Catatan Pertemuan Periode II, Hari Pertama (Rabu, 20 November 2013) INDONESIA NATIONAL INTERPRETATION TASK FORCE – INA NITF
Lokasi Tanggal Waktu Kehadiran
: Kantor First Resources Group, Jakarta : 20 November 2013 : 09.30 – 17.00 : 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Izmu Zulfikar – Smart (Chairman – C ) Darmawan Liswanto- FFI (CoChairman –CoC) Bambang Dwi Laksono – FORMISBI (BDL) Sunarto – Petani Birawa – (SB) Rasidi – Petani Birawa (RB) H. Narno - Petani Amanah (NA) Tajib Ermadi – Petani Amanah (TE) Darto Mansuetus – Petani SPKS (DM) Cahyo Nugroho – FFI (CN) Dani Rahardian – WWF (DR) Triyanto Fitriyardi – IFC (TF) Helen Lumban Gaol – IFC (HL) Yunita Sidauruk – Cargill (YS) Elly – Permata Hijau Group (EP) Ahmad Surambo – Sawit Watch (AS) E. Saepulloh – Sawit Watch (SS) Feybe Lumuru – LINKS (FL)
18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Ahmad Seilan – LINKS (AS) Neny Indriyana – FR (NI) Hendi Hidayat – Smart (HH) Efdy Ruzaly – BSP (ER) Rizki Lubis – BSP (RL) Asrini Subrata – Asian Agri (AS) Faizal Amri – Genting (FA) Asril Darusalim – RSPO (AD) Bremen Yong – RSPO (BY) Donald Ginting – FR (DG)
Waktu
Pembahasan
Oleh
09.30
Opening dari Chairman+perkenalan anggota yang baru bergabung di putaran kedua Karena ada beberapa peserta yang baru dan sekalian untuk refresh pengetahuan dari peserta yang lalu, disarankan diberikan gambaran singkat –snapshot untuk apa yang telah disepakati pada rapat INA NITF I yang lalu. Snapshot oleh notulen rapat. Dokumen pengelolaan Terjemahan Prinsip 5 Tanggung jawab lingkungan dan konservasi sumber daya alam alam dan keanekaragaman hayati 5.1 dapat digunakan dari versi terjemahan: Aspek-aspek manajemen perkebunan dan pabrik minyak sawit, termasuk penanaman ulang, yang berdampak terhadap lingkungan diidentifikasi, dan rencana untuk mengurangi dampak negatif dan meningkatkan dampak positif dibuat, diimplementasi dan dipantau, untuk menunjukkan perbaikan secara terus menerus. 5.1.1 Dokumen analisis dampak lingkungan harus tersedia. AMDAL terbit bersama dengan Ijin Lingkungan, sebaiknya dituliskan saja pada indicator. Istilah AMDAL baru digunakan di tahun 1986 (( PP 29/1986). Disamping itu ada jenis dokumen lingkungan hidup yang lain, sebelum (contoh PIL, PEL, SEL) dan setelahnya (contoh DPPL, DELH, UKL UPL) Yang dimaksud Pak BDL ada di panduan Untuk jenis dokumen lingkungan hidup, disamakan dengan peraturan. Ada AMDAL, UKL UPL, DPPL atau SPPL Ada perusahaan yang akan melaksanakan NPP tapi karena AMDAL menggunakan waktu persetujuan yang lama (6 bulan) maka perusahaan tersebut membuat SEIA dengan bantuan konsultan. Dalam audit, seringkali auditor tetap diminta SEIA walau punya AMDAL. Ada keraguan RSPO terhadap AMDAL Indonesia.
