat setiap malam hanyalah gimana caranya menjemput bidadariku itu. Berbeda dengan dulu, sekarang ketika aku bekerja keras, tidak sedikit pun rasa lelah terasa. Setiap aku pusing selalu ada orang yang menyemangati. Semangat ya Putranya aku, itu kata yang sering Nara ucapkan untuk menyemangatiku saat sedang stres. Kata sederhana yang berhasil membuat aku semakin semangat, sampai aku sendiri lupa untuk makan. Saat itu aku benar-benar tidak menghargai kesehatan dan aku kembali menjadi robot pekerja. Sekarang aku bekerja keras dengan alasan ingin cepat menikahi Nara dan membuktikan bahwa walau aku adalah bocah yang hobi bercanda, tapi aku bisa jadi orang yang serius menyayangi dia. Mungkin bukan dengan cara jadi lelaki yang
L 69 K
CE RITA BROWNIES
romantis dan pandai menggombal tapi langsung aku buktikan dengan perbuatan yaitu kerja keras untuk orang yang kusayang. Menurutku lelaki yang sayang kepada wanitanya akan mau dan mampu mengorbankan apa saja untuk orang yang dia sayang. Termasuk jadi laki-laki bodoh yang mengorbankan kesehatannya untuk kerja terus tanpa lelah hanya untuk membuat wanitanya tersenyum.
q Aku mempraktekan ilmu yang telah didapat dari pengusaha idolaku. Kebetulan usahaku saat ini sama dengan usahanya yang menjual produk yaitu snack. Aku orang yang anti meniru atau menyamakan produkku dengan orang lain. Aku belajar dari pengusaha idolaku tetapi aku tidak ingin mencontoh atau menjiplak bisnisnya. Aku terlalu perfeksionis untuk mempersiapkan bisnis baru ini. Bisnis brownies baruku akhirnya launching 8 hari sebelum ulang tahunku yang ke-20 tahun. Persiapan strategi pemasaran yang matang ternyata membuahkan hasil. Puji syukur, di luar dugaan kami, Brownies Manten bisnis yang bermodalkan 3 juta ini berhasil mencetak pundi-pundi uang dengan total 40 juta rupiah di hari ke 3 setelah rilis. Mungkin banyaknya pembeli juga disebabkan pemilihan nama dan konsep bisnisku yang unik. Misalnya, kalau calon pembeli biasanya
L 70 K
A ku Laki-Laki Bodoh
cuma disebut calon pembeli, calon pembeli Brownies Manten justru disebut Calon Mantu. Begitu pula dengan nasib para reseller dan distributor yang dipanggil Penghulu dan KUA. Kenapa mereka semua dipanggil begitu? Nah, alasan kenapa reseller dipanggil Penghulu karena merekalah yang mempertemukan Manten dan Calon Mantu. Sedangkan distributor dipanggil KUA karena mereka tempat berkumpulnya para Penghulu. Masuk akal, kan? Nah, masih belum ngerti kenapa calon pembeli disebut Calon Mantu? Kalau iya, berarti kalian belum siap nikah (kidding). Sebenarnya disebut Calon Mantu karena para calon pembeli akan segera meminang (membeli) Brownies Manten. Bukan hanya itu, produknya pun langsung waiting list serta tersebar di 8 provinsi dalam waktu tiga hari. Luar biasa, padahal omzet segitu dicapai pengusaha idolaku dalam waktu lebih dari 3 bulan. Aku benar-benar optimis dengan bisnis ini. Apa ini rezeki orang mau nikah yaaaa? Hahaha, kok jadi gampang dan dimudahkan gini ya semua hal...
q Saat itu aku panik setengah mati. “Gimana sih kalian? Kita itu butuh kerja cepat, kalian kok malah banyak salah gini,” kataku panik ketika melihat produksi produk yang terhambat, padahal banyak pesanan yang menumpuk.
L 71 K
CE RITA BROWNIES
“Maaf Pak,”kata karyawanku dengan sedikit takut . Ini emang tidak masuk di akal buatku. Bisnis yang baru berjalan seperti ini bisa membuatku bingung setengah mati. Bukan karena bingung karena bisnisnya sepi, tapi aku kebingungan untuk meningkatkan produksi supaya bisa mencapai target. Seminggu setelah launching, aku bukannya senang bisnisku ini banyak mendapatkan permintaan, tapi justru malah stres berat. Kenapa? Karena produksi kita ternyata tidak sanggup memenuhi permintaan pasar, padahal uang konsumen di rekeningku sudah menumpuk. Bayangkan saja dengan modal 3 juta kita hanya mampu memproduksi 100 box/hari. Tapi hanya dalam waktu 3 hari, aku berhasil menjual 2.000 box. Ratusan box Brownies Manten langsung habis sekejap mata hanya dalam hitungan jam saja ketika para distributor menjualnya di kota mereka. Orang yang ingin membeli produk ini juga sampai harus mengantri selama 1 bulan lamanya. Aku dan tim produksi ketar-ketir membereskan pekerjaan rumah ini. Aku bergadang sampai subuh memikirkan jalan keluarnya. Sebenarnya bukan masalah uangnya tapi masalah tanggung jawab. Aku tidak tega melihat konsumen yang harus menunggu seperti itu. Tapi bagaimana caranya gara dapat meningkatkan produksi dalam beberapa hari saja? Aku benar-benar bingung. “Hai Abdurrohman bin Aufnya aku, ” kata Nara tiba-tiba. “Abdurrohman bin Auf ?”
L 72 K
A ku Laki-Laki Bodoh
“Iya, Abdurrohman bin Auf. Itu panggilan dari aku buat kamu. Tau nggak kenapa aku panggil kamu itu?” lanjutnya. Aku cuman bisa geleng kepala. “Karena aku pengen kamu jadi pengusaha hebat seperti Abdurahman bin Auf. Salah satu sahabat nabi yang dijamin masuk surga dan memiliki kekayaan triliunan pada zamannya. Dia juga berani berjihad (berkorban harta) demi agama. “Semua masalah pasti bisa selesai kok. Aku percaya sama kamu, kamu itu hebat, kamu pasti bisa. Jadi jangan nyerah ya.” “Tunggu...tunggu….Sumpah, itu panggilan terbaik yang pernah aku dapatkan dari seorang perempuan.” Aku tidak pernah punya panggilan sayang seperti itu, aku merasa bersyukur memiliki Nara. Di saat seperti ini dia selalu datang sebagai penenang. Setidaknya aku tahu sekarang, ada yang rela aku ajak untuk bersusah-susah melewati segala kondisiku yang jatuh bangun dan aku merasa tidak sendirian lagi. Ternyata aku baru sadar jika aku beruntung bukan hanya karena punya Nara, tapi aku pun punya Kak Linda. Dia terus-terusan meningkatkan produksi dan merekrut karyawan dengan cepat. Semakin hari, jumlah karyawan semakin bertambah. Sehingga usaha baru ini dengan cepat dapat membantu membuka lapangan pekerjaan. Mereka juga rela bekerja dari jam 5 subuh sampai jam 5 sore. Kebetulan karyawan kita tidur di rumah produksi jadi mereka bisa mulai bekerja lebih awal. Setelah itu, mereka benar-benar kerja dengan baik karena
L 73 K
CE RITA BROWNIES
mereka tahu penjualan benar-benar sedang ramai. Kita sama-sama bekerja keras untuk memenuhi permintaan konsumen. “Kami semangat 45 pak bos demi usaha ini,” kata salah satu karyawanku. Setelah mendengar itu, aku langsung terharu. Ternyata aku benar-benar tidak berjuang sendirian. Pegawai itu sangat baik dan amanah. Sampai pernah ketika Kak Linda ingin menaikkan gajinya dia malah mohon-mohon untuk tidak dinaikan. Dia sangat loyal, kejadian itu membuatku jadi terharu lagi. Pelan-pelan kami mulai bisa menyelesaikan masalah produksi. Produksi kami kian meningkat walau tetap kewalahan menghadapi orderan yang bertambah terus menerus tanpa henti.
q Aku semakin sibuk untuk memperbaiki bisnis yang makin hari makin berkembang. Walaupun begitu, aku selalu menyempatkan diri untuk sekedar chat dengan Nara. Mencari tahu kabar orang yang paling aku sayang itu. Aku menikmati sekali kebersamaan kami. Bulan ini adalah bulan ke-4 menuju bulan ke-5 hubungan kami berjalan. Untukku, itu adalah waktu yang cukup lama. Selama ini aku tidak pernah pacaran lebih dari 3 bulan. Bukan karena aku sering gonta-ganti pasangan, tapi memang belum pernah mendapatkan yang nyaman seperti saat aku bersama Nara.
L 74 K
A ku Laki-Laki Bodoh
Kami sama-sama tidak terlalu banyak memiliki teman untuk berbagi cerita sehingga kami jadi merasa cocok dan saling mengisi satu sama lain. Hubungan jarak jauh tidak membuat komunikasi kami terbatas. Kami sering mengobrol via telepon dan jika sudah begitu, kami selalu asik berdua. Kami sudah tidak lagi menghiraukan dunia luar dan merasa punya dunia sendiri. Kami pernah mengobrol selama 8 jam non stop. Aku sendiri heran, kenapa bisa selama itu. Nyaman sekali rasanya mengobrol berlama-lama dengan Nara. Topik yang sering kami bahas adalah soal bisnis dan cara mendidik anak ketika kami berkeluarga nanti. Nara itu adalah cewek yang lembut dan paling tidak suka dimarahi. Sialnya, dia dapat cowok yang batu sepertku ini. Kalau sudah bilang satu ya akan sepert itu tidak bisa diganggu gugat lagi. Contohnya ketika semua keluarga menyuruhku untuk masuk IPDN (Sekolah Pemerintah) setelah Ayah meninggal, aku mengatakan kepada mereka jika aku tidak mau dan tidak ada satu pun orang yang bisa membuatku berkata “iya”. Berbeda dengan Nara yang kadang plin-plan dan berubah-ubah pikiran. Walaupun dia bilang paling benci dengan sifat cowok yang pemarah dan keras, tapi ketika aku memarahinya Nara tidak pernah protes. “Please jangan bayangkan aku yang marah-marah nggak jelas sampai melakukan hal kasar.” Aku hanya marah secara lisan dan walau emosi pun tidak pakai fisik. Biasanya aku melakukan itu di saat Nara terlihat lemah. Hal itu kulakukan agar Nara menjadi kuat dan tidak plin-plan. Nara harus
L 75 K
CE RITA BROWNIES
punya sikap yang kekeuh ketika dia sudah memilih sesuatu untuk hidupnya, sehingga tak ada yang bisa menggoyahkan pilihannya. Aku sayang Nara, aku mau kalau nanti dia jadi ibu dari anakanakku, dia menjelma jadi sosok ibu yang lemah lembut tapi punya sikap dan karakter yang tidak mudah dipengaruhi orang lain. Tapi yang membuatku kadang senyum-senyum sendiri adalah setiap aku memarahinya, dia malah mengucapkan terima kasih. Karena menurutnya kadang memang dia harus diperlakukan tegas seperti itu. Ketika aku sedang marah saat di telepon, aku akan menutup telepon dan tak berapa lama biasanya kami akhirnya baikan sendiri ketika sadar pada kesalahan masing-masing. Sedangkan jika kebetulan marah saat ketemu langsung, aku akan mengakhirinya dengan mengelus lembut kepala Nara, setelah itu dia semakin manja. Aku selalu rindu dengan moment seperti itu. Dia pun makin yakin, meskipun umurku lebih muda 4 tahun darinya tetapi aku bisa tegas dalam bertindak dan bisa membimbingnya.
q Kami berdua sama-sama punya peristiwa masa kecil yang menurutku hampir saja merenggut nyawa kami. Dimulai dariku yang lahir ketika umur kandungan Ibu masih 6 bulan 25 hari. Berbeda dari anak-anak lain yang lahir normal diusia 9 bulan. Waktu itu, aku hanya dilahirkan sebesar botol air mineral ukuran 600 ML. Saking kecilnya, ketika mandi aku hanya cukup direndam menggunakan baskom (sejenis ember kecil) untuk mencuci sayuran,
L 76 K
A ku Laki-Laki Bodoh
karena jika menggunakan ember untuk memandikan bayi, bisa-bisa aku tenggelam. Alhamdulillah walau kecil tapi aku tidak harus masuk inkubator atau tabung penghangat untuk bayi premature. Sama dengan Nara. Saat dia kecil, dia pernah step atau semacam demam terus kejang-kejang. Kalau tidak salah, katanya sampai stadium 4. Apa ya istilahnya, aku tidak begitu mengerti. Tapi itu membuat keluarganya sangat panik karena penyakit tersebut kadang bisa menyebabkan kematian. Yang paling parah untuk bayi adalah ketika dia mulai tumbuh nanti, ia akan menjadi anak yang lambat berpikir. Membahas soal anak, aku dan Nara sepakat akan mendidik anak kami seperti cara almarhum Ayah mendidikku dulu. Ayah mencoba untuk mendidik dan mengarahkan anaknya sesuai dengan keahlian yang kita punya nanti. Waktu berumur 1 tahun lebih, Ayah membelikanku sebuah papan tulis. Setiap sore aku selalu dibelikan spidol dengan warna yang berbeda oleh Ayah. Ketika jam 5 sore, aku selalu menunggu kepulangan Ayah dari kantor. Dia akan langsung menggedong dan memelukku sambil memberikan hadiah spidol warna. Alhasil, tembok rumah berubah menjadi papan tulisan dan entah kenapa, kebiasaan itu membuatku jadi terbiasa menulis dengan tangan kiri (kidal). Ayah dan Ibu tidak pernah memaksakanku untuk menulis dengan tangan kanan. Beberapa teman sempat mengejek kebiasaanku menulis dengan tangan kiri. Tapi aku justru merasa beruntung ketika tahu beberapa orang hebat yang ternyata kidal. Coba lihat, pendiri Microsoft
L 77 K
CE RITA BROWNIES
dan Apple, mereka juga menulis dengan tangan kiri. Keduanya adalah orang terkaya di dunia. Setidaknya aku dan mereka punya satu kesamaankan? Dan semoga aku pun bisa menjadi orang hebat seperti mereka nantinya. Aku akan mencontoh didikan Ayah dan Ibu yang tidak pernah menekanku untuk menjadi apa yang mereka inginkan. Sampai sekarang aku selalu memilih cara hidupku sendiri. Dimulai dari jadi pengusaha lalu membuatku keteteran kuliah, dan Ibu tidak terlalu memarahiku. Mereka yakin, jika aku bisa memilih jalan hidup yang baik untuk diriku. Berbeda dengan kisah Nara yang jadi anak perempuan satusatunya. Orang tuanya sangat ketat menjaga Nara, sampai-sampai semua harus dipilihkan. Nara hanya tinggal mengikuti apa yang dikatakan orang tuanya. Menurutku tidak ada yang salah dengan hal tersebut, karena aku yakin semua orang tua pasti ingin yang terbaik untuk anaknya. Kami dibesarkan di lingkungan keluarga yang berbeda. Aku dengan keras kepalaku dan Nara dengan sikap penurutnya, itu yang membuat kami cocok. Sifatku dan Nara seakan saling melengkapi satu sama lain.
q Satu minggu lagi hari ulang tahunnya Nara. Sebenarnya aku bingung akan memberi kado apa untuk Nara, tapi yang jelas aku tidak akan memberikan barang mewah.
L 78 K
A ku Laki-Laki Bodoh
Menurutku, memberi sesuatu dengan harga yang mahal bukan cara yang tepat untuk menunjukan sebarapa sayangnya kamu dengan seseorang. Karena membeli barang mewah menjadi urusan sepele karena kamu bisa mendapatkanya dengan mudah di mana saja dan tidak akan begitu sulit. Aku ingin memberi sesuatu yang tidak ternilai harganya. Aku mencoba memikirkan sesuatu yang lebih memerlukan usaha untuk membuatnya dibandingkan hanya membeli suatu barang yang bermerek. Lantas aku memutuskan untuk membuatkan Nara sebuah video. Waktu yang aku punya hanya satu minggu. Jujur, aku langsung kelabakan mencari bala bantuan untuk merekam video tersebut. Untung saja ada seorang teman yang mau membantu, namanya Agus. Aku sudah punya rencana tentang konsep video yang akan dibuat. Setelah melakukan segala persiapan, aku langsung menggarap video tersebut dan aku dibantu satu rekan lagi namanya Amal. Hari pertama aku dan Amal akan mencoba ngamen dibeberapa lokasi lampu merah. Kita akan mengumpulkan beberapa rupiah dari pengguna jalan. Amal adalah salah satu teman yang sering menemaniku mengamen sehabis les privat dulu, aku jadi merasa sedang bernostalgia. Kita mengamen seharian, berpindah-pindah dari satu lampu merah ke lampu merah lain. Ketika aku dan Amal mengamen, Agus merekam kegiatan tersebut dari jarak 200 meter. Jadi orang tidak
L 79 K
CE RITA BROWNIES
akan tahu kalau kita sedang direkam seseorang, dan itu benar-benar melelahkan. Sayangnya, dihari ke dua Amal tidak bisa ikut, sehingga ada perubahan dari planning yang aku buat sebelumnya. Sepertinya hari ini aku akan berjualan koran saja. Malu? Tidak, ini demi orang yang aku sayang. Dan tugas Agus masih sama seperti kemarin. Aku menjual koran di dua spot lampu merah dekat perkantoran. Sempat ada rasa takut saat itu. Aku takut ketahuan teman Ayah, takut mereka tahu kalau aku sekarang sedang berjualan koran. Sekali lagi bukan karena malu, tapi tidak enak saja jika mereka mengira aku benar-benar jadi anak jalanan semenjak Ayah meninggal. Mudahan-mudahan nggak ada yang kenal Ketakukan itu aku lawan demi Nara. Kamu harus tahu gimana rasanya berkompetisi dengan abang-abang dan adik-adik yang juga berjualan koran saat itu. Kita beradu kecepatan untuk menghampiri tiap mobil yang baru berhenti. Jika beruntung, koranmu yang akan dibeli jika tidak kamu harus mencoba lagi. Keringat sebesar bulir jagung menetes deras di dahiku. Matahari sudah sangat terik, karena aku tidak kuat dengan panasnya siang itu akhirnya aku memutuskan untuk berhenti menjual koran. Lumayan, aku dapat sedikit uang untuk tambahan.
L 80 K
A ku Laki-Laki Bodoh
Kalau kalian bertanya untuk apa aku mengamen dan jualan koran hari itu. Jawabannya adalah untuk membelikan Nara bunga dan kue ulang tahun. Mungkin hanya setangkai bunga dan sepotong cake kecil saja sih, tapi aku membelinya dari uang hasil usahaku sendiri. Bukan hanya sampai di situ, aku juga berkeliling untuk meminta ucapan selamat ulang tahun untuk Nara ke semua orang. Mulai dari tukang parkir, anak jalanan, Sales Promotion Girl sampai karyawan di mall dan akhirnya video itu selesai. Tapi masih ada satu tahap lagi yang harus aku lewati yaitu editing video. Kebingungan melandaku lagi karena dilaptopku tidak ada aplikasi untuk mengedit video. Ternyata susah sekali mencari orang yang mau membantuku. Deadlinenya tinggal satu hari. Tengah malam, aku harus ke kota sebelah hanya untuk meminta aplikasi editing video. Jaraknya 1 jam perjalanan dari kotaku, tapi usaha ini gagal. Tidak sengaja aku berkenalan dengan seseorang yang jago mengedit dan memiliki aplikasi yang aku butuhkan. Dia mau membantu setelah kubujuk habis-habisan, videonya dapat diselesaikan jam 5 sore. Aku langsung mencari jaringan internet yang cepat untuk mengupload video itu ke Youtube. Video yang memiliki ukuran data 500 MB tersebut selesai diupload jam 10 malam, dua jam sebelum ulang tahun Nara. Saking paniknya, aku sampai lupa makan dan mungkin hanya minum dua gelas air mineral saja seharian tadi. Saat tengah malam, aku mengucapkan ‘Happy Birthday’ melalui Path dan mengirimkan sebuat link Youtube. Malam itu Nara nangis sampai subuh karena terharu melihat video yang kubuat. Bahkan
L 81 K
CE RITA BROWNIES
banyak sekali yang merespon video buatanku. Aku merasa usahaku selama satu minggu itu terbayar dengan senyuman Nara malam ini. Gimanapun susahnya, aku akan berusaha sekuat tenaga melakukan apa pun untuk membuat wanita kesayanganku agar dia tersenyum. Apa pun! Mungkin yang aku beri bukan barang mewah, tapi aku benar-benar bekerja keras untuk mewujudkan hal sederhana itu. Selain mengucapkan selamat ulang tahun, di dalam video itu pun aku meminta maaf pada Nara karena tidak bisa datang langsung ke kotanya saat dia ulang tahun. Padahal sebenarnya aku diam-diam membeli sebuah tiket pesawat menuju Jakarta dan berangkat jam 12 siang besok.
q Aku harus kuliah jam 8 pagi sambil manahan kantuk karena pagi itu ada ujian mid semester. Aku tidak bisa bolos karena sudah menaruh janji pada Nara untuk memperbaiki IPku. Dari yang hanya 2,5 aku harus mendapat IP di atas 3 pada semester ini. Jadi aku benar-benar rajin kuliah untuk membuktikan kalau aku serius dan ingin segera lulus. Biasanya hanya membutuhkan 2 jam saja untuk menyelesaikan soal mid. Tapi kampus sengaja memberikan waktu lebih yaitu 4 jam karena soalnya sangat banyak dan aku terburu-buru mengerjakan soal tersebut.
L 82 K
A ku Laki-Laki Bodoh
Jam sudah menunjukkan pukul 10 tapi aku baru menyelesaikan seperempat soal. Jantungku semakin berdetak tak karuan, aku dilema antara membereskan soal yang masih banyak itu atau buru-buru pergi ke bandara. Tanpa banyak berpikir lagi aku langsung mengumpulkan kertas ujian yang belum terjawab semua. Bodo amatlah sama ujian. Gue harus ngejar pesawat. Jarak kampus ke rumah cukup jauh sekitar 15 kilometer. Aku langsung memacu mobil. Sampai di rumah, kulihat sudah pukul 11.00. Aku belum menyiapkan apa-apa. Langsung saja aku masukan baju secara asal kemudian pamit dengan Ibu yang saat itu terheranheran melihatku akan berangkat ke Jakarta karena sebelumnya aku tidak memberitahunya terlebih dulu. Jadwal penerbangan ke Jakarta pukul 11.40. Butuh waktu 30 menit untuk bisa sampai di bandara, sedangkan jam sudah menunjukan pukul 11.10. Aku langsung mencari ojek dan susah payah menenteng koper di atas motor. Siang itu jalanan macet karena sedang banyak sekali event di Jambi. Matahari siang itu sangat menyengat, belum apa-apa aku sudah mandi keringat, ditambah lagi aku harus larilarian di bandara menarik koper dengan kasar. Tapi apa daya, perjuanganku harus sia-sia. Aku ketinggalan pesawat. Pesawat sudah berangkat dari 15 menit yang lalu dan aku menghela napas. “Aku harus ketemu Nara. Harus.” Tidak ingin berlama-lama, aku langsung membeli tiket untuk penerbangan selanjutnya karena ini hari spesial Nara, aku ingin ada untuknya meskipun hanya sebentar.
L 83 K
CE RITA BROWNIES
Penerbangan selanjutnya aku harus menunggu 6 jam lagi, otomatis aku harus mencari tempat untuk menunggu. Aku menyeret koper dengan lemas, kemudian masuk ke mushola di bandara dan memilih untuk langsung rebahan. Dimulai dari pembuatan video, keluyuran di lampu merah tengah hari dan malamnya ke sana kemari mencari orang yang bisa mengedit video. Hal itu sampai membuatku hanya tidur 2 jam dan pergi ke kampus pagi buta. Sejak kemarin badanku diporsir dan aku dilanda kelelahan.
q Terdengar panggilan keberangkatan pesawat yang akan menuju Jakarta. Saat itu jam 6 sore, aku langsung buru-buru bangun dan meninggalkan mushola untuk segera boarding ke pesawat. Tadi Nara sempat menelepon, sepertinya Nara sudah mulai curiga kalau aku akan datang ke kotanya. Saat ditelepon Nara pasti mendengar suara-suara khas bandara. Aku hanya bisa pasrah, ini masih akan menjadi kejutan bagi Nara atau tidak. Benar saja, ketika baru sampai di Jakarta, Nara menawarkan diri untuk menjemputku dengan supirnya Mas Budi. Aku tidak bisa menolak. Dia lalu mengantarkanku ke rumah Kamil, salah satu teman kami dan aku akan menginap di sana. Badanku terasa seperti mau rontok. Karena sudah tidak tahan, sesampainya di rumah Kamil aku langsung tertidur setelah sebelumnya melaksanakan sholat isya. Dan malam itu, aku tertidur pulas akibat kelelahan.
L 84 K
A ku Laki-Laki Bodoh
Suara alarm dari 5 handphone berbeda saling sahut. Aku yang tidak tahan dengan suara yang mengganggu itu langsung terbangun. Aku bukan tipe orang yang susah bangun ketika sudah tidur. mendengar suara sedikit saja, bisa langsung terbangun. Telingaku sangat sensitif, saat itu Kamil masih tidur. Aku lantas membangunkannya dan langsung bergegas menuju masjid untuk sholat subuh.
q Hari ini agendaku bersama Nara adalah jalan-jalan ke mall dan berkunjung kembali ke rumah Nara. Ini adalah kali ke 2 aku mengunjungi Nara di Jakarta. Kami bagaikan dua orang yang baru bertemu setelah sekian lama terpisah jarak. Kami saling tatap, seakan banyak rasa tertahan selama lebih dari dua bulan tidak berjumpa. Aku menghabiskan waktu untuk mengobrol dengan Nara. Tidak penting di mana tempatnya karena yang terpenting adalah siapa yang sedang berada di sampingku sekarang. Hal terindah menurutku adalah ketika bisa ada di sebelah Nara. Melakukan hal konyol bersama, tertawa bersama dan melakukan banyak hal yang tidak jelas tetapi membuat kami justru semakin dekat. Ah benar-benar tidak bisa dilupakan setiap detik momen yang membuatku nyaman ketika bersama Nara. Setelah puas jalan-jalan sambil mengobrol dan curhat, kami langsung ke rumah Nara. Rasa takut dan cemas muncul lagi, dibenakku hanya ada bayangan orang tua Nara yang tidak begitu hangat
L 85 K
CE RITA BROWNIES
menyambutku saat pertemuan pertama dulu. Itu seperti potongan film yang otomatis terputar di kepalaku. Ketika sampai di rumah Nara aku langsung memarkirkan mobilnya. Kakaknya baru saja pulang dan memarkirkan mobilnya di belakang mobil Nara. Aku benar-benar tegang dan aku hanya bisa tertunduk saat bersalaman dengan kakaknya. Tidak sampai di sana saja, suasana pun makin mencekam ketika aku memasuki rumah Nara. Aku langsung diajak ke ruang makan, kakaknya mengajakku untuk makan bersama. Aku duduk dengan perasaan was-was sekaligus senang. Beberapa percakapan ringan terlontar di ruang makan dan suasana mulai mencair. “Hidangin dong makanannya untuk Putra jangan diliatin aja,” kata Kakaknya. Aku sedikit tenang mendengarnya. Aku merasa keberadaanku mulai dianggap, Nara pun menghidangkan makanan dan minuman untukku. Sedangkan kakak ipar Nara melakukan hal yang sama untuk suaminya. Selesai makan, kakaknya mengajakku mengobrol di dapur. Lagi-lagi aku menjawab setiap pertanyaannya dengan tertunduk sambil menahan gemetar. Bukan berlebihan, tapi ini benar terjadi. Aku terlalu takut saat itu karena selalu terbayang suasana saat pertemuan pertama. Dan saat itu aku juga dikenalkan dengan sepupunya Nara, namanya Desi. Dia seumuran denganku, dia anak aktif dan periang. Desi salah satu sepupu Nara yang agak dekat
L 86 K
A ku Laki-Laki Bodoh
denganku dan aku tidak sungkan padanya. Menurutku dia sangat friendly saat awal bertemu. Nara sudah menyiapkan makaroni buatannya sendiri untuk kami. Aku menghabiskannya tanpa sisa karena aku senang bisa makan masakan buatan Nara. Setelah masakan Ibu, itu adalah makanan terenak yang pernah aku makan. Setidaknya dia sekarang sudah mau untuk belajar memasak. Aku akan selalu menghargai usahanya walaupun terkadang aku menyindir maksakan Nara dengan bilang, bisa apa kamu tanpa royco. Padahal dalam hatiku tidak ada yang lebih menyenangkan dari bisa makan makanan buatan orang yang aku sayang. Biarkan aku memberi bocoran ke kalian. Dulu Nara pernah membuatkanku macaroni, terus mengirimnya dari Jakarta ke Jambi. Macaroni itu sudah keburu basi di perjalanan, tapi masih aku makan sampai habis dan dia tidak tahu kejadian itu. Jadi, jangan bilangbilang Nara ya. Menghabiskan apa yang dia buat dengan jerih payahya sendiri adalah kebahagiaaan buatku. Meskipun setelahnya aku harus menanggung gangguan pencernaan.
q Ketika sedang asik-asiknya makan. Terdengar suara mobil dari garasi, dan ternyata itu adalah orang tua Nara. Mereka langsung menuju meja makan. Keduanya terlihat terkejut ketika melihatku ada di sana. Aku yang sama-sama terkejut langsung menyalami mereka
L 87 K
CE RITA BROWNIES
kemudian terdiam dan tidak tahu harus bicara apa. Suasana pun menjadi sangat kaku. Di antara keheningan yang mencekam, Desi mengajak kami untuk mengantar salah satu sepupu Nara yang lain ke bandara. Sepupunya akan bersekolah ke luar negeri. Ajakan Desi saat itu ibarat tiupan angin surga buatku. alhamdulillah. Akhirnya gue bisa pergi dari suasana menegangkan ini. Di perjalanan aku semakin akrab dengan Desi dan Mas Budi supirnya Nara. Aku mulai merasa punya sedikit tempat di keluarga itu. Beberapa hari ini aku merasa semakin dekat tanpa batas dengan Nara. Tidak ada yang namanya jaim atau apa pun itu. Aku selalu menerima apa pun yang ada di diri Nara. Hal yang paling bisa membuat dia panik itu hanya masalah jerawat saja. Jika sudah tumbuh satu, paniknya seperti pulau jawa yang akan dihancurkan monster raksasa. Aku selalu meyakinkan dia kalau sedang jalan bareng seorang Putra tidak perlu repot-repot make up. Menurutku dia sudah terlihat cantik. Aku suka dengan nara bukan karena dia cantik,tapi dia terlihat cantik karena aku suka. Jadi tolong bedakan antara dua hal itu. Kalimat tadi selalu aku katakan pada Nara ketika dia tidak percaya diri akibat jerawat laknat pengganggu wajah. Dan itu cukup ampuh mengembalikan rasa percaya diri Nara saat sedang jalan di tempat umum ketika sedang jerawatan. Besok aku harus pulang dan aku sedih meninggalkan Nara sendirian. Mungkin kita harus sabar menunggu sampai akhirnya
L 88 K
A ku Laki-Laki Bodoh
nanti bisa bertemu lagi. Yah, apa mau dikata aku masih punya jadwal mid semester yang harus dilaksanakan. Seperti janjiku pada Nara, semester ini IPku harus di atas 3. Nara bilang kalau IPku tinggi dia akan memberiku sebuah hadiah, aku hanya berharap hadiahnya adalah kesediaan Nara untuk menjadi istriku. Aku pikir itu saja sudah cukup.
q
L 89 K
BAGAIMANA JADI JUARA LOMBA KEWIRAUSAHAAN NASIONAL?
