Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2001
CARA PENGUJIAN MUTU FISIK GABAH DAN BERAS FAUZIAH A .R., NOORTASIAH DAN TAZRIN NOR
Balai Peneitian Tanaman Pangan Lahan Rawa, ii. Kebun Karet, Loktabat, Banjarbaru 70712 RINGKASAN Mutu gabah dan beras yang baik akan mementukan nilai tambah yang lebih banyak, karena selain harganya lebih baik juga pemasarannya akan lebih cepat. Lahan pasang surut mempunyai tipologi lahan yang berbeda-beda dari satu wilayah ke wilayah lain, sehingga akan mempengaruhi mutu hasil jika tidak diterapkan teknik budidaya yang baik sesuai tipologi lahannya . Untuk mengetahui mutu gabah dan beras varietas unggul yang dibudidayakan di lahan pasang surut, perlu dilakukan pengujian . Pengujian dilakukan terhadap gabah varietas unggul IR66, Martapura dan Cisokan dari pertanaman petani di lahan pasang surut potensial, lokasi Kampung Baru, Kecamatan Aluh-Aluh, Kabupaten Banjar, Kahmatan Selatan . Hasil pengujian menunjukkan bahwa varietas unggul IR 66, Martapura dan Cisokan yang ditanam petani di lahan pasang surut masih dapat mencapai persyaratan mutu beras walaupun ada beberapa variabel yang kurang memenuhi persyaratan standar mutu beras . PENDAHULUAN Harga gabah dan beras umumnya sangat ditentukan oleh mutu atau kualitasnya, selain itu juga ditentukan selera masyarakat setempat. Mutu gabah dan beras yang baik akan mementukan nilai tambah yang lebih banyak, karena selain harganya lebih baik juga pemasarannya akan lebih cepat . Lahan pasang surut mempunyai tipologi lahan yang berbeda-beda dari satu wilayah ke wilayah lain, sehingga akan mempengaruhi mutu hasil jika tidak diterapkan teknik budidaya yang baik sesuai tipologi lahannya . Untuk memperoleh mutu hasil yang lebih baik petani perlu didorong untuk menerapkan budidaya pertanaman yang sehat . Bercocok tanam yang baik menjamin keseragaman pertumbuhan tanaman, pembungaan dan pematangan gabah di lapang, sehingga dapat meningkatkan kualitas hasil yang diperoleh . Teknik budidaya itu meliputi penggarapan tanah yang semprurna, pemilihan varietas yang cocok, penggunaan benih bermutu, persemaian yang baik, bertanam dengan jarak tanam dan umur bibit yang tepat, pemupukan yang sempurna, pengelolaan air, serta pengendalian hama-penyakit-gulma .
184
Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2001
Keserasian pertumbuhan tanaman sebelum dan sesudah berbunga menentukan kesempurnaan proses pematangan gabah. Selama proses pematangan biji terjadi perubahan struktur, sifat dan kandungan komponen-komponen penyusunnya sampai maksimum yaitu pada 80-90 masak (PARTOHARDJONO, at al, . 1982) Untuk menjamin kelangsungan peningkatan produksi yang sekaligus meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani, kita dituntut untuk menangani masalah pasca panen ini dengan lebih baik. Penanganan pascapanen yang dimulai dari tingkat petani merupakan awal yang sangat penting . Kegagalan penanganan pascapanen di tingkat petani ini dapat mengakibatkan rendahnya mutu hasil dan tingginya tingkat susut dan kerusakan (SETJANATA, at al, . 1982) Menurut EFFERSON (1985) konsumen menentukan harga dan mutu beras dari penampilan fisiknya, tanpa beras tersebut diproses atau dimasak. Konsumen mempunyai aturan tersendiri tentang mutu beras tersebut. Konsumen menginginkan butir patah yang sedikit, tidak ada campuran benda asing, gulma dan gabah yang tak tergiling, bentuk biji relatif seragam, tidak ada campuran varietas lain, penyosohan sempuma dan warna beras bening, serta aroma yang menarik. Secara ringkas terlihat bahwa ukuran, bentuk dan penampilan beras menentukan tingkat penerimaan pasar terhadap beras (KHusH, at al, . 1979). Komponen mutu gabah yang penting adalah kadar air, butir hampa/kotoran, butir mengapur, butir hijau, butir kuning, butir rusak dan butir merah (MUJISIHONO, 1980). BULOG (1987) menentukan mutu beras berdasarkan persyaratan kualitatif dan kuantitatif. Persyaratan kualitatif adalah bebas hama dan penyakit hidup; bebas bau apek, asam atau bau asing lainnya; bebas dari campuran dedak dan katul ; serta bebas dari tanpa-tanda adanya bahan kimia yang berbahaya. Persyaratan kuantitatif terdiri dari kadar air, derajat sosoh, butir utuh, butir patah, menir, butir kapur/hijau, butir kuning/rusak, butir merah dan butir gabah. Untuk mengetahui mutu gabah dan beras varietas unggul yang dibudidayakan di lahan pasang surut, perlu dilakukan pengujian. BAHAN DAN CARA Bahan gabah dan beras yang diuji adalah varietas unggul IR66, Martapura dan Cisokan dari pertanaman petani di lahan pasang surut potensial, lokasi Kampung Baru, Kecamatan Aluh-Aluh, Kabupaten Banjar, Kahmatan Selatan .