C YS
DG BDL C C
C YS BDL
C CoC HH
NI
Halaman 1 dari 15
Catatan Pertemuan Periode II, Hari Pertama (Rabu, 20 November 2013) INDONESIA NATIONAL INTERPRETATION TASK FORCE – INA NITF
Waktu
Pembahasan
Oleh
Beragamnya jenis dokumen lingkungan dimasukkan saja ke panduan 5.1
DR
Konkret kalimat untuk indicator 5.1 ditambahkan adanya “Dokumen Lingkungan Hidup” sesuai peraturan Indonesia Disarankan untuk panduan nantinya diambil dari NI lama Masukkan ragam Dokumen Lingkungan Hidup ke panduan Dan dimasukkan juga jenis dokumen lingkungan lainnya, diluar dokumen lingkungan versi peraturan Indonesia seperti : Analisa Dampak Lingkungan versi 14001. Pada situasi yang berbeda, nama dokumen lingkungan berbeda Dibagi saja dalam 8 dokumen AMDAL, UKL-UPL, DPLH, DELH, PIL, PEL ,SEL, DPPL Dibagi 3 jenis dokumen yaitu: 1. Sesuai peraturan yang berlaku 2. Dokumen Lingkungan yang dilakukan independen 3. Dokumen pelengkap yang aspek lingkungan belum tercakup seperti: GRK, NKT Dibagi dalam 8 dokumen saja Tetap harus diprioritaskan peraturan Indonesia, yang lain adalah tambahan. Harap dicatat, jangan sampai perusahaan lulus RSPO tapi peraturan tidak dipenuhi.
BDL
Setuju dengan pak Efdy, kredibilitas sertifikasi bisa dipertanyakan jika melanggar hukum.
CoC
Mungkin tidak perlu dituliskan secara khusus mengenai peraturannya di 5.1.1 ini. Kalau peraturan sudah dibahas rinci pada prinsip 2.
C
Untuk Analisa dampak lingkungan bisa digunakan dari konsultan, hanya jika terdapat ‘situasi khusus’. Situasi khusus itu seperti NPP.
CoC
Setuju dengan pak Darmawan. Dalam proses yang normal, tidak wajar jika perusahaan tidak memiliki Dokumen Lingkungan Hidup.
NI
Setuju pak Izmu, over all compliance ada di prinsip 2, tidak perlu diulang secara rinci di prinsip 5.
DR
Analisa Dampak Lingkungan dari konsultan itu adalah option, sementara AMDAL yang utama di Indonesia adalah yang sesuai dengan peraturan Indonesia.
AD
Harap diingat bahwa apa yang ada di ISPO adalah berbeda dengan RSPO. Di ISPO tiap kriteria mengandung peraturan, sedangkan di RSPO berbeda konsep yaitu: beyond the law. Berdasarkan masukan dari Certification Body ke RSPO, salah satu kelemahan RSPO adalah peraturan yang terkait per indikator belum jelas. Peraturan perlu diperjelas. Dijadikan catatan dalam panduan saja,
C
Mengani penggunaan kata opsi, arti kata opsi adalah pilihan. Sementara AMDAL versi peraturan adalah Mandatory bagi perusahaan yang ingin berusaha di Indonesia. Kenapa harus ada opsi?
YS
Untuk peraturan detail mungkin bisa ditambahkan saja kedalam panduan. Jika melihat hasil NI tahun 2008, diterimanya Analisa Lingkungan versi konsultan dikarenakan lamanya waktu untuk menerbitkan AMDAL oleh Pemda setempat dan masa berlakunya singkat : 3 tahun untuk AMDAL, 2 tahun untuk IUP.
DR HH
Dikarenakan hal tersebut, dapat ditulis untuk ‘situasi khusus’
AD
Sebaiknya diakomodir saja. Analisa Dampak Lingkungan tetap masuk masuk Peraturan. Untuk
BDL
HH BDL C CoC HH C
BDL ER
AD ER
Halaman 2 dari 15
Catatan Pertemuan Periode II, Hari Pertama (Rabu, 20 November 2013) INDONESIA NATIONAL INTERPRETATION TASK FORCE – INA NITF
Waktu
Pembahasan
Oleh
aspek lingkungan yang belum diatur dalam AMDAL, kajian dapat dilakukan secara terpisah dan sesuai persyaratan yang berlaku. Persyaratan yang berlaku ini bisa: ISO 14001, SEIA versi konsultan,dll. Sebenarnya NKT sudah ada di AMDAL, tetapi kata yang digunakan adalah ‘kawasan lindung’. Dalam kalimat indicator 5.1, kata Dokumen AMDAL Dihapus, diganti dengan ‘dokumen analisis dampak lingkungan ‘
C BDL
Kesimpulan : 5.1.1 Dokumen analisis dampak lingkungan harus tersedia.