PINJAM IPAD DAN BEGADANGLAH
Pinjam Ipad dan Begadanglah
AKU kembali ke kampus dan belajar seperti biasa. Tidak ada kegiatan lain setelah kuliah, dan selesai kuliah pasti aku langsung memilih untuk pulang. Spesies mahasiswa sepertiku sering disebut KUPU-KUPU, singkatan dari kuliah-pulang-kuliah-pulang. Aku bukannya tidak ingin bersosialisasi dengan teman kampus hanya saja aku tipe orang yang hobi menyendiri. Aku merasa tenang ketika bisa menikmati waktu sendirian sambil memikirkan planning ke depan. Ada satu hal lagi yang membuatku sering malas nongkrong sehabis pulang ngampus. Rata-rata dari teman-temanku jika sedang berkumpul biasanya tidak pernah absen dari rokok, sedangkan aku paling tidak suka sama yang namanya asap rokok. Jadi daripada aku akan ribut karena sibuk mematikan rokok mereka, lebih baik aku tidak ikutan nongkrong. Oh iya satu lagi, jika aku cepat pulang dari kampus itu artinya aku bisa cepat-cepat menelepon Nara. Itu salah satu kegiatan favoritku, karena dengan begitu aku bisa tau kabar dia setiap saat. Jika membicarakan soal Nara memang tidak akan ada habisnya. Dia itu satu-satunya orang yang mampu menampung ide-ide yang berseliweran di kepalaku. Ia selalu mendengarkan dengan seksama setiap ide yang aku punya. Nara seperti sudah diset untuk selalu jadi orang pertama yang mendukung apa pun gagasanku. Aku selalu mendapat semangat baru ketika membagi ideku pada Nara. Itulah sebabnya aku yang
L 93 K
CE RITA BROWNIES
punya hobi menyendiri ini, merasa sudah cukup memiliki Nara untuk dijadikan tempatku berbagi berbagai hal.
q Suatu pagi aku sedang duduk sendiri di tempat yang tidak terlalu jauh dari ruang dosen. Tiba-tiba dosen favoritku yaitu Pak Agus lewat, dan spontan aku langsung menyapanya. Banyak alasan kenapa Pak Agus aku nobatkan menjadi dosen favorit. Pertama, dia mengajar mata kuliah kesenanganku yaitu kewirausahaan dan di mata kuliah itu haram hukumnya kalau aku mendapat nilai di bawah A. Kedua, Pak Agus selalu menjadi tempat sharing yang mengasyikan jika aku sedang berada di kampus “Putra besok Bapak ke Surabaya, ada lomba wirausaha, kamu yang mewakili universitas ini ya. Tolong siapkan semacam profil usaha untuk kompetisi wirausaha nasional itu.” Hah? Gila, kepalaku langsung pusing mendengarnya. Hari ini diberi kabar dan besok pagi harus berangkat ke Surabaya mewakili kampus? Kabar dadakan yang membuatku tercengang. Tapi mau tidak mau aku harus siap untuk mengikuti kompetisi itu. Malamnya aku menjadi kurang tidur hanya untuk membuat gambaran produk dalam bentuk powerpoint. “Antara niat dan tidak niat sih sebenarnya, tapi toh aku tetap harus mempersiapkan diri juga untuk besok.”
L 94 K
Pinjam Ipad dan Begadanglah
Karena malamnya aku terlalu sibuk mengerjakan persiapan untuk berangkat ke Surabaya, alhasil aku baru bisa tidur saat subuh. Paginya aku langsung berangkat ke bandara. Ada hal yang membuat aku sedikit semangat hari itu karena pesawatku akan transit dua jam di kota Nara. Yes. Bisa ketemu Nara dulu walau hanya sebentar Kebetulan aku diharuskan membawa contoh produk saat perlombaan nanti, sedangkan produkku kebanyakan ada di Jakarta. Dengan waktu transit yang hanya 2 jam rasanya tidak mungkin aku bisa pergi ke toko di mana produk ini dijual kemudian kembali ke bandara secara singkat, dan itu membutuhkan waktu 2-4 jam. Bisabisa aku malah ketinggalan pesawat. Tapi untunglah, Nara mau membawakanku beberapa produk itu ke bandara dan Nara jadi penyelamatku hari itu. Sampai di bandara, aku turun dengan terburu-buru dan langsung mencari pintu keluar sambil berlari. Waktuku tidak banyak, aku mengatur tempat bertemu dengan Nara, Nara dan supirnya seketika menghampiriku. Aku langsung mengambil beberapa box produk dari mobil Nara. Aku bersyukur Nara mau membantu, padahal jarak dari rumahnya ke bandara itu puluhan kilometer. Sejenak aku duduk sambil menghela napas lega. Aku pun memanfaatkan waktu yang ada untuk makan bersama Nara. Dia menemaniku ngobrol sambil sibuk menghapus keringatku.
L 95 K
CE RITA BROWNIES
Nara juga sempat memoto sepatuku dan sepatunya yang bermotif sama. Salah satu hadiah yang pernah aku berikan pada Nara. Aku tidak pernah ingin memberi hadiah yang mainstream untuk Nara. Jadi, aku memberinya sepatu yang khusus dibuat hanya sebanyak 2 pasang di dunia, dan hanya kami yang menggunakannya. Setelah foto-foto dan ngobrol manja bersama Nara, akhirnya aku bersiap untuk pergi ke Surabaya. Walau berat untuk meninggalkan Nara di bandara tapi penerbanganku ke Surabaya sudah akan berangkat beberapa menit lagi.
q Setelah melalui penerbangan ke Surabaya, aku harus melanjutkan perjalanan lewat darat menggunakan mobil sekitar 6 jam menuju Jember. Kota ini menjadi tuan rumah kompetisi wirausaha terbesar di Indonesia yang dibuat oleh Kementrian Pendidikan pada tahun 2014. Dini hari aku baru sampai di Jember dan langsung istirahat di salah satu mes yang sudah disediakan oleh panitia. Aku terkejut, ternyata ada sekitar 70 universitas di seluruh Indonesia mulai dari Sabang sampai Marauke yang mengikuti kompetisi itu. Kemarin, aku hanya mempersiapkan segalanya dengan alakadarnya. Sedangkan peserta lain, mereka sibuk membuat proposal yang menurutku sangat keren. Sementara Aku hanya mempersiapkan gambaran produk beserta kegiatan usaha saja. Berbeda sekali dengan meraka yang sudah merancang segalanya dengan sempurna, mulai dari visi perusahaan, keuangan dan lain sebagainya.
L 96 K
Pinjam Ipad dan Begadanglah
Esok harinya, perlombaan dimulai. Namun sebelum aku berhadapan dengan para juri di ruang audisi, aku terlebih dahulu meminta doa pada ibu dan Nara. “Semangat ya Putra juara umum lomba kewirausahaan tahun ini,” kata Nara percaya diri, dalam hati aku hanya tertawa. Ini anak yakin bener gue aja yang ikut lomba pesimis hahaha Karena kompetisi ini terdiri dari banyak peserta. Kita dibagi menjadi lima kelompok besar. Lalu saling beradu produk di kelompok masing-masing. Pemenang dari tiap-tiap kelompok berhak maju ke tahap ke dua dan akan dipertandingkan kembali. Aku hampir saja jadi peserta terakhir yang masuk ke ruangan lomba. Saat sedang menunggu, ada salah satu wartawan TV lokal yang melihat ke arahku. “Udah dek tenang aja, nggak usah dipikirin kalah atau menang yang penting ikutan berjuang,” katanya. Mbak, mbak. Boro-boro mau menang, niatku untuk ikut lomba aja setengah-setengah. Setiap ada peserta keluar ruangan, yang aku liat dari raut muka mereka adalah muka kusut seperti habis dicecar pertanyaan menyeramkan oleh juri. Aku yang melihatnya sampai tidak sanggup menahan tawa. Dan tibalah giliranku. Aku diberi waktu 20 menit untuk menjabarkan semua hal yang berkaitan dengan bisnisku. Setelah itu bersiap untuk sesi tanya jawab
L 97 K
CE RITA BROWNIES
dengan juri. Aku menjabarkan 3 bisnis rancanganku dilomba tersebut, tapi tidak sampai 15 menit, presentasiku selesai. Satu dua pertanyaan aku jawab secepat mungkin sampai tidak ada lagi juri yang mengajukan pertanyaan. Aku lantas langsung keluar dari ruangan dan mengambil handphone dari saku lalu memulai untuk menchat Nara. Semacam laporan kalau tahap penjurian sudah selesai. Dan Nara bilang : Nara : Semangat Putra calon juara juara nasional kewirausahaan. Aku sih masih biasa saja saat itu. Tidak lama setelah itu pengumuman juara tiap kelompok diumumkan. Yang mengejutkan, namaku tercatat sebagai juara ke-2 di kelompok tersebut. Aku berhak melaju ke babak selanjutnya dan menurutku itu luar biasa. Di sana aku dikumpulkan dengan beberapa pemenang dari setiap kelompok. Kacaunya, di antara peserta yang lain hanya aku peserta yang terlihat tidak meyakinkan. Kok gue keliatan paling goblok ya disini. Hahaha Dibanding mereka, hanya produkku yang asal jeplak. Tidak menggunakan data-data selengkap mereka, benar-benar seadanya seperti yang kukatakan tadi. Juara pertama dari kelompokku, membuat sebuah teknologi canggih, seperti mesin membatik dan alat untuk mengontrol rumah dari jauh. Jika kita lupa mematikan televisi rumah, hanya dengan menggunakan alat itu kita bisa mematikan televisi dari kantor atau dari tempat lain.
L 98 K
Pinjam Ipad dan Begadanglah
Ketika semua produk kami kumpulkan, aku merasa sedikit minder. Aku seperti orang yang lolos secara kebetulan, bahkan ada beberapa orang yang meragukan kemampuanku. Tapi dari situ, semangatku justru terpacu. Gue harus menangin perlombaan ini Malamnya aku membuat data keuangan hanya dengan menggunakan Ipad. Karena aku benar-benar tidak berniat untuk membawa laptop. Aku bergadang membuat laporan keuangan, sampai-sampai ketiduran sambil memegangi Ipad. Yang di dalamnya sudah penuh dengan angka-angka perkiraan keuangan seadanya, yang akan dipresentasikan di final besok.
q Jam 8 pagi, sudah banyak pemenang kelompok yang mengantri untuk masuk dan presentasi di depan juri. Kali ini waktu presentasi dan tanya jawab dipersempit jadi 15 menit saja. Aku tetap tenang, karena aku membuat bisnis ini bukan untuk memenangkan perlombaan, tetapi untuk bertahan hidup. Jadi menang atau tidak, aku akan tetap menjalani usaha tersebut. Juri hari ini adalah petinggi dari Bank Indonesia, pimpinan Jawa Pos, serta pengusaha senior. Mereka bertiga yang akan menyidang dan membombardir kami dengan banyak pertanyaan. Ketika para peserta lain sedang mengantri, aku menyempatkan diri pergi ke masjid untuk sholat dhuha. Jarak masjid hanya 100 meter dari ruangan penjurian. Hatiku terasa lebih tenang setelahnya.
L 99 K
CE RITA BROWNIES
Aku meyakinkan diri bahwa aku punya Tuhan yang bisa membantuku melewati lomba ini dengan baik. Baru kali ini, aku sangat bersemangat untuk mengikuti kompetisi, sangat berbeda dari biasanya. Tibalah giliranku untuk masuk ke ruang penjurian. Di dalam hati, aku hanya ingin berusaha menjawab pertanyaan sebaik mungkin. Tapi tujuanku bukanlah untuk mendapat gelar juara. Sebelum aku masuk, keluarlah seorang peserta dengan raut wajah yang pucat dan terlihat lemas. Aku hanya bisa menelan ludah. Semoga gue beruntung Aku melangkahkan kaki ke ruangan penjurian. Yang pertama kali aku lihat adalah sosok juri yang tegas dari Bank BI, juri yang terlihat ketus dari media dan juri yang cukup ramah dari praktisi pengusaha. Mereka punya karakter yang berbeda-beda. Aku memulai presentasi dengan menjelaskan awal mula bisnis-bisnisku. Lalu berlanjut dengan strategiku dalam menjalankan bisnis. Intinya sih bahan-bahan yang aku presentasikan ke juri adalah bahan yang paling minim diantara peserta yang lain. Aku menjelaskan semuanya hanya dalam waktu 5 menit. Cepat? Wajar sih karena aku sudah hafal di luar kepala seluk beluk bisnis ini. Karena itu sudah menjadi darah daging dan napasku. Jadi tidak perlu membaca proposal lagi untuk menjelaskan semuanya. Masih tersisa waktu 10 menit, inilah waktunya untuk juri bertanya. Aku mulai memperlihatkan produk clothing dan tester produk kuliner yang aku punya. Juri pun satu per satu mulai bertanya. Dengan
L 100 K
Pinjam Ipad dan Begadanglah
begitu lancar aku menjawab semua pertanyaan yang diajukan juri. Secepat mereka bertanya, secepat itu pula aku berhasil menjawabnya. Di menit ke 10, juri sudah kebingungan mau bertanya apa lagi padaku. Mereka hanya bisa saling tatap. “Kamu beneran masih mahasiswa?” tanya juri dari Bank BI. Aku tidak menjawab. Mereka seakan tidak percaya kalau aku masih berstatus sebagai mahasiswa. Langsung saja kukeluarkan kartu mahasiswa dan memperlihatkanya pada mereka. Aku jadi bingung sendiri, kenapa mereka bingung sampai berpikir seperti itu? Padahal aku ini peserta paling muda yang ikut kompetisi tersebut. Juri-juri yang awalnya sangat menjaga sikap dengan peserta lain, ketika selesai bertanya padaku, sikap mereka malah sedikit mencair. Ada juga yang bertanya : “Bapak kamu pengusaha juga?” Dan pertanyaan lain di luar produkku. Mereka malah makin menunjukan sikap ramahnya. Sampaisampai salah satu juri memanggilku dengan panggilan “Bro”, dan aku ditawarkan untuk duduk di dekat mereka ketika mereka sedang menilai peserta selanjutnya. Kejadian di ruangan penjurian membuatku sedikit berlega hati. Tenyata tidak semenegangkan seperti yang kukira dan sesi penjurian pun selesai. Pengumuman dan acara puncak akan dilaksanakan besok malam
q L 101 K
CE RITA BROWNIES
Karena banyak waktu luang, aku menyibukkan diri dengan bertukar kontak dan menjalin silahturahmi dengan peserta lain. Karena itu aku jadi dekat dengan Aziz, juara 1 dari kelompokku kemarin. Usahanya di bidang teknologi, standnya ramai dikunjungi karena banyak peralatan canggih seperti robot dan remote control. Kami sharing banyak hal dan aku memberinya beberapa masukan. Menurutku usaha dia ini memiliki prospek yang bagus, dan dia menerima dengan senang hati masukan yang kuberikan. Semua peserta yang jumlahnya ratusan beserta dosen pembimbing datang berkumpul di aula gedung untuk mendengarkan pengumuman pemenang. Dosenku belum juga menampakkan diri. Akhirnya aku duduk bersama seorang teman dari Jambi. Dia adalah anak dari Pak Agus, dia orang yang berjasa saat kompetisi ini. Kemarin aku membuat laporan keuangan menggunakan Ipad miliknya. Kalau tidak ada dia, mungkin aku sudah kelabakan mencari bantuan. Satu per satu pemenang lomba diumumkan. Mulai dari harapan ke-2 yang dimenangkan oleh universitas dari daerah Jakarta, harapan ke-1 disabet oleh universitas dari Bandung, dan pemenang juara ke-3 dari universitas di Surabaya. Peserta yang paling akrab denganku, dia berhasil membawa juara ke-2 mewakili universitasnya yang juga berasal dari Surabaya. Terakhir tinggal pengumuman juara pertama, suasana cukup menegangkan. “Juara umum tahun ini adalah….” “Put siap-siap maju ke depan,” bisik anak Pak Agus padaku. Iya kalo menang, kalau nggak mampus gue.
L 102 K
Pinjam Ipad dan Begadanglah
“JUARA KE-1 ADALAH… PATRIA PRIMA PUTRA DARI UNIVERSITAS…JAMBI” Hah? Putra? Gue nih yang menang? Aku langsung berdiri dan tidak tahu mau berkata apa. Ini malamnya gue! Temenku yang juara ke-2 sudah menunggu di atas panggung. Kami langsung melakukan high five dan salaman terus berpelukan. Di sana, aku merasa tidak sedang berkompetisi dengannya. “Kamu wajar sih Put jadi juara ke-1,” ucapnya singkat. Aku berdiri di depan panggung bersama beberapa pemenang. Hadiah pun diberikan oleh pewakilan dari kementrian. Dibenakku sekarang ada rasa bangga, tapi secara tidak langsung ada hal lain yang berkecamuk di hatiku. Seharusnya Ayah bisa ngeliat anaknya jadi juara dikompetisi nasional seperti ini. Seumur hidup, aku belum pernah mendapat penghargaan setinggi ini. Biasanya aku selalu iri ketika mendengar cerita Ayah tentang anak temannya yang rangking 1 terus di sekolah. Sekalipun aku belum pernah memberi prestasi yang benar-benar bisa membuat dia bangga. Tapi yang aku bingung selalu saja ada yang bisa Ayah banggakan dariku ketika dia ngobrol dengan teman-temannya. Aku hanya pernah dapat juara lomba mewarnai waktu TK, juara ke-5 waktu SD dan terakhir juara pemuda pelopor tingkat kota. Aku sering diremehkan, bahkan ada salah satu kerabatku yang sering
L 103 K
CE RITA BROWNIES
membanding-bandingkanku dengan adikku sendiri. Karena adikku punya kelebihan di bidang akademis. Ketika SMP dia sempat masuk kelas akselerasi dan hanya butuh 2 tahun untuk lulus. Sedangkan aku tidak terlalu menonjol untuk soal prestasi akademis. Seringnya aku hanya mendapat rangking 20 besar. Aku selalu ingat apa yang mereka katakan tentang diriku dulu. Mungkin ini saatnya balas dendam dan aku bisa membuktikan semua itu sekarang. Bukan dengan cara menyombongkan diri atas apa yang sudah aku capai, tapi justru merendahkan hati dan tetap fokus untuk menelurkan prestasi. Aku merasa ternyata semua orang itu hebat. Hanya terkadang banyak orang yang belum sadar dengan kemampuan yang dia punya. Aku sudah menyadari atas potensi yang aku punya. Aku sekarang tahu jika wirausaha adalah duniaku, Dunia yang menghantarkanku sampai ke titik seperti saat ini. Titik di mana aku bisa menghargai sebuah proses dan perjuangan. Seorang Putra yang dulunya hanya berjualan asal-asalan tanpa ilmu dalam berbisnis, kini bisa mendaki sampai ke titik seperti sekarang. Dan balas dendam terbaik itu adalah pembuktian!!! Walaupun sekarang kalian hanya menjadi orang yang dianggap sampah. Jangan pernah merasa tidak punya apa-apa dan menyerah. Buktikan pada mereka yang meremehkan kalian, kalau di masa depan kalian bisa jadi sampah yang didaur ulang, yang bisa lebih berharga dari pada berlian!!!
L 104 K
Pinjam Ipad dan Begadanglah
Lamunanku ke masa lalu terhenti ketika Pak Agus menarik tanganku untuk bersalaman. Dia datang terlambat, tapi langsung senang ketika melihat mahasiswanya bisa menjadi juara pertama. Di panggung tadi, aku menjadi satu-satunya juara yang berasal dari luar pulau Jawa. Serentak semua universitas dari Sumatra mendukung dan memberi selamat padaku. Aku telah mewakili Sumatra untuk menang malam itu. Gila gue ngerasa punya makin banyak teman malam ini. Aku langsung menelepon ibu. “Bu, tebak aku juara berapa?” “Juara 3 ya?” kata Ibu. Aku tertawa “Juara ke-1 bu, juara ke-1” “Juara ke-1? Putra anak Ibu, kamu hebat nak. Ibu nggak nyangka kamu bisa dapet juara ke-1.” Ibu akhirnya senang juga, walaupun tadi sempat terkejut dan bingung. Mungkin tadinya ibu ingin menghiburku jika ternyata nanti mendapat kabar dari ku yang tidak menang.
q Setelah itu aku membawa piala kristal itu ke kampus dengan penuh rasa bangga. Rektor dan dekan kampusku sudah menunggu di ruangannya masing-masing. Mereka pun ikut bangga atas prestasi ini.
L 105 K
CE RITA BROWNIES
“Kamu sadar nggak kalau berkat kamu menang kompetisi nasional ini, fakultas ekonomi kita yang akreditasinya ‘C’ bisa-bisa naik jadi ‘B’?” dosenku tiba-tiba berkata seperti itu, dan itu membuatku sadar jika anak goblok sepertiku ini akhirnya bisa membawa sedikit kebahagiaan untuk lingkungan di sekitarku. Dari situ aku berhasil membuktikan kata-kata Ayah dulu. Bukan di mana kita bersekolah atau ngampus . “Sefavorit apa pun kampus kita kalau kita biasa saja ya tetap akan biasa.” Tapi beda ketika kita mempunyai kemampuan untuk berprestasi, semua orang pasti akan tahu. Berlian akan tetap bersinar walau terbenam oleh lumpur. Intinya jangan bangga dengan di mana kita bersekolah, tapi buatlah bangga sekolah di mana kita menuntut ilmu.
q Kabar gembira soal kemenanganku langsung kusampaikan kepada Nara. “Alhamdulillah, aku dapet juara ke-1,” kataku pada Nara lewat telepon. “Alhamdulillah. Aku ikut seneng, aku bilang juga apa kamu bisa kok. Dasar calon imam kebanggaan.” Saking senangnya Nara langsung menceritakan ini kepada mamanya. Entahlah, aku merasa sejak bersama Nara setiap kata-kata yang keluar dari mulutnya itu selalu menjadi sebuah do’a yang baik untukku. Hampir semuanya menjadi kenyataan. Semua ini terasa
L 106 K
Pinjam Ipad dan Begadanglah
lebih nikmat dari pada dulu, saat baru memulai usaha dan harus berjuang sendirian. Saat berjuang sendiri, bahan bakar semangatku hanyalah Ayah. Aku ingin mengalahkan Ayah dalam segi pencapaian. Tapi sekarang bahan bakar semangatku adalah senyuman Nara. Setiap Nara bangga dan tersenyum, itu sudah menjadi hal paling berharga buatku. Kalian pasti bingung kenapa tadi aku bilang kalau bahan bakarku yang pertama adalah untuk mengalahkan Ayah? Gini, ketika Ayah meninggal aku selalu bertekad untuk bisa menjadi jauh lebih baik dari Ayah. Aku akan sedikit bercerita tentang Ayah. Ayah adalah salah satu alasanku tidak merasa lelah untuk bekerja keras. Ayah terlahir di Pulau Sulawesi. Di umur yang ke 13 tahun dia terpaksa merantau ke salah satu kota di Sumatera karena di kampungnya Ayah sempat terlibat perkelahian. Di kampung Ayah, biasanya anak laki-laki sering beradu tinju satu sama lain. Saat itu ayah terjebak perkelahian dengan seorang anak. Dia diganggu anak tersebut sampai-sampai mereka harus berkelahi, dan ayahku tidak sengaja membuat mata temannya cacat sebelah. Keadaan itu menyulitkan posisi Ayah. Kalau Ayah tetap bertahan di kampung bisa-bisa dia mati sia-sia karena keluarga anak tersebut pasti tidak terima dan balas dendam. Ayah akhirnya pergi merantau ke kota di Pulau Sumatera di umurnya yang baru 13 tahun. Ayah sempat tinggal di rumah guru SMP yang kondisinya belum sepenuhnya rampung. Sehari-hari Ayah makan alakadarnya,
L 107 K
CE RITA BROWNIES
bahkan sambal teri dengan kacang harus dia simpan dalam kaleng biskuit agar cukup untuk persediaan satu bulan. Ayah tumbuh menjadi anak yang pintar. Jika guru di kelasnya malas mengajar biasanya Ayah yang disuruh untuk mengajarkan teman-temannya. Ayah merangkap jadi asisten guru dan tidak sedikit guru yang menyukai Ayah karena kepintarannya itu. Waktu SMA Ayah pernah menjadi guru mengaji. Mencari tambahan biaya untuk bisa bertahan hidup di perantauan. Setiap ada kesulitan, pasti ada saja orang tua murid yang mau membantu. Ayah sudah menjadi anak yatim sejak SD dan ia punya sikap yang baik. Jadi, banyak yang menyayanginya. Mengetahui cerita hidup ayah membuatku merasa lebih bersyukur. Ayah meninggalkanku saat umurku sudah 17 tahun, setidaknya aku bisa lebih lama menikmati hari-hari dengan adanya kehadiran Ayah. Dan aku bersyukur bisa merasakan memiliki ayah yang hebat seperti beliau. Hebatnya lagi, ketika SMA Ayah sudah bisa membeli motor dengan uangnya sendiri. Walau dengan keterbatasan yang ada. Padahal saat itu motor adalah benda yang sangat mewah. Dia sering menjadi guru untuk teman-temannya. Dari situlah ia mendapatkan penghasilan untuk membeli motor dan barang-barang branded lainnya. Kata ayah, biasanya ketika teman-temannya ada maunya, mereka pasti mendekati Ayah. Ayah yang jeli pasti langsung memberi kode seperti ini, eh kemarin kayaknya ada sepatu adidas model baru deh
L 108 K
Pinjam Ipad dan Begadanglah
dan temannya akan langsung peka dan membelikan barang yang dia mau. Tapi sebagai gantinya Ayah harus mengajari mereka satu per satu. Banyak pejabat dan istri-istri pejabat di kotaku yang dulunya pernah jadi murid Ayah. Dan rata-rata kebanyakan muridnya adalah perempuan. Itu juga terbukti ketika Ayah meninggal, saat malam yasinan pelayat, yang datang ke rumah lebih didominasi oleh ibu-ibu dibandingkan bapak-bapak. “Pantes Ibu pernah cemburu pada Ayah, ternyata penggemar Ayah banyak juga, hehe.” Aku selalu salut dengan semua perjuangan Ayah mendapatkan Ibu. Tidak mudah bagi Ayah untuk menaklukkan Ibu terutama menaklukan Nenek. Ya, karena Nenek tidak begitu saja melepas anaknya untuk dipersunting seorang Ayah. Sebelum aku lahir, Ayah sudah menjadi seorang PNS. Dulunya menjadi PNS tidak semudah seperti sekarang. Tapi benar-benar mengandalkan kepintaran bukan hanya uang semata. Tidak hanya jadi PNS, dia juga rajin menjual buku ke kantor-kantor. Dia berjuang makin keras ketika Ibu sedang mengandungku. Beberapa pekerjaan yang menghasilkan uang lebih, akan Ayah lakoni secara bersamaan. Bahkan ketika aku dilahirkan, Ayah tidak ada di samping Ibu. Tapi aku tidak pernah marah atau menyesal karena itu. Pada malam aku dilahirkan, Ayah mendapatkan tugas dinas. Bayarannya sesuai sekali dengan jumlah biaya yang dibutuhkan ibuku untuk lahiran. Saat itu ayahku benar-benar sedang tidak punya uang, jadi dia memilih
L 109 K
CE RITA BROWNIES
untuk tidak menemani persalinan Ibu dan mengambil pekerjaan tersebut. Aku bisa membayangkan sekeras apa usaha Ayah untukku. Saat lahir, aku sangat mirip dengan Ayah. Di kampung, ada tradisi untuk pura-pura menjual anaknya jika benar-benar mirip ayahnya. Dan aku mengalami sendiri tradisi itu. Aku sangat bahagia hidup bersama mereka walaupun kami harus menaiki motor dinas butut ber 3 saat berpergian. Ketika umurku 3 tahun Ayah sudah bisa jadi kepala dinas termuda di daerahku. Kami semua merasa hidup lebih mudah dibandingkan dahulu, tapi imbasnya Ayah makin sibuk. Hampir tiap hari dia turun langsung ke lapangan. Berkunjung dari satu kampung ke kampung lain untuk berinteraksi langsung dengan masyarakat. Dia hanya punya waktu saat malam hari saja untuk berada di rumah imbasnya aku jadi jarang bertemu Ayah. Aku sadar kalau itu semua dilakukan karena dia sangat bertanggung jawab atas pekerjaannya. Umurku semakin bertambah. Ketika menginjakan umur di tahun ke-5. Aku tidak mengerti bagaimana caranya, tapi Ayah berhasil membangun sekolah tinggi kesehatan (setara universitas) pertama di provinsi tempat ku tinggal tanpa modal. Ayah meminjam sebuah gedung yang tidak terpakai, lalu dia bekerja sama dengan pengajar berpengalaman yang mau bekerja tanpa digaji. Sekolah itu milik yayasan yang sengaja dibuat untuk tujuan amal. Sampai saat ini aku dan Ibu tidak terlalu banyak menikmati hasil dari itu semua. Hanya itu yang kutahu, sampai sekarang aku tidak pernah tahu detailnya seperti apa.
L 110 K
Pinjam Ipad dan Begadanglah
Banyak hal lain yang aku banggakan dari sosok ayah. Bahkan ketika meninggal pun dia jadi orang termuda di provinsiku yang sudah memegang pangkat tertinggi saat umurnya 47 tahun. Ayah dari Ibu yaitu kakekku saja baru bisa mencapai pangkat itu diumurnya yang 55 tahun. Yang membuat aku berjuang seperti ini bukan karena aku pernah dapat kemudahan dari Ayah tapi karena aku tidak pernah dididik untuk hidup manja. Uang jajanku waktu SD jumlahnya dibawah ratarata. Aku harus menabung dua hari hanya untuk membeli satu piring mie goreng. Aku pernah mendengar percakapan ayah bersama temantemannya. Ketika temannya sibuk membeli perkebunan sawit karet untuk diwariskan ke anak-anaknya, Ayah dengan lantang berbicara seperti ini: “Saya percaya dengan kemampuan anak saya. Mereka tidak perlu saya siapkan warisan. Saya tidak akan bisa selalu ada di samping mereka jadi saya tidak akan memberikan mereka ikan terus menerus. Saya akan mengajarkan mereka memancing. Jadi suatu saat mereka bisa menangkap ikannya sendiri tanpa perlu bantuan dari saya dan bergantung kepada saya.” Ayah benar-benar tidak pernah berpikiran untuk menumpuk harta untuk anak-anaknya bahkan untuk ibu sekalipun. Itulah sebabnya terkadang dengan sengaja Ibu menyisihkan sebagian gaji Ayah untuk diselamatkan. Jika tidak begitu bisa-bisa seluruh gaji tersebut
L 111 K
CE RITA BROWNIES
disedekahkan oleh Ayah. Cukup extreme memang, tapi aku tetap bangga pada Ayah. Aku selalu ingin mengalahkan dia dalam hal apa pun. Contoh ketika dia pergi ke Singapura, Thailand, Vietnam dan negara-negara lainnya pada umur 40 tahun, aku langsung pergi kesana mengikuti jejaknya diumurku yang baru 19 tahun. Aku juga ingin membuat yayasan seperti ayah suatu saat nanti, serta membuat panti asuhan mandiri dan masih banyak lagi pencapaian-pencapaian Ayah yang ingin aku taklukan diumurku yang masih lebih muda darinya. Sekarang aku sadar bahwa warisan paling berharga bukanlah harta, tapi mental dan pola pikir. Banyak yang memiliki orang tua berkecukupan tapi manja akan fasilitas dan tidak bisa melakukan apa-apa dengan kemampuan mereka sendiri. Aku lagi-lagi bersyukur, Ayah tidak pernah menyiapkan halhal yang membuatku menjadi manja. Sehingga aku terdesak untuk berpikir dan memperjuangkan masa depanku sendiri tanpa harus bergantung pada siapa pun seperti sekarang ini. Kita tidak bisa menyalahkan keadaan buruk yang datang di hidup ini. Yang bisa kita lakukan adalah menghadapinya dan menjadi lebih hebat kerena ujian tersebut berhasil kita lewati.
q
L 112 K
DI BALIK KEAJAIBAN ADA TUHAN
Di Balik Keajaiban A da Tuhan
AKU kembali ke kehidupan yang biasa. Menjadi seorang anak lakilaki yang masih menjalankan masa-masa perkuliahan secara membosankan. Yah, seperti kebanyakan anak lainnya. Jujur saja, saat kuliah aku tidak pernah takut untuk mendapat IP atau nilai yang rendah. Ketika teman-teman banyak yang alergi dan melakukan segala cara untuk mendapatkan IP tinggi, aku dengan bangganya tertawa ketika mendapat IP rendah. Menurutku nilai hanyalah patokan yang dibuat oleh manusia. Aku tidak ingin disiksa oleh penilaian dari orang lain. Aku selalu jadi orang yang paling santai dan tidak takut akan nilai rendah. Aku yakin tidak selamanya nilai menentukan kesuksesan kita di masa depan. Itu semua cukup mencerminkan bahwa aku sudah jadi manusia yang tidak terlalu peduli dengan penilaian orang lain. Karena banyak hal yang tidak bisa dinilai dan dilihat oleh banyak orang secara langsung contohnya isi hati, isi kepala, dan isi dompet tentunya hehe. Aku pun belajar untuk menjadi orang yang tidak sembarangan menilai orang lain. Karena aku sering melihat banyak orang yang bertato, penampilan serampangan tapi punya hati baik seperti malaikat atau mungkin justru sebaliknya. Di sini aku bukan mau membenarkan penampilan mereka yang bertato atau bertindik, aku membenarkan isi hati mereka. Kehidupan memang seperti dua sisi mata uang. Ketika aku tidak peduli dengan nilai akademis, justru ada seseorang yang memintaku untuk bisa memperbaiki itu. Dia adalah orang yang benar-benar
L 115 K
CE RITA BROWNIES
menyayangiku. Setiap hari Nara selalu mengingatkanku soal kuliah. Bahkan Nara sampai minta jadwal kuliahku dan setiap pagi, dia jadi orang pertama yang menelpon hanya untuk mengingatkanku kuliah. Baiklah, karena aku tidak tahan melihat orang yang bersangkutan memohon dan menyemangatiku terus-terusan, akhirnya aku mulai merubah kebiasaan jelek. Aku cukup sering mengabaikan bahkan sampai tidak mengerjakan tugas. Tapi karena Nara, aku jadi berusaha mengerjakannya sekarang. Aku pun yang biasanya datang terlambat, sekarang berusaha untuk datang lebih awal supaya tidak datang terlambat. Mungkin kalau kami tinggal di kota yang sama dan nggak Long Distance Relationship (LDR) Nara pasti selalu menemani aku untuk mengerjakan tugas kuliah. But it’s ok, Semangat yang selalu dia sampaikan kepadaku walau dari jauh pun sudah cukup untuk membuatku bisa merubah kebiasaanku. Sebenarnya menjadi salah satu bagian dari mahasiswa di perguruan tinggi bukan untuk diriku sendiri. Tapi untuk memenuhi keinginan Ibu yang ingin melihat anaknya menjadi sarjana S1. Serta agar bisa melanjutkan peran Ayah di yayasan yang dibuatnya. Lagi pula, aku ini anak cowok paling besar dan cucu paling tua di keluarga Ibu. Jadi, mau tidak mau aku harus bisa menjadi contoh untuk adikadik sepupuku yang lain. Terkadang kita memang harus melakukan hal yang tidak terlalu kita suka demi membanggakan orang-orang yang kita sayang.