18 5
Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2001
CARA PENGAMBILAN CONTOH Untuk mendapatkan contoh analisa yang dapat mewakili gabah atau beras yang akan dianalisa dilakukan pengambilan contoh sebagai berikut : Contoh primer diambil dari partai barang yang berasal dari alat angkut maupun tumpukan dengan cara sebagai berikut : (a) Karung contoh diambil secara acak dari partai minimal 10% dari jumlah karung . (b) Setiap karung contoh, isinya dicurahkan dari isi bagian atas, tengah dan bawah kemudian dicampur merata . (c) Setelah itu, diambil ± 1 kg contoh untuk dicampur clan diaduk merata dengan contoh karung lain untuk membentuk contoh primer. Contoh kerja diperoleh dari contoh primer dengan memakai alat Sample Mixer Devider sehingga diperoleh contoh kerja sebanyak 1 kg. Contoh analisa diperoleh dengan cara membagi contoh kerja memakai alat Sample Mixer Devider sampai mendapatkan contoh analisa sebanyak 125 g. Cara Penentuan Mutu Gabah 1. Kadar Air Gabah . Kadar air adalah jumlah kandungan air di dalam butir gabah yang dinyatakan dalam persen basis basah . Kadar air dapat diukur dengan metode oven dan cara elektronik . 1.1 . Cara oven Alat yang digunakan adal-ah oven, cawan aluminium, desikator, timbangan analitik clan penjepit. Pelaksanaan dilakukan sebagai berikut : (a) Timbang 5 g gabah dan haluskan dalam lumpang porselin. (b) Masukkan gabah ke dalam kaleng aluminium yang telah diketahui beratnya . (c) Panaskan dalam oven pada suhu 105° C selama 16 jam . (d) Masukkan kaleng aluminium dan gabahnya ke dalam desikator hingga dingin . (e) Timbang sampai beratnya konstan . (t) Kadar air gabah dihitung berdasarkan basis basah. Kadar Air =
ba~abb
X 100%
Keterangan : ba = berat gabah awal; bb = berat gabah setelah di oven 1 .2. Cara elektronik Alat pengukur kadar air elektronik yang dapat digunakan antara lain merk Iseki, Cera dan Kett.