ALL
Untuk Scheme smallholder AMDAL untuk petani plasma harus tersedia sebelum konversi kebun, selain juga IUP. Jika menggunakan system yang berbeda (KKPA) dimana terdapat dokumen lingkungan tersendiri bagi CPCL (Calon Lokasi Calon Petani) maka perusahaan akan membuat UKL-UPL tersendiri bagi petaninya. Bagi Koperasi mitra yang memiliki HGU tersendiri maka koperasi harus membuat AMDAL/dokumen lingkungan hidup terpisah untuk petani. Dalam system manajemen satu atap, perkebunan inti yang melaksanakan AMDAL dan pelaporannya bagi petani ke pemerintah.
FL
Jika menilik sejarahnya. System plasma merupakan produk masa lampau. Saat ini yang digunakan adalah Kredit Koperasi Primer Anggota (KKPA), Revitbun. Pada masa lalu , AMDAL plasma masuk kedalam kebun inti secara keseluruhan. Dalam system KKPA saat ini, AMDAL tersebut bisa terpencar-pencar
AD
Dari sudut pandang petani, dokumen AMDAL yang membahas tentang petani harus tersimpan di Kelembagaan Petani.
DM
Kesimpulan: khusus petani dapat dibahas pada paragraph tersendiri dalam panduan. Indikator 5.1.2 membahas mengenai RKL Revisi bisa mencakup pembahasan kapasitas PKS Dapat digunakan kalimat sesuai NI 2008, semuanya sudah tercakup Apabila berbicara mengenai cakupan AMDAL, maka dokumen2 yang masuk adalah KA, ANDAL, RKL, RPL. AMDAL akan kadaluarsa dengan tiga kondisi, yaitu: 1. Rencana usaha dan atau kegiatan tidak dilakukan dalam jangka 3 tahun sejak diterbitkan keputusan kelayakan lingkungan tsb 2. Pemrakarsa memindahkan lokasi usaha dan atau kegiatannya, termasuk perubahan kepemilikan usaha 3. Pemrakarsa mengubah disain dan atau proses dan atau kapasitas dan atau bahan baku/penolong Jadi perubahan AMDAL bukan berdasarkan pertimbangan periodisasi Jika diperlukan revisi AMDAL, langkah pertama yang bisa dibuktikan ke auditor adalah buat jadwalnya. Hal tersebut cukup untuk memenuhi indicator ini karena proses revisi AMDAL cukup memakan waktu. Berdasarkan pengalaman audit, jadwal revisi tersebut bisa diterima oleh auditor RSPO. Penanggung jawab AMDAL tidak harus ada nama, bisa dituliskan jabatan. Karena dalam perkebunan posisi tiap personel bisa berubah tiap waktu.
ALL C CN HH BDL
Apakah ada dasar hukumnya bahwa RPL harus direvisi tiap 2 tahun? Revisi seharusnya sesuai dgn kriteria2 yang ada di peraturan, bukan periodisasi.