q L 116 K
Di Balik Keajaiban A da Tuhan
Di akhir tahun setelah aku menyeselaikan ujian semester, aku merasa sangat suntuk karena jadi jarang pergi berlibur. Aku terlalu sibuk menjalani rutinitas di kampus demi membuktikan keseriusanku pada Nara. Agar bisa cepat lulus kuliah dan bisa lebih cepat menikahi Nara. Aku punya waktu libur semester selama 2 minggu. Iseng-iseng terpikir olehku untuk memanfaatkan liburan kali ini dengan pergi keliling Asia Tenggara. Tapi mungkin hanya beberapa tempat aja karena liburanku tidak terlalu panjang. Tempat yang masuk daftar list liburan adalah Kuala Lumpur, Bangkok, Pattaya dan Phuket di Thailand, Phnom Penh di Cambodia, terakhir Ho Chi Minh di Vietnam. Aku langsung mempersiapkan semuanya. Mulai dari merencanakan tempat tujuan, hunting tiket pesawat, menghitung budget sampai mencari hotel yang cocok. Kalau ada yang berpikiran kegiatanku ini hanya untuk buang-buang uang atau pamer, maaf kawan penilaian kalian salah. Perjalananku selalu diisi dengan banyak pembelajaran baru disetiap destinasi baru yang aku singgahi. Ketika sedang berada di tempat jauh, HP akan berhenti berdering. Tidak ada yang namanya panggilan bisnis. Dengan begitu aku bisa mendapat ketenangan dan kesenangan untuk menikmati hidup jauh lebih baik. Pokoknya aku tidak ingin diganggu saat berpelesiran. Itulah saatnya aku melepaskan pikiranku dari hal-hal berbau duniawi seperti uang dan lain-lain. Karena tujuan hidupku yang utama bukanlah uang. Aku ingin saat dewasa nanti bisa seperti layaknya anak kecil. Melakukan banyak hal yang kusuka dengan bebas tanpa harus
L 117 K
CE RITA BROWNIES
terjebak di kantor seharian dan melakukan hal-hal yang membosankan tiap harinya. Aku berusaha menjadi orang yang peka terhadap banyak pembelajaran baru disetiap perjalananku. Berkenalan dengan orang baru dari seluruh dunia. Berbagi kepada orang baru, dan kamu harus tahu, terkadang Tuhan memberikan kita rezeki yang tidak terduga ketika kita jauh dari rumah. Contohnya saat itu ada beberapa orang yang tidak sengaja aku temui ketika aku sedang dalam perjalanan dan mereka menawarkan kerja sama bisnis saat tau aku memiliki sebuah usaha. See? Itulah kejutan dalam sebuah perjalanan. Menurutku belajar itu penting. Tapi mungkin, cara belajarku yang sedikit berbeda. Aku lebih menikmati ketika bisa belajar banyak dari orang yang baru aku kenal saat sedang jalan-jalan. Aku bisa melihat cara berbisnis yang berbeda disetiap Negara. Bisa melihat bagaimana daya beli sebuah produk di setiap Negara. Dan pelajaran seperti itu bukan aku dapat dari buku melainkan dari kejadian yang aku lihat langsung dengan mata kepalaku sendiri. Aku pernah mendengar sebuah pepatah yang mengatakan bahwa buku adalah jendela dunia. Oke, itu memang benar. Tapi menurutku jalan-jalan adalah pintu dunia. Di mana kita tidak hanya melihat dunia dari jendela, tapi bisa langsung belajar setelah keluar dari pintu itu sambil berlari mengejar banyak mimpi di dunia yang lebih luas lagi. Keputusanku untuk keliling ASEAN saat libur semester ini sudah bulat. Tapi sebelum itu, aku harus menunggu pengumuman
L 118 K
Di Balik Keajaiban A da Tuhan
ujian yang akan keluar dua hari lagi. Ternyata dengan niat dan sedikit merubah cara kuliahku, semester ini aku bisa mendapat IP 3,53. Perubahan yang meningkat naik cukup drastis dari yang sebelumnya hanya 2,42. Widih, hebat juga gue. Aku senang saat bisa melihat Nara bangga. Nara punya keyakinan kalau sebenarnya aku itu pintar. Cuman karena kemarin aku malas-malasan, jadi IPku kecil. Ya sudahlah apa pun itu intinya aku melakukan ini hanya untuk liat dia tersenyum lucu, karena setiap dia senyum aku selalu gemas ingin memegang pipinya.
q
Kegembiraan nilai semester teralihkan oleh jadwal libur-
an keliling Asia Tenggara. Aku mengajak seorang teman bernama Hamzah Izzulhaq. Beberapa orang di luar sana mungkin sudah mengenali sosok Izul. Itu karena Izul sering muncul di beberapa stasiun televisi sebagai pebisnis. Setahuku, dia belum pernah pergi ke beberapa kota yang ada di list liburan kami. Aku sengaja mengajak Izul agar kami bisa merasakan pengalaman baru. Sebelumnya aku juga belum pernah ke beberapa tempat di list tujuan kami nanti. Aku ingin liburan kami semakin terasa greget dengan mengalami pengalaman menakjubkan ketika mendatangi kota tersebut untuk pertama kalinya.
L 119 K
CE RITA BROWNIES
Tidak tahu kenapa, aku hobi sekali jalan-jalan. Sejak umur belasan tahun aku terbiasa mengurus keperluanku sendiri saat ingin bepergian. Itu semua sudah menjadi sebuah kebiasaan hingga sekarang. Padahal dulu ketika SD dan SMP, aku adalah anak yang penakut. Jangankan untuk keluar negeri, untuk jalan sendiri di kotaku saja aku takut tersesat. Sekarang mental block atau perasaan takut itu sudah berhasil aku hancurkan. Aku jadi lebih yakin jika sebenarnya setiap manusia itu bisa melakukan hal yang luar biasa, hanya saja mereka tersangkut dengan ketakutan untuk memulainya. Oh ya, di kamusku traveling seorang Putra tidak ada yang namanya tersesat. Yang ada hanya menemukan jalan baru yang belum pernah dilewati sebelumnya. Begitu pula di dalam dunia bisnis, aku juga menemukan hal yang serupa. Tidak ada yang namanya gagal, yang ada hanya menemukan cara baru untuk bisa jadi lebih maju.
q Aku akan memulai perjalananku ke Kuala Lumpur melalui Palembang melalui jalur darat. Coba tebak berapa uang yang aku keluarkan untuk membeli tiket menuju Kuala Lumpur? 1 juta? 2 juta? Kalian salah. Aku hanya perlu mengeluarkan 90 ribu rupiah untuk tiket dari Palembang ke Kuala Lumpur. Aku adalah orang yang lebih memilih pergi jalan-jalan dengan cara yang murah. Di sana aku akan banyak menemukan pengalaman baru dibandingkan jika hanya ikut tour travel yang ke mana-mana
L 120 K
Di Balik Keajaiban A da Tuhan
selalu di temani tour guide atau pemandu. Ya, itu semua sama seperti bisnis. Aku selalu menikmati perjalanan yang penuh ketidakpastian, karena disetiap ketidakpastian selalu ada pengalaman serta pelajaran baru yang Tuhan kasih dan perlihatkan padaku. Dari Palembang, aku terbang menggunakan pesawat menuju Kuala Lumpur. Sesampainya di Kuala Lumpur aku langsung menghubungi Nara. Biasanya saat aku sedang di luar negeri, aku tidak mau banyak berkomunikasi dengan orang lain kecuali Nara. Tugas Nara saat aku pergi adalah untuk memberi kabar pada Ibu tentang bagaimana keadaanku selama di negara orang lewat sms. Kebetulan Ibu tidak bisa menggunakan internet jadi masih mengandalkan SMS. Aku bersyukur sekali karena Nara dan Ibu punya hubungan yang baik. Tanpa harus aku minta pun terkadang mereka sering teleponan lebih dari satu jam. Untuk itu aku sangat senang karena Ibu merasa cocok dengan Nara. Selama ini Ibu selalu cemburu ketika melihatku dekat dengan perempuan. Dia takut kalau anak laki-lakinya yang paling besar ini diambil perempuan lain. Ibu takut kalau aku mendapat perempuan atau istri yang akan menjauhkan aku dengan Ibu dan adikku. Tapi aku beruntung, Ibu percaya kalau Nara tidak akan melakukan apa yang Ibu takutkan. Setelah bertukar kabar dengan Nara, aku langsung mematikan HP, lalu memutuskan untuk mencari makanan. Aku sudah memiliki tempat makan langganan jika sudah di bandara KL, jadi aku langsung menuju ke sana.
L 121 K
CE RITA BROWNIES
Aku adalah pecinta masakan timur tengah dan india. Pokoknya makanan yang berbau lemak deh. Itu membuatku sangat mencintai kuliner di negeri jiran ini karena mudah sekali menemukan makanan berlemak favoritku di sini. Setelah perut kenyang aku lantas menuju hostel yang letaknya ada di tengah kota. Aku akan menginap semalam di sana dan melanjutkan perjalanan ke Bangkok, Thailand besok. Kali ini aku sengaja memilih tinggal di hostel yang 1 kamarnya berisi 8 orang. Bukan karena aku mau ngirit, tapi aku mau belajar untuk bisa bersosialisasi dengan teman sekamar walaupun kami punya keterbatasan bahasa. Selesai menitipkan barang di hostel, aku langsung pergi jalan-jalan ke Twin Tower dan Bukit Bintang dengan mobil bus kota gratisan. Aku cukup sering transit di KL jika sedang pergi ke tempat lain, jadi aku tahu banyak soal spot gratisan yang ada di sini. Puas jalan-jalan, aku pun langsung pulang ke hostel. Rasanya sudah ngantuk berat. Kebetulan orang yang akan menemaniku keliling ASEAN baru datang jam 10 malam nanti. Dia berangkat dari Jakarta dan kami memutuskan untuk bertemu di hostel ini. “Jadi lumayanlah bisa tidur dulu sebentar.” Izul sudah berada di KL. Dia siap jadi travelmateku untuk seminggu ke depan. Kalian tau, pertama kali aku melihat Izul saat umurku 17 tahun. Ketika itu, aku sedang menonton salah satu acara televisi. Mereka meliput pengusaha muda yang umurnya baru 19 tahun tapi omzet bisnisnya sudah ratusan juta. Nah itulah pertama kalinya aku mengenal Izul.
L 122 K
Di Balik Keajaiban A da Tuhan
Sekarang, aku sudah menjalankan bisnisku. Hanya beberapa tahun setelah aku melihat dia di tv, aku bisa keliling ASEAN bersama Izul. Mungkin terlihat mustahil untukku sampai bisa ada dititik ini sekarang, tapi sebenarnya tidak ada yang mustahil untuk Tuhan. Dulu aku sering diremehkan teman-temanku. Mereka bilang, jangan punya mimpi terlalu tinggi Put, nanti kalau jatuh sakit. Orang biasa menyebut itu mimpi, tapi aku menyebutnya tujuan atau planning. Mimpi biasanya berakhir dengan angan-angan saja, sedangkan tujuan pasti akan aku kejar sampai dapat dan semua mulai terwujud satu per satu.
q Aku terbangun oleh suara Izul. Pagi-pagi sekali aku sudah mengajak Izul mencari makan sambil berkeliling di sekitar hostel. Sinar matahari mulai menerpa gedung-gedung di Kuala Lumpur. Kami mulai menyandang tas dibahu dan bergegas naik monorel menuju bandara. Hari itu kami akan melanjutkan perjalanan ke Thailand. Ini bukan kali pertama aku pergi ke Thailand. Selama di sana aku bertugas jadi tour guide Izul karena ini pengalaman pertamanya ke Thailand dan aku akan menunjukan keunikan negara favoritku ini kepadanya. Hiruk pikuk suasana di bandara Bangkok mulai terlihat. Aku yang sedikit hafal tentang Bangkok langsung mengajak Izul menuju pemberhentian bus umum. Kami berbaur dengan masyarakat asli sana, mulai dari anak sekolah sampai lansia. Nara sangat tahu kalau aku suka tipe perempuan berwajah oriental seperti orang-orang
L 123 K
CE RITA BROWNIES
Thailand. Dia paling cemburu dan was-was kalau aku sedang berkunjung ke sini. Kami turun dari bus dan berjalan menuju Stasiun BTS (sebutan untuk monorel di Bangkok) yang jaraknya tidak terlalu jauh. Sesampainya di stasiun dekat hostel tempat kami menginap, aku mulai bertanya-tanya ke penduduk sekitar di mana tepatnya letak hostel tersebut. Biasanya sih, aku bertanya ke perempuan di sana, sekaligus untuk kenalan, itung-itung menambah silahturahmi hehe. Ada dua wanita kembar asli Bangkok yang mau membantu. Mereka berbaik hati menunjukkan jalan ke hostel kami. Setelah mereka mengantar kami ke tujuan, kami pun berkenalan, bertukaran alamat, ID Line dan tidak lupa foto bersama. Setelah di hostel, aku mengucapkan terima kasih pada gadis kembar itu melalui Line. Mereka juga mengajak kami bertemu lagi esok hari. Dan kalian tahu? Tuhan sungguh punya rencana keren yang tidak pernah bisa kita tebak. Mereka ternyata punya usaha disalah satu mall terbesar dan termewah di Thailand yaitu Siam Paragon. “Wah, benarkan duga-anku, di setiap satu perkenalan selalu ada satu pintu rezeki yang bakal Tuhan buka untuk kita.” Walaupun aku menginap di hostel, tapi hostel kami benarbenar berbeda. Tempat kami menginap ini adalah salah satu hostel termewah di dunia. Fasilitasnya seperti hotel bintang 5 bahkan ada ruangan theater. Di sini aku bisa tidur satu kamar dengan banyak orang dari berbagai negara. Dan kami berkenalan dengan Huzz. Dia adalah salah satu pengusaha asal Belanda yang memiliki perusahaan
L 124 K
Di Balik Keajaiban A da Tuhan
start up technology. Belum lama kami kenal tapi dia sudah menceritakan tentang usahanya. Aku pun melakukan hal yang sama. Banyak sekali hal yang tidak terduga terjadi di sini, itulah sebabnya aku suka berpelesir karena disetiap perjalanan Tuhan pasti selalu memperlihatkan kebesarannya dengan kebetulan-kebetulan yang menurutku penuh keajaiban.
L 125 K
MAS, BISA PINJEM BESI?
Mas, Bisa Pinjem Besi?
ESOK paginya, aku melanjutkan untuk jalan-jalan di kawasan Siam salah satunya ke Mall MBK. Mall ini jadi tempat favorit orang Indonesia untuk beli oleh-oleh kalau mereka ke Bangkok loh. Tapi di sana aku hanya berkeliling tidak ada tujuan yang jelas hingga siang hari. “Inilah enaknya pergi sendiri tanpa ikut travel agent kita bisa santai dan nggak terpatok sama waktu.” Aku mencoba semua makanan pinggir jalan di Bangkok kecuali yang mengandung hal-hal yang haram. Eh, saat aku lagi asik mengunyah rujak khas Thailand, tiba-tiba ada sepasang manusia menyapa kami. “Mas, bisa pinjem besi untuk buka kartu di Iphone gak?” Aku merasa baru ketiban durian runtuh saat mendengar salah satu dari mereka menggunakan bahasa Indonesia. Tidak tau kenapa, ketika kita sedang di negara orang kemudian bertemu dengan orang dari Indonesia, itu bener-bener seperti mendapat rezeki. Beda kalau di negara sendiri, kita tidak terlalu menghargai satu sama lain. Tapi biasanya kalau sudah di negara orang kita bisa saling tolong menolong jika ada yang lagi kesusahan. Karena aku tidak membawa barang yang mereka butuhkan, aku mengajak mereka ke penginapan. Mereka jadi ikut ke hostel kami demi sebuah pembuka Iphone. Pertemuan itu berlanjut pada obrolan yang cukup panjang. Kami saling ketawa ketiwi dan sharing tentang Bangkok. Ternyata, mereka adalah relawan salah satu organisasi. Mereka pergi ke Bangkok dalam rangka meeting antar negara. “Jadi buat kalian yang bilang kalau nggak punya duit itu nggak bisa berangkat ke luar negeri,
L 129 K
CE RITA BROWNIES
kalian salah.” Alasan itu buatku hanya dikeluarkan oleh orang-orang yang lemah dan tidak mau berusaha. Buktinya, mereka berdua bisa datang ke Bangkok tanpa modal. Alias gratis! Seru sekali cerita hari ini. Lebih seru lagi ketika Natt dan kembarannya mengajak kami main ke kantornya. “Itu loh kembaran yang membantuku kemarin.” Aku bersorak dalam hati. Aku berkemas dan bergegas menuju ke kantor mereka yang letaknya ada di salah satu mall mewah di Bangkok. Tanpa sengaja kami bertemu mereka di lantai dasar mall. Kulihat mereka sedang ngopi bersama seseorang yang selanjutnya kutahu adalah partner bisnis mereka. Partner bisnis Natt lebih menguasai bahasa Inggris dari pada si kembar. Alhasil aku sibuk menerjemahkan obrolannya dengan bantuan internet. Kalau kalian mengira aku jago bahasa Inggris, kalian salah besar. Aku hanya bisa mengeluarkan kata “Yes” dan “No” sama “How Price” atau “How Much”. Kata andalah itu biasanya kugunakan untuk mem-permudah saat menanyakan harga makanan, hotel dan yang lainnya. Selama ini aku mengobrol hanya dengan menggunakan bahasa Inggris yang hancur, ditambah bahasa tarzan alias bahasa tubuh tingkat tinggi. Dan serius, bahasa tubuh menjadi bahasa yang paling ampuh ketika digunakan di mana pun kamu berada. Itu yang membuat aku senang jalan-jalan. Aku merasa saat melakukan perjalanan jauh dengan hanya bekal bahasa yang alakadarnya menjadi tantangan sendiri untukku. Dulu aku menganggap jika aku tidak akan mungkin bisa keluar negeri karena pasti
L 130 K
Mas, Bisa Pinjem Besi?
terkendala oleh bahasa, dan anggapanku itu salah. Ternyata aku bisa buktikan bahwa nggak selamanya keterbatasan yang kita miliki menjadi halangan untuk kita bisa melihat dunia lebih jauh. Di luar sana banyak orang yang bisa bahasa asing tapi tidak berani melangkahkan kakinya keluar dari zona nyaman dan melihat dunia lebih luas. Mereka lebih memilih menggunakan kemampuan berbahasa asing hanya sebatas di dalam kelas aja. Aku sudah membuktikan jika kita bisa mencapai mimpi kita bukan karena kita hebat atau punya banyak harta, tetapi ketika kita mau untuk memulainya, kita pasti bisa!!! Setelah itu si kembar mengajakku untuk sekedar hang out sambil minum bir malam nanti. Aku menolak halus bukan karena sok suci tapi memang aku tidak terbiasa minum-minuman seperti itu. Aku punya prinsip untuk tidak membuang waktu buat hal yang tidak berguna termasuk untuk mengkonsumsi minuman keras. Bahkan dulu, aku sudah berpuluh-puluh kali diajak seorang teman untuk minum dan aku selalu bisa untuk menolaknya. Pada akhirnya mereka yang menyerah untuk mengajakku minum. “Buat kalian yang memilih minum karena beralasan nggak enak sama temen, inget deh kalau seorang teman itu adalah sosok yang membawa kamu menjadi makin positif bukan membawamu menjadi berada di keadaan terpuruk.” Aku tahu kalau di sini punya budaya yang berbeda. Minum minuman beralkohol adalah kebudayaan untuk menyambut teman baru. Tapi aku tetap menolaknya karena kami adalah seorang muslim dan untungnya mereka mengerti.
L 131 K
CE RITA BROWNIES
Destinasi selanjutnya menanti kami, aku pergi ke Khao San Road. Khao San Road itu adalah lokasi yang menjadi tempat berkumpul para backpacker dari seluruh dunia. Berbeda dengan kemarin, di sini aku menginap di salah satu hotel bintang tiga. Aku tidak terlalu lama berada di hotel karena mengejar untuk perjalanan selanjutnya yaitu ke Asiatique. Aku mengajak Izul untuk naik perahu menyusuri sungai terpanjang di bangkok yaitu Chao Praya River. Tiketnya murah, kalau dirupiahkan sih sekitar Rp 3000 Rp 5000-an. Biaya hidup di sini memang tergolong murah kalau kamu tahu caranya. Ini juga yang membuat Bangkok jadi kota favoritku. Belum lagi kalau aku sudah disangka orang asli Thailand karena mukaku ini. Supir bus, ibu-ibu di restoran, dan orang hotel selalu menyangka kalau aku ini adalah orang Thailand. Aku bersyukur karena prasangka mereka itu, aku sering mendapat harga murah bahkan sampai dapat gratis ketika masuk objek wisata hehehe. Sampai di Asiatique (tempat anak-anak gaul Bangkok berkumpul) aku geleng-geleng kepala. Di sini aku lihat banyak berseliweran perempuan cantik, laki-laki ganteng bahkan hingga laki-laki cantik haha. Benar-benar gila di sini. Natt menyusul kami ke Asiatique, aku ditraktir makanan khas Thailand sampai perut rasanya begah. Aku merasa punya keluarga baru di sini, bahkan dia memberiku kontak temannya yang tinggal di Vietnam ketika dia tau kalau selanjutkan aku akan ke Vietnam. Aku yang dulunya anak rumahan, pemalu serta minderan ternyata
L 132 K
Mas, Bisa Pinjem Besi?
punya tempat disini dan bisa juga berteman dengan banyak orang dari berbagai negara dan latar belakang yang berbeda. Ketika liburan aku hanya menghubungi Nara saat sudah di hotel saja. Aku jarang mengaktifkan data internet. Aku benar-benar ingin menikmati liburan. Kita tetap butuh waktu untuk sendiri walaupun kita punya pasangan dan bersyukur Nara mengerti tentang hal itu.
q Ada 3 tempat wisata yang akan kami kunjungi hari ini, sekalian di tempat wisata nanti aku mau mencoba, apa benar mukaku mirip dengan orang asli Thailand. Caranya? Ayo kita liat nanti. Total yang harus kita bayar untuk tiket masuk untuk tiga tempat wisata sebesar 250 ribu rupiah. Nah dari info yang aku dapatkan, kalau warga asli Thailand bisa masuk tanpa bayar. Mereka masuk lewat pintu khusus untuk masyarakat lokal. Banyak orang Indonesia yang coba masuk lewat pintu itu agar bisa gratis tapi gagal. Aku semakin penasaran ingin mencobanya juga. Sekalian membuktikan benar apa tidak anggapan orang kalau mukaku mirip orang Thailand, dengan wajah dingin aku berjalan masuk ke pintu itu. Dan Boom. Aku benar-benar bisa masuk dengan mulus tanpa ada yang tahu kalau aku orang Indonesia. Aku bisa membaur seperti bunglon di tengah-tengah orang asli sana. “Eh tapi ini jangan ditiru ya.” Aku melakukan ini karena rasa penasaran saja, tapi secara tidak langsung
L 133 K
CE RITA BROWNIES
uangku sebanyak 250 ribu bisa selamat hari itu. Dari kejadian itulah, Izul punya panggilan khusus buatku yaitu Maaa Thai. Aku sendiri tidak mengerti maksud dari panggilannya itu apa.
q Aku bangun tidak terlalu pagi dan kami berkemas karena harus segera berangkat ke Pattaya. Kulihat keadaan dompet hanya tinggal tersisa uang 1.000 bath atau sekitar 375 ribu rupiah. Aku harus mencari travel yang murah untuk berangkat ke sana supaya irit. Dengan mengandalkan bahasa isyarat aku bertanya-tanya pada masyarat lokal dan atas petunjuk salah satu dari mereka, aku berhasil mendapat travel murah senilai Rp 40.000 untuk ke Pattaya. Sampai di Pattaya bukan hanya uangku saja yang menipis tapi kesehatanku juga sedikit terganggu. Selama di sini aku makan dengan tidak teratur. Makanan yang masuk ke dalam perut asal-asalan. “Yang penting halal, ya akan aku makan.” Kadang aku membelinya di pinggir jalan. Itu semua membuat pencernaanku mulai terganggu, badan juga mulai terasa lemas. Tapi sepertinya akan kutinggalkan dulu masalah kesehatan selama di Pattaya. Menurutku tidak ada yang spesial di Pattaya. Jika dihitung ini kali kedua aku datang kemari. Untuk sekarang aku hanya ingin memperlihatkan Pattaya pada Izul saja, jadi kami memutuskan hanya menginap semalam di sini. Entah kenapa, meski merasa tidak ada tujuan yang terlalu menarik, kami merasa betah berada di Thailand. Apalagi aku merasa Thailand sudah seperti negaraku sendiri.
L 134 K
Mas, Bisa Pinjem Besi?
Malam di Pattaya, menjadi malam terakhir kami di Thailand. Keesokan harinya aku terbang dari Bangkok menuju Vietnam pukul 3 sore, sedangkan jam 10 pagi aku masih di Pattaya yang jaraknya masih 2 jam dari kota Bangkok. Kami mencari taksi di terminal sambil melakukan tawar menawar di sana. “Sebenarnya kami bisa saja langsung main masuk dan bilang ke supirnya untuk mengantarkan kami ke Bangkok.” Tapi itu akan memakan ongkos yang sangat mahal yaitu sebesar 500 ribu rupiah. Kalian tahu kan uang di dompetku tinggal berapa? Jadi jurus tawar menawar harus jitu kali ini. Benar saja, ketika ditawar akhirnya kami dapat taksi yang mau mengantarkan kami dengan 37 ribu rupiah saja ke terminal untuk selanjutnya meneruskan perjalanan menggunakan bus ke bangkok, jauh berbeda dengan ongkos awal. Selama di perjalanan aku mengobrol dengan supir taksi tersebut. Dia senang sekali ketika tahu kalau kami berasal dari Indonesia. Aku memanfaatkan keadaan ini untuk mulai mempromosikan Indonesia kepadanya dan dia tertarik untuk berkunjung ke negeriku tercinta. Obrolan terus berlanjut, aku bertanya makanan halal di Thailand. Dia bilang banyak makanan halal bertebaran di sini dan biasanya restoran halal didirikan oleh pedagang Arab dan India. “Bagaimana soal Islam yang dianggap oleh beberapa orang sebagai agama teroris?” katanya. “Sebenarnya agama itu tidak salah. Menurut saya yang salah hanyalah oknum,” jawabku menerangkan dengan santai.
L 135 K
CE RITA BROWNIES
“Terkadang, ketika orang yang mengaku Islam dan berbuat salah pasti banyak orang lain yang menyalahkan agamanya. Padahal sebenarnya yang salah adalah oknum itu sendiri bukan agamanya. Karena Islam tidak pernah mengajarkan umatnya untuk melakukan hal yang salah apalagi menyakiti orang lain. “Begini contohnya, di tengah banyaknya gembar-gembor Islam adalah teroris, sebenarnya banyak orang muslim yang tertindas. Mulai dari di Palestina bahkan di Thailand sendiri masih ada muslim yang tertindas di daerah Pattani. “Dari sana bisa dilihat kalau sebenarnya umat Islam pun banyak ditindas oleh oknum agama lain, tapi kami tidak pernah menyalahkan agama orang yang menindas saudara-saudara kami tersebut. Yang kami salahkan hanyalah oknumnya.” Dia mencerna penjelasan yang aku katakan. Sampai tidak terasa kami sudah tiba di terminal. Kami sempatkan untuk berfoto bersama ,dia menyebutku dengan sebutan “my friend” semacam tanda kalau kami sekarang telah berteman. Aku pun pergi sambil mengucapkan salam perpisahan kepadanya. Ternyata dari perjalanan ini, aku bukan hanya bisa bersenangsenang tetapi juga bisa sambil berdakwah secara sederhana kepada orang-orang yang belum mengenal agama Islam dengan baik. Banyak orang di luar sana yang mengenal Islam hanya dari berita sadis yang terkesan anarkis. Bukan mengenal Islam secara baik dari melihat budi pekerti umatnya secara langsung. Aku merasa ke mana pun kita berjalan, kita akan jadi duta untuk agama kita serta negara
L 136 K
Mas, Bisa Pinjem Besi?
kita. Ketika kita berbuat baik dan mencontohkan hal yang baik maka secara tidak langsung kita telah memperlihatkan gambaran betapa baiknya agama serta negara dari mana kita berasal. Setelah lari-larian, aku mendapatkan travel menuju ke Bangkok. Ongkosnya Rp 80.000 untuk berdua. Tapi aku masih saja takut kalau nanti ada halangan atau rintangan yang menghalangi kami untuk sampai di Bangkok. Aku waspada dan tidak bisa tidur selama di perjalanan, tapi kabar baiknya, hal yang aku takutkan tidak terjadi. Aku bisa sampai di Bangkok jam 1 siang dan kami segera mencari bis menuju bandara dengan mengandalkan masyarakat sekitar untuk bertanya lagi. Sesampainya di bandara kami langsung check in keberangkatan ke Vietnam. Setelah menempuh perjalanan hamper 2jam akhirnya aku bisa menginjakkan kaki di negara Vietnam. Menurutku yang saat itu baru saja menginjak usia 20 tahun hal ini amazing untuk seorang Putra. Ini menjadi sesuatu yang hampir mustahil bagi Putra yang dulu. Putra yang hobinya hanya main, menghayal dan hobinya hanya bilang tidak mungkin. Di Vietnam badanku semakin drop, Di otakku hanya ada pikiran untuk cepat-cepat menghubungin Nara dan curhat ke dia soal keadaan badanku. Hanya dengan cara itu aku merasa ada yang peduli denganku. Sebelum pergi ke tempat lain, aku menukarkan uang sebanyak 35 dollar. Dan simsalabim di tanganku langsung ada uang 700.000 dong (mata uang vietnam). Aku langsung pergi mencari bis ke District 1, jantungnya kota Ho Chi Minh, Vietnam. Hanya bermodalkan uang
L 137 K
CE RITA BROWNIES
senilai Rp 2.500 rupiah untuk tiket bus kami sudah sampai ke District 1. Gila, di sini benar-benar semerawut. Kalau kalian ingin menyebrang jalan pakai cara seperti di Indonesia: lihat kanan kiri lalu menyebrang, aku jamin, sampai kapan pun kalian tidak akan bisa menyebrang jalan di Vietnam. Cara menyebrang di sini adalah kita harus liat lurus ke depan, kita tidak perlu lihat kanan kiri dan hanya perlu berjalan sambil memandang ke depan, biarkan motor dan mobil yang menghindari kita. Serem memang, apalagi melihat pengendara di sini yang tancap gas ketika lampu lalu lintas berubah hijau. Mereka bagaikan segerombolan pasukan yang menyerbu jalanan dengan kecepatan tinggi. Karena keahlianku menyebrang di jalanan Vietnam ini, aku jadi bisa kenalan sama dua teman baru. Namanya Mango dan Chris, mereka turis dari Shenzen, Cina. Saat itu aku melihat mereka sedang kesulitan untuk menyebrang karena takut melihat bagaimana ngebutnya kendaraan di Vietnam. Aku langsung mendekati mereka sambil menolong mereka untuk menyebrang. Ketika mereka tau kalau umurku baru 20 tahun, mereka langsung kaget dan menganggapku seperti adik mereka sendiri.
q Aku dan Izul menginap di hotel yang cukup mahal di daerah District 1. Aku memang selalu berpindah-pindah penginapan setiap liburan. Aku mencicipi semua hotel, mulai dari yang berbintang lima sampai
L 138 K
Mas, Bisa Pinjem Besi?
yang kaki lima dengan biaya permalam hanya Rp 60.000 rupiah. Itu semua adalah caraku untuk bisa belajar tentang rasa syukur, agar aku tetap ingat bahwa di setiap kemudahan dan kemewahan, ada juga kesederhanaan. Ketika aku tidur di hotel yang murah, aku selalu merenung. Aku harus menjadi orang yang lebih bekerja keras supaya bisa memberikan yang terbaik kepada orang-orang yang aku sayang nantinya. Aku tidak mau nantinya mereka merasakan tidur di hotel yang alakadarnya seperti yang aku rasakan. Cukup saja itu jadi bahan renunganku dalam berjuang mencari hidup yang lebih baik. Besok paginya aku langsung berniat untuk pergi ke suatu tempat bersejarah di kota Ho Chi Minh yaitu ke Chu Chi Tunnel. Monumen paling bersejarah yang menjadi saksi pembataian ratusan ribu bahkan jutaan rakyat Vietnam oleh tentara Amerika. Aku pergi ke sana dengan menggunakan kendaraan umum, pergi dengan ojek bonceng dua untuk ke terminal dan menaiki bus melanjutkan perjalanan selama 2 jam. Ya, ribet emang tapi itu sangat menyenangkan. Lagi pula perjalanan 2 jam tadi hanya menghabiskan uang Rp 8.000 rupiah saja, benar-benar hemat dari pada harus membayar travel seharga ratusan ribu. Dengan keadaan yang belum makan siang, aku langsung masuk ke Chu Chi Tunnel. Aku sangat terkejut saat mengetahui sejarah di dalamnya. Kalian tahu siapa pemenang dari perang Vietnam melawan Amerika tersebut? Pemenangnya adalah Vietnam, dan kalian tahu teknik perang yang digunakan Vietnam ditiru dari negara
L 139 K
CE RITA BROWNIES
mana? Mereka meniru strategi gerilya dari negara kita, Indonesia. Banyak pengetahuan baru yang aku tahu di perjalanan ini. Aku juga berkesempatan untuk mencoba menembak menggunakan senjata perang AK47. Di akhir perjalanan sejarah itu, aku gemetaran karena kelaparan. Untungnya ada sesi di mana mereka menyuguhkan makanan saat perang Vietnam dulu ke pada tamu seperti kami. Makanan itu adalah singkong rebus di campur kacang dan gula. Tidak tahu kenapa makanan itu terasa enak sekali, mungkin karena disantap saat aku sedang kelaparan. Aku pulang dengan keadaan badan lemas karena seharian tidak menemukan nasi. Aku ragu akan kehalalan makan di sini sehingga badanku terasa makin remuk dan sakit. Ditambah lagi makanan yang dijamin kehalalannya kebanyakan makanan India yang berminyak dan itu menambah mual perutku, jadi hari itu aku tidak banyak makan.
q Aku berangkat ke Kamboja dengan badan yang semakin drop. keesokan paginya tubuhku mulai dilanda batuk, flu, sakit perut dan mual saat mencium bau makanan. Kami tiba di Kamboja pada malam hari, dan aku belum makan sedikit pun karena sulit sekali menemukan makanan halal di sini. Terpaksa aku pergi ke supermarket untuk membeli mie instant cup. Tapi semakin aku makan mie itu semakin terasa sakit perutku.