186
Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2001
Pelaksanaan dilakukan sebagai berikut : (a) Sebelum diukur, gabah hares dibersihkan . (b) Jumlah berat contoh gabah yang diperiksa sesuai dengan ketentuan masing-masing alat . 2. Cara Penentuan Butir Hampa/Kotoran Butir hampa adalah butir gabah yang tidak mengalami proses pengisian . Yang dimaksud dengan kotoran adalah segala benda asing selain gabah . Selain dengan alat, pemilihan dapat dilakukan langsung dengan tangan . Alat yang diperlukan adalah timbangan analitik dan ayakan ukuran 1,70 mm (untuk varietas gemuk) dan ukuran 1,60 mm untuk varietas ramping . Pelaksanaan dilakukan sebagai berikut : (a) Timbang 100 g contoh gabah.(b) Masukkan gabah ke dalam ayakan dan lakukan pengayakan searah dengan panjang ayakan selama lebih kurang 2 menit. (c) Gabah setengah hampa, potongan batang, batu, pasir yang lolos disatukan dan dipilih kembali . (d) Lakukan penimbangan dan persentasekan terhadap berat contoh analisa. Kadar hampa kotoran =
Berat hampa + kotoran (g) Berat contoh (125 g)
X 100%
3 . Cara Penentuan Butir Hijau/Mengapur, Butir Kuning/Rusak dan Butir Merah Butir hijau adalah butir beras pecah kulit (BPK) yang berwarna kehijauan dan bertekstur lunak. Butir mengapur adalah BPK yang berwarna putih (chalky) dan bertekstur lunak . Butir kuning adalah BPK yang berwarna kuning coklat atau coklat kekuningan atau kuning suram akibat terlambat pengeringan . Butir rusak adalah beras yang berbintik coklat atau berwarna merah dengan bintik warna lain . Alat yang diperlukan dalam menganalisa adalah alat pengupas rubber roll husker atau hand husker, timbangan analitik dan pinset . Pelaksanaannya adalah: (a) Ambil contoh analisa sebanyak 125 g gabah. (b) Gabah dipecah kulitkan dengan menggunakan rubber rool husker. (c) Timbang contoh analisa beras pecah kulit hasil dari pengupasan tersebut. (d) Lakukan pemilihan/ pemisahan butir mengapur/hijau, butir kuning/rusak dan butir merah dengan pinset atau tangan. (e) Timbang masing-masing kreteria mutu dan persentasekan terhadap berat contoh pecah kulit. Persentase butir kapur/hijau = Persentase butir kuning/rusak = Persentase butir kapur/hijau =
Berat butir mengapur/hijau (g) Berat contoh beras pecah Wit (g) Berat butir kuning/rusak (g) Berat contoh beras pecah kulit (g) Berat butir merah (g) Berat contoh beras pecah Wit (g)
}C 100% }C 100% X 100%
187
Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2001
Cara Penentuan Mutu Beras 1 . Kadar Air Beras Kadar air beras adalah kanclungan air di dalam butir beras yang dinyatakan dalam persen basis basah . Bahan yang diperiksa adalah contoh primer. Pengukuran kadar air beras dapat dilakukan dengan cara oven atau cara elektronik seperti pada pengukuran kadar air gabah. 2. Derajat Sosoh Derajat sosoh adalah tingkat terlepasnya lapisan katul clan lembaga dari butir beras. Bahan yang diperiksa adalah contoh kerja lebih kurang 800 g. Alat yang digunakan adalah kaca pembesar clan contoh pembanding . Butir beras yang diperiksaan dibandingkan dengan contoh pembanding clan dilakukan secara visual dengan bantuan kaca pembesar. 2. Butir Gabah clan Benda Asing Bahan yang diperiksa adalah contoh analisa . Alat yang digunakan adalah baki analisa, pinset clan kaca pembesar . Butir gabah clan benda asing dipisahkan dari beras contoh analisa . 4. Butir Menir, Patah, Butir Kuning/Rusak, Butir Kapur/Hijau clan Butir Merah Butir patah adalah butir beras yang >2/10 bagian panjang butir beras utuh. Menir adalah butir yang <2/10 bagian panjang butir beras utuh. Bahan yang diperiksa adalah 100 g contoh analisa. Alat yang digunakan adalah baki analisa, pinset, clan ayakan menir diameter 1,70 mm. Pelaksanaan dilakukan sebagai berikut : (a) Lakukan gerakan mendatar terhadap ayakan secara teratur scjauh lebih kurang 25 cm. (b) Ulangi gerakan hingga hitungan 20 kali. (c) Butir-butir yang tersangkut pada lobang ayakan dikembalikan ke contoh beras yang tidak lolos . (d) Bila ada butir utuh atau butir patah yang lolos ayakan agar dikembalikan ke contoh beras yang tidak lolos. (e) Menir yang jatuh, ditimbang clan dipersentasekan terhadap berat asal contoh analis. Berat menir(g) X 100% Persentase menir = Berat contoh beras (g) Untuk penentuan butir patah clan butir kepala dilakukan sebagai berikut : (a) Dari sisa analisa yang tidak lolos dari ayakan, pisahkan butir patah clan butir kepala dengan bantuan alat idented plate ukuran 4,2 mm. (b) Butir butir yang lolos diperiksa kembali secara manual, agar ticlak ada lagi yang tercampur antara beras pecah clan bergs kepala. (c) Beras pecah ditimbang clan dipersentasekan terhadap 100 g beras contoh analisa . Persentase butir patch =