CoC
C AS
BDL
Halaman 3 dari 15
Catatan Pertemuan Periode II, Hari Pertama (Rabu, 20 November 2013) INDONESIA NATIONAL INTERPRETATION TASK FORCE – INA NITF
Waktu
Pembahasan
Oleh
Kenapa di review, harusnya dilaporkan saja. Smart sudah melakukan review, contoh: Methane Capture. Yang direview dan direvisi cukup Matriks RKL-RPLnya. Hal tersebut dilakukan setelah berdiskusi dengan KLH. Karena rangkaian indicator 5.1 bukan legal compliance, review dapat dilakukan secara internal. AMDAL tidak sepenuhnya mengatur operasional. Sebelum lebih jauh, kembali diingatkan bahwa proses 5.1 ini dilakukan bertahap yaitu: 5.1 AMDAL 5.2 RKL 5.3 RPL Jadi kalimatnya pun dapat ditulis sistematis. Nantinya dalam panduan dapat dituliskan mengacu pada PP No.27 Tahun 2012 mengenai “Izin Lingkungan”
ER C
DR C
Kesimpulan: pada 5.1.2.: Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan (management lingkungan) dan revisinya jika ada perubahan dalam hal areal operasional ataupun kegiatan perusahaan termasuk penanggungjawab kegiatan. Kesimpulan: Akan dikaji lebih dalam terkait dengan Indikator 5.1.3. yaitu tersedianya dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan yang dkaji minimal setiap 2 tahun sekali. Panduan: gunakan versi NI 2008 namun dijelaskan nama dokumennya: • • • • • • • • • •
AMDAL (perkebunan dengan luas > 3000 Ha) – Analisis Mengenai Dampak Lingkungan UKL-UPL (perkebunan dengan luas < 3000 Ha). – Upaya Pengelolaan Lingkungan – Upaya Pemantauan Lingkungan DPLH – Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup DELH – Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup PIL – Penyajian Informasi Lingkungan PEL – Penyajian Evaluasi Lingkungan SEL – Studi Evaluasi Lingkungan DPPL SPPL – Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan Dan dokumen lain yang diakui oleh peraturan yang berlaku.
Kemudian ditambahkan: Untuk aspek lingkungan yang belum diatur didalam Analisa Dampak Lingkungan yang diatur pemerintah, seperti: Gas Rumah Kaca, Nilai Konservasi Tinggi, kajian dapat dilakukan secara terpisah dan sesuai persyaratan yang berlaku. Kalimat selanjutnya menggunakan kalimat terjemahan dengan mereview ulang tautan tiap kegiatan dengan kriteria RSPO lainnya. Formisbi akan mengecheck peraturan2 yang berkenaan dgn dokumen lingkungan hidup 5.2-- terdapat perubahan: other rencana kelola
BDL CoC
Kesimpulan: 5.2 Status spesies langka, terancam, atau terancam punah dan habitat bernilai Konservasi Tinggi (NKT) lainnya, apabila ada, yang terdapat dalam perkebunan atau yang dapat terpengaruh oleh manajemen perkebunan atau pabrik minyak sawit, harus diidentifikasi dan operasi-operasi harus dikelola sedemikian rupa untuk menjamin bahwa spesies dan habitat tersebut terjaga dan/atau terlindungi dengan baik. Peraturan terkait tentang NKT : 1. UU-PA-No.5-1960 bagi perusahaan yang memiliki HGU
BDL
Halaman 4 dari 15
Catatan Pertemuan Periode II, Hari Pertama (Rabu, 20 November 2013) INDONESIA NATIONAL INTERPRETATION TASK FORCE – INA NITF
Waktu
Pembahasan
2.
Oleh
pasal 16. Pasal 34 hak guna usaha perkebunan akan areal akan dihapus jika ditelantarkan PP 40-19960----HGU, HGB, Hak Pakai Pemegang HGU wajib melaksanakan kegiatan pertanian (dalam areal HGU) Pasal 57: HGU hapus jika tanah ditelantarkan.
Apakah dengan pasal seperti ini, perusahaan tidak dibenturkan dengan perihal syarat HGU. Jelas bahwa NKT tidak sepenuhnya di akomodir oleh Peraturan Nasional.
Hal ini benar dialami di lapangan. Pada presentasi ISPO di Grand Melia beberapa waktu lalu, kembali diingatkan bahwa HGU dihapus jika ditelantarkan. Diperkuat dengan ada surat Gubernur di provisi tertentu yang menyebutkan bahwa berapa tanah NKT perusahaan adalah ditelantarkan. Apa yang dimaksud ditelantarkan? Tidak ditanami komoditi tidak sama dengan ditelantarkan. Areal HCV pada hakikatnya tetap harus di kelola dan monitoring sehingga hal tersebut tidak terlantar. Ada pal, plang dan pengecekan berkala di dalamnya.
C
Sebaiknya RSPO melakukan intensifikasi diskusi dgn pemerintah thd implementasi konsep NKT di areal perkebunan shg komitment jangan sampai breaking the law.