L 140 K
Mas, Bisa Pinjem Besi?
Badan juga mulai panas tinggi dan aku sangat ketakutan kalau nanti tiba-tiba harus masuk rumah sakit di negara orang. Dari Kamboja aku sudah tidak bisa konsen lagi untuk menikmati perjalanan. Tinggal satu pemberhentianku sehabis dari Kamboja, yaitu Phuket, kota yang terkenal akan keindahan lautnya. Di bandara Kamboja menuju Phuket aku meminum obat penurun panas agar suhu panas badanku turun ketika melewati alat pendeteksi suhu tubuh. Aku takut dilarang naik pesawat karena suhu badan yang semakin tinggi. Akhirnya aku bisa lolos di bandara. Aku langsung terbang ke Phuket. Sesampai di Phuket saat malam hari, aku memaksakan untuk makan di restoran ayam cepat saji. Badanku gemeteran lagi dan yang aku ingat saat itu cuma Nara. Aku benar-benar teleponan sepanjang hari dengannya dan membuat Izul protes “Lu so-soan ngajak gue backpackeran lama-lama. Baru beberapa hari aja lu udah kangen Nara dan homesick,” kata Ijul. Tapi aku mengakui itu, aku benar-benar butuh Nara untuk menjadi tempat share masalah-masalahku saat ini. Di Phuket beberapa hari, tidak ada yang membuatku berkesan. Saat itu badanku sakit dan banyak menghabiskan waktu di hostel. Hari yang aku tunggu pun tiba yaitu hari di mana kami pulang ke Indonesia. Aku memesan tiket pesawat ke Jakarta untuk bertemu Nara.
q L 141 K
CE RITA BROWNIES
Sesampainya di Jakarta badanku semakin lemas dan perut semakin tidak karuan. Sebelum pulang ke rumah, aku menyempatkan mampir ke rumah Nara. Di rumah Nara aku disambut sama senyumannya. Senyuman itu menghapus semua rinduku yang tertahan selama ini. Aku dipersilahkan masuk, walaupun tetap segan ketika nanti ketemu orang tuanya. Hari itu orang tuanya lagi sibuk melayani tamu di ruang makan. Aku asik mengobrol bersama Nara di ruang tamu. Ada satu hal yang membuatku senang hari itu, aku dihidangkan beberapa makanan oleh mamanya. Hal sederhana yang membuatku bahagia dan merasa sedikit diterima di sana. Tapi tidak tahu kenapa tiba-tiba nafsu makanku hilang. Sore harinya selesai mengobrol panjang lebar, aku diantar Nara dan sepupunya ke bandara. Selama di bandara pun aku benar-benar tidak nafsu makan. Nara sampai mengajakku ke restoran agar aku bisa makan sembari menunggu pesawat. Aku disuapi Nara tapi waktu makanan mendekat, rasanya aku langsung ingin muntah. Nara langsung sigap mengambil minyak angin dan menggosokkannya ke kepalaku. Ternyata pesawat yang aku tumpangi delay sampai waktu yang tidak ditetapkan dan Nara memintaku untuk tidur sambil menunggu jadwal pesawatnya berangkat. Restoran itu memiliki kursi yang panjang dan aku tidur dipangkuan Nara. Nara memijat kepalaku terus menerus dengan penuh perhatian. Kami tidak menghiraukan sekitar, seakan-akan dunia benar-benar hanya diisi kami berdua saja. Aku merasa Nara sangat menghawatirkanku
L 142 K
Mas, Bisa Pinjem Besi?
dan aku pun merasa sangat nyaman dengannya. Aku tidur dipangkuannya sambil mengigil malam itu. Malam semakin larut. Pesawat yang akan membawaku pulang belum kunjung ada kejelasan kapan akan terbang. Aku meminta Nara untuk pulang karena aku tidak tega kalau melihat Nara pulang terlalu malam dan dia menuruti permintaanku. Sampai pukul 10 malam ternyata pesawatku benar-benar tidak berangkat. Aku menggigil sendirian di bandara, mukaku pucat bahkan terlihat agak menghitam. Nara terus mantau keadaanku lewat WhatsApp. Nara memutuskan untuk membelikanku tiket untuk penerbangan pertama jam 5 pagi untuk penerbangan lainnya, aku dengan pasrah mengiyakan. Waktu menunjukkan pukul 12 malam. Aku tidak bisa tidur karena cemas dengan keadaan badanku sendiri. Aku tidak tahu sakit apa yang sedang aku alami saat ini, karena berbeda maskapai penerbangan, aku diharuskan pindah terminal yang berjarak 1 kilometer dari tempat aku berada. Aku beranjak ke mushola untuk tidur di sana, tapi di mushola ramai sekali orang yang keluar masuk. Aku merasa tidak enak jika keberadaanku mengganggu orang-orang yang sedang beribadah. Aku pun pergi ke terminal tempat pesawat yang akan aku tumpangi besok. Badanku lemas sekali, aku seperti mau pingsan. Lantas langsung aku stop sebuah taksi untuk mengantarku. Di terminal keberangkatan yang baru, aku tidak bisa check in karena saat itu baru jam 2 pagi. Sedangkan pernerbanganku berangkat jam 5 pagi. Aku istirahat sambil berbaring di luar bandara sambil
L 143 K
CE RITA BROWNIES
ditemani dinginnya angin malam yang menerpa badanku. Saat itu aku benar-benar drop, tapi entahlah malam itu seperti tidak ada penyesalan bagiku karena sudah mampir di Jakarta. Kejadian malam itu tidak sebanding dengan rasa bahagia ketika aku bisa ketemu dengan Nara walaupun hanya sebentar. Jam 4 pagi aku mulai check in dan masuk ke dalam bandara. Aku seperti orang yang kebingungan, aku mulai mencari tahu penyakit apa yang sedang aku alami ini. Aku mencari informasi di internet berdasarkan keluhan yang aku rasakan. Mulai dari lemas, hilang nafsu makan dan aku masih bingung karena belum menemukan ciri-ciri penyakit apa itu. Sampai saat aku pergi ke kamar mandi untuk kumur-kumur, aku melihat lidahku berubah warna menjadi putih, aku berinisiatif untuk mencari lagi ciri penyakit yang memiliki tanda-tanda seperti itu. Dan jantungku langsung tiba-tiba mau copot dan drop ketika mendapat informasi kalau salah satu ciri-ciri penyakit HIV adalah lidah yang berubah menjadi putih. Aku langsung berpikir keras sambil mencari tahu bagaimana cara penularan penyakit tersebut. Jujur, aku belum pernah melakukan hubungan intim dengan siapa pun atau menggunakan obat terlarang narkoba sekalipun seumur hidupku. Jadi seharusnya aku tidak punya kemungkinan untuk mengidap penyakit HIV. Dengan rasa panik, aku mencari tempat pengobatan untuk mengobati penyakit itu di internet. Ada satu pengobatan alternatif yang bisa menyembuhkan sakit itu di Solo.
L 144 K
Mas, Bisa Pinjem Besi?
Dan untunglah dia punya cabang di Pekanbaru. Aku pun mencoba menghubungi mereka. “Apakah sudah pernah tes darah?” kata Bapak di ujung telepon sana. “Belum Pak.” “Saya nggak pernah melakukan hal yang bisa menularkan sakit itu pak.” “Lah kok bisa mas,” katanya terdengar setengah tidak percaya. Setelah memastikan kalau dia sudah banyak menyembuhkan penyakit tersebut, aku berniat berobat kesana. Sesampainya di Jambi, aku akan langsung naik travel ke Pekanbaru. Tapi sebelum itu aku harus naik persawat pertama pukul 5 pagi. Di pesawat aku masih menggigil, apalagi ketika menghadapi dinginnya air conditoner (AC) pesawat. Melihat wajahku yang pucat, pramugari langsung menawarkanku air hangat untuk di minum.
L 145 K
AKU HIV?
A KU H IV?
DI perjalanan ke Pekanbaru aku hanya bisa menggigil kedinginan. Ketika mobil tiba di sebuah rumah makan, kondisiku masih sama dengan sebelumnya. Perempuan di sebelah tempat dudukku mengajakku makan dan memesankan teh hangat, mungkin dia kasihan melihatku yang seperti ini dan tanpa di duga dia pun mentraktirku makan saat itu. Sekitar jam 10 malam aku sampai di Pekanbaru setelah menempuh perjalanan lebih kurang 10 jam. Perempuan di sebelahku akhirnya turun, dia mengajakku bersalaman sambil memberi sejumlah uang dan aku bingung. “Ini uang untuk apa Mbak?” “Ambil aja buat kamu,” katanya. Mungkin dia benar-benar kasian liat kondisiku yang lemas. Ini pertama kalinya aku diberi uang oleh seseorang. Padahal kami baru kenal hari itu saja. Sampai-sampai supir dan semua penumpang lakilaki ikut mengomentari. “Dia naksir kali sama kamu dek,” kata sang supir sambil senyum-senyum. Muka gue keliatan lemes banget kali ya, jadi dia beneran kasian Sampai di hotel aku langsung menghubungi tempat pengobatan alternatif. Dia akan melakukan terapinya di hotel. Proses terapi aku lewati tak sampai 5 menit. Ajaibnya sehabis terapi aku langsung pergi untuk makan nasi uduk bahkan sampai nambah satu kali dan malam itu nafsu makanku kembali normal.
L 149 K
CE RITA BROWNIES
Aku di Pekanbaru sendirian dan memilih untuk menyewa kost karena aku takut jika pengobatan ini membutuhkan waktu lebih dari satu bulan. Aku merasa kondisi fisikku pun masih tetap drop walau sudah menjalani pengobatan lebih dari satu minggu. Aku pun mulai menjauhi Nara karena aku takut dia kecewa kalau tau aku mengidap penyakit ini. Aku mulai mengurangi chat dengan Nara, aku mulai menjauh dari kehidupannya. Setiap malam saat berdoa, aku selalu bertanya tanya sendiri, apa yang pernah aku lakukan sampai-sampai sakit seperti ini? Yang aku takutkan bukanlah kematian. Aku hanya menyalahkan keadaan. Kenapa ketika aku mempunyai pasangan yang benar-benar pengertian, aku malah harus terkena penyakit menakutkan ini dan penyakit ini mungkin bisa mengahalangiku untuk menikahi Nara. Setelah dua minggu aku berobat di sana, aku meminta Ibu untuk menyusul ke Pekanbaru. Aku sudah tidak sanggup hidup sendirian di sini karena aku takut kalau terjadi apa-apa denganku dan tidak ada keluarga yang tahu akan hal itu. Nara pun mulai gelisah dan semakin sering bertanya, “Ada apa sih Put?” “Kamu kenapa tiba-tiba menghilang?” “Kayaknya kamu udah nggak peduli sama aku ya?” Dalam hati aku belum berani mengatakan hal yang sebenarnya pada Nara. Tiap hari yang bisa aku lakukan hanyalah berdoa dan minta kesembuhan. Aku sempat berpikir, apakah aku tidak berhak
L 150 K
A KU H IV?
untuk mendapatkan cintanya Nara sampai akhirnya menikah? Apa aku harus menjauhi Nara karena penyakit ini? Padahal aku pun tidak tahu kenapa penyakit seperti ini bisa ada di dalam tubuhku. Nara selalu berusaha menghubungiku. Dia tetap bersikap baik padaku bahkan seakan-akan dia ingin aku memberi perhatian seperti biasanya. Tapi aku masih punya perasaan takut untuk membalas perhatian Nara. Takut jika tiba-tiba suatu saat kita akan berpisah karena penyakit ini, aku takut Nara mengira kalau aku pernah berbuat macam-macam di luar sepengetahuannya. Aku tidak berani jujur pada Nara saat itu. Lama kelamaan Nara pun bertanya langsung kepadaku dengan nada suara yang sedih, “Apakah kamu nggak sayang lagi sama aku?” Lalu “Kenapa setiap aku hubungi kamu selalu menghindar?” lagi-lagi aku cuman bisa menghindar. Aku benar-benar tidak tahan melihat dia seperti itu. Aku mengambil keputusan yang cukup berat. Aku menceritakan semuanya pada Nara. Kalau aku sekarang sedang takut penyakit yang aku derita ini adalah penyakit HIV. Aku menjelaskan padanya kalau setiap hari, aku hanya berdo’a dan meminta satu hal supaya Tuhan tidak memisahkanku dengan Nara karena penyakit yang aku derita saat ini. Tidak sedikit pun aku minta yang lain selain hal itu di setiap do’a. Ketika aku menjelaskan penyakit apa yang aku takuti kepada Nara, dia terlihat tenang. “Emang yakin kamu nggak pernah ngapa-ngapain?”
L 151 K
CE RITA BROWNIES
“Nggak. Sumpah deh nggak pernah aku ngelakuin hal yang bisa menyebabkan penyakit ini,” jawabku cepat dan meyakinkan. “Hmmm. Ya udah kalau gitu jangan takut. Berobat aja.” Nara langsung mencurahkan semua kecemasannya selama ini. Dia merasa sedih dan bingung karena setiap kali dia telepon, aku selalu mematikan atau menyudahi telepon tersebut. Dia takut aku mau meninggalkan dan menjauhin dia. Padahal, dia tidak tahu saat aku mematikan telepon darinya, bukan dia saja yang merasa sakit, aku pun merasakan hal yang sama bahkan mungkin lebih sakit dari apa yang dia rasakan. Di benakku saat itu hanya takut jika penyakit ini akan terus menggerogoti tubuhku dan suatu saat aku akan kehilangan Nara. Itulah sebabnya pelan-pelan aku menghindar dari Nara. Hal itu aku lakukan agar ketika aku pergi nanti, dia tidak merasa begitu sedih dan merasa kehilangan. Setidaknya sebelum kepergianku, dia sudah mulai terbiasa jauh dariku. Setelah dia tau semuanya, dia tetap setia mendampingiku walau hanya lewat telepon dan chat. Aku bahagia karena dia tetap ada di saat aku membutuhkanya.
q Suatu hari karena keadaanku tak kunjung membaik akhirnya dari Riau aku terbang menuju Solo. Pusat pengobatan tersebut berada di kota ini jadi aku coba untuk berobat di sini, siapa tahu jika langsung pergi ke pusatnya, aku bisa lebih cepat sembuh.
L 152 K
A KU H IV?
Aku harus transit di Jakarta untuk pindah pesawat. Aku dan Ibu seperti orang yang benar-benar frustrasi saat di bandara. Kami lelah sudah ke sana-kemari untuk mencari kesembuhan belum juga ada hasilnya, tapi Ibu dengan tekun merawatku. Dia sabar menyuapiku padahal saat itu aku sedang tidak nafsu makan. Aku sengaja tidak memberi tahu Nara kalau akan transit di Jakarta. Aku malu untuk bertemu dengannya dan aku pun juga takut kalau dia jaga jarak ketika bertemu denganku di bandara karena takut tertular. Walaupun pada akhirnya aku memberitahu Nara tapi aku sengaja bilang satu jam sebelum keberangkatan. Supaya dia tidak dapat menyusulku ke bandara karena aku sudah dikejar keberangkatan. Nara langsung marah besar ketika aku tidak memberi kabar kalau saat ini aku sedang ada di Jakarta. Nara : Aku kangen sama kamu, kenapa kamu nggak ngabarin aku? Putra : Aku minta maaf Nara : …. Nara tidak kunjung membalas chat-ku. Seketika rasa bersalah muncul di dadaku, aku menangis di bandara. Aku bingung harus seperti apa untuk menyikapi kejadian tadi. Permintaan maafku bahkan tidak diterima oleh Nara. Aku langsung menelepon Nara. Tidak lama, Ibu meminta untuk berbicara dengan Nara. Aku kaget ketika Ibu sampai nangis saat minta tolong agar Nara memaafkanku. Ibu cemas liat keadaanku yang
L 153 K
CE RITA BROWNIES
susah makan, ditambah lagi dengan stres karena mikirin Nara yang sedang marah. Ibu tau betul gimana sayangnya aku sama Nara. Dia rela membantuku meminta maaf pada Nara. Ibu sampai memelukku saat itu. Syukurnya, setelah beberapa lama amarah Nara pun mulai reda dan itu semua berkat Ibu. Di dalam pesawat sepanjang perjalanan aku sibuk melihat sekujur tubuhku. Beberapa kulit mulai mengelupas dan rambutku rontok. Seharian ini, badanku pun panas. Aku tidak mengerti, apakah penyakitku semakin parah? Aku melihat Ibu tertidur pulas di sampingku. Terlihat wajah letihnya yang setia menemani anaknya menjemput kesembuhan. Aku sebenarnya sedih melihat Ibu. Apa masih ada waktu buat gue untuk bisa membahagiakan Ibu? Orang yang selalu merawat gue dari kecil. Sosok yang nggak pernah memaksakan keinginannya kepada anak-anaknya. Orang yang sangat gue cintai.
q Aku berjalan keluar dari pesawat, ini pertama kalinya aku ada di Solo. Bandara di sini tidak terlalu besar. Tapi cukup lumayan untuk ukuran sebuah kota. Aku dijemput dengan mobil sewaan dan pergi ke tempat pengobatan yang jaraknya sekitar 1 jam dari bandara. Kebetulan mobil sewaan itu adalah mobil yang biasa dipakai untuk menjemput pasien pengobatan tersebut dari luar kota. Aku terkejut ketika supirnya mengatakan kalau dia sering menjemput orang dari Eropa, Singapura dan Malaysia untuk berobat ke sini
L 154 K
A KU H IV?
dan katanya juga banyak pasien yang bisa sembuh dari penyakit ini. Secercah harapan untuk kesembuhan pun mulai muncul dibenakku. Sesampainya di lokasi, aku disambut hangat oleh bapak yang akan mengobatiku. Aku dipersilahkan untuk tidur di asrama sederhana khusus pasien. Sebelumnya aku membayangkan kalau pasien yang berobat di sana pasti preman atau para pecandu narkoba. Tapi setelah aku melihat kenyataannya, aku terdiam. Semua pasien di sini tidak seperti yang aku bayangkan. Mereka adalah ibu-ibu beserta dengan anaknya dan ada satu cowok asal Papua yang juga bukanlah pengguna narkoba. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang tidak bersalah. Bukan orangorang jahat seperti yang ada di pikiranku. Ibu-ibu itu tersebut tertular dari suaminya, suaminya adalah supir mobil antar kota dan dia sering berselingkuh dengan wanita lain di setiap kota yang disinggahinya. Dan dia baru sadar mengidap penyakit mengerikan itu saat suaminya sekarat dan divonis mengidap HIVAIDS. Aku merasa Tuhan sengaja membawaku ke tempat ini. Tuhan ingin menunjukan jika terkadang apa yang kita pikirkan tidak selamanya benar. Banyak orang baik yang tanpa sengaja mengidap penyakit mengerikan seperti ini dan aku yang dulunya takut, sekarang mulai belajar bahwa pengidap HIV bukanlah untuk dihindari tapi justru untuk diberikan semangat, karena tidak semua dari mereka brengsek seperti yang banyak masyarakat pikirkan.
L 155 K
CE RITA BROWNIES
Aku mulai berkenalan satu per satu dengan semua pasien. Aku juga mulai bertanya soal perubahan yang mereka rasakan. Kebanyakan dari mereka menjawab sudah mengalami banyak perubahan. Dari awal datang ke sini sampai sekarang setelah menjalani pengobatan. Ada yang dulunya lemas terkulai sekarang sudah seperti orang sehat dan aku semakin semangat menjalani pengobatan ini. Di sini aku bertemu dengan satu-satunya pasien laki-laki selain aku dan dia menjadi teman baikku. Aku memanggilnya “Pace”. Kulitnya hitam, rambutnya ikal dan ia berasal dari Papua. Dia terlihat menyeramkan dan pendiam, tapi aslinya dia adalah orang yang hobi bercanda seperti banyak orang yang berasal dari Indonesia timur lainnya. Selain Pace, ada juga ibu yang sempat aku ceritakan. Ingat? Ibu itu pun tidak kalah baik dibanding Pace, dia menganggapku seperti anaknya sendiri dan beliau sering mengingatkanku untuk tidak lupa makan dan selalu menyemangatiku saat mulai down. Dua minggu telah kulewati. Hari demi hari penuh dengan segala proses pengobatan. Semua pasien terlihat semakin membaik. Sedangkan aku merasa badanku tetap sama saja seperti sebelumnya. Masih lemas ketika berjalan dan pencernaanku masih terganggu dan aku mulai merasa putus asa. Di minggu ketiga pun aku masih belum merasakan perubahan. Tiap hari, aku hanya berdo’a meminta kesembuhan dari Allah. Terkadang aku berdoa sambil menangis. Sampai Ibu pun ikutan nangis dan cemas dengan kesehatanku. Ibu takut anak pertamanya
L 156 K
A KU H IV?
ini kenapa-kenapa, aku tahu betul betapa sayangnya Ibu dengan aku dan Adik. Karena hanya kamilah hartanya yang paling berharga. Sambil berdoa aku pun tidak berhenti berusaha mencari pengobatan lain yang bisa menyembuhkan aku dari penyakit ini. Aku tidak patah semangat walau di dunia medis penyakit ini katanya belum bisa disembuhkan. Aku yakin semua penyakit pasti ada obatnya jika semua kita limpahkan kepada Tuhan. “Kalau memang mau pulang, kamu sudah boleh pulang,” kata orang yang mengobatiku. “Ndak ada yang membahayakan kok. Ndak apa-apa kalau mau pulang sambil terapi di rumah aja,” tambahnya. Saat mengdengar itu, aku berpikir kalau beliau mungkin sudah angkat tangan dengan penyakitku, tapi dia berusaha memberi tahuku secara halus agar aku tidak panik dan stres. Ketika dia bilang tidak ada apa-apa dengan kondisiku, yang kurasakan justru sebaliknya. Aku merasa untuk berjalan dengan jarak 100 meter saja aku sudah kelelahan. Ini semua benar-benar membingungkan. Di hari yang sama, pak Agus salah satu dosenku di kampus menghubungiku. Dia menanyakan bagaimana keadaanku. Dia bilang, aku diundang ke Brunei untuk mewakili Indonesia dalam sebuah konferensi atau pertemuan para pengusaha muda tingkat Asia Tenggara. Itu semua karena aku berhasil menjuarai lomba tingkat nasional tahun lalu. Hatiku benar-benar bahagia. Tak terbayang sebelumnya olehku, dulu ketika mengatakan mimpi ingin
L 157 K
CE RITA BROWNIES
jadi pengusaha di depan teman-teman, mereka hanya bilang, Put mimpi jangan ketinggian nanti kalau jatuh sakit. Sekarang, aku justru merasa sudah terbang jauh lebih tinggi tanpa harus takut jatuh. Seperti yang banyak orang lain katakan kepadaku saat dulu baru memulai usaha. Aku berdiri di depan kaca dan berbicara pada diriku sendiri Put bayangin lo yang dulu cuman jadi bocah tukang mimpi sekarang dipercaya ngewakilin negara di mana lo dilahirin. Dari 200 juta lebih manusia, lo yang ditunjuk untuk mewakili negara ini. Kalau mimpi kalian diremehkan dan dianggap sepele sama orang lain, tugas kalian bukan mundur, tapi semakin berlari maju. Buat mereka semua bungkam dengan apa yang bisa kalian raih nanti. Mataku berbinar-binar saat itu tapi sekejap semua hancur seketika. Aku sadar dengan keadaanku sekarang karena itu semua mustahil aku gapai. Aku takut ketika sedang di negara orang nanti, aku malah menyusahkan orang lain jika tiba-tiba jatuh sakit. Aku meminta maaf pada Pak Agus. Dengan berat hati aku menyatakan tidak bisa ikut. Walau sebenarnya acara itu adalah salah satu mimpi terbesar dalam hidupku, tapi aku yakin akan ada hal besar yang menungguku setelah ini. Selanjutnya, hari demi hari aku jalani dengan penuh rasa pesimis. Terkadang aku curhat dan berbicara sambil ngelantur di depan ibu. Sambil tidak berhenti meneteskan air mata, aku hanya
L 158 K
A KU H IV?
membicarakan penyesalan dan kebingungan dari asal muasal penyakit ini. “Bu kenapa sih waktu aku udah nemuin wanita yang bisa nerima aku apa adanya, aku malah terkena penyakit ini. Apa ini cara Tuhan misahin kami?” kataku. “Insyaallah kamu bisa sabar. Nanti kalau sembuh silahkan nikah sama Nara. Ibu ridho walau umur Nara lebih tua dari kamu karena Ibu sayang sama anak Ibu. Kalau anak Ibu bahagia pasti Ibu juga ikut bahagia, karena Ibu liat Nara anaknya baik dan sayang sama Putra.” Akhirnya kata-kata itu terucap juga dari mulut Ibu. Padahal dulu ia masih belum mendukung secara penuh hubungan kami karena perbedaan umur. “Ibu tau kenapa kamu suka sama Nara, pasti karna Nara cara perhatiannya sama kamu mirip dengan Ibu, iyakan?” lanjutnya. Aku hanya bisa menangis sambil memeluk Ibu. Aku bersyukur walau aku selalu berkata bahwa dia cerewet, ternyata dialah orang yang paling mengerti diriku. Ibu selalu sayang denganku, anaknya. Saat aku menangis setelah Ibu mengatakan merestui hubunganku dengan Nara, keinginanku untuk sembuh tumbuh lagi. Aku langsung masuk ke kamar Pace. Aku mulai mengajak Pace berdiskusi tentang penyakitnya, pace selalu menghiburku agar tidak cemas karena penyakit ini. Dia bercerita, dulu dia sempat hampir meninggal karena lambat mendapat penanganan. Sama sepertiku dia pun tidak menyangka
L 159 K
CE RITA BROWNIES
akan terkena penyakit menakutkan ini. Saat itu mulutnya di tumbuhi jamur atau bahasa medisnya candidiasis. Berat badannya turun drastis, kulitnya mengering serta timbul bercak-bercak. Tapi bersyukur dia masih bisa tertolong karena pengalamannya itulah dia sering menenangkan aku. Menurut dia penyakitku itu tidak menunjukkan gejala yang terlalu parah. Aku dan Pace jadi semakin dekat. Kami sering pergi bareng naik motor pinjaman untuk sekedar mencari makan. Dia anak yang sopan bahkan Ibu senang sekali dengannya. Karena Ibu merasa nasibnya sama denganku karena dia pun mendapatkan penyakit ini secara tidak sengaja. Dia bukan orang yang hobi “jajan”, bukan pula pekerja seks ataupun pengguna narkoba. Dia tertular karena tidak sengaja berhubungan dengan pacarnya yang kelihatannya anak baik-baik. Pacar Pace memang anak baik-baik, tapi mantan pacarnyalah yang hobi berganti pasangan. Aku mengingatkan kalian untuk tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah. Iseng-iseng bisa jadi petaka seumur hidup. Suatu sore saat aku sedang asik nongkrong bersama Pace, aku tidak sengaja menemukan pengobatan di internet. Aku langsung menghubungi tempat itu. Letaknya di Semarang dan hanya butuh waktu 3 jam untuk perjalanan dari Solo. Aku berencana untuk mencoba pengobatan itu karena aku merasa berobat di tempat yang sekarang tidak ada kemajuan.
L 160 K
A KU H IV?
Aku mulai berbicara dengan orang yang mengaku punya obat HIV tersebut. Aku sangat terkejut karena dia berani memberi garansi. Katanya kalau tidak sembuh uang kembali. Dia juga bilang kalau obat ini bukan buatan dukun. Obat ini dibuat oleh salah satu profesor yang pernah menciptakan bahan bakar dari air dan dia juga memiliki perusahaan di Singapura. Obat ini juga tidak diperjualbelikan bebas dan hanya ada 10 buah. Awalnya dibuat karena sang profesor memiliki kenalan ustad yang tak sengaja tertular karena jarum suntik. Aku merasa bersyukur ada secercah harapan lagi buatku untuk sembuh. Aku ajak Pace untuk berobat bersama ke sana dan kami sepakat untuk meninggalkan tempat pengobatan yang sekarang kami jalani. Karena di sini proses penyembuhannya yang butuh waktu lama serta sedikit menyakitkan. Sesampainya aku di Semarang, aku langsung mengambil uang dan membeli obat tersebut. Aku punya rencana untuk meminum langsung obat tersebut malam ini namun hal itu dicegah oleh Mas Pentol si penjual obat. “Apakah pernah cek darah dan sudah positif sebelumnya?” tanya Mas Pentol “Belum, tapi gw merasakan lidah gw mulai muncul candidiasis.” “Jangan diminum kalau belum positif. Lebih baik obat ini diminum dulu Pace yang sudah jelas sakit, karena obatnya sangat terbatas jumlahnya.”