18 8
Berat butir patah (g) Berat contoh beras (g)
X 100%
Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2001
Selanjutnya dari seluruh contoh analisa, perlu dipisahkan lagi butir kuning/rusak, butir kapur/hijau, butir merah clan kemudian ditimbang clan dihitung banyaknya masing-masing butir. Persentase butir mengapur =
Berat butir mengapur (g) Berat contoh beras (g)
X 100%
Persentase butir mengapur =
Berat butir kuning/rusak (g) Berat contoh beras (g)
X 100%
Persentase butir mengapur =
Berat butir merah (g) Berat contoh beras (g)
X 100%
HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN Hasil pengujian terhadap gabah varietas unggul IR66, Martapura clan Cisokan dari pertanaman petani di lahan pasang surut potensial, lokasi Kampung Baru, Kecamatan Aluh-Aluh, Kabupaten Banjar, Kalimatan Selatan ditampilkan pada Tabel 1 . Dari Tabel 1 terlihat bahwa ada perbedaan mutu gabah varietas IR 66 dari hasil dua petani yang diuji baik dari variabel kadar air, kotoran /hampa ,butir biji terserang clan berat 1000 biji. Hal ini menunjukan kemungkinan adanya perbedaan cara budidaya clan pemeliharaan serta penanganan pasca panennya. Sedangkan untuk variabel butir hijau/mengapur, butir kuning/rusak tidak terlihat. Hal ini diduga karena pada umumnya petani selalu memanen pada saat gabah yang sudah matang semua . Tabel 1 .
Mutu gabah varietas IR 66, Martapura clan Cisokan di lahan pasang surut, Kalimantan Selatan . 2001 . Mum Gabah
No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Varietas R 66 1 66 IR Martapura Martapura Cisokan Cisokan
Nama Petani Bush Faluni Fahmi Busli Abdul Sani Ruslan
Kadar air (%) 13,7 12,7 115 11,5 11,8 12,9
Kotoran/ Hampa
M 1,5 0,9 0,7 0,7 0,8 1,6
Both HijaW mengapur(
%) -
Kuning/ Rusak
Butir terse-rang
000
-
0,7 0,4 0,1 0,8 0,5 0,8
23,4 19,6 19,8 19,6 21,2 23,1
(%)
M
Biji
(g)
Untuk varietas Martapura terlihat tidak ada perbedaan yang menyolok. Hal ini diduga cara budidaya clan penanganaan pascapanen yang sama, atau tingkat adaptasinya yang lebih baik di lahan pasang surut, karena varietas ini dihasilkan dari perkawinan antara padi varietas lokal lahan pasang surut dengan varietas unggul . Terlihat bahwa ada perbedaan mutu gabah varietas Cisokan dari hasil dua petani yang diuji baik dari variabel kadar air, kotoran/hampa, butir biji terserang clan berat 1000 biji. Hal ini menunjukan kemungkinan adanya
189
Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2001
perbedaan cars budidaya dan pemeliharaan serta penanganan pascapanennya . Sedangkan untuk variabel butir hijau/mengapur, butir kuning/rasak tidak terlihat perbedaan . Diduga pada umumnya petani selalu memanen pada waktu panen dengan gabah yang sudah matang penuh. Ketiga varietas tersebut, terlihat sudah memenuhi persyaratan mutu gabah Bulog yaitu kadar airnya <14 %, butir hampa/kotoran <1 % clan serangan penyakit <1 %. Pada Tabel 2 terlihat bahwa ada perbedaan mutu beras varietas IR66 dari hasil dua petani yang diuji baik dari variabel kadar air, beras kepala, menir. Hal ini diduga akibat adanya perbedaan dalam cara penanganan budidaya, pemeliharaan dan pasca panennya. Sedangkan untuk variabel butir hijau/mengapur, butir kuning/rusak tidak berbeda . Hal ini diduga karena pada waktu panen, padinya sudah matang semua . Untuk varietas Martapura terlihat bahwa komponen kadar air tidak ada perbedaan dari hasil dua petani tersebut, tetapi pada komponen butir patah dan menir terlihat perbedaan yang menyolok, hal ini diduga karena perbedaan cara penanganan pascapanen atau alat yang digunakan . Untuk varietas Cisokan tidak terlihat perbedaan yang menyolok. Hal ini kemungkinan tingkat penanganan budidaya, pascapanen dan penggunaan alat pascapanen yang tidak jauh berbeda . Tabel 2 No . 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Mutu beras varietas IR 66, Martapura clan Cisokan di lahan pasang surut, Kalimantan Selatan . 2001 .