BDL
FFI dalam hal ini sedang mendata daftar hukum yang berkaitan dengan NKT. Apa saja yang diatur oleh peraturan yang memiliki padanan dengan konsep NKT tersebut. Sejauh ini secara terminology konsep NKT memang belum diakui namun terdapat kesamaan dalam: HCV 4: Tangkapan air HCV 1: Kawasan Lindung Dalam Permen dan keputusan kepala BPN ada terminologi kata sepadan untuk NKT, namun pada dasarnya memang berbeda antara pemerintah dan RSPO
CoC
Ada benturan Izin Guna dengan Aplikasi NKT. Adalah tugas bersama untuk mengenalkan NKT terhadap pemerintahan baik di pusat maupun daerah yang mencakup: 1. Terminologi 2. Memperkenalkan NKT pada Pemerintah & Masyarakat 3. Mendorong NKT agar ditetapkan sebagai daerah yang diproteksi Akan membantu jika area NKT dikeluarkan dari keharusan membayar pajak komersil setara dengan areal HGU lain. Ancamannya adalah areal NKT akan dikeluarkan dari kawasan HGU, sehingga akhirnya tidak terproteksi oleh perusahaan lalu dirambah oleh masyarakat.
FL
Ada satu group khusus di RSPO yang dipimpin oleh Peter Heng dan Andiko yang membahas khusus hal NKT dalam HGU. Ada satu konsep baru, yaitu menjual areal NKT kepada pemerintah. Beberapa Badan Pemerintahan sudah dijelaskan tentang konsep NKT seperti: BPN, KLH dan UKP4 Hal ini diluar dari pembahasan INA NITF jadi NI harus tetap jalan bagaimanapun. Mengenai padanan peraturan dengan NKT terdapat peraturan tentang HGU dalam pasal 12 bagian 5e, kewajiban memelihara kesuburan tanah termasuk kelestarian lingkungan hidup. Kewajiban memelihara kesuburan tanah termasuk kelestarian lingkungan hidup Dalam UU 18 2004: Tentang Perkebunan, turunannya terdapat Peraturan Menteri Pertanian tapi tidak ada Peraturan Pemerintah. Terdapat banyak peraturan lain bisa diacu walaupun bukan turunan langsung. Andiko sudah mencoba mencari peraturan di KLH untuk menyetarakan NKT dalam peraturan
AD
CoC
AS
CoC AD
Halaman 5 dari 15
Catatan Pertemuan Periode II, Hari Pertama (Rabu, 20 November 2013) INDONESIA NATIONAL INTERPRETATION TASK FORCE – INA NITF
Waktu
Pembahasan
Oleh
KLH. Penjelasan pak BDL tadi berhubungan dengan konsep Land Swap, sebuah konsep yang mengemukakan pertukaran areal NKT dengan tanah degradasi untuk diolah menjadi perkebunan. Harap diingat dalam PP 60 Tahun 2012 yang merubah PP 10 tahun 2010; tidak boleh ada lagi Land Swap. Sebagai referensi saat ini harus digunakan Tata Ruang, contoh di Kalteng. Terdapat kerjasama antara ISPO & RSPO dengan bagian hukum untuk membahas hal ini Tim yang dipimpin Andiko dan Peter Herg bukan membahas tentang HCS tapi HCV. FFI sedang menjajagi PERDA tentang NKT akan terbit di salah satu kabupated di Kalimantan. Kesimpulan:
DM
FL DR
CoC
5.2.1 Rekaman hasil identifikasi NKT tersedia. 12.00 13.12
Break Mulai Dulu pada NI 2008 pada NKT di indicator 5.2 adalah suatu kesatuan dengan wilayah dengan habitat species langka, terancam dan hampir punah. Kali ini cukup disebutkan identifikasi NKT saja, akan mencakup species RTE. 5.2.2 kata ‘jika terdapat species’ dapat dirubah menjadi ‘jika terdapat NKT’ Kalimat ‘harus diimplementasi rencana manajemen dan monitoring’ maka bayangannya tersedia SOP dan rencana pengelolaan. Redaksionalnya tidak perlu panjang tapi sudah mencakup pengelolaan NKT. 5.2.2 Jika terdapat NKT, rencana pengelolaan NKT harus tersedia Pada kriteria 5.2.3 terdapat Sosialisasi program NKT kepada setiap tenaga kerja Sebaiknya rekaman tidak hanya tentang sosialisasi namun juga rekaman implementasi dan rekaman kebijakan. Sosialisasi merupakan bagian dari program pengelolaan Informasi mengenai species langka, terancam dan terancam punah jangan langsung dihilangkan. Tetap tuliskan pada panduan. Kasus dilapangan, buruh dalam kebun merangkap spesies RTE karena kebutuhan protein pribadi mereka. Dalam hal ini tetap perusahaan yang akan bersalah.