L 161 K
CE RITA BROWNIES
Secara terpaksa aku pergi ke lab ditemani oleh penjual obat tersebut. Aku pergi ke beberapa lab untuk mencari lab yang hasilnya bisa dilihat hari itu juga. Tapi karena besok libur, aku harus menunggu sampai 3 hari, setelah itu baru hasil tes bisa dilihat. Tiga hari menunggu dan tanpa melakukan apa-apa membuat aku takut, aku takut penyakit ini terus menggerogoti. Tapi penjual obat itu tetap melarang keras aku meminum obat walaupun aku telah membelinya, sebelum aku dinyatakan benar-benar positif. Jadilah Pace yang meminum obatnya duluan. Di hari pertama dia merasa badannya bugar seperti baru terlahir kembali. Obat itu benarbenar punya efek yang cepat bahkan di hari ke-2 Pace sudah melihat badannya yang dulu kusam sekarang mulai cerah. Perlahan-lahan bekas hitam seperti cacar di kulitnya pun memudar. Hari ketiga Mas Pentol, penjual obat itu mengambilkan hasil tes darahku. Ketika aku sedang sibuk bergembira melihat perkembangan kesehatan Pace yang drastis, tiba-tiba telepon Ibu berdering. “Put, ini mas Pentol mau bicara.” Setelah itu dari kejauhan, aku mendengar suara Mas Pentol samar-samar. Sepertinya dia sedang menelepon di pinggir jalan. “Kamu, n.. re..tif me...dap penyakit HIV Put,” “Apa mas? Nggak kedenger,”kataku. “KAMU NEGATIF HIV PUTRA,” teriak Mas Pentol. Iya, aku mendengarnya dengan jelas apa yang Mas Pentol bilang. Alih-alih senang,
L 162 K
A KU H IV?
aku malah semakin stres. Aku malah semakin bingung, sakit seperti apa yang aku derita ini. Pace yang mengidap penyakit HIV semakin hari semakin sehat. Sedangkan aku masih belum jelas menderita sakit apa karena tidak tahan lagi, besok pagi aku akan melakukan tes untuk yang kedua kalinya. Dalam HIV ada yang namanya masa jendela. Maksudnya, selama 3 bulan virus belum dapat terdeteksi namun sudah ada di dalam badan, dan aku takut itu terjadi. Mungkin pertanyaan muncul di benak kalian, mengapa aku malah lebih milih pergi ke pengobatan alternatif dibanding pergi ke dokter dan melakukan cek medis dahulu? Itu semua karena aku punya ketakutan besar dengan yang namanya medis. Bisa dibilang, aku trauma ketika melihat tindakan yang dilakukan dokter untuk Ayah dulu. Sehingga aku lebih memilih menghabiskan uang berjuta-juta untuk cari pengobatan alternatif dibandingkan ke medis. Tapi dari situ aku dapat pelajaran jika nanti ketika aku sakit, aku harus tetap pergi ke dokter agar dapat didiagnosa terlebih dahulu oleh pihak medis dan tetap pada akhirnya aku akan berobat di pengobatan alternatif supaya tidak ada efek samping. Aku bersiap untuk berangkat ke lab yang berbeda dari kemarin. Saat itu aku tinggal di Ungaran, waktu tempuhnya sekitar 40 menit dari semarang. Jadi, perjalanan untuk ke lab di kota semarang pun cukup memakan waktu. Tapi untungnya, aku ditemani Mas Sinyo, dia adalah teman Mas Pentol.
L 163 K
CE RITA BROWNIES
“Ini anak nggak pernah ngapa-ngapain paniknya kok setengah mati. Udah negatif malah pengen cek lagi kayaknya bener-bener pengen ngerasain sakit HIV nih anak,” kata Mas Sinyo sambil menertawaiku. Waktu sampai di klinik pun aku bingung mau melakukan cek darah apa saja. Tapi perawat menyarankan untuk konsultasi keluhan dahulu, setelah konsultasi pun dokter malah menertawai ke panikanku. Entahlah, setelah itu aku malah di larang cek HIV. Aku di sarankan untuk cek tipoid atau tipes, SGPT, SGOT alias fungsi hati mengingat gejala yang aku alami adalah kelelahan. Ternyata hasilnya bisa dilihat saat itu juga dan hasil lab menunjukkan kalau aku terkena tipoid atau tipes. Aku langsung menceritakan itu ke Nara dan dia benar-benar puas menertawakanku. “Ya, iyalah orang nggak pernah ngapa-ngapain juga kenapa kamu parno.” “Aku parno karena kalau kata ibu sakit kayak gitu bisa nular apalagi kalau aku baru pulang dari luar negeri. Jadi karena tidak lama ini aku bolak balik dari 4 negara dan aku jadi parno dengan kata-kata itu,” pembelaanku pada Nara. Ibu pun ikutan tertawa melihat tingkah lakuku. “Hampir kita keliling indonesia gara-gara Putra takut sama jarum suntik,” ejeknya. Ya, sampai seperti itulah aku trauma dengan yang namanya medis. Karena dulu aku melihat betul proses pengobatan ayah
L 164 K
A KU H IV?
yang penuh dengan kesakitan namun tak kunjung membaikan keadaannya. Karena sudah merasa sedikit tenang, aku pun merencanakan kepulangan. Sudah lebih dari dua bulan kami keliling untuk berobat. Ibu sendiri akan menginap sekiar 2 sampai 3 hari di rumah kakak sepupuku di daerah Bintaro, Jakarta. Nara pun dengan senang hati menawarkan jemputan di bandara. Sesampainya di bandara Ibu sibuk melihat bagasi dan aku langsung mencari troli ke luar. Tidak sengaja aku melihat Nara sedang menutupi sebagian wajahnya malu-malu. Itu terlihat lucu menurutku, rindu sekali rasanya setelah sekian lama tidak bertemu dengan Nara. Ternyata dia menutupi mukanya karena ada jerawat yang lagi bersemi. “Kamu itu cantik dan jangan jadi orang yang nggak pede cuman gara-gara jerawat.” Mendengar itu, Nara langsung bersikap seperti biasa. Dia mulai percaya diri lagi. Aku dan Nara pun mendekati Ibu ke dalam sambil bawa troli. Ibu dan Nara bertatapan secara langsung untuk pertama kalinya di bandara saat itu. Mereka juga mengobrol singkat sambil jalan dan sama-sama menertawakan kekonyolanku yang selama dua bulan berobat ke mana-mana gara-gara sakit tipes. Aku langsung memesankan taksi untuk Ibu. Sedangkan aku dan Nara langsung melanjutkan acara jalan-jalan. Kami menikmati
L 165 K
CE RITA BROWNIES
waktu-waktu berkualitas sambil bertukar cerita ditemani macetnya jalanan Jakarta, dan sesekali Nara menggodaku. “Nih aku mau kan deket-deket sama kamu dan nggak takut ketularan HIV,” sambil terus menertawakanku. Aku hanya bisa mengusap kepalanya karena gemas.
q Hari-hariku di Jakarta dipenuhi lagi dengan kebahagiaan bersama Nara. Aku yang tinggal di Bintaro harus pergi bolak balik naik komuter. Pergi menggunakan kereta paling pagi dan pulang dengan kereta paling malam biar bisa puas bertemu Nara. Turun dari komuter, aku harus naik ojek atau taksi lagi ke dalam komplek dan sialnya susah sekali memesan taksi saat itu. Mereka takut menerima penumpang karena terlalu malam dan sedang banyak begal berkeliaran. Tidak jarang aku sampai ke rumah pukul 1 malam dengan rasa waswas karena daerah itu rawan begal. Aku menikmati semuanya karena setelah melewati perjalanan yang cukup melelahkan biasanya aku selalu disambut dengan senyuman khasnya Nara. Itu benar-benar menghilangkan semua rasa lelahku. Tidak banyak yang kami lakukan ketika bertemu, biasanya hanya makan, ngobrol ke sana kemari sambil bercanda dan puaspuasin saling menatap wajah satu sama lain. Kami sadar kalau tidak setiap saat kami bisa menikmati momen seperti ini dan bertemu secara langsung seperti sekarang bahkan terkadang Nara menatapku lama sekali sama seperti saat ini.
L 166 K
A KU H IV?
“Woi ngapain,” kataku mengagetkannya. “Mau puas-puasin liat kamu, kitakan jarang ketemu,” setelah itu matanya pasti langsung berkaca-kaca. Kami selalu membicarakan banyak hal. Mulai dari bisnis yang biasanya akan sangat disimak serius oleh Nara. Setelah itu ngobrol soal agama (kalau bagian ini kebalikannya, aku yang akan menyimak apa yang dikatakan Nara). Kadang-kadang aku membuatnya kesal karena pertanyaan yang kuajukan susah untuk dia jawab. Untuk beberapa hal terkadang aku bukannya tidak menerima apa yang dia jelaskan, hanya saja aku merasa senang ketika melihat dia kesulitan untuk menjawab pertanyaanku. Mukanya sangat lucu jika sedang panik. Kadang kami juga membicarakan hal-hal yang absurd. Menceritakan kejelekan masing-masing dari kami karena aku ingin Nara menjadi orang yang mengenalku luar-dalam. Menurutku ketika kita menyayangi seseorang, kita tidak hanya akan mengagumi kelebihannya saja, tapi juga bisa tetap menerima segala kekurangannya. Dan aku mau belajar untuk menerima segala hal yang ada pada seorang Nara. Dengan berat hati aku kembali ke kotaku. Saat itu kondisi tabunganku menurun drastis. Semua karena aku sempat melupakan bisnisku beberapa bulan belakangan ini. Otomatis itu membuat omzet usahaku mulai menurun. Di Jambi aku pergi lagi ke dokter penyakit dalam untuk mengecek ulang penyakitku. Jujur, aku masih ragu dan takut dengan hasil dari cek lab di Semarang. Dengan
L 167 K
CE RITA BROWNIES
sisa-sisa uang di tabungan, sekali lagi aku memastikan sakitku apa. Aku pun ditertawakan dokter. “Oke, kita akan lakukan tes dengan 3 metode. Test ini bukan untuk tahu kamu positif atau negatif HIV tapi untuk mengobati psikologismu yang takut dan parno terkena HIV.”
q
L 168 K
TUHAN, TERIMA KASIH BANYAK
CE RITA BROWNIES
L 170 K
Tuhan, Terima Kasih Banyak
UANG tabunganku terus terkikis digunakan untuk pengobatan dan cek medis. Tidak sampai di situ, ternyata aku masih punya masalah lain. Di tengah uangku yang sudah hampir habis, seorang teman mengingatkanku jika minggu ini sudah jadwalnya untuk membayar uang semesteran di kampus. Aku bingung, aku malu kalau harus minta sama Ibu. Aku putuskan untuk meminjam uang dari kas usahaku sendiri. Di tempat usaha itu ada yang namanya uang kas, dan sepertinya aku bisa meminjam sebentar untuk membayar uang semesteran. Ketika aku bercerita tentang masalah pinjaman uang kas usaha pada Nara, dia malah marah besar. “Kamu kayak nggak ada aku aja. Sedih tau kayak nggak dianggep gini. Kenapa nggak minta tolong sama aku?” Aku diam. Aku nggak menduga jawaban Nara akan seperti itu. “Emang berapa uang semesterannya?” katanya lagi. “Hmmm enam ratus ribu.” Tidak sampai 5 menit Nara langsung mentrasfer uangnya. Aku merasa terenyuh, bukan masalah jumlahnya tapi ini tentang niatnya. Menurutku jarang sekali ada perempuan yang mau inisiatif seperti itu. Di saat kita lagi down, di saat itu jugalah kita bisa tau bagaimana perasaan pasangan kita sebenarnya. Apa dia benar-benar peduli atau malah meninggalkan kita di saat susah dan aku tahu, Nara tetap ada untukku saat itu. Masalah kuliah sudah aman. Aku sibuk memikirkan strategi agar bisnis dengan omzet yang menurun ini bisa kembali normal
L 171 K
CE RITA BROWNIES
seperti semula. Setiap hari aku kebingungan mencari cara untuk meningkatkan omzet. Beberapa cara sudah aku coba tetapi rasanya masih sulit untuk membangkitkan bisnis yang sekarang kekurangan pesanan. Aku sampai sempat berpikir untuk menjual bisnis ini karena kalau bisnis ini dijual mungkin ada yang akan membeli dengan harga ratusan juta dan masalah terselesaikan tapi Nara melarangku. “Jangan kamu jual bisnis yang di bangun siang dan malam ini. Aku nggak rela kalau kamu jual bisnis ini. Karena aku liat perjuangan kamu membangunnya dulu sulit.” Aku urungkan niat untuk menjual bisnis dan aku menuruti kemauan Nara. Sambil memikirkan cara membuat bisnis ini bangkit kembali, terpikirkan olehku untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius dengan Nara. Aku tidak mau melewatkan perempuan baik seperti dia. Keputusanku bulat, aku meminjam uang kas usaha sekitar 5 juta untuk membeli tiket pesawat ke Jakarta. Karena tidak ada lagi uang ditabunganku jadi terpaksa aku mengandalkan uang kas. Yaps, aku selalu memisahkan uang pribadi dan keuangan perusahaan sehingga sewaktu-waktu aku butuh, aku dapat meminjam uang tersebut. Aku pergi ke Jakarta dengan tujuan untuk menyampaikan keseriusanku kepada orang tua Nara. Setahun mengenal Nara dan bersama-sama melewati banyak hal meyakinkanku untuk melakukan hal ini. Aku merasa walaupun umurku lebih muda dari dia, tapi aku bisa membimbingnya dengan baik.
L 172 K
Tuhan, Terima Kasih Banyak
Aku melihat raut muka Nara yang sumringah saat tahu niatanku ke Jakarta untuk apa. Dia seakan-akan lega mendengar aku yang akan berbicara tentang kelanjutan hubungan kami ke orang tuanya. Ketika aku dan Nara sampai ke rumahnya, terlihat sudah ada kakaknya di sana. Aku bersalaman dengan beliau dan menunggu di kursi ruang tamu ditemani Nara sambil mengobrol ringan dengan kakaknya. Tidak lama mama dan papanya turun langsung menuju ke ruang tamu. Jantungku mulai berdebar kencang. Ini adalah pertama kalinya aku menghadapi orang tua perempuan dengan sebuah niatan ingin membawa sebuah hubungan ke arah yang lebih serius dan itu terjadi di saat umurku masih 20 tahun. Mama Nara tidak terlalu lama berada di situ, dia langsung berpamitan kembali ke atas untuk bermain bersama cucunya. Saat itu aku duduk di depan papanya, sedangkan Nara duduk di samping kakaknya. Aku semakin grogi karena merasa seperti sedang disidang hari itu. Aku membuka percakapan dengan menjelaskan maksud kedatanganku ke rumah Nara. “Om saya datang ke sini untuk membicarakan hubungan yang lebih serius bersama Nara. Mungkin umur saya lebih muda dari dia, tapi selama 1 tahun ini alhamdulillah saya merasa nyaman bersama Nara. Saya tidak menemukan hal yang banyak ditakutkan orang-orang tentang perbedaan umur kami,” jelasku. Aku melihat senyuman Nara ketika aku selesai berbicara seperti itu. “Nara selalu menghormati saya walau umur saya lebih muda. Itu juga yang membuat keyakinan saya semakin bulat untuk menikah
L 173 K
CE RITA BROWNIES
dengan dia dan saya pun yang lebih muda dari Nara, merasa Insyaallah bisa membimbing dan menjadi pemimpin untuk Nara. Karena selama ini kami sudah merasa saling kenal dan tahu satu sama lain.” Papanya Nara masih diam, mukanya terlihat agak serius seperti sedang memikirkan sesuatu. “Om mau tanya sesuatu sama kamu.” “Kapan terakhir kamu sholatnya bolong-bolong?” Aku mengingat-ngingat sebentar dan berusaha menjawab jujur. “Umur 16 tahun Om sebelum saya umroh.” “Pernah ikut pengajian apa Put?” “Engga…ada Om. Saya nggak ikut pengajian. Selama ini ya… saya ngaji biasa aja sendiri di rumah paling hanya madrasah serta kebetulan saya bersekolah di sd islam.” “Terus mau tinggal di mana habis nikah?” “Insyaallah di Jakarta Om. Dari dulu saya punya mimpi buat tinggal di Jakarta. Di sinikan pusat perekonomian Indonesia, saya mau tinggal di sini karena perputaran uang Indonesia terpusat di kota ini dan sangat menguntungkan jika saya memulai bisnis dari sini.” Papanya Nara melihat ke arah anaknya lalu melihat lagi ke arahku. Dia terlihat menimbang-nimbang sesuatu. Aku berdo’a dalam hati supaya diberikan jalan oleh Tuhan. Jantungku berdebar makin kencang, lalu papanya membuka suara.
L 174 K
Tuhan, Terima Kasih Banyak
“Kalau memang udah saling sayang dan saling cinta….” “Ya udah…jaga anak kesayangan Om ini ya. Jangan dimarahin apalagi sampai dikasarin.” Nggak salah denger kan ini? “Kamu harus bertanggung jawab ya, atas pilihanmu. Kamu yang memilih Nara sebagai pasangan hidup dan sekarang kamu bilang kalau nerima dia yang lebih tua dari kamu. Tapi jangan sampai nanti pas sudah menikah baru kamu menyesal,” pesan kakaknya padaku. Aku hanya ingin punya sosok pasangan seperti Nara yang menerima aku apa adanya, tidak lebih. Karena kalau aku mencari yang muda atau seumuran, mungkin dari dulu aku sudah mendapatkan pasangan. Tapi ini semua masalah kenyamanan dan perasaan tidak bisa dipaksa. Saat ini aku benar-benar merasa sangat mencintai Nara, wanita yang notabene lebih tua 4 tahun dariku. “Siaap bang, Insyaallah saya nggak akan nyesel,” jawabku sangat meyakinkan. Aku langsung menatap Nara. Nara mulai senyum-senyum dan memperlihatkan kebahagiaannya. Dia bilang, terima kasih dengan begitu manja. Seharusnya aku yang mengatakan itu karena aku beruntung sebentar lagi bisa punya pasangan sebaik dia. Hari itu perasaanku benar-benar campur aduk. Kami akhirnya mendapat restu, sebentar lagi aku dan Nara akan menjadi satu. Tuhan, terima kasih banyak.
q L 175 K
CE RITA BROWNIES
Akhirnya setelah lega dengan hubunganku dan Nara, aku ingin melanjutkan perjalanan menuju Nganjuk. Tiga hari lagi Kak Linda partner bisnisku menikah. Dia orang yang mengurus bagian produksi di sana. Aku mencari tiket kereta dari Jakarta ke Nganjuk tapi tidak kunjung dapat Kebetulan saat itu Nara sekeluarga akan pergi ke Cirebon. Mereka akan menghadiri sebuah pengajian di sana. Nara menawarkanku untuk ikut bersama rombongan keluarganya menggunakan mobil. Dari Cirebon aku bisa langsung melanjutkan perjalanan ke Nganjuk dengan kereta. “Mama sama Papa gimana?” tanyaku. “Aku udah izin kok dan mereka bilang boleh.” Sore hari kami berangkat. Di sana sudah ada Nara, orang tuanya dan supir yang akan mengantarkan kami. Aku masuk ke dalam mobil lalu mengambil tempat duduk di kursi paling belakang sebelah kanan. Ketika Nara ingin duduk di sampingku mamanya mencegah. Ia tidak setuju Nara duduk di belakang. Aku yang melihat itu hanya bisa tertegun, akhirnya Nara duduk di depanku bersama mamanya. Aku duduk sendirian selama perjalanan itu. Suasana di dalam mobil benar-benar kaku. Aku pun tidak mencoba berusaha mencairkan suasana dengan membuka percakapan. Aku hanya diam selama berjam-jam, mati gaya banget. Dan itu benar-benar sangat menyiksaku, kami seperti orang asing yang sedang berada di dalam suatu ruangan yang sama. Saat itu benar-benar tidak ada kehangatan
L 176 K
Tuhan, Terima Kasih Banyak
yang kubayangkan sebelumnya, aku merasa aku belum sepenuhnya diterima di keluarga ini. Ketika kami berhenti untuk makan pun aku sungkan untuk memesan sesuatu. Aku takut malah mengganggu mereka dan aku lebih memilih untuk mengambil satu buah lontong dan memakannya. Pura-pura menikmati lontong yang sebenarnya sudah basi karena saat aku mulai memakan lontong yang sudah terasa sedikit berlendir. Namun aku berusaha keras menikmatinya untuk sekedar mengganjal perut. Saat itu sudah pukul 2 subuh dan kami singgah sebentar di rumah omnya Nara. Letaknya di komplek perumahan pegawai pertamina. Aku melihat tulisan itu samar-samar saat tadi di jalan. Aku disambut dengan baik oleh tuan rumah, mereka mempersilahkanku untuk makan hidangan pempek yang sudah disiapkan. Kebetulan istri omnya berasal dari Sumatera. “Ini siapa?” kata Om Nara. “Ini temennya Nara dari Jambi,” jawab Papa Nara. “Bu, sini. Nih samaan dari Sumatera,” kata Om Nara memanggil istrinya. Setelah ngobrol sebentar Nara dan kedua orang tuanya masuk ke kamar untuk istirahat. Sedangkan aku tidur di ruang tamu yang hanya dialasi karpet bersama supirnya Nara. Untungnya aku sudah cukup akrab dengan dia, kami pun istirahat beberapa jam.
L 177 K
CE RITA BROWNIES
Subuh tiba, aku bangun untuk sholat. Lalu mandi dan bersiap menuju pengajian di Cirebon. Sesampainya di tempat pengajian, aku merasa salah kostum. Orang-orang di sana berpakaian rapih, ada yang berjubah dan berkopiah. Sedangkan aku hanya menggunakan kemeja panjang dan celana jeans. Aku tidak mempersiapkan baju muslim untuk datang ke sini. Dari awal aku memang tidak berencana untuk datang ke pengajian. Jadi saat berangkat ke Jakarta aku tidak membawa baju yang lebih pantas dikenakan untuk datang ke pengajian. Ketika sedang memperhatiakan orang-orang, aku tidak sadar kalau Nara sudah tidak ada. Padahal tadi dia di sampingku, tidak lama Nara muncul dan membawa sebuah kopiah di tangannya. “Ini pake,” kata Nara sambil menyodorkan kopiah tersebut padaku. “Tadi Papa nyuruh aku keluar untuk beliin kamu peci.” Aku langsung mengambil dan mengenakan kopiah yang dibeli Nara. Ada perasaan senang di hatiku saat itu. Meski tidak secara langsung, setidaknya papanya Nara mulai menunjukan perhatiannya padaku. Ternyata hari itu bukanlah agenda pengajian, tapi rapat pembentukan panitia dakwah dari seluruh Indonesia. Lewat chat, Nara bilang kalau barusan papanya ngomong dia lebih bangga punya mantu yang jago dakwah atau setidaknya bisa ikut bantu mereka untuk berdakwah dengan cara apa pun. Dengan suka cita, dari situ aku langsung sibuk corat-coret sebuah strategi buat berdakwah.
L 178 K
Tuhan, Terima Kasih Banyak
Aku melihat selama ini jarang sekali anak muda yang ingin datang ke pengajian-pengajian. Organisasi keagamaan, menurutku karena kurang mengetahui cara memilih pendekatan yang tepat saat mengajak anak-anak muda yang notabene paling tidak suka digurui untuk belajar agama. Aku pikir, harus ada orang yang bisa masuk dengan gaya anak muda dan berbaur dengan mereka. Mengajak mereka pelan-pelan untuk lebih dekat dengan agama. Aku menjelaskan panjang lebar pemikiranku pada Nara melalui chat. Seperti biasa, Nara menerima ideku dan bilang kalau dia kagum padaku. Ketika aku dan Nara sedang terlibat diskusi yang menarik, tanpa disangka Nara yang duduk bersebelahan dengan mamanya lalu mamanya memarahi Nara, dia mengira kalau Nara sibuk bercanda denganku di tengah rapat. Padahal, kami sedang membahas sesuatu yang masih ada hubungannya dengan rapat. Ya, kalau bukan dengan Nara, aku bingung mau diskusi dengan siapa. Di tempat itu aku tidak kenal dengan siapa pun kecuali Nara. Jam istirahat kami gunakan untuk sholat dzuhur dan makan. Aku memutuskan untuk makan dulu baru sholat sama seperti papanya Nara. Selama makan aku tidak mendekati papanya Nara. Aku merasa takut dan segan. Hasilnya, aku seperti anak hilang yang tidak punya teman ngobrol. Sampai acara rapat itu pun selesai aku menuju hotel yang sengaja kami sewa selama di Cirebon. Kami menyewa dua kamar dan aku tidur satu kamar dengan supirnya Nara. Sambil mengobrol, aku mulai mengemasi barang-barang.
L 179 K
CE RITA BROWNIES
Tiba-tiba ada telepon dari Nara. “Aku mau ketemu kamu di luar kamar,” kata Nara. Loh kok suara Nara kayak yang habis nangis sih. “Kita ketemu di loby hotel,” tambahnya. Ini pasti ada sesuatu. Aku yang berada di kamar yang berbeda dengan Nara langsung keluar. Terlihat Nara setengah berlari menuju lobi hotel dengan mata yang merah dan sembab. Belum sempat aku menyusul, Nara sudah dihentikan oleh papa dan mamanya, Nara terlihat takut dan panik. Kami tidak sempat berbicara sepatah kata pun. Aku diminta untuk langsung pergi ke stasiun diantarkan oleh Om dan supir Nara. Dengan perasaan yang campur aduk, aku mengambil koper di kamar. Nara berusaha untuk ikut mengantarkanku ke stasiun, tapi saat itu aku melihat wajah mamanya Nara yang menatap anaknya begitu tajam. Lagi-lagi ekspresi itu. Aku tidak tahu harus seperti apa mendeskripsikannya. Yang jelas raut muka mamanya sama seperti raut muka yang dia pasang ketika melarang Nara duduk bersamaku di mobil waktu hendak melakukan perjalanan kemarin. Nara sontak langsung menangis dan memeluk papanya. Aku hanya bisa masuk ke dalam mobil dan melihat orang yang aku sayang
L 180 K
Tuhan, Terima Kasih Banyak
menangis seperti itu. Aku bingung, ada kejadian apa barusan hingga Nara seperti takut dipisahkan selamanya denganku? Saat di mobil aku menghubungi Nara dan bertanya kenapa dia menangis dan memeluk papanya. Nara bilang, papanya kira aku yang membuat Nara menangis. Padahal Nara nangis gara-gara mamanya, aku semakin bingung. Kenapa jadi aku yang disalahkan? Kok kayaknya dari kemarin gue salah terus di mata orang tua Nara. Padahal gue berusaha mengikuti apa yang mereka mau supaya bisa sedikit diterima. Tapi nyatanya seperti ini. Di dalam perjalanan omnya Nara juga ngomong sesuatu. “Kadang kalau kita kekeuh mau sama seseorang tapi nggak direstui orang tua itu susah. Nanti sewaktu nikah pasti ada aja kendalanya.” Kenapa tiba-tiba omnya bahas ini, ya? Apa dia lagi menyampaikan sesuatu sama gue secara gak langsung? Sesampainya di stasiun aku menurunkan koper sendiri tanpa minta bantuan. Aku berpamitan dengan Om dan supir Nara. Aku langsung masuk ke dalam kereta yang akan membawaku ke Nganjuk. Malam itu aku tidur di kereta dan mengistirahatkan badanku yang sebenarnya belum sembuh total dari sakit tipes.
q
L 181 K
CE RITA BROWNIES
Pukul 2 pagi aku tiba di Nganjuk. Aku menelepon Kak Linda dan menanyakan alamat rumahnya. Dengan menggunakan becak motor aku diantar menuju ke sana. Aku mengetuk pintu rumah yang memang dikhususkan untuk tamu dari jauh untuk bermalam. Di dalamnya ada beberapa teman Kak Linda yang juga teman-temanku. Mereka bangun dan kebingungan untuk membuka pintu. Kunci pintu ternyata dibawa oleh dua teman yang pergi ke stasiun untuk menjemputku. Aduh ngapain gue naik becak terus bayar mahal pula karena udah malem. Padahal gue bisa naik mobil aja bareng mereka. Alhasil aku diam di luar rumah selama 45 menit. Hampir persis seperti maling di tengah malam karena menunggu mereka pulang membawa kunci. Paginya aku bersiap untuk pergi ke nikahan Kak Linda. Aku diajak berfoto bersama teman-teman perempuan yang sudah seperti kakak sendiri karena di situ aku jadi yang paling kecil. Aku juga sering jadi bahan ledekan mereka. Selesai sesi foto dan menghabiskan cemilan kue, tibalah acara puncak yaitu akad nikah. Sebuah meja kecil diletakkan di tengah-tengah ruangan. Disitu terlihat Kak linda dan Mas Jefri sudah duduk bersampingan. Aku yang dari tadi tetap berhubungan dengan Mas Jefri dan menanyakan keadaannya melalui chat merasa ikut tegang melihat Mas Jefri sudah duduk di kursi untuk akad. Sebenarnya, aku adalah orang yang jarang sekali menghadiri pernikahan seseorang, tapi demi Kak Linda, aku rela jauh-jauh datang kemari untuk melihat acara sakral ini.
L 182 K
Tuhan, Terima Kasih Banyak
Ketika penghulu menyebutkan kata “sah” Kak Linda dan Mas Fajar resmi menjadi suami istri. Aku ikut bahagia, sedikit banyak aku tahu jalan percintaan mereka yang bertemu hanya dari WhatsApp. Kak Linda pun sering curhat soal Mas Jefri padaku. Setelah prosesi akad selesai, Mas Jefri langsung dipeluk oleh ayah Kak Linda, entah kenapa saat itu badanku bergetar dan aku hanya bisa diam. Apakah bisa gue dipeluk seperti anak sendiri kayak gitu oleh papanya Nara? Ketika orang-orang mulai mengerumuni mempelai untuk mengucapkan selamat, aku langsung membalikkan badan dan pergi ke belakang menjauhi teman-teman. Aku buru-buru menghapus air mata. Apa bisa gue menemukan sosok Ayah yang telah hilang beberapa tahun lalu itu dari papanya Nara? Kejadian yang baru aku lihat tadi, mungkin menjadi sesuatu yang akan sulit terwujud di dunia nyata dalam hubunganku dan Nara. Aku sudah cukup jelas melihat sikap keluarga Nara kemarin. Mereka sama sekali belum bisa sepenuhnya merestui hubungan kami bahkan belum ada kehangatan terhadap kehadiranku di tengahtengah mereka.
L 183 K
PENASARAN MEMBAWA PETAKA
Penasaran Membawa Petaka
SESAMPAINYA di Jambi, aku dibayang-bayangi oleh hutang kas usaha, sedangkan tabunganku bener-bener habis. Keadaan Brownies Manten juga masih belum membaik. Penjualan masih susah, padahal aku sudah mencoba merubah strategi. Tapi belum juga terlihat ada perubahan, aku tidak tahu, apa yang salah dari strategiku ini. Aku juga tidak tahu harus mencari solusi ke mana lagi. Tidak tahu bagaimana akhirnya, tiba-tiba aku iseng membuat sebuah akun bisnis. Dengan akun bisnis ini mungkin aku bisa belajar banyak hal dari orang lain dan bisa menemukan solusi untuk permasalahan bisnisku. Akhirnya aku membuat sebuah akun diaplikasi Line dan aku beri nama Dunia Pengusaha Muda (DPM). Dari situ aku mulai membuat dan mengupload artikel-artikel tentang wirausaha dan linknya aku sebar ke mana-mana. Nara juga membantuku untuk menyebar link tersebut meski hubungan kami belum membaik, tapi kami masih sering berkomunikasi. Setiap malam selalu ada kegiatan sharing tentang bisnis. Tidak disangka, pengikutnya semakin banyak. DPM pun berhasil punya beberapa grup yang mewakili beberapa kota di Indonesia. Mulai dari DPM Jambi, DPM Jakarta, DPM Bandung, DPM Jawa Tengah, DPM Jawa Timur dan masih banyak DPM di beberapa kota lain. Banyak pengusaha muda di Indonesia yang bisa aku kenal lewat akun-akun itu hingga jumlahnya sampai ratusan. Akhirnya akun DPM jadi upayaku untuk bisa membantu orang lain. Bisnis itu mengenai networking, jadi lewat akun itu aku akan membantu sesama pengusaha dari seluruh Indonesia untuk bisa
L 187 K
CE RITA BROWNIES
saling bertemu dan mengenal. Ketika aku ada dalam keadaan sulit, yang kutahu adalah aku harus membantu orang lain. Karena Ayah pernah berpesan bantulah orang lain dan buatlah hal bermanfaat untuk orang banyak biar kita pun dibantu Tuhan. Ide cemerlang pun datang menghampiriku. Aku punya strategi baru untuk membuat Brownies Manten laris kembali. Besoknya aku langsung mempraktekan strategi itu dan alhamdulillah strategi baru itu membuat Brownies Manten meledak lagi. Orderan meningkat bahkan sampai 10 kali lipat dibanding sebelumnya. Kami mendapat pesanan sampai 2.800 box per harinya dengan harga Rp 20.000. Gila Gila Gila. Dulu ada beberapa karyawan yang sempat diberhentikan oleh Kak Linda. Sekarang, mereka dikerjakan lagi bahkan kita harus merekrut lebih banyak karyawan karena masih kekurangan. Aku benar-benar bersyukur Brownies Manten bisa bangkit lagi. Kalian yang bilang hidup itu akan selalu enak, menurutku itu tidak mungkin. Hidup pasti nggak selamanya mulus. Tapi ketika kita bisa melewati rintangan itu, kita bakal bisa jadi lebih kuat dan hebat dari sebelumnya. Ini selalu aku rasakan ketika bisa ngelewatin ujian hidup. Ayah pernah mengatakan, hidup itu seperti naik sepeda di pegunungan. Jangan jadi orang yang terlalu gembira ketika melihat jalanan yang menurun karena biasanya selalu ada tanjakan terjal setelahnya, dan jangan pernah menyerah saat melewati tanjakan yang tinggi dan menguras tenaga karena akan ada turunan yang
L 188 K
Penasaran Membawa Petaka
panjang setelahnya. Maksudnya, kita jangan pernah terlena akan kemudahan dan jangan menyerah saat ada kesulitan karena kemudahan dan kesulitan akan datang silih berganti di dalam kehidupan ini.
q Sampai tiba suatu hari aku melakukan kesalahan terbesar. Kesalahan yang sangat aku sesali bahkan sampai sekarang. Saat itu aku ingat dengan sosok mahasiswi kedokteran bernama Niki yang pernah dekat denganku. Dulu hampir saja aku menjatuhkan hati pada Niki. Sebelum mantan Niki mengancam mau bunuh diri dan Niki akhirnya harus kembali berpacaran dengannya. Aku iseng menghubunginya, dan aku mengirim beberapa pesan padanya lewat Line. Salah satunya ucapan maaf lahir batin karena memang saat itu bulan ramadhan. Dan ternyata Niki merespon dan kami akhirnya terlibat obrolan yang lumayan panjang mengenai kejadian dulu. Dia bilang, sedang ada masalah dengan pacaranya, dia mengingatkanku jika dulu aku pernah berjanji untuk mengajaknya makan nasi kucing. Malam itu juga kami memutuskan untuk jalan. Aku berusaha menepati janjiku pada Niki, kami pergi mencari penjual nasi kucing. Tapi karena kehabisan, saat itu kami cuman makan nasi goreng yang ada di pinggir jalan. Namun kami memilih makan di mobil sambil mengobrol dan aku mencari tahu lebih dalam kejadian 1 tahun lalu.
