Akal-Akalan Proyek Smelter Ditulis oleh David Dwiarto Rabu, 20 November 2013 06:20 - Terakhir Diperbaharui Rabu, 20 November 2013 06:23
EGENIUS SODA
[email protected] ">
[email protected]
Keharusan membangun smelter disiasati beragam cara oleh pelaku industri tambang. Modal besar menjadi kendala. Ratusan proposal pembangunan smelter diduga akalakalan.
Tenggat waktu bagi para pelaku tambang mineral untuk membangun smelter tinggal dua bulan. Persisnya mulai 12 Januari 2014, tidak ada lagi ekspor mineral dalam bentuk mentah. Semua harus sudah diolah dan dimurnikan.
Empat tahun merupakan waktu yang diberikan UU pada pengusaha untuk membangun pabrik pengolahan. Sayangnya, sampai saat ini tidak banyak smelter yang siap berproduksi. Padahal sebelumnya ada 300 proposal yang mampir ke meja Direktorat Jenderal (Ditjen) Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM.
Ternyata satu demi satu proposal tersebut gugur setelah diverifikasi. "Itu hanya akal-akalan pengusaha agar mendapat izin ekspor mineral. Kita tidak butuh smelter sebanyak itu," demikian kata Dirjen Minerba ketika itu.
Banjir proposal itu bisa dimaklumi. Saat Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2012 yang merupakan revisi Permen ESDM Nomor 7 Tahun 2012 dirilis, ditegaskan bahwa salah satu syarat mendapat izin ekspor, perusahaan harus mengajukan rencana membangun smelter.
Rencana tinggal rencana. Setelah diverifikasi, hanya 125 proposal yang dianggap layak dan serius. Eh, terus menyusut, hingga tersisa 28 yang dinyatakan sungguh-sungguh. Saat ini 28 perusahaan tersebut sedang diverifikasi lapangan oleh pemerintah.
1/7
Akal-Akalan Proyek Smelter Ditulis oleh David Dwiarto Rabu, 20 November 2013 06:20 - Terakhir Diperbaharui Rabu, 20 November 2013 06:23
"Tujuannya untuk melakukan crosscheck, apakah sesuai antara data yang disampaikan dengan kondisi lapangan," kata Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Ditjen Minerba, Dede Ida Suhendra.
Namun, menurut Simon Sembiring, situasi saat ini sudah tidak mungkin dilaksanakan hilirisasi mineral sesuai amanat UU Minerba. "Pemerintah harus tegas dan memberi sanksi pada perusahaan kontrak karya yang tidak melakukan pengolahan dalam negeri," tandas bekas Direktur Jenderal Mineral dan Batubara ini. Simon merupakan salah satu tokoh penting yang turut membidani lahirnya UU Nomor 4 Tahun 2009.
la menilai, selama ini pemerintah kurang tegas melaksanakan amanat UU ini. Menurut Simon, tidak sulit untuk mengetahui perusahaan ini serius atau tidak dalam menggarap smelter. "Masa sih mau membuat smelter dalam jumlah ratusan. Tidak mungkin setiap perusahaan membuat smelter. Apakah semua sudah diajak bicara? Tidak," kata Simon.
la pun mempertanyakan, apakah selama ini pemerintah sudah mengajak bicara pengusaha yang sudah mengajukan proposal. Simon menilai, peran pemerintah harus lebih besar lagi untuk keberhasilan hilirisasi. Menurutnya, pemerintah harus lebih proaktif dengan mengundang perusahaan besarberinvestasi smelter di Indonesia.
"Ini yang tidak dilakukan. Selama ini pengusaha sering mencari celah untuk memanfaatkan kelemahan Indonesia. Pemerintahnya lemah dan pengusahanya akalakalan," tegas Simon.
Natsir Mansyur, Direktur Utama PT Indosmelt, salah satu perusahaan yang menyatakan akan membangun industri pengolahan mineral, juga menyatakan Indonesia tidak membutuhkan banyak smelter. "Saya tidak mengatakan bahwa ada banyak pengusaha yang akal-akalan, yang diperlukan sekitar 20 sampai 30 smelter saja," kata 'Natsir. Menurutnya, lebih baik Indonesia fokus dulu pada beberapa komoditi mineral unggulan dari pada memaksa semua membangun smelter, namun akhirnya tidak berjaIan.
Pernyataan lebih pedas lagi disampaikan wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis. Menurutnya, hilirisasi mineral sudah berantakan karena tidak ada ketegasan dari pemerintah. "Bahkan disinyalir ada'main mata' antara pengambil kebijakan dan pengusaha industri hulu dan tambang. Makanya tarik ulur terus dan tidak ada yang jadi ini barang. Kementerian ESDM
2/7
Akal-Akalan Proyek Smelter Ditulis oleh David Dwiarto Rabu, 20 November 2013 06:20 - Terakhir Diperbaharui Rabu, 20 November 2013 06:23
harus tegas terhadap pengusaha/investor tambang," kata politisi Partai Golkar ini.