C
CN AD
CoC CoC NI CN BDL DM
Siapa saja yang melanggar peraturan tentang species ini akan dihukum, baik si pelaku dan juga perusahaan yang dianggap kurang melakukan sosialisasi akan hal tersebut.
AS
Di dalam SOP perusahaan hatus ada sanksi kepada seluruh pekerja jika pekerja terbukti menangkap, menyakiti, mengoleksi atau membunuh spesies langka, terancam dan terancam punah.
DR
Lebih jauh lagi, seharusnya kebijakan ini juga mengikat semua orang dalam areal HGU, karena dalam peraturan seluruh kegiatan dalam HGU merupakan tanggung jawab perusahaan. Kesimpulan : Indikator 5.2.3:
ER
Rekaman program sosialisasi kepada semua tenaga kerja dan pemberian sanksi kepada setiap individu yang bekerja untuk perusahaan apabila terbukti menangkap, menyakiti, mengoleksi atau membunuh spesies langka, terancam dan terancam punah (RTE) Indikator 5.2.4. adalah mengenai monitoring area NKT. Rencana dan hasil pemantauan harus tersedia, namun teknisnya dapat dimasukkan ke dalam panduan saja.
CoC CN
Kesimpulan: Halaman 6 dari 15
Catatan Pertemuan Periode II, Hari Pertama (Rabu, 20 November 2013) INDONESIA NATIONAL INTERPRETATION TASK FORCE – INA NITF
Waktu
Pembahasan
Oleh
Indikator 5.2.4: Jika terdapat NKT, rencana dan hasil pemantauan NKT harus tersedia. 5.2.5 bukan merupakan tambahan dari generic sehingga bisa digunakan: Rekaman proses negosiasi untuk membangun kesepakatan dengan masyarakat lokal yang lahannya teridentifikasi sebagai Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi. Panduan: Copy dari panduan versi terjemahan. Khusus 5.2.1; 5.2.2 ; dan 5.2.5 digunakan panduan khusus. Formisbi akan membuat daftar peraturan terkait dngan perlindungan species 5.3. adalah indicator khusus mengenai limbah baik B3 maupun non B3. Tidak terdapat perubahan baik pada kriteria maupun indicator selain penambahan kata harus.