L 189 K
CE RITA BROWNIES
Setelah dari sana aku mengantar dia ke rumah. Sebelum pulang aku meyempatkan untuk mampir ke rumah Tante. Selama aku liburan dan sibuk berobat, ternyata tanteku sakit. Ia terkena kanker usus, aku sangat kaget dan sedih. Tante adalah pengganti sosok Ayah setelah Ayahku meninggal. Dia mengajariku bagaimana cara membuka rekening bank, menemaniku saat buat SIM dan KTP. Dia mau aku jadi keponakannya yang mandiri. Dia sering mengajakku berkunjung ke kampung-kampung, ke desa-desa dan bertemu dengan petani-petani supaya bisa belajar langsung di lapangan. Aku juga jadi tahu perbedaan beras dari harga petani dan harga pasar. Dia yang selalu setia membantu saat aku buka warung bandrek dulu. Dia membantu memasak nasi goreng kalau di kedai lagi banyak pengunjung sampai membantu merekap data keuangan. Dia adalah salah satu orang yang berjasa di bisnisku. Saat produk Brownies Manten baru muncul, tantelah yang membantuku membuat perjanjian kerjasama yang tebalnya berlembar-lembar. Perjanjian itu yang menjadi dasar kerjasama bisnis antara aku dan Kak Linda. Di tengah pekerjaan yang membuatnya sering tidur subuh, dia mengorbankan waktunya untuk menyempatkan membuat dokumen untuk keponakan bandelnya ini. Sejak kecil, dari sekian banyak tanteku, aku lebih dekat dengannya. Bahkan waktu kecil aku sering dicebokin dengan Tante. Aku selalu memanggilnya dengan sebutan Mak Wo eng. Aku tidak mengerti dari mana sebutan Wo eng itu berasal.
L 190 K
Penasaran Membawa Petaka
Tante jugalah orang yang terkadang selalu aku bercandai. Ketika Ayah meninggal untuk makan pizza mungkin aku tidak pernah lagi. Boro-boro minta uang untuk beli makanan itu ke Ibu, minta uang untuk sekedar membeli bensin pun aku malu. Jadi biasanya aku selalu memberi Tante kode saat ingin membeli pizza dengan cara bilang: “Ehemm…pizza enak.” Dan saking pengertiannya Tante pasti langsung menelepon delivery pizza untuk ponakannya. Ya, aku banyak bercerita sosok dia di sini karena tanpa semangat dari dia, aku belum tentu bisa sekuat sekarang. Tidak bakal ada Putra yang sekarang kalau tanpa bimbingan dari dia karena banyak sekali jasanya di hidupku. Saat aku pulang dari rumah Tante, Nara menghubungiku. Aku mendengar suaranya di ujung telepon terasa begitu tegang. Tidak seperti biasanya. “Ada apa Nar?” tanyaku penasaran. “Patria…jujur sama aku,” pinta Nara serius. “Kamu barusan pergi sama siapa?” Aku bimbang mau bilang apa pada Nara. “Sendiri, aku dari rumah Tante,” kataku akhirnya. “Lebih baik kamu jujur, kalau kamu jujur aku bakal maafin. Tapi kalau kamu bohong aku gak bisa maafin lagi.” Nara pun seakan tau kalau aku berbohong.
L 191 K
CE RITA BROWNIES
Aku tetap takut untuk jujur dan aku sadar kalau rasa penasaranku ke Niki bisa bikin orang yang paling aku sayang kecewa. “Kamu habis pergi ke nasi kucing, kan?” Aku kaget. Nara kok tau kalau gue… Dan dari situ Nara bilang kalau dia tahu semuanya bahkan sampai sedetail-detailnya. Dia sedang iseng membuka ID Lineku dari PC, dan ia melihat sendiri semua percakapanku dengan Niki. Nara benar-benar marah besar sampai puncaknya, dia bilang sesuatu yang tidak pernah ada di bayanganku sebelumnya. Nara, mengakhiri hubungan kami. Aku memohon-mohon supaya Nara memaafkanku. Tapi mungkin kekecewaan Nara sangat besar padaku dia mematikan teleponnya tanpa berbicara apa-apa lagi. Aku hanya bisa menangis saat itu dan Ibu jadi orang pertama yang tahu permasalahan ini. “Makanya kalau penasaran nggak usah sampai kayak gitu,” tegur Ibu. Aku menyesal, rasa penasaran itu justru malah jadi boomerang bagi hubunganku dengan Nara.
q
L 192 K
Penasaran Membawa Petaka
Pagi-pagi Ibu sudah pergi ke pasar. Saat itu aku masih gelisah, aku benar-benar tidak mau mengakhiri hubungan ini dengan Nara. Tanpa pikir panjang, aku langsung pergi ke bank dengan uang seadanya untuk booking tiket terdekat hari ini. Aku nekat pergi ke Jakarta tanpa sepengetahuan Ibu. Sampai di Jakarta aku baru mengabari Ibu. Ibu sepertinya maklum dengan kegelisahanku, dan bukan hanya Ibu yang aku tinggalkan saat itu, aku pun meninggalkan ujian tengah semester di kampus. Aku sudah tidak peduli sama semua hal. Yang aku tahu, aku tidak ingin kehilangan Nara, orang yang sangat aku sayang. Dari bandara aku tidak naik taksi seperti biasa, tapi lebih memilih pakai damri. Aku harus ngirit uang. Dilanjut dengan naik bajai dan sampai di depan rumah Nara. Aku lihat, di rumah Nara sedang ada acara, mungkin pengajian atau apalah aku tidak tahu. Aku memilih untuk sholat maghrib dahulu di masjid terdekat. Setelah sholat waktu menunjukkan pukul 7 dan aku baru membatalkan puasa dengan seteguk teh yang diberikan supir bajai saat di perjalanan karena kasihan melihatku. Aku lantas menunggu di depan rumah Nara. Aku memberi kabar kepada Nara dan berjam-jam aku habiskan untu menunggu di sana. Tapi ternyata Nara tidak bisa keluar rumah hari itu. Aku sangat kecewa kerena tidak bertemu Nara dan aku juga tidak tahu harus tidur di mana malam ini. Uangku pas-pasan, pilihanku hanya tidur di masjid atau di bangku-bangku di taman Banjir Kanal Timur yang sesekali banyak pengamen dan banci lewat di depannya, aku tidak akan pulang ke Jambi sebelum semua ini membaik.
L 193 K
CE RITA BROWNIES
Tidak mungkin aku bermalam di hotel yang tarif paling murahnya 300 ribu rupiah. Aku hanya beranjak dari rumah Nara dan berjalan tanpa tujuan. Setelah berjalan jauh, akhirnya aku melihat sebuah rumah yang ada tulisan “Terima Kos”. Pada saat itu sudah jam 11 malam. Aku sudah lelah, dan Baterai HP juga sudah hampir habis. Aku mencoba masuk ke rumah tersebut. “Di sini bener terima kost? Apa bisa harian Pak?” “Harian? Wah coba langsung hubungi yang punyanya aja Dek, saya cuman penjaga.” Aku langsung SMS yang punya kost, tapi nggak ada balasan. Barulah saat tengah malam dia membalas dan mengizinkanku untuk menyewa tempatnya dengan harga sewa 100.000 ribu/malam. Aku gembira, akhirnya aku tidak jadi tidur di jalanan. Keesokannya aku mau mencoba ketemu Nara lagi. Pagi hari, aku berjalan ke arah rumah Nara. Jarak ke rumah Nara hanya 2 KM. Tiba-tiba Nara keluar, aku langsung mengajak Nara ke taman terdekat untuk mengobrol. Di sana, dengan mata yang bengkak karena tidak berhenti nangis, aku minta maaf dan mencoba memperbaiki hubungan. Hanya saja, dia masih tidak bisa menerima kejadian waktu itu. Setelah 15 menit, Nara di telepon mamanya dan diminta untuk pulang. Sampai-sampai pembantunya menjemput Nara di taman, dan syukur pembantunya tidak mengatakan kalau aku lagi di Jakarta. Pembantunya selalu bantuin hubungan kami karena aku cukup dekat dengan pembantu dan supirnya Nara.
L 194 K
Penasaran Membawa Petaka
Nara juga tidak bisa bertemu lagi karena harus pergi ke pengajian dengan mamahnya. Di antara rasa kecewa, aku pergi jalan-jalan ke mall tempat di mana biasanya aku dan Nara jalan. Aku foto setiap tempat favorit Nara, aku habiskan setengah hari itu di masjid dalam mall untuk mengingat kenangan aku bareng Nara. Aku benar-benar sedih dan kehilangan dia. Mungkin, Nara emang nggak bakal balik lagi sama gue. Aku beranjak dari masjid dan berjalan pulang. Saat keluar dari mall aku melihat boot minuman bubletea kesukaan Nara. Aku langsung ikut mengantri dan pesan chocohazelnut rasa kesukaan Nara. Setelah dapat, rencananya aku mau memberi minuman ini ke dia di pengajiannya. Kira-kira 30 menit menjelang buka puasa, aku pergi naik taksi. tidak menjadi masalah ongkosnya mahal yang terpenting aku bisa cepat bertemu Nara. Meskipun berat karena uang didompetku semakin menipis. Supaya lebih irit uang, aku hanya membeli air mineral untuk berbuka. Sialnya aku terjebak macet. Argo taksi semakin tinggi dan mobil tidak kunjung bergerak. Aku keluar dari taksi dan memilih berlari sekitar 3 kilometer untuk ke tempat Nara dan bertanya ke beberapa orang di mana letak lokasinya. Ketika adzan berkumandang aku mencari masjid terlebih dahulu untuk sholat. Selesai sholat, Nara baru menghubungi kalau dia sudah pulang ke rumah. Badanku terasa mau runtuh ketika tau hal yang aku lakuin ini sia-sia. Jauh-jauh ke sini tapi tidak mendapatkan hasil apa-apa.
L 195 K
CE RITA BROWNIES
Aku segera lari ke rumah Nara yang jaraknya lebih dari 2 kilometer dari sini. Napasku tersengal-sengal karena kelelahan. Keringat di mana-mana, mataku bengkak dan mukaku pastinya sudah lusuh. Aku tidak tahu lagi, telihat seperti apa diriku hari ini. Aku bilang ke Nara kalau aku ada di depan rumahnya dan mau memberikan sesuatu. Nara keluar, dan aku berikan bubbletea yang tadinya penuh es tapi sekarang sudah mencair itu ke dia. “Maaf udah nggak dingin,” kataku singkat. Aku pergi meninggalkan Nara tanpa berkata apa-apa lagi. Sesampainya di tempat kost aku langsung merebahkan badan karena lelah. Namun Nara menchat dan mengatakan kalau kakaknya ingin bertemu aku. tidak lama kakak Nara meneleponku. “Putra di mana sekarang?” “Di kosan.” “Abang jemput ya, kosannya di mana?” Aku memberikan alamat dan petunjukan kosan yang aku sewa. Aku menunggu di depan kosan sampai kakaknya menjemputku. Malam itu jantungku benar-benar berdebar dan sampai aku masuk ke dalam mobil. “Udah makan? Udah buka?” kata Kakaknya Nara. Belum sempat aku menjawab dia sudah bicara lagi.
L 196 K
Penasaran Membawa Petaka
“Kayaknya kalo lagi kayak gini, nggak kepikiran lagi buat makan ya?” lanjutnya sambil sedikit tersenyum. Dia mengarahkan mobilnya ke kantor. Kami berdua ada di ruang meeting sekarang. “Putra, katanya kamu ninggalin ujianmu buat datang kesini?” “Iya…Bang.” “Kapan mau pulang?” “Belum tau...sampai keadaan membaik kayaknya Bang.” “Putra… Belajarlah menyayangi diri kamu. Liat kamu sekarang, apa nggak kasian sama badan kamu?” “Pulanglah besok dan mulai sayangi diri sendiri.” Ya, gue emang sayang banget sama Nara, malah gue lebih sayang dia dari pada diri gue sendiri “Abang juga pernah ngelewatin masa-masa kayak gini. Tapi di umur kamu yang masih muda seperti sekarang, kamu itu udah hebat banget, kamu berani dateng ke rumah kami dengan maksud baik.” “Abang juga kurang setuju kalau orang tua menilai orang dari luarnya saja. Hanya kadang orang tua selalu ingin yang terbaik buat anaknya. Kalau Abang pribadi, setuju dengan hubungan kalian. Karena Abang liat kamu anaknya pekerja keras tapi tidak dengan kedua orang tua Abang.” Dan dari situ, dia menceritakan semuanya. Soal perubahan sikap kedua orang tuanya terhadap aku dan persoal mereka yang tidak merestui hubungan aku dan Nara.
L 197 K
CE RITA BROWNIES
Ternyata Nara disuruh menjauhi aku setelah kejadian di Cirebon. Karena kemarahan Nara kemarin sama kelakuanku, dia spontan bilang ke orang tuanya kalau dia sudah mengakhiri hubungannya denganku. Dia hanya beralasan, kalau berakhirnya hubungan kami adalah karena mereka tidak merestui hubungan Nara dan aku. Nara tidak menceritakan apa-apa tentang kesalahanku, Nara masih tetap menjaga nama baikku di depan orang tuanya, dan aku terharu untuk itu. Namun itu tidak membuat keadaan hubungan kami jadi membaik. Dia tetap teguh, dia tidak ingin kembali lagi bersamaku. Kakak Nara benar-benar kelihatan bijaksana sebagai kakak tertua. Dia mencoba membuat aku untuk bisa sabar menerima ini semua. Dia juga memberi aku banyak referensi buku agar aku bisa belajar untuk mengikhlaskan Nara. Aku berjanji pada kakaknya Nara akan segera pulang ke Jambi, dan dia mengantarkanku pulang ke kost. Sebelum pulang dia mengajakku ke warteg favoritnya. Dia memesan nasi dan lauk untuk aku bawa ke tempat kost. “Abang tau Putra punya uang, tapi kali ini izinkan Abang yang bayarin ya.”
q Sebelum aku pulang ke Jambi, aku ingin ketemu Nara. Aku ingin melihat orang yang paling aku sayang untuk terakhir kalinya. Aku merencanakan untuk bertemu sama Nara di taman dekat rumahnya. Dia tidak janji, tapi akan mengusahakannya. Satu jam sudah
L 198 K
Penasaran Membawa Petaka
aku nunggu di taman dan masih belum ada kabar dari Nara, hingga akhirnya Nara memberi kabar kalau dia sebentar lagi akan ke taman. Ternyata, cara dia untuk menemuiku itu tidak mudah. Katanya, saat itu di rumah Nara sedang ada acara kumpul keluarga. Mama dan keluarganya lagi di bawah. Mereka kumpul di dekat pintu keluar dan Nara bingung mau keluar dari mana. Dia hanya bisa menangis dan curhat dengan adiknya di lantai atas. Adiknya membantu Nara untuk bisa keluar karena kasihan melihat Nara. Adiknya mengajak kakak Nara untuk ikut membantu juga. Adiknya Nara meminta izin keluar pada mamanya untuk pergi ke ATM dengan mengendarai motor. Nara diam-diam memanjat dari belakang untuk turun melalui tangga samping. Ia langsung keluar rumah dengan dibonceng adiknya menggunakan sepeda motor, sedangkan kakaknya mengalihkan pandangan mamanya dari pintu luar agar tidak ketahuan kalau Nara ikut adiknya. Setelah perjuangan Nara itu, kami bisa bertemu. Aku hanya bisa saling memandang penuh arti kepada Nara. Tidak ada yang memulai percakapan di situ, aku melihat di mata Nara masih tersimpan rasa sayang yang begitu besar padaku. Hanya saja, rasa sayang Nara masih tertutup oleh rasa kecewa atas perlakuanku padanya. Tidak lama kakaknya pun menyusul ke taman dan memanggilku. Kami pun mengobrol berdua. “Abang ngewakili keluarga ngucapin maaf kalau Mama dan Papa ada salah dengan Putra dan sampein salam Abang ke Ibu di Jambi.”
L 199 K
CE RITA BROWNIES
Setelah mengatakan itu, kakak Nara izin pulang karena anaknya sudah menangis dan menunggu di mobil. Aku memanfaatkan waktu yang tersisi untuk mengobrol dengan Nara. Tapi itu tidak lama, karena kami harus menyudahi pertemuan ini. Aku tidak tahu ini akan jadi pertemuan terakhir kami atau tidak mungkin suatu saat nanti kami bisa bertemu lagi. Aku bersiap untuk pulang ke Jambi dengan hati yang berkecamuk. Aku merasa kehidupanku setelah ini tidak akan sama lagi. Akan ada yang hilang di hidupku dan dia adalah Nara, orang yang paling aku sayangi.
q Hari-hari aku jalani tanpa ada Nara di sisiku. Aku merasa kosong, aku rindu perhatiannya, rindu dikhawatirkan dengan dia dan rindu saat-saat di mana aku bisa bercerita soal apa pun bersama dia. Dia perempuan yang selama ini ku dambakan dalam do’a. Perempuan yang mengerti seluk beluk seorang Patria Prima Putra, perempuan yang tahu kalau aku itu mudah emosi. Dan dia perempuan yang tetap menerima semua kekuranganku. Padahal dia bilang sendiri kalau dia paling benci dengan laki-laki yang emosian tapi ketika aku memarahinya dia menerima karena menganggap seperti sedang dimarahi abangnya. Satu minggu, dua minggu, hidupku berlalu tanpa kehadiran Nara. Bisnisku yang awalnya jatuh, sekarang merangkak naik dan meroket lagi. Aku juga sibuk melihat orderan yang menumpuk yang
L 200 K
Penasaran Membawa Petaka
kurang hanyalah satu, Nara. Orang yang seharusnya menemaniku melihat perkembangan bisnis ini karena sedikit banyak dia juga memiliki andil dalam bisnisku. Aku sering menyebutnya tim hore, tapi walau keliatan tidak penting, support orang terdekat menurutku adalah salah satu hal besar yang membuat aku menjadi sekuat sekarang. Minggu ketiga aku mencoba menghubungi Nara lagi. Aku sudah tidak sanggup untuk menahan ini semua. Aku tidak bisa menahan rindu dengan orang yang aku sayang. Nampaknya kekecewaaan Nara masih belum hilang. Namun dari cara dia membalas chatku, aku merasa dia masih perhatian dan peduli terhadapku. Sekali lagi aku meminta maaf kepada Nara dan memohon dengan cara apapun akan aku lakukan agar bisa Nara memaafkanku. Aku tahu saat itu dia sedang menguji keseriusanku, dan aku terus berusaha. Setelah berjam-jam, akhirnya dia memaafkanku dengan syarat, jika aku berbuat macam-macam lagi tanpa sepengetahuannya, dia tidak akan pernah memafkanku seperti sekarang. Maaf dari Nara benar-benar menjadi hadiah terindah untukku. Aku tidak berniat untuk ngulang kekecewaan itu lagi. Aku sadar, terkadang karena sebuah rasa penasaran, kita bisa merusak hati orang yang benar-benar ada buat kita. Dan aku tidak ingin terjebak perasaan yang semu. Aku dan Nara menjalani semuanya seperti semula, aku tidak mengerti mengapa kita berdua tidak bisa dipisahkan. “Ya udah, sekarang kita sama-sama perbaiki diri ya. Kita cari keridhoan Allah, karena Allah Maha Pembolak Balik Hati,” kata Nara.
L 201 K
CE RITA BROWNIES
Sejak saat itu, kami mulai sering melakukan video call dan terus saling mengingatkan untuk memperbaiki diri. Namun bedanya sekarang Nara lebih sensitif dan lebih gampang cemburu. Di kampus aku sempat mengajari juniorku bagaimana cara untuk berwirausaha. Temanku bilang, Nara cemburu dan aku hanya bisa tertawa kecil melihat Nara bisa segitu cemburunya padaku. Sampai-sampai saking cemburunya terkadang Nara bilang, Putra cuman punya aku, nggak boleh punya yang lain, nggak boleh dibagi-bagi. Lucu juga saat mendengar Nara berbicara seperti itu. Terkadang aku jadi gemas sendiri, tapi hal itu justru membuatku semakin sayang padanya. Hubungan kami pun semakin terlatih untuk melewati ujian dan cobaan. Aku bersyukur karena hubungan yang tidak mulus ini, kami berdua bisa belajar untuk semakin kuat menghadapi apa pun bersama. Aku yang akan selalu menenangkan Nara ketika dia ada masalah dan Nara yang selalu ada untuk memegang tanganku. Nara meletakkan kepercayaan di bahuku untuk membimbing hubungan ini melewati banyak rintangan. Hubungan kami memang tidak mulus seperti kebanyakan hubungan orang lain di luar sana, tapi kami pasti bisa melewati ini semua. Bahkan, Nara sering mendapat pertanyaan dari keluarganya apa masih berhubungan denganku atau tidak, dan Nara terpaksa berbohong karena dia tidak ingin disidang kalau nanti dia menjawab yang sejujurnya. Bisa dikatakan, kali ini kami backstreet dari keluarga Nara.
q L 202 K
Penasaran Membawa Petaka
Tiap hari semangatku selalu bertambah. Bahan bakarnya semangatku hanya satu, yaitu support dari Nara. Ditambah lagi, keadaan bisnisku semakin membaik dari sebelumnya. Omzetnya semakin meroket dan aku juga membuat inovasi baru yang mengantarkan produk Brownies Manten menjadi snack pertama di dunia yang distribusinya berbasis aplikasi. Sehingga, snack ini memiliki aplikasi khusus untuk mempermudah orang-orang yang ingin memesannya. Rencananya aplikasi tersebut akan di-launching sekitar bulan september 2015 di Jakarta. Aku pun mulai mempersiapkan semuanya. Launching ini juga berbarengan dengan ulang tahun Manten yang pertama, sehingga aku dan Nara sepakat untuk mengundang adikadik dari panti asuhan untuk datang dan berdo’a bersama diacara ini. Selagi aku sibuk mengurusi hal-hal yang perlu disiapkan menyangkut aplikasi, Nara pun ikut sibuk mempersiapkan hadiahhadiah kecil untuk adik-adik panti asuhan nanti. Dia bolak-balik ke pasar untuk membeli barang-barang seperti tas, kotak pensil, tempat minum dan berbagai barang lainnya. Nara juga tidak lupa buat membooking gedung, mengurus catering dan transportasi untuk anak panti untuk pergi ke gedung di mana tempat acara berlangsung. Saat itu aku benar-benar merasa kalau hubunganku dan Nara bukan hanya sekedar hubungan anak-anak yang lagi dimabuk asmara, tapi kami saling bahu-membahu untuk merancang masa depan bersama. Nara rela membantuku kapan pun dan aku rela kerja sekeras apa pun untuk mempersiapkan masa depan bersamanya.
q L 203 K
CE RITA BROWNIES
Hari yang ditunggu pun tiba. Pertama, dimulai dengan acara ceramah dari salah satu ustad, lalu makan bersama dengan adik-adik dari panti asuhan dan penyerahan hadiah. Setelah itu barulah aku membuka acara launching tersebut di depan banyak teman dan distributor Brownies Manten di Jabodetabek. Di kursi depan berjejer para wartawan dari media-media besar. Setelah pembukaan, tibalah acara potong tumpeng, tapi ketika aku hendak memotong tumpengnya, kedua pembawa acara membuka suara. “Tadi saya dengar pas diwawancara, ownernya bilang kalau Brownies Manten diciptakan untuk lelaki pengecut yang takut untuk mengungkapkan secara langsung perasaannya ke wanita,” kata salah satu dari mereka. “Kita lihat apakah ownernya sendiri berani atau tidak untuk mengungkapkan perasaan ke pasangannya.” Aku yang awalnya gugup, memberanikan diri berjalan ke arah Nara sambil membawa Manten. Ketika berada tepat di depan Nara, kulihat pipinya sudah merah merona. Saat itu, di tempat itu, orangorang mengelilingi kami. Mereka satu per satu membuka kamera dan mengarahkannya ke kami. “Nara…makasih ya sudah bantu persiapin semua ini. Tanpa kamu, acara ini nggak bakal terjadi. Makasih juga sudah mau berjuang bersama dan semoga semua do’a kita selama ini bisa tercapai.” Nara pun tersipu malu. Aku dengan spontan mengusap kepalanya
L 204 K
Penasaran Membawa Petaka
dengan penuh rasa sayang. Tiba-tiba satu ruangan serentak bilang, cieee cieee. Acara tersebut bukan lagi jadi acara launching tapi berubah menjadi semacam acara pertunangan gara-gara moment tadi. Pulang dari sana kondisi kesehatanku mulai drop. Beberapa hari aku menginap di rumah teman, dan kejelekanku ketika bertemu teman adalah jadi lupa waktu dan lupa istirahat. Badanku panas dan dengan sigap Nara langsung membooking hotel untukku agar menginap selama tiga hari dua malam di sana untuk memulihkan badan. Aku merasa benar-benar diperhatikan Nara saat di Jakarta. Perlakuannya yang tulus membuatku semakin sayang. Setelah badan mulai membaik, aku memutuskan untuk pulang dan lagi-lagi Nara yang memesankan tiket pulang untukku ke salah seorang teman. “Duh Put, kurang apa lagi coba, lo diurusin sampe segininya sama Nara. Padahal lo kan bisa pesen tiket sendiri ke gue,” kata temanku. Di hari terakhir, Nara merasa rindu padaku dan dia berencana untuk mengantarku ke bandara. Karena posisi kami sekarang sedang backstreet, pagi itu Nara nekat melarikan diri dari kantor menggunakan bajai biar tidak ketahuan orang tuanya dan dia membawakan bubur untuk sarapanku, padahal aku tidak memintanya. Nara menyempatkan untuk mengurusiku sebentar. Ketika kita lagi asik mengobrol, tiba-tiba ada panggilan masuk, dan ternyata itu dari mamanya Nara. Nara pun beralasan kalau dia sedang pergi ke pengajian. Mamanya pun mulai curiga dan meminta Nara pulang. Terlihat jelas ketakutan di wajah Nara, dia tidak ingin pulang. Aku membujuknya untuk pulang karena bagaimanapun itu adalah
L 205 K
CE RITA BROWNIES
orang tuanya dan mereka tidak mungkin akan menyakiti anak sendiri. Nara pun akhirnya memberanikan diri pulang dan aku pergi ke bandara saat itu juga. Sesampai di bandara ternyata Nara belum juga sampai ke rumah. Dia benar-benar cemas dan tidak berani pulang. Aku terus meyakinkan Nara, bahkan aku menawarkan diri untuk menjelaskan dan menelpon mamanya, agar aku saja yang dimarahi. Tapi Nara melarangku dan memaksakan diri untuk pulang. Benar saja. Di rumah, Nara langsung disidang untuk kesekian kalinya oleh orang tua dan saudaranya. Nara yang tidak biasa dimarahi itu pun harus menghadapi semuanya sendiri. Baru saja aku sampai di Jambi, kakaknya meneleponku. Berbeda dengan sikap sebelumnya, hari itu dia benar-benar marah besar. “Abang merasa dibohongi oleh kalian berdua!” Ucapnya keras. Tapi sungguh, bukan maksud kami untuk berbohong. Orangorang tidak tahu bagaimana perasaan kami satu sama lain. Sehingga mereka dengan gampangnya meminta kami untuk mengakhiri hubungan ini. Bagi kami, berpisah adalah sesuatu yang sulit karena kami tidak bisa membohongi perasaan masing-masing kalau kami berdua tidak bisa saling jauh. “Jika ketahuan sekali lagi kalian masih berhubungan, saya akan akhiri hubungan kalian dengan cara saya sendiri. Saya punya hak untuk menikahkan Nara. Kalau mau, saya bisa nikahkan kalian berdua di Jambi, tapi setelah itu Nara jangan lagi pulang ke rumah dan mungkin hubungan dengan keluarganya akan terputus,” jelasnya lagi.
L 206 K
Penasaran Membawa Petaka
Aku yang mendengar itu langsung termenung. Hal apa yang membuat kejadiannya jadi separah ini? Apakah salah, jika seorang Nara memilih sendiri orang yang akan mendampingi hidupnya? Aku bertanya-tanya dalam hati. Setelah itu kakaknya memintaku untuk menghapus semua kontak keluarga Nara. Mulai dari Sepupu, Om, Tante dan semuanya. “Kamu hapus semua kontak keluarga kami. Saya akan periksa nanti dan jika ternyata masih ada, liat saja apa yang akan terjadi.” Aku benar-benar down saat itu. Malamnya Nara menghubungiku dengan setengah menangis. “Mungkin…sekarang kita harus berpisah dulu, siapa tahu ini cara Tuhan untuk menyatukan kita lagi “Kita fokus memperbaiki diri masing-masing, kamu juga belajar mengaji dan agama ya. Jika nanti kamu merasa siap dan keadaan sudah lebih baik, datanglah kerumah dan aku akan menunggumu,” kata Nara. Aku melakukan apa yang Nara minta. Selama kami tidak berhubungan, sudah ada beberapa pria yang diperkenalkan orang tuanya kepada Nara. Mulai dari yang berkebangsaan Turki sampai pengusaha yang sudah sukses. Namun dia tetap setia menunggu dan memilihku.
q L 207 K
OMSET DATANG, NILAI MELAYANG
Omset Datang , Nilai Melayang
KAMI seperti anak kecil yang ketika dicegah untuk melakukan sesuatu, malah bandel dan justru melakukan hal itu. Walaupun sudah dilarang, kami masih tetap berhubungan. Tapi kali ini, kami berniat untuk memperbaiki diri secara bersama-sama. Walaupun kami punya ketakutan juga kalau misalnya ketahuan lagi, tapi kami tetap menjalankannya. Sekarang kami seperti orang yang tidak ada hubungan apa pun. Teman-temanku semakin heran karena di Path, aku tidak berteman dengan Nara lagi. Banyak yang menyangka hubungan kami berakhir, tapi di balik itu sebenarnya kami tetap bertahan dan sedang memperbaiki diri bersama. Setiap malam kami sering mengaji bersama melalui telepon. Kami benar-benar menjalankan niat kami. Selesai mengaji tiba-tiba suasana berubah jadi benar-benar mellow dan nara tiba-tiba mengatakan sesuatu. “Kamu tau nggak kenapa aku seneng banget saat kita ngaji bareng? Karena aku bukan cuman peduli sama dunia kamu tapi juga akhirat kamu Putra. Aku nggak tau, tekanan semakin ke sini semakin berat buat kita,” kata Nara pelan. “Aku takut kita nggak berjodoh. Semoga dengan mengaji bareng kayak gini, bisa jadi jalan kita untuk ke surga nanti. Dunia ini sementara tapi akhirat selamanya. Walau mungkin kita nggak jodoh di dunia, aku ingin kita berjodoh di akhirat dan lebih kekal nanti. Sesayang itu aku sama kamu Putra,” lanjut Nara dengan suara yang memilukan.