Varietas IR 66 IR 66 Martapura Martapura Cisokan Cisokan
Nama Petani
Kadar air()
Butir Kepala
Busli Fahmi Fahmi Bush Abdul Sani Ruslan
13,7 12,7 11,5 11,5 11,8 11,9
74,8 82,6 68,4 70,8 67,8 67,7
Butir Patah (%) 24,4 16,0 24,4 17,6 15,4 15,5
Mutu Beras Butir kuning/Rus ak (%) -
Butir Kapur (%) -
Menir (%) 0,8 1,4 7,2 11,6 16,8 16,7
Ditinjau dari persyaratan mutu beras dari Bulog (Tabel 3). terlihat bahwa mutu beras varietas IR66, Martapura dan Cisokan sudah memenuhi butir persyaratan yaitu komponen kadar airnya <14 %, beras kepala ada, namum untuk komponen menirnya hijau/mengapur, butir kuning tidak agak lebih tinggi yaitu mencapai 16,8 %. Tabel 3 .
Persyaratan kualitas pengadaan beras . Bulog (1999)
Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 .
Komponen Kadar air Derajat sosoh Butir utuh Butir patah Butir menir Butir hijau/mengapur Butir kuning/rusak Benda asing Butir merah Butir gabah
190
Kriteria Maksimum Minimum Minimum Maksimum Maksimum Maksimum Maksimum Maksimum Maksimum Maksimum
Syarat kualitas ( % ) 14 95 35 25 2 3 3 0,05 3 2 butir/100 g .
Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2001
Rendahnya kadar air, kurangnya kotoran/hampa, butir kapur dan kuning ini disebabkan cukup baiknya pengeringan ditingkat petani dan cara pembersihan gabah yaitu dengan menggunakan gumbaan (winnower) yang banyak digunakan petani di lahan Kalimantan Selatan. Tingginya butir menir dan butir patah diduga disebabkan oleh proses penggilingan yang kurang tepat KESIMPULAN DAN SARAN Varietas unggul IR 66, Martapura dan Cisokan yang ditanam petani di lahan pasang surut masih dapat mencapai persyaratan mutu beras walaupun ada beberapa variabel yang kurang memenuhi persyaratan standar mutu beras . Untuk meningkatkan mutu beras agar lebih baik maka perlu diperhatikan penanganan pascapanennya . DAFTAR BACAAN BULOG, 1987 . Tata cara teknis pemeriksaan kualitas pangan. BULOG, 1999 . Persyaratan kualitas beras hasil panen tahun 1999 untuk pengadaan dalam negeri . EFFERSON, J.N . 1985 . Rice quality in word markets .P.1-14 in Rice Grain Rice Riseaarch Institute . Quality and Marketing . Internasional Manila . Philippinnes . KHUSH, G.S., C.M. PAULE AND N.M. DE LA CRUZ. 1979. Rice grain quality evaluation and improvement. P.21-31 in Proceedings of the Workshop on Chemical Aspect of Rice Grain Quality . Internasional Rice Research Institute . MUDJISIHONO, R. . 1980. Petunjuk pengujian mutu gabah dan beras di Laboratorium. Departemen Pertanian . Lembaga Pusat Penelitian Pertanian Cabang Sukamandi . PARTOHARDJONO, S., R. DAMANHURI DAN A.MUNANDAR . 1982. Beberapa Usaha Agronomis Prapanen Untuk Meningkatkan Mutu Hasil Padi. Risalah Lokakarya Pasca Panen Tanaman Pangan. Cibogo, Bogor 5-6 April 1982. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. SETJANATA, S., EKOWARSO DAN RUSWANDL 1982. Dukungan Teknologi Pasca panen di Tingkat Petani untuk Pengamanan Produksi Beras. Risalah Lokakarya Pasca Panen Tanaman Pangan, Cibogo, Bogor 5-6 April 1982. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.