Sebaiknya digunakan kalimat versi NI 2008 yairu: 5.3 : Limbah dikurangi, didaur ulang, dipakai kembali, dan dibuang dengan cara-cara yang dapat dipertanggungjawabkan secara lingkungan dan sosial Untuk 5.3.1 mencakup identifikasi limbah dan pencemaran, dan penambahan kata harus. Sebaiknya dapat digunakan indicator dari NI 2008 yaitu: 5.3.1 Harus tersedia identifikasi sumber-sumber limbah dan pencemaran yang terdokumentasi 5.3.2 tentang pembuangan limbah bahan kimia yang bertanggung jawab. Sama seperti 5.3.1 dapat digunakan kalimat dari NI 2008 yaitu: 5.3.2 Harus tersedia bukti bahwa semua limbah bahan kimia dan wadahnya dibuang secara bertanggung jawab. 5.3.3 membahas tentang rencana mengurangi polusi dan penambahan kata harus. Dapat digunakan kalimat NI 2008 yaitu: 5.3.3 Harus tersedia rencana pengelolaan limbah yang didokumentasikan dan diimplementasikan berdasarkan hasil identifikasi untuk menghindari dan mengurangi polusi. Panduan dapat diambil dari versi terjemahan terutama untuk langkah-langkah rencana pembuangan limbah. Formisbi akan membuat daftar peraturan terkait penanganan limbah B3 dan non-B3 5.4 masih menggunakan versi yang lama tanpa ada penambahan. Dapat digunakan versi terjemahan RSPO yaitu: 5.4 Efisiensi penggunaan bahan bakar fosil dan penggunaan energi terbarukan dioptimalkan Hanya terdapat 1 indikator yaitu untuk peningkatan efesiensi bahan bakar fosil. Langsung dapat digunakan versi terjemahan: 5.4.1 Tersedia rencana peningkatan efesiensi bahan bakar fosil dan optimalisasi energy terbarukan diimplementasi dan dipantau Pedoman terdapat penambahan sebanyak 3 paragraph, sebaiknya di ikuti versi terjemahan. 5.5 membahas tentang pelarangan penggunaan api. Kriteria dapat menggunakan versi terjemahan: 5.2 Penggunaan metode pembakaran untuk membuka lahan atau menanam ulang dihindari, kecuali dalam situasi khusus sebagaimana telah diidentifikasi dalam pedoman ASEAN atau praktik terbaik regional lainnya. Untuk indicator 5.5.1 terdapat revisi Dalam dokumen ASEAN Guideline bab 6.3 tidak ada disebutkan Izin untuk bakar. Konsep Pembakaran terkendali bertentangan dengan PP No.4 2001 Pasal 4—Dilarang pembakaran hutan dan lahan, pelaku bisa ditangkap Hal tersebut diperkuat dengan SK HGU dan IUP tetap dilarang bakar. Pembakaran terkendali dapat dilaksanakan namun tetap harus mengacu ke peraturan Indicator 5.5.1 adalah teknis khusus pembukaan lahan, sementara Indonesia sudah melarang adanya pembukaan lahan dengan bakar. Apakah masih perlu diakomodir dengan ASEAN Guidelines? Kesimpulan :
C
BDL CoC
C
CoC C
C
CoC C
CoC BDL C CoC C CoC
CoC CoC
C BDL CoC YS ER CoC
Halaman 7 dari 15
Catatan Pertemuan Periode II, Hari Pertama (Rabu, 20 November 2013) INDONESIA NATIONAL INTERPRETATION TASK FORCE – INA NITF
Waktu
Pembahasan
Oleh
5.5.1 Rekaman pelaksanaan Tanpa Bakar pada pembukaan lahan. 5.5.2 Dihapus saja karena tidak sesuai dengan peraturan Indonesia tentang pembukaan lahan melalui membakar. Tidak boleh menghapus indikator, hanya bisa dimodif tidak bisa dihapus.
CoC AD
Kalimatnya diperbaharui saja dengan penyesuaian peraturan Indonesia Pada dasarnya generic ini adalah untuk semua Negara, sehingga ada beberapa negara yang mengizinkan melakukan pembakaran lahan untuk membuka areal harus diakomodir. Cari peraturan yang mengizinkan pembakaran, kemungkinan diizinkan karena alasan teknis seperti hama dan penyakit tanaman yang massif.