L 211 K
CE RITA BROWNIES
Hatiku pun terenyuh mendengar wanita anggun kesayanganku berbicara seperti itu. Kami benar-benar sedang ada di masa, di mana hanya do’a yang dapat mengubah kesulitan ini menjadi kemudahan. Kami terus saling memperbaiki diri, bahkan bukan hanya sebatas mengaji bersama lagi, tapi Nara juga mengajak guru ngaji untuk mengajariku tentang aqidah. Agar aku tidak merasa digurui, akhirnya dia mengajak beberapa teman kami untuk teleconference bersama-sama. Dia selalu senang saat kami menghabiskan waktu untuk mengaji bersama. Dia selalu bilang, kamu tuh pinter, diajarin sedikit langsung ngerti dasar kebanggaan. Ternyata, secara diam-diam Nara memberi gaji kepada guru tersebut, tapi Nara tidak mengatakan apa-apa padaku. Baru kali ini ada perempuan yang benar-benar peduli dengan masalah akhiratku Gue bener-bener sayang Nara
q Beberapa bulan tidak bertemu membuat kami benar-benar saling rindu. Suatu pagi ketika aku baru bangun dari tidur sekitar jam 9 Nara menelepon. “Aku…bicara sekarang atau nanti?” “Ya udah sekarang aja,” kataku cepat. “Aku lagi di jalan menuju bandara,” ucap Nara dengan gugup. Aku kaget karena yang kutahu, Nara itu tidak berani membawa mobil di jalan tol.
L 212 K
Omset Datang , Nilai Melayang
“Aku udah beli tiket. Satu tiket buat ke Jambi dan dua tiket untuk pulang,” lanjutnya. Kali ini Nara benar-benar nekat, Nara memarkir mobilnya di bandara dan berangkat ke kotaku. Nara membeli dua tiket ke Jakarta agar ketika penerbangan yang satu delay dia bisa langsung pergi dengan tiket cadangan. Aku sendirian di rumah. Ibu sedang menemani tanteku yang sakit, sedangkan adik kuliah. Aku langsung meninggalkan rumah ketika tahu Nara sedang menuju ke Jambi. Aku tidak ingin ketika nanti Nara sampai dia kebingungan karena tidak tahu akan ke mana di kota orang. Pesawat Nara telat beberapa menit dari jadwal yang ditentukan. Itu cukup membuatku jantungan karena takut dia kenapa-kenapa. Akhirnya, Nara terlihat dari terminal kedatangan. Aku menghampirinya dan menyambutnya dengan senyuman. “Tau nggak, aku baru pertama kali ke Sumatra dan Jambi adalah kota yang pertama aku kunjungi,” katanya. Karena saat itu jam sudah menunjukan waktu 11 siang, aku langsung mengajak Nara ke masjid Seribu Tiang. Kami sholat dzuhur di sana dan menyempatkan untuk berfoto di depan masjid berdua. Aku benar-benar senang melihat Nara bisa sampai ke kotaku. Walau rasa takut kalau nanti ketahuan keluarga Nara tetap ada di hati kami. Setelah sholat kami memutuskan untuk makan di dekat bandara karena takut Nara ketinggalan pesawat. Sop yang kupesan hari itu sangat nikmat sekali rasanya ketika aku menyantap besama Nara, orang yang selalu aku sebut dalam do’a untuk bisa jadi istriku nanti.
L 213 K
CE RITA BROWNIES
Pesawat Nara akan terbang jam 5 sore jadi Nara hanya punya waktu 4 jam saja berada di Jambi. Tapi itu semua sudah cukup membayar kerinduan kami yang sangat-sangat tak terbendung sebelumnya, dan tiba waktunya di mana aku harus mengantar Nara ke bandara. Sedih rasanya melihat Nara pulang. Kami saling bertatapan saat itu dan bersiap untuk mulai lagi menahan rasa rindu karena hubungan jarak jauh. Setelah Nara pulang dari Jambi, aku semakin merasa tenang melihat Brownies Manten bisa berlari cepat lagi seperti dulu, bahkan lebih cepat dari sebelumnya. Awalnya distributorku hanya berjumlah 50 orang sekarang bertambah menjadi 150 lebih kemudian reseller yang awalnya berjumlah 500 orang sekarang menembus sampai 2.000-an orang. Namun di balik ketenangan itu, aku dan keluarga besar sedang khawatir dengan kondisi Tante. Penyakit kanker tanteku semakin parah, tubuh Tante semakin kurus karena terus digerogoti oleh kanker. Aku berusaha selalu ada di saat dia membutuhkanku. Aku yang selalu setia menjadi sopirnya ketika hendak berangkat ke tempat pengobatan, menemaninya ketika terbaring di rumah. Saking lemahnya kondisi Tante, untuk duduk di mobil pun dia sudah tidak bisa lagi. Ketika aku melihat sosoknya yang terlintas hanya Patria yang dulu. Patria yang tidak bisa apa-apa kalau tidak mendapat semangat olehnya. Di tengah sakitnya, aku selalu membagi cerita tentang perkembangan bisnisku ke Tante dan aku selalu mengupdate tentang
L 214 K
Omset Datang , Nilai Melayang
omzet bisnis ke dia. Aku orang yang tertutup kalau urusan uang tapi itu tidak berlaku untuk Tante, aku benar-benar terbuka. “Nanti kalau Tante sembuh tante mau berhenti jadi PNS. Tante mau jadi distributor Brownies Manten aja ya, yang pegang Provinsi Jambi,” kata dia optimis. “Gampang…yang penting Tante sembuh dulu,” balasku dengan tak kalah optimis menyemangatinya untuk sembuh. Tidak mungkin aku tidak mengizinkannya untuk jadi distributor Manten karena dia adalah salah satu orang yang berjasa di hidupku. Meski aku hanya keponakannya, namun aku sudah merasa benar-benar seperti anaknya. Tante belum dianugerahi anak ketika suaminya meninggal dunia beberapa tahun lalu. Aku dan adik hampir setiap hari nongkrong di rumahnya, dia pernah bilang “kalau kamu ke sini pasti lagi ada maunya.” Dia benar-benar tahu kelakuan ponakannya ini. Setiap kali aku mengantarkannya ke bandara untuk dinas di luar kota, Tante masih selalu memberiku uang jajan, walaupun mungkin penghasilanku lebih besar dari dia. Suatu hari, keluarga sudah mulai bingung harus ke mana lagi untuk mengobati penyakit Tante, sementara kesehatannya semakin menurun. Akhirnya diputuskan untuk segera melakukan operasi pengangkatan kanker dengan resiko yang cukup besar. Operasi dimulai dan berjalan sangat lama, dari pukul 11 siang hingga sore pun operasi belum selesai juga.
L 215 K
CE RITA BROWNIES
Ketika operasi sudah selesai tante langsung dibawa ke ruang ICU dan saat itu kami belum bisa menjenguknya. Aku memilih untuk pulang dan mengistirahatkan badan karena sudah seharian berada di rumah sakit.
q Aku baru bangun pagi itu, ketika seluruh keluarga panik dan buru-buru ke rumah sakit. Hanya tersisa aku dan adikku yang berada di rumah karena pagi-pagi sekali Ibu sudah lebih dulu pergi ke rumah sakit. “Nak, cepat ke rumah sakit, dari kemarin Tante koma dan belum sadar,” suara Ibu panik. Aku langsung bergegas mandi dan pergi ke rumah sakit. Sesampai di rumah sakit aku dan Adik disambut oleh pandangan nanar seluruh keluarga. Hanya kami berdua yang masuk ke ruang ICU, karena maksimal dua orang yang diperbolehkan membesuk. Baru kali ini aku berada di ruangan ICU. Aku melirik kesekitarku dan aku melihat, ada beberapa orang sedang terbujur tak berdaya yang tengah memperjuangkan hidupnya. Di ujung pojok ruangan, ada sosok wanita yang kukenal terbaring di atas kasur. Tak terasa, air mataku menetes, badan Tante terlihat semakin kurus dan pucat. Darah masih terus menetes di bagian operasinya, dan itu yang membuat dia membutuhkan banyak kantong darah. Tante belum sadar dari kemarin, jangankan untuk bangun, mengangkat jari pun dia tidak bisa. Aku benar-benar tidak tega melihat itu semua.
L 216 K
Omset Datang , Nilai Melayang
Aku menangis sambil membacakan surat Al-Fatihah dan surat pendek yang aku hafal di sampingnya. Sesekali aku bisikan sesuatu di telinga tante. “Tante…Tante harus cepat sembuh…biar nanti buka bisnis sama Ia (panggilan kecilku dikeluarga),” bisikku ketika ingat kalau Tante punya impian ingin punya perkebunan kecil-kecilan di hari tuanya nanti. Aku bisikkan banyak semangat agar Tante bisa termotivasi untuk bangun. Aku dan Adik mengelus-elus tangannya, dan dalam sekejap matanya terbuka. Dia menggerakan tangannya, dia seperti tahu kalau dua ponakan yang dari kecil dia lihat pertumbuhannya ini sedang menjenguknya saat itu. Dia yang kenal betul sifatku dari kecil yang manja dan pemalas hingga tumbuh besar dan jadi sosok yang mandiri serta sekarang sedang menyemangatinya saat dia sedang koma. Aku keluar dan bilang kalau saat kami di dalam Tante sempat bangun. Ternyata kemarin pun Tante sempat memanggil pelan nama Ia dan Ijin. Itu adalah nama penggilan aku dan Adik ketika di rumah. Tidak lama setelah itu aku mengantarkan Kakek pulang ke rumah. Kakek sudah berumur 70 tahun dan sudah 2 hari dia berada di rumah sakit untuk menemani Tante. Aku kasihan padanya dan mengajaknya pulang untuk beristirahat. Namun sesampai di rumah, Ibu menelepon, dia menyuruh kami segera kembali ke rumah sakit sambil membawa banyak kain panjang. Banyak dugaan aneh berkecamuk di pikiranku saat itu.
L 217 K
CE RITA BROWNIES
Kain panjang? Kain panjang buat apa? Aku langsung mengambil semua kain panjang yang aku lihat, dan segera mengajak Kakek untuk kembali ke rumah sakit. Setiba di rumah sakit aku segera diminta keluarga untuk masuk ke ruangan Tante. Aku tidak melihat tante, di situ hanya ada sesosok tubuh yang sudah ditutupi selembar kain putih. Tampak semua alat pemacu kehidupannya telah dibuka. Tante…Tante…meninggal…. Aku hanya terdiam saat itu. Mungkin, lebih baik begini, sudah 8 bulan lebih dia menderita akibat sakit. Sekarang dia tidak lagi harus terus menerus menahan rasa sakit yang membuatnya tak bisa tidur semalaman. Yang terbayang saat ini hanyalah penyesalan. Sudah 2 orang di hidupku yang pergi sebelum aku bisa membuat mereka bangga akan karyaku. Tante yang dulu ingin melihat ponakannya sukses pun sekarang sudah pergi meninggalkanku. Dia yang menjadi salah satu sosok pengganti Ayah, kini sudah pergi untuk selamanya. Aku tidak bisa lagi sekedar manja dan minta dibelikan pizza, aku tidak bisa lagi menjadi keponakan yang manja yang selalu merepotkannya untuk sekedar minta dibuatkan laporan keuangan serta surat menyurat tentang bisnisku. Mulai sekarang, aku harus membuat surat menyurat serta banyak laporan itu sendiri atau mungkin menggaji orang lain. Aku benar-benar kehilangan orang yang ikhlas membantu ponakannya untuk maju. Sangat membekas di ingatanku,
L 218 K
Omset Datang , Nilai Melayang
dulu kami pernah kerepotan memasak pesanan pelanggan saat lagi ramai ketika berjualan bandrek. Saat itu Nara tahu bagaimana rasa kehilanganku terhadap kepergian Tante. Nara ikut sedih dan langsung menelepon untuk menguatkanku. Tapi itu semua tidak mampu untuk mengobati rasa kehilangan ini, aku merasa akan sendiri lagi menghadapi hidup. Aku benar-benar menyesal belum sempat untuk membuat dia bangga dan melihatku sukses. Padahal di kaca lemari kamarku, tertempel banyak tulisan cita-citaku dan salah satunya adalah ingin membawa Tante umroh. Namun itu semua belum sempat aku wujudkan. Akhirnya hari demi hari mulai terlewati. Biasanya, ketika melewati rumah Tante aku pasti langsung berhenti untuk mampir, tapi sekarang tidak lagi karena rumah itu kosong tak berpenghuni. Bagaimanapun aku harus tetap melanjutkan hidup. Aku harus membuat Ayah dan Tante bangga melihatku berkembang dari bocah pemalas, manja, dan penakut menjadi sosok laki-laki yang kuat yang bisa menghadapi semuanya sendiri. Tapi bukan hanya itu, setiap harinya pun aku selalu takut mendengar kabar buruk dari Nara. Dia selalu saja dijodohkan dan diperkenalkan dengan lelaki lain oleh keluarganya. Aku pun menjadi was-was. Apa gue benar-benar akan ditinggalkan orang-orang yang gue sayangi? Gue takut hidup sendiri lagi seperti dulu.
L 219 K
CE RITA BROWNIES
Namun kami berdua terus melanjutkan kegiatan mengaji seperti biasanya, dan terus berdoa agar Allah memberikan jalan terbaik untuk hubungan ini.
q Beberapa hari setelah Tante meninggal, aku diminta untuk datang ke sebuah program di salah satu televisi untuk memperkenalkan Brownies Manten di sana. Program tersebut dipresenteri oleh Andy F Noya, dan aku langsung terdiam. Yang aku ingat, dulu Ayah sangat mengidolakan beliau dan sekarang bocah kecilnya yang dulu sering menemani Ayah menonton acara yang dibawakan Andy F Noya malah berkesempatan untuk ada di program tersebut dan diwawancarai langsung oleh Om Andi. Aku hanya membayangkan, seandainya Ayah bisa melihat itu semua mungkin aku bisa mendapatkan tepukan di pundakku, tanda jika dia bangga padaku. Tapi sekarang itu semua tidak akan bisa aku dapatkan, karena Ayah hanya bisa melihatku dari sana. Ketika acara itu ditayangkan, Ibuku dengan bangganya bercerita ke orang-orang sampai menelepon kakekku. Bahkan memberikan link Youtube siaran ulangnya ke teman-teman beliau. Dulu Ibu hampir putus asa melihatku selalu gagal dalam berbisnis dan banyak kegagalan yang tidak aku ceritakan. Dulu aku sempat menjadi Event Organizer (EO), Saat itu aku mencoba mengundang orang terkenal
L 220 K
Omset Datang , Nilai Melayang
tetapi aku gagal dan malah mendapatkan kerugian sebesar 30 juta. Ibu hampir patah semangat melihatku yang selalu saja gagal. “Lebih baik lanjutin kuliah dulu aja nak, kalau gagal terus nanti mau jadi apa.” Tapi sekarang Ibu jadi orang yang berbeda memandang anak kecilnya ini. Sekarang ketika aku down Ibu yang selalu bilang: “Yaelah baru gagal kayak gini aja, nggak seberapa dari yang dulu-dulu.” Dari hal itu aku belajar, jika banyak orang tua yang tidak percaya ketika anaknya ingin memulai bisnis. Bukan karena mereka tidak setuju, melainkan karena mereka takut anaknya gagal dan kecewa. Di dunia bisnis, tidak ada orang yang selalu berhasil. Yang banyak adalah orang yang berhasil karena belajar dari kegagalan-kegagalan sebelumnya. Kita hanya perlu membuktikan kepada mereka dan suatu saat, mereka yang dulu pernah meragukan kita akan percaya dengan diri kita. Buktinya, sekarang setiap Ibu ke mana-mana, yang dia banggakan adalah aku. Anaknya yang paling besar, yang dulu mungkin tidak pernah terpikir olehnya kalau aku bisa sampai di titik sekarang. Mungkin kami telah kehilangan sosok seorang Ayah di keluarga ini. Namun aku bertekad untuk menjadi sosok yang membanggakan supaya bisa terus menaikkan harkat dan martabat keluarga kecil kami. Aku tidak ingin menjadi sosok anak kecil yang biasanya hanya disepelekan banyak orang. Aku ingin menjadi anak muda yang dapat
L 221 K
CE RITA BROWNIES
menjadi pelindung untuk keluargaku nanti. Bukan melindungi mereka dengan otot namun melindungi mereka dengan tanggung jawab dan nama baik. Sehingga, orang akan tetap menghargai keluarga kecil kami ini walau tanpa kehadiran Ayah.
q Akhirnya singkat cerita pengumuman IP pun tiba untuk semester ini. Kemarin aku banyak mengorbankan kuliah saat pergi ke Jakarta ketika ada konflik dengan Nara, dan aku harus ikhlas saat IP semester ini merosot. Bahkan benar-benar turun jadi 0.75 tapi aku tidak pernah menyesali itu semua. Hanya dengan IP 0.75 saja tidak akan mudah membuat aku sedih. Banyak hal yang selama ini lebih menyakitkan dari itu dan bisa aku lewati. Aku merasa tidak akan kehilangan kebahagiaan hidup hanya karena IP atau nilai yang rendah. Aku tetap happy dan tidak ingin berlarut-larut dengan hal itu. Malah, aku langsung merencanakan untuk liburan ke Cina. Ketika aku bilang akan pergi ke Cina, seorang sepupu yang berumur 15 tahun ingin ikut bersamaku, aku sontak merasa senang. Lumayan, walau pun masih bocah yang terpenting ada yang dapat menemeni ngobrol. Orang tuanya mengizinkan dan mensupport saat tahu kalau dia pergi denganku. Mereka bilang, belajar tuh dari dia biar berani. Aku senang ketika mereka menitipinkan anaknya dan pergi sama aku. Dulu mungkin jangankan untuk menitipkan anaknya ke Cina, mencoba untuk mengajak anaknya ke pasar saja belum
L 222 K
Omset Datang , Nilai Melayang
tentu diijinkan. Aku juga tidak lupa untuk ijin dengan Nara dan dia memperbolehkan karena dia tahu aku benar-benar sudah bosan dan butuh refreshing. Hanya dalam waktu 2 minggu setelah rencana, kami berhasil menginjakkan kaki di Hongkong saat malam hari. Aku dan sepupuku itu benar-benar sampai dengan selamat dan sekarang amat sangat jauh ribuan kilometer jaraknya dari keluarga. Kami tidak sedih tapi justru malah happy dan merasa bebas. Aku langsung membeli kartu octopus atau kartu top up untuk bisa naik transportasi di sana. Dari bandara aku naik bis menuju penginapan. Sesampai di penginapan yang berada di Tsim Tsha Tshui, mataku dibuat terbelalak oleh keadaan penginapannya. Ini sih bukan hotel, tapi apartmeen yang dijadikan hotel kecil-kecilan. Aku cuman bisa heran dan geleng-geleng kepala, Dan ketika hendak check in, aku yang tidak terlalu bisa bahasa Inggris dibuat kebingungan karena resepsionisnya meminta uang lagi. Padahal, aku sudah bayar hotel itu dari Indonesia, tapi karena di sini sedang musim dingin dan di luar suhunya dingin sekali, aku putuskan untuk membayar. Uang yang ku siapkan hanya 2,5 juta untuk tiga negara, akhirnya berhasil raib dalam jumlah yang cukup lumayan pada malam itu. Semua ini gara-gara kebijakan hotel yang tidak diduga seperti ini, tapi untungnya aku selalu membawa ATM untuk jaga-jaga. Aku sempat menelepon Nara untuk membantu berbicara ke resepsionisnya namun apa daya, karena jaring Wi-Fi yang timbul tenggelam, jadi komunikasi gagal total.
L 223 K
CE RITA BROWNIES
Aku langsung badmood di malam pertama saat berada di Hongkong dan aku menceritakan itu ke Mango dan Chris. Dua orang yang dulu aku temui di Vietnam. Mereka lalu mengajakku bertemu lagi saat nanti aku berangkat ke Shenzen atau Cina. Oh iya, jadi kalau orang bilang Hongkong dan Cina itu sama, sebenarnya mereka ada di wilayah yang berbeda. Orang Hongkong harus menunjukkan paspor ketika akan masuk ke Cina daratan, begitu juga sebaliknya. Keesokan paginya, aku tidak tahu saat itu berapa derajat suhu di sana, aku mencoba untuk lari-lari kecil keliling penginapan dengan maksud agar mendapat sedikit kehangatan setelahnya. Sekeliling penginapan itu banyak sekali pepohonan, namun pohon-pohon tersebut terbuat dari beton yaitu gedung-gedung tinggi yang sangat padat. Tidak salah ternyata kalau Hongkong disebut sebagai kota terpadat di dunia. Aku berjalan ke Avenue of Star dan bertemu banyak orang Hongkong yang ramah sekali dan itu cukup memperbaiki nilai Hongkong di mataku setelah sikap resepsionis hotel malam tadi. Dari Avenue of Star, aku lanjut pergi ke Islamic Center di Hongkong. Di situ aku banyak bertemu dengan para penduduk muslim. Mungkin jika laki-laki datang ke sana, kalian bisa melihat banyak perempuan keturunan asli tionghoa yang putih dan sipit menggunakan jilbab panjang yang akan bisa membuat kalian tergerak untuk pergi ke pasar membeli mahar dan langsung meminangnya. Di sana aku juga melihat bagaimana kehidupan masyarakat muslim yang menjadi minoritas. Serta sempat memakan makanan
L 224 K
Omset Datang , Nilai Melayang
asli Cina yang tentunya halal. Semua makanan itu dibuat oleh koki muslim yang sangat tersohor kelezatan masakannya bahkan sampai ke seluruh dunia. Aku juga sempat sholat di masjid tersebut dan tempatnya benar-benar nyaman. Saat aku pergi ke Hongkong, kebetulan bertepatan dengan peristiwa bom Sharina di Jakarta, jadi televisi yang ada di manamana, dari mulai hotel sampai di kereta memberitakan itu. Sehingga, banyak membuat orang asing phobia terhadap Islam. Sekali lagi aku tekankan, sebenarnya tidak ada agama yang salah, yang ada hanyalah oknum yang memanfaatkan nama agama untuk melakukan hal keji. Aku kadang sering sedih ketika melihat orang berhijab dijauhi orang asing karena mereka takut. Islam seperti dikambinghitamkan dan dituduh sebagai agama teroris. Banyak agama lain yang juga dirusak maknanya oleh beberapa oknum dan aku pernah mendengar kalau banyak ajaran menyimpang dari agama lain. Dari setiap perjalanan aku merasa bersyukur Tuhan mengajarkanku untuk berpikir dewasa saat melihat perbedaan, bukan justru menjadi orang yang menganggap orang lain salah ketika berbeda dengan kita. Isu tentang agama memang selalu jadi pembahasan menarik. Tapi, aku ingin melanjutkan perjalanan terlebih dahulu ke The Peak yaitu salah satu spot tertinggi di Hongkong karena sepertinya akan mengasyikan menikmati Hongkong dari ketinggian. Namun, semua itu sia-sia karena pandanganku terhalang oleh kabut. Pemandangan indah kota Hongkong hanya menjadi
L 225 K
CE RITA BROWNIES
angan-angan semata. Akhirnya aku langsung bergegas ke Mongkok dan berencana melanjutkan perjalanan menggunakan kereta menuju Cina daratan yaitu Shenzen. Pundakku terasa sakit karena harus membawa ransel yang besar dengan isi yang membuat tas itu menjadi berat. Sesampainya di imigrasi, aku sibuk mengurus visa untuk dapat masuk ke Cina. Ketika hampir 2 jam bolak balik untuk mengurus visa, akhirnya aku berhasil menghirup udara Cina bersama sepupuku. Sesampainya di hotel aku tidak lupa untuk memberi kabar kepada Nara dengan menggunakan Wi-Fi hotel dan dia langsung memberi kabar kepada Ibu lewat telepon. Nara benar-benar pasangan yang handal dan akrab dengan Ibu. Nara sudah hafal betul dengan kebiasaanku yang tidak ingin diganggu saat sedang liburan. Dia tahu sekali kalau aku sangat butuh refreshing, jadi dia menghubungiku saat malam saja. Dan malam itu aku habiskan untuk jalan-jalan di Dongmen salah satu tempat paling ramai di Shenzen. Yang paling menyenangkan adalah porsi makan di sana banyak sekali, jadi bisa dimakan untuk berdua dengan si sepupu, lumayan bisa lebih irit. Aku sempat khilaf dan membeli sebuah sweater yang menurutku cukup murah di sana. Saat sudah berada di Indonesia mungkin sweater ini akan dihargai jutaan rupiah, tanpa ragu-ragu aku langsung membelinya. Sepulang dari Dongmen kita langsung terlelap, aku sangat nyaman berada di hotel ini. Resepsionis di sini sangat ramah walaupun dia tidak mengerti bahasa Inggris. Apa
L 226 K
Omset Datang , Nilai Melayang
karena dia memang ramah atau karena kali ini hotel yang kami datangi merupakan hotel berbintang jadi pelayanannya lebih baik? Entahlah, aku tidak tahu.
q Hari ini aku punya janji untuk bertemu dengan Mango dan Chris. Rencananya, aku mau melebarkan sayap penjualan sampai ke Cina melalui mereka. Bayangkan, Cina memiliki penduduk sebanyak 1,5 miliar, orang bisa kaya mendadak jika dapat menaklukan negara ini. Itulah sebabnya aku terobsesi untuk memasarkan produkku di sini. Manggo dan Chris sudah lama menunggu kami. Tapi karena aku tidak punya simcard dan hanya mengandalkan Wi-Fi gratis di jalanan, aku kesulitan menghubungi mereka. Sedangkan kami terjebak antrian kereta dan terlambat. Sampai akhirnya aku tidak berhasil bertemu dengan mereka. Mango dan Chris tidak bisa menunggu lama, mereka harus segera pergi karena ada urusan lain. Namun aku tetap melanjutkan obrolan dengan mereka melalui chat dan terus menjalankan progres bisnis ini. Selain itu mereka juga meminta kami untuk secepatnya mencari makanan. Mereka bilang kalau bisa kami harus makan daging agar tubuh kami menjadi hangat di tengah udara yang dingin. Karena di dalam daging terdapat banyak lemak yang dibutuhkan tubuh kita saat merasa dingin. Walaupun tidak sempat bertemu secara langsung, namun mereka masih perhatian padaku. Seperti memberi perhatian ke adik mereka sendiri.
L 227 K
CE RITA BROWNIES
Aku meninggalkan Cina untuk pergi ke Macau, tempat yang terkenal dengan Casino atau perjudiannya. Macau benar-benar gemerlap jadi wajar kalau disebut sebagai Las Vegasnya Asia. Saat tiba di Macau, aku langsung disambut banyak bis hotel berbintang yang memberikan gratis shuttle ke hotelnya. Tanpa berpikir panjang, aku langsung naik ke bus itu, bukan karena aku ingin menginap di hotel yang per malamnya bisa sampai ratusan juta, tapi karena di mobil itu ada Wi-Fi gratis. Sesampainya di hotel yang juga merangkap Casino, aku melihat sekeliling hotel yang interiornya seperti gedung di negeri dongeng. Aku pun makan malam pertama di hotel tersebut dan itu cukup berhasil memberikan dampak kehancuran yang besar ke kondisi keuanganku. Yang aku suka dari backpacker adalah ketidakpastian. Itu mengajariku untuk bisa bertahan hidup, aku sengaja ketika di Macau tidak menginap di hotel tersebut, karena hotel yang paling murah yang aku temui yaitu dengan harga 1 juta lebih. Bangunannya juga terbuat dari kayu dan didirikan tahun 1940-an dan menurutku tempatnya agak sedikit horror. Jadilah kami berdua tuna wisma malam ini. Tapi itu yang aku senang dari jalan tanpa tujuan, kita belajar bagaimana caranya memecahkan masalah. Aku langsung teringat dengan Senado Square. Salah satu spot paling ramai di Macau. Dari hotel mewah itu, aku mencari bis gratisan lagi ke Senado Square. Bis yang kami tumpangi ternyata tidak melewati Senado Square. Seperti biasa, kalau sudah begini aku berjalan mengikuti arah orang-orang kebanyakan dan itu berhasil membawaku sampai di Senado Square.
L 228 K
Omset Datang , Nilai Melayang
Di tengah dinginnya udara malam Macau yang saat itu mulai memasuki musim dingin, aku langsung meminta sepupuku mempertajam pendengarannya. Aku menyuruhnya untuk mendengarkan percakapan dengan logat-logat yang jadi ciri dari mana kami berasal. Ideku selanjutnya adalah mencari orang Indonesia, tidak mungkin di pusat kota seperti ini tidak ada orang Indonesia selain kami. Selama 2 jam kami mencari, akhirnya terdengarlah dari kejauhan sayup-sayup segerombolan orang berbahasa Jawa. Kami langsung menghampiri dan bertanya apa benar kalau mereka orang Indonesia dan ternyata benar. Mereka adalah pekerja di sana. “Mba kalau di sini ada penginapan nggak ya?” tanyaku. “Ayo tidur di apartemen saya aja,” kata salah seorang dari mereka. Aku langsung merasa senang. “Kebetulan, apartemen sebelah lagi disewain,” tambahnya lagi. Dengan begitu dia membantu kami menawar harga apartemen tersebut dengan bahasa lokal. Dan tara, aku mendapatkan kamar apartemen yang bagus dengan harga Rp 350.000 kalau di rupiahkan. Itu harga yang super murah untuk ukuran penginapan di kota yang mewah dan gemerlap ini. Bahkan ketika aku share ke teman-teman backpacker, mereka ratarata memerlukan uang 1 juta untuk menyewa 1 kamar paling murah di Macau. Itu yang membuat aku suka pergi ke mana-mana tanpa rencana karena ketika kita jauh dari rumah akan banyak kebesaran Tuhan yang dapat kita rasakan.
L 229 K
CE RITA BROWNIES
Satu malam kami tidur di Macau dan besoknya langsung terbang ke Kuala Lumpur. Di sana aku akan memberi satu tantangan ke sepupuku. Dari bandara yang jaraknya 1 jam dari kota, aku melepaskan dia sendirian untuk pertama kalinya di negara orang. Aku hanya memberi tahu nama hotel tempat kami menginap dan bilang kalau kami akan bertemu di hotel. Aku ingin mengajarkan dia untuk menjadi anak yang mandiri dan membuat dia berusaha berpikir keras untuk menyelamatkan dirinya sendri. Saat aku sudah mandi dan beristirahat di hotel, belum juga ada tanda-tanda kedatangan sepupuku. Aku tidur walau dengan sedikit rasa cemas, tidak lama kemudian dia menghubungiku. Ternyata dia sudah ada di bawah dan aku ketawa lepas saat melihat dia yang masih berumur 15 tahun berhasil memecahkan tantangan dariku. Dia berhasil pergi sendiri dan sempat menyasar di negeri orang, berbeda sekali dengan kebanyakan anak seumurannya yang mungkin masih pergi bersama Ayah dan Ibu. Perbedaannya adalah nantinya dia bisa bercerita dengan bangga tentang pencapaiannya berani berjalan sendiri di negeri orang di depan teman-teman sekolahnya tanpa ditemani orang tua. Malamnya setelah kami berkeliling untuk mencicipi kuliner di sana, aku kelelahan dan tidur di kamar sedangkan di saat aku tertidur sepupuku berjalan sendirian di tengah malam karena rasa penasaran. Dia berhasil menemukan jalan ke Petaling Street atau Pecinan. Dia sudah menjadi anak yang berani hari itu bahkan dia bercerita pengalamannya pada malam itu yang sempat digoda banyak PSK di sekitar
L 230 K
Omset Datang , Nilai Melayang
Petaling Street. Dia hanya menghindar saat dipanggil-panggil oleh PSK yang sedang mencari pelanggan. “Untung nggak dijual juga kamu sama mereka,” kataku sambil tertawa. Banyak sekali hal baru yang bisa diceritakan anak umur 15 tahun ini saat pulang ke rumah nanti. Bahkan saat aku umur 15 tahun, aku belum punya pengalaman semenarik dia dan ayahnya memberi dukungan kepadanya agar belajar mengikutiku untuk jalan-jalan. Mereka membolehkan anaknya bolos sekolah beberapa hari demi perjalanan ini. Padahal ayahnya adalah seorang pengusaha juga di bidang pertambangan dan memiliki SPBU jadi wajar jika mereka mendidik anaknya dan menyiapkan anaknya untuk menjadi penerus nanti. Aku yakin, cara didikan yang seperti inilah yang membuat sepupuku pun tidak akan gengsi untuk membuka usaha bersih-bersih sepatu di sekolah. Dia menjadi orang yang tidak gengsi untuk menyikat dan memoles sepatu teman-temannya diskolah saat jam istirahat. Saat anak-anak lain senang memiliki uang jajan banyak dari orang tuanya, ada segelintiran anak yang malah berusaha untuk belajar mulai merajut mimpinya sejak di bangku sekolah. Mereka berusaha mencari uang jajannya sendiri. Seberapa pun kayanya orang tua kita, uang yang kita miliki tetaplah uang mereka dan kita tak patut membanggakannya. Belajarlah menjadi orang yang bangga atas hasil yang kita capai sendiri.
q L 231 K
CE RITA BROWNIES
Dari KL aku langsung melanjutkan perjalanan ke Malaka. Kota ini, di tetapkan menjadi salah satu kota warisan dunia karena gaya arsitekrurnya yang luar biasa menakjubkan. Di sana kuhabiskan hanya dalam hitungan jam saja karena kami hanya ingin refreshing dan mampir sebentar untuk melihat-lihat pemandangan kota yang memiliki kanal-kanal unik. Saat tiba di sana aku duduk di tepi kanal dan tanpa sengaja ada orang asing yang menghampiri kami. Dia mengaku berasal dari Thailand dan sedang berlibur di Malaka. Dengan bahasa Inggris yang terbata-bata, aku dan dia saling sharing pengalaman. Ini yang membuat aku senang bertemu banyak orang karena aku bisa belajar banyak hal dari mereka. Dia pun sempat menasihati sepupuku untuk mencontoh aku yang percaya diri untuk mengobrol dengan orang asing, karena itu bisa jadi peluang bisnis. Dari sana, dia menawarkan diri untuk menjadi distributor produkku di Thailand tepatnya di Phuket. Banyak hal yang tidak terduga yang bisa Tuhan pertemukan di setiap perjalanan ini. Dari Malaka aku langsung balik ke bandara, karena besok aku akan pergi ke Palembang dari KL dengan keberangkatan pagi hari. Sebelumnya, ketika ke Malaysia beberapa bulan lalu, aku menginap di hotel bandara yang tarif perjamnya cukup lumayan juga. Tanpa sengaja saat itu aku melihat di depan hotel tersebut ada sebuah mushola yang dipenuhi calon penumpang yang sedang tidur. Ketika melihatnya aku langsung kepikiran untuk mencoba tidur di sana sekarang, untuk pertama kalinya aku mencoba tidur di mushola
L 232 K
Omset Datang , Nilai Melayang
tersebut. Karena sudah merencanakan untuk tidur dari jauh-jauh hari, aku sudah mempersiapkan kantong tidur agar tetap bisa tidur dengan nyaman. Aku bukan tipe orang yang suka mencari kemewahan saat berpergian tapi justru aku adalah orang yang menyukai pengalaman baru. Terkadang, aku menginap di hotel bintang 5 tapi terkadang aku juga mencoba tidur di kaki lima. Aku selalu ingin tahu bagaimana nikmatnya tidur di setiap tempat yang berbeda. Pesawat kami pun akhirnya meluncur dari Kuala Lumpur menuju Palembang. Di pesawat aku langsung terlelap lelah, selama perjalanan kemarin aku banyak mencatat strategi bisnis. Aku akan menerapkannya langsung saat sampai di Indonesia dan saat sampai di Palembang badanku terasa sakit. Aku mulai terkena flu dan sepertinya sakitku mulai kumat.