Ketua Asosisasi Pengusaha Mineral Indonesia (APEMINDO) Poltak Sitanggang menilai, mestinya pemerintah membuat peta jalan hilirisasi mineral. "Kami tanya ke pemerintah, ternyata tidak ada. Masa semua harus membangun smelter. Bayangkan saja, jika di satu wilayah ada 20 komoditi, lalu harus ada 20 smelter. Tentu menjadi ruwet," katanya.
Poltak juga mempertanyakan peran pemerintah dalam mendukung program ini. Misalnya menyediakan infrastruktur pendukung seperti jalan, listrik, dan pelabuhan. Poltak memberi contoh, Cina maju dalam industri pengolahan dan pemurnian karena pemerintahnya terlibat mempersiapkan infrastruktur pendukung.
Harus diakui, membangun smelter bukanlah pekerjaan mudah. Meski memiliki prospek keuntungan besar, perusahaan harus menggelontorkan dana lumayan gede. Selama ini, pelaku usaha tambang sudah dimanjakan kelonggaran bisa menjual mineral mentah.
Ada yang secara tegas mengatakan bahwa pembangunan smelter tidak ekonomis. Seperti disampaikan manajemen PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT). Dalam wawancara dengan majalah TAMBANG tiga bulan lalu, Direktur Utama Newmont, Martiono Hadianto mengingatkan bahwa kewajiban mengolah di dalam negeri harus dibedakan dengan keharusan mepdirikan smelter.
Perusahaan tambang tembaga dan emas lainnya, PT Freeport Indonesia, telah menyatakan niatnya menggandeng pihak ketiga. Di antaranya menyuplai konsentrat pada PT Indosmelt dan PT Indovasi Mineral Indonesia.
Freeport saat ini tengah membuat studi kelayakan, yang diharapkan selesai awa12014. Tiga lokasi dipelajari, yakni Gresik dan Tuban, keduanya di Jawa Timur, plus satunya di Papua. Baru Januari nanti bisa dilihat hasilnya.
"Kami minta dispensasi, sebab Freeport bukan ahli di bidang itu," ungkap Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Rozik B. Sutjipto. Pabrik itu investasinya US$ 1,2-1,5 miliar, direncanakan
3/7
Akal-Akalan Proyek Smelter Ditulis oleh David Dwiarto Rabu, 20 November 2013 06:20 - Terakhir Diperbaharui Rabu, 20 November 2013 06:23
rampung pada 2017.
Meski kesepakatan kerjasama dengan calon pihak ketiga sudah diteken, sebagian kalangan belum yakin bahwa perusahaan asal Amerika Serikat itu bakal serius membangun smelter. "Itu hanya akal-akalan pengusaha. Jika serius tentu dalam beberapa tahun ini sudah ada kemajuan," demikian sumber majalah TAMBANG yang juga petinggi di Kementerian ESDM.
Tudingan akal-akalan itu dibantah Natsir Mansyur. Menurutnya, pihak yang menuduh perusahaannya dan beberapa perusahaan smelter tidak serius, karena tidak mengerti situasi dan persiapan yang sedang dijalani. "Sampai sekarang masih berjalan sesuai rencana dan sedang tahap perencanaan," ujar Natsir. Rencananya, Natsir membangun pabrik pengolahan mineral di Maros, Sulawesi Selatan, mulai 2014, diharapkan selesai pada 2017.
Untuk lebih meyakinkan lagi, Natsir menjelaskan bahwa smelternya akan menggunakan teknologi dari Australia dan Finlandia, dengan total investasi sebesar US$ 1,5 miliar. "PT Freeport Indonesia akan memasok bahan baku konsentrat tembaga dan emas. Kapasitasnya 300 ribu ton tembaga dan 30 ton emas," jelas Natsir.
Menurut Natsir, semua orang harus memahami bahwa membangun smelter butuh waktu lama karena investasinya besar. Selain itu, teknologi dan sumber daya manu sia juga perlu dipersiapkan. Banyak hal harus dipersiapkan. "Ini bukan investasi kecil, sehingga butuh waktu," ujarnya.
Direktur Utama PT Indovasi Mineral Indonesia, Taufik Sastrawinata, menjelaskan kepada majalah TAMBANG bahwa saat ini pihaknya sedang melakukan diskusi kontrak dan juga analisis keuangan. Pabrik pengolahannya rencananya dibangun di Tuban atau Gresik, Jawa Timur ini. Investasinya mencapai US$ 1,5 miliar, sebanyk 30% di antaranya dari modal sendiri, sisanya dari perbankan. "Ada kemungkinan bertambah, karena faktor kenaikan nilai tukar rupiah dan gejolak ekonomi dunia," ungkapnya.
Namun, menurut Taufik, berhasil tidaknya proyek ini sangat bergantung pada komitmen PT Freeport Indonesia dalam memasok konsentrat. Maksudnya, jika PT Freeport Indonesia berubah pikiran dan tidak lagi bersedia memasok konsentrat, proyek ini batal. "Tapi kami optimistis proyek ini bakal berjalan," tegas Taufik.