YIR
Setuju pak dani, perlu perimbangan akan hal ini. Hal untuk pembukaan lahan oleh petani yang dengan luas 2 ha, sesungguhnya pembakaran dengan izin dari pemda setempat diperbolehkan. Provinsi Riau dahulu pernah mengizinkan bakar namun saat ini dilarang bakar demikian dengan Kalsel 5.5.2 jangan dihapus tapi dimodifikasi saja. Tetap sediakan ruang untuk pembakaran, apabila untuk mengontrol hama. Pada Penjelasan pasal 11 PP No 4 tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan atau Lahan, terdapat hal yang mengizinkan pembakaran dilaksanakan dengan dasar penilaian yang dapat dipertanggungjawabkan. Jangan dilarang untuk petani buka lahan dengan bakar. PP No.4 tahun 2001 penjelasan pasal 17 dan PerGub KALTENG mengizinkan dibakar. Pembakaran terbatas hanya bisa jika ada izin dari pemerintah setempat. Untuk petani nanti bisa dibahas di National Interpretation untuk smallholder saja. Petani plasma (scheme) tetap mengikuti kebijakan inti karena lahan disediakan oleh perusahaan. 5.5.2 menggunakan versi dari pedoman: Pembakaran sebaiknya hanya digunakan apabila dinilai sebagai cara yang paling efektif (berdasarkan penilaian yang dapat dipertanggungjawabkan) dengan tingkat kerusakan lingkungan yang paling sedikit untuk meminimalkan risiko serangan hama dan penyebaran penyakit, dan tingkat kehati-hatian yang sangat tinggi disyaratkan untuk pembakaran lahan gambut (peat) . Hal tersebut sebaiknya juga disesuaikan dengan ketetapan peraturan dalam perundang-undangan lingkungan nasional yang berlaku Untuk pedoman dituliskan peraturan yang mendukung: Penjelasan pasal 11 PP No 4 tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan atau Lahan 5.6 Mukadimah - OK Kriteria 5.6 tidak ada perubahan dibandingkan dengan NI 2008 5.6 Rencana untuk mengurangi polusi dan emisi, termasuk gas rumah kaca, dikembangkan, diimplementasi dan dimonitor. Pada panduan harus dituliskan juga apa saja jenis emisi gas, partikel dan jelaga. Hal ini penting untuk proses identifikasi nantinya.
AS DM
DR
FL DG FL
DM FL AD DR C
C
CoC CoC
AD
Untuk indicator 5.6.1 dapat digunakan NI 2008: 5.6.1 Bukti identifikasi sumber polusi dan emisi dalam bentuk gas, partikel, jelaga dan limbah cair harus tersedia.
CoC
Untuk 5.6.2 terdapat tambahan Gas Rumah Kaca dalam kalimat awal. Dapat digunakan kalimat dari NI 2008 dengan tambahan kata GRK Kesimpulan:
CoC C CoC Halaman 8 dari 15
Catatan Pertemuan Periode II, Hari Pertama (Rabu, 20 November 2013) INDONESIA NATIONAL INTERPRETATION TASK FORCE – INA NITF
Waktu
Pembahasan
Oleh
5.6.2 Rekaman upaya dan rencana pengurangan polusi dan emisi termasuk Gas Rumah Kaca harus tersedia. Khusus indicator 5.6.3 terdapat tambahan kalimat pada akhir indicator. Karena lebih banyak penambahan kalimat, maka akan digunakan versi terjemahan: 5.6.3: Rencana pemantauan dan hasil pemantauan terhadap emisi dan polutan harus tersedia dengan menggunakan metode yang tepat. Panduan dapat diambil dari versi terjemahan. Khusus 5.6.2 dan 5.6.3 dapat menggunakan pedoman khusus dari terjemahan.
CoC C
C
Dibuat Oleh:
Bambang Dwi Laksono FORMISBI
Halaman 9 dari 15
Catatan Pertemuan Periode II, Hari Pertama (Rabu, 20 November 2013) INDONESIA NATIONAL INTERPRETATION TASK FORCE – INA NITF
Halaman 10 dari 15
Catatan Pertemuan Periode II, Hari Pertama (Rabu, 20 November 2013) INDONESIA NATIONAL INTERPRETATION TASK FORCE – INA NITF
Halaman 11 dari 15
Catatan Pertemuan Periode II, Hari Pertama (Rabu, 20 November 2013) INDONESIA NATIONAL INTERPRETATION TASK FORCE – INA NITF
Halaman 12 dari 15
Catatan Pertemuan Periode II, Hari Pertama (Rabu, 20 November 2013) INDONESIA NATIONAL INTERPRETATION TASK FORCE – INA NITF
Halaman 13 dari 15
Catatan Pertemuan Periode II, Hari Pertama (Rabu, 20 November 2013) INDONESIA NATIONAL INTERPRETATION TASK FORCE – INA NITF
Halaman 14 dari 15
Catatan Pertemuan Periode II, Hari Pertama (Rabu, 20 November 2013) INDONESIA NATIONAL INTERPRETATION TASK FORCE – INA NITF
Halaman 15 dari 15