L 233 K
THE NEXT ABDURROHMAN BIN AUF
T he N ext A bdurrohman Bin A uf
Aku mulai merasa ada yang tidak baik dengan badan ini. Sebenarnya tidak begitu sakit tapi perutku rasanya sangat tidak nyaman. Pencernaan juga mulai tidak lancar, aku mencoba untuk memeriksakannya ke dokter karena tidak ingin kejadian dulu terjadi lagi. Setelah di minta untuk USG oleh dokter, hasilnya menunjukkan kalau usus besarku mengalami penebalan. Barulah aku mencari-cari obat tradisional yang aku takuti adalah ciri-ciri yang aku alami sama dengan yang dialami Tanteku yang meninggal terkena kanker usus. Ketika aku mencari tahu lagi, ternyata pernyakit kanker juga bisa terjadi karena keturunan dan aku benar-benar takut saat itu. Aku mulai mendapat pencerahan dengan berobat ke Semarang. Ketika dilakukan pemeriksaan di sana, badanku tidak ada tanda-tanda kalau aku terkena kanker. Tapi badanku terasa lemas dan beratku berkurang 5 Kg. Saat itu pun Nara selalu menyemangatiku dan bilang, kamu semangat pasti sembuh kok Nara pun mengirimkan aku obat berupa propolis untuk ikhtiar pengobatan. Walaupun sudah lebih dari 3 bulan tidak bertemu Nara, tapi kami tetap intens berkomunikasi setiap hari, ntah itu lewat telepon ataupun video call. Kami memang jarang bertemu tapi kami bersyukur kami masih bisa berhubungan walau harus sembunyisembunyi dari keluarga Nara. Kadang di telepon pun Nara bertanya gini, “kamu masih kuat kan?” Dia seakan-akan cemas dan takut kalau
L 237 K
CE RITA BROWNIES
aku tidak kuat lagi menghadapi situasi di mana kami sudah menjalani hubungan hampir 2 tahun, tapi restu dari orang tua Nara tak kunjung turun. Aku selalu mengatakan kepada Nara kalau aku kuat. Aku berasal dari keluarga yang punya prinsip “kalau ingin sesuatu itu harus diusahakan.” Semangat dan prinsip itu berasal dari Ayah yang tidak pantang menyerah mengejar Ibu ketika dulu. Karena cerita tentang kisah cinta Ayah dan Ibulah yang membuatku tetap kuat menghadapi keadaan backstret seperti ini dan aku menceritakan kisah Ayah dan Ibu ini ke Nara. Dulu Ayah yang berstatus sebagai anak kuliahan bertemu dengan Ibu yang masih duduk di bangku SMA. Ayah yang anak rantau hanya berani melihat dan menjaga Ibu dari jauh tanpa berani mengungkapkan perasaannya secara langsung. Tibalah waktu di mana Ibu mulai menjadi salah satu mahasiswi di sebuah universitas dan Ayah mulai berani mendekati ibuku. Akhirnya ketika itu Ibu melihat Ayah sebagai sosok yang pekerja keras dan anak yang baik, jadi Ibu pun mulai menaruh hati pada Ayah. Tapi semua tidak semudah itu. Ibu adalah anak rumahan dan waktu itu Kakek mendapat amanah untuk menempati salah satu jabatan tertinggi di Jambi. Kakek cukup dihormati karena jabatannya, sedangkan Ayah hanyalah seorang anak rantau yang tidak sengaja menyukai Ibu. Terkadang untuk sekedar melihat Ibu, Ayah hanya bisa memandanginya dari luar pagar saja. Antara pagar dan rumah
L 238 K
T he N ext A bdurrohman Bin A uf
berjarak 30 meter, Ayah dan Ibu hanya dapat bertatapan wajah di antara jarak tersebut. Untungnya, Ayah mendapat semangat dari salah satu tantenya Ibu. Karena itulah Ayah sering meminta tolong Tante untuk menyampaikan pesan ke Ibu melalui jeruji pagar. Karena melihat Ayah serius, Ibu pun melakukan sholat istikharah untuk meminta keteguhan hati. Dan saat tidur, Ibu memimpikan Ayah. Semenjak itulah Ibu mulai meyimpan hati ke Ayah. Mereka diam-diam mulai menjalin hubungan dan saling support satu sama lain. Ayah yang saat itu baru lulus kuliah diterima masuk ke perusahaan perkebunan. Ibu sendiri sedang kuliah dan juga bekerja sampingan membantu pemerintah di bidang statistik. Ibu yang kasian melihat Ayah hanya memiliki 4 helai baju lalu membelikan Ayah baju baru dengan uang honor kerja paruh waktu pertamanya. Sampai tiba masanya ayahku mulai menyatakan keseriusannya. Ibu mulai membantu Ayah menabung bersama, setiap penghasilan Ayah ditabung oleh Ibu. Tidak terasa Ayah diterima sebagai PNS dan Ayah senang saat itu, Ibu pun tak kalah senangnya. Dia membantu Ayah untuk terus menabung sebagian uangnya karena Ayah dan aku itu sama, sama-sama susah untuk menabung alias boros. Dari sana Ayah mulai merasa bekalnya telah cukup dan memberanikan diri untuk melamar Ibu. Suatu hari ketika Ayah menghadap Kakek untuk melamar Ibu, ada beberapa syarat yang menurutku cukup berat untuk dipenuhin
L 239 K
CE RITA BROWNIES
seorang PNS seperti Ayah. Nenek meminta Ayah untuk memberikan mas kawin berupa emas seberat 60 gram. Zaman sekarang emas seberat itu mungkin bernominal 25 juta ke atas, sedangkan Ayah saat itu hanyalah seorang PNS yang baru mulai bekerja. Anggap saja gaji PNS sekarang 2,5 juta jadi Ayah harus menabung berbulan-bulan untuk bisa membeli emas sebanyak itu. Dan logika nya untuk mendapatkan uang 25 juta ayah harus rela tidak makan selama 10 bulan untuk menuhi semuanya. Tapi bukannya mundur, dia malah makin semangat untuk berusaha apa pun demi Ibu. Mulai dari jualan buku ke kantor-kantor dan banyak kerja serabutan yang dia lakukan. Dibantu Ibu yang terus menyimpan uang hasil kerja, Ayah akhirnya bisa memenuhi permintaan Nenek. Saat mereka sudah lega ternyata masih ada lagi syarat dari Nenek. Beliau minta satu set perlengkapan kamar pengantin seharga 45 juta. Ujian Ayah benar-benar belum berakhir. Keduanya tidak patah semangat, mereka malah makin pantang menyerah menghadapi itu dan dengan waktu singkat Ayah pun berhasil memberikan apa yang Nenek syaratkan. Anak rantau yang hidup dengan keterbatasan itu berhasil bertahan dan mendapatkan wanita pujaannya. Bahkan setelah menikah dia menjadi menantu paling dibanggakan oleh Kakek karena karir yang cemerlang bahkan melebihi kakekku sendiri dan yang nenekku lakukan bukan berarti matre. Apa yang dilakukan Nenek sematamata hanya ingin menguji kemampuan Ayah karena awalnya Nenek agak keberatan melihat Ayah yang punya kehidupan biasa-biasa saja.
L 240 K
T he N ext A bdurrohman Bin A uf
Tapi sekali lagi aku belajar banyak dari jagoan keluargaku itu. Ayah berhasil melewati banyak hal yang lebih berat dari yang aku alami dengan sikap kerja keras dan pantang menyerahnya. Aku merasa malu sebagai anak kalau misalnya tidak bisa memperjuangkan apa yang aku inginkan. Dan saat ini, yang aku inginkan adalah bisa bersama dengan Nara wanita yang juga menemaniku saat susah dan senang seperti layaknya Ibu dan Ayah dulu saat menghadapi ujian akan hubungan mereka. Tanpa sadar secara tidak langsung Ayah dan Ibu menjelma jadi sosok idola buatku. Aku selalu bilang ke Nara, kalau aku akan selalu kuat karena wanita yang aku perjuangin itu dia. Jika bukan dia aku pasti sudah pergi.
q Aku merasa sangat nyaman dengan Nara dan aku tidak ingin kehilangan dia. Bahkan waktu sakit pun dia semakin perhatian denganku walaupun tidak secara langsung namun dia selalu ada. Aku sudah berobat ke mana-mana, namun belum juga kesehatanku membaik. Suatu hari aku mendapatkan pengobatan di sekitar Jakarta dan aku diharuskan untuk tinggal di Jakarta. Selama itu aku tinggal di rumah Tante di daerah Tebet hanya sekitar 300 meter dari kantor usahanya Nara. Semenjak aku ada di rumah Tante, Nara selalu pergi ke kantor lebih pagi dari biasanya. Dia selalu mampir untuk melihat kondisiku dan dia mengajakku untuk membeli sarapan karena dia tahu aku malas sekali untuk makan. Setelah yakin kalau aku sudah kenyang,
L 241 K
CE RITA BROWNIES
barulah dia akan lanjut kerja dan pergi ke kantor. Begitu pula ketika pulang, dia selalu menyempatkan diri untuk menjemputku dan membelikan makanan. Walau saat bersamaku, aku selalu menangkap dari raut mukanya rasa takut kalau ketahuan dengan keluarganya jika diam-diam aku dan dia masih berhubungan. Suatu hari di sore itu ketika kami sedang bersama, tiba-tiba mamanya menelepon dan mulai curiga. Dia seperti tahu kalau Nara lagi jalan bersamaku. Nara pun semakin cemas dan kami membatalkan acara makan bersama dan dia buru-buru mengantarkan aku pulang. Sebelum pulang, Nara berpamitan. Kami saling pandang lama sekali. Kami seakan takut dipisahkan jika benar-benar hubungan kami ketahuan untuk kesekian kalinya. Ketika aku akan turun dari mobil pun Nara masih memanggil aku. “Putra, jangan pergi dulu aku masih kangen,” ucapnya. “Aku juga sama. Tapi kamu harus cepet pulang nanti Mama makin curiga,” kataku pasrah. Mau bagaimana lagi, dengan berat hati kami harus berpisah hari itu. Sesampainya di rumah dia langsung menghubungiku dan dia bilang kalau tadi dia disidang habis-habisan lagi karena mamanya tau dia jalan bersamaku. “Mungkin, ini benar-benar saatnya kita berpisah dulu, aku ingin mencari keridhoan orang tuaku. Semoga Allah memberikan jalan untuk kita bersatu lagi.”
L 242 K
T he N ext A bdurrohman Bin A uf
Dengan sedih, aku terpaksa untuk tidak berhubungan dengan dia mulai malam itu. Aku menahan rasa rinduku untuk tidak menghubungi Nara. Aku yang sedang dalam keadaan lemas hanya berusaha merasakan sakitku sendiri. Beda dari biasanya, ketika aku bisa mengurangi bebanku saat berbagi cerita dengan Nara. Sekarang, aku harus memendam kesendirian itu tanpa berani mengganggu Nara. Dua hari setelahnya pagi itu Nara menelepon, aku langsung memiliki firasat yang tidak enak saat mengangkat telepon tersebut. “Tadinya aku tidak mau ngomong ini langsung ke kamu karena waktu aku menceritakan ke temen-temen, mereka bilang tidak perlu menceritakan ini ke putra. Tapi aku berpikir akan lebih sakit kalau nantinya, kamu tau sendiri dari orang lain, bukan dari aku. “Aku akan dilamar orang malam ini,” ucap Nara sambil tersedusedu menangis. Jantungku beneran seperti berhenti saat mendengar itu semua. Aku berpikir apa ini akhir dari segalanya? Aku mencoba untuk tetap mendengarkan penjelasan dari Nara. Nara bercerita, malam setelah makan terakhir bersamaku, papanya sesak napas. Papanya cemas melihat anaknya yang tetap tidak ingin untuk menerima lamaran yang beberapa kali datang kepada Nara. Ditambah lagi, keluarga dari kakak iparnya malam itu juga ada yang meninggal karena sesak napas. Nara langsung berpikir dan ketakutan kalau papanya akan meninggal gara-gara sesak nafas.
L 243 K
CE RITA BROWNIES
Nara bilang, “Aku belum sempat membahagiakan orang tuaku, aku akan sangat menyesal jika nanti terjadi apa-apa dengan mereka dan itu karena aku.” Nara memang benar-benar anak yang baik dan berbakti pada orang tuanya. Belum lagi keesokan paginya saat dia pergi pengajian bersama mamanya, ia bertengkar hebat di pengajian tersebut. Nara menangis saat mamanya bilang tidak akan merestui hubungan kami dunia-akhirat. Karena malu bertengkar di depan orang di pengajian, akhirnya mamanya mengajak Nara pulang. Di mobil pun mamanya masih menginginkan Nara menikah dengan orang yang mereka pilihkan, namun Nara tetap menolak. Puncaknya adalah saat mamanya tiba-tiba pingsan di mobil. Saking cemasnya dia langsung menepikan mobilnya dan ojek-ojek yang mangkal di sekitar tempat dia berhenti, langsung membantu menyadarkan mamanya yang pingsan. Sambil menangis tanpa pikir panjang Nara memeluk mamanya. “Mama…bangun ma. Iya, Nara mau dijodohin sama orang yang Mama minta.” Setelah Nara mengatakan hal itu mamanya pun terbangun dan Nara otomatis harus menepati janji yang sudah terucap. Dan malam ini, Nara benar-benar akan dilamar orang lain. Wanita yang paling aku sayang seakan lenyap dalam waktu singkat dari sisiku. Aku berharap ini cuman mimpi tapi suara isakkan tangis Nara terlalu nyata terdengar di telingaku.
L 244 K
T he N ext A bdurrohman Bin A uf
Beberapa jam sebelum dilamar Nara sempat membuat kalimat di socmed-ku dan hanya kami yang bisa membaca.
You’re always in my heart, aku sayang kamu sampai kapan pun Makasih atas 2 tahun yang membahagiakan ini, aku nggak akan lupain kamu. Kamu selalu jadi kesayangan aku. Fokus ngaji, sehat dan bisnisnya. Semoga kita bisa dipersatukan lagi dan semoga kita bisa bahagia di dunia dan akhirat aamiin. Jodoh hanya Allah yang tau. With love, tears and joy Orang yang selalu sayang kamu di keadaan apa pun Your Nara
Aku merasa setengah dunia runtuh hari itu juga. Nara yang menjadi salah satu penyemangat hidupku dalam 2 tahun terakhir ini dan orang yang selalu menemaniku mungkin tidak bisa lagi menggapai mimpi bersama bahkan dia tidak akan ada lagi di hidupku. Saat itu aku benar-benar lagi dalam keadaan lemas. Pencernaanku yang sedang tidak beres beberapa bulan ini, membuat fisik tidak bisa diajak beraktifitas banyak. Jika dipaksakan biasanya kepalaku akan sakit dan keringat dingin bermunculan. Tapi aku tidak perduli dengan semua itu, aku menghapus air mata yang sedari tadi keluar tanpa aba-aba. Tanpa pikir panjang, aku berdiri dan berlari ke luar untuk mencari ojek. Waktu itu pukul 2 siang, karena macetnya kota jakarta, aku tidak mau terlambat untuk
L 245 K
CE RITA BROWNIES
memberikan sebuah kado yang mungkin akan jadi kado terakhir dariku untuk dia seumur hidup. Di motor pun aku dan Nara masih berhubungan lewat telepon. Dia bilang kalau dia mau menghabiskan waktu denganku hari ini sebelum dia dilamar. Aku tidak tahu harus bahagia atau sedih. Di satu sisi kami akan berpisah tapi di sisi lain kami masih mau memperjuangkan kebersamaan kami disisa waktu yang ada walau hanya lewat telepon. Di telepon aku tidak memberi tahu Nara kalau aku sedang pergi berkeliling mencari hadiah terakhir untuk dia. Sebenarnya aku bingung harus mencari di mana, karena jujur saja aku belum 100% paham kota Jakarta. Aku putuskan untuk pergi ke daerah thamrin. Aku ingin menghadiahkan dia hal sederhana bukan barang mahal. Aku hanya ingin memberikan sebuah Al-Qur’an sebagai kado terakhir. Al-Qur’an adalah sesuatu yang dulu sering kami baca bersama walau hanya lewat telepon. Al-Qur’an adalah sesuatu yang selalu sering dia baca setelah sholat dan aku berharap benda sederhana ini dapat dia simpan dan dia baca sampai nanti kelak kami tidak bersama lagi. Kami dulu pernah membaca ini bersama dan berharap serta berdoa untuk kebersamaan kami kepada Allah. Tapi ketika mungkin Allah mentakdirkan yang terbaik bukan seperti yang kami harapkan. Semoga Al-Qur’an ini dapat menjadi sekedar nostalgia dan pengingat kalau dulu kami pernah berjuang bersama. Aku langsung masuk ke pusat perbelanjaan. Keringat dingin bercucuran di sekujur tubuhku. Aku berlari-lari untuk mencari tempat penjual Al-Qur’an karena hari sudah sore dan tempat itu hampir
L 246 K
T he N ext A bdurrohman Bin A uf
tutup. Aku coba memutari tempat itu dan akhirnya menemukan sekelompok penjual Al-Qur’an. “Mau beli apa mas? Mau beli Al-Qur’an buat seserahan nikah ya?” kata si pedagang. Beli Al-Qur’an buat seserahan nikah…. Sekejap hatiku terasa perih dan hancur. Memberikan Al-Qur’an sebagai mas kawin kepada Nara adalah impianku. Namun sekarang, aku memberi Al-Qur’an kepada Nara bukan untuk mas kawin pernikahan kami, tapi sebagai kado untuk pernikahan Nara dan orang lain. Bukan denganku, aku benar-benar hancur namun aku berusaha menguatkan diri. Setelah mendapat apa yang kucari, aku berlari untuk membeli amplop dan lem untuk membungkus Al-Qur’an tersebut. Di dalam Al-Qur’an aku selipkan sebuah surat untuk Nara. Sekitar pukul 6 sore aku kirimkan Al-Qur’an berserta surat dariku menggunakan ojek. Di luar amlop aku menuliskan from: khadijah shop. Itu sengaja kulakukan karena aku takut yang menerima kiriman bukan Nara tapi keluarganya yang lain. Setidaknya dengan begitu keluarganya tidak curiga kalau kiriman itu dariku. Setelah itu aku pergi menenangkan pikiran. Dadaku rasanya sesak sekali, aku pergi jauh sejauh yang aku bisa sampai ke batas kota Jakarta. Jam 8 malam Nara menchat ku Nara : Aku barusan baca surat dari kamu. Kamu memang paling
bisa buat aku senyum walau di saat-saat kayak gini
L 247 K
CE RITA BROWNIES
Nara bilang proses lamaran belum dimulai dan sedang menangis sambil mendekap hadiah pemberianku. Aku termenung sambil duduk di trotoar jalan di bawah fly over jalan tol. Aku bingung mau pergi ke mana karena tidak ada tempat yang bisa membuatku melupakan kesedihan ini. Sampai akhirnya salah satu Tante yang tinggal di Jakarta menghubungi dan memintaku untuk datang ke rumahnya. Di sana aku diberi nasihat, tapi aku tetap belum bisa menerima keadaan. Bahkan satu hari setelah lamaran, Nara masih meneleponku dan kami benar-benar merasa terpisah jauh sekarang. Nara saat itu bilang padaku kalau aku harus mulai melupakan dia. Katanya, aku pasti dapat yang terbaik. Banyak hal yang membuatku merasa kalau dia ingin aku pergi dari hidupnya. Di tengah keterpurukan, saat aku sangat down, tidak ada satu pun yang aku pikirkan selain perpisahan dengan Nara. Ibu yang sangat tau kondisi anaknya ini langsung menelepon dari Jambi. Ibu setengah memohon agar aku mengikhlaskan Nara biar sakit yang aku alami tidak semakin parah karena pikiran. Aku sampai kasihan melihat Ibu begitu khawatir. Sampai sebegitunya Ibu tidak ingin melihat aku sedih, sakit dan terluka, Ibu sangat menyayangiku.
q Tiga hari setelah lamaran Nara langsung mengupdate semua foto lamarannya kemarin ke semua sosial media miliknya. Aku yang melihat itu langsung merasa semakin hancur.
L 248 K
T he N ext A bdurrohman Bin A uf
Nara yang sebelum proses lamaran mengatakan tidak akan melupakan aku dengan menangis, kini dalam beberapa hari setelahnya dia mengupload foto prosesi lamaran dan terlihat sangat bahagia, itu semua membuatku bingung. Aku merasa dunia seperti sedang mempermainkanku. Tapi secara mengejutkan, teman-teman yang dulu sempat aku lupakan karena terlalu asik di ‘dunia yang berbeda’ bersama Nara, datang satu per satu menghubungiku. Banyak sekali orang-orang yang menguatkanku melalui chat ataupun menasihati secara langsung. Mereka yang dulu aku tinggalkan karena memilih satu wanita yaitu Nara, sekarang ketika Nara pergi, mereka datang bersamaan untuk menguatkanku. Ada yang mengajakku makan untuk sekedar curhat atau berkunjung ke rumah bahkan ibu dari salah satu temanku pun sampai menchat dan memberiku semangat. Aku merasa banyak sekali orang yang ternyata perduli padaku. Mereka tetap ada saat aku menjauh dari mereka dan asik berdua bersama Nara dan aku sangat bersyukur untuk itu semua. Ketika aku berpisah dengan satu orang di saat yang sama Tuhan justru mendekatkanku dengan banyak orang. Sampailah tiba saatnya di mana aku berniat untuk mengisi kekosongan hariku dengan cara menulis kisah hidupku di sosial media. Tulisan-tulisan ini adalah hal yang bisa sedikit mengobati rasa kehilanganku. Karena saat menulis cerita ini, aku merasa benar-benar sangat terbantu untuk melepaskan banyak kenangan di masa lalu bersama Nara. Satu kisah tertulis, satu kenangan terlepas.
L 249 K
CE RITA BROWNIES
Bahkan beberapa teman membantu mempromosikan ceritaku ini di akunnya. Tidak kusangka, banyak respon positif dari pembaca yang mengikuti ceritaku. Kalian yang setia mengikuti ceritaku adalah energi yang membuatku bangkit dari kekelaman.
q Sambil terus rutin berobat, aku pergi ke Bandung. Di Bandung aku menginap di rumah salah satu teman, aku memanggilnya Kang Ded. Hampir dua minggu di sana, aku mulai menemukan banyak orang hebat yang bisa membantuku mewujudkan cerita ini menjadi sebuah buku yang utuh seperti yang sedang teman-teman baca. Di Bandung pun aku mulai bisa tertawa dan sedikit melupakan kesedihan karena banyak bertemu orang-orang baru serta temanteman lama. Aku mulai sibuk mempersiapkan bisnis baru lagi untuk bangkit jauh lebih tinggi dari sebelumnya. Namun selama itu pula, Nara masih bisa melihat Pathku dan terkadang masih meninggalkan pesan secara private di Path. Banyak hal yang dia katakan di sana dan sepertinya akan terlalu panjang untuk aku ceritakan semuanya di sini. Yang paling aku ingat adalah ketika Nara menelponku dan meminta maaf atas kesalahan fatal yang ia lakukan dengan mengupload foto pertunangannya. Nara mengatakan itu sambil menangis,dan aku mengatakan aku tidak pernah marah ketika dia tidak menyayangiku lagi. Aku hanya punya harapan kecil untuknya, setidaknya dia bisa menjaga hatiku yang baru saja kecewa dengan tidak memposting foto-foto tunangannya.
L 250 K
T he N ext A bdurrohman Bin A uf
Dan kebiasaanku yang tidak bisa marah dengan orang yang aku sayang pun kumat. Dalam beberapa menit saja, aku sudah tidak lagi marah dengan Nara. Nara bilang dia sengaja melakukan itu karena ingin membuatku melupakannya dan benci dengannya. “Tapi ternyata aku salah, itu semua malah membuat kamu lebih terluka. Aku bener-bener minta maaf,” katanya. Entah kenapa, meskipun aku sudah memaafkannya tapi hatiku masih terasa sakit. Walaupun Nara sudah menghapus seluruh foto pertunangannya disemua sosial medianya tanpa aku minta, tapi setiap hari rasa kecewa seperti hilang lalu tiba-tiba muncul lagi di hatiku. Entah mengapa Nara tahu tentang hal itu, dia menelepon lagi untuk kesekian kalinya dan memohon maaf padaku. “Apakah aku harus membatalkan pertunangan ini untuk bisa dapat maaf kamu?” ucap Nara akhirnya saat merasa aku belum memaafkannya sepenuhnya. “Aku nggak pernah mau kamu ngebatalin pertunangan itu dan nggak sedikit pun ada niat untuk mengacaukan acara kalian,” kataku. Dan mulai saat itu aku mencoba menerima. Mungkin kita hanya bisa melakukan yang terbaik, tapi Tuhan lebih tahu mana yang terbaik untuk hamba-Nya. Banyak hal yang selama ini tidak aku tahu. Seperti misalnya setiap Nara meneleponku dan bertemu denganku dia selalu merekam itu semua menjadi sebuah rekaman suara di handphonenya. Nara selalu mendengarkannya di saat dia sedang rindu. Itu semua aku tahu dari beberapa temanku. Bahkan Nara tahu dan selalu membaca
L 251 K
CE RITA BROWNIES
cerita yang aku update di sosial media. Dia selalu tersenyum melihat setiap cerita yang aku posting. Nara berpesan untuk tidak menulis di akhir buku ini kalau dia meninggalkanku untuk menikah. Karena saat buku ini ditulis, dia belum melakukan akad. Dan sebelum akad, kita belum tahu jodoh kita sesungguhnya siapa. Mungkin untuk melupakan perjuangan bersamanya aku tidak akan bisa, namun aku akan mencoba mengikhlaskannya. Nara pun sempat mengatakan, Putra kamu bakal jauh lebih hebat dari semua idola-idolamu sekarang karena kamu ‘The Next Abdurrohman bin Auf’. Aku langsung ingat nama panggilan kami berdua. Aku memanggil Nara Khadijah dan Nara memanggilku dengan sebutan Abdurrohman bin Auf. Aku tersentak saat menyadari sesuatu dan tersenyum. Khadijah dan Abdurrohman bin Auf tidak akan pernah ditakdirkan bersatu karena Khadijah adalah istri Nabi Muhammad bukan istri atau seseorang yang diciptakan untuk Abdurrohman. Dari awal mungkin panggilan itu jadi pertanda kalau kami tidak bisa bersatu. Aku hanya berharap semoga kelak dia bahagia bersama Muhammad-nya di sana dan aku harus melanjutkan hidup untuk bisa tetap menjadi yang terbaik untuk pasanganku kelak. Mungkin tidak ada lagi sosok Nara untuk menemaniku berjuang tapi do’anya akan selalu aku ingat disetiap langkahku melanjutkan hidup.
L 252 K
Beberapa minggu sebelum buku ini di terbitkan kami berhubungan lagi walau hanya lewat pesan singkat, aku meminta maaf kepadanya saat itu jika buku ini tidak bisa jadi sebelum akhir juli 2016 tepatnya sebelum hari pernikahannya. Namun dia membalas “ada hal yang kamu tidak tahu telah terjadi di sini , namun aku sudah berjanji kepada kakakku untuk tidak mengecewakannya dengan menceritakan hal ini kepadamu” yang bilang aku akan menikah bulan juli siapa? Aku saja tidak tau aku akan menikah kapan dan dengan siapa. Kata-kata tersebut membuatku sedikit termenung, sambil menulis cerita ini aku berpikir ada apa lagi cerita yang Allah persiapkan untukku ke depan. PETUNJUK PENTING: setelah membaca buku ini, tutup buku dan berjalan lah menuju kaca bacalah tulisan terbalik di belakang buku tersebut melalui kaca yang ada di depan anda, akan ada kata menarik yang terlihat.
L 253 K
Setelah membaca cerita ini, gue pengen kalian untuk seenggaknya berani menyatakan apa impian kalian di depan orang banyak. Karena tidak semua orang mampu mengatakan impiannya dengan lantang di depan banyak orang, dengan mengatasnamakan rasa malu dan lain sebagainya. Namun yang gue tau, semua orang hebat dunia adalah orang yang berani menyampaikan mimpinya dengan lantang di depan banyak orang yang meragukan kemampuannya, bukan mereka yang ragu-ragu. Nyatakan mimpi kalian, upload di Instagram beserta hastag #CeritaBrownies dan jangan lupa mention @ceritabrownies. Gue akan me-repost semuanya di akun gue. Oh! Komentar terkeren nanti bakal masuk di buku selanjutnya.
L 254 K
TESTIMONI Ini kisah inspiratif seorang anak muda yang dulunya dianggap tidak punya kemampuan apa-apa, sekarang membuktikan dirinya mampu bangkit dan membanggakan keluarganya di jalur. WIRAUSAHA Andy F Noya (Host Kick Andy)
Saat lo baca cerita ini, lo akan tau perjuangan hidup yang sebenarnya dari sini gue belajar sebesar apapun masalah, dibalik itu ada keindahan cerita yang abadi. Laksita Pradnya Paramitha (Owner Voria Socks)
Gila ni anak tekun, ngejar dan berani. Gw aja belum tentu begitu seusianya, baca buku ini membuat gue sadar banyak anak Indonesia yang bisa sukses asal punya modal yang sama seperti patria. Gue rekomen bagi anak muda yang mau jadi entrepreneur buat belajar dari buku ini lucu, penuh drama dan mengispirasi. Arto Subiantoro (Ahli Branding, Owner Gambaran Brand)
L 255 K
TESTIMONI Kisah yang menginspirasi sekali, anak muda yang benar-benar membuktikan from zero to hero. Baca buku ini sangat menyadarkan untuk lebih bertanggung jawab untuk masa depan terutama untuk anak muda. Abdul Majid Al Zindani(CEO Alzin Grup)
Biasanya buku yang lahir dari pengalaman pribadi dan kisah nyata, jauh lebih hidup dan menarik. Karena begitu banyak nilai-nilai kehidupan yang bisa diambil. Sebuah novel yang gak bikin bosen dibaca. sukses selalu buat patria. Hamzah Izzulhaq (CEO Hamasa Corp)
Banyak pengusaha yang dihasilkan karena orang tua mereka adalah seorang pengusaha sukses, tapi anak muda satu ini ,dia mengartikan kesuksesan bukan merupakan sebuah garis kerunan, tapi kesuksesan bisa didapatkan dari nilai sebuah perjuangan. Kapan kamu ingin membuat sebuah penilaian tentang arti suksesmu sendiri? Baca buku ini dan biarkan sukses menjadi milikmu. Hari Bertus (ahli internet marketing)
L 256 K
BROWNIES MANTEN
OLEH-OLEH DARI HATI