4/7
Akal-Akalan Proyek Smelter Ditulis oleh David Dwiarto Rabu, 20 November 2013 06:20 - Terakhir Diperbaharui Rabu, 20 November 2013 06:23
Pabrik pengolahan smelter ini nantinya akan menggunakan teknologi milik Autotech dari Finlandia dan Extratech dari Australia. Diperkirakan paling lambat pada pertengahan atau akhir 2014, sudah mulai peletakan batu pertama, sehingga pada 2017 sudah bisa berproduksi.
Taufik pun memahami keraguan beberapa pihak pada keseriusan perusahaan membangun smelter. Menurutnya, sebelum membangun smelter, banyak hal harus dipertimbangkan dan dipastikan. "Selain itu, investasi membangun smelter itu tidak kecil, yakni US$ 1,5 miliar. Jadi, wajar butuh waktu lama. Tapi, sekali lagi semua tergantung Freeport, kalau tiba-tiba mereka bilang tidak, ya apa boleh buat. Tapi kami bisa pastikan ini serius kalau diberikan kesempatan," tegas Taufik.
Persoalan hilirisasi selama ini bak telur dan ayam. Belum jelas, mana yang harus didahulukan. Kegagalan
membangun smelter sesuai jadwal yang sudah diamanatkan UU Minerba memang tidak semata kesalahan pengusaha. Pemerintah, oleh beberapa kalangan, dinilai turut berperan terkait kegagalan membangun smelter sesuai rencana.
Selama ini, pelaku usaha menunggu kejelasan sikap pemerintah terkait hilirisasi sektor mineral. Misalnya peta jalan dari hilirisasi mineral ini sampai sekarang belum jelas. "Kondisi saat ini tidak serta merta kesalahan pengusaha. Pemerintah harus ikut bertanggungjawab," ujar Poltak Sitanggang.
Menurutnya selama ini Pemerintah belum menyusun peta jalan hilirisasi mineral. Padahal hal itu sangat penting, karena tidak semua mineral layak secara ekonomis untuk dilakukan pengolahan dalarri negeri. "Harusnya pemerintah melakukan kajian, mineral mana yang cadangan besar dan Indonesia memiliki posisi strategis. Itulah yang mendapat perioritas untuk dilakukan pengolahan. Pemerintah tidak bisa hanya membuat aturan," jelas Poltak.
la pun tidak menyangkal bahwa banyak perusahaan tidak serius dalam mengajukan proposal membangun smelter. "Melihat jumlah proposal yang sangat banyak itu, sudah pasti bahwa banyak perusahaan yang hanya memanfaatkan celah hukum agar mendapat izin ekspor,"
5/7
Akal-Akalan Proyek Smelter Ditulis oleh David Dwiarto Rabu, 20 November 2013 06:20 - Terakhir Diperbaharui Rabu, 20 November 2013 06:23
ungkap Poltak.
Oleh karenanya, Poltak berharap, selain lebih tegas menerapkan verifikasi terhadap proposal pembangunan smelter, pemerintah juga harus membantu pengusaha menyukseskan kegiatan hilirisasi. "Pemerintah juga harus terlibat dalam mempersiapkan infrastruktur seperti jalan, pelabuhan dan listrik. Selain itu juga membantu mempercepat proses perijinan, seperti pembebasan lahan, pinjam pakai lahan dan lainnya," ungkapnya.
Wakil Ketua Komisi VI Fraksi Partai Golkar, Airlangga
Hartanto, mengaku pesimistis kebijakan hilirisasi berjalan sesuai jadwal. Bahkan menurutnya, kebijakan terancam berantakan. Sebab, fisik pabrik yang dinantikan tak kunjung kelihatan. Jika dimulai dari 2014, tentunya akan membutuhkan waktu yang lebih lama lagi untuk merealisasikan program pembangunan smelter.
Menurut Airlangga, pemerintah selama ini juga tidak serius membantu pengusaha tambang dalam menyelesaikan berbagai kendala. Misalnya biaya investasi yang tidak memadahi, rendahnya produksi biji mineral tambang, belum adanya jaminan pasokan listrik, minimnya infrastruktur transportasi, dan belum adanya teknologi yang mumpuni untuk membangun smelter. "Peraturan
yang saat ini ada belum tepat untuk mendukung dunia usaha. Ini artinya pemerintah melakukan pembiaran," tegasnya.
Oleh karena itu, Airlangga meminta Pemerintah lebih tegas menjalankan amanat UU Minerba terkait hilirisasi. Ketegasan itu juga diterapkan saat melakukan verifikasi atas rencana perusahaan membangunan smelter.
Pemerintah boleh saja berargumen bahwa saat ini yang harus jadi perhatian bukan lagi pada waktu, tetapi lebih pada proses hilirisasi agar dapat berjalan. Dalam proses verifikasi, Pemerintah harus lebih tegas dalam menerapkan aturan dimana perusahaan yang benar-benar seriuslah yang mendapat insentif berupa relaksasi ekspor.
6/7
Akal-Akalan Proyek Smelter Ditulis oleh David Dwiarto Rabu, 20 November 2013 06:20 - Terakhir Diperbaharui Rabu, 20 November 2013 06:23
Sumber : Majalah Tambang, Volume 8, No 101, November 2013
7/7